PERBANDINGAN ANTARA LEGUMINOSA Stylosanthes guianensis DAN Stylosanthes scabra TERHADAP CEKAMAN KEKERINGAN DAN PEMBERIAN HIDROGEN PEROKSIDA (H 2 O 2 )

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERBANDINGAN ANTARA LEGUMINOSA Stylosanthes guianensis DAN Stylosanthes scabra TERHADAP CEKAMAN KEKERINGAN DAN PEMBERIAN HIDROGEN PEROKSIDA (H 2 O 2 )"

Transkripsi

1 PERBANDINGAN ANTARA LEGUMINOSA Stylosanthes guianensis DAN Stylosanthes scabra TERHADAP CEKAMAN KEKERINGAN DAN PEMBERIAN HIDROGEN PEROKSIDA (H 2 O 2 ) SKRIPSI SRI SUMARYANI DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 i

2 RINGKASAN SRI SUMARYANI. D Perbandingan antara Leguminosa Stylosanthes guianensis dan Stylosanthes scabra terhadap Cekaman Kekeringan dan Pemberian Hidrogen Peroksida (H 2 O 2 ). Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Dr. Ir. Panca Dewi M.H.K., M. S. Pembimbing Anggota : Ir. Widya Hermana, M. Si. Pakan merupakan faktor utama dalam peternakan yang mempengaruhi produksi peternakan. Apabila ternak kekurangan pakan maka produksi ternak akan menurun dan kualitas hasil produksi juga akan menurun. Salah satu pakan yang sangat dibutuhkan oleh peternak adalah hijauan dan hijauan dapat mengalami penurunan produksi yang dapat disebabkan oleh cekaman kekeringan. Tidak semua tanaman tidak dapat hidup karena cekaman kekeringan, salah satu tanaman yang dapat mentolerir cekaman kekeringan adalah leguminosa Stylosanthes. Penelitian ini menggunakan S. guianensis dan S. scabra. Penelitian ini juga menggunakan H 2 O 2 dimana H 2 O 2 merupakan bahan yang dapat membuat tanaman mengalami cekaman kekeringan. H 2 O 2 digunakan pada penelitian ini karena cuaca sekitar tempat penelitian tidak menentu sehingga penelitian ini menggunakan H 2 O 2 yang dapat menggantikan cekaman kekeringan selain cekaman kekeringan dari air. Penelitian ini menggunakan 3 perlakuan dan 4 ulangan, dengan perlakuan: M 0 : Kontrol (disiram setiap hari dan tidak diberikan H 2 O 2 ); M 1 : stres kekeringan tunggal (tidak diberikan H 2 O 2 dan tidak disiram setiap hari); M 2 : stres kekeringan ganda (diberikan H 2 O 2 dan tidak disiram setiap hari). Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap dan dilakukan Uji Jarak Duncan (Steel dan Torrie, 1995). Pengambilan data untuk kadar air tanah, rataan pertambahan tinggi, rataan pertambahan jumlah daun trifoliate, dan rataan RWC (Relative Water Content) daun diambil pada hari ke-16 karena pada hari ke-16 leguminosa S. guianensis dipanen pada hari ke-16. Hasil dari penelitian ini bahwa leguminosa S. guianensis tidak tahan akan kekeringan ganda, hal ini karena S. guianensis lebih awal dipanen karena S. guianensis sudah terjadi masa pelayuan permanen. Kadar air tanah, rataan tinggi tanaman, dan rataan bobot kering batang tidak memiliki perbedaan yang nyata antara M 1 dan M 2 pada kedua tanaman, yang terjadi perbedaan yang nyata (P<0,05) adalah antara M 0 dengan M 1 dan M 2. Rataan pertambahan jumlah daun trifoliate pada S. guianensis tidak memiliki perbedaan yang nyata pada semua perlakuan sedangkan untuk S. scabra memiliki perbedaan yang nyata (P<0,05). Rataan RWC pada S. guianensis memiliki perbedaan yang nyata (P<0,05) antara perlakuan M 1 dengan M 2 dengan nilai M 2 yang lebih besar sedangkan pada S. scabra tidak memiliki perbedaan yang nyata. Rataan bobot kering daun pada S. guianensis tidak memiliki perbedaan yang nyata antara M 1 dengan M 2 sedangkan pada S. scabra memiliki perbedaan yang nyata (P<0,05) dengan nilai M 2 lebih besar dibandingkan dengan M 1. Kata-kata kunci : Stylosanthes guianensis, Stylosanthes scabra, stres kekeringan H 2 O 2 ii

