PDF created with pdffactory Pro trial version

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PDF created with pdffactory Pro trial version"

Transkripsi

1

2

3 EKONOMI KERAKYATAN dalam praktek : USAHATANI JATI UNGGUL POLA BAGI HASIL 5 TAHUN PANEN Oleh : Hariyono Soeroso & Dibyo Poedjowadi Soetardjo UNIT USAHA BAGI HASIL KOPERASI PERUMAHAN WANABAKTI NUSANTARA (UBH-KPWN) JAKARTA

4 Cetakan I : Agustus 2006 Cetakan II : Desember 2006 Cetakan III : Juli 2007 Cetakan IV : Oktober 2008 Cetakan V : Juli 2009

5 Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, bahwa sangat banyak tanggapan, minat, dan dukungan terhadap Usahatani Jati Unggul Pola Bagi Hasil (UJU-PBH). Untuk memenuhi permintaan dan masukan dari berbagai pihak maka booklet ini kami cetak ulang (cetakan V) dengan beberapa perubahan sesuai dengan kondisi saat ini. Dengan demikian, kesalahan-kesalahan yang terjadi pada cetakan sebelumnya, telah diperbaiki dalam cetakan ini. Perkembangan penanaman Jati JUN Pola Bagi Hasil sampai dengan awal 2009 sebanyak pohon dan sampai dengan 5 tahun pertama (s/d tahun 2012) direncanakan sebanyak pohon. Masukan dari para peminat dan pemerhati sangat kami harapkan, untuk pengembangan kegiatan Usahatani Jati Unggul Pola Bagi Hasil (UJU-PBH) lebih baik. Atas perhatian dan dukungannya, kami ucapkan banyak-banyak terimakasih. Jakarta, 07 Juli 2009 Direktur Utama Ir. Harivono Soeroso. MS i

6 Daftar Isi Kata Pengatar... i Dartar Isi... ii 1. Pendahuluan Alternatif Solusi Investor (Mitra Usaha) Peranan Investor (Mitra Usaha) Peranan Lembaga Fasilitator (UBH-KPWN) Peranan Petani Penggarap Peranan Perangkat Desa Persyaratan Tempat Tumbuh & Luas Lahan Tabel 1 : Biaya Investasi Penanaman Jati Unggul Nusantara (JUN) per Pohon dalam 5 tahun Tabel 2 : Beban Resiko Kematian Tanaman Bagi Para Pihak (Pola Bagi Hasil dengan Petani Swakarsa dll) Tabel 3 Beban Resiko Kematian Tanaman Bagi Para Pihak (Pola Bagi Hasil dengan Petani Penggarap dll) Tabel 4 : Prosentase Bagi Hasil Bagi Para Pihak (Pola Bagi Hasil dengan Petani Swakarsa dll) Tabel 5 : Prosentase Bagi Hasil Bagi Para Pihak (Pola Bagi Hasil dengan Petani Penggarap dll) Tabel 6 : Penghasilan Investor (Mitra Usaha) Usahatani Jati Unggul Pola Bagi Hasil (UJU-PBH) Keuntungan Lain Tabel 7 : Penghasilan Petani Swakarsa Usahatani Jati Unggul Pola Bagi Hasil (UJU-PBH) Tabel 8 : Penghasilan Para Pihak dalam Pola Bagi Hasil dengan Petani Penggarap & Pemilik Lahan (bila volume perpohon 0,20 m 3 ) Usahatani Jati Unggul Pola Bagi Hasil (UJU-PBH) Tabel 9 : Penghasilan Para Pihak dalam Pola Bagi Hasil dengan Petani Penggarap & Pemilik Lahan (bila volume perpohon 0,30 m 3 ) Usahatani Jati Unggul Pola Bagi Hasil (UJU-PBH) Kriteria Lembaga Fasilitator (UBH-KPWN) Koperasi Perumahan Wanabaki Nusantara (KPWN) Penutup ii

7 Pendahuluan Peternakan telah berhasil mempercepat umur produksi komoditinya. Contoh : Ayam yang dahulu umur 7 bulan baru bisa dipotong dan dikonsumsi, sekarang dengan menggunakan bibit unggul dan makanan khusus ayam umur 35 hari sudah dapat dipotong dan dikonsumsi. Apa rahasianya? Ada 3 hal utama yang mendukungnya, yaitu : 1) menggunakan bibit unggul; 2) diberi makanan berkualitas unggul; 3) dirawat secara intensif. Demikian juga yang terjadi pada komoditi lain. Kehutanan saat ini telah mempunyai bibit jati unggul yaitu Jati Plus Perhutani (JPP) yang kemudian oleh PT. Setyamitra dan KPWN berhasil "diinduksi" perakarannya menjadi akar tunggang majemuk, sehingga perakarannya kokoh dan batang cepat besar namun tidak mudah roboh. Bibit jati unggul tersebut diberi nama dagang : Jati Unggul Nusantara (JUN). Disamping itu, saat ini telah banyak diproduksi pupuk organik dan anorganik yang dapat mendukung kebutuhan "nutrisi" jati unggul, sehingga pertumbuhan jati unggul cepat besar. Dengan menggunakan bibit JUN, dipupuk dengan cukup dan benar, serta dirawat secara intensif, maka JUN umur 6 bulan dapat mencapai tinggi 4 m; umur 2 tahun tinggi 8 m dan diameter 10 cm; umur 5 tahun tinggi 15m dan diameter min. 20 cm. Dibidang industri perkayuan juga telah berhasil mengolah kayu Jati diameter min. 20 cm menjadi furniture dan veneer. Dengan memanfaatkan teknologi budidaya dan industri tersebut, maka umur panen jati yang semula 20 tahun bisa dipercepat menjadi 5 th karena telah mencapai diameter min. 20 cm dan sudah ada pasar. Adanya percepatan produksi dan peluang pasar tersebut, jelas akan lebih mendorong minat petani untuk menanam jati, bukan lagi sebagai tanaman sampingan tetapi menjadi tanaman pokok atau menjadikan jati sebagai unit usahatani. Masalahnya : Bagaimana meningkatkan kemampuan petani yang punya kemauan (petani swakarsa) tetapi tidak punya dana, agar menjadi punya kemampuan pendanaan (petani swadaya)??? 1

8 Alternatif Solusi 1. Subsidi pemerintah Masalahnya : Kemampuan pemerintah terbatas dan dapat Menjadikan mental petani hanya menunggu bantuan gratis dan tidak ada tanggungjawab atas kegagalan. 2. Pinjaman bank Masalahnya : petani belum terbiasa pinjam bank dan tidak memiliki Agunan yang dapat diterima bank, karena tanah miliknya pada umumnya Belum bersertifikat, bahkan ada yg hanya sebagai petani penggarap, disamping itu bank juga masih belum punya skim usahatani jati. 3. Kerjasama dengan Investor (Mitra Usaha) Dimaksudkan agar Investor mendukung petani yang punya kemauan tetapi tidak punya kemampuan pendanaan dengan prinsip saling menguntungkan. Masalahnya: Apakah Investasinya aman dan menguntungkan? Dari ketiga alternatif solusi tersebut, maka alternatif ketiga (kerjasama dengan investor) menjadi pilihan yang dikembangkan. Dalam kerjasama ini, ada 5 (lima) pihak yang bekerjasama yaitu : Investor, Petani Pengarap, Pemilik Lahan, Perangkat Desa dan Lembaga Fasilitator (UBH-KPWN). KEJUJURAN SYARAT MUTLAK KEBERHASILAN KERJASAMA USAHA INI 2

9 Investor (Mitra Usaha ) ADALAH : pihak yang menanamkan modal (penyandang dana) untuk digunakan usahatani jati unggul dengan pola bagi hasil melalui lembaga fasilitator/pedampingan dan memperoleh bagian hasil pada waktu panen. Ragam Investor (Mitra Usaha) : 1. Punya uang dan lahan. 2. Punya uang tidak punya lahan (Lahan milikorang lain). Upaya pengamanan Investasi : 1. Adanya petani di lokasi, sehingga ada yang merawat dan mengamankan tanaman jati dilapangan. Petani disamping menerima bibit dan pupuk, juga mendapat upah pembuatan lubang, pemupukan, penanaman, pemeliharaan dan pengamanan. 2. Petani punya tanggung jawab resiko kematian/kehilangan (M) terbesar dibanding para pihak yang lain (0,5 x M%), sehingga petani akan berusaha kuat mencegah kematian. 3. Melibatkan perangkat desa untuk penggerakan, pengawasan, dan pengamanan, dengan imbalan mendapat bagian hasil {(10% - resiko kematian) x T (yang ditanam)}. Tanggung jawab resiko kematian/kehilangan (0,2xM%). 4. Adanya tenaga pendamping selama 5 tahun yang melakukan bimbingan teknis kepada petani dan melakukan pengamatan tiap pohon, dengan imbalan memadai dan diberi bonus bagian hasil panen oleh lembaga fasilitator. 3

