Seminar Nasional Fakultas Teknik Geologi, Bandung 24 Mei 2014
|
|
- Hadian Johan
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 IDENTIFIKASI CEKUNGAN DARI POLA ANOMALI MAGNET TOTAL DAN NILAI SUSCEPTIBILITAS DARI BATUAN DASAR DI PERAIRAN TELUK BONE SULAWESI SELATAN Oleh Delyuzar Ilahude (*) dan Dicky Muslim (**) *) Mahasiswa Program Magister Teknik Geologi Fakultas Teknik Geologi **) Fakultas Teknik Geologi-Unpad ABSTRAK Penelitian kemagnetan bumi dilakukan di daerah perairan Teluk Bone, Propinsi Sulawesi Selatan dengan batas koordinat yaitu antara 4º º LS dan 120º º25 08 BT. Pola anomali magnet menunjukkan nilai anomali lokal yang cukup signifikan. Nilai anomali magnet di perairan Teluk Bone berkaitan dengan tatanan litologi batuan dasar. Anomali rendah di bagian utara daerah kajian diduga disebabkan oleh tebalnya sedimen Neogen di daerah tersebut (Sukamto 1975), Nilai anomali negatif dengan notasi warna biru yang menempati bagian utara dan tenggara daerah penelitian, merupakan batuan sedimen yang diduga merupakan daerah cekungan. Sifat kemagnitan batuan yang tinggi di bagian barat daerah penelitian, disebabkan oleh busur magmatik dari tepian timur lengan Sulawesi Selatan. Nilai susceptibilitasnya (k) tertinggi mulai dari hingga (emu) merupakan batuan malihan, sedangkan terendah mulai dari sampai (emu) merupakan batuan sedimen. Kata kunci : Teluk Bone, anomali, susceptibilitas PENDAHULUAN Latar Belakang Perairan Teluk Bone secara administratif terletak pada dua Provinsi, yaitu sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Bulukumba, Provinsi Sulawesi Selatan, sedangkan sebelah utara dan timur dibatasi oleh Kabupaten Bombana dan Kabupaten Kolaka, Propinsi Sulawesi Tenggara. Lokasi penelitian dilakukan pada koordinat yaitu antara 4º º LS dan 120º º25 08 BT (Gambar 1). 324
2 Gambar 1. Lokasi daerah penelitian (Sutisna, drr, 2010) Daerah kajian termasuk dalam koridor lengan selatan dan tenggara Sulawesi yang berarah utara selatan dan baratlauttenggara. Pegunungan pada bagian barat menempati hampir setengah luas daerah penelitian, melebar di bagian utara dan menyempit di bagian selatan. Daerah penelitian sebagian besar disusun oleh batuan gunungapi (Sukamto, 1983). Daerah daratan Sulawesi Selatan dan sekitarnya telah lama dipetakan oleh para peneliti geologi terdahulu antara lain oleh Sukamto (1975). Sementara untuk daerah perairan Teluk Bone dan sekitarnya data geologi dan geofisika khususnya magnet laut dapat dikatakan relatif minim. Disamping itu hasil kajian ini diharapkan akan memberi gambaran informasi data yang lebih akurat, baik itu potensi hidrokarbon maupun potensi sumberdaya mineral yang berada di perairan Teluk Bone dan sekitarnya. Dengan menerapkan metode magnet di perairan ini diharapkan akan memberikan kontribusi sebagai data awal untuk mengetahui bentuk anomali magnet dari batuan dasar di Teluk Bone dan sekitarnya. Analisis pola anomali magnet dari batuan dasar ini, dilakukan dengan cara reduksi kekutub dan equator (Jain, S., 1988). Maksud dan Tujuan Maksud kajian ini untuk mengetahui gambaran pola kemagnetan batuan setelah direduksi ke kutub dan equator. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi daerah cekungan dari pola kemagnetan batuan dasar serta untuk mengetahui nilai susceptibilitas yang dapat menggambarkan tipe batuan dasarnya. Geologi Regional Menurut Sukamto (1975), Sulawesi dibagi kedalam tiga Mendala yaitu Mendala 325
3 LS LS MENDALA SULAWESI BARAT Seminar Nasional Fakultas Teknik Geologi, Bandung 24 Mei 2014 Sulawesi Barat sebagai jalur magmatik yang merupakan bagian ujung timur Paparan Sunda. Sementara Mendala Banggai-Sula- Tukang Besi yang dicirikan oleh kerak benua dan Mendala Sulawesi Timur terdiri dari kompleks batuan malihan yang terbentuk selama proses subduksi dan obduksi (Gambar 2). Batuan tertuanya adalah batuan ofiolit yang terdiri dari ultramafik serta setempat batuan mafik termasuk gabro dan basal. Umurnya diperkirakan sama dengan ofiolit di lengan timur Sulawesi yang berumur Kapur Awal-Tersier. Sementara lengan utara dan selatan Sulawesi dibentuk oleh satu kesatuan geologi yang disebut sebagai Mendala Sulawesi Barat. Mendala Sulawesi Barat dicirikan oleh lajur gunungapi Paleogen dan Neogen, serta intrusi Neogen dan sedimen Mesozoikum yang diendapkan di pinggiran benua (Paparan Sunda). Perbedaan penting antara kedua Mendala Sulawesi tersebut ialah kemunculan granit dan asosiasi granodiorit pada Mendala Barat dan ketidakhadiran granit dan asosiasi granodiorit pada lengan timur, yang lebih melimpah batuan beku basa, ultrabasa dan batuan malihan (Sukamto, 1983). MENDALA BANGGAI SULA MENDALA SULAWESI TIMUR BT BT Gambar 2. Pembagian Mendala Geologi Sulawesi (Sukamto, 1983) Sementara dari satuan litotektonik daerah kajian dikelilingi oleh teluk yang menjorok kedalam, terhubung oleh skala besar tektonik yang berbeda-beda tempat serta sesar naik yang terjadi dari sisi barat hingga ke timur. Ketiga bagian pulau tersebut dicirikan oleh proses tektonik yang sangat kompleks yang terbentuk sejak zaman Mesozoikum sampai sekarang (Sukamto, 1975 dan Hamilton, 1979). 326
