TRANSFORMASI GENETIK Nicotiana benthamiana L. DAN KEDELAI DENGAN GEN MaMt2 PENYANDI METALLOTHIONEIN TIPE II DARI Melastoma malabathricum L.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TRANSFORMASI GENETIK Nicotiana benthamiana L. DAN KEDELAI DENGAN GEN MaMt2 PENYANDI METALLOTHIONEIN TIPE II DARI Melastoma malabathricum L."

Transkripsi

1 1 TRANSFORMASI GENETIK Nicotiana benthamiana L. DAN KEDELAI DENGAN GEN MaMt2 PENYANDI METALLOTHIONEIN TIPE II DARI Melastoma malabathricum L. YUSTINUS ULUNG ANGGRAITO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

2 2 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Transformasi Genetik Nicotiana benthamiana L. dan Kedelai dengan gen MaMt2 Penyandi Metallothionein Tipe II dari Melastoma malabathricum L. adalah karya saya bersama komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan, maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Bogor, Januari 2012 Yustinus Ulung Anggraito NIM G

3 3 ABSTRACT YUSTINUS ULUNG ANGGRAITO. Genetic Transformation of Nicotiana benthamiana L. and Soybean with MaMt2 Gene Encoding Metallothionein Type II from Melastoma malabathricum L. Supervised by SUHARSONO, SAPTOWO J. PARDAL, and DIDY SOPANDIE. The low ph and high concentration of aluminum (Al) are major limiting factors for crops production. The capability of crops to cope those stresses can be improved by expressing genes controlling adaptation to low ph and high concentration of Al. One of these genes was MaMt2 encoding for metallothionein type II which isolated from Melastoma malabathricum. The objectives of the research were 1) to construct overexpression vector of MaMt2 gene with pig6 plasmid, 2) to transform Nicotiana benthamiana and soybean with MaMt2 gene, and to analyze the transgenic plants. The MaMt2 gene were successfully fused with the strong promoter pubiquitin in the pig6 plasmid, and the recombinant plasmid was introduced into Escherichia coli DH5α by electroporation method. The pig6-mamt2 recombinant vector was successfully introduced into A. tumefaciens LBA4404 by triparental mating method (TPM). Genetic transformation was performed by co-cultivating A. tumefaciens LBA4404-pIG6- MaMt2 with N. benthamiana leaf explants and half seed explants of soybean cv. Lumut. The T0 and T1 generations of transgenic plants were already obtained. The integration of MaMt2 transgene into the genom of T0 transgenic plants was confirmed by PCR. Segregation analysis in the T1 generation of N. benthamiana showed that hpt gene was inherited to the offspring in Mendelian pattern and all samples of transgenic plants were heterozygote containing one functional hpt gene. Transformation of cv. Lumut half seed explants with MaMt2 gene was succesful, based on PCR by UbiF and NosTR primer combination. PCR analysis of T1 generation of transgenic soybean showed that MaMt2 gene was transmitted into the offspring indicating that this transgene is integrated in the genome of transgenic soybean plants. Keywords: transformation, MaMt2 gene, metallothionein, Nicotiana benthamiana, soybean

4 4 RINGKASAN YUSTINUS ULUNG ANGGRAITO. Transformasi Genetik Nicotiana benthamiana L. dan Kedelai dengan Gen MaMt2 Penyandi Metallothionein Tipe II dari Melastoma malabathricum L. Dibimbing oleh SUHARSONO, SAPTOWO J. PARDAL, dan DIDY SOPANDIE. Cekaman ph rendah dan kandungan aluminium yang tinggi pada tanah masam, khususnya tanah Ultisol, merupakan faktor-faktor pembatas produksi dan kualitas tanaman pangan. Kemampuan beberapa tanaman pangan penting dalam mengatasi toksisitas logam dapat ditingkatkan dengan cara mengekspresikan gengen yang terkait dengan toleransi ph rendah dan aluminium (Al) tinggi. Melastoma malabathricum merupakan salah satu tanaman yang mampu hidup di tanah ber- ph rendah dan kelarutan Al tinggi. Sejumlah gen yang ekspresinya diinduksi oleh cekaman ph rendah dan aluminium tinggi pada M. malabathricum sebagian sudah berhasil diisolasi dan dikarakterisasi. Salah satu gen tersebut adalah gen MaMt2 yang menyandi metallothionein tipe II. Protein ini banyak mengandung sistein yang mampu mengikat berbagai macam logam. Penelitian ini bertujuan untuk mengkonstruksi vektor ekspresi berlebih gen MaMt2 menggunakan plasmid pig6, mentransformasi tanaman Nicotiana benthamiana dan kedelai dengan gen MaMt2, dan menganalisis tanaman transgenik secara molekular. Gen MaMt2 diisolasi dari plasmid pgemt-easy yang mengandung sisipan gen MaMt2 dengan teknik PCR. Gen MaMt2 kemudian dipotong dengan enzim restriksi BamH1 dan Spe1, kemudian diligasikan ke dalam situs pengklonan ganda pada plasmid pig6 yang sudah dipotong dengan enzim restriksi yang sama. Plasmid rekombinan pig6-mamt2 selanjutnya dimasukkan ke dalam bakteri Escherichia coli DH5α dengan metode elektroporasi. Vektor rekombinan pig6- MaMt2 diintroduksikan ke dalam A. tumefaciens LBA4404 menggunakan metode triparental mating (TPM), dengan bantuan E. coli DH1 yang membawa plasmid pembantu prk2013. Transformasi genetik N. benthamiana dan kedelai dilakukan dengan kokultivasi menggunakan eksplan potongan daun untuk N. benthamiana dan eksplan setengah biji untuk kedelai. Keberhasilan setiap tahap penelitian diperiksa melalui PCR. Keberadaan gen hptii, diperiksa dengan menggunakan primer-primer spesifik hptiif dan hptiir, sedangkan keberadaan gen MaMt2 diperiksa dengan menggunakan kombinasi primer spesifik UbiF-SM2UR dan UbiF-NosTR. Gen MaMt2 telah berhasil difusikan dengan promoter Ubiquitin dengan penyisipan ke dalam situs BamHI-SpeI dari pig6 yang kemudian disebut dengan pig6-mamt2. Plasmid rekombinan ini telah berhasil dimasukkan ke dalam E. coli DH5α. Keberhasilan penyisipan gen MaMt2 dibuktikan dengan hasil PCR terhadap hasil ligasi antara plasmid pig6 dengan gen MaMt2 yang ada di dalam E. coli DH5α menggunakan kombinasi primer UbiF-SMt2UR dan menghasilkan fragmen berukuran 960 pb. PCR dengan kombinasi primer UbiF-NosT menghasilkan fragmen berukuran 1160 pb. Introduksi plasmid pig6-mamt2 ke dalam A. tumefaciens LBA4404 telah berhasil dilakukan berdasarkan hasil amplifikasi PCR pada plasmid yang diisolasi dari A. tumefaciens hasil transformasi. PCR dengan kombinasi primer spesifik

5 5 UbiF- SMt2UR dan UbiF-NosTR, masing-masing menghasilkan fragmen DNA berukuran 960 pb dan 1160 pb. Ukuran fragmen-fragmen ini sama dengan ukuran sisipan di dalam vektor rekombinan pig6-mamt2 yang ada dalam E. coli DH5α. Efisiensi transformasi N. benthamiana berdasarkan jumlah eksplan yang mampu menghasilkan menghasilkan tunas pada pada medium seleksi II sebesar 79.03%. Uji integrasi gen MaMt2 pada genom N. benthamiana generasi T0 dengan PCR menunjukkan bahwa 16 tanaman adalah transgenik yang mengandung gen MaMt2. Uji resistensi tanaman N. benthamiana T1 terhadap higromisin menunjukkan bahwa gen hpt diwariskan ke generasi berikutnya mengikuti pewarisan Mendel dengan perbandingan 3 resisten: 1 sensitif. Pola ini menunjukkan bahwa tanaman transgenik T0 adalah heterozigot dan mengandung satu gen hpt fungsional. Transformasi genetik eksplan setengah biji kedelai cv. Lumut dengan gen MaMt2 diperantarai A. tumefaciens yang membawa plasmid rekombinan pig6- MaMt2 berhasil dilakukan. Regenerasi kedelai pascatransformasi mengalami penundaan, dari hari untuk eksplan yang tidak ditransformasi menjadi hari untuk eksplan yang ditransformasi. Jumlah tunas yang terbentuk adalah 3.61 tiap eksplan untuk non-transgenik dan 3.26 tunas per eksplan untuk transgenik putatif. Persentase eksplan yang mampu membentuk tunas pascatransformasi masing-masing adalah 76.67% dan 12.5%, untuk eksplan yang tidak ditransformasi dan yang ditransformasi. Analisis molekular terhadap 14 contoh tanaman kedelai transgenik putatif generasi T0 berdasarkan PCR menunjukkan bahwa sembilan tanaman adalah transgenik yang mengandung gen MaMt2. Analisis PCR terhadap sembilan tanaman generasi T1 yang merupakan keturunan dari sembilan tanaman T0 transgenik menunjukkan bahwa hanya empat tanaman T0 yang mewariskan gen MaMt2 ke generasi T1. Hal ini menunjukkan bahwa MaMt2 terintegrasi di dalam genom T0 dan diwariskan ke generasi berikutnya. Kata-kata kunci: transformasi, gen MaMt2, metallothionein, Nicotiana benthamiana, kedelai

6 Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB 6

7 7 TRANSFORMASI GENETIK Nicotiana benthamiana L. DAN KEDELAI DENGAN GEN MaMt2 PENYANDI METALLOTHIONEIN TIPE II DARI Melastoma malabathricum L. YUSTINUS ULUNG ANGGRAITO Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Biologi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

8 8 Penguji Luar Komisi Ujian Tertutup: Tanggal 24 Januari Dr. Ir. Miftahudin 2. Dr. Ir. Nurul Khumaida Penguji Luar Komisi Ujian Terbuka: Tanggal 30 Januari Dr. Ir. Muhamad Yunus, M.Si. 2. Prof. Dr. Ir. Iskandar Siregar, MSc.For.

9 9 Judul Disertasi: Transformasi Genetik Nicotiana benthamiana L. dan Kedelai dengan Gen MaMt2 Penyandi Metallothionein Tipe II dari Melastoma malabathricum L. Nama : Yustinus Ulung Anggraito NIM : G Disetujui Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. Suharsono, DEA. Ketua Dr. Saptowo J. Pardal, M.S. Anggota Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr. Anggota Diketahui Ketua Program Studi Biologi Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Dedy Duryadi Solihin, DEA Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr. Tanggal Ujian: 30 Januari 2012 Tanggal Lulus:

10 10 PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah yang Maha Pemurah atas segala karunianya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2008 sampai September 2011 ini ialah cekaman ph rendah dan aluminium, dengan judul Transformasi Genetik Nicotiana benthamiana L. dan Kedelai dengan Gen MaMt2 Penyandi Metallothionein Tipe II dari Melastoma malabathricum L. Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama, konstruksi vektor ekspresi dilakukan di Laboratorium Gene Research Center, College of Agriculture Ibaraki University Japan. Tahap kedua, transformasi genetik Nicotiana benthamiana dan Kedelai dilakukan di Laboratorium Biotechnology Research Indonesia-The Netherland (BIORIN) dan Laboratorium Biologi Molekular dan Selular Tanaman (BMST) Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB) IPB Bogor. Penulis telah mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak dalam melakukan penelitian. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Suharsono, DEA., sebagai Ketua Komisi Pembimbing, Dr. Saptowo J. Pardal, M.S. dan Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr. sebagai Anggota Komisi Pembimbing, atas segala bimbingan dan bantuan pada penulis selama penelitian dan penyelesaian disertasi ini. Penghargaan juga penulis sampaikan kepada Prof. Hiroyuki Anzai Ph.D., atas fasilitas yang diberikan selama melakukan konstruksi vektor ekspresi di Gene Research Center College of Agriculture Ibaraki University Japan. Kepada Tim Beasiswa Pendidikan Pascasarjana (BPPS), Program Sandwich-like Ditjen Dikti, Program Hibah Doktor Ditjen Dikti, Program KKP3T Kementan dengan judul Ekspresi Gen Penyandi Metallothionein di Tumbuhan Harendong (Melastoma) dan Kedelai dengan Kontrak No: 748/LB.620/I.1/ dan Program Hibah Kompetensi Kemendiknas dengan judul Isolasi dan Ekspresi Gen dalam Rangka Perakitan Tanaman yang Toleran terhadap Cekaman Asam dan Aluminium dengan Kontrak No: 219/PH2H/PP/DP2M/V/2009, atas nama Dr. Ir. Suharsono DEA. Terima kasih juga saya sampaikan kepada Rektor Universitas Negeri Semarang atas bantuan biaya pendidikan dan penelitian yang telah diberikan.

11 11 Kepada Rektor, Dekan FMIPA, Ketua Jurusan Biologi Universitas Negeri Semarang, atas izin tugas belajar yang diberikan kepada penulis untuk melanjutkan studi di Sekolah Pascasarjana IPB Bogor; Rektor, Dekan Sekolah Pascasarjana, Dekan FMIPA, Ketua Departemen Biologi, Ketua Program Biologi SPs IPB Bogor penulis mengucapkan terima kasih atas kesempatan yang diberikan untuk mengikuti pendidikan di SPs IPB Bogor. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh staf pengajar dan administrasi SPs IPB dan Departemen Biologi atas ilmu dan bantuan administrasi yang diberikan. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada rekan-rekan di Lab. BIORIN, Lab. BMST, dan semua staf PPSHB IPB Bogor atas segala bantuan, dukungan semangat dan doa, serta persahabatan selama penulis melakukan penelitian. Masih banyak pihak yang telah membantu kelancaran penelitian, namun tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, untuk itu penulis juga mengucapkan terima kasih. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada istriku Vita dan anak-anakku (Aga, Asti, dan Abi), serta seluruh keluarga besar Y. Soetiarto dan Y. Soemadi Soerowiyoto atas segala doa dan dukungannya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Januari 2012 Yustinus Ulung Anggraito

12 12 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Brebes pada tanggal 27 April 1964 sebagai anak ke-4 dari pasangan Johanes Soetiarto dan Yustina Sutini. Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Pendidikan Biologi IKIP Semarang, lulus pada tahun Pada tahun 1998 penulis menamatkan studi S2 di Program Studi Biologi Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta. Pada tahun 2006 mendapatkan beasiswa BPPS dari Departemen Pendidikan Republik Indonesia untuk melanjutkan studi S3 di Program Studi Biologi Program Pascasarjana IPB Bogor. Penulis bekerja sebagai pengajar di Jurusan Biologi Universitas Negeri Semarang sejak tahun 1990 hingga sekarang. Mata kuliah yang menjadi tanggung jawab penulis adalah Genetika Dasar dan Biologi Molekular. Selama mengikuti program S3, penulis berkesempatan mengikuti program Sandwich-like dari Depertemen Pendidikan Nasional selama empat bulan di Gene Research Center Ibaraki University Japan.

13 13 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL.. xiii DAFTAR GAMBAR. DAFTAR LAMPIRAN.. xiv xv PENDAHULUAN Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 4 Manfaat Penelitian.. 5 TINJAUAN PUSTAKA Toksisitas Tanah Asam... 6 Toksisitas Aluminium terhadap Tanaman... 7 Gen-Gen yang Ekspresinya Diinduksi oleh Cekaman Aluminium 10 Cekaman Logam dan Metallothionein Metallothionein pada Tumbuhan, Yeast, dan Bakteri.. 12 Metallothionein pada Hewan dan Manusia 17 Transformasi Diperantarai Agrobacterium Mekanisme Transfer DNA-T ke Sel Tanaman Seleksi terhadap Sel Tanaman Transgenik. 25 Transformasi Kedelai Diperantarai Agrobacterium tumefaciens 26 Rekayasa Genetik Kedelai.. 27 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian. 29 Bahan Penelitian. 29 Metode Penelitian 30 HASIL DAN PEMBAHASAN Konstruksi Vektor Ekspresi pig6-mamt Introduksi vektor ekspresi ke dalam A. tumefaciens LBA Perakitan N. benthamiana dan Kedelai Transgenik 40 Transformasi genetik N. benthamiana dengan gen MaMt2 40 Transformasi genetik kedelai dengan gen MaMt Analisis Tanaman Transgenik 44 Uji integrasi transgen MaMt2 di dalam N. benthamiana T Uji segregasi tanaman N. benthamiana T Uji integrasi transgen MaMt2 di dalam kedelai T0 dan T1 transgenik. 48 PEMBAHASAN UMUM.. 50

14 14 SIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA 57 LAMPIRAN.. 71

15 15 DAFTAR TABEL Halaman 1 Perkembangan jumlah eksplan N. benthamiana pascatransformasi pada generasi T Respon regenerasi kedelai cv. Lumut pascatransformasi pada generasi T Hasil uji keturunan T1 N. benthamiana dalam media seleksi MS-50 mg/l higromisin.. 47

16 16 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Peta fisik plasmid Ti helper dan vektor biner Tahapan proses transfer DNA-T dari Agrobacterium ke sel tanaman 24 3 Peta fisik plasmid pig6 sebagai vektor ekspresi 30 4 Alur kerja perakitan N. benthamiana dan kedelai transgenik 30 5 Hasil PCR terhadap plasmid rekombinan pig6-mamt2 dari E. coli DH5α menggunakan primer UbiF dan SMt2UR, serta UbiF dan NosT Hasil PCR terhadap plasmid yang dibawa A. tumefaciens LBA4404 setelah proses TPM Perkembangan N. benthamiana pascatransformasi dengan gen MaMt Regenerasi kedelai pasca transformasi kedelai cv. Lumut Hasil PCR terhadap tanaman N. benthamiana transgenik T0 dengan primer UbiF dan NosTR Uji resistensi N.benthamiana generasi T1 terhadap higromisin Analisis molekular tanaman kedelai generasi T0 dengan gen MaMt Analisis molekular tanaman kedelai generasi T1 dengan gen MaMt2 49

17 17 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Media pertumbuhan bakteri Media transformasi N. benthamiana 72 3 Media transformasi kedelai. 73

18 18 PENDAHULUAN Latar Belakang Jumlah penduduk dan kesadaran tentang pentingnya gizi yang meningkat, menyebabkan meningkatnya kebutuhan pangan. Peningkatan kebutuhan pangan ini harus diantisipasi dengan peningkatan produksi tanaman pangan, melalui dua pendekatan, yaitu ekstensifikasi dan intensifikasi pertanian. Pendekatan pertama, dihadapkan pada kendala semakin meningkatnya konversi tanah pertanian yang subur menjadi kawasan perumahan, perkantoran, maupun industri. Tanah marjinal memiliki potensi sebagai salah satu alternatif pelaksanaan ekstensifikasi pertanian. Namun sebagian besar tanah marjinal di Indonesia berupa tanah dengan ph rendah dan kelarutan aluminium (Al) tinggi, padahal keduanya merupakan faktor pembatas produksi tanaman. Mulyani et al. (2003) memperkirakan ada sekitar 18.2 juta ha tanah dengan kemiringan <15 o yang sesuai untuk budidaya tanaman pangan tersebar di Sumatera, Kalimantan, dan Papua. Tanah Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran mencapai ha atau sekitar 25% dari total luas daratan Indonesia (Subagyo et al. 2004). Tanah Ultisol (terutama Podsolik Merah kuning) yang tersebar di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua ini, potensial untuk dijadikan tanah pertanian, namun tanahnya bereaksi masam dengan kejenuhan basa rendah sehingga memiliki potensi peracunan Al dan miskin kandungan bahan organik. Toksisitas Al merupakan kendala utama untuk pengembangan tanah ber-ph rendah, selain defisiensi unsur hara tertentu seperti P, Ca, Mg, N, dan K (Sopandie 2006, Prasetyo & Suriadikarta 2006). Tanah ber-ph rendah, secara teknis dapat diatasi dengan pemberian kapur, namun menyebabkan tingginya biaya produksi sehingga tidak ekonomis. Kelemahan lainnya adalah kapur yang telah ditebar mudah mengalami pencucian (leaching) oleh air dan tidak efektif untuk lapisan sub-soil. Oleh karena itu sangat diperlukan benih yang mampu tumbuh optimal dan berproduksi pada tanah berph rendah dan kelarutan Al tinggi. Pada dasarnya ada dua cara yang dapat ditempuh untuk merakit kultivar unggul. Pertama, melalui penapisan genotipgenotip toleran ph rendah dan Al tinggi, diikuti dengan persilangan dan seleksi

