HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Persepsi Responden Terhadap Pemanfaatan Limbah Ternak Sapi Perah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Persepsi Responden Terhadap Pemanfaatan Limbah Ternak Sapi Perah"

Transkripsi

1 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Persepsi Responden Terhadap Pemanfaatan Limbah Ternak Sapi Perah Populasi ternak di Desa Haurngombong yang tinggi menyebabkan jumlah limbah kotoran ternak yang dihasilkan semakin banyak pula. Potensi limbah yang cukup tersedia baru dimanfaatkan hanya untuk kebutuhan pupuk organik lahan pertanian di sekitar kandang. Jumlah yang dipergunakan untuk kebutuhan lahan pertanian tersebut lebih sedikit dari jumlah kotoran ternak yang dihasilkan setiap harinya. Hal tersebut menumbuhkan inisiatif peternak untuk mengatasinya melalui pemanfaatan limbah ternak yang tidak hanya diolah menjadi pupuk organik namun juga dijadikan biogas sebagai energi alternatif pengganti kayu bakar, minyak tanah, gas elpiji, sekam, serta digunakan untuk penerangan dan penggerak alat pemotong rumput. Jumlah peternak di Desa Haurngombong sebanyak 208 peternak dan peneliti mengambil responden sebanyak 93 responden yang terdiri dari 59 peternak dan 34 rumah tangga pengguna biogas non peternak. Persepsi responden peternak dan non peternak mengenai pemanfaatan limbah ternak merupakan langkah awal untuk mengidentifikasi ada tidaknya dampak ekonomi, sosial dan lingkungan yang ditimbulkan dari usahaternak biogas dan non biogas. Sebanyak 93 responden (100%) menganggap pemanfaatan limbah ternak itu penting. Hal ini terlihat dari sebagian besar alasan responden yang menyatakan adanya dampak positif dari kegiatan pemanfaatan yang dilakukan baik menjadi pupuk, biogas dan lain-lain, dari pada limbah kotoran ternak tidak dimanfaatkan dan terbuang begitu saja. Berdasarkan pernyataan responden sekitar 75 responden 54

2 (80%) hanya mengetahui jenis pemanfaatan limbah kotoran sapi menjadi pupuk dan biogas saja, sedangkan sisanya sebanyak 23 Responden (20%) memiliki pengetahuan mengenai jenis-jenis pemanfaatan limbah ternak lainnya seperti media cacing tanah dan energi listrik biogas, namun belum dapat diaplikasikan dikarenakan faktor daya dukung yang kurang menunjang (Tabel 16). Tabel 16. Persepsi Responden terhadap Pemanfaatan Limbah No. Pertanyaan 1. Biogas tidak hanya dapat dihasilkan oleh kotoran sapi saja, seperti : kotoran ayam, sampah, dll 2. pemanfaatan limbah itu penting untuk dilakukan 3. Pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas dapat mengurangi bau dari kotoran sapi 4. biogas dapat digunakan untuk memasak 5. biogas dapat digunakan untuk menghasilkan energi listrik dll 6. Limbah sisa biogas dapat dijadikan pupuk 7. Energi biogas dapat mengurangi ketergantungan terhadap penggunaan bahan bakar minyak tanah, elpiji, dan kayu bakar 8. penggunaan biogas dapat menghemat pengeluaran energi 9. penggunaan biogas memiliki kekurangan seperti meninggalkan jelaga pada alat memasak, cara menghidupkan api yang kurang praktis 10. Api yang dihasilkan biogas tidak berbau (seperti penggunaan elpiji) 11. perawatan instalasi biogas praktis, mudah dan tidak berbahaya 12. iuran biogas tergolong murah dan terjangkau 13. Apabila terdapat kredit pembangunan instalasi biogas bersediakah untuk menggunakan jasa tersebut Sumber: Data Primer (diolah), 2012 Peternak Biogas (%) Peternak Non Biogas (%) Rumah tangga pengguna biogas (%) Total (%)

3 6.1.1 Persepsi Responden Mengenai Biogas Pengetahuan responden mengenai biogas didasarkan pada penggunaan biogas di Desa Haurngombong yang umumnya berasal dari kotoran sapi, sehingga sebagian besar 80% responden menganggap bahwa biogas hanya dapat dihasilkan dari kotoran sapi. Sebanyak 100% responden mengetahui mengenai pemanfaatan limbah kotoran ternak menjadi pupuk dan biogas namun 13 orang (14%) responden mengetahui bahwa biogas dapat dimanfaatkan sebagai energi listrik. Hal ini dikarenakan pemanfaatan biogas menjadi sumber energi listrik masih belum diterapkan pada seluruh pengguna biogas atau masih dalam proses penelitian pada instalasi biogas percontohan yang terdapat di Desa Haurngombong. Sebanyak 18 responden peternak non biogas (67%) pada awalnya merupakan pengguna biogas, rendahnya pemahaman akan perawatan, operasional dan perbaikan kerusakan menyebabkan peternak tidak memanfaatkanya kembali. Kondisi perkembangan pemanfaatan limbah kotoran sapi perah menjadi biogas dapat meningkatkan keswadayaan dan kesadaran masyarakat ke arah perubahan yang positif. Instalasi biogas pada awalnya merupakan inovasi dengan alat, sarana dan prasarana yang sangat sederhana namun membutuhkan perawatan yang tinggi dan peralatan yang mudah rusak. Instalasi tersebut dikenal dengan instalasi biogas plastik yaitu reaktor biogas yang terbuat dari plastik. Seiring dengan perkembangan teknologi, saat ini instalasi biogas terbuat dari fiber dan beton dengan peralatan pendukung yang lebih maju. Pemanfaatan limbah kotoran ternak sapi perah di Desa Haurngombong sudah dikenal oleh seluruh masyarakat desa, hal ini ditunjukan seluruh responden 56

4 (100%) menyatakan bahwa biogas merupakan program yang murah, mudah dan ramah lingkungan. Kondisi pemanfaatan limbah ternak menjadi biogas terus dilaksanakan dan tumbuh berkembang dengan teknologi yang lebih maju. Tingkat penguasaan pengetahuan dan praktek operasional responden peternak lebih menguasai dibandingkan dengan responden non peternak, hal ini disebabkan karena responden non peternak sebagian besar bukan merupakan anggota kelompok sehingga kurangnya pengetahuan mengenai informasi seputar usahaternak dan pemanfaatan limbahnya. Pengorganisasian peternak di Desa Haurngombong tergolong sangat baik, hal ini terlihat dari pelaksanaan kegiatan yang dilaksanakan secara terpadu dengan pemusatan penyebaran informasi pada tiga kelompok tani ternak dan dikoordinir oleh pemerintah desa. Frekuensi kegiatan pembangunan sarana dan prasarana, pembinaan dan sosialisasi dilaksanakan secara rutin di kelompok-kelompok tani ternak, dan dilaksanakan secara berkala untuk kegiatan di tingkat kecamatan, ternyata masih terdapat kesalahan pelaksanaan di lapangan dalam hal pengoperasian instalasi biogas. Sebanyak 2 responden (2%) yang merupakan peternak biogas melakukan pengisian yang terlalu sering sehingga gas yang dihasilkan tidak optimum. Oleh karena itu, masih perlu diadakan penyuluhan atau sosialisasi terhadap masyarakat dengan program intensif tepat sasaran bagi peternak dan masyarakat Persepsi Responden terhadap Manfaat Ekonomi Biogas Manfaat atau keuntungan yang diperoleh dari kegiatan pemanfaatan limbah ternak yang dirasakan oleh responden baik peternak maupun non peternak antara lain: adanya penurunan tingkat ketergantungan penggunaan energi bahan bakar untuk memasak terhadap energi minyak tanah yang harganya mahal, Gas 57

5 elpiji, dan kayu bakar. Manfaat Ekonomi yang terasa oleh responden adalah adanya pengurangan pengeluaran akan energi baik LPG maupun kayu bakar. Sebanyak 31 responden (91,2%) pengguna biogas yang merupakan non peternak merasakan manfaat baik dari biogas yang diperoleh serta kondisi kebersihan dan kesehatan lingkungan mengalami perbaikan. Dampak terhadap perekonomian masyarakat sekitar yaitu, alokasi untuk biaya pembelian bahan bakar baik untuk kayu bakar, minyak tanah, gas elpiji, sekam dapat digunakan masyarakat untuk mendukung kegiatan ekonomi produktif, kesehatan, dan biaya pendidikan. Kegiatan ekonomi produktif tersebut antara lain: tumbuhnya agroindustri berbahan baku susu seperti karamel, kerupuk susu, susu pasteurisasi, tahu susu, serta aneka olahan berbahan baku khas kawasan tersebut seperti dodol ubi cilembu dan ubi bakar cilembu. Salah satu keberhasilan yang berdampak terhadap pendapatan dan peningkatan ekonomi masyarakat adalah berkembangnya unit pengolahan pupuk organik (rumah pupuk) dan bekerjasama baik produksi, teknologi maupun pemasaranya dengan suatu perusahaan atau pihak pemerintah, namun kebutuhan pupuk organik untuk petani di wilayah desa tetap tercukupi. 6.2 Identifikasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Peternak untuk Memanfaatkan Limbah Ternak Menjadi Biogas Perubahan kondisi lingkungan disebabkan oleh meningkatnya jumlah limbah kotoran ternak berpengaruh besar terhadap kondisi lingkungan sekitar usahaternak. Dampak dari melimpahnya kotoran ternak menimbulkan inisiatif dalam pemanfaatan limbah ternak sapi perah menjadi biogas. Berbagai macam tindakan dilakukan peternak dalam penanganan limbah untuk mengurangi pencemaran sedangkan responden non peternak merasa terganggu dengan adanya 58

6 eksternalitas yang diakibatkan oleh limbah ternak yang menumpuk. Selain faktor pemerintah dan teknologi, terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi peternak dalam penggambilan keputusan menggunakan biogas. Peternak responden di Desa Haurngombong melakukan penanganan limbah ternak dengan cara memanfaatkanya menjadi pupuk dan biogas, walaupun terdapat beberapa peternak yang masih belum melakukan pemanfaatan limbah. Pemanfaatan limbah ternak tersebut dapat meningkatkan kualitas lingkungan sekitar dan mengurangi pengeluaran energi untuk memasak serta dapat meningkatkan pendapatan peternak, sehingga apabila semakin banyak peternak yang melakukan pemanfaatan limbah ternak dapat diprediksi peternak akan mendapat keuntungan dari manfaat yang diperoleh. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi keputusan peternak dalam memanfaatkan limbah kotoran ternak menjadi biogas adalah sebagai berikut: jenis kelamin, usia, tingkat pedidikan formal, lama berusahaternak, jumlah tanggungan keluarga, jumlah ternak, dan pemahaman peternak mengenai biogas. Sub-sub bab ini akan mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan peternak untuk memanfaatkan limbah ternak menjadi biogas dari faktor internal dan eksternal peternak. Faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap pengambilan keputusan peternak dianalisis menggunakan model regresi logistik. Variabel independen yang menjadi faktor-faktor yang diduga berpengaruh adalah jenis kelamin (X 1 ), umur (X 2 ), tingkat pendidikan formal (X 3 ), jumlah tanggungan keluarga (X 4 ), lama berusahaternak (X 5 ), keikutsertaan kelompok ternak (X 6 ), jumlah ternak (X 7 ), dan pemahaman mengenai biogas (X 8 ). Variabel dependen dalam model ini 59

