STUDI IDENTIFIKASI STRUKTUR DAN PROSPEK HIDROKARBON DAERAH FRONTIER PADA CEKUNGAN MELAWI-KETUNGAU, KALIMANTAN BARAT DENGAN METODE GAYABERAT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STUDI IDENTIFIKASI STRUKTUR DAN PROSPEK HIDROKARBON DAERAH FRONTIER PADA CEKUNGAN MELAWI-KETUNGAU, KALIMANTAN BARAT DENGAN METODE GAYABERAT"

Transkripsi

1 JTM Vol. XVIII No. 2/2011 STUDI IDENTIFIKASI STRUKTUR DAN PROSPEK HIDROKARBON DAERAH FRONTIER PADA CEKUNGAN MELAWI-KETUNGAU, KALIMANTAN BARAT DENGAN METODE GAYABERAT Trias Ningrum 1, Wawan Gunawan A. Kadir 1, Susanti Alawiyah 1, Eko Januari Wahyudi 1 Sari Cekungan Melawi-Ketungau terletak di Kalimantan Barat, Indonesia. Terbatasnya data mengenai cekungan ini menyebabkan perkembangan eksplorasi di kawasan ini menjadi sangat terbelakang (frontier). Oleh karena itu, penelitian ini ditujukan untuk memperoleh informasi lebih lanjut mengenai prospek hidrokarbon dengan metode gayaberat. Data gayaberat yang digunakan merupakan kompilasi dari berbagai data yang ada di Pulau Kalimantan. Interpretasi struktur dan batas cekungan dilakukan berdasarkan anomali SVD dan untuk mengetahui distribusi densitas bawah permukaan, dibuat model bawah permukaan melalui teknik forward modeling dengan Encom ModelVision Pro version 9.0 dan inverse modeling dengan UBC Grav3D. Hasil pemodelan yang didukung oleh data geologi menunjukkan ketebalan sedimen rata-rata daerah penelitian sekitar 4.62 ± km. Hasil analisis struktur berdasarkan pola anomali SVD menunjukkan adanya dua sesar naik berarah relatif timur-barat serta dua sesar geser menganan berarah relatif barat laut-tenggara. Subcekungan Melawi berpotensi mengan-dung hidrokarbon dan hasil analisis prospek di kawasan ini merekomendasikan 4 daerah yang dapat dikembangkan sebagai lapangan migas, yaitu Prospek A, Prospek B, Prospek C, dan Prospek D yang berada pada nilai anomali SVD tinggi. Kata kunci: Cekungan Melawi-Ketungau, pemodelan gayaberat, prospek hidrokarbon. Abstract The Melawi-Ketungau Basin is located in West Kalimantan, Indonesia. Limited data related to this basin causes the exploration development in this area becomes frontier, compared to Kutei Basin in the east and Natuna Basin in the west. Therefore, the objective of this study is to obtain more information about the prospect of the hydrocarbon using gravity method. The data used in this study is a compilation of various existing data in Kalimantan. The interpretation of the structures and the boundary of the basin are based on the SVD anomaly and to determine the density distribution, subsurface models were made with forward modeling technique using Encom ModelVision Pro version 9.0 and inverse modeling with UBC Grav3D. Modeling results supported by geological data indicate that the average thickness of sediment in the study area is about 4.62 ± kilometers. The result of the structure analysis based on the SVD anomaly shows two reverse faults that extends to the relative east-west direction and two dextral strike-slip faults with the relative direction NW-SE. The Melawi Basin potentially contains hydrocarbon and the prospect analysis in this area recommends 4 areas that can be developed as oil and gas fields: Prospect A, Prospect B, Prospect C, and Prospect D which are located on the high anomaly SVD. Keywords: Melawi-Ketungau Basins, gravity modeling, hydrocarbon prospect 1) Program Studi Teknik Geofisika-Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesa No. 10, Bandung 40132, Telp: , Fax: , trias_rush@yahoo.co.id I. PENDAHULUAN Gayaberat merupakan salah satu metode geofisika yang digunakan untuk menggambarkan struktur geologi bawah permukaan berdasarkan variasi medan gravitasi bumi akibat perbedaan densitas secara lateral. Salah satu penerapan metode gayaberat yaitu dalam tahap awal eksplorasi hidrokarbon dimana metode ini digunakan untuk memperkirakan keberadaan cekungan. Cekungan Melawi-Ketungau di Kalimantan Barat (Gambar 1) merupakan cekungan dengan status frontier area, dimana keberadaan hidrokarbon pada kawasan ini (khususnya Subcekungan Melawi) belum banyak diketahui secara luas. Salah satu kontraktor migas yang telah melakukan kegiatan pada kawasan ini yaitu Canadian Oxy pada tahun Beberapa pengeboran eksplorasi (Sumur West Kayan-1 dan Sumur Kedukul-1) mengidentifikasi keberadaan gas pada beberapa formasi batuan. Bukti lain mengenai keberadaan hidrokarbon di daerah Cekungan Melawi-Ketungau yaitu adanya rembesan minyak dan gas di hulu Sungai Melawi, Sungai Rebunge, Sungai Pocoh, dan di sekitar antiklin Kedukul dan Antiklin Sepauk (Tim Studi Petroleum System Cekungan Melawi- Ketungau Kalimantan Barat, 2004). Dalam penelitian ini, penulis mengidentifikasi struktur sesar dan batas cekungan daerah penelitian, memodelkan bawah permukaan daerah penelitian berdasarkan nilai kontras densitas batuan untuk estimasi ketebalan sedimen serta memetakan top basement Cekungan Melawi-Ketungau, serta analisis daerah yang berprospek mengandung hidrokarbon serta memberikan rekomendasi daerah/lokasi prospek hidrokarbon untuk eksplorasi lebih lanjut. 57

2 Trias Ningrum, Wawan Gunawan A. Kadir, Susanti Alawiyah, Eko Januari Wahyudi TMNo.4/2009 kemudian diikuti tumbukan Luconian Platform yang mendesak lempeng kerak Samudera. Pada energi maksimum, penunjaman ini menyebabkan kerak samudera patah sehingga membentuk graben-graben yang selanjutnya diisi oleh sedimen sebagai awal mula terbentuknya Cekungan Melawi-Ketungau. Gambar 1. Cekungan Melawi-Ketungau, Kalimantan Barat (Hall, 2005) II. METODOLOGI Pada penelitian ini, tahap-tahap yang penulis lakukan untuk mencapai tujuan penelitian antara lain dengan melakukan studi pustaka mengenai metode gayaberat dan informasi sejarah geologi Cekungan Melawi-Ketungau, kemudian melakukan kompilasi data anomali Bouguer daerah penelitian agar didapat anomali residual melalui penapisan dengan metode moving average dan second vertical derivative melalui penapisan dengan FFT vertical derivative orde 2. Dari anomali residual dilakukan pemodelan ke depan dan kebelakang, sementara dari anomali second vertical derivative dilakukan analisis struktur dan batas cekungan. Pemodelan kedepan dilakukan dengan mengunakan perangkat lunak Encom ModelVision Pro verison 9.0, sementara pemodelan ke belakang dilakukan dengan menggunakan UBC Grav3D. Selain itu, dilakukan juga kajian mengenai petroleum system cekungan untuk mengetahui prospek keberadaan hidrokarbon dalam Cekungan Melawi-Ketungau. Dari berbagai hasil kajian data gayaberat dan petroleum system, dibuatlah peta pola arah migrasi untuk menentukan daerah-daerah prospek untuk kegiatan eksplorasi selanjutnya. III. TATANAN GEOLOGI Secara tektonik, Cekungan Melawi-Ketungau merupakan cekungan yang terletak pada Paparan Sunda. Pembentukan cekungan-cekungan sedimen Tersier di daerah Kalimantan sebelah barat dipengaruhi oleh proses subduksi dari Laut Cina Selatan (Lempeng Eurasia) yang mengarah ke selatan sebelum terjadi tumbukan (collision) Luconian microcontinent (Hutchison, 1996). Pergerakan lempeng kerak Samudera dari Laut Cina Selatan yang berarah ke selatan menunjam kerak Benua Sundaland (Schwaner Core), Lempeng Eurasia yang bergerak selama Kapur hingga Tersier awal menghasilkan tektonik komplek pada daerah Cekungan Melawi- Ketungau. Aktivitas tektonik pra-tersier mengawali konfigurasi cekungan yang dibatasi oleh tinggian (basement high) granit, basalt, sekis dan filit pada Formasi Semitau pada umur Triassic-Jura. Kejadian tektonik pada Kapur akhir menghasilkan tinggian dan rendahan, tinggian yang terdiri dari granit Kapur ini memisahkan Subcekungan Melawi pada bagian selatan dan Subcekungan Ketungau pada bagian utara. Secara umum perkembangan sesar-sesar di Cekungan Melawi-Ketungau dipengaruhi oleh adanya gerak sesar mendatar Luconia (Sesar Melawi Timur) dan gerak sesar mendatar dari Sesar Amar (Tim Studi Petroleum System Cekungan Melawi-Ketungau Kalimantan Barat, 2004). Sistem deformasi Sesar Melawi Timur ditandai dengan gerak mendatar menganan yang berarah barat laut-tenggara. Sesar ini diprediksi terbentuk pada zaman Pra-Tersier. Sistem deformasi Sesar Amar ditandai dengan gerak menganan yang berarah barat timur laut-timur tenggara. Deformasi Sesar Amar diperkirakan berlangsung sejak Pra-Tersier akibat adanya tumbukan mikrokontinen Sunda dengan Lempeng Eurasia. Sistem deformasi Sesar Boyan ditandai dengan gerak sesar naik berarah timur-barat. Sesar ini berkembang di sekitar Tinggian Semitau, membentuk jalur lurus yang membatasi Subcekungan Melawi di sebelah utara. Sistem ini diperkirakan berumur Oligosen Akhir. Konfigurasi Cekungan Melawi-Ketungau dikontrol oleh beberapa aktivitas tektonik selama Kapur awal dan Paleosen. Batuan yang tersingkap di Cekungan Melawi-Ketungau terdiri dari batuan pratersier berupa batuan metamorf filit dan sekis, batuan beku basalt, granit dan granodiorit serta sedimen klastik Kapur (Gambar 2). Petroleum System Batuan induk di Cekungan Melawi-Ketungau diperkirakan berasal dari sedimen klastik halus berumur Kapur, Eosen, dan Oligosen. Namun, kandungan organik karbon (TOC) yang matang 58

