BAB III RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH PROVINSI JAWA TIMUR. Rencana Sistem Pusat Pelayanan Rencana Sistem Jaringan Prasarana Wilayah Provinsi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH PROVINSI JAWA TIMUR. Rencana Sistem Pusat Pelayanan Rencana Sistem Jaringan Prasarana Wilayah Provinsi"

Transkripsi

1 III -- 1 III BAB III BAB III RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH PROVINSI JAWA TIMUR RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH PROVINSI JAWA TIMUR Rencana Sistem Pusat Pelayanan Rencana Sistem Jaringan Prasarana Wilayah Provinsi Rencana struktur ruang wilayah menggambarkan sistem pusat pelayanan dan sistem jaringan prasarana wilayah provinsi yang mengintegrasikan wilayah provinsi serta melayani kegiatan provinsi yang akan dituju sampai akhir tahun perencanaan (tahun 2031). 3.1 RENCANA SISTEM PUSAT PELAYANAN Sistem pusat pelayanan terdiri atas rencana sistem perkotaan disertai dengan penetapan fungsi wilayah pengembangannya dan sistem perdesaan. Sistem pusat pelayanan dibentuk secara berhirarki berdasarkan penilaian kondisi saat ini dan rencana pengembangan dimasa yang akan datang di seluruh wilayah Provinsi Jawa Timur sehingga terjadi pemerataan pelayanan dan mendorong pertumbuhan wilayah di perkotaan dan perdesaan RENCANA SISTEM PERKOTAAN Perkotaan di Provinsi Jawa Timur menunjukkan gejala adanya ketidakseimbangan perkembangan dalam jangka panjang. Secara umum perkembangan SMA (Surabaya Metropolitan Area) sebagai bagian dari metropolitan Gerbangkertosusila dan Malang Raya menunjukkan perkembangan yang lebih besar dari konsep semula, sedangkan perkotaan lain relatif jauh tertinggal. Oleh karena itu pengembangan sistem perkotaan di Provinsi Jawa Timur diarahkan untuk keserasian perkembangan kegiatan pembangunan antarwilayah yang lebih merata, melalui 2 (dua) sasaran, yaitu: 1. Mengendalikan perkembangan pusat-pusat kegiatan di kawasankawasan yang berkembang dengan pesat; dan 2. Mendorong perkembangan pusat-pusat kegiatan di kawasankawasan yang belum berkembang sesuai dengan fungsi yang diharapkan sekaligus mengurangi kesenjangan yang ada. Sistem perkotaan di wilayah Provinsi Jawa Timur ditetapkan sebagai berikut: 1. PKN (Pusat Kegiatan Nasional). Kawasan perkotaan yang diklasifikasikan sebagai PKN memiliki fungsi pelayanan dalam lingkup nasional atau melayani beberapa provinsi. Kawasan perkotaan yang diarahkan untuk berfungsi sebagai PKN di Provinsi Jawa Timur adalah Kawasan Perkotaan Gresik-BangkalanMojokerto-Surabaya-Sidoarjo-Lamongan (Gerbangkertosusila) dan Malang. 2. PKW (Pusat Kegiatan Wilayah). Kawasan perkotaan yang diklasifikasikan sebagai PKW memiliki fungsi pelayanan dalam lingkup provinsi atau beberapa kabupaten. Kawasan perkotaan yang diarahkan untuk berfungsi sebagai PKW di Provinsi Jawa Timur adalah Probolinggo, Tuban, Kediri, Madiun, Banyuwangi, Jember, Blitar, Pamekasan, Bojonegoro, dan Pacitan. Selain itu, terdapat pusat kegiatan yang dipromosikan untuk di kemudian hari dapat ditetapkan sebagai PKW Promosi (PKWp). Kawasan perkotaan yang dipromosikan untuk berfungsi sebagai PKWp di Provinsi Jawa Timur adalah Pasuruan dan Batu. 3. PKL (Pusat Kegiatan Lokal). Kawasan perkotaan yang diklasifikasikan sebagai PKL berfungsi sebagai pusat pelayanan pada lingkup lokal, yaitu skala kabupaten atau beberapa kecamatan. Kawasan perkotaan yang diarahkan untuk berfungsi sebagai PKL di Provinsi Jawa Timur yakni Jombang, Ponorogo, Ngawi, Nganjuk, Tulungagung, Lumajang, Sumenep, Magetan, Situbondo, Trenggalek, Bondowoso, Sampang, Kepanjen, Mejayan, Kraksaan, Kanigoro, dan Bangil. Kawasan perkotaan di wilayah kabupaten yang memiliki potensi sebagai pusat kegiatan bagi beberapa kecamatan dapat diusulkan sebagai PKLp oleh kabupaten masing-masing kepada Pemerintah Daerah Provinsi. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada Peta 3.1 Rencana Sistem Perkotaan Provinsi Jawa Timur.

2 III RENCANA SISTEM DAN FUNGSI PERWILAYAHAN 3. Sebagai motor penggerak perekonomian wilayah. Perwilayahan di Provinsi Jawa Timur direncanakan dalam Wilayah Pengembangan (WP) dengan kedalaman penataan struktur pusat permukiman perkotaan. Hal ini merupakan upaya untuk mengendalikan perkembangan kawasan perkotaan yang berkembang cenderung terus membesar dan berpotensi mendorong perkembangan mega urban, menyeimbangkan perkembangan perkotaan lain di wilayah Jawa Timur dan mengendalikan perkembangan kawasan terbangun di perkotaan sesuai daya dukung dan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan. Penataan satuan wilayah pengembangan dengan kedalaman hingga penataan struktur pusat permukiman perkotaan, khususnya perkotaan di Wilayah Pengembangan yang berada di luar WP Germakertosusila Plus dan WP Malang Raya, adalah upaya untuk mendorong perkembangan perkotaan yang serasi dengan kawasan perdesaan secara optimal dan berkelanjutan. 4. Sebagai stimulator bagi perkembangan pembangunan dan pertumbuhan perekonomian wilayah. Wilayah Pengembangan (WP) memiliki fungsi: 1. Menciptakan keserasian dan keseimbangan struktur ruang wilayah. 2. Sebagai pusat pertumbuhan bagi wilayah hinterland-nya, diharapkan mampu sebagai motor penggerak pembangunan. Wilayah Pengembangan (WP) diharapkan dapat berperan secara efektif untuk: 1. Menciptakan keserasian dan keterpaduan struktur ruang secara berhierarki dari tingkat pelayanan lokal, regional, dan nasional. 2. Mendukung strategi kebijakan keruangan dalam pembangunan wilayah Jawa Timur. 3. Mendukung rencana struktur ruang wilayah Jawa Timur yang tidak terpisahkan dari struktur tata ruang wilayah nasional dan struktur tata ruang kabupaten/kota. Perwilayahan Jawa Timur dibagi dalam 8 Wilayah Pengembangan (WP), yaitu: 1. WP Germakertosusila Plus, meliputi: Kota Surabaya, Kabupaten Tuban, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Gresik, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Mojokerto, Kota Mojokerto, Kabupaten Jombang, Kabupaten Pasuruan, Kota Pasuruan, Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Sampang,

3 III - 3 Kabupaten Pamekasan, dan Kabupaten Sumenep, dengan pusat pelayanan di Kota Surabaya. 8. WP Banyuwangi, meliputi: Kabupaten Banyuwangi, dengan pusat pelayanan di Perkotaan Banyuwangi. 2. WP Malang Raya, meliputi: Kota Malang, Kabupaten Malang, Kota Batu, dengan pusat pelayanan di Kota Malang. Penetapan WP dapat dilihat pada Peta 3.2. Rencana Sistem Perwilayahan. 3. WP Madiun dan sekitarnya, meliputi: Kota Madiun, Kabupaten Madiun, Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Magetan, Kabupaten Pacitan, dan Kabupaten Ngawi, dengan pusat pelayanan di Kota Madiun. PENGEMBANGAN SISTEM PERWILAYAHAN 4. WP Kediri dan sekitarnya, meliputi: Kota Kediri, Kabupaten Kediri, Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Trenggalek, dan Kabupaten Tulungagung, dengan pusat pelayanan di Kota Kediri. 5. WP Probolinggo Lumajang, meliputi: Kota Probolinggo, Kabupaten Probolinggo, dan Kabupaten Lumajang, dengan pusat pelayanan di Kota Probolinggo. 6. WP Blitar, meliputi: Kota Blitar, Kabupaten Blitar, dengan pusat pelayanan di Kota Blitar. 7. WP Jember dan sekitarnya, meliputi: Kabupaten Jember, Kabupaten Bondowoso, dan Kabupaten Situbondo, dengan pusat pelayanan di Perkotaan Jember. Perwilayahan di Provinsi Jawa Timur direncanakan dengan fungsi di masing-masing WP dan pusat pengembangannya. Pusat Pengembangan WP merupakan pusat permukiman kota atau perkotaan. Sesuai dengan potensi pusat pengembangan atau pusat permukiman perkotaan di setiap WP, maka perlu ditetapkan fungsi pusat permukiman perkotaan tersebut. Struktur pusat permukiman perkotaan di setiap WP dibagi lagi menjadi beberapa satuan wilayah yang lebih kecil, untuk mengendalikan perkembangan kawasan permukiman perkotaan dalam skala besar yang berpotensi tidak terkendali. Beberapa satuan wilayah yang berpotensi berkembang lebih besar dari konsep yang diarahkan, dibagi lagi menjadi beberapa cluster, dimana setiap cluster terdiri atas beberapa kawasan perkotaan dengan fungsi pengembangan dan spesifikasi kegiatan masingmasing. Fungsi masing-masing WP serta fungsi pusat permukiman perkotaan dijabarkan sebagai berikut:

4 III WP GERMAKERTOSUSILA PLUS a. Pusat WP: Kota Surabaya. b. Fungsi WP Germakertosusila Plus adalah: pertanian tanaman pangan, perkebunan, hortikultura, kehutanan, perikanan, peternakan, pertambangan, perdagangan, jasa, pendidikan, kesehatan, pariwisata, transportasi, dan industri. c. Fungsi pusat pengembangan/perkotaan adalah: pusat pelayanan, perdagangan, jasa, industri, pemerintahan, pendidikan, kesehatan, transportasi, dan prasarana wisata. A. STRUKTUR PUSAT PERMUKIMAN PERKOTAAN GERMAKERTOSUSILA PLUS Struktur Pusat Permukiman Perkotaan WP Germakertosusila Plus dibagi menjadi 6 (enam) satuan wilayah yang lebih kecil, dan setiap satuan wilayah tersebut dibagi dalam beberapa cluster dengan fungsi dan spesifikasi kegiatan sebagai berikut: a. Wilayah Inti Germakertosusila Plus adalah Surabaya, sebagian Kabupaten Gresik, sebagian Kabupaten Sidoarjo, dan sebagian Kabupaten Bangkalan. Wilayah inti didominasi kegiatan industri, perdagangan dan jasa, serta kegiatan pelayanan pemerintahan Regional Jawa Timur. Wilayah SMA dibagi dalam cluster Gresik, cluster Bangkalan, cluster Sidoarjo dan cluster Surabaya. Cluster Surabaya dibagi dalam sub-cluster Surabaya barat, selatan, timur dan utara. b. Wilayah Tuban Lamongan, dibagi dalam 2 cluster yaitu cluster Tuban dan cluster Lamongan. Cluster Tuban menyangkut wilayah perkotaan di Pantura, Rengel dan Kerek. Cluster Tuban diarahkan berpusat di Perkotaan Tuban. Cluster Lamongan menyangkut sebagian Gresik. Cluster Lamongan dibagi dalam 2 sub-cluster yaitu sub-cluster Lamongan Utara dan Lamongan Tengah. Sub cluster Lamongan Utara berorientasi pada wilayah perkembangan kawasan Lamongan Integrated Shorebase (LIS) dan sekitar pelabuhan, kawasan industri, dan Ujungpangkah Kabupaten Gresik. Sedangkan sub-cluster Lamongan Tengah berorientasi pada wilayah perkembangan linier Perkotaan Lamongan, Perkotaan Pucuk dan Perkotaan Babat. c. Wilayah Bojonegoro merupakan wilayah yang berkembang disebabkan adanya embrio kegiatan perekonomian, yang memungkinkan adanya konurbasi/penyatuan antarwilayah dan akan berdampak pada kawasan perkotaan Padangan, Ngasem hingga Sooko. Perkembangan perkotaan ini cenderung didominasi kegiatan industri, tambang, dan perdagangan. Sedangkan pusat perkembangan wilayah cluster ini adalah Perkotaan Bojonegoro. d. Wilayah Mojokerto Jombang, adalah wilayah perkembangan industri dari Kota Mojokerto sampai dengan Perkotaan Mojoagung Kabupaten Jombang. Perkembangan di wilayah ini cenderung didominasi perkembangan industri Kota Mojokerto dan sekitarnya. Perkembangan Kota Mojokerto berpengaruh kuat terhadap perkembangan Jombang. Pusat perkembangan wilayah ini adalah Kota Mojokerto. e. Wilayah Pasuruan, meliputi wilayah perkotaan akibat penyatuan kawasan Ngoro Porong Jabon, wilayah Perkotaan Gempol, Perkotaan Bangil, Perkotaan Rembang, Kota Pasuruan, wilayah Perkotaan Pandaan hingga Perkotaan Sukorejo. Karena pusat pelayanan regional setara kabupaten berada di Kota Pasuruan maka pusat wilayah ini adalah Kota Pasuruan. f. Wilayah Madura, meliputi wilayah Perkotaan Sampang, Pamekasan, dan Sumenep. Pusat perkembangan wilayah ini adalah Perkotaan Pamekasan. Perkembangan di wilayah ini cenderung distimulasi/dipacu dengan keberadaan Jembatan Suramadu yang diprediksi akan menjadi prime over perkembangan Madura secara keseluruhan (Sampang Pamekasan Sumenep). Rencana Struktur Ruang Germakertosusila Plus dapat dilihat pada Gambar 3.1. Gambar 3.1 Rencana Struktur Ruang Perkotaan Germakertosusila Plus A1. Struktur Pusat Permukiman Perkotaan Surabaya Metropolitan Area (SMA) Dinamika perkembangan wilayah Bangkalan bergerak lambat dibandingkan kabupaten/kota lainnya dalam lingkup Surabaya Metropolitan Area (SMA), meskipun secara geografis dekat dengan Surabaya sebagai wilayah yang paling maju di Jawa Timur. Perkembangan sektor primer sebagai penopang pertumbuhan selama ini, ditambah dengan kelengkapan infrastruktur wilayah yang rendah merupakan faktor utama terjadinya kesenjangan ini. Pembangunan Jembatan Suramadu akan membawa dampak perkembangan wilayah Surabaya Timur dan Madura secara luas. Kaki Jembatan Suramadu pada sisi Surabaya terletak di ujung Kelurahan Tambak Wedi, Kecamatan Kenjeran, sedangkan pada sisi Madura berlokasi di Desa Sukolilo Barat, Kecamatan Labang, Kabupaten Bangkalan.

5 III - 5 Kaki Suramadu pada kedua sisinya (Surabaya dan Madura) secara otomatis akan menjadi pintu gerbang utama masuknya sirkulasi barang dan orang sehingga dapat memacu atau menciptakan kegiatan ekonomi di wilayah tersebut dan kemudian memberikan multiplier effect ke kawasan sekitarnya pada lingkup lokal dan regional sehingga tercipta suatu kawasan pusat pertumbuhan baru. Sebagai kawasan pusat pertumbuhan baru akan memiliki kecenderungan berkembang ke sektor perkotaan yang disertai dengan munculnya pusat-pusat kegiatan yang terkoneksi dengan Gerbangkertosusila dan wilayah belakangnya. Pusat permukiman perkotaan di wilayah SMA diarahkan berdasarkan potensi perkembangan masing-masing perkotaan sebagai satu kesatuan pengembangan wilayah Surabaya Metropolitan Area (SMA). Struktur yang dikembangkan adalah sebagai berikut: a. Struktur Pusat Permukiman Perkotaan Gresik yang meliputi wilayah Perkotaan Cerme, Perkotaan Gresik, Perkotaan Kebomas, Perkotaan Manyar, Perkotaan Bungah dan Perkotaan Sidayu. Diarahkan mempunyai pusat di Perkotaan Gresik dan Perkotaan Kebomas. b. Struktur Pusat Permukiman Perkotaan Surabaya dibagi dalam 4 (empat) cluster: Cluster Surabaya Utara dan Tengah dengan pusat perkembangan di Tunjungan. Cluster Surabaya Timur dengan pusat perkembangan di Sukolilo. Cluster Surabaya Selatan meliputi Karang Pilang, Rungkut, Waru, Sedati dan Gedangan Kabupaten Sidoarjo dengan pusat perkembangan Waru Rungkut. Cluster Surabaya Barat Meliputi Benowo, Tandes, Driyorejo dan Menganti Kabupaten Gresik dengan pusat perkembangan Benowo. c. Struktur Pusat Permukiman Perkotaan Sidoarjo meliputi Sidoarjo, Taman, Tanggulangin, Porong, dan Ngoro Kabupaten Mojokerto. Wilayah inti diarahkan berpusat di Sidoarjo Taman dan wilayah ini dibagi dalam 2 cluster yaitu: Cluster Sidoarjo berpusat di Perkotaan Sidarjo Cluster Sidoarjo Krian berpusat di Krian d. Struktur Pusat Permukiman Perkotaan Bangkalan meliputi Perkotaan Kamal, Perkotaan Labang, Perkotaan Socah, Perkotaan Burneh, Perkotaan Bangkalan, Perkotaan Arosbaya, Perkotaan Klampis, Perkotaan Sepuluh, dan Perkotaan Tanjungbumi. Wilayah inti diarahkan berpusat di Kaki Jembatan Suramadu, di Desa Sendanglaok Kecamatan Labang. Rencana Struktur Ruang Surabaya Metropolitan Area (SMA) dapat dilihat pada Gambar 3.2. Gambar 3.2 Rencana Struktur Ruang Surabaya Metropolitan Area (SMA) A2. Struktur Pusat Permukiman Perkotaan Wilayah Tuban Lamongan Wilayah Perkotaan Tuban Lamongan memiliki akses yang tinggi dengan Surabaya sebagai kota inti, dan masing-masing wilayah memiliki spesifikasi pengembangan masing-masing. Kedua wilayah ini memiliki kecenderungan penyatuan yang cukup tinggi sehingga diperlukan pengembangan kawasan penyangga diantara keduanya. Struktur pusat permukiman Perkotaan Tuban Lamongan dibagi dalam 2 satuan wilayah yang lebih kecil yaitu Cluster Tuban dan Cluster Lamongan. Cluster Tuban berpusat di Perkotaan Tuban dan Perkotaan Jenu, sedangkan Cluster Lamongan di bagi dalam sub-cluster Lamongan Utara dan Lamongan Tengah. Lamongan Utara akan berpusat di perkotaan baru yang diarahkan di wilayah Paciran. Sedangkan pusat permukiman perkotaan di Sub-cluster Lamongan Tengah diarahkan di Perkotaan Lamongan. Sub-cluster Lamongan Utara dikembangkan dengan fungsi sebagai pusat perkembangan industri, pariwisata dan transportasi. Pengembangan industri di Lamongan Utara diarahkan dalam bentuk pengembangan kawasan Agroindustri Gelang (Gresik-Lamongan) Utara. Sedangkan di wilayah Lamongan Tengah berfungsi sebagai pusat pelayanan umum dan berperan sebagai pusat kegiatan perkotaan khususnya perdagangan dan jasa. Keberadaan 2 jalur arteri dan rencana jalan bebas hambatan yang melewati Lamongan berpotensi mendorong perkembangan secara linier dan di sekitar pintu jalan bebas hambatan. Terbentuknya 2 pusat di Cluster Lamongan, akan dapat menarik perkembangan secara kompak di masing-masing sub-cluster. Perkembangan secara terpusat di kedua cluster ini membentuk ruang terbuka diantara dua cluster sehingga membantu mengkonservasi lahan baik sebagai kawasan lindung di sepanjang Sungai Bengawan Solo maupun kawasan lindung lain yang telah ditetapkan yang dapat dilihat Gambar 3.3.

6 III - 6 A4. Struktur Pusat Permukiman Perkotaan Wilayah Mojokerto Jombang Mojokerto Jombang merupakan salah satu wilayah yang memiliki akses tinggi terhadap Kota Surabaya. Struktur pusat permukiman Perkotaan Mojokerto Jombang diarahkan sebagai berikut: Pusat permukiman perkotaan wilayah Mojokerto dan Jombang meliputi wilayah Perkotaan Dawarblandong, Perkotaan Balungbendo, Perkotaan Mojosari, Perkotaan Sooko, Perkotaan Mojoagung, Perkotaan Gudo dan Perkotaan Ploso. Tetap diarahkan mempunyai wilayah inti sebagai pusat yang diarahkan di wilayah perkotaan pada masing-masing wilayahnya. Gambar 3.3 Rencana Struktur Ruang Tuban Lamongan A3. Struktur Pusat Permukiman Perkotaan Wilayah Bojonegoro Perkotaan di Kabupaten Bojonegoro cenderung berkembang secara terpisah. Perkembangan Perkotaan Bojonegoro mengarah ke bagian selatan dan timur. Fokus pengembangan di wilayah ini adalah mengembangkan Ibukota Kabupaten Bojonegoro sebagai pusat perdagangan jasa. Eksplorasi minyak di Padangan dan Kasiman berpotensi mendorong pembentukan pusat permukiman perkotaan baru. Pusat permukiman perkotaan di wilayah Bojonegoro yang lain mengarah ke Parangan, Kapas dan Sooko. Mengingat pusat permukiman Perkotaan Bojonegoro berkembang secara terpisah (dispersal), maka pengembangan aksesibilitas antarkawasan pusat permukiman perkotaan menjadi penting. Kawasan di antara pusat permukiman perkotaan satu dengan yang lain tetap difungsikan sebagai ruang terbuka baik untuk lahan pertanian dan hutan produksi maupun kawasan lindung. Secara keseluruhan perkotaan ini memiliki pusat pelayanan di Perkotaan Bojonegoro yang dapat dilihat Gambar 3.4. Gambar 3.4 Rencana Struktur Ruang Bojonegoro Pusat permukiman Perkotaan Mojokerto terdiri dari perkembangan permukiman perkotaan akibat perkembangan industri di Jetis, Perkotaan Krian, Perkotaan Mojokerto, perkembangan Perkotaan Mojosari, permukiman Perkotaan Sooko dan perkembangan permukiman perkotaan Dawarblandong. Perkotaan Mojokerto direncanakan merupakan pusat permukiman perkotaan di cluster Perkotaan Mojokerto. Struktur ruang kawasan Perkotaan Jombang dipengaruhi oleh aglomerasi kawasan terbangun. Struktur pusat permukiman Perkotaan Jombang diarahkan mencakup perkembangan perkotaan hingga Perkotaan Ploso dan permukiman Perkotaan Gudo. Perkembangan permukiman perkotaan di Perkotaan Jombang tetap diarahkan dalam pola yang menyebar. Kawasan pertanian yang ada di kawasan perkotaan tetap dipertahankan di beberapa lokasi sebagai kawasan yang mendukung ruang terbuka. Pusat permukiman perkotaan di Kabupaten Jombang tetap diarahkan di Perkotaan Jombang. Pusat permukiman Perkotaan Jombang diarahkan dalam satu cluster yang dapat dilihat Gambar 3.5. Gambar 3.5 Rencana Struktur Ruang Mojokerto Jombang

7 III - 7 A5. Struktur Pusat Permukiman Perkotaan Wilayah Pasuruan Struktur Pusat Permukiman perkotaan Pasuruan diarahkan berpusat di Kota Pasuruan sebagai pusat utama bagi wilayah perkotaan di Kota/Kabupaten Pasuruan, dan struktur ruangnya menunjukan pola linier yakni Gempol Bangil Rembang. Sedangkan perkotaan lain yang mengalami perkembangan cukup pesat adalah: a. Sukorejo sebagai wilayah hinterland Gempol. b. Kejayan dan Rejoso merupakan hinterland Kota Pasuruan dari bagian selatan dan timur. Rencana Struktur Ruang Perkotaan Pasuruan disajikan pada Gambar 3.6. utama masuknya sirkulasi barang dan orang sehingga dapat men-generate kegiatan ekonomi di wilayah tersebut dan kemudian memberikan multiplier effect ke kawasan sekitarnya pada lingkup lokal dan regional sehingga tercipta suatu kawasan pusat pertumbuhan baru. Jadi Kawasan Kaki Jembatan Suramadu sisi Madura menjadi pusat pertumbuhan yang terkoneksi dengan Gerbangkertosusila dan wilayah dibelakangnya diantaranya yaitu kawasan industri (EJIIZ) di Kecamatan Tragah dan Burneh, Kawasan Bangkalan Utara yang memiliki fasilitas regional yaitu Pelabuhan Tanjung Bulupandan, dan sebagai penarik investasi menuju kawasan Madura Timur (Sampang Pamekasan Sumenep). Rencana Struktur Ruang Wilayah Madura dan Kepulauan dapat dilihat pada Gambar 3.7. Gambar 3.6 Rencana Struktur Ruang Perkotaan Pasuruan A6. Struktur Pusat Permukiman Perkotaan Wilayah Madura Pusat Permukiman Perkotaan di wilayah Madura dan Kepulauan berkembang memusat disekitar Ibukota Sampang, Ibukota Pamekasan dan Ibukota Sumenep. Sistem pusat permukiman perkotaan di wilayah Madura dan Kepulauan diarahkan bersinergi antara pusat permukiman perkotaan satu dengan yang lain, sehingga dapat mendorong perkembangan Madura dan Kepulauan secara bersama-sama. Dengan sistem tersebut maka secara struktural pusat permukiman perkotaan di wilayah Madura dan Kepulauan diarahkan dalam satu pengelolaan. Keberadaan Jembatan Suramadu diprediksi akan menjadi prime over perkembangan Madura secara keseluruhan. Kaki Jembatan Suramadu pada kedua sisinya yaitu sisi Surabaya terletak di ujung Kelurahan Tambak Wedi, Kecamatan Kenjeran, sedangkan pada sisi Madura berlokasi di Desa Sukolilo Barat, Kecamatan Labang, Kabupaten Bangkalan, secara otomatis akan menjadi pintu gerbang Gambar 3.7 Rencana Struktur Ruang Wilayah Madura B. PENGEMBANGAN SISTEM KEGIATAN Sistem kegiatan perkotaan WP Germakertosusila Plus diarahkan sebagai berikut: B1. Surabaya Metropolitan Area (SMA) Wilayah Surabaya Metropolitan Area meliputi: Kota Surabaya, Perkotaan Sidoarjo, Perkotaan Gresik dan Perkotaan Bangkalan. Wlayah SMA ini tidak hanya berperan sebagai pusat wilayah Germakertosusila Plus namun juga untuk wilayah Jawa Timur, sehingga baik fasilitas maupun sarana dan prasarana yang menyangkut kegiatan ekonomi regional harus tersedia di wilayah ini. Kegiatan perkotaan dan regional yang harus dikembangkan wilayah SMA meliputi: a. Kota Surabaya Kegiatan pemerintahan, jasa, perdagangan, industri, pendidikan, perbankan dan pusat informasi. Optimalisasi sarana prasarana perhubungan akan mendorong penyebaran berbagai komoditas, hasil-hasil pertanian dan bahan baku industri, serta meningkatkan mobilitas manusia.

8 III - 8 Industri manufaktur baik yang bersifat modern maupun tradisional pengembangannya diupayakan secara serasi. Penyebaran kegiatan perekonomian kota dan regional tersebut di atas harus tersebar secara serasi di seluruh wilayah Kota Surabaya. b. Perkotaan Sidoarjo Sebagian wilayah Perkotaan Sidoarjo mempunyai kecenderungan kegiatannya berkembang ke arah sektor perdagangan/jasa dan industri yang berkembang berkelompok di kawasan perkotaan. Kecenderungan perkembangan ini diperkuat juga dengan adanya kereta komuter, sehingga pada wilayah ini perlu dibangun pusat pertumbuhan baru (pusat kota baru) untuk mendorong pertumbuhan di wilayah sekitarnya. Jenis kegiatan di kota baru yang harus disediakan antara lain meliputi perdagangan, perniagaan, permodalan dan penerangan serta perumahan dengan fasilitas rekreasinya. Sedangkan pada wilayah Sidoarjo diluar kawasan perkotaan berfungsi sebagai daerah penyangga, kegiatan ikutan/semi perkotaan perlu dikembangkan seperti industri pengolahan, pertanian, perikanan dan industri pertanian serta perumahan. c. Perkotaan Gresik Sebagian wilayah Perkotaan Gresik mempunyai kecenderungan berkembang ke arah sektor industri, dan pemanfaatan lahan ikutan, seperti permukiman, perdagangan, pergudangan yang cenderung terkonsentrasi memusat di sepanjang jalan arteri. Pengendalian kegiatan industri polutif dengan mempertahankan kawasan hijau dan menciptakan barrier permukiman dan kawasan industri. Mengingat kebijakan kawasan industri yang berorientasi ke jalan arteri dan jalan bebas hambatan, maka kawasan permukiman di arahkan mengkluster dengan konsep kota mandiri. Kawasan permukiman di arahkan mempunyai akses tersendiri yang terhubung dengan jalan bebas hambatan. Pengembangan kegiatan di kawasan perkotaan meliputi: perikanan, industri, dan perdagangan/jasa. d. Perkotaan Bangkalan Sebagian wilayah Perkotaan Bangkalan (Kamal) mempunyai kecenderungan kegiatannya berkembang kearah sektor perkotaan. Kecenderungan perkembangan ini diperkuat juga dengan adanya Jembatan Suramadu, sehingga pada wilayah ini perlu dibangun pusat pertumbuhan baru (pusat kota baru) untuk mendorong pertumbuhan di wilayah sekitarnya. Jenis kegiatan di kota baru yang harus disediakan antara lain meliputi perdagangan, perniagaan, serta perumahan dengan fasilitas rekreasinya. Sedangkan pada wilayah Bangkalan di luar kawasan perkotaan berfungsi sebagai daerah penyangga, kegiatan ikutan perlu dikembangkan seperti industri pengolahan, pertanian dan industri pertanian serta perumahan. B2. Pengembangan Lamongan Tuban Dilihat dari kondisi eksisting, pengembangan wilayah Lamongan bagian utara sangat dipengaruhi oleh kondisi geologi dan potensi wilayah sehingga kegiatan yang didorong untuk dikembangkan meliputi: Pelabuhan ikan terutama di wilayah Kecamatan Brondong Paciran; Sistem irigasi untuk mendukung kegiatan pertanian; Pengembangan industri yang berbasis hasil pertanian, industri ekstraktif dan industri manufaktur yang berupa kawasan-kawasan industri (Shorebase Industri Estate); Peningkatan nilai tambah dari hasil-hasil pertanian (agroindustri); dan Pengembangan industri kecil/kerajinan tangan. Wilayah Tuban diarahkan sebagai pusat aktivitas jasa dan perdagangan, sehingga perlu dikembangkan kegiatan pendukung meliputi: Industri kecil; Industri pengolahan; dan Pertambangan. B3. Pengembangan Bojonegoro Letak Perkotaan Bojonegoro yang berada di selatan Bengawan Solo menyebabkan perlunya pengendalian kegiatan industri yang berlokasi di bantaran sungai Bengawan Solo. Hal ini untuk menghindari berbagai efek negatif dari aktivitas industri, termasuk dari industri pengolahan berbasis kerajinan ke area DAS Bengawan Solo, terutama ke bagian hilir DAS. Adapun Perkotaan Bojonegoro diarahkan pengembangan pusat kegiatan perdagangan dan jasa serta kegiatan produksi pertanian. Selain itu juga diarahkan pengembangan industri pengolahan minyak bumi. B4. Pengembangan Mojokerto Jombang Wilayah Perkotaan Mojokerto merupakan daerah potensi pertanian tinggi, oleh karena itu peningkatan produksi pertanian, perlu didorong dan dikembangkan dengan peningkatan nilai tambah dari hasil-hasil pertanian (industri pengolahan) dan industri kecil/ kerajinan dan pembatasan kawasan industri. Adanya kecenderungan wilayah Jombang ke arah Mojokerto mengakibatkan terjadinya konurbasi kawasan Perkotaan Jombang dan Perkotaan Mojokerto, kegiatan perkotaan yang perlu dikembangkan adalah industri kecil/ kerajinan, peningkatan produksi pertanian, serta daerah pertanian dan perkebunan.