4 Gambar 3. Peta satuan litotektonik Sulawesi (Sukamto, 1975). METODE Pengambilan data magnet di laut menggunakan magnetometer SeaSpy dilengkapi dengan sistem perangkat lunak SeaLink yang dioperasikan bersamaan sistem navigasi menggunakan satelit DGPS Receiver Model C-Nav. Data ini diterima setiap dua detik dan diproses secara digital menggunakan fasilitas program Hypack Software. Data yang diperoleh berupa data intensitas magnet total kemudian dikoreksi terhadap IGRF (International Geomagnetic Reference Field) dan intensitas magnet variasi harian guna mereduksi pengaruh medan magnet luar. Untuk mendapatkan nilai anomali magnet dilakukan reduksi efek intensitas magnetik yang ditimbulkan oleh medan magnet bumi. Besarnya intensitas magnetik terukur (HM) dikoreksi terhadap datum kemagnetan global (International Geomagnetic Reference Field / IGRF, tahun 2010) dan intensitas magnet variasi harian (HV) dari data Stasiun BMKG Tangerang tahun 2010, sehingga diperoleh nilai anomali magnet total (HT) dalam satuan nano Tesla (nt). Menurut Telford drr (1990), besarnya intensitas magnet total disekitar batuan yang termagnetisasi diformulasikan sebagai berikut : HT = HM HIGRF HV... ( 1 ) HT = anomali magnet total (nt) HM = intensitas magnet total yang terukur (nt) HIGRF = intensitas magnet teoritis berdasarkan IGRF pada stasiun HM (nt) HV = intensitas magnet akibat variasi harian (nt) Tingkat kemagnetan batuan dapat termagnetisasi ditentukan oleh susceptibilitas k sehingga hubungan matematisnya dapat ditulis sebagai berikut : I = k H... (2) 327
5 I = Tingkat kemampuan menyearahkan momen magnetik dalam medan magnet luar k = Susceptibilitas (emu) H = Kuat medan magnet (nt) Nilai k semakin besar apabila dalam batuan tersebut semakin banyak dijumpai mineralmineral yang bersifat magnetik (Telford drr, 1990). Intensitas magnet yang diperoleh dikoreksi terhadap IGRF dan variasi harian (HV) kemudian di transfer ke dalam peta. Selanjutnya dengan menggunakan perangkat lunak Oasis Montaj (www. geosoft.com) diperoleh nilai dari hasil reduksi ke kutub dan reduksi ke ekuator pada sudut deklinasi sebesar 90º dan inklinasi sebesar 0º. Kajian ini lebih ditekankan pada bentuk anomali magnet yang dapat mengidentifikasi cekungan dari pola kemagnetan secara regional yang diperoleh dari hasil analisis anomali total serta nilai susceptibilitas dari batuan dasar. PEMBAHASAN Data hasil pengukuran lapangan merupakan data intensitas magnet total yang masih dipengaruhi oleh komponen medan magnet luar (Gambar 4). Dari hasil perhitungan data intensitas magnet yang dilakukan pada 26 lintasan survei diperoleh angka anomali magnet totalnya bernilai negatif yaitu antara nt sampai dengan -620 nt (Gambar 5). Peta kontur anomali magnet total yang diperoleh merupakan resultan dari komponen intensitas magnet yang menggambarkan nilai sebaran anomali magnet di daerah kajian. Gambar 4. Pola sebaran intensitas magnet di Teluk Bone 328
6 m Gambar 5. Pola sebaran anomali magnet total Distribusi nilai anomali magnet total ini dibagi ke dalam 4 kelompok warna, yaitu warna merah mewakili nilai mulai dari -330 nt sampai dengan nt, warna kuning mewakili nilai antara nt hingga 450 nt, warna hijau mewakili nilai antara 450 nt sampai dengan 530 nt dan warna biru mewakili nilai antara nt hingga -620 nt. Secara garis besar anomali magnet relatif tinggi (notasi merah) terdapat di bagian utara dan baratdaya (Gambar 5), sedangkan anomali relatif rendah (notasi biru) terdapat di bagian tenggara dan baratlaut. Sebaran anomali magnet total menghasilkan nilai sedikit mengalami perubahan setelah direduksi ke kutub yaitu antara 260 nt dan 660 nt (Gambar 6). Nilai anomali tersebut dibagi dalam 4 kelompok warna, yaitu warna merah dengan nilai mulai dari -260 nt sampai dengan nt, warna kuning mewakili nilai antara nt hingga 440 nt, warna hijau mewakili nilai antara 440 nt sampai dengan 560 nt dan warna biru dengan nilai antara nt hingga nt. Anomali magnet relatif tinggi (warna merah) terdapat di bagian tenggara dan sedikit di bagian utara, sedangkan anomali relatif rendah (warna biru) terdapat di bagian barat daerah penelitian. Sebaran anomali magnet ini agak berbeda dengan sebaran anomali total pada gambar 5. Dengan demikian anomali magnet hasil reduksi ke kutub ternyata tidak menunjukkan perubahan dari dwi kutub (dipole) menjadi satu kutub (pole). Hal ini disebabkan karena aplikasi reduksi ke kutub tidak sesuai jika orientasi lintasan berarah barat-timur atau sebaliknya. Akan tetapi jika anomali magnet di reduksi ke ekuator maka terjadi proses dwi kutub menjadi satu kutub (Gambar 7). Sebaran nilai anomali magnet ini, hampir sama dengan nilai anomali total pada Gambar 5. Untuk melakukan reduksi ke equator maka orientasi lintasan yang cocok adalah berarah barat-timur sejajar dengan arah equator. 329
7 m Gambar 6. Pola sebaran anomali magnet setelah di reduksi ke kutub m Gambar 7. Pola sebaran anomali magnet di reduksi ke equator 330
8 Anomali negatif ini tersebar hampir di seluruh bagian daerah kajian yang diduga merupakan zona batuan sedimen. Dari peta pola sebaran anomali magnet reduksi ke equator, terlihat adanya sebaran anomali relatif tinggi (warna merah) berada di bagian barat daerah penelitian, sedangkan anomali relatif rendah (warna hijau-biru) berada di bagian utara dan tenggara yang mirip dengan anomali total. Anomali rendah di bagian utara daerah penelitian diduga disebabkan oleh tebalnya sedimen Neogen di daerah tersebut (Sukamto 1975), sedangkan anomali relatif tinggi di bagian barat daerah penelitian diduga disebabkan oleh adanya busur magmatik (Sukamto 1983). Sementara nilai anomali dengan notasi kuning dan hijau sebagai transisi dari kedua anomali tersebut yang ditafsir sebagai batuan malihan. Anomali hasil reduksi ke equator (warna merah), relatif