III HASIL PENELITIAN DAN ANALISA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "III HASIL PENELITIAN DAN ANALISA"

Transkripsi

1 III HASIL PENELITIAN DAN ANALISA Eksistensi Perempuan Sebagai Mama Raja di Negeri Adat Rumah Tiga, Soahuku, dan Tananahu Pada bab ini akan diungkapkan gambaran umum Negeri adat Raja-Raja di Maluku dalam hal ini Negeri Rumah Tiga, Negeri Soahuku, dan Tananahu sebagai lokasi penelitian, mengenai kondisi geografis masing-masing negeri. Penulis juga membahas eksistensi perempuan sebagai Mama Raja dilihat dari perspektif jender. Secara berurutan akan dibahas: (1) Gambaran Umum: Kondisi Geografis dan negeri adat, dan (2) Hasil penelitian dan analisa. 3.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kondisi Geografis Gambar 1. Peta Provinsi Maluku 15

2 Provinsi Maluku merupakan salah satu provinsi tertua di Indonesia. Maluku dikenal juga dengan sebutan negeri raja-raja, karena memiliki banyak negeri adat yang dipimpin oleh seorang raja. Ibukota Maluku adalah kota Ambon. Provinsi Maluku merupakan daerah kepulauan yang terdiri dari 632 pulau besar dan kecil. Salah satu pulau terbesar di provinsi Maluku adalah Pulau Seram ( Km2). Pulau ini juga yang menjadi salah satu tujuan lokasi penelitian penulis. Sebelah utara berbatasan dengan Provinsi Maluku Utara, sebelah selatan berbatasan dengan Negara Timor Leste dan Australia, sebelah barat berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah, sebelah timur berbatasan dengan Propinsi Papua. Negeri Rumahtiga atau yang lebih dikenal dengan desa Rumahtiga merupakan salah satu desa pesisir yang berada di sepanjang kawasan kecamatan Teluk Ambon Baguala. Tepatnya desa ini memiliki kawasan pesisir yang berhadapan dengan Desa Galala di seberang laut. Untuk menjangkau desa ini dibutuhkan waktu tiga puluh menit dari pusat kota Ambon, dengan menggunakan transportasi penyebarangan laut yakni kapal feri. Perjalanan darat juga dapat ditempuh menggunakan transportasi darat selama satu jam. Desa Rumahtiga juga merupakan sutau kehidupan sosial yang tidak berorientasi jauh dari kehidupan pantai dan pesisir. Kehidupan masyarakat di Desa Rumahtiga merupakan percampuran antara penduduk asli yang hanya sebagian kecil dan tinggal di sebagian besar kawasan pesisir. Sedangkan para pendatang yang bukan penduduk asli lebih banyak mendominasi kawasan daratan. Desa ini dipimpin oleh seorang Raja perempuan. Desa Tananahu dan Desa Soahuku sama-sama berlokasi di pulau Seram. Desa atau Negeri Tananahu terletak di kecamatan teluk Elpaputih Kabupaten Maluku Tengah tepatnya di sebelah selatan pulau Seram. Sedangkan Negeri Soahuku terletak di kecamatan Amahai Kabupaten Maluku tengah. Untuk menjangkau negeri Tananahu, membutuhkan waktu dua setengah jam dengan menggunakan kapal cepat dari pelabuhan Tulehu Ambon. Setelah tiba di Desa Soahuku dilanjutkan dengan perjalanan darat selama tiga puluh menit. Hampir seluruh penduduk negeri Tananahu bekerja sebagai petani. Sementara penduduk negeri Soahuku memiliki beragam pekerjaan, baik sebagai pegawai negeri sipil, petani, maupun wiraswasta. 16

3 3.1.2 Negeri adat Negeri di Maluku, Kota Ambon khususnya adalah sebuah realitas sosial yang hidup, dihormati, dan tetap dipatuhi oleh masyarakat. Karena memiliki simbol-simbol, kharisma dan aturan-aturan yang bijak dari unsur asli masyarakatnya, yang mampu mengendalikan interaksi sosial dan menciptakan ketertiban dan kestabilan politik pemerintahan Negeri. Sekalipun mengalami pasang surut akibat kebijakan pemerintah di masa lampau namun aktivitas masyarakat Ambon tetap mencerminkan nilai-nilai dan norma sebagai suatu masyarakat adat dengan salah satu cirinya, yaitu memiliki kelembagaan adat. 1 Negeri sebagai kesatuan masyarakat hukum adat di kota Ambon dipimpin oleh seorang Raja yang berasal dari Mata rumah / Rumah tau. Yakni persekutuan marga keluarga awal yang terdiri dari ayah, ibu dan anak dan/atau keluarga dalam soa parentah (persekutuan marga yang memerintah) di negeri yang secara turun temurun diakui dan dihormati sebagai yang berhak untuk memerintah negeri. 2 Pada saat ini jumlah keseluruhan Raja-Raja Negeri adat di Maluku, yakni 437 orang terdiri dari 406 Raja laki-laki (93%) dan 31 Raja perempuan (7%). Tempat penelitian penulis meliputi 3 (tiga) negeri, yakni negeri Rumah Tiga, Soahuku dan Tananahu. Penulis memilih tiga (3) negeri tersebut berdasarkan data yang terdapat di kantor Latupati, bahwa dua diantara ke-tiga negeri tersebut, yakni negeri Tananahu dan Soahuku baru pertama kali dipimpin oleh Raja Perempuan. Berbeda halnya dengan negeri Rumah Tiga yang pernah satu kali di pimimpin oleh Raja Perempuan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa di dalam kepemimpinan Raja-Raja di Maluku terdapat masalah kesenjangan jender Hasil Penelitian dan Analisa Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai: (a) Pergeseran citra perempuan dalam kepemimpinan publik Raja-Raja Negeri Adat di Maluku, (b) Tugas ganda perempuan dapat diatasi Raja perempuan, dan (c) Para Raja perempuan dapat mengatasi budaya patriarkhi 1 Pemerintah Kota, Penjelasan Aatas Peraturan Daerah Kota Ambon Nomor 3 Tahun 2008 Tentang Negeri di Kota Ambon, Pemerintah Kota, Peraturan Daerah Kota Ambon Nomor-13 tahun 2008 tentang Tata Cara Pencalonan, Pemilihan, Pengangkatan Dan Pelantikan serta Pemberhentian Raja, Keputusan Walikota Ambon, 1. 17

4 a. Pergeseran Citra Perempuan dalam Kepemimpinan Publik Raja-Raja Negeri Adat di Maluku Berdasarkan data yang diperoleh melalui teknik FGD, masyarakat di negeri Soahuku berpendapat bahwa kemampuan dalam memimpin lebih banyak diberikan kepada kaum laki-laki. Bagi mereka, Laki-laki dinilai lebih cepat dalam mengambil keputusan dibanding perempuan, laki-laki lebih kuat, perkasa. Namun masyarakat dan pengurus saniri negeri Tananahu mengakui bahwa sebenarnya perempuan memiliki kemampuan yang lebih baik dari laki-laki, bahkan secara intelektual perempuan lebih unggul. Hal tersebut diperkuat oleh pernyataan dari salah seorang warga laki-laki peserta FGD yang mengatakan, bahwa kepemimpinan perempuan sebagai Raja justru lebih baik. Pencitraan bahwa laki-laki lebih berani dan memiliki kemampuan untuk menjadi seorang pemimpin, dan perempuan diangap lemah serta tidak mampu melakukan peran-peran tertentu dalam masyarakat sama sekali tidak benar. Melihat kenyataan yang didapatinya sebagai masyarakat Tananahu yang dipimpin oleh Raja Perempuan, ia mengakui bahwa perempuan lebih tangguh, serta memiliki kemampuan berelasi, terbuka dan jujur. 3 Berdasarkan observasi yang peneliti lakukukan, kemampuan seperti membimbing, melindungi, bahkan memberdayakan masyarakatnya dimiliki oleh Ibu Raja dari negeri Tananahu. Berlatar belakang seorang pengusaha, sebelum menjadi Raja di negerinya seperti mengubah kehidupannya untuk lebih peka lagi melihat kenyataan dan pergumulan yang sementara dihadapi oleh masyarakat setempat. Dalam wawancara bersama dengan Mama Raja, Y. A beliau mengatakan untuk menjadi seorang Raja yang memimpin masyarakat golongan menengah ke bawah, harus memiliki kemampuan untuk merangkul, tanpa membiarkan satupun yang luput. Selain itu kekuatan dari segi finansial juga menjadi hal yang tak kalah penting. Hal ini karena untuk memberdayakan orang-orang yang tidak mampu secara finansial, maka saya sebagai Raja yang ingin memberdayakan masyarakatnya harus memiliki kekuatan itu. Menurutnya, menjadi Raja bukanlah soal pekerjaan tetapi soal pelayanan. 4 Beliau menambahkan, menjadi seorang pembimbing mengharuskan dirinya untuk bersikap benar, tegas dan perkasa tidak boleh terkesan 3 Hasil FGD dengan masyarakat Tananahu (22 Agustus 2014). 4 Hasil Wawancara bersama Y.A Mama Raja Negeri Tananahu (20 Agustus 2014, pukul 15:00 WIT). 18