19 2 untuk mendapatkan genotip-genotip yang diharapkan. Cara kedua adalah melalui rekayasa genetik tanaman dengan menyisipkan gen toleransi terhadap ph rendah dan kelarutan Al tinggi. Gen yang disisipkan pada tanaman pertanian bisa berasal dari tanaman spesies yang sama atau berbeda. Kedelai merupakan salah satu komoditas penting yang digunakan sebagai bahan pangan dan pakan karena kandungan protein nabati yang tinggi. Peningkatan kebutuhan kedelai yang tidak diimbangi oleh produksi dalam negeri menyebabkan Indonesia harus mengimpor kedelai dari Negara lain seperti Amerika Serikat dan Argentina. Oleh karena itu sangat diperlukan usaha untuk meningkatkan produksi kedelai nasional. Salah satu cara adalah dengan merakit tanaman kedelai toleran ph rendah dan cekaman Al, yang merupakan salah satu karakteristik tanah marjinal di Indonesia. Perakitan ini bisa dilakukan dengan mengintroduksikan gen untuk toleransi terhadap ph rendah dan Al ke dalam tanaman kedelai sehingga mampu berproduksi pada tanah marjinal tersebut. Oleh sebab itu perbaikan genetik ke arah toleransi tanaman kedelai terhadap ph rendah dan cekaman Al sangat menunjang program peningkatan produksi kedelai nasional. Melastoma (harendong) merupakan salah satu spesies yang mampu tumbuh baik di tanah ber-ph rendah dengan kelarutan Al tinggi, sehingga potensial digunakan sebagai sumber gen toleransi terhadap cekaman ph rendah dan Al. Melastoma malabathricum pada percobaan kultur air tidak mengalami gangguan pertumbuhan pada ph 4.0, namun pertumbuhannya mulai terganggu pada ph 3.0 (Muhaemin 2008). Melastoma banyak terdapat di daerah hutan hujan tropis di Asia Tenggara. Tanaman ini memiliki kemampuan tinggi dalam menyerap dan mengakumulasi Al di daun, terutama pada sel-sel epidermis atas dan mesofil, serta pada seluruh jaringan akar, khususnya pada epidermis dan endodermis sehingga tanaman ini disebut akumulator Al (Watanabe et al. 2005). Menurut Xie et al. (2001) dalam setiap kg daun Melastoma dapat terakumulasi Al sebanyak 9932 mg/kg daun. Tanaman ini mampu menyediakan P di daerah rizosfer karena meningkatnya oksalat yang diinduksi oleh Al, sehingga meningkatkan pertumbuhan tanaman (Watanabe et al. 2003). Mutiasari (2008), menunjukkan

20 3 bahwa M. affine D. Don. (sin: M. malabathricum) pada media cair dengan ph 4.0 dan 3.2 mm Al, mampu mengakumulasi 8.81 g Al/kg daun tua selama dua bulan. Sejumlah gen yang diduga terkait dengan toleransi Melastoma terhadap cekaman ph rendah dan Al sudah berhasil diisolasi dan diklon, meskipun sebagian belum utuh, misalnya MaMrp (multidrug resistance protein), MaMFs (major facilitator superfamily), MaSOD (super oxide dismutase), dan MaMt2 (metallothionein) dari M. affine (Suharsono & Jusuf 2006; Widyartini 2006, Suharsono et al. 2008; Suharsono et al. 2009), dan H + -ATPase membran plasma (Muzuni et al. 2010). Gen-gen tersebut diisolasi dari mrna yang telah dibuat cdnanya dengan reaksi transkripsi balik, sehingga gen yang diperoleh merupakan daerah penyandi (coding region). Gen-gen tersebut sangat penting untuk perakitan tanaman kedelai toleran terhadap ph rendah dan konsentrasi Al tinggi. Metallothionein (MT) merupakan protein dengan berat molekul rendah yang kaya sistein, diperlukan dalam mengatasi ion-ion metal toksik dalam konsentrasi tinggi. Zhou & Goldsbrough (1994) telah mengisolasi MT1 dan MT2 dari Arabidopsis yang homolog dengan MT hewan dan jamur. Transkripsi MT2 meningkat dengan perlakuan CuSO 4, ZnSO 4, dan CdSO 4. Cu merupakan logam yang paling efisien dalam menginduksi ekspresi MT2 yaitu dapat meningkatkan ekspresi (transkripsi) sebesar 5.5 kali lipat. MT tanaman tingkat tinggi berfungsi untuk detoksifikasi logam non esensial, selain untuk homeostasis logam-logam transisi penting, detoksifikasi logam-logam toksik, dan melindungi dari cekaman oksidatif interselular (Adams et al. 2002; Coyle et al. 2002; Wong et al. 2004; Akashi et al. 2004, Merrifield et al. 2006; Guo et al. 2008). Suharsono et al. (2008) sudah berhasil mengisolasi dan mengkarakterisasi gen MaMt2 dari cdna M. affine yang terdiri dari 246 pb dan mengkode 81 asam amino, dan memiliki 14 residu sistein dengan motif Cys-Cys, Cys-X-Cys, dan Cys-X-X-Cys. Trisnaningrum (2009) menunjukkan bahwa cekaman Al terhadap M. affine pada konsentrasi 3.2 mm menyebabkan kenaikan ekspresi MaMt2 pada akar, tetapi tidak pada daun. Dalam penelitian ini gen MaMt2 akan diintroduksikan serta dianalisis integrasinya pada N. benthamiana dan kedelai.

21 4 Bila isolasi, identifikasi, dan analisis molekuler gen-gen toleransi kedelai terhadap cekaman ph rendah dan kelarutan Al tinggi berhasil dilakukan, maka akan membuka jalan bagi pengembangan dan rekayasa tanaman yang toleran terhadap cekaman abiotik. Selain itu isolasi gen ini akan memberikan pengetahuan dasar tentang fisiologi dan molekuler toleransi tanaman kedelai terhadap cekaman ph rendah dan Al tinggi. Di Indonesia, kajian toleransi tanaman bernilai penting seperti kedelai belum banyak dilakukan pada aras molekuler. Untuk memenuhi kebutuhan kedelai dalam negeri yang semakin tinggi, Indonesia mengimpor kedelai sekitar juta ton setiap tahun (BPS 2009). Pada sisi yang lain masih banyak tanah yang tersedia untuk pertanaman kedelai. Namun pada umumnya tanah tersebut berupa tanah ber-ph rendah dengan kelarutan Al tinggi, akibatnya tanaman tidak mampu tumbuh secara optimal. Untuk itu diperlukan usaha perakitan varietas kedelai yang mampu beradaptasi terhadap tanah ber-ph rendah dengan kelarutan Al tinggi. Perakitan verietas tersebut bisa dilakukan dengan melakukan seleksi dan persilangan, atau dengan memanfaatkan teknologi DNA rekombinan, yaitu dengan cara menyisipkan gen untuk toleransi terhadap ph rendah dan kelarutan Al tinggi. Gen MaMt2 yang diperoleh dari hasil transkripsi balik mrna dari M. malabathricum telah berhasil diisolasi, dikarakterisasi, dan diklon dalam plasmid pgemt-easy. Dalam penelitian ini, gen tersebut difusikan dengan promoter kuat yaitu pubiquitin di dalam plasmid pig6 sebagai vektor ekspresi, kemudian dimasukkan ke dalam Agrobacterium tumefaciens LBA4404. Tranformasi genetik tanaman N. benthamiana dan kedelai dilakukan dengan bantuan A. tumefaciens LBA4404 yang membawa vektor rekombinan pig6-mamt2. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk melakukan: 1. Konstruksi vektor ekspresi untuk gen MaMt2. 2. Transformasi genetik tanaman N. benthamiana dan kedelai dengan gen MaMt2. 3. Analisis tanaman N. benthamiana dan kedelai transgenik.

22 5 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Mendapatkan A. tumefaciens yang mengandung vektor ekspresi gen Mt2 yang dapat digunakan untuk melakukan transformasi genetik berbagai spesies tanaman. 2. Memperoleh tanaman N. benthamiana dan kedelai transgenik generasi T0 dan T1 yang membawa gen Mt2.

23 6 TINJAUAN PUSTAKA Toksisitas Tanah Asam Faktor utama yang menyebabkan ph tanah menjadi rendah adalah dekomposisi bahan organik dan curah hujan yang tinggi (Salisbury & Ross 1995). Karbondioksida yang dilepaskan dari proses dekomposisi bahan organik bereaksi dengan molekul air yang akan melepaskan ion-ion H +. Selanjutnya ion-ion H + akan menggantikan ion-ion K +, Mg 2+, dan Mn 2+ dari kompleks pertukaran kation. Curah hujan yang tinggi akan menyebabkan ion-ion tersebut hilang dari permukaan tanah, sehingga terbentuklah tanah asam. Pada ph rendah pertumbuhan tanaman dapat terhambat yang disebabkan oleh Al bebas dan Al dapat ditukar dalam jumlah berlebihan, keracunan Mn, dan kekurangan P, Ca, dan Mg, serta ketersediaan N sangat rendah (Marschner 1995). Salah satu jenis tanah ber-ph rendah yang banyak tersebar di Indonesia adalah tanah Ultisol. Menurut Prasetyo & Suriadikarta (2006), reaksi tanah Ultisol pada umumnya masam hingga sangat masam (ph ), kecuali tanah Ultisol dari batu gamping yang mempunyai reaksi netral hingga agak masam (ph ). Kandungan hara pada tanah Ultisol umumnya rendah karena pencucian basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena proses dekomposisi berjalan cepat dan sebagian terbawa erosi. Tanah ber-ph rendah kurang baik untuk pertumbuhan tanaman karena mempunyai ph, kapasitas tukar kation, dan kejenuhan basa yang rendah, serta kejenuhan Al yang tinggi (Mansur & Koko 2000). Menurut Djayusman (1993) pembentukan asam yang melampaui daya sangga tanah dapat menghancurkan kisi mineral liat sehingga semakin banyak ion Al 3+ yang menjauhi kompleks jerapan. Pada lahan ber-ph rendah, keracunan terutama disebabkan oleh kandungan Al yang tinggi dan Al dalam bentuk Al 3+ sangat toksik karena dapat mengkelat unsur hara sehingga menghambat penyerapan unsur terkelat itu oleh akar tanaman. Akibatnya tanaman kekurangan unsur hara dan pertumbuhannya terhambat.

24 7 Toksisitas Aluminium terhadap Tanaman Aluminium merupakan unsur nomer tiga dalam hal kemelimpahannya di bumi setelah oksigen dan silikon (Pilon-Smits et al. 2009). Aluminium yang dilepaskan ke larutan tanah akan berpengaruh buruk pada taraf tertentu bagi tanaman dan merupakan faktor pembatas pertumbuhan pada berbagai tanah masam di dunia (Harjadi & Yahya 1988; Horst et al. 2004). Bentuk Al dalam tanah sangat dipengaruhi ph tanah. Pada ph tanah <4.0, bentuk Al yang paling dominan adalah Al 3+ yang sangat toksik bagi tanaman. Bentuk Al(OH) 2+ terdapat pada kisaran ph Sedangkan pada ph di atas nilai tersebut, Al akan lebih banyak terdapat dalam bentuk gibsit [Al(OH) 3 ], yang dapat mengikat fosfat meskipun tidak sekuat ion-ion Al dan tidak meracuni tanaman, sehingga pengaruhnya dapat diabaikan (Kinraide et al. 1985; Kochian et al. 2004). Pada tanah ber-ph rendah umumnya ketersediaan hara sangat terbatas dan kemampuan tanaman untuk menyerap hara juga dibatasi oleh adanya kandungan Al yang tinggi. Tanaman barley yang ditanam pada media mengandung Al, hanya mengandung Ca 2+ dan K + setengahnya, dibandingkan dengan kontrol (Matsumoto et al. 1992). Kekurangan P pada umumnya juga diinduksi oleh kandungan Al yang tinggi. Hal ini berkaitan dengan terbentuknya kompleks Al-fosfat, baik di dalam larutan tanah maupun di dalam sel tanaman sehingga Al tidak tersedia bagi tanaman. Kemampuan tanaman untuk dapat memanfaatkan kandungan P yang rendah secara efisien selalu dihubungkan dengan sifat toleransi terhadap Al. Kation trivalen Al 3+ menghambat transpor Ca 2+ secara efektif ke dalam akar, protoplas, dan membran vesikel. Hasil kajian pada lipida dua lapis menunjukkan bahwa Al dapat memblok saluran Ca 2+ dan K + (Ryan et al. 1997; Buchanan et al. 2006). Pada akar barley, perlakuan Al menurunkan kandungan Ca pada membran sampai 50% dan menyebabkan penurunan aktivitas H + -ATPase dalam menghidrolisis ATP (Matsumoto et al. 1992). Aluminium bukan hara tanaman penting, meskipun banyak dilaporkan dalam sejumlah kecil menguntungkan tanaman. Kadar Al yang tinggi dapat meracuni tanaman, namun sangat bergantung pada jenis maupun varietas tanaman. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa target utama keracunan Al adalah jaringan akar tanaman (Sasaki et al. 1992; Delhaize & Ryan 1995; Ryan

25 8 et al. 1997; Horst et al. 2004; Buchanan et al. 2006). Gejala yang tampak dari keracunan Al adalah sistem perakaran yang tidak berkembang (tebal dan pendek) sebagai akibat penghambatan perpanjangan sel. Selain itu juga terjadi gangguan penyerapan hara mineral, penggabungan Al dengan dinding sel, dan penghambatan pembelahan sel (Matsumoto et al. 1992; Horst et al. 2004). Gejala keracunan Al yang paling mudah dilihat adalah penghambatan pertumbuhan akar. Menurut Marschner (1995) dan Horst et al. (2004), gejala awal yang tampak dari toksisitas Al adalah sistem perakaran tidak berkembang sebagai akibat penghambatan pemanjangan sel. Pada tanaman yang sensitif, menurut Marschner (1995), Al ditemukan dalam nukleus dan dinding sel. Pada dinding sel, penghambatan terjadi karena Al menggantikan kedudukan Ca 2+ pada lamela tengah. Ikatan Al dengan gugus karboksil akan menimbulkan ikatan yang kuat sehingga sel tidak dapat membesar. Dalam nukleus, Al berikatan dengan DNA sehingga menghentikan proses pembelahan meristem apikal. Al dalam bentuk polimer memiliki muatan positif yang besar serta memiliki banyak situs pengikatan. Polimer ini dapat mengikat P yang ada pada kedua utas DNA, mengakibatkan gagal berpisahnya utas ganda DNA. Marschner (1995) menyatakan bahwa kerusakan pada sel tudung akar yang berfungsi sebagai sensor terhadap cekaman lingkungan menyebabkan akumulasi Al yang tinggi pada nukleus tudung akar sehingga menghambat pemanjangan akar. Karakteristiknya adalah permukaan akar berwarna coklat kekuningan, berbintik, dan mudah patah. Matsumoto et al. (1992), menunjukkan bahwa pembelahan sel pada ujung akar bawang putih berhenti setelah diberi perlakuan 10-3 M AlCl 3 selama 10 hari. Sivaguru et al. (1999) dan Horst et al. (2004) membuktikan bahwa pada kultivar jagung sensitif Al, bagian zona transisi distal (DTZ, 1-2 mm) merupakan zona ujung akar yang sensitif Al. Pendedahan Al pada daerah ini mengurangi pemanjangan sel pada daerah pemanjangan akar. Pengaruh Al pada membran sel lebih banyak disebabkan oleh adanya perubahan atau kerusakan sifat permeabilitas. Pada membran sel barley, Al berikatan dengan gugus fosfolipid membran sehingga menyebabkan kerusakan struktur membran atau perubahan permeabilitas membran. Akibatnya penyerapan hara yang dikatalisis oleh pompa proton akan terpengaruh. Ion Al yang bermuatan

26 9 positif dapat berikatan dengan gugus fosfat dari ATP atau fosfolipid pada membran yang akan mempengaruhi efektivitas transpor proton. Menurut Taylor (1991) mekanisme toleransi tanaman terhadap Al terbagi menjadi dua kelompok, yaitu: 1) dengan mencegah Al masuk ke dalam simplas dan sampai daerah metabolik yang peka di dalam sel tanaman (mekanisme ekslusi), dan 2) dengan detoksikasi, imobilisasi atau pengubahan dalam metabolisme saat Al telah masuk ke dalam simplas sehingga memungkinkan tanaman melanjutkan proses tumbuhnya (mekanisme internal). Mekanisme (eksklusi) berhubungan dengan: imobilisasi Al dalam dinding sel, sifat selektif permeabel membran plasma, meningkatkan ph di sekitar perakaran, dan kelatisasi Al oleh asam organik. Mekanisme internal berhubungan dengan: kelatisasi Al dalam sitosol oleh asam organik atau protein, kompartementasi Al dalam vakuola, evolusi enzim pada tanaman toleransi Al. Aluminium dapat berinteraksi baik dengan senyawa organik maupun anorganik. Interaksi dengan senyawa (anion) organik paling kuat terjadi dengan asam-asam dikarboksilat seperti asam sitrat dan asam malat. Asam-asam dikarboksilat tersebut sangat efektif sebagai bahan amelioran untuk mendetoksikasi Al. Sedangkan interaksi Al dengan senyawa (anion) anorganik seperti sulfat, fosfat, fluor, dan silikat membentuk suatu kompleks yang memiliki afinitas tinggi terhadap oksigen atau air. Interaksi Al dengan anion tersebut berpotensi untuk meningkatkan ph perakaran sekaligus dapat membuat rancu pengaruh toksisitas Al dengan defisiensi unsur tertentu seperti fosfat, karena terbentuk kompleks Al-P sehingga P tidak tersedia bagi tanaman. Selain itu beberapa peneliti melaporkan bahwa toleransi terhadap Al juga dipengaruhi oleh mucilage pada tanaman. Mucilage adalah bahan seperti gel yang dihasilkan pada bagian ujung akar yang sedang berkembang. Mucilage merupakan partikel penting pada tanah mineral asam untuk melindungi meristem akar. Pada Vigna unguiculata, tanaman yang toleransi terhadap Al mampu menghasilkan lebih banyak mucilage jika dibandingkan dengan yang sensitif (Suthipradit et al. 1990). Watanabe et al. (2008) menyebutkan bahwa mucilage akar berperan dalam imobilisasi kation-kation logam misalnya Al pada rizofer. Akar M. malabathricum mengeksudasi mucilage dalam jumlah besar.

27 10 Kemampuan apoplas sel akar menyerap Al dianggap sebagai salah satu mekanisme toleransi terhadap Al, semakin kecil kemampuan akar untuk menyerap Al, semakin peka tanaman terhadap Al (Duncan & Baligar 1990). Marschner (1995) menambahkan bahwa tanaman yang toleran terhadap Al akan meningkatkan ph pada daerah perakaran sehingga menurunkan kelarutan dan keracunan Al. Selain apoplas, membran plasma dianggap mampu menghalangi penyerapan Al secara selektif. Duncan & Baligar (1990) menyatakan bahwa perbedaan permeabilitas membran terhadap Al merupakan salah satu mekanisme toleransi terhadap Al. Sistem dalam membran harus mampu mendeteksi status Al di luar dan di dalam akar. Gen-Gen yang Ekspresinya Diinduksi oleh Cekaman Al Beberapa peneliti telah melakukan penelitian tentang gen yang ekspresinya diinduksi oleh cekaman Al untuk mengetahui mekanisme toleransi tanaman terhadap cekaman Al. Snowden & Gardner (1993), Richards et al. (1994), dan Snowden et al. (1995) telah mengisolasi tujuh klon cdna. Ezaki et al. (1995) telah mengisolasi gen-gen yang ekspresinya diinduksi oleh cekaman Al pada kultur sel tembakau. Richards et al. (1998) telah mempelajari gen yang ekspresinya diinduksi oleh cekaman Al pada A. thaliana. Kajian genetik dan fisiologi tanaman kedelai yang mendapat cekaman ph rendah dan Al tinggi, telah dilakukan oleh Sopandie et al. (1996) dan Jusuf et al. 1999). Sedangkan kajian tentang biologi molekuler kedelai yang mendapat cekaman abiotik seperti kekeringan, ph rendah, dan Al tinggi telah dilakukan oleh Anwar (1999) dan Jusuf et al. (1999). Gen-gen yang diisolasi dari cdna tanaman gandum yang mendapat cekaman Al dinamai wali (wheat aluminum induced), yaitu wali1-wali7. Gen wali1 berukuran 700 bp menyandi suatu protein yang mirip dengan metallothionein yang kaya sistein, berukuran 7.4 kd. Protein tersebut mempunyai daerah hidrofobik pusat yang memisahkan 2 cys-rich domain, masing-masing mengandung 3 motif cys-x-cys. Transkripsi wali1 meningkat pada perlakuan 50 M Al selama 24 jam dan mencapai puncaknya pada 96 jam (Snowden & Gardner 1993).