7 adalah keputusan peternak untuk melakukan pemanfaatan limbah ternak menjadi biogas yang bernilai satu dan keputusan peternak untuk tidak melakukan pemanfaatan limbah ternak menjadi biogas yang bernilai nol. Pengolahan model regresi logistik menggunakan program SPSS Statistics 17. Tabel 17. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Peternak dalam Melakukan Pemanfaatan Limbah Ternak menjadi Biogas dengan Model Regressi Logistik Variabel Coeficie Signifik Exponen Keterangan nt an (B) Constant -10,23 0,17 8,304E-09 - Jenis Kelamin -8,38 0, ,414 Berpengaruh nyata * Umur -0,24 0,27 0,789 Tidak berpengaruh nyata Tingkat Pendidikan -0,76 0,49 0,468 Tidak berpengaruh nyata Jumlah Tanggungan 1,03 0,31 2,791 Tidak berpengaruh nyata Lama 0,41 0,11 1,506 Berpengaruh nyata Berusahaternak ** Keikutsertaan Tidak berpengaruh -1,66 0,68 0,190 Kelompok peternak nyata Jumlah Ternak -0,42 0,88 0,658 Tidak berpengaruh nyata Tingkat Pengetahuan Biogas 5,53 0,09 251,185 Berpengaruh nyata * -2 Log likelihood Cox & Snell R Square Nagelkerke R Square 14,296 a 0,680 0,909 Sumber : Data Primer (diolah), 2012 Keterangan : * nyata pada taraf α = 10% **nyata pada taraf α = 15% Model Signifikan pada taraf kepercayaan 95% Pengujian keseluruhan model logit untuk menyatakan model logit dapat menjelaskan keseluruhan atau memprediksi pilihan individu pengamatan dapat menggunakan uji G, dengan membandingkan nilai G dan nili Khi-Kuadrat tabel dengan derajat bebas k-1. Dalam Penelitian ini analisis regresi logistik menggunakan program SPSS Pengujian model logit dapat dilihat dari nilai P 60

8 yang menjelaskan keputusan peternak untuk melakukan pemanfaatan Biogas jika nilai P yang dihasilkan kurang dari taraf nyata yang digunakan. Hasil output dengan menggunakan program SPSS Statistics 17.0 menunjukan nilai Log- Likehood sebesar -14,296 yang menghasilkan nilai G sebesar 68,281 dengan nilai P yaitu 0,000. Nilai P yang dihasilkan berada di bawah taraf nyata lima persen (α= 5%), maka dapat disimpulkan bahwa model logistik secara keseluruhan dapat menjelaskan atau memprediksi keputusan peternak dalam pemanfaatan Biogas. Hasil olahan data menunjukan bahwa uji kebaikan model yang dilihat dari nilai Cox and Snell Square sebesar 0,680, Nagelkerke R square sebesar 0,909 dan Hosmer and Lemeshow Test sebesar 0,600, dimana nilai P ketiganya lebih besar dibandingkan taraf nyata 5 persen. Maka dapat dijelaskan bahwa model regresi logistik tersebut layak untuk digunakan. Model Regressi logistik yang diperoleh dari model dapat dituliskan sebagai berikut : Zi = 10,23 8,38 X 1 0,24 X 2 0,76 X 3 + 1,03 X 4 + 0,41 X 5 1,66 X 6 0,42 X 7 + 5,53 X Variabel yang Signifikan Ada tiga variabel yang signifikan dalam model regresi logistik ini, yaitu variabel jenis kelamin (X 1 ), lama berusahaternak (X 5 ), dan tingkat pemahaman peternak mengenai Biogas (X 8 ). Variabel jenis kelamin (X 1 ) memiliki nilai signifikan secara statistik sebesar 0,08 berarti variabel jenis kelamin peternak berpengaruh nyata terhadap peluang peternak dalam keputusan memanfaatkan limbah ternak menjadi biogas pada taraf (α) 10%. Nilai Koefisien bertanda negatif (-) dan Odds Ratio yang diperoleh sebesar 4.351,42 menunjukan bahwa jika peternak berjenis kelamin perempuan (X 1 =0) akan menurunkan peluang peternak dalam mengambil keputusan pemanfaatan biogas sebesar 4.351,42 kali 61

9 lebih rendah dibandingkan peluang peternak laki-laki untuk melakukan pemanfaatan biogas, ceteris paribus. Hal ini menunjukan kecenderungan dalam pemanfaatan limbah ternak menjadi biogas mayoritas dilakukan oleh peternak laki-laki dikarenakan pekerjaan tersebut tergolong pekerjaan berat baik dalam operasional maupun perawatan, walaupun beberapa peternak wanita di Desa Haurngombong telah melakukan pemanfaatan limbah ternak menjadi biogas. Variabel lama berusahaternak (X 5 ) memiliki nilai signifikan sebesar 0,11 berarti lama berusahaternak berpengaruh nyata terhadap peluang peternak dalam pengambilan keputusan pemanfaatan biogas pada taraf (α) 15 %, Ceteris Paribus. Nilai koefisien bertanda positif (+) dan nilai Odds Ratio yang diperoleh sebesar 1,506 menunjukan bahwa tambahan 1 tahun lama berusahaternak akan meningkatkan peluang pengambilan keputusan pemanfaatan biogas sebesar 1,506 kali dibandingkan peluangnya untuk tidak melakukan pemanfaatan biogas, ceteris paribus. Hal tersebut menunjukan semakin lama responden berusahaternak maka semakin banyak pula pengalaman peternak dalam menghadapi berbagai permasalahan kegiatan usahaternak, salah satunya upaya penanganan limbah kotoran ternak. Berdasarkan kondisi di desa Haurngombong lama berusahaternak berpengaruh terhadap keputusan pemanfaatan biogas dikarenakan pemberian bantuan instalasi biogas diprioritaskan bagi peternak yang sudah lama berusahaternak dan merupakan pekerjaan pokok bagi peternak tersebut. Variabel tingkat pemahaman mengenai biogas (X 8 ) memiliki nilai signifikan sebesar 0,09, berarti tingkat pemahaman peternak mengenai biogas berpengaruh nyata terhadap pengambilan keputusan peternak dalam pemanfaatan biogas pada taraf (α) 10%. Nilai koefisien bertanda positif (+) dan nilai Exp. (β) 62

10 atau Odds Ratio yang diperoleh sebesar 251,185 menunjukan bahwa tambahan satu pemahaman peternak terhadap pengetahuan biogas akan meningkatkan peluang peternak dalam pengambilan keputusan untuk pemanfaatan biogas sebesar 251,185 kali lebih tinggi dibandingkan tidak melakukan pemanfaatan biogas, ceteris paribus. Tingkat pengetahuan peternak mengenai biogas di Desa Haurngombong terbilang cukup tinggi dikarenakan sosialisasi dan kegiatan kelompok ternak yang dilakukan secara rutin secara berkala yang umumnya dilaksanakan oleh kelompok ternak dan program sosialisasi dan penyuluhan yang dilakukan oleh instansi baik pemerintah maupun swasta Variabel yang Tidak Signifikan Variabel yang tidak signifikan berdasarkan hasil olahan data adalah variabel umur (X 2 ), tingkat pendidikan (X 3 ), jumlah tanggungan keluarga (X 4 ). Keikutsertaan kelompok ternak (X 6 ), dan jumlah ternak (X 7 ). Variabel umur (X 2 ) tidak signifikan karena memiliki nilai signifikan sebesar 0,27 yang lebih besar dibandingkan dengan taraf nyata lima persen, sehingga pengaruh umur dapat diabaikan secara statistik. Kenyataan yang terjadi di lapangan bahwa bukan hanya peternak yang berusia muda yang memanfaatkan biogas tetapi peternak yang sudah berumur pun mampu mengelola biogas dengan baik. Variabel Tingkat pendidikan (X 3 ) tidak signifikan secara statistik karena memiliki nilai signifikan sebesar 0,49 yang lebih besar dari taraf nyata lima persen, sehingga pengaruh tingkat pendidikan dapat diabaikan secara statistik. Berdasarkan kenyataan yang terjadi di lapangan bahwa tidak ada kecenderungan tingkat pendidikan tertentu dalam pemanfaatan limbah ternak, di Desa Haurngombong tidak hanya peternak yang memiliki tingkat pendidikan terakhir 63

11 SMA dan Perguruan Tinggi saja yang melakukan pemanfaatan limbah menjadi biogas, tetapi sebagian besar peternak memiliki tingkat pendidikan terakhir SD. Variabel jumlah tanggungan keluarga (X 4 ) tidak signifikan secara statistik karena memiliki nilai signifikan sebesar 0,31 yang lebih besar dibandingkan taraf nyata lima persen, sehingga variabel jumlah tanggunagan dapat diabaikan secara statistik. Peternak responden di Desa Haurngombong yang memiliki jumlah tanggungan lebih banyak tidak mempengaruhi dalam pemanfaatan biogas dikarenakan sebagian besar tanggunagn peternak masih pada usia sekolah sehingga tidak dapat dijadikan tenaga kerja dalam keluarga yang dapat membantu operasional pemanfaatan biogas. Variabel keikutsertaan kelompok peternak (X 6 ) dan jumlah ternak (X 7 ) tidak berpengaruh nyata dikarenakan nilai signifikan keduanya lebih dari taraf lima persen,yakni 0,68 dan 0,88 sehingga kedua variabel tersebut dapat diabaikan secara statistik. Keikutsertaan kelompok ternak belum berpengaruh nyata terhadap keputusan peternak dalam pemanfaatan biogas dikarenakan sebagian besar peternak non biogas merupakan anggota kelompok peternak. Variabel jumlah ternak dapat diabaikan secara statistik dikarenakan instalasi biogas yang dibangun merupakan sekala rumah tangga dan komunal sehingga peternak yang memiliki jumlah ternak 1-2 ekor pun dapat dapat melakukan pemanfaatan limbah kotoran ternak menjadi biogas. 6.3 Dampak Ekonomi Pemanfaatan Limbah Ternak Pemanfaatan limbah ternak sapi perah di Desa haurngombong memberikan dampak secara ekonomi bagi peternak dan non peternak di kawasan tersebut. Berdasarkan persepsi responden bahwa manfaat dari pengelolaan limbah kotoran 64

12 ternak menjadi pupuk, biogas dan energi listrik berdampak ekonomi terhadap pendapatan peternak dan penghematan pengeluaran energi bagi peternak dan non peternak yang menggunakan biogas Analisis Dampak terhadap Pendapatan Usahaternak Analisis pendapatan usahaternak berdasarkan pemanfaatan limbah ternak sapi perah dalam penelitian ini, dibedakan atas dua jenis usahaternak yaitu usahaternak biogas dan non biogas. Usahaternak biogas merupakan usahaternak yang telah melakukan pemanfaatan limbah ternak menjadi pupuk dan biogas, sedangkan usahaternak non biogas adalah usahaternak yang memanfaatkan limbah ternak menjadi pupuk saja atau tidak melakukan pengolahan limbah. Dalam penelitian ini dilakukan perbandingan komponen pendapatan antara kedua jenis usahaternak tersebut antara lain: penerimaan, biaya dan analisis selisih pendapatan Penerimaan Usahaternak Biogas dan Non biogas Penerimaan usahaternak merupakan perkalian antara hasil produksi dengan harga jual. Rata-rata peternak di Desa Haurngombong memiliki 1-3 ekor induk sapi laktasi. Komponen penerimaan tunai pada usahaternak terdiri dari hasil penjualan susu, pupuk, dan pedet. Produksi susu merupakan ukuran utama dalam sistem produksi usaha peternakan sapi perah. Produksi susu harian diperoleh dengan mengukur satu hari produksi (pagi dan sore hari). Produksi susu dipengaruhi oleh periode tahapan laktasi sapi perah. Tahapan laktasi sapi perah dibedakan menjadi 5 tahapan laktai (Tabel 18). Selama laktasi perubahan produksi susu tidak tetap. Setelah beranak,produksi susu rendah kemudian meningkat sampai mencapai puncaknya sekitar bulan kedua laktasi setelah itu 65