3 Studi Identifikasi Struktur dan Prospek Hidrokarbon Daerah Frontier pada Cekungan Melawi-Ketungau, Kalimantan Barat dengan Metode Gayaberat terdapat pada Formasi Pendawan (TOC = 0.52% %) dengan Ro % dan kandungan dominan pada formasi ini merupakan kerogen penghasil gas (gas prone) dari jenis humik. Perangkap hidrokarbon yang berkembang merupakan perangkap struktur berupa lipatan (antiklin) yang berkembang baik di daerah selatan Subcekungan Melawi. Perangkap lain yang dapat dijumpai yaitu berupa blok sesar dan perangkap stratigrafi berupa batupasir yang membaji/pinch-out. IV. PENGOLAHAN DATA GAYABERAT Dari peta anomali Bouguer dilakukan analisis spektrum untuk mengestimasi kedalaman bodi anomali serta mendapatkan lebar jendela yang akan digunakan untuk penapisan dengan metode moving average. Dari lima lintasan (Gambar 3) yang diambil untuk proses ini, didapat kedalaman rata-rata regional dan residual berturut-turut sebesar 18,1 km dan 5,2 km dengan lebar jendela 5 (Tabel 1). Selain itu, dibuat juga peta anomali second vertical derivative melalui penapisan dengan FFT vertical derivative orde 2. Gambar 2. Kolom stratigrafi Cekungan Melawi- Ketungau, Kalimantan Barat (Tim Studi Petroleum System Cekungan Melawi-Ketungau Kalimantan Barat, 2004) Reservoir utama yang berkembang pada daerah ini berupa batupasir dari berbagai formasi batuan, antara lain Formasi Ingar, Formasi Payak, Formasi Haloq, Formasi Tebidah, Formasi Sekayam, dan Formasi Landak (Hadipandoyo et al., 2007). Porositas batupasir berkisar antara % yang berupa porositas antar butir, antar partikel, pada bidang laminasi, serta pada bidang retakan batuan. Sementara itu, batuan tudung pada kawasan ini berupa batuan berbutir halus seperti serpis dan batulempung dari Formasi Silat, Formasi Selangkai, Formasi Pendawan, Formasi Ingar, dan Formasi Sekayam. Hidrokarbon yang terperangkap diperkirakan hasil migrasi vertikal melalui bidang-bidang patahan. Migrasi lateral terjadi setelah migrasi vertikal dengan arah umum migrasi di daerah Subcekungan Melawi diperkirakan dari arah utara ke selatan serta tidak menutup kemungkinan adanya migrasi lokal (Tim Studi Petroleum System Cekungan Melawi-Ketungau Kalimantan Barat, 2004). Gambar 3. Posisi lintasan untuk analisis spektrum dan grafik hubungan ln A dan k pada masing-masing lintasan Tabel 1. Hasil perhitungan lebar jendela Regional Residual Line m c m c k W A-A' -25,53 6,10-7,22 3,98 12,86 5,43 B-B' -21,09 5,60-8,10 3,63 16,85 4,14 C-C' -15,54 5,69-4,55 4,01 16,98 4,11 D-D' -17,76 5,53-4,11 4,18 11,00 6,34 E-E' -9,99 5,02-2,00 3,90 15,54 4,49 Ratarata 18,1 km 5,2 km 14,397 4,90 Lebar jendela rata-rata 5 59

4 Trias Ningrum, Wawan Gunawan A. Kadir, Susanti Alawiyah, Eko Januari Wahyudi TMNo.4/2009 Untuk pemodelan ke depan, model bawah permukaan diasumsikan terdiri dari dua jenis batuan yaitu batuan dasar dengan densitas 2,84 gr/cc dan batuan sedimen dengan densitas 2,5 gr/cc. Pemodelan ini dilakukan pada 3 lintasan, masing-masing sepanjang 200 km hingga kedalaman 9 km dan strike bodi 50 km. Pada pemodelan kebelakang, data masukan berupa anomali residual dengan parameter sebagai berikut: 1. Ukuran sel yang digunakan adalah 5 km x 5 km x 0,5 km dengan kedalaman maksimal yang dimodelkan yaitu 9 km. Pemodelan dilakukan dalam mesh sebesar sel (119 x 51 x 19). 2. Batasan (bounds) kontras densitas yang digunakan adalah 0,169 gr/cc hingga 0,171 gr/cc untuk batuan dasar pada kedalaman lebih dari 6500 m, dan untuk batuan sedimen pada kedalaman m adalah -0,171 gr/cc hingga -0,169 gr/cc. Sementara pada daerah yang berada di antaranya, penulis menggunakan kisaran densitas -0,169 gr/cc hingga 0,171 gr/cc. Dari model inversi 3D dilakukan slice pada kedalaman m, m, dan m serta pada posisi lintasan yang sama dengan lintasan pada pemodelan ke depan. V. HASIL DAN ANALISIS 5.1 Anomali Gayaberat Bouguer, Regional, dan Residual Peta anomali gayaberat Bouguer ditampilkan dalam Gambar 4. Dapat dilihat sebaran nilai anomali negatif (warna biru) terdapat pada bagian timur daerah penelitian yang menerus ke utara dan sedikit pada daerah barat laut. Sementara itu nilai anomali positif (warna merah) terdapat pada bagian tenggara, barat daya, dan tengah daerah penelitian. Dari gambar di bawah, dapat pula dilihat bahwa nilai anomali gayaberat Bouguer daerah penelitian berkisar antara -36,7 mgal hingga 61,2 mgal. Anomali regional daerah penelitian ditampilkan dalam Gambar 5. Secara umum, anomali regional menunjukkan pola yang tidak jauh berbeda dengan pola anomali CBA, hal ini karena anomali regional memberikan pengaruh yang besar terhadap anomali CBA dengan nilai berkisar antara -32,7 mgal hingga 44,2 mgal. Gambar 4. Peta anomali gayaberat Bouguer daerah penelitian Gambar 5. Peta anomali regional daerah penelitian 60

5 Studi Identifikasi Struktur dan Prospek Hidrokarbon Daerah Frontier pada Cekungan Melawi-Ketungau, Kalimantan Barat dengan Metode Gayaberat Gambar 6. Peta anomali residual daerah penelitian Sementara itu, anomali residual ditunjukkan dalam Gambar 6, dimana peta anomali residual ini memiliki nilai maksimum 28,2 mgal yang ditunjukkan oleh warna merah serta nilai minimum -15,6 mgal yang ditunjukkan oleh warna biru. Anomali negatif yang ditandai dengan warna biru tua hingga biru muda dengan kisaran nilai anomali -15,6 mgal sampai 3,9 mgal ini dicurigai sebagai keberadaan cekungan di daerah penelitian dengan sebaran yang mengikuti trend arah barat-timur. Tinggian pada peta anomali residual ditandai dengan anomali positif yang berwarna kuning Gambar 7. Analisis jenis sesar dari anomali SVD hingga merah dengan nilai anomali 7,1 mgal sampai 15,1 mgal. Tinggian yang terdapat di daerah utara daerah penelitian merupakan Lubok Antu Melange, sementara tinggian yang memisahkan kedua subcekungan yaitu busur volkanik dan sekuen ofiolit dari Tinggian Semitau. 5.2 Anomali Second Vertical Derivative (SVD) Analisis untuk menentukan jenis sesar yang terdapat pada daerah penelitian ditampilkan dalam Gambar 7. Dari hasil analisis ini didapat Dari hasil analisis SVD, didapat sesar-sesar naik dengan trend relatif arah barat-timur. Sesar naik 61