5 lemah. Sebagai Ibu yang melindungi anak-anaknya, ia harus menciptakan rasa aman dan keterbukaan. 5 Dalam teori yang di jelaskan Gilman peranan-peranan seksual telah ditanamkan pada masa anak-anak, lewat institusi keluarga, pendidikan, adat dan hukum. Perempuan dan laki-laki sejak dilahirkan telah terkungkung dalam stereotip yang diciptakan oleh masyarakat di tempat mereka berada. 6 Jadi, pemikiran dan perilaku jender seseorang dibentuk oleh lingkungan tempat seseorang lahir, tumbuh dan berkembang. Seperti teori yang dijelaskan juga oleh Davies dan Gunawardena mengenai beberapa wilayah perbedaan anatara laki-laki dan perempuan dalam kepemimpinannya. Yaitu, laki-laki lebih concern terhadap hal-hal yang berhubungan dengan finansial dibandingkan perempuan yang lebih berfokus terhadap orang-orang dalam lingkup pekerjaannya dan beban kerja mereka. Dalam upaya kompetitif perempuan lebih concern terhadap kerjasama dan team work. Laki-laki lebih menginginkan status dan penghargaan berbanding terbalik dengan perempuan. 7 Peneliti menganalisa bahwa, keberadaan perempuan sebagai Mama Raja berhasil mematahkan penstereotipan yang melekat pada diri perempuan, sesuai dengan pendapat Gilman. Perempuan, tidak lagi terkungkung dalam stereotip yang berlaku dalam masyarakat dimana mereka bertumbuh dan berkembang. Peranan seksual dapat dilakoni perempuan dalam segala bidang. Baik dalam keluarga, pendidikan hukum, dan adat sebagai seorang pemimpin. Citra perempuan dalam kepemimpinan publik dapat disejajarkan dengan laki-laki. Hal itu, karena kelebihan-kelebihan dan kekhasan yang di miliki perempuan sebagai pemimpin. Sama halnya dengan yang dikatakan Davies dan Gunawardena, perempuan tidak hanya berorientasi untuk mengurus dirinya dan keluarganya saja (bidang domestik), tetapi juga masyarakat dan negerinya (bidang publik). Artinya perempuan sangat merata dalam memperhatikan sekelilingnya. Perempuan yang memberikan perlindungan dan rasa aman bagi masyarakat membuktikan bahwa tidak hanya laki-laki yang bisa melakukan hal ini. Perempuan juga dapat menjadi pelindung. Kekuatan dalam kelembutan dan ketegasan perempuan sebagi perempuan 5 Hasil wawancara dengan Y.A Mama Raja Negeri Tananahu (20 Agustus 2014, pukul 15:00 WIT). 6 Sue Thornham, Teori Feminis dan Cultural Studies (terjemahan), (Yogyakarta: Jalasutra, 2010), Tony Bush dan Marianne Coleman, Manajemen Strategis Kepemimpinan Pendidikan, (Jogkakarta: IRCiSoD, 2006),

6 semakin membuat masyarakat merasa aman dan nyaman. Perempuan mampu mengerjakan tugas di bidang domestik dan publik secara seimbang. Berbeda dengan lakilaki yang hanya mampu melakukan salah satu tugas saja, yakni di bidang publik. Pemimpin perempuan juga peduli dengan masyarakatnya yang bermasalah, menderita, dan miskin. Kepedulian yang ditunjukan bukan dengan memberikan bantuan cuma-cuma tetapi mengarahkan dan memberdayakan masyarakatnya untuk mandiri. Dari hasil analisa terhadap data yang diperoleh melalui berbagai teknik di atas, dapat disimpulkan bahwa Mama Raja memang memperhatikan kondisi sosial masyarakat dan negeri yang dipimpinnya. Tindakan konkrit yang dilakukan Mama Raja merupakan bukti kepeduliannya kepada semua orang yang ia pimpin. Perbedaan citra antara laki-laki dan perempuan dalam masyarakat tidak lagi bersesuaian dengan kenyataan yang didapati. Citra yang selama ini ada pada diri laki-laki yaitu sebagai sosok yang kuat, gagah, dan berani berbicara di depan umum serta tegas dalam mengambil keputusan. Citra yang tertanam dalam masyarakat, tentang diri laki-laki dan perempuan, dapat digeser perempuan saat memimpin sebagai Raja. Dengan adanya kepemimpinan perempuan sebagai Raja, jelas terlihat bahwa subordinasi, kekerasan, marginalisasi, sterotip, dan peran ganda dapat diatasi oleh perempuan-prempuan ini. b. Tugas Ganda Perempuan dapat diatasi Raja Perempuan Dalam teknik observasi yang dilakukan, peneliti menemukan bahwa selain menjadi Raja, perempuan juga harus mengerjakan tugas-tugas domestik yakni mencuci, memasak, menyetrika, mengurus suami, anak, cucu dan lain sebagainya. Perempuan mengerjakan tugas-tugas tersebut secara mandiri tanpa bantuan orang lain. Hal ini disebabkan pola pikir dan kebiasaan masyarakat bahwa di dalam setiap keluarga perempuan harus mengerjakan hal-hal diatas tanpa harus menyewa tenaga bantu. Tugas ini adalah kewajiban setiap ibu di dalam keluarga. Seperti yang telah dijelaskan oleh Gandhi, adanya stereotip tertentu yang dikenakan kepada perempuan dalam masyarakat sering membuat mereka tidak bebas untuk berperan. Perempuan dibatasi karena dianggap tidak pantas, lemah dan tidak mampu melakukan peran-peran tertentu dalam masyarakat. Persepsi mengenai perempuan yang lebih pantas melakukan pekerjaan rumah tangga, membuat perempuan tidak berani keluar 20

7 dari lingkaran yang telah ditetapkan masyarakat terhadapnya. Stereotip bagi kaum perempuan membuat perempuan tersubordinasi. Subordinasi akan berakibat pada tidak diakuinya potensi perempuan, sehingga perempuan sulit mengakses posisi-posisi strategis dan sentral dalam komunitasnya, terutama yang berkaitan dengan pengambilan kebijakan dan keputusan. 8 Disamping itu, saat peneliti melakukan penelitian dengan teknik observasi di Negeri Soahuku, peneliti mendapati suatu kekhasan yang dimiliki oleh Raja perempuan yakni lebih memperhatikan detail, dan proses. Seperti memperhatikan warisan budaya adat, yaitu rumah adat yang selama ini terbengkalai pembangunannya. Hal itu menjadi perhatian Ibu J.R selaku Mama Raja negeri Soahuku. Kepemimpinannya sebagai Raja di negeri Soahuku tidak memfokuskan dirinya kepada jalannya pemerintahan dan tugastugas administrasi semata. Hampir sama dengan penuturan beberapa warga dalam FGD bersama masyarakat negeri Soahuku, mereka mengemukakan kepemimpinan J.R sebagai Raja perempuan di negeri Sohuku meskipun tidak memiliki kecakapan berkomunikasi bersama masyarakat, lebih dari itu J.R dinilai sangat memperhatikan budaya dan warisan para leluhur. 9 Keprihatinannya kepada Baileo Negeri Soahuku yang selama ribuan tahun tidak dimiliki oleh negerinya, membuat beliau resah dan dengan dukungan Saniri Negeri beliau giat membangun Baileo. Baileo merupakan simbol adat setiap negeri-negeri adat di Maluku, karena Baileo sendiri merupakan rumah adat orang Maluku. 10 Masyarakat sangat menghargai usahanya, sebagai pemimpin perempuan. Baginya, kedudukan laki-laki dan perempuan harus sejajar dan saling melengkapi. Memiliki tujuh bersaudara, terdiri dari enam perempuan dan satu orang laki-laki. Jelas terlihat bahwa dirinya lebih unggul dari lima saudara perempuannya bahkan satu saudara laki-laki, untuk menjadi seorang Raja. Warisan leluhur bukan hanya Baileo dan simbol adat lainnya, tetapi juga menjaga kerukunan hidup orang bersaudara (orang basudara) atau hidup persaudaraan tak terbatas agama. Beliau secara adil melibatkan masyarakat Muslim dan Kristen yang ada di Negeri Soahuku untuk bersama-sama membangun Negeri Soahuku. Pergumulan terbesar yang juga dialami negeri dan masyarakat Tananahu yakni mempertahankan tanah yang diperebutkan oleh perusahaan. Sengketa tanah ini, 8 Happy Budi Febriasih et. al., Jender dan Demokrasi (Malang: Averroes Press, 2008), Hasil FGD masyarakat Soahuku (21 Agustus 2014). 10 Hasil Wawancara bersama J.R Mama Raja Negeri Soahuku (20 Agustus 2014, pukul 19:00 WIT). 21