13 secara perlahan mengalami penurunan hingga tidak produksi lagi yang dipengaruhi oleh kondisi tubuh sapi danperiode laktasi. Tabel 18. Periode Laktasi Sapi Perah Tahapan Laktasi Masa Laktasi (hari) Awal Laktasi 1-30 Puncak Produksi Pertengahan laktasi Akhir laktasi Periode Kering >300 Sumber: (PENSTATE, 2004) dalam (Sukandar dkk, 2008) Menurut Syarief dan Sumoprastowo (1984) dalam Sukandar dkk (2008) bahwa sapi-sapi yang dipelihara pada umur muda belum menunjukan produksi yang tinggi, produksi susu semakin meningkat pada laktasi ke-4 dan kemudian menurun pada periode laktasi berikutnya. Rataan produksi susu di Desa Haurngombong pada usahaternak biogas sebanyak 12,3 liter/hari dengan harga jual ke koperasi sebesar Rp 3.100/liter dan Rp 1.000/kg untuk penjualan pupuk dijual ke rumah pupuk serta hasil penjualan pedet. Rata-rata penerimaan tunai pada usahaternak biogas sebesar Rp /bulan. Penerimaan non tunai merupakan penerimaan yang diperoleh peternak dengan memasukan manfaat yang diperoleh dalam bentuk manfaat lain (non tunai). Komponen penerimaan non tunai terdiri dari jumlah susu yang dikonsumsi oleh keluarga yakni sebanyak 1,267 liter/hari dan pupuk yang digunakan untuk pertanian milik sendiri atau tetangga sebanyak 17,97 kg/bulan serta penghematan pengeluaran energi dari pemanfaatan biogas sebesar Rp /bulan. Penerimaan non tunai usahaternak biogas sebesar Rp /bulan, maka penerimaan usahaternak biogas Rp /bulan (Tabel 19). 66

14 Tabel 19. Rata-rata Penerimaan Usahaternak Biogas per bulan Komponen Produksi Harga Nilai % Penerimaan Tunai Susu (liter) ,16 Pupuk (kg) 21, ,08 Pedet (ekor) 0, ,49 Sub Total ,73 Penerimaan Non Tunai Susu (liter) 38, ,89 Pupuk (kg) 17, ,90 Biogas(ekor) ,48 Sub Total ,27 Total Penerimaan ,00 Sumber : Data Primer (diolah), 2012 Penerimaan tunai usahaternak non biogas terdiri dari hasil penjualan susu sebanyak 11,97 liter/hari dan pupuk sebanyak 8,07 kg/bulan dengan tingkat harga yang sama, maka penerimaan tunai sebesar Rp /bulan. Penerimaan non tunai terdiri dari konsumsi susu sebanyak 1,78 liter/hari dan penggunaan pupuk 20,07 kg/bulan. Jumlah penggunaan pupuk pada usahaternak non biogas lebih banyak dikarenakan sebagian besar peternak memiliki lahan pertanian sawah atau kebun. Penerimaan non tunai usahaternak non biogas sebesar Rp /bulan maka total penerimaan sebesar Rp /bulan (Tabel 20). Nilai penerimaan usahaternak biogas lebih tinggi dibandingkan penerimaan usahaternak non biogas dikarenakan sebagian besar peternak non biogas bukan merupakan anggota kelompok ternak sehingga kurangnya pengetahuan dan pemahaman akan pemberian pakan yang mempengaruhi hasil produksi susu, pemanfaatan biogas dan potensi penjualan pupuk dan pedet. 67

15 Tabel 20. Rata-rata Penerimaan Usahaternak Non Biogas per Bulan Komponen Produksi Harga Nilai % Penerimaan Tunai Susu (liter) 359, ,27 Pupuk (kg) 8, ,52 Pedet (ekor) 0, ,12 Sub Total ,23 Penerimaan Non Tunai Susu (liter) 53, ,50 Pupuk (kg) 20, ,27 Biogas - 0,00 Sub Total ,77 Total Penerimaan ,00 Sumber : Data Primer (diolah), 2012 Analisis perbandingan penerimaan usahaternak biogas dan non biogas dilihat dari selisih penerimaan yang diperoleh. Persentase selisih rata-rata yang paling tinggi terdapat pada penerimaan non tunai sebesar selisih 42,95 % dimana perbedaan keduanya cukup jauh (Tabel 21). Perbedaan tersebut dikarenakan pada usahaternak biogas terdapat komponen penerimaan non tunai dari penggunaan biogas yang dihitung berdasarkan penghematan penggunaan energi dalam satu bulan. Tabel 21. Persentase Selisih Penerimaan Usahaternak per Bulan Keterangan Usahaternak Usahaternak Selisih % Biogas Non Biogas Penerimaan Tunai ,97 Penerimaan Non Tunai ,99 Total Penerimaan ,20 Sumber :Data Primer (diolah), Biaya Usahaternak Biogas dan Non Biogas Biaya usahaternak merupakan nilai barang atau jasa yang digunakan dalam kegiatan usahaternak untuk menghasilkan produk usahaternak. Berdasarkan sifatnya, biaya usahaternak dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua yaitu biaya tunai (dibayarkan) dan biaya non tunai (tidak dibayarkan). Dalam penelitian ini komponen biaya terdiri dari tujuh jenis pengeluaran yang masuk ke dalam 68

16 kategori biaya tunai, diantaranya adalah upah tenaga kerja luar keluarga (TKLK), biaya konsentrat, rumput/hijauan, pakan tambahan, Inseminasi buatan (IB) dan Kesehatan hewan (Keswan), biaya pengairan, dan iuran anggota. Biaya non tunai terdiri atas biaya tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) serta biaya penyusutan kandang dan peralatan. Rata-rata nilai biaya produksi diperoleh dari hasil kuesioner penelitian terhadap biaya yang dikeluarkan usahaternak sapi perah di Desa Haurngombong dalam kurun waktu satu bulan terakhir. Biaya produksi yang diperhitungkan adalah semua pengeluaran untuk input yang dibeli, input tenaga kerja keluarga dan non keluarga serta sumberdaya usahaternak berdasarkan opportunity cost dari input yang digunakan. a) Biaya Tenaga Kerja Tenaga kerja adalah kelompok penduduk dalam usia kerja. Menurut Soekartawi (2002), setiap usaha pertanian yang akan dilaksanakan pasti memerlukan tenaga kerja oleh karena itu, dalam analisa ketenagakerjaan bidang peternakan, penggunaan tenaga kerja dinyatakan oleh besarnya curahan tenaga kerja. Curahan tenaga kerja yang dipakai adalah besarnya tenaga kerja efektif yang dipakai. Tenaga kerja dibedakan menjadi dua kelompok yaitu tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) dan tenaga kerja luar keluarga (TKLK). Penggunaan Tenaga kerja responden dalam usahaternak di Desa Haurngombong pada umumnya menggunakan perhitungan hari kerja pria (HKP) sebagai berikut: setiap harinya tenaga kerja yang ada dihitung berdasarkan jumlah jam kerja yaitu delapan jam per hari dihitung mulai jam pagi hingga jam pagi, kemudian dilanjutkan mulai dari jam siang hingga jam

17 malam. Perincian untuk tenaga kerja sebagai berikut: tenaga kerja pria (1 HKP), wanita (0,75 HKP), dan anak-anak (0,5 HKP). Responden di Desa Haurngombong lebih banyak menggunakan tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) yakni sebanyak 95,7 % dari jumlah hari kerja Pria yang digunakan untuk memelihara ternak sedangkan TKLK hanya sebesar 4,3 persen dari seluruh HKP. Spesifikasi pekerjaan untuk laki-laki seperti pembersihan kandang, memandikan sapi, pencarian rumput, pengangkutan, pemberian pakan dan lain-lain. Spesifikasi pekerjaan TK perempuan lebih pada bagian operasional perawatan dan pemerahan susu. Sebagian besar persentase jumlah TK non keluarga sebanyak 25% dari jumlah TK total dalam suatu usahaternak dikarenakan skala usahaternak di Desa Haurngombong mayoritas usahaternak rakyat yang rata-rata memiliki jumlah ternak 3 ekor serta TK non keluarga merupakan tenaga kerja tidak tetap yang bekerja sebagai pencari rumput/hijauan. Sebanyak 54 orang (91,53%) responden peternak, kegiatan berusahaternak merupakan pekerjaan utama. b) Kandang Kandang merupakan salah satu bagian terpenting dalam peternakan sapi perah. Responden di Desa Haurngombong memelihara semua sapinya dalam kandang dan tidak digembalakan. Berdasarkan pengamatan, tipe kandang untuk sapi pedet, dara dan laktasi tidak jauh berbeda, hanya ukuranya saja yang berbeda. lantai kandang peternakan ada yang terbuat dari kayu, tanah tanpa pondasi dan lantai semen. Lantai kandang umumnya miring agar mudah dibersihkan dan selalu kering. Selain itu juga dibuat parit atau selokan agar tidak terjadi genangan air. Tempat makan dan minum juga sangat penting, ada yang menggunakan ember 70

18 dan ada yang membuat tempat pakan dan minum dari beton semen secara individual. Kondisi kandang usahaternak biogas lebih terjaga kebersihanya dibanding dengan usahaternak non biogas. Kandang yang digunakan umumnya milik sendiri dan lokasinya relatif dekat dengan tempat tinggal peternak dan masyarakat. Rata-rata luas kandang berkisar 1,0 x 1,5 sampai 1,5 x 2,0 meter untuk sapi ukuran dewasa. Rata-rata responden membersihkan kandangnya dua kali sehari untuk menjaga kenyamanan, kesehatan, dan kebersihan/kualitas susu yang dihasilkan. Tingginya ketidakefisienan penggunaan kandang akan berakibat pada tingginya biaya tetap yang berakibat pada peningkatan biaya produksi. Ratarata biaya pembangunan kandang sapi di Desa Haurngombong sebesar Rp dengan umur teknis 10 tahun, maka penyusutan kandang tiap tahunnya Rp /tahun atau sebesar Rp 8.333,34/bulan. Biaya pembangunan kandang relatif rendah dikarenakan mayoritas bangunan kandang di Desa Haurngombong dengan dominsi bangunan yang terbuat dari kayu yang diperoleh dari hasil hutan desa, lantai semen dan sebagian sekat terbuat dari tembok. c) Pakan Salah satu faktor yang menentukan berhasilnya peternakan sapi perah yaitu pemberian pakan. Cara pemberian pakan yang salah menyebabkan penurunan produktivitas baik susu maupun bobot tubuh sapi. Responden umumnya menyadari bahwa pemberian pakan mempengaruhi produktivitas susu, sehingga responden berusaha mencukupi kebutuhan pakan bagi sapi. Pakan ternak yang diberikan responden umumnya terdiri dari pakan hijauan yang mengandung serat kasar tinggi dan konsentrat yang memiliki serat kasar rendah. 71