10 5. Adanya lembaga fasilitator (UBH-KPWN) yang bertanggungjawab terhadap : > Pembinaan, pengendalian dan pengawasan tenaga pendamping. > Pengelolaan dana dari investor untuk pengadaan bahan (bibit dan pupuk berkualitas), upah tenaga, dan managemen fee. > Pencapaian standart hasil yang telah disepakati, tidak hanya prosentase jadi tanaman, tetapi besarnya diameter dan tinggi rata-rata pohon yang akan dicapai pada tahap tertentu. Dan apabila tidak mencapai standar hasil yang disepakati, lembaga fasilisator bertanggungjawab membayar kerugian. > Penerapan sistem "trees management" (managemen pohon per pohon) bukan "land/ forest management". > Penerbitan "sertifikat Investor", yang menyatakan nilai investasi, jumlah pohon, lokasi tanaman, tahun panen, bagian hasil panen, dll. > Pelaporan secara periodik perkembangan tanaman kepada investor dan pengelolaan keuangan yang setiap tahun diaudit oleh Kantor Akuntan Publik (KAP). > Menanggung sebagian resiko kematian/kehilangan tanaman = (0,3 x M%) diambil dari bagian hasil yang didapat, sehingga bagian hasil panen menjadi {15%-(0,3 x M%)} x T (yang ditanam). 4

11 PEMBIBITAN JATI UNGGUL NUSANTARA (JUN) KERJASAMA PERUM PERHUTANI, PT. SETYAMITRA BHAKTIPERSADA KOPERASI PERUMAHAN WANABAKTI NUSANTARA (KPWN) 5

12 ASAL INDUK (MATERIAL GENETIKA) BIBIT JUN 6

13 Peranan Investor (Mitra Usaha) 1. Mendukung pembiayaan yang disalurkan kepada lembaga fasilitator (UBH-KPWN) sebagai modal/investasi dalam rangka usahatani jati unggul pola bagi hasii. 2. Melalui Kantor Akuntan Publik, setiap tahun sekali dilakukan pemeriksaan pengelolaan dana yang dikelola oleh Lembaga Fasilitator (UBH-KPWN). 3. Meninjau ke lokasi penanaman jati unggul, disamping untuk mengecek tanaman jati, juga bermanfaat untuk menjalin persaudaraan (silaturahmi) dengan petani. Atas peran tersebut, jika investor melakukan investasi Rp 65 juta untuk 1000 pohon, maka akan mendapat bagian hasil 40% pada waktu panen (5 tahun kemudian) atau mendapat penghasilan minimal Rp 220 juta (lihat tabel 6), jika harga JUN waktu panen mencapai Rp ,- per pohon. Tetapi jika investor juga sebagai pemilik lahan, maka penghasilan tersebut masih ditambah bagian hasil 10% = Rp 55 juta (volume 0,20 m/pohon) atau Rp 82,5 juta volume 0,30 m/pohon. (lihat tabel 8 dan 9). INVESTOR tidak ikut menanggung resiko bila ada kematian atau kehilangan tanaman JUN Pola Bagi Hasil karena tidak berhubungan langsung dengan pemeliharaan dan pengamanan tanaman JUN. 7

14 Peranan Lembaga Fasilitator (UBH-KPWN) 1. Sosialisasi dalam rangka mendapatkan peserta (petani, lahan dan investor). 2. Menyediakan tenaga pendamping: > Tiap sampai pohon menyediakan 1 (satu) tenaga pendamping. > Tiap sampai pohon menyediakan 10 pendamping + 1 (satu) supervisor. 3. Mengelola dana dari investor digunakan untuk membayar upah petani, menyediakan bibit jati unggul berkualitas dan pupuk organik maupun anorganik yang bagus, sosialisasi ke calon petani dan investor, membayar tenaga pendamping, administrasi, pengawasan, koordinasi, penerbitan sertifikat, ikatan perjanjian dengan para pihak, dll yang berkaitan dengan pengelolaan usahatani jati unggul pola bagi hasil. 4. Monitoring, pembinaan dan pengawasan terhadap kinerja tenaga pendamping. 5. Melaporkan secara periodik perkembangan tanaman. 6. Setiap tahun sekali dilakukan audit keuangan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) 7. Memasarkan hasil panen. 8

15 Peranan Petani Penggarap Melakukan: 1. Membuat lubang tanaman (40cmx40cmx40cm). 2. Memupuk dengan pupuk organik dan atau anorganik sebelum penanaman. 3. Menanam bibit jati unggul. 4. Melakukan penyiangan/pendangiran dan pemupukan lanjutan. 5. Melakukan pemeliharaan. 6. Mengamankan jati unggul yang ditanam dari gangguan : > Hama dan penyakit. > Ternak. > Api/kebakaran. > Gangguan dari tanaman lain. > Pencurian/pengrusakan oleh manusia. > Dan gangguan lainnya. Petani mendapat upah (pembuatan lubang, pemupukan, penanaman, pendangiran, pemeliharaan dan pengamanan) dan menerima bibit jati unggul. pupuk organik dan anorganik serta bimbingan teknis dari lembaga pendamping/fasilitator. Disamping mendapat upah, petani penggarap yang sekaligus sebagai pemilik lahan akan mendapat bagian hasil panen sebesar 35% (lihat label 7). Jika hanya sebagai petani penggarap bagian hasilnya 25% (lihat tabel 8 & tabel 9). 9

16 Peranan Perangkat Desa 1. Menjamin kebenaran pemilikan lahan. 2. Membantu sosialisasi kepada masyarakat. 3. Membantu pengawasan terhadap kinerja petani dan tenaga pendamping. 4. Membantu pengamanan. Atas peran tersebut maka kas Desa mendapat penghasilan dari lembaga fasilitator sebanyak Rp. 500,-per pohon per tahun selama 5 tahun dan mendapat bagian hasil panen sebesar 10% (bila hidup semua), tetapi juga ikut menanggung beban resiko bila ada kematian/hilangnya tanaman. Pada waktu panen, KAS DESA akan mendapat penghasilan Rp 550 juta sampai Rp 825 juta (bila ditanam pohon di desa tersebut dan hidup semua). Lihat tabel 8 dan tabel 9 dikalikan 10. Kiranya tidak terlampau sulit dalam 1 (desa) menanam pohon atau setara dengan 10 hektar. Pengaturan penggunaan bagian hasil panen untuk kas desa, diatur lebih lanjut dalam Peraturan Desa (Perdes). Perakaran Jati dari biji Perakaran Jati dari Kultur Jaringan Perakaran JUN 10

17 Persyaratan Tempat Tumbuh dan Luas Lahan 1. INDIKATOR UMUM Didaerah tersebut terdapat tanaman Jati tumbuh dengan baik. 2. PERSYARATAN KHUSUS a. Bukan lahan sawah. b. Tidak tergenang air/banjir/becek setelah hujan. c. Tidak ternaungi pepohonan atau bangunan. d. Tanah berkapur dan subur. e. Ketinggian maksimum 400m diatas permukaan laut (dpl). 3. STATUS LAHAN a. Status kepemilikan lahan disertai dengan surat bukti syah. b. Tanah sewa dari pihak lain, minimal masa sewa 6 tahun. c. Tidak akan dipindah tangankan kepada pihak lain selama minimal 6 tahun. e. Tidak dalam sengketa, baik sudah atau belum diproses hukum. 4. LUAS LAHAN DAN JUMLAH TANAMAN a. Luas lahan minimum 1000 m 2 per petani dapat berupa pekarangan sekitar rumah/sekolah/asrama/pondok pesantren, tegalan dll. b. Jarak tanam 2m x 5m. c. Jumlah tanaman JUN per Desa minimal pohon. d. TiapTenaga Pendamping mengelola pohon. - PEMILIK LAHAN tidak ikut menanggung resiko bila ada kematian atau kehilangan tanaman JUN Pola Bagi Hasil karena tidak berhubungan langsung dengan pemeliharaan dan pengamanan tanaman JUN. - Setelah ditebang TONGGAK JUN menjadi milik PEMILIK LAHAN, yang dapat dipelihara trubusannya sampai dapat ditebang lagi. 11

18 Tabel 1 : BIAYA INVESTASI PENANAMAN JATI UNGGUL NUSANTARA (JUN) POLA BAGI HASIL PER POHON DALAM 5 TAHUN *) No URAIAN I BIAYA TANAMAN 1. Bahan ( Bibit, Pupuk, Obat-obatan & Peralatan) 2. Tenaga (Penanaman, Pemeliharaan, Pembinaan Kelompok Tani, Pengawasan & Pengamanan) TAHUN KE I II III IV V JUMLAH Jumlah II BIAYA MANAGEMEN : 1. Biaya Manajemen Lapangan Biaya Manajemen Kantor Jumlah Jumlah Total INVESTASI RP. 6,5 JUTA UNTUK 100 POHON DALAM 5 TAHUN *) Berlaku untuk P.Jawa Tahun 2009 &

19 Uji coba berbagai klon Pohon Jati (umur 4 tahun) Catatan : JPP (Jati Plus Perhutani) merupakan pohon induk dari JUN 13