8 diperjuangkan oleh Ibu Raja tentunya dengan dukungan masyarakat. Setelah sekian lama bergulat dengan kasus ini, tepat di tanggal 3 Januari 2013 diselenggarakan pencanangan kembali hak milik tanah dari tanah perusahaan ke tanah negeri. Berdasarkan observasi di lapangan, peneliti menemukan adanya pabrik sagu, yang didanai oleh Pemerintah dan dana pribadi ibu Y.A. Bahan mentah sagu yang di tanam di negeri Tanahnahu kemudian diolah di pabrik sagu menggunakan mesin dan dikerjakan oleh para pekerja pria yang berasal dari masyarakat setempat. Setiap bulan hasil olahan sagu yaitu sagu manta atau sagu mentah dikirim ke Cirebon sebanyak 60 ton. Hasil olahan sagu lainnya seperti kuekue kering, ataupun kerajinan tangan dikerjakan oleh perempuan-perempuan negeri Tananahu. Masyarakat yang dulunya tidak memiliki pekerjaan, saat ini dapat dikatakan makmur baik laki-laki maupun perempuan. Kepemimpinan dan Pelayanannya dilakukan juga bersama suami, anak-anak dan menantu serta seluruh masyarakatnya. Selama observasi yang penulis lakukan, mulai dari rumah sampai dalam pemerintahan di Negeri, jelas terlihat sosok Mama Raja Tananahu sangat dicintai oleh keluarga dan masyarakatnya. Hal ini semakin diperkuat saat, FGD berlangsung antar warga laki-laki dan perempuan. Mereka jujur mengungkapkan bahwa nyaris tidak ditemukan kekurangan selama dua periode kepemimpinan Ibu Y.A sebagai Ibu Raja. Mulai dari periode pertama tahun dilanjutkan periode kedua tahun Dalam wawancara bersama seorang pengurus di Latupati beliau mengatakan bahwa, saat dalam proses penentuan calon Raja dalam satu mata rumah perempuan jarang di ikut sertakan. Sekalipun ada sebagian kecil yang di sertakan dalam penentuan calon Raja dan diminta untuk menjadi calon Raja dalam proses pemilihan di Negeri, perempuan selalu menolak dengan alasan bahwa tugas yang mereka jalani sangat berat, mereka harus mengurus rumah tangga dan juga bekerja keras mencari nafkah demi mencukupi kebutuhan keluarga. 12 Ternyata perempuan telah terbiasa dengan penstereotipan yang selama ini melekat pada dirinya, yaitu untuk bekerja di ruang domestik. Ruang publik sepertinya hanya menjadi milik laki-laki. Perempuan Maluku umumnya masih terkurung dalam pemikiraan yang memandang laki-laki lebih pantas sebagai sosok pemimpin dan berbicara di depan banyak orang. 11 Hasi FGD bersama masyarakat Tananahu (22 Agustus 2014). 12 Hasil wawancara dengan M.S pengurus Latupati (18 Agustus 2014). 22

9 Berbeda dengan hal di atas salah seorang warga negeri Rumah tiga mengatakan, bahwa sebenarnya, ketika perempuan diminta untuk terlibat dalam penentuan pencalonan Raja, didapati lebih dari satu orang calon perempuan dan mereka bersedia, sayangnya tidak diperbolehkan oleh kepengurusan pemilihan Raja, dengan alasan bahwa sudah menikah dan menjadi bagian keluarga dari suaminya karena menyandang marga dari suaminya. Sebagai istri, perempuan harus mengerjakan tugas-tugas domestiknya. 13 Menurut teori Elison Scoot, marginalisasi berarti menempatkan perempuan ke pinggiran. Perempuan selalu dinomorduakan apabila ada kesempatan memimpin. Marginalisasi juga berakibat diskriminasi terhadap pembagian kerja menurut jender (jenis kelamin). 14 Padahal tidak seharusnya demikian, jika kaum laki-laki bersedia membantu perempuan untuk melakukan tugas-tugas domestik dalam keluarga mungkin kaum perempuan pun dapat terlibat dalam kepemimpinan organisasi masyarakat adat yaitu sebagai Raja. Konsep jender yang dipahami masyarakat menimbulkan standarisasi pelabelan antara laki-laki dan perempuan secara sosial. Pelabelan feminim dan maskulin menyebabkan pembagian kerja laki-laki dan perempuan dalam masyarakat tidak setara. 15 Melalui wawancara bersama Mama Raja Negeri Rumah Tiga, peneliti menemukan banyak sekali peran ganda yang harus dilakukan Mama Raja Negeri Rumah Tiga ini. Antara lain, sebagai seorang ibu rumah tangga, guru SD, Majelis Jemaat bahkan seorang Raja bukan perkara gampang. Peran ganda ini harus digeluti setiap hari oleh Ibu N. S.W yang memiliki suami seorang Polri dan dua anak laki-laki. 16 Lewat observasi yang dilakukan penulis selama beberapa hari di Rumah Tiga, penulis mendapati sosok Ibu Raja yang tenang, dan sangat sederhana. Terbukti selama dalam pertemuanpertemuan beliau lebih memberikan waktu kepada suaminya untuk lebih benyak berbicara. Banyak hal yang telah dilakukan Ibu N.S.W terhadap negerinya yang adalah kawasan bekas konflik Maluku. Seperti, menghidupkan kembali sanggar totobuang, yaitu sanggar kesenian asli Negeri Rumah Tiga, dan penertiban rumah-rumah sewaan disekitar negeri Rumah Tiga. 13 Hasi FGD bersama masyarakat Rumah Tiga (19 Agustus 2014) 14 Elison Scoot dalam Achmad Muthali in, Mansour Fakih, Hasil Wawancara bersama N.S.W Mama Raja Negeri Rumah Tiga (18 Agustus 2014). 23

10 Dari hasil observasi dan wawancara yang dilakukan peneliti, dapat dilihat bahwa pemimpin perempuan seringkali tidak melihat kekuasaanya sebagai alat untuk menguasai pihak lain, tetapi melihat orang atau pihak lain yang dipimpin sebagai rekan. Keberadaan perempuan sebagai seorang Raja tidak serta merta membuatnya menjadi pemimpin yang otoriter. Tidak memandang dirinya berada pada puncak hierarki kekuasaan. Julia Cleves Mosse mengungkapkan bahwa pembagian peran jender yang tradisional dalam masyarakat sangat sulit untuk berubah, sebab jika hal itu terjadi maka akan merubah tatanan mapan masyarakat yang sudah terbentuk sejak lama. 17 Dapat di analisa bahwa, teori Julia Cleves, sangat lemah. Begitu juga dengan pendapat Gandhi dan Scoot tentang posisi perempuan yang terpinggirkan karena lemah dan tidak mampu melakukan peran-peran tertentu di masyarakat. Jika dibandingkan dengan laki-laki yang dianggap lebih pantas karena kuat. Dalam kenyataannya, dapat di geser oleh para Raja perempuan ini. Rupanya perempuan dalam tugasnya sebagai seorang Mama Raja, berbeda dengan laki-laki, perempuan harus membuat keseimbangan sehingga tidak ada bagian atau aspek yang dikorbankan. Dalam bekerja, laki-laki hanya dapat berpusat pada satu hal saja. Perempuan tidak memandang tugas yang harus dikerjakan di dalam rumah tangganya, sebagai gangguan atau ancaman dalam pekerjaan sebagai pemimpin masyarakat adat, melainkan sebagai suatu keadaan wajar. Dari data yang ada, perempuan lebih terampil dalam segala hal, baik di rumah tangga maupun dalam pemerintahan negeri. Laki-laki akan kewalahan saat mengerjakan tugas publik dan domestik secara bersamaan. Perhatian permpuan tidak hanya berpusat pada satu fokus saja. Seperti teori yang dijelaskan oleh Kartini Kartono, mengenai tiga syarat penting menjadi pemimpin, yaitu memiliki kekuasaan, kewibawaan, dan kemampuan. 18 Ketiga Mama Raja ini juga memiliki persyaratan-persyaratan tersebut. Mereka mempunyai otoritas dalam memimpin masyarakat adat, seperti memperjuangkan kembali hak-hak tanah Negeri yang dilakukan oleh Mama Raja Y.A. Kewibawaan sebagai perempuan walaupun, tidak berasal dari Soa Parenta juga dimiliki oleh Mama Raja negeri Rumah Tiga. Meskipun bukan berasal dari Soa Parenta, yaitu salah satu syarat pencalonan Raja di Maluku, tetapi beliau memiliki wibawa yang setara dengan orang lain yang berasal dari 17 Julia Cleves Mosse, Jender dan Pembangunan (Terjemahan), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan,

