PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENDAHULUAN. A. Latar Belakang"

Transkripsi

1 I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan merupakan salah satu unit Kerja Eselon II lingkup Direktorat Jenderal Tanaman pangan yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor : 43/Permentan/OT.010/8/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian. Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan, memiliki Visi Terwujudnya Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing dan Produk Olahan Komoditas Tanaman Pangan di Pasar Dalam Negeri dan Luar Negeri. Dalam rangka mewujudkan Visi tersebut, Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan mengemban Misi sebagai berikut : 1. Mendorong tumbuh kembangnya agribisnis tanaman pangan yang berdaya saing dan berkelanjutan melalui penguatan kelembagaan usaha, penerapan teknologi tepat guna, kemitraan, dan peningkatan investasi tanaman pangan 2. Mendorong penerapan sistem jaminan mutu dan pengawasan keamanan pangan dalam mendukung usaha agribisnis tanaman pangan terpadu 3. Mengembangkan pemasaran produk tanaman pangan dalam negeri dan luar negeri melalui penguatan sistem, infrastruktur pemasaran dan promosi 4. Mengembangkan kapasitas institusi Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan yang profesional dan berintegritas tinggi. Tugas Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan adalah melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang peningkatan pascapanen, pengolahan dan pemasaran hasil tanaman pangan. Dalam melaksanakan Tugas Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 1

2 Hasil Tanaman Pangan menyelenggarakan fungsi : 1) Penyiapan perumusan kebijakan di bidang peningkatan pascapanen, pengolahan standardisasi dan penerapan standar mutu serta pemasaran dan investasi tanaman pangan ; 2) pelaksanaan kebijakan di bidang peningkatan pascapanen, pengolahan standardisasi dan penerapan standar mutu serta pemasaran dan investasi tanaman pangan ; 3) Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang peningkatan pascapanen, pengolahan standardisasi dan penerapan standar mutu serta pemasaran dan investasi tanaman pangan ; 4) Pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang peningkatan pascapanen, pengolahan, standardisasi dan penerapan standar mutu serta pemasaran dan investasi tanaman pangan ; 5) Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan kegiatan di bidang peningkatan pascapanen, pengolahan, standardisasi dan penerapan standar mutu serta pemasaran dan investasi tanaman pangan ; 6) Koordinasi perumusan dan harmonisasi standar, serta penerapan standar mutu di bidang tanaman pangan ; 7) Pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan. Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan terdiri dari : 1) Subdirektorat pascapanen ; 2) Subdirektorat Pengolahan ; 3) Subdirektorat Standardisasi dan Mutu ; 4) Subdirektorat Pemasaran dan Investasi ; 4) Subbagian Tata Usaha ; dan 5) Kelompok Jabatan Fungsional. Struktur Organisasi Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan disajikan pada bagan 1. Sasaran yang ingin dicapai dalam periode adalah : 1) Penurunan susut hasil (losses) produksi tanaman pangan, 2) Peningkatan nilai tambah produk olahan tanaman pangan, 3) Peningkatan mutu hasil produksi tanaman pangan, dan 4) Peningkatan penguasaan pasar domestik dan luar negeri. Dalam rangka mewujudkan sasaran tersebut, maka Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan melalui APBN tahun 2016 memberikan dukungan sebagai berikut : 1. Fasilitasi Sarana Pascapanen berupa Combine Harvester Kecil ; Combine Harvester Sedang ; Combine Harvester Besar ; Vertical Dryer Padi Kapasitas 30 ton/proses dan Kapasitas 3,5-6 ton/proses ; Power Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 2

3 Thresher ; Fasilitasi RMU + Bangunan ; Polisher ; Corn Combine Harvester ; Corn Sheller ; Vertical Dryer Jagung Kapasitas 3,5-6 ton/proses ; Power Thresher Multiguna ; Sarana Pengangkut Hasil Pertanian Roda Fasilitasi sarana pengolahan berupa Unit Pengolahan Hasil (UPH) Jagung dan Kedelai 3. Fasilitasi Sertifikasi Pertanian Organik 4. Penyediaan Informasi Harga Tanaman Pangan Kegiatan Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan dalam bentuk anggaran Pusat, Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan. Sistem Pengganggaran kegiatan di daerah pada tahun 2016 dialokasikan pada Satuan Kerja (Satker) Provinsi, sehingga terdapat DIPA Dekonsentrasi (Dekon) dan Tugas Pembantuan (TP) Provinsi. Untuk melaksanakan kegiatan Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan tahun 2016, berdasarkan Surat Pengesahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Nomor : SP.DIPA /2016 tanggal 07 Desember 2015, Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan mendapatkan alokasi anggaran APBN sebesar Rp ,- meliputi kegiatan Pusat Rp ,- Dekonsentrasi Rp ,- dan Tugas Pembantuan Provinsi sebesar Rp ,- (terdiri dari anggaran dukungan sarana pengolahan dan pemasaran hasil tanaman pangan unit dengan anggaran sebesar Rp ,- dan anggaran pembinaan, bimtek, monev sebesar Rp ,- di 32 provinsi dan 398 Kabupaten). Berdasarkan revisi-1 Pasca Raker dengan DPR pada tanggal 25 Januari 2016 terdapat penambahan anggaran untuk kegiatan pengadaan sarana Pascapanen dan Pengolahan Hasil Tanaman Pangan, sehingga total anggaran Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan menjadi Rp ,- atau naik 111,92 % dari semula Rp , yang terdiri dari anggaran Pusat sebesar Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 3

4 Rp ,- atau naik 434,46% dari semula Rp ,- Dekonsentrasi sebesar Rp ,- naik 2,32 % dari semula Rp ,- dan Tugas Pembantuan Provinsi sebesar Rp ,- naik % dari semula Rp ,- Berdasarkan revisi ke-2 tanggal 29 Maret 2016, terdapat penambahan anggaran untuk kegiatan Pengadaan Sarana Pascapanen dan Pengolahan Hasil Tanaman Pangan, sehingga total anggaran Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan menjadi Rp ,- naik 12,98 % dari semula Rp ,- yang terdiri dari anggaran ; Pusat sebesar Rp ,- turun 33,46% dari semula Rp ,- ; Dekonsentrasi sebesar Rp ,- naik 0,56% dari semula Rp ,- dan Tugas Pembantuan Provinsi sebesar Rp ,- naik 16,89 % dari semula Rp ,- Sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2016 tanggal 12 Mei 2016 mengenai Langkah-Langkah Penghematan dan Pemotongan Belanja K/L dalam rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara TA 2016, maka pada tanggal 26 Mei 2016 dilaksanakan pertemuan kebijakan penghematan anggaran pada RAPBN-P lingkup kementerian pertanian TA 2016, sehingga anggaran Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan mengalami perubahan menjadi Rp ,- turun 8,96% dari semula Rp , yang terdiri dari anggaran ; Pusat sebesar Rp ,- naik 17,59% dari semula Rp ,- ; Dekonsentrasi sebesar Rp ,- turun 0,82% dari semula Rp ,- dan Tugas Pembantuan Provinsi sebesar Rp ,- turun 10,29 % dari semula Rp ,- Untuk mengatasi permasalahan pagu minus, pada bulan Desember tahun 2016 terjadi pergeseran alokasi anggaran di masing-masing satker, sehingga anggaran Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan mengalami perubahan menjadi Rp ,- naik 0,005% dari semula Rp , yang terdiri dari anggaran ; Pusat sebesar Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 4

5 Rp ,- (tidak terjadi perubahan) Dekonsentrasi sebesar Rp ,- naik 0,147% dari semula Rp ,- dan Tugas Pembantuan Provinsi sebesar Rp ,- naik 0,003 % dari semula Rp ,- Sebagai laporan pertanggungjawaban terhadap pelaksanaan kegiatan selama kurun waktu 1 (satu) tahun, maka perlu disusun laporan kegiatan dan dirangkum sebagai laporan tahunan Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan Tahun B. Tujuan Tujuan penyusunan laporan tahunan adalah memaparkan hasil yang telah dicapai dari pelaksanaan kegiatan di tahun 2016, dan sebagai evaluasi serta acuan dalam melakukan kegiatan di tahun berikutnya. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 5

6 II PELAKSANAAN KEGIATAN PERENCANAAN A. Kebijakan Program dan Anggaran Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan. Pengolahan dan pemasaran hasil tanaman pangan merupakan upaya yang sangat strategis dalam rangka mendukung ketahanan pangan nasional karena mempunyai peranan yang cukup besar baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengolahan dan pemasaran hasil tanaman pangan secara langsung memiliki peranan dalam menekan susut hasil (losses), mempertahankan mutu hasil dan meningkatkan nilai tambah, daya saing serta pendapatan petani. Pemerintah Indonesia pada program pembangunan pertanian telah menetapkan komoditas prioritas utama untuk subsektor tanaman pangan yaitu padi, jagung dan kedelai, namun komoditas lain secara sinergi terus untuk dikembangkan dalam substitusi pengganti beras menuju kedaulatan pangan. Penanganan pascapanen dan pengolahan hasil tanaman pangan sebagian besar masih ditangani secara tradisional dan relatif tertinggal yang ditandai oleh penggunaan peralatan sarana pascapanen dan pengolahan yang sederhana dan kurang optimal. Permasalahan yang mendasar dalam hal penanganan pascapanen dan pengolahan tanaman pangan antara lain susut kuantitas dan kualitas, keamanan pangan, terbatasnya sumberdaya manusia pertanian dan keterbatasan dalam penerapan inovasi teknologi pascapanen dan pengolahan, serta modal yang terbatas. Keadaan ini semakin sulit dengan munculnya tantangan yang harus dihadapi Indonesia, khususnya dalam menghadapi diterapkannya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) mulai akhir tahun 2015 yaitu persaingan daya saing produk pertanian meliputi : (1) Tuntutan standarisasi produk & proses, (2) Tuntutan kandungan pangan yang tidak berbahaya, rendah residu bahan kimia, (3) Tuntutan integrasi pengelolaan rantai pasok (supply chain management), dan (5) Peningkatan kualitas mutu & keamanan pangan. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 6

7 Untuk mengatasi berbagai permasalahan dan tantangan di atas, maka perlu dianalisa kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dalam hal penanganan pascapanen tanaman pangan sehingga perlu dilaksanakan program dan kegiatan yang berkesinambungan dan terintegrasi antar Kementerian/ Lembaga/Instansi di tingkat Pusat, serta antara Pusat dan Daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota) dalam hal penanganan pascapanen dan pengolahan tanaman pangan. Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut, perlu diterapkan suatu strategi dalam hal penanganan pascapanen dan pengolahan tanaman pangan yang diterapkan atau diimplementasikan melalui program dan kegiatan. Implementasi tersebut selanjutnya dijabarkan dalam bentuk Rancangan Program RKA-K/L Tahun 2016 dan mempersiapkan perencanaan anggaran untuk Rencana Kerja (Renja) Lima Tahun yaitu Output Rancangan Kebijakan terkait dengan RKA-K/L Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan Tahun 2016 disusun dalam dokumen RKA-K/L TA 2016 meliputi 4 (empat) rancangan, yaitu : 1) Rencana Kerja Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Tanaman Pangan Tahun 2017, 2) Rancangan Kegiatan dan Anggaran (RKA-K/L) Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Tanaman Pangan Tahun 2017, 3) Rencana Strategis Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Tanaman Pangan Tahun , dan 4) Penyusunan Satuan Harga Sarana Pascapanen dan Pengolahan Tahun Anggaran dan Kegiatan Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Tanaman Pangan Tahun Pagu alokasi anggaran Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan tahun 2016 berdasarkan hasil penelaahan RKAK/L Ditjen Tanaman Pangan dengan Ditjen Anggaran Kementerian Keuangan pada tanggal 7 Desember 2015 sebagai berikut: a) Pagu anggaran Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan tahun 2016 sebesar Rp ,- Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 7

8 dengan rincian kegiatan Satker Pusat sebesar Rp ,- Dekonsentrasi Rp ,- dan Tugas Pembantuan Provinsi sebesar Rp ,- meliputi kegiatan dukungan sarana pengolahan dan pemasaran hasil tanaman pangan sebesar Rp ,- anggaran pembinaan, bimtek, monev, sebesar Rp ,-. b) Dukungan Sarana Pascapanen dan Pengolahan Hasil Tanaman Pangan senilai Rp ,000- antara lain : 1) Sarana pascapanen padi meliputi Combine Harvester Kecil, Combine Harvester Sedang, Combine Harvester Besar, Vertical Dryer padi + bangunan kapasitas 30 ton/proses, Vertical Dryer padi+ bangunan kapasitas 3,5-6 ton/proses, Power Thresher, RMU, Polisher. 2) Sarana pascapanen jagung yang terdiri dari Corn sheller, Corn Combine Harvester, Vertical Dryer jagung+ bangunan kapasitas 3,5-6 ton/proses (tunda bayar 2015 Provinsi NTT) 3) Sarana Pascapanen Kedelai Power Thresher Multiguna 4) Sarana angkut roda 3. 5) Sarana pengolahan hasil yang terdiri dari unit pengolahan jagung dan unit pengolahan kedelai. Dalam pelaksanaan kegiatan di tahun 2016, seringkali terjadi perubahan/pergeseran anggaran. Kronologis Perubahan anggaran Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan selama periode Tahun 2016, selengkapnya disajikan pada tabel berikut : Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 8

9 Tabel 1 : Kronologis Perubahan Pagu Anggaran Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan Tahun 2016 URAIAN PAGU AWAL REVISI 1 REVISI 2 APBNP I APBNP II SP.DIPA /2016 PASCA RAKER DITJEN TP DGN DPR PASCA RAKER DITJEN TP DGN DPR Inpres Nomor 4 Tahun 2016 Inpres Nomor 8 Tahun Desember Januari Maret Mei Agustus 2016 ANGGARAN VOLUME ANGGARAN VOLUME ANGGARAN VOLUME ANGGARAN VOLUME ANGGARAN VOLUME 1. PUSAT 25,242,816, ,913,500, ,765,032, ,557,532, ,557,532, DEKONSENTRASI 34,204,000,000 34,996,540,000 35,192,540,000 34,902,265,000 34,953,620, TUGAS PEMBANTUAN 828,726,000,000 8,014 1,712,317,246,000 22,088 2,001,589,187,000 26,129 1,795,586,962,000 26,356 1,795,639,136,000 26,344 TOTAL 888,172,816,000 8,014 1,882,227,286,000 22,652 2,126,546,759,000 26,693 1,936,046,759,000 27,002 1,936,150,288,000 26, Rancangan Anggaran dan Kegiatan Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan TA a) Pagu alokasi anggaran Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan tahun 2017 adalah Rp ,- meliputi kegiatan pusat Rp ,- dan kegiatan provinsi Rp ,- (meliputi bantuan sarana pascapanen, sertifikasi organik, uji mutu, dan kegiatan pemasaran, pengolahan tanaman pangan) b) Kegiatan pengolahan dan pemasaran hasil tanaman pangan di satker PUSAT dengan anggaran Rp ,-, selengkapnya disajikan pada tabel berikut : Tabel 2 : Kegiatan Subdit Pascapanen Tahun 2017 Kode Kegiatan Jumlah Anggaran (Rp) Fasilitas Sarana Pascapanen Tanaman Pangan unit 670,897,640,000 [Base Line] 103 Melaksanakan Penyaluran Fasilitas Sarana Pascapanen Tanaman Pangan 670,897,640,000 A Pengadaan Sarana Pascapanen Tanaman Pangan Pusat 643,833,640,000 B TUNDA BAYAR TA ,064,000, Dokumen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan 5 dokumen 6,124,473,000 [Base Line] Pengamanan Susut Hasil Produksi Tanaman Pangan 1,188,720, Menyusun Kebijakan Program dan Anggaran Sarana Pascapanen Tanaman Pangan 196,900,000 A Petunjuk Teknis Fasilitasi Sarana Pascapanen Tanaman Pangan 196,900, Melaksanakan Koordinasi Kegiatan Pascapanen Tanaman Pangan 222,220,000 A Dukungan Penerapan Sarana Pascapanen TP 222,220, Melaksanakan Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan Sarana Pascapanen Tanaman Pangan 769,600,000 A Optimalisasi Bantuan Sarana Pascapanen TP Tahun ,100,000 B SPI Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan 454,500,000 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 9

10 Tabel 3 : Kegiatan Subdit Pengolahan Hasil Tanaman Pangan Tahun 2017 Kode Kegiatan Anggaran (Rp) Peningkatan Pengolahan Hasil Tanaman Pangan 1,565,920, Melaksanakan Sosialisasi dan Bimbingan Sarana Pengolahan Tanaman Pangan 360,720,000 A Pembinaan dan Pengawalan Pengolahan Tanaman Pangan 360,720, Melaksanakan Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan Sarana Pengolahan Tanaman Pangan 1,205,200,000 A Pembinaan Pilot Project SIPP Ubikayu Kab. Cianjur 54,760,000 B Pengawalan UPSUS PJK 1,150,440,000 Tabel 4 : Kegiatan Subdit Standardisasi dan Mutu Tahun 2017 Kode Kegiatan Anggaran (Rp) Pengembangan Standardisasi dan Mutu Tanaman Pangan 1,280,725, Menyusun Kebijakan Program dan Anggaran Standardisasi dan Mutu Hasil Tanaman Pangan 603,980,000 A Perumusan dan Fasilitasi Kesekretariatan SNI Tanaman Pangan 172,000,000 B Focus Group Discussion (FGD) ( Perencanaan, Regulasi dll) 134,700,000 C Perencanaan Direktorat Pengolahan Dan Pemasaran Hasil TP 253,580,000 D Rapat Koordinasi Direktorat PPHTP TA ,700, Melaksanakan Koordinasi Kegiatan Standardisasi dan Mutu Hasil Tanaman Pangan 676,745,000 A Pengembangan Peningkatan Kompetensi SDM 370,000,000 B Pengawalan dan Monev Penerapan Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan 234,440,000 C Uji Mutu Beras Organik 72,305,000 Tabel 5 : Kegiatan Subdit Pemasaran dan Investasi Tahun 2017 Kode Kegiatan Anggaran (Rp) Pengembangan Pemasaran dan Investasi Tanaman Pangan 1,189,208, Menyusun Kebijakan Program dan Anggaran Pemasaran dan Investasi Hasil Tanaman Pangan 274,200,000 A Kebijakan Pemasaran dan Investasi Tanaman Pangan 274,200, Melaksanakan Sosialisasi dan Bimbingan Pemasaran dan Investasi Hasil Tanaman Pangan 440,428,000 A Fasilitasi Pasar Lelang Hasil Pertanian PENAS ,228,000 B Pengembangan Informasi Pasar dan Pemantauan Stok 272,200, Melaksanakan Koordinasi Pemasaran dan Investasi Hasil TP 296,980,000 A Pengawalan Pengembangan Ekspor dan Peluang Investasi 296,980, Melaksanakan Monitoring, Evaluasi Serta Pelaporan Pemasaran dan Investasi Hasil Tanaman Pangan 177,600,000 A Monitoring dan Evaluasi Kegiatan Pemasaran dan Investasi TP 72,300,000 B Pelaporan Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil TP 105,300,000 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 10

11 Tabel 6 : Kegiatan Ketatausahaan dan Kepegawaian Tahun 2017 Kode Kegiatan Anggaran (Rp) Administrasi dan Ketatausahaan Dit PPHTP 899,900, Melaksanakan Ketatausahaan dan Kepegawaian Dit PPHTP 340,300,000 A Ketatausahaan dan Kepegawaian 191,700,000 B Keuangan dan Perlengkapan 148,600, Melaksanakan Keuangan dan Perlengkapan Dit PPHTP 559,600,000 A Pengadaaan Peralatan dan Fasilitasi Perkantoran 227,000,000 B Pengadaan Alat Pengolah Data 225,000,000 C Pemeliharaan Peralatan Inventaris Kantor 20,000,000 D Keperluan Sehari - hari Perkantoran 87,600,000 Alokasi Kegiatan Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan Tahun 2017 di 33 provinsi, selengkapnya disajikan pada tabel Lampiran 1-3 B. Rapat Koordinasi Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan Rapat Koordinasi Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan yang telah dilaksanakan sebagai berikut : 1. Rapat Koordinasi Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan di Provinsi Bali Rapat Koordinasi Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan dilaksanakan pada tanggal Maret 2016 di Provinsi Bali, diperoleh hasil sebagai berikut : a. Rapat dihadiri oleh 130 peserta yang terdiri dari Kepala Bidang, Kepala Seksi dan staf yang menangani kegiatan produksi, pascapanen, pengolahan, standardisasi dan mutu serta pemasaran hasil tanaman pangan pada Dinas Pertanian Provinsi di 32 Provinsi, serta staf lingkup Direktorat PPHTP dan stakeholders. b. Berdasarkan arahan Direktur Jenderal Tanaman Pangan dan diskusi yang berkembang, langkah langkah yang perlu Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 11

12 mendapat perhatian dan tindaklanjut adalah Proses pengadaan barang/sarana pascapanen dan pengolahan hasil tanaman pangan dilaksanakan melalui system e-purchasing dan pelelangan umum. Mekanisme pelaksanaan kegiatan dan pengelolaan saranatertuang dalam Petunjuk Teknis Pengelolaan Sarana Pascapanen dan Pengolahan Tanaman Pangan tahun 2016 yang diterbitkan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan c. Perkembangan Pelaksanaan Pengadaan Bantuan Sarana Pascapanen dan Pengolahan Hasil Tanaman Pangan Tahun 2016 pada 32 provinsi sampai dengan 17 Maret 2016 yaitu klik/pemesanan barang ke penyedia 5,41% (1.195 unit), dan kontrak 4,46% (710 unit) dengan nilai Rp 75,28 Milyar (3,21% dari Pagu Rp 1,689 Triliun) d. Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk pelaksanaan kegiatan Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan: 1) Merujuk Permentan Nomor 43 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian, maka anggaran kegiatan PPHTP berada di satker produksi tanaman pangan. Pengaturan kewenangan distribusi pelaksanaan kegiatan diserahkan kepada masing-masing Kepala Dinas Pertanian Provinsi. 2) Dalam rangka mengoptimalkan pencapaian realisasi, diperlukan langkah-langkah optimalisasi pengadaan sebelum kontrak dan/atau pembayaran dilakukan. 3) Koordinasi intensif dengan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) agar segera memproses penayangan e-katalog untuk produk sarana pascapanen yang belum ditayangkan dalam e-katalog. 4) Untuk mengakomodir biaya pengiriman sarana sampai ke penerima bantuan (poktan/gapoktan), daerah perlu mengusulkan ke LKPP sesuai standar biaya di wilayah Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 12

13 masing-masing. Selain itu, perlu dilakukan perbaikan titik bagi penyaluran sehingga tidak memberatkan kelompok tani penerima. 5) Fasilitasi bantuan sarana pascapanen dan pengolahan tahun 2016 merupakan bantuan pemerintah dengan akun 526 (belanja barang yang diserahkan pada masyarakat/pemda) berupa hibah. Batas waktu proses serah terima hibah paling lambat 6 (enam) bulan setelah barang diserahkan kepada masyarakat/ Pemda. 6) Untuk mengalokasikan bantuan vertical dryer dan RMU tahun 2017, agar dilakukan review terhadap kebutuhan dan ketersediaan dryer dan RMU di masing-masing daerah. 7) Database sarana pascapanen dan pengolahan yang disusun Dinas Pertanian Provinsi agar dilaksanakan secara optimal dan memperhatikan akurasi data. Data tersebut dapat digunakan sebagai acuan dalam pengalokasian bantuan sarana pascapanen dan pengolahan. e. Langkah-langkah Percepatan Kegiatan Pengadaan Bantuan Sarana Pascapanen dan Pengolahan yang perlu segera dilakukan Dinas Pertanian Provinsi sebagai berikut : 1) Segera melaksanakan pengadaan dengan prioritas jenis sarana pascapanen/pengolahan yang sudah ada. 2) Menjabarkan petunjuk teknis pusat ke dalam petunjuk pelaksanaan secara rinci, antara lain spesifikasi teknis sarana yang diadakan, ketentuan pelaksanaan bimbingan teknis dan penyusunan database. Dalam penentuan CPCL agar disinergikan dengan kegiatan peningkatan produksi terutama ekstensifikasi dan peningkatan IP padi, jagung dan kedelai sepanjang belum pernah menerima bantuan sejenis. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 13

14 3) Menetapkan dan mengesahkan SK CPCL, dan melakukan kontrak pengadaan melalui sistem e-catalog, kecuali barang yang belum tertera di e-catalog dilakukan pelelangan umum sesuai aturan yang berlaku. 4) Untuk kelancaran pembayaran di KPPN segera mendaftarkan nomor registrasi kontrak ke KPPN paling lama 5 (lima) hari setelah kontrak ditandatangani sehingga tercatat di Omspan. 5) Melakukan pengendalian internal dengan menyusun identifikasi risiko pelaksanaan kegiatan sehingga setiap tahapan pelaksanaan kegiatan dapat terkendali. 6) Melaporkan secara rutin perkembangan pengadaan barang paling lambat setiap hari Rabu untuk dilaporkan ke Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian setiap hari Kamis. 2. Pertemuan Koordinasi Petugas Pelayanan Informasi Pasar di Provinsi Yogyakarta. Pertemuan Koordinasi Pelayanan Informasi Pasar Tanaman Pangan dilaksanakan pada tanggal Maret 2016 di Yogyakarta, dihadiri peserta dari 33 Provinsi dan 250 Kabupaten yang terdiri dari Pembina Petugas PIP dan Petugas PIP Provinsi serta Petugas PIP Kabupaten. Narasumber dari Pusdatin Kementerian Pertanian, Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Perum Bulog Divre Yogyakarta dan Sekretariat Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. Memperhatikan arahan Bapak Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Kepala Dinas Pertanian DI Yogyakarta, dan Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan serta materi dari narasumber dan hasil diskusi diperoleh hasil sebagai berikut : a. Penataan Petugas PIP 1) Melakukan penataan petugas PIP dengan menitikberatkan pada a) Penetapan petugas PIP Subsektor Tanaman Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 14

15 Pangan dan melaporkan kepada Ditjen Tanaman Pangan, b) Melakukan koordinasi dengan Direktorat Jenderal Hortikultura untuk menghindari alokasi anggaran ganda untuk petugas yang sama yang berpotensi menimbulkan permasalahan di kemudian hari, c) evaluasi alokasi anggaran dan SOP pelaksanaan pengumpulan data dan informasi pasar, serta d) penguatan sumber daya manusia Petugas PIP yang lebih profesional sesuai ketentuan yang berlaku. 2) Petugas PIP yang belum aktif segera melakukan entri data agar informasi harga harian semua kabupaten penerima dana dekonsentrasi dapat disajikan secara lengkap sebagaimana mestinya. 3) Meningkatkan koordinasi di tingkat pimpinan agar upaya yang dilakukan dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan informasi pasar mendapat dukungan penuh dari pimpinan lingkup Dinas Pertanian Provinsi dan Dinas Pertanian Kabupaten. 4) Diharapkan Dinas Pertanian Provinsi/Kabupaten dapat memanfaatkan dana APBD untuk mendukung peningkatan pelayanan informasi pasar. 5) Melakukan reposisi tugas dan fungsi Petugas Pelayanan Informasi Pasar dengan mencermati kebutuhan riil saat ini dan dimasa mendatang serta mengacu kepada peraturan yang berlaku. Untuk itu perlu dilakukan : a) Penetapan petugas PIP melalui Surat Keputusan Kepala Dinas Pertanian yang menangani subsektor Tanaman Pangan dengan uraian tugas yang jelas dan khusus untuk tanaman pangan. b) Optimalisasi fungsional APHP dalam melakukan analisis mengacu kepada Peraturan Bersama Menteri Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 15

16 Pertanian dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 59/PERMENTAN/OT.140/09/2012 dan Nomor 10 Tahun 2012 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Menteri PAN dan Reformasi Birokrasi tentang Jabatan Fungsional Analis Pasar Hasil Pertanian. c) Melakukan koordinasi antara Dinas, BKD dan BKN terkait Keputusan Pengangkatan Pejabat Fungsional APHP melalui ABK (Analisis Beban Kerja). d) Menginformasikan bahwa Pembina Pejabat Fungsional APHP berada di Badan Ketahanan Pangan (BKP), yang sebelumnya pembinaan dilakukan oleh Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (PPHP), dengan penjelasan sebagai berikut: (1) Tim Penilai berada di Bidang Harga Pangan, Pusat Distribusi, BKP (2) Sekretariat APHP berada di Sekertariat Badan Ketahanan Pangan. (3) Pembinaan terkait tupoksi pemasaran tanaman pangan berada pada Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan, Ditjen Tanaman Pangan. b. Pengembangan Sistem Informasi Pasar dan Aplikasi Stok 1) Kegiatan koordinasi di provinsi masing-masing perlu menekankan substansi petunjuk teknis yang ada dengan memperhatikan beberapa perubahan yang telah disepakati antara lain klasifikasi jenis beras, penguatan pemilihan lokasi, dan kontinuinitas laporan yang konsisten. 2) Perlu dilaksanakan pengembangan Sistim Informasi Harga Tanaman Pangan yang saat ini berada pada Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 16

17 sistim: untuk harga tingkat produsen, dan pertanian.go.id/smshargaprov/ untuk harga tingkat konsumen. Selain itu, Sistim Aplikasi Informasi Harga dan Pasar Tanaman Pangan tersebut masih menyatu dengan Sistim Aplikasi Informasi Harga dan Pasar komoditas lain. 3) Untuk memudahkan pengolahan data harga dan pasar tanaman pangan di masa mendatang perlu dilakukan dalam satu Sistim Aplikasi Informasi. Penyatuan sistem informasi tersebut menambahkan fasilitas seperti rekapitulasi, sorting data, dan analisis kebutuhan dasar yang sudah baku. Dalam hal ini, kabupaten atau provinsi yang datanya kosong atau tidak mengirim maka tidak perlu ditampilkan. Selain itu, pengembangan fasilitasi sistim aplikasi ini akan memberikan kemudahan bagi pimpinan dalam mengakses hasil olahan secara cepat atas data yang dikirimkan daerah. 4) Untuk tahun anggaran 2016 akan dikembangkan Sistim Aplikasi Stok. Sistim aplikasi ini perlu dikembangkan dengan alasan informasi stok beras sangat penting. Data ini akan memberikan gambaran antara lain: a) Situasi Ketahanan Pangan, Baik Di Tingkat Rumah Tangga Maupun Wilayah (Kabupaten, Propinsi, Nasional). b) Kebijakan Sektor Pertanian Menyangkut Ketersediaan Pangan Di Suatu Wilayah Yang Perlu Ditetapkan. c) Rekomendasi Bagi Para Pengambil Kebijakan Yaitu Perlu Atau Tidaknya Impor Dilakukan, Perlu Atau tidaknya mendatangkan beras dari wilayah lain, dan cukup atau tidaknya cadangan beras. 5) Penekanan pada informasi stok beras pemerintah menjadi prioritas untuk dipantau karena relatif lebih mudah diperoleh. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 17

18 Namun hal ini memerlukan kerjasama semua pihak baik Pusat dan Daerah agar terjalin hubungan yang konsisten dengan Bulog. Selain itu, Dinas Provinsi harus bekerjasama dengan Badan Ketahanan Pangan di Daerah untuk melakukan pemantauan informasi stok gabah/beras di masyarakat (terutama Toko Tani Indonesia), sehingga kesulitan data stok di masyarakat dapat diminimalisasi. Sebagai dasar pengembangan sistem aplikasi stok perlu dilakukan proses survei untuk mengetahui keakurasian metodologi, sampel, dan pola yang tepat. Pengembangan Sistim Aplikasi Pemantauan Stok akan diintegrasikan dengan PIP. Secara bersamaan pengembangan aplikasi ini, penguatan kapasitas petugas PIP harus dilakukan dengan menitikberatkan pada kemampuan intelijen pasar, teknik penggunaan informasi, dan pengembangan karakter (character building) 3. Pertemuan Koordinasi Akselerasi Ekspor Komoditas Tanaman Pangan di Provinsi Jawa Barat. Pertemuan Koordinasi Akselerasi Ekspor Komoditas Tanaman Pangan pada tanggal Mei 2016 di Provinsi Jawa Barat, diperoleh hasil sebagai berikut : a. Pertemuan Koordinasi Akselerasi Ekspor Komoditas Tanaman Pangan, dibuka oleh Direktur Jenderal Tanaman Pangan diwakili oleh Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan, dihadiri oleh ± 70 peserta yang terdiri dari wakil dari Gapoktan, pelaku usaha, wakil dari Dinas Pertanian Kabupaten dan Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta, Jawa Timur, perwakilan dari Kemenko Bidang Perekonomian, Kementerian Perdagangan, BAPPEDA, BULOG, dan pelaku usaha/eksportir yang sekaligus bertindak sebagai Narasumber Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 18

19 (Gapoktan Sarinah, PT. Sejati Makmur Semesta, CV. Hasil Tani Sejahtera dan PT. Saudi Indonesia Multi Investment). b. Berdasarkan Arahan dan materi yang disampaikan oleh Narasumber serta diskusi yang berkembang, diperoleh hasil sebagai berikut : 1) Pertemuan Koordinasi Akselerasi Ekspor merupakan momentum untuk meningkatkan komunikasi, memperluas jaringan, menumbuhkan motivasi untuk kerja keras guna menjadikan produk tanaman pangan, tidak hanya memenuhi kebutuhan dalam negeri dan mengurangi impor, tetapi juga melakukan akselerasi ekspor dengan tetap berorientasi kepada peningkatan nilai tambah dan daya saing, peningkatan kesejahteraan petani serta memperhatikan kepentingan konsumen. 2) Untuk meningkatkan pemanfaatan peluang pasar baik dalam maupun luar negeri, perlu penanganan yang lebih baik, dimulai dari budidaya sampai pada tahap pemasaran. Untuk itu perlu dukungan sarana dan prasarana dimulai dari benih sampai dengan pemasaran dan investasi. Perlu melakukan analisa kebutuhan sarana dan prasarana yang secara signifikan dapat meningkatkan produksi, daya saing baik dari segi mutu dan harga Koordinasi antara Pemerintah Pusat, Provinsi, Kabupaten/ Kota dan Pelaku Usaha serta Petani perlu lebih ditingkatkan. Bantuan dari Kementerian Pertanian yang telah diterima dimanfaatkan secara optimal. 3) Untuk mengidentifikasi spesifikasi produk yang dapat di ekspor, pelaku usaha perlu menginformasikan kepada petani sehingga terjadi keselarasan antara permintaan pasar dengan produk yang dikembangkan petani. 4) Kelompoktani/gabungan kelompok tani perlu melakukan pembinaan yang intensif kepada anggotanya dalam Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 19

20 mendorong petani untuk melakukan pengembangan usaha dengan memanfaatkan peluang pasar baik didalam negeri maupun ekspor. 5) Pasca pertemuan diharapkan akan terjalin komunikasi yang efektif antara pelaku usaha dan petani yang dapat mendorong terciptanya terjalinnya kemitraan yang saling menguntungkan. C. Focus Group Discussion Focus Group Discussion (FGD) yang telah dilaksanakan sebagai berikut : 1. Group Discussion Pembahasan Revisi Peraturan Menteri Pertanian No.51/Permentan/HK.310/4/2014 dan Permentan 52/Permentan/ TP.410/10/2015 Tentang Rekomendasi Ekspor dan Impor Tertentu. Focus Group Discussion Pembahasan Revisi Peraturan Menteri Pertanian No.51/Permentan/HK.310/4/2014 dan Permentan 52/ Permentan/TP.410/10/2015 tentang Rekomendasi Ekspor dan Impor Tertentu dilaksanakan pada tanggal 28 Januari 2016 di Ruang Rapat Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan, diperoleh hasil sebagai berikut : a. Revisi Permentan No 51 Tahun ) Rapat dihadiri oleh wakil dari Kementerian Perdagangan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Keuangan, Bulog, KTNA dan Unit Kerja Lingkup Kementan (Biro Hukum, BKP, Badan Karantina, Inspektorat Jenderal dan PPVT-PP). 2) Poin-poin penting yang mengalami revisi sbb: a) Dengan terbitnya Permendag No. 103 Tahun 2015 Tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Beras, revisi dilakukan pada : Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 20

21 (1) Persyaratan menjadi Importir yang semula Importir Terdaftar (IT)-Beras dirubah menjadi perusahaan pemilik Angka Pengenal Importir Umum (API-U) sebagaimana tercantum dalam pasal 14, pasal 16. (2) Masa berlaku surat persetujuan ekspor untuk beras premium dengan tingkat kepecahan paling tinggi 5 % yang semula berlaku 6 (enam) bulan dirubah menjadi berlaku untuk setiap pengapalan (per shipment) sebagaimana tercantum pada pasal 6 ayat (3). (3) Masa berlaku surat persetujuan impor untuk beras tertentu yang semula 3 (tiga) bulan menjadi 6 (enam) bulan sebagaimana tercantum Pasal 22. b) Untuk mengatur importir beras termasuk BUMN yang mendapatkan penugasan khusus, pelaku usaha yang diperbolehkan melakukan impor beras tertentu tidak hanya perusahaan swasta dan BUMN yang memiliki Angka Pengenal Impor Umum (APIU) tetapi juga BUMN yang telah mendapatkan penugasan khusus sesuai dengan kesepakatan rapat koordinasi tingkat menteri bidang perekonomian sebagaimana yang tercantum pada pada Pasal 14 ayat (4) dan ayat (5). c) Dalam rangka integrasi pelayanan perijinan Kementerian Pertanian melalui Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian (PPVT- PP), ditambahkan ketentuan Tata cara Penerbitan Rekomendasi Ekspor pada Pasal 9 s/d Pasal 10) dan Tata Cara Memperoleh Rekomendasi Impor Beras pada Pasal 21 ayat (1) dan Pasal 22 s/d 23). Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 21

22 d) Dalam rangka meningkatkan pengawasan terhadap pelaksanaan Permentan dimaksud, peran Karantina Pertanian perlu dimasukkan pada 27 s/d pasal 33. Dengan demikian Badan Karantina memiliki Dasar hukum untuk melakukan tindakan pengawasan terkait Rekomendasi yang diterbitkan oleh Kementerian Pertanian disamping tugas Badan Karantina yang diatur melalui Undang Undang. b. Draft Permentan Rekomendasi Ekspor dan Impor Jagung 1) Rapat dihadiri oleh wakil dari Kementerian Perdagangan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Perindustrian, Kementerian Keuangan, Bulog, Dewan Jagung, KTNA dan Unit Kerja Lingkup Kementan (Biro Hukum, BKP, Badan Karantina, Inspektorat Jenderal dan PPVT-PP) 2) Poin-poin penting yang perlu disempurnakan sebagai berikut a) Melengkapi draft Permentan yang semula hanya rekomendasi impor jagung menjadi rekomendasi ekspor dan impor jagung. b) Kriteria importir (BUMN, Perusahaan Swasta pemilik API Produsen, dan Importir Umum). c) Penentuan waktu panen raya mengingat panen tidak serentak. d) Ketentuan GAP, SNI dll. c. Tindak Lanjut 1) Kejelasan Peran Bulog sebagai importir Diperlukan sikap Kementan dalam penetapan Bulog sebagai importir tunggal baik untuk beras tertentu maupun jagung. Mengacu pada hasil RDP dengan DPR tanggal 2 Februari Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 22

23 2016, Komisi IV DPR mendukung Perum Bulog sebagai BUMN yang diberi penugasan oleh Pemerintah dalam memenuhi tambahan kebutuhan pangan strategis melalui mekanisme importasi satu pintu. Sekiranya hasil RDP tersebut ditindaklanjuti pada Permentan Rekomendasi Ekspor dan Impor Beras Tertentu, akan dilakukan revisi untuk kriteria importir, yang semula (sesuai Permendag 103 tahun 2015) perusahaan dan BUMN pemilik API-U menjadi hanya Perum Bulog. Hal yang sama juga akan ditindaklanjuti pada Permentan Rekomendasi Ekspor dan Impor Jagung. Penunjukkan Bulog sebagai importir tunggal beras tertentu masih dikuatirkan melanggar ketentuan UU No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Sehubungan hal tersebut kami menyiapkan Draft Permentan dalam 2 Versi (Importir Umum dan hanya Bulog). 2) Kejelasan Ruang Lingkup Rekomendasi Pada Permentan Nomor 51 Tahun 2014, rekomendasi ekspor dan impor hanya meliputi beras tertentu. Mengacu kepada hasil RDP dengan DPR tanggal 2 Februari 2016, Komisi IV DPR meminta pemerintah agar semua importasi produk pertanian harus mendapat rekomendasi dari Kementerian Pertanian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Menindaklanjuti hasil RDP tersebut, kami menyiapkan Draft Permentan tentang Rekomendasi Ekspor dan Impor Beras yang semula hanya beras tertentu. 3) Rapat Lanjutan Dalam rangka penyempurnaan Draft Perubahan Permentan 51 Tahun 2014 akan diadakan rapat pada hari Jumat tanggal 5 Februari 2016 internal Kementan, sedangkan untuk pembahasan Permentan Rekomendasi Ekspor dan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 23

24 Impor Jagung akan diadakan rapat pada hari Selasa, 9 Februari 2016 Internal Ditjen.TP sesuai dengan ketersediaan waktu dari Direktorat Serealia. 2. Focus Group Discussion (FGD) dalam Rangka Public Hearing Pembahasan Draft Revisi Permentan Rekomendasi Ekspor dan Impor Beras di Jakarta. Focus Group Discussion (FGD) dalam Rangka Public Hearing Pembahasan Draft Revisi Permentan Rekomendasi Ekspor dan Impor Beras dilaksanakan pada tanggal 17 Mei 2016 di Jakarta, diperoleh hasil sebagai berikut : a. Focus Group Discussion (FGD) dalam rangka public hearing draft Peraturan Menteri Pertanian Tentang Rekomendasi Ekspor dan Impor Beras dibuka oleh Sekretaris Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Narasumber dari Biro Hukum, Sekretaris Jenderal, Kementerian Pertanian ; Tenaga Ahli Menteri Bidang Hukum. Dihadiri oleh perwakilan dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Keuangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Perum BULOG, Indonesia Nasional Single Window, Badan Karantina Pertanian, Badan Ketahanan Pangan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, PERPADI, KTNA, Dewan Beras Nasional, dan pelaku usaha (eksportir dan Importir). b. Tujuan Focus Group Discussion (FGD) draft Peraturan Menteri Pertanian Tentang Rekomendasi Ekspor dan Impor Beras untuk mendapatkan/meminta masukan publik dari para stakeholder perberasan nasional, pelaku usaha (eksportir dan Importir) serta semua pemangku kepentingan perberasan. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 24

25 c. Hasil pelaksanaan Focus Group Discussion (FGD) draft Peraturan Menteri Pertanian Tentang Rekomendasi Ekspor dan Impor Beras sebagai berikut : 1) Landasan Hukum Penyusunan Peraturan Menteri Pertanian harus mengacu kepada : a) Good Regulatory Practices Penyusunan Peraturan Perundang-undangan atau Peraturan menteri yang baik harus mengacu dan memenuhi 3 persyaratan utama yaitu : (1) Substansial : Filosofis, Yuridis, Sosilogis, Ekonomis, politis (2) Formatnya mengatur kepentingan umum/public (3) Prosedural : Beberapa tahapan yang harus dipenuhi dalam Proses Penyusunan Peraturan menteri Pertanian yakni, Internal/pemrakarsa, Lintas sektor/sub sector, Public Hearing denganstakeholders (pelaku usaha). b) Pencantuman Lampiran Lampiran harus diperjelas apakah masuk dalam kategori Negatif List (komoditas yang diatur dalam Permentan adalah yang tercantum dalam Lampiran Permentan sementara yang diluar Lampiran tersebut tidak dilarang atau bebas) atau positip List (komoditas yang diatur atau yang boleh ekspor ataupun impor adalah komoditas yang tertera pada Permentan sementara yang diluar Lampiran Permentan tersebut tidak boleh ekspor maupun impor) Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 25

26 c) Perlu memperhatikan Undang-undang Persaingan Usaha. Dalam UU persaingan Usaha tidak boleh mencantumkan/ menunjuk satu perusahaan tertentu. d) Pencantuman Perum BULOG sebaiknya diganti dengan BUMN bidang pangan, untuk menghindari monopoli impor oleh satu unit usaha hal ini untuk menghindari monopoli impor oleh satu unit usaha e) Menambahkan Ketentuan Peralihan Untuk mengisi kekosongan aturan perlu ditambahkan ketentuan peralihan agar kesinambungan aturan yang dibuat dapat berjalan dengan baik 2) Dampak Penutupan Kran Import a) Pelaku usaha sangat merasakan dampak dari penutupan importasi beras dalam waktu yang tidak ditentukan, hal ini mengakibatkan banyaknya berasberas illegal yang masuk kedalam wilayah Negara Indonesia. b) Jumlah beras illegal yang masuk diperkirakan ton per Minggu yang masuk melalui pelabuhan Bengkalis, Dumai dan juga Tanjung Balai Asahan Sumatera Utara c) Pemberlakukan Importasi yang ada selama ini adalah buka tutup, untuk itu perlu dievaluasi secara bertahap dampak dari penutupan impor tersebut. 3) Penyerapan Ketan Lokal a) Kebijakan penyerapan ketan lokal yang dilakukan telah mendorong budidaya pertanaman ketan seperti di Subang dari luas areal ha pada tahun 2010 menjadi ha pada tahun Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 26