tinggi di bagian barat pada Gambar 7, merupakan efek dari polarisasi batuan yang bersifat magnetik dari komplek busur magmatik di bagian timur Lengan Selatan Sulawesi pada Gambar 3. Nilai susceptibilitas dari batuan di daerah penelitian dapat dilihat dalam peta di bawah ini (Gambar 8). Pola sebaran susceptibilitas dari kemagnitan batuan tersebut dapat dibagi dalam empat notasi warna yaitu warna merah dengan nilai antara sampai ectromagnetic unit (emu), sedangkan yang terendah warna biru dengan nilai antara sampai emu. Dari peta sebaran susceptibilitas kemagnitan batuan tersebut terlihat bahwa di bagian selatan daerah penelitian sifat kemagnitan batuan relatif tinggi, sedangkan dibagian utaranya relatif rendah. Jika mengacu pada klasifikasi Telford (1990), maka nilai susceptibilitas antara sampai emu, diperkirakan batuannya termasuk kedalam katagori batuan malihan, sedangkan nilai susceptibilitas antara sampai emu dapat dikatagorikan kelompok batuan sedimen (karbonat) (Tabel 1). Pola sebaran susceptibilitas yang meningkat ke arah selatan (warna merah), diduga merupakan kompleks dari batuan malihan, sedangkan di bagian utara dan timurlaut, merupakan kelompok batuan sedimen yang mempunyai susceptibilitas yang sedang hingga rendah yang ditafsirkan sebagai batuan karbonat (Gambar 8). Jika dikorelasikan dengan nilai sebaran susceptibilitas (k) maka di bagian selatan, tenggara dan baratdaya daerah penelitian, nilai k lebih tinggi dibandingkan dengan di bagian utara. Kondisi ini diperkirakan adanya sifat kemagnitan batuan di bagian selatan dan tenggara yang berkaitan dengan efek polarisasi dari batuan malihan yang berada di bagian selatan seperti pada Gambar 3. Dari anomali yang ditimbulkan serta nilai susceptibilitas batuan maka pola anomali magnet negatif mencerminkan pola cekungan dan tatanan batuan dasar yang terdiri dari kelompok batuan malihan dan batuan sedimen. 331
9 Malihan Sedimen Karbonat m Gambar 8. Peta sebaran susceptibiltas batuan TIPE BATUAN KISARAN SUSCEPTIBILITAS RATA-RATA Tabel 1. Susceptibilitas magnetik batuan dan mineral menurut Telford, (1990). 332
10 KESIMPULAN Nilai anomali negatif dengan notasi warna biru yang menempati bagian utara dan selatan daerah penelitian di tafsir sebagai batuan dasar yang membentuk pola cekungan. Sementara nilai susceptibilitas (k) yang rendah yaitu antara sampai emu yang menempati bagian utara diperkirakan merupakan batuan sedimen Neogen. Nilai susceptibilitas (k) di bagian barat meningkat ke arah selatan yaitu antara hingga emu, yang merupakan batuan malihan, sedangkan terendah mulai dari sampai (emu) merupakan batuan sedimen. Nilai susceptibilitas ini memperlihatkan sifat fisis dari batuan dasar di daerah Teluk Bone yang disebabkan oleh busur magmatik dari tepian timur dari Lengan Selatan Sulawesi. ACUAN BMKG, Data magnet Stasiun Meteorologi dan Geofisika Tangerang, Banten. Hamilton, W. H., Tectonics of the Indonesian Region. U.S. Geol. Surv. Prof.Pap.1078, 345 pp. Jain, S., Total Magnetic field reduction the pole or equator, Canadian Journal of Exploration Gophysics Vol.24 No.2 p Sukamto, R. 1975, Perkembangan tektonik dengan membagi pulau Sulawesi dan pulau-pulau disekitarnya kedalam tiga mendala geologi, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Direktorat Geologi dan Sumber Daya Mineral, Departemen Pertambangan dan Energi. Laporan intern (Tidak dipublikasikan). Sukamto, R., 1983, Sintesis terhadap hubungan tektonik ketiga Mendala Geologi Sulawesi, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Direktorat Geologi dan Sumber Daya Mineral, Departemen Pertambangan dan Energi. Laporan intern (Tidak dipublikasikan). Sutisna, N.,, Rachmat, B., Saputro, E., Sinaga, A., Subarsyah, D., Rahardiawan, R., Mustofa, A., Dharmawan, B Penyelidikan geologi dan geofisika perairan Lembar Peta 21132, 2112 (Teluk Bone), Laporan intern Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan, Bandung (Tidak dipublikasikan). Telford, W. M., Geldart, L. P., Sheriff, R.E., Applied Geophysics, Cambridge University Press, Cambridge, Second Edition. - USA 333
POLA ANOMALI MAGNET DAN NILAI SUSCEPTIBILITAS DARI BATUAN DASAR PADA PEMETAAN GEOLOGI DAN GEOFISIKA DI PERAIRAN TELUK BONE SULAWESI SELATAN
POLA ANOMALI MAGNET DAN NILAI SUSCEPTIBILITAS DARI BATUAN DASAR PADA PEMETAAN GEOLOGI DAN GEOFISIKA DI PERAIRAN TELUK BONE SULAWESI SELATAN Oleh Beben Rachmat dan Delyuzar Ilahude Puslitbang Geologi Kelautan,
Lebih terperinciD. Ilahude dan B. Nirwana. Pusat Penelitian Dan Pengembangan Geologi Kelautan Jl. Dr. Junjunan No. 236, Bandung-40174
POLA ANOMALI MAGNET RESIDUAL DARI APLIKASI METODE TREND SURFACE ANALYSIS (TSA), HUBUNGANNYA DENGAN TATAAN GEOLOGI BAWAH DASAR LAUT DALAM PEMETAAN GEOLOGI KELAUTAN BERSISTEM DI PERAIRAN MANADO SULAWESI
Lebih terperinciPOLA ANOMALI MAGNET LOKAL DARI APLIKASI TREND SURFACE ANALYSIS (TSA) PADA PEMETAAN GEOLOGI KELAUTAN BERSISTEM DI PERAIRAN SELAT MALAKA SUMATERA UTARA
POLA ANOMALI MAGNET LOKAL DARI APLIKASI TREND SURFACE ANALYSIS (TSA) PADA PEMETAAN GEOLOGI KELAUTAN BERSISTEM DI PERAIRAN SELAT MALAKA SUMATERA UTARA Oleh: D. Ilahude dan B. Rachmat Pusat Penelitian dan
Lebih terperinciPENYELIDIKAN MAGNET DAERAH PANAS BUMI AKESAHU PULAU TIDORE, PROVINSI MALUKU UTARA. Oleh Liliek Rihardiana Rosli
PENYELIDIKAN MAGNET DAERAH PANAS BUMI AKESAHU PULAU TIDORE, PROVINSI MALUKU UTARA Oleh Liliek Rihardiana Rosli SARI Penyelidikan geofisika dengan cara magnet telah dilakukan di daerah panas bumi Akesahu.
