COASTLINE MODELLING IN SEMARANG USING SHUTTLE RADAR TOPOGRAPHY MISSION (SRTM) AND COASTAL MAP OF INDONESIA (LPI)
|
|
- Yandi Jayadi
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 COASTLINE MODELLING IN SEMARANG USING SHUTTLE RADAR TOPOGRAPHY MISSION (SRTM) AND COASTAL MAP OF INDONESIA (LPI) Nadya Oktaviani 1, Joko Ananto 1, Novaya Nurul Basyiroh 2 1 Badan Informasi Geospasial (BIG) Jalan Raya Jakarta-Bogor KM 46, Cibinong-Bogor, Mahasiswa Teknik Geodesi UNDIP nadya.oktaviani@big.go.id ABSTRACT Republic of Indonesia (NKRI) is the world's largest archipelagic state. The country as the island nation if that country s boundaries connected by baselines of the outermost islands. Next, the baseline is referred is coastalline. Coastline from Sabang to Merauke, make Indonesia has the longest coastline fourth in the world after United State, Canada and Rusia. Importance of the coastline especially in the determination of boundaries, the method determining the coastline continue to be developed. Geospatial Information Agency (BIG) through the mandate of Act 4 of 2011, article 13 should provide geospatial information about coastline. Coastline in question is based on the Lowest Astronomical Tide (LAT), the Highest Astronomical Tide (HAT) and based on Mean Sea Level (MSL). Needs for availability of coastline data, quickly and accurately is one of the aims mandated by the Act. The problem is not all coastal areas can be measured by the method teristris. so, modeling of coastline to be one of solution to solve the problem. This research is modeling the shoreline using elevation data Topography Shuttle Radar Mission (SRTM) and batimetry data from map of Coastal Line of Indonesia (LPI) BIG. There are challenges when modeling using data with different references, namely need to make one reference to data. Furthermore, the dynamics of sea level data from tidal observations of tidal stations in the study area. Based on SRTM data merging, LPI and the tidal area of study, obtained results coastline a model that can be used to map up to a scale of 1: 50,000. Keyword: Costal line, Islands, SRTM, LPI, Tidal PEMODELAN GARIS PANTAI KOTA SEMARANG MENGGUNAKAN DATA SHUTTLE RADAR TOPOGRAPHY MISSION (SRTM) DAN PETA LINGKUNGAN PANTAI INDONESIA (LPI) ABSTRAK Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Suatu negara dikatakan sebagai negara kepulauan jika wilayah negara tersebut dihubungkan oleh garis pangkal terluar pulaupulau. Garis terluar yang menghubungkan pulau-pulau selanjutnya disebut garis pantai. Garis pantai yang kontinyu dari Sabang hingga Merauke menjadikan negara Indonesia sebagai negara yang memiliki garis pantai terpanjang ke-empat di dunia setelah Amerika Serikat, Kanada dan Rusia. Mengingat pentingnya garis pantai terutama dalam penentuan batas wilayah, maka metode untuk menentukan garis pantai di Indonesia terus dikembangkan. Badan Informasi Geospasial (BIG) melalui amanat Undang-Undang No.4 Tahun 2011 pasal 13 harus menyediakan informasi geospasial tentang garis pantai. Garis pantai yang dimaksud adalah garis pantai berdasarkan surut terendah, garis pantai pasang tertinggi, dan garis pantai berdasarkan muka laut rata-rata. Kebutuhan akan tersedianya data garis pantai secara cepat dan tepat merupakan salah satu tujuan dari program kerja yang diamanatkan Undang-Undang tersebut. Akan tetapi tidak semua wilayah pantai dapat diukur dengan metode teristris. Oleh karena itu pemodelan garis pantai menjadi salah satu solusi untuk menjawab tuntutan tersebut. Penelitian ini melakukan pemodelan garis pantai menggunakan data ketinggian Shuttle Radar Tophography Mission (SRTM) dan data kedalaman Peta Lingkungan Pantai Indonesia (LPI) BIG. Terdapat tantangan ketika melakukan pemodelan dengan menggunakan data dengan referensi yang berbeda, yakni perlu melakukan penyamaan sistem referensi pada data. Selanjutnya dinamika permukaan laut dari data pasang surut hasil pengamatan stasiun pasut di wilayah studi. Berdasarkan penggabungan data SRTM, LPI dan pasang surut wilayah studi, didapat hasil model garis pantai yang dapat digunakan untuk pemetaan hingga skala 1: Kata Kunci: Garis pantai, Kepulauan, SRTM, LPI, Pasang surut
2 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan julukan archipelago state. Melalui Deklarasi Djuanda pada 13 Desember 1957, Indonesia mendapatkan hak untuk mengklaim wilayah teritorialnya. Hal ini diakui melalui United Nation Conference on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982 oleh masyarakat internasional 1 (Gustanto, 2013). Sebuah negara dikatakan sebagai negara kepulauan jika negara tersebut dihubungkan oleh garis pangkal lurus kepulauan yang menghubungkan titik-titik terluar pulau dan karang yang selalu muncul dipermukaan laut. Hal ini terbukti bahwa Indonesia memiliki panjang garis pantai (BIG,2013) dan dapat mengklaim wilayah laut sepanjang garis pantai tersebut. Akibatnya, bertambah luas negara Indonesia baik wilayah darat, maupun kawasan lautnya. Garis pangkal untuk penentuan batas wilayah harus tepat. Garis pangkal yang dimaksud tentunya garis batas terluar dari setiap pulaupulau di Indonesia, selanjutnya disebut garis pantai. Menurut Undang-Undang No.4 Tahun 2011 pasal 12 huruf a, garis pantai merupakan garis khayal pertemuan antara daratan dengan lautan yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Selain dipengaruhi pasng-surut air laut, garis pantai juga dipengaruhi oleh kondisi alam lainnya di wilayah pesisir, seperti angin, abrasi, sedimentasi dan faktor pergerakan lempeng tektonik bumi. Perkembangan metode dalam penentuan garis pantai melewati beberapa tahap generasi. Seperti pada generasi pertama menentukan garis pantai berdasarkan pada perubahan vegetasi dan karakteristik lainnya yang terjadi akibat pasang surut air laut. Selanjutnya pada generasi kedua, garis pantai ditentukan dengan melakukan deliniasi batas berdasarkan data Digital Terrain Model (DTM) dengan referensi ketinggian tertentu. Hingga sekarang generasi ketiga terus mengembangkan metode penetuan garis pantai dengan mempertimbangkan aspek temporal dan spasial yang berpengaruh pada kedudukan muka laut. Adapun garis pantai yang dimaksud UU No.4 Tahun 2011 terdiri dari: a. Garis pantai surut terendah; b. Garis pantai pasang tertinggi; dan c. Garis pantai tinggi muka air laut rata-rata. Ketiga garis pantai tersebut harus tertuang dalam konsep pemetaan dasar lingkungan pantai, Peta Lingkungan Pantai Indonesia (LPI). Metode untuk penentuan garis pantai terus dikembangkan. Misalnya dengan melakukan pengukuran teristris dilapangan. Uji metode RTK (GPS Tracking) pernah dilakukan dan menghasilkan bentuk garis pantai dengan tingkat ketelitian yang lebih baik 3 (Oktaviani, N., dkk, 2014). Hal tersebut dilihat dari hasil verifikasi dilapangan yang divisualisasikan diatas citra Ikonos. Namun metode ini masih memiliki kelemahan karena metode teristris hanya dapat dilakukan pada kondisi pantai landai dan memerlukan waktu yang cukup lama. Metode lain yang pernah dilakukan adalah penentuan garis pantai dengan data citra satelit multi-years melalui analisis jumlah nilai spektral pada citra Landsat untuk membedakan