20 14

21 15

22 Jati JUN Umur 8 Bulan Tumpangsari dengan Jagung Lokasi : Ciampea - Bogor 16

23 Tabel 2 : Beban Resiko Kematian Tanaman Bagi Para Pihak PARA PIHAK Pola Bagi Hasil dengan Petani Swakarsa dll (Petani sebagai pemilik lahan & penggarap) BEBAN TANGGUNGJAWAB PARA PIHAK PADA TINGKAT KEMATIAN 10 % 20 % 30 % 40 % 50 % 1. Petani Swakarsa 0,5 x M% 5 % 10 % 15 % 20 % 25 % 2. Investor 0 % 0 % 0 % 0 % 0 % 0 % 3. Desa 0,2 x M% 2 % 4 % 6 % 8 % 10 % 4. Fasilitator (UBH-KPWN) 0,3 x M% 3 % 6 % 9 % 12 % 15 % - Kalau kematian sampai 50 %, maka pihak petani, desa dan fasilitator tidak mendapat bagian hasil panen - M = angka prosen kematian. Makin kecil kematian, makin besar bagian hasil yang didapat 17

24 Tabel 3 : Beban Resiko Kematian Tanaman Bagi Para Pihak PARA PIHAK Pola Bagi Hasil dengan Petani Penggarap dll (Petani bukan sebagai pemilik lahan) BEBAN TANGGUNGJAWAB PARA PIHAK PADA TINGKAT KEMATIAN 10 % 20 % 30 % 40 % 50 % 1. Petani Penggarap 0,5 x M% 5 % 10 % 15 % 20 % 10% 2. Investor 0 % 0 % 0 % 0 % 0 % 0% 3. Pemilik Lahan 0 % 0 % 0 % 0 % 0 % 0 % 3. Desa 0,2 x M% 2 % 4 % 6 % 8 % 10% 4. Fasilitator (UBH-KPWN) 0,3 x M% 3 % 6 % 9 % 12 % 15 % - Kalau kematian sampai 50 %, maka pihak petani, desa dan fasilitator tidak mendapat bagian hasil panen - M = angka prosen kematian. Makin kecil kematian, makin besar bagian hasil yang didapat 18

25 Tabel 4 : Prosentase Bagian Hasil Para Pihak Pola Bagi Hasil dengan Petani Swakarsa dll (Petani sebagai pemilik lahan & penggarap) PARA PIHAK BAGIAN HASIL PADA TINGKAT KEMATIAN 0 % 10 % 20 % 30 % 40 % 50 % 1. Petani Swakarsa 35 % 30 % 25 % 20 % 15 % 10 % 2. Investor 40 % 40 % 40 % 40 % 40 % 40 % 3. Desa 10 % 8 % 6 % 4 % 2 % 0 % 4. Fasilitator (UBH-KPWN) 15 % 12 % 9 % 6 % 3 % 0 % JUMLAH BAGIAN HASIL 100 % 90 % 80 % 70 % 60 % 50 % Prosentase bagi hasil tersebut x jumlah ditanam x Vol. rata-rata per pohon = bagi hasil (m 3 ) yang diterima masingmasing pihak. Bagian hasil fasilitator, sebagian untuk tenaga Pendamping. Bagian hasil pihak Desa, untuk pembangunan desa dan sebagian untuk aparat keamanan yang membantu desa tersebut. Besarnya bagian pendamping dan aparat keamanan diatur tersendiri. 19

26 PARA PIHAK Tabel 5 : Prosentase Bagi Hasil Para Pihak Pola Bagi Hasil dengan Petani Penggarap dll BEBAN TANGGUNGJAWAB PARA PIHAK PADA TINGKAT KEMATIAN 0 % 10 % 20 % 30 % 40 % 50 % 1. Petani Penggarap 0,5 x M% 25 % 20 % 15 % 10 % 5 % 0% 2. Investor 0 % 40 % 40 % 40 % 40 % 40 % 40 % 3. Pemilik Lahan 0 % 10 % 10 % 10 % 10 % 10 % 10 % 3. Desa 0,2 x M% 10 % 8 % 6 % 4 % 2 % 0 % 4. Fasilitator (UBH-KPWN) 0,3 x M% 15 % 12 % 9 % 6 % 3 % 0 % JUMLAH BAGI HASIL 100 % 90 % 80 % 70 % 60 % 50 % Prosentase bagian hasil tersebut x jumlah ditanam x Vol. rata-rata per pohon = bagian hasil (m 3 ) yang diterima masing-masing pihak. 20

27 Tabel 6 : Penghasilan investor (Mitra Usaha) Usahatani Jati Unggul Pola Bagi Hasil (UJU-PBH) Investasi : Rp ,- selama 5 tahun Ditanam 1000 phn, jarak tanam 5m x 2m, luas lahan = 1 ha. ASUMSI PRODUKSI PER POHON 0,20 m 3 Diameter = 20 cm Tinggi Batang Bebas Cabang = 6,5 m 0,30 m 3 Diameter = 22 cm Tinggi Batang Bebas Cabang = 8 m URAIAN HASIL PENGHASILAN (X Rp. JUTA) KEUNTUNGAN (%) PENGHASILAN (X Rp. JUTA) KEUNTUNGAN (%) PENGHASILAN PADA TINGKAT KEMATIAN 0% 10% 20% 30% 40% 50% Angka diatas dengan asumsi harga kayu diameter 20 cm-29 cm Rp 2,75 jt/m 3 atau Rp /pohon 21

28 Keuntungan Lain 1. Membuka kesempatan kerja bagi: - Tenaga Pendamping (S1 & D3) satu orang untuk setiap pohon selama 5 tahun. - Tenaga Supervisor (51 & D3) berpengalaman satu orang untuk setiap pohon selama 5 tahun. 2. Membuka lapangan kerja bagi petani dan meningkatkan kesejahteraan petani. 3. Meningkatkan pendapatan KAS DESA, untuk pembangunan desa kesejahteraan perangkat desa dan aparat keamanan di pedesaan. 4. Memperbaiki kondisi lingkungan, mencegah banjir dan erosi serta memperbaiki kondisi udara dan tata air. 5. Pemenuhan kebutuhan bahan baku industri perkayuan berarti membuka kesempatan kerja dan berusaha. 6. Mencegah urbanisasi dan lain-lain. Jati JUN umur 18 bulan Lokasi : Kabupaten Magetan 22

29 PERAKARAN TUNGGANG MAJEMUK JATI UNGGUL NUSANTARA (JUN) 23

30 PRODUKSI BIBIT JATI UNGGUL NUSANTARA (JUN) 24

31 Tabel 7 : Penghasilan Petani Swakarsa (Pemilik Lahan + Petani Penggarap) Ditanam 1000 pohon, jarak tanam 5m x 2m, luas 1 ha Investasi oleh Investor (Mitra Usaha) Rp. 65 juta untuk 5 tahun ASUMSI PRODUKSI PER POHON 0,20 m 3 (x Rp Juta) Diameter = 20 cm Tinggi Batang Bebas Cabang = 6,5 m BAGIAN HASIL PETANI DALAM LIMA TAHUN PADA TINGKAT KEMATIAN 0% 10% 20% 30% 40% 50% 192, , ,5 55 0,30 m 3 (x Rp Juta) Diameter = 22 cm Tinggi Batang Bebas Cabang = 8 m 288,75 247,5 206, ,75 82,5 Catalan : > disamping dapat bagian hasil kayu, petani juga dapat upah kerja Rp 14 juta dalam 5 tahun untuk 1000 pohon yang ditanam > Petani juga masih dapat hasil dari Tanaman tumpangsari Angka diatas dengan asumsi harga kayu diameter 20 cm-29 cm = Rp 2,75 jt/m 3 atau Rp /pohon 25

32 Tabel 8 : Penghasilan Para Pihak Dalam Pola Bagi Hasil dengan Petani Penggarap dan Pemilik Lahan (Vol. 0,20 m 3 Pohon; diameter= 20 cm; tinggi bebas cabang = 6,5 m) Ditanam 1000 pohon, jarak tanam 5 m x 2 m, luas lahan 1 ha, Investasi Rp. 65 juta untuk 5 tahun, Asumsi harga jual Rp 2,75 juta/m 3 pohon berdiri atau Rp ,-/pohon. PARA PIHAK BAGIAN HASIL PADA TINGKAT KEMATIAN 0 % 10 % 20 % 30 % 40 % 50 % 1. Petani Penggarap 137, , , Investor Pemilik Lahan Desa Fasilitator (UBH-KPWN) 82, , ,5 0 Catalan : > Petani masih dapat tambahan upah Rp 14 juta + hasil tumpangsari. > Pemilik lahan masih dapat tambahan bagi hasil dari tumpangsari dan tonggak tanaman. > Kalau sampai mati/hilang 50%, maka petani penggarap, desa dan fasilitator tidak dapat bagian hasil. 26

33 Tabel 9 : Penghasilan Para Pihak Dalam Pola Bagi Hasil dengan Petani Penggarap dan Pemilik Lahan (Vol. 0,30 m 3 Pohon; diameter= 22 cm; tinggi bebas cabang = 8 m) Ditanam 1000 pohon, jarak tanam 5 m x 2 m, luas lahan 1 ha, Investasi Rp. 65 juta untuk 5 tahun, Asumsi harga jual Rp 2,75 juta/m 3 pohon berdiri atau Rp ,-/pohon. PARA PIHAK BAGIAN HASIL PADA TINGKAT KEMATIAN 0 % 10 % 20 % 30 % 40 % 50 % 1. Petani Penggarap 206, ,75 82,5 41, Investor Pemilik Lahan 82,5 82,5 82,5 82,5 82,5 82,5 4. Desa 82, , , Fasilitator (UBH-KPWN) 123, ,25 49,5 24,75 0 Catalan : > Petani masih dapat tambahan upah Rp 14 juta + hasil tumpangsari. > Pemilik lahan masih dapat tambahan bagi hasil dari tumpangsari dan tonggak tanaman. > Kalau sampai mati/hilang 50%, maka petani penggarap, desa dan fasilitator tidak dapat bagian hasil. 27