Lebih terperinciANOMALI MAGNET HUBUNGANNYA DENGAN TATANAN LITOLOGI PADA PEMETAAN GEOLOGI DAN GEOFISIKA DI PERAIRAN MOROWALI SULAWESI TENGAH
ANOMALI MAGNET HUBUNGANNYA DENGAN TATANAN LITOLOGI PADA PEMETAAN GEOLOGI DAN GEOFISIKA DI PERAIRAN MOROWALI SULAWESI TENGAH MAGNETIC ANOMALY RELATIONSHIP WITH LITOLOGY ON THE GEOLOGY AND GEOPHYSICAL MAPPING
Lebih terperinciSURVEY GEOMAGNET DI DAERAH PANAS BUMI SONGA-WAYAUA, KABUPATEN HALMAHERA SELATAN, MALUKU UTARA. Eddy Sumardi, Timor Situmorang
TAHUN 26, PUSAT SUMBER DAYA GEOLOGI SURVEY GEOMAGNET DI DAERAH PANAS BUMI SONGA-WAYAUA, KABUPATEN HALMAHERA SELATAN, MALUKU UTARA Eddy Sumardi, Timor Situmorang Kelompok Program Penelitian Panas Bumi ABSTRAK
Lebih terperinciSurvei Polarisasi Terimbas (IP) Dan Geomagnet Daerah Parit Tebu Kabupaten Belitung Timur, Provinsi Bangka-Belitung
Survei Polarisasi Terimbas (IP) Dan Geomagnet Daerah Parit Tebu Kabupaten Belitung Timur, Provinsi Bangka-Belitung Oleh : Yudi Aziz Muttaqin Kelompok Penyelidikan Bawah Permukaan Pusat Sumber Daya Geologi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN GEOLOGI REGIONAL
BAB II TINJAUAN GEOLOGI REGIONAL 2.1. TINJAUAN UMUM Sulawesi dan pulau-pulau di sekitarnya dibagi menjadi tiga mendala (propinsi) geologi, yang secara orogen bagian timur berumur lebih tua sedangkan bagian
Lebih terperinciPEMODELAN STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DAERAH SUMBER AIR PANAS SONGGORITI KOTA BATU BERDASARKAN DATA GEOMAGNETIK
PEMODELAN STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DAERAH SUMBER AIR PANAS SONGGORITI KOTA BATU BERDASARKAN DATA GEOMAGNETIK Oleh: Dafiqiy Ya lu Ulin Nuha 1, Novi Avisena 2 ABSTRAK: Telah dilakukan penelitian dengan metode
Lebih terperinciPENERAPAN METODA TIE-LINE LEVELLING PADA DATA MAGNET LAPANGAN SEBAGAI ALTERNATIF PENGGANTI KOREKSI HARIAN
PENERAPAN METODA TIE-LINE LEVELLING PADA DATA MAGNET LAPANGAN SEBAGAI ALTERNATIF PENGGANTI KOREKSI HARIAN TIE-LINE LEVELING METHOD APPLICATION ON FIELD MAGNETIC DATA AS AN ALTERNATIVE OF DIURNAL VARIATION
Lebih terperinciIDENTIFIKASI STRUKTUR PADA PROFIL MAGNET TOTAL DAN SEISMIK DANGKAL DI PERAIRAN TANJUNG SELOR KALIMANTAN TIMUR
Identifikasi Struktur Pada Profil Magnet Total dan Seismik Dangkal di Perairan Tanjung Selor Kalimantan Timur (Ilahude, et.al) IDENTIFIKASI STRUKTUR PADA PROFIL MAGNET TOTAL DAN SEISMIK DANGKAL DI PERAIRAN
Lebih terperinciIDENTIFIKASI JALUR SESAR MINOR GRINDULU BERDASARKAN DATA ANOMALI MEDAN MAGNET
Identifikasi Jalur Sesar Minor Grindulu (Aryo Seno Nurrohman) 116 IDENTIFIKASI JALUR SESAR MINOR GRINDULU BERDASARKAN DATA ANOMALI MEDAN MAGNET IDENTIFICATION OF GRINDULU MINOR FAULT LINES BASED ON MAGNETIC
Lebih terperinciIdentifikasi Sesar di Perairan Misool, Papua Barat dengan Menggunakan Metode Magnetik Nur Novita Sari a, Okto Ivansyah b, Joko Sampurno a*
PRISM FISIK, Vol. V, No. 3 (2017), Hal. 83-87 ISSN : 2337-8204 Identifikasi Sesar di Perairan Misool, Papua arat dengan Menggunakan Metode Magnetik Nur Novita Sari a, Okto Ivansyah b, Joko Sampurno a*
Lebih terperinciIDENTIFIKASI SEBARAN BIJI BESI DENGAN MENGGUNAKAN METODE GEOMAGNET DI DAERAH GUNUNG MELATI KABUPATEN TANAH LAUT
IDENTIFIKASI SEBARAN BIJI BESI DENGAN MENGGUNAKAN METODE GEOMAGNET DI DAERAH GUNUNG MELATI KABUPATEN TANAH LAUT Tris Armando Hidayati 1, Ibrahim Sota 1, Sudarningsih 1 Abstrak. Sumber daya mineral merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng besar dunia, antara lain Lempeng Indo-Australia, Lempeng Pasifik dan Lempeng Eurasia. Karena pertemuan ketiga
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. Untuk menghasilkan variasi medan magnet bumi yang berhubungan dengan
BAB III METODOLOGI PENELITIAN Untuk menghasilkan variasi medan magnet bumi yang berhubungan dengan variasi kerentanan magnet batuan, dilakukan pemisahan atau koreksi terhadap medan magnet bumi utama, dan
Lebih terperinciPengolahan awal metode magnetik
Modul 10 Pengolahan awal metode magnetik 1. Dasar Teori Tujuan praktikum kali ini adalah untuk melakukan pengolahan data magnetik, dengan menggunakan data lapangan sampai mendapatkan anomali medan magnet
Lebih terperinciPENYELIDIKAN GEOMAGNETIK DI DAERAH PANAS BUMI KANAN TEDONG DI DESA PINCARA KECAMATAN MASAMBA KABUPATEN LUWU UTARA PROPINSI SULAWESI SELATAN
PENYELIDIKAN GEOMAGNETIK DI DAERAH PANAS BUMI KANAN TEDONG DI DESA PINCARA KECAMATAN MASAMBA KABUPATEN LUWU UTARA PROPINSI SULAWESI SELATAN Oleh : Imanuel Musa Foeh, Lilirk Rihardiana Rosli SARI Lokasi
Lebih terperinci3. HASIL PENYELIDIKAN
Survei Polarisasi Terimbas (IP) Dan Geomagnet Daerah Ulusuiti dan Tanjung Lima Kapas, Kabupaten Solok Selatan, Provinsi Sumatera Barat Oleh : Yudi Aziz Muttaqin Kelompok Penyelidikan Bawah Permukaan Pusat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. banyak terkait oleh mineralisasi endapan hidrotermal-magmatik. Dalam berbagai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan sumberdaya mineral di Indonesia khususnya di pulau Jawa banyak terkait oleh mineralisasi endapan hidrotermal-magmatik. Dalam berbagai penyelidikan yang dilakukan
Lebih terperinciPENGARUH WAKTU LOOPING TERHADAP NILAI KOREKSI HARIAN DAN ANOMALI MAGNETIK TOTAL PADA PENGOLAHAN DATA GEOMAGNET STUDI KASUS : DAERAH KARANG SAMBUNG
PENGARUH WAKTU LOOPING TERHADAP NILAI KOREKSI HARIAN DAN ANOMALI MAGNETIK TOTAL PADA PENGOLAHAN DATA GEOMAGNET STUDI KASUS : DAERAH KARANG SAMBUNG 1 La Ode Marzujriban, 2 Sabriabto Aswad 1 Mahasiswa Program
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Metode dan Desain Penelitian Data geomagnet yang dihasilkan dari proses akusisi data di lapangan merupakan data magnetik bumi yang dipengaruhi oleh banyak hal. Setidaknya
Lebih terperinciBAB 5 : KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran.. 66 DAFTAR PUSTAKA Lampiran-lampiran... 69
DAFTAR ISI Halaman Halaman Judul.... i Lembar Pengesahan.... ii Abstrak.... iii Kata Pengantar.... v Daftar Isi. vii Daftar Gambar.... ix Daftar Tabel.... xi BAB 1 : PENDAHULUAN.... 1 1.1. Latar Belakang...
