ADLN_Perpustakaan Universitas Airlangga SKRIPSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ADLN_Perpustakaan Universitas Airlangga SKRIPSI"

Transkripsi

1 SKRIPSI PENINGKATAN KELARUTAN DAN LAJU DISOLUSI QUERCETIN DENGAN PEMBENTUKAN SISTEM DISPERSI PADAT QUERCETIN-PEG 8000 FEBRIANTI SETIAWARDANI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA DEPARTEMEN FARMASETIKA SURABAYA 2015

2 SKRIPSI PENINGKATAN KELARUTAN DAN LAJU DISOLUSI QUERCETIN DENGAN PEMBENTUKAN SISTEM DISPERSI PADAT QUERCETIN-PEG 8000 FEBRIANTI SETIAWARDANI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA DEPARTEMEN FARMASETIKA SURABAYA 2015

3 Lembar Pengesahan PENINGKATAN KELARUTAN DAN LAJU DISOLUSI QUERCETIN DENGAN PEMBENTUKAN DISPERSI PADAT QUERCETIN PEG 8000 SKRIPSI Dibuat Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Farmasi Pada Fakultas Farmasi Universitas Airlangga 2015 Oleh : FEBRIANTI SETIAWARDANI NIM : Disetujui Oleh : Pembimbing Utama Pembimbing Serta Dr. Dwi Setyawan, S.Si., M.Si., Apt. NIP Dr. Retno Sari, M.Sc., Apt. NIP

4 LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH Sebagai mahasiswa Universitas Airlangga yang bertanda tangan dibawah ini, saya: Nama : Febrianti Setiawardani NIM : Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah saya, dengan judul: PENINGKATAN KELARUTAN DAN LAJU DISOLUSI QUERCETIN DENGAN PEMBENTUKAN SISTEM DISPERSI PADAT QUERCETIN PEG 8000 untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet, digital library Perpustakaan Universitas Airlangga atau media lain untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta. Demikian pernyataan persetujuan publikasi skripsi/karya ilmiah saya buat dengan sebenar-benarnya. Surabaya, September 2015 Febrianti Setiawardani

5 LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan, bahwa sesungguhnya hasil skripsi/tugas akhir ini adalah benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri. Apabila di kemudian hari diketahui bahwa skripsi ini menggunakan data fiktif atau merupakan hasil dari plagiarisme, maka saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan kelulusan dan atau pencabutan gelar yang saya peroleh. Surabaya, September 2015 Febrianti Setiawardani

6 KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji syukur selalu kita panjatkan kepada Allah S.W.T yang selalu memberikan rahmat dan ridho- Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul PENINGKATAN KELARUTAN DAN LAJU DISOLUSI QUERCETIN DENGAN PEMBENTUKAN SISTEM DISPERSI PADAT QUERCETIN PEG Tak lupa sholawat serta salam juga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad S.A.W sebagai suri teladan kita. Ungkapan terima kasih dan penghargaan yang sangat dalam penulis persembahkan kepada: 1. Bapak Dr. Dwi Setyawan, S.Si., M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing utama yang telah dengan sabar membimbing dan memotivasi penulis dalam pengerjakan serta memberikan pelajaran kehidupan yang bermanfaat. 2. Ibu Dr. Retno Sari, M.Sc.,Apt. selaku dosen pembimbing serta yang telah sabar memberikan bimbingan dalam pengerjaan naskah skripsi. 3. Bapak Drs. Bambang Widjaja, M.Si., Apt. dan Bapak Helmi Yusuf, M.Sc., Ph.D. selaku dosen penguji atas segala kritik dan saran yang membangun untuk menyempurnakan naskah skripsi. 4. Bapak Prof. Dr. Mohammad Nasih, MT., SE., Ak. selaku rektor Universitas Airlangga yang telah memberikan vi

7 kesempatan untuk menyelesaikan pendidikan sarjana di Fakultas Farmasi Universitas Airlangga. 5. Ibu Dr. Umi Athijah, MS., Apt. atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan program sarjana. 6. Ibu Dra. Esti Hendradi, Apt., M.Si., Ph.D. selaku ketua departemen farmasetika atas segala kesempatan dan fasilitas yang telah diberikan di Laboratorium Teknologi Farmasi. 7. Bapak Mahardian Rahmadi, S.Si., M.Sc., Ph.D. Apt. selaku dosen wali yang telah memberikan motivasi selama program pendidikan sarjana di Fakultas Farmasi Universitas Airlangga. 8. Bapak Sugianto dan Ibu Endah Sulistiyowati selaku orang tua penulis serta Agung Setiawan selaku saudara penulis yang senantiasa memberikan dukungan, nasihat dan motivasi. 9. Tim skripsi dispersi padat ceria (Dayanara, Zainul, dan Fadhil) yang senantiasa membantu penulis dalam pengerjaan skripsi. Serta kawan kawan yang mengerjakan skripsi di Departemen Farmasetika yang selalu memberikan bantuan kepada penulis. 10. Sahabat sahabat (Meira, Nadiyah, Nindya Tresiana, Fatih, Ayu, Destia, Astrid, Kak Selvi dan Achmad Fanani) dan teman seperjuangan angkatan 2011 terutama vii

8 kelas C atas bantuan, motivasi dan semangat kepada penulis dalam pengerjaan skripsi. 11. Seluruh tenaga non kependidikan Fakultas Farmasi Universitas Airlangga terutama tenaga non kependidikan Laboratorium Teknologi Farmasi (Bapak Harmono, Bapak Suprijono, Ibu Nawang, dan Ibu Ari) yang telah membantu dengan penuh kesabaran. 12. Serta semua pihak yang telah membantu kelancaran naskah skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Skripsi ini disusun oleh manusia yang tidak luput dari kesalahan dan ketidaksempurnaan, untuk itu segala kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan demi mencapai hasil yang lebih baik. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang kefarmasian. Surabaya, September 2015 Penyusun viii

9 RINGKASAN PENINGKATAN KELARUTAN DAN LAJU DISOLUSI QUERCETIN DENGAN PEMBENTUKAN DISPERSI PADAT QUERCETIN PEG 8000 Febrianti Setiawardani Quercetin digolongkan dalam Biopharmaceutics Classification System (BCS) II yang artinya memiliki permeabilitas tinggi namun kelarutannya rendah sehingga bioavailabilitas dalam tubuh rendah. Salah satu metode yang dapat memperbaiki kelarutan dan laju disolusi quercetin adalah pembuatan dispersi padat. Polimer yang digunakan dalam pembuatan dispersi padat adalah PEG 8000 karena tidak toksik dan tidak mengiritasi. Selain itu PEG merupakan polimer yang mampu melarutkan beberapa senyawa serta dapat meningkatkan pembasahan pada permukaan partikel. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh peningkatan jumlah PEG 8000 dalam sistem dispersi padat quercetin PEG 8000 terhadap kelarutan dan laju disolusi quercetin. Dispersi padat quercetin PEG 8000 dibuat dengan metode peleburan pada suhu C dan di uji kelarutan dan uji disolusi. Uji kelarutan dilakukan dalam media larutan dapar asam sitrat NaOH ph 5±0,05 dengan suhu 30±0,5 pada waktu jenuh quercetin yang sebelumnya telah ditentukan (menit ke 240). Sedangkan pada uji disolusi dilakukan dalam media 1% surfaktan SLS pada suhu 37±0,5 C. Uji kelarutan dan laju disolusi dilakukan pada quercetin, campuran fisik dan dispersi padat dengan dengan replikasi 3 kali. Hasil uji kelarutan menunjukan kelarutan quercetin meningkat dengan dispersi padat quercetin PEG Peningkatan terbesar tejadi pada dispersi padat dengan perbandingan quercetin PEG 1:3 yaitu 3,25 kali dari quercetin murni. Dari hasil uji disolusi, diketahui bahwa ED 30 dan laju disolusi quercetin dalam sistem dispersi padat meningkat dibanding quercetin tunggal. Peningkatan terbesar terjadi pada jumlah polimer terbesar (1:3) yaitu sebesar 1,35 kali dari quercetin murni. Peningkatan kelarutan dan laju disolusi terjadi disebabkan oleh pengecilan ukuran partikel, sehingga luas permukaan kontak obat dengan media disolusi lebih besar. Selain itu peningkatan disolusi juga dapat terjadi karena terdapat peningkatan kelarutan quercetin sesuai dengan persamaan Noyes-Whitney yaitu kelarutan zat berbanding lurus dengan laju disolusi. ix

10 Dari penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa peningkatan jumlah PEG 8000 yang ditambahkan dalam sistem dispersi padat quercetin PEG 8000 dapat meningkatkan kelarutan dan laju disolusi quercetin. Selanjutnya perlu dilakukan pengembangan formulasi bentuk sediaan padat quercetin menggunakan sistem dispersi padat dengan berbagai polimer. x

11 ABSTRACT SOLUBILITY AND DISSOLUTION RATE ENHANCEMENT OF QUERCETIN BY SOLID DISPERSION QUERCETIN PEG 8000 Febrianti Setiawardani Quercetin is a bioflavonoid group that poorly soluble in water and classified in Biopharmaceutics Classification System (BCS) II. Solid dispersion can be used to increase the solubility of quercetin. PEG 8000 as hydrophyl polimer used in the formation of the solid dispersion of quercetin because non toxic and non irritant. Solid dispersion prepared by melt method with various ratio of PEG 8000 (1:1; 1:2; 1:3 % b/b). Solubility and dissolution characteristic of the prepared solid dispersion were evaluated and compared with physical mixture and quercetin. The result of solubility and dissolution test showed that solubility and dissolution rate in solid dispersion system enhanced. Key word : Quercetin, PEG 8000, Solid Dispersion, Solubility, Dissolution Rate. xi

12 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... vi RINGKASAN... ix ABSTRACT... xi DAFTAR ISI... xii DAFTAR TABEL... xvi DAFTAR GAMBAR... xviii DAFTAR LAMPIRAN... xix BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Quercetin PEG Dispersi Padat Kelarutan Disolusi BAB III KERANGKA KONSEPTUAL Uraian Kerangka Konseptual Alur Kerangka Konsep Hipotesis BAB IV METODE PENELITIAN Bahan Penelitian Alat-Alat Penelitian Rancangan Penelitian xii

13 4.4 Kerangka Operasional Metode Penelitian Pemeriksaan Bahan Baku Penelitian Quercetin PEG Pembentukan Dispersi Padat Quercetin- PEG 8000 Menggunakan Metode Peleburan Pembuatan Campuran Fisik Quercetin- PEG Pembuatan Larutan Dapar ph Pembuatan Kurva Baku Quercetin dalam Media Dapar Asam Sitrat NaOH ph Pembuatan Larutan Baku Induk Quercetin Pembuatan Larutan Baku Kerja Quercetin Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Quercetin Pemeriksaan Pengaruh PEG 8000 Terhadap Panjang Gelombang Maksimum Quercetin Penentuan Kurva Baku Quercetin Pemeriksaan Homogenitas Quercetin Pemeriksaan Kurva Baku Quercetin dalam Media Air xiii

14 Pembuatan Larutan Baku Induk Quercetin Pembuatan Larutan Baku Kerja Quercetin dalam Media Air Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Quercetin dalam Air Penentuan Kurva Baku Quercetin dalam Air Uji Kelarutan Penentuan Waktu Kelarutan Jenuh Quercetin Uji Kelarutan Dispersi Padat dan Campuran Fisik Quercetin-PEG Uji Disolusi Analisis Data Uji Kelarutan Uji Disolusi Analisis Statistika BAB V HASIL PENELITIAN Pemeriksaan Kualitatif Bahan Penelitian Quercetin PEG Pembuatan Kurva Baku Quercetin dalam Media Dapar Asam Sitrat - NaOH Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Quercetin xiv

15 5.2.2 Pengamatan Kurva Baku Quercetin dalam Media Dapar Asam Sitrat - NaOH Pengamatan Pengaruh PEG 8000 Terhadap Panjang Gelombang Maksimum Quercetin Pemeriksaan Homogenitas Quercetin Pemeriksaan Kurva Baku Quercetin dalam Media Air Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Quercetin Pengamatan Kurva Baku Quercetin Uji Kelarutan Penentuan Waktu Jenuh Quercetin Pengujian Kelarutan Quercetin, Campuran Fisik Quercetin PEG 8000 dan Dispersi Padat Quercetin PEG Penentuan Laju Disolusi BAB VI PEMBAHASAN BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xv

16 DAFTAR TABEL Tabel IV.1 Halaman Komposisi dispersi padat dan camputan fisik Tabel V. 1 Pemeriksaan Kualitatif Quercetin Tabel V. 2 Pemeriksaan Kualitatif PEG Tabel V. 3 Tabel V.4 Tabel V.5 Tabel V.6 Tabel V.7 Tabel V.8 Tabel V.9 Hasil pengamatan serapan larutan baku kerja quercetin dalam media dapar asam sitrat NaOH ph 5±0,05 pada panjang gelombang 366,95 nm dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis Serapan quercetin kadar 8 µg/ml dan quercetin PEG µg/ml untuk penentuan match factor Hasil % homogenitas quercetin dalam campuran fisik quercetin PEG 8000 dan dispersi padat quercetin PEG Hasil pengamatan serapan larutan baku kerja quercetin dalam media air pada panjang gelombang 373 nm dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis Hasil penentuan kelarutan jenuh quercetin pada suhu 30±0,5 C dalam media dapar asam sitrat NaOH ph 5,00±0, Hasil penentuan kelarutan pada suhu 30±0,5 C dalam media dapar asam sitrat NaOH ph 5,00±0, Hasil uji HSD % terlarut quercetin murni, campuran fisik quercetin PEG 8000 dan dispersi padat quercetin PEG xvi

17 Tabel V.10 Tabel V.11 Tabel V.12 Tabel V.13 Tabel V.14 Hasil uji disolusi quercetin, campuran fisik quercetin PEG 8000, dan dispersi padat quercetin PEG 8000 dalam media SLS 1% dalam air pada suhu 37±0,5 C Efisiensi disolusi pada menit ke-30 quercetin, campuran fisik dan disersi padat pada media SLS 1% dalam air Hasil HSD ED 30 quercetin pada semua kelompok perlakuan pada media SLS 1% dalam air Hasil perhitungan slope quercetin, campuran fisik dan dispersi padat Hasil HSD ED 30 quercetin pada semua kelompok perlakuan pada media SLS 1% dalam air...53 xvii

18 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1 Struktur molekul quercetin... 5 Gambar 2.2 Struktur PEG Gambar 3.1 Bagan kerangka konseptual Gambar 4.1 Bagan kerangka operasional Gambar 5.1 Spektra UV-Vis quercetin kadar 8,08 µg/ml dan 16,16 µg/ml dalam media dapar asam sitrat NaOH ph 5,00±0, Gambar 5.2 Kurva baku quercetin dalam media dapar asam sitrat NaOH ph 5±0,05 pada panjang gelombang 366,95 nm Gambar 5.3 Spektra pengaruh PEG 8000 terhadap spektra quercetin Gambar 5.4 Kurva regresi antara serapan quercetin dan quercetin PEG µg/ml dalam media dapar sitrat ph Gambar 5.5 Gambar 5.6 Gambar 5.7 Gambar 5.8 Spektra UV-Vis quercetin kadar 8 µg/ml dan 12 µg/ml dalam air Kurva regresi antara serapan quercetin dan quercetin PEG µg/ml dalam media air Profil penentuan kelarutan jenuh quercetin dalam media dapar asam sitrat NaOH ph 5,00±0,05 pada suhu 30±0,5 C Kelarutan quercetin, campuran fisik dan dispersi padat dalam media dapar asam sitrat NaOH ph 5,00±0,05 pada suhu 30±0,5 C Gambar 5.9 Profil disolusi quercetin, campuran fisik quercetin PEG 8000, dan dispersi padat quercetin PEG 8000 dalam media SLS 1% dalam air pada suhu 37±0, xviii

19 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Spektra FT IR Quercetin Lampiran 2 Spektra FT IR PEG Lampiran 3 Termogram DTA Quercetin Lampiran 4 Termogram DTA PEG Lampiran 5 Pengamatan Serapan dan Panjang Gelombang Maksimum Quercetin Lampiran 6 Kurva Baku Quercetin Lampiran 7 Pengamatan Pengaruh PEG 8000 terhadap Spektra Quercetin Lampiran 8 Uji Homogenitas Lampiran 9 Pengujian Kelarutan Jenuh Quercetin Lampiran 10 Analisa Statistika Kelarutan Jenuh Lampiran 11 Pengujian Kelarutan Lampiran 12 Hasil Statistika Uji Kelarutan Lampiran 13 Hasil Uji Disolusi Lampiran 14 Hasil Statistika Uji Disolusi Lampiran 15 Hasil Statistika Slope xix