34 Lembaga Fasilitator (UBH-KPWN) 1. Mempunyai kemampuan teknik budidaya intensif tanaman jati. 2. Dikenal dan dipercaya oleh calon investor. 3. Punya modal awal untuk mencari lokasi, calon petani peserta dan calon mitra usaha. Modal awal tersebut akan kembali kalau ada investor dalam jumlah yang cukup. 4. Mampu mengorganisir tenaga pendamping. 5. Mampu dan dapat dipercaya mengelola dana investor. 6. Mampu memasarkan hasil produksinya. 7. Mampu menjamin pengembalian modal + bunga bank kepada investor bila terjadi kegagalan usaha, karena kesalahan managemen oleh lembaga fasilitator (bukan karena bencana alam atau "force majoure"). Jati JUN umur 1 tahun Lokasi : Lembeyan - Magetan 28

35 Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara (KPWN) Akte pendirian No.8295 Tgl. 25 Februari SK Menkop a UKM no.39/pad/meneg.1/xii/2002 Tgl. 02 Desember Dibawah binaan Departemen Kehutanan. Diurus oleh tenaga profesional dibidang kehutanan dan keuangan. Sekarang bergerak pada jasa pelayanan kredit perumahan dan kendaraan bermotor bagi PNS Departemen Kehutanan ( debitur). Menjamin kerugian investor apabila tidak tercapai standar hasil yang disepakati karena kesalahan managemen oleh UBH-KPWN. Pada tanggal 21 Desember 2006 melalui SK Ketua KPWN no.62/kpts/kpwn-xii/2006 yang dikukuhkan dengan Akta Notaris No.12 tahun 2007 tanggal 24 Mei 2007, telah dibentuk Unit Usaha Bagi Hasil (UBH) KPWN yang bergerak khusus dalam pengembangan Usahatani Jati Unggul Pola Bagi Hasil (UJU-PBH). JAMINAN : *) Bila volume kurang dari 0,20 m 3 /pohon, kekurangannya ditanggung UBH-KPWN. Bila ada kegagalan usaha karena kesalahan managemen, uang investor dikembalikan + bunga bank *) Tidak karena bencana alam atau "force majoure" 29

36 LAHAN PEMILIK LAHAN JUGA PETANI PENGARAP (35%)* TENAGA TENAGA PENDAMPING DANA LEMBAGA FASILITATOR USAHATANI JATI UNGGUL (15%)* (40%)* POLA BAGI HASIL INVESTOR UPAH, BIBIT, PUPUK, DLL. *Bagian Hasil Panen STATUS LAHAN RAK-WAS-KAM (10%)* PERANGKAT DESA KANTOR AKUNTAN PUBLIK catatan : Angka dalam prosen merupakan Prosentase bagi hasil apabila Hidup 100% 30

37 PEMILIK LAHAN PETANI PENGGARAP LAHAN (10%)* (25%)* TENAGA TENAGA PENDAMPING DANA LEMBAGA FASILITATOR (15%)* USAHATANI JATI UNGGUL (40%)* POLA BAGI HASIL INVESTOR UPAH, BIBIT, PUPUK, DLL. KANTOR AKUNTAN PUBLIK *Bagian Hasil Panen STATUS LAHAN RAK-WAS-KAM (10%)* PERANGKAT DESA catatan : Angka dalam prosen merupakan Prosentase bagi hasil apabila Hidup 100% 31

38 Penutup Kami ucapkan puji syukur ke hadirat Allah SWT karena hanya atas petunjuk, tuntunan, dan hidayahnya dapat disajikan tulisan ini. Usahatani Jati Unggul Pola Bagi Hasil (UJU-PBH) sangat diharapkan mendapat dukungan dari berbagai pihak, karena hasilnya sangat menjanjikan dan mengingat kondisi petani yang perlu pertolongan, banyaknya pengangguran, kesulitan bahan baku industri perkayuan, kerusakan lingkungan. Disamping itu, kondisi biofisik di sebagian wilayah Indonesia sangat cocok untuk tanaman JUN dan untuk menjadi mitra usaha tidak perlu harus punya lahan dan uang banyak. Unit UBH-KPWN sebagai lembaga usaha dibawah binaan Departemen Kehutanan bertindak sebagai lembaga fasilitator dengan tenaga-tenaga profesional dibidangnnya. Jakarta, INVESTASl Rp ,- (enam juta lima ratus ribu rupiah) untuk 100 Rp ,- Hasil 5 (lima) tahun kemudian : Rp ,- *) (dua puluh dua juta rupiah) *) dengan asumsi harga Jati Rp ,-/pohon Alhamdulillahi Robbil alamin 32

39 SUSUNAN PENGURUS KOPERASI PERUMAHAN WANABAKTI NUSANTARA (KPWN) PERIODE BERDASARKAN SURAT KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.152/Menhut-ll/2009 TANGGAL 01 APRIL Pelindung : Menteri Kehutanan 2. Pembina : 1. Sekretaris Jenderal Departemen Kehutanan 2. Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan 3. Kepala Badan Planologi Kehutanan 4. Staf Ahli Menteri Kehutanan Bidang Ekonomi 3. Pengurus Harian : A. Ketua : Ir. Dibyo Poedjowadi Soetardjo B. Wakil Ketua : Ir. E. Kosasih C. Sekretaris : Ir. Hoesodo Sudarisman D. Wakil Sekretaris : Ir. Sulaeman Kusumahnegara D.Bendahara : Drs. Sri Sadono, MM 4. Badan Pemeriksa : A. Ketua : Ir. Soewignyo Mangun Edris B. Anggota : 1. Ir. Suyono, MM : 2. Ir. Hatnan Sasongko, MM Sembilan Prinsip Dasar Kepribadian Jajaran Unit UBH-KPWN : 1. Jujur 2. Visioner 3. Kerjasama 4. Adil 5. Tanggungjawab 6. Disiplin 7. Peduli 8. Profesional 9. Ihklas 33

40 PERKEMBANGAN KERJASAMA s/d Juni Jumlah Petani Peserta : 1892 kk 2. Jumlah Desa : 99 Desa 3. Jumlah Investor : 587 orang 4. Jumlah pohon Jati Unggul Nusantara (JUN) yang telah di tanam Jumlah Pohon per Tahun Jumlah No. Kabupaten Pohon (pohon) (pohon) (pohon) 1. Madiun Magetan Ponorogo Ngawi Kulonprogo Bogor Tangerang Purwakarta Jumlah Kerjasama dengan pihak lain : 5.1. Pesantren Sabilil Muttaqien (PSM), Magetan, Jawa Timur 5.2. Pesantren Al-Istiqomah, Madiun, Jawa Timur 5.3. Universitas Nusa Bangsa (UNB), Bogor, Jawa Barat 5.4. Universitas Merdeka (UNMER), Madiun, Jawa Timur 5.5. Puskopad B Mako Kopassus, Cijantung, Jakarta 5.6. Primkopad Yon 23 Kopassus, Bogor Jawa Barat 5.7. PT. Prasetya Teguh Abadi, Jakarta 5.8. PT. Setyamitra Bhaktipersada, Jakarta 5.8. PPAK (Pusat Pengembangan Akutansi & Keuangan) STAN 5.9. Tenaga Ahli a. Hama dan Penyakit Tanaman : Dr. Ir. Witjaksono, MSc b. Pupuk Organik : Prof. Dr. Putu Kompiang c. Bioteknologi (test DNA) : Dr. Ir. Jaka Widodo d. Sosiologi Kehutanan : Prof. Dr. Ir. San Afri Awang, MSc 34

41 DIREKSI UBH KPWN Direktur Utama Nama : Ir. Hariyono Soeroso, MS Pendidikan : S1 Fakultas Kehutanan UGM S2 Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan IPB Bogor. Pengalaman Kerja : 1. Kepala Biro Humas Departemen Kehutanan 2. Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehutanan Propinsi Bengkulu. 3. Ketua LSM Gerbang Massa Nusantara 4. Ketua Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara Direktur Keuangan merangkap Direktur Perencanaan & Tanaman Nama : Ir. Rachmat Adjie Pendidikan : S1 Fakultas Kehutanan IPB Pengalaman Kerja : 1. Kepala BRLKT Wilayah II di Padang 2. Direktur Bina Hutan Tanaman Ditjen BPK Dephut 3. Inspektur Wilayah I Itjen Departemen Kehutanan 4. Sekretaris KOPKARHUTAN Departemen Kehutanan Direktur Umum merangkap Direktur Pemasaran Nama : Mayjen. TNI (Purn) Sri Hardjendro Pengalaman Kerja : 1. Direktur Pembinaan Potensi Departemen Pertahanan Keamanan. 2. Anggota DPR. RI (Fraksi TNI/Polri) 3. Berbagai Lembaga Pendidikan di TNI-AD 4. Konsultan Pembinaan Personil dan Pengamanan pada perusahan pertambangan. 35