11 Soa Parenta. Kewibawaannya, lahir dari kelebihan-kelebiahan yang ia miliki untuk mengatur negeri dan masyarakatnya. Kehadiran dan keberhasilan kepemimpinan perempuan sebagai Raja menarik untuk di analisa. Aspek pemeliharaan sangat ditekankan oleh perempuan. Tidak hanya kepada urusan administratif tetapi juga kepada warisan budaya yang menjadi simbol masyarakat dan negeri adat yang dipimpinnya. Kepedulian ini dilakaukan Raja perempuan mungkin disebabkan latar belakang kehidupannya sebagai seorang perempuan, dan juga sebagai seorang ibu. Ternyata keberhasilan yang dicapai pada umumnya karena adanya dukungan dari orang lain disekitarnya, terutama dukungan keluarga seperti suami dan anak-anaknya. Nampaknya dukungan keluarga tidak disiasiakan. Perempuan memperhatikan profesinya sebagai seorang Raja, tetapi pada saat yang sama juga tidak melupakan kebutuhan keluarga. Menjadi Mama Raja membuktikan bahwa perempuan tidak lagi tersubordinasi. Berdasarkan analisa di atas maka disimpulkan bahwa tugas atau peran ganda yang dibebankan kepada kaum perempuan dapat dijalani dengan seimbang. Pekerjaan didalam rumah tangga dengan baik tanpa harus mengorbankan tugasnya sebagai Mama Raja. Begitupun sebaliknya. Perempuan rupanya memiliki ketrampilan multi focus berbeda dengan laki-laki yang hanya dapat berfokus pada satu pekerjaan saja. c. Para Raja Perempuan dapat mengatasi budaya Patriarkhi Budaya patriarkhi merupakan salah satu penyebab kesenjangan jender dalam kepemimpinan negeri adat di Maluku. Adanya budaya patriarkhi yang menomorsatukan laki-laki dalam berebagai macam posisi membuat perempuan menjadi tersisih dan terpojokan. Menurut seorang warga Tananahu dalam wawancara, kepemimpinan lakilaki dianggap sebagai kodrat yang diberikan Tuhan. Dalam hal kepemimpinan sudah seharusnya laki-laki berdiri paling depan. Perempuan tidak diperbolehkan mendahului laki-laki dalam berbicara maupun mengambil keputusan. 19 Hal ini disebabkan dalam budaya masyarakat di Maluku, kepemimpinan lebih sering dipercayakan kepada lakilaki. Kenyataan ini jelas mensterotipkan laki-laki dan perempuan dalam kemampuannya sebagai pemimpin. Hal ini tidak berarti bahwa perempuan tidak berpengalaman. 19 Hasil wawancara dengan S.T seorang warga Negeri Tananahu (25 Agustus 2014). 25

12 Berkaitan dengan hal itu dalam keluarganya, beliau terdiri dari enam bersaudara, dua laki-laki dan empat perempuan. Meskipun terdapat laki-laki, kemampuan Ibu Y. A sebagai pemimpin membuat Ia diusulkan dari Mata Rumah, setelah proses perundingan sebagai calon tunggal untuk menjadi Raja. Kehadiran Y. A sebagai Raja perempuan yang membawa perubahan baik bagi masyarakatnya dapat merubah sterotip yang selama ini melekat pada diri perempuan. Dalam wawancara bersama salah seorang pengurus Latupati, beliau mengatakan bahwa konstruksi budaya yang mengakar kuat di setiap masyarakat Maluku, menjadi penyebab pola pikir masyarakat Maluku pada umumnya tentang pencitraan laki-laki yang lebih pantas menjadi Raja dalam suatu negeri adat. Kepemimpinan merupakan masalah organisasi, oleh karena itu perempuan di anggap lebih pantas di rumah melayani suami dan anak-anak. Dalam Mata Rumah Parenta atau Soa Parenta, yang merupakan syarat khusus calon Raja, lebih banyak laki-laki meskipun dalam Mata Rumah tersebut terdapat perempuan yang memiliki hak yang sama untuk diajukan sebagai calon Raja. 20 Menarik bagi peneliti melakukan penelitian di negeri Rumah Tiga, sehubungan dengan latar belakang Ibu Raja yang tidak berasal dari Mata Rumah Parenta atau Silsilah keluarga yang berhak mencalonkan utusan keluarganya sebagai Raja, yaitu syarat bagi seseorang untuk mencalonkan dirinya sebagai Raja. Hak untuk menjadi Raja sebenarnya ada pada suaminya namun karena keterikatan pekerjaan sebagai anggota Polri, tanggungjawab ini di serahkan kepada sang istri. Sebenarnya dari pihak suami yang berasal dari Mata Rumah Parenta, memiliki 8 saudara, yakni 5 laki-laki dan 3 perempuan. Tetapi karena Ibu N.S.W dianggap memiliki kemampuan memimpin diatas rata-rata, maka direkomendasikan oleh mata rumah atau keluarga dari pihak suami sebagai calon Raja lewat proses pengundian di gereja. Naomi Wolf mengungkapkan bahwa antara laki-laki dan perempuan itu sama, salah satu dari mereka seharusnya tidak boleh dianakemaskan hanya karena berbeda jenis kelamin. Laki-laki maupun perempuan memiliki kedudukan yang sama, keduanya dapat melakukan pekerjaan apa saja, tidak diklasifikasikan tetapi dapat dipertukarkan 20 Wawancara dengan M.S salah seorang pengurus Latupati (18 Agustus 2014). 26

13 satu sama lain. 21 Menurut Elisabeth Fiorenza, inti dari patriarkhi yaitu ketergantungan pada kontrol kekuasaan laki-laki. Kepatuhan menjadi esensi utama patriarkhi. 22 Fakta ini membuktikan bahwa kaum laki-laki diidentikan sebagai pemimpin pada aras yang lebih tinggi sedangkan perempuan pada aras yang rendah. Adanya pengaruh budaya patriakhi mempengaruhi segala aktifitas individu maupun masyarakat. Menarik untuk menganalisa kehadiran keberhasilan Mama Raja di tengah masyarakat Maluku yang selama ini terbiasa dengan budaya Patriarkhi. Dengan adanya pemimpin-pemimpin perempuan, yaitu sebagai Mama Raja, Patriarkhi kurang dipertimbangkan dan tidak lagi memadai. Kepemimpinan ke tiga ibu Raja ini dengan kekhasan yang di miliki mereka dapat menerobos budaya Patriarkhi yang sebelumnya mengakar kuat dalam masyarakat Maluku. Rupanya perempuan mampu menghadapi dan menolak budaya Patriarkhi yang cenderung memilih laki-laki sebagai pemimpin. Terbukti perempuan dapat mengekspresikan sikap-sikap perempuan yang dapat merawat dan menjaga dan diterapkan pada komunitasnya. Akhirnya karena kekhasan sikap-sikap perempuan seperti menjaga warisan leluhur, menjaga keseimbangan dalam tugas domestik maupun publik dan mempertahankan tanah atau tempat tinggal masyarakatnya serta memberdayakan masyarakat itulah yang menjadikan perempuan mempertahankan eksistensinya sebagai Raja di tengah budaya Patriarkhi. Dapat disimpulkan dari hasil analisa, yaitu budaya Patriarkhi tidak bersesuaian dengan kenyataan. Kepemimpinan Raja perempuan, membuktikan bahwa perempuan dapat keluar dari pandangan masyarakat yang dahulu membentuknya, terkait dengan stereotip feminitas yang dilekatkan pada diri perempuan yaitu, lemah, halus, tergantung, dan tidak tegas. Hal ini berarti laki-laki dan perempuan memiliki kesejajaran dalam berbagai aspek seperti yang diungkapkan oleh Naomi Wolf. 21 Naomi Wolf, Gegar Jender:Kekuasaan Perempuan Menjelang Abad 21 (terjemahan), (Yogyakarta: Pustaka Semesta Press, 1997), Elisabeth Fiorenza, Discipleship of Equals, A Critical Feminist Ekklesiologi of Liberation (London: SCM Press, 1993),

14 3.3 Rangkuman Berdasarkan data di atas maka dapat disimpulkan, bahwa faktor penyebab kesenjangan jender dalam struktur kepemimpinan Negeri adat di Maluku karena masih ada budaya patriarkhi dalam masyarakat Maluku. Sebagai akibatnya mereka sukar untuk memilih pemimpin yang terbaik bukan dari latar belakangnya sebagai perempuan. Meskipun demikian, kehadiran dan kualitas Raja-Raja perempuan atau Mama Raja dapat menggeser pandangan itu. Ternyata tiga orang perempuan menghadapi dan menyiasati budaya patriarkhi dan menjadikan mereka sebagai pemimpin karena pergeseran citra perempuan dalam kepemimpinan publik Raja-Raja Negeri Adat di Maluku, tugas ganda perempuan yang dapat diatasi Raja Perempuan, dan kemampuan para Raja Perempuan yang dapat mengatasi budaya Patriarkhi. Laki-laki dan perempuan memiliki kesempatan yang sama dalam mengemukakan pendapat, mengambil keputusan, maupun menjadi seorang pemimpin. Kesederajatan menjadi pemimpin jelas mulai terlihat dengan adanya Raja perempuan. Baik laki-laki maupun perempuan tentunya memiliki kekhasan yang berbeda dalam hal kepemimpinan. Kepemimpinan seorang Perempuan memiliki kekhasan yang tidak dimiliki laki-laki, yaitu sebagai seorang Ibu yang sederhana, tetapi tidak miskin untuk memberdayakan anak-anaknya. Serta menghargai dan memperhatikan hal-hal kecil yang justru dipandang sepele. Keadaan ini membuat mereka dianggap mempunyai kelebihan dam kekhasan. Ternyata saat ini juga, masyarakat sudah dapat menerima perempuan sebagai Raja, dan menerima perempuan ditengah-tengan komunitas masyarakat adat. 28