3 ABSTRACT Comparison between Leguminose Stylosanthes guianensis and Stylosanthes scabra Toward the Threat of Drought and the Distribution of Hydrogen Peroxide (H 2 O 2 ) S. Sumaryani, P. D. M. H. Karti, and W. Hermana. Feed is the major factor that greatly affects the livestock production animals. One most needed in the livestock feed is forage, where forage consists of grass and legume. Legume also has good amount of nutrition in it. This research used legume Stylosanthes scabra and Stylosanthes guianensis that are drought resistant. This research was given crop drought stress test for Stylosanthes scabra and Stylosanthes guianensis, spraying treatment with H 2 O 2 also given for their. The aim of this research was to determined how resistant Stylosanthes guianensis and Stylosanthes scabra to drought stress with H 2 O 2 spraying. This research used a completely randomized design with three treatment: M 0 = with water and without sprayed H 2 O 2 (control), M 1 = drought stress and without sprayed H 2 O 2 (drought stress), and M 2 = drought stress and sprayed H 2 O 2 (double stress). Parameters observed were the soil moisture content, the average height increament, the average of the number of trifoliate leaves, the average relative water content of leaf, the average dry weight of leaf production, the average dry weight of stem, and the average dry weight of roots. The results of this research showed that M 0 treatment produced the best products and growth sompare with the other treatments and Stylosanthes guianensis had not endured with double stress but for Stylosanthes scabra had endured with double stress. Keywords : Stylosanthes guianensis, Stylosanthes scabra, drought stress, H 2 O 2 iii

4 PERBANDINGAN ANTARA LEGUMINOSA Stylosanthes guianensis DAN Stylosanthes scabra TERHADAP CEKAMAN KEKERINGAN DAN PEMBERIAN HIDROGEN PEROKSIDA (H 2 O 2 ) SRI SUMARYANI D Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 iv

5 Nama NIM Judul : Perbandingan antara Leguminosa Stylosanthes Guianensis dan Stylosanthes Scabra terhadap Cekaman Kekeringan dan Pemberian Hidrogen Peroksida (H 2 O 2 ) : Sri Sumaryani : D Menyetujui, Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota, (Dr. Ir. Panca Dewi M.H.K., M. S) (Ir. Widya Hermana, M.Si.) NIP : NIP : Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan (Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Sc. Agr.) NIP Tanggal Ujian : 10 Agustus 2012 Tanggal Lulus : v

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada 1 Februari 1990 di Bekasi. Penulis merupakan anak keempat dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Sudjono dan Ibu Suryati. Studi pertama Penulis di SDN Pondok Kelapa 1 Bekasi Barat. Setelah lulus, Penulis melanjutkan studinya di Sekolah Menengah Pertama Negeri 139 Jakarta Timur dari tahun 2002 sampai 2005 dan pada tahun 2008 Penulis menyelesaikan studinya di Sekolah Menengah Umum Negeri 71 Jakarta Timur. Penulis diterima di Institit Pertanian Bogor pada tahun 2008 melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Setelah melewati Tingkat Persiapan Bersama selama satu tahun, Penulis masuk di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada tahun Selama menjalankan studinya di IPB, Penulis masuk di Badan Eksekutif Mahasiswa Peternakan (BEM-D). Tahun pertama di BEM-D Penulis menjadi Anggota Biro Kewirausahaan. Penulis juga mengikuti Ekstrakurikuler Teater Kandang, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penulis juga sering mengikuti acara-acara yang dilaksanakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Peternakan sebagai panitia. Bogor, Agustus 2012 Sri Sumaryani D vi