19 Hijauan pakan ternak diperoleh peternak dengan mencari sendiri (tenaga kerja dalam keluarga) atau melalui buruh pencari rumput, dan sebagian kecil peternak memperolehnya dengan cara membeli rumput. Pengadaan hijauan atau rumput di Desa Haurngombong masih tersedia dikarenakan lokasi perdesaan yang masih asri dan terdapatnya kebun carik desa yang sebagian lahannya sengaja dibiarkan ditumbuhi rumput dan sebagian lagi dimanfaatkan warga desa untuk bertani dengan sistem bagi hasil. Pemberian hijauan pada usahaternak rakyat di lokasi perdesaan tidak berdasarkan ilmu pengetahuan melainkan kebiasaan yang telah terpola berdasarkan pengalaman dan penyuluhan dari kelompok ternak. Pemberian konsentrat jumlahnya lebih sedikit dibandingkan pemberian rumput. Rata-rata pemberian konsentrat pada usahaternak biogas sekitar 285kg/bulan dan 251 kg/bulan pada usahaternak non biogas. Konsentrat tersedia di koperasi dengan harga Rp 1600/kg, dengan jumlah dan harga konsentrat tersebut maka setiap bulan peternak biogas mengeluarkan biaya sebesar Rp /bulan untuk pembelian konsentrat, sedangkan peternak non biogas sebesar Rp /bulan. Konsentrat ini merupakan bahan campuran untuk memenuhi kebutuhan gizi ternak, biasanya bahan campuran konsentrat berupa ampas tahu, ongok, gebog pisang, ubi dan lain-lain. Komponen biaya pada usahaternak responden (peternak biogas dan nonbiogas) dapat digunakan untuk memperoleh total biaya produksi perbulan (Tabel 22). 72

20 Tabel 22. Biaya Usahaternak Biogas dan Non Biogas Per Bulan Keterangan Usahaternak Biogas Usahaternak Non Biogas A. Biaya Tunai Konsentrat Ampas tahu/ongok dll IB Keswan Dana Kematian ternak Iuran wajib anggota Iuran perawatan biogas Obat-obatan a. Vitamin b. Antibiotik Biaya listrik a. Lampu penerangan b. Mesin pompa air Sub Total B. Biaya Non Tunai Tenaga kerja dalam Keluarga Pria Wanita Biaya Penyusutan a. Kandang b. Peralatan Sub Total Total Biaya Sumber : Data Primer (diolah), Analisis Pendapatan usahaternak Biogas dan Non Biogas Berdasarkan hasil perhitungan dari total penerimaan, total biaya produksi dan keuntungan, diperoleh selisih pendapatan atas biaya tunai usahaternak biogas dan non biogas sebesar Rp /bulan, selisih pendapatan atas total biaya sebesar Rp /bulan (Tabel 23). Tabel 23. Analisis Ekonomi Pendapatan Usahaternak Per Bulan Keterangan Peternak Peternak Non Selisih Biogas Biogas Penerimaan Biaya Tunai Biaya Non Tunai Total Biaya Pendapatan atas Biaya Tunai Pendapatan atas Total Biaya Sumber : Data Primer (diolah),

21 Berdasarkan nilai selisih pendapatan maka Usahaternak biogas lebih Ekonomis dibandingkan dengan usahaternak non biogas. Hal ini terjadi dikarenakan manfaat yang diperoleh dari pemanfaatan limbah ternak menjadi biogas lebih tinggi dari biaya yang dikeluarkan untuk pelaksanaan operasionalnya Analisis Pengeluaran Energi Responden Energi yang digunakan oleh responden penelitian ini hanya meliputi penggunaan energi yang berhubungan dengan keperluan Rumahtangga untuk memasak dan penerangan. Berdasarkan data hasil kuesioner, energi yang digunakan untuk memasak yaitu, kayu bakar, minyak tanah, gas elpiji, biogas dan sekam. Seluruh pengguna biogas menggunakan biogas untuk keperluan memasak dan sebanyak 90 responden (97%) diantaranya masih menggunakan elpiji untuk memasak. Bila dilihat dari penggunaan kayu bakar sebanyak 15 responden (44,12%) peternak biogas, 3 responden (9,37%) pengguna biogas non peternak,dan 19 responden (70,37 %) peternak non biogas pengguna kayu bakar. Responden pengguna biogas maupun non biogas masih menggunakan kayu bakar, dikarenakan kayu bakar masih tersedia dalam jumlah yang cukup banyak di hutan dan kebun carik Desa Haurngombong sehingga tidak perlu mengeluarkan biaya. Responden yang masih menggunakan minyak tanah hanya sebanyak 3 orang(3,23%), dimana 1 orang responden merupakan pengguna biogas non peternak dan sisanya peternak non biogas. Harga minyak tanah di Desa Haurngombong mencapai Rp /liter dan sulit didapatkan (langka). Jika minyak tanah tidak tersedia maka responden lebih memilih menggunakan kayu bakar dibanding menggunakan gas elpiji maupun biogas dengan alasan lebih aman dan tanpa biaya (terjangkau). 74

22 Penggunaan gas elpiji untuk memasak masih cukup tinggi, lebih dari separuh responden peternak sebesar 58,82% responden, peternak non biogas sebesar 81,48% dan pengguna biogas non peternak sebanyak 93,75% menggunakan gas elpiji. Responden yang menggunakan sekam padi berjumlah 2 orang yang merupakan peternak non biogas. Ketersediaan sumberdaya sekam yang melimpah serta responden memiliki kompor sekam yang dikenal dengan nama Kompor SBY serta responden merupakan petani padi (Tabel 24). Tabel 24. Penggunaan Energi Responden Penggunaan Energi Pengguna Biogas Peternak non Total Peternak Non peternak Biogas Memasak Kayu Bakar Minyak Tanah Gas Elpiji Biogas Sekam Penerangan Listrik PLN Biogas Sumber : Data Primer (diolah), 2012 Sumber energi yang digunakan untuk penerangan adalah listrik PLN dan biogas. Seluruh responden baik pengguna biogas maupun non biogas menggunakan penerangan dengan listrik PLN. Pemanfaatnan biogas menjadi energi listrik masih dalam pemantauan penelitian dan proyek percontohan pada peternak dengan jumlah ternak lebih dari 5 ekor dan hanya dimanfaatkan pada saat terjadi pemadaman listrik. Tabel 25. Lama dan Jenis Penggunaan Biogas Lama Pengguna Biogas Jenis Instalasi Berternak Peternak Non Peternak Plastik Fiber Beton Komunal Individual < 1 tahun tahun >3 tahun Sumber : Data Primer (diolah),

23 Instalasi biogas pertama kali dibangun di Desa Haurngombong pada tahun 2004 dengan konstruksi yang terbuat dari plastik, daya tahannya tidak menentu dengan pembinaan yang dilakukan oleh UNPAD. Setelah kontruksi plastik pada tahun 2008 oleh konstruksi terbuat dari fiber, gas metan ditampung oleh plastik. Pada tahun 2010 Bapak Mamat yang selaku sebagai ketua, bekerja sama dengan SIPOS (Belanda). Pada bulan Oktober 2010 mendapat promosi biogas beton 6 m 3 tanpa alat pembantu sebanyak 3 reaktor, Manfaat biogas diantaranya : 1. Bahan bakunya mudah diperoleh (kotoran) 2. Ramah lingkungan 3. Menambah nilai pendapatan peternak 4. Menghasilkan pupuk yang berkualitas Pembangunan instalasi beton pada tahun 2011 bertambah sebanyak 100 instalasi biogas yang merupakan bantuan dari pemerintah. Hal ini terlihat dari banyaknya responden dengan lama penggunaan biogas beton yang kurang dari 1 tahun. Sedangkan untuk lama penggunaan biogas telah digunakan selama 1-3 tahun sebanyak 3 instalasi yang merupakan instalasi percontohan, serta 3 instalasi yang terbuat dari fiber yang masih beroperasi dan terawat dikarenakan responden tersebut merupakan tenaga ahli biogas (teknisi) di Desa Haurngombong. Jumlah penggunaan energi responden yang digunakan untuk memasak yang bersumber dari kayu bakar, minyak tanah, gas elpiji dan biogas, baik sebelum maupun setelah penggunaan biogas terjadi perubahan tingkat konsumsi energi dari masing-masing jenis sumber energi yang digunakan. Pembangunan biogas, tingginya harga minyak tanah dan tingkat kepraktisan dan ketersediaan 76

24 jumlah sumberdaya yang cukup mendorong perkembangan pemanfaatan biogas di Desa Haurngombong (Tabel 26). Tabel 26. Perubahan Jumlah Penggunaan Energi Responden Peternak Biogas Peternak Rumah Tangga Sumber Energi Non Pengguna Biogas Sebelum Setelah Biogas Sebelum Sesudah Kayu Bakar (kg) 24,67 9,03 28,67 2,87 1,34 Minyak Tanah 6,83 0 5,63 2,31 1,62 (liter) Gas Elpiji (tabung gas 3kg) 8,67 2,91 5,70 2,40 1,02 Sumber : Data Primer (diolah), 2012 Dari data hasil kuesioner diperoleh rata-rata jumlah penggunaan energi responden, rata-rata penggunaan kayu bakar responden yang merupakan peternak biogas mengalami penurunan sebanyak 15,64 kg kayu bakar, penggunaan minyak tanah menurun sebanyak 6,83 liter serta penurunan penggunaan gas elpiji sebanyak 5,76 tabung gas elpiji ukuran 3 kg. Rata-rata penggunaan energi bagi responden pengguna biogas non peternak mengalami penurunan serta penggunaan energi pada responden non peternak sebagian besar masih menggunakan kayu bakar dikarenakan kayu bakar yang tersedia dan terjangkau. Tingkat harga konversi kayu bakar sebesar Rp 1.000/kg, minyak tanah Rp /liter dan gas elpiji Rp /tabung 3 kg. Pengeluaran rata-rata energi responden untuk kegiatan memasak dan kebutuhan lainnya di Desa Haurngombong dipengaruhi oleh ketersediaan energi dan jenis energi yang digunakan. Penghematan pengeluaran energi per bulan peternak sebelum dan sesuadah penggunaan biogas sebesar Rp /bulan. Penghematan pengeluaran energi dari responden pengguna biogas non peternak sebesar Rp /bulan. Selisih pengeluaran energi rata-rata perbulan antara 77