3 batas darat dan laut. Hasilnya memperlihatkan bahwa terjadi perubahan garis pantai di wilayah Semarang dalam kurun waktu 100 tahun 4 (Marfa i, M. A., dkk., 2007). Hasil tersebut tidak hanya mengidentifikasi terjadi penggerusan wilayah pantai. Beberapa wilayah didentifikasi mengalami penambahan area seperti pada pengamatan data citra satelit tahun , wilayah pantai bertambah sejauh 0,5-1 km dan membentuk sebuah pulau kecil Tombolo dan Laguna dibagian Barat Kota Semarang. Analisis perubahan garis pantai dengan menggunakan data DEM hasil fotogrametri pernah dilakukan oleh 5 Raju, dkk pada tahun Analisis dilakukan diwilayah Pantai Timur Park, Singapore dengan pengamatan berpusat pada kawasan East Coast Parkway (ECP) beberapa tahun terakhir. Garis pantai hasil analisis diverifikasi diatas citra Ikonos Tahun Terlihat adanya perubahan garis pantai akibat erosi diwilayah tersebut. Selanjutnya hasil analisis digunakan untuk pemetaan risiko erosi disepanjang kawasan pesisir wilayah tersebut. Penelitian lain mengenai analisis garis pantai juga dilakukan 6 Siswanto, dkk pada tahun Penelitian difokuskan untuk menganalisa stabilitas garis pantai di Kabupaten Bangkalan. One line model dengan persamaan CERC menjadi model numerik yang digunakan untuk analisis. Salah satu parameter yang dilibatkan adalah gelombang dan angina. Model divalidasi menggunakan citra Landsat. Hasil analisis menunjukan garis pantai lokasi penelitian relative stabil. Pemodelan untuk menentukan 3 garis pantai belum dilakukan. Sehingga penelitian ini mencoba melakukan analisis penentuan 3garis pantai dengan data hasil model. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan 3 garis pantai dengan menggabungkan data ketinggian dan kedalaman. Proses pemodelan dilakukan dengan ekstraksi pengolahan data SRTM dan Peta LPI. Posisi garis pantai ditentukan dari nilai LAT, MSL dan HAT hasil prediksi. Pemodelan ini diharapkan dapat menjadi solusi untuk melakukan penentuan garis pantai di Indonesia. Batasan Penelitian Batasan yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian adalah sebagai berikut: 1. Data pasut yang digunakan adalah data pasut hasil pengamatan selama 1 tahun. 2. Pengolahan data pasut menggunakan metode least square. Metode least square sering digunakan dalam melakukan analisis harmonik. Metode ini memiliki banyak kelebihan, salah satunya adalah tidak terbatas pada banyaknya data pasang surut yang akan diolah 7 (Purwaningsih, Y., dkk., 2013). Adapun persamaan pada metode kuadrat terkecil adalah sebagai berikut: Keterangan: : elevasi pasut fungsi dari waktu
4 : duduk tengah (mean sea level) : perubahan duduk tengah musiman yang disebabkan oleh monsun atau angin, jadi oleh faktor meteorologis : amplitudo komponen ke-i : 2π/Ti, Ti = periode komponen ke-i : fase komponen ke-i t N : waktu : jumlah komponen. Perhitungan konstanta harmonik pasang surut dengan metode least square dilakukan pada stasiun pasut Semarang milik BIG. 3. Perhitungan dengan metode least square menggunakan software SLP64. Tahapan perhitungan adalah menghitung konstanta harmonik pasang surut So (MSL), S 2, M 2, K 1, O 1, P 1, N 2, K 2, M 4, dan MS 4. Konstanta harmonik hasil hitungan kemudian digunakan untuk melakukan prediksi pasut selama 19 tahun. Data hasil pasut prediksi tersebut dihitung untuk penentuan nilai LAT, MSL, dan HAT. 4. Tidak memperhitungkan data perubahan iklim pada wilayah studi. 5. Tidak memperhitungkan faktor tektonik dan perubahan penurunan tanah. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk wilayah Kota Semarang. Pemilihan lokasi dikarenakan ketersediaan data. Selain itu wilayah ini cendrung mengalami perubahan garis pantai yang cepat setiap tahunnya. Gambar 1. Peta lokasi studi Sumber: METODE Data Penelitian Data penelitian yang digunakan berupa data: 1. Data DEM SRTM 1 arc-second tahun 2015 dengan resolusi spasial 30 meter. Data didownload dari ( 2. Data kedalaman dari Peta LPI tahun 2005, skala 1: wilayah Semarang dari Pusat Pemetaan Kelautan dan Lingkungan Pantai (PPKLP) BIG. 3. Data pasut hasil perekaman stasiun pasut BIG di Semarang dengan panjang data 1 tahun, pengamatan tahun 2014 dari Pusat Jaring Kontrol Geodesi dan Geodinamika (PJKGG) BIG. 4. Data pengukuran titik tinggi di wilayah pulau Jawa dari Bidang Penelittian BIG. 5. Citra Landsat 8 wilayah Semarang R65- P120. Data didownload dari
5 6. Citra Spot 6 hasil orthorektifikasi Pusat Pemetaan Rupa Bumi dan Toponim (PPRT) BIG 2014 untuk verifikasi hasil model. Metode Ekstraksi Data SRTM (X, Y, Z) EGM96 Mulai Persiapan: 1. DEM SRTM 2. Peta LPI Transformasi Data Laut Peta LPI LAT à EGM96 Data Pasut 1 Tahun (2014) Konstanta Harmonik Prediksi Pasang Surut 19 Tahun ( ) datum vertikal Earth Geodetic Model 96 (EGM96). Satuan nilai dinyatakan dalam meter. Dalam penelitian ini referensi pada data SRTM dijadikan acuan untuk penyamaan datum referensi. 2. Data dari Peta Lingkungan Pantai Indonesia (LPI) memiliki referensi datum vertical terhadap tinggi Lowest Astronomically Tide (LAT). Sebelum mengintegrasikan data LPI dengan data SRTM, perlu adanya transformasi sistem tinggi yang digunakan. Data Laut Peta LPI (X, Y, Z) EGM96 LAT, HAT, MSL Integrasi Data Penentuan garis pantai (model) Citra Landsat 8 Tahun 2015 Verifikasi Garis Pantai Citra Spot 6 Tahun 2014 Gambar 3. Ilustrasi Topografi, Elipsoid dan Geoid (Sumber: 9 Ramdani, D., 2011) Selesai Gambar 2. Diagram alir proses pemodelan garis pantai Pada Gambar 2. merupakan diagram alir proses pemodelan garis pantai. Adapun tahapan yang dilakukan dalam pembuatan model garis pantai pada penelitian ini dijelaskan sebagai berikut: 1. Data Shuttle Radar Topography Terrain Model (SRTM) merupakan data hasil akuisisi radar dengan resolusi 30 meter (1- arc second). Data SRTM direferensikan terhadap datum horizontal WGS84 dan Pengukuran geoid dapat dilakukan dengan 2 metode yakni; a. Melalui pengukuran beda tinggi (levelling) antara nilai tinggi pada BM/TTG dengan tinggi muka laut ratarata terukur. TTG diukur menggunakan GPS. Data ketinggian berdasarkan posisi satelit terhadap bidang acuan ellipsoid (Gambar 3.). b. Melalui penghitungan data gravimetri. Perhitungan nilai undulasi geoid pada metode ini didapat dari data gayaberat teristris dan model geopotensial global. EGM96 adalah model geopotensial