9 III - 9 B5. Pengembangan Pasuruan Sebagian wilayah Pasuruan mempunyai kecenderungan kegiatannya berkembang kearah sektor perkotaan. Kecenderungan perkembangan ini diperkuat juga dengan adanya kereta komuter, sehingga pada wilayah ini perlu dibangun pusat pertumbuhan baru (pusat kota baru) untuk mendorong pertumbuhan di wilayah sekitarnya. Jenis kegiatan di kota baru mandiri yang harus disediakan antara lain meliputi perdagangan dan jasa, industri, pemerintahan serta perumahan dengan fasilitas penunjangnya. Sedangkan pada wilayah Pasuruan diluar kawasan perkotaan berfungsi sebagai daerah penyangga, kegiatan ikutan perlu dikembangkan seperti industri pengolahan, pertanian dan industri pertanian serta perumahan. B6. Pengembangan Madura Sesuai dengan kondisi dan potensi sumber daya, pengembangan wilayah Madura dan Kepulauan diprioritaskan pada sektor pertanian, perikanan, industri dan tambak garam. Pengembangan sektor pertanian terutama adalah pada kegiatan tanaman pangan, peternakan, dan sektor perkebunan di wilayah Kabupaten Sumenep, wilayah Kabupaten Pamekasan dan Kabupaten Sampang. Kegiatan pariwisata terutama wisata pantai di Kabupaten Sumenep dan Kabupaten Sampang. Kegiatan industri dikembangkan pada Kabupaten Pamekasan dan Kabupaten Sampang. Kegiatan perikanan dan tambak garam diarahkan pada Kabupaten Sampang dan Kabupaten Pamekasan. Perkotaan Sumenep diarahkan bagi pengembangan kegiatan transportasi seperti bandara lokal. Untuk mendukung kegiatan pembangunan pada Wilayah Madura dan Kepulauan ini, maka dikembangkan fasilitas umum dan jaringan infrastruktur, baik pada perkotaan kabupaten maupun perkotaan kecil lainnya. Sedangkan untuk wilayah kepulauan perlu dilakukan peningkatan sistem jaringan transportasi laut dan penerbangan/landasan udara lokal dan khusus serta pengembangan infrastruktur dimana kegiatan yang diarahkan adalah kegiatan perikanan, perdagangan, dan minyak bumi. Secara skematis fungsi wilayah Germakertosusila Plus dapat dilihat pada Gambar WP MALANG RAYA, TERDIRI DARI KOTA MALANG, KOTA BATU, DAN KABUPATEN MALANG a. Pusat WP: Kota Malang b. Fungsi WP Malang Raya adalah: pertanian tanaman pangan, perkebunan, hortikultura, kehutanan, perikanan, peternakan, pertambangan, perdagangan, jasa, pendidikan, kesehatan, pariwisata, dan industri. Fungsi pusat pengembangan adalah: pusat pelayanan pemerintahan, perdagangan, jasa, industri, pendidikan, kesehatan, dan pariwisata. A. STRUKTUR PUSAT PERMUKIMAN PERKOTAAN Perkembangan Kota Malang meluas hingga melewati batas administrasi. Secara tidak langsung, wilayah-wilayah di sekitarnya ikut terpengaruh oleh perkembangan Kota Malang sehingga terjadi keterkaitan yang kuat antara Kota Malang dengan wilayah-wilayah di sekitarnya. Perkembangan tersebut membawa perubahan struktur ruang Kota Malang menjadi Perkotaan Malang dan sekitarnya atau disebut dengan istilah Malang Raya. Struktur pusat permukiman perkotaan dalam WP Malang Raya diarahkan dalam 3 cluster, yaitu cluster Kota Malang, Kota Batu, dan Perkotaan Kepanjen. Setiap cluster diarahkan dalam satu pusat permukiman perkotaan, dengan beberapa hinterland. Gambar 3.8 Rencana Struktur Kegiatan WP Germakertosusila Plus Gambar 3.9 Rencana Struktur Ruang Perkotaan Malang Raya

10 III - 10 Perkembangan perkotaan dikendalikan dengan mempertahankan kawasan pertanian. Pengendalian diarahkan untuk mengendalikan perkembangan perkotaan yang menyatu secara tidak terkendali, yang melebihi daya dukung lingkungan dan berpotensi terjadi ketidakseimbangan antara kawasan terbangun dan tidak terbangun. Pengendalian perkembangan perkotaan juga untuk mencegah dominasi kawasan perkotaan Malang Raya sebagai perkotaan inti terhadap kawasan hinterland. Struktur pusat permukiman perkotaan Cluster Malang, meliputi pusat permukiman Perkotaan Lawang, Singosari, Dau, Karangploso, Wagir, Pakisaji, Bululawang, dan Tajinan. Struktur pusat permukiman Perkotaan Kepanjen meliputi pusat permukiman Perkotaan Gondanglegi, Turen dan perkotaan sekitar Kepanjen. Sedangkan struktur permukiman Kota Batu meliputi seluruh permukiman di Kota Batu. Rencana Struktur Ruang Malang Raya dapat dilihat pada Gambar 3.9. B. PENGEMBANGAN SISTEM KEGIATAN Perkembangan Kota Malang yang cepat ini diharapkan mampu menarik wilayah sekitarnya dalam pemerataan pembangunan. Kota Malang tidak saja berfungsi sebagai pusat pemerintahan, tetapi juga merupakan pusat pendidikan, perdagangan dan jasa serta kegiatan industri serta jasa. Rencana Struktur Kegiatan Malang Raya dapat dilihat pada Gambar WP MADIUN DAN SEKITARNYA, MELIPUTI KOTA MADIUN, KABUPATEN MADIUN, KABUPATEN PONOROGO, KABUPATEN MAGETAN, KABUPATEN PACITAN, DAN KABUPATEN NGAWI a. Pusat WP: Kota Madiun. b. Fungsi WP Madiun dan sekitarnya adalah: pertanian tanaman pangan, perkebunan, hortikultura, kehutanan, peternakan, pertambangan, pariwisata, pendidikan, kesehatan, dan industri. c. Fungsi pusat pengembangan adalah: pusat pelayanan pemerintahan, perdagangan, jasa, industri, pendidikan, dan kesehatan. Fungsi dan peran Kota Madiun bagi kota-kota lain di sekitarnya, membawa dampak terhadap peningkatan perkembangan kota, tidak hanya bagi Kota Madiun, tapi juga bagi wilayah sekitarnya melampaui batas wilayah administrasi. Kecenderungan perluasan perkembangan kota adalah pola linier. Hal ini disebabkan karena tumbuhnya kegiatan di sepanjang jalur transportasi regional. A. STRUKTUR PUSAT PERMUKIMAN PERKOTAAN Struktur pusat permukiman perkotaan Madiun diarahkan hingga ke permukiman Perkotaan Maospati, Dolopo, Perkotaan Wungu, hingga perkotaan Sawahan. Struktur pusat permukiman dikembangkan dalam satu cluster pusat permukiman perkotaan. Kota Madiun merupakan pusat dari struktur permukiman Perkotaan Madiun. Perkotaan Mejayan ditetapkan sebagai Ibu Kota Kabupaten (IKK) Madiun yang baru. Oleh karena itu, untuk pemantapan fungsi Gambar 3.10 Rencana Struktur Kegiatan WP Malang Raya Gambar 3.11 Rencana Struktur Ruang Perkotaan Madiun

11 III -11 sebagai IKK Madiun yang baru dibutuhkan pengembangan prasarana dan sarana di wilayah ini. Perkembangan Kota Caruban mengarah di sepanjang jalan raya (pola ribbon development). Dari arah barat, Desa Klitik, Desa Wonoasri sampai Desa Ngepeh, Kecamatan Saradan. Sedangkan yang mengarah ke utara, mulai pertigaan sebelah timur pasar sampai wilayah sekitar RSD. Rencana Struktur Ruang Madiun dapat dilihat pada Gambar B.PENGEMBANGAN SISTEM KEGIATAN Kota Madiun merupakan salah satu pusat kegiatan ekonomi Jawa Timur di bagian barat. Oleh karena itu, WP Madiun dan sekitarnya diharapkan dapat menjadi kekuatan ekonomi Jawa Timur di wilayah tersebut, dengan fungsi sebagai pusat pelayanan pemerintahan, perdagangan, jasa, industri, pendidikan, dan kesehatan. Kegiatan ekonomi yang diharapkan dapat memacu perkembangan WP Madiun adalah pertanian, perkebunan, pariwisata, pertambangan golongan C, hutan produksi serta peternakan. Pengembangan pertanian dan perkebunan mencakup Kabupaten Ngawi, Kabupaten Magetan, Kabupaten Ponorogo, serta Kabupaten Pacitan, juga home industry terutama di Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Magetan dan Kabupaten Ngawi. Pengembangan pariwisata terdiri dari: pariwisata alam di Kabupaten Magetan, pariwisata pantai di Kabupaten Pacitan, dan pariwisata budaya/religius di Kabupaten Madiun, serta di Kabupaten Ponorogo. Aktivitas ekonomi lainnya adalah pengembangan hutan produksi di Kabupaten Ngawi, Kabupaten Madiun, Kabupaten Ponorogo dan Kabupaten Magetan. Pengembangan sistem kota baik hierarki kota maupun fungsinya harus dibina dengan Kota Madiun sebagai pusat WP; Kabupaten Magetan, Kabupaten Ngawi, Kabupaten Ponorogo dan Kabupaten Pacitan sebagai sub-pusatnya; serta kota-kota kecil lainnya sebagai pendukung pengembangan wilayah sekitarnya. Perkotaan Mejayan sebagai Ibu Kota Kecamatan (IKK) Madiun yang baru juga direncanakan untuk didorong pengembangan sarana dan prasarana, khususnya ke arah kegiatan perkotaan, seperti: fasilitas umum, perdagangan dan jasa. Rencana Struktur Kegiatan Madiun dapat dilihat pada Gambar WP KEDIRI DAN SEKITARNYA, MELIPUTI KOTA KEDIRI, KABUPATEN KEDIRI, KABUPATEN NGANJUK, KABUPATEN TRENGGALEK, DAN KABUPATEN TULUNGAGUNG a. Pusat WP: Kota Kediri b. Fungsi WP Kediri dan sekitarnya adalah: pertanian tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, kehutanan, peternakan, pertambangan, pendidikan, kesehatan, pariwisata, perikanan dan industri. c. Fungsi pusat pengembangan adalah: pusat pemerintahan, perdagangan, jasa, industri, pendidikan, dan kesehatan. Gambar 3.12 Rencana Struktur Kegiatan WP Madiun dan Sekitarnya Gambar 3.13 Rencana Struktur Ruang Perkotaan Kediri

12 III - 12 A. STRUKTUR PUSAT PERMUKIMAN PERKOTAAN Perkembangan perkotaan Kediri berpola ke semua arah dengan intensitas yang lebih tinggi adalah ke arah utara, selatan dan timur. Struktur perkotaan diarahkan meliputi: kearah utara Perkotaan Grogol, Perkotaan Gampengrejo dan Perkotaan Banyakan, kearah selatan mengarah ke Perkotaan Kandat dan Perkotaan Ngadiluwih, sedangkan kearah timur mengarah ke Perkotaan Gurah. Keberadaan industri rokok di wilayah Kediri, mendorong perluasan kawasan perkotaan di wilayah Kediri. Sehingga kawasan di sekitar lokasi industri menjadi bagian dari struktur pusat permukiman di wilayah ini. Dengan demikian kawasan perkotaan pusat WP Kediri lebih besar dari Kota Kediri. Rencana Struktur Ruang Kediri dapat dilihat pada Gambar B. PENGEMBANGAN SISTEM KEGIATAN Sektor pertanian, perkebunan dan pertambangan masih menjadi andalan dan merupakan faktor pendorong bagi pembangunan WP Kediri dan sekitarnya. Kegiatan perkotaan yang diarahkan dapat mendorong perkembangan wilayah adalah industri tembakau. Keterkaitan Kota Kediri sebagai pusat WP dengan Perkotaan Nganjuk, Perkotaan Tulungagung dan Perkotaan Trenggalek sebagai pusat sub WP diharapkan dapat menjadi pendorong satu sama lain sehingga tercipta pengembangan wilayah yang seimbang. Kegiatan Perkotaan Nganjuk diarahkan ke kegiatan perdagangan/ jasa sedangkan kegiatan di wilayah hinterland-nya diarahkan meliputi kegiatan perkebunan, pertanian, peternakan, dan pariwisata. Kegiatan Perkotaan Tulungagung diarahkan meliputi kegiatan pemerintahan, perdagangan jasa, pendidikan sedangkan kegiatan di wilayah hinterland-nya meliputi kegiatan pertanian, pariwisata, dan perkebunan. Sedangkan fungsi Perkotaan Trenggalek diarahkan sebagai kegiatan perkebunan, pertanian, pertambangan, pariwisata pantai dan perikanan. Pengembangan perkotaan pusat sub WP dan perkotaan kecil diharapkan akan mampu mendorong kegiatan perekonomian wilayah sekitarnya. Rencana Struktur Kegiatan Kediri dapat dilihat pada Gambar WP PROBOLINGGO LUMAJANG, MELIPUTI KOTA PROBOLINGGO, KABUPATEN PROBOLINGGO, DAN KABUPATEN LUMAJANG a. Pusat WP: Kota Probolinggo b. Fungsi WP Probolinggo Lumajang adalah: pertanian tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, kehutanan, peternakan, perikanan, pertambangan, pariwisata, pendidikan, dan kesehatan. c. Fungsi pusat pengembangan adalah: pusat pemerintahan, industri, perdagangan, jasa, pendidikan, kesehatan, dan pariwisata. A. STRUKTUR PUSAT PERMUKIMAN PERKOTAAN Struktur Perkotaan Probolinggo sebagai pusat WP, diarahkan bersinergi dengan pusat Perkotaan Besuki. Struktur pusat permukiman Perkotaan Probolinggo, diarahkan dalam dua Cluster, yaitu Cluster Probolinggo dan Cluster Paiton. Pembentukan cluster Perkotaan Gambar 3.14 Rencana Struktur Kegiatan WP Kediri dan Sekitarnya Gambar 3.15 Rencana Struktur Ruang Perkotaan Probolinggo

13 III -13 Probolinggo merupakan upaya untuk pengendalian perkembangan secara linier dan Cluster Perkotaan Paiton untuk mengantisipasi perkembangan di sekitar kawasan industri Paiton dan perkembangan Perkotaan Kraksaan. Struktur pusat permukiman pusat permukiman Probolinggo berpusat di Kota Probolinggo. Permukiman perkotaan di sistem pusat permukiman Perkotaan Probolinggo, dikendalikan agar perkembangannya tidak terlalu linier. Pusat-pusat permukiman sebagai Ibukota Kecamatan dikembangkan untuk membentuk pusat kegiatan yang mendorong pertumbuhan wilayah. Rencana struktur ruang Probolinggo dapat dilihat pada Gambar B. PENGEMBANGAN SISTEM KEGIATAN Tingkat pertumbuhan ekonomi yang seimbang antara wilayah Probolinggo dengan wilayah Lumajang perlu diusahakan agar tidak terjadi ketimpangan kemajuan antara kedua wilayah tersebut. Kota Probolinggo tetap menjadi pusat WP dimana diarahkan pada kegiatan perdagangan/jasa, permukiman, pendidikan dan industri pengolahan. Sedangkan wilayah hinterland nya diarahkan pada kegiatan agroekowisata, pertanian, perikanan, dan perkebunan. Perkotaan Kraksaan berfungsi sebagai Ibu Kota Kabupaten sedangkan Perkotaan Tongas, Perkotaan Dringu dan Perkotaan Gending diarahkan berfungsi pada kegiatan perdagangan dan jasa, permukiman, perkebunan dan industri kecil. Industri kecil terutama diarahkan di Perkotaan Kraksaan. Sedangkan Perkotaan Paiton diarahkan kegiatan industri. Kabupaten Lumajang sebagai wilayah belakang WP Probolinggo diarahkan pada kegiatan kehutanan, perkebunan, pariwisata, dan perikanan. Secara skematis konsep pengembangan fungsi kegiatan Probolinggo disajikan pada Gambar WP BLITAR, MELIPUTI KOTA BLITAR DAN KABUPATEN BLITAR a. Pusat WP: Kota Blitar b. Fungsi WP Blitar dan sekitarnya adalah: pertanian tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, kehutanan, perikanan, pertambangan, pendidikan, kesehatan, dan pariwisata. c. Fungsi pusat pengembangan adalah: pusat pemerintahan, perdagangan, jasa, pendidikan, kesehatan, dan pariwisata. A. STRUKTUR PUSAT PERMUKIMAN PERKOTAAN Perkembangan Perkotaan Blitar berpola memusat dengan Kota Blitar sebagai daya tarik perkembangan. Interaksi dengan Kabupaten Malang dan Kabupaten Kediri tidak cukup kuat menarik perkembangan kawasan perkotaan secara linier menuju ke arah dua kabupaten tersebut. Beberapa kawasan perkotaan yang berinteraksi kuat dengan Kota Blitar antara lain, Perkotaan Wlingi, Perkotaan Srengat, Perkotaan Kademangan, Perkotaan Garum, Perkotaan Sanan Kulon dan Perkotaan Kanigoro. Selama ini ketika pusat pemerintahan masih berada di wilayah Kota Blitar, perkembangannya sangat terbatas sehingga direncanakan pemindahan pusat Ibu Kota Kecamatan (IKK) Blitar dari Kota Blitar ke Perkotaan Kanigoro. Kawasan permukiman perkotaan Garum, Sanan Kulon dan Kanigoro, merupakan wilayah perluasan perkembangan Kota Blitar (urban sprawl). Sedangkan Perkotaan Wlingi, Srengat, Kademangan, dan Garum merupakan kawasan perkotaan di sekitar Kota Blitar yang berinteraksi secara langsung dengan Kota Blitar. Gambar 3.16 Rencana Struktur Kegiatan WP Probolinggo dan Sekitarnya Gambar 3.17 Rencana Struktur Ruang Perkotaan Blitar

14 III - 14 Pengelolaan perkotaan-perkotaan di sekitar Kota Blitar seperti tersebut di atas, diarahkan dalam satu kesatuan pengembangan kawasan Perkotaan Blitar. Sistem pusat permukiman Perkotaan Blitar diarahkan berpusat di Kota Blitar. Perluasan perkotaan di sekitar Kota Blitar dimungkinkan hingga ke perkotaan-perkotaan tersebut di atas. Dengan demikian, pengembangan infrastruktur di sistem pusat permukiman Perkotaan Blitar, dikembangkan untuk mendukung pola pemantapan struktur pemanfaatan ruang di wilayah ini. Perkembangan kawasan terbangun pada sistem pusat permukiman Perkotaan Blitar perlu dikendalikan. Pengendalian bertujuan agar kawasan tidak terbangun khususnya kawasan pertanian di sekitar kawasan permukiman yang dapat berfungsi sebagai penyangga dapat dipertahankan. Dengan pola pengembangan sistem pusat permukiman perkotaan tersebut, Perkotaan Blitar dapat merata dan tidak monosentris. Rencana Struktur Ruang Blitar dapat dilihat pada Gambar B. PENGEMBANGAN SISTEM KEGIATAN Wilayah Pengembangan Blitar selain berfungsi sebagai pusat pemerintahan juga diarahkan sebagai kegiatan industri, perdagangan jasa, dan pendidikan. Antara pusat WP dengan Perkotaan Kanigoro sebagai sub pusatnya diharapkan dapat berkembang secara seimbang dan serasi. Perkotaan Kanigoro sebagai sub pusat WP berfungsi sebagai pusat perkotaan IKK, dimana kegiatan yang diarahkan adalah kegiatan perdagangan, jasa, dan permukiman. Sedangkan wilayah sekitarnya diarahkan sebagai kegiatan perkebunan, pertanian dan penyebaran fasilitas. Pengembangan ekonomi yang dikembangkan di wilayah Kabupaten Blitar adalah kegiatan pertanian terutama agrobisnis, peternakan khususnya di Srengat dan sekitarnya, kehutanan, dan perikanan. Rencana Struktur Kegiatan Blitar dapat dilihat pada Gambar WP JEMBER DAN SEKITARNYA, MELIPUTI: KABUPATEN JEMBER, KABUPATEN BONDOWOSO, DAN KABUPATEN SITUBONDO a. Pusat WP: Jember b. Fungsi WP Jember dan sekitarnya adalah: pertanian tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, kehutanan, perikanan, pertambangan, pendidikan, kesehatan, dan pariwisata. c. Fungsi pusat pengembangan adalah: pusat pemerintahan, perdagangan, jasa, pendidikan, kesehatan, dan transportasi. A. STRUKTUR PUSAT PERMUKIMAN PERKOTAAN Perkembangan struktur ruang wilayah Perkotaan Jember dipengaruhi oleh kebijakan pengembangan infrastruktur dan kegiatan fungsional lainnya yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan. Pengembangan permukiman perkotaan Jember adalah sebagai berikut: a. Pengembangan permukiman perkotaan di wilayah selatan. Pengembangan perkotaan yang relatif tidak terlalu besar berupa permukiman dan perdagangan skala lokal terjadi di Kecamatan Puger, Tanggul dan Kencong. Pengembangan tersebut dipengaruhi oleh adanya pengembangan Jalan Strategis Nasional. Khusus untuk wilayah Puger selain disebabkan karena faktor tersebut diatas, juga disebabkan oleh adanya pengembangan pelabuhan nelayan nusantara. b. Pengembangan pusat permukiman di wilayah utara. Pengembangan yang terjadi disebelah utara disebabkan karena adanya kegiatan yang cukup potensial mempengaruhi perkembangan wilayah Jember, meliputi: Pengembangan bandar udara di Kecamatan Balungsari. Perkembangan perkotaan yang cenderung terjadi berupa permukiman serta perdagangan dan jasa penunjang Gambar 3.18 Rencana Struktur Kegiatan WP Blitar Gambar 3.19 Rencana Struktur Ruang Perkotaan Jember

15 III -15 kegiatan pengembangan bandara. Ukuran perkembangan yang terjadi relatif tidak terlalu besar karena merupakan bandara perintis dengan skala penerbangan yang terbatas. Pengembangan perkebunan tembakau di Jelbuk, Sukowono serta Sumberjambe. Perkembangan perkotaan cenderung berupa permukiman pedesaan yang bersifat mengelompok. Rencana Struktur Ruang Jember dapat dilihat pada Gambar B. PENGEMBANGAN SISTEM KEGIATAN Perkotaan Jember sebagai pusat WP Jember dan sekitarnya dengan Kabupaten Situbondo dan Kabupaten Bondowoso sebagai wilayah pengaruhnya diarahkan agar masing-masing kota berkembang secara seimbang. Wilayah Kabupaten Jember diarahkan sebagai kegiatan perkebunan, konservasi, perdagangan, pariwisata, pertanian, permukiman dan bandar udara perintis. Sedangkan wilayah Kabupaten Situbondo dan Kabupaten Bondowoso terutama diarahkan pengembangan kegiatan pertanian, perkebunan, pariwisata, perikanan dan konservasi. Perkembangan Perkotaan Situbondo dan Bondowoso beserta pelayanan dan infrastrukturnya diharapkan dapat mendukung kegiatan perekonomian wilayah sekitarnya. Keberadaan jalan rencana bebas hambatan di utara dan jalan strategis nasional diharapkan dapat mendorong pengembangan kegiatan WP Jember. Rencana Struktur Kegiatan Jember dapat dilihat pada Gambar WP BANYUWANGI a. Pusat WP: Banyuwangi b. Fungsi WP Banyuwangi adalah: pertanian tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, kehutanan, perikanan, pertambangan, industri, pendidikan, kesehatan, dan pariwisata. c. Fungsi pusat pengembangan adalah: pusat pemerintahan, perdagangan, jasa, pendidikan, kesehatan, transportasi, dan pariwisata. A. STRUKTUR PUSAT PERMUKIMAN PERKOTAAN Struktur pusat permukiman Perkotaan Banyuwangi ditata dalam 3 (tiga) sistem Cluster yaitu Cluster Banyuwangi, Cluster Rogojampi dan Cluster Muncar. Struktur pusat Perkotaan Banyuwangi diarahkan berpusat bagi kegiatan yang ada di Kabupaten Banyuwangi. Cluster Rogojampi merupakan permukiman perkotaan yang berkembang karena posisi di jalur regional. Sedangkan permukiman perkotaan Muncar berkembang karena kegiatan perikanan di Banyuwangi. Pantai Bomo dikembangkan sebagai kawasan Industri Fisheries Town. Gambar 3.20 Rencana Struktur Kegiatan WP Jember dan Sekitarnya Gambar 3.21 Rencana Struktur Ruang Perkotaan Banyuwangi

16 III - 16 Setiap Cluster diarahkan bersinergi, cluster Rogojampi dan cluster Muncar merupakan hinterland bagi cluster Banyuwangi. Rencana Struktur Ruang Banyuwangi dapat dilihat pada Gambar B. PENGEMBANGAN SISTEM KEGIATAN WP Banyuwangi ini tidak hanya berkaitan dengan pusat-pusat kegiatan ekonomi di Jawa Timur namun juga berkaitan langsung dengan Pulau Bali. Pengembangan Perkotaan Banyuwangi berkaitan dengan sistem transportasi regional karena merupakan ujung timur jalur Pantura dan jalur lintas selatan. Dalam pengembangan Perkotaan Banyuwangi lebih ditekankan/diprioritaskan pada kegiatan permukiman, perdagangan jasa, industri pengolahan, perdagangan serta pariwisata. Adapun pengembangan sektor ini diharapkan mendorong perkembangan sektor ekonomi di wilayah sekitarnya. Kegiatan ekonomi yang dikembangkan di wilayah sekitarnya adalah kegiatan pertanian, perkebunan, pergudangan industri, perikanan, serta pariwisata. Rencana Struktur Kegiatan Banyuwangi dapat dilihat pada Gambar KEBUTUHAN PENGEMBANGAN PUSAT PELAYANAN Setiap pusat pelayanan telah ditetapkan besarannya, sehingga perlu diberikan penjelasan tingkat pelayanan yang mampu diberikan secara eksplisit. Hal ini berupa penyediaan fasilitas perkotaan yang berskala regional atau pelayanan pada masing-masing WP. Agar lebih jelas rencana fungsi wilayah dan fasilitas yang dibutuhkan dijabarkan dalam Tabel 3.1 berikut. Gambar 3.22 Rencana Struktur Kegiatan WP Banyuwangi Tabel 3.1 Fungsi Wilayah dan Perkotaan Jawa Timur WILAYAH/PERKOTAAN I. WP Germakertosusila Plus RENCANA FUNGSI WILAYAH/ PERKOTAAN Kawasan pertanian tanaman pangan, perkebunan, hortikultura, kehutanan, perikanan, peternakan, pertambangan, perdagangan, jasa, pendidikan, kesehatan, pariwisata, transportasi, dan industri Cluster Surabaya Metropolitan Area (SMA) 1. Surabaya Pusat pelayanan pemerintahan, perdagangan, jasa, industri, pendidikan, kesehatan, dan pariwisata FASILITAS YANG DIBUTUHKAN a. Fasilitas pemerintahan: Kantor Provinsi Polda b. Fasilitas perdagangan Mall/shopping center Peningkatan pasar tradisional Pengembangan pusat pertokoan (grosir) c. Fasilitas jasa: Hotel (bintang 5) INFRASTRUKTUR Perluasan kawasan ekspor import di Tanjung Perak Peningkatan jalan arteri Pengembangan fasilitas perdagangan, perniagaan, permodalan, perumahan dan fasilitas rekreasi di Kawasan Kaki Jembatan Suramadu Pengembangan jalur komuter perkeretaapian dan pengembangan rel perkeretaapian ganda (double track)

17 III -17 WILAYAH/PERKOTAAN RENCANA FUNGSI WILAYAH/ PERKOTAAN 2. Perkotaan Sidoarjo Pusat pemerintahan, perdagangan, jasa, industri, pendidikan, kesehatan, dan pariwisata FASILITAS YANG DIBUTUHKAN Restoran Lembaga keuangan (bank, asuransi, koperasi, pegadaian) Kondotel (kondominium hotel), Apartemen Bioskop d. Fasilitas industri: Kawasan industrial estate Industri pergudangan IPAL e. Fasilitas pendidikan: Pengembangan Akademi/Perguruan Tinggi (PT) f. Fasilitas kesehatan: Pengembangan rumah sakit pemerintah tipe A Pengembangan rumah sakit swasta Puskesmas rawat inap g. Fasilitas wisata: Stadion, sport centre/gor Taman hiburan Wisata kota (waterpark) Akomodasi wisata a. Fasilitas pemerintahan: Kantor Kota/Kabupaten Polres/Polresta Kawasan militer b. Fasilitas perdagangan: Mall/shopping center Peningkatan pasar tradisional Pasar induk agrobis c. Fasilitas jasa: Hotel Restoran Lembaga keuangan (bank, asuransi, koperasi, pegadaian) Bioskop d. Fasilitas industri: Kawasan industrial estate Industri pergudangan IPAL e. Fasilitas pendidikan: Pengembangan Akademi/Perguruan Tinggi (PT) f. Fasilitas kesehatan: Rumah sakit tipe A Pengembangan rumah sakit swasta INFRASTRUKTUR Pengembangan dan perluasan sistem angkutan umum bus dengan sistem bus way Optimalisasi terminal kargo dan peti kemas Pengembangan jalan sistem drainase yang memadai disertai dengan busem kereta monorail Jalan lingkar dalam, jalan lingkar barat, jalan lingkar timur dalam, jalan lingkar tengah, peningkatan jalan lingkar barat Pengembangan runway di Juanda Pengembangan kawasan industri Gemopolis Pengembangan rel perkeretaapian ganda (double track)

18 III - 18 WILAYAH/PERKOTAAN RENCANA FUNGSI WILAYAH/ PERKOTAAN FASILITAS YANG DIBUTUHKAN Puskesmas rawat inap g. Fasilitas wisata: Stadion, sport centre/gor Taman hiburan Wisata kota (waterpark) Akomodasi wisata INFRASTRUKTUR 3. Perkotaan Gresik Perdagangan, jasa, industri (pergudangan), pendidikan, kesehatan, dan wisata 4. Perkotaan Bangkalan Industri,perdagangan, jasa, pendidikan, kesehatan, danwisata a. Fasilitas perdagangan: Mall/shopping center Peningkatan pasar tradisional b. Fasilitas jasa: Lembaga keuangan (bank, BPR, asuransi, koperasi, pegadaian) c. Fasilitas industri: Kawasan industrial estate Industri pergudangan IPAL d. Fasilitas pendidikan: Pengembangan Akademi/Perguruan Tinggi (PT) e. Fasilitas kesehatan: Rumah sakit tipe A f. Fasilitas wisata: Akomodasi wisata pilgrim/wisata budaya a. Fasilitas industri: Kawasan industrial estate IPAL Industri dok kapal Pergudangan Home Industri b. Fasilitas perdagangan: Pertokoan/Mall/shopping center Rumah toko (Ruko) Peningkatan Pasar tradisional Pengembangan Pasar Induk c. Fasilitas jasa: Penginapan/hotel Restoran Lembaga keuangan (bank, koperasi) d. Fasilitas pendidikan: Pengembangan Akademi/Perguruan Tinggi (PT) e. Fasilitas kesehatan: Rumah sakit tipe B Peningkatan puskesmas ke puskesmas rawat inap f. Fasilitas wisata: Pasar seni (craft shop) Pengembangan jaringan jalan arteri primer/jalur utara Jalan lingkar barat Pengembangan bandara di Pulau Bawean Meningkatkan jaringan angkutan komuter baik bus atau perkeretaapian Pengembangan rel perkeretaapian ganda (double track) Pengembangan jalan arteri primer Pengembangan jalan bebas hambatan Kamal Realisasi Jembatan Suramadu Pengembangan fasilitas perdagangan, perniagaan, permodalan, perumahan dan fasilitas rekreasi di kawasan kaki suramadu Pengembangan terminal kelas A Pengembangan pelabuhan di Tanjung Bulupandan sebagai Pelabuhan Internasional Pengembangan peti kemas Pengembangan pusat pengalengan ikan

