UNIT AERASI, SEDIMENTASI, DAN BIOSAND FILTER SEBAGAI PEREDUKSI COD, TSS, NITRAT, DAN FOSFAT AIR LIMBAH ARTIFICIAL ( CAMPURAN GREY DAN BLACK WATER)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNIT AERASI, SEDIMENTASI, DAN BIOSAND FILTER SEBAGAI PEREDUKSI COD, TSS, NITRAT, DAN FOSFAT AIR LIMBAH ARTIFICIAL ( CAMPURAN GREY DAN BLACK WATER)"

Transkripsi

1 TUGAS AKHIR-RE UNIT AERASI, SEDIMENTASI, DAN BIOSAND FILTER SEBAGAI PEREDUKSI COD, TSS, NITRAT, DAN FOSFAT AIR LIMBAH ARTIFICIAL ( CAMPURAN GREY DAN BLACK WATER) BAHARI PURNAMA NRP Dosen Pembimbing PROF. DR. NIEKE KARNANINGROEM, MSC. JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2014

2 FINAL PROJECT-RE AERATION, SEDIMENTATION, AND BIOSAND FILTER UNIT AS COD, TSS, NITRATE AND PHOSPHATE REMOVER OF MIX GREYWATER AND BLACKWATER ARTIFICIAL BAHARI PURNAMA NRP Supervisor PROF. DR. NIEKE KARNANINGROEM, MSC. DEPARTEMENT OF ENVIRONMENTAL ENGINEERING FACULTY OF CIVIL ENGINEERING AND PLANNING INSTITUTE OF TECHNOLOGY SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2014

3

4 UNIT AERASI, SEDIMENTASI, DAN BIOSAND FILTER SEBAGAI PEREDUKSI COD, TSS, NITRAT,DAN FOSFAT AIR LIMBAH ARTIFICIAL (CAMPURAN GREY DAN BLACK WATER) Mahasiswa : Bahari Purnama NRP : Pembimbing : Prof. Dr. Nieke Karnaningroem, MSc ABSTRAK Meningkatnya jumlah air limbah domestik yang tidak diimbangi dengan peningkatan badan air dari aspek kapasitas maupun kualitasnya, menyebabkan jumlah air limbah yang masuk ke badan air melebihi daya tampung maupun daya dukungnya. Untuk mengantisipasi potensi dampak tersebut, maka perlu alternatif teknologi pengolahan limbah yang efektif dan hemat biaya, yaitu berupa biosand filter. Penelitian ini bertujuan menghitung efisiensi penyisihan dan memperoleh variasi diameter dan ketebalan media yang optimal dalam menyisihkan parameter pencemar COD, TSS, nitrat, dan fosfat pada limbah artificial (campuran black dan grey water). Hasil dari analisis yang dilakukan didapatkan penyisihan rata rata dari reaktor biosand filter 1, 2, dan 3 dalam penyisihan organik (COD) 74,09%; 76,93%; dan 70,81%, TSS 79,99%; 81,32%; dan 79,61%, nitrat 36,44%; 37,27%; dan 34,62%, fosfat 28,40%; 30,37%; dan 28,39%.. Variasi media yang paling optimal adalah reaktor biosand filter 2 dengan diameter 0,59 mm dan kedalaman media 10 cm. Kata Kunci : Biosand filter, COD, fosfat, limbah domestik, nitrat, TSS iii

5 Halaman Ini Sengaja Dikosongkan iv

6 AERATION, SEDIMENTATION, AND BIOSAND FILTER UNIT AS COD, TSS, NITRATE AND PHOSPHATE REMOVER OF MIX GREYWATER AND BLACKWATER ARTIFICIAL Mahasiswa : BahariPurnama NRP : Pembimbing : Prof. Dr. Nieke Karnaningroem, MSc ABSTRACT The amount of domestic wastewater production has now increased and over the limit of maximum capacity which environment able to support. In order to anticipate the negative potency that occurred, biosand filter had chosen as an effective and economic alternative of wastewater treatment. The purpose of this research is getting the optimum variation of sand filter s diameter and thickness and calculating it s removal efficiencies in terms of removing COD, TSS, nitrate and phosphate within the mix of greywater and blackwaterwhich is artificially made. According to the analysis, an average removal of biosand filter 1, 2, and 3 over COD sequentially were 74,09%; 76,93%; and 70,81%. TSS 79,99%; 81,32%; and79,61%. nitrat 36,44%; 37,27%; and34,62%. fosfat 28,40%; 30,37%; and28,39%. Biosand filter 2 had came out to be the most optimum media with 0,59 mm of diameter and 10 cm thickness variation. Keywords :Biosand filter, COD, domestic wastewater, nitrat, phosphate, TSS v

7 KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji syukur penyusun panjatkan kepada Allah SWT, atas segala rahmat dan karunia-nya sehingga laporan tugas akhir yang berjudul UNIT AERASI, SEDIMENTASI, DAN BIOSAND FILTER SEBAGAI PEREDUKSI COD, TSS, NITRAT,DAN FOSFAT AIR LIMBAH ARTIFICIAL (CAMPURAN GREY DAN BLACK WATER) dapat diselesaikan dengan baik. Dalam penyusunan tugas akhir tidak lepas dari bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, oleh karena itu penyusun menyampaikan terima kasih sebanyak-banyaknya kepada: 1. Ibu Prof. Dr. Nieke Karnaningroem, MSc., selaku dosen pembimbing yang sangat berperan besar dalam membimbing dan memberikan masukan untuk laporan tugas akhir ini. 2. Bapak Ir. Mohammad Razif, MM, Ibu Ir. Rr. Atiek Moesriati, MS, dan Bapak Ir. Didik Bambang Supriyadi, MT selaku dosen penguji yang telah memberikan pengarahan, kritikan dan masukan sehingga tugas akhir ini menjadi lebih baik. 3. Kedua orang tua yang memberikan dukungannya. 4. Teman-teman sesama pejuang tugas akhir. 5. Seluruh pihak yang secara langsung maupun tidak langsung dalam memberikan bantuan dan masukan kepada penyusun. Penyusunan laporan tugas akhir ini telah diusahakan semaksimal mungkin, namun sebagaimana manusia biasa tentunya masih terdapat kekurangan atau kesalahan. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penyusun harapkan. Surabaya, Juni 2014 Penyusun vii

8 DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN i ABSTRAK iii ABSTRAK ENGLISH v KATA PENGANTAR vii DAFTAR ISI ix DAFTAR TABEL xiii DAFTAR GAMBAR xv BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Ruang Lingkup Manfaat 3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pencemaran Air Air Limbah Domestik Karakteristik Air Limbah Domestik Air Limbah Grey Water Air Limbah Black Water Kualitas Air Limbah Domestik Parameter Pencemar COD (Chemical Oxygen Demand) TSS (Total Suspended Solid) Nitrat Fosfat Biofilter Biosand filter 15 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Umum Kerangka Penelitian Tahap-Tahap Perencanaan Ide Studi Studi Literatur Persiapan Penelitian 21 ix

9 Pembuatan Air sampel Proses Aerasi Unit Bak Sedimentasi Reaktor Biosand filter Analisis Blanko Proses Aklimatisasi Running dan Analisis Air Effluent Hasil dan Pembahasan Kesimpulan dan Saran 28 BAB 4 HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Umum Analisis Blanko pada Reaktor Biosand filter Analisis Blanko Penurunan Kadar COD pada Reaktor Biosand filter Data Analisis Blanko Penurunan Kadar Nitrat pada Reaktor Biosand filter Data Analisis Blanko Penurunan Kadar Fosfat pada Reaktor Biosand fiter Data Analisis Blanko Penurunan Kadar TSS pada Reaktor Biosand filter Data Analisis Efisiensi Penurunan Kadar COD pada Reaktor Biosand filter Data Analisis Efisiensi Penurunan Kadar Fosfat pada Reaktor Biosand filter Data Analisis Efisiensi Penurunan Kadar TSS pada Reaktor Biosand filter Data Analisis Efisiensi Penurunan Kadar Nitrat pada Reaktor Biosand filter Perbandingan Antara Analisis Blanko dengan Unit Biosand filter yang Sudah Diaklimatisasi Perhitungan Gabungan Efisiensi Penyisihan Seluruh Parameter pada Unit Biosand filter 71 BAB 5 Saran dan Kesimpulan Kesimpulan Saran 76 x

10 DAFTAR PUSTAKA 77 LAMPIRAN 79 BIODATA PENULIS xi

11 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Unit biosand filter 16 Gambar 3.1 Kerangka perencanaan tugas akhir 20 Gambar 3.2 Foto aerator 23 Gambar 3.3 Foto reaktor bak sedimentasi 24 Gambar 3.4 Biosand filter dengan variasi diameter dan kedalaman media 25 Gambar 3.5 Gambar rangkaian reaktor 25 Gambar 3.6 Layout reaktor 26 Gambar 3.7 Foto rangkaian reaktor 26 Gambar 4.1 Grafik perbandingan efisiensi penyisihan blanko COD BSF 1, BSF 2, dan BSF 3 33 Gambar 4.2 Grafik perbandingan efisiensi penyisihan blanko nitrat BSF 1, BSF 2, dan BSF 3 37 Gambar 4.3 Grafik perbandingan efisiensi penyisihan blanko fosfat BSF 1, BSF 2, dan BSF 3 41 Gambar 4.4 Grafik perbandingan efisiensi penyisihan blanko TSS BSF 1, BSF 2, dan BSF 3 45 Gambar 4.5 Grafik perbandingan efisiensi penyisihan COD BSF 1, BSF 2, dan BSF 3 50 Gambar 4.6 Grafik perbandingan efisiensi penyisihan fosfat BSF 1, BSF 2, dan BSF 3 56 Gambar 4.7 Grafik perbandingan efisiensi penyisihan TSS BSF 1, BSF 2, dan BSF 3 62 Gambar 4.8 Grafik perbandingan efisiensi penyisihan fosfat nitrat 1, BSF 2, dan BSF 3 68 Gambar 4.9 Grafik penyisihan seluruh parameter pencemar pada BSF 1 72 Gambar 4.10 Grafik penyisihan seluruh parameter pencemar pada BSF 2 72 Gambar 4.11 Grafik penyisihan seluruh parameter pencemar pada BSF 3 73 xv

12 DAFTAR TABEL Tabel 3.1.Karakteristik limbah black water Kelurahan 22 Tabel 3.2.Karakteristik limbah grey water perumahan 22 Tabel 4.1.Data analisis blanko COD setelah diaerasi 30 Tabel 4.2.Data analisis blanko COD pada unit prasedimentasi 23 Tabel 4.3. Data analisis blanko COD pada BSF 1 31 Tabel 4.4. Data analisis blanko COD pada BSF 2 32 Tabel 4.5. Data analisis blanko COD pada BSF 3 32 Tabel 4.6.Data analisis blanko nitrat setelah diaerasi 34 Tabel 4.7.Data analisis blanko nitrat pada unit prasedimentasi 34 Tabel 4.8. Data analisis blanko nitrat pada BSF 1 35 Tabel 4.9. Data analisis blanko nitrat pada BSF 2 35 Tabel Data analisis blanko nitrat pada BSF 3 36 Tabel 4.11.Data analisis blanko fosfat setelah diaerasi 38 Tabel 4.12.Data analisis blanko fosfat pada unit prasedimentasi 38 Tabel Data analisis blanko fosfat pada BSF 1 39 Tabel Data analisis blanko fosfat pada BSF 2 39 Tabel Data analisis blanko fosfat pada BSF 3 40 Tabel 4.16.Data analisis blanko TSS setelah diaerasi 42 Tabel 4.17.Data analisis blanko TSS pada unit prasedimentasi 42 Tabel Data analisis blanko TSS pada BSF 1 43 Tabel Data analisis blanko TSS pada BSF 2 43 Tabel Data analisis blanko TSS pada BSF 3 44 Tabel 4.21.Data analisis COD setelah diaerasi 46 Tabel 4.22.Data analisis COD pada unit prasedimentasi 46 Tabel Data analisis COD pada BSF 1 47 Tabel Data analisis COD pada BSF 2 48 Tabel Data analisis COD pada BSF 3 48 Tabel Data perbandingan efisiensi penyisihan COD seluruh BSF 49 Tabel Data efisiensi penyisihan COD gabungan BP dan unit BSF 51 Tabel 4.28.Data analisis fosfat setelah diaerasi 52 Tabel 4.29.Data analisis fosfat pada unit prasedimentasi 53 xiii

13 Tabel Data analisis fosfat pada BSF 1 53 Tabel Data analisis fosfat pada BSF 2 54 Tabel Data analisis fosfat pada BSF 3 54 Tabel Data perbandingan efisiensi penyisihan fosfat seluruh BSF 55 Tabel Data efisiensi penyisihan fosfat gabungan BP dan unit BSF 57 Tabel 4.35.Data analisis TSS setelah diaerasi 58 Tabel 4.36.Data analisis TSS pada unit prasedimentasi 59 Tabel Data analisis TSS pada BSF 1 59 Tabel Data analisis TSS pada BSF 2 60 Tabel Data analisis TSS pada BSF 3 61 Tabel Data perbandingan efisiensi penyisihan TSS seluruh BSF 61 Tabel Data efisiensi penyisihan TSS gabungan BP dan unit BSF 63 Tabel 4.42.Data analisis nitrat setelah diaerasi 64 Tabel 4.43.Data analisis nitrat pada unit prasedimentasi 65 Tabel Data analisis nitrat pada BSF 1 65 Tabel Data analisis nitrat pada BSF 2 66 Tabel Data analisis nitrat pada BSF 3 66 Tabel Data perbandingan efisiensi penyisihan nitrat seluruh BSF 67 Tabel Data efisiensi penyisihan nitrat gabungan BP dan unit BSF 69 Tabel Data perbandingan efisiensi penyisihan rata-rata unit BSF 1 70 Tabel Data perbandingan efisiensi penyisihan rata-rata unit BSF 2 70 Tabel Data perbandingan efisiensi penyisihan rata-rata unit BSF 3 71 xiv

14 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya jumlah air limbah domestik yang tidak diimbangi dengan peningkatan badan air penerima, menyebabkan jumlah air limbah yang masuk ke badan air tersebut dapat melebihi daya tampung maupun daya dukungnya.untuk mengantisipasi potensi dampak tersebut, maka perlu upaya minimasi limbah baik itu dari aspek kebijakan pemerintah dalam rangka menekan jumlah air limbah domestik yang dihasilkan maupun dari aspek ilmu pengetahuan dan teknologi guna mendapatkan berbagai alternatif teknologi pengolahan limbah yang efektif dan efisien. Mengingat karakteristik air limbah domestik yang banyak mengandung bahan organik, maka alternatif sistem pengolahan limbah secara biologis dapat dijadikan pilihan utama. Dengan konsentrasi bahan pencemar yang tidak terlalu besar, maka sistem pengolahan dapat dilaksanakan dengan teknologi yang sederhana dan praktis dalam pemeliharaannya. Atas dasar pertimbangan tersebut, maka diperlukan sistem pengolahan air limbah (IPAL) yang sederhana, mudah dioperasionalkan & murah untuk biaya pembuatan dan operasionalnya. Salah satu alternatif sistem pengolahan air limbah tersebut adalah dengan menggunakan unit biosand filter sederhana. Biosand filter merupakan unit pengolahan yang menggunakan media pasir sebagai penyaring dan batuan dengan beberapa gradasi ukuran sebagai media penyangganya. Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini dilakukan bertujuan untuk menghitung efisiensi penyisihan dan juga memperoleh variasi diameter dan ketebalan media yang optimal dalam menyisihkan parameter pencemar COD, TSS, nitrat, dan 1

15 2 fosfat pada limbah artificial (campuran black dan grey water) pada unit biosand filter. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan, dapat disusun suatu disusun suatu permasalahan, yaitu: 1. Berapa efisiensi penyisihan unit biosand filter terhadap parameter pencemar COD, TSS nitrat, dan fosfat pada limbah artificial (campuran black dan grey water). 2. Berapa variasi diameter dan ketebalan media yang optimal dalam menyisihkan parameter pencemar COD, TSS nitrat, dan fosfat pada limbah artificial (campuran black dan grey water). 1.3 Tujuan Tujuan dari tugas akhir ini adalah 1. Menghitung efisiensi penyisihan unit biosand filter terhadap parameter pencemar COD, TSS, nitrat, dan fosfat pada limbah artificial (campuran black dan grey water). 2. Memperoleh variasi diameter dan ketebalan media yang optimal dalam menyisihkan parameter pencemar COD, TSS nitrat, dan fosfat pada limbah artificial (campuran black dan grey water). 1.4 Ruang Lingkup Ruang lingkup tugas akhir ini adalah : 1. Air limbah yang digunakan sebagai bahan uji adalah air limbah campuran black dan grey water artificial. 2. Variasi yang digunakan adalah variasi diameter media pasir halus dan variasi ketinggian media. Variasi diameter media pasir halus: a. Pasir halus mesh Ø 0,595 mm. b. Pasir halus mesh Ø 1,19 mm. Variasi ketinggian media

16 3 a. Pasir halus Ø 1,19 mm ketinggian 10cm dan pasir kasar ketinggian 5 cm b. Pasir halus Ø 1,19 mm ketinggian 5 cm dan pasir kasar ketinggian 10cm 3. Parameter yang digunakan dalam penelitian ini adalah COD, TSS nitrat, dan fosfat. 4. Biosand filter yang digunakan adalah skala laboratorium. 5. Menggunakan sistem aerasi terdifusi. 6. Air yang masuk ke biosand filter merupakan outlet dari unit prasedimentasi. 1.5 Manfaat Manfaat dari tugas akhir ini adalah 1. Memberikan informasi mengenai efektifitas penggunaan unit biosand filter dalam mengolah limbah domestik. 2. Sebagai salah satu alternatif sistem pengolahan air limbah yang efektif dan efisien dalam upaya minimisasi pencemaran air limbah domestik ke badan air.