KAJIAN TEORITIS. Mama Raja Negeri Adat di Maluku

KAJIAN TEORITIS. Mama Raja Negeri Adat di Maluku II KAJIAN TEORITIS Mama Raja Negeri Adat di Maluku (Studi Kasus Terhadap Eksistensi Raja Perempuan di Negeri Rumah Tiga, Soahuku dan Tananahu dalam Perspektif Jender) Aspek budaya merupakan bagian terpenting

Lebih terperinci

MAMA RAJA NEGERI ADAT DI MALUKU. (Studi Kasus Terhadap Eksistensi Raja Perempuan di Negeri Rumah Tiga, Soahuku dan Tananahu dalam Perspektif Jender)

MAMA RAJA NEGERI ADAT DI MALUKU. (Studi Kasus Terhadap Eksistensi Raja Perempuan di Negeri Rumah Tiga, Soahuku dan Tananahu dalam Perspektif Jender) MAMA RAJA NEGERI ADAT DI MALUKU (Studi Kasus Terhadap Eksistensi Raja Perempuan di Negeri Rumah Tiga, Soahuku dan Tananahu dalam Perspektif Jender) oleh, Yonna Euinike Tanahitumessing 712010013 TUGAS AKHIR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan Indonesia kearah modernisasi maka semakin banyak peluang bagi perempuan untuk berperan dalam pembangunan. Tetapi berhubung masyarakat

Lebih terperinci

Mama Raja Negeri Adat di Maluku. (Studi Kasus Terhadap Eksistensi Raja Perempuan di Negeri Rumah Tiga, Soahuku dan Tananahu dalam Perspektif Jender)

Mama Raja Negeri Adat di Maluku. (Studi Kasus Terhadap Eksistensi Raja Perempuan di Negeri Rumah Tiga, Soahuku dan Tananahu dalam Perspektif Jender) Mama Raja Negeri Adat di Maluku (Studi Kasus Terhadap Eksistensi Raja Perempuan di Negeri Rumah Tiga, Soahuku dan Tananahu dalam Perspektif Jender) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Raja adalah

Lebih terperinci

LAMPIRAN. A. Foto-foto. Kedua gambar diatas adalah ketua sinode pertama (gambar paling atas) dan juga

LAMPIRAN. A. Foto-foto. Kedua gambar diatas adalah ketua sinode pertama (gambar paling atas) dan juga LAMPIRAN A. Foto-foto Kedua gambar diatas adalah ketua sinode pertama (gambar paling atas) dan juga mantan ketua sinode periode lalu (gambar bawah sebelah kiri) serta ketua sinode periode 2011-2015 (gambar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Patriarki adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Patriarki adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Patriarki adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai sosok otoritas utama yang sentral dalam organisasi sosial. Kebanyakan sistem patriarki juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra.

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra memuat perilaku manusia melalui karakter tokoh-tokoh cerita. Hadirnya tokoh dalam suatu karya dapat menghidupkan cerita dalam karya sastra. Keberadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia secara individu maupun secara sosial tidak pernah lepas dari aspek

BAB I PENDAHULUAN. Manusia secara individu maupun secara sosial tidak pernah lepas dari aspek BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia secara individu maupun secara sosial tidak pernah lepas dari aspek budaya dalam hal ini adat-istiadat. Setiap bangsa di dunia memiliki adat istiadat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Teori Relasi Kekuasaan Sejarah perbedaan gender (gender differences) antara manusia jenis laki- laki dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. upaya dari anggota organisasi untuk meningkatkan suatu jabatan yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. upaya dari anggota organisasi untuk meningkatkan suatu jabatan yang ada. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Masyarakat hidup secara berkelompok dalam suatu kesatuan sistem sosial atau organisasi. Salah satu bidang dalam organisasi yaitu bidang politik (Wirawan,

Lebih terperinci

BAB II. Kajian Pustaka. hukum adat. Harta orangtua yang tidak bergerak seperti rumah, tanah dan sejenisnya

BAB II. Kajian Pustaka. hukum adat. Harta orangtua yang tidak bergerak seperti rumah, tanah dan sejenisnya BAB II Kajian Pustaka 2.1. Perempuan Karo Dalam Perspektif Gender Dalam kehidupan masyarakat Batak pada umumnya dan masyarakat Karo pada khususnya bahwa pembagian harta warisan telah diatur secara turun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengubah keadaan tertentu menjadi kondisi yang lebih baik. Perubahan itu harus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengubah keadaan tertentu menjadi kondisi yang lebih baik. Perubahan itu harus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan sebuah upaya multi dimensional untuk mengubah keadaan tertentu menjadi kondisi yang lebih baik. Perubahan itu harus disertai peningkatan harkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 104).Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 104).Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keluarga merupakan suatu kelompok primer yang sangat erat. Yang dibentuk karena kebutuhan akan kasih sayang antara suami dan istri. (Khairuddin, 1985: 104).Secara historis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki

BAB 1 PENDAHULUAN. Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki dan perempuan dibedakan sesuai dengan perannya masing-masing yang dikonstruksikan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Simpulan dan Saran. Keduanya merupakan bagian penutup dari tesis ini.

BAB V PENUTUP. Simpulan dan Saran. Keduanya merupakan bagian penutup dari tesis ini. BAB V PENUTUP Pada bagian ini akan dikemukakan tentang dua hal yang merupakan Simpulan dan Saran. Keduanya merupakan bagian penutup dari tesis ini. A. Simpulan 1. Denda adat di Moa merupakan tindakan adat

Lebih terperinci

BAB VII HUBUNGAN SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA ANGGOTA KOPERASI DENGAN RELASI GENDER DALAM KOWAR

BAB VII HUBUNGAN SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA ANGGOTA KOPERASI DENGAN RELASI GENDER DALAM KOWAR BAB VII HUBUNGAN SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA ANGGOTA KOPERASI DENGAN RELASI GENDER DALAM KOWAR Norma dan nilai gender dalam masyarakat merujuk pada gagasan-gagasan tentang bagaimana seharusnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu Tujuan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu Tujuan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu Tujuan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam upaya ini pemerintah berupaya mencerdaskan anak bangsa melalui proses pendidikan di jalur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan

BAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perempuan oleh masyarakat kadang-kadang masih dianggap sebagai manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan tidak lebih penting

Lebih terperinci

PENDIDIKAN ADIL GENDER DALAM KELUARGA 1. Siti Rohmah Nurhayati, M.Si. 2

PENDIDIKAN ADIL GENDER DALAM KELUARGA 1. Siti Rohmah Nurhayati, M.Si. 2 PENDIDIKAN ADIL GENDER DALAM KELUARGA 1 Siti Rohmah Nurhayati, M.Si. 2 Pendahuluan Keluarga merupakan tempat pendidikan pertama bagi anak. Di dalam keluarga, anak mendapatkan seperangkat nilai-nilai, aturan-aturan,

Lebih terperinci

BAB IV INTERPRETASI TEORI PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM MENENTUKAN PENDIDIKAN ANAK. dibahas dengan menggunakan perspektif teori pengambilan keputusan.

BAB IV INTERPRETASI TEORI PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM MENENTUKAN PENDIDIKAN ANAK. dibahas dengan menggunakan perspektif teori pengambilan keputusan. BAB IV INTERPRETASI TEORI PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM MENENTUKAN PENDIDIKAN ANAK Bab ini akan membahas tentang temuan data yang telah dipaparkan sebelumnya dengan analisis teori pengambilan keputusan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang luas. Tanaman tertentu adalah tanaman semusim dan atau tanaman

BAB I PENDAHULUAN. yang luas. Tanaman tertentu adalah tanaman semusim dan atau tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkebunan merupakan aktivitas budi daya tanaman tertentu pada lahan yang luas. Tanaman tertentu adalah tanaman semusim dan atau tanaman tahunan yang jenis

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. instrumentnya meraih legitimasi-legitimasi, namun juga menelisik kehidupan

BAB VI KESIMPULAN. instrumentnya meraih legitimasi-legitimasi, namun juga menelisik kehidupan BAB VI KESIMPULAN Penelitian ini tidak hanya menyasar pada perihal bagaimana pengaruh Kyai dalam memproduksi kuasa melalui perempuan pesantren sebagai salah satu instrumentnya meraih legitimasi-legitimasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Perempuan merupakan kaum yang sering di nomor duakan di kehidupan sehari-hari. Perempuan seringkali mendapat perlakuan yang kurang adil di dalam kehidupan masyarakat

Lebih terperinci

BAB IV. Refleksi Teologis

BAB IV. Refleksi Teologis BAB IV Refleksi Teologis Budaya patriarki berkembang dalam kehidupan masyarakat di seluruh dunia dan mengakibatkan adanya pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan. Pembagian kerja ini menyebabkan