19 III -19 WILAYAH/PERKOTAAN RENCANA FUNGSI WILAYAH/ PERKOTAAN Cluster (Lamongan- Tuban) 1. Perkotaan Lamongan Perdagangan, jasa, industri, pendidikan, kesehatan, dan pariwisata 2. Perkotaan Tuban Perdagangan, jasa, industri,pendidikan, kesehatan, dan pariwisata FASILITAS YANG DIBUTUHKAN sport centre/gor Akomodasi wisata kota dan wisata bahari a. Fasilitas perdagangan: Pertokoan Peningkatan pasar umum Pengembangan pasar ikan b. Fasilitas jasa: Bank dan Lembaga Perkreditan c. Fasilitas industri: Kawasan industrial estate Industri pergudangan (gudang transit dan dermaga) IPAL d. Fasilitas pendidikan: Pengembangan Akademi/Perguruan Tinggi (PT) e. Fasilitas kesehatan: Rumah sakit tipe B Peningkatan puskesmas ke puskesmas rawat inap f. Fasilitas wisata: Akomodasi wisata a. Fasilitas perdagangan: Peningkatan pasar tradisional Pengembangan ruko dan pertokoan Pengembangan pasar ikan b. Fasilitas jasa: Lembaga keuangan (bank, koperasi) c. Fasilitas industri: Kawasan industrial estate Industri pergudangan (gudang transit dan dermaga) IPAL d. Fasilitas pendidikan: SMA/MA/SMK e. Fasilitas kesehatan: Rumah sakit tipe C Peningkatan puskesmas ke puskesmas rawat inap f. Fasilitas wisata: Pengembangan dan peningkatan fasilitas obyek wisata INFRASTRUKTUR Pembangunan LIS (Lamongan Integrated Shorebase) Jalan bebas hambatan Pengembangan jaringan jalan arteri Pengembangan jaringan jalan tembus/jalur alternatif Terminal kargo Terminal angkutan kelas C dan sub terminal Relokasi bandara Juanda di Kabupaten Sidoarjo Dermaga penyeberangan antarpulau Pembangunan Wisata Bahari Lamongan/Jatim Park Kawasan industrial estate Pengembangan terminal penyeberangan Pengembangan rel perkeretaapian ganda (double track) Pembangunan jalan bebas hambatan Pengembangan jalan arteri primer Pengembangan jaringan jalan tembus/jalur alternatif Pengembangan pelabuhan penunjang industri Terminal kargo Pengembangan terminal Pembangunan dan perbaikan waduk serta sungai

20 III - 20 WILAYAH/PERKOTAAN RENCANA FUNGSI WILAYAH/ PERKOTAAN Cluster Bojonegoro Jasa, perdagangan, pendidikan, kesehatan, industri, dan pariwisata Cluster (Mojokerto - Jombang) 1. Perkotaan Mojokerto Perdagangan, jasa, industri, pendidikan, pariwisata, dan kesehatan FASILITAS YANG DIBUTUHKAN a. Fasilitas jasa: Lembaga keuangan (bank, koperasi) b. Fasilitas perdagangan: Peningkatan pasar tradisional Pengembangan ruko dan pertokoan c. Fasilitas industri: Kawasan eksplorasi migas d. Fasilitas pendidikan: SMA/MA/SMK e. Fasilitas kesehatan: Pengembangan rumah sakit tipe B Peningkatan Puskesmas ke Puskesmas rawat inap f. Fasilitas wisata: Pengembangan dan peningkatan fasilitas daya tarik wisata a. Fasilitas perdagangan: Peningkatan pasar tradisional Pengembangan ruko dan pertokoan b. Fasilitas jasa: Lembaga keuangan (bank, koperasi) c. Fasilitas industri: Kawasan industrial estate IPAL Home industri d. Fasilitas pendidikan: Pengembangan Akademi/Perguruan Tinggi (PT) e. Fasilitas kesehatan: Pengembangan rumah sakit tipe B Pengembangan rumah sakit swasta f. Fasilitas wisata: Pengembangan dan peningkatan fasilitas daya tarik wisata INFRASTRUKTUR Pengembangan jaringan jalan tembus/jalur alternatif Terminal angkutan kelas A Pengembangan bandara khusus Pembangunan jalan bebas hambatan Pengembangan jalan arteri primer Pengembangan jalan kolektor primer Pengembangan dam/embung penampungan air Pengembangan jaringan jalan bebas hambatan Surabaya Jombang Nganjuk Pengembangan jaringan jalan arteri primer Pengembangan terminal kelas A Pengembangan jalur komuter perkeretaapian dan pengembangan rel perkeretaapian ganda (double track) Pengembangan jalan tembus potensial

21 III -21 WILAYAH/PERKOTAAN RENCANA FUNGSI WILAYAH/ PERKOTAAN 2. Perkotaan Jombang Perdagangan, jasa, industri, pendidikan, pemerintahan,dan kesehatan Cluster Pasuruan Pendidikan, kesehatan, pemerintahan, perdagangan, jasa, industri, dan pariwisata. FASILITAS YANG DIBUTUHKAN a. Fasilitas perdagangan: Peningkatan pasar umum Peningkatan pasar tradisional Pengembangan ruko dan pertokoan b. Fasilitas jasa: Lembaga keuangan (bank, koperasi) c. Fasilitas industri: Home industri d. Fasilitas pendidikan: Pengembangan Akademi/Perguruan Tinggi (PT) Pondok Pesantren e. Fasilitas pemerintahan: Kantor Kota/Kabupaten Polres/Polresta f. Fasilitas kesehatan: Pengembangan rumah sakit tipe C Rumah sakit swasta Peningkatan Puskesmas ke Puskesmas rawat inap a. Fasilitas pendidikan: Pengembangan Akademi/Perguruan Tinggi (PT) b. Fasilitas kesehatan: Pengembangan rumah sakit tipe C Rumah sakit swasta Peningkatan Puskesmas ke Puskesmas rawat inap c. Fasilitas pemerintahan: Kantor Kota/Kabupaten Polres/Polresta d. Fasilitas perdagangan: Peningkatan pasar tradisional Pengembangan ruko dan pertokoan e. Fasilitas jasa: Hotel Restoran Lembaga keuangan (bank, koperasi) f. Fasilitas industri: Kawasan industrial estate Industri pergudangan IPAL INFRASTRUKTUR Pengembangan jaringan jalan bebas hambatan Surabaya Jombang Nganjuk Pengembangan jalan tembus potensial Pengembangan jalur komuter perkeretaapian dan pengembangan rel perkeretaapian ganda (double track) Pengembangan prasarana wana wisata Rencana pengembangan jalan bebas hambatan Pengembangan jalan tembus potensial Pengembangan terminal agribis Pengembangan terminal kargo Kerjasama pengembangan distribusi sumber air umbulan dengan kabupaten/kota lain

22 III - 22 WILAYAH/PERKOTAAN Cluster Madura dan Kepulauan 1. Kabupaten Pamekasan RENCANA FUNGSI WILAYAH/ PERKOTAAN Pusat pemerintahan, perdagangan, jasa, pendidikan, kesehatan, dan pariwisata. 2. Kabupaten Sampang Pusat pemerintahan, perdagangan, pendidikan, dan kesehatan 3. Kabupaten Sumenep Pusat pemerintahan, perdagangan, jasa, industri, pendidikan, kesehatan, dan pariwisata FASILITAS YANG DIBUTUHKAN g. Fasilitas wisata: Pengembangan dan peningkatan fasilitas daya tarik wisata a. Fasilitas pemerintahan: Kantor Kota/Kabupaten Polres/Polresta b. Fasilitas perdagangan: Pengembangan pasar swalayan modern Pengembangan pasar tradisional Pengembangan ruko dan pertokoan c. Fasilitas jasa: Lembaga keuangan (bank, koperasi) d. Fasilitas pendidikan: SMA/MA/SMK e. Fasilitas kesehatan: Pengembangan rumah sakit pemerintah tipe B Rumah sakit swasta Puskesmas rawat inap f. Fasilitas wisata: Pengembangan dan peningkatan fasilitas daya tarik wisata a. Fasilitas pemerintahan: Kantor Kota/Kabupaten Polres/Polresta b. Fasilitas perdagangan: Peningkatan pasar tradisional Pengembangan pasar umum c. Fasilitas pendidikan: SMA/MA/SMK d. Fasilitas kesehatan: Pengembangan rumah sakit pemerintah tipe C Puskesmas rawat inap e. Fasilitas wisata: Pengembangan dan peningkatan fasilitas daya tarik wisata a. Fasilitas pemerintahan: Kantor Kota/Kabupaten Polres/Polresta b. Fasilitas perdagangan: Revitalisasi pasar tradisional Pengembangan pasar ikan INFRASTRUKTUR Jaringan jalan Pengembangan jaringan jalan arteri Pelabuhan regional Konservasi rel mati Peningkatan jalan tembus/alternatif dari utara ke selatan Pengembangan terminal kelas A Meningkatkan sarana prasarana di kawasan tertinggal Konservasi rel mati Pengembangan jaringan jalan regional Pengembangan bandara udara dengan jalur non reguler Pengembangan pelabuhan laut Kalianget serta mengembangkan pelabuhan laut di Pulau Pagerungan Konservasi rel mati

23 III -23 WILAYAH/PERKOTAAN RENCANA FUNGSI WILAYAH/ PERKOTAAN FASILITAS YANG DIBUTUHKAN c. Fasilitas jasa: Lembaga keuangan (bank, koperasi) d. Fasilitas industri: Home industri cold storage e. Fasilitas pendidikan: SMA/MA/SMK f. Fasilitas kesehatan: Pengembangan rumah sakit pemerintah tipe C Puskesmas rawat inap g. Fasilitas wisata: Pengembangan dan peningkatan fasilitas daya tarik wisata INFRASTRUKTUR Meningkatkan sarana prasarana di kawasan tertinggal II. WP Malang Raya Pertanian tanaman pangan, perkebunan, hortikultura, kehutanan, perikanan, peternakan, pertambangan, perdagangan, jasa, pendidikan, kesehatan, pariwisata, dan industri 1. Kota Malang perdagangan, jasa, industri, pemerintahan,pendidikan, kesehatan, dan prasarana wisata. a. Fasilitas perdagangan Mall/shopping center Pasar tradisional Pengembangan pasar induk b. Fasilitas jasa: Hotel Restoran Lembaga keuangan (bank, asuransi, koperasi, pegadaian) Bioskop c. Fasilitas industri: Home industri d. Fasilitas pemerintahan: Kantor Kota/Kabupaten Polres/Polresta e. Fasilitas pendidikan: Pengembangan Akademi/Perguruan Tinggi (PT) f. Fasilitas kesehatan: Pengembangan rumah sakit pemerintah tipe A Rumah sakit swasta Puskesmas rawat inap g. Fasilitas wisata: Stadion, sport centre/gor Taman hiburan Pengembangan jalan lingkar Pengembangan jalan bebas hambatan Gempol Malang Pengembangan terminal kargo Pengembangan rel perkeretaapian ganda (double track) Surabaya Malang yang melintasi Kota Malang Pengembangan air minum bersama dengan Kota Batu dan Kabupaten Malang

24 III - 24 WILAYAH/PERKOTAAN RENCANA FUNGSI WILAYAH/ PERKOTAAN 2. Kota Batu perdagangan, jasa,pariwisata, pendidikan, dan kesehatan 3. Perkotaan Kepanjen Pusat pemerintahan kabupaten, perdagangan, jasa, pendidikan, wisata, dan pelayanan umum III. WP Madiun dan sekitarnya Pertanian tanaman pangan, perkebunan, hortikultura, kehutanan, peternakan, pertambangan, pariwisata, pendidikan, kesehatan, dan industri 1. Kota Madiun Pemerintahan, perdagangan, jasa, industri, pendidikan,dan kesehatan FASILITAS YANG DIBUTUHKAN Wisata kota (waterpark) Akomodasi wisata a. Fasilitas perdagangan Mall/shopping center Pasar tradisional Pengembangan pasar induk b. Fasilitas jasa: Hotel Restoran Lembaga keuangan (bank, asuransi, koperasi, pegadaian) c. Fasilitas industri: Pusat informasi pertanian Fasilitas penunjang agrobis d. Fasilitas wisata: Taman hiburan Akomodasi wisata e. Fasilitas pendidikan: Pengembangan Akademi/Perguruan Tinggi (PT) f. Fasilitas kesehatan: Pengembangan rumah sakit pemerintah tipe B Puskesmas rawat inap a. Fasilitas pemerintahan: Polres/Polresta b. Fasilitas perdagangan Pasar tradisional Pengembangan ruko dan pertokoan c. Fasilitas jasa: Lembaga keuangan (bank, asuransi, koperasi, pegadaian) d. Fasilitas pendidikan: Pengembangan Akademi/Perguruan Tinggi (PT) e. Fasilitas wisata: Stadion, sport centre/gor f. Pelayanan umum: Puskesmas rawat inap a. Fasilitas pemerintahan: Kantor Kota/Kabupaten Polres/Polresta INFRASTRUKTUR Pengembangan jaringan jalan dari Kota Batu ke Kota Malang dan Karangploso Pengembangan sub terminal agribis Pengembangan air minum bersama dengan Kota Batu dan Kabupaten Malang Penataan area sekitar Sumber Brantas Pengembangan jalur tansportasi komuter Pengembangan terminal agribisnis Pengembangan jalur komuter perkeretaapian dan pengembangan rel perkeretaapian ganda (double track) Pengembangan jalan arteri primer Pengembangan terminal Terminal angkutan kelas A

25 III -25 WILAYAH/PERKOTAAN RENCANA FUNGSI WILAYAH/ PERKOTAAN 2. Perkotaan Mejayan Pemerintahan, perdagangan, jasa, industri, pendidikan, dan kesehatan FASILITAS YANG DIBUTUHKAN b. Fasilitas perdagangan: Pengembangan pasar swalayan modern Pengembangan pasar tradisional Pengembangan ruko dan pertokoan c. Fasilitas jasa: Hotel Restoran Lembaga keuangan (bank, koperasi) d. Fasilitas industri: Kawasan industrial estate IPAL e. Fasilitas pendidikan: SMA/MA/SMK f. Fasilitas kesehatan: Pengembangan rumah sakit tipe B Rumah sakit swasta Puskesmas rawat inap g. Fasilitas wisata: Pengembangan dan peningkatan fasilitas daya tarik wisata a. Fasilitas pemerintahan: Kantor Kota/Kabupaten Polres/Polresta b. Fasilitas perdagangan: Peningkatan pasar swalayan modern Pengembangan pasar tradisional Pengembangan ruko dan pertokoan c. Fasilitas jasa: Hotel Restoran Lembaga keuangan (bank, koperasi) d. Fasilitas industri: Home industri e. Fasilitas pendidikan: SMA/MA/SMK f. Fasilitas kesehatan: Pengembangan rumah sakit tipe C Puskesmas rawat inap g. Fasilitas wisata: Pengembangan dan peningkatan fasilitas daya tarik wisata INFRASTRUKTUR Pengembangan jalan tembus potensial Pengembangan jaringan irigasi pertanian Pengembangan jalur komuter perkeretaapian dan pengembangan rel perkeretaapian ganda (double track) Pengembangan jalan bebas hambatan Pengembangan terminal kargo Pengembangan jalan lingkar Pengembangan jaringan jalan tembus potensial Pengembangan jalur komuter perkeretaapian dan pengembangan rel perkeretaapian ganda (double track)

26 III - 26 WILAYAH/PERKOTAAN RENCANA FUNGSI WILAYAH/ PERKOTAAN 3. Perkotaan Ponorogo Pemerintahan, pendidikan, kesehatan, pariwisata, perdagangan,dan jasa 4. Perkotaan Magetan Pemerintahan, industri, pendidikan, kesehatan, pariwisata, perdagangan,dan jasa 5. Perkotaan Ngawi Pemerintahan, pendidikan, kesehatan pariwisata, perdagangan,dan jasa FASILITAS YANG DIBUTUHKAN a. Fasilitas pemerintahan: Kantor Kota/Kabupaten Polres/Polresta b. Fasilitas pendidikan: SMA/MA/SMK c. Fasilitas kesehatan: Pengembangan rumah sakit tipe C Rumah sakit swasta Puskesmas rawat inap d. Fasilitas wisata: Pengembangan dan peningkatan fasilitas daya tarik wisata e. Fasilitas pertanian: Pusat informasi pertanian Fasilitas penunjang agrobis f. Fasilitas perdagangan: Pengembangan pasar tradisional Peningkatan pasar umum g. Fasilitas jasa: Lembaga keuangan (bank, koperasi) a. Fasilitas pemerintahan: Kantor Kota/Kabupaten Polres/Polresta b. Fasilitas pertanian: Pusat informasi pertanian Fasilitas penunjang agrobis c. Fasilitas pendidikan: SMA/MA/SMK d. Fasilitas kesehatan: Pengembangan rumah sakit tipe C Rumah sakit swasta Puskesmas rawat inap e. Fasilitas wisata: Pengembangan dan peningkatan fasilitas daya tarik wisata f. Fasilitas perdagangan: Pengembangan pasar tradisional Peningkatan pasar umum g. Fasilitas jasa: Lembaga keuangan (bank, koperasi) a. Fasilitas pemerintahan: Kantor Kota/Kabupaten Polres/Polresta b. Fasilitas pendidikan: SMA/MA/SMK INFRASTRUKTUR Pengembangan jalan kolektor primer Pengembangan jalan lokal primer Terminal angkutan kelas B Peningkatan jalan tembus potensial Peningkatan jalan lingkar Terminal angkutan kelas A Peningkatan sarana dan prasarana air bersih Pengembangan irigasi/waduk Pengembangan jaringan jalan bebas hambatan Caruban - Ngawi Pengembangan jalan arteri primer Pengembangan jalan kolektor primer Pengembangan terminal kelas A

27 III -27 WILAYAH/PERKOTAAN RENCANA FUNGSI WILAYAH/ PERKOTAAN 6. Perkotaan Pacitan Pemerintahan, pendidikan, kesehatan pariwisata, perdagangan,dan jasa FASILITAS YANG DIBUTUHKAN c. Fasilitas kesehatan: Pengembangan rumah sakit tipe C Rumah sakit swasta Puskesmas rawat inap d. Fasilitas wisata: Pengembangan dan peningkatan fasilitas daya tarik wisata Pengembangan taman kota sebagai taman aktif h. Fasilitas pertanian: Pusat informasi pertanian Fasilitas penunjang agrobis e. Fasilitas perdagangan: Pengembangan pasar tradisional Peningkatan pasar umum f. Fasilitas jasa: Lembaga keuangan (bank, koperasi) a. Fasilitas pemerintahan: Kantor Kota/Kabupaten Polres/Polresta b. Fasilitas pendidikan: SMA/MA/SMK c. Fasilitas kesehatan: Pengembangan rumah sakit tipe C Rumah sakit swasta Puskesmas rawat inap d. Fasilitas wisata: Pengembangan dan peningkatan fasilitas daya tarik wisata Pengembangan taman kota sebagai taman aktif e. Fasilitas pertanian: Pusat informasi pertanian Fasilitas penunjang agrobis f. Fasilitas perdagangan: Pengembangan pasar tradisional Peningkatan pasar umum g. Fasilitas jasa: Lembaga keuangan (bank, koperasi) INFRASTRUKTUR Pengembangan jalan lingkar Pengembangan jaringan irigasi/waduk Pengembangan jalur komuter perkeretaapian dan pengembangan rel perkeretaapian ganda (double track) Pengembangan jalan arteri primer Pengembangan jalur selatan (jalan strategis nasional) Pengembangan jalan kolektor primer Pengembangan bandara perintis khusus Pengembangan terminal kelas B Pengembangan Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Tamperan Pembangunan jalan lingkar barat dan lingkar timur Pelestarian embung/telaga sebagai kantong air

28 III - 28 WILAYAH/PERKOTAAN IV.WP Kediri dan sekitarnya RENCANA FUNGSI WILAYAH/ PERKOTAAN Kawasan pertanian tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, kehutanan, peternakan, pertambangan, pendidikan, kesehatan, pariwisata, perikanan, industri, dan pembangkit tenaga air 1. Kota Kediri Pusat pemerintahan, perdagangan, jasa, industri, pendidikan, dan kesehatan. 2. Perkotaan Kanigoro Pusat pelayanan pemerintahan, pendidikan, kesehatan, perdagangan, jasa, dan pariwisata FASILITAS YANG DIBUTUHKAN a. Fasilitas pemerintahan: Kantor Kota/Kabupaten Polres/Polresta b. Fasilitas perdagangan: Pengembangan pasar swalayan modern Pengembangan pasar tradisional Pengembangan ruko dan pertokoan c. Fasilitas jasa: Lembaga keuangan (bank, koperasi) d. Fasilitas industri: Kawasan industri estate IPAL e. Fasilitas pendidikan: SMA/MA/SMK f. Fasilitas kesehatan: Pengembangan rumah sakit tipe B Puskesmas rawat inap a. Fasilitas pemerintahan: Kantor Kota/Kabupaten Polres/Polresta b. Fasilitas pendidikan: SMA/MA/SMK c. Fasilitas kesehatan: Pengembangan rumah sakit tipe C Puskesmas rawat inap d. Fasilitas perdagangan: Pengembangan pasar swalayan modern Pengembangan pasar tradisional Pengembangan ruko dan pertokoan e. Fasilitas jasa: Lembaga keuangan (bank, koperasi) INFRASTRUKTUR Pengembangan jalan arteri primer Pengembangan jaringan jalan tembus potensial lintas Terminal kargo Pengembangan jalur komuter perkeretaapian dan pengembangan rel perkeretaapian ganda (double track) Pengembangan jaringan jalan didalam kota Pengembangan sub terminal agrobis Pengembangan jalan arteri primer Rencana pengembangan jaringan jalan tembus potensial lintas Terminal Kargo Pengembangan jalur komuter perkeretaapian dan pengembangan rel perkeretaapian ganda (double track) Pengembangan jaringan jalan didalam kota Pengembangan sub terminal agrobis

29 III -29 WILAYAH/PERKOTAAN RENCANA FUNGSI WILAYAH/ PERKOTAAN 3. Perkotaan Trenggalek Pusat pelayanan pemerintahan, pendidikan, kesehatan, industri pengolahan, pertambangan, pariwisata, perdagangan, dan jasa 4. Perkotaan Tulungagung Pusat pelayanan pemerintahan, pendidikan, kesehatan, dan pariwisata 5. Perkotaan Nganjuk Pusat pelayanan pemerintahan, pendidikan, kesehatan, dan pariwisata FASILITAS YANG DIBUTUHKAN a. Fasilitas pemerintahan: Kantor Kota/Kabupaten Polres/Polresta b. Fasilitas pendidikan: SMA/MA/SMK c. Fasilitas kesehatan: Pengembangan rumah sakit tipe C Puskesmas rawat inap d. Fasilitas industri: Kawasan industri e. Fasilitas wisata: Pengembangan dan peningkatan fasilitas obyek wisata f. Fasilitas perdagangan: Pengembangan pasar tradisional Peningkatan pasar umum Pengembangan pasar ikan g. Fasilitas jasa: Lembaga keuangan (bank, koperasi) a. Fasilitas pemerintahan: Kantor Kota/Kabupaten Polres/Polresta b. Fasilitas pendidikan: SMA/MA/SMK c. Fasilitas kesehatan: Pengembangan rumah sakit tipe C Puskesmas rawat inap d. Fasilitas pertanian: Pusat informasi pertanian Fasilitas penunjang agrobis e. Fasilitas wisata: Pengembangan dan peningkatan fasilitas daya tarik wisata a. Fasilitas pemerintahan: Kantor Kota/Kabupaten Polres/Polresta b. Fasilitas pendidikan: SMA/MA/SMK c. Fasilitas kesehatan: Pengembangan rumah sakit tipe C Puskesmas rawat inap d. Fasilitas pertanian: Pusat informasi pertanian Fasilitas penunjang agrobis INFRASTRUKTUR Pengembangan jalan arteri primer Jalan lintas selatan, dan jalan internal terutama ke lokasi sentra produksi/kawasan strategis Terminal angkutan kelas A Pengembangan pelabuhan laut Prigi dan pembangunan cold storage Pengembangan terminal kargo Pengembangan jalan arteri primer Mengembangkan jalan lintas selatan (JLS) Terminal angkutan kelas B Pengembangan jalan lingkar Pembangunan jaringan irigasi Pengembangan jalur komuter perkeretaapian dan pengembangan rel perkeretaapian ganda (double track) Pengembangan jaringan jalan bebas hambatan Kertosono Caruban Pengembangan jalan tembus Pengembangan jalan arteri primer Pengembangan jaringan irigasi (waduk) Pembangunan penampung air dan Pengerukan Waled (sedimentasi) Pengembangan rel perkeretaapian ganda (double track)

30 III - 30 WILAYAH/PERKOTAAN RENCANA FUNGSI WILAYAH/ PERKOTAAN FASILITAS YANG DIBUTUHKAN e. Fasilitas wisata: Pengembangan dan peningkatan fasilitas daya tarik wisata INFRASTRUKTUR V. WP Probolinggo dan Sekitarnya kawasan pertanian tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, kehutanan, peternakan, perikanan, sumberdaya energi, pariwisata, pendidikan, dan kesehatan. 1. Kota Probolinggo Pusat pemerintahan, industri, perdagangan, jasa, pendidikan, kesehatan, dan pariwisata 2. Perkotaan Kraksaan Pusat pemerintahan, pendidikan, kesehatan, industri, pariwisata, perdagangan, dan jasa a. Fasilitas pemerintahan: Kantor Kota/Kabupaten Polres/Polresta b. Fasilitas industri: Kawasan industri c. Fasilitas perdagangan: Pengembangan pasar swalayan modern Pengembangan pasar tradisional Pengembangan ruko dan pertokoan d. Fasilitas jasa: Lembaga keuangan (bank, koperasi) e. Fasilitas pendidikan: SMA/MA/SMK f. Fasilitas kesehatan: Pengembangan rumah sakit pemerintah tipe B Rumah sakit swasta Puskesmas rawat inap g. Fasilitas wisata: Pengembangan dan peningkatan fasilitas daya tarik wisata Kawasan sport centre Pemanfaatan RTH sebagai taman aktif a. Fasilitas pemerintahan: Kantor Kota/Kabupaten Polres/Polresta b. Fasilitas pendidikan: SMA/MA/SMK c. Fasilitas kesehatan: Pengembangan rumah sakit pemerintah tipe C Rumah sakit swasta Puskesmas rawat inap Pengembangan jalan bebas hambatan Pengembangan jalan arteri primer Pengembangan jaringan jalan sebagai penghubung antarkawasan Pengembangan jalan lingkar kota Pengembangan pelabunan perikanan Terminal kargo Pengembangan jalan arteri primer Peningkatan jalan tembus potensial Menghidupkan jalur rel perkeretaapian

31 III -31 WILAYAH/PERKOTAAN RENCANA FUNGSI WILAYAH/ PERKOTAAN 3. Perkotaan Lumajang Pusat pemerintahan, pendidikan, kesehatan, industri, pariwisata, perdagangan, dan jasa VI.WP Blitar dan Sekitarnya kawasan pertanian tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, kehutanan, perikanan, pertambangan, pendidikan, kesehatan, dan pariwisata 1. Kota Blitar Pusat pemerintahan, perdagangan, jasa, pendidikan, kesehatan, dan pariwisata. FASILITAS YANG DIBUTUHKAN d. Fasilitas industri: Kawasan industri e. Fasilitas wisata: Pengembangan dan peningkatan fasilitas daya tarik wisata Kawasan sport centre Pemanfaatan RTH sebagai taman aktif f. Fasilitas perdagangan: Pengembangan pasar swalayan modern Pengembangan pasar tradisional Pengembangan ruko dan pertokoan g. Fasilitas jasa: Lembaga keuangan (bank, koperasi) a. Fasilitas pemerintahan: Kantor Kota/Kabupaten Polres/Polresta b. Fasilitas pendidikan: SMA/MA/SMK c. Fasilitas kesehatan: Pengembangan rumah sakit pemerintah tipe C Puskesmas rawat inap d. Fasilitas industri: Home industri e. Fasilitas wisata: Pengembangan dan peningkatan fasilitas daya tarik wisata f. Fasilitas perdagangan: Revitalisasi pasar tradisional Peningkatan pasar umum g. Fasilitas jasa: Lembaga keuangan (bank, koperasi) a. Fasilitas pemerintahan: Kantor Kota/Kabupaten Polres/Polresta b. Fasilitas perdagangan: Revitalisasi pasar tradisional Pembangunan pasar grosir INFRASTRUKTUR Pengembangan jalan arteri primer (Probolinggo Lumajang) Pengembangan jaringan Jalur Lintas Selatan Terminal angkutan kelas A Konservasi rel mati Pengembangan jalan arteri primer Pengembangan jaringan Jalur Lintas Selatan Pengembangan jaringan jalan di kawasan perkotaan Pengembangan bandar udara perintis

32 III - 32 WILAYAH/PERKOTAAN RENCANA FUNGSI WILAYAH/ PERKOTAAN 2. Perkotaan Kanigoro Pusat pemerintahan, perdagangan, jasa, pendidikan, dan kesehatan VII. WP Jember dan Sekitarnya Pertanian tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, kehutanan, perikanan, pertambangan, pendidikan, kesehatan, dan pariwisata 1. Perkotaan Jember Pusat pemerintahan, perdagangan, jasa, pendidikan, dan kesehatan FASILITAS YANG DIBUTUHKAN Peningkatan pasar modern c. Fasilitas jasa: Lembaga keuangan (bank, koperasi) d. Fasilitas pendidikan: SMA/MA/SMK e. Fasilitas kesehatan: Pengembangan rumah sakit pemerintah tipe B Rumah sakit swasta Puskesmas rawat inap f. Fasilitas wisata: Pengembangan dan peningkatan fasilitas daya tarik wisata Pemanfaatan RTH sebagai taman aktif a. Fasilitas pemerintahan: Kantor Kota/Kabupaten Polres/Polresta b. Fasilitas perdagangan: Pengembangan pasar swalayan modern Pengembangan pasar tradisional Pengembangan ruko dan pertokoan c. Fasilitas jasa: Lembaga keuangan (bank, koperasi) d. Fasilitas pendidikan: SMA/MA/SMK e. Fasilitas kesehatan: Pengembangan rumah sakit pemerintah tipe C Puskesmas rawat inap a. Fasilitas pemerintahan: Kantor Kota/Kabupaten Polres/Polresta b. Fasilitas perdagangan: Pengembangan pasar modern Pengembangan pasar tradisional Pengembangan ruko dan pertokoan INFRASTRUKTUR Pengembangan jalan arteri primer Pengembangan jaringan jalan di kawasan perkotaan Pengembangan jalan arteri primer Pengembangan jalan arteri primer poros Selatan sebagai JLS Pengembangan jalan kolektor primer pengembangan transportasi udara (bandara regional) Rencana pengembangan pelabuhan perikanan di PPI Puger