25 responden peternak biogas dan non biogas sebesar Rp /bulan (Tabel 27). Penggunaan energi biogas merupakan suatu langkah penghematan alokasi biaya untuk energi dan dapat digunakan untuk alokasi lainnya seperti biaya kesehatan, pendidikan dan lain-lain. Selain itu, penggunaan energi biogas merupakan sumber energi alternatif yang dapat mengurangi ketergantungan penggunaan suber energi lainnya seperti: BBM, LPG dan kayu bakar. Pengurangan ketergantungan tersebut secara tidak langsung berdampak pada perbaikan kondisi sumberdaya dan lingkungan. Tabel 27. Rata-rata Pengeluaran Energi Responden per Bulan Sumber Energi Peternak Biogas Peternak Non Pengguna Biogas Non Peternak Sebelum Setelah Biogas Sebelum Setelah Kayu Bakar Minyak Tanah Gas Elpiji Total Selisih Sebelum dan Setelah Selisih Biogas dan Nonbiogas Sumber : Data Primer (diolah), Analisis Dampak Sosial dan Lingkungan dari Pemanfaatan Limbah Ternak di Desa Haurngombong Pada saat ini pengembangan biogas semakin penting dikarenakan minyak tanah mengalami kelangkaan dan harganya yang tinggi, BBM dan LPG yang mahal, pupuk organik yang mahal. Mahalnya BBM dapat memicu kerusakan lingkungan (kebun, hutan, atmosfer) dikarenakan penggunaan kayu bakar meningkat, sedangkan kelangkaan dan mahalnya pupuk organik dapat menyebabkan menurunnya kesuburan lahan akibat penggunaan pupuk kimia. Oleh karena itu pengembangan biogas merupakan salah satu alternatif pemecahan dalam rangka mencari sumber energi alternatif sekaligus sebagai upaya 78

26 konservasi. Dalam penelitian ini dilakukan perbandingan dampak sosial dan lingkungan dari pemanfaatan limbah ternak meliputi: dampak sosial yang dilihat dari perubahan perilaku peternak dan non peternak, kegiatan masyarakat dan hubungan antar masyarakat sebelum dan setelah adanya pemanfaatan limbah ternak. Sedangkn untuk dampak lingkungan dilihat dari perubahan kondisi lingkungan yang dirasakanoleh responden Dampak Sosial terhadap Perubahan Perilaku Peternak dan Non Peternak Sebelum masuknya teknologi biogas ke Desa Haurngombong, peternak melakukan pengelolaan limbahnya masih secara tradisional yaitu: sebgian peternak telah memanfaatkan limbah ternak menjadi pupuk dan sebagian peternak masih membuang limbah kotoran ternak langsung dibuang ke tempat pembuangan air (saluran air/selokan/sungai kecil), dialirkan langsung ke parit persawahan, ditimbun dengan menggunakan tanah, serta dibiarkan begitu saja di lahan kebun. Setelah teknologi biogas diperkenalkan, dan peternak diberikan bantuan hibah instalasi biogas dari pemerintah setempat, peternak mulai mengadopsi upaya pemanfaatan limbah ternak menjadi biogas. Perkembangan penggunaan teknologi biogas ini ternyata mampu mengurangi jumlah kotoran yang dibuang begitu saja serta terjadi perubahan kondisi sosial masyarakat di Desa Haurngombong. Berdasarkan hasil wawancara terhadap tiga ketua kelompok ternak yang ada di Desa Haurngombong, dapat disimpulkan bahwa kondisi sosial masyarakat menjadi lebih erat dan harmonis dikarenakan sistem pembangunan instalasi biogas yang dilakukan secara gotong royong. Selain itu sering dilaksanakannya kegiatan rutin penyuluhan, sosialisasi dan evaluasi kegiatan membuat hubungan antar warga semakin erat dan saling peduli satu sama lain. 79

27 Fungsi kelembagaan kelompok peternak di Desa Haurngombong mempunyai program kepanitiaan tersendiri untuk mengurusi hal-hal yang berkaitan dengan pemanfatan biogas. Rutinitas kegiatan kelompok peternak sebelum dan setelah adanya program pemanfaatan biogas, intensitas pelaksanaan kegiatan sosialisasi, penyuluhan dan evaluasi lebih sering, serta hubungan kerjasama dengan pihak pemerintah daerah, instansi pendidikan, dan pihak swasta dalam upaya pemanfaatan limbah seperti UNPAD, ITENAS, Yayasan Cahaya Keluarga, dan PT. PLN setempat. Dampak sosial terhadap perilaku non peternak di sekitar lokasi usahaternak, sebelum adanya pemanfaatan biogas masyrakat merasa terganggu dengan bau yang ditimbulkan serta sering terjadinya konflik kecil. Setelah adanya program pemanfaatan biogas rumah tangga yang dapat digunakan oleh 1-3 KK untuk skala Rumah tangga dan 4-7 KK untuk instalasi biogas skala komunal. Masyarakat sekitar lokasi peternakan tidak lagi hanya mendapat eksternalitas negatif saja, sekarang masyarakat sekitar dapat memanfaatkan biogas untuk memasak, walaupun kadang terjadi permasalahan dalam pengelolaan dan pembagian kerja dalam perawatan biogas. Dampak sosial secara langsung dengan adanya program biogas adalah dapat memberikan peluang pekerjaan bagi masyarakat sekitar. Berdasarkan hasil observasi penyerapan tenaga kerja akibat adanya pemanfaatan biogas sangat kecil dikarenakan skala usahaternak di Haurngombong masih kecil. 80

28 Tabel 28. Dampak Sosial terhadap perubahan Perilaku peternak dan Non peternak Keterangan Sebelum Setelah Perilaku Peternak Pengelolaan limbah dilakukan secara tradisional : dijadikan pupuk dibuang begitu saja ke saluran air/ parit persawahan, ditimbun/ dibiarkan di lahan kebun pengelolaan limbah menjadi pupuk, biogas dan energi listrik. meningkatkan fungsi kelembagaan kelompok peternak melalui kegiatan pembangunan biogas Meningkatkan kerjasama dengan pemerintah dan pihak swasta, seperti: UNPAD, ITENAS, YCK, PLN, SIPOS Belanda. Perilaku Non Peternak konflik kecil akibat pencemaran limbah melakukan penebangan pohon di hutan dan kebun carik desa untuk memenuhi kebutuhan kayu bakar. meningkatkan budaya gotong royong konflik kecil akibat mis management operasional pengisian bahan baku biogas. Mengurangi ketergantungan terhadap penggunaan bahan bakar fosil seperti : minyak tanah, LPG, kayu bakar. Sumber: Data Primer (diolah), Dampak Lingkungan dari Pemanfaatan Limbah Ternak Berdasarkan hasil kuesioner menggunakan pertanyaan terbuka, persepsi terhadap dampak lingkungan dari pemanfaatan limbah ternak sapi perah di Desa Haurngombong yaitu: sebanyak 87 responden (94%) merasakan adanya perubahan yang signifikan mengenai kondisi lingkungan dan berkurangnya bau dari tumpukan kotoran sapi yang sering ditumpuk atau dialirkan begitu saja ke saluran air terdekat. Peternak biogas merasakan adanya peningkatan kesehatan ternak dan kualitas susu hasil pemerahan lebih terjamin kebersihanya. Tingkat kualitas susu menentukan harga beli koperasi terhadap susu tersebut yang ditunjukan dengan ukuran total solid (TS) yang merupakan penilaian dari total 81

29 fat dan bakteri yang terkandung pada susu. Beberapa responden menyatakan adanya perubahan nilai TS yang biasanya berkisar 10,1 menjadi 11,2 dalam satuan TS (nilai dari kualitas susu). Manfaat yang dapat diperoleh dari pemanfaatan biogas sebagai bahan bakar antara lain: berkurangnya kegiatan penebangan pohon oleh masyarakat desa untuk dijadikan kayu bakar, proses memasak jadi lebih bersih, dan sehat karena tidak mengeluarkan asap, kandang hewan menjadi semakin bersih karena limbah kotoran kandang langsung dapat diolah, sisa limbah yang dikeluarkan dari biodigester dapat dijadikan pupuk sehingga tidak mencemari lingkungan, dapat berkontribusi menurunkan emisi gas rumah kaca melalui pengurangan pemakaian bahan bakar kayu dan bahan bakar minyak, penggunaan biogas relatif lebih aman dari ancaman bahaya kebakaran. Selain itu, dengan adanya rumah pupuk sehingga kotoran ternak/limbah biogas dapat dijual dan menambah penerimaan baik bagi peternak biogas maupun non biogas. 1. Lingkungan kandang menjadi lebih bersih (kesehatan ternak dan kualitas susu meningkat) 2. Berkurangnya pencemaran udara akibat tumpukan kotoran sapi atau pembuangan kotoran ke saluran air terdekat. 3. Berkurangnya kegiatan penebangan pohon di hutan dan kebun carik desa untuk pemenuhan kebutuhan kayu bakar. 82

VI. METODE PENELITIAN

VI. METODE PENELITIAN VI. METODE PENELITIAN 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di Desa Haurngombong, Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Jawa Barat. Kabupaten Sumedang terletak antara 6 o 44-7 o 83 Lintang Selatan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Jawa Barat. Kabupaten Sumedang terletak antara 6 o 44-7 o 83 Lintang Selatan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Kondisi Umum Desa Haurngombong 5.1.1 Letak Geografis Wilayah penelitian merupakan bagian dari Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat. Kabupaten Sumedang terletak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sensus Penduduk 2010 (SP 2010) yang dilaksanakan pada Mei 2010 penduduk

I. PENDAHULUAN. Sensus Penduduk 2010 (SP 2010) yang dilaksanakan pada Mei 2010 penduduk I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk Indonesia terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia cukup tinggi, berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga

ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga VI. ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING A. Ketersediaan Input Dalam mengusahakan ternak sapi ada beberapa input yang harus dipenuhi seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan,

Lebih terperinci

2015 POTENSI PEMANFAATAN KOTORAN SAPI MENJADI BIOGAS SEBAGAI ENERGI ALTERNATIF DI DESA CIPOREAT KECAMATAN CILENGKRANG KABUPATEN BANDUNG

2015 POTENSI PEMANFAATAN KOTORAN SAPI MENJADI BIOGAS SEBAGAI ENERGI ALTERNATIF DI DESA CIPOREAT KECAMATAN CILENGKRANG KABUPATEN BANDUNG 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Energi merupakan bagian penting dalam kehidupan manusia, karena hampir semua aktivitas manusia selalu membutuhkan energi. Sebagian besar energi yang digunakan di Indonesia

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Natalitas (kelahiran) yang terjadi setiap hari tentu menambah jumlah populasi manusia di muka bumi ini. Tahun 2008 ini populasi penduduk Indonesia menduduki peringkat 4 setelah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kelangkaan sumber bahan bakar merupakan masalah yang sering melanda

I. PENDAHULUAN. Kelangkaan sumber bahan bakar merupakan masalah yang sering melanda I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelangkaan sumber bahan bakar merupakan masalah yang sering melanda masyarakat. Kelangkaan tersebut menimbulkan tingginya harga-harga bahan bakar, sehingga masyarakat

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi penelitian

Lebih terperinci

PENERAPAN TEKHNOLOGI PEMBUATAN BIOARANG DENGAN MEMANFAATKAN LIMBAH KOTORAN TERNAK DI PETERNAKAN SAPI POTONG ZELTI FARM LUBUK MINTURUN KODYA PADANG

PENERAPAN TEKHNOLOGI PEMBUATAN BIOARANG DENGAN MEMANFAATKAN LIMBAH KOTORAN TERNAK DI PETERNAKAN SAPI POTONG ZELTI FARM LUBUK MINTURUN KODYA PADANG PENERAPAN TEKHNOLOGI PEMBUATAN BIOARANG DENGAN MEMANFAATKAN LIMBAH KOTORAN TERNAK DI PETERNAKAN SAPI POTONG ZELTI FARM LUBUK MINTURUN KODYA PADANG Ellyza Nurdin, Salam N.Aritonang, Elly Roza Fak. Peternakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Hasil utama dari usaha peternakan sapi perah yaitu susu dan anakan, di samping juga dihasilkan feses dan urin yang kontinu setiap hari. Pendapatan utama peternak diperoleh