20 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Quercetin merupakan senyawa golongan flavonol, satu dari enam subklas flavonoid. Quercetin terdapat pada tanaman seperti bawang, apel dan teh. Quercetin memiliki banyak kegunaan bagi kesehatan tubuh manusia. Secara klinik quercetin dapat menurunkan tekanan darah (Kelly, 2011). Quercetin juga merupakan salah satu sumber makanan yang mengandung antioksidan tinggi sehingga dapat digunakan sebagai kemopreventif yang poten dan dapat menjadi penghambat kuat pada pertumbuhan sel kanker payudara, usus, paru-paru, dan ovarium (Kakran, 2011). Salah satu permasalahan dari quercetin adalah praktis tidak larut dalam air. Quercetin juga digolongkan dalam Biopharmaceutics Classification System (BCS) II yang artinya memiliki permeabilitas tinggi namun kelarutannya rendah sehingga mempengaruhi bioavailabilitas dalam tubuh (Madaan, 2014). Bioavailabilitas obat yang termasuk golongan BCS II terbatas pada laju kelarutannya (Seema et al., 2011). Quercetin memiliki bioavailabilitas rendah sehingga kadar dalam plasma saat quercetin dikonsumsi juga rendah (Harwood et al., 2007). Beberapa metode telah digunakan untuk meningkatkan kelarutan dan disolusi dari obat yang sukar larut. Metode tersebut antara lain dengan memodifikasi bahan obat secara kimiawi (pembentukan prodrug dan pembentukan garam), penambahan komposisi pelarut (kosolvensi dan peningkatan pembasahan), menggunakan sistem pembawa dan modifikasi fisik (nanokristal, kokristal, dan dispersi padat). 1

21 2 Pembentukan garam dan pengecilan ukuran partikel biasanya digunakan untuk meningkatkan laju disolusi sehingga absorbsi dan bioavailabilitas obat meningkat. Namun ada beberapa kekurangan dari metode tersebut yakni, pada pembentukan garam dari obat bersifat asam atau basa, garam potasium atau natrium dapat bereaksi dengan karbondioksida dan air. Reaksi tersebut dapat menyebabkan precipitate out parent drug. Hal ini biasanya terjadi pada lapisan luar sediaan yang dapat mengakibatkan terhambatnya laju disolusi dan absorbsi obat. Pengecilan ukuran partikel biasanya digunakan untuk meningkatkan laju disolusi, namun terdapat keterbatasan dalam metode ini yaitu seberapa besar pengecilan ukuran yang dapat dicapai dari metode pengecilan ukuran seperti kristalisasi, penggilingan dan lain-lain (Tiwari et al., 2009). Diantara berbagai cara untuk meningkatkan kelarutan, metode dispersi padat seringkali menjadi metode untuk meningkatkan laju disolusi dan bioavailabilitas obat kelarutan rendah karena sederhana, terjangkau biaya, dan menguntungkan (Shah et al., 2007). Dispersi padat merupakan produk padat yang terdiri dari dua atau lebih komponen yang berbeda. Biasanya terdiri dari matriks hidrofil dan obat yang hidrofobik. Matriks dapat berbentuk kristal maupun bentuk amorf. Obat dapat didispersikan secara molekular, dalam partikel amorf atau dalam partikel kristal. Beberapa keuntungan dispersi padat adalah pengecilan ukuran partikel, peningkatan pembasahan partikel, peningkatan porositas dan obat dalam bentuk amorf (Dhirendra et al., 2009). Peningkatan laju disolusi sistem dispersi padat sangat dipengaruhi oleh matriks. Pemilihan matriks dispersi padat mempengaruhi karakteristik disolusi bahan obat. Matriks yang larut air menghasilkan pelepasan bahan obat secara cepat, sedangkan matriks dengan kelarutan

22 3 air yang rendah akan menghasilkan pelepasan bahan obat secara lebih lambat. Beberapa contoh matriks yang digunakan dalam pembuatan dispersi padat adalah polietilenglikol (PEG), polivinilpirolidin (PVP), Gelucire 44/14, Labrasol, sugar, dan urea (Das et al., 2012). Selain itu jumlah perbandingan obat dengan matriks yang digunakan juga dapat berpengaruh terhadap peningkatan disolusi obat (Serajuddin, 1999). PEG merupakan polimer yang mampu melarutkan beberapa senyawa serta dapat meningkatkan pembasahan pada permukaan partikel. Titik leleh PEG yang relatif rendah dapat menjadi keuntungan untuk pembuatan sistem dispersi padat dengan cara peleburan (Launer et al., 2000). Selain itu PEG merupakan material yang tidak toksik dan tidak mengiritasi (Rowe, 2009). Penggunaan PEG 8000 sebagai matriks dispersi padat untuk meningkatkan kelarutan obat yang memiliki kelarutan rendah telah banyak dikembangkan antara lain Gliclazide-PEG 8000 (Biswal, 2009), Ritonavir-PEG 8000 (Poddar, 2011) dan albendazol-peg 8000 (Anutama, 2011). Berdasarkan latar belakang diatas, maka pada penelitian ini akan diteliti pengaruh pembentukan dispersi padat quercetin PEG 8000 terhadap kelarutan dan laju disolusi quercetin. Selain itu juga diteliti pengaruh jumlah PEG 8000 terhadap kelarutan dan laju disolusi quercetin. Komposisi dispersi padat yang dibuat adalah quercetin-peg 8000 dengan perbandingan 1:1; 1:2; 1:3 (b/b).

23 4 1.2 Rumusan Masalah Sesuai dengan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pengaruh peningkatan jumlah PEG 8000 dalam sistem dispersi padat quercetin PEG 8000 terhadap kelarutan quercetin. 2. Bagaimana pengaruh peningkatan jumlah PEG 8000 dalam sistem dispersi padat quercetin PEG 8000 terhadap laju disolusi quercetin. 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui : 1. Pengaruh peningkatan jumlah PEG 8000 dalam sistem dispersi padat quercetin PEG 8000 terhadap kelarutan quercetin. 2. Pengaruh peningkatan jumlah PEG 8000 dalam sistem dispersi padat quercetin PEG 8000 terhadap laju disolusi quercetin. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang peningkatan kelarutan dan laju disolusi quercetin dengan pembentukan dispersi padat quercetin-peg 8000 yang mungkin dapat digunakan sebagai metode alternatif peningkatan kelarutan dan laju disolusi bahan obat lain yang memiliki sifat yang mirip.

24 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Quercetin Quercetin merupakan senyawa golongan flavonol, satu dari enam subklas flavonoid. Quercetin memiliki banyak kegunaan bagi kesehatan tubuh manusia. Secara klinik quercetin telah diteliti dapat menurunkan tekanan darah (Kelly, 2011). Quercetin juga merupakan salah satu sumber makanan yang mengandung antioksidan tinggi sehingga dapat digunakan sebagai kemopreventif yang poten dan menjadi penghambat kuat pada pertumbuhan sel kanker payudara, usus, paru-paru, dan ovarium (Kakran, 2011). Dengan dosis kurang dari 150 mg per hari dapat menunjukan efek biologis terhadap tubuh (Kelly, 2011). Quercetin memiliki nama kimia 2-(3,4-Dihydroxyphenyl)- 3,5,7-trihydroxy-4H-1-benzopyran-4-one dengan rumus molekul C 15 H 10 O 7 dan berat molekul (Sweetman, 2009). Quercetin larut dalam asam asetat glasial (The Merck Index, 1983). Kelarutan quercetin dalam air sebesar 0,17 7 µg/ml (Karadag et al, 2014). Berikut adalah gambar molekul dari Quercetin ditunjukan pada gambar 2.1. Gambar 2.1 Struktur molekul quercetin (Sweetman, 2009). 5

25 6 Quercetin dalam Biopharmaceutical Classification System (BCS) digolongkan menjadi BCS II (Madaan, 2014). Termasuk dalam BCS II artinya quercetin memiliki permeabilitas yang tinggi namun kelarutannya rendah dalam air. Bioavailabilitas dari senyawa golongan BCS II terbatas oleh laju disolusinya (Seema et al., 2011). Pada penelitian hewan dan manusia telah menunjukan bahwa setelah konsumsi quercetin oral sebanyak 60% dari dosis yang diserap (sebagai qurcetin total), metabolisme luas sebagai akibat dari efek first pass memastikan bahwa aglikon quercetin tidak terkonjugasi beredar dalam plasma pada konsentrasi sangat rendah (Harwood et al., 2007). 2.2 PEG 8000 Polietilenglikol 8000 (PEG 8000) merupakan sebuah polimer adisi dari etilen oksida dan air. PEG berbentuk cair, PEG 1000 hingga diatasnya berbentuk padat bergantung pada temperatur. PEG diatas 1000 berwarna putih dan rentang konsistensinya pasta sampai serpihan lilin. Pada PEG diatas 600 terdapat dalam bentuk serbuk. Ratarata berat molekul dari PEG 8000 adalah dengan titik beku antara C. Densitas dari PEG 8000 adalah g/cm 3 dengan viskositas cst (Rowe, 2009). Gambar 2.2 Struktur PEG 8000 (Rowe et al., 2009). Nilai m pada PEG 8000 adalah PEG merupakan polimer yang mampu melarutkan beberapa senyawa serta dapat meningkatkan

26 7 pembasahan pada permukaan partikel (Launer et al., 2000). Menurut Craig dan Newton (1992) terdapat hubungan log-linear antara berat molekul PEG dengan laju disolusi, hal ini karena sifat dari polimer yang mendominasi pada proses disolusi (Craig, 2002). PEG digunakan secara luas dalam formulasi farmasetika. PEG juga dapat meningkatkan kelarutan senyawa dalam air dengan membentuk dispersi padat. PEG merupakan material yang tidak toksik dan tidak mengiritasi. Acceptable daily intake (ADI) PEG adalah 10mg/kg berat badan (Rowe, 2009). Kebanyakan titik leleh dari PEG dibawah 65 C, contohnya : titik leleh PEG C, titik leleh PEG C dan titik leleh PEG 8000 adalah C. Titik leleh yang relatif rendah ini merupakan keuntungan untuk pembuatan dispersi padat menggunakan metode pelelehan (Launer et al., 2000). Penggunaan PEG 8000 sebagai matriks dispersi padat telah banyak dikembangkan antara lain gliclazide-peg 8000 (Biswal, 2009), ritonavir-peg 8000 (Sushikumar, 2011) dan albendazol-peg 8000 (Anutama, 2011). 2.3 Dispersi Padat Dispersi padat merupakan produk padat yang terdiri dari dua atau lebih komponen yang berbeda. Biasanya terdiri dari matriks hidrofil dan obat yang hidrofobik. Matriks dapat berbentuk kristal maupun bentuk amorf. Obat dapat didispersikan secara molekular, dalam partikel amorf atau dalam partikel kristal (Dhirendra et al., 2009). Beberapa contoh matriks yang digunakan dalam pembuatan dispersi padat adalah polietilenglikol (PEG), polivinilpirolidin (PVP), Gelucire 44/14, Labrasol, sugar, dan urea (Kumar et al., 2012).

27 8 Berdasarkan susunan molekularnya, dispersi padat dapat dibedakan menjadi beberapa tipe yaitu (Chiou et al., 1971) 1. Campuran eutektik Pada campuran eutektik biasanya dibuat dengan cara pemadatan campuran cair dua komponen secara cepat. Campuran yang dibuat menunjukan campuran cair yang terlarutkan sempurna. Secara termodinamika, suatu sistem diasumsikan sebuah campuran dari komponen kristalkristalnya. Ketika eutektik terbentuk dari obat (kelarutan air rendah) kontak dengan cairan saluran cerna, kemungkinan matriks dilepaskan pada cairan saluran cerna dalam bentuk fine kristal. Hal ini berdasarkan asumsi bahwa kedua komponen secara simultan membentuk kristal dengan ukuran partikulat yang sangat kecil. 2. Larutan padat Larutan padat terbuat dari solut padat yang terlarut dalam pelarut padat. Biasanya bisa disebut sebagai campuran kristal karena dua komponen membentuk kristal bersamaan pada sebuah sistem satu fase yang homogen. Larutan padat secara general diklasifikasi sesuai seberapa besar melarutnya dua komponen atau struktur kristal larutan padat. Berdasarkan pembentuknya dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu larutan padat kontinyu dan larutan padat diskontinyu. 3. Larutan gelas dan suspensi gelas Larutan gelas bersifat homogen. Pada tipe ini solut dilarutkan pada pembawa gelas. Ukuran partikel dari fase terdispersi tergantung dari laju pendinginan atau evaporasi. Pada larutan

28 9 maupun suspensi gelas, energi kisi yang dihasilkan lebih rendah. 4. Endapan amorf obat pada matriks kristalin Tipe ini mirip dengan campuran eutektik sederhana. Perbedaannya dengan campuran eutektik sederhana adalah pada tipe ini obat mengalami pengendapan pada bentuk amorf. Keuntungan dari dispersi padat (Dhirendra et al., 2009) : 1. Pengecilan ukuran partikel Dispersi molekular seperti dispersi padat merupakan tingkat akhir dari pengecilan ukuran partikel. Setelah matriks terdisolusi, obat terdispersi molekular pada media disolusi. Prinsip dispersi padat adalah membantu peningkatan pelepasan bahan obat dengan membentuk sebuah campuran antara obat yang memiliki kelarutan rendah dalam air dengan matriks yang memiliki kelarutan terhadap air yang tinggi. Dengan adanya pengecilan ukuran maka akan terjadi peningkatan luas permukaan sehingga laju disolusi meningkat dan akhirnya meningkatkan bioavailabilitas dari obat yang mempunyai kelarutan rendah dalam air. 2. Peningkatan pembasahan partikel Pada sistem dispersi padat, bahan obat dikelilingi oleh matriks larut air yang telah siap terlarut. Hal tersebut menyebabkan air kontak dengan bahan obat dan membasahi bahan obat. Sebagai konsekuensinya, suspensi homogen obat yang terbentuk mudah didapatkan dengan pengadukan minimum. 3. Peningkatan porositas Partikel pada dispersi padat memiliki porositas yang lebih tinggi. Peningkatan porositas juga tergantung dari pembawa,

29 10 misalnya dispersi pada yang mengandung polimer linier menghasilkan partikel yang porositasnya lebih tinggi dibanding dengan dispersi padat yang mengandung pembawa polimer retikular. Peningkatan porositas partikel dalam dispersi padat juga mempercepat profil pelepasan obat. 4. Obat dalam bentuk amorf Obat dalam bentuk kristal memiliki kelarutan yang rendah dalam air, sedangkan dalam bentuk amorf cenderung memiliki kelarutan yang lebih tinggi. Peningkatan pelepasan obat biasanya dapat dicapai dengan menggunakan obat dalam bentuk amorf, karena tidak dibutuhkan energi untuk memisahkan kisi kristal selama proses disolusi. Dalam dispersi padat, obat berada dalam larutan jenuhnya setelah terdisolusi, jika obat mengendap, bahan obat berada dalam bentuk polimorf metastabil dengan kelarutan lebih tinggi dibanding bentuk stabil. Pembuatan sistem dispersi dapat dilakukan dengan berbagai metode. Pemilihan metode bergantung pada sifat kimia fisika bahan obat dan matriks yang digunakan. Macam-macam metode pembuatan dispersi padat yaitu (Chiou et al., 1971) 1. Metode Peleburan Pada metode ini campuran fisik obat dan pembawa yang larut air dipanaskan hingga meleleh. Campuran lelehan tersebut kemudian didinginkan dan dipadatkan secara cepat dengan diikuti pengadukan. Hasil padatan yang didapatkan selanjutnya digerus dan diayak. Keuntungan utama dari metode ini adalah simpel dan ekonomis. Selain itu, supersaturated obat dalam sistem dapat tercapai dengan cara peleburan secara cepat

30 11 dengan suhu tinggi. Dengan keadaan tersebut, molekul solut terjebak dalam matriks pelarut dengan pendinginan yang cepat. Kerugiannya yaitu terdapat obat atau pembawa yang mungkin bisa terdekomposisi selama proses pelelehan dengan suhu yang tinggi. 2. Metode Pelarutan Pada metode ini, cara pembuatanya dengan mencampurkan dua komponen padatan yang sebelumnya telah dilarutkan dengan pelarut yang sesuai. Selanjutnya campuran tersebut diuapkan untuk menghilangkan pelarutnya. Keuntungan penggunaan metode ini adalah dekomposisi obat maupun pembawa karena suhu tinggi dapat dicegah. Sedangkan kerugiannya yaitu harga preparasi yang lebih mahal dan menghilangkan sisa cairan pelarut yang cukup sulit. 3. Metode peleburan-pelarutan Pertama-tama obat dilarutkan dengan pelarut yang sesuai. Selanjutnya, larutan obat digabungkan dengan matriks yang sebelumnya telah dilebur. Terdapat beberapa obat yang telah menggunakan metode ini antara lain spironolakton-peg 6000 dann griseolfulvin-peg Kelarutan Kelarutan merupakan sifat fisika kimia senyawa obat yang penting, terutama sistem kelarutan dalam air. Kelarutan tersebut berhubungan dengan efikasi terapetik obat. Untuk obat yang bertujuan untuk masuk ke sirkulasi sitemik, obat harus dalam bentuk larutan. Senyawa obat yang tidak larut kadang menunjukan absorbsi yang tak sempurna atau absorbsi yang tak menentu.