Lebih terperinci

Fakultas Teologi. Universitas Kristen Satya Wacana. Salatiga

Fakultas Teologi. Universitas Kristen Satya Wacana. Salatiga PENGARUH JENDER DALAM LINGKUP PELAYANAN MAJELIS JEMAAT (Studi Kasus Terhadap Kesenjangan Jender dalam Struktur Kepemimpinan Majelis Jemaat GPM Pulau Saparua) Oleh, Michael Willy Patawala 712008039 TUGAS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Komunikasi manusia banyak dipengaruhi oleh budaya yang diyakini yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. Komunikasi manusia banyak dipengaruhi oleh budaya yang diyakini yaitu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi manusia banyak dipengaruhi oleh budaya yang diyakini yaitu budaya yang melekat pada diri seseorang karena telah diperkenalkan sejak lahir. Dengan kata lain,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih dapat kita jumpai hingga saat ini. Perbedaan antara laki- laki dan

BAB I PENDAHULUAN. masih dapat kita jumpai hingga saat ini. Perbedaan antara laki- laki dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Timbulnya anggapan bahwa perempuan merupakan kaum lemah masih dapat kita jumpai hingga saat ini. Perbedaan antara laki- laki dan perempuan yang telah di konstruksikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akar perselisihan. Isu dan permasalahan yang berhubungan dengan gender,

BAB I PENDAHULUAN. akar perselisihan. Isu dan permasalahan yang berhubungan dengan gender, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat masih terkungkung oleh tradisi gender, bahkan sejak masih kecil. Gender hadir di dalam pergaulan, percakapan, dan sering juga menjadi akar perselisihan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Jender merupakan salah satu isu yang sampai saat ini masih menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Jender merupakan salah satu isu yang sampai saat ini masih menjadi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jender merupakan salah satu isu yang sampai saat ini masih menjadi perhatian dalam masyarakat modern. Perempuan masih memiliki kesempatan yang terbatas dibandingkan

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kebudayaan dalam arti luas adalah perilaku yang tertanam, ia merupakan totalitas dari sesuatu yang dipelajari manusia, akumulasi dari pengalaman yang dialihkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dialami perempuan, sebagian besar terjadi dalam lingkungan rumah. tangga. Dalam catatan tahunan pada tahun 2008 Komisi Nasional

BAB I PENDAHULUAN. dialami perempuan, sebagian besar terjadi dalam lingkungan rumah. tangga. Dalam catatan tahunan pada tahun 2008 Komisi Nasional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekerasan terhadap perempuan dalam tahun 2008 meningkat lebih dari 200% (persen) dari tahun sebelumnya. Kasus kekerasan yang dialami perempuan, sebagian besar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG Timbulnya anggapan bahwa kaum perempuan lebih lemah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG Timbulnya anggapan bahwa kaum perempuan lebih lemah BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Timbulnya anggapan bahwa kaum perempuan lebih lemah daripada kaum laki-laki masih dapat kita jumpai saat ini. Perbedaan antara laki-laki dan perempuan yang telah dikonstruksikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku X di Kabupaten Papua yang menganut tradisi potong jari ketika salah seorang anggota

Lebih terperinci

#### Selamat Mengerjakan ####

#### Selamat Mengerjakan #### Pekerjaan Istri = Bekerja / Tidak Bekerja Apa pekerjaan Istri Anda? = Berapa jam perhari Istri bekerja = Usia Anak =...Tahun Pembantu Rumah Tangga = Punya / Tidak Punya (Lingkari Salah Satu) Dengan hormat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberantas kemiskinan yang tujuannya untuk mensejahterakan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. memberantas kemiskinan yang tujuannya untuk mensejahterakan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kajian perempuan merupakan suatu kajian yang sangat menarik perhatian. Hal ini terbukti banyak penelitian tentang kaum perempuan. Perempuan merupakan hal penting

Lebih terperinci

BAB III ALASAN PENENTUAN BAGIAN WARIS ANAK PEREMPUAN YANG LEBIH BESAR DARI ANAK LAKI-LAKI DI DESA SUKAPURA KECAMATAN SUKAPURA KABUPATEN PROBOLINGGO

BAB III ALASAN PENENTUAN BAGIAN WARIS ANAK PEREMPUAN YANG LEBIH BESAR DARI ANAK LAKI-LAKI DI DESA SUKAPURA KECAMATAN SUKAPURA KABUPATEN PROBOLINGGO BAB III ALASAN PENENTUAN BAGIAN WARIS ANAK PEREMPUAN YANG LEBIH BESAR DARI ANAK LAKI-LAKI DI DESA SUKAPURA KECAMATAN SUKAPURA KABUPATEN PROBOLINGGO A. Keadaan Umum Desa Sukapura 1. Keadaan Geografis Desa

Lebih terperinci

POLICY BRIEF ANALISIS PERAN MODAL SOSIAL DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN PERTANIAN DI KAWASAN PERBATASAN

POLICY BRIEF ANALISIS PERAN MODAL SOSIAL DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN PERTANIAN DI KAWASAN PERBATASAN POLICY BRIEF ANALISIS PERAN MODAL SOSIAL DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN PERTANIAN DI KAWASAN PERBATASAN Ir. Sunarsih, MSi Pendahuluan 1. Kawasan perbatasan negara adalah wilayah kabupaten/kota yang secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satunya dapat dipengaruhi oleh gender. Gaya kepemimpinan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. satunya dapat dipengaruhi oleh gender. Gaya kepemimpinan merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap pemimpin memiliki gaya masing-masing, yang salah satunya dapat dipengaruhi oleh gender. Gaya kepemimpinan merupakan sebuah norma perilaku yang dipakai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Behavior dalam Pandangan Nitze tentang Perspektif Tuan dan Buruh Sosiologi perilaku memusatkan perhatian pada hubungan antara pengaruh perilaku seorang aktor terhadap lingkungan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu isu yang muncul menjelang berakhirnya abad ke-20 adalah persoalan gender. Isu tentang gender ini telah menjadi bahasan yang memasuki setiap analisis sosial. Gender

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mana perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat kodrat sebagai ciptaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mana perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat kodrat sebagai ciptaan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Gender Istilah gender diketengahkan oleh para ilmuwan sosial untuk menjelaskan mana perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat kodrat sebagai ciptaan Tuhan dan mana

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH Perempuan di berbagai belahan bumi umumnya dipandang sebagai manusia yang paling lemah, baik itu oleh laki-laki maupun dirinya sendiri. Pada dasarnya hal-hal

Lebih terperinci

yaitu budaya Jawa mempengaruhi bagaimana maskulinitas dimaknai, seperti pendapat Kimmel (2011) bahwa maskulinitas mencakup komponen budaya yang

yaitu budaya Jawa mempengaruhi bagaimana maskulinitas dimaknai, seperti pendapat Kimmel (2011) bahwa maskulinitas mencakup komponen budaya yang yaitu budaya Jawa mempengaruhi bagaimana maskulinitas dimaknai, seperti pendapat Kimmel (2011) bahwa maskulinitas mencakup komponen budaya yang bervariasi antara budaya yang satu dengan budaya yang lainnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran kaum perempuan Indonesia dalam menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam menegakkan NKRI dipelopori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latarbelakang Masalah. kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru. Orang dewasa muda diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latarbelakang Masalah. kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru. Orang dewasa muda diharapkan BAB I PENDAHULUAN A. Latarbelakang Masalah Masa dewasa muda merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru. Orang dewasa muda diharapkan memainkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang semakin banyak, hal ini disebabkan karena faktor urbanisasi yang

BAB I PENDAHULUAN. yang semakin banyak, hal ini disebabkan karena faktor urbanisasi yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan kota yang inovatif dan serba maju dalam aspek kehidupan sosial ternyata telah menimbulkan berbagai permasalahan didalamnya seperti, semakin bertambahnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Perkembangan zaman melalui kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Perkembangan zaman melalui kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Perkembangan zaman melalui kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) dan sistem informasinya memberikan banyak dampak positif bagi kalangan yang jeli membaca

Lebih terperinci

1Konsep dan Teori Gender

1Konsep dan Teori Gender 1Konsep dan Teori Gender Pengantar Dalam bab ini akan disampaikan secara detil arti dan makna dari Gender, serta konsepsi yang berkembang dalam melihat gender. Hal-hal mendasar yang perlu dipahami oleh

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Peran Pekerjaan dan Keluarga Fenomena wanita bekerja di luar rumah oleh banyak pihak dianggap sebagai sesuatu yang relatif baru bagi masyarakat Indonesia. Kendati semakin lumrah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seni atau salah satu jenis kesenian sebagai hasil karya manusia, seringkali

BAB I PENDAHULUAN. Seni atau salah satu jenis kesenian sebagai hasil karya manusia, seringkali BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seni atau salah satu jenis kesenian sebagai hasil karya manusia, seringkali mempunyai perjalanan yang tidak diharapkan sesuai dengan perkembangan zaman. Tumbuh