27 b) Petani mengharapkan ada kepastian harga sehingga mendorong petani untuk menanam ketan. c) Rekomendasi diberlakukan untuk melindungi petani, perlu diatur kapan impor dibuka dan kapan impor ditutup. Sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian Importasi dapat dilakukan satu bulan sebelum panen, pada panen raya dan dua bulan setelah panen raya. d) Untuk penyerapan ketan Lokal dalam Negeri perlu lebih dimaksimalkan sehingga mendorong para petani untuk menanam ketan dalam negeri. e) Penyerapan yang dilakukan selama ini sudah cukup baik, yang perlu diperhatikan adalah transparansi baik dalam harga maupun proses penyerapan yang dilakukan oleh importir. 4) Cakupan Jenis Beras yang diatur a) Perlu kajian yang mendalam untuk jenis beras yang akan diekspor dan impor, untuk itu perlu peran serta stakeholders atau para pelaku usaha. b) Pada prinsipnya untuk ekspor bagaimana kita mendorong ekspor sebesar-besarnya yaitu dengan mempermudah regulasi atau ketentuan dalam pesyaratan ekspor. c) Jenis beras yang diimpor adalah beras-beras yang belum diproduksi dalam negeri, serta yang belum mencukupi produksinya dalam negeri. Beberapa beras yang belum bisa diproduksi dalam negeri seperti beras kukus untuk penderita diabetes dalam aturannya sudah sangat ketat dalam distribusi dan penjualannya yakni Apotik dan Rumah Sakit. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 27

28 5) Keselarasan dengan Peraturan Menteri Perdagangan a) Peraturan Menteri Pertanian merupakan satu kesatuan dengan peraturan Menteri Perdagangan No.103 Tahun 2015 Tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Beras untuk itu revisi yang dilakukan harus sinkron atau selaras. Pokok-pokok Revisi Peraturan Menteri Pertanian meliputi : (1) Persyaratan Importir dari semula Importir Terdaftar (IT)-Beras menjadi Angka Pengenal Importir Umum (API -U). (2) Perubahan Tata Cara Penerbitan Ekspor dan Tata Cara Penerbitan Impor, Rekomendasi dan Perijinan yang ada di Kementeraian Pertanian semuanya harus melalui PPVT-PP. (3) Sistem Layanan Rekomendasi harus terintegrasi dengan Portal INSW (Indonesia National Single Window). b) Implementasi Peraturan Menteri Pertanian Tentang Rekomendasi Ekspor dan Impor Beras tertentu dan Peraturan menteri Perdagangan tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Beras selama ini selama ini sudah berjalan dengan baik dan merupakan aturan yang paling serasi selama ini. 6) Dengan adanya harmonisasi Peraturan Menteri Pertanian dengan Peraturan Menteri Perdagangan, Kementerian Pertanian hanya memberikan Rekomendasi Ekspor untuk beras premium, beras organik, beras ketan hitam dan Rekomendasi Impor untuk beras ketan putih, beras thai hom mali, beras kukus, beras japonica, beras basmati dan beras Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 28

29 hibah. Untuk ekspor dan impor beras medium diatur berdasarkan hasil kesepakatan rapat koordinasi tingkat menteri bidang Perekonomian sehingga tidak memerlukan rekomendasi Kementerian Pertanian. Mencermati public hearing bahwa banyak pihak yang mengharapkan dibukanya impor untuk beras basmati dan beras kukus. 3. Focus Group Discussion (FGD) Revitalisasi Penggilingan Padi di Jakarta. Focus Group Discussion (FGD) Revitalisasi Penggilingan Padi dilaksanakan pada tanggal 18 Mei 2016 di Hotel Sahati Jakarta, diperoleh hasil sebagai berikut : a. Berdasarkan hasil RDP dengan Komisi IV DPR-RI tanggal 15 Februari 2016 meminta kegiatan pengembangan RMU tahun 2016 di moratorium. Hal ini disebabkan hasil pemantauan di lapangan ditemukan bantuan RMU tidak lengkap, belum berjalan dengan baik. Untuk itu perlu dilakukan evaluasi terlebih dahulu sebelum pengembangan/revitalisasi RMU dilaksanakan. b. Dalam kaitan tersebut maka diperlukan adanya pemetaan sebaran dan kondisi RMU yang ada, sehingga dapat diketahui diwilayah mana yang harus dihentikan dan daerah mana yang masih membutuhkan RMU. c. Usaha penggilingan padi saat ini memainkan peranan yang penting dalam usaha perberasan. Saat ini jumlah penggilingan padi di Indonesia sebanyak unit, sebagian besar (90 %) merupakan Penggilingan Padi Kecil (PPK). d. Kondisi RMU menurut Perpadi sudah over kapasitas dibanding produksi gabah sehingga terjadi perebutan gabah di lapang. Di samping itu rendemen dan kualitas yang dihasilkan masih rendah serta susut hasil masih cukup tinggi. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 29

30 e. Permasalahan penggilingan padi tidak bisa diselesaikan secara parsial hanya penggantian one pass dengan two pass. Permasalahan utama adalah pada kemampuan SDM dalam mengoperasionalkan penggilingan. Saat ini kemampuan SDM yang ada masih rendah, untuk itu diperlukan perbaikan manajemen usaha dan kemampuan SDM melalui pembinaan dan bimbingan. f. Penataan ulang penggilingan padi di Indonesia dengan tidak hanya fokus pada prosessing beras tetapi juga melakukan pengelolaan hasil-hasil sampingan seperti: dedak, bekatul, sekam yang selama ini harganya lebih murah daripada nilainya. Perlu mendapat perhatian hasil sampingan ini kalau dimanfaatkan dapat menghasilkan nilai yang besar tapi permasalahannya karena mayoritas penggilingan padi di Indonesia adalah PPK, sehingga hasil sampingannya sedikit, tidak terkumpul dalam jumlah besar dalam satu lokasi, sehingga menjadi tidak efisien bila dilakukan pengolahan. Dalam pemanfaatan hasil sampingan perlu dilakukan/dibangun model agribisnis terpadu. g. Hal-hal yang perlu ditinjaklanjuti dalam pengelolaan penggilingan padi antara lain: 1) Saat ini database yang akurat mengenai ketersediaan dan kondisi penggilingan padi belum ada, untuk itu perlu di alokasikan dana dekon untuk pemetaan penggilingan 2) Untuk memudahkan pengawasan dan evaluasi penggilingan padi, pada tahun 2017 lebih diperlukan Revitalisasi dengan penerima penggilingan adalah kelompok tani/gapoktan bukan perorangan. 3) Tujuan Revitalisasi adalah meningkatkan rendemen, menurunkan susut hasil dan peningkatan mutu, untuk itu revitalisasi penggilingan padi sebaiknya dilakukan terhadap Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 30

31 konfigurasi mesin, manajemen dan SDM, kelembagaan serta regulasi. 4) Revitalisasi penggilingan dapat berupa mengganti sebagian alat, menambah alat atau mengganti seluruh alat (bukan membangun yang baru) pada kelompok tani yang sudah ada 5) Dalam pengalokasian penggilingan padi untuk menjadi kelompok yang berorentasi bisnis tidak sekedar jasa giling, sebaiknya diperhatikan luasan areal (minimal 100 ha), dan kemampuan penggilingan dalam operasionalnya. 6) Jika dilihat secara nasional penggilingan padi sudah mencukupi, tetapi jika dihitung per kabupaten/kecamatan/ desa, penyebaran penggilingan padi tidak merata sehingga ada daerah yang sudah tidak memerlukan penggilingan dan ada daerah yang masih memerlukan. Untuk itu perlu dilakukan pemetaan penggilingan padi. 7) Penggilingan Padi Kecil agar lebih menguntungkan dapat bekerjasama dengan Penggilingan Padi Besar (PPB) dalam bentuk kemitraan. 8) Jumlah penggilingan padi keliling sekitar unit (10,54. %), menurut narasumber penggilingan padi keliling kurang memperhatikan mutu beras, sehingga keberadaannya harus diregulasi. Namun berdasarkan informasi dari Kabupaten Serang keberadaan pengilingan masih diperlukan karena sifatnya hanya membantu rumah tangga untuk menggiling dalam kapasitas kecil. Untuk itu perlu diperlukan adanya regulasi sesuai dengan kondisi di masing-masing wilayah, agar tidak mengganggu penggilingan padi yang statisioner (tetap). 9) Sebagai langkah awal pemetaan penggilingan padi akan dilakukan di Provinsi Banten dan D.I. Yogyakarta. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 31

32 4. Focus Group Discussion (FGD) Pengelolaan Hibah Aset Bantuan Pemerintah Pusat & Tugas Pembantuan Provinsi Tahun 2016 di Jakarta. Focus Group Discussion (FGD) Pengelolaan Hibah Aset Bantuan Pemerintah Pusat & Tugas Pembantuan Provinsi Tahun 2016 dilaksanakan pada tanggal 24 Mei 2016 di Jakarta, diperoleh hasil sebagai berikut : a. Dalam rangka mengantisipasi permasalahan aset akibat alokasi bantuan pemerintah baik di Pusat dan Tugas Pembantuan Provinsi Tahun 2016, Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, menginisiasi pertemuan Focus Group Discussion (FGD) yang bertujuan untuk menginventarisir permasalahan dan langkah antisipasi sehingga pengelolaan hibah Bantuan Pemerintah Pusat & Tugas Pembantuan Provinsi Tahun 2016, khususnya untuk bantuan sarana pasca panen dan pengolahan hasil tanaman pangan. b. Pertemuan dibuka oleh Dirjen Tanaman Pangan dalam hal ini diwakili oleh Kasubdit Standardisasi & Mutu Direktorat PPHTP, dihadiri 40 orang peserta yang terdiri dari Kepala Bagian Keuangan & Perlengkapan Ditjen Tanaman Pangan, perwakilan dari Biro Keuangan & Perlengkapan Kementerian Pertanian, perwakilan dari lingkup Eselon II Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan lingkup Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan. Narasumber antara lain Inspektur II Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian, Kepala Biro Keuangan & Perlengkapan Kementerian Pertanian, perwakilan dari Direktorat Kekayaan Negara & Sistem Informasi Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Pertanian dan Sekretaris Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 32

33 c. Dirjen Tanaman Pangan dalam arahannya menekankan bahwa dalam mengelola hibah aset bantuan Pemerintah perlu memperhatikan aspek antara lain : (1) pihak yang terlibat atau tugas yang dimiliki dalam penyelesaian hibah aset Pemerintah Pusat dan Tugas Pembantuan di Daerah; (2) waktu dan proses (tahapan) dalam proses penyelesaian hibah aset bantuan Pemerintah serta (3) standar administrasi yang dibutuhkan dalam proses penyelesaian hibah aset bantuan Pemerintah. Hal ini sangat penting untuk meminimalsasi resiko yang timbul di kemudian hari. d. Inspektur II, Inspektur Jenderal Kementan menjelaskan bagaimana mempercepat proses hibah aset bantuan Pemerintah yaitu melalui peningkatan akuntabilitas manajemen pengelolaan Bantuan Pemerintah khususnya di setiap Satuan Kerja (Satker). Hal penting lainnya yang ditekankan oleh Inspektur II adalah perlu segera mungkin untuk menyusun Peraturan Menteri Pertanian terkait dengan pengaturan pengadaan Barang Milik Negara (BMN) di tingkat Satker Pusat yang faktanya barang tersebut diserahkan/hibah kepada pemerintah Daerah/ Masyarakat/Petani untuk menghindari permasalahan di kemudian hari. e. Perwakilan dari Direktorat Kekayaan Negara & Sistem Informasi Ditjen Kekayaan Negara Kementerian Keuangan menjelaskan Tata Cara Pelimpahan Aset Bantuan Pemerintah (Hibah) khususnya yang berasal dari Dana Dekonsentrasi maupun Tugas Pembantuan yang sesuai dengan PMK 156/PMK.07/2008 Jo. PMK 248/PMK.07/2010, dengan memperhatikan akun belanja barang yang sesuai dengan peruntukannya dan akun belanja penunjang kegiatan (pengadaan barang). f. Kepala Biro Keuangan dan Perlengkapan Kementerian Pertanian, menjelaskan bahwa pelaksanaan Anggaran Bantuan Pemerintah yang menggunakan MAK. 526 memerlukan pertanggungjawaban Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 33

34 administrasi 2 kali yakni : a) PMK Nomor 168/PMK.05/2015 untuk proses pencairan dan pertanggungjawaban anggaran, dan b) PMK Nomor 248/PMK.07/2010 atau PMK 96/PMK.06/2007 untuk penyerahan barang tersebut ke pemerintah daerah. Hal ini mengindikasikan agar proses pencairan anggaran serta proses berita acara hibah dari Kementerian Pertanian kepada Pemerintah harus menjadi perhatian seluruh satker. Agar ditetapkan kapan proses berita acara hibah tersebut dapat diproses, khususnya bantuan pemerintah dari MAK 526 dalam bentuk uang. g. Sekretaris Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, menyampaikan bahwa untuk mengelola bantuan Pemerintah Pusat dan Tugas Pembantuan Provinsi 2016 diperlukan strategi pengelolaan hibah aset dengan memperhatikan usulan nilai hibah aset, membentuk tim yang terjadwal baik di Pusat dan Daerah dan mendeskripsikan proses (tahapan) secara rinci. h. Isu penting yang berkembang dalam diskusi antara lain hubungan berbagai perubahan peraturan menteri keuangan, pengaturan pendelegasian kewenangan pengelola barang, ketegasan tata kelola bantuan pemerintah baik bentuk barang, uang dan jasa, serta kesejahteraan petugas SIMAK. i. FGD ditutup oleh Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan, dengan kesimpulan dan rencana tindak lanjut sebagai berikut : 1) Menyusun Form/SOP mengenai proses penyelesaian Hibah Aset Bantuan Pemerintah. 2) Membentuk tim dalam rangka penyelesaian distribusi bantuan dan penyelesaian hibah aset dengan melibatkan unsur terkait. 3) Membuat konsep surat kepada Biro Keuangan dan Perlengkapan perihal pendelegasian wewenang/tanggung Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 34

35 jawab terhadap penyelesaian hibah aset Bantuan Pemerintah. 5. Focus Group Discussion Penyusunan Harga Eceran Tertinggi (HET) Jagung di Provinsi Jawa Barat. Focus Group Discussion Penyusunan Harga Eceran Tertinggi (HET) Jagung dilaksanakan pada tanggal 12 Agustus 2016 di Bogor, Provinsi Jawa Barat, diperoleh hasil sebagai berikut : a. Kebijakan pengendalian harga jagung bertujuan untuk melindungi petani jagung dan konsumen jagung (pabrik pakan, peternak dan industry makanan). Kebijakan tersebut terdiri dari dua yaitu kebijakan harga dasar/harga batas bawah (floor price) untuk melindungi petani dan kebijakan harga maksimum/harga batas atas (ceiling price) untuk melindungi konsumen. Harga batas bawah jagung sudah ditetapkan sebesar Rp.3.150,-/kg menurut Permendag no.21 tahun 2016, sehingga harga batas atas perlu disusun. b. Saran terhadap kebijakan pengendalian harga baik penetapan Harga Batas Bawah maupun Harga Batas Atas, sebagai berikut 1) Harga Batas Bawah dan Harga Batas Atas tidak hanya sekali dalam setahun ditetapkan, namun perlu ditinjau ulang setiap periode tertentu atau setiap musim. Hal ini terkait karakter produksi pertanian memiliki time-lag. 2) Harga Batas Atas (EceranTertinggi) harus didasarkan HPP. 3) Penetapan harga tersebut agar diterapkan berbeda di tiap daerah atau berbasis wilayah, hal ini dilakukan mempertimbangkan bahwa produktivitas dan biaya yang dikeluarkan tiap daerah berbeda, sehingga struktur biaya (ongkos) agregat nasional tidak tepat dijadikan dasar penetapan harga. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 35

36 4) Untuk Harga Batas Atas diharapkan ditetapkan menjadi dua Harga Batas Atas yaitu Harga Batas Atas Tingkat Industri Berbasis Jagung dan Harga Batas Atas Pakan. 5) Pihak GPMT mengajukan Harga Eceran Tertinggi sebesar Rp ,-/kg sampai dengan Rp ,- / kg. Pengajuan harga tersebut berasal dari harga jagung di tingkat petani sebesar Rp ,- ditambahkan dengan biaya pedagang sebesar Rp. 100,-/kg dan biaya transportasi ke gudang pabrik pakan, yang bervariasi menurut daerah asal jagung. Dimanabiayatranportasidari Lampung ke Jakarta sebesar Rp.150,-/kg, Jateng ke Jakarta sebesarrp. 150,-/kg, Jatimke Jakarta sebesarrp. 250,-/kg, Sulselke Jakarta sebesarrp. 275,-/kg, Gorontaloke Jakarta sebesarrp. 425,- /kg, dan NTB ke Jakarta sebesarrp. 425,- / kg. c. Wacana penentuan impor berdasarkan indikasi kenaikan Harga Eceran Tertinggi Jagung perlu dipertimbangkan lagi. Indikasi kenaikan harga komoditas tanaman pangan terutama jagung di Indonesia tidak dapat dijadikan dasar penentuan impor, karena pasar jagung memiliki perilaku pasar sebagai berikut: 1) Struktur pasar yang oligopsoni, yaitu pasar jagung dikuasai oleh beberapa pedagang jagung 2) Asimetri Harga, dimana ketika terjadi kenaikan harga jagung di tingkat konsumen tidak tertransmisi dengan baik di tingkat produsen, sedangkan saat terjadi kenaikan di tingkat produsen akan tertransmisi dengan baik di tingkat konsumen. Sebaliknya ketika penurunan harga di tingkat konsumen akan tertransmisi dengan baik di tingkat produsen, sedangkan penurunan harga di tingkat produsen tidak tertransmis dengan baik di tingkat konsumen. 3) Distribusi dan konektivitas yang belumbaik, rantai pemasaran yang terlalu panjang dan biaya transportasi yang Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 36

37 masih relatif tinggi. Pemecahan dapat dilakukan dengan membenahi dan membangun infrastruktur logistik, sehingga hasil produksi jagung dari luar sentra produksi pakan dapat bersaing. d. Kebijakan pemerintah dalam penentuan dan memutuskan impor sebaiknya didasarkan atas data produksi yang akurat sehingga dapat dilakukan perencanaan impor untuk periode setahun. e. Disamping usulan harga eceran tertinggi jagung, beberapa solusi guna mengatasi Tata Niaga Jagung sebagai berikut : 1) Solusi jangka pendek Solusi jangka pendek terhadap gejolak harga dan masalahtata niaga jagung dapatdiatasi dengan kerjasama petani, Bulog dan pelaku usaha/pakan ternak. Pemerintah berperan intervensi pasar melalui Bulog dengan membeli jagung petani untuk mem- perpendek rantai niaga. Selanjutnya Bulog dapat menjual jagung langsung ke industri. 2) Solusi jangka panjang a) Penerapan konsep Geographic Economic Menurut konsep Geographic Economic, menganjurkan agar produsen dan konsumen dalam satu lokasi geografis, maka supaya sejalan dengan konsep tersebut diharapkan provinsi sentra produksi jagung masih dalam satu lokasi dengan konsumen jagung yaitu pabrik pakan dan peternak. Dari 10 besar sentra produksi jagung di Indonesia yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB, NTT, Lampung, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Sulawesi Selatan dangorontalo, belum seluruhnya dalam satu lokasi dengan pabrik pakan. Provinsi Gorontalo, NTB dan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 37

38 NTT belum mempunyai pabrik pakan, sedangkan provinsi Banten yang bukan sentra produksi jagung memiliki 15 pabrik pakan, sehingga kebutuhan jagung pabrik pakan di Banten harus di datangkan dari provinsi lain yang akan menyebabkan harga jagung menjadi lebih mahal karena menanggung biaya transportasi lebih tinggi. Pengembangan jangka kedepan adalah mengembangkan Provinsi Banten sebagai sentra produsen jagung sekaligus sentra konsumen yang sudah lebih dulu ada, sebaliknya untuk Provinsi Gorontalo, NTB dan NTT perlu dibangun pabrik pakan dan dikembangkan peternakan agar dapat menyerap jagung petani yang tersedia cukup banyak. Penerapan konsep untuk mendekati produsen jagung tersebut sudah dilakukan peternak petelur sejak 20 tahun yang lalu, upaya itu diharapkan dapat dilaksanakan peternak lain dan pabrik pakan. b) Pencarian alternative bahan penyusun pakan ternak selain jagung Perlu dikaji lebih lanjut untuk gagasan mencari alternative bahan penyusun pakan ternak selain jagung dengan komposisi nilai gizi yang sama dengan jagung. Di Amerika jagung digunakan sebagai bahan pakan karena Amerika memiliki produksi jagung yang massive, sedangkan di Indonesia alangkah sangat mewah jika jagung dijadikan salah satu komponen bahan pakan padahal Indonesia memiliki alternative bahan pakan lain yang sangat berlimpah dengan kandungan gizi yang sangat memenuhi. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 38

39 c) Guna memenuhi kebutuhan jagung pakan ternak, maka investor industri pakan ternak supaya berkontribusi investasi pada bisnis budidaya jagung skala luas (cornestate) pada lahan-lahan potensial yang masih tersedia 500 ribu ha di Luar Jawa maupun integrasi/tumpangsari jagung di lahan Perhutani dengan luas 265 ribu ha. Industri pakan ternak agar menyerap produksi jagung dalam negeri dan tidak mengandalkan jagung impor, mengingat potensi lahan dan sumberdaya sangat tersedia. Ini merupakan solusi permanen dalam rangka pemenuhan kebutuhan pakan ternak. 6. Focus Group Discussion (FGD) Penguatan Mutu dan Keamanan Pangan (Beras) Berbasis SNI di Provinsi Jawa Barat. Focus Group Discussion (FGD) Penguatan Mutu dan Keamanan Pangan (Beras) Berbasis SNI dilaksanakan pada tanggal Agustus 2016 di Bogor Provinsi Jawa Barat, diperoleh hasil sebagai berikut : a. FGD bertujuan untuk mendapatkan masukan dari pihak-pihak terkait dalam jaminan mutu dan keamanan beras nasional. Dalam hal ini diperlukan langkah-langkah nyata sesuai dengan Standar Nasional Indonesia, antara lain: 1) SNI 6128:2015 tentang Beras 2) SNI 7313:2008 tentang Batas Maksimum Residu Pestisida Hasil Pertanian; 3) SNI 7385:2009 tentang Batas Maksimum Kandungan Mikotoksin Dalam Pangan; 4) SNI 7387:2009 tentang Batas Maksimum Cemaran Logam Berat Dalam Pangan; Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 39

40 5) SNI 7388:2009 tentang Batas Maksimum Cemaran Mikroba Dalam Pangan; 6) SNI 7501:2009 Batas Maksimum Cemaran Kimia Tertentu Dalam Pangan. b. Pertemuan FGD dihadiri 60 orang peserta perwakilan Dinas lingkup Pertanian (22 Provinsi), Perum BULOG, Kementerian Perdagangan, Setjen Kementerian Pertanian, Badan Ketahanan Pangan, PERPADI, perwakilan dari unit eselon 2 lingkup Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. Narasumber dari Badan Standardisasi Nasional (BSN), Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementerian Pertanian, Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan, Sekretaris Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Balai Besar Pasca Panen Badan Litbang Kementerian Pertanian. c. Pertemuan FGD dibuka oleh bapak Dirjen Tanaman Pangan. Dalam arahan bapak Dirjen disampaikan bahwa Beras merupakan bahan makanan pokok bagi masyarakat Indonesia sehingga menjadi komoditas strategis. Indonesia merupakan pasar besar untuk komoditi beras. Hal inilah yang membuat pelaku bisnis perberasan berlomba-lomba mengejar keuntungan. Berbagai situasi berat terjadi antara lain kecurangan kualitas beras, ketidaksesuaian informasi kemasan dengan isi kemasan dan lain-lain. Untuk memberikan perlindungan konsumen dan menjamin keamanan pangan (food Safety) serta jaminan harga maka diperlukan sertifikasi mutu beras berlabel Standar Nasional Indonesia (SNI). d. Point penting hasil diskusi dengan narasumber dan para peserta FGD sebagai berikut: 1) Sesuai dengan UU No. 20 tahun 2014 tentang standardisasi dan Penilaian Kesesuaian diatur bahwa dalam hal berkaitan dengan kepentingan keselamatan, keamanan, kesehatan, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 40

41 atau pelestarian fungsi lingkungan hidup, Kementerian/ Lembaga Pemerintah non kementerian berwenang menetapkan pemberlakuan SNI Secara Wajib dengan Peraturan Menteri atau Peraturan Kepala Lembaga Pemerintah Non Kementerian. 2) Penerapan wajib SNI beras akan dilakukan secara bertahap. Sebagai unit terakhir yang melakukan penanganan beras sebelum dipasarkan, RMU memiliki peran yang sangat strategis untuk menghasilkan beras sesuai SNI. Berdasarkan survey BPS tahun 2012 Indonesia memiliki RMU baik milik perorangan maupun milik poktan/gapoktan. Dari jumlah tersebut 1635 diantaranya merupakan fasilitasi dari pemerintah dari tahun 2011 s/d ) Peserta FGD sepakat untuk membuat pilot project penerapan wajib SNI Beras pada beberapa RMU. Masingmasing perwakilan Provinsi menyerahkan data 2 (dua) profil pengusaha penggilingan padi yang sudah mendapatkan fasilitasi dari Pemerintah dan menginformasikan sarana dan prasarana yang diperlukan untuk menghasilkan beras sesuai SNI (dryer, separator, grader dan packing dll). Sebanyak 40 pelaku usaha penggililingan padi akan dijadikan sebagai pilot project penerapan sistem jaminan mutu dan keamanan pangan berbasis SNI dan dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang diperlukan untuk menghasilkan beras sesuai SNI. 4) Proses penguatan RMU dengan melengkapi sarana dan prasarana yang diperlukan harus dibarengi dengan evaluasi tentang fasilitasi yang telah diberikan sebelumnya. Evaluasi juga dilakukan terhadap komitmen Poktan/gapoktan untuk berkembang sebagai lembaga usaha yang dinamis dan ikut serta dalam menciptakan pasar di masing-masing daerah. Komitmen pemerintah pusat dan daerah sangat diperlukan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 41

42 untuk mendorong penciptaan pasar bagi poktan/gapoktan (atau diistilahkan hadir di pasar secara riil) dengan mengembangkan produk yang mengacu pada SNI (baik kelas premium maupun medium). 5) Mengingat Pelabelan tanda SNI tidak hanya berdasarkan pada pengujian produk akhir saja melainkan harus membuktikan konsistensi pemenuhan kesesuaian terhadap SNI dengan menerapkan sistem jaminan mutu yang terdokumentasi maka diperlukan pengawalan dan pendampingan terhadap RMU yang dijadikan pilot project agar mampu menerapkan sistem jaminan mutu yang tepat. 6) RMU dijadikan sebagai basis informasi terkait stok beras dan harga dan diharapkan membantu pemerintah dalam memperoleh data stok dan harga serta sekaligus membantu pemerintah untuk mengembangkan stok di BULOG dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip mutualisme. 7) Pelaku usaha penggilingan padi harus mampu mendefinisikan kualitas mutu beras yang akan dihasilkan (premium atau medium) dan jumlah beras yang dapat dihasilkan secara kontinyu. 8) Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan, akan menindaklanjuti beberapa hasil kesepakatan FGD sebagai berikut : a) Melakukan koordinasi bersama instansi terkait dalam rangka penyederhanaan aturan dan standar terkait dengan sertifikasi jaminan mutu dan keamanan pangan khususnya pada komoditas pangan. b) Menyusun Road Map Penerapan Wajib SNI Beras di tingkat penggilingan padi. c) Menyusun pedoman/panduan teknis dalam rangka penerapan SNI pada RMU Binaan Pemerintah. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 42

43 III PELAKSANAAN KEGIATAN PELAPORAN A. Laporan Mingguan, Bulanan, Tahunan, LAKIN Pelaporan merupakan kegiatan penting yang dapat dijadikan tolak ukur dalam menentukan perencanaan kegiatan di tahun berikutnya, keterlambatan maupun kelalaian dalam pembuatan laporan akan menjadi evaluasi kinerja dan pertimbangan dalam pengambilan suatu kebijakan. Dengan pelaporan dapat diketahui pencapaian hasil, kemajuan serta kendala yang ditemukan dalam pelaksanaan kegiatan. Laporan Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan terdiri dari : 1) Laporan Mingguan Laporan mingguan disajikan secara rutin pada hari senin (Rapat Pimpinan A atau B) selama periode tahun 2016, laporan mingguan memuat infomasi mengenai Perkembangan Pelaksanaan Kegiatan Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan. 2) Laporan Bulanan Laporan bulanan disajikan pada minggu ke-2 setiap bulan selama periode tahun 2016, Laporan bulanan melaporkan perkembangan pelaksanaan kegiatan berikut pemasalahan dan alternatif solusi untuk kegiatan yang dilaksanakan pada setiap bulan selama periode tahun ) Laporan Tahunan Laporan tahunan disajikan pada akhir pelaksanaan kegiatan dengan memaparkan hasil yang telah dicapai dari pelaksanaan kegiatan selama tahun 2016, dengan adanya laporan tahunan diharapkan akan menjadi evaluasi serta acuan dalam melakukan kegiatan di tahun berikutnya. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 43

44 4) Laporan Kinerja (LAKIN). LAKIN merupakan salah satu bentuk pertanggungjawaban Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan (PPHTP) dalam melaksanakan tugas dan fungsi selama tahun LAKIN juga merupakan wujud akuntabilitas pelaksanaan tugas dan fungsi Direktorat PPHTP menuju terwujudnya tata pemerintahan yang baik (good governance), wujud transparansi dan akuntabilitas kepada masyarakat, sebagai alat kendali dan pemacu peningkatan kinerja setiap unit organisasi dilingkungan Direktorat PPHTP, dan sebagai salah satu alat untuk mendapatkan masukan dari stakeholders demi perbaikan kinerja Direktorat PPHTP ditahun berikutnya. B. Sistem Pengendalian Intern Sistem Pengendalian Intern (SPI) diselenggarakan secara menyeluruh terhadap proses perancangan dan pelaksanaan kebijakan, serta perencanaan, penganggaran, dan pelaksanaan anggaran dilingkungan pemerintahan. Kegiatan SPI telah dilaksanakan di beberapa provinsi diantaranya Provinsi Jawa Tengah, Sumatera Selatan, Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi Tenggara. Tujuan dari SPI adalah tercapainya efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan di lingkungan Kementerian, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundangundangan. Kegiatan SPI dilakukan melalui sosialisasi dan koordinasi ke provinsi dan kabupaten terkait dengan pelaksanaan program dan kegiatan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan realisasi kegiatan, serta penyampaian informasi terkait laporan kegiatan ke Direktorat PPHTP sesuai SOP. Pada umumnya daerah masih perlu pemberian pengarahan maupun bimbingan agar pelaksanaan program dan kegiatan sesuai dengan SOP. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 44

45 Hasil Pembinaan SPI yang dapat disampaikan sebagai berikut: 1) Pembinaan SPI Kegiatan Bantuan Sarana Pascapanen Tanaman Pangan dilakukan mulai dari proses penetapan dan pengesahan SK CPCL, melakukan verifikasi administrasi terkait CPCL, melakukan sosialisasi dan koordinasi ke Kabupaten pelaksana bantuan sarana pascapanen dan juga menyusun pelaksanaan dan penyampaian laporan ke dit. PPHTP 2) Kegiatan pengendalian yang dilaksanakan sudah dikaitkan dengan penilaian dan penanganan resiko akan tetapi belum sepenuhnya sesuai SOP. 3) Penentuan CPCL penerima bantuan seringkali tidak berdasarkan aspek teknis, tetapi aspek lain yang tidak dapat dipertanggungjawabkan sehingga menyebabkan bantuan tidak optimal pemanfaatannya. 4) Tidak dilaporkannya perkembangan pelaksanaan kegiatan penanganan pascapanen dari Daerah ke Pusat menyebabkan banyak masalah yang tidak diketahui Pusat. 5) Titik kritis pada kegiatan pemasaran hasil tanaman pangan yaitu belum tersedianya data luas lahan, produksi, produktivitas, dan harga jual sehingga belum mempunyai dasar untuk pengajuan kegiatan yang prioritas terutama terkait ekspor. 6) Kendala utama yang dihadapi oleh petani padi ketan di Lumajang menurut Ketua Poktan Margorejo II (Imam Husairi) adalah masalah pengeringan, karena dengan penjemuran sinar matahari membutuhkan waktu yang lama selama 7-10 hari mengingat curah hujan yang tinggi di Lumajang. 7) Titik kritis pengadaan sarana pascapanen di Provinsi Sulawesi Tenggara sebagai berikut: a) Keterlambatan pengadaan sarana UPH seperti Disk Mill yang harus melalui lelang sedangkan Tim ULP dari Badan Layanan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 45

46 Pengadaan Daerah SDMnya terbatas sehingga waktu tunggu untuk proses pengadaan mencapai satu bulan. b) Respon dari penyedia barang terhadap kerusakan alat perlu ditingkatkan (perlu peningkatan layanan purna jual). 8) Titik kritis pelaksanaan penyelesaian bangunan Vertical Dryer jagung di Provinsi Nusa Tenggara Timur pada tahun 2016 merupakan penyelesaian bangunan yang tidak terealisasi di tahun Realisasi bangunan sudah 100% di Sumba Barat Daya. Kabupaten TTU, TTS, dan Sumba Timur realisasi bangunan masih 90% dan telah selesai pemasangan kecuali di Nagekeo, pemasangan menunggu teknisi dari PT Rutan. C. Rapat Evaluasi Kegiatan Tahun 2016 dan Persiapan Pelaksanaan Kegiatan Tahun 2017 Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan. Dalam rangka mengevaluasi capaian kinerja fisik dan anggaran 2016 dan persiapan pelaksanaan kegiatan 2017,Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan, menyelenggarakan Rapat Evaluasi Kegiatan Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan pada tanggal November 2016 di Ruang Rapat Pangan Kementerian Pertanian. P2BN, Direktorat Jenderal Tanaman Pertemuan dibuka oleh Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan dan mendapat pengarahan Direktur Jenderal Tanaman Pangan. Peserta pertemuan pejabat yang menangani kegiatan pascapanen, pengolahan, pemasaran dan standardisasi mutu hasil tanaman pangandari pusat dan dari 29 Provinsi, perwakilan dari Direktorat Serealia. Narasumber oleh Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan, Direktur Serealia, Kepala Balai Besar Benih Sukamandi. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 46

47 Pokok pokok hasil pertemuan sebagai berikut : 1) Realisasi anggaran Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan sebesar Rp ,- atau 87,99% dari pagu anggaran Rp ,- meliputi : 1) Pusat 36,48%, 2) Dekonsentrasi 48,94, 3) Tugas Pembantuan 91,62%. (Posisi s/d tanggal 14 November 2016). 2) Kendala yang dihadapi pada pelaksanaan kegiatan antara lain penetapan CPCL tidak dilakukan dengan baik, beberapa sarana terlambat tayang di LKPP, adanya revisi APBN pada tahun berjalan (revisi penghematan jilid I dan II), penyaluran bantuan sering terlambat, poktan penerima tidak memahami cara penggunaan sarana, dan keterbatasan kapasitas dan jumlah SDM pada pelaksana program dan kegiatan terutama di kabupaten/kota sertasarana tidak dimanfaatkan pada tahun berjalan karena lewat musim panen. 3) Untuk kegiatan bantuan sarana pascapanen dan pengolahan tanaman pangan tahun 2016 perlu ditindaklanjuti antara lain : a) Alsintan Pascapanen harus dimanfaatkan sepanjang tahun dan Evaluasi bantuan mengacu kepada kinerja alsin minimal serta fasilitasi yang diberikan mendukung program tanam/panen serentak dan dikelola melalui Sistem Brigade sampai tingkat kecamatan b) Bantuan yang tidak dimanfaatkan oleh poktan/gapoktan dalam satu tahun, Dinas Pertanian Provinsi/Kabupaten segera melakukan realokasi atau mengupayakan kemitraan dengan memperhatikan potensi dan kemampuan calon poktan/gapoktan penerima serta melaporkan ke pusat. c) Seluruh bantuan sarana pascapanen diinventarisir (nama poktan, nama ketua, nomor HP, alamat) dan dievaluasi pemanfaatannya. Dinas Provinsi/ Kabupaten/Kota segera menghubungi penyedia barang untuk melakukan pelatihan dan apabila terjadi perubahan CPCL penerima bantuan, agar segera di laporkan ke Pusat. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 47

48 d) Dinas Provinsi dan Kabupaten agar membentuk Brigade Alsintan dan menyiapkan dukungan pengelolaan sarana (gudang, kendaraan untuk memobilisasi alat, biaya pengelolaan alsin). Dalam pembentukan Brigade Alsintan ditetapkan oleh SK Bupati (untuk Brigade Kabupaten) dan SK Gubernur (Brigade Provinsi) dan perlu disusun Pakta Integritas untuk pengguna alsintan pada Brigade sehingga ada tanggung jawab dari pengguna/penerima bantuan. e) Untuk memudahkan pengelolaan alsintan, Dinas Pertanian Kabupaten/ Kota/Provinsi didorong untuk membentuk UPTD Alsintan/mekanisasi yang berfungsi sebagai koordinator pendayagunaan alsintan. f) Provinsi yang mengalami tunda bayar kegiatan 2016 ke tahun 2017 agar melakukan langkah-langkah sebagai berikut : 1) melakukan addendum kontrak antara KPA/PPK dengan pihak penyedia barang dan disampaikan ke KPPN setempat, 2) memastikan penyediaan anggaran pada DIPA RKA-K/L 2017 sebesar kegiatan yang ditunda bayar, 3) berkoordinasi secara terus menerus dengan satker mandiri di masing-masing provinsi, KPPN, dan pusat, 4) mempersiapkan dan menyelesaikan dokumen pelaksanaan kegiatan dan tagihan pada akhir tahun g) Bagi provinsi yang masih dalam proses SP2D, agar segera dilaksanakan realisasi SP2D paling lama bulan November 2016 dan segera siapkan dokumen untuk pembayaran di tahun 2017 untuk kegiatan tunda bayar h) Optimalisasi pemanfaatan dan pengelolaan bantuan sarana pascapanen dan pengolahan di daerah perlu dilakukan dengan memperhatikan titik kritis penyaluran dan pemanfaatan sehingga perlu dukungan provinsi/kabupaten berupa pendampingan bimbingan teknis, penguatan manajemen, komunikasi dengan sektor hilir untuk meningkatkan jaminan pembelian hasil produk Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 48

49 pascapanen serta pelaporan pemanfaatan bantuan sehingga dampak bantuan dan kontribusi bantuan sarana yang diberikan terhadap susut panen dapat evaluasi. 4) Peserta memberikan komitmen untuk data/dokumen yang belum lengkapakan disampaikan ke Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan paling lama Minggu l Bulan Desember ) Untuk persiapan pelaksanaan kegiatan tahun 2017 perlu diperhatikan : a) Segera dilakukan penetapan CP/CL pada bulan November - Desember 2016 dengan tetap memperhatikan wilayah sentra tanaman pangan, luas tanam, topografi lahan, tingkat ketersediaan dan kebutuhan, kesiapan prasarana pendukung di kabupaten dll. b) Kontrak tahap I minimal 50% pada Bulan Januari 2017 c) Penyedia barang wajib mengambil Uang Muka 20% d) Inventarisasi data bantuan per jenis alsintan dan catat kinerja alsintan e) Segera lakukan pelimpahan asset, apabila Brigade alsintan di Kabupaten, pelimpahan asset dari Provinsi ke Kabupaten, dan apabila brigade alsintan di Provinsi, maka pelimpahan asset dilakukan dari Pusat ke Provinsi. f) Penentuan CPCL untuk fasilitasi sertifikasi sistem pertanian organik harus memenuhi persyaratan sudah melakukan budidaya organic dan berbentuk kelompok/gapoktan sedangkan penentuan CPCL untuk sertifikasi SNI Beras harus memenuhi persyaratan memiliki sarana penggilinan padi yang sesuai dengan prinsipprinsip Good Manufacturing Practices (GMP); Sudah menghasilkan beras dalam kemasan eceran; berbentuk kelompok/gapoktan. g) Mendorong Petugas Pelayanan Informasi Pasar (PIP) agar penyampaikan informasi harga, stok, analisa usaha, supplly demand dilakukan secara rutin sesuai petunjuk teknis dan mengupayakan penyediaan dana tambahan dari sumber APBD Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 49

50 untuk mendukung kinerja petugas PIP yang tidak mendapatkan anggaran APBN. 6) Sejalan dengan peningkatan produksi padi harus didorong serapan gabah beras untuk kecukupan stok Bulog agar cadangan beras untuk operasi pasar, bencana alam, beras rastra terpenuhi sehingga tidak diperlukan impor. 7) Hasil pertemuan ini agar ditindaklanjuti dalam rangka mendorong percepatan pelaksanaan kegiatan dan anggaran 2016 dan menjadi bahan masukan dalam perencanaan dan pelaksanaan pada tahun 2017 D. Rapat Percepatan Pelaksanaan Kegiatan Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan. Rapat Percepatan Pelaksanaan Kegiatan Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan dilaksanakan pada tanggal Juni 2016 di Jakarta, diperoleh hasil sebagai berikut : a. Rapat Percepatan Pelaksanaan Kegiatan Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman PanganSebagai tindak lanjut dari arahan Presiden Joko Widodo terkait percepatan penyerapan anggaran b. Rapat diselenggarakan oleh Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan (PPHTP) dalam rangka sinkronisasi dan proses penyelesaian serapan anggaran tahun 2016, c. Rapat dibuka oleh Direktur Jenderal Tanaman Pangan Dr. Ir. Hasil Sembiring, M.Sc dan dihadiri oleh perwakilan Dinas Pertanian Provinsi se-indonesia. Narasumber antara lain Staf Ahli Menteri Pertanian, Inspektur II, Kepala Biro Keuangan dan Perlengkapan, Sekretaris Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Direktur PPHTP. d. Dalam rapat tersebut Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan meminta komitmen penyerapan anggaran yang ditandatangani oleh perwakilan Dinas Pertanian yang hadir. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 50

51 IV PELAKSANAAN KEGIATAN PENGELOLAAN SARANA PASCAPANEN DAN PENGOLAHAN HASIL TAN.PANGAN Salah satu Kebijakan Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan adalah mengamankan produksi melalui penurunan susut hasil, peningkatan mutu hasil dan peningkatan nilai tambah. Penggunaan sarana pascapanen dan pengolahan hasil tanaman pangan memiliki peranan penting dan strategis dalam mendukung peningkatan produktivitas, efisiensi kerja, kualitas, nilai tambah dan daya saing. Selain itu penggunaan sarana pascapanen dapat mengatasi masalah kelangkaan tenaga kerja di sektor pertanian yang banyak terjadi di daerah. Fasilitasi Sarana Pascapanen dan Pengolahan Hasil Tanaman Pangan APBN tahun 2016 berupa Combine Harvester Kecil ; Combine Harvester Sedang ; Combine Harvester Besar ; Vertical Dryer Padi Kapasitas 30 ton/proses dan Kapasitas 3,5-6 ton/proses ; Power Thresher ; Fasilitasi RMU + Bangunan ; Polisher ; Destoner/pemisah batu, Corn Combine Harvester ; Corn Sheller ; Vertical Dryer Jagung Kapasitas 3,5-6 ton/proses ; Power Thresher Multiguna ; Sarana Pengangkut Hasil Pertanian Roda 3 Jenis sarana pascapanen diharapkan minimal memiliki laporan uji/test Report atau Sertifikat Produk Pengguna Tanda Standar Nasional Indonesia (SPPT-SNI) yang masih berlaku dari lembaga pengujian alsintan yang sudah terakreditasi, sedangkan untuk Unit Pengolahan Hasil (UPH) jagung/kedelai tidak dipersyaratkan memiliki test report atau SNI. Sarana Pascapanen Tanaman Pangan diharapkan dapat membantu Kelompok tani/gapoktan/upja/masyarakat agar tahapan pascapanen dan pengolahan hasil tanaman pangan menjadi efisien, menurunkan susut hasil, dan memberikan nilai tambah bagi kesejahteraan seluruh anggota. Sumber pembiayaan untuk pengadaan dan penyaluran sarana adalah dari APBN pada DIPA Tugas Pembantuan Provinsi di masing-masing Satker Dinas Pertanian Provinsi. Bantuan Sarana Pascapanen dan Pengolahan Hasil Tanaman Pangan tahun 2016 yang telah dialokasikan melalui dana APBN dengan rincian sebagai berikut : Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 51

