PENENTUAN SENSITIVITAS INSULIN DAN EFEKTIVITAS GLUKOSA PADA MODIFIKASI MINIMAL MODEL MENGGUNAKAN ALGORITMA PSO UNTUK KASUS OBESITAS LUT FIANUR CANIAGO

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENENTUAN SENSITIVITAS INSULIN DAN EFEKTIVITAS GLUKOSA PADA MODIFIKASI MINIMAL MODEL MENGGUNAKAN ALGORITMA PSO UNTUK KASUS OBESITAS LUT FIANUR CANIAGO"

Transkripsi

1 PENENTUAN SENSITIVITAS INSULIN DAN EFEKTIVITAS GLUKOSA PADA MODIFIKASI MINIMAL MODEL MENGGUNAKAN ALGORITMA PSO UNTUK KASUS OBESITAS LUT FIANUR CANIAGO DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul penentuan sensitivitas insulin dan efektivitas glukosa pada modifikasi minimal model menggunakan algoritma PSO untuk kasus obesitas adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Oktober 2014 Lut Fianur Caniago NIM G

4 ABSTRAK LUT FIANUR CANIAGO. Penentuan sensitivitas insulin dan efektivitas glukosa pada modifikasi minimal model menggunakan algoritma PSO untuk kasus obesitas. Dibimbing oleh Dr. AGUS KARTONO and HERIYANTO SYAFUTRA, M.Si. Obesitas merupakan kondisi terdapat penimbunan lemak tubuh yang berlebihan. Kenaikan berat badan dan kurangnya aktifitas fisik menyebabkan resistensi insulin. Sebaliknya, penurunan berat badan dan olahraga meningkatkan sensitivitas insulin dan meningkatkan toleransi glukosa dalam studi non-diabetes dan diabetes. Pada subjek obesitas, model yang paling sesuai dengan mekanisme sistem pengaturan glukosa dan insulin adalah Minimal Model Bregman. Model ini berisi jumlah parameter yang sedikit dan telah banyak digunakan untuk memperkirakan sensitivitas insulin (S I ) dan efektifitas glukosa (S G ) dari data FSIVGTT. Penentuan parameter tersebut mengunakan algoritma Particle Swarm Optimization (PSO) yang meniru perilaku kawanan serangga. Hasil dari pemodelan dengan menggunakan nilai-nilai parameter tersebut akan menghasilkan pola grafik yang tidak jauh berbeda antara hasil simulasi dengan data eksperimen. Sehingga dapat juga di lihat dari nilai korelasi yang didapatkan melebihi 90% pada subjek obesitas. Kata kunci: efektifitas glukosa, model minimal, obesitas, partikel, sensitivitas insulin ABSTRACT LUT FIANUR CANIAGO. Determination of insulin sensitivity and glucose effectiveness in minimal modifications of the model using the algorithm PSO for cases of obesity. Supervised by Dr. AGUS KARTONO and HERIYANTO SYAFUTRA, M.Si. Obesity is a condition in which there is excessive accumulation of body fat. Weight gain and lack of physical activity causes insulin resistance. Conversely, weight loss and doing exercise could improve insulin sensitivity and also improve glucose tolerance in the study of non-diabetic and diabetic. In obese subjects, the best suited model with mechanism of glucose regulation and insulin is Minimal Model Bregman. This model contains a few number of parameters and has been widely used to estimate insulin sensitivity (SI) and glucose effectiveness (SG) of the FSIVGTT data. Determination of the parameters of the algorithm uses Particle Swarm Optimization (PSO), which mimics the behavior of insect swarms. The modeling results by using the values of these parameters will show in a graph pattern that was not much different between the simulation results with experimental data. It can also be seen from the correlation value which exceeds 90% in obese subjects. Keywords: glucose effectiveness, minimal models, obesity, particle, insulin sensitivity

5 PENENTUAN SENSITIVITAS INSULIN DAN EFEKTIVITAS GLUKOSA PADA MODIFIKASI MINIMAL MODEL MENGGUNAKAN ALGORITMA PSO UNTUK KASUS OBESITAS LUT FIANUR CANIAGO Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Fisika DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

6

7 Judul Skripsi: Penentuan Sensitivitas Insulin dan Efektivitas Glukosa pada Modifikasi Minimal Model Menggunakan Algoritma PSO untuk Kasus Obesitas Nama : Lut Fianur Caniago NIM : G Disetujui oleh Dr Agus Kartono Pembimbing I Heriyanto Syafutra, MSi Pembimbing II Diketahui oleh Dr Akhiruddin Maddu Ketua Departemen Fisika Tanggal Lulus:

8 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan berkat dan karunia-nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul Penentuan Sensitivitas Insulin dan Efektivitas Glukosa pada Modifikasi Minimal Model Menggunakan Algoritma PSO untuk Kasus Obesitas sebagai salah satu syarat kelulusan program sarjana di Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Dalam penulisan usulan penelitian ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Dr. Agus Kartono selaku dosen pembimbing utama skripsi yang telah banyak memberi masukan dan sabar dalam membimbing penulis; 2. Bapak Heriyanto Syafutra, MSi, selaku dosen pembimbing kedua yang senantiasa memberikan masukan yang sangat berarti bagi penulis dan sabar dalam membimbing penulis; 3. Bapak Dr. Husin Alatas selaku pembimbing akademik dan seluruh dosen yang telah berbagi banyak ilmu pengetahuan fisika; 4. Ibu dan seluruh keluarga yang selalu memberikan doa, nasehat, semangat, motivasi kepada penulis, dan bantuan biaya selama penulis mengemban pendidikan S1; 5. Niken Tri Handoyo yang selalu memberi semangat dan motivasi serta membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini; 6. Kakak Miko Saputra, kakak Alphi, Bima maha P. dan Muhammad Khalid yang senantiasa memberikan semangat dan motivasi. Terima kasih atas kesabarannya mendukung penulis dalam menghadapi kesulitan dalam penelitian hingga penyusunan skripsi; dan 7. Sahabat dan rekan seperjuangan di Departemen Fisika Institut Pertanian Bogor terutama Fisika angkatan 47 atas pengertian, saran, dukungan, doa dan pelajaran kehidupannya. Semoga karya ilmiah yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi penulis, pembaca, dan semua pihak yang memerlukannya. Bogor, Oktober 2014 Lut Fianur Caniago

9 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL viii DAFTAR GAMBAR viii DAFTAR LAMPIRAN viii PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 2 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA 2 Resistansi Insulin 2 Diabetes Melitus Tipe 1 3 Diabetes Melitus Tipe 2 3 Sistem Glukosa dan Insulin Darah 3 Minimal Model untuk Sistem Glukosa dan Insulin Darah 4 Minimal Model Glukosa 5 Minimal Model Insulin 5 Particle Swarm Optimization (PSO) 6 METODE 7 Waktu dan Tempat 7 Alat dan Bahan 7 Prosedur Penelitian 7 Studi Pustaka 7 Perumusan Modifikasi Minimal Model 8 Pembuatan Program 8 Analisa Output 10 HASIL DAN PEMBAHASAN 10 Validasi Model subjek Normal dan subjek Diabetes 11 Solusi Numerik untuk Kasus Obesitas 16 SIMPULAN DAN SARAN 18 Simpulan 18 Saran 19 DAFTAR PUSTAKA 19 LAMPIRAN 21 RIWAYAT HIDUP 28

10 DAFTAR TABEL 1 Variabel dan Parameter Minimal Model Glukosa 5 2 Variabel dan Parameter Minimal Model Insulin 6 3 Variabel dan Parameter Persamaan Perubahan Insulin 8 4 Karakteristik Subjek dari Arie Katz et al 11 5 Perbandingan Hasil dari Arie Katz et al dengan PSO 15 DAFTAR GAMBAR 1 Sistem glukosa dan insulin darah 4 2 Hasil simulasi minimal model glukosa subjek normal. Kurva biru menunjukkan hasil simulasi dan lingkaran merah menunjukkan data eksperimen subjek normal Hasil simulasi minimal model insulin subjek normal. Kurva biru menunjukkan hasil simulasi dan lingkaran merah menunjukkan data eksperimen subjek normal Hasil simulasi minimal model glukosa diabetes. Kurva biru menunjukkan hasil simulasi dan lingkaran merah menunjukkan data eksperimen subjek diabetes Hasil simulasi minimal model insulin diabetes. Kurva biru menunjukkan hasil simulasi dan lingkaran merah menunjukkan data eksperimen subjek diabetes Hasil simulasi minimal model glukosa obesitas. Kurva biru menunjukkan hasil simulasi dan lingkaran merah menunjukkan data eksperimen subjek obesitas Hasil simulasi minimal model insulin obesitas. Kurva biru menunjukkan hasil simulasi dan lingkaran merah menunjukkan data eksperimen subjek obesitas. 17 DAFTAR LAMPIRAN 1 Data Eksperimen FSIVGTT Subjek Normal dari Arie Ketz et al (2000) 21 2 Data Eksperimen FSIVGTT Subjek Diabetes dari Arie Ketz et al (2000) 22 3 Data Eksperimen FSIVGTT Subjek Obesitas dari Arie Ketz et al (2000) 23 4 Sistem Kerja Algoritma Particle Swarm Optimization (PSO) 24 5 Sintak PSO Penelitian Simulasi Kinetika untuk Orang Sehat (Normal) 25 6 Parameter Simulasi Pemodelan 26

11 PENDAHULUAN Latar Belakang Di era globalisasi saat ini, Indonesia dihadapkan pada masalah gizi ganda. Masalah kelebihan gizi sudah menghadang, sementara masalah gizi kurang belum bisa dieliminasi. Masalah utama pada orang dewasa saat ini adalah kelebihan gizi menimbulkan kasus obesitas yang selanjutnya dapat memicu timbulnya penyakitpenyakit degeneratif antara lain: penyakit jantung koroner, tekanan darah tinggi, kanker payudara, kanker usus besar, penyakit kencing manis, dan lain sebagainya. Data prevalensi obesitas di Indonesia tercatat 19,1% pada tahun Asupan zat gizi sangat dipengaruhi oleh pola makan. Dimana menunjukkan bahwa pada saat ini secara umum terjadi perubahan pola konsumsi pangan masyarakat ke arah konsumsi pangan yang berlebihan terutama tinggi kandungan energi dan lemak. Hal tersebut dapat menyebabkan timbulnya obesitas atau kegemukan. 1 Obesitas merupakan kondisi terdapat penimbunan lemak tubuh yang berlebihan. Cara yang paling mudah secara medis adalah dengan mengukur indeks massa tubuh (IMT). Indeks massa tubuh menggambarkan kelebihan jaringan lemak di seluruh tubuh yang dapat dihitung dengan membagi berat badan dalam kilogram (kg) dengan kuadrat tinggi badan dalam meter pangkat dua (m 2 ). 2 Ada beberapa faktor penyebab terjadinya obesitas pada seseorang yaitu: keturunan, asupan gizi berlebihan, konsumsi makanan berlemak, konsumsi makanan mengandung karbohidrat sederhana (gula), kurang konsumsi sayur dan buah, metabolisem tubuh, kurang aktifitas fisik, obat-obatan, psikologis, dan penyakit. 1 Obesitas dan kurangnya aktifitas fisik adalah faktor risiko utama untuk diabetes tipe 2. Obesitas adalah faktor yang paling penting berperan atas meningkatnya insiden dan prevalensi diabetes tipe 2. Kenaikan berat badan dan kurangnya aktifitas fisik menyebabkan resistansi insulin. Sebaliknya, penurunan berat badan dan olahraga meningkatkan sensitivitas insulin dan meningkatkan toleransi glukosa dalam studi non-diabetes dan diabetes. Masalah utama dengan program seperti intervensi perilaku adalah kesulitan dalam mempertahankan penurunan berat badan dan peningkatan aktifitas fisik selama periode waktu yang berkelanjutan. 3 Model matematika merupakan alat yang menarik untuk mengetahui proses kerja suatu penyakit. Dalam kasus diabetes atau baik itu obesitas, model sederhana dan komprehensif berhubungan dengan aspek yang berbeda dari penyakit ini telah digunakan selama tiga dekade terakhir. Banyak model matematis telah dikembangkan untuk lebih memahami mekanisme sistem pengaturan insulin-glukosa. Namun model yang paling mencolok adalah minimal model Bergman yang berisi jumlah parameter yang sedikit dan banyak digunakan dalam pekerjaan penelitian fisiologis untuk memperkirakan efektivitas glukosa (S G ) dan sensitivitas insulin (S I ) dari data tes toleransi glukosa intravena (IVGTT) selama periode tertentu. 4

12 2 Perumusan Masalah Adapun perumusan masalah dari penelitian ini adalah: 1. Bagaimana menjelaskan kinetika glukosa dan insulin? 2. Berapakah nilai S G dan S I yang dihasilkan dari persamaan Model Minimal untuk data eksperimen subjek obesitas? 3. Apakah subjek obesitas menderita penyakit diabetes atau normal? 4. Apakah algoritma PSO dapat digunakan untuk mencari parameter yang dibutuhkan dalam modifikasi minimal model tersebut? Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah memodifikasi model minimal kinetika glukosa darah dan insulin pada subjek obesitas untuk memprediksikan nilai sensitivitas insulin (S I ) dan efektivitas glukosa (S G ), serta membandingkan hasil pemodelan dengan data eksperimen. Manfaat Penelitian Minimal model kinetika glukosa dan insulin yang di usulkan diharapkan dapat berfungsi untuk menafsirkan hasil FIVGTT pasien normal, pasien diabetes, dan pasien obesitas. Model diharapkan dapat memberikan pemahaman tentang kinetika glukosa dan insulin untuk menentukan diagnosis, pencegahan dan perawatan pasien obesitas. TINJAUAN PUSTAKA Resistansi Insulin Resistansi insulin dikenali sebagai kerusakan mendasar yang terjadi pada obesitas, sindrom metabolik dan diabetes melitus tipe-2. Studi terbaru menunjukkan bahwa jaringan adiposa dan hormon yang dihasilkan dari jaringan adiposa dan sitokin inflamasi berperan penting pada sensitivitas insulin in vitro. Disfungsi jaringan adiposa dapat menyebabkan resistansi insulin sistemik. Resistansi insulin adalah sebagai kondisi klinis dengan kemunduran potensi insulin baik endogen maupun eksogen untuk meningkatkan pengambilan glukosa dan penggunaan glukosa oleh sel-sel tubuh. Diagnosa resistansi insulin dapat ditegakkan dengan pengukuran langsung maupun tidak langsung. Mekanisme terjadinya resistansi insulin dapat diterangkan oleh beberapa jalur. Jalur pertama adalah induksi resistansi insulin karena faktor inflamasi. Hubungan antara inflamasi dan resistansi insulin pertama kali dicetuskan oleh Hotamisligil et al pada tahun 1993 yang menyatakan bahwa sitokin proinflamatorik TNF-α (Tumor Necrosis Factor-α) dapat menginduksi resistansi insulin. Mekanisme resistansi insulin yang kedua adalah yang disebabkan oleh

13 obesitas. Obesitas dapat menimbulkan resistansi insulin melalui peningkatan produksi asam lemak bebas. Asam lemak bebas yang terakumulasi di jaringan akan menginduksi resistansi insulin terutama pada hati dan otot. 5 Diabetes Melitus Tipe 1 Diabetes melitus (DM) tipe 1 disebabkan oleh gangguan sistem autoimun yang mengakibatkan kerusakan sel-sel pankreas (sel-sel β) yang memproduksi insuli, yang mengarah pada pengurangan yang drastik atau kehilangan produksi insulin. Sehingga insulin yang dihasilkan oleh pankreas adalah sangat sedikit bahkan tidak ada sama sekali insulin yang dihasilkan. Hal ini dapat mempengaruhi individu pada usia berapa pun dan itu sering terjadi pada anak-anak. 6 Pada tingkat produksi ini, insulin tidak dapat menurunkan kadar glukosa darah cukup cepat, ketika orang makan. Glukosa darah meningkat lebih karena kehilangan fungsi lain dari insuli, yaitu fungsi untuk menghentikan produksi glukagon, ketika tingkat glukosa darah tinggi. Semua hasil ini dalam kadar glukosa darah sangat tinggi, apabila tidak diobati. Jika tingkat darah melampaui 180 mg/dl, beberapa glukosa dilepaskan bersama dengan urin. Gejalah-gejalah diabetes tipe 1 ialah kelelahan, kelaparan, dan kehilangan berat badan. 7 Diabetes Melitus Tipe 2 Diabetes melitus (DM) tipe 2 terjadi karena kombinasi dari kecacatan dalam produksi insulin dan resistensi terhadap insulin atau berkurangnya sensitifitas terhadap insulin yang melibatkan reseptor insulin di membran sel. Pada tahap awal abnormalitas yang paling utama adalah berkurangnya sensitivitas terhadap insulin, yang ditandai dengan meningkatnya kadar insulin di dalam darah. Pada tahap ini, hiperglikemia dapat diatasi dengan berbagai cara dan obat anti diabetes yang dapat meningkatkan sensitifitas terhadap insulin atau mengurangi produksi gula dari hepar, namun semakin parah penyakit, sekresi insulin pun semakin berkurang, dan terapi dengan insulin kadang dibutuhkan. Faktor penyebab diabetes tipe 2 adalah kelebihan lemak, faktor genetik, status gizi lebih (obesitas) dan aktivitas fisik yang rendah. Diet rendah serat dan tinggi indeks glikemik berhubungan dengan peningkatan resiko DM dan diet tinggi lemak akan mempengaruhi resistensi insulin dan resiko DM. 8 DM Tipe 2 biasanya terjadi pada usia > 40 tahun. Penderita DM Tipe 2 lebih sering dijumpai dari pada DM Tipe 1, proporsinya mencapai 90% dari seluruh kasus diabetes. Pasien-pasien yang termasuk dalam kelompok DM Tipe 2 biasanya memiliki berat badan yang berlebih dan memiliki riwayat adanya anggota keluarga yang menderita DM, 25% dari pasien DM Tipe 2 mempunyai riwayat adanya anggota keluarga yang menderita DM. Kembar identik dengan DM Tipe 2, pasangan kembarnya akan menderita penyakit yang sama. 9 Sistem Glukosa dan Insulin Darah Sistem glukosa dan insulin adalah contoh dari sistem rangkaian tertutup fisiologis. Pada orang sehat, biasanya memiliki konsentrasi glukosa darah pada kisaran mg/dl. Sistem glukosa dan insulin membantu untuk menjaga keadaan stabil. Pada Gambar 1 sebuah deskripsi sistem sederhana di tampilkan. 3

14 4 Sebagian besar waktu orang yang sehat berada pada daerah hijau, memiliki konsentrasi glukosa darah normal. Jika orang tersebut kemudian menelan glukosa tambahan ke sistem, misalnya melalui makan, orang tersebut berpindah ke daerah merah dengan konsentrasi glukosa darah lebih tinggi. Ketika hal ini terjadi sinyal dikirim ke pankreas, sel-sel β bereaksi dengan mengeluarkan hormon insulin. Insulin ini meningkatkan penyerapan glukosa oleh sel-sel, hati dan membawa orang kembali pada ke daerah hijau. Jika konsentrasi glukosa darah masuk di bawah level normal, orang berada pada daerah biru. Hal ini bisa terjadi sebagai respon dalam melakukan berolahraga, yang berarti meningkatkan penyerapan glukosa. Ketika orang berada pada daerah biru dengan konsentrasi glukosa darah rendah sebuah sinyal dikirimkan ke pankreas. Sel-sel α bereaksi dengan melepaskan hormon glukagon. Glukagon ini mempengaruhi sel-sel hati untuk melepas glukosa masuk ke darah hingga orang kembali pada daerah hijau lagi. Ini adalah gambaran paling sederhana dari sebuah sistem yang lebih rumit. Tetapi ini cara paling sederhana dalam menjelaskan metabolisme sistem glukosa dan insulin darah. 7 Minimal Model untuk Sistem Glukosa dan Insulin Darah Minimal model Bergman adalah model suatu komparten, yang mengandung artian bahwa tubuh digambarkan sebagai sebuah kompartemen tangki dengan konsentrasi basal glukosa dan insulin. Minimal model sebenarnya mengandung dua model. Model yang pertama menjelaskan kinetika glukosa, bagaimana konsentrasi gluosa bereaksi pada konsentrasi insulin darah dan model yang kedua menjelaskan kinetika insulin, bagaiman kinetika insulin bereaksi pada konsentrasi glukosa darah. Kedua model ini masing-masing mengambil data insulin dan glukosa sebagai masukan. 7 Gambar 1 Sistem glukosa dan insulin darah

15 5 Minimal Model Glukosa Model asli minimal glukosa menggambarkan perilaku tingkat glukosa menurut data insulin yang diukur selama IVGTT. Model ini dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama adalah bagian utama menggambarkan pembersihan glukosa dan serapan. Bagian kedua menguraikan penundaan dalam insulin aktif yang merupakan tingkat interaksi serapan glukosa oleh jaringan yang diproduksi oleh hati. Kedua bagian dijelaskan secara matematis oleh dua persamaan diferensial yaitu: 10 = (p1+x(t))g(t) + p 1 Gb G 0 = G 0 = p 2 (t) + p 3 (I(t) I ) X 0 = 0...(1)...(2) Minimal Model Insulin Model yang dapat menjelaskan kinetik glukosa sebagai sebuah produk masukan data insulin telah dijabarkan. Tetapi deskripsi kinetik insulin tidak dapat dijelaskan berdasarkan persamaan differensial sebelumnya. Bergman mempresentasikan minimal model kinetik insulin. 7 Berikut dalam sebuah persamaan differensial baru, yaitu : = p 6 [G(t) p 5 ] + t p 4 [I(t) Ib], I(0) = I 0...(3) Tabel di bawah ini menunjukkan variabel, parameter, satuan, dan keterangan dari persamaan (1), (2), dan (3). Tabel 1 Variabel dan Parameter Minimal Model Glukosa Simbol Satuan Keterangan T Menit Waktu X(t) menit -1 Efek dari insulin aktif G(t) mg/dl kadar glukosa pada saat t setelah injeksi glukosa I(t) μu/ml kadar insulin pada saat t setelah\ injeksi glukosa G b mg/dl kadar glukosa basal sebelum injeksi glukosa I b μu/ml kadar insulin basal sebelum injeksi glukosa G 0 mg/dl kadar glukosa teoritis dalam plasma I 0 μu/ml kadar insulin teoritis dalam plasma p 1 menit -1 SG = efektivitas glukosa, yaitu penyerapan glukosa tanpa bantuan insulin pada jaringan p 2 menit -1 Laju penurunan kemampuan penyerapan glukosa p 3 L/(menit 2. mu) Peningkatan kemampuan penyerapan glukosa Sumber : Esben dan Jensen 7 (2007)

16 6 Tabel 2 Variabel dan Parameter Minimal Model Insulin Simbol Satuan Keterangan G(t) mg/dl kadar glukosa pada saat t setelah injeksi glukosa I(t) μu/ml kadar insulin pada saat t setelah injeksi glukosa I b μu/ml kadar insulin basal sebelum injeksi glukosa I 0 μu/ml kadar insulin teoritis dalam plasma pada saat t sama dengan nol, di atas Ib, yaitu segera setelah injeksi glukosa p 6 / γ menit -2 (μu/ml).(mg/dl) -1 laju pankreas melepaskan insulin setelah injeksi glukosa, per menit dan per mg/dl dari kadar di atas target glikemia p 5 / h mg/dl target glikemia pankreatik, yang menggambarkan nilai kritis plasma glukosa dimana glukosa mulai memberi pengaruh pada besaran tahap kedua sekresi insulin. p 4 / n menit -1 Time constant penghilangan insulin atau konstanta laju fraksi penghilangan insulin endogen Sumber : Esben dan Jensen 7 (2007) Particle Swarm Optimization (PSO) Particle swarm optimization (PSO) pertama kali dikenalkan oleh Russel Eberhart dan James Kennedy pada tahun PSO merupakan algoritma yang sangat sederhana dan efektif untuk mengoptimalkan berbagai fungsi. 11 Algoritma ini didasarkan pada perilaku sebuah kawanan serangga seperti semut, rayap, lebah atau burung. Algoritma PSO meniru perilaku sosial organisme ini. Perilaku sosial terdiri dari tindakan individu dan pengaruh dari individu-individu lain dalam suatu kelompok. Kata partikel menunjukkan misalnya seekor burung dalam kawanan burung. Setiap individu atau partikel berperilaku secara terdistribusi dengan cara menggunakan kecerdasannya (intelligence) sendiri dan juga dipengaruhi perilaku kelompok kolektifnya. Jika satu partikel atau seekor burung menemukan jalan yang tepat atau pendek menuju ke sumber makanan, sisa kelompok yang lain juga akan dapat segera mengikuti jalan tersebut meskipun lokasi mereka jauh di kelompok tersebut. Pada metode optimisasi yang didasarkan pada swarm intelligence ini kawanan diasumsikan mempunyai ukuran tertentu atau tetap dengan setiap partikel posisi awalnya terletak disuatu lokasi yang acak dalam ruang multidimensi. Setiap partikel diasumsikan memiliki dua karakteristik, yaitu posisi dan kecepatan. Setiap partikel bergerak dalam ruang tertentu dan mengingat posisi terbaik yang pernah dilalui atau ditemukan terhadap sumber makanan atau nilai fungsi objektif. Setiap partikel menyampaikan informasi atau posisi bagusnya kepada partikel yang lain dan menyesuaikan posisi dan kecepatan masing-masing

17 berdasarkan informasi yang diterima mengenai posisi yang bagus tersebut. Model ini akan disimulasikan dalam ruang dengan dimensi tertentu sejumlah iterasi sehingga disetiap iterasi, posisi partikel akan semakin mengarah ke target yang dituju (minimasi atau maksimasi fungsi). Proses ini dilakukan hingga maksimum iterasi dicapai atau bisa juga digunakan kriteria penghentian yang lain. 12 Model ini menggunakan rumus berupa kecepatan partikel j pada iterasi ke-i dan posisi atau koordinat partikel j pada iterasi ke-i dengan persamaan sebagai berikut: ( X ) (G X ) 7...(4) X X...(5) dengan, j = 1,2,,N Dimana c 1 dan c 2 adalah learning rates untuk kemampuan individu (cognitive) dan pengaruh sosial (group), dan r 1 dan r 2 bilangan random yang terdistribusi uniform dalam interval 0 dan 1, X j adalah vektor koordinasi dari partikel, P best adalah nilai fungsi objektif paling rendah (kasus minimasi), dan G best merupakan nilai terbaik untuk semua partikel X j yang ditemukan sampai iterasi ke-i. 12 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisika Teori, Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini di mulai pada bulan Desember 2013 sampai dengan bulan Juli Alat dan Bahan Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa laptop Lenovo ideapad S100c dengan processor intel atom CPU 1.67GHz, Memori 4 GB dan peralatan berupa alat tulis (buku, pena dan pensil). Software yang digunakan untuk proses komputasi adalah bahasa pemprograman MATLAB R2008b, Microsoft Office TM 2010, dan Notepad. Pendukung penelitian ini berupa sumber pustaka yaitu jurnal-jurnal ilmiah, tesis, dan sumber lain yang relevan. Prosedur Penelitian Studi Pustaka Studi pustaka dilakukan untuk memahami proses kinetika glukosa dan insulin sehingga memudahkan perancangan program simulasinya. Studi pustaka

18 8 diperlukan untuk mengetahui sejauh mana perkembangan yang telah dicapai dalam bidang yang diteliti. Studi pustaka akan membantu penulis dalam menganalisis hasil yang didapat dari simulasi model minimal kinetika glukosa dan insulin untuk mendeteksi diabetes. Data eksperimen yang digunakan dalam penelitian diperoleh dari jurnal yang telah dipublikasi. Perumusan Modifikasi Minimal Model Perumusan modifikasi minimal model dilakukan dengan mempelajari metabolisme glukosa dan insulin di dalam tubuh dari data eksperimen, kemudian setiap proses metabolisme tersebut digambarkan dalam persamaan matematika. Persamaan minimal model oleh Bregman tersebut akan dimodifikasi kembali kembali karena pada persamaan insulin tersebut hanya berlaku untuk kasus subjek normal, dengan cara mengamati setiap proses metabolisme perubahan glukosa dan insulin. Sehingga modifikasi minimal model dapat digunakan baik pada kasus subjek normal dan penderita diabetes maupun subjek obesitas. Selanjutnya persamaan matematika dianalisis kestabilan dan keseimbangan hingga sesuai dengan percobaan. Bentuk minimal model yang dimodifikasi adalah dengan mengganti persamaan perubahan insulin sebagai berikut: 13 di( t) dt ( G( t) G ) t k( I( t) ) jikag(t) >G b, I(t 0 ) = I 0 b I b...(6) di( t) k( I( t) I b ) jikag(t) <G b, I(t 0 ) = I 0 dt...(7) Tabel 3 Variabel dan Parameter Persamaan Perubahan Insulin Simbol Satuan Keterangan K menit -1 konstanta laju fraksi penghilangan insulin Γ menit -2 (µu/ml)(mg/dl) -1 pankreas tahap kedua ukuran dari respon pada glukosa Sumber : Agus kartono 13 (2013) Pembuatan Program Program simulasi dari minimal model glukosa dan insulin yang diusulkan dibuat menggunakan software Matlab R2008b. Bahasa pemrograman Matlab R2008b diperlukan untuk memudahkan perhitungan secara numerik dan juga memudahkan dalam pembuatan grafik solusi persamaan laju perubahan konsentrasi glukosa dan insulin dari model yang dibuat. Analisis numerik dilakukan karena model ini sulit untuk diselesaikan secara analitik. Model

19 matematika pada penelitian ini merupakan persamaan diferensial biasa, maka metode numerik yang paling akurat ialah Runge Kutta orde 4 dan orde 5. Program Minimal model tersebut akan dihubungkan ke pemodelan algoritma Particle Swarm Optimization (PSO) untuk membantu pencarian parameter, parameter yang akan dicari adalah γ, G b, I b, k, p 1, p 2, dan S I. Algoritma PSO ini cocok digunakan untuk mencari besar nilai variabel pada persamaan yang cukup kompleks, karena memiliki ketetapan yang cukup besar. Tetapi algoritma ini akan memiliki error yang cukup besar jika digunakan pada persamaan yang sederhana. Secara umun PSO meniru perilaku kawanan serangga, sehingga diasumsikan bahwa adanya ukuran kelompok atau kawanan untuk mencari parameter yang dibutuhkan. Untuk mengurangi jumlah evaluasi fungsi yang diperlukan untuk menemukan solusi, sebaiknya ukuran partikel tidak terlalu besar dan juga tidak terlalu kecil, agar ada banyak kemungkinan posisi menuju solusi yang terbaik atau optimal. Jika terlalu kecil, sedikit kemungkinan menemukan posisi partikel yang baik. Terlalu besar juga akan membuat perhitungan jadi panjang. Biasanya digunakan ukuran kawanan adalah 20 sampai 30 partikel. Langkah awal, menentukan rentang batas atas dan batas bawah dari nilai parameter yang dibuat. Nilai parameter tersebut akan dijadikan sebagai posisi awal partikel, berhubungan dengan posisi awal maka akan dihasilkan kecepatan awal masing-masing partikel yang akan digunakan untuk mengevaluasikan nilai fungsi tujuan. Besarnya nilai parameter akan diperiksa terlebih dahulu apakah nilainya berada di dalam batas atau tidak. Jika nilai parameter berada di luar rentang maka partikel akan mencari partikel lain sampai pencarian ketemu. Nilai parameter awal akan disubtitusikan ke dalam program persamaan minimal model, sehingga menghasilkan data parameter simulasi glukosa dan insulin. Pencarian parameter menggunakan algoritma PSO dapat digunakan pada data glukosa dan insulin dalam waktu bersamaan, dengan keluaran grafik data simulasi dan data eksperimen secara bersamaan juga. Nilai parameter yang dihasilkan akan selalu berubah-ubah pada setiap proses pencarian sebab perubahannya juga bergantung pada nilai random. Ketika program berjalan akan menghasilkan satu data terbaik diantara semua data. Setelah memperoleh data simulasi, data tersebut dibandingkan dengan melihat nilai error. Semakin kecil nilai error berarti parameter yang diperoleh akan menghasilkan data simulasi yang semakin mendekati data eksperimen. Partikel akan bergerak kembali ketika mendapatkan error yang besar sehingga posisi partikel akan berubah, begitu pula dengan kecepatan partikelnya. Posisi atau nilai parameter dari setiap partikel yang menghasilkan data simulasi lebih mendekati dengan data eksperimen akan dijadikan posisi terbaiknya (Pbest). Posisi dan kecepatan yang baru diperoleh ini juga akan diperiksa agar tetap berada didalam batas dan lebih baik dari nilai sebelumnya. Berdasarkan besar nilai parameter terbaik dari setiap partikel tersebut akan saling dibandingkan untuk diperoleh parameter terbaik dari partikel yang terbaik (Gbest). Ketika program dijalankan, maka hasil pencarian terakhir adalah parameter yang dicari dan pemograman berhasil. 9

20 10 Analisa Output Setelah membuat program, langkah selanjutnya yaitu mevalidasi simulasi program melalui perbandingan dengan data eksperimen subjek normal dan subjek diabetes yang digunakan dalam penelitian ini dan diperoleh dari jurnal yang dipublikasi. Validasi model dilakukan dengan cara menggunakan nilai koefisien korelasi (R 2 ) dilakukan antara hasil simulasi terhadap hasil eksperimen yang dirumuskan sebagai: X N 2 yi y( t i, 1,..., m ) i (8) SST N i 1 2 y i y...(9) R 2 2 X 1 x100% SST...(10) dimana merupakan data hasil eksperimen dengan standar deviasi sebesar, t merupakan data hasil pemodelan, adalah data eksperimen, X 2 adalah jumlah kuadrat error, N adalah banyak data, merupakan nilai rata-rata dari hasil penjumlahan data eksperimen dan data pemodelan, SST adalah jumlah kuadrat selisih antara data eksperimen dengan rata-rata dari data percobaan dan eksperimen dan R 2 adalah koefisien korelasi. 14 Koefisien korelasi memiliki rentang 0 hingga 1 yang menunjukkan bahwa hasil simulasi model fit atau bersentuhan dengan data eksperimen pada grafik dan apabila nilai R 2 mendekati angka 1 maka simulasi program ialah valid. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini, dilakukan pelakuan pada subjek obesitas melalui simulasi model. Simulasi model yang digunakan akan dikaitkan dengan algoritma particle swarm optimization dalam penentuan nilai parameter sensitivitas insulin dan efektifitas glukosa. Namun adapun karakteristik klinis dari subjek yang di publikasikan Arie Katz et al 15 yang dapat dilihat pada Tabel 4. Data yang di peroleh dari Arie Katz et al 15 mencakup 28 subjek normal, 13 subjek obesitas dan 15 subjek diabetes. Subjek normal atau orang sehat didefinisikan bahwa memiliki indeks massa tubuh (IMT) kurang dari 30 kg/m 2 sedangkan subjek dengan IMT lebih dari 30 kg/m 2 dianggap obesitas. Pada kondisi normal lemak tubuh berfungsi sebagai cadangan energi, pengatur suhu tubuh, pelindung dari trauma dan fungsifungsi lainnya. Secara ideal, komposisi lemak pada perempuan adalah 25-30% dan pada laki-laki %. Apabila lemak tubuh melebihi komposisi normal,

21 11 Tabel 4 Karakteristik Subjek dari Arie Katz et al Kelompok Jumlah subjek dan Jenis kelamin Umur (tahun) IMT (kg/m 2 ) Glukosa puasa (mg/dl) Insulin puasa (µu/ml) Normal 15, Obesitas 5, DM 7, Sumber: Arie Katz et al 15 (2000) maka orang tersebut dapat dikategorikan kegemukan (obesitas). 1 Solusi numerik ketiga kelompok tersebut diperoleh dengan cara mensubtitusikan nilai-nilai parameter ke persamaan (1), (2), dan (3) sehingga diperoleh kurva hubungan antara konsentrasi glukosa dan insulin terhadap waktu. Berikutnya validasi model dilakukan antara hasil simulasi dengan data eksperimen yang diperoleh dari jurnal. Validasi Model subjek Normal dan subjek Diabetes Data eksperimen subjek normal yang diperoleh dari publikasi Arie Katz et al. 15 Analisis data dilakukan dengan cara Frequently Sensitivity Intravenous Glucose Tolerance Test (FSIVGTT). FSIVGTT adalah pemberian glukosa kepada pasien dengan cara berpuasa semalaman sekitar 8 sampai 10 jam tanpa suplementasi insulin dan dipasang dua jalur intravena. Jalur intravena akan digunakan untuk pengambilan data secara rutin. Pasien akan diberikan bolus infus glukosa intravena sebesar 0.3 g/kg berat badan ke dalam vena antecubital secara cepat setelah lebih dari dua menit. Kemudian, tepat 20 menit setelah inisiasi dari bolus glukosa, lalu pasien diberikan bolus infus insulin intravena sebesar 4 mu/kg secara cepat selama lima menit. Sebelum diinjeksi, kadar glukosa darah diukur sebagai kadar glukosa basal. Ketika waktu berada pada 0 menit, bolus glukosa diinjeksi dan kemudian diukur pada waktu yang berbeda antara konsentrasi glukosa dan konsentrasi insulin. Konsentrasi glukosa terhadap waktu diukur pada 4, 4.5, 5, 5.5, 6, 6.5, 7.5, 9, 11, 13, 15, 19.5, 22.5, 25.5, 27.5, 30, 40.5, 50, 60, 70, 80, 90, 100, 120, 150, dan 180 menit. Sedangkan konsentrasi insulin terhadap waktu diukur pada 2, 4.5, 5, 6.5, 7.5, 7.5, 11, 13, 15, 16.5, 21, 22.5, 23.5, 24, 22.5, 25.5, 27, 30, 39.5, 49.5, 60, 70.5, 80, 90, 99.5, 120, 150, dan 180 menit. Plot kadar glukosa dari data eksperimen dan hasil simulasi ditunjukkan pada Gambar 2 dan kadar insulin dari data eksperimen dan hasil simulasi ditunjukkan pada Gambar 3. Prediksi efektivitas glukosa (S G ) dari data eksperimen Arie Katz et al 15 tidak dicantumkan tetapi S G yang didapatkan dengan menggunakan algoritma PSO pada model yang diusulkan sebesar x 10-2 menit -1. Nilai Sg yang diperoleh oleh model menyatakan bahwa kemampuan penyerapan glukosa tanpa bantuan insulin pada jaringan dalam keadaan normal karena berada di dalam rentang orang sehat yaitu sebesar 2.6 x 10-3 sampai 3.9 x 10-2 menit Hal ini juga dibuktikan dengan glukosa basal yang terukur setelah berpuasa sebesar mg/dl yang juga berada pada kadar glukosa normal dan Korelasi antara data glukosa eksperimen dan hasil simulasi sebesar 98.25%. Berdasarkan gambar

22 12 glukosa normal yang diperoleh terlihat kadar glukosa yang awalnya berada pada tingkat basal, kemudian naik karena adanya injeksi bolus glukosa ke dalam intravena. Setelah itu gkulosa perlahan-lahan turun secara eksponensial ketingkat basal dalam waktu 55 menit karena adanya pemanfaatan glukosa oleh tubuh menjadi energi. Proses ini dibantu oleh hormon insulin yang disekresikan oleh pankreas. Sensitivitas insulin (S I ) dari data eksperimen diperoleh S I sebesar 4.7 x 10-4 sampai 5.9 x 10-4 menit -1 (µu/ml) -1. Sedangkan S I yang didapatkan dengan algoritma PSO pada model yang diusulkan sebesar 5.3 x 10-4 menit -1 (µu/ml) -1. Nilai S I yang diperoleh oleh model menyatakan bahwa sensitivitas subjek dalam keadaan normal dan tidak mengalami resistansi insulin karena berada dalam rentang orang sehat yaitu sebesar 2.1 x 10-4 sampai 1.82 x 10-3 menit -1 (µu/ml) Hasil analisis ini menunjukkan bahwa subjek memimiliki indeks sensitivitas insulin normal yang menunjukkan bahwa kemampuan untuk meningkatkan penyerapan glukosa pada otot sangat baik. 8 Laju perubahan kadar glukosa dan kadar insulin pada kedua gambar di atas adalah kasus orang sehat tanpa infus insulin tambahan. Pada Gambar 3 terdapat dua puncak di dalam tubuh. Puncak pertama disebabkan karena adanya rangsangan dari sel beta ketika kadar glukosa tinggi, insulin akan merespon dengan cepat dan akan turun dengan cepat pula. Setelah sekresi insulin pertama selesai, insulin akan meningkat dan bertahan dalam waktu yang cukup lama. Tingginya puncak kedua ini akan bergantung pada besarnya kadar glukosa dalam tubuh. Kemudian sekresi insulin akan menurun hingga kadar glukosa menjadi normal kembali. Korelasi antara data insulin eksperimen dan hasil simulasi yang diperoleh adalah sebesar 91.17%. Sehingga dari plot kurva hasil simulasi dan data eksperimen di atas dapat menunjukkan bahwa model yang diusulkan valid. Nilai parameter subjek normal tercantum pada Lampiran 6. Gambar 2 Hasil simulasi minimal model glukosa subjek normal. Kurva biru menunjukkan hasil simulasi dan lingkaran merah menunjukkan data eksperimen subjek normal.

23 13 Gambar 3 Hasil simulasi minimal model insulin subjek normal. Kurva biru menunjukkan hasil simulasi dan lingkaran merah menunjukkan data eksperimen subjek normal. Sedangkan data eksperimen untuk subjek diabetes yang diperoleh dari publikasi Arie Katz et al. 15 Setelah puasa 10 jam, pasien diinjeksi bolus infus glukosa intravena sebesar 0.3 g/kg berat badan ke dalam vena antecubital secara cepat setelah lebih dari dua menit. Tepat 20 menit setelah inisiasi dari bolus glukosa, lalu pasien diberikan bolus infus insulin intravena sebesar 4 mu/kg secara cepat selama lima menit. Sebelum diinjeksi, kadar glukosa darah diukur sebagai kadar glukosa basal. Ketika waktu berada pada 0 menit, bolus glukosa diinjeksi dan kemudian diukur pada waktu yang berbeda antara konsentrasi glukosa dan konsentrasi insulin. Konsentrasi glukosa terhadap waktu diukur pada 2, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 15, 17, 20, 25, 30, 40, 50, 60, 70, 80, 90, 100, 120, 150, dan 180 menit. Sedangkan konsentrasi insulin terhadap waktu diukur pada 3, 5, 7, 10, 13, 15, 17, 19, 20, 22, 24, 25, 30, 49, 50, 60, 69, 80, 90, 98, 120, 150, dan 180 menit. Plot kadar glukosa dari data eksperimen dan hasil simulasi ditunjukkan Gambar 4 dan kadar insulin dari data eksperimen dan hasil simulasi ditunjukkan pada Gambar 5. Prediksi sensitivitas insulin (S I ) dari data Arie Katz et al 15 diperoleh eksperimen S I sebesar 3.8 x 10-4 sampai 5.8 x 10-4 menit -1 (µu/ml) -1. Sedangkan S I yang didapatkan dengan algoritma PSO pada model yang diusulkan sebesar 1.92 x 10-4 menit -1 (µu/ml) -1, sehingga terlihat bahwa S I orang tersebut berada di luar rentang. Nilai S I yang ditunjukkan oleh model juga dapat dikatakkan bahwa pasien memiliki gangguan sensitivitas insulin atau pasien mengalami resistansi insulin sesuai dengan ambang batas antara orang pradiabetes dan orang sehat sebesar 2.8 x 10-4 menit -1 (µu/ml) Semakin tinggi tingkat resistansi insulin, rendahnya sensitivitas insulin berakibat glukosa sulit masuk ke dalam sel sehingga kadar glukosa di dalam darah tetap tinggi dapat terlihat pada simulasi model diperoleh kadar glukosa darah puasa yang tinggi mencapai 178 mg/dl. Terbukti

24 14 pasien yang puasa selama 8 samapai 10 jam memiliki rentang glukosa dara puasa pada diabetes yaitu diatas 126 mg/dl. Efektivitas glukosa (S G ) diprediksi dari model yang didapatkan dengan menggunakan algoritma PSO pada model yang diusulkan sebesar x 10-2 menit -1. Nilai S G masih dalam rentang normal sebesar 2.6 x 10-3 sampai 3.9 x 10-2 menit Hal ini menunjukkan bahwa laju penyerapan glukosa pada jaringan tanpa bantuan insulin masih baik. Penyerapan glukosa tanpa respon insulin terjadi pada otak dan sel darah merah, dimana pada proses penyerapan glukosa untuk menghasilkan energi tidak memerlukan bantuan insulin. Pradiabetes adalah keadaan seseorang yang akan menderita penyakit diabetes apabila pola hidupnya tidak dirubah. Gambar 4 menunjukkan bahwa setelah injeksi bolus glukosa, kadar glukosa mencapai kadar yang lebih tinggi dan kemudian turun secara eksponensial ke garis basal dalam waktu 50 menit. Penerunan tersebut disebabkan oleh pertama, aksi insulin yaitu pengaruh insulin untuk mempercepat penyerapan glukosa dan kedua, responsivitas pancreas yaitu pengaruh glukosa untuk meningkatkan sekresi insulin. Korelasi antara data insulin eksperimen dan hasil simulasi yang diperoleh adalah sebesar 96,06%. Pada Gambar 5 terdapat dua puncak. Puncak pertama disebabkan karena adanya rangsangan dari sel beta ketika kadar glukosa tinggi, insulin akan merespon dengan cepat dan akan turun dengan cepat pula. Setelah sekresi insulin pertama selesai, insulin akan meningkat dan bertahan dalam waktu yang cukup lama. Tingginya puncak kedua ini akan bergantung pada besarnya kadar glukosa dalam tubuh. Kemudian sekresi insulin akan menurun hingga kadar glukosa menjadi normal kembali. Korelasi antara data glukosa ekperimen dan hasil simulasi yang diperoleh adalah sebesar 97,76%. Sehingga dari plot kurva hasil simulasi dan data eksperimen di atas dapat menunjukkan bahwa model yang diusulkan valid. Nilai parameter subjek diabetes tercantum pada Lampiran 6. Gambar 4 Hasil simulasi minimal model glukosa diabetes. Kurva biru menunjukkan hasil simulasi dan lingkaran merah menunjukkan data eksperimen subjek diabetes.

25 15 Gambar 5 Hasil simulasi minimal model insulin diabetes. Kurva biru menunjukkan hasil simulasi dan lingkaran merah menunjukkan data eksperimen subjek diabetes. Validasi yang dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa, hasil simulasi pada gambar insulin di atas dimulai pada data tertinggi atau inslulin terbesar, agar ketika glukosa berada di puncak tertinggi maka insulin juga harus berada di daerah tersebut. Dimana pada saat diberikan insulin maka terjadi respon akibat adanya glukosa. Simulasi model dalam mencari nilai-nilai parameter dengan cara algoritma PSO sangat membantu penelitian ini. Terbukti dengan dilakukannya validasi terhadap data eksperimen subjek normal dan subjek diabetes, memiliki kesesuian terhadap hasil dari jurnal dengan algoritma PSO. Serta berada dalam rentang orang sehat dan diabetes, dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 5 Perbandingan Hasil dari Arie Katz et al dengan PSO Subjek Parameter Hasil Jurnal Hasil PSO Status Orang sehat Diabetes S I (10-4 ) x 10-4 Normal S G x 10-2 Normal S I (10-4 ) 1.92 x 10-4 Resitansi Insulin S G x 10-2 Normal

26 16 Solusi Numerik untuk Kasus Obesitas Data eksperimen diperoleh dari Arie Katz et al. 15 Pasien berpuasa semalaman sekitar 8 sampai 10 jam, tanpa suplementasi insulin, dan dipasang dua jalur intravena. Jalur intravena akan digunakan untuk pengambilan data secara rutin. Pasien akan diberikan bolus infus glukosa intravena sebesar 0.3 g/kg berat badan ke dalam vena antecubital secara cepat setelah lebih dari dua menit. Kemudian, tepat 20 menit setelah inisiasi dari bolus glukosa, lalu pasien diberikan bolus infus insulin intravena sebesar 4 mu/kg secara cepat dengan laju konstan selama lima menit. Sebelum diinjeksi, kadar glukosa darah diukur sebagai kadar glukosa basal. Ketika waktu berada pada 0 menit, bolus glukosa diinjeksi dan kemudian diukur pada waktu yang berbeda antara konsentrasi glukosa dan konsentrasi insulin. Konsentrasi glukosa terhadap waktu diukur pada 1, 2, 3, 4, 5, 6, 8, 10, 13, 15, 19, 22, 24, 27, 30, 39, 50, 60, 70, 80, 90, 96, 120, 150, dan 180 menit. Sedangkan konsentrasi insulin terhadap waktu diukur pada 1.5, 4, 4.5, 5, 5.5, 7.5, 9, 12, 13, 15, 19, 20, 22, 24, 25, 27, 30, 40, 49, 60, 69, 79, 90, 99, 99.5, 120, 150, dan 180 menit. Plot kadar glukosa dari data eksperimen dan hasil simulasi ditunjukkan Gambar 6 dan kadar insulin dari data eksperimen dan hasil simulasi ditunjukkan pada Gambar 7. Frequently Sensitivity Intravenous Glucose Tolerance Test (FSIVGTT) di modifikasi dengan injeksi insulin pada menit ke-20 selama 5 menit, kadar glukosa darah yang sehat cepat kembali ke garis basal dalam 1 jam tetapi pada orang sakit biasanya lebih dari 2 jam untuk kembali ketingkat basal setelah turun dengan cepat melewati tingkat basal karena pengaruh pemberian insulin eksogen. Gambar 6 Hasil simulasi minimal model glukosa obesitas. Kurva biru menunjukkan hasil simulasi dan lingkaran merah menunjukkan data eksperimen subjek obesitas.

27 Prediksi sensitivitas insulin (S I ) dari data Arie Katz et al 15 diperoleh eksperimen S I sebesar 2.3 x 10-4 sampai 4.7 x 10-4 menit -1 (µu/ml) -1. Sedangkan S I yang didapatkan dengan algoritma PSO pada model yang diusulkan sebesar x 10-4 menit -1 (µu/ml) -1, sehingga dapat dikatakan bahwa sensitivitas subjek dalam keadaan normal dan tidak mengalami resistansi insulin karena berada dalam rentang orang normal yaitu sebesar 2.1 x 10-4 sampai 1.82 x 10-3 menit -1 (µu/ml) Hasil analisis ini dapat dikatakan bahwa subjek memiliki indeks sensitivitas insulin normal yang menunjukkan bahwa kemampuan untuk meningkatkan penyerapan glukosa pada otot sangat baik. 8 Semakin rendah tingkat resistansi insulin maka tingginya sensitivitas insulin, berakibat glukosa mudah masuk ke dalam sel sehingga kadar glukosa di dalam darah tetap rendah dapat terlihat pada glukosa darah puasa yang mencapai 90 mg/dl pada eksperimen Arie Katz et al 15 dan terbukti pasien yang puasa selama 8 samapai 10 jam memiliki rentang glukosa darah puasa normal yaitu sebesar 70 sampai 99 mg/dl. 7 Korelasi antara data insulin eksperimen dan hasil simulasi yang diperoleh adalah sebesar 91.07%. Efektivitas glukosa (S G ) dari data eksperimen Arie Katz et al 15 tidak dicantumkan tetapi S G yang didapatkan dengan menggunakan algoritma PSO pada model yang diusulkan sebesar x 10-2 menit -1. Nilai Sg yang diperoleh oleh model menyatakan bahwa kemampuan penyerapan glukosa tanpa bantuan insulin pada jaringan dalam keadaan normal karena berada di dalam rentang orang normal yaitu sebesar sampai menit Hal ini juga dibuktikan dengan glukosa basal yang terukur setelah berpuasa sebesar mg/dl yang juga berada pada kadar glukosa normal. 17 Gambar 7 Hasil simulasi minimal model insulin obesitas. Kurva biru menunjukkan hasil simulasi dan lingkaran merah menunjukkan data eksperimen subjek obesitas.

28 18 Laju perubahan kadar glukosa dan kadar insulin pada Gambar 6 dan Gambar 7 adalah kasus orang normal tampa infus insulin tambahan. Pada grafik di atas terdapat dua puncak di dalam tubuh. Puncak pertama disebabkan karena adanya rangsangan dari sel beta ketika kadar glukosa tinggi, insulin akan merespon dengan cepat dan akan turun dengan cepat pula. Namun, pada puncak pertama tidak bekerja dengan efektif. Setelah sekresi insulin pertama selesai, insulin akan meningkat dan bertahan dalam waktu yang cukup lama. Proses insulin kedua muncul pada menit ke-25 dan melonjat naik hingga mencapai 250 µu/ml. Tingginya puncak kedua ini akan bergantung pada besarnya kadar glukosa dalam tubuh. Kemudian sekresi insulin akan menurun hingga kadar glukosa menjadi normal kembali. Pada grafik insulin ini, hasil simulasinya di mulai pada data tertinggi atau inslulin terbesar, agar ketika glukosa berada di puncak tertinggi maka insulin juga harus berada di daerah tersebut. Dimana pada saat di berikan insulin maka terjadi respon akibat adanya glukosa. Nilai parameter S I dan S G yang telah diperoleh pada penelitian ini merupakan salah satu penentu kondisi kesehatan seseorang pada penyakit diabetes. Berdasarkan hasil S I dan S G pada subjek obesitas masih dalam keadaan sehat atau normal, tidak mengalami diabetes melitus. Korelasi antara data glukosa eksperimen dan hasil simulasi yang diperoleh adalah sebesar 98.13%. Sehingga dari plot kurva hasil simulasi dan data eksperimen di atas dapat menunjukkan bahwa model yang diusulkan valid. Nilai parameter profil metabolik subjek obesitas tercantum pada Lampiran 6. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil simulasi minimal model pada penelitian ini, pencarian parameter dapat menggunakan algoritma Particle Swarm Optimization baik untuk data eksperimen glukosa dan insulin sekaligus. Penentuan nilai parameter seperti Gb, γ, Ib, k, dan, p 2 digunakan dalam model ini untuk menggambarkan mekanisme pengaturan gula darah dalam tubuh. Hal ini tidak dapat mengidentifikasi seseorang menderita diabetes mellitus atau tidak karena parameter tersebut hanya mempengaruhi besar nilai S I dan S G sebagai penentu kondisi kesehatan seseorang baik untuk mendeteksi orang sehat, pasien pradiabetes dan pasien diabetes. Kasus obesitas pada penelitian ini di dapat hasil S I dan S G yang berada dalam rentang orang sehat, sehingga dapat dikatakan bahwa subjek obesitas dalam keadaan normal dan tidak mengalami resistansi insulin. Hasil dari pemodelan dengan menggunakan nilai-nilai parameter tersebut akan menghasilkan pola grafik yang tidak jauh berbeda antara hasil simulasi dengan data eksperimen. Sehingga dapat juga di lihat dari nilai korelasi yang didapatkan pada subjek obesitas melebihi 90%, dimana model yang diusulkan cocok dengan data eksperimen dan layak untuk digunakan.

29 19 Saran 1. Perlu modifikasi pemodelan kembali untuk mempertimbangkan jeda waktu antara respon insulin terhadap kenaikan glukosa. 2. Modifikasi minimal model dalam menentukan nilai sensitivitas insulin dan efektivitas glukosa untuk kasus obesitas ini menggunakan data eksperimen yang terdapat pada jurnal yang telah di publikasikan. Namun, untuk mengguji kondisi kesehatan subjek obesitas sehat atau mengalami diabetes, lebih baik menggunakan data eksperimen subjek obesitas yang telah dipublikasikan lebih banyak lagi. Hal ini dikarenakan untuk mendeteksi hasil yang lebih valid lagi, serta data yang lebih banyak dapat mengetahui kemungkinan rentang nilai sensitivitas insulin dan efektivitas glukosa untuk obesitas sendiri. DAFTAR PUSTAKA 1. Retnaningsih E Model Prediksi Prevalensi Obesitas Pada Penduduk Umur Diatas 15 Tahun Di Indonesia. Palembang: Badan Penelitian dan Pengembangan Provensi Sumatera Selatan 2. Bintanah Sufiati, Erma Handarsari Asupan Serat Dengan Kadar Gula Darah, Kadar Kolesterol Total dan Status Gizi Pada Pasien Ddiabetus Mellitus Tipe 2 di Rumah Sakit Roemani Semarang. LPPM UNIMUS. ISBN : Handayani Modifikasi Gaya Hidup dan Intervensi Farmakologis Dini Untuk Pencegahan Penyakit Diabetes Mellitus Tipe 2. Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Barat. 4. Makroglou A, Li j, Kuang Y Mathematical models and software tools for the glucose-insulin regulatory system and diabetes: an overview. Applied Numerical Mathematics. 56: Sulistyoningrum Evy Tinjauan Molekular dan Aspek Klinis Resistensi Insulin. Fakultas Kedokteran dan Ilmu-ilmu Kesehatan, Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto. 6. Chin, Sze Vone Structural Identifiability and Indistinguis hability Ana lyses of Glucose Insulin Models. University of Warwick. Thesis. 7. Esben FJ Modeling and Simulation of Glucose-Insulin Metabolism. Technical University of Denmark : Denmark. 8. Bergman RN Minimal Model: Perspective from Hormone Research 64 (suppl 3): Harahap Erwina Rafni Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Penderita Diabetes Melitus (Dm) Dengan Pemanfaatan Klinik Diabetes Melitus Di Puskesmas Sering Kecamatan Medan Tembung Tahun Skripsi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan. 10. Andrea De Gaetoano and Ovide Arino Mathematical modelling of the intravenous glucose tolerance test. Journal of Mathematical Biology. 40: , Revised version February

PENENTUAN SENSITIVITAS INSULIN (S I ) DAN EFEKTIVITAS GLUKOSA (S G ) PADA MINIMAL MODELTERMODIFIKASI MENGGUNAKAN ALGORITMA PSOUNTUK KASUS OBESITAS

PENENTUAN SENSITIVITAS INSULIN (S I ) DAN EFEKTIVITAS GLUKOSA (S G ) PADA MINIMAL MODELTERMODIFIKASI MENGGUNAKAN ALGORITMA PSOUNTUK KASUS OBESITAS Jurnal Biofisika10 (2): 56-69 PENENTUAN SENSITIVITAS INSULIN (S I ) DAN EFEKTIVITAS GLUKOSA (S G ) PADA MINIMAL MODELTERMODIFIKASI MENGGUNAKAN ALGORITMA PSOUNTUK KASUS OBESITAS H. Syafutra*, A. Kartono,L.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kinetika Glukosa dan Insulin

TINJAUAN PUSTAKA Kinetika Glukosa dan Insulin TINJAUAN PUSTAKA Kinetika Glukosa dan Insulin Berbagai eksperimen in vivo dan in vitro menunjukkan bahwa laju sekresi insulin dari pankreas, berosilasi dalam beberapa skala waktu yang berbeda. Osilasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit yang telah merambah ke seluruh lapisan dunia. Prevalensi penyakit ini meningkat setiap tahunnya. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan

Lebih terperinci

ANALISIS DATA TES TOLERANSI GLUKOSA INTRAVENA MENGGUNAKAN MINIMAL MODEL TERMODIFIKASI DAN METODE NUMERIK

ANALISIS DATA TES TOLERANSI GLUKOSA INTRAVENA MENGGUNAKAN MINIMAL MODEL TERMODIFIKASI DAN METODE NUMERIK ANALISIS DATA TES TOLERANSI GLUKOSA INTRAVENA MENGGUNAKAN MINIMAL MODEL TERMODIFIKASI DAN METODE NUMERIK NURULLAELI leli.biofisika@gmail.com Program Studi Teknik Informatika Fakultas Teknik, Matematika

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Validasi Model Model simulasi yang dibuat harus kredibel atau dapat dipercaya. Representasi kredibilitas tersebut ditunjukkan oleh validasi model. Validasi merupakan proses penentuan

Lebih terperinci

MODEL MINIMAL KINETIKA GLUKOSA DAN INSULIN UNTUK MENDETEKSI DIABETES TIPE 2 SEM SERAH

MODEL MINIMAL KINETIKA GLUKOSA DAN INSULIN UNTUK MENDETEKSI DIABETES TIPE 2 SEM SERAH MODEL MINIMAL KINETIKA GLUKOSA DAN INSULIN UNTUK MENDETEKSI DIABETES TIPE 2 SEM SERAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masalah utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American. Diabetes Association (ADA) 2010, diabetes melitus merupakan suatu

I. PENDAHULUAN. masalah utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American. Diabetes Association (ADA) 2010, diabetes melitus merupakan suatu 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang masih menjadi masalah utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American Diabetes Association (ADA) 2010,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat semakin meningkat. Salah satu efek samping

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat semakin meningkat. Salah satu efek samping BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dewasa ini, keberhasilan pembangunan ekonomi di Indonesia telah membuat kesejahteraan masyarakat semakin meningkat. Salah satu efek samping berhasilnya pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. pada sel beta mengalami gangguan dan jaringan perifer tidak mampu

BAB I PENDAHULUAN UKDW. pada sel beta mengalami gangguan dan jaringan perifer tidak mampu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Diabetes melitus merupakan gangguan metabolisme yang ditandai dengan munculnya hiperglikemia karena sekresi insulin yang rusak, kerja insulin yang rusak

Lebih terperinci

APLIKASI GRAVITATIONAL SEARCH ALGORITHM UNTUK PENENTUAN PARAMETER SENSITIVITAS INSULIN DAN EFEKTIVITAS GLUKOSA PADA ORAL MINIMAL MODEL TERMODFIKASI

APLIKASI GRAVITATIONAL SEARCH ALGORITHM UNTUK PENENTUAN PARAMETER SENSITIVITAS INSULIN DAN EFEKTIVITAS GLUKOSA PADA ORAL MINIMAL MODEL TERMODFIKASI APLIKASI GRAVITATIONAL SEARCH ALGORITHM UNTUK PENENTUAN PARAMETER SENSITIVITAS INSULIN DAN EFEKTIVITAS GLUKOSA PADA ORAL MINIMAL MODEL TERMODFIKASI RAKHMAT FEBRIANA DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

DINAMIKA ORAL MINIMAL MODEL UNTUK MENDETEKSI PENYAKIT DIABETES TIPE 2 ANDARI PRATIWI

DINAMIKA ORAL MINIMAL MODEL UNTUK MENDETEKSI PENYAKIT DIABETES TIPE 2 ANDARI PRATIWI DINAMIKA ORAL MINIMAL MODEL UNTUK MENDETEKSI PENYAKIT DIABETES TIPE 2 ANDARI PRATIWI DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

SIMULASI KINEMATIKA TERAPI DIABETES TIPE 1 MENGGUNAKAN MINIMAL MODEL TERMODIFIKASI DEMOS WIRA ARJUNA

SIMULASI KINEMATIKA TERAPI DIABETES TIPE 1 MENGGUNAKAN MINIMAL MODEL TERMODIFIKASI DEMOS WIRA ARJUNA SIMULASI KINEMATIKA TERAPI DIABETES TIPE 1 MENGGUNAKAN MINIMAL MODEL TERMODIFIKASI DEMOS WIRA ARJUNA DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan

BAB I PENDAHULUAN. metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin

Lebih terperinci

SIMULASI LAJU PENURUNAN GLUKOSA DARAH DIABETES TIPE 1 SETELAH MELAKUKAN AKTIVITAS FISIK

SIMULASI LAJU PENURUNAN GLUKOSA DARAH DIABETES TIPE 1 SETELAH MELAKUKAN AKTIVITAS FISIK Jurnal Biofisika 10 (1): 43-54 SIMULASI LAJU PENURUNAN GLUKOSA DARAH DIABETES TIPE 1 SETELAH MELAKUKAN AKTIVITAS FISIK M. Khalid,* A. Kartono. Bagian Fisika Teori, Departemen Fisika, Fakultas Matematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA) 2005 adalah

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA) 2005 adalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA) 2005 adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laporan World Health Organization (WHO) tahun 1995 menyatakan bahwa batasan Berat Badan (BB) normal orang dewasa ditentukan berdasarkan nilai Body Mass Index (BMI).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1,5 juta kasus kematian disebabkan langsung oleh diabetes pada tahun 2012.

BAB I PENDAHULUAN. 1,5 juta kasus kematian disebabkan langsung oleh diabetes pada tahun 2012. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, banyak penyakit yang diakibatkan oleh gaya hidup yang buruk dan tidak teratur. Salah satunya adalah diabetes melitus. Menurut data WHO tahun 2014, 347 juta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) atau kencing manis, disebut juga penyakit gula merupakan salah satu dari beberapa penyakit kronis yang ada di dunia (Soegondo, 2008). DM ditandai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada tahun 2000, World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa dari statistik kematian didunia, 57 juta kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh penyakit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan penderita secara keseluruhan bergantung pada sumber insulin external yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dan penderita secara keseluruhan bergantung pada sumber insulin external yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes Mellitus merupakan kondisi di mana pankreas tidak mampu memproduksi insulin yang cukup untuk mengatur kadar gula dalam darah. Pada penderita diabetes tipe

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Obesitas telah menjadi masalah kesehatan yang serius di seluruh dunia,

BAB 1 PENDAHULUAN. Obesitas telah menjadi masalah kesehatan yang serius di seluruh dunia, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obesitas telah menjadi masalah kesehatan yang serius di seluruh dunia, setelah menjadi masalah pada negara berpenghasilan tinggi, obesitas mulai meningkat di negara-negara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Glukosa Darah Karbohidrat merupakan sumber utama glukosa yang dapat diterima dalam bentuk makanan oleh tubuh yang kemudian akan dibentuk menjadi glukosa. Karbohidrat yang dicerna

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang American Diabetes Association (ADA) menyatakan bahwa Diabetes melitus

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang American Diabetes Association (ADA) menyatakan bahwa Diabetes melitus BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang American Diabetes Association (ADA) menyatakan bahwa Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengidap diabetes. Baik pria maupun wanita, tua maupun muda, tinggal di kota

BAB 1 PENDAHULUAN. mengidap diabetes. Baik pria maupun wanita, tua maupun muda, tinggal di kota 14 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jumlah pengidap diabetes di Indonesia menurut data WHO pada tahun 2009 mencapai 8 juta jiwa dan diprediksi akan meningkat menjadi lebih dari 21 juta jiwa

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. pergeseran pola penyakit. Faktor infeksi yang lebih dominan sebagai penyebab

BAB 1 : PENDAHULUAN. pergeseran pola penyakit. Faktor infeksi yang lebih dominan sebagai penyebab BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan zaman dan kemajuan teknologi mengakibatkan terjadinya pergeseran pola penyakit. Faktor infeksi yang lebih dominan sebagai penyebab timbulnya penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak adanya insulin menjadikan glukosa tertahan di dalam darah dan

BAB I PENDAHULUAN. tidak adanya insulin menjadikan glukosa tertahan di dalam darah dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit gangguan metabolisme kronis yang ditandai dengan peningkatan glukosa darah (hiperglikemia), disebabkan karena ketidakseimbangan

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. diamputasi, penyakit jantung dan stroke (Kemenkes, 2013). sampai 21,3 juta orang di tahun 2030 (Diabetes Care, 2004).

BAB I. Pendahuluan. diamputasi, penyakit jantung dan stroke (Kemenkes, 2013). sampai 21,3 juta orang di tahun 2030 (Diabetes Care, 2004). BAB I Pendahuluan 1. Latar Belakang Penyakit Tidak Menular (PTM) sudah menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik secara global, regional, nasional dan lokal. Salah satu PTM yang menyita banyak perhatian

Lebih terperinci

EPIDEMIOLOGI DIABETES MELLITUS

EPIDEMIOLOGI DIABETES MELLITUS EPIDEMIOLOGI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus, DM diabaínein (bhs yunani): διαβαίνειν,, tembus atau pancuran air Mellitus (bahasa Latin): rasa manis dikenal di Indonesia dengan istilah penyakit kencing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. DM tipe 2 berkaitan dengan beberapa faktor yaitu faktor resiko yang tidak dapat diubah dan

BAB I PENDAHULUAN. DM tipe 2 berkaitan dengan beberapa faktor yaitu faktor resiko yang tidak dapat diubah dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu penyakit yang prevalensinya semakin meningkat dari tahun ketahun dan merupakan penyakit kronis yang memerlukan terapi medis secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Menurut data dari International Diabetes Federation (IDF)

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Menurut data dari International Diabetes Federation (IDF) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu masalah kesehatan yang terbesar di dunia. Menurut data dari International Diabetes Federation (IDF) tahun 2013, didapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB I PENDAHULUAN. commit to user BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan, penyerapan dan penggunaan zat gizi. Status gizi berkaitan dengan asupan makanan yang dikonsumsi baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya telah mengalami perubahan dari basis pertanian menjadi

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya telah mengalami perubahan dari basis pertanian menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang perekonomiannya telah mengalami perubahan dari basis pertanian menjadi industri. Salah satu karakteristik dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan data International Diabetes Federation (IDF) pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan data International Diabetes Federation (IDF) pada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Diabetes melitus kini telah menjadi ancaman dalam kesehatan dunia. Jumlah penderita diabetes melitus tidak semakin menurun setiap tahunnya, namun justru mengalami

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Pada wanita, komposisi lemak tubuh setelah menopause mengalami

BAB 1 PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Pada wanita, komposisi lemak tubuh setelah menopause mengalami BAB 1 PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pada wanita, komposisi lemak tubuh setelah menopause mengalami perubahan, yaitu dari deposisi lemak subkutan menjadi lemak abdominal dan viseral yang menyebabkan peningkatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. sebanyak 17 orang dari 25 orang populasi penderita Diabetes Melitus. darah pada penderita DM tipe 2.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. sebanyak 17 orang dari 25 orang populasi penderita Diabetes Melitus. darah pada penderita DM tipe 2. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian dan Pembahasan 1. Deskripsi Penderita Diabetes Melitus tipe 2 Berdasarkan Jenis Kelamin Berdasarkan dari kriteria inklusi dan eksklusi didapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang serius dan merupakan penyebab yang penting dari angka kesakitan,

BAB I PENDAHULUAN. yang serius dan merupakan penyebab yang penting dari angka kesakitan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes mellitus dan komplikasinya telah menjadi masalah masyarakat yang serius dan merupakan penyebab yang penting dari angka kesakitan, kematian, dan kecacatan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat modern cenderung hidup dengan tingkat stres tinggi karena kesibukan dan tuntutan menciptakan kinerja prima agar dapat bersaing di era globalisasi, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Association, 2013; Black & Hawks, 2009). dari 1,1% di tahun 2007 menjadi 2,1% di tahun Data dari profil

BAB I PENDAHULUAN. Association, 2013; Black & Hawks, 2009). dari 1,1% di tahun 2007 menjadi 2,1% di tahun Data dari profil BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok penyakit metabolisme yang ditandai oleh glukosa darah melebihi normal yang diakibatkan karena kelainan kerja insulin maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akut maupun komplikasi vaskuler jangka panjang, baik mikroangiopati maupun

BAB I PENDAHULUAN. akut maupun komplikasi vaskuler jangka panjang, baik mikroangiopati maupun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes mellitus merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh kadar glukosa darah melebihi normal dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan zaman mengakibatkan adanya pergeseran jenis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan zaman mengakibatkan adanya pergeseran jenis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan zaman mengakibatkan adanya pergeseran jenis penyakit. Penyakit menular sudah digantikan oleh penyakit yang tidak menular seperti penyakit degeneratif, metabolik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes Mellitus (DM) di dunia. Angka ini diprediksikan akan bertambah menjadi 333 juta orang pada tahun

Lebih terperinci

ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA INDEKS MASSA TUBUH DENGAN KADAR GLUKOSA DARAH PUASA DI PUSKESMAS JAGASATRU CIREBON

ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA INDEKS MASSA TUBUH DENGAN KADAR GLUKOSA DARAH PUASA DI PUSKESMAS JAGASATRU CIREBON ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA INDEKS MASSA TUBUH DENGAN KADAR GLUKOSA DARAH PUASA DI PUSKESMAS JAGASATRU CIREBON Daniel Hadiwinata, 2016 Pembimbing Utama : Hendra Subroto, dr.,sppk. Pembimbing Pendamping: Dani,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. relatif sensitivitas sel terhadap insulin, akan memicu munculnya penyakit tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. relatif sensitivitas sel terhadap insulin, akan memicu munculnya penyakit tidak BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit kronis yang dapat meningkatkan dengan cepat prevalensi komplikasi kronis pada lansia. Hal ini disebabkan kondisi hiperglikemia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. OBESITAS. 2.1.1. Pengertian Obesitas. Obesitas adalah kelebihan lemak dalam tubuh, yang umumnya ditimbun dalam jaringan subkutan (bawah kulit), sekitar organ tubuh dan kadang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Obesitas merupakan kelainan metabolisme yang paling sering diderita manusia. Saat ini penderita obesitas di dunia terus meningkat. Penelitian sejak tahun 1990-an menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi akibat sekresi insulin yang tidak adekuat, kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat berpengaruh terhadap kualitas hidup dari pasien DM sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat berpengaruh terhadap kualitas hidup dari pasien DM sendiri. digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Selain kematian, Diabetes Mellitus (DM) juga menyebabkan kecacatan, yang sangat berpengaruh terhadap kualitas hidup dari pasien DM sendiri.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau berlebih yang dapat mengganggu kesehatan. Dahulu obesitas identik dengan

BAB I PENDAHULUAN. atau berlebih yang dapat mengganggu kesehatan. Dahulu obesitas identik dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Overweight dan obesitas didefinisikan sebagai akumulasi lemak abnormal atau berlebih yang dapat mengganggu kesehatan. Dahulu obesitas identik dengan kemakmuran, akan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Diabetes Melitus disebut juga the silent killer merupakan penyakit yang akan

I. PENDAHULUAN. Diabetes Melitus disebut juga the silent killer merupakan penyakit yang akan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Melitus disebut juga the silent killer merupakan penyakit yang akan memicu krisis kesehatan terbesar pada abad ke-21. Negara berkembang seperti Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik karbohidrat, yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik karbohidrat, yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik karbohidrat, yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) akibat berkurangnya sekresi insulin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perolehan data Internatonal Diabetes Federatiaon (IDF) tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perolehan data Internatonal Diabetes Federatiaon (IDF) tingkat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu jenis penyakit metabolik yang selalu mengalami peningkat setiap tahun di negara-negara seluruh dunia. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit kronis. yang telah menjadi masalah global dengan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit kronis. yang telah menjadi masalah global dengan jumlah BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit kronis yang telah menjadi masalah global dengan jumlah penderita lebih dari 240 juta jiwa di dunia. Indonesia merupakan negara

Lebih terperinci

Diabetes Mellitus Type II

Diabetes Mellitus Type II Diabetes Mellitus Type II Etiologi Diabetes tipe 2 terjadi ketika tubuh menjadi resisten terhadap insulin atau ketika pankreas berhenti memproduksi insulin yang cukup. Persis mengapa hal ini terjadi tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit gangguan metabolisme yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari gangguan produksi insulin atau gangguan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengukuran antropometri terdiri dari body mass index

BAB I PENDAHULUAN. Pengukuran antropometri terdiri dari body mass index BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengukuran antropometri terdiri dari body mass index (BMI), pengukuran lingkar pinggang, rasio lingkar panggul pinggang, skinfold measurement, waist stature rasio,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Peningkatan asupan lemak sebagian besar berasal dari tingginya

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Peningkatan asupan lemak sebagian besar berasal dari tingginya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsumsi diet tinggi lemak dan fruktosa di masyarakat saat ini mulai meningkat. Peningkatan asupan lemak sebagian besar berasal dari tingginya konsumsi junk food dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) merupakan gangguan metabolisme dengan. yang disebabkan oleh berbagai sebab dengan karakteristik adanya

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) merupakan gangguan metabolisme dengan. yang disebabkan oleh berbagai sebab dengan karakteristik adanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan gangguan metabolisme dengan karakteristik adanya tanda-tanda hiperglikemia akibat ketidakadekuatan fungsi dan sekresi insulin (James,

Lebih terperinci

DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen

DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses penuaan merupakan rangkaian proses yang terjadi secara alami

BAB I PENDAHULUAN. Proses penuaan merupakan rangkaian proses yang terjadi secara alami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses penuaan merupakan rangkaian proses yang terjadi secara alami setelah manusia mencapai usia dewasa di mana seluruh komponen tubuh berhenti berkembang dan mulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus, merupakan penyakit kronis yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus, merupakan penyakit kronis yang disebabkan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes mellitus, merupakan penyakit kronis yang disebabkan oleh tubuh tidak mampu memproduksi hormon insulin atau karena penggunaan tidak efektif dari produksi insulin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Glukosa merupakan sumber energi utama bagi seluruh manusia. Glukosa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Glukosa merupakan sumber energi utama bagi seluruh manusia. Glukosa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Glukosa merupakan sumber energi utama bagi seluruh manusia. Glukosa terbentuk dari karbohidrat yang dikonsumsi melalui makanan dan disimpan sebagai glikogen di hati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) adalah sekelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia akibat gannguan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya (ADA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang berlangsung kronik progresif, dengan manifestasi gangguan metabolisme glukosa dan lipid, disertai oleh komplikasi

Lebih terperinci

Obat Diabetes Farmakologi. Hipoglikemik Oral

Obat Diabetes Farmakologi. Hipoglikemik Oral Obat Diabetes Farmakologi Terapi Insulin dan Hipoglikemik Oral Obat Diabetes Farmakologi Terapi Insulin dan Hipoglikemik Oral. Pengertian farmakologi sendiri adalah ilmu mengenai pengaruh senyawa terhadap

Lebih terperinci

Pengetahuan Mengenai Insulin dan Keterampilan Pasien dalam Terapi

Pengetahuan Mengenai Insulin dan Keterampilan Pasien dalam Terapi Pengetahuan Mengenai Insulin dan Keterampilan Pasien dalam Terapi Komala Appalanaidu Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana (ria_not_alone@yahoo.com) Diterima: 15 Maret

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beranekaragam. Disaat masalah gizi kurang belum seluruhnya dapat diatasi

BAB I PENDAHULUAN. beranekaragam. Disaat masalah gizi kurang belum seluruhnya dapat diatasi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia saat ini menghadapi masalah kesehatan yang kompleks dan beranekaragam. Disaat masalah gizi kurang belum seluruhnya dapat diatasi muncul masalah gizi lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah suatu kondisi terganggunya metabolisme di dalam tubuh karena

BAB I PENDAHULUAN. adalah suatu kondisi terganggunya metabolisme di dalam tubuh karena 6 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes melitus (DM) yang lebih dikenal sebagai penyakit kencing manis adalah suatu kondisi terganggunya metabolisme di dalam tubuh karena ketidakmampuan tubuh membuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hiperglikemi yang berkaitan dengan ketidakseimbangan metabolisme

BAB I PENDAHULUAN. hiperglikemi yang berkaitan dengan ketidakseimbangan metabolisme BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes mellitus merupakan kerusakan metabolisme dengan ciri hiperglikemi yang berkaitan dengan ketidakseimbangan metabolisme karbohidrat, lemak serta protein yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengkonsumsi makanan yang bergizi seimbang, melakukan aktivitas fisik

BAB I PENDAHULUAN. mengkonsumsi makanan yang bergizi seimbang, melakukan aktivitas fisik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara alamiah lansia itu mengalami kemunduran yaitu pada fisik, biologi, maupun mentalnya. Menurunnya fungsi berbagai organ tubuh pada lansia maka akan membuat

Lebih terperinci

dan rendah serat yang menyebabkan pola makan yang tidak seimbang.

dan rendah serat yang menyebabkan pola makan yang tidak seimbang. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejalan dengan strategi pembangunan kesehatan untuk mewujudkan bangsa yang sehat, di tahun 2011 dicanangkan peningkatan derajat kesehatan sebagai salah satu fokus

Lebih terperinci

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka Konsep DIABETES MELITUS TIPE 2 KEBUTUHAN PERAWATAN PERIODONTAL Indeks CPITN Kadar Gula Darah Oral Higiene Lama menderita diabetes melitus tipe 2 3.2 Hipotesis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Seseorang dengan katarak akan melihat benda seperti tertutupi kabut, lensa mata

II. TINJAUAN PUSTAKA. Seseorang dengan katarak akan melihat benda seperti tertutupi kabut, lensa mata II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Katarak Asal kata katarak dari bahasa Yunani cataracta yang berarti air terjun. Seseorang dengan katarak akan melihat benda seperti tertutupi kabut, lensa mata yang biasanya bening

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PENELITIAN

BAB 4 HASIL PENELITIAN BAB 4 HASIL PENELITIAN 4. 1 Pelaksanaan Pengumpulan data dilakukan pada tanggal 21-31 Mei 2008 untuk wawancara dengan kuesioner dan tanggal 26 Mei 3 Juni 2008 untuk pemeriksaan fisik dan laboratorium.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. usia harapan hidup. Dengan meningkatnya usia harapan hidup, berarti semakin

I. PENDAHULUAN. usia harapan hidup. Dengan meningkatnya usia harapan hidup, berarti semakin I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu indikator utama tingkat kesehatan masyarakat adalah meningkatnya usia harapan hidup. Dengan meningkatnya usia harapan hidup, berarti semakin banyak penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Di Indonesia sering terdengar kata Transisi Epidemiologi atau beban ganda penyakit. Transisi epidemiologi bermula dari suatu perubahan yang kompleks dalam pola kesehatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah salah satu penyakit. degenerative, akibat fungsi dan struktur jaringan ataupun organ

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah salah satu penyakit. degenerative, akibat fungsi dan struktur jaringan ataupun organ BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) adalah salah satu penyakit degenerative, akibat fungsi dan struktur jaringan ataupun organ tubuh secara bertahap menurun dari waktu ke waktu karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organisation WHO (2014) prevalensi penyakit DM

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organisation WHO (2014) prevalensi penyakit DM BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut World Health Organisation WHO (2014) prevalensi penyakit DM seluruh dunia sebanyak 171 juta penderita pada Tahun 2000, dan meningkat, menjadi 366 juta pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengendalikan jumlah gula, atau glukosa dalam aliran darah. Ini. sudah membahayakan (Setiabudi, 2008)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengendalikan jumlah gula, atau glukosa dalam aliran darah. Ini. sudah membahayakan (Setiabudi, 2008) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Diabetes Mellitus 1. Definisi Diabetes Melitus Diabetes adalah suatu penyakit karena tubuh tidak mampu mengendalikan jumlah gula, atau glukosa dalam aliran darah. Ini menyebabkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Diabetes Mellitus Diabetes Mellitus adalah penyakit yang terjadi apabila tubuh tidak dapat menggunakan energi dari glukosa yang ada, disebabkan karena tidak cukup memproduksi

Lebih terperinci

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DIABETES MELLITUS TIPE 2 PADA ORANG DEWASA DI KOTA PADANG PANJANG TAHUN 2011 OLEH:

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DIABETES MELLITUS TIPE 2 PADA ORANG DEWASA DI KOTA PADANG PANJANG TAHUN 2011 OLEH: FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DIABETES MELLITUS TIPE 2 PADA ORANG DEWASA DI KOTA PADANG PANJANG TAHUN 2011 OLEH: RORO UTAMI ADININGSIH No BP : 0910335075 PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

Lebih terperinci

PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

PENDAHULUAN LATAR BELAKANG PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu penyakit menahun yang ditandai oleh kadar glukosa darah melebihi normal dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit asam urat atau biasa dikenal sebagai gout arthritis merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit asam urat atau biasa dikenal sebagai gout arthritis merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit asam urat atau biasa dikenal sebagai gout arthritis merupakan suatu penyakit yang diakibatkan karena penimbunan kristal monosodium urat di dalam tubuh. Asam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan survei yang dilakukan World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan survei yang dilakukan World Health Organization (WHO) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan survei yang dilakukan World Health Organization (WHO) tahun 2011 jumlah penyandang diabetes melitus di dunia 200 juta jiwa, Indonesia menempati urutan keempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus dapat menyerang warga seluruh lapisan umur dan status

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus dapat menyerang warga seluruh lapisan umur dan status BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut WHO menyatakan bahwa gizi adalah pilar utama dari kesehatan dan kesejahteraan sepanjang siklus kehidupan (Soekirman, 2000). Di bidang gizi telah terjadi perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan prevalensi obesitas nasional berdasarkan data Riskesdas 2007 adalah 19,1%.

BAB I PENDAHULUAN. dengan prevalensi obesitas nasional berdasarkan data Riskesdas 2007 adalah 19,1%. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya prevalensi diabetes mellitus dibeberapa negara berkembang, akibat peningkatan kemakmuran di negara tersebut. Peningkatan pendapatan dan perubahan gaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah,

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah, serta kanker dan Diabetes Melitus

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. LEMBAR PERSETUJUAN... ii. PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... v. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. RINGKASAN... viii. SUMMARY...

DAFTAR ISI. LEMBAR PERSETUJUAN... ii. PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... v. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. RINGKASAN... viii. SUMMARY... DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM... i LEMBAR PERSETUJUAN... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii KATA PENGANTAR... iv PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... v ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii RINGKASAN... viii SUMMARY...

Lebih terperinci

ABSTRAK PENGARUH DAN HUBUNGAN ANTARA BMI (BODY MASS INDEX) DENGAN KADAR GLUKOSA DARAH PUASA DAN KADAR GLUKOSA DARAH 2 JAM POST PRANDIAL

ABSTRAK PENGARUH DAN HUBUNGAN ANTARA BMI (BODY MASS INDEX) DENGAN KADAR GLUKOSA DARAH PUASA DAN KADAR GLUKOSA DARAH 2 JAM POST PRANDIAL ABSTRAK PENGARUH DAN HUBUNGAN ANTARA BMI (BODY MASS INDEX) DENGAN KADAR GLUKOSA DARAH PUASA DAN KADAR GLUKOSA DARAH 2 JAM POST PRANDIAL Levina Stephanie, 2007. Pembimbing I : dr. Hana Ratnawati, M.Kes.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (overweight) dan kegemukan (obesitas) merupakan masalah. negara. Peningkatan prevalensinya tidak saja terjadi di negara

BAB 1 PENDAHULUAN. (overweight) dan kegemukan (obesitas) merupakan masalah. negara. Peningkatan prevalensinya tidak saja terjadi di negara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada zaman sekarang ini, kelebihan berat badan (overweight) dan kegemukan (obesitas) merupakan masalah kesehatan dunia yang semakin sering ditemukan di berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gizi terjadi pula peningkatan kasus penyakit tidak menular (Non-Communicable

BAB I PENDAHULUAN. gizi terjadi pula peningkatan kasus penyakit tidak menular (Non-Communicable BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua masalah ganda (double burden). Disamping masalah penyakit menular dan kekurangan gizi terjadi pula peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. diakses sejak awal sebelum terjadinya diabetes untuk pencegahan penyakit. Selain itu,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. diakses sejak awal sebelum terjadinya diabetes untuk pencegahan penyakit. Selain itu, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Resistensi insulin merupakan prediktor yang kuat untuk terjadinya diabetes pada orang obese sehingga derajat resistensi insulin pada individu obese perlu diakses sejak

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. karena diabetes mencapai orang per tahun. (1) diabetes mellitus. Sehingga membuat orang yang terkena diabetes mellitus

BAB 1 : PENDAHULUAN. karena diabetes mencapai orang per tahun. (1) diabetes mellitus. Sehingga membuat orang yang terkena diabetes mellitus BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes menjadi penyebab kematian keempat di dunia. Tiap tahun 3,2 juta orang meninggal lantaran komplikasi diabetes. Tiap sepuluh detik ada satu orang atau tiap

Lebih terperinci

Vitamin D and diabetes

Vitamin D and diabetes Vitamin D and diabetes a b s t r a t c Atas dasar bukti dari studi hewan dan manusia, vitamin D telah muncul sebagai risiko potensial pengubah untuk tipe 1 dan tipe 2 diabetes (diabetes tipe 1 dan tipe

Lebih terperinci

BAB 2 DATA DAN ANALISA

BAB 2 DATA DAN ANALISA BAB 2 DATA DAN ANALISA 2.1 Sumber Data Data mengenai jumlah serta tingkat penderita diabetes di Indonesia didapat dari beberapa website berita dan pengetahuan di media internet : - www.nationalgeographic.co.id

Lebih terperinci

Pada wanita penurunan ini terjadi setelah pria. Sebagian efek ini. kemungkinan disebabkan karena selektif mortalitas pada penderita

Pada wanita penurunan ini terjadi setelah pria. Sebagian efek ini. kemungkinan disebabkan karena selektif mortalitas pada penderita 12 Pada wanita penurunan ini terjadi setelah pria. Sebagian efek ini kemungkinan disebabkan karena selektif mortalitas pada penderita hiperkolesterolemia yang menderita penyakit jantung koroner, tetapi

Lebih terperinci

glukosa darah melebihi 500 mg/dl, disertai : (b) Banyak kencing waktu 2 4 minggu)

glukosa darah melebihi 500 mg/dl, disertai : (b) Banyak kencing waktu 2 4 minggu) 14 (polidipsia), banyak kencing (poliuria). Atau di singkat 3P dalam fase ini biasanya penderita menujukan berat badan yang terus naik, bertambah gemuk karena pada fase ini jumlah insulin masih mencukupi.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. DM tipe 2 di Puskesmas Banguntapan 2 Bantul yang telah menjalani

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. DM tipe 2 di Puskesmas Banguntapan 2 Bantul yang telah menjalani BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden Responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah pasien DM tipe 2 di Puskesmas Banguntapan 2 Bantul yang telah menjalani pengobatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. demografi, epidemologi dan meningkatnya penyakit degeneratif serta penyakitpenyakit

BAB I PENDAHULUAN. demografi, epidemologi dan meningkatnya penyakit degeneratif serta penyakitpenyakit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan dan kemajuan zaman membawa dampak yang sangat berarti bagi perkembangan dunia, tidak terkecuali yang terjadi pada perkembangan di dunia kesehatan. Sejalan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik hiperglikemia yang

BAB 1 PENDAHULUAN. kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik hiperglikemia yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit dengan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat

Lebih terperinci