17 4 Halaman ini sengaja dikosongkan

18 2.1 Pencemaran Air BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pencemaran air sungai, air danau, air, parit, dan air laut akibat aktifitas manusia sehari hari dapat merubah kualitas air menjadi semakin menurun. Air sungai atau selokan telah berubah warna yaitu dari warna kecoklatan bahkan sampai menjadi kehitaman, sudah menjadi suatu pemandangan yang biasa terlihat dalam kehidupan sehari hari di permukiman perkotaan. Air limbah industri dan domestik yang mengandung: zat organik, nitrat, fosfat, logam berat, toksik, minyak, dan zat lainnya yang dibuang ke saluran, selokan, dan sungai dapat mengakibatkan penurunan kandungan oksigen yang terlarut dalam air. Bahkan, air limbah tersebut juga menyebabkan kerusakan bahkan matinya habitat sungai, serta mengakibatkan timbulnya masalah kesehatan bagi masyarakat yang menggunakan air sungai tersebut untuk keperluan hidup sehari harinya seperti memanfaatkan MCK (Mandi, Cuci, dan Kakus). Tingkat pencemaran air sungai maupun air laut yang tinggi, akan dapat menyebabkan ekosistem dan habitat air menjadi rusak bahkan mengalami kematian dan merusak habitat sungai. Air limbah rumah tangga atau domestik ikut mempunyai andil besar dalam masalah pencemaran air karena banyak mengandung organik, nitrat, dan fosfat serta zat pencemar lain. Kegiatan pertanian yang menggunakan pupuk dan pestisida berlebih, juga dapat mencemari air permukaan di sekitarnya. Demikian pula, air limbah yang mengandung yang mengandung fosfat dapat memicu pertumbuhan gulma air seperti ganggang dan enceng gondok yang tidak terkendali. Pestisida dalam air limbah memiliki aktifitas jangka waktu lama dan dapat mematikan kehidupan air seperti: ikan, udang, dan hewan air lainnya. 5

19 6 2.2 Air Limbah Domestik Karakteristik Air Limbah Domestik Secara prinsip air limbah domestik terbagi menjadi 2 kelompok, yaitu air limbah yang terdiri dari air buangan tubuh manusia yaitu tinja dan urine (black water) dan air limbah yang berasal dari buangan dapur dan kamar mandi (grey water), yang sebagian besar merupakan bahan organik. Debit air limbah yang dihasilkan akan sangat tergantung dengan jenis kegiatan dari masing masing sumber air limbah, sehingga fluktuasi harian akan sangat bervariasi untuk masing masing kegiatan. Fluktuasi harian pada suatu kawasan perumahan merupakan faktor yang mempengaruhi cukup komplek, mengingat aktivitas harian pada suatu kawasan perumahan akan sangat tergantung pada sosial-budaya maupun tingkat ekonomi dari penghuninya Air Limbah Grey water Grey water adalah limbah yang berasal dari dapur, kamar mandi, dan tempat cuci, tidak termasuk air limbah WC, sehingga secara umum mengandung konsentrasi ekskreta yang rendah. Kontaminan di dalam grey water dicirikan dengan sumber darimana air limbah ini berasal. Air buangan dapur misalnya mengandung residu makanan, lemak dan minyak dalam jumlah agak banyak, termasuk deterjen pencuci piring. Hal ini mengakibatkan tingginya kadar nutrien dan suspended solid. Sedangkan air yang berasal dari kamar mandi, adalah air yang paling sedikit tercemar. Meskipun demikian di dalamnya terkandung sabun, shampoo, pasta gigi dan produk perawatan tubuh lainnya.

20 7 Menurut Jefferson dalam Widyaningsih (2011) dari penelitian di Inggris, menyimpulkan karakteristik utama dari grey water adalah: 1. Konsentrasi bahan organic yang sangat bervariasi. 2. Rasio COD/BOD tinggi, yang hal ini sebenarnya disebabkan kandungan deterjen di dalam grey water. 3. Ketidakseimbangan antara makronutrien (nitrogen) dan mikronutien (fosfor). 4. Sebagian besar partikel berukuran µm dan perbandingan rasio SS/turbiditas rendah. 5. Konsentrasi koliform 3 log (tanpa identifikasi jenis pathogen) Air Limbah Black water Limbah black water adalah air limbah yang berasal dari buangan biologis seperti kakus, berbentuk tinja manusia, maupun buangan lainnya berupa cairan ataupun buangan biologis lainnya yang terbawa oleh air limbah rumah tangga bekas cuci piring, maupun limbah cairan dari dapur. Setiap manusia rata-rata mengeluarkan gram limbah black water (tinja dan air kencing) per hari, sehingga ribuan ton limbah hitam diproduksi setiap harinya. Di luar jumlahnya, limbah hitam mengandung empat komponen berbahaya: 1. Mikroba (seperti bakteri Salmonela typhi penyebab demam tifus dan bakteri Vibrio cholerae penyebab kolera, hepatitis A, dan virus penyebab polio). Tinja manusia mengandung puluhan miliar mikroba termasuk bakteri koli-tinja (E. coli). 2. Materi organik berupa sisa dan ampas makanan yang tidak tercerna dalam bentuk karbohidrat, enzim, lemak, mikroba, dan sel-sel mati. Satu liter tinja mengandung materi organik yang setara dengan mg BOD5. Kandungan BOD yang tinggi mengakibatkan air mengeluarkan bau tak sedap dan berwarna hitam.

21 8 3. Telur cacing. Prevalensi anak cacingan yang diakibatkan cacing cambuk dan cacing gelak bisa mencapai 70 persen dari balita di Indonesia. 4. Nutrien yang umumnya merupakan senyawa nitrogen (N) dan fosfat (P) yang dibawa oleh sisa sisa protein dan sel-sel mati. Nitrogen keluar dalam bentuk senyawa amonium, sedangkan fosfor dalam bentuk fosfat. Satu liter tinja manusia mengandung amonium sekitar 25 mg dan fosfat seberat 30 mg. Senyawa nutrien memacu pertumbuhan ganggang (algae). Akibatnya warna air jadi hijau. Gangang menghabiskan oksigen dalam air sehingga ikan dan hewan air lainya mati. Fenomena yang disebut eutrofikasi ini mudah dijumpai, termasuk di waduk dan danau Kualitas Air Limbah Domestik Kualitas suatu air limbah akan dapat terindikasi dari kualitas parameter kunci, dimana konsentrasi parameter kunci tidak melebihi dari standard baku mutu yang ada sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Mengingat air limbah domestik kandungan terbesar adalah bahan organik, maka parameter kunci yang umum digunakan adalah BOD, COD, dan lemak/minyak. Berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 112 Tahun 2003 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik, maka parameter kunci untuk air limbah domestik adalah BOD, TSS, ph serta lemak & minyak. Hasil penelitian di perumahan ITS Sukolilo-Surabaya oleh Tangahu & Warmadewanthi (2001), bahwa rata rata karakteristik limbah rumah tangga adalah sebagai berikut: - ph = 6,92 - BOD5 = 195 mg/l - COD = 290 mg/l - TSS = 480 mg/l - Suhu = 29 o C

22 9 Dari hasil penelitian di Kelurahan Gabahan yang dilakukan oleh Ragil (2012) bahwa karakteristik air limbah black water adalah sebagai berikut: COD = mg/l BOD = mg/l TSS = mg/l ph = 7,13 Suhu = 27,03 o C DO = 0,51 mg/l 2.3 Parameter Pencemar COD (Chemical Oxygen Demand) COD adalah jumlah oksigen (mg/l O 2 ) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organik yang ada dalam satu liter sampel air, dimana oksidator yang digunakan adalah K 2 Cr 2 O 7 atau KMnO 4. Angka COD merupakan ukuran pencemaran air oleh zat-zat organik yang secara alamiah dapat dioksidasi melalui proses mikrobiologis dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut di dalam air. Sebagian besar zat organik melalui tes COD ini dioksidasi oleh K 2 Cr 2 O 7 dalam keadaan asam yang mendidih maksimal. Perak sulfat (Ag 2 SO 4 ) ditambahkan sebagai katalisator untuk mempercepat reaksi. Merkuri sulfat ditambahkan untuk menghilangkan gangguan klorida yang pada umumnya ada di dalam air limbah. Untuk memastikan bahwa hampir semua zat organik habis teroksidasi maka zat pengoksidasi K 2 Cr 2 O 7 masih harus tersisa sesudah direfluks. K 2 Cr 2 O 7 yang tersisa menentukan berapa besar oksigen yang telah terpakai. Sisa K 2 Cr 2 O 7 tersebut ditentukan melalui titrasi dengan Ferro Ammonium Sulfat (FAS). Indikator ferroin digunakan untuk menentukan titik akhir titrasi yaitu disaat warna hijau biru larutan berubah menjadi coklat merah. Sisa K 2 Cr 2 O 7 dalam larutan blanko adalah K 2 Cr 2 O 7 awal,

23 10 karena diharapkan blanko tidak mengandung zat organik yang dioksidasi oleh K 2 Cr 2 O 7 (Alaerts dan Santika,1987) TSS (Total Suspended Solid) Dalam air alam ditemui dua kelompok zat, yaitu zat terlarut seperti garam dan molekul organis, dan zat padat tersuspensi dan koloidal seperti tanah liat, kwarts. Perbedaan pokok antara kedua zat ini ditentukan melalui ukuran/diameter partikel-partikel tersebut. Perbedaan antara kedua kelompok zat yang ada dalam air alam cukup jelas dalam praktek namun kadang-kadang batasan itu dapat dipastikan secara definitip. Dalam kenyataan suatu molekul organis polimer tetap bersifat zat yang terlarut. Walaupun panjangnya lebih dari 10 µm sedangkan beberapa jenis zat padat koloidal mempunyai sifat dapat bereaksi seperti sifat-sifat zat-zat yang terlarut. Analisis zat padat dalam air sangat penting bagi penentuan komponen-komponen air secara lengkap, juga untuk perencanaan serta pengawasan proses-proses pengolahan dalam bidang air minum maupun dalam bidang air buangan.zat padat yang berada dalam suspensi dapat dibedakan menurut ukurannya sebagai: partikel tersuspensi koloidal (partikel koloid) dan partikel tersuspensi biasa partikel tersuspensi). Dalam metode analisis zat padat, pengertian zat padat total adalah semua zat-zat yang tersisa sebagai residu dalam suatu bezena, bila sampel air dalam bezena tersebut dikeringkan pada suhu tertentu. Zat padat total terdiri dari zat padat terlarut dan zat padat tersuspensi yang dapat bersifat organik dan anorganik. Zat padat tersuspensi sendiri dapat diklasifikasikan sekali lagi menjadi antara lain zat padat terapung yang selalu bersifat organis dan zat padat terendap yang dapat bersifat organik dan anorganik. Zat padat terendap adalah zat padat dalam suspense yang dalam

24 11 keadaan tenang dapat mengendap setelah waktu tertentu karena pengaruh gaya beratnya. Penentuan zat padat terendap ini dapat melalui volumnya, disebut analisis volum lumpur, dan dapat melalui beratnya disebut analisis lumpur kasar atau umumnya disebut zat padat terendap Nitrat Di dalam limbah nitrogen ada dalam bentuk organik dan ammonia. Tahap demi tahap nitrogen organik didegradasi menjadi ammonia dan dalam kondisi aerob menjadi nitrit dan nitrat (Mahida, 1993). Senyawa ammonia dapat mengalami nitrifikasi dan denitrifikasi. Adanya kandungan nitrit dalam limbah menunjukkan sedikit dari senyawa nitrogen organik yang mengalami oksidasi. Kandungan nitrit hanya sedikit dalam limbah baru, tetapi dalam limbah basi ditemukan kandungan nitrit dalam jumlah besar. Adanya nitrit menunjukkan bahwa perubahan sedang berlangsung, dengan demikian dapat menunjukkan pembenahan limbah yang tidak sempurna (Mahida, 1993). Nitrat mewakili hasil akhir degradasi bahan organik (nitrogen), nitrat berasal dari limbah domestik, sisa pupuk pertanian, atau dari nitrit yang mengalami proses nitrifikasi. Nitrat dapat menyebabkan pencemaran karena dapat menimbulkan eutrofikasi sehingga mengurangi jumlah oksigen terlarut dan menaikkan BOD5. Limbah yang dibenahi secara efisien akan menunjukkan kandungan nitrat yang tinggi (Mahida, 1993) Fosfat Fosfat terdapat dalam air alam atau air limbah, fosfat di dalam air limbah dijumpai dalam bentuk orthofosfat yang terdapat dalam deterjen dan fosfat organik. Semua polyfosfat dan fosfat organik dalam air secara bertahap akan dihidrolisa menjadi bentuk orthofosfat yang stabil, melalui dekomposisi secara biologi.

25 12 Orthofosfat merupakan sumber fosfat terbesar yang digunakan oleh fitoplankton dan akan diserap dengan cepat pada konsentrasi kurang dari 1 mg/l (Reynold dalam Widyaningsih, 2011). Pada konsentrasi kurang dari 0.01 mg/l pertumbuhan tanaman dan algae akan terhambat, keadaan ini dinamakan oligotrop. Bila kadar fosfat serta nutrien lainnya tinggi, pertumbuhan tanaman dan algae tidak terbatas lagi disebut eutrofikasi (Alaerts dan Santika, 1987). Setiap senyawa fosfat tersebut terdapat dalam bentuk terlarut, tersuspensi, atau terikat di dalam sel organisme dalam air. Dalam air limbah senyawa fosfat dapat berasal dari limbah penduduk, industri dan pertanian. Orthofosfat berasal dari bahan pupuk yang masuk ke dalam sungai melalui drainase dan aliran air hujan. Polyfosfat dapat memasuki sungai melalui air buangan penduduk dan industri yang menggunakan bahan detergen yang mengandung fosfat. Fosfat organik terdapat dalam air buangan penduduk (tinja) dan sisa makanan. Fosfat organik dapat pula terjadi dari orhofosfat yang terlarut melalui proses biologis karena baik bakteri maupun tanaman menyerap fosfat bagi pertumbuhannya (Alaerts dan Santika, 1987). 2.4 Biofilter Biofilter adalah reaktor yang dikembangkan dengan prinsip mikroba tumbuh dan berkembang pada suatu media filter dan membentuk lapisan biofilm (attached growth). Pengembangan konsep ini dilakukan dengan cara merendam media filter dalam air secara terus menerus. Biofilter tersebut telah banyak diterapkan dalam beberapa tahun terakhir sebagai teknik kontrol sumber untuk mengelola air secara biologis. Pengolahan air limbah dengan proses biofilter dilakukan dengan cara mengalirkan air limbah ke dalam reaktor biologis yang di dalamnya telah diisi dengan media penyangga yang berguna sebagai pengembangbiakkan mikroorganisme.

26 13 Sedangkan senyawa polutan yang ada di dalam air limbah, misalnya senyawa organik (BOD dan COD), amonia, fosfor, dan lainnya akan terdifusi ke dalam lapisan biofilm yang melekat pada permukaan media. Pada saat yang bersamaan dengan menggunakan oksigen yang terlarut di dalam air limbah, senyawa polutan tersebut akan diuraikan oleh mikroorganisme yang ada di dalam lapisan biofilm dan energi yang dihasilkan akan diubah menjadi biomasa. Jika lapisan mikrobiologis cukup tebal, maka pada bagian luar lapisan mikrobiologis akan berada dalam kondisi aerobik sedangkan pada bagian dalam biofilm yang melekat pada medium akan berada dalam anaerobik. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi proses biofilter adalah : - Temperatur Temperatur bukan hanya dapat mempengaruhi aktifitas metabolisme populasi mikroorganisme, akan tetapi juga akan mempengaruhi beberapa faktor seperti kecepatan transfer gas, dan karakteristik pengendapan lumpur. Temperatur optimum untuk mikroorganisme dalam proses aerob dan tidak berbeda dengan proses anaerob. - Oksigen Terlarut Konsentrasi oksigen terlarut dapat memberikan pengaruh pada laju pertumbuhan bakteri aerobik dalam pengolahan secara biologis. Kehadiran oksigen terlarut dalam jumlah yang cukup sangat diperlukan untuk proses oksidasi dan sintesa sel. Oksigen dalam proses oksidasi ditujukan sebagai sumber elektron akseptor. Oksigen juga sangat diperlukan oleh bakteri nitrifikasi untuk oksidasi nitrogen organik dan ammonia. - ph Nilai ph merupakan faktor kunci bagi pertumbuhan mikroorganisme. Beberapa bakteri dapat hidup pada ph

27 14 diatas 9,5 dan di bawah 4,0. Secara umum ph optimum bagi pertumbuhan mikrorrganisme adalah sekitar 6,5-7,5. - Beban Hidrolik Beban hidrolik (hydraulic loading) digunakan untuk menjelaskan debit atau kapasitas pengolahan per satuan volume atau persatuan luas permukaan (filter bed). Sehingga dalam istilah ini dikenal dengan beban hidrolik permukaan (surface hydraulic loading) dan beban hidrolik volume (volume hydraulic loading). - Beban Organik. Laju pengurangan zat organik dalam sistem pengolahan limbah secara biologis dikategorikan berdasar pada konsentrasi BOD yang ada didalam air limbah. Mekanisme penyisihan bahan organik pada biofilter hampir sama dengan mekanisme penyisihan pada proses lumpur aktif. Penyisihan material organik yang tersuspensi dan yang terlarut terjadi karena proses biosorbsi dan koagulasi pada aliran yang melewati media dengan cepat. Sedangkan pada aliran yang melewati media dengan waktu retensi yang lama, proses penyisihannya disebut dengan cara sintesa dan respirasi. Sedangkan waktu retensi sangat berhubungan dengan beban hidrolik. Semakin besar beban hidrolik, proses biosorbsi semakin besar pula. Sedangkan semakin kecil beban hidrolik, proses sintesa dan respirasi juga semakin kecil. Media biofilter secara umum berupa material organik atau materail anorganik, seperti misalnya media dari bahan anorganik misalnya, batu pecah (split), kerikil, batu marmer, batu tembikar, dan lain-lain. Dan biasanya untuk media biofilter dari bahan anorganik, semakin kecil diameternya luas permukaannya semakin besar, sehingga jumlah mikroorganisme yang dapat dibiakkan menjadi semakin besar pula.