42 PENDAFTARAN INVESTOR USAHATANI JATI UNGGUL NUSANTARA (JUN) POLA BAGI HASIL Kepada Yth : Direktur Utama Unit Usaha Bagi Hasil Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara (Unit UBH-KPWN) Gedung Manggala Wanabakti Blok IV Lantai 5. Telp ; Fac Jl. Gatot Subroto-Senayan Di Jakarta Pusat. Dengan ini saya mendaftarkan sebagai Investor Usahatani Jati Unggul Nusantara (JUN) Pola Bagi Hasil, dengan rincian sebagai berikut : 1. Nama : Tempat dan tanggal lahir : Alamat : Telpon/Hand phone/ Telp.. HP Banyaknya investasi :...pohon x Rp ,-/pohon = Rp...,- ( ) 6. Dana tersebut pada butir 5, saya transfer ke rekening Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara (KPWN) no di Bank Mandiri KC Gedung Pusat Kehutanan Jakarta. (copy bukti terlampir) 7. Sebagai ahli waris investasi tersebut, saya tunjuk keluarga saya dengan urutan prioritas sebagai berikut : 1) Nama :..... Tempat dan tanggal lahir :... Hubungan keluarga :... 2) Nama :... Tempat dan tanggal lahir :... Hubungan keluarga :... 3) Nama :... Tempat dan tanggal lahir :... Hubungan keluarga :... Demikian pendaftaran saya dan diharapkan ada konfirmasi secepatnya. Terima kasih...., Hormat saya (...) 36

43 37

44 38

Nomor : Dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama Unit UBH-KPWN, yang selanjutnya dalam perjanjian ini disebut sebagai PIHAK PERTAMA.

Nomor : Dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama Unit UBH-KPWN, yang selanjutnya dalam perjanjian ini disebut sebagai PIHAK PERTAMA. PERJANJIAN KERJASAMA ANTARA UNIT USAHA BAGI HASIL KOPERASI PERUMAHAN WANABAKTI NUSANTARA DENGAN MITRA USAHA PESERTA USAHATANI JATI UNGGUL POLA BAGI HASIL TENTANG PENGEMBANGAN USAHATANI JATI UNGGUL POLA

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 26 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Umum Desa Ciaruteun Ilir Desa Ciaruteun Ilir merupakan salah satu desa di wilayah Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor dengan luas wilayah 360 ha,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu kekayaan alam bangsa Indonesia yang menjadi aset berharga dalam mendatangkan devisa bagi negara, sehingga dapat memberi kontribusi yang

Lebih terperinci

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. yang dibina oleh Kementerian Kehutanan. Koperasi ini didirikan pada tahun 1989.

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. yang dibina oleh Kementerian Kehutanan. Koperasi ini didirikan pada tahun 1989. V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Profil dan Kelembagaan UBH-KPWN Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara (KPWN) merupakan koperasi yang dibina oleh Kementerian Kehutanan. Koperasi ini didirikan pada

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Profil Unit Usaha UBH-KPWN Penelitian tersebut telah dilaksanakan dengan mengambil kasus pada kegiatan usaha bagi hasil penanaman Jati Unggul Nusantara (JUN), yang dikelola

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hutan memiliki banyak fungsi salah satunya fungsi ekonomi. Fungsi hutan

I. PENDAHULUAN. Hutan memiliki banyak fungsi salah satunya fungsi ekonomi. Fungsi hutan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki luas wilayah 750 juta hektar (ha) dengan luas daratan sekitar 187.91 juta ha. Sebesar 70 persen dari daratan tersebut merupakan kawasan hutan. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAGIAN KELIMA PEDOMAN PEMBUATAN TANAMAN HUTAN RAKYAT GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN BAB I PENDAHULUAN

BAGIAN KELIMA PEDOMAN PEMBUATAN TANAMAN HUTAN RAKYAT GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.03/MENHUT-V/2004 TANGGAL : 22 JULI 2004 BAGIAN KELIMA PEDOMAN PEMBUATAN TANAMAN HUTAN RAKYAT GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

VI SISTEM KEMITRAAN PT SAUNG MIRWAN 6.1 Gambaran Umum Kemitraan Kedelai Edamame PT Saung Mirwan sangat menyadari adanya keterbatasan-keterbatasan.

VI SISTEM KEMITRAAN PT SAUNG MIRWAN 6.1 Gambaran Umum Kemitraan Kedelai Edamame PT Saung Mirwan sangat menyadari adanya keterbatasan-keterbatasan. VI SISTEM KEMITRAAN PT SAUNG MIRWAN 6.1 Gambaran Umum Kemitraan Kedelai Edamame PT Saung Mirwan sangat menyadari adanya keterbatasan-keterbatasan. Terutama dalam hal luas lahan dan jumlah penanaman masih

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Analisis Kelayakan Finansial Usaha Jati Unggul Nusantara (JUN) UBH-KPWN Kabupaten Bogor

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Analisis Kelayakan Finansial Usaha Jati Unggul Nusantara (JUN) UBH-KPWN Kabupaten Bogor VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Analisis Kelayakan Finansial Usaha Jati Unggul Nusantara (JUN) UBH-KPWN Kabupaten Bogor Analisis kelayakan finansial bertujuan untuk mengevaluasi pelaksanaan usaha JUN UBH-KPWN

Lebih terperinci

LAPORAN KEGIATAN KINERJA PENYALURAN DAN PEMANFAATAN KREDIT PROGRAM PERTANIAN KKPE DI PROVINSI BALI

LAPORAN KEGIATAN KINERJA PENYALURAN DAN PEMANFAATAN KREDIT PROGRAM PERTANIAN KKPE DI PROVINSI BALI LAPORAN KEGIATAN KINERJA PENYALURAN DAN PEMANFAATAN KREDIT PROGRAM PERTANIAN KKPE DI PROVINSI BALI I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan mendasar bagi pengembangan usaha pertanian adalah lemahnya

Lebih terperinci

FORMAT MONOGRAFI BAGI PENYULUH PERTANIAN DI BALAI PENYULUHAN KECAMATAN SEJANGKUNG KABUPATEN SAMBAS

FORMAT MONOGRAFI BAGI PENYULUH PERTANIAN DI BALAI PENYULUHAN KECAMATAN SEJANGKUNG KABUPATEN SAMBAS FORMAT MONOGRAFI BAGI PENYULUH PERTANIAN DI BALAI PENYULUHAN KECAMATAN SEJANGKUNG KABUPATEN SAMBAS TIM PENYUSUN: SETIYO BUDI PURWANTO, SST JAJA SUDIRJA BALAI PENYULUHAN KECAMATAN SEJANGKUNG KABUPATEN SAMBAS

Lebih terperinci

TANAMAN PORANG Karakter, Manfaat dan Budidaya

TANAMAN PORANG Karakter, Manfaat dan Budidaya TANAMAN PORANG Karakter, Manfaat dan Budidaya Oleh : Dr. Ir. Ramdan Hidayat, M.S. F. Deru Dewanti, S.P., M.P. Hartojo Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2013 Hak Cipta 2013 pada penulis, Hak Cipta dilindungi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Adanya ketidakseimbangan antara jumlah kebutuhan dengan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Adanya ketidakseimbangan antara jumlah kebutuhan dengan kemampuan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Adanya ketidakseimbangan antara jumlah kebutuhan dengan kemampuan penyediaan kayu jati mendorong Perum Perhutani untuk menerapkan silvikultur intensif guna memenuhi

Lebih terperinci

POTENSI PENGEMBANGAN KEDELAI DI KAWASAN HUTAN

POTENSI PENGEMBANGAN KEDELAI DI KAWASAN HUTAN POTENSI PENGEMBANGAN KEDELAI DI KAWASAN HUTAN Suwarno Asisten Direktur Perum Perhutani Unit 2 PENDAHULUAN Perusahaan Umum (Perum) Perhutani Unit 2 berdasar Peraturan Pemerintah No. 72 tahun 2010 mendapat

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Volume Pohon pada Jarak Tanam 3 m x 3 m. Bardasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, Pada sampel populasi untuk

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Volume Pohon pada Jarak Tanam 3 m x 3 m. Bardasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, Pada sampel populasi untuk 34 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Volume Pohon pada Jarak Tanam 3 m x 3 m Bardasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, Pada sampel populasi untuk jarak tanam 3 m x 3 m terdapat 3 plot dengan jumlah

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Kredit Usaha. Pembibitan Sapi. Pelaksanaan. Pencabutan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Kredit Usaha. Pembibitan Sapi. Pelaksanaan. Pencabutan. No.304, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Kredit Usaha. Pembibitan Sapi. Pelaksanaan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR :40/Permentan/PD.400/9/2009 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

BAB VI FAKTOR FAKTOR PENDUKUNG PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN 6.1 Faktor Eksternal Komoditas Kelapa Sawit memiliki banyak nilai tambah dibandingkan

BAB VI FAKTOR FAKTOR PENDUKUNG PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN 6.1 Faktor Eksternal Komoditas Kelapa Sawit memiliki banyak nilai tambah dibandingkan 51 BAB VI FAKTOR FAKTOR PENDUKUNG PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN 6.1 Faktor Eksternal Komoditas Kelapa Sawit memiliki banyak nilai tambah dibandingkan dengan komoditas perkebunan lainnya. Harga pasaran yang