6 Trias Ningrum, Wawan Gunawan A. Kadir, Susanti Alawiyah, Eko Januari Wahyudi TMNo.4/2009 terdapat di sebelah utara, daerah tengah, serta sebelah selatan daerah penelitian. Sesar naik yang memanjang di bagian tengah daerah penelitian merupakan Sesar Boyan yang membatasi Subcekungan Melawi di sebelah utara. Selain sesar-sesar naik tersebut terdapat pula beberapa sesar geser pada daerah penelitian. Penarikan sesar geser pada peta anomali second vertical derivative ini dibantu dengan data geologi pada daerah penelitian. Sesar geser yang pertama merupakan Sesar Amar yang terdapat di sebelah utara Subcekungan Ketungau. Sesar ini memiliki arah pergerakan menganan yang berarah barat timur laut-timur tenggara. Sesar Melawi Timur terdapat pada bagian tenggara daerah penelitian, sesar ini ditandai pula dengan gerak menganan dengan arah timur laut-tenggara (Gambar 8). Interpretasi batas cekungan secara kualitatif juga dilakukan pada peta anomali SVD. Cekungan yang terdapat dalam Gambar 9 antara lain Subcekungan Ketungau di sebelah utara, Subcekungan Melawi Barat di sebelah barat daya, dan Subcekungan Melawi Timur di sebelah tenggara. Tinggian Semitau memisahkan Subcekungan Ketungau di sebelah selatan dengan Subcekungan Melawi Barat dan Subcekungan Melawi Timur. Sementara itu, diperkirakan terdapat aktivitas tektonik lain yang memisahkan Subcekungan Melawi menjadi Subcekungan Melawi Barat dan Subcekungan Melawi Timur (Gambar 10). Gambar 8. Interpretasi struktur sesar Cekungan Melawi-Ketungau Gambar 9. Interpretasi delineasi batas Cekungan Melawi-Ketungau 62

7 Studi Identifikasi Struktur dan Prospek Hidrokarbon Daerah Frontier pada Cekungan Melawi-Ketungau, Kalimantan Barat dengan Metode Gayaberat 5.3 Pemodelan Ke Depan (Gambar 10) Model bawah permukaan hasil pemodelan ke depan dapat dilihat dalam Gambar 11, Gambar 12, dan Gambar 13. Dari ketiga model, dapat disimpulkan bahwa ketebalan sedimen rata-rata pada cekungan ini adalah sekitar 4,54 km. Secara umum, hasil pemodelan ke depan menunjukkan bahwa Cekungan Melawi-Ketungau merupakan satu buah cekungan besar yang terpisah satu sama lain. Terpisahnya Subcekungan Ketungau dengan Subcekungan Melawi merupakan hasil dari aktivitas tektonik pada jaman Kapur yang membentuk Tinggian Semitau di sebelah utara Subcekungan Melawi. Gambar 10. Posisi lintasan untuk pemodelan ke depan dan ke belakang Gambar 11. Model bawah permukaan hasil pemodelan ke depan penampang Line 123 Gambar 12. Model bawah permukaan hasil pemodelan ke depan penampang Line

8 Trias Ningrum, Wawan Gunawan A. Kadir, Susanti Alawiyah, Eko Januari Wahyudi TMNo.4/2009 Gambar 13. Model bawah permukaan hasil pemodelan ke depan penampang Line 125 Gambar 14. Penampang model inversi pada kedalaman m, m, dan.5000 m 5.4 Pemodelan Ke Belakang Untuk melihat sebaran kontras densitas hasil pemodelan ke belakang, dari model inversi 3 dimensi dilakukan slice pada 3 kedalaman. Dari ketiga penampang kedalaman (Gambar 14), dapat dilihat pada kedalaman m pada cekungan masih berupa batuan sedimen, kemudian pada kedalaman m mulai dapat terlihat adanya basement high pada daerah Tinggian Semitau dan Lubok Antu Melange. Sementara pada kedalaman m, batuan dasar sudah mulai mendominasi cekungan. Pada daerah penelitian dilakukan slice pada tiga lintasan yang melalui ketiga subcekungan dengan tujuan melihat kecocokan antara hasil pemodelan ke depan dengan pemodelan ke belakang. Hasil pemodelan ke depan dan pemodelan ke belakang diberikan dalam Gambar 15, Gambar 16, dan Gambar 17. Secara umum, ketebalan rata-rata batuan sedimen antara hasil pemodelan ke depan dengan hasil pemodelan ke belakang sekitar 0,1 km sampai 0,2 km dengan rata-rata selisihnya sebesar 0,157 km. Ketebalan rata-rata batuan sedimen dari hasil kedua teknik pemodelan adalah sekitar 4,62 km. 64

9 Studi Identifikasi Struktur dan Prospek Hidrokarbon Daerah Frontier pada Cekungan Melawi-Ketungau, Kalimantan Barat dengan Metode Gayaberat Gambar 15. Model hasil pemodelan ke depan dan ke belakang Line 123 Gambar 16. Model hasil pemodelan ke depan dan ke belakang Line 124 Gambar 17. Model hasil pemodelan ke depan dan ke belakang Line 125 Perbedaan hasil antara kedua teknik pemodelan disebabkan oleh perbedaan nilai kontras densitas yang diberikan sebagai input (masukan) dalam melakukan pemodelan. Dalam pemodelan ke depan, masukan yang digunakan terdiri dari dua lapisan yaitu batuan dasar dan batuan sedimen yang masing-masing memiliki satu nilai kontras densitas, yaitu +0,1 gr/cc untuk batuan dasar dan -0,17 gr/cc untuk batuan sedimen. Sementara pada pemodelan ke belakang, masukan kontras densitasnya merupakan rentang dengan nilai +0,05 gr/cc hingga +0,15 gr/cc untuk batuan 65

10 Trias Ningrum, Wawan Gunawan A. Kadir, Susanti Alawiyah, Eko Januari Wahyudi TMNo.4/2009 dasar dan -0,175 gr/cc hingga -0,165 gr/cc untuk batuan sedimen. Sehingga hasil pemodelan inversi menghasilkan model bawah permukaan dengan banyak lapisan yang memiliki kontras densitas batuan yang berbeda-beda. 5.5 Top Basement Hasil Pemodelan Ke Depan dan Ke Belakang Setelah melakukan pemodelan ke depan dan pemodelan ke belakang, penulis memetakan top basement sesuai dengan daerah yang dijadikan lintasan untuk pemodelan. Hasil top basement daerah penelitian ditunjukkan pada Gambar 18. Dari gambar dapat disimpulkan bahwa top basement hasil pemodelan ke belakang menunjukkan hasil yang lebih detil dibandingkan dengan top basement pemodelan ke depan. Hal ini disebabkan oleh model 2,5D pemodelan ke depan hanya memiliki variasi densitas terhadap kedalaman dengan strike bodi tertentu. maksimal top basement hasil pemodelan ke depan mencapai 5,27 km dan kedalaman maksimal hasil pemodelan ke belakangnya sekitar 5,45 km. 5.6 Analisis Prospek Hidrokarbon Daerah Penelitian Analisis prospek hidrokarbon lebih difokuskan pada Subcekungan Melawi, karena terbatasnya data pendukung pada Subcekungan Ketungau dan sedimen yang terbentuk relatif tipis sehingga hidrokarbon dipandang belum cukup matang. Berdasar data geologi, pengisian hidrokarbon diperkirakan berasal dari arah utara ke selatan dan merupakan hasil migrasi vertikal dari batuan induk Formasi Pendawan melalui bidang-bidang patahan, dan migrasi lateral yang terjadi setelahnya. Umumnya, perangkap yang berkembang di kawasan ini yaitu perangkap struktur yang berupa lipatan (antiklin). Tipe perangkap ini dijumpai pada bagian selatan Subcekungan Melawi yang berasosiasi dengan zona tinggian berwarna merah. Struktur lipatan ini merupakan hasil aktivitas tektonik kompresi yang diperkirakan terjadi pada Oligosen Akhir-Miosen Awal. Interpretasi arah migrasi hidrokarbon pada Subcekungan Melawi dilakukan berdasarkan pada peta anomali SVD. Anomali negatif mengindikasikan adanya cekungan sementara anomali positif meng-indikasikan struktur tinggian. Asumsi yang digunakan yaitu anomali SVD berbanding lurus dengan ke-dalaman cekungan. Gambar 18. Top basement hasil pemodelan ke depan dan pemodelan ke belakang Kedalaman maksimal top basement Subcekungan Ketungau hasil pemodelan ke depan pada daerah penelitian mencapai 5,48 km dan kedalaman hasil pemodelan ke belakang sekitar 5,49 km. Untuk Subcekungan Melawi Barat, kedalaman maksimal top basement hasil pemodelan ke depan mencapai 5,36 km dan kedalaman maksimal hasil pemodelan ke belakangnya sekitar 5,50 km. Sementara pada Subcekungan Melawi Timur kedalaman Pada penelitian ini, penulis mencoba menginterpretasikan daerah yang berprospek mengandung hidrokarbon. Kawasan prospek pada Subcekungan Melawi seperti terlihat pada Gambar 19 antara lain Prospek A, Prospek B, Prospek C, dan Prospek D. Interpretasi ini didasarkan pada beberapa kriteria berikut: 1. Terpenuhinya syarat-syarat utama terbentuk dan terperangkapnya hidrokarbon seperti batuan induk, batuan reservoir, batuan tudung, ke-matangan, dan perangkap hidrokarbon. 2. Adanya stuktur tinggian yang diperkirakan sebagai antiklin dan struktur tutupan (closure). 66