52 1) Bantuan Sarana Pascapanen Padi tahun 2016 terdiri dari : Pengadaan Pusat a. Combine Harvester Kecil pengadaan pusat sebanyak 564 unit direvisi menjadi : (1) Combine Harvester Kecil sebanyak 355 unit, (2) Combine Harvester Besar sebanyak 43 unit, dan (3) Power Thresher sebanyak 166 unit. b. Sarana pascapanen jagung (Corn Combine Harvester) sebanyak 82 unit (tidak dilaksanakan) Pengadaan TP Provinsi a. Combine Harvester Kecil semula sebanyak unit yang direvisi menjadi unit, dan pada DIPA revisi 4 menjadi unit. b. Combine Harvester Sedang sebanyak unit menjadi unit c. Combine Harvester Besar sebanyak 340 unit menjadi 403 unit dan pada DIPA revisi 4 menjadi 385 unit d. Power Thresher semula sebanyak unit menjadi unit dan pada DIPA revisi 4 menjadi unit e. Vertical Dryer Padi Kap.30 Ton/proses+Bangunan sebanyak 2 unit f. Vertical Dryer Padi Kap.3,5-6 Ton/proses+Bangunan sebanyak 3 unit g. Sarana Pengering Padi (FBD) sebanyak 20 unit (penghematan) h. Fasilitasi RMU sebanyak 115 unit (dibatalkan sesuai hasil RDP dengan DPR tgl 15 Februari 2016) direvisi menjadi 23 unit untuk penyelesaian tahun 2015 i. Polisher sebanyak 22 unit j. Destoner sebanyak 2 unit (penghematan) 2) Bantuan Sarana Pascapanen Jagung tahun 2016 terdiri dari: a. Corn Sheller sebanyak unit menjadi unit, dan pada DIPA Revisi 4 direvisi menjadi unit. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 52

53 b. Vertical Dryer Jagung kapasitas 3,5 6 ton+bangunan sebanyak 5 unit menjadi 15 unit c. Corn Combine Harvester sebanyak 180 unit menjadi 177 unit. d. Gudang/Lantai Jemur Jagung sebanyak 1 paket (dibatalkan sesuai hasil RDP dengan DPR tgl 15 Februari 2016) 3) Bantuan Sarana Pascapanen Kedelai Power Thresher Multiguna sebanyak unit. 4) Sarana Angkut Roda 3 sebanyak 700 unit menjadi 719 unit, dan pada DIPA Revisi 4 direvisi menjadi 737 unit. 5) Sarana pengolahan berupa Unit Pengolahan Hasil (UPH) Jagung sebanyak 60 unit pada DIPA Revisi 4 direvisi menjadi 49 unit ; dan Unit Pengolahan Hasil (UPH) Kedelai sebanyak 30 unit direvisi menjadi 29 unit Jenis Kegiatan, Volume dan Anggaran Bantuan Sarana Pascapanen dan Pengolahan Hasil Tanaman Pangan Tahun 2016, selengkapnya disajikan pada tabel berikut : Tabel 7 : Fasilitasi Sarana Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2016 No Jenis Kegiatan Pengadaan Target Awal Target Revisi 1 Target Revisi 2 Target APBNP I Target APBNP II Unit Rp Unit Rp Unit Rp Unit Rp Unit Rp Sarana Pascapanen + Pengolahan 8, ,686,000,000 22,652 1,762,817,266,000 26,693 2,051,579,673,000 27,002 1,859,061,651,000 26,990 1,857,258,601,000 1 Sarana Pascapanen (Pusat + TP Provinsi) 7, ,186,000,000 22,562 1,749,317,266,000 26,603 2,038,079,673,000 26,912 1,845,675,798,000 26,912 1,845,672,498,000 A Pusat 64 8,320,000, ,320,000, ,320,000, ,446,800, ,443,500,000 Combine Harvester Kecil 64 8,320,000, ,320,000, ,320,000, ,138,500,000 Combine Harvester Besar ,070,000,000 Power Thresher ,735,000,000 Sarana Pascapanen Jagung ,500,000,000 B Daerah (Sarana Pascapanen + Pengolahan) 7, ,866,000,000 21,998 1,675,997,266,000 26,039 1,964,759,673,000 26,266 1,758,228,998,000 26,266 1,758,228,998,000 1 Combine Harvester Kecil 2, ,000,000,000 4, ,592,000,000 6, ,589,000,000 5, ,268,084,000 5, ,268,084,000 2 Combine Harvester Sedang 1, ,000,000,000 2, ,510,000,000 2, ,510,000,000 2, ,054,202,000 2, ,054,202,000 3 Combine Harvester Besar ,000,000, ,000,000, ,000,000, ,174,361, ,174,361,000 4 Power Thresher ,000,000,000 1,000 22,275,000,000 2,916 65,890,000,000 3,042 58,791,021,000 3,042 58,791,021,000 5 Vertical Dryer Padi + Bangunan (Kap 30 ton) 2 5,498,000, ,800,000, ,800,000, ,799,900, ,799,900,000 6 Vertical Dryer Padi + Bangunan (kap 3,6-6 ton) 3 2,382,000, ,310,000, ,810,000, ,680,985, ,180,985,000 7 Pengering Padi 20 1,100,000, ,100,000,000 8 RMU ,400,000, ,250,000, ,265,803, ,372,803, ,372,803,000 9 Polisher ,000, ,000, ,140, ,140, Destoner 2 600,000, ,000, ,000, ,000, ,000, Gudang/Lantai Jemur 1 1,365,396, Corn Combine Harvester 2 700,000, ,200,000, ,200,000, ,116,881, ,116,881, Corn Sheller 2,000 56,000,000,000 6, ,580,000,000 6, ,580,000,000 6, ,271,521,000 6, ,271,521, Vertical Dryer Jagung + Bangunan Kap (3,5-6) 1 814,000, ,136,870, ,136,870, ,073,863, ,573,863, Power Thresher Multiguna 300 8,472,000,000 6, ,188,000,000 6, ,188,000,000 6, ,435,858,000 6, ,435,858, Sarana angkut ,000,000, ,200,000, ,200,000, ,623,379, ,623,379,000 2 Sarana Pengolahan 90 13,500,000, ,500,000, ,500,000, ,385,853, ,586,103,000 1 UPH Jagung 60 9,000,000, ,000,000, ,000,000, ,921,268, ,271,518,000 2 UPH Kedelai 30 4,500,000, ,500,000, ,500,000, ,464,585, ,314,585,000 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 53

54 A. Kriteria Calon Penerima Fasilitasi Sarana Pascapanen Tanaman Pangan meliputi : 1) Kriteria Lokasi Kriteria lokasi mempertimbangkan beberapa hal sebagai berikut : a) Memenuhi persyaratan teknis untuk operasional sarana pascapanen atau pengolahan hasil disesuaikan kondisi spesifikasi lokasi. b) Memperhatikan ketersediaan dan kebutuhan sarana sejenis di wilayah tersebut dengan prioritas tingkat kejenuhan sarana pascapanen dan pengolahan hasil tanaman pangan yang masih rendah. c) Mendukung upaya khusus peningkatan produksi padi, jagung dan kedelai dalam rangka pencapaian swasembada berkelanjutan padi, serta swasembada jagung dan kedelai. d) Lokasi dryer padi sebaiknya lebih diprioritaskan pada lokasi yang terintegrasi dengan unit penggilingan padiyang sudah ada dan masih aktif, sedangkan untuk dryer jagung dengan unit processing jagung; e) Khusus sarana pengangkut hasil pertanian roda-3 untuk mendukung kegiatan Seribu Desa Mandiri Benih. 2) Kriteria Penerima Penerima sarana pascapanen dan pengolahan hasil tanaman pangan adalah Kelompok tani/gapoktan/upja/masyarakat dan Pemerintah Daerah dengan persyaratan sebagai berikut: a) Kelompok tani/gapoktan/upja/masyarakat Lainnya. (1) Kelompoktani/Gapoktan/UPJA/Masyarakat yang me-miliki keabsahan (pengukuhan) dari instansi yang berwenang dan direkomendasikan oleh Dinas Pertanian. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 54

55 (2) Bersedia, mau dan mampu mengoptimalkan bantuan, bertanggung jawab dalam memanfaatkan dan merawat bantuan sarana pascapanen atau pengolahan hasil tanaman pangan yang diterimanya dengan baik. (3) Bersedia memanfaatkan dan mengelola sarana pascapanen atau pengolahan hasil tanaman pangan untuk mendukung upaya khusus peningkatan produksi padi, jagung dan kedelai, serta peningkatan nilai tambah. (4) Penerima bantuan sarana pascapanen pada tahun 2015tidak boleh menerima kembali bantuan yang sama pada tahun (5) Khusus penerima bantuan sarana pengering/dryerdan RMU harus menyediakan lahan sebagai tempat bangunan yang dikukuhkan dengan surat pernyataan hibah atau hak guna pakai. b) Pemerintah Daerah (1) Bersedia mengelola bantuan sarana dalam bentuk Brigade yang memiliki keabsahan (pengukuhan) dari instansi yang berwenang. (2) Bersedia menyediakan gudang penyimpanan sarana. (3) Bersedia memobilisasi sarana. (4) Bersedia mengalokasikan dana APBD untuk biaya pemeliharaan sarana. 3) Mekanisme Penetapan Calon Penerima dan Calon Lokasi (CPCL) a) Calon penerima sarana pascapanen dan pengolahan hasil tanaman pangan mengajukan usulan/proposal kepada Kepala Dinas Pertanian Kabupaten/Kota. Selanjutnya Kepala Dinas Pertanian Kabupaten/Kotamenyampaikan usulan CPCL kepada Dinas Pertanian Provinsi. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 55

56 b) Usulan CPCL tersebut diseleksi oleh tim verifikasi yang ditunjuk oleh Kepala Dinas Pertanian Provinsi selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pimpinan unit kerja yang mengelola kegiatan sarana tersebut selaku KPA. c) Tim verifikasi melakukan seleksi CPCL berupa seleksi administrasi dan seleksi aspek teknis. d) Usulan CPCL selanjutnya ditetapkan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Provinsi dan disahkan oleh Kepala Dinas Pertanian Provinsi selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). SK penetapan CPCL tersebut disampaikan kepada Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, C.q Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan. e) Hasil CPCL yang telah ditetapkan oleh Dinas Pertanian Provinsi tersebut merupakan dasar penyaluran bantuan sarana kepada penerima bantuan. f) Pengadaan sarana pascapanen atau pengolahan hasil menggunakan sistem e-purchasing ataue-catalog. Sedangkan untuk pengadaan sarana pascapanen atau pengolahan hasil tanaman pangan yang belum tercantum dalam e-purchasing atau e-catalog, bangunandryer danbangunan RMU dilakukan dengan metode pelelangan atau sesuai dengan ketentuan yang berlaku. g) Spesifikasi teknis sarana pascapanen atau pengolahanhasil tanaman pangan secara rinci/detail ditentukan oleh masing-masing Provinsi sesuai spesifik lokasi atau kebutuhan daerah, dan tetap memperhatikan aspek kualitas saranadalam rangka meningkatkan kinerja sarana dan kualitas hasil. 4) Distribusi Sarana a) Bantuan sarana didistribusikan sampai ke titik bagi sesuai kesepakatan dalam dokumen kontrak antara Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dengan Penyedia Barang/Sarana. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 56

57 b) Penyaluran bantuan tersebut harus dinyatakan dalam Berita Acara Pemeriksaan dan Serah Terima Hasil Pekerjaan (BAP-STHP) dari penyedia kepada Kepala Dinas Pertanian Kabupaten/Kota atau pejabat yang mewakili Kepala Dinas Pertanian. Format BAP-STHP tersebut sebagaimana tercantum pada Lampiran 2. c) Dinas Pertanian Kabupaten/Kota menerbitkan Surat Pernyataan bersedia menerima bantuan sarana yang ditandatangani oleh Kepala Dinas atas nama Pemerintah Daerah dengan format sebagaimana Lampiran 3. d) Surat BAP-STHP dan Surat Pernyataan sebagaimana tersebut pada butir 3)dan butir4)digunakan sebagai dasar pembayaran kepada pihak penyedia. e) Penyerahan bantuan sarana kepada Kelompok tani/ Gapoktan/UPJA/Masyarakat dengan Berita Acara Serah terima menjadi tanggung jawab Kepala Dinas Pertanian Kabupaten/Kota. Berita Acara tersebut disampaikan kepada Dinas Pertanian Provinsi dan tembusan ke Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Cq. Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan, segera setelah penyerahan sarana. f) Penyerahan bantuan sarana tersebut agar dilengkapi dokumentasi foto saat penyerahan sarana, baik dari Penyedia kepada Dinas Pertanian Provinsi/Kabupaten serta Dinas Kepada Kelompok tani/gapoktan/upja/ Masyarakat. g) Sarana yang didistribusikan harus dalam keadaan baik, baru, terakit sempurna, lengkap dan dilakukan uji coba (running test). h) Apabila dalam pelaksanaannya terdapat sarana yang tidak dimanfaatkan oleh penerima bantuan, maka Dinas Pertanian Kabupaten/Kota dapat merelokasi sarana tersebut ke kelompok lainnya di wilayah kecamatan yang sama/antar kecamatan. Apabila diperlukan relokasi antar Kabupaten/Kota, maka menjadi kewenangan Kepala Dinas Pertanian Provinsi. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 57

58 i) Sarana pengering (vertical dryer) atau penggilingan padi (rice milling unit/rmu), sebelum didistribusikan terlebih dahulu disiapkan bangunan dryeratau RMUsesuai dengan anggaran yang tersedia. j) Ukuran bangunandryeratau RMUdisesuaikan dengan dimensi sarana dryer atau RMU dan kelengkapannya; k) Untuk sarana dryer atau RMU, pihak penyedia barang diharuskan untuk melakukan pemasangan instalasi dan merakit komponen dryer atau RMUhingga siap dioperasikan; l) Penyedia barang menjamin bahwa barang tersebut memenuhi persyaratan teknis, baik kuantitas maupun kualitasnya dan memperhatikan jaminan layanan purna jual dan suku cadang; m) Penyedia barang diharuskan melaksanakan pelatihan operasional sarana pascapanen, agar operator dapat memahami penggunaan dan pemeliharaan sarana tersebut; n) Setiap sarana bantuan diberi tanda dengan grafir/plat nama (name plate) terbuat dari plat yang pemasangannya dirivet secara rapi, sehingga tidak mudah untuk dihilangkan dan ditempatkan dibagian sarana yang mudah terlihat. Plat nama mencantumkan sumber pendanaan kegiatan dantahun pengadaan. Selain itu perlu juga dicantumkan kontak person produsen(nama dan nomor telepon)yang mudah dihubungi bila terjadi kerusakan. Tata letak name plate dan kontak person penyedia barangditentukan oleh penyedia barang. 5) Penatausahaan Aset Bantuan Mekanisme penatausahaan aset dari bantuan Pemerintah yang diserahkan kepada masyarakat (MAK 526) mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 248/PMK.07/2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 156/PMK.07/2008 tentang Pedoman Pengelolaan Dana Dekonsentrasi dan Tugas Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 58

59 Pembantuan dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.06/2007 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, dan Pemindahtanganan Barang-Barang Milik Negara. B. Realisasi Pelaksanaan Kegiatan Pengelolaan Sarana Pascapanen dan Pengolahan Hasil Tanaman Pangan Tahun Realisasi pelaksanaan kegiataan pengadaan Sarana Pascapanen dan Pengolahan Hasil Tanaman Pangan Tahun 2016, sebagai berikut : 1. Realisasi Fisik Realisasi Fisik Pelaksanaan Kegiatan Pengelolaan Sarana Pascapanen dan Pengolahan Hasil Tanaman Pangan Tahun 2016 sebanyak unit (100% dari target unit setelah pemblokiran atau 98,29 dari target awal unit), meliputi : a. Sarana Pascapanen sebanyak unit (100% dari target setelah pemblokiran atau 98,29% dari target awal unit) b. Sarana Pengolahan sebanyak 78 unit (100 % dari target setelah pemblokiran atau 86,67 % dari target awal 90 unit) 2. Realisasi Keuangan Realisasi keuangan Pelaksanaan Kegiatan Pengelolaan Sarana Pascapanen dan Pengolahan Hasil Tanaman Pangan Tahun 2016 sebesar Rp ,- (90,95% dari Pagu Rp ,- atau 94,64% dari kontrak Rp ,-), meliputi : a. Sarana Pascapanen sebesar Rp ,- (90,99% dari Pagu Rp ,- atau 94,68% dari kontrak Rp ,-) b. Sarana Pengolahan sebesar Rp (84,89% dari Pagu Rp ,- atau 88,91% dari kontrak Rp ,- ) Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 59

60 Realisasi Pelaksanaan Kegiatan Pengelolaan Sarana Pascapanen dan Pengolahan Hasil Tanaman Pangan Tahun Selengkapnya disajikan pada tabel berikut : Tabel 8 : Realisasi Pelaksanaan Kegiatan Pengelolaan Sarana Pascapanen dan Pengolahan Hasil Tanaman Pangan Tahun Penyaluran Kontrak Realisasi SP2D Volume Jenis Kegiatan Pengadaan Nilai (Rp) BASTB (unit) % thd % Thd Rp % Unit % Unit % Rp pagu Kontrak Sarana Pascapanen + Pengolahan 26,990 1,857,258,601,000 1,784,942,473, , , ,689,256,923, I Pusat ,443,500,000 63,235,770, ,960,615, Combine Harvester Kecil ,138,500,000 41,272,290, ,960,615, Combine Harvester Besar 43 21,070,000,000 19,190,820, Power Thresher 166 3,735,000,000 2,772,660, Tunda bayar Sarana Pascapanen 82 20,500,000,000 Penghematan II Daerah (Sarana Pascapanen + Pengolahan) 26,344 1,769,815,101,000 1,721,706,703, , , ,653,296,308, Sarana Pascapanen 26,266 1,758,228,998,000 1,710,644,709, , , ,643,461,235, Combine Harvester Kecil 5, ,268,084, ,082,300, , , ,265,092, Combine Harvester Sedang 2, ,054,202, ,775,918, , , ,335,562, Combine Harvester Besar ,174,361, ,734,013, ,734,013, Power Thresher 3,042 58,791,021,000 53,851,821, , , ,196,517, Vertical Dryer Padi + Bangunan (Kap 30 ton) 2 5,799,900,000 5,394,199, ,394,199, Vertical Dryer Padi + Bangunan (kap 3,6-6 ton) 3 2,180,985,000 2,180,985, ,180,985, Pengering Padi 20 1,100,000,000 Penghematan 7 RMU 23 3,372,803,000 2,935,800, ,935,800, Polisher ,140, ,131, ,131, Destoner 2 600,000,000 Penghematan 10 Corn Combine Harvester ,116,881,000 59,375,020, ,375,020, Corn Sheller 6, ,271,521, ,333,866, , , ,063,260, Vertical Dryer Jagung + Bangunan Kap (3,5-6) 15 5,573,863,000 5,253,986, ,253,986, Power Thresher Multiguna 6, ,435,858, ,682,894, , , ,682,895, Sarana angkut ,623,379,000 25,177,771, ,177,771, Pengolahan 78 11,586,103,000 11,061,994, ,835,073, UPH Jagung 49 7,271,518,000 6,906,606, ,973,698, UPH Kedelai 29 4,314,585,000 4,155,387, ,861,375, Realisasi fisik dan keuangan Pelaksanaan Kegiatan Pengelolaan Sarana Pascapanen dan Pengolahan Hasil Tanaman Pangan Pusat dan Provinsi Tahun 2016, selengkapnya disajikan pada Tabel Lampiran 4-5 Realisasi fisik kegiatan di daerah sudah terlaksana (sudah BASTB), namun proses pencairan dana tidak dapat lanjutkan di beberapa provinsi karena adanya penghematan, sehingga akan dialokasikan kembali pada tahun 2017 melalui mekanisme tunggakan. Provinsi yang mengalami tunggakan pembayaran telah dilakukan verifikasi oleh BPKP (anggaran kegiatan 2 Milyar) dan telah ada surat pernyataan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 60

61 dari KPA Provinsi (anggaran 200 juta). Provinsi yang mengalami Tunggakan Pembayaran, selengkapnya disajikan pada tabel berikut : Tabel 9 : Tunggakan Pembayaran Kegiatan Tahun 2016 No Provinsi Satker Penyedia Uraian Kontrak Volume (Unit) Tunda Bayar (Rp) Perkembangan TOTAL TUNGGAKAN ,500,260, RIAU 19,552,200,000 Berita Acara Pemeriksaan RIAU PT. RUTAN Pengadaan Combine Harvester Sedang 70 7,986,400,000 RIAU PT. PURA BARUTAMA Pengadaan Power Thresher ,600,000 RIAU PT. OM HWAHAHA Pengadaan Combine Harvester Kecil ,035,200, BENGKULU 988,182,300 Verifikasi Ulang BENGKULU PENGADAAN BARANG CORN SHELLER TK PJK- PT. TANIKAYA MULTI 2T, PERLENGKAPAN CORN SHELLER (TERPAL SARANA UKURAN 6X6 M, MASKER DAN KACAMATA UNTUK OPERATOR) ,606,000 BENGKULU PT. TANIKAYA MULTI SARANA PENGADAAN BARANG POWER THRESER TYPE TK PT 1000, PERLENGKAPAN POWER THRESER (TERPAL UKURAN 6X6 M) 5 124,704,000 BENGKULU CV. TUJUH PUTRA MANUNGGAL PENGADAAN UPH JAGUNG 2 298,760,000 BENGKULU CV. SEGGAY GROUP PENGADAAN UPH KEDELAI 2 294,112, KALSEL 21,266,205,000 Sudah ada Laporan BPKP KALSEL PT RUTAN Pengadaan Combine Harvester Kecil ,266,205, KALTIM 18,611,221,516 Sudah ada Laporan BPKP KALTIM PT. PURA BARUTAMA Pengadaan Combine Harvester Kecil 20 2,469,371,727 BASTB 100% KALTIM PT. PURA BARUTAMA Pengadaan Combine Harvester Kecil, Combine Harvester Sedang 25 3,329,229,804 KALTIM PT. PURA BARUTAMA Pengadaan Combine Harvester Kecil 10 1,234,685,864 KALTIM PT. PURA BARUTAMA Pengadaan Combine Harvester Kecil, Combine Harvester Sedang 40 5,181,258,599 KALTIM PT. PURA BARUTAMA Pengadaan Combine Harvester Kecil 3 370,405,759 KALTIM PT. PURA BARUTAMA Pengadaan Combine Harvester Kecil 15 1,852,028,795 KALTIM PT. PURA BARUTAMA Pengadaan Combine Harvester Kecil 17 2,098,965,968 KALTIM PT. OM HWAHAHA Pengadaan Combine Harvester Kecil 17 2,075,275, NTT 5,729,350,120 Verifikasi Ulang NTT PT. OM HWAHAHA Pengadaan Combine Harvester Kecil 50 5,114,000,000 NTT CV. KARYA SULUNG Pengadaan Sarana Pengolahan Jagung di Kabupaten Belu TA ,885,760 NTT CV KARYA PRATAMA Pengadaan Sarana Pengolahan Jagung di Kabupaten Lembata TA ,205,000 NTT CV DERISTAN Pengadaan Sarana Pengolahan jagung di Kabupaten Nagekeo TA ,259, PUSAT 27,275,205,000 Laporan BPKP Belum diterima PUSAT PT YANMAR Pengadaan CHB, CHK dan PT ,275,205, DI YOGYAKARTA Fasilitasi Sertifikasi Pertanian Organik 54,710,000 Laporan KPA Sudah diterima 8. SULTENG Fasilitasi Sertifikasi Pertanian Organik 23,187,000 Laporan KPA Sudah diterima Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 61

62 V PELAKSANAAN KEGIATAN SUBDIT PASCAPANEN A. Sosialisasi dan Bimbingan Kegiatan Penanganan Pascapanen Tanaman Pangan 1. Bimbingan Teknis Penanganan Pascapanen Tanaman Pangan Bimbingan teknis merupakan kegiatan pembinaan yang dilakukan secara sistematis oleh Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan dan Dinas Pertanian Provinsi/Kabupaten/Kota kepada petugas/petani/poktan/ gapoktan. Prosedur dan teknologi yang digunakan dalam penanganan pascapanen cukup beragam karena pengaruh internal (tanaman/komoditas) dan eksternal (manusia/ konsumen, teknologi, lingkungan). Melalui bimbingan teknis diharapkan dapat meningkatkan kualitas SDM (petugas dinas pertanian, petani/kelompoktani) yang menangani kegiatan pascapanen. Bimbingan teknis penanganan pascapanen tanaman pangan bertujuan memberikan bimbingan secara sistematis kepada individu maupun kelompok agar mengetahui, memahami, mau, dan mampu mengimplementasikan serta memecahkan berbagai masalah yang dihadapi. Bimbingan teknis merupakan sarana manajemen yang berkesinambungan dalam mempengaruhi perilaku SDM yang menangani kegiatan pascapanen. Bimbingan Teknis penanganan pascapanen tanaman pangan dilaksanakan melalui surat, telepon, , diskusi, dan kunjungan lapang ke beberapa Provinsi/Kabupaten hingga kunjungan ke poktan/gapoktan. Hasil bimbingan teknis penanganan pascapanen tanaman pangan yang telah dilaksanakan sebagai berikut: a. Hal-hal yang disampaikan petugas pada saat bimbingan teknis 1. Kebijakan Pascapanen: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 62

63 a) Mengurangi susut hasil tanaman pangan untuk menyelamatkan produksi; b) Penanganan pascapanen yang baik dan benar melalui penerapan Good Handling Practices (GHP); c) Meningkatkan kapasitas kelembagaan bidang pascapanen tanaman pangan dan SDM; d) Fasilitasi dan optimalisasi pemanfaatan sarana pascapanen tanaman pangan 2. Tujuan Pemberian Bantuan Sarana Pascapanen: a) Mendorong penerapan mekanisasi pertanian b) Meningkatkan efisiensi usahatani dan penanganan pascapanen c) Memberi kontribusi terhadap penurunan susut hasil dan meningkatkan mutu hasil tanaman pangan. b. Manajemen 1. Manajer/Ketua Poktan : a) Memilih dan menunjuk operator alsintan, b) Memilih dan menunjuk petugas administrasi pengelolaan alsintan, c) Membuat rencana kerja pelayanan jasa Alsintan di wilayahnya maupun di wilayah lain yang terjangkau oleh kelompok tani, d) Berusaha mencari konsumen/pengguna jasa alsintan, e) Mengendalikan dan mengawasi operator dalam mengoperasikan alsintan, f) Menetapkan biaya sewa/bagi hasil penggunaan alsintan, biaya operasional, biaya pemeliharaan dan kas kelompok; Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 63

64 2. Operator : a) Mengoperasikan alsintan untuk melayani permintaan petani, b) Melakukan pemeliharaan, perawatan dan penyimpanan alsintan untuk menghindarkan alat dari kerusakan dan tindakan pencurian, c) Melakukan pencatatan-pencatatan mengenai kegiatan operasional alsintan seperti pemakaian bahan bakar, luas areal yang dilayani, jumlah hasil perontokan, jam kerja mesin, dan sebagainya, d) Melaporkan hasil kerja operasional alsintan yang menjadi tanggung jawabnya kepada manajer/ketua poktan. c. Permasalahan Permasalahan dalam kegiatan bimbingan teknis penangananan pascapanen tanaman pangan sebagai berikut : 1) Di beberapa daerah masih berlangsung budaya pascapanen yang dilakukan secara tradisional sehingga menyebabkan tingginya losses, seperti budaya ngeprik di Jawa Barat, budaya ngasak di Jawa Tengah, dan budaya mepes di Nusa Tenggara Barat. Budaya tersebut dengan sengaja menyisakan gabah dimalai dengan cara tidak dirontok seluruhnya yang nantinya akan dipungut oleh anggota kelompok dibelakang regu pemanenan. Pada daerah seperti ini umumnya alat panen maupun perontok masih sulit diterima oleh buruh pemanen. 2) Kemampuan petani untuk mengakses teknologi alsintan masih terbatas, sementara disisi lain tuntutan penggunaan alsintan juga dibutuhkan di wilayah yang kekurangan tenaga kerja pertanian ditingkat pedesaan. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 64

65 3) Kebiasaan petani dalam penanganan pascapanen masih menggunakan teknologi sederhana (sabit, gebot, dan lantai jemur), sehingga tingkat kehilangan hasil (losses) cukup tinggi dan mutu hasil panen masih rendah. 4) Terbatasnya pengetahuan penyuluh/kcd tentang penanganan pascapanen, karena selama ini penyuluh/kcd lebih terfokus pada teknik budidaya. d. Upaya Pemecahan masalah 1) Diperlukan adanya pendekatan terhadap petani maupun masyarakat, baik melalui petugas penyuluh maupun dari dinas pertanian setempat untuk memberikan pemahaman tentang pentingnya penanganan pascapanen yang baik dan benar agar produktivitas yang didapat tetap tinggi dan menguntungkan petani. Mengikutsertakan petani/buruh pemanendari poktan/ gapoktan pada saat demo alat/uji coba bantuan alat pascapanen. 2) Memberikan bahan informasi perkembangan teknologi dan sarana pascapanen oleh petugas Dinas Pertanian Provinsi/Kabupaten/Kota kepada petani/kelompoktani melalui sosialiasi, bimbingan teknis, pameran, panen raya, demplot, dan sebagainya, agar petani/poktan mengetahui dan memahami penanganan pascapanen melalui mekanisasi. 3) Pemberian dukungan informasi dan bimbingan teknis yang lebih intensif terkait penanganan pascapanen dari petugas Dinas Pertanian Provinsi/Kabupaten/Kota kepada poktan/ gapoktan agar susut hasil dapat lebih ditekan dan mutu yang dihasilkan bisa lebih baik. 4) Meningkatkan pengetahuan tentang penanganan pascapanen dan pengenalan teknologi/inovasi dan sarana pascapanen oleh petugas Dinas Pertanian Provinsi/ Kabupaten/Kota kepada penyuluh/kcd, petani/ kelompoktani. Mengikut- Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 65

66 sertakan penyuluh/kcd, petani/ operator/teknisi dari poktan/ gapoktan penerima bantuan jika terdapat pelaksanaan pelatihan/apresiasi dalam rangka menambah pengetahuan dan teknologi serta meningkatkan Sumber Daya Manusia. 2. Penguatan Pengelolaan Bantuan Sarana Pascapanen Kegiatan Penguatan Pengelolaan Sarana Pascapanen Tanaman Pangan dilaksanakan dengan melakukan pertemuan di Hotel Aston Pasteur Bandung pada tanggal 26 s/d 29 April 2016, dibuka oleh Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan. Pertemuan terdiri atas pembekalan materi dan kunjungan lapang ke Kabupaten Indramayu. Hasil pertemuan diperoleh hasil sebagai berikut: a. Narasumber dari Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian Serpong ; Bulog-Kadivre Jawa Barat ; Balai Pengkajian dan Penerapan Teknologi Pertanian Yogyakarta ; Balai Besar Pascapanen dan Institut Pertanian Bogor. Jumlah peserta sebanyak 102 orang terdiri dari kelompok tani penerima bantuan paket model padi (19 orang), jagung (8 orang) dan kedelai (5 orang) serta pendamping petugas provinsi dan kabupaten (40 orang) ; Kepala Bidang, Kepala Seksi dan staf yang menangani kegiatan pascapanen dan tanaman pangan pada Dinas Pertanian Provinsi Jawa Barat dan peserta pusat. b. Penanganan pascapanen merupakan hal yang penting dilakukan dalam rangka penyediaan pangan dan pasokan bahan baku untuk industri yang berkualitas dan berperan penting dalam menurunkan susut hasil, mempertahankan mutu hasil panen, meningkatkan nilai tambah dan daya saing. c. Dalam upaya mendorong penerapan penanganan pascapanen yang baik dan benar pemerintah telah memfasilitasi bantuan sarana pascapanen sejak tahun 2011 sampai sekarang dengan jumlah bantuan yang sangat banyak. Bantuan tersebut harus Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 66

67 dikelola secara professional agar dapat bermanfaat dan berkembang menjadi suatu usaha yang menguntungkan petani. d. Gapoktan penerima bantuan sarana pascapanen diharapkan dapat berkontribusi dalam meningkatkan produksi dan mengamankan potensi susut hasil serta berpartisipasi dalam program pemerintah melalui Toko Tani Indonesia (TTI) dan Serapan Gabah Petani (Sergap). e. Program-program pemerintah harus disinergikan dengan BULOG, karena pemerintah berkewajiban memberikan RASKIN kepada masyarakat miskin. Untuk itu diminta kepada Gapoktan agar dapat menjalin kerjasama dan bersinergi dengan BULOG dalam penyediaan gabah/beras. f. Untuk memperkuat pilar ketersediaan pangan diharapkan 10 % produksi/tahun dari petani dapat disalurkan kepada BULOG sehingga dapat memenuhi kubutuhan stok beras nasional. g. Gapoktan yang telah memiliki penggilingan padi dapat melakukan kerjasama pengadaan beras/gabah dengan BULOG dengan mencantumkan Surat Rekomendasi dari Dinas Pertanian. h. Dalam upaya peningkatan pengelolaan sarana pascapanen diperlukan komitmen Gapoktan penerima bantuan untuk mengelola sarana pascapanen dan bertanggung jawab dalam memanfaatkan serta merawat fasilitasi yang diterima dengan baik. i. Pengelolaan sarana pascapanen harus didasarkan pada Manajemen Usaha yang meliputi perencanaan, administrasi pengorganisasian dan pengawasan, sehingga dapat memberikan manfaat yang optimal bagi Gapoktan. j. Dalam pengelolaan bantuan sarana pascapanen, gapoktan agar berorientasi bisnis/keuntungan, memiliki pengelola/manejer dan operator yang terampil serta ada variasi pola pengembangan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 67

68 kemitraan usaha dan pasar sehingga sarana yang diberikan memiliki kinerja yang baik. k. Kelompok tani/gapoktan agar dapat merencanakan pemanfaatan dana hasil usaha pelayanan jasa sarana dan menyisihkan sebagian dana ke dalam kas kelompok untuk biaya perawatan dan perbaikan serta menambah sarana pascapanen yang dibutuhkan. l. Bantuan sarana yang diterima harus dilakukan pemeliharaan dan perawatan mesin secara berkala, hal ini penting dilakukan untuk menjaga dan menjamin mesin dalam kondisi baik, memperpanjang umur ekonomi penggunaan mesin dan menjamin efektivitas kerja mesin. m. Pemanfaatan bantuan sarana pascapanen yang diterima petani belum optimal, hal ini disebabkan keterampilan petani (operator alsintan) dalam menggunakan alat mesin masih kurang. Untuk itu diperlukan bimbingan teknis tentang perawatan dan cara menggunakan alat mesin kepada kelompok penerima bantuan serta bimbingan dan pembinaan yang intensif dari petugas terhadap SDM pengelola. n. Kunjungan Lapang ke Kelompok Tani Weringin di Desa Langgeng Sari, Kecamatan Lelea kabupaten Indramayu. Kelompok tani Weringin merupakan penerima bantuan Vertical dryer padi tahun Sarana tersebut telah dimanfaatkan sebanyak 20 kali dalam 1 x musim panen tahun 2016 sebanyak 120 ton gabah. Pada acara kunjungan lapang dilakukan penjelasan dan praktek cara pengoperasian dan pemeliharaan sarana pengering dryer, pemipil jagung Corn Sheller dengan klobot dan Power Thresher padi. Melalui kunjungan lapangan diharapkan peserta dapat memperoleh pengalaman dan meningkatkan motivasi dalam pengelolaan sarana pascapanen tanaman pangan. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 68

69 o. Hasil Evaluasi terhadap 19 Gapoktan penerima paket model padi, 8 gapoktan penerima paket model jagung dan 5 penerima paket model kedelai sebagai berikut: 1) Pada umumnya sarana bantuan sudah dipergunakan oleh gapoktan penerima, namun belum berjalan optimal. Salah satu Gapoktan yang sudah berhasil yaitu Gapoktan Tani Makmur Jaya di Kabupaten Lumajang, yang saat ini sudah mampu mengelola gabah menjadi beras sebanyak ton. 2) Beberapa gapoktan sudah bekerjasama dalam kegiatan penyerapan/penjualan gabah dengan Bulog (Provinsi Jawa Timur, Sumatera Selatan, dan Lampung); Menjadi Mitra BKP melalui program Pengembangan Usaha Pangan Masyarakat memproduksi beras subsidi (Provinsi Lampung); bekerjasama dengan penangkar benih padi dan kedelai (Provinsi NTB). 3) Permasalahan dalam operasionalisasi bantuan sarana : (a) (b) (c) (d) (e) Terbatasnya pengetahuan operator, sehingga tidak dapat mengoperasionalkan alsin dengan baik. Kapasitas manajemen petani dalam mengelola secara bisnis masih terbatas. Petani tidak mempunyai modal untuk membeli gabah petani. Terbatasnya bengkel dan suku cadang alsintan di daerah Dryer kapasitas 3,5-4 ton dinilai kurang efektif dan efisien dibanding pengeringan manual (biaya operasional lebih tinggi). Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 69

70 3. Pengawalan Kegiatan Direktorat PPHTP Pengawalan kegiatan Direktorat PPHTP dilakukan melalui beberapa kegiatan seperti menghadiri rapat, panen, ataupun kegiatan lain dalam rangka mendukung kegiatan tanaman pangan. Kegiatan pengawalan dilakukan pada 8 provinsi yaitu: Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Banten, Bangka Belitung, Jawa Timur, dan Aceh. Hasil pengawalan kegiatan Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan sebagai berikut : a. Pengawalan kegiatan Direktorat PPHTP khususnya pada pengadaan sarana pascapanen dan pengolahan hasil tanaman pangan dilakukan mulai dari penetapan CPCL, proses kontrak, realisasi perkembangan pengadaan bantuan, pendistribusian barang, proses BASTB, dan BAST untuk hibah barang. b. Permasalahan yang ditemukan di lapangan pada saat pengawalan antara lain: 1) Pengembangan pascapanen, pengolahan dan pemasaran hasil tanaman pangandi Provinsi Kalimantan Utara terkendala infrastruktur yang belum tersedia dengan baik seperti letak geografis (sebagian besar wilayah kepulauan) antar Kabupaten yang tersebar dengan jarak yang cukup jauh, 2) Keterlambatan proses pemesanan di Provinsi Banten dan Provinsi Aceh terkendala beberapa hal, antara lain: terlambatnya usulan calon penerima calon lokasi (CPCL) dari Kabupaten, dan gangguan jaringan internet. 3) Pada umumnya sarana pascapanen yang sudah didistribusikan belum dimanfaatkan karena belum memasuki waktu panen. c. Arahan Menteri Pertanian dalam kunjungan kerjanya di beberapa Provinsi antara lain: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 70

71 1) Target luas tambah tanam tidak bisa dikurangi targetnya. Kabupaten yang dapat mencapai targetnya, akan diberikan tambahan anggaran. 2) Agar KalImantan Barat mandiri pangan dan menjadi salah satu sentra ekspor pangan ke Malaysia B. Penyaluran Alsintan Pascapanen 1. Monitoring dan Evaluasi Bantuan Combine Harvester Kecil Tahun 2016 Monitoring dan evaluasi dilakukan untuk mengetahui dengan pasti pencapaian hasil, kemajuan dan kendala yang dijumpai dalam pelaksanaan program dan kegiatan penanganan pascapanen tanaman pangan tahun 2016 serta perkembangan bantuan sarana pascapanen (pusat) agar dapat dipelajari untuk perbaikan pelaksanaan rencana program dan penyempurnaan kebijakan di tahun berikutnya. Monitoring dan evaluasi dilaksanakan melalui surat, telephon, , diskusi, kunjungan lapang ke beberapa provinsi/kabupaten/ hingga kunjungan ke gapoktan/poktan. Kegiatan Monitoring dan Evaluasi Penanganan Pascapanen Padi dilaksanakan di 16 (enam belas) Provinsi yaitu : Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Bengkulu, Jambi, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, DI Yogyakarta, Banten, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Tengah, Gorontalo. Berkaitan dengan perubahan/revisi POK 6 terdapat perubahan jenis sarana, semula Combine Harvester Kecil sejumlah 564 unit berubah menjadi: 355 unit Combine Harvester Kecil, 43 unit Combine Harvester Besar dan 166 unit Power Threser. Kegiatan monev mencakup monev pelaksanaan pemberian bantuan pemerintah berupa Combine Harvester Besar, Combine Harvester Kecil dan Power Thresher padi untuk meningkatkan ketersediaan sarana Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 71

72 pascapanen padi dalam rangka mendukung percepatan panen yang berkorelasi dengan percepatan tanam, guna membantu pencapaian target swasembada padi berkelanjutan. Sasaran kegiatan monev sebagai berikut : a. Terlaksananya pengendalian, monitoring dan evaluasi sesuai sasaran yang sudah ditetapkan. b. Terlaksananya pengadaan dan penyaluran bantuan sarana pascapanen padi sesuai ketentuan serta terpenuhinya kriteria/syarat dan kewajiban penerima bantuan. c. Termanfaatkannya sarana pascapanen padi secara optimal. Hasil monitoring dan evaluasi sebagai berikut : a. Bantuan combine harvester kecil untuk pengadaan pusat sebanyak 355 unit terdiri dari 5 tahap dan alat tersebut sebagian sudah di distribusikan ke kelompok tani. Selain combine harvester kecil, terdapat pula bantuan combine harvester besar sejumlah 43 unit dan power threser padi sejumlah 166 unit. Alat tersebut sebagian sudah di distribusikan ke kelompok tani. Pengadaan sarana tersebut dibagi menjadi 4 tahap, tahap I sebanyak 64 unit Combine Harvester Kecil dengan realisasi fisik 100%, tahap II Combine Harvester Kecil sebanyak 101 unit dengan realisasi fisik 100%, tahap III Combine Harvester Kecil sebanyak 84 unit dengan realisasi fisik 100%, tahap IV Combine Harvester Kecil sebanyak 62 unit dengan realisasi fisik 100%, tahap V Combine Harvester Kecil sebanyak 44 unit dengan realisasi fisik 100 %. Combine Harvester Besar sebanyak 43 unit sudah realisasi fisik 100%, Power Threser 166 unit sudah terealisasi 100%. b. Bantuan sarana yang sudah diterima petani sebagian telah dimanfaatkan oleh petani dan sebagian belum dimanfaatkan karena sudah lewat masa panen. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 72

73 c. Permasalahan yang ditemui dalam rangka monev sarana pascapanen padi antara lain : Tingkat Dinas Pertanian Kabupaten 1) Pengadaan bantuan sarana bersumber pada dana APBN pusat, sehingga pejabat/petugas yang menangani sarana pascapanen tanaman pangan kurang peduli untuk mengawal proses pengadaan dan berakibat pada terhambatnya realisasi pelaksanaan bantuan sarana pascapanen tanaman pangan (penandatangan BASTB). 2) Adanya pergantian pejabat/petugas yang menangani bantuan sarana pascapanen tanaman pangan ; pejabat/petugas yang baru kurang peduli untuk mengawal proses pengadaan, sehingga realisasi pelaksanaan bantuan sarana pascapanen tanaman pangan menjadi terhambat Tingkat Poktan/Gapoktan : 1) Kemampuan petani untuk mengakses teknologi sarana pascapanen masih terbatas, terutama teknologi baru seperti combine harvester, sementara disisi lain tuntutan penggunaan alsintan dibutuhkan ditengah kekurangan tenaga kerja pedesaan. 2) Di beberapa wilayah kesulitan memperoleh suku cadang jika terjadi kerusakan pada sarana bantuan yang diterima kelompoktani. 3) Minimnya pengetahuan petugas bengkel dalam memperbaiki sarana pascapanen yang rusak. d. Upaya Tindak lanjut dari permasalahan sebagai berikut: Tingkat Dinas Pertanian Kabupaten 1) Perlunya kebijakan dari Kepala Dinas dalam menetapkan petugas PPHP sesuai dengan keahlian yang dimiliki demi Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 73

74 kelancaran pelaksanaan kegiatan penanganan pasca panen tanaman pangan. 2) Apabila ada pergantian pejabat/petugas yang menangani bantuan Pascapanen TP maka pejabat/petugas lama memberikan informasi/bahan perkembangan pelaksanaan kegiatan tersebut kepada pejabat/petugas baru dan saling berkoordinasi, sehingga pelaksanaan kegiatan penanganan pascapanen padi segera direalisasikan setelah dilakukan identifikasi dan verifikasi terhadap gapoktan/poktan penerima bantuan. Tingkat Poktan/Gapoktan 1) Informasi perkembangan teknologi dan sarana pascapanen perlu disampaikan oleh petugas Dinas Pertanian provinsi/kabupaten/kota kepada petani/kelompoktani melalui sosialisasi, bimbingan teknis, acara pameran, panen raya, demplot, dan sebagainya. 2) Pelatihan pengoperasian perawatan dan perbaikan sarana perlu difasilitasi oleh produsen/pabrikan tempat pembelian sarana tersebut dan dilakukan saat merakit dan menguji coba sarana, serta saat pelatihan dan adanya jaminan purna jual dari pengadaan sarana tersebut. 3) Mengikutsertakan petani/operator/teknisi dari poktan/ gapoktan penerima bantuan jika terdapat pelaksanaan pelatihan/apresiasi dalam rangka menambah pengetahuan dan teknologi serta meningkatkan Sumber Daya Manusia. 2. Pengawalan Bantuan Sarana Pascapanen Tujuan pengawalan bantuan sarana pascapanen adalah memastikan bahwa kelompok penerima sesuai kriteria di pedoman teknis, sarana pascapanen yang diterima baik dan sesuai dengan spesifikasi yang Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 74