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN KREDIT USAHA PEMBIBITAN SAPI

PEDOMAN PELAKSANAAN KREDIT USAHA PEMBIBITAN SAPI PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 40/Permentan/PD.400/9/2009 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KREDIT USAHA PEMBIBITAN SAPI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa usaha

Lebih terperinci

SAMBUTAN KEPALA BADAN LITBANG KEHUTANAN. PADA ACARA PEMBUKAAN GELAR IPTEK HASIL LITBANG KEHUTANAN UNTUK MENDUKUNG KPH Bogor, 12 Mei 2014

SAMBUTAN KEPALA BADAN LITBANG KEHUTANAN. PADA ACARA PEMBUKAAN GELAR IPTEK HASIL LITBANG KEHUTANAN UNTUK MENDUKUNG KPH Bogor, 12 Mei 2014 SAMBUTAN KEPALA BADAN LITBANG KEHUTANAN PADA ACARA PEMBUKAAN GELAR IPTEK HASIL LITBANG KEHUTANAN UNTUK MENDUKUNG KPH Bogor, 12 Mei 2014 Yth. Direktur Jenderal Planologi Kehutanan Yth. Para Sekretaris Badan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perhutani sebanyak 52% adalah kelas perusahaan jati (Sukmananto, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. Perhutani sebanyak 52% adalah kelas perusahaan jati (Sukmananto, 2014). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perum Perhutani merupakan sebuah badan usaha yang diberikan mandat oleh pemerintah untuk mengelola hutan tanaman yang ada di Pulau Jawa dan Madura dengan menggunakan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 20 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 20 SERI E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 20 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN DANA PINJAMAN BERGULIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Samarinda, 29 Februari 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN

Samarinda, 29 Februari 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN Samarinda, 29 Februari 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN PENDAHULUAN Peraturan Menteri Keuangan Nomor 241/PMK.05/2011 tanggal 27

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Hutan Produksi. Pelepasan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Hutan Produksi. Pelepasan. No.377, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Hutan Produksi. Pelepasan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.33/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PELEPASAN KAWASAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian dan sektor-sektor yang terkait dengan sektor agribisnis

I. PENDAHULUAN. Pertanian dan sektor-sektor yang terkait dengan sektor agribisnis I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian dan sektor-sektor yang terkait dengan sektor agribisnis merupakan sektor yang paling penting di hampir semua negara berkembang. Sektor pertanian ternyata dapat

Lebih terperinci

PROGRES REPORT PENDAMPINGAN UNHAS PADA PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PEDESAAN (PUAP)

PROGRES REPORT PENDAMPINGAN UNHAS PADA PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PEDESAAN (PUAP) PROGRES REPORT PENDAMPINGAN UNHAS PADA PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PEDESAAN (PUAP) EXECUTIVE SUMMARY PUAP ( pengembangan usaha agribisnis pedesaan) merupakan program strategi Kementrian Pertanian dalam

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR 1 BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENYERTAAN MODAL DAERAH KEPADA PIHAK KETIGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

Lebih terperinci

DATA HARVESTMON PARTNER DATA LAHAN

DATA HARVESTMON PARTNER DATA LAHAN DATA HARVESTMON PARTNER Nama Lengkap : Tuan Andi Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 10 Oktober 1990 Jenis Kelamin : Laki-Laki Alamat : Ciputat Kota : Tangerang Selatan Negara : Indonesia Telepon : 08123456789

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERIAN PINJAMAN PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR KEPADA PT BANK PEMBANGUNAN DAERAH JAWA TIMUR Tbk DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PENGELOLAAN KEUANGAN PROGRAM PEMBERDAYAAN POTENSI KESEJAHTERAAN SOSIAL MASYARAKAT (P2KSM) KABUPATEN PURWOREJO DENGAN

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DANA BERGULIR

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DANA BERGULIR WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DANA BERGULIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 189/PMK.05/2010 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 189/PMK.05/2010 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 189/PMK.05/2010 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 135/PMK.05/2008 TENTANG FASILITAS PENJAMINAN

Lebih terperinci

Skim Pembiayaan Mikro Agro (SPMA)

Skim Pembiayaan Mikro Agro (SPMA) 28 Bab V. Analisis Kebijakan Kapital, Sumberdaya Lahan dan Air Skim Pembiayaan Mikro Agro (SPMA) Pendahuluan Latar Belakang Peraturan Presiden (PERPRES) Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2005 tentang Rencana

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI PENAJAM PASER UTARA NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN BUPATI PENAJAM PASER UTARA NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG 9 2 BUPATI PENAJAM PASER UTARA PERATURAN BUPATI PENAJAM PASER UTARA NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN EKONOMI KERAKYATAN MELALUI PEMBIAYAAN MODAL USAHA DENGAN DANA POLA

Lebih terperinci

POLA HUBUNGAN ANTARA PETANI DAN KOPERASI DALAM PENGUSAHAAN HUTAN DI DESA CIHOWE DAN DESA COGREG BP3K KABUPATEN BOGOR DEWI SUPRIYO PUTRI

POLA HUBUNGAN ANTARA PETANI DAN KOPERASI DALAM PENGUSAHAAN HUTAN DI DESA CIHOWE DAN DESA COGREG BP3K KABUPATEN BOGOR DEWI SUPRIYO PUTRI POLA HUBUNGAN ANTARA PETANI DAN KOPERASI DALAM PENGUSAHAAN HUTAN DI DESA CIHOWE DAN DESA COGREG BP3K KABUPATEN BOGOR DEWI SUPRIYO PUTRI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 116, Tamba

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 116, Tamba BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1490, 2015 KEMENKOP-UKM. Modal. Penyertaan. Koperasi. Pemupukan. Petunjuk Pelaksanaan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Pembangunan Bambu di Kabupaten Bangli

Pembangunan Bambu di Kabupaten Bangli BAB V Pembangunan di Kabupaten Bangli Oleh: Dinas Pertanian, Perkebunan dan Perhutanan Kabupaten Bangli. Dewasa ini, permintaan kayu semakin meningkat, sementara kemampuan produksi kayu dari kawasan hutan

Lebih terperinci

BAB III LAPORAN PENELITIAN

BAB III LAPORAN PENELITIAN BAB III LAPORAN PENELITIAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Sejarah Berdirinya Gapoktan Kelompok Tani Bangkit Jaya adalah kelompok tani yang berada di Desa Subik Kecamatan Abung Tengah Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik I

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik I BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.407, 2011 KEMENTERIAN KEHUTANAN. IUPHHK. Hutan Tanaman Rakyat. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.55/Menhut-II/2011 TENTANG TATA CARA PERMOHONAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. keseimbangan antara penyediaan kayu jati dengan kebutuhan industri tidak. mengatasi kontinuitas pasokan kayu jati, yaitu:

II. TINJAUAN PUSTAKA. keseimbangan antara penyediaan kayu jati dengan kebutuhan industri tidak. mengatasi kontinuitas pasokan kayu jati, yaitu: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Jati Unggul Nusantara Kayu jati sangat terkenal untuk berbagai penggunaan karena kekuatan dan keawetannya, namun karena pertumbuhannya sangat lambat menyebabkan keseimbangan

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM WAHANA FARM

BAB V GAMBARAN UMUM WAHANA FARM BAB V GAMBARAN UMUM WAHANA FARM 5.1. Sejarah Singkat Wahana Farm Wahana Farm didirikan pada tahun 2007 di Darmaga, Bogor. Wahana Farm bergerak di bidang pertanian organik dengan komoditas utama rosela.

Lebih terperinci

BUPATI PAKPAK BHARAT

BUPATI PAKPAK BHARAT BUPATI PAKPAK BHARAT PERATURAN BUPATI PAKPAK BHARAT NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PERKUATAN PERMODALAN USAHA BAGI MASYARAKAT MELALUI KREDIT NDUMA PAKPAK BHARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. UD. Sabila Farm terletak di Desa Pakembinangun yaitu Jalan Kaliurang

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. UD. Sabila Farm terletak di Desa Pakembinangun yaitu Jalan Kaliurang IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak Geografis UD. Sabila Farm terletak di Desa Pakembinangun yaitu Jalan Kaliurang KM 18.5, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Desa Pakembinangun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Analisis Situasi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Analisis Situasi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Analisis Situasi Pertumbuhan dan perkembangan sektor usaha perkebunan di Indonesia dimotori oleh usaha perkebunan rakyat, perkebunan besar milik pemerintah dan milik swasta. Di Kabupaten

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 33/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PELEPASAN KAWASAN HUTAN PRODUKSI YANG DAPAT DIKONVERSI

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 33/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PELEPASAN KAWASAN HUTAN PRODUKSI YANG DAPAT DIKONVERSI PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 33/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PELEPASAN KAWASAN HUTAN PRODUKSI YANG DAPAT DIKONVERSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN

Lebih terperinci

SURAT EDARAN Nomor : 110/C/KU/ /C/KU/2008

SURAT EDARAN Nomor : 110/C/KU/ /C/KU/2008 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDERAL MANAJEMEN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH Gedung E Lt 5, Komplek Depdiknas Jl. Jenderal Sudirman, Senayan Jakarta 10270 5725610, 5725611, 5725612, 5725613,