28 15 Reaktor dengan pertumbuhan mikroorganisme melekat pada suatu media (attached gowth) adalah merupakan salah satu jenis pengolahan air limbah yang paling awal digunakan. Lekatan ini biasa disebut dengan biofilm. Biofilm didefinisikan sebagai material organik terdiri dari mikroorganisme terlekat pada matriks polimer (materi polimer ekstraseluler) yang dibuat oleh mikroorganisme itu sendiri, dengan ketebalan lapisan biofilm berkisar antara 100 µm-10 mm yang secara fisik dan mikrobiologis sangat kompleks. Terbentuknya biofilm adalah karena mikroorganisme cenderung menciptakan lingkungan mikro. Komposisi biofilm terdiri dari sel-sel mikroorganisme, produk ekstraseluler, detritus, polisakarida, dan air dengan kandungan sampai 97%. Adapun bahan-bahan pembentuk lapisan biofilm yang lain adalah protein, lipid, dan lektin, dan struktur dari suatu biofilm bentuknya tergantung dari lingkungan. 2.5 Biosand filter Biosand filter merupakan teknologi yang diadaptasi dari proses slow sand filter. Ide ini berawal saat Prof. Dr. Manz David melakukan penerapan dalam berbagai ukuran dan variasi. Desain yang banyak dijumpai tidak sesuai bila digunakan untuk mengolah air sumur skala rumah tangga, sehingga dilakukan suatu pengembangan teknologi yang sesuai untuk skala rumah tangga (Manz dalam Kikkawa, 2008).

29 16 Gambar 2.1 Unit Biosand filter (Manz dalam Kikkawa, 2008) Biosand filter merupakan suatu proses penyaringan atau penjernihan air yaitu air yang akan diolah dilewatkan pada suatu media proses dengan kecepatan rendah yang dipengaruhi oleh diameter butiran pasir dan pada media tersebut telah diberi bakteri sehingga terjadi proses biologis. Biosand filter (BSF) sangat mirip dengan Slow Sand Filter (SSF) dalam arti bahwa mayoritas dari filtrasi dan kepindahan kekeruhan terjadi ada di puncak lapisan pasir dalam kaitan dengan ukuran pori-pori yang menurun, disebabkan oleh deposisi partikel butir (Kusuma dalam Nugroho, 2013).

30 17 Keuntungan teknologi ini selain murah, membutuhkan sedikit pemeliharaan dan beroperasi secara grafitasi. Kelebihan biosand filter dibandingkan dengan jenis slow sand filter skala rumah tangga yaitu desain pada pipa outlet yang mampu menjaga ketinggian air diatas media agar lapisan biofilm yang ada terhindar dari kekeringan dan tidak membutuhkan daya listrik karena dioperasikan secara intermitten. Faktor yang berperan penting dalam biosand filter yaitu ukuran butiran pasir dan kedalaman pasir. Keduanya memiliki efek penting dalam kualitas air secara fisik. Kebanyakan literatur merekomendasikan bahwa ukuran pasir yang efektif digunakan untuk saringan pasir lambat sekitar ,35 mm dan keseragaman koefisien sekitar mm (Murcott & Lucas salam Sukawati, 2008). Biosand filter didesain memiliki ketinggian air setinggi 5 cm dari permukaan media paling atas. Ketinggian 5 cm menjadi ketinggian maksimal dari perpindahan patogen. Jika tingkatan air terlalu dangkal, lapisan biofilm dapat lebih mudah terganggu karena rusak oleh kecepatan datangnya air. Penelitian yang dilakukan Widyaningsih (2011) mengenai pengolahan limbah kantin dengan menggunakan biosand filter, didapatkan kandungan TSS menurun rata-rata sebesar 96,99%, fosfat 22,83%, dan COD 59,37%.

31 18 Halaman ini sengaja dikosongkan

32 3.1 Umum BAB III METODOLOGI PENELITIAN Tugas akhir ini secara umum bertujuan untuk menghitung efisiensi penyisihan dan juga memperoleh variasi diameter dan ketebalan media yang optimal dalam menyisihkan parameter pencemar COD, TSS, nitrat, dan fosfat pada limbah artificial (campuran black dan grey water) pada unit biosand filter. Penelitian ini akan dilakukan pengolahan terhadap air limbah artificial (campuran black dan grey water). Salah satu pengolahan yang dilakukan adalah dengan melakukan teknologi pengolahan reduksi pencemar organik dengan sistem biosand filter. Biosand filter merupakan unit pengolahan yang menggunakan media pasir sebagai penyaring dan batuan dengan beberapa gradasi ukuran sebagai media penyangganya. Keuntungan teknologi ini selain murah, membutuhkan sedikit pemeliharaan dan beroperasi secara grafitasi. Media yang digunakan adalah pasir halus, pasir kasar, dan kerikil yang disusun secara berurutan. Parameter pencemar yang akan di analisis efisiensi penyisihannya adalah COD, TSS, nitrat, dan fosfat. 3.2 Kerangka Penelitian Kerangka penelitian merupakan gambaran mengenai tahapan tahapan yang disusun secara berurutan secara sistematis. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar

33 20 UNIT AERASI, SEDIMENTASI, DAN BIOSAND FILTER SEBAGAI PEREDUKSI COD, TSS, NITRAT DAN FOSFAT AIR LIMBAH DOMESTIK ARTIFICIAL (CAMPURAN GREY DAN BLACK WATER) Studi Literatur Persiapan Penelitian o o o o Pembuatan reaktor biosand filter Pembuatan bak sedimentasi Pembuatan limbah artificial ProsesSeeding Pelaksanaan Penelitian Hasil penelitian penyisihan pencemar organik air limbah domestik artificial dengan sistem penyaringan biosand filter Analisis dan Pembahasan Kesimpulan dan Saran Gambar 3.1 Kerangka Perencanaan Tugas Akhir

34 Tahap tahap Perencanaan Ide Studi Mengacu pada kenyataan yang terjadi pada aktivitas rumah tangga yang hampir seluruh air limbahnya disalurkan sungai atau aluran di sekitar permukiman Demikian juga black water yang berasal dari toilet/wc, sistem resapan hampir sebagian besar belum mengacu pada sistem sanitasi yang benar dan disalurkan/dibuang juga ke got/selokan atau sungai dekat rumah. Oleh sebab itu, dalam upaya untuk mempertahankan kualitas perairan dan untuk menciptakan suatu teknologi pengolahan air keluaran dari tangki septik yang ramah lingkungan dibutuhkan suatu penelitian. Penelitian ini dapat digunakan sebagai upaya agar air limbah rumah tangga (grey dan black wáter) yang dibuang ke lingkungan perairan tidak lagi menimbulkan dampak pencemaran serta dapat dijadikannya sebagai bahan baku untuk pengolahan air bersih dalam upaya melakukan konservasi sumber daya air Studi Literatur Studi literatur dilakukan secara terus menerus, yakni dari tahap awal perencanaan hingga pada analisis dan pembahasan hasil dari perencanaan yang nantinya diperoleh suatu kesimpulan. Hal ini dilakukan untuk memperoleh dasar teori yang kuat dan akurat yang berasal dari teks book, laporan penelitian tugas akhir, tesis, artikel, dan jurnal ilmiah Persiapan Penelitian Pembuatan Air Sampel Sampel air limbah yang digunakan menggunakan air limbah artificial. Hal ini disebabkan karena adanya kesulitan dalam pengambilan limbah black water langsung dari tangki septik. Air

35 22 limbah artificial disesuaikan dengan kualitas air limbah black water yang sebenarnya. Air limbah yang dibuat menggunakan perbandingan C:N:P= 100:5:1. Karakteristik air limbah yang digunakan dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 3.1 Karakteristik limbah black water Kelurahan No. Parameter Satuan Hasil Uji 1 COD mg/l BOD mg/l TSS mg/l ph - 7,13 5 Suhu o C 27,03 6 DO mg/l 0,51 Sumber: Ragil, 2012 Tabel 3.2 Karakteristik limbah grey water perumahan Parameter Satuan Hasil uji BOD mg/l 195 COD mg/l 290 TSS mg/l 480 ph - 6,92 Suhu o C 29 Sumber: Tangahu dan Warmadewanthi, 2001 Limbah artificial dibuat dengan bahan dasar gula pasir sebagai organik, KNO 3 sebagai nitrat, KH 2 PO 4 sebagai fosfat, dan tanah sebagai TSS. Air limbah campuran black dan grey water menggunakan perbandingan 50:50 dari total air limbah yang digunakan yaitu 30L.

36 Proses Aerasi Salah satu kegunaan dari aerasi adalah memberikan suplai oksigen pada proses pengolahan biologi secara aerobik. Pengaruh lamanya waktu pada proses oksidasi akan mempengaruhi kemampuan mikroorganisme untuk mendegradasikan bahan organik yang terdapat dalam air limbah (Droste dalam Sukawati, 2008). Semakin lamanya waktu yang diberikan pada proses oksidasi maka akan memberi kesempatan bagi mikroorganisme untuk tumbuh dan melakukan degradasi bahan organik. Penelitian ini dilakukan aerasi dengan menggunakan aerator terdifusi ke dalam air limbah selama 30 menit Unit Bak Sedimentasi Gambar 3.2 Foto aerator Air limbah black water memiliki kandungan organik dan TSS yang sangat tinggi. Penelitian yang dilakukan Widyaningsih (2011) mengenai pengolahan limbah kantin dengan menggunakan biosand filter, kualitas air limbah yang diolah adalah BOD sebesar 185,45 mg/l, COD sebesar 956,8 mg/l, TSS 250 mg/l, dan total fosfat sebesar 3,9 mg/l. Jika air limbah campuran black dan grey water yang memiliki konsentrasi yang lebih tinggi langsung

37 24 diolah dengan biosand filter, maka terjadi kemungkinan clogging lebih cepat. Maka dari itu diperlukan pre treatmen berupa bak sedimentasi untuk mereduksi kandungan organik yang terdapat pada air limbah sebelum masuk ke unit biosand filter. Gambar 3.3 Foto reaktor bak sedimentasi Reaktor Biosand filter Pada penelitian ini akan digunakan tiga buah unit biosand filter yang terbuat dari ember plastik. Biosand filter ini memiliki ketinggian 30 cm dan diameter 25 cm. Media yang digunakan adalah pasir halus (< 1.0 mm) dengan ketinggian media 10cm, pasir kasar (5-7 mm) dengan ketinggian media 5 cm, dan kerikil (1-2 cm) dengan ketinggian media 5 cm. Kemudian dilakukan variasi berupa variasi diameter pasir halus pada BSF 2 dan variasi ketinggian media antara pasir halus dan pasir kasar pada BSF 3.

38 25 Gambar 3.4 biosand filter dengan variasi diameter media dan kedalaman media Gambar 3.5 Gambar rangkaian reaktor

39 26 Gambar 3.6 Layout reaktor Gambar 3.7 Foto rangkaian reaktor

40 Analisis Blanko Analisis blanko dilakukan dengan menuangkan 30 L air sampel ke dalam reservoar dan dialirkan dengan aliran down flow dengan sistem intermittent menuju bak sedimentasi dan unit biosand filter. Analisis blanko dilakukan tanpa melalui proses aklimatisasi terlebih dahulu. Kemudian dari hasil running tersebut dilakukan analisis COD, nitrat, fosfat, dan TSS pada outlet. Analisis blanko dilakukan selama 10 hari Proses Aklimatisasi Aklimatisasi adalah tahap mengkondisikan mikroorganisme agar dapat hidup dan melakukan adaptasi. Proses seeding dilakukan dengan cara merendam media yang sudah terisi pada biosand filter dengan sampel air limbah selama 5 hari. Ketinggian air pada lapisan biofilm dijaga setinggi 5 cm dari permukaan media pasir halus. Pertumbuhan biofilm diamati dengan ditandai permukaan media licin bila dipegang (Darmawanti, 2005) Running dan Analisis Air Effluent Setelah alat biosand filter sudah siap digunakan maka selanjutnya dilakukan running pada alat tersebut dengan menggunakan air limbah artificial sebagai sampel. Running dilakukan dengan cara menuangkan 30 L air sampel ke dalam reservoar dan dialirkan dengan aliran down flow dengan sistem intermittent menuju bak sedimentasi dan unit biosand filter. Kemudian dari hasil running tersebut dilakukan analisis COD, nitrat, fosfat, dan TSS. Running dilakukan selama 10 hari.

41 Hasil dan Pembahasan Analisis dan pembahasan adalah tahap yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam penelitian dan sekaligus digunakan sebagai upaya untuk menghasilkan suatu kesimpulan dan saran Kesimpulan dan saran Kesimpulan dibuat berdasarkan dari hasil analisis dan pembahasan, sedangkan saran bermanfaat untuk pengembangan penelitian serta sebagai dasar dari penelitian berikutnya. Selain itu, kesimpulan dan saran disusun sesuai dengan tujuan penelitian yang diinginkan.

42 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efisiensi dari reaktor biosandfilter dalam mereduksi parameter limbah berupa COD, nitrat, fosfat, dan TSS pada limbah campuran antara limbah black water dan limbah grey water. Sampel air limbah yang digunakan pada penelitian ini menggunakan air limbah artificial atau air limbah buatan. Hal ini disebabkan karena adanya kesulitan dalam pengambilan limbah black water langsung dari tangki septik. Air limbah artificial disesuaikan dengan kualitas air limbah black water dan grey water yang sebenarnya. Limbah artificial dibuat dengan bahan dasar gula pasir sebagai organik, KNO 3 sebagai nitrat, KH 2 PO 4 sebagai fosfat, dan tanah sebagai TSS. Air limbah campuran black dan grey water menggunakan perbandingan 50:50 dari total air limbah yang digunakan yaitu 30L. Penelitian ini menggunakan tiga jenis reaktor biosand filter yang berbeda. BSF 1 dengan diameter media pasir halus 1,19 mm dan kedalaman 10 cm. BSF 2 dengan diameter media pasir halus 0,59 mm dan kedalaman 10 cm. BSF 3 dengan diameter media pasir halus 1,19 mm dan kedalaman 5 cm. 4.2 Analisis Blanko pada Reaktor Biosand filter Analisis blanko merupakan proses running keseluruhan unit tanpa melalui proses aklimatisasi terlebih dahulu pada media di biosand filter. Sampel air limbah yang telah dibuat sebanyak 30 L diaerasi selama 30 menit untuk menambah jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan dalam perkembangan biofilm pada reaktor biosand filter. Kemudian sampel air limbah dimasukkan ke dalam reservoar dan dialirkan ke bak prasedimentasi dan kemudian ke reaktor biosand filter dengan aliran downflow secara intermitten. 29

43 Data Analisis Blanko Penurunan Kadar COD pada Reaktor Biosand filter Hasil analisis blanko penurunan kadar COD dapat dilihat pada tabel 4.1 di bawah ini. Tabel 4.1 Data hasil analisis blanko COD setelah diaerasi hari ke- inlet (mg/l) outlet (mg/l) efisiensi (%) , , , , , , , , , ,44 rata-rata 18,78 Tabel 4.2 Data hasil analisis blanko COD pada unit prasedimentasi hari ke- inlet (mg/l) outlet (mg/l) Efisiensi (%) , , , , , , ,48

44 31 hari ke- inlet (mg/l) outlet (mg/l) Efisiensi (%) , , ,63 rata-rata 31,62 Berdasarkan dari tabel 4.2 di atas dapat dilihat bahwa bak prasedimentasi mampu menurunkan konsentrasi COD pada air limbah. Nilai efisiensi penyisihan rata-rata COD pada bak prasedimentasi adalah 31,62 %. Dari data outlet bak prasedimentasi dijadikan sebagai inlet dari reaktor biosand filter. Setelah itu dilakukan analisis COD di setiap outlet dari reaktor biosand filter. Hasil analisis dapat dilihat pada tabel 4.3, 4.4, dan 4.5 di bawah ini. Tabel 4.3 Data hasil analisis blanko COD pada BSF 1 hari ke- inlet (mg/l) outlet (mg/l) Efisiensi (%) , , , , , , , , , ,24 rata-rata 49,61

45 32 ` Tabel 4.4 Data hasil analisis blanko COD pada BSF 2 hari ke- inlet (mg/l) outlet (mg/l) Efisiensi (%) , , , , , , , , , ,18 rata-rata 52,51 Tabel 4.5 Data hasil analisis blanko COD pada BSF 3 hari ke- inlet (mg/l) outlet (mg/l) Efisiensi (%) , , , , , , , , , ,86 rata-rata 45,74

46 33 Setelah itu dapat dibandingkan efisiensi penyisihan COD antara BSF 1, BSF 2, dan BSF 3. Grafik perbandingannya dapat dilihat di bawah ini. persentase removal hari ke- bsf 1 bsf 2 BSF 3 Gambar 4.1 Grafik perbandingan efisiensi penyisihan blanko COD BSF 1, BSF 2, dan BSF 3 Berdasarkan gambar 4.1 di atas dapat dilihat bahwa efisiensi penyisihan COD pada seluruh unit biosand filter mengalami kenaikan dari hari pertama sampai dengan hari kesepuluh. Peningkatan nilai penyisihan COD disebabkan oleh semakin banyaknya biofilm yang tumbuh di media pasir setiap harinya. Biofilm ini yang berfungsi untuk mereduksi konsentrasi COD pada air limbah. Efisiensi penyisihan rata-rata COD pada BSF 1, BSF 2, dan BSF 3 adalah 49,61%, 52,51 %, dan 45,74 % Data Analisis Blanko Penurunan Kadar Nitrat pada Reaktor Biosand filter Hasil analisis blanko penurunan kadar Nitrat dapat dilihat pada tabel 4.6 di bawah ini.