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lempeng besar (Eurasia, Hindia-Australia, dan Pasifik) menjadikannya memiliki
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Posisi Kepulauan Indonesia yang terletak pada pertemuan antara tiga lempeng besar (Eurasia, Hindia-Australia, dan Pasifik) menjadikannya memiliki tatanan tektonik
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Secara umum Jawa Barat dibagi menjadi 3 wilayah, yaitu wilayah utara, tengah, dan selatan. Wilayah selatan merupakan dataran tinggi dan pantai, wilayah tengah merupakan
Lebih terperinciPENYELIDIKAN GEOFISIKA DI DAERAH GUNUNG RAWAN, KECAMATAN SEKAYAM, KABUPATEN SANGGAU, PROVINSI KALIMANTAN BARAT
PENYELIDIKAN GEOFISIKA DI DAERAH GUNUNG RAWAN, KECAMATAN SEKAYAM, KABUPATEN SANGGAU, PROVINSI KALIMANTAN BARAT Yudi Aziz. M., A.Md., Reza Marza. D., ST. Kelompok Penyelidikan Mineral, Pusat Sumber Daya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sepertiga wilayah Indonesia berada di atas permukaan laut yakni belasan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepertiga wilayah Indonesia berada di atas permukaan laut yakni belasan ribu pulau besar dan kecil. Dengan begitu cukup sedikit potensi lahan bisa termanfaatkan karena
Lebih terperinciANALISIS KEBERADAAN BIJIH BESI MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK 2D DI LOKASI X KABUPATEN LAMANDAU KALIMANTAN TENGAH
ANALISIS KEBERADAAN BIJIH BESI MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK 2D DI LOKASI X KABUPATEN LAMANDAU KALIMANTAN TENGAH Muhammad Hasan Basri 1, Ibrahim Sota 1, Simon Sadok Siregar 1 Abstrak. Bijih besi adalah
Lebih terperinciSURVEI MAGNETOTELURIK DAERAH PANAS BUMI MARANA KABUPATEN DONGGALA, SULAWESI TENGAH. Oleh: Asep Sugianto 1) dan Suwahyadi 2)
SURVEI MAGNETOTELURIK DAERAH PANAS BUMI MARANA KABUPATEN DONGGALA, SULAWESI TENGAH Oleh: Asep Sugianto 1) dan Suwahyadi 2) 1) Kelompok Penyelidikan Bawah Permukaan 2) Bidang Sarana Teknik SARI Pada tahun
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
1 BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di daerah Subang, Jawa Barat, untuk peta lokasi daerah penelitiannya dapat dilihat pada Gambar 2.1. Gambar 2.1 Peta Lokasi
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Secara umum wilayah utara Jawa Barat merupakan daerah dataran rendah, sedangkan kawasan selatan merupakan bukit-bukit dengan sedikit pantai serta dataran tinggi.
Lebih terperinciPENELITIAN GEOMAGNETIK DI DAERAH PANAS BUMI LOMPIO KECAMATAN SIRENJA KABUPATEN DONGGALA PROPINSI SULAWESI TENGAH. Oleh : Imanuel Musa Foeh
PENELITIAN GEOMAGNETIK DI DAERAH PANAS BUMI LOMPIO KECAMATAN SIRENJA KABUPATEN DONGGALA PROPINSI SULAWESI TENGAH Oleh : Imanuel Musa Foeh SARI Lokasi daerah penelitian secara geografis terletak pada koordinat
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Pulau Kalimantan merupakan salah satu pulau terbesar di Indonesia. Pulau ini terdiri dari daerah dataran dan daerah pegunungan. Sebagian besar daerah pegunungan berada
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL Cekungan Jawa Barat Utara merupakan cekungan sedimen Tersier yang terletak tepat di bagian barat laut Pulau Jawa (Gambar 2.1). Cekungan ini memiliki penyebaran dari wilayah daratan
Lebih terperinciKata kunci : Metode geomagnet, Mineral Sulfida, Foward Modeling, Disseminated.
IDENTIFIKASI SEBARAN MINERAL SULFIDA (PIRIT) MENGGUNAKAN METODE GEOMAGNET DI DAERAH LIBURENG KABUPATEN BONE Muh. Zulfitrah 1, Dr. Lantu, M. Eng. Sc, DESS 2, Syamsuddin, S.Si, MT 3 e-mail: fitrafisikaunhas@gmail.com
Lebih terperinciSTRUKTUR GEOLOGI TELUK BONE - SULAWESI SELATAN GEOLOGICAL STRUCTURES OF THE BONE GULF- SOUTH OF SULAWESI
STRUKTUR GEOLOGI TELUK BONE - SULAWESI SELATAN GEOLOGICAL STRUCTURES OF THE BONE GULF- SOUTH OF SULAWESI Riza Rahardiawan dan Lukman Arifin Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan, Jl. Dr. Junjunan
Lebih terperinciPengaruh Pola Kontur Hasil Kontinuasi Atas Pada Data Geomagnetik Intepretasi Reduksi Kutub
Pengaruh Pola Kontur Hasil Kontinuasi Atas Pada Data Geomagnetik Intepretasi Reduksi Kutub Puguh Hiskiawan 1 1 Department of Physics, University of Jember Jl. Kalimantan No. 37 Kampus Tegal Boto Jember
Lebih terperinciIDENTIFIKASI STRUKTUR GEOLOGI BAWAH PERMUKAAN DASAR LAUT BERDASARKAN INTERPRETASI DATA ANOMALI MAGNETIK DI PERAIRAN TELUK TOLO SULAWESI
Fibusi (JoF) Vol. 3 No. 2, September 2015 IDENTIFIKASI STRUKTUR GEOLOGI BAWAH PERMUKAAN DASAR LAUT BERDASARKAN INTERPRETASI DATA ANOMALI MAGNETIK DI PERAIRAN TELUK TOLO SULAWESI Septian Taufiq Heryanto,
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1. Fisiografi Lokasi Penelitian Gambar 3. Letak cekungan Asam-asam (Rotinsulu dkk., 2006) Pulau Kalimantan umumnya merupakan daerah rawa-rawa dan fluvial. Selain itu juga terdapat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
DAFTAR ISI halaman HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii ABSTRAK... iii KATA PENGANTAR... iv UCAPAN TERIMAKASIH... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR LAMPIRAN... xi
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Secara fisiografis, van Bemmelen (1949) membagi Jawa Barat menjadi 4 bagian yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung, dan Zona Pegunungan Selatan Jawa
Lebih terperinciSTUDI ZONA MINERALISASI EMAS MENGGUNAKAN METODE GEOMAGNET DI DESA SILIWANGA KECAMATAN LORE PEORE KABUPATEN POSO