28 11 Gen-gen yang ekspresinya diinduksi oleh cekaman ph rendah dan aluminium pada Melastoma sudah berhasil diisolasi, dikarakterisasi, dan diklon, di antaranya adalah MaMrp (multidrug resistance protein) (Suharsono et al. 2008), MaMFs (major facilitator superfamily), MaSOD (super oxide dismutase), dan MaMt2 (metallothionein) dari M. affine (Suharsono & Jusuf 2006; Widyartini 2006, Suharsono et al. 2008; Suharsono et al. 2009), H + -ATPase membran plasma (Muzuni et al. 2010), dan MmCu/Zn-SOD (Hannum 2011). Cekaman Logam dan Metallothionein Logam-logam ditemukan di lingkungan berasal dari pelapukan alami perut bumi, erosi tanah, pembuangan industri pertambangan, limbah buangan, agenagen pembasmi hama dan penyakit, dsb. Menurut Singh et al. (2003), pada dekade terakhir penglepasan logam berat di seluruh dunia mencapai ton Cd, ton Cu, ton Pb, dan ton Zn. Akumulasi logam dan peredarannya dalam biosfer menjadi perhatian karena efek lingkungan dan kesehatan yang berkaitan dengan toksisitas logam-logam esensial (Cu, Cr, Zn, Mn, Fe, Ni, dan Mo), maupun non-esensial (Cd, Pb, dan Hg). Logam-logam penting untuk struktur dan fungsi banyak protein mulai dari zinc-finger binding protein pengikat DNA, hingga protein untuk respirasi yang memerlukan Fe atau Cu. Diperkirakan hampir setengah dari semua enzim yang ada adalah metalloprotein (Waldron et al. 2009). Dalam konsentrasi memadai keberadaan ion-ion logam sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan organisme, namun dalam konsentrasi tinggi keberadaan logam-logam ini akan bersifat toksik bagi sel, jaringan, ataupun organisme. Mekanisme toksisitas umum ion-ion logam dibagi dalam tiga kategori: (1) menghambat gugus fungsional yang penting secara biologis dari biomolekul khususnya protein dan enzim, (2) menggantikan ion-ion logam esensial dalam biomolekul, dan (3) memodifikasi konformasi aktif biomolekul yang menyebabkan hilangnya aktivitas pesifik. Menurut Valls et al. (2000), organisme menanggapi cekaman logam menggunakan sistem pertahanan yang berbeda-beda misalnya, eksklusi, kompartementalisasi, pembentukkan kompleks-kompleks, serta sintesis proteinprotein pengikat, seperti MT dan fitokelatin. Sistein merupakan unsur struktural

29 12 tetap dari matallothionein pada spesies hewan. Sifat elektrofilik dari sulfur pada gugus sulfhidril dari asam amino bertanggungjawab untuk afinitasnya yang tinggi terhadap ion-ion logam. Metallothionein menunjukkan afinitas tertinggi terhadap logam dari kelompok transisi (misalnya Zn, Cd, Hg, Cu dan Ag). Logam yang terikat membentuk struktur tetrahedral, dengan empat residu sistein mengambil bagian dalam mengkoordinasi pengikatan logam. Afinitas metallothionein terhadap logam dengan urutan sebagai berikut: Ag > Hg > Cu > Cd > Zn > Co = Ni (Bremner & Beattie 1990). Protein metallothionein berperan penting dalam memetabolisme logamlogam penting untuk pertumbuhan dan perkembangan pada organisme (Philcox et al. 1994). MT merupakan cadangan ion-ion Zn dan Cu, protein ini mampu memulihkan kemampuannya ketika didedah dengan Cd, jika diinkubasi dengan metallothionein-zinc (ZnMT). Gen Metallothionein pada Tumbuhan, Yeast, dan Bakteri Tanaman tingkat tinggi memiliki dua tipe utama peptida pengikat logam kaya sistein, metallothionein (MT) dan fitokelatin (PC). Metallothionein (MT) merupakan protein dengan masa molekul rendah (4-15 kda), mengandung 26-33% asam amino sistein (Cys) dan tidak mengandung histidin (Binz & Kagi 1999; Cobbett & Goldsbrough 2002; Zhigang et al. 2006; Zhou et al. 2006; Thirumoorthy et al. 2007). Menurut Cobbet & Goldsbrough (2002), protein MT tersusun dengan motif pengikat logam Cys-Cys, Cys-Xaa-Cys, atau Cys-Xaa- Xaa-Cys, yang memberikan ligan-ligan sulfhidril untuk mengkordinasi ion-ion logam bivalen. Pada angiospermae, MT dapat diklasifikasikan ke dalam empat tipe berdasarkan posisi residu-residu Cys yang terkonservasi. Tipe I, mengandung enam motif Cys-Xaa-Cys, tersebar secara merata dalam dua domain. Kedua domain dipisahkan oleh sekitar 40 asam amino. Tipe II, pasangan pertama Cys memiliki motif Cys-Cys pada asam amino ke-3 dan 4 dari protein ini. Motif Cys- Gly-Gly-Cys ada di ujung-n domain kaya Cys. Tipe III, hanya terdiri dari empat asam amino Cys pada ujung-n. Tiga Cys pertama membentuk motif Cys-Gly- Asn-Cys-Asp-Cys. Sedangkan Cys ke-4 membentuk motif sendiri yaitu Gln-Cys-

30 13 X-Lys-Lys-Gly. MT tipe IV memiliki tiga domain kaya Cys, masing-masing memiliki 5 atau 6 residu Cys yang terkonservasi. Protein MT terdiri dari dua domain pengikatan (α, β), yang tersusun dari sekelompok sistein. Bagian ujung-n dari protein ini ditandai sebagai domain-α, yang memiliki tiga tempat pengikatan untuk ion-ion divalent. Domain-β (bagian ujung-c) memiliki kemampuan untuk mengikat empat ion-ion divalen logam berat (Capasso et al. 2006). Dalam kasus ion-ion logam berat monovalen, MT mampu mengikat dua ion logam. Asam amino sistein berperan penting dalam mengatasi ion-ion metal toksik dalam konsentrasi tinggi. Menurut Simpkins (2000), ada tiga proses fundamental yang terkait dengan protein MT, di antaranya: (1) melepaskan gas perantara seperti radikal hidroksil atau oksida nitrit; (2) apopotosis; (3) pengikatan dan pertukaran logam berat, seperti Zn, Cd, atau Cu. MT tipe I, II, dan III diduga berfungsi dalam homeostasis dan toleransi Cu (Murphy & Taiz 1995; van Hoof et al. 2001; Guo et al. 2003; Roosens et al. 2004; Guo et al. 2008), sedangkan MT tipe 4 berfungsi dalam homeostasis Zn (Lane et al. 1987; Guo et al. 2008). Meskipun demikian, semuanya dapat mengikat berbagai ion logam dan metaloid, termasuk ion-ion nonesensial (Cobbett & Goldsbrough 2002). Data-data tersebut menunjukkan bahwa MT tumbuhan memiliki fungsi yang terkait dengan detoksifikasi logam-logam nonsesensial, selain homeostasis logam-logam esensial (Guo et al. 2008). Protein MT pada tanaman paling banyak dipelajari pada Arabidopsis dan hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman ini yang memiliki lebih dari satu famili gen Mt. Menurut Guo et al. (2003), Arabidopsis mengandung famili gen dengan tujuh gen Mt yang aktif. Pada padi ditemukan ada 11 gen yang menyandikan OsMt yang masing-masing memiliki urutan dan pola ekspresi jaringan yang berbeda (Zhou et al. 2006). Zhou & Goldsbrough (1994) berhasil mengisolasi dua tipe MT (MT1 dan MT2) dari Arabidopsis yang homolog dengan MT hewan dan jamur. Transkripsi MT2 meningkat dengan perlakuan CuSO 4, ZnSO 4, dan CdSO 4. Dari ketiga logam berat tersebut, Cu paling efisien dalam menginduksi ekspresi MT2 yaitu dapat meningkatkan ekspresi (transkripsi) sebesar 5.5 kali lipat. Arabidopsis yang

31 14 mendapat perlakuan 50 M Cu menunjukkan peningkatan transkripsi MT2 sampai 72 jam perlakuan. Richards et al. (1998) telah mengisolasi beberapa klon cdna dari tanaman Arabidopsis yang diberi nama gen-gen EARLI (early Arabidopsis alumnium induced). Klon pearli menyandikan gen yang termasuk ke dalam kelompok hidrofobik yang belum diketahui fungsinya dan dihasilkan dari perlakuan Al yang sangat cepat. Sivaguru et al. (2003) melaporkan bahwa Al menginduksi ekspresi gen wak1 (cell wall-associated receptor kinase 1) pada organ spesifik. Hasil analisis RT-PCR membuktikan bahwa ekspresi gen wak1 pada akar diinduksi oleh Al. Puncak ekspresi terjadi pada 3 jam setelah pemberian cekaman Al, diikuti dengan penurunan ekspresi pada 6 jam setelah perlakuan dan ekspresinya terus menurun hingga pada 9 jam setelah pemberian cekaman Al, ekspresi gen tersebut benar-benar tidak ada. Gen wak1 diduga kspresinya diinduksi oleh Al. Tanaman transgenik yang mengekspresikan gen tersebut secara berlebihan menunjukkan peningkatan toleransi terhadap Al. Berdasarkan penelitian pada sejumlah leguminosa (kedelai, kacang merah, kidney bean), diketahui bahwa cdna Mt tipe-1 memiliki ukuran pb, sedangkan cdna Mt tipe-2 berukuran bp. Menurut Sun et al. (2004), kedua cdna tersebut memiliki susunan Cys pada setiap ujung-n dan ujung-c dari masing-masing urutan. Beberapa kandidat cdna yang ekspresinya diduga diinduksi oleh cekaman Al telah diisolasi melalui konstruksi pustaka cdna dari tanaman kedelai kultivar Lumut yang peka terhadap cekaman Al dan penapisan diferensial terhadap pustaka genom tersebut (Jusuf et al. 1999; Anwar et al. 2000). Klon kandidat tersebut adalah gmali1 (GenBank No. AF901303) yang diduga menyandi H + -ATPase membran plasma, gmali4 yang menyandi Histon H 3, gmali20 yang menyandi katalase, gmali49 yang menyandi NADH dehidrogenase, gmali50 (GenBank No. AF169830) yang menyandi auxin-induced protein. Anwar (1999) berhasil mengisolasi gen sapali (GenBank No. AF ) yang menyandi aminoasilpeptidase. Ekspresi gen MT tanaman diregulasi oleh berbagai faktor, termasuk cekaman yang berbeda-beda misalnya pelukaan (Choi et al. 1996), infeksi patogen (Choi et al. 1996; Butt et al. 1998), interaksi simbiotik (Laplaze et al.

32 ), senesensi daun (Bhalerao et al. 2003; Andersson et al. 2004), dan logamlogam berat (Usha et al. 2007; Huang et al. 2009; Huang et al. 2010). Hal ini menunjukkan bahwa MT kemungkinan diekspresikan sebagai tanggap cekaman umum seperti disebutkan oleh Cobbett & Goldsbrough (2002). Diduga kuat MT berfungsi sebagai juga sebagai antioksidan dan berperan penting dalam perbaikan membran plasma (Hall 2002). Selain tanggap terhadap cekaman logam toksik, gen Mt juga dapat terinduksi oleh cekaman kadar garam. Analisis ekspresi yang dilakukan oleh Yang et al. (2011) pada tanaman Tamarix hispida, menunjukkan bahwa mrna dari ThMT3 diatur meningkat oleh salinitas tinggi dan juga ion-ion logam berat, dan ThMT3 dominan diekspresikan dalam daun. Yeast transgenik (Saccharomyces cerevisiae) yang mengekspresikan ThMT3 menunjukkan peningkatan toleransi terhadap cekaman Cd 2+, Zn 2+, Cu 2+, dan NaCl. Selain itu, analisis ekspresi yang dilakukan oleh Yang et al. (2009), menunjukkan bahwa OsMT1a diekspresikan dominan pada akar, dan diinduksi oleh dehidrasi. Ekspresi OsMT1a juga diinduksi secara spesifik oleh perlakuan Zn 2+. Tanaman padi dan yeast transgenik yang membawa OsMT1a mengakumulasi Zn 2+ lebih banyak dibandingkan kontrol tipe liar, menunjukkan bahwa OsMT1a tampaknya terlibat dalam homeostasis Zn. Tanaman padi transgenik yang mengekspresikan berlebih OsMT1a menunjukkan peningkatan toleransi terhadap kekeringan. Gen-gen Mt tanaman diekspresikan spesifik jaringan (Garcia-Hernandez et al. 1998; Charbonnel-Campaa et al. 2000; Goldsbrough 2000). Ekspresi MT tipe 1 cenderung lebih tinggi di akar dibandingkan di tajuk, sedangkan MT tipe 2 cenderung dieskpresikan lebih tinggi di tajuk dibandingkan di akar. MT tipe 3 diekspresikan pada aras tinggi di daun dan buah yang matang, sedangkan MT tipe 4 diekspresikan terbatas pada biji yang sedang berkembang (Cobbett & Goldsbrough 2002). Pada padi, beberapa gen MT Tipe 1 dan Tipe 2 sudah diidentifikasi pada famili MT padi, dengan ekspresi nyata di akar dan kecambah, dan satu (ricmt) yang tidak biasa pada batang (Hsieh et al. 1995; Yu et al. 1998; Zhou et al. 2005). Trisnaningrum (2009), menunjukkan bahwa MT2 diekspresikan lebih tinggi pada akar dibandingkan pada daun M. Affine pada konsentrasi 3.2 mm Al.

33 16 Peran berbagai gen Mt juga dipelajari dengan melakukan transformasi, ekspresi berlebih ataupun dengan melakukan pembungkaman gen pada sejumlah organisme. Zhigang et al. (2006), mengekspresikan fusi TrxA::BjMT2 pada selsel Escherichia coli sehingga lebih toleran terhadap pendedahan Cu 2+ dan Cd 2+ dibandingkan galur kontrol. Kecambah A. thaliana menunjukkan peningkatan toleransi terhadap Cu 2+ dan Cd 2+ berdasarkan pertumbuhan pucuk dan kandungan klorofil, ketika cdna BjMT2 diekspresikan dalam pengaturan promoter 35S. Zhang et al. (2006) menunjukkan bahwa sel-sel yeast yang ditransformasi dengan AsMT2b mengalami peningkatan resistensi terhadap Cd. Arabidopsis yang mengekspresikan berlebih AsMT2b menunjukkan toleransi Cd lebih kuat dan akumulasi Cd lebih tinggi dibandingkan tanaman tipe liar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa di masa yang akan datang AsMT2b dapat digunakan untuk fitoremidiasi tanah tercemar Cd. Zimeri et al. (2005), menyatakan bahwa tanaman dengan MT1 terbungkam semuanya menjadi hipersensitif terhadap Cd dan mengakumulasi As, Cd, dan Zn beberapa kali lebih tinggi dibandingkan tipe liar, sedangkan aras Cu dan Fe tidak terpengaruh. Urutan protein MT1 pada genom tanaman memiliki sifat pengikatan logam yang berbeda, memberikan toleransi terhadap Cd, dan membantu homeostasis Zn. Waatrud (2006), mengekspresikan gen metallothionein manusia (hmt) pada alfalfa. Tanaman yang diperlakukan dengan 1.5 mm CuSO4, tajuk tanaman transgenik yang mengekspresikan gen hmt mengakumulasi Cu dengan aras lebih tinggi pada jaringan tajuk. Pemberian NO menginduksi transkripsi MT dan akumulasinya dalam daun. Tomat transgenik antisense-mt lebih sensitif terhadap cekaman Cu. Diusulkan bahwa NO menginduksi toleransi tomat terhadap cekaman Cu, melalui aktivitas enzim antioksidan dan akumulasi metallothionein berperan sebagai pensinyalan NO ke arah hilir (Wang et al. 2010). Sementara itu, Grispen et al. (2011), menyatakan bahwa galur T2 tembakau AtMT2b digunakan untuk ditransformasi ulang dengan AtHMA4 untuk mendapatkan transforman ganda. Transforman ganda menunjukkan peningkatan toleransi Cd, peningkatan transport Cd dan Zn dari akar ke tajuk, tetapi tidak mengubah toleransi Zn dan pengambilan Cd dan Zn, dibandingkan dengan tipe liar. Peran MT sebagai antioksidan ditunjukkan oleh Shestivska et al. (2011) dalam eksperimennya

34 17 dengan menyisipkan gen MT ke dalam tanaman tembakau. Tanaman tembakau transgenik menunjukkan peningkatan kemampuan antioksidan dibandingkan dengan tanaman nontransgenik. Amiard et al. (2006), tanaman tembakau (Nicotiana tabaccum) transgenik yang mengekspresikan berlebih GhMT3a menunjukkan peningkatan toleransi terhadap cekaman abiotik dibandingkan tanaman tipe liar. Ekspresi GhMT3a diinduksi oleh cekaman garam, kekeringan, dan suhu rendah, dapat dihambat oleh adanya antioksidan. Aras H 2 O 2 pada tanaman tembakau transgenik hanya setengah dari tanaman tipe liar (WT) dalam kondisi cekaman semacam itu. Murthy et al. (2011) mendapatkan bahwa konsentrasi metallothionein pada Bacillus cereus yang diperlakukan dengan berbagai konsentrasi Pb meningkat seiring meningkatnya konsentrasi Pb, berbeda jauh dibandingkan dengan bakteri kontrol. Su et al. (2009), menunjukkan bahwa kemampuan bioakumulasi senyawa As(III) oleh E. coli rekombinan meningkat lebih dari tiga kali dari 76.3 menjadi μg/g sel kering dibandingkan dengan kontrol. Bioakumulasi mencapai 70% dari nilai jenuh dalam 1 jam. E. coli rekombinan akan berguna dalam bioremidiasi arsenik atau logam berat lain yang mencemari air. Sel-sel yeast yang ditransformasi dengan AsMT2b dari Allium sativum mengalami peningkatan resistensi terhadap Cd (Zhang et al. 2006). Hasil penelitian Ruiz et al. (2011), menunjukkan bakteri transgenik MT-1 mengakumulasi hingga ± 17.6 μm Hg dari media yang mengandung 120 μm Hg. Metallothionein pada Hewan dan Manusia Protein MT selain bekerja pada sistem tumbuhan, yeast, atau bakteri, juga banyak diteliti pada manusia dan hewan. Pada mamalia, ditemukan ada empat isoform MT, yaitu MT-1, 2, 3, dan 4 (Vasak & Hasler 2000). MT-1 dan 2 diekspresikan pada hampir semua organ, khususnya pada ginjal dan hati dan keduanya menunjukkan sifat yang serupa terkait dengan karakteristik pengikatan logamnya. MT-3 diekspresikan terutama di otak, meskipun beberapa kajian melaporkan penemuan MT-3 pada sel-sel ginjal dan kanker (Garrett et al. 1999). MT-4 diekspresikan dalam jaringan berstrata tertentu (Quaife et al. 1994) Thirumoorthy et al. (2007), menyatakan bahwa protein MT merupakan salah satu

35 18 penanda biologi yang diekspresikan pada berbagai tumor pada manusia, meskipun masih sedikit laporan yang terjadi pada karsinoma. Peran MT tidak hanya terbatas pada peristiwa apoptosis dan sebagai antioksidan pada organ-organ tertentu, sekarang eksplorasi berbagai isoform MT misalnya MT-I, MT-II, MT-III dan MT- IV ataupun isoform lain dalam berbagai sistem biologi diketahui memodulasi penyakit kompleks dan sistem imun dalam tubuh, meskipun peran utamanya tetap masih belum diketahui (Thirumoorthy et al. 2011), Metallothionein pada manusia terlibat dalam proses proliferasi dan diferensiasi. Sejumlah besar gugus thiolat dalam molekul MT dengan sifat-sifat nukleofilik membuatnya tidak hanya mampu mengikat ion-ion logam tetapi juga ROS dan radikal-radikal organik, selain unsur sulfur dengan mudah berikatan dengan unsur yang memiliki kekurangan elektron. Sejumlah kajian menunjukkan MT terlibat dalam proses apoptosis (Floriańczyk 2007). Sedangkan Carpene et al. (2007), menyebutkan bahwa bahwa isoform MT-1/MT-2 mamalia terlibat dalam homeostasis Zn serta perlindungan terhadap toksisitas logam berat dan cekaman oksidatif. MT-3 diekspresikan terutama pada neuron tetapi juga pada glia. MT-4 sebagian besar ada dalam sel-sel epitel squamousa berlapis yang berdiferensiasi. Moluska laut dapat mengakumulasi logam-logam trace dengan tingkat besaran lebih tinggi dari konsentrasi yang ada dalam air laut. Dengan demikian, moluska sudah digunakan secara luas sebagai indicator polusi logam pada eksositem laut. Logam berat tertentu, misalnya Cd, Cu dan Hg diasumsikan sebagai penginduksi kuat biosintesis MT. Artinya Mt dianggap sebagai suatu penanda biologis yang valid untuk pendedahan logam pada moluska laut (Carpene et al. 2007). Dalam sistem syaraf pusat (central nervous system, CNS), dikenal tiga isoform MT, yang dinamai MT-I, MT-II, dan MT-III (Penkowa 2002). MT-I dan MT-II (MT-I+II) diatur dan diekspresikan secara terkoordinasi dan telah terkarakterisasi dengan baik. MT-I+II berimplikasi pada berbagai fungsi fisiologis dan patofisiologis, mialnya metabolism ion logam, pengaturan tanggap peradangan CNS, perlindungan terhadap ROS dan cekaman oksidatif, pengurangan kematian sel apoptotis, dan stimulasi regenerasi syaraf dan perbaikan jaringan otak in vivo.