47 34 Tabel 4.6 Data hasil analisis blanko nitrat setelah diaerasi hari ke- inlet (mg/l) outlet (mg/l) Efisiensi (%) 1 93,50 83,70 10, ,60 78,80 11, ,50 83,70 10, ,70 73,90 11, ,80 73,90 6, ,70 78,80 5, ,60 78,80 11, ,80 68,99 12, ,70 78,80 5, ,80 73,90 6,22 rata-rata 9,14 Tabel 4.7 Data hasil analisis blanko nitrat pada unit prasedimentasi hari ke- inlet (mg/l) outlet (mg/l) Efisiensi (%) 1 83,70 59,19 29, ,80 54,29 31, ,70 54,29 35, ,90 64,09 13, ,90 54,29 26, ,80 59,19 24, ,80 49,39 37, ,99 59,19 14, ,80 49,39 37, ,90 64,09 13,27 rata-rata 26,23

48 35 Berdasarkan data dari tabel 4.7 di atas dapat dilihat bahwa bak prasedimentasi mampu menurunkan konsentrasi nitrat pada air limbah. Nilai efisiensi penyisihan rata-rata nitrat pada bak prasedimentasi adalah 26,23 %. Dari data outlet bak prasedimentasi dijadikan sebagai inlet dari reaktor biosand filter. Setelah itu dilakukan analisis nitrat di setiap outlet dari reaktor biosand filter. Hasil analisis dapat dilihat pada tabel 4.8, 4.9, dan 4.10 di bawah ini. Tabel 4.8 Data hasil analisis blanko nitrat pada BSF 1 ` hari ke- inlet (mg/l) outlet (mg/l) Efisiensi (%) 1 59,19 44,48 24, ,29 39,58 27, ,29 39,58 27, ,09 49,39 22, ,29 39,58 27, ,19 39,58 33, ,39 34,68 29, ,19 39,58 33, ,39 34,68 29, ,09 39,58 38,24 rata-rata 29,31 Tabel 4.9 Data hasil analisis blanko nitrat pada BSF 2 hari ke- inlet (mg/l) outlet (mg/l) Efisiensi (%) 1 59,19 39,58 33, ,29 39,58 27,09

49 36 hari ke- inlet (mg/l) outlet (mg/l) Efisiensi (%) 3 54,29 39,58 27, ,09 44,48 30, ,29 34,68 36, ,19 39,58 33, ,39 29,78 39, ,19 39,58 33, ,39 29,78 39, ,09 39,58 38,24 rata-rata 33,79 Tabel 4.10 Data hasil analisis blanko nitrat pada BSF 3 hari ke- inlet (mg/l) outlet (mg/l) Efisiensi (%) 1 59,19 44,48 24, ,29 44,48 18, ,29 39,58 27, ,09 44,48 30, ,29 39,58 27, ,19 39,58 33, ,39 34,68 29, ,19 39,58 33, ,39 34,68 29, ,09 39,58 38,24 rata-rata 29,17

50 37 Setelah itu dapat dibandingkan efisiensi penyisihan nitrat antara BSF 1, BSF 2, dan BSF 3. Grafik perbandingannya dapat dilihat di bawah ini. 60 persentase removal hari ke- bsf 1 bsf 2 BSF 3 Gambar 4.2 Grafik perbandingan efisiensi penyisihan blanko nitrat BSF 1, BSF 2, dan BSF 3 Berdasarkan gambar 4.2 di atas dapat dilihat bahwa efisiensi penyisihan nitrat pada seluruh unit biosand filter mengalami kenaikan dari hari pertama sampai dengan hari kesepuluh. Peningkatan nilai penyisihan nitrat disebabkan oleh semakin banyaknya biofilm yang tumbuh di media pasir setiap harinya. Biofilm ini yang berfungsi untuk mereduksi konsentrasi nitrat pada air limbah Eisiensi penyisihan rata-rata nitrat pada BSF 1, BSF 2, dan BSF 3 adalah 29,31%, 33,79 %, dan 29,17 % Data Analisis Blanko Penurunan Kadar Fosfat pada Reaktor Biosand filter Hasil analisis blanko penurunan kadar fosfat dapat dilihat pada tabel 4.11 di bawah ini.

51 38 Tabel 4.11 Data hasil analisis blanko fosfat setelah diaerasi hari ke- inlet (mg/l) outlet (mg/l) Efisiensi (%) 1 18,18 16,22 10, ,34 15,39 11, ,34 15,67 9, ,06 15,11 11, ,18 15,95 12, ,50 14,55 11, ,78 14,83 11, ,34 15,39 11, ,45 16,50 10, ,50 14,83 10,13 rata-rata 11,07 Tabel 4.12 Data hasil analisis blanko fosfat pada unit prasedimentasi hari ke- inlet (mg/l) outlet (mg/l) Efisiensi (%) 1 16,22 13,72 15, ,39 12,88 16, ,67 12,88 17, ,11 12,32 18, ,95 12,88 19, ,55 12,04 17, ,83 12,60 15, ,39 13,16 14, ,50 14,00 15, ,83 12,32 16,91 rata-rata 16,61

52 39 Berdasarkan data dari tabel 4.12 di atas dapat dilihat bahwa bak prasedimentasi mampu menurunkan konsentrasi fosfat pada air limbah. Nilai efisiensi penyisihan rata-rata fosfat pada bak prasedimentasi adalah 16,61 %. Dari data outlet bak prasedimentasi dijadikan sebagai inlet dari reaktor biosand filter. Setelah itu dilakukan analisis fosfat di setiap outlet dari reaktor biosand filter. Hasil analisis dapat dilihat pada tabel 4.13, 4.14, dan 4.15 di bawah ini. Tabel 4.13 Data hasil analisis blanko fosfat pada BSF 1 ` hari ke- inlet (mg/l) outlet (mg/l) Efisiensi (%) 1 13,72 11,77 14, ,88 10,65 17, ,88 10,65 17, ,32 10,09 18, ,88 10,09 21, ,04 9,54 20, ,60 9,81 22, ,16 10,09 23, ,00 10,09 27, ,32 8,98 27,14 rata-rata 20,98 Tabel 4.14 Data hasil analisis blanko fosfat pada BSF 2 hari ke- inlet (mg/l) outlet (mg/l) efisiensi (%) 1 13,72 11,21 18, ,88 10,37 19, ,88 10,37 19,47

53 40 hari ke- inlet (mg/l) outlet (mg/l) efisiensi (%) 4 12,32 9,81 20, ,88 9,81 23, ,04 9,26 23, ,60 9,26 26, ,16 9,54 27, ,00 10,09 27, ,32 9,26 24,88 rata-rata 23,14 Tabel 4.15 Data hasil analisis blanko fosfat pada BSF 3 hari ke- inlet (mg/l) outlet (mg/l) efisiensi (%) 1 13,72 11,77 14, ,88 10,93 15, ,88 10,65 17, ,32 10,09 18, ,88 10,37 19, ,04 9,81 18, ,60 9,81 22, ,16 9,54 27, ,00 10,37 25, ,32 8,98 27,14 rata-rata 20,54 Setelah itu dapat dibandingkan efisiensi penyisihan fosfat antara BSF 1, BSF 2, dan BSF 3. Grafik perbandingannya dapat dilihat di bawah ini.

54 41 persentase removal (%) hari ke- BSF 1 BSF 2 BSF 3 Gambar 4.3 Grafik perbandingan efisiensi penyisihan blanko fosfat BSF 1, BSF 2, dan BSF 3 Berdasarkan gambar 4.3 di atas dapat dilihat bahwa efisiensi penyisihan fosfat pada seluruh unit biosand filter mengalami kenaikan dari hari pertama sampai dengan hari kesepuluh. Peningkatan nilai penyisihan fosfat disebabkan oleh semakin banyaknya biofilm yang tumbuh di media pasir setiap harinya. Biofilm ini yang berfungsi untuk mereduksi konsentrasi fosfat pada air limbah Eisiensi penyisihan rata-rata fosfat pada BSF 1, BSF 2, dan BSF 3 adalah 20,98%, 23,14 %, dan 20,54 % Data Analisis Blanko Penurunan Kadar TSS pada Reaktor Biosand filter Hasil analisis blanko penurunan kadar TSS dapat dilihat pada tabel 4.16 di bawah ini.

55 42 Tabel 4.16 Data hasil analisis blanko TSS setelah diaerasi hari ke- inlet (mg/l) outlet (mg/l) Efisiensi (%) , , , , , , , , , ,47 rata-rata 4,19 Tabel 4.17 Data hasil analisis blanko TSS pada unit prasedimentasi hari ke- inlet (mg/l) outlet (mg/l) Efisiensi (%) , , , , , , , , , ,08 rata-rata 66,05

56 43 Berdasarkan data dari tabel 4.17 di atas dapat dilihat bahwa bak prasedimentasi mampu menurunkan konsentrasi TSS pada air limbah. Nilai efisiensi penyisihan rata-rata TSS pada bak prasedimentasi adalah 66,05 %. Dari data outlet bak prasedimentasi dijadikan sebagai inlet dari reaktor biosand filter. Setelah itu dilakukan analisis TSS di setiap outlet dari reaktor biosand filter. Hasil analisis dapat dilihat pada tabel 4.18, 4.19, dan 4.20 di bawah ini. Tabel 4.18 Data hasil analisis blanko TSS pada BSF 1 hari ke- inlet (mg/l) outlet (mg/l) efisiensi (%) , , , , , , , , , ,62 rata-rata 77,16 Tabel 4.19 Data hasil analisis blanko TSS pada BSF 2 hari ke- inlet (mg/l) outlet (mg/l) Efisiensi (%) , , , ,19

57 44 hari ke- inlet (mg/l) outlet (mg/l) Efisiensi (%) , , , , , ,63 rata-rata 79,18 Tabel 4.20 Data hasil analisis blanko TSS pada BSF 3 hari ke- inlet (mg/l) outlet (mg/l) Efisiensi (%) , , , , , , , , , ,18 rata-rata 75,29 Setelah itu dapat dibandingkan efisiensi penyisihan TSS antara BSF 1, BSF 2, dan BSF 3. Grafik perbandingannya dapat dilihat di bawah ini.

58 45 persentase removal bsf 1 bsf 2 bsf hari ke- Gambar 4.4 Grafik perbandingan efisiensi penyisihan blanko TSS BSF 1, BSF 2, dan BSF 3 Berdasarkan gambar 4.4 di atas dapat dilihat bahwa efisiensi penyisihan TSS pada seluruh unit biosand filter mengalami kenaikan dari hari pertama sampai dengan hari kesepuluh. Eisiensi penyisihan rata-rata TSS pada BSF 1, BSF 2, dan BSF 3 adalah 77,16%, 79,18 %, dan 75,29 %. 4.3 Data Analisis Efisiensi Penurunan Kadar COD pada Reaktor Biosand filter Sampel air limbah yang telah dibuat sebanyak 30 L diaerasi selama 30 menit untuk menambah jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan dalam perkembangan biofilm pada reaktor biosand filter. Kemudian sampel air limbah dimasukkan ke dalam eservoar dan dialirkan ke bak parsedimentasi dan kemudian ke reaktor biosand filter dengan aliran downflow secara intermitten. Analisis dilakukan di tiga titik sampling, yaitu di inlet bak prasedimentasi, outlet bak prasedimentasi, dan outlet reaktor

59 46 biosand filter. Untuk menentukan efisiensi penyisihan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut. Total efisiensi penyisihan (100%) = ((inlet-outlet)/inlet x 100%) Tabel 4.21 Data hasil analisis COD setelah diaerasi hari ke- inlet (mg/l) outlet (mg/l) efisiensi (%) , , , , , , , , , ,21 rata-rata 18,23 Tabel 4.22 Data hasil analisis COD pada bak prasedimentasi hari ke- inlet (mg/l) outlet (mg/l) efisiensi (%) , , , , , , ,30

60 47 hari ke- inlet (mg/l) outlet (mg/l) efisiensi (%) , , ,51 rata-rata 32,25 Berdasarkan data dari tabel 4.22 di atas dapat dilihat bahwa bak prasedimentasi mampu menurunkan konsentrasi COD pada air limbah.nilai efisiensi penyisihan rata-rata COD pada bak prasedimentasi adalah 32,25 %. Dari data outlet bak prasedimentasi dijadikan sebagai inlet dari reaktor biosand filter. Setelah itu dilakukan analisis COD di setiap outlet dari reaktor biosand filter. Hasil analisis dapat dilihat pada tabel 4.23, 4.24, dan 4.25 di bawah ini. Tabel 4.23 Data hasil analisis COD pada reaktor BSF 1 hari ke- inlet (mg/l) outlet (mg/l) Efisiensi (%) , , , , , , , , , ,36 rata-rata 74,09

61 48 Tabel 4.24 Data hasil analisis COD pada reaktor BSF 2 hari ke- inlet (mg/l) outlet (mg/l) Efisiensi (%) , , , , , , , , , ,37 rata-rata 76,93 Tabel 4.25 Data hasil analisis COD pada reaktor BSF 3 hari ke- inlet (mg/l) outlet (mg/l) Efisiensi (%) , , , , , , , , , ,85 rata-rata 70,81

62 49 Perbandingan nilai efisiensi penyisihan dari ketiga biosand filter dapat dilihat pada tabel 4.26 di bawah ini. Tabel 4.26 Data perbandingan efisiensi penyisihan COD seluruh BSF hari ke- BSF 1 (%) BSF 2 (%) BSF 3 (%) 1 63,47 68,42 60, ,73 73,52 65, ,68 85,47 75, ,37 86,30 77, ,63 74,62 75, ,27 72,36 73, ,48 74,53 68, ,30 82,18 73, ,63 72,49 68, ,36 79,37 69,85 rata-rata 74,09 76,93 70,81 Berdasarkan tabel 4.26 di atas, kemudian dibuat grafik perbandingan efisiensi penyisihan COD dari seluruh biosand filter.

63 50 persentase removal bsf 1 bsf 2 BSF hari ke- Gambar 4.5 Efisiensi penyisihan konsentrasi COD pada unit BSF 1, BSF 2, dan BSF 3 Berdasarkan gambar 4.5 di atas dapat diketahui bahwa efisiensi yang diperoleh dari ketiga unit BSF dengan variasi diameter dan ketinggian media yang berbeda menunjukkan penurunan efisiensi yang belum stabil. Secara umum dapat dilihat bahwa efisiensi mengalami kenaikan dari hari pertama dan mulai turun setelah hari ke enam. Penurunan konsentrasi COD pada air limbah disebabkan karena adanya biofilm pada media pasir. Pada biofilm tersebut terdapat mikroorganisme yang menyebabkan terjadinya proses biologis dimana bakteri yang tumbuh pada media menggunakan oksigen yang terlarut dalam air limbah untuk menguraikan zat organik yang terdapat pada air limbah. Efisiensi rata-rata penurunan konsentrasi COD dari BSF 1 adalah 74,09% untuk BSF 2 adalah 76,93% dan untuk BSF 3 adalah 70,81%. Hal ini dapat terlihat bahwa nilai efisiensi BSF 2 memiliki nilai efisiensi penyisihan yang paling baik.

64 51 Berdasarkan keseluruhan data yang ada, kemudian dihitung nilai efisiensi penurunan konsentrasi COD total antara bak pengendap dan unit biosand filter. Hasilnya dapat dilihat pada tabel 4.27 di bawah ini. Tabel 4.27 Data efisiensi penyisihan COD gabungan BP dan unit BSF efisiensi penyisihan (%) hari ke- BP+BSF 1 BP+BSF 2 BP+BSF ,69 78,96 73, ,75 81,99 76, ,45 90,09 83, ,96 90,46 84, ,42 82,62 83, ,90 81,16 81, ,44 82,79 78, ,85 87,72 81, ,50 81,73 78, ,88 86,48 80,26 rata-rata 82,48 84,40 80,27 Berdasarkan tabel 4.27 di atas, dapat dilihat bahwa unit BSF 2 memiliki nilai efisiensi penyisihan yang paling baik. Hal ini menunjukkan bahwa diameter dan kedalaman media pasir halus mempengaruhi besarnya nilai efisiensi penyisihan konsentrasi COD pada air limbah. Semakin kecil diameter pasir, maka total luas permukaan media pasir yang dapat ditumbuhi oleh biofilm akan semakin banyak, sehingga kemampuan mikroorganisme dalam menyisihkan konsentrassi COD semakin baik. Kedalaman media yang semakin dalam mengakibatkan volume pasir juga semakin banyak, sehingga biofilm yang tumbuh juga semakin

65 52 banyak. BSF 2 memiliki ukuran diameter pasir 0,59 mm dan kedalaman media 10 cm. 4.4 Data Analisis Efisiensi Penurunan Kadar Fosfat pada Reaktor Biosand filter Perlakuan yang dilakukan pada air limbah untuk analisis fosfat sama seperti pada analisis penurunan kadar COD. Analisis dilakukan di tiga titik sampling, yaitu di inlet bak prasedimentasi, outlet bak prasedimentasi, dan outlet reaktor biosand filter. Untuk menentukan efisiensi penyisihan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut. Total efisiensi penyisihan (100%) = ((inlet-outlet)/inlet x 100%) Tabel 4.28 Data hasil analisis fosfat setelah diaerasi hari ke- inlet (mg/l) outlet (mg/l) efisiensi (%) 1 17,62 15,39 12, ,78 14,83 11, ,78 15,11 9, ,50 14,83 10, ,06 15,11 11, ,22 14,55 10, ,50 14,55 11, ,18 16,22 10, ,78 14,83 11, ,50 15,11 8,44 rata-rata 10,87

66 53 Tabel 4.29 Data hasil analisis fosfat pada bak prasedimentasi hari ke- inlet (mg/l) outlet (mg/l) Efisiensi (%) 1 15,39 12,88 16, ,83 12,60 15, ,11 12,60 16, ,83 12,32 16, ,11 12,04 20, ,55 12,32 15, ,55 12,60 13, ,22 13,72 15, ,83 12,04 18, ,11 12,60 16,60 rata-rata 16,47 Berdasarkan data dari tabel 4.29 di atas dapat dilihat bahwa bak prasedimentasi mampu menurunkan konsentrasi fosfat pada air limbah. Nilai efisiensi penyisihan rata-rata fosfat pada bak prasedimentasi adalah 16,47 %. Dari data outlet bak prasedimentasi dijadikan sebagai inlet dari reaktor biosand filter. Setelah itu dilakukan analisis fosfat di setiap outlet dari reaktor biosand filter. Hasil analisis dapat dilihat pada tabel 4.30, 4.31, dan 4.32 di bawah ini. Tabel 4.30 Data hasil analisis fosfat pada reaktor BSF 1 hari ke- inlet (mg/l) outlet (mg/l) Efisiensi (%) 1 12,88 9,26 28, ,60 8,98 28, ,60 8,98 28,75

67 54 hari ke- inlet (mg/l) outlet (mg/l) Efisiensi (%) 4 12,32 8,42 31, ,04 8,70 27, ,32 8,98 27, ,60 8,98 28, ,72 10,09 26, ,04 8,42 30, ,60 9,26 26,54 rata-rata 28,40 Tabel 4.31 Data hasil analisis fosfat pada reaktor BSF 2 hari ke- inlet (mg/l) outlet (mg/l) Efisiensi (%) 1 12,88 8,98 30, ,60 8,98 28, ,60 8,42 33, ,32 8,14 33, ,04 7,86 34, ,32 8,42 31, ,60 9,26 26, ,72 9,54 30, ,04 8,98 25, ,60 8,98 28,75 rata-rata 30,37 Tabel 4.32 Data hasil analisis fosfat pada reaktor BSF 3 hari ke- inlet (mg/l) outlet (mg/l) Efisiensi (%) 1 12,88 9,54 25, ,60 9,26 26,54

68 55 hari ke- inlet (mg/l) outlet (mg/l) Efisiensi (%) 3 12,60 8,98 28, ,32 8,70 29, ,04 8,14 32, ,32 8,42 31, ,60 8,98 28, ,72 9,81 28, ,04 8,98 25, ,60 9,26 26,54 rata-rata 28,39 Perbandingan nilai efisiensi penyisihan fosfat dari ketiga biosand filter dapat dilihat pada tabel 4.33 di bawah ini. Tabel 4.33 Data perbandingan efisiensi penyisihan fosfat seluruh BSF hari ke- BSF 1 (%) BSF 2 (%) BSF 3 (%) 1 28,13 30,29 25, ,75 28,75 26, ,75 33,17 28, ,66 33,92 29, ,77 34,71 32, ,14 31,66 31, ,75 26,54 28, ,41 30,48 28, ,08 25,45 25, ,54 28,75 26,54 rata-rata 28,40 30,37 28,39

69 56 Berdasarkan tabel 4.33 di atas, kemudian dibuat grafik perbandingan efisiensi penyisihan fosfat dari seluruh biosand filter. 50 persentase removal (%) hari ke- BSF 1 BSF 2 BSF 3 Gambar 4.6 Efisiensi penyisihan konsentrasi fosfat pada unit BSF 1, BSF 2, dan BSF 3 Berdasarkan gambar 4.6 di atas dapat diketahui bahwa efisiensi yang diperoleh dari ketiga unit BSF dengan variasi diameter dan ketinggian media yang berbeda memiliki penurunan efisiensi yang tidak jauh berbeda. Penurunan konsentrasi fosfat pada air limbah disebabkan karena adanya biofilm pada media pasir. Pada biofilm tersebut terdapat bakteri fosfat yang menggunakan fosfat pada air limbah sehingga menurunkan total fosfat pada air limbah. Efisiensi rata-rata penurunan konsentrasi fosfat dari BSF 1 adalah 28,40% untuk BSF 2 adalah 30,37% dan untuk BSF 3 adalah 28,39%. Hal ini dapat terlihat bahwa nilai efisiensi BSF 2 memiliki nilai efisiensi penyisihan yang paling baik.

70 57 Berdasarkan keseluruhan data yang ada, kemudian dihitung nilai efisiensi penurunan konsentrasi fosfat total antara bak pengendap dan unit biosand filter. Hasilnya dapat dilihat pada tabel 4.34 di bawah ini. Tabel 4.34 Data efisiensi penyisihan fosfat gabungan BP dan unit BSF efisiensi penyisihan (%) hari ke- BP+BSF 1 BP+BSF 2 BP+BSF ,84 41,65 38, ,46 39,46 37, ,58 44,27 40, ,22 45,10 41, ,42 47,96 46, ,30 42,13 42, ,30 36,39 38, ,79 41,23 39, ,22 39,46 39, ,73 40,58 38,73 rata-rata 40,19 41,82 40,18 Berdasarkan tabel 4.34 di atas, dapat dilihat bahwa unit BSF 2 memiliki nilai efisiensi penyisihan yang paling baik. Hal ini menunjukkan bahwa diameter dan kedalaman media pasir halus mempengaruhi besarnya nilai efisiensi penyisihan konsentrasi fosfat pada air limbah. Semakin kecil diameter pasir, maka total luas permukaan media pasir yang dapat ditumbuhi oleh biofilm akan semakin banyak, sehingga kemampuan mikroorganisme dalam menyisihkan konsentrasi fosfat semakin baik. Kedalaman media yang semakin dalam mengakibatkan volume pasir juga

71 58 semakin banyak, sehingga biofilm yang tumbuh juga semakin banyak. BSF 2 memiliki ukuran diameter pasir 0,59 mm dan kedalaman media 10 cm. 4.5 Data Analisis Efisiensi Penurunan Kadar TSS pada Reaktor Biosand filter Perlakuan yang dilakukan pada air limbah untuk analisis TSS sama seperti pada analisis penurunan kadar COD dan fosfat. Analisis dilakukan di tiga titik sampling, yaitu di inlet bak prasedimentasi, outlet bak prasedimentasi, dan outlet reaktor biosand filter. Untuk menentukan efisiensi penyisihan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut. Total efisiensi penyisihan (100%) = ((inlet-outlet)/inlet x 100%) Tabel 4.35 Data hasil analisis TSS setelah diaerasi hari ke- inlet (mg/l) outlet (mg/l) Efisiensi(%) , , , , , , , , , ,02 rata-rata 4,43

72 59 Tabel 4.36 Data hasil analisis TSS pada bak prasedimentasi hari ke- inlet (mg/l) outlet (mg/l) Efisiensi (%) , , , , , , , , , ,08 rata-rata 56,65 Berdasarkan data dari tabel 4.36 di atas dapat dilihat bahwa bak prasedimentasi mampu menurunkan konsentrasi TSS pada air limbah. Nilai efisiensi penyisihan rata-rata TSS pada bak prasedimentasi adalah 56,65 %. Dari data outlet bak prasedimentasi dijadikan sebagai inlet dari reaktor biosand filter. Setelah itu dilakukan analisis TSS di setiap outlet dari reaktor biosand filter. Hasil analisis dapat dilihat pada tabel 4.37, 4.38,dan 4.39 di bawah ini. Tabel 4.37 Data hasil analisis TSS pada reaktor BSF 1 hari ke- inlet (mg/l) outlet (mg/l) Efisiensi (%) , , ,76

73 60 hari ke- inlet (mg/l) outlet (mg/l) Efisiensi (%) , , , , , , ,57 rata-rata 79,99 Tabel 4.38 Data hasil analisis TSS pada reaktor BSF 2 hari ke- inlet (mg/l) outlet (mg/l) Efisiensi (%) , , , , , , , , , ,36 rata-rata 81,32

74 61 Tabel 4.39 Data hasil analisis TSS pada reaktor BSF 3 hari ke- inlet (mg/l) outlet (mg/l) Efisiensi (&) , , , , , , , , , ,18 rata-rata 79,61 Perbandingan nilai efisiensi penyisihan TSS dari ketiga biosand filter dapat dilihat pada tabel 4.40 di bawah ini. Tabel 4.40 Data perbandingan efisiensi penyisihan TSS seluruh BSF hari ke- BSF 1 (%) BSF 2 (%) BSF 3 (%) 1 80,21 83,26 80, ,33 84,55 83, ,76 84,86 82, ,21 87,31 84, ,07 87,07 84, ,50 82,47 79, ,44 78,91 75, ,47 75,32 73, ,31 73,04 81,24

75 62 hari ke- BSF 1 (%) BSF 2 (%) BSF 3 (%) 10 73,57 76,36 72,18 rata-rata 79,99 81,32 79,61 Berdasarkan tabel 4.40 di atas, kemudian dibuat grafik perbandingan efisiensi penyisihan TSS dari seluruh biosand filter. 100 persentase removal hari ke- bsf 1 bsf 2 BSF 3 Gambar 4.7 Efisiensi penyisihan konsentrasi TSS pada unit BSF 1, BSF 2, dan BSF 3 Berdasarkan gambar 4.7 diatas dapat diketahui bahwa efisiensi yang diperoleh dari ketiga unit BSF dengan variasi diameter dan ketinggian media yang berbeda memiliki penurunan efisiensi yang hampir sama. Efisiensi penyisihan konsentrasi TSS cenderung mengalamai penurunan dari hari pertama sampai hari ke sepuluh. Penurunan konsentrasi TSS pada air limbah terjadi akibat adanya proses fisik yaitu berupa pengendapan pada media pasir. Efisiensi rata-rata penurunan konsentrasi TSS dari BSF 1 adalah 79,99% untuk BSF 2 adalah 81,32% dan untuk BSF 3 adalah 79,61%. Hal ini dapat terlihat bahwa nilai efisiensi BSF 2 memiliki nilai efisiensi penyisihan yang paling baik.

76 63 Berdasarkan keseluruhan data yang ada, kemudian dihitung nilai efisiensi penurunan konsentrasi TSS total antara bak pengendap dan unit biosand filter. Hasilnya dapat dilihat pada tabel 4.41 di bawah ini. Tabel 4.41 Data efisiensi penyisihan TSS gabungan BP dan unit BSF efisiensi penyisihan (%) hari ke- BP+BSF 1 BP+BSF 2 BP+BSF ,06 92,49 91, ,61 93,28 92, ,77 93,14 91, ,21 94,54 92, ,76 94,36 93, ,22 92,22 90, ,85 91,67 89, ,22 89,71 89, ,03 87,96 91, ,69 89,83 88,04 rata-rata 91,34 91,92 91,17 Berdasarkan tabel 4.41 di atas, dapat dilihat bahwa unit BSF 2 memiliki nilai efisiensi penyisihan yang paling baik. Dalam unit biosand filter ini terjadi proses penyaringan untuk mengurangi konsentrasi TSS pada air limbah. Oleh karena itu, diameter dan ketinggian media juga menjadi penentu keberhasilan biosand filter dalam menurunkan konsentrasi TSS. Kedalaman media juga berpengaruh dalam proses penyaringan. Mekanisme penurunan TSS pada biosand filter mengalami proses filtrasi dan adsorbsi dengan menggunakan butiran pasir yang halus. Bahan- bahan dalam bentuk suspensi akan terperangkap di lapisan saringan. Semakin kecil diameter pasir maka luas total permukaan media

77 64 pasir akan semakin besar sehingga kemampuan untuk mengadsorbsi semakin baik. BSF 2 memiliki ukuran diameter pasir 0,59 mm dan kedalaman media 10 cm. 4.6 Data Analisis Efisiensi Penurunan Kadar Nitrat pada Reaktor Biosand filter Perlakuan yang dilakukan pada air limbah untuk analisis nitrat sama seperti pada analisis penurunan kadar COD, TSS, dan fosfat. Analisis dilakukan di tiga titik sampling, yaitu di inlet bak prasedimentasi, outlet bak prasedimentasi, dan outlet reaktor biosand filter. Untuk menentukan efisiensi penyisihan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut. Total efisiensi penyisihan (100%) = ((inlet-outlet)/inlet x 100%) Tabel 4.42 Data hasil analisis nitrat setelah diaerasi hari ke- inlet (mg/l) outlet (mg/l) efisiensi (%) 1 83,70 73,90 11, ,60 83,70 5, ,70 78,80 5, ,50 83,70 10, ,60 78,80 11, ,70 73,90 11, ,60 83,70 5, ,50 78,80 15, ,80 73,90 6, ,60 78,80 11,07 rata-rata 9,49

78 65 Tabel 4.43 Data hasil analisis nitrat pada bak prasedimentasi hari ke- inlet (mg/l) outlet (mg/l) Efisiensi (%) 1 73,90 54,29 26, ,70 64,09 23, ,80 54,29 31, ,70 59,19 29, ,80 59,19 24, ,90 49,39 33, ,70 59,19 29, ,80 59,19 24, ,90 49,39 33, ,80 54,29 31,10 rata-rata 28,68 Berdasarkan data dari tabel 4.43 di atas dapat dilihat bahwa bak prasedimentasi mampu menurunkan konsentrasi nitrat pada air limbah. Nilai efisiensi penyisihan rata-rata nitrat pada bak prasedimentasi adalah 28,68 %. Dari data outlet bak prasedimentasi dijadikan sebagai inlet dari reaktor biosand filter. Setelah itu dilakukan analisis nitrat di setiap outlet dari reaktor biosand filter. Hasil analisis dapat dilihat pada tabel 4.44, 4.45, dan 4.46 di bawah ini. Tabel 4.44 Data hasil analisis nitrat pada reaktor BSF 1 hari ke- inlet (mg/l) outlet (mg/l) Efisiensi (%) 1 54,29 39,58 27, ,09 39,58 38, ,29 34,68 36,12

79 66 hari ke- inlet (mg/l) outlet (mg/l) Efisiensi (%) 4 59,19 34,68 41, ,19 34,68 41, ,39 29,78 39, ,19 34,68 41, ,19 39,58 33, ,39 34,68 29, ,29 34,68 36,12 rata-rata 36,44 Tabel 4.45 Data hasil analisis nitrat pada reaktor BSF 2 hari ke- inlet (mg/l) outlet (mg/l) Efisiensi (%) 1 54,29 34,68 36, ,09 39,58 38, ,29 34,68 36, ,19 29,78 49, ,19 34,68 41, ,39 29,78 39, ,19 39,58 33, ,19 34,68 41, ,39 34,68 29, ,29 39,58 27,09 rata-rata 37,27 Tabel 4.46 Data hasil analisis nitrat pada reaktor BSF 3 hari ke- inlet (mg/l) outlet (mg/l) efisiensi (%) 1 54,29 34,68 36, ,09 39,58 38,24

80 67 hari ke- inlet (mg/l) outlet (mg/l) efisiensi (%) 3 54,29 34,68 36, ,19 34,68 41, ,19 39,58 33, ,39 34,68 29, ,19 34,68 41, ,19 39,58 33, ,39 34,68 29, ,29 39,58 27,09 rata-rata 34,62 Perbandingan nilai efisiensi penyisihan nitrat dari ketiga biosand filter dapat dilihat pada tabel 4.47 di bawah ini. Tabel 4.47 Data perbandingan efisiensi penyisihan nitrat seluruh BSF hari ke- BSF 1(%) BSF 2 (%) BSF (%) 1 27,09 36,12 36, ,24 38,24 38, ,12 36,12 36, ,41 49,69 41, ,41 41,41 33, ,70 39,70 29, ,41 33,13 41, ,13 41,41 33, ,78 29,78 29, ,12 27,09 27,09 rata-rata 36,44 37,27 34,62

81 68 Berdasarkan tabel 4.47 di atas, kemudian dibuat grafik perbandingan efisiensi penyisihan nitrat dari seluruh biosand filter. 60 persentase removal bsf 1 bsf 2 BSF hari ke- Gambar 4.8 Efisiensi penyisihan konsentrasi nitrat pada unit BSF 1, BSF 2, dan BSF 3 Berdasarkan gambar 4.8 diatas dapat diketahui bahwa efisiensi yang diperoleh dari ketiga unit BSF dengan variasi diameter dan ketinggian media yang berbeda memiliki penurunan efisiensi yang tidak jauh berbeda. Efisiensi penyisihan konsentrasi nitrat mengalami fluktuasi tetapi cenderung mengalamai penurunan setelah hari ke enam. Penurunan konsentrasi nitrat pada air limbah disebabkan karena adanya biofilm pada media pasir. Pada biofilm tersebut terdapat bakteri nitrat yang mengakibatkan terjadinya nitrifikasi dan denitrifikasi sehingga dapat menurunkan total N pada air limbah. Efisiensi rata-rata penurunan konsentrasi nitrat dari BSF 1 adalah 36,44% untuk BSF 2 adalah 37,27% dan untuk BSF 3 adalah

82 69 34,62%. Hal ini dapat terlihat bahwa nilai efisiensi BSF 2 memiliki nilai efisiensi penyisihan yang paling optimal. Berdasarkan keseluruhan data yang ada, kemudian dihitung nilai efisiensi penurunan konsentrasi nitrat total antara bak pengendap dan unit biosand filter. Hasilnya dapat dilihat pada tabel 4.48 di bawah ini. Tabel 4.48 Data efisiensi penyisihan nitrat gabungan BP dan unit BSF efisiensi penyisihan (%) hari ke- BP+BSF 1 BP+BSF 2 BP+BSF ,44 53,07 53, ,71 52,71 52, ,99 55,99 55, ,57 64,42 58, ,99 55,99 49, ,70 59,70 53, ,57 52,71 58, ,77 55,99 49, ,07 53,07 53, ,99 49,77 49,77 rata-rata 54,68 55,34 53,43 Berdasarkan tabel 4.48 di atas, dapat dilihat bahwa unit BSF 2 memiliki nilai efisiensi penyisihan yang paling baik. Hal ini menunjukkan bahwa diameter dan kedalaman media pasir halus mempengaruhi besarnya nilai efisiensi penyisihan konsentrasi nitrat pada air limbah. Semakin kecil diameter pasir, maka total luas permukaan media pasir yang dapat ditumbuhi oleh biofilm akan semakin banyak, sehingga kemampuan mikroorganisme dalam menyisihkan konsentrasi nitrat semakin baik. Kedalaman

83 70 media yang semakin dalam mengakibatkan volume pasir juga semakin banyak, sehingga biofilm yang tumbuh juga semakin banyak. BSF 2 memiliki ukuran diameter pasir 0,59 mm dan kedalaman media 10 cm. 4.7 Perbandingan Antara Analisis Blanko dengan Unit Biosand filter yang Sudah Diaklimatisasi Sebelum unit biosand filter di aklimatisasi, dilakukan analisis blanko untuk mengetahui perbedaannya. Perbandingan efisiensi penyisihannya dapat dilihat pada tabel 4.49, 4.50, dan 4.51di bawah ini. Tabel 4.49 Data perbandingan efisiensi penyisihan rata-rata BSF1 Parameter Efisiensi penyisihan rata-rata (%) Blanko BSF1 BSF 1 COD 49,61 74,87 Nitrat 29,31 36,44 Fosfat 20,98 28,40 TSS 77,11 80,00 Tabel 4.50 Data perbandingan efisiensi penyisihan rata-rata BSF2 Parameter Efisiensi penyisihan rata-rata (%) Blanko BSF2 BSF 2 COD 52,50 76,92 Nitrat 33,79 37,27 Fosfat 23,14 30,37 TSS 79,19 81,31

84 71 Tabel 4.51 Data perbandingan efisiensi penyisihan rata-rata BSF3 Parameter Efisiensi penyisihan rata-rata (%) Blanko BSF3 BSF 3 COD 45,74 70,81 Nitrat 29,17 34,62 Fosfat 20,54 28,39 TSS 75,29 79,53 Berdasarkan tabel 4.49, 4.50, dan 4.51 di atas, dapat dilihat bahwa efisiensi penyisihan parameter pencemar pada unit BSF yang telah diaklimatisasi lebih tinggi dibandingkan dengan blanko. Hal ini mungkin dapat disebabkan karena jumlah mikroorganisme pada media pasir belum banyak tumbuh sebelum dilakukan aklimatisasi. Jumlah biofilm yang sedikit, menyebabkan kemampuan untuk mereduksi parameter pencemar kurang optimal. Maka dari itu perlu dilakukan aklimatisasi pada media supaya biofilm dapat tumbuh pada media pasir 4.8 Perhitungan Gabungan Efisiensi Penyisihan Seluruh Parameter pada Unit Biosand filter Berdasarkan dari keseluruhan data yang ada, kemudian seluruh efisiensi penyisihan parameter pencemar di plotkan dalam satu grafik yang dapat dilihat pada gambar 4.9, 4.10, dan 4.11 di bawah ini.