STUDI ZONA MINERALISASI EMAS MENGGUNAKAN METODE GEOMAGNET DI DESA SILIWANGA KECAMATAN LORE PEORE KABUPATEN POSO Study of the zones of gold mineralization in Siliwanga village, Lore Peore district, Poso
Lebih terperinciGEOLOGI REGIONAL. Gambar 2.1 Peta Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949)
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Fisiografi Jawa Barat menurut van Bemmelen (1949) terbagi menjadi enam zona (Gambar 2.1), yaitu : 1. Zona Gunungapi Kuarter 2. Zona Dataran Aluvial Jawa Barat Utara
Lebih terperinci3. HASIL PENYELIDIKAN
Survei Polarisasi Terimbas (IP) Dan Geomagnet Daerah Santong, Kabupaten Sumbawa, Provinsi Nusa Tenggara Barat Oleh : Yudi Aziz Muttaqin, Iqbal Takodama Kelompok Penyelidikan Bawah Permukaan Pusat Sumber
Lebih terperinciKata kunci: Metode geomagnetik, bendungan Karangkates (Lahor-Sutami), jenis batuan
PENDUGAAN JENIS BATUAN BAWAH PERMUKAAN DAERAH BENDUNGAN KARANGKATES MENGGUNAKAN METODE GEOMAGNETIK Faisol Mohammad Abdullah 1, Sunaryo 2, Adi Susilo 3 1) Mahasiswa Jurusan Fisika FMIPA Univ. Brawijaya
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI Menurut van Bemmelen (1949), fisiografi Jawa Barat dibagi menjadi enam zona, yaitu Zona Dataran Aluvial Utara Jawa Barat, Zona Antiklinorium Bogor, Zona Gunungapi
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
28 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif analitik, yang bertujuan untuk mengetahui gambaran struktur geologi Dasar Laut
Lebih terperinciIDENTIFIKASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN DATA GAYABERAT DI DAERAH KOTO TANGAH, KOTA PADANG, SUMATERA BARAT
IDENTIFIKASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN DATA GAYABERAT DI DAERAH KOTO TANGAH, KOTA PADANG, SUMATERA BARAT Diah Ayu Chumairoh 1, Adi Susilo 1, Dadan Dhani Wardhana 2 1) Jurusan Fisika FMIPA Univ.
Lebih terperinciPEMODELAN 3-D SUSEPTIBILITAS MAGNETIK BAWAH PERMUKAAN DASAR LAUT PERAIRAN LANGSA, SELAT MALAKA-SUMATERA UTARA
PEMODELAN 3-D SUSEPTIBILITAS MAGNETIK BAWAH PERMUKAAN DASAR LAUT PERAIRAN LANGSA, SELAT MALAKA-SUMATERA UTARA Oleh : B. Nhirwana dan Subarsyah Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan Jl. Dr.
Lebih terperinciPhysics Communication
Physics Communication 1 (1) (2016) Physics Communication http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/pc IDENTIFIKASI SEBARAN ANOMALI MAGNETIK DI PERAIRAN KABUPATEN SAMBAS KALIMANTAN BARAT DENGAN MENGGUNAKAN
Lebih terperinciPENENTUAN BATAS KONTAK BATUAN GUNUNG PENDUL DAN GUNUNG SEMANGU, BAYAT, KLATEN MENGGUNAKAN METODA MAGNETIK
Berkala Fisika ISSN : 1410-9662 Vol. 4 No.3, Juli 2001, hal 63 68 PENENTUAN BATAS KONTAK BATUAN GUNUNG PENDUL DAN GUNUNG SEMANGU, BAYAT, KLATEN MENGGUNAKAN METODA MAGNETIK Yuliyanto, G 1 ; Hartantyo, E
Lebih terperinciANALISIS DISTRIBUSI ANOMALI MEDAN MAGNET TOTAL DI AREA MANIFESTASI PANASBUMI TULEHU
ANALISIS DISTRIBUSI ANOMALI MEDAN MAGNET TOTAL DI AREA MANIFESTASI PANASBUMI TULEHU Gazali Rachman 1, Jufri 2 1) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Pattimura Ambon 2) Fakultas Keguruan dan
Lebih terperinciSURVEI GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIK (AMT) DAERAH PANAS BUMI PERMIS, KABUPATEN BANGKA SELATAN PROVINSI BANGKA BELITUNG
SURVEI GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIK (AMT) DAERAH PANAS BUMI PERMIS, KABUPATEN BANGKA SELATAN PROVINSI BANGKA BELITUNG Muhammad Kholid dan Sri Widodo Kelompok Penyelidikan Bawah Permukaan Pusat Sumber
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi dan Geomorfologi Regional Secara fisiografis, daerah Jawa Barat dibagi menjadi 6 zona yang berarah timur-barat ( van Bemmelen, 1949 ). Zona tersebut dari arah utara
Lebih terperinciTeori Dasar GAYA MAGNETIK. Jika dua buah benda atau kutub magnetik terpisah pada jarak r dan muatannya masing-masing m 1. dan m 2
GEOMAGNETIK Metoda magnetik merupakan metoda pengolahan data potensial untuk memperoleh gambaran bawah permukaan bumi atau berdasarkan karakteristik magnetiknya. Metode ini didasarkan pada pengukuran intensitas
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengambilan data dipusatkan di kawasan Gunung Peben Pulau Belitung. Untuk
V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengolahan Data Pengambilan data dipusatkan di kawasan Gunung Peben Pulau Belitung. Untuk dapat menginterpretasi daerah potensi bijih besi di daerah penelitian, maka data
Lebih terperinciBAB 2 TATANAN GEOLOGI
BAB 2 TATANAN GEOLOGI Secara administratif daerah penelitian termasuk ke dalam empat wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Sinjai Timur, Sinjai Selatan, Sinjai Tengah, dan Sinjai Utara, dan temasuk dalam
Lebih terperinciIDENTIFIKASI POLA SEBARAN INTRUSI BATUAN BAWAH PERMUKAAN MENGGUNAKAN METODE GEOMAGNET DI SUNGAI JENELATA KABUPATEN GOWA
ISSN : 2579-5821 (Cetak) ISSN : 2579-5546 (Online) Alamat URL : http://journal.unhas.ac.id/index.php/geocelebes Jurnal Geocelebes Vol. 1 No. 1, April 2017, Hal 17-22 IDENTIFIKASI POLA SEBARAN INTRUSI BATUAN
Lebih terperinciIdentifikasi Struktur Lapisan Bawah Permukaan Daerah Manifestasi Emas Dengan Menggunakan Metode Magnetik Di Papandayan Garut Jawa Barat
Identifikasi Struktur Lapisan Bawah Permukaan Daerah Manifestasi Emas Dengan Menggunakan Metode Magnetik Di Papandayan Garut Jawa Barat Rian Arifan Kahfi dan Tony Yulianto Jurusan Fisika Universitas Diponegoro