33 III -33 WILAYAH/PERKOTAAN 2. Perkotaan Bondowoso RENCANA FUNGSI WILAYAH/ PERKOTAAN Pusat pemerintahan, perdagangan, jasa, pendidikan, kesehatan, dan pariwisata 3. Perkotaan Situbondo Pusat pemerintahan, perdagangan, jasa, pendidikan, kesehatan, dan pariwisata FASILITAS YANG DIBUTUHKAN c. Fasilitas jasa: Lembaga keuangan (bank, koperasi) d. Fasilitas pendidikan: Akademi/Perguruan Tinggi (PT) e. Fasilitas kesehatan: Pengembangan rumah sakit pemerintah tipe B Rumah sakit swasta Puskesmas rawat inap a. Fasilitas pemerintahan: Kantor Kota/Kabupaten Polres/Polresta b. Fasilitas perdagangan: Revitalisasi pasar tradisional Pengembangan pasar umum c. Fasilitas jasa: Lembaga keuangan (bank, koperasi) d. Fasilitas pendidikan: SMA/MA/SMK e. Fasilitas kesehatan: Pengembangan rumah sakit pemerintah tipe C Rumah sakit swasta Puskesmas rawat inap f. Fasilitas wisata: Pengembangan dan peningkatan fasilitas daya tarik wisata a. Fasilitas pemerintahan: Kantor Kota/Kabupaten Polres/Polresta b. Fasilitas pertanian: Pusat informasi pertanian Fasilitas penunjang agrobis c. Fasilitas perdagangan: Revitalisasi pasar tradisional Pengembangan pasar umum d. Fasilitas jasa: Lembaga keuangan (bank, koperasi) e. Fasilitas pendidikan: SMA/MA/SMK f. Fasilitas kesehatan: Pengembangan rumah sakit pemerintah tipe C Puskesmas rawat inap INFRASTRUKTUR Pengembangan jalur komuter perkeretaapian dan pengembangan rel perkeretaapian ganda (double track) Pengembangan jalan kolektor primer Pengembangan jaringan jalan Akses jalan menuju kawasan wisata ijen Pengembangan jalur perkeretaapian Jember Bondowoso Situbondo Panarukan Rencana pengembangan bendungan Pengembangan jaringan jalan bebas hambatan Pembuatan waduk-waduk kecil Peningkatan jalur kereta api Optimalisasi pelabuhan di Situbondo sebagai pelabuhan perikanan laut, penyeberangan Pengembangan PLTU Pengembangan terminal kelas B

34 III - 34 WILAYAH/PERKOTAAN RENCANA FUNGSI WILAYAH/ PERKOTAAN VIII. WP Banyuwangi Kawasan pertanian tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, kehutanan, perikanan, pertambangan, industri, pendidikan, kesehatan, dan pariwisata 1. Perkotaan Banyuwangi Sumber: Hasil Perencanaan Pusat pemerintahan, perdagangan, jasa, pendidikan, kesehatan, transportasi, pariwisata, danindustri FASILITAS YANG DIBUTUHKAN g. Fasilitas wisata: Pengembangan dan peningkatan fasilitas daya tarik wisata a. Fasilitas pemerintahan: Kantor Kota/Kabupaten Polres/Polresta b. Fasilitas perdagangan: Pengembangan pasar modern Pengembangan pasar tradisional Pengembangan ruko dan pertokoan c. Fasilitas jasa: Restoran Lembaga keuangan (bank, koperasi) d. Fasilitas industri: Home industri Cold Storage e. Fasilitas pendidikan: SMA/MA/SMK f. Fasilitas kesehatan: Pengembangan rumah sakit pemerintah tipe B Rumah sakit swasta Puskesmas rawat inap g. Fasilitas wisata: Pengembangan dan peningkatan fasilitas daya tarik wisata INFRASTRUKTUR Mengembangkan jalan lintas selatan (JLS) Pengembangan bandara perintis umum Pengembangan industri dan fishery town Pengembangan terminal kargo Pengembangan waduk Pengembangan jalur komuter perkeretaapian dan pengembangan rel perkeretaapian ganda (double track)

35 III Rencana Sistem Perdesaan Sistem perdesaan dilakukan dengan membentuk pusat pelayanan perdesaan secara berhierarki yaitu sebagai berikut: 1. Pusat pelayanan antardesa (PPL), merupakan pusat permukiman yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala antardesa dalam satu Kecamatan. 2. Pusat pelayanan setiap desa (PPd), merupakan pusat permukiman yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala desa. 3. Pusat pelayanan pada satu atau beberapa dusun atau kelompok permukiman (PPds), merupakan pusat permukiman yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala satu atau beberapa dusun atau kelompok permukiman. Pusat pelayanan perdesaan tersebut secara berhierarki memiliki hubungan dengan pusat pelayanan wilayah Kecamatan sebagai kawasan perkotaan terdekat, dengan perkotaan sebagai pusat pelayanan sub WP (Wilayah Pengembangan), dan dengan ibukota kabupaten masing-masing. Struktur ruang perdesaan tersebut merupakan upaya untuk mempercepat efek pertumbuhan dari pusatpusat WP. Rencana Struktur Ruang Pedesaan dapat dilihat dalam Gambar : Pusat WP 2 : Pusat Sub WP 3 : Ibu Kota Kecamatan 4 : Pusat Pelayanan Desa Gambar 3.23 Sistem Pusat Permukiman Perdesaan Pengelolaan sistem perdesaan merupakan upaya untuk mempercepat efek pertumbuhan di kawasan perdesaan. Sistem pelayanan perdesaan dikembangkan seiring dengan pengembangan sistem agropolitan meliputi pertanian dalam arti seluas-luasnya, termasuk pengembangan minapolitan sebagai bagian dari sistem perdesaan. Keterkaitan antara sistem pelayanan perkotaan dan sistem pelayanan perdesaan dapat berbentuk sistem agroindustri. Pengembangan sistem agropolitan dan sistem agroindustri dilakukan oleh provinsi dan kabupaten/kota sedangkan sistem agropolitan dan sistem agroindustri yang mencakup dua atau lebih kabupaten/kota dilakukan oleh provinsi. Pengelolaan sistem perdesaan di Jawa Timur konsisten pada konsep pengembangan desa-desa agropolis. Pengembangan desa agropolis secara struktural akan tekait pula dengan pengembangan interaksi desa-kota, dan membuat keterkaitan antarpusat-pusat permukiman tersebut dalam pola sistem jaringan (network system), sesuai dengan konsep penataan struktur tata ruang wilayah Jawa Timur dan pola pengembangan kegiatan ekonomi lokal yang diarahkan dapat memicu perkembangan wilayah yang berbasis pada sektor primer. Skenario Network System secara mikro bersinergi dengan keterhubungan sentra produksi dan perbaikan aksesibilitas sehingga membentuk pusat pengembangan pengolahan suatu produk. Untuk mendukung keterkaitan antarwilayah dan sentra produksi dikembangkan sistem jaringan sebagai berikut: 1. Sistem jaringan wilayah Pacitan Strategi pengembangan wilayah akan diarahkan sebagai sub-pusat koleksi dan distribusi di Kota Pacitan. 2. Sistem jaringan wilayah Ponorogo Strategi pengembangan wilayah akan diarahkan sebagai sub-pusat industri pengolahan dan sub pusat koleksi dan distribusi di Perkotaan Ponorogo. Sub-sub pusat ini akan melayani wilayah yang termasuk pada Kabupaten Ponorogo dan Kabupaten Pacitan. 3. Sistem jaringan wilayah Trenggalek Strategi pengembangan wilayah akan diarahkan sebagai sub-pusat industri pengolahan di Perkotaan Trenggalek dan sub-pusat pengembangan pariwisata di Kecamatan Watulimo. 4. Sistem jaringan wilayah Tulungagung Strategi pengembangan wilayah akan diarahkan sebagai sub-pusat koleksi dan distribusi di Perkotaan Tulungagung dan sub-pusat pengembangan pariwisata di Kecamatan Tulungagung. 5. Sistem jaringan wilayah Blitar dan Kota Blitar Strategi pengembangan wilayah akan diarahkan sebagai

36 III - 36 sub-pusat koleksi dan distribusi dan sub-pusat industri pengolahan di Kota Blitar dan sub-pusat pengembangan pariwisata di Kabupaten Blitar. 6. Sistem jaringan wilayah Kediri dan Kota Kediri Strategi pengembangan wilayah akan diarahkan sebagai sub-pusat koleksi dan distribusi dan sub-pusat industri pengolahan di Kota Kediri. Sub-sub pusat ini akan melayani wilayah yang termasuk pada Kota Kediri dan Kabupaten Kediri. 7. Sistem jaringan wilayah Lumajang Strategi pengembangan wilayah akan diarahkan sebagai sub-pusat koleksi dan distribusi di Kota Lumajang. Subsub-pusat ini akan melayani wilayah yang termasuk pada Kabupaten Lumajang. 8. Sistem jaringan wilayah Jember Strategi pengembangan wilayah akan diarahkan sebagai sub-pusat koleksi dan distribusi dan sub-pusat industri pengolahan di Kota Jember. Sub-sub pusat ini akan melayani wilayah yang termasuk pada Kabupaten Jember. 9. Sistem jaringan wilayah Banyuwangi Strategi pengembangan wilayah akan diarahkan sebagai sub-pusat koleksi dan distribusi di Kota Banyuwangi, sub-pusat industri pengolahan di Kecamatan Muncar, sub-pusat pengembangan pariwisata di Kecamatan Tegaldlimo. Sub-sub pusat ini akan melayani wilayah yang termasuk pada Kabupaten Banyuwangi. 10. Sistem jaringan wilayah Bondowoso Strategi pengembangan wilayah akan diarahkan sebagai sub-pusat koleksi dan distribusi di Kota Bondowoso. Sub-sub pusat ini akan melayani wilayah yang termasuk pada Kabupaten Bondowoso. 11. Sistem jaringan wilayah Situbondo Strategi pengembangan wilayah akan diarahkan sebagai sub-pusat koleksi dan distribusi di Kota Situbondo dan sub-pusat industri pengolahan di Kecamatan Panarukan. Sub-sub pusat ini akan melayani wilayah yang termasuk pada Kabupaten Situbondo. 12. Sistem jaringan wilayah Probolinggo dan Kota Probolinggo Strategi pengembangan wilayah akan diarahkan sebagai sub-pusat koleksi dan distribusi di Kota Probolinggo. Sub-sub pusat ini akan melayani wilayah yang termasuk pada Kota Probolinggo dan Kabupaten Probolinggo. 13. Sistem jaringan wilayah Pasuruan dan Kota Pasuruan Strategi pengembangan wilayah akan diarahkan sebagai sub-pusat koleksi dan distribusi di Kota Pasuruan, sub-pusat industri pengolahan di Kecamatan Lekok. Subsub pusat ini akan melayani wilayah yang termasuk pada Kota Pasuruan dan Kabupaten Pasuruan. 14. Sistem jaringan wilayah Nganjuk Strategi pengembangan wilayah akan diarahkan sebagai sub-pusat koleksi dan distribusi dan sub-pusat industri pengolahan di Kota Nganjuk. Sub-sub pusat ini akan melayani wilayah yang termasuk pada Kabupaten Nganjuk. 15. Sistem jaringan wilayah Madiun dan Kota Madiun Strategi pengembangan wilayah akan diarahkan sebagai sub-pusat industri pengolahan dan sub-pusat koleksi dan distribusi di Kota Madiun. Sub-sub pusat ini akan melayani wilayah yang termasuk pada Kota Madiun dan Kabupaten Madiun. 16. Sistem jaringan wilayah Magetan Strategi pengembangan wilayah akan diarahkan sebagai sub-pusat koleksi dan distribusi di Kota Magetan. Sub-sub pusat ini akan melayani wilayah yang termasuk pada Kabupaten Magetan. 17. Sistem jaringan wilayah Ngawi Strategi pengembangan wilayah akan diarahkan sebagai sub-pusat koleksi dan distribusi dan sub-pusat industri pengolahan di Kota Ngawi. Sub-sub pusat ini akan melayani wilayah yang termasuk pada Kabupaten Ngawi. 18. Sistem jaringan wilayah Sampang Strategi pengembangan wilayah akan diarahkan sebagai sub-pusat industri pengolahan dan sub-pusat koleksi dan distribusi di Kota Sampang. Sub-sub pusat ini akan melayani wilayah yang termasuk pada Kabupaten Sampang. 19. Sistem jaringan wilayah Pamekasan Strategi pengembangan wilayah akan diarahkan sebagai sub-pusat koleksi dan distribusi di Kota Pamekasan, sub-pusat industri migas di Kecamatan Kadur, dan Kecamatan Batumamar. Sub-sub pusat ini akan melayani wilayah yang termasuk pada Kabupaten Pamekasan. 20. Sistem jaringan wilayah Sumenep Strategi pengembangan wilayah akan diarahkan sebagai sub-pusat koleksi dan distribusi dan sub-pusat industri pengolahan di Kota Sumenep. Sub-sub pusat ini akan melayani wilayah yang termasuk pada Kabupaten Sumenep. 21. Sistem jaringan wilayah Kota Surabaya Strategi pengembangan wilayah akan diarahkan sebagai pusat koleksi dan distribusi dan sub-pusat industri pengolahan di Kota Surabaya. 22. Sistem jaringan wilayah Kabupaten Tuban Strategi pengembangan wilayah akan diarahkan sebagai sub-pusat koleksi dan distribusi di Kota Tuban, sub-pusat industri pengolahan di wilayah utara Kabupaten Tuban, sub-pusat pengembangan pariwisata di Kota Tuban. Subsub-pusat ini akan melayani wilayah yang termasuk pada Kabupaten Tuban.

37 III Sistem jaringan wilayah Kabupaten Lamongan Strategi pengembangan wilayah akan diarahkan sebagai sub-pusat koleksi dan distribusi di Kota Lamongan, sub-pusat industri pengolahan di LIS (Lamongan Integrated Shorebase) di Kecamatan Paciran, sub-pusat pengembangan pariwisata di Paciran. Sub-sub pusat ini akan melayani wilayah yang termasuk pada Kabupaten Lamongan. 24. Sistem jaringan wilayah Kabupaten Bojonegoro Strategi pengembangan wilayah akan diarahkan sebagai sub-pusat koleksi dan distribusi di Perkotaan Bojonegoro, sub-pusat industri migas di Padangan dan Kasiman. Sub-sub pusat ini akan melayani wilayah yang termasuk pada Kabupaten Bojonegoro. 25. Sistem jaringan wilayah Kabupaten Gresik Strategi pengembangan wilayah akan diarahkan sebagai sub-pusat koleksi dan distribusi dan sub-pusat industri pengolahan di Kota Gresik. Sub-sub pusat ini akan melayani wilayah yang termasuk pada Kabupaten Gresik. 26. Sistem jaringan wilayah Kabupaten Sidoarjo Strategi pengembangan wilayah akan diarahkan sebagai sub-pusat koleksi dan distribusi dan sub-pusat industri pengolahan di Kota Sidoarjo. Sub-sub pusat ini akan melayani wilayah yang termasuk pada Kabupaten Sidoarjo. 27. Sistem jaringan wilayah Kabupaten dan Kota Mojokerto Strategi pengembangan wilayah akan diarahkan sebagai sub-pusat koleksi dan distribusi dan sub-pusat industri pengolahan di Kota Mojokerto. Sub-sub pusat ini akan melayani wilayah yang termasuk pada Kabupaten Mojokerto. 28. Sistem jaringan wilayah Kabupaten Jombang Strategi pengembangan wilayah akan diarahkan sebagai sub-pusat koleksi dan distribusi dan sub-pusat industri pengolahan di Kota Jombang. Sub-sub pusat ini akan melayani wilayah yang termasuk pada Kabupaten Jombang. 29. Sistem jaringan wilayah Kabupaten Bangkalan Strategi pengembangan wilayah akan diarahkan sebagai sub-pusat koleksi dan distribusi di Perkotaan Bangkalan, sub-pusat perdagangan dan jasa di Kecamatan Labang (Kawasan Kaki Jembatan Suramadu), sub-pusat industri pengolahan di Kecamatan Kamal, Labang, Tragah, Burneh dan Socah, dan sub-pusat pengembangan pariwisata di Pesisir Selatan Kabupaten Bangkalan. Sub-sub pusat ini akan melayani wilayah yang termasuk pada Kabupaten Bangkalan. 30. Sistem jaringan wilayah Kota dan Kabupaten Malang Strategi pengembangan wilayah akan diarahkan sebagai sub-pusat koleksi dan distribusi di Kota Malang, sub-pusat agribis/hortikultura di Kecamatan Poncokusumo, sub-pusat industri pengolahan di Sendang Biru, dan sub-pusat pengembangan pariwisata di Kota Malang. Sub-sub pusat ini akan melayani wilayah yang termasuk pada Kabupaten Malang. 31. Sistem jaringan wilayah Kota Batu Strategi pengembangan wilayah akan diarahkan sebagai sub-pusat koleksi dan distribusi, sub-pusat agribis/ hortikultura, sub-pusat industri pengolahan, dan sub-pusat pengembangan pariwisata di Kota Batu. Pengembangan pusat permukiman perdesaan dibedakan atas tipologi kegiatan yang akan dikembangkan, yaitu pengembangan sistem pusat permukiman pada: a. Desa pertanian b. Desa industri Desa-desa pertanian secara umum akan berada pada kawasan dengan karakter rural murni dengan kegiatan murni produksi pertanian (sektor basis). Sehingga pada desa pertanian sistem pusat permukiman akan berkembang untuk skala unit desa. Fungsi pusat permukiman pada desa pertanian diarahkan untuk pelayanan permukiman yang menyebar di sekitar daerah pertanian (farm village type). Maka pada kawasan tersebut dapat difungsikan sebagai pusat permukiman pada desa pertanian, berupa pusat pelayanan pemerintahan, pengembangan pasar/perdagangan skala desa, pelayanan kesehatan setara puskesmas/puskesmas pembantu. Desa industri dimungkinkan akan berkembang dengan kegiatan industri berbasis pertanian. Desa industri ini lebih prospektif dikembangkan untuk menjadi desa pusat pertumbuhan. Sistem pusat permukiman diarahkan dapat melayani skala beberapa pusat permukiman desa pertanian. Sehingga secara hirarki pusat permukiman desa industri lebih tinggi dari pusat permukiman di desa pertanian murni. Pusat-pusat permukiman di desa industri diarahkan terhubung satu dengan yang lainnya, dan secara struktural diarahkan berinteraksi kuat dengan kota-kota kecil atau besar di sekitarnya. Pusat permukiman di desa yang dimungkinkan untuk dikembangkan kegiatan industri pengolahan pertanian, juga diarahkan untuk dikembangkan kegiatan perdagangan dan sebagai pusat koleksi hasil produksi dari berbagai desa pertanian yang ada disekitarnya. Setiap pusat pelayanan dikembangkan melalui penyediaan berbagai fasilitas sosial-ekonomi yang mampu mendorong perkembangan kawasan perdesaan. Desa pusat pertumbuhan dimungkinkan mempunyai konsentrasi penduduk dan kegiatan budi daya non pertanian yang lebih intensif dari sistem permukiman di desa pertanian. Pola pengembangan pusat permukiman desa pertanian dengan pusat permukiman diupayakan sinergi dan berimbang dengan pola pemanfaatan lahan.

38 III - 38 Berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 15/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, sistem jaringan prasarana wilayah provinsi dibentuk oleh sistem jaringan transportasi sebagai sistem jaringan prasarana utama dan dilengkapi dengan sistem prasarana lainnya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Pengembangan sistem jaringan prasarana wilayah di Provinsi Jawa Timur yang mendukung pemantapan struktur ruang dalam jangka panjang diarahkan dengan 2 (dua) pola yaitu: pertama, peningkatan prasarana wilayah untuk melayani kebutuhan perkembangan saat ini, dan kedua, sistem prasarana wilayah yang dikembangkan untuk mendukung pemerataan pembangunan antarwilayah di Jawa Timur dan meningkatkan keterkaitan antara wilayah pertumbuhan dengan wilayah belakang di masa mendatang. Adapun sistem jaringan prasarana wilayah provinsi meliputi: 1. Sistem prasarana utama, yaitu sistem jaringan transportasi. 2. Sistem prasarana lainnya, terdiri dari: a. sistem jaringan energi; b. sistem jaringan telekomunikasi dan informatika; c. sistem jaringan sumber daya air; dan d. sistem prasarana pengelolaan lingkungan. Sesuai dengan arahan pengembangan wilayah di Jawa Timur, maka prasarana wilayah diupayakan untuk ditingkatkan pada sentra ekonomi wilayah dan wilayah yang kurang terjangkau. Beberapa wilayah yang memerlukan perhatian khusus antara lain wilayah kepulauan dan wilayah yang memiliki akses yang rendah RENCANA SISTEM JARINGAN TRANSPORTASI Pengembangan sistem jaringan transportasi meliputi: 1. Rencana sistem jaringan transportasi darat; 2. Rencana sistem jaringan transportasi laut; dan 3. Rencana sistem jaringan transportasi udara. untuk: 3.2. Rencana Sistem Jaringan Prasarana Wilayah Provinsi Pengembangan sistem jaringan transportasi dimaksudkan 1. Mengembangkan sistem transportasi yang mengintegrasikan antarpusat pengembangan; 2. Mengembangkan sistem transportasi antarpulau; 3. Mengembangkan sistem transportasi pendukung perdagangan eksport komoditi unggulan; dan 4. Mengembangkan sistem transportasi pembuka akses wilayah tertinggal, terutama di wilayah Selatan Jawa Timur dan Kepulauan Madura serta pembuka akses wilayah terisolir, terutama pulau-pulau kecil Rencana Sistem Jaringan Transportasi Darat Berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 15/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, sistem jaringan transportasi darat meliputi jaringan jalan, jaringan kereta api, dan jaringan sungai, danau dan penyeberangan. Rencana jaringan jalan terdiri atas jalan (jalan nasional dan jalan provinsi) dan terminal (Tipe A dan Tipe B). Rencana jalan nasional meliputi jalan bebas hambatan, jalan nasional arteri primer, jalan nasional kolektor primer, dan jalan strategis nasional rencana. Rencana jalan provinsi meliputi jalan provinsi kolektor primer dan jalan strategis provinsi. Rencana jaringan kereta api terdiri atas jaringan jalur kereta api umum, stasiun, dryport dan terminal barang. Sedangkan rencana jaringan sungai, danau dan penyeberangan di Provinsi Jawa Timur berupa pelabuhan penyeberangan. Rencana pengembangan sistem transportasi darat didukung oleh pengembangan sistem angkutan umum massal meliputi: a. Angkutan umum perkotaan b. Angkutan umum antarkota. Rencana pengembangan angkutan umum perkotaan dilakukan untuk mengakomodasi pergerakan ulang-alik (komuter) antar wilayah perkotaan yang sangat tinggi, khususnya di wilayah Gerbangkertosusila dan Malang. Pengembangan lebih lanjut ditetapkan melalui kajian trayek, kondisi medan, prakiraan permintaan dan kemampuan pendanaan, yang lebih lanjut akan diatur penetapannya melalui Peraturan Gubernur. A. JARINGAN JALAN Mengacu Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan,sesuai peruntukannya, jaringan jalan diklasifikasikan menjadi: jalan umum yang dikelompokkan menurut: a) Sistem Sistem jaringan jalan terdiri atas sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder. b) Fungsi Berdasarkan fungsinya jaringan jalan dikelompokkan ke dalam jalan arteri, jalan kolektor, jalan lokal, dan jalan lingkungan

39 III -39 c) Status Pengelompokkan jalan berdasarkan status dibagi menjadi jalan nasional (meliputi jalan nasional jalan bebas hambatan, jalan nasional arteri primer, jalan nasional kolektor primer, dan jalan strategis nasional rencana), jalan provinsi (meliputi jalan provinsi kolektor primer dan jalan strategis provinsi), jalan kabupaten, jalan kota, dan jalan desa. d) Kelas Pembagian kelas jalan diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan di bidang lalu lintas dan angkutan jalan. Sedangkan pengelompokkan jalan berdasarkan kelas jalan dimaksudkan untuk mengatur arus kendaraan angkutan barang, termasuk jalur peti kemas, yang disesuaikan dengan daya dukung jalan jalan khusus merupakan jalan yang dibangun oleh instansi, badan usaha, perseorangan, atau kelompok masyarakat untuk kepentingan sendiri. Pola pembahasan rencana jaringan jalan dalam sub bab ini akan dikelompokkan berdasarkan status, yaitu jaringan jalan bebas hambatan, jaringan jalan arteri primer, jalan kolektor primer dan jalan strategis. A1. JARINGAN JALAN BEBAS HAMBATAN Jalan bebas hambatan adalah jalan umum untuk lalu lintas menerus dengan pengendalian jalan masuk secara penuh dan tanpa adanya persimpangan sebidang serta dilengkapi dengan pagar ruang milik jalan. Keseluruhan jalan bebas hambatan di Provinsi Jawa Timur berwujud jalan tol. Pengusahaan jalan tol dilaksanakan dengan maksud untuk mempercepat perwujudan jaringan jalan bebas hambatan sebagai bagian jaringan jalan nasional. Pengembangan jaringan jalan bebas hambatan dilakukan untuk: 1. Memperlancar lalu lintas di daerah yang telah berkembang; 2. Meningkatkan hasil guna dan daya guna pelayanan distribusi barang dan jasa guna menunjang peningkatan pertumbuhan ekonomi; 3. Meringankan beban pendanaan pemerintah dalam hal pengadaan jalan melalui partisipasi pengguna jalan (bagi jalan bebas hambatan yang berwujud jalan tol); dan 4. Meningkatkan pemerataan hasil pembangunan dan keadilan. Jaringan jalan nasional sebagai jalan bebas hambatan yang sudah ada di wilayah Provinsi Jawa Timur meliputi ruas-ruas jalan sebagai berikut: a. Antarkota, berupa Jembatan Surabaya Madura (Jembatan Suramadu) b. Dalam kota, meliputi: 1. Surabaya Gempol 2. Surabaya Gresik 3. Simpang Susun (SS) Waru Bandara Juanda. Rencana pengembangan jaringan jalan nasional jalan bebas hambatan di wilayah Provinsi Jawa Timur diarahkan pada ruas-ruas jalan sebagai berikut: a. Antarkota, meliputi: 1. Mantingan Ngawi 2. Ngawi Kertosono 3. Kertosono Mojokerto 4. Mojokerto Surabaya 5. Gempol Pandaan 6. Pandaan Malang 7. Gempol Pasuruan 8. Pasuruan Probolinggo 9. Probolinggo Banyuwangi 10. Gresik Tuban 11. Demak Tuban 12. Porong Gempol 13. Surabaya-Suramadu-Tanjung Bulupandan. b. Dalam kota, meliputi: 1. Waru (Aloha) Wonokromo Tanjung Perak 2. Bandara Juanda Tanjung Perak Terkait dengan bencana lumpur di Kabupaten Sidoarjo maka direncanakan pembangunan baru jalan bebas hambatan yang menggantikan fungsi jalan bebas hambatan Porong-Gempol dengan luas lahan ,132 m 2 meliputi: 1. Kabupaten Sidoarjo dengan luas ,846 m 2, mencakup: a. Kecamatan Tanggulangin (Desa Kludan, Kali Sampurno, dan Ketapang) b. Kecamatan Porong (Desa Wunut, Pamotan, Kesambi, Juwet Kenongo, Kedung Solo, dan Kebonagung) 2. Kabupaten Pasuruan dengan luas ,286 m 2, mencakup: a. Kecamatan Gempol (Desa Carat, Gempol, dan Legok).

40 III - 40 Rencana relokasi jalan bebas hambatan Porong Gempol terdapat pada Gambar Gambar 3.24 Rencana Relokasi Jalan Tol Porong-Gempol A2. JARINGAN JALAN ARTERI PRIMER Jalan arteri primer menghubungkan secara berdaya guna antarpusat Kegiatan Nasional (PKN) atau antara Pusat Kegiatan Nasional (PKN) dengan Pusat Kegiatan Wilayah (PKW). Pada umumnya perkembangan jalan arteri primer di wilayah Jawa Timur sudah baik, tertata sesuai dengan hirarki dan tingkat perkembangan wilayah, arahan struktur wilayah Jawa Timur, arahan pengembangan wilayah perkotaan dan perdesaan maupun sentra-sentra perekonomian wilayah. Jalan nasional sebagai jalan arteri primer di Jawa Timur meliputi ruas-ruas jalan sebagai berikut: a. Surabaya Malang b. Surabaya Mojokerto Jombang Kertosono Nganjuk Caruban Ngawi Mantingan c. Surabaya Lamongan Widang Tuban Bulu (Batas Jawa Tengah) d. Surabaya Sidoarjo Gempol Pasuruan Probolinggo Situbondo Banyuwangi e. Kamal Bangkalan Sampang Pamekasan Sumenep Kalianget Terkait dengan bencana lumpur di Kabupaten Sidoarjo maka direncanakan pembangunan baru jalan arteri yang menggantikan fungsi jalan arteri Surabaya Sidoarjo Gempol Pasuruan. Apabilla pembangunan jalan arteri tersebut terlalu lama untuk direalisasikan maka yang dapat dilakukan yaitu meningkatkan kelas jalan alternatif yang menghubungkan Surabaya Pasuruan yaitu jalan arteri yang melewati jalur Waru Taman Bypass Krian Tarik Mojokerto Ngoro Japanan. A3. JARINGAN JALAN KOLEKTOR PRIMER Jalan kolektor primer merupakan jalan penghubung antarpusat Kegiatan Wilayah (PKW) dan antara Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) dengan Pusat Kegiatan Lokal (PKL). Jalan nasional sebagai jalan kolektor primer di Jawa Timur meliputi ruas-ruas jalan sebagai berikut: a. Gresik Sadang Tuban b. Babat Bojonegoro Padangan Ngawi c. Ngawi Maospati Madiun Caruban d. Mojokerto Mojosari Gempol e. Glonggong Pacitan Panggul Durenan Tulungagung Blitar Kepanjen Turen Lumajang Wonorejo Jember Gentengkulon Jajag Benculuk Rogojampi Banyuwangi f. Tulungagung Kediri Kertosono g. Malang Kepanjen h. Wonorejo Probolinggo i. Srono Muncar j. Ploso Pacitan Hadiwarno Jalan provinsi sebagai jalan kolektor primer di wilayah Jawa Timur meliputi ruas-ruas jalan sebagai berikut: a. Nganjuk Bojonegoro Ponco Jatirogo Batas Jawa Tengah b. Ponco Pakah c. Kandangan Pulorejo Jombang Ploso Babat d. Mojokerto Gedek Lamongan e. Mojokerto Mlirip Legundi Driyorejo Wonokromo f. Gedek Ploso

41 III -41 g. Padangan Cepu h. Turen Malang Pendem Kandangan Pare Kediri i. Batu Pacet Mojosari Krian Legundi Bunder j. Karanglo Pendem k. Pare Pulorejo l. Pandaan Tretes m. Purwodadi Nongkojajar n. Purwosari Kejayan Pasuruan o. Kejayan Tosari p. Pilang Sukapura q. Lumajang Kencong Kasihan Balung Ambulu Mangli r. Kasihan Puger s. Jember Bondowoso Situbondo t. Gentengkulon Wonorekso Rogojampi u. Dengok Trenggalek v. Blitar Srengat Kediri Nganjuk w. Arjosari Nawangan x. Pacitan Arjosari Dengok Ponorogo Madiun y. Maospati Magetan Cemorosewu z. Bangkalan Tanjung Bumi Ketapang Sotobar Sumenep Lumbang aa. Ponorogo Biting bb. Ngantru Srengat cc. Gemekan Gondang Pacet Trawas dd. Talok Druju Sendang Biru ee. Grobogan Pondok Dalem ff. Balung Rambipuji gg. Situbondo Buduan hh. Maesan Kalisat Sempolan ii. jj. Genteng Temuguruh Wonorekso Jajag Bangorejo Pasanggaran kk. Benculuk Grajagan ll. Glagahagung Tegaldlimo mm. Sampang Ketapang nn. Sampang Omben Pamekasan oo. Pamekasan Sotabar A4. JARINGAN JALAN STRATEGIS Jalan strategis nasional adalah jalan yang melayani kepentingan nasional atas dasar kriteria strategis yaitu mempunyai peranan untuk membina kesatuan dan keutuhan nasional, melayani daerah-daerah rawan, bagian dari jalan lintas regional atau lintas internasional, melayani kepentingan perbatasan antarnegara, serta dalam rangka pertahanan dan keamanan. Berdasarkan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 567/ KPTS/M/2010 tentang Rencana Umum Jaringan Jalan Nasional, Jalan Strategis Nasional Rencana meliputi ruas: a. Jalan Merr II-C (Surabaya) b. Jalan Lingkar Timur Sidoarjo (Sidoarjo) c. Jalan Airlangga (Mojosari) d. Padangan Batas Jawa Tengah (Cepu) e. Madiun Batas Kabupaten Ponorogo f. Batas Kabupaten Madiun Ponorogo g. Ponorogo Dengok h. Jalan Diponegoro (Ponorogo) i. Jalan Alun-alun Barat (Ponorogo) j. Jalan Gatot Subroto (Ponorogo) k. Dengok Batas Kabupaten Trenggalek l. Trenggalek Batas Kabupaten Ponorogo m. Jalan Soekarno Hatta (Trenggalek) n. Jalan Panglima Sudirman (Trenggalek) o. Jalan Yos Sudarso (Trenggalek) p. Jalan Mayjen Sungkono (Trenggalek) q. Panggul Manjungan Prigi r. Durenan (Jalan Raya Tulungagung) Prigi s. Prigi Ngrejo t. Ngrejo Batas Kabupaten Tulungagung/Kabupaten Blitar u. Batas Kabupaten Tulungagung/Kabupaten Blitar Pantai Serang v. Pantai Serang Batas Kabupaten Malang w. Batas Kabupaten Malang Wonogoro x. Wonogoro Sendangbiru y. Sendangbiru Talok z. Jarit Batas Jember aa. Batas Jember Puger bb. Puger Sumberejo