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Daftar Pertanyaan Penelitian TNI

LAMPIRAN. Lampiran 1. Daftar Pertanyaan Penelitian TNI A. IDENTITAS PERSEPSIDEN LAMPIRAN Lampiran 1. Daftar Pertanyaan Penelitian Nama : Umur : Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan Pekerjaan : PNS Wiraswasta/Pengusaha TNI Pensiunan Jumlah Ternak dimiliki Lainnya

Lebih terperinci

VI. ADOPSI PROGRAM SISTEM INTEGRASI TANAMAN- TERNAK. partisipatif di lahan petani diharapkan dapat membawa dampak terhadap

VI. ADOPSI PROGRAM SISTEM INTEGRASI TANAMAN- TERNAK. partisipatif di lahan petani diharapkan dapat membawa dampak terhadap VI. ADOPSI PROGRAM SISTEM INTEGRASI TANAMAN- TERNAK Penerapan program sistem integrasi tanaman-ternak yang dilakukan secara partisipatif di lahan petani diharapkan dapat membawa dampak terhadap peningkatan

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Persepsi Petani terhadap Perubahan Iklim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing petani memiliki

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Persepsi Petani terhadap Perubahan Iklim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing petani memiliki VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Persepsi Petani terhadap Perubahan Iklim Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing petani memiliki persepsi yang berbeda terhadap perubahan iklim. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi beternak babi di Indonesia kebanyakan berasal dari negaranegara sub tropis yang sering kali membutuhkan biaya pemeliharaan yang tinggi. Teknologi beternak babi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dimiliki oleh petani masih dalam jumlah yang sangat terbatas.

PENDAHULUAN. dimiliki oleh petani masih dalam jumlah yang sangat terbatas. I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan pembangunan dalam usaha dibidang pertanian, khusunya peternakan dapat memberikan pembangunan yang berarti bagi pengembangan ekonomi maupun masyarakat. Pembangunan

Lebih terperinci

Majalah INFO ISSN : Edisi XVI, Nomor 1, Pebruari 2014 BIOGAS WUJUD PENERAPAN IPTEKS BAGI MASYARAKAT DI TUNGGULSARI TAYU PATI

Majalah INFO ISSN : Edisi XVI, Nomor 1, Pebruari 2014 BIOGAS WUJUD PENERAPAN IPTEKS BAGI MASYARAKAT DI TUNGGULSARI TAYU PATI BIOGAS WUJUD PENERAPAN IPTEKS BAGI MASYARAKAT DI TUNGGULSARI TAYU PATI M. Christiyanto dan I. Mangisah ABSTRAK Tujuan dari kegiatan ini adalah peningkatan produktivitas ruminansia, penurunan pencemaran

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PEMANFAATAN KOTORAN TERNAK MENJADI BIOGAS SKALA RUMAH TANGGA (Oleh: ERVAN TYAS WIDYANTO, SST.)

TEKNOLOGI PEMANFAATAN KOTORAN TERNAK MENJADI BIOGAS SKALA RUMAH TANGGA (Oleh: ERVAN TYAS WIDYANTO, SST.) TEKNOLOGI PEMANFAATAN KOTORAN TERNAK MENJADI BIOGAS SKALA RUMAH TANGGA (Oleh: ERVAN TYAS WIDYANTO, SST.) PENDAHULUAN Makin mahal dan langkanya BBM, menyebabkan makin tingginya kebutuhan hidup peternak.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan 108 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan mengenai prospek pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas di Kecamatan Cigedug Kabupaten Garut, maka

Lebih terperinci

Sepuluh Faktor Sukses Pemanfaatan Biogas Kotoran Ternak

Sepuluh Faktor Sukses Pemanfaatan Biogas Kotoran Ternak Sepuluh Faktor Sukses Pemanfaatan Biogas Kotoran Ternak Oleh: Dede Sulaeman, ST, M.Si Pemanfaatan kotoran ternak menjadi energi biasa disebut dengan pemanfaatan biogas. Berdasarkan definisinya, biogas

Lebih terperinci

OPTIMALISASI USAHA PENGGEMUKAN SAPI DI KAWASAN PERKEBUNAN KOPI

OPTIMALISASI USAHA PENGGEMUKAN SAPI DI KAWASAN PERKEBUNAN KOPI OPTIMALISASI USAHA PENGGEMUKAN SAPI DI KAWASAN PERKEBUNAN KOPI Pita Sudrajad, Muryanto, dan A.C. Kusumasari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah E-mail: pitosudrajad@gmail.com Abstrak Telah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya.

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR LUDY K. KRISTIANTO, MASTUR dan RINA SINTAWATI Balai Pengkajian Teknologi Pertanian ABSTRAK Kerbau bagi

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Teknik Budidaya Ikan Nila, Bawal, dan Udang Galah

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Teknik Budidaya Ikan Nila, Bawal, dan Udang Galah V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Teknik Budidaya Ikan Nila, Bawal, dan Udang Galah 1. Persiapan kolam Di Desa Sendangtirto, seluruh petani pembudidaya ikan menggunakan kolam tanah biasa. Jenis kolam ini memiliki

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah Menurut Yusdja (2005), usaha sapi perah sudah berkembang sejak tahun 1960 ditandai dengan pembangunan usaha-usaha swasta dalam peternakan sapi perah

Lebih terperinci

Drs. Mamat Ruhimat, M.Pd. Drs. Dede Sugandi, M.Si. Drs. Wahyu Eridiana, M.Si. Ir. Yakub Malik Nanin Trianawati Sugito, ST., MT.

Drs. Mamat Ruhimat, M.Pd. Drs. Dede Sugandi, M.Si. Drs. Wahyu Eridiana, M.Si. Ir. Yakub Malik Nanin Trianawati Sugito, ST., MT. SOSIALISASI DAN PELATIHAN PEMANFAATAN BIOGAS SKALA RUMAH TANGGA SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF RAMAH LINGKUNGAN DI KAMPUNG PARABON DESA WARNASARI KECAMATAN PENGALENGAN KABUPATEN BANDUNG Drs. Mamat Ruhimat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumberdaya energi mempunyai peran yang sangat penting bagi pembangunan ekonomi nasional. Dalam jangka panjang, peran energi akan lebih berkembang khususnya guna mendukung

Lebih terperinci

V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING. responden memberikan gambaran secara umum tentang keadaan dan latar

V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING. responden memberikan gambaran secara umum tentang keadaan dan latar V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING A. Karakteristik Responden Responden dalam penelitian ini adalah peternak yang mengusahakan anakan ternak sapi dengan jumlah kepemilikan sapi betina minimal 2 ekor.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Populasi Kambing Kambing sangat digemari oleh masyarakat untuk diternakkan karena ukuran tubuhnya yang tidak terlalu besar, perawatannya mudah, cepat berkembang biak, jumlah anak

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan salah satu jenis ternak yang banyak dipelihara di. Berdasarkan data populasi ternak sapi perah di KSU

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan salah satu jenis ternak yang banyak dipelihara di. Berdasarkan data populasi ternak sapi perah di KSU 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi perah merupakan salah satu jenis ternak yang banyak dipelihara di Desa Haurngombong. Berdasarkan data populasi ternak sapi perah di KSU Tandang Sari (2017), jumlah

Lebih terperinci

VII. ANALISIS PENDAPATAN

VII. ANALISIS PENDAPATAN VII. ANALISIS PENDAPATAN 7.1. Biaya Produksi Usahatani dianalisis dengan cara mengidentifikasikan penggunaan sarana produksi (input). Sarana produksi yang digunakan antara peternak mitra dan peternak non

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Kentang merupakan salah satu komoditas hortikultura yang banyak ditanam oleh petani di Kecamatan Pasirwangi. Namun, pengelolaan usahatani kentang di daerah ini banyak memanfaatkan

Lebih terperinci

BIOGAS SKALA RUMAH TANGGA. Kelompok Tani Usaha Maju II. Penerima Penghargaan Energi Prakarsa Kelompok Masyarakat S A R I

BIOGAS SKALA RUMAH TANGGA. Kelompok Tani Usaha Maju II. Penerima Penghargaan Energi Prakarsa Kelompok Masyarakat S A R I BIOGAS SKALA RUMAH TANGGA Kelompok Tani Usaha Maju II Penerima Penghargaan Energi Prakarsa 2011 - Kelompok Masyarakat S A R I Kelompok Tani Usaha Maju II adalah salah satu Penerima Penghargaan Energi Prakarsa

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SUSU SAPI PERAH

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SUSU SAPI PERAH VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SUSU SAPI PERAH Dalam suatu kegiatan usaha ekonomi mempunyai tujuan utama untuk memperoleh keuntungan. Dalam usahaternak sapi perah salah satu usaha untuk memperoleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan konsumsi daging sapi penduduk Indonesia cenderung terus meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia dan kesadaran masyarakat akan

Lebih terperinci

PROPOSAL LOMBA INOVASI TEKNOLOGI TINGKAT KABUPATEN LAMONGAN TAHUN 2016 PEMANFAATAN LIMBAH TAHU SEBAGAI BAHAN BIOGAS

PROPOSAL LOMBA INOVASI TEKNOLOGI TINGKAT KABUPATEN LAMONGAN TAHUN 2016 PEMANFAATAN LIMBAH TAHU SEBAGAI BAHAN BIOGAS PROPOSAL LOMBA INOVASI TEKNOLOGI TINGKAT KABUPATEN LAMONGAN TAHUN 2016 PEMANFAATAN LIMBAH TAHU SEBAGAI BAHAN BIOGAS INOVATOR : 1. SLAMET WAHYUDI Bidang Energi PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN JL. Basuki Rahmat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia yang terjadi

I. PENDAHULUAN. Rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia yang terjadi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia yang terjadi pada awal April 2012 membuat masyarakat menjadi resah, karena energi sangat dibutuhkan

Lebih terperinci

PROSPEK PENGEMBANGAN BIOGAS DI KABUPATEN LOMBOK BARAT. Oleh:

PROSPEK PENGEMBANGAN BIOGAS DI KABUPATEN LOMBOK BARAT. Oleh: ISSNNo.2355-9292 JurnalSangkareangMataram 29 PROSPEK PENGEMBANGAN BIOGAS DI KABUPATEN LOMBOK BARAT Oleh: I Made Anggayuda Pramadya 1), I Gusti Lanang Parta Tanaya 2) dan Adinul Yakin 2) 1) Dosen Fakultas

Lebih terperinci

PROPOSAL INOVASI TEKNOLOGI TINGKAT KABUPATEN LAMONGAN TAHUN 2016

PROPOSAL INOVASI TEKNOLOGI TINGKAT KABUPATEN LAMONGAN TAHUN 2016 CONTOH : PROPOSAL INOVASI TEKNOLOGI TINGKAT KABUPATEN LAMONGAN TAHUN 2016 PEMANFAATAN LIMBAH TAHU SEBAGAI BAHAN BIOGAS INOVATOR : SLAMET WAHYUDI Bidang Energi LEMBAR PENGUSULAN Judul Inovasi : Pemanfaatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Eksternalitas Limbah Peternakan Eksternalitas merupakan suatu efek samping dari suatu tindakan pihak tertentu terhadap pihak lain, baik dampak yang menguntungkan maupun yang merugikan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan sapi perah di Indonesia umumnya merupakan usaha peternakan tradisional yang didominasi oleh peternak rakyat dengan skala relatif kecil. Produksi susu dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sampah masih merupakan masalah bagi masyarakat karena perbandingan antara