Lebih terperinciGambar 4.1. Peta penyebaran pengukuran gaya berat daerah panas bumi tambu
BAB IV INTERPRETASI HASIL PENGUKURAN GRAVITASI Salah satu metode geofisika yang digunakan dalam menentukan potensi suatu daerah panas bumi adalah metode gravitasi. Dengan metode gravitasi diharapkan dapat
Lebih terperinciBAB IV AKUISISI DAN PENGOLAHAN DATA LAPANGAN
BAB IV AKUISISI DAN PENGOLAHAN DATA LAPANGAN Penelitian ini dilakukan berdasarkan pada diagram alir survei mineral (bijih besi) pada tahap pendahuluan pada Gambar IV.1 yang meliputi ; Akuisisi data Geologi
Lebih terperinciMENGIDENTIFIKASI POTENSI HIDROKARBON DI KEPULAUAN ARU SELATAN, PAPUA BARAT MENGGUNAKAN METODE GEOMAGNET. Tri Nurhidayah, Muhammad Hamzah, Maria
MENGIDENTIFIKASI POTENSI HIDROKARBON DI KEPULAUAN ARU SELATAN, PAPUA BARAT MENGGUNAKAN METODE GEOMAGNET Tri Nurhidayah, Muhammad Hamzah, Maria Program Studi Geofisika FMIPA Unhas Trinurhidayah16@gmail.com
Lebih terperinciSURVEI GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIK (AMT) DAERAH PANAS BUMI PARIANGAN, KABUPATEN TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT
SURVEI GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIK (AMT) DAERAH PANAS BUMI PARIANGAN, KABUPATEN TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT Muhammad Kholid, M. Nurhadi Kelompok Program Penelitian Panas Bumi Pusat Sumber
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Menurut Van Bemmelen (1949), secara fisiografis dan struktural daerah Jawa Barat dapat di bagi menjadi 4 zona, yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung
Lebih terperinciPENYELIDIKAN BIJIH BESI DENGAN METODE GEOMAGNET DAN GEOLISTRIK
PENYELIDIKAN BIJIH BESI DENGAN METODE GEOMAGNET DAN GEOLISTRIK Yeremias K. L. Killo 1, Rian Jonathan 2, Sarwo Edy Lewier 3, Yusias Andrie 4 2 Mahasiswa Teknik Pertambangan Upn Veteran Yogyakarta 1,3,4
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Menurut Van Bemmelen (1949), secara fisiografis dan struktural daerah Jawa Barat dapat di bagi menjadi 4 zona, yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung
Lebih terperinciProgram Studi Geofisika Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin SARI BACAAN
KARAKTERISASI PANAS BUMI DI SUMBER AIR PANAS DENGAN MENGGUNAKAN METODE GEOMAGNET (STUDI KASUS SUMBER AIR PANAS PANGGO KABUPATEN SINJAI) Oleh : Nurfadhilah Arif 1, Drs. Lantu, M.Eng.Sc, DESS 2, SabriantoAswad,
Lebih terperinciPendugaan Struktur Bawah Permukaan Daerah Prospek Panas Bumi Gunungapi Hulu Lais Lereng Utara dengan Menggunakan Metode Magnetik
Pendugaan Struktur Bawah Permukaan Daerah Prospek Panas Bumi Gunungapi Hulu Lais Lereng Utara dengan Menggunakan Metode Magnetik Arif Ismul Hadi, Refrizon, dan Suhendra Abstrak: Penelitian ini bertujuan
Lebih terperinciKata kunci: Bukitbakar, Ulurabau, Solok, geomagnetik, anomali, gamma
APLIKASI METODA GEOMAGNETIK DALAM MENENTUKAN POTENSI SUMBERDAYA BIJIH BESI DI DAERAH BUKIT BAKAR DAN ULU RABAU, KEC. LEMBAH GUMANTI, KAB. SOLOK, SUMATRA BARAT OLEH ALANDA IDRAL Kelompok Program Penelitian
Lebih terperinciBAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA ANOMALI BOUGUER
BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA ANOMALI BOUGUER Tahapan pengolahan data gaya berat pada daerah Luwuk, Sulawesi Tengah dapat ditunjukkan dalam diagram alir (Gambar 4.1). Tahapan pertama yang dilakukan adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Posisi Kepulauan Indonesia yang terletak pada pertemuan antara tiga
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Posisi Kepulauan Indonesia yang terletak pada pertemuan antara tiga lempeng besar (Eurasia, Hindia Australia, dan Pasifik) menjadikannya memiliki tatanan tektonik
Lebih terperinciIII.3 Interpretasi Perkembangan Cekungan Berdasarkan Peta Isokron Seperti telah disebutkan pada sub bab sebelumnya bahwa peta isokron digunakan untuk
III.3 Interpretasi Perkembangan Cekungan Berdasarkan Peta Isokron Seperti telah disebutkan pada sub bab sebelumnya bahwa peta isokron digunakan untuk menafsirkan perkembangan cekungan. Perlu diingat bahwa
Lebih terperinciJurusan Teknik Pertambangan Universitas Vetran Republik Indonesia
Jurusan Teknik Pertambangan Universitas Vetran Republik Indonesia Sub Pokok Bahasan : Magnet Bumi Medan Magnet Luar Akuisisi dan Reduksi Data Pengolahan Data MetodaInterpretasi Metode Geomagnetik didasarkan
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Fisiografi Jawa Barat dapat dikelompokkan menjadi 6 zona yang berarah barattimur (van Bemmelen, 1949 dalam Martodjojo, 1984). Zona-zona ini dari utara ke
Lebih terperinciPemodelan Gravity Kecamatan Dlingo Kabupaten Bantul Provinsi D.I. Yogyakarta. Dian Novita Sari, M.Sc. Abstrak
Pemodelan Gravity Kecamatan Dlingo Kabupaten Bantul Provinsi D.I. Yogyakarta Dian Novita Sari, M.Sc Abstrak Telah dilakukan penelitian dengan menggunakan metode gravity di daerah Dlingo, Kabupaten Bantul,
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL Indonesia merupakan tempat pertemuan antara tiga lempeng, yaitu Lempeng Eurasia yang relatif diam, Lempeng Pasifik Barat yang relatif bergerak ke arah baratlaut, dan Lempeng Hindia
Lebih terperinciBAB II. TINJAUAN PUSTAKA
DAFTAR ISI SKRIPSI... i HALAMAN PENGESAHAN... ii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH... iii KATA PENGANTAR... iv HALAMAN PERSEMBAHAN... v ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR GAMBAR...