6 global yang dibuat dengan perhitungan matematis tertentu oleh NASA Goddard Space Flight Center, National Imagery and Mapping Agency (NIMA), dan Ohio State University 8 (Fraczek, W., 2003). 3. Selanjutnya melakukan transformasi data kedalaman peta LPI ke acuan EGM 96. Gambar 4. Koordinat Toposentris dan Geosentris (Sumber: Ramdani, D., 2011) 4. Pada penelitian ini menggunakan data pasut hasil pengamatan 1 tahun. Data pengamatan 1 tahun dihitung untuk mendapatkan nilai konstanta harmonik pasut. Nilai konstanta harmonik digunakan untuk melakukan prediksi nilai pasut selama 19 tahun. Hasil prediksi pasut selama 19 tahun, kemudian dihitung untuk menentukan nilai HAT, MSL dan LAT. Nilai tersebut yang dijadikan acuan untuk menentukan garis panta pada model. 5. Setelah nilai garis pantai didapat, maka tahapan terakhir adalah melakukan verifikasi dengan menggunakan data citra. Citra yang digunakan ada 2 jenis yakni citra resolusi tinggi dari SPOT 6 dengan resolusi spasial 1,5 meter, dan citra resolusi menengah dari Landsat 8 dengan resolusi spasial sebesar 30 meter. Hal ini untuk membandingkan tingkat presisi model garis pantai yang dihasilkan. Selanjutnya dilakukan analisis dari hasil model dan verifikasi. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil dari dilakukan penelitian ini adalah sebagai berikut; 1. Nilai undulasi geometri pada wilayah penelitian didapat dari hasil hitungan sebesar meter. Sedangkan nilai undulasi gravimetri hasil hitungan sebesar meter. Sehingga selisih nilai undulasi sebesar meter. Selisih bernilai positif (+) berarti referensi bidang acuan sistem tinggi Peta LPI berada diatas bidang acuan SRTM. Sehingga untuk menyamakan referensi, nilai kedalaman pada Peta LPI dikurangi sebesar meter (Gambar4.). 2. Hasil prediksi pasut selama 19 tahun di dapat nilai-nilai HAT, MSL, dan LAT (Tabel 1.). Tabel 1. Nilai permukaan laut hasil prediksi No Posisi Nilai 1 HAT 0.59 m 2 MSL m 3 LAT m Data ketinggian muka laut hasil hitungan digunakan untuk menentukan 3 garis pantai.
7 3. Verifikasi menggunakan citra Landsat 8. Composite image Landsat menggunakan Band 1, Band 4, dan Band 7. Selisih posisi garis pantai hasil model setelah diverifikasi dengan kenampakan garis pantai pada citra Landsat 8 sejauh meter. 4. Verifikasi menggunakan citra Spot 6, terlihat jarak garis pantai hasil pemodelan dengan garis pantai yang tampak sebesar 150 m-300 meter. KESIMPULAN Berdasarkan penelitian yang dilakukan dalam pemodelan garis pantai, dapat ditarik beberapa kesimpulan diantaranya: 1. Dari data SRTM dan kontur laut LPI dapat dilakukan penentuan garis pantai dengan metode 3 garis pantai dengan menggunakan nilai LAT, HAT, dan MSL hasil prediksi pasang surut selama 19 tahun. 2. Berdasarkan hasil verifikasi yang dilakukan antara garis pantai hasil model dengan citra Landsat 8 sebesar meter. Sedangkan hasil verifikasi dengan citra Spot 6 terdapat selisih yang sangat besar yaitu hingga 300 meter.
8 3. Selisih garis pantai hasil model dengan garis pantai yang tampak pada citra memiliki selisih posisi hingga 300 meter, maka model garis pantai hanya dapat digunakan untuk pembuatan peta hingga skala 1: REKOMENDASI Selama melakukan penelitian, beberapa hal yang menjadi rekomendasi untuk peningkatan penelitian selanjutnya adalah: 1. Data yang digunakan dalam penelitian sebaiknya memiliki resolusi yang lebih tinggi agar hasil penelitian dapat digunakan untuk multiscale. 2. Sebaiknya untuk pemodelan data ketinggian dan data kedalam memiliki tingkat ketelitian yang sama. 3. Penelitian selanjutnya lebih baik membandingkan dengan kondisi pantai yang lebih curam. 4. Verifikasi sebaiknya dengan melakukan pengecekan di lapangan, 5. untuk mendapatkan nilai yang mendekati keadaan sebenarnya, sebaiknya melibatkan faktor-faktor lain dikawasan pesisir seperti arus, angin dan nilai penurunan tanah. 6. Pemodelan sebaiknya dilakukan setiap kontinyu setiap tahun, agar memperoleh data garis pantai yang lebih up to date. UCAPAN TERIMAKASIH Penulis mengucapkan terimakasih pada Badan Informasi Geospasial (BIG) terutama Pusat Pemetaan Kelautan dan LIngkungan Pantai (PPKLP) Pusat Jaring Kontrol Geodesi dan Geodinamika (PJKGG), Pusat Pemetaan Rupabumi dan Toponim (PPRT), Bidang Penelitian, yang telah membantu dalam penyediaan data. Terimakasih juga penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Edi Prasetyo Utomo sebagai pembimbing dalam penyusunan naskah Karya Tulis Ilmiah ini. Kepada Bapak Dadan Ramdani yang bersedia meluangkan waktu diskusi dengan penulis diluar kewajiban beliau. Semoga tulisan ini menjadi masukan untuk pengembangan yang lebih detil dan lebih bermanfaat nantinya. DAFTAR PUSTAKA 1 Gustanto, Optimalisasi Peran Indonesia Sebagai Negara Kepulauan Dalam Rangka Meningkatkan Ketahanan Nasional. Lembaga Ketahanan Nasional. Jakarta 2 BIG, Naskah Akademik Pembakuan Nama-Nama Pulau, Penghitungan Panjang Garis Pantai dan Luas Wilayah Indonesia. RPJMN. Cibinong 3 Oktaviani, N., dkk., Pengukuran Garis Pantai Menggunakan Metode RTK (GPS Tracking) dan Metode Tongkat Penduga, Jurnal Geomatika BIG Vol. 20 No.2. Cibinong. 4 Marfa i, M.A, dkk., Coastal Dynamic and Shoreline Mapping: Multi-Sources Spatial Data Analysis in Semarang Indonesia. Institute Of Geography, Justus- Liebig-University, Germany. 5 Raju, D.K, dkk, Coastline Change Measurement and Generating Risk Map For The Coast Using Geographic Information System. Tropical Marine Science Institute, National University of Singapore.
9 6 Siswanto, A. D, Analisa Stabilitas Garis Pantai di Kabupaten Bangkalan. Jurnal Ilmu Kelautan Edisi Desember Vol 15. Madura 7 Purwaningsih, Y, dkk, Penentuan LAT Pendekatan Dengan Konstanta Harmonik Metode Admiralty dan Metode Least square. CGISE-UGM. Yogyakarta. 8 Fraczek, W., Mean Sea Level, GPS and the Geoid. Esri Application Prototype Lab. United State. 9 Ramdani, D, Referensi Geodesi. Artikel Riset Republik Indonesia, Undang-Undang No. 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial. Lembaran Negara RI Tahun 2011, No. 49. Jakarta: Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia.
