Info Komoditi Pakaian Jadi. INFO KOMODiTi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Info Komoditi Pakaian Jadi. INFO KOMODiTi"

Transkripsi

1 Info Komoditi Pakaian Jadi INFO KOMODiTi PAkAiAN JADi i

2 SANKSI PELANGGARAN Pasal 72 UU No. 19 Tahun Barang siapa dengan segaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp ,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp ,00 (lima miliar rupah) 2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp ,00 (lima miliar rupiah) ii

3 Info Komoditi Pakaian Jadi Info Komoditi PAKAIAN JADI EDITOR: Zamroni Salim, Ph.D Ernawati, Ph.D Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan Al Mawardi Prima, Jakarta 2015 iii

4 Judul: Info Komoditi Pakaian Jadi Zamroni Salim, Ph.D dan Ernawati, Ph.D Copyright 2015 Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan Hak Cipta dilindungi Undang-Undang All rights reserved Diterbitkan oleh Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan Kementerian Perdagangan Republik Indonesia bekerja sama dengan Al Mawardi Prima Anggota IKAPI DKI Jaya Diterbitkan pertama: Juli 2015 Desain Cover : Piter Prihutomo Sumber Cover depan searah jarum jam 1. Dokumentasi Piter Prihutomo; 2. Puspita Dewi Sumber cover belakang : 1. Piter Prihutomo; 2. Puspita Dewi xii, 103 hlm, 17,5 x 25 cm ISBN: Pengarah: Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan Penanggung Jawab : Sekretaris Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan Redaksi Pelaksana: 1. Puspita Dewi, SH, MBA 2. Maulida Lestari, SE, ME 3. Reni K. Arianti, SP, MM 4. Suler Malau, SH 5. Primakrisna T, SIP, MBA 6. Dwi Yulianto, S.Kom AMP Press Imprint Al-Mawardi Prima Anggota IKAPI JAYA Jl. H. Naimun No. 1 Pondok Pinang, Kebayoran Lama Jakarta Selatan Telp/Fax. (021) almawardiprima@gmail.com Website: iv

5 Info Komoditi Pakaian Jadi KATA PENGANTAR Industri pakaian jadi merupakan industri vital yang secara ekonomi memberikan kontribusi baik dalam penyerapan tenaga kerja maupun sumbangan nilai tambah yang dihasilkannya terhadap Produk Domestik Buto (PDB) Indonesia. Industri pakaian jadi merupakan salah satu jenis industri yang masuk dalam rangkaian industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) dari hulu ke hilir. Dari industri hulu, TPT mencakup industri serat, pemintalan dan benang, perajutan, pencapan (printing) dan penyempurnaan (finishing), dan di hilir industri TPT mencakup industri pakaian jadi. Sejauh mana industri pakaian jadi berkontribusi bagi perekonomian Indonesia terutama dilihat dari sisi perdagangan baik perdagangan dalam negeri maupun luar negeri dan bagaimana prospek industri ini di masa yang akan datang? Buku Bunga Rampai Info Komoditi Pakaian Jadi menyajikan berbagai data dan informasi faktual terkait dengan perkembangan industri dan perdagangan pakaian jadi Indonesia di tengah pusaran persaingan industri pakaian jadi global. Buku bunga rampai ini disusun dalam beberapa bab yang kesemuanya bermuara pada aspek perdagangan. Bab I merupakan bab pendahuluan menguraikan posisi industri pakaian jadi di Indonesia sebagai industri yang strategis dan juga menjelaskan fenomena yang terjadi di pasar global secara singkat. Bab II merupakan bab yang menguraikan sisi produksi pakaian jadi. Dalam bab ini dibahas mengenai asal-usul bahan baku dan produksi pakaian jadi, perkembangan produksi dan kinerja pakaian termasuk aspek produksi yang menyangkut kapasitas terpasang dan utilisasi produksi dalam industri pakaian jadi. Hal lain yang disajikan dalam Bab II menyangkut aspek finansial dan biaya produksi yang berperan dalam menentukan keberlangsungan hidup industri pakaian jadi. Peran dan posisi Indonesia dalam jaringan Global Value Chain (GVC) juga diulas. Konsumsi dan perdagangan pakaian jadi di dalam negeri menjadi topik menarik yang dibahas dalam Bab III. Dalam bab ini diuraikan bagaimana produk pakaian jadi dikonsumsi/digunakan oleh konsumen di Indonesia. Diuraikan juga mengenai struktur pasar industri pakaian jadi yang ditandai dengan banyaknya penjual dan pembeli. Penjual meliputi produsen pakaian jadi, baik yang bermerek maupun yang tidak bermerek dagang, sekaligus pedagang yang memasarkan produk pakaian jadi langsung sampai ke konsumen. Meskipun banyak produsen dan penjual, namun dalam industri pakaian jadi ada kekhasan tersendiri, di mana sebagian produsen memasarkan produk pakaian jadi dengan mencantumkan brand atau merek tertentu v

6 Bunga Rampai Info Komoditi Pakaian Jadi yang membedakannya dengan produk sejenis yang berasal dari produsen/penjual lainnya. Keberadaan produk impor ilegal di pasar dalam negeri baik secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi daya saing industri pakaian jadi nasional di bahas dalam bab ini. Selain itu, aspek perdagangan dalam negeri, masalah kualitas dan pemenuhan Standar Nasional Indonesia (SNI) dalam upaya untuk melindungi konsumen dalam negeri juga diuraikan. Dalam Bab IV diuraikan mengenai pakaian jadi dalam perdagangan dunia atau peta perdagangan internasional. Setelah adanya penghapusan kuota dalam perdagangan tekstil dan pakaian jadi serta pasca krisis finansial global, terjadi pergeseran peta negara produsen/eksportir pakaian jadi dunia. Pada bab ini juga diuraikan mengenai kinerja ekspor dan impor pakaian jadi Indonesia secara khusus, termasuk produk utama yang mendominasi ekspor pakaian jadi dari Indonesia. Bab V menguraikan peluang dan tantangan perdagangan pakaian jadi Indonesia. Pertumbuhan permintaaan diperkirakan masih tetap didominasi oleh peningkatan permintaan dari pasar negara-negara utama seperti Amerika Serikat, Uni Eropa, Jepang, dan Republik Rakyat Tiongkok (RRT). Keikutsertaan dalam GVC menjadi pilihan yang sulit untuk dielakkan. Namun demikian, tantangan lain yang dihadapi dalam internal industri pakaian jadi juga harus diperhatikan. Masalah sumber finansial dan suku bunga, kenaikan biaya produksi yang bersumber dari kenaikan tarif dasar listrik dan upah minimum adalah hal mendasar yang perlu ditangani dengan bijak oleh pemerintah dan dunia usaha. Dalam hal produksi, permasalahan yang muncul adalah usia mesin-mesin yang relatif sudah tua. Permasalahan ini banyak dihadapi oleh sektor hulu produk tekstil sehingga menurunkan produktivitas industri TPT yang sekaligus berimbas pada industri pakaian jadi. Permasalahan lain dalam hubungannya dengan persaingan khususnya di pasar dalam negeri adalah fenomena maraknya produk pakaian jadi impor ilegal yang masuk ke pasar domestik. Faktor-faktor tersebut menyebabkan daya saing industri pakaian jadi nasional semakin melemah dibanding negaranegara produsen lainnya. Di pasar global, munculnya pesaing-pesaing baru dalam industri pakaian jadi hendaknya menjadi perhatian tersendiri bagi pemerintah Indonesia dan pelaku usaha pakaian jadi sehingga industri pakaian jadi nasional tetap bisa bersaing baik di pasar dalam negeri maupun global. Bab VI merupakan bab terakhir, menjelaskan keterkaitan antar bab/benang merah keseluruhan bab yang mengkaji masalah industri pakaian jadi mulai dari produksi, perdagangan dalam negeri dan luar negeri sekaligus prospek industri pakaian jadi Indonesia. vi

7 Info Komoditi Kata Pakaian Pengantar Jadi Semoga Buku Bunga Rampai Info Komoditi Prioritas Pakaian Jadi ini bisa memberikan sumbangan informasi dan pengetahuan yang bermanfaat bagi para pengambil keputusan baik dalam lingkup pemerintah maupun dunia usaha. Diharapkan juga bahwa buku ini bisa bermanfaat bagi konsumen untuk menambah wawasan mereka dalam mengkonsumsi pakaian jadi dan menjadi pembeli yang cerdas. Kehadiran buku ini tentu masih ada kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik dari berbagai pihak sangat diharapkan bagi perbaikan buku ini di masa yang akan datang. Jakarta, Juli 2015 Editor vii

8 DAFTAR ISI Pengantar Editor... v Daftar Isi...viii Daftar Gambar...ix Daftar Tabel... x BAB I PAKAIAN JADI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF PERDAGANGAN GLOBAL Ernawati Munadi... 1 BAB II PRODUKSI PAKAIAN JADI INDONESIA Sefiani Rayadiani... 6 BAB III KONSUMSI DAN PERDAGANGAN PAKAIAN JADI INDONESIA Avif Haryana dan Wibowo Kurniawan BAB IV PAKAIAN JADI INDONESIA DALAM PERDAGANGAN DUNIA Umar Fakhrudin dan Septika Tri Ardiyanti BAB V PELUANG DAN TANTANGAN PERDAGANGAN PAKAIAN JADI INDONESIA Arie Mardiansyah BAB VI MEMBANGKITKAN KEMBALI INDUSTRI PAKAIAN JADI INDONESIA Zamroni Salim Indeks Biografi Singkat Penulis viii

9 Info Komoditi Pakaian Jadi DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Nilai Produksi dan Pertumbuhan Industri Pakaian Jadi Global... 7 Gambar 2.2 Peta Produsen Utama Industri Pakaian Jadi Dunia, Gambar 2.3 Kategori Segmentasi Produk Pakaian Jadi Global... 9 Gambar 2.4 Pohon Industri Tekstil dan Produk Tekstil...11 Gambar 2.5 Kapasitas Terpasang, Produksi dan Utilisasi Produksi Industri Pakaian Jadi Indonesia, Gambar 2.6 Nilai Produksi dan Utilisasi Produksi Industri Pakaian Jadi Indonesia, Gambar 2.7 Perkembangan Indeks Partisipasi Industri Pakaian Jadi Indonesia Berdasarkan KBLI 3 Digit, Gambar 2.8 Komposisi Nilai Tambah Industri Pakaian Jadi Indonesia Berdasarkan KBLI 3 Digit, Gambar 2.9 Perkembangan Biaya Input Industri Pakaian Jadi Indonesia, Gambar 2.10 Komposisi Biaya Input Industri Pakaian Jadi Gambar 2.11 Rantai Nilai Global Pakaian Jadi Gambar 2.12 Tahapan Kegiatan dalam Rantai Nilai Global Pakaian Jadi Gambar 3.1 Konsumsi Pakaian Jadi Domestik, Gambar 3.2 Rata-Rata Konsumsi Pakaian, Alas Kaki, dan Tutup Kepala per Kapita Sebulan Menurut Kelompok Golongan Pengeluaran per Kapita Sebulan, Gambar 3.3 Jaringan Pemasaran Pakaian Jadi di Dalam Negeri Gambar 3.4 Perkembangan Harga Pakaian Pria Gambar 3.5 Perkembangan Harga Pakaian Wanita Gambar 4.1 Struktur Ekspor Pakaian Jadi, Gambar Negara Utama Tujuan Ekspor Pakaian Jadi Indonesia, Gambar 4.3 Negara Tujuan Ekspor Utama Pakaian Jadi Indonesia Berdasarkan Jenis Pakaian, Gambar 4.4 Struktur Impor Pakaian Jadi Indonesia, Gambar Negara Utama Asal Impor Pakaian Jadi Indonesia, Gambar 4.6 Negara Asal Impor Utama Pakaian Jadi Indonesia Berdasarkan Jenis Pakaian.69 Gambar 5.1 Nilai dan Pangsa Pasar Pakaian Jadi Dunia Tahun 2012, 2025 dan tingkat Pertumbuhan Tahunan Gabungan Gambar 5.2 Pengeluaran per Kapita Produk Pakaian Jadi ix

10 DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Produsen Utama Pakaian Jadi Dunia Tahun Tabel 2.2 Perkembangan Nilai Investasi dan Jumlah Perusahaan Industri Pakaian Jadi Indonesia Tabel 2.3 Perkembangan Nilai Output dan Nilai Tambah Industri Pakaian Jadi Indonesia, Tabel 2.4 Perkembangan Nilai Tambah dan Pertumbuhan Industri Pakaian Jadi Indonesia Berdasarkan KBLI 3 Digit, Tabel 2.5 Perkembangan Indikator Partisipasi Rantai Nilai Global Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki Tabel 3.1 Persentase Pengeluaran Rata-rata per Kapita Sebulan Menurut Kelompok Barang, Tabel 3.2 Jumlah Perusahaan Pakaian Jadi dan Kepemilikannya Tabel 3.3 Brand Pakaian Jadi Tabel 3.4 Kenaikan Harga Tahunan Pakaian Jadi Tabel 3.5 Koefisien Keragaman Pakaian Jadi Tabel 3.6 Daftar SNI Untuk Produk Pakaian Jadi Tabel 3.7 Nilai Impor Pakaian Bekas Tabel 4.1 Eksportir Pakaian Jadi Dunia, Tabel 4.2 Importir Pakaian Jadi Dunia, Tabel 4.3 Kinerja Ekspor Pakaian Jadi Indonesia, Tabel 4.4 Kinerja Impor Pakaian Jadi Indonesia, Tabel 5.1 Perkiraan Pertumbuhan GDP Tabel 5.2 Perkembangan Jumlah Penduduk, Konsumsi Pakaian Jadi, dan Penguasaan Pasar Pakaian Jadi Dalam Negeri Indonesia, Tabel 5.3 The Global Competitiveness Index, Tabel 5.4 Persentase Ekspor Negara-Negara Pengekspor Utama Dunia Tabel 5.5 Indeks RCA Negara-Negara Pengekspor Utama di Asia Tabel 5.6 Perbandingan Produktivitas Tenaga Kerja dan Upah Minimum di Negara-Negara Asia x

11 Pakaian Jadi Indonesia Dalam Perspektif Perdagangan Global BAB I PAKAIAN JADI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF PERDAGANGAN GLOBAL Ernawati Munadi Berbicara tentang industri pakaian jadi tidak terlepas dari industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT). Hal itu karena industri pakaian merupakan bagian dari struktur industri TPT secara umum. Struktur industri TPT terbentuk dari beberapa jenis industri yang membentuk sebuah rangkaian dari hulu ke hilir. Di hulu, industri ini mencakup industri serat, pemintalan dan benang, perajutan, pencapan (printing) dan penyempurnaan (finishing), dan di hilir industri TPT meliputi industri pakaian jadi. Keseluruhan produk subsektor industri tekstil ini sering disebut Tekstil dan Produk Tekstil, disingkat TPT. Industri hulu sektor ini khususnya Industri pemintalan dan pertenunan tradisional sudah ada di Indonesia sejak jaman penjajahan Belanda, bahkan hingga awal era Orde Baru. Pada saat itu industri tekstil Indonesia praktis hanya berfungsi sebagai penenun dan perajut, karena semua bahan baku masih harus diimpor. Industri-industri penunjang lain seperti industri pemintalan dan industri yang memproduksi serat sintetis, yang menyediakan bahan baku untuk memproduksi tekstil berkembang beberapa saat khususnya sejak disahkannya Undang-Undang Penanaman Modal Asing dan Dalam Negeri (PMA dan PMDN) tahun 1967 dan Beberapa tahun sejak itu, industri tekstil dalam negeri berkembang makin modern dan makin terpadu mulai dari hulu hingga hilir (BKPM, 2011). Industri pakaian jadi sendiri baru mulai berkembang pada pertengahan tahun 70-an, yakni sewaktu produsen tekstil dalam negeri telah mampu menyediakan tekstil jadi untuk diolah menjadi pakaian jadi. Bahkan melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional dan Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 109/M-IND/PER/10/2009 tentang Peta Panduan (Road Map) Pengembangan Klaster Industri Tekstil dan Produk Tekstil, pemerintah telah menetapkan industri pakaian jadi sebagai salah satu klaster industri prioritas berbasis industri manufaktur yang dikembangkan oleh pemerintah sepanjang tahun Industri Pakaian jadi sebagai Sektor Strategis di tengah Tantangan Global Sebagai salah satu kebutuhan pokok manusia disamping kebutuhan akan makanan, rumah dan perabotan rumah tangga, konsumsi pakaian jadi 1

12 Ernawati Munadi di Indonesia menunjukkan tren perkembangan yang positif. Selama periode konsumsi pakaian jadi di Indonesia tumbuh sebesar 6,89% per tahun yaitu meningkat dari 209,3 ribu ton pada tahun 2009 menjadi 308,4 ribu ton pada tahun 2014 (BPS, 2014). Hal itu juga didukung oleh data terkait persentase pangsa pengeluaran rumah tangga untuk pakaian, termasuk didalamnya alas kaki dan tutup kepala naik dari 3,3% pada tahun 2009 menjadi 6,5% pada tahun Angka ini masih jauh lebih kecil dibandingkan dengan pengeluaran untuk makanan yang mencapai lebih dari 47% (BPS, 2012). Sebagai industri yang mampu menyerap banyak tenaga kerja, industri pakaian jadi merupakan industri yang patut diperhitungkan dalam pengembangan investasi ke depan. Industri pakaian jadi mampu menyerap tenaga kerja sebesar jiwa atau 10,81% dari jumlah total tenaga kerja industri besar dan sedang di Indonesia pada tahun 2013 dan menempati urutan kedua setelah industri makanan (BPS, 2015a). Nilai strategis industri pakaian jadi juga ditunjukkan dalam perannya terhadap investasi. Selama periode , pakaian jadi juga merupakan salah satu sektor yang menjadi target investasi di Indonesia. Pertambahan investasi di sektor pakaian jadi tumbuh dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 17,6% per tahun, dengan nilai investasi yang meningkat sebesar 3,08% per tahun. Sementara jumlah perusahaan yang bergerak di sektor pakaian jadi juga tumbuh dari perusahaan pada tahun 2009 menjadi perusahaan pada tahun 2014 dengan pertumbuhan 0,93% per tahun (Kementerian Perindustrian, 2014). Dalam hal kapasitas terpasang, industri pakaian jadi juga menunjukkan kecenderungan yang sama, meningkat dengan pertumbuhan sebesar 3,4%. Namun, sayangnya pertumbuhan yang positif tersebut belum diimbangi dengan kapasitas terpasang yang maksimal sehingga masih memungkinkan untuk dikembangkan. Hal ini ditunjukkan dengan situasi dimana meskipun jumlah industri pakaian jadi terus bertambah namun ternyata utilisasi yang terjadi pada industri pakaian jadi termasuk rendah yaitu hanya berkisar antara 70-75% saja. Pentingnya peran industri pakaian jadi juga terlihat dari kontribusinya terhadap ekspor Indonesia. Selama periode , kontribusi ekspor pakaian jadi terhadap total ekspor non migas Indonesia cenderung stabil rata-rata sebesar 0,5% per tahun. Sempat mengalami penurunan kontribusi terhadap total ekspor non migas pada periode , namun terjadi peningkatan kontribusi kembali pada tahun Selama periode ekspor pakaian jadi Indonesia hanya mampu tumbuh sebesar 2,1% per tahun dengan total ekspor pada tahun 2014 sebesar USD 7,4 miliar. Sebaliknya, 2

13 Pakaian Jadi Indonesia Dalam Perspektif Perdagangan Global nilai impor pakaian jadi Indonesia juga menunjukkan tren pertumbuhan yang positif dengan pertumbuhan yang jauh melampaui pertumbuhan ekspor pakaian jadi yaitu tumbuh sebesar 13% per tahun. Pada tahun 2014 impor pakaian jadi Indonesia mencapai USD 444,5 juta mengalami penurunan sebesar 6,7% dibandingkan tahun sebelumnya. Menurut data Bankmed Market & Economic Research Division (2014), di tengah situasi industri pakaian jadi di dunia yang menunjukkan perkembangan yang relatif stabil, Indonesia hanya mampu menduduki peringkat ke-13 terhadap total produksi pakaian jadi dunia. Tahun 2009 industri pakaian jadi dunia memproduksi pakaian jadi dengan nilai mencapai USD 1,1 miliar dan pada tahun 2013 nilai produksinya mencapai USD 1,25 miliar dengan tingkat pertumbuhan rata-rata per tahun sebesar 2,8%. Industri pakaian jadi dunia didominasi oleh kawasan Asia dengan kontribusi yang mencapai lebih dari 65%. Berdasarkan data UN COMTRADE (2015a), pada tahun 2012 tiga produsen utama pakaian jadi dunia berasal dari kawasan Asia yaitu Tiongkok, India, dan Pakistan dengan pangsa pasar masing-masing sebesar 47,2%; 7,1%; dan 3,1%. Sementara Indonesia pada periode yang sama hanya berkontribusi sebesar 1,1% terhadap produksi pakaian jadi dunia. Pakaian wanita mendominasi kategori produk pakaian jadi dengan share lebih dari 50%, diikuti oleh pakaian pria dan pakaian anakanak dengan share masing-masing sebesar 32,3% dan 17,0%. Dari sisi ekspor, industri pakaian jadi Indonesia hanya mampu berkontribusi sebesar 1,93% terhadap total ekspor pakaian jadi dunia tahun 2013 yang mencapai USD 283 miliar dan berada pada urutan yang ke-11. Sementara negara tetangga seperti Vietnam pada periode yang sama mampu berkontribusi sebesar 4,38% dengan tren pertumbuhan yang fantastis selama periode sebesar 18,94% disaat Indonesia hanya mampu tumbuh sebesar 2,87%. 1.2 Fenomena di Pasar Global dan Permasalahan di Dalam Negeri Industri Pakaian Jadi Indonesia Meskipun menunjukkan perkembangan ke arah yang positif, namun saat ini banyak kendala yang dihadapi oleh industri pakaian jadi Indonesia. Dari sisi produksi, industri pakaian jadi merupakan sebuah komoditi yang menjadi fenomena global. Industri pakaian jadi saat ini bukan lagi merupakan industri yang hanya merakit pakaian sederhana di kawasan tertentu yang bahanbahan input-nya bisa berasal dari impor. Industri pakaian jadi saat ini menjadi sebuah industri yang berorientasi kepada Original Equipment Manufacturing (OEM). Dengan model OEM ini, industri pakaian jadi menjadi lebih terintegrasi 3

14 Ernawati Munadi secara domestik dan memiliki nilai tambah yang lebih tinggi dalam bentuk ekspor. Proses untuk memproduksi pakaian jadi dengan merek internasional tidak lagi diproduksi dalam suatu jalur integrasi vertikal di suatu negara yang sama melainkan dapat diproduksi terpisah di beberapa negara dalam suatu rantai nilai global atau Global Value Chain (GVC). Dengan demikian maka negara pemegang merek internasional tidak harus memproduksi pakaian jadi tersebut di negaranya, namun dapat mensubkontrakkan ke banyak negara bahkan negara berkembang yang mempunyai tingkat efisiensi tinggi. Terkait dengan perkembangan pakaian jadi dalam rantai GVC tersebut, kenyataan menunjukkan bahwa keterlibatan Indonesia dalam rantai GVC termasuk masih sangat rendah dan bahkan cenderung menurun. Data Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) tahun 2013 menunjukkan bahwa keterlibatan beberapa negara dalam rantai GVC untuk pakaian jadi menunjukkan bahwa Indonesia hanya menunjukkan angka 5,3 pada tahun 1995 dan turun menjadi 2,6 pada tahun 2009 (OECD Stat, 2013). Angka ini tertinggal jauh dibelakang Vietnam dengan indikator keterlibatan yang mencapai angka 10,1 pada tahun 1995 dan terus meningkat hingga 14,2 pada tahun Demikian juga dengan indeks keterlibatan Kamboja yang hanya sedikit dibawah Vietnam. Dari sisi konsumsi, Industri pakaian jadi Indonesia juga menghadapi banyak permasalahan terkait dengan impor produk pakaian jadi, khususnya impor pakaian jadi dalam keadaan bekas yang mencapai 20% terhadap total impor pakaian jadi (BPS, 2015b). Impor pakaian jadi bekas ini ditengarai sangat berpengaruh terhadap kelangsungan industri pakaian jadi dalam negeri yang pada akhirnya menurunkan daya saing. Permasalahan yang juga dihadapi oleh industri pakaian jadi dalam negeri juga terkait dengan biaya produksi pakaian jadi di Indonesia yang juga cenderung meningkat dimana dalam tahun pertumbuhan rata-rata tahunan biaya input industri pakaian jadi nasional sebesar 11,1% (BPS, 2015b). Belum lagi dengan permasalahan-permasalahan lainnya yang dihadapi oleh industri pakaian jadi Indonesia diantaranya permasalahan terkait dengan melemahnya nilai tukar rupiah. Melemahnya nilai tukar rupiah seharusnya merupakan faktor pendorong dalam meningkatkan daya saing dan ekspor Indonesia, namun mengingat industri pakaian jadi yang masih menggunakan bahan baku impor, akhirnya melemahnya nilai tukar rupiah ini justru memperlemah daya saing pakaian jadi Indonesia. Permasalahan lain yang juga terkait adalah masalah mesin dalam industri tekstil yang umurnya relatif tua serta meningkatnya upah minimum tenaga kerja yang pada akhirnya semakin memperlemah daya saing pakaian jadi Indonesia. 4