31 ADLN_Perpustakaan Universitas Airlangga 12 Kelarutan obat dapat dinyatakan dalam beberapa cara. Menurut U.S. Pharmacopeia dan National Formulatory, definisi kelarutan adalah jumlah ml pelarut di mana akan larut 1 gram zat terlarut. Sebagai contoh, kelarutan asam borat dalam U.S.Pharmacopeia dikatakan sebagai 1 gram asam borat larut dalam 18 ml air, dalam 18 ml alkohol, dan dalam 4 ml gliserin. Kelarutan secara kuantitatif juga dinyatakan dalam molalita, molaritas dan persentase (Martin et al., 1983). Kelarutan dapat dipangaruhi oleh ukuran partikel dan luas area yang dapat ditunjukan dalam rumus dibawah ini :...(1) Dimana S adalah kelarutan dari partikel kecil; S 0 adalah kelarutan dari partikel besar; γ adalah tegangan permukaan; V adalah volum dalam molar; R adalah konstanta gas; T adalah suhu absolut; dan r adalah diameter ukuran parikel kecil (Ansel, 2005) Dari persamaan tersebut dapat diketahui bahwa kelarutan berbanding terbalik dengan ukuran partikel. Sehingga ukuran partikel semakin kecil akan memperbesar kelarutan (Ansel, 2005). Sistem dispersi padat dapat meningkatkan kelarutan bahan obat. Seperti penelitian yang dilakukan dengan pembuatan sistem dispersi padat gliclazide-peg Pada penelitian ini kelarutannya meningkat, hal ini dikarenakan efek kelarutan PEG 8000 menghasilkan pengecilan agregasi partikel obat, peningkatan pembasahan dan dispersi, dan perubahan permukaan partikel obat (Biswal, 2009). Kelarutan obat biasanya ditentukan melalui metode kesetimbangan kelarutan, yaitu dengan cara sejumlah obat dimasukan kedalam pelarut dan di kocok pada suhu yang konstan sampai Skripsi Peningkatan kelarutan... memperoleh Febrianti Setiawardani

32 ADLN_Perpustakaan Universitas Airlangga 13 kesetimbangan. Analisis dilakukan pada larutan untuk menentukan kelarutannya (Ansel, 2005). 2.5 Disolusi Laju disolusi adalah kecepatan obat untuk larut dalam media. Laju disolusi dapat mempengaruhi onset, intensitas, dan durasi respon obat serta bioavailabilitas obat. Laju disolusi obat dapat meningkat dengan penurunan ukuran partikel. Laju disolusi dapat ditentukan dengan dua metode. Metode yang pertama adalah constant surface. Metode ini menggunakan disk yang telah dimampatkan. Hasil dari metode ini adalah laju disolusi intrinsik. Nilai dari laju disolusi intrinsik adalah miligram yang terlarut per satuan waktu (menit) per satuan luas (cm 2). Metode yang kedua adalah disolusi partikulat. Pada metode ini, sejumlah serbuk sampel ditambahkan pada medium disolusi dengan sistem agitasi yang konstan. Metode ini digunakan untuk mempelajari pengaruh ukuran partikel, luas area, dan bahan tambahan (Ansel, 2005). Dalam persamaan Noyes-Whitney dapat menjelaskan bagaimana meningkatkan laju disolusi. ( )...(2) Dimana dc/dt adalah laju disolusi; A adalah luas area disolusi; D adalah koefisien difusi; Cs adalah kelarutan senyawa dalam media; dan C adalah konsentrasi dari media pada t (waktu) (Singh et al., 2011). Dari persamaan diatas, untuk meningkatkan disolusi bisa dengan meningkatkan luas area dengan cara pengecilan ukuran partikel. Peningkatan laju disolusi pada bahan obat dalam sistem dispersi obat disebabkan oleh pengecilan ukuran partikel, sehingga luas Skripsi Peningkatan kelarutan... Febrianti Setiawardani

33 14 permukaan kontak obat dengan media disolusi lebih besar (Alatas dkk., 2006). Pada sistem dispersi padat pada ibuprofen-pvp K90 menunjukan bahwa laju disolusi ibuprofen meningkat dalam sistem dispersi padat karena ibuprofen dapat terdispersi dengan baik dan menunjukan perubahan bentuk kristal menjadi amorf dalam matriks PVP K90 (Retnowati dkk., 2010).

34 BAB III KERANGKA KONSEPTUAL 3.1 Uraian Kerangka Konseptual Quercetin digolongkan dalam BCS II yang artinya memiliki permeabilitas tinggi namun kelarutannya rendah sehingga bioavailabilitasnya rendah dalam tubuh (Madaan, 2014). Bioavailabilitas quercetin tergantung dari laju disolusinya (Seema et al., 2011). Beberapa metode untuk meningkatkan kelarutan bahan obat sukar larut adalah penambahan komposisi pelarut (konsolvensi dan peningkatan pembasahan), modifikasi fisik (nanokristal, kokristal, dan dispersi padat), Penggunaan sistem pembawa dan modifikasi bahan obat secara kimia (pembentukan prodrug dan garamnya) (Tiwari et al., 2009). Dalam penelitian ini metode untuk peningkatan kelarutan yang terpilih adalah dispersi padat. Dispersi padat merupakan produk padat yang terdiri dari dua atau lebih komponen yang berbeda. Biasanya sistem dispersi padat terdiri dari matriks hidrofil dan obat yang hidrofobik. Kelebihan dari metode ini adalah terjadinya pengecilan ukuran partikel sehingga luas area kontak dengan media semakin tinggi dan dapat meningkatkan laju disolusi. Selain itu adanya efek pembasahan yang dapat mencegah agregasi partikel obat serta bahan obat dalam bentuk amorf yang memiliki kelarutan lebih tinggi. Pemilihan matriks dispersi padat dapat mempengaruhi karakteristik disolusi bahan obat. Beberapa matriks yang biasanya digunakan untuk pembuatan dispersi padat yaitu polietilenglikol (PEG), polivinilpirolidin (PVP), Gelucire 44/14, Labrasol, sugar, dan urea (Kumar et al., 2012). Dalam penelitian ini dipilih PEG 8000 sebagai matriks dalam sistem dispersi padat quercetin karena PEG

35 16 merupakan material yang tidak toksik serta tidak mengiritasi. Selain itu PEG merupakan polimer yang mampu melarutkan beberapa senyawa serta dapat meningkatkan pembasahan pada permukaan partikel. Beberapa metode yang digunakan dalam pembuatan dispersi padat adalah metode peleburan, pelarutan dan peleburan pelarutan. Pada penelitian ini metode pembuatan dispersi padat menggunakan metode peleburan karena titik lebur PEG 8000 yang relatif rendah. Dispersi padat quercetin PEG 8000 dibuat dengan berbagai perbandingan yaitu 1:1, 1:2 dan 1:3. Peningkatan jumlah PEG 8000 dalam sistem dispersi padat quercetin PEG 8000 diharapkan dapat meningkatkan kelarutan dan laju disolusi quercetin.

36 Alur Kerangka Konsep Quercetin 1. Praktis tidak larut air (The Merck Index, 1983) 2. BCS II (Madaan, 2014) 3. Bioavailabilitas tergantung laju disolusi (Seema et al., 2011) Metode Peningkatan Kelarutan 1. Penambahan komposisi pelarut (Kosolvensi dan peningkatan pembasahan) 2. Modifikasi fisik (Nanokristal, kokristal, dan dispersi padat) 3. Penggunaan sistem pembawa 4. Modifikasi bahan obat secara kimia (Pembentukan prodrug dan garamnya) (Tiwari et al., 2009) Dispersi padat quercetin Dispersi padat quercetin PEG 8000 dengan metode peleburan mengakibatkan dipengaruhi Metode Pembuatan 1. Metode pelarutan 1. Metode Peleburan 2. Metode peleburanpelarutan Matriks Polietilenglikol (PEG); Polivinilpiroidin (PVP); Gelucire Pembentukan dispersi padat quercetin-peg 8000 dapat meningkatkan kelarutan dan laju disolusi quercetin dengan pengaruh jumlah polimer Gambar 3.1 Bagan kerangka konseptual.

37 Hipotesis Hipotesis penelitian ini adalah : 1. Peningkatan jumlah PEG 8000 dalam sistem dispersi padat quercetin PEG 8000 dapat meningkatkan kelarutan quercetin. 2. Peningkatan jumlah PEG 8000 dalam sistem dispersi padat quercetin PEG 8000 dapat meningkatkan laju disolusi quercetin.

38 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Bahan Penelitian Bahan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah quercetin hidrat (Tokyo Chemical Industri Co., LTD, Japan Lot 83N20), PEG 8000 (Fluka, Switzerland Lot ), Asam sitrat (Emsure, Germani), NaOH (Emsure, Germani), Sodium Lauryl Sulphate, etanol absolut (Emsure, Germani) dan air demineralisata. 4.2 Alat-Alat Penelitian Spektrofotometer UV-Vis (Cary 50 Conc), alat uji disolusi (Erweka DT 700), timbangan analitik (OHAUS), Digital termostat water bath (HH-4), hot plate (Thermolyne Cimarec), spuit injeksi, filter holder, mortir, stamper, dan alat-alat gelas. 4.3 Rancangan Penelitian Pada penelitian ini dilakukan penelitian eksperimental menguji kelarutan dan laju disolusi quercetin tunggal, campuran fisik quercetin- PEG 8000 dan dispersi padat quercetin-peg Terdapat dua variabel yang digunakan yaitu variabel bebas dan variabel kontrol. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pembuatan sistem dispersi padat quercetin-peg 8000 (1:1; 1:2; 1:3) dan campuran fisik quercetin- PEG 8000 (1:1; 1:2; 1:3). Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah kelarutan dan laju disolusi quercetin. Sedangkan variabel kontrolnya yaitu ukuran partikel, kecepatan pengadukan, suhu, volume media, ph media dan interval waktu uji disolusi. 19

39 20 Tabel IV.1. Komposisi Dispersi Padat dan Campuran Fisik Bahan QM Dispersi Padat b/b PEG Keterangan : QM : Quercetin murni DP I : Dispersi padat quercetin-peg 8000 (1:1) DP II : Dispersi padat quercetin-peg 8000 (1:2) DP III : Dispersi padat quercetin-peg 8000 (1:3) CF I : Campuran fisik quercetin-peg 8000 (1:1) CF II : Campuran fisik quercetin-peg 8000 (1:2) CF III : Campuran fisik quercetin-peg 8000 (1:3) Perbandingan antara quercetin merupakan perbandingan berat per berat. Pada masing-masing kelompok perlakuan dilakukan uji kelarutan dan uji laju disolusi. Untuk uji kelarutan sampel yang digunakan setara sengan quercetin 20 mg. Sedangkan untuk uji laju disolusi sampel yang digunakan setara 5 mg quercetin. Setiap uji kelarutan dan laju disolusi dilakukan replikasi tiga kali. Campuran Fisik b/b DP I DP II DP III CF I CF II CF III Quercetin

40 Kerangka Operasional Quercetin PEG 8000 Pemeriksaan bahan Pembuatan : Quercetin tunggal Campuran fisik quercetin-peg 8000 (1:1) Campuran fisik quercetin-peg 8000(1:2) Campuran fisik quercetin-peg 8000 (1:3) Dispersi padat quercetin-peg 8000 (1:1) Dispersi padat quercetin-peg 8000 (1:2) Dispersi padat quercetin-peg 8000 (1:3) Uji kelarutan Uji disolusi Analisis data Gambar 4.1 Bagan kerangka operasional.

41 Metode Penelitian Pemeriksaan Bahan Baku Penelitian Quercetin a. Analisis Termal dengan DTA (Differential Thermal Analysis) Pemeriksaan titik lebur quercetin dengan menggunakan DTA dilakukan dengan cara menimbang quercetin 3-5 mg dalam krus aluminium. Kemudian krus auminium dimasukkan kedalam alat DTA yang diatur dengan kecepatan pemanasan 10 o C/menit dan pengamatan dilakukan pada rentang suhu o C. Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk membandingkan titik lebur quercetin dengan pustaka yaitu sebesar 310 o C. b. Penentuan Spektrum Inframerah Spektrum inframerah quercetin dibuat dengan metode cakram KBr. Sebanyak ± 1% quercetin dalam KBr digerus sampai homogen dalam mortir, kemudian dimasukkan kedalam pengering hampa udara. Selanjutnya dicetak dengan menggunakan penekan hidrolik sampai diperoleh cakram yang transparan. Kemudian cakram dimasukkan kedalam kuvet dan dialiri sinar inframerah yang selanjutnya diamati spektrumnya. Hasil pemeriksaan nantinya akan dibandingkan dengan spektrum inframerah quercetin standar PEG 8000 a. Analisis Termal dengan DTA Pemeriksaan titik lebur PEG 8000 dengan menggunakan DTA dilakukan dengan cara menimbang PEG mg dalam krus aluminium. Kemudian krus auminium dimasukkan

42 23 kedalam alat DTA yang diatur dengan kecepatan pemanasan 10 o C/menit dan pengamatan dilakukan pada rentang suhu o C. Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk membandingkan titik lebur PEG 8000 dengan pustaka yaitu sekitar dibawah 65 o C. b. Penentuan Spektrum Inframerah Spektrum inframerah PEG 8000 dibuat dengan metode cakram KBr. Sebanyak ± 1% PEG 8000 dalam KBr digerus sampai homogen dalam mortir, kemudian dimasukkan kedalam pengering hampa udara. Selanjutnya dicetak dengan menggunakan penekan hidrolik sampai diperoleh cakram yang transparan. Kemudian cakram dimasukkan kedalam kuvet dan dialiri sinar inframerah yang selanjutnya diamati spektrumnya. Hasil pemeriksaan dibandingkan dengan spektrum inframerah PEG 8000 standar (Watson, 2005) Pembuatan Dispersi Padat Quercetin-PEG 8000 Menimbang teliti 1 g quercetin. Selanjutnya menimbang PEG 8000 sesuai dengan perbandingan yang telah direncanakan. Leburkan PEG 8000 diatas hot plate yang bersuhu C. Setelah PEG 8000 melebur, masukan quercetin, aduk hingga quercetin terdispersi merata dalam leburan PEG 8000 selama 5 menit. Setelah itu dinginkan campuran tersebut hingga padat dan mengering. Gerus sampai didapat bentuk serbuk kemudian diayak dengan menggunakan ayakan mesh no.50, kemudian disimpan dalam wadah kedap udara.

43 Pembuatan Campuran Fisik Quercetin-PEG 8000 Menimbang teliti 1 g quercetin yang sebelumnya telah diayak dengan ayakan mesh no.50. Selanjutnya, timbang teliti PEG 8000 sesuai dengan perbandingan yang telah dibuat. PEG 8000 sebelumnya sudah diayak dengan ayakan mesh no.50. Campurkan quercetin dan PEG 8000 yang telah ditimbang sampai homogen selama 4 menit Pembuatan Larutan Dapar ph 5 Menimbang asam sitrat 20,1 g dan NaOH 8,0 g. Larutkan asam sitrat dan NaOH ke dalam air hingga 1 L. Adjust ph dapar dengan menggunakan HCl. Ukur ph dapar hingga didapat ph 5,00±0,05 menggunakan ph meter Pembuatan Kurva Baku Quercetin dalam Media Dapar Asam Sitrat NaOh ph Pembuatan Larutan Baku Induk Quercetin Larutan baku induk dibuat dengan kadar 400 µg/ml. Ditimbang teliti quercetin sejumlah 20,0 mg dan dilarutkan dalam etanol absolut. Selanjutnya, masukan secara kuantitatif kedalam labu ukur 50,0 ml. Tambahkan etanol absolut hingga tepat tanda. Kocok sampai homogen Pembuatan Larutan Baku Kerja Quercetin Larutan baku kerja quercetin dibuat dengan konsentrasi 0,4; 4,0; 8,0; 16,0; 20,0; 24,0 µg/ml dengan cara sebagai berikut : a. Dipipet sebanyak 0,5 ml larutan baku induk quercetin, dimasukkan kedalam labu ukur 500,0 ml. Kemudian tambahkan larutan dapar sampai batas tanda. Kocok

44 25 larutan tersebut hingga homogen dan diperoleh kadar 0,4 µg/ml. b. Dipipet sebanyak 0,5 ml larutan baku induk quercetin, dimasukkan kedalam labu ukur 50,0 ml. Kemudian tambahkan larutan dapar sampai batas tanda. Kocok larutan tersebut hingga homogen dan diperoleh kadar 4,0 µg/ml. c. Dipipet sebanyak 0,5 ml larutan baku induk quercetin, dimasukkan kedalam labu ukur 25,0 ml. Kemudian tambahkan larutan dapar sampai batas tanda. Kocok larutan tersebut hingga homogen dan diperoleh kadar 8,0 µg/ml. d. Dipipet sebanyak 1,0 ml larutan baku induk quercetin, dimasukkan kedalam labu ukur 25,0 ml. Kemudian tambahkan larutan dapar sampai batas tanda. Kocok larutan tersebut hingga homogen dan diperoleh kadar 16,0 µg/ml. e. Dipipet sebanyak 0,5 ml larutan baku induk quercetin, dimasukkan kedalam labu ukur 10,0 ml. Kemudian tambahkan larutan dapar sampai batas tanda. Kocok larutan tersebut hingga homogen dan diperoleh kadar 20,0 µg/ml. f. Dipipet sebanyak 3,0 ml larutan baku induk quercetin, dimasukkan kedalam labu ukur 50,0 ml. Kemudian tambahkan larutan dapar sampai batas tanda. Kocok larutan tersebut hingga homogen dan diperoleh kadar 24,0 µg/ml.