42 III - 42 cc. Sumberejo Tengkinol dd. Tengkinol Glenmore ee. Situbondo Garduatak ff. Garduatak Silapak gg. Silapak Paltuding hh. Paltuding Banyuwangi ii. jj. Bangkalan Pelabuhan Tanjung Bumi Krian By Pass Legundi kk. Legundi Pertigaan Bunder ll. Ponorogo Biting mm. Jalan Trunojoyo (Ponorogo) nn. Jalan Hayam Wuruk (Ponorogo) oo. Bangkalan Tanjung Bulupandan Ketapang Sotabar Sumenep pp. Kamal Kwanyar Modung Sampang. Jalan strategis provinsi adalah jalan yang diprioritaskan untuk melayani kepentingan provinsi berdasarkan pertimbangan untuk membangkitkan pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan dan keamanan provinsi. Rencana pengembangan jalan strategis provinsi, diarahkan pada ruas-ruas jalan sebagai berikut: a. Lakarsantri Bringkang b. Jalan Raya Menganti (Surabaya) c. Cemeng Kalang Sukodono d. Sukodono Dungus e. Dungus Kletek f. Ploso Batas Kabupaten Nganjuk g. Batas Kabupaten Jombang Kertosono h. Blitar Pantai Serang i. Jalan Bali (Blitar) j. Batas Kota Malang Bandara Abdul Rachman Saleh; k. Jalan Laksda Adisucipto (Kota Malang) l. Karangploso Giri Purwo (Batas Kota Batu) m. Batas Kabupaten Malang Simpang Tiga Jalan Brantas (Kota Batu) n. Sukapura Lambang Kuning o. Sukapura Ngadisari p. Tempeh Kunir q. Kunir Karangrejo r. Karangrejo Yosowilangun s. Asembagus Jangkar t. Rogung Torjun u. Sampang Ragung v. Kedungpring Mantup w. Slopeng Lombang. A6. TERMINAL Mengacu Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, untuk menunjang kelancaran perpindahan orang dan/atau barang serta keterpaduan intramoda dan antarmoda di tempat tertentu, dapat dibangun dan diselenggarakan terminal. Terminal adalah pangkalan kendaraan bermotor umum yang digunakan untuk mengatur kedatangan dan keberangkatan, menaikkan dan menurunkan orang dan/atau barang, serta perpindahan moda angkutan. Terminal sebagaimana dimaksud di atas berupa terminal penumpang dan/atau terminal barang. Terminal penumpang menurut pelayanannya dikelompokkan dalam tipe A, tipe B, dan tipe C. Merujuk ketentuan muatan struktur ruang berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 15/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, prasarana terminal wilayah provinsi mencakup terminal tipe A dan tipe B dalam wilayah provinsi. Terminal penumpang tipe A pada jaringan transportasi jalan, berfungsi terutama untuk pelayanan angkutan antarkota antarprovinsi dan/atau angkutan lintas batas negara serta dapat juga sekaligus melayani angkutan antarkota dalam provinsi, angkutan kota dan angkutan perdesaan. Sedangkan terminal tipe B berfungsi untuk pelayanan angkutan antarkota dalam provinsi, angkutan kota, dan angkutan perdesaan. Terminal diarahkan terdapat di setiap kabupaten/kota dengan lingkup pelayanan lokal hingga regional. Terminal tipe A yang sudah ada di wilayah Provinsi Jawa Timur meliputi: a. Terminal Pacitan di Kabupaten Pacitan; b. Terminal Seloaji di Kabupaten Ponorogo; c. Terminal Tulungagung di Kabupaten Tulungagung; d. Terminal Tawangalun di Kabupaten Jember; e. Terminal Sri Tanjung di Kabupaten Banyuwangi; f. Terminal Ngawi di Kabupaten Ngawi; g. Terminal Kambang Putih di Kabupaten Tuban; h. Terminal Aryawiraraja di Kabupaten Sumenep;

43 III -43 i. Terminal Tamanan di Kota Kediri; j. Terminal Patria di Kota Blitar; k. Terminal Arjosari di Kota Malang; l. Terminal Bayuangga di Kota Probolinggo; m. Terminal Purbaya di Kota Madiun; n. Terminal Purabaya di Kabupaten Sidoarjo; o. Terminal Tambak Oso Wilangun di Kota Surabaya; p. Terminal Pandaan di Kabupaten Pasuruan; q. Terminal Rejakwesi di Kabupaten Bojonegoro; r. Terminal Bangkalan di Kabupaten Bangkalan; dan s. Terminal Ceguk di Kabupaten Pamekasan. Terminal tipe B yang sudah ada di wilayah Provinsi Jawa Timur meliputi: a. Terminal Trenggalek di Kabupaten Trenggalek; b. Terminal Purwoasri di Kabupaten Kediri; c. Terminal Kepanjen dan Terminal Dampit di Kabupaten Malang; d. Terminal Minak Koncar di Kabupaten Lumajang; e. Terminal Arjasa di Kabupaten Jember; f. Terminal Wiroguno dan Terminal Brawijaya di Kabupaten Banyuwangi; g. Terminal Bondowoso di Kabupaten Bondowoso; h. Terminal Situbondo dan Terminal Besuki di Kabupaten Situbondo; i. Terminal Larangan di Kabupaten Sidoarjo; j. Terminal Kepuhsari di Kabupaten Jombang; k. Terminal Anjuk Ladang dan Terminal Kertosono di Kabupaten Nganjuk; l. Terminal Caruban di Kabupaten Madiun; m. Terminal Magetan di Kabupaten Magetan; n. Terminal Padangan di Kabupaten Bojonegoro; o. Terminal Lamongan dan Terminal Babat di Kabupaten Lamongan; p. Terminal Bunder di Kabupaten Gresik; q. Terminal Sampang di Kabupaten Sampang; r. Terminal Landungsari dan Terminal Hamid Rusdi di Kota Malang; s. Terminal Untung Suropati di Kota Pasuruan; t. Terminal Kertajaya di Kota Mojokerto; u. Terminal Joyoboyo di Kota Surabaya; dan v. Terminal Batu di Kota Batu. Rencana pengembangan terminal tipe A di Jawa Timur meliputi: a. Terminal Situbondo di Kabupaten Situbondo; b. Terminal Sidoarjo di Kabupaten Sidoarjo; c. Terminal Kepuhsari di Kabupaten Jombang; d. Terminal Rajegwesi di Kabupaten Bojonegoro; e. Terminal Burneh di Kabupaten Bangkalan; f. Terminal Minak Koncar di Kabupaten Lumajang; g. Terminal Sumenep di Kabupaten Sumenep; h. Terminal Pasuruan di Kabupaten Pasuruan; i. Terminal Paciran di Kabupaten Lamongan; j. Terminal Kertajaya di Kota Mojokerto; k. Terminal Joyoboyo di Kota Surabaya; l. Terminal Trenggalek di Kabupaten Trenggalek; dan m. Terminal Batu di Kota Batu Rencana pengembangan terminal tipe B di Jawa Timur meliputi: a. Terminal Kraksaan di Kabupaten Probolinggo; b. Terminal Wlingi di Kabupaten Blitar; c. Terminal Sendang Biru di Kabupaten Malang; d. Terminal Prigi di Kabupaten Trenggalek; e. Terminal Pare di Kabupaten Kediri; dan f. Terminal Maospati di Kabupaten Magetan. Arahan pengembangan terminal selain yang telah disebutkan di atas tetap dapat dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan dengan mengikuti peraturan perundang-undangan. Rencana jaringan jalan (jalan bebas hambatan, jalan arteri primer, jalan kolektor primer,dan jalan strategis) dan rencana pengembangan terminal (tipe A dan tipe B) secara lebih jelas dapat dilihat pada Peta 3.3 Rencana Jaringan Jalan dan Terminal.

44 III - 44 B. JARINGAN KERETA API Pengembangan jaringan kereta api di wilayah Provinsi Jawa Timur terdiri atas jaringan jalur kereta api umum, terminal barang, dan stasiun. Jaringan jalur kereta api umum mencakup pengembangan jaringan jalur kereta api dalam skala regional/nasional dan pembukaan kembali jaringan jalur kereta api yang sudah tidak berfungsi (konservasi rel mati). B1. JARINGAN JALUR KERETA API UMUM Jaringan jalur kereta api umum di Jawa Timur yang sedang dalam kondisi operasional saat ini adalah jalur-jalur sebagai berikut: a. Jalur Utara : Surabaya (Pasar Turi) Lamongan Babat Bojonegoro Cepu b. Jalur Tengah : Surabaya (Semut) Surabaya (Gubeng) Surabaya (Wonokromo) Jombang Kertosono Nganjuk Madiun Solo c. Jalur Timur : Surabaya (Semut) Surabaya (Gubeng) Surabaya (Wonokromo) Sidoarjo Bangil Pasuruan Probolinggo Jember Banyuwangi d. Jalur Lingkar : Surabaya (Semut) Surabaya (Gubeng) Surabaya (Wonokromo) Sidoarjo Bangil Lawang Malang Blitar Tulungagung Kediri Kertosono Surabaya. Rencana pengembangan jalur perkeretaapian dalam skala nasional dan skala regional, meliputi penetapan lokasi relokasi jalur kereta api sebagai penanganan dampak luapan lumpur Sidoarjo, dan arahan pengembangan jalur perkeretaapian ganda. Terkait dengan bencana luapan lumpur Sidoarjo, kondisi jalur kereta api lintas Porong Bangil hingga April 2010 berdasarkan info BPLS, terjadi penurunan ekstrim ketinggian permukaan tanah (subsidence) di sekitar Lapindo sampai 1 meter, dan untuk rel kereta api berdasarkan info PT. KAI, terjadi penurunan vertikal cm dan pergeseran horisontal 50 cm pada lokasi ruas Km sampai dengan Km Langkah-Langkah penanganan antara lain: 1. Jangka Pendek, yaitu: a. Meninggikan jalur yang turun dengan menambah balas/ kricak;

45 III -45 b. Mengurangi kecepatan kereta api dengan memasang rambu pembatas (taspat) 10 Km pada jarak 1 Km sebelum dan sesudah lokasi; c. Kereta api melakukan pengereman pada lokasi ruas Km sampai dengan Km karena di daerah tersebut juga terjadi semburan gas metan yang rawan terbakar; dan d. Meningkatkan pengawasan jalur rel kereta api dengan menugaskan petugas kereta api untuk mengawasi jalur bergantian selama 24 jam. 2. Jangka Menengah, dengan asumsi apabila ada keputusan jalur kereta api ditutup yaitu: a. Memutar jalur kereta api jurusan Malang/Banyuwangi dengan melewati rute Wonokromo Mojokerto Jombang Kertosono Kediri Blitar Malang Bangil dan memanfaatkan jalur Sidoarjo Tulangan Tarik bila sudah selesai dibangun; dan b. Mengusulkan agar jalur Raya Porong dilarang dilewati kendaraan truk yang bermuatan berat untuk mengurangi penurunan ketinggian permukaan tanah (subsidence). 3. Jangka Panjang, yaitu: a. Pemerintah pusat/ Ditjen perkeretaapian telah menghidupkan kembali jalur Sidoarjo Tulangan Tarik yang dapat digunakan sebagai alternatif jalur kereta api bila jalur Porong ditutup dan membangun Tulangan Gunung Gangsir. b. Pada saat ini jalur Sidoarjo Tulangan telah terbangun fisik 100%, sedangkan jalur Tulangan Gunung Gangsir masih dalam tahap pembebasan lahan. c. Untuk ruas Tulangan Tarik pada tahun 2010 direncanakan pembangunan fisik jalan dan jembatan kereta api yang nantinya dapat digunakan juga untuk jalur alternatif bila Porong ditutup. Relokasi jaringan jalur kereta api Sidoarjo Gunung Gangsir Kabupaten Sidoarjo dan Kabupaten Pasuruan Provinsi Jawa Timur seluas m 2 dengan rincian sebagai berikut: 1. Kabupaten Sidoarjo seluas m 2, mencakup: a. Kecamatan Tulangan (Desa Kemantren, Desa Singopadu, Desa Kepadangan, Desa Kebaron, Desa Kenongo, dan Desa Gelang) b. Kecamatan Krembung (Desa Wonolmati, Desa Balonggarul, Desa Rejeni, Desa Gading, Desa Tanjengwagir, Desa Kedungrawan, Desa Kedungsumur, dan Desa Tambakrejo) 2. Kabupaten Pasuruan seluas m 2, yakni Kecamatan Gempol meliputi Desa Carat, Desa Kejapanan, Desa Gempol, dan Desa Legok Pengembangan jalur perkeretaapian ganda bertujuan untuk menfasilitasi perkembangan layanan perkeretaapian, yang dipicu oleh pertumbuhan permintaan akan angkutan penumpang perkeretaapian. Rencana pengembangan jalur perkeretaapian ganda ditujukan pada jalur-jalur perkeretaapian sebagai berikut: a. Jalur Utara : Surabaya (Pasar Turi) Lamongan Babat Bojonegoro Cepu b. Jalur Tengah : Surabaya (Semut) Surabaya (Gubeng) Surabaya (Wonokromo) Jombang Kertosono Nganjuk Madiun Solo c. Jalur Timur : Surabaya (Semut) Surabaya (Gubeng) Surabaya (Wonokromo) Sidoarjo Bangil Pasuruan Probolinggo Jember Banyuwangi d. Jalur Lingkar : Surabaya (Semut) Surabaya (Gubeng) Surabaya (Wonokromo) Sidoarjo Bangil Lawang Malang Blitar Tulungagung Kediri Kertosono Surabaya e. Sidoarjo Tulangan Tarik f. Gubeng Juanda. Rencana konservasi jaringan jalur kereta api mati di Provinsi Jawa Timur ditujukan pada jalur kereta api mati potensial yaitu sebagai berikut: a. Bojonegoro Jatirogo b. Madiun Ponorogo Slahung c. Mojokerto Mojosari Porong d. Ploso Mojokerto Krian e. Malang Turen Dampit f. Malang Pakis Tumpang g. Babat Jombang h. Babat Tuban i. Kamal Bangkalan Sampang Pamekasan Sumenep j. Jati Probolinggo Paiton k. Klakah Lumajang Pasirian l. Lumajang Gumukmas Balung Rambipuji m. Panarukan Situbondo Bondowoso Kalisat Jember n. Rogojampi Benculuk o. Perak Wonokromo (bekas jalur Trem)

46 III - 46 Rencana pengembangan jalur perkeretaapian di Pulau Madura meliputi pengembangan jalur perkeretaapian Bangkalan Kamal Sampang Pamekasan Sumenep yang terintegrasi dengan jaringan perkeretaapian di Surabaya. Rencana pengembangan prasarana jalur perkeretaapian di wilayah Surabaya dan sekitarnya berupa tindakan pemasangan jalur melayang. Selain itu, untuk meminimalisasi dampak negatif pada perlintasan kereta api sebidang akan dilakukan revitalisasi dan dibangun peringatan dini (early warning) di seluruh perlintasan sebidang. B2. STASIUN Stasiun kereta api berfungsi sebagai tempat kereta api berangkat atau berhenti untuk melayani naik turun penumpang, bongkar muat barang, dan/atau keperluan operasi kereta api. Stasiun kereta api yang sudah ada di Provinsi Jawa Timur meliputi: a. Stasiun Nganjuk dan Stasiun Kertosono di Kabupaten Ngajuk b. Stasiun Jombang di Kabupaten Jombang c. Stasiun Tulungagung di Kabupaten Tulungagung d. Stasiun Bojonegoro di Kabupaten Bojonegoro e. Stasiun Lamongan di Kabupaten Lamongan f. Stasiun Sidoarjo di Kabupaten Sidoarjo g. Stasiun Bangil di Kabupaten Pasuruan h. Stasiun Klakah di Kabupaten Lumajang i. Stasiun Jember di Kabupaten Jember j. Stasiun Banyuwangi Baru di Kabupaten Banyuwangi k. Stasiun Lawang di Kabupaten Malang l. Stasiun Madiun di Kota Madiun m. Stasiun Kediri di Kota Kediri n. Stasiun Blitar di Kota Blitar o. Stasiun Mojokerto di Kota Mojokerto p. Stasiun Surabaya Pasar Turi, Stasiun Surabaya Kota, Stasiun Sidotopo, Stasiun Kalimas, Stasiun Wonokromo, Stasiun Surabaya Gubeng di Kota Surabaya q. Stasiun Probolinggo di Kota Probolinggo r. Stasiun Pasuruan di Kota Pasuruan s. Stasiun Kota Baru dan Kota Lama di Kota Malang Rencana pengembangan stasiun kereta api di Provinsi Jawa Timur meliputi: a. Stasiun Kamal dan Stasiun Bangkalan di Kabupaten Bangkalan b. Stasiun Sampang di Kabupaten Sampang c. Stasiun Pamekasan di Kabupaten Pamekasan d. Stasiun Sumenep di Kabupaten Sumenep Selain pengembangan stasiun kereta api sebagaimana telah disebutkan di atas, pengembangan stasiun juga dapat dilakukan pada lokasi yang potensial, strategis dan mempunyai permintaan pasar yang tinggi dengan tetap mengikuti ketentuan peraturan perundangan terkait. B3. DRY PORT DAN TERMINAL BARANG Transportasi perkeretaapian mempunyai potensi yang cukup besar untuk angkutan barang. Angkutan barang juga berpengaruh positif terhadap moda jalan dengan cara mengurangi beban lalu lintas angkutan jalan. Untuk meningkatkan peran perkeretaapian dalam angkutan barang perlu dikembangkan terminal barang dan dry port. Dry port adalah fasilitas di darat untuk menerima dan memindahkan barang dalam kontainer dengan fungsi bongkar muat barang dalam kontainer, dan terintegrasi dengan sistem transportasi darat lainnya. Dry port selalu dilengkapi dengan fasilitas pengurusan dokumen pengapalan barang baik untuk pengiriman domestik maupun internasional serta angkutan kontainer. 1. Dry port Dry port yang sudah ada di Jawa Timur yaitu Rambipuji di Kabupaten Jember. Rencana pengembangan dry port yakni pembangunan dry port di Kota Malang, Kota Madiun, dan Kota Kediri. 2. Terminal barang Terminal barang yang sudah ada di Jawa Timur, meliputi: Terminal barang Waru di Kabupaten Sidoarjo Terminal barang Babat di Kabupaten Lamongan Terminal barang Pasar Turi di Kota Surabaya Rencana pengembangan terminal barang yaitu Kalimas di Kota Surabaya. Selain rencana tersebut, arahan pengembangan terminal barang dapat dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan dengan mengikuti peraturan perundang-undangan. Rencana pengembangan jaringan jalur kereta api umum, stasiun, dan dry port secara lebih jelas dapat dilihat pada Peta 3.4 Rencana Jaringan Kereta Api.

47 III -47 C. PELABUHAN PENYEBERANGAN Jawa Timur merupakan bagian dari Negara Kepulauan Indonesia, disamping itu Provinsi Jawa Timur sendiri juga mempunyai wilayah kepulauan yang penting. Oleh karena itu, transportasi penyeberangan merupakan moda transportasi yang penting untuk wilayah Provinsi Jawa Timur. Angkutan penyeberangan merupakan angkutan yang berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan jaringan jalan dan/ atau jaringan jalur kereta api yang dipisahkan oleh perairan untuk mengangkut penumpang dan kendaraan beserta muatannya. Uraian mengenai arahan pengembangan pelabuhan penyeberangan meliputi uraian mengenai pelabuhan penyeberangan yang sudah ada dan arahan pengembangan pelabuhan penyeberangan baik yang sudah ada maupun yang baru. Pelabuhan penyeberangan yang sudah ada di Provinsi Jawa Timur meliputi: a. pelabuhan pelayanan penyeberangan dengan pelayanan antarprovinsi, meliputi: 1) Pelabuhan Ketapang di Kabupaten Banyuwangi 2) Pelabuhan Tanjung Perak di Kota Surabaya b. pelabuhan pelayanan penyeberangan dengan pelayanan antarkabupaten/kota dalam provinsi,meliputi: 1) Pelabuhan Ujung di Kota Surabaya 2) Pelabuhan Kamal di Kabupaten Bangkalan 3) Pelabuhan Jangkar di Kabupaten Situbondo 4) Pelabuhan Kalianget di Kabupaten Sumenep c. Pelabuhan pelayanan penyeberangan dengan pelayanan dalam wilayah kabupaten/kota, meliputi: 1) Pelabuhan Kalianget, Pelabuhan Kangean dan Pelabuhan Sapudi di Kabupaten Sumenep 2) Pelabuhan Gresik dan Pelabuhan Bawean di Kabupaten Gresik Saat ini, volume lalu lintas pengguna lintas pelabuhan penyeberangan Ujung Kamal telah turun secara drastis setelah Jembatan Suramadu dioperasikan. Transportasi penyeberangan di Provinsi Jawa Timur terdapat di Tanjung Perak Kamal, Jangkar Wilayah Sumenep, Kalianget Ketapang, Gresik Bawean, dan masih terdapat pelabuhan lainnya

48 III - 48 yang digunakan sebagai transportasi penyeberangan. Penyeberangan dari Jawa Timur ke arah Indonesia bagian Timur dilakukan dari penyeberangan Ketapang Gili Manuk diteruskan Padang Bay (di Bali) Lembar (di Lombok). Mengingat kepadatan arus di Bali sangat padat, sementara wilayah Bali sebagai salah satu tujuan utama wisata Indonesia, maka akan dikembangkan Pelabuhan penyeberangan Jangkar (di Kabupaten Situbondo) yang akan langsung berhubungan dengan Lembar atau Ende (di Flores). Pengembangan pelabuhan penyeberangan ke depan diarahkan pada wilayah kepulauan dengan meningkatkan jalur pelayaran untuk memberikan akses pada pulau-pulau khususnya di wilayah Kabupaten Sumenep. Sistem prasarana transportasi penyeberangan, digunakan untuk menunjang hubungan antarwilayah kepulauan khususnya di pelabuhan penyeberangan Bawean di Kabupaten Gresik, Paciran di Kabupaten Lamongan, Kalianget di Kabupaten Sumenep, Ketapang di Kabupaten Banyuwangi, dan Jangkar di Kabupaten Situbondo. Rencana pengembangan pelabuhan untuk kepentingan penyeberangan adalah sebagai berikut: a. pelabuhan pelayanan penyeberangan dengan pelayanan antarprovinsi, meliputi: 1) Pelabuhan Ketapang di Kabupaten Banyuwangi 2) Pelabuhan Paciran di Kabupaten Lamongan b. pelabuhan pelayanan penyeberangan dengan pelayanan antarkabupaten/kota dalam provinsi,meliputi: 1) Pelabuhan Ujung di Kota Surabaya 2) Pelabuhan Kamal di Kabupaten Bangkalan 3) Pelabuhan Bawean di Kabupaten Gresik 4) Pelabuhan Jangkar di Kabupaten Situbondo 5) Pelabuhan Kalianget di Kabupaten Sumenep 6) Pelabuhan Gili Ketapang di Kabupaten Probolinggo 7) Pelabuhan Probolinggo di Kota Probolinggo 8) Pelabuhan Paciran di Kabupaten Lamongan c. Pelabuhan pelayanan penyeberangan dengan pelayanan dalam wilayah kabupaten dikembangkan sesuai kebutuhan di masingmasing kabupaten/kota yang bersangkutan. Rencana pengembangan pelabuhan penyeberangan, dapat dilihat pada Peta 3.5 Rencana Pengembangan Pelabuhan Penyeberangan Provinsi Jawa Timur.

49 III Rencana Sistem Jaringan Transportasi Laut Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran disebutkan bahwa pelabuhan laut terdiri atas pelabuhan utama, pelabuhan pengumpul dan pelabuhan pengumpan. Pelabuhan utama adalah pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani kegiatan angkutan laut dalam negeri dan internasional, alih muat angkutan laut dalam negeri dan internasional dalam jumlah besar, dan sebagai tempat asal tujuan penumpang dan/atau barang, serta angkutan penyeberangan dengan jangkauan pelayanan antarprovinsi. Pelabuhan pengumpul adalah pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani kegiatan angkutan laut dalam negeri, alih muat angkutan laut dalam negeri dalam jumlah menengah, dan sebagai tempat asal tujuan penumpang dan/atau barang, serta angkutan penyeberangan dengan jangkauan pelayanan antarprovinsi. Pelabuhan pengumpan adalah pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani kegiatan angkutan laut dalam negeri, alih muat angkutan laut dalam negeri dalam jumlah terbatas, merupakan pengumpan bagi pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpul, dan sebagai tempat asal tujuan penumpang dan/atau barang, serta angkutan penyeberangan dengan jangkauan pelayanan dalam provinsi. Berdasarkan skala pelayanannya, pelabuhan pengumpan dibagi menjadi 2 yaitu: 1. Pelabuhan pengumpan regional yang ditetapkan dengan memperhatikan: a. Berperan sebagai pengumpan pelabuhan hub internasional, pelabuhan internasional pelabuhan nasional b. Berperan sebagai tempat alih muat penumpang dan barang dari/ke pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpan c. Berperan melayani angkutan laut antar Kabupaten/Kota dalam propinsi d. Berada dekat dengan jalur pelayaran antar pulau ± 25 mil e. Kedalaman minimal pelabuhan -4 m LWS f. Memiliki dermaga minimal panjang 70 m g. Jarak dengan pelabuhan regional lainnya mil. 2. Pelabuhan pengumpan lokal yang ditetapkan dengan memperhatikan: a. Berperan sebagai pengumpan pelabuhan hub internasional, pelabuhan internasional, pelabuhan nasional dan pelabuhan regional b. Berperan sebagai tempat pelayanan penumpang di daerah terpencil, terisolasi, perbatasan, daerah perbatasan yang hanya didukung oleh mode transportasi laut c. Berperan sebagai tempat pelayanan moda transportasi laut untuk mendukung kehidupan masyarakat dan berfungsi sebagai tempat multifungsi selain sebagai terminal untuk penumpang juga untuk melayani bongkar muat kebutuhan hidup masyarakat disekitamya d. Berada pada lokasi yang tidak dilalui jalur transportasi laut reguler kecuali keperintisan e. Kedalaman minimal pelabuhan -1,5 m LWS f. Memiliki fasilitas tambat g. Jarak dengan pelabuhan lokal lainnya 5-20 mil. Pelabuhan yang sudah dikembangkan di wilayah Provinsi Jawa Timur adalah sebagai berikut: 1. Pelabuhan utama yaitu Pelabuhan Tanjung Perak di Kota Surabaya 2. Pelabuhan pengumpul meliputi: a. Pelabuhan Kamal di Kabupaten Bangkalan; b. Pelabuhan Bawean dan Pelabuhan Gresik di Kabupaten Gresik; c. Pelabuhan Tanjung Wangi di Kabupaten Banyuwangi; d. Pelabuhan Pasuruan di Kota Pasuruan; e. Pelabuhan Paiton di Kabupaten Probolinggo; f. Pelabuhan Tanjung Tembaga di Kota Probolinggo; g. Pelabuhan Kalbut di Kabupaten Situbondo; dan h. Pelabuhan Kangean, Pelabuhan Sapudi, dan Pelabuhan Sepeken di Kabupaten Sumenep. 3. Pelabuhan pengumpan meliputi: a. Pengumpan Regional, yaitu: 1) Pelabuhan Boom Banyuwangi di Kabupaten Banyuwangi 2) Pelabuhan Panarukan di Kabupaten Situbondo 3) Pelabuhan Brondong di Kabupaten Lamongan 4) Pelabuhan Branta dan Pelabuhan Pasean di Kabupaten Pamekasan 5) Pelabuhan Telaga Biru di Kabupaten Bangkalan 6) Pelabuhan Kalianget di Kabupaten Sumenep 7) Pelabuhan Boom di Kabupaten Tuban. b. Pengumpan Lokal, yaitu: 1) Pelabuhan Masa Lembo, Pelabuhan Gayam, Pelabuhan Giliraja, dan Pelabuhan Keramaian, dan Pelabuhan Raas di Kabupaten Sumenep

50 III ) Pelabuhan Gilimandangin dan Pelabuhan Tanlok di Kabupaten Sampang 3) Pelabuhan Jangkar dan Pelabuhan Besuki di Kabupaten Situbondo 4) Pelabuhan Sepulu di Kabupaten Bangkalan. Rencana pengembangan pelabuhan mencakup rencana pengembangan pelabuhan yang sudah ada maupun pelabuhan baru untuk melayani peningkatan arus pergerakan penumpang dan/atau angkutan barang laut. Uraian mengenai pelabuhan yang ada dan arahan pengembangan pelabuhan disampaikan sebagai berikut. Rencana pengembangan pelabuhan di wilayah Provinsi Jawa Timur adalah sebagai berikut: 1. Pelabuhan utama meliputi: a. Pelabuhan Tanjung Perak di Kota Surabaya dalam satu sistem dengan rencana pengembangan pelabuhan di wilayah antara Teluk Lamong sampai Kabupaten Gresik, Pelabuhan Socah di Kabupaten Bangkalan, dan untuk jangka panjang diarahkan ke Pelabuhan Tanjung Bulupandan di Kabupaten Bangkalan b. Pelabuhan Tanjung Wangi di Kabupaten Banyuwangi 2. Pelabuhan pengumpul meliputi: a. Pelabuhan Gelon di Kabupaten Pacitan b. Pelabuhan Sampang/Taddan di Kabupaten Sampang c. Pelabuhan Sendang Biru di Kabupaten Malang d. Pelabuhan Prigi di Kabupaten Trenggalek e. Pelabuhan Pasuruan di Kota Pasuruan. 3. Pelabuhan pengumpan meliputi: a. Pelabuhan pengumpan regional berupa Pelabuhan Tuban di Kabupaten Tuban; dan b. Pelabuhan pengumpan lokal berupa Pelabuhan Dungkek, Pelabuhan Pagerungan dan Pelabuhan Nunggunung di Kabupaten Sumenep. Pengembangan pelabuhan selain untuk memenuhi kepentingan umum, juga dapat dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat khusus dengan memperhatikan persyaratan teknis, ekonomi, dan lingkungan. Rencana pengembangan pelabuhan, dapat dilihat pada Peta 3.6 Rencana Pengembangan Pelabuhan Laut.