11 Studi Identifikasi Struktur dan Prospek Hidrokarbon Daerah Frontier pada Cekungan Melawi-Ketungau, Kalimantan Barat dengan Metode Gayaberat Gambar 19. Interpretasi arah migrasi hidrokarbon pada Subcekungan Melawi berdasarkan pola anomali SVD 3. Adanya sumur pemboran eksplorasi yang mengidentifikasi keberadaan gas serta indikasi potensi hidokarbon berupa rembesan. 4. Kecuraman kontur SVD antara nilai anomali rendah dengan nilai anomali tinggi yang diwakili oleh kontur anomali yang rapat. VI. KESIMPULAN Setelah melakukan pengolahan dan pemodelan serta interpretasi terhadap data gayaberat di Cekungan Melawi-Ketungau dengan didukung oleh informasi geologi, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Dari hasil analisis dan interpretasi anomali gayaberat dan didukung oleh informasi sejarah pembentukan cekungan, Cekungan Melawi-Ketungau yang terletak di Kalimantan Barat merupakan satu buah cekungan besar yang terpisah menjadi tiga buah subcekungan, antara lain Subcekungan Ketungau, Subcekungan Melawi Barat, dan Subcekungan Melawi Timur. 2. Hasil analisis second vertical derivative serta didukung oleh informasi geologi menunjukkan sesar yang berkembang di daerah penelitian didominasi oleh sesar naik yang memanjang dengan arah relatif timurbarat, yang salah satunya merupakan Sesar Boyan. Selain itu terdapat pula sesar-sesar geser menganan dengan arah relatif barat laut-tenggara, yaitu Sesar Amar dan Sesar Melawi Timur. 3. Hasil kedua teknik pemodelan (pemodelan ke depan dan pemodelan ke belakang) menunjukkan ketebalan sedimen rata-rata daerah penelitian sekitar 4,62 ± 0,157 km. 4. Dari hasil analisis prospek hidrokarbon, Subcekungan Melawi berpotensi mengandung hidrokarbon dengan rekomendasi 4 kawasan yang dapat dikembangkan sebagai lapangan migas, antara lain Prospek A, Prospek B, Prospek C, dan Prospek D yang berada pada nilai anomali second vertical derivative tinggi yang diasosiasikan sebagai struktur antiklin. DAFTAR PUSTAKA 1. Blakely, R.J., Potential Theory in Gravity and Magnetic Application, Cambrige University Press. 2. Encom Model Vision Pro, Reference Manual version 9.0, Pitney Bowes Business Insight. 3. Hadipandoyo, S., Setyoko, J., Suliantara, G. A., Riyanto, H., Saputro, H.H., Harahap, M.D., Firdaus, N., Kuantifikasi Sumberdaya Hidrokarbon Indonesia, Pusat Penelitian dan Pengembangan Energi dan Sumberdaya Mineral LEMIGAS, Jakarta. 4. Hall, R., Cenozoic Tectonics of Indonesia, Problems and Models, Indonesian Petroleum Association and Royal Halloway, University of London. 5. Hamilton, W., Tectonics of the Indonesian Region, United States Geological Survey Professional Paper 1078, p Hammer, S., Terrain corrections for gravimeter stations, Geophysics, 4, p Heryanto, N., Williams, P.R., Harahap, B. H., Pieters, P.F., Peta Geologi Lembar Sintang, Kalimantan skala 1: , PPPG Bandung. 8. Hutchison, C.S., Geological Evolution of South-East Asia, Clarendon Press Oxford, p

12 Trias Ningrum, Wawan Gunawan A. Kadir, Susanti Alawiyah, Eko Januari Wahyudi TMNo.4/ Hutchison, C.S., The Rajang Accretionary Prism and Lupar Line problem of Borneo, In Tectonic Evolution of SE Asia. pp Edited by R. Hall and D. J. Blundell. Geological Society of London Special Publication Kadir, W.G.A., Eksplorasi Gayaberat dan Magnetik, Jurusan Teknik Geofisika, Fakultas Ilmu Kebumian dan Teknologi Mineral, ITB, Bandung. 11. Moss, S.J., and Wilson, M.E.J., Biogeographic Implications of the Tertiary Palaeogeographic Evolution of Sulawesi and Borneo, in Biogeography and Geological Evolution of SE Asia, pp Edited by Robert Hall and Jeremy D. Holloway. Backbuys Publishers, Leiden, The Netherlands. 12. Reynolds, J.M., An Introduction to Applied and Environmental Geophysics, John Wiley & Sons. 13. Robinson, E., and Caruh, C., Basic exploration geophysics, Wiley and Sons. 14. Rose, R., and Hartono, P., Geological Evolution of The Tertiary Kutei-Melawi Basin Kalimantan Indonesia, Proceedings Indonesian Petroleum Association 7th Annual Convention. 15. Telford, M.W., Geldart, L.P., Sheriff, R.E., and Keys, D.A., Applied Geophysics, Cambrige University Press. 16. Tim Studi Petroleum System Cekungan Melawi-Ketungau Kalimantan Barat, Petroleum System Cekungan Melawi- Ketungau Kalimantan Barat, Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral, Badan Penelitian dan Pengembangan Energi dan Sumberdaya Mineral, Pusat Penelitian dan Pengembangan Energi dan Sumberdaya Mineral LEMIGAS, Jakarta. Tidak dipublikasikan. 17. Van de Weerd, A.A., and R.A. Armin, Origin and evolution of the Tertiary hydrocarbon-bearing basins in Kalimantan (Borneo), Indonesia, AAPG Bulletin, v. 76, p Williams, P.R., Supriatna, S., Trail, D.S., and Heryanto, R., Tertiary Basins of West Kalimantan, Associated Igneous Activity and Structural Setting, Proceedings Indonesian Petroleum Association 13th Annual Convention. 68

IDENTIFIKASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN DATA GAYABERAT DI DAERAH KOTO TANGAH, KOTA PADANG, SUMATERA BARAT

IDENTIFIKASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN DATA GAYABERAT DI DAERAH KOTO TANGAH, KOTA PADANG, SUMATERA BARAT IDENTIFIKASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN DATA GAYABERAT DI DAERAH KOTO TANGAH, KOTA PADANG, SUMATERA BARAT Diah Ayu Chumairoh 1, Adi Susilo 1, Dadan Dhani Wardhana 2 1) Jurusan Fisika FMIPA Univ.

Lebih terperinci

STUDI IDENTIFIKASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DAN KEBERADAAN HIDROKARBON BERDASARKAN DATA ANOMALI GAYA BERAT PADA DAERAH CEKUNGAN KALIMANTAN TENGAH

STUDI IDENTIFIKASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DAN KEBERADAAN HIDROKARBON BERDASARKAN DATA ANOMALI GAYA BERAT PADA DAERAH CEKUNGAN KALIMANTAN TENGAH STUDI IDENTIFIKASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DAN KEBERADAAN HIDROKARBON BERDASARKAN DATA ANOMALI GAYA BERAT PADA DAERAH CEKUNGAN KALIMANTAN TENGAH Dian Erviantari, Muh. Sarkowi Program Studi Teknik Geofisika

Lebih terperinci

STUDI IDENTIFIKASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DAN KEBERADAAN HIDROKARBON BERDASARKAN DATA ANOMALI GAYA BERAT PADA DAERAH CEKUNGAN KALIMANTAN TENGAH

STUDI IDENTIFIKASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DAN KEBERADAAN HIDROKARBON BERDASARKAN DATA ANOMALI GAYA BERAT PADA DAERAH CEKUNGAN KALIMANTAN TENGAH STUDI IDENTIFIKASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DAN KEBERADAAN HIDROKARBON BERDASARKAN DATA ANOMALI GAYA BERAT PADA DAERAH CEKUNGAN KALIMANTAN TENGAH Dian Erviantari dan Muh. Sarkowi Program Studi Teknik Geofisika

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN 5.1. Anomali Bouguer U 4 3 mgal 4 3 Gambar 5.1 Peta anomali bouguer. Beberapa hal yang dapat kita tarik dari peta anomali Bouguer pada gambar 5.1 adalah : Harga anomalinya

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA ANOMALI BOUGUER

BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA ANOMALI BOUGUER BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA ANOMALI BOUGUER Tahapan pengolahan data gaya berat pada daerah Luwuk, Sulawesi Tengah dapat ditunjukkan dalam diagram alir (Gambar 4.1). Tahapan pertama yang dilakukan adalah