10
PEMBUATAN MODEL TIGA DIMENSI (3D) HASIL INTEGRASI DATA LiDAR DAN DATA SURVEI HIDROGRAFI Studi Kasus Pelabuhan Jayapura
Pembuatan Model 3 Dimensi (3D) Hasil Integrasi Data LiDAR dan Data Survei Hidrografi... (Aditya dkk.) PEMBUATAN MODEL TIGA DIMENSI (3D) HASIL INTEGRASI DATA LiDAR DAN DATA SURVEI HIDROGRAFI Studi Kasus
Lebih terperinciEKSTRAKSI GARIS PANTAI MENGGUNAKAN HYPSOGRAPHY TOOLS
EKSTRAKSI GARIS PANTAI MENGGUNAKAN HYPSOGRAPHY TOOLS Danang Budi Susetyo, Aji Putra Perdana, Nadya Oktaviani Badan Informasi Geospasial (BIG) Jl. Raya Jakarta-Bogor Km. 46, Cibinong 16911 Email: danang.budi@big.go.id
Lebih terperinciASPEK-ASPEK GEODETIK DALAM HUKUM LAUT
Aspek-aspek Geodetik... ASPEK-ASPEK GEODETIK DALAM HUKUM LAUT Joko Hartadi Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral, Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta email: jokohartadi@upnyk.ac.id
Lebih terperinciPemetaan Perubahan Garis Pantai Menggunakan Citra Penginderaan Jauh di Pulau Batam
Pemetaan Perubahan Garis Pantai Menggunakan Citra Penginderaan Jauh di Pulau Batam Arif Roziqin 1 dan Oktavianto Gustin 2 Program Studi Teknik Geomatika, Politeknik Negeri Batam, Batam 29461 E-mail : arifroziqin@polibatam.ac.id
Lebih terperinciPEMETAAN AREA GENANGAN BANJIR PASANG DI KAWASAN LAHAN BUDIDAYA AIR PAYAU KOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH
PEMETAAN AREA GENANGAN BANJIR PASANG DI KAWASAN LAHAN BUDIDAYA AIR PAYAU KOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH Adhyaksa Saktika Drestanto *), Agus Indarjo, Muhammad Helmi Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas
Lebih terperinciOleh. Muhammad Legi Prayoga
PEMETAAN ARUS DAN PASUT LAUT DENGAN METODE PEMODELAN NUMERIK DAN PEMANFAATANNYA DALAM ANALISIS KERENTANAN WILAYAH PESISIR TERHADAP ABRASI (STUDI KASUS: PESISIR KABUPATEN INDRAMAYU, JAWA BARAT) TUGAS AKHIR
Lebih terperinciJl Pasir Putih 1 Ancol Timur Jakarta Telp : (021) , Fax : (021)
Penentuan Garis Pantai Berdasarkan Undang-Undang Informasi Geospasial..(Suhelmi, I.R., Afi, R.N. dan Prihatno, H.) PENENTUAN GARIS PANTAI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG INFORMASI GEOSPASIAL DALAM MENDUKUNG
Lebih terperinciPEMANFAATAN INTERFEROMETRIC SYNTHETIC APERTURE RADAR (InSAR) UNTUK PEMODELAN 3D (DSM, DEM, DAN DTM)
Majalah Sains dan Teknologi Dirgantara Vol. 4 No. 4 Desember 2009 : 154-159 PEMANFAATAN INTERFEROMETRIC SYNTHETIC APERTURE RADAR (InSAR) UNTUK PEMODELAN 3D (DSM, DEM, DAN DTM) Susanto *), Atriyon Julzarika
Lebih terperinciPENGUKURAN GARIS PANTAI MENGGUNAKAN METODE RTK (GPS TRACKING) DAN METODE TONGKAT PENDUGA
Jurnal Ilmiah Geomatika Volume 20 No.2 Desember 2014: 109-114 PENGUKURAN GARIS PANTAI MENGGUNAKAN METODE RTK (GPS TRACKING) DAN METODE TONGKAT PENDUGA (Measurement Coastal Line Using RTK Method and Estimator
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1
BAB I PENDAHULUAN I1 Latar Belakang Pulau Bangka dan Belitung telah menjadi propinsi sendiri dengan keluarnya Undang-undang No 27 Tahun 2000 tentang Pembentukan Propinsi Kepulauan Bangka Belitung tepatnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. bentuk spasial yang diwujudkan dalam simbol-simbol berupa titik, garis, area, dan
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Gambar situasi adalah gambaran wilayah atau lokasi suatu kegiatan dalam bentuk spasial yang diwujudkan dalam simbol-simbol berupa titik, garis, area, dan atribut (Basuki,
Lebih terperinciAbstrak. Ria Widiastuty 1, Khomsin 1, Teguh Fayakun 2, Eko Artanto 2 1 Program Studi Teknik Geomatika, FTSP, ITS-Sukolilo, Surabaya, 60111
Alternatif Peta Batas Laut Daerah Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 76 Tahun 2012 (Studi Kasus: Perbatasan Antara Kota Surabaya dan Kabupaten Gresik) ALTERNATIF PETA BATAS LAUT DAERAH BERDASARKAN
Lebih terperinciJurnal Geodesi Undip Oktober 2015
PEMODELAN GEOID INDONESIA DENGAN DATA SATELIT GOCE Maylani Daraputri, Yudo Prasetyo, Bambang Darmo Yuwono *) Program Studi Teknik Geodesi Fakultas Teknik, Unversitas Diponegoro Jl. Prof. Sudarto SH, Tembalang
Lebih terperinciPenggunaan Egm 2008 Pada Pengukuran Gps Levelling Di Lokasi Deli Serdang- Tebing Tinggi Provinsi Sumatera Utara
Penggunaan Egm 2008 Pada Pengukuran Gps Levelling Di Lokasi Deli Serdang- Tebing Tinggi Provinsi Sumatera Utara Reza Mohammad Ganjar Gani, Didin Hadian, R Cundapratiwa Koesoemadinata Abstrak Jaring Kontrol
Lebih terperinciJENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL
LAMPIRAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2014 TENTANG JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL JENIS DAN TARIF ATAS JENIS
Lebih terperinciII. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b...
PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2014 TENTANG JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL I. UMUM Sehubungan
Lebih terperinciPENENTUAN DAERAH REKLAMASI DILIHAT DARI GENANGAN ROB AKIBAT PENGARUH PASANG SURUT DI JAKARTA UTARA
PENENTUAN DAERAH REKLAMASI DILIHAT DARI GENANGAN ROB AKIBAT PENGARUH PASANG SURUT DI JAKARTA UTARA Veri Yulianto*, Wahyu Aditya Nugraha, Petrus Subardjo Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Oseanografi,
Lebih terperinciURGENSI PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS LAUT DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DAN GLOBALISASI. Oleh: Nanin Trianawati Sugito*)
URGENSI PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS LAUT DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DAN GLOBALISASI Oleh: Nanin Trianawati Sugito*) Abstrak Daerah (propinsi, kabupaten, dan kota) mempunyai wewenang yang relatif
Lebih terperinciJurnal Geodesi Undip Juli 2017
ANALISIS PENGARUH PEMILIHAN PETA DASAR TERHADAP PENENTUAN BATAS PENGELOLAAN WILAYAH LAUT SECARA KARTOMETRIS (Studi Kasus : Kabupaten Sumenep, Jawa Timur) Ajeng Kartika Nugraheni Syafitri, Moehammad Awaluddin,
Lebih terperinciPEMETAAN ARUS DAN PASUT LAUT DENGAN METODE PEMODELAN HIDRODINAMIKA DAN PEMANFAATANNYA DALAM ANALISIS PERUBAHAN GARIS PANTAI TUGAS AKHIR
PEMETAAN ARUS DAN PASUT LAUT DENGAN METODE PEMODELAN HIDRODINAMIKA DAN PEMANFAATANNYA DALAM ANALISIS PERUBAHAN GARIS PANTAI (STUDI KASUS : PESISIR MUARA GEMBONG, KABUPATEN BEKASI, JAWA BARAT) TUGAS AKHIR
Lebih terperinciAbstrak PENDAHULUAN.