15 Pakaian Jadi Indonesia Dalam Perspektif Perdagangan Global Informasi-informasi tersebut di atas merupakan beberapa fakta penting tentang Pakaian Jadi yang akan dibahas secara mendalam dalam Info Komoditi Pakaian Jadi edisi kali ini. Kami berharap semoga tulisan ini mampu memberikan wawasan tentang Pakaian Jadi khususnya dan secara luas bermanfaat bagi seluruh pembaca. DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik (BPS). (2012). Rata-Rata Pengeluaran per Kapita Sebulan di Daerah Perkotaan dan Perdesaan Menurut Kelompok Barang dan Golongan Pengeluaran per Kapita Sebulan Jakarta: Badan Pusat Statistik. Badan Pusat Stastistik (BPS). (2014). Statistik Industri Manufaktur. Badan Pusat Statistik. Badan Pusat Statistik (BPS). (2015a). Industri Besar dan Sedang: Jumlah Tenaga Kerja Industri Besar dan Sedang Menurut Sub Sektor, Diunduh 20 Februari 2015, dari Badan Pusat Statistik: linktabelstatis/view/id/1063. Badan Pusat Statistik (BPS). (2015b). Data Perdagangan Indonesia. Bankmed Market & Economic Research Division. (2014). Special Report: Analysis of Lebanon s Apparel Market March Lebanon: Bankmed - Market & Economic Research Division. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). (2011). Kajian Pengembangan Industri Tekstil dan Produk Tekstil. Badan KoordinasiPenanaman Modal. Kementerian Perindustrian. (2014). Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional Jakarta: Kementerian Perindustrian. OECD Stat. (2013). OECD Global Value Chains Indicators May Diunduh 10 Februari 2015, dari OECD.StatExtracts. UN COMTRADE. (2015). World Export of Manufacture of Wearing Apparel, Dressing, and Dyeing Fur, Diunduh 5 Februari 2015, dari WITS: World Integrated Trade Solution: aspx. 5

16 Sefiani Rayadiani BAB II PRODUKSI PAKAIAN JADI INDONESIA Sefiani Rayadiani 2.1 Pendahuluan Industri pakaian jadi sebagai salah satu bagian dari subsektor industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT), Barang Kulit, dan Alas Kaki merupakan industri tertua di Indonesia yang memiliki pengaruh signifikan dalam perekonomian Indonesia. Selama lima tahun terakhir ( ) subsektor industri TPT, Barang Kulit, dan Alas Kaki 1 memberikan rata-rata kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia sebesar 1,90% per tahunnya dan 9,06% terhadap industri pengolahan tanpa migas (Badan Pusat Statistik, 2015a). Laju pertumbuhan produksi kumulatif subsektor industri TPT, Barang Kulit, dan Alas Kaki pada periode yang sama berkisar 1,7% - 7,52% (Badan Pusat Statistik, 2015b). Selain peranannya terhadap perekonomian dan ekspor, industri pakaian jadi juga memiliki peran sosial dalam penyerapan tenaga kerja di Indonesia. Industri pakaian jadi adalah industri yang menyerap banyak tenaga kerja, baik secara langsung maupun tidak langsung. Badan Pusat Statistik (2015c) mencatat jumlah tenaga kerja yang diserap oleh industri pakaian jadi Indonesia pada tahun 2013 sebanyak jiwa atau 10,81% dari jumlah total tenaga kerja industri besar dan sedang di Indonesia. Penyerapan tenaga kerja di industri pakaian jadi tersebut menempati urutan kedua setelah industri makanan. Di sisi lain, pengeluaran per kapita untuk pakaian jadi secara global pada tahun 2012 mencapai USD 153 dan diprediksikan akan naik menjadi USD 247 pada tahun Tingkat pertumbuhan pengeluaran pakaian jadi per kapita di negara-negara berkembang pada tahun 2025 diperkirakan juga akan lebih tinggi daripada negara-negara maju (Tot, 2014). Tingginya konsumsi dan pengeluaran per kapita atas pakaian jadi di Indonesia dan dunia mengindikasikan terdapatnya potensi pasar produk pakaian jadi nasional di pasar domestik maupu global yang dapat menjadi peluang bagi industri pakaian jadi Indonesia. Gambaran di atas menunjukkan tentang betapa pentingnya peranan industri pakaian jadi baik dalam perekonomian, perdagangan, penyerapan tenaga kerja maupun peluang pasar. Bab ini mengulas mengenai produksi 1 Subsektor TPT, Barang Kulit, dan Alas Kaki merupakan salah satu subsektor yang termasuk dalam sektor Industri Pengolahan dalam PDB menurut Lapangan Usaha. 6

17 Produksi Pakaian Jadi Indonesia dunia, perkembangan produksi dan kinerja industri pakaian jadi Indonesia, biaya produksi, dan pakaian jadi dalam Global Value Chain (GVC). 2.2 Produksi Dunia Resesi global, yang dipicu oleh krisis finansial di Amerika Serikat pada tahun 2008, menyebar dengan pesat ke negara-negara industri maju dan berdampak terhadap produksi pakaian jadi dunia. Dengan adanya kondisi tersebut, permintaan pakaian jadi dunia, khususnya dari Eropa, Amerika Serikat, dan Jepang, mengalami penurunan pada tahun Resesi global mengakibatkan penutupan pabrik dan pemberhentian tenaga kerja di industri pakaian jadi. Sementara, negara-negara maju baru (emerging countries) seperti RRT mempertahankan pertumbuhan yang tinggi pasca krisis finansial global 2008 sehingga hal ini dapat menyangga industri pakaian jadi global dari dampak yang lebih buruk akibat resesi global. Gambar 2.1 memperlihatkan pertumbuhan produksi industri pakaian jadi dunia pada tahun 2009 sebesar 2,2% dengan nilai produksi industri pakaian jadi dunia sebesar USD 1,1 triliun. Pada tahun 2012 nilai produksi industri pakaian jadi global mencapai USD 1,2 triliun, naik 3,1% dari tahun Bankmed Market & Economic Research Division (2014) mencatat pertumbuhan rata-rata tahunan industri pakaian jadi dunia dalam kurun waktu adalah sebesar 2,8%. Nilai Produksi Industri Pakaian Jadi Global (USD Miliar) Pertumbuhan (%) Gambar 2.1 Nilai Produksi dan Pertumbuhan Industri Pakaian Jadi Global. Sumber: Bankmed-Market & Economic Research Division (2014) 2,2% 3,5% 2,6% 3,1% Yen (2012) berpendapat bahwa sebagian besar produsen utama pakaian jadi dunia pada tahun 2012 terletak di benua Asia sebagaimana diperlihatkan dalam Gambar 2.2. Hal ini diperkuat oleh data Institute of Studies and Industrial Marketing of Brazil (Gotexshow, 2015) yang menunjukkan pangsa produksi pakaian jadi benua Asia pada tahun 2012 lebih dari 65%. Sembilan dari lima belas produsen utama pakaian jadi dunia ada di benua Asia, 7

18 Sefiani Rayadiani dimana RRT, India, dan Pakistan menduduki posisi tiga teratas (Tabel 2.1). Indonesia sendiri sebagai salah satu produsen utama dunia memiliki pangsa produksi sebesar 1,1% dari produksi industri pakaian jadi dunia. Gambar 2.2 Peta Produsen Utama Industri Pakaian Jadi Dunia, Sumber: Yen (2012) Tabel 2.1 Produsen Utama Pakaian Jadi Dunia Tahun 2012 Produsen Utama Pakaian Jadi Dunia Negara Pangsa terhadap Produksi Dunia RRT 47,2% India 7,1% Pakistan 3,1% Brazil 2,6% Turki 2,5% Korea Selatan 2,1% Meksiko 2,1% Italia 1,9% Malaysia 1,4% Taiwan 1,4% Polandia 1,4% Romania 1,2% Indonesia 1,1% Bangladesh 1,0% Thailand 1,0% Lainnya 22,7% Total 100% Sumber: Gotexshow (2015), diolah Berdasarkan kategori produk, pakaian wanita mendominasi segmentasi produksi industri pakaian jadi global (50,7%) pada tahun Berikutnya adalah produk pakaian pria (32,3%) dan pakaian anak-anak (17,0%) (Gambar 2.3). 8

19 Produksi Pakaian Jadi Indonesia Pakaian Anak-Anak 17,0% Pakaian Pria 32,3% Pakaian Wanita 50,7% Gambar 2.3 Kategori Segmentasi Produk Pakaian Jadi Global. Sumber: Bankmed-Market & Economic Research Division (2014) Di sisi lain, Yen (2012) mencatat bahwa pada tahun 2012 RRT memimpin pasar dalam memproduksi keseluruhan jenis produk pakaian jadi yang diminta oleh dunia. Sementara itu, India mengkhususkan diri untuk memproduksi kemeja katun/blus bukan rajutan, Vietnam memfokuskan produksi kemeja katun rajutan, kemeja multi fiber rajutan, dan celana multi fiber, sedangkan Bangladesh menspesialisasikan diri untuk memproduksi produk kemeja katun bukan rajutan, celana panjang/ celana pendek katun. Indonesia sendiri terkenal dengan spesialisasi produksi produk kemeja katun. 2.3 Perkembangan Produksi dan Kinerja Industri Pakaian Jadi Indonesia Industri pakaian jadi di Indonesia mulai berkembang sejak akhir tahun 1970-an. Pada masa itu Pemerintah Orde Baru memberikan perhatian dan dukungan khusus melalui berbagai kebijakan proteksi, seperti proteksi tarif bea masuk, prosedur lisensi impor, dan biaya tambahan untuk impor yang dikombinasikan dengan alokasi kuota ekspor, yang bertujuan untuk melindungi industri TPT dari persaingan asing (Vickers, 2012). Pada tahun 1980-an pemerintah mulai memfokuskan pada kebijakan investasi dan liberalisasi pada sektor industri TPT. Pemerintah memberikan pembebasan tarif bea masuk atas bahan baku/penolong, skema insentif, dan tingkat suku bunga rendah guna mendorong produksi industri pakaian jadi nasional (Badan Koordinasi Penanaman Modal/BKPM, 2011). Sebagai industri baru di Indonesia pada masa itu, industri pakaian jadi mulai memberikan kontribusi terhadap ekspor pada awal tahun 1980-an. Ekspor pakaian jadi Indonesia melebihi permintaan domestik selama periode Bahkan Nur (2010) berpendapat bahwa pada periode pakaian jadi sebagai komoditi primadona. Pada tahun 1992 ekspor pakaian jadi mencapai puncaknya dan kemudian mengalami pertumbuhan negatif (BKPM, 2011). 9

20 Sefiani Rayadiani Saat terjadinya krisis moneter banyak produsen pakaian jadi Indonesia yang kehilangan sumber pembiayaannya karena banyak bank dilikuidasi oleh pemerintah pada masa itu. Krisis moneter yang menyebabkan ketidakpastian iklim usaha, kenaikan suku bunga, depresiasi nilai tukar dan biaya produksi yang tinggi mengakibatkan industri pakaian jadi dalam negeri terpuruk dan produktivitasnya menurun (BKPM, 2011; Nur, 2010). Pandangan bahwa industri pakaian jadi merupakan industri yang meredup (sunset industry) menyebabkan kurangnya antusiasme investasi di industri pakaian jadi pasca krisis moneter Kebijakan industri pakaian jadi yang ada lebih difokuskan pada kebijakan-kebijakan untuk mengatasi penurunan jumlah tenaga kerja. Berbeda dengan perkembangan industri pakaian jadi di Korea Selatan, Taiwan, dan Hong Kong yang memiliki integrasi vertikal yang kuat, kondisi tersebut tidak terjadi di industri pakaian jadi di Indonesia (Vickers, 2012). Selama periode industri pakaian jadi dalam negeri mengalami masa yang sulit, bahkan Nur (2010) berpendapat bahwa periode ini merupakan periode kekacauan, penyelamatan, dan bertahan industri pakaian jadi nasional. Kemudian seiring dengan membaiknya kondisi makroekonomi Indonesia sejak tahun 2002, industri pakaian jadi nasional memasuki upaya revitalisasi dan normalisasi. Sejak tahun 2007 pemerintah melakukan proses restrukturisasi mesin TPT di Indonesia, termasuk industri pakaian jadi dalam negeri. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional dan Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 109/M-IND/PER/10/2009 tentang Peta Panduan (Road Map) Pengembangan Klaster Industri Tekstil dan Produk Tekstil menetapkan industri pakaian jadi sebagai salah satu klaster industri prioritas berbasis industri manufaktur yang dikembangkan oleh pemerintah sepanjang tahun Berdasarkan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) tahun 2007, kelompok industri pakaian jadi sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 109/M-IND/ PER/10/2009 tentang Peta Panduan (Road Map) Pengembangan Klaster Industri Tekstil dan Produk Tekstil mencakup industri pakaian jadi rajutan (KBLI 17302), industri pakaian jadi dari tekstil dan perlengkapannya (KBLI 18101) dan industri pakaian jadi (konveksi) dan perlengkapannya (KBLI 18102). Sementara menurut pengklasifikasian KBLI 2009, industri pakaian jadi meliputi industri pakaian jadi (konveksi) dari tekstil (KBLI 10

21 Produksi Pakaian Jadi Indonesia 14111), industri pakaian jadi rajutan (KBLI 14301), dan industri pakaian jadi sulaman/bordir (KBLI 14302). Dalam pohon industri TPT, terdapat 3 sub sektor, yakni sub sektor hulu, sub sektor antara, dan sub sektor hilir. Sub sektor hulu meliputi industri serat dan benang, dimana industri serat mencakup serat alam, serat stapel sintetis, benang filaman, dan industri benang mencakup industri pemintalan benang dan pencelupan benang. Sub sektor antara merupakan industri kain dan sub sektor hilir meliputi industri pakaian jadi dan industri artikel tekstil lainnya (Gambar 2.4). Textile Fiber Industry NATURAL FIBER (Cotton, Silk, Ramie Jute, Wool, Etc) KBLI : NON WOVEN KBLI Oth. Textile Industry EMBROIDERY (13912) OTHERS TEXTILE ARTICLE KBLI 13921, , , 13942, , , SYBTETIC STAPEL FIBER (PFY, VSF, NSF, Etc) KBLI: FILAMENT YARN (PFY, VSF, VFY, Etc) KBLI: SPINNING (Yarn) KBLI: 13112, YARN DYEING KBLI: Yarn Industry WEAVING (GREIGE) KBLI KNITING (GREIGE) KBLI DYEING PRINTING FINISHING (FINISHED FABRIC) KBLI 13132, Fabric Industry GARMENT KBLI KBLI Garment KNITTED GARMENT KBLI Sub Sektor Hulu Sub Sektor Antara Sub Sektor Hilir Gambar 2.4 Pohon Industri Tekstil dan Produk Tekstil. Sumber: Direktorat Jenderal Basis Industri Manufaktur Kementerian Perindustrian (2014) Berdasarkan data Direktorat Jenderal Basis Industri Manufaktur Kementerian Perindustrian (2014) dan Badan Pusat Statistik (2014), jumlah perusahaan industri pakaian jadi mengalami peningkatan setiap tahunnya selama periode Hal ini seiring dengan penambahan nilai investasi pada industri pakaian jadi setiap tahunnya. Pada tahun 2009 jumlah perusahaan industri pakaian jadi di Indonesia sebanyak sedangkan pada tahun 2013 sebanyak perusahaan. Nilai investasi pada tahun 2013 mencapai Rp 42,4 triliun, lebih tinggi daripada nilai investasi pada tahun 2009 sebesar Rp 37,5 triliun (Tabel 2.2). 11

22 Sefiani Rayadiani Tabel 2.2 Perkembangan Nilai Investasi dan Jumlah Perusahaan Industri Pakaian Jadi Indonesia Sumber : Direktorat Jenderal Basis Industri Manufaktur, Kementerian Perindustrian (2014) dan Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia (2014), diolah Dalam kurun waktu lima tahun terakhir ( ) kapasitas terpasang industri pakaian jadi nasional cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya dengan tren pertumbuhan sebesar 3,4%. Pertumbuhan kapasitas terpasang industri pakaian jadi Indonesia yang tertinggi terjadi pada tahun 2011 sebesar 6,67% naik dari 820,6 ribu ton menjadi 875,4 ribu ton. Kapasitas terpasang industri pakaian jadi nasional terus naik hingga mencapai 903,5 ribu ton dan terus meningkat menjadi 940,9 ribu ton pada tahun Badan Koordinasi Penanaman Modal (2011) mencatat bahwa kenaikan tersebut dipicu oleh peningkatan investasi di industri pakaian jadi akibat adanya realokasi beberapa perusahaan pakaian jadi dari sejumlah negara (seperti Korea Selatan, RRT, Taiwan) yang menjadikan Indonesia sebagai basis industri TPT mereka. Biaya produksi di Indonesia yang lebih murah dan kompetitif menjadi dasar pertimbangan sejumlah negara tersebut untuk memindahkan perusahaan pakaian jadinya ke Indonesia (Better Work Indonesia, 2011). Gambar 2.5 Kapasitas Terpasang, Produksi dan Utilisasi Produksi Industri Pakaian Jadi Indonesia, Sumber: Direktorat Jenderal Basis Industri Manufaktur Kementerian Perindustrian (2014) 12

23 Produksi Pakaian Jadi Indonesia Berbanding lurus dengan bertambahnya kapasitas terpasang pada industri pakaian jadi nasional, volume produksi pakaian jadi juga cenderung mengalami peningkatan sebesar 5,5% per tahunnya selama periode Volume produksi pakaian jadi Indonesia yang tadinya hanya sebesar 561,6 ribu ton pada tahun 2009, produksinya naik menjadi 724,1 ribu ton pada tahun Jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, volume produksi pakaian jadi pada tahun 2013 adalah yang tertinggi selama lima tahun terakhir (Gambar 2.5). Meskipun kapasitas terpasang dan volume produksi industri pakaian jadi dalam negeri terus meningkat tiap tahunnya selama periode , namun rata-rata utilisasi produksi 2 industri pakaian jadi Indonesia sekitar 75,3%. Utilisasi produksi industri pakaian jadi terendah terjadi pada tahun 2009 sebesar 70,2% sedangkan utilisasi produksi tertinggi sebesar 79,3% terjadi pada tahun Pada tahun 2013 utilisasi produksi industri pakaian jadi nasional mencapai 77% (Gambar 2.5). Utilisasi produksi industri pakaian jadi nasional yang berada di bawah kapasitas terpasangnya mengindikasikan industri pakaian jadi Indonesia masih belum dapat memaksimalkan kapasitas terpasang yang ada sepenuhnya. Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mengatakan beberapa permasalahan yang terkait dengan komponen biaya produksi dan proses produksi, mulai dari kenaikan tarif dasar listrik, pelemahan nilai tukar rupiah, ketergantungan terhadap bahan baku/penolong, umur mesin yang tua, dan produktivitas yang rendah, menjadi alasan mengapa utilisasi produksi industri pakaian jadi di Indonesia tidak optimal. Industri pakaian jadi lebih memilih untuk melakukan penghematan terkait dengan adanya permasalahan tersebut dengan menurunkan volume produksinya (Bisnis Indonesia, 2014). Ditinjau dari nilai produksi sepanjang periode , Direktorat Industri Tekstil dan Aneka Direktorat Jenderal Basis Industri Manufaktur Kementerian Perindustrian (2013) mencatat peningkatan nilai produksi subsektor industri pakaian jadi setiap tahunnya (Gambar 2.6). Kondisi ini sejalan dengan pertumbuhan volume produksinya. Pada tahun 2009, produksi subsektor industri pakaian jadi Indonesia sebesar USD 4,6 miliar. Pada tahun 2010, terjadi lonjakan nilai produksi subsektor industri pakaian jadi dalam negeri sebesar 26,9% atau senilai USD 1,3 miliar, sehingga nilai produksi subsektor industri pakaian jadi pada tahun tersebut mencapai USD 5,9 miliar. Peningkatan tersebut berlanjut sampai tahun 2012, dimana nilai produksi subsektor industri pakaian jadi nasional tercatat mencapai USD 6,2 miliar. 2 Utilitas produktifitas adalah presentase pemanfaatan kapasitas terpasang yang dihitung dari rasio realisasi produksi terhadap kapasitas produksi terpasang yang ada. 13

24 Sefiani Rayadiani Nilai Produksi (Miliar USD) Volume Produksi (Juta Ton) 5,9 6,0 6,2 4,6 0,6 0,7 0,7 0, Gambar 2.6 Nilai Produksi dan Utilisasi Produksi Industri Pakaian Jadi Indonesia, Sumber: Direktorat Industri Tekstil dan Aneka, Direktorat Jenderal Basis Industri Manufaktur, Kementerian Perindustrian (2013) Berdasarkan nilai output yang dicatat oleh Badan Pusat Statistik (2015), tren pertumbuhan nilai output industri pakaian jadi dalam negeri sepanjang tahun sebesar 6,1% setiap tahunnya. Pertumbuhan nilai output tertinggi pada industri pakaian jadi domestik terjadi pada tahun 2010 sebesar 22,9%. Sebaliknya, pertumbuhan negatif dari nilai output yang dihasilkan oleh industri pakaian jadi Indonesia terjadi pada tahun Tabel 2.3 menunjukkan nilai output industri pakaian jadi pada tahun 2012 sebesar Rp 72 triliun adalah yang tertinggi sepanjang tahun Nilai output tersebut kemudian menurun menjadi sebesar Rp 65,5 triliun tahun Tabel 2.3 Perkembangan Nilai Output dan Nilai Tambah Industri Pakaian Jadi Indonesia, Tahun Nilai Output Pertumbuhan Nilai Tambah Pertumbuhan (Miliar Rupiah) (%) (Miliar Rupiah) (%) , , , , , , , ,2 2013* , ,1 Tren (%) 6,1 3,0 Sumber: Badan Pusat Statistik (2015d, 2015e), diolah Keterangan: *) Angka Sementara Nilai tambah atas harga pasar industri pakaian jadi Indonesia sendiri selama lima tahun terakhir cenderung menurun setiap tahunnya sekitar 3%. Penurunan nilai tambah tersebut terutama terjadi karena anjloknya nilai 14

25 Produksi Pakaian Jadi Indonesia tambah industri pakaian jadi nasional pada tahun 2013, yang turun sekitar 45%. Kondisi ini sangat kontras dengan tahun-tahun sebelumnya dimana nilai tambah industri pakaian jadi selalu mengalami pertumbuhan positif. Nilai tambah industri pakaian jadi dalam negeri pada tahun 2013 mencapai Rp 24,1 triliun, lebih rendah dibandingkan dengan nilai tambah yang dihasilkan pada tahun 2009 (Rp 29,1 triliun). Penyebab utama turunnya nilai tambah industri pakaian jadi secara drastis pada tahun 2013 adalah adanya lonjakan biaya input 3 yang berkisar 47,8% dimana biaya input untuk industri pakaian jadi Indonesia pada tahun tersebut mencapai Rp 41,4 triliun. Berkaitan dengan konsep rantai nilai global industri pakaian jadi Indonesia, OECD Stat. (2013) mencatat bahwa partisipasi Indonesia dalam rantai nilai global industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki menunjukkan penurunan sejak tahun Pasca dibatalkannya Multi Fiber Agreement (MFA) sejak tahun 1995, kondisi usaha industri pakaian jadi Indonesia tidak semudah sebelumnya. Inggi (2008) mengemukakan bahwa fenomena pergeseran konsumen, peningkatan permintaan konsumen hingga kenaikan bahan bakar minyak menyebabkan gambaran rantai nilai industri pakaian jadi mengalami perubahan yang signifikan. Pada tahun 2009 total indeks partisipasi rantai nilai global industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki Indonesia hanya berkisar 2,6 padahal pada tahun 1990 indeks partisipasi yang dimiliki Indonesia di atas 5. Indeks partisipasi ke belakang (backward index participation) industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki Indonesia lebih dominan dalam rantai nilai global yang mengindikasikan bahwa nilai tambah dari luar negeri yang digunakan untuk ekspor tinggi atau ketergantungan terhadap impor yang tinggi. Meskipun demikian indeks partisipasi ke belakang terus mengalami penurunan karena tumbuhnya industri dalam negeri dalam memasok bahan baku (Gambar 2.7). 1,0 1,0 4,3 4,1 Backward Forward 0,8 0,5 0,5 2,5 2,6 2, Gambar 2.7 Perkembangan Indeks Partisipasi Industri Pakaian Jadi Indonesia Berdasarkan KBLI 3 Digit, Sumber: OECD Stat. (2013), diolah 3 Kenaikan biaya input yang dimaksud adalah nilai biaya input yang meningkat akibat kenaikan pada komponen input. 15