I. PENDAHULUAN. Sampah masih merupakan masalah bagi masyarakat karena perbandingan antara I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Sampah masih merupakan masalah bagi masyarakat karena perbandingan antara jumlah sampah yang dihasilkan dengan sampah yang diolah tidak seimbang. Sampah merupakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. produksi yang dihasilkan oleh peternak rakyat rendah. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012), produksi susu dalam negeri hanya

PENDAHULUAN. produksi yang dihasilkan oleh peternak rakyat rendah. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012), produksi susu dalam negeri hanya 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan sapi perah di Indonesia, 90% merupakan peternakan sapi perah rakyat dengan kepemilikan kecil dan pengelolaan usaha yang masih tradisional. Pemeliharaan yang

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Disain, Tempat, dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Disain, Tempat, dan Waktu Penelitian 8 METODE PENELITIAN Disain, Tempat, dan Waktu Penelitian Disain yang digunakan dalam penelitian ini adalah disain cross sectional study. Disain ini dipilih karena ingin mendapatkan data pada saat yang

Lebih terperinci

ANALISIS BIAYA PRODUKSI PENGOLAHAN PAKAN DARI LIMBAH PERKEBUNAN DAN LIMBAH AGROINDUSTRI DI KECAMATAN KERINCI KANAN KABUPATEN SIAK

ANALISIS BIAYA PRODUKSI PENGOLAHAN PAKAN DARI LIMBAH PERKEBUNAN DAN LIMBAH AGROINDUSTRI DI KECAMATAN KERINCI KANAN KABUPATEN SIAK ANALISIS BIAYA PRODUKSI PENGOLAHAN PAKAN DARI LIMBAH PERKEBUNAN DAN LIMBAH AGROINDUSTRI DI KECAMATAN KERINCI KANAN KABUPATEN SIAK Susy Edwina, Dany Varian Putra Fakultas Pertanian Universitas Riau susi_edwina@yahoo.com

Lebih terperinci

Lampiran 1: Surat IzinPenelitian

Lampiran 1: Surat IzinPenelitian LAMPIRAN Lampiran 1: Surat IzinPenelitian Lampiran 2: Kuesioner Penelitian KUESIONER PENELITIAN Kuesioner ini akan digunakan untuk keperluan penelitian skripsi mengenai ANALISIS POTENSI PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :...... LAMPIRAN 50 Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama :... 2. Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :... 4. Pendidikan Terakhir :.. 5. Mata Pencaharian a. Petani/peternak

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Keadaan Wilayah Penelitian Kabupaten Sumedang adalah sebuah Kabupaten di Jawa Barat dengan ibu kotanya yaitu Sumedang. Kabupaten Sumedang berada di sebelah Timur

Lebih terperinci

Program Bio Energi Perdesaan (B E P)

Program Bio Energi Perdesaan (B E P) Program Bio Energi Perdesaan (B E P) Salah satu permasalahan nasional yang kita hadapi dan harus dipecahkan serta dicarikan jalan keluarnya pada saat ini adalah masalah energi, baik untuk keperluan rumah

Lebih terperinci

V. DAMPAK SUBSIDI PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PADI SERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ADOPSI PUPUK ORGANIK DI PROVINSI LAMPUNG

V. DAMPAK SUBSIDI PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PADI SERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ADOPSI PUPUK ORGANIK DI PROVINSI LAMPUNG 45 V. DAMPAK SUBSIDI PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PADI SERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ADOPSI PUPUK ORGANIK DI PROVINSI LAMPUNG 5.1 Karakteristik Petani Responden Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan berkelanjutan merupakan pembangunan yang mampu memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk mencukupi kebutuhan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. berbatasan langsung dengan dengan Kabupaten Indramayu. Batas-batas wialayah

HASIL DAN PEMBAHASAN. berbatasan langsung dengan dengan Kabupaten Indramayu. Batas-batas wialayah IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Jatitujuh berada di wilayah Utara Kabupaten Majalengka dan berbatasan langsung dengan dengan Kabupaten Indramayu. Batas-batas wialayah

Lebih terperinci

KAJIAN PERSEPSI DAN ADOPSI PETERNAK SAPI TERHADAP TEKNOLOGI BUDIDAYA SAPI UNGGUL DI KABUPATEN REJANG LEBONG PROVINSI BENGKULU

KAJIAN PERSEPSI DAN ADOPSI PETERNAK SAPI TERHADAP TEKNOLOGI BUDIDAYA SAPI UNGGUL DI KABUPATEN REJANG LEBONG PROVINSI BENGKULU KAJIAN PERSEPSI DAN ADOPSI PETERNAK SAPI TERHADAP TEKNOLOGI BUDIDAYA SAPI UNGGUL DI KABUPATEN REJANG LEBONG PROVINSI BENGKULU Zul Efendi, Harwi Kusnadi, dan Andi Ishak Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

BIOGAS DARI KOTORAN SAPI

BIOGAS DARI KOTORAN SAPI ENERGI ALTERNATIF TERBARUKAN BIOGAS DARI KOTORAN SAPI Bambang Susilo Retno Damayanti PENDAHULUAN PERMASALAHAN Energi Lingkungan Hidup Pembangunan Pertanian Berkelanjutan PENGEMBANGAN TEKNOLOGI BIOGAS Dapat

Lebih terperinci

Kategori : Menghemat Energi dan Penggunaan Energi Baru dan Terbarukan

Kategori : Menghemat Energi dan Penggunaan Energi Baru dan Terbarukan Kategori : Menghemat Energi dan Penggunaan Energi Baru dan Terbarukan Gas untuk nelayan Gebang Mekar Nelayan di Desa Gebang Mekar dengan 468 Kepala Keluarga hidup di pesisir utara Cirebon, Kampung yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan energi gas memang sudah dilakukan sejak dahulu. Pemanfaatan energi. berjuta-juta tahun untuk proses pembentukannya.

BAB I PENDAHULUAN. dan energi gas memang sudah dilakukan sejak dahulu. Pemanfaatan energi. berjuta-juta tahun untuk proses pembentukannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Energi mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia. Hampir semua aktivitas manusia sangat tergantung pada energi. Berbagai alat pendukung, seperti alat penerangan,

Lebih terperinci

ANALISIS SOSIAL EKONOMI PENGOLAHAN LIMBAH KOTORAN SAPI DI DESA DUKUHBADAG KECAMATAN CIBINGBIN KABUPATEN KUNINGAN

ANALISIS SOSIAL EKONOMI PENGOLAHAN LIMBAH KOTORAN SAPI DI DESA DUKUHBADAG KECAMATAN CIBINGBIN KABUPATEN KUNINGAN ANALISIS SOSIAL EKONOMI PENGOLAHAN LIMBAH KOTORAN SAPI DI DESA DUKUHBADAG KECAMATAN CIBINGBIN KABUPATEN KUNINGAN Oleh Fitri Dian Perwitasari, Devi Yuliananda dan Bastoni Universitas Muhammadiyah Cirebon

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio).

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio). III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis penelitian ini meliputi konsep usahatani, biaya usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Provinsi Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive) dengan

IV. METODE PENELITIAN. Provinsi Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive) dengan 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian IV. METODE PENELITIAN Pengumpulan data primer penelitian dilakukan di Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan

Lebih terperinci

ENERGI BIOMASSA, BIOGAS & BIOFUEL. Hasbullah, S.Pd, M.T.

ENERGI BIOMASSA, BIOGAS & BIOFUEL. Hasbullah, S.Pd, M.T. ENERGI BIOMASSA, BIOGAS & BIOFUEL Hasbullah, S.Pd, M.T. Biomassa Biomassa : Suatu bentuk energi yang diperoleh secara langsung dari makhluk hidup (tumbuhan). Contoh : kayu, limbah pertanian, alkohol,sampah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan kebutuhan daging sapi lebih rendah dibandingkan dengan kebutuhan daging sapi. Ternak sapi,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Lokasi Penelitian 4.1.1 Kabupaten Subang Kabupaten Subang adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa Barat terletak di antara 107 o 31 107 0 54 Bujur Timur dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. manusia sebagai sumber penghasil daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan manusia

TINJAUAN PUSTAKA. manusia sebagai sumber penghasil daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan manusia TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka Sapi adalah hewan ternak terpenting dari jenis jenis hewan ternak yang dipelihara manusia sebagai sumber penghasil daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan manusia lainnya.

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY SURVEY PENDAHULUAN BIOGAS RUMAH TANGGA

EXECUTIVE SUMMARY SURVEY PENDAHULUAN BIOGAS RUMAH TANGGA EXECUTIVE SUMMARY SURVEY PENDAHULUAN BIOGAS RUMAH TANGGA I. Informasi Umum Judul program Lokasi Jangka waktu Program Pemanfaatan Biogas Rumah Tangga sebagai Sumber Energi Baru dan Terbarukan yang ramah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. diperbahurui makin menipis dan akan habis pada suatu saat nanti, karena itu

PENDAHULUAN. diperbahurui makin menipis dan akan habis pada suatu saat nanti, karena itu PENDAHULUAN Latar Belakang Energi merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia dan saat ini konsumsi meningkat. Namun cadangan bahan bakar konvesional yang tidak dapat diperbahurui makin menipis dan akan

Lebih terperinci

1 III METODE PENELITIAN. (Koperasi Peternakan Sapi Bandung Utara) Jabar yang telah mengikuti program

1 III METODE PENELITIAN. (Koperasi Peternakan Sapi Bandung Utara) Jabar yang telah mengikuti program 18 1 III METODE PENELITIAN 1.1 Obyek Penelitian Obyek dari penelitian ini adalah peternak sapi perah anggota KPSBU (Koperasi Peternakan Sapi Bandung Utara) Jabar yang telah mengikuti program pembinaan

Lebih terperinci

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Rakyat (KUR) di Desa Ciporeat, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung.

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Rakyat (KUR) di Desa Ciporeat, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung. 22 III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah usaha ternak sapi perah penerima Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Desa Ciporeat, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung.