45 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Quercetin Penentuan panjang gelombang maksimum pada quercetin dilakukan dengan cara pengamatan absorban menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Larutan yang diamati absorbannya adalah larutan kurva baku dengan kadar 8 µg/ml dan 16 µg/ml. Pengamatan absorban ini dilakukan pada panjang gelombang nm. Panjang gelombang maksimum merupakan panjang gelombang yang memberikan absorban terbesar Pemeriksaan Pengaruh PEG 8000 terhadap Panjang Gelombang Maksimum Quercetin Dibuat larutan PEG 8000 dengan kadar 400 µg/ml dengan cara menimbang teliti PEG 8000 sejumlah 20,0 mg dan dilarutkan dalam labu ukur 50,0 ml menggunakan larutan dapar. Ambil 0,5 ml larutan baku induk quercetin 400 µg/ml yang telah dibuat, masukkan kedalam labu ukur 25,0 ml. Kemudian tambahkan 0,5 ml larutan PEG µg/ml. Kemudian tambahkan larutan dapar sampai batas tanda. Kocok larutan hingga homogen. Amati absorbannya menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada nm. Spektrum yang dihasilkan dibandingkan dengan spektrum larutan baku kerja quercetin dengan kadar 8,0 µg/ml Penentuan Kurva Baku Quercetin Larutan baku kerja yang telah dibuat diamati absorbannya pada panjang gelombang maksimum quercetin. Selanjutnya dibuat kurva absorban terhadap kadar larutan baku kerja. Dari data tersebut dapat diperoleh persamaan kurva baku dan regresi linear kurva tersebut.

46 Pemeriksaan Homogenitas Quercetin Timbang campuran fisik dan dispersi padat setara dengan berat 20 mg quercetin. Larutkan dengan etanol absolut. Masukkan larutan secara kuantitatif kedalam labu ukur 25,0 ml. Tambahkan etanol absolut sampai tanda batas. Kocok sampai homogen. Selanjutnya, ambil 1,0 ml larutan dan encerkan dengan menggunakan larutan dapar sampai 50 ml. Amati absorbannya dengan menggunakan spektrofotometer UV- Vis pada panjang gelombang maksimum quercetin. Penentuan dilakukan dengan replikasi tiga kali Pembuatan Kurva Baku Quercetin dalam Media Air Pembuatan Larutan Baku Induk Quercetin Larutan baku induk dibuat dengan kadar 200 µg/ml. Ditimbang teliti quercetin sejumlah 50,0 mg dan dilarutkan dalam etanol absolut. Selanjutnya, masukan secara kuantitatif kedalam labu ukur 250,0 ml. Tambahkan etanol absolut hingga tepat tanda. Kocok sampai homogen Pembuatan Larutan Baku Kerja Quercetin dalam Media Air Larutan baku kerja quercetin dibuat dengan konsentrasi 4,0; 8,0; 10,0; 12,0; 16,0 µg/ml dengan cara sebagai berikut : a. Dipipet sebanyak 0,5 ml larutan baku induk quercetin, dimasukkan kedalam labu ukur 25,0 ml. Kemudian tambahkan air suling sampai batas tanda. Kocok larutan tersebut hingga homogen dan diperoleh kadar 4,0 µg/ml. b. Dipipet sebanyak 1,0 ml larutan baku induk quercetin, dimasukkan kedalam labu ukur 25,0 ml. Kemudian

47 28 tambahkan air suling sampai batas tanda. Kocok larutan tersebut hingga homogen dan diperoleh kadar 8,0 µg/ml. c. Dipipet sebanyak 0,5 ml larutan baku induk quercetin, dimasukkan kedalam labu ukur 10,0 ml. Kemudian tambahkan air suling sampai batas tanda. Kocok larutan tersebut hingga homogen dan diperoleh kadar 10,0 µg/ml. d. Dipipet sebanyak 3,0 ml larutan baku induk quercetin, dimasukkan kedalam labu ukur 50,0 ml. Kemudian tambahkan air suling sampai batas tanda. Kocok larutan tersebut hingga homogen dan diperoleh kadar 12,0 µg/ml. e. Dipipet sebanyak 2,0 ml larutan baku induk quercetin, dimasukkan kedalam labu ukur 25,0 ml. Kemudian tambahkan air suling sampai batas tanda. Kocok larutan tersebut hingga homogen dan diperoleh kadar 16,0 µg/ml Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Quercetin dalam Air Penentuan panjang gelombang maksimum pada quercetin dilakukan dengan cara pengamatan absorban menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Larutan yang diamati absorbannya adalah larutan kurva baku dengan kadar 8 µg/ml dan 12 µg/ml. Pengamatan absorban ini dilakukan pada panjang gelombang nm. Panjang gelombang maksimum merupakan panjang gelombang yang memberikan absorban terbesar Penentuan Kurva Baku Quercetin dalam Air Larutan baku kerja yang telah dibuat diamati absorbannya pada panjang gelombang maksimum quercetin. Selanjutnya dibuat kurva

48 29 absorban terhadap kadar larutan baku kerja. Dari data tersebut dapat diperoleh persamaan kurva baku dan regresi linear kurva tersebut Uji Kelarutan Penentuan Waktu Kelarutan Jenuh Quercetin Ditimbang quercetin sejumlah 20,0 mg. Kemudian tambahkan larutan dapar sebagai media sejumlah 40 ml. Lakukan pengadukan dengan menggunakan magnetic stirrer dengan kecepatan tertentu dalam suhu konstan 30±0,5 C. Dilakukan pengambilan cuplikan quercetin 3 ml pada menit ke 30; 60; 90; 120; 180 dan seterusnya hingga diperoleh kadar konstan. Sebelum diambil, diamkan terlebih dahulu selama 10 menit. Kemudian saring dengan membran filter 0,45 µm. Amati absorbannya dan tentukan kadar quercetin melalui spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang maksimum. Lakukan penentuan waktu kelarutan jenuh quercetin dengan replikasi tiga kali Uji Kelarutan Dispersi Padat dan Campuran Fisik Quercetin PEG 8000 Ditimbang dengan teliti dispersi padat dan campuran fisik (setara dengan quercetin 20 mg). Masukan kedalam bejana yang berisi 40 ml larutan dapar ph 5. Lakukan pengadukan dengan menggunakan magnetic stirrer dengan kecepatan tertentu dalam suhu konstan (30±0,5 C). Diambil cuplikan larutan pada waktu jenuh sejumlah 5 ml. Sebelum pengambilan cuplikan, diamkan bejana tersebut selama 10 menit. Selanjutnya, saring larutan dengan filter holder yang dilengkapi dengan membran filter 0.45 µm. Tentukan kadar larutan tersebut menggunakan spektofotometer UV-Vis pada panjang gelombang maksimum quercetin. Hitung kadar quercetin melalui kurva baku yang

49 30 telah dibuat. Penentuan kelarutan dispersi padat dilakukan replikasi tiga kali pada semua perbandingan yang telah dibuat Uji Disolusi Pengujian disolusi dilakukan pada zat tunggal quercetin, campuran fisik quercetin-peg 8000 dan dispersi padat quercetin-peg Uji disolusi dilakukan dengan menggunakan alat uji disolusi (Erweka DT 700) dengan pengaduk keranjang (basket). Kecepatan pengadukannya adalah 100 rpm dengan media air dengan penambahan surfaktan SLS 1%. Suhu konstan yang digunakan adalah 37±0,5 C. Prosedur pengujian disolusi adalah sebagai berikut: pertama-tama timbang sampel (setara dengan quercetin 5 mg). Sampel dimasukan kedalam keranjang dan dimasukan kedalam bejana yang telah berisi media yang telah diatur suhu konstannya. Selanjutnya, pengaduk diputar sesuai kecepatan yang diinginkan. Ambil cuplikan larutan sebanyak 5 ml setiap interval menit ke 5; 10; 15; 20; 25; dan 30 menggunakan spuit injeksi. Larutan tersebut disaring dengan menggunakan filter holder yang dilengkapi dengan membran filter 0.45 µm. Pada setiap pengambilan cairan sampel, dilakukan penggantian media disolusi sejumlah 5 ml larutan dapar yang dimasukan. Selanjutnya, tentukan kadar larutan tersebut menggunakan spektofotometer UV-Vis pada panjang gelombang maksimum quercetin. Hitung kadar quercetin melalui kurva baku yang telah dibuat. Penentuan laju disolusi dilakukan replikasi tiga kali. Dari uji disolusi akan didapatkan prosentase terlarut quercetin yang nantinya dapat dihitung ED 30 dan slope dari quercetin, dispersi padat dan campuran fisik.

50 ADLN_Perpustakaan Universitas Airlangga Analisis Data Uji Kelarutan Pada uji kelarutan, dihitung kadar quercetin yang terlarut pada waktu jenuh melalui kurva baku yang telah dibuat sebelumnya. Uji kelarutan dilakukan selama waktu kelarutan jenuh quercetin tunggal. Nantinya, akan dibandingkan dengan campuran fisik quercetin-peg 8000 dan dispersi padat quercetin-peg Uji Disolusi Pada uji disolusi akan didapatkan profil disolusi dari quercetin tunggal, campuran fisik quercetin-peg 8000 dan dispersi padat quercetin-peg Nantinya akan dibandingkan profil disolusi dari zat-zat tersebut. Pada uji disolusi dilakukan pengenceran 5 ml pada setiap pengambilan cuplikan, maka untuk menghitung kadar quercetin pada sampel digunakan faktor koreksi dalam persamaan Wuster....(3) Profil laju disolusi merupakan kurva yang menggambarkan jumlah senyawa yang terlarut terhadap waktu. Menghitung harga slope untuk mengetahui laju disolusi quercetin antar perlakuan dengan persamaan regresi antara waktu (t) dengan % terlarut. Menghitung harga Efisiensi Diolusi 30 (ED30), parameter yang digunakan untuk membandingkan prosentase terlarut dalam 30 menit disolusi antar perlakuan...(4) Skripsi Peningkatan kelarutan... Febrianti Setiawardani

51 Analisis Statistika a. Perhitungan Kelarutan Untuk mengetahui waktu jenuh quercetin dilakukan uji statistika T-Test berpasangan pada kadar setiap waktu pengukuran. Bila harga p>0,05 maka kadar tidak berbeda makna atau konstan. Selanjutnya untuk mengetahui apakah terdapat perbedaaan yang bermakna pada kelarutan quercetin, campuran fisik dan dispersi padat dilakukan uji statistika ANOVA one way. Bila terdapat perbedaan kelarutan yang bermakna, dilanjutkan dengan uji HSD (Honestly Significant Differnce) menurut Tukey dengan α=0.05 untuk mengetahui letak perbedaanya. Jika hasil rata-rata kelarutan antara perlakuan memiliki selisih yang lebih besar dibanding hasil perhitungan HSD, maka terdapat perbedaan kelarutan yang bermakna antar perlakuan tersebut. b. Perhitungan Laju disolusi Perhitungan untuk membandingkan laju disolusinya dapat dilakukan dengan menghitung nilai ED 30 dan slope. Data kemudian dianalisis secara statistik dengan ANOVA (Analysis of Variance). Untuk menunjukan adanya kebermaknaan perbedaan antar kelompok perlakuan dengan derajat kepercayaan 0.95 (α=0.05), dengan membandingkan harga F hitung dengan F tabel. Bila harga F hitung lebih besar daripada F tabel, maka terdapat perbedaan ED dan slope yang bermakna, minimal satu pasang data. Bila terdapat perbedaan ED dan slope yang bermakna, dilanjutkan dengan uji HSD (Honestly Significant Differnce)

52 ADLN_Perpustakaan Universitas Airlangga 33 menurut Tukey dengan α=0.05 untuk mengetahui letak perbedaanya....(5) Keterangan : q : Diperoleh dari tabel F a : Derajat kepercayaan k : Jumlah perlakuan N : Jumlah pengamatan total n : Jumlah pengulangan MSE : Kuadrat rata-rata kesalahan Jika hasil rata-rata ED dan slope antara perlakuan memiliki selisih yang lebih besar dibanding hasil perhitungan HSD, maka terdapat perbedaan ED dan slope yang bermakna antar perlakuan tersebut. Skripsi Peningkatan kelarutan... Febrianti Setiawardani

53 BAB V HASIL PENELITIAN 5.1. Pemeriksaan Kualitatif Bahan Penelitian Quercetin Hasil pemeriksaan kualitatif quercetin dapat dilihat pada tabel V.1. Spektra inframerah dapat dilihat pada lampiran 1, sedangkan termogram DTA dapat dilihat pada lampiran 3. Tabel V.I Pemeriksaan kualitatif quercetin Identifikasi Hasil Identifikasi Pustaka Organoleptis Serbuk kuning, Jarum kuning (1) Titik Lebur DTA o C 326 o C (2) Spektra Inframerah Bilangan Gelombang (cm -1 ) Gugus Fungsi : O-H (2) C=O (2) 1610 (2) Gugus aromatik (2) C-O-C (2) 1160 (2) C-H Aromatik (2) (1) (The Merck Index, 1983) (2) (Kakran et al., 2011) 34

54 PEG 8000 Hasil pemeriksaan kualitatif dapat dilihat pada tabel V.2. Hasil spektra inframerah dapat dilihat pada lampiran 2, sedangkan termogram DTA dapat dilihat pada lampiran 4. Tabel V.2. Pemeriksaan kualitatif PEG 8000 Identifikasi Hasil Identifikasi Pustaka Organoleptis Serpihan putih, mudah mengalir Serpihan putih, mudah mengalir (4) Titik Lebur DTA 64.3 o C Dibawah 65 o C Spektra Inframerah Gugus Fungsi : Bilangan Gelombang (cm -1 ) C-H alifatis (3) O-H (3) C-O eter (3) 1242 (3) (3) (3) (Bugay& Findlay, 1999) (4) (The Merck Index, 1983)

55 Pembuatan Kurva Baku Quercetin dalam Media Dapar Asam Sitrat NaOH Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Quercetin Hasil pengamatan serapan larutan quercetin 8,08 dan 16,16 µg/ml dalam larutan dapar asam sitrat NaOH ph 5,00±0,05 menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada rentang nm menunjukan panjang gelombang maksimum quercetin berada pada 366,95 nm. Gambar hasil penentuan panjang gelombang maksimum quercetin dalam media dapar asam sitrat NaOH dapat dilihat pada gambar Serapan ,16 PPM 8,08PPM Panjang Gelombang (nm) Gambar 5.1 Spektra UV-Vis quercetin kadar 8,08 µg/ml dan 16,16 µg/ml dalam media dapar asam sitrat NaOH ph 5,00±0, Pengamatan Kurva Baku Quercetin dalam Media Dapar Asam Sitrat NaOH ph 5±0,05 Berdasarkan hasil penentuan panjang gelombang maksimum quercetin, maka dilakukan pengamatan serapan baku kerja yang telah dibuat pada panjang gelombang maksimum quercetin (366,95 nm).

56 37 Hasil pengamatan kurva baku dapat dilihat pada tabel V. 3. Dari hasil pengamatan diperoleh persamaan regresi y = 0,05329x 0,00212, dengan harga koefisien korelasi (r) sebesar 0, Tabel V. 3 Hasil pengamatan serapan larutan baku kerja quercetin dalam media dapar asam sitrat NaOH ph 5±0,05 pada panjang gelombang 366,95 nm dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis Kadar (µg/ml) Serapan 0,42 0,0282 4,04 0,2042 8,08 0, ,16 0, ,20 1, ,24 1,2630 Serapan Kadar (µg/ml) Gambar 5.2 Kurva baku quercetin dalam media dapar asam sitrat NaOH ph 5±0,05 pada panjang gelombang 366,95 nm.

57 Pengamatan Pengaruh PEG 8000 Terhadap Panjang Gelombang Maksimum Quercetin Berdasarkan gambar 5.3 dapat dilihat bahwa spektra quercetin dengan PEG 8000 berhimpitan dengan spektra quercetin tunggal. Selain itu dari perhitungan match factor yang diperoleh dari hasil regresi serapan spektra quercetin dan serapan spektra quercetin dengan PEG 8000 bernilai 999 (r=0,999) yang menandakan 2 spektra tersebut identik (Stahl, 2003). Oleh karena itu, berdasar data yang diperoleh, PEG 8000 tidak mempengaruhi spektra quercetin Serapan Panjang Gelombang (nm) QC QC + PEG 8000 Gambar 5.3 Spektra pengaruh PEG 8000 terhadap spektra quercetin.