Lebih terperinci

2014 INTERPRETASI STRUKTUR GEOLOGI BAWAH PERMUKAAN DAERAH LEUWIDAMAR BERDASARKAN ANALISIS SPEKTRAL DATA GAYABERAT

2014 INTERPRETASI STRUKTUR GEOLOGI BAWAH PERMUKAAN DAERAH LEUWIDAMAR BERDASARKAN ANALISIS SPEKTRAL DATA GAYABERAT BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Satuan tektonik di Jawa Barat adalah jalur subduksi Pra-Eosen. Hal ini terlihat dari batuan tertua yang tersingkap di Ciletuh. Batuan tersebut berupa olisostrom yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kegiatan eksplorasi perminyakan, batuan karbonat memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kegiatan eksplorasi perminyakan, batuan karbonat memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kegiatan eksplorasi perminyakan, batuan karbonat memiliki peranan yang sangat penting karena dapat berperan sebagai reservoir hidrokarbon. Sebaran batuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sejarah eksplorasi menunjukan bahwa area North Bali III merupakan bagian selatan dari Blok Kangean yang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sejarah eksplorasi menunjukan bahwa area North Bali III merupakan bagian selatan dari Blok Kangean yang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sejarah eksplorasi menunjukan bahwa area North Bali III merupakan bagian selatan dari Blok Kangean yang dioperasikan oleh Atlantic Richfield Bali North Inc (ARCO),

Lebih terperinci

INTERPRETASI ANOMALI GAYA BERAT DAERAH LUWUK, SULAWESI TENGAH

INTERPRETASI ANOMALI GAYA BERAT DAERAH LUWUK, SULAWESI TENGAH INTERPRETASI ANOMALI GAYA BERAT DAERAH LUWUK, SULAWESI TENGAH TUGAS AKHIR Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNIK Pada Program Studi Teknik Geofisika Oleh : BAHARIANTO

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DAERAH BATUI DENGAN MENGGUNAKAN ANALISA SECOND HORIZONTAL DERIVATIVE DAN FORWARD MODELLING

IDENTIFIKASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DAERAH BATUI DENGAN MENGGUNAKAN ANALISA SECOND HORIZONTAL DERIVATIVE DAN FORWARD MODELLING IDENTIFIKASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DAERAH BATUI DENGAN MENGGUNAKAN ANALISA SECOND HORIZONTAL DERIVATIVE DAN FORWARD MODELLING TUGAS AKHIR Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. eksplorasi hidrokarbon, salah satunya dengan mengevaluasi sumur sumur migas

BAB I PENDAHULUAN. eksplorasi hidrokarbon, salah satunya dengan mengevaluasi sumur sumur migas BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penelitian Dalam mencari cadangan minyak dan gas bumi, diperlukan adanya kegiatan eksplorasi hidrokarbon, salah satunya dengan mengevaluasi sumur sumur migas yang sudah

Lebih terperinci

V. INTERPRETASI DAN ANALISIS

V. INTERPRETASI DAN ANALISIS V. INTERPRETASI DAN ANALISIS 5.1.Penentuan Jenis Sesar Dengan Metode Gradien Interpretasi struktur geologi bawah permukaan berdasarkan anomali gayaberat akan memberikan hasil yang beragam. Oleh karena

Lebih terperinci

I.2 Latar Belakang, Tujuan dan Daerah Penelitian

I.2 Latar Belakang, Tujuan dan Daerah Penelitian Bab I Pendahuluan I.1 Topik Kajian Topik yang dikaji yaitu evolusi struktur daerah Betara untuk melakukan evaluasi struktur yang telah terjadi dengan mengunakan restorasi palinspatik untuk mengetahui mekanismenya

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN. Posisi C ekungan Sumatera Selatan yang merupakan lokasi penelitian

BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN. Posisi C ekungan Sumatera Selatan yang merupakan lokasi penelitian BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN 2.1 Stratigrafi Regional Cekungan Sumatera Selatan Posisi C ekungan Sumatera Selatan yang merupakan lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.1. Gambar 2.1

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Pulau Kalimantan merupakan salah satu pulau terbesar di Indonesia. Pulau ini terdiri dari daerah dataran dan daerah pegunungan. Sebagian besar daerah pegunungan berada

Lebih terperinci

J.G.S.M. Vol. 15 No. 4 November 2014 hal

J.G.S.M. Vol. 15 No. 4 November 2014 hal J.G.S.M. Vol. 15 No. 4 November 2014 hal. 205-214 205 INTERPRETASI STRUKTUR GEOLOGI BAWAH PERMUKAAN DAERAH LEUWIDAMAR BERDASARKAN ANALISIS SPEKTRAL DATA GAYA BERAT SUBSURFACE GEOLOGICAL STRUCTURES INTERPRETATION

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA IDENTIFIKASI BASIN DAN PENENTUAN STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN MENGGUNAKAN DATA GAYABERAT (STUDI KASUS CEKUNGAN SUMATERA SELATAN)

UNIVERSITAS INDONESIA IDENTIFIKASI BASIN DAN PENENTUAN STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN MENGGUNAKAN DATA GAYABERAT (STUDI KASUS CEKUNGAN SUMATERA SELATAN) UNIVERSITAS INDONESIA IDENTIFIKASI BASIN DAN PENENTUAN STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN MENGGUNAKAN DATA GAYABERAT (STUDI KASUS CEKUNGAN SUMATERA SELATAN) SKRIPSI INDRA GUNAWAN 0806399003 FAKULTAS MATEMATIKA DAN

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2014 sampai dengan bulan Februari 2015 di Pusat Sumber Daya Geologi (PSDG) Bandung dan Laboratorium

Lebih terperinci

Yesika Wahyu Indrianti 1, Adi Susilo 1, Hikhmadhan Gultaf 2.

Yesika Wahyu Indrianti 1, Adi Susilo 1, Hikhmadhan Gultaf 2. PEMODELAN KONFIGURASI BATUAN DASAR DAN STRUKTUR GEOLOGI BAWAH PERMUKAAN MENGGUNAKAN DATA ANOMALI GRAVITASI DI DAERAH PACITAN ARJOSARI TEGALOMBO, JAWA TIMUR Yesika Wahyu Indrianti 1, Adi Susilo 1, Hikhmadhan

Lebih terperinci

BAB III TEORI DASAR. 3.1 Metode Gayaberat

BAB III TEORI DASAR. 3.1 Metode Gayaberat BAB III TEORI DASAR 3.1 Metode Gayaberat Metode gayaberat adalah metode dalam geofisika yang dilakukan untuk menyelidiki keadaan bawah permukaan berdasarkan perbedaan rapat massa cebakan mineral dari daerah

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH... INTISARI... ABSTRACT... KATA PENGANTAR...

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH... INTISARI... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH... INTISARI... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... i ii iii iv v vi viii xi xiii

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi Regional Stuktur DNF terletak kurang lebih 160 kilometer di sebelah barat kota Palembang. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai

Lebih terperinci

2 1 2 D. Berdasarkan penelitian di daerah

2 1 2 D. Berdasarkan penelitian di daerah IDENTIFIKASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN BENDUNGAN SUTAMI DAN SEKITARNYA BERDASARKAN ANOMALI GAYABERAT Elwin Purwanto 1), Sunaryo 1), Wasis 1) 1) Jurusan Fisika FMIPA Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL Cekungan Jawa Barat Utara merupakan cekungan sedimen Tersier yang terletak tepat di bagian barat laut Pulau Jawa (Gambar 2.1). Cekungan ini memiliki penyebaran dari wilayah daratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lempeng besar (Eurasia, Hindia-Australia, dan Pasifik) menjadikannya memiliki

BAB I PENDAHULUAN. lempeng besar (Eurasia, Hindia-Australia, dan Pasifik) menjadikannya memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Posisi Kepulauan Indonesia yang terletak pada pertemuan antara tiga lempeng besar (Eurasia, Hindia-Australia, dan Pasifik) menjadikannya memiliki tatanan tektonik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya memiliki status plug and abandon, satu sumur menunggu

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya memiliki status plug and abandon, satu sumur menunggu BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara penghasil minyak dan gas bumi yang cukup besar, baik dari jumlah minyak dan gas yang telah diproduksi maupun dari perkiraan perhitungan

Lebih terperinci

Pemodelan Sintetik Gaya Berat Mikro Selang Waktu Lubang Bor. Menggunakan BHGM AP2009 Sebagai Studi Kelayakan Untuk Keperluan

Pemodelan Sintetik Gaya Berat Mikro Selang Waktu Lubang Bor. Menggunakan BHGM AP2009 Sebagai Studi Kelayakan Untuk Keperluan Pemodelan Sintetik Gaya Berat Mikro Selang Waktu Lubang Bor Menggunakan BHGM AP2009 Sebagai Studi Kelayakan Untuk Keperluan Monitoring dan Eksplorasi Hidrokarbon Oleh : Andika Perbawa 1), Indah Hermansyah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN Data seismik dan log sumur merupakan bagian dari data yang diambil di bawah permukaan dan tentunya membawa informasi cukup banyak mengenai kondisi geologi