51 III Rencana Sistem Jaringan Transportasi Udara Sesuai ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, sistem jaringan transportasi udara terdiri atas tatanan kebandarudaraan dan ruang udara untuk penerbangan. A. TATANAN KEBANDARUDARAAN Tatanan kebandarudaraan adalah suatu sistem kebandarudaraan nasional yang memuat hierarki, peran, fungsi, klasifikasi, jenis penyelenggaraan kegiatan, keterpaduan intra dan antarmoda, serta keterpaduan dengan sektor lainnya.tatanan kebandarudaraan terdiri atas bandar udara umum dan bandar udara khusus. Pengembangan tatanan kebandarudaraan berdasarkan Undangundang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan terdiri atas bandar udara umum dan bandar udara khusus. Bandar udara umum adalah bandar udara yang digunakan untuk melayani kepentingan umum, sedangkan bandar udara khusus adalah bandar udara yang hanya digunakan untuk melayani kepentingan sendiri untuk menunjang kegiatan usaha pokoknya. Hierarki bandar udara umum adalah sebagai berikut: 1. Bandar udara pengumpul (hub) adalah bandar udara yang mempunyai cakupan pelayanan yang luas dari berbagai bandar udara yang melayani penumpang dan/atau kargo dalam jumlah besar dan mempengaruhi perkembangan ekonomi secara nasional atau berbagai provinsi. Bandar udara pengumpul (hub) terdiri atas bandar udara pengumpul dengan skala pelayanan primer, sekunder, dan tersier. Bandar udara pengumpul (hub) dengan skala pelayanan primer adalah bandar udara sebagai salah satu prasarana penunjang pelayanan Pusat Kegiatan Nasional (PKN) yang melayani penumpang dengan jumlah lebih besar atau sama dengan (lima juta) orang per tahun. Bandar udara pengumpul (hub) dengan skala pelayanan sekunder adalah bandar udara sebagai salah satu prasarana penunjang pelayanan Pusat Kegiatan Nasional (PKN) yang melayani penumpang dengan jumlah lebih besar dari atau sama dengan (satu juta) dan lebih kecil dari (lima juta) orang per tahun. Bandar udara pengumpul (hub) dengan skala pelayanan tersier adalah bandar udara sebagai salah satu prasarana penunjang pelayanan Pusat Kegiatan Nasional (PKN) dan Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) yang melayani penumpang dengan jumlah lebih besar dari atau sama dengan (lima ratus) dan lebih kecil dari (satu juta) orang per tahun. 2. Bandar udara pengumpan (spoke) adalah yang mempunyai cakupan pelayanan dan mempengaruhi perkembangan ekonomi terbatas. Bandar udara yang sudah dikembangkan di wilayah Provinsi Jawa Timur adalah sebagai berikut: 1. Bandar udara umum, meliputi: a. Bandar udara pengumpul (hub) dengan skala pelayanan primer, yaitu bandar udara Juanda di Kabupaten Sidoarjo untuk penggunaan internasional utama, regional dan haji. b. Bandar udara pengumpul (hub) dengan skala pelayanan tersier, yaitu bandar udara Abdulrachman Saleh di Kabupaten Malang. c. Bandar udara pengumpan (spoke), meliputi: 1) Bandar udara Blimbingsari di Kabupaten Banyuwangi 2) Bandar udara Trunojoyo di Kabupaten Sumenep 3) Bandar udara Noto Hadinegoro di Kabupaten Jember 4) Bandar udara Bawean di Kabupaten Gresik 2. Bandar udara khusus, meliputi: a. Bandar udara khusus militer meliputi: 1) Lapangan Udara TNI AU Iswahyudi di Kabupaten Magetan 2) Lapangan Udara TNI AU Pacitan di Kabupaten Pacitan 3) Lapangan Udara TNI AL Raci di Kabupaten Pasuruan 4) Lapangan Udara TNI AD Melik di Kabupaten Situbondo b. Bandar udara khusus sipil yaitu bandar udara khusus di Pagerungan Kabupaten Sumenep. Rencana pengembangan bandar udara di wilayah Provinsi Jawa Timur adalah sebagai berikut: 1. Bandar udara umum a. Bandar udara pengumpul dengan (hub) skala pelayanan primer Rencana pengembangan bandar udara pengumpul dengan (hub) skala pelayanan primer dimasukkan dalam program pengembangan bandar udara Juanda di Kabupaten Sidoarjo. Pengembangan bandar udara Juanda meliputi: Pembangunan terminal penumpang di sebelah utara runway; dan Alternatif pembangunan bandar udara baru di Kabupaten Lamongan sebagai pengembangan bandar udara Juanda di Kabupaten Sidoarjo. Meskipun di wilayah Provinsi Jawa Timur terdapat lebih dari satu bandar udara umum, akan tetapi untuk keperluan

52 III - 52 transportasi udara, Provinsi Jawa Timur masih sangat tergantung pada bandar udara Juanda di Kabupaten Sidoarjo. Selain melayani penerbangan domestik yang meliputi hampir seluruh wilayah Indonesia, bandar udara Juanda juga melayani penerbangan internasional dan juga dipakai untuk melayani penerbangan Jamaah Haji untuk wilayah Jawa Timur dan sebagian Indonesia Timur, sehingga dalam kondisi beban puncak tingkat pemakaian bandar udara Juanda sudah mencapai kepadatan 3 menit/pergerakan pesawat. Berdasarkan pertumbuhan frekuensi penerbangan landasan pacu bandar udara Juanda dikhawatirkan tidak lagi mampu melayani frekuensi penerbangan yang akan terjadi. Sedangkan kapasitas terminal penumpang juga sudah menampakkan kepadatan. Sehingga perlu dipikirkan alternatif pembangunan baru bandar udara di Kabupaten Lamongan sebagai pengembangan bandar udara Juanda di Kabupaten Sidoarjo. b. Bandar udara pengumpul (hub) dengan skala pelayanan tersier Rencana pengembangan bandar udara pengumpul (hub) dengan skala pelayanan tersier dimasukkan dalam program pengembangan bandar udara Abdulrachman Saleh di Kabupaten Malang yaitu peningkatan fungsi bandar udara Abdulrachman Saleh di Kabupaten Malang untuk penerbangan sipil berupa peningkatan frekuensi penerbangan untuk rute Jakarta dan pembukaan rute baru menuju Bali dan Balikpapan. c. Bandar udara pengumpan (spoke) Rencana pengembangan bandar udara pengumpan (spoke) meliputi: Pengembangan bandar udara Trunojoyo di Kabupaten Sumenep Pengembangan bandar udara Blimbingsari di Kabupaten Banyuwangi Pengembangan bandar udara Bawean di Kabupaten Gresik Pengembangan bandar udara Noto Hadinegoro di Kabupaten Jember Pengembangan bandar udara di Kabupaten Blitar Pengembangan bandar udara di Kabupaten Bojonegoro 2. Bandar udara khusus Rencana pengembangan bandar udara khusus disesuaikan dengan kebutuhan yang akan timbul dan dengan mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Menurut prediksi saat ini, di wilayah Provinsi Jawa Timur akan timbul kebutuhan akan bandara khusus sipil, yaitu bandar udara khusus di Kabupaten Sumenep (Pagerungan) untuk keperluan usaha pertambangan minyak bumi. B. RUANG UDARA UNTUK PENERBANGAN Ruang udara untuk penerbangan adalah ruang udara yang dimanfaatkan untuk kegiatan transportasi udara atau kegiatan penerbangan sebagai salah satu moda transportasi dalam sistem transportasi nasional. Ruang transportasi udara ditunjukkan oleh flight information region. Sesuai Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, klasifikasi ruang udara disusun dengan mempertimbangkan: a. Kaidah penerbangan; b. Pemberian separasi; c. Pelayanan yang disediakan; d. Pembatasan kecepatan; e. Komunikasi radio; dan/atau f. Persetujuan personel pemandu lalu lintas penerbangan (Air Traffic Control Clearance). Klasifikasi ruang udara terdiri atas kelas A, kelas B, kelas C, kelas D, kelas E, kelas F, dan kelas G. Ruang udara kelas A adalah ruang udara yang memiliki kriteria sebagai berikut: 1. Hanya digunakan untuk kaidah penerbangan instrumen; 2. Diberikan separasi kepada semua pesawat udara; 3. Diberikan pelayanan pemanduan lalu lintas penerbangan; 4. Tidak ada pembatasan kecepatan; 5. Memerlukan komunikasi radio dua arah; dan 6. Persetujuan personel pemandu lalu lintas penerbangan kepada pilot (Air Traffic Control Clearance). Ruang udara kelas B adalah ruang udara yang memiliki kriteria sebagai berikut: 1. Digunakan untuk kaidah penerbangan instrumen dan visual; 2. Diberikan separasi kepada semua pesawat udara; 3. Diberikan pelayanan pemanduan lalu lintas penerbangan; 4. Tidak ada pembatasan kecepatan; 5. Memerlukan komunikasi radio dua arah; dan

53 III Persetujuan personel pemandu lalu lintas penerbangan kepada pilot. Ruang udara kelas C adalah ruang udara yang memiliki kriteria sebagai berikut: 1. untuk kaidah penerbangan instrumen: a. Diberikan separasi kepada: 1) Antarkaidah penerbangan instrumen; dan 2) Antarkaidah penerbangan instrumen dengan kaidah penerbangan visual. b. Pelayanan yang diberikan berupa: 1) Layanan pemanduan lalu lintas penerbangan untuk pemberian separasi dengan kaidah penerbangan instrumen; dan 2) Layanan informasi lalu lintas penerbangan antarkaidah penerbangan visual. c. Tidak ada pembatasan kecepatan; d. Memerlukan komunikasi radio dua arah; dan e. Persetujuan personel pemandu lalu lintas penerbangan kepada pilot. 2. Untuk kaidah penerbangan visual: a. Diberikan separasi antara penerbangan visual dan penerbangan instrumen; b. Pelayanan pemanduan lalu lintas penerbangan; c. Kecepatan dibatasi 250 knot pada ketinggian di bawah kaki di atas permukaan laut; d. Memerlukan komunikasi radio dua arah; dan e. Persetujuan personel pemandu lalu lintas penerbangan kepada pilot. Ruang udara kelas D adalah ruang udara yang memiliki kriteria sebagai berikut: 1. Untuk kaidah penerbangan instrumen: a. Separasi diberikan antarkaidah penerbangan instrumen; b. Diberikan layanan pemanduan lalu lintas penerbangan dan informasi tentang lalu lintas penerbangan visual; c. Kecepatan dibatasi 250 knot pada ketinggian di bawah kaki di atas permukaan laut; d. Memerlukan komunikasi radio dua arah; dan e. persetujuan personel pemandu lalu lintas penerbangan kepada pilot. 2. Untuk kaidah penerbangan visual: a. Tidak diberikan separasi; b. Diberikan informasi lalu lintas penerbangan instrumen kepada penerbangan visual dan antarpenerbangan visual; c. Pembatasan kecepatan sebesar 250 knot di bawah kaki di atas permukaan laut; d. Memerlukan komunikasi radio dua arah; dan e. Persetujuan personel pemandu lalu lintas penerbangan kepada pilot. Ruang udara kelas E adalah ruang udara yang memiliki kriteria sebagai berikut: 1. Untuk kaidah penerbangan instrumen: a) Diberikan separasi antarkaidah penerbangan instrumen; b) Diberikan layanan pemanduan lalu lintas penerbangan sepanjang dapat dilaksanakan atau informasi lalu lintas penerbangan untuk penerbangan visual; c) Pembatasan kecepatan sebesar 250 knot di bawah kaki di atas permukaan laut; d) Memerlukan komunikasi radio dua arah; dan e) Persetujuan personel pemandu lalu lintas penerbangan kepada pilot. 2. Untuk kaidah penerbangan visual: a) Tidak diberikan separasi; b) Diberikan informasi lalu lintas penerbangan sepanjang dapat dilaksanakan; c) Pembatasan kecepatan sebesar 250 knot di bawah kaki di atas permukaan laut; d) Tidak diperlukan komunikasi radio; dan f) Tidak diperlukan persetujuan personel pemandu lalu lintas penerbangan kepada pilot. Ruang udara kelas F adalah ruang udara yang memiliki kriteria sebagai berikut: 1. Untuk kaidah penerbangan instrumen: a) Diberikan separasi antarkaidah penerbangan instrumen sepanjang dapat dilaksanakan; b) Diberikan bantuan layanan pemanduan lalu lintas penerbangan atau layanan informasi lalu lintas penerbangan; c) Pembatasan kecepatan sebesar 250 knot di bawah kaki di atas permukaan laut; d) Memerlukan komunikasi radio dua arah; dan

54 III - 54 e) Tidak diperlukan persetujuan personel pemandu lalu lintas penerbangan kepada pilot. 2. Untuk kaidah penerbangan visual: a) Tidak diberikan separasi; b) Diberikan layanan informasi penerbangan; c) Pembatasan kecepatan sebesar 250 knot di bawah kaki di atas permukaan laut; d) Tidak diperlukan komunikasi radio; dan e) Tidak diperlukan persetujuan personel pemandu lalu lintas penerbangan kepada pilot. Ruang udara kelas G adalah ruang udara yang memiliki kriteria sebagai berikut: 1. Untuk kaidah penerbangan instrumen: a) Tidak diberikan separasi; b) Diberikan layanan informasi penerbangan; c) Pembatasan kecepatan sebesar 250 knot di bawah kaki di atas permukaan laut; d) Memerlukan komunikasi radio dua arah; dan e) Tidak diperlukan persetujuan personel pemandu lalu lintas penerbangan kepada pilot. 2. Untuk kaidah penerbangan visual: a) Tidak diberikan separasi; b) Diberikan layanan informasi penerbangan; c) Pembatasan kecepatan sebesar 250 knot di bawah kaki di atas permukaan laut; d) Tidak diperlukan komunikasi radio dua arah; dan e) Tidak diperlukan persetujuan personel pemandu lalu lintas penerbangan kepada pilot. Rencana pengembangan bandar udara disampaikan dalam bentuk peta pada Peta 3.7 Rencana Pengembangan Bandar Udara.

55 III Rencana Sistem Prasarana Lainnya Rencana Sistem Jaringan Energi Pengembangan sistem jaringan energi di Jawa Timur dimaksudkan untuk penunjang penyediaan energi listrik dan pemenuhan energi lainnya, antara lain kegiatan permukiman, produksi, jasa, dan kegiatan sosial ekonomi lainnya. Pengembangan ini meliputi pengembangan sumber daya energi baru dan terbarukan, kelistrikan dan prasarana migas. A. Pengembangan Sumber Daya Energi Sumber daya energi adalah sebagian dari sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi dan/atau energi baik secara langsung maupun dengan proses konservasi atau transportasi. Pengembangan sumber daya energi dimaksudkan untuk menunjang penyediaan jaringan energi listrik dan pemenuhan energi lainnya. Pengembangan energi baru dan terbarukan oleh Pemerintah Daerah Provinsi maupun Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota meliputi: a. Energi air untuk Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) di Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Situbondo, Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Jember, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Malang, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Blitar, Kabupaten Tulungagung, Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Pacitan, Kabupaten Madiun, Kabupaten Magetan, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Jombang, Kabupaten Gresik, dan Kota Batu. Energi mikrohidro adalah energi yang berasal dari aliran air yang memiliki perbedaan ketinggian tertentu. Energi mikrohidro dapat dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik (PLTMH). b. Energi angin di Kabupaten Pacitan, Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Tulungagung, Kabupaten Blitar, Kabupaten Malang, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Jember, Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Sampang, Kabupaten Pamekasan, Kabupaten Sumenep, Kabupaten Tuban, dan kabupaten lainnya di wilayah pesisir dan kepulauan. c. Energi surya di seluruh kabupaten/kota di Jawa Timur. d. Energi air untuk Pembangkit Listik Tenaga Air (PLTA) energi air untuk PLTA di Karangkates, Wlingi, Ledoyo, Selorejo, Sengguruh, Tulungagung, Mendalan, Siman, Madiun, Kesamben, dan Kalikonto; e. Energi panas bumi di Melati dan Arjosari di Kabupaten Pacitan, Telaga Ngebel Wilis di Kabupaten Ponorogo dan Kabupaten Madiun, Gunung Pandan di Kabupaten Madiun, Kabupaten Bojonegoro, dan Kabupaten Nganjuk, Gunung Arjuno Welirang di Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Pasuruan, dan Kabupaten Malang, Cangar dan Songgoriti di Kota Batu dan Kabupaten Malang, Aeng Panas Tirtosari di Kabupaten Sumenep, Argopuro di Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Situbondo, Kabupaten Bondowoso, dan Kabupaten Jember, Tiris (Gunung Lamongan) di Kabupaten Probolinggo dan Kabupaten Lumajang, Belawan-Ijen di Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Situbondo, dan Kabupaten Banyuwangi, serta Gunung Lawu di Kabupaten Magetan. f. Energi gelombang laut di Kabupaten Pacitan, Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Tulungagung, Kabupaten Blitar, Kabupaten Malang, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Jember, Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Tuban, Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Sampang, Kabupaten Pamekasan, dan Kabupaten Sumenep. g. Energi biogas di seluruh kabupaten/kota di Jawa Timur. Energi biogas adalah energi yang berasal dari gas hasil aktivitas anaerobik atau fermentasi dari bahan-bahan organik. Biogas dapat digunakan sebagai bahan bakar kendaraan maupun untuk menghasilkan listrik. h. Energi biomassa di seluruh kabupaten/kota di Jawa Timur. Energi biomassa adalah energi yang berasal dari bahan organik, seperti kayu, tanaman, pupuk, dan beberapa jenis sampah. Limbah kayu atau sampah ini dapat dibakar sehingga menghasilkan uap yang dapat digunakan untuk pembangkit listrik, atau penyedia panas untuk industri dan rumah. B. Kelistrikan Kebutuhan energi listrik wilayah Provinsi Jawa Timur dipenuhi dari pembangkit interkoneksi Jawa-Bali. Secara umum pengembangan prasarana energi listrik untuk jangka panjang memerlukan biaya yang tidak kecil, akan tetapi kapasitas pembangkit yang ada sekarang masih cukup mampu untuk memenuhi kebutuhan listrik Jawa Timur. Namun secara nasional pemerintah telah berencana menambah kapasitas pembangkit interkoneksi Jawa-Bali melalui percepatan upaya pendanaan SUTET terkait dengan pembangkit PLTU IPP Paiton Expansion (1x800 MW) yaitu SUTET Paiton-Grati Sirkit 3 (2012) dan mempercepat penyelesaian SUTET Grati-Surabaya Selatan (2010). Dengan bertambahnya pembangkit di area Jawa-Bali, maka diharapkan kebutuhan energi listrik khususnya di Jawa-Bali terpenuhi hingga akhir tahun perencanaan. Secara umum pengembangan sarana kelistrikan direncanakan melalui pengembangan pembangkit, jaringan transmisi, dan jaringan distribusi, dengan uraian sebagai berikut: 1. Pengembangan pembangkit tenaga listrik Pembangkit tenaga listrik merupakan fasilitas untuk kegiatan memproduksi tenaga listrik. Pengembangan kapasitas pembangkit tenaga listrik diarahkan untuk memenuhi pertumbuhan beban yang direncanakan dan pada beberapa wilayah tertentu diutamakan untuk menyelesaikan krisis penyediaan tenaga

56 III - 56 listrik. Pengembangan kapasitas pembangkit tenaga listrik dilakukan secara optimal dengan prinsip biaya penyediaan listrik terendah (least cost), dengan tetap memenuhi tingkat keandalan yang diinginkan. Namun demikian, sejalan dengan kebijakan pemerintah untuk lebih banyak mengembangkan dan memanfaatkan energi terbarukan, pada wilayah-wilayah yang mempunyai potensi energi terbarukan, utamanya panas bumi dan hidro, kriteria least cost tidak sepenuhnya diterapkan. Pada wilayah tersebut beberapa proyek panas bumi dan hidro direncanakan untuk dibangun walaupun biaya pengembangannya lebih tinggi daripada pembangkit termal konvensional. 2. Pengembangan transmisi tenaga listrik Jaringan transmisi tenaga listrik adalah jaringan yang menyalurkan tenaga listrik untuk kepentingan umum yang dapat merupakan jaringan transmisi tegangan tinggi, ekstra tinggi, dan/atau ultra tinggi. Pengembangan saluran transmisi secara umum diarahkan kepada tercapainya keseimbangan antara kapasitas pembangkitan di sisi hulu dan permintaan daya pada sisi distribusi hilir secara efisien dengan kriteria keandalan tertentu. Disamping itu pengembangan saluran transmisi juga dimaksudkan sebagai usaha untuk mengatasi bottle neck penyaluran, perbaikan tegangan pelayanan dan fleksibilitas operasi. Penentuan lokasi GI didasarkan atas pertimbangan keekonomian biaya pembangunan fasilitas. 3. Pengembangan distribusi tenaga listrik Fokus pengembangan dan investasi sistem distribusi secara umum diarahkan pada 4 hal, yaitu: perbaikan tegangan pelayanan, perbaikan SAIDI dan SAIFI, penurunan susut teknis jaringan dan rehabilitasi jaringan yang tua. Kegiatan berikutnya adalah investasi perluasan jaringan untuk melayani pertumbuhan dan perbaikan sarana pelayanan. Lokasi pembangkit baru sesuai dengan tahapannya antara lain: Plant di Grindulu PS (4x250 MW); IPP on Going di PLTU Paiton 3-4 (800 MW); Percepatan di PLTU Tanjung Awar-Awar (2x350 MW), PLTU Jatim Selatan (2x315 MW), PLTU Paiton Baru (1x660 MW); dan Penanganan Krisis di Madura (2x100 MW). Selain itu diupayakan pengembangan pembangkit melalui pengembangan dan pemanfaatan potensi energi terbarukan, terutama energi panas bumi di Ngebel (3x55 MW) dan Belawan Ijen (2 x 55 MW). Rencana pengembangan jaringan transmisi untuk pengembangan listrik di Jawa Timur dengan cara: 1. Pengembangan sistem transmisi 500 kv, melalui: Program penambahan trafo IBT 500 MVA 500/150 kv di Kediri dan Paiton; Pembangunan GITET baru berikut transmisi terkait sistem Jawa-Bali di Surabaya Selatan, Ngimbang, Kebon Agung, Ngoro; Pembangunan transmisi 500 kv baru terkait dengan proyek pembangkit Paiton-Grati sirkit 3; dan Pembangunan transmisi 500 kv Paiton Kapal termasuk overhead line 500 kv menyeberangi selat Bali (Jawa Bali Crossing) sebagai solusi jangka panjang pasokan listrik ke pulau Bali. 2. Pengembangan sistem transmisi 150 kv, melalui: Pembangunan GI Baru dan program penambahan trafo distribusi 150/20 kv dalam rangka memenuhi pertumbuhan kebutuhan listrik mengenai kapasitas keseimbangan (capacity balance) gardu induk. sedangkan penambahan trafo distribusi 70/20 kv merupakan program relokasi trafo dari Jawa Barat ke Jawa Timur; Pembangunan transmisi baru 150 kv terkait dengan proyek pembangkit PLTU percepatan, PLTU IPP dan PLTP IPP; dan Perkuatan transmisi 150 kv eksisting dilokasi tersebar di sistem Jawa Bali dalam rangka memenuhi kriteria keandalan. Pelaksanaan rencana pengembangan jaringan transmisi berdasarkan rencana pengembangan jaringan transmisi di Provinsi Jawa Timur meliputi: 1. Pengembangan jaringan transmisi, yakni: a. Pengembangan sistem transmisi 500 kv di Ngimbang-Inc. (Sbrat-Ungar), Paiton New-Paiton Old, Surabaya Selatan- Grati, Paiton-Grati 3rd, Grindulu PS-Kebonagung, Kapal JB Crossing-Paiton, Grati-Kediri 1st, Kebonagung-Inc. (Grati-Kediri) 1st, Ngoro-Inc (Paiton-Kediri)2nd, Tanjung Pelang PLTU-Kediri; b. Pengembangan sistem transmisi 150 kv di Babat-Tuban, Bambe/Bringkang-Karangpilang, Buduran II/Sedati- Inc (Bangil-Waru), Cerme Inc(Sgmdu-Lmgan), Grati- Gondangwetan, Jatim Selatan PLTU-Pacitan II, Jatim Selatan PLTU-Wonogiri, Jombang-Jayakertas, Kabel Jawa Madura-Suramadu, Kalisari-Surabaya Selatan, Ketapang- Gilimanuk, Kraksaan-Probolinggo, New Ngimbang-Babat, New Ngimbang-Mliwang, Paciran Brondong Lamongan, Pacitan II-Ponorogo, Padangsambian-Pesanggaran, Paiton New-Paiton Old, Perak-Ujung, SambiKerep/TandesII- Inc (Waru-Gresik), Simogunung/Gsari-(Swhan-Waru), Tanjung Awar-awar PLTU-Tuban, Tulungagung II-Kediri, Wlingi II-Kediri, Banyuwangi-Gilimanuk, Banyuwangi- Ketapang, Blimbing II-Inc. (PIER-Pakis), Ponorogo II-Manisrejo, Purwosari/Sukorejo II-Inc. PIER-Pakis), Waru-Darmo Granti, New Porong-Ngoro Sidoarjo/Porong I-Bangil, Ijen PLTP-Banyuwangi, New Banyuwangi-

57 III -57 Genteng, Ponorogo II-New Tulungagung, Madura PLTU- Inc. (Spang-Pksan), Kalikonto PLTA-Bumi Cokro, Wilis/ Ngebel PLTP-Pacitan II, Arjuno PLTP-Mojokerto, Iyang Argopuro PLTP-Probolinggo, dan Turen II-Inc. (Kbagn Pakis); dan c. Pengembangan sistem transmisi 70 kv di Driyorejo- Miwon. 2. Pengembangan gardu induk (GI), yakni: a. Pengembangan gardu induk 500/150 kv di Kediri, Paiton, Surabaya Selatan, Grati, Krian, Kebonagung, dan Ngoro; b. Pengembangan gardu induk 150/70 kv di Sekarputih, dan Bangil (GIS); c. Pengembangan gardu induk 150/20 kv di Bondowoso, Buduran, Driyorejo, Segoromadu, Sekarputih, Sengkaling, Situbondo, Sumenep, Tulungagung II, Wlingi II, Blimbing II, Gondang Wetan, Ponorogo II, Purwosari/Sukorejo II, Sidoarjo, Ujung, Kebonagung, New Porong, Buduran I/ Sedati, Petrokimia, Banyuwangi, Genteng, Kedinding, Kraksaan, Kupang, Lawang, Manyar, Surabaya Selatan, Tuban, Wlingi I, Cerme, Jombang, Paiton, PIER, PLTP Ijen, Simpang, Undaan, Rungkut, Wonokromo, Bangkalan, Bojonegoro, Jember, Perak, PLTA Kesamben, PLTA Kalikonto, Tanggul, Babat, Lamongan, Mojoagung, Ngawi, Balongbendo, Bangil, Kasih Jatim, Lumajang, Ngagel, Ngoro, Pamekasan, Pemaron, Sawahan, Gunungsari/ Simogunung, Karangkates, Karangpilang, Kediri Baru, Kertosono II, Krian, Ngimbang, Paciran/Brondong, Padang Sambian, PLTP Iyang Argopuro, Probolinggo, Simpang, Sukolilo, Waru, Bringkang/Bambe, Bulukandang, Gembong, Jayakertas, Kalisari, Sampang, Sedati/Buduran II, Turen II, Babadan, Baturiti, Darmogrand, Pacitan II, dan Wlingi; dan d. Pengembangan gardu induk 70/20 kv di Blimbing, Tarik, Trenggalek, Nganjuk, Turen, Dolopo, Selorejo PLTA, Pare, Sengguruh PLTA, Magetan, Siman, Blitar Baru, Ponorogo, Caruban, Mranggen, Polehan, Tulungagung PLTA, dan Sukorejo. Rencana pengembangan jaringan listrik di Provinsi Jawa Timur disajikan pada Peta 3.8. Rencana Jaringan Listrik.

58 III - 58 C. Jaringan pipa minyak dan gas bumi Jaringan pipa minyak dan gas bumi adalah jaringan yang terdiri atas pipa transmisi dan distribusi minyak dan gas bumi yang dikembangkan untuk menyalurkan minyak dan gas bumi dari fasilitas produksi ke kilang pengolahan dan/atau penyimpanan, atau dari kilang pengolahan atau penyimpanan ke konsumen sehingga fasilitas produksi, kilang pengolahan, dan tempat penyimpanan minyak dan gas bumi. Jaringan/distribusi minyak dan gas bumi melalui pipa di darat dan laut, perkeretaapian dan angkutan jalan raya. Jaringan pipa minyak dan gas bumi yang sudah ada meliputi alur kabel laut Kota Surabaya-Pulau Madura (Kabupaten Bangkalan) dan jaringan pipa minyak, gas, dan bangunan lepas pantai di Ujungpangkah, Poleng, Ojong, dan di sekitar perairan Pulau Kangean. Sampai sekarang pertamina telah memiliki jaringan pipa bawah laut yang menghubungkan Kepulauan Kangean hingga ke Stasiun MR/S di Porong Kabupaten Sidoarjo yang diteruskan hingga Kecamatan Bungah Kabupaten Gresik. Sedangkan PT. Perusahaan Gas Negara memiliki jaringan gas lebih luas. Jaringan gas ke arah utara hanya menjangkau Kecamatan Bungah, Kabupaten Gresik; ke arah barat hanya terbatas pada Kota Mojokerto; ke arah selatan hanya terbatas pada Pandaan; dan ke arah timur sudah berkembang hingga Probolinggo serta Leces. Rencana pengembangan jaringan pipa minyak dan gas dapat dilihat pada Tabel 3.2. Tabel 3.2 Rencana Pengembangan Jaringan Pipa Minyak dan Gas Bumi No Kabupaten/Kota Luas (Ha) 1 Beji Gunung Gangsir Pandaan 5,37 2 Wunut R/S Porong 8,7 3 Wunut Taman 28,8 4 R/S Porong Kota Sidoarjo 15,3 5 Cerme Legundi 20,67 6 Manyar Panceng 30,13 7 Kota Pasuruan 11,08 8 Pandaan 5,6 9 Jetis 20,1 10 Mojokerto Jombang 50,09 11 Panceng Tuban 70,2 12 Jombang Nganjuk 40,1 13 Kertosono Kediri 40,3 14 Bunder Lamongan 30,08 15 Lamongan Babat 29,16 16 Pandaan Purwodadi 35,07 17 Babat Bojonegoro 35,16 18 Purwodadi Lawang 15,08 19 Nganjuk Madiun 50,07 20 Kangean - R/S Porong (Kabupaten Sidoaarjo) - Kecamatan Bungah (Kabupaten Gresik) - 21 Jaringan gas ke arah utara menjangkau Kecamatan Bungah dan Pulau Bawean di Kabupaten Gresik - 22 Jaringan gas ke arah selatan terbatas pada Kecamatan Pandaan, Kabupaten Pasuruan - 23 Jaringan gas ke arah barat terbatas pada Kota Mojokerto - 24 Jaringan gas ke arah timur menjangkau Kabupaten dan Kota Probolinggo serta Leces - Jaringan pipa minyak, gas, dan bangunan lepas pantai di Ujungpangkah, Poleng, Ojong, dan di sekitar perairan Pulau 25 Kangean hingga ke provinsi Jawa Tengah dan Pulau Kalimantan -

59 III - 59 Rencana pengembangan sumber dan prasarana minyak dan gas bumi, meliputi: a. Kabupaten Bojonegoro b. Kabupaten Bangkalan c. Kabupaten Gresik d. Kabupaten Lamongan e. Kabupaten Pemekasan f. Kabupaten Sidoarjo g. Kabupaten Sampang h. Kabupaten Sumenep i. Kabupaten Tuban j. Kabupaten/kota lain berdasarkan hasil eksplorasi. Rencana pengembangan jaringan (migas) di Provinsi Jawa Timur disajikan pada Peta 3.9. Rencana Jaringan Migas Rencana Sistem Jaringan Telekomunikasi dan Informatika Sistem jaringan telekomunikasi dan informatika adalah perangkat komunikasidan pertukaran informasi yang dikembangkan untuk tujuan-tujuan pengambilan keputusan dan peningkatan kualitas pelayanan publik dan privat. Rencana pengembangan jaringan telekomunikasi dan informatika diarahkan pada peningkatan jangkauan pelayanan dan kemudahan mendapatkannya. Dalam hal ini, penyediaan tower BTS (Base Transceiver Station) sangat penting menjangkau ke pelosok perdesaan sebagai prasarana pendukung. Sistem jaringan telekomunikasi yang dikembangkan, meliputi: a. b. Jaringan terestrial yang terdiri atas: Jaringan kabel: jaringan mikro digital, fiber optic (serat optik), mikro analog, dan kabel laut Jaringan nirkabel yaitu berupa BTS (Base Transceiver Station) Jaringan satelit berupa piranti komunikasi yang memanfaatkan teknologi satelit, dapat menggunakan tower maupun non tower. Dengan semakin berkembangnya teknologi, untuk peningkatan kebutuhan dan pelayanan masyarakat perlu dilakukan peningkatan jumlah dan mutu telekomunikasi pada tiap wilayah, yaitu:

60 III Menerapkan teknologi telekomunikasi dan informatika berbasis teknologi modern; 2. Pembangunan teknologi telekomunikasi dan informatika pada wilayah - wilayah pusat pertumbuhan; 3. Membentuk jaringan telekomunikasi dan informatika yang menghubungkan setiap wilayah pertumbuhan dengan ibukota kabupaten; dan 4. Mengarahkan dan memanfaatkan secara bersama pada satu tower BTS untuk beberapa operator telepon selular dengan pengelolaan secara bersama pula. Rencana pengembangan jaringan telekomunikasi dan informatika diarahkan pada peningkatan jangkauan pelayanan dan kemudahan akses. Dalam hal ini, penyediaan prasarana telekomunikasi diarahkan hingga menjangkau wilayah pelosok perdesaan melalui desa berdering (ringing village) dan desa pintar (smart village) dan pengembangan kemudahan jaringan telematika di daerah terpencil. Selain itu dalam pengembangan tower BTS (Base Transceiver Station) direncanakan menjadi BTS terpadu yaitu pemanfaatan BTS secara bersama-sama untuk mengindari terciptanya hutan tower. Terkait peningkatan pelayanan telekomunikasi dengan sistem jaringan satelit perlu direncanakan penataan lokasi BTS yang diatur dalam peraturan tersendiri. Adapun rencana jaringan telekomunikasi di Provinsi Jawa Timur adalah: a. Jaringan terestrial yang meliputi: Jaringan terestrial yang menggunakan sistem kabel diarahkan melayani seluruh wilayah kabupaten/kota sampai wilayah terpencil; dan Jaringan terestrial yang menggunakan sistem nirkabel atau Base Transceiver Station (BTS) diarahkan melayani seluruh wilayah kabupaten/kota dan akan diatur dengan peraturan tersendiri. b. Jaringan satelit, dapat menggunakan tower maupun non tower yang melayani wilayah terpencil. Gambar 3.25 Jenis-Jenis BTS Rencana Sistem Jaringan Sumber Daya Air A. Jaringan sumber daya air untuk mendukung air baku pertanian Pengembangan jaringan sumber daya air lintas provinsi dan lintas kabupaten/kota untuk mendukung air baku pertanian dilakukan dengan prinsip keberlanjutan dan kesamaan hak antarwilayah. Rencana pengembangan jaringan irigasi dalam rangka mendukung air baku pertanian merupakan bagian dari Pola Pengelolaan Sumber daya Air Wilayah Sungai yang dilaksanakan dengan memperhatikan rencana pengembangan air baku pada Wilayah Sungai yang bersangkutan, yaitu: a. Di Wilayah Sungai Bengawan Solo meliputi: 1) Waduk Kedung Bendodi Kabupaten Pacitan; 2) Telaga Ngebel Dam,Waduk Bendo, Waduk Slahung, dan Bendungan Badegan di Kabupaten Ponorogo; 3) Bendung Gerak Bojonegoro, Waduk Nglambangan, Waduk Kedung Tete, Waduk Pejok, Waduk Kerjo, Waduk Gonseng, Waduk Mundu, Waduk Belung, Waduk Pacal, dan Bendungan Belah di Kabupaten Bojonegoro; 4) Bendung Gerak Karangnongko, Waduk Kedung Bendo, Waduk Sonde, Waduk Pakulon, Waduk Alastuwo, dan Bendungan Genen di Kabupaten Ngawi; 5) Waduk Kresekdan Waduk Tugu di Kabupaten Madiun; 6) Waduk Tawundan Waduk Ngampon di Kabupaten Tuban; 7) Bendung Gerak Sembayat, Waduk Gondang, dan Waduk Cawak di Kabupaten Lamongan; dan 8) Waduk Gonggang di Kabupaten Magetan. b. Di Wilayah Sungai Brantas meliputi: 1) Bendungan Genteng I, Bendungan Lesti III, Bendungan Kepanjen, Bendungan Lumbangsari, Bendungan Kesamben, Bendungan Kunto II, dan Karangkates III, IV di Kabupaten Malang; 2) Bendungan Tugu di Kabupaten Trenggalek; 3) Bendungan Beng dan Bendungan Kedungwarok di Kabupaten Jombang; 4) Bendungan Ketandan, Bendungan Semantok, dan Bendungan Kuncir di Kabupaten Nganjuk; 5) Bendungan Babadan di Kabupaten Kediri;dan 6) Bendungan Wonorejo di Kabupaten Tulunggagung. c. Di Wilayah Sungai Welang Rejoso meliputi: 1) Bendung Licin di Kabupaten Pasuruan; dan

61 III -61 2) Waduk Suko,Waduk Kuripan, dan Embung Boto di Kabupaten Probolinggo. d. Di Wilayah Sungai Pekalen Sampean meliputi: 1) Waduk Taman, Embung Pace, Embung Gubri, Embung Klabang, Waduk Tegalampel, Waduk Karanganyar, Waduk Sukokerto, Waduk Botolinggo, Embung Blimbing, dan Embung Krasak di Kabupaten Bondowoso; dan 2) Embung Banyuputih, Embung Tunjang, Embung Wringinanom, dan Embung Nogosromo di Kabupaten Situbondo; e. Di Wilayah Sungai Baru Bajulmati meliputi: Embung Singolatri, Waduk Kedawang, Waduk Bajulmati, Embung Bomo, Embung Sumber Mangaran di Kabupaten Banyuwangi. f. Di Wilayah Sungai Bondoyudo Bedadung yaitu Waduk Antrogan di Kabupaten Jember g. Di Wilayah Sungai Kepulauan Madura 1) Waduk Nipah di Kabupaten Sampang; 2) Waduk Blega di Kabupaten Bangkalan; 3) Waduk Samiran di Kabupaten Pamekasan; dan 4) Waduk Tambak Agung di Kabupaten Sumenep. Berdasarkan statusnya, rencana Daerah Irigasi (DI) di Provinsi Jawa Timur meliputi: a. Daerah Irigasi (DI) kewenangan pusat lintas provinsi, meliputi: 1) DI Colo seluas Ha sebagai DI Lintas Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi Jawa Timur (BBWS Bengawan Solo). Provinsi Jawa Timur seluas 500 Ha di Kabupaten Ngawi; dan 2) DI Semen/Krinjo seluas 929 Ha sebagai DI Lintas Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi Jawa Timur (BBWS Jratunseluna). Provinsi Jawa Timur seluas 365 Ha di Kabupaten Tuban. b. Daerah Irigasi (DI) kewenangan pusat lintas kabupaten/kota, meliputi: 1) DI Is Kedung Kandang seluas Ha, meliputi Kabupaten Malang seluas Ha dan Kota Malang seluas 601 Ha; 2) DI Lodoyo seluas Ha, meliputi Kabupaten Blitar seluas Ha dan Kabupaten Tulungagung seluas Ha; 3) DI Mrica Kiri/W K seluas Ha, meliputi Kabupaten Kediri seluas 375 Ha dan Kabupaten Nganjuk seluas Ha; 4) DI Siman seluas Ha, meliputi Kabupaten Kediri seluas Ha dan Kabupaten Jombang seluas Ha; 5) DI Mrica Kanan seluas Ha, meliputi Kabupaten Kediri seluas Ha dan Kabupaten Jombang seluas Ha; 6) DI Menturus seluas Ha, meliputi Kabupaten Mojokerto seluas Ha dan Kabupaten Jombang seluas 409 Ha; 7) DI Padi Pomahan seluas Ha, meliputi Kabupaten Mojokerto seluas Ha dan Kabupaten Jombang seluas 53 Ha; 8) DI Delta Brantas seluas Ha, meliputi Kabupaten Sidoarjo seluas Ha dan Kabupaten Mojokerto seluas 178 Ha; 9) DI Gombal/Dupok seluas Ha, meliputi Kabupaten Madiun seluas Ha dan Kabupaten Ponorogo seluas Ha; 10) DI Sim seluas Ha, meliputi Kabupaten Madiun seluas Ha, Kota Madiun seluas 447 Ha, Kabupaten Magetan seluas Ha, dan Kabupaten Ngawi seluas Ha; 11) DI Jejeruk seluas Ha, meliputi Kabupaten Madiun seluas 43 Ha dan Kabupaten Magetan seluas Ha; 12) DI Sampean Baru seluas Ha, meliputi Kabupaten Bondowoso seluas Ha dan Kabupaten Situbondo seluas Ha; dan 13) DI Bandoyudo seluas Ha, meliputi Kabupaten Lumajang seluas 887 Ha dan Kabupaten Jember seluas Ha. c. Daerah Irigasi (DI) kewenangan pusat utuh Kabupaten/Kota, meliputi: 1) DI Pacal seluas Ha di Kabupaten Bojonegoro; 2) DI Molek seluas Ha di Kabupaten Malang; 3) DI Waduk Bening seluas Ha di Kabupaten Nganjuk; 4) DI Sungkur seluas Ha di Kabupaten Ponorogo; 5) DI Waduk Pondok seluas Ha di Kabupaten Ngawi; 6) DI Beron seluas Ha di Kabupaten Tuban; 7) DI Bengawan Jero seluas Ha, DI Wd. Prijetan seluas Ha, dan DI Gondang seluas Ha di Kabupaten Lamongan; 8) DI Banyuputih seluas Ha dan DI Sampean seluas Ha di Kabupaten Situbondo;

62 III ) DI Setail Teknik seluas Ha, DI Poroliggo seluas Ha, DI Baru seluas Ha, dan DI K (Setail) seluas Ha di Kabupaten Banyuwangi; 10) DI Talang seluas Ha, DI Bedadung seluas Ha, DI Pondok Waluh seluas Ha, dan DI Kencong Barat seluas Ha di Kabupaten Jember; 11) DI Pakelen seluas Ha dan DI Pekalen 2/Andung Biru seluas Ha di Kabupaten Probolinggo;dan 12) DI Jatiroto seluas Ha di Kabupaten Lumajang. d. Daerah Irigasi (DI) kewenangan provinsi lintas kabupaten/kota, meliputi: 1) DI Bakalan seluas 154 Ha, meliputi Kabupaten Malang seluas 59 Ha dan Kota Malang seluas 95 Ha; 2) DI Bodo seluas 156 Ha, meliputi Kabupaten Malang seluas 97 Ha dan Kota Malang seluas 59 Ha; 3) DI Kadalpang seluas Ha, meliputi Kabupaten Malang seluas Ha dan Kota Malang seluas 106 Ha; 4) DI Kajar 2a seluas 20 Ha, meliputi Kabupaten Malang seluas 10 Ha dan Kota Malang seluas 10 Ha; 5) DI Kali Metro seluas 559 Ha, meliputi Kabupaten Malang seluas 514 dan Kota Malang seluas 45 Ha; 6) DI Kalilanang seluas 457 Ha, meliputi Kabupaten Malang seluas 243 Ha dan Kota Batu seluas 214 Ha; 7) DI Kebalon seluas 107 Ha, meliputi Kabupaten Malang seluas 10 Ha dan Kota Malang seluas 97 Ha; 8) DI Losawi seluas 39 Ha, meliputi Kabupaten Malang seluas 37 Ha dan Kota Malang seluas 2 Ha; 9) DI Ngukir seluas 282 Ha, meliputi Kabupaten Malang seluas 168 Ha dan Kota Batu seluas 114 Ha; 10) DI Pakis seluas 726 Ha, meliputi Kabupaten Malang seluas 723 Ha dan Kota Batu seluas 3 Ha; 11) DI Peniwen seluas 63 Ha, meliputi Kabupaten Malang seluas 26 Ha dan Kota Batu seluas 37 Ha; 12) DI Podokaton seluas 70 Ha, meliputi Kabupaten Malang seluas 15 Ha dan Kota Batu seluas 55 Ha; 13) DI Sedudut seluas 53 Ha, meliputi Kabupaten Malang seluas 12 Ha dan Kota Batu seluas 41 Ha; 14) DI Sengkaling Kanan seluas 193 Ha, meliputi Kabupaten Malang seluas 21 Ha dan Kota Batu seluas 172 Ha; 15) DI Sengkaling Kiri seluas 455 Ha, meliputi Kabupaten Malang seluas 16 Ha dan Kota Batu seluas 439 Ha; 16) DI Sumber Tekik seluas 16 Ha, meliputi Kabupaten Malang seluas 15 Ha dan Kota Batu seluas 1 Ha; 17) DI Sumber Turus seluas 32 Ha, meliputi Kabupaten Malang seluas 19 Ha dan Kota Batu seluas 13 Ha; 18) DI Trimo Semut seluas 46 Ha, meliputi Kabupaten Malang seluas 2 Ha dan Kota Batu seluas 44 Ha; 19) DI Urung-urung seluas 59 Ha, meliputi Kabupaten Malang seluas 56 Ha dan Kota Batu seluas 3 Ha; 20) DI Sbr. Gayam seluas Ha, meliputi Kabupaten Tulungagung seluas Ha dan Kabupaten Trenggalek seluas 465 Ha; 21) DI Kaliboto seluas 165 Ha, meliputi Kabupaten Tulunggagung seluas 8 Ha dan Kabupaten Blitar seluas 157 Ha; 22) DI Paingan seluas 551 Ha, meliputi Kabupaten Tulungagung seluas 533 Ha dan Kabupaten Trenggalek 18 Ha; 23) DI Widoro seluas Ha, meliputi Kabupaten Tulungagung seluas Ha dan Kabupaten Trenggalek seluas Ha; 24) DI Sukorame seluas 66 Ha, meliputi Kabupaten Blitar seluas 33 Ha dan Kota Blitar seluas 33 Ha; 25) DI Jempor seluas 57 Ha, meliputi Kabupaten Blitar seluas 2 Ha dan Kota Blitar seluas 55 Ha; 26) DI Tambakrejo I seluas 23 Ha, meliputi Kabupaten Blitar seluas 2 Ha dan Kota Blitar seluas 21 Ha; 27) DI Rembang seluas 42 Ha, meliputi Kabupaten Blitar seluas 33 Ha dan Kota Blitar seluas 9 Ha; 28) DI Plosotengah seluas 51 Ha, meliputi Kabupaten Blitar seluas 16 Ha dan Kota Blitar seluas 35 Ha; 29) DI Sawahan seluas 82 Ha, meliputi Kabupaten Blitar seluas 18 Ha dan Kota Blitar seluas 64 Ha; 30) DI Ngrebo seluas 62 Ha, meliputi Kabupaten Blitar seluas 10 Ha dan Kota Blitar seluas 52 Ha; 31) DI Janten seluas 34 Ha, meliputi Kabupaten Blitar seluas 34 Ha dan Kota Blitar seluas 0 Ha; 32) DI Jatinom seluas 56 Ha, meliputi Kabupaten Blitar seluas 51 Ha dan Kota Blitar seluas 5 Ha; 33) DI Sumber Tulung seluas 38 Ha, meliputi Kabupaten Blitar seluas 14 Ha dan Kota Blitar seluas 24 Ha; 34) DI Sumber Jaran seluas 84 Ha, meliputi Kabupaten Blitar seluas 84 Ha dan Kota Blitar seluas 0 Ha; 35) DI Sumber Patihan seluas 5 Ha, meliputi Kabupaten Blitar seluas 5 Ha dan Kota Blitar seluas 0 Ha;

63 III ) DI Sumber Tiloro seluas 1 Ha, meliputi Kabupaten Blitar seluas 1 Ha dan Kota Blitar seluas 0 Ha; 37) DI Sumber Ipik seluas 32 Ha, meliputi Kabupaten Blitar seluas 0 Ha dan Kota Blitar seluas 32 Ha; 38) DI Sumber Berjo seluas 18 Ha, meliputi Kabupaten Blitar seluas 13 Ha dan Kota Blitar seluas 5 Ha; 39) DI Jaten Termas seluas 461 Ha, meliputi Kabupaten Blitar seluas 34 Ha dan Kabupaten Kediri seluas 427 Ha; 40) DI Gunting seluas 387 Ha, meliputi Kota Kediri seluas 216 Ha dan Kabupaten Kediri seluas 171 Ha; 41) DI Kembangan seluas 305 Ha, meliputi Kota Kediri seluas 109 Ha dan Kabupaten Kediri seluas 196 Ha; 42) DI Klitik Bendokrosok seluas 332 Ha, meliputi Kota Kediri seluas 146 Ha dan Kabupaten Kediri seluas 186 Ha; 43) DI Klitih Kresek seluas 108 Ha, meliputi Kota Kediri seluas 75 Ha dan Kabupaten Kediri seluas 33 Ha; 44) DI Ngaglik seluas 98 Ha, meliputi Kota Kediri seluas 63 Ha dan Kabupaten Kediri seluas 35 Ha; 45) DI Tawangsari seluas 62 Ha, meliputi Kabupaten Jombang seluas 40 Ha dan Kabupaten Mojokerto seluas 22 Ha; 46) DI Kejagan seluas 314 Ha, meliputi Kabupaten Jombang seluas 197 Ha dan Kabupaten Mojokerto seluas 117 Ha; 47) DI Kawedan seluas 69 Ha, meliputi Kabupaten Jombang seluas 20 Ha dan Kabupaten Mojokerto seluas 49 Ha; 48) DI Mernung seluas 661 Ha, meliputi Kabupaten Mojokerto seluas 544 Ha dan Kabupaten Jombang seluas 117 Ha; 49) DI Subantoro seluas 618 Ha, meliputi Kabupaten Mojokerto seluas 518 Ha dan Kota Mojokerto seluas 100 Ha; 50) DI Sinoman seluas 269 Ha, meliputi Kabupaten Mojokerto seluas 55 Ha dan Kota Mojokerto seluas 214 Ha; 51) DI Penewon seluas 971 Ha, meliputi Kabupaten Mojokerto seluas 780 Ha dan Kota Mojokerto seluas 191 Ha; 52) DI Jati Kulon seluas 638 Ha, meliputi Kabupaten Mojokerto seluas 586 Ha dan Kota Mojokerto seluas 52 Ha; 53) DI Candi Limo seluas Ha, meliputi Kabupaten Mojokerto seluas Ha dan Kota Mojokerto seluas 0 Dam; 54) DI Lebak Sumengko seluas 968 Ha, meliputi Kabupaten Mojokerto seluas 968 Ha dan Kota Mojokerto seluas 0 Dam; 55) DI Cau seluas Ha, meliputi Kabupaten Madiun seluas Ha dan Kota Madiun seluas 32 Ha; 56) DI Brangkal Bawah seluas Ha, meliputi Kabupaten Madiun seluas Ha dan Kota Madiun seluas 129 Ha; 57) DI Blodro seluas 422 Ha, meliputi Kabupaten Madiun seluas 421 Ha dan Kota Madiun seluas 1 Ha; 58) DI Piring 1 seluas 195 Ha, meliputi Kabupaten Madiun seluas 56 Ha dan Kota Madiun seluas 139 Ha; 59) DI Sono seluas 684 Ha, meliputi Kabupaten Madiun seluas 650 Ha dan Kota Madiun seluas 34 Ha; 60) DI Trate seluas 461 Ha, meliputi Kabupaten Madiun seluas 137 Ha dan Kota Madiun seluas 324 Ha; 61) DI Kedungrejo seluas Ha, meliputi Kabupaten Madiun seluas Ha dan Kabupaten Ngawi seluas 118 Ha; 62) DI Gandongkerik seluas 745 Ha, meliputi Kabupaten Madiun seluas 329 Ha dan Kabupaten Magetan seluas 416 Ha; 63) DI Margopadang seluas 230 Ha, meliputi Kabupaten Magetan seluas 205 Ha dan Kabupaten Ponorogo seluas 25 Ha; 64) DI Turi seluas 367 Ha, meliputi Kabupaten Magetan seluas 367 Ha dan Kabupaten Ngawi seluas 0 Ha; 65) DI Dung Timun seluas 215 Ha, meliputi Kabupaten Magetan seluas 128 Ha dan Kabupaten Ngawi seluas 87 Ha; 66) DI Dung Lo seluas 165 Ha, meliputi Kabupaten Magetan seluas 132 Ha dan Kabupaten Ngawi seluas 33 Ha; 67) DI Klalung seluas 629 Ha, meliputi Kabupaten Magetan seluas 196 Ha dan Kabupaten Ngawi seluas 433 Ha; 68) DI Kerep seluas Ha, meliputi Kabupaten Magetan seluas Ha dan Kabupaten Ngawi seluas Ha; 69) DI Taji seluas 789 Ha, meliputi Kabupaten Magetan seluas 744 Ha dan Kabupaten Ngawi seluas 45 Ha; 70) DI Kuluhan seluas 344 Ha, meliputi Kabupaten Magetan seluas 113 Ha dan Kabupaten Ngawi seluas 231 Ha; 71) DI Jabung seluas 13 Ha, meliputi Kabupaten Ngawi seluas 13 Ha dan Kabupaten Magetan seluas 0 Ha; 72) DI Grogolan seluas 146 Ha, meliputi Kabupaten Ngawi seluas 146 Ha dan Kabupaten Magetan seluas 0 Ha; 73) DI Rawa Jabung seluas Ha, meliputi Kabupaten Lamongan seluas Ha dan Kabupaten Tuban seluas 0 Ha; 74) DI Kali Corong seluas Ha, meliputi Kabupaten Lamongan seluas Ha dan Kabupaten Gresik seluas 979 Ha; 75) DI Waduk Sumengko seluas Ha, meliputi Kabupaten Lamongan seluas 53 Ha dan Kabupaten Gresik seluas Ha;

64 III ) DI Sbr. Pakem seluas Ha, meliputi Kabupaten Bondowoso seluas 985 Ha dan Kabupaten Jember seluas 166 Ha; 77) DI Arjasa seluas 319 Ha, meliputi Kabupaten Bondowoso seluas 131 Ha dan Kabupaten Jember seluas 188 Ha; 78) DI Nurbiha seluas 298 Ha, meliputi Kabupaten Bondowoso seluas 272 Ha dan Kabupaten Situbondo seluas 26 Ha; 79) DI Gumpolo/Dawuhan seluas 378 Ha, meliputi Kabupaten Bondowoso seluas 242 Ha dan Kabupaten Situbondo seluas 136 Ha; 80) DI Prinduri seluas 64 Ha, meliputi Kabupaten Bondowoso seluas 18 Ha dan Kabupaten Situbondo seluas 46 Ha; 81) DI Bajulmati seluas 711 Ha, meliputi Kabupaten Situbondo seluas 243 Ha dan Kabupaten Banyuwangi seluas 468 Ha; 82) DI IS Pakis seluas 188 Ha, meliputi Kabupaten Probolinggo seluas 10 Ha dan Kota Probolinggo seluas 178 Ha; 83) DI Lontong seluas 140 Ha, meliputi Kabupaten Probolinggo seluas 20 Ha dan Kota Probolinggo seluas 120 Ha; 84) DI Warujinggo seluas 62 Ha, meliputi Kabupaten Probolinggo seluas 50 Ha dan Kota Probolinggo seluas 12 Ha; 85) DI Taposan seluas 714 Ha, meliputi Kabupaten Probolinggo seluas 696 Ha dan Kota Probolinggo seluas 18 Ha; 86) DI Krasak seluas 628 Ha, meliputi Kabupaten Probolinggo seluas 588 Ha dan Kota Probolinggo seluas 40 Ha; 87) DI Mbok Siti seluas 445 Ha, meliputi Kabupaten Probolinggo seluas 364 Ha dan Kota Probolinggo seluas 81 Ha; 88) DI Kedung Galeng seluas 404 Ha meliputi Kabupaten Probolinggo seluas 0 Ha dan Kota Probolinggo seluas 404 Ha; 89) DI Tegal Juwet seluas 118 Ha, meliputi Kabupaten Probolinggo seluas 37 Ha dan Kota Probolinggo seluas 81 Ha; 90) DI Grinting seluas 705 Ha, meliputi Kabupaten Pasuruan seluas 668 Ha dan Kota Pasuruan seluas 37 Ha; 91) DI Licin seluas 510 Ha, meliputi Kabupaten Pasuruan seluas 325 Ha dan Kota Pasuruan seluas 185 Ha; 92) DI Plered seluas 538 Ha, meliputi Kabupaten Pasuruan seluas 109 Ha dan Kota Pasuruan seluas 429 Ha; 93) DI Tanggulangin seluas Ha, meliputi Kabupaten Pasuruan seluas Ha dan Kota Pasuruan seluas 695 Ha; dan 94) DI Surak seluas 886 Ha, meliputi Kota Pasuruan seluas 805 Ha dan Kabupaten Pasuruan seluas 81 Ha. e. Daerah Irigasi (DI) kewenangan provinsi utuh kabupaten/kota, meliputi: 1) DI Gelang seluas Ha di Kabupaten Tulungagung; 2) DI Ketandan seluas Ha, DI Pohblembem seluas Ha, DI Demo seluas Ha, DI Kalasan seluas Ha, DI Sbr Ampomangiran seluas Ha, DI Sukorejo seluas Ha, DI Sempu seluas Ha, DI Toyoaning seluas Ha, DI Keling seluas Ha, DI Lanang seluas Ha, dan DI Hardisingat seluas Ha di Kabupaten Kediri; 3) DI Bulakmojo seluas Ha, DI Kedung Gerit seluas Ha, dan DI Ngrambe seluas Ha di Kabupaten Nganjuk; 4) DI Slumbung seluas Ha dan DI Jatimlerek seluas Ha di Kabupaten Jombang; 5) DI Kromong II seluas Ha di Kabupaten Mojokerto; 6) DI Sewu seluas Ha, DI Bedilan seluas Ha, DI Wates seluas Ha, DI Sarangan seluas Ha, dan DI Notopuro seluas Ha di Kabupaten Madiun; 7) DI Dalem seluas Ha, DI Cepogo seluas Ha, DI Wilangan seluas Ha, DI Watu Putih seluas 1.096Ha, DI Sumorobangun seluas Ha, dan DI Sampung seluas Ha di Kabupaten Ponorogo; 8) DI Kedung Bendo seluas Ha, DI Waduk Sangiran seluas Ha, DI Gurdo seluas Ha, DI Bekoh seluas Ha, DI Teguhan seluas Ha, DI Kedungputri seluas Ha, DI Guyung seluas Ha, dan DI Widodaren seluas Ha di Kabupaten Ngawi; 9) DI Wd. Laren seluas Ha, DI Pirang seluas Ha, dan DI Cawak Bojonegoro seluas Ha di Kabupaten Bojonegoro; 10) DI Maibit seluas Ha, DI Nglirip seluas Ha, DI Merak Urak seluas Ha, dan DI Kening seluas Ha di Kabupaten Tuban; 11) DI Wd. Rande seluas Ha, DI PA Kaligerman seluas Ha, DI PA Butungan seluas Ha, DI Rawa Cangkup seluas Ha, dan DI Rawa Semando seluas Ha di Kabupaten Lamongan; 12) DI Rawa Sekaran seluas Ha, DI Wd. Gogor seluas Ha, DI Mengdame seluas Ha, DI Kali Wadak seluas Ha, dan DI Wd Lowayu seluas Ha di Kabupaten Gresik; 13) DI Balud seluas Ha dan DI Wonosroyo seluas Ha di Kabupaten Bondowoso;

65 III ) DI Nangger seluas Ha dan DI Dawuhan seluas Ha di Kabupaten Situbondo; 15) DI Gembleng seluas Ha, DI Tenggoro seluas Ha, dan DI Blambangan Banyuwangi seluas Ha di Kabupaten Banyuwangi; 16) DI Sumber Nangka seluas Ha, DI Kembar seluas Ha, DI Grogol seluas Ha, DI Mrawan seluas Ha, DI Kottok seluas Ha, DI Bago seluas Ha, DI Kertosari seluas Ha, DI Karanglo seluas Ha, dan DI Kencong Timur seluas Ha di Kabupaten Jember; 17) DI Tekung I seluas Ha, DI Curah Menjangan/ Kedungsangku seluas Ha, DI Umbul Pringtali seluas Ha, DI Brug Purwo seluas Ha, DI Jurang Dawir seluas Ha, dan DI Bodang seluas Ha di Kabupaten Lumajang; 18) DI Ramah Bawah seluas Ha, DI Topi seluas Ha, DI Arah Makam Bawah seluas Ha, DI Jeruk Taman seluas Ha, dan DI Sbr. Bendo Jeruk seluas Ha di Kabupaten Probolinggo; 19) DI Klosod seluas Ha, DI Ranugrati seluas Ha, DI Telebuki seluas Ha, DI Selowongko seluas Ha, DI Bekacak seluas Ha, DI Pateguan seluas Ha, DI Baong seluas Ha, dan DI Domas seluas Ha di Kabupaten Pasuruan; 20) DI Dam Ombul seluas Ha dan DI Tunjung seluas Ha di Kabupaten Bangkalan; 21) DI Klampis seluas Ha di Kabupaten Sampang; 22) DI Samirani seluas Ha di Kabupaten Pamekasan; dan B. Jaringan sumber daya air untuk kebutuhan air baku industri Rencana pengembangan jaringan air baku untuk industri meliputi: a. Jaringan Telaga Sarangan Magetan; b. Sumber mata air Umbulan; c. Wilayah Sungai (WS); dan d. Pengambilan air tanah. C. Jaringan air baku untuk kebutuhan air minum Dalam rangka peningkatan pelayanan air minum yang efesien, efektif, ekonomis dan merata dalam penyelenggaraan maupun operasional maka dikembangkan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) regional terintegrasi. Rencana pengembangan jaringan air baku untuk air minum regional meliputi: a. SPAM Regional PANTURA yang memanfaatkan Sungai Bengawan Solo (Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Tuban, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Gresik, dan Kabupaten Bangkalan) b. SPAM Regional Lintas Tengah yang memanfaatkan Sungai Brantas (Kabupaten Ngajuk, Kabupaten Kediri, dan Kabupaten Jombang) c. SPAM Regional Malang Raya yang memanfaatkan Mata Air Ngepoh, Wendit, Kota Batu, Waduk Karangkates (Kota Malang, Kota Batu, dan Kabupaten Malang) d. SPAM Regional Umbulan yang memanfaatkan Mata Air Umbulan (Kabupaten Pasuruan, Kota Pasuruan, Kabupaten Sidoarjo, Kota Surabaya, dan Kabupaten Gresik). Lebih rinci dapat dilihat pada Peta 3.10 Rencana Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum Regional Jawa Timur. 23) DI Jepun seluas Ha di Kabupaten Sumenep. f. kewenangan kabupaten/kota utuh kabupaten/kota diatur oleh Kabupaten/Kota masing-masing. Rencana pengembangan sistem irigasi teknis meliputi: a. DAS Kondang Merak di Kabupaten Malang; b. DAS Ringin Bandulan di Kabupaten Blitar dan Kabupaten Tulungagung; dan c. DAS Tengah di Kabupaten Situbondo.