36 19 Peran metallothioenin (MT) sebagai protein anticekaman yang diinduksi oleh cekaman fisiologis dinyatakan oleh Kondoh et al. (2004), yang menunjukkan bahwa bau kamfer menstimulir peningkatan aras MT pada hati tikus yang diberi perlakuan kamfer selama tiga hari. MT juga berperan penting dalam homeostasis Zn dan Cu pada Phocoena phocoena. Peningkatan konsentrasi Zn hepatik menyebabkan peningkatan Zn yang terikat pada MT, menunjukkan bahwa protein ini mengambil alih kelebihan Zn. Metallothionein mampu mengikat 50% konsentrasi Zn hepatik total dan 36% konsentrasi Cu hepatik total. MT ginjal juga berperan dalam detoksifikasi Cd, karena mampu mengikat 56% dari Cd total ginjal (Das et al. 2006). Ren et al. (2003), menemukan bahwa induksi mrna MT1 lebih rendah dibandingkan dengan mrna MT2 pada hati tikus yang diperlakukan dengan Cd, tetapi hasil yang berlawanan ditemukan pada sel-sel interstisial. Pendedahan Cd meningkatkan MT hepatis (3.9 kali), tetapi tidak meningkatkan translasi MT pada sel-sel interstisial. Ekspresi isoform MT yang diinduksi Cd tidak hanya bergantung pada tipe jaringan tetapi juga bergantung waktu. Dalam eksperimennya menggunakan toksin dari jamur pada gandum, Vasatkova et al. (2009), membuktikan bahwa MT terlibat dalam proses ketahanan terhadap mikotoksin penyebab cekaman oksidatif pada jaringan hati tikus. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya aras MT sesuai dengan peningkatan kandungan gandum yang berjamur. Sementara itu, Hawse et al. (2007) menemukan bahwa ekspresi berlebih MTIIa pada sel-sel epitel lensa menyebabkan perlindungan terhadap cekaman oksidatif yang diinduksi Cd dan TBHP. Hasil menunjukkan bahwa MTIIa, dan/atau gen-gen antioksidan penting lainnya kemungkinan berperan dalam mengatur ekspresi terhadap cekaman oksidatif. Kemampuan MT dalam mengikat Cu dan Cd pada siput Helix pomatia ditunjukkan oleh Palacios et al. (2011). HpCuMT dan HpCdMT disintesis dengan adanya Cd 2+, Zn 2+ atau Cu 2+. Kedua isoform MT hanya mampu membentuk dua kompleks unik homometalik dan stabil (Cd6-HpCdMT dan Cu12-HpCuMT), tetapi tidak terbentuk kompleks HpMT dengan Zn. Huska et al. (2008), dalam eksperimennya dengan cacing tanah mendapatkan bahwa cacing tanah yang diperlakukan dengan Cd, menunjukkan peningkatan kandungan MT dibandingkan cacing tanah yang tidak diperlakukan dengan Cd. Sementara itu, Mihailovic et al.

37 20 (2010), menemukan bahwa induksi MT pada Merluccius merluccius dan Mullus barbatus berkorelasi dengan peningkatan konsentrasi Cu dan Pb pada lingkungan perairan tempat hidupnya. Hal ini juga menunjukkan potensi MT sebagai indikator pencemaran lingkungan. Transformasi diperantarai Agrobacterium Menurut Glick & Pasternak (2010), ada tiga alasan utama untuk mengembangkan tanaman transgenik: 1) Penambahan sebuah gen seringkali mampu meningkatkan nilai agrikultur, hortikultur, atau ornamental tanaman budidaya. 2) Tanaman transgenik dapat berperan sebagai bioreaktor untuk produksi protein atau metabolit yang penting secara ekonomi dengan biaya produksi lebih murah 3) Tranformasi genetik tanaman menjadi alat yang kuat untuk mempelajari aksi gen selama proses perkembangan dan proses biologis lainnya. Sejumlah sifat ditentukan secara genetik yang dapat dimasukkan ke dalam tanaman melalui gen tunggal atau kelompok kecil gen, misalnya gen untuk proteksi terhadap infeksi virus, resistensi herbisida, penundaan senesensi, toleransi terhadap cekaman lingkungan, pengubahan pigmentasi bunga, dan peningkatan kualitas protein biji. Sekarang sejumlah besar tanaman transgenik sudah dihasilkan termasuk banyak spesies tanaman budidaya misalnya tomat, kentang, kapas kedelai, jagung, wortel, ketimun, strawberry, terong, pear, apel, anggur, asparagus, padi, dsb. (Tzfira & Chitovsky 2008; Glick & Pasternak 2010). Teknik transfer DNA bisa dilakukan dengan berbagai cara, misalnya dengan penembakan projektil mikro, vektor virus, transfer langsung gen ke dalam protoplas tanaman, injeksi mikro, elektroporasi, fusi liposom, ataupun transformasi yang diperantarai A. tumefaciens. Transfer gen dengan perantaraan Agrobacterium, merupakan salah satu metode yang efektif untuk mentransformasi sejumlah besar spesies dikotiledon. Namun tidak semua spesies dapat ditransformasi dengan cara ini, terutama dari monokotiledon. Hingga saat ini, beberapa famili dari tanaman monokotil telah berhasil dilakukan pada kelompok Liliaceae, Amaryllidaceae, dan Graminae, terutama padi dan jagung. Transformasi diperantarai Agrobacterium memiliki beberapa keunggulan, di

38 21 antaranya adalah relatif mudah dilakukan, lebih ekonomis, dan memberikan transgen dengan jumlah salinan rendah. Untuk meningkatkan efisiensi transformasi beberapa faktor harus diperhatikan, yaitu umur dan tipe jaringan tanaman, galur Agrobacterium, penambahan senyawa fenolik, ph, senyawa antioksidan (Paz et al. 2004; Tzfira & Chitovsky 2008; Glick & Pasternak 2010). Biologi Agrobacterium tumefaciens Agrobacterium tumefaciens adalah bakteri tanah yang termasuk dalam famili Rhizobiaceae. Bakteri ini berbentuk batang, bersifat gram negatif, dan bersifat obligat aerob. Suhu optimal pertumbuhan bakteri Agrobacterium adalah pada o C. Bakteri ini mampu menginfeksi sejumlah besar tanaman dikotil dan sejumlah kecil tanaman monokotil. A. tumefaciens merupakan spesies yang dapat menginfeksi tanaman dan menyebabkan penyakit tumor mahkota (crown gall) yaitu suatu gumpalan atau jaringan kalus yang tumbuh pada tempat infeksi. Dasar-dasar molekular transformasi genetik sel-sel tanaman oleh Agrobacterium adalah transfer suatu plasmid berukuran besar penginduksi tumor (tumour inducing, Ti) atau penginduksi akar (rhizogenic inducing, Ri) yang ada dalam Agrobacterium dari bakteri dan integrasinya ke dalam genom nuklear tanaman target. Ti plasmid berukuran dari 200 hingga 800 kpb (Paulus et al. 1991; Porter 1991; Suzuki et al. 2000). DNA yang ditransfer (transferred DNA, T-DNA) dirujuk sebagai daerah-t yang terletak pada Ti atau Ri plasmid. DNA-T pada plasmid Ti dan Ri alami, berukuran sekitar 10 hingga 30 kpb (Suzuki et al. 2000; Opabode 2008). Plasmid Ti membawa gen-gen yang menyandikan penginduksi tumor, penginduksi sintesis opin, dan kemampuan untuk memetabolisir opin. Bila ada plasmid Ti di dalam sel, maka bakteri pembawanya akan memiliki kemampuan untuk membentuk tumor pada tanaman inangnya. Sebaliknya bila plasmid Ti tersebut dihilangkan, maka kemampuan untuk menginfeksi tanaman akan hilang. Ada lima bagian penting dalam plasmid Ti. Dua bagian pertama berperan dalam pembentukan tumor yaitu DNA-T (transferred DNA) dan daerah vir (virulence). Tiga bagian lainnya berperan untuk katabolisme opin, transfer konjugatif, dan replikasi plasmid tersebut (Draper et al. 1993). Bagian-bagian

39 22 plasmid Ti yang berperan pada pembentukan tumor adalah: (1) DNA-T yang akan ditransmisikan ke sel tanaman inang. DNA-T mengandung gen-gen yang bertanggungjawab untuk biosintesis hormon tumbuh tanaman dan opin; (2) daerah vir berukuran kb yang tidak ditransfer ke sel tanaman inang, berperan dalam transfer DNA-T (Hood et al. 1987; Draper et al. 1993). Tumbuhnya jaringan tumor disebabkan terjadinya transfer dan integrasi segmen DNA-T dari A. tumefaciens ke dalam sel tanaman. Kemampuan bakteri ini digunakan sebagai vektor untuk memasukkan gen-gen asing ke dalam sel tanaman. Menurut Hinchee et al. (1988), Paz et al. (2004) dan Travella et al. (2005), transformasi menggunakan A. tumefaciens merupakan salah satu metode transfer DNA terbaik ke jaringan tanaman. Plasmid Ti sebagai vektor Plasmid Ti merupakan vektor yang potensial untuk memindahkan gen-gen asing ke dalam sel tanaman. Pewarisan DNA-T yang terintegrasi pada kromosom tanaman dari satu generasi ke generasi berikutnya mengikuti hukum Mendel (Gelvin 2003). Plasmid Ti dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu plasmid kointegrasi dan plasmid biner. Plasmid ko-integrasi merupakan turunan plasmid Ti tipe liar yang gen-gen onc-nya diganti dengan gen-gen dari vektor intermedier yang memiliki daerah homologi dengan gen-gen onc. Gen-gen yang menggantikan gen-gen onc merupakan penanda seleksi dari bakteri lain. Plasmid biner memiliki dua plasmid (Gambar 1). Plasmid pertama terdiri dari urutan pembatas daerah T, multiple cloning site, titik awal replikasi, dan gen penanda seleksi. Plasmid kedua tidak memiliki DNA-T tetapi memiliki daerah vir (Draper et al. 1993). Gambar 1 Peta fisik plasmid Ti helper dan vektor biner (Hooykaas & Schilperoort 1992)

40 23 DNA-T Daerah DNA-T adalah segmen dari plasmid Ti yang homolog dengan urutan target yang ada pada sel tanaman yang mengalami transformasi. Ukuran DNA-T bervariasi bergantung pada plasmid Ti-nya. Daerah DNA-T diapit oleh urutan pembatas (right border, RB dan left border, LB) yang berukuran 25 pb yang ikut berperan dalam memobilisasi DNA-T ke sel tanaman (Gambar 2). Urutan pembatas kanan sangat diperlukan untuk proses dan integrasi DNA-T ke kromosom sel tanaman (Gelvin 2003). Somers et al. (2003) dan Opabode (2006), menyatakan bahwa segmen DNA-T memiliki gen-gen yang menyandi dua enzim untuk biosintesis auksin yaitu triptofan monooksigenase (iaam) dan indolasetamid hidrolase (iaah). Kedua enzim ini mampu mengubah triptofan menjadi asam indol asetat (IAA). Selain kedua enzim tersebut, DNA-T juga mempunyai gen yang menyandi enzim isopentenil transferase (ipt) yang akan mengubah adenosin monofosfat menjadi sitokinin isopentenil adenosin. Produksi kedua macam fitohormon ini dalam jumlah berlebihan menyebabkan sel-sel yang terinfeksi akan membentuk tumor mahkota. Meskipun demikian proses transmisi DNA-T ke sel tanaman tidak memerlukan enzim-enzim tersebut. Mekanisme Transfer DNA-T ke Sel Tanaman Proses transfer gen dari A. tumefaciens ke sel tanaman terjadi dalam beberapa tahap, yaitu: 1) kolonisasi bakteri; 2) induksi sistem virulensi bakteri; 3) pembangkitan kompleks transfer DNA-T; 4) transfer DNA-T dan integrasi DNA- T ke dalam genom tanaman (Riva et al. 1998). Pertukaran isyarat kimia antara mikroba dan tanaman inang serta tanggapan kedua pihak atas isyarat-isyarat tersebut merupakan faktor penting terjadinya interaksi mikroba dengan tanaman (Winans 1992). Saat proses transfer DNA-T ke kromosom sel tanaman, Agrobacterium berperan aktif karena kemampuan motilitasnya, sedangkan sel tanaman menjadi pihak yang pasif. Sel tanaman menjadi peka terhadap infeksi Agrobacterium bila mengalami luka (Gelvin 2003). Luka pada sel tanaman ini memiliki tiga fungsi, yaitu: 1) menjadi jalan masuknya bakteri ke tempat yang dikenalinya pada permukaan sel; 2) menyebabkan sel tanaman menjadi kompeten

41 24 untuk transformasi; dan 3) merangsang produksi senyawa yang dilepaskan oleh luka tanaman, misalnya asetosiringon yang akan menarik Agrobacterium dan menginduksi gen-gen vir yang diperlukan untuk transfer DNA-T (Draper et al. 1993; Gelvin 2003). Agrobacterium yang melekat pada sel tanaman akan dikelilingi oleh fibril selulosa yang disintesis oleh bakteri. Fibril-fibril ini akan membentuk jaringan yang menyelubungi bakteri yang berada di sekitar luka pada sel tanaman. Motilitas Agrobacterium dan kemoatraktan yang dilepaskan oleh sel tanaman yang luka berperan penting pada proses awal infeksi. Gen-gen kromosomal pada Agrobacterium yaitu chva, chvb, dan exoc akan mensintesis β- 1,2-glukan yang diperlukan untuk pelekatan Agrobacterium pada sel tanaman yang luka. Selanjutnya senyawa fenolik yang merupakan eksudat sel tanaman luka akan ditanggapi oleh vira, yang kemudian mengalami defosforilasi (Gambar 2). Plasmid Ti Daerah vir Untai tunggal T- DNA intermediet Transfer Sel sehat dari tanaman inang Impor kompleks T- DNA ke nukleus dan T-DNA terintegrasi pada situs acak dalam kromosom Protein vir mensintesis T-DNA untai Asetosiringon mengaktifkan gen-gen virulensi Asetosiringon Opin dimetabolisir Agrobacterium Sintesis opine Langkah pertama sintesis sitokinin Sel tanaman yang terluka menghasilkan asetosiringon Sintesis auksin Sintesis auksin dan sitokinin memacu pembentukan tumor pada selsel tanaman yang terinfeksi Gambar 2 Tahapan proses transfer DNA-T dari Agrobacterium ke sel tanaman (Buchanan et al. 2006) Fosfor yang dilepaskan diikat oleh virg sehingga mengubah keadaan dari tidak aktif (tidak terfosforilasi) menjadi aktif (terfosforilasi). VirG akan bertindak sebagai aktivator transkripsi. VirD berfungsi mengontrol pemotongan (eksisi)

42 25 DNA-T sehingga dihasilkan untai tunggal DNA linier. DNA utas tunggal ini selanjutnya diintegrasikan ke DNA kromosom inti sel tanaman. DNA-T yang diintegrasikan ke sel tanaman bisa berjumlah satu atau lebih. Susunan DNA-T yang terintegrasi ke kromosom tanaman dapat berbentuk tandem atau tidak (Winans 1992; Opabode 2006). Produksi tanaman transgenik saat ini sering melalui transformasi jaringan eksplan. Beberapa tanaman dikotil yang diregenerasi dari eksplan dan waktu yang dibutuhkan mulai saat inokulasi hingga menjadi tanaman dewasa lebih cepat dibandingkan dengan transformasi protoplas (Baldes et al. 1987). Tipe dan umur jaringan yang optimum digunakan pada proses transformasi dan regenerasi yang sangat bervariasi, tergantung spesies dan vairietas tanaman. Teknik-teknik yang telah berhasil dikembangkan pada proses ini adalah dengan menggunakan irisan daun, irisan batang, irisan kotiledon, dan lapisan sel tipis dari bunga. Seleksi terhadap Sel Tanaman Transgenik Seleksi untuk tanaman transgenik dapat diamati dengan melihat ekspresi gen penanda seleksi yang disisipkan dalam DNA-T. Penanda seleksi yang sering digunakan adalah gen resistensi terhadap antibiotik. Gen-gen ini bila disisipkan ke dalam DNA-T mempunyai kemampuan seleksi yang efektif terhadap sel-sel tanaman yang mengalami transformasi (Cramer & Radin 1990; Sundar & Shaktivel 2008). Selain gen resistensi terhadap antibiotik, gen resistensi terhadap herbisida juga dipakai sebagai penanda seleksi. Gen-gen ini akan menggantikan kedudukan gen onc, berada dalam ruas yang diapit oleh urutan pembatas, sehingga plasmid Ti menjadi bersifat non-onkogenik (disarmed). Gen resistensi kanamisin (menyandi neomycin phosphotransferase, npt) dan hygromycin (menyandi hygromicin phosphotransferase, hpt) digunakan sebagai penanda seleksi yang dapat terekspresi pada berbagai spesies tanaman. Gen-gen penanda seleksi ini pewarisannya pada tanaman transgenik mengikuti pewarisan Hukum Mendel untuk gen-gen dominan (Cramer & Radin 1990; Sundhar & Shaktivel 2008). Selain itu untuk lebih meyakinkan terjadinya transformasi gen pada sel tanaman digunakan gen pelapor. Misalnya dengan memanfaatkan aktivitas enzim β-d-glukoronidase. Enzim ini disandikan oleh gen uida dan dipakai sebagai gen

43 26 pelapor (reporter gene). Secara umum gen uida sering disebut gen GUS (Sundar & Sakhtivel 2008). Transformasi Kedelai Diperantaraan Agrobacterium tumefaciens Kedelai [Glycine max (L.) Merrill] merupakan tanaman budidaya penting karena merupakan sumber ekonomi untuk minyak dan protein. Pengembangan teknologi transformasi genetik yang efisien untuk kedelai dapat mempermudah kajian fisiologi dan biologi molekular dan juga produksi kultivar transgenik untuk produktivitas dan kualitas yang lebih tinggi. Tanaman kedelai transgenik sudah dikembangkan baik menggunakan metode transformasi diperantarai Agrobacterium atau penembakan partikel pada meristem pucuk, buku kotiledon atau jaringan embrionik yang dikultur (Hinchee et al. 1988; Di et al. 1996; Tricker & Finer 1998). Transformasi diperantarai Agrobacterium pada metode buku kotiledon dianggap lebih efisien dalam transformasi kedelai (Olhoft et al. 2003). Efisiensi transformasi kedelai juga dapat ditingkatkan dengan menambahkan antioksidan ke medium ko-kultivasi (Olhoft et al. 2003), sedangkan metode pelukaan yang berbeda juga berhasil digunakan untuk meningkatkan infeksi Agrobacterium ke dalam jaringan target tanaman (Trick and Finer 1998; Xue et al. 2006). Pemanfaatan teknik-teknik transformasi genetik untuk memasukkan gen yang berguna atau baru ke dalam kedelai [Glycine max (L.) Merr.] memerlukan metode integrasi transgen dan regenerasi tanaman tertransformasi yang efisien. Ada dua motode penghantaran DNA yang sekarang digunakan oleh sebagian besar peneliti untuk mentransformasi kedelai. Salah satu metode yang digunakan memanfaatkan penembakan jaringan embriogenik dengan partikel pembawa yang diselaputi DNA dengan bahan inert (Hadi et al. 1996; Santarem and Finer 1999; Droste et al. 2002). Teknik ini memerlukan periode kultur jaringan untuk mempersiapkan jaringan target. Metode yang lain melibatkan transformasi diperantarai Agrobacterium pada jaringan tanaman misalnya aksis embrionik, kotiledon belum matang atau jaringan kotiledon dari semaian yang berkecambah (Hinchee et al. 1988; Parrott et al. 1989; Somers et al. 2003; Paz et al. 2004, Paz et al. 2006). Parrott et al. (1989) menggunakan biji belum matang untuk

44 27 mendapatkan jaringan kotiledon yang dimaserasi pada saringan nilon atau baja, diinfeksi dengan Agrobacterium dan ditempatkan pada medium kultur untuk menghasilkan embrio somatik. Awalnya Hinchee et al. (1988) melaporkan infeksi Agrobacterium pada daerah buku kotiledon (cotyledonary node, CN) untuk menghasilkan kedelai transgenik. Pengembangan protokol CN ini secara aktif dilakukan untuk meningkatkan efisiensi (Clemente et al. 2000; Olhoft et al. 2003; Liu et al. 2004; Paz et al. 2004; Zeng et al. 2004; Hoa et al. 2008). Sistem CN melibatkan pelukaan eksplan yang berasal dari semaian umur 5 7 dengan membuat pemotongan akurat pada sisi adaksial menggunakan pisau bedah. Prosedur pelukaan ini memerlukan pemotongan eksplan yang tepat sebelum infeksi. Pendekatan transformasi kedelai dengan berbagai bentuk pelukaan eksplan sudah dieksplorasi dan menghasilkan efisiensi transformasi berbeda. Sebagai contoh, sonikasi digunakan untuk membantu transformasi yang diperantarai Agrobacterium (SAAT), baik pada ekspan CN (Meurer et al. 1998) dan kotiledon belum matang (Santarem et al. 1998; Finer & Finer 2000). Perlakuan biolistik digunakan untuk melukai jaringan embrionik yang berasal dari eksplan kotiledon diikuti dengan inokulasi Agrobacterium pada jaringan (Droste et al. 2002). Pelukaan eksplan dari aksis embrionik yang dipotong dari biji belum matang menggunakan garpu pelukaan jarum ganda (Ko et al. 2003) dan kotiledon menggunakan pinset (Yan et al. 2000) juga dilaporkan. Meskipun beberapa perlakuan pelukaan tersebut menyebabkan meningkatnya ekspresi transien gengen penanda, tetapi belum mampu meningkatkan pemulihan tanaman transgenik stabil, yang sudah dibuktikan menggunakan sistem tanaman yang lain (Wroblewski et al. 2005). Rekayasa Genetik Kedelai Kedelai termasuk tanaman pangan penting dari segi nutrisinya, sehingga banyak dilakukan penelitian untuk meningkatkan nilainya. Chen et al. (2010), mengekspresikan gen γ-tokoferol metiltransferase dari Brassica napus (BnTMT) ke dalam tanaman kedelai dan berhasil meningkatkan kandungan α-tokoferol sehingga dapat memperbaiki komposisi vitamin pada biji kedelai. Ekspresi