Lebih terperinci

ANALISIS ANOMALI UDARA BEBAS DAN ANOMALI BOUGUER DI WILAYAH NUSA TENGGARA TIMUR

ANALISIS ANOMALI UDARA BEBAS DAN ANOMALI BOUGUER DI WILAYAH NUSA TENGGARA TIMUR ANALISIS ANOMALI UDARA BEBAS DAN ANOMALI BOUGUER DI WILAYAH NUSA TENGGARA TIMUR Aswin 1*), Gunawan Ibrahim 1, Mahmud Yusuf 2 1 Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Tangerang Selatan 2

Lebih terperinci

Salah satu reservoir utama di beberapa lapangan minyak dan gas di. Cekungan Sumatra Selatan berasal dari batuan metamorf, metasedimen, atau beku

Salah satu reservoir utama di beberapa lapangan minyak dan gas di. Cekungan Sumatra Selatan berasal dari batuan metamorf, metasedimen, atau beku 1. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Salah satu reservoir utama di beberapa lapangan minyak dan gas di Cekungan Sumatra Selatan berasal dari batuan metamorf, metasedimen, atau beku berumur Paleozoic-Mesozoic

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1967 oleh Citic Service, yaitu dengan melakukan kegiatan akusisi seismik

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1967 oleh Citic Service, yaitu dengan melakukan kegiatan akusisi seismik BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sejarah eksplorasi hidrokarbon di Selat Madura telah dilakukan sejak tahun 1967 oleh Citic Service, yaitu dengan melakukan kegiatan akusisi seismik serta pengeboran

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA Pada penelitian ini, penulis menggunakan 2 data geofisika, yaitu gravitasi dan resistivitas. Kedua metode ini sangat mendukung untuk digunakan dalam eksplorasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cekungan Arafura yang terletak di wilayah perairan Arafura-Irian Jaya merupakan cekungan intra-kratonik benua Australia dan salah satu cekungan dengan paket pengendapan

Lebih terperinci

BAB II TATANAN GEOLOGI

BAB II TATANAN GEOLOGI BAB II TATANAN GEOLOGI 2.1 Geologi Regional Cekungan Natuna Barat berada pada kerak kontinen yang tersusun oleh batuan beku dan metamorf yang berumur Kapur Awal Kapur Akhir. Cekungan ini dibatasi oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lempeng tektonik kepulauan Indonesia terletak di pertemuan tiga lempeng utama yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Interaksi dari ke tiga lempeng tersebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN GEOLOGI REGIONAL

BAB II TINJAUAN GEOLOGI REGIONAL BAB II TINJAUAN GEOLOGI REGIONAL 2.1. TINJAUAN UMUM Sulawesi dan pulau-pulau di sekitarnya dibagi menjadi tiga mendala (propinsi) geologi, yang secara orogen bagian timur berumur lebih tua sedangkan bagian

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 GEOLOGI REGIONAL Cekungan Jawa Barat Utara yang terletak di sebelah baratlaut Pulau Jawa secara geografis merupakan salah satu Cekungan Busur Belakang (Back-Arc Basin) yang

Lebih terperinci

Dinamika Dan Evolusi Cekungan Ketungau Kalimantan Barat Berdasarkan Metode Gayaberat

Dinamika Dan Evolusi Cekungan Ketungau Kalimantan Barat Berdasarkan Metode Gayaberat J.G.S.M. Vol. 16 No. 2 Mei 2015 hal. 103-114 Dinamika Dan Evolusi Cekungan Ketungau Kalimantan Barat Berdasarkan Metode Gayaberat Dynamics and Evolution of Ketungau Basin, West Kalimantan Based on Gravity

Lebih terperinci

Gambar 4.1. Peta penyebaran pengukuran gaya berat daerah panas bumi tambu

Gambar 4.1. Peta penyebaran pengukuran gaya berat daerah panas bumi tambu BAB IV INTERPRETASI HASIL PENGUKURAN GRAVITASI Salah satu metode geofisika yang digunakan dalam menentukan potensi suatu daerah panas bumi adalah metode gravitasi. Dengan metode gravitasi diharapkan dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat ekonomis yang ada di Indonesia. Luas cekungan tersebut mencapai

BAB I PENDAHULUAN. sangat ekonomis yang ada di Indonesia. Luas cekungan tersebut mencapai BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Penelitian Cekungan Kutai merupakan salah satu cekungan penting dan bernilai sangat ekonomis yang ada di Indonesia. Luas cekungan tersebut mencapai 60.000 km 2 dan

Lebih terperinci

PEMETAAN STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DAERAH PANAS BUMI MG DENGAN METODE GRAVITASI. Magfirah Ismayanti, Muhammad Hamzah, Lantu

PEMETAAN STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DAERAH PANAS BUMI MG DENGAN METODE GRAVITASI. Magfirah Ismayanti, Muhammad Hamzah, Lantu PEMETAAN STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DAERAH PANAS BUMI MG DENGAN METODE GRAVITASI Magfirah Ismayanti, Muhammad Hamzah, Lantu Program Studi Geofisika Jurusan Fisika FMIPA Universitas Hasanuddin Kampus UNHAS

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Secara umum Jawa Barat dibagi menjadi 3 wilayah, yaitu wilayah utara, tengah, dan selatan. Wilayah selatan merupakan dataran tinggi dan pantai, wilayah tengah merupakan

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat dapat dikelompokkan menjadi 6 zona fisiografi yang berarah barat-timur (van Bemmelen, 1949) (Gambar 2.1). Zona-zona tersebut dari utara ke selatan yaitu:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pliosen Awal (Minarwan dkk, 1998). Pada sumur P1 dilakukan pengukuran FMT

BAB I PENDAHULUAN. Pliosen Awal (Minarwan dkk, 1998). Pada sumur P1 dilakukan pengukuran FMT BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Lapangan R merupakan bagian dari kompleks gas bagian Selatan Natuna yang terbentuk akibat proses inversi yang terjadi pada Miosen Akhir hingga Pliosen Awal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. belakang di Indonesia yang terbukti mampu menghasilkan hidrokarbon (minyak

BAB I PENDAHULUAN. belakang di Indonesia yang terbukti mampu menghasilkan hidrokarbon (minyak BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Cekungan Jawa Timur bagian Utara merupakan salah satu cekungan busur belakang di Indonesia yang terbukti mampu menghasilkan hidrokarbon (minyak dan gas). Salah satu

Lebih terperinci

J.G.S.M. Vol. 14 No. 1 November 2013

J.G.S.M. Vol. 14 No. 1 November 2013 J.G.S.M. Vol. 14 No. 1 November 2013 29 ANOMALI GAYABERAT KAITANNYA TERHADAP KETERDAPATAN FORMASI PEMBAWA BATUBARA DI DAERAH BANJARMASIN DAN SEKITARNYA, KALIMANTAN SELATAN GRAVITY ANOMALY IN RELATION TO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Maksud dan Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Maksud dan Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kegiatan eksplorasi sumber daya alam umumnya memerlukan biaya sangat mahal. Oleh karena itu biasanya sebelum melakuka kegiatan eksplorasi dilakukan survey awal, survey

Lebih terperinci

Pemodelan Gravity Kecamatan Dlingo Kabupaten Bantul Provinsi D.I. Yogyakarta. Dian Novita Sari, M.Sc. Abstrak

Pemodelan Gravity Kecamatan Dlingo Kabupaten Bantul Provinsi D.I. Yogyakarta. Dian Novita Sari, M.Sc. Abstrak Pemodelan Gravity Kecamatan Dlingo Kabupaten Bantul Provinsi D.I. Yogyakarta Dian Novita Sari, M.Sc Abstrak Telah dilakukan penelitian dengan menggunakan metode gravity di daerah Dlingo, Kabupaten Bantul,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHALUAN. kondisi geologi di permukaan ataupun kondisi geologi diatas permukaan. Secara teori

BAB I PENDAHALUAN. kondisi geologi di permukaan ataupun kondisi geologi diatas permukaan. Secara teori 1 BAB I PENDAHALUAN I.1. Latar Belakang Kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mencari lapangan-lapangan baru yang dapat berpotensi menghasilkan minyak dan atau

Lebih terperinci

Kerangka Geologi Daerah Penelitian

Kerangka Geologi Daerah Penelitian Bab II Kerangka Geologi Daerah Penelitian II.1 Geologi Regional Daerah Penelitian Lapangan Batang terletak di Sumatera Tengah. Sumatra Tengah dibatasi oleh paparan sunda di sebelah timur, disebelah Barat

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Secara umum wilayah utara Jawa Barat merupakan daerah dataran rendah, sedangkan kawasan selatan merupakan bukit-bukit dengan sedikit pantai serta dataran tinggi.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA : GEOLOGI REGIONAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA : GEOLOGI REGIONAL BAB II TINJAUAN PUSTAKA : GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Fisiografi Cekungan Kutai pada bagian utara dibatasi oleh tinggian Mangkalihat dengan arah barat laut tenggara, di bagian barat dibatasi