PENENTUAN BATAS PENGELOLAAN WILAYAH LAUT DAERAH ANTARA PROVINSI JAWA TIMUR DAN PROVINSI BALI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 PENENTUAN BATAS PENGELOLAAN WILAYAH LAUT DAERAH
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang masuk ke sebuah kawasan tertentu yang sangat lebih tinggi dari pada biasa,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banjir merupakan sebuah fenomena yang dapat dijelaskan sebagai volume air yang masuk ke sebuah kawasan tertentu yang sangat lebih tinggi dari pada biasa, termasuk genangan
Lebih terperinciPendekatan Aspek Hukum, Geomorfologi, dan Teknik Dalam Penentuan Batas Wilayah Laut Daerah
Pendekatan Aspek Hukum, Geomorfologi, dan Teknik Dalam Penentuan Batas Wilayah Laut Daerah Heryoso Setiyono, Ibnu Pratikto, Hariyadi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UNDIP Semarang Abstrak UU No 32
Lebih terperinciABSTRACT. Septian Dewi Cahyani 1), Andri Suprayogi, ST., M.T 2), M. Awaluddin, ST., M.T 3)
Deteksi Perubahan Garis Pantai dengan Metode BILKO dan AGSO (Studi Kasus Kawasan Pantai Selatan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 1997 Sampai Tahun 2012) Septian Dewi Cahyani 1), Andri Suprayogi,
Lebih terperinciEKSTRAKSI GARIS PANTAI MUKA LAUT RATA-RATA DARI CITRA MULTI PASUT
Ekstraksi Garis Pantai Muka Laut Rata-Rata dari Citra Multi Pasut..(Amhar, F., Subagio, H. dan Sumaryono) EKSTRAKSI GARIS PANTAI MUKA LAUT RATA-RATA DARI CITRA MULTI PASUT (Extraction of Mean Sea Level
Lebih terperinciPengujian Ketelitian Hasil Pengamatan Pasang Surut dengan Sensor Ultrasonik (Studi Kasus: Desa Ujung Alang, Kampung Laut, Cilacap)
JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) G-212 Pengujian Ketelitian Hasil Pengamatan Pasang Surut dengan Sensor Ultrasonik (Studi Kasus: Desa Ujung Alang, Kampung Laut,
Lebih terperinciANALISIS UNDANG-UNDANG KELAUTAN DI WILAYAH ZONA EKONOMI EKSKLUSIF
Ardigautama Agusta. Analisis Undang-undang Kelautan di Wilayah Zona Ekonomi Eksklusif 147 ANALISIS UNDANG-UNDANG KELAUTAN DI WILAYAH ZONA EKONOMI EKSKLUSIF Ardigautama Agusta Teknik Geodesi dan Geomatika,
Lebih terperinciBadan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Jl. A. H. Nasution No. 264 Bandung
ANALISIS KOMPONEN HARMONIK PENGAMATAN PASANG SURUT MENGGUNAKAN ALAT PENGAMAT PASANG SURUT BERBASIS SENSOR ULTRASONIK (STUDI KASUS: DESA UJUNG ALANG, KAMPUNG LAUT, CILACAP) ANALISIS KOMPONEN HARMONIK PENGAMATAN
Lebih terperinciPemetaan Undulasi Kota Medan Menggunakan Hasil Pengukuran Tinggi Tahun 2010
Jurnal Itenas Rekayasa LPPM Itenas 1 Vol. XVII ISSN: 1410-3125 Januari 2013 Pemetaan Undulasi Kota Medan Menggunakan Hasil Pengukuran Tinggi Tahun 2010 Hary Nugroho, Rinaldy Jurusan Teknik Geodesi, Institut
Lebih terperinciOrthometrik dengan GPS Heighting Kawasan Bandara Silvester Sari Sai
Orthometrik dengan GPS Heighting Kawasan Bandara Silvester Sari Sai STUDI PENENTUAN TINGGI ORTHOMETRIK MENGGUNAKAN METODE GPS HEIGHTING (STUDI KASUS: KAWASAN KESELAMATAN OPERASI PENERBANGAN BANDARA ABDURAHMAN
Lebih terperinciSTUDI PERUBAHAN GARIS PANTAI AKIBAT KENAIKAN MUKA AIR LAUT DI KECAMATAN SAYUNG, KABUPATEN DEMAK
JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 6, Nomor 1, Tahun 2017, Halaman 281 287 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose STUDI PERUBAHAN GARIS PANTAI AKIBAT KENAIKAN MUKA AIR LAUT DI KECAMATAN SAYUNG,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Geodesi merupakan ilmu yang mempelajari pengukuran bentuk dan ukuran bumi termasuk medan gayaberat bumi. Bentuk bumi tidak teratur menyebabkan penentuan bentuk dan
Lebih terperinciBAB II DASAR TEORI. 2.1 Geodesi dan Keterkaitannya dengan Geospasial
BAB II DASAR TEORI 2.1 Geodesi dan Keterkaitannya dengan Geospasial Dalam konteks aktivitas, ruang lingkup pekerjaan ilmu geodesi umumnya mencakup tahapan pengumpulan data, pengolahan dan manipulasi data,
Lebih terperinciBAB III METODE PEMETAAN EKOREGION PROVINSI
BAB III METODE PEMETAAN EKOREGION PROVINSI 3.1 Konsep Dasar Penetapan Ekoregion Provinsi Konsep dasar dalam penetapan dan pemetaan ekoregion Provinsi Banten adalah mengacu pada Undang-Undang No.32/2009,
Lebih terperinciKAJIAN ASPEK TEKNIS TERHADAP UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL DASAR DALAM PERSPEKTIF BIDANG KELAUTAN
KAJIAN ASPEK TEKNIS TERHADAP UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL DASAR DALAM PERSPEKTIF BIDANG KELAUTAN TUGAS AKHIR Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk
Lebih terperinciJURNAL OSEANOGRAFI. Volume 6, Nomor 1, Tahun 2017, Halaman Online di :
JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 6, Nomor 1, Tahun 2017, Halaman 176 182 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose ANALISIS DATA PASANG SURUT SEBAGAI DASAR PENENTUAN DAERAH GENANGAN BANJIR PASANG
Lebih terperinciPEMETAAN DAERAH YANG TERGENANG BANJIR PASANG AKIBAT KENAIKAN MUKA AIR LAUT DI PESISIR KOTA TEGAL
JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 4, Nomor 1, Tahun 2015, Halaman 179-184 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose PEMETAAN DAERAH YANG TERGENANG BANJIR PASANG AKIBAT KENAIKAN MUKA AIR LAUT DI
Lebih terperinciPerbandingan Akurasi Prediksi Pasang Surut Antara Metode Admiralty dan Metode Least Square
1 Perbandingan Akurasi Prediksi Pasang Surut Antara Metode Admiralty dan Metode Least Square Miftakhul Ulum dan Khomsin Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. Kota Semarang berada pada koordinat LS s.d LS dan
BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kota Semarang berada pada koordinat 6 0 55 34 LS s.d. 7 0 07 04 LS dan 110 0 16 20 BT s.d. 110 0 30 29 BT memiliki wilayah pesisir di bagian utara dengan garis pantai
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2014 TENTANG JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciBAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengukuran Beda Tinggi Antara Bench Mark Dengan Palem Dari hasil pengukuran beda tinggi dengan metode sipat datar didapatkan beda tinggi antara palem dan benchmark
Lebih terperinciANALISA PERUBAHAN GARIS PANTAI AKIBAT KENAIKAN MUKA AIR LAUT DI KAWASAN PESISIR KABUPATEN TUBAN
ANALISA PERUBAHAN GARIS PANTAI AKIBAT KENAIKAN MUKA AIR LAUT DI KAWASAN PESISIR KABUPATEN TUBAN Dosen Pembimbing: 1. Suntoyo, ST, M.Eng, Ph.D 2. Dr. Kriyo Sambodho, ST, M.Eng Oleh: Liyani NRP. 4308100040
Lebih terperinciJurnal Geodesi Undip JANUARI 2017