26 Sefiani Rayadiani Ditinjau berdasarkan pengelompokkan dalam industri pakaian jadi nasional KBLI 3 digit, peranan subsektor pakaian jadi dan perlengkapannya, bukan pakaian jadi dari kulit berbulu (KBLI 141) mendominasi industri pakaian jadi nasional. Kontribusi subsektor pakaian jadi dan perlengkapannya, bukan pakaian jadi dari kulit berbulu (KBLI 141) setiap tahunnya cenderung meningkat dari 79,4% pada tahun 2009 menjadi 91,6% pada tahun Sebaliknya, peranan subsektor pakaian jadi rajutan dan sulaman/bordir (KBLI 143) dalam industri pakaian jadi justru terus berkurang, yakni dari 20,6% pada tahun 2009 menjadi 8,4% pada tahun Gambar 2.8 Komposisi Nilai Tambah Industri Pakaian Jadi Indonesia Berdasarkan KBLI 3 Digit, Sumber: Badan Pusat Statistik (2015), diolah Tren pertumbuhan nilai tambah yang dihasilkan oleh subsektor pakaian jadi dan perlengkapannya, bukan pakaian jadi dari kulit berbulu (KBLI 141) sekitar 18,6% per tahunnya selama periode (Tabel 2.4). Pertumbuhan nilai tambah subsektor pakaian jadi dan perlengkapannya, bukan pakaian jadi dari kulit berbulu (KBLI 141) sempat berada di bawah rata-rata pertumbuhan pada tahun 2011, namun kemudian kembali berada di atas tren pertumbuhan Nilai tambah subsektor pakaian jadi dan perlengkapannya, bukan pakaian jadi dari kulit berbulu (KBLI 141) sendiri pada tahun 2012 mencapai Rp 40,3 triliun, naik sekitar 37,7% dari tahun sebelumnya. Berkebalikan dengan subsektor pakaian jadi dan perlengkapannya, bukan pakaian jadi dari kulit berbulu (KBLI 141) yang memiliki kecenderungan meningkat dalam nilai tambah, subsektor pakaian jadi rajutan dan sulaman/bordir (KBLI 143) justru memiliki tren negatif sebesar 13% per tahunnya selama Nilai tambah pada subsektor 16

27 Produksi Pakaian Jadi Indonesia ini mengalami penurunan secara tajam sebesar 56% pada tahun 2010 dari sebesar Rp 6 triliun menjadi Rp 2,6 triliun. Tabel 2.4 Perkembangan Nilai Tambah dan Pertumbuhan Industri Pakaian Jadi Indonesia Berdasarkan KBLI 3 Digit, Sumber: Badan Pusat Statistik (2015), diolah Sama halnya dengan pemerintahan sebelumnya, pemerintahan di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi menjadikan industri Tekstil, Kulit, Alas Kaki, dan Aneka sebagai industri andalan yang menjadi industri prioritas dalam Rencana Induk Pembangunan Industri (RIPIN) Tahun Industri Tekstil, Kulit, Alas Kaki, dan Aneka 4 sebagai industri andalan akan berperan besar sebagai penggerak utama (prime power) perekonomian di masa yang akan datang, memiliki keunggulan komparatif berupa potensi sumber daya alam, dan keunggulan kompetitif berupa sumber daya manusia yang berpengetahuan dan terampil serta ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Pada tahun jenis industri pakaian jadi menjadi prioritas untuk dibangun. Beberapa kriteria yang menentukan industri tersebut masuk dalam kategori prioritas adalah memiliki potensi pasar yang tumbuh pesat di dalam negeri, meningkatkan kuantitas dan kualitas penyerapan tenaga kerja, berpotensi untuk dapat bersaing di pasar global, dan memiliki potensi untuk tumbuh pesat dalam kemandirian (Kementerian Perindustrian, 2014). 2.4 Biaya Produksi Biaya input merupakan biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi yang terdiri dari biaya: bahan baku; bahan bakar, tenaga listrik dan gas; bahan bakar yang digunakan selama proses produksi yang berupa; sewa gedung, mesin dan alat-alat; dan jasa non industri. Biaya input yang dikeluarkan oleh industri pakaian jadi nasional yang berskala besar dan 4 Aneka industri meliputi Industri Furnitur & Barang Lainnya dari Kayu serta Industri Plastik, Pengolahan Karet & Barang dari Karet. 17

28 Sefiani Rayadiani menengah semakin meningkat setiap tahunnya selama periode Pada tahun 2000 biaya input industri pakaian jadi dalam negeri berkisar Rp 15,1 triliun. Biaya input tersebut kemudian mendekati angka tiga kali lipat pada tahun 2013, yakni menjadi sebesar Rp 41,4 triliun. Kendatipun biaya input untuk industri besar dan sedang pakaian jadi dalam negeri cenderung meningkat sepanjang tahun , namun biaya input industri pakaian jadi juga sempat mengalami pertumbuhan negatif pada beberapa tahun (Gambar 2.9). Biaya Input (Triliun Rupiah) Pertumbuhan, year-on-year (%) Gambar 2.9 Perkembangan Biaya Input Industri Pakaian Jadi Indonesia, Sumber: Badan Pusat Statistik (2015) Keterangan: *) Angka Sementara Dalam kurun waktu pertumbuhan rata-rata tahunan biaya input industri pakaian jadi nasional sebesar 11,1%. Setelah mengalami laju pertumbuhan biaya input yang meningkat pada tahun 2009 dan 2010, biaya input yang harus dibayarkan oleh industri pakaian jadi nasional sempat mengalami penurunan pada tahun 2011 dan 2012 sebesar 1,7% dan 12,3%. Penurunan biaya input yang signifikan terjadi pada tahun 2012 yakni dari Rp 31,9 triliun (2011) menjadi Rp 28 triliun (2012), akan tetapi penurunan tersebut tidak bertahan lama karena biaya input yang dikeluarkan oleh industri pakaian jadi justru melonjak menjadi Rp 41,4 triliun pada tahun Jika dilihat secara historis, biaya input industri pakaian jadi pada tahun 2013 adalah nilai tertinggi selama periode Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mengemukakan bahwa kenaikan harga bahan baku garmen (seperti serat, benang, dan kain), Tarif Dasar Listrik (TDL) sebesar 15% sejak 1 Januari 2013, dan Upah Minimum Provinsi (UMP) adalah beberapa 18

29 Produksi Pakaian Jadi Indonesia faktor yang memicu lonjakan biaya produksi industri pakaian jadi Indonesia pada tahun 2013 (Neraca, 2013). Ditinjau dari komponennya, biaya untuk pembelian bahan baku mendominasi dalam pembentukkan biaya input industri pakaian jadi nasional di mana kontribusinya terhadap biaya input hampir mendekati 75% pada tahun 2012 dan di atas 75% pada tahun 2013 (Gambar 2.10). Ketergantungan yang tinggi atas impor bahan baku katun yang berasal dari serat kapas dan polyester dan kenaikan harga bahan baku yang merangkak naik sejak tahun 2010 berdampak terhadap semakin besarnya biaya yang harus dikeluarkan oleh industri pakaian jadi nasional. Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Synthetic Fiber Indonesia (APSyFI) menyebutkan bahwa kenaikan bahan baku Purified Therepthalat Acid (PTA) sebesar 5%, serat 10%, benang 15%, kain 20%, dan garmen 25% dari harga rata-rata dunia akibat adanya kenaikan TDL membuat biaya produksi pakaian jadi menjadi lebih mahal dari sebelumnya (Karina, 2012). Gambar 2.10 Komposisi Biaya Input Industri Pakaian Jadi. Sumber: Badan Pusat Statistik (2014, 2015), diolah Gambar 2.10 juga memperlihatkan biaya bahan bakar, tenaga listrik, dan gas adalah kontributor terbesar kedua dalam biaya input industri pakaian jadi dalam negeri. Biaya untuk bahan bakar, tenaga listrik, dan gas memegang peranan penting dalam industri pakaian jadi Indonesia. Kenaikan TDL tentu saja menjadi batu ganjalan untuk menjalankan roda bisnis industri pakaian jadi nasional. Kendala lainnya adalah sewa gedung, mesin, dan alat-alat, jasa yang diberikan oleh pihak lain, biaya representasi dan royalti serta pengeluaran lainnya. Upah pekerja termasuk ke dalam jasa non-industri yang harus dibiayai oleh industri pakaian jadi nasional. Karakteristik industri 19

30 Sefiani Rayadiani pakaian jadi yang bersifat padat karya tentu saja akan terimbas dengan dampak kebijakan kenaikan Upah Minimum (UM) per tahunnya. Semakin tingginya UM pekerja industri pakaian jadi maka semakin tinggi pula biaya upah (jasa non-industri) yang harus ditanggung oleh industri pakaian jadi dalam negeri. Studi Hermawan (2011) menjelaskan bahwa kebijakan peningkatan UM pada industri pakaian jadi berdampak pada penurunan produksi dan ekspor pada industri pakaian jadi serta rasionalisasi tenaga kerja. Menurut Sutanto (2014), struktur biaya produksi industri pakaian jadi di Indonesia pada tahun 2013 masih didominasi oleh biaya bahan baku (57,7%) diikuti oleh biaya tenaga kerja (27,1%) dan biaya administrasi dan pemasaran (10,2%). Adapun biaya-biaya lainnya yang mempengaruhi proses produksi industri pakaian jadi adalah tingkat suku bunga (2,4%), depresiasi (1,4%), dan energi (1,3%). 2.5 Pakaian Jadi dalam Global Value Chain Industri pakaian jadi merupakan perintis bagi pengembangan perekonomian dan dikenal sebagai cikal bakal dari industrialisasi yang berorientasi ekspor dengan tipikal industri padat karya dan berbiaya produksi rendah (Gereffi & Memedovic, 2003). Industri pakaian jadi sendiri memegang peranan penting dalam perekonomian dalam hal penyerapan tenaga kerja, investasi, dan perdagangan. Sejak awal pertumbuhannya pada tahun 1950-an industri pakaian jadi dunia telah banyak mengalami perkembangan dan perubahan baik dalam proses produksi, teknologi produksi, dan struktur industri. Humprey dan Schmitz (2002) mengidentifikasi empat tipe peningkatan industri, yakni 1) fungsional (berpindah ke fungsi yang bernilai lebih tinggi); 2) produk (memproduksi produk bernilai lebih tinggi); 3) proses (penggabungan teknologi yang lebih canggih dalam produksi); dan 4) intersektoral (memanfaatkan keahlian yang diperoleh dalam satu sektor industri untuk memasuki sektor baru). Gereffi & Memedovic (2003) dan Fernandez-Stark, Frederick & Gereffi (2011) menjabarkan lebih lanjut mengenai empat tahapan peningkatan industri ke dalam rantai nilai global Global Value Chain (GVC) industri pakaian jadi. Industri pakaian jadi telah mengalami perubahan paradigma dari industri perakitan (assembly) pakaian sederhana yang bahan-bahan inputnya diimpor dan diolah di kawasan berikat/zona pengolahan ekspor menjadi pelayanan paket lengkap (full-package services) atau yang dikenal dengan Original Equipment Manufacturing (OEM) hingga akhirnya menjadi Original Brand Name Manufacturing (OBM). OEM lebih terintegrasi secara domestik dan memiliki nilai tambah yang lebih tinggi dalam bentuk ekspor. 20

31 Produksi Pakaian Jadi Indonesia Model OEM di tingkat internasional adalah bentuk subkontrak komersial di mana hubungan pembeli-penjual di antara pembeli luar negeri dan manufaktur domestik yang memungkinkan adanya pembelajaran lokal ke tingkatan yang lebih tinggi mengenai rantai pakaian jadi dari hulu sampai hilir. Dalam model OEM, perusahaan memasok produk sesuai dengan desain yang ditentukan oleh pembeli, produk ini dijual di bawah nama merek pembeli. Pemasok dan pembeli dalam OEM merupakan perusahaan yang terpisah dimana pembeli tidak memiliki kontrol atas distribusi. Gereffi & Memedovic (2003) mengemukakan adanya Original Brand Name Manufacturing (OBM) yang merupakan peningkatan penjualan oleh manufaktur dari keahlian produksi OEM untuk merancang dan menjual produk dengan merek mereka sendiri. Dengan adanya globalisasi, kini industri pakaian jadi tidak lagi diproduksi dalam suatu jalur integrasi vertikal di suatu negara yang sama melainkan dapat diproduksi terpisah di beberapa negara dalam suatu rantai nilai global (GVC). Gereffi & Memedovic (2003) berpendapat bahwa industri pakaian jadi adalah contoh ideal dari rantai nilai global yang ditentukan oleh pembeli (buyer-driven global value chain),para pembeli global menentukan apa yang akan diproduksi, di mana, oleh siapa, berapa harganya, dan berapa besar keuntungan yang didapat. Perusahaan-perusahaan yang menggunakan model buyer-driven value chain hanya merancang dan/atau memasarkan, tidak memproduksi produk bermerek yang mereka pesan. Dengan kata lain, mereka adalah manufaktur tanpa pabrik dengan proses produksi barang secara fisik terpisah dari proses desain dan pemasaran. Adapun karakteristik dari rantai nilai yang ditentukan oleh pembeli ini adalah memiliki tingkat persaingan yang tinggi dan sistem pabrik terdesentralisasi secara global dengan hambatan masuk yang rendah (Gereffi & Memedovic, 2003). Gereffi & Memedovic (2003) menjelaskan rantai nilai global pakaian jadi dapat diorganisasikan ke dalam lima segmen utama yang terdiri dari: 1) pemasok bahan baku (termasuk serat sintesis dan natural; 2) provisi komponen (benang dan kain yang diproduksi oleh perusahaan tekstil); 3) jaringan produksi pembuatan pakaian jadi (subkontrak domestik dan luar negeri); 4) kanal ekspor melalui perdagangan pihak ketiga; dan 5) jaringan pemasaran pada tingkat ritel/ eceran (Gambar 2.11). Frederick (2010) mengemukakan enam tahapan kegiatan dalam rantai nilai global pakaian jadi, yakni 1) penelitian dan pengembangan produk baru (R &D); 2) desain (design); 3) produksi (production); 4) logistik yang mencakup pembelian dan produksi (purchasing and distribution); 5) pemasaran dan branding (marketing); dan 6) pelayanan (services) (Gambar 2.12). Dalam rantai nilai global pakaian jadi, keuntungan tercipta dari kombinasi keenam tahapan kegiatan tersebut. 21

32 Sefiani Rayadiani Textile companies Apparel manufacturers North America All retail outlets Retail outlet: US garment factories (designing, cutting, sewing, buttonholing, ironing) Department stores Natural fibres Cotton wool. silk. etc Yarn (Spinning) Fabric (weaving knitting finishing) Domestic and Mexican Caribbean Basin subcontractors Brand-named apparel companies Specialty stores Asia Mass merchandise chains Synthetic fibres Oil natural gas Petrochemicals Synthetic fibres Asian garment contractors Overseas buying offices Discount chains Domestic and overseas subcontractors Trading companies All retail outlets Off-price, factory outlet, mail order, others Raw material networks Component networks Production networks Export networks Marketing networks Sumber: Gereffi & Memedovic (2003) Gambar 2.11 Rantai Nilai Global Pakaian Jadi. R&D Services Value Added Design Purchasing Distribution Marketing Production Gambar 2.12 Tahapan Kegiatan dalam Rantai Nilai Global Pakaian Jadi. Sumber: Frederick (2010) Pre-Production Intagible Production : Tangible Activities Post-Production : Intangible 22

33 Produksi Pakaian Jadi Indonesia Perusahaan-perusahaan unggulan dalam industri pakaian jadi dunia mengadaptasi model rantai nilai global sejak tahun 1970-an. Oleh karena itu, manufaktur pakaian jadi menjadi dominan di beberapa negara berkembang dan terpengaruh dengan berbagai kebijakan perdagangan. Kebijakan tersebut dimulai dari penetapan kuota melalui Long-Term Arrangement Regarding International Trade in Cotton Textiles and Substitutes pada tahun 1962, Multi Fibre Arrangement (MFA) yang diimplementasikan sejak tahun 1974 hingga penghapusan kuota melalui Agreement Textiles and Clothing (ATC) pada tahun Dengan adanya penghapusan kuota tekstil dan pakaian jadi, persaingan industri pakaian jadi di negara-negara berkembang menjadi semakin ketat dan bermunculan negara-negara baru sebagai eksportir produk pakaian jadi di dunia (Fernandez-Stark, Frederick & Gereffi, 2011). Pada sebagian besar kasus rantai nilai global pakaian jadi, perusahaanperusahaan unggulan internasional mengalihkan produksinya dalam jaringan rantai nilai global untuk melakukan kontrak produksi dengan pemasok di berbagai negara-negara berkembang seperti RRT, India, Bangladesh, Vietnam, Indonesia, dan sebagainya yang menawarkan harga yang paling bersaing. Perusahaan-perusahaan unggulan ini termasuk pedagang eceran/ retailer dan pemegang merek yang berkantor pusat di pasar utama seperti Amerika Serikat, Jepang, dan Uni Eropa. Ditinjau dari perkembangan indikator partisipasi rantai nilai global industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki, Vietnam memiliki tingkat partisipasi tertinggi dalam rantai nilai untuk industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki global. Tabel 2.5 memperlihatkan bahwa sejak tahun 1995 keikutsertaan Vietnam dalam rantai nilai global pada industri tekstil, kulit dan alas kaki terus meningkat. Selain Vietnam yang menguasai rantai nilai global industri pakaian jadi dunia, Kamboja, Turki, dan RRT juga memiliki tingkat partisipasi rantai nilai global yang tinggi. Berbeda dengan Vietnam, ketiga negara tersebut memiliki indeks partisipasi terus menurun sejak tahun 1995 yang mengindikasikan bahwa keikutsertaannya dalam rantai nilai global di industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki berkurang. Indonesia sebagai salah satu produsen utama Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki dunia memiliki indeks partisipasi rantai nilai global yang menurun, bahkan angka indeksnya pada tahun 2009 berada di bawah Thailand dan Brunei Darussalam. 23

34 Sefiani Rayadiani Tabel 2.5 Perkembangan Indikator Partisipasi Rantai Nilai Global Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki Sumber: OECD Stat. (2013) 2.6 Penutup Industri pakaian jadi berperan signifikan dalam perekonomian, ekspor, dan penyerapan tenaga kerja di Indonesia selama ini. Namun demikian, semakin tingginya hambatan dan tantangan produksi yang dihadapi oleh industri pakaian jadi nasional mengakibatkan industri pakaian jadi Indonesia belum dapat memanfaatkan potensinya secara optimal, padahal peluang pemasaran produk pakaian jadi baik di pasar dalam negeri maupun dunia terbuka bagi industri pakaian jadi Indonesia. Oleh karena itu, kebijakan pendukung pembangunan dan pengembangan industri pakaian dan industri terkait lainnya yang dapat memicu peningkatan produksi bagi industri pakaian jadi Indonesia mulai dari kebijakan investasi, restrukturisasi permesinan, tarif dan perpajakan, suku bunga, infrastruktur, hingga kebijakan sistem perburuhan dan pengupahan sangatlah diperlukan. 24

35 Produksi Pakaian Jadi Indonesia DAFTAR PUSTAKA Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). (2011). Kajian Pengembangan Industri Tekstil dan Produk Tekstil. Jakarta: Badan Koordinasi Penanaman Modal. Badan Pusat Statistik (BPS). (2014). Indikator Industri Manufaktur Indonesia Jakarta: Badan Pusat Statistik. Badan Pusat Statistik (BPS). (2015a, Februari 25). Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha (Miliar Rupiah), Diunduh 25 Februari 2015, dari Badan Pusat Statistik: linktabelstatis/view/id/1199 Badan Pusat Statistik (BPS). (2015b). Produk Domestik Bruto (Lapangan Usaha): Laju Pertumbuhan Produk Domestik PDB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha (Persen), Diunduh 20 Februari 2015, dari Badan Pusat Statistik: linktabelstatis/view/id/1202 Badan Pusat Statistik (BPS). (2015c). Industri Besar dan Sedang: Jumlah Tenaga Kerja Industri Besar dan Sedang Menurut Sub Sektor, Diunduh 20 Februari 2015, dari Badan Pusat Statistik: id/1063 Badan Pusat Statistik (BPS). (2015d). Industri Besar dan Sedang: Nilai Output IBS Menurut Subsektor (Milyar Rupiah), Diunduh 20 Februari 2015, dari Badan Pusat Statistik: Badan Pusat Statistik (BPS). (2015e). Industri Besar dan Sedang: Nilai Tambah (Harga Pasar) Industri Besar dan Sedang Menurut Subsektor, (Milyar rupiah). Diunduh 20 Februari 2015, dari Badan Pusat Statistik: view/id/1055 Bankmed Market & Economic Research Division. (2014). Special Report: Analysis of Lebanon s Apparel Market March Lebanon: Bankmed. Better Work Indonesia. (2011). Indonesia Garment Industry Review: Better Work Indonesia. Bisnis Indonesia. (2014, Juni 30). Manufaktur: Biaya Produksi Bengkak, Utilisasi Pabrik Tekstil Jeblok. Diunduh 15 Februari 2015, dari Bisnis.com: read/ /257/239770/biaya-produksi-bengkak-utilisasi-pabrik-tekstil-tu Direktorat Jenderal Basis Industri Manufaktur Kementerian Perindustrian. (2013). Facts and Figures Industri Tekstil dan Produk Tekstil. Jakarta: Direktorat Jenderal Basis Industri Manufaktur Kementerian Perindustrian. Direktorat Jenderal Basis Industri Manufaktur Kementerian Perindustrian. (2014). Profil Basis Industri Manufaktur. Jakarta: Direktorat Jenderal Basis Industri Manufaktur Kementerian Perindustrian. Fernandez-Stark, K., S. Frederick & G. Gereffi. (2011, November). The Apparel Global Value Chain: Economic Upgrading and Workforce Development. Duke University Center on Globalization, Governance & Competitiveness. Frederick, S. (2010). Development and Application of a Value Chain Research Approach to Understand and Evaluate Internal and External Factors and Relationships Affecting Economic Competitiveness in the Textile Value Chain. Unpublished Phd Dissertation, North Carolina State University, Raleigh, NC. 25

36 Sefiani Rayadiani Gereffi, G., & O. Memedovic. (2003). The Global Apparel Value Chain: What Prospects for Upgrading by Developing Countries. Vienna: United Nations Industrial Development Organization (UNIDO). Gotexshow. (2015). Market: Overview of the Textile and Clothing Sector. Diunduh 10 Februari 2015, dari GOTEX SHOW: mercado Hermawan, I. (2011). Analisis Dampak Kebijakan Makroekonomi Terhadap Perkembangan Industri Tekstil dan Produk Tekstil Indonesia. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, April 2011: Jakarta: Bank Indonesia. Humprey, J., & H. Schmitz. (2002). How Does Insertion in Global Value Chains Affect Upgrading in Industrial Clusters. Regional Studies, 36 (9): Inggi, B.L. (2008, Juli). Rantai Nilai Telah Berubah.Competitiveness at the Frontier, Juli Forum Bulanan untuk Meningkatkan Daya Saing Ekonomi Indonesia, Jakarta: USAID, SENADA, Magister Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Karina, S. (2012, Oktober 4). Economy: Industri Tekstil Bakal Tersengat Kenaikan Tarif Listrik. Diunduh 20 Februari 2015, dari Okezone: read/2012/10/04/ 320/699131/industri-tekstil-bakal-tersengat-kenaikan-tarif-listrik Kementerian Perdagangan. (2015, Februari 17). Perkembangan Ekspor Nonmigas (Sektor) Periode Diunduh 18 Februari 2015, dari Kementerian Perdagangan: Kementerian Perindustrian. (2014). Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional Jakarta: Kementerian Perindustrian. Kementerian Perindustrian. (2015). Pohon Industri TPT 2. Diunduh 18 Februari 2015, dari Kementerian Perindustrian: Neraca. (2013, Januari 30). Harga Produk Garmen Akan Naik 16,7%. Diunduh Februari 20, 2015, dari Neraca: /Harga-Produk-Garmen- Akan-Naik-167/3 Nur, Y. H. (2010). Profil Tekstil dan Produk Tekstil Indonesia. Info Komoditi Prioritas Tekstil dan Produk Tekstil, Vol. IV No. 01 Tahun 2010, pp Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Perdagangan Kementerian Perdagangan. OECD.Stat. (2013, May). OECD Global Value Chains Indicators May Diunduh 10 Februari 2015, dari OECD.StatExtracts: linktabelstatis/view/id/1202 Tot, B. V. (2014). Textile & Apparel Industry Report: Opportunities for Breakthrough, Vol.04/2014. Vietnam: Fpt Securities. United Nations Statistics Division. (2015a). Detailed Structure and Explanatory Notes ISIC Rev.3 (International Standard Industrial Classification of All Economic Activities, Rev.3). Diunduh 25 Maret 2015, dari United Nations Statistics Division: unstats.un.org/unsd/cr/registry/regcst.asp?cl=2&lg=1 United Nations Statistics Division. (2015b). Detailed Structure and Explanatory Notes ISIC Rev.3.1 (International Standard Industrial Classification of All Economic Activities, Rev.3.1). Diunduh 25 Maret 2015, dari United Nations Statistics Division: unstats.un.org/unsd/cr/registry/regcst.asp?cl=17 26