45 28 berlebih gen Δ6, Δ5 desaturase dan GLELO elongase dari Mortierella alpinai yang berperan dalam produksi asam arakhidonat berhasil meningkatkan akumulasi lemak total hingga 8.4% pada biji kedelai (Chen et al. 2006). Sementara itu, Chiera et al. (2004), berusaha meningkatkan kandungan fosfor pada biji kedelai yang sedang berkembang melalui ekspresi ektopik gen penyandi fitase sehingga kandungan asam fitat pada biji bisa diturunkan. Ding et al. (2006). mengekspresikan berlebih basic fibroblast growth factor dari manusia pada biji kedelai dan mengkarakterisasi aktivitas biologisnya. Akumulasi human basic fibroblast growth factor (bfgf) pada biji kedelai mencapai 2.3% dari protein terlarut total. Hal ini menunjukkan bahwa kedelai bisa digunakan untuk memproduksi bahan obat-obatan. Pemanfaatan tanaman kedelai untuk kepentingan medis juga dilakukan oleh Powell et al. (2011) yang berhasil mengekspresikan tiroglobulin manusia homodimer 660 kda dalam biji kedelai sebagai sumber alternatif tiroglobulin manusia. Kedelai terbukti mampu mengekspresikan protein-protein besar dan kompleks. El-Shemy et al. (2007), berusaha meningkatkan kualitas protein kedelai dengan memasukkan gen-gen hpt dan V3-1 dan mampu menunjukkan bahwa terdapat akumulasi glisin yang lebih tinggi pada tanaman kedelai transgenik dibandingkan pada tanaman non-transgenik. Peningkatan kualitas protein kedelai juga dilakukan oleh Ishimoto et al. (2010), yang berusaha meningkatkan kandungan asam amino triptofan pada kedelai. Mereka mendapatkan kandungan triptofan total biji kedelai transgenik sekitar dua kali dari biji non-transgenik, artinya galur-galur transgenik menunjukkan peningkatan akumulasi triptofan bebas dalam bijinya. Selain untuk kepentingan nutrisi, rekayasa genetik kedelai juga ditujukan untuk meningkatkan toleransinya terhadap cekaman abiotik maupun biotik. Cao et al. (2011), mengekspresikan berlebih gen TaNHX2 dari gandum pada kedelai untuk meningkatkan toleransi terhadap kadar garam tinggi dengan promoter kuat CaMV35S. Tanaman kedelai transgenik meningkat toleransinya terhadap garam yang ditunjukkan dengan biomassa dan jumlah bunga per tanaman lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman tipe liar yang ditumbuhkan kultur pasir yang mengandung 150 mm NaCl. de Ronde et al. (2004), memasukkan gen P5CR dari

46 29 Arabidopsis untuk meningkatkan tanggap fotosintetik tanaman kedelai selama tercekam panas dan kekeringan. Tanaman dengan konstruk sense hanya mengalami cekaman ringan dibandingkan tanaman antisense yang tercekam sangat hebat. Peningkatan toleransi kedelai terhadap cekaman kekeringan/garam juga dilakukan oleh Seo et al. (2011) yang mengekspresikan gen AtMYB44 dari Arabidopsis. Kedelai transgenik menunjukan peningkatan nyata terhadap cekaman kekeringan/garam, seperti yang terjadi pada Arabidopsis transgenik. Xue et al. (2007), mengekspresikan berlebih gen NTR1 pada kedelai untuk meningkatkan toleransi terhadap cekaman air. Tanaman kedelai transgenik secara konstitutif mengekspresikan NTR1dan mengakumulasi aras metal jasmonat lebih tinggi dibandingkan tanaman tipe liar. Ekspresi berlebih gen pada kedelai transgenik memberikan toleransi terhadap dehidrasi selama perkecambahan benih dan pertumbuhan kecambah, yang tercermin dari persentase berat segar kecambah. Selain itu, tanaman kedelai transgenik juga memiliki kemampuan yang lebih baik terhadap kondisi kekurangan air dibandingkan tanaman tipe liar. Rekayasa genetik kedelai juga ditujukan untuk meningkatkan ketahanan terhadap cekaman biotik, seperti yang dilakukan oleh Dang & Wei (2007). Mereka memasukkan gen resistensi terhadap serangga pada kedelai dan mendapatkan bahwa tanaman kedelai transgenik generasi T1 terbukti sangat resisten terhadap cotton bollworm. Selain itu, Dufourmantel (2005) melakukan transformasi plastid yang mampu mengkspresikan protoksin Bacillus thuringiensis Cry1Ab protoxin. Protoksin Cry1Ab diekspresikan sangat tinggi dalam daun, batang, dan biji, tetapi tidak diakar. Ekspresinya memberikan aktivitas insektisidal kuat pada kedelai transgenik yang dihasilkan, misalnya terhadap Anticarsia gemmatalis.

47 30 METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Maret 2008 sampai dengan September 2011 di Lab. Biotechnology Research Indonesia The Netherlands (BIORIN) dan Lab. Biologi Molekuler dan Seluler Tanaman (BMST), Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB) IPB Bogor. Konstruksi vektor ekspresi dilakukan di Gene Research Center, College of Agriculture Ibaraki University Jepang, dari Desember 2008 sampai dengan April Bahan Penelitian Plasmid pgem -T Easy (Promega) dalam bakteri E. coli DH5 yang membawa sisipan gen MaMt2 (Suharsono et al. 2009), digunakan sebagai sumber gen MaMt2. Plasmid pig6 (Gene Research Center, Ibaraki Univ. Japan) dalam bakteri E. coli DH5 digunakan sebagai vektor ekspresi untuk gen MaMt2 (Gambar 3). Plasmid ini memiliki T-DNA yang mengandung gen hptii (hygromycin phosphotransferase) dan situs pengklonan ganda (multiple cloning sites, MCS) yang diapit oleh promoter Ubiquitin dari jagung dan terminator Nos (nopaline synthase). Plasmid ini mempunyai gen nptii (neomycin phosphotransferase) di luar T-DNA. Plasmid prk2013 dalam E. coli DH1 digunakan untuk membantu proses transfer gen antar bakteri. Bakteri A. tumefaciens LBA4404 digunakan sebagai inang vektor biner pig6 rekombinan. Primer spesifik hptiif (5 -GGATATGTCCTGCGGGTAAA-3 ) dan hptiir (5 -ACACATGGGGATCAGCAATC-3 ), digunakan untuk mengetahui keberadaan gen hptii. Primer SMt2UF (5 -TCATGGATCCATGTCTTGCT GTG GAGG-3 ) dan SMt2UR (5 -GTCAACTAGTTCACTTGCAGGTGCAAG-3 ), digunakan untuk mengisolasi gen MaMt2 dari plasmid pgemt-easy yang mengandung gen MaMt2. Primer UbiF (5 -TGATGATGTGGTCTGGGTTGG-3 ) dan NosTR (5 -CTCATAAATAACGTCATGCATTACA-3 ), digunakan untuk mengetahui keberadaan gen MaMt2. N. benthamiana dan kedelai cv. Lumut yang

48 31 sensitif aluminium (Sopandie et al. 1996), digunakan sebagai tanaman sasaran transformasi dengan gen MaMt2. 35S polya hptii P35S P Ubi. MCS NosT LB HindIII BamHI SpeI RB nptii pbr322 ori Gambar 3 Peta fisik plasmid pig6 sebagai vektor ekspresi Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu: a) konstruksi vektor ekspresi, b) perakitan tanaman N. benthamiana dan kedelai transgenik dan c) analisis tanaman N. benthamiana dan kedelai transgenik. Tahapan penelitian disajikan pada Gambar 4. pgemt-easy (MaMt2) PCR Fragmen MaMt2 BamHI-SpeI pig6 BamHI-SpeI Konstruksi vektor ekspresi pig6-mamt2 Introduksi Kedelai Kedelai transgenik A. tumefaciens LBA444 N benthamiana transgenik N benthamiana Perakitan tanaman transgenik Analisis kedelai transgenik *molekular Analisis Nb transgenik *molekular *segregasi hpt Analisis tanaman transgenik Gambar 4 Tahap perakitan tanaman N. benthamiana dan kedelai transgenik

49 32 Persiapan sumber eksplan N. benthamiana. Biji-biji N. benthamiana disterilisasi permukaan dengan cara direndam dalam ethanol 70% selama 5 menit, lalu direndam dalam 20% larutan Bayclin (5.25% NaClO) selama 10 menit. Biji-biji selanjutnya dibilas dengan air steril sebanyak lima kali, kemudian dikeringanginkan di atas kertas tissue steril. Sebanyak 25 biji steril dikecambahkan pada media MS0 (garam MS, vitamin MS, 3% sukrosa, 0.3% Gelrite) dalam cawan petri 100 x 20 mm dan dipelihara dalam ruang kultur pada suhu 26 o C dalam gelap selama lima hari, dilanjutkan dengan pencahayaan lampu dengan fotoperiode 16 jam, selama satu bulan. Selanjutnya biji dipindahkan dalam botol kultur yang berisi media 1/2MS (1/2x garam MS, vitamin MS, 3% sukrosa, 0.3% Gelrite), dan dipelihara dalam ruang kultur pada suhu 26 o C dengan fotoperiode 16 jam, selama satu bulan. Konstruksi vektor ekspresi plasmid pig6 cdna MaMt2 yang telah disisipkan ke dalam pgemt-easy (Suharsono et al. 2009) diisolasi dengan PCR. Campuran reaksi PCR yang digunakan adalah 10 ng DNA plasmid, 5x buffer PrimeStar (Takara Co.Ltd.), 0.2 mm dntp mix, 0.5 µm primer SMt2UF, 0.5 µm primer SMt2UR, 1.25 U PrimeStar HS DNA polymerase (Takara Co.Ltd.) dan ditambahkan ddh 2 O hingga volume 20 µl. PCR dilakukan sebanyak 30 siklus dengan kondisi pra-pcr 95 o C, 5 menit; denaturasi 94 o C, 30 detik; penempelan primer 55 o C, 30 detik; pemanjangan 72 o C, 30 detik; pemanjangan akhir 72 o C, 10 menit; dan pasca-pcr 20 o C, 20 menit, menggunakan mesin PCR Perkin-Elmer. Hasil PCR dielusi dan dipotong dengan enzim restriksi BamHI (GGATTC) dan SpeI (ACTAGT), selanjutnya diligasikan dengan vektor pig6 yang dipotong dengan enzim restriksi yang sama. Hasil ligasi pig6-mamt2 kemudian dimasukkan ke dalam bakteri E. coli DH5α menggunakan metode elektroporasi (Electroporator ECM399, BTX Harvard Apparatus): 1450 V, 5 milidetik. Bakteri selanjutnya dipulihkan dengan 1000 μl media LB cair (Lampiran 1). Dari kultur tersebut diencerkan 100x dan 200x bakteri, kemudian dari masing-masing pengenceran bakteri tersebut diambil 80 μl dan disebar pada media LB padat yang mengandung 50 mg/l kanamisin, dan diinkubasi pada suhu 37 o C selama 16 jam.

50 33 Plasmid rekombinan diisolasi dari bakteri yang tumbuh di media seleksi menurut metode Suharsono (2002). PCR menggunakan plasmid rekombinan yang diisolasi dari bakteri yang mampu hidup dalam media seleksi sebagai cetakan dilakukan untuk memeriksa keberadaan gen hptii sebagai gen penanda seleksi dan gen MaMt2 sebagai gen sasaran. Primer hptiif dan hptiir digunakan untuk memeriksa keberadaan gen hptii. Sedangkan kombinasi primer UbiF dan SMt2UR serta UbiF dan NosTR digunakan untuk memeriksa keberadaan gen MaMt2 yang telah difusikan dengan promoter Ubiquitin dan NosT. Introduksi vektor ekspresi ke dalam A. tumefaciens LBA4404 Vektor ekspresi pig6-mamt2 yang ada dalam E. coli DH5α dimasukkan ke dalam A. tumefaciens LBA4404 dengan bantuan plasmid penolong prk2013 dalam E. coli DH1 menggunakan metode triparental mating (TPM). Satu koloni A. tumefaciens LBA4404 diambil dan dikultur dalam media LB cair yang mengandung 100 mg/l streptomisin, diinkubasi pada suhu 28 o C dalam gelap, dengan penggoyangan pada kecepatan 220 rpm selama dua hari atau hingga OD 650 = 1. Bakteri E. coli DH5 yang mengandung pig6-mamt2 dan bakteri E. coli DH1 yang mengandung plasmid prk2013 masing-masing dikultur dalam media LB cair yang mengandung 50 mg/l Kanamisin pada suhu 37 o C, selama jam, digoyang dengan kecepatan 220 rpm. Dari ketiga kultur di atas, masing-masing diambil 20 µl dan dimasukkan dalam satu tabung mikro, divorteks selama 5 menit. Selanjutnya, campuran kultur diteteskan pada media LB padat tanpa antibiotik dan diinkubasi pada suhu 28 o C, selama dua hari dalam gelap. Bakteri yang tumbuh pada media tanpa antibiotik diambil dengan ose, dimasukkan dalam media LB cair, divorteks, dan diteteskan di atas media LB padat yang mengandung 50 mg/l kanamisin dan 100 mg/l streptomisin, selama dua hari dalam gelap. Bakteri yang tumbuh diambil satu ose dan diencerkan dalam 500 µl LB cair (Lampiran 2), lalu divorteks selama 5 menit. Kemudian, 5 µl kultur bakteri di atas diambil dan dimasukkan dalam 495 µl LB cair, dicampur hingga homogen. Dari hasil pengenceran tersebut diambil 80 µl larutan dan disebar di atas media LB padat yang mengandung 50 mg/l kanamisin dan 100 mg/l streptomisin. Kultur selanjutnya dipelihara pada suhu 28 o C selama dua hari. Bakteri A. tumefaciens

51 34 yang tumbuh diisolasi dan dibiakkan dalam media LB. Plasmid diisolasi dari bakteri ini dan keberadaan gen MaMt2 yang difusikan dengan promoter Ubiquitin diperiksa dengan PCR menggunakan primer spesifik UbiF dan SMt2UR serta UbiF dan NosTR. Transformasi genetik N. benthamiana Satu koloni A. tumefaciens LBA4404 yang membawa vektor rekombinan pig6-mamt2 dikultur dalam LB cair yang mengandung 50 mg/l kanamisin dan 100 mg/l streptomisin pada suhu 28 o C, digoyang dengan pada kecepatan 220 rpm selama 2 hari atau hingga OD 650 = 1. Sebanyak 1500 µl A. tumefaciens LBA4404 disentrifugasi pada kecepatan 4000 rpm, 5 menit dan endapannya diresuspensi dalam media infeksi (garam MS, vitamin MS, 3% sukrosa, 0.5 mg/l BAP, dan 20 mm asetosiringon), hingga mencapai OD 650 = Daun N. benthamiana dari kultur aseptik berumur 2 bulan dipotong dengan ukuran ± 1 cm 2, menggunakan pisau bedah steril. Eksplan daun diinfeksi dengan A. tumefaciens LBA4404 selama 20 menit dengan penggoyangan, lalu dikeringanginkan di atas kertas tissue steril. Eksplan selanjutnya ditanam dalam media ko-kultivasi (garam MS, vitamin MS, 3% sukrosa, 20 mm Asetosiringon, 0.3% Gelrite) dan dikokultivasi selama tiga hari dalam gelap. Kemudian eksplan dicuci dengan 200 mg/l cefotaxim, dikeringanginkan dan ditanam dalam media seleksi I (garam MS, vitamin MS, 3% sukrosa, 1 mg/l BAP, 200 mg/l cefotaxim, 30 mg/l higromisin, 0.3% Gelrite). Setelah 2-3 minggu dalam media seleksi I, kalus mulai terbentuk dan eksplan dipindahkan ke dalam media seleksi II (garam MS, vitamin MS, 3% sukrosa, 0.5 mg/l BAP, 100 mg/l cefotaxim, 50 mg/l higromisin, 0.3% Gelrite), selama 2-3 minggu sampai muncul tunas. Tunas-tunas yang telah mencapai tinggi ± 3-4 cm dipindahkan ke media induksi akar (1/2x garam MS, vitamin MS, 3% sukrosa, 0.1 mg/l IBA, 0.3% Gelrite) dan dipelihara selama 3-4 minggu. Pada setiap tahapan, kultur dipelihara dalam ruang kultur pada suhu 26 o C dengan fotoperiode 16 jam. Tunas yang telah berakar diaklimatisasi ke media tanah dalam pot plastik yang berisi campuran tanah, kompos, dan sekam bakar (1:1:1), lalu dipelihara dalam ruang kultur selama seminggu. Tanaman yang tumbuh dengan baik diaklimatisasi di luar ruang selama seminggu. Selanjutnya tanaman dipindahkan ke pot

52 35 berdiameter 22 cm dengan media tanah-kompos (1:1) dan dipelihara di rumah kaca sampai dewasa. Uji integrasi gen MaMt2 di dalam N. benthamiana Integrasi transgen MaMt2 di dalam genom N. benthamiana transgenik diperiksa dengan melakukan PCR terhadap DNA genom yang diisolasi dari contoh daun tanaman T0 menggunakan Kit Plant DNA Preparation (sesuai prosedur Qiagen). Campuran reaksi yang digunakan adalah 100 ng DNA genom, 0.5 mm primer UbiF dan 0.5 mm primer NosTR, 10 µl PCR mix GoldTaq (Fermentas), ditambah dengan ddh 2 O hingga volume 20 µl. Kondisi PCR yang digunakan adalah pra-pcr 95 o C, 5 menit; denaturasi 94 o C, 60 detik; penempelan primer 60 o C, 60 detik; pemanjangan 72 o C, 1 menit 20 detik; dan pemanjangan akhir 72 o C, 5 menit; serta pasca-pcr 20 o C, 10 menit, sebanyak 25 siklus, menggunakan mesin PCR MJ Research. Hasil PCR divisualisasi dalam 1.5% gel agarose (Vivantis) yang diwarnai dengan ethidium bromida (0.5 µg/ml). Uji segregasi gen hptii di tanaman N. benthamiana transgenik T1 Tanaman N. benthamiana T0 transgenik dipelihara dalam rumah kaca sampai menghasilkan biji. Biji dari N. benthamiana T0 ini selanjutnya dipanen untuk ditanam dalam media seleksi. Sebelum ditanam, biji-biji disterilisasi permukaan dengan merendamnya dalam ethanol 70% selama 2 menit, Bayclin 20% selama 20 menit, dan dicuci dengan air steril lima kali. Biji-biji kemudian dikeringkan pada kertas steril selanjutnya ditanam dalam media seleksi (garam MS, vitamin MS, 3% sukrosa, Gelrite 0.3%, dan 50 mg/l higromisin) dalam cawan petri berdiameter 100 x 20 mm. Benih selanjutnya dimasukkan ke ruang gelap selama lima hari untuk mempercepat proses perkecambahan. Setelah benih mulai berkecambah yang ditandai dengan munculnya radikula, dipindahkan ke ruang kultur dengan fotoperiode 16 jam dan suhu 26 o C selama 1 bulan. Kemudian kecambah yang hidup dan mati dihitung, kemudian dianalisis menggunakan uji Chi-kuadrat.