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Harga komoditi untuk mineral-mineral saat ini telah mendekati rekor harga tertingginya, seperti Logam-logam industri (bijih besi, tembaga, alumunium, timbal, nikel
Lebih terperinciPRISMA FISIKA, Vol. II, No. 3 (2014), Hal ISSN :
PRISMA FISIKA, Vol. II, No. 3 (04), Hal. 74 78 ISSN : 337-804 Pendugaan Potensi Bijih Besi di Dusun Sepoteng Kecamatan Sungai Betung Kabupaten Bengkayang Dengan Metode Geomagnet Apriyanto Ramadhan * ),
Lebih terperinciJurnal Einstein 3 (1) (2015): 1-8. Jurnal Einstein. Available online
Jurnal Einstein 3 (1) (2015): 1-8 Jurnal Einstein Available online http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/einstein PENENTUAN STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN TANAH DAERAH POTENSI PANAS BUMI DENGAN METODE GEOMAGNETIK
Lebih terperinciEKSPLORASI BIJIH BESI DENGAN METODE DIPOLE-DIPOLE DAN GEOMAGNET DI WILAYAH GANTUNG, KABUPATEN BLITUNG TIMUR, PROVINSI BLITUNG
EKSPLORASI BIJIH BESI DENGAN METODE DIPOLE-DIPOLE DAN GEOMAGNET DI WILAYAH GANTUNG, KABUPATEN BLITUNG TIMUR, PROVINSI BLITUNG Andi Agus Noor Laboratorium Geofisika, Fakutas Teknik Geologi, UNPAD ABSTRACT
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat Pada dasarnya Van Bemmelen (1949) membagi fisiografi Jawa Barat menjadi empat bagian (Gambar 2.1) berdasarkan sifat morfologi dan tektoniknya, yaitu: a.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Maksud dan Tujuan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kegiatan eksplorasi sumber daya alam umumnya memerlukan biaya sangat mahal. Oleh karena itu biasanya sebelum melakuka kegiatan eksplorasi dilakukan survey awal, survey
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat Fisiografi Jawa Barat (Gambar 2.1), berdasarkan sifat morfologi dan tektoniknya dibagi menjadi empat bagian (Van Bemmelen, 1949 op. cit. Martodjojo, 1984),
Lebih terperinciBAB 2 GEOLOGI REGIONAL
BAB 2 GEOLOGI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI Secara fisiografis, daerah Jawa Barat dibagi menjadi 6 zona yang berarah timurbarat (Van Bemmelen, 1949). Zona tersebut dari arah utara ke selatan meliputi: 1. Zona
Lebih terperinciPENGARUH POLA KONTUR HASIL KONTINUASI ATAS PADA DATA GEOMAGNETIK INTEPRETASI REDUKSI KUTUB
PENGARUH POLA KONTUR HASIL KONTINUASI ATAS PADA DATA GEOMAGNETIK INTEPRETASI REDUKSI KUTUB Puguh Hiskiawan 1* 1 Jurusan Fisika, FMIPA, Universitas Jember, Indonesia Abstrak: Metode geomagnetik adalah salah
Lebih terperinciBAB. I PENDAHULUAN. Judul penelitian Studi Karakteristik Mineralogi dan Geomagnetik Endapan
BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Judul Penelitian Judul penelitian Studi Karakteristik Mineralogi dan Geomagnetik Endapan Bijih Besi di Daerah Kecamatan Pelaihari Kabupaten Tanah Laut Kalimantan Selatan. 1.2. Latar
Lebih terperinciV. HASIL DAN INTERPRETASI. panas bumi daerah penelitian, kemudian data yang diperoleh diolah dengan
37 V. HASIL DAN INTERPRETASI A. Pengolahan Data Proses pengolahan yaitu berawal dari pengambilan data di daerah prospek panas bumi daerah penelitian, kemudian data yang diperoleh diolah dengan menggunakan
Lebih terperinci2014 INTERPRETASI STRUKTUR GEOLOGI BAWAH PERMUKAAN DAERAH LEUWIDAMAR BERDASARKAN ANALISIS SPEKTRAL DATA GAYABERAT
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Satuan tektonik di Jawa Barat adalah jalur subduksi Pra-Eosen. Hal ini terlihat dari batuan tertua yang tersingkap di Ciletuh. Batuan tersebut berupa olisostrom yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumatera Utara secara geografis terletak pada 1ºLintang Utara - 4º Lintang Utara dan 98 Bujur Timur Bujur
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumatera Utara secara geografis terletak pada 1ºLintang Utara - 4º Lintang Utara dan 98 Bujur Timur - 100 Bujur Timur. Provinsi Sumatera memiliki luas total sebesar
Lebih terperinciBab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang
1 Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Tatanan tektonik daerah Kepala Burung, Papua memegang peranan penting dalam eksplorasi hidrokarbon di Indonesia Timur. Eksplorasi tersebut berkembang sejak ditemukannya
Lebih terperinciBAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA
BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA Dalam penelitian ini, penulis menggunakan 2 metode geofisika, yaitu gravitasi dan resistivitas. Dimana kedua metode tersebut saling mendukung, sehingga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1.
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Seorang geologist, perlu mengetahui berbagai cara pembacaan dan pengolahan data. Untuk mengetahui mengetahui kondisi geologi permukaan bumipada suatu lapisan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Triantara Nugraha, 2015
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia Merupakan negara yang terletak di pertemuan tiga lempeng dunia (Ring Of Fire) yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng Pasifik
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografis Regional Secara fisiografis, Van Bemmelen (1949) membagi Jawa Barat menjadi 4 zona, yaitu Zona Dataran Pantai Jakarta, Zona Antiklinorium Bandung, Zona Depresi Bandung,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. maupun tidak. Hal ini dapat dilihat dari morfologi Pulau Jawa yang sebagian besar
BAB PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Jawa merupakan bagian dari busur magmatik yang ada di ndonesia. Oleh karena itu sepanjang Pulau Jawa terdapat gunung berapi baik yang aktif maupun tidak. Hal ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.3 Batasan Masalah Penelitian ini dibatasi pada aspek geologi serta proses sedimentasi yang terjadi pada daerah penelitian.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tugas Akhir mahasiswa merupakan suatu tahap akhir yang wajib ditempuh untuk mendapatkan gelar kesarjanaan strata satu di Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL II.2 Fisiografi Regional Secara fisiografis, daerah Jawa Barat dibagi menjadi 4 zona (Gambar 2.1), pembagian zona tersebut berdasarkan sifat-sifat morfologi dan tektoniknya (van
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alur Penelitian Pengambilan Data Koreksi Variasi Harian Koreksi IGRF Anomali magnet Total Pemisahan Anomali Magnet Total Anomali Regional menggunakan Metode Trend Surface
Lebih terperinciBAB IV SEJARAH GEOLOGI
BAB IV SEJARAH GEOLOGI Berdasarkan data-data geologi primer yang meliputi data lapangan, data sekunder yang terdiri dari ciri litologi, umur dan lingkungan pengendapan, serta pola struktur dan mekanisme
Lebih terperinci