37 Produksi Pakaian Jadi Indonesia United Nations Statistics Division. (2015c). Detailed Structure and Explanatory Notes ISIC Rev.4 (International Standard Industrial Classification of All Economic Activities, Rev.4). Diunduh 25 Maret 2015, dari United Nations Statistics Division: unstats.un.org/unsd/cr/registry/regcst.asp?cl=27 Vickers, A. (2012). Clothing Production in Indonesia: A Divided Industry. Institutions and Economies, 4 (3), Yen, G. (2012). The Evolution of Textile and Apparel Industry in Asia. SEHK Code: 420. Fountain Set (Holdings) Limited 27

38 Avif Haryana dan Wibowo Kurniawan BAB III KONSUMSI DAN PERDAGANGAN PAKAIAN JADI DI DALAM NEGERI Avif Haryana dan Wibowo Kurniawan 3.1 Pendahuluan Pakaian (sandang) adalah salah satu kebutuhan pokok manusia di samping makanan (pangan) dan tempat tinggal (papan). Berbicara tentang pakaian, adalah berbicara mengenai sesuatu yang sangat dekat dengan diri kita, dimana Thomas Carlyle (1843) dalam Barnard (2007) mengatakan, pakaian merupakan perlambang jiwa. Selain sebagai salah satu kebutuhan primer manusia, pakaian juga tidak bisa dipisahkan dari perkembangan sejarah kehidupan dan budaya manusia, termasuk peran dan makna pakaian dalam tindakan sosial. Pakaian membawa pesan tentang keberadaan seseorang, dan menggambarkan gaya hidup seorang individu atau suatu komunitas tertentu, yang merupakan suatu bagian dari kehidupan sosial. Perubahan musim dan wilayah akan berpengaruh pada cara dan model berpakaian. Setiap kelas sosial masyarakat dapat kita lihat dari pakaian apa yang mereka pakai, baik dari segi harga, jumlah, model dan kualitasnya. Selain itu selera cara berpakaian juga dipengaruhi perkembangan fashion dari suatu komunitas seiring dengan perkembangan zaman. Mengingat pentingnya peran ini, berbagai permasalahan terkait dengan pakaian jadi juga seringkali menjadi perhatian bagi pemerintah. Kebutuhan pakaian jadi ini sangat dipengaruhi oleh pertambahan jumlah penduduk, dimana semakin bertambahnya jumlah penduduk maka kebutuhan akan pakaian jadi juga akan semakin bertambah. Dengan demikian maka penting bagi pemerintah untuk menjaga keseimbangan antara kebutuhan dan juga pasokan (supply) yang ada. Di samping itu, persaingan dengan produk impor juga merupakan isu penting terkait dengan produk pakaian jadi, apalagi kondisi Indonesia dengan pasar yang besar dan jumlah penduduk yang lebih dari 250 juta akan menjadi target pasar. Produk pakaian dalam negeri sebenarnya memiliki kualitas yang tidak kalah dengan produk impor. Selain para produsen pakaian batik yang memiliki ciri khas yang unik dan bernilai seni tinggi, ada banyak produsen lokal yang memiliki produk yang berkualitas dan brand yang cukup ternama di dunia internasional. Produk produk nasional tersebut harus mampu bersaing ditengah gencarnya serbuan merek asing dalam dunia fashion. Mall-mall papan atas saat ini menjadi pangkalan dan etalase merek asing (Bakri, 2015). 28

39 Konsumsi dan Perdagangan Pakaian Jadi di Dalam Negeri Untuk mempertahankan dan mengamankan pasar dalam negeri, dengan jumlah penduduk lebih dari 250 juta jiwa, bukanlah hal yang mudah. Beberapa fenomena lain yang juga perlu perhatian, diantaranya adalah membanjirnya produk pakaian bekas impor ilegal. Maraknya penyelundupan pakaian bekas sejak awal tahun 2010, dikhawatirkan akan menghantam pelaku usaha pakaian jadi lokal skala kecil, dimana penyelundupan impor pakaian bekas seperti dari Malaysia sering terjaring razia Bea Cukai di perairan Indonesia (Detik.com, 2010). Walaupun pemerintah sudah menghimbau masyarakat agar tidak membeli pakaian impor bekas, namun bagi masyarakat segmen bawah (yang berpenghasilan rendah) bisa membeli pakaian impor murah adalah suatu keuntungan tersendiri. Selain masalah produk pakaian bekas impor ilegal, juga ada masalah menjamurnya produk pakaian batik impor. Walaupun daya saing batik di kancah fashion global tidak perlu terlalu dikhawatirkan, pemerintah justru mencemaskan kiprah batik di pasar dalam negeri (domestik). Menteri Perindustrian M.S. Hidayat menyatakan bahwa yang perlu diwaspadai dari industri batik adalah persaingan dengan produk impor yang harganya lebih murah (Bisnis.com, 2014). Tulisan dalam Bab III membahas mengenai konsumsi dan perdagangan pakaian jadi di dalam negeri, yang mencakup konsumsi komoditas pakaian jadi di Indonesia (dan dunia), standar dan kebijakan yang ada di dalam negeri serta perlindungan konsumen di Indonesia. Secara umum, bab ini membahas dinamika komoditas pakaian jadi di Indonesia dari sudut pandang konsumsi dan perdagangannya. 3.2 Konsumsi dan Penggunaan Industri Tekstil, dan Produk Tekstil (TPT) menjadi salah satu penopang perekonomian nasional. Oleh karena itu sepanjang tahun , pemerintah telah mengucurkan dana bantuan sebesar Rp 569,05 miliar kepada 609 perusahaan Industri TPT dan alas kaki, sehingga mampu meningkatkan kapasitas produksi nasional sebesar 17-25%, dan peningkatan produktivitas sampai 6-10% (Mediaindustri, 2014). Angka pertumbuhan produksi tersebut berada jauh di atas rata-rata pertumbuhan tahunan penduduk Indonesia yang berkisar 1,3% (World Bank, 2015), dan ini merupakan sebuah prospek yang bagus untuk bisa menguasai pangsa pasar dalam negeri dan bahkan luar negeri. Indonesia yang terdiri dari 34 provinsi dan 250 juta penduduk (BPS, 2014), juga memiliki beragam cara dan selera berpakaian. Hal ini tentu merupakan suatu potensi yang sangat menjanjikan bagi industri pakaian jadi baik dari dalam maupun luar negeri untuk bisa masuk di pasar Indonesia. 29

40 Avif Haryana dan Wibowo Kurniawan Mereka berlomba-lomba untuk menguasai pangsa pasar di negara kita, memuaskan selera dan kebutuhan pasar di Indonesia dalam rangka memperoleh keuntungan yang besar. Berdasarkan data BPS (2014) nilai total impor pakaian jadi sebesar USD 341 juta, dan jumlah produksi dalam negeri sebesar USD 7,4 miliar selama tahun Data-data tersebut menunjukkan begitu besarnya perputaran pakaian jadi di dalam negeri, yang melibatkan produsen dalam negeri dan produsen luar negeri. Selain itu data tersebut juga membuktikan bahwa pangsa pasar dalam negeri kita masih di kuasai oleh produsen lokal daripada produsen luar negeri. Selama periode 2009 sampai 2014, rata-rata konsumsi domestik pakaian jadi di Indonesia mengalami kenaikan 6,98% per tahun. Pada Gambar 3.1 terlihat kenaikan konsumsi pakaian jadi tertinggi pada tahun sebesar ton. 350, , , , , , , , , , , ,000 50,000 19,6 % 3,5 % 2,5 % 7,8 % 7,8 % Gambar 3.1 Konsumsi Pakaian Jadi Domestik, Sumber: Pusdatin Kementerian Perdagangan (2014), diolah Konsumsi (Ton) Trend (6,98) Persentase pengeluaran rata-rata masyarakat per kapita di pasar domestik pada periode ditunjukkan dalam Tabel 3.1. Dari total pengeluaran rata-rata per kapita, persentase terbanyak ditempati oleh kelompok barang makanan dengan total pengeluaran yang hampir mencapai 50% setiap tahunnya. Berikutnya adalah kelompok barang rumah dan perabotan rumah tangga yang mencapai hampir 20%, dan selanjutnya kelompok barang lain-lain, serta yang terakhir adalah kelompok barang pakaian, alas kaki, dan tutup kepala. Kelompok barang pakaian, alas kaki dan tutup kepala cenderung mengalami kenaikan persentase pengeluaran setiap tahunnya dibandingkan dengan kelompok barang lainnya. 30

41 Konsumsi dan Perdagangan Pakaian Jadi di Dalam Negeri Tabel 3.1 Persentase Pengeluaran Rata-rata per Kapita Sebulan Menurut Kelompok Barang, Kelompok Barang * 2013* Makanan 50,62 51,43 48,46 47,71 47,19 Rumah dan perabotan rumah tangga 19,89 20,36 18,92 19,86 19,15 Pakaian, alas kaki dan tutup kepala 3,33 3,38 6,96 5,95 6,53 Lain-lain 26,14 24,81 25,67 26,49 27,14 Total Sumber: Badan Pusat Statistik (2013), diolah Catatan: *) Tahun menggunakan sensus triwulan ke dua di bulan september dengan sampel rumah tangga Gambar 3.2 menunjukkan konsumsi masyarakat untuk produk pakaian, alas kaki, dan tutup kepala sesuai golongan pengeluaran per bulan yang mengalami kenaikan sesuai dengan golongan jumlah pengeluaran per bulannya. Semakin besar golongan pengeluaran per bulan maka semakin besar pula konsumsi pakaian jadi yang dilakukannya. Tahun , nilai konsumsi pakaian, alas kaki, dan tutup kepala cenderung menurun di tiap tahunnya. Penurunan ini terjadi hampir di setiap golongan pengeluaran, kecuali pada tahun Konsumsi (Rp) > , , , , , ,9 1000< Golongan Pengeluaran dalam Ribuan (Rp) Gambar 3.2 Rata-Rata Konsumsi Pakaian, Alas Kaki, dan Tutup Kepala per Kapita Sebulan Menurut Kelompok Golongan Pengeluaran per Kapita Sebulan, Sumber: Badan Pusat Statistik (2012), diolah 31

42 Avif Haryana dan Wibowo Kurniawan Peningkatan konsumsi pakaian jadi di dalam negeri merupakan momentum baik yang perlu disikapi dengan tepat. Para produsen pakaian jadi di Indonesia harus mampu mempertahankan pertumbuhan pasar dan omzet penjualannya dari tahun ke tahun dengan strategi yang sesuai dengan kondisi sumberdaya perusahaannya dan kondisi pasar sasaran mereka, diantaranya dengan peningkatan mutu atau kualitas produk. Deming (1993) mengatakan dalam Mulyadi (2010), bahwa: perusahaan yang memenangkan pasar adalah perusahaan yang mampu memuaskan konsumennya dengan produknya yang bermutu. 3.3 Perilaku Konsumen Dalam pemilihan, pembelian, dan penggunaan produk pakaian jadi, konsumen cenderung mempunyai cara atau perilaku yang berbeda, yang dalam literatur pemasaran disebut perilaku konsumen. Perilaku konsumen menyangkut tentang cara individu, kelompok, dan organisasi dalam menyeleksi, membeli, menggunakan, dan memposisikan barang, jasa, gagasan, atau pengalaman untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan mereka (Kotler & Amstrong, 2007). Lebih lanjut Kotler & Amstrong (2007) menjelaskan bahwa perilaku pembelian konsumen dipengaruhi oleh faktor-faktor budaya, sosial, pribadi dan psikologi. Konsumsi pakaian di Indonesia juga sangat dipengaruhi oleh perilaku konsumen dan khususnya budaya. Hal ini selaras dengan penjelasan dari pedagang di Pasar Tanah Abang, bahwa omzet penjualan cenderung meningkat selama menjelang puasa sampai dengan akhir lebaran. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa bahwa budaya cukup berpengaruh terhadap pola pembelian produk pakaian jadi di Indonesia. Pasar Tanah Abang merupakan salah satu pasar terbesar di Asia Tenggara dengan omzet mencapai 400 milliar per hari, dilayani oleh 28 ribu pedagang dan dikunjungi oleh 73 juta orang per tahun. Pengunjung dan pedagang pasar Tanah Abang bukan hanya berasal dari Indonesia saja, namun juga dari negara lain seperti Malaysia dan Nigeria (Bloomberg, 2013). Pasar ini mempunyai daya tarik tersendiri bagi konsumen karena di pasar ini produkproduk pakaian jadi dijual dengan harga yang relatif lebih murah dengan jenis dan kualitas yang beragam sehingga konsumen bisa mendapatkan semua jenis produk pakaian jadi. Harga yang murah merupakan salah satu pertimbangan bagi konsumen dalam pengambilan keputusan pembelian produk pakaian jadi, terutama untuk kelas menengah ke bawah. Bahkan dalam pembelian produk pakaian jadi, konsumen ketika berhadapan pada harga yang lebih murah, terkadang, 32

43 Konsumsi dan Perdagangan Pakaian Jadi di Dalam Negeri tidak memperdulikan keselamatan dan kesehatannya seperti ketika memutuskan untuk membeli produk pakaian bekas yang diimpor dari negara lain. Selain harga yang terjangkau, model pakaian bekas juga menarik minat konsumen untuk mendapatkannya. Namun walaupun harganya murah dan menarik, seharusnya konsumen sadar bahwa ada resiko kesehatan dalam membeli pakaian bekas karena di dalam baju bekas terdapat beberapa bakteri dan jamur. 3.4 Struktur Pasar Dalam Negeri Pasar dapat diartikan sebagai sekelompok pelaku ekonomi yang terdiri dari perusahaan dan individu yang saling berinteraksi dalam hubungan pembeli dan penjual (Wilkinson, 2005). Dalam menganalisis suatu pasar, termasuk pasar pakaian jadi, struktur pasar adalah penting untuk diperhatikan. Struktur pasar adalah jumlah perusahaan dalam suatu pasar, serta distribusi pangsa pasar diantara perusahaan tersebut (Black, Hashimzade, & Myles, 2013). Struktur suatu pasar ditentukan antara lain oleh jumlah pembeli dan penjual, jenis produk yang dijual, besarnya hambatan masuk dan keluar pasar, serta kemampuan pembeli dan penjual dalam mempengaruhi harga (Wilkinson, 2005). Dalam pasar pakaian jadi di Indonesia, terdapat banyak penjual dan pembeli. Penjual merupakan produsen pakaian jadi baik yang bermerek dagang maupun yang tidak bermerek dagang dan para pedagang yang terlibat dalam memasarkan produk pakaian jadi sampai ke konsumen. Berdasarkan statistik industri manufaktur (BPS, 2014), sampai dengan tahun 2012 terdapat perusahaan besar dan menengah yang bergerak dalam bidang industri pakaian jadi (konveksi) dari tekstil (KBLI 14111) 5. Jumlah tersebut terdiri atas 471 perusahaan besar dan perusahaan menengah dengan berbagai status kepemilikan perusahaan dengan perincian sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 3.2. Sebagian besar perusahaan swasta asing yang ada di Indonesia merupakan perusahaan besar, sementara itu, perusahaan swasta nasional sebagian besar merupakan perusahaan menengah. Namun demikian jika dilihat dari jumlahnya dan ukuran perusahaannya, perusahaan swasta nasional baik yang skala besar maupun menengah masih lebih banyak dibandingkan jumlah perusahaan yang dimiliki oleh swasta asing. Sebagian produsen memasarkan produk pakaian jadi dengan mencantumkan brand atau merek tertentu. Satu produsen bisa mempunyai lebih dari satu brand di pasaran. Para pemasok garmen branded dalam negeri telah membentuk sebuah asosiasi dengan nama Asosiasi Pemasok Pakaian jadi dan Assesoris Indonesia (APGAI). Asosiasi ini didirikan pada 5 KBLI (tahun 2009) merupakan klasifikasi untuk produk pakaian jadi yang mencakup usaha pembuatan pakaian jadi (konveksi) dari tekstil/kain (tenun maupun rajutan). 33

44 Avif Haryana dan Wibowo Kurniawan Tabel 3.2 Jumlah Perusahaan Pakaian Jadi dan Kepemilikannya Kelompok Industri dan Status Kepemilikan Jumlah Perusahaan Perusahaan Besar Menengah Total Industri Pakaian Jadi (Konveksi) dari Tekstil (KBLI 14111) Swasta nasional Swasta asing Swasta nasional dan swasta asing Pemerintah daerah Pemerintah daerah dan swasta asing 1-1 Sumber: Badan Pusat Statistik (2014), diolah tanggal 10 September 1991 oleh para produsen pakaian jadi dan distributor pakaian jadi yang pada awalnya disebut sebagai Asosiasi Pemasok Pakaian jadi Pertokoan Indonesia (APGPI). Perubahan nama APGPI menjadi APGAI dilakukan berdasarkan kesepakatan musyawarah nasional pada tanggal 31 Agustus Tujuan dan fungsi didirikannya APGAI adalah sebagai forum kebersamaaan dan fasilitasi kepada produsen, supplier, dan berbagai perusahaan yang termasuk Usaha Kecil dan Menengah (UKM) terkait untuk berkomunikasi kepada partner bisnisnya yaitu pengusaha eceran, mall dan pusat perbelanjaan agar terwujud kerjasama yang saling menguntungkan bagi semua pihak. Saat ini terdapat 113 perusahaan yang tergabung sebagai anggota di dalam APGAI. Perusahaan-perusahaan anggota APGAI merupakan pemegang lebih dari 500 merek nasional dan internasional dengan jumlah karyawan lebih dari orang (APGAI, 2015). Berikut ini adalah beberapa brand yang cukup populer di pasar pakaian jadi di pasar dalam negeri. Struktur pasar pakaian jadi juga ditentukan oleh hambatan masuk (barrier to entry), hambatan keluar (barrier to exit) serta kemampuan untuk mempengaruhi harga. Hambatan pelaku usaha untuk masuk ke dalam pasar pakaian jadi dan untuk keluar dan dari pasar tersebut relatif rendah. Seorang pengusaha dengan kemampuan desain dan modal yang relatif kecil bisa masuk ke dalam pasar pakaian jadi meskipun proses pembuatan dan pemotongan bahan baku dilakukan oleh pihak lain. Selain itu, kemampuan pengusaha untuk mempengaruhi harga pada pasar pakaian jadi juga relatif rendah karena banyaknya jumlah pembeli dan penjual di pasar tersebut. Jika dilihat dari sisi jenis produk, pasar pakaian jadi memiliki produk yang terdeferensiasi. Berdasarkan beberapa kriteria tersebut yaitu jumlah pembeli 34

45 Konsumsi dan Perdagangan Pakaian Jadi di Dalam Negeri dan penjual, jenis produk, hambatan masuk serta pengaruh terhadap harga dapat disimpulkan bahwa struktur pasar pakaian jadi adalah pasar persaingan monopolistik (monopolistic competition). Pasar persaingan monopolistik mempunyai karakteristik yang hampir mirip dengan pasar persaingan sempurna, namun pasar persaingan monopolistik ditandai dengan perusahan yang memproduksi produk sejenis yang terdeferensiasi dan tidak homogen sebagaimana yang terdapat pada pasar persaingan sempurna (Samuelson & Marks, 2012). Tabel 3.3 Brand Pakaian Jadi Produk Brand Asing Brand Lokal Pakaian Pria Dunhill, Hugo Boss, Armani, Valentino, The Executive, Wood, John Far, Ralph Lauren, Jack Nicklaus, Choya, Ricciman, Alisan, Van Heusen, Geoffrey Beene Uni Asia, Jobb, Leone Uomo. Pakaian Wanita Dior, Channel, Prada, Gucci, Esprit, Et Cetera, Colorbox, Lyne Halim, Versace, Giordani Lady Sophie Martin, graphis, simplicity. Pakaian Anak Bossini Kids, Esprit Kids,Les Enphants Hipofant, Pingu, Red Cliff, Cool Kids, JSP, Bi One. Pakaian Kasual Uniqlo, Billabong, Zara, Tommy, H&M, Hammer, Watchout, Poshboy, Crocodile, Lee Cooper, Arnold Palmer Triset, Man Club, Country Fiesta, Cardinal. Pakaian Olahraga Adidas, Nike, Umbro, Fila, Reebok, Leeviera, Hay United. Converse, Puma, Kappa Pakaian Dalam Triumph, Wacoal, Sorella GT Man, Sony, Viena Fair, Bonds, Durban, Jockey. Denim Levi s, Lee, Wrangler, Lee Cooper Lea, Peter Says Denim, Old Blue, Mischief, Jimmy Martin, Logo. Sumber: APGAI (2015) dan sumber lain, diolah 3.5 Jaringan Pemasaran Produk Pakaian Jadi Dalam pendistribusian produk ke konsumen, peran rantai pemasaran sangatlah penting. Rantai pemasaran (marketing channel) terdiri dari seluruh lembaga yang terlibat dalam aktivitas ditribusi dari produsen hingga ke konsumen (Sukesi dkk., 2010). Pemasaran dan distribusi produk pakaian jadi ke konsumen melibatkan banyak pedagang baik pedagang besar maupun pedagang eceran yang mampu menjangkau konsumen secara langsung yaitu pedagang eceran khusus pakaian (KBLI 47711), pedagang eceran di toserba (KBLI 47191), pedagang eceran bukan di toserba (KBLI 47192), pedagang eceran pakaian kali lima dan los pasar (KBLI 47832), pedagang eceran pakaian bekas (KBLI 47742), pedagang eceran pakaian bekas kaki lima dan los pasar (KBLI 47895), pedagang eceran melalui media (KBLI 47912) dan pedagang eceran keliling (KBLI 47994). 35

46 Avif Haryana dan Wibowo Kurniawan Secara umum jaringan distribusi pakaian jadi dimulai dari produsen pakaian jadi sampai konsumen akhir dengan melewati serangkaian pedagang perantara (intermediaries) baik itu pedagang besar (wholesale) maupun pedagang eceran (retailer). Produsen pakaian jadi bisa berlokasi di dalam negeri maupun di luar negeri. Pakaian jadi yang berasal dari produsen luar negeri masuk ke Indonesia melalui importir terdaftar (IT) pakaian jadi yang berperan sebagai pedagang besar (wholesale) untuk pakaian jadi impor. Produsen pakaian jadi dalam negeri bisa mendistribusikan produknya melalui pedagang besar terlebih dahulu atau langsung ke pengecer (retailer). Retailer yang langsung mememperoleh barang dari produsen biasanya berbentuk factory outlet, distribution store, butik dan distro (Gambar 3.3). Impor Pakaian Jadi Toserba (Dept. Store) Produsen Pakaian Jadi Perancangan Pemotongan Pelabelan Penjahitan Pengepakan Pedagang Besar/ Importir Pakaian Jadi Toko Khusus Pakaian Los pasar & Kaki lima Pedagang Keliling e-retailing Factory Outlet K o n s u m e n Butik Distro Gambar 3.3 Jaringan Pemasaran Pakaian Jadi di Dalam Negeri. Sumber: Sunil & Rai, 2013; Fernandez-Stark, Frederick, & Gereffi, 2011; Widodo & Ferdiansyah, 2010, dengan beberapa perubahan Para pedagang pakaian jadi (khususnya pedagang kecil dan menengah) cenderung bergabung dengan pedagang lainnya di suatu tempat tertentu untuk membentuk pasar atau pusat perdagangan pakaian jadi yang lebih besar. Sebagai contoh adalah pedagang pakaian jadi di Jakarta. Di Jakarta terdapat beberapa tempat pusat belanja yang dijadikan sebagai sentra penjualan dan tujuan bagi para konsumen untuk mendapatkan pakaian dengan harga yang relatif murah seperti di Pasar Tanah Abang, Plaza Blok M, Thamrin City, Cipulir, Jatinegara, dan Pasar Senen (Neraca.co.id, 2012). 36