53 36 Persiapan eksplan kedelai Biji-biji kedelai cv. Lumut disterilisasi permukaan dengan cara direndam dalam ethanol 70% selama 5 menit, kemudian direndam dalam larutan Bayclin 30% ditambah Tween-20 selama 20 menit. Biji-biji selanjutnya dibilas dengan air steril sebanyak lima kali, dan direndam dalam air pada suhu 28 o C, dalam gelap ± 16 jam, untuk imbibisi. Selanjutnya biji dibilas dengan air steril sebanyak lima kali, kemudian kulit biji dikupas dengan pisau bedah steril untuk memisahkan kedua kotiledon dan membuang aksis embrionik serta hipokotil. Dengan cara ini setiap biji kedelai menghasilkan dua eksplan yang disebut dengan eksplan setengah biji. Transformasi genetik kedelai dengan A. tumefaciens. Prosedur transformasi mengikuti Paz et al. (2006). Eksplan setengah biji kedelai Lumut yang sudah disterilisasi diinokulasi dengan cara direndam dalam biakan A. tumefaciens LBA4404 yang membawa plasmid pig6-mamt2, dalam media inokulasi (garam MS, vitamin B5, 3% sukrosa, 7.5 µm BAP, 0.7 µm GA3, 3 mm MES, 20 µm Asetosiringon). Eksplan selanjutnya dikeringkan pada kertas saring steril, lalu dipindahkan ke media ko-kultivasi (garam MS, vitamin B5, 3% sukrosa, 7.5 µm BAP, 0.7 µm GA3, 3 mm MES, 20 µm asetosiringon, 0.3% Gelrite) dan diinkubasi dalam ruang gelap selama lima hari. Eksplan hasil kokultivasi kemudian dicuci dengan media pencucian (garam MS, vitamin B5, 3% sukrosa, 7.5 µm BAP, 20 mm MES, 200 mg/l cefotaxime, 10 mg/l higromisin). Selanjutnya, eksplan ditanam dalam media seleksi I (garam MS, vitamin B5, 7.5 µm BAP, 3% sukrosa, 50 mg/l L-glutamin, 50 mg/l L-asparagin, 200 mg/l cefotaxim, dan 10 mg/l higromisin, Gelrite 0.3%). Setelah 4-6 minggu, eksplan yang menghasilkan sejumlah tunas dipindahkan ke media seleksi II (garam MS, vitamin B5, 7.5 µm BAP, 0,5 mg/l NAA, 50 mg/l L-glutamin, 0.05 mg/l L-asparagin, 200 mg/l cefotaxim, 20 mg/l higromisin, 0.3% Gelrite). Tunas berukuran 3-4 cm selanjutnya dipisahkan dari eksplan, lalu dikulturkan pada media pengakaran (garam ½ MS, vitamin B5, 0.5 mg/l NAA, 0.3% Gelrite) selama 2-3 minggu (Pardal et al. 2004). Plantlet yang telah berakar diaklimatisasi ke media dalam pot yang berisi campuran tanah dan kompos (1:1) dan dibiarkan

54 37 di ruangan yang teduh sampai tiga hari. Selanjutnya tanaman T0 dipelihara di rumah kaca sampai dewasa hingga menghasilkan biji T1. Uji integrasi transgen MaMt2 di dalam kedelai transgenik generasi T0 dan T1 Integrasi transgen MaMt2 di dalam genom kedelai transgenik putatif T0 dan keturunan tanaman transgenik generasi T0 (generasi T1), dianalisis dengan PCR. DNA genom diisolasi dari contoh daun tanaman menggunakan Kit Plant DNA Preparation (sesuai prosedur Qiagen Inc.). Campuran reaksi yang digunakan adalah 100 ng DNA genom, 0.5 mm primer UbiF dan 0.5 mm primer NosTR, 10 µl PCR mix GoldTaq (Fermentas), ditambah dengan ddh 2 O hingga volume 20 µl. Kondisi PCR yang digunakan adalah pra-pcr 95 o C, 5 menit; denaturasi 94 o C, 60 detik; penempelan primer 60 o C, 60 detik; pemanjangan 72 o C, 1 menit 20 detik; dan pemanjangan akhir 72 o C, 5 menit; serta pasca-pcr 20 o C, 10 menit, sebanyak 25 siklus, menggunakan mesin PCR MJ Research. Hasil PCR divisualisasi dalam 1.5% gel agarose (Vivantis) yang diwarnai dengan ethidium bromida (0.5 µg/ml). Analisis tanaman kedelai transgenik generasi T1 dilakukan dengan prosedur yang sama dengan analisis tanaman transgenik generasi T0. Contoh DNA genom tanaman kedelai transgenik yang diuji adalah yang memberikan hasil PCR positif untuk gen MaMt2.

55 38 HASIL DAN PEMBAHASAN Konstruksi vektor ekspresi pig6-mamt2 Transformasi E. coli dengan hasil ligasi pig6 dan MaMt2 yang telah diseleksi dengan kanamisin menghasilkan bakteri yang dapat tumbuh di media seleksi yang mengandung kanamisin dengan dua kemungkinan. Kemungkinan pertama adalah bakteri yang mengandung plasmid pig6 tanpa sisipan. Kedua adalah bakteri yang mengandung plasmid rekombinan pembawa gen MaMt2. Untuk menseleksi bakteri yang mengandung plasmid rekombinan, koloni yang tumbuh di media seleksi yang mengandung kanamisin dianalisis berdasarkan keberadaan gen MaMt2 dengan PCR. Analisis PCR terhadap koloni menunjukkan bahwa gen MaMt2 telah berhasil disisipkan ke dalam situs BamHI-SpeI dari pig6 yang kemudian disebut dengan pig6-mamt2. Keberhasilan penyisipan gen MaMt2 dibuktikan oleh PCR dengan primer UbiF dan SMt2UR yang menghasilkan fragmen berukuran 960 pb, sedangkan dengan kombinasi primer UbiF dan NosTR menghasilkan fragmen berukuran 1160 pb (Gambar 5). Kedua fragmen tersebut mempunyai ukuran yang sesuai dengan hasil fusi antara promoter Ubiquitin, gen MaMt2, dan terminator Nos. Hal ini menunjukkan bahwa gen MaMt2 telah berhasil difusikan dengan promoter Ubiquitin dan terminator Nos dengan arah yang benar. Selain seleksi dengan antibiotik kanamisin sebagai penanda seleksi di bakteri E. coli, keberadaan gen hptii sebagai gen penanda M K pb 500 pb 1160 pb 960 pb 450 pb Gambar 5 Hasil PCR terhadap plasmid rekombinan pig6-mamt2 dari E. coli DH5α. M= marker 1 Kb, 1= plasmid pig6, 2= pita 450 pb (primer hptiif dan hptiir), 3= pita 960 pb (primer UbiF dan SMt2UR), dan 4= pita 1160 pb (primer UbiF dan NosTR).

56 39 seleksi dalam vektor rekombinan juga berhasil dikonfirmasi berdasarkan adanya fragmen berukuran 450 pb. Gen hptii ini digunakan sebagai gen penanda seleksi di tanaman transgenik. Plasmid rekombinan ini kemudian dimasukkan ke dalam A. tumefaciens LBA4404 menggunakan metode triparental mating (TPM). Introduksi vektor ekspresi ke dalam A. tumefaciens LBA4404 TPM menghasilkan beberapa koloni yang tumbuh di media seleksi yang mengandung kanamisin dan streptomisin. A. tumefaciens yang tidak mengandung plasmid rekombinan pig6 mengalami kematian di dalam media seleksi yang mengandung kanamisin. E. coli yang tidak mengandung gen resistensi streptomisin tidak tumbuh di media seleksi yang mengandung streptomisin. Bakteri yang tumbuh di media yang mengandung kanamisin dan streptomisin adalah A. tumefaciens yang mengandung plasmid rekombinan pig6-mamt2. Plasmid yang terdapat di dalam bakteri yang tumbuh di media seleksi yang mengandung streptomisin dan kanamisin ini dianalisis dengan PCR. Hasil analisis terhadap plasmid ini menunjukkan bahwa PCR dengan primer UbiF dan SMt2UR menghasilkan fragmen DNA berukuran 960 pb. Sedangkan PCR dengan primer UbiF dan NosTR menghasilkan fragmen berukuran 1160 pb (Gambar 6). Hasil amplifikasi ini mempunyai ukuran yang sama dengan ukuran sisipan di dalam vektor rekombinan pig6-mamt2 yang ada di dalam E. coli DH5α. Hal ini menunjukkan bahwa plasmid rekombinan pig6-mamt2 telah berhasil diintroduksikan ke dalam A. tumefaciens LBA4404 melalui metode TPM. M pb 1160 pb 960 pb Gambar 6 Hasil PCR terhadap plasmid yang dibawa oleh A. tumefaciens LBA4404 setelah proses TPM. M= marker 1 Kb, 1-2= hasil PCR dengan primer UbiF dan SMt2UR, dan 3-4= hasil PCR dengan primer UbiF dan NosTR.

57 40 Menurut Wise et al. (2006), metode TPM yang memanfaatkan plasmid pembantu prk2013 konjugatif cukup efisien untuk mentransfer gen sasaran yang terdapat dalam plasmid nonkonjugatif ke bakteri A. tumefaciens. Bakteri A. Tumefaciens yang mengandung pig6-mamt2 ini kemudian digunakan untuk melakukan transformasi genetik N. benthamiana dan kedelai. Perakitan N. benthamiana dan Kedelai Transgenik Transformasi genetik N. benthamiana dengan gen MaMt2 Transformasi genetik N. benthamiana dilakukan menggunakan potongan daun, dengan teknik kokultivasi. Eksplan N. benthamiana yang mampu mempertahankan warna kehijauan dan mampu membentuk kalus kehijauan dalam media seleksi I yang mengandung 30 mg/l higromisin merupakan petunjuk awal keberhasilan proses transformasi (Gambar 7a). Sedangkan eksplan tipe liar non transgenik yang tidak ditransformasi menunjukkan gejala memucat dan akhirnya memutih hingga akhir minggu ke-3, ketika ditanam dalam media seleksi (Gambar 7b). Untuk meningkatkan tekanan seleksi, maka eksplan yang mampu membentuk kalus setelah 2-3 minggu dalam media seleksi I, dipindahkan ke media seleksi II yang mengandung 50 mg/l higromisin, sampai membentuk tunas yang bisa dipindahkan pada media induksi akar (Gambar 7c-e). Peningkatan konsentrasi higromisin dimaksudkan untuk mendapatkan tanaman transgenik dan mengurangi adanya tanaman transgenik palsu. Plantlet yang sudah berakar kuat diaklimatisasi dan dipelihara sampai menghasilkan biji (Gambar 7f-h). Dengan memperhitungkan jumlah kalus yang mampu membentuk tunas dalam medium seleksi II dibandingkan jumlah eksplan yang bertunas pada medium seleksi I (Tabel 1), penelitian ini menghasilkan efisiensi transformasi tunas transgenik putatif sebesar 79.03%. Higromisin merupakan agen seleksi yang umum digunakan dalam menseleksi tanaman transgenik, selain kanamisin (Sundhar & Sakthivel 2008). Peningkatan konsentrasi higromisin dari 30 mg/l pada seleksi I menjadi 50 mg/l higromisin pada medium seleksi II berhasil menekan jumlah plantlet transgenik palsu sebesar 20.97%. Dibandingkan dengan

58 41 tanaman lain, efisiensi transformasi pada N. benthamiana di dalam penelitian ini lebih tinggi. a b c d e f g h Gambar 7 Perkembangan N. benthamiana pascatransformasi dengan gen MaMt2. a. Induksi kalus pada eksplan pascatransformasi. b. N. benthamiana tipe liar dalam media seleksi (kontrol). c. Pembentukan tunas di dalam media seleksi. d-e. Tunas dalam media pengakaran. f. Aklimatisasi plantlet g-h. N. benthamiana transgenik putatif muda dan dewasa. Tabel 1 Perkembangan jumlah eksplan N. benthamiana selama proses transformasi Galur tanaman Seleksi I (MS, 30 mg/l hig)* Seleksi II (MS, 50 mg/l hig)* Jumlah eksplan ditanam Nb0 (NT) 30 NbT0 (T) 150 Kalus (+) 0 (0%) 124 (82.67%) Mati** Tunas (+) Mati** Jumlah tanaman yang menghasil kan biji 30 (100%) (17.33%) (79.03%) (20.97%) 29 (29.59%) Keterangan: *) setelah 2-3 minggu dalam media seleksi; **) mati/overgrowth bakteri; ***) angka dalam tanda kurung menunjukkan frekuensi kejadian dibandingkan dengan jumlah awal eksplan sebelumnya. Kim et al. (2009), dengan menggunakan kalus jagung sebagai eksplan mendapatkan efisiensi transformasi yang diperantarai Agrobacterium sebesar 0,6% berdasarkan resistensi kalus terhadap phosphinothricin. Holme et al. (2008), mendapatkan efisiensi transformasi yang diperantarai Agrobacterium berkisar 1.0

59 42 sampai 1.4% pada Hordeum. Agarwal et al. (2009), mendapatkan frekuensi transformasi yang diperantarai Agrobacterium, maksimum sebesar 18.6% pada Morus alba. Selain itu Hanum (2011) mendapatkan efisiensi transformasi N. benthamiana dengan pgwb-mmcu/zn-sod sebesar 82%. Efisiensi transformasi yang tinggi seperti ini menjadi salah satu alasan tanaman N. benthamiana dan N. tabaccum dijadikan tanaman model untuk menguji peranan gen. Transformasi genetik kedelai dengan Gen MaMt2 Transformasi genetik kedelai dengan gen MaMt2 dilakukan dengan teknik kokultivasi menggunakan eksplan setengah biji. Dari lima percobaan transformasi dengan total 456 eksplan, didapatkan data sebagaimana disajikan dalam Tabel 2. Tabel 2 Respon regenerasi kedelai cv. Lumut pascatransformasi dengan gen MaMt2 pada generasi T0 Jumlah eksplan ditanam Rata-rata hari terbentuk tunas Jumlah eksplan bertunas % eksplan bertunas Jumlah tunas Jumlah tunas/ eksplan Kontrol* % Transfor** % *) eksplan ditanam dalam medium induksi tunas tanpa higromisin **) eksplan ditanam dalam medium induksi tunas dengan 10 mg/l higromisin Bila dibandingkan dengan eksplan kontrol (tidak ditransformasi), eksplan yang ditransformasi mengalami keterlambatan dalam pembentukan tunas berkisar 2-3 hari. Seperti diperkirakan sebelumnya, terjadi penurunan jumlah eksplan yang mampu membentuk tunas pascatransformasi dibandingkan dengan eksplan yang tidak ditransformasi, masing-masing 12.5% dan 76.67%. Paz et al (2006) mendapatkan efisiensi regenerasi kedelai cv. Thorne, Williams, Williams79 dan Williams82 dari 31.2% hingga 59.3% dari eksplan setengah biji. Marveldani et al. (2007), mendapatkan efisiensi regenerasi untuk cv. Ijen dan Sinabung masingmasing 5.8% dan 11.2% dengan eksplan buku kotiledon. Rata-rata jumlah tunas yang terbentuk pascatransformasi sebesar 3.26 tunas per eksplan, sedikit lebih rendah jika dibandingkan dengan eksplan kontrol (Tabel 2). Hasil ini lebih tinggi dibandingkan dengan hasil Marveldani et al. (2007), yang memperoleh rata-rata jumlah tunas pascatransformasi sebesar 1.7 dan 1.9, masing-masing untuk kedelai

60 43 cv. Ijen dan Sinabung. Dari data tersebut tampak bahwa jenis eksplan dan kultivar eksplan memberikan tanggap regenerasi yang berbeda. Perbedaan hasil ini kemungkinan disebabkan oleh perimbangan kandungan ZPT endogen yang berbeda untuk setiap genotip eksplan. Eksplan yang tidak ditransformasi gagal menghasilkan tunas dalam media regenerasi yang mengandung higromisin (Gambar 8a), sedangkan eksplan yang berhasil ditransformasi tetap mampu menghasilkan tunas (Gambar 8c-d). a b c d Gambar 8 Regenerasi kedelai pasca transformasi kedelai cv. Lumut. a. Eksplan kontrol (tidak ditransformasi) dalam media seleksi I. b. Gerombol tunas pada media seleksi I. c. Tunas muda dalam media pemanjangan pucuk. d. Aklimatisasi kedelai. Paz et al. (2006), mendapatkan efisiensi transformasi menggunakan eksplan setengah biji berkisar % yang dikonfirmasi pada generasi T1 melalui uji fenotipik menggunakan herbisida Liberty (bahan aktif glufosinat) dan analisis Southern. Efisiensi ini 1.5 kali lebih tinggi dibandingkan metode buku kotiledon (CN). Transformasi kedelai yang diperantarai Agrobacterium menggunakan eksplan setengah biji, relatif sederhana dan tidak memerlukan pelukaan eksplan yang berlebihan dan tidak membutuhkan kemampuan teknik tinggi seperti dalam metode buku kotiledon, sehingga dianggap lebih menguntungkan. Dengan eksplan tunas embrionik, Dang & Wei (2007) berhasil mendapatkan frekuensi transformasi kedelai berkisar dari %. Peningkatan efisiensi transformasi diperoleh jika tunas embrionik diinkubasi dengan suspensi Agrobacterium (A 600 = 0.5) selama 20 jam. Pengembangan juga dilakukan oleh Cao (2009), yang menggunakan Agrobacterium rhizogenes dan mendapatkan hampir 100% tanaman komposit membentuk akar rambut dalam waktu 2 minggu. Berdasarkan analisis histokimia GUS, Cao (2009) mendapatkan frekuensi transformasi 94.2%. Pada penelitian ini, proses transformasi menghasilkan 186 tunas transgenik putatif. Dari

61 tunas yang diperoleh, ada 31 tanaman kedelai transgenik putatif yang bertahan hingga tahap aklimatisasi dan menghasilkan biji. Rendahnya efisiensi transformasi merupakan salah satu kendala dalam transformasi kedelai. Soybean Genomic Research USA (2008), menyebutkan bahwa efisiensi transformasi kedelai menggunakan pendekatan organogenesis baru mencapai sekitar 3.5% dan sekitar 25% bila menggunakan embrio somatik. Diharapkan terjadi peningkatkan efisiensi transformasi kedelai dengan buku kotiledon hingga 6-10%. Dengan demikian perlu dikembangkan teknik-teknik transformasi kedelai yang lebih baik agar mendapatkan efisiensi transformasi yang lebih tinggi. Analisis Tanaman Transgenik Uji integrasi transgen MaMt2 di dalam N. benthamiana Dalam proses transfer T-DNA, batas kanan (RB) berperan lebih penting dibandingkan batas kiri. Hal ini disebabkan protein VirD2 yang berperan dalam pemotongan T-DNA, menempel pada batas kanan (Gelvin 2003; Tzfira & Chitovsky 2008). Hal inilah yang menjadi pertimbangan pentingnya menempatkan gen sasaran dekat dengan batas kanan, sedangkan gen penanda seleksi terletak di dekat batas kiri ketika merancang vektor ekspresi. Posisi seperti ini memberikan jaminan bahwa gen sasaran masuk ke dalam genom tanaman sasaran lebih dahulu daripada gen penanda seleksi. Penapisan tanaman transgenik yang didasarkan pada agen seleksi menjamin bahwa tanaman yang resisten terhadap agen seleksi mengandung gen sasaran. Dari 98 tanaman T0 transgenik putatif yang diaklimatisasi, ada 29 individu tanaman N. benthamiana yang berhasil diaklimatisasi sampai menghasilkan biji. Keduapuluh sembilan tanaman T0 tersebut dianalisis untuk mengetahui keberadaan gen MaMt2 melalui PCR. PCR terhadap keduapuluh sembilan tanaman tersebut dengan primer spesifik UbiF dan NosTR menghasilkan 16 tanaman transgenik yang mengandung gen MaMt2. Keberadaan transgen MaMt2 dibuktikan dari hasil amplifikasi dengan PCR yang berukuran 1160 pb, seperti yang ditunjukkan pada kesepuluh contoh acak tanaman transgenik yang

62 45 diuji. Hal ini mengindikasikan bahwa gen MaMt2 yang berada di antara promoter Ubiquitin dan terminator Nos pada T-DNA berhasil masuk ke tanaman N. benthamiana transgenik generasi T0. Analisis yang sama terhadap tanaman non-transgenik (WT) sebagai kontrol Nb01, tidak menghasilkan amplifikasi DNA (Gambar 9). Nb transf T0 M K+ WT pb 1000 pb 1160 pb Gambar 9 Hasil PCR terhadap tanaman N. benthamiana transgenik T0 dengan primer UbiF dan NosTR. M= marker 1Kb bp; 1= pig6-mamt2 (kontrol positif); 2= N. benthamiana non-transgenik (Wild Type); Nb22-611= N. benthamiana T0 transgenik untuk gen MaMt2. Tanaman transgenik T0 selanjutnya dipelihara dalam rumah kaca, sampai menghasilkan biji. Biji dari tanaman T0 dipanen untuk mendapatkan benih tanaman generasi T1. Biji tanaman T0 ditanam di media seleksi untuk mengetahui segregasi gen hptii yang difusikan dengan MaMt2 di dalam tanaman transgenik pada generasi T1. Biji tanaman N. benthamiana tanaman kontrol ternyata tetap mampu berkecambah dalam media seleksi, namun tidak mampu tumbuh. Selama satu bulan dalam media seleksi, biji non transgenik hanya berkecambah menghasilkan dua daun kotiledon berukuran kecil, yang berwarna kuning dan kemudian mati (Gambar 10a). Sedangkan biji tanaman T0 yang mengandung gen hpt berkecambah dan tumbuh membentuk daun berwarna hijau. Pada umur 1 bulan kecambah transgenik membentuk 2-4 pasang daun baru dan daun kotiledon di medium yang mengandung higromisin (Gambar 10b-d). Hal ini menunjukkan bahwa 50 mg/l higromisin sebagai agen seleksi berfungsi dengan baik untuk membedakan tanaman transgenik dengan non transgenik. Menurut Sundar & Sakthivel (2008), efisiensi transfer gen yang stabil pada umumnya rendah, bahkan