Lebih terperinci

Kata kunci: Interpretasi seismik, Petrofisika, Volumetrik, OOIP

Kata kunci: Interpretasi seismik, Petrofisika, Volumetrik, OOIP PERHITUNGAN VOLUMETRIK CADANGAN HIDROKARBON MENGGUNAKAN DATA PETROFISIK DAN SEISMIK PADA RESERVOIR BATUPASIR FORMASI TALANG AKAR, LAPANGAN CTR, CEKUNGAN SUMATRA SELATAN Citra Fitriani 1, Makharani,S.Si

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Van Bemmelen (1949), lokasi penelitian masuk dalam fisiografi

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Van Bemmelen (1949), lokasi penelitian masuk dalam fisiografi 4 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lokasi Penelitian Menurut Van Bemmelen (1949), lokasi penelitian masuk dalam fisiografi Rembang yang ditunjukan oleh Gambar 2. Gambar 2. Lokasi penelitian masuk dalam Fisiografi

Lebih terperinci

Berdasarkan persamaan (2-27) tersebut, pada kajian laporan akhir ini. dilakukan kontinuasi ke atas dengan beberapa ketinggian (level surface) terhadap

Berdasarkan persamaan (2-27) tersebut, pada kajian laporan akhir ini. dilakukan kontinuasi ke atas dengan beberapa ketinggian (level surface) terhadap Berdasarkan persamaan (2-27) tersebut, pada kajian laporan akhir ini dilakukan kontinuasi ke atas dengan beberapa ketinggian (level surface) terhadap data Anomali Bouguer Lengkap yang telah digrid, untuk

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat Pada dasarnya Van Bemmelen (1949) membagi fisiografi Jawa Barat menjadi empat bagian (Gambar 2.1) berdasarkan sifat morfologi dan tektoniknya, yaitu: a.

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN 5.1 Interpretasi Kualitatif dan Kuantitatif Dalam menentukan sebuah besaran tertentu dari anomali gayaberat yang telah diperoleh, perlu adanya proses lanjutan yaitu interpretasi

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi dan Geomorfologi Regional Secara fisiografis, daerah Jawa Barat dibagi menjadi 6 zona yang berarah timur-barat ( van Bemmelen, 1949 ). Zona tersebut dari arah utara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah Cekungan Kutai. Cekungan Kutai dibagi menjadi 2 bagian, yaitu bagian barat

BAB I PENDAHULUAN. adalah Cekungan Kutai. Cekungan Kutai dibagi menjadi 2 bagian, yaitu bagian barat 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Salah satu cekungan Tersier yang mempunyai prospek hidrokarbon yang baik adalah Cekungan Kutai. Cekungan Kutai dibagi menjadi 2 bagian, yaitu bagian barat atau sering

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Menurut Van Bemmelen (1949), secara fisiografis dan struktural daerah Jawa Barat dapat di bagi menjadi 4 zona, yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA Dalam penelitian ini, penulis menggunakan 2 metode geofisika, yaitu gravitasi dan resistivitas. Dimana kedua metode tersebut saling mendukung, sehingga

Lebih terperinci

Seminar Nasional Fakultas Teknik Geologi, Bandung 24 Mei 2014

Seminar Nasional Fakultas Teknik Geologi, Bandung 24 Mei 2014 IDENTIFIKASI CEKUNGAN DARI POLA ANOMALI MAGNET TOTAL DAN NILAI SUSCEPTIBILITAS DARI BATUAN DASAR DI PERAIRAN TELUK BONE SULAWESI SELATAN Oleh Delyuzar Ilahude (*) dan Dicky Muslim (**) *) Mahasiswa Program

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Secara fisiografis, van Bemmelen (1949) membagi Jawa Barat menjadi 4 bagian yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung, dan Zona Pegunungan Selatan Jawa

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA GEOLOGI CEKUNGAN SUMATERA UTARA

BAB II KERANGKA GEOLOGI CEKUNGAN SUMATERA UTARA BAB II KERANGKA GEOLOGI CEKUNGAN SUMATERA UTARA 2.1. Kerangka Geologi Regional Cekungan Sumatera Utara sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2.1 di bawah ini, terletak di ujung utara Pulau Sumatera, bentuknya

Lebih terperinci

SURVEI GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIK (AMT) DAERAH PANAS BUMI PARIANGAN, KABUPATEN TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT

SURVEI GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIK (AMT) DAERAH PANAS BUMI PARIANGAN, KABUPATEN TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT SURVEI GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIK (AMT) DAERAH PANAS BUMI PARIANGAN, KABUPATEN TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT Muhammad Kholid, M. Nurhadi Kelompok Program Penelitian Panas Bumi Pusat Sumber

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI Menurut van Bemmelen (1949), fisiografi Jawa Barat dibagi menjadi enam zona, yaitu Zona Dataran Aluvial Utara Jawa Barat, Zona Antiklinorium Bogor, Zona Gunungapi

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI REGIONAL

BAB III TATANAN GEOLOGI REGIONAL BAB III TATANAN GEOLOGI REGIONAL 3.1 Fisiografi Jawa Barat Van Bemmelen (1949) membagi zona fisiografi Jawa Barat menjadi empat bagian (Gambar 3.1). Pembagian zona yang didasarkan pada aspek-aspek fisiografi

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Menurut Van Bemmelen (1949), secara fisiografis dan struktural daerah Jawa Barat dapat di bagi menjadi 4 zona, yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL Cekungan Sunda dan Asri adalah salah satu cekungan sedimen yang terletak dibagian barat laut Jawa, timur laut Selat Sunda, dan barat laut Cekungan Jawa Barat Utara (Todd dan Pulunggono,

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat Fisiografi Jawa Barat (Gambar 2.1), berdasarkan sifat morfologi dan tektoniknya dibagi menjadi empat bagian (Van Bemmelen, 1949 op. cit. Martodjojo, 1984),

Lebih terperinci

INTERPRETASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN ATRIBUT ANOMALI MAGNETIK PERAIRAN WETAR, NUSA TENGGARA TIMUR

INTERPRETASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN ATRIBUT ANOMALI MAGNETIK PERAIRAN WETAR, NUSA TENGGARA TIMUR INTERPRETASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN ATRIBUT ANOMALI MAGNETIK PERAIRAN WETAR, NUSA TENGGARA TIMUR SUBSURFACE STRUCTURE INTERPRETATION BASE ON MAGNETIC ANOMALY ATTRIBUTE OF THE WETAR WATERS,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang seluruh aspek pembentukan batuan mulai dari sumber, proses primer

BAB I PENDAHULUAN. tentang seluruh aspek pembentukan batuan mulai dari sumber, proses primer BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Petrogenesis merupakan bagian dari ilmu petrologi yang menjelaskan tentang seluruh aspek pembentukan batuan mulai dari sumber, proses primer terbentuknya batuan hingga

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dengan batas koordinat UTM X dari m sampai m, sedangkan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dengan batas koordinat UTM X dari m sampai m, sedangkan V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Distribusi Data Gayaberat Daerah pengukuran gayaberat yang diambil mencakup wilayah Kabupaten Magelang, Semarang, Salatiga, Boyolali, Klaten dan Sleman,Yogyakarta. Dengan batas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Minyak dan gas bumi merupakan salah satu sumber energi utama yang sangat penting dan berpengaruh pada kehidupan manusia. Dengan meningkatnya kebutuhan akan minyak dan

Lebih terperinci

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL BAB 2 GEOLOGI REGIONAL 2.1 Struktur Regional Terdapat 4 pola struktur yang dominan terdapat di Pulau Jawa (Martodjojo, 1984) (gambar 2.1), yaitu : Pola Meratus, yang berarah Timurlaut-Baratdaya. Pola Meratus

Lebih terperinci

SURVEI GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIK (AMT) DAERAH PANAS BUMI PERMIS, KABUPATEN BANGKA SELATAN PROVINSI BANGKA BELITUNG

SURVEI GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIK (AMT) DAERAH PANAS BUMI PERMIS, KABUPATEN BANGKA SELATAN PROVINSI BANGKA BELITUNG SURVEI GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIK (AMT) DAERAH PANAS BUMI PERMIS, KABUPATEN BANGKA SELATAN PROVINSI BANGKA BELITUNG Muhammad Kholid dan Sri Widodo Kelompok Penyelidikan Bawah Permukaan Pusat Sumber

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Stratigrafi Daerah Nanga Kantu Stratigrafi Formasi Kantu terdiri dari 4 satuan tidak resmi. Urutan satuan tersebut dari tua ke muda (Gambar 3.1) adalah Satuan Bancuh

Lebih terperinci

BAB IV PEMAPARAN DATA Ketersediaan Data Data Seismik Data Sumur Interpretasi

BAB IV PEMAPARAN DATA Ketersediaan Data Data Seismik Data Sumur Interpretasi DAFTAR ISI JUDUL... PENGESAHAN. i PERNYATAAN. ii IJIN PENGGUNAAN DATA iii KATA PENGANTAR.... v SARI...... vii ABSTRACT... viii DAFTAR ISI... 1 DAFTAR GAMBAR... 3 BAB I PENDAHULUAN... 8 1.1. Latar Belakang...

Lebih terperinci

Interpretasi Stratigrafi daerah Seram. Tabel 4.1. Korelasi sumur daerah Seram

Interpretasi Stratigrafi daerah Seram. Tabel 4.1. Korelasi sumur daerah Seram BAB 4 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 4.1. Interpretasi Stratigrafi 4.1.1. Interpretasi Stratigrafi daerah Seram Daerah Seram termasuk pada bagian selatan Kepala Burung yang dibatasi oleh MOKA di bagian utara,

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL 4 BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1. Struktur Regional Struktur PRB terletak kurang lebih 57 km arah baratlaut dari Pangkalan Berandan dan termasuk dalam wilayah administrasi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN 2.1. Geologi Regional. Pulau Tarakan, secara geografis terletak sekitar 240 km arah Utara Timur Laut dari Balikpapan. Secara geologis pulau ini terletak di bagian

Lebih terperinci

MEMFOKUSKAN TARGET EKSPLORASI MIGAS DI KAWASAN TIMUR INDONESIA. Rakhmat Fakhruddin, Suyono dan Tim Assesmen Geosains Migas

MEMFOKUSKAN TARGET EKSPLORASI MIGAS DI KAWASAN TIMUR INDONESIA. Rakhmat Fakhruddin, Suyono dan Tim Assesmen Geosains Migas MEMFOKUSKAN TARGET EKSPLORASI MIGAS DI KAWASAN TIMUR INDONESIA Rakhmat Fakhruddin, Suyono dan Tim Assesmen Geosains Migas Rakhmat Fakhruddin, Suyono dan Tim Assesmen Geosains Migas rakhmatfakh@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1. Pendahuluan Pulau Kalimantan berada di tenggara dari lempeng Eurasia besar. Di sebelah utara berbatasan dengan lempeng semudra Laut Cina Selatan, di timur dibatasi oleh sabuk

Lebih terperinci

Pendugaan Struktur Patahan Dengan Metode Gayaberat

Pendugaan Struktur Patahan Dengan Metode Gayaberat POSITRON, Vol. I, No. 1 (011), Hal. 5-30 ISSN : 301-4970 Pendugaan Struktur Patahan Dengan Metode Gayaberat Ibrahim Sota *) *)Prodi Fisika FMIPA UNLAM Abstrak Telah dilakukan penelitian tentang pendugaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Cekungan Jawa Timur merupakan salah satu cekungan minyak yang produktif di Indonesia. Dari berbagai penelitian sebelumnya, diketahui melalui studi geokimia minyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Untuk memenuhi permintaan akan energi yang terus meningkat, maka

BAB I PENDAHULUAN. Untuk memenuhi permintaan akan energi yang terus meningkat, maka BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Untuk memenuhi permintaan akan energi yang terus meningkat, maka perusahaan penyedia energi melakukan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya energi yang berasal dari

Lebih terperinci

BAB 4 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

BAB 4 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA BAB 4 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA Pengolahan dan interpretasi data geofisika untuk daerah panas bumi Bonjol meliputi pengolahan data gravitasi (gaya berat) dan data resistivitas (geolistrik)

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Fisiografi Jawa Barat dapat dikelompokkan menjadi 6 zona yang berarah barattimur (van Bemmelen, 1949 dalam Martodjojo, 1984). Zona-zona ini dari utara ke

Lebih terperinci

PENELITIAN BATUAN INDUK (SOURCE ROCK) HIDROKARBON DI DAERAH BOGOR, JAWA BARAT

PENELITIAN BATUAN INDUK (SOURCE ROCK) HIDROKARBON DI DAERAH BOGOR, JAWA BARAT PENELITIAN BATUAN INDUK (SOURCE ROCK) HIDROKARBON DI DAERAH BOGOR, JAWA BARAT Praptisih 1, Kamtono 1, dan M. Hendrizan 1 1 Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI, Jl. Sangkuriang Bandung 40135 E-mail: praptisih@geotek.lipi.go.id

Lebih terperinci

PEMODELAN 3-D SUSEPTIBILITAS MAGNETIK BAWAH PERMUKAAN DASAR LAUT PERAIRAN LANGSA, SELAT MALAKA-SUMATERA UTARA

PEMODELAN 3-D SUSEPTIBILITAS MAGNETIK BAWAH PERMUKAAN DASAR LAUT PERAIRAN LANGSA, SELAT MALAKA-SUMATERA UTARA PEMODELAN 3-D SUSEPTIBILITAS MAGNETIK BAWAH PERMUKAAN DASAR LAUT PERAIRAN LANGSA, SELAT MALAKA-SUMATERA UTARA Oleh : B. Nhirwana dan Subarsyah Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan Jl. Dr.

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN PENDAHULUAN BITUMEN PADAT DI DAERAH NANGA DANGKAN DAN SEKITARNYA KABUPATEN SINTANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PENYELIDIKAN PENDAHULUAN BITUMEN PADAT DI DAERAH NANGA DANGKAN DAN SEKITARNYA KABUPATEN SINTANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PENYELIDIKAN PENDAHULUAN BITUMEN PADAT DI DAERAH NANGA DANGKAN DAN SEKITARNYA KABUPATEN SINTANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT Dahlan Ibrahim Kelompok Program Penelitian Energi Fosil, PMG SARI Daerah penyelidikan

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN LANJUTAN BITUMEN PADAT DI DAERAH NANGASILAT DAN SEKITARNYA KABUPATEN KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT. Soleh Basuki Rahmat 1

PENYELIDIKAN LANJUTAN BITUMEN PADAT DI DAERAH NANGASILAT DAN SEKITARNYA KABUPATEN KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT. Soleh Basuki Rahmat 1 PENYELIDIKAN LANJUTAN BITUMEN PADAT DI DAERAH NANGASILAT DAN SEKITARNYA KABUPATEN KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT Soleh Basuki Rahmat 1 1 Kelompok Kerja Energi Fosil S A R I Lokasi daerah penyelidikan

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1. Fisiografi Lokasi Penelitian Gambar 3. Letak cekungan Asam-asam (Rotinsulu dkk., 2006) Pulau Kalimantan umumnya merupakan daerah rawa-rawa dan fluvial. Selain itu juga terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.2. Perbandingan eksplorasi dan jumlah cadangan hidrokarbon antara Indonesia Barat dengan Indonesia Timur 1

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.2. Perbandingan eksplorasi dan jumlah cadangan hidrokarbon antara Indonesia Barat dengan Indonesia Timur 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Daerah penelitian terletak diantara pulau Seram dan semenanjung Onin- Kumawa yang termasuk kawasan Indonesia Timur. Pada kawasan Indonesia Timur ini bila dilihat dari

Lebih terperinci

II Kerogen II Kematangan II.2.2 Basin Modeling (Pemodelan Cekungan) II.3 Hipotesis BAB III METODE PENELITIAN...

II Kerogen II Kematangan II.2.2 Basin Modeling (Pemodelan Cekungan) II.3 Hipotesis BAB III METODE PENELITIAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii IZIN PENGGUNAAN DATA... iii HALAMAN PERNYATAAN... iv KATA PENGANTAR... v SARI... vii ABSTRACT... viii DAFTAR ISI... ix DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I P E N D A H U L U A N BAB I P E N D A H U L U A N I.1. Latar Belakang Ketersediaan cadangan energi fosil di seluruh dunia mengakibatkan pola kebijakan energi dunia lebih menekankan pada kegiatan eksplorasi terhadap sumber-sumber

Lebih terperinci

SURVEI GEOFISIKA TERPADU AUDIO MAGNETOTELIK DAN GAYA BERAT DAERAH PANAS BUMI KALOY KABUPATEN ACEH TAMIANG, PROVINSI ACEH

SURVEI GEOFISIKA TERPADU AUDIO MAGNETOTELIK DAN GAYA BERAT DAERAH PANAS BUMI KALOY KABUPATEN ACEH TAMIANG, PROVINSI ACEH SURVEI GEOFISIKA TERPADU AUDIO MAGNETOTELIK DAN GAYA BERAT DAERAH PANAS BUMI KALOY KABUPATEN ACEH TAMIANG, PROVINSI ACEH Oleh: Asep Sugianto, Yadi Supriyadi, dan Sri Widodo Kelompok Penyelidikan Panas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri minyak dan gas bumi di Indonesia masih menjadi komoditas pokok yang memegang peranan penting dalam roda perekonomian. Berdasarkan data Kementerian Energi dan

Lebih terperinci

ANALISA STRUKTUR GEOLOGI DESA BHUANA JAYA BAGIAN TIMUR, KECAMATAN TENGGARONG SEBRANG, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTN TIMUR

ANALISA STRUKTUR GEOLOGI DESA BHUANA JAYA BAGIAN TIMUR, KECAMATAN TENGGARONG SEBRANG, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTN TIMUR ANALISA STRUKTUR GEOLOGI DESA BHUANA JAYA BAGIAN TIMUR, KECAMATAN TENGGARONG SEBRANG, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTN TIMUR Endix Syaiqul Aqsha 1, Ediwin Rony Richson Siagian 1, Imas Dwi Rahayu

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Daerah penelitian berada pada kuasa HPH milik PT. Aya Yayang Indonesia Indonesia, yang luasnya

Lebih terperinci