58 39 Tabel V.4 Serapan quercetin kadar 8 µg/ml dan quercetin PEG µg/ml untuk penentuan match factor Serapan quercetin kadar 8,0 µg/ml (x) Serapan quercetin - PEG 8000 (1:1) 8,0 µg/ml (y) 0,3322 0,3391 0,3573 0,3669 0,3839 0,3958 0,4042 0,4165 0,4192 0,4309 0,4224 0,4337 0,4151 0,4260 0,3939 0,4032 0,3623 0,3701 0,3219 0,3276 0,2804 0,2833 0,2378 0,2399 0,1996 0,1997 SerapanQC - PEG Serapan QC (nm) Gambar 5.4 Kurva regresi antara serapan quercetin dan quercetin PEG µg/ml dalam media dapar sitrat ph 5.

59 Pemeriksaan Homogenitas Quercetin Hasil pemeriksaan homogenitas quercetin dalam campuran fisik quercetin PEG 8000 dan dispersi padat quercetin PEG 8000 dapat dilihat dari tabel V.5. Dari data tersebut dapat dihitung jumlah sampel setara yang diinginkan sehingga kelarutan dan laju disolusi. Tabel V.5 dapat digunakan untuk uji Hasil % homogenitas quercetin dalam campuran fisik quercetin PEG 8000 dan dispersi padat quercetin PEG 8000 FORMULA Replikasi I % Homogenitas Replikasi II Replikasi III Rerata CF 1:1 110,33 110,85 111,74 110,97 0,58 CF 1:2 114,33 115,13 114,82 114,76 0,33 CF 1:3 115,74 114,01 112, ,22 DP 1:1 120,66 118,84 121,56 120,35 1,13 DP 1:2 120,85 120,15 120,15 120,38 0,33 DP 1: ,34 117,04 117,79 1,09 Keterangan : CF I : Campuran fisik quercetin-peg 8000 (1:1) CF II : Campuran fisik quercetin-peg 8000 (1:2) CF III : Campuran fisik quercetin-peg 8000 (1:3) DP I : Dispersi padat quercetin-peg 8000 (1:1) DP II : Dispersi padat quercetin-peg 8000 (1:2) DP III : Dispersi padat quercetin-peg 8000 (1:3) 5.3. Pemeriksaan Kurva Baku Quercetin dalam Media Air Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Quercetin Hasil pengamatan serapan larutan quercetin 8 dan 12 µg/ml dalam air menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada rentang nm menunjukan panjang gelombang maksimum quercetin berada SD

60 41 pada 373 nm. Gambar hasil penentuan panjang gelombang maksimum quercetin dapat dilihat pada gambar 5.5. Panjang Gelombang (nm) Serapan 8 ppm 12 ppm Gambar 5.5 Spektra UV-Vis quercetin kadar 8 µg/ml dan 12 µg/ml dalam air Pengamatan Kurva Baku Quercetin Berdasarkan hasil penentuan panjang gelombang maksimum quercetin dalam media air, maka dilakukan pengamatan serapan baku kerja yang telah dibuat pada panjang gelombang maksimum quercetin (373 nm). Hasil pengamatan kurva baku dapat dilihat pada tabel V. 6. Dari hasil pengamatan diperoleh persamaan regresi y = 0,05281x- 0,00660, dengan harga koefisien korelasi (r) sebesar 0,99815.

61 42 Tabel V. 6 Hasil pengamatan serapan larutan baku kerja quercetin dalam media air pada panjang gelombang 373 nm dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis Kadar (µg/ml) Serapan 4,06 0,1069 8,11 0, ,14 0, ,17 0, ,22 0,8539 Serapan Kadar (µg/ml) Gambar 5.6 Kurva regresi antara serapan quercetin dan quercetin PEG µg/ml dalam media air Uji Kelarutan Penentuan Waktu Jenuh Quercetin Penentuan kelarutan quercetin, campuran fisik quercetin PEG 800, dan dispersi padat quercetin PEG 8000 dilakukan dalam media dapar asam sitrat NaOH ph 5 pada suhu 30±0,5 C selama waktu jenuh quercetin. Profil kelarutan quercetin dapat dilihat pada gambar 5.7.

62 43 Dari data tersebut maka dapat dianalisis statistika menggunakan paired T-test dan diperoleh data mulai dari menit ke tidak ada perbedaan bermakna dibuktikan dengan P > 0,05. Menit ke 240 dipilih menjadi waktu jenuh quercetin karena awal waktu jenuh quercetin pada menit ke 240. Tabel V.7 Hasil penentuan kelarutan jenuh quercetin pada suhu 30±0,5 C dalam media dapar asam sitrat NaOH ph 5,00±0,05* Waktu (menit) Konsentrasi (µg/ml) 0 0,00±0, ,90±0, ,36±0, ,54±0, ,42±0, ,62±0, ,55±0, ,56±0, ,63±0,45 *Data merupakan rerata dari tiga replikasi ± SD (Standard Deviation)

63 (%b/v, 10-4 ) Waktu (menit) Gambar 5.7 Profil penentuan kelarutan jenuh quercetin dalam media dapar asam sitrat NaOH ph 5,00±0,05 pada suhu 30±0,5 C Pengujian Kelarutan Quercetin, Campuran Fisik Quercetin PEG 8000 dan Dispersi Padat Quercetin PEG 8000 Penentuan kelarutan dilakukan pada waktu jenuh quercetin yang telah ditentukan yaitu pada menit ke 240. Kelarutan quercetin, campuran fisik dan dispersi padat dapat dilihat pada tabel V.8. Dari data yang diperoleh maka dilakukan uji statistika one way ANOVA yang hasilnya dapat dilihat pada tabel V.8.

64 45 Tabel V.8 Hasil penentuan kelarutan pada suhu 30±0,5 C dalam media dapar asam sitrat NaOH ph 5,00±0,05* Sampel % Terlarut (%b/v, 10-4 ) QC 1,62±0,12 CF 1:1 1,15±0,25 CF 1:2 1,34±0,20 CF 1:3 0,95±0,02 DP 1:1 2,01±0,19 DP 1:2 2,43±0,11 DP 1:3 5,26±0,43 *data merupakan rerata dari tiga replikasi ± SD (Standard Deviation) Keterangan : QC : Quercetin murni CF I : Campuran fisik quercetin-peg 8000 (1:1) CF II : Campuran fisik quercetin-peg 8000 (1:2) CF III : Campuran fisik quercetin-peg 8000 (1:3) DP I : Dispersi padat quercetin-peg 8000 (1:1) DP II : Dispersi padat quercetin-peg 8000 (1:2) DP III : Dispersi padat quercetin-peg 8000 (1:3)

65 (%b/v, 10-4 ) QC CF 1:1 CF 1:2 CF 1:3 DP 1:1 DP 1:2 DP 1:3 Gambar 5.8 Kelarutan quercetin, campuran fisik dan dispersi padat dalam media dapar asam sitrat NaOH ph 5,00±0,05 pada suhu 30±0,5 C. Keterangan : QC : Quercetin murni CF I : Campuran fisik quercetin-peg 8000 (1:1) CF II : Campuran fisik quercetin-peg 8000 (1:2) CF III : Campuran fisik quercetin-peg 8000 (1:3) DP I : Dispersi padat quercetin-peg 8000 (1:1) DP II : Dispersi padat quercetin-peg 8000 (1:2) DP III : Dispersi padat quercetin-peg 8000 (1:3)

66 47 Tabel V.9 Hasil uji HSD % terlarut quercetin murni, campuran fisik quercetin PEG 8000 dan dispersi padat quercetin PEG 8000 QC CF 1:1 CF 1:2 CF 1:3 DP 1:1 DP 1:2 DP 1:3 QC * CF 1: * * * CF 1: * * CF 1: * * * DP 1:1 - * - * - - * DP 1:2 - * * * - - * DP 1:3 * * * * * * - *terdapat perbedaan bermakna pada α=0,05 QC : Quercetin murni CF I : Campuran fisik quercetin-peg 8000 (1:1) CF II : Campuran fisik quercetin-peg 8000 (1:2) CF III : Campuran fisik quercetin-peg 8000 (1:3) DP I : Dispersi padat quercetin-peg 8000 (1:1) DP II : Dispersi padat quercetin-peg 8000 (1:2) DP III : Dispersi padat quercetin-peg 8000 (1:3) 5.5. Penentuan Laju Disolusi Hasil penentuan laju disolusi quercetin, campuran fisik quercetin PEG 8000, dan dispersi padat quercetin PEG 8000 dapat dilihat pada tabel V.10.

67 48 Tabel V. 10 Hasil uji disolusi quercetin, campuran fisik quercetin PEG 8000, dan dispersi padat quercetin PEG 8000 dalam media SLS 1% dalam air pada suhu 37±0,5 C* Waktu (Menit) QC CF 1:1 CF 1:2 CF 1:3 DP 1:1 DP 1:2 DP 1:3 0 0,00 ± 0,00 0,00 ± 0,00 0,00 ± 0,00 0,00 ± 0,00 0,00 ± 0,00 0,00 ± 0,00 0,00 ± 0, ,36±8,26 61,34±2,87 58,32±2,57 63,50±3,71 31,31±916 48,85±3,23 73,08±6, ,12±7,24 68,81±2,50 66,66±1,71 71,76±2,52 32,16±8,85 61,45±1,81 82,77±3, ,04±7,51 69,74±2,26 65,73±3,84 74,81±2,45 43,94±2,66 66,28±0,96 85,55±0, ,80±7,63 74,92±4,00 67,78±4,25 75,40±3,16 45,52±2,54 68,83±1,54 90,61±0, ,73±10,57 76,70±4,84 68,92±6,13 77,33±3,93 51,19±2,82 73,55±0,73 95,97±2, ,17±5,75 75,6±4,35 69,53±4,24 74,02±6,18 54,08±3,20 75,87±0,50 92,41±0,89 *data merupakan rerata dari tiga replikasi ± SD (Standard Deviation) Keterangan : QC : Quercetin murni CF I : Campuran fisik quercetin-peg 8000 (1:1) CF II : Campuran fisik quercetin-peg 8000 (1:2) CF III : Campuran fisik quercetin-peg 8000 (1:3) DP I : Dispersi padat quercetin-peg 8000 (1:1) DP II : Dispersi padat quercetin-peg 8000 (1:2) DP III : Dispersi padat quercetin-peg 8000 (1:3)

68 49 % Terlarut Waktu (menit) QC CF 1:1 CF 1:2 CF 1:3 DP 1:1 DP 1:2 DP 1:3 Gambar 5.9 Profil disolusi quercetin, campuran fisik quercetin PEG 8000, dan dispersi padat quercetin PEG 8000 dalam media SLS 1% dalam air pada suhu 37±0,5. Keterangan : QC : Quercetin murni CF I : Campuran fisik quercetin-peg 8000 (1:1) CF II : Campuran fisik quercetin-peg 8000 (1:2) CF III : Campuran fisik quercetin-peg 8000 (1:3) DP I : Dispersi padat quercetin-peg 8000 (1:1) DP II : Dispersi padat quercetin-peg 8000 (1:2) DP III : Dispersi padat quercetin-peg 8000 (1:3) Berdasar data % terlarut quercetin, campuran fisik dan dispersi padat quercetin PEG 8000 maka dapat dihitung ED 30 dan slope dari masing masing kelompok perlakuan yang dapat dilihat pada tabel V.11. dan V. 13. Selain itu dari data ED 30 dan slope juga dapat dihitung statistika untuk mengetahui perbedaan ED 30 quercetin, campuran fisik dan dispersi padat quercetin PEG Hasil one way ANOVA dapat dilihat pada tabel V.12. dan V. 14.

69 50 Tabel V.11 Efisiensi disolusi pada menit ke-30 quercetin, campuran fisik dan disersi padat pada media SLS 1% dalam air Sampel Replikasi I Replikasi II ED 30 Replikasi III Rerata QM 62,37 48,32 64,89 58,52 7,29 CF 1:1 61,73 66,72 66,11 64,86 2,22 CF 1:2 58,23 57,68 65,18 60,36 3,41 CF 1:3 65,62 69,24 65,04 66,63 1,86 DP 1:1 34,78 37,63 43,18 38,53 3,49 DP 1:2 60,22 58,26 59,97 59,48 0,87 DP 1:3 76,10 80,61 80,38 79,03 2,07 Keterangan : QC : Quercetin murni CF I : Campuran fisik quercetin-peg 8000 (1:1) CF II : Campuran fisik quercetin-peg 8000 (1:2) CF III : Campuran fisik quercetin-peg 8000 (1:3) DP I : Dispersi padat quercetin-peg 8000 (1:1) DP II : Dispersi padat quercetin-peg 8000 (1:2) DP III : Dispersi padat quercetin-peg 8000 (1:3) SD

70 51 Tabel V.12 Hasil HSD ED 30 quercetin pada semua kelompok perlakuan pada media SLS 1% dalam air QC CF 1:1 CF 1:2 CF 1:3 DP 1:1 DP 1:2 QC * - * CF 1: * - * CF 1: * - * CF 1: * - * DP 1:1 * * * * - * * DP 1: * - * DP 1:3 * * * * * * - *terdapat perbedaan bermakna pada α=0,05 Keterangan : QC : Quercetin murni CF I : Campuran fisik quercetin-peg 8000 (1:1) CF II : Campuran fisik quercetin-peg 8000 (1:2) CF III : Campuran fisik quercetin-peg 8000 (1:3) DP I : Dispersi padat quercetin-peg 8000 (1:1) DP II : Dispersi padat quercetin-peg 8000 (1:2) DP III : Dispersi padat quercetin-peg 8000 (1:3) Selanjutnya dilakukan perhitungan slope dari menit ke 0 hingga 10 dan didapatkan hasil pada tabel V.13 DP 1:3

71 52 Tabel V.13 Hasil perhitungan slope quercetin, campuran fisik dan dispersi padat * Sampel Slope (% Terlarut/menit) QC 0,395±0,016 CF 1:1 0,410±0,005 CF 1:2 0,406±0,003 CF 1:3 0,416±0,004 DP 1:1 0,316±0,032 DP 1:2 0,394±0,004 DP 1:3 0,436±0,007 *data merupakan rerata dari tiga replikasi ± SD (Standard Deviation) Keterangan : QC : Quercetin murni CF I : Campuran fisik quercetin-peg 8000 (1:1) CF II : Campuran fisik quercetin-peg 8000 (1:2) CF III : Campuran fisik quercetin-peg 8000 (1:3) DP I : Dispersi padat quercetin-peg 8000 (1:1) DP II : Dispersi padat quercetin-peg 8000 (1:2) DP III : Dispersi padat quercetin-peg 8000 (1:3)

72 53 Tabel V.14 Hasil HSD ED 30 quercetin pada semua kelompok perlakuan pada media SLS 1% dalam air QC CF 1:1 CF 1:2 CF 1:3 DP 1:1 DP 1:2 QC * - - CF 1: * - - CF 1: * - - CF 1: * - - DP 1:1 * * * * - * * DP 1: * - DP 1: * - - Keterangan : QC : Quercetin murni CF I : Campuran fisik quercetin-peg 8000 (1:1) CF II : Campuran fisik quercetin-peg 8000 (1:2) CF III : Campuran fisik quercetin-peg 8000 (1:3) DP I : Dispersi padat quercetin-peg 8000 (1:1) DP II : Dispersi padat quercetin-peg 8000 (1:2) DP III : Dispersi padat quercetin-peg 8000 (1:3) DP 1:3

73 BAB VI PEMBAHASAN Pada penelitian ini telah dilakukan pembuatan dispersi padat quercetin PEG 8000 untuk meningkatkan kelarutan dan laju disolusi dari quercetin. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh peningkatan jumlah PEG 8000 dalam sistem dispersi padat quercetin PEG 8000 dalam kelarutan dan laju disolusi quercetin. Langkah pertama yang dilakukan adalah dengan pemeriksaan kualitatif bahan penelitian yang digunakan. Pemeriksaan kualitatif yang digunakan adalah organoleptis bahan, DTA dan spektra infra merah. Pada pemeriksaan organoleptis quercetin menunjukan bahwa quercetin merupakan serbuk bewarna kuning. Hasil ini sesuai dengan pustaka (The Merck Index, 1983). Sedangkan untuk PEG 8000 mempunyai bentuk kepingan putih yang mudah mengalir. Hasil ini juga sesuai dengan pustaka (The Merck Index, 1983). Pemeriksaan DTA pada quercetin menunjukan quercetin memiliki titik lebur 325,4 C. Hasil ini mendekati dengan titik lebur pada pustaka yaitu sekitar 326 C (Kakran et al., 2011). Sedangkan pemeriksaan DTA pada PEG 8000 menunjukan bahwa PEG 8000 memiliki titik lebur 64,3 C. Hasil ini mendekati dengan titik lebur pada pustaka yaitu sekitar dibawah 65 C (Launer et al., 2000). Pada pemeriksaan spektra infra merah quercetin dan PEG 8000, spektra yang dihasilkan menunjukan nilai serapan yang hampir sama dengan pustaka (Bugay& Findlay, 1999; Kakran et al., 2011). Nilai serapan dapat dilihat pada tabel V.1 dan V.2. Berdasar hasil pemeriksaan kualitatif yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa bahan baku dalam penelitian ini adalah quercetin dan PEG