63 46 pada sistem transfer yang paling baik. Dengan pertimbangan ini, maka diperlukan sistem untuk membedakan sel, jaringan, atau organisme transgenik dan nontransgenik, misalnya menggunakan gen-gen penanda seleksi dan/atau pelapor untuk proses transformasi tanaman. Tanaman transgenik yang membawa gen hptii mampu menghasilkan enzim hygromycin phosphotransferase, suatu kinase yang melakukan fosforilasi pada higromisin sehingga menjadi tidak toksik bagi tanaman tersebut. Sebaliknya tanaman non-transgenik mengalami gangguan pertumbuhan. Antibiotik higromisin di dalam sel-sel tanaman bekerja dengan cara menganggu fungsi ribosom yang terdapat di mitokondria dan kloroplas. Antibiotik akan menempati situs pengikatan untuk faktor pemanjangan II pada ribosom, sehingga pemanjangan polipeptida dan sintesis protein terhenti, akibatnya daun mengalami klorosis dan pertumbuhannya terhambat (Sundar & Sakthivel 2008). Nb-WT Nb-Trans T1 a b c d Gambar 10 Uji resistensi N.benthamiana generasi T1 terhadap higromisin. a. Kecambah non-transgenik (tipe liar). b-d. Tanaman transgenik T1. Tanda panah menunjukkan tanaman T1 yang sensitif higromisin. Hasil yang sama juga ditunjukkan oleh Holme et al. (2008), yang menggunakan 50 mg/l higromisin sebagai agen seleksi dalam transformasi Hordeum vulgare. Namun, Akashi et al. (2004) melaporkan bahwa pada transformasi semangka liar, efisiensi induksi tunas transgenik sangat rendah dalam media yang mengandung mg/l higromisin, menyebabkan hampir semua eksplan mengalami pencoklatan dan mati tanpa ada tunas yang terbentuk. Sebaliknya pada konsentrasi higromisin rendah (3-5 mg/l), akan terjadi escape saat uji GUS pada tunas yang terbentuk. Sementara itu, Ismail et al. (2005) mendapatkan bahwa higromisin dengan konsentrasi 15 mg/l sudah memadai untuk seleksi transforman pada sejumlah cabai Malaysia. Hanum (2011),

64 47 mendapatkan bahwa 50 mg/l higromisin merupakan konsentrasi yang memadai untuk membedakan tanaman N. tabaccum transgenik dan non-transgenik, sedangkan untuk N. benthamiana konsentrasi 30 mg/l higromisin digunakan untuk menyeleksi resistensi terhadap higromisin. Data-data di atas menunjukkan bahwa konsentrasi antibiotik yang digunakan untuk menseleksi tanaman transgenik sangat bergantung pada spesies tanaman. Uji segregasi tanaman N. benthamiana T1 Stabilitas pewarisan transgen yang diintroduksikan pada tanaman target merupakan aspek penting dalam rekayasa genetik tanaman (Gelvin 2003; Glick & Pasternak 2010). Hasil analisis segregasi gen hpt pada keturunan dari sepuluh contoh tanaman N. benthamiana T0 yang diambil secara acak, menunjukkan bahwa gen hptii diwariskan ke generasi berikutnya mengikuti pola pewarisan Mendel dengan perbandingan 3 tanaman resisten terhadap higromisin dan 1 tanaman tidak (Tabel 3). Hal ini berarti bahwa gen hptii terintegrasi di kromosom yang terdapat dalam inti sel. Segregasi 3:1 pada N. benthamiana generasi T1 juga menunjukkan bahwa tanaman transgenik T0 adalah heterozigot dan mengandung satu gen hpt fungsional. Tabel 3 Hasil uji keturunan dari T0 N. benthamiana dalam media seleksi MS + 50 mg/l higromisin Kode Tanaman T0 Jumlah biji ditanam T1 Resisten higromisin T1 Sensitif higromisin Rasio χ 2 T= 3.84 Nb : Nb : Nb : Nb : Nb : Nb : Nb : Nb : Nb : Nb : χ 2 Uji integrasi transgen MaMt2 dalam tanaman kedelai T0 dan T1 transgenik

65 48 Dari 31 tanaman kedelai transgenik putatif T0 yang berhasil diaklimatisasi, 14 tanaman diambil secara acak untuk dianalisis secara molekular dengan PCR. Hasil PCR menggunakan primer spesifik UbiF dan NosTR, menunjukkan bahwa sembilan tanaman (Gm1, Gm2, Gm3, Gm5, Gm7, Gm9, Gm10, Gm13, dan Gm14), mengandung transgen MaMt2 yang diindikasikan oleh teramplifikasinya DNA berukuran 1160 pb (Gambar 11). Hal ini berarti bahwa gen MaMt2 sudah terintegrasi ke dalam genom tanaman kedelai hasil transformasi. Contoh Gm4, Gm6, Gm8, Gm11, dan Gm12 tidak menghasilkan fragmen berukuran 1160 pb, menunjukkan bahwa contoh-contoh tersebut tidak mengandung gen MaMt2. Data dari tanaman non-transgenik sebagai kontrol (Gm0), tidak menunjukkan adanya fragmen berukuran 1160 pb. Artinya dalam genom tanaman kontrol tidak ditemukan urutan yang bersesuaian dengan primer UbiF dan NosTR. Secara alami tanaman kedelai memiliki gen Mt2 (GmMt2) tetapi dengan promoter dan terminator aslinya (native), yang tidak diapit oleh promoter Ubiquitin yang berasal dari jagung dan terminator Nos, sehingga hasil PCR terhadap genom tanaman kontrol menunjukkan hasil negatif. Berdasarkan PCR menggunakan primer spesifik UbiF dan NosTR pada tanaman T0, dari 14 tanaman transgenik putatif yang dianalisis, sembilan tanaman membawa gen MaMt2 (Gambar 11). Gm transf T0 M K+ K pb 850 pb 1160 pb Gambar 11 Analisis molekular terhadap contoh tanaman kedelai hasil transformasi dengan gen MaMt2 generasi T0. M= marker 1 kb; K+= pig6-mamt2; K-= Gm0 (tipe liar); Gm1-Gm14= tanaman kedelai T0 transgenik putatif. Biji-biji tanaman kedelai transgenik T0 yang mengandung gen MaMt2 (Gm1, Gm2, Gm3, Gm5, Gm7, Gm9, Gm10, Gm13, dan Gm14), ditanam hingga dewasa untuk diuji integrasi gen MaMt2 di dalam genom tanaman T1. Hasil PCR menggunakan primer spesifik UbiF dan NosTR pada DNA genom contoh tanaman T1 (Gambar 12), menunjukkan ada empat contoh tanaman transgenik T0

66 49 yang menghasilkan keturunan T1 yang mengandung gen MaMt2 yang berukuran 1160 pb (Gm2, Gm5, Gm10, dan Gm14). Hasil PCR ini konsisten dengan hasil PCR pada generasi T0. Hal ini berarti gen MaMt2 diwariskan dari T0 ke generasi T1. Sedangkan contoh Gm1, Gm3, Gm7, Gm9 dan Gm13, memberikan hasil PCR negatif untuk gen MaMt2. Hal ini kemungkinan disebabkan adanya segregasi pada generasi T1 dan tanaman generasi T1 yang diambil secara acak ini tidak mengandung MaMt2 karena tanaman tetua T0 merupakan tanaman heterozigot. Gm transf T1 M K+ K pb 850 pb 1160 pb Gambar 12 Analisis molekular contoh tanaman kedelai hasil transformasi dengan gen MaMt2 pada generasi T1. M= marker 1 kb; K+= pig6-mamt2; K-= Gm0 (tipe liar); Gm1, 2, 3, 5, 7, 9, 10,13,14= contoh kedelai hasil transformasi (T1). Beberapa penelitian juga melaporkan tentang tidak terdeteksinya transgen pada sejumlah contoh generasi T1 (Droste et al. 2002; Paz et al. 2006). Dang & Wei (2007) mendapatkan efisiensi transformasi pada kedelai varietas elit Vietnam dengan eksplan pucuk embrionik berkisar antara 4.29% hingga 18.0%. Sedangkan Paz et al (2004), dengan eksplan buku kotiledon mendapatkan efisiensi transformasi berkisar antara 1.4% hingga 8.7%. Pada kedelai kultivar lokal didapatkan efisiensi transformasi 19.2% untuk cv. Sinabung dan 5.8% untuk cv. Ijen (Marveldani et al. 2007).

A. tumefaciens LBA4404 dengan metode TPM, berdasarkan hasil PCR terhadap plasmid pada A. tumefaciens LBA4404 yang membawa gen MaMt2.

A. tumefaciens LBA4404 dengan metode TPM, berdasarkan hasil PCR terhadap plasmid pada A. tumefaciens LBA4404 yang membawa gen MaMt2. 50 PEMBAHASAN UMUM Indonesia memiliki tanah marjinal yang potensial untuk ditanami kedelai. Namun rendahnya ph dan kelarutan logam tinggi menjadi kendala utama pemanfaatan tanah marjinal untuk pertanian

Lebih terperinci

terkandung di dalam plasma nutfah padi dapat dimanfaatkan untuk merakit genotipe padi baru yang memiliki sifat unggul, dapat beradaptasi serta tumbuh

terkandung di dalam plasma nutfah padi dapat dimanfaatkan untuk merakit genotipe padi baru yang memiliki sifat unggul, dapat beradaptasi serta tumbuh PEMBAHASAN UMUM Kebutuhan pangan berupa beras di Indonesia terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk. Akan tetapi di masa datang kemampuan pertanian di Indonesia untuk menyediakan beras

Lebih terperinci

BAB VII PEMBAHASAN UMUM

BAB VII PEMBAHASAN UMUM BAB VII PEMBAHASAN UMUM Tumbuhan yang hidup di tanah asam umumnya adalah tumbuhtumbuhan yang dapat beradaptasi dengan lingkungan tersebut. Salah satu jenis tumbuhan yang banyak dijumpai pada Tanah Podsolik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang pertanian. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Lahan asam merupakan salah satu lingkungan yang membatasi produksi Sekitar 50% lebih dari lahan pertanian di dunia adalah lahan asam (Bot et al. 2000). Sementara

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Konstruksi plasmid biner pmsh1-lisozim Konstruksi plasmid biner dilakukan dengan meligasi gen lisozim ayam dan pmsh1. Plasmid hasil ligasi berukuran 13.449 pb (Gambar 5A kolom

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Toksisitas Tanah Asam

TINJAUAN PUSTAKA Toksisitas Tanah Asam 6 TINJAUAN PUSTAKA Toksisitas Tanah Asam Faktor utama yang menyebabkan ph tanah menjadi rendah adalah dekomposisi bahan organik dan curah hujan yang tinggi (Salisbury & Ross 1995). Karbondioksida yang

Lebih terperinci

diregenerasikan menjadi tanaman utuh. Regenerasi tanaman dapat dilakukan baik secara orgnogenesis ataupun embriogenesis (Sticklen 1991; Zhong et al.

diregenerasikan menjadi tanaman utuh. Regenerasi tanaman dapat dilakukan baik secara orgnogenesis ataupun embriogenesis (Sticklen 1991; Zhong et al. PENDAHULUAN Perbaikan suatu sifat tanaman dapat dilakukan melalui modifikasi genetik baik dengan pemuliaan secara konvensional maupun dengan bioteknologi khususnya teknologi rekayasa genetik (Herman 2002).

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN TOLERANSI MELASTOMA TERHADAP ANTIBIOTIK KANAMISIN DAN HIGROMISIN SECARA IN VITRO NANI SUMARNI

PERTUMBUHAN DAN TOLERANSI MELASTOMA TERHADAP ANTIBIOTIK KANAMISIN DAN HIGROMISIN SECARA IN VITRO NANI SUMARNI PERTUMBUHAN DAN TOLERANSI MELASTOMA TERHADAP ANTIBIOTIK KANAMISIN DAN HIGROMISIN SECARA IN VITRO NANI SUMARNI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Cekaman Aluminium pada Lahan Respon Fisiologis Tanaman terhadap Cekaman Al

TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Cekaman Aluminium pada Lahan Respon Fisiologis Tanaman terhadap Cekaman Al TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Cekaman Aluminium pada Lahan Pembukaan areal pertanian di luar Jawa, khususnya tanaman pangan di lahan kering ditujukan pada jenis tanah Podsolik Merah Kuning dengan luas areal

Lebih terperinci

GENETIKA DASAR Rekayasa Genetika Tanaman. Definisi. Definisi. Definisi. Rekayasa Genetika atau Teknik DNA Rekombinan atau Manipulasi genetik

GENETIKA DASAR Rekayasa Genetika Tanaman. Definisi. Definisi. Definisi. Rekayasa Genetika atau Teknik DNA Rekombinan atau Manipulasi genetik Definisi GENETIKA DASAR Rekayasa Genetika Tanaman Oleh: Dr. Ir. Dirvamena Boer, M.Sc.Agr. HP: 081 385 065 359 e-mail: dirvamenaboer@yahoo.com Fakultas Pertanian, Universitas Haluoleo, Kendari Dipublikasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Pertumbuhan Tanaman Kedelai Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) mempunyai sistem perakaran yang terdiri dari akar tunggang yang terbentuk dari calon akar, akar sekunder,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Distribusi dan Botani Melastoma

TINJAUAN PUSTAKA Distribusi dan Botani Melastoma TINJAUAN PUSTAKA Distribusi dan Botani Melastoma Melastoma dikenal sebagai gulma di perkebunan teh dan karet. Tumbuhan ini dapat tumbuh hingga ketinggian 1650 m dpl dan terdapat di daerah terbuka. Penyebaran

Lebih terperinci

Evaluasi Galur Kedelai Transgenik Toleran Aluminium di Fasilitas Uji Terbatas

Evaluasi Galur Kedelai Transgenik Toleran Aluminium di Fasilitas Uji Terbatas PARDAL DAN SUHARSONO: KEDELAI TRANSGENIK TOLERAN ALUMINIUM Evaluasi Galur Kedelai Transgenik Toleran Aluminium di Fasilitas Uji Terbatas Evaluation for Tolerance of Transgenic Soybean Lines to Aluminum

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Transformasi genetik Oryza sativa L. dengan gen MaMt2

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Transformasi genetik Oryza sativa L. dengan gen MaMt2 27 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Transformasi genetik Oryza sativa L. dengan gen MaMt2 Transformasi genetik Oryza sativa L. kultivar Kasalath dan Nipponbare dilakukan menggunakan eksplan yang berupa kalus

Lebih terperinci

VI. PEMBAHASAN UMUM Rhizobium Sebagai Agen Tranformasi Genetika Alternatif

VI. PEMBAHASAN UMUM Rhizobium Sebagai Agen Tranformasi Genetika Alternatif VI. PEMBAHASAN UMUM Rhizobium Sebagai Agen Tranformasi Genetika Alternatif Transformasi genetika merupakan teknik yang rutin digunakan saat ini untuk mentransfer berbagai sifat penting pada tanaman dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Cabai (Capsicum annuum L) merupakan salah satu komoditas sayuran yang bernilai ekonomi tinggi. Hal ini terlihat dari areal pertanaman cabai yang menempati areal terluas diantara

Lebih terperinci

124 tinggi yaitu sebesar 2.73 me/100 g (Tabel 1.1). Perbedaan kondisi cekaman ini menyebabkan perbedaan tingkat toleransi untuk genotipe ZH ,

124 tinggi yaitu sebesar 2.73 me/100 g (Tabel 1.1). Perbedaan kondisi cekaman ini menyebabkan perbedaan tingkat toleransi untuk genotipe ZH , PEMBAHASAN UMUM Di Indonesia, kondisi lahan untuk pengembangan tanaman sebagian besar merupakan lahan marjinal yang kering dan bersifat masam. Kendala utama pengembangan tanaman pada tanah masam adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill.) merupakan salah satu komoditas tanaman

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill.) merupakan salah satu komoditas tanaman I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max [L.] Merrill.) merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang penting dalam peningkatan gizi masyarakat Indonesia. Hal tersebut didasarkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merr.) adalah salah satu komoditas utama kacangkacangan

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merr.) adalah salah satu komoditas utama kacangkacangan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max [L] Merr.) adalah salah satu komoditas utama kacangkacangan yang menjadi andalan nasional karena merupakan sumber protein nabati penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Caisin (Brassica chinensis L.) merupakan salah satu jenis tanaman sayuran

BAB I PENDAHULUAN. Caisin (Brassica chinensis L.) merupakan salah satu jenis tanaman sayuran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Caisin (Brassica chinensis L.) merupakan salah satu jenis tanaman sayuran yang termasuk dalam keluarga kubis-kubisan (Brassicaceae) yang berasal dari negeri China,

Lebih terperinci

sehingga diharapkan dapat menghasilkan keturunan yang memiliki toleransi yang lebih baik dibandingkan tetua toleran (segregan transgresif).

sehingga diharapkan dapat menghasilkan keturunan yang memiliki toleransi yang lebih baik dibandingkan tetua toleran (segregan transgresif). PEMBAHASAN UMUM Sorgum merupakan salah satu tanaman serealia yang memiliki toleransi yang tinggi terhadap kekeringan sehingga berpotensi untuk dikembangkan di lahan kering masam di Indonesia. Tantangan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi penelitian terlihat beragam, berikut diuraikan sifat kimia

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Formatted: Different first page header. Formatted: Spanish (Mexico) Formatted: Spanish (Mexico)

PENDAHULUAN. Formatted: Different first page header. Formatted: Spanish (Mexico) Formatted: Spanish (Mexico) PENDAHULUAN Formatted: Different first page header 1 Latar belakang Padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman pangan pokok penting dunia yang dikonsumsi oleh sekitar tiga miliar penduduk dunia.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman pangan utama sebagian besar penduduk

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman pangan utama sebagian besar penduduk 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman pangan utama sebagian besar penduduk Indonesia. Produksi padi nasional mencapai 68.061.715 ton/tahun masih belum mencukupi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang I PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman tebu Saccharum officinarum L. merupakan tanaman industri yang memiliki peran penting, karena 65% produksi gula dunia berasal dari tebu. Tebu banyak digunakan sebagai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. adalah tanah-tanah bereaksi masam (ph rendah) dan miskin unsur hara, seperti

TINJAUAN PUSTAKA. adalah tanah-tanah bereaksi masam (ph rendah) dan miskin unsur hara, seperti TINJAUAN PUSTAKA Tanah Ultisol Tanah-tanah yang tersedia untuk pertanian sekarang dan akan datang adalah tanah-tanah bereaksi masam (ph rendah) dan miskin unsur hara, seperti ordo Ultisol. Ditinjau dari

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mekanisme Toleransi Terhadap Aluminium (Al)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mekanisme Toleransi Terhadap Aluminium (Al) 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mekanisme Toleransi Terhadap Aluminium (Al) Pada prinsipnya ada dua mekanisme toleransi tanaman terhadap cekaman Al. Menurut Taylor (1991), mekanisme pertama adalah mekanisme

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpenting setelah padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah

I. PENDAHULUAN. terpenting setelah padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting setelah padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah dan Selatan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Masam

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Masam 4 TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Masam Definisi lahan kering adalah lahan yang pernah digenangi atau tergenang air pada sebagian besar waktu dalam setahun (Mulyani et al., 2004). Menurut Mulyani

Lebih terperinci

TRANSFORMASI GENETIK JATROPHA CURCAS DENGAN GEN PEMBUNGAAN Hd3a PADI

TRANSFORMASI GENETIK JATROPHA CURCAS DENGAN GEN PEMBUNGAAN Hd3a PADI Seminar Hasil Penelitian IPB 2009 Bogor, 22-23 Desember 2009 TRANSFORMASI GENETIK JATROPHA CURCAS DENGAN GEN PEMBUNGAAN Hd3a PADI Suharsono Yohana Sulistyaningsih Utut Widyastuti P t P liti S b d H ti

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Analisis Diskriminan terhadap Tanaman M-1

PEMBAHASAN Analisis Diskriminan terhadap Tanaman M-1 PEMBAHASAN Analisis Diskriminan terhadap Tanaman M-1 Perlakuan irradiasi sinar gamma menyebabkan tanaman mengalami gangguan pertumbuhan dan menunjukkan gejala tanaman tidak normal. Gejala ketidaknormalan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Saat Ini Faktor Fisik Lingkungan Tanah, Air, dan Vegetasi di Kabupaten Kutai Kartanegara Kondisi umum saat ini pada kawasan pasca tambang batubara adalah terjadi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya. 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai (Glycine max L. Merr) Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya. Susunan morfologi kedelai terdiri dari akar, batang, daun, bunga dan

Lebih terperinci

BIOTEKNOLOGI TUMBUHAN

BIOTEKNOLOGI TUMBUHAN BIOTEKNOLOGI TUMBUHAN Emil Riza Pratama (1308104010039) Fitria (1308104010013) Jamhur (1308104010030) Ratna sari (308104010005) Wilda Yita (1308104010012) Vianti Cintya Putri (1308104010015) Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah sebagai sumber daya alam sangat penting dalam meyediakan sebahagian besar kebutuhan hidup manusia, terutama pangan. Pada saat ini kebutuhan akan pangan tidak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sebaran luas, mencapai ha atau sekitar 25% dari total luas daratan