Lebih terperinci

Nomer : Jenis Kelamin : Kuliah di : Usia : Asal daerah : Tempat tinggal di Semarang : PETUNJUK PENGISIAN

Nomer : Jenis Kelamin : Kuliah di : Usia : Asal daerah : Tempat tinggal di Semarang : PETUNJUK PENGISIAN Nomer : Jenis Kelamin : Kuliah di : Usia : Asal daerah : Tempat tinggal di Semarang : PETUNJUK PENGISIAN 1. Bacalah pernyataan-pernyataan pada lembar berikut, kemudian jawablah dengan sungguh-sungguh sesuai

Lebih terperinci

GENDER DAN PENDIDIKAN: Pengantar

GENDER DAN PENDIDIKAN: Pengantar GENDER DAN PENDIDIKAN: Pengantar 90 menit Managed by IDP Education Australia IAPBE-2006 TUJUAN Peserta mampu: 1. Memahami konsep gender sebagai konstruksi sosial 2. Memahami pengaruh gender terhadap pendidikan

Lebih terperinci

BAB II. Kajian Pustaka. Studi Kesetaraan dan Keadilan Gender Dalam Pembangunan 9

BAB II. Kajian Pustaka. Studi Kesetaraan dan Keadilan Gender Dalam Pembangunan 9 BAB II Kajian Pustaka Studi Kesetaraan dan Keadilan Gender Dalam Pembangunan 9 Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) sudah menjadi isu yang sangat penting dan sudah menjadi komitmen bangsa-bangsa di dunia

Lebih terperinci

KEHIDUPAN PEREMPUAN PEDAGANG PADA MALAM HARI DI PASAR TRADISIONAL DALAM PERSPEKTIF GENDER (STUDI KASUS DI PASAR LEGI KOTA SURAKARTA) NASKAH PUBLIKASI

KEHIDUPAN PEREMPUAN PEDAGANG PADA MALAM HARI DI PASAR TRADISIONAL DALAM PERSPEKTIF GENDER (STUDI KASUS DI PASAR LEGI KOTA SURAKARTA) NASKAH PUBLIKASI KEHIDUPAN PEREMPUAN PEDAGANG PADA MALAM HARI DI PASAR TRADISIONAL DALAM PERSPEKTIF GENDER (STUDI KASUS DI PASAR LEGI KOTA SURAKARTA) NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PERATURAN DAERAH KHUSUS PAPUA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG PERADILAN ADAT DI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI PAPUA, Menimbang : a. bahwa pemberian Otonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan gagasan-gagasan ataupun merefleksikan pandangannya terhadap

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan gagasan-gagasan ataupun merefleksikan pandangannya terhadap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan wadah yang digunakan oleh pengarang dalam menyampaikan gagasan-gagasan ataupun merefleksikan pandangannya terhadap berbagai masalah yang diamati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki

BAB I PENDAHULUAN. Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki pada posisi dan kekuasaan yang lebih dominan dibandingkan perempuan. Secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perempuan dengan laki-laki, ataupun dengan lingkungan dalam konstruksi

BAB I PENDAHULUAN. perempuan dengan laki-laki, ataupun dengan lingkungan dalam konstruksi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sistem nilai, norma, stereotipe, dan ideologi gender telah lama dianggap sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi posisi serta hubungan antara perempuan dengan laki-laki,

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. atau isu-isu yang sering terjadi dalam kehidupan perempuan. Melalui

BAB IV KESIMPULAN. atau isu-isu yang sering terjadi dalam kehidupan perempuan. Melalui BAB IV KESIMPULAN 4.1 Simpulan Hasil Analisis Novel Kinanti karya Margareth Widhy Pratiwi merekam fenomenafenomena atau isu-isu yang sering terjadi dalam kehidupan perempuan. Melalui novelnya yang berjudul

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Banyak istilah yang diberikan untuk menunjukan bahwa bangsa Indonesia

I. PENDAHULUAN. Banyak istilah yang diberikan untuk menunjukan bahwa bangsa Indonesia 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak istilah yang diberikan untuk menunjukan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar, dan penuh dengan keberagaman, salah satu istilah tersebut adalah

Lebih terperinci

BAB 4 PENUTUP. pengguna Sterilisasi dan Rumah Sakit Umum Daerah Haulussy Ambon.

BAB 4 PENUTUP. pengguna Sterilisasi dan Rumah Sakit Umum Daerah Haulussy Ambon. BAB 4 PENUTUP Pada bab ini akan di tulis kesimpulan dan saran untuk Gereja, para Medis, pengguna Sterilisasi dan Rumah Sakit Umum Daerah Haulussy Ambon. 4.1 KESIMPULAN 1. Sterilisasi dipilih oleh kebanyakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA AMBON NOMOR - 3 TAHUN 2008 TENTANG NEGERI DI KOTA AMBON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA AMBON,

PERATURAN DAERAH KOTA AMBON NOMOR - 3 TAHUN 2008 TENTANG NEGERI DI KOTA AMBON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA AMBON, PERATURAN DAERAH KOTA AMBON NOMOR - 3 TAHUN 2008 TENTANG NEGERI DI KOTA AMBON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang WALIKOTA AMBON, : a. bahwa Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan data-data hasil penelitian dan pembahasan, sebagaimana telah

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan data-data hasil penelitian dan pembahasan, sebagaimana telah BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Berdasarkan data-data hasil penelitian dan pembahasan, sebagaimana telah diuraikan pada bagian terdahulu, maka pada bagian ini peneliti akan menarik beberapa kesimpulan

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN. Pada bab ini akan membahas dan menjelaskan hasil dan analisis pengujian

BAB 6 PEMBAHASAN. Pada bab ini akan membahas dan menjelaskan hasil dan analisis pengujian BAB 6 PEMBAHASAN Pada bab ini akan membahas dan menjelaskan hasil dan analisis pengujian terhadap hipotesis yang telah diajukan. Penjelasan secara diskripsi tentang hasil pnelitian ini menekankan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan kerja sangatlah terbatas (Suratiyah dalam Irwan, 2006)

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan kerja sangatlah terbatas (Suratiyah dalam Irwan, 2006) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara umum masalah utama yang sedang dihadapi secara nasional adalah sedikitnya peluang kerja, padahal peluang kerja yang besar dalam aneka jenis pekerjaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perempuan adalah tiang negara, artinya tegak runtuhnya suatu negara berada di tangan kaum perempuan. Penerus peradaban lahir dari rahim seorang perempuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara lain sepeda, sepeda motor, becak, mobil dan lain-lain. Dari banyak

BAB I PENDAHULUAN. antara lain sepeda, sepeda motor, becak, mobil dan lain-lain. Dari banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transportasi sudah menjadi kebutuhan utama bagi manusia untuk menunjang aktivitasnya. Adanya transportasi menjadi suatu alat yang dapat mempermudah kegiatan

Lebih terperinci

RANCANGAN QANUN ACEH NOMOR.. TAHUN 2009 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

RANCANGAN QANUN ACEH NOMOR.. TAHUN 2009 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA RANCANGAN QANUN ACEH NOMOR.. TAHUN 2009 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang : a. bahwa perempuan sebagai

Lebih terperinci

Pertanyaan awal : mengapa pembangunan merupakan isu gender?

Pertanyaan awal : mengapa pembangunan merupakan isu gender? Pertanyaan awal : mengapa pembangunan merupakan isu gender? o o o o o Kesenjangan jender di berbagai bidang pembangunan itu misalnya dapat dilihat dari : Masih rendahnya peluang yang dimiliki perempuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karya sastra merupakan gambaran tentang kehidupan yang ada dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karya sastra merupakan gambaran tentang kehidupan yang ada dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan gambaran tentang kehidupan yang ada dalam masyarakat. Kehidupan sosial, kehidupan individu, hingga keadaan psikologi tokoh tergambar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pekerja dan itu menjadi penanda waktu yang beremansipasi.

BAB I PENDAHULUAN. pekerja dan itu menjadi penanda waktu yang beremansipasi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perempuan dalam televisi senantiasa hanya mempertentangkan antara wanita karir dan menjadi ibu-ibu rumah tangga. Dua posisi ini ada didalam lokasi yang berseberangan.