75 ditetapkan, serta mengetahui sejauh mana pemanfaatannya oleh poktan/gapoktan. Pengawalan bantuan sarana pascapanen dilakukan di 8 provinsi yaitu: Sulawesi Selatan, Jawa Barat, Banten, Sumatera Barat, Sulawesi Barat, Sumatera Selatan, Aceh, Jawa Tengah. Hasil dari kegiatan pengawalan sarana pascapanen sebagai berikut : a. Titik kritis pada tahapan pengadaan sarana adalah pada saat penetapan CPCL yaitu penetapan CPCL sering terlambat karena revisi usulan dari Kabupaten. b. Provinsi Sulawesi Selatan masih kekurangan sarana pascapanen, untuk memenuhi kekurangan tersebut sebagian diakomodir dari dana tugas pembantuan dan melalui kunjungan pimpinan. c. Secara umum kegiatan penanganan pascapanen di wilayah Kabupaten Sumedang, Jawa Barat masih manual. Bantuan sarana pascapanen Combine Kecil diharapkan dapat meningkatkan efesiensi usaha tani dan mempercepat waktu panen. d. Perlu dukungan pendanaan dari pemerintah dan stakeholders agar poktan/gapoktan dapat memiliki alsintan sendiri dan mampu memanfaatkannya. e. Banyak kelompok tani yang menyukai alsintan produk lokal karena sesuai dengan spesifik lokasi, suku cadang dan perbengkelan yang mudah karena tersedia di lokasi. f. Kemampuan kelompok tani dalam membeli alsintan pascapanen sangat terbatas, sehingga masih harus dibantu oleh pemerintah. C. Gerakan Penanganan Pascapanen Tanaman Pangan 1. Gerakan penanganan pascapanen tanaman pangan adalah kegiatan dalam upaya menyebarluaskan teknologi dan mendorong penerapan penanganan pascapanen tanaman pangan yang baik dan benar ( Good Handling Practise/GHP) melalui pembekalan bimbingan teknis dan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 75

76 demonstrasi penanganan pascapanen tanaman pangan kepada petugas daerah, petugas lapang dan petani selaku pengelola usahatani. 2. Kegiatan gerakan penanganan pascapanen tanaman pangan tahun 2016 telah dilaksanakan di dua (2) provinsi yaitu Provinsi Sulawesi Tengah (Gerakan Penanganan Pascapanen Jagung ) dan Provinsi Jawa Timur (Gerakan Penanganan Pascapanen Ubikayu ). a) Provinsi Sulawesi Tengah Gerakan penanganan pascapanen Jagung dilaksanakan pada tanggal 24 Agustus 2016, pada areal pertanaman Poktan Tani Mandiri, Desa Modo, Kecamatan Bukal, Kabupaten Buol. b) Provinsi Jawa Timur Gerakan penanganan pascapanen ubikayu dilaksanakan pada tanggal 4 Agustus 2016, pada areal pertanaman Poktan Baru Muncul, Desa Grogol, Kecamatan Sawoo, Kabupaten Ponorogo. 3. Gerakan penanganan pascapanen tanaman pangan bertujuan: a) Menggerakkan poktan/gapoktan beserta anggota dan petani di sekitarnya bersama dengan seluruh pemangku kepentingan (stakesholders) untuk melaksanakan gerakan penanganan pascapanen tanaman pangan, b) Mendorong terciptanya kesadaran dari seluruh pemangku kepentingan mengenai pentingnya usaha untuk menurunkan tingkat susut hasil tanaman pangan, c) Mendorong pemanfaatan sarana pascapanen tanaman pangan yang tersedia di daerah, d) Melakukan bimbingan teknis bagi poktan/gapoktan melalui peningkatan pengetahuan dan pengalaman tentang cara penggunaan sarana pascapanen tanaman pangan yang benar. 4. Hasil kegiatan gerakan penanganan tanaman pangan antara lain: a) Gerakan Penanganan Pascapanen Jagung di Kabupaten Buol Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 76

77 1) Program pemerintah Kabupaten Buol tahun 2014 dalam rangka peningkatan produksi jagung adalah Percepatan Pengentasan Kemiskinan melalui pengembangan tanaman jagung seluas ha di Kecamatan Paleleh, tahun 2015 seluas ha di Kecamatan Bukal, dan tahun 2016 seluas ha tersebar di Kecamatan Bunobogo, Bokat dan Momunu melalui pola integrasi antara jagung dan ternak sapi. Selain itu, di Kabupaten Buol telah memprogramkan Kegiatan Tanah Untuk Rakyat dengan membagikan sertifikat gratis seluas ha dan diharapkan dengan program tersebut pengembangan jagung hibrida di lahan khusus dapat meningkat menjadi ha. 2) Pemerintah daerah Kabupaten Buol telah mengeluarkan Peraturan Bupati tentang Penanganan Hasil Jagung yaitu apabila harga jagung rendah maka Pemerintah Daerah melalui Perusahaan daerah akan membeli jagung dengan harga terendah Rp ,-/kg. Hal tersebut dilakukan untuk mengatasi kendala dalam pemasaran jagung. 3) Bantuan sarana pengering tahun 2011 telah dimanfaatkan dengan optimal dan jagung hasil produksi poktan/gapoktan telah dipasarkan ke Gorontalo dan Surabaya. 4) Bantuan yang telah diterima dimanfaatkan dengan baik, dan diharapkan dapat menurunkan susut hasil, peningkatan mutu dan meningkatkan produksi jagung sehingga target nasional terpenuhi dan impor tidak diperlukan lagi. b) Gerakan Penanganan Pascapanen Ubikayu di Kabupaten Ponorogo 1) Kabupaten Ponorogo sangat potensial untuk pengembangan ubikayu dengan areal pengembangan sampai ha. Varietas ubi kayu yang ditanam pada umumnya adalah Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 77

78 varietas lokal (Vandemir) dengan produksi 35 ton/ha dengan kadar pati 30-35%. 2) Pada tahun 2016 di Kabupaten Ponorogo mendapat program pengembangan areal tanam ubi kayu seluas ha. 3) Produksi ubikayu di Kecamatan Sawoo umumnya diolah menjadi Mocaf dan telah menjalin kemitraan dengan PT Tiga Pilar, sehingga untuk pemasaran produksi mocaf tidak mengalami kesulitan. Model kemitraan yang dilakukan adalah dengan sistem cluster, setiap cluster merupakan kelompok tani yang dibina oleh PT Tiga Pilar. 4) Kelompoktani telah menerapkan prinsip zero waste dimana ubikayu yang dihasilkan tidak ada yang terbuang. Produksi yang dihasilkan antara lain mocaf, kulit ubikayu dan bonggol ubikayu untuk pakan ternak, serta nata de mocaf yang merupakan hasil olahan permentasi dari air pencucian ubikayu. Hasil produk nata de mocaf ditampung oleh PT Wong Coco di Yogyakarta. 5) Meskipun ubikayu bukan merupakan komoditas unggulan namun ubikayu dapat memberikan nilai tambah bagi petani. Untuk itu diperlukan inovasi teknologi dan peningkatan kemampuan kepada petani. D. Monitoring dan Evaluasi Penanganan Pascapanen Tanaman Pangan. Monitoring dan evaluasi penanganan pascapanen tanaman pangan tahun 2016 untuk mengetahui perkembangan program dan kegiatan penanganan pascapanen tanaman pangan dan permasalahan yang ada di daerah serta upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Monitoring dan evaluasi penanganan pascapanen tanaman pangan dilaksanakan pada 11 (sebelas) provinsi yaitu: Sumatera Utara, Jambi, Gorontalo, Kalimantan Tengah, Bengkulu, Kalimantan Barat, Sulawesi Tenggara, Bali, Sulawesi Barat, Lampung dan Jawa Timur. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 78

79 1. Hasil kegiatan monev penanganan pascapanen sebagai berikut : a) Penanganan pascapanen belum optimal, kehilangan hasil masih banyak terjadi di tahapan panen b) Belum ada koordinasi yang baik antar daerah dengan pusat dalam penanganan pascapanen, sehingga pemahaman teknologi penanganan pascapanen tanaman pangan belum diketahui dengan baik. c) Perlu sosialisasi untuk mengubah perilaku petani dalam penanganan pascapanen tanaman pangan dari tradisional menuju penerapan teknologi penanganan pascapanen yang baik dan benar. d) Perlu pelatihan dalam penerapan operasional alsintan pascapanen tanaman pangan kepada penerima barang khususnya untuk operator, agar peralatan yang diterima dapat dimanfaatkan secara maksimal. e) Poktan belum melakukan pembukuan dengan baik sehingga laporan keuangan pemanfaatan alsintan belum tersedia f) Bantuan alsin kurang sesuai dengan kondisi lahan sawah setempat, akibatnya daya kerja alsin tidak optimal, serta kurangnya teknisi alat sehingga pemanfaatan alat tidak optimal. g) Perlunya Pendampingan atau pelatihan dari Dinas Pertanian dan produsen. h) Kurangnya Permodalan i) Petani masih menyenangi menggunakan lantai jemur dalam pengeringan karena dianggap masih lebih murah daripada menggunakan mesin pengering. j) Sarana pascapanen yang telah dterima belum di tempatkan pada bangunan permanen yang utuh, sehingga disarankan kepada poktan/gapoktan untuk menyiapkan gudang. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 79

80 2. Hasil evaluasi titik kritis pada Pelaksanaan Bantuan Sarana Pascapanen Tahun 2016 : a) Penyusunan CPCL belum mengacu pada e-proposal (Permentan 61/2014) b) CPCL seringkali belum tepat sasaran c) Bantuan alsin belum dimanfaatkan secara optimal d) Pemanfaatan bantuan belum tercatat dengan baik dan belum dilaporkan secara berjenjang dari Poktan > Dinas Kabupaten > Dinas Provinsi > Dit. PPHTP sehingga dapat diukur indikator kinerja bantuan. e) Belum semua dokumen proses hibah BMN kepada masyarakat/pemda diproses dan sesuai dengan ketentuan (PMK 111/PMK.06/2016). 3. Hasil evaluasi titik kritis pada pengelolaan bantuan sarana pascapanen Tahun 2016: a) Operator yang ditunjuk belum mampu mengoperasikan alsintan dan mendapatkan pelatihan dari penyedia. b) Rencana pemanfaatan alsintan seringkali tidak dimusyawarahkan dengan seluruh anggota poktan/gapoktan. c) Manajemen poktan belum semua dapat menghitung analisa ekonomi usaha jasa alsintan dengan cermat, sehingga alsintan belum dapat dikelola secara bisnis d) Kelompok tani khususnya operator belum semua memahami pentingnya perawatan dan pemeliharaan alat 4. Hal-hal yang disampaikan saat monev terkait Pelaksanaan Bantuan Sarana Pascapanen 2016 sebagai berikut : a) Dinas Pertanian Kabupaten/Kota berhak memberikan sanksi atas penyalahgunaan bantuan dan atau tidak dimanfaatkannya alat selama 1 (satu) tahun setelah bantuan diterima. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 80

81 b) Mengarsipkan dengan baik dokumen pertanggungjawaban seperti: SK Penetapan poktan/gapokan penerima bantuan; RUKK; kontrak pengadaan barang; BASTB; SP2D; Surat Perjanjian Pendayagunaan Sarana Pascapanen, dan Surat Hibah BMN kepada masyarakat/pemda; c) Memonitor perkembangan pelaksanaan kegiatan, mengidentifikasi dan mengantisipasi setiap permasalahan d) Melaporkan pemanfaatan bantuan secara berjenjang dari penerima bantuan (poktan) Dinas Pertanian Kabupaten/Kota Dinas Pertanian Provinsi Dit. PPHTP setiap MT. 5. Beberapa permasalahan dari hasil monev terkait dengan sarana pascapanen disajikan pada tabel berikut: Tabel 10 : Permasalahan dari Hasil Monev Terkait Sarana Pascapanen No. Permasalahan Saran 1 Kesulitan untuk perbaikan alsin karena sebagian ada yang tidak ada perwakilan di daerah 2 Penyedia kurang merespon keluhan Dinas 3 4 Spesifikasi teknis dalam test report seringkali berbeda dengan kenyataan di lapang (hasilnya lebih kotor) sehingga daerah mempertanyakan kebenaran informasi pada test report. Distribusi sarana kurang tepat waktu sehingga tidak maksimal pemanfaatannya Perlu adanya perwakilan di daerah Respon yang cepat dari penyedia sangat diharapkan Pemakaian alat sesuai prosedur sangat diperlukan untuk menghindari kerusakan alat dan tingginya loses Disarankan untuk mengcover daerah lain yang sedang ada panen agar alat optimal 5 Permasalahan alat pada bagian mesin Segera melapor pada penyedia Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 81

82 VI PELAKSANAAN KEGIATAN SUBDIT PENGOLAHAN A. Sosialisasi dan Bimbingan Teknis Pengolahan Hasil Tanaman Pangan. Kegiatan sosialisasi dan bimbingan teknis pengolahan hasil tanaman pangan meliputi : 1. Bimbingan Teknis Penanganan dan Pemanfaatan Bantuan Sarana UPH Tanaman Pangan Bimbingan teknis merupakan kegiatan pembinaan yang dilakukan secara sistematis oleh Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan dan Dinas Pertanian Tanaman Pangan kepada petugas/petani/ poktan/ gapoktan. Dengan bimbingan teknis diharapkan adanya transfer informasi dan teknologi tentang penanganan dan pemanfaatan bantuan sarana UPH tanaman pangan yang baik dan benar sehingga terjadi peningkatan pengetahuan, sikap, dan keterampilan petani dan petugas Kegiatan bimbingan teknis pengolahan hasil tanaman pangan dilaksanakan di 12 (dua belas) provinsi yaitu Provinsi Aceh, Riau, Babel, Jambi, Bengkulu, NTT, Lampung, DIY, Maluku, Sumut, Jateng, dan Sulbar. Hal-hal yang disampaikan dalam bimbingan teknis pengolahan hasil tanaman pangan mencakup dua hal yaitu : a) cara pengolahan hasil tanaman pangan yang baik atau Good Manufacturing Practices (GMP) ; b) pengenalan operasional sarana pengolahan yang dapat membantu pengolahan hasil tanaman pangan. a. Penanganan Pengolahan Hasil Tanaman Pangan yang Baik (Good Manufacturing Practicess/GMP) Penerapan GMP diharapkan menghasilkan produk pangan olahan yang bermutu, layak dikonsumsi dan aman bagi kesehatan. Hal yang perlu diperhatikan dalam standart pengolahan yang baik sebagai berikut : Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 82

83 1) Lokasi (rumah produksi) Lokasi untuk bangunan atau tempat proses pengolahan harus memenuhi syarat : a) Tempat memadai, bebas dari pencemaran, semak belukar dan genangan air ; b) Tersedia sarana dan prasarana penunjang yang memadai seperti jalan, akses pasar, sumber air bersih dan saluran pembuangan air yang baik 2) Bangunan UPH Bangunan UPH harus memiliki ; a) Tata letak ruang produksi cukup luas dan mudah dibersihkan ; b) Lantai dibuat dari bahan kedap air, rata, halus, tidak licin dan mudah dibersihkan ; c) Dinding dibuat dari bahan kedap air, rata, halus, berwarna terang, tahan lama, tidak mudah mengelupas, kuat dan mudah dibersihkan ; d) Sudut lantai bangunan mudah dibersihkan ; e) Langit-langit didesain dengan baik untuk mencegah penumpukan debu, tumbuhnya jamur, pengelupasan, bersarangnya hama, tahan lama dan mudah dibersihkan ; f) Pintu dibuat dari bahan yang keras dan tahan lama, permukaan halus, licin, rata, warna terang, mudah dibersihkan/desinfeksi, membuka ke arah luar dan mudah dibuka dan dapat ditutup dengan baik 3) Jendela Jendela harus memiliki : a) Bahan kuat, keras tahan lama ; b)permukaan halus, rata, terang, mudah dibersihkan/ desinfeksi ; c) Luas sesuai dengan besar bangunan ; d) Minimal 1 m dari permukaan lantai ; e) Harus mencegah akumulasi debu, dilengkapi kasa pencegah serangga, tikus dan lain-lain yang mudah dibersihkan ; f) Ventilasi cukup nyaman dan menjamin sirkulasi udara dengan baik. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 83

84 4) Kelengkapan ruang kerja Kelengkapan ruang kerja harus : a) Cukup mendapat cahaya ; b) Terdapat tempat untuk mencuci tangan dilengkapi dengan sabun dan pengeringnya ; c) Tersedia perlengkapan PPPK. 5) Tempat penyimpanan (gudang). Tempat penyimpanan bahan basah, bahan kering dan produk akhir harus terpisah. Mudah dibersihkan, bebas dari hama/ mikroba, dan tempat penyimpanan produk akhir harus kering. 6) Fasilitas Sanitasi harus memadai 7) Sarana pembuangan harus dilengkapi dengan saluran dan tempat pembuangan untuk bahan (padat, cair, gas) ; b) Pengolahan limbah : c) Saluran pembuangan untuk limbah terolah ; d) Toilet tidak boleh terbuka langsung ke ruang produksi/ruang pengolahan ; e) Dilengkapi dengan tempat cuci tangan 8) Peringatan-peringatan kebersihan/saniter Ditempel di tempat-tempat yang mudah dilihat, untuk mengingatkan setiap pekerja. 9) Gudang Gudang harus bebas dari hewan dan serangga ; sirkulasi udara harus baik ; suhu dan kelembaban harus disesuaikan dengan kondisi penyimpanan ; harus dibersihkan secara periodik (sebelum dan sesudah barang dimasukkan) 10) Mesin dan Peralatan a) Mesin Tata letak mesin-mesin yang digunakan harus diatur sesuai dengan proses produksi. Mesin-mesin yang digunakan harus dapat menjamin keselamatan dan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 84

85 kesehatan kerja karyawan serta tidak menimbulkan pencemaran/ kontaminasi pada produk yang dihasilkan. b) Peralatan produksi dan sarana kerja lainnya. 1) Alat yang digunakan harus memenuhi syarat teknis, tidak mudah rusak, terkelupas atau korosif, tahan lama dan persyaratan higienis (mudah dibersihkan), tidak mencemari produk yang diolah. 2) Permukaan yang bersentuhan dengan bahan olahan kedelai harus halus, rata, tidak berlubang, tidak mengelupas, tidak berkarat dan tidak menyerap air dan terbuat dari stainless steel 3) Alat-alat berbahaya harus diberi tanda 4) Tempat sampah harus dirancang dan ditempatkan pada tempat terpisah untuk mencegah kontaminasi 11) Pemeliharaan Bangunan UPH dan Sarana Kerja a) Bangunan dan fasilitasi peralatan selalu terawat dengan sanitasi yang baik b) UPH dan produk yang dihasilkan bebas dari hama penyakit c) Penanganan limbah dilakukan dengan baik d) Prosedur pemeliharaan dan sanitasi selalu dimonitor 12) Proses Produksi Kualitas produk olahan yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh kondisi bahan baku yang akan digunakan dan proses pengolahan yang dilakukan. Oleh karena itu dalam penentuan bahan yang akan diolah harus bebas dari cemaran hama/penyakit, pestisida dan kotoran ; diproduksi dengan cara yang baik dan higienis serta berasal dari produk pertanian yang sehat ; memenuhi persyaratan mutu yang Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 85

86 ditetapkan ; pencucian, pembersihan, pemeliharaan saniter harus efektif ; bahan baku untuk diproses harus dipisahkan tempatnya dengan bahan lain yang berbahaya 13) Pengemasan Tujuan pengemasan antara lain : a) Membuat umur simpan bahan pangan menjadi panjang ; b) Menyelamatkan produksi bahan pangan yang berlimpah ; c) Mencegah rusaknya nutrisi/gizi bahan pangan ; d) Menjaga dan menjamin tingkat kesehatan bahan pangan ; e) Memudahkan distribusi/ pengangkutan bahan pangan ; f) Mendukung perkembangan makanan siap saji ; g) Menambah estetika dan nilai jual bahan pangan b. Pengenalan Operasional Sarana Pengolahan Yang Dapat Membantu Pengolahan Hasil Tanaman Pangan Dalam rangka meningkatkan nilai tambah dan daya saing maka dilakukan pengolahan pada komoditas jagung dan kedelai. Contoh olahan jagung adalah beras jagung (grits), pati jagung (maizena), marning, tepung instan jagung dan keripik jagung (tortila), sedangkan olahan kedelai seperti bubuk kedelai kupas kering/basah, tempe, tahu, sari kedelai dan kecap. Untuk menjamin kualitas dan kontuinitas produksi diperlukan jaminan ketersediaan bahan baku dan akses pengrajin terhadap bahan baku dan pasar. Dukungan selanjutnya adalah dari aspek pengelolaan manajemen usahanya, yaitu modal, SDM, pengemasan yang eyecatcing/menarik dilihat dan akses transportasi c. Hasil bimbingan teknis di Provinsi, dengan menggunakan panduan GMP sebagai berikut : 1) Aspek Teknis a) Cara pengolahan hasil tanaman pangan yang baik (GMP) belum dilaksanakan sepenuhnya karena keterbatasan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 86

87 pengetahuan, peralatan serta bangunan yang dimiliki oleh kelompok tani. b) Sarana yang diterima kelompok tidak disimpan dalam 1 tempat dengan alasan belum tersedia tempat yang cukup luas c) Kelompok penerima bantuan pengolahan tepung sebagian besar mempunyai kendala di pemasaran. 2) Aspek Manajerial a) Pengaturan tugas pada kelompok belum jelas. b) Kelompoktani masih harus terus dibimbing karena pengembangan usaha masih selalu bergantung ke pemerintah. c) Kurangnya pelatihan pengolahan jagung dan kedelai menyebabkan sulitnya pengembangan jagung/kedelai menjadi produk olahan lanjutan, petani lebih memilih menjual dalam bentuk segar ke pedagang. d) Diperlukan dukungan infrastruktur dan kelembagaan petani yang kuat untuk mendukung kegiatan pengolahan UPH jagung dan kedelai serta pemasarannya. e) Pemasaran hasil olahan jagung dan kedelai masih terbatas dan budidaya jagung/kedelai belum dilakukan secara agribisnis dan terbatas dalam pemenuhan kebutuhan pangan. Diperlukan upaya pemerintah daerah agar menjalin kerjasama dengan pihak swasta untuk membangun pabrik pengolahan jagung dan kedelai. f) Kelompok belum semuanya melakukan pembukuan/administrasi/pencatatan kegiatan kelompok sehingga masih sulit untuk mengevaluasi apa yang sudah dilakukan kelompok. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 87

88 g) Kemasan yang digunakan masih sederhana baik desain maupun jenis kemasan, perlu adanya perbaikan sehingga bisa memperpanjang masa simpan dan meningkatkan nilai jual. d. Upaya Tindak Lanjut 1) Aspek Teknis a) Pengolahan pangan dilakukan sesuai dengan GMP b) Poktan agar membuat bagan organisasi untuk mengatur penanggung jawab ketersediaan bahan baku, proses produksi, dan pemasaran. c) Tempat pengolahan terpisah dengan dapur rumah tangga, sehingga semua tahap-tahap pengolahan dapat terpantau. d) Poktan/Gapoktan perlu dibimbing dalam pemilihan kemasan, sehingga jenis kemasan yang digunakan sesuai dengan produk yang akan dikemas. e) Dalam pemberian label, poktan/gapoktan perlu bimbingan, sehingga label yang digunakan dapat menginformasikan produk kemasan. 2) Aspek Manajerial a) Poktan/Gapoktan akan mendapatkan pembinaan, bimbingan dan pelatihan dari Pusat bersama Provinsi dan Dinas Pertanian Kabupaten tentang manajemen kelompok, pencatatan keuangan, dan pencatatan semua proses yang dilakukan dalam pengolahan pangan. b) Petugas penyuluh agar memberikan sosialisasi pengolahan jagung dan kedelai yang baik (sesuai GMP) secara intensif kepada petani jagung dan kedelai dan KWT lainnya agar produk yang dihasilkan memiliki Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 88

89 kualitas sesuai standar mutu dan keamanan pangan sehingga mampu berdaya saing di pasar bebas 2. Database Sarana Pascapanen Tanaman Pangan dan Pengolahan Hasil Tanaman Pangan. a. Pengembangan Integrasi Usaha Berbasis Industri Pengolahan Jagung Database merupakan salah satu komponen yang penting dalam sistem informasi, karena merupakan basis dalam menyediakan informasi bagi para pemakai. Database terdiri dari data yang akan digunakan atau diperuntukkan terhadap banyak user, dari masingmasing user akan menggunakan data tersebut sesuai dengan tugas dan fungsinya. Database dapat dibuat dan diolah menggunakan program computer atau software (perangkat lunak). Software yang digunakan untuk mengelola dan memanggil kueri (query) database disebut Database Management System (DBMS) atau Sistem Manajemen Basis Data Ketersediaan pasokan jagung sangat berpengaruh kepada industry peternakan secara luas. Bila pasokan bahan baku jagung mengalami kelangkaan akan berakibat pada stagnasi ketersediaan pakan ternak. Sebaliknya dengan adanya kecukupan bahan baku jagung akan mendorong kelancaran ketersediaan pakan ternak. Kebijakan pengendalian impor oleh pemerintah mampu menekan laju impor jagung turun 47,5 persen pada periode Januari - Mei 2016 sebesar 881 ribu ton dibandingkan 2015 sebesar 1,68 juta ton pada periode yang sama. Konsekuensi dari kebijakan tersebut adalah pemerintah memfasilitasi produksi jagung agar mampu menyiapkan bahan baku jagung yang dibutuhkan oleh industry pakan. Untuk melindungi harga jagung pemerintah juga menerbitkan referensi harga jagung Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 89

90 pipilan kering Rp 3.150/kg, sehingga petani jagung memperoleh harga wajar dan industry pakan ternak menikmati bahan baku dengan harga kompetitif. Harga jagung dipasaran pada kenyataannya sudah diatas harga referensi harga, yaitu pada Mei - Juni 2016 Rp Rp.3.390/kg. Untuk harga daging ayam (livebird) di peternakrp /kg dan telur ayam ras /kg. Ha ini menunjukkan bisnis industry pakan dan perunggasan semakin membaik. Hal yang perlu dicermati system distribusi dan tataniaga sampai konsumen. Tujuan pemetaan industri adalah untuk mengetahui gambaran produksi dan pemanfaatan jagung di Provinsi sampling (Provinsi Jawa Timur dan Nusa Tenggara Barat). Sasaran Database adalah pelaku usaha, poktan/gapoktan, instansi terkait bidang pengelolaan usaha pengolahan khususnya komoditas jagung. Database Sarana Pascapanen dan Pengolahan Industri jagung disusun sebagai data rintisan dalam merancang dan menyusun kegiatan direktorat pengolahan dan pemasaran hasil tanaman pangan kedepan. Tujuan penyusunan database sebagai berikut : 1) Agar user mudah mendapatkan data. 2) Menyediakan tempat penyimpanan data yang relevan. 3) Menghapus data yang berlebihan. 4) Melindungi data dari kerusakan fisik. 5) Memungkinkan perkembangan lebih lanjut di dalam system database Metode menentukan lokasi pemetaan database di Kabupaten dilakukan secara purposive dengan menentukan Kabupaten Blitar, Tuban dan Malang. Penentuan sampel dengan pertimbangan bahwa kabupaten Blitar dan Malang sebagai sentra unggas dan penghasil jagung. Kabupaten Tuban merupakan penghasil jagung Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 90

91 namun bukan sentra unggas. Sedangkan provinsi Nusa Tenggara Barat di tentukan lokasi sampel di Kaputen Bima dan Dompu. Pengambilan data primer dilapangan dilakukan dengan metode wawancara dengan pedagang /pengepul jagung dan data sekunder dari dinas/instansi terkait. Hasil Analisis Pemetaan Jagung di Provinsi NTB dan Jatim sebagai berikut : 1. Provinsi Jawa Timur merupakan salah satu sentra produksi jagung di Indonesia, dan memberikan kontribusi 30,05 % terhadap produksi jagung nasional. Peta Produksi Jagung di Provinsi Jawa Timur selengkapnya disajikan pada Gambar 1. Gambar 1. Peta Produksi Jagung di Provinsi Jawa Timur 2. Produksi jagung di Provinsi Jawa Timur pada tahun 2015 sebesar 6,131,163 Ton, sedangkan kebutuhan jagung untuk pakan ternak unggas sebesar 6,117, Ton. Dari gambaran tersebut dapat disimpulkan bahwa kebutuhan jagung untuk pakan ternak unggas dapat dipenuhi dari produksi jagung Jawa Timur. Peta Pemanfaatan Jagung Untuk Pakan Ternak Unggas di Provinsi Jawa Timu, selengkapnya disajikan pada Gambar 2. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 91

92 Gambar 2 : Peta Pemanfaatan Jagung Untuk Pakan Ternak Unggas di Provinsi Jawa Timur 3. Olahan jagung di Provinsi NTB belum berkembang, sekitar 30% jagung pipilan dijula ke Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur, Riau, Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur, sebagian lagi diolah untuk pangan seperti marning, emping jagung, dipang jagung serta sebagian lainnya untuk pakan ternak. Peta Produksi Jagung di Provinsi Nusa Tenggara Barat 2015, selengkapnya disajikan pada Gambar 3. Gambar 3 : Peta Produksi Jagung di Provinsi Nusa Tenggara Barat Kebutuhan Jagung untuk pakan ternak unggas di Provinsi NTB sebesar 377,007 ton atau terserap untuk pakan unggas 39,27% per tahun, sedangkan produksi jagung NTB sebesar 959,972 ton (data BPS 2015). Kebutuhan jagung untuk pakan ternak bisa dicukupi dari produksi setempat. Peta Kebutuhan Jagung untuk Pakan Ternak di Provinsi Nusa Tenggara Barat selengkapnya disajikan pada Gambar 4. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 92

93 Gambar 4 : Peta Kebutuhan Jagung untuk Pakan Ternak di Provinsi Nusa Tenggara Barat 5. Hampir semua kabupaten mempunyai ketersedian jagung yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak seperti Kabupaten Lombok Utara, Lombok Tengah, Lombok Timur, Sumbawa Barat, Sumbawa, Dompu dan Kota Bima, kecuali kabupaten Mataram, Lombok Barat, Lombok Tengah dan Kabupaten Bima produksi jagung tidak mencukupi untuk kebutuhan pakan ternak, jadi pemenuhannya diperoleh dari perdagangan antar kabupaten atau provinsi. 6. Kebutuhan jagung untuk pakan ternak di kabupaten Bima (hampir di semua kecamatan, kecuali kecamatan Belo dan Bolo) bisa terpenuhi dari produksi setempat, kebutuhan jagung sebesar ton atau 19,12% per tahun, sedangkan produksi jagung sebesar ton atau 17,81% dari total produksi NTB (data BPS 2015). 7. Kebutuhan jagung di kabupaten Dompu (di semua kecamatan) bisa terpenuhi dengan setempat, kebutuhan jagung sebesar ton atau 5,06% per tahun, sedangkan produksi jagung Dompu adalah ton atau 20,66% dari total produksi NTB (data BPS 2015). b. Pengembangan Integrasi Usaha Berbasis RMU Penggilingan padi memiliki peran yang sangat penting dalam sistem agribisnis padi/perberasan di Indonesia. Peranan ini tercermin dari Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 93

94 besarnya jumlah penggilingan padi dan sebarannya hampir merata di seluruh daerah sentra produksi padi di Indonesia. Penggilingan padi merupakan pusat pertemuan antara produksi, pascapanen, pengolahan dan pemasaran gabah/beras sehingga merupakan mata rantai penting dalam suplai beras nasional yang dituntut untuk dapat memberikan kontribusi dalam penyediaan beras, baik dari segi kuantitas maupun kualitas untuk mendukung ketahanan pangan nasional. Melihat kondisi di lapangan, ternyata masih banyak penggilingan padi yang bekerja di bawah kapasitas giling dengan kualitas dan rendemen beras yang masih rendah. Hal ini disebabkan karena usaha penggilingan padi yang ada selama ini tidak dilakukan dengan pendekatan sistem agribisnis yang terpadu, teknologi penggilingan padi yang digunakan masih sederhana, konfigurasi mesin hanya terdiri dari husker dan polisher saja, sudah berumur tua dan belum mempunyai jaringan pemasaran yang luas. Penggilingan padi kecil masih banyak yang menggunakan sistim kerja one pass atau satu kali proses penyosohan sehingga berdampak kurang baik terhadap kualitas dan rendemen beras yang dihasilkan. Penggilingan padi ikut menentukan jumlah ketersedian pangan, mutu yang dikonsumsi tingkat harga dan dan pendapatan yang diperoleh petani dan tingkat harga yang haris dibayar konsumen serta turut menentukan lapangan pekerjaan dipedesaan. Menjadi logis apabila penggilingan padi diberdayakan dan dibina secara tepat karena penggilingan padi dapat dikatakan sebagai embrio bagi industri atau pengembangan usaha di pedesaan Pengolahan padi menjadi beras akan menghasilkan produk sampingan berupa katul atau dedak yang jumlahnya cukup besar. Produk sampingan inilah yang harus dimanfaatkan dan dikembangan menjadi usaha-usaha yang berintegrasi dengan Rice Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 94

95 Milling Unit. Produk lanjutan dari usaha penggilingan padi dapat dikembangkan menjadi pakan ternak. Untuk mendukung pengembangan integrasi usaha berbasis Rice Milling Unit melalui produk sampingan dari usaha Rice Milling unit perlu mendapatkan perhatian. Untuk itu Direktorat pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan melihat potensi RMU di Provinsi Banten dan Yogyakarta melalui pemetaan Rice Milling Unit (RMU) Tujuan dari pengembangan integrasi usaha berbasis Rice Milling Unit adalah melihat potensi Rice Milling Unit yang tersebar di daerah melalui pemetaan/gambaran RMU Ruang lingkup Pengembangan integrasi usaha berbasis Rice Milling Unit yaitu melihat gambaran/pemetaan potensi Rice Milling Unit di Provinsi Banten dan Provinsi Yogyakarta yang diharapkan dapat mewakili sebaran terbesar Rice Milling Unit. Hasil Analisis Pemetaan RMU di Provinsi Banten dan Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai berikut : 1) Provinsi Banten a) Berdasarkan data survey BPS tahun 2012, jumlah penggilingan padi di Indonesia sebanyak unit. Data survey BPS tersebut menunjukkan bahwa jumlah RMU di Provinsi Banten sebanyak unit (4,11%). Sedangkan jumlah RMU di 3 Kabupaten yang disampling sekitar 467 Unit. b) Berdasarkan hasil pemetaan dapat dilihat bahwa kinerja penggilingan padi didominasi oleh penggilingan padi aktif namun tidak optimal (59,74%), selanjutnya aktif optimal (23,77%), tidak aktif (7,49%), dan penggilingan padi yang sudah tidak operasional/tutup (8,99%). c) Kinerja penggilingan padi dinilai berdasarkan hari kerja operasional yaitu : Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 95

96 (1) Aktif optimal bila penggilingan padi bekerja selama 8 bulan/tahun; > 21 hari/bulan dan 6 jam/hari. (2) Aktif tidak optimal bila penggilingan padi bekerja selama < 8 bulan/tahun; < 21 hari/bulan dan < 6 jam /hari. (3) Tidak aktif bila penggilingan padi hanya dipergunakan sebagai jasa giling (maklun) dan tidak kontinyu (hanya pada saat panenan). (4) Tutup bila penggilingan padi tidak operasional lagi. d) Kondisi kinerja di 3 kabupaten sampling (1) Kabupaten Serang Jumlah penggilingan padi di Kabupaten Serang berdasarkan data BPS 2012 adalah sebanyak unit, dan jumlah sampel yang diambil sebanyak 113 unit dari 3 kecamatan yaitu Kecamatan Pontang, Tirtayasa, dan Tanara. Dari hasil sampling tersebut diperoleh informasi kondisi kinerja penggilingan padi yang berstatus aktif optimal (22,12%), aktif tidak optimal (54,87%), tidak aktif (9,73%), dan mati/tutup (13,27%). (2) Kabupaten Lebak Jumlah penggilingan padi di Kabupaten Lebak berdasarkan data BPS 2012 adalah sebanyak unit, dan jumlah sampel yang diambil sebanyak 266 unit dari 8 kecamatan yaitu Kecamatan Cikulur, Cimarga, Cipanas, Leuwidamar, Malimping, Rangkasbitung, Wanasalam, dan Warunggunung. Dari hasil sampling diperoleh informasi kondisi kinerja penggilingan padi dengan status aktif optimal Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 96

97 (15,79%), aktif tidak optimal (69,17%), tidak aktif (5,64%), dan mati/tutup (9,40%). (3) Kabupaten Pandeglang Jumlah penggilingan padi di Kabupaten Pandeglang berdasarkan data BPS 2012 adalah sebanyak unit, dan jumlah sampel yang diambil sebanyak 88 unit dari 4 kecamatan yaitu Kecamatan Cimanuk, Sobang, Pagelaran dan Cikedal. Dari hasil sampling diperoleh informasi kondisi kinerja penggilingan padi dengan status aktif optimal (50,00%), aktif tidak optimal (37,50%), tidak aktif (10,23%), dan mati/tutup (2,27%) serta ditemukan RMU yang belum terdaftar di BPS sebanyak 6 unit. e) Kondisi umum penggilingan padi di Provinsi Banten : (1) Kinerja penggilingan padi tidak optimal rata-rata bahan baku yang diolah kurang dari 1 ton/hari dengan operasional per hari sekitar 4-5 jam/hari dan operasional per tahun sekitar 8 bulan/tahun. (2) Manajemen pengelolaan usahanya masih tradisional. (3) Belum menerapkan kaidah pengolahan beras yang baik/standar (kondisi bangunan dan lingkungan tidak layak). (4) Sebagian besar kondisi penggilingan padi sudah tua rata-rata diatas 10 tahun dengan konfigurasi alat terdiri dari mesin pecah kulit (husker) dan mesin penyosoh beras (polisher). Konfigurasi alat yang tidak lengkap menyebabkan rendemen yang rendah (55% 60%), mutu beras yang dihasilkan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 97

98 kurang baik (banyak beras patah), dan losses yang tinggi. (5) Sebagian besar pola usaha (67,23%) dilaksanakan sebagai jasa giling (maklun) untuk melayani petani di sekitarnya. f) Penggilingan padi yang aktif namun tidak optimal atau tidak aktif disebabkan: a) Kekurangan modal untuk membeli gabah, b) Kesulitan memperoleh bahan baku karena jumlah penggilingan padi tidak sebanding dengan luas lahan, c) Berubah fungsi menjadi sarana usaha lain, d) Mesin penggilingan padi rusak. g) Berdasarkan data luas tanam padi tahun 2015 dan data RMU BPS tahun 2012, di Provinsi Banten dengan coverage area 117 ha/1 unit RMU maka kebutuhan RMU pada 3 kabupaten yang disurvey sebagai berikut: (1) Kabupaten Serang Kabupaten Serang dengan luas tanam ha dan jumlah RMU unit, berdasarkan coverage area hanya membutuhkan 751 unit (kelebihan 59,80%). (2) Kabupaten Lebak Kabupaten Lebak dengan luas tanam ha dan jumlah RMU unit, berdasarkan coverage area hanya membutuhkan 837 unit (kelebihan 59,58%). (3) Kabupaten Pandeglang Kabupaten Pandeglang dengan luas tanam ha dan jumlah RMU unit, berdasarkan coverage area hanya membutuhkan unit (kelebihan 46,29%). Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 98

99 2) Daerah Istimewa Yogyakarta a. Kabupaten Kulonprogo memiliki Penggilingan Padi besar sampai dengan tahun 2012 sebanyak 67 unit, kondisi baik di Kecamatan Panjatan, Galur, Lendah, Pengasih, dan Nanggulan. Sedangkan penggilingan padi kecil sebanyak 152 unit dengan kondisi dapat digunakan semua (baik). b. Luas panen tahun 2015 sebesar hektar, Provitas 68,14 ku/ha, dan Produksi Ton. c. Berdasarkan hasil pemetaan diketahui bahwa kinerja penggilingan padi didominasi oleh penggilingan padi aktif namun tidak optimal (60%), selanjutnya aktif optimal (30%), tidak aktif (10 %). d. Berkembangnya penggilingan keliling menyebabkan banyak penggilingan kecil yang tidak mendapatkan bahan padi, sehingga perlu dukungan kebijakan peraturan untuk penggilingan keliling. e. Berdasarkan hasil pemetaan,diperoleh kesimpulan bahwa saat ini yang dibutuhkan adalah revitalisasi penggilingan padi. Melalui penerapan teknologi penyosohan dan perbaikan komponen konfigurasi peralatan diharapkan meningkatkan rendemen, meningkatkan mutu beras dan menurunkan losses. Selain itu, kedepan perlu dilakukan rasionalisasi jumlah penggilingan padi dengan mempertimbangkan efisiensi usaha. 3. Bahan Informasi Pengolahan Hasil Tanaman Pangan Bahan Informasi tahun 2016 berupa buku pengolahan kedelai dan jagung yang sesuai dengan standar GMP, yang terdiri dari : a) Buku SPO Pembuatan Tahu ; b) Buku SPO Pembuatan Bubuk Kedelai ; c) Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 99

100 Buku SPO Pembuatan Tepung Jagung Tahapan/Proses yang konsisten, efektif, efisien dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah sangat diperlukan. Tahapan/ proses tersebut dituangkan dalam Standar Prosedur Operasional (SPO). Penyusunan SPO Tahu, Bubuk Kedelai dan Tepung Jagung dilaksanakan dengan mengundang Narasumber dari Perguran Tinggi (IPB ) dan Instansi terkait (Balai Besar Pascapanen). Tujuan SPO adalah sebagai acuan dalam pengolahan tahu, bubuk kedelai dan tepung jagung bagi kelompok usaha/poktan/gapoktan. Sedangkan manfaat SPO adalah sebagai acuan dalam menyusun instruksi kerja pada masing-masing unit usaha. Sasaran SPO adalah meningkatkan mutu olahan bubuk kedelai, tahu dan tepung jagung yang dihasilkan secara konsisten, aman dan halal baik bagi produsen maupun konsumen produk yang bersangkutan. Penguatan teknik pengolahan kedelai dan jagung dilakukan melalui sosialisasi. Kedelai dapat diolah menjadi produk pangan, farmasi, industry dan sebagai bahan baku makanan olahan. Olahan berbasis kedelai yang telah berkembang adalah bubuk kedelai dan tahu. Bubuk Kedelai mempunyai kandungan protein yang cukup tinggi sehingga dapat digunakan sebagai bahan baku tambahan dalam pembuatan olahan makanan seperti mie, makanan bayi, bubur, obat herbal, dan campuran kue agar diperoleh peningkatan kadar protein. Sesuai SNI bubuk minuman kedelai (SNI 7612 : 2011), syarat mutu bubuk minuman kedelai diantaranya bau normal khas bubuk minuman kedelai, warna normal, rasa normal, kadar air maks 10,0, kadar abu maks 6,0, kadar lemak min 17,0, kadar protein min 30,0, kadar serat kasar maks 3,0. Tahu adalah salah satu jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok kedelai dengan jalan memekatkan protein kedelai dan mencetaknya melalui proses pengendapan protein dengan atau tanpa penambahan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 100

101 unsur-unsur lain yang diijinkan, sehingga dihasilkan produk tahu berbentuk kotak, kenyal dalam keadaan basah, memiliki kualitas sesuai dengan SNI agar mempunyai daya saing. Tepung jagung merupakan salah satu olahan yang cukup prospektif untuk dikembangkan. Tepung Jagung harus memenuhi standar (SNI No.3727:1995) agar berdaya saing. B. Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan Pengolahan Hasil Tanaman Pangan Kegiatan Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan Pengolahan Hasil Tanaman Pangan meliputi : 1. Monitoring dan Evaluasi Pengolahan Hasil Tanaman Pangan Monitoring Evaluasi dan Pelaporan Pengolahan Hasil Tananaman Pangan dilakukan untuk mengetahui dengan pasti pencapaian hasil, kemajuan dan kendala yang dijumpai dalam pelaksanaan program dan kegiatan penanganan dan pemanfaatan bantuan sarana UPH tanaman pangan tahun Dengan monitoring dan evaluasi maka perkembangan bantuan sarana pascapanen diluar UPH yang mendukung pengolahan tanaman pangan dapat diketahui sehingga rencana program selanjutnya dapat diperbaiki. Hasil Monitoring dan Evaluasi Penanganan dan pemanfaatan bantuan sarana UPH jagung dan kedelai, diperoleh hasil sebagai berikut : a. Perkembangan di tingkat Penerima Bantuan 1) Aspek Teknis a) Perkembangan pemanfaatan bantuan sarana UPH jagung Tahun 2016 di 20 Provinsi diketahui bahwa beberapa poktan/ Gapoktan penerima UPH jagung meningkat volume produksinya sekitar 33,33 % - 68% setelah menerima bantuan, seperti di Provinsi Jambi, Lampung, Bengkulu, Aceh dan Sulawesi Tenggara. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 101