74 55 Langkah selanjutnya adalah pembuatan dispersi padat quercetin PEG 8000 dengan metode peleburan. Dispersi padat dibuat sesuai dengan perbandingan quercetin PEG :1; 1:2; dan 1:3 (b/b). Quercetin dan PEG 8000 ditimbang sesuai dengan perbandingan lalu dileburkan pada suhu C selama 5 menit sambil diaduk hingga homogen. Setelah itu lelehan didinginkan cepat dan disimpan dalam desikator selama 1 hari. Hasil dispersi padat lalu digerus dan diayak dengan ayakan mesh no. 50. Penetapan kadar quercetin pada penelitian ini menggunakan spektrofotometer UV Vis. Media yang digunakan untuk pengujian kelarutan quercetin adalah larutan dapar asam sitrat NaOH ph 5±0,05. Sedangkan media yang digunakan untuk uji laju disolusi adalah air (dengan SLS 1%). Oleh karena itu dilakukanlah pemeriksaan kurva baku quercetin dalam 2 media tersebut. Sebelum pemeriksaan kurva baku, dilakukan pencarian panjang gelombang maksimum quercetin pada media larutan dapar asam sitrat NaOH ph 5±0,05 dan air. Dari penelitian yang dilakukan panjang gelombang quercetin dalam media dapar asam sitrat NaOH ph 5±0,05 ditemukan pada 366,95 nm dan dalam media air adalah 373 nm. Setelah itu dilakukan pemeriksaan serapan kurva baku quercetin dalam semua media yang digunakan dalam uji kelarutan dan laju disolusi untuk mengetahui persamaan regresi yang dibutuhkan untuk penetapan kadar. Persamaan regresi yang didapat dalam media larutan dapar asam sitrat NaOH ph 5±0,05 adalah y = 0,05329x 0,00212, dengan harga koefisien korelasi (r) sebesar 0, Sedangkan persamaan regresi quercetin dalam media air sebesar adalah y = 0,05281x-0,00660, dengan harga koefisien korelasi (r) sebesar 0, Harga koefisien korelasi (r) 2 persamaan

75 56 diatas melebihi r tabel (n-2 = 4; α =0,05; r = 0,811) yang berarti terdapat hubungan linier antara kadar quercetin dan serapan. Selanjutnya untuk mengetahui pengaruh polimer terhadap spektra quercetin, maka dilakukan pengamatan pengaruh PEG 8000 terhadap panjang gelombang maksimum quercetin menggunakan spektrofotometer UV Vis. Pemeriksaan pengaruh polimer dilakukan dengan cara membandingkan spektra quercetin tunggal dengan spektra quercetin yang ditambah PEG 8000 dengan kadar yang sama. Dari penelitian yang dilakukan dihasilkan bahwa spektra quercetin dengan PEG 8000 berhimpit dengan spektra quercetin tunggal. Hal ini membuktikan PEG 8000 tidak berpengaruh terhadap spektra quercetin. Sebagai data pendukung dilakukan perhitungan match factor dua spektra tersebut. Match factor dari perhitungan bernilai 999 yang menandakan dua spektra yang dibandingkan identik (Stahl, 2003). Langkah selanjutnya adalah pemeriksaan homogenitas untuk memastikan homogen atau tidaknya sistem yang dibuat. Uji homogenitas dilakukan pada campuran fisik dan dispersi padat quercetin. Uji homogenitas quercetin dilakukan sebanyak tiga kali pada semua sampel untuk menentukan kesetaraan yang nantinnya digunakan untuk uji kelarutan dan uji laju disolusi. Dari pemeriksaan homogenitas diperoleh bahwa prosentase homogenitas untuk campuran fisik 1:1 sebesar 112,33±0,53%, campuran fisik 1:2 sebesar 117,02±0,33% dan untuk campuran fisik 1:3 sebesar 116,42±1,24%. Sedangkan prosentase homogenitas untuk dispersi padat 1:1 sebesar 122,72±1,15%, dispersi padat 1:2 sebesar 123,26±0,72% dan dispersi padat 1:3 sebesar 120,12±1,12%. Dari hasil tersebut menunjukan sampel yang dibuat homogen, hal ini ditunjukan dengan hasil SD yang tidak melebihi 2%.

76 57 Pengujian kelarutan quercetin dilakukan dalam media dapar asam sitrat NaOH ph 5 pada suhu 30±0,5 C. Sebelum melakukan penentuan kelarutan, maka diperlukan penentuan waktu kelarutan jenuh quercetin. Profil kelarutan quercetin menunjukan bahwa pada menit ke 240 hingga 420 kadar terlarut quercetin konstan. Hal ini didukung dengan data statisika paired T-test yang menunjukan pada menit ke 240 hingga 420 tidak ada perbedaan bermakna pada kadar quercetin terlarut yang ditujukan dengan nilai p > 0,05. Menit 240 dipilih sebagai waktu jenuh quercetin karena pada menit 240 merupakan menit awal mulai konstannya kadar terlarut (jenuh). Pada profil penentuan kelarutan jenuh quercetin terdapat peningkatan kelarutan pada menit awal (menit 30) yang disusul penurunan pada menit berikutnya. Hal ini disebabkan oleh karena adanya kristal hidrat pada quercetin yang terlarut terlebih dahulu sehingga kadar terlarut meningkat. Setelah melepasnya kristal hidrat maka kelarutan quercetin mengikuti bentuk murninya. Selanjutnya dilakukan pengujian kelarutan pada quercetin, campuran fisik dan dispersi padat pada waktu jenuhnya (menit ke 240). Dari penelitian yang dilakukan dihasilkan kelarutan quercetin jenuh sebesar 1,62±0,12 (%b/v, 10-4 ) dalam media ph 5±0,05. Sedangkan kelarutan quercetin pada literatur sebesar 7 (%b/v, 10-4 ) dalam air (Karadag et al, 2014). Media dapar ph 5 digunakan sebagai media karena quercetin stabil pada ph tersebut (Momic et al, 2007). Hasil kelarutan quercetin pada campuran fisik 1:1 sebesar 1,15±0,25 (%b/v, 10-4 ), campuran fisik 1:2 sebesar 1,34±0,20 (%b/v, 10-4 ) dan campuran fisik 1:3 sebesar 0,95±0,02 (%b/v, 10-4 ). Sedangkan untuk dispersi padat 1:1 sebesar 2,01±0,19 (%b/v, 10-4 ), dispersi padat 1:2 sebesar 2,43±0,11(%b/v, 10-4 ) dan dispersi padat 1:3 sebesar

77 58 5,26±0,43 (%b/v, 10-4 ). Dari data tersebut membuktikan bahwa terdapat peningkatan kelarutan quercetin bila dibuat dalam sistem dispersi padat dengan polimer PEG Peningkatan kelarutan quercetin bila dibandingkan dengan sistem dispersi padat quercetin PEG :3 terjadi 3,25 kalinya. Data kelarutan diatas selanjutnya dianalisis statistika menggunakan ANOVA one way. Hasil uji statistik menunjukan bahwa pada quercetin dibanding dengan dispersi padat 1:3 memiliki harga p < 0,05. Hal ini membuktikan bahwa terdapat perbedaan bermakna antara quercetin dan dispersi padat 1:3. Sedangkan pada dispersi padat dengan perbandingan 1:1 dan 1:2 maupun campuran fisik semua perbandingan tidak terdapat perbedaan yang sigfnifikan. Kelarutan quercetin mengalami peningkatan dikarenakan dalam pembentukan sistem dispersi padat dapat terjadi perubahan fisik yaitu penurunan ukuran partikel (Serajuddin, 1999). Penurunan partikel dapat meningkatkan luas kontak dengan media sehingga dapat meningkatkan kelarutan (Ansel, 2005). Selain itu kelarutan sistem dispersi padat dengan jumlah rasio PEG 8000 paling besar (1:3) pada penelitian memiliki peningkatan kelarutan paling besar dibanding perbandingan lainnya. Hal ini disebabkan oleh peningkatan jumlah polimer yang digunakan dalam pembuatan sistem dispersi padat dapat meminimalkan kristalinitas sehingga dapat meningkatkan kelarutannya (Launer et al, 2000). Uji disolusi quercetin, campuran fisik dan dispersi padat dilakukan dengan menggunakan media dapar air yang ditambahkan surfaktan SLS 1%. Media yang digunakan berbeda dengan yang digunakan pada uji kelarutan karena bila menggunakan media yang sama dengan uji kelarutan maka sulit tercapai kondsi sink karena kelarutan jenuh dari quercetin sangat kecil yaitu sekitar 1,62±0,12

78 59 (%b/v, 10-4 ). Oleh karena itu untuk mencapai kondisi sink, maka ditambahkan surfaktan untuk memperbesar kelarutan dari quercetin. Uji disolusi dilakukan dengan menggunakan pengaduk keranjang dengan kecepatan 100 rpm dan dilakukan pada menit ke 5, 10, 15, 20, 25, dan 30. Dari hasil disolusi akan didapat efisiensi disolusi menit 30 (ED 30 ) dan slope untuk mengetahui laju disolusi pada quercetin, campuran fisik dan dispersi padat. ED 30 yang dihasilkan untuk quercetin sebesar 58,52%, campuran fisik 1:1 sebesar 64,86%, campuran fisik 1:2 sebesar 60,36% dan campuran fisik 1:3 sebesar 66,63%. Sedangkan untuk dispersi padat 1:1 sebesar 38,53%, dispersi padat 1:2 sebesar 59,48%, dan dispersi padat 1:3 sebesar 79,03%. Dari hasil tersebut kemudian diuji statistik menggunakan ANOVA one-way. Dari hasil statistika menunjukan ED 30 quercetin berbeda bermakna dengan dispersi padat 1:3 (Tabel V.11). Selanjutnya dilakukan perhitungan slope dari menit ke 0 10 dan dihasilkan laju disolusi quercetin meningkat dengan urutan dispersi padat 1:3 > campuran fisik 1:3 > campuran fisik 1:1 > campuran fisik 1:2 > dispersi padat 1:2 > quercetin > campuran fisik 1:1 (Tabel V. 13). Peningkatan disolusi quercetin terbesar terjadi pada pembuatan dispersi padat 1:3 yaitu 1,35 kalinya. Peningkatan disolusi terjadi pada pembuatan sistem dispersi obat disebabkan oleh pengecilan ukuran partikel, sehingga luas permukaan kontak obat dengan media disolusi lebih besar. (Alatas dkk., 2006). Selain itu peningkatan disolusi juga dapat terjadi karena terdapat peningkatan kelarutan quercetin sesuai dengan persamaan Noyes-Whitney yaitu kelarutan zat berbanding lurus dengan laju disolusi (Singh et al., 2011). Selain itu juga terdapat peningkatan laju disolusi pada campuran fisik karena polimer PEG 8000

79 60 pada campuran fisik dapat meningkatkan pembasahan pada permukaan partikel (Launer et al., 2000).

80 BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Peningkatan jumlah PEG 8000 dalam sistem dispersi padat quercetin PEG 8000 dapat meningkatkan kelarutan dan laju disolusi dari quercetin. 2. Kelarutan quercetin pada sistem dispersi padat (1:3) meningkat 3,25 kali dan laju disolusi meningkat 1,35 kali dibanding quercetin tunggal Saran Berdasar hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disarankan untuk pengembangan formulasi bentuk sediaan padat quercetin menggunakan sistem dispersi padat dengan berbagai polimer. 61

81 62 DAFTAR PUSTAKA Alatas, F., Nurono, S,. Asyarie, S Pengaruh konsentrasi PEG 4000 terhadap laju disolusi ketoprofen dalam sistem dispersi padat ketoprofen-peg Majalah Farmasi Indonesia 17. p Ansel, H. C., Allen, L. V., Popovich, N. G Ansel s Pharmaceutical Dosage Forms and Drug Delivery System. 9 th Ed. Wolters Kluwer. p Anupama, S., Surinder, G., Birendra, S., Goyal Design, optimization, preparation and evaluation of solid dispersions of albendazole using factorial design. Der Pharmacia Sinica. p Bhut, V. Z., Prajapati, A. B., Patel, K. N., Patel, B. A., Patel, P. A Solid dispersion as a strategy to enhance solubility: A review article. IJPRS, vol.1, p Biswal, S., Sahoo, J., Murthy, P. N Characterization of gliclazide- PEG 8000 solid dispersions. Trop J Pharm Res. p Bugay, D. E., Findlay, W., P Pharmaceutical Excipients : Characterization by IR, Raman, and NMR Specthroscopy. New York : M. Dekker. Craig, D. Q. M The mechanism of drug release from solid dispersions in water-soluble polymer. International Journal of Pharmaceutics, p Das, S. K., Roy, S., Kalimuthu, Y., Khanam, J., Nanda, A Solid dispersions: An approach to enhance the bioavailability of poorly water-soluble drugs. IJPPT, vol.1, p Dhirendra, K., Lewis, S., Udupa, N., Atin, K Solid dispersions: A review. Pak. J. Pharm. Sci., vol.22, p Harwood, M., Danielewska-Nikiel, B., Borzelleca, J., Flamm, G. W., Williams, G. M., Lines, T. C A critical review of the data related to the safety of quercetin and lack of evidence of in vivo toxicity, including lack of genotoxic/carcinogenic properties. Food and Chemical Toxicology, vol.45, p

82 63 Karadag, A., Ozcelik, B., Huang, Q Quercetin nanosuspension produced by high pressure homogenization. J. Agric. Food. Chem. Vol. 62. P Kakran, M., Sahoo, N. G., Li, L Dissolution enhancement of quercetin through nanofabrication, complexation and solid dispersion. Colloids and Surfaces, p Kelly, G. S Quercetin. Alternative Medicine Review, vol.16, p Launer, C., Dressman, J Improving drug solubility for oral delivery using solid dispersions. European Journal of Pharmaceutics and Biopharmaceutics, p Madaan, K., Lather, V., Pandita, D Evaluation of polyamidoamine dendrimers as potential carriers for quercetin, a versatile flavonoid. Drug Delivery, Early Online, p.1-9. Momic, T., Savic, J., Cernijog, U., Trene, P., Vasic, V Protolytic equilibria and photodegradation of quercetin in aqueous solution. Collect. Czech. Commun., Vol. 72, No. 11, pp Poddar, S. S., Nigade, S. U., Singh, D. K Designing of ritonavir solid dispersion through spray drying. Der Pharmacia Lettre, p Retnowati, D., Setyawan, D Peningkatan disolusi ibuprofen dengan sistem dispersi padat ibuproven-pvp K90. Majalah Farmasi Airlangga, vol.8, p Rowe, R. C., Sheskey, P. J. and Quinn, M. E Handbook of Pharmaceutical Excipients. Edisi ke-6, London: Pharmaceutical Press, hal Seema, R., Ankur, R., Marwaha, Arum, N Biopharmaceutics classification system: A strategic tool for classifying drug substances. IRJP, vol.7, p Serajuddin, A. T. M Solid dispersion of poorly water soluble drugs : Early promises, subsequent problems, and recent breakthroughs. Journal of Pharmaceutical Sciences., Vol. 88. No. 10, p

83 64 Shah, T. J., Amin, A. F., Parikh, J. R., Parikh, R. H Process optimization and characterization solid dispersions of poorly water-soluble drugs. AAPS Pharm. Sci. Tech., vol.8, p Singh, S., Baghel, R. S., Yadav, L A review on solid dispersion. Int. J. Of Pharm. & Life Sci., vol.2, p Stahl, M Peak Purity Analysis In HPLC And CE Using Diode- Array technology. Germani. Agilent Technology. Sweetman, S. C Martindale: The Complete Drug Reference. 6- th Ed. London: Pharmaceutical Press. p Tiwari, R., Tiwari, G., Srivastava, B., Rai, A. K Solid dispersions: An overview to modify bioavailability of poorly water soluble drugs. Int. J. PharmTech Res., vol 1, p

84 65 Lampiran 1 Spektra FT IR Quercetin a. Hasil spektra yang telah dilakukan QUERCETIN HYD.pk QUERCE~2.SP %T 1 0 REF END 48 PEAK(S) FOUND

85 66 b. Hasil spektra dari pustaka

86 67 LAMPIRAN 2 Spektra FT IR PEG 8000 a. Spektra FT-IR yang telah dilakukan ,56 50 %T , , , , , , , , , , , , , , , , , ,39 962, , ,38 842, , , , , cm-1 PEG pk PEG800~2.SP %T 3 1 REF END 27 PEAK(S) FOUND

87 68 b. Spektra FT-IR pustaka

88 69 LAMPIRAN 3 Termogram DTA Quercetin

89 70 LAMPIRAN 4 Termogram DTA PEG 8000

90 71 LAMPIRAN 5 Pengamatan Serapan dan Panjang Gelombang Maksimum Quercetin B A Keterangan : A B : Quercetin 8,08 µg/ml : Quercetin 16,16 µg/ml Sample Name: 16 Collection Time 10/03/15 17:10:22 Peak Table Peak Type Peaks Peak Threshold Range nm to nm

91 72 Wavelength (nm) Abs

92 Sample Name: 8 Collection Time 10/03/15 17:14:26 Peak Table Peak Type Peaks Peak Threshold

93 74 Range nm to nm Wavelength (nm) Abs

94

95 76 LAMPIRAN 6 Concentration Analysis Report Kurva Baku Quercetin Calibration Collection time 10/03/15 17:26:07 Standard Concentration F Mean SD %RSD Readings mg/l Std Std Std

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suatu sediaan obat yang layak untuk diproduksi harus memenuhi beberapa persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan obat untuk

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1

Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1 Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1 Samarinda, 5 6 Juni 2015 Potensi Produk Farmasi dari Bahan Alam Hayati untuk Pelayanan Kesehatan di Indonesia serta Strategi Penemuannya PENGARUH ph MEDIUM TERHADAP

Lebih terperinci

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmasi Fisik, Kimia, dan Formulasi Tablet Departemen Farmasi FMIPA UI, Depok. Waktu pelaksanaannya adalah dari bulan Februari

Lebih terperinci

STUDI SISTEM DISPERSI PADAT GLIKLAZID MENGGUNAKAN UREA DAN TWEEN-80 WILLI PRATAMA

STUDI SISTEM DISPERSI PADAT GLIKLAZID MENGGUNAKAN UREA DAN TWEEN-80 WILLI PRATAMA STUDI SISTEM DISPERSI PADAT GLIKLAZID MENGGUNAKAN UREA DAN TWEEN-80 SKRIPSI SARJANA FARMASI Oleh WILLI PRATAMA 0811012054 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2012 Skripsi Ini Diajukan sebagai Salah

Lebih terperinci

Tahapan-tahapan disintegrasi, disolusi, dan difusi obat.

