MODEL PERANGKAT PEMBELAJARAN SAINS DAN MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN SEKOLAH HIJAU (FOR THE GREENING SCHOOLS) DI SEKOLAH DASAR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MODEL PERANGKAT PEMBELAJARAN SAINS DAN MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN SEKOLAH HIJAU (FOR THE GREENING SCHOOLS) DI SEKOLAH DASAR"

Transkripsi

1 1 MODEL PERANGKAT PEMBELAJARAN SAINS DAN MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN SEKOLAH HIJAU (FOR THE GREENING SCHOOLS) DI SEKOLAH DASAR H. Muhammad Zaini, Siti Wahidah Arsyad, Hj. Noor Fajriah ABSTRAK Penelitian ini bertujuan 1) membuat perangkat pembelajaran berdasarkan model pembelajaran sekolah hijau yang akan dikembangkan pada bidang sains maupun matematika. 2) melakukan ujicoba perangkat pembelajaran berdasarkan model pembelajaran sekolah hijau. Subyek penelitian dalam membuat perangkat pembelajaran adalah guru SD kelas V bidang sains dan matematika. Subyek penelitian dalam ujicoba produk adalah siswa SD kelas V. Penelitian dilaksanakan bulan Juni-Desember 2009 bertempat di lingkungan UPT Pendidikan Kecamatan Beruntung Baru Kabupaten Banjar. Data hasil pembuatan perangkat pembelajaran dikumpulkan dari workshop. Data ujicoba perangkat pembelajaran dikumpulkan dari hasil kegiatan pembelajaran. Analisis data dilakukan secara deskriptif. Hasil penelitian disimpulkan 1) Penelitian ini telah menghasilkan perangkat pembelajaran berdasarkan model pembelajaran sekolah hijau dalam bidang sains dan matematika sekolah dasar. Perangkat pembelajaran dalam bidang sains mengangkat topik ekosistem, sedangkan perangkat pembelajaran dalam bidang matematika mengangkat topik operasi bilangan bulat. 2) Hasil ujicoba perangkat pembelajaran sebagai berikut: a) Guru masih dominan dalam mengelola pembelajaran, baik sains maupun matematika. Aktivitas guru yang paling menonjol dalam pembelajaran sains adalah membimbing siswa melakukan pengamatan, sedangkan pada pembelajaran matematika semua aktivitas guru justru meningkat kecuali membimbing siswa memahami LKS. b) Siswa belum menunjukkan keaktivan dalam proses pembelajaran. Pada pembelajaran sains hanya 3 parameter yang memperlihatkan keaktifannya dari 9 parameter pengamatan. Ketiga parameter ini adalah 1) memperhatikan penjelasan guru atau siswa lain, 2) melakukan pengamatan, dan 3) menulis hal-hal yang relevan dengan KBM. Pada pembelajaran matematika hanya 2 parameter yang menunjukkan keaktivan yakni dari 9 parameter pengamatan. Kedua parameter ini adalah 1) memperhatikan penjelasan guru atau siswa lain 2) berdiskusi antara siswa atau siswa dengan guru. c) Hasil belajar termasuk kategori kurang baik Dibiayai oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Hibah Penelitian Nomor Kontrak: 088/H8/KU/2009, tanggal 4 Mei Dosen Jurusan PMIPA FKIP Unlam Banjarmasin.

2 2 pada bidang sains dan termasuk kategori sedang pada bidang matematika. Pada pembelajaran sains, rata-rata skor pre test pada pembelajaran 1 diperoleh 40,9 (kategori kurang baik) dan rata-rata skor post test diperoleh 47 (kategori kurang baik). Pada pembelajaran matematika, rata-rata skor pre test pada pembelajaran 1 diperoleh 46,89 (kategori kurang baik) dan rata-rata skor post test diperoleh 58,6 (kategori sedang). d) Proses belajar termasuk kategori sedang. Skor rata-rata proses belajar sains pada pembelajaran 1 diperoleh 60,13, rata-rata pada pembelajaran 2 diperoleh 70,11. Skor rata-rata proses belajar matematika pada pembelajaran 1 diperoleh 73,00, rata-rata pada pembelajaran 2 diperoleh 79. Berdasarkan hasil penelitian disarankan 1) Kelancaran dan keberhasilan pembelajaran IPA SD yang berorientasi pada model pembelajaran sekolah hijau dalam bidang sains dan matematika terletak pada kesiapan guru itu sendiri. Oleh karena itu guru harus mempersiapkan diri secara matang dan teliti. Selain itu guru hendaknya menambah wawasan mengenai beberapa teori belajar yang dapat mendukung pelaksanan pembelajaran berdasarkan masalah. 2) Pembelajaran yang berorientasi pada model pembelajaran sekolah hijau menekankan pada keaktivan siswa, salah satunya dalam hal penyelidikan. Agar kegiatan penyelidikan berhasil dengan baik sedapat mungkin guru menganjurkan kepada siswa untuk mempelajari dengan seksama LKS masing-masing dan sekaligus mempersiapkan alat dan bahan yang mereka perlukan saat pelaksanaan pembelajaran. 3) Produk hasil pengembangan perangkat pembelajaran berdasarkan model sekolah hijau baru diujicobakan sebanyak dua kali pada kelas yang terbatas. Oleh karena itu produk pengembangan ini masih perlu diujicobakan pada skala yang lebih luas lagi. Hal ini dimaksudkan untuk lebih meyakinkan apakah produk hasil pengembangan ini telah betulbetul sudah efektif. Selain itu pelaksanaan ujicoba pada skala yang lebih luas juga dapat dijadikan sebagai sarana untuk menggali di mana letak kelebihan dan kelemahan dari produk tersebut secara mendalam. 4) Produk ini masih perlu dikembangkan lebih lanjut karena berdasarkan hasil ujicoba belum memuaskan terutama hasil belajar, aktivitas guru dan aktivitas siswa. Ketidakberhasilan ini disebabkan banyak kelemahan-kelemahan seperti konstruksi soal yang belum dipahami siswa dan keterampilan guru dalam mengelola pembelajaran. Selain itu model pembelajaran sekolah hijau diperlukan waktu yang relatif banyak terutama untuk kegiatan penyelidikan dan diskusi, sehingga masih perlu dikembangkan lagi agar penerapannya dapat diterapkan sesuai situasi dan kondisi lingkungan yang ada saat pembelajaran berlangsung. Kata Kunci: bahan ajar matematika dan sains, model pembelajaran sekolah hijau, pendekatan lingkungan.

3 3 Berdasarkan informasi dan observasi awal yang dilakukan peneliti saat ini, pembelajaran sains dan matematika selalu menekankan pada segi kognitif saja atau pada penguasaan konsep, sementara segi psikomotor dan afektif serta penekanan pada proses pembelajaran belum dilaksanakan. Hal ini menyebabkan siswa masih sulit menerapkan konsep sains dan matematika yang diperoleh di kelas untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari. Prestasi siswa pada mata pelajaran sains dan matematika belum memuaskan, hal ini menunjukkan bahwa cara pembelajaran di sekolah belum mengarah pada pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan hakikat sains. Meskipun secara tegas dinyatakan dalam KTSP agar pembelajaran sains dan matematika lebih banyak menggunakan metode pengamatan dan percobaan guna melatih keterampilan proses kepada siswa, tetapi kenyataan di lapangan sering berbeda (Rustaman dan Widodo, 1996). Hal lain yang menyebabkan rendahnya prestasi mata pelajaran sains dan matematika adalah karena para guru beranggapan bahwa pengetahuan itu dapat ditransfer langsung dari pikiran guru ke pikiran siswa. Padahal siswa datang ke sekolah sudah membawa berbagai pengetahuan awal yang diperoleh dari lingkungan sekitarnya. Apabila seorang guru mengajar di sekolah tidak mengindahkan pengetahuan awal siswa, maka akan membuat kesulitan siswa semakin kompleks (Ausubel dalam Dahar dan Liliasari, 1989). Umumnya guru yang mengajar dengan cara seperti ini cenderung menggunakan metode mengajar yang monoton, yaitu metode ceramah dan tanya jawab serta pembelajarannya akan didominasi oleh guru, sehingga pengajarannya bersifat teacher centered, karena guru memegang peranan utama. Bila ini terjadi maka siswa akan menjadi pasif. Selain itu, pengajaran semacam ini cenderung menyebabkan kebosanan kepada siswa (Tek, 1998). Pengembangan model sekolah hijau dilakukan dengan menggali konteks lokal berdasarkan lingkungan di mana sekolah tersebut berada, sebagai dasar awal menjelaskan ide dan konsep sains. Dengan mengembangkan konteks lokal diharapkan lebih mudah dan bermakna bagi siswa, dapat mendorong proses belajar mengajar yang interaktif, dan membantu pemahaman sains dan matematika yang lebih baik, tahan lama, dapat digunakan untuk meningkatkan daya nalar, dan dapat digunakan untuk membantu mengatasi masalah sehari-hari.

4 4 Menurut Iskandar (1997) siswa yang berada di usia SD memiliki kecenderungan-kecenderungan, yakni (1) berangkat dari sesuatu yang konkrit, (2) memandang sesuatu yang dipelajari sebagai suatu keutuhan, (3) terpadu serta melalui proses yang manipulatif sambil membangun skemata yang bermakna dalam khasanah pengetahuannya. Sejalan dengan pendapat tadi menurut teori Piaget dalam Slavin (1997) siswa usia 7-11 tahun berada pada tahapan operasional konkrit yang berarti siswa SD kelas V tergolong di dalamnya. Jadi dalam kondisi seperti ini, siswa mulai dapat berpikir logis, namun masih terbatas pada realita yang ada di sekitarnya. Kegagalan pendidikan yang dirasakan saat ini dapat disebabkan karena model pembelajaran yang cenderung bersifat otoriter selama ini. Oleh karenanya sudah saatnya bagaimana memikirkan cara pembelajaran dalam lingkungan yang lebih demokratis. Lingkungan belajar yang demokratis memberikan kebebasan pada siswa untuk melakukan pilihan-pilihan tindakan belajar yang akan mendorong siswa untuk terlibat secara fisik, emosional, dan mental dalam proses belajar, sehingga dapat memancarkan kegiatan yang kreatif-produktif (Degeng, 2000). Sebagai perwujudan konkrit dari pendidikan yang demokratis adalah sikap guru harus mampu menerima perbedaan, menghargai pendapat siswa, tidak menang sendiri, dan tidak merasa paling tahu (Sadiman, 2000). Sekarang permasalahannya adalah bagaimana model pembelajaran yang demokratis itu? Model pembelajaran demokratis berarti harus mengubah paradigma lama, yaitu pembelajaran yang terpusat pada guru ( teacher centered) dan menggantikannya dengan paradigma baru, yaitu pembelajaran yang terpusat pada siswa (student centered learning). Melalui paradigma baru, para pengajar dituntut selalu mengadakan inovasiinovasi dalam melaksanakan pembelajaran secara terus menerus berkesinambungan. Hal ini berarti mereka juga harus merancang sebuah model pembelajaran yang menuntut siswa lebih aktif. Jadi dengan paradigma baru, pelaksanaan kegiatan pembelajaran tidak lagi didominasi oleh guru, akan tetapi lebih terpusat pada siswa. Model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam perencanaan dan pelaksanaan aktivitas belajar mengajar (Suhardjono, 2000). Salah satu model pembelajaran yang berkembang