102 b) Sarana UPH belum ditempatkan dalam satu ruangan dengan alasan belum tersedia tempat yang cukup luas untuk penyimpanan. c) Cara pengolahan hasil tanaman pangan yang baik (GMP) belum dilaksanakan sepenuhnya karena keterbatasan pengetahuan, peralatan serta bangunan yang dimiliki oleh kelompok tani d) Kegiatan pelaksanaan Pengolahan Hasil Tanaman Pangan di daerah khususnya poktan/gapoktan penerima bantuan belum sepenuhnya menggunakan acuan Buku Petunjuk Teknis Teknologi Pengolahan Hasil Tanaman Pangan e) Anggaran Program kegaiatan PPHTP khususnya kegiatan Pengolahan tahun 2016 di Dinas Pertanian Provinsi berada pada satker bidang Tanaman Pangan, sedangkan kegiatan ditangani pada Bidang Binus/PPHP, sehingga terjadi keterlambatan realisasi kegiatan. f) Beberapa Provinsi melakukan revisi CPCL sehingga penetapan SK CPCL terlambat g) Beberapa kabupaten merealisasikan pembelian tidak sesuai dengan buku pedoman teknis teknologi pengolahan hasil tanaman pangan h) Dukungan APBD masih minim, sehingga masih bergantung pada dukungan dan bantuan Pemerintah Pusat. 2) Aspek Manajerial a) Belum ada Pengaturan tugas pengurus dan anggota poktan/gapoktan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 102

103 b) Petani/poktan/gapoktan belum mampu mengembangkan usahanya kearah peningkatan nilai tambah dan daya saing c) Diperlukan dukungan infrastruktur dan kelembagaan petani yang kuat untuk mendukung keberhasilan usaha pengolahan hasil tanaman pangan agar berkembang dan berkelanjutan d) Perlu pengembangan usaha pengolahan jagung dan kedelai dengan sistim kluster sehingga menjamin ketersediaan bahan baku dan fasilitasi kemitraan dengan pihak lain. e) Diperlukan peran pemerintah daerah untuk memfasilitasi kerjasama dengan pihak swasta agar pemasaran produk olahan menjadi jelas. b. Upaya Tindak Lanjut 1) Aspek Teknis a) Perlunya kebijakan dari Kepala Dinas dan koordinasi yang baik antara satker Bidang Tanaman Pangan dengan Bidang Bina Usaha/PPHP demi kelancaran pelaksanaan kegiatan penanganan usaha pengolahan hasil tanaman pangan di daerah b) Usaha pengolahan hasil jagung dan kedelai harus menuju kepada GMP agar kualitas produk memiliki daya saing c) Pelatihan kepada poktan/ gapoktan penerima UPH tanaman pangan agar mampu mengelola usahanya dengan baik dan benar sesuai GMP 2) Aspek Manajerial a) Poktan/gapoktan akan mendapatkan pembinaan dan pelatihan dari Dinas Pertanian Kabupaten atau Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 103

104 pihak swasta/ yang telah berhasil dalam mengembangkan usahanya b) Poktan/gapoktan agar membuat struktur organisasi yang baik sehingga setiap anggota memilki tanggung jawab. c) sosialisasi pengolahan jagung dan kedelai yang baik (sesuai GMP) secara intensif kepada petani jagung dan kedelai dan kelompok lainnya agar produk yang dihasilkan memiliki kualitas sesuai standar mutu dan keamanan pangan. 2. Pembinaan Pilot Project SIPP Ubikayu Kabupaten Cianjur Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Pada Tahun 2016 telah mengalokasikan Kegiatan Pembinaan Pilot Project SIPP Ubikayu di Kabupaten Cianjur dalam bentuk DIPA Dekonsentrasi dan DIPA Tugas Pembantuan Provinsi yang dialokasikan di Provinsi Jawa Barat dan Kabupaten Cianjur. Evaluasi terhadap hasil pembinaan Tim SIPP penting untuk dilakukan sebagai dasar pertimbangan penyusunan rencana kegiatan pada tahun yang akan datang. Untuk mewujudkan sistem pertanian-bioindustri berkelanjutan di lokasi Pilot Project SIPP, selain ketersediaan sarana yang memadai dan dukungan teknologi juga perlu menguatkan pilar Sumber Daya Insani melalui pembangunan sistem pendidikan dan pelatihan untuk mewujudkan petani tangguh. Pembinaan kelembagaan petani perlu dilakukan secara berkesinambungan, diarahkan pada perubahan pola pikir petani dalam menerapkan sistem agribisnis. Pembinaan kelembagaan petani juga diarahkan untuk menumbuhkembangkan poktan dan gapoktan dalam menjalankan fungsinya, serta meningkatkan kapasitas poktan dan gapoktan melalui pengembangan kerjasama dalam bentuk jejaring dan kemitraan. Rincian Kegiatan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 104

105 Pembinaan Pilot Project SIPP Ubikayu Tahun 2016 selengkapnya disajikan pada tabel berikut : Tabel 11 : Rincian Kegiatan Pembinaan Pilot Project SIPP Ubikayu Tahun 2016 No. I II III Kegiatan Pusat 1. Pembinaan/pengawalan/Pendampingan/Monev 2. Penyususan Laporan SIPP Provinsi 1. Apresiasi Poktan/Gapoktan 2. Pembinaan dan Pengawalan 3. Penyusunan Laporan SIPP Kabupaten 1. Temu usaha dan Pola Kemitraan 2. Pembinaan dan Pengawalan 3. Pendampingan 4. Penyusunan Laporan SIPP Alokasi bantuan pemerintah Pusat kepada Poktan/Gapoktan yang telah diberikan pada tahun 2014, selengkapnya disajikan pada tabel berikut : Tabel 12 : Alokasi Bantuan Pemerintah Pusat di Lokasi SIPP Tahun 2014 No. Cibinong Sindang Barang Cidaun Mekar Laksana Usaha Mandiri Mitra Usaha 1 Alat Pembuat Chips 1 Paket 1 Paket 1 Paket 2 Alat Penepung unit 3 Bibit Ubikayu 100 Ha 50 Ha 50 Ha (Rp. 3 juta/ha) 4 Stimulan untuk pembelian Ubikayu 1 Juta 1 Juta 1 Juta 5 Bantuan Lainnya Uraian Pembuatan rintisan perpipaan 5 juta Kecamatan/Nama Poktan/ Gapoktan - Rintisan kebun sayur di pekarangan 1 juta Sasaran Indikator Keberhasilan Kegiatan pembinaan di pusat, provinsi dan kabupaten pada tahun 2016 adalah : a. Terlaksananya pembinaan kelompok tani di lokasi Pilot Project SIPP Ubikayu b. Terwujudnya peningkatan nilai tambah ubikayu bagi masyarakat Kabupaten Cianjur melalui pengembangan usaha berbasis ubikayu Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 105

106 Hasil Pembinaan Pilot Project SIPP di Kecamatan Cibinong, Kecamatan Sindangbarang dan Kecamatan Cidaun sebagai berikut : a. Perkembangan pengolahan singkong menjadi Chip di Kecamatan Cibinong dan Kecamatan Sindangbarang sudah berjalan. Stok chip sudah tersedia di masing-masing kelompok, berkisar antara kg. b. Kelompok Tani Mekar Laksana di Desa Girijaya, Kecamatan Cibinong sudah mengolah Chip menjadi tepung mocav, volume sesuai dengan permintaan. Harga jual chip per kg Rp sedangkan tepung Mocav Rp c. Dinamika perkembangan kelembagaan kelompok tani/poktan masih belum optimal, dikarenakan sering terjadinya pergantian pendamping seperti Kecamatan Sindangbarang sudah 3 kali terjadi penggantian. Kondisi ini menyebabkan tidak efektifnya pendampingan dan berdampak kepada kualitas pendampingan. 3. Pengawalan UPSUS PJK Permasalahan substantif yang dihadapi dalam percepatan pencapaian swasembada pangan antara lain: (1) alih fungsi dan fragmentasi lahan pertanian; (2) rusaknya infrastruktur/ jaringan irigasi; (3) semakin berkurangnya dan mahalnya upah tenaga kerja pertanian serta kurangnya peralatan mekanisasi Pertanian (alat dan mesin pertanian); (4) masih tingginya susut hasil (losses); (5) belum terpenuhinya kebutuhan pupuk dan benih sesuai rekomendasi spesifik lokasi serta belum memenuhi enam tepat (tepat waktu, jumlah,kualitas, jenis, harga, dan lokasi; (6) lemahnya permodalan petani, (7) harga komoditas pangan jatuh dan sulit memasarkan hasil pada saat panen raya. Presiden RI melalui Program Nawacita telah menetapkan target swasembada padi, jagung dan kedelai pada Tahun Program Upaya Khusus (Upsus) peningkatan produksi padi jagung kedelai Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 106

107 tahun 2015 telah digulirkan oleh Kementerian Pertanian sebagai dukungan terhadap program Nawacita bidang Kedaulatan Pangan. Program Upsus diwujudkan dalam dukungan beberapa program kegiatan yang dialokasikan bagi kawasan dan non kawasan sentra tanaman pangan di seluruh Indonesia. Adapun target produksi yang harus dicapai pada tahun 2016 adalah produksi padi 81,01 juta ton, jagung 24 juta ton, dan kedelai 1,50 juta ton. Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian RI No. 251/Kpts/OT.050/05/ 2016 tanggal 20 Mei 2016 tentang Perubahan Kelima Atas Keputusan Menteri Pertanian Nomor 1243/Kpts/OT.160/12/2014 tentang Kelompok Kerja Upaya Khusus Peningkatan Produksi Padi Jagung Kedelai Melalui Program Perbaikan Jaringan Irigasi dan Sarana Pendukungnya, Kasubdit Pengolahan telah ditunjuk menjadi Koordinator Kelompok Kerja Upaya Khusus Peningkatan Produksi Padi Jagung Kedelai di Kabupaten Ogan Ilir, Kabupaten Ogan Komering Ilir dan Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur Provinsi Sumatera Selatan dan Kasubdit Pascapanen di Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kabupaten Tapin dan Kabupaten Barito Kuala Provinsi Kalimantan Selatan a. Provinsi Sumatera Selatan Provinsi Sumatera Selatan termasuk dalam lumbung padi nasional. Lahan sawah irigasi teknis mencapai 6,757 ha dan irigasi non teknis 809 ha. Lahan pertanian mencapai ha atau setara dengan 70 persen total luas wilayah Sumatera Selatan. Kendati demikian, lahan padi di provinsi ini pada 2005 mencapai ha dengan jumlah produksi ton. Dari jumlah produksi itu, sekitar ton berasal dari produksi lahan kering seluas ha. Kabupaten dengan luas areal dan produksi padi tertinggi adalah Ogan Komering Ilir dan Ogan Komering Ulu Timur. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 107

108 Saat ini lahan sawah abadi di Sumatera Selatan seluas ha, terdiri atas ha lahan sawah irigasi ha lahan sawah pasang surut, sawah lebak dan ha sawah tadah hujan dan ha lahan sawah lebak. Sedangkan sisanya ha adalah lahan sawah yang belum ditanami. Cakupan kegiatan pertanian yang ada di Provinsi Sumatera Selatan terdiri atas beberapa jenis kegiatan yang dikelompokkan dalam beberapa sub sektor yaitu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan. Untuk sektor tanaman pangan, Sumatera Selatan memiliki lawan sawah seluas ha yang terdiri dari lahan sawah yang ditanami padi seluas dan lahan sawah yang tidak ditanami padi seluas ha. Lahan sawah yang ditanami padi terdiri dari lahan sawah irigasi seluas ha, lahan sawah tadah hujan seluas ha, lahan sawah pasang surut seluas , dan lahan sawah rawa lebak seluas ha. Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sumatera Selatan telah menetapkan sasaran luas tanam, luas panen, provitas dan produksi untuk komoditas padi, jagung dan kedelai, selengkapnya disajikan pada tabel berikut : Tabel 13: Sasaran Luas Tanam, Luas Panen, Provitas dan Produksi Padi Tahun 2016 di Provinsi Sumatera Selatan No KABUPATEN/ KOTA SASARAN PADI 2016 LT LP Provitas Produksi 1 OKU , O K I , Muara Enim , Pali , Lahat , Musi Rawas , Muratara , Musi Banyuasin , Banyuasin , OKU Selatan , OKU Timur , Ogan Ilir , Empat Lawang , Palembang , Prabumulih , Pagar Alam , Lubuk Linggau , Jumlah , Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 108

109 Tabel 14 : Sasaran Luas Tanam, Luas Panen, Provitas dan Produksi Jagung Tahun 2016 di Provinsi Sumatera Selatan No KABUPATEN/ KOTA Sasaran Jagung 2016 LT LP Provitas Produksi 1 OKU , O K I , Muara Enim , Pali , Lahat , Musi Rawas , Muratara , Musi Banyuasin , Banyuasin , OKU Selatan , OKU Timur , Ogan Ilir , Empat Lawang , Palembang , Prabumulih , Pagar Alam , Lubuk Linggau , Jumlah , Tabel 15 : Sasaran Luas Tanam, Luas Panen, Provitas dan Produksi Kedelai Tahun 2016 di Provinsi Sumatera Selatan No KABUPATEN/ Sasaran Kedelai 2016 KOTA LT LP Provitas Produksi 1 OKU , O K I , Muara Enim , Pali , Lahat , Musi Rawas , Muratara , Musi Banyuasin , Banyuasin , OKU Selatan , OKU Timur , Ogan Ilir , Empat Lawang , Palembang Prabumulih , Pagar Alam , Lubuk Linggau , Jumlah , Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 109

110 Pada tahun 2015, produksi padi Sumatera Selatan mencapai ton Gabah Kering Giling (GKG). Bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya produksi padi di tahun 2016 mengalami peningkatan sebesar ton GKG (21,81%) dari total produksi sebesar ton GKG. Peningkatan produksi disebabkan oleh peningkatan luas panen dan produktivitas, masing-masing meningkat sebesar hektar (17,88%) dan 1,63 ku/hektar (3,35%). Peningkatan produksi diperkirakan terjadi karena adanya percepatan tanam di Kabupaten Banyuasin dan Kabupaten OKI sebagai upaya peningkatan intensitas tanam (IP 200), penyediaan benih dan saprodi melalui bansos, dan kegiatan cetak sawah. Perbandingan pencapaian Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi, Jagung dan Kedelai di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2015 dan 2016, selengkapnya disajikan pada tabel berikut : Tabel 16 : Perbandingan Pencapaian Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi, Jagung dan Kedelai di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2015 dan 2016 Wilayah binaan Kasubdit pengolahan di Provinsi Sumatera Selatan sebagai berikut : 1. Kabupaten Ogan Ilir Kabupaten Ogan Ilir mendapatkan alokasi bantuan kegiatan utama UPSUS meliputi pengembangan irigasi rawa lebak seluas Ha, intensifikasi padi inbrida jaja legowo Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 110

111 seluas Ha dan ekstensifikasi padi inbrida seluas Ha, Bantuan Traktor Roda Unit, Pompa air 28 unit, Rice Transplanter 18 unit, Combine Harvester Sedang 10 unit, Combine Harvester Besar 4 Unit, Power Thereser 7 unit, Power Thsreser Multiguna 10 Unit, Fasilitasi RMU 1 unit dan Rehab Bangunan RMU 1 unit. a) Padi Pencapaian produksi padi tahun 2015 (ATAP) adalah ton Gabah Kering Giling dan produktivitas 42,28 kw/ha dari luas panen ha, sedangkan pencapaian produksi padi tahun 2016 (ARAM II) mengalami penurunan menjadi ton Gabah Kering Giling dan produktivitas 38,19 kw/ha dari luas panen ha. b) Jagung Pencapaian produksi jagung tahun 2015 (ATAP) adalah 434 ton pipilan kering dan produktivitas 42,14 kw/ha dari luas panen 103 ha, sedangkan pencapaian produksi jagung tahun 2016 (ARAM II) mengalami kenaikan menjadi ton pipilan kering dan produktivitas 55,45 kw/ha dari luas panen 247,6 ha. c) Kedelai Pencapaian produksi kedelai tahun 2015 (ATAP) adalah 137 ton biji kering dan produktivitas 15,05 kw/ha dari luas panen 91 ha, sedangkan pencapaian produksi kedelai tahun 2016 (ARAM II) mengalami penurunan menjadi 23 ton pipilan keing dan produktivitas 14,11 kw/ha dari luas panen 16,3 ha Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 111

112 2. Kabupaten Ogan Komering Ilir Kabupaten Ogan Komering Ilir mendapatkan alokasi bantuan kegiatan utama UPSUS meliputi Pengembangan irigasi rawa lebak/pasang surut seluas Ha, Rehabilitasi jaringan irigasi (RJI) seluas 815 Ha, perluasaan sawah seluas Ha, Opimasi rawa gambut seluas 500 Ha, Intensifikasi padi inbrida jajar legowo seluas Ha, ektensifikasi padi inbrida jajar legowo seluas Ha, pengembangan padi melalui budidaya Hazton seluas 25 Ha, Pengembangan jagung hibrida seluas Ha, Bantuan Traktor Roda Unit, Pompa air 67 unit, Rice Transplanter 40 unit, Combine Harvester Sedang 26 unit, Combine Harvester Besar 8 Unit, Corn Combine Harvester 1 unit, Corn Sheller 14 Unit, Power Thereser 3 unit, Power Thsreser Multiguna 48 Unit, Fasilitasi RMU 1 unit dan Rehab Bangunan RMU 1 unit. a) Padi Pencapaian produksi padi tahun 2015 (ATAP) adalah ton Gabah Kering Giling dan produktivitas 45,73 kw/ha dari luas panen ha, sedangkan pencapaian produksi padi tahun 2016 (ARAM II) mengalami penurunan menjadi ton Gabah Kering Giling dan produktivitas 4.3,04 kw/ha dari luas panen ,7 ha. b) Jagung Pencapaian produksi jagung tahun 2015 (ATAP) adalah ton pipilan kering dan produktivitas 39,45 kw/ha dari luas panen ha, sedangkan pencapaian produksi jagung tahun 2016 (ARAM II) mengalami kenaikan menjadi ton pipilan kering dan produktivitas 35,04 kw/ha dari luas panen 6.549,9 ha. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 112

113 c) Kedelai Pencapaian produksi kedelai tahun 2015 (ATAP) adalah ton biji kering dan produktivitas 24,92 kw/ha dari luas panen 622 ha, sedangkan pencapaian produksi kedelai tahun 2016 (ARAM II) mengalami penurunan menjadi ton pipilan keing dan produktivitas 20,29 kw/ha dari luas panen 1.489,8 ha. 3. Kabupaten OKU Timur Kabupaten OKU Timur mendapatkan alokasi bantuan kegiatan utama UPSUS meliputi Rehabilitasi jaringan irigasi (RJI) seuas Ha, perluasaan sawah seluas 500 Ha, Pengembangan padi melalui budidaya padi Hazton seluas 25 Ha, intensifikasi padi inbrida jajar legowo seluas Ha, ekstensifikasi padi inbrida seluas Ha, padi hibrida seluas Ha, Pengembangan jagung hibrida seluas Ha, Bantuan Traktor Roda Unit, Pompa air 49 unit, Rice Transplanter 31 unit, Combine Harvester Kecil 10 unit, Combine Harvester Sedang 20 Unit, Corn Combine Harvester 1 unit, Corn Sheller 45 Unit, Power Thereser 3 unit,power Thsreser Multiguna 34 Unit, Fasilitasi RMU 1 unit dan Rehab Bangunan RMU 1 unit. a) Padi Pencapaian produksi padi tahun 2015 (ATAP) adalah ton Gabah Kering Giling dan produktivitas 58,72 kw/ha dari luas panen ha, sedangkan pencapaian produksi padi tahun 2016 (ARAM II) mengalami kenaikan menjadi ton Gabah Kering Giling dan produktivitas 63,73 kw/ha dari luas panen ha. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 113

114 b) Jagung Pencapaian produksi jagung tahun 2015 (ATAP) adalah ton pipilan kering dan produktivitas 61,92 kw/ha dari luas panen ha, sedangkan pencapaian produksi jagung tahun 2016 (ARAM II) mengalami kenaikan menjadi ton pipilan kering dan produktivitas 80,88 kw/ha dari luas panen ,9 ha. c) Kedelai Pencapaian produksi kedelai tahun 2015 (ATAP) adalah ton biji kering dan produktivitas 10,16 kw/ha dari luas panen 1.033ha, sedangkan pencapaian produksi kedelai tahun 2016 (ARAM II) mengalami penurunan menjadi ton pipilan keing dan produktivitas 10,50 kw/ha dari luas panen 2.726,7 ha. b. Provinsi Kalimantan Selatan Wilayah binaan Kasubdit Pascapanen di Provinsi Kalimantan Selatan sebagai berikut : 1. Kabupaten Barito Kuala a) Padi Pencapaian luas tanam padi tahun 2016 sebesar ha atau meningkat sebesar 4,51 % dibanding luas tanam tahun 2015 sebesar Luas panen sebesar ha atau meningkat sebesar 1,61 % dibanding luas panen tahun 2015 sebesar Produksi sebesar 357,070 ton atau meningkat sebesar 1,88% dibanding produksi tahun 2015 sebesar Produktivitas sebesar 36,06 kw/ha meningkat 0,25% dibandingkan produktivitas tahun 2015 sebesar 35,97 kw/ha Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 114

115 b) Jagung Pencapaian luas tanam jagung tahun 2016 sebesar 170 ha atau meningkat sebesar 57,41 % dibanding luas tanam tahun 2015 sebesar 108 ha. Luas panen sebesar 84,80 ha atau meningkat sebesar 17,78% dibanding luas panen tahun 2015 sebesar 72 ha. Produksi sebesar 415 ton pipilan kering atau meningkat sebesar 30,50% % dibanding produksi tahun 2015 sebesar 318 ton pipilan kering. Produktivitas sebesar 48,90 kw/ha meningkat sebesar 10,66 % dibanding produktivitas tahun 2015 sebesar 44,19 kw/ha c) Kedelai Pencapaian luas tanam kedelai tahun 2016 sebesar 524 ha atau meningkat sebesar % dibanding luas tanam tahun 2015 sebesar 34 ha. Luas panen sebesar 361 ha meningkat sebesar 7.120% dibanding luas panen tahun 2015 sebesar 5 ha Produksi sebesar 465 ton biji kering atau meningkat sebesar 7.650% biji kering dibanding produksi tahun 2015 sebesar 6 ton biji kering. Produktivitas sebesar 12,89 kw/ha meningkat sebesar 11,69 % dibanding produksitvitas tahun 2015 sebesar 11,54 kw/ha 2. Kabupaten Tapin a) Padi Pencapaian produksi padi tahun 2016 sebesar 391,697 ton Gabah Kering Giling dan produktivitas 5,20 ton/ha dari luas panen ha, sasaran produksi ton GKG dan produktivitas 4,67 ton/ha, capaian produksi tahun 2016 mengalami peningkatan 23 % dibanding dengan capaian produksi padi tahun 2015 sebesar Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 115

116 ton Gabah Kering Giling dan produktivitas 4,77 ton/ha dan luas panen ha. b) Jagung Pencapaian produksi Jagung tahun 2016 sebesar ton (biji kering), produktivitas 3,45 ton/ha dari luas panen 533 ha, sasaran produksi ton, produktivitas 3,55 ton/ha, produksi 2016 mengalami penurunan dibanding dengan produksi tahun 2015 sebesar ton (biji kering) dan produktivitas 2,42 ton/ha dan luas panen 840 ha. c) Kedelai Pencapaian produksi kedelai tahun 2016 sebesar 909 ton (biji kering), produktivitas 8,06 ton/ha dari luas panen ha. Mengalami penurunan dibanding produksi tahun 2015 sebesar 965 ton (pipilan kering), produktivitas 1,24 ton/ha dan luas panen 776 ha. 3. Kabupaten Hulu Sungai Selatan a) Padi Pencapaian produksi padi tahun 2016 sebesar 261,847 ton Gabah Kering Giling dan produktivitas 5,06 ton/ha dari luas panen 51,723 ha, sasaran produksi 244,039 ton GKG, dan produktivitas 4,77 ton per hektar, sedangkan pencapaian produksi padi tahun 2015 adalah 232,950 ton Gabah Kering Giling. b) Jagung Pencapaian produksi Jagung tahun 2016 adalah 440 ton (biji kering) dan produktivitas 4,17 ton/ha dengan luas panen 105,50 ha dari sasaran produksi 4,600 ton dengan produktivitas 4,74 ton/ha, sedangkan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 116

117 produksi Jagung tahun 2015 adalah 5,093 ton (biji kering). c) Kedelai Pencapaian produksi kedelai tahun 2016 adalah 2 ton (pipilan kering) dan produktivitas 1,08 ton/ha, luas panen 2 ha, sedangkan produksi tahun 2015 adalah 36 ton. Kondisi wilayah yang umumnya lahan lebak pada tahun 2016 mengalami banjir/puso untuk waktu tanam jagung dan kedelai, sehingga tidak dapat melaksanakan pertanaman. 4. Rapat Koordinasi UPSUS PJK Melalui program UPSUS tiga komoditas utama padi, jagung, kedelai (pajale), pemerintah Presiden Jokowi sangat bertekad untuk mensukseskan kedaulatan pangan dalam kurun waktu 3 tahun ini, yaitu pada tahun Pada kegiatan UPSUS pajale, segala strategi dan upaya dilakukan untuk peningkatan luas tanam dan produktivitas di daerah sentra produksi pangan. Operasioanalisasi pencapaian target di lapangan dilaksanakan secara all in untuk mensukseskan program antara lain dengan penyediaan dana, pengerahan tenaga, perbaikan jaringan irigasi yang rusak, bantuan pupuk, ketersediaan benih unggul yang tepat (jenis/varietas, jumlah, tempat, waktu, mutu, harga ), bantuan alsintan yang mendukung persiapan, panen dan pascapanen termasuk kepastian pemasarannya. Dalam rangka mengevaluasi pencapaian target tanam MT. Oktober Maret 2016, dan pelaksanaan Musim Tanam April September 2016 serta Pelaksanaan Serapan Gabah 2016, maka sebagai bahan kebijakan pemerintah dimasa yang akan datang, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, menyelenggarakan Rapat Koordinasi Upaya Khusus (UPSUS) Padi, Jagung dan Kedelai, pada tanggal 3-5 Mei 2016 di Palembang. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 117

118 Pertemuan dihadiri oleh Direktur Jenderal Tanaman Pangan sekaligus menyampaikan arahan dan membuka pertemuan. Pertemuan dihadiri oleh Staf Ahli Bidang Lingkungan, Kementerian Pertanian, Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sumatera Selatan, Kepala Divre Bulog Sumatera Selatan dan Bangka Belitung, Danrem,, Kepala BPS sumatera Selatan dan BPS Kabupaten/Kota Sumatera Selatan, Dandim Kab/kota Provinsi Sumatera selatan, Kepala Dinas dan Kepala Bidang Tanaman Pangan Kab/Kota Provinsi Sumatera Selatan. Narasumber Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Staf Ahli Bidang Lingkungan, Kabulog Divre Sumsel dan Babel, BPS Sumsel, Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Prov Sumsel, Direktur Pengolahan dan Pengolahan Tanaman Pangan, Sekda Kab. OKI, Danrem Sumsel. a. Lesson Learn Pelaksanaan UPSUS PAJALE dapat disampaikan sebagai berikut : 1) Target tanam Provinsi Sumatera Selatan tahun 2015/2016 adalah ha, realisasi sampai dengan tanggal 2 mei 2016 adalah ha, maka luas tambah tanam yang belum terealisasi adalah ha. Periode OKMAR 2015/2016 target ha realisasi ha, terdapat kelebihan tambah tanam seluas ha. Target ASEP 2016 adalah ha dan telah terealisasi sampai dengan tanggal 2 Mei 2016 adalah ha, maka terdapat kekurangan tanam seluas ha. 2) Kekurangan tambah tanam periode ASEP 2016 seluas ha akan dioptimalkan khusus di daerah lebak yaitu Kabupaten OKI ( ha) dan Ogan Ilir ( ha). Untuk itu khusus kepada daerah yang mempunyai lahan lebak untuk segera berkoordinasi dengan TNI AD, KCD, penyuluh dan tenaga pendamping agar dapat melakukan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 118

119 pendampingan dan dukungan sepenuhnya kepada petani, pada kegiatan RJIT dan cetak sawah segera dioptimalkan pelaksanaannya, khusus untuk di lahan kering perlu adanya intercropping di lahan perkebunan. 3) Pelaksanaan SERGAP Bulog di Sumatera Selatan untuk gabah masih terserap 12,13 % dan beras 12,05 %, maka agar lebih diperhatikan serapan gabah/beras di wilayah Sub Divre maupun Kansilog dan melaporkan perkembangan serapan gabah/beras per hari kepada Bulog Divre Sumsel ditembuskan kepada Dinas Pertanian TPH Provinsi Sumsel. 4) Tantangan yang dihadapi adalah system pendataan LTT dan BPS belum optimal, faktor iklim (lahan lebak yang masih tergenang dan lahan pasang surut belum bisa dilakukan olah tanah), petani masih tergantung dengan dana pemerintah, produktivitas rendah (pola tanam tabur benih langsung sangat berpengaruh terhadap produktivitas, saprodi bergantung pada subsidi pemerintah dan alat pengolahan hasil masih sederhana), ketergantungan sistem yarnen masih terjadi pada sebagian petani, adanya keterbatasan tenaga kerja di bidang pertanian sedangkan lahan sangat luas, benih ciherang tidak sesuai dengan tipologi lahan di Sumsel karena sering terjadi penyakit blast dan patah leher. 5) Pada tahun 2016, Pemerintah telah menetapkan sasaran produksi padi sebesar 76,23 juta ton GKG, jagung sebesar 24 juta ton PK dan kedelai sebesar 1,5 juta ton BK. Angka ini hanya bersifat indikatif. Bapak Menteri Pertanian telah mengarahkan agar sasaran yang dicapai sesuai dengan kesepakatan yang telah dilakukan dengan dinas daerah. Untuk Provinsi Sumatera Selatan sasaran produksi padi sebesar ton, jagung ton dan kedelai ton Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 119

120 6) Pencapaian jumlah produksi hanya dapat diperoleh dari : a) peningkatan luas panen dan peningkatan produktivitas; b) aktualisasi jumlah produksi harus dapat digambarkan dari cadangan produksi yang meningkat (Stok Bulog melalui Sergap) atau ekspor yang meningkat, c) peningkatan nilai tambah dapat dilihat dari pertumbuhan proses olahan maupun kemasan yang lebih baik, serta d) peningkatan mutu pangan dapat dilihat dari bertambahnya jumlah sertifikasi atau registrasi produk tanaman pangan. 7) Percepatan kegiatan dan penyerapan anggaran yang dminta oleh Bapak Menteri Pertanian, serapan anggaran Direktorat Jenderal Tanaman Pangan akhir Mei sebesar 40 %. Sumsel sampai dengan tanggal 2 Mei 2016 realisasinya (SPAN) mencapai 21,76 % atau peringkat kedua secara Nasional. 8) Target akselerasi penyerapan gabah/beras Bulog Divre Sumatera Selatan adalah ton yang terdiri dari Palembang ton, OKU ton, Lahat ton, Lubuk Linggau ton. 9) Upaya optimalisasi penyerapan gabah/beras adalah pemantauan ke lokasi-lokasi panen sentra padi bersama dengan Dinas Pertanian dan TNI AD setempat untuk melakukan penyerapan secara langsung kepada petani sesuai dengan persyaratan/ketentuan yang berlaku dan mendirikan posko-posko di lokasi penyerapan gabah/beras. 10) Sistem pendataan antara Dinas Pertanian dan BPS masih belum sinkron, hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan persepsi antara KSK dan KCD. Pergantian petugas menjadi pangkal permasalahan perbedaan data. 11) BPS memberikan apresiasi kepada Dinas Pertanian TPH Prov. Sumsel, ada peningkatan produksi sebesar 15,73% pada level 4,25 juta ton. Faktor penentu faktor produksi pada Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 120

121 adalah luas tanam dikalikan produktifitas, dan hal ini agar dilakukan bersama antara Dinas dan BPS agar mendapatkan data yang tepat dan akurat. 12) Tantangan yang dihadapi BPS adalah : petak sawah yang menyebar/tidak beraturan menyulitkan perhitungan penentuan luas tanaman padi, ubinan di Sumatera Selatan merupakan tertinggi ke-2 se Indonesia hal ini tidak terlepas dari koordinasi yang baik antara KSK dan KCD tetapi petani tidak kooperatif (sebelum dilakukan ubinan, petani sudah melakukan pemanenan). 13) Permasalahan dalam penentuan inflasi di Sumatera Selatan, bahwa data inflasi di perdesaan lebih tinggi daripada di perkotaan, padahal desa merupakan sentral komoditi pangan, maka perlu kerjasama yang baik dengan semua pihak agar margin perdagangan dapat dikontrol melalui memperpendek jalur distribusi. 14) Dukungan Korem 044/GAPO adalah pengerahan SSK, pembentukan satgas SERGAP, penyiapan gudang penyimpanan sementara hasil panen, pemberdayaan intelegen dalam monitoring perkembangan UPSUS, peningkatan puan Babinsa melalui TAR Budidaya Pajale tersebar di Kodim JAJREM 044/GAPO, mempersiapkan brigade alsintan dalam menghadapi musim kemarau dan mempersiapkan penanganan hama tikus dan babi bersama masyarakat. 15) Penyuluh diberikan fasilitas untuk pengawalan dan pendampingan sebanyak 800 orang (WKPP) untuk berkunjung ke kelompok tani termasuk insentif untuk THL (Tenaga Harian Lepas). 16) Badan Pengembangan SDM akan menetapkan dan mengukuhkan Penyuluh Pertanian swadaya dan pemberian Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 121

122 insentif bagi Penyuluh Pertanian Swadaya. Dari 1700 orang Penyuluh Pertanian di Sumatera Selatan, baru 800 orang yang difasilitasi. b. Permasalahan UPSUS Pajale Tahun 2016 di Kabupaten/Kota se- Sumatera Selatan dan upaya tindak lanjut sebagai berikut 1) Kabupaten Pagar Alam a) Serangan ulat grayak dan blast yang berpengaruh terhadap hasil ubinan b) Bantuan benih jagung seluas 187 ha pengadaan pusat belum realisasi. 2) Kabupaten Muratara a) Untuk tahun 2017 masih ada kegiatan UPSUS Pajale, sehingga memerlukan kemitraan untuk pemasaran hasil terutama pada komoditi jagung dan kedelai. b) Bantuan benih jagung dari pengadaan Pusat seluas 1500 ha belum ada realisasi. 3) Kota Prabumulih a) Mengusulkan kegiatan ekstensifikasi seluas 700 ha. b) Bantuan benih jagung (pengadaan dari pusat) seluas 200 ha belum ada realisasi 4) Kabupaten Banyuasin a) Capaian target tanam pada bulan April belum terealisasi karena di beberapa kecamatan masih ada panen. b) Kondisi lahan masih tergenang (Banyuasin Timur) c) Banyuasin sudah mendapatkan bantuan TR-4 sebanyak 35 unit, namun untuk memenuhi lahan seluas ha tidak tercukupi sedangkan TR-2 digunakan untuk olah tanah regular. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 122

123 Upaya Tindaklanjut : a) Bupati telah menyusun jadwal monitoring ke lapangan (setiap 2 hari ke desa-desa terutama prioritas ke desa yang capaian tanamnya rendah). b) Kabid dibentuk menjadi tim Pembina, setiap Kabid memegang 3 sampai 4 kecamatan. c) Alsintan yang telah diberikan dijadikan UPJA d) Petani yang mengikuti program UPSUS, wajib mengikuti AUTP. 5) Kabupaten Musi Rawas a) Tidak tercapainya target luas tanam pada bulan April, dikarenakan faktor alam, yaitu tanaman bulan Desember dan Januari mengalami kebanjiran sampai 3 kali tanam sehingga mengakibatkan keterlambatan panen dan berdampak pada keterlambatan tanam. b) Untuk mengatasi hal tersebut adalah : percepatan tanam pada bulan Mei untuk menutupi kekurangan luas tanam pada bulan April. c) Himbauan kepada Bulog, agar bersungguh-sungguh dalam menyerap gabah/beras petani. 6) Kabupaten Musi Banyuasin a) Keterlambatan panen mengakibatkan terlambat tanam, disebabkan oleh dampak kemarau panjang pada tahun sebelumnya b) Curah hujan yang tinggi menyebabkan lahan lebak belum dapat dilakukan pertanaman c) Ketersediaan benih padi terutama benih bersubsidi yang pengadaannya tidak tepat waktu. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 123

124 Upaya Tindaklanjut : a) Penyediaan benih padi bersubsidi yang tepat varietas, tepat waktu pada PT. Pertani. b) Mengoptimalkan bantuan alat tanam baik dari APBD II, APBD I dan APBN. c) Bersama-sama dengan pihak TNI AD menggerakkan petani untuk percepatan tanam. 7) Kabupaten Lahat a) Bersama Tim Upsus Kabupaten melaksanakan sosialisasi peningkatan Intensitas (IP) dan sistem tanam jajar legowo. b) Melaksanakan gerakan percepatan pengolahan tanah pada lahan yang selesai pemanenan. c) Berkoordinasi dengan para distributor dan pengecer pupuk untuk ketersediaan pupuk pada MT. ASEP d) Sosialisasi CPCL PAT Padi lahan kering untuk pertanaman MT. ASEP 2016 seluas Ha. 8) Kabupaten OKU a) Kendala pertanaman di Kabupaten OKU adalah setelah panen lahan tidak langsung diolah b) Solusinya adalah melakukan percepatan tanam di bulan mei dengan menggunakan sistem Jarwo c) Ketersediaan benih terbantu dengan kegiatan Desa Mandiri Benih. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 124

125 VII PELAKSANAAN KEGIATAN SUBDIT STANDARDISASI DAN MUTU A. Sosialisasi dan Bimbingan Standardisasi Dan Mutu Hasil Tanaman Pangan Kegiatan sosialisasi dan bimbingan standardisasi dan mutu hasil tanaman pangan meliputi : 1. Bimbingan Teknis Petugas Pendamping Penerapan Sistem Pertanian Organik Pertumbuhan pasar produk organik di Indonesia cukup pesat, hal tersebut ditandai dengan meningkatnya jumlah petani yang mengelola pertanian organik dari tahun ke tahun. Sampai dengan tahun 2015 jumlah poktan/gapoktan beras yang sudah mendapatkan sertifikasi organik sebanyak 215 poktan/gapoktan padi organik bersertifikat, tersebar di 15 Provinsi (Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Jambi, Lampung, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur, Bali, NTT, NTB, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah). Selain itu outlet organik di supermarket (ritel), restoran, organisasi pecinta organik dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) serta Lembaga Sertifikasi Organik (LSO) juga turut meningkat jumlahnya. Melalui kegiatan Bimbingan Teknis Petugas Pendamping Penerapan Sistem Pertanian Organik diharapkan adanya penyamaan persepsi mekanisme sertifikasi organik berbasis kelompok melalui penerapan sistem pengawasan internal (Internal Control System/ICS) yang sesuai dengan aturan dari SNI 6729:2016 dan Permentan No. 64 Tahun 2013 sehingga tersedia petugas pendamping yang kompeten dan memiliki dedikasi tinggi untuk mendampingi poktan/gapoktan organik dalam menerapkan sistem pertanian organik sehingga dapat disertifikasi oleh LSO yang kompeten. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 125

126 Tujuan Bimbingan Teknis Petugas Pendamping Penerapan Sistem Pertanian Organik sebagai berikut : a) Memberikan pemahaman tentang peraturan dan prosedur penerapan sistem sertifikasi pertanian organik; b) Menyediakan petugas pendamping yang kompeten untuk mendukung kegiatan fasilitasi sertifikasi pangan organik berbasis kelompok untuk program pembinaan dan sertifikasi sistem pertanian organik, dimana mereka akan melakukan pembinaan lebih lanjut kepada poktan/gapoktan di lokasi yang di tentukan Sasaran kegiatan adalah meningkatkan pengetahuan, wawasan dan keterampilan Petugas Pendamping di Instansi Pusat dan 26 Dinas pertanian Provinsi/Kab/Kota sehingga mampu melakukan pendampingan kepada pelaku usaha untuk dapat menerapkan sistem pertanian organik di masing-masing wilayahnya. Pelaksanaan kegiatan Bimbingan Teknis Petugas Pendamping Penerapan Sistem Pertanian Organik dilaksanakan pada tanggal 29 Maret 01 April 2016 di Hotel Grandia Bandung, dibuka oleh Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan, dihadiri oleh 70 peserta yang terdiri dari para petugas pendamping sistem pertanian organik di 26 provinsi serta instansi terkait lainnya. Narasumber Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, KADIN, Lembaga Sertifikasi Organik, Balai Penelitian Tanah (Balittanah), Balai Besar Litbang Bioteknologi & Sumber Daya Genetik Pertanian (Balai Besar Biogen), Konsultan Bisnis dan narasumber dari Gapoktan Simpatik, Kabupaten Tasikmalaya. Materi yang disampaikan Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan sebagai berikut : a) Kebijakan dan Rancang Bangun Pengembangan Sistem Organik; b) Kebijakan Pengembangan Bisnis Pertanian dan Pola Pengembangan Kerjasama Bisnis Melalui KADIN; Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 126

127 c) Strategi Penguatan Penerapan Sistem Pertanian Organik; d) Teknik Pemecahan Masalah dan Pengambilan Keputusan Dalam Sebuah Proses Bisnis; e) SNI 6729:2013 Sistem Pertanian Organik, dan Permentan Nomor 64/Permentan/OT.140/5/2013 tentang Sistem Pertanian Organik, dan Analisa Usahatani Padi Organik; f) Tantangan dan Pola Pengembangan Pupuk Organik; g) Tantangan dan Pola Pengembangan Pestisida Alam; h) Standar Organik Internasional (Uni Eropa dan China); i) Sertifikasi Organik Berbasis Kelompok; j) Pengantar Penyusunan Dokumen Sistem Mutu Sertifikasi Berbasis Kelompok; k) Penerapan Sistem Kendali Internal; Berdasarkan hasil paparan narasumber, diskusi dan masukan peserta, beberapa permasalahan yang perlu mendapat perhatian dan menjadi prioritas untuk ditindaklanjuti sebagai berikut : a) Arahan penting yang diminta oleh Direktur Jenderal Tanaman Pangan agar ditelaah adalah menyusun Roadmap Pengembangan Ekspor Beras sampai tahun Untuk itu, Direktorat Serealia serta Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan (PPHTP) melakukan rapat koordinasi untuk menyelesaikan hal tersebut dengan mengundang daerah b) Direktur Jenderal Tanaman Pangan, menekankan Penguatan Pelaksanaan Sistem Pertanian Organik (beras) untuk memenuhi kebutuhan domestik dan ekspor yang ditargetkan oleh Menteri Pertanian. Peningkatan ekspor beras didukung oleh pengembangan beras-beras khusus lainnya seperti beras hitam dan merah, yang dapat dikembangkan dalam budidaya organik maupun non organik (tergantung permintaan pasar). Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 127

128 c) Petugas pendamping harus dapat melakukan evaluasi terhadap poktan atau gapoktan yang didampinginya, sehingga dapat diketahui penyebab atau kendala yang terjadi jika tidak berkembangnya penerapan sistem pertanian organic diwilayah binaan dan hal ini nantinya dapat menjadi masukan untuk pemerintah pusat dalam pelaksaan program kedepan terkait pengembangan 1000 desa organik; d) Petugas pendamping diharapkan dapat membantu mencari peluang-peluang pasar baik domestik maupun internasional dengan adanya kerjasama mengenai peluang pemasaran dalam mengatasi masalah dalam bisnis yang dapat diberikan oleh perwakilan dari KADIN dan Konsultan Bisnis di masing-masing provinsi. e) Diperlukan harmonisasi diantara lembaga sertifikasi organik yang telah ada di Indonesia terkait dengan persyaratan sertifikasi organik dan biaya sertifikasi; f) Sistem Pertanian Organik merupakan sebuah proses bisnis dengan peluang pasar yang sangat besar dan pilihan pasar yang beragam sesuai dengan segmentasi yang diinginkan; g) Petugas pendamping sistem pertanian organik tidak hanya berfungsi untuk memproses dokumen tetapi merupakan agen perubahan. h) Dalam mendukung program tersebut diperlukan kebijakan yang sinergis antara Pemerintah Pusat dan Daerah, Swasta, Perguruan Tinggi, dan Stakeholder lainnya i) Dukungan kebijakan pengembangan pertanian organik yang memadai (Pedoman Umum & Teknis) 1) Dukungan penelitian dan pengembangan 2) Kebijakan mutu, standarisasi dan infrastruktur pendukung Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 128

129 3) Pembinaan secara terpadu oleh Pemerintah Pusat dan Daerah terkait dengan GAP (produksi), GHP (panen & pasca panen), GMP (pengolahan) maupun GRP (pemasaran) 4) Sertifikasi produk organik berbasis kelompok 5) Jaminan pasar domestik dan internasional 6) Dukungan promosi dalam negeri dan luar negeri Kunjungan lapang ke Gapoktan Simpatik di kampung Cidahu Desa Mekarwangi Kecamatan Cisayong Kabupaten Tasikmalaya, untuk melihat langsung penerapan sistem pertanian organik pada pelaku usaha yang telah melakukan ekspor produk organik. Dengan kunjungan tersebut, diharapakan petugas pendamping peserta bimtek dapat termotivasi dan konsisten dalam mendampingi Poktan/ Gapoktan melakukan penerapan sistem pertanian organik. Adapun yang perlu ditindaklanjuti dari kegiatan Bimbingan Teknis Petugas Pendamping Penerapan Sistem Pertanian Organik sebagai berikut : a. Dinas Pertanian Provinsi diharapkan dapat mengadakan Bimbingan Teknis lanjutan dimasing-masing daerahnya dengan materi yang membangun spirit dan komitmen (bukan sekedar melaksanakan kegiatan). b. Petugas pendamping penerapan sistem pertaian organik di Provinsi menentuan CP/CL yang menerima bantuan dana Ditjen Tanaman Pangan diharapkan dapat melihat karakteristik dari petani/poktan/gapoktan saat apresiasi ICS, dimana syarat mutlak organisasi kelompok tersebut yaitu solidaritas petani yang merupakan inti dari penerapan sertifikasi organik berbasis kelompok serta bagaimana petani menginterpretasikan SNI organik kedalam kegiatan pertanian organik sehingga dapat Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 129