47 Konsumsi dan Perdagangan Pakaian Jadi di Dalam Negeri 1. Pasar Tanah Abang Tanah Abang merupakan salah satu sentra terbesar pakaian jadi di Jakarta, bahkan di Indonesia. Selain itu, Pasar Tanah Abang merupakan pusat perbelanjaan tekstil terbesar di Asia Tenggara. Di pasar ini pusat penjualan pakaian baik grosir maupun eceran yang berlokasi di Jakarta Pusat. Selain menyediakan beraneka macam pakaian jadi, baik pakaian mulai untuk anakanak sampai orang dewasa, juga bisa dijual berbagai macam bahan baku (kain) untuk membuat pakaian. Pasar ini dikunjungi sekitar 73 juta orang tiap tahunnya, dengan jumlah pedagang sekitar 28 ribu pedagang, dan omset per hari sekitar 400 miliar. 2. Kawasan Pertokoan Blok M Blok M merupakan nama kawasan perbelanjaan dan pusat bisnis di di daerah Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Di pusat perbelanjaan tersebut dijual berbagai macam produk pakaian jadi seperti busana formal, busana kasual busana muslim, aneka batik serta asesoris pria dan wanita. Ada sekitar empat pusat perbelanjaan yang cukup besar di kawasan Blok M yaitu Blok M Plaza, Blok M Square, Mall Blok M dan Pasaraya Grande. Pusat perbelanjaan tersebut menyediakan pakaian dengan harga yang relatif beragam. Harga pakaian yang relatif murah bisa diperoleh di Blok M Square, namun konsumen harus pandai menawar harga produk karena biasanya pedagang menawarkan harga pertama yang jauh lebih tinggi daripada harga yang sebenarnya. 3. Thamrin City Thamrin City merupakan pusat penjualan batik di Jakarta. Di sini konsumen bisa membeli baju batik yang beraneka ragam. Produk batik yang di jual di Thamrin City berasal dari berbagai daerah di Indonesia seperti dari Cirebon, Pekalongan, Yogyakarta, dan Madura. 4. Pasar Cipulir Pasar Cipulir berada di Jalan Ciledug Raya, Cipulir, Jakarta Selatan. Seperti halnya Pasar Tanah Abang, Pasar Cipulir telah dikenal oleh masyarakat sebagai pusat grosir produk tekstil dan pakaian jadi di Jakarta. Di pusat perbelanjaan ini banyak pedagang menjual dagangan secara partai besar atau grosir, namun pembeli eceran juga tetap bisa membeli pakaian jadi yang diinginkannya. Di kawasan ini toko busana menjual beraneka ragam pakaian pria maupun wanita, dan perlengkapan pakaian hingga tas dengan harga yang cukup murah. 37

48 Avif Haryana dan Wibowo Kurniawan 5. Jatinegara Pasar Jatinegara mempunyai nama lain Mester Passer (Pasar Mester) yang terletak di kawasan Jatinegara, Jakarta Timur. Pilihan jenis kaosnya beragam dengan harga yang ditawarkan cukup murah dan terjangkau. Di pasar ini cocok untuk konsumen yang akan membeli dengan partai besar atau grosir. Selain grosir pakaian pasar Jatinegara juga menyediakan grosir souvenir pernikahan dan grosir peralatan rumah tangga. 6. Pasar Senen Pasar Senen berada di wilayah Jakarta Pusat. Pasar ini merupakan pasar tertua di Jakarta. Pasar senen menjadi tempat bagi pembeli untuk mencari baju murah, bekas dan sisa ekspor. Dilihat dari jenis bajunya, di Pasar Senen juga dijual berbagai macam baju, celana, jaket, dan gaun. Di pasar ini juga dijual bermacam-macam aksesoris pakaian seperti tas, kacamata, sepatu dan sandal, topi dan kalung dengan harga yang cukup murah. 3.6 Perkembangan Harga Pakaian Jadi di Dalam Negeri Harga eceran pakaian jadi mengalami perkembangan sesuai dengan mekanisme permintaan dan penawaran di pasar. Gambar 3.4 dan 3.5 menunjukkan perkembangan harga beberapa jenis pakaian pria dan pakaian wanita. Harga (Rp) Baju Kaos / T-Shirt Kemeja Pendek Pria Katun Celana Panjang Katun Kemeja Panjang Pria Batik Sumber: Badan Pusat Statistik ( ) Gambar 3.4 Perkembangan Harga Pakaian Pria. 38

49 Konsumsi dan Perdagangan Pakaian Jadi di Dalam Negeri Harga (Rp) Sumber: Badan Pusat Statistik ( ) Gambar 3.5 Perkembangan Harga Pakaian Wanita. Selama tahun 2010 sampai dengan 2015 harga produk-produk pakaian jadi cenderung mengalami kenaikan. Pada gambar diatas kenaikan harga yang relatif tinggi untuk pakaian pria terjadi pada produk kemeja pendek pria katun dengan kenaikan harga sebesar 108%, sedangkan kenaikan harga yang relatif rendah terjadi pada kemeja panjang pria batik dengan kenaikan harga sebesar 35,01%. Adapun untuk produk pakaian wanita, kenaikan harga yang relatif tertinggi terjadi pada produk gaun dengan kenaikan harga sebesar 99,15%, sedangkan kenaikan harga yang relatif rendah pada produk pakaian wanita terjadi pada produk BH katun dengan kenaikan harga sebesar 73,2%. Tabel 3.4 menunjukkan persentase dari kenaikan harga dari tahun ke tahun. Tabel 3.4 Kenaikan Harga Tahunan Pakaian Jadi Produk Kenaikan Harga (%) Baju Kaos(T-shirt) 5,88 66,08 1,67 14,97 105,55 Celana Panjang Katun 4,48 39,85 3,04 11,42 67,76 Kemeja Pendek Pria Katun 6,91 7,74 7,51 68,19 108,28 Kemeja Panjang Pria Batik 0,95 36,76 2,37-4,46 35,01 Gaun 0,28 87,97 4,17 1,42 99,15 Blus 7,90 57,75 3,24 4,80 84,15 Kerudung 2,54 78,96 0,30-3,32 77,96 BH Katun 3,14 62,18 4,13-0,57 73,20 Daster 0,96 73,20 3,51 1,46 83,63 Sumber: Badan Pusat Statistik ( ), diolah Gaun Blus Kerudung BH Katun Daster 39

50 Avif Haryana dan Wibowo Kurniawan Jika dilihat dari Koefisien Keragaman (KK) harga bulanan, selama tahun 2014 relatif stabil, hal ini dilihat dari koefisien keragaman harga kelompok barang tersebut yang bernilai kurang dari 5% sebagai mana ditunjukkan pada Tabel 3.5. Tabel 3.5 Koefisien Keragaman Pakaian Jadi 2014 Produk Pakaian Jadi Koefisien Keragaman (KK) Baju Kaos(T-shirt) 0,71 % Celana Panjang Katun 0,74 % Kemeja Pendek Pria Katun 0,93 % Kemeja Panjang Pria Batik 0,70 % Gaun 0,55 % Blus 1,71 % Kerudung 0,51 % BH Katun 1,49 % Daster 4,28 % Sumber: Badan Pusat Statistik ( h), diolah 3.7 Kebijakan Perdagangan Pakaian Jadi di Indonesia Industri pakaian jadi masuk ke dalam salah satu industri prioritas yang menjadi perhatian pemerintah untuk dikembangkan sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun Kebijakan prioritas ini tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional yang mengatur tentang pengembangan industri nasional yang bertujuan untuk meningkatkan daya saing industri, yang memiliki struktur yang sehat dan berkeadilan, berkelanjutan, serta mampu memperkokoh ketahanan nasional. Kebijakan industri nasional ini memberikan pedoman dalam pengembangan industri nasional untuk industri pakaian jadi sebagai dasar pemberian fasilitas pemerintah. Lebih lanjut, kebijakan pengembangan industri pakaian jadi juga diatur pada Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Republik Indonesia Nomor 123/M-IND/PER/11/2010 Tentang Program Revitalisasi dan Penumbuhan Industri Melalui Restrukturisasi Mesin/Peralatan Industri Tekstil dan Produk Tekstil Serta Industri Alas Kaki juncto Permenperin No.15/ M-IND/PER/2/2012 juncto Permenperin No.01/M-IND/PER/1/2014 yang secara jelas memberikan kemudahan dan keringanan biaya bagi Industri Produk Tekstil termasuk industri pakaian jadi untuk melakukan peremajaan mesin dan peralatannya dengan teknologi yang lebih maju. Berdasarkan pemetaan atas pasal-pasal yang terdapat dalam Peraturan Menteri Perindustrian di atas ke dalam alur input, process, output, dan 40

51 Konsumsi dan Perdagangan Pakaian Jadi di Dalam Negeri outcome, ternyata aspek-aspek yang ditekankan dalam kebijakan ini dianggap belum menyentuh pokok permasalahan dalam industri tekstil secara langsung, terutama industri pakaian jadi nasional. Kebijakan ini secara nyata juga sangat membatasi perusahaan yang ingin mengajukan permohonan keringanan dalam pembelian mesin. Hal ini bisa dilihat pada aspek proses, dimana pemerintah memberikan persyaratan yang cukup berat untuk bisa dipenuhi oleh industri tekstil skala kecil dan menengah yang merupakan pelaku mayoritas (dari sisi jumlah) dalam industri tekstil yang berorientasi ke pasar domestik. Misalkan, perusahaan yang bisa memperoleh fasilitas keringanan pembelian mesin dan peralatan adalah perusahaan yang telah berinvestasi dan beroperasi minimal dua tahun. Selain itu, keringanan pembiayaan hanya diberikan bagi perusahaan yang menggunakan teknologi yang lebih maju dan mesin dalam kondisi baru serta persyaratan nilai investasi yang cukup besar (Efendi, 2013). Seharusnya pasar dalam negeri tidak mudah dipenetrasi barang impor, bila saja produsen dalam negeri bisa memenuhi aspirasi dan ekspektasi konsumen Indonesia yang memang tergolong tinggi dengan gaya hidup yang terus berubah dengan cepat. Dalam hal kebijakan perdagangan, pemerintah telah mengeluarkan tata laksana kebijakan impor produk tekstil yang diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Republik Indonesia Nomor 23/M-DAG/PER/6/2009 Tentang Ketentuan Impor Tekstil dan Produk Tekstil jo Permendag No.02/M-DAG/PER/1/2010 Tentang Perubahan Ketentuan Impor Tekstil dan Produk Tekstil yang mengatur tentang tata laksana importasi barang-barang tekstil yang hanya dapat diimpor oleh perusahaan yang telah mendapat pengakuan sebagai IP-Tekstil atas dasar rekomendasi Kementerian Perindustrian. Produk tekstil yang diimpor oleh IP-Tekstil sebagaimana dimaksud hanya untuk dipergunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong untuk proses produksi dari industri yang dimiliki oleh IP-Tekstil yang bersangkutan dan dilarang untuk diperjualbelikan atau dipindahtangankan. Selain itu, Kementerian Perdagangan juga telah mengeluarkan Permendag No.70/M-DAG/PER/12/2013 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern jo Permendag No.56/M-DAG/PER/9/2014. Pemerintah telah mengimbau produsen nasional untuk bergegas memanfaatkan peraturanperaturan ini untuk meningkatkan kualitas, produktivitas, dan pangsa pasar produksi dalam negeri guna meredam laju impor dan membuka peluang ekspor baru. Hal terpenting yang diatur dalam Permendag No.70 Tahun 2013 adalah kewajiban toko modern dan pusat perbelanjaan untuk memasarkan produk dalam negeri paling sedikit 80% dari jumlah dan jenis barang yang 41

52 Avif Haryana dan Wibowo Kurniawan diperdagangkan. Jika peraturan ini dapat diimplementasikan dengan baik, diharapkan dapat lebih menjamin pemberdayaan dan perlindungan produsen Indonesia dan penguatan pemasaran produk buatan dalam negeri. Setelah selama 80 tahun Indonesia menggunakan peraturan penyelenggaraan perdagangan Bedfrijfsreglementerings Ordonnantie (BO) tahun 1934 yang merupakan hukum warisan kolonial Belanda, pada bulan Februari 2014 Indonesia secara resmi telah mempunyai undang-undang yang mengatur perdagangan. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang perdagangan yang dibuat dengan mengedepankan kepentingan nasional dan ditujukan untuk melindungi pasar domestik dan produk dalam negeri, dan memberikan perlindungan terhadap konsumen. Kebijakan pemerintah dalam mengatur perdagangan produk pakaian jadi akan selalu mengacu kepada undang-undang tersebut. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, adalah undang-undang perlindungan konsumen yang di buat oleh pemerintah untuk menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Pengertian dari konsumen di sini adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 konsumen yang dimaksud adalah konsumen akhir, yaitu pengguna atau pemanfaat akhir dari suatu produk. Di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 ini juga terdapat banyak ketentuan-ketentuan yang juga mengatur para pelaku usaha di dalam hubungannya dengan konsumen dan pemerintah. Pelaku usaha yang dimaksud adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. Dengan demikian, pelaku usaha yang termasuk dalam pengertian ini adalah perusahaan korporasi, BUMN, koperasi, importer, pedagang, distributor, dan sebagainya. 3.8 Kebijakan Perlindungan Konsumen di Indonesia Pentingnya Perlindungan Konsumen Ada beberapa alasan kenapa perlindungan konsumen itu diperlukan, diantaranya adalah, melindungi konsumen berarti melindungi seluruh bangsa sebagaimana diamanatkan oleh tujuan pembangunan nasional 42

53 Konsumsi dan Perdagangan Pakaian Jadi di Dalam Negeri dalam Pembukaan UUD Perkembangan teknologi dan cara hidup dari waktu ke waktu akan membuat perubahan pada produk pakaian jadi yang diproduksi oleh para produsen, yang sedikit banyak akan menimbulkan beberapa efek negatif dan positif. Oleh karena itu sebuah payung hukum diperlukan untuk bisa melindungi rakyat Indonesia sebagai konsumen dengan mendapatkan kepastian akan keamanan, mutu, jumlah dan harga dari produk pakaian yang diperoleh melalui perdagangan. Perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan asas yang relevan dengan pembangunan nasional. Berdasarkan Bab 2 Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999, terdapat lima asas perlindungan konsumen yaitu: 1. Asas manfaat, dimana segala upaya dalam menyelenggarakan perlindungan konsumen yang harus memberikan manfaat sebesarbesarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan. 2. Asas keadilan, dimana segala upaya dalam menyelenggarakan perlindungan konsumen harus bisa memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil. 3. Asas keseimbangan, yang memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil maupun spiritual. 4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen, yang bertujuan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan. 5. Asas kepastian hukum, yang berarti baik pelaku maupun konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaran perlindungan konsumen serta negara menjamin kepastian hukum. Melalui perlindungan konsumen, masyarakat yang mengkonsumsi produk pakaian jadi diharapkan dapat meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian dalam melindungi diri dari produk yang dikonsumsi. Sementara itu bagi para pelaku usaha pakaian jadi diharapkan dapat memiliki sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha, karena telah memiliki kesadaran akan pentingnya perlindungan konsumen. Untuk bisa melindungi diri dari produk pakaian yang telah dikonsumsi, konsumen pakaian jadi harus mengetahui hak dan kewajiban yang melekat pada dirinya sebagai konsumen, seperti yang telah disebutkan dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 43

54 Avif Haryana dan Wibowo Kurniawan 8 Tahun Berikut ini beberapa hal yang perlu diketahui tentang hak dan kewajiban dari konsumen pakaian jadi: 1. Konsumen berhak untuk memiliki rasa nyaman dari pakaian jadi yang telah di beli, begitu juga dengan keamanan dan jaminan keselamatan saat memakai pakaian yang telah dibeli tersebut. Namun konsumen juga berkewajiban untuk membaca petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan dari produk pakaian yang dibeli, demi keamanan dan keselamatannya. 2. Konsumen berhak untuk memilih pakaian yang diinginkan serta mendapatkan spesifikasi sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan sebelumnya saat transaksi berlangsung. 3. Konsumen berhak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi produk pakaian yang akan dibeli, dan kondisi jaminan yang dimiliki produk pakaian itu. 4. Konsumen berhak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila produk pakaian yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya. 5. Konsumen wajib membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati dengan penjual, atas produk pakaian yang dibeli. Bagi para pelaku usaha (penjual, produsen, distributor, dll) produk pakaian jadi wajib untuk mentaati peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Karena untuk setiap pelanggaran terhadap ketentuan dari perundang-undangan yang berlaku, pelaku usaha akan diberlakukan sanksi administratif dan sanksi pidana yang diatur dalam Pasal 60 sampai 63 Undang-undang Nomor 8 Tahun Sanksi itu dapat berupa denda, hukuman kurungan, atau hukuman tambahan seperti penarikan barang dari peredaran atau pencabutan izin usaha. Namun dalam Pasal 27 disebutkan hal-hal yang membebaskan pelaku usaha dari tanggung jawab atas kerugian yang diderita konsumen, yaitu apabila barang tersebut terbukti seharusnya tidak diedarkan atau tidak dimaksudkan untuk diedarkan, cacat barang timbul pada kemudian hari setelah pembelian terjadi atau cacat timbul akibat ditaatinya ketentuan mengenai kualifikasi barang, terjadi kelalaian yang diakibatkan oleh konsumen, dan terakhir apabila telah lewatnya jangka waktu penuntutan 4 (empat) tahun sejak barang dibeli atau lewatnya jangka waktu yang diperjanjikan Standar Nasional Pakaian Jadi Industri pakaian jadi merupakan usaha yang strategis dalam peningkatan ekonomi masyarakat karena dapat dilakukan dengan skala besar maupun skala kecil seperti usaha penjahitan sebagai industri rumahan. Semakin 44

55 Konsumsi dan Perdagangan Pakaian Jadi di Dalam Negeri banyak usaha di bidang fashion baik skala besar, menengah maupun kecil yang bersifat industri rumah tangga (usaha tailor, modiste) yang menghasilkan berbagai macam bentuk produk fashion, menunjukkan industri fashion berkembang dengan pesat. Era Globalisasi membawa dampak terhadap industri fashion di Indonesia. Hal ini merupakan awal terjadinya persaingan bebas antar negara, terutama di industri pakaian jadi yang besar. Produk pakaian jadi impor dari berbagai negara telah banyak masuk ke dalam pasar domestik. Bahkan akibat dari besarnya permintaan akan produk impor dengan harga murah, produk impor pakaian ilegal juga telah membanjiri pasar domestik. Sekretaris Jenderal Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ernovian G. Ismy (Tempo.co, 2015), mengatakan bahwa angka impor pakaian ilegal baik bekas maupun baru telah mencapai Rp 10,9 triliun. Pada dasarnya larangan impor pakaian bekas sudah dikeluarkan pemerintah sejak tahun 1982, melalui SK Mendagkop Nomor 28 tahun 1982 tentang Ketentuan Umum di Bidang Impor. Begitu banyak usaha yang dilakukan oleh pemerintah untuk menghentikan impor ilegal, namun ini tidak akan berhasil jika hanya mengandalkan usaha pemerintah saja. Tentunya tanggung jawab dari para produsen produk pakaian jadi juga diperlukan dengan memastikan quality control dan quality assurance berjalan sebagaimana mestinya, serta memastikan penerapan standar yang berlaku mulai dari hulu hingga hilir. Namun perlu disadari juga bahwa konsumen memiliki peran yang cukup signifikan. Konsumen dituntut untuk cerdas dan kritis dalam memilih produk. Konsumen harus mampu memilih produk yang berkualitas dan aman bagi dirinya. Uji laboratorium oleh instansi resmi yang berwenang akan memberikan informasi tentang kandungan dan komposisi dari produk yang bersangkutan, melalui label yang dicantumkan pada kemasan produk tersebut. Dalam konteks perlindungan konsumen, pemerintah telah menetapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk produk pakaian jadi. Disebutkan dalam pasal-pasal Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) Nomor 8 Tahun 1999, Pasal 7, di antara Kewajiban Pelaku Usaha adalah menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku. Demikian juga, Pasal 8 menyebutkan: Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dari pasal-pasal ini jelas bahwa pelaku usaha harus mengikuti standar yang berlaku. 45

56 Avif Haryana dan Wibowo Kurniawan Dalam upaya untuk memberikan perlindungan kepada konsumen Indonesia, SNI telah ditetapkan untuk produk pakaian jadi atau pakaian jadi di Indonesia. Beberapa SNI untuk produk pakaian jadi yang masih berlaku terdapat dalam Tabel 3.6. Tabel 3.6 Daftar SNI Untuk Produk Pakaian Jadi No. Kelompok Nomer SNI Keterangan 1. Pakaian Pelindung SNI IEC :2013, SNI , SNI Pakaian Wanita SNI , SNI , SNI 7719: Pakaian Pria SNI 3539:2010, SNI , SNI , SNI 7886:2013, SNI 2161:2010 Standar-standar ini mengatur produk pakaian pelindung yang dipergunakan dalam pemeriksaan radiologi dan prosedur intervensional, yang berfungsi untuk mengurangi dosis paparan pada goradnya dari hamburan sinar - X dengan tegangan tabung <= 150 kv. Berikutnya juga diatur dua jenis pakaian pelindung, yaitu pakaian bertekanan dan berventilasi dan pakaian tidak bertekanan dan tidak berventilasi. Kedua jenis pakaian pelindung ini digunakan untuk melindungi pemakai terhadap kontaminasi radioaktif yang disebabkan kontak langsung dengan zat cair atau zat padat atau polutan udara, seperti partikel padat, debu, gas atau uap. Standar untuk pakaian wanita ini mengatur standar jahitan, mutu tekstil dan syarat ukuran celana panjang. Untuk standar jahitan ada 3 hal yang harus dipenuhi yaitu ; 1.) kekuatan jahitan sambung minimal = 60% dari kekuatan jebol kain;2.) jumlah setik minimal 4 per cm; 3.) kenampakan jahitan dan cacat jahitan. Standar ini tidak mengatur pakaian dalam wanita, dan hanya mengatur pakaian wanita yang berbahan kain tenun/ kain rajut. Berikutnya untuk mutuk tekstil yang dimaksud adalah kadar formaldehid, kadar logam seperti Pb, Cd, Cu dan Ni dari semua jenis serat dan campuran serat tekstil yang digunakan pada kain rajut untuk pakaian dalam wanita berupa celana dalam, kutang (beha) dan baju dalam (lingerie). Sedangkan syarat ukuran ditentukan oleh lingkar pinggang, lingkar pinggul, panjang celana dan selangkang/pisah, yang ditetapkan melalui SK No 102/BSN-I/HK/05/1998. Standar ini tidak berlaku untuk celana panjang wanita dewasa dari kain denim (Kn). Untuk pakaian pria, standar yang diatur adalah ukuran kemeja, ukuran kaos olahraga dan kaos santai, mutu bahan pakaian, cara pengukuran, dan syarat pengukuran. Untuk ukuran kemeja pria dewasa yang di atur disini adalah kemeja dari semua bahan serat. Sedangkan untuk kaos olahraga dan kaos santai pria dengan ukuran didasarkan pada lingkar badan namun tidak berlaku 46

57 Konsumsi dan Perdagangan Pakaian Jadi di Dalam Negeri untuk kaos oblong pakaian dalam pria. Sedangkan untuk standar mengatur syarat mutu pada bahan yang digunakan untuk pakaian dalam pria, bahan yang dimaksud adalah kain rajut dari semua jenis serat dan campuran serat yang digunakan untuk semua pakaian dalam pria berupa kaos dalam, celana dalam, dan singlet, baik yang transparan maupun tidak transparan. Standar pengukuran yang diatur didalam SNI mengatur bagian tubuh pria dewasa yang diukur meliputi lingkar pinggang, lingkar pinggul, panjang celana, dan selangkang. 4 Pakaian Bayi dan Anak SNI 7617:2010, SNI 7929:2013, SNI 7930: Pakaian Wanita SNI , dan Pria SNI 7887:2013, SNI 6688:2011, SNI Sumber: Badan Standarisasi Nasional (2015), diolah Standar pakaian bayi dan anak, mengatur masalah standar ukuran kemeja melalui nomor secara berurutan untuk anak usia dari 3 tahun sampai dengan 14 tahun yang terbuat dari kain tenun. Berikutnya standar ukuran blus anak, melalui nomor secara berurutan untuk usia dari 3 tahun sampai dengan 14 tahun yang terbuat dari kain tenun. Dan SNI wajib yang mengatur dan menetapkan persyaratan zat warna azo dan kadar formaldehida pada kain untuk pakaian bayi sampai usia 36 bulan, dan anak diatas usia 36 bulan. Standar ini berlaku pada kain yang terbuat dari kain tenun dan kain rajut dari berbagai jenis serat dan campuran serat yang langsung bersentuhan dengan kulit. Untuk pakaian wanita dan pria standar yang diatur adalah mengenai, pengertian nama-nama bagian tubuh, kadar formalhida, dan mengenai peningkatan standar mutu kain rajut. Untuk standar penyamaan pengertian nama-nama bagian tubuh untuk pembuatan pakaian jadi baik bagi pria ataupun wanita, agar tidak mengganggu ketepatan pengukuran maka pengukuran dilakukan pada tubuh tanpa menggunakan sepatu dan pakaian. Sedangkan standar kadar formaldehida diterapkan pada produk pakaian bayi usia di kurang dari 2 tahun, pakaian anak, dan dewasa baik pria maupun wanita yang langsung bersentuhan dengan kulit yang berbahan kain tenun maupun rajut. Standar ini berlaku untuk persyaratan yang berhubungan dengan keselamatan dan kesehatan, dimana kadar formaldehida pada bayi maksimum 20 ppm dan 75 ppm pada anak dan dewasa karena merupakan senyawa kimia yang beracun dan sangat berbahaya bagi manusia. Syarat lulus uji apabila memenuhi syarat mutu yang ditetapkan. Pengemasan dalam kantong plastik dan diberi tanda atau label. Dan untuk standar penetapan mutu kain rajut untuk pakaian olahraga pria, wanita, dewasa dan anak anak yang berlaku untuk semua jenis kain rajut untuk pakaian olahraga yang dibuat. Standar ini tidak berlaku untuk kain rajut yang mengandung benang spandex atau sejenisnya. 47