Lebih terperinci

PERJANJIAN KERJASAMA PENERIMAAN MAHASISWA PROGRAM SARJANA JALUR BEASISWA UTUSAN DAERAH (BUD) ANTARA... DENGAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

PERJANJIAN KERJASAMA PENERIMAAN MAHASISWA PROGRAM SARJANA JALUR BEASISWA UTUSAN DAERAH (BUD) ANTARA... DENGAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR PERJANJIAN KERJASAMA PENERIMAAN MAHASISWA PROGRAM SARJANA JALUR BEASISWA UTUSAN DAERAH (BUD) ANTARA... DENGAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR NOMOR : : /I3/KsP/2010 TANGGAL : 2010 1 PERJANJIAN KERJASAMA PENERIMAAN

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

GUBERNUR JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERIAN PINJAMAN PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR KEPADA PT BANK PEMBANGUNAN DAERAH JAWA TIMUR Tbk DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan

Lebih terperinci

Pedoman Pelaksanaan Penyaluran Tunjangan Profesi Pendidik Melalui Dana Dekonsentrasi

Pedoman Pelaksanaan Penyaluran Tunjangan Profesi Pendidik Melalui Dana Dekonsentrasi 00 PEDOMAN PELAKSANAAN PENYALURAN TUNJANGAN PROFESI MELALUI DANA DEKONSENTRASI DIREKTORAT PROFESI PENDIDIK DIREKTORAT JENDERAL PENINGKATAN MUTU PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL PANEN KELOMPOK PETANI JAGUNG DI KABUPATEN ACEH TENGGARA

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL PANEN KELOMPOK PETANI JAGUNG DI KABUPATEN ACEH TENGGARA Lampiran 1 Questioner ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL PANEN KELOMPOK PETANI JAGUNG DI KABUPATEN ACEH TENGGARA 1. Pertanyaan dalam Kuisioner ini tujuannya hanya semata-mata untuk penelitian

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan merupakan suatu rancangan kerja penelitian yang digunakan untuk mengungkapkan konsep dan teori dalam menjawab

Lebih terperinci

PROPOSAL POKMAS : GRACELA

PROPOSAL POKMAS : GRACELA PROPOSAL PEMBUDIDAYAAN RUMPUT LAUT POKMAS : GRACELA DESA LENGKOSAMBI DAN LENGKOSAMBI TIMUR KECAMATAN RIUNG KABUPATEN NGADA TAHUN 2010 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kecamatan Riung merupakan salah

Lebih terperinci

72 VII. STRATEGI PROGRAM PEMBERDAYAAN

72 VII. STRATEGI PROGRAM PEMBERDAYAAN 72 VII. STRATEGI PROGRAM PEMBERDAYAAN 7.1. PENYUSUNAN STRATEGI PROGRAM Rancangan strategi program pemberdayaan dilakukan melalui diskusi kelompok terfokus (FGD) pada tanggal 24 Desember 2007, jam 09.30

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.64/Menhut-II/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.64/Menhut-II/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.64/Menhut-II/2006 TENTANG PERUBAHAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR P.14/Menhut-II/2006 TENTANG PEDOMAN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN, Menimbang:

Lebih terperinci

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Koordinator Bida

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Koordinator Bida No.1794, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKO-PEREKONOMIAN SELAKU KETUA KOMITE KEBIJAKAN PEMBIAYAAN BAGI USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH. KUR. Pedoman. PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PEMBINAAN PELATIHAN DAN PRODUKTIVITAS NOMOR KEP.57/LATTAS/IV/2014 TENTANG

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PEMBINAAN PELATIHAN DAN PRODUKTIVITAS NOMOR KEP.57/LATTAS/IV/2014 TENTANG KEMENTERIAN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI R.I. DIREKTORAT JENDERAL PEMBINAAN PELATIHAN DAN PRODUKTIVITAS Jalan Jenderal Gatot Subroto Kavling 51 Lt. VI A. Telp. : 021-52901142 Fax. 021-52900925 Jakarta

Lebih terperinci

PERATURAN PENCATATAN EFEK NOMOR I.F.3: PENCATATAN OBLIGASI DAERAH

PERATURAN PENCATATAN EFEK NOMOR I.F.3: PENCATATAN OBLIGASI DAERAH PERATURAN PENCATATAN EFEK : PENCATATAN OBLIGASI DAERAH A. DEFINISI Dalam Peraturan ini, yang dimaksud dengan: 1. Bursa adalah PT Bursa Efek Surabaya 2. Daerah Otonom, selanjutnya disebut Daerah, adalah

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Pengertian Usahatani Rifai (1973) dalam Purba (1989) mendefinisikan usahatani sebagai pengorganisasian dari faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, modal dan manajemen,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN

Lebih terperinci

DESKRIPSI PROGRAM BEASISWA PRESTASI TAHUN 2016

DESKRIPSI PROGRAM BEASISWA PRESTASI TAHUN 2016 KATA PENGANTAR Puji Syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan kekuatan sehingga telah tersusun Petunjuk Teknis (Juknis) Bantuan Pemerintah untuk pembinaan SMK

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Usahatani Ilmu usahatani pada dasarnya memperhatikan cara-cara petani memperoleh dan memadukan sumberdaya (lahan, kerja, modal, waktu,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.39/Menhut-II/2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SETEMPAT MELALUI KEMITRAAN KEHUTANAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.39/Menhut-II/2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SETEMPAT MELALUI KEMITRAAN KEHUTANAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.39/Menhut-II/2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SETEMPAT MELALUI KEMITRAAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Nomor : S. /PHM-1/2011 Januari 2012 Lampiran : 1 (satu) berkas Hal : Laporan Rekap Berita Minggu IV & V Bulan Desember 2011

Nomor : S. /PHM-1/2011 Januari 2012 Lampiran : 1 (satu) berkas Hal : Laporan Rekap Berita Minggu IV & V Bulan Desember 2011 Nomor : S. /PHM-1/211 Januari 212 Lampiran : 1 (satu) berkas Hal : Laporan Rekap Berita Minggu IV & V Bulan Desember 211 Kepada Yth : 1. Menteri Kehutanan 2. Sekretaris Jenderal 3. Inspektur Jenderal 4.

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN NOMOR 731/KPTS-II/1998 TENTANG TATA CARA PELELANGAN HAK PENGUSAHAAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN,

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN NOMOR 731/KPTS-II/1998 TENTANG TATA CARA PELELANGAN HAK PENGUSAHAAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN, KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN NOMOR 731/KPTS-II/1998 TENTANG TATA CARA PELELANGAN HAK PENGUSAHAAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN, Menimbang : a. bahwa hutan produksi alam merupakan

Lebih terperinci

- 1 - MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

- 1 - MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN - 1 - MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SELAKU KETUA KOMITE KEBIJAKAN PEMBIAYAAN BAGI USAHA MIKRO,

Lebih terperinci

SAHABAT BRILLIANT PROGRAM KEMANDIRIAN EKONOMI KREATIF SEKTOR PETERNAKAN DAN PERTANIAN TERPADU BIDANG USAHA

SAHABAT BRILLIANT PROGRAM KEMANDIRIAN EKONOMI KREATIF SEKTOR PETERNAKAN DAN PERTANIAN TERPADU BIDANG USAHA PROGRAM KEMANDIRIAN EKONOMI KREATIF SEKTOR PETERNAKAN DAN PERTANIAN TERPADU BIDANG USAHA 1. Produksi pengolahan pakan ayam petelur. 2. Produksi pengolahan pakan kambing dan sapi fermentasi. 3. Pruduksi

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Pembiayaan dalam dunia usaha sangat dibutuhkan dalam mendukung keberlangsungan suatu usaha yang dijalankan. Dari suatu usaha yang memerlukan pembiayaan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 20 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Keadaan Umum Responden Petani yang mengikuti program Koperasi Hutan Jaya Lestari di Desa Lambakara ini berjumlah 579 orang. Untuk pengambilan sampel digunakan statistik

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 201/KPTS-II/1998. Tentang

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 201/KPTS-II/1998. Tentang MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 201/KPTS-II/1998 Tentang PEMBERIAN HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DENGAN SISTEM TEBANG PILIH DAN TANAM JALUR KEPADA ATAS

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Lahan Sawah. memberikan manfaat yang bersifat individual bagi pemiliknya, juga memberikan

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Lahan Sawah. memberikan manfaat yang bersifat individual bagi pemiliknya, juga memberikan I. TINJAUAN PUSTAKA A. Lahan Sawah Lahan sawah dapat dianggap sebagai barang publik, karena selain memberikan manfaat yang bersifat individual bagi pemiliknya, juga memberikan manfaat yang bersifat sosial.