Tahapan-tahapan disintegrasi, disolusi, dan difusi obat. I. Pembahasan Disolusi Suatu obat yang di minum secara oral akan melalui tiga fase: fase farmasetik (disolusi), farmakokinetik, dan farmakodinamik, agar kerja obat dapat terjadi. Dalam fase farmasetik,

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan bahan baku dilakukan untuk menjamin kualitas bahan yang digunakan dalam penelitian ini. Tabel 4.1 dan 4.2 menunjukkan hasil pemeriksaan bahan baku. Pemeriksaan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pemeriksaan Bahan Baku GMP Pada tahap awal penelitian dilakukan pemeriksaan bahan baku GMP. Hasil pemeriksaan sesuai dengan persyaratan pada monografi yang tertera pada

Lebih terperinci

PERBANDINGAN DISOLUSI ASAM MEFENAMAT DALAM SISTEM DISPERSI PADAT DENGAN PEG 6000 DAN PVP

PERBANDINGAN DISOLUSI ASAM MEFENAMAT DALAM SISTEM DISPERSI PADAT DENGAN PEG 6000 DAN PVP PERBANDINGAN DISOLUSI ASAM MEFENAMAT DALAM SISTEM DISPERSI PADAT DENGAN PEG 6000 DAN PVP Yulias Ninik Windriyati (1), Sugiyono (1), Widhi Astuti (1), Maria Faizatul Habibah (1) 1) Fakultas Farmasi Universitas

Lebih terperinci

Pengaruh konsentrasi PEG 4000 terhadap laju disolusi ketoprofen dalam sistem dispersi padat ketoprofen-peg 4000

Pengaruh konsentrasi PEG 4000 terhadap laju disolusi ketoprofen dalam sistem dispersi padat ketoprofen-peg 4000 Majalah Fikri Alatas Farmasi Indonesia, 17(2), 57 62, 2006 Pengaruh konsentrasi PEG 4000 terhadap laju disolusi ketoprofen dalam sistem dispersi padat ketoprofen-peg 4000 Influence of PEG 4000 concentration

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Hasil Evaluasi Sediaan a. Hasil pengamatan organoleptis Hasil pengamatan organoleptis menunjukkan krim berwarna putih dan berbau khas, gel tidak berwarna atau transparan

Lebih terperinci

Bab III Metodologi III.1 Waktu dan Tempat Penelitian III.2. Alat dan Bahan III.2.1. Alat III.2.2 Bahan

Bab III Metodologi III.1 Waktu dan Tempat Penelitian III.2. Alat dan Bahan III.2.1. Alat III.2.2 Bahan Bab III Metodologi III.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan Januari hingga April 2008 di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Institut Teknologi Bandung. Sedangkan pengukuran

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Timbangan analitik EB-330 (Shimadzu, Jepang), spektrofotometer UV

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Timbangan analitik EB-330 (Shimadzu, Jepang), spektrofotometer UV BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. ALAT Timbangan analitik EB-330 (Shimadzu, Jepang), spektrofotometer UV Vis V-530 (Jasco, Jepang), fourrier transformation infra red 8400S (Shimadzu, Jepang), moisture analyzer

Lebih terperinci

BAB IV PROSEDUR KERJA

BAB IV PROSEDUR KERJA BAB IV PROSEDUR KERJA 4.1. Pemeriksaan Bahan Baku GMP GMP diperiksa pemerian, titik lebur dan identifikasinya sesuai dengan yang tertera pada monografi bahan di Farmakope Amerika Edisi 30. Hasil pemeriksaan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN, ALAT DAN METODE

BAB III BAHAN, ALAT DAN METODE 27 BAB III BAHAN, ALAT DAN METODE 3.1 Bahan Indometasin ( Kunze Indopharm ) Indometasin pembanding ( PPOM ) /3-siklodekstrin ( Roquette ) Natrium nitrit P.g. ( E. Merk ) Kalium dihidrogen fosfat P.a. 1(

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelarutan suatu zat dinyatakan sebagai konsentrasi zat terlarut didalam larutan jenuhnya pada suhu dan tekanan tertentu. Larutan memainkan peranan penting dalam kehidupan

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN BERBAGAI KONSENTRASI PEG 6000 TERHADAP LAJU PELARUTAN DISPERSI SOLIDA KETOPROFEN-PEG 6000 YANG DIPREPARASI DENGAN METODE PELARUTAN

PENGARUH PENAMBAHAN BERBAGAI KONSENTRASI PEG 6000 TERHADAP LAJU PELARUTAN DISPERSI SOLIDA KETOPROFEN-PEG 6000 YANG DIPREPARASI DENGAN METODE PELARUTAN PENGARUH PENAMBAHAN BERBAGAI KONSENTRASI PEG 6000 TERHADAP LAJU PELARUTAN DISPERSI SOLIDA KETOPROFEN-PEG 6000 YANG DIPREPARASI DENGAN METODE PELARUTAN OLEH: GIVRINA WINDASARI 2443001138 FAKULTAS FARMASI

Lebih terperinci

FAHMI AZMI FORMULASI DISPERSI PADAT IBUPROFEN MENGGUNAKAN HPMC 6 cps PROGRAM STUDI SAINS DAN TEKNOLOGI FARMASI

FAHMI AZMI FORMULASI DISPERSI PADAT IBUPROFEN MENGGUNAKAN HPMC 6 cps PROGRAM STUDI SAINS DAN TEKNOLOGI FARMASI FAHMI AZMI 10703066 FORMULASI DISPERSI PADAT IBUPROFEN MENGGUNAKAN HPMC 6 cps PROGRAM STUDI SAINS DAN TEKNOLOGI FARMASI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2007 Pada kutipan atau saduran skripsi ini harus tercantum

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil percobaan pendahuluan, ditentukan lima formula

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil percobaan pendahuluan, ditentukan lima formula BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Formulasi Granul Mengapung Teofilin Berdasarkan hasil percobaan pendahuluan, ditentukan lima formula untuk dibandingkan karakteristiknya, seperti terlihat pada Tabel

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian mengenai penggunaan aluminium sebagai sacrificial electrode

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian mengenai penggunaan aluminium sebagai sacrificial electrode BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Penelitian mengenai penggunaan aluminium sebagai sacrificial electrode dalam proses elektrokoagulasi larutan yang mengandung pewarna tekstil hitam ini

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Serbuk Dispersi Padat Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan dihasilkan serbuk putih dengan tingkat kekerasan yang berbeda-beda. Semakin

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1 Data kalibrasi piroksikam dalam medium lambung ph 1,2. NO C (mcg/ml) =X A (nm) = Y X.Y X 2 Y 2

LAMPIRAN. Lampiran 1 Data kalibrasi piroksikam dalam medium lambung ph 1,2. NO C (mcg/ml) =X A (nm) = Y X.Y X 2 Y 2 LAMPIRAN Lampiran 1 Data kalibrasi piroksikam dalam medium lambung ph 1,2 NO C (mcg/ml) =X A (nm) = Y X.Y X 2 Y 2 1 3,0000 0,226 0,678 9,0000 0,051076 2 4,2000 0,312 1,310 17,64 0,0973 3 5,4000 0,395 2,133

Lebih terperinci

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

BAB I TINJAUAN PUSTAKA BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Glimepirid (GMP) GMP mempunyai nama kimia 1H pyrrole 1-carboxamide, 3 ethyl 2,5 dihydro 4 methyl N [2[4[[[[(4methylcyclohexyl) amino] carbonyl] amino] sulfonyl] phenyl] ethyl]

Lebih terperinci

PENUNTUN PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA

PENUNTUN PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA PENUNTUN PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL 2015 PERCOBAN I PENGARUH FORMULASI TERHADAP LAJU DISOLUSI (2 Kali Pertemuan) I. Tujuan Pecobaan

Lebih terperinci

ADLN_Perpustakaan Universitas Airlangga SKRIPSI

ADLN_Perpustakaan Universitas Airlangga SKRIPSI SKRIPSI PENGARUH JUMLAH HPMC 3 CPS TERHADAP KELARUTAN DAN LAJU DISOLUSI SISTEM DISPERSI PADAT QUERCETIN HPMC 3 CPS ACHMAD FADHIL AL MASYHUR FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA DEPARTEMEN FARMASETIKA

Lebih terperinci

FORMULASI TABLET LIKUISOLID IBUPROFEN MENGGUNAKAN PROPILEN GLIKOL SEBAGAI PELARUT NON VOLATILE DAN PVP K-30 SEBAGAI POLIMER

FORMULASI TABLET LIKUISOLID IBUPROFEN MENGGUNAKAN PROPILEN GLIKOL SEBAGAI PELARUT NON VOLATILE DAN PVP K-30 SEBAGAI POLIMER FORMULASI TABLET LIKUISOLID IBUPROFEN MENGGUNAKAN PROPILEN GLIKOL SEBAGAI PELARUT NON VOLATILE DAN PVP K-30 SEBAGAI POLIMER NEHRU WIBOWO 2443007022 FAKULTAS FARMASI UNIKA WIDYA MANDALA SURABAYA 2011 ABSTRAK

Lebih terperinci

Difusi adalah Proses Perpindahan Zat dari konsentrasi yang tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah.

Difusi adalah Proses Perpindahan Zat dari konsentrasi yang tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah. Difusi adalah Proses Perpindahan Zat dari konsentrasi yang tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah. Contoh difusi : a. Difusi gas b. Difusi air Hukum I Ficks : Q = - D dc/dx Ket : D Q dc/dx = Koofisien

Lebih terperinci

Peningkatan Disolusi Ibuprofen dengan Sistem Dispersi Padat Ibuprofen - PVP K90

Peningkatan Disolusi Ibuprofen dengan Sistem Dispersi Padat Ibuprofen - PVP K90 24 Majalah Farmasi Airlangga, Vol.8 No.1, April 2010 Dini Retnowati, et al Peningkatan Disolusi Ibuprofen dengan Sistem Dispersi Padat Ibuprofen - PVP K90 Dini Retnowati*, Dwi Setyawan Departemen Farmasetika

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

DISOLUSI ASAM MEFENAMAT DALAM SISTEM DISPERSI PADAT DENGAN PEG 4000

DISOLUSI ASAM MEFENAMAT DALAM SISTEM DISPERSI PADAT DENGAN PEG 4000 DISOLUSI ASAM MEFENAMAT DALAM SISTEM DISPERSI PADAT DENGAN PEG 4000 Yulias Ninik Windriyati (1), Sugiyono (1), Lies Sunarliawati (1) 1) Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim INTISARI Asam mefenamat

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Alat Peralatan yang digunakan dalam tahapan sintesis ligan meliputi laboratory set dengan labu leher tiga, thermolyne sebagai pemanas, dan neraca analitis untuk penimbangan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... ii. HALAMAN PENGESAHAN... iii. PERSEMBAHAN... v. DEKLARASI... vi. KATA PENGANTAR... vii. DAFTAR ISI...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... ii. HALAMAN PENGESAHAN... iii. PERSEMBAHAN... v. DEKLARASI... vi. KATA PENGANTAR... vii. DAFTAR ISI... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii MOTTO... iv PERSEMBAHAN... v DEKLARASI... vi KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pusat Teknologi Farmasi dan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pusat Teknologi Farmasi dan BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pusat Teknologi Farmasi dan Medika Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi di kawasan Puspitek Serpong, Tangerang. Waktu pelaksanaannya

Lebih terperinci

BAB 3 PERCOBAAN. 3.3 Pemeriksaan Bahan Baku Pemeriksaan bahan baku ibuprofen, HPMC, dilakukan menurut Farmakope Indonesia IV dan USP XXIV.

BAB 3 PERCOBAAN. 3.3 Pemeriksaan Bahan Baku Pemeriksaan bahan baku ibuprofen, HPMC, dilakukan menurut Farmakope Indonesia IV dan USP XXIV. BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan Percobaan Ibuprofen, HPMC 6 cps (Shin-Etsu), PVP K-30, laktosa, acdisol, amprotab, talk, magnesium stearat, kalium dihidrogen fosfat, natrium hidroksida, natrium dihidrogen fosfat,

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Peralatan Peralatan yang digunakan dalam tahapan sintesis ligan meliputi laboratory set dengan labu leher tiga, thermolyne sebagai pemanas, dan neraca analitis untuk penimbangan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR.. vii. DAFTAR ISI.. viii. DAFTAR GAMBAR. xi. DAFTAR TABEL. xiii. DAFTAR LAMPIRAN. xiv. INTISARI.. xv. ABSTRAC.

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR.. vii. DAFTAR ISI.. viii. DAFTAR GAMBAR. xi. DAFTAR TABEL. xiii. DAFTAR LAMPIRAN. xiv. INTISARI.. xv. ABSTRAC. DAFTAR ISI KATA PENGANTAR.. vii DAFTAR ISI.. viii DAFTAR GAMBAR. xi DAFTAR TABEL. xiii DAFTAR LAMPIRAN. xiv INTISARI.. xv ABSTRAC. xvi BAB I. PENDAHULUAN. 1 A. LATAR BELAKANG MASALAH.. 1 B. PERUMUSAN MASALAH..

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012. 26 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dengan metode rancangan eksperimental sederhana (posttest only control group design)

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... SURAT PERNYATAAN... MOTTO DAN PERSEMBAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... SURAT PERNYATAAN... MOTTO DAN PERSEMBAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... SURAT PERNYATAAN... MOTTO DAN PERSEMBAHAN... KATA PENGANTAR... i ii iii iv v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... x xi DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Bahan-bahan yang digunakan adalah verapamil HCl (Recordati, Italia),

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Bahan-bahan yang digunakan adalah verapamil HCl (Recordati, Italia), BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. BAHAN Bahan-bahan yang digunakan adalah verapamil HCl (Recordati, Italia), pragelatinisasi pati singkong suksinat (Laboratorium Farmasetika, Departemen Farmasi FMIPA UI),

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan eksperimental. B. Tempat dan Waktu Tempat penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan

Lebih terperinci

PENENTUAN TETAPAN PENGIONAN INDIKATOR METIL MERAH SECARA SPEKTROFOTOMETRI

PENENTUAN TETAPAN PENGIONAN INDIKATOR METIL MERAH SECARA SPEKTROFOTOMETRI PENENTUAN TETAPAN PENGIONAN INDIKATOR METIL MERAH SECARA SPEKTROFOTOMETRI A. Tujuan Percobaan Percobaan. Menentukan tetapan pengionan indikator metil merah secara spektrofotometri. B. Dasar Teori Dalam

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan 21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan Maret sampai Juni 2012 di Laboratorium Riset Kimia dan Material Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Departemen Farmasi FMIPA UI dari Januari 2008 hingga Mei 2008.