58 Avif Haryana dan Wibowo Kurniawan Seperti yang tercantum pada Tabel 3.6 diatas, pada dasarnya SNI yang telah ditetapkan pada produk pakaian jadi saat ini sudah cukup baik dan mewakili kepentingan dari seluruh stakeholders. Total dari jumlah keseluruhan SNI yang sudah ditetapkan untuk tekstil dan produk tekstil adalah 333 SNI, yang dirumuskan oleh Panitia Teknis dan ditetapkan oleh Badan Standarisasi Nasional. 3.9 Permasalahan Perdagangan Pakaian Jadi di Indonesia Ada berbagai permasalahan yang dihadapi oleh industri pakaian jadi di Indonesia. Beberapa permasalahan tersebut diantaranya adalah masalah pakaian impor bekas, impor ilegal, melemahnya daya saing Industri pakaian jadi nasional yang terkait dengan produksi dan biaya produksi. Pakaian impor bekas di Indonesia masih cukup banyak diperdagangkan, hal ini terjadi karena konsumen mempertimbangkan bahwa dengan harga yang murah, bahkan lebih murah dari pakaian baru produksi dalam negeri, mereka bisa mendapatkan pakaian bermerek terkenal yang kualitasnya relatif masih bagus. Selain itu saat dipakai oleh seseorang yang kemampuan ekonominya rendah, pakaian impor bekas itu akan membawa kebanggaan tersendiri bagi pemakainya karena telah mengenakan produk pakaian bermerek. Pakaian bekas impor dapat menimbulkan kerugian terhadap para produsen pakaian jadi dalam negeri, dimana pangsa pasar akan berkurang dan menurunkan omset penjualan para produsen tersebut. Sedangkan bagi para konsumen pakaian bekas impor, akan menghadapi resiko terkena kuman dan bakteri yang dapat membahayakan kesehatannya. Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyatakan, pakaian bekas impor yang banyak ditemukan di Indonesia mengandung bakteri berbahaya (Sindo, 2015). Warga pun diimbau tidak membelinya, karena Berdasarkan uji laboratorium terhadap 24 sampel pakaian bekas yang dilaksanakan oleh Kementerian Perdagangan pada bulan Desember 2014, dinyatakan bahwa seluruh pakaian bekas positif mengandung bakteri, bahkan pakaian bekas ternyata juga mengandung jenis jamur kapang dan khamir. Setelah melakukan pengujian terhadap 25 contoh pakaian bekas yang beredar di Pasar Senen atas beberapa jenis pakaian seperti pakaian anak (jaket), pakaian wanita (vest, baju hangat, dress, rok, atasan, hot pants, celana pendek), dan pakaian pria (jaket, celana panjang, celana pendek, kemeja, t-shirt, kaos, sweater, kemeja, boxer, celana dalam), telah ditemukan sejumlah koloni bakteri dan jamur yang ditunjukkan oleh parameter pengujian Angka Lempeng Total (ALT) dan kapang pada semua contoh pakaian bekas 48

59 Konsumsi dan Perdagangan Pakaian Jadi di Dalam Negeri yang nilainya cukup tinggi. Pengujian tersebut dilakukan terhadap beberapa jenis mikroorganisme yang dapat bertahan hidup pada pakaian yaitu bakteri Staphylococcus aureus (S. aureus), bakteri Escherichia coli (E. coli), dan jamur (kapang atau khamir). Pada dasarnya larangan impor pakaian bekas sudah dikeluarkan pemerintah sejak tahun 1982 melalui SK Mendagkop Nomor 28 tahun 1982 tentang Ketentuan Umum di Bidang Impor dan aturan yang terbaru dari pemerintah menegaskan bahwa kegiatan impor pakaian bekas ke Indonesia dilarang keras. Undang Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, dimana pada Pasal 47 ayat (1) dinyatakan bahwa setiap importir wajib mengimpor barang dalam keadaan baru. Namun pada kenyataannya pakaian bekas impor ini masih banyak diperdagangkan, penjualan baju bekas impor di dalam negeri tetap ada, contohnya di Pasar Senen, Jakarta Pusat. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen masih memperbolehkan perdagangan barang bekas dengan syarat penjual wajib menjelaskan kepada konsumennya bahwa barang yang dijual tersebut adalah barang bekas, atau bukan baru. Selain itu Kementerian Perdagangan juga belum mengatur tentang daftar produk yang dapat diimpor dalam keadaan bukan baru sebagai turunan dari Undang-Undang Nomor 7 tahun 2014 tentang Perdagangan dan juga Permendag Nomor 54/2009 tentang Ketentuan Umum di Bidang Impor sebagai upaya meningkatkan kepastian hukum. Akibat hal tersebut, komoditi pakaian bekas tidak muncul dalam ketentuan larangan terbatas yang diatur dalam situs National Single Window (NSW). Penanggulangan pakaian bekas juga dilakukan dengan membentuk tim pengawasan khusus. Kementerian Perdagangan telah membentuk tim terpadu untuk pengawasan pakaian bekas impor. Tim Terpadu Pengawasan Barang Beredar ini dibentuk bersama Polri, Ditjen Bea Cukai, dan sejumlah instansi terkait. Tim tersebut akan mendeteksi aliran dan keberadaan pakaian bekas impor. Tim pengawasan juga dibentuk di tingkat provinsi, sebagai contoh pada Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah serta Perdagangan (KUKMP) Provinsi DKI Jakarta. Tim tersebut bertugas mengawasi alur perdagangan pakaian bekas impor di Jakarta, khususnya yang akan dipasarkan dan menilai apakah pakaian bekas tersebut layak dijual atau tidak. Dengan dibentuknya timsus untuk mengawasi impor pakaian bekas diharapkan bisa menjadi pendeteksi dini terhadap peredaran pakaian bekas dan titik konsentrasinya (Republika, 2015). Maka dari itu Untuk pengaturan impor pakaian bekas, diperlukan ketegasan dalam 49

60 Avif Haryana dan Wibowo Kurniawan pengawasan dan law enforcement karena sebenarnya aturan larangan impor pakaian bekas sudah ada sejak dulu, namun sampai saat ini perdagangan pakaian bekas masih marak. Tabel 3.7 Nilai Impor Pakaian Bekas Sumber: UN COMTRADE (2015), diolah Dari tahun 2009 sampai 2013 pada Tabel 3.7 diatas dapat dilihat bahwa nilai impor pakaian bekas cukup fluktuatif dengan nilai tren -39,46. Dimana mulai dari 2010, terjadi penurunan yang secara berkala dari nilai impor pakaian bekas sebesar USD 909 ribu, hingga menjadi USD 203 ribu di tahun Ini merupakan suatu hal yang baik, karena dengan berkurangnya peredaran produk pakaian bekas impor maka pangsa pasar produk pakaian jadi dalam negeri menjadi bertambah, dan juga berarti konsumen semakin sadar akan pentingnya kualitas dan mutu dari pakaian yang mereka konsumsi. Selain impor pakaian bekas, impor ilegal disinyalir juga terdapat pada pakaian baru/bukan bekas. Pakaian bekas impor biasanya lebih menyasar pasar menengah ke bawah dan mengurangi daya saing UKM TPT. Sedangkan baju baru hasil impor ilegal lebih menyasar pasar menengah ke atas dan dipasarkan di ritel-ritel modern. Biasanya peritel modern tidak menjual pakaian bekas karena akan merusak pasar yang sudah ada (Radarpena, 2015). Nilai impor baju resmi/legal yang melalui izin Kementerian Perdagangan Rp 48,02 triliun atau 142 ribu ton, sedangkan yang dipasok industri dalam negeri Rp 95,35 triliun atau 1,51 juta ton. Dengan demikian, total pasokan ke pasar domestik seharusnya Rp 143,37 triliun atau 1,65 juta ton. Namun konsumsi pakaian Indonesia pada 2014 mencapai Rp 154,3 triliun atau 1,73 juta ton. Jadi, ada selisih Rp 10,9 triliun atau 8400 ton. Diperkirakan, angka tersebut merupakan baju impor yang masuk secara ilegal sehingga tidak tercatat dalam daftar impor baik baju baru maupun bekas (Jawa Pos, 2015). Derasnya impor produk pakaian jadi dari RRT juga turut berperan dalam penurunan penjualan produk tekstil pakaian jadi di pasar domestik. Pada tahun 2013 tekstil lokal hanya berkisar 40% dipasaran domestik.jumlah tersebut menurun dari tahun 2010 yang sebesar 60%. Hal ini dibuktikan 50

61 Konsumsi dan Perdagangan Pakaian Jadi di Dalam Negeri dengan penjualan produk tekstil lokal dipasar domestik yang mencapai USD 13,5 miliar pada tahun 2010 dan menurun pada tahun 2011 hingga mencapai USD 9,3 miliar, dan menurun kembali menjadi USD 7,6 miliar. Dengan demikian total penjualan produk tekstil pakaian jadi Indonesia pada turun sekitar 5%-7%. Permasalahan domestik lain adalah melemahnya daya saing Industri pakaian jadi nasional. Pelaku usaha tekstil menilai bahwa Indonesia kurang agresif dalam mendorong pertumbuhan industri pakaian jadi. Salah satu faktor yang menyebabkan melemahnya industri pakaian jadi adalah besarnya biaya khususnya biaya listrik. Biaya listrik di Indonesia dinilai paling mahal di Asia. Negara lain sudah menerapkan tarif tetap, yakni sekitar USD 10,5 sen per kilowatt. Selain itu, Jepang bahkan memberikan diskon 30% tarif listrik sebesar USD 11 sen setiap malam. Kondisi politik juga sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan industri TPT, terutama menyangkut upah buruh. Ketidakpastian pasar dan upah buruh yang meningkat dinilai telah membuat daya saing industri pakaian jadi melemah. Sejak Agustus 2014, sekitar 10 (sepuluh) perusahaan pakaian jadi telah berpindah ke Vietnam. Selain itu, sekitar 12 industri pemintalan juga gulung tikar. Vietnam sangat agresif untuk membangun perjanjian perdagangan bebas (FTA) dengan Amerika Serikat yang disebut Trans Pasific Partnership (TPP). Dengan demikian bea masuk produk industri TPT Vietnam lebih rendah dibanding bea masuk produk Indonesia. Kondisi ini meningkatkan daya saing produk industri Vietnam. Jika kondisi ini tidak diperbaiki maka besar kemungkinan industri pakaian jadi nasional akan berpindah ke luar negeri seperti Vietnam (Republika, 2014) Penutup Tingkat persaingan dunia usaha pakaian jadi baik skala besar, menengah maupun kecil saat ini sangatlah ketat. Pangsa pasar domestik dan luar negeri yang terus berkembang kini semakin menuntut produk yang bermutu tetapi dengan harga yang bersaing. Dalam memenangkan persaingan di industri pakaian jadi, mutu produk sangat penting peranannya. Perusahaan yang menyediakan produk berupa barang maupun jasa yang bermutu/berkualitas, maka perusahaan tersebut akan mampu memberikan kepuasan yang tinggi kepada konsumen, sehingga dapat memenangkan persaingan di pasar. Untuk dapat memperoleh produk pakaian jadi yang bermutu pemerintah telah menetapkan SNI, sehingga setiap orang yang terlibat harus mengenali: proses pengerjaannya, bahan baku serta informasi ( jenis kain, warna kain, jenis benang, kancing dll) yang dibutuhkan, serta 51

62 Avif Haryana dan Wibowo Kurniawan standar produk pakaian jadi apa yang akan dihasilkan (kemeja, celana, blus dll) beserta persyaratannya. Untuk mendukung terciptanya produk yang bermutu yang ber-sni diperlukan: peralatan dan perlengkapan yang baik, pengetahuan dan keahlian SDM-nya, kebijakan-kebijakan, prosedur kerja dan standar kerja yang dapat diukur dan jelas sebagai alat bantu pengukuran kualitas kerja dalam proses pembuatan produk pakaian jadi. Perdagangan dan industri pakaian jadi akhir-akhir ini sedang mengalami pelemahan akibat tekanan dari sisi internal maupun eksternal. Tekanan internal bersumber dari kurang kondusifnya iklim usaha dan investasi akibat naiknya harga untuk suplai energi semacam tarif listrik dan harga BBM, biaya tenaga kerja/upah buruh, ditambah dengan kondisi mesin-mesin produksi tesktil yang sudah tua dan masih tingginya biaya logistik beserta infrastrukturnya yang kurang memadai. Adapun tekanan eksternal bersumber dari masuknya produk-produk RRT dengan harga yang relatif lebih murah baik secara legal maupun illegal. Ditambah lagi dengan maraknya impor pakaian bekas yang telah terbukti mengandung berbagai macam bakteri dan jamur yang akan merugikan konsumen dan juga produsen pakaian jadi di dalam negeri. Sebagai industri strategis yang memiliki peran penting dalam pemenuhan kebutuhan dalam negeri, penyerapan tenaga kerja, dan penghasil devisa negara, industri pakaian jadi selayaknya mendapatkan perhatian dari pemerintah untuk dikuatkan dan dikembangkan daya saingnya dengan cara mengkondusifkan iklim usaha dan investasi bagi para pengusaha dan investor asing maupun domestik. Disamping itu perlindungan terhadap konsumen dari produk-produk yang merugikan kesejahteraan dan kesehatan konsumen perlu ditingkatkan seperti produk pakaian bekas impor. Namun beberapa permasalahan yang timbul seperti impor pakaian jadi bekas dan ilegal juga harus segera diselesaikan. Hal ini akan menimbulkan kerugian bagi para produsen pakaian jadi dalam negeri dan bagi para konsumen yang membelinya, karena tentunya produk pakaian jadi ilegal ini belum diuji mutu dan keamanannya. Permasalahan ini tidak bisa diselesaikan oleh usaha dari pemerintah saja. Pengaturan terhadap produk impor pakaian bekas cukup dilematis mengingat terdapat permintaan dan kebutuhan atas barang tersebut terutama untuk kelas ekonomi bawah. Maka dari itu perlu dilakukan edukasi yang terus menerus kepada konsumen supaya menjadi konsumen yang cerdas dan paham terhadap hak dan kewajibannya. Pihak produsen dan konsumen dalam hal ini harus ikut serta dan saling berkerjasama dengan menyadari akan arti penting standar dalam mengkonsumsi dan menggunakan pakaian jadi. 52

63 Konsumsi dan Perdagangan Pakaian Jadi di Dalam Negeri DAFTAR PUSTAKA Asosiasi Pemasok Pakaian jadi dan Assesoris Indonesia (APGAI). (2015). Diakses Maret 6, 2015, dari Badan Pusat Statistik (BPS). (2009). Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia. Badan Pusat Statistik. Badan Pusat Statistik (BPS). (2012). Rata Rata Pengeluaran per Kapita Sebulan di Daerah Perkotaan dan Perdesaan Menurut Kelompok Barang dan Golongan Pengeluaran per Kapita Sebulan Jakarta : Badan Pusat Statistik Badan Pusat Statistik (BPS). (2012). Klasifikasi Baku Komoditas Indonesia (KBKI). Badan Pusat Statistik. Badan Pusat Statistik (BPS). (2013). Persentase Pengeluaran Rata-rata per Kapita Sebulan Menurut Kelompok Barang Jakarta: Badan Pusat Statistik. Badan Pusat Statistik (BPS). (2014). Statistik Industri Manufaktur. Badan Pusat Statistik. Badan Standarisasi Nasional (BSN). (2015). Standar Nasional Indonesia. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional. Bakri, F. (2015, April 8). Diskusi dengan APGAI. Barnard, M. (2007). Fashion Sebagai Komunikasi: Cara Mengkomunikasikan Identitas Sosial, Seksual, Kelas, dan Gender. Bandung: Jalasutra. Bisnis.com. (2015, Februari 23). Diakses Maret 17, 2015, dari bisnis.com: bisnis.com/read/ /34231/527770/terus-anjlok-industri-hulu-tekstil-mintaimpor-kain-disetop. Bisniscom. (2014). Produk Impor Batik Cemaskan Produsen Lokal. Diunduh 17 Februari 2015 dari /produk-imporbatik-cemaskan-produsen-lokal. Black, J., N. Hashimzade & G. Myles (2013). Oxford Dictionary of Economics. Oxford University Press. Bloomberg. (2013, Mei 24). Diakses Maret 8, 2015, dari tanah-abang-seg1-rev2-mp4. Carlyle, T. (1843). Past and Present. London & Glasgow Collins Clear Type Press Pocket Edition Deming, W. E. (1993). The New Economics For Industry, Government & Education. Cambridge: Massachusetts Institute of Technology Center for Advanced Engineering Study. Detik.com. (2010). Penyelundupan Pakaian Bekas Rugikan Industri Kecil. Diunduh 16 Februari 2015 dari / /4/ penyelundupan-pakaian-bekas-rugikan-industri-kecil.detik.com. (2015, Februari 5). Detik. Diakses Maret 8, 2015, dari Detik Finance: d/2015/02/05/184830/ /4/ini-hasil-lengkap-uji-laboratorium-pakaian-bekasimpor. Efendi, N. (2013). Analysis of Indonesia Textile Industry Competitiveness in Regulation Theory Perspective. Diunduh 26 Maret 2015, dari: 53

64 Avif Haryana dan Wibowo Kurniawan net/publication/ _analysis_of_indonesia_textile_industry_ Competitiveness_in_Regulation_Theory_Perspective_By Nur_Efendi. Fernandez-Stark, K., S. Frederick & G. Gereffi. (2011). The Apparel Global Value Chain, Economic Upgrading and Workforce Development. Duke CGGC. Fitinline.com. (2015). 5 Tempat Berbelanja Pakaian Murah di Jakarta. Diakses tanggal 2 Mei 2015 dari sumber: 11 Maret Jawa Pos. (2015, Februari 17). Diakses Februari 28, 2015, dari jawapos.com: jawapos.com/baca/artikel/13055/baju-impor-ilegal-rp-22-triliun Kotler, P., & G. Amstrong. (2007). Principles of Marketing. Prentice Hall. Mediaindustri. (2014). Capaian Kinerja Kementerian Perindustrian. Diunduh 17 februari 2015 dari cad=rja&uact=8&ved=0cbsqfjaa&url=http%3a%2f%2f go.id%2fdownload%2f6518&ei=e9eqvaqemiq2uatiiogoaq&usg =AFQjCNFe2A js1nmq5_9xu5fo0uvbqpq2ya&sig2=uqyqeg-gbipz0pq7suhmww Mulyadi. (2010). Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Mengembangkan Budaya Mutu. UIN Maliki Press Halaman 78. Neraca. (2015, Januari 13). Industri Garmen Perlu Solusi Bahan Baku Lokal. Rubrik Industri dan Perdagangan, hal. 11. Neraca.co.id. (2012, Desember 15). Diakses April 3, 2015, dari Neraca.co.id: neraca.co.id/article/22656/5-tempat-berbelanja-pakaian-murah-di-jakarta. Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kementrian Perdagangan. (2015). Profil Komoditi Tekstil dan Produk Tekstil Indonesia Jakarta: Pusat Data Dan Informasi Kementerian Perdagangan Republik Indonesia. Radarpena. (2015, Februari 18). Diakses Februari 28, 2015, dari radarpena.com: radarpena.com/read/2015/02/18/15880/18/1/impor-pakaian-bekas-tahun-ini- Capai-Rp-60-Triliun. Republika. (2014, Desember 3). Daya Saing Industri Pakaian Jadi Melemah. Rubrik Industri, hal. 16. Republika. (2015, Februari 7). Kemendag Bentuk Tim Pengawas Pakaian Bekas. Headline, hal. 1. Samuelson, W. F., & S.G. Marks. (2012). Managerial Economics. John Willey and Sons, Inc. Sindo. (2015). Pakaian Bekas Impor Berbakteri. Diunduh 19 Februari dari Sukesi, H., R. Resnia, A. Wirastuti, B. Wicaksena, D.W. Prabowo & R.A. Carolina. (2010). Meredam Gejolak Sistem Distribusi Kebutuhan Pokok di Indonesia. Jakarta: LIPI Press. Sunil, G., & S.S. Rai. (2013). Dynamics of Garment Supply Chains. International Journal of Managing Value and Supply Chains, 4(4). Tempo. (2015). Impor Pakaian Bekas Pengusaha Tekstil Rugi Rp 10 Triliun. Diunduh 16 Februari 2015 dari Pakaian-Bekas-Pengusaha-Tekstil-Rugi-Rp-10-Triliun. 54

65 Konsumsi dan Perdagangan Pakaian Jadi di Dalam Negeri UN COMTRADE. (2015). List of importing markets for a product group exported by Indonesia. Diunduh dari pada tanggal 6 Februari Widodo, K. H., & E. Ferdiansyah. (2010, Februari). Optimasi Kinerja Rantai Pasok Industri Tekstil dan Produk Tekstil Indonesia Berdasarkan Simulasi Sistem Dinamis. Agritech, 30(1). Wilkinson, N. (2005). Managerial Economic A Problem-Solving Approach. Cambridge University Press. 55

66 Umar Fakhrudin dan Septika Tri Ardiyanti BAB IV PAKAIAN JADI INDONESIA DALAM PERDAGANGAN DUNIA Umar Fakhrudin dan Septika Tri Ardiyanti 4.1 Pendahuluan Pakaian jadi merupakan salah satu komoditas yang boleh dikatakan tidak akan lekang dimakan jaman karena merupakan kebutuhan dasar manusia yang utama bersama dengan komoditas pangan. Di bidang industri dan perdagangan, pakaian jadi merupakan industri berorientasi ekspor tertua dan terbesar di dunia serta termasuk industri yang mendunia karena hampir seluruh negara memproduksi dan memasarkan komoditi ini baik untuk kebutuhan dalam negeri maupun ekspor. Pakaian jadi juga dianggap sebagai cikal bakal pembangunan nasional karena merupakan pionir dalam pembangunan industri berbasis ekspor. Hal ini didasarkan pada rendahnya biaya produksi, mendorong penyerapan tenaga kerja (karena sifatnya padat karya), serta pasar yang cukup besar (Adhikari & Weeratunge, 2006; Gereffi,1999). Dalam dasawarsa terakhir, pakaian jadi juga telah berkembang menjadi salah satu komoditas dari kelompok komoditas industri kreatif. Pakaian jadi termasuk dalam kelompok kategori Artisanal Products dan Visual Arts (ITC, 2015). Selain merupakan bagian dari industri kreatif, komoditas pakaian jadi juga tidak lepas dari Rantai Nilai Global atau Global Value Chain (GVC). Setidaknya terdapat lima bagian utama dalam pembagian rantai nilai dari pakaian jadi dunia, yaitu; (i) suplai bahan mentah, termasuk serat alam dan sintetis; (ii) persyaratan dan ketentuan komponen bahan baku pakaian jadi, seperti benang dan kain dari pabrikan perusahaan tekstil tertentu; (iii) jaringan produksi pabrikan pembuatan pakaian jadi, termasuk subkontraktor domestik dan luar negerinya; (iv) aliran ekspor yang telah dimiliki pedagang perantara; dan (v) jaringan pemasaran di tingkat ritel (Gereffi & Frederick, 2010; Gereffi & Memedovic, 2003). Berdasarkan kategori rantai pasok global untuk pakaian jadi, Indonesia sudah termasuk dalam tingkatan Original Equipment Manufacturing (OEM) atau Paket Kontrak. Hanya saja perlu bagi Indonesia untuk meningkatkan investasi terutama di permesinan dan jasa logistik (Gereffi dan Memedovic, 2003). Di masa lalu, ekspansi industri dan perdagangan pakaian jadi dunia sangat tergantung dan ditentukan oleh kebijakan perdagangan, terutama 56

67 Pakaian Jadi Indonesia Dalam Perdagangan Dunia the Agreement on Textiles and Clothing (ATC) yang diprakarsai World Trade Organization (WTO) (dihapuskan bertahap pada tahun 2005), dimana banyak kebijakan kuota yang sangat mengatur industri. Akibatnya, terjadi pergeseran yang cukup signifikan di sisi geografis dari perdagangan pakaian jadi untuk mengakomodasi realita politik dan ekonomi yang baru (Gereffi & Frederick, 2010). Perubahan tersebut tentunya mempengaruhi faktor utama yang terkait perdagangan, utamanya dari sisi suplai, yakni daya saing dan kemampuan produksi suatu negara. Sebagai contoh, Bangladesh, RRT dan India telah berkembang menjadi pemain utama pada segmen produksi dengan nilai tambah rendah, sementara negara yang lebih kecil dari tiga negara tersebut dituntut untuk meningkatkan kemampuan ke segmen yang lebih tinggi, seperti desain dan branding, agar daya saingnya tetap terjaga (Stark et. al, 2011). Lebih lanjut, dalam kaitannya dengan perdagangan, pakaian jadi merupakan salah satu komoditas yang memiliki ciri khas sebagai rantai buyer-driven commodity dimana terjadi asimetri pengaruh antara pemasok dengan pembeli global yang pada umumnya adalah lead-firm pemilik merek. Artinya, bahwa pembeli global menentukan apa yang harus diproduksi, di mana, oleh siapa, dan dengan harga berapa. Oleh karenanya, desain, pemberian merek, dan pemasaran produk ditentukan pula oleh pemegang merek tersebut. Sebagian besar pemasok global adalah pemasok yang berasal dari negara negara berkembang, terutama di wilayah Asia. Pada awal 1970an, pemasok di Asia berupaya meningkatkan peluang dari hanya sebagai perakit (penjahit) menjadi produsen yang lebih bernilai tambah (Bair, 2005; Gereffi et. al., 2001). 4.2 Peta Perdagangan Internasional Sebagaimana diungkapkan oleh Gereffi dan Frederick (2010) serta Gereffi dan Memedovic (2003), seiring waktu akan selalu ada perubahan signifikan seperti perubahan dan perkembangan pasar pakaian jadi dunia. Perdagangan pakaian jadi juga lebih terdiversivikasi dibandingkan dengan perdagangan tekstil, dimana banyak negara yang mampu mengembangkan industri pakaian jadi berorientasi ekspor dari bahan baku kain impor tanpa perlu memproduksi tekstil dalam skala besar di dalam negerinya. Setelah adanya penghapusan kuota dalam perdagangan tekstil dan pakaian jadi serta pasca krisis finansial global, setidaknya peta negara eksportir pakaian jadi dunia dapat dikelompokkan sebagai berikut (Gereffi dan Frederick, 2010; Gereffi dan Memedovic, 2003): 57