130 dituangkan kedalam dokumen sistem mutu kelompok dan dengan mudah nantinya untuk diterapkan; c. Secara resmi petani CP/CL yang sudah merupakan seleksi dari petani yang bermutu dan masuk dalam ICS untuk sertifikasi organik akan di lakukan TOT pelatihan sistem manajemen internal untuk sertifikasi kelompok untuk komoditi tanaman pangan oleh petugas pendamping penerapan sistem pertanian organik; d. Evaluasi harus dilakukan terkait pendampingan untuk kegiatan Fasilitasi Sertifikasi Pengawalan Penerapan Jaminan Mutu dan Sistem Pertanian Organik 2. Bahan Informasi Mutu dan Standardisasi Bahan Informasi Mutu dan Standardisasi berupa buku Standar Nasional Indonesia (SNI) Komoditi Tanaman Pangan dan Sistem Pertanian Organik. Buku SNI komoditi tanaman pangan berisi informasi terkait standar beras, jagung, jagung bahan pakan ternak, kedelai, bekatul, gabah, ubijalar, kacang tanah, kacang hijau dan sorgum. Buku SNI sistem pertanian organik berisi informasi terkait tata cara budidaya tanaman pangan secara organik. Tujuannya untuk memberikan informasi serta panduan kepada para petani, petugas lapangan dan pelaku usaha sehingga dapat menerapkan standar dalam rangka meningkatkan mutu produk tanaman pangan 3. Pengembangan Peningkatan Kompetensi SDM Dalam rangka meningkatkan kompetensi SDM, Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan telah mengikuti berbagai pelatihan yaitu sebanyak 51 orang dari instansi pusat, dinas pertanian, dan poktan. Pelatihan yang diikuti yaitu Pelatihan Inspektor Organik, Pelatihan Internal Control System (ICS) Pertanian Organik, Pelatihan Fasilitator Pertanian Organik, Pelatihan Pembuatan Pupuk & Pestisida Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 130

131 Organik, Pelatihan Petugas Pengambil Contoh dalam Rangka Inspeksi dan Pengujian, Pelatihan Pengadaan Barang dan Jasa, Pelatihan Penerapan & Dokumentasi Sistem HACCP, Pelatihan Ekspor Impor Plus, dan Pelatihan Design Grafis. B. Fasilitasi Sertifikasi 1. Fasilitasi Sertifikasi Sistem Pertanian Organik Dalam rangka mendukung program nawacita untuk pengembangan 1000 desa pertanian organik serta akselerasi ekspor beras, Ditjen Tanaman Pangan memberikan fasilitasi sertifikasi pertanian organik. Fasilitasi sertifikasisistem pertanian organik merupakan kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk organik melalui mekanisme sertifikasi yang dilakukan oleh Lembaga Sertifikasi Pertanian Organik yang kompeten. Pelaku usaha yang sudah menerapkan sistem pertanian organik dan mendapatkan sertifikasi organik berhak mencantumkan logo organik Indonesia pada produk yang dihasilkan.sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian nomor 64/Permentan/OT.140/5/2013, seluruh produk organik yang beredar di wilayah Indonesia baik produksi dalam negeri maupun pemasukan (impor) harus mencantumkan logo organik Indonesia. Pelaku usaha yang ingin mendapatkan sertifikasi organik harus memenuhi persyaratan teknis sebagaimana tertuang dalam SNI 6729 Tahun dan persyaratan manajemen sesuai dengan ketentuan yang berlaku. SNI 6729 Tahun 2016 sebagai pengganti SNI 6729 Tahun 2013 tentang Sistem Pertanian Organik telah diterbitkan namun baru diberlakukan mulai Agustus Mengingat sertifikasi pertanian organik tidak hanya didasarkan pada penilaian produk akhir saja, melainkan dimulai dari proses produksi sampai distribusi yang terdokumentasi, diperlukan pendampingan oleh pihak terkait baik Pemerintah Pusat, Daerah maupun instansi lainnya. Tahapan fasilitasi sertifikasi organik dimulai dari identifikasi CPCL, apresiasi dan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 131

132 sosialisasi sistem pertanian organik, penyusunan dokumen sistem mutu untuk sertifikasi pertanian organik, penerapan Internal Control System (ICS) dan pengajuan sertifikasi ke Lembaga Sertifikasi Organik yang sudah diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN). Pada awal tahun anggaran 2016, sebanyak 75 pelaku usaha ditargetkan mendapatkan sertifikasi organik. Namun setelah melihat kesiapan di lapangan, pada penghematan APBNP I tahun 2016 terjadi perubahan target sertifikasi organik semula 75 pelaku usaha menjadi 56 pelaku usaha dan pada penghematan II menjadi 33 pelaku usaha. Sampai dengan bulan Desember 2016, terdapat 32 pelaku usaha organik (96,97% dari target 33 pelaku usaha organik atau 57,14 % dari target 56 pelaku usaha organik) sudah berhasil mendapatkan sertifikasi organik. Satu Pelaku usaha organik di Provinsi Kalimantan Barat sudah dilakukan inspeksi oleh LSO dan dalam proses penyelesaian tindakan perbaikan. Provinsi yang tidak dapat meneruskan proses sertifikasi adalah Provinsi Kalimantan Tengah, hal ini disebabkan karena pengurus poktan berpindah ke provinsi lain. Perkembangan tahapan pelaksanaan sertifikasi organik TA 2016 disajikan pada tabel berikut : Tabel 17 : Perkembangan Tahapan Pelaksanaan Sertifikasi Organik Tahun 2016 No. Provinsi Target 1 Aceh 4 0 Semula Menjadi Sosialisasi Doksistu Penerapan ICS Proses Sertifikasi Sertifikasi 2 Sumut LSO Lesos 3 Sumbar LSO Sumbar 4 Riau Jambi Sumsel LSO Sumsel 7 Bengkulu Lampung Jabar LSO Inofice 10 Jateng 5 0 Tahapan Pembinaan dan Sertifikasi Pertanian Organik Luas (ha) Keterangan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 132

133 No. Provinsi Semula Menjadi Sosialisasi Doksistu Penerapan ICS Proses Sertifikasi Sertifikasi 11 DIY Persada 12 Jatim LSO Lesos 13 Banten Inofice 14 Bali LSO Lesos 15 NTB NTT LSO Inofice 17 Kalbar Kalteng Sulteng LSO Inofice 20 Sulsel LSO Inofice 21 Sultra Gorontalo Sulbar Malut Papua Barat Papua 1 0 Total Target Tahapan Pembinaan dan Sertifikasi Pertanian Organik Catatan : Untuk Provinsi Sumatera Barat, biaya Sertifikasi tidak realisasi karena biaya sertifikasi gratis Luas (ha) Keterangan 2. Penerapan Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan Penerapan sistem jaminan mutu dan keamanan pangan bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk pertanian melalui mekanisme penjaminan (registrasi) yang dilakukan oleh Otoritas Kompeten Keamanan Pangan Pusat (OKKPP)/Otoritas Kompeten Keamanan Pangan Daerah (OKKPD). Pelaku usaha yang sudah menerapkan sistem jaminan mutu dan keamanan pangan dan mendapatkan nomor registrasi Pangan Segar Asal Tumbuhan (PSAT), berhak mencantumkan nomor register PSAT tersebut pada kemasan retail produk yang dihasilkan saat produk akan diedarkan di pasaran. Pelaku usaha yang akan mendapatkan nomor registrasi PSAT untuk Produk Dalam (PD) atau Produk Luar (PL) dalam kemasan retail, harus memenuhi ketetentuan peraturan Menteri Pertanian Nomor 51/ Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 133

134 permentan/ot.140/10/2008 tentang Syarat dan Tata Cara Pendaftaran Pangan Segar Asal Tumbuhan. Registrasi produk hasil pertanian tidak hanya didasarkan pada penilaian produk akhir saja, melainkan dimulai dari proses produksi sampai distribusi yang terdokumentasi, sehingga diperlukan pendampingan oleh pihak terkait, baik pusat, daerah maupun instansi lainnya. Output dari penerapan sistem jaminan mutu dan keamanan pangan adalah terlaksananya bimbingan teknis penerapan jaminan mutu dan keamanan pangan bagi poktan/gapoktan/pelaku usaha pertanian di 25 Provinsi (50 lokasi) sehingga siap diberikan nomor register PSAT. Outcome tersedianya produk pertanian yang memiliki jaminan mutu dan keamanan pangan dalam bentuk registrasi PSAT. Pada awal tahun anggaran 2016, sebanyak 50 pelaku usaha khususnya poktan/gapoktan/penggilingan padi yang memiliki kemasan retail produk menjadi sasaran dalam pemberian nomor registrasi PSAT, namun dalam pelaksanaannya ditemui beberapa kendala seperti : a) terjadi pemotongan anggaran ; b) Beberapa otoritas kompeten keamanan pangan daerah belum mempunyai ruang lingkup registrasi PSAT, sehingga pemberian nomor register PSAT menjadi terhambat ; c) Pelaku usaha penggilingan padi yang telah dibina untuk memperoleh register PSAT belum memenuhi persyaratan keamanan dan kebersihan yang menjadi penilaian dalam proses register PSAT. Untuk Itu beberapa provinsi pelaku usaha penggilingan beras yang telah diajukan ke OKPPD masih dalam proses registrasi untuk melanjutkan pemenuhan persyaratan register tersebut. Status Kegiatan Penerapan Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan (Registrasi PSAT 2016) disajikan pada tabel berikut : Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 134

135 Tabel 18 : Status Kegiatan Penerapan Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan (Registrasi PSAT 2016) Target Tahapan Fasilitasi Penerapan Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan No Provinsi Penerapan Pengujian Proses Keterangan Semula Menjadi Sosialisasi Doksistu Registrasi SJMKP Lab Registrasi 1 Aceh 2 0 Penghematan 2 Sumut Sumbar OKKPD Sumbar 4 Riau 2 0 Penghematan 5 Jambi 2 0 Penghematan 6 Sumsel 2 0 Penghematan 7 Bengkulu 2 0 Penghematan 8 Lampung 2 0 Penghematan 9 Jabar Jateng 2 0 Penghematan 11 DIY OKKPD DIY 12 Jatim 2 0 Penghematan 13 Banten OKKPD Banten 14 Bali OKKPD Bali 15 NTB 2 0 Penghematan 16 NTT Kalbar Kalteng 2 0 Penghematan 19 Sulteng Sulsel 2 0 Penghematan 21 Sultra 2 0 Penghematan 22 Gorontalo Penghematan 23 Sulbar 2 0 Penghematan 24 Malut 2 0 Penghematan 25 Papua Barat 2 0 Penghematan Total Ket : a. Penambahan 8 register di Provinsi Sumatera Barat dan semuanya lulus registrasi b. Penambahan 1 proses registrasi di Provinsi Kalimantan Barat c. Pengajuan biaya ke OKPPD tidak dikenakan biaya, jadi alokasi biaya penerapan jaminan mutu dan keamanan pangan diperuntukkan untuk biaya pendampingan dan pengujian laboratorium. C. Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan Standardisasi dan Mutu Dalam rangka mendukung kegiatan 1000 Desa Pertanian Organik, pemerintah memberikan fasilitasi sertifikasi sebanyak 34 unit dan sistem jaminan mutu & keamanan pangan di 13 propinsi. Diharapkan dengan bantuan fasilitasi sertifikasi dapat membantu petani dalam rangka biaya sertifikasi lahan organiknya dan atau untuk biaya sertifikasi ulang lahan organiknya. Pengawalan dan monev pelaksanaan kegiatan fasilitasi sertifikasi dan sistem jaminan mutu keamanan pangan APBN tahun 2016 sebagai berikut : Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 135

136 1. Melakukan pengawalan dan monitoring bantuan fasilitasi sertifikasi dan sistem jaminan mutu keamanan pangan tahun Memperoleh informasi mengenai permasalahan dalam kegiatan pascapanen tanaman pangan. 3. Melakukan evaluasi sebagai bahan untuk perencanaan program dan kegiatan pada tahun Pengawalan dan monitoring kegiatan fasilitasi sertifikasi dan sistem jaminan mutu keamanan pangan diperoleh hasil sebagai berikut : 1. Pengawalan dan monev bantuan kegiatan fasilitasi sertifikasi dan sistem jaminan mutu keamanan pangan dilaksanakan pada 13 (tiga belas) provinsi yaituprovinsi Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Jawa Barat, DIY, Jawa Timur, Banten, Bali, NTT, Kalimantan Barat,Kalimantan Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Selatan. 2. Bantuan fasilitasi sertifikasi organik sebanyak 34 unit dialokasikan di 13 provinsi, realisasi sampai dengan pertengahan bulan Desember 2016 sebanyak 32 unit yaitu di Provinsi Sumatera Barat 3 unit, Sumatera Utara 4 unit, Sumatera Selatan 3 unit, Jawa Barat 7 unit, Jawa Timur 3 unit, Bali 3 unit, Sulawesi Tengah 1 unit, dan Sulawesi Selatan 2 unit, Banten 1 unit dan NTT 3 unit dan DIY 2 unit. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 136

137 VIII PELAKSANAAN KEGIATAN SUBDIT PEMASARAN DAN INVESTASI A. Sosialisasi dan Bimbingan Pengembangan Pemasaran dan Investasi 1. Akselarasi Ekspor Komoditas Tanaman Pangan Akselarasi Ekspor Komoditas Tanaman Pangan dilaksanakan dengan melakukan kegiatan Pertemuan Akselerasi Ekspor Komoditas Tanaman Pangan dengan tema Pengembangan Pasar Dalam Negeri dan Akselerasi Ekspor Produk Strategis Tanaman Pangan, dilaksanakan pada hari Rabu Jumat tanggal Mei 2016 di Hotel Amaroossa Bandung, Provinsi Jawa Barat. Tujuan dari kegiatan Pertemuan Akselerasi Ekspor Komoditas Tanaman Pangan adalah menyusun langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk pemanfaatan peluang pasar dalam rangka meningkatkan peluang pemasaran produk tanaman pangan baik mentah maupun olahan ke dalam negeri dan luar negeri Sasaran yang ingin dicapai dari pelaksanaan kegiatan Pertemuan Akselerasi Ekspor Komoditas Tanaman Pangan adalah meningkatnya peluang pemasaran produk tanaman pangan baik mentah maupun olahan ke dalam negeri dan luar negeri. Hasil Pelaksanaan Pertemuan Akselerasi Ekspor Komoditas Tanaman Pangan sebagai berikut : a. Pertemuan dihadiri kurang lebih 70 peserta yang terdiri dari perwakilan Petani dan kelompok tani, Pelaku Usaha, Asosiasi, Eksportir, Importir, Perwakilan dari Badan Perencanaan Daerah Provinsi Jawa Barat, Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Barat, Dinas Pertanian Provinsi DI. Yogyakarta, Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur, Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat, Dinas Pertanian Kabupaten Bondowoso Provinsi Jawa Timur, Dinas Pertanian Kabupaten lingkup Provinsi Jawa Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 137

138 Barat, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perekonomian, Eselon I lingkup Kementerian Pertanian, Eselon II lingkup Ditjen Tanaman Pangan dan lingkup Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian. Narasumber antara lain : a) Gapoktan Sarinah ; b) PT. Semesta eksportir ketan hitam; c) CV. Hasil Tani Sejahtera (CV. HTS) eksportir beras, beras ketan dan kacang hijau ; d) PT. Saudi Multi Investment (PT. SMI) eksportir jagung. b. Pertemuan Koordinasi Akselerasi Ekspor merupakan momentum untuk meningkatkan komunikasi, memperluas jaringan, menumbuhkan motivasi untuk kerja keras guna menjadikan produk tanaman pangan, tidak hanya memenuhi kebutuhan dalam negeri dan mengurangi impor, tetapi juga melakukan akselerasi ekspor dengan tetap berorientasi kepada peningkatan nilai tambah dan daya saing, peningkatan kesejahteraan petani serta memperhatikan kepentingan konsumen. c. Direktur Jenderal Tanaman Pangan membuka kegiatan tersebut dan memberikan arahan sebagai berikut : 1) Memberikan dukungan penuh untuk peningkatan mutu, kualitas dan daya saing produk tanaman pangan dengan memberikan fasilitasi bantuan sarana pasca panen dan sertifikasi serta promosi dan investasi yang disalurkan melalui dinas pertanian provinsi. 2) Komoditas yang akan diekspor sebaiknya dipersiapkan dengan baik dengan desain dan konsep yang matang agar memiliki daya saing untuk menembus pasar luar negeri. 3) Dinas Pertanian Provinsi maupun Kabupaten dapat memfasilitasi petani/gapoktan/pelaku usaha untuk melakukan studi banding ke daerah lain agar wawasan dan pengetahuannya meningkat dalam mengembangkan usaha pertanian terutama di bidang tanaman pangan. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 138

139 4) Petani/gapoktan/pelaku usaha dapat melakukan kemitraan dengan pelaku usaha/stakeholder yang telah melakukan ekspor dengan memasok kebutuhannya sebelum melakukan ekspor sendiri agar mengetahui prosedur ekspor dan standar mutu yang diinginkan oleh buyer luar negeri seperti yang telah dilakukan oleh Gapoktan Simpatik. 5) Kebutuhan dan masukan dari peserta pertemuan terutama terkait alat penanganan pasca panen yang diperlukan untuk meningkatkan kualitas dan mutu produk akan menjadi bahan pertimbangan dalam penyusunan anggaran tahun 2017 serta pengalokasian bantuan alat. d. Peluang ekspor komoditas tanaman pangan selalu meningkat setiap tahun, sehingga perlu dikembangkan konsep kemitraan antara petani dan pelaku usaha yang disuply bahan baku sehingga terjalin kerjasama saling menguntungkan dan kejelasan hubungan kerjasama antara kedua belah pihak yang harus dilandasi komitmen dan mental kuat dari petani. Sehingga kesejahteraan petani dapat menjadi tolok ukur dalam mempertimbangkan ekspor. Salah satu peluang negara tujuan ekspor beras terbesar adalah negara Arab Saudi karena negara tersebut menjadi salah satu tujuan ibadah haji dan umroh setiap waktu. Akan tetapi beras dari Indoensia belum dapat mendominasi pasar di negara tersebut karena dari segi harga belum dapat bersaing dengan beras dari negara lain yang lebih murah. e. Kunjungan Lapangan Ke Nasi Liwet Instan Cv ) CV merupakan salah satu perusahaan yang mengembangkan beras unggulan wilayah Garut dengan melalui inovasi dan kreatifitas sehingga muncul nasi liwet instan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 139

140 2) Produk nasi liwet instan merupakan hasil inspirasi yang menggambarkan bahwa garut merupakan kota wisata, nasi liwet adalah masakan khas garut, instan agar praktis pembuatannya dan tidak berat untuk dibawa sebagai oleh oleh, rempah rempah yang digunakan merupakan bahan pilihan yang mudah diawetkan tanpa menggunakan bahan kimia 3) Keunggulan nasi liwet instan produk CV.1001 adalah : beras putih alami, ada unsur rasa manis pada berasnya, proses pembuatannya menggunakan mesin yang telah dimodifikasi sendiri, bahan baku pilihan dan diambil langsung dari sumbernya, pengawetan alami dengan dikeringkan yang dapat menjaga kualitas dan mutu produk sehingga tahan sampai satu tahun, cara memasakanya mudah dan praktis hanya memerlukan waktu 20 menit. 4) CV menciptakan pangsa pasar sendiri dengan memperhatikan selera konsumen. Untuk mendapatkan bahan baku yang berkualitas, CV memiliki petani binaan sehingga quality control terjaga mulai dari lahan sampai pengemasannya. Pemasaran produk dilakukan dengan memberi sample kepada instansi pemerintah dan swasta, mengikuti pameran dan rajin serta ulet untuk selalu menawarkan tester atau icip icip pada setiap acara. Selain itu membuka jaringan pemasaran melalui reseller dibeberapa kota di Indonesia. Saat ini telah berkembang nasi liwet instan sejenis di beberapa daerah, hal ini tidak menurunkan penjualan nasi liwet produk CV.1001 justru memacu semangat untuk menciptakan produk produk inovasi lain seperti nasi uduk berbagai warna dan nasi instan. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 140

141 2. Gelar Potensi dan Peluang Investasi Gelar Potensi dan Peluang Investasi dilaksanakan dengan melakukan Pameran The 12 th APKASI International Trade and Investment Summit (AITIS) 2016 pada tanggal 5 7 Mei 2016 di Jakarta International Expo Kemayoran Jakarta. Pameran diikuti oleh produsen, pelaku usaha, UKM, kelompok tani dan eksportir dari berbagai provinsi di Indonesia serta calon investor dari beberapa negara. Penyelenggaraan The 12 th APKASI International Trade and Investment Summit (AITIS) 2016 selain dikemas dalam bentuk pameran yang menampilkan potensi dan peluang investasi, juga dirangkaikan dengan kegiatan Business Forum dimana produsen/pelaku usaha Indonesia memaparkan potensi dan keunggulan daerah/wilayahnya kepada calon pembeli, eksportir dan investor. Diharapkan dengan adanya kegiatan tersebut, dapat menjadi ajang untuk semakin memperkenalkan dan lebih meningkatkan peluang investasi dan peluang pemasaran bagi produk tanaman pangan Indonesia baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Tujuan keikutsertaan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan pada kegiatan PameranThe 12 th APKASI International Trade and Investment Summit (AITIS) 2016di Jakarta International Expo (JI Expo), Kemayoran adalah : a) Memperkenalkan produk hasil tanaman pangan baik dalam bentuk mentah, olahan maupun instan kepada pengunjung, eksportir, investor baik dari dalam maupun luar negeri. b) Mempromosikan berbagai produk hasil tanaman pangan. c) Memfasilitasi pelaku tanaman pangan terutama yang telah memiliki produk inovatif dan bersertifikat Indikasi Geografis, sertifikat organik. d) Memfasilitasi kegiatan Business Forum yang mempertemukan pelaku usaha tanaman pangan dengan pelaku usaha, eksportir Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 141

142 dan investor baik dari dalam maupun luar negeri. e) Memotivasi kelompok tani/pelaku usaha tanaman pangan untuk melakukan kerjasama pemasaran produk dan menarik investor. f) Meningkatkan akses pasar bagi produk hasiltanaman panganagar dapat bersaing dengan produk dari luar negeri. Sasaran yang ingin dicapai sebagai berikut : a) Terinformasikannya berbagai bentuk produk hasil tanaman pangan dari pelaku usaha ke pengunjung, eksportir dan investor b) Terpromosikannya berbagai produk hasil tanaman pangan c) Terfasilitasinya pelaku usaha pertanian terutama yang telah memiliki produk inovatif, produk bersertifikat Indikasi Geografis dan bersertifikat organik. g) Terfasilitasinya kegiatan Business Forum yang mempertemukan pelaku usaha tanaman pangan dengan pelaku usaha, eksportir dan investor baik dari dalam maupun luar negeri. h) Termotivasinya kelompok tani/pelaku usaha tanaman pangan untuk melakukan kerjasama pemasaran produk dan menarik investor. i) Meningkatnya akses pasar bagi produk hasil tanaman panganagar dapat bersaing dengan produk dari luar negeri. B. PENGEMBANGAN INFORMASI HARGA Salah satu keberhasilan pembangunan pertanian sangat ditentukan oleh kualitas penyusunan kebijakan dan perencanaan pembangunan pemasaran seperti ketersediaan informasi pasar yang aktual, akurat dan kontinyu. Kegiatan Pelayanan informasi pasar yang professional sangat diperlukan, sehingga diharapkan akan dimanfaatkan sebagai penyusunan kebijakan yang tepat sesuai dengan perkembangan pasar. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 142

143 Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan mengelola langsung kegiatan pelayanan informasi pasar tanaman pangan, kegiatan tersebut dilaksanakan pada 271 Kabuapten/kota seluruh indonesia. Tujuan pengembangan PIP antara lain: 1. Memperoleh harga harian tingkat produsen, eceran dan gosir yang lebih baik dan lengkap. 2. Memperoleh data analisa usahatani yang lebih baik. 3. Memperoleh data stok gabah/beras yang lebih baik. 4. Sebagai bahan evaluasi dalam perencanaan program dan kegiatan pelayanan informasi pasar pada tahun yang akan datang. Kegiatan Pengembangan Pelayanan Informasi Pasar terdiri dari : 1. Kegiatan Dekonsentrasi meliputi pengembangan pelayanan informasi pasar, pertemuan koordinasi pelayanan informasi pasar, dan pemantauan stok gabah/beras di 34 provinsi serta pelayanan informasi pasar tingkat kabupaten/kota di 271 Kabupaten/Kota 2. Kegiatan Pusat meliputi pengembangan informasi pasar, koordinasi pelayanan informasi pasar dan pengembangan aplikasi informasi pemasaran tanaman pangan. Realisasi pelaksanaan kegiatan pengembangan pelayanan informasi pasar berupa jumlah fasilitasi pemasaran dan investasi hasil tanaman pangan (informasi harga) sebanyak 270 informasi harga atau mencapai 99,63% dari target 271 informasi harga. Informasi Harga Harian mencakup : a) Harga Gabah di Tingkat Petani ; b) Harga Gabah di Penggilingan ; c) Harga Beras di Tingkat Petani ; d) Harga Beras ; e) Harga Jagung Pipil ; f) Harga Biji Kedelai ; g) Harga Kacang Tanah ; h) Harga Kacang Hijau ; i) Harga Ubikayu Basah ; dan Harga Ubijalar Basah Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 143

144 Harga (Rp./Kg) Laporan Tahunan 2016 Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan Informasi tersebut digunakan dalam mendukung penyerapan Gabah Beras oleh Bulog, Bahan Rapat Koordinasi Kebijakan Stabilisasi Harga Pangan, Rapat Persiapan Hari Besar,Keagamaan dan Nasional. Perkembangan Harga Harian Komoditas Tanaman Pangan di Tingkat Petani (Produsen) selama periode Januari Desember Tahun 2016 sebagai berikut : a. Perkembangan Rata-Rata Harga Harian Gabah Tingkat Petani (Produsen) Pada Periode Bulan Januari 2016 Desember 2016 (Rp./kg) 5,500 5,000 4,500 4,000 3,500 3, Januari Februari Juni 2016 Nop 2016 GKP HPP Sumber : Petugas Pelayanan Informasi Pasar (PIP) Tanaman Pangan Daerah, 2016 b. Perkembangan Rata-Rata Harga Harian Beras Medium Pada Tingkat Petani (Produsen ) Pada Periode Bulan Januari 2016 Desember 2016 (Rp./kg) 10,000 9,500 9,000 8,500 8,000 7,500 7,000 6,500 6, Januari Februari Juni 2016 Nop 2016 Beras Medium HPP Sumber : Petugas Pelayanan Informasi Pasar (PIP) Tanaman Pangan Daerah, 2016 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 144

145 Harga (Rp./kg) Harga (Rp./Kg) Laporan Tahunan 2016 Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan c. Perkembangan Rata-Rata Harga Harian Jagung Pipilan Kering Pada Tingkat Petani (Produsen ) Pada periode Bulan Januari 2016 Desember 2016 (Rp./kg) 4,600 4,400 4,200 4,000 3,800 3,600 3,400 3,200 3,000 2, Januari Februari Juni 2016 Nop 2016 Jagung Pipilan Kering Harga Referensi Sumber : Petugas Pelayanan Informasi Pasar (PIP) Tanaman Pangan Daerah, 2016 d. Perkembangan Rata-Rata Harga Harian Kedelai Kering Lokal Pada Tingkat Petani (Produsen ) Pada periode Bulan Januari 2016 Desember 2016 (Rp./kg) 9,500 9,000 8,500 8,000 7,500 7,000 6,500 6, Januari Februari Juni 2016 Nop 2016 Kedelai Harga Acuan Sumber : Petugas Pelayanan Informasi Pasar (PIP) Tanaman Pangan Daerah, 2016 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 145

146 Harga (Rp/Kg) Harga (Rp/Kg) Laporan Tahunan 2016 Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan e. Perkembangan Rata-Rata Harga Harian Kacang Tanah Lokal Polong Basah Pada Tingkat Petani Pada periode Bulan Januari 2016 Desember 2016 (Rp./kg) 19,500 17,500 15,500 13,500 11,500 9,500 7, JANUARI MARET JUNI 2016 Nop 2016 Sumber : Petugas Pelayanan Informasi Pasar (PIP) Tanaman Pangan Daerah, 2016 f. Perkembangan Rata-Rata Harga Harian Kacang Hijau Biji Kering Pada Tingkat Petani (Produsen ) Pada periode Bulan Januari 2016 Desember 2016 (Rp./kg) 19,000 18,000 17,000 16,000 15,000 14,000 13,000 12,000 11, JANUARI MARET JUNI 2016 Nop 2016 Sumber : Petugas Pelayanan Informasi Pasar (PIP) Tanaman Pangan Daerah, 2016 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 146

147 Harga (Rp/Kg) Harga (Rp/Kg) Laporan Tahunan 2016 Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan g. Perkembangan Rata-Rata Harga Harian Ubikayu Basah Pada Tingkat Petani (Produsen ) Pada periode Bulan Januari 2016 Desember 2016 (Rp./kg) 3,400 3,000 2,600 2,200 1,800 1,400 1, JANUARI MARET JUNI 2016 Nop 2016 Sumber : Petugas Pelayanan Informasi Pasar (PIP) Tanaman Pangan Daerah, 2016 h. Perkembangan Rata-Rata Harga Harian Ubijalar Basah Pada Tingkat Petani (Produsen ) Pada periode Bulan Januari 2016 Desember 2016 (Rp./kg) 5,000 4,500 4,000 3,500 3,000 2,500 2,000 1,500 1, JANUARI MARET JUNI 2016 Nop 2016 Sumber : Petugas Pelayanan Informasi Pasar (PIP) Tanaman Pangan Daerah, 2016 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 147

148 Dalam rangka pengembangan pelayanan informasi pasar dilaksanakan perjalanan dinas ke di 12 (dua belas) Provinsi meliputi Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Tengah, Sumatera Barat, Bali, Banten, Jambi, Jawa Barat, Bangka Belitung, Sulawesi Tengah, Kalimantan Barat, Lampung dan Kalimantan Timur diperoleh hasil sebagai berikut : 1. Beberapa daerah masih melakukan pengiriman data melalui aplikasi sms, karena masih kurang sosialisasi bahwa pengiriman data terbaru melalui portal aplikasi. Dengan telah diberikan penjelasan tentang portal aplikasi yang digunakan saat ini, maka diharapklan proses pengiriman data selanjutnya berjalan lebih baik dan lancer. 2. Beberapa daerah kesulitan dalam pengiriman data melalui portal aplikasi.pertanian, karena masih mengikuti petunjuk lama bahwa semua pengiriman data maksimal pada pukul pada hari yang sama. Akibatnya pengiriman data menjadi bersamaan, dan berimplikasi pada overloadnya akses ke aplikasi sehingga pengimputan data menjadi sulit masuk ke aplikasi. Disarankan kepada daerah agar pengiriman data tidak dilakukan pada jam sibuk dan data masih akan ditunggu sampai pukul untuk menghindari over kapasitas. 3. Lemahnya kekuatan sinyal layanan data di beberapa lokasi tertentu. 4. Petugas PIP provinsi selain bertugas mengirimkan data harga grosir dan eceran, juga bertugas melakukan monitoring pelaksanaan pelayanan PIP. 5. Beberapa petugas informasi pasar belum memahami tata cara pengisian format suplai demand, biaya pemasaran serta analisa usahatani 6. Biaya operasional untuk pengiriman dirasakan oleh daerah kurang mencukupi karena terkadang proses pengambilan data harga ke lokasi memerlukan waktu perjalanan yang cukup lama. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 148

149 7. Sample rumah tangga petani di beberapa daerah tidak memenuhi kriteria dikarenakan kepemilikan lahan petani sebagian besar < 0,5 ha dan sample penggilingan sebagian besar adalah penggilingan sistem sewa dan penggilingan keliling. 8. Analisa usaha tani terkait dengan HPP dan dilakukan menjelang masa tanam sehingga laporan analisa usaha tani 2 3 kali setahun. Analisa biaya pemasaran dilakukan setiap bulan dengan menghitung harga jual, harga beli, biaya dan keuntungan dari rantai pemasaran 9. Output dari kegiatan PIP Provinsi dan PIP Kabupaten sudah ada pada Titik kritis pengembangan pelayanan informasi pasar antara lain: 1. Penentuan Petugas Petugas kurang aktif dalam penyampaian data kerena : a) kurangnya pengawasan dari pembina ; b) petugas kurang kompeten ; c) tumpang tindih dengan tugas dinas lainnya. Dampaknya penyampaian data harga menjadi tidak valid dan tidak optimal 2. Penentuan Lokasi Lokasi sampel yang dipilh kurang mewakili informasi harga di Kabupaten dan terkadang lokasi pengambilan sampel jauh. Hal tersebut disebabkan karena Pembina memprioritaskan aspek kemudahan dalam pengumpulan data, dan focus ke daerah-daerah sentra. Dampaknya adalah penyampaian data harga menjadi tidak valid dan penyampaian data menjadi tidak kontinyu. 3. Jaringan Jaringan internet lemah di beberapa Kabupaten hal tersebut disebabkan karena ; a) lokasi sampel berada di daerah terpencil ; b) Input data secara bersamaan/serentak di jam sibuk. Dampaknya data menjadi tidak terkirim dan data tidak masuk ke aplikasi. 4. Analisa Data Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 149

150 Data tidak dianalisa dengan baik karena petugas memliki kemapuan analisa yang masih terbatas. Dampaknya analisa data yang disajikan kurang komprehensif. Upaya Pemecahan Masalah : 1. Melakukan evaluasi, koordinasi dan peningkatan Pembina kepada petugas atau melakukan penggantian petugas jika dipandang perlu 2. Meninjau ulang pemilihan lokasi dengan memprioritaskan sentra produksi, dan memberikan biaya operasional kepada petugas dalam pengambilan/pengumpulan data 3. Petugas harus mencari lokasi yang memiliki jaringan internet yang kuat dan pengiriman data dilakukan diluar jam sibuk. 4. Meningkatkan pelatihan, pembinaan dan pendampingan. C. PROMOSI DAN INVESTASI TANAMAN PANGAN Salah satu kegiatan yang diharapkan mampu memperkenalkan dan meningkatkan pangsa pasar produk tanaman pangan adalah dengan melakukan promosi yang intensif dan berkesinambungan serta terkoordinasi, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Bentuk kegiatan yang dapat mendukung promosi Produk Tanaman Pangan diantaranya menampilkan produk yang menjadi unggulan Indonesia serta produk yang sedang menjadi trend di masyarakat pada event pameran nasional dan internasional. Kegiatan Promosi dan Investasi Tanaman Pangan dilaksanakan melalui pengumpulan data, koordinasi instansi terkait pada beberapa Provinsi/ Kabupaten/Kota, dan mengikuti rapat rapat sesuai penugasan pimpinan. Kegiatan Promosi dan Investasi Tanaman Pangan dilaksanakan di 7 (tujuh) Provinsi antara lain : Sumatera Utara, Sumatera Barat, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Utara. Hasil yang diperoleh sebagai berikut : Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 150

151 1. Perkumpulan Petani Organik Santiago (yang merupakan akronim dari Sariak Alahan Tigo) berdiri pada tanggal 3 Maret 2008 berlokasi di Nagari Sariak Alahan Tigo, Kecamatan Hiliran Gumanti, Kabupaten Solok. Pola pertanian yang diterapkan oleh petani di PPO Santiago khususnya untuk padi seluruhnya dilakukan secara alami. Mulai dari tahap penanaman, perawatan di usia muda sampai berbuah hingga penanganan menjelang panen sama sekali tidak menggunakan bahan kimia. 2. Perkembangan pemasaran beras tidak hanya pada beras premium dan medium, namun merambah kepada beras organik dan beras khusus yang pasarnya lebih di dominasi ekspor. Pertemuan sosialisasi pertanian organik Dinas Pertanian Propinsi Lampung bekerjasama dengan PT. Kampung Kearifan Indonesia (JAVARA) akan menfasilitasi pengembangan beras organik berdasarkan kearifan lokal. Pertemuan tersebut dihadiri oleh 11 Kelompok tani di Provinsi Lampung yang telah/akan bersertifikat organik. 3. Peluang pasar beras organik yang besar diharapkan dapat menjadikan wadah pemasaran beras organik yang terintegrasi dalam lembaga pertanian organik sehingga posisi tawar menawar petani menjadi tinggi. JAVARA selaku pemasar pertanian organik dan lembaga pertanian organik diharapkan dapat membuka peluang pasar beras organik di Propinsi Lampung. 4. Komoditas yang berorientasi ekspor selain Beras Pandan Wangi Cianjur di Kabupaten Cianjur adalah singkong (terdapat di Kabupaten Cianjur Selatan), singkong tersebut banyak diolah menjadi tepung dan Beras Japonica yang dibudidayakan oleh PB.Sindang asih perlahanlahan sudah kearah organik, bahan kimia perlahan-lahan dikurangi sehingga nilai jual bisa lebih baik. 5. Peran pedagang pengumpul menjadi dominan karena luas lahan usaha tani kecil dan perlu koordinasi antar instansi terkait dimana Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 151

152 Bulog sebagai sub sektor hilir. Bulog tidak akan dapat bersaing dengan harga jagung acuan pemerintah. 6. Beberapa beras impor yang telah dikembangkan di Indonesia antara lain beras Japonica di Pemalang, dan beras Basmati. Upaya yang dilakukan untuk meningkatan pemasaran produk adalah melalui pameran yang di dukung sarana promosi dan temu usaha. 7. Salah satu perusahaan yang menerima tepung mocaf dari Kelompok Tani Baru Muncul yaitu Tiga Pilar dengan beberapa ketentuan yaitu sudah SNI, dengan aroma tidak apek, bersih dari kotoratn dan kutu serta KA 13%. 8. Peran penting indikasi geografis pertanian adalah sebagai tanda pengenal darimana suatu produk berasal (daerah penghasil), Konsumen atau masyarakat umum dapat mengetahui lebih jauh hal ikhwal mengenai produk IG yang bersangkutan melalui Buku Persyaratan IG yang terbuka untuk umum, Perlindungan hukum suatu produk dari pemalsuan (Undang-undang Merek), Dari hasil Kegiatan koordinasi promosi dan investasi yang telah dilakukan terlihat bahwa pada daerah masih terdapat permasalahan dalam sistem pemasaran komoditi tanaman pangan, namun demikian ditemukan juga di daerah lain sistem pemasaran yang sudah relatif baik seperti pola kemitraan. Pada aspek investasi pertanian, ditemukan kecenderungan petani maupun poktan untuk menanam komoditi yang bernilai ekonomi tinggi. Salah satunya dengan penanaman padi organik yang merupakan trend yang sedang berkembang di kalangan petani/poktan. Trend penanaman padi organik perlu diantispasi dengan membuka pasar baru beras organik agar petani/poktan terhindar dari kerugian biaya investasi yang sudah dilakukan. Permasalahan dalam upaya meningkatkan nilai tambah produk komoditi tanaman pangan melalui promosi dan investasi, sebagai berikut : Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 152

153 1. Rendahnya sumber daya petani (SDM) dalam strategi mempromosikan produknya dan keterbatasan mengakses pasar. Dengan kondisi tersebut, petani hanya berfikir bagaimana produk terjual tanpa memiliki informasi harga di tempat lain sebagai pembanding harga. Kondisi ekonomi petani yang terkekang secara alam menyebabkan minimnya pengetahuan trik-trik mempromosikan produk untuk memperoleh nilai tambah yang lebih baik 2. Modal investasi menjadi salah satu kendala petani untuk menghasilkan produk beras yang memiliki nilai jual yang relative tinggi. 3. Infrasturktur pasar yang masih terikat dengan tengkulak merupakan kendala utama petani untuk memperoleh nilai tambah yang lebih baik. 4. Lokasi usaha tani yang terpencar-pencar menyulitkan proses pengumpulan produk. Kondisi tersebut menyulitkan pedagang pengumpul mengumpulkan dan pengangkutan, sehingga biaya pengumpulan berdampak kepada harga komoditi yang lebih rendah (memperbesar biaya pemasaran) 5. Kurang tersedianya informasi pasar merupakan faktor keterbatasan informasi harga jual yang kompetitifi untuk memperoleh keuntungan terbaik. Upaya pemecahan masalah sebagai berikut : 1. Penyebaran informasi dan analisa pasar sehingga petani mempunyai posisi tawar yang lebih baik untuk memperoleh margin yang wajar. pedagang dapat beroperasi dengan margin pemasaran yang rendah dan memberikan keuntungan bagi pedagang itu sendiri, produsen dan konsumen. 2. Diperlukan penguatan jaringan pemasaran sehingga dapat menembus pasar di daerah lain.. Oleh sebab itu penguatan koperasi setempat atau usaha RMU setempat sangat cocok sebagai pengumpul yang terikat secara emosinal dan aturan. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 153

154 3. Diperlukan keterlibatan perusahan daerah sebagai availis bantuan kredit agar petani dapat mengolah produknya dalam skala usaha yang ekonomis.. 4. Pembinaan poktan/gapoktan sebaiknya lebih banyak diarahkan kepada praktek pemasaran. Sehingga petani memahami strategi pemasaran untuk memperoleh nilai tambah keuntungan. Pembinaan tersebut dapat di tempuh dengan pola kemitraan dengan pedagang besar. D. KEGIATAN INFORMASI PEMASARAN TANAMAN PANGAN Salah satu kegiatan yang diharapkan mampu memperkenalkan dan meningkatkan pangsa pasar produk tanaman pangan adalah dengan melakukan promosi yang intensif dan berkesinambungan serta terkoordinasi baik di dalam negeri, maupun di luar negeri. Hakikat promosi adalah suatu bentuk komunikasi pemasaran yang berusaha menyebarkan informasi, mempengaruhi/membujuk, dan/atau mengingatkan pasar akan sasaran perusahaan dan produknya agar bersedia menerima, membeli dan akhirnya fanatik terhadap produk yang ditawarkan. Promosi harus dapat mengikuti dinamika pasar dan perubahan pola pikir serta selera konsumen. Fasilitasi promosi produk tanaman pangan dapat diselenggarakan melalui pameran pameran yang diikuti oleh petani dan pelaku usaha, menyampaikan leaflet atau brosur, banner, poster dan sampel produk, sehingga melalui fasilitasi promosi, produk tanaman pangan akan dikenal luas bukan saja oleh masyarakat Indonesia tetapi juga oleh pasar luar. Kegiatan fasilitasi promosi produk tanaman pangan merupakan salah satu cara untuk menginformasikan produk produk tanaman pangan yang diminati oleh pasar terhadap petani dan pelaku usaha. Fasilitasi promosi produk tanaman pangan dilakukan melalui identifikasi pelaku usaha dengan kunjungan lapang ke pelaku usaha, kunjungan ke Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 154

155 petani atau ke Dinas Pertanian Kabupaten/Kota/Provinsi atau mengikuti rapat rapat yang berkaitan dengan kegiatan pemasaran dan investasi sesuai dengan penugasan pimpinan. Kegiatan pengumpulan data dan informasi melalui identifikasi pelaku usaha dan promosi investasi tanaman pangan dilaksanakan pada bulan April November 2016 ke 18 (delapan belas) Provinsi antara lain : D.I. Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat, Jawa Barat, Sumatera Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Utara, Aceh, Jawa Timur, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Lampung,Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Banten Maluku, Maluku Utara dan Papua Barat, diperoleh hasil sebagai berikut : 1. Pelaku usaha home industry yang dapat dipromosikan di D.I. Yogyakarta adalah Kelompok Tani Sidomulyo, Egg Roll Ubi Ungu Shasa dan Kelompok Wanita Tani Putri 21 (KWT Putri 21). Kelompok tani Sidomulyo pada jenis beras premium dengan tingkat kepecahan maksimal 5%; Egg Roll Ubi Ungu dengan bahan baku sedikit campuran terigu dan ubi ungu dan Kelompok Wanita Tani Putri 21 (KWT Putri 21) memanfaatkan ubikayu yang merupakan produk unggulan di Daerah Gunung Kidul untuk diolah menjadi tepung, berbagai olahan kue dan mie. 2. Pelaku usaha komoditas jagung di Kabupaten Sumbawa oleh PT. Seger Agro Nusantara. Perusahaan ini bergerak di bidang agribisnis dengan komoditi utama jagung, kedelai, ketan, beras dan fullfat-soya. Gudang utama PT Seger Agro Nusantara berada di Surabaya, dan beberapa cabang di daerah lain seperti Jember, Cepu, Sumbawa, Dompu, dan Makassar. 3. PT. Biogoene Plantation telah mengembangkan usaha beras Japonica seluas 100 Ha dengan produksi 6-7 ton/ha. Perusahaan ini membuka peluang usaha dalam menjalin kemitraan dengan petani dengan fasilitasi benih dan pemasaran produknya dengan syarat lahan bebas endemis, luasan lahan minimal 20 Ha apabila spot spot minimal 4 Ha, irigasi teknis/air tersedia. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 155

156 4. Komoditas yang berorientasi ekspor selain Beras Pandan Wangi Cianjur di Kabupaten Cianjur adalah singkong (terdapat di Kabupaten Cianjur Selatan), singkong tersebut banyak diolah menjadi tepung. Permintaan gaplek/chips sebanyak ton dari Garut, Sukabumi, Kuningan (tepung), Bandung (pakan ternak). Namun belum semua terpenuhi karena kurangnya pertanaman 5. Terdapat 14 kelompok tani di Provinsi Jawa Barat Ada yang sudah mendapat sertifikat organik nasional. Sertifikat tersebut merupakat sebagai modal peluang promosi investasi untuk pengembangan pemasaran dan 2 asosiasi petani juga telah mendapatkan sertifikat Indikasi Geografis yaitu Asosiasi Agrobisnis Ubi Cilembu (ASAGUCI) yang telah melakukan ekspor ke negara Malaysia, Singapura, Hong Kong; serta Masyarakat Pelestari Padi Pandawangi Cianjur (MP3C) yang memasarkan produknya baru disekitar wilayah Jawa Barat dan Jakarta. 6. Di Kabupaten Solok, Sumatera Barat terdapat Perkumpulan Petani Organik (PPO), yaitu kelompok tani Santiago berada di Nagari Sariak Alahan Nan Tigo, Kecamatan Hilira Gumanti, dengan ketua Hesriyatdi. PPO Santiago pada tahun 2011 telah menerima sertifikasi organic dari Lembaga Sertifikasi Organik (LSO) Sumatera Barat, dengan demikian PPO Santiago telah dapat menggunakan label organic untuk produk pertanian yang dihasilkannya. 7. Gapoktan Gemah Ripah di Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu pengekspor beras organik yang bekerjsama/bermitra dengan perusahaan CV. Javara. Gapoktan Gemah Ripah juga mendapat permintaan dari perusahaan CV. Javara untuk ekspor beras hitam akan tetapi belum dapat dipenuhi karena diperlukan alat penanganan pasca panen colour shorter untuk mensortir warna beras agar seragam. Pihak Distan Provinsi pernah mengusahakan akan tetapi terkendala dengan pengadaan karena anggaran yang diperlukan untuk pembelian alat tersebut sangat mahal. Diharapkan Kementerian Pertanian dapat memberikan bantuan alat tersebut. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 156

157 8. Pengembangan industri pakan ternak sangat memungkinkan di Kabupaten Sumbawa karena potensi produksi jagung tinggi, namun belum diiringi pertumbuhan industry sehingga hasil panen jagung di Kabupaten Sumbawa banyak di kirim ke luar NTB (Jawa Timur, Bali). Bupati setempat memberikan jaminan kepastian untuk berinvestasi di Kabupaten Sumbawa karena potensi lahan untuk tanam jagung masih sangat tinggi. 9. Kalimantan Utara mempunyai potensi investasi dalam produk beras unggulan lokal dengan kualitas baik dan sudah di akui oleh negara tetangga seperti Malayasia dan Brunai Darussalam. Beras tersebut adalah beras adan, berlokasi di Kecamatan Krayan Kabupaten Nunukan. 10. Provinsi Aceh terdapat peluang promosi investasi pada produk tanaman pangan, yaitu Beras Sigupai berasal dari varietas padi lokal yaitu varietas padi Sigupai. Beras Sigupai merupakan ikon Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya) sehingga disebut sebagai Bumi Breuh Sigupai. 11. Kabupaten Tambrauw, CV. Bintuni Agro Prima Perkasa sedang dibangun industri pakan dengan luas lahan jagung 200 Ha. Perusahaan tersebut sudah mengajukan HGU ha. Pemerintah daerah setempat sedang memprogramkan integrasi antara ternak sapi dan jagung. 12. Potensi investasi pada pengembangan beras khusus Japonica, tepatnya di Karawang Timur milik Bapak Osim, namun tidak berkembang karena provitasnya hanya 2 ton/ha. Beras Ketan juga berpotensi untuk dikembangkan, khususnya di Kecamatan Tempuran dan Kecamatan Cimalaya Kulon. Adapun luas lahan ketan di Kecamatan Tempuran sekitar 100 ha/tahun dengan provitas 6 7 ton/ha dan luas lahan ketan Kecamtan Cimalaya Kulon hanya 2 ha dan Beras organik dikembangkan di Kecamatan Rawamerta seluas 20 ha dan Kecamatan Pangkalan seluas 5 ha. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 157

158 13. Kabupaten Lumajang, merupakan salah satu sentra produksi komoditas tanaman pangan di Provinsi Jawa Timur yang memiliki potensi investasi bagi dunia usaha agribinis. Berdasarkan data dari Dinas Pertanian hasil produksi padi, jagung dan kedelai 14. Provinsi Sumatera Selatan mulai tahun merupakan salah satu percontohan Kementerian Pertanian untuk pengembangan ketahanan pangan nasional untuk menuju swasembada pangan dan menjadi suatu peluang promosi, pemasaran dan investasi bagi para investor, karena pemerintah pusat telah mengembangkan luas tambah tanam untuk komoditi padi, jagung dan kedelai di setiap tingkat Kab/Kota Provinsi Sumatera Selatan dengan cara memfasilitasi saprodi dan sarana alat pasca panen pada setiap kelompok tani Kabupaten dan Kota. 15. Kabupaten Bolaang Mongondow merupakan salah satu dari Provinsi Sulawesi Utara yang mempunyai potensi investasi, karena penghasil terbesar produksi jagung setiap tahun luas tanam sebesar Ha. Sentra Produksi Jagung di Kabupaten Bolaang Mongondow terdapat di 6 Kecamantan. Keenam (6) daerah produksi jagung ini dapat menghasilkan jagung sebesar ton/ 2 kali tanam/tahun. 16. Banten merupakan wilayah yang strategis dan dapat dimanfaatkan sebagai peluang investasi. Kebijakan yang ditetapkan oleh Dinas Pertanian dan Peternakan adalah mengarah kepada daya saing, mandiri dan tangguh serta mampu memenuhi kebutuhan yang berkelanjutan. Permasalahan pada kegiatan identifikasi pelaku usaha dan promosi dan investasi tanaman pangan sebagai berikut : 1. Pemerintah daerah tidak selalu mendukung kegiatan kelompok petani/gapoktan/pelaku usaha agribinis pengembangan usaha dan pembangunan disektor pertanian. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 158

159 2. Petani/kelompok tani/gapoktan jarang mendapatkan program bimbingan usaha dari dinas pertanian daerah setempat, pihak perbankan dan perusahaan BUMN, perusahaan swasta serta stakeholder yang berkepentingan dalam pengembangan usaha agribisnis pertanian. 3. Kurangnya pemberdayaan petani dengan model tertentu sehingga generasi muda kurang tertarik berusaha di bidang tanaman pangan. 4. Pengembangan beras tertentu kurang menarik minat petani karena tidak adanya jaminan pasar. 5. Para petani/kelompok tani/gabungan kelompok tani dan pelaku usaha belum menjadikan kegiatan promosi merupakan hal penting/prioritas Upaya pemecahan masalah sebagai berikut : 1. Diperlukan peran aktif dari Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota atau instansi terkait dalam pendampingan, pengawalan dan pengawasan kepada Kelompoktani/Gapoktan/ UPJA/Lembaga Masyarakat/Pemda dan pelaku usaha. 2. Mengadakan koordinasi kepada pelaku - pelaku usaha, dinas pertanian daerah dan stakeholder yang terkait untuk bekerjasama dalam membenahi dan membimbing para kelompok tani, gapoktan dan pelaku usaha kecil pedesaan untuk menngembangkan usaha petani pedesaan. 3. Pengembangan beras tertentu karena banyak Negara yang membutuhkan. Hal ini merupakan peluang bagi petani untuk mengembangkan berbagai jenis beras khusus. Diharapkan adanya pilot model dan kajian khusus terkait pengembangan beras khusus sehinga memotivasi petani untuk menanam. 4. Fasilitasi bahan penunjang kegiatan promosi dan investasi untuk menarik minat pengunjung atau peserta pameran berupa goody bag, seminar kit, pin, tempelan kulkas, gantungan kunci dan lain-lain. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 159

160 E. MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN PENGEMBANGAN PEMASARAN DAN INVESTASI. Kegiatan monitoring dan evaluasi kegiatan pemasaran dan investasi tanaman pangan dilakukan untuk mengevaluasi kegiatan pemasaran dan investasi serta mengidentifikasi setiap permasalahan sehingga dapat dijadikan acuan dalam perencanaan program dan kegiatan pemasaran dan investasi pada masa yang akan datang. Kegiatan pemasaran dan investasi tanaman pangan tahun 2016 mencakup pengembangan informasi pasar dan investasi tanaman pangan. Pengembangan informasi pasar dilaksanakan pada 271 Kabupaten di 34 Provinsi dan investasi tanaman pangan dilaksanakan pada 34 Provinsi. Kegiatan pengembangan informasi pasar terdiri dari pelayanan informasi pasar dan pemantauan stok yang dilaksanakan provinsi dalam bentuk pertemuan koordinasi petugas pelayanan informasi pasar tingkat Provinsi/Kabupaten. Petugas pelayanan informasi pasar diharapkan mengirimkan harga harian komoditas tanaman pangan setiap hari, data supply demand tanaman pangan, analisa usaha tani tanaman pangan, analisa biaya pemasaran dan data pemantauan stok. Kegiatan investasi tanaman pangan tingkat provinsi dalam bentuk pertemuan koordinasi yang mewadahi petani dengan pelaku usaha di bidang tanaman pangan. Kegiatan informasi pasar yang terealisasi 27 provinsi dan kegiatan investasi 10 provinsi. Dana dekonsentrasi pemasaran hasil dan investasi tanaman pangan tahun 2016 sebesar Rp dengan realisasi sebesar Rp (53,20%). Optimalisasi kegiatan Pelayanan Informasi Pasar (PIP) yang diberikan kepada 271 Kab/Kota di 34 Provinsi masih jauh dari memuaskan. Data analisa usahatani sebesar 7,61%, data pemantauan stok sebesar 10,14%, data supply demand dan biaya pemasaran sebesar 0,36%, namun Keaktifan petugas PIP dalam pengiriman data harian harga tanaman pangan sebesar 99,63%, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 160

161 Monitoring dan evaluasi kegiatan pemasaran dan investasi tanaman pangan dilakukan di Provinsi Banten, Kalimantan Utara, Maluku, Aceh, Papua, Jawa Tengah, Jawa Barat, Jambi dan Kalimantan Tengah. Kegiatan monev di daerah masih kurang efektif dalam optimalisasi PIP dan menggali potensi tanaman pangan untuk meningkatkan nilai investasi di daerah. Diharapkan provinsi/kabupaten berperan aktif dalam menyampaikan informasi terkait harga tanaman pangan yang mempengaruhi dalam pengambilan kebijakan dan pengembangan kearifan lokal tanaman pangan guna meningkatkan nilai investasi tanaman pangan. F. KEBIJAKAN PEMASARAN TANAMAN PANGAN Kebijakan pemasaran tanaman pangan nasional bertujuan untuk menjaga kelangsungan produksi domestik, melindungi petani padi serta menjamin kecukupan bagi masyarakat agar mendapatkan akses yang mudah secara ekonomi maupun fisik secara berkelanjutan. Komoditi tanaman pangan (padi, jagung, umbi dan aneka kacang) merupakan komoditi strategis sebagai bahan pangan bagi masyarakat indonesia, sehingga kegiatan produksi, penyediaan, pengadaan, distribusi dan stabilisasi harga menjadi sangat penting dalam rangka ketahanan pangan, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani maupun kepentingan konsumsi masyarakat secara umum serta menciptakan stabilitas ekonomi nasional Kegiatan kebijakan pemasaran tanaman pangan dilaksanakan dengan melakukan perjalanan dinas ke lokasi-lokasi sentra pangan dan mengikuti rapat di luar kantor, antara lain : 1. Mengikuti Rapat Koordinasi Nasional Penyusunan Angka Tetap (ATAP) Tahun 2015 dan Angka Ramalan I 2016 Produksi Tanaman Pangan di Hotel Provinsi Bali. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 161

162 2. Mengikuti acara Kunjungan Kerja Bapak Menteri Pertanian di Kabupaten Gorontalo Utara dan Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo 3. Kunjungan ke Provinsi Jawa Barat yang merupakan Provinsi dengan penyumbang ekspor beras organik dan beras ketan hitam terbesar dalam sepuluh tahun terakhir dengan kualitas beras organik dan beras ketan hitam belum ada yang mampu menyaingi. Beras organik berasal dari Kabupaten Tasikmalaya sedangkan beras ketan hitam berasal dari Kabupaten Bandung. Tujuan ekspor beras organik ke amerika, italia, belgia, malayasia dan singapura. Sedangkan beras ketan hitam ke Singapura dan Taiwan. Privinsi Jawa Barat juga merupakan provinsi yang mampu mengekspor ubi jepang dan ubi ungu 4. Kunjungan ke Provinsi Papua diperoleh informasi bahwa harga beras di propinsi Papua cukup mahal, Harga beras di pasaran Rp /kg dan di tingkat petani seharga Rp /kg. Sentra padi terbesar di Propinsi Papua berada di Kabupaten Merauke, Nabire, Jayapura, Kota Jayapura dan Timika. Petani biasa menjual padi dalam bentuk beras dikarenakan harga gabah Rp /kg lebih murah jika dibandingkan digiling menjadi beras. Bulog divre Jayapura tidak dapat menyerap beras setiap bulannya dikarenakan pada saat panen raya, petani meminta di atas HPP Bulog. Investasi tanaman pangan yang ada Propinsi Papua adalah pabrik ubi jalar di Kerom, Kabupaten Merauke. Investasi di Propinsi Papua sulit dikembangkan karena masalah tanah adat. 5. Mengikuti pertemuan Evaluasi dan Implementasi Perundang- Undangan dan Keterbukaan Informasi Publik di Provinsi Jawa Timur Pertemuan tersebut bertujuan untuk meningkatkan pemahaman mengenai Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan pengetahuan tentang Peraturan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 162

163 Perundang-Undangan di bidang Pertanian Khususnya Tanaman Pangan 6. Mengikuti Pameran Gelar Pangan Nusantara Tahun 2016 di Provinsi Kalimantan Barat. Melalui Gelar Pangan Nusantara, diharapkan dapat mendorong upaya penganekaragaman konsumsi pangan dengan cepat melalui kearifan lokal, kerjasama terintegrasi antara pemerintah, daerah dan masyarakat serta kreasi masyarakat dalam menciptakan/ mengahasilkan resep berbagai jenis makanan berbasis umbi-umbian buah-buahan. 7. Mengikuti Rapat Koordinasi Nasional Penyusunan Angka Ramalan II 2016 Produksi Tanaman Pangan di Yogyakarta. 8. Kunjungan ke Provinsi Kalimantan Utara dalam rangka menggali potensi beras adan, yang merupakan produk unggulan lokal dengan kualitas baik dan telah di akui oleh Negara-negara tetangga seperti Malayasia dan Brunai Darussalam Peminat beras adan sangat banyak, namun terkadang sulit terpenuhi karena sulitnya akses transportasi. Saat ini sedang dibangun jalan darat trass Kalimantan untuk membuka akses darat menuju Kecamatan Krayan yang berasal dari Kabupaten Malinau. Diharapkan pembangunan jalan tersebut selesai pada Tahun 2017, sehingga peluang investasi akan semakin terbuka lebar. Titik kritis pengawalan kebijakan tanaman pangan sebagai berikut: 1. Dasar hukum pelaksanaan kebijakan belum ada. Sering ditemukan dasar hukum pelaksanaan kebijakan belum dibuat turunannya, sehingga berpotensi menghambat realisasi pelaksanaan kegiatan. 2. Pemahaman petugas terhadap aturan yang ada kurang. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 163

164 Rendahnya pemahaman petugas terhadap aturan-aturan kebijakan tanaman pangan menyebabkan lambatnya realisasi pelaksanaan kebijakan. Analisa Resiko 1. Aturan turunan kebijakan yang belum ada menyebabkan lambatnya realisasi pelaksanaan kebijakan di lapangan. 2. Rendahnya pemahaman petugas terhadap aturan-aturan menyebabkan realisasi pelaksanaan kebijakan terhambat. Upaya Pemecahan Masalah 1. Melakukan inventarisasi aturan yang belum ada turunannya dan segera dibuat aturan tersebut. 2. Melakukan pendampingan terhadap petugas yang belum memahami aturan dengan petugas yang sudah paham Selama periode tahun 2016, telah disiapkan regulasi dan memberikan rekomendasi ekspor impor, dengan rincian sebagai berikut : a. Rekomendasi dan Realisasi Ekspor Beras Ketan dan Organik Beras Ketan NO NEGARA TUJUAN REKOMENDASI (Kg) REALISASI (Kg) REALISASI Thd TARGET (%) SINGAPORE 344, , ,250 99, HONG KONG 1, EAST TIMOR 1,675 4 TAIWAN 530 TOTAL 344, , ,755 99, Sumber: BPS dan Dit.PPHTP 2. Beras organik NO NEGARA TUJUAN REKOMENDASI (Kg) REALISASI (Kg) REALISASI Thd TARGET (%) BELGIUM 61,000 32,000 13,860 1, ITALY 40,000 39,210 33,600 3, UNITED STATES 88,000 75,000 59,005 39, SINGAPORE 46,050 30,100 1, AUSTRALIA 11,256 10, MALAYSIA 43,200 5 GERMANY 8,275 TOTAL 278, , ,465 55, Sumber: BPS dan Dit.PPHTP Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 164

165 3. Beras lain-lain NO NEGARA TUJUAN REKOMENDASI (Kg) REALISASI (Kg) REALISASI Thd TARGET (%) GERMANY MALAYSIA 41,320 21,320 3 PAPUA NEW GUINEA EAST TIMOR 1,275 TOTAL ,975 23, Sumber: BPS dan Dit.PPHTP Catatan : a. Beras-beras yang tidak ada direkomendasi tetapi ada realisasi, kemungkinan eksportirnya belum mendapat sosialisasi panduan ekspor. Hal tersebut sedang ditelusuri. b. Masih rendahnya realisasi dibanding rekomendasi akan diklarifikasi setelah mendapatkan informasi dari pihak eksportir. b. Impor Beras Tahun 2015 dan Beras Ketan NO NEGARA ASAL REALISASI (Kg) MALAYSIA 825, ,000 2 VIETNAM 200, ,000 3 THAILAND 399,999 TOTAL Sumber: BPS dan Dit.PPHTP 2. Beras Kukus 1,424,999 1,150,000 NO NEGARA ASAL REALISASI (Kg) INDIA 50, ,000 2 MALAYSIA 16,769 TOTAL Sumber: BPS dan Dit.PPHTP 3. Beras Medium 50, ,769 NO NEGARA ASAL REALISASI (Kg) JEPANG 80, ,513 2 MYANMAR 11,261,650 3 TAIWAN THAILAND 23,479, ,900,000 5 VIETNAM 481,700, ,700,000 TOTAL 505,259, ,977,311 Sumber: BPS dan Dit.PPHTP Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 165

166 4. Beras Lain-lain NO NEGARA ASAL REALISASI (Kg) INDIA 33,238,500 26,998,119 2 PAKISTAN 180,099,500 62,689,830 3 KAMBOJA 1,000,000 4 MYANMAR 8,775,000 5 THAILAND 103,065,741 49,899,325 6 VIETNAM 27,274,195 10,157,318 TOTAL 353,452, ,744,592 Sumber: BPS dan Dit.PPHTP Catatan : 1. Kementan tidak mengeluarkan rekomendasi impor untuk beras ketan dan beras kukus 2. Rekomendasi impor beras medium dikeluarkan oleh Rakortas Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 166

167 IX KEGIATAN KETATAUSAHAAN DAN KEPEGAWAIAN A. Organisasi 1. Tugas Pokok dan Fungsi Organisasi Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dibentuk berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 43/Permentan/OT.010/8/2015 tanggal 03 Agustus 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian, yang mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang peningkatan pascapanen, pengolahan dan pemasaran hasil tanaman pangan. Agar pelaksanaan Peraturan Menteri Pertanian tersebut diatas dapat operasional, telah ditetapkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 52/Permentan/OT.040/11/2016 tanggal 2 Nopember 2016 tentang Uraian Tugas Pekerjaan Unit Kerja Eselon IV Lingkup Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan menyelenggarakan fungsi : a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang peningkatan pascapanen, pengolahan, standardisasi dan penerapan standar mutu serta pemasaran dan investasi tanaman pangan; b. Pelaksanaan kebijakan di bidang peningkatan pascapanen, pengolahan, standardisasi dan penerapan standar mutu serta pemasaran dan investasi tanaman pangan; c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang peningkatan pascapanen, pengolahan, standardisasi dan penerapan standar mutu serta pemasaran dan investasi tanaman pangan; d. Pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang peningkatan pascapanen, pengolahan, standardisasi dan penerapan standar mutu serta pemasaran dan investasi tanaman pangan; Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 167

168 e. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan kegiatan di bidang peningkatan pascapanen, pengolahan, standardisasi dan penerapan standar mutu serta pemasaran dan investasi tanaman pangan; f. Koordinasi perumusan dan harmonisasi standar, serta penerapan standar mutu di bidang tanaman pangan; dan g. Pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan. 2. Struktur Organisasi dan Tata Kerja Susunan Organisasi dan Tata Kerja Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan terdiri atas : a. Subdirektorat Pascapanen; b. Subdirektorat Pengolahan; c. Subdirektorat Standardisasi dan Mutu; d. Subdirektorat Pemasaran dan Investasi; e. Subbagian Tata Usaha; dan f. Kelompok Jabatan Fungsional. Tugas pokok dan fungsi dari masing-masing Subdirektorat sebagai berikut : 1. Subdirektorat Pascapanen mempunyai tugas melaksanakan penyiapan penyusunan, dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi dibidang peningkatan pascapanen tanaman pangan. Dalam melaksanakan tugas, Subdirektorat Pascapanen menyelenggarakan fungsi : a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang penerapan teknologi dan penyediaan sarana pascapanen tanaman pangan; b. Penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang penerapan teknologi dan penyediaan sarana pascapanen tanaman pangan; Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 168

169 c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria di bidang penerapan teknologi dan penyediaan sarana pascapanen tanaman pangan; d. Pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang penerapan teknologi dan penyediaan sarana pascapanen; dan e. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan kegiatan di bidang penerapan teknologi dan penyediaan sarana pascapanen tanaman pangan. 2. Subdirektorat Pengolahan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang peningkatan pengolahan hasil tanaman pangan. Dalam melaksanakan tugas Subdirektorat Pengolahan menyelenggarakan fungsi : a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang penerapan teknologi dan penyediaan sarana pengolahan hasil tanaman pangan; b. Penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang penerapan teknologi dan penyediaan sarana pengolahan hasil tanaman pangan; c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria di bidang penerapan teknologi dan penyediaan sarana pengolahan tanaman pangan; d. Pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang penerapan teknologi dan penyediaan sarana pengolahan tanaman pangan; dan e. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan kegiatan di bidang penerapan teknologi dan penyediaan sarana pengolahan hasil tanaman pangan. 3. Subdirektorat Standardisasi dan Mutu mempunyai tugas melaksanakan penyiapan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, bimbingan teknis dan evaluasi serta koordinasi di bidang perumusan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 169

170 dan harmonisasi standar, dan penerapan standar mutu hasil tanaman pangan. Dalam melaksanakan tugas Subdirektorat Standardisasi dan Mutu menyelenggarakan fungsi : a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang standardisasi dan penerapan standar mutu hasil tanaman pangan; b. Penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang standardisasi dan penerapan standar mutu hasil tanaman pangan; c. Pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang standardisasi dan penerapan standar mutu hasil tanaman pangan; d. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan kegiatan di bidang standardisasi dan penerapan standar mutu hasil tanaman pangan; dan e. Penyiapan koordinasi perumusan dan harmonisasi standar serta penerapan standar mutu di bidang tanaman pangan. 4. Subdirektorat Pemasaran dan Investasi mempunyai tugas melaksanakan penyiapan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang peningkatan pemasaran hasil dan investasi tanaman pangan. Dalam melaksanakan tugas Subdirektorat Pemasaran dan Investasi menyelenggarakan fungsi : a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang peningkatan pemasaran hasil, promosi, dan investasi tanaman pangan; b. Penyiapan pelaksanaan kebijakan di peningkatan pemasaran hasil, promosi, dan investasi tanaman pangan; c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan, kriteria di bidang peningkatan pemasaran hasil, promosi, dan investasi tanaman pangan; d. Pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang peningkatan pemasaran hasil, promosi, dan investasi tanaman pangan; dan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 170

171 e. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan kegiatan di bidang peningkatan pemasaran hasil, promosi, dan investasi tanaman pangan. 5. Sub Bagian Tata Usaha mempunyai tugas melakukan urusan kepegawaian, keuangan, perlengkapan, rumah tangga dan surat menyurat serta kearsipan Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan. 6. Kelompok Jabatan Fungsional terdiri atas jabatan fungsional Pengawas Mutu Hasil Pertanian dan Analis Pasar Hasil Pertanian masing-masing dikoordinasikan oleh pejabat fungsional senior yang ditunjuk Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan, mempunyai tugas melakukan kegiatan sesuai dengan jenjang jabatan fungsional masing-masing berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku. Pada setiap Subdirektorat, masing-masing mempunyai dua seksi yaitu : (1) Subdirektorat Pascapanen terdiri dari : a) Seksi Penerapan Teknologi Pascapanen b) Seksi Sarana Pascapanen. (2) Subdirektorat Pengolahan terdiri dari : a) Seksi Penerapan Teknologi Pengolahan b) Seksi Sarana Pengolahan. (3) Subdirektorat Standardisasi dan Mutu terdiri dari : a) Seksi Standardisasi b) Seksi Mutu. (4) Subdirektorat Pemasaran dan Investasi terdiri dari : a) Seksi Pemasaran dan Promosi b) Seksi Investasi. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 171

172 B. Ketatausahaan Sebagai fungsi pelayanan, Sub Bagian Tata Usaha mempunyai tugas melakukan pelayanan dalam bidang sebgai berikut : 1. Admistrasi Umum a. Surat Menyurat. Surat masuk dan surat keluar dibukukan dalam buku agenda dan diarsipkan menurut kodefikasi surat. Surat yang sifatnya penting dan mendesak dikirim via , faksimili, kilat khusus. Selama tahun 2016 realisasi surat masuk sebanyak pucuk surat sedangkan surat keluar sebanyak 905 pucuk surat. b. Perpustakaan. Perpustakaan diharapkan dapat memberi informasi literatur, buku dan informasi lainnya. Buku-buku yang tersedia di perpustakaan sebagian besar berupa laporan dari Direktorat lingkup Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, sedangkan buku-buku yang berupa literatur, Lembaran Negara dan lain-lain masih sangat kurang. Buku/laporan pusat yang dihasilkan pada tahun 2016 sebanyak 135 buku. 2. Kepegawaian Untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsinya, Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan didukung oleh 72 orang pegawai, yang terdiri dari 1 orang Direktur, 4 orang Kepala Subdirektorat, 8 orang Kepala Seksi dan 1 orang Kepala Sub Bagian Tata Usaha serta 58 orang Staf. a. Komposisi Pegawai 1) Jumlah Pegawai Berdasarkan Golongan/Pangkat a) Golongan IV/c Pembina Utama Muda : 1 orang b) Golongan IV/b Pembina Tingkat I : 2 orang c) Golongan IV/a Pembina : 5 orang Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 172

173 d) Golongan III/d Penata Tingkat I : 13 orang e) Golongan III/c Penata : 4 orang f) Golongan III/b Penata Muda Tingkat I : 23 orang g) Golongan III/a Penata Muda : 12 orang h) Golongan II/d Pengatur Tingkat I : 3 orang i) Golongan II/c Pengatur : 4 orang j) Golongan II/b Pengatur Muda Tingkat I: 2 orang k) Golongan II/a Pengatur Muda : 3 orang Jumlah : 72 orang 2) Jumlah Pegawai Berdasarkan Tingkat Pendidikan a) S2 (pasca sarjana) : 18 orang b) S1 (sarjana) : 34 orang c) D3 (sarjana muda) : 6 orang d) SLTA : 13 orang e) SD : 1 orang 3) Jumlah Pegawai Berdasarkan Jenis Kelamin a) Laki-laki : 37 orang b) Perempuan : 35 orang Daftar Pegawai Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan selengkapnya disajikan pada tabel lampiran 6-7 b. Mutasi, Pelimpahan, Pensiun, Meninggal, Kenaikan Gaji Berkala, Kenaikan Pangkat, Penerima Tanda Kehormatan Satya Lencana Karya Satya (SLKS) dan Kartu-kartu. Selama periode Januari s/d Desember 2016 telah terjadi mutasi alih tugas/melimpah, pensiun, meninggal dan promosi, penyematan tanda kehormatan Satya Lencana Karya Satya dan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 173

174 pembuatan kartu-kartu dengan rincian sebagai berikut : 1) Mutasi : Pegawai yang mutasi, alih tugas ke unit kerja lain sebanyak 6 orang yaitu : a) Jane Caroline, S.P.,M.M. mutasi pindah ke STTP Bogor, Jawa Barat. b) Nitam Kasim, A.Md., mutasi pindah ke UPT Provinsi Gorontalo. c) Ariyati, mutasi pindah ke Direktorat Aneka Kacang dan Umbi. d) Amirruddin, S.P.,M.P. mutasi pindah ke Sekretariat Ditjen TP. e) Ratna Dwi Astuti, S.P., mutasi pindah ke Sekretariat Ditjen TP. f) Ir. Setya Prakosa, M.M. mutasi pindah ke Sekretariat Ditjen TP. Pelimpahan pegawai dari Bagian Perencanaan Sekretariat Direktorat Jenderal Tanaman Pangan ke Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan sebanyak 2 orang yaitu : a) Batara Siagian, S.P.,M.AB, sebagai Kasubdit Stadardisasi dan Mutu. b) Tias Atika Rachmawati, S.E. Staf Sub Bagian Tata Usaha. Pegawai yang pensiun sebanyak 1 orang dan meninggal 2 orang yaitu : a) Ir. Bambang Jaya, M.Eng. pensiun terhitung mulai tanggal 1 Juni 2016 b) Suparmo, meninggal tanggal 2 Maret Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 174

175 c) Ir. Dian Handayani, M.Si. meninggal tanggal 2 April Pegawai yang promosi sebanyak 3 orang, yaitu : a) Ir. Bambang Kuncoro, M.M. sebagai Kasubdit Pengolahan. b) Nurihyatun Sardjono, S.P.,M.P. sebagai Kasi Sarana Pascapanen. c) Maretsum Simanullang, S.P.,M.Si. sebagai Kasubag Layanan Rekomendasi pada Bagian Evaluasi dan Layanan Rekomendasi, Sekretariat Ditjen Tanaman Pangan. 2) Kenaikan Gaji Berkala. Selama tahun 2016 (Januari s/d Desember 2016) kenaikan gaji berkala sebanyak 31 (Tiga puluh satu) orang. Surat Keputusan sudah terbit 100%. 3) Kenaikan pangkat. Pada tahun 2016 realisasi kenaikan pangkat sebanyak 5 (Lima) orang, terdiri dari : a) Periode April 2015 : 4 orang b) Periode Oktober 2015 : 1 orang Surat Keputusan sudah terbit 100% 4) Tanda Kehormatan Satya Lencana Karya Satya (SLKS) Sampai dengan tahun 2016 telah diberikan tanda kehormatan Satya Lencana Karya Satya kepada pegawai yang berhak dan memenuhi persyaratan sebagai berikut : a) Satya Lencana Karya Satya XXX Tahun : 3 orang b) Satya Lencana Karya Satya XX Tahun : 7 orang c) Satya Lencana Karya Satya X Tahun : 14 orang Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 175

176 5) Kartu-kartu Selama tahun 2016 (Januari s/d Desember 2016) pengurusan Kartu Pegawai (Karpeg / Karsu / Karis, Taspen, Askes (BPJS), KORPRI dan NPWP) selengkapnya disajikan pada tabel berikut: Tabel 19 : Kartu Pegawai Tahun 2016 No Jenis Sedang Selesai Kartu Proses Belum Keterangan 1 Karpeg 68-4 CPNS 2 Karis/Karsu 67-5 Belum berkeluarga 3 Askes Taspen 68-4 CPNS 5 KORPRI NPWP c. Rumah Tangga dan Perlengkapan Urusan Rumah Tangga dan Perlengkapan melaksanakan tugastugas pokok antara lain penyediaan Alat Tulis Kantor, Blangkoblangko/Kop Surat, kebersihan/pemeliharaan gedung/halaman kantor, pemeliharaan kendaraan dinas, pemeliharaan dan inventarisasi barang milik Negara, keamanan kantor, serta melakukan urusan surat menyurat dan kearsipan. Kegiatan yang dilaksanakan sebagai berikut : 1) Membukukan barang-barang inventaris dari hasil pengadaan barang tahun 2016 sebagai berikut : a) Pengadaan Perangkat Pengolahan Data dan Komunikasi seperti PC Flat All in One 9 unit, PC Flat All in one (subdit pascapanen) 2 unit, Ms. Office 5 unit (Subdit Padi), Laptop 12 unit, Printer Laserjet 10 unit, Printer Multifungsi 6 unit, Modem 7 unit, Kamera DSLR (subdit pasinves) 1 unit, Recorder (subdit pasinves) 1 unit. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 176

177 b) Pengadaan Peralatan dan Fasilitas Perkantoran seperti Meja Kantor 10 unit, Kursi Kerja 10 unit, lemari arsip 10 unit, MIC Delegate 5 unit, Whiteboard 1 unit, Televisi LED 1 unit, Mesin penghitung uang 1 unit, AC 3 unit, Dispenser 3 unit, Kursi ruang Direktur 1 unit dan mesin fotocopy 2 unit. 2) Melakukan opname fisik barang inventaris, baik barang yang bergerak (kendaraan dinas) maupun yang tidak bergerak (meja, kursi, lemari, komputer, printer, laptop, desktop PC, notebook, AC, camera DSLR, handycam, camera digital, televisi LCD, mic delegate, mesin potong rumput dan mesin penghancur kertas) dan membuat data inventaris barang tahun ) Pemeliharaan Gedung / Halaman Kantor a) Telah dilakukan pemeliharaan perbaikan/rehab gedung kantor, meliputi ruang kerja Direktur, toilet, pengecatan dinding ruang kerja, pemasangan paving block halaman dan pengecatan trotoar. b) Telah dilakukan peningkatan penerangan halaman gedung kantor dengan menambah dan mengganti lampu penerangan halaman dan gedung kantor. c) Setiap 2 (dua) minggu sekali dilakukan penataan lingkungan dengan melakukan pemangkasan tanaman pagar dan rumput halaman. d) Telah dilakukan pemeliharaan instalasi listrik, air dan pengadaan sarana sound system ruang rapat sarana jaringan internet WIFI. 4) Pelaksanaa keamanan kantor dilaksanakan oleh delapan (8) orang tenaga Satpam dengan sistim ship secara bergilir Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 177

178 setiap hari 2 orang, 1 hari jaga malam 1 hari jaga siang dan 1 hari libur. Fasilitas perlengkapan kantor/barang inventaris kantor sampai dengan tahun 2016 yang dimiliki Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan, selengkapanya dapat dilihat pada Tabel Lampiran 8. C. Keuangan Berdasarkan Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, menuntut adanya perubahan Manajemen Keuangan Negara. Perubahan tersebut diantaranya berupa pendekatan baru dalam sistem penganggaran yaitu sistem anggaran terpadu Berbasis Kinerja dalam kerangka Pembangunan Jangka Menengah. Anggaran terpadu artinya anggaran rutin dan anggaran pembangunan dipadukan sebagai satu kesatuan. Anggaran berbasis kinerja berarti kegiatan tidak lagi berdasarkan pada input, tetapi berorientasi pada output dan outcome. Anggaran dalam kerangka jangka menengah berarti penganggaran pada tahun sekarang memperhatikan realisasi tahun-tahun sebelumnya dan kebutuhan anggaran tahun mendatang. Perubahan ini mencakup perubahan mendasar dalam proses perencanaan, penyusunan anggaran, pengelolaan maupun pelaporannya sebagai penyelenggaraan akuntansi atas transaksi keuangan, aset, utang dan ekuitas dana dalam pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara secara transparan dan akuntable. Sejak tahun 2005 penyusunan dan penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara telah menggunakan sistim anggaran belanja terpadu atau Unified Budget yang pelaksanaannya dikelola oleh Satuan Kerja di Unit Eselon I atau Direktorat Jenderal Tanaman Pangan yang dikelola oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), dalam hal ini dilaksanakan Direktur Jenderal Tanaman Pangan, yang telah ditetapkan dengan Keputusan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 178

179 Menteri Pertanian Nomor : 49/Kpts/OT.160/I/2015 tentang Perubahan Kedua atas Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 5171/Kpts/KU.410/12/2013 tanggal 10 Desember 2013 tentang Penetapan Pejabat Pengelola Keuangan Lingkup Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Tahun Anggaran 2016 sebagai Kuasa Pengguna Anggaran, Bendahara Pengeluaran dan Bendahara Penerimaan Lingkup Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Tahun Anggaran Urusan keuangan pada Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan di dalam pengelolaannya dilaksanakan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam hal ini selaku atas nama Kuasa Pengguna Anggaran Direktorat Jenderal Tanaman Pangan yang ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Tanaman Pangan Selaku Kuasa Pengguna Anggaran Nomor : 1/KPA/SK.310/C/1/2016, tanggal 4 Januari 2016 tentang Penetapan Pejabat Pembuat Komitmen dan Pejabat Penandatanganan Surat Perintah Membayar Satuan Kerja Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. Sesuai penetapan KPA, sebagai pembantu PPK telah ditetapkan Petugas/Staf Pengelola Keuangan, yang terdiri dari Pemegang Uang Muka (PUM) selaku Pembantu Bendahara Pengeluaran, Petugas Verifikasi Dokumen Tagihan dan Petugas Pengelola Belanja Pegawai (Pembuat Daftar Gaji) serta Pejabat Pengadaan Barang/Jasa dan Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan/Pengurus Barang. Satuan Kerja Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun Anggaran 2016, guna untuk kelancaran pelaksanaan kegiatan di tingkat PPK dalam proses penyelesaian administrasi pertanggungjawaban. Untuk melaksanakan kegiatan Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan tahun 2016, sesuai Revisi DIPA tanggal 24 November 2016 Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan mendapatkan alokasi anggaran APBN sebesar Rp ,- yang terdiri dari anggaran Pusat sebesar Rp ,- Dekonsentrasi sebesar Rp ,- dan Tugas Pembantuan Provinsi sebesar Rp ,-. Realisasi keuangan Direktorat Pengolahan dan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 179

180 Pemasaran Hasil Tanaman Pangan hingga Bulan Desember tahun 2016 sebesar Rp ,- tabel berikut : (99,57%), selengkapnya disajikan pada Tabel 20 : Realisasi Anggaran Dit.PPHTP Tahun Anggaran No Satuan Kerja Pagu Pagu setelah Realisasi Self Blocking (Rp) Self Blocking (Rp) 1 Pusat 105,557,532,000 57,707,601,000 47,849,931,000 47,639,262, Dekonsentrasi (Provinsi) 34,953,620,000 13,447,063,000 21,506,557,000 20,735,106, Tugas Pembantuan (Provinsi) 1,795,639,136, ,361,184,000 1,671,277,952,000 1,664,703,690, Jumlah Ket : Realisasi s/d 31 Desember 2016 % terhadap pagu awal % setelah SB 1,936,150,288, ,515,848,000 1,740,634,440,000 1,733,078,059, Anggaran Pusat sebesar Rp ,- dari anggaran tersebut terdapat beberapa kegiatan yang dilakukan Self Blocking/Penghematan/ pemotongan sebesar Rp ,- sehingga alokasi anggaran yang dapat digunakan menjadi sebesar Rp ,-. Rincian alokasi disajikan pada tabel berikut : Tabel 21: Jumlah Anggaran per Kegiatan atau per MAK Dit PPHTP. Tahun 2016 KODE URAIAN KEGIATAN/SUB KEGIATAN/AKUN JUMLAH ANGGARAN (PAGU) % SELF BLOCKING JUMLAH ANGGARAN SETELAH SELF BLOCKING/ PENGHEMATAN/ PEMOTONGAN (Rp) (Rp) (Rp) Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan 105,557,532, ,707,601,000 47,849,931, Penyaluran Alsintan Pascapanen 88,399,890, ,645,185,000 36,754,705, Pengamanan Susut Hasil Produksi Tanaman Pangan 2,126,627, ,895,000 1,601,732, Peningkatkan Pengolahan Hasil Tanaman Pangan 3,820,000, ,681,629,000 2,138,371, Pengembangan Standardisasi Dan Mutu 1,882,706, ,691,000 1,288,015, Pengembangan Pemasaran Hasil Dan Investasi 4,469,200, ,973,585,000 2,495,615, Ketatausahaan dan Kepegawaian 396,570, ,801, ,769, Perencanaan Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil TP 2,054,444, ,484,000 1,489,960, Pelaporan Direktorat Pengolahan Dan Pemasaran Hasil TP 1,428,245, ,265, ,980, Perangkat Pengolah Data dan Komunikasi 709,400, ,393, ,007, Perangkat dan Fasilitas Perkantoran 270,450, ,673, ,777, % Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 180

181 Sedangkan berdasarkan Jenis Belanja/Pengeluaran sebagaimana pada Tabel dibawah ini : Tabel 22 : Jumlah Anggran Per Jenis Belanja/Pengeluaran Tahun 2016 Jumlah Slef Blocking/ No. Jenis Belanja % Anggaran Yang Anggaran Penghematan/ % Bisa Digunakan % (Rp) Pemotongan 1. Belanja bahan 1,592,020, ,345, ,008,675, Belanja barang persediaan 220,500, ,197, ,303, Belanja Perjalanan dinas 13,449,312, ,842,663, ,606,649, Belanja jasa profesional lainnya 945,800, ,750, ,050, Belanja jasa lainnya 521,000, ,275, ,725, Belanja Pengiriman Surat 12,200, ,400, ,800, Belanja honor kegiatan 143,350, ,600, ,750, Belanja jasa sew a 127,700, ,120, ,580, Belanja jasa konsultansi 200,000, ,000, Belanja modal peralatan dan mesin 898,850, ,066, ,784, Belanja barang untuk diserahkan kepada masyratakat/pemda J U M L A H 87,446,800, ,486,185, ,960,615, ,557,532, ,707,601, ,849,931, Realisasi Fisik. Realisasi fisik kegiatan Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan sampai bulan Desember 2016 telah mencapai 100%. Realisasi fisik tersebut dihitung berdasarkan bobot pekerjaan dan pencapaian penyelesaian pekerjaan, yaitu seberapa jauh pekerjaan tersebut dilaksanakan dan hasil yang telah dicapai. Walaupun di dalam pelaksanaannya terdapat beberapa kegiatan yang tidak dapat dilaksanakan karena hambatan teknis dan waktu pelaksanaan kegiatan yang tidak memungkinkan untuk di realisasikan. 2. Realisasi Anggaran. Dari jumlah anggaran sebesar Rp ,- (Seratus lima milyar lima ratus lima puluh tujuh juta lima ratus tiga puluh dua ribu rupiah), terdapat pengurangan anggaran (self blocking/penghematan/ pemotongan) sebesar Rp (54,67%), sehingga anggaran yang dapat digunakan sebesar Rp (45,33%). Realisasi keuangan hingga Bulan Desember tahun 2016 sebesar Rp ,- (99,56%), sisa anggaran/sisa mati sebesar Rp ,- (0,44%). Realisasi anggaran per sub Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 181

182 kegiatan atau per MAK dan Realisasi anggaran per jenis/pengeluaran disajikan pada tabel berikut : Tabel 23 : Realisasi Anggaran per Sub Kegiatan atau per MAK Tahun KODE REALISASI ANGGARAN (Rp) Pengolahan dan Pemasaran Hail Tanaman Pangan 105,557,532,000 57,707,601,000 47,849,931,000 47,639,262, ,668, Penyaluran Alsintan Pascapanen 88,399,890,000 51,645,185,000 36,754,705,000 36,745,314, ,390, Pengamanan Susut Hasil Produksi Tanaman Pangan Peningkatkan Pengolahan Hasil Tanaman Pangan 2,126,627, ,895,000 1,601,732,000 1,592,423, ,308,820 3,820,000,000 1,681,629,000 2,138,371,000 2,104,255, ,115, Pengembangan Standardisasi dan Mutu 1,882,706, ,691,000 1,288,015,000 1,278,323, ,691, Pengembangan Pemasaran Hasil dan Investasi 4,469,200,000 1,973,585,000 2,495,615,000 2,422,336, ,278, Ketatausahaan dan Kepegawaian 396,570,000 41,801, ,769, ,359, ,409, URAIAN KEGIATAN/SUB KEGIATAN/AKUN Perencanaan Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil TP Pelaporan Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil TP Perangkat Pengolah Data dan Komunikasi JUMLAH ANGGARAN (PAGU) SELF BLOCKING/ PENGHEMATAN/ PEMOTONGAN ANGGARAN YANG DAPAT DIGUNAKAN SISA ANGGARAN 2,054,444, ,484,000 1,489,960,000 1,459,741, ,218,470 1,428,245, ,265, ,980, ,234, ,745, ,400,000 74,393, ,007, ,505, ,501, Perangkat dan Fasilitas Perkantoran 270,450,000 16,673, ,777, ,769, ,810 % Tabel 24 : Realisasi Anggaran per Jenis Belanja/Pengeluaran Tahun 2016 No. 1. Belanja bahan 1,592,020,000 1,008,675, ,862, ,812, Belanja barang 220,500, ,303, ,848, ,454, persediaan 3. Belanja Perjalanan dinas 13,449,312,000 8,606,649, ,595,912, ,736, Jenis Belanja Belanja jasa profesional lainnya 945,800, ,050, ,000, ,050, Belanja jasa lainnya 521,000, ,725, ,501, ,223, Belanja Pengiriman Surat 12,200,000 8,800, ,591, ,208, Belanja honor kegiatan 143,350, ,750, ,450, ,300, Belanja jasa sewa 127,700,000 99,580, ,150, ,430, Belanja jasa konsultansi 200,000, ,000, ,836, ,163, Belanja modal peralatan dan mesin 11. Belanja barang untuk diserahkan kepada J U M L A H Pagu Setelah Self Pagu Awal Blocking/ Realisasi Sisa % % Penghematan/ Anggaran Anggaran Pemotongan (Rp). (Rp). (Rp). (Rp). 898,850, ,784, ,495, , ,446,800,000 35,960,615, ,960,615, ,557,532,000 47,849,931, ,639,262, ,668, % 4.78 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 182

183 Sebagai gambaran dari realisasi per bulan secara komulatif di bandingkan dengan target dapat dilihat pada Tabel berikut : Tabel 25 : Target dan Realisasi Anggaran per Bulan Secara Komulatif. Target ROK Setelah Self Blocking/ Target ROK Realisasi No. Bulan % Penghematan/ % % Pemotongan (Rp.) (Rp.) (Rp.) 1. Januari 100,000, ,000, Pebruari 130,000, ,000, Maret 2,120,720, ,120,720, ,182,606, April 8,240,000, ,240,000, ,235,519, Mei 5,020,000, ,020,000, ,017,164, Juni 10,065,000, ,065,000, ,063,082, Juli 2,565,000, ,565,000, ,560,822, Agustus 1,730,000, ,730,000, ,728,907, September 2,350,000, ,350,000, ,337,509, Oktober 6,790,000, ,790,000, ,787,842, Nopember 42,985,654, ,150,000, ,136,221, Desember 23,461,158, ,211, ,586, JUMLAH 105,557,532, ,849,931, ,639,262, Dari data tersebut diatas menunjukkan bahwa belum adanya realisasi pada bulan Januari dan Februari 2016 disebabkan karena adanya perubahan Mata Anggaran Kegiatan (MAK) dari 1765 Direktorat Pascapanen mejadi Mata Anggaran Kegiatan (MAK) 5885 Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan sehingga menyebabkan kegiatan di bulan tersebut belum dapat direalisasikan. Sedangkan pencapaian realisasi sampai dengan bulan Desember 2016 setelah dilakukan Self blocking/penghematan/pemotongan anggaran secara keseluruhan tidak sesuai target 100 % karena adanya sisa mati dari kegiatan, dan adanya kegiatan Pengadaan Sarana Pascapanen Tanaman Pangan TA 2016 yang pembayaran dilakukan pada TA 2017 (Tunggak Bayar) sebesar Rp ,-. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 183

184 X PERMASALAHAN DAN UPAYA PEMECAHAN A. Permasalahan Beberapa permasalahan dalam pelaksanaan kegiatan Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan Tahun 2016, meliputi aspek administrasi, teknis, SDM, kelembagaan, dan pembiayaan, antara lain : 1) Aspek Administrasi a) SK CPCL belum siap atau seringkali berubah pada saat barang akan dikirimkan ke titik bagi. b) Penentuan dan penetapan calon penerima/calon lokasi (CP/CL) Gapoktan/kelompok tani penerima/pengelola bantuan peralatan masih kurang cermat. Sehingga Gapoktan/kelompok terpilih kurang memenuhi persyaratan atau belum siap menjalankan usaha pengolahan yang disebabkan kurangnya kemampuan manajerial dan jiwa kewirausahaan (enterpreneurship) dalam pengelolaan usaha pengolahan. c) Setelah DIPA Revisi 4 turun, terkait informasi adanya penghematan anggaran maka sebagian besar daerah menunda proses pengadaan bantuan sarana pascapanen APBN-P. Provinsi yang telah terlanjur melaksanakan kegiatan APBN-P 2016 yaitu Provinsi Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan dan Bengkulu. d) Sebagian sarana Pascapanen masih import sehingga butuh waktu dalam penyediaannya (corn combine harvester & combine harvester kecil). e) Produsen sarana pascapanen sebagian produsen kecil/menengah, sehingga pembelian melalui pesanan/perlu dirakit dulu. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 184

185 f) Proses lelang bangunan menunggu proses hibah/hak guna pakai lahan dari pemilik lahan ke poktan/gapoktan (Dinamis). g) Tidak semua perusahan memproses uang muka/dp (+ 30%) karena proses pencairan lebih lama dalam penyiapan dokumen. Produsen lebih memilih percepatan distribusi barang secara langsung. h) Proses pencairan uang muka dari BASTB menjadi SP2D memerlukan waktu cukup lama (> 3 minggu), karena administrasi secara on line dari satker daerah ke KPPN ternyata tidak mudah. i) Penyelesaian doksistu dan dokumen penunjang lainnya masih sulit diselesaikan poktan. j) Penyelesaian doksistu untuk pengajuan registrasi PSAT terhambat. 2) Aspek Teknis a) Sosialisasi kepada kelompok penerima bantuan belum optimal dirasakan masih kurang, sehingga kelompok penerima bantuan belum memahami bantuan sarana pascapanen karena minimnya dana sosialisasi dan kurangnya koordinasi Kabupaten dengan provinsi disebabkan jarak yang terlalu jauh. b) Calon penerima bantuan belum memenuhi syarat sesuai ketentuan pada pedoman teknis dan adanya intervensi dari banyak pihak yang menyebabkan CPCL sering berubah-ubah. c) Tim teknis memerlukan waktu melakukan survey ke produsen yang memiliki spesifikasi sesuai dengan Pedoman Teknis dan memiliki test report. d) Masih terbatasnya ketersediaan bengkel alsin dan suku cadang di lokasi penerima bantuan sehingga petani kesulitan saat alsin mengalami kerusakan. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 185

186 e) Kapasitas bantuan belum disesuaikan dengan ketersediaan bahan baku di lokasi bantuan dan kemampuan poktan/gapoktan. f) Pemberian bantuan belum disertai bimbingan teknis dari petugas lapang g) Petugas pengelola data tingkat Kabupaten belum tertib mengirim data ke provinsi sehingga petugas mengalami kesulitan dan keterlambatan dalam merekap data. h) Sosialisasi tentang pertanian organik masih belum diketahui secara detail/meluas terutama mengenai pentingnya sertifikasi mutu untuk jaminan keamanan pangan. i) Jaringan internet lemah di beberapa daerah sehingga menghambat proses input data harga harian. j) Data harga harian komoditas tanaman pangan dari beberapa kabupaten masih kosong, kurang lebih 4%. k) Musim panen tidak setiap bulan, sehingga tidak dapat dilakukan pengukuran stock komoditas tanaman pangan. l) Petani/Produsen belum memiliki produk yang bermutu sesuai dengan permintaan calon pembeli atau konsumen. 3) Aspek SDM, Kelembagaan, dan Pembiayaan a) Terbatasnya SDM dan pengetahuan SDM yang menangani seleksi CPCL. b) Gapoktan/Poktan penerima bantuan sarana pascapanen belum memahami dalam penyusunan RUKK, sehingga diperlukan pendampingan dari petugas Kabupaten c) Masih ada Kabupaten/Kota yang terlambat dalam melakukan CPCL disebabkan tidak adanya dana pendampingan dari APBD d) Sering terjadi mutasi/alih tugas pegawai yang menangani program pascapanen di daerah yang berpengaruh pada kinerja satker. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 186

187 e) Dinas Provinsi kurang aktif memantau pelaksanaan kegiatan pengadaan sarana di ULP dan pencairan anggaran di bendahara f) Kurangnya koordinasi antara pemegang anggaran (satker) dengan pelaksana kegiatan karena dana kegiatan berada pada satker bidang Tanaman Pangan, sedangkan pelaksanaan kegiatan pascapanen ditangani pada bidang Binus/P2HP. g) Masih minimnya dukungan APBD, baik dari Pemerintah Daerah Provinsi maupun Kabupaten terhadap upaya penanganan pascapanen tanaman pangan, sehingga masih tergantung dari dukungan dan bantuan dari Pemerintah Pusat. h) Lemahnya manajemen administrasi poktan/ gapoktan, sehingga pengelolaan sarana tersebut melalui sistem penyewaan sarana pascapanen belum berjalan sebagaimana yang diharapkan. i) Ketersediaan tenaga teknisi dan operator yang cukup profesional dalam mengoperasikan sarana pascapanen belum mencukupi. j) Minimnya pengetahuan petugas bengkel dalam memperbaiki sarana pascapanen yang rusak. k) Poktan penerima bantuan belum memahami cara penggunaan sarana yang diterimanya sehingga menyebabkan losses saat proses penanganan pascapanen. l) Terbatasnya petugas dinas propinsi dan kabupaten/kota yang menguasai pengetahuan tentang pengolahan hasil pertanian dan terbatasnya sumberdaya manusia pengelola unit usaha dalam Gapoktan/kelompok yang menguasai teknologi dan pemasaran produk olahan. m) Kemampuan pelaku usaha pengolah masih belum optimal dalam penguasaan teknologi pengolahan, mutu produk dan aspek higienis dan sanitari. n) Perubahan struktur organisasi daerah mempengaruhi beban kerja petugas PIP. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 187

188 o) Keterbatasan jumlah SDM di Dinas Pertanian Kabupaten yang kompeten dalam pemanfaatan aplikasi input data harga harian. B. Upaya Pemecahan 1) Berkoordinasi dengan Dinas Pertanian Provinsi (melalui surat, telepon, SMS/ WA, , Kunjungan lapang ke Provinsi/Kabupaten) dalam rangka percepatan pelaksanaan kegiatan dan segera menindaklanjuti kendala pelaksanaan kegiatan di lapangan. 2) Dinas perlu melakukan pendataan kebutuhan dan ketersediaan alsin serta mempunyai basisdata informasi jenis sarana pascapanen yang sesuai dengan kondisi di wilayahnya masing-masing. 3) Dinas Pertanian Provinsi berkoordinasi dengan Kabupaten/kota dan menyarankan agar Pedoman Teknis lebih dipahami oleh petugas yang identifikasi CPCL. 4) Dinas Pertanian Provinsi harus segera mempersiapkan kelengkapan administrasi dan teknis kegiatan pengadaan sarana pascapanen, serta harus aktif berkoordinasi dengan pihak ULP, untuk memastikan terselenggara tepat waktu. 5) Kepala Dinas Pertanian Provinsi harus memastikan, mengawal dan menjembatani koordinasi antara pemegang anggaran (satker) dan pelaksana kegiatan. 6) Pengajuan kelengkapan lelang ke ULP diharapkan dilakukan di awal tahun anggaran, sehingga jika terjadi gagal lelang atau permasalahan dalam pelelangan, sehingga masih tersedia waktu yang cukup untuk proses lelang ulang. 7) Aparat Dinas Pertanian Provinsi pelaksana kegiatan bantuan sarana pascapanen harus memahami dengan baik semua petunjuk yang terdapat dalam buku pedoman teknis penanganan pascapanen tanaman pangan Tahun Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 188

189 8) Alat/sarana pascapanen yang akan dibeli harus memiliki SNI atau minimal test report yang dikeluarkan oleh lembaga uji yang tersebar di 15 provinsi. 9) Perlu dukungan APBD Prov/Kab/Kota dalam mendukung pelaksanaan kegiatan pusat dan menunjang upaya perbaikan dan peningkatan penanganan pascapanen tanaman pangan. 10) Melakukan teguran secara tertulis kepada pelaksana di daerah yang tidak memenuhi Pedoman Teknis Pascapanen. 11) Pelatihan pengoperasian perawatan dan perbaikan sarana perlu difasilitasi oleh produsen/pabrikan tempat pembelian sarana tersebut dan dilakukan saat droping sarana, saat panen dan pascapanen atau mengirimkan teknisi dan operator ke produsen/pabrikan untuk mengikuti pelatihan dan adanya jaminan purna jual untuk pembelian alsin tersebut. 12) Mengintensifkan koordinasi baik melalui telpon, sms dan ke tingkat kabupaten/provinsi dalam percepatan pengiriman laporan. a) Telah dilakukan pengawalan baik melalui surat maupun langsung ke lapangan: (1) Surat Direktur kepada Kepala Dinas Pertanian Provinsi Seluruh Indonesia Nomor 135/PI/010/C6.02/02/2016 tgl 29 Februari 2016 Tentang Percepatan Pelaksanaan Kegiatan; (2) Surat Direktur kepada Kepala Dinas Pertanian Provinsi yang Membidangi Tanaman Pangan Nomor 219/RC.110/C6.01/ 04/2016 tgl 4 April 2016 Tentang Percepatan Pelaksanaan Kegiatan; (3) Surat Direktur kepada Kepala Dinas Pertanian Provinsi yang Membidangi Tanaman Pangan Nomor 338/RC.120/C6.01/ 05/2016 tgl 9 Mei 2016 Tentang Percepatan Pelaksanaan Kegiatan; Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 189

190 (4) Surat Direktur kepada Kepala Dinas Pertanian Provinsi yang Membidangi Tanaman Pangan Nomor 420/RC.110/C6.02/ 06/2016 tgl 7 Juni 2016 Tentang Percepatan Pelaksanaan Kegiatan. b) Monitoring bantuan di wilayah binaan setiap minggu dan dilaporkan ke Bagian Keuangan dan Perlengkapan, Setditjen TP c) Kunjungan langsung ke lapangan dan mendorong penyelesaian CPCL d) Pada saat Rakor Percepatan Pelaksanaan Kegiatan di Jakarta telah disampaikan ke daerah untuk segera melakukan percepatan. e) Mengawal ke LKPP untuk penayangan semua jenis sarana (Surat ke Direktur Pengembangan Sistem Katalog LKPP Nomor 208/PL.010/C6.01/03/2016 tgl 20 Maret 2016 Tentang Percepatan Pengadaan Sarana Pascapanen dan Pengolahan Hasil Tanaman Pangan Tahun 2016) 13) Penetapan calon penerima/calon lokasi harus atau tempat proses pengolahan dilakukan harus memenuhi syarat yang telah ditentukan. 14) Petugas baik dari dinas provinsi dan kabupaten harus menguasai pengetahuan tentang pengolahan hasil pertanian dengan diberikannya pelatihan tentang cara pengolahan hasil yang baik. 15) Poktan/Gapoktan perlu mendapat pelatihan tentang cara pengolahan hasil tanaman pangan yang baik (GMP). 16) Melakukan pelatihan untuk meningkatkan kemampuan dan ketrampilan SDM baik dalam penerapan teknologi pengolahan maupun manajemen usaha, sosialisasi dan bimbingan kepada pengelola unit pengolahan hasil pertanian tentang standar mutu produk olahan yang dibutuhkan pasar, dan peningkatan aksesbilitas SDM pengolahan 17) Membantu ketersediaan pasar untuk poktan/gapoktan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 190

191 18) Melakukan pendampingan dalam penyusunan doksistu agar pengajuan ke LSO tidak terlambat. 19) Melakukan sosialisasi tentang pertanian organik kepada pelaku usaha organik dan masyarakat luas. 20) Dinas perlu melakukan pendataan terkait poktan/gapoktan yang sudah menerapkan sistem pertanian organik agar segera bisa disertifikasi. 21) Perlu dukungan APBD Prov/Kab/Kota dalam mendukung pelaksanaan kegiatan pusat dan menunjang upaya perbaikan dan peningkatan mutu hasil produksi tanaman pangan 22) Petugas Kabupaten/Kota melaporkan harga data harian melalui sms ke petugas PIP pusat untuk diinput secara langsung. 23) Melakukan komunikasi secara intensif kepada petugas Pembina Provinsi dan petugas PIP bersangkutan terkait informasi harga komoditas tanaman pangan. 24) Pengukuran stock dilakukan di rumah tangga petani dan penggilingan dengan mengupdate data dari bulan sebelumnya. 25) Melakukan pendampingan terutama memberikan informasi terkait produk yang diperlukan calon pembeli dan konsumen dan peluang investasi dari perusahaan swasta atau kemitraan dengan BUMN. 26) Menerbitkan SK bagi petugas PIP. 27) Menambah jumlah SDM di Dinas Pertanian Kabupaten/Kota. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 191

192 XI PENUTUP Keberhasilan Kinerja Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan TA.2016 sangat ditentukan oleh kesiapan, koordinasi dan kerjasama antara pemerintah Pusat dan Daerah dengan melibatkan stakeholder terkait. Pelaksanaan yang baik dari Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan sangat mendukung pada pelaksanaan kegiatan teknis Lingkup Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. Namun demikian, dalam pelaksanaan masih ditemukan beberapa kelemahan seperti beberapa sarana lambat tayang di LKPP, seringnya terjadi perubahan/pergeseran anggaran, ketidakpastian self blocking baik di Pusat maupun di daerah, ataupun permasalahan lain yang berada diluar kewenangan. Semua kendala/permasalahan tersebut, akan dijadikan input untuk perbaikan kegiatan Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan di tahun berikutnya. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 192

193 Bagan 1 : Struktur Organisasi Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 193

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL TANAMAN PANGAN TRIWULAN II 2016

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL TANAMAN PANGAN TRIWULAN II 2016 PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL TANAMAN PANGAN TRIWULAN II 2016 KEMENTERIAN PERTANIAN-RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN DIREKTORAT PENGOLAHAN DAN PEMASARAN

Lebih terperinci

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016 PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016 KEMENTERIAN PERTANIAN-RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN DIREKTORAT PENGOLAHAN DAN PEMASARAN

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA 2016 BAB I PENDAHULUAN

LAPORAN KINERJA 2016 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian yang telah dilakukan sampai saat ini masih banyak memerlukan penanganan yang cermat dan cepat. Tantangan pembangunan pertanian yang dihadapi

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN

DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA PROGRAM DAN KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016 KEMENTERIAN PERTANIAN RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN 2015 Evaluasi Capaian Kinerja Pembangunan Tanaman

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Direktur Alat dan Mesin Pertanian, Ir. Bambang Santosa, M.Sc NIP

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Direktur Alat dan Mesin Pertanian, Ir. Bambang Santosa, M.Sc NIP KATA PENGANTAR Direktorat Alat dan Mesin Pertanian merupakan salah satu unit kerja Eselon II di Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian. Sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, pada tahun 2013

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA DIREKTORAT PASCAPANEN TANAMAN PANGAN TAHUN 2015

LAPORAN KINERJA DIREKTORAT PASCAPANEN TANAMAN PANGAN TAHUN 2015 LAPORAN KINERJA DIREKTORAT PASCAPANEN TANAMAN PANGAN TAHUN 2015 DIREKTORAT PASCAPANEN TANAMAN PANGAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2015 KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan puji

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Semoga laporan ini bermanfaat. Jakarta, 30 Januari Plt. Kepala Biro Perencanaan. Suharyono NIP

KATA PENGANTAR. Semoga laporan ini bermanfaat. Jakarta, 30 Januari Plt. Kepala Biro Perencanaan. Suharyono NIP KATA PENGANTAR Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) adalah laporan kinerja tahunan yang berisi pertanggungjawaban kinerja suatu instansi dalam mencapai tujuan/sasaran strategis instansi.

Lebih terperinci

DIREKTORAT PASCAPANEN TANAMAN PANGAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2014

DIREKTORAT PASCAPANEN TANAMAN PANGAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2014 LAK KIP (LAPORAN KINERJA IN NSTANSI PEMERINTAH) DIREKTORAT PASCAPAN NEN TANAMAN PANGAN TAHUN 2014 DIREKTORAT PASCAPANEN TANAMAN PANGAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2014 Scanned

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengembangan subsektor tanaman pangan merupakan salah satu strategi dalam upaya memacu pertumbuhan ekonomi wilayah. Oleh sebab itu, komoditas tanaman pangan memegang peranan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengembangan subsektor tanaman pangan merupakan salah satu strategi dalam upaya memacu pertumbuhan ekonomi wilayah. Oleh sebab itu, komoditas tanaman pangan memegang peranan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Januari 2015 Direktur Alat dan Mesin Pertanian, Ir. Suprapti NIP Laporan Kinerja Tahun 2014

KATA PENGANTAR. Jakarta, Januari 2015 Direktur Alat dan Mesin Pertanian, Ir. Suprapti NIP Laporan Kinerja Tahun 2014 KATA PENGANTAR Direktorat Alat dan Mesin Pertanian merupakan salah satu unit kerja Eselon II di Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian. Sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, pada tahun 2014

Lebih terperinci

Petunjuk Teknis Kegiatan Pengembangan Sayuran dan Tanaman Obat Tahun 2017

Petunjuk Teknis Kegiatan Pengembangan Sayuran dan Tanaman Obat Tahun 2017 Petunjuk Teknis Kegiatan Pengembangan Sayuran dan Tanaman Obat Tahun 2017 STATISTIK PRODUKSI HORTIKULTURA TAHUN 2015 Direktorat Sayuran dan Tanaman Obat Jl. AUP NO. 3 Pasar Minggu, Jakarta Selatan 12520

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL HORTIKULTURA

DIREKTORAT JENDERAL HORTIKULTURA DIREKTORAT JENDERAL HORTIKULTURA MANUAL IKSP DIREKTORAT JENDERAL HORTIKULTURA (2016) Nama IKSP Jumlah Produksi Aneka Cabai (Ton) Direktur Jenderal Hortikultura Jumlah produksi aneka cabai besar, cabai

Lebih terperinci

Biro Perencanaan KATA PENGANTAR

Biro Perencanaan KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) adalah laporan kinerja tahunan yang berisi pertanggungjawaban kinerja suatu instansi dalam mencapai tujuan/sasaran strategis instansi.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 43/Permentan/OT.010/8/2015 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN PERTANIAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 43/Permentan/OT.010/8/2015 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN PERTANIAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 43/Permentan/OT.010/8/2015 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PENYEMPURNAAN ARSITEKTUR PROGRAM, KEGIATAN DAN STRUKTUR KINERJA

PENYEMPURNAAN ARSITEKTUR PROGRAM, KEGIATAN DAN STRUKTUR KINERJA PENYEMPURNAAN ARSITEKTUR PROGRAM, KEGIATAN DAN STRUKTUR KINERJA Jakarta, November 2014 ARSITEKTUR PROGRAM, KEGIATAN DAN STRUKTUR KINERJA STRUKTUR ORGANISASI NASIONAL KABINET K/L K/L ESELON 1 ESELON 2 Setiap

Lebih terperinci

2017, No Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Pere

2017, No Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Pere LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.105, 2017 PEMERINTAHAN. Pembangunan. Nasional. Perencanaan. Penganggaran. Sinkronisasi. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6056) PERATURAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman pangan sebagai salah satu subsektor pertanian memiliki posisi strategis dalam penyediaan kebutuhan, sumber lapangan kerja dan pendapatan, serta sumber devisa.

Lebih terperinci

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGEMBANGAN PERAMALAN SERANGAN ORGANISME PENGGANGGUN TUMBUHAN TRIWULAN II 2016

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGEMBANGAN PERAMALAN SERANGAN ORGANISME PENGGANGGUN TUMBUHAN TRIWULAN II 2016 PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGEMBANGAN PERAMALAN SERANGAN ORGANISME PENGGANGGUN TUMBUHAN TRIWULAN II 2016 KEMENTERIAN PERTANIAN-RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN BALAI BESAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. LAKIP tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. LAKIP tersebut BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG S etiap instansi Pemerintah mempunyai kewajiban menyusun Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) atau Laporan Kinerja pada akhir periode anggaran.

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS ( R E N S T R A ) BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH ( B A P P E D A ) PROVINSI BANTEN TAHUN

RENCANA STRATEGIS ( R E N S T R A ) BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH ( B A P P E D A ) PROVINSI BANTEN TAHUN RENCANA STRATEGIS ( R E N S T R A ) BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH ( B A P P E D A ) PROVINSI BANTEN TAHUN 2012-2017 PEMERINTAH PROVINSI BANTEN TAHUN 2012 7 KATA PENGANTAR Bismillahhrahmaniff ahim

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMENTAN/HR.060/5/2017 TENTANG REKOMENDASI IMPOR PRODUK HORTIKULTURA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMENTAN/HR.060/5/2017 TENTANG REKOMENDASI IMPOR PRODUK HORTIKULTURA PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMENTAN/HR.060/5/2017 TENTANG REKOMENDASI IMPOR PRODUK HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.239, 2014 KEMENDAG. Dekonsentrasi. Perdagangan. Gubernur. Pelimpahan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74/M-DAG/PER/12/2013 TENTANG PELIMPAHAN

Lebih terperinci

2 3. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20

2 3. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1989, 2014 KEMENDAG. Pemerintahan. Dekonsentrasi. Gubernur. Pelimpahan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 92/M-DAG/PER/12/2014 TENTANG PELIMPAHAN

Lebih terperinci

SIMPUL KRITIS KEGIATAN BALAI BESAR MEKANISASI PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN TAHUN 2014

SIMPUL KRITIS KEGIATAN BALAI BESAR MEKANISASI PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN TAHUN 2014 SIMPUL KRITIS KEGIATAN BALAI BESAR MEKANISASI PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN TAHUN 2014 INSPEKTORAT JENDERAL KEMENTERIAN PERTANIAN Menjadi lembaga penelitian dan pengembangan mekanisasi

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.716, 2017 KEMTAN. Impor Produk Hortikultura. Rekomendasi. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMENTAN/HR.060/5/2017 TENTANG REKOMENDASI

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGANGGARAN SEKTOR PERTANIAN

KEBIJAKAN PENGANGGARAN SEKTOR PERTANIAN KEMENTERIAN KEUANGAN RI DIREKTORAT JENDERAL ANGGARAN KEBIJAKAN PENGANGGARAN SEKTOR PERTANIAN Jakarta, 12 Mei 2015 1 OUTLINE A. DASAR HUKUM B. PEMBAGIAN KEWENANGAN DALAM PENGELOLAAN NEGARA C. SIKLUS PENYUSUNAN

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS KOORDINASI KEGIATAN PENGEMBANGAN TANAMAN TAHUNAN TAHUN 2015 (REVISI)

PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS KOORDINASI KEGIATAN PENGEMBANGAN TANAMAN TAHUNAN TAHUN 2015 (REVISI) PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS KOORDINASI KEGIATAN PENGEMBANGAN TANAMAN TAHUNAN TAHUN 2015 (REVISI) DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN MARET 2015

Lebih terperinci

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG,

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG, 1 BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa untuk lebih menjamin ketepatan dan

Lebih terperinci

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN II 2016

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN II 2016 PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN II 2016 KEMENTERIAN PERTANIAN-RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN DIREKTORAT PERBENIHAN TANAMAN

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL Dalam Mendukung KEMANDIRIAN PANGAN DAERAH

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL Dalam Mendukung KEMANDIRIAN PANGAN DAERAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL Dalam Mendukung KEMANDIRIAN PANGAN DAERAH Sekretariat Dewan Ketahanan Pangan Disampaikan dalam Rapat Koordinasi Dewan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2, 2012 KEMENTERIAN DALAM NEGERI. Urusan Pemerintah. Pelimpahan dan Penugasan. Tahun Anggaran 2012. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN

Lebih terperinci

BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BOYOLALI NOMOR 73 TAHUN 2016 TENTANG URAIAN TUGAS JABATAN ESELON PADA DINAS PERDAGANGAN DAN PERINDUSTRIAN KABUPATEN BOYOLALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG SINKRONISASI PROSES PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN PEMBANGUNAN NASIONAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG SINKRONISASI PROSES PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN PEMBANGUNAN NASIONAL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG SINKRONISASI PROSES PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BUPATI BONE PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BONE NOMOR 84 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BONE PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BONE NOMOR 84 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI BONE PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BONE NOMOR 84 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN, HORTIKULTURA DAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER.15/MEN/2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER.15/MEN/2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER.15/MEN/2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK

Lebih terperinci

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tengang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negar

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tengang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negar KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP. /MEN/SJ/2016 TENTANG PEDOMAN TEKNIS MONITORING DAN EVALUASI TERPADU PROGRAM/KEGIATAN PEMBANGUNAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

6. Sekretariat Ditjen PPHP C. Revisi Penetapan Kinerja Direktorat Pengolahan Hasil Pertanian Direktorat Pengembangan

6. Sekretariat Ditjen PPHP C. Revisi Penetapan Kinerja Direktorat Pengolahan Hasil Pertanian Direktorat Pengembangan DAFTAR ISI BAB I. PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Kedudukan, Tugas dan Fungsi... 2 C. Struktur Organisasi... 2 1. Sekretariat Direktorat Jenderal... 3 2. Direktorat Pengolahan Hasil Pertanian...

Lebih terperinci

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016 PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016 KEMENTERIAN PERTANIAN-RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN DIREKTORAT PERBENIHAN TANAMAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 59 TAHUN 2008 T E N T A N G PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KABUPATEN MUSI RAWAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN 2015

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN 2015 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN 2015 DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN KATA PENGANTAR Sesuai dengan INPRES

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Dinas Perkebunan Provinsi Riau Laporan Kinerja A. Tugas Pokok dan Fungsi

PENDAHULUAN. Dinas Perkebunan Provinsi Riau Laporan Kinerja A. Tugas Pokok dan Fungsi PENDAHULUAN A. Tugas Pokok dan Fungsi Berdasarkan Peraturan Gubernur No. 28 Tahun 2015 tentang rincian tugas, fungsi dan tata kerja Dinas Perkebunan Provinsi Riau, pada pasal 2 ayat 2 dinyatakan bahwa

Lebih terperinci

1. NAMA JABATAN: Sekretaris Direktorat Jenderal.

1. NAMA JABATAN: Sekretaris Direktorat Jenderal. LAMPIRAN II KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KM.1/2016 TENTANG URAIAN JABATAN STRUKTURAL DI LINGKUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN 1. NAMA JABATAN: Sekretaris Direktorat

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT INSPEKTORAT JENDERAL TAHUN 2016

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT INSPEKTORAT JENDERAL TAHUN 2016 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT INSPEKTORAT JENDERAL TAHUN 2016 SEKRETARIAT INSPEKTORAT JENDERAL KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN JAKARTA, JANUARI 2017 Laporan Akuntabilitas Kinerja Sekretariat Inspektorat

Lebih terperinci

BAB IV RUJUKAN RENCANA STRATEGIS HORTIKULTURA

BAB IV RUJUKAN RENCANA STRATEGIS HORTIKULTURA BAB IV RUJUKAN RENCANA STRATEGIS HORTIKULTURA 2015-2019 Dalam penyusunan Rencana strategis hortikultura 2015 2019, beberapa dokumen yang digunakan sebagai rujukan yaitu Undang-Undang Hortikultura Nomor

Lebih terperinci

Sekretariat Jenderal KATA PENGANTAR

Sekretariat Jenderal KATA PENGANTAR RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) SEKRETARIAT JENDERAL 2014 KATA PENGANTAR Sesuai dengan INPRES Nomor 7 Tahun 1999, tentang Akuntabilits Kinerja Instansi Pemerintah yang mewajibkan kepada setiap instansi pemerintah

Lebih terperinci

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 31/M-DAG/PER/7/2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN PERDAGANGAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG URAIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PERKEBUNAN PROVINSI PAPUA

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG URAIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PERKEBUNAN PROVINSI PAPUA GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG URAIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PERKEBUNAN PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PAPUA, Menimbang : a. bahwa sehubungan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2018 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DENGAN

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 21 MOR SP DIPA-32.6-/21 DS264-891-4155-6432 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 1 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No. 1

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 73 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN PROVINSI BALI

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 73 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN PROVINSI BALI GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 73 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 20 TAHUN 2015 TENTANG URAIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PAPUA, Menimbang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLATEN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLATEN, BUPATI KLATEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KLATEN NOMOR 57 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN SUSUNAN ORGANISASI TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERTANIAN KETAHANAN PANGAN DAN PERIKANAN KABUPATEN

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indo

2017, No Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indo No.605, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAG. Penyelenggaraan Dekonsenstrasi. TA 2017. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/M-DAG/PER/4/2017 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.905, 2015 KEMENDESA-PDT-Trans. Urusan Pemerintahan. Ditjen Pembangunan Dan Pemberdayaan Masyarakat Desa. TA 2015. Pelimpahan. PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH

Lebih terperinci

2015, No Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Ind

2015, No Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Ind BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1995, 2015 KEMENDAG. Penyelenggaraan Dekonsentrasi. Tahun Anggaran 2016. Pelimpahan. Gubernur. PERATURAN MENTERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 109/M-DAG/PER/12/2015 TENTANG

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN WALIKOTA TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI, DAN TATA KERJA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN.

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN WALIKOTA TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI, DAN TATA KERJA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN. PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 85 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI, DAN TATA KERJA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER.15/MEN/2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER.15/MEN/2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER.15/MEN/2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK

Lebih terperinci

Penanggungjawab : Koordinator Tim Pelaksana

Penanggungjawab : Koordinator Tim Pelaksana CAKUPAN PEKERJAAN KOORDINATOR SEKTOR DAN STAF ADMINISTRASI PADA SEKRETARIAT PELAKSANAAN PERATURAN PRESIDEN (PERPRES) NOMOR 55 TAHUN 2012 TENTANG STRATEGI NASIONAL PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI (STRANAS

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. DAFTAR ISI... ii. I. Pendahuluan. 1 A. Latar Belakang. 1 B. Maksud dan Tujuan. 2 C. Sasaran... 2 D. Dasar Hukum...

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. DAFTAR ISI... ii. I. Pendahuluan. 1 A. Latar Belakang. 1 B. Maksud dan Tujuan. 2 C. Sasaran... 2 D. Dasar Hukum... DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii Halaman I. Pendahuluan. 1 A. Latar Belakang. 1 B. Maksud dan Tujuan. 2 C. Sasaran...... 2 D. Dasar Hukum... 2 II. Arah Kebijakan Pembangunan 3 A. Visi dan

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tam

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tam No. 2005, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BKPM. Dekonsentrasi. Pelimpahan dan Pedoman. TA 2017. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2016

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 216 NOMOR SP DIPA-18.1-/216 DS933-1269-654-625 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No.

Lebih terperinci

PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN BRIGADE ALSINTAN

PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN BRIGADE ALSINTAN PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN BRIGADE ALSINTAN KEMENTERIAN PERTANIAN TAHUN 2017 KATA PENGANTAR Dalam rangka optimalisasi pemanfaatan alsintan oleh Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota maupun oleh Satuan Komando

Lebih terperinci

PERUBAHAN RENCANA STRATEGIS DINAS PERHUBUNGAN KABUPATEN BOGOR TAHUN PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR DINAS PERHBUBUNGAN

PERUBAHAN RENCANA STRATEGIS DINAS PERHUBUNGAN KABUPATEN BOGOR TAHUN PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR DINAS PERHBUBUNGAN PERUBAHAN RENCANA STRATEGIS DINAS PERHUBUNGAN KABUPATEN BOGOR TAHUN 2013-2018 PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR DINAS PERHBUBUNGAN JALAN RAYA Jakarta KM. 50. CIMANDALA KEC SUKARAJA Perubahan Renstra 2013-2018

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN SEKRETARIAT JENDERAL TAHUN 2012

RENCANA KINERJA TAHUNAN SEKRETARIAT JENDERAL TAHUN 2012 RENCANA KINERJA TAHUNAN SEKRETARIAT JENDERAL TAHUN 2012 SEKRETARIAT JENDERAL KEMENTERIAN PERTANIAN 2011 KATA PENGANTAR Sesuai dengan INPRES Nomor 7 Tahun 1999, tentang Akuntabilits Kinerja Instansi Pemerintah

Lebih terperinci

2 2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara R

2 2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara R No.1043, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKO POLHUKAM. Anggaan. Revisi. Tata Cara. PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG POLITIK, HUKUM, DAN KEAMANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG

Lebih terperinci

PROGRAM & KEBIJAKAN REVITALISASI PENGGILINGAN PADI DIREKTORAT JENDERAL PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PERTANIAN 2012

PROGRAM & KEBIJAKAN REVITALISASI PENGGILINGAN PADI DIREKTORAT JENDERAL PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PERTANIAN 2012 PROGRAM & KEBIJAKAN REVITALISASI PENGGILINGAN PADI DIREKTORAT JENDERAL PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PERTANIAN 2012 1 LATAR BELAKANG Kementerian Pertanian mengemban amanat untuk terus berupaya meningkatkan

Lebih terperinci

BAPPEDA PROVINSI BANTEN

BAPPEDA PROVINSI BANTEN RANCANA KERJA DINAS PEMUDA DAN OLAHRAGA ( DISPORA )PROVINSI BANTEN TAHUN 2016 PEMERINTAH PROVINSI BANTEN TAHUN 2015 RECANA KERJA 2016 DISPORA PROVINSI BANTEN i KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillah Kami

Lebih terperinci

b. Kepala Sub Bagian Keuangan; c. Kepala Sub Bagian Program, Evaluasi dan Pelaporan.

b. Kepala Sub Bagian Keuangan; c. Kepala Sub Bagian Program, Evaluasi dan Pelaporan. BAB XX DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN Bagian Kesatu Susunan Organisasi Pasal 400 Susunan organisasi Dinas Perindustrian dan Perdagangan terdiri dari: a. Kepala Dinas; b. Sekretaris, membawahkan: 1.

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1344, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN DALAM NEGERI. Pemerintahan. Pelimpahan. Penugasan. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2012 TENTANG PELIMPAHAN DAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Agustus 2015 Sekretaris Direktorat Jenderal, Abdul Madjid

KATA PENGANTAR. Jakarta, Agustus 2015 Sekretaris Direktorat Jenderal, Abdul Madjid KATA PENGANTAR Puji dan Syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan telah selesainya penyusunan Rencana Strategis Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Periode 2015-2019. Dalam rangka

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 85 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 85 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 85 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KETAHANAN PANGAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 08/M-DAG/PER/2/2016 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN PERDAGANGAN

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 08/M-DAG/PER/2/2016 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN PERDAGANGAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 08/M-DAG/PER/2/2016 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN 3.1 Telaahan Terhadap Kebijakan Nasional Berdasarkan Renstra Kementerian Pertanian Tahun 2010 2014 (Edisi Revisi Tahun 2011), Kementerian Pertanian mencanangkan

Lebih terperinci

- 2 - BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

- 2 - BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 - 2-3. 4. 5. 6. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1968 tentang Berlakunya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1967 dan Pelaksanaan Pemerintahan di Propinsi Bengkulu (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PELIMPAHAN DAN PEDOMAN PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI BIDANG PENGENDALIAN PELAKSANAAN PENANAMAN MODAL

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA TEGAL DINAS KELAUTAN DAN PERTANIAN Jalan Lele Nomor 6 (0283) Tegal BAB I

PEMERINTAH KOTA TEGAL DINAS KELAUTAN DAN PERTANIAN Jalan Lele Nomor 6 (0283) Tegal BAB I PEMERINTAH KOTA TEGAL DINAS KELAUTAN DAN PERTANIAN Jalan Lele Nomor 6 (0283) 351191 Tegal - 52111 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan sektor Kelautan dan Pertanian secara kontinyu dan terarah

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SUMBAWA NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN KABUPATEN SUMBAWA.

PERATURAN BUPATI SUMBAWA NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN KABUPATEN SUMBAWA. PERATURAN BUPATI SUMBAWA NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN KABUPATEN SUMBAWA. BUPATI SUMBAWA Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian

Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Unit : Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Indikator Target Terwujudnya koordinasi dan Presentase hasil

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN BIRO PERENCANAAN TAHUN 2012

RENCANA KINERJA TAHUNAN BIRO PERENCANAAN TAHUN 2012 RENCANA KINERJA TAHUNAN BIRO PERENCANAAN TAHUN 2012 BIRO PERENCANAAN SEKRETARIAT JENDERAL KEMENTERIAN PERTANIAN 2011 Sekretariat Jenderal KATA PENGANTAR Sesuai dengan INPRES Nomor 7 Tahun 1999, tentang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN, PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2015 NOMOR : SP DIPA /2015

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2015 NOMOR : SP DIPA /2015 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 215 NOMOR SP DIPA-18.1-/215 DS791-3632-6284-16 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No.

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dengan telah ditetapkannya pembentukan

Lebih terperinci

2016, No Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Neg

2016, No Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Neg No.501, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAG. Impor. Jagung. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20/M-DAG/PER/3/20166/M-DAG/PER/2/2012 TENTANG KETENTUAN IMPOR JAGUNG DENGAN

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2013 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2013 TENTANG SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2013 TENTANG PELIMPAHAN DAN PENUGASAN URUSAN PEMERINTAHAN LINGKUP KEMENTERIAN DALAM NEGERI

Lebih terperinci

DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA

DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA PEDOMAN TEKNIS PEMBINAAN USAHA PERKEBUNAN TAHUN 2013 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER 2012 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.105, 2015 SUMBER DAYA ALAM. Perkebunan. Kelapa Sawit. Dana. Penghimpunan. Penggunaan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Organisasi. Tata Kerja.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Organisasi. Tata Kerja. No.585, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Organisasi. Tata Kerja. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1144/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA

Lebih terperinci

TENTANG KETENTUAN IMPOR DAN EKSPOR BERAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA,

TENTANG KETENTUAN IMPOR DAN EKSPOR BERAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 12/M-DAG/PER/4/2008 TENTANG KETENTUAN IMPOR DAN EKSPOR BERAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DAN PENGGUNAAN DANA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DAN PENGGUNAAN DANA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DAN PENGGUNAAN DANA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

(1), Kepala Dinas mempunyai fungsi sebagai berikut: a. penyusunan rencana strategis dinas, berdasarkan rencana strategis pemerintah daerah; b. perumus

(1), Kepala Dinas mempunyai fungsi sebagai berikut: a. penyusunan rencana strategis dinas, berdasarkan rencana strategis pemerintah daerah; b. perumus BAB XII DINAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN Bagian Kesatu Susunan Organisasi Pasal 224 Susunan Organisasi Dinas Pertanian dan Peternakan, terdiri dari: a. Kepala Dinas; b. Sekretaris, membawahkan: 1. Sub Bagian

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Semoga laporan ini bermanfaat. Jakarta, 30 Januari 2015 Kepala Biro Perencanaan,

KATA PENGANTAR. Semoga laporan ini bermanfaat. Jakarta, 30 Januari 2015 Kepala Biro Perencanaan, KATA PENGANTAR Laporan Kinerja Instansi Pemerintah adalah laporan kinerja Tahunan yang berisi pertanggungjawaban kinerja suatu instansi dalam mencapai tujuan/sasaran strategis instansi. Laporan Kinerja

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64/Permentan/OT.140/5/2014 TENTANG PEDOMAN BUDI DAYA KAMBING PERAH YANG BAIK

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64/Permentan/OT.140/5/2014 TENTANG PEDOMAN BUDI DAYA KAMBING PERAH YANG BAIK PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64/Permentan/OT.140/5/2014 TENTANG PEDOMAN BUDI DAYA KAMBING PERAH YANG BAIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia

Menteri Perindustrian Republik Indonesia Menteri Perindustrian Republik Indonesia PENJELASAN MENTERI PERINDUSTRIAN TENTANG RKA-KL KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN ANGGARAN 2016 DALAM RAPAT KERJA DENGAN KOMISI VI DPR-RI Yth.: TANGGAL, 1 SEPTEMBER

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR 79 TAHUN 2016

PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR 79 TAHUN 2016 PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR 79 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS PERDAGANGAN, KOPERASI, USAHA KECIL DAN MENENGAH PROVINSI RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

2. Sub Bidang Penataan Infrastruktur Wilayah. d. Bidang Perekonomian membawahkan : 1. Kepala Sub Bidang Perindustrian, Perdagangan dan Investasi; 2. K

2. Sub Bidang Penataan Infrastruktur Wilayah. d. Bidang Perekonomian membawahkan : 1. Kepala Sub Bidang Perindustrian, Perdagangan dan Investasi; 2. K BAB XXVI BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH Bagian Kesatu Susunan Organisasi Pasal 516 Susunan organisasi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, terdiri dari: a. Kepala Badan; b. Sekretaris membawahkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Menurut pasal 373 ayat (4) UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Pembinaan yang bersifat umum dan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan

Lebih terperinci