85 72 Presentase penyisihan (%) Hari ke- nitrat COD fosfat TSS Gambar 4.9 Grafik efisiensi penyisihan seluruh parameter pencemar pada BSF 1 Presentase penyisihan (%) Hari ke- nitrat COD fosfat TSS Gambar 4.10 Grafik efisiensi penyisihan seluruh parameter pencemar pada BSF 2

86 73 Presentase penyisihan (%) Hari ke- nitrat COD fosfat TSS Gambar 4.11 Grafik efisiensi penyisihan seluruh parameter pencemar pada BSF 3 Berdasarkan gambar 4.9, 4.10, dan 4.11 di atas, dapat dilihat bahwa efisiensi penyisihan parameter pencemar pada ketiga unit BSF mengalami kenaikan dan penurunan yang fluktuatif. Hal ini mungkin disebabkan karena kondisi reaktor yang belum stabil. Seharusnya running dapat dilakukan saat kondisi reaktor BSF berada pada keadaan stabil. Efisiensi penyisihan COD dan TSS memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan efisiensi penyisihan nitrat dan fosfat. Secara garis besar dapat dilihat bahwa ketiga reaktor mengalami penurunan efisiensi penyisihan setelah hari ke enam. Sebenarnya ketiga reaktor masih mampu untuk mereduksi parameter pencemar jika dilihat dari nilai efisiensi penyisihan yang masih cukup tinggi. Sebaiknya penelitian dilanjutkan sampai seluruh reaktor benar-benar dalam kondisi jenuh atau ketika nilai efisiensi penyisihannya sudah tidak tinggi lagi.

87 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang didapat dari pelaksanaan penelitian ini adalah: 1. Hasil dari analisis yang dilakukan didapatkan penyisihan rata rata dari reaktor biosand filter 1, 2, dan 3 dalam penyisihan organik (COD) 74,09%; 76,93%; dan 70,81%, TSS 79,99%; 81,32%; dan 79,61%, nitrat 36,44%; 37,27%; dan 34,62%, fosfat 28,40%; 30,37%; dan 28,39%. Konsentrasi awal ratarata parameter pencemar adalah COD 1697 mg/l; TSS 1217 mg/l; nitrat 83,57 mg/l;dan fosfat 16,88 mg/l. 2. Variasi diameter dan ketebalan media yang optimal dalam menyisihkan parameter pencemar COD, TSS nitrat, dan fosfat pada limbah domestik adalah reaktor biosand filter 2, Media yang digunakan adalah pasir halus dengan diameter 0,59 mm dan ketebalan media 10cm, BSF2 memiliki efisiensi penyisihan tertinggi dengan nilai penyisihan COD 76,93%, TSS 81,32%, nitrat 37,27%, dan fosfat 30,37%. 75

88 Saran Saran yang dapat disampaikan oleh penulis dari penelitian ini adalah: 1. Untuk penelitian selanjutnya, disarankan untuk dilakukan ketika reaktor berada dalam kondisi stabil. 2. Melakukan penelitian sampai reaktor dalam keaadan clogging.

89 DAFTAR PUSTAKA Anonim Modul Praktikum Teknik Analisis Pencemaran Lingkungan. Laboratorium Teknik Lingkungan. Surabaya: ITS. Alaerts, G dan Santika, SS Metode Penelitian Air. Surabaya: Usaha Nasional. Effendi, H Telaah Kualitas Air : Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Yogyakarta: Kanisius. Hindarko, S Mengolah Air Limbah : Supaya Tidak Mencemari Orang Lain. Jakarta: ESHA. Kikkawa, I Modification of a Biosand filter in the Northern Region of Ghana. Massachusetts Institute of Technology. Mahida,U. N Pencemaran Air dan Pemanfaatan Limbah Industri. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Mara, D Domestic Wastewater Treatment In Developing Countries. UK : Cromwell Press, Trowbridge Nugroho, D Pemanfaatan Limbah Padat Industri Tahu dan Reaktor Biosand filter untuk Menurunkan Kadar Ion Logam Fe 3+ dan Zn 2+ pada Industri Galvanis. Semarang: Universitas Negeri Semarang. Ragil, R Studi Pengaruh Variasi Hydraulic Loading Rate (HLR) dan Konsentrasi Influen terhadap Penurunan BOD, COD, dan TSS Limbah Cair Domestik Black water Menggunakan Reaktor UASB. Semarang: Universitas Diponegoro. Sukawati, T Penurunan Konsentrasi Chemical Oxygen Demand (COD) pada Air Limbah Laundry dengan xvii

90 Menggunakan Reaktor Biosand filter Diikuti dengan Reaktor Activated Carbon. Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia. Tangahu, B.V. dan Warmadewanthi, I.D.A.A Pengelolaan Limbah Rumah Tangga Dengan Memanfaatkan Tanaman Cattail (Typha angustifolia) dalam Sistem Constructed Wetland, Purifikasi, Volume 2 Nomor 3, ITS Surabaya. Tchobanoglous, G., Burton, F.L., dan Stensel, H.D Wastewater Engineering Treatment Disposal and Reuse. New York: McGraw Hill. Widyaningsih, V Pengolahan Limbah Cair Kantin Yongma FISIP UI. Jakarta: Universitas Indonesia. xviii

91 LAMPIRAN PROSEDUR ANALISIS COD 1. Alat dan bahan a.larutan K 2 Cr 2 O 7 b.kristal Perak Sulfat (Ag 2 SO 4 ) dicampur dengan Asam Sulfat (H 2 SO 4 ) c. Larutan standard Fero Amonium Sulfat 0,05 N d.kristal Merkuri Sulfat (Hg 2 SO 4 ) e. Larutan indikator Fenantrolin fero Sulfat (Feroin) f. Buret 50 ml 1 buah g.erlrnmeyer COD 2 buah h.alat refluks dan pemanasnya i. Pipet 10 ml, 5 ml j. Beker glass 50 ml 1 buah 2. Prosedur Percobaan a.masukkan 0,4 gr kristal Hg 2 SO 4 ke dalam masing-masing erlenmeyer COD. b. Tuangkan 20 ml air sampel dan 20 ml air aquadest (sebagai blanko) ke dalam masing-masing erlenmeyer COD. c. Tambahkan 10 ml larutan Kalium Dikromat (K 2 Cr 2 O 7 ) 0,1N d. Tambahkan 30 ml larutan campuran Ag 2 SO 4 dan H 2 SO 4. e. Alirkan air pendingin pada kondensor dan pasang erlenmeyer COD. f. Nyalakan alat pemanas dan refluís larutan tersebut selama 2 jam. g. Biarkan erlenmeyer dingin dan tambahkan air aquadest melalui kondensor sampai volume 150 ml. h. Lepaskan erlenmeyer dari kondensor dan tunggu sampai dingin. i. Tambahkan 3-4 tetes indikator feroin. i

92 j. Titrasi kedua larutan di erlenmeyer tersebut dengan Larutan Standart Fero Amoniuim Sulfat 0,05 N hingga warna menjadi merah-coklat. k. Hitung COD sampel dengan rumus: Dimana: a = Volume FAS titrasi blanko (ml) b = Volume FAS titrasi sampel (ml) N = Normalitas larutan FAS f = faktor ( 20: titran blanko kedua) P = pengenceran PROSEDUR ANALISIS TSS 1. Alat dan bahan a.cawan penguapan, diameter 90 mm, kapasitas 100 ml,terbuat dari porselin b.oven untuk pemanasan 105 o C c.desikator d.kertas Saring e.timbangan analitis, kapasitas 200 gram, ketelitian 0,1 mg 2. Prosedur Percobaan a. Cawan penguap kosong yang telah dibersihkan, dipanaskan pada 105 o C dalam oven selama 1 jam. Apabila akandilanjutkan untuk analisis Zat padat Tersuspensi Organis, cawan dipanaskan pada 550 o C selama 1 jam. b. Dinginkan selama 15 menit dalam desikator, kemudian ditimbang; cawan yang dikeluarkan dari furnace pada

93 550 o C diturunkan dahulu panasnya dalam oven pada 105 o C sebelum didinginkan dalam desikator. c. Sampel dikocok merata, kemudian dituangkan dalam cawan Volum sampel diatur sehingga berat residu adalah antara 25 sampai 250 mg. d. Masukkan cawan berisi sampel ke dalam oven, suhu oven diatur 98 o C untuk mencegah percikan akibat didihan air dalam cawan. Namun bila volum sampel kecil dan dinding cawan cukup tinggi maka langkah ini tidak perlu. e.teruskan pengeringan dalam oven dengan suhu 105 o C selama 1 jam. f. Dinginkan cawan yang berisi residu zat padat tersebut dalam desikator, sebelum ditimbang. g. Ulangi langkah e dan f, sampai diperoleh berat yang konstan atau berat berkurang < 4% berat semula atau 0,5 mg. Biasanya pemanasan 1 sampai 2 jam sudah cukup.awas.! Garam yang telah mengendap sangat higroskopis, sehingga penimbangan harus dilakukan dengan cepat. h. Agar hasil analisis teliti, seharusnya dibuat duplikat. i. Perhitungan: Dimana: a = berat cawan dan residu sesudah pemanasan 105 C b = berat cawan (kosong) sesudah pemanasan 105 C PROSEDUR ANALISIS NITRAT 1. Alat dan Bahan a. Larutan Brucin Asetat b. Larutan Asam Sulfat Pekat c. Erlenmeyer 50ml 2 buah d. Spektrofotometer dan Kuvet

94 e. Pipet 10 ml, 5 ml 2. Prosedur Percobaan a. Ambil 2 buah Erlenmeyer 50 ml, isi masing masing dengan sampel air dan aquadest (sebagai blanko) sebanyak 2 ml b. Tambahkan 2 ml larutan Brucin Asetat c. Tambahkan 4 ml Larutan Asam Sulfat Pekat d. Aduk dan Biarkan selama 10 menit e. Baca pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 400µm Absorbansi dan hasil pembacaan, dibaca pada hasil kalibrasi atau kurva kalibrasi PROSEDUR ANALISIS FOSFAT 1. Alat dan Bahan a. Larutan Amonium Molybdate b. Larutan Klorid Timah (SnCl) c. Erlenmeyer 100 ml 2 buah d. Spektrofotometer dan Kuvet e. Pipet 25 ml, 10 ml, 5 ml 2. Prosedur Percobaan a. Ambil 2 buah Erlenmeyer 100 ml, isi masing masing dengan sampel air dan aquadest (sebagai blanko) sebanyak 25 ml b. Tambahkan 1 ml larutan Amonium Molybdate c. Tambahkan 2-3 tetes larutan Klorid Timah d. Aduk dan biarkan selama 7 menit e. Baca pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 650µm Absorbansi hasil pembacaan, dihitung dengan rumus hasil kalibrasi atau dibaca dengan kurva kalibrasi

95 BIODATA PENULIS Penulis dilahirkan di Jombang pada 2 April 1991, merupakan anak pertama dari 2 bersaudara. Penulis telah menempuh pendidikan formal yaitu TK Aisyah, SDN 44 Ampenan, SMPN 2 Mataram dan SMAN 1 Mataram. Pada tahun 2009 penulis menempuh pendidikan S1 di Jurusan Teknik Lingkungan, FTSP-ITS melalui jalur SNMPTN dan terdaftar dengan NRP Selama masa perkuliahan, penulis aktif sebagai panitia dalam berbagai kegiatan yang diselenggarakan oleh Himpunan Teknik Lingkungan diantaranya adalah kegiatan Susur Sungai 2012, Kampung FTSP 2011, dan Bulan Hijau Penulis juga terdaftar sebagai anggota aktif di UKM badminton ITS periode Januari 2012-Agustus Penulis pernah mengikuti Kerja Praktek di IPA Krian PDAM Sidoarjo pada Tahun Segala bentuk komunikasi terkait dengan Tugas Akhir ini dapat disampaikan melalui penulis di baharipurnama@gmail.com.

Unit Aerasi, Sedimentasi, dan Biosand Filter Sebagai Pereduksi COD, TSS, Nitrat, dan Fosfat Air Limbah Artificial (Campuran Grey dan Black Water)

Unit Aerasi, Sedimentasi, dan Biosand Filter Sebagai Pereduksi COD, TSS, Nitrat, dan Fosfat Air Limbah Artificial (Campuran Grey dan Black Water) 1 Unit Aerasi, Sedimentasi, dan Biosand Filter Sebagai Pereduksi COD, TSS, Nitrat, dan Fosfat Air Limbah Artificial (Campuran Grey dan Black Water) Bahari Purnama Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik

Lebih terperinci

Dosen Pembimbing: Prof. DR. Ir. Nieke Karnaningroem, M.Sc

Dosen Pembimbing: Prof. DR. Ir. Nieke Karnaningroem, M.Sc TugasAkhir RE 091324 Dosen Pembimbing: Prof. DR. Ir. Nieke Karnaningroem, M.Sc. 19550128 198503 2001 Oleh : Andrew indrawanto 3309100011 Tiap tahun bertambahnya jumlah penduduk Terjadinya banyaknya air

Lebih terperinci

PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH MAKAN (RESTORAN) DENGAN UNIT AERASI, SEDIMENTASI DAN BIOSAND FILTER

PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH MAKAN (RESTORAN) DENGAN UNIT AERASI, SEDIMENTASI DAN BIOSAND FILTER PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH MAKAN (RESTORAN) DENGAN UNIT AERASI, SEDIMENTASI DAN BIOSAND FILTER Afry Rakhmadany 1, *) dan Nieke Karnaningroem 2) 1)Jurusan Teknik Lingkungan, Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA AERASI, BAK PENGENDAP, DAN BIOSAND FILTER SEBAGAI PEREDUKSI COD, NITRAT, FOSFAT DAN ZAT PADAT PADA BLACK WATER ARTIFISIAL

ANALISIS KINERJA AERASI, BAK PENGENDAP, DAN BIOSAND FILTER SEBAGAI PEREDUKSI COD, NITRAT, FOSFAT DAN ZAT PADAT PADA BLACK WATER ARTIFISIAL Seminar Nasional ITS Surabaya, 12 Agustus 214 ANALISIS KINERJA AERASI, BAK PENGENDAP, DAN BIOSAND FILTER SEBAGAI PEREDUKSI COD, NITRAT, FOSFAT DAN ZAT PADAT PADA BLACK WATER ARTIFISIAL PERFORMANCE ANALYSIS

Lebih terperinci

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER 2012

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER 2012 Oleh : Rr. Adistya Chrisafitri 3308100038 Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Nieke Karnaningroem, M.Sc. JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER 2012

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Limbah merupakan sisa suatu kegiatan atau proses produksi yang antara lain dihasilkan dari kegiatan rumah tangga, industri, pertambangan dan rumah sakit. Menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

PEMULIHAN KUALITAS AIR LIMBAH LAUNDRY DENGAN MEMBANDINGKAN REAKTOR BIOFILTER DAN SLOW SAND FILTER. Oleh : Satria Pratama Putra Nasution

PEMULIHAN KUALITAS AIR LIMBAH LAUNDRY DENGAN MEMBANDINGKAN REAKTOR BIOFILTER DAN SLOW SAND FILTER. Oleh : Satria Pratama Putra Nasution PEMULIHAN KUALITAS AIR LIMBAH LAUNDRY DENGAN MEMBANDINGKAN REAKTOR BIOFILTER DAN SLOW SAND FILTER Oleh : Satria Pratama Putra Nasution 3308100040 Latar Belakang Seiring dengan pertumbuhan penduduk dan