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Departemen Farmasi FMIPA UI dari Januari 2008 hingga Mei 2008. BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Fitokimia dan Farmakologi Departemen Farmasi FMIPA UI dari Januari 2008 hingga Mei 2008. B. BAHAN DAN ALAT

Lebih terperinci

Karakterisasi dan studi disolusi dispersi padat furosemida menggunakan polietilen glikol (PEG), talk dan PEG talk sebagai pembawa dispersi

Karakterisasi dan studi disolusi dispersi padat furosemida menggunakan polietilen glikol (PEG), talk dan PEG talk sebagai pembawa dispersi Majalah Yandi Syukri Farmasi Indonesia, 15 (1), 37 43, 2004 Karakterisasi dan studi disolusi dispersi padat furosemida menggunakan polietilen glikol (PEG), talk dan PEG talk sebagai pembawa dispersi Characterization

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. ketoprofen (Kalbe Farma), gelatin (Brataco chemical), laktosa (Brataco

BAB III METODE PENELITIAN. ketoprofen (Kalbe Farma), gelatin (Brataco chemical), laktosa (Brataco 17 BAB III METODE PENELITIAN A. Alat dan Bahan 1. Bahan yang digunakan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ketoprofen (Kalbe Farma), gelatin (Brataco chemical), laktosa (Brataco chemical),

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan Juni 2013.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan Juni 2013. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitian Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan Juni 2013. 2. Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Patologi,

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SKRIPSI NAILUL GHAYAH

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SKRIPSI NAILUL GHAYAH SKRIPSI NAILUL GHAYAH KARAKTERISASI SEDIAAN DAN PELEPASAN NATRIUM DIKLOFENAK DENGAN SISTEM MIKROEMULSI TIPE W/O (Perbandingan Konsentrasi Surfaktan (Span 80-Tween 80): Kosurfaktan (Etanol 96%) = 6:1 dalam

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Analisis Universitas Muhammadiyah Purwokerto selama 4 bulan. Penelitian dilaksanakan dari bulan Maret

Lebih terperinci

3 Metodologi penelitian

3 Metodologi penelitian 3 Metodologi penelitian 3.1 Peralatan dan Bahan Peralatan yang digunakan pada penelitian ini mencakup peralatan gelas standar laboratorium kimia, peralatan isolasi pati, peralatan polimerisasi, dan peralatan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. melakukan uji morfologi, Laboratorium Teknik Kimia Ubaya Surabaya. mulai dari bulan Februari 2011 sampai Juli 2011.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. melakukan uji morfologi, Laboratorium Teknik Kimia Ubaya Surabaya. mulai dari bulan Februari 2011 sampai Juli 2011. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorim Fisika Material Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga, Laboratorium Metalurgi ITS Surabaya

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Mikroemulsi merupakan emulsi jernih yang terbentuk dari fasa lipofilik, surfaktan, kosurfaktan dan air. Dispersi mikroemulsi ke dalam air bersuhu rendah akan menyebabkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Preparasi 4.1.1 Sol Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan ZrOCl 2. 8H 2 O dengan perbandingan mol 1:4:6 (Ikeda, et al. 1986) dicampurkan

Lebih terperinci

Bab III Metodologi. III.1 Alat dan Bahan. III.1.1 Alat-alat

Bab III Metodologi. III.1 Alat dan Bahan. III.1.1 Alat-alat Bab III Metodologi Penelitian ini dibagi menjadi 2 bagian yaitu isolasi selulosa dari serbuk gergaji kayu dan asetilasi selulosa hasil isolasi dengan variasi waktu. Kemudian selulosa hasil isolasi dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Riset (Research Laboratory),

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Riset (Research Laboratory), 27 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Riset (Research Laboratory), Karakterisasi FTIR dan Karakterisasi UV-Vis dilakukan di laboratorium Kimia Instrumen,

Lebih terperinci

TEKNIK DISPERSI SOLIDA UNTUK MENINGKATKAN KELARUTAN IBUPROFEN DALAM BENTUK TABLET DENGAN MENGGUNAKAN AVICEL PH102 SEBAGAI PENGISI

TEKNIK DISPERSI SOLIDA UNTUK MENINGKATKAN KELARUTAN IBUPROFEN DALAM BENTUK TABLET DENGAN MENGGUNAKAN AVICEL PH102 SEBAGAI PENGISI TEKNIK DISPERSI SOLIDA UNTUK MENINGKATKAN KELARUTAN IBUPROFEN DALAM BENTUK TABLET DENGAN MENGGUNAKAN AVICEL PH102 SEBAGAI PENGISI EFFERLIN MULYANTI 2443006038 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA

Lebih terperinci

Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air.

Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air. Pendahuluan Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air. Pelarut lain yang digunakan adalah etanol dan minyak. Selain digunakan secara oral, larutan juga

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan dari Bulan Maret sampai Bulan Juni 2013. Pengujian aktivitas antioksidan, kadar vitamin C, dan kadar betakaroten buah pepaya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ketoprofen secara luas telah digunakan sebagai obat analgetika antiinflamasi

I. PENDAHULUAN. Ketoprofen secara luas telah digunakan sebagai obat analgetika antiinflamasi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketoprofen secara luas telah digunakan sebagai obat analgetika antiinflamasi nonsteroidal turunan asam propionat yang mempunyai aktivitas kerja menghambat enzim siklooksigenase

Lebih terperinci

PREFORMULASI SEDIAAN FUROSEMIDA MUDAH LARUT

PREFORMULASI SEDIAAN FUROSEMIDA MUDAH LARUT Majalah Farmasi Indonesia, 13(1), 50-54, 2002 PREFORMULASI SEDIAAN FUROSEMIDA MUDAH LARUT A Preformulation of a Water Soluble Furosemide Dosage Form Yandi Syukri *), Tedjo Yuwono **) dan Lukman Hakim **)

Lebih terperinci

Sedangkan kerugiannya adalah tablet tidak bisa digunakan untuk pasien dengan kesulitan menelan. Absorpsi suatu obat ditentukan melalui disolusi

Sedangkan kerugiannya adalah tablet tidak bisa digunakan untuk pasien dengan kesulitan menelan. Absorpsi suatu obat ditentukan melalui disolusi BAB 1 PENDAHULUAN Sampai saat ini, sediaan farmasi yang paling banyak digunakan adalah sediaan tablet, yang merupakan sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkular,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji pendahuluan Mikrokapsul memberikan hasil yang optimum pada kondisi percobaan dengan

Lebih terperinci

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga SKRIPSI

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga SKRIPSI SKRIPSI VALIDASI METODE ANALISIS CAMPURAN VITAMIN B 1, B 2, DAN B 6 DALAM SEDIAAN TABLET DENGAN KCKT MENGGUNAKAN KOLOM RP-18 ULTRA HIGH BASE DEACTIVATED PURITY SILICA FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Evaluasi Krim Hasil evaluasi krim diperoleh sifat krim yang lembut, mudah menyebar, membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat dioleskan pada

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan tahapan isolasi selulosa dan sintesis CMC di Laboratorium Kimia Organik

Lebih terperinci

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI TWEEN 80 YANG DIKOMBINASI DENGAN PROPILENGLIKOL SEBAGAI ENHANCER TERHADAP PENETRASI HIDROKORTISON ASETAT DALAM BASIS GEL CARBOPOL 934 SECARA IN VITRO OLEH: ARI SISWAKRISTANTINI

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Alat-alat gelas, Neraca Analitik (Adam AFA-210 LC), Viskometer

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Alat-alat gelas, Neraca Analitik (Adam AFA-210 LC), Viskometer BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. ALAT Alat-alat gelas, Neraca Analitik (Adam AFA-210 LC), Viskometer Brookfield (Model RVF), Oven (Memmert), Mikroskop optik, Kamera digital (Sony), ph meter (Eutech), Sentrifugator

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2013 dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2013 dan BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2013 dan dilaksanakan di Laboratorium Patologi, Entomologi dan Mikrobiologi (PEM) Fakultas

Lebih terperinci

Udara ambien Bagian 4: Cara uji kadar timbal (Pb) dengan metoda dekstruksi basah menggunakan spektrofotometer serapan atom

Udara ambien Bagian 4: Cara uji kadar timbal (Pb) dengan metoda dekstruksi basah menggunakan spektrofotometer serapan atom Standar Nasional Indonesia Udara ambien Bagian 4: Cara uji kadar timbal (Pb) dengan metoda dekstruksi basah menggunakan spektrofotometer serapan atom ICS 13.040.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil uji formula pendahuluan (Lampiran 9), maka dipilih

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil uji formula pendahuluan (Lampiran 9), maka dipilih BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Tablet Mengapung Verapamil HCl Berdasarkan hasil uji formula pendahuluan (Lampiran 9), maka dipilih lima formula untuk dibandingkan kualitasnya, seperti

Lebih terperinci

3. Metodologi Penelitian

3. Metodologi Penelitian 3. Metodologi Penelitian 3.1 Alat dan bahan 3.1.1 Alat Peralatan gelas yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas kimia, gelas ukur, labu Erlenmeyer, cawan petri, corong dan labu Buchner, corong

Lebih terperinci

PENGARUH KOMBINASI BASIS POLIETILENGLIKOL 400 DAN POLIETILENGLIKOL 6000 TERHADAP SIFAT FISIK DAN PELEPASAN ASAM MEFENAMAT PADA SEDIAAN SUPOSITORIA

PENGARUH KOMBINASI BASIS POLIETILENGLIKOL 400 DAN POLIETILENGLIKOL 6000 TERHADAP SIFAT FISIK DAN PELEPASAN ASAM MEFENAMAT PADA SEDIAAN SUPOSITORIA PENGARUH KOMBINASI BASIS POLIETILENGLIKOL 400 DAN POLIETILENGLIKOL 6000 TERHADAP SIFAT FISIK DAN PELEPASAN ASAM MEFENAMAT PADA SEDIAAN SUPOSITORIA SKRIPSI Oleh: MERY NORVISARI K100040110 FAKULTAS FARMASI

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari penelitian yang dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut:

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari penelitian yang dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Dari penelitian yang dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut: 4.1.1 Pemeriksaan bahan baku Hasil pemeriksan bahan baku ibuprofen, Xanthan Gum,Na CMC, sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB III. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia,

BAB III. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia, BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) yang bertempat di jalan Dr. Setiabudhi No.229

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Farmakologi. Departemen Farmasi FMIPA UI Depok selama tiga bulan dari Februari

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Farmakologi. Departemen Farmasi FMIPA UI Depok selama tiga bulan dari Februari BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Farmakologi Departemen Farmasi FMIPA UI Depok selama tiga bulan dari Februari sampai April 2008. B. ALAT

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan 25 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan Januari 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Fisika Material jurusan

Lebih terperinci

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi NURUL ROSYIDAH Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Pendahuluan Kesimpulan Tinjauan Pustaka

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2013 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material serta di Laboratorium

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alat dan bahan 3.1.1 Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan alat yang berasal dari Laboratorium Tugas Akhir dan Laboratorium Kimia Analitik di Program

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Disolusi Kadar obat dalam darah pada sediaan peroral dipengaruhi oleh proses absorpsi dan kadar obat dalam darah ini menentukan efek sistemiknya. Obat dalam bentuk sediaan padat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ibuprofen Ibuprofen atau asam 2-(-4-isobutilfenil) propionat dengan rumus molekul C 13 H 18 O 2 dan bobot molekul 206,28, Rumus bangun dari Ibuprofen adalah sebagai berikut (4)

Lebih terperinci

Gambar 2. Perbedaan Sampel Brokoli (A. Brokoli yang disimpan selama 2 hari pada suhu kamar; B. Brokoli Segar).

Gambar 2. Perbedaan Sampel Brokoli (A. Brokoli yang disimpan selama 2 hari pada suhu kamar; B. Brokoli Segar). Lampiran 1. Gambar Sampel dan Lokasi Pengambilan Sampel Gambar 1. Sampel Brokoli Gambar 2. Perbedaan Sampel Brokoli (A. Brokoli yang disimpan selama 2 hari pada suhu kamar; B. Brokoli Segar). 45 Lampiran

Lebih terperinci

Lampiran 1. Gambar Sediaan Tablet

Lampiran 1. Gambar Sediaan Tablet Lampiran 1. Gambar Sediaan Tablet Gambar 1.TabletPritacort Lampiran 2. Komposisi Tablet Pritacort Daftar spesifikasi sampel Nama sampel : Pritacort No. Reg : DKL9730904510A1 Tanggal Kadaluarsa : Mei 2017

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dimulai pada tanggal 1 April 2016 dan selesai pada tanggal 10 September 2016. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Departemen

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Metodologi Penelitian. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metodologi

BAB III METODE PENELITIAN. A. Metodologi Penelitian. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metodologi BAB III METODE PENELITIAN A. Metodologi Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metodologi penelitianeksperimental. Dalam hal ini 3 sampel kecap akan diuji kualitatif untuk mengetahui kandungan

Lebih terperinci

obat tersebut cenderung mempunyai tingkat absorbsi yang tidak sempurna atau tidak menentu dan seringkali menghasilkan respon terapeutik yang minimum

obat tersebut cenderung mempunyai tingkat absorbsi yang tidak sempurna atau tidak menentu dan seringkali menghasilkan respon terapeutik yang minimum BAB 1 PENDAHULUAN Seiring berjalannya waktu, teknologi farmasi telah berkembang pesat. Hal ini dibuktikan dengan munculnya berbagai metode baru dalam industri farmasi yang memiliki tujuan akhir untuk mendapatkan

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Program Studi Kimia FMIPA ITB sejak September 2007 sampai Juni 2008. III.1 Alat dan Bahan Peralatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Telah kita ketahui bahwa materi terdiri dari unsur, senyawa, dan campuran. Campuran dapat dipisahkan melalui beberapa proses pemisahan campuran secara fisika dimana

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah 30 LAMPIRAN 31 Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah No. Sifat Tanah Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi 1. C (%) < 1.00 1.00-2.00 2.01-3.00 3.01-5.00 > 5.0 2. N (%)

Lebih terperinci

SKRIPSI UMI SALAMAH K Oleh :

SKRIPSI UMI SALAMAH K Oleh : OPTIMASI FORMULASI SEDIAAN LEPAS LAMBAT TABLET TEOFILIN DENGAN MATRIKS ETIL SELULOSA (EC) DAN HIDROKSIETIL SELULOSA (HEC) DENGAN METODE SIMPLEX LATTICE DESIGN SKRIPSI Oleh : UMI SALAMAH K 100 030 007 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium kimia mineral / laboratorium geoteknologi, analisis proksimat dilakukan di laboratorium instrumen Pusat Penelitian

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Mikroemulsi merupakan emulsi yang stabil secara termodinamika dengan ukuran globul pada rentang 10 nm 200 nm (Prince, 1977). Mikroemulsi dapat dibedakan dari emulsi biasa

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil identifikasi sampel

Lampiran 1. Hasil identifikasi sampel Lampiran 1. Hasil identifikasi sampel 56 Lampiran 2. Gambar tanaman singkong (Manihot utilissima P.) Tanaman Singkong Umbi Singkong Pati singkong 57 Lampiran 3. Flowsheet isolasi pati singkong Umbi singkong

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN MOTTO... HALAMAN PERSEMBAHAN... HALAMAN DEKLARASI.. KATA PENGANTAR.. DAFTAR ISI...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN MOTTO... HALAMAN PERSEMBAHAN... HALAMAN DEKLARASI.. KATA PENGANTAR.. DAFTAR ISI... DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL..... HALAMAN PENGESAHAN.... HALAMAN MOTTO... HALAMAN PERSEMBAHAN... HALAMAN DEKLARASI.. KATA PENGANTAR.. DAFTAR ISI.... DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN. INTISARI.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Untuk sampel

BAB III METODE PENELITIAN. Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Untuk sampel BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium penelitian jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Untuk sampel kulit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Laju disolusi obat merupakan salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Laju disolusi obat merupakan salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Laju disolusi obat merupakan salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam proses formulasi obat. Umumnya untuk obat-obat peroral, sebelum diabsorbsi melalui dinding

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian tentang konversi biomassa kulit durian menjadi HMF dalam larutan ZnCl 2 berlangsung selama 7 bulan, Januari-Agustus 2014, yang berlokasi

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai Agustus 2013 di Laboratorium

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai Agustus 2013 di Laboratorium 29 III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai Agustus 2013 di Laboratorium Kimia Fisik, Laboratorium Biomassa, Laboratorium Biokimia, dan Laboratorium

Lebih terperinci

UPAYA PENINGKATAN KELARUTAN HIDROKLORTIAZIDA DENGAN PENAMBAHAN SURFAKTAN TWEEN 60

UPAYA PENINGKATAN KELARUTAN HIDROKLORTIAZIDA DENGAN PENAMBAHAN SURFAKTAN TWEEN 60 UPAYA PENINGKATAN KELARUTAN HIDROKLORTIAZIDA DENGAN PENAMBAHAN SURFAKTAN TWEEN 60 SKRIPSI OLEH : ELIN HERLINA K 100 040 264 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2008 DAFTAR ISI

Lebih terperinci

Validasi metode merupakan proses yang dilakukan

Validasi metode merupakan proses yang dilakukan TEKNIK VALIDASI METODE ANALISIS KADAR KETOPROFEN SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI Erina Oktavia 1 Validasi metode merupakan proses yang dilakukan melalui penelitian laboratorium untuk membuktikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. formula menggunakan HPLC Hitachi D-7000 dilaksanakan di Laboratorium

BAB III METODE PENELITIAN. formula menggunakan HPLC Hitachi D-7000 dilaksanakan di Laboratorium 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian validasi metode dan penentuan cemaran melamin dalam susu formula menggunakan HPLC Hitachi D-7000 dilaksanakan di Laboratorium Kimia Instrumen

Lebih terperinci