66 III - 66 D. Pengelolaan sumber daya air untuk pengendalian daya rusak air Rencana pengendalian daya rusak air meliputi: a. Pengaturan sungai dan sistem pompa banjir DAS Kali Madiun tersebar di Kabupaten Madiun, Kota Madiun, Kabupaten Ngawi, dan Kabupaten Ponorogo; b. Pintu darurat banjir floodway Pelangwot Sedayu Lawas di Kabupaten Lamongan; c. Perkuatan tanggul dan Jabung retarding basin di Kabupaten Bojonegoro dan Kabupaten Lamongan; d. Pengaturan sungai dan sistem pengendali banjir Kali Lamong tersebar di Kabupaten Gresik, Kabupaten Mojokerto, dan Kota Surabaya; e. Sistem pengendali banjir Kali Kemuning di Kabupaten Sampang; f. Sistem pengendali banjir Kali Kedunglarangan dan sungaisungai di Wilayah Sungai Welang Rejoso di Kota Pasuruan dan Kabupaten Pasuruan; dan g. Kemungkinan pembangunan sistem pengendali banjir di wilayah lainnya sesuai kebutuhan dan peraturan perundangundangan. h. Pengaturan sistem drainase baik eksisting dan rencana di wilayah Provinsi. Arahan pengelolaan sumber daya air disusun berdasarkan Wilayah Sungai (WS) dengan prinsip keterpaduan antara air permukaan dan air tanah dilakukan dengan melibatkan peran masyarakat dan dunia usaha seluas-luasnya didasarkan pada prinsip keseimbangan antara upaya konservasi dan pendayagunaan sumber daya air meliputi: a. Pembangunan prasarana sumber daya air; b. Semua sumber air diklasifikasikan I IV yang airnya dapat dimanfaatkan secara langsung dan dikembangkan untuk berbagai kepentingan; c. Zona pemanfaatan DAS dilakukan dengan membagi tipologi DAS berdasarkan tipologinya;

67 III - 67 d. e. f. Penetapan zona pengelolaan sumber daya air sesuai dengan keberadaan wilayah sungai tersebut pada zona kawasan lindung tidak diijinkan pemanfaatan sumber daya air untuk fungsi budidaya, termasuk juga untuk penambangan; d. Kelestarian keanekaragaman hayati dalam sumber air; dan e. Posisi Jawa Timur sebagai lumbung nasional. Prasarana sumber daya air yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan lintas wilayah administratif kabupaten/kota, dikoordinasikan oleh Pemerintah Provinsi; dan a. WS Strategis Nasional adalah WS Brantas. b. WS Lintas Provinsi adalah WS Bengawan Solo. c. WS Lintas Kabupaten/Kota dalam provinsi meliputi: Prasarana pengairan direncanakan sesuai dengan kebutuhan peningkatan sawah irigasi teknis dan non teknis baik untuk irigasi air permukaan maupun air tanah. Pengembangan waduk, dam, dan embung serta pompanisasi terkait dengan pengelolaan sumber daya air, dengan mempertimbangkan: a. Daya dukung sumber daya air; b. Kekhasan dan aspirasi daerah serta masyarakat setempat; c. Kemampuan pembiayaan; Rencana pengembangan Wilayah Sungai (WS), meliputi: 1. WS Welang Rejoso 2. WS Pekalen Sampean 3. WS Baru Bajulmati 4. WS Bondoyudo Bedadung 5. WS Kepulauan Madura Lebih rinci dapat dilihat pada Peta 3.11 Pembagian Wilayah Sungai (WS) Provinsi Jawa Timur.

BAB V RENCANA PROGRAM DAN PRIORITAS DAERAH

BAB V RENCANA PROGRAM DAN PRIORITAS DAERAH BAB V RENCANA PROGRAM DAN PRIORITAS DAERAH 5.1. Prioritasdan Arah Kebijakan RKPD Tahun 2013 5.1.1. Prioritas dan Arah Kebijakan Spasial Arah kebijakan spasial akan berintegrasi dengan kebijakan sektoral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, program pembangunan lebih menekankan pada penggunaan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, program pembangunan lebih menekankan pada penggunaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dewasa ini, program pembangunan lebih menekankan pada penggunaan pendekatan regional dalam menganalisis karakteristik daerah yang berbeda-beda. Hal tersebut dikarenakan,

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Simpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini sebagai berikut.

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Simpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini sebagai berikut. BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan Simpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini sebagai berikut. 1. Berdasarkan Tipologi Klassen periode 1984-2012, maka ada 8 (delapan) daerah yang termasuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun (juta rupiah)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun (juta rupiah) 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jawa Timur merupakan salah satu provinsi yang memiliki pertumbuhan ekonomi cukup tinggi. Selain Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Timur menempati posisi tertinggi

Lebih terperinci

P E N U T U P P E N U T U P

P E N U T U P P E N U T U P P E N U T U P 160 Masterplan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan dan Hortikultura P E N U T U P 4.1. Kesimpulan Dasar pengembangan kawasan di Jawa Timur adalah besarnya potensi sumberdaya alam dan potensi

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 47 TAHUN 2005 TENTANG TARIF DASAR DAN TARIF JARAK BATAS ATAS DAN BATAS BAWAH ANGKUTAN PENUMPANG ANTAR KOTA DALAM PROPINSI KELAS EKONOMI MENGGUNAKAN

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TIMUR. Provinsi Jawa Timur membentang antara BT BT dan

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TIMUR. Provinsi Jawa Timur membentang antara BT BT dan BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TIMUR 4. 1 Kondisi Geografis Provinsi Jawa Timur membentang antara 111 0 BT - 114 4 BT dan 7 12 LS - 8 48 LS, dengan ibukota yang terletak di Kota Surabaya. Bagian utara

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR, MEMUTUSKAN:

GUBERNUR JAWA TIMUR, MEMUTUSKAN: GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2005 TENTANG TARIF DASAR DAN TARIF JARAK BATAS ATAS DAN BATAS BAWAH ANGKUTAN PENUMPANG ANTAR KOTA DALAM PROPINSI KELAS EKONOMI MENGGUNAKAN

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR. Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2008 1

GUBERNUR JAWA TIMUR. Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2008 1 GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG TARIF DASAR DAN TARIF JARAK BATAS ATAS DAN BATAS BAWAH ANGKUTAN PENUMPANG ANTAR KOTA DALAM PROVINSI KELAS EKONOMI MENGGUNAKAN

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR. Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2008 1

GUBERNUR JAWA TIMUR. Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2008 1 GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 50 TAHUN 2008 TENTANG TARIF DASAR DAN TARIF JARAK BATAS ATAS DAN BATAS BAWAH ANGKUTAN PENUMPANG ANTAR KOTA DALAM PROVINSI KELAS EKONOMI MENGGUNAKAN

Lebih terperinci

III. INDIKASI PEMANFAATAN ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL PROVINSI LIMA TAHUNAN

III. INDIKASI PEMANFAATAN ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL PROVINSI LIMA TAHUNAN III. INDIKASI PEMANFAATAN ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL PROINSI LIMA TAHUNAN No Program Utama Lokasi Instansi Pelaksana Sumber A Program Utama Pengembangan Wilayah 1 Pengembangan kerjasama

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Daerah Penelitian 1. Profil Provinsi Jawa Timur Jawa Timur sudah dikenal sebagai salah satu Provinsi di Indonesia yang memiliki posisi strategis, baik dari

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TIMUR

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TIMUR BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TIMUR Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun sekali

Lebih terperinci

EVALUASI/FEEDBACK KOMDAT PRIORITAS, PROFIL KESEHATAN, & SPM BIDANG KESEHATAN

EVALUASI/FEEDBACK KOMDAT PRIORITAS, PROFIL KESEHATAN, & SPM BIDANG KESEHATAN EVALUASI/FEEDBACK PRIORITAS, PROFIL KESEHATAN, & SPM BIDANG KESEHATAN MALANG, 1 JUNI 2016 APLIKASI KOMUNIKASI DATA PRIORITAS FEEDBACK KETERISIAN DATA PADA APLIKASI PRIORITAS 3 OVERVIEW KOMUNIKASI DATA

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2013

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2013 GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2013 GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

2. JUMLAH USAHA PERTANIAN

2. JUMLAH USAHA PERTANIAN BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 61/09/35/Tahun XI, 2 September 2013 HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 PROVINSI JAWA TIMUR (ANGKA SEMENTARA) JUMLAH RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2013 SEBANYAK

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI. 2.1 Sejarah Singkat PT PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur

BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI. 2.1 Sejarah Singkat PT PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI 2.1 Sejarah Singkat PT PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur PT PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur merupakan salah satu unit pelaksana induk dibawah PT PLN (Persero) yang merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG MASALAH Dinamika yang terjadi pada sektor perekonomian Indonesia pada masa lalu

BAB I PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG MASALAH Dinamika yang terjadi pada sektor perekonomian Indonesia pada masa lalu BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dinamika yang terjadi pada sektor perekonomian Indonesia pada masa lalu menunjukkan ketidak berhasilan dan adanya disparitas maupun terjadinya kesenjangan pendapatan

Lebih terperinci

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Timur

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Timur Disampaikan dalam Acara: World Café Method Pada Kajian Konversi Lahan Pertanian Tanaman Pangan dan Ketahanan Pangan Surabaya, 26 September 2013 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Pemerintah Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat dari tahun ketahun. Pertumbuhan ekonomi dapat didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

KAJIAN AWAL KETERKAITAN KINERJA EKONOMI WILAYAH DENGAN KARAKTERISTIK WILAYAH

KAJIAN AWAL KETERKAITAN KINERJA EKONOMI WILAYAH DENGAN KARAKTERISTIK WILAYAH KAJIAN AWAL KETERKAITAN KINERJA EKONOMI WILAYAH DENGAN KARAKTERISTIK WILAYAH Hitapriya Suprayitno 1) dan Ria Asih Aryani Soemitro 2) 1) Staf Pengajar, Jurusan Teknik Sipil ITS, suprayitno.hita@gmail.com

Lebih terperinci

Jumlah Penduduk Jawa Timur dalam 7 (Tujuh) Tahun Terakhir Berdasarkan Data dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kab./Kota

Jumlah Penduduk Jawa Timur dalam 7 (Tujuh) Tahun Terakhir Berdasarkan Data dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kab./Kota Jumlah Penduduk Jawa Timur dalam 7 (Tujuh) Tahun Terakhir Berdasarkan Data dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kab./Kota TAHUN LAKI-LAKI KOMPOSISI PENDUDUK PEREMPUAN JML TOTAL JIWA % 1 2005 17,639,401

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kawasan Gerbangkertosusila (Gresik-Bangkalan-Mojokerto-Surabaya- Sidoarjo-Lamongan) merupakan salah satu Kawasan Tertentu di Indonesia, yang ditetapkan dalam PP No.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Program dari kegiatan masing-masing Pemerintah daerah tentunya

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Program dari kegiatan masing-masing Pemerintah daerah tentunya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia telah menerapkan penyelenggaraan Pemerintah daerah yang berdasarkan asas otonomi daerah. Pemerintah daerah memiliki hak untuk membuat kebijakannya

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 69 TAHUN 2009 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2010

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 69 TAHUN 2009 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2010 GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 69 TAHUN 2009 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2010 GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam upaya meningkatkan

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2000 TENTANG

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2000 TENTANG PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN PERTAMA PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR NOMOR 8 TAHUN 1996 TENTANG ORGANISASI

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 110 TAHUN 2016

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 110 TAHUN 2016 GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 110 TAHUN 2016 TENTANG NOMENKLATUR, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS KEHUTANAN PROVINSI JAWA

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis dan Iklim Provinsi Jawa Timur merupakan salah satu provinsi yang terletak di Pulau Jawa selain Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta), Banten,

Lebih terperinci

Grafik Skor Daya Saing Kabupaten/Kota di Jawa Timur

Grafik Skor Daya Saing Kabupaten/Kota di Jawa Timur Grafik Skor Daya Saing Kabupaten/Kota di Jawa Timur TOTAL SKOR INPUT 14.802 8.3268.059 7.0847.0216.8916.755 6.5516.258 5.9535.7085.572 5.4675.3035.2425.2185.1375.080 4.7284.4974.3274.318 4.228 3.7823.6313.5613.5553.4883.4733.3813.3733.367

Lebih terperinci

1.1. UMUM. Statistik BPKH Wilayah XI Jawa-Madura Tahun

1.1. UMUM. Statistik BPKH Wilayah XI Jawa-Madura Tahun 1.1. UMUM 1.1.1. DASAR Balai Pemantapan Kawasan Hutan adalah Unit Pelaksana Teknis Badan Planologi Kehutanan yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 6188/Kpts-II/2002, Tanggal 10

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 78 TAHUN 2013 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2014

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 78 TAHUN 2013 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2014 GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 78 TAHUN 2013 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2014 GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Isu mengenai ketimpangan ekonomi antar wilayah telah menjadi fenomena

BAB I PENDAHULUAN. Isu mengenai ketimpangan ekonomi antar wilayah telah menjadi fenomena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Isu mengenai ketimpangan ekonomi antar wilayah telah menjadi fenomena global. Permasalahan ketimpangan bukan lagi menjadi persoalan pada negara dunia ketiga saja. Kesenjangan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR TIMUR

GUBERNUR JAWA TIMUR TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN BADAN KOORDINASI WILAYAH PEMERINTAHAN DAN PEMBANGUNAN PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/43/KPTS/013/2006 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/43/KPTS/013/2006 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/43/KPTS/013/2006 TENTANG TIM PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA INVESTASI NON PMDN / PMA PROPINSI JAWA TIMUR TAHUN 2006 GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS DAERAH TAHUN 2014

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS DAERAH TAHUN 2014 316 BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS DAERAH TAHUN 2014 5.1 Prioritas dan Arah Kebijakan Spasial Arah kebijakan spasial akan berintegrasi dengan kebijakan sektoral untuk mewujudkan harmonisasi

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN PERPUSTAKAAN DESA/KELURAHAN DI JAWA TIMUR 22 MEI 2012

PEMBANGUNAN PERPUSTAKAAN DESA/KELURAHAN DI JAWA TIMUR 22 MEI 2012 PEMBANGUNAN PERPUSTAKAAN DESA/KELURAHAN DI JAWA TIMUR 22 MEI 2012 OLEH : Drs. MUDJIB AFAN, MARS KEPALA BADAN PERPUSTAKAAN DAN KEARSIPAN PROVINSI JAWA TIMUR DEFINISI : Dalam sistem pemerintahan di Indonesia

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 125 TAHUN 2008

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 125 TAHUN 2008 GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 125 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS PEKERJAAN UMUM BINA MARGA PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR MENIMBANG

Lebih terperinci

Gambaran Umum Kondisi Daerah

Gambaran Umum Kondisi Daerah Gambaran Umum Kondisi Daerah Daya Saing Kabupaten Bangkalan Daya Saing Kabupaten Bangkalan merupakan kemampuan perekonomian Kabupaten Bangkalan dalam mencapai pertumbuhan tingkat kesejahteraan yang tinggi

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 68 TAHUN 2015 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2016

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 68 TAHUN 2015 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2016 GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 68 TAHUN 2015 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2016 GUBERNUR JAWA TIMUR. Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Gambaran Umum Badan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Timur

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Gambaran Umum Badan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Timur BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Gambaran Umum Badan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Timur Berikut dijelaskan tentang tugas pokok dan fungsi, profil, visi misi, dan keorganisasian Badan Ketahanan Pangan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 DATA UMUM 4.1.1 Keadaan Demografi Provinsi Jawa Timur (Statistik Daerah Provinsi Jawa Timur 2015) Berdasarkan hasil estimasi penduduk, penduduk Provinsi Jawa

Lebih terperinci

KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/ 557 /KPTS/013/2016 TENTANG PENETAPAN KABUPATEN / KOTA SEHAT PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2016

KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/ 557 /KPTS/013/2016 TENTANG PENETAPAN KABUPATEN / KOTA SEHAT PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2016 KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/ 557 /KPTS/013/2016 TENTANG PENETAPAN KABUPATEN / KOTA SEHAT PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2016 GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : a. bahwa dalam rangka tercapainya kondisi

Lebih terperinci

RILIS HASIL LISTING SENSUS EKONOMI 2016 PROVINSI JAWA TIMUR TEGUH PRAMONO

RILIS HASIL LISTING SENSUS EKONOMI 2016 PROVINSI JAWA TIMUR TEGUH PRAMONO RILIS HASIL LISTING SENSUS EKONOMI 2016 PROVINSI JAWA TIMUR TEGUH PRAMONO 2 Penjelasan Umum Sensus Ekonomi 2016 Sensus Ekonomi merupakan kegiatan pendataan lengkap atas seluruh unit usaha/perusahaan (kecuali

Lebih terperinci

dari konsep semula. Beberapa kota lain yang mempunyai perkembangan yang AH Pasarlegi KEC. SAMBENG

dari konsep semula. Beberapa kota lain yang mempunyai perkembangan yang AH Pasarlegi KEC. SAMBENG 4.1. RENCANA STRUKTUR PERWILAYAHAN JAWA TIMUR Hasil Kajian kecenderungan ke depan perkembangan perkotaan di lawa Timur, ternyata menunjukkan gejala adanya ketidakseimbangan perkembangan dalam jangka panjang.

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 109 TAHUN 2016

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 109 TAHUN 2016 3 GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 109 TAHUN 2016 TENTANG NOMENKLATUR, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS PERHUBUNGAN PROVINSI

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2014 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2015

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2014 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2015 GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2014 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2015 GUBERNUR JAWA TIMUR. Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

Lampiran 1 LAPORAN REALISASI DAU, PAD TAHUN 2010 DAN REALISASI BELANJA DAERAH TAHUN 2010 KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR (dalam Rp 000)

Lampiran 1 LAPORAN REALISASI DAU, PAD TAHUN 2010 DAN REALISASI BELANJA DAERAH TAHUN 2010 KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR (dalam Rp 000) Lampiran 1 LAPORAN REALISASI DAU, PAD TAHUN 2010 DAN REALISASI BELANJA DAERAH TAHUN 2010 KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR (dalam Rp 000) Kabupaten/Kota DAU 2010 PAD 2010 Belanja Daerah 2010 Kab Bangkalan 497.594.900

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 121 TAHUN 2016 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2017

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 121 TAHUN 2016 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2017 \ PERATURAN NOMOR 121 TAHUN 2016 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS PERHUBUNGAN DAN LALU LINTAS ANGKUTAN JALAN PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR

Lebih terperinci

BAB 2 ARAHAN RTRW NASIONAL DAN PROPINSI JAWA TIMUR DAN KETERKAITAN RTRW KOTA/ KABUPATEN SEKITAR SIDOARJO

BAB 2 ARAHAN RTRW NASIONAL DAN PROPINSI JAWA TIMUR DAN KETERKAITAN RTRW KOTA/ KABUPATEN SEKITAR SIDOARJO BAB 2 ARAHAN RTRW NASIONAL DAN PROPINSI JAWA TIMUR DAN KETERKAITAN RTRW KOTA/ KABUPATEN SEKITAR SIDOARJO Penyusunan rencana tata ruang wilayah kabupaten Sidoarjo mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2013

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2013 GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2013 Menimbang: a. Bahwa dalam upaya meningkatkan kersejahteraan rakyat khususnya

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2000 TENTANG

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2000 TENTANG PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN PERTAMA PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR NOMOR 8 TAHUN 1996 TENTANG ORGANISASI

Lebih terperinci

TABEL II.A.1. LUAS LAHAN KRITIS DI LUAR KAWASAN HUTAN JAWA TIMUR TAHUN

TABEL II.A.1. LUAS LAHAN KRITIS DI LUAR KAWASAN HUTAN JAWA TIMUR TAHUN TABEL II.A.1. LUAS LAHAN KRITIS DI LUAR KAWASAN HUTAN JAWA TIMUR TAHUN 2008-2012 PADA MASING-MASING DAS (BRANTAS, SOLO DAN SAMPEAN) No Kabupaten Luas Wilayah Lahan Kritis Luar Kawasan Hutan (Ha) Ket. (Ha)

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR PROVINSI JAWA TIMUR

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR PROVINSI JAWA TIMUR Page1 KEBIJAKAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR PROVINSI JAWA TIMUR Email : kamila@ce.its.ac.id, kamila_its@yahoo.com, machsus@ce.its.ac.id I. PENDAHULUAN a. Peranan Jawa Timur Pulau Jawa sebagai pulau utama

Lebih terperinci

Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik

Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun sekali sejak 1963. Pelaksanaan ST2013 merupakan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERKIRAAN ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU KEPADA PROVINSI JAWA TIMUR DAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengurus dan mengatur keuangan daerahnya masing-masing. Hal ini sesuai

BAB I PENDAHULUAN. mengurus dan mengatur keuangan daerahnya masing-masing. Hal ini sesuai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah pusat memberikan kebijakan kepada pemerintah daerah untuk mengurus dan mengatur keuangan daerahnya masing-masing. Hal ini sesuai dengan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG

- 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG - 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAN RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN 2012 2032 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/359/KPTS/013/2015 TENTANG PELAKSANAAN REGIONAL SISTEM RUJUKAN PROVINSI JAWA TIMUR

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/359/KPTS/013/2015 TENTANG PELAKSANAAN REGIONAL SISTEM RUJUKAN PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/359/KPTS/013/2015 TENTANG PELAKSANAAN REGIONAL SISTEM RUJUKAN PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

Gambar 1. Analisa medan angin (streamlines) (Sumber :

Gambar 1. Analisa medan angin (streamlines) (Sumber : BMKG BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI KLAS I JUANDA SURABAYA Alamat : Bandar Udara Juanda Surabaya, Telp. 031 8667540 Pes. 104, Fax. 031-8673119 E-mail : meteojuanda@bmg.go.id

Lebih terperinci

RENCANA KERJA DINAS PERIKANAN DAN KELAUTAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2010

RENCANA KERJA DINAS PERIKANAN DAN KELAUTAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2010 RENCANA KERJA DINAS PERIKANAN DAN KELAUTAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 200 KODE PERMEN 2 05 000 2 Kelautan dan Program Peningkatan Kesejahteraan Petani Dinas 2.400.000 Fasilitasi Program Anti Kemiskinan

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TIMUR No. 16/02/35/Th. XIII, 16 Februari 2015 Tipologi Wilayah Jawa Timur Hasil Pendataan Potensi Desa 2014 Pendataan Potensi Desa (Podes) dilaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TUBAN TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TUBAN TAHUN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TUBAN TAHUN 2012-2032 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TUBAN, Menimbang : a. bahwa untuk mengarahkan

Lebih terperinci

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH - 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH I. UMUM Bahwa bumi air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 75 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 75 TAHUN 2015 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 75 TAHUN 2015 TENTANG PERKIRAAN ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU KEPADA PROVINSI JAWA TIMUR DAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

Lampiran Surat Direktur Pembinaan SMK Nomor : 3766/D5.3/MN/2015 Tanggal : 6 Agustus 2015 DAFTAR SMK PELAKSANA KURIKULUM 2013 TAHUN 2015

Lampiran Surat Direktur Pembinaan SMK Nomor : 3766/D5.3/MN/2015 Tanggal : 6 Agustus 2015 DAFTAR SMK PELAKSANA KURIKULUM 2013 TAHUN 2015 1 JAWA TIMUR KOTA SURABAYA SMK NEGERI 1 SURABAYA SMK NEGERI 1 SURABAYA 2 JAWA TIMUR KOTA SURABAYA SMK NEGERI 2 SURABAYA 3 JAWA TIMUR KOTA SURABAYA SMK NEGERI 3 SURABAYA 4 JAWA TIMUR KOTA SURABAYA SMK NEGERI

Lebih terperinci

No Kawasan Andalan Sektor Unggulan

No Kawasan Andalan Sektor Unggulan LAMPIRAN I PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 22 TAHUN 2010 TANGGAL : 30 NOVEMBER 2010 TENTANG : RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI JAWA BARAT ARAHAN PEMBAGIAN WILAYAH PENGEMBANGAN I. KAWASAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG PULAU JAWA-BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG PULAU JAWA-BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG PULAU JAWA-BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

DAMPAK BENCANA ALAM (CUACA EKSTRIM) TERHADAP INFRASTRUKTUR JALAN BAHAN JUMPA PERS DITJEN BINAMARGA

DAMPAK BENCANA ALAM (CUACA EKSTRIM) TERHADAP INFRASTRUKTUR JALAN BAHAN JUMPA PERS DITJEN BINAMARGA DAMPAK BENCANA ALAM (CUACA EKSTRIM) TERHADAP INFRASTRUKTUR JALAN BAHAN JUMPA PERS DITJEN BINAMARGA JAKARTA, 23 JANUARI 2013 SATKER PELAKSANAAN JALAN NASIONAL METROPOLITAN II SURABAYA PETA PAKET PELAKSANAAN

Lebih terperinci

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR KEPUTUSAN NOMOR 406 TAHUN 1991 TENTANG

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR KEPUTUSAN NOMOR 406 TAHUN 1991 TENTANG GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR NOMOR 406 TAHUN 1991 TENTANG KOORDINATOR WILAYAH PENGAIRAN PADA DINAS PEKERJAAN UMUM PENGAIRAN DAERAH PROPINSI

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 42 IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Provinsi Jawa Timur merupakan salah satu provinsi yang terletak di Pulau Jawa selain Provinsi DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah,

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 94 TAHUN 2016

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 94 TAHUN 2016 GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 94 TAHUN 2016 TENTANG NOMENKLATUR, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA CABANG DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI

BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI 6 BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI 2.1 Sejarah Berdirinya PT PLN (Persero) Pada akhir abad ke-19, perkembangan ketenagalistrikan di Indonesia mulai ditingkatkan saat beberapa perusahaan asal Belanda yang

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PENETAPAN SEMENTARA BAGIAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI DALAM NEGERI PASAL 25/29 DAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Hasil Pendaftaran (Listing) Usaha/Perusahaan Sensus konomi 2016 No. 35/05/35/Th. XV, 24 Mei 2017 BRTA RSM STATSTK BADAN PUSAT STATSTK PROVNS JAWA TMUR Hasil Pendaftaran (Listing) Usaha/Perusahaan Sensus

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

GUBERNUR JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 114 TAHUN 2016 TENTANG NOMENKLATUR, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS PEKERJAAN UMUM BINA

Lebih terperinci

Muhammad Aqik Ardiansyah. Dra. Destri Susilaningrum, M.Si Januari Dr. Setiawan, MS

Muhammad Aqik Ardiansyah. Dra. Destri Susilaningrum, M.Si Januari Dr. Setiawan, MS Muhammad Aqik Ardiansyah Fatah Nurdin 1310 Hamsyah 030 076 1310 030 033 08 Januari 2014 PROGRAM STUDI DIPLOMA III STATISTIKA JURUSAN STATISTIKA Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi

Lebih terperinci

EVALUASI TEPRA KABUPATEN/KOTA PROVINSI JAWA TIMUR OKTOBER 2016

EVALUASI TEPRA KABUPATEN/KOTA PROVINSI JAWA TIMUR OKTOBER 2016 EVALUASI TEPRA KABUPATEN/KOTA PROVINSI JAWA TIMUR OKTOBER 2016 Realisasi belanja APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota se-provinsi Jawa Timur Oktober 2016 PROVINSI KABUPATEN/KOTA Provinsi Gorontalo Provinsi

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Perkembangan Kinerja Keuangan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur dari Sisi Penerimaan dan Sisi Pengeluaran Selama masa desentralisasi fiskal telah terjadi beberapa kali perubahan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. sebuah provinsi yang dulu dilakukan di Indonesia atau dahulu disebut Hindia

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. sebuah provinsi yang dulu dilakukan di Indonesia atau dahulu disebut Hindia BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN A. Profil Eks Karesidenan Madiun Karesidenan merupakan pembagian administratif menjadi kedalam sebuah provinsi yang dulu dilakukan di Indonesia atau dahulu disebut

Lebih terperinci

LOKASI SEKTOR UNGGULAN di JAWA TIMUR

LOKASI SEKTOR UNGGULAN di JAWA TIMUR LOKASI SEKTOR UNGGULAN di JAWA TIMUR Kondisi Umum Perekonomian Kabupaten/Kota di Jawa Timur Perekonomian di berbagai kabupaten/kota di wilayah Provinsi Jawa Timur terbentuk dari berbagai macam aktivitas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kedelai merupakan salah satu tanaman yang menjadi komoditas utama di Indonesia. Bagian yang dimanfaatkan pada tanaman kedelai adalah bijinya. Berdasarkan Sastrahidajat

Lebih terperinci

LUAS AREAL DAN PRODUKSI / PRODUKTIVITAS PERKEBUNAN RAKYAT MENURUT KABUPATEN TAHUN 2010. Jumlah Komoditi TBM TM TT/TR ( Ton ) (Kg/Ha/Thn)

LUAS AREAL DAN PRODUKSI / PRODUKTIVITAS PERKEBUNAN RAKYAT MENURUT KABUPATEN TAHUN 2010. Jumlah Komoditi TBM TM TT/TR ( Ton ) (Kg/Ha/Thn) Hal : 35 KAB. GRESIK 1 Tebu 0 1,680 0 1,680 8,625 5,134 2 Kelapa 468 2,834 47 3,349 3,762 1,327 3 Kopi Robusta 12 231 32 275 173 749 4 Jambu mete 33 101 32 166 75 744 5 Kapok Randu 11 168 2 181 92 548

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Peneliti mengambil penelitian di Provinsi Jawa Timur yang terdiri atas 29 (dua puluh sembilan) kabupaten dan 9 (sembilan) kota yang telah dikelompokkan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. Kabupaten yang berada di wilayah Jawa dan Bali. Proses pembentukan klaster dari

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. Kabupaten yang berada di wilayah Jawa dan Bali. Proses pembentukan klaster dari BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Penelitian ini mengembangkan model pengklasteran Pemerintah Daerah di Indonesia dengan mengambil sampel pada 30 Pemerintah Kota dan 91 Pemerintah Kabupaten

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG Sesuai dengan amanat Pasal 20 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang

Lebih terperinci

DAFTAR PERDA/PERKADA KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR YANG DIBATALKAN OLEH GUBERNUR JAWA TIMUR

DAFTAR PERDA/PERKADA KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR YANG DIBATALKAN OLEH GUBERNUR JAWA TIMUR - 1 - DAFTAR PERDA/PERKADA KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR YANG DIBATALKAN OLEH GUBERNUR JAWA TIMUR NO. KABUPATEN/KOTA JML PERATURAN DAERAH PEMBATALAN PERATURAN BUPATI/ PERATURAN WALIKOTA KEPUTUSAN GUBERNUR

Lebih terperinci

BAB 2 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. 2.1 Geografi dan Demografi Kabupaten Sidoarjo

BAB 2 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. 2.1 Geografi dan Demografi Kabupaten Sidoarjo BAB 2 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Semburan lumpur Lapindo terjadi di area pengeboran sumur Banjar Panji 1 yang dioperasikan oleh Lapindo Brantas Incorporation (LBI), yang berlokasi di desa Renokenongo,

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 69 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 69 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 69 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS PEKERJAAN UMUM PENGAIRAN PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 41/PHPU.D-VI/2008 Tentang Sengketa perselisihan hasil suara pilkada provinsi Jawa Timur

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 41/PHPU.D-VI/2008 Tentang Sengketa perselisihan hasil suara pilkada provinsi Jawa Timur RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 41/PHPU.D-VI/2008 Tentang Sengketa perselisihan hasil suara pilkada provinsi Jawa Timur I. PEMOHON Hj. Khofifah Indar Parawansa dan Mudjiono, selanjutnya disebut

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI. ditingkatkan saat beberapa perusahaan asal Belanda yang bergerak di bidang pabrik

BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI. ditingkatkan saat beberapa perusahaan asal Belanda yang bergerak di bidang pabrik 6 BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI 2.1 Sejarah Berdirinya PT PLN (Persero) Pada abad ke-19, perkembangan ketenagalistrikan di Indonesia mulai ditingkatkan saat beberapa perusahaan asal Belanda yang bergerak

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR

BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 25/04/35/Th. XV, 17 April 2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) JAWA TIMUR TAHUN 2016 IPM Jawa Timur Tahun 2016 Pembangunan manusia di Jawa Timur pada

Lebih terperinci

MATRIKS RENCANA KERJA DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2013

MATRIKS RENCANA KERJA DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2013 MATRIKS RENCANA KERJA DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2013 I. VISI No 1. URAIAN VISI sebagai pusat industri dan perdagangan terkemuka, berdaya saing global dan berperan sebagai

Lebih terperinci

RESUME PEMERIKSAAN ATAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH TAHUN ANGGARAN 2015 IHPS I TAHUN 2016

RESUME PEMERIKSAAN ATAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH TAHUN ANGGARAN 2015 IHPS I TAHUN 2016 RESUME PEMERIKSAAN ATAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH TAHUN ANGGARAN 2015 IHPS I TAHUN 2016 A. PEMERIKSAAN KEUANGAN Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) TA 2015 adalah pemeriksaan

Lebih terperinci

2012, No Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 N

2012, No Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 N LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.75, 2012 PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG PULAU JAWA-BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik dan potensi daerah. Otonomi daerah memberikan peluang luas bagi

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik dan potensi daerah. Otonomi daerah memberikan peluang luas bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sehingga paradigma kebijakan pembangunan nasional sebaiknya diintegrasikan dengan strategi pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi harus di pandang sebagai suatu proses yang saling

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi harus di pandang sebagai suatu proses yang saling BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan Ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu negara dalam jangka panjang yang disertai oleh perbaikan

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KOTA PROBOLINGGO TAHUN 2016

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KOTA PROBOLINGGO TAHUN 2016 No. 010/06/3574/Th. IX, 14 Juni 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KOTA PROBOLINGGO TAHUN 2016 IPM Kota Probolinggo Tahun 2016 Pembangunan manusia di Kota Probolinggo pada tahun 2016 terus mengalami

Lebih terperinci