5 5 adalah konstruktivisme. Dalam pembelajaran konstruktivis pengetahuan akan dibangun sendiri oleh siswa secara aktif melalui perkembangan proses mentalnya (Leinhart, 1992). Konstruktivisme juga berisi pengajaran yang menekankan pada penemuan, pemecahan masalah, dan mengutamakan pada proses (Sushkin, 2001). Menurut Arends (1997:7) model pembelajaran memiliki empat ciri pokok yaitu: (1) rasional teoritik yang dibangun oleh para pencipta atau pengembangnya, (2) tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, (3) tingkah laku mengajar yang dibutuhkan agar model tersebut bisa dilaksanakan, (4) lingkungan belajar yang diper lukan agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Selanjutnya model pengajaran itu sendiri dapat diklasifikasikan berdasarkan tujuan pembelajaran, sintaks, dan lingkungan belajarnya. Jadi penggunaan sebuah model pembelajaran tertentu memungkinkan seorang guru mampu mencapai tujuan pembelajaran tertentu pula. Salah satu model pembelajaran yang mengarah pada keterampilan berpikir siswa adalah model sekolah hijau. Model pembelajaran ini bernaung di bawah teori konstruktivistik yang menghimpun sejumlah pendekatan pembelajaran seperti inkuiri, kooperatif, lingkungan, dan pembelajaran berdasarkan masalah. Di atas telah dijelaskan model pengajaran dapat berdasarkan tujuan pembelajaran, sintaks, dan lingkungan belajarnya. Di dalam proses pembelajaran, pendekatan-pendekatan konstruktivis berorientasi pada tujuan dan sintaks pembelajaran. Jika pendekatan ini disejajarkan dengan pendekatan lingkungan, maka akan menghasilkan model pembelajaran yang dapat menghantarkan siswa pada kemampuan keterampilan berpikir yang berbasis kontekstual di mana mereka tinggal. Pendekatan-pendekatan konstruktivis akan memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan self-directed dan efektif bagi siswa yang beragam karena mereka akan memilih sendiri permasalahan dan metode pemecahannya berdasarkan tingkatan masalah yang diminatinya serta memiliki tujuan pendidikan yang sangat luas (Greenwald, 2000). Pembelajaran berdasarkan masalah sebagai salah satu ragam pendekatan konstruktivis akan memberikan motivasi siswa untuk melakukan investigasi dan pemecahan masalah pada masalah-masalah nyata dalam kehidupan yang mereka hadapi serta merangsang siswa untuk menghasilkan produk/karya

6 6 (Singletary, 2000). Masalah-masalah ini dapat dijumpai siswa di lingkungan sekolah maupun lingkungan tempat tinggal mereka. Esensi dari teori konstruktivis adalah ide bahwa setiap siswa harus menemukan dan mentransfer informasi-informasi kompleks jika mereka ingin memiliki informasi tersebut (Leinhart, 1992). Jadi dalam pengajaran konstruktivis diarahkan agar siswa aktif, dikatakan pula pembelajaran berpusat pada siswa atau student-centered instruction (Nur, 1998). Dalam pembelajaran berpusat pada siswa, peran guru membantu siswa menemukan fakta, konsep, dan prinsip bagi mereka. Selama ini pendidikan lingkungan nampak marginal dalam suatu program sekolah, dan hanya sebagai tambahan kurikulum inti. Menurut Gough (1992) pendidikan lingkungan idealnya harus tercantum dalam kurikulum sekolah, yang memuat topik terkini sesuai dengan lingkungan sekitarnya. Materi sains dan matematika yang berkaitan dengan topik lingkungan sangat banyak dijumpai, bahkan pada hampir semua tingkatan. Hal ini merupakan bagian penting dari pendidikan lingkungan yang memberikan kesempatan lebih besar pada sains dan matematika. Pendidikan lingkungan tidak menambah program pendidikan sebagai disiplin ilmu atau mata pelajaran yang terpisah untuk kajian khusus, tetapi suatu dimensi yang terintegrasikan ke mata pelajaran lain. Pendidikan lingkungan menghasilkan suatu reorientasi dan reartikulasi dari berbagai disiplin dan berbagai pengalaman pendidikan (sains, matematika, IPS, seni, dan sebagainya) yang memberikan persepsi integral terhadap lingkungan. Pendidikan lingkungan merupakan bidang kajian yang bersifat multidisiplin dan interdisiplin, dapat bermakna konsep dalam ekologi, pendidikan di luar rumah, ilmu pengetahuan lingkungan, atau pengajaran tentang isu-isu (Volk, 1992 dalam (Trisler, 1993). Pendidikan lingkungan adalah pengembangan perilaku lingkungan yang bertanggung jawab bagi setiap warga negara, baik secara individu maupun sebagai kelompok masyarakat (Ramsey, Hungerford, 1989 dalam Trisler, 1993). Menurut Gough (1992) ada 8 prinsip pendidikan lingkungan yaitu; 1. Berpikir global; mengembangkan pemahaman saling ketergantungan dan keprihatinan mengenai kualitas lingkungan global kepada generasi muda. 2. Bertindak lokal; melibatkan generasi muda dalam kajian lingkungan lokal dan bertindak untuk melestarikan dan memperbaiki kualitas lingkungan mereka.

7 7 3. Berkaitan dengan pengalaman pribadi; membangun pengalaman, persepsi, perasaan, dan keberadaan pengetahuan generasi muda dan membantu mereka dalam menggali pertanyaan, isu, dan masalah yang timbul dari pemahaman mereka tentang tanggung jawab dan hak terhadap lingkungan mereka. 4. Pengembangan nilai; membantu generasi muda menilai sumber data alam dan budaya mereka serta saling ketergantungan dengan lingkungan sebagai bagian lain dari dunia mereka. 5. Pengembangan kewarganegaraan; mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan tanggung jawab bersama yang mendorong partisipasi efektif pada perilaku sosial generasi muda untuk perbaikan dan proteksi lingkungan. 6. Peka terhadap lingkungan; membantu generasi muda mengembangkan pemahaman terhadap lingkungan dan identitas dari pengalaman mereka dan memahami lingkungan bangsanya. 7. Peka terhadap waktu; mengembangkan pemahaman saling ketergantungan sesama manusia dan perubahan lingkungan oleh pengaruh budaya, politik, dan ekonomi. 8. Menerapkan contoh; menunjukkan contoh pendekatan terhadap kurikulum, mengajar, dan belajar secara konsisten dengan memahamkan konsep saling ketergantungan manusia dengan lingkungannya, melalui penerapan contoh praktis dan etika pada keserasian mahluk hidup dengan lingkungannya. Pembelajaran sains dan matematika yang materinya berkaitan dengan topik lingkungan banyak ditemukan, bahkan pada hampir semua tingkatan. Hal ini merupakan bagian penting dari pendidikan lingkungan yang memberikan kesempatan lebih besar pada sains dan matematika. Pada pembelajaran matematika, penyelesaian masalah dari isu-isu lingkungan sekitar tergantung dari hasil pengumpulan dan analisis data, dan melaporkan hasil tersebut melalui grafik atau charta. Dengan cara tersebut, matematika berperan penting sebagai alat untuk memecahkan masalah lingkungan. Beberapa konsep matematika dapat dipahami dengan lebih baik jika contoh-contoh dan pengalaman yang diperoleh berdasarkan lingkungan sekitar, baik lingkungan alami maupun buatan dapat digunakan dalam kegiatan pembelajaran. Sebagai contoh, bangun geometri dan pola seperti lingkaran, elips, bujur sangkar, bola, silinder, kubus dan spiral, semuanya dapat dijumpai di lingkungan alami maupun buatan. Beberapa

8 8 konsep Matematika berbasis lingkungan, antara lain: (1) mempelajari masalah - masalah dengan menggunakan data yang telah ada sebelumnya, menghitung, mengukur, memetakan, membuat grafik, menyelidiki contoh dan keteraturan dalam lingkungan, (2) mengumpulkan data di taman nasional untuk mengembangkan keterampilan statistic dan bilangan, (3) meneliti isu -isu populasi, beberapa kritik terhadap spesies untuk kelestarian, gambaran terjadinya perubahan lingkungan, dan (4) keterangan skala waktu, dan proyeksi masa depan. Dua komponen utama dalam pendidikan sains dengan pendidikan lingkungan adalah keduanya menekankan kepada pengembangan keterampilan pemecahan masalah dan mempelajari hubungan antara sains, teknologi, dan masyarakat. sains dan teknologi mempelajari: (1) kajian sejarah alam dengan meneliti efek dan penyebab munculnya variasi dalam populasi tumbuhan dan hewan, (2) mempelajari pewarisan keturunan sebagai dampak manusia berada dalam system alam, (3) meneliti isu-isu rehabilitasi lingkungan dari pengetahuan dan keterampilan tradisional berbagai suku, (4) menggunakan komputer dalam meramalkan lingkungan: melalui analisis dan interaksi data pewarisan keturunan, dan (5) mempertimbangkan semua pertanyaan yang berkaitan dengan etika dan konservasi pewarisan, seperti konservasi spesies asing yang sekarang merupakan bagian dalam membangun warisan lingkungan, seperti kebun botani. Kelancaran proses pembelajaran di sekolah memerlukan perangkat penunjang. Perangkat penunjang yang dikembangkan dalam penelitian ini berupa buku panduan siswa, buku panduan guru, LKS, dan RPP. Kenyataan menunjukkan tidak semua sekolah dapat terpenuhi. Selain itu keberadaan perangkat yang tersedia saat ini, umumnya tidak dapat memenuhi kebutuhan guru dan siswa di sekolah sesuai lingkungan di mana proses belajar mengajar berlangsung. Oleh karena itu perlu diupayakan cara lain untuk mengatasi hal ini. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah melalui pengembangan perangkat pembelajaran. Berdasarkan hasil penelitian tahun pertama, kinerja guru dalam melaksanakan pembelajaran sains dan matematika sebelum inovasi dilaksanakan belum memuaskan, khususnya di Kota Banjarmasin dan Kabupaten Tanah Laut (Zaini, dkk. 2008). Ini menjadi bahan pertimbangan untuk melaksanakan pengembangan model pembelajaran dengan mengoptimalkan peran guru dalam setiap kegiatan, khususnya

9 9 workshop pengembangan bahan ajar. Oleh karena itu perlu adanya upaya perbaikan dan peningkatan kualitas pembelajaran materi sains dan matematika khususnya. Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas guru dan hasil belajar siswa tersebut adalah pengembangan perangkat pembelajaran yang berorientasi pada model sekolah hijau. Tim peneliti Unlam Banjarmasin (2008) telah melaksanakan penelitian studi pendahuluan pendidikan lingkungan di sekolah dasar. Penelitian yang menghasilkan model perangkat pembelajaran berbasis lingkungan memberikan bebarapa rekomendasi 1) ujicoba perangkat pembelajaran skala luas perlu dilaksanakan agar dapat lebih meyakinkan apakah produk hasil pengembangan ini telah betul-betul sudah efektif, 2) model perangkat pembelajaran ini masih perlu dikembangkan lebih lanjut karena beberapa alasan a) waktu pengembangan terbatas dan b) keterampilan guru dalam pembelajaran masih perlu diperbaiki, 3) implementasi perangkat pembelajaran masih diperlukan, karena banyak topik-topik pembelajaran yang bernuansa lingkungan diajarkan secara konseptual saja, dan 4) model perangkat pembelajaran masih asing bagi guru-guru sains dan matematika SD di wilayah Provinsi Kalimantan Selatan. Oleh karena itu dinas pendidikan kabupaten/kota dapat memprioritaskan penyelenggaraan pendidikan dan latihan bagi guru-guru sains dan matematika SD untuk mempelajari lebih mendalam serta mengembangkan model perangkat pembelajaran sebagai prototype pembelajaran sains dan matematika di SD. Supramono (2005) melaporkan hasil penelitian pengembangan perangkat pembelajaran menggunakan pendekatan pembelajaran berdasarkan masalah di sekolah dasar. Hasil analisis deskriptif menunjukkan: 1) aktivitas guru dan siswa telah mencerminkan suatu kegiatan model pembelajaran berdasarkan masalah, 2) kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran berdasarkan masalah tampak sudah mengikuti dengan baik tahapan-tahapan sintaks pembelajaran berdasarkan masalah, 3) kemampuan siswa melakukan penyelidikan melalui pengamatan sudah tergolong baik dan kemampuan siswa melakukan penyelidikan melalui percobaan tergolong cukup baik, 4) ketuntasan tujuan pembelajaran khusus (TPK) untuk tes hasil belajar (THB) produk adalah 21 TPK dari 23 TPK, THB proses keterampilan berpikir 5 TPK dari 7 TPK, dan THB kinerja keterampilan berpikir 5 TPK dari 7 TPK, 5) penerapan model perangkat pembelajaran dengan model pembelajaran berdasarkan masalah dapat meningkatkan hasil belajar produk siswa, 6) penerapan model perangkat