Lebih terperinci

BAB 12 UJI COBA PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK INDIVIDUAL DENGAN PROSES BIOFILTER ANAEROBIK

BAB 12 UJI COBA PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK INDIVIDUAL DENGAN PROSES BIOFILTER ANAEROBIK BAB 12 UJI COBA PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK INDIVIDUAL DENGAN PROSES BIOFILTER ANAEROBIK 286 12.1 PENDAHULUAN 12.1.1 Permasalahan Masalah pencemaran lingkungan di kota besar misalnya di Jakarta, telah

Lebih terperinci

Analisa BOD dan COD ANALISA BOD DAN COD (BOD AND COD ANALYSIST) COD (Chemical Oxygen Demand) BOD (Biochemical Oxygen Demand)

Analisa BOD dan COD ANALISA BOD DAN COD (BOD AND COD ANALYSIST) COD (Chemical Oxygen Demand) BOD (Biochemical Oxygen Demand) Analisa BOD dan COD ANALISA BOD DAN COD (BOD AND COD ANALYSIST) COD (Chemical Oxygen Demand) COD atau kebutuhan oksigen kimia (KOK) adalah jumlah oksigen (mg O2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan titik kritis pengenceran limbah dan kondisi mulai mampu beradaptasi hidup pada limbah cair tahu. Limbah

Lebih terperinci

II. PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK GEDUNG SOPHIE PARIS INDONESIA

II. PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK GEDUNG SOPHIE PARIS INDONESIA II. PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK GEDUNG SOPHIE PARIS INDONESIA 2. 1 Pengumpulan Air Limbah Air limbah gedung PT. Sophie Paris Indonesia adalah air limbah domestik karyawan yang berasal dari toilet,

Lebih terperinci

UJI KEMAMPUAN SLOW SAND FILTER SEBAGAI UNIT PENGOLAH AIR OUTLET PRASEDIMENTASI PDAM NGAGEL I SURABAYA

UJI KEMAMPUAN SLOW SAND FILTER SEBAGAI UNIT PENGOLAH AIR OUTLET PRASEDIMENTASI PDAM NGAGEL I SURABAYA UJI KEMAMPUAN SLOW SAND FILTER SEBAGAI UNIT PENGOLAH AIR OUTLET PRASEDIMENTASI PDAM NGAGEL I SURABAYA Hamimal Mustafa R 1), Nurina Fitriani 2) dan Nieke Karnaningroem 3) 1) Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA 34 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA 4.1 Analisa Kualitas Air Seperti yang di jelaskan di bab bab sebelumnya bahwa penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besaran penuruan kadar yang terkandung

Lebih terperinci

Pengolahan Limbah Rumah Makan dengan Proses Biofilter Aerobik

Pengolahan Limbah Rumah Makan dengan Proses Biofilter Aerobik JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-35 Pengolahan Limbah Rumah Makan dengan Proses Biofilter Aerobik Laily Zoraya Zahra, dan Ipung Fitri Purwanti Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Diskusi Hasil Penelitian

BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Diskusi Hasil Penelitian BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Diskusi Hasil Penelitian Penelitian biofiltrasi ini targetnya adalah dapat meningkatkan kualitas air baku IPA Taman Kota Sehingga masuk baku mutu Pergub 582 tahun 1995 golongan B yakni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. limbah yang keberadaannya kerap menjadi masalah dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. limbah yang keberadaannya kerap menjadi masalah dalam kehidupan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Limbah cair atau yang biasa disebut air limbah merupakan salah satu jenis limbah yang keberadaannya kerap menjadi masalah dalam kehidupan masyarakat. Sifatnya yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah sampah cair dari suatu lingkungan masyarakat dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah sampah cair dari suatu lingkungan masyarakat dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Limbah adalah sampah cair dari suatu lingkungan masyarakat dan terutama terdiri dari air yang telah dipergunakan dengan hampir-hampir 0,1% dari padanya berupa benda-benda

Lebih terperinci

BAB 5 PENGOLAHAN AIR LIMBAH DENGAN PROSES FILM MIKROBIOLOGIS (BIOFILM)

BAB 5 PENGOLAHAN AIR LIMBAH DENGAN PROSES FILM MIKROBIOLOGIS (BIOFILM) BAB 5 PENGOLAHAN AIR LIMBAH DENGAN PROSES FILM MIKROBIOLOGIS (BIOFILM) 90 5.1 Klasifikasi Proses Film Mikrobiologis (Biofilm) Proses pengolahan air limbah dengan sistem biofilm atau biofilter secara garis

Lebih terperinci

Kombinasi pengolahan fisika, kimia dan biologi

Kombinasi pengolahan fisika, kimia dan biologi Metode Analisis Untuk Air Limbah Pengambilan sample air limbah meliputi beberapa aspek: 1. Lokasi sampling 2. waktu dan frekuensi sampling 3. Cara Pengambilan sample 4. Peralatan yang diperlukan 5. Penyimpanan

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN GEOTEKSTIL PADA UNIT SLOW SAND FILTER UNTUK MENGOLAH AIR SIAP MINUM

PENGARUH PENAMBAHAN GEOTEKSTIL PADA UNIT SLOW SAND FILTER UNTUK MENGOLAH AIR SIAP MINUM PENGARUH PENAMBAHAN GEOTEKSTIL PADA UNIT SLOW SAND FILTER UNTUK MENGOLAH AIR SIAP MINUM Putu Rasindra Dini 1), Nurina Fitriani 2), Wahyono Hadi 3) 1) Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan

Lebih terperinci

Pengaruh Ukuran Efektif Pasir Dalam Biosand Filter Untuk Pengolahan Air Gambut

Pengaruh Ukuran Efektif Pasir Dalam Biosand Filter Untuk Pengolahan Air Gambut Pengaruh Ukuran Efektif Pasir Dalam Biosand Filter Untuk Pengolahan Air Gambut Yohanna Lilis Handayani, Lita Darmayanti, Frengki Ashari A Program Studi Teknik Sipil S1, Fakultas Teknik Universitas Riau

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) DOMESTIK SISTEM ROTATING BIOLOGICAL CONTACTOR (RBC) KELURAHAN SEBENGKOK KOTA TARAKAN

EFEKTIVITAS INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) DOMESTIK SISTEM ROTATING BIOLOGICAL CONTACTOR (RBC) KELURAHAN SEBENGKOK KOTA TARAKAN EFEKTIVITAS INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) DOMESTIK SISTEM ROTATING BIOLOGICAL CONTACTOR (RBC) KELURAHAN SEBENGKOK KOTA TARAKAN Rizal 1), Encik Weliyadi 2) 1) Mahasiswa Jurusan Manajemen Sumberdaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Aktivitas pencemaran lingkungan yang dihasilkan dari suatu kegiatan industri merupakan suatu masalah yang sangat umum dan sulit untuk dipecahkan pada saat

Lebih terperinci

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG BERAS

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG BERAS BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG BERAS 13.1. Pendahuluan Tepung beras merupakan bahan baku makanan yang sangat luas sekali penggunaannya. Tepung beras dipakai sebagai bahan pembuat roti, mie dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Unit Operasi IPAL Mojosongo Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Mojosongo di bangun untuk mengolah air buangan dari kota Surakarta bagian utara, dengan

Lebih terperinci

Mukhlis dan Aidil Onasis Staf Pengajar Jurusan Kesehatan Lingkungan Politeknik Kesehatan Padang

Mukhlis dan Aidil Onasis Staf Pengajar Jurusan Kesehatan Lingkungan Politeknik Kesehatan Padang OP-18 REKAYASA BAK INTERCEPTOR DENGAN SISTEM TOP AND BOTTOM UNTUK PEMISAHAN MINYAK/LEMAK DALAM AIR LIMBAH KEGIATAN KATERING Mukhlis dan Aidil Onasis Staf Pengajar Jurusan Kesehatan Lingkungan Politeknik

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan

Bab V Hasil dan Pembahasan biodegradable) menjadi CO 2 dan H 2 O. Pada prosedur penentuan COD, oksigen yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang digunakan untuk mengoksidasi air sampel (Boyd, 1988 dalam Effendi, 2003).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya sektor industri pertanian meningkatkan kesejahteraan dan mempermudah manusia dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Air Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat di daratan, perairan lepas pantai (off shore water) dan perairan laut. Ekosistem air yang terdapat

Lebih terperinci

PENINGKATAN KUALITAS AIR BAKU PDAM DENGAN MEMODIFIKASI UNIT BAK PRASEDIMENTASI (STUDI KASUS: AIR BAKU PDAM NGAGEL I)

PENINGKATAN KUALITAS AIR BAKU PDAM DENGAN MEMODIFIKASI UNIT BAK PRASEDIMENTASI (STUDI KASUS: AIR BAKU PDAM NGAGEL I) PENINGKATAN KUALITAS AIR BAKU PDAM DENGAN MEMODIFIKASI UNIT BAK PRASEDIMENTASI (STUDI KASUS: AIR BAKU PDAM NGAGEL I) Dian Paramita 1 dan Nieke Karnaningroem 2 Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air Limbah Limbah deidefinisikan sebagai sisa atau buangan dari suatu usaha atau kegiatan manusia. Limbah adalah bahan buangan yang tidak terpakai yang berdampak negatif jika

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sistematika Pembahasan Sistematika pembahasan pada penelitian ini secara garis besar terbagi atas 6 bagian, yaitu : 1. Analisa karakteristik air limbah yang diolah. 2.

Lebih terperinci

Analisis Nitrit Analisis Chemical Oxygen Demand (COD) HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Identifikasi Bakteri

Analisis Nitrit Analisis Chemical Oxygen Demand (COD)  HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Identifikasi Bakteri 11 didinginkan. absorbansi diukur pada panjang gelombang 410 nm. Setelah kalibrasi sampel disaring dengan milipore dan ditambahkan 1 ml natrium arsenit. Selanjutnya 5 ml sampel dipipet ke dalam tabung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya pertumbuhan dan aktivitas masyarakat Bali di berbagai sektor

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya pertumbuhan dan aktivitas masyarakat Bali di berbagai sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya pertumbuhan dan aktivitas masyarakat Bali di berbagai sektor seperti pariwisata, industri, kegiatan rumah tangga (domestik) dan sebagainya akan meningkatkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK LIMBAH CAIR Limbah cair tepung agar-agar yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah cair pada pabrik pengolahan rumput laut menjadi tepung agaragar di PT.

Lebih terperinci

Buku Panduan Operasional IPAL Gedung Sophie Paris Indonesia I. PENDAHULUAN

Buku Panduan Operasional IPAL Gedung Sophie Paris Indonesia I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN Seiring dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk dan pesatnya proses industrialisasi jasa di DKI Jakarta, kualitas lingkungan hidup juga menurun akibat pencemaran. Pemukiman yang padat,

Lebih terperinci

UJI KINERJA MEDIA BATU PADA BAK PRASEDIMENTASI

UJI KINERJA MEDIA BATU PADA BAK PRASEDIMENTASI UJI KINERJA MEDIA BATU PADA BAK PRASEDIMENTASI Edwin Patriasani dan Nieke Karnaningroem Jurusan Teknik Lingungan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember ABSTRAK Pada umumnya,

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR UJI KINERJA MEDIA BATU PADA BAK PRASEDIMENTASI PERFORMANCE TEST OF STONE MEDIA ON PRE-SEDIMENTATION BASIN. Oleh : Edwin Patriasani

TUGAS AKHIR UJI KINERJA MEDIA BATU PADA BAK PRASEDIMENTASI PERFORMANCE TEST OF STONE MEDIA ON PRE-SEDIMENTATION BASIN. Oleh : Edwin Patriasani TUGAS AKHIR UJI KINERJA MEDIA BATU PADA BAK PRASEDIMENTASI PERFORMANCE TEST OF STONE MEDIA ON PRE-SEDIMENTATION BASIN Oleh : Edwin Patriasani Dosen Pembimbing: Dr. Ir. Nieke Karnaningroem, M.Sc LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

Uji Kinerja Media Batu Pada Bak Prasedimentasi

Uji Kinerja Media Batu Pada Bak Prasedimentasi Uji Kinerja Media Batu Pada Bak Prasedimentasi Edwin Patriasani 1, Nieke Karnaningroem 2 Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) 1 ed_win1108@yahoo.com,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. yang disebabkan limbah yang belum diolah secara maksimal.

1. PENDAHULUAN. yang disebabkan limbah yang belum diolah secara maksimal. PENURUNAN KADAR COD (CHEMICAL OXYGEN DEMAND) PADA LIMBAH CAIR KARET DENGAN MENGGUNAKAN REAKTOR BIOSAND FILTER YANG DILANJUTKAN DENGAN REAKTOR ACTIVATED CARBON Bonifasia Tripina Suligundi 1) Abstrak Limbah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Kebutuhan yang utama bagi terselenggaranya kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Kebutuhan yang utama bagi terselenggaranya kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki fungsi sangat penting bagi kehidupan manusia, serta untuk memajukan kesejahteraan umum sehingga merupakan modal

Lebih terperinci

BAB V ANALISA AIR LIMBAH

BAB V ANALISA AIR LIMBAH BAB V ANALISA AIR LIMBAH Analisa air limbah merupakan cara untuk mengetahui karakteristik dari air limbah yang dihasilkan serta mengetahui cara pengujian dari air limbah yang akan diuji sebagai karakteristik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khususnya di kotakota

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khususnya di kotakota BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khususnya di kotakota besar, semakin banyak didirikan Rumah Sakit (RS). 1 Rumah Sakit sebagai sarana upaya perbaikan

Lebih terperinci

BAB III PENCEMARAN SUNGAI YANG DIAKIBATKAN OLEH LIMBAH INDUSTRI RUMAH TANGGA. A. Penyebab dan Akibat Terjadinya Pencemaran Sungai yang diakibatkan

BAB III PENCEMARAN SUNGAI YANG DIAKIBATKAN OLEH LIMBAH INDUSTRI RUMAH TANGGA. A. Penyebab dan Akibat Terjadinya Pencemaran Sungai yang diakibatkan BAB III PENCEMARAN SUNGAI YANG DIAKIBATKAN OLEH LIMBAH INDUSTRI RUMAH TANGGA A. Penyebab dan Akibat Terjadinya Pencemaran Sungai yang diakibatkan Industri Tahu 1. Faktor Penyebab Terjadinya Pencemaran

Lebih terperinci

BAB III PROSES PENGOLAHAN IPAL

BAB III PROSES PENGOLAHAN IPAL BAB III PROSES PENGOLAHAN IPAL 34 3.1. Uraian Proses Pengolahan Air limbah dari masing-masing unit produksi mula-mula dialirkan ke dalam bak kontrol yang dilengkapi saringan kasar (bar screen) untuk menyaring

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah, salah satunya adalah tercemarnya air pada sumber-sumber air

BAB I PENDAHULUAN. masalah, salah satunya adalah tercemarnya air pada sumber-sumber air BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya kegiatan manusia akan menimbulkan berbagai masalah, salah satunya adalah tercemarnya air pada sumber-sumber air karena menerima beban pencemaran yang melampaui

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Denpasar dengan kondisi awal lumpur berwarna hitam pekat dan sangat berbau. Air

BAB VI PEMBAHASAN. Denpasar dengan kondisi awal lumpur berwarna hitam pekat dan sangat berbau. Air BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Pembibitan (Seeding) Lumpur Aktif Pembibitan (seeding) lumpur aktif dilakukan dengan mengambil sedimen lumpur dari tiga sumber (lokasi). Sumber lumpur pertama adalah IPAL Suwung Denpasar

Lebih terperinci

Studi Kinerja Slow Sand Filter dengan Bantuan Lampu Light Emitting-Diode (LED) Putih

Studi Kinerja Slow Sand Filter dengan Bantuan Lampu Light Emitting-Diode (LED) Putih F207 Studi Kinerja Slow Sand Filter dengan Bantuan Lampu Light Emitting-Diode (LED) Putih Carissa Y. Ekadewi dan Wahyono Hadi Departemen Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil, Lingkungan, dan Kebumian,

Lebih terperinci

Petunjuk Operasional IPAL Domestik PT. UCC BAB 2 PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH

Petunjuk Operasional IPAL Domestik PT. UCC BAB 2 PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH BAB 2 PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH 5 2.1 Proses Pengolahan Air Limbah Domestik Air limbah domestik yang akan diolah di IPAL adalah berasal dari kamar mandi, wastavel, toilet karyawan, limpasan septik tank

Lebih terperinci

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK 1. Siklus Nitrogen Nitrogen merupakan limiting factor yang harus diperhatikan dalam suatu ekosistem perairan. Nitrgen di perairan terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selain memproduksi tahu juga dapat menimbulkan limbah cair. Seperti

BAB I PENDAHULUAN. selain memproduksi tahu juga dapat menimbulkan limbah cair. Seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Industri pembuatan tahu dalam setiap tahapan prosesnya menggunakan air dengan jumlah yang relatif banyak. Artinya proses akhir dari pembuatan tahu selain memproduksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kacang kedelai yang sangat digemari oleh masyarakat Indonesia. Selain

I. PENDAHULUAN. kacang kedelai yang sangat digemari oleh masyarakat Indonesia. Selain I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tahu merupakan salah satu jenis makanan sumber protein dengan bahan dasar kacang kedelai yang sangat digemari oleh masyarakat Indonesia. Selain mengandung gizi yang baik,

Lebih terperinci

ANALISIS PROSES PADA UNIT AERASI, SEDIMENTASI, DAN BIOSAND FILTER SEBAGAI PEREDUKSI COD, NITRAT, FOSFAT DAN TSS DARI LIMBAH ARTIFICIAL GREY WATER

ANALISIS PROSES PADA UNIT AERASI, SEDIMENTASI, DAN BIOSAND FILTER SEBAGAI PEREDUKSI COD, NITRAT, FOSFAT DAN TSS DARI LIMBAH ARTIFICIAL GREY WATER ANALISIS PROSES PADA UNIT AERASI, SEDIMENTASI, DAN BIOSAND FILTER SEBAGAI PEREDUKSI COD, NITRAT, FOSFAT DAN TSS DARI LIMBAH ARTIFICIAL GREY WATER AERATION, SEDIMENTATION, AND BIOSAND FILTRATION DESIGN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Limbah berbahaya adalah limbah yang mempunyai sifat-sifat antara lain

I. PENDAHULUAN. Limbah berbahaya adalah limbah yang mempunyai sifat-sifat antara lain I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aktivitas manusia yang semakin beragam di berbagai sektor sekarang ini sehingga menimbulkan dampak positif dan dampak negatif, salah satu dampak negatif dari aktivitas

Lebih terperinci

IMPROVING THE QUALITY OF RIVER WATER BY USING BIOFILTER MEDIATED PROBIOTIC BEVERAGE BOTTLES CASE STUDY WATER RIVER OF SURABAYA (SETREN RIVER JAGIR)

IMPROVING THE QUALITY OF RIVER WATER BY USING BIOFILTER MEDIATED PROBIOTIC BEVERAGE BOTTLES CASE STUDY WATER RIVER OF SURABAYA (SETREN RIVER JAGIR) UPAYA PENINGKATAN KUALITAS AIR SUNGAI DENGAN MENGGUNAKAN BIOFILTER BERMEDIA BOTOL BEKAS MINUMAN PROBIOTIK STUDI KASUS AIR KALI SURABAYA (SETREN KALI JAGIR) IMPROVING THE QUALITY OF RIVER WATER BY USING

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 24 Januari 2015

Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 24 Januari 2015 TIPIKAL PERENCANAAN PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK DENGAN SERI BIOFILTER MELALUI PROSES PENGENDAPAN (STUDI KASUS : PERUMAHAN DIAN REGENCY SUKOLILO SURABAYA) Siburian, Jimmi P 1, *), Karnaningroem, Nieke

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Metode deskriptif adalah suatu penelitian untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan

Lebih terperinci

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR DENGAN KANDUNGAN AMONIAK TINGGI SECARA BIOLOGI MENGGUNAKAN MEMBRANE BIOREACTOR (MBR)

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR DENGAN KANDUNGAN AMONIAK TINGGI SECARA BIOLOGI MENGGUNAKAN MEMBRANE BIOREACTOR (MBR) PENGOLAHAN LIMBAH CAIR DENGAN KANDUNGAN AMONIAK TINGGI SECARA BIOLOGI MENGGUNAKAN MEMBRANE BIOREACTOR (MBR) Marry Fusfita (2309105001), Umi Rofiqah (2309105012) Pembimbing: Prof. Dr. Ir. Tri Widjaja, M.Eng

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kimia: Meliputi Kimia Organik, Seperti : Minyak, lemak, protein. Besaran yang biasa di

BAB I PENDAHULUAN. Kimia: Meliputi Kimia Organik, Seperti : Minyak, lemak, protein. Besaran yang biasa di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Air adalah semua air yang terdapat di alam atau berasal dari sumber air, dan terdapat di atas permukaan tanah, tidak termasuk dalam pengertian ini air yang terdapat

Lebih terperinci

BAB 3 TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK

BAB 3 TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK BAB 3 TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK 52 3.1 Karakteristik Air Limbah Domestik Air limbah perkotaan adalah seluruh buangan cair yang berasal dari hasil proses seluruh kegiatan yang meliputi limbah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tetapi limbah cair memiliki tingkat pencemaran lebih besar dari pada limbah

BAB I PENDAHULUAN. tetapi limbah cair memiliki tingkat pencemaran lebih besar dari pada limbah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri tahu merupakan salah satu industri yang menghasilkan limbah organik. Limbah industri tahu yang dihasilkan dapat berupa limbah padat dan cair, tetapi limbah

Lebih terperinci

Pengolahan Limbah Cair Industri secara Aerobic dan Anoxic dengan Membrane Bioreaktor (MBR)

Pengolahan Limbah Cair Industri secara Aerobic dan Anoxic dengan Membrane Bioreaktor (MBR) Pengolahan Limbah Cair Industri secara Aerobic dan Anoxic dengan Membrane Bioreaktor (MBR) Oleh : Beauty S.D. Dewanti 2309 201 013 Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Tontowi Ismail MS Prof. Dr. Ir. Tri Widjaja

Lebih terperinci

PENURUNAN KONSENTRASI CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD)

PENURUNAN KONSENTRASI CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD) PENURUNAN KONSENTRASI CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD) Diperoleh penurunan kadar COD optimum pada variasi tumbuhan Tapak Kuda + Kompos 1 g/l. Nilai COD lebih cepat diuraikan dengan melibatkan sistem tumbuhan

Lebih terperinci

BAB VII PETUNJUK OPERASI DAN PEMELIHARAAN

BAB VII PETUNJUK OPERASI DAN PEMELIHARAAN BAB VII PETUNJUK OPERASI DAN PEMELIHARAAN VII.1 Umum Operasi dan pemeliharaan dilakukan dengan tujuan agar unit-unit pengolahan dapat berfungsi optimal dan mempunyai efisiensi pengolahan seperti yang diharapkan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Hasil pengamatan pengaruh kelimpahan sel Scenedesmus sp. terhadap limbah industri dengan dua pelakuan yang berbeda yaitu menggunakan

Lebih terperinci

adalah air yang telah dipergunakan yang berasal dari rumah tangga atau bahan kimia yang sulit untuk dihilangkan dan berbahaya.

adalah air yang telah dipergunakan yang berasal dari rumah tangga atau bahan kimia yang sulit untuk dihilangkan dan berbahaya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Limbah merupakan hasil sampingan akibat proses produksi/ kegiatan manusia yang berbentuk cair, gas dan padat. Limbah domestik/ rumah tangga adalah air yang telah dipergunakan

Lebih terperinci

INSTALASI PENGELOLAAN AIR LIMBAH (IPAL)

INSTALASI PENGELOLAAN AIR LIMBAH (IPAL) INSTALASI PENGELOLAAN AIR LIMBAH (IPAL) Proses Pengelolaan Air Limbah secara Biologis (Biofilm): Trickling Filter dan Rotating Biological Contactor (RBC) Afid Nurkholis 1, Amalya Suci W 1, Ardian Abdillah

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Statistik (2015), penduduk Indonesia mengalami kenaikan sebesar 1,4 %

BAB I. PENDAHULUAN. Statistik (2015), penduduk Indonesia mengalami kenaikan sebesar 1,4 % BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki jumlah penduduk yang semakin meningkat pada setiap tahunnya.berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (2015),

Lebih terperinci

penelitian ini reaktor yang digunakan adalah reaktor kedua dan ketiga. Adapun

penelitian ini reaktor yang digunakan adalah reaktor kedua dan ketiga. Adapun BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Aerobik Horizontal Roughing Filter dengan menggunakan krikil yang berukuran 10-5 mm untuk menumnkan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 85 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisa Karakteristik Limbah Pemeriksaan karakteristik limbah cair dilakukan untuk mengetahui parameter apa saja yang terdapat dalam sampel dan menentukan pengaruhnya

Lebih terperinci

SISTEM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PADA IPAL PT. TIRTA INVESTAMA PABRIK PANDAAN PASURUAN

SISTEM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PADA IPAL PT. TIRTA INVESTAMA PABRIK PANDAAN PASURUAN SISTEM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PADA IPAL PT. TIRTA INVESTAMA PABRIK PANDAAN PASURUAN (1)Yovi Kurniawan (1)SHE spv PT. TIV. Pandaan Kabupaten Pasuruan ABSTRAK PT. Tirta Investama Pabrik Pandaan Pasuruan

Lebih terperinci

SEWAGE DISPOSAL. AIR BUANGAN:

SEWAGE DISPOSAL. AIR BUANGAN: SEWAGE DISPOSAL. AIR BUANGAN: Metcalf & Eddy: kombinasi dari cairan dan sampah cair yang berasal dari daerah pemukiman, perdagangan, perkantoran dan industri, bersama dengan air tanah, air permukaan, dan

Lebih terperinci

Tembalang, Semarang

Tembalang, Semarang PENCUCIAN PAKAIAN (LAUNDRY) DENGAN TEKNOLOGI BIOFILM MENGGUNAKAN MEDIA FILTER SERAT PLASTIK DAN TEMBIKAR DENGAN SUSUNAN RANDOM Satyanur Y Nugroho *), Sri Sumiyati *), Mochtar *) *) Program Studi Teknik

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui

Lebih terperinci

Pengolahan Air Limbah Domestik Menggunakan Proses Aerasi, Pengendapan, dan Filtrasi Media Zeolit-Arang Aktif

Pengolahan Air Limbah Domestik Menggunakan Proses Aerasi, Pengendapan, dan Filtrasi Media Zeolit-Arang Aktif D18 Pengolahan Air Limbah Domestik Menggunakan, Pengendapan, dan Zeolit-Arang Afiya Asadiya dan Nieke Karnaningroem Departemen Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil, Lingkungan, dan Kebumian, Institut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bidang preventif (pencegahan), kuratif (pengobatan), rehabilitatif maupun

I. PENDAHULUAN. bidang preventif (pencegahan), kuratif (pengobatan), rehabilitatif maupun I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rumah sakit merupakan institusi pelayanan bidang kesehatan dengan bidang preventif (pencegahan), kuratif (pengobatan), rehabilitatif maupun promotif (Kusumanto,

Lebih terperinci

STUDI EFEKTIVITAS BIOSAND FILTER TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS LIMBAH CAIR RUMAH TANGGA DENGAN VARIASI LUAS PERMUKAAN DAN TINGGI FREEBOARD JURNAL

STUDI EFEKTIVITAS BIOSAND FILTER TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS LIMBAH CAIR RUMAH TANGGA DENGAN VARIASI LUAS PERMUKAAN DAN TINGGI FREEBOARD JURNAL STUDI EFEKTIVITAS BIOSAND FILTER TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS LIMBAH CAIR RUMAH TANGGA DENGAN VARIASI LUAS PERMUKAAN DAN TINGGI FREEBOARD JURNAL Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tempe gembus, kerupuk ampas tahu, pakan ternak, dan diolah menjadi tepung

BAB I PENDAHULUAN. tempe gembus, kerupuk ampas tahu, pakan ternak, dan diolah menjadi tepung 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri tahu dalam proses pengolahannya menghasilkan limbah, baik limbah padat maupun cair. Limbah padat dihasilkan dari proses penyaringan dan penggumpalan. Limbah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Industri tahu mempunyai dampak positif yaitu sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Industri tahu mempunyai dampak positif yaitu sebagai sumber BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Industri tahu mempunyai dampak positif yaitu sebagai sumber pendapatan, juga memiliki sisi negatif yaitu berupa limbah cair. Limbah cair yang dihasilkan oleh

Lebih terperinci

Y. Heryanto, A. Muda, A. Bestari, I. Hermawan/MITL Vol. 1 No. 1 Tahun 2016:

Y. Heryanto, A. Muda, A. Bestari, I. Hermawan/MITL Vol. 1 No. 1 Tahun 2016: Y. Heryanto, A. Muda, A. Bestari, I. Hermawan/MITL Vol. 1 No. 1 Tahun 2016: 45-50 48 MITL Media Ilmiah Teknik Lingkungan Volume 1, Nomor 1, Februari 2016 Studi Perencanaan Sistem Pengolahan Limbah RSUD

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri berat maupun yang berupa industri ringan (Sugiharto, 2008). Sragen

BAB I PENDAHULUAN. industri berat maupun yang berupa industri ringan (Sugiharto, 2008). Sragen BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbagai usaha telah dilaksanakan oleh pemerintah pada akhir-akhir ini untuk meningkatkan taraf hidup serta kesejahteraan masyarakat yang dicita-citakan yaitu masyarakat

Lebih terperinci

PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH TANGGA PADA LAHAN SEMPIT

PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH TANGGA PADA LAHAN SEMPIT PRO S ID IN G 20 11 HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH TANGGA PADA LAHAN SEMPIT Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 10Tamalanrea

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan oleh semua

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan oleh semua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan oleh semua makhluk hidup. Maka, sumber daya air harus dilindungi agar tetap dapat dimanfaatkan dengan baik oleh

Lebih terperinci

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI SIRUP, KECAP DAN SAOS

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI SIRUP, KECAP DAN SAOS BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI SIRUP, KECAP DAN SAOS 12.1. Pendahuluan Seiring dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk dan pesatnya proses industrialisasi, kwalitas lingkungan hidup juga menurun

Lebih terperinci

BAB 5 TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR LIMBAH FASILITAS LAYANAN KESEHATAN SKALA KECIL

BAB 5 TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR LIMBAH FASILITAS LAYANAN KESEHATAN SKALA KECIL BAB 5 TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR LIMBAH FASILITAS LAYANAN KESEHATAN SKALA KECIL 5.1 Masalah Air Limbah Layanan Kesehatan Air limbah yang berasal dari unit layanan kesehatan misalnya air limbah rumah sakit,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri kelapa sawit. Pada saat ini perkembangan industri kelapa sawit tumbuh

BAB I PENDAHULUAN. industri kelapa sawit. Pada saat ini perkembangan industri kelapa sawit tumbuh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai potensi yang cukup besar untuk pengembangan industri kelapa sawit. Pada saat ini perkembangan industri kelapa sawit tumbuh cukup pesat. Pada tahun

Lebih terperinci

Teknik Lingkungan KULIAH 9. Sumber-sumber Air Limbah

Teknik Lingkungan KULIAH 9. Sumber-sumber Air Limbah Teknik Lingkungan KULIAH 9 Sumber-sumber Air Limbah 1 Pengertian Limbah dan Pencemaran Polusi atau pencemaran air dan udara adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman Dekomposisi material organik akan menyerap oksigen sehingga proses nitrifikasi akan berlangsung lambat atau bahkan terhenti. Hal ini ditunjukkan dari

Lebih terperinci

PENURUNAN KADAR BOD, COD, TSS, CO 2 AIR SUNGAI MARTAPURA MENGGUNAKAN TANGKI AERASI BERTINGKAT

PENURUNAN KADAR BOD, COD, TSS, CO 2 AIR SUNGAI MARTAPURA MENGGUNAKAN TANGKI AERASI BERTINGKAT PENURUNAN KADAR BOD, COD, TSS, CO 2 AIR SUNGAI MARTAPURA MENGGUNAKAN TANGKI AERASI BERTINGKAT Oleh : Agus Mirwan, Ulfia Wijaya, Ade Resty Ananda, Noor Wahidayanti Program Studi Teknik Kimia Fakultas Teknik

Lebih terperinci

PENINGKATAN KUALITAS AIR PDAM MENGGUNAKAN GERABAH DENGAN LARUTAN PERAK NITRAT (STUDI KASUS JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN)

PENINGKATAN KUALITAS AIR PDAM MENGGUNAKAN GERABAH DENGAN LARUTAN PERAK NITRAT (STUDI KASUS JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN) Tugas Akhir PENINGKATAN KUALITAS AIR PDAM MENGGUNAKAN GERABAH DENGAN LARUTAN PERAK NITRAT (STUDI KASUS JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN) Disusun Oleh: Riski Aditya 3305 100 063 Dosen Pembimbing: Dr. Ir. Nieke

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Instansi yang paling banyak menghasilkan limbah salah satunya adalah rumah sakit. Limbah yang dihasilkan rumah sakit berupa limbah padat maupun limbah cair, mulai dari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pencemaran Organik di Muara S. Acai, S. Thomas, S. Anyaan dan Daerah Laut yang Merupakan Perairan Pesisir Pantai dan Laut, Teluk Youtefa. Bahan organik yang masuk ke perairan

Lebih terperinci

A. BAHAN DAN ALAT B. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT B. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan pada penelitian ini terdiri atas bahan uji dan bahan kimia. Bahan uji yang digunakan adalah air limbah industri tepung agar-agar. Bahan kimia yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pencemaran Air. lingkungan global, dan sangat berhubungan erat dengan pencemaran udara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pencemaran Air. lingkungan global, dan sangat berhubungan erat dengan pencemaran udara BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Air Pencemaran air dapat merupakan masalah, regional maupun lingkungan global, dan sangat berhubungan erat dengan pencemaran udara serta penggunaan lahan tanah atau

Lebih terperinci

Pemulihan Kualitas Air Limbah Laundry dengan Reaktor Biofilter

Pemulihan Kualitas Air Limbah Laundry dengan Reaktor Biofilter 1 Pemulihan Kualitas Air Limbah Laundry dengan Reaktor Biofilter Satria Pratama Putra Nasution, dan Prof. Dr. Ir. Nie Karnaningroem, M.Sc. Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut

Lebih terperinci

Perencanaan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) di Rumah Susun Tanah Merah Surabaya

Perencanaan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) di Rumah Susun Tanah Merah Surabaya D199 Perencanaan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) di Rumah Susun Tanah Merah Surabaya Daneswari Mahayu Wisesa dan Agus Slamet Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut

Lebih terperinci

penambahan nutrisi berupa lumpur sebanyak ± 200 ml yang diambil dari IPAL

penambahan nutrisi berupa lumpur sebanyak ± 200 ml yang diambil dari IPAL 63 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian dengan menggunakan Fluidized Bed Reaktor secara aerobik dengan media styrofoam ini dimulai dengan melakukan strarter bakteri yaitu dengan penambahan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 26 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Gambaran Umum Penelitian Disain penelitian ini dilakukan dengan menggunakan tiga buah unit aquaponic, yang digunakan untuk menanam tanaman Genjer (Limnocharis flava), dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Air adalah senyawa kimia yang terdiri dari dua atom hydrogen (H) dan satu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Air adalah senyawa kimia yang terdiri dari dua atom hydrogen (H) dan satu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Air Air adalah senyawa kimia yang terdiri dari dua atom hydrogen (H) dan satu atom oksigen (O) yang berikatan secara kovalen yang sangat penting fungsinya. Dengan adanya penyediaan

Lebih terperinci