II. TINJAUAN PUSTAKA. sebaran luas, mencapai ha atau sekitar 25% dari total luas daratan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah Ultisol Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas, mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan Indonesia. Sebaran

Lebih terperinci

PENYISIPAN GEN FITASE PADA TEBU (Saccharum officinarum) VARIETAS PS 851 DAN PA 198 DENGAN PERANTARA Agrobacterium tumefaciens GV 2260

PENYISIPAN GEN FITASE PADA TEBU (Saccharum officinarum) VARIETAS PS 851 DAN PA 198 DENGAN PERANTARA Agrobacterium tumefaciens GV 2260 PENYISIPAN GEN FITASE PADA TEBU (Saccharum officinarum) VARIETAS PS 851 DAN PA 198 DENGAN PERANTARA Agrobacterium tumefaciens GV 2260 ADE NENA NURHASANAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan jumlah penduduk terus meningkat dengan rata-rata laju pertumbuhan 1,34%

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan jumlah penduduk terus meningkat dengan rata-rata laju pertumbuhan 1,34% BAB I PENDAHULUAN 1. 1. LatarBelakang Pertambahan jumlah penduduk terus meningkat dengan rata-rata laju pertumbuhan 1,34% (BPS, 2013), sementara itu sebagian besar penduduk Indonesia (± 90%) masih menjadikan

Lebih terperinci

REKAYASA GENETIKA ( VEKTOR PLASMID )

REKAYASA GENETIKA ( VEKTOR PLASMID ) MAKALAH REKAYASA GENETIKA ( VEKTOR PLASMID ) Disusun oleh: NAMA : LASINRANG ADITIA NIM : 60300112034 KELAS : BIOLOGI A TUGAS : REKAYASA GENETIKA JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tebu ( Saccharum officinarum L.)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tebu ( Saccharum officinarum L.) 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tebu (Saccharum officinarum L.) Saccharum officinarum L., merupakan spesies tebu yang termasuk dalam kelas monokotiledon, ordo Glumaceae, famili Graminae, dan genus Saccharum

Lebih terperinci

ISOLASI DAN KARAKTERISASI FRAGMEN cdna DARI GEN PENYANDI METALLOTHIONEIN DARI KEDELAI KULTIVAR SLAMET YASSIER ANWAR

ISOLASI DAN KARAKTERISASI FRAGMEN cdna DARI GEN PENYANDI METALLOTHIONEIN DARI KEDELAI KULTIVAR SLAMET YASSIER ANWAR ISOLASI DAN KARAKTERISASI FRAGMEN cdna DARI GEN PENYANDI METALLOTHIONEIN DARI KEDELAI KULTIVAR SLAMET YASSIER ANWAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan ini

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia pada saat ini sedang menghadapi beberapa masalah dalam menjaga ketahanan pangan untuk masa yang akan datang. Seperti negara-negara lain di dunia, Indonesia sedang

Lebih terperinci

TUGAS TERSTRUKTUR BIOTEKNOLOGI PERTANIAN VEKTOR DNA

TUGAS TERSTRUKTUR BIOTEKNOLOGI PERTANIAN VEKTOR DNA TUGAS TERSTRUKTUR BIOTEKNOLOGI PERTANIAN VEKTOR DNA Oleh: Gregorius Widodo Adhi Prasetyo A2A015009 KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN PROGRAM

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Awal Tanah Gambut Hasil analisis tanah gambut sebelum percobaan disajikan pada Tabel Lampiran 1. Hasil analisis didapatkan bahwa tanah gambut dalam dari Kumpeh

Lebih terperinci

BAB 3 KIMIA TANAH. Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah

BAB 3 KIMIA TANAH. Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah Kimia Tanah 23 BAB 3 KIMIA TANAH Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah A. Sifat Fisik Tanah Tanah adalah suatu benda alami heterogen yang terdiri atas komponenkomponen

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 71 PENDAHULUAN Latar Belakang Sorgum manis [Sorghum bicolor (L.) Moench] merupakan salah satu tanaman pangan utama dunia. Hal ini ditunjukkan oleh data mengenai luas areal tanam, produksi dan kegunaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Padi

TINJAUAN PUSTAKA Botani Padi TINJAUAN PUSTAKA Botani Padi Tanaman padi dalam sistematika tumbuhan (taksonomi) diklasifikasikan ke dalam divisio Spermatophyta, dengan sub division Angiospermae, termasuk ke dalam kelas monocotyledoneae,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sifat dan Ciri Tanah Ultisol Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas, mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran

I. PENDAHULUAN. Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas, mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan Indonesia.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Lahan Kering Masam

TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Lahan Kering Masam TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Lahan Kering Masam Secara teoritis lahan kering di Indonesia dibedakan menjadi dua kategori, yaitu lahan kering beriklim kering, yang banyak dijumpai di kawasan timur Indonesia

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Kimia dan Fisik Tanah Sebelum Perlakuan Berdasarkan kriteria penilaian ciri kimia tanah pada Tabel Lampiran 5. (PPT, 1983), Podsolik Jasinga merupakan tanah sangat masam dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Mentimun (Cucumis sativus L.) Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: Spermatophyta; Sub divisio: Angiospermae; Kelas : Dikotyledonae;

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan

TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan 4 TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan unsur-unsur esensial bagi pertumbuhan tanaman (Hadisuwito, 2008). Tindakan mempertahankan dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah marginal merupakan tanah yang potensial untuk pertanian. Secara alami

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah marginal merupakan tanah yang potensial untuk pertanian. Secara alami 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah Ultisol dan Permasalahan Kesuburannya Tanah marginal merupakan tanah yang potensial untuk pertanian. Secara alami kesuburan tanah marginal tergolong rendah. Hal ini ditunjukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum) merupakan tanaman semusim yang tergolong

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum) merupakan tanaman semusim yang tergolong 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tomat (Lycopersicum esculentum) merupakan tanaman semusim yang tergolong komoditi sayuran buah dan sangat potensial untuk dikembangkan. Tomat memiliki banyak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebagai sumber protein nabati. Kebutuhan kacang tanah dari tahun ke tahun terus

I. PENDAHULUAN. sebagai sumber protein nabati. Kebutuhan kacang tanah dari tahun ke tahun terus I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Kacang tanah merupakan salah satu sumber pangan yang cukup penting sebagai sumber protein nabati. Kebutuhan kacang tanah dari tahun ke tahun terus meningkat sejalan dengan

Lebih terperinci

MODUL 2-1 NUTRISI MINERAL TUMBUHAN

MODUL 2-1 NUTRISI MINERAL TUMBUHAN MODUL 2-1 NUTRISI MINERAL TUMBUHAN Elemen esensial: Fungsi, absorbsi dari tanah oleh akar, mobilitas, dan defisiensi Oleh : Retno Mastuti 1 N u t r i s i M i n e r a l Jurusan Biologi, FMIPA Universitas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jagung manis (Zea mays Saccharata) merupakan salah satu jenis tanaman yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jagung manis (Zea mays Saccharata) merupakan salah satu jenis tanaman yang 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Jagung Manis Jagung manis (Zea mays Saccharata) merupakan salah satu jenis tanaman yang dipanen muda dan banyak diusahakan di daerah tropis. Jagung manis atau yang sering

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium BIORIN (Biotechnology Research Indonesian - The Netherlands) Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB. Penelitian

Lebih terperinci

TEKNIK TRANSFORMASI GENETIK. Yushi Mardiana, SP, MSi Retno Dwi Andayani, SP, MP

TEKNIK TRANSFORMASI GENETIK. Yushi Mardiana, SP, MSi Retno Dwi Andayani, SP, MP TEKNIK TRANSFORMASI GENETIK Yushi Mardiana, SP, MSi Retno Dwi Andayani, SP, MP TAHUKAH KAMU?? APA YANG DIMAKSUD TANAMAN TRANSGENIK??? APA YANG DIMAKSUD DENGAN REKAYASA GENETIKA??? Lalu bagaimana ya caranya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena

TINJAUAN PUSTAKA. basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena 17 TINJAUAN PUSTAKA Sifat dan Ciri Ultisol Kandungan hara pada tanah Ultisol umumnya rendah karena pencucian basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena proses dekomposisi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara di wilayah tropika basah yang sebagian besar

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara di wilayah tropika basah yang sebagian besar 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara di wilayah tropika basah yang sebagian besar wilayahnya didominasi oleh tanah yang miskin akan unsur hara, salah satunya adalah

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada.

I. TINJAUAN PUSTAKA. produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada. I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesuburan Tanah Kesuburan tanah adalah kemampuan suatu tanah untuk menghasilkan produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada. Produk tanaman tersebut dapat

Lebih terperinci

, NO 3-, SO 4, CO 2 dan H +, yang digunakan oleh

, NO 3-, SO 4, CO 2 dan H +, yang digunakan oleh TINJAUAN PUSTAKA Penggenangan Tanah Penggenangan lahan kering dalam rangka pengembangan tanah sawah akan menyebabkan serangkaian perubahan kimia dan elektrokimia yang mempengaruhi kapasitas tanah dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu

I. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu merupakan bahan pangan pokok ketiga setelah beras dan jagung. Daunnya dapat digunakan sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berfungsi sebagai gudang dan penyuplai hara atau nutrisi untuk tanaman dan

I. PENDAHULUAN. berfungsi sebagai gudang dan penyuplai hara atau nutrisi untuk tanaman dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah adalah lapisan permukaan bumi yang secara fisik berfungsi sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya perakaran tanaman. Secara kimiawi tanah berfungsi sebagai

Lebih terperinci

Pengertian TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN. Cloning DNA. Proses rekayasa genetik pada prokariot. Pemuliaan tanaman konvensional: TeknologiDNA rekombinan:

Pengertian TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN. Cloning DNA. Proses rekayasa genetik pada prokariot. Pemuliaan tanaman konvensional: TeknologiDNA rekombinan: Materi Kuliah Bioteknologi Pertanian Prodi Agroteknologi Pertemuan Ke 9-10 TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN Ir. Sri Sumarsih, MP. Email: Sumarsih_03@yahoo.com Weblog: Sumarsih07.wordpress.com Website: agriculture.upnyk.ac.id

Lebih terperinci

1. Peningkatan kandungan nutrisi: Pisang, cabe, raspberries, stroberi, ubi jalar

1. Peningkatan kandungan nutrisi: Pisang, cabe, raspberries, stroberi, ubi jalar TANAMAN TRANSGENIK Transgenik adalah suatu organisme yang mengandung transgen melalui proses bioteknologi (bukan proses pemuliaan tanaman), Transgen adalah gen asing yang ditambahkan kepada suatu spesies.

Lebih terperinci

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN FUNGSI AIR Penyusun tubuh tanaman (70%-90%) Pelarut dan medium reaksi biokimia Medium transpor senyawa Memberikan turgor bagi sel (penting untuk pembelahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. merupakan makanan pokok lebih dari separuh penduduk dunia. Berdasarkan

I. PENDAHULUAN. merupakan makanan pokok lebih dari separuh penduduk dunia. Berdasarkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Padi merupakan tanaman yang memiliki nilai ekonomi sangat penting, dan merupakan makanan pokok lebih dari separuh penduduk dunia. Berdasarkan nilai ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tunggang dengan akar samping yang menjalar ketanah sama seperti tanaman dikotil lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. tunggang dengan akar samping yang menjalar ketanah sama seperti tanaman dikotil lainnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tomat (Lycopersicum esculentum Mill) merupakan tanaman perdu dan berakar tunggang dengan akar samping yang menjalar ketanah sama seperti tanaman dikotil lainnya. Tomat

Lebih terperinci

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN FUNGSI AIR Penyusun tubuh tanaman (70%-90%) Pelarut dan medium reaksi biokimia Medium transpor senyawa Memberikan turgor bagi sel (penting untuk pembelahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Konstruksi vektor over-ekspresi gen OsWRKY 1.1 Amplifikasi dan purifikasi fragmen gen OsWRKY76

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Konstruksi vektor over-ekspresi gen OsWRKY 1.1 Amplifikasi dan purifikasi fragmen gen OsWRKY76 HASIL DAN PEMBAHASAN Kegiatan rekayasa genetik tanaman keberhasilannya tergantung pada beberapa hal, diantaranya adalah gen yang akan diintroduksikan, metode transformasi, sistem regenerasi tanaman dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dikenal sebagai penghasil buah dan sayuran yang dikonsumsi oleh sebagian

BAB I PENDAHULUAN. yang dikenal sebagai penghasil buah dan sayuran yang dikonsumsi oleh sebagian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bedugul adalah pusat produksi pertanian hortikultura dataran tinggi di Bali yang dikenal sebagai penghasil buah dan sayuran yang dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang TINJAUAN PUSTAKA Sifat dan Ciri Tanah Ultisol Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang tersebar luas di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Irian Jaya serta sebagian kecil di pulau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat

I. PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan bahan pangan terutama beras akan terus meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat peningkatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan proses mempengaruhi peserta didik agar dapat. menyesuaikan diri sebaik mungkin terhadap lingkungannya serta

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan proses mempengaruhi peserta didik agar dapat. menyesuaikan diri sebaik mungkin terhadap lingkungannya serta 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses mempengaruhi peserta didik agar dapat menyesuaikan diri sebaik mungkin terhadap lingkungannya serta menimbulkan perubahan diri sehingga

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Kimia Abu Terbang PLTU Suralaya Abu terbang segar yang baru diambil dari ESP (Electrostatic Precipitator) memiliki karakteristik berbeda dibandingkan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan sektor industri menyebabkan peningkatan berbagai kasus

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan sektor industri menyebabkan peningkatan berbagai kasus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan sektor industri menyebabkan peningkatan berbagai kasus pencemaran terhadap sumber-sumber air, tanah, dan udara. Banyak industri yang tidak menyadari bahwa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kacang Hijau

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kacang Hijau 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kacang Hijau Kacang hijau termasuk dalam keluarga Leguminosae. Klasifikasi botani tanman kacang hijau sebagai berikut: Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Classis

Lebih terperinci

Fitoremediasi Tanah Tercemar Logam Berat Seng (Zn) Menggunakan Tanaman Jarak pagar (Jatropha curcas L.)

Fitoremediasi Tanah Tercemar Logam Berat Seng (Zn) Menggunakan Tanaman Jarak pagar (Jatropha curcas L.) SIDANG TUGAS AKHIR Fitoremediasi Tanah Tercemar Logam Berat Seng (Zn) Menggunakan Tanaman Jarak pagar (Jatropha curcas L.) Oleh Senja Ike Rismawati 1507 100 033 Dosen Pembimbing: Aunuroim, S.Si, DEA Dini

Lebih terperinci

5. Cekaman Lingkungan Biotik: Penyakit, hama dan alelopati 6. Stirilitas dan incompatibilitas 7. Diskusi (presentasi)

5. Cekaman Lingkungan Biotik: Penyakit, hama dan alelopati 6. Stirilitas dan incompatibilitas 7. Diskusi (presentasi) 5. Cekaman Lingkungan Biotik: Penyakit, hama dan alelopati 6. Stirilitas dan incompatibilitas 7. Diskusi (presentasi) 5. CEKAMAN LINGKUNGAN BIOTIK 1. PENYAKIT TANAMAN 2. HAMA TANAMAN 3. ALELOPATI PEMULIAAN

Lebih terperinci

MAGNESIUM (Mg) bisa mengandung sejumlah besar Mg sebagai MgSO4. dibagi menjadi tiga, yaitu: nonexchangeable, exchangeable, dan bentuk terlarut

MAGNESIUM (Mg) bisa mengandung sejumlah besar Mg sebagai MgSO4. dibagi menjadi tiga, yaitu: nonexchangeable, exchangeable, dan bentuk terlarut MAGNESIUM (Mg) Kandungan Mg dalam kebanyakan tanah umumnya antara 0,05% pada tanah pasir, dan 0,5% pada tanah liat. Kandungan Mg dalam tanah liat tinggi karena Mg yang ada dalam mineral ferromagnesian

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian 5.1.1 Sifat Kimia Tanah Data sekunder hasil analisis kimia tanah yang diamati yaitu ph tanah, C-Org, N Total, P Bray, kation basa (Ca, Mg, K, Na), kapasitas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kedalaman tanah sekitar cm (Irwan, 2006). dan kesuburan tanah (Adie dan Krisnawati, 2007).

TINJAUAN PUSTAKA. kedalaman tanah sekitar cm (Irwan, 2006). dan kesuburan tanah (Adie dan Krisnawati, 2007). 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Akar kedelai terdiri atas akar tunggang, lateral, dan serabut. Pertumbuhan akar tunggang dapat mencapai panjang sekitar 2 m pada kondisi yang optimal, namun umumnya hanya

Lebih terperinci

(Shanti, 2009). Tanaman pangan penghasil karbohidrat yang tinggi dibandingkan. Kacang tanah (Arachis hypogaea) merupakan salah satu tanaman pangan

(Shanti, 2009). Tanaman pangan penghasil karbohidrat yang tinggi dibandingkan. Kacang tanah (Arachis hypogaea) merupakan salah satu tanaman pangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor sub pertanian tanaman pangan merupakan salah satu faktor pertanian yang sangat penting di Indonesia terutama untuk memenuhi kebutuhan pangan, peningkatan gizi masyarakat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Fisika Kimia Abu Terbang Abu terbang adalah bagian dari sisa pembakaran batubara berupa bubuk halus dan ringan yang diambil dari tungku pembakaran yang mempergunakan bahan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Tanaman Klasifikasi tanaman padi adalah sebagai berikut: Divisi Sub divisi Kelas Keluarga Genus Spesies : Spermatophyta : Angiospermae : Monotyledonae : Gramineae (Poaceae)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap tumbuhan memerlukan kondisi lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Kondisi lingkungan tempat tumbuhan berada selalu mengalami perubahan.

Lebih terperinci

REKAYASA GENETIKA. Genetika. Rekayasa. Sukarti Moeljopawiro. Laboratorium Biokimia Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada

REKAYASA GENETIKA. Genetika. Rekayasa. Sukarti Moeljopawiro. Laboratorium Biokimia Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada REKAYASA GENETIKA Sukarti Moeljopawiro Laboratorium Biokimia Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada Rekayasa Genetika REKAYASA GENETIKA Teknik untuk menghasilkan molekul DNA yang berisi gen baru yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN Latar Belakang Padi (Oryza sativa L.) merupakan komoditas strategis, makanan pokok penduduk Indonesia dan penduduk di berbagai belahan dunia terutama Asia, Timur Tengah dan Amerika Latin.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kedelai tetap dipandang penting oleh Pemerintah dan telah dimasukkan dalam program pangan nasional, karena komoditas ini mengandung protein nabati yang tinggi 38%, lemak

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sifat Fisik Tanah Sifat fisik tanah yang di analisis adalah tekstur tanah, bulk density, porositas, air tersedia, serta permeabilitas. Berikut adalah nilai masing-masing

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pengaruh Cekaman Aluminium Terhadap Tanaman

TINJAUAN PUSTAKA Pengaruh Cekaman Aluminium Terhadap Tanaman 6 TINJAUAN PUSTAKA Pengaruh Cekaman Aluminium Terhadap Tanaman Pada kondisi asam atau ph 4 aluminium di dalam tanah dalam keadaan terlarut dalam bentuk Al 3+ yaitu Al(H 2 O 2 ) 3+ 6. Ketika ph meningkat,

Lebih terperinci

Desti Diana Putri/ I.PENDAHULUAN

Desti Diana Putri/ I.PENDAHULUAN Desti Diana Putri/1214121050 I.PENDAHULUAN Tumbuhan memerlukan sejumlah nutrisi untuk menunjang hidup dan pertumbuhan. Tumbuhan membutuhkan unsur hara makro dan mikro dalam jumlah tertentu sesuai dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Transformasi, Kokultivasi, dan Regenerasi

HASIL DAN PEMBAHASAN Transformasi, Kokultivasi, dan Regenerasi 26 HASIL DAN PEMBAHASAN Transformasi, Kokultivasi, dan Regenerasi Konstruksi vektor ekspresi yang digunakan pada penelitian ini adalah p35scamv::tclfy. Promoter p35s CaMV digunakan dalam penelitian ini

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Jambu Biji Merah Nama ilmiah jambu biji adalah Psidium guajava. Psidium berasal dari bahasa yunani yaitu psidium yang berarti delima, guajava

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman dapat memenuhi siklus hidupnya dengan menggunakan unsur hara. Fungsi hara tanaman tidak dapat digantikan oleh unsur lain dan apabila tidak terdapat suatu hara

Lebih terperinci

Latar Belakang. Kalium merupakan salah satu hara makro setelah N dan P yang diserap

Latar Belakang. Kalium merupakan salah satu hara makro setelah N dan P yang diserap I. PENDAHULUAN Latar Belakang Kalium merupakan salah satu hara makro setelah N dan P yang diserap tanaman dalam jumlah banyak. Pada tanaman jagung hara Kdiserap lebih banyak daripada hara N dan P. Lei

Lebih terperinci