10 10 pembelajaran dengan model pembelajaran berdasarkan masalah dapat meningkatkan keterampilan berpikir siswa, 7) respon guru dan respon siswa dalam menanggapi model perangkat pembelajaran yang diterapkan dengan model pembelajaran berdasarkan masalah cukup baik dan menarik. Sutini (2000) melaporkan hasil penelitian pengembangan perangkat pembelajaran sains dan matematika berorientasi model pengajaran berdasarkan masalah bahan kajian air di sekolah dasar. Hasil penelitian menyimpulkan 1) aktivitas guru dan siswa pada model pembelajaran meningkat, 2) kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran berdasarkan masalah diperoleh informasi sudah mampu mengoperasikan perangkat pembelajaran, 3) kemampuan siswa melakukan penyelidikan melalui pengamatan yang paling menonjol adalah keterampilan menggunakan alat ukur yang sesuai untuk melakukan pengamatan kuantitatitf, 4) ketuntasan TPK untuk THB produk adalah 9 TPK dari 11 TPK produk, sedangkan TPK proses dan psikomot semuanya tuntas. Marlina (2008) melaporkan hasil penelitian menggunakan pendekatan lingkungan. Hasil penelitian menyimpulkan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan lingkungan dapat meningkatkan hasil selama proses pembelajaran. Hasil belajar juga meningkat dan melampaui batas ketuntasan yakni dari 50% pada siklus 1 menjadi 93,75% pada siklus 2. Pembelajaran sudah cenderung berpusat pada siswa dan guru tidak mendominasi dalam proses pembelajaran. Muliani (2007) melaporkan hasil penelitian menggunakan pendekatan lingkungan. Hasil penelitian menyimpulkan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan SETS dapat mengoptimalkan pemahaman siswa tentang sub konsep faktor-faktor yang mempengaruhi keseimbangan ekosistem. Hasil selama proses pembelajaran berupa tes keterampilan proses melalui LKS mengalami peningkatan dari kategori cukup baik pada siklus 1 menjadi kategori baik pada siklus 2. Pembelajaran telah berpusat kepada siswa, dan guru sudah mengurangi aktivitasnya dalam proses pembelajaran. Yulinda (2006) melaporkan penggunaan pendekatan pembelajaran berdasarkan masalah dan problem posing dapat mengefektifkan pembelajaran pada sub konsep cara penghematan air. Aslamna (2006) melakukan penelitian ten tang peningkatan proses dan hasil belajar pada konsep perubahan lingkungan melalui

11 11 pembelajaran berdasarkan masalah. Hasil penelitian menunjukkan ketuntasan hasil belajar siswa untuk post test siklus 1 dari 97,14% menjadi 100% pada siklus 2. Sedangkan hasil selama proses pembelajaran siklus 1 dari kategori kurang baik menjadi baik pada siklus 2. Artimya pembelajaran berdasarkan masalah dapat meningkatkan proses dan hasil belajar siswa pada konsep perubahan lingkungan. Erdawati (2008) melaporkan penggunaan pendekatan guide inquiry dapat meningkatkan pemahaman siswa pada sub konsep kepadatan penduduk dan permasalahannya. Ini ditunjukkan dengan tercapainya batas ketuntasan klasikal yang telah ditetapkan yaitu 85%. Murtiani (2008) melaporkan penggunaan pendekatan inkuiri dapat meningkatkan hasil belajar dan aktifitas siswa. Ketuntasan hasil belajar siswa mengalami peningkatan dan mencapai batas ketuntasan klasikal yang ditetapkan 85%. Pada siklus 1 dari hasil pretest sebesar 31,03% menjadi 96,55% pada post test, dan pada siklus 2 dari 58,62% pada pre test menjadi 86,20% pada post test. Hasil selama proses pembelajaran yang termasuk pengetahuan berubah dari kategori baik menjadi cukup baik, sedangkan keterampilan tergolong kategori baik. Belawati (2009) melaporkan hasil penelitian eksperimen di SMP Negeri 1 Anjir Muara tentang pengaruh penggunaan pendekatan inkuiri terhadap pemahaman konsep biologi melalui aktifitas outbond di kawasan hutan mangrove. Ia melaporkan ada pengaruh penggunaan pendekatan inkuiri melalui aktivitas out bond terhadap hasil belajar siswa pada konsep kelangsungan hidup organisme, proses pembelajaran dan etika lingkungan terhadap hutan mangrove. Saviteri (2009) melaporkan hasil penelitian eksperimen tentang penerapan bahan ajar berbasis inkuiri terhadap pemahaman konsep penyesuaian diri tumbuhan dengan lingkungan di SD Kecamatan Beruntung Baru. Hasil penelitian menunjukkan penerapan bahan ajar berbasis inkuiri tidak berpengaruh terhadap pemahaman konsep penyesuaian diri tumbuhan dengan lingkungan di sekolah dasar Kecamatan Beruntung Baru. Ia menemukan hasil analisis kovarian pada pembelajaran 1 menunjukkan Ho ditolak sebesar 0,17 dan hasil analisis kovarian pada pembelajaran 2 kemungkinan Ho ditolak sebesar 0,4020, Rosmalina (2009) melapork an hasil penelitian tentang penerapan bahan ajar berbasis inkuiri terhadap pemahaman konsep saling ketergantungan di Sekolah Dasar Kecamatan Beruntung Baru Kabupaten Banjar. Hasil penelitian melalui analisis kovarian menunjukkan perbedaan yang signifikan (nilai P = 0,0001) yang berarti ada

12 12 pengaruh penerapan bahan ajar berbasis inkuiri terhadap peningkatan pemahaman konsep saling ketergantungan di SD Kecamatan Beruntung Baru Kabupaten Banjar. Ishthifaiyah (2009). Melaporkan hasil penelitian meningkatkan pemahaman siswa SDN Lawahan pada konsep adaptasi hewan melalui pendekatan lingkungan. Hasil penelitian menunjukkan 1) Hasil belajar siswa pada proses pembelajaran konsep adaptasi hewan dapat ditingkatkan dengan menggunakan pendekatan lingkungan. Ketuntasan hasil belajar siswa mengalami peningkatan dan mencapai batas ketuntasan klasikal yang ditetapkan 85%. Pada siklus 1 dari hasil pre tes sebesar 78,57% menjadi 100% pada post tes, dan pada siklus 2 dari 76,92% pada pre tes menjadi 92,31% pada post tes. Hasil selama proses pembelajaran pada siklus 1 dan 2 tergolong baik. 2) Aktivitas siswa pada pembelajaran dengan menggunakan pendekatan lingkungan ini belum mencapai kategori baik Ada 5 parameter yang menunjukkan ketidakaktifan siswa yaitu parameter 2, 4, 5, 6, dan 7 secara berturutturut yaitu membaca LKS dan buku-buku yang relevan, menulis hal-hal yang relevan dengan KBM, berdiskusi antarsiswa, melakukan analisis dan mengevaluasi hasil penyelidikan, mempresentasikan hasil penyelidikan. Penelitian tentang penggunaan model pembelajaran sekolah hijau pada mata pelajaran matematika di SD belum banyak dilaporkan. Sekalipun demikian ada beberapa penelitian yang diharapkan dapat menjadi bahan perbandingan dalam penelitian ini. Norliyana (2009) telah melakukan peneliti an penggunaan pendekatan pembelajaran berdasarkan masalah dengan setting lingkungan di SD. Hasil penelitian menyimpulkan 1) ada peningkatan hasil belajar siswa kelas V SDN Lawahan Kecamatan Beruntung Baru, 2) aspek-aspek yang berkaitan dengan aktivitas siswa selama proses pembelajaran mengalami peningkatan, begitu juga aspek-aspek yang berkaitan dengan aktivitas guru dalam pengelolaan pembelajaran, 3) pembelajaran ini menyenangkan dan membantu mereka dalam belajar, serta siswa berminat untuk melaksanakan kembali kegiatan pembelajaran semacam ini. Anwar (2009) melaporkan hasil penelitian pembelajaran matematika menggunakan pendekatan kooperatif tipe belajar bersama dengan setting lingkungan. Hasil penelitian menyimpulkan 1) hasil belajar siswa untuk post tes siklus 1 dan siklus 2 sudah mencapai ketuntasan individual dan klasikal, hasil selama proses pembelajaran meningkat dari kategori cukup baik menjadi kategori baik 2) ada

13 13 perbaikan proses pembelajaran, di mana guru tidak mendominasi aktivitas pembelajaran sebaliknya siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung lebih aktif dan mendominasi aktivitas pembelajaran dari pada siklus 1. Respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran 100% menyenangkan siswa, begitu juga tanggapan guru. Idawati (2009) melaporkan hasil penelitian pembelajaran matematika menggunakan pendekatan kooperatif tipe STAD dengan setting lingkungan. Hasil penelitian menyimpulkan Hasil penelitian menunjukkan ketuntasan klasikal yang diperoleh dari hasil pre test pada siklus 1 belum mencapai ketuntasan klasikal yang ditetapkan karena nilai ketuntasan klasikalnya hanya sebesar 73,53% dan pada post test telah mencapai ketuntasan klasikal yang ditetapkan karena ketuntasannya sebesar 82,35%. Pada siklus 2, ketuntasan klasikal yang diperoleh dari hasil pre test dan post test pada sudah mencapai ketuntasan klasikal yang ditetapkan (> 80%) karena ketuntasannya sebesar 85,29% dan 94,12%. Hasil selama proses pembelajaran pada siklus 1 maupun siklus 2 tergolong kategori baik. Norkhaerani (2009) melaporkan hasil penelitian pembelajaran matematika menggunakan pendekatan kooperatif tipe belajar bersama dengan setting lingkungan. Hasil penelitian menyimpulkan pemahaman siswa pada konsep Jarak dan Kecepatan dilihat dari ketuntasan belajar siswa telah tercapai sejak siklus 1 yakni 96%. Hasil test selama proses pembelajaran meningkat dari kategori cukup baik menjadi kategori baik. Aktivitas guru sudah mengurangi dominansinya dalam proses pembelajaran, aktivitas siswa telah mengalami peningkatan, dalam hal ini berarti pembelajaran telah berpusat kepada siswa dan respon siswa terhadap proses pembelajaran 100%, menyatakan menyenangkan dalam mengikuti pembelajaran. Bertolak pada latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka dirumuskan sebuah pertanyaan penelitian: Bagaimana pengembangan model sekolah hijau pada bidang sains dan matematika melalui penggunaan model pembelajaran yang bersifat kontekstual untuk meningkatkan proses dan hasil belajar siswa sekolah dasar? Tujuan utama penelitian adalah 1) Membuat perangkat pembelajaran berdasarkan model sekolah hijau yang akan dikembangkan pada bidang sains dan matematika maupun matematika. 2) Melakukan ujicoba perangkat pembelajaran berdasarkan penggunaan model pembelajaran yang diperoleh dari kegiatan pengembangan.