68 Umar Fakhrudin dan Septika Tri Ardiyanti Negara Eksportir dengan peningkatan relatif stabil, dimana pangsa pasar di dunia secara umum terus meningkat semenjak era tahun 1990an. Yang termasuk negara dalam kelompok ini adalah RRT, Bangladesh, India, Vietnam, dan Kamboja, sedangkan Pakistan dan Mesir mempunyai pangsa yang lebih kecil. Eksportir yang mengalami perubahan pasar. Indonesia merupakan eksportir yang termasuk dalam kategori ini dimana pangsa pasar di Amerika dan Jepang meningkat, namun pasar di Uni Eropa menurun. Namun sebaliknya, Sri Lanka mengalami peningkatan pasar di Uni Eropa namun mengalami penurunan di Amerika Serikat. Eksportir Pra Kuota, yaitu negara negara yang mengalami penurunan pangsa pasar yang sangat tajam setelah kebijakan MFA dicabut, namun kembali menguat setelah terjadi krisis finansial global. Negara negara tersebut termasuk Kanada, Meksiko, negara negara di Amerika Tengah, Uni Eropa, Tunisia, Maroko dan Thailand. Eksportir Tradisional, yang bercirikan mengalami penurunan pangsa pasar semenjak awal 1990an, yakni Hong Kong, Korea Selatan, Taiwan, Malaysia serta Filipina, Singapura dan Macau. Berdasarkan rilis WTO tentang International Trade Statistics 2014, perdagangan pakaian jadi intra regional di kawasan Asia, Eropa, dan Amerika, terlihat bahwa pasar kawasan Eropa dan kawasan Amerika menunjukkan penurunan untuk periode tahun 2000 hingga tahun Penurunan ini merupakan dampak dari meningkatnya jumlah FTA di dua kawasan tersebut. Data tersebut menunjukkan bahwa untuk perdagangan intra regional Asia tercatat sebesar 88,2% dari total perdagangan pakaian jadi Asia ke luar Asia pada tahun 2000 dan naik menjadi 88,3% pada Perdagangan intra regional Eropa dari 64,7% di tahun 2000 menjadi 55,1% di tahun 2013 dengan eksportir utama (menguasai 80% ekspor Uni Eropa) Italia, Jerman, Perancis, Spanyol, Inggris dan Belgia, sedangkan intra regional Amerika tercatat 0,9% (tahun 2000) menjadi 0,7% (tahun 2013). Ekspor pakaian jadi dunia selama 5 tahun terakhir menunjukkan tren pertumbuhan positif sebesar 7,7% per tahun dan mencapai USD 382 miliar tahun Indonesia merupakan negara eksportir pakaian jadi ke-11 dunia dengan pangsa ekspor dan nilai ekspor di tahun 2013 sebesar 1,9% dan USD 7,4 miliar. Posisi pertama adalah RRT dengan nilai ekspor sebesar USD 165 miliar dan dengan pangsa lebih dari 40%. Dengan kata lain, RRT merupakan eksportir raksasa untuk produk pakaian jadi dunia. Italia dan Jerman berada pada urutan ke-2 dan ke-3 dengan nilai dan pangsa ekspor pada periode yang sama tahun 2013 masing-masing sebesar USD 21,4 miliar dan USD 17,7 miliar (Tabel 4.1). 58

69 Pakaian Jadi Indonesia Dalam Perdagangan Dunia Tabel 4.1 Eksportir Pakaian Jadi Dunia, Sumber: UN COMTRADE (2015), diolah Negara ASEAN lainnya yang patut diperhitungkan di sektor pakaian jadi dunia adalah Vietnam. Vietnam menduduki peringkat ke-4 eksportir pakaian jadi dunia. tahun 2013, ekspor pakaian jadi Vietnam mencapai USD 16,8 miliar dengan pangsa sebesar 4,4%. Tingginya ekspor pakaian jadi dari Vietnam disebabkan tingginya partisipasi negara tersebut dalam GVC terutama untuk sektor tekstil. Salah satu indikasi tingginya partisipasi Vietnam dalam GVC adalah terus tumbuhnya industri penopang pakian jadi, yaitu industri tekstil. Menurut laporan The Trans-Pacific Partnership Apparel Coalition tahun 2013, di Vietnam sudah terdapat 145 pabrik pemintalan benang, 401 pabrik tenun, 105 pabrik perajutan, 94 pabrik pewarnaan dan pencelupan kain, serta 7 pabrik nontenun. Pembangunan industri tersebut merupakan perkembangan pesat dalam beberapa tahun terakhir sebagai buah dari peningkatan investasi yang berasal dari perusahaan Jepang, Korea Selatan, Taiwan, RRT, dan beberapa negara lainnya (Lopez-Acevedo dan Robertson, 2012). The Vietnam National Textile and Garment Group atau Vinatex merupakan produsen pakaian jadi dan tekstil terbesar di Vietnam dengan 59

70 Umar Fakhrudin dan Septika Tri Ardiyanti sebagian kepemilikan adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Vinatex merupakan salah satu kelompok usaha yang mendorong peningkatan investasi dan produksi serat dan benang di Vietnam. Dukungan yang diberikan oleh pemerintah melalui Kementerian Perdagangan dan Industri Vietnam adalah dengan menetapkan strategi pengembangan sektor tekstil dan pakaian jadi dengan target produksi kain hingga 2 juta metrik ton pada Selain itu, untuk memutus rantai ketergantungan terhadap serat dan benang impor, Vietnam menargetkan peningkatan produksi mencapai 650 ribu metrik ton pada 2020 dengan memfasilitasi pembuatan pabrik serat polyester joint venture antara Vinatex dengan PetroVietnam (Petrochemical & Textile Fiber Joint Stock Company). Proyek yang dijalankan Vinatex juga termasuk pembangunan komplek industri untuk pemintalan, penenunan, penjahitan, pencelupan dan pewarnaan serta finishing ditambah dengan pembangunan Industrial Park untuk tekstil dan pakaian jadi bekerjasama dengan dua perusahaan dari RRT (Platzer, 2014). Menurut Vietnam Investment Review (2012), peningkatan gelombang investasi di sektor tekstil yang mendorong peningkatan sektor pakaian jadi di Vietnam, merupakan buah dari prediksi keuntungan yang akan tercipta dari adanya kerjasama Trans Pacific Partnership (TPP). Keuntungan dari TPP berasal dari potensi atas skema penurunan tarif dalam kerjasama tersebut. Selain itu, masih rendahnya biaya tenaga kerja merupakan alasan lain banyak investasi masuk ke Vietnam di sektor ini. Beberapa perusahaan yang mengivestasikan dan membangun pabrikan tekstil dan pakaian jadi di Vietnam adalah Texhong and Pacific Textile dari Tionkok, Hyosung Corporation (produser spandek terbesar dunia dari Korea Selatan) dan Kyungbang Group, Japan s Toray International dan Mitsui Corporation dari Jepang, Lenzing dari Austria, dan Woolmark Company dari Australia. Seperti halnya ekspor, impor pakaian jadi dunia pada tahun 2013 juga tumbuh sebesar 5,6% dibandingkan dengan periode sebelumnya yang nilainya mencapai USD 373,5 miliar. Tren pertumbuhan impor pakaian jadi dunia masih menunjukkan pertumbuhan yang positif dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 4,9% per tahun selama Pertumbuhan impor yang positif tersebut menunjukkan bahwa permintaan pakaian jadi dunia masih akan terus tumbuh. Amerika Serikat merupakan negara importir pakaian jadi terbesar dunia, dengan nilai impor dan pangsa impornya terhadap total impor dunia di tahun 2013 masing-masing sebesar USD 83,8 miliar dan 22,4%. Berada di urutan ke-2 dan ke-3 adalah Jerman dan Jepang dengan nilai impor dan pangsa impor di tahun 2013 masing-masing sebesar USD 34,5 miliar dan USD 31,7 miliar serta 9,2% dan 8,5% (UN COMTRADE, 2015). 60

71 Pakaian Jadi Indonesia Dalam Perdagangan Dunia Besarnya pasar Amerika Serikat merupakan salah satu karakteristik dari pasar industri pakaian jadi dimana meskipun banyak dari perusahaan ritel dan pemasaran pakaian jadi ternama dunia mempunyai kantor pusat di Amerika Serikat, akan tetapi pabrikan pakaian jadi berada di luar negeri karena pertimbangan biaya produksi yang lebih rendah. Menurut catatan OTEXA (2014), impor pakaian jadi tercatat mampu mempenetrasi hampir 90% dari total permintaan pakaian jadi Amerika Serikat di tahun 2013, meningkat dari 83% di tahun Defisit perdagangan pakaian jadi Amerika Serikat pada tahun 2013 sebesar USD 77 miliar. Impor terbesar pakaian jadi Amerika tahun 2013 berasal dari RRT dengan pangsa hampir 40% dari total impor pakaian jadi dengan nilai mencapai USD 32 miliar. Eksportir pakaian jadi kedua dan ketiga terbesar ke pasar Amerika adalah Vietnam dan Indonesia dengan pangsa masing-masing 10% dan 6%. Adapun negaranegara di kawasan Amerika Tengah seperti negera-negara Karibia, Mexico dan Kanada, yang mayoritas menggunakan benang dan tekstil dari Amerika untuk produksi pakaian jadinya dan pemasok pakian jadi terdekat, secara akumulatif hanya memiliki pangsa 16%. Tarif impor pakaian jadi di pasar Amerika bervariasi berdasarkan hubungan bilateral maupun perjanjian regional dengan rata-rata tarif di tahun 2012 sebesar 11,4% dan dapat mencapai 32% untuk jenis pakaian jadi tertentu. Tarif impor Amerika untuk pakaian jadi RRT sebesar 14%-25%, untuk Vietnam 5%-20%, untuk Indonesia 0%-25%, untuk negara di kawasan Amerika Tengah adalah 0-15%, untuk Kanada 0-18% dan untuk Mexico 30% (Platzer, 2014). 61

72 Umar Fakhrudin dan Septika Tri Ardiyanti Jerman yang juga merupakan negara anggota Uni Eropa mengalami peningkatan impor sebanyak 2% per tahun selama periode Data yang dirilis Eurostat melalui Statista tahun 2015 menunjukkan bahwa konsumsi pakaian jadi Jerman selama lima tahun terakhir menjadi salah satu faktor tingginya impor pakaian jadi Jerman dari dunia. Konsumsi rumah tangga untuk pakaian jadi Jerman tercatat sebesar 54,4 miliar euro pada tahun 2009 yang kemudian meningkat menjadi 62,8 miliar euro atau meningkat 3,9% per tahun selama Jepang sebagai pasar pakaian jadi ketiga terbesar di dunia tercatat mengimpor pakaian jadi sebesar 8% dari total impornya. Selain itu, Jepang merupakan importir kedua terbesar pakaian jadi dari RRT, dimana impor pakaian jadi negara- negara Asia Tenggara hanya mencapai 7% dari impor Jepang dari RRT. Tabel 4.2 Importir Pakaian Jadi Dunia, Sumber: UN COMTRADE (2015), diolah Rusia, Korea Selatan dan Australia merupakan negara yang memiliki tren pertumbuhan impor pakaian jadi tertinggi selama lima tahun terakhir ( ) yakni secara berturut turut 22,05% (pertumbuhan 2012/2013 sebesar -0,07%); 21,98% (pertumbuhan 2012/2013 sebesar 20,86%); dan 11,7% (pertumbuhan 2012/2013 sebesar 3,28%). Impor pakaian jadi Rusia di tahun 2013 sebesar USD 7,1 miliar (pangsa: 2,2%), impor pakaian jadi Korea Selatan dan Australia di tahun 2013 mencapai USD 7,1 miliar (pangsa: 1,9%) dan USD 5,6 miliar (pangsa: 1,5%) (Tabel 4.2). 62

73 Pakaian Jadi Indonesia Dalam Perdagangan Dunia Gambaran sebaran importir dunia menunjukkan bahwa pada dasarnya pasar utama produk pakaian jadi masih berada di Amerika Serikat dan Uni Eropa. Kondisi ini dinyatakan oleh Gereffi dan Memedovic (2003) sebagai bukti bahwa pakaian jadi merupakan salah satu komoditas yang memiliki ciri khas sebagai rantai buyer-driven commodity. Di beberapa kasus, perusahaan global yang menjadi lead firm, biasanya perusahaan yang mempunyai jaringan ritel dan pemilik merek dari negara maju seperti Uni Eropa, Jepang, dan Amerika Serikat. Lead firm pada umumnya meng-outsource manufakturnya ke jaringan kontraktor manufaktur global di negara berkembang yang dapat menawarkan biaya yang paling kompetitif, sementara lead firm melakukan kegiatan yang paling bernilai dalam rantai nilai pakaian jadi, yakni mendesain, branding, dan pemasaran produk. Selain itu, sudah sangat biasa jika satu lead firm juga disertifikasi oleh berbagai merek pembeli seperti Walmart, Ralph Lauren, Target dan GAP (Bartley, 2005; Gereffi et al., 2001). 4.3 Perdagangan Luar Negeri Pakaian Jadi Indonesia Ditinjau dari sisi ekspor, produk pakaian jadi adalah salah satu produk utama dalam ekspor nonmigas Indonesia. Sumbangan ekspor produk pakaian jadi bukan rajutan (HS 62) terhadap ekspor nonmigas Indonesia pada tahun 2014 mencapai 2,69%, sementara kontribusi ekspor produk Barang-barang Rajutan (HS 61) pada tahun yang sama sebesar 2,35% (Kementerian Perdagangan, 2015). Tabel 4.3 Kinerja Ekspor Pakaian Jadi Indonesia, Sumber: Badan Pusat Statistik (2015), diolah Pangsa eskpor pakaian jadi terhadap ekspor non migas pada tahun 2014 sebesar 5%. Pangsa ekspor pakaian jadi terhadap ekspor non migas Indonesia selama 5 tahun terakhir terus meningkat sebesar 0,5% per tahun. Total ekspor pakaian jadi Indonesia pada tahun 2014 mencapai USD 7,4 63

74 Umar Fakhrudin dan Septika Tri Ardiyanti miliar, mengalami penurunan sebesar 0,4% (YoY). Namun demikian, tren pertumbuhan ekspornya selama masih menunjukkan angka yang positif yaitu sebesar 2,1% per tahun. Turunnya kinerja ekspor pakaian jadi di tahun 2014 dibandingkan tahun sebelumnya disebabkan oleh turunnya ekspor jenis t-shirt dan pakaian olahraga secara signifikan sebesar 9,3% (YoY), sedangkan pakaian bayi dan pakaian jadi lainnya sebenarnya menunjukkan performa ekspor yang cukup baik di tahun 2014 dengan mengalami peningkatan masing-masing sebesar 25,1% (YoY) dan 14,8% (YoY) (Tabel 4.3). Gambar 4.1 Struktur Ekspor Pakaian Jadi, Sumber: Badan Pusat Statistik (2015), diolah Ekspor pakaian jadi Indonesia pada tahun 2014 didominasi oleh oleh ekspor pakaian wanita yang terdiri dari mantel/jaket, setelan, gaun, blus dan pakaian wanita lainnya sebesar 40,1%, sementara pakaian pria menempati urutan kedua dengan pangsa sebesar 30,6%. T-shirt dan pakaian olahraga, pakaian bayi dan pakaian jadi lainnya masing-masing memiliki pangsa 18,6%; 3,3%; dan 7,4%. Pangsa ekspor T-shirt dan pakaian olahraga terhadap total ekspor pakaian jadi tahun 2014 mengalami penurunan dibandingkan tahun 2013, yakni sebesar 1,8%. Berkebalikan dengan lainnya, pangsa pakaian bayi dan pakaian jadi lainnya mengalami peningkatan yang cukup signifikan dibandingkan kinerja ekspor tahun sebelumnya, yakni secara berturut turut 2,6% meningkat menjadi 3,3% dan 6,4% menjadi 7,4% (Gambar 4.1). Lebih dari 50% ekspor pakaian jadi Indonesia di tahun 2014 ditujukan untuk pasar Amerika Serikat dengan nilai ekspor sebesar USD juta, mengalami penurunan sebesar 2,9% (YoY). Pasar Jepang dan Jerman menempati peringkat ke-2 dan ke-3 dengan pangsa masing-masing sebesar 8,7% dan 7,4%. Negara tujuan ekspor pakaian jadi yang mengalami peningkatan yang cukup signifikan adalah Uni Emirat Arab (UEA) dan Belgia dengan peningkatan sebesar 26,7% (YoY) dan 16,9% (YoY) (Gambar 4.2). 64

75 Pakaian Jadi Indonesia Dalam Perdagangan Dunia Ekspor pakaian jadi Indonesia ke UEA didominasi oleh ekspor pakaian wanita, sementara ekspor pakaian jadi ke Belgia didominasi oleh ekspor pakaian pria. Gambar Negara Utama Tujuan Ekspor Pakaian Jadi Indonesia, Sumber: Badan Pusat Statistik (2015), diolah Amerika Serikat, Jepang dan Jerman hampir selalu menjadi 3 pasar utama bagi ekspor pakaian jadi Indonesia untuk keseluruhan jenis baik untuk pakaian wanita, pakaian pria, T-shirt dan pakaian olahraga serta pakaian jadi lainnya. Namun demikian, untuk pakaian bayi, pasar RRT menduduki peringkat ke-2 terbesar setelah pasar Amerika Serikat dengan pangsa sebesar 3,4% (Gambar 4.3). Tahun 2014, impor pakaian jadi Indonesia mencapai USD 444,5 juta, mengalami penurunan sebesar 6,7% (YoY), walaupun selama 5 tahun terakhir trennya tetap tumbuh sebesar 13%. Nilai impor pakaian jadi Indonesia jauh lebih kecil dibandingkan dengan nilai ekspornya sehingga untuk sektor tersebut, Indonesia mengalami surplus perdagangan sebesar USD 6,9 miliar pada tahun Di tahun yang sama hampir untuk semua jenis garment, nilai impornya mengalami penurunan, kecuali untuk T-shirt dan pakaian olahraga yang justru mengalami peningkatan sebesar 17,4%, sedangkan untuk penurunan impor tertinggi terjadi pada pakaian bayi, yang nilainya turun sebesar 33,8% (YoY). Namun demikian, selama 5 tahun terakhir untuk semua jenis pakaian jadi impornya mengalami pertumbuhan. Rata-rata pertumbuhan impor tertinggi terjadi pada impor T-shirt dan pakaian olahraga dengan rata-rata pertumbuhan 28,2% per tahun dan impor pakaian bayi dengan pertumbuhan rata-rata 22,6% per tahun (Tabel 4.4). 65

76 Umar Fakhrudin dan Septika Tri Ardiyanti Pakaian Wanita, 2014 Pakaian Pria, 2014 BELGIA 1,3% RRT 1,7% AUSTRALIA 2,2% KANADA 2,2% KOREA SELATAN 2,6% UNI EMIRAT ARAB 3,1% INGGRIS 3,5% JEPANG 5,7% JERMAN 7,4% LAINNYA 13,6% AMERIKA SERIKAT 56,8% RRT 2,1 % BELANDA 2,2% UNI EMIRAT ARAB 2,5% KANADA 2,9% BELGIA 4,4% KOREA SELATAN 4,4% INGGRIS 4,5% JERMAN 7,6% LAINNYA 15,6% JEPANG 10,2% AMERIKA SERIKAT 43,6% T-Shirt dan Pakaian Olahraga, 2014 Pakaian Bayi, 2014 ITALIA 1,0% BELANDA 1,0% RRT 1,6% BELGIA 2,0% KANADA 2,2% INGGRIS 2,7% KOREA SELATAN 4,2% JERMAN 4,6% LAINNYA 11,6% AMERIKA SERIKAT 57,2% PERANCIS 1,2% HONGKONG 1,2% ITALIA 1,8% UEA 2,0% JEPANG 2,4% INGGRIS 2,4% KANADA 2,9% JERMAN 3,3% RRT 3,4% LAINNYA 10,0% AMERIKA SERIKAT 69,3% JEPANG 10,2% Pakaian Jadi Lainnya, 2014 LAINNYA 22,6% AMERIKA SERIKAT 18,2% SPANYOL 1,8% SINGAPURA 1,8% INGGRIS 3,3% JEPANG 18,0% MALAYSIA 4,2% PERANCIS 4,6% JERMAN 11,2% UNI EMIRAT ARAB 7,2% KOREA SELATAN 7,2% Gambar 4.3 Negara Tujuan Ekspor Utama Pakaian Jadi Indonesia Berdasarkan Jenis Pakaian, Sumber: Badan Pusat Statistik (2015), diolah 66

77 Pakaian Jadi Indonesia Dalam Perdagangan Dunia Tabel 4.4 Kinerja Impor Pakaian Jadi Indonesia, Sumber: Badan Pusat Statistik (2015), diolah Struktur impor pakaian jadi tahun 2014, tidak banyak mengalami perubahan dibandingkan dengan struktur impor tahun Pakaian wanita tetap mendominasi impor pakaian jadi Indonesia di tahun 2014 dengan pangsa sebesar 42,5%, turun dibandingkan dengan pangsanya di tahun 2013 yang mencapai 45,8%. Peringkat ke-2 diduduki oleh impor T-shirt dan pakaian olahraga dimana pangsanya meningkat cukup signifikan sebesar 4,2% dari hanya 16,1% di tahun 2013 menjadi 20,3% di tahun Pangsa impor pakaian pria dan pakaian bayi di tahun 2014 mengalami penurunan dibandingkan dengan pangsanya di tahun 2013 dari masingmasing sebesar 21,5% dan 2,1% menjadi 20,2% dan 1,5%. Pangsa impor pakaian jadi lainnya seperti kaos kaki, sarung tangan dan lain-lain meningkat dari 14,5% di tahun 2013 menjadi 15,5% di tahun 2014 (Gambar 4.4). Gambar 4.4 Struktur Impor Pakaian Jadi Indonesia, Sumber: Badan Pusat Statistik (2015), diolah 67

78 Umar Fakhrudin dan Septika Tri Ardiyanti Impor pakaian jadi Indonesia didominasi oleh impor dari RRT dengan pangsa sebesar 40,2% dari total impor pakaian jadi Indonesia Pada periode yang sama, nilai impornya mencapai USD 178,6 juta, mengalami penurunan yang cukup signifikan sebesar 21,2% dibanding tahun sebelumnya. Turki dan Hong Kong menempati peringkat ke-2 dan ke-3 negara asal impor pakaian jadi dengan nilai impor masing-masing mencapai USD 28,4 juta (naik 20,6% YoY) dan USD 26,4 juta (turun 7,0% YoY). Negara asal impor pakaian jadi Indonesia yang mengalami peningkatan yang signifikan antara lain Bangladesh dan Kamboja. Impor dari kedua negara tersebut pada tahun 2014 masing-masing mencapai USD 23,8 juta dan USD 11,6 juta atau mengalami peningkatan masing-masing sebesar 44,1% (YoY) dan 36,0% (YoY). (Gambar 4.5). Gambar Negara Utama Asal Impor Pakaian Jadi Indonesia, Sumber: Badan Pusat Statistik (2015), diolah Pangsa impor pakaian wanita dan pakaian pria dari RRT masing-masing sebesar 44,3% dan 40,4%. Maroko dan Hong Kong menduduki peringkat ke-2 dan ke-3 negara asal impor pakaian wanita dengan pangsa sebesar 7,4% dan 7,2%, sedangkan posisi ke-2 dan ke-3 pangsa impor pakaian pria ditempati oleh Bangladesh dan Vietnam dengan pangsa masing-masing sebesar 8,9% dan 8,1%. Posisi ke-2 dan ke-3 pangsa impor T-shirt dan pakaian olahraga ditempati oleh Korea Selatan dan Bangladesh dengan pangsa 12,8% dan 9,7%. India dan Malaysia juga menjadi negara asal impor ke-2 dan ke-3 untuk pakaian bayi di Indonesia dengan pangsa impor 21,1% 68

I. PENDAHULUAN. Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa

I. PENDAHULUAN. Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa Indonesia. Pada kurun tahun 1993-2006, industri TPT menyumbangkan 19.59 persen dari perolehan devisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor nonmigas lain dan migas, yaitu sebesar 63,53 % dari total ekspor. Indonesia, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.1.

BAB I PENDAHULUAN. sektor nonmigas lain dan migas, yaitu sebesar 63,53 % dari total ekspor. Indonesia, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perdagangan barang dan jasa antar negara di dunia membuat setiap negara mampu memenuhi kebutuhan penduduknya dan memperoleh keuntungan dengan mengekspor barang

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri tekstil merupakan industri penting sebagai penyedia kebutuhan sandang manusia. Kebutuhan sandang di dunia akan terus meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah

Lebih terperinci

MENCERMATI KINERJA TEKSTIL INDONESIA : ANTARA POTENSI DAN PELUANG

MENCERMATI KINERJA TEKSTIL INDONESIA : ANTARA POTENSI DAN PELUANG MENCERMATI KINERJA TEKSTIL INDONESIA : ANTARA POTENSI DAN PELUANG Oleh : Ermina Miranti 1 Meskipun tak putus didera masalah, hingga saat ini Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Indonesia masih memainkan

Lebih terperinci

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT) DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT) OLEH SRI MULYANI H14103087 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri JUNI 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Juni 2017 Pendahuluan Membaiknya perekonomian dunia secara keseluruhan merupakan penyebab utama membaiknya kinerja ekspor Indonesia pada

Lebih terperinci

Kinerja Ekspor Nonmigas Januari-April Lampui Target *Sinyal bahwa FTA/EPA Semakin Efektif dan Pentingnya Diversifikasi Pasar

Kinerja Ekspor Nonmigas Januari-April Lampui Target *Sinyal bahwa FTA/EPA Semakin Efektif dan Pentingnya Diversifikasi Pasar SIARAN PERS Pusat HUMAS Kementerian Perdagangan Gd. I Lt. 2, Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta 10110 Telp: 021-3860371/Fax: 021-3508711 www.kemendag.go.id Kinerja Ekspor Nonmigas Januari-April Lampui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat sesuai dengan kemajuan teknologi. Dalam era globalisasi peran transportasi

BAB I PENDAHULUAN. pesat sesuai dengan kemajuan teknologi. Dalam era globalisasi peran transportasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Globalisasi dari sisi ekonomi adalah suatu perubahan dunia yang bersifat mendasar atau struktural dan akan berlangsung terus dalam Iaju yang semakin pesat

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

SIARAN PERS Pusat Hubungan Masyarakat Gd. I Lt. 2, Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta Telp: /Fax:

SIARAN PERS Pusat Hubungan Masyarakat Gd. I Lt. 2, Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta Telp: /Fax: SIARAN PERS Pusat Hubungan Masyarakat Gd. I Lt. 2, Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta 1 Telp: 021-3860371/Fax: 021-3508711 www.kemendag.go.id Ekspor Bulan Februari 2012 Naik 8,5% Jakarta, 2 April 2012

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi dunia akan semakin besar seiring dengan pesatnya perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap terpenuhi agar roda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebangkitan kembali sektor manufaktur, seperti terlihat dari kinerja ekspor maupun

BAB I PENDAHULUAN. kebangkitan kembali sektor manufaktur, seperti terlihat dari kinerja ekspor maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Prospek industri manufaktur tahun 2012, pada tahun 2011 yang lalu ditandai oleh kebangkitan kembali sektor manufaktur, seperti terlihat dari kinerja ekspor

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT NOVEMBER 2016 No. 04/01/32/Th.XIX, 03 Januari 2017 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR NOVEMBER 2016 MENCAPAI USD

Lebih terperinci

DISAMPAIKAN OLEH : DIREKTUR JENDERAL INDUSTRI AGRO PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2013 JAKARTA, FEBRUARI 2013 DAFTAR ISI

DISAMPAIKAN OLEH : DIREKTUR JENDERAL INDUSTRI AGRO PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2013 JAKARTA, FEBRUARI 2013 DAFTAR ISI DISAMPAIKAN OLEH : DIREKTUR JENDERAL AGRO PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERAN TAHUN 2013 JAKARTA, FEBRUARI 2013 DAFTAR ISI I. KINERJA AGRO TAHUN 2012 II. KEBIJAKAN PENGEMBANGAN AGRO III. ISU-ISU STRATEGIS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Pengaruh posisi persaingan..., Rahmitha, FE UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Pengaruh posisi persaingan..., Rahmitha, FE UI, 2009 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Balakang Industri Tekstil dan Produk Tekstil sudah ada sejak lama di Indonesia. Industri ini bemula dari industri rumahan di tahun 1929 yang kemudian terus mengalami pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. samping komponen konsumsi (C), investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G).

BAB I PENDAHULUAN. samping komponen konsumsi (C), investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam sistem perekonomian terbuka, perdagangan internasional merupakan komponen penting dalam determinasi pendapatan nasional suatu negara atau daerah, di

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN+3 Potret ekonomi dikawasan ASEAN+3 hingga tahun 199-an secara umum dinilai sangat fenomenal. Hal

Lebih terperinci

SIARAN PERS Pusat HUMAS Kementerian Perdagangan Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta Telp: /Fax:

SIARAN PERS Pusat HUMAS Kementerian Perdagangan Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta Telp: /Fax: KEMENTERIAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA SIARAN PERS Pusat HUMAS Kementerian Perdagangan Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta 10110 Telp: 021-23528446/Fax: 021-23528456 www.depdag.go.id Kinerja Ekspor

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, KINERJA DAN DAYA SAING INDUSTRI ELEKTRONIKA DI INDONESIA JOHANNA SARI LUMBAN TOBING H

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, KINERJA DAN DAYA SAING INDUSTRI ELEKTRONIKA DI INDONESIA JOHANNA SARI LUMBAN TOBING H ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, KINERJA DAN DAYA SAING INDUSTRI ELEKTRONIKA DI INDONESIA JOHANNA SARI LUMBAN TOBING H14104016 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) yang cukup besar, yaitu sekitar 14,43% pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) yang cukup besar, yaitu sekitar 14,43% pada tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdagangan internasional memiliki peranan penting sebagai motor penggerak perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu negara terhadap arus

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian Indonesia. Hal ini dilihat dari kontribusi sektor

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT DESEMBER 2016 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR DESEMBER 2016 MENCAPAI USD 2,29 MILYAR No. 08/02/32/Th.XIX, 01

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang wajib dimiliki dalam mewujudkan persaingan pasar bebas baik dalam kegiatan maupun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Industri merupakan salah satu sektor yang berperan penting dalam pembangunan nasional. Kontribusi sektor Industri terhadap pembangunan nasional setiap tahunnya

Lebih terperinci

VIII. DAYA SAING EKSPOR KARET ALAM. hanya merujuk pada ketidakmampuan individu dalam menghasilkan setiap barang

VIII. DAYA SAING EKSPOR KARET ALAM. hanya merujuk pada ketidakmampuan individu dalam menghasilkan setiap barang VIII. DAYA SAING EKSPOR KARET ALAM Dalam rangka memenuhi kebutuhan ekonomi, penting artinya pembahasan mengenai perdagangan, mengingat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia memerlukan orang lain untuk

Lebih terperinci

MEDIA BRIEFING Pusat HUMAS Departemen Perdagangan Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta Tel: /Fax:

MEDIA BRIEFING Pusat HUMAS Departemen Perdagangan Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta Tel: /Fax: KEMENTERIAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA MEDIA BRIEFING Pusat HUMAS Departemen Perdagangan Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta 10110 Tel: 021-23528446/Fax: 021-23528456 www.depdag.go.id Prospek Ekspor

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri FEBRUARI 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Februari 2017 Pendahuluan Pada tahun 2016 pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat sebesar 5,02%, lebih tinggi dari pertumbuhan tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting untuk menganalisis pembangunan ekonomi yang terjadi disuatu Negara yang diukur dari perbedaan PDB tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomensa globalisasi dalam bidang ekonomi mendorong perkembangan ekonomi yang semakin dinamis antar negara. Dengan adanya globalisasi, terjadi perubahan sistem ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya alam yang beraneka ragam dan memiliki wilayah yang cukup luas. Hal ini yang membuat Indonesia menjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan minyak bumi dan gas alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam strategis tidak terbarukan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini peranan minyak bumi dalam kegiatan ekonomi sangat besar. Bahan bakar minyak digunakan baik sebagai input produksi di tingkat perusahaan juga digunakan untuk

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata saat ini telah menjadi salah satu motor penggerak ekonomi dunia terutama dalam penerimaan devisa negara melalui konsumsi yang dilakukan turis asing terhadap

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang secara komprehensif dapat digunakan untuk

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT JUNI 2016 No. 42/08/32/Th.XVIII, 01 Agustus 2016 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR JUNI 2016 MENCAPAI USD 2,48

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT JULI 2016 No. 51/09/32/Th.XVIII, 01 September 2016 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR JULI 2016 MENCAPAI USD 1,56

Lebih terperinci

Ekspor Nonmigas 2010 Mencapai Rekor Tertinggi

Ekspor Nonmigas 2010 Mencapai Rekor Tertinggi SIARAN PERS Pusat HUMAS Kementerian Perdagangan Gd. I Lt. 2, Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta 111 Telp: 21-386371/Fax: 21-358711 www.kemendag.go.id Ekspor Nonmigas 21 Mencapai Rekor Tertinggi Jakarta,

Lebih terperinci

KEYNOTE SPEECH MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA PERESMIAN PABRIK PT. INDO KORDSA, TBK JAKARTA, 06 JANUARI 2015

KEYNOTE SPEECH MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA PERESMIAN PABRIK PT. INDO KORDSA, TBK JAKARTA, 06 JANUARI 2015 KEYNOTE SPEECH MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA PERESMIAN PABRIK PT. INDO KORDSA, TBK JAKARTA, 06 JANUARI 2015 Yang Mulia Duta Besar Turki; Yth. Menteri Perdagangan atau yang mewakili;

Lebih terperinci

BAB 3 KONDISI PERDAGANGAN LUAR-NEGERI INDONESIA DENGAN KAWASAN ASEAN

BAB 3 KONDISI PERDAGANGAN LUAR-NEGERI INDONESIA DENGAN KAWASAN ASEAN BAB 3 KONDISI PERDAGANGAN LUAR-NEGERI INDONESIA DENGAN KAWASAN ASEAN Disepakatinya suatu kesepakatan liberalisasi perdagangan, sesungguhnya bukan hanya bertujuan untuk mempermudah kegiatan perdagangan

Lebih terperinci

Nilai ekspor Jawa Barat Desember 2015 mencapai US$2,15 milyar naik 5,54 persen dibanding November 2015.

Nilai ekspor Jawa Barat Desember 2015 mencapai US$2,15 milyar naik 5,54 persen dibanding November 2015. BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR No.09/02/32/Th.XVIII, 01 Februari 2016 PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT DESEMBER A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR DESEMBER MENCAPAI US$2,15 MILYAR

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT FEBRUARI No.20/32/Th.XVIII, 01 April A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR FEBRUARI MENCAPAI US$ 1,97 MILYAR Nilai

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

Ekspor Indonesia Masih Sesuai Target 2008: Pemerintah Ambil Berbagai Langkah Guna Antisipasi Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi Dunia

Ekspor Indonesia Masih Sesuai Target 2008: Pemerintah Ambil Berbagai Langkah Guna Antisipasi Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi Dunia SIARAN PERS DEPARTEMEN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA Pusat HUMAS Departemen Perdagangan Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta 10110 Tel: 021 3858216, 23528400. Fax: 021-23528456 www.depdag.go.id Ekspor Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan proses transformasi yang dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Pembangunan ekonomi dilakukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE

BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE 4.1. Kerjasama Ekonomi ASEAN Plus Three Kerjasama ASEAN dengan negara-negara besar di Asia Timur atau lebih dikenal dengan istilah Plus Three

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara fundamental, bahwa gerak perdagangan semakin terbuka, dinamis, dan cepat yang menyebabkan

Lebih terperinci

IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA

IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA 49 IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA 4.1 Produk Domestik Bruto (PDB) PDB atas dasar harga konstan merupakan salah satu indikator makroekonomi yang menunjukkan aktivitas perekonomian agregat suatu negara

Lebih terperinci

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 81 BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA Negara-negara yang tergabung dalam ASEAN bersama dengan Cina, Jepang dan Rep. Korea telah sepakat akan membentuk suatu

Lebih terperinci

w tp :// w ht.b p w s. go.id PERKEMBANGAN INDEKS PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG 2011 2013 ISSN : 1978-9602 No. Publikasi : 05310.1306 Katalog BPS : 6102002 Ukuran Buku : 16 x 21 cm Jumlah

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT SEPTEMBER 2016 No. 60/11/32/Th.XVIII, 1 November 2016 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR SEPTEMBER 2016 MENCAPAI

Lebih terperinci

CAPAIAN KINERJA PERDAGANGAN 2015 & PROYEKSI 2016

CAPAIAN KINERJA PERDAGANGAN 2015 & PROYEKSI 2016 Policy Dialogue Series (PDS) OUTLOOK PERDAGANGAN INDONESIA 2016 CAPAIAN KINERJA PERDAGANGAN 2015 & PROYEKSI 2016 BP2KP Kementerian Perdagangan, Kamis INSTITUTE FOR DEVELOPMENT OF ECONOMICS AND FINANCE

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA BARAT MARET 2016

PROVINSI JAWA BARAT MARET 2016 BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR No.25/05/32/Th.XVIII, 02 Mei PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT MARET A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR MARET MENCAPAI US$ 2,12 MILYAR Nilai ekspor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk 114 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk perekonomian bagi masyarakat Indonesia. Salah satu sektor agroindustri yang cendrung berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembangunan jangka panjang, sektor industri merupakan tulang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembangunan jangka panjang, sektor industri merupakan tulang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam pembangunan jangka panjang, sektor industri merupakan tulang punggung perekonomian. Tumpuan harapan yang diletakkan pada sektor industri dimaksudkan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT NOVEMBER No.72/12/32/Th.XVII, 15 Desember A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR NOVEMBER MENCAPAI US$2,03 MILYAR Nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang berlimpah, dimana banyak Negara yang melakukan perdagangan internasional, Sumberdaya yang melimpah tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi diartikan juga sebagai peningkatan output masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi diartikan juga sebagai peningkatan output masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan bagian penting dari pembangunan suatu negara bahkan bisa dikatakan sebagai salah satu indikator dalam menentukan keberhasilan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Perdagangan Internasional Menurut Oktaviani dan Novianti (2009) perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan negara lain

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Perkembangan Ekspor Impor Provinsi Jawa Barat No. 56/10/32/Th. XIX, 2 Oktober 2017 BERITA RESMI STATISTIK PROVINSI JAWA BARAT Perkembangan Ekspor Impor Provinsi Jawa Barat Agustus 2017 Ekspor Agustus 2017

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA BARAT JUNI 2017

PROVINSI JAWA BARAT JUNI 2017 BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR No. 43/08/32/Th.XIX, 01 Agustus 2017 PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT JUNI 2017 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR JUNI 2017 MENCAPAI USD 1,95 MILYAR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri tekstil bukanlah merupakan sebuah hal baru dalam sektor

I. PENDAHULUAN. Industri tekstil bukanlah merupakan sebuah hal baru dalam sektor 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri tekstil bukanlah merupakan sebuah hal baru dalam sektor perdagangan di Indonesia. Istilah tekstil yang dikenal saat ini berasal dari bahasa latin, yaitu texere

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat dan berdampak luas bagi perekonomian di dalam negeri maupun di dunia internasional. Dampak yang

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT MEI 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT MEI 2016 BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT MEI 2016 No.37/07/32/Th.XVIII, 01 Juli 2016 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR MEI 2016 MENCAPAI US$ 2,08 MILYAR

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. seperti buku, block note, buku hard cover, writing letter pad, dan lainnya. Industri

BAB 1 PENDAHULUAN. seperti buku, block note, buku hard cover, writing letter pad, dan lainnya. Industri BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri produk kertas yang juga termasuk dalam industri stasioneri adalah salah satu industri manufaktur yang mengolah kertas menjadi barang dari kertas seperti buku,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi dan sekaligus menghadapi

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi dan sekaligus menghadapi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam rangka memasuki era globalisasi dan sekaligus menghadapi persaingan bebas dan juga mengatasi krisis moneter yang berkepanjangan maka kebijaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang disebut perdagangan internasional. Hal ini dilakukan guna memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. yang disebut perdagangan internasional. Hal ini dilakukan guna memenuhi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap negara di dunia ini melakukan perdagangan antar bangsa atau yang disebut perdagangan internasional. Hal ini dilakukan guna memenuhi kebutuhan baik barang maupun

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA BARAT MARET 2017

PROVINSI JAWA BARAT MARET 2017 BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR No. 25/05/32/Th.XIX, 02 Mei 2017 PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT MARET 2017 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR MARET 2017 MENCAPAI USD 2,49 MILYAR

Lebih terperinci

HUBUNGAN KAUSALITAS ANTARA EKSPOR NON MIGAS TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TAHUN SKRIPSI

HUBUNGAN KAUSALITAS ANTARA EKSPOR NON MIGAS TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TAHUN SKRIPSI HUBUNGAN KAUSALITAS ANTARA EKSPOR NON MIGAS TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TAHUN 1980-2008 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT MEI 2017 No. 38/07/32/Th.XIX, 3 Juli 2017 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR MEI 2017 MENCAPAI USD 2,45 MILYAR

Lebih terperinci

Ekspor Bulan Juni 2014 Menguat. Kementerian Perdagangan

Ekspor Bulan Juni 2014 Menguat. Kementerian Perdagangan Ekspor Bulan Juni 2014 Menguat Kementerian Perdagangan 5 Agustus 2014 1 Neraca perdagangan non migas bulan Juni 2014 masih surplus Neraca perdagangan Juni 2014 mengalami defisit USD 305,1 juta, dipicu

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT JANUARI 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT JANUARI 2015 BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT JANUARI A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR JANUARI MENCAPAI US$ 2,11 MILYAR No. 14/02/32/Th.XVII, 16 Februari Nilai ekspor Jawa Barat mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha.

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha. BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perdagangan antar negara akan menciptakan pasar yang lebih kompetitif dan mendorong pertumbuhan ekonomi ke tingkat yang lebih tinggi. Kondisi sumber daya alam Indonesia

Lebih terperinci

Perdagangan Indonesia

Perdagangan Indonesia Tinjauan Terkini Tinjauan Terkini Perdagangan Indonesia Volume 7, September 2010 Perdagangan Indonesia Volume 7, September 2010 Daftar Isi Tinjauan Umum Hingga Juli 2010 Ekspor & Impor Beberapa Produk

Lebih terperinci

KINERJA. Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka Triwulan III DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI KIMIA, TEKSTIL, DAN ANEKA.

KINERJA. Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka Triwulan III DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI KIMIA, TEKSTIL, DAN ANEKA. KINERJA Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka Triwulan III - 2017 triwulan III DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI KIMIA, TEKSTIL, DAN ANEKA KINERJA Pagu Anggaran SEKTOR Ditjen IKTA S.D IKTATRIWULAN Tahun 2017III

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Integrasi ekonomi merupakan kebijakan perdagangan internasional yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. Integrasi ekonomi merupakan kebijakan perdagangan internasional yang dilakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Integrasi ekonomi merupakan kebijakan perdagangan internasional yang dilakukan dengan mengurangi atau menghapuskan hambatan perdagangan secara diskriminatif bagi negara-negara

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA BARAT A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR MARET 2015 MENCAPAI US$ 2,23 MILYAR

BPS PROVINSI JAWA BARAT A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR MARET 2015 MENCAPAI US$ 2,23 MILYAR BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR No. 24/04/32/Th.XVII, 15 April PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT MARET A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR MARET MENCAPAI US$ 2,23 MILYAR Nilai ekspor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini, di mana perekonomian dunia semakin terintegrasi. Kebijakan proteksi, seperi tarif, subsidi, kuota dan bentuk-bentuk hambatan lain, yang

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN JANUARI 2017

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN JANUARI 2017 No. 16/03/36/Th. XI, 1 Maret 2017 PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN JANUARI 2017 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR JANUARI 2017 TURUN 3,84 PERSEN MENJADI US$904,45 JUTA Nilai ekspor Banten pada turun 3,84

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT APRIL 2017 No. 34/06/32/Th.XIX, 2 Juni 2017 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR APRIL 2017 MENCAPAI USD 2,24 MILYAR

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era globalisasi telah muncul sebagai fenomena baru yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era globalisasi telah muncul sebagai fenomena baru yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi telah muncul sebagai fenomena baru yang dilahirkan oleh kemajuan zaman. Dalam bidang perekonomian hal ini membuat dampak yang cukup besar bagi industri-industri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Serat kapas yang berasal dari tanaman kapas (Gossypium hirsutum L.) merupakan salah satu bahan baku penting untuk mendukung perkembangan industri Tekstil dan Produk Tekstil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi dan perdagangan bebas sekarang ini, manusia

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi dan perdagangan bebas sekarang ini, manusia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi dan perdagangan bebas sekarang ini, manusia dengan ide, bakat, IPTEK, beserta barang dan jasa yang dihasilkannya dapat dengan mudah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan sangat berarti dalam upaya pemeliharaan dan kestabilan harga bahan pokok,

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan sangat berarti dalam upaya pemeliharaan dan kestabilan harga bahan pokok, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdagangan memegang peranan penting dalam perekonomian suatu negara. Kegiatan perdagangan sangat berarti dalam upaya pemeliharaan dan kestabilan harga bahan pokok,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan mutu pada karet remah (crumb

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan mutu pada karet remah (crumb 13 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Definisi Karet Remah (crumb rubber) Karet remah (crumb rubber) adalah karet alam yang dibuat secara khusus sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT OKTOBER 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT OKTOBER 2015 BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT OKTOBER No.68/11/32/Th.XVII, 16 November A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR OKTOBER MENCAPAI US$2,23 MILYAR Nilai

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT FEBRUARI 2017 No. 20/04/32/Th XIX, 3 April 2017 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR FEBRUARI 2017 MENCAPAI USD 2,21

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN DESEMBER 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN DESEMBER 2016 No. 08/02/36/Th.XI, 1 Februari 2017 PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN DESEMBER A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR DESEMBER TURUN 0,08 PERSEN MENJADI US$940,56 JUTA Nilai ekspor Banten pada turun 0,08 persen

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN DESEMBER 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN DESEMBER 2015 No.08/02/36/Th. X, 1 Februari 2016 PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN DESEMBER A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR DESEMBER NAIK 0,11 PERSEN MENJADI US$733,66 JUTA Nilai ekspor Banten pada naik 0,11 persen

Lebih terperinci

Ekspor Nonmigas Agustus 2010 Mencapai US$ 11,8 Miliar, Tertinggi Sepanjang Sejarah

Ekspor Nonmigas Agustus 2010 Mencapai US$ 11,8 Miliar, Tertinggi Sepanjang Sejarah SIARAN PERS Pusat HUMAS Kementerian Perdagangan Gd. I Lt. 2, Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta 10110 Telp/Fax: 021-3860371 www.depdag.go.id Ekspor Nonmigas Agustus 2010 Mencapai US$ 11,8 Miliar, Tertinggi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Tragedi serangan teroris ke gedung World Trade Center (WTC) Amerika

1. PENDAHULUAN. Tragedi serangan teroris ke gedung World Trade Center (WTC) Amerika 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tragedi serangan teroris ke gedung World Trade Center (WTC) Amerika pada tanggal 1 I September 2001, tampaknya akan mengubah tatanan ekonomi dan pasar global yang dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Small open economic, merupakan gambaran bagi perekonomian Indonesia saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap perekonomian dunia,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 4.1 Perkembangan Harga Minyak Dunia Pada awal tahun 1998 dan pertengahan tahun 1999 produksi OPEC turun sekitar tiga

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA BARAT JULI 2017

PROVINSI JAWA BARAT JULI 2017 BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR No. 050/09/32/Th.XIX, 4 September 2017 PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT JULI 2017 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR JULI 2017 MENCAPAI USD 2,59

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN JUNI 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN JUNI 2016 No. 44/08/36/Th.X, 1 Agustus PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN JUNI A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR JUNI NAIK 12,20 PERSEN MENJADI US$889,48 JUTA Nilai ekspor Banten pada Juni naik 12,20 persen dibanding

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang mengandalkan sektor pertanian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang mengandalkan sektor pertanian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang mengandalkan sektor pertanian dalam perekonomian. Selain itu sebagian besar penduduk Indonesia bekerja pada sektor

Lebih terperinci

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur XII Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur Globalisasi ekonomi menuntut produk Jawa Timur mampu bersaing dengan produk sejenis dari negara lain, baik di pasar lokal maupun pasar internasional. Kurang

Lebih terperinci

V. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI INDONESIA. dari waktu ke waktu. Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi merupakan proses

V. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI INDONESIA. dari waktu ke waktu. Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi merupakan proses 115 V. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI INDONESIA 5.1. Pertumbuhan Ekonomi Petumbuhan ekonomi pada dasarnya merupakan proses perubahan PDB dari waktu ke waktu. Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi merupakan proses

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci