Pembangunan Kota Ambon dan Papalele

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Pembangunan Kota Ambon dan Papalele"

Transkripsi

1 Bab Empat Pembangunan Kota Ambon dan Papalele Pengantar Bab ini akan menguraikan tentang konteks papalele dalam pembangunan daerah dan kemajuan pembangunan di Kota Ambon. Sebagai kota perdagangan dan jasa, Kota Ambon terus membenahi diri terutama dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir. Perbaikan berbagai sarana dan prasarana publik, berkaitan dengan situasi pada saat konflik yang terjadi pada masa lalu, mengakibatkan kota Ambon mengalami kehancuran. Dalam proses pembangunan di Kota Ambon, papalele termasuk bagian dari multi persoalan pembangunan. Kontribusi papalele tidak serta-merta dinafikan, karena secara langsung maupun tidak langsung ada kontribusi yang diberikan bagi daerah. Apa saja kontribusi papalele dalam proses pembangunan daerah, bab ini akan menguraikannya. Sebelum lebih jauh menjelaskan posisi papalele dan kontribusi bagi pembangunan daerah, terlebih dahulu akan diuraikan tentang sekilas sejarah dan istilah papalele. Sekilas sejarah dan istilah papalele tentu saja penting mengawali bahas- 83

2 Papalele: Potret Aktivitas Komunitas Pedagang Kecil di Ambon an ini karena akan mudah dipahami perkembangan pembangunan yang terjadi di Kota Ambon. Mengingat papalele sebagai satu istilah, telah menjadi simbol bagi masyarakat, khususnya mereka di wilayah perdesaan. Sejarah penggunaan istilah papalele untuk pertama kalinya nampaknya belum tersedia cukup data. Mengingat pada masa lalu, berbagai penulisan penelitian sejarah tidak menyentuh secara langsung dinamika papalele dalam masyarakat. Pada beberapa tahun terakhir ini, baru kemudian bermunculan penelitian tentang papalele. Namun, tidak terdapat penulisan sejarah yang valid tentang asal-muasal kehadiran papalele. Namun demikian, patut diapresiasi bahwa ternyata, papalele memiliki sumber daya dan berkontribusi langsung pada sektor publik. Di sisi lain, data statistik tidak mengakomodir papalele sebagai salah satu kegiatan ekonomi masyarakat yang turut memberikan kontribusi bagi pembangunan daerah. Data statistik hanya memuat katagori sektor Perdagangan; Perdagangan Lokal dari Pedagang Kecil, Pedagang Menengah dan Pedagang Besar (Kota Ambon Dalam Angka, 2007: ). Meskipun tidak ada statistik yang tersedia untuk mengkonfirmasi klaim tersebut, tetapi fakta membuktikan bahwa papalele berkontribusi langsung kepada daerah melalui retribusi yang dikenakan kepada mereka. Makna dan Perkembangan Papalele Mencari asal dan awal mula perjalanan sejarah papalele di Maluku, hingga saat ini belum ditemukan. Bukti ilmiah penelitian publikasi atau yang tidak terpublikasi tidak tersedia. Terutama yang berkaitan dengan awal mula perjalanan sejarah dan terbentuknya lembaga papalele di masyarakat. Baik itu 84

3 Pembangunan Kota Ambon dan Papalele dalam berbagai tulisan penelitian sejarah dan hikayat Maluku yang terpublikasi maupun yang tidak terpublikasi. Hal ini hanya diperkuat tutur (oral) dan dukungan pendapat atau argumentasi dari pengungkapan sejarah perdagangan cengkih dan pala sebagai satu komoditas unggulan masa lalu. Kesulitan pengungkapan asal-muasal istilah papalele hanya didasarkan pada pengetahuan para informan yang diperkuat oleh pendapat beberapa pihak tentang papalele. Pada awalnya konsep papalele lebih menitik-beratkan pemahaman pada pas par makang (cukup untuk makan) 1. Pemahaman ini lebih dimaksudkan untuk menggambarkan suatu keadaan tentang kelebihan hasil panen kebun (kabong) milik sendiri. Jika panen hasil kebun tersebut berlebihan, maka kami (katong) jual sadiki (sedikit). Karena itu, penjualan atas hasil kebun tidak dimaksudkan untuk mencari keuntungan semata. Tetapi penjualan kelebihan dari hasil kebun, maknanya untuk menjaga kekerabatan, antar keluarga terdekat, dan antar keluarga besar dan tetangga se desa dan atau antar desa bertetangga. Makna penjualan hasil kebun yang dilakukan agar hasil usaha berkebun dapat dinikmati oleh pihak lain, walaupun dijual dengan harga murah. Selain hasil kebun, kadang-kadang juga pembagian hasil kepada keluarga atau tetangga terdekat dari hasil tangkapan ikan laut yang berasal dari bubu 2 -manjala-tutup jaring 3, atau hasil memancing pada saat air laut surut (meti). 1 Wawancara dengan P.J. Pelupessy, dosen Jurusan Sosiologi Fakultas ISIP Universitas Pattimura Ambon. Tanggal 12 November Alat penangkap ikan di Makassar yang sejenis ini disebut Roppong. Roppong merupakan alat penangkap ikan khas nelayan Mandar - Makassar. (Alimuddin, 2005: 80-94). 3 Sejenis rumpon yang dipasang ditengah laut untuk melokalisir ikan pada satu lokasi. Demikian halnya dengan manjala-tutup jaring, merupakan cara yang dilakukan masyarakat pada satu lokasi tertentu di pesisir pantai dengan menggunakan jala agar ikan mudah ditangkap. Nama yang berbeda terhadap jenis alat tangkap ikan seperti ini ada juga pada nelayan Jawa Timur sekitar Selat Madura yang disebut dengan istilah sero. Di luar Pulau Jawa seperti 85

4 Papalele: Potret Aktivitas Komunitas Pedagang Kecil di Ambon Menjual hasil kebun kepada tetangga se-desa dengan harga murah sebagai bentuk kemandirian keluarga. Karena hubungan persaudaraan dan kekerabatan yang kuat pada warga desa, kadang-kadang kelebihan hasil dibagi secara cuma-cuma ke sanak saudara dan tetangga. Pembagian itu tidak dilakukan secara terus menerus, sesuai dengan hasil panen pada jenis tanaman tertentu seperti sagu atau buah-buahan. Artinya kalau kelebihan hasil kebun diberikan begitu seterusnya, maka orang lain akan bersifat malas dan hanya menunggu pemberian (harap gampang). Nilai dasarnya, katong sama-sama rasa (kami samasama merasakan). Walaupun hasil pemberian itu sifatnya terbatas dan sedikit tetapi beta seng skakar par ale (saya tidak pelit untuk kamu). Pihak yang diberi dan yang membeli juga tidak terus-menerus hanya meminta dan menunggu pemberian, sehingga menimbulkan perasaan tidak menyenangkan pada kedua pihak. Keadaan tersebut yang kemudian membuat papalele tidak dapat berkembang. Karena mengutamakan dan mempertimbangkan nilai kemanusiaan dalam lingkungan kekerabatan. Dari konsep ini, baru kemudian nilai-nilai papaplele mulai bergeser, dari beli barang dari orang lain dan jual kembali kepada pihak lain. Setelah itu, kembali dengan membawa barang lain, untuk dijual di sekitar lingkungan negeri dan negeri-negeri tetangga. Demikian terus papalele berkembang. Uraian ini setidaknya menggambarkan bahwa papalele yang pada awalnya hanya untuk membangun hubungan kekerabatan, bergeser pada kegiatan berjualan yang bersifat ekonomis. Orang-orang atau kelompok orang yang berjualan ini kemudian menjadi sapaan tradisi masyarakat dengan sebutan papalele. Sulawesi Selatan disebut bila, dan di Kalimantan Barat alat ini disebut belat jawa (Masyuri, 1995: 49-51). 86

5 Pembangunan Kota Ambon dan Papalele Masyarakat berupaya untuk saling membantu memenuhi kebutuhan dengan cara barter. Barter adalah cara tradisional, saling menukar kebutuhan pokok (Souisa, 2001:67). Pertukaran in ditandai dengan saling memberikan hasil kebun seperti ubi atau buah-buahan antar keluarga. Dalam perkembangan sejarah itulah, terbukti bahwa kedua komoditas (cengkih dan pala) sebagai komoditas unggulan ini dijadikan sebagai sarana dan alat dalam kerangka membangun kekuatan politik ekonomi untuk menghegemoni masyarakat yang memang terkenal kaya dengan kedua sumber alam ini. Karena itulah banyak penelitian sejarah yang lebih difokuskan pada bagaimana peran negara ketika itu (penjajah) mendominasi seluruh proses perdagangan yang terjadi dalam masyarakat Maluku. Begitu kuat ketertarikan pada kedua hasil bumi ini, mengkibatkan proses aktivitas transaksi ekonomi relasi sosial masyarakat ketika itu, luput dari perhatian berbagai pihak. Dalam posisi ini, rujukan pada sejarah kedatangan bangsa asing di Maluku untuk mengeksploitasi cengkih dan pala nampaknya dapat berkontribusi menguraikan tentang bagaimana dinamika ekonomi masyarakat terjadi ketika itu. Rujukan ini setidaknya dapat dijadikan sebagai penjembatanan kehadiran papalele dan sekaligus pintu masuk (entry point) memahami papalele pada aras masyarakat. Konsep Papalele: Pengaruh Portugis dan Belanda Sejarah papalele kemungkinan diawali dengan suasana kira-kira pada permulaan abad 16 ketika Maluku memiliki daya tarik pada hasil bumi melalui kepemilikan dan keberadaan cengkih dan pala. Pada abad ini kedatangan penjajah yang ingin menguasai hasil-hasil bumi di seluruh tanah Maluku tidak terelakkan lagi. Kepentingan penjajah tidak hanya untuk menguasai hasil bumi tetapi juga terselip di dalamnya untuk 87

6 Papalele: Potret Aktivitas Komunitas Pedagang Kecil di Ambon melakukan ekspansi dan penyebaran ideologi (keagamaan). Kedatangan bangsa asing (penjajah) untuk mengusai hasil bumi di kepualuan Maluku yang dijelaskan oleh Ruhulessin (1993:36-50) dalam tiga skenario besar. Skenario pertama, permulaan sejarah Ambon pada permulaan abad itu memasuki suatu fase baru yang disebut sebagai arena ekspansi Portugis di kepulauan Maluku. Pada tahap ini, sejarah Ambon ditandai oleh perubahan-perubahan sosial yang signifikan, baik politik, ekonomi, keagamaan, dan kultural. Skenario ini diperlihatkan melalui bagaimana perjuangan untuk survive, menancapkan hegemoni di antara kesultanan Ternate dan Tidore, pedagangpedagang Melayu, Jawa dengan para pedagang Eropa (Portugis) untuk menguasai perdagangan dan produksi cengkih. Skenario kedua dimulai pertengahan abad ke 17 dan selama abad 18 dimana pada fase ini bagaimana masyarakat mengalami masa kesulitan yang sangat mencemaskan. Periode ini ditandai dengan masuknya era sistem monopoli VOC yang sangat mendominasi itu. Skenario ketiga yang disebut sebagai suatu masa yang ditandai dengan semakin jelasnya penetrasi dan kepentingan pedagang Eropa mulai mengkombinasikan antara kepentingan ekonomi pengusaan hasil bumi dan kepentingan politik ekonomi. Sementara itu, Leirissa (1973:84-85) juga menjelaskan bahwa untuk kepentingan perdagangan di Asia, pedagangpedagang VOC mau tidak mau harus pula menghadapi orangorang Portugis yang telah seabad sebelumnya berdagang di sana. Orang-orang Portugis pun telah mencoba cara perdagangan monopoli tetapi sepertinya kehilangan daya. Pada kondisi kedatangan armada VOC yang dipimpin oleh Admiral Steven van der Haughen berhasil merebut benteng pertahanan Portugis, dan kemudian berupaya untuk menciptakan kekuatan baru melalui sebuah perjanjian persekutuan dengan penduduk 88

7 Pembangunan Kota Ambon dan Papalele lokal (negeri Hitu) pada tahun Leirissa kemudian menjelaskan pula bahwa perjanjian 1605 itu, hak monopoli VOC dirumuskan sebagai berikut; penjulan cengkeh oleh penduduk kerajaan Hitu hanya boleh dilakukan kepada VOC saja yang akan menempatkan agen-agennya di sana. Pedagangpedagang lainnya dilarang campur tangan dalam perdagangan ini dan ditentukan bahwa penduduk tidak diperkenankan menjualnya kepada mereka. Yang dimaksud dengan pedagang-pedagang lain itu adalah mereka yang berasal dari Jawa, Sumatera, Semenanjung, Cina, Gujarat dan lain-lain. Mereka-mereka inilah yang telah lama berusaha di Maluku dan berdagang bersama-sama dengan orang Portugis. Oleh karenanya, Leirissa kemudian mengidentifikasi bahwa sebetulnya sebelum kedatangan orang-orang Portugis mereka telah mengunjungi kepulauan rempah-rempah ini. Perdagangan mereka biasanya merupakan perdagangan barter; bahan-bahan kebutuhan sehari-hari yang diperlukan penduduk di Maluku mereka angkut dari pelabuhan-pelabuhan lainnya di luar Maluku untuk ditukarkan dengan cengkih di Hitu atau pun di pelabuhan-pelabuhan di kerajaan-kerajaan di Maluku Utara. Sehingga dalam proses ini kemudian nilai ekonomis dari cengkih dan pala mulai mendapat tempat melalui perdagangan ini. Bukti tentang eksploitasi tenaga masyarakat setempat terlihat pada pola kompensasi dari penugasan kepada setiap rumah tangga melalui raja negeri setempat mengatur hak-hak atas tanah pada setiap negeri. Pembagian dan pemanfaatan tanah tersebut terbagi ke dalam dati-dati. Menurut F. Valentijn yang adalah seorang misionaris (Ziwar, 1987:11) dati adalah hofdienst atau pada bulan-bulan dilaksanakannya pelayaran hongi setiap rumah tangga diwajibkan menyerahkan seorang anak laki-laki selama kurang lebih satu bulan mengikuti 89

8 Papalele: Potret Aktivitas Komunitas Pedagang Kecil di Ambon maskapai VOC melakukan tugas hongi. Alat kekuasaan VOC ini dikenal dengan nama armada kora-kora (Leirissa, 2004:58), atau yang dikenal dengan nama hongitochten (hongi = perang, tochten = ekspedisi). Masih menurut Leirissa, pengerahan tenaga laki-laki dari setiap keluarga untuk menjadi awak korakora untuk berperang, maka kompensasinya setiap keluarga mendapat sebidang tanah untuk mengusahakan makanannya (tanah dati). Kepergian laki-laki pergi berperang, mengakibatkan kaum perempuan harus berperan mengolah lahan (kebun) untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sehingga bukan tidak mungkin, pada saat terjadi kelangkaan bahan makanan, barter antar keluarga atau tetangga mulai terjadi. Pada bagian lain, Leirissa (2004: 65) sempat menyinggung tentang peran pedagang kecil yang dilakukan orang Cina di Ambon. Menurut Leirissa, perdagangan di Maluku Tengah pada umumnya dilakukan oleh warga kota keturunan Cina pada masa VOC. Baik pedagang kelontong maupun pedagang besar. Sehingga pemerintah saat itu mengangkat para pemimpin masyarakat Cina dari kalangan pedagang besar yang disebut Capitein der Chinesen dan Luitenant der Chinesen. Lebih lanjut Leirissa membahas bahwa pada umumnya orang Cina yang berdagang secara kelontong, berjalan kaki atau menggunakan perahu untuk mendatangi negeri-negeri, sambil menjajaki berbagai barang keperluan sehari-hari yang diimpor dari Batavia. Sebaliknya, mereka juga membeli berbagai barang dagangan yang laku di Kota Ambon, seperti sagu. Mungkinkah ini awal kehadiran papalele yang diadopsi dari pedagang Cina?. Sementara itu, Souisa (1999:38-43) mencoba mengungkap asal muasal kemunculan papalele yang digambarkan sejarah papalele dalam tiga alur. Pertama, pada awalnya melalui mekanisme barter, kedua, kelompok perempuan yang disebut 90

9 Pembangunan Kota Ambon dan Papalele jojaro 4 melakukan perjalanan jauh secara bersama ke pasar, dan ketiga, akibat ketimpangan sosial, budaya, ekonomi dan muncul identitas diri sebagai papalele. Lintasan gambaran sejarah ini, jelas terlihat bahwa papalele atau pedagang kecil saat itu tidak dibicarakan secara tuntas. Pembicaraan diarahkan lebih kepada kondisi sosial politik serta kondisi perekonomian masyarakat secara umum. Fokus pembicaraan juga diarahkan pada taktik dan strategi pemerintahan penjajah dalam bidang politik ekonomi. Sekali lagi, masyarakat dan kegiatan berusahanya tidak mendapat perhatian. Luputnya perhatian pada kehidupan ekonomi masyarakat, memungkinkan gambaran sejarah belum bisa menjelaskan tentang kehadiran awal mula berlangsungnya proses papalele dalam masyarakat. Situasi dan tekanan politik dan ekonomi model pemerintahan ketika itu, mengakibatkan masyarakat akan berupaya mencukupi kebutuhan ekonomisnya dengan berbagai cara, termasuk berdagang. Apakah itu secara terbuka dan atau secara tersembunyi untuk melindungi diri dari penjajah. Terlepas dari pandangan berbeda tentang awal mula kehadiran papalele, namun agaknya cukup untuk menjelaskan kehadiran awal papalele dalam masyarakat. Berdagang Menurut Pemahaman Lokal Pada umumnya istilah dan kata papalele itu sendiri tidak banyak diketahui asal-usulnya. Pelaku papalele, dan masyarakat pada umumnya hampir tidak mengetahui secara pasti istilah ini pertama kali digunakan. Tetapi bagi masyarakat di Maluku istilah ini merupakan istilah lokal yang telah dikenal untuk mereka yang berusaha dengan cara menjajakan barang dagang- 4 Jojaro artinya anak perempuan yang masih usia muda (Mailoa, 2006:45) 91

10 Papalele: Potret Aktivitas Komunitas Pedagang Kecil di Ambon an. Suatu bentuk perjumpaan antara penjual yang menjajakan barang-barang kebutuhan keseharian biasanya dalam bentuk buah-buahan di wilayah pesisir Kota Ambon dan pembeli dengan berkeliling (baronda). Menjajakan barang tidak hanya secara berkeliling tetapi juga yang bersifat menetap pada satu lokasi tertentu. Pengistilahan ini sangat kuat melekat di masyarakat yang kemudian dipahami bahwa yang melakukan pekerjaan ini adalah orang-orang yang asalnya dari wilayah perdesaan. Pada umumnya masyarakat dan para papalele itu sendiri, ketika ditelusuri asal mula kata ini tidak mengetahuinya secara pasti. Apakah ini adalah berasal dari bahasa-bahasa lokal ataukah merupakan kata yang diserap melalui bahasa dari bangsa Portugis dan atau Belanda yang ketika itu hadir dan mengapresiasi dan membentuk tatanan keseharian sosial ekonomi masyarakat ketika itu. Dalam perkembangannya, papalele adalah orang-orang yang melakukan aktivitas ekonomi jual-beli kebutuhan tertentu bagi masyarakat 5. Papalele selalu hadir dalam ruang publik (public sphere) dan wilayah pasar (market sphere) 6, yang pola dan skala ekonomi yang masih bersifat tradisional. Aktivitas keseharian mereka memang hanya difokuskan pada bidang perdagangan (jual-beli) yang dijalankan dengan cara membeli suatu barang dan kemudian menjual kembali untuk mendapat keuntungan. Kalau kemudian sebagai istilah lokal ini, papalele ditinjau dari etimologi, maka ia terdiri dari dua kata yaitu papa yang berarti membawa atau memikul dan lele yang berarti keliling. Jadi papalele berarti berkeliling membawa atau 5 Papalele sebetulnya dalam keseharian, mereka tidak bedanya sebagai pedagang perantara bagi pembeli (konsumen). 6 Thomas Janoski dalam bukunya Citizhenship and Civil Society (1998:11-14; Wiloso, 2009:34-36), mengkonseptualisasi dan membagi dunia kehidupan masyarakat dalam empat komponen interaktif yakni ruang negara (state sphere), ruang publik (public sphere), wilayah pasar (market sphere) dan ruang pribadi (private sphere). 92

11 Pembangunan Kota Ambon dan Papalele memikul (Souisa, 1999:38-39). Papalele juga dapat diartikan sebagai melakukan kegiatan membeli barang, sesudah itu dijual lagi untuk mendapatkan sedikit keuntungan (Mailoa, 2006:75). Tidak cukup istilah ini berhenti sampai di situ, karena ada juga pandangan pihak lain yang mengatakan bahwa istilah papalele merupakan satu kata yang nampaknya dan mungkin pada mulanya berasal dari bahasa Portugis. Kehadiran bangsa Portugis ketika itu, yang hanya kurang dari seratus tahun dan digantikan dengan Belanda yang jauh lebih lama memang sangat mempengaruhi kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyakarat setempat (Cooley, 1973:122). Pergaulan dalam kurun waktu seperti itu, turut berpengaruh terhadap bahasa dan penggunaanya dalam pergaulan sehari-hari dan dalam berbagai bidang lain antara orang Portugis dan penduduk lokal. Pergaulan ini telah membawa dampak perubahan dan akibat masuknya unsur-unsur kebudayaan. Bahkan telah menciptakan suatu ikatan psikologis yang terus bertahan dalam masyarakat hingga saat ini 7 (Abdulrahman, 1973: 45-79). Pandangan tentang istilah papalele yang berasal dari serapan bahasa Portugis. Perbincangan tentang asal-muasal istilah papalele itu sendiri masih saling berbeda. Ada pandangan lain 7 Hubungan-hubungan dan penggunaan bahasa yang dipengaruhi oleh hubungan geologis (klan) dan pengaruh lainnya sehingga terserap dari bahasa Portugis dapat disebutkan antara lain; Marga keluarga (Family name): Alfons ( Alfonso ), Kastanya ( Gastanha ), Joris ( Jorge ), Parera ( Peirera ), Muskita, ( Musquita ), Piris ( Pires ), Soisa ( de-souza ), Warela ( Varella ), Lopies ( Lopez ), de Fretes ( de-freytas ), de Lima ( de-lima ), Gomies ( Gomez ). Istilah keluarga: ibu ( Mai ), ayah ( pai ), kunyado - ipar ( cunhado ). Peralatan sehari-hari; kadera kursi ( cadeira ), meja ( mesa ), garpu ( garfo ), pekarangan halaman ( kintal ). Cara pengawaten makanan: asapan ( assar ). Yang berhubungan dengan aspek keagamaan: tempat khotbah ( altar ), kain pikol kain hitam-hitam ( bandolir - bandoleira ). Nama-nama desa/wilayah: Hatiwe ( Atuy ), Tawiri ( Taury ), Kilang ( Cuilan ), Soya ( Soua ), Naku ( Nacu ), Hatalai ( Atala ), Seri ( Puta-Sery ), Hutumury ( Anthomori ), Rutong ( Routon ), Halong ( Ale ), Baguala ( Baguelo ), Suli ( Soul ) Waay ( Vay ) dan lainnya (Abdulrahman 1973:45-79). 93

12 Papalele: Potret Aktivitas Komunitas Pedagang Kecil di Ambon yang mengatakan bahwa istilah yang unsur kata serapan dari bahasa Portugis 8. Terhadap kata ini sendiri, memang terdapat beberapa pendapat yang mengakuinya sebagai bagian dari bahasa Portugis. Namun pendapat ini belum dapat dipastikan kebenarannya. Kalau kemudian anggapan ini benar, apakah dapat diterima bahwa kata papalele ini berasal dari serapan bahasa. Ternyata dalam kamus bahasa Portugis yang ditelusuri, tidak terdapat kata papalele, tetapi hanya kata papalvo dalam bahasa Portugues yang, artinya individu yang sederhana (2000) 9. Istilah papalele mengalami pergeseran ucapan, karena sifat usaha yang sederhana. Sebagaimana dalam praksis sosial masyarakat Maluku ketika berinteraksi dan menerima unsurunsur Portugis dalam kesehariannya yang sebelumnya telah diuraikan, maka bukan tidak mungkin papalele bisa dapat diartikan pula sebagai suatu usaha individu yang sederhana. Penggunaan ini sangat terkait dengan kondisi dan pola perilaku ekonomi yang sangat sederhana dalam berusaha. Kesederhanaan itu nampak pada bahan yang dijual merupakan hasil kebun milik sendiri atau yang dibeli dari tetangga, kemudian dijual ke pihak lain. Bahan yang dibeli dan dijual dalam kuantitas yang kecil. Selain itu sumber dana yang digunakan juga disesuaikan dengan kemampuan kepemilikan, dan peralatan pendukung sederhana. Sehingga dengan kesederhanaannya itu, mereka tetap eksis berjuang bagi kepentingan kesejehteraan ekonomi keluarga. Dalam perkembangannya secara sosial ekonomi yang terus berlajut hingga kini, mungkin juga terjadi pergeseran pemaknaan atas istilah yang digunakan. Pergeseran pemaknaan 8 Wawancara dengan Prof. J. Ayawaila, M.Dea. Guru Besar Antropologi Fisipol Universitas Pattimura Ambon. Tanggal 28 November Dicionario Da Lingua Portuguesa Porto Editora Lda. 2000) 94

13 Pembangunan Kota Ambon dan Papalele istilah itu, tidak lagi dilihat pada kesederhanaan itu, tetapi lebih dititik beratkan pada fungsi ekonomi dan sosialnya. Jika menggunakan rujukan pengalaman sejarah dan dialek bahasa tersebut, maka paling tidak dapat dipahami bahwa memang di dalam masyarakat terjadi suatu dialetika sosial. Perjumpaan itu harus dilakukan dengan begitu kerasnya demi dan untuk mempertahankan kehidupan setiap keluarga. Bentuk perjuangan itu merupakan upaya yang didominasi kaum perempuan guna pemenuhan ekonomi. Betapa tidak ketika orang lakilaki harus dipaksa bekerja keras untuk kepentingan penjajah, maka untuk menghidupi keluarga peran perempuan (ibu; mama) sangat menentukan. Mereka harus berjuang menafkahi anak dan keluarga sekaligus untuk mempertahakan kelangsungan kehidupan. Sehingga papalele banyak dipahami sebagai pelaku ekonomi yang berkarakter feminism. Mama, Tanta dan Papalele Papalele adalah bentuk dari kegiatan ekonomi yang berfokus pada pola beli-jual. Perilaku ini memiliki keterkaitan yang signifikan dalam mengupayakan tambahan penghasilan bagi ekonomi rumah tangga. Aktor-aktor ekonomi ini hampir sebagian besar diperankan oleh kaum perempuan, sehingga mereka dengan mudah dikenali dalam ruang publik. Mudahnya masyarakat mengenal papalele, didukung pula oleh interaksi bersama mereka. Panggilan dan sebutan akrab yang melekat pada mereka dalam keseharian telah terbiasa dipanggil dengan istilah mama yang mendahului nama asli mereka ataupun sapaan nama. Sebutan mama memang telah menjadi ciri khas bagi perempuan papalele. Kalau tidak ingin dipanggil papalele secara langsung, maka panggilan mama mendahului nama atau tidak 95

14 Papalele: Potret Aktivitas Komunitas Pedagang Kecil di Ambon mendahului nama terkesan lebih dekat sebagai suatu bentuk kekerabatan dalam hubungan sosial. Kadang-kadang juga istilah mama bisa diganti dengan sapaan lain seperti tanta (tente). Suatu istilah panggilan dalam masyarakat bagi orang yang dianggap lebih dituakan, walaupun tidak terdapat hubungan keluarga (genealogis). Konstatasi di atas juga dilihat oleh Julia Mosse (2007:38-39) yang mendalami sapaan (panggilan) dan pekerjaan serupa pada perempuan di Matabeleland Afrika bagian selatan. Baginya akal sehat tentu mengatakan bahwa menjadi ibu adalah alami 10. Istilah ibu itu sendiri adalah istilah sosial sebagai nama. Nama itu milik bahasa, sebuah hasil konstruksi manusia. Sebagai bentuk perilaku, menjadi ibu sangat variasi sehingga sangat sulit menentukan komponen terpenting dari pesan tersebut. Di Metabeleland, kata ibu tidak mesti berlaku semata-mata bagi satu ibu biologis. Paling tidak sapaan ini mengantar pemahaman kita bahwa peran perempuan tidak hanya sebatas pada lingkungan keluarga dalam proses pengasuhan keluarga, tetapi juga melakukan pekerjaan keras lainnya (bekerja) di luar keluarga. Sejarah Pembangunan di Kota Ambon Sub bagian ini akan mengantarkan kita untuk melihat deskripsi lintasan sejarah Kota Ambon dalam beberapa dekade terakhir. Paling tidak dengan selintas melihat sejarah Kota Ambon, dapat diketahui dinamika pembangunan yang telah, sedang dan akan terus berlangsung. Dinamika pembangunan ekonomi, sosial dan budaya akan turut mewarnai peran berba- 10 Julia Mosse (2007:38-39) menjelaskan tentang istilah ibu sebagai konstruksi sosial sama seperti; Mama, Mae, Mutter, Moeder, Amma, Mere, Madre, Matka, Makuahine, Ibu, Mamae, Ema, Aiti, Mor, Ame adalah frasa kata dunia untuk ibu. 96

15 Pembangunan Kota Ambon dan Papalele gai usaha ekonomi rakyat di dalamnya. Apakah itu tentang pedagang kecil, pedagang menengah maupun pedagang yang berkategori besar. Mereka semua merupakan bagian yang turut memberikan kontribusi bagi proses pembangunan di Kota Ambon. Kota Ambon memiliki sejarah yang cukup panjang. Diawali pada tahun 1575, saat dibangunnya Benteng Portugis di Pantai Honipopu, yang disebut Benteng Kota Laha atau Ferangi, kelompok-kelompok masyarakat kemudian mendiami sekitar benteng. Kelompok-kelompok masyarakat tersebut kemudian dikenal dengan nama soa Ema, Soa Kilang, Soa Silale, Hative, Urimessing dan sebagainya (Leirissa, 2004: ). Kelompokkelompok masyarakat inilah yang pertama kali mulai menjadikan cikal bakal Kota Ambon terbentuk. Dalam perkembangannya, menurut Leirissa, kelompok-kelompok masyarakat ini telah berkembang menjadi masyarakat genealogis territorial (Leirissa, 2004: 228). Tanggal 7 September 1575 diputuskan sebagai hari lahirnya Kota Ambon, melalui suatu seminar di Kota Ambon 11. Atas inisiatif Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Ambon Alm. Letnan Kolonel Laut Matheos H. Manuputty 12, dibentuklah Panitia Khusus 13 Sejarah Kota Ambon dengan tugas utama 11 Dikunjungi tanggal 20 November Merupakan Walikotamadya ke-9. Sebelum dam sesudahnya urutan Walikota Ambon sejak Tahun 1964 sampai saat ini masing-masing: F.H. Pieter ( ), E.J. Rehatta ( ), W. Tutupoly ( ), Z.M. Sitanala ( ), C.K. Soselissa ( ), Z.M. Sitanala ( ), Drs. J.M.E. Soukotta ( ), Drs. A. Malawat ( ),M.H. Manuputty ( ), Drs. S Assagaf (1975), A. Porwayla ( ), J.D. Wattimena ( ), J. Sudiono ( ), Ch. Tanasale ( ), Drs. H. Tuhumury (2001), Drs. M.J. Papilaja, MS dan Syarif Hadler, BA ( ), Drs. M.J. Papilaja, MS dan Dra. Olivia Latuconsina ( ). 13 Fakultas Keguruan Universitas Pattimura dipercayakan untuk membentuk panitia melalui Surat Keputusan Dekan Fakultas Keguruan Universitas Pattimura tertanggal 1 Nopember 1972 nomor 4/1972 tentang pembentukan 97

16 Papalele: Potret Aktivitas Komunitas Pedagang Kecil di Ambon menyelenggarakan suatu seminar ilmiah dalam rangka penentuan hari lahir Kota Ambon. Panitia tersebut dilegitimasi dengan Surat Keputusan Walikotamadya Kepala Daerah tingkat II Ambon tertanggal 10 Juli 1972 nomor 25/KPTS/1972 yang diubah pada tanggal 16 Agustus Diperkuat pula dengan suratnya tertanggal 24 Oktober 1972 nomor PK. I/4168 (Leirissa, 2004: 227). Lebih lanjut dalam tulisan tentang sejarah kota Ambon menurut Leirissa (2004:228 dan Perda No 4 tahun 2004:9) ada tiga pertimbangan yang dipakai. Pertama, tentang penetapan tanggal 07 September didasarkan pada peninjauan fakta sejarah bahwa pada tanggal 07 September 1921, masyarakat Kota Ambon diberikan hak yang sama dengan Pemerintah Kolonial Belanda sebagai hasil manifestasi perjuangan Rakyat Indonesia asal Maluku di bawah pimpinan Alexander Yacob Patty untuk menentukan jalannya Pemerintahan Kota melalui wakil-wakil dalam Gemeeteraad (Dewan Kota) berdasarkan keputusan Gubernur Jenderal tanggal 07 September 1921 nomor 07 (Staatblad 92 Nomor 524). Kedua, ditinjau dari segi politik Nasional, momentum ini merupakan saat pengakuan dari Pemerintah Kolonial Belanda atas segala perjuangan rakyat Indonesia di Kota Ambon, yang sekaligus merupakan salah satu momentum kekalahan politis dari bangsa penjajah. Ketiga, bila Panitia Seminar Sejarah Kota Ambon. Seminar sejarah ini berlangsung dari tanggal 14 sampai dengan 17 Nopember Susunan Panitia Seminar dicatat sebagai berikut; Ketua: Drs. John Sitanala, Wakil Ketua Drs. John A. Pattikayhatu, Sekretaris Drs. Z. J. Latupapua, Seksi Persidangan yang terdiri dari tiga kelompok. Kelompok I diketuai Thos Siahay, BA, kelompok II diketuai Yoop Lasamahu, BA, kelompok III diketuai Ismail Risahandua, BA. Panitia Pengarah/Teknis Ilmiah diketuai oleh Drs. J.A. Pattikayhatu, dan anggota-anggota masing-masing: Drs. Tommy Uneputty, Drs. Mus Huliselan, Drs. John Tamaela, Dra. J. Latuconsina, Sam Patty, BA, dan I. A. Diaz. Pemakalah terdiri dari 7 orang, 3 dari Pusat dan 4 dari daerah, masing-masing: Drs. Moh. Ali, Drs. Z. J. Manusama, Drs. I. O. Nanulaita, Drs. J. A. Pattikayhatu, Drs. T. J. A. Uneputty, Drs. Y. Tamaela dan, Dra. J. Latuconsina (Leirissa, 2004, dan Dikunjungi, 20 November 2010). 98

17 Pembangunan Kota Ambon dan Papalele ditinjau secara yuridis formal, tanggal 07 September merupakan hari mulainya Kota Ambon memainkan peranannya di dalam pemerintahan dewasa itu. Pembangunan di Kota Ambon Secara geografis letak dan batas wilayah Kota Ambon berada pada sebagian besar dalam wilayah pulau Ambon, dan secara geografis terletak pada posisi: 3 o -4 o Lintang Selatan dan 128 o -129 o Bujur Timur, di mana secara keseluruhan Kota Ambon berbatasan dengan Kabupaten Maluku Tengah (Kota Ambon Dalam Angka, 2007). Sementara batas wilayah Sebelah Utara, dengan Desa Hitu, Hila, Kaitetu, Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah, Sebelah Selatan dengan Laut Banda, Sebelah Timur dengan Desa Suli, Kecamatan Salahutu Kabupaten Maluku Tengah, dan Sebelah Barat, dengan Desa Hatu, Kecamatan Leihitu Kabupaten Maluku Tengah. Sementara luas Kota Ambon mencapai 377 km 2, luas daratan 359,45 km 2 berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1979 (Kota Ambon Dalam Angka 2007 dan Pariela, 2008:78). Ukuran luas wilayah darat yang tersaji di atas menunjukkan bahwa ruang pemukiman dan aktivitas kegiatan masyarakat tentu sangat terbatas. Penduduk Kota Ambon dari tahun 2008 ke tahun 2009 mengalami pertumbuhan signifikan sebesar 16,06 persen. Tahun 2008, penduduk Kota Ambon berjumlah jiwa, dan pada tahun berikutnya 2009 meningkat menjadi jiwa 14. Jumlah penduduk Kota 14 Laporan Walikota Ambon pada Rapat Paripurna Istimewa DPRD Kota Ambon Dalam Rangka Penyampaian Pokok-Pokok Pikiran DPRD Dalam Bentuk Rekomendasi Terhadap Laporan Keterangan Pertangungjawaban (LKPJ) Walikota Ambon Tahun (Sumber: index.php?option=com_content&view=article&id=112%3aatasi-masalahpenduduk-perlu-dukungan-dprd&itemid=23. Dikunjungi, 7 Januari 2011). 99

18 Papalele: Potret Aktivitas Komunitas Pedagang Kecil di Ambon Ambon merupakan daerah penduduk terbanyak di Provinsi Maluku. Tahun 2006 jumlah penduduk Provinsi Maluku sebanyak jiwa, dan Kota Ambon 25,32% dari total tersebut. Secara administatif Kota Ambon memiliki tiga kecamatan, 30 Desa dan 20 Kelurahan (Kota Ambon Dalam Angka 2007). Pada tahun 2006 Pemerintah Kota Ambon telah melakukan pemekaran terhadap tiga kecamatan tersebut, sebagai akibat dari berkembangnya kebutuhan masyarakat akan layanan publik. Untuk membantu masyarakat, maka Pemerintah Kota Ambon melakukan penambahan dua kecamatan baru, masingmasing Kecamatan Leitimur Selatan dan Kecamatan Teluk Ambon Baguala. Dengan demikian Kota Ambon hingga saat ini memiliki lima kecamatan masing-masing: Kecamatan Nusaniwe 16, Kecamatan Sirimau 17, Kecamatan Baguala 18, Kecamatan Teluk Ambon Baguala 19 dan Kecamatan Leitimur Selatan 20 (Perda No. 6 Tahun 2006). 15 Sumber: Dikunjungi, 7 Januari Kecamatan Nusaniwe, terdiri dari: Kelurahan Silale, Kelurahan Urimessing, Kelurahan Benteng, Kelurahan Wainitu, Kelurahan Kudamati, Kelurahan Waihaong, Kelurahan Mangga Dua, Kelurahan Nusaniwe, Desa Amahusu, Desa Nusaniwe, Desa Urimessing, Desa Latuhalat dan Desa Seilale. 17 Kecamatan Sirimau, terdiri dari: Kelurahan Waihoka, Kelurahan Amantelu, Kelurahan Rijali, Kelurahan Karang Panjang, Kelurahan Batu Meja, Kelurahan Batu Gajah, Kelurahan Ahusen, Kelurahan Honipopu, Kelurahan Uritetu, Kelurahan Pandan Kasturi, Desa Galala, Desa Hative Kecil, Desa Batu Merah dan Desa Soya. 18 Kecamatan Baguala, terdiri dari: Desa Waiheru, Desa Nania, Desa Negeri Lama, Desa Passo, Kelurahan Lateri, Desa Latta dan, Desa Halong. 19 Kecamatan Teluk Ambon, terdiri dari: Desa Laha, Desa Tawiri, Desa Hative Besar, Desa Wayame, Desa Rumah Tiga, Kelurahan Tihu, Desa Poka dan Desa Hunuth/Durian Patah. 20 Kecamatan Leitimur Selatan, terdiri dari: Desa Hatalai, Desa Naku, Desa Kilang, Desa Ema, Desa Hukurila, Desa Hutumuri, Desa Rutong dan Desa Leahari. 100

19 Pembangunan Kota Ambon dan Papalele Kota Ambon sebagai pusat pemerintahan di Provinsi Maluku, memiliki kedudukan yang vital. Sehingga Pemerintah Kota Ambon meletakkan dasar pembangunan dalam Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kota Ambon (RPJP) pada dua point utama yakni, pertama, Kota Ambon merupakan gerbang utama dari masuk keluarnya orang, barang, dan jasa ke seluruh Provinsi Maluku, kedua, Kota Ambon merupakan pusat aktivitas sosial budaya, ekonomi dan politik di Provinsi Maluku, sehingga kota ini menempati posisi sebagai trend setter bagi perkembangan wilayah-wilayah lainnya di Provinsi Maluku (Pariela, 2008:78-79). Gambaran pembangunan Kota Ambon dalam beberapa tahun belakangan ini telah mengalami perkembangan yang signifikan. Dinamika pembangunan Kota Ambon semakin bergeliat dengan berbagai sarana prasarana publik yang disediakan dan difasilitasi oleh pemerintah Kota Ambon untuk menunjang aktivitas masyarakat dapat diuraikan antara lain sebagai berikut. Sebagai kota pulau, Kota Ambon memiliki potensi dan peluang pada bidang perikanan. Wilayah perairan Kota Ambon memiliki sumberdaya perikanan yang sangat potensial ditinjau dari besaran stok maupun peluang pemanfaatan dan pengembangannya. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian dan analisis terhadap kelimpahan stok potensi lestari. Untuk jenis ikan pelagis kecil kelimpahan stoknya adalah sebesar 1.470,7 ton per bulan dengan potensi lestari sebesar 735,4 ton per bulan, sementara pemanfaatannya sebesar 232 ton per bulan. Jenis-jenis ikan pelagis kecil yang memiliki potensi untuk dimanfaatkan dan dikembangkan adalah Stolephorus spp, Sardinela spp, Decapterus spp, Restrelliger spp serta Cypselurus spp. Ikan pelagis besar tersebar pada wilayah ekologis pantai selatan Kota Ambon dengan kelimpahan stok sebesar 620,6 ton 101

20 Papalele: Potret Aktivitas Komunitas Pedagang Kecil di Ambon per bulan dengan Maksimum Tangkap Lestari (maximum sustainable yield/msy (Kahn, 2005:375), sebesar 310,3 ton per bulan dimana pemanfaatannya telah mencapai 127,1 ton per bulan atau sebesar 41% dari MSY. Ikan pelagis besar didominasi oleh Cakalang (Skipjack Tuna) dan Tatihu (Yellow Fin Tuna). Perkembangan potensi perikanan ini memberikan peluang pengembangan di masa mendatang. Investasi untuk sektor perikanan dapat dalam bentuk perikanan budidaya dan perikanan tangkap. Untuk perikanan tangkap, pada bagian hulu dapat dikembangkan usaha pengadaan kapal, pasokan es dan Colt Strorage, sedangkan pada bagian hilir dapat dikembangkan usaha pengolahan komoditas ikan kaleng, komoditas ikan beku, dan komoditas ikan segar. Di samping adanya kegiatan pengasapan ikan yang dapat dipasarkan untuk memasok kebutuhan lokal, regional (intra wilayah Maluku) dan nasional, selain itu juga dapat dikembangkan usaha rumah makan/restoran. Untuk perikanan budidaya usaha yang potensial dikembangkan adalah kolam pancing dan ekowisata. Bidang Perdagangan dan jasa juga memiliki potensi dan peluang di masa mendatang. Sampai dengan tahun 2008 ada tiga usaha yang menonjol yaitu, Usaha Kecil dan Menengah sebanyak 876 buah yang tersebar di Wilayah Kota Ambon, Perdagangan dan Jasa sebanyak 949 buah serta Industri sebanyak 87 buah (Kota Ambon Dalam Angka, 2007). Di samping itu juga untuk menunjang aktifitas perekonomian masyarakat, telah tersedia satu buah Pusat Perbelanjaan Ambon Plaza, tujuh pasar tradisional dan satu kawasan baru untuk pengembangan pusat aktifitas perekonomian. Dengan adanya pengembangan kawasan Passo sebaggai kota orde kedua, maka peluang investasi pembangunan kawasan perdagangan dan jasa sangat menjanjikan (Perda Nomor 4 Tahun 2006). 102

21 Pembangunan Kota Ambon dan Papalele Sejalan dengan pengembangan Kawasan Passo sebagai Kota Orde Kedua memiliki akses yang sangat besar untuk menciptakan peluang bagi investor mengembangkan sektor perdagangan dan jasa. Karena kawasan ini akan didukung dengan ketersediaan terminal transit serta adanya alokasi ruang yang cukup serta potensial bagi pengembangan permukiman baru sehingga peluang investasi yang memiliki prospek adalah pembangunan kawasan perdagangan dan jasa 21. Bidang pariwisata juga menjadi sumber pendapatan ekonomi kota Ambon. Pemerintah Kota Ambon terus mengupayakan peningkatan sarana dan prasarana wisata dalam rangka menarik wisatawan domestik maupun international berkunjung ke Ambon. Potensi wisata yang tersedia, lima wilayah ekologis perairan pesisir Kota Ambon memiliki potensi wisata bahari yang potensial. Dengan kondisi dan bentangan biofisik yang ada maka berbagai paket wisata bisa dirancang dan direncanakan untuk dikembangkan meliputi ekowisata, wisata pantai, wisata renang dan selam, serta wisata pancing. Hal ini turut didukung oleh kondisi alam pantai dengan panorama yang indah baik pada daerah pesisir pantai maupun daerah bawah laut yang memiliki beraneka ragam ikan hias dan terumbu karang yang langka di dunia. Sampai dengan akhir tahun 2008, di Kota Ambon terdapat 39 objek wisata, berupa objek wisata alam 24 dan budaya 15 dengan penyebarannya yaitu untuk Kecamatan Nusaniwe 12 objek wisata alam (Laut 10, Darat 2) dan dua objek wisata sejarah serta budaya Kecamatan Sirimau, tiga objek wisata alam (darat) serta delapan objek budaya dan sejarah. Kecamatan Baguala objek wisata alam laut enam, darat satu lokasi dan budaya, serta sejarah empat objek lokasi. Sejumlah objek wisata 21 Dikunjungi tanggal 21 April

22 Papalele: Potret Aktivitas Komunitas Pedagang Kecil di Ambon di dua Kecamatan yaitu di Kecamatan Teluk Ambon dan Kecamatan Leitimur Selatan, belum dikembangkan. Karena itu, potensi pengembangan cukup terbuka. Usaha pariwisata yang memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai investasi pada sektor hulu adalah pengembangan delapan potensi pariwisata di Kota Ambon yang belum dikembangkan dan pada bagian hilir adalah usaha biro perjalanan wisata dan usaha perdagangan produk-produk cenderamata. Skala usaha yang cocok dikembangkan adalah usaha kecil dan menengah, pembangunan hotel berbin-tang, usaha jasa perjalanan wisata serta pengembangan wisata bahari. Untuk meningkatkan arus transportasi manusia, barang dan jasa, pemerintah Kota Ambon terus berupaya meningkatkan sarana dan prasarana jalan. Jalan Raya: Jalan di Kota Ambon, terdiri dari jalan Negara yaitu: ruas jalan Ambon-Laha sepanjang 38 km, jalan Provinsi yaitu ruas jalan Passo- Hutumuri, Ambon-Air Besar dan Ambon-Soya serta Ambon- Latuhalat dengan panjang 46,31 Km, Sedangkan jalan Kota Ambon sepanjang 169,992 Km. Lapisan permukaan jalan terdiri dari jalan aspal 242,555 Km (95,38%) dan sisanya jalan kerikil dan tanah, dengan kondisi 28,26% tergolong baik 68,66 tergolong rusak ringan dan 3,08% rusak berat, sedangkan jangkauan pelayanan telah menghubungkan semua kelurahan dan desa di Kota Ambon (Kota Ambon Dalam Angka, 2007). Pemerintah Kota Ambon, pasca konflik terus bekerja keras bersama masyarakat menata pusat terminal angkutan darat. Mengingat semasa konflik, sarana dan prasarana yang tersedia pada terminal angkutan umum tersebut, hancur dan terbakar. Di Kota Ambon, untuk tahun , terdapat dua buah terminal yang berlokasi di kompleks pertokoan Mardika dan Batu Merah. Jumlah mobil angkutan umum, adalah sebanyak kendaraan yang melayani 61 trayek. 104

23 Pembangunan Kota Ambon dan Papalele Karena Kota Ambon dalam beberapa tahun belakangan ini mulai dipadati dengan kenderaan, maka Passo akan dikembangkan sebagai kota ordo kedua. Untuk menampung jumlah kenderaan angkutan umum yang terus meningkat. Oleh karena itu, Pemerintah Kota Ambon telah melakukan studi kelayakan untuk pembangunan terminal transit pada kawasan Passo, di atas lahan sekitar lima hektar. Terminal ini nantinya akan difungsikan untuk melayani kebutuhan angkutan penumpang dari Jezirah Leihitu dan Jezirah Salahutu, Maluku Tengah 22. Sebagai kota Transit Bisnis dan Perdagangan, Pemerintah Kota Ambon memfasilitasi bertambahnya sarana hotel dan penginapan di Kota Ambon. Jumlah Hotel di Kota Ambon tercatat 33 buah terdiri dari Hotel Bintang III sebanyak tiga buah dengan 197 kamar dan 251 tempat tidur, Hotel Bintang II sebanyak dua buah dengan 65 kamar dan 87 tempat tidur,hotel bintang I sebanyak lima buah dengan 154 tempat tidur, sedangkan Hotel Non Bintang sebanyak 23 buah dengan 400 kamar dan 628 tempat tidur (Kota Ambon Dalam Angka, 2007). Dilengkapi dengan sarana-sarana Restaurant atau Rumah Makan dan Tempat Hiburan. Jumlah Restaurant dan Rumah Makan sebanyak 129, Rumah kopi 29, Cafe 24, Warung 36, dua Restauran Fried Chicken dan 26 hiburan Karaoke, sedangkan untuk tempat hiburan lainnya sebanyak 42 buah. Untuk memperlancar arus transportasi antar provinsi di Indonesia, Kota Ambon memiliki satu Bandar Udara International Pattimura. Bandara Udara di Kota Ambon yaitu Bandara Udara Pattimura dengan fungsi sebagai Bandara Internasional, telah dilengkapi dengan berbagai fasilitas sesuai dengan peruntukannya sebagai Bandara Internasional. Beberapa 22 Dikunjungi tanggal 21 April

24 Papalele: Potret Aktivitas Komunitas Pedagang Kecil di Ambon Maskapai penerbangan yang telah melayani penerbangan ke dan dari Ambon antara lain Maskapai Perbangan Garuda Indonesia Airlines, Lion Air, Sriwijaya Air, Batavia Air, Trigana Air. Lokasi Bandara berlokasi di Desa Laha Kecamatan Teluk Ambon, berjarak 36 Km dari pusat Kota Ambon. Demikian halnya dengan sarana dan prasarana transporttasi laut. Kota Ambon berada di antara pulau-pulau yang tersebar di Provinsi Maluku. Tingkat kedatangan dan keberangkatan orang ke dan dari pulau-pulau meningkat. Kota Ambon telah tersedia Pelabuhan Laut. Pelabuhan (Dermaga) Nusantara Yos Soedarso tipe kelas 4, difungsikan sebagai Pelabuhan utama untuk kegiatan eksport dan import serta penumpang, sedangkan untuk mendukung kegiatan pelayaran antar pulau tersedia Pelabuhan Gudang Arang dan Pelabuhan Slamet Riyadi yang berfungsi sebagi pelabuhan lokal yang dikelola oleh PT. PELINDO. Dari rangkaian gambaran pembangunan Kota Ambon dengan berbagai sarana dan prasarana publik yang telah tersedia, patut juga dikemukakan sejumlah sarana peribadahan di kota ini. Sebagai masyarakat plural, masyarakat di Kota Ambon terkenal sebagai kota yang damai dalam keberagamaan. Walaupun sempat dalam beberapa tahun lalu, Kota Ambon diliputi kerusuhan berbau suku dan agama. Namun, masa itu telah hilang dihancurkan oleh semangat orang basudara atas dasar pela-gandong. Berdasarkan data yang tersedia (Kota Ambon Dalam Angka, 2007), jumlah sarana rumah ibadah bagi kelima agama Kristen, Islam, Katolik, Hindu dan Budha bervariasi. Secara keseluruhan jumlah rumah ibadah sebanyak 342 unit. Masingmasing terdiri dari, Gerja Protestan 209 unit, Gereja Katolik 7 106

25 Pembangunan Kota Ambon dan Papalele unit, Kapel 10 unit, Masjid 85 unit, Langgar 7 unit, Mussalah 18 unit. Pura dan Wihara masing-masing tersedia tiga unit. Berdasarkan data yang tersedia pada Badan Pusat Statistik (BPS), Kota Ambon memberikan kontribusi terbesar pada Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Maluku selama periode tahun (BPS, 2007). Selama tahun 2006, Ambon yang merupakan satu-satunya Kota di Maluku itu menghasilkan kontribusi sebesar 40,89% bagi PDRB. Sedangkan dua kabupaten lainnya yakni Maluku Tengah (Malteng) dan Maluku Tenggara Barat (MTB) berada di urutan kedua dan ketiga dengan kontribusi masing-masing yakni 14,74% dan 11,69%. Total kontribusi Kota Ambon serta Maluku Tengah dan Maluku Tenggara Barat (MTB) yakni 67,32%, sedangkan sisanya 32,68% disum-bangkan lima kabupaten lainnya, dan yang terkecil yaitu Seram Bagian Timur (SBT) dengan 3,68% 23. Data yang tersaji ini sesungguhnya dapat dipahami bahwa sebagai pusat pemerintahan dan perdagangan, pertumbuhan ekonomi Kota Ambon jauh lebih tinggi dibanding tujuh kabupaten lainnya di Maluku. Mengingat ekonomi non primer sebagai aspek utama penopang pertumbuhan. Sedangkan tujuh kabupaten lainnya masih mengandalkan sektor primer khususnya pertanian sebagai andalan utama pertumbuhan ekonomi. Sementara menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) laju pertumbuhan ekonomi kota Ambon di tahun 2009 mencapai 5,33 persen. Angka ini, lebih tinggi dari seluruh kabupaten/kota yang ada di Provinsi Maluku, bahkan lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi provinsi Maluku sendiri 24. Dari sederatan angka-angka tersebut patut dicatat bahwa peran 23 dikunjungi pada 02 Oktober targetkan-apbd-kota-ambon-tahun-2011-alami-surplus-rp-10 miliar&catid= 1:latestnews. Dikunjungi 11 Januari

26 Papalele: Potret Aktivitas Komunitas Pedagang Kecil di Ambon pedagang kecil, menengah dan besar, sebagai basis kewirausahaan turut berkontribusi di dalamnya (Baumol et.al, 2010:13-14). Salah satu aspek penting dalam menunjang proses pembangunan dan pembiayaan program pembangunan adalah sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD). Untuk mendukung PAD tentu masyarakat sebagai unjung tombak pembangunan sangat diperlukan untuk mencapai kesamaan gerak dan irama dengan pihak swasta maupun pemerintah 25. Sebagai bagian dari masyarakat, pedagang kecil papalele turut berkontribusi secara langsung. Kontribusi mereka melalui pembayaran retribusi yang dikenakan setiap hari sebagai bentuk kompensasi penggunaan fasilitas publik yang disiapkan pemerintah daerah, seperti pasar, dan lokasi-lokasi perekonomian lainnya 26. Lebih lanjut dikatakan Walikota, semua pelaku ekonomi yang menggunakan fasilitas publik, tidak dilakukan diskriminasi, semua komponen pelaku ekonomi sama derajatnya dalam proses pembangunan. Retribusi yang dikenakan kepada para pedagang kecil per hari sebesar Rp , sesuai Peraturan Daerah (Perda) Nomor 6 Tahun 2001 tentang Pajak dan Retribusi. Terkait dengan sumber pendanaan pembangunan, Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Ambon tahun 2009 tercatat sebesar Rp Kontribusi retribusi sebesar 46, 67% atau senilai Rp PAD mengalami peningkatan pada tahun 2010 sebesar Rp , retribusi 25 Koran Suara Maluku, Rabu 30 Agustus Wawancara dengan Walikota Ambon: Drs. M.J. Papilaja, MS, tanggal 7 Oktober 2009, dan wawancara dengan Sekretaris Kota Ambon: Dra. H.J. Hulisselan, M.Kes, tanggal 9 Oktober Peraturan Daerah (Perda) Nomor 7 Tahun 2003, tentang Retribusi Pelayanan Pasar, tertanggal 06 Maret 2003, dan Wawancara dengan Kepala Dinas Pendapatan Daerah Kota Ambon, tanggal 10 Oktober Peraturan Daerah (Perda) Nomor 6 Tahun 2008, tanggal 27 Desember Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2010, tanggal 27 Januari

27 Pembangunan Kota Ambon dan Papalele daerah berkontribusi sebesar 36,17% atau senilai Rp Pertanyaannya kemudian, apa hubungannya dengan papalele?. Papalele sebagai pedagang kecil yang beraktivitas pada ruang publik, tidak ada dokumen penelitian atau data statistik untuk mengidentifikasi keberadaannya. Selama ini belum ada satu pun data terkait jumlah papalele di Kota Ambon. Keterbatasan ini mengakibatkan kesulitan dalam mengidentifikasi apakah papalele sejak lama semakin bertambah atau sebaliknya semakin berkurang. Namun demikian, tidak adanya data tersebut tidak berarti sulit untuk memperhitungkan secara matematis kontribusi papalele bagi pembangunan. Secara umum, semua desa di Kota Ambon memiliki anggota masyarakat yang menjadi papalele. Desa Hatalai sebagai lokasi penelitian, terdapat lebih kurang 35 orang yang bekerja sebagai papalele. Jika kita menghitung secara rata-rata di Kota Ambon ada 20 papalele per desa, maka terdapat sekitar 600 orang papalele. Dalam setahun kontribusi papalele untuk pemerintah Kota Ambon melalui retribusi daerah sebesar Rp Dengan merujuk pada data retribusi tahun 2010, artinya papalele turut serta memberikan kontribusi senilai 2,6%. Prakiraan angka ini mungkin tergolong kecil, tetapi sesungguhnya tidak dapat dipungkiri bahwa kualitas kemajuan pembangunan Kota Ambon, tidak terlepas dari kontribusi papalele. 109

28

BAB 5. INDIKASI PERMASALAHAN DAN POSISI PENGELOLAAN SANITASI

BAB 5. INDIKASI PERMASALAHAN DAN POSISI PENGELOLAAN SANITASI BAB 5. INDIKASI PERMASALAHAN DAN POSISI PENGELOLAAN SANITASI 5.1. Area Beresiko Sanitasi Area berisiko sanitasi di Kota Ambon ditentukan berdasarkan tingkat resiko sanitasi, yang mengacu kepada 3 komponen

Lebih terperinci

Rencana Umum Pengadaan

Rencana Umum Pengadaan Rencana Umum Pengadaan (Melalui ) K/L/D/I : Kota Ambon Tahun Anggaran : 2014 1. Penyusunan DED Septik Tank Komunal Kec.Baguala Penyusunan DED Septik Tank Komunal Kec.Baguala Jasa Konsultansi 1 Paket Rp.

Lebih terperinci

RINGKASAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DAN ORGANISASI

RINGKASAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DAN ORGANISASI Lampiran II Peraturan Daerah Nomor : 1 Tahun 21 Tanggal : 9 January 21 PEMERINTAH KOTA AMBON RINGKASAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DAN ORGANISASI TAHUN ANGGARAN 21 BELANJA TIDAK 1 Urusan Wajib

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 43 IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Biofisik 4.1.1 Letak dan Luas Wilayah Letak Kota Ambon sebagian besar berada dalam wilayah Pulau Ambon yang secara geografis berada pada posisi astronomis

Lebih terperinci

RENCANA KERJA DAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH

RENCANA KERJA DAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH RENCANA KERJA DAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH PEMERINTAH KOTA AMBON Tahun Anggaran : 2014 Formulir RKA SKPD 2.2 Urusan Pemerintahan Organisasi Sub Unit Organisasi : 1. 03 : 1. 03. 06 : 1. 03.

Lebih terperinci

Tabel Rumusan Rencana Program dan Kegiatan SKPD Tahun 2015 dan Prakiraan Maju Tahun 2016 Kota Ambon

Tabel Rumusan Rencana Program dan Kegiatan SKPD Tahun 2015 dan Prakiraan Maju Tahun 2016 Kota Ambon Tabel Rumusan Rencana Program dan Kegiatan SKPD Tahun 2015 dan Prakiraan Maju Tahun 2016 Nama SKPD : DINAS TATA KOTA Kode (1) Urusan/Bidang Urusan Pemerintahan Daerah dan Program/Kegiatan 1 URUSAN WAJIB

Lebih terperinci

PERUBAHAN BATAS WILAYAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II AMBON Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1979 Tanggal 12 Juni 1979 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERUBAHAN BATAS WILAYAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II AMBON Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1979 Tanggal 12 Juni 1979 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERUBAHAN BATAS WILAYAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II AMBON Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1979 Tanggal 12 Juni 1979 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dengan semakin meningkatnya perkembangan

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 63 IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Keadaan Biofisik 4.1.1. Letak dan Luas Wilayah Letak Kota Ambon sebagian besar berada dalam wilayah Pulau Ambon yang secara geografis berada pada posisi astronomis

Lebih terperinci

Tabel 2.5 Rumusan Rencana Program dan Kegiatan SKPD Tahun 2015 Dan Perkiraan maju Tahun 2016 Kota Ambon

Tabel 2.5 Rumusan Rencana Program dan Kegiatan SKPD Tahun 2015 Dan Perkiraan maju Tahun 2016 Kota Ambon Tabel 2.5 Rumusan Rencana Program dan Kegiatan SKPD Tahun 2015 Dan Perkiraan maju Tahun 2016 Kota Ambon Nama SKPD : Dinas Pekerjaan Umum Rencana Tahun 2015 Indikator 1 Urusan Pemerintahan 1.03 Bidang Pemerintahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan transportasi sangat diperlukan dalam pembangunan suatu negara ataupun daerah. Dikatakan bahwa transportasi sebagai urat nadi pembangunan kehidupan politik,

Lebih terperinci

RENCANA KERJA KEGIATAN DINAS PEKERJAAN UMUM KOTA AMBON TAHUN 2014

RENCANA KERJA KEGIATAN DINAS PEKERJAAN UMUM KOTA AMBON TAHUN 2014 RENCANA KERJA KEGIATAN DINAS PEKERJAAN UMUM KOTA AMBON TAHUN 2014 NO PROGRAM/KEGIATAN PRIORITAS INDIKATIF I. Program Pembangunan Turap /Talud/ Bronjong Pembangunan Talud Pengaman Pantai 1 Pembangunan Talud

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Sibolga terletak di kawasan pantai Barat Sumatera Utara, yaitu di Teluk Tapian Nauli. Secara geografis, Kota Sibolga terletak di antara 01 0 42 01 0 46 LU dan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Gambar 1 Peta Pulau Ambon

1 PENDAHULUAN. Gambar 1 Peta Pulau Ambon 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Ambon terletak di bagian selatan Pulau Ambon, tepatnya di daerah pesisir Teluk Ambon dan Teluk Baguala. Total luas wilayah Kota Ambon sekitar 786 km 2, terbagi atas

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 61 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis 4.1.1 Kota Ambon Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1979, luas Kota Ambon adalah 377 Km 2 atau 2/5 dari luas wilayah Pulau Ambon.

Lebih terperinci

4 STATUS DESA PESISIR

4 STATUS DESA PESISIR 4 STATUS DESA PESISIR 4.1 Keberadaan Variabel Status Desa Keberadaan usaha perikanan, sarana penunjang usaha perikanan, dan aspek sosial budaya setiap desa pesisir, berdasarkan metodologi yang dipaparkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi Pariwisata di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi Pariwisata di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Kondisi Pariwisata di Indonesia Dunia pariwisata Indonesia menawarkan banyak sekali potensi yang dapat menarik wisatawan mancanegara. Pariwisata sendiri merupakan

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN SERASAN STATISTIK DAERAH KECAMATAN SERASAN ISSN : - Katalog BPS : 1101002.2103.060 Ukuran Buku : 17,6 cm x 25 cm Jumlah Halaman : 10 halaman Naskah : Seksi Neraca Wilayah dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pariwisata merupakan industri yang memiliki relasi kuat dengan lingkungan hidup karena fitur alam sebagai atraksi, adanya aspek lingkungan yang dibangun untuk kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayaran antar pulau di Indonesia merupakan salah satu sarana transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan pembangunan nasional yang berwawasan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) merupakan salah satu provinsi yang masih relatif muda. Perjuangan keras Babel untuk menjadi provinsi yang telah dirintis sejak

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Berdasarkan data PBB pada tahun 2008, Indonesia memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 95.181 km, serta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan trend ke arah zona ekonomi sebagai kota metropolitan, kondisi ini adalah sebagai wujud dari

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA AMBON NOMOR - 1 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI PERIZINAN BIDANG PERHUBUNGAN LAUT DI KOTA AMBON

PERATURAN DAERAH KOTA AMBON NOMOR - 1 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI PERIZINAN BIDANG PERHUBUNGAN LAUT DI KOTA AMBON PERATURAN DAERAH KOTA AMBON NOMOR - 1 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI PERIZINAN BIDANG PERHUBUNGAN LAUT DI KOTA AMBON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA AMBON, Menimbang : a. bahwa dengan ditetapkannya

Lebih terperinci

STATISTIK PERHUBUNGAN KABUPATEN MAMUJU 2014

STATISTIK PERHUBUNGAN KABUPATEN MAMUJU 2014 s. bp uk ab. am uj m :// ht tp id go. STATISTIK PERHUBUNGAN KABUPATEN MAMUJU 2014 ISSN : - No. Publikasi : 76044.1502 Katalog BPS : 830.1002.7604 Ukuran Buku : 18 cm x 24 cm Jumlah Halaman : v + 26 Halaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk dapat memberikan pengaruh positif sekaligus negatif bagi suatu daerah. Di negara maju pertumbuhan penduduk mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 53 IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Selat Rupat merupakan salah satu selat kecil yang terdapat di Selat Malaka dan secara geografis terletak di antara pesisir Kota Dumai dengan

Lebih terperinci

5 KELAYAKAN USAHA PERIKANAN TANGKAP

5 KELAYAKAN USAHA PERIKANAN TANGKAP 5 KELAYAKAN USAHA PERIKANAN TANGKAP Kelayakan usaha suatu investasi dapat ditentukan berdasarkan hasil analisis Benefit Cost Ratio (BCR) terhadap setiap jenis usaha perikanan tangkap yang terdapat pada

Lebih terperinci

RENCANA KERJA KEGIATAN DINAS TATA KOTA AMBON TAHUN 2014

RENCANA KERJA KEGIATAN DINAS TATA KOTA AMBON TAHUN 2014 RENCANA KERJA KEGIATAN DINAS TATA KOTA AMBON TAHUN 2014 NO INDIKATIF 01 Progr. Pelayanan Administrasi Perkantoran 01.01 Penyediaan Jasa Surat Menyurat Peningkatan Kualitas Pe - 100% Terlaksananya adminis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikategorikan ke dalam dua kelompok, yaitu fasilitas yang bersifat umum dan. mempertahankan daerah yang dikuasai Belanda.

BAB I PENDAHULUAN. dikategorikan ke dalam dua kelompok, yaitu fasilitas yang bersifat umum dan. mempertahankan daerah yang dikuasai Belanda. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Banyak fasilitas yang dibangun oleh Belanda untuk menunjang segala aktivitas Belanda selama di Nusantara. Fasilitas yang dibangun Belanda dapat dikategorikan ke dalam

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor

Lebih terperinci

Sejarah Berdirinya Kota Ambon

Sejarah Berdirinya Kota Ambon Sejarah Berdirinya Kota Ambon Balai Pelestaria Nilai Budaya Ambon Sejarah Berdirinya Kota Ambon Sejarah kota Ambon dimulai pada saat kedatangan orang-orang Portugis membangun benteng di pulau ini sebagai

Lebih terperinci

V. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

V. Gambaran Umum Lokasi Penelitian V. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 5.. Kondisi Geografi Wilayah Kabupaten Maluku Tengah merupakan wilayah kepualauan dengan luas wilayah 75. 907. Km² yang terdiri dari luas lautan 6.3,3 Km² ( 95,80 % ),

Lebih terperinci

PROFIL KABUPATEN / KOTA

PROFIL KABUPATEN / KOTA PROFIL KABUPATEN / KOTA KOTA AMBON MALUKU KOTA AMBON ADMINISTRASI Profil Wilayah Kota Ambon merupakan ibukota propinsi kepulauan Maluku. Dengan sejarah sebagai wilayah perdagangan rempah terkenal, membentuk

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 63 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2011) Provinsi Lampung meliputi areal dataran seluas 35.288,35 km 2 termasuk pulau-pulau yang

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN BUNGURAN UTARA 2015 STATISTIK DAERAH KECAMATAN BUNGURAN UTARA 2015 ISSN : - Katalog BPS : 1101002.2103.041 Ukuran Buku : 17,6 cm x 25 cm Jumlah Halaman : 10 halaman Naskah :

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat melalui beberapa proses dan salah satunya adalah dengan

Lebih terperinci

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 27 Secara rinci indikator-indikator penilaian pada penetapan sentra pengembangan komoditas unggulan dapat dijelaskan sebagai berikut: Lokasi/jarak ekonomi: Jarak yang dimaksud disini adalah jarak produksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat ke arah yang lebih baik sesuai dalam UUD 1945 (Ramelan, 1997). Peran pemerintah

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 41 IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Provinsi Lampung 1. Keadaan Umum Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi di Republik Indonesia dengan areal daratan seluas 35.288 km2. Provinsi

Lebih terperinci

HOTEL WISATA DI KAWASAN MARITIM KOTA BAU-BAU (DI SEKITAR PANTAI LAKEBA)

HOTEL WISATA DI KAWASAN MARITIM KOTA BAU-BAU (DI SEKITAR PANTAI LAKEBA) Tugas Akhir PERIODE 108 LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR HOTEL WISATA DI KAWASAN MARITIM KOTA BAU-BAU (DI SEKITAR PANTAI LAKEBA) Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan dan maritim terbesar di dunia. Selain

I. PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan dan maritim terbesar di dunia. Selain 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia memiliki wilayah laut sangat luas 5,8 juta km 2 yang merupakan tiga per empat dari keseluruhan wilayah Indonesia. Di dalam wilayah laut tersebut terdapat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Perubahan paradigma pengembangan wilayah dari era comparative advantage ke competitive advantage, menjadi suatu fenomena baru dalam perencanaan wilayah saat ini. Di era kompetitif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahwa daerah ini terletak antara 95º13 dan 98º17 bujur timur dan 2º48 dan

BAB I PENDAHULUAN. bahwa daerah ini terletak antara 95º13 dan 98º17 bujur timur dan 2º48 dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aceh terletak di ujung bagian utara pulau Sumatera, bagian paling barat dan paling utara dari kepulauan Indonesia. Secara astronomis dapat ditentukan bahwa daerah ini

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. utama ekonomi, pengembangan konektivitas nasional, dan peningkatan. dalam menunjang kegiatan ekonomi di setiap koridor ekonomi.

I. PENDAHULUAN. utama ekonomi, pengembangan konektivitas nasional, dan peningkatan. dalam menunjang kegiatan ekonomi di setiap koridor ekonomi. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan pembangunan ekonomi Indonesia telah dituangkan pada program jangka panjang yang disusun oleh pemerintah yaitu program Masterplan Percepatan Perluasan dan

Lebih terperinci

Tabel Rumusan Rencana Program dan Kegiatan SKPD Tahun 2015 dan Prakiraan Maju Tahun 2016 Kota Ambon

Tabel Rumusan Rencana Program dan Kegiatan SKPD Tahun 2015 dan Prakiraan Maju Tahun 2016 Kota Ambon Tabel Rumusan Rencana Program dan Kegiatan SKPD Tahun 2015 dan Prakiraan Maju Tahun 2016 Kota Ambon Nama SKPD : DINAS SOSIAL KOTA AMBON Kode 1 URUSAN WAJIB Daerah dan Indikator 1.13 Bidang Urusan : Sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang. Pentingnya sektor pariwisata karena sektor pariwisata ini

BAB I PENDAHULUAN. berkembang. Pentingnya sektor pariwisata karena sektor pariwisata ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri pariwisata merupakan salah satu sumber pendapatan yang sangat penting bagi negara-negara diseluruh dunia, baik negara maju maupun negara berkembang. Pentingnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dituturkan di sejumlah wilayah di Indonesia, dan ada pula bahasa-bahasa etnik

BAB I PENDAHULUAN. dituturkan di sejumlah wilayah di Indonesia, dan ada pula bahasa-bahasa etnik 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara multibahasa. Ada bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa resmi kenegaraan, ada bahasa Melayu lokal yang dituturkan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam pembangunan perekonomian nasional. Peranannya sebagai menyumbang pembentukan PDB penyediaan sumber devisa

Lebih terperinci

ANALISIS SUMBERDAYA PESISIR YANG BERPOTENSI SEBAGAI SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KOTA BENGKULU

ANALISIS SUMBERDAYA PESISIR YANG BERPOTENSI SEBAGAI SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KOTA BENGKULU ANALISIS SUMBERDAYA PESISIR YANG BERPOTENSI SEBAGAI SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KOTA BENGKULU TUGAS AKHIR Oleh : HENNI SEPTA L2D 001 426 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara

BAB I PENDAHULUAN. daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan merupakan salah satu daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara geografis berada di pesisir

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM KABUPATEN BOGOR

BAB IV KONDISI UMUM KABUPATEN BOGOR BAB IV KONDISI UMUM KABUPATEN BOGOR 1.5 Kondisi Geografis dan Administratif Kabupaten Bogor Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah daratan (tidak memiliki wilayah laut) yang berbatasan langsung dengan

Lebih terperinci

MASA KOLONIAL EROPA DI INDONESIA

MASA KOLONIAL EROPA DI INDONESIA MASA KOLONIAL EROPA DI INDONESIA Peta Konsep Peran Indonesia dalam Perdagangan dan Pelayaran antara Asia dan Eropa O Indonesia terlibat langsung dalam perkembangan perdagangan dan pelayaran antara Asia

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian diperoleh dari survei primer dan sekunder terhadap ketersediaan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian diperoleh dari survei primer dan sekunder terhadap ketersediaan 66 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Hasil penelitian diperoleh dari survei primer dan sekunder terhadap ketersediaan dan kebutuhan prasarana dan sarana transportasi perkotaan di empat kelurahan di wilayah

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN Geografis dan Administratif Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru terbentuk di Provinsi Sulawesi Tengah berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 tahun

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Tual adalah salah satu kota kepulauan yang ada di Provinsi Maluku dengan potensi sumberdaya kelautan dan perikanan yang cukup melimpah serta potensi pariwisata yang

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1. Posisi Makro terhadap DKI Jakarta. Jakarta, Ibukota Indonesia, berada di daerah dataran rendah, bahkan di bawah permukaan laut yang terletak antara 6 12 LS and 106 48 BT.

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Terbentuknya Provinsi Gorontalo berdasarkan Undang-Undang No. 38 tahun 2000 maka

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Terbentuknya Provinsi Gorontalo berdasarkan Undang-Undang No. 38 tahun 2000 maka BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 3.1 Deskripsi Lokasi Penelitian Terbentuknya Provinsi Gorontalo berdasarkan Undang-Undang No. 38 tahun 2000 maka pada tanggal 16 Februari 2001 merupakan wujud dari

Lebih terperinci

BAB IV BUDAYA DAN ALAM PIKIR MASA PENGARUH KEBUDAYAAN ISLAM DAN BARAT

BAB IV BUDAYA DAN ALAM PIKIR MASA PENGARUH KEBUDAYAAN ISLAM DAN BARAT BAB IV BUDAYA DAN ALAM PIKIR MASA PENGARUH KEBUDAYAAN ISLAM DAN BARAT A. Pengaruh Kebudayaan Islam Koentjaraningrat (1997) menguraikan, bahwa pengaruh kebudayaan Islam pada awalnya masuk melalui negara-negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan industri bioteknologi kelautan merupakan asset yang sangat besar bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia,

Lebih terperinci

ANALISIS EKONOMI PERIKANAN YANG TIDAK DILAPORKAN DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA I. PENDAHULUAN

ANALISIS EKONOMI PERIKANAN YANG TIDAK DILAPORKAN DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA I. PENDAHULUAN 2 ANALISIS EKONOMI PERIKANAN YANG TIDAK DILAPORKAN DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Prospek pasar perikanan dunia sangat menjanjikan, hal ini terlihat dari kecenderungan

Lebih terperinci

BAB 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BENGKALIS DAN PERKEMBANGAN PERIKANANNYA

BAB 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BENGKALIS DAN PERKEMBANGAN PERIKANANNYA BAB 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BENGKALIS DAN PERKEMBANGAN PERIKANANNYA A. Sejarah Singkat Kabupaten Bengkalis Secara historis wilayah Kabupaten Bengkalis sebelum Indonesia merdeka, sebagian besar berada

Lebih terperinci

TERMINAL PENUMPANG LOMBOK INTERNATIONAL AIRPORT Penekanan Konsep Desain Renzo Piano

TERMINAL PENUMPANG LOMBOK INTERNATIONAL AIRPORT Penekanan Konsep Desain Renzo Piano LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR (LP3A) TERMINAL PENUMPANG LOMBOK INTERNATIONAL AIRPORT Penekanan Konsep Desain Renzo Piano Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Sejarah Pelabuhan Sunda Kelapa Pelabuhan Sunda Kelapa berlokasi di Kelurahan Penjaringan Jakarta Utara, pelabuhan secara geografis terletak pada 06 06' 30" LS,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Rencana Strategis Daerah Kab. TTU hal. 97

