BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang, saat ini mengalami pertumbuhan di berbagai sektor salah satunya sektor ekonomi. Pertumbuhan yang terjadi pada sektor ekonomi dipengaruhi oleh pertumbuhan kawasan perkotaan khususnya kota metropolitan dan kota-kota besar. Kota metropolitan dan kota-kota besar mempunyai peran penting dalam pertumbuhan ekonomi nasional sebagai sumber dan pusat pertumbuhan perekonomian. Di Indonesia pada tahun 2007 kontribusi kota metropolitan pada Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 23.2% sedangkan kota-kota besar sebesar 8.8% dan kota-kota menengah sebesar 7.6% (BKPRN, 2012). Pertumbuhan ekonomi yang terjadi berdampak pada pesatnya pertumbuhan kawasan perkotaan yang terlihat dari meningkatnya pembangunan serta urbanisasi. Pertumbuhan kota yang begitu cepat dapat menimbulkan permasalahan perkotaan baik permasalahan lingkungan maupun permasalahan sosial. Permasalahan lingkungan yang umumnya terjadi di kawasan perkotaan adalah terjadinya berbagai pencemaran, perubahan fisik lahan perkotaan dan penurunan kualitas lingkungan hidup. Indonesia merupakan negara ketiga penghasil emisi gas rumah kaca terbesar di dunia, terutama pada kawasan perkotaan yang merupakan sumber penghasil emisi gas rumah kaca tertinggi hasil dari penggunaan bahan bakar fosil untuk keperluan listrik, industri, rumah tangga, transportasi, perdagangan dan lain sebagainya. Hal tersebut membuat kawasan perkotaan sangat rentan terhadap dampak pemanasan global serta perubahan iklim (BKPRN, 2012). Selain permasalahan lingkungan, pertumbuhan kawasan perkotaan juga berakibat pada timbulnya berbagai permasalahan sosial. Permasalahan sosial yang terjadi di kawasan perkotaan adalah terjadinya peningkatan jumlah penduduk, terjadinya kesenjangan sosial, dan peningkatan jumlah pengangguran. Ketiga 1

2 permasalahan sosial di kawasan perkotaan tersebut saling berkaitan satu dengan yang lainnya namun, dari ketiga permasalahan tersebut urbanisasi merupakan permasalahan yang sering menjadi isu utama dalam pembangunan perkotaan. Menurut Asian Development Bank, populasi penduduk perkotaan di kawasan Asia pada tahun 2050 akan mencapai 64%. Hal yang sama diperkirakan akan terjadi pada populasi penduduk perkotaan Indonesia dengan persentasi sebesar 67.5 %. Peningkatan ini tentu saja dapat berpengaruh terhadap perkembangan dan pembangunan kawasan perkotaan di Indonesia. Adanya berbagai permasalahan perkotaan tersebut dan sesuai dengan amanah dan tujuan UU No 27 tahun 2007 tentang pembangunan yang berkelanjutan serta perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan, maka Pemerintah Indonesia melakukan berbagai upaya untuk mencegah berbagai dampak yang akan ditimbulkan baik oleh masalahmasalah perkotaan maupun akibat permanasan global dan perubahan iklim. Salah satu upaya pemerintah yaitu dibentuknya Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH). P2KH adalah program yang dicanangkan pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum untuk mewujudkan kota hijau yang merupakan konsep pengembangan perkotaan berkelanjutan yang ramah lingkungan. Terdapat 8 beberapa atribut atau komponen dalam pengembangan kota hijau (lihat gambar 1.1) yaitu, green planning and design, green community, green open space, green waste, green water, green transportation, green energy, dan green building. Atribut-atribut kota hijau sangat penting dimiliki oleh sebuah kota karena atributatribut tersebut merupakan komponen-komponen sebuah kota hijau yang merupakan suatu kesatuan yang saling mendukung dalam menciptakan kota hijau. 2

3 Gambar 1.1 Kota Hijau (info publik P2KH, 2012) Pada tahun 2012 terdapat 60 kota/kabupaten yang berpartisipasi dalam P2KH. Salah satu Kota yang berpartisipasi dalam program kota hijau adalah Kota Yogyakarta. Kota Yogyakarta merupakan salah satu kota di Indonesia yang berkembangan terutama di sektor pariwisata dan pendidikan. Perkembangan Kota Yogyakarta dapat dilihat dari meningkatnya tingkat urbanisasi dan banyaknya pembangunan yang dilakukan baik pembangunan fisik maupun infrastruktur. Peningkatan kepadatan penduduk yang merupakan salah satu permasalahan perkotaan juga terjadi di kota Yogyakarta yang mengalami peningkatan kepadatan penduduk dari jiwa/km 2 di tahun 2010 menjadi jiwa/km 2 di tahun 2012 (BPS, 2010/2012) yang berdampak terhadap menurunnya kualitas lingkungan kota Yogyakarta. Seperti kota-kota besar lainnya, Kota Yogyakarta juga menghadapi berbagai permasalah perkotaan. Adanya berbagai permasalahan perkotaan tersebut membuat Kota Yogyakarta ikut berpartisipasi dalam program pengembangan kota hijau. Adanya kota hijau sebagai konsep pengembangan kawasan perkotaan yang ramah lingkungan serta berkelanjutan, membuat perlunya dilakukan analisis terhadap fenomena-fenomena yang berpotensi sebagai pendukung dalam mewujudkan kota hijau. Dibutuhkan metode serta media yang mendukung proses analisis terhadap berbagai fenomena di Kota Yogyakarta yang memiliki potensi 3

4 mendukung terwujudnya kota hijau. Peta dapat digunakan sebagai media untuk menganalisis fenomena fenomena keruangan di Kota Yogyakarta yang berpotensi untuk mendukung perwujudan Kota Yogyakarta sebagai kota hijau. Peta memiliki peran penting dan strategis sebagai media penyajian fenomena spasial atau keruangan yang juga merupakan sarana untuk memahami potensi suatu wilayah (Handoyo, 2009). Selain memahami potensi wilayah, peta juga dapat digunakan sebagai alat untuk melakukan analisis terhadap permasalahan keruangan yang berhubungan dengan lingkungan, ekonomi, sosial dan budaya. Fungsi peta menurut Sukwardjono et al (1997) yaitu sebagai alat untuk menganalisa kenampakan permukaan bumi dan juga alat yang digunakan dalam melakukan perencanaan suatu wilayah. Dengan melakukan pemetaan terhadap atribut-atribut kota hijau yang ada di Kota Yogyakarta, dapat dilakukan analisis mengenai sebaran atribut kota hijau yang ada di Kota Yogyakarta. 1.2 Perumusan Masalah Perkembangan kawasan perkotaan yang pesat dapat berdampak terhadap timbulnya berbagai permasalahan perkotaan, baik permasalahan lingkungan maupun permasalahan sosial. Berbagai permasalahan kota yang terjadi membuat pemerintah melakukan berbagai upaya untuk mencegah dan mengurangi berbagai dampak yang terjadi akibat permasalahan lingkungan. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah adalah dengan membentuk gerakan kota hijau melalui Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH) di berbagai kota/kabupaten di Indonesia. Kota hijau mempunyai delapan atribut yang menjadi komponen pembentuk sebuah kota hijau sebagai kota yang ramah lingkungan Kota Yogyakarta merupakan salah satu kota yang berpartisipasi dalam P2KH, namun pemetaan terhadap atribut-atribut kota hijau di Kota Yogyakarta belum banyak dilakukan sehingga sulit untuk mengetahui sebaran spasial atributatribut di Kota Yogyakarta. Pemetaan terhadap sebaran atribut-atribut kota hijau yang dilakukan sesuai dengan kaidah kartografis yang berlaku juga masih sangat jarang dilakukan, hal tersebut dapat dilihat dari minimnya informasi spasial 4

5 terutama berupa peta yang menampilkan atribut-atribut kota hijau. Hal tersebut menunjukan perlunya dibuat peta-peta yang menampilkan informasi spasial tentang atribut-atribut kota hijau yang ada di Kota Yogyakarta. Selain itu, peta yang akan dihasilkan dalam penelitian ini juga akan digunakan untuk menganalisis pola sebaran atribut-atribut kota hijau. Analisis terhadap pola persebaran atribut-atribut kota hijau dilakukan untuk mengetahui bagaimana persebaran spasial atribut-atribut kota hijau di Kota Yogyakarta yang dapat digunakan dalam pengembangan konsep kota hijau di Kota Yogyakarta kedepannya. Berdasarkan uraian rumusan masalah diatas, maka timbul pertanyaan penelitian yaitu : 1. Bagaimana menyajikan informasi tentang atribut-atribut kota hijau di Kota Yogyakarta dalam bentuk peta sesuai dengan kaidah kartografis yang berlaku? 2. Bagaimana pola persebaran spasial atribut-atribut kota hijau di Kota Yogyakarta? Berdasarkan permasalahan yang muncul, maka penelitian ini mengambil judul: Pemetaan atribut-atribut kota hijau di Kota Yogyakarta. 1.3 Tujuan Penelitian 1. Menyajikan informasi mengenai atribut-atribut kota hijau di Kota Yogyakarta kedalam bentuk peta sesuai dengan kaidah kartografis. 2. Mengetahui pola sebaran spasial atribut-atribut kota hijau di Kota Yogyakarta melalui analisis peta-peta yang dihasilkan. 1.4 Kegunaan dan Manfaat Penelitian Penelitian mengenai Pemetaan atribut-atribut kota hijau Kota Yogyakarta diharapkan dapat mencapai tujuan yang diinginkan oleh peneliti serta dapat menghasilkan informasi yang mendukung serta bermanfaat bagi 5

6 pengembangan Kota Yogyakarta sebagai kota hijau. Kegunaan dan manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Sebagai salah satu persyaratan dalam menuntaskan studi di Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada. 2. Bermanfaat sebagai informasi pendukung bagi pemerintah Kota Yogyakarta dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pengembangan kota hijau baik di Kota Yogyakarta maupun daerah lainnya. 3. Bermanfaat bagi peneliti lainnya yang melakukan penelitian sejenis yang berkaitan dengan pengembangan kota hijau. 4. Bermanfaat bagi pengguna peta yang membutuhkan informasi mengenai kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan atribut kota hijau di Kota Yogyakarta. 6

7 1.5 Tinjauan Pustaka Kartografi Pengertian Kartografi Pengertian kartografi menurut Taylor (1991, dalam Handoyo, 2009) adalah pengorganisasian, penyajian, pengkomunikasian, dan pemeliharaan geoinformasi dalam bentuk grafis, digital, dan taktil. Pengertian lainnya menurut International Cartographic Association (1973, dalam Sukwardjono et al 1997) adalah seni, ilmu pengetahuan serta teknologi tentang pembuatan peta yang mencakup studinya sebagai dokumen ilmiah dan hasil karya seni. Kartografi juga merupakan suatu teknik dalam melakukan kegiatan memperkecil keruangan suatu daerah yang berhubungan dengan kenampakan yang ada dipermukaan bumi sehingga dapat dimanfaatkan untuk kepentingan komunikasi Proses Komunikasi Kartografis Kartografi sebagai salah satu sistem komunikasi yang telah banyak digunakan dari sebelum berkembangnya seni menulis. Sistem komunikasi kartografis merupakan suatu sistem komunikasi visual yang saat ini digunakan oleh berbagai kalangan untuk berbagai kepentingan (Sukwardjono et al, 1997). Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam sistem komunikasi kartografis adalah pembuat peta harus memahami mental process atau kemampuan imaginatif pembaca peta, karena kemampuan tiap pembaca peta berbeda-beda sehingga pembuat peta harus sangat terampil dan memahami teknikteknik penciptaan simbol-simbol dalam penyusunan sebuah peta (Sukwardjono et al, 1997). Titik awal yang terkait dengan proses komunikasi kartografi adalah data atau informasi yang umumnya dikumpulkan oleh pihak ketiga (ahli geodesi, ahli photogrametri, dan orang-orang statistik). Kartograf harus mempelajari informasi yang dikumpulkan tersebut, seperti halnya dengan penyampaian informasi sebelum mereka mampu menyajikan informasi dengan tepat dalam format peta. Seiring peta yang dihasilkan tidak berisi setiap unsur informasi yang telah disediakan, hal ini dikarenakan informasi tersebut telah klasifikasi atau 7

8 generalisasi. Pengguna atau pembaca peta akan memperoleh informasi tertentu dari peta tersebut. Perolehan informasi dari suatu peta tidak pernah sepenuhnya tepat atau persis dengan informasi yang asli, hal tersebut dikarenakan selama proses komunikasi data terdapat informasi yang dihilangkan baik dengan sengaja maupun tidak sengaja dilakukan oleh kartograf. Kartografi bertujuan untuk menghilangkan berbagai sumber kesalahan ini dengan pemindahan data yang benar dengan penyajian secara grafis sehingga pembaca dapat menarik kesimpulan dengan baik (Kraak et al, 2007) Gambar 1. 2 Diagram proses komunikasi kartografis (Muchreke, dalam Handoyo 2009). Menurut Muchreke (1992, dalam Handoyo 2009), dalam proses kartografis, pembuat memperoleh data realitas medan dan melakukan absraksi kartografis untuk menghasilkan peta. Adapun penggunaan peta mengalami relasi timbal balik dengan peta dalam proses membaca dan menganalisis peta, dan juga mengalamu relasi timbal balik dengan realitas fisik dalam proses interpretasi peta 8

9 Pengertian Peta Peta menurut International Cartographic Association (1973) adalah suatu representasi atau gambaran unsur-unsur atau kenampakan abstrak, yang dipilih dari permukaan bumi atau yang ada kaitannya dengan permukaan bumi atau benda-benda angkasa, dan umumnya digambarkan pada suatu bidang datar dan diperkecil atau diskalakan. Peta merupakan salah satu alat komunikasi yang bersifat universal yang banyak digunakan diberbagai belahan dunia. Sebelum berkembangnya seni menulis penggunaan peta telah banyak digunakan untuk keperluan navigasi baik dalam berlayar maupun berburu. Seiring perkembangannya, saat ini kegunaan peta tidak hanya sebatas sebagai alat navigasi namun banyak digunakan untuk berbagai kepentingan oleh banyak disiplin ilmu. Banyak ilmuan yang sepakat bahwa peta merupakan alat bantu yang tidak dapat ditinggalkan dan sangat penting digunakan terutama dalam kegiatan penelitian dan perencanaan yang berhubungan dengan ilmu keteknikan dan ilmu dasar Fungsi Peta Beberapa contoh yang dapat disebutkan sebagai fungsi peta menurut Sukwardjono et.al (1997) adalah sebagai berikut : Ada beberapa fungsi peta dalam kegiatan perencanaan antara lain : 1. Untuk memberikan informasi pokok dari aspek keruangan tentang karakteristik suatu wilayah. 2. Sebagai alat dalam menganalisis untuk mendapatkan kesimpulan dari permasalahan suatu wilayah 3. Sebagai alat untuk menjelaskan penemuan-penemuan dari suatu peneliatian yang dilakukan. 4. Sebagai alat untuk menjelaskan rencana-rencana yang akan diajukan. Selain penting digunakan dalam kegiatan perencanaan, peta juga merupakan alat bantu yang sangat penting dalam kegiatan penelitian, beberapa fungsi peta dalam kegiatan penelitian antara lain: 9

10 1. Sebagai alat bantu sebelum melakukan survei untuk mendapatkan gambaran tentang daerah yang akan diteliti. 2. Sebagai alat yang digunakan selama penelitian, misalnya memasukan data yang ditemukan di lapangan 3. Sebagai alat untuk melaporkan hasil penelitian yang dilakukan Visualisasi Peta Visualisasi melalui peta merupakan suatu metode geografis, Philbrick (1953, dalam Handoyo 2009) mengemukakan bahwa bukan hanya sebuah gambar yang bermakna seribu kata tetapi interpretasi atas suatu fenomena bergantung pada visualisasi secara geografis melalui sebuah peta. Hal ini menunjukan peran visualisasi yang sangat penting dalam interpretasi sebuah peta. Visualisasi merupakan sebuah aktivitas yang menggambarkan sebuah ide kedalam sebuah media agar dapat dimengerti oleh orang lain. Visualisasi kartografis sendiri menurut MacEachren (1994, dalam Handoyo 2009) adalah visualisasi data dan informasi keruangan menggunakan peta sebagai alat utama. Peterson (1994 dalam Handoyo) memandang visualisasi kartografis sebagai perkembangan logis dari komunikasi kartografis. Visualisasi peta sangat dipengaruhi oleh desain yang dimiliki oleh sebuah peta, apabila desain peta yang dibuat sesuai dengan kaidah kartografis dan disajikan secara informatif maka visualisasi yang ditampilkan akan memudahkan pembaca peta untuk mengerti isi serta informasi yang terdapat dalam peta tersebut. Pembuatan sebuah peta dilakukan dengan menggunakan persepsi visual, imajinasi visual dan pemahaman visual yang sangat berpengaruh pada respon pembaca atau pengguna peta. Seorang pembaca atau pengguna peta akan merespon informasi yang terdapat dalam peta berdasarkan karakteristik visual dari peta sesuai dengan kemampuan dan ketrampilan dalam memproses informasi secara visual. Hubungan antara visualisasi ukuran data dapat dilihat dalam tabel

11 Tabel 1.1 Hubungan variable visual terhadap sifat ukuran data Ukuran Data Nominal Ordinal Interval Ratio Variabel Visual Ukuran Nilai Tekstur Warna Orientasi Bentuk Sumber : Bertin (1983, dalam Kraak et al 2007) Variabel visual yang ada pada tabel 1.1 tersebut digambarkan sesuai dengan karakter tiap variable dalam memvisualisasikan sebuah simbol yang digunakan dalam sebuah peta. Keenam variable visual tersebut dapat digambarkan seperti pada gambar 1.3 Keterangan : Sh : Shape (bentuk) Si : Size (ukuran) V : Value (nilai) T : Teksture (teksur) C : Color (warna) Or : Orientation (orientasi) Gambar 1.3 Variabel Visual (Bertin, 1983 dalam Carpendale) 11

12 Desain Peta Desain peta adalah perancangan untuk menyajikan fenomena geografis dalam komposisi secara grafis, dan merupakan intensitas disiplin ilmu kartografi (Bos, 1982, dalam Handoyo 2009). Ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam mendesain sebuah peta yaitu : 1. Desain Peta Dasar Peta dasar merupakan peta yang memuat berbagai macam unsur geografi seperti grid, pola aliran, relief, jalan, batas administrasi serta nama-nama geografi. Dalam penyusunan sebuah peta dasar diperlukan sebagai kerangka untuk penempatan unsur-unsur ataupun obyek yang dipetakan. Unsur-unsur tersebut tidak ditampilkan seluruhnya, namun unsur-unsur yang terkait dengan tema pemetaan yang dilakukan saja yang ditampilkan. Peta dasar sendiri merupakan peta yang dapat diturunkan dari peta topografi, peta dunia, dan peta dunia lainnya dengan berbagai variasi skala yang berbeda (Sukwardjono et.al, 1997). 2. Desain Simbol Sebagai media komunikasi grafis, peta memberikan informasi berupa gambar atau simbol. Hal tersebut membuat peta mempunyai peran yang sangat penting dalam sistem komunikasi kartografis. Dalam peta-peta tematik simbol merupakan informasi utama dalam menunjukan informasi yang ada dalam sebuah peta. Secara sederhana simbol dapat diartikan sebagai suatu gambar atau tanda yang mempunyai makna atau arti. (Sukwardjono et.al, 1997). Menurut bentuknya simbol dikelompokan menjadi simbol titik, simbol garis dan simbol bidang atau area. Sedangkan menurut wujudnya, simbol dibedakan atas simbol geometri, huruf atau angka dan simbol piktorial.. Simbol huruf pada sebuah peta berupa huruf yang menjadi huruf awal pada kata obyek yang dipetakan. Bentuk dan wujud simbol merupakan komponen yang penting dalam sebuah peta, hubungan kedua komponen ini dapat dilihat pada tabel

13 Tabel 1.2 Hubungan bentuk dan wujud simbol Simbol Bentuk Wujud Piktorial Geometri Huruf/Angka Titik Taman Publik Parkir Sepeda Perpustakaan Umum Taman Publik Parkir Sepeda Perpustakaan Umum T : Taman Publik Ps : Parkir Sepeda Pu : Perpusatakaan Umum Garis Jalan Kereta Api Jalur Sepeda Jalur Kereta Api Jalur Sepeda Jalur Kereta Jalur Sepeda Area Permukiman Sawah Kebun Permukiman Sawah Kebun P = Permukiman S = Sawah K= Kebun Sumber : Green Map System, 2008 Dalam mendesain sebuah simbol peta, pembuat peta haruslah mendesain sebuah simbol yang sederhana, mudah digambar, dan dapat mencerminkan informasi yang ada dibalik simbol tersebut. Sedangkan bagi pengguna peta, sebuah simbol haruslah jelas gambarnya, mudah dibaca, dan diinterpretasi baik arti maupun nilainya. 3. Desain Layout Layout atau tata letak peta merupakan proses dimana dilakukan penempatan informasi-informasi tentang peta yang dibuat. Menurut Sukwardjono (1997), pada umumnya informasi-informasi tentang sebuah peta ditempatkan dalam informasi tepi yang mencakup berbagai informasi penting tentang sebuah peta, misalnya : 13

14 1. Judul peta 2. Skala peta 3. Legenda 4. Gratikul (bujur dan lintang) 5. Sumber data 6. Informasi penting lainnya. Penentuan tata letak pada suatu peta harus mempertimbangkan perasaan pembaca peta dan juga unsur keindahan pada peta yang didesain. Penentuan tata letak peta menentukan menarik tidaknya sebuah peta. Komposisi atau tata letak sebuah peta yang baik adalah sebagai berikut : Gambar 1.4 Layout Peta (Sukwardjono et al. 1997) Keterangan : 1. Judul peta tematik 5. Inset 2. Skala angka dan grafis 6. Pembuat peta 3. Orientas 7. Sumber Data 4. Legenda 14

15 1.5.2 Kota Hijau Pengertian Kota Hijau Kota hijau merupakan sebuah konsep yang belakangan ini mulai di terapkan di berbagai kota di Indonesia. Penggunaan konsep kota hijau sendiri merupakan konsep pengembangan kota yang disepakati pada pertemuan PBB dalam rangka memperingati Hari Lingkungan Sedunia dengan tema "Green cities : Plan for the planet" di tahun 2005, yang dihadiri oleh 100 gubernur dan walikota dari berbagai negara yang diadakan di San Fransisco, Amerika Serikat. Deklarasi konsep kota hijau untuk pembangunan serta pengembangan perkotaan merupakan salah satu upaya yang dilakukan dalam menghadapi tantangan terhadap permasalahan pemanasan global dan perubahan iklim yang terjadi saat ini. Beberapa pengertian kota hijau yaitu : 1. Kota hijau merupakan suatu konsep pengembangan perkotaan yang tidak hanya mengedepankan pembangunan ruang terbuka hijau (RTH), namun juga konsep pengembangan kota yang menciptakan sebuah kota yang sehat, ekologis dan ramah lingkungan (Ernawi, 2012 dalam BKPRN, 2012). 2. Menurut DeKay dan McClean dari Green Vision Studio College of Architecture and Design University of Tennessee, konsep kota hijau adalah konsep yang mencakup banyak hal mengenai perubahan dari ide-ide yang telah ada menjadi inovasi-inovasi baru yang mewujudkan kota yang berkelanjutan dan ramah terhadap lingkungan. 3. Konsep kota hijau adalah sebuah kota yang memiliki rencana nol emisi, bebas timbunan sampah serta mempromosikan berbagai jenis energi terbarukan serta membangun serta memperbaiki kota terutama lingkungan kota dan menumbuhkan pusat kota paska industri (Lehmann 2012, dalam Sholekah 2012). 15

16 Gambar 1.5 Contoh Kota Dengan Konsep Kota Hijau, Vancouver, Canada. (Greenest City 2020 Action Plan, Vancouver.) Atribut Kota Hijau Atribut kota hijau merupakan elemen-elemen yang harus dimiliki oleh sebuah kota yang ramah lingkungan. Dalam pengembangan kota hijau terdapat 8 atribut yang harus dimiliki oleh sebuah kota hijau. Kedelapan atribut ini merupakan sebuah formulasi untuk mewujudkan pembangunan kota yang berorientasi terhadap pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, pelestarian ekologi, serta keadilan sosial. Kedelapan atribut kota hijau adalah: 1. Green Planning and Design Atribut pertama kota hijau yaitu green planning and design atau perencanaan dan perancangan kota. Atribut perencanaan dan perancangan kota hijau merupakan suatu upaya untuk meningkatkan kualitas rencana tata ruang dan rancangan kota yang lebih sensitif terhadap lingkungan serta mitigasi terhadap perubahan iklim. Masterplan sebuah kota merupakan keluaran dari green planning and design. 2. Green Open Space Pembangunan ruang terbuka hijau merupakan salah satu indikator penting dalam pengembangan kota hijau, yaitu untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas ruang terbuka hijau (RTH) sesuai dengan karakteristik kabupaten/kota dengan target 30% dari luas kota. Peningkatan ruang terbuka hijau ini dibutuhkan untuk membuat daerah perkotaan menjadi lingkungan yang lebih nyaman untuk 16

17 ditinggali. Pengertian ruang terbuka hijau sendiri adalah area memanjang/jalur dan atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam (UU No 26, Tahun 2007). Gambar 1.6 Contoh Ruang Terbuka Hijau yang digunakan sebagai berkumpulnya warga kota (Green Space, 2004) Beberapa fungsi dasar RTH secara umum adalah sebagai berikut : a. Fungsi bio-ekologis b. Fungsi sosial, ekonomi serta budaya c. Fungsi estetis RTH Berikut ini merupakan tipologi RTH di perkotaan : Gambar 1.7 Tipologi Ruang Terbuka Hijau di Perkotaan (Dokumen P2KH, 2012) 17

18 3. Green Community Green community atau komunitas hijau merupakan kelompok masyarakat yang melakukan berbagai aksi serta kegiatan untuk menciptakan keberlangsungan lingkungan sekitar secara ekologis dengan membantu menjaga kelestarian sumber daya, mencegah polusi, dan melindungi serta meningkatkan proses ekologi alami (Maynes, 2008). Komunitas-komunitas hijau mempunyai peran yang sangat penting dalam pengembangan kota hijau. Keterlibatan masyarakat dalam pengembangan kota hijau sangat penting karena masyarakat sebagai penghuni kawasan perkotaan juga mempunyai tanggung jawab dalam menjaga keberlangsungan lingkungan perkotaan yang tiap saat semakin menurun akibat pembangunan di kawasan perkotaan. 4. Green Waste Green waste adalah bagian vegetatif dari aliran limbah yang timbul dari berbagai sumber baik limbah domestik maupun limbah komersil serta limbah yang dihasilkan oleh berbagai kegiatan di kawasan perkotaan (EPA, 2009). Pengertian lainnya tentang green waste menurut United Nation (2011) yaitu suatu metode pengolahan sampah yang mengacuh pada pengolahan sampah yang dilakukan dengan tidak menggunakan energi yang dapat merusak lingkungan, dan lebih mengutamakan pencegahan terhadap produksi sampah serta limbah buangan baik dari sektor rumah tangga maupun industri. Salah satu konsep pengolahan sampah yang saat ini banyak digunakan adalah konsep 3R yaitu reduce (mengurangi), reuse (menggunakan kembali) dan recyle (mengdaur ulang). 5. Green Transportation Green transporatation atau transportasi yang ramah lingkungan didefenisikan sebagai jenis transportasi berkelanjutan yang merupakan salah satu pendukung upaya melestarikan lingkungan dan mengurangi berbagai berbagai dampak akibat pemanasan global 18

19 Gambar 1.8 Jalur sepeda dan rambu-rambu untuk pesepeda di Kota Vancouver, Canada (Greenest City 2020 Action Plan, Vancouver.) Transportasi berkelanjutan merupakan transportasi yang tidak menimbulkan dampak yang membahayakan kesehatan masyarakat atau ekosistem dan dapat memenuhi kebutuhan mobilitas masyarakat, terutama masayarakat di kawasan perkotaan secara konsisten dengan memperhatikan : (a) penggunaan sumberdaya energi yang terbarukan pada tingkat yang lebih rendah dari tingkat regenerasinya, dan (b) penggunaan sumber daya yang tidak terbarukan pada tingkat yang lebih rendah dari tingkat pengembangan sumberdaya alternatif yang terbarukan (Organization for Economic Co-Operation and Development, 1994 dalam Gusnita 2010). Menurut Widiantono (2008), bentuk-bentuk moda transportasi yang ramah lingkungan antara lain : a. Pedestrian b. Sepeda c. Sepeda listrik d. Kendaraan berbahan bakar alternatif. 6. Green Water Menurut Ernawi (dalam Buletin Tata Ruang, 2012), green water sebagai atribut kota hijau merupakan upaya dalam peningkatan kualitas air dengan menerapkan konsep ekodrainase dan zero runoff. Selain itu, hal yang penting 19

20 dalam penerapan konsep green water adalah pengolahan sumberdaaya air dan efisiensi penggunaan air. Gambar 1.9 Green water (UNEP Report, 2011) Pada gambar 1.9 menerangkan bahwa green water mengacu pada air hujan yang tersimpan di dalam tanah atau pada vegetasi, yang tidak dapat dialihkan kepenggunaan yang berbeda sedangkan blue water adalah permukaan dan air tanah, yang dapat disimpan dan dialihkan untuk tujuan tertentu Berdasarkan gambar diatas, kebutuhan air di perkotaan dan sektor industri hanya sebesar 0.1 % yang bersumber dari sungai, danau, lahan basah, dan air tanah. Kebutuhan air bersih di berbagai daerah di Indonesia umumnya didominasi oleh sektor pertanian, namun seiring berkembangnya sektor industri serta kawasan perumahan, air bersih lebih banyak dikonsumsi oleh kedua sektor tersebut. Hal tersebut menyebabkan sering terjadi krisis air bersih di musim kemarau. Sebagai salah satu atribut kota hijau, ada 3 indikator penting dalam pengembangan konsep Green water, yaitu kualitas, kuantitas, serta kontinuitas (Kementrian Pekerjaan Umum, 2011). 7. Green Energy Pengertian green energy menurut Ernawi (2012, dalam Buletin Tata Ruang, 2012) adalah pemanfaatan sumberdaya energi secara efisien, berkelanjutan serta ramah lingkungan. 20

21 Gambar 1.10 Sistem Penyediaan dan Kebutuhan Energi (batan.go.id) Kebutuhan energi dalam negeri sampai saat ini masih bersumber pada sumber energi minyak bumi. Minyak bumi sebagai sumber utama energi di Indonesia, tidak hanya digunakan untuk berbagai keperluan dalam negeri tetapi juga diekspor keluar negeri sebagai penghasil penerimaan dan devisa negara, hal tersebut tentu saja membuat ketersediaan sumber energi di Indonesia akan semakin berkurang dimasa mendatang. baik terhadap limbah dari penggunaan energi untuk berbagai keperluan tersebut. Trend kebutuhan energi dalam Indonesia Energy Outlook (2010) menunjukan kebutuhan akan energi di massa mendatangan akan didominasi oleh sector industri, transportasi serta rumah tangga. Kawasan perkotaan sebagai konsumen energi terbesar merupakan kawasan yang juga rentan terhadap dampak konsumsi energi secara berlebihan. 8. Green Building Green building sendiri dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai bangunan hijau, namun pengertian sebenarnya merupakan sebuah konsep perencanaan pembangunan terhadap suatu bangunan yang ramah terhadap lingkungan (BKPRN, 2012). Konsep bangunan hijau merupakan pembangunan yang memperhatikan beberapa aspek yaitu : a. Uji AMDAL b. Efisiensi Struktur Bangunan c. Efisiensi Energi 21

22 Gambar 1.11 Rumah dengan roof garden dan green wall (makassarberkebun.org) Selain aspek-aspek tersebut, penerapan aspek hjau pada sebuah bangunan juga sangat penting dilakukan, seperti menerapkan komposisi 60:40 antara bangunan dan lahan hijau, penerapan roof garden (taman pada atap) dan green wall (dinding hijau) Ada empat manfaat penerapan konsep bangunan hijau (BKPRN 2012) yaitu : a. Bangunan yang dibangun dapat digunakan dalam jangka waktu yang panjang dengan perawatan minimal. b. Efisiensi energi dapat meminimalkan pengeluaran. c. Mendapatkan kehidupan yang lebih sehat. d. Ikut berperan dalam kepedulian terhadap lingkungan. 22

23 1.6 Penelitian Sebelumnya Penelitian tentang pengembangan kawasan perkotaan dengan konsep kota hijau telah dilakukan di berbagai kota-kota besar di negara-negara maju, namun penelitian tentang pengembangan kawasan perkotaan khususnya konsep pengembangan kota hijau yang dilakukan di kota-kota besar di Indonesia saat ini belum banyak dilakukan karena penerapan konsep pengembangan kota tersebut merupakan hal baru dalam pengembangan kawasan perkotaan di Indonesia. Penelitian-penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan kota hijau yaitu penelitian yang dilakukan Banda Miratu Sholekha (2012), Yohanes Dicky Ekaputra yang dilakukan bersama Margareth Maria Sudarwani (2013) dan Bakhtiar Arif Mujianto (2013). Sholekha mengkaji tentang penerapan konsep kota hijau pada tiga kota yaitu, Freinburg (Jerman) Curitibi (Brazil) dan Malmo (Swedia). Tujuan dari penelitian yang dilakukan Sholekha yaitu mendeskripsikan konsep perencanaan pada ketiga kota yang dikaji dan melakukan perbandingan terhadap ketiga kota tersebut. Persamaan dalam penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis hanya terletak pada objek yang dikaji yaitu kota hijau, sedangkan perbedaan penelitian dengan penelitian yang dilakukan yaitu pada tujuan, metode dan hasil penelitian. Penelitian yang dilakukan oleh Sholekha bertujuan untuk mendeskripsikan konsep perencanaan pada ketiga kota yang dikaji dan melakukan perbandingan terhadap ketiga kota tersebut dengan menggunakan metode penelitian content analysis. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sholekha yaitu deskripsi konsep green city planning pada kota-kota yang menjadi kajian pada penelitian yang dilakukan yaitu, (Jerman) Curitibi (Brazil) dan Malmo (Swedia). Penelitian lainnya yang mengakaji tentang kota hijau yaitu penelitian yang dilakukan oleh Ekaputra dan Sudarwani pada tahun 2013 dengan judul Implikasi Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH) Terhadap Pemenuhan Luasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Perkotaan yang dilakukan di kota Semarang. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji seberapa besar pencapaian program pengembangan kota hijau yang dirintis oleh pemerintah dalam memenuhi luasan RTH di Kota 23

24 Semarang. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu pada objek kajian yaitu mengenai kota hijau, namun penelitian yang dilakukan Ekaputra dan Sudarwani hanya menganalisis salah satu atribut kota hijau. Perbedaan penelitian yang dilakukan peneliti dengan penelitian yang dilakukan oleh Ekaputra dan Sudarwani yaitu pada tujuan peneliitian, metode yang digunakan, dan hasil penelitian. Metode yang digunakan dalam penelitian yang dilakukan oleh Ekaputra dan Sudarwani yaitu metode rasionalistrik. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ekaputra dan Sudarwani yaitu analisis terhadap luasan Ruang Terbukan Hijau (RTH) serta analisis implikasi P2KH terhadap luasan RTH Bakhtiar Arif Mujianto (2013) melakukan pemetaan ruang publik di Kota Yogyakarta dengan menggunakan Citra Quickbird yang disajikan dalam bentuk webgis. Mujianto melakukan integrasi antara teknik penginderaan jauh dalam perolehan data dan sistem informasi geografis dalam pengolahan data. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis adalah objek yang diteliti. Objek penelitian Mujianto yaitu ruang publik, yang dalam terdiri dari beberapa tipe yang beberapa diantaranya merupakan indikator yang digunakan dalam melakukan pemetaan atribut-atribut kota hijau. Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan penelitian yang dilakukan Mujianto yaitu terletak pada sumber data, tujuan penelitian dan metode yang digunakan. Sumber data yang digunakan Mujianto yaitu Citra Quickbird, dan tujuan dari penelitian ini yaitu memetakan ruang publik yang ada di Kota Yogyakarta, sedangkan metode yang digunakan yaitu interpretasi citra, klasifikasi data, pembuatan sistem basisdata dan pembuatan sistem informasi. Nurwinda Latifah H (2013) melakukan pemetaan tentang sebaran penyakit menular yaitu Penyakit BDB, TB Paru+, Diare, dan Pneumonia yang ada di Kota Semarang. Persamaan penelitian yang dilakukan peneliti dengan penelitian yang dilakukan oleh Latifah, yaitu terletak pada cara penggambaran peta dengan menggunakan data sekunder yang dilakukan sesuai dengan kaidah kartografis dengan memperhatikan karakteristik data yang digunakan. Perbedaann penelitian yang dilakukan peneliti dengan penelitian Latifah terletak pada sumber data serta 24

25 objek yang dikaji. Perbandingan penelitian yang dilakukan peneliti dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang berkaitan dapat dilihat pada tabel

26 TABEL 1.3 PERBANDINGAN PENELITIAN-PENELITIAN YANG DILAKUKAN SEBELUMNYA NO NAMA PENELITI JUDUL PENELITIAN TUJUAN PENELITIAN OBJEK DAN METODE PENELITIAN HASIL PENELITIAN 1 Banda Miratu Keragaman Penerapan Mendeskripsikan konsep green city Objek kajian dalam penelitian ini yaitu Deskripsi konsep green city Sholekha (2012) konsep Green City Planning dalam Upaya Menciptakan Keberlanjutan Lingkungan Kota, Studi Kasus: Freinburg (Jerman) Curitibi (Brazil) dan Malmo (Swedia). planning serta membandingkan penerapan konsep green city planning pada beberapa kota yang dijadikan objek dalam penelitian. kota Freiburg (Jerman), Curitiba (Brazil), dan Malmo (Swedia). Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode Content Analysis yaitu metode penelitian yang digunakan untuk membuat suatu kesimpulan dari objek penelitian yang dilakukan. planning secara umum, maupun pada kota-kota yang menjadi kajian penelitian. Persamaan serta perbandingan penerapan konsep green city planning pada kota-kota yang menjadi objek kajian 2 Yohanes Dicky Implikasi Program Melakukan analisis implikasi P2KH Objek dalam penelitian ini adalah ruang Hasil penelitian ini adalah Ekaputra, Margareth Pengembangan Kota Hijau terhadap pemenuhan luasan ruang terbuka hijau perkotaan. Metode yang analisis terhadap luasan RTH Maria Sudarwani (P2KH) Terhadap terbuka hijau perkotaan. digunakan dalam penelitian ini adalah perkotaan. (2013) Pemenuhan Luasan Ruang Mengkaji seberapa besar capaian metode rasionalistik. Terbuka Hijau (RTH) sasaran dan manfaat yang diperoleh Perkotaan. dari pelaksaaan kegiatan Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH) dalam menambah besaran luasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kawasan Perkotaan 26

27 NO NAMA PENELITI JUDUL PENELITIAN TUJUAN PENELITIAN OBJEK DAN METODE PENELITIAN HASIL PENELITIAN 3 Bakhtiar Arif Mujianto (2013) Penyusunan Sistem Informasi Geografis Ruang Publik Berbasis WEBGIS Memanfaatkan Memetakan ruang publik di Kota Yogyakarta berdasarkan Citra Qucikbird dan menyusun sistem informasi publik Kota Yogyakarta Objek dalam penelitian ini adalah ruang publik. Penelitian ini merupakan integrasi antara teknik penginderaan jauh dalam perolehan data dan sistem informasi Hasil penelitian ini adalah Sistem Informasi Geografis Ruang Publik berbasis webgis Kota Yogyakarta Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis di Kota Yogyakarta berbasis webgis. geografis dalam pengolahan data. 4 Nurwinda Latifah H (2013) Pemetaan Data Penyakit Menular di Kota Semarang (Studi Kasus : Penyakit BDB, TB Paru+, Diare, dan Pneumonia) Menyajikan data penyakit menular yang terjadi di Kota Semarang tahun dalam bentuk peta, mengetahui pola distribusi penyakit menular di Kota Semarang tahun , dan mengetahui tingkat kerentanan penyakit menular di Kota Semarang. Objek dalam penelitian ini yaitu Penyakitpenyakit mnukar, yaitu penyakit BDB, TB Paru+, Diare, dan Pneumonia Hasil penelitian ini yaitu Peta Tingkat Kejadian Penyakit Menular di Kota Semarang, Peta Tingkat Kondisi Lingkungan di Kota Semarang, dan Peta Kerentanan Penyakit Menular di Kota Semarang. 5 Jamilah Ulfayanti Siladja (2013) Pemetaan Atribut-Atribut Kota Hijau di Kota Yogyakarta Memperoleh dan menyajikan data sebaran atribut kota hijau di Kota Yogyakarta. Objek dalam penelitian ini yaitu atributatribut kota hijau yang ada di Kota Yogyakarta. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan berbagai data primer maupun data sekunder yang mendukung Hasil yang diperoleh dari penelitian ini yaitu Peta atribut-atribut kota hijau dan analisis pola persebaran atribut-atribut kota hjau di 27

28 Lanjutan Tabel 1.3 pembuatan peta atribut-atribut kota hijau. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode tumpang susun (overlay) untuk memperoleh informasi spasial atribut-atribut kota hijau dan metode nearest-neighbour analysist untuk menganalisis pola persebaran atributatribut kota hijau. Kota Yogyakarta. 28

29 1.7 Kerangka Pemikiran Pembangunan yang dilakukan di kawasan perkotaan merupakan dampak dari pertumbuhan ekonomi yang ada, seperti halnya kota-kota besar di Indonesia lainnya, berbagai pembangunan juga terjadi di Kota Yogyakarta. Kota Yogyakarta sebagai kota pelajar dan salah satu tujuan wisata di Indonesia mengalami perkembangan yang pesat, terutama pembangunan fasilitas pendukung sektor wisata seperti hotel dan pusat perbelanjaaan. Perkembangan kota yang pesat tentu akan berdampak pada timbulnya permasalahan perkotaan. Permasalahan perkotaan yang terjadi akibat pesatnya pembangunan berpengaruh terhadap kondisi lingkungan maupun sosial kawasan perkotaan. Permasalahan sosial yang sering terjadi di kawasan perkotaan adalah meningkatnya jumlah penduduk, penggangguran serta terjadinya kesenjangan sosial, sedangkan permasalahan lingkungan yang terjadi di kawasan perkotaan adalah penurunan kualitas lingkungan hidup yang umumnya terjadi akibat pencemaran yang terjadi di kawasan perkotaan. Selain permasalahan lingkungan yang timbul akibat pembangunan, dampak pemanasan global juga berpengaruh pada lingkungan kawasan perkotaan. Kawasan perkotaan sebagai pusat berbagai kegiatan perekonomian menjadi penyumbang terbesar emisi gas serta polusi tertinggi. Tingginya polusi yang terjadi di kawasan perkotaan salah satunya disebabkan oleh tingginya jumlah kendaraan bermotor yang menjadi sumber polusi baik polusi udara maupun polusi suara. Selain kendaraan bermotor, industri juga merupakan salah satu penyebab terjadinya polusi di kawasan pekotaan Permasalahan kota yang terjadi akibat faktor lingkungan yaitu, akibat dari pembangunan di kawasan perkotaan yang merusak lingkungan seperti, pembangunan berbagai gedung yang dibangun tanpa memperhatikan pembangunan terhadap lingkungan sekitar. Selain permasalahan lingkungan yang ditimbulkan akibat pembangunan, permasalahan perkotaan lainnya yaitu adanya dampak pemanasan global yang sangat berpengaruh pada kawasan perkotaan. Kawasan perkotaan sebagai pusat berbagai kegiatan perekonomian menjadi penyumbang terbesar emisi gas serta polusi tertinggi. Tingginya polusi yang terjadi di kawasan perkotaan salah satunya disebabkan oleh tingginya jumlah kendaraan bermotor yang menjadi sumber polusi baik polusi 29

30 udara maupun polusi suara. Selain kendaraan bermotor, industri juga merupakan salah satu penyebab terjadinya polusi di kawasan pekotaan. Berbagai permasalahan perkotaan tersebut merupakan hal yang terjadi apabila pembangunan sebuah kawasan perkotaan tidak dilakukan dengan perencanaan yang baik dan memperhatikan faktor keberlangsungan lingkungan Salah satu konsep yang saat ini banyak digunakan dalam pembangunan kawasan perkotaan di berbagai kota di dunia adalah konsep pengembangan kota hijau, yang merupakan konsep pembangunan kota yang ramah lingkungan serta berkelanjutan. Pembangunan kawasan perkotaan dengan konsep kota hijau ini mempunyai delapan atribut yaitu green planning and design, green community, green openspace, green waste, green water, green transportation, green energy, dan green building. Atribut-atribut tersebut menjadi unsur penting dalam terciptanya sebuah kota hijau atau kota yang ramah lingkungan. Peta sebagai salah satu media untuk menampilkan infomasi spasial, dapat digunakan untuk menampilkan informasi-infomasi atribut-atribut kota hijau. Selain sebagai media untuk menampilkan informasi spasial, peta juga dapat digunakan untuk menganalisis berbagai permasalahan perkotaan dapat digunakan untuk menganalisis potensi Kota Yogyakarta untuk berkembang sebagai kota yang ramah lingkungan serta berkelanjutan. Penelitian ini dilakukan untuk memetakan sebaran atribut-atribut kota hijau yang ada di Kota Yogykarta dengan sumber data berupa data primer dan sekunder yang menampilkan sebaran atribut-atribut kota hjau yang ada di Kota Yogyakarta. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode penggambaran peta dalam penelitian ini yaitu penggambaran peta secara grafis sesuai dengan kaidah kartografis dengan memperhatikan karakteristik data yang dimiliki yaitu tipe data, ukuran data, sifat data, variabel visual, bentuk variabel, dan persepsi visual. Selain itu, untuk analisis peta dilakukan dengan menggunakan metode analisis pola spasial tetangga terdekat (nearest-neighbour analysis) untuk menganalisis pola sebaran spasial atribut-atribut kota hijau yang ada di Kota Yogyakarta. Pertumbuhan ekonomi sangat berpengaruh dalam pengembangan kawasan perkotaan, beberapa dampak dari pertumbuhan ekonomi pada perkotaan adalah: - Pembangunan yang semakin pesat - Peningkatan jumlah penduduk - Peningkatan taraf hidup penduduk perkotaan 30

31 Pertumbuhan kawasan perkotaan tidak terlepas dari timbulnya berbagai permasalahan perkotaan yang berdampak terhadap lingkungan maupun sosial. Permasalahan sosial kawasan perkotaan : - Peningkatan jumlah penduduk - Peningkatan jumlah pengangguran - Terjadi kesenjangan sosial Permasalahan lingkungan kawasan perkotaan : - Penurunan kualitas lingkungan hidup - Terjadinya perubahan fisik lahan - Terjadinya berbagai pencemaran Permasalahan perkotaan dapat diatasi dengan konsep pengembangan perkotaan yang bersifat berkelanjutan, salah satu konsep yang dapat digunakan yaitu konsep kota hijau Atrbut kota hijau : - Green Planning & Design - Green Open Space - Green community - Green Transportation - Green water - Green waste - Green Energy - Green Building Data Primer Data Sekunder Desain Peta dan Simbol Secara Kartografis Analisis Pola Persebaran Spasial Atribu-Atribut Kota Hijau Peta sebaran atribut - atribut kota hijau Gambar 1.12 Kerangka Pemikiran Penelitian 1.8 Batasan Istilah Operasional 1. Kartografi adalah seni, ilmu pengetahuan serta teknologi tentang pembuatan peta yang mencakup studinya sebagai dokumen ilmiah dan hasil karya seni. (ICA, 1973) 31

32 2. Peta adalah suatu representatsi atau gambaran unsur-unsur atau kenampakan abstrak, yang dipilih dari permukaan bumi atau yang ada kaitannya dengan permukaan bumi atau benda-benda angkasa, dan umumnya dogambarkan pada suatu bidang datar dan diperkecil atau diskalakan (ICA, 1973) 3. Peta Komunitas Hijau merupakan peta yang dibuat oleh komunitas hijau dengan menampilkan sumber-sumber daya lingkungan maupun aktivitas masyarakat yang terkait dengan delapan atribut-atribut kota hijau (infodepokhijau.blogspot.com). 4. Kota Hijau adalah Kota hijau merupakan suatu konsep pengembangan perkotaan yang tidak hanya mengedepankan pembangunan ruang terbuka hijau (RTH), namun juga konsep pengembangan kota yang menciptakan sebuah kota yang sehat, ekologis dan ramah lingkungan (Ernawi, 2012 dalam BKPRN, 2012). 5. Atribut kota hijau adalah syarat-syarat serta kelengkapan ideal yang dimiliki oleh sebuah kota yang ramah lingkungan serta berkelanjutan (Kementrian PU 2012). 6. Green planning and design merupakan suatu upaya untuk meningkatkan kualitas rencana tata ruang dan rancangan kota yang lebih sensitif terhadap lingkungan serta mitigasi terhadap perubahan iklim. (Ernawi, 2012 dalam BKPRN, 2012). 7. Green open space adalah area memanjang/jalur dan atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam (UU No 26, Tahun 2007). 8. Green community merupakan kelompok masyarakat melakukan berbagai aksi serta kegiatan untuk menciptakan keberlangsungan lingkungan sekitar secara ekologis dengan membantu menjaga kelestarian sumber daya, mencegah polusi, dan melindungi serta meningkatkan proses ekologi alami (Maynes, 2008). 9. Green waste adalah bagian vegetatif dari aliran limbah yang timbul dari berbagai sumber baik limbah domestic maupun limbah komersil serta 32

33 limbah yang dihasilkan oleh berbagai kegiatan di kawasan perkotaan (EPA, 2009) 10. Green transportation adalah sistem transportasi berkelanjutan merupakan transportasi yang tidak menimbulkan dampak yang membahayakan kesehatan masyarakat atau ekosistem dan dapat memenuhi kebutuhan mobilitas masyarakat, terutama masayarakat di kawasan perkotaan secara konsisten (Organization for Economic Co-Operation and Development (1994, dalam Gusnita 2010)). 11. Green water adalah pengolahan sumberdaaya air dan efisiensi penggunaan air (Kementrian PU, 2012). 12. Green energy adalah pemanfaatan sumberdaya energi secara efisien. berkelanjutan serta ramah lingkungan (Kementrian PU, 2012) 13. Green building adalah konsep perencanaan pembangunan terhadap suatu bangunan yang ramah terhadap lingkungan (BKPRN, 2012). 33

PENGERTIAN GREEN CITY

PENGERTIAN GREEN CITY PENGERTIAN GREEN CITY Green City (Kota hijau) adalah konsep pembangunan kota berkelanjutan dan ramah lingkungan yang dicapai dengan strategi pembangunan seimbang antara pertumbuhan ekonomi, kehidupan sosial

Lebih terperinci

Sekretariat : BAPPEDA KOTA BOGOR, Lantai 3 Jl. Kapten Muslihat No Bogor

Sekretariat : BAPPEDA KOTA BOGOR, Lantai 3 Jl. Kapten Muslihat No Bogor Sekretariat : BAPPEDA KOTA BOGOR, Lantai 3 Jl. Kapten Muslihat No. 21 - Bogor GAMBARAN UMUM P2KH merupakan inisiatif untuk mewujudkan Kota Hijau secara inklusif dan komprehensif yang difokuskan pada 3

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lahan terbangun yang secara ekonomi lebih memiliki nilai. yang bermanfaat untuk kesehatan (Joga dan Ismaun, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. lahan terbangun yang secara ekonomi lebih memiliki nilai. yang bermanfaat untuk kesehatan (Joga dan Ismaun, 2011). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan bagian dari perkembangan suatu kota. Pembangunan yang tidak dikendalikan dengan baik akan membawa dampak negatif bagi lingkungan kota. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap pembangunan menimbulkan suatu dampak baik itu dampak terhadap ekonomi, kehidupan sosial, maupun lingkungan sekitar. DKI Jakarta sebagai kota dengan letak yang

Lebih terperinci

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah 2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah Permasalahan pembangunan daerah merupakan gap expectation antara kinerja pembangunan yang dicapai saat inidengan yang direncanakan serta antara apa yang ingin dicapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini kota-kota besar di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat dalam bidang industri, sarana transportasi, perluasan daerah pemukiman dan lain sebagainya.

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEMA ARSITEKTUR HIJAU

BAB III TINJAUAN TEMA ARSITEKTUR HIJAU BAB III TINJAUAN TEMA ARSITEKTUR HIJAU 3.1. Tinjauan Tema a. Latar Belakang Tema Seiring dengan berkembangnya kampus Universitas Mercu Buana dengan berbagai macam wacana yang telah direncanakan melihat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Pengalihan fungsi lahan sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota semakin banyak terjadi pada saat sekarang. Hal ini seiring dengan permintaan pembangunan berbagai

Lebih terperinci

PERENCANAAN TAMAN KOTA SEBAGAI SALAH SATU ATRIBUT KOTA HIJAU DI KECAMATAN GEDEBAGE, BANDUNG

PERENCANAAN TAMAN KOTA SEBAGAI SALAH SATU ATRIBUT KOTA HIJAU DI KECAMATAN GEDEBAGE, BANDUNG ISSN: 2088-8201 PERENCANAAN TAMAN KOTA SEBAGAI SALAH SATU ATRIBUT KOTA HIJAU DI KECAMATAN GEDEBAGE, BANDUNG Anendawaty Roito Sagala 1, Adityas Prasetyo 2, Dwi Abdul Syakur 3, Nur Rahmah Amania 4, Daisy

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Perubahan iklim akibat pemanasan global saat ini menjadi sorotan utama berbagai masyarakat dunia. Perubahan iklim dipengaruhi oleh kegiatan manusia berupa pembangunan

Lebih terperinci

Imam S. Ernawi. Dirjen Penataan Ruang, Kementerian PU. Gerakan Kota Hijau: Merespon Perubahan Iklim dan Pelestarian Lingkungan

Imam S. Ernawi. Dirjen Penataan Ruang, Kementerian PU. Gerakan Kota Hijau: Merespon Perubahan Iklim dan Pelestarian Lingkungan Imam S. Ernawi Dirjen Penataan Ruang, Kementerian PU Gerakan Kota Hijau: Merespon Perubahan Iklim dan Pelestarian Lingkungan Imam S. Ernawi adalah Direktur Jenderal Penataan Ruang, Kementerian Pekerjaan

Lebih terperinci

KAJIAN EFEKTIFITAS PROGRAM PENGEMBANGAN KOTA HIJAU MENDUKUNG PEMBANGUNAN KOTA

KAJIAN EFEKTIFITAS PROGRAM PENGEMBANGAN KOTA HIJAU MENDUKUNG PEMBANGUNAN KOTA 2434.001.107.B LAPORAN AKHIR KAJIAN EFEKTIFITAS PROGRAM PENGEMBANGAN KOTA HIJAU MENDUKUNG PEMBANGUNAN KOTA TAHUN ANGGARAN 2013 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Undang-undang Nomor 26 tahun 2007 tentang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan dunia era sekarang ini begitu cepat, ditandai dengan banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang sebelumnya kota telah berkembang menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, sosial dan budaya dengan sendirinya juga mempunyai warna

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, sosial dan budaya dengan sendirinya juga mempunyai warna BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota merupakan daerah yang memiliki mobilitas yang tinggi. Daerah perkotaan menjadi pusat dalam setiap daerah. Ketersediaan akses sangat mudah didapatkan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan yang terjadi di wilayah perkotaan sedang mengalami perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan yang terjadi lebih banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan perekonomian di kota-kota besar dan metropolitan seperti DKI Jakarta diikuti pula dengan berkembangnya kegiatan atau aktivitas masyarakat perkotaan

Lebih terperinci

KONSEP KAMPUS HIJAU Green-Safe-Disaster Resilience (Hijau-Keselamatan-Ketahanan Bencana)

KONSEP KAMPUS HIJAU Green-Safe-Disaster Resilience (Hijau-Keselamatan-Ketahanan Bencana) KONSEP KAMPUS HIJAU Green-Safe-Disaster Resilience (Hijau-Keselamatan-Ketahanan Bencana) INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG Sebuah Strategi Menuju Efisiensi Sumber Daya dan Keberlanjutan 2020 A Big Step towards

Lebih terperinci

Dasar-dasar Pemetaan Pemahaman Peta

Dasar-dasar Pemetaan Pemahaman Peta SISTEM INFORMASI SUMBERDAYA LAHAN Kuliah Minggu ke 2 Dasar-dasar Pemetaan Pemahaman Peta Sudarto Lab Pedologi dan Sistem Informasi Sumberdaya Lahan OUTLINE 1 Pengertian Peta 2 Pemahaman dan Fungsi Peta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Dewasa ini isu mengenai Global Warming dan keterbatasan energi kerap menjadi perbincangan dunia. Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa melalui kelompok penelitinya yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin meningkat pula kebutuhan akan lahan-lahan untuk menyediakan permukiman, sarana penunjang ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penginderaan jauh merupakan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni perolehan informasi objek di permukaan Bumi melalui hasil rekamannya (Sutanto,2013). Objek di permukaan

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN PERKOTAAN BERKELANJUTAN

PEMBANGUNAN PERKOTAAN BERKELANJUTAN STRATEGI PEMBANGUNAN PERKOTAAN BERKELANJUTAN UNDP INDONESIA STRATEGI PEMBANGUNAN PERKOTAAN BERKELANJUTAN UNDP INDONESIA Agenda Perserikatan Bangsa-Bangsa 2030 untuk Pembangunan Berkelanjutan Indikator

Lebih terperinci

Pembangunan Geodatabase Ruang Terbuka Hijau Kota Bandung

Pembangunan Geodatabase Ruang Terbuka Hijau Kota Bandung Reka Geomatika No.1 Vol. 2016 14-20 ISSN 2338-350X Maret 2016 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Jurusan Teknik Geodesi Pembangunan Geodatabase Ruang Terbuka Hijau FERI NALDI, INDRIANAWATI Jurusan

Lebih terperinci

Perhitungan Ruang Terbuka Hijau Perkotaan Jenis Publik (Studi Kasus : Kota Surakarta)

Perhitungan Ruang Terbuka Hijau Perkotaan Jenis Publik (Studi Kasus : Kota Surakarta) Perhitungan Ruang Terbuka Hijau Perkotaan Jenis Publik (Studi Kasus : Kota Surakarta) Hapsari Wahyuningsih, S.T, M.Sc Universitas Aisyiyah Yogyakarta Email: hapsariw@unisayogya.ac.id Abstract: This research

Lebih terperinci

IMPLIKASI PROGRAM PENGEMBANGAN KOTA HIJAU (P2KH) TERHADAP PEMENUHAN LUASAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) PERKOTAAN

IMPLIKASI PROGRAM PENGEMBANGAN KOTA HIJAU (P2KH) TERHADAP PEMENUHAN LUASAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) PERKOTAAN G.5 IMPLIKASI PROGRAM PENGEMBANGAN KOTA HIJAU (P2KH) TERHADAP PEMENUHAN LUASAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) PERKOTAAN Yohanes Dicky Ekaputra *, Margareta Maria Sudarwani Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORI SUSTAINABLE ARCHITECTURE

BAB III TINJAUAN TEORI SUSTAINABLE ARCHITECTURE BAB III TINJAUAN TEORI SUSTAINABLE ARCHITECTURE 3.1. SUSTAINABLE ARCHITECTURE Sustainable Architecture (arsitektur berkelanjutan) memiliki tujuan untuk mencapai kesadaran lingkungan dan memanfaatkan sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kota sebagai pusat pemukiman, industri dan perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kota sebagai pusat pemukiman, industri dan perdagangan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Perkembangan kota sebagai pusat pemukiman, industri dan perdagangan telah mengalami transformasi lingkungan fisik lahan. Transformasi lingkungan fisik lahan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pelayanan mendasar bagi masyarakat kota. Sejalan dengan fungsi ini,

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pelayanan mendasar bagi masyarakat kota. Sejalan dengan fungsi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Prasarana kota berfungsi untuk mendistribusikan sumber daya perkotaan dan merupakan pelayanan mendasar bagi masyarakat kota. Sejalan dengan fungsi ini, kualitas dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daya Dukung Daya dukung merupakan salah satu konsep yang serbaguna dan populer didalam konteks politik lingkungan saat ini. Seperti halnya dengan konsep keberlanjutan, daya

Lebih terperinci

Sistem Penyelenggaraan Penataan Ruang

Sistem Penyelenggaraan Penataan Ruang Sistem Penyelenggaraan Penataan Ruang (Berdasarkan UU 26/2007 tentang Penataan Ruang) PENGATURAN Penataan ruang sebagai acuan pembangunan sektoral dan wilayah; Pendekatan sistem dilakukan dalam penataan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat kenyamanan permukiman di kota dipengaruhi oleh keberadaan ruang terbuka hijau dan tata kelola kota. Pada tata kelola kota yang tidak baik yang ditunjukkan dengan

Lebih terperinci

PENGKAJIAN INDIKATOR SOSEKLING BANGUNAN GEDUNG HIJAU (GREEN BUILDING)

PENGKAJIAN INDIKATOR SOSEKLING BANGUNAN GEDUNG HIJAU (GREEN BUILDING) PENGKAJIAN INDIKATOR SOSEKLING BANGUNAN GEDUNG HIJAU (GREEN BUILDING) TA 2014 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kementerian Pekerjaan Umum terus berusaha menyukseskan P2KH (Program Pengembangan Kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aksesibilitas merupakan hubungan kedekatan suatu tempat dengan tempat lain yang diindikasikan dengan kemudahan dalam mencapai tujuan dari lokasi asal (Simmonds, 2001).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa pada tahun 2006 memberikan konsekuensi pada perlunya penyediaan perumahan yang layak huni

Lebih terperinci

MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW 09-1303) RUANG TERBUKA HIJAU 7 Oleh Dr.Ir.Rimadewi S,MIP J P Wil h d K t Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan lingkungan saat ini semakin meningkat. Salah satu masalah lingkungan global yang dihadapi banyak negara adalah terjadinya pulau bahang kota (urban heat island)

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka kesimpulan dari penelitian ini berdasarkan pertanyaan penelitian yaitu: mengetahui karakteristik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2015 menurut Bank Dunia akan mengalami perlambatan peningkatan sekitar 5,2% dari prediksi sebelumnya yang diprediksi tumbuh

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional XII Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi 2017 Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta

Prosiding Seminar Nasional XII Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi 2017 Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta Studi Kecukupan Ruang Terbuka Hijau Ideal Di Kampus Perguruan Tinggi Untuk Perencanaan Kampus Hijau Kasus Amatan Wilayah Aglomerasi Kota Yogyakarta Utara Deni Hermawan, Diananta Pramitasari, Slamet Sudibyo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan penduduk kota kota di Indonesia baik sebagai akibat pertumbuhan penduduk maupun akibat urbanisasi telah memberikan indikasi adanya masalah perkotaan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tingkat kepedulian masyarakat di seluruh dunia terhadap isu-isu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tingkat kepedulian masyarakat di seluruh dunia terhadap isu-isu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat kepedulian masyarakat di seluruh dunia terhadap isu-isu lingkungan dan perubahan iklim meningkat pesat akhir-akhir ini. Berbagai gerakan hijau dilakukan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Udara di perkotaan tak pernah terbebas dari pencemaran asap beracun yang dimuntahkan oleh jutaan knalpot kendaraan bermotor. Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disajikan secara deskriptif. Selain itu, beberapa website

BAB I PENDAHULUAN.  disajikan secara deskriptif. Selain itu, beberapa website BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta tidak hanya memiliki karakteristik yang unik dan menarik yang sebatas pada sosial dan budayanya. Akan tetapi, keunikan lain khususnya dari

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS ISU STRATEGIS

BAB III ANALISIS ISU STRATEGIS BAB III ANALISIS ISU STRATEGIS 3.1 Identifikasi Faktor Lingkungan Berdasarkan Kondisi Saat Ini sebagaimana tercantum dalam BAB II maka dapat diidentifikasi faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

BAB 2 KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

BAB 2 KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI BAB 2 KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI 2.1 Visi Misi Sanitasi Visi dan misi sanitasi Kota Kendari disusun dengan mengacu pada visi misi Kota Kendari yang tertuang dalam RPJMD Kota Kendari, dengan adanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keberadaan ruang terbuka hijau saat ini mengalami penurunan yang

I. PENDAHULUAN. Keberadaan ruang terbuka hijau saat ini mengalami penurunan yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan ruang terbuka hijau saat ini mengalami penurunan yang disebabkan oleh konversi lahan. Menurut Budiman (2009), konversi lahan disebabkan oleh alasan ekonomi

Lebih terperinci

KOTA HIJAU PROGRAM PENGEMBANGAN (P2KH)

KOTA HIJAU PROGRAM PENGEMBANGAN (P2KH) Direktorat Bina Penataan Bangunan Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat PROGRAM PENGEMBANGAN KOTA HIJAU (P2KH) Rerspons terhadap perubahan iklim Sumber : Bagaimana

Lebih terperinci

2016 KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERD ASARKAN JUMLAH PEND UD UK D I KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMED ANG

2016 KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERD ASARKAN JUMLAH PEND UD UK D I KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMED ANG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ruang terbuka hijau (RTH) merupakan suatu ruang terbuka di kawasan perkotaan yang didominasi tutupan lahannya oleh vegetasi serta memiliki fungsi antara lain

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara menyeluruh. Pembangunan daerah telah berlangsung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. permukaan tanah dan atau air (Peraturan Pemeritah Nomor 34 Tahun 2006).

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. permukaan tanah dan atau air (Peraturan Pemeritah Nomor 34 Tahun 2006). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukan bagi lalu lintas, yang berada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. (LKPP) adalah Lembaga Pemerintah yang dibentuk untuk mengatur

BAB 1 PENDAHULUAN. Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. (LKPP) adalah Lembaga Pemerintah yang dibentuk untuk mengatur 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) adalah Lembaga Pemerintah yang dibentuk untuk mengatur proses pengadaan barang/jasa yang dibiayai oleh APBN/APBD.

Lebih terperinci

Menghitung PDRB Hijau di Kabupaten Bandung

Menghitung PDRB Hijau di Kabupaten Bandung ISSN : 205-421 Menghitung PDRB Hijau di Kabupaten Bandung Randy Maulana Institut Teknologi Bandung E-mail : maulana.randy@fe.unpad.ac.id Abstrak. Ekonomi hijau menunjukan hubungan antara degradasi lingkungan,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi geografis daerah kajian Kota Jakarta merupakan ibukota Republik Indonesia yang berkembang pada wilayah pesisir. Keberadaan pelabuhan dan bandara menjadikan Jakarta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi di bidang transportasi sangat membantu manusia dalam menghemat waktu perjalanan yang tadinya berlangsung sangat lama menjadi lebih cepat. Teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Tujuan Penulisan Laporan

BAB I PENDAHULUAN Tujuan Penulisan Laporan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tujuan Penulisan Laporan Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Lingkungan dan Pembangunan (the United Nations Conference on Environment and Development UNCED) di Rio

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan adalah usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan atau perubahan yang berencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara, dan pemerintah menuju

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara Kepulauan dengan ribuan pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke, baik pulau-pulau kecil maupun pulau-pulau besar. Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. (DIY) memiliki peran yang sangat strategis baik di bidang pemerintahan maupun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. (DIY) memiliki peran yang sangat strategis baik di bidang pemerintahan maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kota Yogyakarta sebagai ibu kota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) memiliki peran yang sangat strategis baik di bidang pemerintahan maupun perekonomian. Laju

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami

I. PENDAHULUAN. sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak potensi wisata yang unik, beragam dan tersebar di berbagai daerah. Potensi wisata tersebut banyak yang belum dimanfaatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemecahan dan pencegahan timbulnya masalah lingkungan. Lingkungan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. pemecahan dan pencegahan timbulnya masalah lingkungan. Lingkungan merupakan BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini merupakan pembahasan awal dalam penulisan skripsi yang berjudul Implementasi Kebijakan Pembangunan Lingkungan berbasis karakter Peduli Lingkungan di Kelurahan Tlogomas Kota

Lebih terperinci

Pengertian Sistem Informasi Geografis

Pengertian Sistem Informasi Geografis Pengertian Sistem Informasi Geografis Sistem Informasi Geografis (Geographic Information System/GIS) yang selanjutnya akan disebut SIG merupakan sistem informasi berbasis komputer yang digunakan untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam kerangka pembangunan nasional, pembangunan daerah merupakan bagian yang terintegrasi. Pembangunan daerah sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara

Lebih terperinci

Adipandang YUDONO

Adipandang YUDONO Pengenalan Kartografi Adipandang YUDONO 11 E-mail: adipandang@yahoo.com Outline Apa itu Kartografi? Peta Definisi Peta Hakekat Peta Syarat-syarat yang dikatakan peta Fungsi peta Klasifikasi peta Simbol-simbol

Lebih terperinci

Perilaku Pergerakan Masyarakat Perkotaan Dalam Proses Urbanisasi Wilayah di Kabupaten Tegal TUGAS AKHIR. Oleh: TITI RATA L2D

Perilaku Pergerakan Masyarakat Perkotaan Dalam Proses Urbanisasi Wilayah di Kabupaten Tegal TUGAS AKHIR. Oleh: TITI RATA L2D Perilaku Pergerakan Masyarakat Perkotaan Dalam Proses Urbanisasi Wilayah di Kabupaten Tegal TUGAS AKHIR Oleh: TITI RATA L2D 004 357 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumberdaya alam (SDA) dan lingkungan merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan dan merupakan tempat hidup mahluk hidup untuk aktivitas kehidupannya. Selain itu,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian adalah di Kota Jakarta Timur, dengan fokus pada Kecamatan Jatinegara. Kecamatan ini memiliki 8 Kelurahan yaitu Cipinang Cempedak, Cipinang

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN. sarana dan prasarana mencakup pada sarana transportasi. Transportasi merupakan

Bab I PENDAHULUAN. sarana dan prasarana mencakup pada sarana transportasi. Transportasi merupakan Bab I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Perkembangan Transportasi Kota Pertumbuhan penduduk khususnya di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Meningkatnya pertumbuhan penduduk ini disertai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah 17.506 pulau besar dan kecil, dengan total garis pantai yang diperkirakan mencapai 81.000 Km, Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh besarnya tingkat pemanfaatan lahan untuk kawasan permukiman,

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh besarnya tingkat pemanfaatan lahan untuk kawasan permukiman, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkembangan kota yang ditunjukkan oleh pertumbuhan penduduk dan aktivitas kota menuntut pula kebutuhan lahan yang semakin besar. Hal ini ditunjukkan oleh besarnya tingkat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan

PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan sumberdaya yang ada dalam rangka memberikan kontribusi untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kota Baru Parahyangan merupakan sebuah kota mandiri yang berada di kabupaten Bandung Barat. Luas Kota Baru Parahyangan mencapai 1000 hektar tanah dengan jumlah penduduk

Lebih terperinci

TIPOLOGI KEPEMILIKAN RTH DI PERKOTAAN TOBELO

TIPOLOGI KEPEMILIKAN RTH DI PERKOTAAN TOBELO TIPOLOGI KEPEMILIKAN RTH DI PERKOTAAN TOBELO Ristanti Konofo 1, Veronica Kumurur 2, & Fella Warouw 3 1 Mahasiswa S1 Program Studi Perencanaan Wilayah & Kota Universitas Sam Ratulanggi Manado 2 & 3 Staf

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Data Bank Indonesia menunjukkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Data Bank Indonesia menunjukkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Data Bank Indonesia menunjukkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia mengalami dinamika. Dinamika pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak tahun 2011 hingga 2016 cenderung

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di sektor transportasi, peningkatan mobilisasi dengan kendaraan pribadi menimbulkan peningkatan penggunaan kendaraan yang tidak terkendali sedangkan penambahan ruas

Lebih terperinci

BAB IV: KONSEP PERANCANGAN

BAB IV: KONSEP PERANCANGAN BAB IV: KONSEP PERANCANGAN 4.1. Konsep Dasar Perancangan 4.1.1 Green Arsitektur Green Architecture ialah sebuah konsep arsitektur yang berusaha meminimalkan pengaruh buruk terhadap lingkungan alam maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada waktu sekarang dalam perekonomian manapun di permukaan bumi ini tumbuh dan berkembang berbagai macam lembaga keuangan. Semua lembaga keuangan tersebut mempunyai

Lebih terperinci

Sejalan dengan berkembangnya suatu kota atau wilayah dan meningkatnya kebutuhan manusia, infrastruktur jalan sangat diperlukan untuk menunjang proses

Sejalan dengan berkembangnya suatu kota atau wilayah dan meningkatnya kebutuhan manusia, infrastruktur jalan sangat diperlukan untuk menunjang proses BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sistem transportasi terutama infrastruktur jaringan jalan merupakan salah satu modal utama dalam perkembangan suatu wilayah. Pada daerah perkotaan, terutama, dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Jawa merupakan salah satu pulau yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Jawa merupakan salah satu pulau yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Jawa merupakan salah satu pulau yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Hampir seluruh kegiatan ekonomi berpusat di Pulau Jawa. Sebagai pusat pertumbuhan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Menurut Erwin Raisz dalam Rosana (2003 ) peta adalah gambaran konvensional

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Menurut Erwin Raisz dalam Rosana (2003 ) peta adalah gambaran konvensional II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Peta 1.1. Pengertian Peta Menurut Erwin Raisz dalam Rosana (2003 ) peta adalah gambaran konvensional dari permukaan bumi yang diperkecil sebagai

Lebih terperinci

Bab VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kawasan stasiun Pasar Nguter, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:

Bab VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kawasan stasiun Pasar Nguter, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut: Bab VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan temuan penelitian mengenai elemen ROD pada kawasan stasiun Pasar Nguter, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut: -

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sampai saat ini pemanfaatan ruang masih belum sesuai dengan harapan yakni terwujudnya ruang yang nyaman, produktif dan berkelanjutan. Menurunnya kualitas permukiman

Lebih terperinci

2. Tata Ruang adalah wujud struktur dan pola pemanfaatan ruang baik yang direncanakan maupun tidak (Kamus Tata Ruang, Ditjen Cipta Karya, 1997).

2. Tata Ruang adalah wujud struktur dan pola pemanfaatan ruang baik yang direncanakan maupun tidak (Kamus Tata Ruang, Ditjen Cipta Karya, 1997). Oleh: Zaflis Zaim * Disampaikan dalam acara Sosialisasi Kebijakan Pengendalian Pemanfaatan Ruang, Hotel Sapadia Pasir Pengaraian, 21 Desember 2011. (*) Dosen Teknik Planologi, Program Studi Perencanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota sebagai pusat pertumbuhan menyebabkan timbulnya daya tarik yang tinggi terhadap perekonomian sehingga menjadi daerah tujuan untuk migrasi. Dengan daya tarik suatu

Lebih terperinci

NILAI EKONOMI EKOTURISME KEBUN RAYA BOGOR

NILAI EKONOMI EKOTURISME KEBUN RAYA BOGOR NILAI EKONOMI EKOTURISME KEBUN RAYA BOGOR Oleh: Nadya Tanaya Ardianti A07400018 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005 1 I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Konsep bangunan hijau merupakan sebuah isu penting dalam desain arsitektur. Menurut Konsil Bangunan Hijau Indonesia, bangunan hijau adalah bangunan yang dalam tahap

Lebih terperinci

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN Visi dan misi merupakan gambaran apa yang ingin dicapai Kota Surabaya pada akhir periode kepemimpinan walikota dan wakil walikota terpilih, yaitu: V.1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya bencana lingkungan hidup yang mengancam, bukan hanya kesehatan,

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya bencana lingkungan hidup yang mengancam, bukan hanya kesehatan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kesadaran masyarakat dunia akan pentingnya pelestarian lingkungan semakin meningkat, hal ini dicetuskan oleh adanya kekhawatiran kemungkinan besar terjadinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kampung kota adalah fenomena yang timbul dari pesatnya pembangunan perkotaan akibat besarnya arus urbanisasi dari desa menuju ke kota. Menurut Rahmi dan Setiawan dalam

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM ADIPURA

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM ADIPURA PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM ADIPURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transportasi adalah kendaraan pengangkut barang atau manusia di atas jarak yang diberikan (oleh kendaraan), misalnya transportasi manusia oleh kereta api, bis atau pesawat

Lebih terperinci

PERTEMUAN 10 LIMPASAN

PERTEMUAN 10 LIMPASAN PERTEMUAN 10 LIMPASAN 1. Definisi dan Penyebab Urban runoff adalah limpasan permukaan air hujan dibuat oleh urbanisasi. Urban limpasan ini didefinisikan sebagai aliran sungai atau jumlah limpasan permukaan

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH Perencanaan dan implementasi pelaksanaan rencana pembangunan kota tahun 2011-2015 akan dipengaruhi oleh lingkungan strategis yang diperkirakan akan terjadi dalam 5 (lima)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi geografis yang dimiliki Indonesia berpengaruh terhadap pembangunan bangsa dan negara. Data Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2011 menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

INDONESIA NEW URBAN ACTION

INDONESIA NEW URBAN ACTION KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BADAN PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR WILAYAH KEMITRAAN HABITAT Partnership for Sustainable Urban Development Aksi Bersama Mewujudkan Pembangunan Wilayah dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan dan pertumbuhan jumlah penduduk, industri dan perdagangan merupakan unsur utama dalam perkembangan kota Pematangsiantar. Keadaan ini juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat, hal ini dapat terlihat dari adanya kekhawatiran kemungkinan

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat, hal ini dapat terlihat dari adanya kekhawatiran kemungkinan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesadaran masyarakat dunia akan pentingnya pelestarian lingkungan semakin meningkat, hal ini dapat terlihat dari adanya kekhawatiran kemungkinan besar terjadinya

Lebih terperinci