Lebih terperinci

Perpustakaan Unika LAMPIRAN

Perpustakaan Unika LAMPIRAN LAMPIRAN LAMPIRAN A Skala Penelitian A-1 SKALA SIKAP SUAMI TERHADAP ISTRI BEKERJA A-2 SKALA KESADARAN KESETARAAN GENDER LAMPIRAN A-1 Skala SIKAP SUAMI TERHADAP ISTRI BEKERJA LAMPIRAN A-2 Skala KESADARAN

Lebih terperinci

KESEHATAN REPRODUKSI DALAM PERSPEKTIF GENDER. By : Basyariah L, SST, MKes

KESEHATAN REPRODUKSI DALAM PERSPEKTIF GENDER. By : Basyariah L, SST, MKes KESEHATAN REPRODUKSI DALAM PERSPEKTIF GENDER By : Basyariah L, SST, MKes Kesehatan Reproduksi Dalam Persfektif Gender A. Seksualitas dan gender 1. Seksualitas Seks : Jenis kelamin Seksualitas : Menyangkut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 2008:8).Sastra sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam

I. PENDAHULUAN. 2008:8).Sastra sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya (Semi, 2008:8).Sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan agraris, dimana terdiri dari banyak pulau dan sebagian besar mata pencaharian penduduknya bercocok tanam atau petani. Pertanian

Lebih terperinci

KOLABORASI ANTAR STAKEHOLDER DALAM MENANGANI TINDAK KEKERASAN ANAK BERBASIS GENDER DI KOTA SURAKARTA

KOLABORASI ANTAR STAKEHOLDER DALAM MENANGANI TINDAK KEKERASAN ANAK BERBASIS GENDER DI KOTA SURAKARTA KOLABORASI ANTAR STAKEHOLDER DALAM MENANGANI TINDAK KEKERASAN ANAK BERBASIS GENDER DI KOTA SURAKARTA Disusun Oleh : ANDRE RISPANDITA HIRNANTO D 1114001 SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk

Lebih terperinci

Kaum Adam, Jadilah Pria Sejati

Kaum Adam, Jadilah Pria Sejati Tulisan Joshua Harris ini sangat menarik karena menyingkirkan semua pemikiran yang keliru dalam benak para jomblo pada umumnya. Prinsip-prinsip yang dituliskan ini akan membuat para jomblo pria maupun

Lebih terperinci

penelitian ini akan diuraikan beberapa konsep yang dijadikan landasan teori penelitian. Adapun tinjauan pustaka dalam penelitian adalah.

penelitian ini akan diuraikan beberapa konsep yang dijadikan landasan teori penelitian. Adapun tinjauan pustaka dalam penelitian adalah. 8 II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA 2.1 Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka dilakukan untuk memecahkan masalah yang akan diteliti. Dalam penelitian ini akan diuraikan beberapa konsep yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan wanita untuk bekerja adalah

Lebih terperinci

BAB 4 RELEVANSI PEMURIDAN YANG SEDERAJAT BAGI KEHIDUPAN BERGEREJA DI INDONESIA

BAB 4 RELEVANSI PEMURIDAN YANG SEDERAJAT BAGI KEHIDUPAN BERGEREJA DI INDONESIA BAB 4 RELEVANSI PEMURIDAN YANG SEDERAJAT BAGI KEHIDUPAN BERGEREJA DI INDONESIA PENDAHULUAN Telah dibahas pada bab sebelumnya bahwa setiap orang baik laki-laki dan perempuan dipanggil untuk bergabung dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membuat karya sastra berangkat dari fenomena-fenomena sosial, politik, dan

BAB I PENDAHULUAN. membuat karya sastra berangkat dari fenomena-fenomena sosial, politik, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra diciptakan oleh pengarang dalam beberapa alasan yaitu proses berpikir secara imajinatif, fiktif, kontemplasi dan mengenai realita yang terjadi di masyarakat

Lebih terperinci

GENDER DALAM PERKEMBANGAN MASYARAKAT. Agustina Tri W, M.Pd

GENDER DALAM PERKEMBANGAN MASYARAKAT. Agustina Tri W, M.Pd GENDER DALAM PERKEMBANGAN MASYARAKAT Agustina Tri W, M.Pd Manusia dilahirkan o Laki-laki kodrat o Perempuan Konsekuensi dg sex sbg Laki-laki Sosial Konsekuensinya dg sex sbg Perempuan 2 Apa Pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Dalam penelitian ini, peneliti meneliti mengenai pemaknaan pasangan suami-istri di Surabaya terkait peran gender dalam film Erin Brockovich. Gender sendiri

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. penelitian di lapangan, masih memiliki keinginan untuk membina rumah-tangga dan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. penelitian di lapangan, masih memiliki keinginan untuk membina rumah-tangga dan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : Wanita pengusung sisingaan sebagaimana data yang telah diperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHAULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHAULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHAULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi merupakan perpindahan manusia atau barang dari satu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan sebuah kendaraan yang digerakan oleh manusia atau mesin.

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. praktik-praktik anihilasi simbolis dalam proses produksi berita. Perempuan yang

BAB IV KESIMPULAN. praktik-praktik anihilasi simbolis dalam proses produksi berita. Perempuan yang 131 BAB IV KESIMPULAN Anihilasi simbolis terhadap perempuan terjadi dalam Program Berita Kanal 22 yang ditayangkan oleh Lembaga Penyiaran Publik TVRI D.I Yogyakarta. Anihilasi simbolis terhadap perempuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan produk tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan produk tidak hanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan produk tidak hanya tergantung pada keunggulan teknologi, sarana dan prasarana, melainkan juga tergantung pada kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia saat ini memasuki era globalisasi yang ditandai dengan arus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia saat ini memasuki era globalisasi yang ditandai dengan arus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia saat ini memasuki era globalisasi yang ditandai dengan arus informasi dan teknologi yang canggih yang menuntut masyarakat untuk lebih berperan aktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makna bagi dunianya melalui adaptasi ataupun interaksi. Pola interaksi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. makna bagi dunianya melalui adaptasi ataupun interaksi. Pola interaksi merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia pada hakekatnya adalah makhluk yang mampu menciptakan makna bagi dunianya melalui adaptasi ataupun interaksi. Pola interaksi merupakan suatu cara, model, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra diciptakan berdasarkan imajinasi dan berlandaskan pada bahasa yang digunakan untuk memperoleh efek makna tertentu guna mencapai efek estetik. Sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam realitas kehidupan, perbedaan peran sosial laki-laki dan perempuan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam realitas kehidupan, perbedaan peran sosial laki-laki dan perempuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam realitas kehidupan, perbedaan peran sosial laki-laki dan perempuan dimana laki-laki lebih diunggulkan dari perempuan. Seorang perempuan berlaku lemah lembut dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki sosiokultural yang beragam dan geografis yang luas. Berikut adalah

BAB I PENDAHULUAN. memiliki sosiokultural yang beragam dan geografis yang luas. Berikut adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai salah satu Negara multikultural terbesar di dunia, Indonesia memiliki sosiokultural yang beragam dan geografis yang luas. Berikut adalah data Indonesia

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PERATURAN DAERAH KHUSUS PROVINSI PAPUA NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM MASYARAKAT HUKUM ADAT PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

2016 EKSISTENSI MAHASISWI D ALAM BERORGANISASI D I LINGKUNGAN FAKULTAS PEND ID IKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

2016 EKSISTENSI MAHASISWI D ALAM BERORGANISASI D I LINGKUNGAN FAKULTAS PEND ID IKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Mahasiswa identik dengan kaum terdidik yang sedang menjalani proses pematangan intelektual. Peran ganda yang dijalani oleh mahasiswa mendorong mereka untuk

Lebih terperinci

PEREMPUAN DALAM BIROKRASI Hambatan Kepemimpinan Perempuan dalam Birokrasi Pemerintah Provinsi DIY

PEREMPUAN DALAM BIROKRASI Hambatan Kepemimpinan Perempuan dalam Birokrasi Pemerintah Provinsi DIY PEREMPUAN DALAM BIROKRASI Hambatan Kepemimpinan Perempuan dalam Birokrasi Pemerintah Provinsi DIY Rike Anggun Mahasiswa Jurusan Manajemen dan Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada rikeanggunartisa@gmail.com

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA AMBON NOMOR - 3 TAHUN 2008 TENTANG NEGERI DI KOTA AMBON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA AMBON NOMOR - 3 TAHUN 2008 TENTANG NEGERI DI KOTA AMBON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA AMBON NOMOR - 3 TAHUN 2008 TENTANG NEGERI DI KOTA AMBON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA AMBON, Menimbang : a. bahwa Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih memandang mereka sebagai subordinat laki-laki. Salah satu bentuk

BAB I PENDAHULUAN. masih memandang mereka sebagai subordinat laki-laki. Salah satu bentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konstruksi budaya patriarki yang masih mengakar kuat di Indonesia hingga saat ini, mengakibatkan posisi perempuan semakin terpuruk, terutama pada kelompok miskin. Perempuan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini merupakan kesimpulan yang menjabarkan pernyataan singkat hasil temuan penelitian yang menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian. Kesimpulan penelitian akan dimulai

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Pada bagian ini peneliti akan mengungkapkan hal-hal yang berkaitan dengan

BAB V PENUTUP. Pada bagian ini peneliti akan mengungkapkan hal-hal yang berkaitan dengan BAB V PENUTUP Pada bagian ini peneliti akan mengungkapkan hal-hal yang berkaitan dengan kesimpulan dan saran sebagai penutup dari pendahuluan hingga analisa kritis yang ada dalam bab 4. 5.1 Kesimpulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Karya sastra lahir karena adanya daya imajinasi yang di dalamnya terdapat ide, pikiran, dan perasaan seorang pengarang. Daya imajinasi inilah yang mampu membedakan karya

Lebih terperinci