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS KKP-E

PETUNJUK TEKNIS KKP-E PETUNJUK TEKNIS KKP-E I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dengan didasari pengalaman dalam pelaksanaan penyaluran kredit usaha pertanian, sejak Tahun 2000 telah diluncurkan Skim Kredit Ketahanan Pangan

Lebih terperinci

karbohidrat asal beras. Bahan sumber karbohidrat lain belum secara umum digunakan.

karbohidrat asal beras. Bahan sumber karbohidrat lain belum secara umum digunakan. I. PENDAHULUAN. Bagian terbesar dari penduduk Indonesia menggantungkan kebutuhan kalori pada karbohidrat asal beras. Bahan sumber karbohidrat lain belum secara umum digunakan. Tiap orang rata-rata memerlukan

Lebih terperinci

Rancangan Undang-undang tentang Akuntan Publik

Rancangan Undang-undang tentang Akuntan Publik Departemen Keuangan RI Rancangan Undang-undang tentang Akuntan Publik Panitia Antar Departemen Penyusunan Rancangan Undang-undang Akuntan Publik Gedung A Lantai 7 Jl. Dr. Wahidin No.1 Jakarta 10710 Telepon:

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEGAL NOMOR 04 TAHUN 2006 TENTANG PERUSAHAAN DAERAH BANK PERKREDITAN RAKYAT (PD. BPR) BANK PASAR KABUPATEN TEGAL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEGAL NOMOR 04 TAHUN 2006 TENTANG PERUSAHAAN DAERAH BANK PERKREDITAN RAKYAT (PD. BPR) BANK PASAR KABUPATEN TEGAL PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEGAL NOMOR 04 TAHUN 2006 TENTANG PERUSAHAAN DAERAH BANK PERKREDITAN RAKYAT (PD. BPR) BANK PASAR KABUPATEN TEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEGAL, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR KEPUTUSAN NOMOR 154 TAHUN 1980 TENTANG

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR KEPUTUSAN NOMOR 154 TAHUN 1980 TENTANG GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR NOMOR 154 TAHUN 1980 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM INTENSIFIKASI SERAT KARUNG RAKYAT DAN INTENSIFIKASI

Lebih terperinci

RENCANA OPERASI PENYINGKIR HALANGAN (BROP) PEMBUATAN DEMPLOT KEBUN TERPADU

RENCANA OPERASI PENYINGKIR HALANGAN (BROP) PEMBUATAN DEMPLOT KEBUN TERPADU RENCANA OPERASI PENYINGKIR HALANGAN (BROP) PEMBUATAN DEMPLOT KEBUN TERPADU YAYASAN SEKA APRIL 2009 RANGKUMAN EKSEKUTIF Apa: Untuk mengurangi ancaman utama terhadap hutan hujan dataran rendah yang menjadi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.39/Menhut-II/2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SETEMPAT MELALUI KEMITRAAN KEHUTANAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.39/Menhut-II/2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SETEMPAT MELALUI KEMITRAAN KEHUTANAN 1 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.39/Menhut-II/2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SETEMPAT MELALUI KEMITRAAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK

Lebih terperinci

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b dan c, perlu ditetapkan Keputusan Gubernur Jawa Barat tentang Penunjukan

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b dan c, perlu ditetapkan Keputusan Gubernur Jawa Barat tentang Penunjukan Gubernur Jawa Barat KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 584.2/Kep. 1566-Diskop UMKM/2011 TENTANG PENUNJUKAN PT.BANK PEMBANGUNAN DAERAH JAWA BARAT DAN BANTEN, Tbk SEBAGAI BANK PELAKSANA PENGELOLAAN DANA

Lebih terperinci

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN SALINAN PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SELAKU KETUA KOMITE KEBIJAKAN PEMBIAYAAN BAGI USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH NOMOR

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio).

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio). III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis penelitian ini meliputi konsep usahatani, biaya usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Tahun 2002 pemerintah melalui Departemen Pertanian RI mengeluarkan kebijakan baru dalam upaya

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 6887/KPTS-II/2002 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 6887/KPTS-II/2002 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 6887/KPTS-II/2002 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF ATAS PELANGGARAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN, IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN DAN IZIN USAHA INDUSTRI

Lebih terperinci

V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN

V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1. Gambaran Umum Kecamatan Kebon Pedes, Kabupaten Sukabumi Gambaran umum Kecamatan Kebon Pedes, Kabupaten Sukabumi dalam penelitian ini dihat

Lebih terperinci

Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai

Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai Sebagai salah satu tanaman penghasil protein nabati, kebutuhan kedelai di tingkat lokal maupun nasional masih cenderung sangat tinggi. Bahkan sekarang ini kedelai

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk meningkatkan pendapatan

Lebih terperinci

Buku pedoman ini disusun sebagai acuan bagi semua pihak yang terkait dengan pelaksanaan penyaluran tunjangan profesi guru.

Buku pedoman ini disusun sebagai acuan bagi semua pihak yang terkait dengan pelaksanaan penyaluran tunjangan profesi guru. PEDOMAN PELAKSANAAN PENYALURAN TUNJANGAN PROFESI GURU DIREKTORAT JENDERAL PENINGKATAN MUTU PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL 2008 KATA PENGANTAR UU No 14 Tahun 2005 Tentang

Lebih terperinci

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SELAKU KETUA KOMITE KEBIJAKAN PEMBIAYAAN BAGI USAHA MIKRO, KECIL,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekelilingnya, baik dari aspek ekologi, sosial dan ekonomi. Wiersum (1990)

BAB I PENDAHULUAN. sekelilingnya, baik dari aspek ekologi, sosial dan ekonomi. Wiersum (1990) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada paradigma kehutanan sosial, masyarakat diikutsertakan dan dilibatkan sebagai stakeholder dalam pengelolaan hutan, bukan hanya sebagai seorang buruh melainkan

Lebih terperinci

Kenapa Perlu Menggunakan Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) Teknik Silvikultur Intensif (Silin) pada IUPHHK HA /HPH. Oleh : PT.

Kenapa Perlu Menggunakan Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) Teknik Silvikultur Intensif (Silin) pada IUPHHK HA /HPH. Oleh : PT. Kenapa Perlu Menggunakan Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) Teknik Silvikultur Intensif (Silin) pada IUPHHK HA /HPH Oleh : PT. Sari Bumi Kusuma PERKEMBANGAN HPH NASIONAL *) HPH aktif : 69 % 62% 55%

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKSI LEMBAGA PENGELOLA DANA BERGULIR KOPERASI DAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH NOMOR: 011/PER/LPDB/2011 TENTANG

PERATURAN DIREKSI LEMBAGA PENGELOLA DANA BERGULIR KOPERASI DAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH NOMOR: 011/PER/LPDB/2011 TENTANG KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH R.I. LEMBAGA PENGELOLA DANA BERGULIR KOPERASI DAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH ( LPDB-KUMKM ) PERATURAN DIREKSI LEMBAGA PENGELOLA DANA BERGULIR KOPERASI

Lebih terperinci

Peluang dan Tantangan bagi Pemilik Sumber Benih Bersertifikat (Pasca Ditetapkannya SK.707/Menhut-II/2013)

Peluang dan Tantangan bagi Pemilik Sumber Benih Bersertifikat (Pasca Ditetapkannya SK.707/Menhut-II/2013) Peluang dan Tantangan bagi Pemilik Sumber Benih Bersertifikat (Pasca Ditetapkannya SK.707/Menhut-II/2013) Muhammad Satriadi, S.P. Pengendali Ekosistem Hutan Pertama BPTH Bali dan Nusa Tenggara Intisari

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 26 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 607 TAHUN 2011 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 26 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 607 TAHUN 2011 TENTANG BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 26 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 607 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYALURAN DANA PINJAMAN MODAL USAHA KEGIATAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

BUPATI KEPULAUAN ANAMBAS

BUPATI KEPULAUAN ANAMBAS BUPATI KEPULAUAN ANAMBAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENEMPATAN TENAGA KERJA LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN ANAMBAS, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 958, 2013 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kemitraan Kehutanan. Masyarakat. Pemberdayaan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.39/MENHUT-II/2013 TENTANG PEMBERDAYAAN

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2010 NOMOR 32 SERI E

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2010 NOMOR 32 SERI E BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2010 NOMOR 32 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 618 TAHUN 2010 T E N T A N G PETUNJUK PELAKSANAAN PENYALURAN DANA INVESTASI DAERAH NON PERMANEN UNTUK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian masih merupakan prioritas pembangunan secara nasional maupun regional. Sektor pertanian memiliki peran penting untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk

Lebih terperinci

-1- MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG

-1- MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG -1- MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PENGADAAN PERUMAHAN MELALUI KREDIT/PEMBIAYAAN PEMILIKAN RUMAH SEJAHTERA DENGAN

Lebih terperinci

Lampiran 1. Proyeksi Konsumsi Kedelai di Indonesia Tahun Tahun Konsumsi/capita (kg/th) Proyeksi Penduduk (000 Jiwa)

Lampiran 1. Proyeksi Konsumsi Kedelai di Indonesia Tahun Tahun Konsumsi/capita (kg/th) Proyeksi Penduduk (000 Jiwa) LAMPIRAN 201 Lampiran 1. Proyeksi Konsumsi Kedelai di Indonesia Tahun 2009-2025 Tahun Konsumsi/capita (kg/th) Proyeksi Penduduk (000 Jiwa) Pertumbuhan Penduduk (%) Total Konsumsi (000 ton) 2009 2010 2011

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA Nomor : 14/Per/M.KUKM/VII/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA Nomor : 14/Per/M.KUKM/VII/2006 TENTANG nis 2006 11-08-2006 1.2005Draft tanggal, 28 Juli 2006 PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA Nomor : 14/Per/M.KUKM/VII/2006 TENTANG PETUNJUK TEKNIS DANA PENJAMINAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI Menimbang : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan

Lebih terperinci