14 14 METODE Metode penelitian mengacu pada tujuan penelitian yakni 1) membuat model sekolah hijau dalam bidang sains dan matematika, dan 2) melakukan ujicoba penggunaan model pembelajaran yang telah dikembangkan. Penelitian ini tergolong deskriptif eksploratif, yang bertujuan untuk memaparkan kondisi kekinian terhadap fenomena-fenomena yang teramati. Kegiatan penelitian meliputi 1) membuat perangka pembelajaran berdasarkan model sekolah hijau, dan 2) ujicoba perangkat pembelajaran. Langkah-langkah yang ditempuh dalam membuat perangkat pembelajaran berdasarkan model sekolah hijau sebagai berikut: 1. Menetapkan KD hasil pengembangan KTSP yang bernuansa lingkungan. Hasil ini diperoleh dari penelitian tahun pertama. Salah satu KD akan dijadikan fokus utama dalam kegiatan pengembangan perangkat pembelajaran. KD ini dan beberapa KD lainnya akan digunakan oleh mahasiswa dalam membuat skripsi. 2. Pendokumentasian lingkungan belajar siswa, hasil dokumentasi berupa foto-foto akan digunakan dalam kegiatan workshop pengembangan perangkat pembelajaran. 3. Melaksanakan workshop penyusunan perangkat pembelajaran. Peserta workshop terdiri atas 28 orang guru kelas V SD, 3 orang kepala sekolah. 2 orang pengawas TK/SD, 3 orang mahasiswa S1 Pendidikan Biologi FKIP Unlam Banjarmasin, dan 1 orang mahasiswa S1 Pendidikan Biologi STKIP Banjarmasin. Mahasiswa yang berperan aktif dalam kegiatan ini sedang mempersiapkan tugas menyusun skripsi. 4. Melakukan finalisasi hasil workshop, ini dimaksudkan untuk menanggulangi keterbatasan kemampuan peserta workshop. Kegiatan ini dilakukan oleh peneliti berserta tim pengembang dan mahasiswa yang akan menyelesaikan tugas skripsi. Produk yang dihasilkan dari kegiatan ini adalah perangkat pembelajaran sains dan matematika meliputi buku siswa, buku guru, RPP, dan LKS. Langkah-langkah ujicoba perangkat pembelajaran berdasarkan model sekolah hijau yang diperoleh dari kegiatan workshop sebagai berikut: 1. Menetapkan sekolah yang dijadikan ujicoba pengembangan produk. 2. Melaksanakan kegiatan pembelajaran untuk memperoleh data kualitatif dan data kuantitatif. 3. Melakukan analisis data hasil pembelajaran berupa data kualitatif dan kuantitatif.

15 15 Subyek penelitian ada 2 yakni 1) subyek dalam membuat model sekolah hijau yang akan dikembangkan di SD, dan 2) subyek dalam pelaksanaan ujicoba penggunaan model pembelajaran yang diperoleh dari kegiatan workshop. Subyek penelitian dalam membuat perangkat pembelajaran berdasarkan model sekolah hijau adalah guru kelas V SD bidang sains dan matematika di lingkungan UPT Kecamatan Beruntung Baru Kabupaten Banjar. Subyek penelitian dalam pelaksanaan ujicoba penggunaan model pembelajaran yang diperoleh dari kegiatan workshop adalah semua siswa kelas V SD Kampung Baru tahun pelajaran 2009/2010. Penelitian dilaksanakan selama 6 bulan (Juli -Desember 2009) di lingkungan UPT Pendidikan Kecamatan Beruntung Baru Kabupaten Banjar. Teknik pengumpulan data dilakukan secara deskriptif. Analisis data berupa akurasi model pembelajaran sains dan matematika yang dihasilkan dilakukan melalui seminar dan lokakarya. Teknik pengumpulan data berkaitan dengan ujicoba penggunaan model pembelajaran sains dan matematika dibedakan berdasarkan data kualitatif dan kuantitatif. Hasil penelitian berupa data kualitatif diperoleh dari hasil observasi terhadap aktivitas siswa selama dalam proses pembelajaran, dan dari hasil observasi aktivitas guru dalam pengelolaan pembelajaran. Data kuantitatif diperoleh dari test hasil belajar dan test selama proses belajar. Analisis data kualitatif (aktivitas siswa dan guru) dilakukan secara deskriptif. Analisis data kuantitatif juga dilakukan secara deskriptif, yakni dengan menghitung skor rata-rata, kemudian ditafsirkan ke dalam kalimat kualitatif yakni baik (76-100%), sedang (56-75%), kurang (40-55%), dan buruk (< 40%) (Arikunto, 1998). HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Penelitian tentang pengembangan model perangkat pembelajaran sekolah hijau dalam bidang sains dan matematika telah menghasil 2 hal yakni 1) perangkat pembelajaran berdasarkan model sekolah hijau dalam bidang sains dan matematika di SD, 2) hasil ujicoba perangkat pembelajaran berdasarkan model sekolah hijau. Penelitian dalam bidang sains mengangkat topik ekosistem, sedangkan dalam bidang matematika mengangkat topik operasi bilangan bulat. Topik-topik ini diajarkan di kelas V semester ganjil tahun pelajaran 2009/2010.

16 16 Data kualitatif yang diperoleh pelaksanaan pembelajaran sains meliputi 1) hasil observasi pengelolaan pembelajaran, 2) hasil observasi aktivitas siswa dalam pembelajaran, 3) hasil observasi aktivitas guru dalam pembelajaran, 4) hasil observasi keterampilan siswa melaksanakan kegiatan pembelajaran melalui pengamatan, dan 5) respon siswa dan guru terhadap kegiatan pembelajaran. Hasil observasi pengelolaan pembelajaran 1 ( kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir) diperoleh skor 45 dari 15 parameter (kategori baik), sedangkan pembelajaran 2 diperoleh skor 50 dari 15 parameter (kategori baik). Hasil observasi keterampilan siswa melaksanakan kegiatan pembelajaran melalui pengamatan pada pembelajaran 1 diperoleh skor 16 dari 5 parameter pengamatan(kategori baik), pada pembelajaran 2 diperoleh skor 19 dari 5 parameter (kategori baik). Persentasi rata-rata hasil observasi aktivitas guru dalam pembelajaran 1 seperti Tabel 1. Pada Tabel 1 ada 4 parameter yang menunjukkan guru masih aktif Tabel 1. Rata-rata Hasil Observasi Aktivitas Guru dalam Pembelajaran Sains 1 Parameter Aktivitas Guru % % (P1) ,5 0 17, % (P2) 7,5 18,8 11,3 11,3 11,3 0 26,3 11,3 100 Ratarata 7,25 23,4 16,2 14,4 5,7 8,7 13,2 9,2 100 Keterangan: 1 Membimbing siswa memahami LKS. 2 Membimbing siswa melakukan pengamatan. 3 Membimbing siswa menulis hal-hal yang relevan dengan KBM. 4 Membimbing siswa berdiskusi antar siswa/kelompok/guru. 10% rendah (baik), > 10% tinggi (buruk). 5 Membimbing siswa melakukan refleksi dan mengevalusi hasil pengamatan. 6 Mendorong siswa bertanya kepada siswa lain atau kepada guru. 7 Membimbing siswa menyusun/melaporkan dan menyajikan hasil pengamatan. 8 Membimbing siswa membuat/menulis kesimpulan pelajaran. (P1) pertemuan I, (P2) pertemuan II dalam proses pembelajaran dari 8 parameter teramati. Dikatakan posisi guru masih mendominasi dalam pembelajaran. Aktivitas guru dalam pembelajaran 2 seperti Tabel 2. Pada Tabel 2 juga ada 4 Tabel 2. Hasil Observasi Aktivitas Guru dalam Pembelajaran Sains 2 Parameter Aktivitas Guru F % 8,3 33,2 8,3 4,15 12,45 8,3 2,45 12, N

17 17 Keterangan: 1. Membimbing siswa memahami LKS. 2. Membimbing siswa melakukan pengamatan. 3. Membimbing siswa menulis hal-hal yang relevan dengan KBM. 4. Membimbing siswa berdiskusi antar siswa/kelompok/guru. 10% rendah (baik), > 10% tinggi (buruk). 5 Membimbing siswa melakukan refleksi dan mengevalusi hasil pengamatan. 6 Mendorong siswa bertanya kepada siswa lain atau kepada guru. 7 Membimbing siswa menyusun/melaporkan dan menyajikan hasil pengamatan. 8 Membimbing siswa membuat/menulis kesimpulan pelajaran. parameter yang menunjukkan guru masih aktif. Bilamana dibandingkan dengan pembelajaran 1 dapat dilihat seperti Gambar 1. Pada Gambar 1 ada 1 parameter aktivitas guru yang dominan yakni membimbing siswa melakukan pengamatan. Hal Pembj. 1 Pembj. 2 Parameter Aktivitas Guru Keterangan: 1 Membimbing siswa memahami LKS. 2 Membimbing siswa melakukan pengamatan. 3 Membimbing siswa menulis hal-hal yang relevan dengan KBM. 4 Membimbing siswa berdiskusi antar siswa/kelompok/guru. 5 Membimbing siswa melakukan refleksi dan mengevalusi hasil pengamatan. 6 Mendorong siswa bertanya kepada siswa lain atau kepada guru. 7 Membimbing siswa menyusun/melaporkan dan menyajikan hasil pengamatan. 8 Membimbing siswa membuat/menulis kesimpulan pelajaran. Gambar 1. Grafik Hasil Observasi Aktivitas Guru dalam Pembelajaran Sains ini disebabkan model sekolah hijau dirasa asing bagi para siswa dan juga disebabkan penggunaan pendekatan inkuiri terbimbing. Sekalipun demikian peran guru dalam pengelolaan pembelajaran sudah dapat ditekan pada semua parameter. Jadi pembelajaran semacam ini masih memberi peluang keberhasilan. Persentasi aktivitas siswa dalam pembelajaran 1 seperti Tabel 3. Pada 3 Tabel 3. Rata-rata Hasil Observasi Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran Sains 1 Parameter Aktivitas Siswa % % (P1) 28,5 23,8 23,8 0 9,5 0 14, A % (P2) Rata-rata 26,3 13, ,8 6 15, % (P1) 33,2 14,3 28,5 0 14,3 0 9, B % (P2) 22,5 4, , , Rata-rata 27,3 9,4 18, ,5 9,3 6, % (P1) 25 12,5 20,8 25 8,3 0 8,

18 18 C % (P2) Rata-rata 32,5 6,3 14,4 12,5 20, Keterangan: 6 Melakukan refleksi dan mengevalusi hasil 1 Memperhatikan penjelasan guru/siswa lain. pengamatan. 2 Membaca LKS atau buku-buku yang relevan. 7 Bertanya kepada siswa lain/guru. 3 Melakukan pengamatan. 8 Menyusun/melaporkan dan menyajikan 4 Menuliskan hal-hal relevan dengan KBM. hasil pengamatan. 5 Berdiskusi antar siswa/kelompok/guru. 9 Membuat/menulis kesimpulan pelajaran. 10% rendah (buruk), > 10% tinggi (baik) (P1) pertemuan I, (P2) pertemuan II aktivitas siswa dalam pembelajaran masih rendah, karena sebagian besar parameter yang teramati menunjukkan persentasi di bawah 10%, kecuali parameter 1, 3, dan 5. Ketiga parameter ini adalah melakukan pengamatan, berdiskusi antar siswa/kelompok/guru, dan melakukan refleksi dan mengevalusi hasil pengamatan. Sekalipun hanya 3 parameter yang menonjol, namun ini merupakan kemajuan yang berarti dalam menanamkan proses sains kepada siswa. Ringkasan hasil observasi aktivitas siswa pembelajaran 2 seperti Tabel 4. Tabel 4. Hasil Observasi Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran Sains 2 Parameter Aktivitas Siswa N A f % 25,2 4,2 33,6 12,6 8, ,4 8,4 100 B f % C f % 22,8 7,6 30,4 11,4 3,8 0 7,6 7,6 7,6 100 Keterangan: 1 Memperhatikan penjelasan guru atau siswa lain. 2 Membaca LKS atau buku-buku yang relevan. 3 Melakukan pengamatan. 4 Menuliskan hal-hal yang relevan dengan KBM. 5 Berdiskusi antar siswa/kelompok/guru. 10% rendah (buruk), > 10% tinggi (baik) 6 Melakukan refleksi dan mengevalusi hasil pengamatan. 7 Bertanya kepada siswa lain atau guru. 8 Menyusun/melaporkan dan menyajikan hasil pengamatan. 9 Membuat/menulis kesimpulan pelajaran. Pada Tabel 4 hanya 3 parameter aktivtas siswa yang menunjukkan keaktivan yakni parameter 1, 3, dan 4. Jika dibandingkan dengan pembelajaran 1 seperti Gambar 2.

19 Parameter Aktivitas Siswa Pembj. 1 Pembj. 2 Keterangan: 1 Memperhatikan penjelasan guru atau siswa lain. 2 Membaca LKS atau buku-buku yang relevan. 3 Melakukan pengamatan. 4 Menuliskan hal-hal yang relevan dengan KBM. 5 Berdiskusi antar siswa/kelompok/guru. 6 Melakukan refleksi dan mengevalusi hasil pengamatan. 7 Bertanya kepada siswa lain atau guru. 8 Menyusun/melaporkan dan menyajikan hasil pengamatan. 9 Membuat/menulis kesimpulan pelajaran. Gambar 2 Grafik Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran Sains Pada Gambar 2 hanya 3 parameter aktivitas siswa yang memperlihatkan keaktivannya dari 9 parameter pengamatan. Jadi dikatakan siswa belum menunjukkan keaktivan dalam pembelajaran. Berdasarkan hasil penelitian yang dikumpulkan melalui observasi selama proses pembelajaran dapat disimpulkan sementara bahwa guru masih dominan dalam mengelola pembelajaran, dan siswa belum banyak menunjukkan keaktivannya dalam proses pembelajaran sains. Data kuantitatif meliputi hasil pre test dan post test, dan data hasil selama proses pembelajaran yang didapat dari LKS. Data hasil belajar sains yang didapat dari pre test dan post seperti Tabel 5. Pada Tabel 5 rata-rata skor pre test pembelajaran 1 Tabel 5. Hasil Belajar Sains yang Diperoleh dari Pre Test dan Post Test Pembelajaran 1 Pembelajaran 2 No. Nama Pre Test Post Test Pre Test Post Test 1. M. Arin , Andre , Jannatun lailasari Ganda Putra ,33 26,66 5. Nor Maradinah , Subari 26,6 33,3 53,33 26,66 7. Aminah M. Saufi ,33 33,33 9. Raudatul Jannah Sahriani Ahmad Badawi ,33 33,33 Skor rata-rata 40, ,5 29,5

20 20 Keterangan: Data kuantitatif berasal dari tes hasil belajar menggunakan kategori baik (76-100%), sedang (56-75%), kurang (40-55%), dan buruk (< 40%) (Arikunto,1998). diperoleh 40,9 (kategori kurang baik), rata-rata skor post test diperoleh 47 (kategori kurang baik). Rata-rata skor pre test pembelajaran 2 diperoleh 32,5 (kategori buruk) dan rata-rata skor post test diperoleh 29,5 (kategori buruk). Hasil selama proses pembelajaran seperti Tabel 6. Pada Tabel 6 Skor rata-rata Tabel 6. Hasil Selama Proses Pembelajaran Sains No. Nama Pembelajaran 1 Pembelajaran 2 Nilai Nilai 1 M. Arin 50, Andre 60, Jannatun lailasari 66,98-4 Ganda Putra 60, Nor Maradinah 66, Subari 60, Aminah 66, M. Saufi 50, Raudatul Jannah 66, Sahriani 60,69-11 Ahmad Badawi 50,28 87 Skor Rata-rata 60,13 70,11 Keterangan: Data kuantitatif berasal dari LKS menggunakan kategori baik (76-100%), sedang (56-75%), kurang (40-55%), dan buruk (< 40%) (Arikunto,1998). pembelajaran 1 diperoleh 60,13 (kategori sedang), dan skor rata-rata pembelajaran 2 diperoleh 70,11(kategori sedang). Berdasarkan hasil penelitian aktivitas siswa dan guru dalam proses pembelajaran, dan tes hasil belajar serta tes selama proses pembelajaran sains dapat disimpulkan 1) aktivitas guru masih dominan dalam mengelola pembelajaran, siswa belum menunjukkan keaktivannya, 2) hasil belajar tergolong kategori buruk, proses belajar termasuk kategori sedang. Data kualitatif yang diperoleh pelaksanaan pembelajaran matematika meliputi 1) hasil observasi aktivitas siswa dalam pembelajaran, dan 3) hasil observasi aktivitas guru dalam pembelajaran. Hasil observasi pengelolaan pembelajaran 1 diperoleh skor 41 dari 14 parameter (kategori cukup baik), sedangkan pembelajaran 2 diperoleh skor 47 dari 14 parameter (kategori baik). Hasil observasi keterampilan siswa melaksanakan kegiatan pembelajaran melalui pengamatan pada pembelajaran 1 diperoleh skor 6 dari 3 parameter pengamatan (kategori cukup baik), sedangkan pada pembelajaran 2 diperoleh skor 11 dari 3 parameter (kategori baik). Ringkasan hasil observasi aktivitas guru dalam pembelajaran 1 seperti pada Tabel 7. Pada Tabel 7, ada 4 parameter aktivitas guru masih dominan,

21 21 Tabel 7. Aktivitas Guru dalam Pembelajaran Matematika1 Parameter Aktivitas Guru N F % 16, ,66 13, , Keterangan: 1 Membimbing siswa memahami LKS. 2 Membimbing siswa melakukan pengamatan. 3 Membimbing siswa menulis hal-hal yang relevan dengan KBM. 4 Membimbing siswa berdiskusi antar siswa/kelompok/guru. 10% rendah (baik), > 10% tinggi (buruk) 5 Membimbing siswa melakukan refleksi dan mengevalusi hasil pengamatan. 6 Mendorong siswa bertanya kepada siswa lain atau kepada guru. 7 Membimbing siswa menyusun/ melaporkan dan menyajikan hasil pengamatan. 8 Membimbing siswa membuat/menulis kesimpulan pelajaran. Aktivitas guru dalam pembelajaran 2 seperti pada Tabel 8. Pada Tabel 8 hampir semua aktivitas guru masih dominan, kecuali parameter 7. Bilamana dibandingkan dengan pembelajaran 1 ditunjukan seperti Gambar 3. Pada Gambar 3 aktivitas guru justru makin meningkat, kecuali parameter 1. Tabel 8. Aktivitas Guru dalam Pembelajaran Matematika 2 Parameter Aktivitas Guru F % 13,79 20,69 10,34 17,24 13,79 10,34 3,45 10, Keterangan: 1 Membimbing siswa memahami LKS. 2 Membimbing siswa melakukan pengamatan. 3 Membimbing siswa menulis hal-hal yang relevan dengan KBM. 4 Membimbing siswa berdiskusi antar siswa/kelompok/guru. 10% rendah (baik), > 10% tinggi (buruk) 5 Membimbing siswa melakukan refleksi dan mengevalusi hasil pengamatan. 6 Mendorong siswa bertanya kepada siswa lain atau kepada guru. 7 Membimbing siswa menyusun/ melaporkan dan menyajikan hasil pengamatan. 8 Membimbing siswa membuat/menulis kesimpulan pelajaran. N

22 22 Parameter Aktivitas Guru Keterangan: 1 Membimbing siswa memahami LKS. 2 Membimbing siswa melakukan pengamatan. 3 Membimbing siswa menulis hal-hal yang relevan dengan KBM. 4 Membimbing siswa berdiskusi antar siswa/kelompok/guru. 5 Membimbing siswa melakukan refleksi dan mengevalusi hasil pengamatan. 6 Mendorong siswa bertanya kepada siswa lain atau kepada guru. 7 Membimbing siswa menyusun/melaporkan dan menyajikan hasil pengamatan. 8 Membimbing siswa membuat/menulis kesimpulan pelajaran. Gambar 3. Grafik Aktivitas Guru dalam Pembelajaran Matematika Hasil observasi aktivitas siswa dalam pembelajaran matematika 1 seperti Tabel 9. Pada Tabel 9 dari 9 parameter yang teramati terdapat 4 parameter yang menunjukkan keaktifan siswa masih kurang yaitu parameter 4, 6, 8 dan 9. Pada kegiatan pembelajaran 1 siswa kurang aktif dalam kegiatan pembelajaran, karena masih ada beberapa parameter yang kurang aktif, bahkan belum dilakukan oleh siswa sama sekali. A B C Tabel 9. Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran Matematika 1 Parameter Aktivitas Siswa N f % 29,03 12,90 12,90 6,45 19,35 3,22 9,67 3,22 3, f % 33,33 3,33 13,33 13, ,67 6,67-3, f % 33,33 10,0 13,33 6, ,33 6,67 3,33 3, f D % 33,33 10,0 13,33 10,0 16,67 3,33 6,67-3, E f

23 23 % 30 16,67 13,33 13,33 16,67 3,33 6,67 3,33 3, Keterangan: Parameter Aktivitas Siswa 1. Memperhatikan penjelasan guru atau siswa lain. 2. Membaca LKS atau buku-buku yang relevan. 3. Melakukan pengamatan. 4. Menuliskan hal-hal yang relevan dengan KBM. 5. Berdiskusi antar siswa/kelompok/guru. 6. Melakukan refleksi dan mengevalusi hasil pengamatan. 7. Bertanya kepada siswa lain atau kepada guru. 8. Menyusun/melaporkan dan menyajikan hasil pengamatan. 9. Membuat/menulis kesimpulan pelajaran. 10% rendah (buruk), > 10% tinggi (baik) Aktivitas siswa dalam pembelajaran matematika 2 seperti Tabel 10. Pada Tabel 10. Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran Matematika 2 Parameter Aktivitas Siswa N A F % B F % 15,38 19,23 15,38 7,69 19,23 7,69 11,53-3, C F % 33,33 10,0 13,33 10,0 20 3,33 6,67-3, D F % 26,67 16,67 13,33 6, ,33 10,0-3, E f % 26,67 16,67 13,33 10,0 20 3,33 6,67-3, Keterangan: 1 Memperhatikan penjelasan guru atau siswa lain. 2 Membaca LKS atau buku-buku yang relevan. 3 Melakukan pengamatan. 4 Menuliskan hal-hal yang relevan dengan KBM. 5 Berdiskusi antar siswa/kelompok/guru. 10% rendah (buruk), > 10% tinggi (baik) 6 Melakukan refleksi dan mengevalusi hasil pengamatan. 7 Bertanya kepada siswa lain atau kepada guru. 8 Menyusun/melaporkan dan menyajikan hasil pengamatan. 9 Membuat/menulis kesimpulan pelajaran. Tabel 10, dari 9 parameter yang teramati semuanya sudah dilaksanakan oleh siswa, meskipun tidak semua siswa dalam kelompok tersebut melakukan semua parameter pengamatan. Pada pembelajaran 2 ini aktivitas siswa lebih merata pada semua parameter pengamatan, kecuali parameter 8. Bilamana dibandingkan dengan pembelajaran 1 dapat dilihat seperti Gambar 4.. Pada Gambar 4. hanya 2 parameter

24 Pembj. 1 Pembj Parameter Aktivitas Siswa Keterangan: 1 Memperhatikan penjelasan guru atau siswa lain. 2 Membaca LKS atau buku-buku yang relevan. 3 Melakukan pengamatan. 4 Menuliskan hal-hal yang relevan dengan KBM. 5 Berdiskusi antar siswa/kelompok/guru. 6 Melakukan refleksi dan mengevalusi hasil pengamatan. 7 Bertanya kepada siswa lain atau guru. 8 Menyusun/melaporkan dan menyajikan hasil pengamatan. 9 Membuat/menulis kesimpulan pelajaran. Gambar 4. Grafik Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran Matematika aktivitas siswa yang memperlihatkan keaktifannya dari 9 parameter pengamatan, yakni parameter 1 dan 5. Jadi dapat dikatakan siswa belum menunjukkan keaktifan dalam pembelajaran matematika. Data kuantitatif meliputi hasil pre test dan post test, dan data hasil selama proses pembelajaran yang diperoleh dari LKS. Data hasil belajar matematika yang diperoleh dari pre test dan post test pada pembelajaran 1 seperti Tabel 11. Pada Tabel 11 rata-rata skor pre test pada pembelajaran 1 diperoleh 46,89 (kategori kurang baik) dan rata-rata skor post test diperoleh 58,6 (kategori sedang). rata-rata skor pre test pada pembelajaran 2 diperoleh 57,7 (kategori sedang) dan rata-rata skor post test diperoleh 70 (kategori sedang). Tabel 11. Hasil Pre tes dan Post tes Pembelajaran Matematika Pembelajaan 1 Pembelajaran 2 No. Nama Siswa Pre Test Post Test Pre Test Post Test 1. Aprilia Habibah Dela Ayu Nafsiah

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Hal ini karena mata pelajaran IPA khususnya, akan memiliki peranan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Hal ini karena mata pelajaran IPA khususnya, akan memiliki peranan BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Upaya peningkatan kualitas sumberdaya manusia dalam menghadapi era globalisasi merupakan tantangan yang harus dijawab dengan karya nyata oleh dunia pendidikan. Hal ini

Lebih terperinci

MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP STRUKTUR DAN FUNGSI JARINGAN TUMBUHAN MELALUI INKUIRI TERBIMBING DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP STRUKTUR DAN FUNGSI JARINGAN TUMBUHAN MELALUI INKUIRI TERBIMBING DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP STRUKTUR DAN FUNGSI JARINGAN TUMBUHAN MELALUI INKUIRI TERBIMBING DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (Penelitian Tindakan Kelas di SMP Negeri 9 Banjarbaru Tahun Pelajaran 2010/2011)

Lebih terperinci

ABSTRAK. Oleh: Risma Zuraida, Muhammad Zaini, Bunda Halang

ABSTRAK. Oleh: Risma Zuraida, Muhammad Zaini, Bunda Halang ABSTRAK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BELAJAR KONSEP PENCEMARAN LINGKUNGAN PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 2 BANJARBARU MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERDASARKAN MASALAH Oleh: Risma Zuraida, Muhammad Zaini, Bunda

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kegiatan penelitian tentang pembelajaran IPA SD melalui model perangkat

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kegiatan penelitian tentang pembelajaran IPA SD melalui model perangkat BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN Kegiatan penelitian tentang pembelajaran IPA SD melalui model perangkat pembelajaran dengan menggunakan pendekatan PBM dan pendekatan lingkungan

Lebih terperinci

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN. dengan setting lingkungan telah memperoleh sejumlah data kuantitatif, kualitatif,

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN. dengan setting lingkungan telah memperoleh sejumlah data kuantitatif, kualitatif, 32 BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN A. Hasil Penelitian Penelitian tentang meningkatkan hasil belajar konsep bilangan bulat siswa kelas V MI At Thayyibah melalui pendekatan kooperatif tipe belajar bersama

Lebih terperinci

Siti Aisyah 1 ; H. Muhammad Zaini 2. Abstrak

Siti Aisyah 1 ; H. Muhammad Zaini 2. Abstrak MENINGKATKAN PROSES DAN HASIL BELAJAR MATERI STRUKTUR BAGIAN TUMBUHAN MELALUI PEMBELAJARAN BERDASARKAN PENDEKATAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW PADA SISWA KELAS IV SDN BINGKULU 2 KECAMATAN TAMBANG ULANG Siti

Lebih terperinci

ABSTRAK PENGGUNAAN PETA KONSEP UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA KELAS X.1 SMA NEGERI 8 BANJARMASIN PADA KONSEP HEWAN INVERTEBRATA

ABSTRAK PENGGUNAAN PETA KONSEP UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA KELAS X.1 SMA NEGERI 8 BANJARMASIN PADA KONSEP HEWAN INVERTEBRATA 20 ABSTRAK PENGGUNAAN PETA KONSEP UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA KELAS X.1 SMA NEGERI 8 BANJARMASIN PADA KONSEP HEWAN INVERTEBRATA Oleh : Amalia Rezeki, St.Wahidah Arsyad, Aminiddin P.P Pembelajaran

Lebih terperinci

MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS VIIIB SMPN 3 PARINGIN PADA MATERI POKOK CAHAYA MELALUI PENDEKATAN GUIDED INQUIRY

MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS VIIIB SMPN 3 PARINGIN PADA MATERI POKOK CAHAYA MELALUI PENDEKATAN GUIDED INQUIRY QUANTUM, Jurnal Inovasi Pendidikan Sains, Vol.4, No.1, April 2013, hlm. 71-78 71 MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS VIIIB SMPN 3 PARINGIN PADA MATERI POKOK CAHAYA MELALUI PENDEKATAN GUIDED

Lebih terperinci

ABSTRAK MENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA KELAS XII IPA 2 SMA NEGERI 3 BANJARMASIN PADA KONSEP REPRODUKSI SEL MELALUI PENGGUNAAN PETA KONSEP

ABSTRAK MENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA KELAS XII IPA 2 SMA NEGERI 3 BANJARMASIN PADA KONSEP REPRODUKSI SEL MELALUI PENGGUNAAN PETA KONSEP 59 ABSTRAK MENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA KELAS XII IPA 2 SMA NEGERI 3 BANJARMASIN PADA KONSEP REPRODUKSI SEL MELALUI PENGGUNAAN PETA KONSEP Oleh: Muhammad Faisal Riza, Siti Wahidah Arsyad, Noor Ichsan Hayani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masih

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masih 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masih lemahnya proses pembelajaran, siswa kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikirnya,

Lebih terperinci

ABSTRAK. Oleh: Abdul Muiz, H. Aminuddin PP, Ahmad Naparin

ABSTRAK. Oleh: Abdul Muiz, H. Aminuddin PP, Ahmad Naparin 90 ABSTRAK MENINGKATKAN PROSES DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS XI IPA 1 SMA NEGERI 11 BANJARMASIN PADA KONSEP SISTEM GERAK DENGAN MENGGUNAKAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBER HEAD TOGETHER Oleh: Abdul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan di Sekolah Dasar (SD). IPS merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih besar, karena kedudukannya sebagai orang yang lebih dewasa, lebih

BAB I PENDAHULUAN. lebih besar, karena kedudukannya sebagai orang yang lebih dewasa, lebih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya merupakan interaksi antara pendidik dengan peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan, yang berlangsung dalam lingkungan tertentu.

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MODEL PERANGKAT PEMBELAJARAN SAINS DAN MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN SEKOLAH HIJAU (FOR GREENING SCHOOLS) DI SEKOLAH DASAR

PENGEMBANGAN MODEL PERANGKAT PEMBELAJARAN SAINS DAN MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN SEKOLAH HIJAU (FOR GREENING SCHOOLS) DI SEKOLAH DASAR 21 PENGEMBANGAN MODEL PERANGKAT PEMBELAJARAN SAINS DAN MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN SEKOLAH HIJAU (FOR GREENING SCHOOLS) DI SEKOLAH DASAR H. Muhammad Zaini, Siti Wahidah Arsyad, Hj Noor Fajriah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. metode penelitian ini meliputi 2 hal pokok yakni 1) pengembangan model perangkat

BAB III METODE PENELITIAN. metode penelitian ini meliputi 2 hal pokok yakni 1) pengembangan model perangkat BAB III METODE PENELITIAN Berdasarkan rumusan tujuan penelitian yang dikemukakan pada Bab I, maka metode penelitian ini meliputi 2 hal pokok yakni 1) pengembangan model perangkat pembelajaran, dan 2) hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembukaan UUD 1945 dijelaskan bahwa salah satu tujuan dari

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembukaan UUD 1945 dijelaskan bahwa salah satu tujuan dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam pembukaan UUD 1945 dijelaskan bahwa salah satu tujuan dari pembentukan Negara RI adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal ini tentunya menuntut adanya penyelenggaraan

Lebih terperinci

KEMAMPUAN BELAJAR KONSEP DAUR BIOGEOKIMIA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN PROBLEM POSING PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 2 BANJARBARU

KEMAMPUAN BELAJAR KONSEP DAUR BIOGEOKIMIA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN PROBLEM POSING PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 2 BANJARBARU 1 KEMAMPUAN BELAJAR KONSEP DAUR BIOGEOKIMIA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN PROBLEM POSING PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 2 BANJARBARU H. Muhammad Zaini 1 Lisa Herlina 2 ABSTRAK Penelitian tindakan kelas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang telah di persiapkan sebelumnya untuk mencapai tujuan. Dalam

I. PENDAHULUAN. yang telah di persiapkan sebelumnya untuk mencapai tujuan. Dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran merupakan suatu proses interaksi antara peserta didik dan pengajar yang menggunakan segala sumber daya sesuai dengan perencanaan yang telah di persiapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang wajib dipelajari di Sekolah Dasar. Siswa akan dapat mempelajari diri

BAB I PENDAHULUAN. yang wajib dipelajari di Sekolah Dasar. Siswa akan dapat mempelajari diri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib dipelajari di Sekolah Dasar. Siswa akan dapat mempelajari diri sendiri dan alam sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Maimunah, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Maimunah, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penguasaan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan dasar bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada masa yang akan datang. IPA berkaitan dengan cara

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN A. PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN. Perangkat pembelajaran yang dikembangkan meliputi silabus, RPP, LKS,

BAB IV HASIL PENELITIAN A. PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN. Perangkat pembelajaran yang dikembangkan meliputi silabus, RPP, LKS, 46 BAB IV HASIL PENELITIAN A. PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN Perangkat pembelajaran yang dikembangkan meliputi silabus, RPP, LKS, lembar penilaian, bahan ajar dan media pembelajaran. 1. Silabus hasil

Lebih terperinci

ABSTRAK. Oleh: Wahyuning Triyadi, Aminuddin P. Putra, Sri Amintarti

ABSTRAK. Oleh: Wahyuning Triyadi, Aminuddin P. Putra, Sri Amintarti ABSTRAK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS VIII B SMP NEGERI 6 RSBI BANJARMASIN PADA KONSEP SISTEM GERAK MANUSIA DENGAN MENGGUNAKAN WORKSHEET BERBASIS WEB Oleh: Wahyuning Triyadi, Aminuddin

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu wahana untuk mengembangkan semua

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu wahana untuk mengembangkan semua 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu wahana untuk mengembangkan semua potensi yang dimiliki siswa, termasuk kemampuan bernalar, kreativitas, kebiasaan bekerja keras,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan teknologi dan era globalisasi yang terjadi memberikan kesadaran baru bahwa Indonesia tidak lagi berdiri sendiri. Indonesia berada di dunia yang terbuka,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 9 Metro Barat. Penelitian dilaksanakan di kelas IVA semester ganjil Tahun. pelaksanaan sampai dengan tahap penyimpulan.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 9 Metro Barat. Penelitian dilaksanakan di kelas IVA semester ganjil Tahun. pelaksanaan sampai dengan tahap penyimpulan. 1 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Setting Penelitian Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan peneliti secara kolaboratif antara peneliti dengan guru mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan SDN 9

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Bahan Ajar 2.1.1 Pengertian Bahan Ajar Hamdani (2011:218) mengemukakan beberapa pengertian tentang bahan ajar, yaitu sebagai berikut: a. Bahan ajar adalah segala bentuk bahan

Lebih terperinci

MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPA MATERI GAYA MAGNET MELALUI METODE INKUIRI TERBIMBING

MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPA MATERI GAYA MAGNET MELALUI METODE INKUIRI TERBIMBING MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPA MATERI GAYA MAGNET MELALUI METODE INKUIRI TERBIMBING Fatmawaty Sekolah Dasar Negeri Hikun Tanjung Tabalong Kalimantan Selatan ABSTRAK Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

Oleh: Umi Hidayah Sahida 1, Noorhidayati 2, Kaspul 3 Program Studi Pendidikan Biologi PMIPA FKIP Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin 1,2,3

Oleh: Umi Hidayah Sahida 1, Noorhidayati 2, Kaspul 3 Program Studi Pendidikan Biologi PMIPA FKIP Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin 1,2,3 Jurnal Wahana-Bio Volume XVI Desember 2016 UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS X MIA 1 SMA NEGERI 6 BANJARMASIN PADA KONSEP EKOSISTEM MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERDASARKAN MASALAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tujuan Pendidikan Nasional adalah untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman bertaqwa kepada Tuhan Yang

Lebih terperinci

Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013

Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013 Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013 Penerapan Pendekatan Kontekstual Melalui Model Problem Based Intruction (PBI) Untuk Meningkatkan Mutu Perkuliahan Dasar-Dasar Pendidikan MIPA Pada Mahasiswa

Lebih terperinci

PENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI METODE INKUIRI MATA PELAJARAN PKn KELAS IV SD NEGERI KOTA TEBING TINGGI

PENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI METODE INKUIRI MATA PELAJARAN PKn KELAS IV SD NEGERI KOTA TEBING TINGGI PENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI METODE INKUIRI MATA PELAJARAN PKn KELAS IV SD NEGERI 164519 KOTA TEBING TINGGI Syarigfah Guru SD Negeri 164519 Kota Tebing Tinggi Surel : syarigfah16@gmail.com

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

I. PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah proses dimana seseorang mengembangkan kemampuan sikap dan bentuk-bentuk tingkah laku lainnya dalam masyarakat di mana ia hidup, proses sosial dimana

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran kooperatif Tipe NHT Tipe ini dikembangkan oleh Kagen dalam Ibrahim (2000: 28) dengan melibatkan para siswa dalam menelaah bahan yang tercakup dalam

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan. Internasional pada hasil studi PISA oleh OECD (Organization for

BAB I Pendahuluan. Internasional pada hasil studi PISA oleh OECD (Organization for BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Permasalahan Kemampuan IPA peserta didik Indonesia dapat dilihat secara Internasional pada hasil studi PISA oleh OECD (Organization for Economic Cooperation and Development)

Lebih terperinci

Keterlibatan siswa baik secara fisik maupun mental merupakan bentuk

Keterlibatan siswa baik secara fisik maupun mental merupakan bentuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Proses pembelajaran pada dasarnya merupakan transformasi pengetahuan, sikap, dan keterampilan dengan melibatkan aktivitas fisik dan mental siswa. Keterlibatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu pengetahuan yang

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu pengetahuan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya

Lebih terperinci

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGINGAT KONSEP SISTEM GERAK MELALUI PETA KONSEP DALAM BENTUK LEAFLET PADA SISWA KELAS VIII D SMP NEGERI 17 BANJARMASIN

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGINGAT KONSEP SISTEM GERAK MELALUI PETA KONSEP DALAM BENTUK LEAFLET PADA SISWA KELAS VIII D SMP NEGERI 17 BANJARMASIN 23 ABSTRAK UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGINGAT KONSEP SISTEM GERAK MELALUI PETA KONSEP DALAM BENTUK LEAFLET PADA SISWA KELAS VIII D SMP NEGERI 17 BANJARMASIN Oleh: Masrah, Siti Wahidah Arsyad, Kaspul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berjalan secara efektif dan efisien yang dimulai dari perencanaan, mengupayakan agar individu dewasa tersebut mampu menemukan

BAB I PENDAHULUAN. berjalan secara efektif dan efisien yang dimulai dari perencanaan, mengupayakan agar individu dewasa tersebut mampu menemukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses pembelajaran merupakan upaya secara sistematis yang dilakukan pengajar untuk mewujudkan proses pembelajaran berjalan secara efektif dan efisien yang dimulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini semakin berkembanng dengan sangat pesat. integratif, produktif, kreatif dan memiliki sikap-sikap kepemimpinan dan

BAB I PENDAHULUAN. ini semakin berkembanng dengan sangat pesat. integratif, produktif, kreatif dan memiliki sikap-sikap kepemimpinan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan ialah sebuah proses yang terus menerus berkembang sesuai dengan perubahan zaman yang terjadi sebagai perkembangan IPTEK, perubahan nilai budaya, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peranan yang penting dalam upaya mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peranan yang penting dalam upaya mengembangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peranan yang penting dalam upaya mengembangkan dan mewujudkan potensi yang dimiliki siswa. Pengembangan potensi tersebut bisa dimulai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam membina manusia yang memiliki penetahuan dan keterampilan,

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam membina manusia yang memiliki penetahuan dan keterampilan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikian pada hakikatnya adalah usaha sadar yang dilakukuan oleh manusia untuk mengembangkan pengetahuan dan kepribadiannya. Pendidikan ini memiliki peranan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dinamis dan sarat perkembangan. Oleh karena itu, perubahan atau. antisipasi kepentingan masa depan (Trianto, 2009:1).

I. PENDAHULUAN. dinamis dan sarat perkembangan. Oleh karena itu, perubahan atau. antisipasi kepentingan masa depan (Trianto, 2009:1). 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia yang dinamis dan sarat perkembangan. Oleh karena itu, perubahan atau perkembangan pendidikan adalah

Lebih terperinci

ABSTRAK MENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA SDN LAWAHAN PADA KONSEP ADAPTASI HEWAN MELALUI PENDEKATAN LINGKUNGAN

ABSTRAK MENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA SDN LAWAHAN PADA KONSEP ADAPTASI HEWAN MELALUI PENDEKATAN LINGKUNGAN Jurnal Wahana-Bio Volume V Juni 211 22 ABSTRAK MENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA SDN LAWAHAN PADA KONSEP ADAPTASI HEWAN MELALUI PENDEKATAN LINGKUNGAN Oleh: Nurul Ishthifaiyah, H. M. Zaini, H. Aminuddin PP Pembelajaran

Lebih terperinci

Oleh : Sri Milangsih NIM. S BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Persepsi ini menyebabkan guru terkungkung dalam proses

Oleh : Sri Milangsih NIM. S BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Persepsi ini menyebabkan guru terkungkung dalam proses Meningkatkan sikap belajar siswa dengan model problem based learning yang dikombinasikan dengan model cooperative learning pada mata pelajaran geografi kelas XI IPS 2 SMA Negeri 1 Surakarta tahun ajaran

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajar Tujuan pendidikan direncanakan untuk dapat dicapai dalam proses belajar mengajar. Hasil belajar merupakan pencapaian tujuan pendidikan pada siswa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Orientasi dan Identifikasi Masalah Penelitian yang dilakukan penulis meliputi tiga kegiatan, yaitu : 1) kegiatan orientasi dan identifikasi masalah, 2) tindakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan evaluasi. Untuk mendapat out-put belajar-mengajar yang berkualitas

BAB I PENDAHULUAN. dan evaluasi. Untuk mendapat out-put belajar-mengajar yang berkualitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan belajar-mengajar berlangsung dengan suatu proses pembelajaran dan evaluasi. Untuk mendapat out-put belajar-mengajar yang berkualitas diharapkan kedua proses

Lebih terperinci

depan yang akan dijalani yang diwarnai tantangan dan perubahan. Kurikulum 2013 merupakan pengembangan dari Kurikulum Tingkat Satuan

depan yang akan dijalani yang diwarnai tantangan dan perubahan. Kurikulum 2013 merupakan pengembangan dari Kurikulum Tingkat Satuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan bertujuan untuk mengembangkan kualitas manusia. Sebagai suatu kegiatan sadar dan bertujuan, maka pelaksanaannya berada dalam suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari hari. Pencapaian tujuan pendidikan ini bisa ditempuh

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari hari. Pencapaian tujuan pendidikan ini bisa ditempuh 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan utama yang wajib dipenuhi dalam upaya peningkatan taraf hidup bermasyarakat. Dari pendidikan inilah diperoleh perubahan pengetahuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan memerlukan inovasi-inovasi yang sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dan kebutuhan ilmu peserta didik tanpa mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tujuan pendidikan nasional yang tercantum dalam Undang- Undang Sistem

I. PENDAHULUAN. Tujuan pendidikan nasional yang tercantum dalam Undang- Undang Sistem I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan pendidikan nasional yang tercantum dalam Undang- Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003 BAB II pasal 3 (2003:11) yaitu: Pendidikan nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam membangun Sumber Daya Manusia (SDM) yang bermutu untuk. mengembangkan potensi diri dan sebagai katalisator bagi terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. dalam membangun Sumber Daya Manusia (SDM) yang bermutu untuk. mengembangkan potensi diri dan sebagai katalisator bagi terjadinya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sebagai salah satu unsur kehidupan berperan penting dalam membangun Sumber Daya Manusia (SDM) yang bermutu untuk mengembangkan potensi diri dan sebagai

Lebih terperinci

BAB IV PAPARAN DATA DAN PEMBAHASAN TEMUAN

BAB IV PAPARAN DATA DAN PEMBAHASAN TEMUAN BAB IV PAPARAN DATA DAN PEMBAHASAN TEMUAN A. Deskripsi Setting/Lokasi Penelitian Tindakan kelas tentang meningkatkan hasil belajar siswa pada Materi Surah Al-Qadr melalui metode Numbered Heads Together

Lebih terperinci

PENGGUNAAN MEDIA GAMBAR UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPS SISWA KELAS III SDN BERENG BENGKEL. Oleh : ENGRIPIN Dosen FKIP Universitas Palangka Raya

PENGGUNAAN MEDIA GAMBAR UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPS SISWA KELAS III SDN BERENG BENGKEL. Oleh : ENGRIPIN Dosen FKIP Universitas Palangka Raya PENGGUNAAN MEDIA GAMBAR UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPS SISWA KELAS III SDN BERENG BENGKEL PENGGUNAAN MEDIA GAMBAR UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPS SISWA KELAS III SDN BERENG BENGKEL Oleh : ENGRIPIN

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD)

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA TENTANG BIOLOGI DI KELAS VIII SMP NEGERI 6 BANAWA Nurmah nurmaharsyad@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kondisi Awal

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kondisi Awal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu aspek yang sangat penting untuk menentukan kemajuan suatu bangsa. Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu proses dalam rangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang IPA merupakan pengetahuan yang sistematis dan tersusun secara teratur, berlaku umum (universal) dan berupa kumpulan data hasil observasi dan eksperimen (Carin dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahwa pengetahuan sebagai kerangka fakta-fakta yang harus dihafal.

BAB I PENDAHULUAN. bahwa pengetahuan sebagai kerangka fakta-fakta yang harus dihafal. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejauh ini, pendidikan di Indonesia masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan sebagai kerangka fakta-fakta yang harus dihafal. Pembelajaran masih berfokus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan cara mencari

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan cara mencari BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pada dasarnya Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis untuk menguasai kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan sub sistem pendidikan nasional yang memegang peranan

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan sub sistem pendidikan nasional yang memegang peranan 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sekolah Dasar merupakan salah satu lembaga pendidikan formal yang merupakan sub sistem pendidikan nasional yang memegang peranan penting dan sebagai fundamental bagi

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Volume 01, Nomor 1

Prosiding Seminar Nasional Volume 01, Nomor 1 Prosiding Seminar Nasional Volume 01, Nomor 1 PENINGKATAN MOTIVASI, AKTIVITAS, DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI EKOSISTEM MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING KELAS VIIF SMP NEGERI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses dimana seseorang memperoleh

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses dimana seseorang memperoleh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses dimana seseorang memperoleh pengetahuan (Knowledge acquisition), mengembangkan kemampuan/ keterampilan (Skills development), sikap

Lebih terperinci

Penerapan Pendekatan Keterampilan Proses Untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa di Kelas IV SD Inpres Pedanda

Penerapan Pendekatan Keterampilan Proses Untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa di Kelas IV SD Inpres Pedanda Penerapan Pendekatan Keterampilan Proses Untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa di Kelas IV SD Inpres Pedanda Lisna Selfi Mahasiswa Program Guru Dalam Jabatan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran IPA di SD Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Heni Sri Wahyuni, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Heni Sri Wahyuni, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan kumpulan pengetahuan yang tersusun secara terbimbing. Hal ini sejalan dengan kurikulum KTSP (Depdiknas, 2006) bahwa IPA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berlakunya kurikulum 2004 yang Berbasis Kompetensi yang menjadi roh bagi berlakunya Kurikulum 2006 (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) menuntut perubahan paradigma

Lebih terperinci

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian ini memberikan gambaran pada beberapa aspek meliputi

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian ini memberikan gambaran pada beberapa aspek meliputi IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Hasil penelitian ini memberikan gambaran pada beberapa aspek meliputi perencanaan pembelajaran, proses pelaksanaan pembelajaran meliputi kemampuan

Lebih terperinci

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME A. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar Mata pelajaran Matematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan diartikan sebagai usaha atau kegiatan untuk mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan diartikan sebagai usaha atau kegiatan untuk mengembangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan diartikan sebagai usaha atau kegiatan untuk mengembangkan potensi dan ketrampilan. Di antaranya meliputi, pengajaran keahlian khusus, pengetahuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang Standar Nasional Pendidikan, Pasal 19 ayat (1) tentang Standar Proses, pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sebaiknya

BAB I PENDAHULUAN. tentang Standar Nasional Pendidikan, Pasal 19 ayat (1) tentang Standar Proses, pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sebaiknya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kurikulum yang berlaku di sekolah dasar saat ini adalah kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP), yang salah satu isi program pembelajarannya adalah Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga dapat menciptakan perubahan perilaku anak baik cara berfikir maupun

BAB I PENDAHULUAN. sehingga dapat menciptakan perubahan perilaku anak baik cara berfikir maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang dilaksanakan dengan sengaja, teratur dan terencana untuk membina kepribadian dan mengembangkan kemampuan anak sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan nilai-nilai. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. dan nilai-nilai. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan selalu berlangsung dalam suatu lingkungan, yaitu lingkungan pendidikan. Lingkungan ini mencakup lingkungan fisik, sosial, budaya, politis, keagamaan, intelektual,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. hakekatnya adalah belajar yang berkenaan dengan ide-ide, struktur-struktur

BAB II KAJIAN TEORI. hakekatnya adalah belajar yang berkenaan dengan ide-ide, struktur-struktur 9 BAB II KAJIAN TEORI A. Pembelajaran Matematika Pembelajaran sebagai proses belajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas berpikir yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa, serta

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbedaan Gain yang signifikan antara keterampilan proses sains awal. dengan keterampilan proses sains setelah pembelajaran.

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbedaan Gain yang signifikan antara keterampilan proses sains awal. dengan keterampilan proses sains setelah pembelajaran. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Pembelajaran dikatakan efektif

Lebih terperinci

Oleh: Mulyani SD Negeri 3 Karanggandu, Watulimo, Trenggalek

Oleh: Mulyani SD Negeri 3 Karanggandu, Watulimo, Trenggalek Mulyani, Penggunaan Metode Eksperimen untuk Meningkatkan... 45 PENGGUNAAN METODE EKSPERIMEN UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR TENTANG RANGKAIAN LISTRIK SERI DAN PARALEL PELAJARAN IPA PADA SISWA KELAS VI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan masalah yang harus diselesaikan

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan masalah yang harus diselesaikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat sangat membantu proses perkembangan di semua aspek kehidupan bangsa. Salah satunya adalah aspek

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN LKS TERHADAP HASIL BELAJAR SAINS KELAS IV DI SDN NO. 25/I KAMPUNG BARU SKRIPSI

PENGARUH PENGGUNAAN LKS TERHADAP HASIL BELAJAR SAINS KELAS IV DI SDN NO. 25/I KAMPUNG BARU SKRIPSI PENGARUH PENGGUNAAN LKS TERHADAP HASIL BELAJAR SAINS KELAS IV DI SDN NO. 25/I KAMPUNG BARU SKRIPSI Diajukan Kepada Universitas Jambi Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan OLEH

Lebih terperinci

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas IV SDN Karunia Kecamatan Palolo Melalui Model Pembelajaran Langsung Pada Materi Sifat Dan Perubahan Wujud Benda

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas IV SDN Karunia Kecamatan Palolo Melalui Model Pembelajaran Langsung Pada Materi Sifat Dan Perubahan Wujud Benda Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas IV SDN Karunia Kecamatan Palolo Melalui Model Pembelajaran Langsung Pada Materi Sifat Dan Perubahan Wujud Benda Sa adiah, Gamar B. N. Shamdas, dan Haeruddin Mahasiswa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berbangsa, dan bernegara di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh perubahan

I. PENDAHULUAN. berbangsa, dan bernegara di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh perubahan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan dan perubahan yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh perubahan global, perkembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada hakikatnya, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dibangun atas dasar produk

I. PENDAHULUAN. Pada hakikatnya, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dibangun atas dasar produk 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hakikatnya, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah, dan sikap atau prosedur ilmiah (Trianto, 2012: 137). Pembelajaran Ilmu

Lebih terperinci

Firman P., I Made Tangkas, dan Ratman. Mahasiswa Program Guru Dalam Jabatan. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tadulako

Firman P., I Made Tangkas, dan Ratman. Mahasiswa Program Guru Dalam Jabatan. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tadulako Peningkatan Hasil Belajar IPA Materi Pengelompokan Makhluk Hidup Melalui Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) Pada Siswa Kelas III SDN 2 Salakan Kecamatan Tinangkung Kabupaten Banggai Kepulauan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pendidikan dan teknologi menuntut pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pendidikan dan teknologi menuntut pengembangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan ilmu pendidikan dan teknologi menuntut pengembangan kemampuan siswa SD dalam bidang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang sangat diperlukan untuk melanjutkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai yang dibutuhkan oleh siswa dalam menempuh kehidupan (Sani, RA.

BAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai yang dibutuhkan oleh siswa dalam menempuh kehidupan (Sani, RA. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan memberikan kemungkinan pada siswa untuk memperoleh kesempatan, harapan, dan pengetahuan agar dapat hidup secara lebih baik. Besarnya kesempatan dan harapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sampai saat ini pendidikan masih belum lepas dari berbagai permasalahan. Salah satu masalah yang dihadapi di dunia pendidikan kita adalah masalah lemahnya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN. Ada pun tahap-tahap yang dilakukan pada siklus I ini adalah sebagai berikut:

BAB IV HASIL PENELITIAN. Ada pun tahap-tahap yang dilakukan pada siklus I ini adalah sebagai berikut: BAB IV HASIL PENELITIAN A. Prosedur dan Hasil Penelitian 1. Prosedur Penelitian Siklus I Ada pun tahap-tahap yang dilakukan pada siklus I ini adalah sebagai berikut: a. Tahap Perencanaan (Planning) Sebelum

Lebih terperinci

Penerapan Pendekatan Konstruktivisme Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Pokok Bahasan Tumbuhan Hijau di Kelas V SDN 3 Tolitoli

Penerapan Pendekatan Konstruktivisme Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Pokok Bahasan Tumbuhan Hijau di Kelas V SDN 3 Tolitoli Penerapan Pendekatan Konstruktivisme Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Pokok Bahasan Tumbuhan Hijau di Kelas V SDN 3 Tolitoli Jeane Santi Mahasiswa Program Guru Dalam Jabatan Fakultas Keguruan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan dimulai dari sekolah dasar (SD) sampai sekolah menengah pertama (SMP) yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah proses penemuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah proses penemuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran 1. Pengertian Model Pembelajaran Model pembelajaran merupakan salah satu faktor penting dalam pembelajaran yang digunakan oleh guru demi tercapainya keberhasilan

Lebih terperinci

Penerapan Metode Kerja Kelompok Untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPS Pada Siswa Kelas III di SDN 15 Biau

Penerapan Metode Kerja Kelompok Untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPS Pada Siswa Kelas III di SDN 15 Biau Penerapan Metode Kerja Kelompok Untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPS Pada Siswa Kelas III di SDN 15 Biau Sri Wahyuni, Hasdin, dan Nurvita Mahasiswa Program Guru Dalam Jabatan Fakultas Keguruan dan Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas pada berbagai jenis dan jenjang pendidikan termasuk

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas pada berbagai jenis dan jenjang pendidikan termasuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peningkatan kualitas pada berbagai jenis dan jenjang pendidikan termasuk sekolah dasar merupakan tujuan utama pembangunan pendidikan pada saat ini dan pada waktu

Lebih terperinci

BAB II PEMBELAJARAN CONTEXTUAL, PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA, MATERI MENYELESAIKAN MASALAH BERKAITAN DENGAN PECAHAN

BAB II PEMBELAJARAN CONTEXTUAL, PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA, MATERI MENYELESAIKAN MASALAH BERKAITAN DENGAN PECAHAN 8 BAB II PEMBELAJARAN CONTEXTUAL, PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA, MATERI MENYELESAIKAN MASALAH BERKAITAN DENGAN PECAHAN A. Kajian Pustaka Dalam suatu penelitian, kajian pustaka sangat penting guna memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fisika dan sains secara umum terbentuk dari proses penyelidikan secara sistematis

BAB I PENDAHULUAN. Fisika dan sains secara umum terbentuk dari proses penyelidikan secara sistematis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fisika dan sains secara umum terbentuk dari proses penyelidikan secara sistematis dan terus menerus terhadap suatu gejala alam sehingga menghasilkan produk tertentu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan adalah konstruktivisme. Menurut paham konstruktivisme,

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan adalah konstruktivisme. Menurut paham konstruktivisme, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakikat pembelajaran yang sekarang ini diharapkan banyak diterapkan adalah konstruktivisme. Menurut paham konstruktivisme, pengetahuan dibangun oleh peserta didik

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar 1. Pengertian Belajar Belajar merupakan proses memperoleh ilmu pengetahuan, baik diperoleh sendiri maupun dengan bantuan orang lain. Belajar dapat dilakukan berdasarkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian tindakan kelas secara kolaboratif antara guru kelas 6 dan peneliti. Peran guru kelas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berada. Dalam proses pendidikan banyak sekali terjadi perubahan-perubahan

BAB I PENDAHULUAN. berada. Dalam proses pendidikan banyak sekali terjadi perubahan-perubahan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu proses pengubahan perilaku seseorang yang bertujuan untuk mendewasakan anak didik agar dapat hidup mandiri dan sebagai anggota masyarakat

Lebih terperinci

Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA Dengan Metode Kerja Kelompok Siswa Kelas VI SDN Omu

Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA Dengan Metode Kerja Kelompok Siswa Kelas VI SDN Omu Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA Dengan Metode Kerja Kelompok Siswa Kelas VI SDN Omu Yunius, Siti Nuryanti, dan Yusuf Kendek Mahasiswa Program Guru Dalam Jabatan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Madrasah Tsanawiyah Al Furqon Rawi pada Kelas VII Semester Genap Tahun Pelajaran 2012/2013. B. Subjek Penelitian Subjek

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 33 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Pra Siklus Sebelum melaksanakan proses penelitian, terlebih dahulu peneliti melakukan kegiatan observasi dengan tujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci