Sumber Belajar. Penunjang PLPG. Bahasa Indonesia. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan 2016

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Sumber Belajar. Penunjang PLPG. Bahasa Indonesia. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan 2016"

Transkripsi

1 Sumber Belajar Penunjang PLPG 2016 Bahasa Indonesia Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan 2016

2 Sumber Belajar Penunjang PLPG 2016 Mata Pelajaran Bahasa Indonesia A. Kisi-Kisi Materi PLPG B. Kebijakan Pengembangan Profesi Guru C. Pendalaman Materi Bidang Studi D. Pendalaman Materi Pedagogik Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan 2016

3 Kisi-Kisi Materi PLPG

4

5 KISI-KISI MATERI PLPG MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA No Kompetensi Utama Kompetensi Inti Guru (KI) Standar Kompetensi Guru (SKG) Kompetensi Guru Mata Pelajaran (KD) Indikator Pencapaian Kompetensi (IPK) a b C D E 1 Pedagogik Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial, kultural, emosional, dan intelektual 1.1 Memahami karakteristik peserta didik yang berkaitan dengan aspek fisik, intelektual, sosial-emosional, moral, spiritual, dan latar belakang sosial- budaya Mengidentifikasi karakteristik perkembangan sosial-emosional peserta didik. 2 Pedagogik Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial, kultural, emosional, dan intelektual 3 Pedagogik Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial, kultural, emosional, dan intelektual 4 Pedagogik Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial, kultural, emosional, dan intelektual 5 Pedagogik 2. Menguasai teori belajar dan prinsipprinsip pembelajaran yang mendidik 6 Pedagogik 2. Menguasai teori belajar dan prinsipprinsip pembelajaran yang mendidik 7 Pedagogik 3.Mengembangkan kurikulum yang terkait dengan mata pelajaran yang diampu 8 Pedagogik 3.Mengembangkan kurikulum yang terkait dengan mata pelajaran yang diampu 1.2 Mengidentifikasi potensi peserta didik dalam mata pelajaran yang diampu 1.3 Mengidentifikasi bekal-ajar awal peserta didik dalam mata pelajaran yang diampu 1.4 Mengidentifikasi kesulitan belajar peserta didik dalam mata pelajaran yang diampu 2.1 Memahami berbagai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik terkait dengan mata pelajaran yang diampu 2.2 Menerapkan berbagai pendekatan, strategi, metode, dan teknik pembelajaran yang mendidik secara kreatif dalam mata pelajaran yang diampu. 3.1 Memahami prinsip-prinsip pengembangan kurikulum. 3.2 Menentukan tujuan pembelajaran yang diampu Menemukenali potensi peserta didik dalam pembelajaran Bahasa Indonesia Menemukenali skema kognitif awal peserta didik dalam pembelajaran Bahasa Indonesia Menganalisis kesulitan belajar yang dialami oleh peserta didik berdasarkan gaya belajar Menganalisis berbagai pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran yang mendidik dalam pembelajaran Bahasa Indonesia Menerapkan berbagai pendekatan, strategi, metode, dan teknik pembelajaran yag mendidik dalam pembelajaran Bahasa Indonesia Mengidentifikasi prinsipprinsip pengembangan kurikulum Merumuskan pembelajaran Indonesia 9 Pedagogik 3.Mengembangkan 3.3 Menentukan pengalaman Mengidentifikasi tujuan Bahasa 1

6 No Kompetensi Utama Kompetensi Inti Guru (KI) Standar Kompetensi Guru (SKG) Kompetensi Guru Mata Pelajaran (KD) Indikator Pencapaian Kompetensi (IPK) a b C D E kurikulum yang terkait dengan mata pelajaran yang diampu belajar yang sesuai untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diampu pengalaman belajar peserta didik dengan materi yang yang sesuai untuk mencapai tujuan pembelajaran 9 Pedagogik 3.Mengembangkan kurikulum yang terkait dengan mata pelajaran yang diampu 9 Pedagogik 3.Mengembangkan kurikulum yang terkait dengan mata pelajaran yang diampu 10 Pedagogik 3.Mengembangkan kurikulum yang terkait dengan mata pelajaran yang diampu 11 Pedagogik 3.Mengembangkan kurikulum yang terkait dengan mata pelajaran yang diampu 12 Pedagogik 3.Mengembangkan kurikulum yang terkait dengan mata pelajaran yang diampu 13 Pedagogik 4.Menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik 14 Pedagogik 4.Menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik 15 Pedagogik 4.Menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik 16 Pedagogik 4.Menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik 3.3 Menentukan pengalaman belajar yang sesuai untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diampu 3.3 Menentukan pengalaman belajar yang sesuai untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diampu 3.4 Memilih materi pembelajaran yang diampu yang terkait dengan pengalaman belajar dan tujuan pembelajaran 3.5 Menata materi pembelajaran secara benar sesuai dengan pendekatan yang dipilih dan karakteristik peserta didik 3.6 Mengembangkan indikator dan instrumen penilaian. 4.1 Memahami prinsip-prinsip perancangan pembelajaran yang mendidik 4.2 Mengembangkan komponen-komponen rancangan pembelajaran 4.3 Menyusun rancangan pembelajaran yang lengkap, baik untuk kegiatan di dalam kelas, laboratorium, maupun lapangan 4.4 Melaksanakan pembelajaran yang mendidik di kelas, di laboratorium, dan di lapangan dengan memperhatikan standar keamanan yang dipersyaratkan Bahasa Indonesia Mengidentifikasi pengalaman belajar peserta didik dengan materi yang yang sesuai untuk mencapai tujuan pembelajaran Bahasa Indonesia Mengidentifikasi pengalaman belajar peserta didik dengan materi yang yang sesuai untuk mencapai tujuan pembelajaran Bahasa Indonesia Menerapkan materi pembelajaran Bahasa Indonesia yang terkait dengan pengalaman belajar dan tujuan pembelajaran Mengorganisasi materi pembelajaran Bahasa Indonesia sesuai dengan pendekatan yang dipilih dan karakteristik peserta didik Merumuskan indikator dan instrumen penilaian Menjelaskan Memahami prinsip-prinsip perancangan pembelajaran bahasa Indonesia yang mendidik Mengembangkan komponen-komponen rancangan pembelajaran Menyusun rancangan pembelajaran Bahasa Indonesia yang lengkap, baik untuk kegiatan di dalam kelas dan di luar kelas Menerapkan pembelajaran Bahasa Indonesia di dalam kelas dan di luar kelas 17 Pedagogik 4.Menyelenggarakan 4.5 Menggunakan media Memanfaatkan media 2

7 No Kompetensi Utama Kompetensi Inti Guru (KI) Standar Kompetensi Guru (SKG) Kompetensi Guru Mata Pelajaran (KD) Indikator Pencapaian Kompetensi (IPK) a b C D E pembelajaran yang mendidik 18 Pedagogik 4.Menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik 19 Pedagogik 5. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan pembelajaran 20 Pedagogik 6. Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki 21 Pedagogik 6. Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki 22 Pedagogik 7. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik 23 Pedagogik 7. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik pembelajaran dan sumber belajar yang relevan dengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran yang diampu untuk mencapai tujuan pembelajaran secara utuh 4.6 Mengambil keputusan transaksional dalam pembelajaran yang diampu sesuai dengan situasi yang berkembang 5.1 Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam pembelajaran yang diampu 6.1 Menyediakan berbagai kegiatan pembelajaran untuk mendorong peserta didik mencapai prestasi secara optimal. 6.2 Menyediakan berbagai kegiatan pembelajaran untuk mengaktualisasikan potensi peserta didik, termasuk kreativitasnya 7.1 Memahami berbagai strategi berkomunikasi yang efektif, empatik, dan santun, secara lisan, tulisan, dan/atau bentuk lain 7.2 Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik dengan bahasa yang khas dalam interaksi kegiatan/permainan yang mendidik yang terbangun secara siklikal dari (a) penyiapan kondisi psikologis peserta didik untuk ambil bagian dalam permainan melalui bujukan dan contoh, (b) ajakan kepada peserta didik untuk ambil bagian, (c) respons peserta didik terhadap ajakan guru, dan (d) reaksi guru terhadap respons peserta didik, dan seterusnya pembelajaran dan sumber belajar yang relevan dengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran Bahasa Indonesia untuk mencapai tujuan pembelajaran secara utuh Mengelola situasi dan kondisi yang berkembang di dalam kelas Memanfaatkan TIK dalam pembelajaran Bahasa Indonesia Menerapkan berbagai kegiatan pembelajaran Bahasa Indonesia untuk mendorong peserta didik mencapai prestasi secara optimal Menerapkan berbagai kegiatan pembelajaran untuk mengaktualisasikan potensi peserta didik Menerapkan berbagai strategi berkomunikasi yang efektif, empatik, dan santun, secara lisan, tulisan, dan/atau bentuk lain Menerapkan komunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik dalam pembelajaran Bahasa Indonesia 3

8 No Kompetensi Utama Kompetensi Inti Guru (KI) Standar Kompetensi Guru (SKG) Kompetensi Guru Mata Pelajaran (KD) Indikator Pencapaian Kompetensi (IPK) a b C D E 24 Pedagogik 8.Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar 25 Pedagogik 8.Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar 26 Pedagogik 8.Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar 27 Pedagogik 8.Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar 28 Pedagogik 8.Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar 29 Pedagogik 8.Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar 30 Pedagogik 8.Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar 31 Pedagogik 9. Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran 32 Pedagogik 9. Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran 33 Pedagogik 9. Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran 34 Pedagogik 9. Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran 8.1 Memahami prinsip-prinsip penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar sesuai dengan karakteristik mata pelajaran yang diampu. 8.2 Menentukan aspek-aspek proses dan hasil belajar yang penting untuk dinilai dan dievaluasi sesuai dengan karakteristik mata pelajaran yang diampu 8.3 Menentukan prosedur penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar 8.4 Mengembangkan instrumen penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar 8.5 Mengadministrasikan penilaian proses dan hasil belajar secara berkesinambungan dengan mengunakan berbagai instrumen 8.6 Menganalisis hasil penilaian proses dan hasil belajar untuk berbagai tujuan 8.7 Melakukan evaluasi proses dan hasil belajar 9.1 Menggunakan informasi hasil penilaian dan evaluasi untuk menentukan ketuntasan belajar 9.2 Menggunakan informasi hasil penilaian dan evaluasi untuk merancang program remedial dan pengayaan 9.3 Mengomunikasikan hasil penilaian dan evaluasi kepada pemangku kepentingan 9.4 Memanfaatkan informasi hasil penilaian dan evaluasi pembelajaran untuk meningkatkan kualitas pembelajaran Menjelaskan prinsip-prinsip penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar sesuai dengan karakteristik mata pelajaran Bahasa Indonesia Menganalisis aspek-aspek proses dan hasil belajar yang penting untuk dinilai dan dievaluasi sesuai dengan karakteristik mata pelajaran Bahasa Indonesia Menerapkan prosedur penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar Bahasa Indonesia Mengembangkan instrumen penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar Bahasa Indonesia Membuat laporan/rapor hasil penilaian proses dan hasil belajar Bahasa Indonesia secara berkesinambungan dengan mengunakan berbagai instrumen Menganalisis hasil penilaian proses dan hasil belajar Bahasa Indonesia untuk berbagai tujuan Mengevaluasi proses dan hasil belajar Bahasa Indonesia Menerapkan data hasil belajar peserta didik untuk menentukan KKM Bahasa Indonesia Memanfaatkan data hasil belajar peserta didik untuk merancang program remedial dan pengayaan Menyampaikan hasil penilaian dan evaluasi kepada orang tua/wali peserta didik Memanfaatkan informasi hasil penilaian dan evaluasi pembelajaran untuk meningkatkan kualitas pembelajaran Bahasa 4

9 No Kompetensi Utama Kompetensi Inti Guru (KI) Standar Kompetensi Guru (SKG) Kompetensi Guru Mata Pelajaran (KD) Indikator Pencapaian Kompetensi (IPK) a b C D E Indonesia 35 Pedagogik 10. Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran 36 Pedagogik 10. Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran 37 Pedagogik 10. Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran 10.1 Melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang telah dilaksanakan 10.2 Memanfaatkan hasil refleksi untuk perbaikan dan pengembangan pembelajaran dalam mata pelajaran yang diampu 10.3 Melakukan penelitian tindakan kelas untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dalam mata pelajaran yang diampu Melakukan refleksi terhadap pembelajaran Bahasa Indonesia yang telah dilaksanakan Memanfaatkan hasil refleksi untuk perbaikan dan pengembangan pembelajaran Bahasa Indonesia Menerapkan PTK untuk meningkatkan kualitas dalam pembelajaran Bahasa Indonesia 1 Profesional Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. Memahami konsep, teori, dan materi berbagai aliran linguistik yang terkait dengan pengembangan materi pembelajaran bahasa. Mengidentifikasi teori linguistik strutural yang terkait dengan pengembangan materi kelas kata bahasa Indonesia dengan tepat. 2 Profesional Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. 3 Profesional Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. Memahami konsep, teori, dan materi berbagai aliran linguistik yang terkait dengan pengembangan materi pembelajaran bahasa. Memahami konsep, teori, dan materi berbagai aliran linguistik yang terkait dengan pengembangan materi pembelajaran bahasa. Mengidentifikasi teori linguistik deskriptif yang terkait dengan pengembangan materi kelas kata bahasa Indonesia dengan tepat. Mengidentifikasi materi pembelajaran fonologi bahasa Indonesia berdasarkan aliran struktural dengan tepat. 4 Profesional Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. Memahami konsep, teori, dan materi berbagai aliran linguistik yang terkait dengan pengembangan materi pembelajaran bahasa. Mengidentifikasi materi pembelajaran sintaksis bahasa Indonesia berdasarkan aliran fungsional dengan tepat. 5 Profesional Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata Memahami konsep, teori, dan materi berbagai aliran linguistik yang terkait dengan pengembangan materi Mengidentifikasi pembelajaran bahasa berdasarkan materi sintaksis Indonesia aliran 5

10 No Kompetensi Utama Kompetensi Inti Guru (KI) Standar Kompetensi Guru (SKG) Kompetensi Guru Mata Pelajaran (KD) Indikator Pencapaian Kompetensi (IPK) a b C D E pelajaran yang diampu. pembelajaran bahasa. struktural dengan tepat. 6 Profesional Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. Memahami konsep, teori, dan materi berbagai aliran linguistik yang terkait dengan pengembangan materi pembelajaran bahasa. Mengidentifikasi materi pembelajaran morfologi bahasa Indonesia berdasarkan aliran struktural dengan tepat. 7 Profesional Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. Memahami konsep, teori, dan materi berbagai aliran linguistik yang terkait dengan pengembangan materi pembelajaran bahasa. Mengidentifikasi materi pembelajaran morfologi bahasa Indonesia berdasarkan aliran fungsional dengan tepat. 8 Profesional Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. Memahami konsep, teori, dan materi berbagai aliran linguistik yang terkait dengan pengembangan materi pembelajaran bahasa. Mengidentifikasi materi pembelajaran morfologi bahasa Indonesia berdasarkan aliran deskriptif dengan tepat. 9 Profesional Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. Memahami konsep, teori, dan materi berbagai aliran linguistik yang terkait dengan pengembangan materi pembelajaran bahasa. Mengidentifikasi materi pembelajaran morfologi bahasa Indonesia berdasarkan aliran deskriptif dengan tepat. 10 Profesional Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. Memahami konsep, teori, dan materi berbagai aliran linguistik yang terkait dengan pengembangan materi pembelajaran bahasa. Mengidentifikasi materi pembelajaran fonologi bahasa Indonesia berdasarkan aliran deskriptif dengan tepat. 11 Profesional Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. Memahami konsep, teori, dan materi berbagai aliran linguistik yang terkait dengan pengembangan materi pembelajaran bahasa. Mengidentifikasi materi pembelajaran kelas kata bahasa Indonesia berdasarkan aliran fungsional dengan tepat. 12 Profesional Menguasai materi, struktur, konsep, dan Memahami hakikat bahasa dan pemerolehan bahasa. Mengidentifikasi hakikat bahasa. konsep 6

11 No Kompetensi Utama Kompetensi Inti Guru (KI) Standar Kompetensi Guru (SKG) Kompetensi Guru Mata Pelajaran (KD) Indikator Pencapaian Kompetensi (IPK) a b C D E pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. 13 Profesional Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. Memahami hakikat bahasa dan pemerolehan bahasa. Mengidentifikasi konsep pemerolehan fonologi. 14 Profesional Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. Memahami hakikat bahasa dan pemerolehan bahasa. Mengidentifikasi pemerolehan morfologi. konsep bahasa 15 Profesional Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. Memahami hakikat bahasa dan pemerolehan bahasa. Mengidentifikasi pemerolehan sintaksis konsep bahasa 16 Profesional Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. Memahami hakikat bahasa dan pemerolehan bahasa. Mengidentifikasi konsep pemerolehan bahasa semantik. 17 Profesional Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. Memahami hakikat bahasa dan pemerolehan bahasa. Mengidentifikasi konsep pemerolehan bahasa pragmatik. 18 Profesional Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. Memahami hakikat bahasa dan pemerolehan bahasa. Membedakan pemerolehan dan pembelajaran bahasa 7

12 No Kompetensi Utama Kompetensi Inti Guru (KI) Standar Kompetensi Guru (SKG) Kompetensi Guru Mata Pelajaran (KD) Indikator Pencapaian Kompetensi (IPK) a b C D E 19 Profesional Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. Memahami hakikat bahasa dan pemerolehan bahasa. Membedakan pemerolehan dan pembelajaran bahasa 20 Profesional Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. Memahami hakikat bahasa dan pemerolehan bahasa. Menentukan tahapan pemerolehan bahasa anak 21 Profesional Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. Memahami hakikat bahasa dan pemerolehan bahasa. Menentukan tahapan pemerolehan bahasa anak 22 Profesional Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. 23 Profesional Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. Memahami hakikat bahasa dan pemerolehan bahasa. Memahami kedudukan, fungsi, dan ragam bahasa Indonesia. Mengidentifikasi faktorfaktor yang mempengaruhi pemerolehan bahasa Menngidentifikasi kedudukan bahasa Indonesia dengan tepat. 24 Profesional Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. Memahami kedudukan, fungsi, dan ragam bahasa Indonesia. Mengidentifikasi kedudukan bahasa Indonesia dengan tepat. 25 Profesional Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. Memahami kedudukan, fungsi, dan ragam bahasa Indonesia. Mengidentifikasi fungsi bahasa Indonesia sebagai alat pemersatu. 8

13 No Kompetensi Utama Kompetensi Inti Guru (KI) Standar Kompetensi Guru (SKG) Kompetensi Guru Mata Pelajaran (KD) Indikator Pencapaian Kompetensi (IPK) a b C D E 26 Profesional Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. Memahami kedudukan, fungsi, dan ragam bahasa Indonesia. Mengidentifikasi fungsi bahasa Indonesia sebagai alat pemersatu. 27 Profesional Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. Memahami kedudukan, fungsi, dan ragam bahasa Indonesia. Mengidentifikasi entukan jenis ragam tingkat keformalan (beku/ frozen style) 28 Profesional Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. Memahami kedudukan, fungsi, dan ragam bahasa Indonesia. Mengidentifikasi jenis ragam tingkat keformalan (beku/ frozen style) 29 Profesional Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. Memahami kedudukan, fungsi, dan ragam bahasa Indonesia. Mengidentifikasi jenis ragam tingkat keformalan (formal) 30 Profesional Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. Memahami kedudukan, fungsi, dan ragam bahasa Indonesia. Mengidentifikasi jenis ragam tingkat keformalan (formal) 31 Profesional Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. Memahami kedudukan, fungsi, dan ragam bahasa Indonesia. Mengidentifikasi jenis ragam tingkat keformalan (informal) 32 Profesional Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata Memahami kedudukan, fungsi, dan ragam bahasa Indonesia. Mengidentifikasi jenis ragam tingkat keformalan (informal) 9

14 No Kompetensi Utama Kompetensi Inti Guru (KI) Standar Kompetensi Guru (SKG) Kompetensi Guru Mata Pelajaran (KD) Indikator Pencapaian Kompetensi (IPK) a b C D E pelajaran yang diampu. 33 Profesional Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. Memahami kedudukan, fungsi, dan ragam bahasa Indonesia. Mengidentifikasi jenis ragam tingkat keformalan (akrab) 34 Profesional Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. Memahami kedudukan, fungsi, dan ragam bahasa Indonesia. Mengidentifikasi jenis ragam tingkat keformalan (akrab) 35 Profesional Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. 36 Profesional Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. Menguasai kaidah bahasa Indonesia sebagai rujukan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Menguasai kaidah bahasa Indonesia sebagai rujukan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Mengaplikasikan kaidah ejaan dan tanda baca sebagai rujukan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Mengaplikasikan kaidah morfologi sebagai rujukan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar (menulis). 37 Profesional Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. Menguasai kaidah bahasa Indonesia sebagai rujukan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Mengaplikasikan kaidah morfologi sebagai rujukan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar (berbicara). 38 Profesional Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. Menguasai kaidah bahasa Indonesia sebagai rujukan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Mengaplikasikan kaidah sintaksis sebagai rujukan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar (berbicara).. 39 Profesional Menguasai materi, struktur, konsep, dan Menguasai kaidah bahasa Indonesia sebagai rujukan penggunaan bahasa Indonesia Mengaplikasikan kaidah sintaksis sebagai rujukan 10

15 No Kompetensi Utama Kompetensi Inti Guru (KI) Standar Kompetensi Guru (SKG) Kompetensi Guru Mata Pelajaran (KD) Indikator Pencapaian Kompetensi (IPK) a b C D E pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. yang baik dan benar. penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar (menulis). 40 Profesional Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. Menguasai kaidah bahasa Indonesia sebagai rujukan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Mengaplikasikan kaidah semantik sebagai rujukan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar (berbicara) Profesional Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. Menguasai kaidah bahasa Indonesia sebagai rujukan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Mengaplikasikan kaidah semantik sebagai rujukan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar (menulis). 42 Profesional Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. Menguasai kaidah bahasa Indonesia sebagai rujukan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Mengaplikasikan kaidah pragmatik sebagai rujukan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar (berbicara). 43 Profesional Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. Menguasai kaidah bahasa Indonesia sebagai rujukan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Mengaplikasikan kaidah pragmatik sebagai rujukan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar (menulis). 44 Profesional Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. 45 Profesional Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. Menguasai kaidah bahasa Indonesia sebagai rujukan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Menguasai kaidah bahasa Indonesia sebagai rujukan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Mengaplikasikan kaidah ejaan dan tanda baca sebagai rujukan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Mengaplikasikan kaidah morfologi sebagai rujukan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar (menulis). 11

16 No Kompetensi Utama Kompetensi Inti Guru (KI) Standar Kompetensi Guru (SKG) Kompetensi Guru Mata Pelajaran (KD) Indikator Pencapaian Kompetensi (IPK) a b C D E 46 Profesional Menguasai materi, Menguasai kaidah bahasa Mengaplikasikan kaidah struktur, konsep, dan Indonesia sebagai rujukan morfologi sebagai rujukan pola pikir keilmuan yang penggunaan bahasa Indonesia penggunaan bahasa yang baik dan benar. mendukung mata Indonesia yang baik dan pelajaran yang diampu. benar (berbicara). 47 Profesional Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. Menguasai kaidah bahasa Indonesia sebagai rujukan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Mengaplikasikan kaidah sintaksis sebagai rujukan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar (berbicara).. 48 Profesional Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. Memahami teori dan genre sastra Indonesia. Mengidentifikasi teori struktural berdasarkan cuplikan naskah cerpen yang disajikan. 49 Profesional Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. Memahami teori dan genre sastra Indonesia. Mengidentifikasi pantun yang tepat berdasarkan ciricirinya 50 Profesional Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. 51 Profesional Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. Memahami teori dan genre sastra Indonesia. Memahami teori dan genre sastra Indonesia. Mengidentifikasi syair yang tepat berdasarkan ciricirinya Mengidentifikasi syair yang tepat berdasarkan ciricirinya 52 Profesional Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. Memahami teori dan genre sastra Indonesia. Mengidentifikasi genre (prosa) yang tepat. 12

17 No Kompetensi Utama Kompetensi Inti Guru (KI) Standar Kompetensi Guru (SKG) Kompetensi Guru Mata Pelajaran (KD) Indikator Pencapaian Kompetensi (IPK) a b C D E 53 Profesional Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. Memahami teori dan genre sastra Indonesia. Mengidentifikasi genre (prosa) yang tepat. 54 Profesional Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. Memahami teori dan genre sastra Indonesia. Mengidentifikasi genre (puisi) yang tepat. 55 Profesional Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. Memahami teori dan genre sastra Indonesia. Mengidentifikasi genre (puisi) yang tepat. 56 Profesional Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. Memahami teori dan genre sastra Indonesia. Mengidentifikasi genre (drama) yang tepat. 57 Profesional Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. Memahami teori dan genre sastra Indonesia. Mengidentifikasi genre (drama) yang tepat. 58 Profesional Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. Mengapresiasi karya sastra secara reseptif dan produktif. Mengapresiasi puisi Indonesia (puisi lama: pantun) 59 Profesional Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata Mengapresiasi karya sastra secara reseptif dan produktif. Mengapresiasi puisi Indonesia (puisi lama: pantun) 13

18 No Kompetensi Utama Kompetensi Inti Guru (KI) Standar Kompetensi Guru (SKG) Kompetensi Guru Mata Pelajaran (KD) Indikator Pencapaian Kompetensi (IPK) a b C D E pelajaran yang diampu. 60 Profesional Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. Mengapresiasi karya sastra secara reseptif dan produktif. Mengapresiasi puisi Indonesia (puisi lama: gurindam) 61 Profesional Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. Mengapresiasi karya sastra secara reseptif dan produktif. Mengapresiasi puisi Indonesia (puisi baru:soneta) 62 Profesional Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. Mengapresiasi karya sastra secara reseptif dan produktif. Mengapresiasi prosa Indonesia (Prosa lirik: Kaba Minangkabau). 63 Profesional Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. Mengapresiasi karya sastra secara reseptif dan produktif. Mengapresiasi prosa Indonesia (prosa lama: hikayat) 64 Profesional Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. Mengapresiasi karya sastra secara reseptif dan produktif. Mengapresiasi prosa Indonesia (prosa lama: dongeng) 65 Profesional Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. Mengapresiasi karya sastra secara reseptif dan produktif. Mengapresiasi prosa Indonesia (prosa baru: novel) 66 Profesional Menguasai materi, struktur, konsep, dan Mengapresiasi karya sastra secara reseptif dan produktif. Mengapresiasi prosa Indonesia (prosa baru: 14

19 No Kompetensi Utama Kompetensi Inti Guru (KI) Standar Kompetensi Guru (SKG) Kompetensi Guru Mata Pelajaran (KD) Indikator Pencapaian Kompetensi (IPK) a b C D E pola pikir keilmuan yang cerpen) mendukung mata pelajaran yang diampu. 67 Profesional Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. Mengapresiasi karya sastra secara reseptif dan produktif. Menulis prosa Indonesia (prosa baru: cerpen) 68 Profesional Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. Mengapresiasi karya sastra secara reseptif dan produktif. Menulis prosa Indonesia (prosa baru: cerpen) 69 Profesional Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. Mengapresiasi karya sastra secara reseptif dan produktif. Mengapresiasi teks drama Indonesia 70 Profesional Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. Mengapresiasi karya sastra secara reseptif dan produktif. Mengapresiasi teks drama Indonesia 15

20

21 Sumber Belajar Penunjang PLPG 2016 Kebijakan Pengembangan Profesi Guru Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan 2016

22 Daftar Isi Pendahuluan 1 Bab I Kebijakan Umum Pembinaan dan Pengembangan Guru 4 Bab II Peningkatan Kompetensi 15 Bab III Penilaian Kinerja 29 Bab IV Pengembangan Karier 42 Bab V Guru Pembelajar 51 Bab VI Literasi Teknologi Informasi dan Komunikasi 60 Bab VII Etika Profesi 70 Refleksi Akhir 79 Referensi 82

23 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam dinamika dan peradaban bangsa Indonesia, profesi guru bermakna strategis karena penyandangnya mengemban tugas sejati bagi proses kemanusiaan, pemanusiaan, pencerdasan, pembudayaan, dan pembangun karakter bangsa. Makna strategis guru sekaligus meniscayakan pengakuan guru sebagai profesi. Lahirnya Undang-Undang (UU) Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, merupakan bentuk nyata pengakuan atas profesi guru dengan segala dimensinya. Di dalam UU No. 14 Tahun 2005 ini disebutkan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Sebagai implikasi dari UU No. 14 Tahun 2005, guru harus menjalani proses sertifikasi untuk mendapatkan Sertifikat Pendidik. Guru yang diangkat sejak diundangkannya UU ini, menempuh program sertifikasi guru dalam jabatan, yang diharapkan bisa tuntas sampai dengan tahun Pada spektrum yang lebih luas, pengakuan atas profesi guru secara lateral memunculkan banyak gagasan. Pertama, diperlukan ekstra kapasitas untuk menyediakan guru yang profesional sejati dalam jumlah yang cukup, sehingga peserta didik yang memasuki bangku sekolah tidak terjebak pada kondisi kesia-siaan akibat layanan pendidikan dan pembelajaran yang buruk. Kedua, regulasi yang implementasinya taat asas dalam penempatan dan penugasan guru agar tidak terjadi diskriminasi akses layanan pendidikan bagi mereka yang berada pada titik-titik terluar wilayah negara, di tempat-tempat yang sulit dijangkau karena keterisolasian, dan di daerah-daerah yang penuh konflik. Ketiga, komitmen guru untuk mewujudkan hak semua warga negara atas pendidikan yang berkualitas melalui pendanaan dan pengaturan negara atas sistem pendidikan. Keempat, meningkatkan kesejahteraan dan status guru serta tenaga kependidikan lainnya melalui penerapan yang efektif atas hak asasi dan kebebasan profesional mereka. Kelima, menghilangkan segala bentuk diskriminasi layanan guru dalam bidang pendidikan dan pembelajaran, khususnya yang berkaitan dengan jender, ras, status perkawinan, kekurang mampuan, orientasi seksual, usia, agama, afiliasi politik atau opini, status sosial dan ekonomi, suku bangsa, adat istiadat, serta mendorong pemahaman, toleransi, dan penghargaan atas keragaman budaya komunitas. Keenam, mendorong demokrasi, pembangunan berkelanjutan, perdagangan yang fair, layanan sosial dasar, kesehatan dan keamanan, melalui solidaritas dan kerjasama di antara anggota organisasi guru di mancanegara, gerakan organisasi kekaryaan internasional, dan masyarakat madani. Beranjak dari pemikiran teoritis tersebutdi atas, diperlukan upaya untuk merumuskan kebijakan dan pengembangan profesi guru. Itulah sebabnya, akhir-akhir ini makin kuat dorongan untuk melakukan kaji ulang atas sistem pengelolaan pengembangan profesi guru, terutama berkaitan dengan penyediaan, rekruitmen, pengangkatan dan penempatan, sistem distribusi, sertifikasi, peningkatan kualifikasi dan kompetensi, penilaian kinerja, uji kompetensi, penghargaan dan perlindungan, kesejahteraan, pembinaan karir, pengembangan keprofesian berkelanjutan, pengawasan etika profesi, serta pengelolaan guru di daerah khusus yang relevan dengan tuntutan kekinian dan masa depan. Untuk tujuan itu, Kementerian Pendidikan dan kebudayaan selalu berusaha untuk menyempurnakan kebijakan di bidang pembinaan dan pengembangan profesi guru. B. Standar Kompetensi Modul Pendidikan & Latihan Profesi Guru PSG Rayon Universitas Negeri Makassar P a g e 1

24 Substansi material Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) dituangkan ke dalam ramburambu struktur kurikulum yang menggambarkan standar kompetensi lulusan. Berkaitan dengan mata ajar Kebijakan Pengembangan Profesi Guru, kompetensi lulusan PLPG yang diharapkan disajikan berikut ini. 1. Memahami kebijakan umum pembinaan dan pengembangan profesi guru di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2. Memahami esensi, prinsip, jenis program pengembangan keprofesian guru secara berkelanjutan, serta uji kompetensi guru dan dampak ikutanya. 3. Memahami makna, persyaratan, prinsip-prinsip, tahap-tahap pelaksanaan, dan konversi nilai penilaian kinerja guru. 4. Memahami esensi dan ranah pembinaan dan pengembangan guru, khususnya berkaitan dengan keprofesian dan karir. 5. Memahami konsep, prinsip atau asas, dan jenis-jenis penghargaan dan perlindungan kepada guru, kesejahteraannya. 6. Memahami dan mampu mengaplikasikan esensi etika profesi guru dalam pelaksanaan proses pendidikan dan pembelajaran secara profesional, baik di kelas, di luar kelas, maupun di masyarakat. C. Deskripsi Bahan Ajar Seperti dijelaskan di muka, bahwa substansi material Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) dituangkan ke dalam rambu-rambu struktur kurikulum yang menggambarkan standar kompetensi lulusan. Berkaitan dengan mata ajar Kebijakan Pengembangan Profesi Guru, deskripsi umum bahan ajarnya disajikan berikut ini. 1. Pengantar ringkas. Mengulas serba sekilas mengenai kebijakan umum pembinaan dan pengembangan profesi guru di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2. Peningkatan kompetensi guru. Materi sajian terutama berkaitan dengan esensi, prinsip, jenis program pengembangan keprofesian guru secara berkelanjutan, serta uji kompetensi guru dan dampak ikutanya. 3. Penilaian kinerja guru. Materi sajian terutama berkaitan dengan makna, persyaratan, prinsip, tahap-tahap pelaksanaan, dan konversi nilai penilaian kinerja guru. 4. Pengembangan karir guru. Materi sajian terutama berkaitan dengan esensi dan ranah pembinaan dan pengembangan guru, khususnya berkaitan dengan keprofesian dan karir. 5. Guru Pembelajar. Materi sajian terutama berkaitan dengan kebijakan program guru pembelajar, program peningkatan kompetensi guru pembelajar, tujuan program, prinsip dasar pelaksanaan dan penyelenggaraan program guru pembelajar Kesejahteraannya. 6. Literasi. Materinya berkaitan dengan latar belakang, pengertian, tujuan, ruang lingkup, dan sasaran literasi. 7. Etika profesi guru. Materi sajian terutama berkaitan dengan esensi etika profesi guru dalam pelaksanaan proses pendidikan dan pembelajaran secara profesional, baik di kelas, di luar kelas, maupun di masyarakat. Modul Pendidikan & Latihan Profesi Guru PSG Rayon Universitas Negeri Makassar P a g e 2

25 D. Langkah-langkah Pembelajaran Bahan ajar Kebijakan Pengembangan Profesi Guru ini dirancang untuk dipelajari oleh peserta PLPG, sekali guru menjdi acuan dalam proses pembelajaran bagi pihak-pihak yang tergamit di dalamnya. Selama proses pembelajaran akan sangat dominan aktivitas pelatih dan peserta PLPG. Aktivitas peserta terdiri dari aktivitas individual dan kelompok. Aktivitas individual peserta mengawali akivitas kelompok. Masing-masing aktivitas dimaksud disajikan dalam gambar. Langkah-langkah aktivitas pembelajaran di atas tidaklah rijid. Namun demikian, melalui aktivitas itu diharapkan peserta PLPG mampu memahami secara relatif luas dan mendalam tentang kebijakan Pengembangan Profesi Guru, khususnya di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Modul Pendidikan & Latihan Profesi Guru PSG Rayon Universitas Negeri Makassar P a g e 3

26 BAB I KEBIJAKAN UMUM PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN GURU Materi sajian pada Bab I ini berupa pengantar umum yang mengulas serba sekilas mengenai kebijakan umum pembinaan dan pengembangan profesi guru di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Sajian materi ini dimaksudkan sebagai pengantar materi utama yang disajikan pada bab-bab berikutnya, yaitu peningkatan kompetensi, penilaian kinerja, pengembangan karir, guru pembelajar, literasi, serta etika profesi. A. Latar Belakang Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang mengalami kecepatan dan percepatan luar biasa, memberi tekanan pada perilaku manusia untuk dapat memenuhi kebutuhan dan tuntutan hidupnya. Di bidang pendidikan, hal ini memunculkan kesadaran baru untuk merevitalisasi kinerja guru dan tenaga kependidikan dalam rangka menyiapkan peserta didik dan generasi muda masa depan yang mampu merespon kemajuan IPTEK, serta kebutuhan dan tuntutan masyarakat. Peserta didik dan generasi muda sekarang merupakan manusia Indonesia masa depan yang hidup pada era global. Globalisasi memberi penetrasi terhadap kebutuhan untuk mengkreasi modelmodel dan proses-proses pembelajaran secara inovatif, kreatif, menyenangkan, dan transformasional bagi pencapaian kecerdasan global, keefektifan, kekompetitifan, dan karakter bangsa. Negara-negara yang berhasil mengoptimasi kecerdasan, menguasai IPTEK, keterampilan, serta karakter bangsanya akan menjadi pemenang. Sebaliknya, bangsa-bangsa yang gagal mewujudkannya akan menjadi pecundang. Aneka perubahan era globalisasi, agaknya menjadi ciri khas yang berjalan paling konsisten. Manusia modern menantang, mencipta, sekaligus berpotensi diterpa oleh arus perubahan. Perubahan peradaban ini menuntut pertaruhan dan respon manusia yang kuat agar siap menghadapi tekanan internal dan eksternal, serta menunjukkan eksistensi diri dalam alur peradaban. Pada era globalisasi, profesi guru bermakna strategis, karena penyandangnya mengemban tugas sejati bagi proses kemanusiaan, pemanusiaan, pencerdasan, pembudayaan, dan pembangun karakter bangsa. Esensi dan eksistensi makna strategis profesi guru diakui dalam realitas sejarah pendidikan di Indonesia. Pengakuan itu memiliki kekuatan formal tatkala tanggal 2 Desember 2004, Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono mencanangkan guru sebagai profesi. Satu tahun kemudian, lahir Undang-undang (UU) No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, sebagai dasar legal pengakuan atas profesi guru dengan segala dimensinya. Metamorfosis harapan untuk melahirkan UU tentang Gurudan Dosen telah menempuh perjalanan panjang. Pencanangan Guru sebagai Profesi oleh Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono menjadi salah satu akselerator lahirnya UU No. 14 Tahun 2005 itu. Di dalam UU ini disebutkan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Pascalahirnya UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, diikuti dengan beberapa produk hukum yang menjadi dasar implementasi kebijakan, seperti tersaji pada Gambar 1.1. Modul Pendidikan & Latihan Profesi Guru PSG Rayon Universitas Negeri Makassar P a g e 4

27 Gambar 1.1 Milestone Pengembangan Profesi Guru Aneka produk hukum itu semua bermuara pada pembinaan dan pengembangan profesi guru, sekaligus sebagai pengakuan atas kedudukan guru sebagai tenaga profesional. Pada tahun 2012 dan seterusnya pembinaan dan pengembangan profesi guru harus dilakukan secara simultan, yaitu mensinergikan dimensi analisis kebutuhan, penyediaan, rekruitmen, seleksi, penempatan, redistribusi, evaluasi kinerja, pengembangan keprofesian berkelanjutan, pengawasan etika profesi, dan sebagainya. Untuk tujuan itu, agaknya diperlukan produk hukum baru yang mengatur tentang sinergitas pengelolaan guru untuk menciptakan keselarasan dimensi-dimensi dan institusi yang terkait. Modul Pendidikan & Latihan Profesi Guru PSG Rayon Universitas Negeri Makassar P a g e 5

28 B. Empat Tahap Mewujudkan Guru Profesional Kesadaran untuk menghadirkan guru dan tenaga kependidikan yang profesional sebagai sumber daya utama pencerdas bangsa, barangkali sama tuanya dengan sejarah peradaban pendidikan. Di Indonesia, khusus untuk guru, dilihat dari dimensi sifat dan substansinya, alur untuk mewujudkan guru yang benar-benar profesional, yaitu: (1) penyediaan guru berbasis perguruan tinggi, (2) induksi guru pemula berbasis sekolah, (3) profesionalisasi guru berbasis prakarsa institusi, dan (4) profesionalisasi guru berbasis individu atau menjadi guru madani. Berkaitan dengan penyediaan guru, UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2008 tentang Guru telah menggariskan bahwa penyediaan guru menjadi kewenangan lembaga pendidikan tenaga kependidikan, yang dalam buku ini disebut sebagai penyediaan guru berbasis perguruan tinggi. Menurut dua produk hukum ini, lembaga pendidikan tenaga kependidikan dimaksud adalah perguruan tinggi yang diberi tugas oleh pemerintah untuk menyelenggarakan program pengadaan guru pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan/atau pendidikan menengah, serta untuk menyelenggarakan dan mengembangkan ilmu kependidikan dan nonkependidikan. Guru dimaksud harus memiliki kualifikasi akademik sekurang-kurangnya S1/D-IV dan bersertifikat pendidik. Jika seorang guru telah memiliki keduanya, statusnya diakui oleh Negara sebagai guru profesional. UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen maupun PP No. 74 tentang Guru, telah mengamanatkan bahwa ke depan, hanya yang berkualifikasi S1/D-IV bidang kependidikan dan nonkependidikan yang memenuhi syarat sebagai guru. Itu pun jika mereka telah menempuh dan dinyatakan lulus pendidikan profesi. Dua produk hukum ini menggariskan bahwa peserta pendidikan profesi ditetapkan oleh menteri, yang sangat mungkin didasari atas kuota kebutuhan formasi. Khusus untuk pendidikan profesi guru, beberapa amanat penting yang dapat disadap dari dua produk hukum ini. Pertama, calon peserta pendidikan profesi berkualifikasi S1/D-IV. Kedua, sertifikat pendidik bagi guru diperoleh melalui program pendidikan profesi yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat, dan ditetapkan oleh pemerintah. Ketiga, sertifikasi pendidik bagi calon guru harus dilakukan secara objektif, transparan, dan akuntabel. Keempat, jumlah peserta didik program pendidikan profesi setiap tahun ditetapkan oleh Menteri. Kelima, program pendidikan profesi diakhiri dengan uji kompetensi pendidik. Keenam, uji kompetensi pendidik dilakukan melalui ujian tertulis dan ujian kinerja sesuai dengan standar kompetensi. Ketujuh, ujian tertulis dilaksanakan secara komprehensif yang mencakup penguasaan: (1) wawasan atau landasan kependidikan, pemahaman terhadap peserta didik, pengembangan kurikulum atau silabus, pembelajaran, dan evaluasi hasil belajar; (2) materi pelajaran secara luas dan mendalam sesuai dengan standar isi mata pelajaran, kelompok mata pelajaran, dan/atau program yang diampunya; dan (3) konsep-konsep disiplin keilmuan, teknologi, atau seni yang secara konseptual menaungi materi pelajaran, kelompok mata pelajaran, dan/atau program yang diampunya. Kedelapan, ujian kinerja dilaksanakan secara holistik dalam bentuk ujian praktik pembelajaran yang mencerminkan penguasaan kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial pada satuan pendidikan yang relevan. Lahirnya UU No. 14 Tahun 2005 dan PP No. 74 Tahun 2008 mengisyaratkan bahwa ke depan hanya seseorang yang berkualifikasi akademik sekurang-kurangnya S1 atau D-IV dan memiliki sertifikat pendidiklah yang legal direkruit sebagai guru. Jika regulasi ini dipatuhi secara taat asas, harapannya tidak ada alasan calon guru yang direkruit untuk bertugas pada sekolah-sekolah di Indonesia berkualitas di bawah standar. Namun demikian, ternyata setelah mereka direkruit untuk Modul Pendidikan & Latihan Profesi Guru PSG Rayon Universitas Negeri Makassar P a g e 6

29 menjadi guru, yang dalam skema kepegawaian negara untuk pertama kali berstatus sebagai calon pegawai negeri sipil (PNS) guru, mereka belum bisa langsung bertugas penuh ketika menginjakkan kaki pertama kali di kampus sekolah. Melainkan, mereka masih harus memasuki fase prakondisi yang disebut dengan induksi. Ketika menjalani program induksi, diidealisasikan guru akan dibimbing dan dipandu oleh mentor terpilih untuk kurun waktu sekitar satu tahun, agar benar-benar siap menjalani tugas-tugas profesional. Ini pun tentu tidak mudah, karena di daerah pinggiran atau pada sekolah-sekolah yang nun jauh di sana, sangat mungkin akan menjadi tidak jelas guru seperti apa yang tersedia dan bersedia menjadi mentor sebagai tandem itu. Jadi, sunggupun guru yang direkruit telah memiliki kualifikasi minimum dan sertifikat pendidik, yang dalam produk hukum dilegitimasi sebagai telah memiliki kewenangan penuh, masih diperluan program induksi untuk memposisikan mereka menjadi guru yang benar-benar profesional. Pada banyak literatur akademik, program induksi diyakini merupakan fase yang harus dilalui ketika seseorang dinyatakan diangkat dan ditempatkan sebagai guru. Program induksi merupakan masa transisi bagi guru pemula (beginning teacher) terhitung mulai dia petama kali menginjakkan kaki di sekolah atau satuan pendidikan hingga benar-benar layak dilepas untuk menjalankan tugas pendidikan dan pembelajaran secara mandiri. Kebijakan ini memperoleh legitimasi akademik, karena secara teoritis dan empiris lazim dilakukan di banyak negara. Sehebat apapun pengalaman teoritis calon guru di kampus, ketika menghadapi realitas dunia kerja, suasananya akan lain. Persoalan mengajar bukan hanya berkaitan dengan materi apa yang akan diajarkan dan bagaimana mengajarkannya, melainkan semua subsistem yang ada di sekolah dan di masyarakat ikut mengintervensi perilaku nyata yang harus ditampilkan oleh guru, baik di dalam maupun di luar kelas. Di sinilah esensi progam induksi yang tidak dibahas secara detail di dalam buku ini. Ketika guru selesai menjalani proses induksi dan kemudian secara rutin keseharian menjalankan tugas-tugas profesional, profesionalisasi atau proses penumbuhan dan pengembangan profesinya tidak berhenti di situ. Diperlukan upaya yang terus-menerus agar guru tetap memiliki pengetahuan dan keterampilan yang sesuai dengan tuntutan kurikulum serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Di sinilah esensi pembinaan dan pengembangan profesional guru. Kegiatan ini dapat dilakukan atas prakarsa institusi, seperti pendidikan dan pelatihan, workshop, magang, studi banding, dan lain-lain adalah penting. Prakarsa ini menjadi penting, karena secara umum guru pemula masih memiliki keterbatasan, baik finansial, jaringan, waktu, akses, dan sebagainya. C. Alur Pengembangan Profesi dan Karir Saat ini, pengakuan guru sebagai profesi dan tenaga profesional makin nyata. Pengakuan atas kedudukan guru sebagai tenaga profesional berfungsi mengangkat martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Aktualitas tugas dan fungsi penyandang profesi guru berbasis pada prinsip-prinsip: (1) memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme; (2) memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia; (3) memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas; (4) memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas; (5) memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan; (6) memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja; (7) memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat; (8) memiliki jaminan Modul Pendidikan & Latihan Profesi Guru PSG Rayon Universitas Negeri Makassar P a g e 7

30 perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan; dan (9) memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru. Saat ini penyandang profesi guru telah mengalami perluasan perspektif dan pemaknaannya. Dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 74 Tahun 2008 tentang Guru, sebutan guru mencakup: (1) guru -- baik guru kelas, guru bidang studi/mata pelajaran, maupun guru bimbingan dan konseling atau konselor; (2) guru dengan tugas tambahan sebagai kepala sekolah; dan (3) guru dalam jabatan pengawas, seperti tertuang pada Gambar 1.2. Dengan demikian, diharapkan terjadi sinergi di dalam pengembangan profesi dan karir profesi guru di masa depan. Telah lama berkembang kesadaran publik bahwa tidak ada guru, tidak ada pendidikan formal. Telah muncul pula kesadaran bahwa tidak ada pendidikan yang bermutu, tanpa kehadiran guru yang profesional dengan jumlah yang mencukupi. Pada sisi lain, guru yang profesional nyaris tidak berdaya tanpa dukungan tenaga kependidikan yang profesional pula. Paralel dengan itu, muncul pranggapan, jangan bermimpi menghadirkan guru yang profesional, kecuali persyaratan pendidikan, kesejahteraan, perlindungan, dan pemartabatan, dan pelaksanaan etika profesi mereka terjamin. Selama menjalankan tugas-tugas profesional, guru dituntut melakukan profesionalisasi atau proses penumbuhan dan pengembangan profesinya. Diperlukan upaya yang terus-menerus agar guru tetap memiliki pengetahuan dan keterampilan yang sesuai dengan tuntutan kurikulum serta kemajuan IPTEK. Disinilah esensi pembinaan dan pengembangan profesional guru. Kegiatan ini dapat dilakukan atas prakarsa institusi, seperti pendidikan dan pelatihan, workshop, magang, studi banding, dan lainlain. Prakarsa ini menjadi penting, karena secara umum guru masih memiliki keterbatasan, baik finansial, jaringan, waktu, akses, dan sebagainya. Peraturan Pemerintah (PP) No. 74 Tahun 2008 membedakan antara pembinaan dan pengembangan kompetensi guru yang belum dan yang sudah berkualifikasi S-1 atau D-IV. Pengembangan dan peningkatan kualifikasi akademik bagi guru yang belum memenuhi kualifikasi S-1 atau D-IV dilakukan melalui pendidikan tinggi program S-1 atau program D-IV pada perguruan tinggi yang menyelenggarakan program pendidikan tenaga kependidikan dan/atau program pendidikan nonkependidikan yang terakreditasi. Pengembangan dan peningkatan kompetensi bagi guru yang sudah memiliki sertifikat pendidik dilakukan dalam rangka menjaga agar kompetensi keprofesiannya tetap sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya dan/atau olah raga. Pengembangan dan peningkatan kompetensi dimaksud dilakukan melalui sistem pembinaan dan pengembangan keprofesian guru berkelanjutan yang dikaitkan dengan perolehan angka kredit jabatan fungsional. Modul Pendidikan & Latihan Profesi Guru PSG Rayon Universitas Negeri Makassar P a g e 8

31 Pembinaan dan pengembangan keprofesian guru meliputi pembinaan kompetensikompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Sementara itu, pembinaan dan pengembangan karier meliputi penugasan, kenaikan pangkat, dan promosi. Upaya pembinaan dan pengembangan karir guru ini harus sejalan dengan jenjang jabatan fungsional mereka. Pola pembinaan dan pengembangan profesi dan karir guru tersebut, sebagaimana disajikan pada Gambar 1.3., diharapkan dapat menjadi acuan bagi institusi terkait dalam melaksanakan pembinaan profesi dan karir guru. Pengembangan profesi dan karir diarahkan untuk meningkatkan kompetensi dan kinerja guru dalam rangka pelaksanaan proses pendidikan dan pembelajaran di kelas dan di luar kelas. Inisiatif meningkatkan kompetensi dan profesionalitas ini harus sejalan dengan upaya untuk memberikan penghargaan, peningkatan kesejahteraan dan perlindungan terhadap guru. Seperti telah dijelaskan di atas, PP No. 74 Tahun 2005 tentang Guru mengamanatkan bahwa terdapat dua alur pembinaan dan pengembangan profesi guru, yaitu: pembinaan dan pengembangan profesi, dan pembinaan dan pengembangan karir. Pembinaan dan pengembangan profesi guru meliputi pembinaan kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Pembinaan dan pengembangan profesi guru sebagaimana dimaksud dilakukan melalui jabatan fungsional. Semua guru memiliki hak yang sama untuk mengikuti kegiatan pembinaan dan pengembangan profesi. Program ini berfokus pada empat kompetensi di atas. Namun demikian, kebutuhan guru akan program pembinaan dan pengembangan profesi beragam sifatnya. Kebutuhan dimaksud dikelompokkan ke dalam lima kategori, yaitu pemahaman tengtang konteks pembelajaran, penguatan penguasaan materi, pengembangan metode mengajar, inovasi pembelajaran, dan pengalaman tentang teori-teori terkini. Kegiatan pembinaan dan pengembangan profesi dapat dilakukan oleh institusi pemerintah, lembaga pelatihan (training provider) nonpemerintah, penyelenggara, atau satuan pendidikan. Di tingkat satuan pendidikan, program ini dapat dilakukan oleh guru pembina, guru inti, koordinator guru kelas, dan sejenisnya yang ditunjuk dari guru terbaik dan ditugasi oleh kepala sekolah. Analisis kebutuhan, perumusan tujuan dan sasaran, desain program, implementasi dan layanan, serta evaluasi program pelatihan dapat ditentukan secara mandiri oleh penyelenggara atau memodifikasi/mengadopsi program sejenis. Pembinan dan pengembangan karir guru terdiri dari tiga ranah, yaitu penugasan, kenaikan pangkat, dan promosi. Sebagai bagian dari pengembangan karir, kenaikan pangkat merupakan hak guru. Dalam kerangka pembinaan dan pengembangan, kenaikan pangkat ini termasuk ranah Modul Pendidikan & Latihan Profesi Guru PSG Rayon Universitas Negeri Makassar P a g e 9

32 peningkatan karir. Kenaikan pengkat ini dilakukan melalui dua jalur. Pertama, kenaikan pangkat dengan sistem pengumpulan angka kredit. Kedua, kenaikan pangkat karena prestasi kerja atau dedikasi yang luar biasa. D. Kebijakan Pembinaan dan Pengembangan Untuk menjadi guru profesional, perlu perjalanan panjang. Dengan demikian, kenijakan pembinaan dan pengmbangan profesi guru harus dilakukan secara kontinyu, dengan serial kegiatan tertentu. Diawali dengan penyiapan calon guru, rekruitmen, penempatan, penugasan, pengembangan profesi dan karir (lihat Gambar 1.4), hingga menjadi guru profesional sejati, yang menjalani profesionalisasi secara terus-menerus. Merujuk pada alur berpikir ini, guru profesional sesungguhnya adalah guru yang di dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya bersifat otonom, menguasai kompetensi secara komprehensif, dan daya intelektual tinggi. Pengembangan keprofesian guru adakalanya diawali dengan penilaian kinerja dan uji kompetensi. Untuk mengetahui kinerja dan kompetensi guru dilakukan penilaian kinerja dan uji kompetensi. Atas dasar itu dapat dirumuskan profil dan peta kinerja dan kompetensinya. Kondisi nyata itulah yang menjadi salah satu dasar peningkatan kompetensi guru. Dengan demikian, hasil penilaian kinerja dan uji kompetensi menjadi salah satu basis utama desain program peningkatan kompetensi guru. Penilaian kinerja guru (teacher performance appraisal) merupakan salah satu langkah untuk merumuskan program peningkatan kompetensi guru secara efektif dan efisien. Hal ini sesuai dengan amanat yang tertuang pada Permenneg PAN dan RB No. 16 Tahun Penilaian kinerja dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan guru yang sebenarnya dalam melaksanakan pembelajaran. Berdasarkan penilaian kinerja ini juga akan diketahui tentang kekuatan dan kelemahan guru-guru, sesuai dengan tugasnya masing-masing, baik guru kelas, guru bidang studi, maupun guru bimbingan konseling. Penilaian kinerja guru dilakukan secara periodik dan sistematis untuk mengetahui prestasi kerjanya, termasuk potensi pengembangannya. Disamping keharusan menjalani penilaian kinerja, guru-guru pun perlu diketahui tingkat kompetensinya melalui uji kompetensi. Uji kompetensi dimaksudkan untuk memperoleh informasi tentang kondisi nyata guru dalam proses pendidikan dan pembelajaran. Berdasarkan hasil uji kompetensi dirumuskan profil kompetensi guru menurut level tertentu, sekaligus menentukan kelayakannya. Dengan demikian, tujuan uji kompetensi adalah menilai dan menetapkan apakah guru Modul Pendidikan & Latihan Profesi Guru PSG Rayon Universitas Negeri Makassar P a g e 10

33 sudah kompeten atau belum dilihat dari standar kompetensi yang diujikan. Dengan demikian, kegiatan peningkatan kompetensi guru memiliki rasional dan pertimbangan empiris yang kuat. Penilaian kinerja dan uji kompetensi guru esensinya berfokus pada keempat kompetensi yang harus dimiliki oleh guru. Kebijakan pembinaan dan pengembangan profesi guru dengan segala cabang aktifitasnya perlu disertai dengan upaya memberi penghargaan, perlindungan, kesejateraan, dan pemartabatan guru. Karena itu, isu-isu yang relevan dengan masa depan manajemen guru, memerlukan formulasi yang sistemik dan sistematik terutama sistem penyediaan, rekruitmen, pengangkatan dan penempatan, sistem distribusi, sertifikasi, peningkatan kualifikasi, penilaian kinerja, uji kompetensi, penghargaan dan perlindungan, kesejahteraan, pembinaan karir, pengembangan keprofesian berkelanjutan, pengawasan etika profesi, serta pengelolaan guru di daerah khusus. E. Kebijakan Pemerataan Guru Hingga kini masih muncul kesenjangan pemerataan guru antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan, antarkabupaten/kota, dan antarprovinsi. Hal tersebut menunjukkan betapa rumitnya persoalan yang berkaitan dengan penataan dan pemerataan guru di negeri tercinta ini. Pemerintah berupaya mencari solusi terbaik untuk memecahkan persoalan rumitnya penataan dan pemerataan guru tersebut dengan menetapkan Peraturan Bersama Lima Menteri, yaitu Mendiknas, Menneg PAN dan RB, Mendagri, Menkeu, dan Menag tentang Penataan dan Pemerataan Guru Pegawai Negeri Sipil. Peraturan ini ditandatangani tanggal 3 Oktober 2011 dan mulai efektif tanggal 2 Januari Dalam peraturan bersama ini antara lain dinyatakan, bahwa untuk menjamin pemerataan guru antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan, antarkabupaten/kota, dan/atau antarprovinsi dalam upaya mewujudkan peningkatan dan pemerataan mutu pendidikan formal secara nasional dan pencapaian tujuan pendidikan nasional, guru pegawai negeri sipil dapat dipindahtugaskan pada satuan pendidikan di kabupaten/kota, dan provinsi lain. 1. Kebijakan dan Pemerataan Guru Dalam Peraturan bersama Mendiknas, Menneg PAN dan RB, Mendagri, Menkeu, dan Menag tentang Penataan dan Pemerataan Guru Pegawai Negeri Sipil, tanggal 3 Oktober 2011 dan mulai efektif tanggal 2 Januari 2012 secara eksplisit menyatakan bahwa: a. Kebijakan standardisasi teknis dalam penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan secara nasional ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional. Demikian juga Menteri Pendidikan Nasional mengkoordinasikan dan memfasilitasi pemindahan untuk penataan dan pemerataan guru PNS pada provinsi yang berbeda berdasarkan data pembanding dari Badan Kepegawaian Negara (BKN). Dalam memfasilitasi penataan dan pemerataan PNS di daerah dan kabupaten/kota, Menteri Pendidikan Nasional berkoordinasi dengan Menteri Agama. b. Menteri Agama berkewajiban membuat perencanaan, penataan, dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya. c. Menteri Dalam Negeri berkewajiban untuk mendukung pemerintah daerah dalam hal penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan untuk memenuhi standardisasi teknis yang dikeluarkan oleh Menteri Pendidikan Nasional serta Modul Pendidikan & Latihan Profesi Guru PSG Rayon Universitas Negeri Makassar P a g e 11

34 memasukkan unsur penataan dan pemerataan guru PNS ini sebagai bagian penilaian kinerja pemerintah daerah. d. Menteri Keuangan berkewajiban untuk mendukung penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan sebagai bagian dari kebijakan penataan PNS secara nasional melalui aspek pendanaan di bidang pendidikan sesuai dengan kemampuan keuangan negara. e. Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi mendukung penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan melalui penetapan formasi guru PNS. f. Gubernur atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya membuat perencanaan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan yang menjadi tanggung jawab masing-masing. 2. Kewenangan Pemerintah Provinsi atau Kabupaten/Kota a. Dalam pelaksanaan kegiatan penataan dan pemerataan guru, gubernur bertanggung jawab dan wajib melakukan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah provinsi yang kelebihan atau kekurangan guru PNS. b. Bupati/walikota bertanggung jawab dan wajib melakukan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan di satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah kabupaten/kota yang kelebihan dan kekurangan guru PNS. c. Gubernur mengkoordinasikan dan memfasilitasi pemindahan guru PNS untuk penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan di wilayah kerjanya sesuai dengan kewenangannya. d. Bupati/Walikota mengkoordinasikan dan memfasilitasi pemindahan guru PNS untuk penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan di wilayah kerjanya sesuai dengan kewenangannya. e. Gubernur mengkoordinasikan dan memfasilitasi pemindahan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan sesuai dengan kebutuhan dan kewenangannya untuk penataan dan pemerataan antarkabupaten/kota dalam satu wilayah provinsi. f. Penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan didasarkan pada analisis kebutuhan dan persediaan guru sesuai dengan kebijakan standardisasi teknis yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional. g. Analisis kebutuhan disusun dalam suatu format laporan yang dikirimkan kepada Menteri Pendidikan Nasional dan Menteri Agama sesuai dengan kewenangannya masing-masing dan diteruskan ke Menteri Dalam Negeri, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, dan Menteri Keuangan. Dalam kerangka pemerataan guru, diperlukan pemantauan dan evaluasi. Pemantauan dan evaluasi merupakan bagian integral yang tak terpisahkan dalam kegiatan penataan dan pemerataan guru, khususnya guru PNS. Oleh karena itu secara bersama-sama Menteri Pendidikan Nasional, Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri, Menneg PAN dan RB, dan Menteri Keuangan wajib memantau dan mengevaluasi pelaksanaan penataan dan pemerataan guru sesuai dengan kewenangan masingmasing.sedangkan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan penataan dan pemerataan guru PNS Modul Pendidikan & Latihan Profesi Guru PSG Rayon Universitas Negeri Makassar P a g e 12

35 antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarpendidikan di kabupaten/kota dilakukan oleh gubernur sesuai dengan masing-masing wilayahnya. Termasuk dalam kerangka ini, diperlukan juga pembinaan dan pengawasan. Norma-norma umum pembinaan dan pengawasan disajikan berikut ini. 1. Secara Umum, pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan penataan dan pemerataan guru PNS pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan dilaksanakan oleh Menteri Dalam Negeri. 2. Secara teknis, pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan di pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota dilaksanakan oleh Menteri Pendidikan Nasional. 3. Menteri Agama melaksanakan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah di lingkungan Kementerian Agama. 4. Gubernur melaksanakan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan di pemerintah kabupaten/kota. Dari mana pendanaannya? Pendanaan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, antarjenis pendidikan, atau antarprovinsi pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah dibebankan pada APBN, dan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, atau antarjenis pendidikan antarkabupaten/kota dalam satu provinsi pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah provinsi dibebankan pada APBD provinsi. Sedangkan pendanaan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, atau antarjenis pendidikan antarkabupaten/kota, atau antarprovinsi pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah kabupaten/kota dibebankan pada APBD kabupaten/kota. Pelaksanaan pelaporan penataan dan pemerataan guru disajikan berikut ini. 1. Bupati/Walikota membuat usulan perencanaan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan di wilayahnya dan menyampaikannya kepada Gubernur paling lambat bulan Februari tahun berjalan. Kemudian Gubernur mengusulkan perencanaan seperti tersebut di atas, dan perencanaan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan di wilayahnya kepada Menteri Pendidikan Nasional melalui Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) dan Menteri Agama sesuai dengan kewenangannya masing-masing paling lambat bulan Maret tahun berjalan. 2. Bupati/Walikota membuat laporan pelaksanaan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan di wilayahnya dan menyampaikannya kepada Gubernur paling lambat bulan April tahun berjalan. Kemudian Gubernur melaporkan pelaksanaan penataan dan pemerataan guru PNS kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan melalui Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) dan Menteri Agama sesuai dengan kewenangannya masing-masing paling lambat bulan Mei tahun berjalan dan diteruskan ke Menteri Dalam Negeri, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, dan Menteri Keuangan. 3. Menteri Agama menyampaikan informasi tentang perencanaan dan pelaksanaan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan di wilayah kerjanya dan menyampaikannya kepada Menteri Pendidikan Nasional, Menteri Keuangan, dan Modul Pendidikan & Latihan Profesi Guru PSG Rayon Universitas Negeri Makassar P a g e 13

36 Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi paling lambat bulan Mei tahun berjalan. 4. Berdasarkan laporan pelaksanaan penataan dan pemerataan guru PNS dan informasi dari Kementerian Agama tersebut di atas, Menteri Pendidikan Nasional melakukan evaluasi dan menetapkan capaian penataan dan pemerataan guru PNS secara nasional paling lambat bulan Juli tahun berjalan. 5. Hasil evaluasi disampaikan oleh Menteri Pendidikan Nasional kepada Menteri Keuangan, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, dan Menteri Dalam Negeri untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan. Sanksi bagi pihak-pihak yang tidak melaksanakan kebijakan ini adalah sebagai berikut: 1. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menghentikan sebagian atau seluruh bantuan finansial fungsi pendidikan dan memberikan rekomendasi kepada Kementerian terkait sesuai dengan kewenangannya untuk menjatuhkan sanksi kepada Bupati/Walikota atau Gubernur yang tidak melakukan perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, atau antarjenis pendidikan di daerahnya. 2. Atas dasar rekomendasi tersebut di atas, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi menunda pemberian formasi guru PNS kepada Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 3. Atas dasar rekomendasi tersebut di atas, Menteri Keuangan dapat melakukan penundaan penyaluran dana perimbangan kepada pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 4. Atas dasar rekomendasi tersebut di atas, Menteri Dalam Negeri memberikan penilaian kinerja kurang baik dalam penyelenggaraan urusan penataan dan pemerataan guru PNS sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Modul Pendidikan & Latihan Profesi Guru PSG Rayon Universitas Negeri Makassar P a g e 14

37 BAB II. PENINGKATAN KOMPETENSI Topik ini berkaitan dengan peningkatan kompetensi guru. Materi sajian terutama berkaitan dengan esensi, prinsip, jenis program pengembangan keprofesian guru secara berkelanjutan, serta uji kompetensi guru dan dampak ikutanya. Peserta PLPG diminta mengikuti materi pembelajaran secara individual, melaksanakan diskusi kelompok, menelaah kasus, membaca regulasi yang terkait, mengerjakan latihan, dan melakukan refleksi. A. Esensi Peningkatan Kompetensi Ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), baik sebagai substansi materi ajar maupun piranti penyelenggaraan pembelajaran, terus berkembang. Dinamika ini menuntut guru selalu meningkatkan dan menyesuaikan kompetensinya agar mampu mengembangkan dan menyajikan materi pelajaran yang aktual dengan menggunakan berbagai pendekatan, metoda, dan teknologi pembelajaran terkini. Hanya dengan cara itu guru mampu menyelenggarakan pembelajaran yang berhasil mengantarkan peserta didik memasuki dunia kehidupan sesuai dengan kebutuhan dan tantangan pada zamannya. Sebaliknya, ketidakmauan dan ketidakmampuan guru menyesuaikan wawasan dan kompetensi dengan tuntutan perkembangan lingkungan profesinya justru akan menjadi salah satu faktor penghambat ketercapaian tujuan pendidikan dan pembelajaran. Hingga kini, baik dalam fakta maupun persepsi, masih banyak kalangan yang meragukan kompetensi guru baik dalam bidang studi yang diajarkan maupun bidang lain yang mendukung terutama bidang didaktik dan metodik pembelajaran. Keraguan ini cukup beralasan karena didukung oleh hasil uji kompetensi yang menunjukkan masih banyak guru yang belum mencapai standar kompetensi yang ditetapkan. Uji kompetensi ini juga menunjukkan bahwa masih banyak guru yang tidak menguasai penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Uji-coba studi video terhadap sejumlah guru di beberapa lokasi sampel melengkapi bukti keraguan itu. Kesimpulan lain yang cukup mengejutkan dari studi tersebut di antaranya adalah bahwa pembelajaran di kelas lebih didominasi oleh ceramah satu arah dari guru dan sangat jarang terjadi tanya jawab. Ini mencerminkan betapa masih banyak guru yang tidak berusaha meningkatkan dan memutakhirkan profesionalismenya. Reformasi pendidikan yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang Undang No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan menuntut reformasi guru untuk memiliki tingkat kompetensi yang lebih tinggi, baik kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, maupun sosial. Akibat dari masih banyaknya guru yang tidak menguasai kompetensi yang dipersyaratkan ditambah dengan kurangnya kemampuan untuk menggunakan TIK membawa dampak pada siswa paling tidak dalam dua hal. Pertama, siswa hanya terbekali dengan kompetensi yang sudah usang. Akibatnya, produk sistem pendidikan dan pembelajaran tidak siap terjun ke dunia kehidupan nyata yang terus berubah. Kedua, pembelajaran yang diselenggarakan oleh guru juga kurang kondusif bagi tercapainya tujuan secara aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan karena tidak didukung oleh penggunaan teknologi pembelajaran yang modern dan handal. Hal itu didasarkan pada kenyataan bahwa substansi materi pelajaran yang harus dipelajari oleh anak didik terus berkembang baik volume maupun kompleksitasnya. Sebagaimana ditekankan dalam prinsip percepatan belajar (accelerated learning), kecenderungan materi yang harus dipelajari anak didik yang semakin hari semakin bertambah jumlah, Modul Pendidikan & Latihan Profesi Guru PSG Rayon Universitas Negeri Makassar P a g e 15

38 jenis, dan tingkat kesulitannya, menuntut dukungan strategi dan teknologi pembelajaran yang secara terus-menerus disesuaikan pula agar pembelajaran dapat dituntaskan dalam interval waktu yang sama. Sejatinya, guru adalah bagian integral dari subsistem organisasi pendidikan secara menyeluruh. Agar sebuah organisasi pendidikan mampu menghadapi perubahan dan ketidakpastian yang menjadi ciri kehidupan modern, perlu mengembangkan sekolah sebagai sebuah organisasi pembelajar. Di antara karakter utama organisasi pembelajar adalah mencermati perubahan internal dan eksternal yang diikuti dengan upaya penyesuaian diri dalam rangka mempertahankan eksistensinya. B. Prinsip-Prinsip Peningkatan Kompetensi dan Karir 1. Prinsip-prinsip Umum Secara umum program peningkatan kompetensi guru diselenggarakan dengan menggunakan prinsip-prinsip seperti berikut ini. a. Demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa b. Satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multimakna. c. Suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan guru yang berlangsung sepanjang hayat. d. Memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas guru dalam proses pembelajaran. e. Memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan. 2. Prinsip-pinsip Khusus Secara khusus program peningkatan kompetensi guru diselenggarakan dengan menggunakan prinsip-prinsip seperti berikut ini. a. Ilmiah, keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan dalam kompetensi dan indikator harus benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan. b. Relevan, rumusannya berorientasi pada tugas dan fungsi guru sebagai tenaga pendidik profesional yakni memiliki kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. c. Sistematis, setiap komponen dalam kompetensi jabatan guru berhubungan secara fungsional dalam mencapai kompetensi. d. Konsisten, adanya hubungan yang ajeg dan taat asas antara kompetensi dan indicator. e. Aktual dan kontekstual, yakni rumusan kompetensi dan indikator dapat mengikuti perkembangan Ipteks. f. Fleksibel, rumusan kompetensi dan indikator dapat berubah sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan jaman. g. Demokratis, setiap guru memiliki hak dan peluang yang sama untuk diberdayakan melalui proses pembinaan dan pengembangan profesionalitasnya, baik secara individual maupun institusional. h. Obyektif, setiap guru dibina dan dikembangkan profesi dan karirnya dengan mengacu kepada hasil penilaian yang dilaksanakan berdasarkan indikator-indikator terukur dari kompetensi profesinya. i. Komprehensif, setiap guru dibina dan dikembangkan profesi dan karirnya untuk mencapai kompetensi profesi dan kinerja yang bermutu dalam memberikan layanan pendidikan dalam Modul Pendidikan & Latihan Profesi Guru PSG Rayon Universitas Negeri Makassar P a g e 16

39 rangka membangun generasi yang memiliki pengetahuan, kemampuan atau kompetensi, mampu menjadi dirinya sendiri, dan bisa menjalani hidup bersama orang lain. j. Memandirikan, setiap guru secara terus menerus diberdayakan untuk mampu meningkatkan kompetensinya secara berkesinambungan, sehingga memiliki kemandirian profesional dalam melaksanakan tugas dan fungsi profesinya. k. Profesional, pembinaan dan pengembangan profesi dan karir guru dilaksanakan dengan mengedepankan nilai-nilai profesionalitas. l. Bertahap, dimana pembinaan dan pengembangan profesi dan karir guru dilaksanakan berdasarkan tahapan waktu atau tahapan kualitas kompetensi yang dimiliki oleh guru. m. Berjenjang, pembinaan dan pengembangan profesi dan karir guru dilaksanakan secara berjenjang berdasarkan jenjang kompetensi atau tingkat kesulitan kompetensi yang ada pada standar kompetensi. n. Berkelanjutan, pembinaan dan pengembangan profesi dan karir guru dilaksanakan sejalan dengan perkembangan ilmu pentetahuan, teknologi dan seni, serta adanya kebutuhan penyegaran kompetensi guru; o. Akuntabel, pembinaan dan pengembangan profesi dan karir guru dapat dipertanggungjawabkan secara transparan kepada publik; p. Efektif, pelaksanaan pembinaan dan pengembangan profesi dan karir guru harus mampu memberikan informasi yang bisa digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan yang tepat oleh pihak-pihak yang terkait dengan profesi dan karir lebih lanjut dalam upaya peningkatan kompetensi dan kinerja guru. q. Efisien, pelaksanaan pembinaan dan pengembangan profesi dan karir guru harus didasari atas pertimbangan penggunaan sumberdaya seminimal mungkin untuk mendapatkan hasil yang optimal. C. Jenis Program Peningkatan kompetensi guru guru dilaksanakan melalui berbagai strategi dalam bentuk pendidikan dan pelatihan (diklat) dan bukan diklat, antara lain seperti berikut ini. 1. Pendidikan dan Pelatihan a. Inhouse training (IHT). Pelatihan dalam bentuk IHT adalah pelatihan yang dilaksanakan secara internal di KKG/MGMP, sekolah atau tempat lain yang ditetapkan untuk menyelenggarakan pelatihan. Strategi pembinaan melalui IHT dilakukan berdasarkan pemikiran bahwa sebagian kemampuan dalam meningkatkan kompetensi dan karir guru tidak harus dilakukan secara eksternal, tetapi dapat dilakukan oleh guru yang memiliki kompetensi kepada guru lain yang belum memiliki kompetensi. Dengan strategi ini diharapkan dapat lebih menghemat waktu dan biaya. b. Program magang. Program magang adalah pelatihan yang dilaksanakan di institusi/industri yang relevan dalam rangka meningkatkan kompetensi professional guru. Program magang ini terutama diperuntukkan bagi guru kejuruan dan dapat dilakukan selama priode tertentu, misalnya, magang di industri otomotif dan yang sejenisnya. Program magang dipilih sebagai alternatif pembinaan dengan alasan bahwa keterampilan tertentu khususnya bagi guru-guru sekolah kejuruan memerlukan pengalaman nyata. c. Kemitraan sekolah. Pelatihan melalui kemitraan sekolah dapat dilaksanakan bekerjasama dengan institusi pemerintah atau swasta dalam keahlian tertentu. Pelaksanaannya dapat dilakukan di sekolah atau di tempat mitra sekolah. Pembinaan melalui mitra sekolah Modul Pendidikan & Latihan Profesi Guru PSG Rayon Universitas Negeri Makassar P a g e 17

40 diperlukan dengan alasan bahwa beberapa keunikan atau kelebihan yang dimiliki mitra dapat dimanfaatkan oleh guru yang mengikuti pelatihan untuk meningkatkan kompetensi profesionalnya. d. Belajar jarak jauh. Pelatihan melalui belajar jarak jauh dapat dilaksanakan tanpa menghadirkan instruktur dan peserta pelatihan dalam satu tempat tertentu, melainkan dengan sistem pelatihan melalui internet dan sejenisnya. Pembinaan melalui belajar jarak jauh dilakukan dengan pertimbangan bahwa tidak semua guru terutama di daerah terpencil dapat mengikuti pelatihan di tempat-tempat pembinaan yang ditunjuk seperti di ibu kota kabupaten atau di propinsi. e. Pelatihan berjenjang dan pelatihan khusus. Pelatihan jenis ini dilaksanakan di P4TK dan atau LPMP dan lembaga lain yang diberi wewenang, di mana program pelatihan disusun secara berjenjang mulai dari jenjang dasar, menengah, lanjut dan tinggi. Jenjang pelatihan disusun berdasarkan tingkat kesulitan dan jenis kompetensi. Pelatihan khusus (spesialisasi) disediakan berdasarkan kebutuhan khusus atau disebabkan adanya perkembangan baru dalam keilmuan tertentu. f. Kursus singkat di LPTK atau lembaga pendidikan lainnya. Kursus singkat di LPTK atau lembaga pendidikan lainnya dimaksudkan untuk melatih meningkatkan kompetensi guru dalam beberapa kemampuan seperti melakukan penelitian tindakan kelas, menyusun karya ilmiah, merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi pembelajaran, dan lain-lain sebagainya. g. Pembinaan internal oleh sekolah. Pembinaan internal ini dilaksanakan oleh kepala sekolah dan guru-guru yang memiliki kewenangan membina, melalui rapat dinas, rotasi tugas mengajar, pemberian tugas-tugas internal tambahan, diskusi dengan rekan sejawat dan sejenisnya. h. Pendidikan lanjut. Pembinaan profesi guru melalui pendidikan lanjut juga merupakan alternatif bagi pembinaan profesi guru di masa mendatang. Pengikutsertaan guru dalam pendidikan lanjut ini dapat dilaksanakan dengan memberikan tugas belajar, baik di dalam maupun di luar negeri, bagi guru yang berprestasi. Pelaksanaan pendidikan lanjut ini akan menghasilkan guru-guru pembina yang dapat membantu guru-guru lain dalam upaya pengembangan profesi. 2. Kegiatan Selain Pendidikan dan Pelatihan a. Diskusi masalah pendidikan. Diskusi ini diselenggarakan secara berkala dengan topik sesuai dengan masalah yang di alami di sekolah. Melalui diskusi berkala diharapkan para guru dapat memecahkan masalah yang dihadapi berkaitan dengan proses pembelajaran di sekolah ataupun masalah peningkatan kompetensi dan pengembangan karirnya. b. Seminar. Pengikutsertaan guru di dalam kegiatan seminar dan pembinaan publikasi ilmiah juga dapat menjadi model pembinaan berkelanjutan profesi guru dalam meningkatkan kompetensi guru. Melalui kegiatan ini memberikan peluang kepada guru untuk berinteraksi secara ilmiah dengan kolega seprofesinya berkaitan dengan hal-hal terkini dalam upaya kualitas pendidikan. c. Workshop. Workshop dilakukan untuk menghasilkan produk yang bermanfaat bagi pembelajaran, peningkatan kompetensi maupun pengembangan karirnya. Workshop dapat dilakukan misalnya dalam kegiatan menyusun KTSP, analisis kurikulum, pengembangan silabus, penulisan RPP, dan sebagainya. d. Penelitian. Penelitian dapat dilakukan guru dalam bentuk penelitian tindakan kelas, penelitian eksperimen ataupun jenis yang lain dalam rangka peningkatan mutu pembelajaran. Modul Pendidikan & Latihan Profesi Guru PSG Rayon Universitas Negeri Makassar P a g e 18

41 e. Penulisan buku/bahan ajar. Bahan ajar yang ditulis guru dapat berbentuk diktat, buku pelajaran ataupun buku dalam bidang pendidikan. f. Pembuatan media pembelajaran. Media pembelajaran yang dibuat guru dapat berbentuk alat peraga, alat praktikum sederhana, maupun bahan ajar elektronik (animasi pembelajaran). g. Pembuatan karya teknologi/karya seni. Karya teknologi/seni yang dibuat guru dapat berupa karya teknologi yang bermanfaat untuk masyarakat dan atau pendidikan dan karya seni yang memiliki nilai estetika yang diakui oleh masyarakat. D. Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan Penetapan Permenneg PAN dan RB Nomor 16 tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, dilatarbelakangi bahwa guru memiliki peran strategis dalam meningkatkan proses pembelajaran dan mutu peserta didik. Perubahan mendasar yang terkandung dalam Permenneg PAN dan RB Nomor 16 tahun 2009 dibandingkan dengan regulasi sebelumnya, di antaranya dalam hal penilaian kinerja guru yang sebelumnya lebih bersifat administratif menjadi lebih berorientasi praktis, kuantitatif, dan kualitatif, sehingga diharapkan para guru akan lebih bersemangat untuk meningkatkan kinerja dan profesionalitasnya. Dalam Permenneg PAN dan RB ini, jabatan fungsional terdiri dari empat jenjang, yaitu Guru Pertama, Guru Muda, Guru Madya, dan Guru Utama. Setiap tahun, guru harus dinilai kinerjanya secara teratur melalui Penilaian Kinerja Guru (PK Guru) dan wajib mengikuti Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB). PKB tersebut harus dilaksanakan sejak guru memiliki golongan kepangkatan III/a dengan melakukan pengembangan diri, dan sejak golongan kepangkatan III/b guru wajib melakukan publikasi ilmiah dan/atau karya inovatif. Untuk naik dari golongan kepangkatan IV/c ke IV/d guru wajib melakukan presentasi ilmiah. Gambar 2.1. menunjukkan keterkaitan antara PKB, PK Guru, dan pengembangan karir guru. PKB dikembangkan atas dasar profil kinerja guru sebagai perwujudan hasil PK Guru dan didukung dengan hasil evaluasi diri. Apabila hasil PK Guru masih berada di bawah standar kompetensi yang ditetapkan atau berkinerja rendah, maka guru diwajibkan untuk mengikuti program PKB yang diorientasikan sebagai pembinaan untuk mencapai kompetensi standar yang disyaratkan. Sementara itu, guru yang hasil penilaian kinerjanya telah mencapai standar kompetensi yang disyaratkan, maka kegiatan PKB diarahkan kepada pengembangan kompetensi agar dapat memenuhi tuntutan masa depan dalam pelaksanaan tugas dan kewajibannya sesuai dengan kebutuhan sekolah dalam rangka memberikan layanan pembelajaran yang berkualitas kepada peserta didik. Modul Pendidikan & Latihan Profesi Guru PSG Rayon Universitas Negeri Makassar P a g e 19

42 Dalam Permenneg PAN dan RB Nomor 16 Tahun 2009, PKB diakui sebagai salah satu unsur utama yang diberikan angka kredit untuk pengembangan karir guru dan kenaikan pangkat/jabatan fungsional guru, selain kegiatan pembelajaran/pembimbingan dan tugas tambahan lain yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah. Kegiatan PKB diharapkan dapat menciptakan guru yang profesional, yang bukan hanya sekadar memiliki ilmu pengetahuan yang luas, tetapi juga memiliki kepribadian yang matang. Dengan kepribadian yang prima dan penguasaan IPTEK yang kuat, guru diharapkan terampil dalam menumbuhkembangkan minat dan bakat peserta didik sesuai dengan bidangnya. Secara umum, keberadaan PKB bertujuan untuk meningkatkan kualitas layanan pendidikan di sekolah/madrasah yang berimbas pada peningkatan mutu pendidikan. Secara khusus, tujuan PKB disajikan berikut ini. 1. Meningkatkan kompetensi guru untuk mencapai standar kompetensi yang ditetapkan. 2. Memutakhirkan kompetensi guru untuk memenuhi kebutuhan guru dalam memfasilitasi proses belajar peserta didik dalam memenuhi tuntutan perkembangan ilmu, teknologi, dan seni di masa mendatang. 3. Mewujudkan guru yang memiliki komitmen kuat melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai tenaga profesional. 4. Menumbuhkan rasa cinta dan bangga sebagai penyandang profesi guru. 5. Meningkatkan citra, harkat, dan martabat profesi guru di masyarakat. Manfaat PKB bagi peserta didik yaitu memperoleh jaminan kepastian mendapatkan pelayanan dan pengalaman belajar yang efektif untuk meningkatkan potensi diri secara optimal, sehingga mereka memiliki kepribadian kuat dan berbudi pekerti luhur untuk berperan aktif dalam pengembangan iimu pengetahuan, teknologi dan seni sesuai dengan perkembangan masyarakat. Bagi guru hal ini dapat mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni serta memiliki kepribadian yang kuat sesuai dengan profesinya; sehingga selama karirnya mampu menghadapi perubahan internal dan eksternal dalam memenuhi kebutuhan belajar peserta didik menghadapi kehidupan di masa datang. Dengan PKB untuk guru, bagi sekolah/madrasah diharapkan mampu menjadi sebuah organisasi pembelajaran yang efektif; sehingga sekolah/madrasah dapat menjadi wadah untuk peningkatan kompetensi, dedikasi, dan komitmen guru dalam memberikan layanan pendidikan yang berkualitas kepada peserta didik. Bagi orang tua/masyarakat, PKB untuk guru bermakna memiliki jaminan bahwa anak mereka di sekolah akan memperoleh layanan pendidikan yang berkualitas sesuai kebutuhan dan kemampuan masing-masing. Bagi pemerintah,pkb untuk guru dimungkinkan dapat memetakan kualitas layanan pendidikan sebagai dasar untuk menyusun dan menetapkan kebijakan pembinaan dan pengembangan profesi guru dalam menunjang pembangunan pendidikan; sehingga pemerintah dapat mewujudkan masyarakat Indonesia yang cerdas, kompetitif dan berkepribadian luhur. PKB adalah bentuk pembelajaran berkelanjutan untuk memelihara dan meningkatkan standar kompetensi secara keseluruhan, mencakup bidang-bidang yang berkaitan dengan profesi guru. Dengan demikian, guru secara profesional dapat memelihara, meningkatkan, dan memperluas pengetahuan dan keterampilannya untuk melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu. Pembelajaran yang bermutu diharapkan mampu meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan pemahaman peserta didik. PKB mencakup kegiatan-kegiatan yang didesain untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan guru. Kegiatan dalam PKB membentuk suatu siklus yang mencakup perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan refleksi. Gambar 2.2 menunjukkan siklus kegiatan PKB Modul Pendidikan & Latihan Profesi Guru PSG Rayon Universitas Negeri Makassar P a g e 20

43 bagiguru. Melalui siklus kegiatan pengembangan keprofesian guru secara berkelanjutan, diharapkan guru akan mampu mempercepat pengembangan pengetahuan dan keterampilan untuk peningkatan karirnya. Kegiatan PKB untuk pengembangan diri dapat dilakukan di sekolah, baik oleh guru secara mandiri, maupun oleh guru bekerja sama dengan guru lain dalam satu sekolah. Kegiatan PKB melalui jaringan sekolah dapat dilakukan dalam satu rayon (gugus), antarrayon dalam kabupaten/kota tertentu, antarprovinsi, bahkan dimungkinkan melalui jaringan kerjasama sekolah antarnegara serta kerjasama sekolah dan industri, baik secara langsung maupun melalui teknologi informasi. Kegiatan PKB melalui jaringan antara lain dapat berupa: kegiatan KKG/MGMP; pelatihan/seminar/lokakarya; kunjungan ke sekolah lain, dunia usaha, industri, dan sebagainya; mengundang nara sumber dari sekolah lain, komite sekolah, dinas pendidikan, pengawas, asosiasi profesi, atau dari instansi lain yang relevan. Jika kegiatan PKB di sekolah dan jaringan sekolah belum memenuhi kebutuhan pengembangan keprofesian guru, atau guru masih membutuhkan pengembangan lebih lanjut, kegiatan ini dapat dilaksanakan dengan menggunakan sumber kepakaran luar lainnya. Sumber kepakaran lain ini dapat disediakan melalui LPMP, P4TK, Perguruan Tinggi atau institusi layanan lain yang diakui oleh pemerintah, atau institusi layanan luar negeri melalui pendidikan dan pelatihan jarak jauh dengan memanfaatkan jejaring virtual atau TIK. Dalam kaitannya dengan PKB ini, beberapa jenis pengembangan kompetensi dapat dilakukan oleh guru dan di sekolah mereka sendiri. Beberapa program dimaksud disajikan berikut ini. 1. Dilakukan oleh guru sendiri: a. menganalisis umpan balik yang diperoleh dari siswa terhadap pelajarannya; b. menganalisis hasil pembelajaran (nilai ujian, keterampilan siswa, dll); c. mengamati dan menganalisis tanggapan siswa terhadap kegiatan pembelajaran; d. membaca artikel dan buku yang berkaitan dengan bidang dan profesi; dan e. mengikuti kursus atau pelatihan jarak jauh. 2. Dilakukan oleh guru bekerja sama dengan guru lain: a. mengobservasi guru lain; b. mengajak guru lain untuk mengobservasi guru yang sedang mengajar; c. mengajar besama-sama dengan guru lain (pola team teaching); d. bersamaan dengan guru lain membahas dan melakukan investigasi terhadap permasalahan yang dihadapi di sekolah; Modul Pendidikan & Latihan Profesi Guru PSG Rayon Universitas Negeri Makassar P a g e 21

44 e. membahas artikel atau buku dengan guru lain; dan f. merancang persiapan mengajar bersama guru lain. 3. Dilakukan oleh sekolah : a. training day untuk semua sumber daya manusia di sekolah (bukan hanya guru); b. kunjungan ke sekolah lain; dan c. mengundang nara sumber dari sekolah lain atau dari instansi lain. Satu hal yang perlu diingat dalam pelaksanaan pengembangan keprofesian berkelanjutan harus dapat mematuhi prinsip-prinsip seperti berikut ini. 1. Setiap guru di Indonesia berhak mendapat kesempatan untuk mengembangkan diri. Hak tersebut perlu diimplementasikan secara teratur, sistematis, dan berkelanjutan. 2. Untuk menghindari kemungkinan pengalokasian kesempatan pengembangan yang tidak merata, proses penyusunan program PKB harus dimulai dari sekolah. Sekolah wajib menyediakan kesempatan kepada setiap guru untuk mengikuti program PKB minimal selama tujuh hari atau 40 jam per tahun. Alokasi tujuh hari tersebut adalah alokasi minimal. Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dan/ atau sekolah berhak menambah alokasi waktu jika dirasakan perlu, termasuk penyediaan anggaran untuk kegiatan PKB. 3. Guru juga wajib berusaha mengembangkan dirinya semaksimal mungkin dan secara berkelanjutan. Alokasi waktu tujuh hari per tahun sebenarnya tidak cukup, sehingga guru harus tetap berusaha pada kesempatan lain di luar waktu tujuh hari tersebut. Keseriusan guru untuk mengembangkan dirinya merupakan salah satu hal yang diperhatikan dan dinilai di dalam kegiatan proses pembelajaran yang akan dievaluasi kinerja tahunannya. 4. Proses PKB bagi guru harus dimulai dari guru sendiri. Sebenarnya guru tidak bisa dikembangkan oleh orang lain jika dia belum siap untuk berkembang. Pihak-pihak yang mendapat tugas untuk membina guru perlu menggali sebanyak-banyaknya dari guru tersebut (tentang keinginannya, kekhawatirannya, masalah yang dihadapinya, pemahamannya tentang proses belajar-mengajar, dsb) sebelum memberikan masukan/saran. 5. Untuk mencapai tujuan PKB yang sebenarnya, kegiatan PKB harus melibatkan guru secara aktif sehingga betul-betul terjadi perubahan pada dirinya, baik dalam penguasaan materi, pemahaman konteks, keterampilan, dan lain-lain. Jenis pelatihan tradisional -- yaitu ceramah yang dihadiri oleh peserta dalam jumlah besar tetapi tidak melibatkan mereka secara aktif -- perlu dihindari. Berdasarkan analisis kebutuhan dan ketentuan yang berlaku serta praktik-praktik pelaksanaannya, perlu dikembangkan mekanisme PKB yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan guru untuk meningkatkan profesionalismenya. Analisis kebutuhan dan ketentuan tersebut mencakup antara lain: 1. Setiap guru berhak menerima pembinaan berkelanjutan dari seorang guru yang berpengalaman dan telah mencapai standar kompetensi yang telah ditetapkan (guru pendamping). 2. Guru pendamping tersebut berasal dari sekolah yang sama dengan guru binaannya atau dipilih dari sekolah lain yang berdekatan, apabila di sekolahnya tidak ada guru pendamping yang memenuhi kompetensi. 3. Setiap sekolah mempunyai seorang koordinator PKB tingkat sekolah, yaitu seorang guru yang berpengalaman. Sekolah yang mempunyai banyak guru boleh membentuk sebuah tim PKB untuk membantu Koordinator PKB, sedangkan sekolah kecil dengan jumlah guru yang terbatas, terutama sekolah dasar, sangat dianjurkan untuk bekerja sama dengan sekolah lain di sekitarnya. Dengan demikian, seorang Koordinator PKB bisa mengkoordinasikan kegiatan PKB di beberapa sekolah. Modul Pendidikan & Latihan Profesi Guru PSG Rayon Universitas Negeri Makassar P a g e 22

45 4. Setiap Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota menunjuk dan menetapkan seorang Koordinator PKB tingkat kabupaten/kota (misalnya pengawas yang bertanggung jawab untuk gugus sekolah tertentu). 5. Sekolah, KKG/MGMP serta Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota harus merencanakan kegiatan PKB dan mengalokasikan anggaran untuk kegiatan tersebut. Kegiatan PKB harus sejalan dengan visi dan misi sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan. 6. Sekolah berkewajiban menjamin bahwa kesibukan guru dengan tugas tambahannya sebagai Guru Pembina atau sebagai Koordinator PKB tingkat sekolah maupun dalam mengikuti kegiatan PKB tidak mengurangi kualitas pembelajaran siswa. PKB perlu dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan untuk mencapai standar kompetensi dan/atau meningkatkan kompetensinya agar guru mampu memberikan layanan pendidikan secara profesional. Pencapaian dan peningkatan kompetensi tersebut akan berdampak pada peningkatan keprofesian guru dan berimplikasi pada perolehan angka kredit bagi pengembangan karir guru. Dalam Permenneg PAN dan RB Nomor 16 tahun 2009, terdapat tiga unsur kegiatan guru dalam PKB yang dapat dinilai angka kreditnya, yaitu: pengembangan diri, publikasi ilmiah, dan karya inovatif. 1. Pengembangan Diri Pengembangan diri pada dasarnya merupakan upaya untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan guru melalui kegiatan pendidikan dan latihan fungsional dan kegiatan kolektif guru yang dapat meningkatkan kompetensi dan/atau keprofesian guru. Dengan demikian, guru akan mampu melaksanakan tugas utama dan tugas tambahan yang dipercayakan kepadanya. Tugas utama guru adalah mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada berbagai jenis dan jenjang pendidikan, sedangkan tugas tambahan adalah tugas lain guru yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah, seperti tugas sebagai kepala sekolah, wakil kepala sekolah, kepala laboratorium, dan kepala perpustakaan. Diklat fungsional termasuk pada kategori diklat dalam jabatan yang dilaksanakan untuk mencapai persyaratan kompetensi yang sesuai dengan jenis dan jenjang jabatan fungsional masingmasing. Dalam Permendiknas Nomor 35 Tahun 2010 dinyatakan bahwa diklat fungsional adalah kegiatan guru dalam mengikuti pendidikan atau pelatihan yang bertujuan untuk meningkatkan keprofesian guru yang bersangkutan dalam kurun waktu tertentu. Kegiatan kolektif guru adalah kegiatan guru dalam mengikuti pertemuan ilmiah atau mengikuti kegiatan bersama yang dilakukan guru, baik di sekolah maupun di luar sekolah, dan bertujuan untuk meningkatkan keprofesian guru yang bersangkutan. Beberapa contoh bentuk kegiatan kolektif guru antara lain: (1) lokakarya atau kegiatan bersama untuk menyusun dan/atau mengembangkan perangkat kurikulum, pembelajaran, penilaian, dan/atau media pembelajaran; (2) keikutsertaan pada kegiatan ilmiah (seminar, koloqium, workshop, bimbingan teknis, dan diskusi panel), baik sebagai pembahas maupun peserta; (3) kegiatan kolektif lainnya yang sesuai dengan tugas dan kewajiban guru. Beberapa contoh materi yang dapat dikembangkan dalam kegiatan pengembangan diri, baik dalam diklat fungsional maupun kegiatan kolektif guru, antara lain: (1) penyusunan RPP, program kerja, dan/atau perencanaan pendidikan; (2) penyusunan kurikulum dan bahan ajar; (3) pengembangan metodologi mengajar; (4) penilaian proses dan hasil pembelajaran peserta didik; (5) penggunaan dan pengembangan teknologi informatika dan komputer (TIK) dalam pembelajaran; (6) inovasi proses pembelajaran; (7) peningkatan kompetensi profesional dalam menghadapi tuntutan teori terkini; (8) penulisan publikasi ilmiah; (9) pengembangan karya inovatif; (10) kemampuan untuk Modul Pendidikan & Latihan Profesi Guru PSG Rayon Universitas Negeri Makassar P a g e 23

46 mempresentasikan hasil karya; dan (11) peningkatan kompetensi lain yang terkait dengan pelaksanaan tugas-tugas tambahan atau tugas lain yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah. Pelaksanaan berbagai kegiatan pengembangan diri ini harus berkualitas, dikoordinasikan dan dikendalikan oleh Koordinator PKB di sekolah secara sistematik dan terarah sesuai kebutuhan. Kegiatan pengembangan diri yang berupa diklat fungsional harus dibuktikan dengan surat tugas, sertifikat, dan laporan deskripsi hasil pelatihan yang disahkan oleh kepala sekolah. Sementara itu, kegiatan pengembangan diri yang berupa kegiatan kolektif guru harus dibuktikan dengan surat keterangan dan laporan per kegiatan yang disahkan oleh kepala sekolah. Jika guru mendapat tugas tambahan sebagai kepala sekolah, laporan dan bukti fisik pendukung tersebut harus disahkan oleh kepala dinas pendidikan Kabupaten/Kota/Provinsi. Hasil diklat fungsional dan kegiatan kolektif guru ini perlu didesiminasikan kepada guru- guru yang lain, minimal di sekolahnya masing-masing, sebagai bentuk kepedulian dan wujud kontribusi dalam peningkatan kualitas pendidikan. Kegiatan ini diharapkan dapat mempercepat proses peningkatan dan pengembangan sekolah secara utuh/menyeluruh. Guru bisa memperoleh penghargaan berupa angka kredit tambahan sesuai perannya sebagai pemrasaran/nara sumber. 2. Publikasi Ilmiah Publikasi ilmiah adalah karya tulis ilmiah yang telah dipublikasikan kepada masyarakat sebagai bentuk kontribusi guru terhadap peningkatan kualitas proses pembelajaran di sekolah dan pengembangan dunia pendidikan secara umum. Publikasi ilmiah mencakup 3 (tiga) kelompok, yaitu: a. Presentasi pada forum ilmiah. Dalam hal ini guru bertindak sebagai pemrasaran dan/atau nara sumber pada seminar, lokakarya, koloqium, dan/atau diskusi ilmiah, baik yang diselenggarakan pada tingkat sekolah, KKG/MGMP, kabupaten/kota, provinsi, nasional, maupun internasional. b. Publikasi ilmiah berupa hasil penelitian atau gagasan ilmu bidang pendidikan formal. Publikasi dapat berupa karya tulis hasil penelitian, makalah tinjauan ilmiah di bidang pendidikan formal dan pembelajaran, tulisan ilmiah populer, dan artikel ilmiah dalam bidang pendidikan. Karya ilmiah ini telah diterbitkan dalam jurnal ilmiah tertentu atau minimal telah diterbitkan dan diseminarkan di sekolah masing-masing. Dokumen karya ilmiah disahkan oleh kepala sekolah dan disimpan di perpustakaan sekolah. Bagi guru yang mendapat tugas tambahan sebagai kepala sekolah, karya ilmiahnya harus disahkan oleh kepala dinas pendidikan setempat. c. Publikasi buku teks pelajaran, buku pengayaan, dan/atau pedoman guru. Buku yang dimaksud dapat berupa buku pelajaran, baik sebagai buku utama maupun buku pelengkap, modul/diktat pembelajaran per semester, buku dalam bidang pendidikan, karya terjemahan, dan buku pedoman guru. Buku termaksud harus tersedia di perpustakaan sekolah tempat guru bertugas. Keaslian buku harus ditunjukkan dengan pernyataan keaslian dari kepala sekolah atau dinas pendidikan setempat bagi guru yang mendapatkan tugas tambahan sebagai kepala sekolah. 3. Karya Inovatif Karya inovatif adalah karya yang bersifat pengembangan, modifikasi atau penemuan baru sebagai bentuk kontribusi guru terhadap peningkatan kualitas proses pembelajaran di sekolah dan pengembangan dunia pendidikan, sains/teknologi, dan seni. Karya inovatif ini dapat berupa penemuan teknologi tepat guna, penemuan/peciptaan atau pengembangan karya seni, pembuatan/modifikasi alat pelajaran/peraga/praktikum, atau penyusunan standar, pedoman, soal dan sejenisnya pada tingkat nasional maupun provinsi. Kegiatan PKB yang mencakup ketiga komponen tersebut harus dilaksanakan secara berkelanjutan, agar guru dapat selalu menjaga dan meningkatkan profesionalismenya, tidak sekadar untuk pemenuhan angka kredit. Oleh sebab itu, meskipun angka kredit seorang guru diasumsikan Modul Pendidikan & Latihan Profesi Guru PSG Rayon Universitas Negeri Makassar P a g e 24

47 telah memenuhi persyaratan untuk kenaikan pangkat dan jabatan fungsional tertentu, guru tetap wajib melakukan kegiatan PKB. E. Uji Kompetensi Untuk mengetahui kompetensi seorang guru, perlu dilakukan uji kompetensi. Uji kompetensi dimaksudkan untuk memperoleh informasi tentang kemampuan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran. Berdasarkan hasil uji kompetensi, dirumuskan profil kompetensi guru menurut level tertentu yang sekaligus menentukan kelayakan dari guru tersebut. Dengan demikian, tujuan uji kompetensi adalah menilai dan menetapkan apakah guru sudah kompeten atau belum dilihat dari standar kompetensi yang diujikan. Kegiatan peningkatan kompetensi guru memiliki rasional dan pertimbangan empiris yang kuat, sehingga bias dipertanggungjawabkan baik secara akademik, moral, maupun keprofesian. Dengan demikian, disamping hasil penilaian kinerja, uji kompetensi menjadi salah satu basis utama desain program peningkatan kompetensi guru. Uji kompetensi esensinya berfokus pada keempat kompetensi yang harus dimiliki oleh guru seperti yang telah dijelaskan di atas, yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan kompetensi profesional. 1. Kompetensi Pedagogik Kompetensi pedagogik yaitu kemampuan yang harus dimiliki guru berkenaan dengan karakteristik peserta didik dilihat dari berbagai aspek seperti fisik, moral, sosial, kultural, emosional, dan intelektual. Hal tersebut berimplikasi bahwa seorang guru harus mampu menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik karena peserta didik memiliki karakter, sifat, dan interes yang berbeda. Berkenaan dengan pelaksanaan kurikulum, seorang guru harus mampu mengembangkan kurikulum di tingkat satuan pendidikan masing- masing dan dengan kebutuhan lokal. Guru harus mampu mengoptimalkan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan kemampuannya di kelas, dan harus mampu melakukan penilaian terhadap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan. Kemampuan yang harus dimiliki guru berkenaan dengan aspek-aspek yang diamati, yaitu: a. Penguasaan terhadap karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, sosial, kultural, emosional dan intelektual. b. Penguasaan terhadap teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik. c. Mampu mengembangkan kurikulum yang terkait dengan bidang pengembangan yang diampu. d. Menyelenggarakan kegiatan pengembangan yang mendidik. e. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan penyelenggaraan kegiatan pengembangan yang mendidik. f. Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki. g. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik. h. Melakukan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar, memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran. i. Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran. 2. Kompetensi Kepribadian Pelaksanaan tugas sebagai guru harus didukung oleh suatu perasaan bangga akan tugas yang dipercayakan kepadanya untuk mempersiapkan kualitas generasi masa depan bangsa. Walaupun Modul Pendidikan & Latihan Profesi Guru PSG Rayon Universitas Negeri Makassar P a g e 25

48 berat tantangan dan rintangan yang dihadapi dalam pelaksanaan tugas, guru harus tetap tegar dalam melaksakan tugas sebagai seorang pendidik. Pendidikan adalah proses yang direncanakan agar semua berkembang melalui proses pembelajaran. Guru sebagai pendidik harus dapat mempengaruhi ke arah proses itu sesuai dengan tata nilai yang dianggap baik dan berlaku dalam masyarakat. Tata nilai termasuk norma, moral, estetika, dan ilmu pengetahuan, mempengaruhi perilaku etik peserta didik sebagai pribadi dan sebagai anggota masyarakat. Penerapan disiplin yang baik dalam proses pendidikan akan menghasilkan sikap mental, watak dan kepribadian peserta didik yang kuat. Guru dituntut harus mampu membelajarkan peserta didiknya tentang disiplin diri, belajar membaca, mencintai buku, menghargai waktu, belajar bagaimana cara belajar, mematuhi aturan/tata tertib, dan belajar bagaimana harus berbuat. Semuanya itu akan berhasil apabila guru juga disiplin dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya. Guru harus mempunyai kemampuan yang berkaitan dengan kemantapan dan integritas kepribadian seorang guru. Aspek-aspek yang diamati adalah: a. Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional Indonesia. b. Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teladan bagi peserta didik dan masyarakat. c. Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa. d. Menunjukan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan rasa percaya diri. e. Menjunjung tinggi kode etik profesi guru. 3. Kompetensi Sosial Guru di mata masyarakat dan peserta didik merupakan panutan yang perlu dicontoh dan merupkan suri tauladan dalam kehidupanya sehari-hari. Guru perlu memiliki kemampuan sosial dengan masyarakat, dalam rangka pelaksanaan proses pembelajaran yang efektif. Dengan kemampuan tersebut, otomatis hubungan sekolah dengan masyarakat akan berjalan dengan lancar, sehingga jika ada keperluan dengan orang tua peserta didik, para guru tidak akan mendapat kesulitan. Kemampuan sosial meliputi kemampuan guru dalam berkomunikasi, bekerja sama, bergaul simpatik, dan mempunyai jiwa yang menyenangkan. Kriteria kinerja guru dalam kaitannya dengan kompetensi sosial disajikan berikut ini. a. Bertindak objektif serta tidak diskriminatif karena pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi. b. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua, dan masyarakat. c. Beradaptasi di tempat bertugas di seluruh wilayah Republik Indonesia yang memiliki keragaman sosial budaya. d. Berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri dan profesi lain secara lisan dan tulisan atau bentuk lain. 4. Kompetensi Profesional Kompetensi profesional yaitu kemampuan yang harus dimiliki guru dalam perencanaan dan pelaksanaan proses pembelajaran. Guru mempunyai tugas untuk mengarahkan kegiatan belajar peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran. Untuk itu guru dituntut mampu menyampaikan bahan pelajaran. Guru harus selalu meng-update, dan menguasai materi pelajaran yang disajikan. Persiapan diri tentang materi diusahakan dengan jalan mencari informasi melalui berbagai sumber Modul Pendidikan & Latihan Profesi Guru PSG Rayon Universitas Negeri Makassar P a g e 26

49 seperti membaca buku-buku terbaru, mengakses dari internet, selalu mengikuti perkembangan dan kemajuan terakhir tentang materi yang disajikan. Dalam menyampaikan pembelajaran, guru mempunyai peranan dan tugas sebagai sumber materi yang tidak pernah kering dalam mengelola proses pembelajaran. Kegiatan mengajarnya harus disambut oleh peserta didik sebagai suatu seni pengelolaan proses pembelajaran yang diperoleh melalui latihan, pengalaman, dan kemauan belajar yang tidak pernah putus. Keaktifan pesertadidik harus selalu diciptakan dan berjalan terus dengan menggunakan metode dan strategi mengajar yang tepat. Guru menciptakan suasana yang dapat mendorong pesertadidik untuk bertanya, mengamati, mengadakan eksperimen, serta menemukan fakta dan konsep yang benar. Karena itu guru harus melakukan kegiatan pembelajaran menggunakan multimedia, sehingga terjadi suasana belajar sambil bekerja, belajar sambil mendengar, dan belajar sambil bermain, sesuai kontek materinya. Guru harus memperhatikan prinsip-prinsip didaktik metodik sebagai ilmu keguruan. Misalnya, bagaimana menerapkan prinsip apersepsi, perhatian, kerja kelompok, dan prinsip- prinsip lainnya. Dalam hal evaluasi, secara teori dan praktik, guru harus dapat melaksanakan sesuai dengan tujuan yang ingin diukurnya. Jenis tes yang digunakan untuk mengukur hasil belajar harus benar dan tepat. Diharapkan pula guru dapat menyusun butir soal secara benar, agar tes yang digunakan dapat memotivasi pesertadidik belajar. Kemampuan yang harus dimiliki pada dimensi kompetensi profesional atau akademik dapat diamati dari aspek-aspek berikut ini. a. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. b. Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran/ bidang pengembangan yang diampu. c. Mengembangkan materi pelajaran yang diampu secara kreatif. d. Mengembangkan keprofesian secara berkelanjutan dengan melakukan tindakan reflektif e. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk berkomunikasi dan mengembangkan diri. Seperti dijelaskan di atas, untuk mengetahui kompetensi guru dilakukan uji kompetensi. Melalui uji kompetensi guru dapat dirumuskan profil kompetensinya. Kondisi nyata itulah yang menjadi dasar peningkatan kompetensi guru. Dengan demikian, hasil uji kompetensi menjadi basis utama desain program peningkatan kompetensi guru. Uji kompetensi dimaksudkan untuk memperoleh informasi tentang penguasaan materi setiap guru. Berdasarkan hasil uji kompetensi dirumuskan profil kompetensi guru menurut level tertentu, sekaligus menentukan kelayakannya. Dengan demikian, tujuan uji kompetensi adalah menilai dan menetapkan apakah guru sudah kompeten atau belum dilihat dari standar kompetensi yang diujikan. Pelaksanaan uji kompetensi dilakukan dengan menggunakan prinsip-prinsip seperti berikut ini. a. Valid, yaitu menguji apa yang seharusnya dinilai atau diuji dan bukti-bukti yang dikumpulkan harus mencukupi serta terkini dan asli. b. Reliabel, yaitu uji komptensi bersifat konsisten, dapat menghasilkan kesimpulan yang relatif sama walaupun dilakukan pada waktu, tempat dan asesor yang berbeda. c. Fleksibel, yaitu uji kompetensi dilakukan dengan metoda yang disesuikan dengan kondisi peserta uji serta kondisi tempat uji kompetensi. d. Adil, yaitu uji kompetensi tidak boleh ada diskriminasi terhadap guru, dimana mereka harus diperlakukan sama sesuai dengan prosedur yang ada dengan tidak melihat dari kelompok mana dia berasal. Modul Pendidikan & Latihan Profesi Guru PSG Rayon Universitas Negeri Makassar P a g e 27

50 e. Efektif dan efisien, yaitu uji kompetensi tidak mengorbankan sumber daya dan waktu yang berlebihan dalam melaksanakan uji kompetensi sesuai dengan unjuk kerja yang ditetapkan. Uji kompetensi sebisa mungkin dilaksanakan di tempat kerja atau dengan mengorbankan waktu dan biaya yang sedikit. Uji kompetensi dilakukan dengan strategi tertentu. Strategi uji kompetensi dilakukan seperti berikut ini. 1. Dilakukan secara kontinyu bagi semua guru, baik terkait dengan mekanisme sertifikasi maupun bersamaan dengan penilaian kinerja. 2. Dapat dilakukan secara manual (offline), online, atau kombinasinya. 3. Memberi perlakauan khusus untuk jenis guru tertentu, misalnya guru produktif, normatif, guru TK/LB, atau melalui tes kinerja atau performance test. 4. Dimungkinkan penyediaan bank soal yang memenuhi validitas dan reliabilitas tertentu, khusus untuk ranah pengetahuan. 5. Sosialisasi pelaksanaan program dan materi uji kompetensi Latihan dan Renungan 1. Apa esensi peningkatan kompetensi guru? 2. Sebutkan jenis-jenis kompetensi yang harus dimiliki oleh guru? 3. Buatlah penjelasan ringkas mengenai keterkaitan masing-masing jenis kompetensi guru! 4. Sebutkan beberapa prinsip peningkatan kompetensi guru1 5. Apa yang dimaksud dengan pengembangan keprofesian guru secara berkelanjutan? 6. Sebutkan jenis-jenis program peningkatan kompetensi guru! 7. Apa esensi uji kompetensi guru? 8. Apa dampak ikutan hasil uji kompetensi bagi guru? Modul Pendidikan & Latihan Profesi Guru PSG Rayon Universitas Negeri Makassar P a g e 28

51 BAB III PENILAIAN KINERJA Topik ini berkaitan dengan penilaian kinerja guru. Materi sajian terutama berkaitan dengan makna, persyaratan, prinsip, tahap-tahap pelaksanaan, dan konversi nilai penilaian kinerja guru. Peserta PLPG diminta mengikuti materi pembelajaran secara individual, melaksanakan diskusi kelompok, menelaah kasus, membaca regulasi yang terkait, menjawab soal latihan, dan melakukan refleksi. A. Latar Belakang Guru adalah pendidik profesional yang mempunyai tugas, fungsi, dan peran penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Guru profesional mampu berpartisipasi dalam pembangunan nasional untuk mewujudkan insan Indonesia yang bertakwa kepada Tuhan YME, unggul dalam IPTEK, memiliki jiwa estetis, etis, berbudi pekerti luhur, dan berkepribadian. Masa depan masyarakat, bangsa dan negara, sebagian besar ditentukan oleh guru. Karena itu, profesi guru perlu dikembangkan secara terus menerus dan proporsional menurut jabatan fungsional guru. Agar fungsi dan tugas yang melekat pada jabatan fungsional guru dilaksanakan sesuai dengan aturan yang berlaku, maka diperlukan penilaian kinerja guru (PK Guru) yang menjamin terjadinya proses pembelajaran yang berkualitas di semua jenjang pendidikan. Pelaksanaan PK Guru dimaksudkan untuk mewujudkan guru yang profesional, karena harkat dan martabat suatu profesi ditentukan oleh kualitas layanan profesi guru. Untuk memberi pengakuan bahwa setiap guru adalah seorang profesional di bidangnya dan sebagai penghargaan atas prestasi kerjanya, maka PK Guru harus dilakukan terhadap guru di semua satuan pendidikan formal yang diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. Guru yang dimaksud tidak terbatas pada guru yang bekerja di satuan pendidikan di bawah kewenangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, tetapi juga mencakup guru yang bekerja di satuan pendidikan di lingkungan Kementerian Agama. Hasil PK Guru dapat dimanfaatkan untuk menyusun profil kinerja guru sebagai masukan dalam penyusunan program PKB. Hasil PK Guru juga merupakan dasar penetapan perolehan angkakredit guru dalam rangka pengembangan karir guru sebagaimana diamanatkan dalam Permenneg PAN dan RB Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Jika semua ini dapat dilaksanakan dengan baik dan obyektif, maka cita cita pemerintah untuk menghasilkan insan yang cerdas komprehensif dan berdaya saing tinggi lebih cepat direalisasikan. B. Pengertian Menurut Permenneg PAN dan RB Nomor 16 Tahun 2009, PK Guru adalah penilaian dari tiap butir kegiatan tugas utama guru dalam rangka pembinaan karir, kepangkatan, dan jabatannya. Pelaksanaan tugas utama guru tidak dapat dipisahkan dari kemampuannya dalam penguasaan pengetahuan, penerapan pengetahuan dan keterampilan, sebagai kompetensi yang dibutuhkan sesuai amanat Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Modul Pendidikan & Latihan Profesi Guru PSG Rayon Universitas Negeri Makassar P a g e 29

52 Penguasaan kompetensi dan penerapan pengetahuan serta keterampilan guru, sangat menentukan tercapainya kualitas proses pembelajaran atau pembimbingan peserta didik, dan pelaksanaan tugas tambahan yang relevan bagi sekolah/madrasah, khususnya bagi guru dengan tugas tambahan. Sistem PK Guru adalah sistem penilaian yang dirancang untuk mengidentifikasi kemampuan guru dalam melaksanakan tugasnya melalui pengukuran penguasaan kompetensi yang ditunjukkan dalam unjuk kerjanya. Sebelum mengikuti PK Guru, seorang guru harus mengikuti uji kompetensi. Berdasarkan hasil uji kompetensi ini, guru akan dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu: (1) guru yang sudah mencapai standar kompetensi minimal yang ditetapkan, dan (2) guru yang belum memiliki standar kompetensi minimmal yang ditetapkan. Guru yang sudah mencapai standar kompetensi minimum yang ditetapkan diberi kesempatan untuk mengikuti PK Guru. Sebaliknya, guru yang belum mencapai standar minimum yang ditetapkan, diharuskan mengikuti pendidikan dan pelatihan (Diklat) melalui multimode, untuk kemudian mengikuti uji kompetensi. Jika hasil uji kompetensi memenuhi persyaratan, guru yang bersangkutan diberi peluang mengikuti PK Guru. Fokus utama PK Guru adalah (1) disiplin guru (kehadiran, ethos kerja), (2) efisiensi dan efektivitas pembelajaran (kapasitas transformasi ilmu ke siswa), (3) keteladanan guru (berbicara, bersikap dan berperilaku), dan (4) motivasi belajar siswa. Guru yang sudah mengikuti PK Guru, akan dihitung angka kredit yang diperoleh atas kinerjanya pembelajaran, pembimbingan, atau pelaksanaan tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah yang dilakukannya pada tahun tersebut. Kegiatan penilaian kinerja dilakukan setiap tahun sebagai bagian dari proses pengembangan karir dan promosi guru untuk kenaikan pangkat dan jabatan fungsionalnya. Modul Pendidikan & Latihan Profesi Guru PSG Rayon Universitas Negeri Makassar P a g e 30

53 Hasil PK Guru diharapkan dapat bermanfaat untuk menentukan berbagai kebijakan yang terkait dengan peningkatan mutu dan kinerja guru sebagai ujung tombak pelaksanaan proses pendidikan dalam menciptakan insan yang cerdas, komprehensif, dan berdaya saing tinggi. PK Guru merupakan acuan bagi sekolah/madrasah untuk menetapkan pengembangan karir dan promosi guru. Bagi guru, PK Guru merupakan pedoman untuk mengetahui unsur unsur kinerja yang dinilai dan merupakan sarana untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan individu dalam rangka memperbaiki kualitas kinerjanya, khususnya pada empat fokus utama, seperti disebutkan di atas. C. Persyaratan Persyaratan penting dalam sistem PK Guru yaitu harus valid, reliabel, dan praktis. 1. Sistem PK Guru dikatakan valid bila aspek yang dinilai benar-benar mengukur komponenkomponen tugas guru dalam melaksanakanpembelajaran, pembimbingan, dan/atau tugas lain yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah. 2. Sistem PK Guru dikatakan reliabel atau mempunyai tingkat kepercayaan tinggi jika proses yang dilakukan memberikan hasil yang sama untuk seorang guru yang dinilai kinerjanya oleh siapapun dan kapan pun. 3. Sistem PK Guru dikatakan praktis bila dapat dilakukan oleh siapapun dengan relatif mudah, dengan tingkat validitas dan reliabilitas yang sama dalam semua kondisi tanpa memerlukan persyaratan tambahan. D. Prinsip Pelaksanaan Prinsip prinsip utama dalam pelaksanaan PK Guru adalah sebagai berikut. 1. Sesuai dengan prosedur dan mengacu pada peraturan yang berlaku. 2. Menilai kinerja yang dapat diamati dan dipantau, yang dilakukan guru dalam melaksanakan tugasnya sehari hari, yaitu dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran, pembimbingan, dan/atau tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah meliputi: Modul Pendidikan & Latihan Profesi Guru PSG Rayon Universitas Negeri Makassar P a g e 31

54 a. disiplin guru (kehadiran, ethos kerja), b. efisiensi dan efektivitas pembelajaran (kapasitas transformasi ilmu ke siswa), c. keteladanan guru (berbicara, bersikap dan berperilaku), dan d. motivasi belajar siswa. 3. Penilai, guru yang dinilai, dan unsur yang terlibat dalam proses harus memahami semua dokumen yang terkait dengan sistem penilaian. Guru dan penilai harus memahami pernyataan kompetensi dan indikator kinerjanya secara utuh, sehingga keduanya mengetahui tentang aspek yang dinilai serta dasar dan kriteria yang digunakan dalam penilaian. 4. Diawali dengan penilaian formatif di awal tahun dan penilaian sumatif di akhir tahun dengan memperhatikan hal hal berikut. a. Obyektif sesuai dengan kondisi nyata guru dalam melaksanakan tugas sehari hari. b. Memberlakukan syarat, ketentuan, dan prosedur standar kepada semua guru yang dinilai. c. Dapat dipertanggungjawabkan. d. Bermanfaat bagi guru dalam rangka peningkatan kualitas kinerjanya secara berkelanjutan dan pengembangan karir profesinya. e. Memungkinkan bagi penilai, guru yang dinilai, dan pihak lain yang berkepentingan, untuk memperoleh akses informasi atas penyelenggaraan penilaian tersebut. f. Mudah tanpa mengabaikan prinsip prinsip lainnya. g. Berorientasi pada tujuan yang telah ditetapkan. h. Tidak hanya terfokus pada hasil, namun juga perlu memperhatikan proses, yakni bagaimana guru dapat mencapai hasil tersebut. i. Periodik, teratur, dan berlangsung secara terus menerus selama seseorang menjadi guru. j. Boleh diketahui oleh pihak pihak terkait yang berkepentingan. E. Aspek yang Dinilai Seperti telah dijelaskan di muka, guru sebagai pendidik profesional mempunyai tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Selain tugas utamanya tersebut, guru juga dimungkinkan memiliki tugas tugas lain yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah. Oleh karena itu, dalam penilaian kinerja guru beberapa subunsur yang perlu dinilai adalah sebagai berikut. 1. Penilaian kinerja yang terkait dengan pelaksanaan proses pembelajaran bagi guru mata pelajaran atau guru kelas, khususnya berkaitan dengan, (1) disiplin guru (kehadiran, ethos kerja), (2) efisiensi dan efektivitas pembelajaran (kapasitas transformasi ilmu ke siswa), (3) keteladanan guru (berbicara, bersikap dan berperilaku), dan (4) motivasi belajar siswa. 2. Penilaian kinerja dalam melaksanakan proses pembimbingan bagi guru Bimbingan Konseling (BK)/Konselor meliputi kegiatan merencanakan dan melaksanakan pembimbingan, mengevaluasi dan menilai hasil bimbingan, menganalisis hasil evaluasi pembimbingan, dan melaksanakan tindak lanjut hasil pembimbingan. Seperti halnya guru mata pelajaran, fokus utama PK bagi guru. Bimbingan Konseling (BK)/Konselor juga mencakup (1) disiplin guru (kehadiran, ethos kerja), (2) efisiensi dan efektivitas pembelajaran (kapasitas transformasi ilmu ke siswa), (3) keteladanan guru (berbicara, bersikap dan berperilaku), dan (4) motivasi belajar siswa. 3. Kinerja yang terkait dengan pelaksanaan tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah. Pelaksanaan tugas tambahan ini dikelompokkan menjadi dua, yaitu tugas tambahan yang mengurangi jam mengajar tatap muka dan yang tidak mengurangi jam mengajar Modul Pendidikan & Latihan Profesi Guru PSG Rayon Universitas Negeri Makassar P a g e 32

55 tatap muka. Tugas tambahan yang mengurangi jam mengajar tatap muka meliputi: (1) menjadi kepala sekolah/madrasah per tahun; (2) menjadi wakil kepala sekolah/madrasah per tahun; (3) menjadi ketua program keahlian/program studi atau yang sejenisnya; (4) menjadi kepala perpustakaan; atau (5) menjadi kepala laboratorium, bengkel, unit produksi, atau yang sejenisnya. Tugas tambahan yang tidak mengurangi jam mengajar tatap muka dikelompokkan menjadi dua, yaitu tugas tambahan minimal satu tahun (misalnya menjadi wali kelas, guru pembimbing program induksi, dan sejenisnya) dan tugas tambahan kurang dari satu tahun (misalnya menjadi pengawas penilaian dan evaluasi pembelajaran, penyusunan kurikulum, dan sejenisnya). Penilaian kinerja guru dalam melaksanakan tugas tambahan yang mengurangai jam mengajar tatap muka dinilai dengan menggunakan instrumen khusus yang dirancang berdasarkan kompetensi yang dipersyaratkan untuk melaksanakan tugas tambahan tersebut. Tugas tambahan lain yang tidak mengurangi jam mengajar guru dihargai langsung sebagai perolehan angka kredit sesuai ketentuan yang berlaku. F. Prosedur Pelaksanaan PK Guru dilakukan dua kali setahun, yaitu pada awal tahun ajaran (penilaian formatif) dan akhir tahun ajaran (penilaian sumatif), khususnya untuk pertamakalinya. PK Guru formatif digunakan untuk menyusun profil kinerja guru dan harus dilaksanakan dalam kurun waktu 6 (enam) minggu di awal tahun ajaran. Berdasarkan profil kinerja guru ini dan hasil evaluasi diri yang dilakukan oleh guru secara mandiri, sekolah/madrasah menyusun rencana PKB. Bagi guru guru dengan PK Guru di bawah standar, maka program PKB diarahkan untuk pencapaian standar kompetensi tersebut. Sementara itu, bagi guru guru dengan PK Guru yang telah mencapai atau di atas standar, program PKB diorientasikan untuk meningkatkan atau memperbaharui pengetahuan, keterampilan, dan sikap dan perilaku keprofesiannya. PK Guru sumatif digunakan untuk menetapkan perolahan angka kredit guru pada tahun tersebut. PK Guru sumatif juga digunakan untuk menganalisis kemajuan yang dicapai guru dalam pelaksanaan PKB, baik bagi guru yang nilainya masih di bawah standar, telah mencapai standar, atau melebihi standar kompetensi yang ditetapkan. PK Guru sumatif harus sudah dilaksanakan 6 (enam) minggu sebelum penetapan angka kredit seorang guru. Secara spesifik terdapat perbedaan prosedur pelaksanaan PK Guru pembelajaran atau pembimbingan dengan prosedur pelaksanaan PK Guru untuk tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah. Meskipun demikian, secara umum kegiatan penilaian PK Guru di tingkat sekolah dilaksanakan dalam 4 (empat) tahapan sebagaimana berikut. 1. Tahap Persiapan Dalam tahap persiapan, hal hal yang harus dilakukan oleh penilai maupun guru yang akan dinilai, yaitu: a. memahami Pedoman PK Guru, terutama tentang sistem yang diterapkan dan posisi PK Guru dalam kerangka pembinaan dan pengembangan profesi guru; b. memahami pernyataan kompetensi guru yang telah dijabarkan dalam bentuk indicator kinerja; c. memahami penggunaan instrumen PK Guru dan tata cara penilaian yang akan dilakukan, termasuk cara mencatat semua hasil pengamatan dan pemantauan, serta mengumpulkan dokumen dan bukti fisik lainnya yang memperkuat hasil penilaian; dan d. memberitahukan rencana pelaksanaan PK Guru kepada guru yang akan dinilai sekaligus menentukan rentang waktu jadwal pelaksanaannya. Modul Pendidikan & Latihan Profesi Guru PSG Rayon Universitas Negeri Makassar P a g e 33

56 2. Tahap Pelaksanaan Beberapa tahapan PK Guru yang harus dilalui oleh penilai sebelum menetapkan nilai untuk setiap kompetensi, yaitu: a. Sebelum pengamatan. Pertemuan awal antara penilai dengan guru yang dinilai sebelum dilakukan pengamatan dilaksanakan di ruang khusus tanpa ada orang ketiga. Pada pertemuan ini, penilai mengumpulkan dokumen pendukung dan melakukan diskusi tentang berbagai hal yang tidak mungkin dilakukan pada saat pengamatan. Semua hasil diskusi, wajib dicatat dalam format laporan dan evaluasi per kompetensi sebagai bukti penilaian kinerja. Untuk pelaksanaan tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah dapat dicatat dalam lembaran lain karena tidak ada format khusus yang disediakan untuk proses pencatatan ini. b. Selama pengamatan. Selama pengamatan di kelas dan/atau di luar kelas, penilai wajib mencatat semua kegiatan yang dilakukan oleh guru dalam pelaksanaan proses pembelajaran atau pembimbingan, dan/atau dalam pelaksanaan tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah. Dalam konteks ini, penilaian kinerja dilakukan dengan menggunakan instrumen yang sesuai untuk masing masing penilaian kinerja. Untuk menilai guru yang melaksanakan proses pembelajaran atau pembimbingan, penilai menggunakan instrumen PK Guru pembelajaran atau pembimbingan. Pengamatan kegiatan pembelajaran dapat dilakukan di kelas selama proses tatap muka tanpa harus mengganggu proses pembelajaran. Pengamatan kegiatan pembimbingan dapat dilakukan selama proses pembimbingan baik yang dilakukan dalam kelas maupun di luar kelas, baik pada saat pembimbingan individu maupun kelompok. Penilai wajib mencatat semua hasil pengamatan pada format laporan dan evaluasi per kompetensi tersebut atau lembar lain sebagai bukti penilaian kinerja. Jika diperlukan, proses pengamatan dapat dilakukan lebih dari satu kali untuk memperoleh informasi yang akurat, valid dan konsisten tentang kinerja seorang guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran atau pembimbingan. Dalam proses penilaian untuk tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah, data dan informasi dapat diperoleh melalui pencatatan terhadap semua bukti yang teridentifikasi di tempat yang disediakan pada masing masing kriteria penilaian. Bukti bukti ini dapat diperoleh melalui pengamatan, wawancara dengan pemangku kepentingan pendidikan (guru, komite sekolah, peserta didik, dunia usaha dan dunia industri mitra). c. Setelah pengamatan. Pada pertemuan setelah pengamatan pelaksanaan proses pembelajaran, pembimbingan, atau pelaksanaan tugas tambahan yang relevan dengan fungsisekolah/madrasah, penilai dapat mengklarifikasi beberapa aspek tertentu yang masih diragukan. Penilai wajib mencatat semua hasil pertemuan pada format laporan dan evaluasi per kompetensi tersebut atau lembar lain sebagai bukti penilaian kinerja. Pertemuan dilakukan di ruang khusus dan hanya dihadiri oleh penilai dan guru yang dinilai. Untuk penilaian kinerja tugas tambahan, hasilnya dapat dicatat pada Format Penilaian Kinerja sebagai deskripsi penilaian kinerja. 3. Tahap Penilaian a. Pelaksanaan penilaian Modul Pendidikan & Latihan Profesi Guru PSG Rayon Universitas Negeri Makassar P a g e 34

57 Pada tahap ini penilai menetapkan nilai untuk setiap kompetensi dengan skala nilai 1, 2, 3, atau 4. Sebelum pemberian nilai tersebut, penilai terlebih dahulu memberikan skor 0, 1, atau 2 pada masing masing indikator untuk setiap kompetensi. Pemberian skor ini harus didasarkan kepada catatan hasil pengamatan dan pemantauan serta bukti bukti berupa dokumen lain yang dikumpulkan selama proses PK Guru. Pemberian nilai untuk setiap kompetensi dilakukan dengan tahapan sebagai berikut. 1) Pemberian skor 0, 1, atau 2 untuk masing masing indikator setiap kompetensi. Pemberian skor ini dilakukan dengan cara membandingkan rangkuman catatan hasil pengamatan dan pemantauan di lembar format laporan dan evaluasi per kompetensi dengan indikator kinerja masing masing kompetensi 2) Nilai setiap kompetensi kemudian direkapitulasi dalam format hasil penilaian kinerja guru untuk mendapatkan nilai total PK Guru. Untuk penilaian kinerja guru dengan tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah, nilai untuk setiap kompetensi direkapitulasi ke dalam format rekapitulasi penilaian kinerja untuk mendapatkan nilai PK Guru. Nilai total ini selanjutnya dikonversikan ke dalam skala nilai sesuai Permenneg PAN dan RB Nomor 16 Tahun ) Berdasarkan hasil konversi nilai PK Guru ke dalam skala nilai sesuai dengan Permenneg PAN dan RB Nomor 16 tahun 2010 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, selanjutnya dapat ditetapkan sebutan dan persentase angka kreditnya sebagaimana tercantum dalam Tabel 3.1. Tabel 3.1 Konversi Nilai Kinerja Hasil PK Guru ke persentase Angka Kredit Nilai Hasil PK Guru Sebutan Persentase Angka kredit Amat baik 125% Baik 100% Cukup 75% Sedang 50% 50 Kurang 25% 4) Setelah melaksanakan penilaian, penilai wajib memberitahukan kepada guru yang dinilai tentang nilai hasil PK Guru berdasarkan bukti catatan untuk setiap kompetensi. Penilai dan guru yang dinilai melakukan refleksi terhadap hasil PK Guru, sebagai upaya untuk perbaikan kualitas kinerja guru pada periode berikutnya. 5) Jika guru yang dinilai dan penilai telah sepakat dengan hasil penilaian kinerja, maka keduanya menandatangani format laporan hasil penilaian kinerja guru tersebut. Format ini juga ditandatangani oleh kepala sekolah. 6) Khusus bagi guru yang mengajar di dua sekolah atau lebih (guru multi sekolah/madrasah), maka penilaian dilakukan di sekolah/madrasah induk. Meskipun demikian, penilai dapat melakukan pengamatan serta mengumpulkan data dan informasi dari sekolah/madrasah lain tempat guru mengajar atau membimbing. b. Pernyataan Keberatan terhadap Hasil Penilaian Keputusan penilai terbuka untuk diverifikasi. Guru yang dinilai dapat mengajukan keberatan terhadap hasil penilaian tersebut. Keberatan disampaikan kepada Kepala Sekolah dan/atau Dinas Pendidikan, yang selanjutnya akan menunjuk seseorang yang tepat untuk bertindak sebagai moderator. Dalam hal ini moderator dapat mengulang pelaksanaan PK Guru untuk kompetensi tertentu yang tidak disepakati atau mengulang penilaian kinerja secara menyeluruh. Modul Pendidikan & Latihan Profesi Guru PSG Rayon Universitas Negeri Makassar P a g e 35

58 Pengajuan usul penilaian ulang harus dicatat dalam laporan akhir. Dalam kasus ini, nilai PK Guru dari moderator digunakan sebagai hasil akhir PK Guru. Penilaian ulang hanya dapat dilakukan satu kali dan moderator hanya bekerja untuk kasus penilaian tersebut. 4. Tahap Pelaporan Setelah nilai PK Guru formatif dan sumatif diperoleh, penilai wajib melaporkan hasil PK Guru kepada pihak yang berwenang untuk menindaklanjuti hasil PK Guru tersebut. Hasil PK Guru formatif dilaporkan kepada kepala sekolah/koordinator PKB sebagai masukan untuk merencanakan kegiatan PKB tahunan. Hasil PK Guru sumatif dilaporkan kepada tim penilai tingkat kabupaten/kota, tingkat provinsi, atau tingkat pusat sesuai dengan kewenangannya. Laporan PK Guru sumatif ini digunakan oleh tim penilai tingkat kabupaten/kota, provinsi, atau pusat sebagai dasar perhitungan dan penetapan angka kredit (PAK) tahunan yang selanjutnya dipertimbangkan untuk kenaikan pangkat dan jabatan fungsional guru. Laporan mencakup: (1) laporan dan evaluasi per kompetensi sesuai format; (ii) rekap hasil PK Guru sesuai format; dan (iii) dokumen pendukung lainnya. Guru dengan tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah dan mengurangi beban jam mengajar tatap muka, dinilai dengan menggunakan dua instrumen, yaitu: (i) instrumen PKGuru pembelajaran atau pembimbingan; dan (ii) instrumen PK Guru pelaksanaan tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah. Hasil PK Guru pelaksanaan tugas tambahan tersebut akan digabungkan dengan hasil PK Guru pelaksanaan pembelajaran atau pembimbingan sesuai persentase yang ditetapkan dalam aturan yang berlaku. G. Konversi Nilai Hasil PK Guru ke Angka Kredit Nilai kinerja guru hasil PK Guru perlu dikonversikan ke skala nilai menurut Permenneg PAN dan RB Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Hasil konversi ini selanjutnya digunakan untuk menetapkan sebutan hasil PK Guru dan persentase perolehan angka kredit sesuai pangkat dan jabatan fungsional guru. Sebelum melakukan pengkonversian hasil PK Guru ke angka kredit, tim penilai harus melakukan verifikasi terhadap hasil PK Guru. Kegiatan verifikasi ini dilaksanakan dengan menggunakan berbagai dokumen (Hasil PK Guru yang direkapitulasi dalam Format Rekap Hasil PK Guru, catatan hasil pengamatan, studi dokumen, wawancara, dan sebagainya yang ditulis dalam Format Laporan dan Evaluasi per kompetensi beserta dokumen pendukungnya) yang disampaikan oleh sekolah untuk pengusulan penetapan angka kredit. Jika diperlukan dan dimungkinkan, kegiatan verifikasi hasil PK Guru dapat mencakup kunjungan ke sekolah/madrasah oleh tim penilai tingkat kabupaten/kota, provinsi, atau pusat. Pengkonversian hasil PK Guru ke Angka Kredit adalah tugas Tim Penilai Angka Kredit kenaikan jabatan fungsional guru di tingkat kabupaten/kota, provinsi, atau pusat. Penghitungan angka kredit dapat dilakukan di tingkat sekolah, tetapi hanya untuk keperluan estimasi perolehan angka kredit guru. Angka kredit estimasi berdasarkan hasil perhitungan PK Guru yang dilaksanakan di sekolah, selanjutnya dicatat dalam format penghitungan angka kredit yang ditanda tangani oleh penilai, guru yang dinilai dan diketahui oleh kepala sekolah. Bersama sama dengan angka angka kredit dari unsur utama lainnya (pengembangan diri, publikasi ilmiah dan karya inovatif) dan unsur penunjang, hasil perhitungan PK Guru yang dilakukan oleh tim penilai tingkat kabupaten/kota, provinsi, atau pusat akan direkap dalam daftar usulan penetapan angka kredit (DUPAK) untuk proses penetapan angka kredit kenaikan jabatan fungsional guru. 1. Konversi nilai PK Guru bagi guru tanpa tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah. Konversi nilai PK Guru ke angka kredit dilakukan berdasarkan Tabel 3.4. Modul Pendidikan & Latihan Profesi Guru PSG Rayon Universitas Negeri Makassar P a g e 36

59 Berdasarkan Permenneg PAN dan RB Nomor 16 Tahun 2009, perolehan angka kredit untuk pembelajaran atau pembimbingan setiap tahun bagi guru diperhitungkan dengan menggunakan rumus tertentu. Seorang Guru yang akan dipromosikan naik jenjang pangkat dan jabatan fungsionalnya setingkat lebih tinggi, dipersyaratkan harus memiliki angka kredit kumulatif minimal sebagai berikut. Tabel 3.4. Persyaratan Angka Kredit untuk Kenaikan Pangkat dan Jabatan Fungsional Guru Jabatan Guru Guru Pertama Guru Muda Guru Madya Guru Utama Pangkat dan Golongan Ruang Penata Muda, III/a Penata Muda Tingkat I, III/b Penata, III/c Penata Tingkat I, III/d Pembina, IV/a Pembina Tingkat I, IV/b Pembinaan Utama Muda, IV/c Pembina Utama Madya, IV/d Pembina Utama, IV/e Persyaratan Angka Kredit kenaikan pangkat dan jabatan Kumulatif Kebutuhan minimal Per jenjang Keterangan: (1) Angka kredit kumulatif minimal pada kolom 3 adalah jumlah angka kredit minimal yang dimiliki untuk masing masing jenjang jabatan/pangkat; dan (2) Angka kredit pada kolom 4 adalah jumlah peningkatan minimal angka kredit yang dipersyaratkan untuk kenaikan pangkat/jabatan setingkat lebih tinggi. 2. Konversi nilai PK Guru dengan tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah yang mengurangi jam mengajar tatap muka guru. Hasil akhir nilai kinerja guru dengan tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah (Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah, Kepala Laboratorium, KepalaPerpustakaan, dan sejenisnya) yang mengurangi jam mengajar tatap muka diperhitungkan berdasarkan prosentase nilai PK Guru pembelajaran/pembimbingan dan prosentase nilai PK Guru pelaksanaan tugas tambahan tersebut. a. Untuk itu, nilai hasil PK Guru Kelas/Mata Pelajaran atau PK Guru Bimbingan dan Konseling/Konselor, atau PK Guru dengan tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah perlu diubah terlebih dahulu ke skala b. Masing masing hasil konversi nilai kinerja guru untuk unsur pembelajaran/pembimbingan dan tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah, kemudian dikategorikan ke dalam Amat Baik (125%), Baik(100%), Cukup (75%), Sedang (50%), atau Kurang (25%) sebagaimana diatur dalam Permenneg PAN dan RB No. 16 Tahun c. Angka kredit per tahun masing masing unsur pembelajaran/ pembimbingan dan tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah yang diperoleh oleh guru dihitung menggunakan rumus tertentu. d. Angka kredit unsur pembelajaran/pembimbingan dan angka kredit tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah dijumlahkan sesuai prosentasenya untuk memperoleh total angka kredit dengan perhitungan sebagai berikut: 1) Guru dengan tugas tambahan sebagai kepala sekolah total angka kreditnya = 25% angka kredit pembelajaran/pembimbingan + 75 angka kredit tugas tambahan sebagai kepala sekolah. Modul Pendidikan & Latihan Profesi Guru PSG Rayon Universitas Negeri Makassar P a g e 37

60 2) Guru dengan tugas tambahan sebagai wakil kepala sekolah t otal angka kreditnya = 50% angka kredit pembelajaran/pembimbingan + 50% Angka Kredit Tugas Tambahan sebagai Wakil Kepala Sekolah. 3) Guru dengan tugas tambahan sebagai kepala perpustakaan/ laboratorium/bengkel, atau ketua program keahlian; total angka kredit = 50% angka kredit pembelajaran/pembimbingan + 50% Angka Kredit Tugas Tambahan sebagai Pustakawan/Laboran. 3. Konversi nilai PK Guru dengan tugas tambahan lain yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah tetapi tidak mengurangi jam mengajar tatap muka guru. Angka kredit tugas tambahan bagi guru dengan tugas tambahan lain yang tidak mengurangi jam mengajar tatap muka, langsung diperhitungkan sebagai perolehan angka kredit guru pada periode tahun tertentu. Banyaknya tugas tambahan untuk seorang guru maksimum dua tugas per tahun. Angka kredit kumulatif yang diperoleh diperhitungkan sebagai berikut. a. Tugas yang dijabat selama satu tahun (misalnya menjadi wali kelas, tim kurikulum, pembimbing guru pemula, dan sejenisnya). Angka kredit kumulatif yang diperoleh = Angka Kredit Hasil PK Guru selama setahun + 5% Angka Kredit Hasil PK Guru selama setahun x banyaknya tugas temporer yang diberikan selama setahun. b. Tugas yang dijabat selama kurang dari satu tahun atau tugas tugas sementara (misalnya menjadi pengawas penilaian dan evaluasi, membimbing peserta didik dalam kegiatan ekstrakurikuler, menjadi pembimbing penyusunan publikasi ilmiah dan karya inovatif, dan sejenisnya). Angka kredit kumulatif yang diperoleh = Angka Kredit Hasil PK Guru selama setahun + 2% Angka Kredit Hasil PK Guru selama setahun x banyaknya tugas temporer yang diberikan selama setahun. H. Penilai PK Guru 1. Kriteria Penilai Penilaian kinerja guru dilakukan oleh Kepala Sekolah. Apabila Kepala Sekolah tidak dapat melaksanakan sendiri (misalnya karena jumlah guru yang dinilai terlalu banyak), maka Kepala Sekolah dapat menunjuk Guru Pembina atau Koordinator PKB sebagai penilai. Penilaian kinerja Kepala Sekolah dilakukan oleh Pengawas Sekolah. Penilai harus memiliki kriteria sebagai berikut. a. Menduduki jabatan/pangkat paling rendah sama dengan jabatan/pangkat guru/kepala sekolah yang dinilai. b. Memiliki Sertifikat Pendidik. c. Memiliki latar belakang pendidikan yang sesuai dan menguasai bidang tugas Guru/Kepala Sekolah yang akan dinilai. d. Memiliki komitmen yang tinggi untuk berpartisipasi aktif dalam meningkatkan kualitas pembelajaran. e. Memiliki integritas diri, jujur, adil, dan terbuka. f. Memahami PK Guru dan dinyatakan memiliki keahlian serta mampu untuk menilai kinerja Guru/Kepala Sekolah. Dalam hal Kepala Sekolah, Pengawas Sekolah, Guru Pembina, dan Koordinator PKB memiliki latar belakang bidang studi yang berbeda dengan guru yang akan dinilai maka penilaian dapat dilakukan oleh Kepala Sekolah dan/atau Guru Pembina/Koordinator PKB dari Sekolah lain atau Modul Pendidikan & Latihan Profesi Guru PSG Rayon Universitas Negeri Makassar P a g e 38

61 oleh Pengawas Sekolah dari kabupaten/kota lain yang sudah memiliki sertifikat pendidik dan memahami PK Guru. 2. Masa Kerja Masa kerja tim penilai kinerja guru ditetapkan oleh Kepala Sekolah atau Dinas Pendidikan paling lama tiga (3) tahun. Kinerja penilai dievaluasi secara berkala oleh Kepala Sekolah atau Dinas Pendidikan dengan memperhatikan prinsip prinsip penilaian yang berlaku. Untuk sekolah yang berada di daerah khusus, penilaian kinerja guru dilakukan oleh Kepala dan/atau Guru Pembina setempat. Jumlah guru yang dapat dinilai oleh seorang penilai adalah 5 sampai dengan 10 guru per tahun. I. Sanksi Penilai dan guru akan dikenakan sanksi apabila yang bersangkutan terbukti melanggar prinsip prinsip pelaksanaan PK Guru, sehingga menyebabkan Penetapan Angka Kredit (PAK) diperoleh dengan cara melawan hukum. Sanksi tersebut adalah sebagai berikut. 1. Diberhentikan sebagai guru atau kepala sekolah dan/atau pengawas sekolah. 2. Bagi penilai, wajib mengembalikan seluruh tunjangan profesi, tunjangan fungsional, dan semua yang pernah diterima sejak yang bersangkutan melakukan proses PK Guru. 3. Bagi guru wajib mengembalikan seluruh tunjangan profesi, tunjangan fungsional, dan semua penghargaan yang pernah diterima sejak yang bersangkutan memperoleh dan mempergunakan PAK yang dihasilkan dari PK Guru. J. Tugas dan Tanggung Jawab Setiap pihak terkait memiliki tugas dan tanggung jawab dalam pelaksanaan kegiatan PK Guru. Penetapan tugas dan tanggung jawab tersebut sesuai dengan semangat otonomi daerah serta mengutamakan prinsip prinsip efisiensi, keterbukaan, dan akuntabilitas. Keterkaitan tugas dan tanggung jawab pihak pihak yang terlibat dalam pelaksanaan PK Guru, mulai dari tingkat pusat sampai dengan sekolah. Konsekuensi dari adanya keterkaitan tersebut, menuntut agar pihak pihak yang terlibat dalam pelaksanaan PK Guru melakukan koordinasi. Tugas dan tanggung jawab masingmasing pihak dirinci berikut ini. 1. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan a. Menyusun dan mengembangkan rambu rambu pengembangan kegiatan PK Guru. b. Menyusun prosedur operasional standar pelaksanaan PK Guru. c. Menyusun instrumen dan perangkat lain untuk pelaksanaan PK Guru. d. Mensosialisasikan, menyeleksi dan melaksanakan TOT penilai PK Guru tingkat pusat. e. Memantau dan mengevaluasi kegiatan PK Guru. f. Menyusun laporan hasil pemantauan dan evaluasi PK Guru secara nasional. g. Menyampaikan laporan hasil pemantauan dan evaluasi PK Guru kepada Dinas Pendidikan dan sekolah sebagai umpan balik untuk ditindak lanjuti. h. Mengkoordinasi dan mensosialisasikan kebijakan kebijakan terkait PK Guru. 2. Dinas Pendidikan Provinsi dan LPMP a. Menghimpun data profil guru dan sekolah yang ada di daerahnya berdasarkan hasil PK Guru di sekolah. b. Mensosialisasikan, menyeleksi, dan melaksanakan TOT untuk melatih penilai PK Guru tingkat Kabupaten/Kota. c. Menetapkan dan mengesahkan tim penilai PK Guru yang berada di bawah kewenangan provinsi dalam bentuk Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi. Modul Pendidikan & Latihan Profesi Guru PSG Rayon Universitas Negeri Makassar P a g e 39

62 d. Melaksanakan pendampingan kegiatan PK Guru di sekolah sekolah yang ada di bawah kewenangannya. e. Menyediakan pelayanan konsultasi pelaksanaan kegiatan PK Guru yang ada di bawah kewenangannya. f. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kegiatan PK Guru di sekolah sekolah yang ada di bawah kewenangannya. g. Dinas Pendidikan Provinsi bersama sama dengan LPMP membuat laporan hasil pemantauan dan evaluasi kegiatan PK Guru dan mengirimkannya kepada sekolah, Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, dan/atau Kemdiknas, cq. unit yang menangani Pendidik. 3. Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota a. Menghimpun dan menyediakan data profil guru dan sekolah yang ada di wilayahnya berdasarkan hasil PK Guru di sekolah. b. Mensosialisasikan dan melalui koordinasi dengan Dinas Pendidikan Provinsi dan LPMP melatih penilai PK Guru tingkat Kabupaten/Kota. c. Membantu pengkoordinasian pelaksanaan kegiatan PK Guru di sekolah sekolah yang ada di wilayahnya. d. Melaksanakan pendampingan kegiatan dan pengelolaan PK Guru di sekolah sekolah yang ada di wilayahnya. e. Menetapkan dan mengesahkan tim penilai PK Guru bagi guru yang berada di bawah kewenangannya dalam bentuk Keputusan Kepala Dinas. f. Mengetahui dan menyetujui program kerja pelaksanaan PK Guru yang diajukan sekolah. g. Menyediakan pelayanan konsultasi dan penyelesaian konflik dalam pelaksanaan kegiatan PK Guru di sekolah sekolah yang ada di daerahnya. h. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kegiatan PK Guru untuk menjamin pelaksanaan yang efektif, efisien, obyektif, adil, akuntabel, dan sebagainya. i. Membuat laporan hasil pemantauan dan evaluasi kegiatan PK Guru di sekolah sekolah yang ada di wilayahnya dan mengirimkannya kepada sekolah, dan/atau LPMP dengan tembusan ke Dinas Pendidikan Provinsi masing masing. 4. UPTD Dinas Pendidikan a. Menghimpun dan menyediakan data profil guru dan sekolah yang ada di kecamatan wilayahnya berdasarkan hasil PK Guru di sekolah. b. Membantu pengkoordinasian pelaksanaan kegiatan PK Guru di wilayah kecamatannya. c. Melaksanakan pendampingan kegiatan dan pengelolaan PK Guru di wilayah kecamatannya. d. Menetapkan dan mengesahkan penilai PK Guru dalam bentuk Keputusan penetapan sebagai penilai. e. Menyediakan pelayanan konsultasi dalam pelaksanaan kegiatan PK Guru yang ada di daerahnya. f. Memantau dan mengevaluasi serta melaporkan pelaksanaan kegiatan PK Guru di tingkat kecamatan untuk disampaikan kepada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota. 5. Satuan Pendidikan a. Memilih dan mengusulkan penilai untuk pelaksanaan PK Guru b. Menyusun program kegiatan sesuai dengan Rambu Rambu Penyelenggaraan PK Guru dan prosedur operasional standar penyelenggaraan PK Guru. Modul Pendidikan & Latihan Profesi Guru PSG Rayon Universitas Negeri Makassar P a g e 40

63 c. Mengusulkan rencana program kegiatan ke UPTD atau Dinas Kabupaten/Kota. d. Melaksanakan kegiatan PK Guru sesuai program yang telah disusun secara efektif, efisien, obyektif, adil, akuntabel, dsb. e. Memberikan kemudahan akses bagi penilai untuk melaksanakan tugas. f. Melaporkan kepada UPTD atau Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota jika terjadi permasalahan dalam pelaksanaan PK Guru. g. Membuat laporan pertanggungjawaban kegiatan, administrasi, keuangan (jika ada) dan pelaksanaan program. h. Membuat rencana tindak lanjut program pelaksanaan PK Guru untuk tahun berikutnya. i. Membantu tim pemantau dan evaluasi dari tingkat pusat, LPMP, Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, UPTD Dinas Pendidikan Kabupaten di Kecamatan, dan Pengawas Sekolah. j. Membuat laporan kegiatan PK Guru dan mengirimkannya kepada Tim penilai tingkat kabupaten/kota, provinsi, atau nasional sesuai kewenangannya sebagai dasar penetapan angka kredit (PAK) tahunan yang diperlukan untuk kenaikan pangkat dan jabatan fungsional guru. Tim Penilai untuk menghitung dan menetapkan angka kredit, terlebih dahulu melakukan verifikasi terhadap berbagai dokumen hasil PK Guru. Pada kegiatan verifikasi jika diperlukan dan memang dibutuhkan tim penilai dapat mengunjungi sekolah. Sekolah juga menyampaikan laporan tersebut kepada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dan/atau ke UPTD Pendidikan Kecamatan. k. Merencanakan program untuk memberikan dukungan kepada guru yang memperoleh hasil PK Guru di bawah standar yang ditetapkan. Latihan dan Renungan 1. Mengapa penilaian kinerja guru perlu dilakukan secara kontinyu? 2. Apa tujuan utama penilaian kinerja guru? 3. Sebutkan dan jelaskan secara ringkat tiga persyaratan penilaian kinerja guru! 4. Sebutkan dan jelaskan secara ringkas prinsip-prinsip penilaian kinerja guru! 5. Sebutkan tahap-tahap penilaian kinerja guru! 6. Apa yang Anda ketahui tentang konversi nilai kredit dalam kerangka penilaian kinerja guru? Modul Pendidikan & Latihan Profesi Guru PSG Rayon Universitas Negeri Makassar P a g e 41

64 BAB IV PENGEMBANGAN KARIR Topik ini berkaitan dengan pengembangan karir guru. Materi sajian terutama berkaitan dengan esensi dan ranah pembinaan dan pengembangan guru, khususnya berkaitan dengan keprofesian dan karir. Peserta PLPG diminta mengikuti materi pembelajaran secara individual, melaksanakan diskusi kelompok, menelaah kasus, membaca regulasi yang terkait, menjawab soal latihan, dan melakukan refleksi. A. Ranah Pengembangan Guru Tugas utama guru sebagai pendidik profesional adalah mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada jalur pendidikan formal. Tugas utama itu akan efektif jika guru memiliki derajat profesionalitas tertentu yang tercermin dari kompetensi, kemahiran, kecakapan, atau keterampilan yang memenuhi standar mutu dan norma etik tertentu. Secara formal, guru profesional harus memenuhi kualifikasi akademik minimum S-1/D-IV dan bersertifikat pendidik sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Guru-guru yang memenuhi kriteria profesional inilah yang akan mampu menjalankan fungsi utamanya secara efektif dan efisien untuk mewujudkan proses pendidikan dan pembelajaran sejalan dengan tujuan pendidikan nasional, yakni mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab. Di dalam UU Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru dibedakan antara pembinaan dan pengembangan kompetensi guru yang belum dan yang sudah berkualifikasi S-1 atau D-IV, seperti disajikan pada Gambar 4.1. Pengembangan dan peningkatan kualifikasi akademik bagi guru yang belum memenuhi kualifikasi S-1 atau D-IV dilakukan melalui pendidikan tinggi program S-1 atau program D-IV pada perguruan tinggi yang menyelenggarakan program pendidikan tenaga kependidikan dan/atau program pendidikan nonkependidikan. Pengembangan dan peningkatan kompetensi bagi guru yang sudah memiliki sertifikat pendidik dilakukan dalam rangka menjaga agar kompetensi keprofesiannya tetap sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan/atau olah raga (PP Nomor 74 Tahun 2008). Pengembangan dan peningkatan kompetensi dimaksud dilakukan melalui sistem pembinaan dan pengembangan keprofesian guru berkelanjutan yang dikaitkan dengan perolehan angka kredit jabatan fungsional. Modul Pendidikan & Latihan Profesi Guru PSG Rayon Universitas Negeri Makassar P a g e 42

65 Kegiatan pengembangan dan peningkatan profesional guru yang sudah memiliki sertifikat pendidik dimaksud dapat berupa: kegiatan kolektif guru yang meningkatkan kompetensi dan/atau keprofesian, pendidikan dan pelatihan, pemagangan, publikasi ilmiah atas hasil penelitian atau gagasan inovatif, karya inovatif, presentasi pada forum ilmiah, publikasi buku teks pelajaran yang lolos penilaian oleh BSNP, publikasi buku pengayaan, publikasi buku pedoman guru, publikasi pengalaman lapangan pada pendidikan khusus dan/atau pendidikan layanan khusus, dan/atau penghargaan atas prestasi atau dedikasi sebagai guru yang diberikan oleh pemerintah atau pemerintah daerah. Pada sisi lain, UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mengamanatkan bahwa terdapat dua alur pembinaan dan pengembangan profesi guru, yaitu: pembinaan dan pengembangan profesi, dan pembinaan dan pengembangan karir, seperti disajikan pada Gambar 4.2. Pembinaan dan pengembangan profesi guru meliputi pembinaan kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Pembinaan dan pengembangan profesi guru sebagaimana dimaksud dilakukan melalui jabatan fungsional. Gambar 4.2. Jenis Pembinaan dan Pengembangan Profesi Guru Pembinaan dan pengembangan karir meliputi: (1) penugasan, (2) kenaikan pangkat, dan (3) promosi. Upaya pembinaan dan pengembangan karir guru ini harus sejalan dengan jenjang jabatan fungsional guru. Pola pembinaan dan pengembangan profesi dan karir guru tersebut diharapkan dapat menjadi acuan bagi institusi terkait di dalam melaksanakan tugasnya. Pengembangan profesi dan karir tersebut diarahkan untuk meningkatkan kompetensi dan kinerja guru dalam rangka pelaksanaan proses pendidikan dan pembelajaran di kelas dan di luar kelas. Upaya peningkatan kompetensi dan profesionalitas ini harus sejalan dengan upaya memberikan Modul Pendidikan & Latihan Profesi Guru PSG Rayon Universitas Negeri Makassar P a g e 43

66 penghargaan, peningkatan kesejahteraan, dan perlindungan terhadap guru. Kegiatan ini menjadi bagian intergral dari pengembangan keprofesian guru secara berkelanjutan. B. Ranah Pengembangan Karir Pembinaan dan pengembangan profesi guru merupakan tanggungjawab pemerintah, pemerintah daerah, penyelenggara satuan pendidikan, asosiasi profesi guru, serta guru secara pribadi. Secara umum kegiatan itu dimaksudkan untuk memotivasi, memelihara, dan meningkatkan kompetensi guru dalam memecahkan masalah-masalah pendidikan dan pembelajaran, yang berdampak pada peningkatan mutu hasil belajar siswa. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, pembinaan dan pengembangan karir guru terdiri dari tiga ranah, yaitu: penugasan, kenaikan pangkat, dan promosi. 1. Penugasan Guru terdiri dari tiga jenis, yaitu guru kelas, guru mata pelajaran, dan guru bimbingan dan konseling atau konselor. Dalam rangka melaksanakan tugasnya, guru melakukan kegiatan pokok yang mencakup: merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing dan melatih peserta didik, dan melaksanakan tugas tambahan yang melekat pada pelaksanaan kegiatan pokok sesuai dengan beban kerja guru. Kegiatan penugasan guru dalam rangka pembelajaran dapat dilakukan di satu sekolah sebagai satuan administrasi pangkalnya dan dapat juga bersifat lintas sekolah. Baik bertugas pada satu sekolah atau lebih, guru dituntut melaksanakan tugas pembelajaran yang diukur dengan beban kerja tertentu, yaitu: a. Beban kerja guru paling sedikit memenuhi 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dan paling banyak 40 (empat puluh) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu pada satu atau lebih satuan pendidikan yang memiliki izin pendirian dari Pemerintah atau Pemerintah Daerah. b. Pemenuhan beban kerja paling sedikit 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dan paling banyak 40 (empat puluh) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu dilaksanakan dengan ketentuan paling sedikit 6 (enam) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu pada satuan pendidikan tempat tugasnya sebagai guru tetap. c. Guru bimbingan dan konseling atau konselor wajib memenuhi beban mengajar yang setara, yaitu jika mengampu bimbingan dan konseling paling sedikit 150 (seratus lima puluh) peserta didik per tahun pada satu atau lebih satuan pendidikan. d. Guru pembimbing khusus pada satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan inklusi atau pendidikan terpadu wajib memenuhi beban mengajar yang setara, yaitu jika paling sedikit melaksanakan 6 (enam) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu. e. Menteri dapat menetapkan ekuivalensi beban kerja untuk memenuhi ketentuan beban kerja dimaksud, khusus untuk guru-guru yang: bertugas pada satuan pendidikan layanan khusus, berkeahlian khusus, dan/atau dibutuhkan atas dasar pertimbangan kepentingan nasional. Agar guru dapat melaksanakan beban kerja yang telah ditetapkan tersebut secara efektif, maka harus dilakukan pengaturan tugas guru berdasarkan jenisnya. Pengaturan tugas guru tersebut dilakukan dengan melibatkan individu dan/atau institusi dengan ketentuan sebagai berikut. a. Penugasan sebagai Guru Kelas/Mata Pelajaran 1) Kepala sekolah/madrasah mengupayakan agar setiap guru dapat memenuhi beban kerja paling sedikit 24 jam tatap muka per minggu. Apabila pada satuan administrasi pangkalnya guru tidak dapat memenuhi beban kerja tersebut, kepala sekolah/madrasah melaporkan kepada Dinas Pendidikan Provinsi/Kabupaten/Kota atau Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota. Modul Pendidikan & Latihan Profesi Guru PSG Rayon Universitas Negeri Makassar P a g e 44

67 2) Dinas Pendidikan Provinsi/Kanwil Kementerian Agama mengatur penugasan guru yang belum memenuhi beban mengajar paling sedikit 24 jam tatap muka per minggu ke satuan pendidikan yang ada dalam lingkungan kewenangannya. 3) Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota/Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota mengatur penugasan guru yang belum memenuhi beban mengajar paling sedikit 24 jam tatap muka per minggu ke satuan pendidikan yang ada dalam lingkungan kewenangannya. 4) Pimpinan instansi pusat di luar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Agama mengatur penugasan guru yang belum memenuhi beban mengajar paling sedikit 24 jam tatap muka per minggu ke satuan pendidikan yang ada dalam lingkungan kewenangannya. 5) Apabila pengaturan penugasan guru pada butir 2), 3), dan 4) belum terpenuhi, instansi terkait sesuai dengan kewenangan masing-masing berkoordinasi untuk mengatur penugasan guru pada sekolah/madrasah lain, baik negeri maupun swasta. 6) Berdasarkan hasil koordinasi sebagaimana dimaksud pada butir 5), instansi terkait sesuai kewenangan masing-masing memastikan bahwa setiap guru wajib memenuhi beban mengajar paling sedikit 6 jam tatap muka pada satuan administrasi pangkal guru dan menugaskan guru pada sekolah/madrasah lain, baik negeri maupun swasta untuk dapat memenuhi beban mengajar paling sedikit 24 jam tatap muka per minggu. 7) Instansi terkait sesuai kewenangan masing-masing wajib memastikan bahwa guru yang bertugas di daerah khusus, berkeahlian khusus, dan guru yang dibutuhkan atas dasar pertimbangan kepentingan nasional apabila beban kerjanya kurang dari 24 jam tatap muka per minggu dapat diberi tugas ekuivalensi beban kerja sesuai dengan kondisi tempat tugas guru yang bersangkutan setelah mendapat persetujuan Menteri Pendidikan Nasional. b. Penugasan sebagai Guru Bimbingan dan Konseling 1) Kepala sekolah/madrasah mengupayakan agar setiap guru bimbingan dan konseling dapat memenuhi beban membimbing paling sedikit 150 peserta didik per tahun. Apabila pada satuan administrasi pangkalnya guru tidak dapat memenuhi beban membimbing tersebut, kepala sekolah/madrasah melaporkan kepada dinas Pendidikan Provinsi/Kabupaten/Kota atau Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota. 2) Dinas Pendidikan Provinsi/Kanwil Kementerian Agama mengatur penugasan guru bimbingan dan konseling yang belum memenuhi beban membimbing bimbingan dan konseling paling sedikit 150 peserta didik per tahun ke satuan pendidikan yang ada dalam lingkungan kewenangannya. 3) Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota/Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota mengatur penugasan guru bimbingan dan konseling yang belum memenuhi beban membimbing paling sedikit 150 peserta didik per tahun ke satuan pendidikan yang ada dalam lingkungan kewenangannya. 4) Pimpinan instansi pusat di luar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Agama mengatur penugasan guru bimbingan dan konseling yang belum memenuhi beban membimbing paling sedikit 150 peserta didik per tahun ke satuan pendidikan yang ada dalam lingkungan kewenangannya. 5) Apabila pengaturan penugasan guru bimbingan dan konseling pada butir 2), 3), dan 4) belum terpenuhi, instansi terkait sesuai dengan kewenangan masing-masing berkoordinasi untuk Modul Pendidikan & Latihan Profesi Guru PSG Rayon Universitas Negeri Makassar P a g e 45

68 mengatur penugasan guru bimbingan dan konseling pada sekolah/madrasah lain, baik negeri maupun swasta. 6) Berdasarkan hasil koordinasi sebagaimana dimaksud pada butir 5), instansi terkait sesuai kewenangan masing-masing memastikan bahwa setiap guru bimbingan dan konseling wajib memenuhi beban membimbing paling sedikit 40 peserta didik pada satuan administrasi pangkal guru dan menugaskan guru bimbingan dan konseling pada sekolah/madrasah lain, baik negeri maupun swasta untuk dapat memenuhi beban membimbing paling sedikit 150 peserta didik per tahun. Instansi terkait sesuai kewenangan masing-masing wajib memastikan bahwa guru yang bertugas di daerah khusus, berkeahlian khusus, dan guru yang dibutuhkan atas dasar pertimbangan kepentingan nasional, apabila beban mengajarnya kurang dari 24 jam tatap muka per minggu atau sebagai guru bimbingan dan konseling yang membimbing kurang dari 150 peserta didik per tahun dapat diberi tugas ekuivalensi beban kerja sesuai dengan kondisi tempat tugas guru yang bersangkutan setelah mendapat persetujuan kementerian pendidikan. Hal ini masih dalam proses penelaahan yang saksama. Guru berhak dan wajib mengembangkan dirinya secara berkelanjutan sesuai dengan perkembangan IPTEKS. Kepala sekolah/madrasah wajib memberi kesempatan secara adil dan merata kepada guru untuk mengikuti kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan. c. Guru dengan Tugas Tambahan 1) Guru dengan tugas tambahan sebagai kepala satuan pendidikan wajib mengajar paling sedikit 6 (enam) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu atau membimbing 40 (empat puluh) peserta didik bagi kepala satuan pendidikan yang berasal dari guru bimbingan dan konseling atau konselor. 2) Guru dengan tugas tambahan sebagai wakil kepala satuan pendidikan wajib mengajar paling sedikit 12 (dua belas) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu atau membimbing 80 (delapan puluh) peserta didik bagi wakil kepala satuan pendidikan yang berasal dari guru bimbingan dan konseling atau konselor. 3) Guru dengan tugas tambahan sebagai ketua program keahlian wajib mengajar paling sedikit 12 (dua belas) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu. 4) Guru dengan tugas tambahan sebagai kepala perpustakaan satuan pendidikan wajib mengajar paling sedikit 12 (dua belas) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu. 5) Guru dengan tugas tambahan sebagai kerja kepala laboratorium, bengkel, atau unit produksi satuan pendidikan wajib mengajar paling sedikit 12 (dua belas) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu. 6) Guru yang ditugaskan menjadi pengawas satuan pendidikan, pengawas mata pelajaran, atau pengawas kelompok mata pelajaran wajib melakukan tugas pembimbingan dan pelatihan profesional guru dan pengawasan yang ekuivalen dengan paling sedikit 24 (dua puluh empat) jam pembelajaran tatap muka dalam 1 (satu) minggu. 7) Guru yang diangkat dalam jabatan pengawas satuan pendidikan wajib melaksanakan tugas sebagai pendidik, dengan ketentuan berpengalaman sebagai guru sekurangkurangnya delapan tahun atau kepala sekolah sekurang-kurangnya 4 (empat) tahun, memenuhi persyaratan akademik sebagai guru sesuai dengan peraturan perundang-undangan, memiliki Sertifikat Pendidik, dan melakukan tugas pembimbingan dan pelatihan profesional Guru dan tugas pengawasan. Modul Pendidikan & Latihan Profesi Guru PSG Rayon Universitas Negeri Makassar P a g e 46

69 Pada sisi lain, guru memiliki peluang untuk mendapatkan penugasan dalam aneka jenis. Di dalam PP No. 74 Tahun 2008 disebutkan bahwa guru yang diangkat oleh pemerintah atau pemerintah daerah dapat ditempatkan pada jabatan struktural sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Penempatan guru pada jabatan struktural dimaksud dapat dilakukan setelah yang bersangkutan bertugas sebagai guru paling singkat selama delapan tahun. Guru yang ditempatkan pada jabatan struktural itu dapat ditugaskan kembali sebagai guru dan mendapatkan hak-hak guru sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Guru yang ditempatkan pada jabatan struktural kehilangan haknya untuk memperoleh tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus, dan maslahat tambahan. Hak-hak guru dimaksud berupa tunjangan profesi dan tunjangan fungsional diberikan sebesar tunjangan profesi dan tunjangan fungsional berdasarkan jenjang jabatan sebelum guru yang bersangkutan ditempatkan pada jabatan struktural. 2. Promosi Kegiatan pengembangan dan pembinaan karir yang kedua adalah promosi. Promosi dimaksud dapat berupa penugasan sebagai guru pembina, guru inti, instruktur, wakil kepala sekolah, kepala sekolah, pengawas sekolah, dan sebagainya. Kegiatan promosi ini harus didasari atas pertimbangan prestasi dan dedikasi tertentu yang dimiliki oleh guru. Peraturan Pemerintah No. 74 tentang Guru mengamanatkan bahwa dalam melaksanakan tugas keprofesian, guru berhak mendapatkan promosi sesuai dengan tugas dan prestasi kerja. Promosi dimaksud meliputi kenaikan pangkat dan/atau kenaikan jenjang jabatan fungsional. C. Kenaikan Pangkat Dalam rangka pengembangan karir guru, Permenneg PAN dan RB Nomor 16 Tahun 2009 telah menetapkan 4 (empat) jenjang jabatan fungsional guru dari yang terrendah sampai dengan yang tertinggi, yaitu Guru Pertama, Guru Muda, Guru Madya, dan Guru Utama. Penjelasan tentang jenjang jabatan fungsional guru dari yang terendah sampai dengan yang tertinggi beserta jenjang kepengkatan dan persyaratan angka kredit untuk kenaikan pangkat dan jabatan tersebut telah dijelaskan pada bagian sebelumnya. Kenaikan pangkat dan jabatan fungsional guru dalam rangka pengembangan karir merupakan gabungan dari angka kredit unsur utama dan penunjang ditetapkan sesuai dengan Permenneg PAN dan BR Nomor 16 Tahun Tugas-tugas guru yang dapat dinilai dengan angka kredit untuk keperluan kenaikan pangkat dan/atau jabatan fungsional guru mencakup unsur utama dan unsur penunjang. Unsur utama kegiatan yang dapat dinilai sebagai angka kredit dalam kenaikan pangkat guru terdiri atas: (a) pendidikan, (b) pembelajaran/pembimbingan dan tugas tambahan dan/atau tugas lain yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah, dan (c) pengembangan keprofesian berkelanjutan (PKB). 1. Pendidikan Unsur kegiatan pendidikan yang dapat dinilai sebagai angka kredit dalam kenaikan pangkat guru terdiri atas: a. Mengikuti pendidikan formal dan memperoleh gelar/ijazah. Angka kredit gelar/ijazah yang diperhitungkan sebagai unsur utama tugas guru dan sesuai dengan bidang tugas guru, yaitu: 1) 100 untuk Ijazah S-1/Diploma IV; 2) 150 untuk Ijazah S-2; atau 3) 200 untuk Ijazah S-3. Modul Pendidikan & Latihan Profesi Guru PSG Rayon Universitas Negeri Makassar P a g e 47

70 Apabila seseorang guru mempunyai gelar/ijazah lebih tinggi yang sesuai dengan sertifikat pendidik/keahlian dan bidang tugas yang diampu, angka kredit yang diberikan adalah sebesar selisih antara angka kredit yang pernah diberikan berdasarkan gelar/ijazah lama dengan angka kredit gelar/ijazah yang lebih tinggi tersebut. Bukti fisik yang dijadikan dasar penilaian adalah fotokopi ijazah yang disahkan oleh pejabat yang berwenang, yaitu dekan atau ketua sekolah tinggi atau direktur politeknik pada perguruan tinggi yang bersangkutan. b. Mengikuti pelatihan prajabatan dan program induksi. Sertifikat pelatihan prajabatan dan program induksi diberi angka kredit 3. Bukti fisik keikutsertaan pelatihan prajabatan yang dijadikan dasar penilaian adalah fotokopi surat tanda tamat pendidikan dan pelatihan (STTPP) prajabatan yang disahkan oleh kepala sekolah/madrasah yang bersangkutan. Bukti fisik keikutsertaan program induksi yang dijadikan dasar penilaian adalah fotokopi sertifikat program induksi yang disahkan oleh kepala sekolah/madrasah yang bersangkutan. 2. Pengembangan Profesi Berdasarkan Permenneg PAN dan RB No. 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya yang dimaksudkan pengembangan keprofesian berkelanjutan adalah pengembangan kompetensi guru yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan, bertahap, berkelanjutan untuk meningkatkan profesionalitasnya. Guru Pertama dengan pangkat Penata Muda golongan ruang III/a sampai dengan Guru Utama dengan pangkat Pembina Utama golongan ruang IV/e wajib melaksanakan kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan, yaitu pengembangan diri, publikasi ilmiah, dan/atau pengembangan karya inovatif. Jenis kegiatan untuk pengembangan keprofesian berkelanjutan meliputi pengembangan diri (diklat fungsional dan kegiatan kolektif guru), publikasi ilmiah (hasil penelitian atau gagasan inovatif pada bidang pendidikan formal, dan buku teks pelajaran, buku pengayaan dan pedoman guru), karya inovatif (menemukan teknologi tepat guna; menemukan atau menciptakan karya seni; membuat atau memodifikasi alat pelajaran; dan mengikuti pengembangan penyusunan standar, pedoman, soal, dan sejenisnya). Persyaratan atau angka kredit minimal bagi guru yang akan naik jabatan/pangkat dari subunsur pengembangan keprofesian berkelanjutan untuk masing-masing pangkat/golongan adalah sebagai berikut: a. Guru golongan III/a ke golongan III/b, subunsur pengembangan diri sebesar 3 (tiga) angka kredit. b. Guru golongan III/b ke golongan III/c, subunsur pengembangan diri sebesar 3 (tiga) angka kredit, dan subunsur publikasi ilmiah dan/atau karya inovatif sebesar 4 (empat) angka kredit. c. Guru golongan III/c ke golongan III/d, subunsur pengembangan diri sebesar 3 (tiga) angka kredit, dan subunsur publikasi ilmiah dan/atau karya inovatif sebesar 6 (enam) angka kredit. d. Guru golongan III/d ke golongan IV/a, subunsur pengembangan diri sebesar 4 (empat) angka kredit dan subunsur publikasi ilmiah dan/atau karya inovatif sebesar 8 (delapan) angka kredit. Bagi guru golongan tersebut sekurang-kurangnya mempunyai 1 (satu) laporan hasil penelitian dari subunsur publikasi ilmiah. e. Guru golongan IV/a ke golongan IV/b, subunsur pengembangan diri sebesar 4 (empat) angka kredit dan subunsur publikasi ilmiah dan/atau karya inovatif sebesar 12 (dua belas) angka kredit. Bagi guru golongan tersebut, sekurang-kurangnya mempunyai 1 (satu) laporan hasil penelitian dan 1 (satu) artikel yang dimuat di jurnal yang ber-issn. Modul Pendidikan & Latihan Profesi Guru PSG Rayon Universitas Negeri Makassar P a g e 48

71 f. Guru golongan IV/b ke golongan IV/c, subunsur pengembangan diri sebesar 4 (empat) angka kredit dan subunsur publikasi ilmiah dan/atau karya inovatif sebesar 12 (dua belas) angka kredit. Bagi guru golongan tersebut, sekurang-kurangnya mempunyai 1 (satu) laporan hasil penelitian dan 1 (satu) artikel yang dimuat di jurnal yang ber-issn. g. Guru golongan IV/c ke golongan IV/d, subunsur pengembangan diri sebesar 5 (lima) angka kredit dan subunsur publikasi ilmiah dan/atau karya inovatif sebesar 14 (empat belas) angka kredit. Bagi guru golongan tersebut, sekurang-kurangnya dari subunsur publikasi ilmiah mempunyai 1 (satu) laporan hasil penelitian dan 1 (satu) artikel yang dimuat di jurnal yang ber ISSN serta 1 (satu) buku pelajaran atau buku pendidikan yang ber ISBN. h. Guru golongan IV/d ke golongan IV/e, subunsur pengembangan diri sebesar 5 (lima) angka kredit dan subunsur publikasi ilmiah dan/atau karya inovatif sebesar 20 (dua puluh) angka kredit. Bagi guru golongan tersebut, sekurang-kurangnya dari subunsur publikasi ilmiah mempunyai 1 (satu) laporan hasil penelitian dan 1 (satu) artikel yang dimuat di jurnal yang ber ISSN serta 1 (satu) buku pelajaran atau buku pendidikan yang ber ISBN. i. Bagi Guru Madya, golongan IV/c, yang akan naik jabatan menjadi Guru Utama, golongan IV/d, selain membuat PKB sebagaimana pada poin g diatas juga wajib melaksanakan presentasi ilmiah. 3. Unsur Penunjang Unsur penunjang tugas guru adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh seorang guru untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas utamanya sebagai pendidik. Unsur penunjang tugas guru meliputi berbagai kegiatan seperti berikut ini. a. Memperoleh gelar/ijazah yang tidak sesuai dengan bidang yang diampunya. Guru yang memperoleh gelar/ijazah, namun tidak sesuai dengan bidang yang diampunya diberikan angka kredit sebagai unsur penunjang dengan angka kredit sebagai berikut. 1) Ijazah S-1 diberikan angka kredit 5; 2) Ijazah S-2 diberikan angka kredit 10; dan 3) Ijazah S-3 diberikan angka kredit 15. Bukti fisik yang dijadikan dasar penilaian adalah fotokopi ijazah yang disahkan oleh pejabat yang berwenang, yaitu dekan atau ketua sekolah tinggi atau direktur politeknik pada perguruan tinggi yang bersangkutan. Surat keterangan belajar/surat ijin belajar/surat tugas belajar dari kepala dinas yang membidangi pendidikan atau pejabat yang menangani kepegawaian serendah-rendahnya Eselon II. Bagi guru di lingkungan Kementerian Agama, surat keterangan belajar/surat ijin belajar/surat tugas belajar tersebut berasal dari pejabat yang berwenang serendah-rendahnya Eselon II. b. Melaksanakan kegiatan yang mendukung tugas guru Kegiatan yang mendukung tugas guru yang dapat diakui angka kreditnya harus sesuai dengan kriteria dan dilengkapi dengan bukti fisik. Kegiatan tersebut di antaranya: 1) Membimbing siswa dalam praktik kerja nyata/praktik industri/ekstrakurikuler dan yang sejenisnya 2) Sebagai pengawas ujian, penilaian dan evaluasi terhadap proses dan hasil belajar tingkat nasional. 3) Menjadi pengurus/anggota organisasi profesi 4) Menjadi anggota kegiatan pramuka dan sejenisnya 5) Menjadi tim penilai angka kredit 6) Menjadi tutor/pelatih/instruktur/pemandu atau sejenisnya. Modul Pendidikan & Latihan Profesi Guru PSG Rayon Universitas Negeri Makassar P a g e 49

72 c. Memperoleh penghargaan/tanda jasa Penghargaan/tanda jasa adalah tanda kehormatan yang diberikan oleh pemerintah atau negara asing atau organisasi ilmiah atau organisasi profesi atas prestasi yang dicapai seorang guru dalam pengabdian kepada nusa, bangsa, dan negara di bidang pendidikan. Tanda jasa dalam bentuk Satya Lencana Karya Satya adalah penghargaan yang diberikan kepada guru berdasarkan prestasi dan masa pengabdiannya dalam waktu tertentu. Penghargaan lain yang diperoleh guru karena prestasi seseorang dalam pengabdiannya kepada nusa, bangsa, dan negara di bidang pendidikan/kemanusiaan/kebudayaan. Prestasi kerja tersebut dicapai karena pengabdiannya secara terus menerus dan berkesinambungan dalam waktu yang relatif lama. Guru yang mendapat penghargaan dalam lomba guru berprestasi tingkat nasional, diberikan angka kredit tambahan untuk kenaikan jabatan/pangkat. Latihan dan Renungan 1. Apa perbedaan utama antara pengembangan keprofesian dan pengembangan karir guru? 2. Mengapa pengembangan keprofesian guru dikaitkan dengan jabatan fungsionalnya? 3. Apa perbedaan utama pengembangan guru yang belum S1/D-IV dan belum bersertifikat pendidik dengan yang sudah memilikinya? 4. Sebutkan jenis-jenis pengembangan karir guru! 5. Apa perbedaan utama pengembangan keprofesian berbasis lembaga dengan yang berbasis individu? Modul Pendidikan & Latihan Profesi Guru PSG Rayon Universitas Negeri Makassar P a g e 50

73 BAB V GURU PEMBELAJAR A. Pendahuluan Guru sebagai pendidik pada jenjang satuan pendidikan anak usia dini, dasar, dan menengah memiliki peran yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan peserta didik sehingga menjadi determinan peningkatan kualitas pendidikan di sekolah. Pentingnya peranan guru dalam pendidikan diamanatkan dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang mengamanatkan adanya pembinaan dan pengembangan profesi guru sebagai aktualisasi dari profesi pendidik. Untuk merealisasikan amanah undang-undang sebagaimana dimaksud, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melaksanakan Program Peningkatan Kompetensi Guru Pembelajar bagi semua guru, baik yang sudah bersertifikat maupun belum bersertifikat. Untuk melaksanakan program tersebut, pemetaan kompetensi telah dilakukan melalui Uji Kompetensi Guru (UKG) di seluruh Indonesia sehingga dapat diketahui kondisi objektif guru saat ini dan kebutuhan peningkatan kompetensinya. B. Dasar Hukum Program Peningkatan Kompetensi Guru Pembelajar dikembangkan dengan memperhatikan beberapa peraturan sebagai berikut. 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. 3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. 4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru. 5. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. 6. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik Konselor. 7. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru Pendidikan Khusus. 8. Peraturan Menteri Pendayaagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. 9. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2010 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. 10. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 2012 tentang Uji Kompetensi Guru. 11. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 137 Tahun 2014 tentang Standar Nasional Pendidikan Anak Usia Dini. 12. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2015 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 13. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2015 tentang Rencana Strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 14. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Modul Pendidikan & Latihan Profesi Guru PSG Rayon Universitas Negeri Makassar P a g e 51

74 15. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Bidang Kelautan Perikanan Teknologi Informasi dan Komunikasi. C. Program Guru Pembelajar a. Kebijakan Program Guru Pembelajar Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dalam sambutan pada Upacara Peringatan Hari Guru Nasional (HGN) tahun 2015 mengajak seluruh guru untuk menjadi Guru Pembelajar, guru yang selalu hadir sebagai pendidik dan pemimpin bagi peserta didiknya, guru yang hadir mengirimkan pesan harapan, guru yang makin menjadi contoh tentang ketangguhan, optimisme, dan keceriaan. Guru merupakan seorang pembelajar yang secara terus menerus belajar untuk meningkatkan kualitas dirinya. Guru pembelajar adalah guru yang ideal yang terus belajar dan mengembangkan (upgrade) diri di setiap saat dan di manapun. Guru terus belajar dan mengembangkan diri bukan untuk pemerintah atau kepala sekolah, tapi memang sejatinya setiap pendidik atau guru adalah pembelajar. Hanya dari guru yang terus belajar dan berkarya akan muncul generasi pembelajar sepanjang hayat yang terus menerus berkontribusi pada masyarakat dan lingkungannya. Guru pembelajar adalah guru yang senantiasa terus belajar selama dia mengabdikan dirinya di dunia pendidikan. Oleh karena itu, ketika seorang guru memutuskan untuk berhenti atau tidak mau belajar maka pada saat itu dia berhenti menjadi guru atau pendidik. Guru merupakan role model atau contoh bagi para peserta didik sehingga tampilan awal guru sangat berpengaruh terhadap kelanjutan pembelajaran para peserta didik. Guru dapat menyajikan proses pembelajaran yang menarik, memberi motivasi, dan menginspirasi dari pengetahuan dan pengalaman guru yang senantiasa diperbaharui dengan berbagai masukan positif yang didapat dari berbagai sumber belajar. Pengetahuan dan pengalaman dapat diperoleh dari buku-buku, televisi, dunia maya/internet, kegiatan seminar pendidikan, serta pendidikan dan pelatihan. Dalam proses belajarnya, guru menghasilkan karya dan inovasi yang mencerahkan untuk diaplikasikan dalam proses pembelajaran di kelas sehingga menumbuhkan semua potensi peserta didik dan mereka bukan sekadar bisa meraih, tetapi bisa melampaui cita-citanya. Guru bukan hanya seorang pengajar tetapi lebih dari itu guru merupakan pendidik. Sebagai pendidik guru harus memiliki berbagai kemampuan sebagai kompetensi yang harus dimiliki sebagai pendidik yang profesional. Ada beberapa alasan mengapa seorang guru harus terus belajar selama dia berprofesi sebagai pendidik, sebagai berikut. 1. Profesi guru merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip profesionalitas memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat. 2. Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni menuntut guru untuk harus belajar beradaptasi dengan hal-hal baru yang berlaku saat ini. Dalam kondisi ini, seorang guru dituntut untuk bisa beradaptasi dengan berbagai perubahan yang baru. Adapun kemampuan tersebut bisa diperoleh melalui pelatihan, seminar maupun melalui studi kepustakaan. 3. Karakter peserta didik yang senantiasa berbeda dari generasi ke generasi menjadi tantangan tersendiri bagi seorang guru. Metode pembelajaran yang digunakan pada peserta didik generasi terdahulu akan sulit diterapkan pada peserta didik generasi sekarang. Oleh karena itu, cara ataupun metode pembelajaran yang digunakan guru harus disesuaikan dengan kondisi peserta didik saat ini. Modul Pendidikan & Latihan Profesi Guru PSG Rayon Universitas Negeri Makassar P a g e 52

75 Berdasarkan alasan tersebut di atas, guru pembelajar harus terus belajar, mampu beradaptasi dengan perubahan, dan dapat menginspirasi peserta didik menjadi subjek pembelajar mandiri yang bertanggungjawab, kreatif, dan inovatif. b. Program Peningkatan Kompetensi Guru Pembelajar Program Peningkatan Kompetensi Guru Pembelajar merupakan proses penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar dalam rangka meningkatkan kemampuan dan kompetensi guru dalam melaksanakan tugas profesinya. Peningkatan kemampuan tersebut mencakup kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk perbaikan dan pertumbuhan kemampuan (abilities), sikap (attitude), dan keterampilan (skill). Dari kegiatan ini diharapkan akan menghasilkan suatu perubahan perilaku guru yang secara nyata perubahan perilaku tersebut berdampak pada peningkatan kinerja guru dalam proses belajar mengajar di kelas. Guru sebagai pembelajar menjadikan Program Peningkatan Kompetensi Guru Pembelajar sebagai salah satu cara untuk memenuhi standar kompetensi guru sesuai dengan tuntutan profesi dan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Program Peningkatan Kompetensi Guru Pembelajar menjadi bagian penting yang harus selalu dilakukan secara terus menerus atau berkelanjutan untuk menjaga profesionalitas guru. Oleh karena itu, Program Peningkatan Kompetensi Guru Pembelajar harus dirancang untuk memberikan pengalaman baru dalam membantu meningkatkan kompetensi sesuai bidang tugasnya agar guru memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan meningkatkan sikap perilaku yang dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaan dengan baik sesuai tanggung jawabnya. Program Peningkatan Kompetensi Guru Pembelajar dirancang berdasarkan Standar Kompetensi Guru (SKG) yang mengacu pada Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru, Permendiknas Nomor 27 Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor, Permendiknas Nomor 32 Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru Pendidikan Khusus, dan Permendikbud Nomor 137 Tahun 2014 tentang Standar Nasional Pendidikan Anak Usia Dini. Hasil UKG menjadi acuan dalam penilaian diri (self assessment) bagi guru tentang kompetensinya sehingga dapat menetapkan modul peningkatan kompetensi guru pembelajar yang dibutuhkan untuk meningkatkan kompetensinya, dan menjadi acuan bagi penyelenggara Program Peningkatan Kompetensi Guru Pembelajar untuk melakukan analisis kebutuhan. Program Peningkatan Kompetensi Guru Pembelajar dilakukan melalui tiga moda (jenis/bentuk), yaitu Moda Tatap Muka, Moda Daring, dan Moda Daring Kombinasi. 1. Moda Tatap Muka Moda tatap muka merupakan bagian dari sistem pembelajaran di mana terjadi interaksi secara langsung antara fasilitator dengan peserta pembelajaran. Interaksi pembelajaran yang terjadi dalam tatap muka meliputi pemberian input materi, tanya jawab, diskusi, latihan, kuis, praktik, dan penugasan. Moda tatap muka diperuntukkan bagi guru yang memerlukan peningkatan kompetensi yang lebih intensif dengan mempelajari 8-10 modul. Di samping itu, untuk memberikan pilihan penyelenggaraan pembelajaran bagi guru yang tidak punya cukup pilihan karena berbagai keterbatasan sehingga tidak memungkinkan untuk mengikuti pembelajaran moda lainnya, misalnya karena alasan geografis, tidak/kurang tersedianya aliran listrik dan jaringan internet, ketersediaan anggaran, literasi teknologi informasi dan komunikasi, serta alasan lain yang rasional, maka moda tatap muka dapat dilaksanakan dengan beberapa alternatif, yaitu: tatap muka penuh, tatap muka tidak penuh (in-on-in), dan tatap muka dalam kegiatan kolektif guru yaitu PKG (Pusat Kegiatan Gugus) untuk guru PAUD, KKG (Kelompok Kerja Guru) untuk guru SD, MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran) untuk guru SMP/SMA/SMK, dan MGBK (Musyawarah Guru Bimbingan dan Konseling). Modul Pendidikan & Latihan Profesi Guru PSG Rayon Universitas Negeri Makassar P a g e 53

76 2. Moda Daring Moda Dalam Jaringan (Daring) adalah program guru pembelajar yang dilaksanakan dengan memanfaatkan teknologi jaringan komputer dan internet. Moda Daring dapat dilaksanakan dengan mempersiapkan sistem pembelajaran yang secara mandiri memberikan instruksi dan layanan pembelajaran kepada peserta tanpa melibatkan secara langsung para pengampu dalam proses penyelenggaraannya. Sistem instruksional yang dimaksud meliputi proses registrasi, pelaksanaan pembelajaran, tes akhir, dan penentuan kelulusan peserta serta penerbitan sertifikat. Dalam hal tertentu, keterlibatan pengampu masih diperlukan, misalnya dalam memeriksa dan menilai tugas-tugas yang belum bisa dilaksanakan oleh sistem, atau untuk membantu peserta apabila mengalami kesulitan yang belum mampu diatasi oleh sistem. Moda Daring diperuntukkan bagi guru yang memerlukan peningkatan kompetensi dengan mempelajari 3-5 modul. 3. Moda Daring Kombinasi Moda daring kombinasi adalah moda yang mengkombinasikan antara tatap muka dengan daring. Fasilitator di satu sisi dapat direpresentasikan oleh sistem pembelajaran yang terdiri dari firmware, brainware, dan software; dan peserta di sisi lain melaksanakan instruksi yang diberikan oleh sistem, mulai registrasi, pelaksanaan pembelajaran, sampai dengan evaluasi. Moda Daring Kombinasi dilaksanakan dengan mempersiapkan sistem pembelajaran yang membutuhkan keterlibatan secara langsung para pengampu dalam proses pembelajaran. Keterlibatan para mentor dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara: (1) bertemu muka secara langsung dengan peserta; atau (2) bertemu muka secara virtual, baik melalui video, audio, maupun teks. Moda Daring Kombinasi diperuntukkan bagi guru yang memerlukan peingkatan kompetensi dengan mempelajari 6-7 modul. Penjelasan lebih lanjut pelaksanaan program guru pembelajar moda daring dan daring daring kombinasi dijelaskan dalam juknis moda daring. c. Tujuan Program Peningkatan Kompetensi Guru Pembelajar 1. Tujuan Umum Program peningkatan kompetensi guru pembelajar secara umum bertujuan untuk meningkatkan kompetensi guru, baik pedagogik maupun profesional, serta memiliki performa sebagai pendidik dan pemimpin bagi peserta didiknya, menjadi contoh tentang ketangguhan, optimisme dan keceriaan bagi peserta didiknya, melalui berbagai moda dan media, di berbagai pusat belajar. 2. Tujuan Khusus Secara khusus, program peningkatan kompetensi guru pembelajar bertujuan agar peserta: a. mengusai kompetensi pedagogik dan profesional sesuai dengan modul yang dipelajari; b. memiliki performa sebagai pendidik dan pemimpin bagi peserta didiknya; c. menjadi contoh tentang ketangguhan, optimisme dan keceriaan bagi peserta didiknya; dan d. memiliki kemauan untuk terus belajar mengembangkan potensi dirinya. d. Prinsip Dasar Pelaksanaan Program Peningkatan Kompetensi Guru Pembelajar 1. Taat Azas Program Peningkatan Kompetensi Guru Pembelajar dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang berlaku, baik yang diselenggarakan di Pusat, Provinsi maupun di Kabupaten/Kota. 2. Berbasis Kompetensi Program Peningkatan Kompetensi Guru Pembelajar merupakan upaya Pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan dan oleh karenanya program ini berpedoman pada Standar Kompetensi Guru. Modul Pendidikan & Latihan Profesi Guru PSG Rayon Universitas Negeri Makassar P a g e 54

77 3. Terstandar Pengelolaan Program Peningkatan Kompetensi Guru Pembelajar harus memenuhi standar program yang ditetapkan meliputi: mekanisme kegiatan, kompetensi narasumber nasional, kompetensi instruktur nasional, modul yang digunakan, bahan/alat, tempat pelaksanaan, kepanitiaan, dan kelulusan. 4. Profesional Hasil UKG guru TK, SD, SMP, SLB, SMA, dan SMK tahun 2015 digunakan sebagai acuan pelaksanaan Program Peningkatan Kompetensi Guru Pembelajar. Pemetaan data hasil UKG digunakan untuk mengelompokkan guru pembelajar per moda kegiatan, per kelas dan per mata pelajaran/paket keahlian, penentuan modul yang akan dipelajari, ketersediaan tempat, ketersediaan instruktur yang kompeten, ketersediaan fasilitas, dan target waktu yang ditentukan. Dengan pemetaan, diharapkan pelaksanaan Program Peningkatan Kompetensi Guru Pembelajar dapat berlangsung secara efektif dan efisien serta secara nasional dapat selesai pada waktu yang telah ditetapkan. 5. Transparan Proses perencanaan dan pelaksanaan mulai dari persiapan, pelaksanaan sampai dengan pelaporan dilakukan secara terbuka dan transparan serta dapat diketahui semua pihak yang berkepentingan. 6. Akuntabel Proses dan hasil program guru pembelajar dapat dipertanggungjawabkan kepada pemangku kepentingan pendidikan secara administratif, finansial, dan akademik. Kredibilitas dari pelaksanaan proses dan hasil program dapat dipercaya semua pihak. 7. Berkeadilan Semua guru pada setiap sekolah diharapkan akan mengikuti Program Peningkatan Kompetensi Guru Pembelajar. Untuk mensukseskan penyelenggaraan Program Peningkatan Kompetensi Guru Pembelajar serta pertimbangan akan adanya keterbatasan dana di Pusat, maka diharapkan Pemerintah Daerah dapat membantu dan berkontribusi dalam mengalokasikan dana melalui APBD sehingga kekurangan tersebut dapat diatasi. e. Tahapan dan Strategi Pelaksanaan 1. Tahapan Penyelenggaraan Program Program Peningkatan Kompetensi Guru Pembelajar bagi guru TK, guru kelas SD, guru mapel, guru SLB SMP/SMA/SMK, dan Bimbingan Konseling dilakukan dengan tahapan kegiatan sebagai berikut. a. Workshop Tim Pengembang b. Pelatihan Narasumber Nasional (NS)/Pengampu c. Pelatihan Instruktur Nasional (IN)/Mentor d. Program Peningkatan Kompetensi Guru Pembelajar Workshop Tim Pengembang dan Pelatihan NS/Pengampu dilaksanakan oleh Ditjen GTK. Kegiatan pelatihan IN/Mentor dilaksanakan oleh PPPPTK/LPPPTK. Sedangkan pelaksanaan Program Peningkatan Kompetensi Guru Pembelajar dilakukan oleh Dinas Pendidikan bekerja sama dengan PPPPTK/LPPPTK. 2. Strategi Program Peningkatan Kompetensi Guru Pembelajar dilaksanakan menggunakan pendekatan andragogi dengan menerapkan metode diskusi, ceramah, dan penugasan untuk menguasai materi pembelajaran secara tuntas. Pelaksanaan program untuk mata pelajaran/paket keahlian tertentu akan dilengkapi dengan kegiatan praktik. Pelaksanaan program guru pembelajaran direncanakan secara bertahap, diawali dengan Workshop Tim Pengembang, Pelatihan Narasumber Nasional/Pengampu, Modul Pendidikan & Latihan Profesi Guru PSG Rayon Universitas Negeri Makassar P a g e 55

78 Pelatihan Instruktur Nasional/Mentor, dan Pelaksanaan Progam Peningkatan Kompetensi Guru Pembelajar. f. Struktur Program Struktur program sesuai dengan jenis tahapannya, meliputi: 1. Workshop Tim Pengembang 2. Pelatihan Narasumber Nasional (NS)/ Pengampu 3. Pelatihan Instruktur Nasional (IN)/ Mentor 4. Program Peningkatan Kompetensi Guru Pembelajar f. Penyelenggaraan Program Guru Pembelajar a. Kurikulum dan Bahan Ajar Pembelajaran dalam moda tatap muka dan moda daring dapat dilakukan untuk semua jenis kompetensi, baik kognitif, afektif, maupun psikomotor, yang pelaksanaannya disesuaikan dengan karakteristik kompetensi mata pelajaran yang dipelajari. Salah satu penentu keberhasilan pembelajaran ini adalah perencanaan dan persiapan materi pembelajaran yang akan disampaikan. Adapun perencanaan materi dimaksud adalah tersedianya kurikulum dan bahan ajar. 1. Kurikulum Kurikulum dalam program guru pembelajar dirancang berdasarkan 10 kelompok kompetensi yang dikembangkan dari standar kompetensi guru. Dokumen kurikulum yang perlu dipersiapkan antara lain adalah struktur program, silabus, dan satuan acara pembelajaran. a. Struktur Program Struktur program yang digunakan pada pembelajaran dirancang sesuai dengan kurikulum Program Peningkatan Kompetensi Guru Pembelajar yang diselenggarakan. b. Silabus Silabus adalah garis besar, ringkasan, ikhtisar, pokok-pokok isi/materi pembelajaran mata pelajaran tertentu yang mencakup deskripsi singkat, kompetensi/ sub kompetensi, indikator, pengalaman belajar, evaluasi, alokasi waktu, bahan/alat, dan sumber belajar. c. Satuan Acara Pembelajaran Satuan acara pembelajaran merupakan panduan atau skenario pembelajaran dalam satu satuan materi pelatihan yang harus dibuat oleh widyaiswara untuk setiap pembelajaran tatap muka. Satuan acara pembelajaran memuat langkah-langkah atau aktivitas pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. 2. Bahan Ajar Bahan ajar yang dapat digunakan dalam pembelajaran tatap muka menggunakan modul cetak, sedangkan pembelajaran daring menggunakan modul, lembar kerja dan lembar informasi yang disusun dan disajikan secara digital. Bahan ajar untuk moda daring harus dirancang secara interaktif, sebagian atau keseluruhan, sesuai dengan karakteristik modul. Format bahan ajar digital yang dimaksud antara lain: a. Teks, seperti dokumen dalam format: doc, pdf, html, dll. b. Audio, misalnya: radio, kaset, CD audio, audio streaming, dll. c. Visual, misalnya: foto, gambar, model, chart, dll. d. Audio Visual, misalnya: video/film, VCD/DVD, video streaming, dll. e. Multimedia, yaitu kombinasi dari teks, audio, visual dan audio visual, seperti: CD interaktif, film, animasi, presentasi, dll. Modul Pendidikan & Latihan Profesi Guru PSG Rayon Universitas Negeri Makassar P a g e 56

79 3. Narasumber/ Pengampu dan Instruktur Nasional/Mentor Tugas narasumber nasional/pengampu dan instruktur nasional/mentor adalah sebagai berikut. 1. Tugas Narasumber a. mempersiapkan dan mempelajari perangkat pelatihan tatap muka; b. memfasilitasi pembelajaran pada pelatihan instruktur nasional; c. mengevaluasi proses dan hasil belajar peserta pelatihan instruktur nasional; dan d. menyampaikan dan melaporkan hasil evaluasi peserta pelatihan instruktur nasional kepada institusi pelaksana. 2. Tugas Pengampu a. mempersiapkan dan mempelajari perangkat moda daring; b. membimbing para mentor dalam melaksanakan tugas dalam pendampingan peserta moda daring; c. mengevaluasi keterlaksanaan tugas mentor; d. membuat laporan pelaksanaan dan hasil evaluasi moda daring. 3. Tugas Instruktur Nasional/Mentor a. mempersiapkan dan mempelajari perangkat pelatihan sesuai moda; b. membelajarkan, melatih, membimbing, dan mengevaluasi peserta; c. melaporkan hasil ketercapaian belajar peserta. d. Pusat Belajar Untuk memfasilitasi peserta Program Peningkatan Kompetensi Guru Pembelajar dalam mengikuti proses pembelajaran, penyelenggara perlu menetapkan lembaga/ instansi/sekolah sebagai Pusat Belajar (PB), baik secara terpusat maupun yang terdistribusi dalam wilayah (cluster) tertentu, yang berfungsi sebagai tempat belajar dan berdiskusi dalam memahami materi dan mengerjakan tugas-tugas yang ditetapkan. Pusat Belajar dapat berupa PKG/Gugus/KKG/MGMP/MGBK/P4TK/LP3TK KPTK atau tempat lain yang ditetapkan. Pusat Belajar diupayakan agar berfungsi sebagai TUK. Dalam setiap Pusat Belajar harus ditetapkan tim fasilitator dan penyelenggara yang terdiri atas penanggung jawab Pusat Belajar, instruktur nasional atau mentor, administrator jaringan, panitia dan tim pendukung sesuai dengan kebutuhan dalam lokasi dan moda yang ditentukan. e. Mekanisme Program Peningkatan Kompetensi Guru Pembelajar Program Peningkatan Kompetensi Guru Pembelajar diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan berkoordinasi dengan Pusat Pengembangan Profesi Pendidik Tenaga Kependidikan (PPPPPTK)/Lembaga Pengembangan Profesi Pendidik dan Tenaga Kependidikan (LPPPTK). Mekanisme pelaksanaannya akan dijelaskan lebih lanjut di dalam juknis moda tatap muka dan juknis moda daring. f. Evaluasi Evaluasi dimaksudkan untuk memantau proses pelaksanaan pembelajaran dan ketercapaian kompetensi sesuai dengan karakteristik Program Peningkatan Kompetensi Guru Pembelajar. Evaluasi meliputi evaluasi peserta, evaluasi fasilitator, dan evaluasi penyelenggaraan Program Peningkatan Kompetensi Guru Pembelajar. g. Keberhasilan Pelaksanaan Program Keberhasilan pelaksanaan Program Peningkatan Kompetensi Guru Pembelajar ditentukan oleh 5 (lima) variabel, yaitu: 1) fasilitator, 2) bahan pelatihan, 3) peserta, 4) strategi, dan 5) anggaran. Kelima variabel tersebut harus dipersiapkan dengan baik agar dapat terwujud pelaksanaan program yang diinginkan. h. Evaluasi dan Sertifikat Modul Pendidikan & Latihan Profesi Guru PSG Rayon Universitas Negeri Makassar P a g e 57

80 1. Evaluasi Evaluasi program peningkatan kompetensi guru pembelajar dilakukan secara komprehensif, meliputi: penilaian terhadap peserta pelatihan, penilaian terhadap fasilitator, dan penilaian terhadap penyelenggaraan pelatihan. Berikut ini dijelaskan masing-masing penilaian sebagai berikut. a. Penilaian Terhadap Peserta Pelatihan 1) Tujuan Penilaian Penilaian terhadap peserta bertujuan untuk mengukur kompetensi peserta melalui ketercapaian indikator kompetensi dan keberhasilan tujuan diklat. Penilaian dilaksanakan untuk mengukur tingkat penguasaan kompetensi sesuai dengan kelompok kompetensi yang dipelajari. 2) Aspek Penilaian Aspek yang dinilai dalam diklat mencakup pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Penilaian dilakukan melalui tes untuk aspek pengetahuan mencakup kompetensi profesional dan pedagogik, sedangkan untuk aspek sikap dan keterampilan menggunakan instrumen nontes melalui pengamatan selama kegiatan berlangsung dengan menggunakan format-format penilaian yang telah disediakan. b. Jenis Instrumen dan Lingkup Penilaian Peserta 1) Tes Tes akhir dilakukan untuk mengukur pengetahuan peserta secara menyeluruh setelah mengikuti proses pembelajaran. Penilaian menggunakan metode penilaian acuan patokan (PAP). Tes mencakup kompetensi profesional dan pedagogik pada aspek pengetahuan berdasarkan indikator pencapaian kompetensi dari setiap materi sebagaimana yang tercantum dalam struktur program diklat. 2) Non Test Non test dilakukan untuk menilai proses selama pelatihan berlangsung. Penilaian proses dilakukan di setiap materi pelatihan. Penilaian proses menggunakan instrumen dilengkapi dengan kriteria penilaian (rubrik). a) Penilaian Aspek Keterampilan Penilaian dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan peserta dalam mendemonstrasikan pemahaman dan penerapan pengetahuan yang diperoleh serta keterampilan yang mendukung kompetensi dan indikator. Aspek keterampilan menggunakan pendekatan penilaian autentik mencakup bentuk tes dan non test. Sehubungan dengan kompetensi yang diukur pada aspek keterampilan bersifat kontinyu, maka diperlukan cara untuk memudahkan penilaian kepada peserta. b) Penilaian Aspek Sikap Penilaian ini dimaksudkan untuk mengetahui sikap peserta dalam berbagai aspek antara lain: sikap pada saat menerima materi; sikap pada saat melaksanakan tugas individu dan kelompok; sikap terhadap fasilitator; sikap terhadap teman sejawat; dan sikap pada saat mengemukakan pendapat, bertanya, dan menjawab. Secara sederhana, aspek sikap yang dinilai hanya mengukur kerjasama, disiplin, tanggungjawab, dan keaktifan. Pengukuran terhadap aspek sikap ini dapat dilakukan melalui pengamatan sikap. Penilaian aspek sikap dilakukan mulai awal sampai akhir kegiatan secara terus menerus yang dilakukan oleh fasilitator pada setiap materi. Namun, untuk nilai akhir aspek sikap ditentukan di hari terakhir atau menjelang kegiatan diklat berakhir yang merupakan kesimpulan fasilitator terhadap sikap peserta selama kegiatan diklat dari awal sampai akhir berlangsung. Pada moda daring tidak ada penilaian untuk sikap. 2. Sertifikat Peserta pelatihan Narasumber Nasional/Pengampu yang memenuhi syarat penguasaan kompetensi dengan nilai akhir >80 akan menerima sertifikat atau Surat Tanda Tamat Pendidikan dan pelatihan (STTPP) yang ditandatangani Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan. Modul Pendidikan & Latihan Profesi Guru PSG Rayon Universitas Negeri Makassar P a g e 58

81 Peserta pelatihan Instruktur Nasional/Mentor yang memenuhi syarat penguasaan kompentensi dengan nilai > 70 akan menerima sertifikat atau Surat Tanda Tamat Pendidikan dan pelatihan (STTPP) yang ditandatangani Kepala PPPPTK/LPPPTK KPTK atas nama Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan. Guru Pembelajar yang telah mengikuti Program Peningkatan Kompetensi Guru Pembelajar dan memenuhi syarat kompetensi dengan nilai akhir > 70 akan mendapat sertifikat atau Surat Tanda Tamat Pendidikan dan pelatihan (STTPP). Sertifikat dapat dicetak melalui SIGELAR (Sistem Informasi Manajemen Guru Pembelajar). Sertifikat ditandatangani oleh Kepala P4TK/LP3TK dan atau Kepala Dinas, Badan Kepegawaian Daerah, atau organisasi lain.yang dapat dicetak melalui SIGELAR. Modul Pendidikan & Latihan Profesi Guru PSG Rayon Universitas Negeri Makassar P a g e 59

82 BAB VI LITERASI TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI A. Pendahuluan Literasi adalah keberaksaraan, yaitu kemampuan menulis dan membaca, budaya literasi dimaksudkan untuk melakukan kebiasaan berpikir yang diikuti oleh sebuah proses membaca, menulis yang pada akhirnya apa yang dilakukan dalam sebuah proses kegiatan tersebut akan menciptakan karya (Trini Haryanti, 2014). Ada banyak cara untuk membentuk budaya literasi diantaranya (dekat, mudah, murah, senang, lanjut): 1. Pendekatan akses fasilitas baca (buku dan non buku) 2. Kemudahan akses mendapatkan bahan bacaan 3. Murah/ Tanpa biaya (gratis) 4. Menyenangkan dengan segala keramahan 5. Keberlanjutan/ Continue/ istiqomah Sebenarnya upaya itu tidak cukup hanya dengan lima langkah, karena ada penjabaran yang lebih detail. Tidak sekedar ketersediaan fasilitas saja tapi ada cara bagaimana menjalin hubungan antar manusia sehingga hubungan tersebut akan mpengaruhi bagaimana suatu kelompok masyarakat bisa menerima dengan baik apa yang akan menjadi tujuan kita melakukan gerakan literasi. B. Literasi Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) Literasi TIK sangat berkaitan dengan ragam istilah literacy lainnya yang berarti kemampuan untuk membaca dan menulis (the ability to read and write). Bunz (seperti yang dikutip Indrajit, 2005: 38) menjelaskan kata ini kemudian berkembang dan sering dipadankan dengan technology sehingga dikenal istilah technology literacy yang didefinisikan sebagai kemampuan untuk menggunakan teknologi sebagai alat untuk memahami dan menggunakan teknologi sebagai alat untuk mempermudah mencapai tujuan. Wijaya (2005: 29) mengutip The International ICT Literacy Panel mengeluarkan definisi sebagai berikut ICT literacy is using digital technology, communication tools, and/or networks to access, manage, integrate, evaluate and create information in order to function knowlwdge society. Dapat ditarik kesimpulan bahwa ICT literacy pada dasarnya penggunaan teknologi informasi sebagai alat untuk komunikasi dan temu kembali informasi. Dari beberapa pengertian di atas terdapat lima aspek terkait yang merupakan integrasi dan aplikasi kemampuan kognitive dan teknis (Wijaya: 31) yaitu: 1. Access (akses): mengetahui tentang dan mengetahui bagaimana untuk mengumpulkan dan atau mendapatkan informasi. 2. Manage (mengelola): menerapkan skema klasifikasi atau organisasi. 3. Integrate (meng-integrasikan): meng-interpretasikan dan menggambarkan ulang informasi. Hal ini termasuk di dalamnya membuat ringkasan, membandingkan, dan menggarisbawahi. 4. Evaluate (meng-evaluasi): memutuskan tentang kualitas, keterkaitan, kegunaan, atau efisiensi dari informasi. 5. Create (menciptakan): menciptakan informasi baru dengan cara mengadopsi, menerapkan, mendesain, membuat atau menulis informasi. Aspek-aspek ini terintegrasi dalam kemampuan yang bersifat kognitive (teori) sebagai kamampuan dasar yang kita butuhkan setiap saat seperti di sekolah atau tempat kita kerja, antara lain berupa kemampuan memecahkan masalah, numerik dan visualisasi. Sedangkan kemampuan teknis (praktis) dapat diartikan sebagai kemampuan untuk memahami perangkat keras, perangkat lunak, jaringan dan elemen-elemen teknologi digital. Modul Pendidikan & Latihan Profesi Guru PSG Rayon Universitas Negeri Makassar P a g e 60

83 1. Tingkat Kematangan literasi TIK Kemampuan literasi TIK pada setiap individu akan memiliki pola yang berbeda sesuai dengan kebutuhan hidup dan kedewasaan masyarakat, seperti yang dapat kita lihat pada gambar di bawah ini (Menteri Komunikasi dan Informatika RI, 2006: 42). Hal ini sesuai dengan kerangka konsep Personal Capabality Maturity Model (P-CMM) yang dikutip oleh Indrajit (2005), maka kurang lebih level e-literacy seseorang dapat digambarkan seperti demikian: (Sumber: Menteri Komunikasi dan Informatika RI, 2006: 42) a. Level 0 jika seorang individu sama sekali tidak tahu dan tidak peduli akan pentingnya informasi dan teknologi untuk kehidupan sehari-hari; b. Level 1 jika seorang individu pernah memiliki pengalaman satu dua kali di mana informasi merupakan sebuah komponen penting untuk pencapaian keinginan dan pemecahan masalah, dan telah melibatkan teknologi informasi maupun komunikasi untuk mencarinya; c. Level 2 jika seorang individu telah berkali-kali menggunakan teknologi informasi dan komunikasi untuk membantu aktivitasnya sehari-hari dan telah memiliki pola keberulangan dalam penggunaannya; d. Level 3 jika seseorang individu telah memiliki standar penguasaan dan pemahaman terhadap informasi maupun teknologi yang diperlukannya, dan secara konsisten mempergunakan standar tersebut sebagai acuan penyelenggaraan aktivitasnya sehari-hari; e. Level 4 jika seseorang individu telah sanggup meningkatkan secara signifikan (dapat dinyatakan secara kuantitatif) kinerja aktivitas kehidupannya sehari-hari melalui pemanfaatan informasi dan teknologi; dan f. Level 5 jika seseorang individu telah menganggap informasi dan teknologi sebagian bagian yang tidak terpisahkan dari aktivitas sehari-hari, dan secara langsung telah mewarnai prilaku dan budaya hidupnya (bagian dari information society atau manusia berbudaya informasi). Berkaitan dengan literasi teknologi informasi dan komunikasi (TIK), ada beberapa elemen pembentuk literasi TIK ini. Elemen-elemen tersebut dimulai dari elemen masyarakat, dalam artian literasi umum masyarakat seperti yang ditunjukkan dalam Gambar di bawah ini. Gambar 6.1. Elemen pembentuk literasi TIK Tahapan awal adalah people literacy, yakni kemampuan dasar baca dan menulis masyarakat, diikuti literasi informasi dan literasi komputer. Literasi informasi diikuti oleh literasi digital, dan literasi komputer akan membawa dampak pada literasi internet. Literasi digital dan literasi internet merupakan dasar bagi literasi TIK. 2. Literasi Informasi Literasi informasi sering disebut juga dengan keberaksaraan informasi atau kemelekan informasi. Dalam bidang ilmu perpustakaan dan informasi, literasi informasi sering dikaitkan dengan kemampuan mengakses dan memanfaatkan secara benar informasi yang tersedia. Pengertian literasi informasi yang Modul Pendidikan & Latihan Profesi Guru PSG Rayon Universitas Negeri Makassar P a g e 61

84 sering dikutip adalah pengertian literasi informasi dari American Library Association (ALA) : information literacy is a set of abilities requiring individuals to recognize when information is needed and have the ability to locate, evaluate, and use effective needed information.artinya, literasi informasi diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk mengidentifikasi informasi yang dibutuhkannya, mengakses dan menemukan informasi, mengevaluasi informasi, dan menggunakan informasi seara efektif dan etis (dalam Naibaho, 2007: 7-8). Informasi yang menjadi obyek disini dapat bersumber dari mana saja, baik dari media cetak seperti buku, majalah, jurnal, maupun sumber non cetak, seperti file dalam komputer, internet, film, hasil percakapan dan sebagainya. Information literacy berperan sebagai alat untuk memilah informasiinformasi tersebut, agar yang berguna dapat tetap dimanfaatkan secara maksismal dan sebaliknya, informasi ang hanya berpotensi menjadi sampah akan dapat difilter. Capaian yang diharapkan secara langsung adalah efisiensi dalam hal waktu, biaya dan tenaga yang dikeluarkan selama proses pencarian informasi. Dalam perkembangannya, konsep information literacy diaplikasikan melalui saluran-saluran (channel) berupa kegiatan praktis, misalnya dalam kegiatan pendidikan pemakai perpustakaan, pembekalan bagi siswa maupun mahasiswa baru hingga kepentingan dunia bisnis, Meluasnya area yang membutuhkan kemampuan melek informasi mendorong banyak professional di bidang informasi dan perpustakaan untuk memulai menyusun berbagai formula pendekatan yang dapat mempermudah masyarakat menguasai kemampuan ini. Kemampuan untuk menemukan informasi, mengolah dan menyajikan informasi sebenarnya kemampuan umum yang dimiliki oleh setiap orang. Tetapi tidak semua orang dapat dikatakan mempunyai kemampuan literasi informasi. Seseorang dikatakan mempunyai keterampilan literasi informasi mampu memahami kebutuhan informasi dan mendapatkan informasi yang tepat dalam berbagai format lalu mampu menggunakan dan menyajikan informasi tersebut dalam bentuk yang tepat dan benar. Dengan kemampuan ini seseorang memiliki kerangka kerja intelektual untuk memahami, mencari dan mengevaluasi dan menggunakan informasi. Untuk mensikapinya ledekan informasi yang saat ini terus berkembang kita memerlukan sebuah strategi literasi yaitu information literacy skills, yang dimaknai sebagai kemampuan untuk mengenali adanya kebutuhan informasi dan kemampuan untuk menempatkan, mengevaluasi, dan menggunakan informasi dengan efektif. Ada sejumlah elemen pendukung information literacy, yang juga berperan sebagai prasyarat untuk menguasai information literacy skill secara utuh. Elemen-elemen tersebut bersifat saling melengkapi dan tidak terpisahkan. Satu hal yang penting untuk digaris bawahi adalah bahwa upaya implementasi information literacy skill selalu membutuhkan saluran (Channel), yang dapat berupa kegiatan pembelajaran disekolah maupun di perguruan tinggi, kegiatan pendidikan pemakai di perpustakaan dan lain sebagainya. Hasil yang hendak dicapai dari penguasaan dan aplikasi information literacy skill ini adalah efisiensi biaya, waktu, dan tenaga yang dikeluarkan selama proses pencarian informasi. 1. Elemen-Elemen Literasi Informasi Menggunakan informasi dalam berbagai bentuk menuntut sejumlah kemampuan melek (literacies), diluar kemampuan dasar seperti menulis dan membaca. Berikut ini beberapa jenis melek yang berperan menjadi elemen dalam information literacy. a. Visual Literacy Visual Liteacy didefenisikan sebagai kemampuan untuk memahami dan menggunakan gambar, termasuk pula kemampuan untuk berpikir, belajar, serta mengekspresikan gambar tersebut. Visual literacy terbagi menjadi 3 konstruksi, yaitu: Modul Pendidikan & Latihan Profesi Guru PSG Rayon Universitas Negeri Makassar P a g e 62

85 1) Pembelajaran visual (visual learning): kemampuan dalam mengakuisisi dan mengkonstruksi pengetahuan yang merupakan hasil interaksi dengan fenomena visual 2) Pemikiran visual (visual thinking): kemampuan untuk mengoraganisasikan citra mental pada hal-hal diseputar bentuk, garis, warna, teksur, dan komposisi 3) Komunikasi visual (visual communication): kemampuan menggunakan symbol visual untuk mengekspresikan gagasan dan menyampaikan makna. b. Media Literacy Menurut National Leardship Conference on Media Literacy, Media Literacy adalah kemampuan warga Negara untuk mengakses, menganalisa, dan memproduksi informasi untuk hasil yang spesifik. Media mampu menyuntikkan nilai-nilai yang mampu mengubah pandangan, dan bahkan sikap hidup secara missal. Untuk itu masyarakat memerlukan keterampilan melek media agar mampu mensikapi keberadaan media dengan lebih kritis dan bijaksana. c. Computer Literacy Komputer merupakan alat yang dapat memfasilitasi dan memperluas kemampuan manusia dalam mempelajari dan memproses informasi. Contoh yang paling nyata adalah penggunaan komputer secara luas dalam dunia pendidikan. Sekarang ini dapat dikatakan bahwa komputer telah menjadi bagian integral dari pendidikan. Computer literacy sering diartikan sebagai kemampuan untuk menciptakan dan memanipulasi dokumen dan data menggunakan perangkat lunak pengolah kata, pangkalan data, dan sebagainya. Namun, The Computer Science and Telecommunication Board of the National Research Counsil mendefenisikan kembali computer literacy sebagai kemampuan dalam menguasai teknologi informasi. Literasi computer ini dibahas lebih jauh pada sub bab sendiri dalam tulisan ini. d. Digital Literacy Digital Literacy merupakan keahlian yang berkaitan dengan penguasaan sumber dan perangkat digital. Perkembangan pesat teknologi informasi dewasa ini telah menghasilkan banyak temuan-temuan digital terbaru. Tidak jarang hal ini banyak memicu terjadinya kesenjangan antar masyarakat dan bahkan antar bangsa. Mereka yang mampu mengejar dan menguasai perangkat-perangkat digital muktahir dicitrakan sebagai penggenggam masa depan, dan sebaliknya yang tertinggal akan semakin sempit kesempatannya untuk meraih kemajuan. Literasi digital dibahas pada subbab sendiri dalam bab ini. e. Network Literacy Network literacy merupakan satu istilah yang masih terus berkembang (envolving). Untuk dapat menempatkan, mengakses dan menggunakan informasi dalam dunia berjejaring, misalnya internet, pengguna harus menguasai keahlian ini. Menurut Eisenberg (2004) orang yang melek jaringan memiliki sejumlah karakteristik sebagai berikut: 1) Memiliki kesadaran akan luasnya penggunaan jasa dan sumber informasi berjejaring 2) Memiliki pemahaman bagaimana sistem informasi berjejaring diciptakan dan dikelola 3) Dapat melakukan temu balik informasi tertentu dari jaringan dengan menggunakan serangkaian alat temu balik informasi 4) Dapat memanipulasi informasi berjejaring dengan memadukan dengan sumber lain dan meningkatkan nilai informasinya untuk kepentingan tertentu Modul Pendidikan & Latihan Profesi Guru PSG Rayon Universitas Negeri Makassar P a g e 63

86 5) Dapat menggunakan informasi berjejaring unutk menganalisa dan memecahkan masalah yang terkait dengan pengambilan keputusan, baik untuk kepentingan tugas dan maupun pribadi, serta menghasilkan layanan yang mampu meningkatkan kualitas hidup. 6) Memiliki pemahaman akan peran dan penggunaan informasi berjejaring untuk memecahkan masalah dan memperingan kegiatan dasar hidup. 2. Model Pencarian Informasi Information literacy merupakan satu term yang bersifat inklusif. Dengan menguasainya maka sejumlah keahlian diatas dapat dicapai dengan lebih mudah. Hubungan antara information literacy dengan elemen-elemen adalah saling melengkapi dan tidak terpisahkan. Selain elemen-elemen information Literacy di atas, Ada beberapa teori yang popular dalam perilaku seseorang dalam mencari informasi, Salah satu yang populer adalah Model pencarian yang dirumuskan David Ellis (1987). Ellis membedakan model pencarian informasi untuk ilmuan bidang ilmu alam dan ilmu sosial. Model pencarian ilmuan bidang sosial ada 6 tahapan, yaitu: 1) Starting (Mulai), pencari informasi mulai melakukan pencarian atau pengenalan awal terhadap rujukan. Seringkali informasi yang ditemukan pada tahap ini merupakan cikal bakal yang akan ditambahkan atau dikembangkan pada tahap selanjutnya 2) Chaining (Menghubungkan), mengikuti mata rantai atau mengkaitkan dengan daftar pustaka yang ada. Mencari rujukan berdasarkan subjek, nama pengarang dan rujukan inti. 3) Browsing (Menjelajah), tahapan yang ditandai dengan kegiatan pencarian informasi dengan cara penelusuran semi langsung atau terstruktur 4) Differentiating (Pembedaan), merupakan kegiatan membedakan sumber informasi untuk menyaring informasi berdasarkan sifat dan kualitas rujukan 5) Monitoring (Memantau), mengembangkan lebih lanjut pencarian informasi yang dibutuhkan dengan cara memberi perhatian yang lebih serius terhadap sumber-sumber tertentu. 6) Extracting (Mengambil Sari), pencarian informasi lebih bersifat sistematis, kegiatan ini diperlukan pada saat pencari informasi membuat suatu tinjauan literatur atau laporan. C. Literasi Komputer Ketika teknologi komputer berkembang, dikenal istilah computer literacy dari definisi yang sederhana yaitu kemampuan menggunakan komputer untuk memenuhi kepuasan kebutuhan pengguna (Rhodes, 1986) sampai yang sangat berbau filosofis seperti the collection of skills, knowledge, understanding, values, and relasionships that allow a person to function comfortably as a productive citizen in a computer-oriented society (Watt, 1980). Literasi Komputer adalah pengetahuan dan kemampuan untuk menggunakan komputer dan teknologi efisien. Paham (melek) komputer juga dapat merujuk kepada tingkat kenyamanan seseorang yang terbiasa menggunakan program komputer dan aplikasi lain yang berhubungan dengan komputer. Bagian lain yang lebih berharga dan berhubungan dengan istilah melek komputer adalah mengetahui bagaimana komputer bekerja dan beroperasi. Memiliki keterampilan komputer dasar merupakan aset yang signifikan yang telah banyak digunakan di negara-negara maju. Pelatihan Literasi Komputer dimaksudkan agar para pendidik khususnya dapat mencapai derajat melek komputer atau istilah yang sering disegunakan agar menjadi orang yang tidak gaptek atau tidak gagap teknologi. Gagap dalam arti merasa aneh, heran ataupun kesulitan saat menghadapi perangkat computer sebagai alat yang dapat membantu tugas-tugas para pendidik untuk mempercepat atau memperdalam kemampuannya dalam menggunakan perangkat teknologi. Modul Pendidikan & Latihan Profesi Guru PSG Rayon Universitas Negeri Makassar P a g e 64

87 Definisi yang tepat tentang melek komputer bisa berbeda-beda dari satu kelompok ke kelompok lain. Secara umum, melek huruf (dalam dunia buku) berkonotasi orang yang dapat membaca buku yang terbiasa dalam bahasa ibu mereka, mencari kata-kata baru ketika mereka dihadapkan pada kepiawaian membaca sebuah buku. Demikian pula, seorang profesional di bidang komputer yang berpengalaman dapat mempertimbangkan kemampuan dirinya untuk dapat mengajar (yaitu untuk mempelajari program-program baru dengan terbiasa atau mengerjakan tugas-tugas seperti yang ditemui) sehingga dikatagorikan melek komputer. Dalam wacana umum, melek komputer sering berkonotasi sedikit lebih dari kemampuan untuk menggunakan beberapa aplikasi yang sangat spesifik (seperti Aplikasi Pengolah Kata, Aplikasi browser, dan Aplikasi client) tertentu yang didefinisikan dengan baik untuk mengerjakan tugas sederhana, yang sebagian besar telah dihafalkan di luar kepala. Hal ini dapat dianalogikan dengan seorang anak yang mengklaim bahwa mereka bisa membaca karena mereka telah menghafal beberapa buku anak-anak kecil. Dalam kenyataannya masalah dapat muncul ketika istilah melek komputer secara pribadi kemudian menjumpai sebuah program baru untuk pertama kalinya, dan secara serius mengerjakan dengan sungguh-sungguh terhadap penyelesaian program yang sedang dihadapi. Menjadi melek dan profesional dapat diartikan sebagai hal yang bermakna sama. D. Literasi Digital Disetiap negara memiliki definisi literasi digital yang berbeda-beda karena menyangkut sistem kebijakan dan kemajuan teknologinya, akan tetapi pada dasarnya memiliki konsep dasar yang sama yaitu kemampun dalam menggunakan dan memahami pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi misalnya dalam mendukung dunia pendidikan dan ekonomi. Definsi tentang literasi digital masih dianggap belum final. Dalam artian masih terus akan ada pengembangan-pengembangan kedepannya. Definisi literasi digital itu bermacam-macam. Dalam hal ini dari definisi, istilah sering saling dipertukarkan; misalnya, 'melek', 'kelancaran' dan 'kompetensi' semua dapat digunakan untuk menggambarkan kemampuan untuk mengarahkan jalan melalui lingkungan digital dan informasi untuk menemukan, mengevaluasi, dan menerima atau menolak informasi (Fieldhouse & Nicholas, 2008 dalam Douglas Alan Jonathan Belshaw, 2011). Salah tokoh yang mempopulerkan istilah literasi digital adalah Paul Gilster (dalam Murad, 2015) yang menerbitkan bukunya pada tahun 1997 dengan judul Digital Literacy. Menurut Paul Gilster (2007) dikutip Seung-Hyun Lee (2014) literasi digital adalah kemampuan untuk memahami dan menggunakan informasi dalam banyak format dari berbagai sumber ketika itu disajikan melalui komputer. Sedangkan menurut Deakin University s Graduate Learning Outcome 3 (DU GLO3), literasi digital adalah pemanfaatan teknologi untuk menemukan, menggunakan dan menyebarluaskan informasi dalam dunia digital. Literasi digital juga di definisikan sebagai kemampuan untuk memahami, menganalisis, menilai, mengatur dan mengevaluasi informasi dengan menggunakan teknologi digital. Ini artinya mengetahui tentang berbagai teknologi dan memahami bagaimana menggunakannya, serta memiliki kesadaran dampaknya terhadap individu dan masyarakat. Literasi digital memberdayakan individu untuk berkomunikasi dengan orang lain, bekerja lebih efektif, dan peningkatan produktivitas seseorang, terutama dengan orang-orang yang memiliki keterampilan dan tingkat kemampuan yang sama (Martin, 2008 dalam Soheila Mohammadyari & Harminder Singh, 2015). Sementara itu Commmon Sense Media (2009) menyinggung bahwa literasi digital itu mencakup tiga kemampuan yaitu kompetensi pemanfaatan teknologi, memaknai dan memahami konten digital serta menilai kredibilitasnya juga bagaimana membuat, meneliti dan mengkomunikasikan dengan alat yang tepat. Modul Pendidikan & Latihan Profesi Guru PSG Rayon Universitas Negeri Makassar P a g e 65

88 Literasi digital itu bukan hanya sekedar kemampuan mencari, menggunakan dan menyebarkan informasi akan tetapi, diperlukan kemampuan dalam membuat informasi dan evaluasi kritis, ketepatan aplikasi yang digunakan dan pemahaman mendalam dari isi informasi yang terkandung dalam konten digital tersebut. Disisi lain literasi digital mencakup tanggung jawab dari setiap penyebaran informasi yang dilakukannya karena menyangkut dampaknya terhadap masyarakat. 1. Manfaat Literasi Digital Literasi digital memiliki manfaat yang penting bagi setiap individu bahkan dalam beberapa kasus literasi digital dapat mempengaruhi kinerja organisasi. Survey yang pernah dilakukan BCS, The Chartered Institute for IT menunjukan 90% pemilik perusahaan itu menganggap bahwa literasi digital bagi karyawan itu sangat bermanfaat bagi organisasi atau perusahaan karena saat ini hampir semua pekerjaan bergantung beberapa aspek teknologi. Menurut Brian Wright (2015) dalam infographics yang berjudul Top 10 Benefits of Digital Literacy: Why You Should Care About Technology, bahwa ada 10 manfaat penting dari adanya literasi digital yaitu menghemat waktu, belajar lebih cepat, menghemat uang, membuat lebih aman, senantiasa memperoleh informasi terkini, selalu terhubung, membuat keputusan yang lebih baik, dapat membuat anda bekerja, membuat lebih bahagia, dan dapat mempengaruhi dunia. a. Menghemat waktu Seorang pelajar atau mahasiswa yang mendapatkan tugas dari guru atau dosennya, maka ia akan mengetahui sumber-sumber informasi terpercaya yang dapat dijadikan referensi untuk keperluan tugasnya. Waktu akan lebih berharga karena dalam usaha pencarian dan menemukan informasi itu menjadi lebih mudah. Dalam beberapa kasus pelayanan online juga akan menghemat waktu yang digunakan karena tidak harus mengunjungi langsung ke tempat layanannya. b. Belajar lebih cepat Pada kasus ini misalnya seorang pelajar yang harus mencari definisi atau istilah kata-kata penting misalnya di glosarium. Dibandingkan dengan mencari referensi yang berbentuk cetak, maka akan lebih cepat dengan memanfaatkan sebuah aplikasi khusus glosarium yang berisi istilah-istilah penting. c. Menghemat uang Saat ini banyak aplikasi khusus yang berisi tentang perbandingan diskon sebuah produk. Bagi seseorang yang bisa memanfaatkan aplikasi tersebut, maka ini bisa menghemat pengeluaran ketika akan melakukan pembelian online di internet. d. Membuat lebih aman Sumber informasi yang tersedia dan bernilai di internet jumlahnya sangat banyak. Ini bisa menjadi referensi ketika mengetahui dengan tepat sesuai kebutuhannya. Sebagai contoh ketika seseorang akan pergi ke luar negeri, maka akan merasa aman apabila membaca berbagai macam informasi khusus tentang negara yang akan dikunjungi itu. e. Selalu memperoleh informasi terkini Kehadiran apps terpercaya akan membuat seseorang akan selalu memperoleh informasi baru. f. Selalu terhubung Mampu menggunakan beberapa aplikasi yang dikhususkan untuk proses komunikasi, maka akan membuat orang akan selalu terhubung. Dalam hal-hal yang bersifat penting dan mendesak, maka ini akan memberikan manfaat tersendiri. g. Membuat keputusan yang lebih baik Literasi digital membuat indvidu dapat membuat keputusan yang lebih baik karena ia memungkinkan mampu untuk mencari informasi, mempelajari, menganalisis dan membandingkannya Modul Pendidikan & Latihan Profesi Guru PSG Rayon Universitas Negeri Makassar P a g e 66

89 kapan saja. Jika Individu mampu membuat keputusan hingga bertindak, maka sebenarnya ia telah memperoleh informasi yang bernilai. Ida Fajar Priyanto (2013) mengatakan secara umum, informasi dipandang bernilai jika informasi tersebut mempengaruhi penerima untuk membuat keputusan untuk bertindak. h. Dapat membuat anda bekerja Kebanyakan pekerjaan saat ini membutuhkan beberapa bentuk keterampilan komputer. Dengan literasi digital, maka ini dapat membantu pekerjaan sehari-hari terutama yang berkaitan dengan pemanfaatan komputer misalnya penggunaan Microsoft Word, Power Point atau bahkan aplikasi manajemen dokumen ilmiah seperti Mendelay dan Zetero. i. Membuat lebih bahagia Dalam pandangan Brian Wright, di internet banyak sekali berisi konten-konten seperti gambar atau video yang bersifat menghibur. Oleh karenanya, dengan mengaksesnya bisa berpengaruh terhadap kebahagiaan seseorang. j. Mempengaruhi dunia Di internet tersedia tulisan-tulisan yang dapat mempengaruhi pemikiran para pembacanya. Dengan penyebaran tulisan melalui media yang tepat akan memberikan kontribusi terhadap perkembangan dan perubahan dinamika kehidupan sosial. Dalam lingkup yang lebih makro, sumbangsih pemikiran seseorang yang tersebar melalui internet itu merupakan bentuk manifestasi yang dapat mempengaruhi kehidupan dunia yang lebih baik pada masa yang akan datang. 2. Elemen Penting Literasi Digital Elemen penting literasi digital adalah menyangkut kemampuan apa saja yang harus dikuasai dalam pemanfaatan tekonologi informasi dan komunikasi. Steve Wheeler (2012) dalam Murad (2015) dalam tulisannya yang berjudul Digital Literacies For Engagement In Emerging Online Cultures, mengidentifikasi ada sembilan elemen penting dalam dunia litersi digital seperti social networking, transliteracy, maintaining privacy, managing identity, creating content, organising and sharing content, reusing/repurposing content, filtering and selecting content, serta self broadcasting. a. Social Networking Kehadiran situs jejaring sosial adalah salah satu contoh yang ada dalam social networking atau kehidupan sosial online. Kini tiap individu yang terlibat dalam kehidupan sosial online akan selalu dihadapkan adanya layanan tersebut. Seseorang yang memiliki smartphone dapat dipastikan memiliki banyak akun jejaring sosial misalnya Facebook, Twitter, Linkedin, Path, Instagram, Pinterest, ataupun Google+. Memanfaatkan layanan situs jejaring sosial perlu selektif dan kehati-hatian. Pengetahuan pemetaan penggunaan situs jejaring sosial berdasarkan fungsinya tentu akan lebih baik. Sebagai contoh mereka yang bergelut dalam dunia akademik bisa memanfaatkan Linkedln yang dapat mendukung hubungan antar peneliti di dunia. Keterampilan memanfaatkan fitur-fitur yang ditawarkan setiap situs jejaring sosialpun berbeda. Untuk itu, perlu mengetahui sekaligus menguasai fungsi-fungsi dasar dari setiap fitur yang ada. Disisi lain etika pemanfaatan situs jejaring sosial juga tidak luput dari perhatian. Literasi digital memberikan jalan bagaimana seharusnya berjejaring sosial yang baik itu. b. Transliteracy Transliteracy diartikan sebagai kemampuan memanfaatkan segala platform yang berbeda khususnya untuk membuat konten, mengumpulkan, membagikan hingga mengkomunikasikan melalui berbagai media sosial, grup diskusi, smartphone dan berbagai layanan online yang tersedia. Modul Pendidikan & Latihan Profesi Guru PSG Rayon Universitas Negeri Makassar P a g e 67

90 c. Maintaining Privacy Hal penting dalam literasi digital adalah tentang maintaining privacy atau menjaga privasi dalam dunia online. Memahami dari segala jenis cybercrime seperti pencurian online lewat kartu kredit (carding), mengenal ciri-ciri situs palsu (phishing), penipuan via dan lain sebagainya. Menampilkan identitas online hanya seperlunya saja untuk menghindari sesuatu hal yang tidak di inginkan. d. Managing Digital Identity Managing digital identity berkaitan dengan bagaimana cara menggunakan identitas yang tepat diberbagai jaringan sosial dan platform lainya. e. Creating Content Creating content atau berkaitan dengan suatu ketrampilan tentang bagaimana caranya membuat konten di berbagai aplikasi online dan platform misalnya di PowToon, Prezi, blog, forum, dan wikis. Selain itu mencakup kemampuan menggunakan berbagai platform e-learning. f. Organising and Sharing Content Organising and sharing content adalah mengatur dan berbagi konten informasi agar lebih mudah tersebarkan. Misalnya pada pemanfaatan situs social bookmarking memudahkan penyebaran informasi yang bisa diakses oleh banyak pengguna di internet. g. Reusing/repurposing Content Mampu bagaimana membuat konten dari berbagai jenis informasi yang tersedia hingga menghasilkan konten baru dan dapat dipergunakan kembali untuk berbagai kebutuhan. Misalnya seorang guru yang membuat konten tentang mata pelajaran tertentu dengan lisensi creative common. Kemudian konten tersebut di unggah di website Slideshare sehingga akan banyak yang mengunduhnya. Lalu konten tersebut bisa digunakan oleh orang lain yang membutuhkan dengan menambahkan informasi atau pengetahuan baru agar lebih lengkap sesuai kebutuhannya. h. Filtering and Selecting Content Kemampuan mencari, menyaring dan memilih informasi dengan tepat sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan misalnya lewat berbagai mesin pencari di internet. 9. Self Broadcasting Self broadcasting bertujuan untuk membagikan ide-ide menarik atau gagasan pribadi dan konten multimedia misalnya melalui blog, forum atau wikis. Hal tersebut adalah bentuk partisipasi dalam masyarakat sosial online. E. Literasi Internet Internet merupakan sebuah jaringan komunikasi tanpa batas yang melibatkan jutaan komputer pribadi (Personal Komputer) yang tersebar diseluruh dunia. Dengan menggunakan Transmisison Control Protocol (TCP) dan didukung dengan media komunikasi seperti satelit, telephon, dan paket radio, internet memungkinkan terjadinya komunikasi antar komputer dengan jarak yang tidak terbatas. Jaringan internet juga memungkinkan untuk melakukan konferensi dari beberapa orang yang letaknya berjauhan. Mereka yang hadir dalam konferensi tersebut cukup menghadap ke layar komputer dan mereka dapat melakukan interaksi satu sama lain (Budi Sutedjo Dharma Oetomo, 2003). Jaringan komputer dibagi dalam 3 jenis yaitu LAN (Local Area Network), MAN (Metropolitan Area Network) dan WAN (Wide Area Networks). Internet merupakan salah satu kelompok jaringan komputer berdasarkan cakupan (jarak) dimana internet merupakan gabungan dari beberapa WAN di planet bumi ini sehingga menghasilkan suatu jaringan komputer global yang dinamakan internet. Literasi internet menyangkut kemampuan untuk menggunakan pengetahuan teoritis dan praktis tentang internet sebagai media komunikasi dan pengambilan informasi. Literasi internet berkaitan erat Modul Pendidikan & Latihan Profesi Guru PSG Rayon Universitas Negeri Makassar P a g e 68

91 dengan literasi informasi, literasi komputer, dan literasi digital. Perangkat yang digunakan dalam literasi internet merupakan perangkat computer yang mana merupakan perangkat digital. Lebih jauh lagi Indrajit (2005) menjelaskan bahwa ketika berkembang secara pesat, istilah internet literacy pun lahir dengan sendirinya, yaitu kemampuan untuk menggunakan pengetahuan internet sebagai media komunikasi dan temu kembali informasi secara teori dan praktis. Berdasarkan bahasan-bahasan mengenai literasi TIK di atas, dapat dirangkum dalam gamber diagram sebagai berikut: Modul Pendidikan & Latihan Profesi Guru PSG Rayon Universitas Negeri Makassar P a g e 69

92 BAB VII ETIKA PROFESI Topik ini berkaitan dengan etika profesi guru. Materi sajian terutama berkaitan dengan esensi etika profesi guru dalam pelaksanaan proses pendidikan dan pembelajaran secara profesional, baik di kelas, di luar kelas, maupun di masyarakat. Peserta PLPG diminta mengikuti materi pembelajaran secara individual, melaksanakan diskusi kelompok, menelaah kasus, membaca regulasi yang terkait, menjawab soal latihan, dan melakukan refleksi. A. Profesi Guru sebagai Panggilan Jiwa Sebelum era sekarang, telah lama profesi guru di Indonesia dipersepsi oleh masyarakat sebagai profesi kelas dua. Idealnya, pilihan seseorang untuk menjadi guru adalah panggilan jiwa untuk memberikan pengabdian pada sesama manusia dengan mendidik, mengajar, membimbing, dan melatih, yang diwujudkan melalui proses belajar-mengajar serta pemberian bimbingan dan pengarahan kepada siswa agar mencapai kedewasaan masing-masing. Dalam kenyataannya, menjadi guru tidak cukup sekadar untuk memenuhi panggilan jiwa, tetapi juga memerlukan seperangkat keterampilan dan kemampuan khusus. Guru adalah profesi yang terhormat. Howard M. Vollmer dan Donald L. Mills (1966) mengatakan bahwa profesi adalah sebuah jabatan yang memerlukan kemampuan intelektual khusus, yang diperoleh melalui kegiatan belajar dan pelatihan yang bertujuan untuk menguasai keterampilan atau keahlian dalam melayani atau memberikan advis pada orang lain, dengan memperoleh upah atau gaji dalam jumlah tertentu. Guru profesional memiliki arena khusus untuk berbagi minat, tujuan, dan nilai-nilai profesional serta kemanusiaan mereka. Dengan sikap dan sifat semacam itu, guru profesional memiliki kemampuan melakukan profesionalisasi secara terus-menerus, memotivasi-diri, mendisiplinkan dan meregulasi diri, mengevaluasi-diri, kesadaran-diri, mengembangkan-diri, berempati, menjalin hubungan yang efektif. Guru profesional adalah pembelajar sejati dan menjunjung tinggi kode etik dalam bekerja. Menurut Danim (2010) secara akademik guru profesional bercirikan seperti berikut ini. 1. Mumpuni kemampuan profesionalnya dan siap diuji atas kemampuannya itu. 2. Memiliki kemampuan berintegrasi antarguru dan kelompok lain yang seprofesi dengan mereka melalui kontrak dan aliansi sosial. 3. Melepaskan diri dari belenggu kekuasaan birokrasi, tanpa menghilangkan makna etika kerja dan tata santun berhubunngan dengan atasannya. 4. Memiliki rencana dan program pribadi untuk meningkatkan kompetensi, dan gemar melibatkan diri secara individual atau kelompok seminat untuk merangsang pertumbuhan diri. 5. Berani dan mampu memberikan masukan kepada semua pihak dalam rangka perbaikan mutu dan pembelajaran, termasuk dalam penyusunan kebijakan bidang pendidikan. 6. Siap bekerja secara tanpa diatur, karena sudah bisa mengatur dan mendisiplinkan dirinya. 7. Siap bekerja tanpa diseru atau diancam, karena sudah bisa memotivasi dan mengatur dirinya. 8. Secara rutin melakukan evaluasi-diri untuk mendapatkan umpan balik demi perbaikan-diri. 9. Memiliki empati yang kuat. 10. Mampu berkomunikasi secara efektif dengan siswa, kolega, komunitas sekolah, dan masyarakat. 11. Menunjung tinggi etika kerja dan kaidah-kaidah hubungan kerja. 12. Menunjung tinggi Kode Etik organisasi tempatnya bernaung. Modul Pendidikan & Latihan Profesi Guru PSG Rayon Universitas Negeri Makassar P a g e 70

93 13.Memiliki kesetiaan (loyalty) dan kepercayaan (trust), dalam makna tersebut mengakui dengan orang lain dan tidak mementingkan diri sendiri. 14.Adanya kebebasan diri dalam beraktualisasi melalui kegiatan lembaga-lembaga sosial dengan berbagai ragam perspektif. Dari sisi pandang lain, dapat dijelaskan bahwa suatu profesi mempunyai seperangkat elemen inti yang membedakannya dengan pekerjaan lainnya. Seseorang penyandang profesi dapat disebut profesional manakala elemen-elemen inti itu sudah menjadi bagian integral dari kehidupannya. Danim (2010) merangkum beberapa hasil studi para ahli mengenai sifat-sifat atau karakteristik- karakteristik profesi seperti berikut ini. a. Kemampuan intelektual yang diperoleh melalui pendidikan. Pendidikan dimaksud adalah jenjang pendidikan tinggi. Termasuk dalam kerangka ini, pelatihan-pelatihan khusus yang berkaitan dengan keilmuan yang dimiliki oleh seorang penyandang profesi. b. Memiliki pengetahuan spesialisasi. Pengetahuan spesialisasi adalah sebuah kekhususan penguasaan bidang keilmuan tertentu. Siapa saja bisa menjadi guru, akan tetapi guru yang sesungguhnya memiliki spesialisasi bidang studi (subject matter) dan penguasaan metodologi pembelajaran. c. Memiliki pengetahuan praktis yang dapat digunakan langsung oleh orang lain atau klien. Pengetahuan khusus itu bersifat aplikatif, dimana aplikasi didasari atas kerangka teori yang jelas dan teruji. Makin spesialis seseorang, makin mendalam pengetahuannya di bidang itu, dan makin akurat pula layanannya kepada klien. Dokter umum, misalnya, berbeda pengetahuan teoritis dan pengalaman praktisnya dengan dokter spesialis. Seorang guru besar idealnya berbeda pengetahuan teoritis dan praktisnya dibandingkan dengan dosen atau tenaga akademik biasa. d. Memiliki teknik kerja yang dapat dikomunikasikan atau communicable. Seorang guru harus mampu berkomunikasi sebagai guru, dalam makna apa yang disampaikannya dapat dipahami oleh peserta didik. e. Memiliki kapasitas mengorganisasikan kerja secara mandiri atau self-organization. Istilah mandiri di sini berarti kewenangan akademiknya melekat pada dirinya. Pekerjaan yang dia lakukan dapat dikelola sendiri, tanpa bantuan orang lain, meski tidak berarti menafikan bantuan atau mereduksi semangat kolegialitas. f. Mementingkan kepentingan orang lain (altruism). Seorang guru harus siap memberikan layanan kepada anak didiknya pada saat bantuan itu diperlukan, apakah di kelas, di lingkungan sekolah, bahkan di luar sekolah. Di dunia kedokteran, seorang dokter harus siap memberikan bantuan, baik dalam keadaan normal, emergensi, maupun kebetulan, bahkan saat dia sedang istirahat sekalipun. g. Memiliki kode etik. Kode etik ini merupakan norma-norma yang mengikat guru dalam bekerja. h. Memiliki sanksi dan tanggungjawab komunita. Manakala terjadi malpraktik, seorang guru harus siap menerima sanksi pidana, sanksi dari masyarakat, atau sanksi dari atasannya. Ketika bekerja, guru harus memiliki tanggungjawab kepada komunita, terutama anak didiknya. Replika tanggungjawab ini menjelma dalam bentuk disiplin mengajar, disiplin dalam melaksanakan segala sesuatu yang berkaitan dengan tugas-tugas pembelajaran. i. Mempunyai sistem upah. Sistem upah yang dimaksudkan di sini adalah standar gaji. Di dunia kedokteran, sistem upah dapat pula diberi makna sebagai tarif yang ditetapkan dan harus dibayar oleh orang-orang yang menerima jasa layanan darinya. j. Budaya profesional. Budaya profesi, bisa berupa penggunaan simbol-simbol yang berbeda dengan simbol-simbol untuk profesi lain. Modul Pendidikan & Latihan Profesi Guru PSG Rayon Universitas Negeri Makassar P a g e 71

94 B. Definisi Berbicara mengenai Kode Etik Guru dan etika profesi guru dengan segala dimensinya tidak terlepas dengan dimensi organisasi atau asosiasi profesi guru dan kewenangannya, Kode Etik Gutu itu sendiri, Dewan Kehormatan Guru, pembinaan etika profesi guru, dan lain-lain. Oleh karena itu, beberapa frasa yang terkait dengan ini perlu didefinisikan. 1. Organisasi atau asosiasi profesi guru adalah perkumpulan yang berbadan hukum yang didirikan dan diurus oleh guru atau penyandang profesi sejenis untuk mengembangkan profesionalitas anggotanya. 2. Kewenangan organisasi atau asosiasi profesi guru adalah kekuatan legal yang dimilikinya dalam menetapkan dan menegakkan kode etik guru, melakukan pembinaan dan pengembangan profesi guru, dan memajukan pendidikan nasional. 3. Kode Etik Guru adalah norma dan asas yang disepakati dan diterima oleh guru-guru Indonesia sebagai pedoman sikap dan perilaku dalam melaksanakan tugas profesi sebagai pendidik, anggota masyarakat, dan warga negara. 4. Dewan Kehormatan Guru adalah perangkat kelengkapan organisasi atau asosiasi profesi guru yang dibentuk untuk menjalankan tugas dalam memberikan saran, pendapat, pertimbangan, penilaian, penegakkan, dan pelanggaran disiplin organisasi dan etika profesi guru. 5. Pedoman sikap dan perilaku adalah nilai-nilai moral yang membedakan perilaku guru yang baik dan buruk, yang boleh dan tidak boleh dilaksanakan selama menunaikan tugas-tugas profesionalnya untuk mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik, serta pergaulan sehari-hari di dalam dan di luar sekolah. 6. Pembinaan etika profesi adalah proses kerja yang dilakukan secara sistematis untuk menciptakan kondisi agar guru berbuat sesuai dengan norma-norma yang dibolehkan dan menghindari normanorma yang dilarang dalam proses pendidikan dan pembelajaran di sekolah, serta menjalani kehidupan di masyarakat. C. Guru dan Keanggotaan Organisasi Profesi Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mengamanatkan bahwa guru wajib menjadi anggota organisasi atau asosiasi profesi. Pembentukan organisasi atau asosiasi profesi dimaksud dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Konsekuensi logis dari amanat UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, bahwa guru wajib: 1. Menjadi anggota organisasi atau asosiasi profesi sesuai dengan peraturan perundang-undangan 2. Menjunjung tinggi nama dan kehormatan organisasi serta Kode Etik Guru dan Ikrar atau Janji Guru yang ditetapkan oleh organisasi atau asosiasinya masing-masing. 3. Mematuhi Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, serta peraturan-peraturan dan disiplin yang ditetapkan oleh organisasi atau asosiasinya masing-masing. 4. Melaksanakan program organisasi atau asosiasi profesi guru secara aktif. 5. Memiliki nomor registrasi sebagai anggota organisasi atau asosiasi profesi guru dimana dia terdaftar sebagai anggota. 6. Memiliki Kartu Anggota organisasi atau asosiasi profesi dimana dia terdaftar sebagai anggota. 7. Mematuhi peraturan dan disiplin organisasi atau asosiasi profesi dimana dia terdaftar sebagai anggota. 8. Melaksanakan program, tugas, serta misi organisasi atau asosiasi profesi dimana dia terdaftar sebagai anggota. 9. Guru yang belum menjadi anggota organisasi atau asosiasi profesi guru harus memilih organisasi atau asosiasi profesi guru yang pembentukannya sesuai dengan peraturan perundangundangan. Modul Pendidikan & Latihan Profesi Guru PSG Rayon Universitas Negeri Makassar P a g e 72

95 D. Esensi Kode Etik dan Etika Profesi Guru Indonesia harus menyadari bahwa jabatan guru adalah suatu profesi yang terhormat, terlindungi, bermartabat, dan mulia. Karena itu, ketika bekerja mereka harus menjunjung tinggi etika profesi. Mereka mengabdikan diri dan berbakti untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia serta menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil, makmur, dan beradab. Guru Indonesia selalu tampil secara profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Mereka memiliki kehandalan yang tinggi sebagai sumber daya utama untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Penyandang profesu guru adalah insan yang layak ditiru dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, khususnya oleh peserta didik. Dalam melaksankan tugas, mereka harus berpegang teguh pada prinsip ing ngarso sung tulodho, ing madya mangun karso, tut wuri handayani. Untuk itu, pihak-pihak yang berkepentingan selayaknya tidak mengabaikan peranan guru dan profesinya, agar bangsa dan negara dapat tumbuh sejajar dengan dengan bangsa lain di Negara maju, baik pada masa sekarang maupun masa yang akan datang. Dalam melaksanakan tugas profesinya, guru Indonesia menyadari sepenuhnya bahwa perlu ditetapkan Kode Etik Guru Indonesia (KEGI) sebagai pedoman bersikap dan berperilaku yang mengejewantah dalam bentuk nilai-nilai moral dan etika dalam jabatan guru sebagai pendidik puteraputeri bangsa. Kegiatan yang tercermin dalam tindakan nyata itulah yang disebut etika profesi atau menjalankan profesi secara beretika. Di Indonesia, guru dan organisasi profesi guru bertanggungjawab atas pelaksanaan KEGI. Kode Etik harus mengintegral pada perilaku guru. Disamping itu, guru dan organisasi guru berkewajiban mensosialisasikan Kode Etik dimaksud kepada rekan sejawat, penyelenggara pendidikan, masyarakat, dan pemerintah. Bagi guru, Kode Etik tidak boleh dilanggar, baik sengaja maupun tidak. Dengan demikian, sebagai tenaga profesional, guru bekerja dipandu oleh Kode Etik. Kode Etik profesi guru dirumuskan dan disepakati oleh organisasi atau asosiasi profesi guru. Kode Etik dimaksud merupakan standar etika kerja bagi penyandang profesi guru. Di dalam UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen disebutkan bahwa Guru membentuk organisasi atau asosiasi profesi yang bersifat independen. Organisasi atau asosiasi profesi guru berfungsi untuk memajukan profesi, meningkatkan kompetensi, karier, wawasan kependidikan, perlindungan profesi, kesejahteraan, dan pengabdian kepada masyarakat. Sejalan dengan itu UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mengamanatkan bahwa guru wajib menjadi anggota organisasi atau asosiasi profesi. Pembentukan organisasi atau asosiasi profesi dimaksud dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pada sisi lain UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mengamanatkan bahwa untuk menjaga dan meningkatkan kehormatan dan martabat guru dalam pelaksanaan tugas keprofesian, organisasi atau asosiasi profesi guru membentuk Kode Etik. Kode Etik dimaksud berisi norma dan etika yang mengikat perilaku guru dalam pelaksanaan tugas keprofesian. Modul Pendidikan & Latihan Profesi Guru PSG Rayon Universitas Negeri Makassar P a g e 73

96 E. Rumusan Kode Etik Guru Indonesia Ketika melaksanakan tugas profesinya, guru Indonesia harus menyadari sepenuhnya, bahwa Kode Etik Guru (KEG), Kode Etik Guru Indonesia (KEGI), atau nama lain sesuai dengan yang disepakati oleh organisasi atau asosiasi profesi guru, merupakan pedoman bersikap dan berperilaku yang mengejewantah dalam bentuk nilai-nilai moral dan etika jabatan guru. Dengan demikian, guru harus menyadari bahwa jabatan mereka merupakan suatu profesi yang terhormat, terlindungi, bermartabat, dan mulia. Di sinilah esensi bahwa guru harus mampu memahami, menghayati, mengamalkan, dan menegakkan Kode Etik Guru dalam menjalankan tugas-tugas profesional dan menjalani kehidupan di masyarakat. Ketaatasasan guru pada Kode Etik akan mendorong mereka berperilaku sesuai dengan norma- norma yang dibolehkan dan menghindari norma-norma yang dilarang oleh etika profesi yang ditetapkan oleh organisasi atau asosiasi profesinya selama menjalankan tugas-tugas profesional dan kehidupan sebagai warga negara dan anggota masyarakat. Dengan demikian, aktualisasi diri guru dalam melaksanakan proses pendidikan dan pembelajaran secara profesional, bermartabat, dan beretika akan terwujud. Dampak ikutannya adalah, proses pendidikan dan pembelajaran yang memenuhi kriteria edukatif berjalan secara efektif dan efisien di sekolah. Kode Etik Guru dibuat oleh organisasi atau asosiasi profesi guru. Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), misalnya, telah membuat Kode Etik Guru yang disebut dengan Kode Etik Guru Indonesia (KEGI). KEGI ini merupakan hasil Konferensi Pusat PGRI Nomor V/Konpus II/XIX/2006 tanggal 25 Maret 2006 di Jakarta yang disahkan pada Kongres XX PGRI No. 07/Kongres/XX/PGRI/2008 tanggal 3 Juli 2008 di Palembang. KEGI ini dapat menjadi Kode Etik tunggal bagi setiap orang yang menyandang profesi guru di Indonesia atau menjadi referensi bagi organisasi atau asosiasi profesi guru selain PGRI untuk merumuskan Kode Etik bagi anggotanya. KEGI versi PGRI seperti disebutkan di atas telah diterbitkan Departemen Pendidikan Nasional (sekarang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan) bersama Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB-PGRI) tahun Dalam kata pengantar penerbitan publikasi KEGI dari pihak kementerian disebutkan bahwa semua guru di Indonesia dapat memahami, menginternalisasi, dan menunjukkan perilaku keseharian sesuai dengan norma dan etika yang tertuang dalam KEGI ini. Berikut ini disajikan substansi esensial dari KEGI yang ditetapkan oleh PGRI sebagaimana dimaksud. Sangat mungkin beberapa organisasi atau asosiasi profesi guru selain PGRI telah memuat rumusan Kode Etik Guru yang sudah disepakati. Kalau memang demikian, itu pun selayaknya menjadi acuan guru dalam menjalankan tugas keprofesian. 1. Hubungan Guru dengan Peserta Didik a. Guru berperilaku secara profesional dalam melaksanakan tugas mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, serta mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran. b. Guru membimbing peserta didik untuk memahami, menghayati, dan mengamalkan hak-hak dan kewajibannya sebagai individu, warga sekolah, dan anggota masyarakat. c. Guru mengakui bahwa setiap peserta didik memiliki karakteristik secara individual dan masing-masingnya berhak atas layanan pembelajaran. d. Guru menghimpun informasi tentang peserta didik dan menggunakannya untuk kepentingan proses kependidikan. e. Guru secara perseorangan atau bersama-sama secara terus-menerus harus berusaha menciptakan, memelihara, dan mengembangkan suasana sekolah yang menyenangkan sebagai lingkungan belajar yang efektif dan efisien bagi peserta didik. Modul Pendidikan & Latihan Profesi Guru PSG Rayon Universitas Negeri Makassar P a g e 74

97 f. Guru menjalin hubungan dengan peserta didik yang dilandasi rasa kasih sayang dan menghindarkan diri dari tindak kekerasan fisik yang di luar batas kaidah pendidikan. g. Guru berusaha secara manusiawi untuk mencegah setiap gangguan yang dapat mempengaruhi perkembangan negatif bagi peserta didik. h. Guru secara langsung mencurahkan usaha-usaha profesionalnya untuk membantu peserta didik dalam mengembangkan keseluruhan kepribadiannya, termasuk kemampuannya untuk berkarya. i. Guru menjunjung tinggi harga diri, integritas, dan tidak sekali-kali merendahkan martabat peserta didiknya. j. Guru bertindak dan memandang semua tindakan peserta didiknya secara adil. k. Guru berperilaku taat asas kepada hukum dan menjunjung tinggi kebutuhan dan hak-hak peserta didiknya. l. Guru terpanggil hati nurani dan moralnya untuk secara tekun dan penuh perhatian bagi pertumbuhan dan perkembangan peserta didiknya. m. Guru membuat usaha-usaha yang rasional untuk melindungi peserta didiknya dari kondisikondisi yang menghambat proses belajar, menimbulkan gangguan kesehatan, dan keamanan. n. Guru tidak boleh membuka rahasia pribadi peserta didiknya untuk alasan-alasan yang tidak ada kaitannya dengan kepentingan pendidikan, hukum, kesehatan, dan kemanusiaan. o Guru tidak boleh menggunakan hubungan dan tindakan profesionalnya kepada peserta didik dengan cara-cara yang melanggar norma sosial, kebudayaan, moral, dan agama. p. Guru tidak boleh menggunakan hubungan dan tindakan profesional dengan peserta didiknya untuk memperoleh keuntungan-keuntungan pribadi. 2. Hubungan Guru dengan Orangtua/Wali Siswa a. Guru berusaha membina hubungan kerjasama yang efektif dan efisien dengan orangtua/wali siswa dalam melaksanakan proses pendidikan. b. Guru memberikan informasi kepada orangtua/wali secara jujur dan objektif mengenai perkembangan peserta didik. c. Guru merahasiakan informasi setiap peserta didik kepada orang lain yang bukan orangtua/walinya. d. Guru memotivasi orangtua/wali siswa untuk beradaptasi dan berpartisipasi dalam memajukan dan meningkatkan kualitas pendidikan. e. Guru bekomunikasi secara baik dengan orangtua/wali siswa mengenai kondisi dan kemajuan peserta didik dan proses kependidikan pada umumnya. f. Guru menjunjung tinggi hak orangtua/wali siswa untuk berkonsultasi denganya berkaitan dengan kesejahteraan, kemajuan, dan cita-cita anak atau anak-anak akan pendidikan. g. Guru tidak boleh melakukan hubungan dan tindakan profesional dengan orangtua/wali siswa untuk memperoleh keuntungan-keuntungan pribadi. 3. Hubungan Guru dengan Masyarakat a. Guru menjalin komunikasi dan kerjasama yang harmonis, efektif, dan efisien dengan masyarakat untuk memajukan dan mengembangkan pendidikan. b. Guru mengakomodasikan aspirasi masyarakat dalam mengembangkan dan meningkatkan kualitas pendidikan dan pembelajaran. c. Guru peka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat. d. Guru bekerjasama secara arif dengan masyarakat untuk meningkatkan prestise dan martabat profesinya. Modul Pendidikan & Latihan Profesi Guru PSG Rayon Universitas Negeri Makassar P a g e 75

98 e. Guru melakukan semua usaha untuk secara bersama-sama dengan masyarakat berperan aktif dalam pendidikan dan meningkatkan kesejahteraan peserta didiknya. f. Guru mememberikan pandangan profesional, menjunjung tinggi nilai-nilai agama, hukum, moral, dan kemanusiaan dalam berhubungan dengan masyarakat. g. Guru tidak boleh membocorkan rahasia sejawat dan peserta didiknya kepada masyarakat. h. Guru tidak boleh menampilkan diri secara ekslusif dalam kehidupan bermasyarakat. 4. Hubungan Guru dengan Sekolah dan Rekan Sejawat a. Guru memelihara dan meningkatkan kinerja, prestasi, dan reputasi sekolah. b. Guru memotivasi diri dan rekan sejawat secara aktif dan kreatif dalam melaksanakan proses pendidikan. c. Guru menciptakan suasana sekolah yang kondusif. d. Guru menciptakan suasana kekeluargaan di didalam dan luar sekolah. e. Guru menghormati rekan sejawat. f. Guru saling membimbing antarsesama rekan sejawat. g. Guru menjunjung tinggi martabat profesionalisme dan hubungan kesejawatan dengan standar dan kearifan profesional. h. Guru dengan berbagai cara harus membantu rekan-rekan juniornya untuk tumbuh secara profesional dan memilih jenis pelatihan yang relevan dengan tuntutan profesionalitasnya. i. Guru menerima otoritas kolega seniornya untuk mengekspresikan pendapat-pendapat profesional berkaitan dengan tugas-tugas pendidikan dan pembelajaran. j. Guru membasiskan-diri pada nilai-nilai agama, moral, dan kemanusiaan dalam setiap tindakan profesional dengan sejawat. k. Guru memiliki beban moral untuk bersama-sama dengan sejawat meningkatkan keefektifan pribadi sebagai guru dalam menjalankan tugas-tugas profesional pendidikan dan pembelajaran. l. Guru mengoreksi tindakan-tindakan sejawat yang menyimpang dari kaidah-kaidah agama, moral, kemanusiaan, dan martabat profesionalnya. m. Guru tidak boleh mengeluarkan pernyataan-pernyataan keliru berkaitan dengan kualifikasi dan kompetensi sejawat atau calon sejawat. n. Guru tidak boleh melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang akan merendahkan marabat pribadi dan profesional sejawatnya. o. Guru tidak boleh mengoreksi tindakan-tindakan profesional sejawatnya atas dasar pendapat siswa atau masyarakat yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. p. Guru tidak boleh membuka rahasia pribadi sejawat kecuali untuk pertimbangan- pertimbangan yang dapat dilegalkan secara hukum. q. Guru tidak boleh menciptakan kondisi atau bertindak yang langsung atau tidak langsung akan memunculkan konflik dengan sejawat. 5. Hubungan Guru dengan Profesi a. Guru menjunjung tinggi jabatan guru sebagai sebuah profesi. b. Guru berusaha mengembangkan dan memajukan disiplin ilmu pendidikan dan bidang studi yang diajarkan. c. Guru terus menerus meningkatkan kompetensinya. d. Guru menunjung tinggi tindakan dan pertimbangan pribadi dalam menjalankan tugastugas profesional dan bertanggungjawab atas konsekuensinya. Modul Pendidikan & Latihan Profesi Guru PSG Rayon Universitas Negeri Makassar P a g e 76

99 e. Guru menerima tugas-tugas sebagai suatu bentuk tanggungjawab, inisiatif individual, dan integritas dalam tindakan-tindakan profesional lainnya. f. Guru tidak boleh melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang akan merendahkan martabat profesionalnya. g. Guru tidak boleh menerima janji, pemberian, dan pujian yang dapat mempengaruhi keputusan atau tindakan-tindakan profesionalnya. h. Guru tidak boleh mengeluarkan pendapat dengan maksud menghindari tugas-tugas dan tanggungjawab yang muncul akibat kebijakan baru di bidang pendidikan dan pembelajaran. 6. Hubungan Guru dengan Organisasi Profesi a. Guru menjadi anggota organisasi profesi guru dan berperan serta secara aktif dalam melaksanakan program-program organisasi bagi kepentingan kependidikan. b. Guru memantapkan dan memajukan organisasi profesi guru yang memberikan manfaat bagi kepentingan kependidikan. c. Guru aktif mengembangkan organisasi profesi guru agar menjadi pusat informasi dan komunikasi pendidikan untuk kepentingan guru dan masyarakat. d. Guru menunjung tinggi tindakan dan pertimbangan pribadi dalam menjalankan tugas-tugas organisasi profesi dan bertanggungjawab atas konsekuensinya. e. Guru menerima tugas-tugas organisasi profesi sebagai suatu bentuk tanggungjawab, inisiatif individual, dan integritas dalam tindakan-tindakan profesional lainnya. f. Guru tidak boleh melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang dapat merendahkan martabat dan eksistensi organisasi profesinya. g. Guru tidak boleh mengeluarkan pendapat dan bersaksi palsu untuk memperoleh keuntungan pribadi dari organisasi profesinya. h. Guru tidak boleh menyatakan keluar dari keanggotaan sebagai organisasi profesi tanpa alas an yang dapat dipertanggungjawabkan. 7. Hubungan Guru dengan Pemerintah a. Guru memiliki komitmen kuat untuk melaksanakan program pembangunan bidang pendidikan sebagaimana ditetapkan dalam UUD 1945, UU Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang- Undang Tentang Guru dan Dosen, dan ketentuan perundang-undangan lainnya. b. Guru membantu program pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan yang berbudaya. c. Guru berusaha menciptakan, memelihara dan meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD d. Guru tidak boleh menghindari kewajiban yang dibebankan oleh pemerintah atau satuan pendidikan untuk kemajuan pendidikan dan pembelajaran. e. Guru tidak boleh melakukan tindakan pribadi atau kedinasan yang berakibat pada kerugian negara. F. Pelanggaran dan Sanksi Seperti telah dijelaskan sebelumnya, Kode Etik Guru merupakan pedoman sikap dan perilaku yang bertujuan menempatkan guru sebagai profesi terhormat, mulia, dan bermartabat yang dilindungi undang-undang. Kode Etik Guru, karenanya, berfungsi sebagai seperangkat prinsip dan norma moral yang melandasi pelaksanaan tugas dan layanan profesional guru dalam hubungannya dengan peserta didik, orangtua/wali siswa, sekolah dan rekan seprofesi, organisasi atau asosiasi profesi, dan pemerintah sesuai dengan nilai-nilai agama, pendidikan, sosial, etika, dan kemanusiaan. Untuk tujuan itu, Kode Eik Guru dikembangkan atas dasar nilai-nilai dasar sebagai sumber utamanya, yaitu: (1) Modul Pendidikan & Latihan Profesi Guru PSG Rayon Universitas Negeri Makassar P a g e 77

100 agama dan Pancasila; (2) kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional; dan (3) nilai jatidiri, harkat, dan martabat manusia yang meliputi perkembangan kesehatan jasmaniah. emosional, intelektual, sosial, dan spiritual. Pada sisi lain UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mengamanatkan bahwa untuk menjaga dan meningkatkan kehormatan dan martabat guru dalam pelaksanaan tugas keprofesian, organisasi atau asosiasi profesi guru membentuk Kode Etik. Kode Etik dimaksud berisi norma dan etika yang mengikat perilaku guru dalam pelaksanaan tugas keprofesian. Setiap pelanggaran adalah perilaku menyimpang dan/atau tidak melaksanakana KEGI dan ketentuan perundangan yang berlaku yang berkaitan dengan profesi guru. Guru yang melanggar KEGI dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku pada organisasi profesi atau menurut aturan negara. Tentu saja, guru tidak secara serta-merta dapai disanksi karena tudingan melanggar Kode Etik profesinya. Pemberian sanksi itu berdasarkan atas rekomendasi objektif. Pemberian rekomendasi sanksi terhadap guru yang melakukan pelanggaran terhadap KEGI merupakan wewenang Dewan Kehormatan Guru Indonesia (DKGI). Pemberian sanksi oleh DKGI sebagaimana harus objektif, tidak diskriminatif, dan tidak bertentangan dengan anggaran dasar organisasi profesi serta peraturan perundang-undangan. Rekomendasi DKGI wajib dilaksanakan oleh organisasi profesi guru. Tentu saja, istilah wajib ini normatif sifatnya. Sanksi dimaksud merupakan upaya pembinaan kepada guru yang melakukan pelanggaran dan untuk menjaga harkat dan martabat profesi guru. Selain itu, siapapun yang mengetahui telah terjadi pelanggaran KEGI wajib melapor kepada DKGI, organisasi profesi guru, atau pejabat yang berwenang. Tentu saja, setiap pelanggar dapat melakukan pembelaan diri dengan/atau tanpa bantuan organisasi profesi guru dan/atau penasehat hukum menurut jenis pelanggaran yang dilakukan dihadapan DKGI. Latihan dan Renungan 1. Apa esensi etika profesi guru? 2. Sebutkan karakteristik utama profesi guru! 3. Mengapa guru harus memiliki komitmen terhadap Kode Etik? 4. Mengapa UU No. 14 Tahun 2005 mewajibkan guru menjadi anggota organisasi profesi? 5. Apa implikasi kewajiban menjadi anggota organisasi profesi bagi guru? 6. Apa peran DKGI dalam kerangka penegakan Kode Etik Guru? Modul Pendidikan & Latihan Profesi Guru PSG Rayon Universitas Negeri Makassar P a g e 78

101 REFLEKSI AKHIR Materi sajian pada bagian ini berupa refleksi akhir Sajian materi ini dimaksudkan sebagai penutup dan refleksi atas materi utama yang disajikan pada bab-bab sebelumnya. Oleh karena kebijakan pembinaan dan pengembangan guru senantiasa bermetamorfosis, peserta PLPG yang sudah dinyatakan lulus sekalipun diharapkan tetap mengikuti perkembangan kebijakan lanjutan. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Aktualitas fungsi pendidikan memungkinkan berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Guru memegang peranan yang sangat strategis dalam kerangka menjalankan fungsi dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional sebagaimana disebutkan di atas. Peserta didik sekarang merupakan manusia masa depan yang diharapkan mampu menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, terampil, berwatak dan berkarakter kebangsaan, serta menjadi insan agamais. Peran guru nyaris tidak bisa digantikan oleh yang lain, apalagi di dalam masyarakat yang multikultural dan multidimensional, dimana peran teknologi untuk menggantikan tugas-tugas guru masih sangat minim. Kalau pun teknologi pembelajaran tersedia mencukupi, peran guru yang sesungguhnya tidak akan tergantikan. Sejarah pendidikan di Indonesia telah mencatatkan bahwa profesi guru sebagai profesi yang disadari pentingnya dan diakui peran strategisnya bagi pembangunan masa depan bangsa. Pembinaan dan pengembangan profesi guru harus sejalan dengan kegiatan sejenis bagi tenaga kependidikan pada umumnya. Dilihat dari sisi UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, profesi guru sesungguhnya termasuk dalam spektrum profesi kependidikan itu sendiri. Frasa tenaga kependidikan ini sangat dikenal baik secara akademik maupun regulasi. Dari persepektif ketenagaan, frasa ini mencakup dua ranah, yaitu pendidik dan tenaga kependidkan. Pendidik dan tenaga kependidikan (PTK) merupakan dua jenis profesi atau pekerjaan yang saling mengisi. Pendidik, dalam hal ini guru, dengan derajat profesionalitas tingkat tinggi sekali pun nyaris tidak berdaya dalam bekerja, tanpa dukungan tenaga kependidikan. Sebaliknya, tenaga kependidikan yang profesional sekali pun tidak bisa berbuat banyak, tanpa dukungan pendidik atau guru yang profesional sebagai aktor langsung di dalam dan di luar kelas, termasuk di laboratoium sekolah. Karenanya, ketika berbicara mengenai profesi kependidikan, semua orang akan melirik pada esensi dan eksistensi PTK itu sendiri. Merujuk pada UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan, di mana di dalamnya termasuk pendidik. Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. Dengan lahirnya UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, guru yang tadinya masuk ke dalam rumpun pendidik, kini telah memiliki definisi tersendiri. Secara lebih luas tenaga kependidikan yang dimaksudkan di sini adalah sebagaimana termaktub UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, yaitu: (1) tenaga kependidikan terdiri atas tenaga pendidik, pengelola satuan pendidikan, penilik, pengawas, peneliti dan pengembang di bidang pendidikan, pustakawan, laboran, teknisi sumber belajar, dan penguji; (2) tenaga pendidik terdiri atas pembimbing, pengajar, dan pelatih; dan (3) pengelola satuan pendidikan terdiri atas kepala sekolah, direktur, ketua, rektor, dan pimpinan satuan pendidikan luar sekolah. Termasuk dalam jenis tenaga kependidikan adalah pengelola sistem pendidikan, seperti kepala kantor dinas pendidikan di tingkat Modul Pendidikan & Latihan Profesi Guru PSG Rayon Universitas Negeri Makassar P a g e 79

102 provinsi atau kabupaten/kota. Jika mau diperluas, tenaga kependidikan sesungguhnya termasuk tenaga administratif bidang pendidikan, dimana mereka berfungsi sebagai subjek yang menjalankan fungsi mendukung pelaksanaan pendidikan. Dengan demikian, secara umum tenaga kependidikan itu dapat dibedakan menjadi empat kategori yaitu: (1) tenaga pendidik, terdiri atas pembimbing, penguji, pengajar, dan pelatih; (2) tenaga fungsional kependidikan, terdiri atas penilik, pengawas, peneliti dan pengembang di bidang kependidikan, dan pustakawan; (3) tenaga teknis kependidikan, terdiri atas laboran dan teknisi sumber belajar; (4) tenaga pengelola satuan pendidikan, terdiri atas kepala sekolah, direktur, ketua, rektor, dan pimpinan satuan pendidikan luar sekolah; dan (5) tenaga lain yang mengurusi masalahmasalah manajerial atau administratif kependidikan. Dalam kaitannya dengan pembinaan dan pengembangan guru, telah muncul beberapa harapan ke depan. Pertama, perhitungan guru melalui Sensus Data Guru sangat diperlukan untuk merencanakan kebutuhan guru dan sebagai bahan pertimbangan kebijakan proyeksi pemenuhan guru di masa mendatang. Hasil perhitungan dan rencana pemenuhan guru per kabupaten/kota perlu diterbitkan secara berkala dalam bentuk buku yang dipublikasikan minimal setiap tiga tahun. Kedua, memperhitungkan keseimbangan antara penyediaan dan kebutuhan(supply and demand) atau keseimbangan antara kebutuhan guru dan produksi guru. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi kelebihan guru dan rasio guru:murid dapat di pertahankan secara efektif dan optimal. Pada kondisi riil di sekolah sebenarnya terjadi kelebihan guru sehingga guru-guru honor yang ada di sekolah merasa teraniaya/ termarjinalisasi/tak terurus. Ketiga, merealisasikan pemerataan guru yang efektif dan efisien di semua satuan pendidikan di kecamatan, kabupaten/kota, dan provinsi. Apalagi jika Surat Keputusan Bersama (SKB) 5 Menteri tentang Pemindahan Guru PNS yang masih dalam proses penyelesaian telah terbit, maka berangsurangsur akan terjadi pemerataan guru. Guru yang berlebih di satu kabupaten/kota dipindahkan ke kabupaten/kota lainnya yang kekurangan. Keempat, menghitung dengan tepat dan cermat kebutuhan fiskal negara terkait dengan agenda kesejahteraan guru yaitu pemberian tunjangan profesi guru, tunjangnan khusus, maslahat tambahan, dan lain-lain. Kelima, pengembangan karier guru pascasertifikasi. Berdasarkan Permenneg PAN dan RB Nomor 16 Tahun 2009, ada empat aktivitas pengembangan karir guru pascasertifikasi guru, yaitu: penilaian kinerja guru, peningkatan guru berkinerja rendah, pengembangan keprofesian guru berkelanjutan, dan pengembangan karier guru. Pada sisi lain, akhir-akhir ini makin kuat dorongan untuk melakukan kaji ulang atas sistem pengelolaan guru, terutama berkaitan dengan penyediaan, rekruitmen, pengangkatan dan penempatan, sistem distribusi, sertifikasi, peningkatan kualifikasi, penilaian kinerja, uji kompetensi, penghargaan dan perlindungan, kesejahteraan, pembinaan karir, pengembangan keprofesian berkelanjutan, serta pengelolaan guru di daerah khusus yang relevan dengan tuntutan kekinian dan masa depan. Untuk tujuan itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyusun masterplan pembinaan dan pengembangan profesi guru. Beranjak dari isu-isu di atas, beberapa hal berikut ini memerlukan perhatian dan priotitas utama. 1. Menindaklanjuti masterplan pembinaan dan pengembangan profesi guru. 2. Melaksanakan kesepakatan implementasi sistem manajemen guru secara komprehensif berkaitan dengan: a. Melakukan koordinasi dalam penyediaan guru dengan mempertimbangkan kebutuhan satuan pendidikan. b. Merekrut guru berdasarkan asesmen kebutuhan dan standar kompetensi yang telah ditetapkan. c. Mengangkat dan menempatkan guru berdasarkan kualifikasi akademik dan bidang keahlian yang dimilikinya sesuai dengan kebutuhan satuan pendidikan. Modul Pendidikan & Latihan Profesi Guru PSG Rayon Universitas Negeri Makassar P a g e 80

103 d. Menata dan mendistribusikan guru antarsatuan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan sebagai bagian dari kebijakan penataan guru secara nasional melalui aspek pendanaan bidang pendidikan. e. Memfasilitasi sertifikasi guru dengan menerapkan asas obyektifitas, transparan dan akuntabel. f. Memfasilitasi peningkatan kualifikasi akademik guru dengan menerapkan asas obyektifitas, transparan dan akuntabel g. Menerapkan sistem penilaian kinerja guru secara berkelanjutan sesuai dengan standar yang ditetapkan. h. Memberikan penghargaan bagi guru sesuai dengan prestasi dan dedikasinya dan memberikan perlindungan hukum, profesi, ketenagakerjaan, dan hak atas kekayaan intektual. i. Meningkatkan kesejahteraan guru sesuai dengan kemampuan daerah. j. Memfasilitasi pembinaan dan pengembangan keprofesian dan karir guru. 3. Menindaklanjuti regulasi mengenai guru kedalam peraturan daerah/peraturan Gubernur/ peraturan bupati/peraturan walikota Manajemen guru masa depan menuntut pertimbangan dan perumusan kebijakan yang sistemik dan sistematik. Manajemen guru sebagaimana dimaksud terutama berkaitan dengan penyediaan, rekruitmen, pengangkatan dan penempatan, sistem distribusi, sertifikasi, peningkatan kualifikasi, penilaian kinerja, uji kompetensi, penghargaan dan perlindungan, kesejahteraan, pembinaan karir, pengembangan keprofesian berkelanjutan, serta pengelolaan guru di daerah khusus yang relevan dengan tuntutan kekinian dan masa depan. Dalam kaitannya dengan substansi manajemen guru sebagaimana dijelaskan di muka, beberapa hal perlu diberi catatan khusus. Perlu ditetapkan standar mahasiswa calon guru. Standar dimaksud berupa kemampuan intelektual, kepribadian, minat, bakat, ciri-ciri fisik, dan sebagainya. Penentuan standar ini ditetapkan oleh institusi penyedia calon guru dan/atau difilter melalui seleksi calon peserta Pendidikan Profesi Guru (PPG). Dengan demikian, ke depan hanya seseorang dengan karakteristik tertentulah yang akan direkruit sebagai calon guru. Perencanaan kebutuhan guru harus dilakukan secara cermat dan komprehensif, sesuai dengan karakteristik satuan pendidikan, bidang keahlian, dan sebaran sekolah. Dalam kaitannya dengan rekruitmen calon guru, sudah seharusnya menjadi kebijakan nasional yang tersentralisasi. Demikian juga pembinaan dan pengembangan keprofesian dan karirnya. Atas dasar itu, kiranya diperlukan regulasi baru atau merevitalisasi manajemen guru yang mampu mensinergikan lembaga penyedia, pengguna, dan pemberdayaannya. Pada tataran menjalankan tugas keprofesian keseharian, guru Indonesia bertanggungjawab mengantarkan peserta didiknya untuk mencapai kedewasaan sebagai calon pemimpin bangsa pada semua bidang kehidupan. Dalam melaksanakan tugas profesinya itu, guru Indonesia mestinya menyadari sepenuhnya bahwa perlu ditetapkan KEGI sebagai pedoman bersikap dan berperilaku yang mengejewantah dalam bentuk nilai-nilai moral dan etika dalam jabatan guru sebagai pendidik puteraputeri bangsa. Untuk menegakkan Kode Etik itu, organisasi profesi guru membentuk Dewan kehormatan yang keanggotaan serta mekanisme kerjanya diatur dalam anggaran dasar organisasi profesi guru. Dewan Kehormatan Guru (DKG) dimaksud dibentuk untuk mengawasi pelaksanaan kode etik guru dan memberikan rekomendasi pemberian sanksi atas pelanggaran kode etik oleh guru. Rekomendasi dewan kehormatan profesi guru harus objektif, tidak diskriminatif, dan tidak bertentangan dengan anggaran dasar organisasi profesi serta peraturan perundang-undangan. Modul Pendidikan & Latihan Profesi Guru PSG Rayon Universitas Negeri Makassar P a g e 81

104 REFERENSI Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menegah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Buku Saku Gerakan Literasi Sekolah. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderala Guru dan Tenaga Kependidikan, Guru Pembelajar; Pedoman Program Peningkatan Kompetensi Moda Tata Muka, Daring Jaringan, dan Dari Kombinasi. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru. Peraturan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 36 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Peraturan Bersama Mendiknas, Menneg PAN dan RB, Mendagri, Menkeu, dan Menag tentang Penataan dan Pemerataan Guru Pegawai Negeri Sipil, tanggal 3 Oktober 2011 Produk hukum yang berkaitan dengan Penilaian Kinerja, Pengembangan Keprofesian Guru Berkelanjutan, Sertifikasi Guru, dan Uji Kompetensi Guru Sudarwan Danim, Profesionalisasi dan Kode Etik Guru, Bandung, Alfabeta, Bandung, 2010 Sudarwan Danim, Pengembangan Profesi Guru: Dari Induksi ke Profesional Madani, Media Perhalindo, Jakarta, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Vollmer dan Mills, Professionalization, Jossey Bass, New York, 1982 Modul Pendidikan & Latihan Profesi Guru PSG Rayon Universitas Negeri Makassar P a g e 82

105 Sumber Belajar Penunjang PLPG 2016 Pendalaman Materi Bidang Studi Bahasa Indonesia Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan 2016

106 Sumber Belajar Penunjang PLPG 2016 Pendalaman Materi Bidang Studi Bahasa Indonesia Penulis Azhar Umar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan 2016

107 SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN BAHASA INDONESIA BAB I BERBAGAI ALIRAN LINGUISTIK Drs. Azhar Umar, M.Pd KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN 2016

108

109 BAB I BERBAGAI ALIRAN LINGUISTIK A. Tujuan Setelah mempelajari sumber belajar ini, guru diharapkan dapat memahami dan mengembangkan materi pembelajaran bahasa Indonesia berdasarkan aliranaliran linguistik struktural, deskriptif, dan fungsional. B. Kompetensi dan Indikator Pencapaian Kompetensi Kompetensi Guru Mata Pelajaran Memahami konsep, teori, dan materi berbagai aliran linguistik yang terkait dengan Indikator Pencapaian Kompetensi 1. Mengidentifikasi teori linguistik struktural yang terkait dengan pembelajaran materi fonologi bahasa Indonesia dengan tepat. pengembangan pembelajaran bahasa. materi 2. Mengidentifikasi teori linguistik strutural yang terkait dengan pengembangan materi kelas-kata bahasa Indonesia dengan tepat. 3. Mengidentifikasi teori linguistik deskriptif yang terkait dengan pengembangan materi kelas kata bahasa Indonesia dengan tepat 4. Mengidentifikasi teori linguistik fungsional yang terkait dengan materi pembelajaran sintaksis bahasa Indonesia dengan tepat. 5. Mengidentifikasi teori linguistik struktural yang terkait dengan materi pembelajaran morfologi bahasa Indonesia dengan tepat. 1

110 6. Mengidentifikasi teori linguistik struktural yang terkait dengan materi pembelajaran sintaksis bahasa Indonesia dengan tepat. 7. Mengidentifikasi teori linguistik fungsional yang terkait dengan materi pembelajaran morfologi bahasa Indonesia dengan tepat. 8. Mengidentifikasi teori linguistic deskriptif yang terkait dengan materi pembelajaran morfologi bahasa Indonesia dengan tepat. 9. Mengidentifikasi materi pembelajaran morfologi bahasa Indonesia berdasarkan aliran deskriptif dengan tepat. 10. Mengidentifikasi materi pembelajaran fonologi bahasa Indonesia berdasarkan aliran deskriptif dengan tepat. 11. Mengidentifikasi materi pembelajaran kelas kata bahasa Indonesia berdasarkan aliran fungsional dengan tepat. C. Uraian Materi 1. Aliran Linguistik Struktural 1.1 Konsep dan Objek Telaah Linguistik struktural adalah pendekatan dalam penyelidikan bahasa yang menganggap bahasa sebagai sistem yang bebas (Kridalaksana, 2008: 146). Aliran linguistik struktural lahir di Perancis pada awal abad XX bersamaan dengan diluncurkannya buku Course de linguistique Generale karya Ferdinand de Saussure pada tahun Saussure memandang bahasa sebagai suatu struktur 2

111 sehingga pendiriannya dipandang sebagai linguistik struktural atau structural linguistics. Melalui bukunya itu, Saussure memaparkan pandangan-pandangannya mengenai: (1) telaah sinkronik dan diakronik bahasa, (2) pembedaan langue dan parole, (3) pembedaan signifiant dan signifie, serta (4) hubungan sintagmatik dan paradigmatik (Endang, 2016: 4). Telaah sinkronik bahasa tidak lain adalah telaah bahasa dalam kurun waktu tertentu. Kata sinkronik sendiri berasal dari bahasa Yunani syn yang berarti dengan atau bersama dan khronos yang berarti waktu. Di dalam telaah sinkronik, setiap bahasa dianalisis tanpa memperhatikan perkembangnnya pada masa lampau. Bahasa Indonesia, misalnya, dapat dianalisis tanpa mempedulikan perkembangannya dari bahasa Melayu Klasik. Yang tampak dalam analisis sinkronik adalah apa yang lazim disebut struktur, misalnya hubungan antara imbuhan dan kata dasar, hubungan antar-bunyi, hubungan antar-bagian kalimat dan sebagainya. Telaah diakronik adalah telaah bahasa sepanjang waktu atau penyelidikan tentang perkembangan suatu bahasa. Kata diakronik berasal dari bahasa Yunani dia yang bermakna melalui dan khronos yang bermakna waktu. Secara sederhana, kata diakronik dapat diartikan sebagai studi antarwaktu. Apabila telah diakronik dilakukan terhadap bahasa Indonesia, maka akan tampak bahwa bahasa Indonesia sekarang berbeda dari bahasa Melayu Klasik atau Melayu Kuno yang merupakan cikal bakalnya. Bahasa Melayu Kuno memiliki awalan mar- yang kemudian berubah menjadi me- dan ber- di dalam bahasa Melayu Klasik dan bahasa Indonesia sekarang. Untuk membandingkan telaah sinkronik dan diakronik terhadap bahasa, Saussure memberikan ilustrasi berikut. Kalau kita membelah batang tumbuhtumbuhan dari atas ke bawah, maka akan tampak struktur tertentu. Kalau batang yang sama kita potong secara horisontal, maka akan tampak juga suatu struktur, tetapi berlainan sekali dari struktur hasil belahan vertikal di atas. Penampang lintang hasil memotong batang dapat kita bandingkan dengan struktur sinkronik, 3

112 sedangkan penampang bujur hasil membelah batang dapat kita sejajarkan dengan struktur diakronik (Verhaar, 1981: 6-7). Langue adalah keseluruhan sistem tanda yang bersifat abstrak yang berfungsi sebagai alat komunikasi verbal antar-anggota suatu masyarakat bahasa. Karena berbasis masyarakat bahasa, dengan demikian, langue mengacu kepada bahasa tertentu, seperti bahasa Indonesia, bahasa Aceh, bahasa Sunda, dan lain-lain. Langue bersifat sosial karena kehadirannya merupakan konvensi atau kesepakatan di antara sekelompok pemakai bahasa. Karena bersifat sosial, individu pemakai bahasa tidak dapat mengubah atau memengaruhi perkembangn langue sesuka hati. Parole merupakan realitas fisik bahasa yang berbeda wujudnya pada satu individu dengan individu lain dalam masyarakat bahasa yang sama. Parole berwujud lebih konkret dan berciri individual. Sebagaimana dikemukakan Oka dan Suparno (1994: 60), parole terjadi dari pilihan perorangan yang jumlahnya tidak terbatas; banyak sekali pengucapan dan kombinasi-kombinasi baru. Jika kajian ilmiah diarahkan kepada parole, pemerian terhadapnya akan menjadi dan bersifat takterbatas. Signifiant adalah citra dari bunyi atau kesan psikologis bunyi yang timbul dalam alam pikiran, sedangkan signifie adalah pengertian atau kesan makna yang ada dalam pikiran kita. Dengan kata lain, signifiant adalah pelambang, sedangkan signifie adalah sesuatu atau hal yang dilambangkan. Tidak terdapat hubungan yang logis atau rasional antara signifiant dengan signifie. Tidak dapat dijelaskan secara rasional mengapa himpunan bunyi /k/, /u/, /d/, /u/hubungan keduanya bersifat arbitrer atau mana suka. Hubungan sintagmatik adalah hubungan antara unsur-unsur yang terdapat dalam suatu tuturan, yang tersusun secara berurutan, dan bersifat linear. Dengan demikian, hubungan sintagmatik merupakan relasi antar-unsur bahasa yang hadir di dalam satu tuturan. Di dalam tuturan itu, unsur-unsur yang berelasi diucapkan. Di dalam bahasa tulis, unsur-unsur itu juga dituliskan. Karena semua unsur yang berelasi atau berhubungan itu hadir, maka disebutlah hubungannya dengan 4

113 hubungan sintagmatik. Sintagma adalah satuan yang terdapat dalam tuturan yang terbentuk dari dua unsur secara horizontal. Apabila sebuah tuturan dapat disimbolkan dengan XY, tuturan tersebut mengandung sintagma yang terdiri atas X dan Y. Di dalam bahasa Indonesia, pada tataran fonologi, misalnya, terdapat bunyibunyi /b/, /a/, /t/, dan /u/. Hubungan sintagmatik antara bunyi-bunyi tersebut dapat melahirkan macam-macam bentuk, seperti batu, buta, atau buat. Hubungan paradigmatik adalah hubungan antara unsur-unsur yang terdapat dalam tuturan dengan unsur-unsur sejenis yang tidak terdapat dalam tuturan yang bersangkutan. Unsur-unsur yang tidak hadir itu merupakan unsur yang diasosiasikan. Kata-kata kekerabatan, misalnya, memiliki hubungan-hubungan asosiatif. Pilihlah kata kekerabatan saudara sebagai contoh. Ketika digunakan, kata ini memiliki asosiasi atau berparadigma dengan kata-kata adik, kakak, paman, dan sebagainya (Oka dan Suparno, 1994: 77). Padahal, kata-kata yang disebutkan terakhir ini tidak hadir di dalam tuturan atau tulisan. Aliran linguistik struktural sangat berkembang di Amerika pada 1930-an yang kemudian melahirkan Tata Bahasa Struktural Amerika (TSA). TSA dipelopori oleh Charles F. Hockett, Edward Sapir, dan Leonard Bloomfield. Di antara tokoh-tokoh ini, Bloomfield-lah yang paling berpengaruh dan menentukan arah TSA. Bloomfield sudah mencetuskan pikiran-pikirannya mengenai TSA melalui bukunya An Introduction to Linguistic Science. Ia pun pernah menuangkan pikiran-pikirannya melalui majalah Langue tentang ilmu bahasa umum dan bahasa-bahasa tertentu yang sangat berpengaruh pada zamannya. Namun demikian, puncak ide Bloomfield yang sesungguhnya tertuang di dalam bukunya Language yang terbit pada tahun TSA yang dipelopori Bloomfield beranjak dari psikologi behaviorisme dan logika positivisme yang tumbuh dominan di Amerika sejak Menurut penganut behaviorisme, tingkah laku manusia bisa diterangkan berdasarkan situasi-situasi eksternal bebas dari faktor-faktor internal. Pengaruh behaviorisme tampak sekali ketika Bloomfield memberikan uraian tentang pemakaian bahasa 5

114 yang dipandangnya sebagai bentuk tingkah laku inter-relatif antara stimulusrespons. Sementara itu, menurut logika positivisme, sebuah teori hanya dapat dianggap benar atau salah semata-mata setelah diujikan pada data kajian secara konkret. Dengan kata lain, sebuah teori hanya dapat dibenarkan setelah ia teruji secara empirik. Itulah sebabnya, dalam kajian bahasa, Bloomfield sangat memerhatikan ujaran atau korpus bahasa karena hal itulah yang empirik, paling objektif, dan mudah diamati secara langsung. Bagi Bloomfield, yang tidak dapat dijelaskan secara objektif harus ditangguhkan pengkajiannya. Pandangan inilah yang mendasari mengapa pengkajian TSA lebih banyak dilakukan terhadap fonologi, sedikit terhadap morfologi, dan amat sedikit mengenai sintaksis. TSA tidak memberi perhatian sama sekali terhadap semantik (Alwasilah,1985:47). Bagi penganut TSA, semantik merupakan studi yang paling tidak objektif dan tidak mudah diamati secara langsung. TSA berpendirian, penelitian bahasa harus mampu menggambarkan bahasa sebagaimana adanya, bukan sebagaimana seharusnya (Oka dan Suparno, 1994:297). Pikiran ini sejalan dengan logika positivisme yang dianut TSA yang sangat mengutamakan keterujian empirik sebuah kajian. Yang dimasudkan dengan bahasa sebagaimana adanya tidak lain adalah bahasa sebagaiman ia dipakai secara objektif-empirik oleh pemakai bahasa. Karena itulah, Bloomfield pernah mengatakan bahwa bukti-bukti material dalam ujaran langsung sangatlah penting. Itu pula sebabnya, Bloomfiled selalu mengumpulkan data kebahasaan dari informan. Dalam pengumpulan data kebahasaan itu, menurut Bloomfield (dalam Wasilah, 1985:79), keilmuan linguistik bergerak mengikuti tahapan-tahapan berikut: (1) observasi (2) laporan observasi (3) pernyataan hipotesis (4) penghitungan 6

115 (5) prediksi, dan (6) uji coba prediksi melalui observasi lanjut Dari tahapan pengumpulan data bahasa di atas dapat ditegaskan bahwa TSA memusatkan perhatiannya pada pendeskripsian dan pengklasifikasian data performansi (performance) atau parole bahasa. Performance adalah tampilan bahasa dalam wujudnya yang ril, atau bahasa sebagaimana ia digunakan untuk berkomunikasi (Simanjuntak, 1987:113). Ini sejalan dengan ide dasar TSA yang menegaskan bahwa totalitas ujaran yang mungkin dihasilkan oleh satu masyarakat ujaran merupakan bahasa masyarakat ujaran itu (Bloomfield, 1939:13). Dalam pendeskripsian data performansi bahasa itu, TSA melakukan analisis formal (analisis bentuk bahasa) dengan struktur bahasa sebagai sasaran kajiannya. Pengkajian struktur bahasa ini dilakukan melalui penggunaan prinsip analisis unsur bawahan langsung (immediate constituent), yakni unsur yang secara langsung merupakan bagian dari suatu bentuk yang lebih besar. Dalam penerapan unsur bawahan langsung ini digunakan teknik segmentasi. Satu unsur bahasa disegmentasikan secara bertahap atau hirarkis sehingga diperoleh satuan-satuan pembentuknya. Lebih jelas mengenai analisis unsur bawahan langsung dapat dilihat dari analisis kalimat berikut ini. Anisah sudah belajar mengaji. Kalimat di atas terdiri atas dua unsur langsung, yakni Anisah dan sudah belajar mengaji. Satuan sudah belajar mengaji terdiri atas dua unsur langsung yang lebih kecil, yakni sudah belajar dan mengaji. Satuan sudah belajar terdiri atas dua unsur bawahan langsung juga, yakni sudah dan belajar. 1.2 Tata Bahasa Struktural Tata bahasa struktural mengkaji dua aspek penting struktur bahasa, masingmasing morfologi dan sintaksis (Ramlan, dalam Rusyana dan Samsuri (ed.), 1983: 7

116 33). Kedua struktur bahasa tersebut akan dibicarakan lebih lanjut pada bahagian berikut Morfologi Morfologi adalah cabang tata bahasa yang membicarakan seluk-beluk pembentukan kata. Berdasarkan bentuknya, menurut tata bahasa struktural, kata dapat dibedakan atas dua golongan, masing-masing kata asal dan kata kompleks. Kata asal adalah kata yang belum mengalami proses morfologis (afiksasi, reduplikasi, dan pemajemukan), seperti datang, lari, duduk. Kata kompleks adalah kata yang telah mengalami proses morfologis. Karena telah mengalami proses morfologis, kata kompleks dapat dikelompokkan atas tiga golongan, masingmasing kata (1) kata berimbuhan, (2) kata ulang, dan (3) kata majemuk. Kata berimbuhan adalah kata yang dibentuk melalui proses afiksasi. Afiksasi dapat berupa prefiksasi atau pemberian awalan, seperti kata dibuang (di + buang), infiksasi atau pemberian sisipan, seperti kata gelembung (gembung + el), sufiksasi atau pemberian akhiran, seperti kata makanan (makan + an), dan konfiksasi atau gabungan imbuhan, kata pertalian (per + tali + an). Kata ulang adalah kata yang dibentuk melalui proses reduplikasi atau perulangan. Reduplikasi dapat berupa reduplikasi seluruh, seperti tampak pada kata minum-minum; reduplikasi sebagian, seperti kata tetangga (dari bentuk asal tangga-tangga); reduplikasi yang berkombinasi dengan afiks, seperti terlihat pada kata kemerah-merahan (dari bentuk asal merah-merah + ke-an), dan reduplikasi dengan variasi fonem, seperti pada kata bolak-balik. Kata majemuk atau komposisi adalah kata yang dibentuk melalui proses pemajemukan atau penggabungan dua kata yang membentuk makna baru, seperti jaksa agung, rumah makan, rumah sakit, daya tahan, kambing hitam, dan sebagainya. Konstruksi ini harus dibedakan dari frasa yang kebetulan merupakan gabungan beberapa kata juga. Perbedaan keduanya terdapat pada keketatan hubungan antar-kata yang membangunnya. Hubungan antar-kata di dalam frasa lebih longgar daripada komposisi atau kata majemuk sehingga dapat disisipkan kata-kata lain di antaranya. Misalnya, frasa rumah putih masih mungkin disisipkan 8

117 kata yang di antaranya sehingga menjadi rumah yang putih Tidak demikian halnya dengan konstruksi komposisi rumah sakit. Di antara kedua kata yang membangun konstruksi itu tidak dapat disisipkan kata-kata lain lagi. Kata kompleks dapat terbentuk melalui berbagai tahapan atau tingkatan. Ada kalanya, kata kompleks terbentuk melalui satu tahapan atau tingkatan saja, seperti kata kompleks pakaian. Kata ini berasal dari bentuk asal pakai yang mendapat afiks an. Jadi, kata kompleks pakaian terbentuk melalui satu tahapan saja. Berbeda halnya dengan kata berpakaian yang terbentuk melalui dua tahapan, yakni pakai + -an (pakaian) + ber- (berpakaian). Pada bentuk berpakaian, kata pakaian menjadi bentuk dasarnya, sedangkan kata pakai menjadi bentuk asalnya. Tahapan atau tingkatan pembentukan kata berpakaian dapat digambarkan sebagai berikut: ber- pakai -an Ada juga di antara kata kompleks yang terbentuk melalui tiga tahapan tingkatan, seperti kata berkepemimpinan dan berkepribadian. atau Sintaksis Bagian tata bahasa struktural lainnya adalah sintaksis yang membicarakan seluk-beluk frasa dan kalimat. Karena itu, pembicaraan pada bidang ini terdiri atas dua bagian besar, yakni frasa dan kalimat Frasa Yang dimaksud dengan frasa adalah bentuk linguistik yang terdiri atas dua kata atau lebih yang tidak memlebihi satu batas fungsi dalam kalimat, seperti subjek, predikat, objek, maupun keterangan. Contoh-contoh frasa, misalnya, pintu baru, sedang makan, rumah paman, dan lain-lain. Bentuk bahasa yang sudah membentuk fungsi subjek dan predikat sekaligus tidak bisa lagi disebut sebagai frasa, melainkan kalimat. 9

118 Menurut tata bahasa struktural, pernentuan frasa dapat dilakukan dengan menggunakan prinsip unsur langsung (UL). Penerapannya dapat diamati pada contoh kalimat berikut. Ia lulusan Akbid di kota Medan. Dari diagram di atas diketahui bahwa kalimat Ia lulusan Akbid di kota Medan terdiri atas UL ia dan UL lulusan Akbid di kota Medan. Selanjutnya, frasa lulusan Akbid di kota Medan terdiri atas UL lulusan Akbid dan UL di kota Medan. Satuan di kota Medan terdiri atas UL di dan UL kota Medan. Dengan demikian, berdasarkan prinsip unsur langsung, dari kalimat di atas diperoleh frasa-frasa berikut: (a) lulusan Akbid di kota Medan (b) Akbid di kota Medan (c) di kota Medan (d) kota Medan Frasa kota Medan merupakan satuan frasa yang paling kecil karena terdiri atas dua kata saja, yakni kota dan Medan. Konstruksi frasa, menurut tata bahasa struktural, memiliki tipe yang khas. Ada konstruksi frasa yang unsur langsung pembentuknya tidak memiliki posisi yang setara; atau salah satu unsur langsung pembentuknya memiliki posisi yang lebih dominan daripada unsur langsung lainnya dalam frasa tersebut sehingga salah satu unsur langsung pembentuknya dapat mewakili atau memiliki fungsi yang sama dengan semua unsur langsungnya. Tetapi ada juga konstruksi frasa yang semua 10

119 unsur langsung pembentuknya memiliki posisi yang setara; atau salah satu unsur langsung pembentuknya tidak memiliki posisi yang lebih dominan daripada unsur langsung lainnya dalam frasa tersebut sehingga salah satu unsur langsung pembentuknya tidak dapat mewakili atau tidak memiliki fungsi yang sama dengan semua unsur langsungnya. Tipe frasa yang pertama, yang salah satu unsur langsungnya dapat mewakili unsur-unsur langsung yang lain di dalam frasa itu, lazim disebut frasa endosentris. Tipe frasa yang kedua, yang salah satu unsur langsungnya tidak dapat mewakili unsur-unsur langsung yang lain di dalam frasa itu, lazim disebut frasa eksosentris. Lebih lanjut mengenai kedua tipe frasa di atas dapat diamati pada contoh-contoh frasa berikut: (1) petani muda (2) sawah dan lading (3) di rumah. Frasa (1) memiliki fungsi yang sama dengan salah satu unsur langsungnya, yakni petani. Dengan kata lain, unsur langsung petani memiliki posisi yang lebih dominan daripada unsur langsung muda sehingga kata petani dapat mewakili frasa tersebut. Tidak sama halnya dengan frasa (2) dan (3). Frasa-frasa yang disebut terakhir ini tidak memiliki fungsi yang sama dengan salah satu unsur langsungnya. Dengan kata lain, tidak ada unsur langsung frasa yang memiliki posisi yang lebih dominan daripada unsur langsung lainnya di dalam frasa tersebut. Masing-masing unsur langsung pembentuk frasa tersebut memiliki posisi yang setara. Untuk mendapatkan gambaran yang jelas, perhatikanlah penggunaan frasa-frasa di atas di dalam kalimat-kalimat berikut. (4) Ia seorang petani muda. Ia petani. Jadi, kata petani bisa mewakili petani muda. (5) Putri memiliki sawah dan ladang. Putri memiliki sawah. Putri memiliki ladang. 11

120 Jadi, masing-masing kata sawah dan ladang tidak bisa mewakili sawah dan ladang. frasa (6) Nona sedang di rumah. Nona sedang di. (x) Nona sedang rumah. (x) Jadi, unsur-unsur langsung di maupun rumah tidak bisa mewakili frasa di rumah. Dari deskripsi di atas dapat disimpulkan bahwa frasa (1) tergolong tipe frasa endosentrik karena salah satu unsur langsung frasa dapat berfungsi mewakili frasa tersebut. Frasa (2) dan (3) tergolong tipe frasa eksosentrik karena salah satu unsur langsung frasa tidak dapat berfungsi mewakili frasa tersebut. Konstruksi frasa endosentrik dapat dikelompokkan ke dalam tiga golongan yang lebih kecil, masing-masing (1) konstruksi endosentrik-atributif, (2) konstruksi endosentrik-koordinatif, dan (3) konstruksi endosentrik-apositif. Satu frasa termasuk ke dalam golongan konstruksi endosentrik-atributif apabila frasa itu memiliki fungsi yang sama dengan salah satu unsur langsungnya. Unsur langsung yang fungsinya sama dengan frasa itu disebut unsur pusat dan yang tidak sama disebut atribut. Frasa petani muda pada contoh di atas tergolong ke dalam konstruksi endosentrik-atributif. Unsur pusatnya adalah petani dan atributnya adalah muda. Satu frasa termasuk ke dalam golongan konstruksi endosentrik-koordinatif apabila frasa itu memiliki fungsi yang sama dengan semua unsur langsungnya. Frasa sawah dan ladang pada contoh di atas tergolong ke dalam konstruksi endosentrik-koordinatif. Tidak terdapat unsur langsung frasa yang menjadi unsur pusat frasa. Satu frasa termasuk ke dalam golongan konstruksi endosentrik-apositiff apabila frasa itu memiliki fungsi yang sama dengan semua unsur langsungnya, tetapi sekaligus kata kedua memberi keterangan kepada kata pertama. Frasa di 12

121 rumah pada contoh di atas tergolong ke dalam konstruksi endosentrik-apositif. Unsur langsung rumah memiliki fungsi yang setara dengan unsur langsung di, tetapi sekaligus memberi keterangan kepada unsur langsung di. Konstruksi frasa eksosentrik dapat dikelompokkan ke dalam dua golongan yang lebih kecil, masing-masing (1) konstruksi eksosentrik-objektif dan (2) konstruksi eksosentrik-direktif. Satu frasa termasuk ke dalam golongan konstruksi eksosentrik-objektif apabila frasa itu terdiri atas kata kerja yang diikuti oleh kata lain sebagai objeknya. Contoh-contoh berikut ini, menurut tata bahasa struktural, tergolong frasa yang memiliki konstruksi eksosentrik-objektif. (7) mengecap kehidupan kota (8) memenuhi jiwa (9) memiliki cita-cita. Kata-kata pertama pada setiap frasa di atas merupakan kelas kata kerja, dan katakata berikutnya merupakan objek dari kata kerja tersebut. Satu frasa termasuk ke dalam golongan konstruksi eksosentrik-direkktif apabila frasa itu terdiri atas direktor atau penanda diikuti kata atau frasa lain sebagai aksisnya. Contoh-contoh berikut ini, menurut tata bahasa struktural, tergolong frasa yang memiliki konstruksi eksosentrik-direktif. (10) di sawah (11) di atas pematang (12) karena keterbelakangan mental. Semua unsur langsung awal pada frasa-frasa di atas merupakan direktor atau penanda Kalimat Sebagaimana telah dikemukakan, aspek kedua dari pembahasan sisntaksis adalah kalimat. Kalimat, sebagaimana luas disepakati di kalangan penganut tata 13

122 bahasa struktural, adalah sebuah bentuk ketatabahasaan yang maksimal yang tidak merupakan bagian dari sebuah konstruksi ketatabahasaan yang lebih besar dan lebih luas (Pateda, 1988: 87). Untuk pemahaman lebih luas mengenai dimensi-dimensi kalimat, baiklah menyimak ilustrasi berikut. Bila dua orang atau lebih sedang terlibat dalam satu percakapan, maka akan terlihat bahwa setiap kalimat yang mereka ucapkan merupakan rangsangan bagi pihak lain untuk memberikan jawaban. Jawaban dimaksud mungkin hadir dalam bentuk yang beragam, seperti lisan, tindakan, atau cara-cara lain yang menunjukkan adanya perhatian. Jika A, misalnya, mengucapkan Mau ke mana, Anda?, maka si B akan memberikan jawaban lisan Ke sekolah. Jika A mengucapkan Jangan pergi! sebagai rangsangan, maka B mungkin tidak akan memberikan jawaban lisan, melainkan melakukan tindakan tidak pergi sebagai jawaban. Jika A mengucapkan Ayahku pergi kemarin, maka B tidak harus memberikan jawaban berupa lisan maupun tindakan. Cukuplah bagi B berdiam diri atau sekedar menganggukan kepala yang menandakan dirinya memiliki perhatian atas pernyataan A. Berdasarkan iliustrasi mengenai rangsangan dan jawaban (stimulus dan respons) dalam percakapan antara A dan B di atas, penganut tata bahasa struktural membagi kalimat atas tiga golongan, yakni (1) kalimat yang memerlukan jawaban lisan, (2) kalimat yang memerlukan jawaban tindakan, dan (3) kalimat yang memerlukan jawaban berupa perhatian. Yang termasuk golongan (1) adalah kalimat-kalimat tanya dan kalimat-kalimat seperti Selamat pagi, Selamat siang, dan sebagainya. Yang termasuk golongan (2) adalah kalimat-kalimat perintah, permintaan, dan ajakan. Yang termasuk golongan (3) adalah kalimat berita. Selain berdasarkan rangsangan dan jawaban, kalimat dapat pula dibedakan berdasarkan banyaknya klausa yang menjadi unsurnya sehingga didapatkanlah kalimat tunggal dan kalimat majemuk. Kalimat tunggal adalah kalimat yang terdiri atas satu klausa atau konstruksi yang hanya terdiri atas subjek (S) dan predikat (P) saja, seperti: 14

123 (1) Ia cekatan sekali. (2) Mobil itu mahal harganya. Kalimat (1) hanya berisi satu klausa, yang dibangun oleh kata ia sebagai S dan cekatan sekali sebagai P. Begitu juga halnya dengan kalimat (2), hanya terdiri atas S (mobil itu) dan P (mahal harganya). Kalimat majemuk adalah kalimat yang sekurang-kurangnya terdiri atas dua klausa atau kalimat yang terdiri atas sekurang-kurangnya dua konstruksi subjek (S) dan predikat (P), seperti: (3) Waktu dia datang ke mari, saya sedang berlibur di Bali. (4) Anton dan Mirna tidak kuliah hari ini. Kalimat (3) berisi dua klausa, masing-masing: (a) dia datang ke mari (b) saya sedang berlibur di Bali. Klausa (a) dibangun oleh S (dia) dan P (datang), sedangkan klausa (b) dibangun oleh S (saya) dan P (sedang berlibur). Begitu juga halnya dengan kalimat (4), terdiri atas dua klausa, masing-masing: (c) Anton tidak kuliah (d) Mirna tidak kuliah. Klausa (c) dibangun oleh S (Anton) dan P (tidak kuliah), sedangkan klausa (d) dibangun oleh S (Mirna) dan P (tidak kuliah). 1.3 Penggolongan Kata Persoalan penggolongan atau pengkelasan kata perlu dibicarakan di dalam tata bahasa struktural karena hal ini berhubungan dengan struktur frasa dan kalimat sebagaimana telah dibicarakan pada bagian terdahulu. Golongan atau kelas kata dalam tata bahasa struktural tidsk ditentukan berdasarkan makna, melainkan ditentukan secara gramatis, berdasarkan sifat atau perilaku kata di 15

124 dalam frasa atau kalimat. Jadi, kata yang memiliki sifat atau perilaku yang sama membentuk satu golongan atau kelas kata. Berdasarkan pemikiran ini, kata bahasa Indonesia dapat digolongkan atau dikelaskan menjadi (1) kata nomina, (2) ajektiva, dan (3) partikel (Ramlan, dalam Rusyana dan Samsuri (ed), 1983: 33). Kata nomina (N) adalah semua kata yang dapat menduduki tempat objek, dan apabila kata itu dinegatifkan, maka dinegatifkan dengan kata bukan. Jenis kata ini dapat dibedakan atas tiga golongan atau kelas, masing-masing kata benda (Bd), kata ganti (Gt), dan kata bilangan (Bil). Termasuk golongan kata benda, di antaranya, adalah petani, guru, harimau, meja, dan rumah. Termasuk kata ganti adalah saya, kita, Putri, Medan, itu, ini, dan sebagainya. Contoh kata bilangan, di antaranya, adalah satu, lima belas, dan kesatu. Kata ajektiva (A) adalah semua kata yang tidak dapat menduduki tempat objek, dan bila dinegatifkan harus menggunakan kata tidak. Kelas kata ini dapat juga dinegatifkan dengan kata bukan apabila dipertentangkan dengan keadaan lain, misalnya: Ia bukan menulis, melainkan menggambar. Jenis kata ini dapat dibedakan atas dua golongan atau kelas, masing-masing kata sifat (Sf) dan kata kerja (Kj). Kata sifat adalah kata ajektiva yang dapat didahului oleh kata agak, sangat, dan lebih, seperti sakit, tinggi, dan rajin. Kata kerja adalah kata ajektiva yang dapat didahului oleh kata boleh, seperti bekerja, lari, dan tidur. Kata partikel (P) adalah semua kata yang tidak termasuk golongan nomina dan ajektiva. Kata ini dibedakan menjadi kata penjelas (Ps), kata keterangan (Kt), kata penanda (Pn), kata perangkai (Pr), kata Tanya (Ta), dan kata seru (Sr). Kata penjelas (Ps) adalah kata yang di dalam frasa selalu berfungsi sebagai atribut dalam konstruksi endosentrik yang atributif, seperti suatu, semua, paling, lebih, boleh, harus, sedang, dan sebagainya. Kata keterangan (Kt) adalah kata yang selalu berfungsi sebagai keterangan bagi klausa, seperti kemarin, tadi, dahulu, dan sebagainya. Kata penanda (Pn) adalah kata yang menjadi direktor dalam konstruksi eksosentrik yang direktif, seperti di, dari, ke, karena, bahwa, dan sebagainya. Kata perangkai (Pr) adalah kata yang berfungsi sebagai koordinator dalam konstruksi endosentrik yang koordinatif, seperti dan, atau, tetapi. Kata tanya (Tn) adalah kata yang berfungsi membentuk kalimat tanya, seperti mengapa, bagaimana, berapa. 16

125 Kata seru (Sr) adalah kata yang tidak memiliki sifat sebagai partikel yang lain, seperti heh, nih. Golongan atau kelas kata di atas masih dapat dirinci menjadi golongan atau kelas kata yang lebih kecil lagi. Kata benda (Bd), misalnya, berdasarkan kata petunjuk satuan yang dipakai, dapat digolongkan menjadi (1) kata benda manusiawi, yakni kata benda yang menggunakan kata orang sebagai penunjuk satuan, seperti petani, guru, mahasiswa, (2) kata benda wewani, yakni kata benda yang menggunakan kata ekor sebagai penunjuk satuan, seperti merpati, harimau, (3) kata benda lainnya, yakni kata benda yang tidak menggunakan kata orang dan ekor sebagai penunjuk satuan, seperti rumah, meja, bunga. Kata kerja, berdasarkan kemungkin memiliki objek dan kemungkinan dipasifkan, dapat digolongkan menjadi (1) kata kerja yang tidak dapat diikuti objek, seperti menggeliat, berangkat, pergi, (2) kata kerja yang diikuti objek dan dapat dipasifkan, seperti membangunkan, menjemput, (3) kata kerja yang dapat diikuti dua objek, seperti memberikan, membelikan, (4) kata kerja yang dapat diikuti onjek, tetapi tidak dapat dipasifkan, seperti berdagang, berjudi. Di samping penggolongan kata, dijumpai pula penggolongan frasa yang sejalan dengan penggolongan kata, seperti frasa benda, frasa bilangan, frasa sifat, frasa kerja, frasa keterangan, dan frasa penanda. Frasa benda adalah frasa yang pusatnya berupa kata benda atau kata ganti, seperti rumah itu, mereka itu, rumah bagus. Frasa bilangan adalah frasa yang pusatnya berupa kata bilangan, seperti dua buah, lima ekor. Frasa sifat adalah frasa yang pusatnya berupa kata sifat, seperti sangat lelah, kaya sekali, tidak sakit. Frasa kerja adalah frasa yang pusatnya berupa kata kerja, seperti akan lari, tidak pergi. Frasa keterangan adalah frasa yang pusatnya berupa kata keterangan, seperti tadi malam, kemarin siang. Frasa penanda adalah frasa yang pusatnya berupa kata penanda, seperti: - di pada di rumah, - karena pada karena harta, - kalau pada kalau tidak hujan. 1.4 Keunggulan Aliran Struktural Aliran struktural memiliki beberapa keunggulan sebagai berikut: 17

126 a. Aliran ini sukses membedakan konsep grafem dan fonem. b. Metode drill and practice membentuk keterampilan berbahasa berdasarkan kebiasaan. c. Kriteria kegramatikalan berdasarkan keumuman sehingga mudah diterima masyrakat awam. d. Level kegramatikalan sistematis: mulai dari morfem, kata, frase, klausa, dan kalimat. e. Berpijak pada fakta, tidak mereka-reka data. 1.5 Kelemahan Aliran Struktural Aliran struktural memiliki beberapa kelemahan berikut: a. Bidang morfologi dan sintaksis dipisahkan secara tegas. b. Metode drill and practice sangat memerlukan ketekunan, kesabaran, dan sangat menjemukan. c. Proses berbahasa merupakan proses rangsang-tanggap yang berlangsung secara fisis dan mekanis. Padahal, manusia bukan mesin. d. Kegramatikalan berdasarkan kriteria keumumam sehingga kaidah yang salah pun bisa benar jika dianggap umum. e. Faktor historis sama sekali tidak diperhitungkan dalam analisis bahasa. f. Objek kajian terbatas sampai level kalimat, tidak menyentuh aspek komunikatif. g. Terlalu mendalkan struktu permukaan bahasa, mengabaikan struktur dalam. 2. Aliran Linguistik Deskriptif 2.1 Konsep Linguistik Deskriptif Tidak dapat disangkal bahwa bahasa sebagai sarana komunikasi manusia bersifat dinamis, selaras dengan dinamika yang dialami oleh penuturnya. Dapatlah dipastikan bahwa bahasa yang hidup dalam satu kurun waktu tertentu berkemungkinan memiliki ciri-ciri struktural, bahkan kosa kata, yang tidak lagi persis sama dengan keadaan bahasa itu pada kurun waktu yang lain, meskipun 18

127 perbedaan tersebut selalu tidak tajam. Bahasa-bahasa mengalami evolusi mengikuti perkembangan masyarakat pendukungnya. Kemungkinan berevolusinya bahasa ini membawa pengaruh terhadap kajian atau studi linguistik. Sekurang-kurangnya, ada dua macam studi linguistik yang muncul untuk merespons keadaan ini. Pertama, studi linguistik yang hanya memusatkan perhatian kepada objek bahasa yang ril, yang hidup dan digunakan penuturnya pada kurun waktu tertentu. Kedua, studi linguistik yang memusatkan perhatian kepada objek fase evolusi bahasa. Studi linguistik yang pertama mendorong munculnya aliran linguistik deskriptif dalam pengkajian bahasa, sedangkan studi linguistik yang kedua mendorong munculnya aliran linguistik komparatif. Linguistik deskriptif lahir pada pengujung abad XIX di Amerika dengan tokoh utamanya Franz Boas. Ide aliran linguistik ini muncul karena Boas dan rekanrekannya berhadapan dengan masalah-masalah praktis untuk menghasilkan bentuk atau struktur yang ada dalam berbagai bahasa yang diucapkan penuturnya. Aliran linguistik deskriptif bertujuan merumuskan teori linguistik yang abstrak sebagai alat untuk menyelesaikan deskripsi bahasa-bahasa tertentu dengan praktis dan sukses. Karena itulah, linguistik deskriptif berhubungan dengan pemerian dan analisis tentang cara-cara bahasa beroperasi dan digunakan oleh kelompok penutur tertentu pada waktu tertentu (Robins dalam Alwasilah, 1985: 110). Studi deskriptif ini tidak memuat acuan banding kepada pemerian bahasa pada periode sebelumnya. Tidak pula memuat studi acuan kepada bahasa lain pada periode yang sama. Menurut Sudaryanto (1988: 62), istilah deskriptif menyarankan bahwa penelitian yang dilakukan semata-mata berdasarkan pada fakta yang ada atau fenomena yang memang secara empiris hidup pada penuturpenuturnya sehingga yang dihasilkan atau yang dicatat berupa perian bahasa yang biasa dikatakan. Bahwa perian yang deskriptif itu tidak mempertimbangkan benar salahnya penggunaan bahasa oleh penutur, hal itu memang merupakan cirinya yang pertama dan terutama. Berikut adalah ide-ide Boas tentang ciri struktural suatu bahasa : (1) kategori gramatikal, setiap bahasa memiliki sistem 19

128 gramatikal dan sistem fonetik masing-masing. Sistem fonetik digunakan sesuai dengan kebutuhan makna oleh karena itu, unit dasar bahasa adalah kalimat, (2) pronomina kata ganti, tidak ada orang pertama jamak, karena kata ganti itu tidak tetap, dan (3) verba memiliki sifat arbitrari dan berkembang tidak merata pada berbagai bahasa. 2.2 Keunggulan Aliran Linguistik Deskriptif Aliran linguistik deskriptif memiliki beberapa keunggulan berikut: (a) memerikan bahasa Indian dengan cara yang baru secara sinkronis. (b) menolak aliran linguistik mentalistik karena tidak sejalan dengan iklim filsafat yang berkembang pada masa itu, yaitu behaviorisme. (c) sudah mengelompokkan kategori gramatikal, verbal, dan pronomina kata ganti. (d) terjalinnya hubungan yang baik antar sesama linguis. (e) mimiliki cara kerja yang sangat menekankan pada pentingnya data yang objektif untuk memerikan suatu bahasa. 2.3 Kelemahan Aliran Linguistik Deskriptif Aliran deskriptif memiliki kekurangan karena sama sekali tidak memperhatikan aspek makna atau semantik. Karena sangat dipengaruhi oleh psikologi behaviorisme, aliran ini lebih cenderung menganalisis fakta-fakta bahasa secara objektif dan nyata, terutama fonologi dan morfologi. Makna diabaikan karena dianggap sangat subjektif, tidak konkret. 3. Aliran Linguistik Fungsional 3.1 Konsep Aliran Linguistik Fungsional Secara umum, aliran linguistik fungsional dipahami sebagai gerakan linguistik yang beranggapan bahwa struktur fonologis, gramatikal, dan semantik ditentukan oleh fungsi yang dijalankannya di dalam masyarakat (Kridalaksana, 2008: 68). Aliran yang dipelopori oleh Roman Jakobson dan Andre Martinet ini memiliki peranan penting dalam sejarah perkembangan linguistik, terutama dalam upaya 20

129 menjembatani kesenjangan yang terbentang antara linguistik struktural Amerika dan linguistik struktural Eropa. Linguistik struktural Eropa banyak dipengaruhi oleh gagasan fungsi-fungsi linguistik yang menjadi ciri khas aliran Praha. Jejak aliran fungsional sebenarnya sudah terlihat pada masa berkembangnya aliran Praha. Trubeckoj, seorang tokoh aliran Praha, telah berupaya mewujudkan gagasan fungsional ini. Melalui tulisannya, ia pernah mengatakan the phonemes is first of all a functional concept, which must be defined according to its function ( fonem-fonem merupakan hal utama dari seluruh konsep fungsional yang harus mengacu kepada fungsinya) (dalam Samsuri, 1988: 28). Trubeckoj sudah berupaya membatasi fonem menurut fungsinya. Fungsi inilah yang mendasari gagasan fungsional Jakobson dan Martinet. Gagasan fungsi bahasa menempati kedudukan penting karya-karya Jakobson. Jakobson tidak hanya memasukkan unsur-unsur yang istimewa, tetapi juga memasukkan fungsi aktivitas bahasa hal yang juga pernah dikemukakan oleh Karl Buhler dengan konsepsi yang berbeda. Menurut Jakobson, ada enam fungsi bahasa manusia, yakni fungsi-fungsi ekspresif, konatif, denotatif, fatik, metalinguistik, dan puitik. Keenam fungsi bahasa manusia ia gambarkan sebagai berikut: Enam Fungsi Bahasa denotative (inferensial) ekspresif fatik konatif metalinguistik puitik Fungsi ekspresif berpusat pada pembicara yang ditunjukkan oleh penggunaan interjeksi-interjeksi. Fungsi konatif berpusat pada pendengar yang ditunjukkan oleh unsure-unsur vokatif dan imperative. Fungsi denotatif berpusat pada konteks, yang ditunjukkan oleh penggunaan pernyataan-pernyataan faktual dalam pelaku ketiga dan dalam suasana hati indikatif. Fungsi fatik berpusat pada kontak yang ditunjukkan oleh adanya jalur yang tidak terputus antara pembicara dan 21

130 pendengar. Misalnya, dalam pembicaraan melalui telefon, kata-kata hello, ya..ya, heeh digunakan untuk membuat jelas bahwa seseorang masih mendengarkan dan menunjukan jalur percakapan tidak terputus. Fungsi metalinguistik berpusat pada kode yang berupa bahasa pengantar ilmu pengetahuan, biasanya berisi rumus-rumus atau lambang tertentu. Fungsi puitik berpusat pada pesan. Enam fungsi bahasa ini dihubungkan atau disejajarkan Jakobson dengan enam faktor bahasa di sisi lainnya. Keenam faktor bahasa tersebut adalah: Enam Faktor Bahasa Konteks (context) Pembicara pesan (message) pendengar Hubungan (contact) Kode (code) 3.2 Pentingnya Kajian Diakronik Jakobson adalah orang pertama yang mengatakan pentingnya studi fonologi diakronik. Ia mendeskripsikan evolusi fonologis bahasa Rusia. Uraiannya ini dikaitkan dengan masalah-masalah fonologi historis. Metode kerja Jakobson ini bertentangan dengan dikotomi sinkronik diakronik yang dikemukakan Saussure. Menurut Saussure, kedua studi itu seharusnya dipisahkan. Tetapi Jakobson mendapat dukungan dari hasil diskusi sejumlah ahli di Hague yang menyatakan bahwa dikotomi Saussure itu harus dibatasi, dan sejarah bahasa jangan dikerdilkan ke dalam kajian perubahan yang terisolasi, melainkan harus dikaji dalam sistem bahasa itu sendiri (Samsuri, 1988: 30). Jakobson menyatakan dengan tegas bahwa tidak akan ada kajian sinkronik tanpa adanya kajian diakronik. Sekali lagi, pendapatnya berbeda atau bertentangan dengan rezim Saussure yang mengatakan bahwa kajian diakronik mempraanggapkan kajian sinkronik. Menurut Jakobson, perubahan bahasa merupakan bagian dari sistem bahasa, dalam bentuk kecenderungan stilistik (ciri khas orang muda dan tua atau ciri khas kaum tradisional dan modern) dan 22

131 kecenderungan modifikasi dari tuturan individu. Gagasan ini terus muncul dalam pikiran Jakobson, diperbaiki dan disesuaikan selaras dengan perkembangan teorinya. Sinkroni tidak harus dipahami secara statis, melainkan harus dipahami secara dinamis. Aspek sinkromik filem, misalnya, bukanlah ragangan atau seperangkat ragangan yang masing-masing dinilai secara terpisah, melainkan harus dinilai secara serentak. Sebaliknya, gambar yang mengiklankan filem, yang berupa sebuah poster, bersifat statis. Jika gambar tersebut dibiarkan berlama-lama di sebuah bioskop, dan tentu saja mengalami banyak perubahan (misalnya gambarnya menjadi buram, cahaya pudar, dan sebagainya), maka tidak ada yang dapat mencegah siapa pun untuk mengkajinya sebagai sebuah karya diakronik yang statis. Penafsiran perubahan, kata Jakobson, harus bersifat teleologis (segala sesuatu dirancang untuk memenuhi tujuan tertentu) dalam pengertian tujuan, bukan dalam pengertian sebab. Sebab-sebab akhir perubahan bahasa harus terusmenerus dicari. Sebuah simpulan sistematis dari teori ini ditemukan di dalam esai Jakobson yang berjudul Prinzipien der Historichen Phonologie yang terbit pada tahun Selain hal di atas, Jakobson juga memberi sumbangan yang penting bagi penderita afasia (gejala kehilangan kemampuan menggunakan maupun memahami kata-kata karena suatu penyakit otak) dan bagi bahasa anak. Gangguan afasia dibagi Jakobson ke dalam dua kelompok, yakni: (1) similarity disorders yang mempengaruhi seleksi dan subtitusi item dengan stabilitas kombinasi dan konstektur yang bersifat relatif dan (2) contiguity disorders yang seleksi dan subtitusinya secara relatif normal, sedangkan kombinasi rusak dan tidak gramatikal, urutan kata kacau, hilangnya infleksi dan preposisi, konjungsi, dan sebagainya. Jakobson melihat semua ini sebagai sebuah dikotomi yang merupakan ciri khas proses simbolik apapun. Kesungguhan pada kajian dikotomi, untuk menafsirkan fakta bahasa dalam hubungan dwimatra (binary), sangat menonjol pada setiap aspek gagasan Jakobson. Siapa pun dapat melihat ketidaksepakatannya dengan ciri linear significant Saussure. Menurut Jakobson, unsur bahasa itu dapat birsifat simultan. 23

132 Ciri pembeda, yang terjadi simultan dengan cirri yang lain, berkaitan dengan batasan Sauusure tentang opositif dan diferensial. Yang merupakan ciri khas Jakobson bukanlah analisis fonem ke dalam ciri distingtif, melainkan ciri dwimatra. Fonem bagi Sauussure bukan unsur opositif. Fonem itu tidak dikaitkan dengan opositnya, tetapi dikaitkan dengan ciri distingtifnya. Fonem ditandai oleh ada atau tidaknya kualitas yang diberikan. Jakobson juga menekankan pentingnya korelasi-korelasi fonologis sebagai untaian perbedaan-perbedaan arti yang terpisah. Menurut buku Jakobson dan Halle Fundamentals of Language, 1956, fonologi memiliki ciri-ciri expressive, configurative, dan distinctive. Eexpressive meletakkan tekanan pada bagian ujaran yang berbeda atau pada ujaran yang berbeda; menyarankan sikap emosi pembicara. Configurative, menandai bagian ujaran ke dalam satuan-satuan gramatikal dengan memisahkan ciri kulminatifnya satu persatu, atau dengan memisahkan batasannya (ciri-ciri demarkatif). Distinctive bertindak untuk memperinci satuan-satuan linguistik, ciri-ciri itu terjadi secara serempak dalam untaian yang berujud fonem. Fonem-fonem dirangkaikan ke dalam urutan. Pola dasar urutan serupa itu berujud suku kata. Dalam setiap suku kata terdapat bagian yang lebih nyaring yang berupa puncak. Puncak itu berisi dua fonem atau lebih, maka salah satu darinya adalah puncak fonem atau puncak suku kata. Andre Maertinet, tokoh penting linguistic fungsional lainnya, mengembangkan teori-teori mengenai fonologi deskriptif, fonologi diakronis, dan sintaksis. Pandangan linguistik umumnya merupakan sumbangan pemikiran penting bagi linguistik modern. Fonologi sebagai fonetik fungsional harus berdasarkan fakta-fakta dasar atau mengetahui fungsi-fungsi perbedaan bunyi bahasa sebagaimana mestinya. Martinet mencurahkan perhatian pada fonologi diakronis dengan mencoba membuat deskripsi murni. Fonologisasi dan defonologisasi direkam, disertai keterangan tentang perubahan-perubahan menurut prinsip-prinsip umum. Kriteria interpretasi dasar diberikan oleh dua unsur yang berlawanan: (1) efisiensi dalam komunikasi, dan (2) tendensi pada upaya yang minimum. Ia juga menyatakan, analisis fonem ke dalam ciri-ciri distingtif, yang mengungkapkan adanya korelasikorelasi sebuah fonem yang terintegrasi dalam untaian korelatif, akan menjadi 24

133 stabil. Selain itu, dikembangkan pula artikulasi rangkap yang menarik dan menggarisbawahi pada fungsi sintaksis sebagai gagasan yang sentral. Gagasannya ini berupa kelanjutan wawasan fungsional yang telah disarankan oleh Sekolah Praha. Fungsi-fungsi bahasa dan fungsi-fungsi unsur linguistik sebagai suatu sistem unsur-unsur atau struktur unsur-unsur dipelajari untuk menjelaskan perbedaan bahasa dengan sistem tanda buatan yang mungkin distrukturkan dalam suatu cara yang sama, tetapi tak dapat memiliki fungsi-fungsi yang sama seperti bahasa. Pandangan struktural itu dapat dirujukkan kembali dengan pandangan fungsional, tetapi hal itu bagi Martinet adalah pelengkap logisnya. Pilihan nama fungsional sebagai pengganti struktural, menunjukkan bahwa aspek fungsional paling membuka pikiran, dan hal itu tidak mesti dipelajari secara terpisah dari yang lain. Kemunculan aliran fungsional dalam bidang linguistik merupakan kontribusi dari berbagai bidang ilmu di antaranya adalah antropologi, sosiologi, dan psikologi yang menganut strukturalisme. Hal ini dapat dilihat dari pengaruh besar Saussure hingga Chomsky. Fungsionalisme dalam kajian ini kemudian lebih dikenal dengan sebutan Struktural Fungsional. Fungsionalisme adalah gerakan dalam linguistik yang berusaha menjelaskan fenomena bahasa dengan segala manifestasinya dan beranggapan bahwa mekanisme bahasa dijelaskan dengan konseuensikonsekuensi yang muncul kemudian dari mekanisme itu sendiri. Wujud bahasa sebagai sistem komunikasi manusia tidak dapat dipisahkan dari tujuan berbahasa, sadar atau tidak sadar. Konsep utama dalam fungsionalisme ialah fungsi bahasa dan fungsi dalam bahasa. Sikap fungsionalistis terhadap fungsi bahasa sebagai berikut. a. Analisis bahasa mulai dari fungsi ke bentuk. b. Sudut pandang pembicara menjadi perspektif analisis. c. Deskripsi yang sistematis dan menyeluruh tentang hubungan antara fungsi dan bentuk. d. Pemahaman atas kemampuan komunikatif sebagai tujuan analisis bahasa. e. Perhatian yang cukup pada bidang interdisipliner, misalnya sosiolinguistik dan penerapan linguistik pada masalah praktis, misalnya pembinaan bahasa. 25

134 3.3 Keunggulan Aliran Linguistik Fungsional Aliran lingustik fungsional memiliki keunggulan-keunggulan sebagai berikut. a. Pada khasanah kebahasaan, linguistik Fungsional sangat mempengaruhi tata bahasa dalam perkembangan linguistik sebelumnya, sekaligus membuka cakrawala baru agar aspek fungsional menjadi pertimbangan penelitian bahasa. Dengan menelurkan istilah fungsional, praktis landasan yang digunakan dalam melihat bahasa (tataran fonologi, morfem, dan sintaksis) adalah fungsi. Keunggulan lain aliran ini adalah: kita dapat mengetahui bahwa setiap fonem (bunyi) itu memiliki fungsi, sehingga dapat membedakan arti. Setiap monem (istilah Martinet) yang diartikulasikan memiliki isi dan ekspresi. Dengan begitu dapat dilihat fungsinya. Kemudian pada tataran yang lebih besar, yaitu sintaksis, aliran ini menekankan pada fungsi preposisi dan struktur kalimat. Maksudnya, unsur linguistik dalam sebuah kalimat dapat dijelaskan dengan merujuk pada fungsi sehingga ditemukan pemahaman logis yang utuh. Jadi, aliran ini telah berhasil melihat setiap komponen bahasa berdasarkan fungsi dan menginspirasi gagasan adanya relasi antara struktur dan fungsi bahasa. b. Dalam dunia sastra, gagasan Jakobson tentang enam fungsi bahasa menjadi pijakan dalam menelaah karya sastra. Idenya tersebut melahirkan istilah model komunikasi sastra, yang memusatkan pada pesan yang terkandung dalam karya sastra. Model ini banyak diadopsi untuk menggali fungsi bahasa dalam wacana baik wacana ilmiah maupun nonilmiah, sastra maupun nonsastra. 3.4 Kelemahan Aliran Linguistik Fungsional Aliran lingustik fungsional memiliki kelemahan-kelenahab sebagai berikut. a. Gagasan fungsional tidak menyentuh secara mendalam komponen makna dalam pengkajian bahasa. Pada tataran sintaksis, hanya disebutkan adanya fungsi dalam setiap struktur bahasa, namun tidak menjelaskan terminologi apa saja yang tercakup di dalamnya. Selanjutnya, bagaimana menyusun kalimat yang benar berdasarkan fungsi pun tidak jelas. Demikian halnya pada tataran fonologi dan morfologi. Jadi, kelemahan aliran ini adalah tidak mampu menguraikan 26

135 fungsi unsur linguistik lebih rinci, khsususnya.pada tataran sintaksis. Dalam struktur kalimat, gagasan aliran ini tidak menjelaskan komponen apa saja yang tercakup dalam aspek fungsional. Sebagaimana kita ketahui, ada fungsi lain dalam kalimat yaitu fungsi semantis dan fungsi pragmatis. b. Sementara dalam dunia sastra, fungsi bahasa yang dinyatakan oleh Jakobson, ketika diterapkan dalam menganalisis karya sastra memiliki kekurangan. Model komunikasi sastra Jakobson tidak memperhatikan potensi kebahasaan yang lain seperti mengabaikan relevansi sosial budaya. Padahal, sosial budaya memainkan peranan penting dalam memahami makna bahasa, terlebih dalam karya sastra karena di dalamnya melibatkan aspek sosio cultural yang sangat kental. Mengacu pada model komunikasi sastra, karya sastra hanya bertumpu pada pesan yang disampaikan, padahal pemahaman karya sastra sangat bergantung pada pemahaman pembaca. Adanya unsur keterkaitan intertektualitas dan intratekstualitas dalam memahami karya sastra perlu diperhatikan karena setiap karya sastra tidak ada yang berdiri sendiri. D. Aktivitas Pembelajaran Aktivitas pembelajaran dilakukan dengan mekanisme tertentu melalui tahapan berikut: (1) Pengantar Instruktur Instruktur membuka pertemuan dan menyampaikan materi yang akan dibahas atau didiskusikan. Instruktur dapat membentuk kelompokkelompok diskusi peserta bila diperlukan. (2) Curah Pendapat a. Instruktur meminta peserta pelatihan melakukan curah pendapat tentang aliran linguistik struktural, deskriptif, dan fungsional dalam kelompok peserta 3 4 orang. b. Instruktur kemudian merangkum hasil curah pendapat secara pleno dan menuliskannya pada slide power point. (3) Diskusi Mengelaborasi Kompetensi 27

136 a. Peserta diminta mendiskusikan/mengelaborasi tujuan, kompetensi,dan indikator pencapaian kompetensi (IPK) terkait materi pembelajaran Aliranaliran Linguistik. b. Instruktur mengimbau peserta pelatihan untuk berbagi pendapat tentang tujuan, kompetensi, dan IPK (instruktur meminta seorang peserta untuk menulis hasil diskusi mereka dengan menggunakan power point) c. Instruktur bersama peserta menyelaraskan tujuan, kompetensi, dan IPK hasil diskusi dengan tujuan yang telah dipersiapkan oleh instruktu (4) Mengisi Lembar Kerja (LK) a. Peserta (dalam kelompok peserta 3-4 orang) diminta mengisi LK yang telah dipersiapkan. Instruktur membimbing peserta mengisi LK (instruktur dapat menayangkan informasi yang telah disiapkan). b. LK dapat berupa pertanyaan atau penugasan yang berorientasi kepada tujuan atau kompetensi yang telah ditetapkan. c. Peserta kembali merampungkan LK sampai tuntas dibimbing oleh instruktur (catatan : peserta dapat menuntaskan lembar kerja diluar jam pelatihan). (5) Menyajikan hasil LK a. Presentasi hasil pengisisan LK oleh 5 orang guru yang ditunjuk oleh instruktur (penunjukan secara acak oleh instruktur disepakati sebelumnya bersama peserta). b. Setiap peserta lainnya mengisi pedoman observasi. (6) Refleksi Instruktur bersama-sama dengan peserta melakukan refleksi/kaji ulang atas seluruh rangkai pembelajaran yang telah dilakukan; mengapresiasi hasil-hasil yang telah dicapai atau yang belum tercapai; mengevaluasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap hasil belajar. 28

137 SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN BAHASA INDONESIA BAB II HAKIKAT BAHASA DAN PEMEROLEHAN BAHASA Drs. Azhar Umar, M.Pd KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN 2016

138

139 BAB II HAKIKAT BAHASA DAN PEMEROLEHAN BAHASA A. Tujuan Setelah mempelajari sumber belajar ini, guru diharapkan memiliki pemahaman terhadap konsep hakikat bahasa, hakikat pemerolehan bahasa, dan jenis-jenis pemerolehan bahasa dengan baik B. Kompetensi dan Indikator Pencapaian Kompetensi Kompetensi Guru Memahami hakikat bahasa dan pemerolehan bahasa. Indikator Pencapaian Kompetensi 2.1 Mengidentifikasi konsep hakikat bahasa. 2.2 Mengidentifikasi konsep pemerolehan bahasa (fonologi) 2.3 Mengidentifikasi konsep pemerolehan bahasa (morfologi). 2.4 Mengidentifikasi konsep pemerolehan bahasa (sintaksis). 2.5 Mengidentifikasi konsep pemerolehan bahasa (semantic) 2.6 Mengidentifikasi konsep pemerolehan bahasa (pragmatik). 2.7 Membedakan pemerolehan dan pembelajaran bahasa 2.8 Menentukan tahapan pemerolehan bahasa anak 2.9 Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pemerolehan bahasa 1

140 C. Uraian Materi 1. Hakikat Bahasa Menurut Keraf (1984: 16), bahasa adalah alat komunikasi antar-anggota masyarakat, berupa lambang bunyi suara, yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Meskipun batasan bahasa yang dikemukakan Keraf ini terlihat sangat sederhana, apa yang menjadi hakikat bahasa dan lambang bunyi suara itu tidaklah serta merta dapat dipahami dan disepakati dengan mudah oleh semua pihak. Untuk mempermudah pemahaman kita mengenai hal tersebut, baiklah kita simak ilustrasi berikut ini. Bila seorang asing berbicara dalam bahasa yang tidak kita pahami, yang terdengar kepada kita hanyalah bunyi yang berselang-seling yang rumit sekali. Dalam waktu yang relatif lama, barulah bunyi-bunyi tersebut dapat kita bedabedakan. Bunyi-bunyi dan urutannya akan semakin jelas kepada kita karena ia berulang. Apabila kita akhirnya memahami bahasa tersebut, maka tampaklah kepada kita bahwa ada aturan-aturan yang menguasai pemakaian bunyi dan urutan-urutannya itu. Di dalam bahasa Inggeris, misalnya, tidak terdapat bunyi (ny) seperti yang terdapat di dalam bahasa Indonesia nyinyir atau nyonya. Bunyi (ng) di dalam bahasa asing itu tidak pernah terdapat di awal kata, seperti yang terdapat di dalam kata bahasa Indonesia ngeri, misalnya. Sebaliknya, ada juga urutan-urutan bunyi di dalam bahasa Inggeris, seperti (spl) atau (spr), yang terdapat di dalam kata-kata splash dan spring, yang tidak terdapat di dalam bahasa Indonesia. Di dalam bahasa Inggeris terdapat kata-kata majemuk, seperti flower garden atau bus station, yang kata keduanya merupakan pokok dan kata pertama menjelaskan kata kedua. Di dalam bahasa Indonesia terjadi hal yang sebaliknya. Kata-kata majemuk seperti stasiun bus atau kebun bunga, justru kata-kata pertamanyalah yang menjadi pokok, sedangkan kata kedua menjadi penjelas kata pertama. Dari contoh-contoh di atas, dan banyak lagi contoh lainnya yang dapat dikemukakan di sini, jelaslah bahwa tiap bahasa memiliki aturan-aturannya sendiri yang menguasai hal-hal bunyi dan urutan-urutanny, hal-hal kata dan susunannya, 2

141 dan sebagainya. Dapatlah disimpulkan bahwa bahasa itu sesungguhnya adalah kumpulan pola-pola, kumpulan kaidah-kaidah yang kemudian disebut sistem. Jadi, bahasa adalah sistem unsur-unsur dan kaidah-kaidah. Bila pertama kali kita melihat sebuah benda, dan orang yang memahami benda itu menyebutnya dengan jam, maka urutan bunyi /j/, /a/, dan /m/ kita asosiasikan dengan benda tersebut. Kemudian, meskipun benda tersebut tidak lagi berada di hadapan kita, bila kita mendengar seseorang mengucapkan urutan bunyi itu, maka kita akan serta-merta mengasosiasikannya dengan benda tersebut. Demikianlah, terjadinya proses asosiasi antara bunyi-bunyi (baik berupa kata maupun kalimat) dengan sesuatu (benda maupun konsep) menunjukkan ketinggiasn akal budi manusia yang tidak dimiliki oleh makhluk lain. Urutan bunyi /j/, /a/, dan /m/ itu, dalam pikiran manusia, ternyata adalah lambang-lambang yang berdiri untuk sesuatu yang lain yang dapat diterangkan sebagai Sesuatu yang terdiri atas berbagai roda kecil yang digerakkan oleh beberapa per, yang ditempatkan di dalam sebuh kotak besar atau kecil, dan yang fungsinya untuk menunjukkan waktu. Seperti diketahui, sesuatu yang berdiri untuk sesuatu yang lain disebut tanda. Dengan demikian jelaslah bahwa bahasa itu sesungguhnya adalah sistem tanda. Tidak terdapat hubungan logis atau rasional antara bunyi-bunyi bahasa dengan sesuatu yang dilambangkannya. Untuk menjelaskan hal ini, ambillah konsep K sebagai kasus. K adalah binatang berkaki empat, berkuku satu dan banyak dijinakkan untuk keperluan manusia, baik untuk membantunya sebagai binatang poenarik maupun untuk hiburan di dalam pacuan. Orang Indonesia menyebut konsep K ini dengan urutan bunyi [k-u-d-a]; orang Inggeris menyebutnya [h-o-r-s-e], dan orang Jawa menyebutnya dengan [j-a-r-a-n]. Sekiranya ada hubungan yang rasional atau logis antara bunyi-bunyi dengan bendanya, tentulah tidak akan ada perbedaan urutan bunyi di dalam bahasa-bahasa di dunia ini untuk konsep yang sama, seperti contoh-contoh yang telah diberikan di atas. Jadi jelaslah, tidak ada hubungan yang rasional dan logis antara bunyi-bunyi sebagai lambang dengan sesuatu yang dilambangkannya. Dengan kata-kata lain, urutan bunyi dalam satu bahasa bersifat mana suka atau arbitrer. 3

142 Kecil pula kemungkinan bagi seseorang untuk mengganti urutan bunyi dalam bahasanya untuk sebuah konsep yang sudah ada. Betapa pun diktatornya kekuasaan seseorang di suatu tempat, tidak mungkin baginya mengganti urutan bunyi [k-u-d-a], untuk konsep yang telah dikemukakan di atas, dengan urutan bunyi lain, misalnya menjadi [k-r-a-u]. Jika pun dimungkinkan, maka penggantian urutan bunyi bahasa itu haruslah mendapat persetujuan atau kesepakatan sejumlah besar masyarakat pemakai bahasa. Dari deskripsi di atas dapatlah disimpulkan bahwa urutan-urutan bunyi itu mestilah mencapai sifat konvensional untuk dapat dianggap sebagai kata-kata di dalam bahasa itu. Sifat inilah yang menentukan, baik perubahan arti maupun hidup dan matinya kata-kata dalam satu bahasa.dapatlah disimpu;lkan bahwa Dari seluruh paparan di atas dapatlah disimpulkan bahwa hakikat bahasa itu dicirikan oleh empat hal, yakni (1) bahasa adalah bunyi-bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia, (2) bahasa adalah sistem tanda, (3) bahasa itu arbitrer/mana suka, dan (4) bahasa bersifat konvensional (lihat Samsuri, 1981: 9-12) 2. Pemerolehan Bahasa 2.1 Konsep Pemerolehan Bahasa Simanjuntak (1987: 157) mengatakan, proses pemerolehan bahasa adalah proses-proses yang berlaku di dalam otak seorang kanak-kanak (bayi) sewaktu memperoleh bahasa ibundanya. Ditambahkan Simanjuntak bahwa proses itu berlangsung tanpa disadari oleh kanak-kanak itu sendiri. Kiparsky mengajukan batasan yang lebih kompleks lagi. Menurut Kiparsky (dalam Tarigan, 1985: 243). pemerolehan bahasa atau language acquisition adalah suatu proses yang digunakan anak-anak untuk menyesuaikan seperangkan hipotesis yang makin bertambah rumit, atau pun teori-teori yang masih terpendam, dengan ucapanucapan orang tuanya sampai dia memilih, berdasrkan suatu ukuran atau takaran penilaian, tata bahasa yang paling baik serta yang paling sederhana dari bahasa tersebut. Kanak-kanak melihat dengan pandangan yang cerah akan kenyataankenyataan bahasa yang dipelajarinya dengan melihat tata bahasa asli orang tuanya, serta pembaharuan-pembaharuan yang telah mereka perbuat, sebagai tata bahasa tunggal. Kemudian, dia menyusun atau membangun suatu tata bahasa 4

143 yang baru serta yang disederhanakan dengan pembaharuan-pembaharuan yang dibuatnya sendiri. Berbicara mengenai pemerolehan bahasa, kita tidak dapat melepaskan diri dari berbicara mengenai alat pemerolehan bahasa (language acquisition device atau LAD). LAD merupakan alat hipotetis yang berdasarkan input data linguistik primer suatu bahasa menghasilkan output yang terdiri atas tata bahasa yang adekuat secara deskriptif bagi bahasa tersebut. Skema ini dapat digambarkan sebagai berikut: Data linguistik primer Sistem LAD Tata bahasa Peralatan pemerolehan bahasa haruslah merupakan keberdikarian bahasa (language independent), yaitu mampu memelajari setiap bahasa manusia yang mana saja dan harus menyediakan serta menetapkan suatu batasan pengertian atau gagasan bahasa manusia (Chomsky dalam Tarigan, 1985: 244). Ada yang mengatakan bahwa LAD adalah sejenis kotak hitam atau black box di dalam otak manusia. Dari wacana di atas dapat ditarik simpulan adanya suatu model pemerolehan (acquisition model) bahasa. Yang dimaksud dengan model pemerolehan adalah suatu siasat yang digunakan anak-anak untuk menyusun tata bahasa yang tepat bagi bahasanya untuk memelajari bahasanya berdasarkan suatu sampel data linguistik utama yang terbatas. 2.2 Pemerolehan Bahasa Anak Para ahli umumnya setuju bahwa penelitian mengenaai pemerolehan bahasa kanak-kanak sangat perlu dilakukan dan dikembangkan. Setidaknya, ada tiga alasan penelitian tersebut penting dilakukan, yakni: (1) bahwa hal itu sendiri memang menarik, 5

144 (2) hasil-hasil dari telaah pemerolehan bahasa dapat memancarkan cahaya terang pada aneka rona masalah pendidikan dan pengobatan, seperti pengobatan afasia, hambatan ujaran, dan perkembangan kognitif, (3) bahwa selama telaah pemerolehan bahasa dapat memperkuat atau memperlemah kategori-kategori kesemestaan yang telah dipatokkan oleh teori-teori linguistik dengan suatu dasar mentalis secara eksplisit, maka jelas bahwa fenomemna pemerolehan bahasa itu relevan dengan perkembangan toeri linguistik. Memang banyak linguis dan nonlinguis yang telah mengadakan telaah mengenai pemerolehan bahasa tanpa membuat suatu upaya nyata untuk membatasi serta menetapkan bagimana hasil-hasil telaah mereka dapat diterapkan, dan tanpa keinginan untuk membuktikan sesuatu mengenai hakikat bahasa. Hasil pendekatan yang agak kausal ini merupakan hasil observasi yang sudah pasti cenderung menjadi bersifat anekdot dan karena itu merupakan sifat yang tidak sistematis. Tambahan lagi, kurangnya teori pemerolehan bahasa yang logis yang berarti bahwa mata rantai antara data dengan apa kita sebut sebagai fakta-fakta pemerolehan bahasa itu sungguh-sungguh sangat lemah dan kurang mempersatukan. Misalnya adalah: sukar melukiskan -- apalagi menjelaskan faktafakta perkembangan ujaran yang lamban dengan tepat apa yang wajar. Sayangnya, kita sulit sekali mengetahui hal-hal yang membangun serta menunjang perkembangan ujaran yang normal. Hal ini sebagian ada sangkut-pautnya dengan kesukaran-kesukaran praktis yang banyak sekali terlibat dalam penelaahan ujaran kanak-kanak, tetapi juga ada kaitannya dengan kenyataan bahwa belum ada teori linguistic yang tersedia yang menyajikan peralatan-peralatan yang cukup terperinci untuk memudahkan atau memungkinkan kita melukiskan fakta-fakta atau mendaftarkannya secara luas mencakup banyak hal. Walaupun di atas telah dikemukakan pentingnya penelitian terhadap pemerolehan bahasa anak, namun kita tidak dapat menutup mata akan adanya kesulitan-kesulitan yang harus dihadapi dalam penelitian tersebut. Berikut ini dikemukakan beberapa indikasi atau petunjuk kesulitan-kesulitan praktis dan teoritis yang terlibat dalam penelitian pemerolehan bahasa. Pertama, sukar 6

145 meneliti data input, yaitu jumlah dan hakikat ujaran (data linguistic primer) yang harus diungkap oleh anak-anak selama masa dua atau tiga tahun. Kedua, sulit menelaah data output (ucapan-ucapan yang dihasilkan anak). Biasanya, kita memerlukan sejumlah informasi yang situasional untuk menentukan makna ucapan seorang anak. Misalnya saja, ucpan seorang anak Ibu air yang mungkin berarti ibu mengambil air atau ibu minum air, dan sebagainya. Haruskah kita hanya dengan mengatakan bahwa ucapan itu terdiri atas nomina + nomina saja? Ketiga, sulit menelaah hubungan input output. Hal ini teutama disebabkan oleh kenyataan bahwa mungkin ada kesenjangan waktu antara apa yang didengar oleh anak-anak dengan apa yang diucapkannya. Keempat, sungguh sulit menguji kompetensi anak-anak serta memisahkan variabel-variabel performansinya. Bagaimana kita mengetahui bahwa anak-anak sudah membuat suatu kesalahan dari kompetensi yang seharusnya? Anak-anak merupakan komponen yang sangat sulit diuji. Pada bagian terdahulu sudah disinggung mengenai model pemerolehan atau acquisition model. Sekarang, kita menelaah apa sajakah yang terlibat dalam konstruksi atau penyusunan model pemerolehan bahasa. Seorang anak yang mampu belajar bahasa haruslah memiliki: (1) teknik untuk menggambarkan tanda-tanda inpu, (2) cara menggambarkan informasi structural mengenai tanda-tanda ini, (3) metode untuk menentukan apa yang dinyatakan secara tidak langsung atau diimplikasikan oleh setiap hipotesis serupa itu menghenai setiap kalimat, (4) metode untuk memilih salah satu dari hipotesis-hipotesis yang sesuai dengan data linguistic utama tertentu (Tarigan, 1985: ). 2.3 Teori Pemerolehan Bahasa Anak Teori pemerolehan bahasa pada anak meliputi teori behaviorisme, nativisme, kognitivisme, dan interaksionisme. 7

146 2.3.1 Teori Behaviorisme Teori behaviorisme menyoroti aspek perilaku kebahasaan yang dapat diamati langsung dalam hubungan antara rangsangan (stimulus) dan reaksi (response). Perilaku bahasa yang efektif adalah membuat reaksi (R) yang tepat terhadap rangsangan/stimulus (S). Reaksi ini akan menjadi suatu kebiasaan jika mendapat penguatan (reinforcement). Pada saat ini, anak belajar bahasa pertamanya. Sebagai contoh, seorang anak mengucapkan bilangkali untuk barangkali. Sudah pasti si anak akan dikritik oleh ibunya atau siapa saja yang mendengar kata tersebut. Apabila suatu ketika si anak mengucapkan barangkali dengan tepat, dia tidak akan mendapatkan kritikan karena pengucapannya sudah benar. Situasi seperti inilah yang dinamakan membuat reaksi yang tepat terhadap rangsangan dan merupakan hal yang pokok bagi pemerolehan bahasa pertama pada anak. Berikut ini adalah beberapa prinsip behaviorisme: (1) Teori belajar behaviorisme ini bersifat empiris, didasarkan pada data yang dapat diamati. (2) Kaum behavioaris menganggap bahwa (a) proses belajar pada manusia sama dengan proses belajar pada binatang, (b) manusia tidak mempunyai potensi bawaan untuk belajar bahasa, (c) pikiran anak merupakan tabula rasa yang akan diisi dengan asosiasi S-R, (d) semua prilaku merupakan respon terhadap stimulus dan perilaku terbentuk dalam rangkaian asosiatif. (3) Belajar bagi kaum behavioris adalah pembentukan hubungan asosiatif antara stimulus dan respon yang berulang-ulang sehingga terbentuk kebiasaan. Pembentukan kebiasaan ini disebut pengondisian. (4) Pengondisian selalu disertai ganjaran sebagai penguatan asosiasi antara S-R. (5) Bahasa adalah perilaku manusia yang kompleks di antara perilaku-perilaku lain. (6) Anak menguasai bahasa melalui peniruan. (7) Perkembangan bahasa seseorang ditentukan oleh frekuensi dan intensitas latihan yang disodorkan. 8

147 B.F. Skinner adalah tokoh aliran behaviorisme. Dia menulis buku Verbal Behavior (1957) yang digunakan sebagai rujukan bagi pengikut aliran ini. Menurut aliran ini, belajar merupakan hasil faktor eksternal yang dikenakan kepada suatu organisme. Menurut Skinner, perilaku kebahasaan sama dengan perilaku yang lain, dikontrol oleh konsekuensinya. Apabila suatu usaha menyenangkan, perilaku itu akan terus dikerjakan. Sebaliknya, apabila tidak menguntungkan, perilaku itu akan ditinggalkan. Singkatnya, apabila ada reinforcement (penguatan) yang cocok, perilaku akan berubah dan inilah yang disebut belajar. Banyak kritikan diarahkan terhadap aliran ini. Chomsky mengatakan bahwa toeri yang berlandaskan conditioning dan reinforcement tidak bisa menjelaskan kalimat-kalimat baru yang diucapkan untuk pertama kali dan inilah yang kita kerjakan setiap hari. Bower dan Hilgard juga menentang aliran ini dengan mengatakan bahwa penelitian mutakhir tidak mendukung aliran ini. Aliran behaviorisme mengatakan bahwa semua ilmu dapat disederhanakan menjadi hubungan stimulus-respons. Hal tersebut tidaklah benar karena tidak semua perilaku merupakan respons dari satu stimulus. Beberapa hasil penelitian membuktikan bahwa sejumlah orang yang mendapatkan stimulus yang sama tidak serta merta melahirkan respons yang sama. Terdapat variabel-variabel lain yang memengaruhi reaksi atau respons seseorang terhadap satu stimulus Teori Nativisme Chomsky merupakan penganut nativisme. Menurutnya, bahasa hanya dapat dikuasai oleh manusia, Binatang tidak mungkin dapat menguasai bahasa manusia. Pendapat Chomsky didasarkan pada beberapa asumsi. Pertama, perilaku berbahasa adalah sesuatu yang diturunkan (genetik). Setiap bahasa memiliki pola perkembangan yang sama (merupakan sesuatu yang universal) dan lingkungan memiliki peran kecil di dalam proses pematangan bahasa. Kedua, bahasa dapat dikuasai dalam waktu yang relatif singkat. Ketiga, lingkungan bahasa anak tidak dapat menyediakan data yang cukup bagi penguasaan tata bahasa yang rumit dari orang dewasa. 9

148 Menurut aliran ini, bahasa adalah sesuatu yang kompleks dan rumit sehingga mustahil dapat dikuasai dalam waktu yang singkat melalui peniruan. Nativisme juga percaya bahwa setiap manusia yang lahir sudah dibekali dengan suatu alat untuk memperoleh bahasa (language acquisition device, disingkat LAD). Mengenai bahasa apa yang akan diperoleh anak bergantung pada bahasa yang digunakan oleh masyarakat sekitar. Sebagai contoh, seorang anak yang dibesarkan di lingkungan Melayu, sudah dapat dipastikan bahwa bahasa Melayu akan menjadi bahasa pertamanya. Semua anak yang normal dapat belajar bahasa apa saja yang digunakan oleh masyarakat sekitar. Apabila diasingkan sejak lahir, anak ini tidak memperoleh bahasa. Dengan kata lain, LAD tidak mendapat makanan sebagaimana biasanya (Baradja, 1990:33). Tanpa LAD, tidak mungkin seorang anak dapat menguasai bahasa dalam waktu singkat dan bisa menguasai sistem bahasa yang rumit. LAD juga memungkinkan seorang anak dapat membedakan bunyi bahasa dan bukan bunyi bahasa Teori Kognitivisme Aliran kognitivisme berawal dari pernyataan Jean Piaget (1926) yang berbunyi Logical thinking underlies both linguistic and nonlinguistic developments. (Pikiran logis membawahi perkembangan linguistik dan nonlinguistik). Pernyataan ini memancing para ahli psikologi kognitif menerangkan pertumbuhan kemampuan berbahasa. Mereka menilai penjelasan Chomsky tentang hal itu belum memuaskan. Teori Kognitivisme menjelaskan bahwa bahasa bukanlah suatu ciri alamiah yang terpisah, melainkan salah satu di antara beberapa kemampuan yang berasal dari kematangan kognitif. Bahasa distrukturi oleh nalar. Perkembangan bahasa harus berlandaskan pada perubahan yang lebih mendasar dan lebih umum di dalam kognisi. Jadi, urutan-urutan perkembangan kognitif menentukan urutan perkembangan bahasa (Chaer, 2003:223).Hal ini tentu saja berbeda dengan pendapat Chomsky yang menyatakan bahwa mekanisme umum dari perkembangan kognitif tidak dapat menjelaskan struktur bahasa yang kompleks, 10

149 abstrak, dan khas. Begitu juga dengan lingkungan berbahasa. Bahasa harus diperoleh secara alamiah. Menurut teori kognitivisme, yang paling utama harus dicapai adalah perkembangan kognitif, barulah pengetahuan dapat keluar dalam bentuk keterampilan berbahasa. Dari lahir sampai usia anak 18 bulan, bahasa dianggap belum ada. Anak hanya memahami dunia melalui indranya. Anak hanya mengenal benda yang dilihat secara langsung. Pada akhir usia satu tahun, anak sudah dapat mengerti bahwa benda memiliki sifat permanen sehingga anak mulai menggunakan simbol untuk mempresentasikan benda yang tidak hadir dihadapannya. Simbol ini kemudian berkembang menjadi kata-kata awal yang diucapkan anak Teori Interaksionisme Teori interaksionisme beranggapan bahwa pemerolehan bahasa merupakan hasil interaksi antara kemampuan mental pembelajar dengan lingkungan bahasa. Pemerolehan bahasa itu berhubungan dengan interaksi antara masukan (input) dengan kemampuan internal yang dimiliki pembelajar. Setiap anak sudah memiliki LAD sejak lahir. Namun, tanpa ada masukan yang sesuai tidak mungkin anak dapat menguasai bahasa tertentu secara otomatis. Dalam pemerolehan bahasa pertama, anak sangat dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Benar jika ada teori yang mengatakan bahwa kemampuan berbahasa si anak telah ada sejak lahir (telah ada LAD). Hal ini telah dibuktikan oleh berbagai penemuan, seperti yang telah dilakukan oleh Howard Gardner. Dia mengatakan bahwa sejak lahir anak telah dibekali berbagai kecerdasan. Salah satu kecerdasan yang dimaksud adalah kecerdasan berbahasa (Campbel, dkk., 2006: 2-3). Akan tetapi, yang tidak boleh dilupakan adalah lingkungan yang juga merupakan faktor yang memengaruhi kemampuan berbahasa si anak. Banyak penemuan yang telah membuktikan hal ini. 11

150 2.4 Jenis-jenis Pemerolehan Bahasa Darjowidjojo (2003: 244) membagi jenis-jenis pemerolehan bahasa dalam empat tataran, yakni fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik. Di samping itu, ada bahasan pula mengenai pemerolehan pragmatik, yakni bagaimana anak memeroleh kelayakan dalam berujar. Berikut ini penjelasan tentang berbagai jenis pemerolehan bahasa di atas Pemerolehan Fonologi Pada waktu dilahirkan, anak hanya memiliki sekitar 20 % dari otak dewasanya. Ini berbeda dengan binatang yang sudah memiliki sekitar 70%. Karena perbedaan inilah, maka binatang sudah dapat melakukan banyak hal segera setelah lahir, sedangkan manusia hanya bisa menangis dan menggerak-gerakkan badannya. Pada umur sekitar 6 minggu, anak mulai mengeluarkan bunyi-bunyi yang mirip dengan bunyi konsonan atau vokal. Bunyi-bunyi ini belum dapat dipastikan bentuknya karena memang belum terdengar dengan jelas. Proses mengeluarkan bunyi-bunyi seperti ini dinamakan cooing, yang telah diterjemahkan menjadi dekutan (Dardjowidjojo 2012:244). Anak mendekutkan bermacammacam bunyi yang belum jelas identitasnya. Pada sekitar umur 6 bulan, anak mulai mencampur konsonan dengan vocal sehingga membentuk apa yang dalam bahasa Inggris dinamakan babbling, yang telah diterjemahkan menjadi celotehan. Celotehan dimulai dengan konsonan yang keluar pertama adalah konsonan bilabial hambat dan bilabial nasal. Vokalnya adalah /a/, dengan demikian strukturnya adalah KV Pemerolehan Morfologi Afiksasi bahasa Indonesia merupakan salah satu aspek morfologi yang kompleks. Hal ini terjadi karena satu kata dapat berubah maknanya karena proses afiksasi (prefiks, sufiks, simulfiks). Misalnya, kata satu dapat berubah menjadi: bersatu, menyatu, kesatu, satuan, satukan, disatukan, persatuan, kesatuan, kebersatuan, mempersatukan, dan seterusnya. Zuhdi dan Budiasih (1997) menyatakan bahwa anak-anak mempelajari morfem mula-mula bersifat hapalan. 12

151 Hal ini kemudian diikuti dengan membuat simpulan secara kasar tentang bentuk dan makna morfem. Akhirnya, anak membentuk kaidah. Proses yang rumit ini dimulai pada periode prasekolah dan terus berlangsung sampai pada masa adolesen Pemerolehan Semantik Menurut beberapa ahli psikologi perkembangan, kanak-kanak memperoleh makna suatu kata dengan cara menguasai fitur-fitur semantik kata itu satu demi satu sampai semua fitur semantik dikuasai, seperti yang dikuasai oleh orang dewasa (Mc.Neil, 1970, Clark, 1997). Clark secara umum menyimpulkan perkembangan pemerolehan semantik ini ke dalam empat tahap. Pertama, tahap penyempitan makna kata. Tahap ini berlangsung antara umur satu sampai satu setengah tahun (1,0 1,6). Pada tahap ini, kanak-kanak menganggap satu benda tertentu yang disebut gukguk hanyalah anjing yang dipelihara di rumah saja, tidak termasuk yang berada di luar rumah. Kedua, tahap generalisasi berlebihan. Tahap ini berlangsung antara usia satu setengah tahun hingga dua tahun setengah (1,6 2,6). Pada tahap ini, anak-anak mulai menggeneralisasikan makna suatu kata secara berlebihan. Jadi, yang dimaksud dengan anjing atau gukguk adalah semua binatang berkaki empat. Ketiga, tahap medan semantik. Tahap ini berlangsung antara usia dua setengah tahun sampai usia lima tahun (2,6 5,0). Pada tahap ini, kanak-kanak mulai mengelompokkan kata-kata yang berkaitan ke dalam satu medan semantik. Pada mulanya, proses ini berlangsung jika makna kata-kata yang digeneralisasi secara berlebihan semakin sedikit -- setelah kata-kata baru untuk benda-benda yang termasuk dalam generalisasi ini dikuasai oleh kanak-kanak. Umpamanya, kalau pada utamanya, kata anjing berlaku untuk semua binatang berkaki empat, namun setelah mereka mengenal kata kuda, kambing, harimau maka kata anjing berlaku untuk anjing saja. Kelima, tahap generalisasi. Tahap ini berlangsung setelah kanak-kanak berusia lima tahun. Pada tahap ini, kanak-kanak telah mulai mampu mengenal benda-benda yang sama dari sudut persepsi, bahwa benda-benda itu mempunyai fitur-fitur semantik yang sama. Pengenalan seperti ini semakin sempurna ketika usia kanak-kanak itu semakin bertambah. Jadi, ketika 13

152 berusia antara lima tahun sampai tujuh tahun, misalnya, mereka telah mengenal apa yang dimaksud dengan hewan Pemerolehan Sintaksis Dalam bidang sintaksis, anak memulai berbahasa dengan mengucapkan satu kata atau bagian kata. Kata ini, bagi anak, sebenarnya adalah kalimat penuh, tetapi dia belum dapat mengatakan lebih dari satu kata dari seluruh kalimat itu. Yang menjadi pertanyaan adalah: kata mana yang dipilih? Seandainya anak itu bernama Fajri dan yang ingin dia sampaikan adalah Fajri mau makan, apakah dia akan memilih kata jri (untuk Fajri), mau (untuk mau), ataukah kan (untuk makan)? Dari tiga kata pada kalimat Fajri mau makan, yang baru adalah kan. Karena itulah anak memilih kan, dan bukan jri, atau mau. Dengan singkat dapat dikatakan bahwa dalam ujaran yang dinamakan ujaran satu kata atau USK (one word utterance), anak tidak sembarangan saja memilih kata itu; dia akan memilih kata yang memberikan informasi baru. Dari segi sintaktiknya, USK sangatlah sederhana karena memang hanya terdiri dari satu kata saja, bahkan untuk bahasa seperti bahasa Indonesia hanya sebagian saja dari kata itu. Di samping ciri ini, USK juga mempunyai ciri-ciri yang lain. Pada awalnya, USK hanya terdiri dari KV saja. Bila kata itu KVK, maka K yang kedua dilesapkan. Kata mobil, misalnya, akan disingkat menjadi /bi/. Pada perkembangannya kemudian, konsonan akhir ini mulai muncul. Pada umur 2,0 tahun, misalnya, Echa menamakan ikan sebagai /tan/, persis sama dengan kata bukan. Pada awal USK juga tidak ada gugus konsonan. Semua gugus yang ada di awal atau akhir kalimat disederhanakan menjadi satu konsonan saja. Kata putri (untuk Eyang putri) diucapkan oleh Echa mula-mula sebagai Eyang /ti/. Ciri lain dari USK adalah bahwa kata-kata dari kategori sintaktik utama (content words), umumnya nomina, verba, adjektiva, dan mungkin juga adverbia. Tidak ada kata fungsi, seperti dari, atau ke. Di samping itu, kata-katanya selalu dari kategori sini dan kini. Tidak ada yang merujuk kepada yang tidak ada di sekitar atau pun ke masa lalu dan masa depan. Anak pun juga dapat menyatakan negasi nggak, pengulangan lagi, dan habisnya sesuatu. 14

153 Sekitar umur 2,0 tahun, anak mulai mengeluarkan ujaran dua kata atau UDK (Two Word Utterance). Anak mulai dengan dua kata yang diselingi jeda sehingga seolah-olah dua kata itu terpisah. Untuk menyatakan bahwa lampunya telah menyala. Echa misalnya, bukan mengatakan /lampunala/ lampu nyala tapi /lampu // nala/. Jadi, berbeda dengan USK, UDK, secara sintaksis, lebih kompleks tetapi semantiknya makin lebih jelas (Dardjowidjojo, 2003: 265) Pemerolehan Pragmatik Jakobson menyatakan bahwa pemerolehan pragmatik anak dipengaruhi oleh lingkungannya. Di dalam pemerolehan pragmatik, anak tidak hanya berbahasa, melainkan juga memperoleh tindak berbahasa. Dardjowidjojo (2003: 266) membagi pemerolehan pragmatik dalam dua teori, masing-masing (1) Pemerolehan niat komunikatif dan (2) Pemerolehan kemampuan percakapan. Pada minggu-minggu pertama sesudah lahir, anak mulai menunjukkan niat komunikatifnya dengan tersenyum, menoleh bila dipanggil, menggapai bila diberi sesuatu, dan memberikan sesuatu kepada orang lain. Pemerolehan kemampuan percakapan di tandai dengan struktur percakapan yang terdiri atas tiga komponen, yaitu (1) pembukaan, (2) giliran, dan (3) penutup. Bila orang tua menyapanya, atau anak-anak yang menyapa terlebih dahulu, itulah tanda bahwa percakapan akan dimulai. Pada tahap giliran, akan terjadi pemberian respons, dan pada bagian penutup, tidak mustahil pula bahwa pertanyaan tadi tidak terjawab karena anak lalu pergi saja meninggalkan orang tuanya atau beralih ke kegiatan lain. D. Aktivitas Pembelajaran Aktivitas pembelajaran dilakukan dengan mekanisme tertentu melalui tahaptahap pembelajaran berikut: (1) Pengantar Instruktur Instruktur membuka pertemuan dan menyampaikan materi yang akan dibahas atau didiskusikan. Instruktur dapat membentuk kelompok-kelompok diskusi peserta bila diperlukan. 15

154 (2) Curah Pendapat a. Instruktur meminta peserta pelatihan melakukan curah pendapat tentang hakikat bahasa dan pemerolehan bahasa dalam kelompok peserta 3 4 orang. b. Instruktur kemudian merangkum hasil curah pendapat secara pleno dan menuliskannya pada slide power point. (3) Diskusi Mengelaborasi Kompetensi a. Peserta diminta mendiskusikan/mengelaborasi tujuan, kompetensi,dan indikator pencapaian kompetensi (IPK) terkait materi pembelajaran hakikat bahasa dan pemerolehan bahasa. b. Instruktur mengimbau peserta pelatihan untuk berbagi pendapat tentang tujuan, kompetensi, dan IPK (instruktur meminta seorang peserta untuk menulis hasil diskusi mereka dengan menggunakan power point) c. Instruktur bersama peserta menyelaraskan tujuan, kompetensi, dan IPK hasil diskusi dengan tujuan yang telah dipersiapkan oleh instruktur. (4) Mengisi Lembar Kerja (LK) a. Peserta (dalam kelompok peserta 3-4 orang) diminta mengisi LK yang telah dipersiapkan. Instruktur membimbing peserta mengisi LK (instruktur dapat menayangkan informasi yang telah disiapkan). b. LK dapat berupa pertanyaan atau penugasan yang berorientasi kepada tujuan atau kompetensi yang telah ditetapkan. c. Peserta kembali merampungkan LK sampai tuntas dibimbing oleh instruktur (catatan : peserta dapat menuntaskan lembar kerja diluar jam pelatihan). (5) Menyajikan hasil LK a. Presentasi hasil pengisisan LK oleh 5 orang guru yang ditunjuk oleh instruktur (penunjukan secara acak oleh instruktur disepakati sebelumnya bersama peserta). b. Setiap peserta lainnya mengisi pedoman observasi. (6) Refleksi Instruktur bersama-sama dengan peserta melakukan refleksi/kaji ulang atas seluruh rangkai pembelajaran yang telah dilakukan; mengapresiasi 16

155 hasil-hasil yang telah dicapai atau yang belum tercapai; mengevaluasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap hasil belajar. 17

156

157 SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN BAHASA INDONESIA BAB III KEDUDUKAN, FUNGSI, DAN RAGAM BAHASA INDONESIA Drs. Azhar Umar, M.Pd KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN 2016

158

159 BAB III KEDUDUKAN, FUNGSI, DAN RAGAM BAHASA INDONESIA A. Tujuan Setelah mempelajari sumber belajar ini, guru diharapkan dapat memahami kedudukan, fungsi, dan ragam bahasa Indonesia. B. Kompetensi dan Indikator Pencapaian Kompetensi Kompetensi Guru 3. Memahami kedudukan, fungsi, dan ragam bahasa Indonesia Indikator Pencapaian Kompetensi 3.1 Mengidentifikasi kedudukan bahasa Indonesia dengan tepat. 3.2 Mengidentifikasi fungsi bahasa Indonesia sebagai alat pemersatu. 3.3 Mengidentifikasi jenis ragam tingkat keformalan (beku/ frozen style) 3.4 Mengidentifikasi jenis ragam tingkat keformalan (formal) 3.5 Mengidentifikasi jenis ragam tingkat keformalan (informal) 3.6 Mengidentifikasi jenis ragam tingkat keformalan (akrab) C. Uraian Materi 1. Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia 1.1 Sejarah Bahasa Indonesia Bahasa Indonesia yang dipakai sekarang berasal dari bahasa Melayu. Bahasa tersebut sejak lama digunakan sebagai bahasa perantara (lingua franca) atau bahasa pergaulan, tidak hanya di Kepulauan Nusantara, tetapi juga di hampir 1

160 seluruh Asia Tenggara. Hal ini diperkuat dengan ditemukannya prasasti-prasasti kuno yang ditulis dengan menggunakan bahasa Melayu. Secara resmi, bahasa Indonesia dikumandangkan pada peristiwa Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober Peresmian nama bahasa Indonesia tersebut bermakna politis sebab bahasa Indonesia dijadikan sebagai alat perjuangan oleh kaum nasionalis yang sekaligus bertindak sebagai perencana bahasa untuk mencapai negara Indonesia yang merdeka dan berdaulat. Peresmian nama itu juga menunjukan bahwa sebelum peristiwa Sumpah Pemuda itu nama bahasa Indonesia sudah ada. Fakta sejarah menunjukkan bahwa sebelum tahun 1928 telah ada gerakan kebangsaan yang menggunakan nama Indonesia dan dengan sendirinya pada mereka telah ada suatu konsep tentang bahasa Indonesia. Bahasa Melayu, sebagai salah satu bahasa di kepulauan nusantara, sudah sejak lama digunakan sebagai bahasa perhubungan. Sejak abad ke-7 Masehi, bahasa Melayu, atau lebih tepatnya disebut bahasa Melayu kuno yang menjadi cikal bakalnya, telah digunakan sebagai bahasa perhubungan pada zaman kerajaan Sriwijaya. Selain sebagai bahasa perhubungan, pada zaman itu bahasa Melayu berfungsi sebagai bahasa kebudayaan, bahasa perdagangan, dan sebagai bahasa resmi kerajaan. Bukti-bukti sejarah, seperti prasasti Kedukan Bukit di Palembang bertahun 684, prasasti Kota Kapur di Bangka Barat bertahun 686, prasasti Karang Brahi antara Jambi dan Sungai Musi bertahun 688 yang bertuliskan Prae-Nagari dan berbahasa Melayu kuno, memperkuat dugaan di atas. Selain itu, prasasti Gandasuli di Jawa Tengah bertahun 632 dan prasasti Bogor bertahun 942 yang berbahasa Melayu Kuno menunjukan bahwa bahasa tersebut tidak saja dipakai di Sumatra, tetapi juga dipakai di Jawa. Beberapa alasan lain yang mendorong dijadikannya bahasa Indonesia sebagai bahasa kebangsaan adalah (1) bahasa Indonesia sudah merupakan lingua franca, yakni bahasa perhubungan antaretnis di Indonesia, (2) walaupun jumlah penutur aslinya tidak sebanyak penutur bahasa Jawa, Sunda, atau bahasa Madura, bahasa Melayu memiliki daerah penyebaran yang sangat luas dan yang melampaui batas-batas wilayah bahasa lain, (3) bahasa Melayu masih berkerabat dengan bahasa-bahasa nusantara lain sehingga tidak dianggap sebagai bahasa asing lagi, (4) Bahasa Melayu mempunyai sistem yang sederhana sehingga relatif mudah dipelajari, (5) faktor psikologis, yaitu adanya 2

161 kerelaan dan keinsafan dari penutur bahasa Jawa dan Sunda, serta penutur bahasa-bahasa lain, untuk menerima bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan, (6) bahasa Melayu memiliki kesanggupan untuk dapat dipakai sebagai bahasa kebudayaan dalam arti yang luas. 1.2 Kedudukan Bahasa Indoensia Bahasa Indonesia mempunyai dua kedudukan yang sangat penting, yaitu sebagai bahasa nasional dan bahasa negara. Sebagai bahasa nsional, bahasa Indonesia di antaranya berfungsi mempererat hubungan antarsuku di Indonesia. Fungsi ini, sebelumnya, sudah ditegaskan di dalam butir ketiga ikrar Sumpah Pemuda 1928 yang berbunyi Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Kata menjunjung dalam KBBI antara lain berarti memuliakan, menghargai, dan menaati (nasihat, perintah, dan sebaginya.). Ikrar ketiga dalam Supah Pemuda tersebut menegaskan bahwa para pemuda bertekad untuk memuliakan bahasa persatuan, yaitu bahasa Indonesia. Pernyataan itu tidak saja merupakan pengakuan berbahasa satu, tetapi merupakan pernyatakan tekad kebahasaan yang menyatakan bahwa kita, bangsa Indonesia, menjunjung tinggi bahasa persatuan, yaitu bahasa Indonesia (Halim dalam Arifin dan Tasai, 1995: 5). Ini berarti pula bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa nasional yang kedudukannya berada di atas bahasa-bahasa daerah. Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara dikukuhkan sehari setelah kemerdekaan RI dikumandangkan atau seiring dengan diberlakukannya Undang-Undang Dasar Bab XV Pasal 36 dalam UUD 1945 menegaskan bahwa bahasa negara ialah bahasa Indonesia. Sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai bahasa dalam penyelenggaraan administrasi negara, seperti bahasa dalam penyeelenggaraan pendidikan dan sebagainya. 1.3 Fungsi Bahasa Indonesia Di dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai: (1) Lambang kebanggaan kebangsaan, 2) Lambang identitas nasional, 3) 3

162 Alat penghubung antarwarga, antardaerah, dan antarbudaya, 4) Alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi Sebagai lambang kebanggaan kebangsaan, bahasa Indonesia mencerminkan nilai-nilai sosial budaya yang mendasari rasa kebangsaan kita. Atas dasar kebanggaan ini, bahasa Indonesia kita pelihara dan kita kembangkan, serta rasa kebanggaan memakainya senantiasa kita bina. Pada fungsi ini, bahasa Indonesia kita junjung di samping bendera dan lambang negara kita. Di dalam melaksanakan fungsi ini, bahasa Indonesia tentulah harus memiliki identitasnya sendiri pula sehingga ia serasi dengan lambang kebangsaan kita yang lain. Bahasa Indonesia dapat memiliki identitasnya hanya apabila masyarakat pemakainya membina dan mengembangkannya sedemikian rupa sehingga tidak bergantung padai unsur-unsur bahasa lain. Berkat adanya bahasa nasional, kita dapat berhubungan satu dengan yang lain sedemikian rupa sehingga kesalahpahaman sebagai akibat perbedaan latar belakang sosial budaya dan bahasa tidak perlu dikhawatirkan. Kita dapat bepergian dari pelosok yang satu ke pelosok yang lain di tanah air dengan hanya memanfaatkan bahasa Indonesia sebagai satu-satunya alat komunikasi. Selain fungsi-fungsi di atas, bahasa Indonesia juga harus berfungsi sebagai alat yang memungkinkan penyatuan berbagai suku bangsa dengan latar belakang sosial budaya dan bahasa yang berbeda-beda ke dalam satu kesatuan kebangsaan yang bulat. Di dalam fungsi ini, bahasa Indonesia memungkinkan berbagai-bagai suku bangsa itu mencapai keserasian hidup sebagai bangsa yang bersatu dengan tidak perlu meninggalkan identitas kesukuan dan kesetiaan kepada nilai-nilai sosial budaya serta latar belakang bahasa daerah yang bersangkutan. Lebih dari itu, dengan bahasa nasional itu, kita dapat meletakkan kepentingan nasional jauh di atas kepentingan daerah atau golongan. Pada bagian terdahulu, secara sepntas, sudah dikatakan bahwai dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai: (1) bahasa resmi kenegaraan, 2) bahasa pengantar di dalam dunia pendidikan, 3) alat perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan, dan 4) Alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi 4

163 Sebagai bahasa resmi kenegaraan, bahasa Indonesia dipakai di dalam segala upacara, peristiwa, dan kegiatan kenegaraan, baik dalam bentuk lisan maupun tulisan. Termasuk ke dalam kegiatan-kegiatan itu adalah penulisan dokumendokumen yang dikeluarkan oleh pemerintah dan badan-badan kenegaraan lainnya, serta pidato-pidato kenegaraan. Pada fungsi kedua ini, bahasa Indonesia dijadikan sebagai pengantar di lembaga-lembaga pendidikan mulai taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi. Meskipun lembaga-lembaga pendidikan tersebut tersebar di daerah-daerah, mereka harus menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar. Memang ada pengecualian untuk kegiatan belajar-mengajar di kelas-kelas rendah sekolah dasar di daerah-daerah. Mereka diizinkan menggunakan bahasa daerah sebagai pengantar. Di dalam hubungannya dengan fungsi ketiga di atas, yakni alat perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan, bahasa Indonesia dipakai bukan saja sebagai alat komunikasi timbal-balik antara pemerintah dan masyarakat luas, dan bukan saja sebagai alat perhubungan antardaerah dan antarsuku, melainkan juga sebagai alat perhubungan di dalam masyarakat yang sama latar belakang sosial budaya dan bahasanya. Sebagai alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi, bahasa Indonesia adalah satu-satunya alat yang memungkinkan kita membina dan mengembangkan kebudayaan nasional sedemikian rupa sehingga ia memiliki ciriciri dan identitasnya sendiri, yang membedakannya dari kebudayaan daerah. Pada waktu yang sama, bahasa Indonesia kita pergunakan sebagai alat untuk menyatakan nilai-nilai social budaya nasional kita (Halim dalam Arifin dan Tasai, 1995: 11-12). 2. Ragam Bahasa 2.1 Pengertian Ragam Bahasa Sebagi gejala sosial, pemakaian bahasa tidak hanya ditentukan oleh faktorfaktor kebahasaan, tetapi juga oleh faktor-faktor nonkebahasaan, antara lain 5

164 faktor lokasi geografis, waktu, sosiokultural, dan faktor situasi. Faktor-faktor di atas mendorong timbulnya perbedaan-perbedaan dalam pemakaian bahasa. Perbedaan tersebut akan tampak dalam segi pelafalan, pemilihan kata, dan penerapan kaidah tata bahasa. Perbedaan atau varian dalam bahasa, yang masing-masing menyerupai pola umum bahasa induk, disebut ragam bahasa. Ragam bahasa yang berhubungan dengan faktor daerah atau letak geografis disebut dialek. Bahasa Melayu dialek Langkat, misalnya, berbeda dengan bahasa Melayu dialek Batubara, walaupun keduanya satu bahasa. Demikian pula halnya dengan bahasa Aceh dialek Aceh Besar berbeda dengan bahasa Aceh dialek Pasai yang digunakan sebagaian besar masyarakat Aceh di Kabupaten Aceh Utara, atau berbeda juga dengan bahasa Aceh dialek Pidie di Kabupaten Pidie. Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), saat ini, sekurang-kurangnya hidup 6 dialek, masing-masing dialek Aceh Besar, Pidie, Peusangan, Pasai, Aceh Timur, dan Aceh Barat (lihat Sulaiman dkk., 1983:5). Selain ragam di atas, ada lagi ragam bahasa yang berkaitan dengan perkembangan waktu yang lazim disebut kronolek. Misalnya, bahasa Melayu masa Kerajaan Sriwijaya berbeda dengan bahasa Melayu masa Abdullah bin Abdul Kadir Munsji, dan berbeda pula dengan bahasa Melayu Riau sekarang. Ragam bahasa yang berkaitan dengan golongan sosial para penuturnya disebut dialek sosial. Faktor-faktor sosial yang memengaruhi pemakaian bahasa, antara lain, adalah tingkat pendidikan, usia, dan tingkat sosial ekonomi. Bahasa golongan buruh, bahasa golongan atas (bangsawan dan orang-orang berada), dan bahasa golongan menengah (orang-orang terpelajar) akan memperlihatkan perbedaan dalam berbagai bidang. Dalam bidang tata bunyi, misalnya, bunyi /f/ dan gugus konsonan akhir /-ks/ sering terdapat dalam ujaran kaum yang berpendidikan, seperti pada bentuk fadil, fakultas, film, fitnah, dan kompleks. Bagi orang yang tidak dapat menikmati pendidikan formal, bentuk-bentuk tersebut sering diucapkan padil, pakultas, pilm, pitnah, dan komplek. Demikian pula, ungkapan apanya, dong? dan trims yang disebut bahasa prokem sering diidentikkan dengan bahasa anak-anak muda. Demikianlah ragam-ragam bahasa itu tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat penutur bahasa. Satu hal yang perlu mendapat catatan bahwa semua 6

165 ragam bahasa tersebut tetaplah merupakan bahasa yang sama. Dikatakan demikian karena masing-masing penutur ragam bahasa sesungguhnya dapat memahami ragam bahasa lainnya (mutual intelligibility). Bila pada suatu ketika saling pengertian di antara masing-masing penutur ragam tidak terjadi lagi, maka ketika itu pula masing-masing bahasa yang mereka pakai gugur statusnya sebagai ragam bahasa. Dengan pernyataan lain, ragam-ragam bahasa itu sudah berubah menjadi bahasa baru atau bahasa mandiri. 2.2 Keberagaman Bahasa Indonesia Faktor sejarah dan perkembangan masyarakat turut berpengaruh pada timbulnya sejumlah ragam bahasa Indonesia. Ragam bahasa yang beraneka macam itu masih tetap disebut bahasa Indonesia karena masing-masing berbagi intisari bersama yang umum Ragam Bahasa Menurut Daerah Ragam daerah sejak lama dikenal dengan nama logat atau dialek. Bahasa yang luas wilayah pemakaiannya selalu mengenal logat. Masing-masing logat dapat dipahami secara timbal balik oleh penuturnya, sekurang-kurangnya oleh penutur logat yang daerahnya berdampingan. Jika di dalam wilayah pemakaiannya, individu atau sekelompok orang tidak mudah berhubungan, misalnya karena tempat keadiamannya dipisahkan oleh pegunungan, selat, atau laut, maka lambat laun tiap logat dapat mengalami perkembangan sendiri-sendiri yang selanjutnya semakin sulit dimengerti oleh penutur ragam lainnya. Pada saat itu, ragam-ragam bahasa tumbuh menjadi bahasa yang berbeda Ragam Bahasa Menurut Pendidikan Formal Ragam bahasa Indonesia menurut pendidikan formal, menunjukkan perbedaan yang jelas antara kaum yang berpendidikan formal dan yang tidak. Tata bunyi bahasa Indonesia golongan penutur yang kedua itu berbeda dengan fonologi kaum terpelajar. Bunyi /f/ dan gugus konsonan akhir /-ks/, misalnya, 7

166 sering tidak terdapat dalam ujaran orang yang tidak bersekolah atau hanya berpendidikan rendah Ragam Bahasa Menurut Sikap Penutur Ragam bahasa menurut sikap penutur mencakup sejumlah corak bahasa Indonesia yang masing-masing, pada asasnya, tersedia bagi tiap pemakai bahasa. Ragam ini, yang dapat disebut langgam atau gaya, pemilihannya bergantung pada sikap penutur atau penulis terhadap orang yang diajak berbicara atau penbacanya. Sikapnya itu dipengaruhi, antara lain, oleh usia dan kedudukan orang yang disapa, tingkat keakraban antarpenutur, pokok persoalan yang hendak disampaikan, dan tujuan penyampaian informasinya. Ketika berbicara dengan seseorang yang berkedudukan lebih tinggi, penutur akan menggunakan langgam atau gaya berbahasa yang berbeda daripada ketika dirinya berhadapan dengan seseorang yang berkedudukan lebih rendah. Begitu juga halnya ketika berbicara dengan seseorang yang usianya lebih muda atau tua, penutur tentulah akan menggunakan langgam atau gaya bertutur yang berbeda Ragam Bahasa Menurut Jenis Pemakaiannya Menurut jenis pemakaiannya, ragam bahasa dapat dirinci menjadi tiga macam, masing-masing (1) berdasarkan pokok persoalannya, (2) berdasarkan media pembicaraan yang digunakan, dan (3) berdasarkan hubungan antarpembicara. Berdasarkan pokok persoalannya, ragam bahasa dibedakan menjadi ragam bahasa undang-undang, ragam bahasa jurnalistik, ragam bahasa ilmiah, ragam bahasa sastra, dan ragam bahasa sehari-hari. Berdasarkan media pembicaraan, ragam bahasa dibedakan menjadi ragam lisan (ragam bahasa cakapan, ragam bahasa pidato, ragam bahasa kuliah, dan ragam bahasa panggung), ragam tulis (ragam bahasa teknis, ragam bahasa undang-undang, ragam bahasa catatan, dan ragam bahasa surat). Ragam bahasa menurut hubungan antarpembicara dibedakan menjadi ragam bahasa resmi, ragam bahasa santai, ragam bahasa akrab, ragam baku dan ragam takbaku. Situasi resmi, yang menuntut pemakaian ragam baku, tercermin dalam 8

167 situasi berikut ini: (1) komunikasi resmi, yakni dalam surat-menyurat resmi, suratmenyurat dinas, pengumuman-pengumuman yang dikeluarkan oleh instansiinstansi resmi, penamaan dan peristilahan resmi, perundang-undangan, dan sebagainya; (2) wacana teknis, yakni dalam laporan resmi dan karya ilmiah; (3) pembicaraan di depan umum, yakni dalam ceramah, kuliah, khotbah, dan sebagainya; dan (4) pembicaraan dengan orang yang dihormati. Ragam bahasa baku merupakan ragam orang yang berpendidikan. Kaidahkaidah ragam baku paling lengkap pemeriannya jika dibandingkan dengan ragam bahasa yang lain. Ragam ini tidak saja ditelaah dan diperikan, tetapi juga diajarkan di sekolah. Ragam inilah yang dijadikan tolok bandingan bagi pemakaian bahasa yang benar. Ragam bahasa baku memiliki sifat kemantapan dinamis yang berupa kaidah dan aturan yang tetap. Kebakuannya itu tidak dapat berubah setiap saat. Ciri kedua yang menandai bahasa baku ialah sifat kecendekiaannya. Sifat kecendekiaan ini terwujud di dalam kalimat, paragraf, dan satuan bahasa yang lebih besar lainnya yang mengungkapkan penalaran atau pemikiran yang teratur, logis, dan masuk akal. Proses pencendekiaan bahasa baku ini amat penting bila masyarakat penutur memang mengidealisasikan bahasa Indonesia berkemampuan menjadi bahasa ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Hingga saat ini, untuk hal yang disebutkan terakhir, masyarakat Indonesia masih sangat bergantung kepada bahasa asing. Bahasa baku mendukung beberapa fungsi, di antaranya adalah (a) fungsi pemersatu dan (b) fungsi pemberi kekhasan Bahasa baku memperhubungkan semua penutur berbagai dialek bahasa itu. Dengan demikian, bahasa baku mempersatukan mereka menjadi satu masyarakat bahasa dan meningkatkan proses identifikasi penutur orang seorang dengan seluruh masyarakat itu. Fungsi pemberi kekhasan yang diemban oleh bahasa baku membedakan bahasa itu dari bahasa yang lain. Karena fungsi itu, bahasa baku memperkuat perasaan kepribadian nasional masyarakat bahasa yang bersangkutan. Hal itu terlihat pada penutur bahasa Indonesia. Untuk mendukung pemantapan fungsi bahasa baku diperlukan sikap tertentu dari para penutur terhadap bahasa baku. Setidak-tidaknya, sikap terhadap bahasa baku mengandung tiga dimensi, yaitu (1) sikap kesetiaan bahasa, (2) sikap 9

168 kebanggaan bahasa, dan (3) sikap kesadaran akan norma atau kaidah bahasa. Setia terhadap bahasa baku bermakna selalu atau senantiasa kukuh untuk menjaga atau memelihara bahasa tersebut dari pengaruh-pengaruh bahasa lain secara berlebihan, terutama bahasa asing. Bangga terhadap bahasa baku tercermin di dalam perasaan senang dan tidak sungkan menggunakan bahasa baku di dalam situasi-situasi yang mengharuskan penggunaan ragam bahasa tersebut. Kesadaran akan norma bahasa baku terlihat di dalam kesungguhan untuk memahami dan menggunakan kaidah-kaidah bahasa tersebut dengan setepat-tepanya dalam rangka pengungkapan nalar yang logis. Dalam konteks bahasa baku di atas, perlu pula disinggung sekilas mengenai penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Pengaitan ini penting agar tidak timbul kerancuan pemahaman mengenai keduanya. Pada peringatan ke-87 hari Kebangkitan Nasional, 20 Mei 1995, di Jakarta, Kepala Negara menekankan pentingnya berbahasa Indonesia yang baik dan benar. Akhir-akhir ini, dampak seruan tersebut semakin terasa. Slogan Gunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar pada kain rentang dapat kita temukan di mana-mana. Namun, gencarnya pemasyarakatan ungkapan tersebut belum tentu diikuti pemahaman yang benar tentang maknanya. Karena itu, pada bagian ini akan dijelaskan makna serta kriteria bahasa yang baik dan bahasa yang benar tersebut. Kriteria yang dipakai untuk menentukan bahasa Indonesia yang benar adalah kaidah bahasa. Kaidah-kaidah bahasa yang dimaksudkan tersebut meliputi aspek (1) tata bunyi, (2) tata kata dan tata kalimat, (3) tata istilah, (4) tata ejaan, dan (5) tata makna. Benar tidaknya bahasa Indonesia yang kita gunakan bergantung pada benar tidaknya pemakaian kaidah bahasa.. Kriteria pemakaian bahasa yang baik adalah ketepatan memilih ragam bahasa dengan konteks, peristiwa, atau keadaan yang dihadapi. Orang yang mahir memilih ragam bahasa dianggap berbahasa dengan baik. Bahasanya membuahkan efek atau hasil karena sesuai dengan tuntutan situasi. Pemilihan ragam yang cocok merupakan tuntutan komunikasi yang tak bisa diabakan begitu saja. Pemanfaatan ragam bahasa yang tepat dan serasi menurut golongan penutur dan jenis pemakaian bahasa itulah yang disebut bahasa yang baik atau tepat. 10

169 Dari deskripsi di atas dapatlah dipastikan bahwa istilah bahasa baku tidak sepenuhnya sepengertian dengan bahasa yang baik dan benar. Bahasa baku hanya terkait dengan bahasa yang benar. D. Aktivitas Pembelajaran Aktivitas pembelajaran dilakukan dengan mekanisme tertentu melalui tahaptahap pembelajaran berikut: (1) Pengantar Instruktur Instruktur membuka pertemuan dan menyampaikan materi yang akan dibahas atau didiskusikan. Instruktur dapat membentuk kelompok-kelompok diskusi peserta bila diperlukan. (2) Curah Pendapat a. Instruktur meminta peserta pelatihan melakukan curah pendapat tentang kedudukan, fungsi, dan ragam bahasa Indonesia dalam kelompok peserta 3 4 orang. b. Instruktur kemudian merangkum hasil curah pendapat secara pleno dan menuliskannya pada slide power point. (3) Diskusi Mengelaborasi Kompetensi a. Peserta diminta mendiskusikan/mengelaborasi tujuan, kompetensi, dan indikator pencapaian kompetensi (IPK) terkait materi pembelajaran kedudukan, fungsi, dan ragam bahasa Indonesia. b. Instruktur mengimbau peserta pelatihan untuk berbagi pendapat tentang tujuan, kompetensi, dan IPK (instruktur meminta seorang peserta untuk menulis hasil diskusi mereka dengan menggunakan power point) c. Instruktur bersama peserta menyelaraskan tujuan, kompetensi, dan IPK hasil diskusi dengan tujuan yang telah dipersiapkan oleh instruktur. (4) Mengisi Lembar Kerja (LK) a. Peserta (dalam kelompok peserta 3-4 orang) diminta mengisi LK yang telah dipersiapkan. Instruktur membimbing peserta mengisi LK (instruktur dapat menayangkan informasi melalui perangkat power point yang telah disiapkan). b. LK dapat berupa pertanyaan atau penugasan yang berorientasi 11

170 kepada tujuan atau kompetensi yang telah ditetapkan. c. Peserta kembali merampungkan LK sampai tuntas dibimbing oleh instruktur (catatan : peserta dapat menuntaskan lembar kerja diluar jam pelatihan). (5) Menyajikan hasil LK a. Presentasi hasil pengisisan LK oleh 5 orang guru yang ditunjuk oleh instruktur (penunjukan secara acak oleh instruktur disepakati sebelumnya bersama peserta). b. Setiap peserta lainnya mengisi pedoman observasi (6) Refleksi Instruktur bersama-sama dengan peserta melakukan refleksi/kaji ulang atas seluruh rangkai pembelajaran yang telah dilakukan; mengapresiasi hasil-hasil yang telah dicapai atau yang belum tercapai; mengevaluasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap hasil belajar. 12

171 SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN BAHASA INDONESIA BAB IV KAIDAH BAHASA INDONESIA Drs. Azhar Umar, M.Pd KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

172

173 BAB IV KAIDAH BAHASA INDONESIA A. Tujuan Setelah mempelajari sumber belajar ini, guru diharapkan dapat memahami dan mengaplikasikan kaidah-kaidah bahasa Indonesia sebagai rujukan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. B. Kompetensi dan Indikator Pencapaian Kompetensi Kompetensi Guru Mata Pelajaran 1.4 Menguasai kaidah bahasa Indonesia sebagai rujukan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Indikator Pencapaian Kompetensi 1. Mengaplikasikan kaidah ejaan sebagai rujukan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. 2. Mengaplikasikan kaidah morfologi sebagai rujukan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar (menulis) 3. Mengaplikasikan kaidah sintaksis sebagai rujukan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar (berbicara). 4. Mengaplikasikan kaidah semantik sebagai rujukan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar (berbicara) Mengaplikasikan kaidah pragmatik sebagai rujukan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar (berbicara). 2

174 C. Uraian Materi 1. Kaidah Ejaan Kaidah ejaan adalah keseluruhan peraturan tentang bagaimana menggunakan lambang-lambang bunyi bahasa dan bagaimana hubungan antara lambang-lambang tersebut (pemisahan dan penggabungannya). Secara teknis, kaidah ejaan dan tanda baca adalah aturan-aturan mengenai penulisan huruf, penulisan kata, dan penulisan tanda baca. Seperti diketahui bahwa kaidah ejaan mengatur penggunaan beragam lambang kebahasaan yang berdimensi luas. Pembahasan menyeluruh mengenai kaidah ejaan tersebut tidak mungkin dilakukan pada bagian ini. Pembahasan dibatasi pada kaidah-kaidah ejaan yang sangat produktif penggunaannya di dalam masyarakat. 1.1 Penulisan Huruf Pada bagian ini akan dideskripsikan kaidah-kaidah yang berlaku mengenai pemakaian huruf dalam bahasa Indonesia, yakni pemakaian huruf kapital dan huruf miring Huruf Kapital Istilah huruf kapital sering juga diganti dengan huruf besar. Huruf ini dipakai sebagai huruf pertama: (a) kata pada awal kalimat (b) petikan langsung (yang utuh) (c) dalam ungkapan yang berhubungan dengan nama Tuhan dan suci, termasuk kata ganti untuk Tuhan, (d) nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang (Mahaputera Yamin, Sultan Hasanuddin, Haji Amir) (e) nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang (Wakil Presiden Yusuf Kalla, Jenderal Tito Karnavian) (f) nama orang 3

175 (g) nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa (h) nama tahun, bulan, hari raya, dan peristiwa sejarah (i) nama khas dalam geografi (j) nama badan resmi, lembaga pemerintahan dan ketatanegaraan, serta nama dokumen resmi (k) nama semua kata dalam judul buku, majalah, surat kabar, kecuali kata partikel, seperti di, ke, dari, untuk, yang, dan yang tidak terletak pada posisi awal (l) singkatan nama gelar, pangkat, dan sapaan (m) kata penunjuk hubungan kekerabatan, seperti bapak, ibu, adik, paman yang dpakai sebagai kata ganti sapaan Huruf Miring Huruf miring adalah huruf yang posisinya dimiringkan dalam cetakan. Huruf miring dipakai untuk: (a) menuliskan nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam karangan; Contoh: Dia mendengar berita itu dari Kompas. (b) menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata atau kelompok kata; Contoh: Seluruh karyawan diwajibkan menghadiri acara tersebut. (c) menuliskan kata atau ungkapan asing, kata nama ilmiah, kecuali yang telah disesuaikan ejaannya. Contoh: Hari-harinya padat dengan facebook. 1.2 Penulisan Kata Kaidah penulisan kata meliputi kaidah penggabungan kata, penulisan kata ganti kau, ku, mu, dan nya, kata depan di, ke dan dari, kata turunan, serta singkatan dan akronim Gabungan Kata Gabungan kata, termasuk istilah khusus, yang dapat menimbulkan kesalahan pengertian pertaliannya. bisa diberi tanda hubung untuk menegaskan 4

176 Contoh: alat pandang-dengar Buku sejarah-lama (sebagai imbangan buku sejarah moderen) Kata ganti ku, kau, mu, dan nya Kata ganti ku, kau, mu, dan nya ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya. (1) a. Ketidakjujuran tidak kusukai. b. Ketidakjujuran tidak aku sukai. (2) a. Lawan harus kaukalahkan dengan cara yang sportif. b. Lawan harus engkau kalahkan dengan cara yang sportif. (3) a. Aku tahu, buku itu milikmu. b. Aku tahu, buku itu milik kamu Kata Turunan Jika bentuk dasar berupa gabungan kata dan sekaligus mendapat awalan dan akhiran, kata-kata itu ditulis serangkai. Contoh: (1) tidak adil + ke-an... ketidakadilan Partikel per yang berarti mulai, tiap, dan demi ditulis terpisah Contoh: (1) a. Mereka masuk satu per satu. b. Mereka masuk satu persatu (x) (2) a. Harganya Rp 3.000,00 per helai. b. Harganya Rp 3.000,00 perhelai (x). (3) Gaji naik per 1 April Singkatan dan Akronim Singkatan nama orang, gelar, sapaan, jabatan atau pangkat diikuti dengan tanda titik (.). Contoh: M. Amin, Drs., Prof., Kol. Singkatan yang terdiri atas huruf awal kata ditulis dengan huruf kapital dan tidak diikuti dengan tanda titik (.). Contoh: MPR 5

177 Singkatan umum terdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti tanda titik. Contoh: dst., dsb., dkk., dto. Akronim adalah singkatan yang terdiri atas gabungan huruf awal, gabungan suku kata, atau gabungan huruf dan suku kata yang diperlakukan sebagai kata, seperti: Contoh: ABRI, PASI, SIM Akabri, Bappenas Akronim yang bukan nama diri/lembaga ditulis sebagai berikut: pemilu, rapim, tilang 2. Kaidah Morfologi (Pembentukan Kata) 2.1 Kaidah Kata Imbuhan Kata berimbuhan adalah kata yang telah mengalami proses pengimbuhan (afiksasi). Imbuhan atau afiks adalah satuan bahasa yang digunakan dalam bentuk dasar untuk menghasilkan suatu kata. Hasil dari proses pengimbuhan itulah yang kemudian membentuk kata baru yang disebut kata berimbuhan. Imbuhan dalam bahasa Indonesia jumlahnya bermacam-macam. Secara garis besar imbuhan tersebut dibagi ke dalam empat jenis, yakni prefiks, infiks, sufiks, dan konfiks. Prefiks atau awalan adalah imbuhan yang diikatkan di depan bentuk dasar. Contoh: me(n)- membaca, menulis, menyapa ber- berjalan, berbicara, bermalam di- dibaca, ditulis, disapa ter- terbawa, termakan, terindak pe(n)- penjual, pembeli, penulis per- peranak, peristri se- sekelas, setara, secangkir ke- kepada, kekasih, kedua maha- mahakuasa, mahaagung, mahakuasa 6

178 Infiks atau sisipan adalah imbuhan yang diikatkan di tengah bentuk dasar. Contoh: -el-, geletar, telunjuk -em- gemetar -er- gemertak, seruling, gerigi Sufiks atau akhiran adalah imbuhan yang diikatkan di belakang bentuk dasar. Contoh: -kan tanamkan, bacakan, lembarkan -an tulisan, bacan, lemparan -i akhiri, jajaki, tulisi -nya agaknya, rupanya -wan rupawan, hartawan, ilmuwan Konfiks adalah imbuhan yang dilekatkan di depan-belakang bentuk dasar secara bersamaan. Contoh: ke-an keamanan, kesatuan, kebetulan pe(n)-an penanaman, pemahaman, penyesuaian per-an perusahaan, persawahan, pertokoan ber-an berhamburan, bersamaan, bersalaman se-nya selama-lamanya, sejauh-jauhnya 2.2 Kaidah Kata Ulang Kata ulang (reduplikasi) adalah kata yang mengalami proses perulangan, baik sebagian atau pun seluruhnya dengan disertai perubahan bunyi atau pun tidak. Kata ulang memiliki beberapa makna, di antaranya, adalah makna banyak taktentu, seperti contoh berikut. batu-batu negara-negara buku-buku orang-orang kuda-kuda pohon-pohon 7

179 makanan-makanan peraturan-peraturan menteri-menteri rumah-rumah Ada juga kata ulang yang bermakna banyak dan bermacam-macam, seperti contoh berikut: bau-bauan, dedaunan bibit-bibitan, lauk-pauk buah-buahan, pepohonan bumbu-bumbuan, sayur-mayur bunyi-bunyian, tanam-tanaman Makna kata ulang lainnya adalah menyerupai dan bermacammacam, seperti contoh berikut ini: kuda-kuda mobil-mobilan kuda-kudaan orang-orangan kucing-kucingan robot-robotan langit-langit rumah-rumahan mata-mata siku-siku. Makna kata ulang berikutnya adalah agak atau melemahkan sesuatu yang disebut pada kata dasar Contoh: kebarat-baratan, malu-malu kehijau-hijauan, pening-pening keinggris-inggrisan, sakit-sakitan kekanak-kanakan, tidur-tiduran kekuning-kuningan Kata ulang bisa pula bermakna Intensitas kualitatif, seperti terlihat pada contoh berikut ini: keras-keras, segiat-giatnya kuat-kuat, setinggi-tingginya Di samping itu, kata ulang dapat bermakna intensitas kuantitatif, seperti contoh berikut: 8

180 bercakap-cakap, manggut-manggut berlari-lari, mengangguk-angguk berputar-putar, mondar-mandir bolak-balik, tersenyum-senyum menggeleng-gelengkan, tertawa-tawa Kata-kata ulang di dalam contoh berikut ini memperlihatkan makna kolektif dua-dua, kedua-duanya empat-empat, ketiga-tiganya Terakhir, kata ulang dapat bermakna saling, seperti yang tampak pada contoh-contoh di bawah ini. berpandang-pandangan, pukul-pukulan bersalam-salaman tendang-menendang lempar-lemparan, tolong-menolong 2.3 Kaidah Kata Majemuk Kata majemuk sering didefinisikan sebagai gabungan dua kata atau lebih yang membentuk makna baru. Dalam definisi seperti ini, konstruksi kata majemuk tidak dapat dibedekan dari konstruksi idiom. Padahal, konstruksi yang benar-benar menimbulkan makna baru adalah idiom. Perhatikanlah dengan cermat beberapa konstruksi di bawah ini. (1) rumah makan, matahari, (2) kambing hitam. Makna semua konstruksi yang terdapat pada (1) masih berhubungan dengan salah satu makna unsur yang membangunnya. Makna konstruksi rumah makan, misalnya, masih berhubungan dengan makna rumah. Begitu juga dengan makna konstruksi matahari masih berhubungan dengan hari. Artinya, gabungan kata itu tidak menimbulkan makna baru sama sekali. Konstruksi seperti inilah yang lazim dan dapat disebut sebagai kata majemnuk. Tidak demikian halnya dengan makna konstruksi kambing hitam. Makna konstruksi itu tidak berhubungan sama sekali dengan kambing 9

181 maupun hitam. Dengan kata lain, gabungan kata kambing dan hitam sungguh-sungguh menimbulkan makna baru. Konstruksi seperti ini lazim disebut sebagai idiom. Kata majemuk dapat dikelompokkan ke dalam beberapa jenis berdasarkan jenis kata utama yang membentuk konstruksinya. Dengan begitu, dikenallah kata-kata mejemuk jenis kata kerja, kata sifat, dan kata benda.. Kata majemuk jenis kata kerja dapat dilihat pada contoh-contoh berikut: adu domba, membanting stir adu argument, memikat hati berbadan dua, memberi hati maju mundur, mengambil hati Kata majemuk jenis kata benda dapat dilihat di dalam contohcontoh berikut ini: air terjun, darah daging anak emas, harga diri anak didik, jalan damai Contoh-contoh di bawah ini termasuk kata majemuk jenis kata sifat. besar kepala, lanjut usia darah tinggi, lemah lembut keras kepala, ringan tangan lurus hati, tua bangka. 3. Kaidah Sintaksis 3.1 Pengertian Sintaksis Menurut Kridalaksana (2008: 222), sintaksis adalah ilmu yang mengatur hubungan kata dengan kata, atau satuan-satuan yang lebih besar, atau antara satuan-satuan yang lebih besar itu dalam bahasa. Verhaar (1981: 70) mengatakan, sintaksis adalah bidang ilmu yang menyelidiki semua hubungan antarkata (atau antarfrasa) dalam satuan kalimat. Lebih rinci, Keraf 10

182 (1984: 137) menjelaskan bahwa sintaksis adalah bagian dari tata bahasa yang mempelajari dasar-dasar dan proses-proses pembentukan kalimat dalam satu bahasa. Dari berbagai pengertian sintaksis di atas dapat disimpulkan bahwa sintaksis adalah cabang ilmu tata bahasa yang mengkaji hubungan kata/frasa dengan kata/frasa di dalam kalimat. 3.2 Hakikat Kalimat Kalimat adalah bagian terkecil ujaran atau teks (wacana) yang mengungkapkan pikiran yang utuh secara ketatabahsaan. Dalam wujud lisan, kalimat diiringi oleh alunan titi nada, disela oleh jeda, diakhiri oleh intonasi selesai, dan diikuti oleh kesenyapan yang memustahilkan adanya perpaduan atayu asimilasi bunyi. Dalam wujud tulisan, kalimat dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik, tanda tanya, atau tanda seru. Jika diamati lebih teliti, kalimat terdiri atas bagian inti dan bukan inti. Bagian kalimat yang tidak dapat dihilangkan adalah bagian inti, sedangkan yang dapat dihilangkan adalah bagian bukan inti. Perhatikanlah contoh kalimat berikut ini. (a) Kami kemarin sore mendatangi pertemuan itu. Kalimat di atas terdiri atas empat bagian, masing-masing kami, kemarin sore, mendatangi, dan pertemuan itu. Dari keempat bagian kalimat ini, hanya bagian kemarin sore yang dapat dihilangkan tanpa mengganggu esensi makna kalimat itu. Bagian kalimat lainnya tidak dapat dihilangkan. Dengan demikian, kita hanya dapat menerima kalimat (b) bawah ini, tetapi harus menolak kalimat (c), (d), dan (e). (b) Kami mendatangi pertemuan itu. (c) Kami kemarin sore pertemuan itu. (X) (d) Kami kemarin sore mendatangi. (X) (e) Kemarin sore mendatangi pertemuan itu. (X) di 11

183 Dari paparan di atas dapatlah diketahui bahwa bagian sore bukanlah bagian inti kalimat, sedangkan bagian lainnya kalimat tersebut merupakan bagian inti. kemarin dalam 3.3 Kalimat Tunggal dan Kalimat Majemuk Pada kalimat (a) di atas, bagian-bagian inti kalimat merupakan satu kesatuan. Penghilangan salah satu bagian saja dari ketiga bagian inti itu akan meruntuhkan identitas sisanya sebagai kalimat, sebagaimana terbukti pada kalimat-kalimat (b), (c), dan (d) di atas. Kalimat yang terdiri atas satu kesatuan bagian inti, baik dengan maupun tanpa bagian bukan inti, disebut kalimat tunggal. Kalimat-kalimat (a) dan (b) di atas adalah contoh kalimat tunggal. Kalimat dapat pula terdiri atas lebih dari satu kesatuan bagian inti, baik dengan maupun tanpa bagian bukan inti. Kalimat seperti ini disebut kalimat majemuk. Dengan kata lain, jika dilihat dari sudut pembentukannya, kalimat majemuk dapat dikatakan berasal dari dua atau lebih kalimat tunggal. Dalam hal ini, kalimat-kalimat tunggal yang bersangkutan dapat dipandang sebagai unsure yang disebut klausa. Lebih jauh mengenai klausa dapat dilihat pada contoh berikut ini. (f) Nona sedang belajar dan adiknya membersihkan tempat tidur. Kalimat (f) dibentuk dari dua kesatuan bagian inti, masing-masing (f1) Nona sedang belajar dan (f2) Adiknya membersihkan tempat tidur. Kedua kesatuan bagian itu tersebut digabung dengan menggunakan konjungsi dan. Dengan demikian, kalimat (f) adalah kalimat majemuk yang mengandung dua buah klausa, masing-masing (f1) dan (f2). 3.4 Subjek, Predikat, Objek, Pelengkap, dan Keterangan Kalimat tunggal, yang terdiri atas dua konstituen atau bagian, jika dilihat dari aspek fungsi sintaksisnya, selalu berupa subjek dan predikat. Dengan demikian, subjek dan predikat merupakan unsur minimal yang harus ada 12

184 pada sebuah kalimat. Subjek adalah bagian kalimat yang tentangnya dibicarakan oleh predikat. Subjek lazimnya berada di depan predikat. Di dalam bahasa Indonesia, subjek mudah dikenali karena tidak mungkin berupa kategori pronomina introgatif (kata ganti tanya). Kalimat berikut ini terdiri atas dua konstituen: kawannya dan pulang. (g) Kawannya pulang. Konstituen pulang merupakan pusat dan verba itu sekaligus menjadi predikat kalimat. Kata pulang menjadi predikat karena kata tersebut membicarakan tindak kawannya. Konstituen pendamping kawannya merupakan subjek kalimat. Di samping subjek dan predikat, ada lagi fungsi-fungsi kalimat lainnya yang disebut objek, pelengkap, dan keterangan. Objek adalah bagian kalimat yang langsung dikenai tindakan predikat. Objek dapat dikenali dengan dua cara: (1) melihat jenis predikat kalimat dan (2) memperhatikan ciri khas objek. Jika predikat kalimat bersifat aktif transitif, maka dapat dipastikan bahwa kalimat tersebut memiliki objek yang posisinya langsung berada di depan unsur predikat tersebut. Selain itu, objek memiliki ciri khas tertentu yang dapat menjadi subjek dalam kalimat pasif. Lebih jelas, perhatikanlah kalimat berikut. (h) Morten menundukkan Icuk. Konstituen Icuk sebagai objek muncul karena dituntut oleh predikat transitif menundukkan. Bahwa Icuk berfungsi sebagai objek semakin jelas dengan memperhatikan kalimat pasif (i) di bawah ini. (i) Icuk ditundukkan Morten. Kata Icuk, yang sebelumnya berfungsi sebagai objek kalimat aktif (h), kini berfungsi sebagai subjek pada kalimat pasif (i). Pelengkap adalah bagian kalimat berupa nomina, verba, atau ajektiva yang berada di belakang verba semitransitif, dan dapat didahului oleh preposisi. Orang sering mencampuradukkan konsep objek dengan pelengkap karena memang keduanya memiliki kemiripan. Baik objek maupun pelengkap sering berwujud nomina atau kata benda, dan keduanya sering menempati 13

185 posisi yang sama di dalam kalimat, yakni di belakang verba. Perhatikanlah kedua kalimat berikut ini. (j) Putri mendagangkan pakaian muslimah di Petisah. (k) Putri berdagang pakaian muslimah di Petisah. Pada kedua contoh kalimat di atas tampak bahwa pakaian muslimah adalah nomina dan berdiri di belakang verba mendagangkan dan berdagang. Namun demikian, fungsi nomina dimaksud berbeda pada kedua kalimat tersebut. Pada kalimat (j), nomina pakaian muslimah berfungsi sebagai objek, sedangkan pada kalimat (k) befungsi sebagai pelengkap. Perbedaan fungsi nomina ini ditetapkan setelah melihat jenis predikat masing-masing kalimat. Pada kalimat (j), nomina pakaian muslimah terletak di belakang predikat transitif, sedangkan pada kalimat (k), nomina itu terletak di belakang predikat semitransitif. Kalimat (j), karena berpredikat transitif, dapat dipasifkan menjadi (l) berikut ini: (l) Pakaian muslimah didagangkan Putri di Petisah Pada kalimat pasif (l), nomina pakaian muslimah -- yang sebelumnya berfungsi sebagai objek kalimat aktif (j) berfungsi sebagai subjek. Sementara itu, kalimat (k), karena berpredikat semitransitif, tidak dapat dipasifkan. Fungsi kalimat selanjutnya adalah keterangan. Keterangan merupakan satu-satunya fungsi dalam kalimat yang tidak termasuk unsur inti. Dengan pernyataan lain, fungsi keterangan dalam kalimat berkategori bukan unsur inti. Seperti telah dikemukakan sebelumnya, unsur bukan inti dalam kalimat dapat dihilangkan, tanpa mengubah esensi makna kalimat. Unsur bukjan inti adalah unsur yang memberikan keterangan tambahan kepada unsur inti. Perhatikanlah kalimat (m) dan (n) berikut ini. (m) Soraya memotong rambutnya. (n) Soraya memotong rambutnya di kamar. Kalimat (m) terdiri atas tiga unsur inti, masing-masing Soraya, memotong, dan rambutnya. Tanpa tambahan unsur lain pun, kalimat (m) sudah menyampaikan makna atau pesan yang utuh. 14

186 Unsur di kamar pada (n) adalah keterangan yang sifatnya mana suka, tetapi memberikan makna tambahan pada kalimat (n). Wujud keterangan dapat berupa nomina tunggal seperti kamar, atau nomina yang berpreposisi, seperti di kamar. Makna keterangan di dalam kalimat ditentukan oleh perpaduan unsur-unsur yang terdapat di dalam kalimat. Dengan demikian ditemukanlah, misalnya, makna tempat untuk kata di kamar pada kalimat (n). Berikut ini adalah aneka ragam makna unsur keterangan di dalam kalimat. A. keterangan tempat : di jembatan ke Medan dari Aceh B. keterangan waktu : kemarin tadi pagi bulan yang lalu tahun 1945 C. keterangan alat : dengan gunting dengan cangkul D. keterangan tujuan : agar sehat supaya sembuh E. keterangan penyerta : dengan adik saya bersama ibu F. keterangan cara : secara hukum dengan hati-hati G. keterangan similatif : bagaikan dewi seperti angin H. keterangan sebab : karena perempuan itu sebab kecerobohannya I. keterangan saling : satu sama lain. (lihat: Moeliono dan Soenjono Dardjowidjojo (ed), 1988: ) 4. Kaidah Semantik 4.1 Konsep Semantik 15

187 Menurut Keraf (1984: 129), semantik adalah bagian tata bahasa yang meneliti makna dalam bahasa tertentu; mencari asal mula dan perkembangan dari suatu kata. Ditambahkan Keraf, di dalam semantik hanya dibicarakan tentang makna kata dan perkembangan makna kata. Kridalaksana (2008: 216) mengatakan, semantik adalah sistem dan penyelidikan makna dan arti dalam suatu bahasa umumnya. atau bahasa pada Dua batasan mengenai semantik di atas menyebutkan bahwa fokus kajian semantik tidak lain adalah makna kata dalam satu bahasa. Simpulan ini ditegaskan juga oleh Oka dan Suparno (1994: 229) bahwa semantik, yang diadaptasi dari istilah bahasa Inggeris semantics, merupakan salah satu disiplin kajian bahasa yang mengkaji makna. Para ahli bahasa memberikan pengertian semantic sebagai cabang ilmu bahasa yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguiostik atau tanda-tanda lingual dengan hal-hal yang ditandainya (makna). Semantic sebagai teori berlaku untuk semua bahasa, tetapi sebagai terapan untuk suatu bahasa, semantic hanya berlaku untuk bahasa yang bersangkutan. Dengan pernyataan terakhir ini berarti bahwa analisis semantik untuk sebuah bahasa hanya berlaku untuk bahasa itu saja. Hal ini dapat dipahami karena setiap bahasa memiliki caranya sendiri dalam pembentukan makna sejalan dengan kekhasan masyarakatnya. Pada sistem makna bahasa Inggeris, misalnya, terdapat satu kata rice yang di dalam bahasa Indonesia dapat berarti padi, beras, atau nasi. Di dalam bahasa Jawa terdapat pemilahan yang lebih rumit lagi. Padi yang masih bertangkai disebut pari; padi yang sudah lepas dari tangkainya disebut gabah; isi padi yang utuh disebut beras; isi padi yang pecah-pecah dan berbentuk kecil disebut menir; dan beras yang sudah dimasak disebut sega. Demikianlah, makna itu unik pada tiap masyarakat bahasa. Keunikan tersebut dimungkinkan terjadi karena makna tidak dapat dilepaskan begitu saja dari sistem budaya dan lingkungan masyarakat bersangkutan. 16

188 4.2 Jenis-jenis Makna Makna kata berarti maksud atau arti suatu kata atau isi suatu pembicaraan. Makna suatu kata dapat kita ketahui dari kamus. Namun demikian, makna kata bisa mengalami perubahan yang disebabkan oleh penggunaannya dalam kalimat serta situasi penggunaannya. Perhatikan, misalnya, kata pintar. Dalam kamus, kata itu bermakna pandai, cakap, cerdik, banyak akal, atau mahir melakukan sesuatu. Kata itu akan berubah-ubah makananya apabila sudah digunakan dalam kalimat. Berikut contohnya. (a) El-Islami termasuk anak pintar (pandai). di sekolahnya. (b) Cobalah bertanya kepada orang pintar (dukun) untuk penyakitmu itu.. (c) Pintar (bodoh) sekali kamu ini, ya. Makanya, jangan menonton terlalu malam (bodoh). Kata pintar dalam kalimat (a) masih sesuai dengan makna dalam kamus. Kata itu berarti pandai. Akan tetapi, kata itu sudah mengalami perubahan makna ketika digunakan dalam kalimat berikutnya. Perubahan-perubahan tersebut disebabkan oleh konteks kalimat (b) dan situasi penggunaannya (c). Karena digunakan pada anak yang nilainya jelek serta penuturnya yang bernada marah, maka pandai dalam kalimat itu bukannya bermakna pintar. Akan tetapi, sebaliknya, kata itu justru bermakna bodoh. Berdasarkan contoh di atas, untuk mengetahui makna suatu kata tidak cukup dengan hanya menggunakan kamus. Kita harus pula memperhatikan kalimat serta situasi penggunaan kata itu. Dengan cara demikian, pemahaman kita terhadap suatu kata akan lebih tepat atau mendekati maksud yang diinginkan oleh pembicara atau penulisnya. Makna kata dapat dikelompokkan atas beberapa jenis. Syarif dkk. (2016: 71) mengelompokkan makna kata atas 14 jenis, yakni (1) makna denotasi-konotasi, (2) makna kana umum-kata khusus, (3) sinonim, (4) antonym, (5) homonim, (6) homograf, (7) homofon, (8) polisemi, (9) perluasan makna, (10), (11), (12), (13, dan (14). 17

189 Makna Denotasi dan Makna Konotasi Makna kata terbagi atas dua bagian, masing-masing makna denotasi dan makna konotasi. Makna denotasi adalah makna yang tidak mengalami perubahan apapun dari makna asalnya; sedangkan makna konotasi adalah makna yang telah mengalami penambahan-penambahan dari makna asalnya. Contoh: ibu guru -- ibu jari tangan panjang -- panjang tangan kepala besar -- besar kepala Kelompok kata pada lajur kiri memiliki makna yang sesuai dengan kamus. Sebaliknya, makna kelompok kata pada lajur kanan sudah menyimpang dari makna kamus. Makna kelompok kata pada lajur kiri disebut makna denotatif, sedangkan makna kelompok kata pada lajur kanan disebut makna konotatif Makna Kata Umum-Makna Kata Khusus Kata umum adalah kata yang ruang lingkupnya meliputi bagian bagian dari kata lainnya. Sementara itu, kata khusus adalah kata yang cakupannya lebih sempit dan merupakan bagian atau anggota dari kata lainnya. Lebih lanjut, perhatikanlah deskripsi di bawah ini. Kata Umum Kata Khusus 1. buah mangga pepaya apel duku 2. bunga mawar melati tulip anggerek 18

190 4.2.3 Sinonim Sinonim adalah kata-kata yang sama atau hampir sama maknanya, tetapi bentuk katanya berbeda. Contoh: hewan - binatang pintar - pandai berita - kabar hutan rimba Antonim Antonim adalah kata-kata yang berbeda atau berlawanan maknanya. Contoh siang - malam tinggi - pendek awal - akhir Hominim Homonim adalah kata-kata yang bentuk dan cara pelafalannya sama, tetapi memiliki makna yang berbeda. Contoh: genting : 1. gawat, 2. atap bisa : 1. racun, 2. dapat Homograf Homograf adalah kata yang tulisannya sama tetapi pelafalan dan maknanya berbeda. Contoh: a. seri I = berseri-seri, gembira 19

191 seri II = bermain seri, seimbang b. teras I = pejabat teras, inti teras II = teras rumah, bagian halaman Homofon Homofon adalah kata yang cara pelafalannya sama, tetapi penulisan dan maknanya berbeda. Contoh: a. kol I = sayur kol, tanaman kol II = naik colt, kendaraan b. bang I = Bang Ahmad, kakak bang II = bunga bank, lembaga penyimanan uang Polisemi Polisemi adalah kata yang memiliki banyak makna. Contoh: jatuh, sakit. 1) Ari jatuh dari bangku. Rupanya ia jatuh hati pada jejaka itu. 2) Nenek dibawa ke dokter karena sakit. Bangsa ini sedang sakit Perluasan Makna Perluasan makna (generalisasi), terjadi apabila cakupan makna suatu kata lebih luas dari makna asalnya. Contoh Kata Makna Asal Makna Baru berlayar Mengarungi lautan Mengarungi lautan dengan kapal layar berbagai jenis kapal Ibu Emak nyonya Penyempitan Makna Penyempitan makna (spesialisasi), terjadi apabila makna 20

192 suatu kata lebih sempit cakupannya daripada makna asalnya. Contoh Kata Makna Asal Makna Baru ulama Orang-orang yang Pemuka agama Islam berilmu sarjana cendekiawan Gelar universitas Ameliorasi Ameliorasi adalah perubahan makna kata yang nilai rasanya lebih tinggi daripada kata lain yang sudah ada sebelumnya. Kata Baru isteri pembantu Kata Lama Bini Babu Peyorasi Peyorasi adalah perubahan makna kata yang nilainya menjadi lebih rendah daripada makna sebelumnya. Contoh Kata Makna Asal Makna Baru fundamentalisme gerombolan Orang yang berpegang teguh pada prinsip Orang-orang yang berkumpul Orang yang hidup eksklusif; mengutamakan kekerasan Pengacau Sinestesia Sinestesia adalah perubahan makna kata akibat pertukaran tanggapan antara dua indra yang berlainan. 21

193 Contoh Kata Makna Asal Makna Baru suaranya indah indera penglihatan indera pendengaran sikapnya kasar indera peraba Indera penglihatan Asosiasi Asosiasi adalah perubahan makna kata yang terjadi karena persamaan sifat. Contoh Kata Makna Asal Makna Baru amplop wadah untuk surat Suap buaya Jenis binatang buas orang jahat D. Aktivitas Pembelajaran Aktivitas pembelajaran dilakukan dengan mekanisme tertentu melalui tahap-tahap pembelajaran berikut: (1) Pengantar Instruktur Instruktur membuka pertemuan dan menyampaikan materi yang akan dibahas atau didiskusikan. Instruktur dapat membentuk kelompokkelompok diskusi peserta bila diperlukan. (2) Curah Pendapat a. Instruktur meminta peserta pelatihan melakukan curah pendapat tentang kaidah bahasa Indonesia dalam kelompok peserta 3 4 orang. b. Instruktur kemudian merangkum hasil curah pendapat secara pleno dan menuliskannya pada slide power point. (3) Diskusi Mengelaborasi Kompetensi 22

194 a. Peserta diminta mendiskusikan/mengelaborasi tujuan, kompetensi, dan indikator pencapaian kompetensi (IPK) terkait materi pembelajaran kaidah bahasa Indonesia. b. Instruktur mengimbau peserta pelatihan untuk berbagi pendapat tentang tujuan, kompetensi, dan IPK (instruktur meminta seorang peserta untuk menulis hasil diskusi mereka dengan menggunakan power point) c. Instruktur bersama peserta menyelaraskan tujuan, kompetensi, dan IPK hasil diskusi dengan tujuan yang telah dipersiapkan oleh instruktur. (4) Mengisi Lembar Kerja (LK) a. Peserta (dalam kelompok peserta 3-4 orang) diminta mengisi LK yang telah dipersiapkan. Instruktur membimbing peserta mengisi LK (instruktur dapat menayangkan informasi melalui perangkat power point yang telah disiapkan). b. LK dapat berupa pertanyaan atau penugasan yang berorientasi kepada tujuan atau kompetensi yang telah ditetapkan. c. Peserta kembali merampungkan LK sampai tuntas dibimbing oleh instruktur (catatan : peserta dapat menuntaskan lembar kerja diluar jam pelatihan). (5) Menyajikan hasil LK a. Presentasi hasil pengisisan LK oleh 5 orang guru yang ditunjuk oleh instruktur (penunjukan secara acak oleh instruktur disepakati sebelumnya bersama peserta). b. Setiap peserta lainnya mengisi pedoman observasi (6) Refleksi Instruktur bersama-sama dengan peserta melakukan refleksi/kaji ulang atas seluruh rangkai pembelajaran yang telah dilakukan; mengapresiasi hasil-hasil yang telah dicapai atau yang belum tercapai; mengevaluasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap hasil belajar. 23

195 SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN BAHASA INDONESIA BAB V TEORI DAN GENRE SASTRA INDONESIA Drs. Azhar Umar, M.Pd KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN 2016

196

197 BAB V TEORI DAN GENRE SASTRA INDONESIA A. Tujuan Setelah mempelajari sumber belajar ini, guru diharapkan dapat memahami teori dan genre sastra Indonesia, baik dalam wujud puisi, prosa, maupun drama dengan baik. B. Kompetensi dan Indikator Pencapaian Kompetensi Kompetensi Guru Mata Pelajaran 1. Memahami teori dan genre sastra Indonesia. 2. Mengapresiasi karya sastra secara reseptif dan produktif. Indikator Pencapaian Kompetensi 1. Mengidentifikasi teori struktural berdasarkan cuplikan naskah cerpen yang disajikan. 2. Mengidentifikasi pantun dengan tepat berdasarkan ciri-cirinya Mengidentifikasi gurindam dengan tepat berdasarkan ciri-cirinya 4. Mengidentifikasi syair dengan tepat berdasarkan ciri-cirinya 5. Mengidentifikasi genre puisi dengan tepat. 6. Mengidentifikasi genre (prosa) dengan tepat. 7. Mengidentifikasi genre drama dengan tepat. 1. Mengapresiasi puisi Indonesia (puisi lama: pantun) 2. Mengapresiasi puisi Indonesia (puisi lama: gurindam) 3. Mengapresiasi puisi Indonesia (puisi baru: soneta) 4. Mengapresiasi prosa Indonesia (Prosa lirik: Kaba Minangkabau). 5. Mengapresiasi prosa Indonesia 1

198 (prosa lama: hikayat) 6. Mengapresiasi prosa Indonesia (prosa lama: dongeng) 7. Mengapresiasi prosa Indonesia (prosa baru: novel) 8. Mengapresiasi prosa Indonesia (prosa baru: cerpen) 9. Mengapresiasi teks drama Indonesia C. Uraian Materi 1. Teori dan Genre Puisi Indonesia. Secara etimologi, istilah puisi berasal dari bahasa Yunani poeima yang berarti membuat atau poeisis pembuatan, dan dalam bahasa Inggris disebut poem dan poetry. Puisi diartikan membuat dan pembuatan karena lewat puisi pada dasarnya seorang telah menciptakan suatu dunia tersendiri yang mungkin berisi pesan atau gambaran suasana-suasana tertentu, baik fisik maupun batiniah. Dengan mengutip pendapat Mc. Caulay dan Hudson, Aminuddin (1987: 134) mengungkapkan bahwa puisi adalah salah satu produk sastra yang menggunakan kata-kata sebagai media penyampaian untuk membuahkan ilusi dan imajinasi, seperti halnya lukisan yang menggunakan garis dan warna dalam menggambarkan gagasan pelukisnya. Rumusan pengertian puisi di atas, sementara ini, dapatlah diterima karena kita seringkali diajuk oleh suatu ilusi tentang keindahan, terbawa dalam suatu angan-angan, sejalan dengan keindahan penataan unsur bunyi, penciptaan gagasan, maupun suasana tertentu sewaktu membaca puisi. Puisi adalah karya sastra yang imajinatif. Bahasa sastra bersifat konotatif karena banyak menggunakan makna kias dan makna lambang (majas). Dibandingkan dengan bentuk karya sastra yang lain, puisi lebih bersifat konotatif. Bahasanya lebih memiliki kemungkinan banyak makna. Hal ini disebabkan adanya pengkonsentrasian atau pemadatan segenap kekuatan 2

199 bahasa di dalam puisi. Struktur fisik dan struktur batin puisi juga padat. Keduanya bersenyawa secara padu. Deskripsi di atas seluruhnya berkenaan dengan bentuk fisik dan bentuk batin puisi. Bentuk fisik puisi adalah bahasa atau struktur, sedangkan bentuk batin puisi adalah isi atau tema. Marjorie Boulton (1979: 17 dan 129) menyebut kedua unsur pembentuk puisi itu dengan bentuk fisik (physical form) dan bentuk mental (mental form). Struktur puisi pada dasarnya mempunyai dua unsur yang sama dengan unsur puisi menurut Marjorie di atas, yaitu unsur fisik dan unsur batin. Unsur fisik puisi berkaitan dengan bentuk, sedangkan unsur batinnya berkaitan dengan isi dan makna. Menurut Herman J. Waluyo (2008: 76), struktur fisik yang disebut juga dengan metode puisi terdiri dari (1) diksi, (2) pengimajian, (3) kata konkret, (4) bahasa figurasi atau majas, (5) versifikasi, dan (6) tata wajah atau tipografi. Struktur fisik atau metode puisi tersebut juga dipengaruhi oleh penyimpangan penggunaan bahasa atau sintaksis. Adapun struktur batin adalah struktur yang berhubungan dengan tema, perasaan, nada dan suasana, amanat atau pesan. 1.1 Ragam Puisi Berdasarkan Bentuk dan Isi Ditinjau dari bentuk maupun isinya, puisi dapat dikelompokkan ke dalam berbagai ragam berikut: (1) puisi naratif, (2) puisi lirik, (3) Puisi deskriptif, (4) puisi fisikal, (5) puisi platonic, (6) puisi metafisikal, (7) puisi subjektif, (8) puisi objektif, (9) puisi konkret, (10) puisi diafan, (11) puisi prismptis, (12) puisi parnasian, (13) puisi inspiratif, (14) puisi pamphlet, (15) puisi demonstrasi, dan (16) puisi alegori. Puisi naratif adalah puisi yang di dalamnya terkandung suatu cerita, dengan pelaku, perwatakan, setting, maupun rangkaian peristiwa tertentu yang menjalin cerita tersebut. Termasuk ke dalam jenis puisi ini adalah apa yang biasa disebut dengan balada yang dibedakan antara folk ballad, dengan literary ballad. Balada merupakan ragam puisi yang berkisah tentang kehidupan manusia dengan segala macam sifat pengasihnya, kecemburuan, kedengkian, ketakutan, kepedihan, dan keriangannya. Jenis puisi lain yang 3

200 termasuk dalam puisi naratif adalah poetic tale sebagai puisi yang berisi dongeng-dongeng rakyat. Puisi lirik adalah puisi yang berisi luapan batin individual penyairnya dengan segala macam endapan pengalaman, sikap, maupun suasana batin yang melingkupinya. Jenis puisi lirik umumnya paling banyak terdapat di dalam khazanah sastra moderen Indonesia, seperti tampak dalam puisi-puisi Chairil Anwar, Sapardi Djokodamono, Goenawan Mohammad, dan lainlainnya (Aminuddin, 1987: 135). Puisi deskriptif adalah puisi yang mencoba memberi kesan terhadap keadaan/peristiwa, benda, atau suasana yang dipandang menarik perhatian oleh penyair. Jenis puisi yang dapat diklasifikasikan ke dalam puisi deskriptif, misalnya, puisi satire, kritik sosial, dan puisi-puisi impresionistik. Satire juga merupakan puisi yang mengungkapkan perasaan tidak puas penyair terhadap suatu keadaan, namun dengan cara menyindir atau meyatakan keadaan sebaliknya. Puisi fisikal bersifat realistis, artinya menggambarkan kenyataan apa adanya. Yang dilukiskan adalah kenyataan dan bukan gagasan. Hal-hal yang dilihat, didengar, atau dirasakan merupakan obyek ciptaannya. Puisi-puisi naratif, ballada, puisi yang bersifat impresionistis, dan juga puisi dramatis biasanya merupakan puisi fisikal. Puisi platonik adalah puisi yang sepenuhnya berisi hal-hal yang bersifat spiritual atau kejiwaan. Puisi-puisi ide atau cita-cita dapat dimasukkan ke dalam klasifikasi puisi platonik. Puisi-puisi religius dan didaktik juga dapat dikategorikan sebagai puisi platonik yang mengungkap nilai spiritual dan pendidikan secara eksplisit. Puisi metafisikal adalah puisi yang bersifat filosofis dan mengajak pembaca merenungkan kehidupan dan merenungkan Tuhan. Puisi subyektif juga disebut puisi personal, yakni puisi yang mengungkapkan gagasan, pikiran, perasaan, dan suasana dalam diri penyair sendiri. Puisi obyektif berarti puisi yang mengungkapkan hal-hal di luar diri penyair itu sendiri. Puisi obyektif disebut juga puisi impersonal. Puisi naratif 4

201 dan deskriptif kebanyakan adalah puisi obyektif, meskipun juga ada beberapa yang subyektif. Puisi konkret sangat terkenal dalam dunia perpuisian Indonesia sejak tahun X.J. Kennedy dalam Herman J. Waluyo (2008:159) menyebut puisi jenis ini sebagai bersifat visual yang dapat dihayati keindahan bentuknya dari sudut penglihatan (poems for the eye). Puisi diafan, atau puisi polos, adalah puisi yang kurang sekali menggunakan pengimajian, kata konkret dan bahasa figuratif, sehingga puisinya mirip dengan bahasa sehari-hari. Puisi yang demikian akan sangat mudah dihayati maknanya. Puisi prismptis adalah puisi yang berupaya menyelaraskan kemampuan menciptakan majas, versifikasi, diksi, dan pengimajian sedemikian rupa sehingga pembaca tidak terlalu mudah menafsirkan makna puisinya, namun tidak juga terlalu gelap. Puisi parnasian adalah puisi dari sekelompok penyair Perancis pada pertengahan akhir abad 19 yang menunjukkan sifat atau nilai keilmuan. Puisi parnasian diciptakan dengan pertimbangan ilmu atau pengetahuan, bukan didasari oleh inspirasi atau adanya mood dalam jiwa penyair. Puisi inspiratif diciptakan berdasarkan mood atau passion. Penyair benar-benar masuk ke dalam suasana yang hendak dilukiskan. Suasana batin penyair benar-benar terlibat ke dalam puisi itu. Puisi demonstrasi mengacu kepada puisi-puisi Taufiq Ismpil dan mereka yang oleh Jassin disebut Angkatan 66. Puisi ini merupakan hasil refleksi demonstrasi para mahasiswa dan pelajar KAMI-KAPPI- sekitar tahun Menurut Subagio Sastrowardojo, puisi-puisi demonstrasi 1966 bersifat kekitaan, artinya melukiskan perasaan kelompok bukan perasaan individu. Puisi pamfet juga berbasis protes sosial. Disebut puisi pamfet karena bahasanya adalah bahasa pamfet. Kata-katanya mengungkapkan rasa tidak puas kepada keadaan. Munculnya kata-kata yang berisi protes secara spontan tanpa protes pemikiran atau perenungan yang mendalam. Puisi alegori adalah puisi yang sering mengungkapkan cerita yang isinya dimaksudkan untuk memberikan nasihat tentang budi pekerti dan 5

202 agama. Jenis alegori yang terkenal ialah parable yang juga disebut dongeng perumpamaan. Di dalam kitab suci banyak dijumpai dongeng-dongeng perumpamaan yang maknanya dapat dicari di balik kata-kata yang tersurat. 1.2 Jenis-jenis Puisi Puisi Lama Puisi lama adalah puisi yang terikat oleh aturan-aturan. Karena itu, puisi lama biasanya bersifat anonim (merupakan puisi rakyat yang tidak dikenal nama pengarangnya); disampaikan secara lisan dari individu ke individu lain; merupakan sastra lisan; terikat aturan jumlah baris tiap bait, jumlah suku kata maupun rima. Termasuk ke dalam puisi lama adalah pantun, gurindam, dan syair Pantun Pantun pada mulanya adalah senandung atau puisi rakyat yang dinyanyikan. Dalam kesusastraan, pantun pertama kali muncul dalam Sejarah Melayu dan hikayat-hikayat populer yang sezaman. Kata pantun sendiri mempunyai asal-usul yang cukup panjang dengan persamaan dari bahasa Jawa yaitu kata parik yang berarti pari, artinya paribasa atau peribahasa dalam bahasa Melayu. Arti ini juga berdekatan dengan umpama dan seloka yang berasal dari India. Menurut H. Overbeck, yang terpengaruh oleh pendapat Abdullah Munsyi, pasangan atau dua baris pertama pada pantun memang tidak mempunyai arti; tidak memiliki hubungan pikiran sama sekali, atau hanya untuk menjadi penentu sanjak {rima} pada pasangan atau dua baris kedua pantun. Pantun adalah puisi Melayu asli yang cukup mengakar dan membudaya dalam masyarakat. Pantun memiliki ciri-ciri bentuk sebagai berikut: (1) Setiap bait terdiri atas empat baris, (2) Baris pertama dan kedua berfungsi sebagai sampiran, (3) Baris ketiga dan keempat merupakan isi, (4) Bersajak a b a b, (5) Setiap baris terdiri atas 8 12 suku kata, dan (5) Berasal dari daerah atau masyarakat Melayu (Indonesia). 6

203 Contoh Pantun: (1) Ada pepaya ada mentimun (a) Ada mangga ada salak (b) Daripada duduk melamun (a) Mari kita membaca sajak (b) Gurindam Gurindam adalah puisi lama yang berasal dari Tamil (India). Gurindam memiliki cirri-ciri sebagai berikut: (1) Setiap bait terdiri dari dua baris, (2) Sajak akhir berirama a a, b b, c c, dan seterusnya; (3) Berasal dari Tamil (India); (4) Isinya merupakan nasihat, yakni menjelaskan atau menampilkan situasi sebab akibat; dan (5) Bersifat mendidik. Contoh Gurindam Kurang pikir kurang siasat (a) Tentu dirimu akan tersesat (a) Barang siapa tinggalkan sembahyang (b) Bagai rumah tiada bertiang ( b ) Jika suami tiada berhati lurus (c) Istri pun kelak menjadi kurus ( c ) Syair Syair adalah puisi lama yang berasal dari Arab. Ciri ciri syair adalah sebagai berikut: (1) Setiap bait terdiri dari empat baris; (2) Setiap baris terdiri dari 8 12 suku kata; (3) Bersajak a a a a; dan (4) Semua baris merupakan isi, tidak memiliki sampiran. Contoh Syair : Pada zaman dahulu kala (a) Tersebutlah sebuah cerita (a) Sebuah negeri yang aman sentosa (a) Dipimpin sang raja nan bijaksana (a) Negeri bernama Pasir Luhur (a) 7

204 Tanahnya luas lagi subur (a) Rakyat teratur hidupnya makmur (a) Rukun raharja tiada terukur (a) Raja bernama Darmalaksana (a) Tampan rupawan elok parasnya (a) Adil dan jujur penuh wibawa (a) Gagah perkasa tiada tandingnya (a) Puisi Baru Puisi baru adalah puisi yang lebih bebas daripada puisi lama, baik dalam segi jumlah baris, suku kata, maupun rima. Di antara jenis puisi baru adalah soneta. Soneta adalah puisi yang terdiri atas: (1) empat belas baris; (2) empat bait yang dibangun oleh dua quatrain dan dua terzina; (3) dua quatrain merupakan sampiran dan merupakan satu kesatuan yang disebut oktaf; (4) dua terzina merupakan isi dan merupakan satu kesatuan yang disebut sextet; (5) bagian sampiran biasanya berupa gambaran alam; (6) sextet yang berisi curahan atau jawaban atau simpulan dari apa yang dilukiskan dalam octav; (7) voltayang merupakan peralihan dari octav ke sextet; (8) koda yang merupakan penambahan baris pada soneta; (9) sembilan hingga empat belas suku kata dalam tiap baris; dan (10) rima akhir a-b-b-a, a-b-b-a, c-d-c, dan d-c-d. Contoh soneta Gembala Perasaan siapa takkan nyala (a) Melihat anak berelagu dendang(b) Seorang saja ditengah padang(b) Tiada berbaju buka kepala (a) Beginilah nasib anak gembala (a) Berteduh dibawah kayu nan rindang (b) Semenjak pagi meninggalkan kandang (b) Pulang kerumah di senja kala (a) Jauh sedikit sesayup sampai (a) 8

205 Terdengar olehku bunyi serunai (a) Melagukan alam nan molek permai (a) Wahai gembala di segara hijau (c) Mendengarkan puputmu menurutkan kerbau (c) Maulah aku menurutkan dikau (c) Puisi Kontemporer Kata kontemporer secara umum bermakna masa kini, sesuai dengan perkembangan zaman, atau selalu menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. Puisi kontemporer dapat diartikan sebagai puisi yang lahir dalam kurun waktu terakhir. Puisi kontemporer berusaha lari dari ikatan konvensional puisi pada umumnya. Puisi kontemporer seringkali memakai kata-kata yang kurang memerhatikan kesantunan bahasa; memakai kata-kata kasar, ejekan, dan lain-lain. Pemakaian kata-kata simbolik atau lambang intuisi, gaya bahasa, irama, dan sebagainya dianggap tidak begitu penting lagi. Puisi kontemporer pernah sangat popular di Indonesia pada dasawarsa 1980-an. Penyair-penyair tanah air yang pernah malang melintang dan menjadi pelopor puisi kontemporer di Indonesia, di antaranya, adalah Sutardji Calzoum Bachri, Ibrahim Sattah, dan Hamid Jabbar. Sutardji terkenal dengan tiga kumpulan puisinya, yakni O, Amuk, dan O Amuk Kapak. Ibrahim Sattah popular dengan kumpulan puisinya Hai Ti. Sedangkan Hamid Jabbar masyhur dengan kumpulan puisinya Wajah Kita. Puisi kontemporer tidak tampil dalam bentuk yang benar-benar seragam di antara para penyairnya. Ada beberapa bentuk puisi kontemporer. Yang paling menonjol di antaranya adalah puisi mantra. Puisi mantra adalah puisi yang mengambil sifat-sifat mantra. Sutardji Calzoum Bachri adalah orang yang pertama memperkenalkan puisi mantra dalam puisi kontemporer. Puisi mantra memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (1) tidak dihadirkan untuk dipahami pembaca, melainkan disajikan untuk menimbulkan efek atau akibat tertentu; (2) berfungsi sebagai penghubung manusia dengan dunia misteri; (3) mengutamakan efek atau akibat berupa kemanjuran dan 9

206 kemanjuran itu terletak pada perintah. Contoh puisi (kontemporer) mantra adalah sebagai berikut: Shang Hai ping di atas pong pong di atas ping ping ping bilang pong pong pong bilang ping mau pong? bilang ping mau mau bilang pong mau ping? bilang pong mau mau bilang ping ya pong ya ping ya ping ya pong tak ya pong tak ya ping ya tak ping ya tak pong sembilu jarakmu menancap nyaring (Sutardji Calzoum Bachri dalam O Amuk Kapak, 1981) 2. Teori dan Genre Prosa Indonesia Slamet Mulyana mengemukakan, istilah prosa berasal dari bahasa latin oratio provorsa yang berarti ucapan langsung bahasa percakapan sehingga prosa berarti bahasa bebas, bercerita, dan ucapan langsung. Kata prosa diambil dari bahasa Inggris, prose, yang berarti bahasa tertulis atau tulisan. H.B. Jasin mengemukakan, prosa itu pengucapan dan pemikiran bahasa dalam karangan ilmu pengetahuan. Prosa ditulis berdasarkan pikiran dan menjauhi segala yang mungkin menggerakkan perasaan. Prosa semacam ini sering disebut sebagai prosa ilmiah. Namun demikian, ada juga prosa yang bersifat sastra. Prosa jenis ini haruslah memenuhi syarat kesenyawaan yang harmonis antara bentuk dan isi, kesatuan yang serasi antara pikiran dan perasaan. Prosa sastra disebut juga dengan istilah prosa fiksi. Kata fiksi berasal dari fiction (bahasa Inggeris) yang berarti rekaan. Dengan demikian, 10

207 dapatlah disimpulkan bahwa prosa fiksi adalah cerita rekaan dimana tokoh, peristiwa dan latar di dalamnya bersifat imajiner. Sudjiman, (1984:17) menyebut prosa fiksi ini dengan istilah ceritera rekaan, yaitu kisahan yang mempunyai tokoh, lakuan, dan alur yang dihasilkan oleh daya khayal atau imajinasi, dalam ragam prosa. Prosa, sebagai salah satu bentuk cipta sastra, mendukung fungsi sastra pada umumnya. Fungsi prosa adalah untuk memperoleh keindahan, pengalaman, nilai-nilai moral yang terkandung dalam cerita, dan nilai-nilai budaya yang luhur. Selain itu, prosa dapat pula mengembangkan cipta, rasa, serta membantu pengebangan pembelajaran (secara tidak langsung). Prosa sebagai salah satu bentuk karya sastra, sering menbimbulkan masalah dalam mengajarkannya. Hal ini muncul karena cerita yang ditulis dalam bentuk prosa pada umumnya panjang. Masalah ini tentu saja dapat memengaruhi proses pembelajaran prosa karena bimbingan apresiasi yang menyangkut teks enggan diberikan. Seperti halnya puisi, prosa pun sebaiknya dinikmati oleh siswa secara utuh agar fungsi prosa benar-benar terwujud. Secara umum, prosa dikelompokkan atas prosa lama dan prosa baru. Paparan mengenai kedua kelompok prosa tersebut dapat dilihat pada bagian berikut. 2.1 Prosa Lama Prosa lama adalah karya sastra yang berbentuk cerita atau narasi; berbeda dengan pantun, gurindam, dan sebagainya. Disebut prosa lama karena produk sastra ini selalu bersifat anonim (tanpa nama penulis), sangat statis, dan selalu dianggap milik bersama. Karena dianggap milik bersama, hampir semua produk prosa lama disebut cerita rakyat Cerita rakyat merupakan sastra lisan yang berkembang di masyarakat, terutama pada masa lalu. Cerita rakyat adalah cerita yang pada dasarnya disampaikan oleh seseorang kepada orang lain melalui penuturan lisan, yakni penciptaan, penyebaran, dan pewarisannya dilakukan secara lisan melalui tutur kata satu orang ke orang lainnya di kalangan masyarakat 11

208 pendukungnya secara turun temurun dari satu generasi ke generasi. Cerita rakyat terdiri dari berbagai versi, biasanya tidak diketahui pengarangnya (anonim). William R. Bascom dalam James Danandjaja (2007 : 50) membagi cerita rakyat ke dalam tiga kelompok, yaitu mite, legenda, dan dongeng. Di sisi lain, ada juga ahli sastra yang memasukkan hikayat ke dalam kelompok cerita rakyat. Di dalam buku sumber belajar ini, hanya akan dibahas lebih lanjut mengenai dongeng dan hikayat Dongeng Menurut Sudjiman (1986: 15), dongeng adalah cerita tentang makhluk khayali. Makhluk khayali yang menjadi tokoh-tokoh cerita semacam itu biasanya ditampilkan sebagai tokoh yang memiliki kebijaksanaan untuk mengatur masalah manusia dengan segala macam cara. Bascom dalam James Danandjaja ( 2007: 50) menyatakan bahwa dongeng adalah cerita prosa rakyat yang dianggap tidak benar-benar terjadi oleh yang mempunyai cerita, dan dongeng tidak terikat oleh waktu maupun tempat. Dongeng merupakan cerita yang tidak benar-benar terjadi terutama pada zaman dahulu. Kebanyakan orang beranggapan bahwa dongeng adalah cerita mengenai makhluk peri. Kenyataannya, banyak dongeng yang tidak menceritakan kehidupan para peri. Sejumlah dongeng bercerita tentang isi dan plot cerita yang wajar. Beberapa ahli sastra lama membagi dongeng atas empat golongan besar, yakni: (1) dongeng binatang, (2) dongeng biasa, (3) lelucon dan anekdot, dan (4) dongeng berumus. Dongeng binatang adalah dongeng yang ditokohi binatang. Binatangbinatang ini digambarkan sebagai sosok yang pintar berbicara dan berakal budi seperti manusia. Jenis binatang yang selalu dilibatkan di dalam cerita dongeng, antara lain, anjing, rubah, kelinci, buaya, harimau, gajah, dan kancil. Di Indonesia, cerita dongeng yang melibatkan kancil sebagai tokoh cerita sangat banyak jumlahnya. Di dalam cerita-cerita itu, kancil selalu digambarkan sebagai sosok binatang yang cerdas dan baik budi. Sementara 12

209 itu, sebagai tokoh lawan dari binatang yang cerdas dan baik budi, dihadirkan sosok binatang yang pandir yang selalu menjadi bulan-bulanan binatang yang cerdik dan cerdas tadi. Dalam berbagai cerita dongeng, sosok hewan seperti ini, misalnya, beruang, buaya, harimau, dan sebagainya. Dongeng biasa adalah jenis dongeng yang ditokohi manusia, dan biasanya berupa kisah suka-duka seseorang. Di Indonesia, dongeng biasa yang sangat popular bertipe Cinderella. Dongeng bertipe ini relative banyak jumlahnya, seperti Bawang Putih dan Bawang Merah (Jakarta), Si Melati dan Kecubung (Jawa Timur), dan sebagainya. Lelucon dan anekdot merupakan dongeng-dongeng yang dapat menggelikan hati sehingga menimbulkan tawa bagi yang mendengar maupun yang menceritakan. Anekdot menyangkut kisah fiktif lucu seorang atau beberapa orang tokoh yang benar-benar ada. Sedangkan lelucon menyangkut kisah fiktif lucu kolektif, seperti suku bangsa dan ras. Misalnya kisah lucu Albert Enstein di sebut anekdot, sedangkan kisah lucu orang Israel disebut lelucon. Dongeng-dongeng berumus merupakan dongeng yang, oleh Antti Aarne dan Stith Thompson (dalam KSG Unimed, 2013: 316), disebut formula tales. Struktur dongeng ini terdiri atas pengulangan-pengulangan. Subbentuk dongeng berumus adalah dongeng yang bertimbun dongeng untuk mempermainkan orang, dan tidak memiliki akhir. Dongeng, yang juga disebut dongeng berantai, ini adalah cerita yang dibentukdengan menambah keterangan lebih rinci pada setiap pengulangan inti cerita. Simaklah dongeng berumus beikut ini: Alkisah, di suatu lorong pada suatu hari, seorang nyonya lari terbirit-birit ketakutan karena diburu seekor tikus kecil. Tikus kecil lari terbirit-birit ketakutan karena diburu seekor kucing. Kucing lari terbirit-birit ketakutan karena diburu seekor anjing. Anjing lari terbirit-birit ketakutan karena diburu seorang pemabuk Israel. Pemabuk Israel lari terbirit-birit ketakutan karena diburu polisi. Polisi lari terbirit-birit ketakutan karena diburu MOZAD. 13

210 2.1.2 Hikayat Hikayat adalah jenis prosa lama yang berkisah tentang riwayat hidup seorang tokoh. Riwayat hidup tokoh yang diceritakan adakalanya realistis, dengan sumber informasi dan data terpercaya. Tetapi, ada juga hikayat yang sumber penceritaannya bercampur baur antara fakta dan fiksi atau opini penulisnya. Hikayat berisi cerita kebaikan dan kemuliaan sang tokoh pada masa hidupnya. Hikayat Nabi Idris, misalnya, berisi cerita mengenai kejujurannya, kesalehannya, kepatuhannya beribadah kepada Allah, menjauhi semua larangan Allah, dan sama sekali tidak mau merampas hak orang lain (lihat Djamaris dkk., 1985: 7). Karena berbicara mengenai kebaikan dan kemuliaan seorang tokoh, maka hikayat ditulis untuk berfungsi sebagai pemberi wawasan, nasihat, pedoman hidup, dan inspirasi kepada pembaca. Dengan membaca hikayat, seseorang diharapkan dapat mengubah dan memperbaiki kualitas hidupnya pada masa depan. 2.2 Prosa Baru Prosa baru adalah karya sastra yang berbentuk cerita atau narasi juga, sama dengan prosa lama. Disebut prosa baru karena produk sastra ini tidak lagi bersifat anonim (tanpa nama penulis). Penulis prosa baru sudah sangat sadar akan hak-hak individualnya dan karena itu merasa memiliki wewenang untuk mencantumkan namanya pada karya prosa yang mereka tulis. Dengan demikian, karya-karya prosa yang mereka tulis tidak dapat lagi dianggap sebagai milik bersama masyarakat, melainkan milik individu penulis. Selain itu, prosa baru sudah memperlihatkan semangat yang dinamis, baik dalam hal isi atau tema maupun bentuknya. Para penulis prosa baru sudah memiliki keberanian menuliskan sesuatu yang berbeda dan bahkan menentang hal-hal yang menjadi kebiasan umum. Isi atau tema prosa baru sudah bersifat masyarakat sentris. Semua perubahan ini dimungkinkan karena para penulis prosa baru mulai mendapat pengaruh yang kuat dari 14

211 perkembangan sastra Barat. Kenyataan ini jauh berbeda dari karakteristik prosa lama yang isi atau temanya selalu disebut bersifat istana sentris, yakni berorientasi kepada kepentingan penguasa. Sebagai karya sastra, prosa baru hadir dalam berbagai bentuk, seperti cerpen, novel, dan drama. Paparan mengenai tersebut dapat dilihat pada bagian berikut. bentuk-bentuk prosa baru Cerita Pendek Cerita pendek, atau sering disingkat dengan cerpen, adalah suatu bentuk prosa naratif fiktif. Berapa ukuran panjang atau pendek yang dimaksud memang tidak ada aturan baku yang dianut maupun kesepakatan di antara pengarang dan para ahli. Edgar Allan Poe, dalam Burhan Nurgiantoro (1995: 11), menyatakan bahwa cerita pendek adalah sebuah cerita yang selesai dibaca sekali duduk, kira-kira berkisar antara setengah jam sampai dua jam. Untuk menentukan panjang pendeknya cerpen, khususnya berkaitan dengan jumlah kata yang digunakan, berikut ini dikemukakan beberapa pendapat. Menurut Staton cerpen biasanya menggunakan kata atau setara dengan lebih kurang 50 halaman. Sedangkan Notosusanto menyatakan bahwa jumlah kata yang digunakan di dalam cerpen sekitar kata atau kira-kira 17 halaman kuarto dengan spasi rangkap (lihat KSG Unimed, 2013: 292). Cerita pendek, selain kependekannya ditunjukkan oleh jumlah penggunaan kata yang relative terbatas, peristiwa dan isi cerita yang disajikan juga sangat pendek. Peristiwa yang disajikan memang singkat, tetapi mengandung kesan yang dalam. Isi cerita memang pendek karena mengutamakan kepadatan ide. Karena itu, peristiwa dan isi cerita dalam cerpen relatif lebih sedikit jika dibandingkan dengan roman atau novel. Cerita pendek cenderung padat dan langsung pada tujuannya dibandingkan karya-karya fiksi yang lebih panjang, seperti novel. Karena singkatnya, cerita-cerita pendek yang sukses mengandalkan teknik-teknik sastra, seperti tokoh, plot, tema, bahasa, dan insight, secara lebih luas 15

212 dibandingkan dengan fiksi lain yang lebih panjang. Disyaratkan oleh H.B. Jassin bahwa cerita pendek haruslah memiliki bagian perkenalan, pertikaian, dan penyelesaian (Korrie Layun Rampan, 1995: 10). Ciri-ciri cerita pendek, menurut Stanton (2007: 76), adalah: (1) haruslah berbentuk padat, (2) realistik, (3) alur yang mengalir dalam cerita bersifat fragmentaris dan cenderung inklusif. Sedangkan menurut Guntur Tarigan, cirri-ciri cerpen adalah: (1) singkat, padu, dan intensif (brevity, unity, dan intensity), (2) memiliki unsur utama berupa adegan, tokoh, dan gerak (scene, character, dan action), (3) bahasanya tajam, sugestif, dan menarik perhatian (incisive, suggestive, dan alert), (4) mengandung impresi pengarang tentang konsepsi kehidupan, (5) menimbulkan efek tunggal dalam pikiran pembaca, (6) mengandung detil dan insiden yang benar-benar terpilih, (7) memiliki pelaku utama yang menonjol dalam cerita, dan (8) menyajikan kebulatan efek dan kesatuan emosi. Berdasarkan berbagai batasan dan ciri cerita pendek di atas, dapat disimpulkan bahwa cerita pendek adalah bentuk prosa fiktif naratif yang habis dibaca sekali duduk, serta mengandung konflik dramatik. Cerita pendek adalah cerita fiksi bentuk prosa yang singkat yang unsur ceritanya berpusat pada satu peristiwa pokok sehingga jumlah dan pengembangan pelaku terbatas, dan keseluruhan cerita memberi kesan tunggal Unsur Intrinsik Cerita Pendek Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra; unsur-unsur yang yang secara faktual akan dijumpai jika orang membaca karya sastra. Unsur intrinsik cerpen dapat dikelompokkan ke dalam enam bagian, masingmasing: (1) tema, (2) alur, (3) penokohan atau perwatakan, (4) latar, (5) sudut pandang atau point of view, dan (6) amanat. Pembahasan terhadap unsurunsur intrinsik pembangun cerita pendek yang telah disampaikan di atas diuraikan sebagai berikut. 16

213 Tema. Tema adalah makna yang dikandung oleh sebuah cerita atau gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya. Tema menjadi dasar pengembangan seluruh cerita sehingga bersifat menjiwai keseluruhan cerita. Tema suatu karya sastra letaknya tersembunyi dan harus dicari sendiri oleh pembaca. Pengarang karya sastra tidak akan secara gamblang mengatakan apa yang menjadi inti permasalahan hasil karyanya, walaupun kadangkadang terdapat kata-kata atau kalimat kunci dalam salah satu bagian karya sastra. Melalui kalimat kunci itu pengarang seolah-olah merumuskan apa yang sebenarnya menjadi pokok permasalahan. Ada beberapa cara untuk menafsirkan tema menurut Stanton (2007: 44), yakni: (1) harus memperhatikan detil yang menonjol dalam cerita rekaan, (2) tidak terpengaruh oleh detil cerita yang kontradiktif, (3) tidak sepenuhnya bergantung pada bukti-bukti implisit, kadang-kadang harus yang eksplisit juga, (4) tema itu dianjurkan secara jelas oleh cerita yang bersangkutan. Perlu ditambahkan di sini bahwa faktor pengarang dengan pandanganpandangannya turut menentukan tema karyanya. Penokohan. Penokohan merupakan salah satu unsur dalam cerita yang menggambarkan keadaan lahir maupun batin seseorang atau pelaku. Setiap manusia mempunyai karakter yang berbeda-beda. Karena cerpen pada dasarnya menceritakan manusia dalam berhubungan dengan lingkungannya, maka setiap tokoh dalam cerita akan memiliki watak yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Melalui karakter tokoh cerita, pembaca mengikuti jalan cerita sehingga maksud cerita akan menjadi lebih jelas. Istilah tokoh merujuk pada orang atau pelaku cerita. Watak, perwatakan, dan karakter, menunjuk pada sifat dan sikap para tokoh. Penokohan dan karakterisasi sering disamakan artinya dengan karakter dan perwatakan. Penokohan menunjuk pada penempatan tokoh-tokoh tertentu dengan watak-watak tertentu dalam sebuah cerita (Nurgiantoro, 1995: 165). Jadi yang dimaksud dengan penokohan atau karakteristik adalah ciriciri jiwa seseorang tokoh dalam suatu cerita. Seluruh pengalaman yang dituturkan dalam cerita kita ikuti berdasarkan tingkah laku dan pengalaman 17

214 yang dipelajari melalui pelakunya. Melalui perilaku ilmiah pembaca mengikuti jalannya seluruh cerita dan berdasarkan karakter, situasi cerita dapat dikembangkan. Plot atau Alur. Plot atau alur adalah urutan peristiwa yang merupakan dasar terciptanya sebuah cerita. Alur bisa tampak apabila pengarang mampu membangun saling hubung antara tema, pesan, dan amanat dalam cerita. Cerita bergerak dari satu peristiwa ke peristiwa yang lain. Masing-masing peristiwa itu disusun secara runtut, utuh dan saling berhubungan sehingga membangun plot. Plot merupakan unsur fiksi yang penting, bahkan banyak orang menganggap sebagai unsur yang terpenting. Plot dapat mempermudah pemahaman seseorang tentang suatu cerita. Tanpa plot, pembaca akan kesulitan memahami suatu cerita. Plot karya fiksi yang kompleks sulit dipahami hubungan kaosalitas antarperistiwanya. Akibatnya, cerita sulit dipahami. Dalam suatu cerita biasanya dituliskan berbagai peristiwa dalam urutan tertentu. Peristiwa yang diurutkan itulah yang disebut alur atau plot. Plot biasanya dikelompokkan atas tiga tahap, yakni awal-tengah-akhir. Tahap awal sering disebut juga dengan tahap perkenalan. Tahap ini berisi informasi-informasi penting yang berhubungan dengan berbagai hal yang akan dikisahkan berikutnya. Tahap tengah, atau tahap pertikaian, menampilkan konflik atau pertentangan yang sudah mulai dimunculkan pada tahap sebelumnya. Tahap akhir, atau tahap peleraian, menampilkan adegan tertentu akibat klimaks. Pada bagian ini, dimunculkan akhir dari cerita. Latar (setting). Latar, atau biasa disebut dengan setting, merujuk kepada pengertian tempat hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa dalam cerita. Latar memberikan kesan realistis kepada pembaca. Latar dibedakan dalam tiga unsur pokok yaitu tempat, waktu dan sosial. Latar tempat merujuk pada lokasi terjadinya peristiwa, latar waktu berhubungan dengan masalah kapan peristiwa terjadi, dan latar sosial mengacu kepada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat dalam cerita. 18

215 Sudut Pandang (point of view). Sudut pandang, atau point of view, adalah cara atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca (Abrams, dalam Burhan Nurgiantoro, 1995: 248). Dengan demikian, sudut pandang pada hakikatnya merupakan strategi, teknik, siasat, yang secara sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan dan ceritanya. Segala sesuatu yang dikemukakan dalam karya fiksi, memang milik pengarang. Namun, semuanya itu, dalam karya fiksi, disalurkan lewat sudut pandang tokoh, lewat kaca mata tokoh cerita (Burhan Nurgiantoro, 1995: 248). Sudut pandang atau point of view penceritaan dapat dibedakan atas tiga macam, masing-masing: (1) sudut pandang orang pertama; pengarang sebagai aku (gaya akuan) Dalam hal ini, pengarang dapat bertindak sebagai omnicient (serba tahu) dan dapat juga sebagai limited (terbatas), (2) pengarang sebagai orang ketiga (gaya diaan). Dalam hal ini, pengarang dapat bertindak sebagai omniscient (serba tahu) dan dapat juga bertindak limited (terbatas), (3) point of view gabungan, artinya pengarang menggunakan gabungan dari gaya bercerita pertama dan kedua. Gaya. Gaya dapat diartikan sebagai gaya pengarang dalam bercerita atau gaya bahasa yang digunakan pengarang dalam karyanya. Keduanya saling berhubungan, yaitu gaya seorang pengarang dalam bercerita akan terlihat juga dalam bahasa yang digunakannya. Gaya bahasa adalah ekspresi personal, keseluruhan respons, pengarang terhadap persitiwa-peristiwa melalui media bahasa, seperti: jenis bahasa yang digunakan, kata-kata, sifat atau ciri khas imajinasi, struktur, dan irama kalimat-kalimatnya. Menurut Herman J. Waluyo dan Nugraheni (2008: 41), gaya pengarang satu dengan yang lainnya berbeda. Karena itu, bahasa karya sastra bersifat ideocyncratic, artinya sangat individual. Perbedaan gaya itu disebabkan oleh perbedaan pemikiran dan kepribadian. Amanat. Amanat adalah suatu ajaran moral yang ingin disampaikan pengarang. Panuti Sujiman (1988: 51) menyatakan bahwa amanat adalah gagasan yang mendasari karya sastra, pesan yang ingin disampaikan 19

216 pengarang kepada pembaca. Menurut Suharianto (1982: 71), amanat dapat disampaikan secara tersurat dan tersirat. Tersurat artinya pengarang menyampaikan langsung kepada pembaca melalui kalimat, baik berupa keterangan pengarang atau pun berbentuk dialog pelaku. Seorang pengarang, dalam karyanya, tidak hanya sekedar ingin memgungkapkan gagasannya, tetapi juga mempunyai maksud tertentu atau pesan tertentu yang ingin disampaikan kepada pembaca. Pesan tertentu itulah yang disebut amanat. Amanat dalam sebuah karya sastra biasanya mencerminkan pandangan hidup pengarang yang bersangkutan, pandangan tentang nilainilai kebenaran dan berbagai hal yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca. Amanat dalam cerita biasanya dimaksudkan sebagai suatu saran yang berhubungan dengan hal tertentu yang bersifat praktis, yang dapat diambil dan ditafsirkan lewat cerita yang bersangkutan oleh pembaca Novel Novel merupakan salah satu jenis fiksi. Novel dan cerita pendek merupakan dua bentuk karya sastra yang sekaligus disebut fiksi. Bahkan dalam perkembangannya yang kemudian, novel dianggap bersinonim dengan fiksi. Dengan demikian, pengertian fiksi juga berlaku untuk novel (Burhan Nurgiantoro, 1995: 9). Herman J. Waluyo (2002: 37) mengemukakan bahwa novel mempunyai ciri: (1) ada perubahan nasib dari tokoh cerita; (2) ada beberapa episode dalam kehidupan tokoh utamanya; (3) biasanya tokoh utama tidak sampai meninggal. Di dalam novel tidak dituntut kesatuan gagasan, impresi, emosi dan setting seperti dalam cerita pendek. Secara etimilogis, kata novel berasal dari kata novellus yang berarti baru. Jadi, novel adalah bentuk karya sastra cerita fiksi yang paling baru. Novel adalah satu genre sastra yang dibangun oleh unsur-unsur pembangun yang secara fungsional memiliki keterjalinan. Untuk membangun totalitas makna dengan media bahasa sebagai penyampai gagasan pengarang tentang hidup dan seluk-beluk kehidupan manusia. 20

217 Telaah struktur novel dalam konteks ini akan dilakukan dengan pendekatan intertekstualitas. Dalam pendekatan intertekstualitas, penulis menekankan bahwa struktur novel terdiri dari unsur instrinsik dan unsur ekstrinsik Unsur Intrinsik Unsur-unsur instrinsik novel terdiri atasi (1) tema, (2) plot atau alur, (3) penokohan, (4) perwatakan atau karakterisasi, (5) setting atau latar, dan (6) sudut pandang atau point of view. Unsur-unsur ekstrinsik novel terdiri atas: (1) biografi pengarang, (2) karya-karya pengarang, (3) proses kreatif pengarang, dan (4) unsur sosial budaya. Tema adalah gagasan dasar umum sebuah karya novel. Gagasan dasar umum inilah yang tentunya telah ditemukan sebelumnya oleh pengarang dan dipergunakan untuk mengembangkan cerita. Dengan kata lain, cerita tentunya akan setia mengikuti gagasan dasar umum yang telah ditetapkan sebelumnya sehingga berbagai peristiwa konflik dan pemilihan berbagai unsur instrinsik yang lain, seperti penokohan, pelataran, dan penyudutpandangan diusahakan mencerminkan gagasan dasar umum tersebut. Alur Cerita atau Plot, menurut Lukman Ali (1978: 120), adalah sambung sinambung peristiwa berdasarkan hukum sebab akibat yang tidak hanya mengemukakan apa yang terjadi, tetapi yang lebih penting adalah mengapa hal itu terjadi. Alur cerita terdiri dari tiga bagian, yaitu: (1) alur awal, terdiri atas paparan (eksposisi), rangsangan (inciting moment), dan penggawatan (rising action); (2) alur tengah, terdiri atas pertikaiaan (conflict), perumitan (complication), dan klimaks atau puncak penggawatan (climax); (3) alur akhir, terdiri dari peleraian (falling action) dan penyelesaian (denouement). konflik cerita yang berasal dari peristiwa-peristiwa yang terjadi sebelumnya. Falling action adalah peredaan konflik cerita. Konflik yang telah mencapai puncak, akhirnya menurun karena sudah ada tandatanda adanya penyelesaian pertikaian. Denouement adalah penyelesaian 21

218 yang dipaparkan oleh pengarang dalam mengakhiri penyelesaian konflik yang terjadi. Penokohan dan Perwatakan mempunyai hubungan yang sangat erat. Penokohan berhubungan dengan cara pengarang menentukan dan memilih tokohnya serta memberi nama tokoh dalam cerita. Perwatakan berhubungan dengan karakteristik atau bagaimana watak tokoh-tokoh itu. Keduanya berkaitan dengan tokoh-tokoh dalam cerita novel. Membicarakan perwatakan, Mochtar Lubis (1981: 18) memasukkannya dalam teknik cerita dengan menyebut sebagai gambaran rupa atau pribadi atau watak pelakon (character delineation). Setting atau Latar berfungsi memperkuat pematutan dan faktor penentu bagi kekuatan plot, begitu kata Marjeric Henshaw (dalam Herman J. Waluyo, 2002: 198). Abrams membatasi setting sebagai tempat terjadinya peristiwa dalam cerita (1977: 157). Dalam setting, menurut Harvy (1966: 304), faktor waktu lebih fungsional daripada faktor alam. Wellek mengatakan bahwa setting berfungsi untuk mengungkapkan perwatakan dan kemauan yang berhubungan dengan alam dan manusia (Wellek, 1962: 220). Herman J. Waluyo mengatakan bahwa setting adalah tempat kejadian cerita (2009: 34). Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat dikatakan bahwa setting cerita berkaitan dengan waktu dan tempat penceritaan. Waktu dapat berarti siang dan malam, tanggal, bulan, dan tahun; dapat pula berarti di dalam atau di luar rumah, di desa atau di kota, dapat juga di kota mana, di negeri mana dan sebagainya. Unsur setting lain yang tidak dapat dipisahkan adalah hasil budaya masa lalu, alat transportasi, alat komunikasi, warna lokal dan daerah, dan lain-lain. Setting berfungsi: (1) mempertegas watak pelaku; (2) memberikan tekanan pada tema cerita; (3) memperjelas tema yang disampaikan; (4) metafora bagi situasi psikis pelaku; (5) sebagai atmosfir (kesan); (6) memperkuat posisi plot Point of View atau Sudut Pandang mengacu kepara cara sebuah cerita dikisahkan. Ia merupakan cara dan atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, 22

219 tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca. Nurgiyantoro (2009: ) menyebutkan, ada tiga jenis sudut pandang, yaitu: (1) sudut pandang persona ketiga: dia yang terdiri dari: (a) dia Mahatahu; (b) dia terbatas, dia sebagai pengamat; (2) sudut pandang persona pertama aku yang terdiri dari (a) aku tokoh utama, dan (b) aku tokoh tambahan; (3) sudut pandang campuran. Sudut pandang campuran ini dapat terjadi antara sudut pandang persona ketiga dengan teknik dia mahatahu dan dia sebagai pengamat, persona pertama dengan teknik aku sebagai tokoh utama, dan aku tambahan, bahkan dapat berupa campuran antara persona pertama dan persona ketiga, antara aku dan dia sekaligus Unsur Ekstrinsik Novel dan Cerpen Unsur ekstrinsik adalah unsur yang berada di luar teks novel, tetapi memberi pengaruh yang tidak kalah kuatnya terhadap isi novel dan cerpen daripada unsur intrinsik. Beberapa ahli sastra mengatakan bahwa unsur ekstrinsik bahkan lebih menentukan dimensi isi karya novel dan cerpen. Unsur ekstrinsik mencakup: (1) latar belakang masyarakat, (2) latar belakang seorang pengarang, dan (3) nilai-nilai yang terkandung di dalam novel. Latar belakang masyarakat sangat berpengaruh pada penulisan novel dan cerpen. Latar belakang masyarakat tersebut bisa berupa, antara lain, kondisi politik, idiologi negara, kondisi sosial, dan juga kondisi perekonomian masyarakat. Latar belakang seorang pengarang terdiri atas biografi pengarang, kondisi psikologis pengarang, aliran sastra yang dimiliki penulis, dan minatnya terhadap sesuatu sangatlah mempengaruhi terbentuknya sebuah cerpen atau novel. Riwayat hidup sang penulis mempengaruhi jalan pikir penulis atau sudut pandang mereka tentang suatu. Faktor riwayat hidup ini mempengaruhi gaya bahasa dan genre khusus seorang penulis novel/cerpen. Kondisi psikologis merupakan mood atau motivasi seorang penulis ketika menulis cerita. Mood atau psikologis seorang penulis ikut mempengaruhi apa yang ada di dalam cerita mereka, misalnya jika mereka 23

220 sedang sedih atau gembira mereka akan membuat suatu cerita sedih atau gembira pula. Aliran sastra merupakan agama bagi seorang penulis dan setiap penulis memiliki aliran sastra yng berbeda-beda. Hal ini sangat memengaruhi gaya penulisan dan genre cerita yang biasa diusung oleh sang penulis di dalam karyakaryanya. Nilai-nilai yang terkandung di dalam cerpen/novel, seperti nilai agama, nilai social, nilai moral, dan nilai budaya, turut menentukan arah karya penulis Prosa Lirik Prosa Lirik adalah salah satu bentuk karya sastra dalam ragam prosa yang ditulis dan diungkapkan dengan menggunakan unsur-unsur puisi. Meskipun bahasanya berirama, dan pencitraannya seperti puisi, tetapi ikatan antarkata dalam sebuah kalimat, atau hubungan antarkalimat dalam sebuah paragraf (secara sintaksis) lebih mendekati bentuk prosa. Suroso (dalam Mudini dkk, 2016;77) menuliskan bahwa prosa lirik adalah karangan berbentuk prosa yang berisi curahan perasaan seperti puisi. Ciri-ciri prosa lirik: (1) Ikatan kalimatnya berbentuk prosa, (2) terdapat irama yang selaras dengan perasaan yang terkandung di dalamnya. (3) bersifat liris; curahan perasaan. (4) tidak terdapat sajak di dalamnya. Kalaupun ada sajak, hanya kebetulan saja, (5) tidak untuk membawakan berita, tetapi berisikan lukisan perasaan tertentu yang dikandung pengarang. (6) karangan disusun paragraf demi paragraf seperti prosa biasa, dan (7) prosa lirik terdapat dalam kesusastraan baru. Contoh Prosa Lirik: seorang diri. Berselisih (Karya Amir Hamzah) Berselisih kami, ia dua berjalan, aku seperti selamanya belakang, matanya Adiknya yang dipimpinnya itu menoleh-noleh ke berkilat-kilat melihat segala berwarna warni, putar-rimutar, kelap- kumilap di tepi jalan itu. Ya, panjang-jinjing, lembut-lemah, kudungnya, tertudungsingkap, diusap- Berhenti ia, payung usap angin, ditolak-tolakkan anak rambutnya. bertulis, dihujam agak tipis, dipanas agak kecil, dilihat, dipulung- pulungnya, ditawarnya, kemahalan... 24

221 Terhenti aku, kakiku enggan terus, di hadapanku berdiri perempuan tua, sanggulnya merangkum kuntum, layu belum, kembang tak jadi. Bertanya beliau. Menoleh ia ke belakang, kulihat matanya seketika, rasaku bercermin pada air yang jernih, dangkal entahkan dalam, kelopak matanya yang segan terbuka, enggan bertemu itu, melayap-hinggap semangatku serasa bermimpi, mendaduhkan hatiku yang rusuh-resah ini... Di manakah aku telah melihatnya? Kutandai muka dan rupa, bangun dan anggunnya, kukenal seluk-bentuk tubir bibirnya... Aduh hatiku, terasa ada, terkatakan tidak. 3. Teori dan Genre Drama Indonesia 3.1 Pengertian Drama Kata drama berasal dari bahasa Yunani draomai yang berarti berbuat, berlaku, atau bertindak. Jadi, secara literal, drama berarti perbuatan atau tindakan. Namun demikian, sebagai istilah di dalam dunia sastra, drama pada awalnya diartikan sebagai kualitas komunikasi, situasi, action (segala yang terlihat di pentas) yang menimbulkan perhatian, kehebatan (acting), dan ketegangan pada para pendengar/penonton. Dalam perkembangan selanjutnya, kata drama mengacu kepada bentuk karya sastra yang berusaha mengungkapkan perihal kehidupan manusia melalui gerak percakapan di atas panggung, atau suatu karangan yang disusun dalam bentuk percakapan dan yang dapat dipentaskan. Oleh karena itu, dalam naskah drama selain percakapan pelaku, berisi pula petunjuk gerak atau penjelasan mengenai gerak-gerik dan tindakan pelaku, peralatan yang dibutuhkan, penataan pentas atau panggung, musik pengiring, dan sebagainya. Ciri khas drama adalah naskahnya berbentuk percakapan atau dialog. Dialog bahkan disebut-sebut sebagai hal yang paling membedakan drama dari karya fiksi lainnya, seperti cerpen dan novel (KSG Unimed, 2013: 265). Dialog menjadi bagian awal yang langsung terlihat berbeda dari teks fiksi 25

222 lainnya. Artinya, teks drama lebih dominan bagian dialognya dibandingkan dengan teks fiksi lainnya. Dalam menyusun dialog, pengarang harus memperhatikan pembicaraan tokoh-tokoh dalam kehidupan sehari-hari dan pantas untuk diucapkan di atas panggung. Ragam bahasa dalam dialog tokoh-tokoh drama adalah bahasa lisan yang komunikatif dan bukan ragam bahasa tulis. Pilihan kata (diksi) pun dipilih sesuai dengan dramatic action dari plat out. Diksi berhubungan dengan irama lakon, artinya panjang pendeknya kata-kata dalam dialog berpengaruh terhadap konflik yang dibawakan lakon. Dialog dalam sebuah drama pun harus estetis atau memiliki keindahan bahasa. Namun, nilai estetis tersebut tidak boleh mengganggu makna yang terkandung dalam naskah. Selain itu, dialog harus hidup. Artinya, dialog harus dapat mewakili tokoh yang dibawakan. Untuk itu, observasi di lapangan perlu dilakukan oleh penulis untuk membantu menulis dialog drama agar realistis. Pementasan drama haruslah mengandung unsur keindahan atau estetika. Kualitas kedua unsur drama di atas terutama bergantung pada: (1) naskah lakon; (2) aktor dan aktris pendukungnya; (3) pola pengagendaan atau mis en scene; (4) tata artistik; (5) tata rias ; (6) tata busana; (7) tata cahaya; (8) tata suara; (9) tata musik; dan (10) tata gerak. Drama dibangun oleh unsur-unsur tema, plot, tokoh, karakter, latar, dan amanat serta unsur bahasa yang berbentuk dialog. Unsur-unsur ini akan dibahas lebih lanjut pada bagian berikut ini Tema Tema merupakan dasar atau inti cerita. Suatu cerita harus mempunyai tema atau dasar, dan dasar inilah yang paling penting dari seluruh cerita. Cerita yang tidak memiliki dasar tidak ada artinya sama sekali atau tidak berguna (Lubis, 1981: 15). Tema sebagai central idea and sentral purpose merupakan ide dan tujuan sentral (Stanton, 1965: 16). Tema dapat timbul dari keseluruhan cerita, sehingga pemahaman antara seorang penikmat dengan penikmat lain tidak sama (Jones, 12968: 31). Ada pula yang 26

223 berpendapat bahwa tema merupakan arti dan tujuan cerita (Kenny, 1966: 88). Menurut Nurgiyantoro (1995: 70), tema dapat dipandang sebagai gagasan dasar umum sebuah karya novel. Gagasan dasar umum inilah yang tentunya telah ditentukan sebelumnya oleh pengarang dan dipergunakan untuk mengembangkan cerita. Dengan kata lain cerita harus mengikuti gagasan utama dari suatu karya sastra. Pendapat di atas dapat menggambarkan simpulan bahwa: (1) tema merupakan dasar suatu cerita rekaan; (2) tema harus ada sebelum pengarang mulai dengan ceritanya; (3) tema dalam cerita atau novel tidak ditampilkan secara eksplisit, tetapi tersirat di dalam seluruh cerita; dan (4) dalam satu cerita atau novel terdapat tema dominan atau tema sentral dan tema-tema kecil lainnya Plot atau Plot Plot atau plot adalah rangkaian cerita yang dibentuk dalam tahapantahapan peristiwa sehingga menjalin suatu cerita yang utuh. Plot disusun tidak lepas dari tema. Jalan cerita yang disusun atau dijalin tidak boleh meloncat ke lain tema. Tiap-tiap kejadian akan berhubungan sehingga seluruh cerita merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Lubis (1981: 18) menyampaikan cara memulai dan menyusun cerita yang disampaikan oleh Tasrif yang dibagi menjadi lima tahapan, yakni penggambaran situasi awal (exposition), peristiwa mulai bergerak menuju krisis diwarnai dengan konflik-konflik (complication), keadaan mulai memuncak (rising action), keadaan mencapai puncak penggawatan (klimaks), kemudian pengarang memberikan pemecahan atau jalan keluar permasalahan sehingga cerita berakhir (denouement). Cara memulai dan menyusun cerita seperti di atas dinamakan plot atau dramatic conflict Penokohan dan Perwatakan Esten (dalam Kelan, 2005: 14) menyatakan bahwa penokohan adalah permasalahan bagaimana cara menampilkan tokoh: bagaimana membangun dan mengembangkan watak tokoh-tokoh tersebut dalam sebuah karya fiksi? 27

224 Jadi antara pengertian tokoh dan penokohan memiliki makna yang berbeda. Tokoh berbentuk suatu individu, sedangkan penokohan adalah proses menampilkan individu tersebut dalam cerita. Dalam proses penciptaan pemeranan, sang aktor atau aktris harus memunyai daya cipta yang tinggi untuk mencoba semaksimal mungkin menjadi tokoh yang diperankan. Ia harus sanggup menjiwai peran yang dipegangnya, sehingga ia (seperti) benar-benar merupakan sang tokoh dengan apa adanya dalam pementasan lakon tersebut. Pada penampilan imajinasinya, tokoh juga dibantu oleh laku, pakaian yang dikenakan, dan rias. Semua unsur tidak bisa dipisah-pisahkan, bahkan harus saling mendukung, sehingga mampu mewujudkan karakter dari tokoh seperti yang dikehendaki dalam lakon yang bersangkutan. Untuk menggambarkan karakter seorang tokoh, pengarang dapat menggunakan teknik sebagai berikut. (1) Teknik analitik: karakter tokoh diceritakan secara langsung oleh pengarang; (2) Teknik dramatik, yaitu teknik karakter tokoh dikemukakan melalui: (a) penggambaran fisik dan perilaku tokoh; (b) penggambaran lingkungan kehidupan tokoh; (c) penggambatran ketatabahasaan tokoh; (d) pengungkapan jalan pikiran tokoh; dan (e) penggambaran oleh tokoh lain. Pendapat tersebut dikuatkan oleh Waluyo (2009: 30) yang menuliskan bahwa penggambaran watak tokoh mempertimbangkan tiga dimensi watak, yaitu dimensi psikis (kejiwaan), dimensi fisik (jasmpniah), dimensi sosiologis (latar belakang kekayaan, pangkat, dan jabatan) Tokoh dan penokohan adalah unsur yang vital dan pembangun dari dalam yang tidak dapat dikesampingkan kedudukannya. Nurgiyantoro (2000: 164) berpendapat bahwa pembicaraan mengenai tokoh dan perwatakannya dengan berbagai citra dalam jati dirinya. Dalam berbagai hal, penokohan bisa lebih menarik perhatian orang daripada berurusan dengan plot. 28

225 3.1.3 Amanat Amanat merupakan unsur cerita yang berhubungan erat dengan tema. Amanat akan berarti apabila ada dalam tema, sedangkan tema akan sempurna apabila di dalamnya ada amanat sebagai pemecah jalan keluar bagi tema tersebut. Sudjiman (dalam Alwi, 1998: 08) manyatakan bahwa amanat adalah pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang. Amanat terdapat pada sebuah karya sastra secara implisit atau eksplisit. Amanat dinyatakan secara implisit jika jalan keluar atau ajaran moral itu disiratkan dalam tingkah laku menjelang cerita berakhir. Sementara itu, amanat dilukiskan secara eksplisit apabila pengarang pada tengah atau akhir cerita menyampaikan seruan, saran, peringatan, nasihat, anjuran, larangan, dan sebagainya. Pengertian amanat yang telah dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa amanat merupakan pesan yang disampaikan pengarang, baik secara implisit atau eksplisit kepada pembaca. Di dalam drama, ada amanat yang langsung tersurat, tetapi pada umumnya sengaja disembunyikan secara tersirat dalam naskah drama yang bersangkutan. Hanya penonton yang profesional yang mampu menemukan amanat implisit tersebut. Cerita drama yang sudah dipanggungkan disebut dengan teater. Oleh karena itu, pembicaraan drama kerap dikaitkan dengan teater. Tak ayal, terkadang orang menyebut drama sebagai teater dan sebaliknya, teater dikatakan dengan drama. Kedua hal ini tetap berbeda. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari tabel berikut. 3.2 Jenis Drama atau Teater Tragedi Boulton (1958:147) menjelaskan, drama tragedi adalah sebuah permainan dengan akhir yang menyedihkan, biasanya setidaknya terdapat satu kematian, tindakan dan pikiran dibuat secara serius dan dengan 29

226 menghormati hak pribadi manusia. Sementara itu, Massofa (2009) menuliskan bahwa drama tragedi adalah perbuatan yang menampilkan sang tokoh dalam kesedihan, kemuraman, keputusasaan, kehancuran, dan kematian. Senada dengan pendapat di atas, Wiyanto (2002:08) menjelaskan bahwa drama tragedi adalah drama yang penuh kesedihan. Pelaku utama dari awal hingga akhir pertunjukan selalu sia-sia (gagal) dalam memperjuangkan nasibnya yang jelek. Beberapa pendapat di atas dapat menjelaskan pengertian bahwa drama tragedi adalah drama yang bersifat ringan yang menggambarkan kedukaan atau kesedihan yang dialami oleh tokoh Melodrama Boulton (1958: 148) memaparkan bahwa melodrama adalah hubungan yang rendah dari sebuah tragedi. Ini mungkin tentang kesedihan atau akhir yang menyenangkan, meskipun berakhir menyedihkan seperti tumpukan mayat atau teriakan orang gila akan menjadi pelengkap sensasi pertunjukan yang mungkin lebih mengharukan. Hal ini dikenal sebagai tragedi yang sebenarnya dengan penggambaran karakter seseorang yang kasar dan mungkin baik atau jahat secara realistis. Sementara itu, Massofa (2009) menjelaskan bahwa melodrama adalah perbuatan tragedi yang berlebihan. Melodrama juga dapat masuk ke dalam cerita yang mengharukan ketika ditampilkan untuk menggambarkan simpati. Ditambahkan oleh Wiyanto (2002:09) bahwa melodrama adalah drama yang dialognya diucapkan dengan iringan melodi atau musik. Beberapa pendapat para ahli di atas dapat menyimpulkan bahwa melodrama adalah drama musikal yang sarat dengan kesedihan yang terkadang sangat berlebihan dan menguras empati penonton. 30

227 3.2.3 The Heroic Play (Drama Heroik) Boulton (1958: 148) menjabarkan bahwa drama heroik adalah jenis tragedi berlebihan dalam model Inggris pada zaman Dryden. Drama ini berkaitan dengan tema cinta dan keberanian yang tinggi. Ada bagian adegan yang mengejutkan dari plot cerita yang aneh dan upaya itu dilakukan untuk menghasilkan sesuatu yang lebih besar dari tragedi tradisional. Keinginan untuk menciptakan sensasi yang kuat sehingga menjadi risiko dari sebuah reaksi penolakan, tetapi bentuk itu sekarang telah punah. Farce menurut Massofa (2009) disebutkan sebagai istilah yakni komedi yang dilebih-lebihkan. Drama farce/heroik ini bisa dikatakan drama yang berlebihan dalam mengekspresikan perilaku tokoh maupun keberanian mengeksplor tema, sehingga menimbulkan dampak yang terkadang di luar dugaan penonton, karena dikemas secara unik dan luar biasa Drama Masalah/Problem Play Boulton (1958: 149) menjelaskan bahwa kegunaan istilah ini untuk diterapkan pada jenis permainan yang menyenangkan dari masalah sosial atau moral tertentu sehingga membuat orang berpikir cerdas. Secara alami hal ini biasanya berkaitan dengan dilema hidup manusia yang menyakitkan. Jenis permainan ini bermaksud mengajukan pertanyaan yang baik dan menyediakan jawaban atau meninggalkan peradaban untuk menemukan sesuatu Komedi (Comedy) Boulton (1958: 150) menyatakan bahwa fungsi penting dari komedi adalah untuk menghibur. Hiburan dapat dimulai dari senyum tenang lalu kemudian tertawa terbahak-bahak. Komedi dapat menjadi sangat hebat atau sangat sederhana, tetapi juga dapat menenangkan hati manusia, seperti Yellow Sands and The Farmer s Wife karya Eden Philpott; atau kecerdasan yang bijaksana seperti The Provok d Wife atau The Way of The World. Penggunaan komedi dapat disesuaikan dengan jenis-jenis drama yang mengikutinya. Sementara itu, Massofa (2009), mendeskripsikan drama 31

228 komedi adalah lakon ringan yang menghibur, menyindir, penuh seloroh, dan berakhir dengan kebahagiaan. Koestler berpendapat bahwa humor adalah motivator agresif. Sebenarnya humor adalah bentuk kekhawatiran, pertahanan diri atau menyerang mendadak (tiba-tiba) dan tertawa lebar. Evolusi biologis manusia, katanya, telah jatuh di belakang mental yang berbahaya. Emosi agresif-defensif turun dari neurobiologis lapisan dalam dan memiliki ketekunan yang lebih besar dan dari dalam diri disebut evolusioner kemudian berkembang penalaran yang lebih fleksibel. Oleh karena itu peristiwa mental secara tiba-tiba dengan dua matriks biasa tidak kompatibel, akan tetapi emosi bisa tidak mengikuti dengan cepat seperti itu dan begitu ketegangan psikologis menemukan solusi dalam tawa, yaitu di sepanjang channel paling perlawanan. D. Aktivitas Pembelajaran Aktivitas pembelajaran dilakukan dengan mekanisme tertentu melalui tahap-tahap pembelajaran berikut: (1) Pengantar Instruktur Instruktur membuka pertemuan dan menyampaikan materi yang akan dibahas atau didiskusikan. Instruktur dapat membentuk kelompokkelompok diskusi peserta bila diperlukan. (2) Curah Pendapat a. Instruktur meminta peserta pelatihan melakukan curah pendapat tentang teori dan genre sastra Indonesia dalam kelompok peserta 3 4 orang. b. Instruktur kemudian merangkum hasil curah pendapat secara pleno dan menuliskannya pada slide power point. (3) Diskusi Mengelaborasi Kompetensi a. Peserta diminta mendiskusikan/mengelaborasi tujuan, kompetensi, dan indikator pencapaian kompetensi (IPK) terkait materi pembelajaran teori dan genre sastra Indonesia. b. Instruktur mengimbau peserta pelatihan untuk berbagi pendapat tentang tujuan, kompetensi, dan IPK (instruktur meminta seorang 32

229 peserta untuk menulis hasil diskusi mereka dengan menggunakan power point) c. Instruktur bersama peserta menyelaraskan tujuan, kompetensi, dan IPK hasil diskusi dengan tujuan yang telah dipersiapkan oleh instruktur. (4) Mengisi Lembar Kerja (LK) a. Peserta (dalam kelompok peserta 3-4 orang) diminta mengisi LK yang telah dipersiapkan. Instruktur membimbing peserta mengisi LK (instruktur dapat menayangkan informasi melalui perangkat power point yang telah disiapkan). b. LK dapat berupa pertanyaan atau penugasan yang berorientasi kepada tujuan atau kompetensi yang telah ditetapkan. c. Peserta kembali merampungkan LK sampai tuntas dibimbing oleh instruktur (catatan : peserta dapat menuntaskan lembar kerja di luar jam pelatihan). (5) Menyajikan hasil LK a. Presentasi hasil pengisisan LK oleh 5 orang guru yang ditunjuk oleh instruktur (penunjukan secara acak oleh instruktur disepakati sebelumnya bersama peserta). b. Setiap peserta lainnya mengisi pedoman observasi (6) Refleksi Instruktur bersama-sama dengan peserta melakukan refleksi/kaji ulang atas seluruh rangkai pembelajaran yang telah dilakukan; mengapresiasi hasil-hasil yang telah dicapai atau yang belum tercapai; mengevaluasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap hasil belajar. 33

230

231 Sumber Belajar Penunjang PLPG 2016 Pendalaman Materi Pedagogik Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan 2016

232 Daftar Isi Bab I Pendahuluan Bab II Karakteristik Siswa Bab III Teori Belajar Bab IV Kurikulum 2013 Bab V Desain Pembelajaran Bab VI Media Pembelajaran Bab VII Perencanaan dan Pelaksanaan Pembelajaran Bab VIII Penilaian dan Evaluasi Pembelajaran Bab IX Refleksi Pembelajaran dan PTK

233 SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATERI PEDAGOGIK BAB I PENDAHULUAN Prof. Dr. Sunardi, M.Sc Dr. Imam Sujadi, M.Si KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN 2016

234

235 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen disebutkan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini, jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Gurulah yang menjadi ujung tombak pendidikan, sebab guru secara langsung berupaya mempengaruhi, membina dan mengembangkan kemampuan siswa agar menjadi manusia yang cerdas, terampil, dan bermoral tinggi. Guru dituntut untuk memiliki kemampuan yang diperlukan sebagai pendidik dan pengajar. Sebagai pengajar guru dituntut harus menguasai bahan ajar yang diajarkan dan terampil dalam mengajarkannya. Cara mengajar seorang guru akan tercermin dalam proses mengajar belajar. Dalam proses mengajar belajar, penguasaan materi pelajaran dan cara menyampaikannya merupakan syarat yang sangat essensial. Oleh karena itu proses mengajar belajar harus diupayakan sebaik mungkin dan perlu mendapat perhatian yang serius. Penguasaan guru terhadap materi pelajaran dan pengelolaan kelas sangatlah penting, namun demikian belum cukup untuk menghasilkan pembelajaran yang optimal. Komponen lain dalam pembelajaran yang sangat penting dikusai oleh guru adalah tentang pemahaman mereka tentang karakteristik siswa yang diajarnya, penguasaan terhadap teori-teori belajar agar dapat mengarahkan peserta didik berpartisipasi secara intelektual dalam belajar, sehingga belajar menjadi bermakna bagi siswa. Guru juga harus mampu merencanakan pembelajaran, memilih media pembelajaran yang tepat, melaksanakan proses dan melakukan penilaian. Guru juga perlu mengerti bagaimana seharusnya melakukan refleksi pembelajaran sehingga guru dapat melakukan perbaikan terhadap proses pembelajaran yang telah dilakukan. 1

236 B. Tujuan Tujuan penyusunan bahan ajar kompetensi pedagogik ini adalah membantu guru calon peserta PLPG mendapatkan sumber belajar untuk menambah wawasan para guru tentang: (1) kompetensi guru dalam melaksanakan pembelajaran, (2) karakteristik siswa dan teori-teori belajar (3) pengelolaan kegiatan pembelajaran agar lebih profesional di bidangnya sesuai dengan kurikulum yang berlaku, dan (4) bagaimana melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang dilakukan agar dapat memperbaiki proses pembelajaran yang telah dilakukan. C. Peta Kompetensi Peta kompetensi pedagogik yang harus dikuasai guru sesuai dengan permendikbud No16 tahun 2007 adalah sebagai berikut. Standar Kompetensi Pedagogik Guru Mata Pelajaran di SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK No. KOMPETENSI INTI GURU KOMPETENSI GURU MATA PELAJARAN 1. Menguasai karakteristik 1.1 Memahami karakteristik peserta didik yang berkaitan peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial, kultural, emosional, dan intelektual. dengan aspek fisik, intelektual, sosial-emosional, moral, spiritual, dan latar belakang sosial-budaya. 1.2 Mengidentifikasi potensi peserta didik dalam mata pelajaran yang diampu. 1.3 Mengidentifikasi bekal-ajar awal peserta didik dalam mata pelajaran yang diampu. 1.4 Mengidentifikasi kesulitan belajar peserta didik dalam mata pelajaran yang diampu. 2

237 2. Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik. 3. Mengembangkan kurikulum yang terkait dengan mata pelajaran yang diampu. 4. Menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik. 2.1 Memahami berbagai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik terkait dengan mata pelajaran yang diampu. 2.2 Menerapkan berbagai pendekatan, strategi, metode, dan teknik pembelajaran yang mendidik secara kreatif dalam mata pelajaran yang diampu. 3.1 Memahami prinsip-prinsip pengembangan kurikulum. 3.2 Menentukan tujuan pembelajaran yang diampu. 3.3 Menentukan pengalaman belajar yang sesuai untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diampu. 3.4 Memilih materi pembelajaran yang diampu yang terkait dengan pengalaman belajar dan tujuan pembelajaran. 3.5 Menata materi pembelajaran secara benar sesuai dengan pendekatan yang dipilih dan karakteristik peserta didik. 3.6 Mengembangkan indikator dan instrumen penilaian. 4.1 Memahami prinsip-prinsip perancangan pembelajaran yang mendidik. 4.2 Mengembangkan komponen-komponen rancangan pembelajaran. 4.3 Menyusun rancangan pembelajaran yang lengkap, baik untuk kegiatan di dalam kelas, laboratorium, maupun lapangan. 3

238 Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi Untuk kepentingan pembelajaran. Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik. 4.4 Melaksanakan pembelajaran yang mendidik di kelas, di laboratorium, dan di lapangan dengan memperhatikan standar keamanan yang dipersyaratkan. 4.5 Menggunakan media pembelajaran dan sumber belajar yang relevan dengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran yang diampu untuk mencapai tujuan pembelajaran secara utuh. 4.6 Mengambil keputusan transaksional dalam pembelajaran yang diampu sesuai dengan situasi yang berkembang. 5.1 Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam pembelajaran yang diampu. 6.1 Menyediakan berbagai kegiatan pembelajaran untuk mendorong peserta didik mencapai prestasi secara optimal. 6.2 Menyediakan berbagai kegiatan pembelajaran untuk mengaktualisasikan potensi peserta didik, termasuk kreativitasnya. 7.1 Memahami berbagai strategi berkomunikasi yang efektif, empatik, dan santun, secara lisan, tulisan, dan/atau bentuk lain. 7.2 Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik dengan bahasa yang khas dalam interaksi kegiatan/permainan yang mendidik yang terbangun secara siklikal dari (a) penyiapan kondisi psikologis peserta didik untuk ambil bagian dalam permainan melalui bujukan dan contoh, (b) ajakan kepada peserta didik untuk ambil bagian, (c) respons 4

239 8. 9. Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar. Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran. 8.1 Memahami prinsip-prinsip penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar sesuai dengan karakteristik mata pelajaran yang diampu. 8.2 Menentukan aspek-aspek proses dan hasil belajar yang penting untuk dinilai dan dievaluasi sesuai dengan karakteristik mata pelajaran yang diampu. 8.3 Menentukan prosedur penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar. 8.4 Mengembangkan instrumen penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar. 8.5 Mengadministrasikan penilaian proses dan hasil belajar secara berkesinambungan dengan mengunakan berbagai instrumen. 8.6 Menganalisis hasil penilaian proses dan hasil belajar untuk berbagai tujuan. 8.7 Melakukan evaluasi proses dan hasil belajar. 9.1 Menggunakan informasi hasil penilaian dan evaluasi untuk menentukan ketuntasan belajar 9.2 Menggunakan informasi hasil penilaian dan evaluasi untuk merancang program remedial dan pengayaan. 9.3 Mengkomunikasikan hasil penilaian dan evaluasi kepada pemangku kepentingan. 9.4 Memanfaatkan informasi hasil penilaian dan evaluasi pembelajaran untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. 5

240 10. Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran Melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang telah dilaksanakan Memanfaatkan hasil refleksi untuk perbaikan dan pengembangan pembelajaran dalam mata pelajaran yang diampu Melakukan penelitian tindakan kelas untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dalam mata pelajaran yang diampu. (Sumber: Permendikbud No. 16 Tahun 2007) D. Ruang Lingkup Penyusunan sumber belajar ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran ringkas bagi guru tentang kompetensi pedagogik yang harus dikuasai Guru. Dalam sumber belajar ini akan dibahas secara singkat 8 kegiatan pembelajaran dimana pada masing-masing kegiatan pembelajaran akan diberikan Tujuan, Indikator Pencapaian Kompetensi, Uraian Materi, Latihan, Umpan Balik dan Tindak Lanjut, serta Daftar Pustaka yang bisa dirujuk untuk mempelajari lebih jauh uraian materi yang telah diberikan. Materi yang dibahas dalam sumber belajar ini tertuang dalam 8 kegiatan belajar sebagai berikut ini. Kegiatan Belajar 1 : Karakteristik Siswa Kegiatan Belajar 2 : Teori Belajar Kegiatan Belajar 3 : Kurikulum 2013 Kegiatan Belajar 4 : Desain Pembelajaran Kegiatan Belajar 5 : Media Pembelajaran Kegiatan Belajar 6 : Perencanaan dan Pelaksanaan Pembelajaran Kegiatan Belajar 7 : Penilaian dan Evaluasi Pembelajaran Kegiatan Belajar 8 : Refleksi Pembelajaran dan PTK 6

241 E. Saran Cara Penggunaan Sumber Belajar Sumber belajar ini secara khusus diperuntukkan bagi guru yang akan mengikuti pendidikan dan pelatihan kompetensi guru (PLPG) setelah menempuh Ujian Kompetensi Guru (UKG) atau sedang belajar mandiri secara individu atau dengan teman sejawat. Berikut ini beberapa saran dalam cara penggunaan dan pemanfaatan sumber belajar ini. 1. Bacalah sumber belajar ini secara runtut, dimulai dari Pendahuluan, agar dapat lebih mudah dan lancar dalam mempelajari kompetensi dan materi dalam sumber belajar ini. 2. Materi di dalam sumber belajar ini lebih bersifat ringkas dan padat, sehingga dimungkinkan untuk menelusuri literatur lain yang dapat menunjang penguasaan kompetensi. 3. Setelah melakukan aktivitas membaca sumber belajar, barulah berusaha sekuat pikiran, untuk menyelesaikan latihan dan/atau tugas yang ada. Jangan tergoda untuk melihat kunci dan petunjuk jawaban. Kemandirian dalam mempelajari sumber belajar ini akan menentukan seberapa jauh penguasaan kompetensi. 4. Setelah memperoleh jawaban atau menyelesaikan tugas, bandingkan dengan kunci atau petunjuk jawaban. 5. Lakukan refleksi berdasarkan proses belajar yang telah dilakukan dan penyelesaian latihan/tugas.. Hasil refleksi yang dapat terjadi antara lain ditemukan beberapa bagian yang harus direviu dan dipelajari kembali, ada bagian yang perlu dipertajam atau dikoreksi, dan lain lain. 6. Setelah mendapatkan hasil refleksi, rencanakan dan lakukan tindak lanjut yang relevan. 7

242

243 SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATERI PEDAGOGIK BAB II KARAKTERISTIK SISWA Prof. Dr. Sunardi, M.Sc Dr. Imam Sujadi, M.Si KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN 2016

244

245 KEGIATAN BELAJAR 1: KARAKTERISTIK SISWA A. Tujuan Modul ini disusun untuk menjadi bahan belajar bagi guru terkait materi karakteristik siswa dalam program Guru Pembelajar. Tujuan belajar yang akan dicapai adalah memahami tahap-tahap perkembangan siswa sehingga dapat menyediakan materi pelajaran dan metode penyampaian yang sesuai dengan karakteristik siswa sesuai dengan tahap perkembangannya B. Indikator Pencapaian Kompetensi 1. Kompetensi Inti Menguasai karakteristik siswa dari aspek fisik, moral, kultural, emosional, dan intelektual 2. Kompetensi Guru Mata Pelajaran a. Memahami karateristik siswa yang berkaitan dengan aspek fisik, intelektual, sosial-emosional, moral, spiritual, dan latar belakang sosial budaya sesuai dengan tahap perkembangannya b. Menyiapkan dan materi pelajaran sesuai dengan tingkat perkembangannya. c. Marancang kegiatan pembelajaran sesuai dengan karakteristik siswa berdasarkan pada tahap perkembangannya. C. Uraian Materi Siswa sebagai subyek pembelajaran merupakan individu aktif dengan berbagai karakteristiknya, sehingga dalam proses pembelajaranjh terjadi interaksi timbal balik, baik antara guru dengan siswa maupun antara siswa dengan siswa. Oleh karena itu, salah satu dari kompetensi pedagogik yang harus dikuasai guru adalah memahami karakteristik anak didiknya, sehingga tujuan pembelajaran, materi yang disiapkan, dan metode yang dirancang untuk menyampaikannya benar-benar sesuai dengan karakteristik siswanya. Perbedaan karakteristik anak salah satunya dapat dipengaruhi oleh perkembangannya. Psikologi perkembangan membahas perkembangan individu 1

246 sejak masa konsepsi, yaitu masa pertemkuan spermatozoid dengan sel telur sampai dengan dewasa. 1. Metode dalam psikologi perkembangan Ada dua metode yang sering dipakai dalam meneliti perkembangan manusia, yaitu longitudinal dan cross sectional. Dengan metode longitudinal, peneliti mengamati dan mengkaji perkembangan satu atau banyak orang yang sama usia dalam waktu yang lama. Misalnya penelitan Luis Terman (dalam Clark, 1984) yang mengikuti perkembangan sekelompok anak jenius dari masa prasekolah sampai masa dewasa waktu mereka sudah mencapai karier dan kehidupan yang mapan. Perbedaan karakteristik setiap saat itulah yangt diasumsikan sebagai tahap perkembangan. Penelitian dengan metode longitudinal mempunyai kelebihan, yaitu kesimpulan yang diambil lebih meyakinkan, karena membandingkan karakteristik anak yangbvsama pada usia yang berbeda-beda, sehingga setiapo perbedaan dapat diasumsiukan sebagai hasil perkembangan dan pertumbuhan. Tetapi, metode ini memerlukan waktu sangat lama untuk mendapat hasil yang sempurna. Dengan metode cross sectional, peneliti mengamati dan mengkaji banyak anak dengan berbagai usia dalam waktu yang sama. Misalnya, penelitian yang pernah dilakukan oleh Arnold Gessel (dalam Nana Saodih Sukmadinata, 2009) yang mempelajari ribuan anak dari berbagai tingkatan usia, mencatat ciri-ciri fisik dan mentalnya, pola-pola perkembangan dan memampuannya, serta perilaku mereka. Perbedaan karakteristik setiap kelompok itulah yang diasumsikan sebagai tahapan perkembangan. Dengan pendekatan cross-sectional, proses penelitian tidak memerlukan waktu lama, hasil segera dapat diketahui. Kelemahannya, peneliti menganalisis perbedaan karakteristik anak-anak yang berbeda, sehingga diperlukan kehati-hatian dalam menarik kesimpulan, bahwa perbedaan itu semata-mata karena perkembangan. 2. Pendekatan dalam psikologi perkembangan Manusia merupakan kesatuan antara jasmani dan rohani yang tidak dapat dipisahpisahkan. Manusia merupakan individu yang kompleks, terdiri dari banyak aspek, termasuk jsamani, intelektual, emosi, moral, social, yang membentuk keunikan 2

247 pada setiap orang. Kajian perkembangan manuasi dapat menggunakan pendekatan menyeluruh atau pendekatan khusus (Nana Sodih Sukmadinata, 2009). Menganalisis seluruh segi perkembangan disebut pendekatan menyeluruh / global. Segala segi perkembangan dideskripsikan dalam pendekatan ini, seperti perkembangan fisik, motorik, social, intelektual, moral, intelektual, emosi, religi, dsb. Walaupun demikian, untuk mempermudah penelitian, pembahasan dapat dilakukan per aspek perkembangan. Misalnya, ada peneliti yang memfokuskan kajiannya pada perkambangan aspek fisik saja, aspek intelektual saja, aspek moral saja, aspek emosi saja, dsb. Inilah yang dikenal dengan pendekatan khusus (spesifik). 3. Teori perkembangan Ada berbagai teori perkembangan. Dalam buku ini akan dibahas beberapa teori yang sering menjadi acuan dalam bidang pendidikan, yaitu teori yang termasuk teori menyeluruh / global ( Rousseau, Stanley Hall, Havigurst), dan teori yang termasuk khusus / spesifik (Piaget, Kohlbergf, Erikson), seperti yang diuraikan dalam Nana Saodih Sukmadinata (2009). a. Jean Jacques Rousseau Jean Jacques Rousseau merupakan ahli pendidikan beraliran liberal yang menjadi pendorong pembelajaran discovery. Rousseau mulai mendakan kajian pada 1800an. Menurutn Rousseau, perkembangan anak terbagi menjadi empat tahap, yaitu 1) Masa bayi infancy (0-2 tahun). Oleh Rousseau, usia antara 0-2 tahun adalah masa perkembangan fisik. Kecepatan pertumbuhan fisik lebih dominan dibandingkan perkembangan aspek lain, sehingga anak disebut sebagai binatang yang sehat. 2) Masa anak / childhood (2-12 tahun) Masa antara 2-12 tahun disebut masa perkembangan sebagai manusia primitive. Kecuali masih terjadi pertumbuhan fisik secara pesat, aspek lain sebagai manusia juga mulai berkembang, misalnya kemampuan berbicara, berfikir, intelektual, moral, dll. 3

248 3) Masa remaja awal / pubescence (12-15 tahun) Masa usia 12-15, disebut masa remaja awal / pubescence, ditandai dengan perkembangan pesat intelektual dan kemampuan bernalar juga disebut masa bertualang. 4) Masa remaja / adolescence (15-25 tahun) Usia tahun disebut maswa remaja / adolescence. Pada masa ini tejadi perkembangan pesat aspek seksual, social, moral, dan nurani, juga disebut masa hidup sebagai manusia beradab. b. Stanley Hall Stanley Hall, seorang psikolog dari Amerika Serikat, merupakan salah satu perintis kajian ilmiah tentang siklus hidup (life span) yang berteori bahwa perubahan menuju dewasa terjadi dalam sekuens (urutan) yang universal bagian dari proses evolusi, parallel dengan perkembangan psikologis, namun demikian, factor lingkungan dapat mempengaruhi cepat lambatnya perubahan tersebut. Misalnya, usia enam tahun adalah usia masuk sekolah di lingkungan tertentu, tetapi ada yang memulai sekolah pada usia lebih lambat di lingkungan yang lain. Konsekuensinya, irama perkembangan anak di kedua lingkungan tersebut dapat berbeda. Stanley Hall membagi masa perkembangan menjadi empat tahap, yaitu: 1) Masa kanak-kanak / infancy (0-4 tahun) Pada usia-usia ini, perkembangan anak disamakan dengan binatang, yaitu melata atau berjalan. 2) Masa anak / childhood (4-8 tahun) Oleh Hall, masa ini disebut masa pemburu, anak haus akan pemahaman lingkungannya, sehingga akan berburu kemanapun, mempelajari lingkungan sekitarnya. 3) Masa puber / youth 8-12 tahun) Pada masa ini anak tumbuh dan berkembang tetapi sebhagai makhluk yang belum beradab. Banyak hal yang masih harus dipelajari untuk menjadi 4

249 makhluk yang beradab di lingkungannya, seperti yangt berkaitan dengan social, emosi, moral, intelektual. 4) Masa remaja / adolescence (12 dewasa) Pada masa ini, anak mestinya sudah menjadi manusia beradab yang dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan dan dunia yang selalu berubah. Perspektif life span seperti yang dipelopori oleh Stanley Hall dkk. Dapat dibuktikan pada tahap masa remaja sampai dewasa. Misalnya, pada masyarakat tertentu yang masih terbelakang, anak justru cepat menjadi dewasa. Karena pendidikan hanya tersedia sampai sekolah dasar, masayrakat cenderung mulai bekerja dan berkeluarga dalam usia muda. Sebaliknya, pada masyarakat yang semua warganegaranya mencapai pendidikan tinggi, anak-anak menjadi dewasa pada usia yang lebih lanjut. c. Robert J. Havigurst Robert J. Havigurst dari Universitas Chicago mulai mengembangkan konsep developmental task (tugas perkembangan) pada tahun 1940an, yang menggabungkan antara dorongan tumbuh / berkembang sesuai dengan kecepatan pertumbuhannya denga tantangan dan kesempatan yang diberikan oleh lingkungannya. Havigurst menyusun tahap-tahap perkembangan menjadi lima tahap berdasarkan problema yang harus dipecahkan dalam setiap fase., yaitu: 1) Masa bayi / infancy (0 ½ tahun) 2) Masa anak awal / early childhood (2/3 5/7 tahun) 3) Masa anak / late childhood (5/7 tahun pubesen) 4) Masa adolesense awal / early adolescence (pubesen pubertas_) 5) Masa adolescence / late adolescence (pubertas dewasa) Menurut teori ini, dalam perkembangan, anak melewati delapan tahap perkembangan (developmental stages) Aada sepuluh tugas perkembangan yang harus dikuasai anak pada setiap fase, yaitu: 1) Ketergantungan kemandirian 2) Memberi menerima kasih saying 3) Hubungan social 5

250 4) Perkembangan kata hati 5) Peran biososio dan psikologis 6) Penyesuaian dengan perubahan badan 7) Penguasaan perubahan badan dan motorik 8) Memahai dan mengendalikan lingkungan fisik 9) Pengembangan kemampuan konseptual dan sistem symbol 10) Kemampuan meolihat hubungan denganh alam semesta Dikuasai atau tidaknya tugas perkembangan pada setiap fase akan mempengaruhi penguasaan tugas-tugas pada fase berikutnaya. d. Jean Piaget Jean Piaget latar belakangnya adalah pakar biology dari Swiss yang hidup pada tahun 1897 sampai tahun 1980 (Harre dan Lamb), 1988). Teri-teorinya dikembangkan dari hasil pengamatan terhadap tiga orang anak kandungnya sendiri, kebanyakan berdasarkan hasil pengamatan pembicaraanya dengan anak atau antar anak-anak sendiri. Piaget lebih memfokuskan kajiannya dalam aspek perkembangan kognitif anak dan mengelompokkannya dalam empat tahap, yaitu: 1) Tahap sensorimotorik (0-2 tahun) Tahap ini juga disebut masa discriminating dan labeling. Pada masa ini kemampuan anak terbatas pada gerak-gerak reflex, bahasa awal, dan ruang waktu sekarang saja. 2) Tahap praoperasional (2-4 ahun) Pada tahap praoperasional, atau prakonseptual, atau disebut juga dengan masa intuitif, anak mulai mengembangkan kemampuan menerima stimulus secara terbatas. Kemampuan bahasa mulai berkembang, pemikiran masih statis, belum dapat berfikir abstrak, dan kemampuan persepsi waktu dan ruang masih terbatas. 6

251 3) Tahap operasional konkrit (7-11 tahun) Tahap ini juga disebut masa performing operation. Pada masa ini, anak sudah mampu menyelesaikan tugas-tugas menggabungkan, memisahkan, menyusun, menderetkan, melipat, dan membagi. 4) Tahap operasonal formal (11-15 tahun) Tahap ini juga disebut masa proportional thinking. Pada masa ini, anak sudah mampu berfikir tingkat tinggi, seperti berfikir secara deduktif, induktif, menganalisis, mensintesis, mampu berfikir secara abstrak dan secara reflektif, serta mampu memecahkan berbagai masalah. e. Lawrence Kohlberg Mengacu kepada teori perkembangan Piaget yang berfokus pada perkembangan kognitif, Kohlberg lebih berfokus pada kognitif moral atau moral reasoning. Kemampuan kognitif moral seseorang dapat diukur dengan menghadapkannya dengan dilemna moral hipotesis yang terkait dengan kebenaran, keadilan, konflik terkait aturan dan kewajiban moral. Manurut Kohlberg, perkembangan moral kognitif anak terbagi menjadi tiga tahapan, yaitu: 1) Preconventional moral reasoning a) Obidience and paunisment orientation Pada tahap ini, orientasi anak masih pada konsekuensi fisik dari perbuatan benar salahnya, yaitu hukuman dan kepatuhan. Mereka hormat kepada penguasa, penguasalah yang menetapkan aturan / undang-undang, mereka berbuat benar untuk menghindari hukuman. b) Naively egoistic orientation Pada tahap ini, anak beorientasi pada instrument relative. Perbuatan benar adalah perbuatan yang secara instrument memuaskan keinginannya sendiri dan (kadang-kadang) juga orang lain. Kepeduliannya pada keadilan / ketidakadilan bersifat pragmatic, yaitu apakah mendatangkan keuntungan atau tidak. 7

252 2) Conventional moral reasoning a) Good boy orientation Pada tahap ini, orientasi perbuatan yang baik adalah yang menyenangkan, membantu, atau diepakati oleh orang lain. Orientasi ini juga disebut good / nice boy orientation. Anak patuh pada karakter tertentu yang dianggap alami, cenderung mengembangkan niat baik, menjadi anak baik, saling berhubungan baik, peduli terhadap orang lain. b) Authority and social order maintenance orientation Pada tahap ini, orientasi anak adalah pada aturan dan hukum. Anak menganggap perlunya menjaga ketertiban, memenuhi kewajiban dan tugas umum, mencegah terjadinya kekacauan system. Hukum dan perintah penguasa adalah mutlak dan final, penekanan pada kewajiban dan tugas terkait dengan perannya yang diterima di masyarakat dan public. 3) Post conventional moral reasoning a) Contranctual legalistic orientation Pada tahap ini, orientasi anak pada legalitas kontrak social. Anak mulai peduli pada hak azasi individu, dan yang baik adalah yang disepakati oleh mayoritas masyarakat. Anak menyadari bahwa nilai (benar/salah, baik/buruk, suka/tidak sukad, dll) adalah relative, menyadari bahea hukum adalah intrumen yang disetujui untuk mengatur kehidupan masyarakat, dan itu dapat diubha melalui diskusi apabila hukum gagal mengetur masyarakat. b) Conscience or principle orientation Pada tahap ini, orientasi adalah pada prinsip-prinsip etika yang bersifat universal. Benar-salah harus disesuaikan dengan tuntutan prinsipprinsip etika yang bersifat ini sari dari etika universal. Aturan hukum legal harus dipisahkan dari aturan moral. Masing-masing (kukum legal dan moral) harus diakui terpisah, masing-masing mempunyai 8

253 penerapannya sendiri, tetapi tetap mengacu pada nilai-nilai etika / moral. f. Erick Homburger Erickson Erickson merupakan salah seorang tokoh psikoanalisis pengikut Sigmund Freud. Dia memusatkan kajiannya pada perkembangan psikososial anak. Menurut Erickson (dalam Harre dan Lamb, 1988), dalam perkembangan, anak melewati delapan tahap perkembangan (developmental stages), disebut siklus kehidupan (life cycle) yang ditandai dengan adanya krisis psikososial tertentu. Teori Erickson ini secara luas banyak diterima, karena menggambarkan perkembangan manuasia mencakup seluruh siklus kehidupan dan mengakui adanya interaksi antara individu dengan kontek social. Kedelapan tahap tersebut digambarkan pada table 1.1. Tabel 1.1: Perkembangan Psikososial Erickson TAHAP USIA KRISIS PSIKOSOSIAL KEMAMPUAN I 0-1 Basic trust vs mistrust Menerima, dan sebaliknya, memberi II 2-3 Autonomy vs shame and Menahan atau doubt membiarkan III 3-6 Initiative vs guilt Menjadikan (seperti) permainan IV 7-12 Industry vs inferiority Membuat atau merangkai sesuatu V Identity vs role confusion Menjadi diri sendiri, berbagi konsep diri VI 20an Intimacy vs isolation Melepas dan mencari jati diri VII Generativity vs stagnation Membuat, memelihara VII >50 Ego integrity vs despair 9

254 Pada tahap Basic trust vs mistrust (infancy bayi), anak baru mulai mengenal dunia, perhatian anak adalah mencari rasa aman dan nyaman. Lingkungan dan sosok yang mampu menyediakan rasa nyaman / aman itulah yang dipercaya oleh anak, sebalinya, yang menjadikan sebaliknya, cenderung tidak dipercaya. Rasa aman dan nyaman ini terkait dengan kebutuhan primer seperti makan, minum, pakaian, kasih sayang. Sosok ibu atau pengasuh biasanya sangat dipercaya karena setiap mendatangkan kenyamanan. Sedangkan orang yang dianggap asing akan ditolaknya. Pada tahap Autonomy vs shame and doubt (toddler masa bermain), anak tidak ingin sepenuhnya tergantung pada orang lain. Aanak mulai mempunyai keinginan dan kemauan sendiri. Dalam masa ini, orangtua perlu memberikan kebebasan yang terkendali, karena apabila anak terlalu dikendalikan / didikte, pada diri anak dapat tumbuh rasa selalu was-was, ragu-ragu, kecewa. Pada tahap Initiative vs guilt (preschool prasekolah), pada diri anak mulai tumbuh inisiatif yang perlu difasilitasi, didorong, dan dibimbing oleh orang dewasa disekitarnya. Anak mulai bertanggungjawab atas dirinya sendiri. Berbagai aktifitas fisik seperti bermain, berlari, lompat, banyak dilakukan. Kurangnya dukungan dari lingkungan, misalnya terlalu dikendalikan, kurangnya fasilitas, sehingga inisiatifnya menjadi terkendala, pada diri anak akan timbul rasa kecewa dan bersalah. Pada tahap ini, Industry vs inferiority (schoolage masa sekolah), anak cenderung luar biasa sibuk melakukan berbagai aktifitas yang diharapkan mempunyai hasil dalam waktu dekat. Keberhasilan dalam aktifitas ini akan menjadikan anak merasa puas dan bangga. Sebaliknya, jika gagal, anak akan merasa rendah diri. Oleh karena itu, anak memerlukan bmbngan dan fasilitasi agar tidak gagal dan setiap aktifitasnya. Pada tahap Identity vs role confusion (asolescence remaja), anak dihadapkan pada kondisi pencarian identittas diri. Jatidiri ini akan akan berpengaruh besar pada masa depannya. Pengaruh lingkungan sangat penting. Lingkungan yang baik akan menjadikan anak memiliki jati diri sebagai orang baik, sebaliknya lingkunganh yang tidak baik anak membawanya menjadi pribadi yang kurang 10

255 baik. Orang tua harus menjamin bahwa anak berada dalam lingkungan yang baik, sehingga hal-hal yang tidak diinginkan tidak terjadi, misalnya menjadi anggota geng anak nakal, anak jalanan, pemabuk, narkoba, dll., adalah disebabkan karena anak keliru dalam membangun identitas diri. Pada tahap Intimacy vs isolation (young adulthood dewasa awal), anak mulai menyadari bahwa meskipun dalam banyak hal memerlukan komunikasi dengan masyarakat dan teman sebaya, dalam hal-hal tertentu, ada yang memang harus bersifat privat. Ada hal-hal yang hanya dibicarakan dengan orang tertentu, ada orang tertentu tempat mencurahkan isi hati, memerlukan orang yang lebih dekat secara pribadi, termasuk pasangan lawan jenis. Kegagalan pada tahp ini dapat mengakibatkan anak merasa terisolasi di kehidupan masyarakat. Tahap Generativity vs stagnation (middle adulthood dewasa tengah-tengan) menandai munculnya rasa tanggungjawab atas generasi yang akan datang. Bentuk kepedulian ini tidak hanya dalam bentuk peran sebagai orangtua, tetapi juga perhatian dan kepeduliannya pada anak-anak yang merupakan generasi penerus. Ada rasa was-was akan generasi penerusnya (keturunannya), seperti apakah mereka nanti, bahagiakah, terpenuhi kebutuhannyakah? Atau akan stagnan, bertenti sama sekali. Tahap ini, Ego integrity vs despair (later adulthood dewasa akhir), adalah tahap akhir dari siklus kehidupan. Individu akan melakukan introspeksi, mereview kembali perjalanan kehidupan yang telah dilalui dari hari ke hari, dari tahun ke tahun, dari karier satu ke karier lainnya. Yang pali ng diharapkan adalah jika tidak ada penyesalan. D. Daftar Pustaka 1. Clark, b. (1984). Growing Up Gifted. Boston, MA:. Prentice Hall. 2. Harre, R. & Lamb, R. (eds). (1988). The encyclopedic Dictionary of Psychology. Cambridge, MA: MIT Press. 11

256 3. Sugiman, Sumardiyono, Marfuah (2016). Guru Pembelajar : Modul Matematika SMP Karakteristik Siswa. Jakarta: Dtjen Guru Dan Tenaga Kependidikan. 4. Sukmadinata, N.S.(2009). Pengembangan Kurikulum. Bandung: Remaja Rosdakarya. 12

257 SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATERI PEDAGOGIK BAB III TEORI BELAJAR Prof. Dr. Sunardi, M.Sc Dr. Imam Sujadi, M.Si KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN 2016

258

259 KEGIATAN BELAJAR 2: TEORI BELAJAR A. Tujuan Peserta pelatihan dapat menjelaskan teori belajar dan mampu memberikan contoh penerapannya dalam pembelajaran matematika. B. Indikator Pencapaian Kompetensi 1. Mampu mendeskripsikan teori belajar behavioristik 2. Mampu mendeskripsikan teori belajar Vygotsky 3. Mampu mendeskripsikan teori belajar van Hiele 4. Mampu mendeskripsikan teori belajar Ausubel 5. Mampu mendeskripsikan teori belajar Bruner 6. Mampu menerapkan teori belajar dalam pembelajaran matematika C. Uraian Materi Dalam proses mengajar belajar, penguasaan seorang guru dan cara menyampaikannya merupakan syarat yang sangat essensial. Penguasaan guru terhadap materi pelajaran dan pengelolaan kelas sangatlah penting, namun demikian belum cukup untuk menghasilkan pembelajaran yang optimal. Selain menguasai materi matematika guru sebaiknya menguasai tentang teori-teori belajar, agar dapat mengarahkan peserta didik berpartisipasi secara intelektual dalam belajar, sehingga belajar menjadi bermakna bagi siswa. Hal ini sesuai dengan isi lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru yang menyebutkan bahwa penguasaan teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik menjadi salah satu unsur kompetensi pedagogik yang harus dimiliki guru. Jika seorang guru akan menerapkan suatu teori belajar dalam proses belajar mengajar, maka guru tersebut harus memahami seluk beluk teori belajar tersebut sehingga selanjutnya dapat merancang dengan baik bentuk proses belajar mengajar yang akan dilaksanakan. Psikologi belajar atau disebut dengan Teori Belajar adalah teori yang mempelajari perkembangan intelektual (mental) 1

260 siswa. Di dalamnya terdiri atas dua hal, yaitu: (1) uraian tentang apa yang terjadi dan diharapkan terjadi padaintelektual anak, (2) uraian tentang kegiatan intelektual anak mengenai hal-hal yang bisa dipikirkan pada usia tertentu. Terdapat dua aliran dalam psikologi belajar, yakni aliran psikologi tingkah laku (behavioristic)dan aliran psikologi kognitif. 1. Teori belajar behavioristik Psikologi belajar atau disebut juga dengan teori belajar adalah teori yang mempelajari perkembangan intelektual (mental) individu (Suherman, dkk: 2001: 30). Didalamnya terdapat dua hal, yaitu 1) uraian tentang apa yang terjadi dan diharapkan terjadi pada intelektual; dan 2) uraian tentang kegiatan intelektual anak mengenai hal-hal yang bisa dipikirkan pada usia tertentu. Dikenal dua teori belajar, yaitu teori belajar tingkah laku (behaviorism) dan teori belajar kognitif. Teori belajar tingkah laku dinyatakan oleh Orton (1987: 38) sebagai suatu keyakinan bahwa pembelajaran terjadi melalui hubungan stimulus (rangsangan) dan respon (response). Berikut dipaparkan empat teori belajar tingkah laku yaitu teori belajar dari Thorndike, Skinner, Pavlov, dan Bandura. a. Teori Belajar dari Thorndike Edward Lee Thorndike ( ) mengemukakan beberapa hukum belajar yang dikenal dengan sebutan Law of effect. Belajar akan lebih berhasil bila respon siswa terhadap suatu stimulus segera diikuti dengan rasa senang atau kepuasan. Rasa senang atau kepuasan ini bisa timbul sebagai akibat anak mendapatkan pujian atau ganjaran lainnya. Stimulus ini termasuk reinforcement. Setelah anak berhasil melaksanakan tugasnya dengan tepat dan cepat, pada diri anak muncul kepuasan diri sebagai akibat sukses yang diraihnya. Anak memperoleh suatu kesuksesan yang pada gilirannya akan mengantarkan dirinya ke jenjang kesuksesan berikutnya. Teori belajar stimulus-respon yang dikemukakan oleh Thorndike ini disebut juga teori belajar koneksionisme.pada hakikatnya belajar merupakan proses pembentukan hubungan antara stimulus dan respon. Terdapat beberapa dalil atau hukum yang terkait dengan teori koneksionisme yaitu hukum kesiapan 2

261 (law of readiness), hukum latihan (law of exercise) dan hukum akibat (law of effect). 1) Hukum kesiapan (law of readiness) menjelaskan kesiapan seorang anak dalam melakukan suatu kegiatan. Seorang anak yang mempunyai kecenderungan untuk bertindak atau melakukan kegiatan tertentu kemudian melakukan kegiatan tersebut, maka tindakannya akan melahirkan kepuasan bagi dirinya. Tindakan-tindakan lain yang dia lakukan tidak menimbulkan kepuasan bagi dirinya. 2) Hukum latihan (law of exercise) menyatakan bahwa jika hubungan stimulus- respon sering terjadi, akibatnya hubungan akan semakin kuat, sedangkan makin jarang hubungan stimulus-respon dipergunakan, maka makin lemah hubungan yang terjadi. Hukum latihan pada dasarnya menggunakan dasar bahwa stimulus dan respon akan memiliki hubungan satu sama lain secara kuat, jika proses pengulangan sering terjadi, makin banyak kegiatan ini dilakukan maka hubungan yang terjadi akan bersifat otomatis. Seorang anak yang dihadapkan pada suatu persoalan yang sering ditemuinya akan segera melakukan tanggapan secara cepat sesuai dengan pengalamannya pada waktu sebelumnya. 3) Hukum akibat (law of effect) menjelaskan bahwa apabila asosiasi yang terbentuk antara stimulus dan respon diikuti oleh suatu kepuasan maka asosiasi akan semakin meningkat. Hal ini berarti bahwa kepuasan yang terlahir dari adanya ganjaran dari guru akan memberikan kepuasan bagi anak, dan anak cenderung untuk berusaha melakukan atau meningkatkan apa yang telah dicapainya itu. Selanjutnya Thorndike mengemukakan hukum tambahan sebagai berikut: 1) Hukum reaksi bervariasi (law of multiple response) Individu diawali dengan proses trial and error yang menunjukkan bermacam- macam respon sebelum memperoleh respon yang tepat dalam memecahkan masalah yang dihadapi. 3

262 2) Hukum sikap (law of attitude) Perilaku belajar seseorang tidak hanya ditentukan oleh hubungan stimulus dan respon saja, tetapi juga ditentukan oleh keadaan yang ada dalam diri individu baik kognitif, emosi, sosial, maupun psikomotornya. 3) Hukum aktivitas berat sebelah (law of prepotency element) Individu dalam proses belajar memberikan respons pada stimulus tertentu saja sesuai dengan persepsinya terhadap keseluruhan situasi (respon selektif). 4) Hukum respon melalui analogi (law of response by analogy) Individu dapat melakukan respons pada situasi yang belum pernah dialami karena individu sesungguhnya dapat menghubungkan situasi yang belum pernah dialami dengan situasi lama yang pernah dialami sehingga terjadi transfer atau perpindahan unsur-unsur yang telah dikenal ke situasi baru. Semakin banyak unsur yang sama, maka transfer akan semakin mudah. 5) Hukum perpindahan asosiasi (law of associative shifting) Proses peralihan dari situasi yang dikenal ke situasi yang belum dikenal dilakukan secara bertahap dengan cara menambahkan sedikit demi sedikit unsur lama. Selain menambahkan hukum-hukum baru, dalam perjalanan penyampaian teorinya, Thorndike mengemukakan revisi hukum belajar antara lain: 1) Hukum latihan ditinggalkan karena ditemukan pengulangan saja tidak cukup untuk memperkuat hubungan stimulus-respons, sebaliknya tanpa pengulangan belum tentu akan memperlemah hubungan stimulus-respons. 2) Hukum akibat (law of effect) direvisi, karena dalam penelitiannya lebih lanjut ditemukan bahwa hanya sebagian saja dari hukum ini yang benar. Jika diberikan hadiah (reward) maka akan meningkatkan hubungan stimulusrespons, sedangkan jika diberikan hukuman (punishment) tidak berakibat apaapa. 4

263 3) Syarat utama terjadinya hubungan stimulus-respons bukan kedekatan, tetapi adanya saling sesuai antara stimulus dan respons. 4) Akibat suatu perbuatan dapat menular baik pada bidang lain maupun pada individu lain. Implikasi dari aliran pengaitan ini dalam kegiatan belajar mengajar seharihari adalah bahwa: 1) Untuk menjelaskan suatu konsep, guru sebaiknya mengambil contoh yang sekiranya sudah sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Alat peraga dari alam sekitar akan lebih dihayati. 2) Metode pemberian tugas, metode latihan (drill dan practice) akan lebih cocok untuk penguatan dan hafalan. Dengan penerapan metode tersebut siswa akan lebih banyak mendapatkan stimulus sehingga respon yang diberikan pun akan lebih banyak. 3) Hierarkis penyusunan komposisi materi dalam kurikulum merupakan hal yang penting.materi disusun dari materi yang mudah, sedang, dan sukar sesuai dengan tingkat kelas, dan tingkat sekolah. Penguasaan materi yang lebih mudah sebagai akibat untuk dapat menguasai materi yang lebih sukar. Dengan kata lain topik (konsep) prasyarat harus dikuasai dulu agar dapat memahami topik berikutnya. b. Teori Belajar Pavlov Pavlov terkenal dengan teori belajar klasik. Pavlov mengemukakan konsep pembiasaan (conditioning). Terkait dengan kegiatan belajar mengajar, agar siswa belajar dengan baik maka harus dibiasakan. Misalnya, agar siswa mengerjakan soal pekerjaan rumah dengan baik, biasakanlah dengan memeriksanya, menjelaskannya, atau memberi nilai terhadap hasil pekerjaannya. 5

264 c. Teori Belajar Skinner Burhus Frederic Skinner menyatakan bahwa ganjaran atau penguatan mempunyai peranan yang amat penting dalam proses belajar. Terdapat perbedaan antara ganjaran dan penguatan. Ganjaran merupakan respon yang sifatnya menggembirakan dan merupakan tingkah laku yang sifatnya subjektif, sedangkan penguatan merupakan sesuatu yang mengakibatkan meningkatnya kemungkinan suatu respon dan lebih mengarah pada hal-hal yang dapat diamati dan diukur. Skinner menyatakan bahwa penguatan terdiri atas penguatan positif dan penguatan negatif. Penguatan dapat dianggap sebagai stimulus positif, jika penguatan tersebut seiring dengan meningkatnya perilaku anak dalam melakukan pengulangan perilakunya itu. Dalam hal ini penguatan yang diberikan pada anak memperkuat tindakan anak, sehingga anak semakin sering melakukannya. Contoh penguatan positif diantaranya adalah pujian yang diberikan pada anak. Sikap guru yang bergembira pada saat anak menjawab pertanyaan, merupakan penguatan positif pula. Untuk mengubah tingkah laku anak dari negatif menjadi positif, guru perlu mengetahui psikologi yang dapat digunakan untuk memperkirakan (memprediksi) dan mengendalikan tingkah laku anak. Guru di dalam kelas mempunyai tugas untuk mengarahkan anak dalam aktivitas belajar, karena pada saat tersebut, kontrol berada pada guru, yang berwenang memberikan instruksi ataupun larangan pada anak didiknya. Penguatan akan berbekas pada diri anak. Mereka yang mendapat pujian setelah berhasil menyelesaikan tugas atau menjawab pertanyaan biasanya akan berusaha memenuhi tugas berikutnya dengan penuh semangat. Penguatan yang berbentuk hadiah atau pujian akan memotivasi anak untuk rajin belajar dan mempertahankan prestasi yang diraihnya. Penguatan seperti ini sebaiknya segera diberikan dan tak perlu ditunda-tunda. Karena penguatan akan berbekas pada anak, sedangkan hasil penguatan diharapkan positif, maka penguatan yang diberikan tentu harus diarahkan pada 6

265 respon anak yang benar. Janganlah memberikan penguatan atas respon anak jika respon tersebut sebenarnya tidak diperlukan. Skinner menambahkan bahwa jika respon siswa baik (menunjang efektivitas pencapaian tujuan) harus segera diberi penguatan positif agar respon tersebut lebih baik lagi, atau minimal perbuatan baik itu dipertahankan. Sebaliknya jika respon siswa kurang atau tidak diharapkan sehingga tidak menunjang tujuan pengajaran, harus segera diberi penguatan negatif agar respon tersebut tidak diulangi lagi dan berubah menjadi respon yang sifatnya positif. Penguatan negatif ini bisa berupa teguran, peringatan, atau sangsi (hukuman edukatif). d. Teori belajar Bandura Bandura mengemukakan bahwa siswa belajar melalui meniru. Pengertian meniru di sini bukan berarti menyontek, tetapi meniru hal-hal yang dilakukan oleh orang lain, terutama guru. Jika tulisan guru baik, guru berbicara sopan santun dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar, tingkah laku yang terpuji, menerangkan dengan jelas dan sistematik, maka siswa akan menirunya. Jika contoh-contoh yang dilihatnya kurang baik ia pun menirunya. Dengan demikian guru harus menjadi manusia model yang profesional. Bandura memandang tingkah laku manusia bukan semata-mata refleks otomatis atas stimulus, melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif manusia itu sendiri. Teori belajar sosial dari Bandura ini merupakan gabungan antara teori belajar behavioristik dengan penguatan dan psikologi kognitif, dengan prinsip modifikasi perilaku.teori Belajar Sosial (Social Learning Theory) dari Bandura didasarkan pada tiga konsep, yaitu: 1) Reciprocal determinism Pendekatan yang menjelaskan tingkah laku manusia dalam bentuk interaksi timbal-balik yang terus menerus antara kognitif, tingkah laku, dan lingkungan. Orang menentukan/mempengaruhi tingkahlakunya 7

266 dengan mengontrol lingkungan, tetapi orang itu juga dikontrol oleh kekuatan lingkungan itu. 2) Beyond reinforcement Bandura memandang teori Skinner dan Hull terlalu bergantung pada reinforcement. Jika setiap unit respon sosial yang kompleks harus dipilahpilah untuk direforse satu persatu, bisa jadi orang malah tidak belajar apapun. Menurutnya, reinforcement penting dalam menentukan apakah suatu tingkah laku akan terus terjadi atau tidak, tetapi itu bukan satusatunya pembentuk tingkah laku. Orang dapat belajar melakukan sesuatu hanya dengan mengamati dan kemudian mengulang apa yang dilihatnya. Belajar melalui observasi tanpa ada reinforcement yang terlibat, berarti tingkah laku ditentukan oleh antisipasi konsekuensi. 3) Self-regulation/cognition Teori belajar tradisional sering terhalang oleh ketidaksenangan atau ketidakmampuan mereka untuk menjelaskan proses kognitif. Konsep bandura menempatkan manusia sebagai pribadi yang dapat mengatur diri sendiri (self regulation), mempengaruhi tingkah laku dengan cara mengatur lingkungan, menciptakan dukungan kognitif, dan mengadakan konsekuensi bagi bagi tingkah lakunya sendiri. Prinsip dasar belajar sosial (social learning) adalah: 1) Sebagian besar dari yang dipelajari manusia terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling). 2) Dalam hal ini, seorang siswa mengubah perilaku sendiri melalui penyaksian cara orang/sekelompok orang yang mereaksi/merespon sebuah stimulus tertentu. 3) Siswa dapat mempelajari respons-respons baru dengan cara pengamatan terhadap perilaku contoh dari orang lain, misalnya: guru/orang tuanya. Pendekatan teori belajar sosial terhadap proses perkembangan sosial dan moral siswa ditekankan pada perlunya pembiasaan merespons (conditioning) dan peniruan (imitation). 8

267 Teori belajar sosial memiliki banyak implikasi untuk penggunaan di dalam kelas, yaitu: 1) Siswa sering belajar hanya dengan mengamati orang lain, yaitu guru. 2) Menggambarkan konsekuensi perilaku yang dapat secara efektif meningkatkan perilaku yang sesuai dan menurunkan yang tidak pantas. Hal ini dapat melibatkan berdiskusi dengan pelajar tentang imbalan dan konsekuensi dari berbagai perilaku. 3) Modeling menyediakan alternatif untuk membentuk perilaku baru untuk mengajar. Untuk mempromosikan model yang efektif, seorang guru harus memastikan bahwa empat kondisi esensial ada, yaitu perhatian, retensi, motor reproduksi, dan motivasi 4) Guru dan orangtua harus menjadi model perilaku yang sesuai dan berhatihati agar mereka tidak meniru perilaku yang tidak pantas, 5) Siswa harus percaya bahwa mereka mampu menyelesaikan tugastugas sekolah. Sehingga sangat penting untuk mengembangkan rasa efektivitas diri untuk siswa. Guru dapat meningkatkan rasa efektivitas diri siswa dengan cara menumbuhkan rasa percaya diri siswa, memperlihatkan pengalaman orang lain menjadi sukses, danmenceritakan pengalaman sukses guru atau siswa itu sendiri. 6) Guru harus membantu siswa menetapkan harapan yang realistis untuk prestasi akademiknya. Guru harus memastikan bahwa target prestasi siswa tidak lebih rendah dari potensi siswa yang bersangkutan. 7) Teknik pengaturan diri menyediakan metode yang efektif untuk meningkatkan perilaku siswa. 2. Teori belajar Vygotsky Menurut pandangan konstruktivisme tentang belajar, individu akan menggunakan pengetahuan siap dan pengalaman pribadiyang telah dimilikinya untuk membantu memahami masalah atau materi baru. King (1994) menyatakan bahwa individu dapat membuat inferensi tentang informasi baru itu, menarik perspektif dari beberapa aspek pada pengetahuan yang 9

268 dimilikinya, mengelaborasi materi baru dengan menguraikannya secara rinci, dan menggeneralisasi hubungan antara materi baru dengan informasi yang telah ada dalam memori siswa. Aktivitas mental seperti inilah yang membantu siswa mereformulasi informasi baru atau merestrukturisasi pengetahuan yang telah dimilikinya menjadi suatu struktur kognitif yang lebih luas/lengkap sehingga mencapai pemahaman mendalam. Lev Semenovich Vygotsky merupakan tokoh penting dalam konstruktivisme sosial. Vygotsky menyatakan bahwa siswa dalam mengkonstruksi suatu konsep perlu memperhatikan lingkungan sosial. Ada dua konsep penting dalam teori Vygotsky, yaitu Zone of Proximal Development (ZPD) dan scaffolding. Zone of Proximal Development (ZPD) merupakan jarak antara tingkat perkembangan aktual (yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah secara mandiri) dan tingkat perkembangan potensial (yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau melalui kerjasama dengan teman sejawat yang lebih mampu). Yang dimaksud dengan orang dewasa adalah guru atau orang tua. Scaffolding merupakan pemberian sejumlah bantuan kepada siswa selama tahap- tahap awal pembelajaran, kemudian mengurangi bantuan dan memberikan kesempatan untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar setelah ia dapat melakukannya. Bantuan tersebut dapat berupa petunjuk, dorongan, peringatan, menguraikan masalah ke dalam langkah-langkah pemecahan, memberikan contoh, dan tindakan-tindakan lain yang memungkinkan siswa itu belajar mandiri. Gambar 2.Tiga Tahap Pengkonstruksian Pengetahuan 10

269 Berdasarkan uraian di atas, Vygotsky menekankan bahwa pengkonstruksian pengetahuan seorang individu dicapai melalui interaksi sosial. Proses pengkonstruksian pengetahuan seperti yang dikemukakan Vygotsky paling tidak dapat diilustrasikan dalam beberapa tahap seperti pada Gambar 2. Tahap perkembangan aktual (Tahap I) terjadi pada saat siswa berusaha sendiri menyudahi konflik kognitif yang dialaminya. Perkembangan aktual ini dapat mencapai tahap maksimum apabila kepada mereka dihadapkan masalah menantang sehingga terjadinya konflik kognitif di dalam dirinya yang memicu dan memacu mereka untuk menggunakan segenap pengetahuan dan pengalamannya dalam menyelesaikan masalah tersebut. Perkembangan potensial (Tahap II) terjadi pada saat siswa berinteraksi dengan pihak lain dalam komunitas kelas yang memiliki kemampuan lebih, seperti teman dan guru, atau dengan komunitas lain seperti orang tua. Perkembangan potensial ini akan mencapai tahap maksimal jika pembelajaran dilakukan secara kooperatif (cooperative learning) dalam kelompok kecil dua sampai empat orang dan guru melakukan intervensi secara proporsional dan terarah. Dalam hal ini guru dituntut terampil menerapkan teknik scaffolding yaitu membantu kelompok secara tidak langsung menggunakan teknik bertanya dan teknik probing yang efektif, atau memberikan petunjuk (hint) seperlunya. Proses pengkonstruksian pengetahuan ini terjadi rekonstruksi mental yaitu berubahnya struktur kognitif dari skema yang telah ada menjadi skema baru yang lebih lengkap. Proses internalisasi (Tahap III) menurut Vygotsky merupakan aktivitas mental tingkat tinggi jika terjadi karena adanya interaksi sosial. Jika dikaitkan dengan teori perkembanga mental yang dikemukakan Piaget, internalisasi merupakan proses penyeimbangan struktur-struktur internal dengan masukan-masukan eksternal. Proses kognitif seperti ini, pada tingkat perkembangan yang lebih tinggi diakibatkan oleh rekonseptualisasi terhadap masalah atau informasi sedemikian sehingga terjadi keseimbangan (keharmonisan) dari apa yang sebelumnya dipandang sebagai pertentangan atau konflik. Pada level ini, diperlukan intervensi yang dilakukan secara sengaja oleh 11

270 guru atau yang lainnya sehingga proses asimilasi dan akomodasi berlangsung dan mengakibatkan terjadinya keseimbangan (equilibrium). Aplikasi pemikiran Vygotsky untuk mempelajari matematika menumbuhkan pemahaman matematika dari koneksi pemikiran dengan bahasa matematika yang baru dalam mengkreasipengetahuan.mengkonstruksi pengetahuan merupakan fokus yang krusial dari pembelajaran Matematika. Vygotsky percaya bahwa siswa belajar untuk menggunakan bahasa baru dengan internalisasi pengetahuan dari kata yang mereka katakan, pengembangan budaya siswa dari pengetahuan kata dua proses fungsi. Pertama, pada tingkat sosial dan kedua, pada tingkat individual dimana pengetahuan kata digeneralisasikan sebagai pemahaman. Siswa menggunakandan menginternalisasikan kata-kata baru yang saat itu diperoleh dari orang lain. Mereka selalu menemukan diri mereka sendiri dalam Zona Pengembangan Proksimal (ZPD) sebagai pelajaran baru. ZPD merupakan tempat pengetahuan seseorang di antara pengetahuan saat itu dengan pengetahuan potensialnya. 3. Teori Belajar Van Hiele Dalam pembelajaran geometri terdapat teori belajar yang dikemukakan oleh van Hiele (1954) yang menguraikan tahap-tahap perkembangan mental anak dalam geometri. van Hiele adalah seorang guru bangsa Belanda yang mengadakan penelitiandalam pembelajaran geometri. Penelitian yang dilakukan van Hiele melahirkan beberapa kesimpulan mengenai tahap-tahap perkembangan kognitif anak dalam memahami geometri. van Hielemenyatakan bahwa terdapat 5 tahap pemahaman geometri yaitu: pengenalan, analisis, pengurutan, deduksi, dan akurasi. a) Tahap Visualisasi (Pengenalan) Pada tingkat ini, siswa memandang sesuatu bangun geometri sebagai suatu keseluruhan (holistic). Pada tingkat ini siswa belum memperhatikan komponenkomponen dari masing-masing bangun. Dengan demikian, meskipun pada tingkat ini siswa sudah mengenal nama sesuatu bangun, siswa belum mengamati ciriciri dari bangun itu. Sebagai contoh, pada tingkat ini siswa tahu suatu bangun 12

271 bernama persegipanjang, tetapi ia belum menyadari ciri-ciri bangun persegipanjang tersebut. b) Tahap Analisis (Deskriptif) Pada tingkat ini siswa sudah mengenal bangun-bangun geometri berdasarkan ciriciri dari masing-masing bangun. Dengan kata lain, pada tingkat ini siswa sudah terbiasa menganalisis bagian-bagian yang ada pada suatu bangun dan mengamati sifat-sifat yang dimiliki oleh unsur-unsur tersebut. Sebagai contoh, pada tingkat ini siswa sudah bisa mengatakan bahwa suatu bangun merupakan persegipanjang karena bangun itu mempunyai empat sisi, sisi-sisi yang berhadapan sejajar, dan semua sudutnya siku-siku. c) Tahap Deduksi Formal (Pengurutan atau Relasional) Pada tingkat ini, siswa sudah bisa memahami hubungan antar ciri yang satu dengan ciri yang lain pada sesuatu bangun. Sebagai contoh, pada tingkat ini siswa sudah bisa mengatakan bahwa jika pada suatu segiempat sisi-sisi yang berhadapan sejajar, maka sisi-sisi yang berhadapan itu sama panjang. Di samping itu pada tingkat ini siswa sudah memahami pelunya definisi untuk tiap-tiap bangun. Pada tahap ini, siswa juga sudah bisa memahami hubungan antara bangun yang satu dengan bangun yang lain. Misalnya pada tingkat ini siswa sudah bisa memahami bahwa setiap persegi adalah juga persegipanjang, karena persegi juga memiliki ciri-ciri persegipanjang. d) Tahap Deduksi Pada tingkat ini (1) siswa sudah dapat mengambil kesimpulan secara deduktif, yakni menarik kesimpulan dari hal-hal yang bersifat khusus, (2) siswa mampu memahami pengertian-pengertian pangkal, definisi-definisi, aksioma-aksioma, dan terorema-teorema dalam geometri, dan (3) siswa sudah mulai mampu menyusun bukti-bukti secara formal. Ini berarti bahwa pada tingkat ini siswa sudah memahami proses berpikir yang bersifat deduktif-aksiomatis dan mampu menggunakan proses berpikir tersebut. 13

272 Sebagai contoh untuk menunjukkan bahwa jumlah sudut-sudut dalam jajargenjang adalah 360 secara deduktif dibuktikan dengan menggunakan prinsip kesejajaran. Pembuktian secara induktif yaitu dengan memotong-motong sudut-sudut benda jajargenjang, kemudian setelah itu ditunjukkan semua sudutnya membentuk sudut satu putaran penuh atau 360 belum tuntas dan belum tentu tepat. Seperti diketahui bahwa pengukuran itu pada dasarnya mencari nilai yang paling dekat dengan ukuran yang sebenarnya. Jadi, mungkin saja dapat keliru dalam mengukur sudut- sudut jajargenjang tersebut. Untuk itu pembuktian secara deduktif merupakan cara yang tepat dalam pembuktian pada matematika. Anak pada tahap ini telah mengerti pentingnya peranan unsur-unsur yang tidak didefinisikan, di samping unsur-unsur yang didefinisikan, aksioma atau problem, dan teorema. Anak pada tahap ini belum memahami kegunaan dari suatu sistem deduktif. Oleh karena itu, anak pada tahap ini belum dapat menjawab pertanyaan: mengapa sesuatu itu perlu disajikan dalam bentuk teorema atau dalil? e) Tahap Akurasi (tingkat metamatematis atau keakuratan) Pada tingkat ini anak sudah memahami betapa pentingnya ketepatan dari prinsipprinsip dasar yang melandasi suatu pembuktian. Sudah memahami mengapa sesuatu itu dijadikan postulat atau dalil. Dalam matematika kita tahu bahwa betapa pentingnya suatu sistem deduktif. Tahap keakuratan merupakan tahap tertinggi dalam memahami geometri. Pada tahap ini memerlukan tahap berpikir yang kompleks dan rumit, siswa mampu melakukan penalaran secara formal tentang sistem-sistem matematika (termasuk sistem-sistem geometri), tanpa membutuhkan model-model yang konkret sebagai acuan. Pada tingkat ini, siswa memahami bahwa dimungkinkan adanya lebih dari satu geometri. Sebagai contoh, pada tingkat ini siswa menyadari bahwa jika salah satu aksioma pada suatu sistem geometri diubah, maka seluruh geometri tersebut juga akan berubah. Sehingga, pada tahap ini 14

273 siswa sudah memahami adanya geometri-geometri yang lain di samping geometri Euclides. Selain mengemukakan mengenai tahap-tahap perkembangan kognitif dalam memahami geometri, van Hiele juga mengemukakan bahwa terdapat tiga unsur yang utama pembelajaran geometri yaitu waktu, materi pembelajaran dan metode penyusun yang apabila dikelola secara terpadu dapat mengakibatkan meningkatnya kemampuan berpikir anak kepada tahap yang lebih tinggi dari tahap yang sebelumnya. Menurut van Hiele, semua anak mempelajari geometri dengan melalui tahaptahap tersebut, dengan urutan yang sama, dan tidak dimungkinkan adanya tingkat yang diloncati. Akan tetapi, kapan seseorang siswa mulai memasuki suatu tingkat yang baru tidak selalu sama antara siswa yang satu dengan siswa yang lain. Proses perkembangan dari tahap yang satu ke tahap berikutnya terutama tidak ditentukan oleh umur atau kematangan biologis, tetapi lebih bergantung pada pengajaran dari guru dan proses belajar yang dilalui siswa. Bila dua orang yang mempunyai tahap berpikir berlainan satu sama lain, kemudian saling bertukar pikiran maka kedua orang tersebut tidak akan mengerti. Menurut van Hiele seorang anak yang berada pada tingkat yang lebih rendah tidak mungkin dapat mengerti atau memahami materi yang berada pada tingkat yang lebih tinggi dari anak tersebut. Kalaupun anak itu dipaksakan untuk memahaminya, anak itu baru bisa memahami melalui hafalan saja bukan melalui pengertian. Adapun fase-fase pembelajaran yang menunjukkan tujuan belajar siswa dan peran guru dalam pembelajaran dalam mencapai tujuan itu. Fase-fase pembelajaran tersebut adalah: 1) fase informasi, 2) fase orientasi, 3) fase eksplisitasi, 4) fase orientasi bebas, dan 5) fase integrasi. Berdasar hasil penelitian di beberapa negara, tingkatan dari van Hiele berguna untuk menggambarkan perkembangan konsep geometrik siswa dari SD sampai Perguruan Tinggi. Van de Walle (1990:270) membuat deskripsi aktivitas yang lebih sederhana dibandingkan dengan deskripsi yang dibuat Crowley. Menurut Van de Walle aktivitas pembelajaran untuk masing-masing tiga tahap pertama adalah: 15

274 a. Aktivitas tahap 0 (visualisasi) Aktivitas siswa pada tahap ini antara lain: 1) Melibatkan penggunaan model fisik yang dapat digunakan untuk memanipulasi. 2) Melibatkan berbagai contoh bangun-bangun yang bervariasi dan berbeda sehingga sifat yang tidak relevan dapat diabaikan. 3) Melibatkan kegiatan memilih, mengidentifikasi dan mendeskripsikan berbagai bangun, dan 4) Menyediakan kesempatan untuk membentuk, membuat, menggambar, menyusun atau menggunting bangun. b. Aktivitas tahap 1 (analisis) Aktivitas siswa pada tahap ini antara lain: 1) Menggunakan model-model pada tahap 0, terutama model-model yang dapat digunakan untuk mendeskripsikan berbagai sifat bangun. 2) Mulai lebih menfokuskan pada sifat-sifat dari pada sekedar identifikasi 3) Mengklasifikasi bangun berdasar sifat-sifatnya berdasarkan nama bangun tersebut. 4) Menggunakan pemecahan masalah yang melibatkan sifat-sifat bangun. c. Aktivitas tahap 2 (deduksi informal) Aktivitas siswa pada tahap ini antara lain: 1) Melanjutkan pengklasifikasian model dengan fokus pada pendefinisian sifat, membuat daftar sifat dan mendiskusikan sifat yang perlu dan cukup untuk kondisi suatu bangun atau konsep. 2) Memuat penggunaan bahasa yang bersifat deduktif informal, misalnya semua, suatu, dan jika maka, serta mengamati validitas konversi suatu relasi. 3) Menggunakan model dan gambar sebagai sarana untuk berpikir dan mulai mencari generalisasi atau kontra. 16

275 4. Teori Belajar Ausubel David Ausubel adalah seorang ahli psikologi pendidikan. Ausubel memberi penekanan pada proses belajar yang bermakna. Teori belajar Ausubel terkenal dengan belajar bermakna dan pentingnya pengulangan sebelum belajar dimulai. Menurut Ausubel belajar dapat dikalifikasikan ke dalam dua dimensi. Dimensi pertama berhubungan dengan cara informasi atau materi pelajaran yang disajikan pada siswa melalui penerimaan atau penemuan. Dimensi kedua menyangkut cara bagimana siswa dapat mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang telah ada, yang meliputi fakta, konsep, dan generalisasi yang telah dipelajari dan diingat oleh siswa. Pada tingkat pertama dalam belajar, informasi dapat dikomunikasikan pada siswa baik dalam bentuk belajar penerimaan yang menyajikan informasi itu dalam bentuk final, maupun dengan bentuk belajar penemuan yang mengharuskan siswa untuk menemukan sendiri sebagian atau seluruh materi yang akan diajarkan. Pada tingkat kedua, siswa menghubungkan atau mengaitkan informasi itu pada pengetahuan yang telah dimilikinya, dalam hal ini terjadi belajar bermakna. Akan tetapi, siswa itu dapat juga hanya mencoba-coba menghafalkan informasi baru itu, tanpa menghubungkannya pada konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitifnya, dalam hal ini terjadi belajar hafalan. Menurut Ausubel & Robinson (dalam Dahar: 1989) kaitan antar kedua dimensi tersebut dapat digambarkan sebagai berikut. 17

276 Gambar 3. Bentuk-bentuk belajar (menurut Ausubel & Robinson, 1969) Belajar bermakna merupakan suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep yang relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Dalam belajar bermakna informasi baru diasimilasikan pada subsume-subsume yang telah ada. Ausubel membedakan antara belajar menerima dengan belajar menemukan. Pada belajar menerima siswa hanya menerima, jadi tinggal menghapalkannya, sedangkan pada belajar menemukan konsep ditemukan oleh siswa, jadi siswa tidak menerima pelajaran begitu saja. Selain itu terdapat perbedaan antara belajar menghafal dengan belajar bermakna, pada belajar menghapal siswa menghafalkan materi yang sudah diperolehnya, sedangkan pada belajar bermakna materi yang telah diperoleh itu dikembangkannya dengan keadaan lain sehingga belajarnya lebih dimengerti. Menurut Ausubel (dalam Dahar, 1988:116) prasyarat-prasyarat belajar bermakna ada dua sebagai berikut. (1) Materi yang akan dipelajari harus bermakna secara potensial; kebermaknaan materi tergantung dua faktor, yakni materi harus memiliki kebermaknaan logis dan gagasan-gagasan yang relevan harus terdapat dalam struktur kognitif siswa. (2) Siswa yang akan 18

277 belajar harus bertujuan untuk melaksanakan belajar bermakna. Dengan demikian mempunyai kesiapan dan niat untuk belajar bermakna. Prinsip-prinsip dalam teori belajar Ausubel Menurut Ausubel faktor yang paling penting yang mempengaruhi belajar adalah apa yang sudah diketahui siswa. Jadi agar terjadi belajar bermakna, konsep baru atau informasi baru harus dikaitkan dengan konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitif siswa. Dalam menerapkan teori Ausubel dalam mengajar, terdapat konsep-konsep atau prinsip-prinsip yang harus diperhatikan. Prinsip-prinsip tersebut adalah: a.pengaturan Awal (advance organizer). Pengaturan Awal mengarahkan para siswa ke materi yang akan dipelajari dan mengingatkan siswa pada materi sebelumnya yang dapat digunakanm siswa dalam membantu menanamkan pengetahuan baru. b.diferensiasi Progresif. Pengembangan konsep berlangsung paling baik jika unsur-unsur yang paling umum,paling inklusif dari suatu konsep diperkenalkan terklebih dahulu, dan kemudian barudiberikan hal-hal yang lebih mendetail dan lebih khusus dari konsep itu. Menurut Sulaiman (1988: 203) diferensiasi progresif adalah cara mengembangkan pokok bahasan melalui penguraian bahan secara heirarkhis sehingga setiap bagian dapat dipelajari secara terpisah dari satu kesatuan yang besar. c. Belajar Superordinat. Selama informasi diterima dan diasosiasikan dengan konsep dalam struktur kognitif (subsumsi), konsep itu tumbuh dan mengalami diferensiasi. Belajar superordinat dapat terjadi apabila konsep-konsep yang telah dipelajari sebelumnya dikenal sebagai unsur-unsur dari suatu konsep yang lebih luas, lebih inklusif. d. Penyesuaian Integratif (Rekonsiliasi Integratif). Mengajar bukan hanya urutan menurut diferensiasi progresif yang diperhatikan, melainkan juga harus diperlihatkan bagaimana konsep-konsepbaru dihubungkan pada konsepkonsep superordinat. Guru harus memperlihatkan secara eksplisit bagaimana arti-arti baru dibandingkan dan dipertentangkan dengan arti-arti sebelumnya 19

278 yang lebih sempit, dan bagimana konsep-konsep yang tingkatannya lebih tinggi sekarang mengambil arti baru. Penerapan Teori Ausubel dalam Pembelajaran Untuk menerapkan teori Ausubel dalam pembelajaran, Dadang Sulaiman (1988) menyarankan agar menggunakan dua fase, yakni fase perencanaan dan fase pelaksanaan. Fase perencanaan terdiri dari menetapkan tujuan pembelajaran, mendiagnosis latar belakang pengetahuan siswa, membuat struktur materi dan memformulasikan pengaturan awal. Sedangkan fase pelaksanaan dalam pemebelajaran terdiri dari pengaturan awal, diferensiasi progresif, dan rekonsiliasi integratif. 5. Teori Belajar Bruner Jerome Bruner adalah seorang ahli psikologi perkembangan dari Universitas Haevard, Amerika Serikat, yang telah mempelopori aliran psikologi belajar kognitif yang memberikan dorrongan agar pendidikan memberikan perhatian pada pentingnya pengembangan berpikir. Bruner banyak memberikan pandangan mengenai perkembangan kognitif manusia, bagaimana manusia belajar atau memperoleh pengetahuan, menyimpan pengetahuan dan mentransformasikan pengetahuan. Dalam mempelajari manusia, ia menganggap manusia sebagai pemroses, pemikir, dan pencipta informasi. Bruner dalam teorinya menyatakan bahwa belajar matematika akan lebih berhasil jika proses pengajaran diarahkan kepada konsep-konsep dan struktur-struktur yang termuat dalam pokok bahasan yang diajarkan, disamping hubungan yang terkait antar konsep-konsep dan struktur-struktur. Dengan mengenal konsep dan struktur yang tercakup dalam bahan yang sedang dibicarakan, anak akan memahami materi yang harus dikuasainya itu. Ini menunjukkan bahwa materi yang mempunyai suatu pola atau struktur tertentu akan lebih mudah dipahami dan diingat anak. Menurut Bruner (dalam Hudoyo, 1990:48) belajar matematika adalah belajar mengenai konsep-konsep dan struktur-struktur matematika yang terdapat 20

279 di dalam materi yang dipelajari, serta mencari hubungan antara konsep-konsep dan struktur- struktur matematika itu. Siswa harus dapat menemukan keteraturan dengan cara mengotak-atik bahan-bahan yang berhubungan dengan keteraturan intuitif yang sudah dimiliki siswa. Dengan demikian siswa dalam belajar, haruslah terlibat aktif mentalnya agar dapat mengenal konsep dan struktur dalam materi yang sedang dibicarakan. Dengan demikian materi yang mempunyai suatu pola atau struktur tertentu akan lebih mudah dipahami oleh anak. Dalam bukunya (Bruner, 1960) mengemukakan empat tema pendidikan, yakni: (1) Pentingnya arti struktur pengetahuan. Kurikulum hendaknya mementingkan struktur pengetahuan, karena dalam struktur pengetahuan kita menolong para siswa untuk melihat. (2) Kesiapan (readiness) untuk belajar. Menurut Bruner (1966:29), kesiapan terdiri atas penguasaan keterampilan-keterampilan yang lebih sederhana yang memungkinkan seorang untuk mncapai keterampilanketerampilan yang lebih tinggi. (3) Nilai intuisi dalam proses pendidikan. Intuisi adalah teknik-teknik intelektual untuk sampai pada formulasi-formulasi tentatif tanpa melalui langkah-langkah analitis untuk mengetahui apakah formulasiformulasi itu merupakan kesimpulan-kesimpulan yang sahih atau tidak, serta (4) motivasi atau keinginan untuk belajar beserta cara-cara yang dimiliki para guru untuk merangsang motivasi itu. Belajar sebagai Proses Kognitif Menurut Bruner dalam belajar melibatkan tiga proses yang berlangsung hampir bersamaan. Ketiga proses tersebut adalah (1) memperoleh informasi baru, (2) transformasi informasi, dan (3) menguji relevan informasi dan ketepatan pengetahuan. Dalam belajar informasi baru merupakan penghalusan dari informasi sebelumnya yang dimiliki seseorang. Dalam transformasi pengetahuan seseorang memperlakukan pengetahuan agar cocok atau sesuai dengan tugas baru. Jadi, transformasi menyangkut cara kita memperlakukan pengetahuan, apakah dengan cara ekstrapolasi atau dengan mengubah menjadi bentuk lain. 21

280 Kita menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan dengan minilai apakah cara kita memperlakukan pengetahuan itu cocok dengan tugas yang ada. Bruner menyebut pandangannya tentang belajar atau pertumbuhan kognitif sebagai konseptualisme instrumental. Pandangan ini berpusat pada dua prinsip, yaitu: (1) pengetahuan seseorang tentang alam didasarkan pada model-model tentang kenyataan yang dibangunnya dan (2) model-model semacam itu mulamula diadopsi dari kebudayaan seseorang, kemudian model-model itu diadaptasi pada kegunaan bagi orang yang bersangkutan. Pendewasaan pertumbuhan intelektual atau pertumbuhan kognitif seseorang menurut Bruner adalah sebagai berikut. a. Pertumbuhan intelektual ditunjukkan oleh bertambahnya ketidaktergantungan respons dari sifat stimulus. Dalam hal ini ada kalanya seorang anak mempertahankan suatu respons dalam lingkungan stimulus yang berubah-ubah, atau belajar mengubah responnya dalam lingkungan stimulus yang tidak berubah. Melalui pertumbuhan, seseorang memperoleh kebebasan dari pengontrolan stimulus melalui proses-proses perantara yang mengubah stimulus sebelum respons. b. Pertumbuhan intelektual tergantung pada bagaimana seseorang menginternalisasi peristiwa-peristiwa menjdi suatu sistem simpanan (storage system) yang sesuai dengan lingkungan. Sistem inilah yang memungkinkan peningkatan kemampuan anak untuk bertindak di atas informasi yang diperoleh pada suatu kesempatan. Ia melakukan ini dengan membuat ramalan-ramalan, dan ektrapolasi-ekstrapolasi dari model alam yang disimpannya. c. Pertumbuhan intelektual menyangkut peningkatan kemampuan seseorang untuk berkata pada dirinya sendiri atau pada orang lain, dengan pertolongan kata-kata dan simbol-simbol, apa yang telah dilakukan atau apa yang dilakukan. Bruner (1966) mengemukakan bahwa terdapat tiga sistem keterampilan untuk menyatakan kemampuan-kemampuan secara sempurna. Ketiga sistem 22

281 keterampilan itu adalah yang disebut tiga cara penyajian (modes of presents), yaitu: a. Cara penyajian enaktif Cara penyajian enaktif adalah melalui tindakan, anak terlibat secara langsung dalam memanipulasi (mengotak-atik )objek, sehingga bersifat manipulatif. Anak belajar sesuatu pengetahuan secara aktif, dengan menggunakan bendabenda konkret atau situasi nyata. Dengan cara ini anak mengetahui suatu aspek dari kenyataan tanpa menggunakan pikiran atau kata-kata. Cara ini terdiri atas penyajian kejadian-kejadian yang lampau melalui respon-respon motorik. Dalam cara penyajian ini anak secara langsung terlihat. b. Cara penyajian ikonik Cara penyajian ikonik didasarkan pada pikiran internal dimana pengetahuan disajikan melalui serangkaian gambar-gambar atau grafik, yang dilakukan anak berhubungan dengan mental, yang merupakan gambaran dari objek-objek yang dimanipulasinya. Anak tidak langsung memanipulasi objek seperti yang dilakukan siswa dalam tahap enaktif. Bahasa menjadi lebih penting sebagai suatu media berpikir. c. Cara penyajian simbolik Cara penyajian simbolik didasarkan pada sistem berpikir abstrak, arbitrer, dan lebih fleksibel. Dalam tahap ini anak memanipulasi simbol-simbol atau lambang-lambang objek tertentu. Anak tidak lagi terikat dengan objek-objek pada tahap sebelumnya. Siswa pada tahap ini sudah mampu menggunakan notasi tanpa ketergantungan terhadap objek lain. Dari hasil penelitiannya Bruner mengungkapkan dalil-dalil terkait penguasaan konsep-kosep oleh anak. Dalil-dalil tersebut adalah dalil-dalil penyusunan (construction theorem), dalil notasi (notation theorem), dalil kekontrasan dan dalil variasi (contrast and variation theorem), dalil pengaitan (connectivity theorem). 23

282 Menerapkan Metode Penemuan dalam Pembelajaran Salah satu dari model-model instruksional kognitif yang paling berpengaruh adalah model belajar penemuan Jerome Bruner (1966). Selanjutnya Bruner memberikan arahan bagaimana peran guru dalam menerapkan belajar penemuan pada siswa, sebagai berikut. a. Merencanakan materi pelajaran yang diperlukan sebagai dasar bagi para siswa untuk memecahkan masalah. Guru hendaknya menggunakan sesuatu yang sudah dikenal oleh siswa, kemudian guru mengemukakan sesuatu yang berlawanan, sehingga terjadi konflik dengan pengalaman siswa. Akibatnya timbullah masalah, yang akan merangsang siswa untuk menyelidiki masalah itu, menyusun hipotesis-hipotesis, dan mencoba menemukan konsep-konsep atau prinsip-prinsip yang mendasari masalah tersebut. b. Urutan pengajaran hendaknya menggunakan cara penyajian enaktif, ikonik, kemudian simbolik karena perkembangan intelektual siswa diasumsikan mengikuti urutan enaktif, ikonik, kemudian simbolik. c. Pada saat siswa memcahkan masalah, guru hendaknya berperan sebagai pembimbing atau tutor. Guru hendaknya tidak mengungkap terlebih dahulu prinsip atau aturan yang akan dipelajari, guru hendaknya memberikan saransaran jika diperlukan. Sebagai tutor, guru sebaiknya memberikan umpan balik pada saat yang tepat untuk perbaikan siswa. d. Dalam menilai hasil belajar bentuk tes dapat berupa tes objektif atau tes esay, karena tujuan-tujuan pembelajaran tidak dirumuskan secara mendetail. Tujuan belajar penemuan adalah mempelajari generalisasi-generalisasi dengan menemukan sendiri generalisasi-generalisasi itu. D. Daftar Pustaka Bruner, J.S the Process of Education. Cambridge. Havard University Press. Crowly, L. Mary The van Hiele Model of The Development of Geometric Thought. Learning and Teaching Geometry. K-12. pp NCTM, USA. Dahar, Ratnawilis Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga. 24

283 Flavell, J. H. (1963). The Developmental Psychology of Jean Piaget. New York: D. Van Nostrand Company. Fuys, D., Geddes, d., and Tischler The van Hiele Model Tinking in Geometry among Adolescent. Journal for research in Mathematics Education. Number 3. Volume XII. Imam Sujadi, dkk Teori Belajar, himpunan, dan Logika Matematika. Guru Pembelajar Modul Matematika SMP. Jakarta: PPPPTK Kemdikbud. Schunk, D. H Learning Theories an Educational Perspective sixth edition. Diterjemahkan oleh : Eva Hamdiah dan Rahmat Fajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Suherman, dkk Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung: JICA. Sulaiman, Dadang Teknologi/Metodologi Pengajaran. Jakarta:P2LPTK. Sweller, J. (2004). Instructional Design Consequences of an Analogy between Evolution by Natural Selection and Human Cognitive Architecture. Instructional Science, 32(1-2), Taylor Vygotskian Influences in Mathematics Education with Particular 25

284

285 SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATERI PEDAGOGIK BAB IV KURIKULUM 2013 Prof. Dr. Sunardi, M.Sc Dr. Imam Sujadi, M.Si KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN 2016

286

287 KEGIATAN BELAJAR 3 : KURIKULUM 2013 A. Tujuan Setelah membaca sumber belajar ini diharapkan Guru mempunyai wawasan tentang rasional dan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum khususnya kurikulum 2013 dengan tepat dan jelas, memahami tentang SKL, KI, dan KD pada tingkat satuan pendidikan, serta mampu menganalisis keterkaitan SKL, KI, KD, dan indikator pencapaian kompetensi B. Indikator Pencapaian Kompetensi Diharapkan setelah membaca modul ini guru dapat: 1. Menjelaskan rasional dan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum khususnya kurikulum 2013 dengan tepat dan jelas 2. Menjelaskan pengertian SK, KI, dan KD. 3. Menganalisis keterkaitan SKL dengan KI dan KD. 4. Menganalisis kesesuaian indikator pembelajaran dengan KD. C. Uraian Materi Kurikulum sebagai satu kesatuan dari beberapa komponen pastilah ada memiliki peran dan fungsi. Peran kurikulum yaitu: a. Peran konservatif. Peran konservatif kurikulum adalah melestarikan berbagai budaya sebagai warisan masa lalu. b. Peran kreatif. Dalam peran kreatifnya, kurikulum harus mengandung hal-hal baru sehingga dapat membantu siswa untuk dapat mengembangkan setiap potensi yang dimilikinya agar dapat berperan aktif dalam kehidupan sosial masyarakat yang senantiasa bergerak maju secara dinamis. c. Peran kritis dan evaluatif. Kurikulum berperan untuk menyeleksi nilai dan budaya mana yang perlu dipertahankan, dan mana yang harus dimiliki oleh siswa. Sedangkan fungsi kurikulum yaitu: a. Fungsi umum pendidikan. Maksudnya untuk mempersiapkan peserta didik agar menjadi anggota masyarakat yang bertanggung jawab dan baik. 1

288 b. Suplementasi. Kurikulum sebagai alat pendidikan harus dapat memberikan pelayanan kepada setiap siswa. c. Eksplorasi. Kurikulum harus dapat menemukan dan mengembangkan minat dan bakat masing-masing siswa. d. Keahlian. Kurikulum berfungsi untuk mengembangkan kemampuan anak sesuai dengan keahliannya yang didasarkan atas minat dan bakat siswa. Adapun prinsip pengembangan kurikulum, yaitu. a. Relevansi. Kurikulum yang dikembangkan oleh sekolah harus memiliki kesesuaian (relevansi) sehingga kurikulum tersebut bisa bermanfaat. Ada dua relevansi: relevansi internal, yaitu kesesuaian antara setiap komponen (anatomi) kurikulum; kedua relevansi eksternal, yaitu program kurikulum harus sesuai dan mampu menjawab terhadap tuntutan dan perkembangan kehidupan masyarakat. b. Fleksibilitas. Kurikulum harus bisa diterapkan secara lentur disesuaikan dengan karakteristik dan potensi setiap siswa, juga dinamika kehidupan masyarakat. c. Kontinuitas. Isi program dan penerapan kurikulum di setiap sekolah harus memberi bekal bagi setiap siswa untuk mengembangkan kemampuan dan potensi yang dimilikinya secara berkesinambungan dan berkelanjutan (kontinuitas). Setiap satuan pendidikan mengembangkan kurikulum dengan membaca dan mengetahui bagaimana program kurikulum di satuan pendidikan yang lainnya. d. Efisiensi dan Efektivitas. Kurikulum harus memungkinkan setiap personil untuk menerapkannya secara mudah dengan menggunakan biaya secara proporsional dan itulah efisien. Penggunaan seluruh sumber daya baik piranti kurikulum, sumber daya manusia maupun sumber finansial harus menjamin bagi tercapainya tujuan atau membawa hasil secara optimal dan itulah makna dari prinsip efektivitas Kurikulum yang diberlakukan di Indonesia sejak Indonesia merdeka telah mengalami beberapa kali perubahan. Kurikulum tersebut secara berturut turut diberlakukan di 2

289 Indonesia disesuaikan dengan tuntutan perubahan jaman. Kurikulum tyang telah diberlakukan sampai saat ini adalah Kurikulum 1947, Kurikulum 1952, Kurikulum 1964, Kurikulum Kurikulum 1975, Kurikulum 1984, Kurikulum 1994, Kurikulum 2004 (Kurikulum berbasis kompetensi/kbk), Kurikulum 2006 (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan/KTSP), dan saat ini diterapkan Kurikulum 2013 secara berjenjang. Komponen terpenting implementasi kurikulum adalah pelaksanaan proses pembelajaran yang diselenggarakan di dalam dan/atau luar kelas untuk membantu peserta didik mencapai kompetensi sikap, pengetahuan dan keterampilan. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 65 tahun 2013 tentang Standar Proses menyatakan bahwa proses pembelajaran menggunakan pendekatan atau metode pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran. Di antara pendekatan dan metode yang dianjurkan dalam Standar Proses tersebut adalah pendekatan saintifik, inkuiri, pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran berbasis projek pada semua mata pelajaran. Pendekatan/metode lainnya yang dapat diimplementasikan antara lain pembelajaran kontekstual dan pembelajaran kooperatif. Walaupun banyak guru SMP di Indonesia telah mengenal metode-metode tersebut, pengimplementasian metode-metode tersebut di kelas merupakan hal yang belum biasa. Untuk mengimplementasikannya, guru memerlukan panduan operasional yang memberikan gambaran utuh kegiatan-kegiatan pembelajaran operasional apa saja yang dilaksanakan pada tahap pendahuluan, inti, dan penutup. Sehubungan dengan hal tersebut, perlu diterbitkan panduan proses pembelajaran yang secara rinci memberikan petunjuk operasional bagaimana metode-metode tersebut diimplementasikan pada kegiatan belajar mengajar pada tahap pendahuluan, inti, dan penutup. Pengembangan Kurikulum 2013 merupakan langkah lanjutan pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang telah dirintis pada tahun 2004 dan Kurikulum Di dalam kerangka pengembangan kurikulum 2013, hanya 4 standar yang berubah, yakni Standar Kompetensi Lulusan (SKL), Standar Proses, Standar Isi, dan Standar Penilaian. Standar Kompetensi Lulusan adalah kriteria mengenai kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan 3

290 keterampilan. Standar Isi adalah kriteria mengenai ruang lingkup materi dan tingkat Kompetensi untuk mencapai Kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Standar Proses adalah kriteria mengenai pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai SKL. Standar Penilaian Pendidikan adalah kriteria mengenai mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik. Pada Kurikulum 2013, penyusunan kurikulum dimulai dengan menetapkan SKL berdasarkan kesiapan siswa, tujuan pendidikan nasional, dan kebutuhan. Setelah kompetensi ditetapkan kemudian ditentukan kurikulumnya yang terdiri dari kerangka dasar kurikulum dan struktur kurikulum. Satuan pendidikan dan guru tidak diberikan kewenangan menyusun silabus, tetapi disusun pada tingkat nasional. Guru lebih diberikan kesempatan mengembangkan proses pembelajaran tanpa harus dibebani dengan tugas-tugas penyusunan silabus yang memakan waktu yang banyak dan memerlukan penguasaan teknis penyusunan yang memberatkan guru. Kurikulum 2013 dikembangkan berdasarkan faktor-faktor sebagai berikut: 1. Tantangan internal. Tantangan internal antara lain terkait dengan kondisi pendidikan dikaitkan dengan tuntutan pendidikan yang mengacu kepada 8 Standar Nasional Pendidikan yang meliputi SI, standar proses, SKL, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan. Tantangan lainnya terkait perkembangan penduduk usia produktif Indonesia. Jumlah penduduk usia produktif ini akan mencapai puncaknya pada tahun pada saat angkanya mencapai 70%. 2. Tantangan eksternal. Tantangan eksternal antara lain terkait dengan arus globalisasi dan berbagai isu yang terkait pendidikan. Tantangan eksternal juga terkait dengan pergeseran kekuatan ekonomi dunia, pengaruh dan imbas teknosains serta mutu, investasi, dan transformasi bidang pendidikan. Keikutsertaan Indonesia di dalam studi International Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) dan Program for International Student Assessment (PISA) sejak tahun 1999 juga menunjukkan bahwa capaian anakanak Indonesia tidak menggembirakan. Hal ini antara lain dikarenakan banyak 4

291 materi uji yang ditanyakan tidak terdapat dalam kurikulum Indonesia. Kurikulum 2013 dirancang dengan karakteristik sebagai berikut. 1. Mengembangkan keseimbangan antara sikap spiritual dan sosial, pengetahuan dan keterampilan, serta menerapkannya dalam berbagai situasi di sekolah dan masyarakat; 2. Menempatkan sekolah sebagai bagian dari masyarakat yang memberikan pengalaman belajar agar peserta didik mampu menerapkan apa yang dipelajari di sekolah ke masyarakat dan memanfaatkan masyarakat sebagai sumber belajar; 3. Memberi waktu yang cukup leluasa untuk mengembangkan berbagai sikap, pengetahuan, dan keterampilan; 4. Mengembangkan kompetensi yang dinyatakan dalam bentuk Kompetensi Inti kelas yang dirinci lebih lanjut dalam kompetensi dasar mata pelajaran; 5. Mengembangkan Kompetensi Inti kelas menjadi unsur pengorganisasi (organizing elements) Kompetensi Dasar. Semua KD dan proses pembelajaran dikembangkan untuk mencapai kompetensi yang dinyatakan dalam KI; 6. Mengembangkan Kompetensi Dasar berdasar pada prinsip akumulatif, saling memperkuat (reinforced) dan memperkaya (enriched) antar-mata pelajaran dan jenjang pendidikan (organisasi horizontal dan vertikal). Dalam kurikulum 2013, proses pembelajaran menggunakan pendekatan saintifik, yaitu pembelajaran yang mendorong siswa lebih mampu dalam mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi/menalar, dan mengomunikasikan. Hasil akhirnya adalah peningkatan dan keseimbangan antara soft skills serta hard skills siswa yang meliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Model pembelajaran yang diperlukan adalah yang memungkinkan terbudayakannya kecapakan berpikir sains, terkembangkannya sense of inquiry dan kemampuan berpikir kreatif siswa. Model pembelajaran harus mampu menghasilkan kemampuan untuk belajar, bukan saja diperolehnya sejumlah pengetahuan, keterampilan, dan sikap, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana hal itu diperoleh siswa. Penguatan materi pada Kurikulum 2013 dilakukan dengan pengurangan materi yang tidak relevan serta pendalaman dan perluasan materi yang relevan bagi peserta didik. 5

292 Juga menambahkan materi yang dianggap penting dalam perbandingan internasional, serta penguatan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Cakupan materi di SMP meliputi bilangan rasional, real, pengenalan aljabar, himpunan, geometri dan pengukuran (termasuk transformasi, bangun tidak beraturan), dan statistika dan peluang (termasuk metode statistik sederhana. Secara umum, perbaikan Kurikulum 2013 bertujuan agar selaras antara ide, desain, dokumen, dan pelaksanaannya. Secara khusus, perbaikan Kurikulum 2013 bertujuan menyelaraskan KI-KD, silabus, pedoman mata pelajaran, pembelajaran, penilaian, dan buku teks. Perbaikan tersebut dilaksanakan berdasarkan prinsip perbaikan kurikulum sebagai berikut. 1. Keselarasan Dokumen KI-KD, Silabus, Buku Teks Pelajaran, Pembelajaran, dan Penilaian Hasil Belajar harus selaras dari aspek kompetensi dan lingkup materi. 2. Mudah Dipelajari Lingkup kompetensi dan materi yang dirumuskan dalam KD mudah dipelajari oleh peserta didik sesuai dengan tingkat perkembangan psikologis dan aspek pedagogis. 3. Mudah Diajarkan Lingkup kompetensi dan materi yang dirumuskan pada KD mudah diajarkan oleh guru sesuai dengan gaya belajar peserta didik, karakteristik mata pelajaran, karakteristik kompetensi, dan sumber belajar yang ada di lingkungan. 4. Terukur Kompetensi dan materi yang diajarkan terukur melalui indikator yang mudah dirumuskan dan layak dilaksanakan. 5. Bermakna untuk Dipelajari Kompetensi dan materi yang diajarkan mempunyai kebermaknaan bagi peserta didik sebagai bekal kehidupan. Di dalam kerangka pengembangan kurikulum 2013, terdapat 4 standar yang berubah, yakni Standar Kompetensi Lulusan (SKL), Standar Proses, Standar Isi, dan 6

293 Standar Penilaian. 1. Standar Kompetensi Lulusan (SKL) Berdasarkan analisis kebutuhan, potensi, dan karakteristik sosial, ekonomi, dan budaya daerah, maka ditetapkan SKL sebagai kriteria kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. SKL sebagai acuan utama pengembangan ketujuh standar pendidikan lainnya. SKL terdiri 3 ranah yaitu sikap, pengetahuan dan ketrampilan. Ranah sikap mencakup 4 elemen yaitu proses, individu, sosial, dan alam. Ranah pengetahuan mencakup 3 elemen yaitu proses, obyek, dan subyek, sedangkan ranah ketrampilan terbagi 3 elemen yaitu proses, abstrak, dan kongkrit. Setiap elemen digunakan kata-kata operasional yang berbeda. Selanjutnya SKL diterjemahkan kedalam Kompetensi Inti yang berada dibawahnya. Standar Kompetensi Lulusan terdiri atas: a. Dimensi Sikap. Manusia yang memiliki pribadi yang beriman, berakhlak mulia, percaya diri, dan bertanggung jawab dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial, alam sekitar, serta dunia dan peradabannya, yang dicapai melalui: menerima, menjalankan, menghargai, menghayati, dan mengamalkan. b. Dimensi Pengetahuan. Manusia yang memiliki pribadi yang menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya dan berwawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban, yang dicapai melalui: mengetahui, memahami, menerapkan, menganalisis, dan mengevaluasi. c. Dimensi Keterampilan. Manusia yang memiliki pribadi yang berkemampuan pikir dan tindak yang efektif dan kreatif dalam ranah abstrak dan konkret, yang dicapai melalui: mengamati; menanya; mencoba dan mengolah; menalar; mencipta; menyajikan dan mengomunikasikan Perumusan kompetensi lulusan antarsatuan pendidikan mempertimbangkan gradasi setiap tingkatan satuan pendidikan dan memperhatikan kriteria sebagai berikut: perkembangan psikologis anak, lingkup dan kedalaman materi, kesinambungan, dan fungsi satuan pendidikan. 7

294 Tabel. 1. Lulusan SD/MI/SDLB/Paket A; SMP/MTs/SMPLB/Paket B; dan SMA/MA/SMALB/Paket C memiliki kompetensi pada dimensi sikap SD/MI/SDLB/ Paket A Memiliki perilaku yang mencerminkan sikap: 1. beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, 2. berkarakter, jujur, dan peduli, 3. bertanggungjawab, 4. pembelajar sejati sepanjang hayat, dan 5. sehat jasmani dan rohani SMP/MTs/SMPLB/ Paket B RUMUSAN Memiliki perilaku yang mencerminkan sikap: 1. beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, 2. berkarakter, jujur, dan peduli, 3. bertanggungjawab 4. pembelajar sejati sepanjang hayat, dan 5. sehat jasmani dan rohani SMA/MA/SMALB/ Paket C Memiliki perilaku yang mencerminkan sikap: 1. beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, 2. berkarakter, jujur, dan peduli, 3. bertanggungjawab, 4. pembelajar sejati sepanjang hayat, dan 5. sehat jasmani dan rohani sesuai dengan perkembangan anak di lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat dan lingkungan alam sekitar, bangsa, dan negara. sesuai dengan perkembangan anak di lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat dan lingkungan alam sekitar, bangsa, negara, dan kawasan regional. sesuai dengan perkembangan anak di lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat dan lingkungan alam sekitar, bangsa, negara, kawasan regional, dan internasional. Tabel 2. Lulusan SD/MI/SDLB/Paket A; SMP/MTs/ SMPLB/Paket B; dan SMA/MA/ SMALB/Paket C memiliki kompetensi pada dimensi pengetahuan. SD/MI/SDLB/ Paket A SMP/MTs/SMPLB/ Paket B RUMUSAN SMA/MA/SMALB/ Paket C 8

295 Memiliki pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif pada tingkat dasar berkenaan dengan: 1. ilmu pengetahuan, 2. teknologi, 3. seni, dan 4. budaya. Mampu mengaitkan pengetahuan di atas dalam konteks diri sendiri, keluarga, sekolah, masyarakat dan lingkungan alam sekitar, bangsa, dan negara. Memiliki pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif pada tingkat teknis dan spesifik sederhana berkenaan dengan: 1. ilmu pengetahuan, 2. teknologi, 3. seni, dan 4. budaya. Mampu mengaitkan pengetahuan di atas dalam konteks diri sendiri, keluarga, sekolah, masyarakat dan lingkungan alam sekitar, bangsa, negara, dan kawasan regional. Memiliki pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif pada tingkat teknis, spesifik, detil, dan kompleks berkenaan dengan: 1. ilmu pengetahuan, 2. teknologi, 3. seni, 4. budaya, dan 5. humaniora. Mampu mengaitkan pengetahuan di atas dalam konteks diri sendiri, keluarga, sekolah, masyarakat dan lingkungan alam sekitar, bangsa, negara, serta kawasan regional dan internasional. Tabel 3. Istilah pengetahuan Faktual, Konseptual, Prosedural, dan Metakognitif. PENJELASAN SD/MI/SDLB/ SMP/MTs/SMPLB/ SMA/MA/SMALB/ Paket A Paket B Paket C Faktual Pengetahuan dasar Pengetahuan teknis Pengetahuan teknis berkenaan dengan dan spesifik tingkat dan spesifik, detail ilmu pengetahuan, sederhana berkenaan dan kompleks teknologi, seni, dan dengan ilmu berkenaan dengan budaya terkait dengan pengetahuan, ilmu pengetahuan, 9

296 diri sendiri, keluarga, teknologi, seni, dan teknologi, seni, dan sekolah, masyarakat budaya terkait dengan budaya terkait dengan dan lingkungan alam masyarakat dan masyarakat dan sekitar, bangsa, dan lingkungan alam lingkungan alam negara. sekitar, bangsa, sekitar, bangsa, negara, dan kawasan negara, kawasan regional. regional, dan internasional. Konseptual Terminologi/ Terminologi/ Terminologi/ istilah yang istilah dan klasifikasi, istilah dan klasifikasi, digunakan, klasifikasi, kategori, prinsip, kategori, prinsip, kategori, prinsip, dan generalisasi dan teori, generalisasi, generalisasi yang digunakan teori,model, dan berkenaan dengan terkait dengan struktur yang ilmu pengetahuan, pengetahuan teknis digunakan terkait teknologi, seni dan dan spesifik tingkat dengan pengetahuan budaya terkait dengan sederhana berkenaan teknis dan spesifik, diri sendiri, keluarga, dengan ilmu detail dan kompleks sekolah, masyarakat pengetahuan, berkenaan dengan dan lingkungan alam teknologi, seni, dan ilmu pengetahuan, sekitar, bangsa, dan budaya terkait dengan teknologi, seni, dan negara. masyarakat dan budaya terkait dengan lingkungan alam masyarakat dan sekitar, bangsa, lingkungan alam negara, dan kawasan sekitar, bangsa, regional. masyarakat negara, kawasan dan lingkungan alam regional, dan sekitar, bangsa, internasional. negara, dan kawasan regional. 10

297 Prosedural Pengetahuan tentang Pengetahuan tentang Pengetahuan tentang cara melakukan cara melakukan cara melakukan sesuatu atau kegiatan sesuatu atau kegiatan sesuatu atau kegiatan yang berkenaan yang terkait dengan yang terkait dengan dengan ilmu pengetahuan teknis, pengetahuan teknis, pengetahuan, spesifik, algoritma, spesifik, algoritma, teknologi, seni, dan metode tingkat metode, dan kriteria budaya terkait dengan sederhana berkenaan untuk menentukan diri sendiri, keluarga, dengan ilmu prosedur yang sesuai sekolah, masyarakat pengetahuan, berkenaan dengan dan lingkungan alam teknologi, seni, dan ilmu pengetahuan, sekitar, bangsa dan budaya terkait dengan teknologi, seni, dan negara. masyarakat dan budaya, terkait lingkungan alam dengan masyarakat sekitar, bangsa, dan lingkungan alam negara, dan kawasan sekitar, bangsa, regional. kawasan negara, kawasan regional. regional, dan internasional. sekitar, bangsa, negara, kawasan regional, dan internasional. Metakognitif Pengetahuan tentang Pengetahuan tentang Pengetahuan tentang kekuatan dan kekuatan dan kekuatan dan kelemahan diri sendiri kelemahan diri sendiri kelemahan diri sendiri dan menggunakannya dan menggunakannya dan menggunakannya dalam mempelajari dalam mempelajari dalam mempelajari ilmu pengetahuan, pengetahuan teknis pengetahuan teknis, teknologi, seni dan dan spesifik tingkat detail, spesifik, budaya terkait dengan sederhana berkenaan kompleks, kontekstual diri sendiri, keluarga, dengan ilmu dan kondisional 11

298 sekolah, masyarakat dan lingkungan alam sekitar, bangsa dan negara. pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya terkait dengan masyarakat dan lingkungan alam sekitar, bangsa, negara, dan kawasan regional. berkenaan dengan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya terkait dengan masyarakat dan lingkungan alam sekitar, bangsa, negara, kawasan regional, dan internasional. Tabel 4. Lulusan SD/MI/SDLB/Paket A; SMP/MTs/SMPLB/Paket B; dan SMA/MA/ SMALB/Paket C memiliki kompetensi pada dimensi keterampilan. SD/MI/SDLB/ Paket A Memiliki keterampilan berpikir dan bertindak: 1. kreatif, 2. produktif, 3. kritis, 4. mandiri, 5. kolaboratif, dan 6. komunikatif SMP/MTs/SMPLB/ Paket B RUMUSAN Memiliki keterampilan berpikir dan bertindak: 1. kreatif, 2. produktif, 3. kritis, 4. mandiri, 5. kolaboratif, dan 6. komunikatif SMA/MA/SMALB/ Paket C Memiliki keterampilan berpikir dan bertindak: 1. kreatif, 2. produktif, 3. kritis, 4. mandiri, 5. kolaboratif, dan 6. komunikatif melalui pendekatan ilmiah sesuai dengan tahap perkembangan anak yang relevan dengan tugas yang diberikan melalui pendekatan ilmiah sesuai dengan yang dipelajari di satuan pendidikan dan sumber lain secara mandiri melalui pendekatan ilmiah sebagai pengembangan dari yang dipelajari di satuan pendidikan dan sumber lain secara mandiri 12

299 2. Kompetensi Inti (KI) Kompetensi inti (KI) merupakan standar penilaian yang harus dimiliki secara berbeda pada setiap tingkatan dan kelas. KI merupakan komponen penilaian yang akan dapat mengejawantahkan/mewujudkan isi dari SKL. Isi KI harus mencerminkan harapan dari SKL Kompetensi inti (KI) terdiri dari KI-1 sampai dengan KI-4. Rumusan setiap KI berbeda sesuai dengan aspeknya. Untuk mencapai kemampuan yang terdapat di dalam KI perlu diterjemahkan kedalam KD yang sesuai dengan aspek pada setiap KI. KI merupakan tingkat kemampuan untuk mencapai SKL yang harus dimiliki seorang peserta didik pada setiap tingkat kelas atau program yang menjadi landasan pengembangan Kompetensi Dasar. Rumusan KI meliputi: a. Kompetensi Inti-1 (KI-1) untuk kompetensi inti sikap spiritual; b. Kompetensi Inti-2 (KI-2) untuk kompetensi inti sikap sosial; c. Kompetensi Inti-3 (KI-3) untuk kompetensi inti pengetahuan; d. Kompetensi Inti-4 (KI-4) untuk kompetensi inti keterampilan. KI berfungsi sebagai unsur pengorganisasi (organising element) KD. Sebagai unsur pengorganisasi, KI merupakan pengikat untuk organisasi vertikal dan organisasi horizontal KD. Organisasi vertikal KD adalah keterkaitan KD satu kelas dengan kelas di atasnya sehingga memenuhi prinsip belajar yaitu terjadi suatu akumulasi yang berkesinambungan antarkompetensi yang dipelajari peserta didik. Organisasi horizontal adalah keterkaitan antara KD satu mata pelajaran dengan KD dari mata pelajaran yang berbeda dalam satu kelas yang sama sehingga saling memperkuat. Uraian tentang KI untuk jenjang SMP/MTs dapat dilihat pada tabel berikut. KOMPETENSI INTI KELAS VII 1. Menghargai dan menghayati ajaran KOMPETENSI INTI KELAS VIII 1. Menghargai dan menghayati ajaran KOMPETENSI INTI KELAS IX 1. Menghargai dan menghayati ajaran 13

300 KOMPETENSI INTI KELAS VII KOMPETENSI INTI KELAS VIII KOMPETENSI INTI KELAS IX agama yang dianutnya agama yang dianutnya agama yang dianutnya 2. Menghargai dan menghayati perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (toleransi, gotong royong), santun, percaya diri, dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya 2. Menghargai dan menghayati perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (toleransi, gotong royong), santun, percaya diri, dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya 2. Menghargai dan menghayati perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (toleransi, gotong royong), santun, percaya diri, dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya 3. Memahami pengetahuan 3. Memahami dan 3. Memahami dan (faktual, konseptual, dan prosedural) berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan kejadian tampak mata menerapkan pengetahuan (faktual, konseptual, dan prosedural) berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan kejadian tampak mata menerapkan pengetahuan (faktual, konseptual, dan prosedural) berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan kejadian tampak mata 4. Mencoba, mengolah, 4. Mengolah, menyaji, dan 4. Mengolah, menyaji, 14

301 KOMPETENSI INTI KELAS VII dan menyaji dalam ranah konkret (menggunakan, mengurai, merangkai, memodifikasi, dan membuat) dan ranah abstrak (menulis, membaca, menghitung, menggambar, dan mengarang) sesuai dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama dalam sudut pandang/teori KOMPETENSI INTI KELAS VIII menalar dalam ranah konkret (menggunakan, mengurai, merangkai, memodifikasi, dan membuat) dan ranah abstrak (menulis, membaca, menghitung, menggambar, dan mengarang) sesuai dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama dalam sudut pandang/teori KOMPETENSI INTI KELAS IX dan menalar dalam ranah konkret (menggunakan, mengurai, merangkai, memodifikasi, dan membuat) dan ranah abstrak (menulis, membaca, menghitung, menggambar, dan mengarang) sesuai dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama dalam sudut pandang/teori Kompetensi inti sikap spiritual (KI-1) dan kompetensi inti sikap sosial (KI-2) dicapai melalui pembelajaran tidak langsung (indirect teaching), yaitu: keteladanan, pembiasaan, dan budaya sekolah dengan memperhatikan karakteristik mata pelajaran serta kebutuhan dan kondisi peserta didik. Penumbuhan dan pengembangan kompetensi sikap dilakukan sepanjang proses pembelajaran berlangsung dan dapat digunakan sebagai pertimbangan guru dalam mengembangkan karakter peserta didik lebih lanjut. 3. Kompetensi Dasar (KD) Kompetensi dasar pada Kurikulum 2013 SMP/MTs berisi kemampuan dan muatan pembelajaran untuk mata pelajaran pada SMP/MTs yang mengacu pada kompetensi inti. Kompetensi dasar dirumuskan untuk mencapai kompetensi inti. 15

302 Rumusan kompetensi dasar dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik dan kemampuan peserta didik, dan kekhasan masing-masing mata pelajaran. Kompetensi dasar untuk Mata Pelajaran Pendidikan Agama dan Budi Pekerti dan Mata Pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan meliputi empat kelompok sesuai dengan pengelompokan kompetensi inti sebagai berikut. a. Kelompok 1: kelompok KD sikap spiritual dalam rangka menjabarkan KI-1; b. Kelompok 2: kelompok KD sikap sosial dalam rangka menjabarkan KI-2; c. Kelompok 3: kelompok KD pengetahuan dalam rangka menjabarkan KI-3; d. Kelompok 4: kelompok KD keterampilan dalam rangka menjabarkan KI-4. Kompetensi dasar yang berkenaan dengan sikap spiritual (mendukung KI-1) dan sikap sosial (mendukung KI-2) ditumbuhkan melalui pembelajaran tidak langsung (indirect teaching) yaitu pada saat peserta didik belajar tentang pengetahuan (mendukung KI-3) dan keterampilan (mendukung KI-4). Pembelajaran langsung berkenaan dengan pembelajaran yang menyangkut KD yang dikembangkan dari KI-3 dan KI-4. Keduanya, dikembangkan secara bersamaan dalam suatu proses pembelajaran dan menjadi wahana untuk mengembangkan KD pada KI-1 dan KI- 2. Pembelajaran KI-1 dan KI-2 terintegrasi dengan pembelajaran KI-3 dan KI Indikator Indikator pencapaian kompetensi (IPK) merupakan penanda pencapaian KD yang ditandai oleh perubahan perilaku yang dapat diukur yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. IPK dikembangkan sesuai dengan karakteristik siswa, mata pelajaran, satuan pendidikan, potensi daerah dan dirumuskan dalam kata kerja operasional yang terukur dan/atau dapat diobservasi. Dalam mengembangkan IPK perlu mempertimbangkan: (a) tuntutan kompetensi yang dapat dilihat melalui kata kerja yang digunakan dalam KD; (b) karakteristik mata pelajaran, siswa, dan sekolah; (c) potensi dan kebutuhan siswa, masyarakat, dan lingkungan/daerah. Dalam mengembangkan pembelajaran dan penilaian, terdapat dua rumusan indikator, yaitu: indikator pencapaian kompetensi yang terdapat dalam RPP, dan 16

303 indikator penilaian yang digunakan dalam menyusun kisi-kisi dan menulis soal yang dikenal sebagai indikator soal. Indikator Pencapaian Kompetensi (IPK) memiliki kedudukan yang sangat strategis dalam mengembangkan pencapaian kompetensi dasar. IPK berfungsi sebagai berikut: a. Pedoman dalam mengembangkan materi pembelajaran. Pengembangan materi pembelajaran harus sesuai dengan indikator yang dikembangkan. IPK yang dirumuskan secara cermat dapat memberikan arah pengembangan materi pembelajaran yang efektif sesuai dengan karakteristik mata pelajaran, potensi dan kebutuhan siswa, sekolah, serta lingkungan. b. Pedoman dalam mendesain kegiatan pembelajaran. Pengembangan desain pembelajaran hendaknya sesuai IPK yang dikembangkan, karena IPK dapat memberikan gambaran kegiatan pembelajaran yang efektif untuk mencapai kompetensi. IPK yang menuntut kompetensi dominan pada aspek prosedural menunjukkan agar kegiatan pembelajaran dilakukan tidak dengan strategi ekspositori melainkan lebih tepat dengan strategi discoveryinquiry. c. Pedoman dalam mengembangkan bahan ajar. Bahan ajar perlu dikembangkan oleh guru guna menunjang pencapaian kompetensi siswa. Pemilihan bahan ajar yang efektif harus sesuai tuntutan IPK sehingga dapat meningkatkan pencapaian kompetensi secara maksimal. d. Pedoman dalam merancang dan melaksanakan penilaian hasil belajar. Indikator menjadi pedoman dalam merancang, melaksanakan, serta mengevaluasi hasil belajar. Rancangan penilaian memberikan acuan dalam menentukan bentuk dan jenis penilaian, serta pengembangan indikator penilaian. Pengembangan IPK harus mengakomodasi kompetensi yang tercantum dalam KD. IPK dirumuskan dalam bentuk kalimat dengan kata kerja operasional. Rumusan IPK sekurang-kurangnya mencakup dua hal yaitu tingkat kompetensi 17

304 dan materi yang menjadi media pencapaian kompetensi. Kata kerja operasional pada IPK pencapaian kompetensi aspek pengetahuan dapat mengacu pada ranah kognitif taksonomi Bloom, aspek sikap dapat mengacu pada ranah afektif taksonomi Bloom, aspek keterampilan dapat mengacu pada ranah psikomotor taksonomi Bloom. IPK pada Kurikulum 2013 untuk KD yang diturunkan dari KI-1 dan KI-2 dirumuskan dalam bentuk perilaku umum yang bermuatan nilai dan sikap yang gejalanya dapat diamati sebagai dampak pengiring dari KD pada KI-3 dan KI-4. IPK untuk KD yang diturunkan dari KI-3 dan KI-4 dirumuskan dalam bentuk perilaku spesifik yang dapat diamati dan terukur. 5. Silabus Mata Pelajaran Silabus mata pelajaran merupakan pedoman dalam menyusun rencana kegiatan pembelajaran pada setiap mata pelajaran yang mencakup kompetensi dasar, materi pembelajaran, dan kegiatan pembelajaran. Hubungan logis antarberbagai komponen dalam silabus dari setiap mata pelajaran merupakan langkah yang harus dipersiapkan untuk mencapai standar kompetensi lulusan. Silabus mata pelajaran juga dapat dijadikan pedoman dalam menyusun buku siswa yang memuat materi pelajaran, aktivitas peserta didik, dan evaluasi. Kompetensi dasar merupakan kompetensi minimal yang harus dimiliki oleh peserta didik setelah kegiatan pembelajaran baik kompetensi pengetahuan maupun keterampilan. Materi pembelajaran yang diturunkan dari kompetensi dasar berisi materi-materi pokok pada setiap mata pelajaran. Kegiatan pembelajaran merupakan langkah-langkah yang harus dilakukan dalam pembelajaran, dapat dilakukan melalui pendekatan saintifik, pembelajaran berbasis masalah, pembelajaran berbasis proyek, pembelajaran penemuan, atau pembelajaran penyelidikan, termasuk pembelajaran kooperatif sesuai dengan karakteristik mata pelajaran dan kompetensi yang akan dicapai dalam pembelajaran tersebut. 18

305 Silabus disusun dengan format dan penyajian/penulisan yang sederhana sehingga mudah dipahami dan dilaksanakan oleh guru. Penyederhanaan format dimaksudkan agar penyajiannya lebih efisien, tidak terlalu banyak halaman namun lingkup dan substansinya tidak berkurang, serta tetap mempertimbangkan tata urutan materi dan kompetensinya. Penyusunan silabus ini dilakukan dengan prinsip keselarasan antara ide, desain, dan pelaksanaan kurikulum, kemudahan bagi guru dalam mengajar, kemudahan bagi peserta didik dalam belajar, keterukuran pencapaian kompetensi, kebermaknaan, dan kebermanfaatan untuk dipelajari sebagai bekal untuk kehidupan dan kelanjutan pendidikan peserta didik. Komponen silabus mencakup kompetensi dasar, materi pembelajaran, dan kegiatan pembelajaran. Uraian pembelajaran yang terdapat dalam silabus merupakan alternatif kegiatan belajar berbasis aktivitas. Pembelajaran tersebut merupakan alternatif dan inspirasi bagi guru dalam mengembangkan berbagai model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran. Kompetensi sikap spiritual dan sompetensi sikap sosial dicapai melalui pembelajaran tidak langsung (indirect teaching) pada pembelajaran kompetensi pengetahuan dan kompetensi keterampilan melalui keteladanan, pembiasaan, dan budaya sekolah dengan memperhatikan karakteristik mata pelajaran, serta kebutuhan dan kondisi peserta didik. Penumbuhan dan pengembangan kompetensi sikap dilakukan sepanjang proses pembelajaran berlangsung, dan dapat digunakan sebagai pertimbangan guru dalam mengembangkan karakter peserta didik lebih lanjut. 6. Keterkaitan antara SKL, KI-KD, dan Silabus Standar kompetensi kulusan adalah kriteria mengenai kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. 19

306 Kompetensi inti merupakan tingkat kemampuan untuk mencapai standar kompetensi lulusan yang harus dimiliki seorang peserta didik pada setiap tingkat kelas atau program yang menjadi landasan pengembangan kompetensi dasar. Kompetensi inti mencakup: sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan, dan keterampilan yang berfungsi sebagai pengintegrasi muatan pembelajaran, mata pelajaran atau program dalam mencapai standar kompetensi lulusan. Kompetensi dasar adalah kemampuan untuk mencapai kompetensi inti yang harus diperoleh peserta didik melalui pembelajaran. Dalam setiap rumusan kompetensi dasar terdapat unsur kemampuan berpikir dan materi. Standar kompetensi lulusan adalah muara utama pencapaian yang dituju semua mata pelajaran pada jenjang tertentu. Sedangkan kompetensi inti adalah pijakan pertama pencapaian yang dituju semua mata pelajaran pada tingkat kompetensi tertentu. Penjabaran kompetensi inti untuk tiap mata pelajaran tersaji dalam rumusan kompetensi dasar. Alur pencapaian kompetensi lulusan, kompetensi inti, dan kompetensi dasar melalui proses pembelajaran dan penilaian adalah sebagai berikut. (1) Kompetensi inti (KI-3 dan KI-4) memberikan arah tingkat kompetensi pengetahuan dan keterampilan minimal yang harus dicapai peserta didik. (2) Kompetensi dasar dari KI-3 adalah dasar pengembangan materi pembelajaran, sedangkan kompetensi dasar dari KI-4 mengarahkan keterampilan dan pengalaman belajar yang perlu dilakukan peserta didik. Dari sinilah pendidik dapat mengembangkan proses belajar dan cara penilaian yang diperlukan melalui pembelajaran langsung. (3) Dari proses belajar dan pengalaman belajar, peserta didik akan memperoleh pembelajaran tidak langsung berupa pengembangan sikap sosial dan spiritual yang relevan dengan berpedoman pada kompetensi dasar dari KI-2 dan KI-1. (4) Rangkaian dari KI-KD sampai dengan penilaian tertuang dalam silabus, kecuali untuk tujuan pembelajaran, tidak diwajibkan dicantumkan baik dalam RPP maupun dalam Silabus. 20

307 KETERKAITAN SKL, KI, DAN KD DALAM PEMBELAJARAN DAN PENILAIAN S K L KI1- KD1*) KI2- KD2*) KI3-KD- 3 KI4-KD- 4 IPK*) IPK*) IPK IPK Materi Pembelajaran Kegiatan Pembelajaran Penilaian Sikap*) Pengeta huan Keterampilan S K L *) UNTUK MAPEL: PENDIDIKAN AGAMA DAN BUDI PEKERTI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN. S I L A B U S Gambar 2. Keterkaitan SKL, KI dan KD dalam Pembelajaran dan Penilaian Pada bagian ini akan diberikan contoh analisis keterkaitan KI dan KD dengan indikator pencapaian kompetensi dan materi pembelajaran pada topik kekongruenan dan kesebangunan. 21

308 Kompetensi Inti Kompetensi Dasar Indikator Pencapaian Kompetensi Materi Pembelajaran 1. Memahami dan menerapkan pengetahuan (faktual, konseptual, dan prosedural) berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan kejadian tampak mata 3.6 Memaham i konsep kesebanguna n dan kekongruena n geometri melalui pengamatan Menjelaskan syarat kongruen dua bangun segibanyak (polygon) Menentukan sisisisi dan sudut-sudut yang bersesuaian pada dua bangun datar yang kongruen Menentukan panjang sisi dan besar sudut yang belum diketahui pada dua bangun yang kongruen Menjelaskan syarat-syarat dua segitiga yang kongruen Membuktikan dua segitiga kongruen Menyelesaikan masalah Menentukan yang sisisisi dan sudut-sudut yang bersesuaian pada dua bangun yang sebangun Menentukan panjang sisi yang belum diketahui dari dua bangun sebangun Menjelaskan syarat-syarat dua segitiga yang sebangun Menentukan sisisisi dan sudut-sudut yang bersesuaian pada dua segitiga yang sebangun Menentukan panjang sisi yang belum diketahui dari dua segitiga sebangun Topik: Kekongruenan dan Kesebangunan Sub Topik: Kekongruenan Bangun Datar Kekongruenan Dua Segitiga Kesebangunan Bangun Datar Kesebangunan Dua Segitiga 22

309 4 Mengolah, menyaji, dan menalar dalam ranah konkret (menggunakan, mengurai, merangkai, memodifikasi, dan membuat) dan ranah abstrak (menulis, membaca, menghitung, menggambar, dan mengarang) sesuai dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama dalam sudut 4.5. Menyelesa ikan permasalahan nyata hasil pengamatan yang terkait penerapan kesebangunan dan kekongruenan Memilih srategi yang tepat dalam menyelesaikan masalah nyata yang berkaitan dengan kekongruenan dan kesebangunan Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan kekongruenan dan kesebangunan. Pengembangan Indikator Pencapaian Kompetensi (IPK) dan Materi Pembelajaran Pengembangan indikator dan materi pembelajaran merupakan merupakan 2 kemampuan yang harus dikuasai seorang guru sebelum mengembangkan RPP dan melaksanakan pembelajaran. Melalui pemahaman keterkaitan kompetensi (SKL-KI- KD), maka pendidik yang mengampu mata pelajaran Matematika dapat merumuskan indikator pencapaian kompetensi pengetahuan terkait dengan dimensi pengetahuan dan dimensi proses kognitif serta indikator keterampilan berkaitan tidak hanya keterampilan bertindak tetapi juga keterampilan berpikir yang juga dikatakan sebagai keterampilan abstrak dan konkret. Pada Kurikulum 2013, penyusunan kurikulum dimulai dengan menetapkan SKL berdasarkan kesiapan siswa, tujuan pendidikan nasional, dan kebutuhan. Setelah kompetensi ditetapkan kemudian ditentukan kurikulumnya yang terdiri dari kerangka dasar kurikulum dan struktur kurikulum. Satuan pendidikan dan guru tidak diberikan kewenangan menyusun silabus, tetapi disusun pada tingkat nasional. Guru lebih diberikan kesempatan mengembangkan proses pembelajaran tanpa harus dibebani dengan tugas-tugas penyusunan silabus yang memakan waktu yang banyak dan memerlukan penguasaan teknis penyusunan yang memberatkan guru. Kurikulum 2013 dikembangkan berdasarkan faktor-faktor sebagai berikut: 1. Tantangan internal. Tantangan internal antara lain terkait dengan kondisi pendidikan dikaitkan dengan tuntutan pendidikan yang mengacu kepada 8 23

310 Standar Nasional Pendidikan yang meliputi SI, standar proses, SKL, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan. Tantangan lainnya terkait perkembangan penduduk usia produktif Indonesia. Jumlah penduduk usia produktif ini akan mencapai puncaknya pada tahun pada saat angkanya mencapai 70%. 2. Tantangan eksternal. Tantangan eksternal antara lain terkait dengan arus globalisasi dan berbagai isu yang terkait pendidikan. Tantangan eksternal juga terkait dengan pergeseran kekuatan ekonomi dunia, pengaruh dan imbas teknosains serta mutu, investasi, dan transformasi bidang pendidikan. Keikutsertaan Indonesia di dalam studi International Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) dan Program for International Student Assessment (PISA) sejak tahun 1999 juga menunjukkan bahwa capaian anakanak Indonesia tidak menggembirakan. Hal ini antara lain dikarenakan banyak materi uji yang ditanyakan tidak terdapat dalam kurikulum Indonesia. Kurikulum 2013 dirancang dengan karakteristik sebagai berikut. 1. Mengembangkan keseimbangan antara sikap spiritual dan sosial, pengetahuan dan keterampilan, serta menerapkannya dalam berbagai situasi di sekolah dan masyarakat; 2. Menempatkan sekolah sebagai bagian dari masyarakat yang memberikan pengalaman belajar agar peserta didik mampu menerapkan apa yang dipelajari di sekolah ke masyarakat dan memanfaatkan masyarakat sebagai sumber belajar; 3. Memberi waktu yang cukup leluasa untuk mengembangkan berbagai sikap, pengetahuan, dan keterampilan; 4. Mengembangkan kompetensi yang dinyatakan dalam bentuk Kompetensi Inti kelas yang dirinci lebih lanjut dalam kompetensi dasar mata pelajaran; 5. Mengembangkan Kompetensi Inti kelas menjadi unsur pengorganisasi (organizing elements) Kompetensi Dasar. Semua KD dan proses pembelajaran dikembangkan untuk mencapai kompetensi yang dinyatakan dalam KI; 24

311 6. Mengembangkan Kompetensi Dasar berdasar pada prinsip akumulatif, saling memperkuat (reinforced) dan memperkaya (enriched) antar-mata pelajaran dan jenjang pendidikan (organisasi horizontal dan vertikal). Dalam kurikulum 2013, proses pembelajaran menggunakan pendekatan saintifik, yaitu pembelajaran yang mendorong siswa lebih mampu dalam mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi/ menalar, dan mengomunikasikan. Hasil akhirnya adalah peningkatan dan keseimbangan antara soft skills serta hard skills siswa yang meliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Model pembelajaran yang diperlukan adalah yang memungkinkan terbudayakannya kecapakan berpikir sains, terkembangkannya sense of inquiry dan kemampuan berpikir kreatif siswa. Model pembelajaran harus mampu menghasilkan kemampuan untuk belajar, bukan saja diperolehnya sejumlah pengetahuan, keterampilan, dan sikap, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana hal itu diperoleh siswa. Penguatan materi pada Kurikulum 2013 dilakukan dengan pengurangan materi yang tidak relevan serta pendalaman dan perluasan materi yang relevan bagi peserta didik. Juga menambahkan materi yang dianggap penting dalam perbandingan internasional, serta penguatan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Cakupan materi di SMP meliputi bilangan rasional, real, pengenalan aljabar, himpunan, geometri dan pengukuran (termasuk transformasi, bangun tidak beraturan), dan statistika dan peluang (termasuk metode statistik sederhana). D. Daftar Pustaka Anglin, W. S Mathematics: A Concise History and Philosophy. New York: Springer-Verlag. Boyer, Carl B A History of Mathematics. New York: John Wiley & Sons, Inc. Cooke, R The History of Mathematics. A Brief Cource. New York: John Wiley & Sons, Inc. 25

312 Sumardyono Sejarah Topik Matematika Sekolah. Seri Paket Pembinaan Penataran. Yogyakarta: Pusat Pengembangan Penataran Guru Matematika (PPPG Matematika) Sumardyono Karakteristik Matematika dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Matematika. Seri Paket Pembinaan Penataran. Yogyakarta: Pusat Pengembangan Penataran Guru Matematika (PPPG Matematika) Sumardyono Sejarah dan Filsafat Matematika. Modul Diklat Pasca UKA. Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika (PPPPTK Matematika) Tim Penyusun Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013 Tahun Jakarta: Direktorat PSMP. Yogi Anggraena Kurikulum Matematika 1 dan Aljabar 1. Bahan ajar diklat. Jakarta: Kemdikbud PPPPTK 26

313 SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATERI PEDAGOGIK BAB V DESAIN PEMBELAJARAN Prof. Dr. Sunardi, M.Sc Dr. Imam Sujadi, M.Si KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN 2016

314

315 KEGIATAN BELAJAR 4: DESAIN PEMBELAJARAN A. Tujuan Setelah membaca sumber belajar ini diharapkan Guru mempunyai wawasan tentang desain pembelajaran. Diantaranya mengetahui pengertian dan langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan saintifik, pembelajaran Problem-based Learning, pembelajaran Project-based Learning, Inquiry, Discovery Learning, serta menerapkan pendekatan dan model-model pembelajaran yang sesuai dengan KD B. Indikator Pencapaian Kompetensi Setelah membaca sumber belajar ini diharapkan Guru dapat: 1. Menjelaskan pengertian dan langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan saintifik 2. Menjelaskan pengertian dan langkah-langkah pembelajaran Problem-based Learning 3. Menjelaskan pengertian dan langkah-langkah pembelajaran Project-based Learning 4. Menjelaskan pengertian dan langkah-langkah Inquiry 5. Menjelaskan pengertian dan langkah-langkah Discovery Learning 6. Menerapkan pendekatan dan model-model pembelajaran yang sesuai dengan KD C. Uraian Materi 1. Pendekatan saintifik (dalam pembelajaran) dan metode saintifik Pada Permendikbud No.103 tahun 2014 dinyatakan bahwa Pembelajaran pada Kurikulum 2013 menggunakan pendekatan saintifik atau pendekatan berbasis proses keilmuan. Pendekatan saintifik dapat menggunakan beberapa strategi seperti pembelajaran kontekstual. Model pembelajaran merupakan suatu bentuk pembelajaran yang memiliki nama, ciri, sintak, pengaturan, dan budaya, misalnya Discovery Learning, Project-based Learning, Problem-based Learning, Inquiry learning. Pada kalimat di atas tersua tiga istilah yang disusun secara hirarkis, yakni pendekatan, strategi, dan model. Dalam beberapa buku teks pembelajaran, 1

316 istilah pendekatan diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang (perspektif) terhadap proses pembelajaran (Sanjaya, 2007: 127). Dalam ranah pendidikan bahasa, Douglas Brown (2001: 14) yang merujuk pendapat Edward Anthony (1963), juga menyatakan tiga komponen hirarkis yang kurang lebih sama yakni pendekatan, metode, dan teknik. Di sini pendekatan dipandang sebagai seperangkat asumsi atau prinsip tentang bahasa dan pembelajaran bahasa. Dua istilah di bawahnya yakni metode dan teknik, kurang lebih mempunyai kedudukan yang sejajar dengan istilah strategi dan model dalam Permendikbud. Pendekatan saintifik disebut juga pendekatan berbasis proses keilmuan. Artinya, proses untuk memperoleh pengetahuan (ilmiah) secara sistematis. Dalam konteks ini, tidak sulit untuk menyatakan bahwa pendekatan saintifik ini berakar pada metode ilmiah (saintific method), sebuah konsep yang menekankan ilmu pengetahuan lebih sebagai kata kerja ketimbang kata benda. Metode saintifik sendiri merupakan prosedur atau proses, yakni langkah-langkah sistematis yang perlu dilakukan untuk memperoleh pengetahuan (ilmiah) yang didasarkan pada persepsi inderawi dan melibatkan uji hipotesis serta teori secara terkendali (Sudarminta, 2002 : 164). Karena pengamatan inderawi biasanya mengawali maupun mengakhiri proses kerja ilmiah, maka cara kerja atau proses ilmiah sering juga disebut lingkaran atau siklus empiris. Pendekatan saintifik sangat relevan dengan teori belajar Bruner, Piaget, dan Vygotsky berikut ini. Teori belajar Bruner disebut juga teori belajar penemuan. Ada empat hal pokok yang berkaitan dengan teori belajar Bruner (dalam Carin & Sund, 1975). Pertama, individu hanya belajar dan mengembangkan pikirannya apabila ia menggunakan pikirannya. Kedua, dengan melakukan proses kognitif dalam proses penemuan, peserta didik akan memperoleh sensasi dan kepuasan intelektual yang merupakan suatu penghargaan intrinsik. Ketiga, satu-satunya cara agar seseorang dapat mempelajari teknik-teknik dalam melakukan penemuan adalah ia memiliki kesempatan untuk melakukan penemuan. Keempat, dengan melakukan penemuan, retensi ingatan peserta didik akan 2

317 menguat. Empat hal di atas bersesuaian dengan proses kognitif yang diperlukan dalam pembelajaran dengan pendekatan saintifik. Berdasarkan teori Piaget, belajar berkaitan dengan pembentukan dan perkembangan skema (jamak skemata). Skema adalah suatu struktur mental atau struktur kognitif yang dengannya seseorang secara intelektual beradaptasi dan mengkoordinasi lingkungan sekitarnya (Baldwin, 1967). Skema tidak pernah berhenti berubah. Skemata seorang anak akan berkembang menjadi skemata orang dewasa. Proses yang menyebabkan terjadinya perubahan semata disebut dengan adaptasi. Proses terbentuknya adaptasi ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi merupakan proses kognitif yang dengannya seseorang mengintegrasikan stimulus, yang dapat berupa persepsi, konsep, hukum, prinsip, atau pengalaman baru, ke dalam skema yang sudah ada di dalam pikirannya. Asimilasi terjadi jika ciri-ciri stimulus tersebut cocok dengan ciri-ciri skema yang telah ada. Apabila ciri-ciri stimulus tidak cocok dengan ciri-ciri skema yang telah ada, seseorang akan melakukan akomodasi. Akomodasi dapat berupa pembentukan skema baru yang cocok dengan ciri-ciri rangsangan yang ada atau memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok dengan ciri-ciri stimulus yang ada. Dalam pembelajaran diperlukan adanya penyeimbangan atau ekuilibrasi antara asimilasi dan akomodasi. Apabila pada seseorang akomodasi lebih dominan dibandingkan asimilasi, ia akan memiliki skemata yang banyak tetapi kualitasnya cenderung rendah. Sebaliknya, apabila asimilasi lebih dominan dibandingkan akomodasi, seseorang akan memiliki skemata yang tidak banyak, tetapi cenderung memiliki kualitas yang tinggi. Keseimbangan atau ekuilibrasi antara asimilasi dan akomodasi diperlukan untuk perkembangan intelek seseorang, menuju ke tingkat yang lebih tinggi. Piaget (Carin & Sund, 1975) menyatakan bahwa pembelajaran yang bermakna tidak akan terjadi kecuali peserta didik dapat beraksi secara mental dalam bentuk asimilasi dan akomodasi terhadap informasi atau stimulus yang ada di 3

318 sekitarnya. Bila hal ini tidak terjadi, guru dan peserta didik hanya akan terlibat dalam belajar semu (pseudo-learning) dan informasi yang dipelajari cenderung mudah terlupakan. Proses kognitif yang dibutuhkan dalam rangka mengonstruk konsep, hukum, atau prinsip dalam skema seseorang melalui tahapan mengamati, merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan yang terjadi dalam pembelajaran dengan pendekatan saintifik selalu melibatkan proses asimilasi dan akomodasi. Oleh karena itu, teori belajar Piaget sangat relevan dengan pendekatan saintifik. Vygotsky (Nur dan Wikandari, 2000:4) menyatakan bahwa pembelajaran terjadi apabila peserta didik bekerja atau belajar menangani tugas-tugas yang belum dipelajari, tetapi tugas-tugas itu masih berada dalam jangkauan kemampuan, atau tugas itu berada dalam zone of proximal development, yaitu daerah yang terletak antara tingkat perkembangan anak saat ini, yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu. Pelaksanaan kegiatan pembelajaran yang mengacu pada teori Vygotsky menerapkan apa yang disebut dengan scaffolding (perancahan). Perancahan mengacu kepada bantuan yang diberikan teman sebaya atau orang dewasa yang lebih kompeten. Artinya, sejumlah besar dukungan diberikan kepada anak selama tahap-tahap awal pembelajaran, yang kemudian bantuan itu semakin dikurangi untuk memberikan kesempatan kepada anak untuk mengambil tanggung jawab yang semakin besar segera setelah ia mampu melakukannya sendiri. (Nur, 1998:32). 2. Tujuan Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik Tujuan pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah sebagai berikut. a. Meningkatkan kemampuan intelektual, khususnya kemampuan berpikir tingkat tinggi peserta didik, 4

319 b. Membentuk kemampuan peserta didik dalam menyelesaikan suatu masalah secara sistematik, c. Memperoleh hasil belajar yang tinggi, d. Melatih peserta didik dalam mengkomunikasikan ide-ide, khususnya dalam menulis karya ilmiah, serta e. Mengembangkan karakter peserta didik. 3. Prinsip Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik Prinsip-prinsip pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah sebagai berikut. a. Berpusat pada peserta didik yaitu kegiatan aktif peserta didik secara fisik dan mental dalam membangun makna atau pemahaman suatu konsep, hukum/prinsip b. Membentuk students self concept yaitu membangun konsep berdasarkan pemahamannya sendiri. c. Menghindari verbalisme, d. Memberikan kesempatan pada peserta didik untuk mengasimilasi dan mengakomodasi konsep, hukum, dan prinsip, e. Mendorong terjadinya peningkatan kecakapan berpikir peserta didik, f. Meningkatkan motivasi belajar peserta didik, g. Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk melatih kemampuan dalam komunikasi, serta h. Memungkinkan adanya proses validasi terhadap konsep, hukum, dan prinsip yang dikonstruksi peserta didik dalam struktur kognitifnya. i. Melibatkan keterampilan proses sains dalam mengonstruksi konsep, hukum, atau prinsip, j. Melibatkan proses kognitif yang potensial dalam merangsang perkembangan intelektual, khususnya keterampilan berpikir tingkat tinggi peserta didik. 4. Langkah Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik Secara umum pembelajaran dengan pendekatan saintifik dilakukan melalui sejumlah langkah sebagai berikut. 5

320 a. Melakukan pengamatan terhadap aspek-aspek dari suatu fenomena untuk mengidentifikasi masalah b. Merumuskan pertanyaan berkaitan dengan masalah yang ingin diketahui dan menalar untuk merumuskan hipotesis atau jawaban sementara berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki, c. Mencoba/mengumpulkan data atau informasi dengan berbagai teknik, d. Mengasosiasi/menganalisis data atau informasi untuk menarik kesimpulan, e. Mengkomunikasikan kesimpulan, f. Mencipta. Hasil yang diperoleh dari pembelajaran dengan pendekatan saintifik berupa konsep, hukum, atau prinsip yang dikonstruk oleh peserta didik dengan bantuan guru. Pada kondisi tertentu, data yang diperlukan untuk menjawab pertanyaan tidak mungkin diperoleh secara langsung oleh peserta didik karena kadang-kadang data tersebut perlu dikumpulkan dalam waktu yang lama. Dalam hal ini guru dapat memberikan data yang dibutuhkan untuk kemudian dianalisis oleh peserta didik. 5. Contoh Kegiatan Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik Kegiatan pembelajaran meliputi kegiatan pendahuluan, inti, dan penutup. Kegiatan pendahuluan bertujuan untuk menciptakan suasana awal pembelajaran yang efektif yang memungkinkan peserta didik dapat mengikuti proses pembelajaran dengan baik. Sebagai contoh, ketika memulai pembelajaran, guru menyapa anak dengan nada bersemangat dan gembira, mengecek kehadiran para peserta didik, menyampaikan tujuan pembelajaran dan kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan. Kegiatan inti merupakan kegiatan utama dalam proses pembelajaran karena terkait langsung dengan pencapaian tujuan pembelajaran. Kegiatan inti dalam pendekatan saintifik ditujukan untuk memperoleh konsep, hukum, atau prinsip oleh peserta didik dengan bantuan guru melalui langkah-langkah kegiatan yang diberikan di muka. Pada akhir kegiatan inti validasi terhadap konsep, hukum, atau prinsip yang telah dikonstruk oleh peserta didik dilakukan. 6

321 Kegiatan penutup ditujukan untuk beberapa hal pokok. Pertama, pengayaan materi pelajaran yang dikuasai peserta didik. Pengayaan dapat dilakukan dengan memberikan tugas kepada peserta didik membaca buku-buku pelajaran atau sumber informasi lainnya untuk memantapkan pemahaman materi yang telah dibelajarkan atau memahami materi lain yang berkaitan. Guru juga dapat meminta peserta didik mengakses sumber-sumber dari internet, baik berupa animasi maupun video yang berkaitan dengan materi yang telah dibelajarkan. Dalam hal ini, sebaiknya guru memberikan situs-situs internet yang berkaitan dengan materi pelajaran yang telah dibelajarkan. Pengayaan dapat juga dilakukan dengan meminta peserta didik melakukan percobaan di rumah, yang berkaitan dengan materi yang telah dibelajarkan, yang dapat dilakukan dengan aman. Kedua, guru dapat memberikan kegiatan remedi apabila ada peserta didik yang belum mencapai kompetensi yang diharapkan. Selain itu, guru dapat memberi PR dan memberitahuhan materi/ kompetensi berikutnya yang akan dipelajari. Beberapa buku teks menyatakan terdapat empat atau lima langkah dalam metode ilmiah. Salah satunya seperti yang dikemukakan oleh Gay, Mills, dan Airasian (2012: 6) yang mengemukakan 5 langkah metode ilmiah yakni : a. Mengidentifikasi masalah. Pada tahap ini boleh dikata muncul sebuah situasi yakni situasi masalah yang dapat muncul sebagai hasil dari pengamatan terhadap fenomena atau gejala yang menarik atau yang aneh. Ada bagian dari perstiwa atau fenomena itu yang belum dapat dijelaskan secara masuk akal. Maka perlu menetapkan atau merumuskan apa masalah yang ingin dipecahkan. b. Merumuskan hipotesis. Hipotesis atau jawaban sementara ini bersifat tentatif, yang diduga dapat menjawab permasalahan di atas. Hipotesis berfungsi untuk memprediksi atau menjelaskan sebab-sebab dari masalah yang telah dirumuskan. Dikatakan sementara karena hipotesis ini dapat dibentuk berdasarkan akal sehat, dugaan murni, spekulasi, imajinasi, maupun asumsi tertentu. Dalam kesempatan tertentu kegiatan ini kepustakaan. mencakup pula studi 7

322 c. Mengumpulkan data. Langkah ini dimaksudkan untuk mengumpulkan fakta atau data sebanyak mungkin dari lapangan dengan teknik-teknik tertentu misalnya wawancara, kuesioner, observasi, dan sebagainya. Data merupakan fakta yang sudah diolah dan disajikan dalam bentuk dan cara yang sistematis. Bentuknya dapat berupa statistik, gambar, tabel, grafik, dan dokumendokumen. Sedangkan fakta biasanya sering disebut data mentah. Fakta atau data inilah yang harus diolah pada langkah berikutnya. d. Menganalisis data. Langkah ini dimaksudkan pertama-tama untuk menjawab masalah yang telah ditetapkan pada langkah awal. Dengan kata lain untuk membuktikan apakah hipotesis yang dirumuskan sebelumnya benar atau tidak. e. Menarik simpulan. Lima langkah inilah yang dijadikan sudut pandang atau asumsi dasar (=pendekatan) pembelajaran seperti yang dimaksudkan dalam Permendikbud No. 103 Tahun Sebagai sebuah pendekatan pembelajaran, pendekatan saintifik terdiri atas lima langkah kegiatan belajar yakni mengamati (observing), menanya (questioning), mengumpulkan informasi/mencoba (experimenting), menalar atau mengasosiasi (associating), mengomunikasikan (communicating). Mengamati. Siswa menggunakan panca indranya untuk mengamati fenomena yang relevan dengan apa yang dipelajari. Fenomena yang diamati pada mata pelajaran satu dan lainnya berbeda. Misalnya, untuk mata pelajaran IPA, siswa mengamati pelangi, untuk mata pelajaran Bahasa Inggris, mendengarkan percakapan. Contoh untuk mata pelajaran bahasa Indonesia adalah membaca teks, untuk prakarya adalah mencicipi iga bakar, dan untuk mata pelajaran IPS adalah mengamati banjir, dan lain-lainnya. Fenomena dapat diamati secara langsung maupun melalui media audio visual. Hasil yang diharapkan adalah siswa mendapatkan pengetahuan faktual, pengalaman, dan serangkaian informasi yang belum diketahui (gap of knowledge). Membantu siswa menginventarisasi segala sesuatu yang belum diketahui (gap of knowledge). Agar kegiatan mengamati dapat berlangsung baik, sebelumnya guru perlu menemukan fenomena yang 8

323 diamati, merancang, mempersiapkan, menunjukkan, atau menyediakan sumber belajar yang relevan dengan KD atau materi pembelajaran yang akan diamati oleh siswa. Menanya. Siswa merumuskan pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dapat mencakup yang menghendaki jawaban tentang pengetahuan faktual, konseptual, maupun prosedural, sampai ke pertanyaan yang bersifat hipotetik. Hasil kegiatan ini adalah serangkaian pertanyaan siswa terutama yang mengarah ke atau relevan dengan indikatorindikator KD yang sudah dirumuskan. Guru Membantu siswa merumuskan pertanyaan berdasarkan daftar hal-hal yang perlu/ingin diketahui agar dapat melakukan/menciptakan sesuatu. Misalnya, guru membantu siswa dengan merumuskan pertanyaan pancingan terkait dengan apa yang sedang diamati. Mengumpulkan informasi/mencoba. Siswa mengumpulkan data melalui berbagai teknik, misalnya: melakukan eksperimen; mengamati objek/kejadian/aktivitas; wawancara dengan nara sumber; membaca buku pelajaran, dan sumber lain di antaranya kamus, ensiklopedia, media masa, buku pintar, atau serangkaian data statistik. Guru menyediakan sumber-sumber belajar, lembar kerja (worksheet), media, alat peraga/peralatan eksperimen, dan sebagainya. Guru juga membimbing dan mengarahkan siswa untuk mengesi lembar kerja, menggali informasi tambahan yang dapat dilakukan secara berulang-ulang sampai siswa memperoleh informasi atau data yang dibutuhkan. Hasil kegiatan ini adalah serangkaian data atau informasi yang relevan dengan serangkaian KD. Menalar/mengasosiasi. Siswa mengolah informasi yang sudah dikumpulkan. Dalam langkah ini siswa memecah, memilah dan memilih informasi, mengklasifikasikan, atau menghitung dengan cara tertentu untuk menjawab pertanyaan. Pada langkah ini guru mengarahkan agar siswa dapat mengidentifikasi, mengklasifikasi, atau menghubung-hubungkan data/informasi yang diperoleh. Hasil akhir dari tahap ini adalah simpulan-simpulan yang merupakan jawaban atas pertanyaan yang dirumuskan. 9

324 Mengomunikasikan. Siswa menyampaikan simpulan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau menyampaikan melalui media lain. Pada kegiatan ini, siswa dapat juga memajang/memamerkan hasilnya di ruang kelas, atau mengunggah (upload) di blog yang dimiliki. Guru memberikan umpan balik, memberikan penguatan, serta memberikan penjelasan/informasi lebih luas. membantu peserta didik untuk menentukan butir-butir penting dan simpulan yang akan dipresentasikan, baik dengan atau tanpa memanfaatkan teknologi informasi. Karena sudut pandang atau asumsi dasar (pendekatan)-nya berupa langkahlangkah operasional yang berurutan, maka yang disebut pendekatan (saintifik) dalam pembelajaran dengan mudah dipahami sebagai sebuah sintak yang dapat digunakan sebagai praksis pembelajaran. Dengan kata lain istilah pendekatan menjadi identik dengan model, seperti model Discovery Learning, Project-based Learning, Problem-based Learning, Inquiry learning seperti yang termaktub dalam Permendikbud No. 103 tahun Paparan berikut akan menitikberatkan pada apa dan bagaimana model-model tersebut. 6. Model-model Pembelajaran f. Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-based Learning) Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-Based Learning), selanjutnya disingkat PBM, mula-mula dikembangkan di sekolah kedokteran, McMaster University Medical School di Hamilton, Canada pada 1960-an (Barrows, 1996). PBM dikembangkan sebagai respon atas fakta bahwa mahapeserta didik mengalami kesulitan di tahun pertama perkuliahan, seperti pada mata kuliah Anatomi, Biokimia, dan Fisiologi. Mereka tidak termotivasi menempuh mata kuliah-mata kuliah tersebut karena tidak melihat relevansinya dengan profesi mereka kelak. Selain itu, juga didapati fakta bahwa para dokter muda yang baru lulus dari sekolah kedokteran itu memiliki pengetahuan yang sangat kaya, tetapi kurang memiliki keterampilan memadai untuk memanfaatkan pengetahuan tersebut dalam praktik sehari-hari. Atas dasar itu, para pengajar merancang pembelajaran yang mendasarkan pada masalah atau kasus aktual. Pembelajaran dimulai dengan penyajian masalah klinis yang dapat 10

325 diselesaikan dengan menggunakan pengetahuan medis yang relevan. Perkembangan selanjutnya, PBM secara lebih luas diterapkan di berbagai mata kuliah di perguruan tinggi dan di berbagai mata pelajaran di sekolah. Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) adalah pembelajaran yang menggunakan masalah nyata sehari-hari (otentik) yang bersifat terbuka (open-ended) untuk diselesaikan oleh peserta didik dalam rangka mengembangkan keterampilan berpikir, keterampilan menyelesaikan masalah, keterampilan sosial, keterampilan untuk belajar mandiri, dan membangun atau memperoleh pengetahuan baru. Pemilihan masalah nyata tersebut dilakukan atas pertimbangan kesesuaiannya dengan pencapaian kompetensi dasar. Contoh masalah nyata yang dapat digunakan dalam Pembelajaran Berbasis Masalah dalam pembelajaran matematika: Dalam keadaan darurat seseorang harus diselamatkan melalui pintu jendela yang tingginya 4m dengan menggunakan tangga. Dengan pertimbangan keselamatan, tangga tersebut harus ditempatkan minimum 1m dari dasar bangunan. Berapa panjang tangga yang mungkin? Tujuan utama PBM adalah mengembangkan keterampilan menyelesaikan masalah, keterampilan berpikir, keterampilan sosial, keterampilan untuk belajar mandiri, dan membentuk atau memperoleh pengetahuan baru. Prinsip-prinsip PBM adalah sebagai berkut. a. Penggunaan masalah nyata (otentik) b. Berpusat pada peserta didik (student-centered) c. Guru berperan sebagai fasilitator d. Kolaborasi antarpeserta didik e. Sesuai dengan paham konstruktivisme yang menekankan peserta didik untuk secara aktif memperoleh pengetahuannya sendiri. Secara umum, berikut langkah-langkah PBM yang mengadaptasi dari pendapat Arends (2012) dan Fogarty (1997). 11

326 Kegiatan pembelajaran terdiri atas tiga tahap, yaitu pendahuluan, inti, dan penutup. Tahap-tahap orientasi terhadap masalah, organisasi belajar, penyelidikan individual maupun kelompok, dan pengembangan dan penyajian hasil penyelesaian masalah merupakan tahap inti pembelajaran. Tahap analisis dan evaluasi proses penyelesaian masalah merupakan tahap penutup. Tabel 1. Langkah-Langkah Pembelajaran Berbasis Masalah Tahap Tahap 1 Orientasi terhadap masalah Tahap 2 Organisasi belajar Tahap 3 Penyelidikan individual maupun kelompok Tahap 4 Pengembangan dan penyajian hasil penyelesaian masalah Tahap 5 Analisis dan evaluasi proses Deskripsi Guru menyajikan masalah nyata kepada peserta didik. Guru memfasilitasi peserta didik untuk memahami masalah nyata yang telah disajikan, yaitu mengidentifikasi apa yang mereka ketahui, apa yang perlu mereka ketahui, dan apa yang perlu dilakukan untuk menyelesaikan masalah. Peserta didik berbagi peran/tugas untuk menyelesaikan masalah tersebut. Guru membimbing peserta didik melakukan pengumpulan data/informasi (pengetahuan, konsep, teori) melalui berbagai macam cara untuk menemukan berbagai alternatif penyelesaian masalah. Guru membimbing peserta didik untuk menentukan penyelesaian masalah yang paling tepat dari berbagai alternatif pemecahan masalah yang peserta didik temukan. Peserta didik menyusun laporan hasil penyelesaian masalah, misalnya dalam bentuk gagasan, model, bagan, atau Power Point slides. Guru memfasilitasi peserta didik untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap proses penyelesaian masalah yang dilakukan. 12

327 Tahap Deskripsi penyelesaian masalah g. Pembelajaran Berbasis Projek (Project-based Learning) Pembelajaran Berbasis Projek (PBP) adalah kegiatan pembelajaran yang menggunakan projek/kegiatan sebagai proses pembelajaran untuk mencapai kompetensi sikap, pengetahuan dan keterampilan. Penekanan pembelajaran terletak pada aktivitas-aktivias peserta didik untuk menghasilkan produk dengan menerapkan keterampilan meneliti, menganalisis, membuat, sampai dengan mempresentasikan produk pembelajaran berdasarkan pengalaman nyata. Produk yang dimaksud adalah hasil projek dalam bentuk desain, skema, karya tulis, karya seni, karya teknologi/prakarya, dan lain-lain. Pendekatan ini memperkenankan pesera didik untuk bekerja secara mandiri maupun berkelompok dalam menghasilkan produk nyata. Pembelajaran Berbasis Projek merupakan model pembelajaran yang menggunakan projek sebagai langkah awal dalam mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan baru berdasarkan pengalaman nyata. PBP dilakukan secara sistematik yang mengikutsertakan peserta didik dalam pembelajaran sikap, pengetahuan, dan keterampilan melalui investigasi dalam perancangan produk. PBP merupakan pendekatan pembelajaran yang inovatif, yang menekankan belajar kontekstual melalui kegiatan-kegiatan yang kompleks. Pelaksanaan pembelajaran berbasis projek memberi kesempatan peserta didik berpikir kritis dan mampu mengembangkan kreativitasnya melalui pengembangan inisiatif untuk menghasilkan produk nyata berupa barang atau jasa. Pada PBP, peserta didik terlibat secara aktif dalam memecahkan masalah dalam bentuk suatu projek. Peserta didik aktif mengelola pembelajarannya dengan bekerja secara nyata yang menghasilkan produk riil. PBP dapat mereduksi kompetisi di dalam kelas dan mengarahkan peserta didik lebih 13

328 kolaboratif daripada bekerja sendiri-sendiri. Di samping itu PBP dapat juga dilakukan secara mandiri melalui bekerja mengkonstruk pembelajarannya melalui pengetahuan serta keterampilan baru, dan mewujudkannya dalam produk nyata. Pembelajaran Berbasis Projek merupakan metode pembelajaran yang berfokus pada peserta didik dalam kegiatan pemecahan masalah terkait dengan projek dan tugas-tugas bermakna lainnya. Pelaksanaan PBP dapat memberi peluang pada peserta didik untuk bekerja mengkonstruk tugas yang diberikan guru yang puncaknya dapat menghasilkan produk karya peserta didik. Tujuan Pembelajaran Berbasis Projek (PBP) adalah sebagai berikut: a. Memperoleh pengetahuan dan ketrampilan baru dalam pembelajaran b. Meningkatkan kemampuan peserta didik dalam pemecahan masalah projek. c. Membuat peserta didik lebih aktif dalam memecahkan masalah projek yang kompleks dengan hasil produk nyata berupa barang atau jasa. d. Mengembangkan dan meningkatkan keterampilan peserta didik dalam mengelola sumber/bahan/alat untuk menyelesaikan tugas/projek. e. Meningkatkan kolaborasi peserta didik khususnya pada PBP yang bersifat kelompok. Prinsip-prinsip pembelajaran berbasis projek adalah sebagai berikut. a. Pembelajaran berpusat pada peserta didik yang melibatkan tugas-tugas projek pada kehidupan nyata untuk memperkaya pembelajaran. b. Tugas projek menekankan pada kegiatan penelitian berdasarkan suatu tema atau topik yang telah ditentukan dalam pembelajaran. c. Tema atau topik yang dibelajarkan dapat dikembangkan dari suatu kompetensi dasar tertentu atau gabungan beberapa kompetensi dasar dalam suatu mata pelajaran, atau gabungan beberapa kompetensi dasar antarmata pelajaran. Oleh karena itu, tugas projek dalam satu semester dibolehkan hanya satu penugasan dalam suatu mata pelajaran. 14

329 d. Penyelidikan atau eksperimen dilakukan secara otentik dan menghasilkan produk nyata yang telah dianalisis dan dikembangkan berdasarkan tema/topik yang disusun dalam bentuk produk (laporan atau hasil karya). Produk tersebut selanjutnya dikomunikasikan untuk mendapat tanggapan dan umpan balik untuk perbaikan produk. e. Pembelajaran dirancang dalam pertemuan tatap muka dan tugas mandiri dalam fasilitasi dan monitoring oleh guru. Pertemuan tatap muka dapat dilakukan di awal pada langkah penentuan projek dan di akhir pembelajaran pada langkah penyusunan laporan dan presentasi/publikasi hasil projek, serta evaluasi proses dan hasil projek. Dalam PBP, peserta didik diberikan tugas dengan mengembangkan tema/topik dalam pembelajaran dengan melakukan kegiatan projek yang realistik. Di samping itu, penerapan pembelajaran berbasis projek ini mendorong tumbuhnya kreativitas, kemandirian, tanggung jawab, kepercayaan diri, serta berpikir kritis dan analitis pada peserta didik. Secara umum, langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Projek (PBP) dapat dijelaskan sebagai berikut. 1. Penentuan Projek 2. Perancangan langkah-langkah penyelesaian projek 3. Penyusunan Jadwal Pelaksanaan Projek 5. Penyusunan laporan dan presentasi/publikas i hasil projek 4. Penyelesaian projek dengan fasilitasi dan monitoring guru Bagan 1. Langkah-Langkah Pembelajaran Berbasis Projek Diadaptasi dari Keser & Karagoca (2010) Berikut disajikan kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan pada setiap langkah PBP. 15

330 a. Penentuan projek Pada langkah ini, peserta didik menentukan tema/topik projek bersama guru. Peserta didik diberi kesempatan untuk memilih/menentukan projek yang akan dikerjakannya baik secara kelompok ataupun mandiri dengan catatan tidak menyimpang dari tema. Pada bagian ini, peserta didik memilih tema/topik untuk menghasilkan produk (laporan observasi/penyelidikan, rancangan karya seni, atau karya keterampilan) dengan karakteristik mata pelajaran dengan menekankan keorisinilan produk. Penentuan produk juga disesuaikan dengan kriteria tugas, dengan mempertimbangkan kemampuan peserta didik dan sumber/bahan/alat yang tersedia. b. Perancangan langkah-langkah penyelesaian projek Peserta didik merancang langkah-langkah kegiatan penyelesaian projek dari awal sampai akhir beserta pengelolaannya. Kegiatan perancangan projek ini berisi perumusan tujuan dan hasil yang diharapkan, pemilihan aktivitas untuk penyelesaian projek, perencanaan sumber/bahan/alat yang dapat mendukung penyelesaian tugas projek, dan kerja sama antaranggota kelompok. Pada kegiatan ini, peserta didik mengidentifikasi bagian-bagian produk yang akan dihasilkan dan langkah-langkah serta teknik untuk menyelesaikan bagian-bagian tersebut sampai dicapai produk akhir. c. Penyusunan jadwal pelaksanaan projek Peserta didik dengan pendampingan guru melakukan penjadwalan semua kegiatan yang telah dirancangnya.berapa lama projek itu harus diselesaikan tahap demi tahap. Peserta didik menyusun tahap-tahap pelaksanaan projek dengan mempertimbangkan kompleksitas langkah-langkah dan teknik penyelesaian produk serta waktu yang ditentukan guru. d. Penyelesaian projek dengan fasilitasi dan monitoring guru Langkah ini merupakan pelaksanaan rancangan projek yang telah dibuat. Peserta didik mencari atau mengumpulkan data/material dan kemudian 16

331 mengolahnya untuk menyusun/mewujudkan bagian demi bagian sampai dihasilkan produk akhir. Aktivitas yang dapat dilakukan dalam kegiatan projek di antaranya dengan: a) membaca, b) membuat disain, c) meneliti, d) menginterviu, e) merekam, f) berkarya, g) mengunjungi objek projek, dan/atau h) akses internet. Guru bertanggung jawab membimbing dan memonitor aktivitas peserta didik dalam melakukan tugas projek mulai proses hingga penyelesaian projek. Pada kegiatan monitoring, guru membuat rubrik yang akan dapat merekam aktivitas peserta didik dalam menyelesaikan tugas projek. e. Penyusunan laporan dan presentasi/publikasi hasil projek Hasil projek dalam bentuk produk, baik itu berupa produk karya tulis, disain, karya seni, karya teknologi/prakarya, dan lain-lan dipresentasikan dan/atau dipublikasikan kepada peserta didik yang lain dan guru atau masyarakat dalam bentuk presentasi, publikasi (dapat dilakukan di majalah dinding atau internet), dan pameran produk pembelajaran. f. Evaluasi proses dan hasil projek Guru dan peserta didik pada akhir proses pembelajaran melakukan refleksi terhadap aktivitas dan hasil tugas projek. Proses refleksi pada tugas projek dapat dilakukan secara individu maupun kelompok. Pada tahap evaluasi, peserta didik diberi kesempatan mengemukakan pengalamannya selama menyelesaikan tugas projek yang berkembang dengan diskusi untuk memperbaiki kinerja selama menyelesaikan tugas projek. Pada tahap ini juga dilakukan umpan balik terhadap proses dan produk yang telah dilakukan. Proses pembelajaran berbasis projek meliputi tahap-tahap pendahuluan, kegiatan inti, dan penutup. Langkah-langkah PBP secara keseluruhan berada dalam tahap kegiatan inti. Dengan demikian tahap kegiatan inti meliputi kegiatan menemukan tema/topik projek, kegiatan merancang langkah penyelesaian projek, menyusun jadwal projek,proses penyelesaian projek dengan difasilitasi dan dimonitor oleh guru, penyusunan laporan dan 17

332 presentasi/publikasi hasil projek, dan evaluasi proses dan hasil kegiatan projek. Tabel 2. Langkah-Langkah Pembelajaran Berbasis Projek Langkah-langkah Langkah -1 Penentuan projek Deskripsi Guru bersama dengan peserta didik menentukan tema/topik projek Langkah -2 Perancangan langkahlangkah penyelesaian projek Langkah -3 Penyusunan jadwal pelaksanaan projek Langkah -4 Penyelesaian projek dengan fasilitasi dan monitoring guru Langkah -5 Penyusunan laporan dan presentasi/publikasi hasil projek Langkah -6 Evaluasi proses dan hasil projek Guru memfasilitasi Peserta didik untuk merancang langkah-langkah kegiatan penyelesaian projek beserta pengelolaannya Guru memberikan pendampingan kepada peserta didik melakukan penjadwalan semua kegiatan yang telah dirancangnya Guru memfasilitasi dan memonitor peserta didik dalam melaksanakan rancangan projek yang telah dibuat Guru memfasilitasi Peserta didik untuk mempresentasikan dan mempublikasikan hasil karya Guru dan peserta didik pada akhir proses pembelajaran melakukan refleksi terhadap aktivitas dan hasil tugas projek h. Pembelajaran Inkuiri Inkuiri merupakan proses pembelajaran yang didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Pengetahuaan bukanlah sejumlah fakta hasil dari mengingat, akan tetapi hasil dari proses menemukan 18

333 sendiri. Belajar pada dasarnya merupakan proses mental seseorang yang tidak terjadi secara mekanis. Melalui proses mental itulah, diharapkan peserta didik berkembang secara utuh baik intelektual, mental, emosi, maupun pribadinya. Oleh karena itu dalam proses perencanaan pembelajaran, guru bukanlah mempersiapkan sejumlah materi yang harus dihafal, akan tetapi merancang pembelajaran yang memungkinkan peserta didik dapat menemukan sendiri materi yang harus dipahaminya. Pembelajaran adalah proses memfasilitasi kegiatan penemuan (inquiry) agar peserta didik memperoleh pengetahuan dan keterampilan melalui penemuannya sendiri (bukan hasil mengingat sejumlah fakta). Sehingga dapat disimpulkan bahwa pembelajaran inkuiri adalah pembelajaranyang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan yang meliputi sikap, pengetahuan,dan keterampilan peserta didik untuk mencari dan menyelidiki sesuatu (benda, manusiaatau peristiwa), secara sistematis, kritis, logis, dan analitis. Karakteristik dari Pembelajaran Inkuiri: 1) Menekankan kepada proses mencari dan menemukan. 2) Pengetahuan dibangun oleh peserta didik melalui proses pencarian. 3) Peran guru sebagai fasilitator dan pembimbing peserta didik dalam belajar. 4) Menekankan pada proses berpikir kritis dan analitis untuk merumuskan kesimpulan. Tabel 3. Langkah-Langkah Pembelajaran Inkuiri Tahap 1 Orientasi Tahap Deskripsi Guru mengondisikan agar peserta didik siap melaksanakan proses pembelajaran, menjelaskan topik, tujuan, dan hasil belajar yang diharapkan dapat tercapai oleh peserta didik, menjelaskan pokok-pokok kegiatan yang harus dilakukan oleh peserta didik 19

334 Tahap Deskripsi untuk mencapai tujuan, menjelaskan pentingnya topik dan kegiatan belajar, hal ini dapat dilakukan dalam rangka memberikan motivasi belajar peserta didik. Tahap 2 Merumuskan masalah Tahap 3 Merumuskan hipotesis Tahap 4 Mengumpulkan data Tahap 5 Menguji hipotesis Tahap 6 Merumuskan kesimpulan Guru membimbing dan memfasilitasi peserta didik untuk merumuskan dan memahami masalah nyata yang telah disajikan. Guru membimbing peserta didik untuk mengembangkan kemampuan berhipotesis dengan cara menyampaikan berbagai pertanyaan yang dapat mendorong peserta didik untuk dapat merumuskan jawaban sementara atau dapat merumuskan berbagai perkiraan kemungkinan jawaban dari suatu permasalahan yang dikaji. Guru membimbing peserta didik dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat mendorong peserta didik untuk berpikir mencari informasi yang dibutuhkan. Guru membimbing peserta didik dalam proses menentukan jawaban yang dianggap diterima sesuai dengan data dan informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data. Yang terpenting dalam menguji hipotesis adalah mencari tingkat keyakinan peserta didik atas jawaban yang diberikan. Guru membimbing peserta didik dalam proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Untuk mencapai kesimpulan yang akurat sebiknya guru mempu menunjukkan pada peserta didik data mana yang relevan. 20

335 i. Pembelajaran Menemukan (Discovery Learning) Pembelajaran menemukan (Discovery Learning), adalah Pembelajaran untuk menemukan konsep, makna, dan hubungan kausal melalui pengorganisasian pembelajaran yang dilakukan oleh peserta didik. Tiga ciri utama belajar menemukan yaitu: (1) mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk menciptakan, menggabungkan dan menggeneralisasi pengetahuan; (2) berpusat pada peserta didik; (3) kegiatan untuk menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang sudah ada. Karakteristik dari pembelajaran menemukan (Discovery Learning): 5) Peran guru sebagai pembimbing. 6) Peserta didik belajar secara aktif sebagai seorang ilmuwan. 7) Bahan ajar disajikan dalam bentuk informasi dan peserta didik melakukan kegiatan menghimpun, membandingkan, mengkategorikan, menganalisis, serta membuat kesimpulan. Tabel 4. Langkah-Langkah Pembelajaran Menemukan (Discovery Learning) Tahap Tahap 1 Persiapan Tahap 2 Stimulasi/pemberian rangsangan Tahap 3 Identifikasi masalah Deskripsi Guru Menentukan tujuan pembelajaran, identifikasi karakteristik peserta didik (kemampuan awal, minat, gaya belajar, dan sebagainya) Guru dapat memulai kegiatan PBM dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah. Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu peserta didik dalam mengeksplorasi bahan Guru Mengidentifikasi sumber belajardan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda 21

336 Tahap Deskripsi masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah) Tahap 4 Mengumpulkan data Tahap 5 Pengolahan data Tahap 6 Pembuktian Tahap 7 Menarik kesimpulan Guru Membantu peserta didik mengumpulan dan mengeksplorasi data. Guru membimbing peserta didik dalam kegiatan mengolah data dan informasi yang telah diperoleh para peserta didik baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya Guru membimbing peserta didik melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil Guru membimbing peserta didik merumuskan prinsip dan generalisasi hasil penemuannya. D. Daftar Pustaka Anglin, W. S Mathematics: A Concise History and Philosophy. New York: Springer-Verlag. Courant, Richart & Robbins, Herbert What is Mathematics, An Elementary Approach To Ideas and Methods. New York: Oxford University Press. Sumardyono Karakteristik Matematika dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Matematika. Seri Paket Pembinaan Penataran. Yogyakarta: Pusat Pengembangan Penataran Guru Matematika (PPPG Matematika) Sumardyono Sejarah dan Filsafat Matematika. Modul Diklat Pasca UKA. Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika (PPPPTK Matematika) 22

337 Yogi Anggraena Kurikulum Matematika 1 dan Aljabar 1. Guru Pembelajar Modul Matematika SMP. Jakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika (PPPPTK Matematika) 23

338

339 SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATERI PEDAGOGIK BAB VI MEDIA PEMBELAJARAN Prof. Dr. Sunardi, M.Sc Dr. Imam Sujadi, M.Si KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN 2016

340

341 KEGIATAN BELAJAR 5 : MEDIA PEMBELAJARAN A. Tujuan Tujuan belajar yang ingin dicapai adalah peserta dapat: 1. Menyebutkan perbedaan media pembelajaran dengan media pada umumnya, 2. menyebutkan macam-macam media pembelajaran beserta contohnya baik menurut bentuk maupun fungsinya, 3. menyebutkan perbedaan media pembelajaran yang merupakan alat peraga manipulatif dengan yang bukan. B. Indikator Pencapaian Kompetensi Setelah mengikuti sesi ini, peserta pelatihan akan dapat: 1. Membedakan media dan media pembelajaran 2. Membedakan macam-macam media pembelajaran 3. Membedakan media pembelajaran yang merupakan alat peraga manipulatif dengan yang bukan. C. Uraian Materi Proses pembelajaran tentunya akan dapat dilaksanakan dengan lebih baik apabila telah dirancang dengan baik pula. Selain itu, guru perlu memerluas wawasan tentang berbagai pendekatan, model, metode, maupun strategi pembelajaran. Pembelajaran perlu dibuat agar siswa dapat membangun pengetahuannya sehingga pembelajaran dapat berpusat pada siswa. Oleh sebab itu, guru perlu mencari cara lain dalam mengajar agar lebih efektif. Menurut Forsyth, Jolliffe, & Stevens (2004: 69), learning is an active process. In order to learn a person has to take part in various learning activities. Interaction is an essential element of learning. Pendapat tersebut memberi pengertian bahwa belajar merupakan suatu proses aktif. Untuk belajar, seseorang perlu mengambil bagian dalam berbagai aktivitas belajar. Interaksi merupakan unsur penting dalam belajar. Akibatnya, seseorang perlu berinteraksi secara langsung dengan apa yang sedang dipelajarinya. Keterlibatan pebelajar dalam aktivitas secara aktif dapat membantunya untuk belajar. Kegiatan belajar seharusnya dirancang agar bervariasi agar memungkinkan pebelajar untuk mendapatkan pengalaman yang bervariasi pula. 1

342 Pernyataan-pernyataan tersebut sejalan dengan Piaget yang berpendapat bahwa belajar merupakan suatu proses pengonstruksian dimana seseorang membangun pengetahuan melalui interaksi dengan lingkungan (Arends, 2012: 330; Kryiacou, 2009: 24). Menurut Piaget, siswa usia SMP sudah dapat melakukan operasi formal dimana anak sudah mampu melakukan penalaran dengan menggunakan hal-hal abstrak sehingga penggunaan benda-benda konkret tidak diperlukan lagi. Akan tetapi, Brunner mengungkapkan dalam teorinya bahwa dalam proses belajar anak sebaiknya diberi kesempatan untuk memanipulasi benda-benda (alat peraga). Dalil ini menyatakan bahwa manipulasi benda-benda diperlukan dalam pengonstruksian pemahaman siswa (Suherman, et al., 2001: 43-45). Hal ini didukung oleh pernyataan Boggan, Harper, dan Whitmire (2010: 5) bahwa siswa pada segala tingkat pendidikan dan kemampuan akan mendapat keuntungan dari penggunaan alat peraga manipulatif. Dengan kata lain, penggunaan alat peraga manipulatif dapat berpengaruh positif terhadap kualitas pembelajaran. Selain media pembelajaran berupa media fisik alat peraga, terdapat pula media pembelajaran ICT. Media tersebut memanfaatkan potensi perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dalam mengefektifkan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran. Terdapat hubungan yang positif antara penggunaan teknologi dengan prestasi belajar seperti yang terjadi di Singapura jika teknologi digunakan secara tepat. Hal tersebut berbeda dengan yang terjadi di Amerika Serikat di mana tidak terdapat hubungan di antara keduanya (Alsafran & Brown, 2012: 1). Artinya, belum tentu siswa yang mendapat pembelajaran yang menggunakan teknologi, dalam hal ini komputer, selalu mendapat prestasi yang baik jika tidak digunakan secara tepat. Penggunaan alat tersebut baik media fisik alat peraga maupun media ICT dapat dilakukan pada semua tingkat pendidikan, bukan hanya di Sekolah Dasar saja. Bahkan, siswa baik yang berkemampuan tinggi, sedang, maupun rendah akan mendapat keuntungan jika mendapat pembelajaran dengan menggunakan alat peraga maupun media ICT. Keuntungan ini mungkin saja dalam aspek kognitif, afektif, maupun psikomotor. Media pembelajaran dapat digunakan sebagai jembatan siswa dalam memahami konsep abstrak dari obyek matematika melalui pemanipulasian benda- 2

343 benda nyata baik secara individu, kelompok, maupun klasikal. Oleh sebab itu penggunaan media pembelajaran baik media fisik berupa alat peraga maupun media ICT dalam pembelajaran matematika perlu dipelajari oleh para guru. 1. Pengertian Media Pembelajaran Media merupakan kata jamak dari medium yang berasal dari bahasa latin yang berarti antara yaitu segala sesuatu yang membawa informasi antara sumber informasi dan penerima (Smaldino, et al., 2005: 9). Pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa segala sesuatu yang dapat menjembatani informasi antara sumber informasi dan penerima dapat dikatakan sebagai media. Pendapat lain mengatakan bahwa media diartikan sebagai alat fisik dari komunikasi antara lain buku, modul cetak, teks terprogram, komputer, slide/pita presentasi, film, pita video, dan sebagainya (Gagne & Briggs, 1979: 175). Dengan kata lain, media merupakan benda fisik yang dapat menjadi penghubung komunikasi dari sumber informasi kepada orang lain yang melihat, membaca, atau menggunakannya. Benda tersebut dapat berbentuk cetak maupun noncetak. Newby, et al. (2006: 308) menyatakan bahwa pembelajaran merupakan pemilihan dan pengaturan informasi, kegiatan, metode, dan media untuk membantu siswa mencapai tujuan belajar yang telah direncanakan. Dalam pembelajaran terjadi pengaturan siswa untuk dapat belajar melalui kegiatan yang akan dilaksanakan, pemilihan metode dan media yang akan digunakan, serta adanya target pengetahuan atau kemampuan yang akan diperoleh setelah mengikuti serangkaian kegiatan. Semua hal tersebut dilakukan atau digunakan agar dapat membantu siswa untuk mencapai target berupa tujuan belajar yang telah direncanakan sebelum pembelajaran dilaksanakan. Media yang digunakan untuk menyampaikan pesan guna mencapai suatu tujuan pembelajaran didefinisikan sebagai media pembelajaran (Smaldino, et al., 2005: 9). Dengan demikian, media pembelajaran adalah segala alat yang dapat membantu tercapainya tujuan pembelajaran. Senada dengan definisi tersebut, Newby, et al. (2006: 308) mendefinisikan media pembelajaran sebagai saluran dari komunikasi yang membawa pesan dengan tujuan yang berkaitan den gan pembelajaran yang dapat berupa cara atau alat lain yang dengannya informasi dapat disampaikan atau dialami siswa. 3

344 Pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa media pembelajaran juga dapat berupa cara atau alat untuk berkomunikasi dengan siswa. Segala sesuatu yang digunakan sebagai penyampai pesan pembelajaran diidentifikasi sebagai media pembelajaran. Dengan kata lain, media pembelajaran membantu siswa dalam mendapat atau membangun informasi atau pengetahuan. Dari beberapa pendapat tersebut, media dapat diartikan sebagai alat fisik komunikasi yang berfungsi menyampaikan informasi (pengetahuan) dari sumber ke penerima informasi. Adapun media pembelajaran merupakan alat atau perantara untuk memfasilitasi komunikasi dari sumber belajar ke siswa dan mendukung proses belajar guna mencapai tujuan belajar. 2. Macam Media Pembelajaran Menurut bentuknya, media yang digunakan dalam belajar dan pembelajaran secara umum dibedakan menjadi media cetak dengan noncetak serta media audio dengan nonaudio. Secara lebih spesifik, media dapat berupa antara lain teks, audio, visual, media bergerak, obyek/media yang dapat dimanipulasi (media manipulatif), dan manusia. Media teks merupakan jenis media yang paling umum digunakan. Media ini berupa karakter huruf dan bilangan yang disajikan dalam buku, poster, tulisan di papan tulis, dan sejenisnya (Smaldino, et al., 2005: 9; Newby, et al., 2006: 21). Media audio meliputi segala sesuatu yang dapat didengar misalnya suara seseorang, musik, suara mesin, dan suara-suara lainnya. Media visual meliputi berbagai bagan, gambar, foto, grafik baik yang disajikan dalam poster, papan tulis, buku, dan sebagainya. Media bergerak merupakan media yang berupa gambar bergerak misalnya video/film dan animasi. Adapun media manipulatif adalah benda tiga dimensi yang dapat disentuh dan digunakan dengan tangan oleh siswa. 4

345 Manusia juga dapat berperan sebagai media pembelajaran. Siswa dapat belajar dari guru, siswa yang lain, atau orang lain. Adapun menurut fungsinya, Suherman, et al. (2001: 200) mengelompokkan media menjadi dua bagian yaitu: pembawa informasi (ilmu pengetahuan) alat untuk menanamkan konsep Contoh media sebagai pembawa informasi yaitu papan tulis, kapur, spidol, jangka, mistar, komputer/laptop, dan LCD Proyektor. Terkadang media ini digolongkan sebagai sarana atau alat bantu. Adapun contoh media yang sekaligus alat penanaman konsep misalnya alat peraga matematika, lembar kerja, bahkan kapur pun selain merupakan pembawa informasi dapat pula menjadi alat penanaman konsep operasi bilangan bulat atau model bangun ruang tabung. 3. Pengertian Alat Peraga Gerakan fisik merupakan salah satu dasar dalam belajar. Untuk belajar secara efektif, siswa harus ikut berpartisipasi dalam kegiatan, bukan hanya sebagai penonton. Manipulasi peralatan yang digunakan dalam pembelajaran harus dapat mengabstraksikan suatu ide atau model. Kontak dengan benda nyata dapat membantu pemahaman terhadap ide-ide abstrak. Van Engen menegaskan peran sensory learning dalam pembentukan konsep. Reaksi terhadap dunia benda konkret merupakan dasar darimana struktur ide-ide abstrak muncul (Jackson & Phillips, 1973: 302). Lebih lanjut, guru perlu merancang aktivitas belajar yang memanfaatkan benda fisik, memfasilitasi terjadinya interaksi sosial, dan memberi kesempatan siswa untuk berpikir, memberi alasan, dan membentuk kesadaran akan pentingnya matematika, bukan hanya diceritakan oleh guru (Burns, 2007: 32). Benda fisik dalam pernyataan ini dapat diartikan sebagai benda yang dapat membantu siswa dalam membangun pengetahuan. Alat peraga merupakan istilah dari Bahasa Indonesia yang terdiri dua kata yaitu alat dan peraga sehingga secara harfiah alat peraga adalah alat yang digunakan untuk memperagakan. Dalam konteks pembelajaran matematika, alat peraga matematika adalah alat yang memperagakan konsep dan prinsip matematika. Maksud dari 5

346 memperagakan dalam konteks ini adalah menjadikan konsep dan prinsp matematika jelas secara visual, atau konkrit (dapat disentuh), atau bekerja pada suatu konteks. Dalam media pembelajaran, terdapat pula istilah hands-onmaterials yang dapat diartikan sebagai material atu benda yang dapat dipegang. Istilah ini dapat pula diartikan sebagai alat (peraga) manipulative karena dapat dioperasikan (dimanipulasi) menggunakan tangan untuk memperagakan suatu hal. Menurut Posamentier, Smith, dan Stepelman (2010: 6), hand-on materials atau alat peraga manipulatif adalah benda nyata yang memungkinkan siswa dapat menyelidiki, menyusun, memindah, mengelompokkan, mengurutkan, dan menggunakannya ketika mereka menemui konsep model dan soalsoal matematika. Alat peraga manipulatif di sini dapat dimaknai sebagai alat yang digunakan untuk membantu siswa memahami matematika melalui benda nyata yang tidak hanya dapat digunakan oleh guru saja, tetapi juga siswa. Siswa dapat menyentuh, mengontrol, dan mengoperasikan alat peraga manipulatif tersebut dalam rangka mempelajari benda itu sendiri atau membantu mempelajari hal lain yang terkait dengannya. Alat peraga manipulatif membantu penyelidikan dalam pembelajaran. Alat peraga berupa model dalam kaitannya dengan media mengacu pada representasi konkret konstruksi mental atau ide-ide (Johnson, Berger, & Rising, 1973: 235). Representasi konkret dari konstruksi mental atau ide dapat diartikan sebagai gambar atau benda nyata yang dapat menggambarkan obyek atau konsep abstrak, di mana kedua hal ini ada dalam matematika. Salah satu tipe media yang memfasilitasi untuk melakukan gerakan fisik untuk belajar adalah alat peraga manipulatif. Media ini berupa benda tiga dimensi yang dapat disentuh maupun dikontrol oleh pebelajar ketika belajar (Smaldino, et al., 2005: 9, 214). Lebih lanjut, alat peraga manipulatif mengacu pada benda-benda konkret yang, ketika digunakan siswa dan guru, dapat memberikan kesempatan siswa untuk mencapai tujuan tertentu (Jackson & Phillips, 1973: 301). Dengan belajar menggunakan media tersebut diharapkan dapat mempermudah siswa dalam mengonstruksi pemahamannya. Dari beberapa pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa alat peraga manipulatif adalah media berupa benda nyata tiga dimensi yang dapat menggambarkan secara konkret suatu obyek, ide, model, atau konsep abstrak dan memungkinkan untuk 6

347 digerakkan atau dimanipulasi secara fisik dalam kaitannya dengan pembentukan konsep bagi penggunanya, dalam hal ini siswa. 4. Fungsi Alat Peraga Menurut Pujiati dan Hidayat (2015: 32), secara umum fungsi alat peraga adalah: a. memudahkan memahami konsep matematika yang abstrak b. menjadi sumber konkrit untuk mempelajari satu atau lebih konsep matematika c. memotivasi siswa untuk menyukai pelajaran matematika Secara lebih khusus, alat peraga dapat dikelompokkan menurut fungsinya sebagai berikut. a. Alat peraga sebagai model Dalam hal ini, alat peraga berfungsi untuk membantu dalam memvisualkan atau mengkonkretkan (physical) konsep matematika. Menurut Smaldino, et al. (2005: ), model merupakan benda tiga dimensi yang berupa representasi dari benda nyata. Dengan demikian, model merupakan suatu benda yang mirip atau dapat menggambarkan benda lainnya. Contoh alat peraga jenis ini antara lain adalah model bangun ruang padat dan model bangun ruang rangka. Kegunaan alat peraga jenis ini adalah untuk memodelkan ataupun menunjukkan bentuk bangun yang sesungguhnya. b. Alat peraga sebagai jembatan Alat peraga ini bukan merupakan wujud konkrit dari konsep matematika, tetapi merupakan sebuah cara yang dapat ditempuh untuk memperjelas pengertian suatu konsep matematika. Beberapa contoh penggunaan alat peraga jenis ini adalah adalah kuadrat lengkap Al-Khwarizmi, model 7

348 Pythagoras, jumlah sudut bangun datar. Gambar 1. Alat Peraga Pembuktian Teorema Pythagoras c. Alat peraga untuk mendemonstrasi konsep/prinsip Dalam hal ini, alat peraga digunakan untuk memperagakan konsep matematika sehingga dapat dilihat secara jelas (terdemonstrasi) karena suatu mekanisme teknis yang dapat dilihat (visible) atau dapat disentuh (touchable). Gambar 2. Penemuan Rumus Volum Limassama dengan Sepertiga Volum Balok Selain media pembelajaran matematika berupa alat peraga matematika, juga terdapat alat yang juga digunakan dalam pembelajaran matematika tetapi bukan merupakan alat peraga karena bukan merupakan model, jembatan, dan tidak memperagakan konsep/prinsip matematika tertentu. Alat tersebut yaitu: a. Alat bantu untuk menerampilkan konsep-konsep matematika 8

349 Media pembelajaran ini secara jelas dimaksudkan agar siswa lebih terampil dalam mengingat, memahami atau menggunakan konsep- konsep matematika. Jenis alat ini biasanya berbentuk permainan ringan dan memiliki penyelesaian yang rutin (tetap). Gambar 3. Kartu Permainan Bilangan b. Alat yang merupakan aplikasi konsep/prinsip matematika Jenis media pembelajaran ini tidak secara langsung tampak berkaitan dengan suatu konsep, tetapi ia dibentuk dari konsep matematika tersebut. Contoh alat ini yaitu alat bantu pengukuran misalnya klinometer untuk mengukur sudut elevasi dan depresi antara pengamat dan suatu obyek yang dapat digunakan untuk memperkirakan tinggi obyek tersebut. Gambar 4. Seorang Siswa sedang Menggunakan Klinometer 9

350 c. Alat sebagai sumber masalah untuk belajar Media pembelajaran yang digolongkan ke dalam jenis ini adalah alat yang menyajikan suatu masalah yang tidak bersifat rutin atau teknis tetapi membutuhkan kemampuan problem-solving yang heuristik dan bersifat investigatif. Contoh alat ini adalah permainan menara hanoi yaitu permainan menemukan langkah yang paling sedikit dalam memindahkan semua cakram dari tiang A (awal) ke tiang C (akhir) dengan bantuan tiang B (tengah). Selain menemukan cara yang efektif untuk memindah cakram (menyelesaikan masalah), pola bilangan akan terbentuk jika permainan ini dilakukan beberapa kali dengan banyak cakram yang berbeda dan berurutan yang diperoleh dari banyak langkah minimal yang diperlukan. Gambar 5. Alat Permainan Menara Hanoi D. Daftar Pustaka Bell, H. (1978). Teaching and Learning Mathematics (In Secondary School). Dubuque, Iowa: Wim. C. Brown Company Publisher. Cooney, Davis Anderson. (1975). Dynamics of Teaching Secondary School Mathematics. Boston:Hougton Mifflin Company. Departemen Pendidikan Nasional. (2004). Pedoman Memilih dan Menyusun bahan Ajar.Jakarta: Direktorat Sekolah menengah Pertama, Novak. J.D. (1986). Learning How to Learn. Melbourne: The Press Syndicate of University of Cambridge. Nanang Priatna Pemanfaatan Media dan Pengembangan Materi Pembelajaran. Bahan ajar diklat. Jakarta: Kemdikbud PPPPTK 10

KINERJA GURU SEBELUM DAN SESUDAH SERTIFIKASI GURU DI SMU NEGERI I POSO. Serlia R. Lamandasa *)

KINERJA GURU SEBELUM DAN SESUDAH SERTIFIKASI GURU DI SMU NEGERI I POSO. Serlia R. Lamandasa *) KINERJA GURU SEBELUM DAN SESUDAH SERTIFIKASI GURU DI SMU NEGERI I POSO Serlia R. Lamandasa *) ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kinerja guru sebelum dan sesudah sertifikasi di SMU Negeri

Lebih terperinci

Sumber Belajar. Penunjang PLPG. Matematika. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan 2016

Sumber Belajar. Penunjang PLPG. Matematika. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan 2016 Sumber Belajar Penunjang PLPG 2016 Matematika Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan 2016 Sumber Belajar Penunjang PLPG 2016 Mata Pelajaran Bahasa Indonesia

Lebih terperinci

Sumber Belajar Penunjang PLPG 2016 Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

Sumber Belajar Penunjang PLPG 2016 Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Sumber Belajar Penunjang PLPG 2016 Pendidikan Kewarganegaraan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan 2016 Sumber Belajar Penunjang PLPG 2016 Mata Pelajaran

Lebih terperinci

Sumber Belajar. Penunjang PLPG. Ekonomi. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan 2016

Sumber Belajar. Penunjang PLPG. Ekonomi. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan 2016 Sumber Belajar Penunjang PLPG 2016 Ekonomi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan 2016 Sumber Belajar Penunjang PLPG 2016 Mata Pelajaran Ekonomi A. Kisi-Kisi

Lebih terperinci

KOMPETENSI INTI (KI) Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial, kultural, emosional, dan intelektual.

KOMPETENSI INTI (KI) Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial, kultural, emosional, dan intelektual. KOMPETENSI UTAMA PEDAGOGIS KOMPETENSI INTI (KI) Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial, kultural, emosional, dan intelektual. KISI-KISI SOAL UKG BAHASA INDONESIA

Lebih terperinci

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATERI PEDAGOGIK

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATERI PEDAGOGIK SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATERI PEDAGOGIK BAB I PENDAHULUAN Prof Dr Sunardi, MSc Dr Imam Sujadi, MSi KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN 2016

Lebih terperinci

BAB IV STANDAR KOMPETENSI GURU. Setelah membaca materi ini mahasiswa diharapkan memahami standar

BAB IV STANDAR KOMPETENSI GURU. Setelah membaca materi ini mahasiswa diharapkan memahami standar Profesi Keguruan Rulam Ahmadi BAB IV STANDAR KOMPETENSI GURU A. Kompetensi Dasar Setelah membaca materi ini mahasiswa diharapkan memahami standar kompetensi guru yang meliputi guru PAUD/TK/RA, guru SD/MI,

Lebih terperinci

Sumber Belajar. Penunjang PLPG. Ilmu Pengetahuan Sosial. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan 2016

Sumber Belajar. Penunjang PLPG. Ilmu Pengetahuan Sosial. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan 2016 Sumber Belajar Penunjang PLPG 2016 Ilmu Pengetahuan Sosial Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan 2016 Sumber Belajar Penunjang PLPG 2016 Mata Pelajaran

Lebih terperinci

MATA PELAJARAN. MATEMATIKA

MATA PELAJARAN. MATEMATIKA MATA PELAJARAN. MATEMATIKA Mata Pelajaran Matematika Modul Pendidikan dan Latihan Profesi Guru Mata Pelajaran Matematika Konsorsium Sertifikasi Guru Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Jakarta, 2015

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURU. Materi Pendidikan dan Latihan Profesi Guru Tahun 2012

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURU. Materi Pendidikan dan Latihan Profesi Guru Tahun 2012 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURU Materi Pendidikan dan Latihan Profesi Guru Tahun 2012 Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan Kementerian Pendidikan

Lebih terperinci

Permendiknas No.16 Tahun 2007 Standar Kualifikasi Akademik Dan Kopetensi Guru

Permendiknas No.16 Tahun 2007 Standar Kualifikasi Akademik Dan Kopetensi Guru Permendiknas No.16 Tahun 2007 Standar Kualifikasi Akademik Dan Kopetensi Guru DIREKTORAT PEMBINAAN SMA DITJEN MANAJEMEN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL KUALIFIKASI AKADEMIK

Lebih terperinci

Sumber Belajar. Penunjang PLPG. Guru Kelas SD. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan 2016

Sumber Belajar. Penunjang PLPG. Guru Kelas SD. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan 2016 Sumber Belajar Penunjang PLPG 2016 Guru Kelas SD Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan 2016 Sumber Belajar Penunjang PLPG 2016 Mata Pelajaran Guru Kelas

Lebih terperinci

STANDAR KOMPETENSI GURU KELAS SD/MI

STANDAR KOMPETENSI GURU KELAS SD/MI STANDAR KOMPETENSI GURU KELAS SD/MI Disajikan pada kegiatan PPM Di UPTD BALEENDAH KAB BANDUNG Oleh BABANG ROBANDI JURUSAN PEDAGOGIK FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Makna Kompetensi

Lebih terperinci

Sumber Belajar. Penunjang PLPG. Sejarah Indonesia. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan 2016

Sumber Belajar. Penunjang PLPG. Sejarah Indonesia. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan 2016 Sumber Belajar Penunjang PLPG 2016 Sejarah Indonesia Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan 2016 Sumber Belajar Penunjang PLPG 2016 Mata Pelajaran Sejarah

Lebih terperinci

P a g e 1 PENDAHULUAN

P a g e 1 PENDAHULUAN PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada peradaban bangsa manapun, termasuk Indonesia, profesi guru bermakna strategis karena penyandangnya mengemban tugas sejati bagi proses kemanusiaan, pemanusiaan, pencerdasan,

Lebih terperinci

Sasaran dan. Pengembangan Sikap Profesional. Kompetensi Dasar

Sasaran dan. Pengembangan Sikap Profesional. Kompetensi Dasar Sasaran dan Pengembangan Sikap Kompetensi Dasar Mahasiswa mampu memahami Sasaran dan Pengembangan Sikap Indikator: Pengertian Sikap Guru Pengertian Kinerja Guru Sasaran Sikap Guru Pengembangan Sikap Kinerja

Lebih terperinci

KISI-KISI SOAL UKG 2015 BAHASA JEPANG KOMPETENSI GURU MAPEL (KG)

KISI-KISI SOAL UKG 2015 BAHASA JEPANG KOMPETENSI GURU MAPEL (KG) KISI-KISI SOAL UKG 2015 BAHASA JEPANG KOMPETENSI UTAMA KOMPETENSI INTI (KI) KOMPETENSI GURU MAPEL (KG) INDIKATOR PENCAPAIAN KOMPETENSI PEDAGOGIS Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik,

Lebih terperinci

MATA KULIAH PENGEMBANGAN KOMPETENSI GURU. Dr. Ali Mustadi, M. Pd NIP

MATA KULIAH PENGEMBANGAN KOMPETENSI GURU. Dr. Ali Mustadi, M. Pd NIP MATA KULIAH PENGEMBANGAN KOMPETENSI GURU Dr. Ali Mustadi, M. Pd NIP 19780710 200801 1 012 CAKUPAN KAJIAN Pengertian dan cakupan kompetensi guru Kebijakan pemerintah tentang kompetensi guru Analisis berbagai

Lebih terperinci

KISI-KISI MATERI PLPG MATA PELAJARAN BAHASA INGGRIS

KISI-KISI MATERI PLPG MATA PELAJARAN BAHASA INGGRIS KISI-KISI MATERI PLPG MATA PELAJARAN BAHASA INGGRIS No Inti Guru Standar Guru (SKG) Guru Mata 1 Pedagogik 1. Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial, kultural,

Lebih terperinci

STANDAR KOMPETENSI GURU (Permendiknas No. 16 Tahun 2007)

STANDAR KOMPETENSI GURU (Permendiknas No. 16 Tahun 2007) STANDAR KOMPETENSI (Permendiknas No. 16 Tahun 2007) Standar Kompetensi Guru Mata Pelajaran di SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK* KOMPETENSI INTI Kompetensi Pedagodik 1. Menguasai karakteristik peserta

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURU

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURU KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURU KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURU Materi Pendidikan dan Latihan Profesi Guru Tahun 2012 Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan

Lebih terperinci

KISI- KISI UJI KOMPETENSI GURU (UKG) Kompetensi. Guru Mapel

KISI- KISI UJI KOMPETENSI GURU (UKG) Kompetensi. Guru Mapel KISI- KISI UJI KOMPETENSI GURU (UKG) MATA PELAJARAN : PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN JENJANG PENDIDIKAN : SMA/SMK Standar Guru Standar Isi Standar Utama Inti Guru Mapel Dasar Indikator Esensial (1) (2) (3)

Lebih terperinci

Mata Pelajaran. Matematika

Mata Pelajaran. Matematika Mata Pelajaran Matematika Modul Pendidikan dan Latihan Profesi Guru Mata Pelajaran Matematika Konsorsium Sertifikasi Guru Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Jakarta, 015 Kebijakan Pengembangan Profesi

Lebih terperinci

KISI-KISI SOAL UKG 2015 BAHASA PRANCIS

KISI-KISI SOAL UKG 2015 BAHASA PRANCIS KISI-KISI SOAL UKG 2015 BAHASA PRANCIS KOMPETENSI UTAMA PEDAGOGIS KOMPETENSI INTI (KI) Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial, kultural, emosional, dan intelektual.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di dalam UU no. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURU

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURU MODUL PLPG PENDIDIKAN EKONOMI BAB II KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURU Penyusun: Tim Pendidikan Ekonomi Unesa KONSORSIUM SERTIFIKASI GURU 2013 Kebijakan Pengembangan Profesi Guru 4 PENDAHULUAN 1. Latar

Lebih terperinci

kompetensi profesional, dan kompetensi sosial.

kompetensi profesional, dan kompetensi sosial. BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Kajian Teori 2.1.1 Pengertian Kompetensi Guru Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai

Lebih terperinci

KISI-KISI SOAL UKG 2015 BAHASA INGGRIS

KISI-KISI SOAL UKG 2015 BAHASA INGGRIS KISI-KISI SOAL UKG 2015 BAHASA INGGRIS KOMPETENSI UTAMA NO KOMPETENSI INTI (KI) PEDAGOGIS 1 Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial, kultural, emosional, dan intelektual.

Lebih terperinci

MATA PELAJARAN : PENDIDIKAN JASMANI, OLAHRAGA, DAN KESEHATAN JENJANG PENDIDIKAN : SEKOLAH MENENGAH ATAS

MATA PELAJARAN : PENDIDIKAN JASMANI, OLAHRAGA, DAN KESEHATAN JENJANG PENDIDIKAN : SEKOLAH MENENGAH ATAS KISI- KISI UJI KOMPETENSI GURU (UKG) MATA PELAJARAN : PENDIDIKAN JASMANI, OLAHRAGA, DAN KESEHATAN JENJANG PENDIDIKAN : SEKOLAH MENENGAH ATAS Utama Profesional Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola

Lebih terperinci

SOAL UKG BAHASA SUNDA 2015

SOAL UKG BAHASA SUNDA 2015 SOAL UKG BAHASA SUNDA 2015 Jenjang Sekolah Mata Pelajaran : SD/MI, SMP/MTS, SMA/SMK/MA/MAK : Bahasa dan Sastra Sunda Kompetensi Utama (KU) Pedagogik Kompetensi Inti (KI) 1. Menguasai karakteristik peserta

Lebih terperinci

KISI-KISI SOAL UKG 2015 BAHASA ARAB

KISI-KISI SOAL UKG 2015 BAHASA ARAB KISI-KISI SOAL UKG 2015 BAHASA ARAB KOMPETENSI UTAMA KOMPETENSI INTI (KI) KOMPETENSI GURU MAPEL (KG) INDIKATOR PENCAPAIAN KOMPETENSI PEDAGOGIS Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral,

Lebih terperinci

KISI- KISI SOAL UJI KOMPETENSI GURU (UKG)

KISI- KISI SOAL UJI KOMPETENSI GURU (UKG) MATA PELAJARAN : PENDIDIKAN JASMANI, OLAHRAGA, DAN KESEHATAN JENJANG PENDIDIKAN : SEKOLAH DASAR KISI- KISI SOAL UJI KOMPETENSI GURU (UKG) Profesional Inti Guru Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola

Lebih terperinci

Sasaran dan. Pengembangan Sikap Profesional. Kompetensi Dasar

Sasaran dan. Pengembangan Sikap Profesional. Kompetensi Dasar Sasaran dan Pengembangan Sikap Kompetensi Dasar Mahasiswa mampu memahami Sasaran dan Pengembangan Sikap Indikator: Pengertian Sikap Guru Pengertian Kinerja Guru Sasaran Sikap Guru Pengembangan Sikap Kinerja

Lebih terperinci

KISI-KISI SOAL UJI KOMPETENSI AWAL SERTIFIKASI GURU TAHUN Kompetensi Guru Mata Pelajaran (Kompetensi Dasar)

KISI-KISI SOAL UJI KOMPETENSI AWAL SERTIFIKASI GURU TAHUN Kompetensi Guru Mata Pelajaran (Kompetensi Dasar) KISI-KISI SOAL UJI KOMPETENSI AWAL SERTIFIKASI GURU TAHUN 2012 Mata Pelajaran Jenjang : TEKNIK KIMIA : SMA/MA SMK/MAK KOMPETENSI PEDAGOGIK PAKET A No. 1. Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek

Lebih terperinci

KISI-KISI MATERI PLPG MATA PELAJARAN MATEMATIKA

KISI-KISI MATERI PLPG MATA PELAJARAN MATEMATIKA KISI-KISI MATERI PLPG MATA PELAJARAN MATEMATIKA Standar Kompetensi Guru (SKG) 1.1 Memahami karakteristik Menguasai karakteristik peserta didik yang berkaitan peserta didik dari aspek dengan aspek fisik,

Lebih terperinci

KISI-KISI MATERI PLPG MATA PELAJARAN AGRIBISNIS ANEKA TERNAK. Standar Kompetensi Guru (SKG) Kompetensi Guru Mata Pelajaran (KD)

KISI-KISI MATERI PLPG MATA PELAJARAN AGRIBISNIS ANEKA TERNAK. Standar Kompetensi Guru (SKG) Kompetensi Guru Mata Pelajaran (KD) KISI-KISI MATERI PLPG MATA PELAJARAN AGRIBISNIS ANEKA TERNAK Inti Guru Standar Guru (SKG) 1 Pedagogik 1. Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial, kultural, emosional,

Lebih terperinci

FORMAT PENGEMBANGAN STANDAR KOMPETENSI GURU PPPPTK SENI DAN BUDAYA YOGYAKARTA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN 1.1 Memahami

FORMAT PENGEMBANGAN STANDAR KOMPETENSI GURU PPPPTK SENI DAN BUDAYA YOGYAKARTA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN 1.1 Memahami FORMAT PENGEMBANGAN STANDAR KOMPETENSI GURU PPPPTK SENI DAN BUDAYA YOGYAKARTA 2015 1. MATA PELAJARAN : SENI BUDAYA 2. ASPEK : SENI TARI NO KOMPETENSI UTAMA KOMPETENSI INTI 1 Pedagogik 1. Menguasai karakteristik

Lebih terperinci

KISI-KISI SOAL UJI KOMPETENSI AWAL SERTIFIKASI GURU TAHUN Kompetensi Guru Mata Pelajaran (Kompetnsi Dasar)

KISI-KISI SOAL UJI KOMPETENSI AWAL SERTIFIKASI GURU TAHUN Kompetensi Guru Mata Pelajaran (Kompetnsi Dasar) KISIKISI SOAL UJI KOMPETENSI AWAL SERTIFIKASI GURU TAHUN 2012 MATA PELAJARAN JENJANG : SENI BUDAYA : SMP/SMA/SMK MTS/MA/MAK Kompetensi Inti Guru (Standar 1. Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek

Lebih terperinci

MATA PELAJARAN TARI (SMK) Standar Kompetensi Guru KD

MATA PELAJARAN TARI (SMK) Standar Kompetensi Guru KD KISI-KISI UJIAN KOMPETENSI AWAL (UKA) GURU MATA PELAJARAN TARI (SMK) Kompetensi Utama Standar Kompetensi Guru Kompetensi Inti Kompet. Guru Mapel KD Indikator Esensial Kompetensi pedagogik 1. Menguasai

Lebih terperinci

KISI PEDAGOGIS KOMPETENSI GURU MATA PELAJARAN/KELAS/ KEAHLIAN/BK. spiritual, dan latar belakang sosial-budaya

KISI PEDAGOGIS KOMPETENSI GURU MATA PELAJARAN/KELAS/ KEAHLIAN/BK. spiritual, dan latar belakang sosial-budaya No Kompetensi Utama STANDAR KOMPETENSI GURU KOMPETENSI INTI GURU KOMPETENSI GURU MATA PELAJARAN/KELAS/ KEAHLIAN/BK 1. Menguasai karakteristik peserta 1.1. Memahami karakteristik peserta didik dari aspek

Lebih terperinci

MODUL BAHAN AJAR PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PROFESI GURU (PLPG) KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA TAHUN

MODUL BAHAN AJAR PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PROFESI GURU (PLPG) KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA TAHUN KEMENTERIAN AGAMA RI Jln. Lapangan Banteng Barat No. 3-4 Telp. (021) 3812344, 3811642, 3811654 Pes.331 Fax: 34833981 JAKARTA Website: diktis.kemenag.go.id QUR AN HADITS MODUL BAHAN AJAR PENDIDIKAN DAN

Lebih terperinci

KOMPETENSI GURU MAPEL/PAKET KEAHLIAN (KG)

KOMPETENSI GURU MAPEL/PAKET KEAHLIAN (KG) KOMPETENSI UTAMA KOMPETENSI INTI GURU SD/SMP/SMA/SMK (KI) KOMPETENSI GURU MAPEL/PAKET KEAHLIAN (KG) INDIKATOR PENCAPAIAN KOMPETENSI (IPK) PEDAGOGIK Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik,

Lebih terperinci

KISI-KISI MATERI PLPG MATA PELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI, OLAHRAGA, DAN KESEHATAN

KISI-KISI MATERI PLPG MATA PELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI, OLAHRAGA, DAN KESEHATAN KISI-KISI MATERI PLPG PENDIDIKAN JASMANI, OLAHRAGA, DAN KESEHATAN STANDAR GURU No Kompetensi Utama INTI GURU GURU MATA PELAJARAN INDIKATOR PENCAPAIAN 1 Pedagogik 1. Menguasai karakteristik peserta didik

Lebih terperinci

STANDAR KOMPETENSI GURU Indikator Esensial/ Indikator Pencapaian Kompetensi (IPK) KOMPETENSI INTI GURU

STANDAR KOMPETENSI GURU Indikator Esensial/ Indikator Pencapaian Kompetensi (IPK) KOMPETENSI INTI GURU No Kompetensi Utama STANDAR KOMPETENSI GURU Indikator Esensial/ Indikator Pencapaian Kompetensi (IPK) KOMPETENSI INTI GURU KOMPETENSI GURU MATA PELAJARAN a b c d e 1 PEDAGOGIK 1. Menguasai karakteristik

Lebih terperinci

KISI- KISI UJI KOMPETENSI GURU (UKG) Kompetensi Guru Mata pelajaran (Kompetensi Dasar)

KISI- KISI UJI KOMPETENSI GURU (UKG) Kompetensi Guru Mata pelajaran (Kompetensi Dasar) KISI- KISI UJI KOMPETENSI GURU (UKG) MAPEL/KOMPETENSI KEAHLIAN : KEWIRAUSAHAAN JENJANG : SMK Pedagogik 1. Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik,moral, spiritual, sosial, kultural, emosional,

Lebih terperinci

KISI-KISI SOAL UJI KOMPETENSI GURU GURU TAHUN Kompetensi Guru Mata Pelajaran (Kompetnsi Dasar)

KISI-KISI SOAL UJI KOMPETENSI GURU GURU TAHUN Kompetensi Guru Mata Pelajaran (Kompetnsi Dasar) KISIKISI SOAL UJI KOMPETENSI GURU GURU TAHUN 2012 MATA PELAJARAN JENJANG : SENI BUDAYA : SMP/SMA/SMK MTS/MA/MAK Kompetensi Inti Guru (Standar 1. Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik,

Lebih terperinci

KISI KISI TIK. SI/SK Kompetensi Guru Mapel KD Indikator

KISI KISI TIK. SI/SK Kompetensi Guru Mapel KD Indikator KISI KISI TIK Standar Kompetensi Kompetensi Utama SI/SK Kompetensi Guru Mapel KD Indikator Esensial PEDAGOGIK 1. Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik,moral, spiritual, sosial, kultural,emosional,

Lebih terperinci

KISI-KISI MATERI PLPG MATA PELAJARAN BAHASA MANDARIN

KISI-KISI MATERI PLPG MATA PELAJARAN BAHASA MANDARIN KISI-KISI MATERI PLPG MATA PELAJARAN BAHASA MANDARIN No Standar Guru (SKG) Utama Inti Guru (KI) Guru Mata 1 Pedagogik Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial, kultural,

Lebih terperinci

KISI-KISI MATERI PLPG MATA PELAJARAN DESAIN INTERIOR

KISI-KISI MATERI PLPG MATA PELAJARAN DESAIN INTERIOR KISI-KISI MATERI PLPG MATA PELAJARAN DESAIN INTERIOR Standar Guru (SKG) Guru Mata Indikator Pencapaian I Pedagogik 1. Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial, kultural,

Lebih terperinci

KISI- KISI UJI KOMPETENSI GURU (UKG)

KISI- KISI UJI KOMPETENSI GURU (UKG) KISI- KISI UJI KOMPETENSI GURU (UKG) MATA PELAJARAN JENJANG PENDIDIKAN : BIOLOGI : SMK Standar Guru Standar Isi Indikator Esensial Inti Guru Mapel Standar Pedagodik 1. Menguasai karakteristik peserta didik

Lebih terperinci

SALINAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2017 TENTANG STANDAR PENDIDIKAN GURU

SALINAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2017 TENTANG STANDAR PENDIDIKAN GURU SALINAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2017 TENTANG STANDAR PENDIDIKAN GURU A. Rumusan Capaian Pembelajaran Lulusan Program Sarjana

Lebih terperinci

No. KOMPETENSI INTI GURU KOMPETENSI GURU TK/ PAUD Kompetensi Pedagodik

No. KOMPETENSI INTI GURU KOMPETENSI GURU TK/ PAUD Kompetensi Pedagodik STANDAR KOMPETENSI GURU PAUD/TK/RA No. KOMPETENSI INTI GURU KOMPETENSI GURU TK/ PAUD Kompetensi Pedagodik Menguasai karakteristik peserta 1. Memahami karakteristik peserta didik usia didik dari aspek fisik,

Lebih terperinci

KISI-KISI MATERI PLPG MATA PELAJARAN PEKERJAAN SOSIAL

KISI-KISI MATERI PLPG MATA PELAJARAN PEKERJAAN SOSIAL KISI-KISI MATERI PLPG MATA PELAJARAN PEKERJAAN SOSIAL No 1 Pedagogik 1. Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, piritual,, kultural, emosional, dan intelektual Standar Guru 1.1 Mengidentifikasi

Lebih terperinci

KISI KISI SOAL UKG 2015 PAKET KEAHLIAN PENYULUHAN PERTANIAN STANDAR KOMPETENSI GURU

KISI KISI SOAL UKG 2015 PAKET KEAHLIAN PENYULUHAN PERTANIAN STANDAR KOMPETENSI GURU KISI KISI SOAL UKG 2015 PAKET KEAHLIAN PENYULUHAN PERTANIAN STANDAR KOMPETENSI GURU 1 PEDAGOGIK 1. Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial, kultural, emosional,

Lebih terperinci

2 Menetapkan : Negara Republik Indonesia Nomor 4496) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas P

2 Menetapkan : Negara Republik Indonesia Nomor 4496) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas P BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1314, 2014 KEMENDIKBUD. Instruktur. Kursus Dan Pelatihan. Kompetensi. Kualifikasi. Standar. PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN

Lebih terperinci

STANDAR KOMPETENSI GURU KOMPETENSI GURU MATA PELAJARAN/KELAS/KEAHLIAN/BK. a b c d e 1

STANDAR KOMPETENSI GURU KOMPETENSI GURU MATA PELAJARAN/KELAS/KEAHLIAN/BK. a b c d e 1 KISI-KISI UKG MAPEL SOSIOLOGI PROFESIONAL 2015 No Kompetensi Utama KOMPETENSI INTI GURU STANDAR KOMPETENSI GURU KOMPETENSI GURU MATA PELAJARAN/KELAS/KEAHLIAN/BK Indikator Esensial/ Indikator Pencapaian

Lebih terperinci

KISI-KISI SOAL UKG TAHUN 2015 PENDIDIKAN JASMANI, OLAHRAGA, DAN KESEHATAN Jenjang SMA

KISI-KISI SOAL UKG TAHUN 2015 PENDIDIKAN JASMANI, OLAHRAGA, DAN KESEHATAN Jenjang SMA KISI-KISI SOAL UKG TAHUN 2015 PENDIDIKAN JASMANI, OLAHRAGA, DAN KESEHATAN Jenjang SMA STANDAR GURU GURU MATA 1. Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial, kultural,emo

Lebih terperinci

KISI-KISI SOAL KOMPETENSI PROFESIONAL BIDANG STUDI BAHASA INDONESIA

KISI-KISI SOAL KOMPETENSI PROFESIONAL BIDANG STUDI BAHASA INDONESIA KISI-KISI SOAL KOMPETENSI PROFESIONAL BIDANG STUDI BAHASA INDONESIA Kompetensi Utama Pedagogik St. Inti/SK Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial, kultural, emosional,

Lebih terperinci

KISI UJI KOMPETENSI 2013 MATA PELAJARAN BAHASA INGGRIS

KISI UJI KOMPETENSI 2013 MATA PELAJARAN BAHASA INGGRIS KISI UJI KOMPETENSI 2013 MATA PELAJARAN BAHASA INGGRIS Kompetensi Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial, kultural, emosional, dan intelektual. Menguasai karakteristik

Lebih terperinci

KISI PEDAGOGIS KOMPETENSI GURU MATA PELAJARAN/KELAS/ KEAHLIAN/BK. spiritual, dan latar belakang sosial-budaya

KISI PEDAGOGIS KOMPETENSI GURU MATA PELAJARAN/KELAS/ KEAHLIAN/BK. spiritual, dan latar belakang sosial-budaya No Kompetensi Utama STANDAR KOMPETENSI GURU KOMPETENSI INTI GURU KOMPETENSI GURU MATA PELAJARAN/KELAS/ KEAHLIAN/BK 1. Menguasai karakteristik peserta 1.1. Memahami karakteristik peserta didik dari aspek

Lebih terperinci

Standar Kompetensi Guru (SKG) Indikator Pencapaian Kompetensi (IPK) a b C D E 1 Pedagogik 1. Menguasai. diampu.

Standar Kompetensi Guru (SKG) Indikator Pencapaian Kompetensi (IPK) a b C D E 1 Pedagogik 1. Menguasai. diampu. No Kompetensi Utama KISI-KISI UJIAN TULIS NASIONAL 2016 Standar Kompetensi Guru (SKG) Kompetensi Inti Guru (KI) Pelajaran (KD) a b C D E 1 Pedagogik 1. Menguasai Menguraikan potensi karakteristik peserta

Lebih terperinci

Mata Pelajaran : Seni Tari (Paket 1) Jenjang Pendidikan : SMK

Mata Pelajaran : Seni Tari (Paket 1) Jenjang Pendidikan : SMK Mata Pelajaran : (Paket 1) Jenjang Pendidikan : SMK Guru Inti Guru Mapel/Guru Kelas Pedagogik 1. Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial, kultural, emosional, dan

Lebih terperinci

KISI-KISI MATERI PLPG MATA PELAJARAN USAHA PERJALANAN WISATA

KISI-KISI MATERI PLPG MATA PELAJARAN USAHA PERJALANAN WISATA KISI-KISI MATERI PLPG MATA PELAJARAN USAHA PERJALANAN WISATA i Inti Guru (KI) Standar i Guru (SKG) i Guru Mata i (IPK) 1 Pedagogik Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual,

Lebih terperinci

KISI-KISI MATERI PLPG MATA PELAJARAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT. Standar Kompetensi Guru (SKG)

KISI-KISI MATERI PLPG MATA PELAJARAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT. Standar Kompetensi Guru (SKG) No Kompetensi Utama KISI-KISI MATERI PLPG MATA PELAJARAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT Kompetensi Inti Guru (KI) Standar Kompetensi Guru (SKG) Kompetensi Guru Mata Pelajaran (KD) Indikator Pencapaian Kompetensi

Lebih terperinci

KISI-KISI MATERI PLPG MATA PELAJARAN BIOLOGI

KISI-KISI MATERI PLPG MATA PELAJARAN BIOLOGI 1 KISI-KISI MATERI PLPG MATA PELAJARAN BIOLOGI Standar Guru (SKG Inti Guru Mata 1 Pedagogi 1. Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial, kultural, emosional, dan

Lebih terperinci

PENYULUHAN PERTANIAN (613)

PENYULUHAN PERTANIAN (613) PENYULUHAN PERTANIAN (613) JENJANG PENDIDIKAN : SMK Pedagogik Inti 1. Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, sosial, kultural, emosional dan intelektual Isi Guru 1.1. Memahami karakteristik

Lebih terperinci

KISI-KISI SOAL UKG TAHUN 2015 PENDIDIKAN JASMANI, OLAHRAGA, DAN KESEHATAN JENJANG SD

KISI-KISI SOAL UKG TAHUN 2015 PENDIDIKAN JASMANI, OLAHRAGA, DAN KESEHATAN JENJANG SD KISI-KISI SOAL UKG TAHUN 2015 PENDIDIKAN JASMANI, OLAHRAGA, DAN KESEHATAN JENJANG SD STANDAR KOMPETENSI GURU KOMPETENSI KOMPETENSI GURU Indikator Esensial/ INTI GURU MATA PELAJARAN/ Indikator Pencapaian

Lebih terperinci

KISI-KISI MATERI PLPG MATA PELAJARAN SOSIOLOGI STANDAR KOMPETENSI GURU KOMPETENSI INTI GURU KOMPETENSI GURU MATA PELAJARAN

KISI-KISI MATERI PLPG MATA PELAJARAN SOSIOLOGI STANDAR KOMPETENSI GURU KOMPETENSI INTI GURU KOMPETENSI GURU MATA PELAJARAN KISI-KISI MATERI PLPG SOSIOLOGI NO STANDAR GURU INTI GURU GURU 1 PEDAGOGIK 1. Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial, kultural, emosional, dan intelektual. 1.1

Lebih terperinci

KISI- KISI SOAL UJI KOMPETENSI GURU MATA PELAJARAN. Kompetensi Guru Mapel (Kompetensi Dasar) Kompetensi Inti Guru (Standar Kompetensi)

KISI- KISI SOAL UJI KOMPETENSI GURU MATA PELAJARAN. Kompetensi Guru Mapel (Kompetensi Dasar) Kompetensi Inti Guru (Standar Kompetensi) MATA PELAJARAN JENJANG : IPA : SMK KISI- KISI SOAL UJI KOMPETENSI GURU Kompetensi Pedagogik Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial, kultural, emosional, dan intelektual.

Lebih terperinci

SERI MATERI PEMBEKALAN PENGAJARAN MIKRO 2015 PUSAT PENGEMBANGAN PPL & PKL STANDAR KOMPETENSI GURU KURIKULUM 2006 (KTSP)

SERI MATERI PEMBEKALAN PENGAJARAN MIKRO 2015 PUSAT PENGEMBANGAN PPL & PKL STANDAR KOMPETENSI GURU KURIKULUM 2006 (KTSP) SERI MATERI PEMBEKALAN PENGAJARAN MIKRO 2015 PUSAT PENGEMBANGAN PPL & PKL STANDAR KOMPETENSI GURU KURIKULUM 2006 (KTSP) UU No. 14/2005 (UUGD) Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan

Lebih terperinci

KISI UJI KOMPETENSI 2015 MATA PELAJARAN BAHASA INGGRIS

KISI UJI KOMPETENSI 2015 MATA PELAJARAN BAHASA INGGRIS KISI UJI KOMPETENSI 2015 MATA PELAJARAN BAHASA INGGRIS Inti Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial, kultural, emosional, dan intelektual. Menguasai karakteristik

Lebih terperinci

PSG Rayon 1 24 Universitas Negeri Makassar. Penulis:

PSG Rayon 1 24 Universitas Negeri Makassar. Penulis: Penulis: Ade Dwi Utami, M.Pd Azizah Muis, M.Pd Dr. Hapidin, M.Pd Dra. Nurbiana Dhieni, M.Psi Dr. Sofia Hartati, M.Si Sri Indah Pujiastuti, M.Pd Dra. Winda Gunarti Dra. Sri Wulan, M.Si Dr. Asep Supena,

Lebih terperinci

KISI KISI PENDIDIKAN JASMANI DAN KESEHATAN

KISI KISI PENDIDIKAN JASMANI DAN KESEHATAN Kompetensi Utama St. Inti/SK Standar Kompetensi Guru Kompet. Guru Mapel KD Indikator Esensial Pedagogik 1. Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial, kultural,emosional,

Lebih terperinci

STANDAR KUALIFIKASI AKADEMIK DAN KOMPETENSI INSTRUKTUR

STANDAR KUALIFIKASI AKADEMIK DAN KOMPETENSI INSTRUKTUR SALINAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN NOMOR 90 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR KUALIFIKASI DAN KOMPETENSI INSTRUKTUR PADA KURSUS DAN PELATIHAN STANDAR KUALIFIKASI AKADEMIK DAN KOMPETENSI

Lebih terperinci

KISI-KISI MATERI PLPG MATA PELAJARAN AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HOLTIKULTURA

KISI-KISI MATERI PLPG MATA PELAJARAN AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HOLTIKULTURA KISI-KISI MATERI PLPG MATA PELAJARAN AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HOLTIKULTURA No. Inti Guru Guru Mata Pelajaran Indikator Pencapaian 1. Pedagogik Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik,

Lebih terperinci

KISI-KISI MATERI PLPG MATA PELAJARAN DESIAN PRODUKSI KRIA KAYU

KISI-KISI MATERI PLPG MATA PELAJARAN DESIAN PRODUKSI KRIA KAYU KISI-KISI MATERI PLPG MATA PELAJARAN DESIAN PRODUKSI KRIA KAYU No Inti Guru (KI) Standar Guru (SKG) Guru Mata (IPK) Pedagogik 1. Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, sosial, kultural,

Lebih terperinci

KISI-KISI MATERI PLPG MATA PELAJARAN DESAIN PRODUKSI KRIA KULIT. Standart Kompetensi Guru (SKG) Kompetensi

KISI-KISI MATERI PLPG MATA PELAJARAN DESAIN PRODUKSI KRIA KULIT. Standart Kompetensi Guru (SKG) Kompetensi KISI-KISI MATERI PLPG MATA PELAJARAN DESAIN PRODUKSI KRIA KULIT No Utama Inti Guru (KI) (IPK) 1 Pedagogik Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial, kultural, emosional,

Lebih terperinci

KISI-KISI MATERI PLPG MATA PELAJARAN PEMASARAN

KISI-KISI MATERI PLPG MATA PELAJARAN PEMASARAN KISI-KISI MATERI PLPG MATA PELAJARAN PEMASARAN Standar Kompetensi Guru (SKG) 1 Pedagogik 1. Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial, kultural, emosional, dan intelektual.

Lebih terperinci

KISI PEDAGOGIS KOMPETENSI GURU MATA PELAJARAN/KELAS/ KEAHLIAN/BK. spiritual, dan latar belakang sosial-budaya

KISI PEDAGOGIS KOMPETENSI GURU MATA PELAJARAN/KELAS/ KEAHLIAN/BK. spiritual, dan latar belakang sosial-budaya No Kompetensi Utama STANDAR KOMPETENSI GURU KOMPETENSI INTI GURU KOMPETENSI GURU MATA PELAJARAN/KELAS/ KEAHLIAN/BK 1. Menguasai karakteristik peserta 1.1. Memahami karakteristik peserta didik dari aspek

Lebih terperinci

DEVELOPPING OF TEACHERS HP

DEVELOPPING OF TEACHERS HP DEVELOPPING OF TEACHERS PROFESSIONALLITY By R. Gunawan S. Drs., S.E., M.M. M HP 08127922967 Tujuan Pembelajaran 1. Mengetahui pengertian guru, profesional, kualifikasi akademik, kompetensi, dan sertifikasi

Lebih terperinci

KISI-KISI MATERI PLPG MATA PELAJARAN TEKNIK REHABILITASI DAN REKLMASI HUTAN STANDAR KOMPETENSI GURU (SKG) NO

KISI-KISI MATERI PLPG MATA PELAJARAN TEKNIK REHABILITASI DAN REKLMASI HUTAN STANDAR KOMPETENSI GURU (SKG) NO KISI-KISI MATERI PLPG MATA PELAJARAN TEKNIK REHABILITASI DAN REKLMASI HUTAN KOMPETENSI 1. Pedagogik Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual, Memahami karakteristik peserta

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2008 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2008 TENTANG STANDAR KUALIFIKASI AKADEMIK DAN KOMPETENSI GURU PENDIDIKAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

Standard Guru Penjas Nasional (Rumusan BSNP)

Standard Guru Penjas Nasional (Rumusan BSNP) Standar Guru Penjas Standard Guru Penjas Nasional (Rumusan BSNP) 1. Kompetensi Pedagogik 2. Kompetensi Kepribadian 3. Kompetensi Sosial 4. Kompetensi Profesional Kompetensi Pedagogik Menguasai karakteristik

Lebih terperinci

MATA PELAJARAN : BAHASA DAERAH JENJANG PENDIDIKAN : SMP/M Ts/SMA/SMK/MA

MATA PELAJARAN : BAHASA DAERAH JENJANG PENDIDIKAN : SMP/M Ts/SMA/SMK/MA MATA PELAJARAN : BAHASA DAERAH JENJANG PENDIDIKAN : SMP/M Ts/SMA/SMK/MA Kompetensi Paedagogi Menguasai karakteristik aspek fisik, moral, spiritual, sosial, kultural, emosional, dan intelektual Memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikannya. Dalam pengembangan pendidikan di Indonesia pihak

BAB I PENDAHULUAN. pendidikannya. Dalam pengembangan pendidikan di Indonesia pihak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Majunya suatu negara ditentukan oleh peran pendidikan yang dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam negara tersebut. Begitu pula negara indonesia

Lebih terperinci

KISI-KISI SOAL UKG TAHUN 2015 PENDIDIKAN JASMANI, OLAHRAGA, DAN KESEHATAN Jenjang SD

KISI-KISI SOAL UKG TAHUN 2015 PENDIDIKAN JASMANI, OLAHRAGA, DAN KESEHATAN Jenjang SD KISI-KISI SOAL UKG TAHUN 2015 PENDIDIKAN JASMANI, OLAHRAGA, DAN KESEHATAN Jenjang SD STANDAR KOMPETENSI GURU KOMPETENSI INTI GURU 1. Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual,

Lebih terperinci

KISI PEDAGOGIS KOMPETENSI GURU MATA PELAJARAN/KELAS/ KEAHLIAN/BK. spiritual, dan latar belakang sosial-budaya

KISI PEDAGOGIS KOMPETENSI GURU MATA PELAJARAN/KELAS/ KEAHLIAN/BK. spiritual, dan latar belakang sosial-budaya No Kompetensi Utama STANDAR KOMPETENSI GURU KOMPETENSI INTI GURU KOMPETENSI GURU MATA PELAJARAN/KELAS/ KEAHLIAN/BK 1. Menguasai karakteristik peserta 1.1. Memahami karakteristik peserta didik dari aspek

Lebih terperinci

KISI-KISI SOAL UJI KOMPETENSI AWAL SERTIFIKASI GURU TAHUN 2012

KISI-KISI SOAL UJI KOMPETENSI AWAL SERTIFIKASI GURU TAHUN 2012 KISI-KISI SOAL UJI KOMPETENSI AWAL SERTIFIKASI GURU TAHUN 2012 Mata Pelajaran Jenjang : Teknik Perminyakan : SMA/SMK MA/MAK No KOMPETENSI INTI GURU KOMPETENSI GURU MATA PELAJARAN INDIKATOR ESENSIAL 1.

Lebih terperinci

KISI-KISI SOAL UJI KOMPETENSI GURU TAHUN 2011

KISI-KISI SOAL UJI KOMPETENSI GURU TAHUN 2011 KISI-KISI SOAL UJI KOMPETENSI GURU TAHUN 2011 Materi Pokok Kompetensi Guru : Penjaskes : Pedagogik dan Profesional STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR INDIKATOR ESENSIAL 1. Menguasai karakteristik peserta

Lebih terperinci

KOMPETENSI GURU MAPEL/PAKET KEAHLIAN (KG)

KOMPETENSI GURU MAPEL/PAKET KEAHLIAN (KG) KOMPETENSI UTAMA KOMPETENSI INTI GURU SD/SMP/SMA/SMK (KI) KOMPETENSI GURU MAPEL/PAKET KEAHLIAN (KG) INDIKATOR PENCAPAIAN KOMPETENSI (IPK) PEDAGOGIK Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian peranan menurut Soejono Soekanto (2002;234) adalah sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian peranan menurut Soejono Soekanto (2002;234) adalah sebagai berikut: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Peranan Pengertian peranan menurut Soejono Soekanto (2002;234) adalah sebagai berikut: Peranan merupakan aspek dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan

Lebih terperinci

KISI-KISI MATERI PLPG MATA PELAJARAN ALAT MESIN PERTANIAN

KISI-KISI MATERI PLPG MATA PELAJARAN ALAT MESIN PERTANIAN KISI-KISI MATERI PLPG MATA PELAJARAN ALAT MESIN PERTANIAN No 1. PEDAGOGIK Inti Guru 1. Pedagogik 1. Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial, kultural, emosional,

Lebih terperinci

KISI KISI UKG 2015 MATA PELAJARAN FISIKA. Kompetensi Standar Kompetensi Guru

KISI KISI UKG 2015 MATA PELAJARAN FISIKA. Kompetensi Standar Kompetensi Guru KISI KISI UKG 2015 MATA PELAJARAN FISIKA Kompetensi Standar Kompetensi Guru Indikator Esensial/ No Utama Kompetensi Inti Kompetensi Guru Mapel Indikator Pencapaian Kompetensi (IPK) a b c d e 1 Kompetensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Yuniyarti, 2014 Pengaruh Pengelolaan Kelas terhadap Prestasi Belajar Siswa

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian  Yuniyarti, 2014 Pengaruh Pengelolaan Kelas terhadap Prestasi Belajar Siswa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia dan pendidikan tidak dapat dipisahkan, sebab pendidikan menjadi kunci masa depan manusia yang dibekali akal dan pikiran. Pendidikan memiliki peranan

Lebih terperinci

KISI KISI UKG INTERIOR KAPAL STANDAR KOMPETENSI GURU KOMPETENSI GURU MATA PELAJARAN KEAHLIAN

KISI KISI UKG INTERIOR KAPAL STANDAR KOMPETENSI GURU KOMPETENSI GURU MATA PELAJARAN KEAHLIAN No Kompetensi Utama KOMPETENSI INTI GURU KISI KISI UKG INTERIOR KAPAL STANDAR KOMPETENSI GURU KOMPETENSI GURU MATA PELAJARAN KEAHLIAN Indikator Esensial/ Indikator Pencapaian Kompetensi (IPK) a b c d e

Lebih terperinci

KIS- KISI UJI KOMPETENSI GURU ( UKG) Kompetensi Guru Mapel/Guru Kelas Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

KIS- KISI UJI KOMPETENSI GURU ( UKG) Kompetensi Guru Mapel/Guru Kelas Standar Kompetensi Kompetensi Dasar KIS- KISI UJI KOMPETENSI GURU ( UKG) MATA PELAJARAN : BAHASA INGGRIS JENJANG PENDIDIKAN : SEKOLAH DASAR Kompetensi 1. Pedagogik 1. Menguasai karakteristik peserta 1.1. Memahami karakteristik didik dari

Lebih terperinci

STANDAR KOMPETENSI GURU KOMPETENSI GURU MATA KOMPETENSI INTI GURU PELAJARAN a b c d e

STANDAR KOMPETENSI GURU KOMPETENSI GURU MATA KOMPETENSI INTI GURU PELAJARAN a b c d e KISI KISI PROFESIONAL UKG 2015 - PAKET KEAHLIAN KELISTRIKAN PERKAPALAN Kompetensi STANDAR KOMPETENSI GURU No Utama KOMPETENSI GURU MATA KOMPETENSI INTI GURU PELAJARAN a b c d e 1 Profesional 1. Menguasai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah baik yang diselenggarakan pemerintah maupun masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah baik yang diselenggarakan pemerintah maupun masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan nasional yang diatur secara sistematis. Pendidikan nasional berfungsi

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan nasional yang diatur secara sistematis. Pendidikan nasional berfungsi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia merupakan suatu sistem pendidikan nasional yang diatur secara sistematis. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan

Lebih terperinci

KISI-KISI MATERI PLPG MATA PELAJARAN TEKNIK PENGELASAN

KISI-KISI MATERI PLPG MATA PELAJARAN TEKNIK PENGELASAN KISI-KISI MATERI PLPG MATA PELAJARAN TEKNIK PENGELASAN Standar Guru (SKG) Inti Guru (KI) Guru Mata Pelajaran 1 Pedagogik 1. Menguasai didik dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial, kultural, emosional,

Lebih terperinci