BAB I PENDAHULUAN. 1 Rencana Strategis Daerah Kab. TTU hal. 97 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sesuai dengan Rencana Pemerintah Daerah Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) dalam rangka pengembangan Kecamatan Insana Utara (Wini) sebagai Kota Satelit (program khusus)

Lebih terperinci

WALIKOTA BATAM PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 3 TAHUN 2003 TENTANG

WALIKOTA BATAM PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 3 TAHUN 2003 TENTANG WALIKOTA BATAM PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 3 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 17 TAHUN 2001 TENTANG KEPARIWISATAAN DI KOTA BATAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PARIWISATA MALUKU (Paparan Dinas Pariwisata Provinsi Maluku)

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PARIWISATA MALUKU (Paparan Dinas Pariwisata Provinsi Maluku) KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PARIWISATA MALUKU (Paparan Dinas Pariwisata Provinsi Maluku) GAMBARAN UMUM Propinsi Maluku merupakan daerah kepulauan dengan luas wilayah 714.480 km 2 terdiri atas 92,4 % Lautan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu ciri perekonomian Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar penduduk yang berpenghasilan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI. Undang-Undang No. 61 tahun Secara geografis Provinsi Jambi terletak

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI. Undang-Undang No. 61 tahun Secara geografis Provinsi Jambi terletak IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI 4.1 Keadaan Umum Provinsi Jambi secara resmi dibentuk pada tahun 1958 berdasarkan Undang-Undang No. 61 tahun 1958. Secara geografis Provinsi Jambi terletak antara 0º 45

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pangsa pasar terbesar di dunia. Pertumbuhan industri penerbangan juga cenderung

BAB I PENDAHULUAN. pangsa pasar terbesar di dunia. Pertumbuhan industri penerbangan juga cenderung BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang penelitian Industri penerbangan merupakan salah satu sektor industri yang memiliki pangsa pasar terbesar di dunia. Pertumbuhan industri penerbangan juga cenderung relatif

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM KABUPATEN HALMAHERA UTARA

4 KONDISI UMUM KABUPATEN HALMAHERA UTARA 4 KONDISI UMUM KABUPATEN HALMAHERA UTARA 4.1 Gambaran Umum Kecamatan Tobelo 4.1.1 Kondisi kewilayahan Kecamatan Tobelo 1) Letak geografis Kabupaten Halmahera Utara terletak pada posisi koordinat 0 o 40

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perembesan air asin. Kearah laut wilayah pesisir, mencakup bagian laut yang

BAB I PENDAHULUAN. perembesan air asin. Kearah laut wilayah pesisir, mencakup bagian laut yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dan laut. Kearah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air yang masih dipengaruhi

Lebih terperinci

KEKAYAAN ALAM PEKAN BARU DAN DUMAI UTUK INDONESIA

KEKAYAAN ALAM PEKAN BARU DAN DUMAI UTUK INDONESIA KEKAYAAN ALAM PEKAN BARU DAN DUMAI UTUK INDONESIA Wilayah Pekanbaru dan Dumai berada di Provinsi Riau yang merupakan provinsi yang terbentuk dari beberapa kali proses pemekaran wilayah. Dimulai dari awal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah Pulau Nias. Luasnya secara keseluruhan adalah km 2. Posisinya

BAB I PENDAHULUAN. adalah Pulau Nias. Luasnya secara keseluruhan adalah km 2. Posisinya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu wilayah yang termasuk ke dalam pesisir laut di Sumatera Utara adalah Pulau Nias. Luasnya secara keseluruhan adalah 5.625 km 2. Posisinya sangat strategis

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara yang memiliki beragam suku bangsa yang menyebar dan menetap pada berbagai pulau besar maupun pulau-pulau kecil yang membentang dari Sabang sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penelitian Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang melibatkan pembentukan institusi baru, pembangunan industri alternatif, perbaikan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan

PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan sumberdaya yang ada dalam rangka memberikan kontribusi untuk

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hakekatnya tujuan pembangunan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi ketimpangan kesejahteraan antar kelompok masyarakat dan wilayah. Namun

Lebih terperinci

BELAWAN INTERNATIONAL PORT PASSANGER TERMINAL 2012 BAB I. PENDAHULUAN

BELAWAN INTERNATIONAL PORT PASSANGER TERMINAL 2012 BAB I. PENDAHULUAN BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kota Medan dewasa ini merupakan salah satu kota metropolitan di Indonesia yang mengalami perkembangan dan peningkatan di segala aspek kehidupan, mencakup bagian dari

Lebih terperinci

ARAHAN LOKASI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN TEMPAT PELELANGAN IKAN DI KAWASAN PESISIR UTARA KABUPATEN SIKKA NUSA TENGGARA TIMUR TUGAS AKHIR

ARAHAN LOKASI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN TEMPAT PELELANGAN IKAN DI KAWASAN PESISIR UTARA KABUPATEN SIKKA NUSA TENGGARA TIMUR TUGAS AKHIR ARAHAN LOKASI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN TEMPAT PELELANGAN IKAN DI KAWASAN PESISIR UTARA KABUPATEN SIKKA NUSA TENGGARA TIMUR TUGAS AKHIR Oleh : FRANSISKUS LAKA L2D 301 323 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. demikian ini daerah Kabupaten Lampung Selatan seperti halnya daerah-daerah

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. demikian ini daerah Kabupaten Lampung Selatan seperti halnya daerah-daerah 46 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Gambaran Umum Kabupaten Lampung Selatan 1. Keadaan Geografis Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105 sampai dengan 105 45 Bujur Timur dan 5 15 sampai

Lebih terperinci

6 KLUSTER DESA PERIKANAN

6 KLUSTER DESA PERIKANAN 6 KLUSTER DESA PERIKANAN Pengklusteran desa perikanan merupakan kegiatan mengelompokkan desadesa di daerah pesisir Kota Ambon berdasarkan kemiripannya dalam menjalankan aktivitas ekonomi berbasis usaha

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Malaka terletak antara Lintang Selatan Lintang Utara atau antara 100

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Malaka terletak antara Lintang Selatan Lintang Utara atau antara 100 BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Provinsi Riau terdiri dari daerah daratan dan perairan, dengan luas lebih kurang 8.915.016 Ha (89.150 Km2), Keberadaannya membentang dari lereng

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang IV. GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR Propinsi Kalimantan Timur dengan luas wilayah daratan 198.441,17 km 2 dan luas pengelolaan laut 10.216,57 km 2 terletak antara 113º44 Bujur Timur dan 119º00

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur 57 IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta Provinsi DKI Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7 meter diatas permukaan laut dan terletak antara

Lebih terperinci

2014 EKSISTENSI INDUSTRI KERIPIK PISANG DI PROVINSI LAMPUNG

2014 EKSISTENSI INDUSTRI KERIPIK PISANG DI PROVINSI LAMPUNG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wilayah di permukaan bumi memiliki karakteristik dan ciri khasnya tersendiri. Karakteristik antara wilayah dengan satu wilayah lainnya memiliki perbedaan

Lebih terperinci

Benteng Fort Rotterdam

Benteng Fort Rotterdam Benteng Fort Rotterdam Benteng Fort Rotterdam merupakan salah satu benteng di Sulawesi Selatan yang boleh dianggap megah dan menawan. Seorang wartawan New York Times, Barbara Crossette pernah menggambarkan

Lebih terperinci

I-1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I-1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pariwisata diposisikan sebagai sektor yang strategis dalam pembangunan nasional sekaligus menjadi salah satu sumber devisa. Sektor ini perlu dikembangkan karena

Lebih terperinci

BAB VII POLA ADAPTASI NELAYAN

BAB VII POLA ADAPTASI NELAYAN 89 BAB VII POLA ADAPTASI NELAYAN 7.1 Diversifikasi Pekerjaan Nelayan Karimunjawa telah menyadari terjadinya perubahan ekologis di kawasan Karimunjawa. Berbagai macam bentuk perubahan yang terjadi pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki lautan yang lebih luas dari daratan, tiga per empat wilayah Indonesia (5,8 juta km 2 ) berupa laut. Indonesia memiliki lebih dari 17.500 pulau dengan

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAN LOKASI PENELITIAN. Kota Bandar Lampung merupakan sebuah kota, sekaligus sebagai ibu kota

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAN LOKASI PENELITIAN. Kota Bandar Lampung merupakan sebuah kota, sekaligus sebagai ibu kota BAB IV. GAMBARAN UMUM DAN LOKASI PENELITIAN A. Geografis Kota Bandar Lampung 1. Profil Wilayah Kota Bandar Lampung Kota Bandar Lampung merupakan sebuah kota, sekaligus sebagai ibu kota Provinsi Lampung,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah dan Pariwisata adalah asset yang dimiliki oleh Negara yang

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah dan Pariwisata adalah asset yang dimiliki oleh Negara yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Sejarah dan Pariwisata adalah asset yang dimiliki oleh Negara yang harus dijaga dan dilestarikan. Sejarah dan pariwisata adalah dua hal yang harus kita pelihara dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, yang memiliki ± 18.110 pulau dengan garis pantai sepanjang 108.000 km, serta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu fenomena sosial, ekonomi, politik, budaya,

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu fenomena sosial, ekonomi, politik, budaya, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pariwisata merupakan salah satu fenomena sosial, ekonomi, politik, budaya, dan teknologi, sehingga keadaan ini menjadi sebuah perhatian yang besar dari para

Lebih terperinci

V. KEADAAN UMUM WILAYAH DESA PABEAN UDIK KECAMATAN INDRAMAYU, KABUPATEN INDRAMAYU

V. KEADAAN UMUM WILAYAH DESA PABEAN UDIK KECAMATAN INDRAMAYU, KABUPATEN INDRAMAYU V. KEADAAN UMUM WILAYAH DESA PABEAN UDIK KECAMATAN INDRAMAYU, KABUPATEN INDRAMAYU Wilayah Kabupaten Indramayu terletak pada posisi geografis 107 o 52 sampai 108 o 36 Bujur Timur (BT) dan 6 o 15 sampai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI PERKEMBANGAN MIGRASI, PASAR KERJA DAN PEREKONOMIAN INDONESIA. penting untuk diteliti secara khusus karena adanya kepadatan dan distribusi

V. DESKRIPSI PERKEMBANGAN MIGRASI, PASAR KERJA DAN PEREKONOMIAN INDONESIA. penting untuk diteliti secara khusus karena adanya kepadatan dan distribusi 131 V. DESKRIPSI PERKEMBANGAN MIGRASI, PASAR KERJA DAN PEREKONOMIAN INDONESIA 5.1. Migrasi Internal Migrasi merupakan salah satu faktor dari tiga faktor dasar yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk. Peninjauan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjanjikan dalam hal menambah devisa suatu negara. Menurut WTO/UNWTO

BAB I PENDAHULUAN. menjanjikan dalam hal menambah devisa suatu negara. Menurut WTO/UNWTO BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada jaman modern ini pariwisata telah berubah menjadi sebuah industri yang menjanjikan dalam hal menambah devisa suatu negara. Menurut WTO/UNWTO (United Nations World

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan pulau pulau kecil merupakan arah kebijakan baru nasional dibidang kelautan. Berawal dari munculnya Peraturan Presiden No. 78 tahun 2005 tentang Pengelolaan

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian Wilayah Banten berada pada batas astronomi 5º7 50-7º1 11 Lintang Selatan dan 105º1 11-106º7 12 Bujur Timur. Luas wilayah Banten adalah

Lebih terperinci