KAJIAN PENENTUAN GARIS PANTAI MENGGUNAKAN METODE UAV DI PANTAI TELENG RIA KABUPATEN PACITAN Nur Fajar Nafiah, Arief Laila Nugraha, Fauzi Janu Amarrohman *) Program Studi Teknik Geodesi Fakultas Teknik,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan wilayah yang sangat dinamis dan mempunyai karakteristik yang beragam pada setiap wilayah di kabupaten/kota. Wilayah pesisir itu sendiri merupakan
Lebih terperinciPemodelan Aliran Permukaan 2 D Pada Suatu Lahan Akibat Rambatan Tsunami. Gambar IV-18. Hasil Pemodelan (Kasus 4) IV-20
Gambar IV-18. Hasil Pemodelan (Kasus 4) IV-2 IV.7 Gelombang Menabrak Suatu Struktur Vertikal Pemodelan dilakukan untuk melihat perilaku gelombang ketika menabrak suatu struktur vertikal. Suatu saluran
Lebih terperinciSTUDI PERUBAHAN GARIS PANTAI DI TELUK BANTEN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT LANDSAT MULTITEMPORAL
STUDI PERUBAHAN GARIS PANTAI DI TELUK BANTEN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT LANDSAT MULTITEMPORAL Erni Kusumawati *), Ibnu Pratikto, Petrus Subardjo Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Satelit altimetri merupakan satelit yang berfungsi untuk mengamati topografi dan dinamika permukaan laut. Sistem satelit ini terdiri dari radar altimeter yang memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri lebih dari buah
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri lebih dari 17.000 buah pulau (Kahar, dkk., 1994). Indonesia setidaknya memiliki lima buah pulau besar yaitu Pulau
Lebih terperinciDeteksi Perubahan Garis Pantai Pulau Gili Ketapang Kabupaten Probolinggo
Deteksi Perubahan Garis Pantai Pulau Gili Ketapang Kabupaten Probolinggo Nurin Hidayati 1, Hery Setiawan Purnawali 2 1 Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya Malang Email: nurin_hiday@ub.ac.id
Lebih terperinciBAB III TEKNOLOGI LIDAR DALAM PEKERJAAN EKSPLORASI TAMBANG BATUBARA
BAB III TEKNOLOGI LIDAR DALAM PEKERJAAN EKSPLORASI TAMBANG BATUBARA 3.1 Kebutuhan Peta dan Informasi Tinggi yang Teliti dalam Pekerjaan Eksplorasi Tambang Batubara Seperti yang telah dijelaskan dalam BAB
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut UU No.27 tahun 2007, tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, wilayah pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang
Lebih terperinciBAB 2 DATA DAN METODA
BAB 2 DATA DAN METODA 2.1 Pasut Laut Peristiwa pasang surut laut (pasut laut) adalah fenomena alami naik turunnya permukaan air laut secara periodik yang disebabkan oleh pengaruh gravitasi bendabenda-benda
Lebih terperinciKARAKTERISTIK PASANG SURUT DI PERAIRAN KALIANGET KEBUPATEN SUMENEP
KARAKTERISTIK PASANG SURUT DI PERAIRAN KALIANGET KEBUPATEN SUMENEP Mifroul Tina Khotip 1, Aries Dwi Siswanto 2, Insafitri 2 1 Mahasiswa Program Studi Ilmu Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi satelit altimetri pertama kali diperkenalkan oleh National Aeronautics and Space Administration (NASA)
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi satelit altimetri pertama kali diperkenalkan oleh National Aeronautics and Space Administration (NASA) pada tahun 1973. Saat ini, satelit altimetri mempunyai
Lebih terperinciIsfandiar M. Baihaqi
ASPEK PERPETAAN UNTUK PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) Pusat Pemetaan Tata Ruang dan Atlas Deputi Bidang Informasi Geospasial Tematik BADAN INFORMASI GEOSPASIAL (BIG) Isfandiar M. Baihaqi 0813
Lebih terperinciPenentuan Batas Pengelolaan Wilayah Laut Antara Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Bali Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014
G199 Penentuan Batas Pengelolaan Wilayah Laut Antara Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Bali Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 Rainhard S Simatupang 1), Khomsin 2) Jurusan
Lebih terperinciStudi Perubahan Fisik Kawasan Pesisir Surabaya dan Madura Pasca Pembangunan Jembatan Suramadu Menggunakan Citra Satelit
Studi Perubahan Fisik Kawasan Pesisir Surabaya dan Madura Pasca Pembangunan Jembatan Suramadu Menggunakan Citra Satelit Mifta Nur Rohmah 1), Dr. Ir. Muhammad Taufik 2) Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas
Lebih terperinciMembandingkan Hasil Pengukuran Beda Tinggi dari Hasil Survei GPS dan Sipat Datar
Reka Geomatika Jurusan Teknik Geodesi No. 2 Vol. 1 ISSN 2338-350X Desember 2013 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Membandingkan Hasil Pengukuran Beda Tinggi dari Hasil Survei GPS dan Sipat Datar
Lebih terperinciPerlunya peta dasar guna pendaftaran tanah
Perlunya peta dasar guna pendaftaran tanah DISAMPAIKAN OLEH: SEKRETARIS DIREKTORAT JENDERAL INFRASTRUKTUR KEAGRARIAAN KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG / BADAN PERTANAHAN NASIONAL DENPASAR, BALI - APRIL
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penutupan Lahan Tahun 2003 2008 4.1.1 Klasifikasi Penutupan Lahan Klasifikasi penutupan lahan yang dilakukan pada penelitian ini dimaksudkan untuk membedakan penutupan/penggunaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dinamika bentuk dan struktur bumi dijabarkan dalam berbagai teori oleh para ilmuwan, salah satu teori yang berkembang yaitu teori tektonik lempeng. Teori ini
Lebih terperinciBAB 1 Pendahuluan 1.1.Latar Belakang
BAB 1 Pendahuluan 1.1.Latar Belakang Perubahan vertikal muka air laut secara periodik pada sembarang tempat di pesisir atau di lautan merupakan fenomena alam yang dapat dikuantifikasi. Fenomena tersebut
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM PENENTUAN BATAS DAERAH
BAB II TINJAUAN UMUM PENENTUAN BATAS DAERAH Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pasal 18 menetapkan bahwa wilayah daerah provinsi terdiri atas wilayah darat dan wilayah laut sejauh
Lebih terperinciSimulasi Pola Arus Dua Dimensi Di Perairan Teluk Pelabuhan Ratu Pada Bulan September 2004
Simulasi Pola Arus Dua Dimensi Di Perairan Teluk Pelabuhan Ratu Pada Bulan September 2004 R. Bambang Adhitya Nugraha 1, Heron Surbakti 2 1 Pusat Riset Teknologi Kelautan-Badan (PRTK), Badan Riset Kelautan
Lebih terperinciBAB 2 DASAR TEORI 2.1 Pembagian Wilayah Laut
BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Pembagian Wilayah Laut Dalam UNCLOS 1982 disebutkan adanya 6 (enam) wilayah laut yang diakui dan ditentukan dari suatu garis pangkal yaitu : 1. Perairan Pedalaman (Internal Waters)
Lebih terperinciANALISA SPASIAL DAERAH BANJIR GENANGAN (ROB) AKIBAT KENAIKAN MUKA AIR LAUT DI KOTA PADANG
JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 4, Nomor 2, Tahun 2015, Halaman 379-385 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose ANALISA SPASIAL DAERAH BANJIR GENANGAN (ROB) AKIBAT KENAIKAN MUKA AIR LAUT DI
Lebih terperinciTERBATAS 1 BAB II KETENTUAN SURVEI HIDROGRAFI. Tabel 1. Daftar Standard Minimum untuk Survei Hidrografi
1 BAB II KETENTUAN SURVEI HIDROGRAFI 1. Perhitungan Ketelitian Ketelitian dari semua pekerjaan penentuan posisi maupun pekerjaan pemeruman selama survei dihitung dengan menggunakan metoda statistik tertentu
Lebih terperinciJURNAL OSEANOGRAFI. Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013, Halaman Online di :
JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013, Halaman 214-220 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose Studi Tipe Pasang Surut di Pulau Parang Kepulauan Karimunjawa Jepara Jawa Tengah
Lebih terperinciBAB III PENGAMBILAN DAN PENGOLAHAN DATA
BAB III PEGAMBILA DA PEGOLAHA DATA Pembahasan yang dilakukan pada penelitian ini, meliputi dua aspek, yaitu pengamatan data muka air dan pengolahan data muka air, yang akan dibahas dibawah ini sebagai
Lebih terperinciPERATURAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 15 TAHUN 2013 /2001 TENTANG SISTEM REFERENSI GEOSPASIAL INDONESIA 2013
PERATURAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 15 TAHUN 2013 /2001 TENTANG SISTEM REFERENSI GEOSPASIAL INDONESIA 2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL, Menimbang :
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Saat ini peta telah menjadi salah satu kebutuhan utama bagi masyarakat. Peta memuat informasi spasial yang dapat digunakan untuk mengetahui kondisi suatu objek di
Lebih terperinciAnalisa Ketelitian Geometric Citra Pleiades Sebagai Penunjang Peta Dasar RDTR (Studi Kasus: Wilayah Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur)
A411 Analisa Ketelitian Geometric Citra Pleiades Sebagai Penunjang Peta Dasar RDTR (Studi Kasus: Wilayah Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur) Wahyu Teo Parmadi dan Bangun Muljo Sukojo Jurusan Teknik Geomatika,
Lebih terperinciBAB II PENENTUAN BATAS LAUT DAERAH
BAB II PENENTUAN BATAS LAUT DAERAH 2.1 Dasar Hukum Penetapan Batas Laut Daerah Agar pelaksanaan penetapan batas laut berhasil dilakukan dengan baik, maka kegiatan tersebut harus mengacu kepada peraturan
Lebih terperinciREVIEW HASIL CEK LAPANGAN PEMETAAN RUPABUMI INDONESIA (RBI) SKALA 1:25
REVIEW HASIL CEK LAPANGAN PEMETAAN RUPABUMI INDONESIA (RBI) SKALA 1:25.000 BERDASARKAN PERATURAN KEPALA BIG NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG KETELITIAN PETA DASAR (Studi Kasus: Pekerjaan Pemetaan RBI Aceh Paket
Lebih terperinciPENENTUAN MODEL GEOID LOKAL DELTA MAHAKAM BESERTA ANALISIS
BAB III PENENTUAN MODEL GEOID LOKAL DELTA MAHAKAM BESERTA ANALISIS 3.1 Penentuan Model Geoid Lokal Delta Mahakam Untuk wilayah Delta Mahakam metode penentuan undulasi geoid yang sesuai adalah metode kombinasi
Lebih terperinciIMPLEMENTASI BATAS WILAYAH dan KEPULAUAN TERLUAR INDONESIA terhadap KEDAULATAN NKRI
IMPLEMENTASI BATAS WILAYAH dan KEPULAUAN TERLUAR INDONESIA terhadap KEDAULATAN NKRI Dr. Sri Handoyo dan Ir. Tri Patmasari, M.Si Pusat Pemetaan Batas Wilayah BAKOSURTANAL Disampaikan pada Dialog Publik
Lebih terperinciEKSTRAKSI GARIS PANTAI MENGGUNAKAN CITRA SATELIT LANDSAT DI PESISIR TENGGARA BALI (STUDI KASUS KABUPATEN GIANYAR DAN KLUNGKUNG)
EKSTRAKSI GARIS PANTAI MENGGUNAKAN CITRA SATELIT LANDSAT DI PESISIR TENGGARA BALI (STUDI KASUS KABUPATEN GIANYAR DAN KLUNGKUNG) I Nengah Jaya Nugraha, I Wayan Gede Astawa Karang, I.G.B. Sila Dharma Fakultas
Lebih terperinciPEMETAAN BATHYMETRIC LAUT INDONESIA
PEMETAAN BATHYMETRIC LAUT INDONESIA By : I PUTU PRIA DHARMA APRILIA TARMAN ZAINUDDIN ERNIS LUKMAN ARIF ROHMAN YUDITH OCTORA SARI ARIF MIRZA Content : Latar Belakang Tujuan Kondisi Geografis Indonesia Metode
Lebih terperinciPERUBAHAN GARIS PANTAI MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT MULTI TEMPORAL DI DAERAH PESISIR SUNGAI BUNGIN MUARA SUNGAI BANYUASIN, SUMATERA SELATAN
MASPARI JOURNAL Januari 2017, 9(1):25-32 PERUBAHAN GARIS PANTAI MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT MULTI TEMPORAL DI DAERAH PESISIR SUNGAI BUNGIN MUARA SUNGAI BANYUASIN, SUMATERA SELATAN SHORELINE CHANGES USING
Lebih terperinciPraktikum M.K. Oseanografi Hari / Tanggal : Dosen : 1. Nilai PASANG SURUT. Oleh. Nama : NIM :
Praktikum M.K. Oseanografi Hari / Tanggal : Dosen : 1. 2. 3. Nilai PASANG SURUT Nama : NIM : Oleh JURUSAN PERIKANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA 2015 MODUL 5. PASANG SURUT TUJUAN
Lebih terperinciBab III METODOLOGI PENELITIAN. Diagram alur perhitungan struktur dermaga dan fasilitas
Bab III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alur Diagram alur perhitungan struktur dermaga dan fasilitas Perencanaan Dermaga Data Lingkungan : 1. Data Topografi 2. Data Pasut 3. Data Batimetri 4. Data Kapal
Lebih terperinciBAB II DASAR TEORI. 2.1 Sejarah Perundingan Batas Maritim Indonesia Singapura
BAB II DASAR TEORI 2.1 Sejarah Perundingan Batas Maritim Indonesia Singapura Seperti yang telah kita ketahui, permasalahan batas maritim untuk Indonesia dengan Singapura sudah pernah disinggung dan disepakati
Lebih terperinciVISUALISASI PENJALARAN GELOMBANG TSUNAMI DI KABUPATEN PESISIR SELATAN SUMATERA BARAT
VISUALISASI PENJALARAN GELOMBANG TSUNAMI DI KABUPATEN PESISIR SELATAN SUMATERA BARAT Dwi Pujiastuti Jurusan Fisika Universita Andalas Dwi_Pujiastuti@yahoo.com ABSTRAK Penelitian ini difokuskan untuk melihat
Lebih terperinciJURNAL OSEANOGRAFI. Volume 5, Nomor 1, Tahun 2016, Halaman Online di :
JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 5, Nomor 1, Tahun 2016, Halaman 96-104 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose Studi Pasang Surut Perairan Juntinyuat Kabupaten Indramayu Terhadap Potensi Banjir
Lebih terperinciBAB III BATAS DAERAH DAN NEGARA
BAB III BATAS DAERAH DAN NEGARA III.1. Tujuan Penentuan Batas Wilayah negara baik itu darat maupun laut serta ruang diatasnya merupakan salah satu unsur utama dari suatu negara. Tujuan kegiatan penentuan
Lebih terperinci1. BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN
1. BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peta menggambarkan data spasial (keruangan) yang merupakan data yang berkenaan dengan lokasi atau atribut dari suatu objek atau fenomena di permukaan
Lebih terperinciJENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF (Rp) 1) Skala 1:10.000, 7 (tujuh) layer Per Nomor (NLP) ,00. Per Km² 20.
LAMPIRAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2007 TENTANG JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA BADAN KOORDINASI SURVEI DAN PEMETAAN NASIONAL I.
Lebih terperincisensing, GIS (Geographic Information System) dan olahraga rekreasi
GPS (Global Positioning System) Global positioning system merupakan metode penentuan posisi ekstra-teristris yang menggunakan satelit GPS sebagai target pengukuran. Metode ini dinamakan penentuan posisi
Lebih terperinciTUGAS AKHIR JURUSAN TEKNIK GEOMATIKA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUIH NOPEMBER SURABAYA
JURUSAN TEKNIK GEOMATIKA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUIH NOPEMBER SURABAYA TUGAS AKHIR STUDI PERUBAHAN GARIS PANTAI KAWASAN PESISIR SURABAYA DAN MADURA PASCA PEMBANGUNAN
Lebih terperinciANALISA PENGINDERAAN JARAK JAUH UNTUK MENGINDENTIFIKASI PERUBAHAN GARIS PANTAI DI PANTAI TIMUR SURABAYA. Di susun Oleh : Oktovianus Y.S.
ANALISA PENGINDERAAN JARAK JAUH UNTUK MENGINDENTIFIKASI PERUBAHAN GARIS PANTAI DI PANTAI TIMUR SURABAYA Di susun Oleh : Oktovianus Y.S.Gainau 4108205002 PROGRAM MAGISTER BIDANG KEAHLIAN TEKNIK DAN MANAJEMEN
Lebih terperinciPETA TERESTRIAL: PEMBUATAN DAN PENGGUNAANNYA DALAM PENGELOLAAN DATA GEOSPASIAL CB NURUL KHAKHIM
PETA TERESTRIAL: PEMBUATAN DAN PENGGUNAANNYA DALAM PENGELOLAAN DATA GEOSPASIAL CB NURUL KHAKHIM UU no. 4 Tahun 2011 tentang INFORMASI GEOSPASIAL Istilah PETA --- Informasi Geospasial Data Geospasial :
Lebih terperinciKL 4099 Tugas Akhir. Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari. Bab 1 PENDAHULUAN
Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari Bab 1 PENDAHULUAN Bab PENDAHULUAN Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari 1
Lebih terperinciEVALUASI PENGUKURAN ANGIN DAN ARUS LAUT PADA DATA SENTINEL-1, DATA BMKG, DAN DATA IN-SITU (Studi Kasus: Perairan Tenggara Sumenep)
JURNAL TEKNIK ITS Vol. X, No. X, (2016) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 EVALUASI PENGUKURAN ANGIN DAN ARUS LAUT PADA DATA SENTINEL-1, DATA BMKG, DAN DATA IN-SITU (Studi Kasus: Perairan Tenggara Sumenep)
Lebih terperinciJurnal Geodesi Undip Oktober 2017
ANALISIS PENGARUH PERUBAHAN GARIS PANTAI TERHADAP BATAS PENGELOLAAN WILAYAH LAUT PROVINSI JAWA TIMUR DAN PROVINSI BALI DI SELAT BALI Muhammad Maulana M.A., Moehammad Awaluddin, Fauzi Janu A. *) Program
Lebih terperinciSTUDI PENENTUAN DRAFT DAN LEBAR IDEAL KAPAL TERHADAP ALUR PELAYARAN (Studi Kasus: Alur Pelayaran Barat Surabaya)
Studi Penentuan Draft dan Lebar Ideal Kapal Terhadap Alur Pelayaran STUDI PENENTUAN DRAFT DAN LEBAR IDEAL KAPAL TERHADAP ALUR PELAYARAN Putu Angga Bujana, Yuwono Jurusan Teknik Geomatika FTSP-ITS, Kampus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kabupaten Lamadau di Provinsi Kalimantan Tengah dibentuk pada tahun 2002 melalui Undang-Undang Nomor 5 tahun 2002 tentang pembentukan Kabupaten Katingan, Kabupaten
Lebih terperinciPEMODELAN 3D KOTA SEMARANG TERHADAP KENAIKAN MUKA AIR LAUT DENGAN CITRA SATELIT SPOT5
PEMODELAN 3D KOTA SEMARANG TERHADAP KENAIKAN MUKA AIR LAUT DENGAN CITRA SATELIT SPOT5 Atriyon Julzarika Alumni Teknik Geodesi dan Geomatika, FT-Universitas Gadjah Mada, Angkatan 2003 Lembaga Penerbangan
Lebih terperinciPEMETAAN BATIMETRI PERAIRAN PANTAI PEJEM PULAU BANGKA BATHYMETRY MAPPING IN THE COASTAL WATERS PEJEM OF BANGKA ISLAND
PEMETAAN BATIMETRI PERAIRAN PANTAI PEJEM PULAU BANGKA BATHYMETRY MAPPING IN THE COASTAL WATERS PEJEM OF BANGKA ISLAND Khoirul Effendi 1, Risandi Dwirama Putra, ST, M.Eng 2, Arief Pratomo, ST, M.Si 2 Mahasiswa
Lebih terperinciAnalisa Perubahan Garis Pantai Akibat Kenaikan Muka Air Laut di Kawasan Pesisir Kabupaten Tuban
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5 1 Analisa Perubahan Garis Pantai Akibat Kenaikan Muka Air Laut di Kawasan Pesisir Kabupaten Tuban Liyani, Kriyo Sambodho, dan Suntoyo Teknik Kelautan, Fakultas
Lebih terperinciPENGGUNAAN CITRA SATELIT RESOLUSI TINGGI UNTUK PEMBUATAN PETA DASAR SKALA 1:5.000 KECAMATAN NGADIROJO, KABUPATEN PACITAN
JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) A-399 PENGGUNAAN CITRA SATELIT RESOLUSI TINGGI UNTUK PEMBUATAN PETA DASAR SKALA 1:5.000 KECAMATAN NGADIROJO, KABUPATEN PACITAN
Lebih terperinci