Lebih terperinci

pelaku produksi tahu, sedangkan bagi warga bukan pengolah tahu, gas dimanfaatkan untuk kebutuhan rumah tangganya

pelaku produksi tahu, sedangkan bagi warga bukan pengolah tahu, gas dimanfaatkan untuk kebutuhan rumah tangganya PENDAHULUAN Sampah atau limbah, selalu saja menjadi permasalahan. Masalah selalu timbul sebagai akibat dari tidak mampunya masyarakat melakukan tata kelola terhadap sampah atau limbah yang dihasilkan baik

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di sentra produksi tahu yang terletak di Desa Kalisari, Kecamatan Cilongok, Purwokerto 1. Penentuan lokasi ini dilakukan

Lebih terperinci

TUGAS KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

TUGAS KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS STMIK AMIKOM YOGYAKARTA TUGAS KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS STMIK AMIKOM YOGYAKARTA Nama : Bagus Arum Tejo K. NIM : 10.02.7870 Kelas : D3 MI-2D MEMANFAATKAN LIMBAH KOTORAN SAPI SEBAGAI PENGGANTI BAHAN BAKAR RUMAH TANGGA YANG BISA

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. menggunakan pengalaman, wawasan, dan keterampilan yang dikuasainya.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. menggunakan pengalaman, wawasan, dan keterampilan yang dikuasainya. V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil Petani Petani adalah pelaku usahatani yang mengatur segala faktor produksi untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa kualitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi kebutuhan manusia. Untuk meningkatkan produktivitas ternak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi kebutuhan manusia. Untuk meningkatkan produktivitas ternak 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Peternakan adalah suatu kegiatan usaha untuk meningkatkan biotik berupa hewan ternak dengan cara meningkatkan produksi ternak yang bertujuan untuk memenuhi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kriteria aspek higiene dan sanitasi terdiri dari 7 pernyataan. Total nilai aspek ini berjumlah 7. Penilaian mengenai aspek higiene dan sanitasi yaitu: Aspek dinilai buruk jika nilai < 3 Aspek dinilai cukup

Lebih terperinci

Keberhasilan Pembangunan Peternakan di Kabupaten Bangka Barat. dalam arti yang luas dan melalui pendekatan yang menyeluruh dan integratif dengan

Keberhasilan Pembangunan Peternakan di Kabupaten Bangka Barat. dalam arti yang luas dan melalui pendekatan yang menyeluruh dan integratif dengan Keberhasilan Pembangunan Peternakan di Kabupaten Bangka Barat Pembangunan peternakan merupakan bagian dari pembangunan pertanian dalam arti yang luas dan melalui pendekatan yang menyeluruh dan integratif

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. semakin banyak di Indonesia. Kini sangat mudah ditemukan sebuah industri

BAB 1 PENDAHULUAN. semakin banyak di Indonesia. Kini sangat mudah ditemukan sebuah industri BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Waktu demi waktu kini industri baik industri rumahan maupun pabrik semakin banyak di Indonesia. Kini sangat mudah ditemukan sebuah industri meskipun letaknya dekat

Lebih terperinci

VII. ANALISIS PERBANDINGAN PENDAPATAN USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

VII. ANALISIS PERBANDINGAN PENDAPATAN USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL VII. ANALISIS PERBANDINGAN PENDAPATAN USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL 7.1 Analisis Perbandingan Penerimaan Usaha Tani Analisis ini dilakukan untuk mengetahui perbandingan antara

Lebih terperinci

STRUKTUR ONGKOS USAHA PETERNAKAN JAWA TENGAH TAHUN 2014

STRUKTUR ONGKOS USAHA PETERNAKAN JAWA TENGAH TAHUN 2014 No. 78/12/33 Th. VIII, 23 Desember 2014 STRUKTUR ONGKOS USAHA PETERNAKAN JAWA TENGAH TAHUN 2014 TOTAL BIAYA PRODUKSI UNTUK USAHA SAPI POTONG SEBESAR 4,67 JUTA RUPIAH PER EKOR PER TAHUN, USAHA SAPI PERAH

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laju peningkatan produktivitas tanaman padi di Indonesia akhir-akhir ini cenderung melandai, ditandai salah satunya dengan menurunnya produksi padi sekitar 0.06 persen

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Marga dan Hutan Rakyat 1. Hutan Marga Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Analisis Usahatani Analisis usahatani yang digunakan pada penelitian ini membahas dari segi penerimaan usahatani, biaya usahatani dan pendapatan usahatani. Selain itu menganalisis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan peternakan saat ini, menunjukan prospek yang sangat cerah dan mempunyai peran yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi pertanian Indonesia. Usaha peternakan

Lebih terperinci

VII. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL

VII. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL VII. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL Analisis finansial dilakukan untuk melihat sejauh mana Peternakan Maju Bersama dapat dikatakan layak dari aspek finansial. Untuk menilai layak atau tidak usaha tersebut

Lebih terperinci

BAB V SUMBER DAYA ALAM

BAB V SUMBER DAYA ALAM BAB V SUMBER DAYA ALAM A. Pertanian Kota Surakarta Sebagai salah satu kota besar di Jawa Tengah, mengalami pertumbuhan ekonomi dan penduduk karena migrasi yang cepat. Pertumbuhan ini mengakibatkan luas

Lebih terperinci

HALAMAN PENGESAHAN...

HALAMAN PENGESAHAN... DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii PRAKATA... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR SINGKATAN... xvi DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN 6.1. Analisis Budidaya Kedelai Edamame Budidaya kedelai edamame dilakukan oleh para petani mitra PT Saung Mirwan di lahan persawahan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. LPG. Tujuan diberlakukannya program ini adalah untuk mengurangi subsidi

I. PENDAHULUAN. LPG. Tujuan diberlakukannya program ini adalah untuk mengurangi subsidi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Program konversi minyak tanah ke LPG merupakan program pemerintah terkait dengan pengalihan penggunaan bahan bakar minyak tanah ke bahan bakar gas LPG. Tujuan diberlakukannya

Lebih terperinci

perembesan zat pencemar dari limbah yang berasal dari aktivitas domestik.

perembesan zat pencemar dari limbah yang berasal dari aktivitas domestik. VIII. IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN PENDUDUK UNTUK MELAKUKAN TINDAKAN PENCEGAHAN AKIBAT PENCEMARAN AIR TANAH Pertambahan jumlah penduduk yang semakin tinggi di Kota Bekasi mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka Tipologi usaha peternakan dibagi berdasarkan skala usaha dan kontribusinya terhadap pendapatan peternak, sehingga bisa diklasifikasikan ke dalam kelompok berikut:

Lebih terperinci

DOKUMEN ATURAN BERSAMA DESA KARANGASEM, KECAMATAN PETARUKAN, KABUPATEN PEMALANG

DOKUMEN ATURAN BERSAMA DESA KARANGASEM, KECAMATAN PETARUKAN, KABUPATEN PEMALANG DOKUMEN ATURAN BERSAMA DESA KARANGASEM, KECAMATAN PETARUKAN, KABUPATEN PEMALANG KONDISI FAKTUAL KONDISI IDEAL ATURAN BERSAMA YANG DISEPAKATI A. LINGKUNGAN 1. Jaringan Jalan dan Drainase Banyak rumah yang

Lebih terperinci

V. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Kondisi umum Desa Kalisari meliputi kondisi fisik daerah dan kondisi

V. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Kondisi umum Desa Kalisari meliputi kondisi fisik daerah dan kondisi V. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Kondisi Umum Desa Kalisari Kondisi umum Desa Kalisari meliputi kondisi fisik daerah dan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Kondisi sosial ekonomi masyarakat meliputi

Lebih terperinci

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BELIMBING DEWA

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BELIMBING DEWA VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BELIMBING DEWA Analisis pendapatan usahatani dilakukan untuk mengetahui gambaran umum mengenai struktur biaya, penerimaan dan pendapatan dari kegiatan usahatani yang dijalankan

Lebih terperinci

VI. ATRIBUT-ATRIBUT YANG MEMPENGARUHI WISATAWAN UNTUK BERKUNJUNG KEMBALI KE CV ALAM SIBAYAK

VI. ATRIBUT-ATRIBUT YANG MEMPENGARUHI WISATAWAN UNTUK BERKUNJUNG KEMBALI KE CV ALAM SIBAYAK VI. ATRIBUT-ATRIBUT YANG MEMPENGARUHI WISATAWAN UNTUK BERKUNJUNG KEMBALI KE CV ALAM SIBAYAK Penelitian ini menggunakan analisis Regresi Logistik atau yang disebut model LOGIT untuk mengidentifikasi atribut-atribut

Lebih terperinci

TEKNOLOGI BIOGAS PADA PETERNAK SAPI DI DESA KOTA KARANG KECAMATAN KUMPEH ULU

TEKNOLOGI BIOGAS PADA PETERNAK SAPI DI DESA KOTA KARANG KECAMATAN KUMPEH ULU TEKNOLOGI BIOGAS PADA PETERNAK SAPI DI DESA KOTA KARANG KECAMATAN KUMPEH ULU Wiwaha Anas Sumadja, Zubaidah, Heru Handoko Staf Pengajar Fakultas Peternakan, Universitas Jambi Abstrak Kotoran ternak sapi

Lebih terperinci

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. yang tergabung pada TPK Cibodas yang berada di Desa Cibodas, Kecamatan

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. yang tergabung pada TPK Cibodas yang berada di Desa Cibodas, Kecamatan 19 III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Dalam penelitian ini yang dijadikan objek adalah peternak sapi perah yang tergabung pada TPK Cibodas yang berada di Desa Cibodas, Kecamatan Lembang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun untuk industri dan transportasi. Untuk mengurangi ketergantungan

BAB I PENDAHULUAN. maupun untuk industri dan transportasi. Untuk mengurangi ketergantungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu permasalahan nasional yang dihadapi saat ini dan harus segera dipecahkan atau dicarikan jalan keluarnya adalah masalah kelangkaan sumber energi terutama

Lebih terperinci

VIII. PENDAPATAN USAHA PEDAGANG MARTABAK KAKI LIMA DAN WARUNG TENDA PECEL LELE DI KOTA BOGOR

VIII. PENDAPATAN USAHA PEDAGANG MARTABAK KAKI LIMA DAN WARUNG TENDA PECEL LELE DI KOTA BOGOR VIII. PENDAPATAN USAHA PEDAGANG MARTABAK KAKI LIMA DAN WARUNG TENDA PECEL LELE DI KOTA BOGOR 8.1 Pendapatan Usaha Martabak Kaki Lima di Kota Bogor Analisis pendapatan usaha bertujuan untuk mengetahui besarnya

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Tujuan pembangunan sub sektor peternakan Jawa Tengah adalah untuk

PENGANTAR. Latar Belakang. Tujuan pembangunan sub sektor peternakan Jawa Tengah adalah untuk PENGANTAR Latar Belakang Tujuan pembangunan sub sektor peternakan Jawa Tengah adalah untuk meningkatkan ketahanan pangan rumah tangga yang berbasis pada keragaman bahan pangan asal ternak dan potensi sumber

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Desa Sukajaya merupakan salah satu desa sentra produksi susu di Kecamatan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Desa Sukajaya merupakan salah satu desa sentra produksi susu di Kecamatan BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Desa Sukajaya merupakan salah satu desa sentra produksi susu di Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat. Desa Sukajaya mempunyai luas 3.090,68 Ha dan jumlah penduduk

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. petani cukup tinggi, dimana sebagian besar alokasi pengeluaran. dipergunakan untuk membiayai konsumsi pangan.

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. petani cukup tinggi, dimana sebagian besar alokasi pengeluaran. dipergunakan untuk membiayai konsumsi pangan. IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan 1. Penggunaan tenaga kerja bagi suami dialokasikan utamanya pada kegiatan usahatani, sedangkan istri dan anak lebih banyak bekerja pada usaha di luar usahataninya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Pupuk Kompos Pupuk digolongkan menjadi dua, yakni pupuk organik dan pupuk anorganik. Pupuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 6% 1% Gambar 1.1 Sumber Perolehan Sampah di Kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN 6% 1% Gambar 1.1 Sumber Perolehan Sampah di Kota Bandung 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan sampah di Kota Bandung merupakan masalah yang belum terselesaikan secara tuntas. Sebagai kota besar, jumlah penduduk Kota Bandung semakin bertambah.

Lebih terperinci