7 KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrohim. Alhamdulillahiraabil alamin. Penulis panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat iman, islam, kesehatan serta karunia-nya kepada Penulis sehingga Penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Shalawat serta salam Penulis curahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan pengikutnya yang senantiasa istiqomah menjalankan sunnahnya. Skripsi yang berjudul Perbandingan antara Leguminosa Stylosanthes guianensis dan Stylosanthes scabra terhadap Cekaman Kekeringan dan Pemberian Hidrogen Peroksida (H 2 O 2 ) merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana peternakan di Fakulas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penulis berharap semoga penulisan skripsi ini dapat memberikan tambahan ilmu bagi para pembaca khususnya yang bergerak dibidang peternakan sehingga akan lebih berpengalaman. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, namun Penulis berharap tulisan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca yang ingin mengetahui tentang hal yang terkait dengan judul skripsi ini. Bogor, Agustus 2012 Penulis vii

8 DAFTAR ISI RINGKASAN... ABSTRACT... LEMBAR PERNYATAAN... LEMBAR PENGESAHAN... RIWAYAT HIDUP... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN Halaman PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Stylosanthes guianensis... 3 Stylosanthes scabra... 4 Hidrogen Peroksida... 5 Peranan Air pada Tanaman... 7 Pengaruh Cekaman Kekeringan pada Tanaman... 8 Relative Water Content... 9 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Bahan Alat Prosedur Larutan Peroksida Pemilihan Jenis Leguminosa Persiapan median Tanam Penanaman Perlakuan Kekeringan Pemeliharaan Pengamatan dan Pengambilan Data Pertumbuhan Pemanenan Rancangan dan Analisis Data Perlakuan ii iii iv v vi vii viii x xi xii viii

9 Rancangan Peubah yang Diamati Jumlah Daun Trifoliate Tinggi Vertikal Kadar Air Tanah Relative Water Content Bobot Kering Akar Bobot Kering Daun Bobot Kering Batang HASIL DAN PEMBAHASAN Respon Tanaman terhadap Cekaman Kekerigan Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan KA Tanah Pengaruh Perlakuan terhadap Laju Pertumbuhan Tinggi Vertikal Tanaman Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Selisih Jumlah Daun Trifoliate Tanaman Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan RWC Daun Tanaman Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Bobot Kering Daun, Batang, dan Akar Pembahasan Umum PENUTUP Kesimpulan Saran UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN ix

10 Nomor DAFTAR TABEL Halaman 1. Pengaruh H 2 O 2 terhadap Kadar Air Tanah, Pertumbuhan, dan Produksi Leguminosa Stylosanthes guianensis pada Hari ke Pengaruh H 2 O 2 terhadap Kadar Air Tanah, Pertumbuhan, dan Produksi Leguminosa Stylosanthes scabra pada Hari ke Pengaruh H 2 O 2 terhadap Pertumbuhan dan Produksi Leguminosa Stylosanthes guianensis Pengaruh H 2 O 2 terhadap Pertumbuhan dan Produksi Leguminosa Stylosanthes scabra x

11 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Leguminosa Stylosanthes guianensis Leguminosa Stylosanthes scabra Stek Batang dalam Baki Tanaman yang Permukaan Tanahnya Ditutup dengan Baki Tanaman Menggugurkan Daun dan Mati xi

12 Nomor DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Perhitungan H 2 O Sidik Ragam Rataan Kadar Air Tanah Stylosanthes guianensis sampai Hari ke Sidik Ragam Rataan Kadar Air Tanah Stylosanthes scabra sampai Hari ke Sidik Ragam Rataan Pertambahan Tinggi Tanaman Stylosanthes guianensis sampai Hari ke Sidik Ragam Rataan Pertambahan Tinggi Tanaman Stylosanthes scabra sampai Hari ke Sidik Ragam Rataan Pertambahan Jumlah Daun Trifoliate Tanaman Stylosanthes guianensis sampai Hari ke Sidik Ragam Rataan Pertambahan Jumlah Daun Trifoliate Tanaman Stylosanthes scabra sampai Hari ke Sidik Ragam Rataan RWC Daun Tanaman Stylosanthes guianensis sampai Hari ke Sidik Ragam Rataan RWC Daun Tanaman Stylosanthes scabra sampai Hari ke Sidik Ragam Rataan Produksi Bobot Kering Daun Tanaman Stylosanthes guianensis Sidik Ragam Rataan Produksi Bobot Kering Daun Tanaman Stylosanthes scabra Sidik Ragam Rataan Produksi Bobot Kering Batang Tanaman Stylosanthes guianensis Sidik Ragam Rataan Produksi Bobot Kering Batang Tanaman Stylosanthes scabra Sidik Ragam Rataan Produksi Bobot Kering Akar Tanaman Stylosanthes guianensis Sidik Ragam Rataan Produksi Bobot Kering Akar Tanaman Stylosanthes scabra xii

13 PENDAHULUAN Latar Belakang Pakan merupakan faktor utama dalam peternakan yang mempengaruhi produksi peternakan. Ruminansia memerlukan pakan hijauan yang dapat dipenuhi dari rumput dan leguminosa. Menurut Rekohadiprodjo (1985) pemberian rumput yang dikombinasikan dengan leguminosa sangat dianjurkan karena leguminosa mempunyai banyak kandungan nutrisi yang lebih tinggi dari rumput seperti kandungan protein kasar yang mencapai 15%-25%. Selain sebagai pakan ternak leguminosa juga dapat berfungsi sebagai tanaman penutup tanah. Pada musim kemarau panjang banyak tanaman yang tidak tahan dengan kekeringan, hal inilah yang membuat tanaman leguminosa sulit untuk tumbuh sehingga pakan ternak tidak tercukupi. Tanaman yang mengalami cekaman kekeringan pertumbuhannya terhambat, karena ketersediaan air dalam tanaman dan tanah mempengaruhi transport hara tanah oleh akar tanaman. Cekaman kekeringan membuat kadar air tanah menurun hal inilah yang menyebabkan tanaman menjadi kering dan terjadilah plasmolisis atau keluarnya air dari sel. Plasmolisis terjadi karena potensial air pada tanah menurun sedangkan potensial pada akar tetap/normal sehingga air dari tanah tidak dapat diserap ke tanaman karena sifat air adalah mengalir dari potensial air yang tinggi ke potensial air yang lebih rendah (Gardber et al., 1991). Penelitian ini menggunakan leguminosa Stylosanthes yang tanaman yang tahan akan kekeringan dan penelitian kali ini menggunakan Stylosanthes guianensis dan Stylosanthes scabra. Stres kekeringan dapat meningkatkan produksi Reactive Oxygen Species (ROS) dalam kompartemen seluler seperti kloroplas, peroksisom, dan mitokondria. Secara umum hal tersebut dapat diterima bahwa pemberian stres lingkungan seperti kekeringan, dingin, panas, atau iradiasi cahaya yang tinggi, menimbulkan konsentrasi ROS yang tinggi seperti superoksida, H 2 O 2, singlet oxygen, dan radikal hidroksil (Bowler et al., 1992; Foyer et al., 1994; Alscher et al., 1997; Shigeoka et al., 2002). Penelitian ini menggunakan H 2 O 2 dimana H 2 O 2 merupakan salah satu cara untuk membuat tanaman menjadi stres atau mensimulasi stres cahaya seperti yang dijabarkan di atas sehingga dengan ini tanaman memiliki stres kekeringan ganda selain stres kekeringan air juga dapat stres dari H 2 O 2.

14 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari ketahanan pada leguminosa S. guianensis dengan S. scabra terhadap perlakuan stres kekeringan air dengan stres kekeringan air ditambah stres kekeringan karena pengaruh penambahan H 2 O 2. 2

15 TINJAUAN PUSTAKA Stylosanthes guianensis Stylosanthes guianensis merupakan tanaman legum perenial, tingginya dapat mencapai 1,2 m. Daunnya trifoliate dengan panjang 0,5-4,5 cm dan lebar 0,2-2 cm, bunganya berwarna kuning sampai orange, benihnya berwarna coklat (bervariasi dari kuning sampai agak kehitaman). Tanaman ini lebih dikenal dengan nama stylosanthes yang digunakan untuk tanaman pakan pada lahan pastura (penggembalaan maupun potongan), sebagai penutup tanah (mencegah erosi) pupuk hijau, dan diolah menjadi hay atau pellet. Stylosanthes guianensis dapat tumbuh pada tanah dengan drainase yang baik, dan pada tekstur tanah dari pasir sampai liat (seperti pada tanah tropis latosol, liat, tanah berpasir, dan podsolik asam) (FAO, 2012). Stylosanthes guianensis dapat tumbuh pada ph tanah berkisar 4,0-8,3 dan toleran terhadap kandungan Al dan Mn yang tinggi namun tidak pada salinitas yang tinggi. S. guianensis dapat memanfaatkan P pada tanah dengan kandungan P yang rendah, namun dapat dengan baik merespon pemberian P, K, S, Ca, dan Cu pada taraf yang rendah (FAO, 2012). Gambar 1. Leguminosa Stylosanthes guianensis Sumber: [17 Juni 2012] Menurut Mannetje dan Jones (1992), S. guianensis sangat responsif terhadap pemupukan fosfor (P), dengan pemupukan fosfor dapat meningkatkan BK sebesar 0,06%. Produksi BK S. guianensis berkisar antara 5-10 ton/ha tergantung dari penanaman, pertumbuhan, dan manajemen pemeliharaan, S. guianensis dapat mencapai produksi tertinggi sebesar 20 ton/ha. Produksi benih berkisar antara kg/ha. Stylosanthes guienensis dapat dikembangkan secara generatif (benih) 3

16 dan vegetatif (pemotongan) namun pertumbuhannya lambat dan mahal. Produksi benih sangat sulit didapatkan karena benih yang sudah matang lepas pada saat awal berbunga, selain itu cairan lengket yang dikeluarkan pada kepala bunga membuat proses pemanenan semakin sulit (Bogdan, 1977). Nilai nutrisi S. guianensis adalah sebagai berikut PK 12-20%, kecernaan BKIV %, P 0,2-0,6%, Ca % (Chakraborty, 2004), konsentrasi nitrogen 1,5%-3,0%, berat kering yang dapat dicerna dari tanaman yang muda 60%-70% (PROSEA, 1992). Stylosanthes scabral Suatu tanaman semak tahunan tinggi sampai 2 m, dengan akar tunggang yang kuat dan dalam (sampai 4 m). Batang muda bervariasi dari warna hijau sampai merah, tergantung dari tipe; biasanya dengan bulu-bulu yang padat dan kasar, menjadi lebih berkayu seiring umur tanaman. Helai daun berbulu pada kedua permukaan, berwarna hijau pucat sampai hijau tua dan hijau kebiruan, panjang mm dan lebar 4-12 mm. Bunga berwarna kuning pucat sampai kuning tua. Buah polong dengan 2 segmen, kedua segmen biasanya subur; segmen bagian atas panjang 4-5 mm dan segmen bagian bawah panjang 2 mm, coklat pucat sampai coklat muda biji dalam buah polong/kg dan biji bersih/kg (PROSEA, 1992). Gambar 2. Leguminnosa Stylosanthes scabra Sumber: www. Wikipedia.org [17 Juni 2012] Stylosanthes scabra biasanya digunakan sebagai padang gembala tahunan, ditanam bersama dengan rumput unggul dan rumput alam. Digunakan sebagai tanaman potong angkut pada beberapa negara. Tanaman muda mungkin cocok untuk 4

17 diawetkan. Tumbuh dengan baik pada tanah pasir tidak subur, asam dan mudah menyusut atau keras; demikian pula tumbuh dengan baik pada tanah dengan tekstur lebih berat, sedikit asam, dan tidak cocok sama sekali pada semua jenis tanah liat berat (PROSEA, 1992). Spesies yang sangat tahan kekeringan, tumbuh pada daerah dengan curah hujan rendah sampai 350 mm/tahun. Dalam penanamannya, tanaman ini terutama digunakan pada daerah dengan curah hujan tahunan sekitar 600 dan 2000 mm. Musim kering yang panjang dapat menjadi faktor pembatas pada daerah dengan curah hujan rendah dan tanah yang lebih dangkal, dimana tanaman semusim, atau tanaman tahunan dengan kemampuan berperilaku sebagai tanaman semusim (misalnya S. hamata ), biasanya lebih berhasil. Pertumbuhan bibit biasanya terlalu lambat pada S. scabra karena tanaman ini berperilaku sebagai tanaman semusim. Beberapa tipe tidak tahan terhadap penggenangan air (PROSEA, 1992) Nilai nutrisi S. scabra menurun seiring umur tanaman, PK daun dari 20% menjadi 10%, P dari 0,3% menjadi 0,1% dan Kecernaan bahan kering in vitro dari 70% menjadi 50%. Proporsi batang meningkat bersama umur, dari sekitar 20% pada pertumbuhan awal menjadi 75% pada akhir musim (dan lebih tinggi pada padang gembala yang digembalai) (Edye dan Toprark-Ngarm, 1992). Hidrogen Peroksida (H 2 O 2 ) Hidrogen peroksida dengan rumus kimia H 2 O 2 ditemukan oleh Louis Jacques Thenard di tahun Senyawa ini merupakan bahan kimia anorganik yang memiliki sifat oksidator kuat. Bahan baku pembuatan hidrogen peroksida adalah gas hidrogen (H 2 ) dan gas oksigen (O 2 ). Teknologi yang banyak digunakan di dalam industri hidrogen peroksida adalah auto oksidasi Anthraquinone (Patnaik, 2002) Hidrogen peroksida tidak berwarna, berbau khas agak keasaman, dan larut dengan baik dalam air. Dalam kondisi normal (kondisi ambient), hidrogen peroksida sangat stabil dengan laju dekomposisi kira-kira kurang dari 1% per tahun. Mayoritas pengunaan hidrogen peroksida adalah dengan memanfaatkan dan merekayasa reaksi dekomposisinya, yang intinya menghasilkan oksigen. Pada tahap produksi hidrogen peroksida, bahan stabilizer kimia biasanya ditambahkan dengan maksud untuk menghambat laju dekomposisinya. Termasuk dekomposisi yang terjadi selama produk hidrogen peroksida dalam penyimpanan. Selain menghasilkan oksigen, reaksi 5

18 dekomposisi hidrogen peroksida juga menghasilkan air (H 2 O) dan panas. Penambahan H 2 O 2 dapat meningkatkan konsentrasi oksigen terlarut, spesimen H 2 memiliki sifat oksidator dan H + memiliki sifat reduktor (Andayani dan Sumartono, 1999). Stres kekeringan dapat meningkatkan produksi Reactive Oxygen Species (ROS) dalam kompartemen seluler seperti kloroplas, peroksisom, dan mitokondria. Secara umum hal tersebut dapat diterima bahwa pemberian stres lingkungan seperti kekeringan, dingin, panas, atau iradiasi cahaya yang tinggi, menimbulkan konsentrasi ROS yang tinggi seperti superoksida, H 2 O 2, singlet oxygen, dan radikal hidroksil (Bowler et al., 1992; Foyer et al., 1994; Alscher et al., 1997; Shigeoka et al., 2002). Radikal bebas juga bisa berasal dari konsumsi oksigen, 2%-3% oksigen yang dikonsumsi akan dikonversi menjadi oksigen radikal (O - ) dan H 2 O 2 dan peningkatan konsumsi oksigen pada jaringan akan menghasilkan Reactive Oxygen Species (ROS) pada mitokondria, demikan juga dengan peningkatan suhu akan menghasilkan ROS yang akan menyebabkan kerusakan oksidatif (Abele et al., 1998). Banyak faktor fisiologis yang terlibat dalam stres kekeringan ataupun panas yang dapat membuat tanaman menjadi sakit. Dalam beberapa spesies, stres panas dan kekeringan dapat menyebabkan stres oksidatif, yang dihasilkan dari produksi dan akumulasi spesies oksigen beracun seperti radikal superoksida, hidrogen peroksida (H 2 O 2 ), dan radikal hidroksil (OH - ) (Bowler et al., 1992; Inze dan Montagu, 1995). Spesies oksidatif yang dihasilkan selama stres dapat merusak komponen sel, termasuk lipid, protein, karbohidrat, dan asam nukleat (Monk et al., 1989). Stres oksidatif dapat menyebabkan penghambatan proses fotosintesis dan respirasi, termasuk pertumbuhan tanaman. Tanaman telah mengevolusi enzimatis dan bukan enzimatis untuk menolak spesies oksigen aktif. Dalam sistem enzimatik misalnya, superoxide dismutase (SOD) mengkatalisis dismutasi O - 2 untuk H 2 O 2 dan O 2. Kalatase (CAT) dan peroksida askorbat (AP) dapat memecah H 2 O 2. Glutation reduktase (GR) juga dapat menghapus H 2 O 2 melalui siklus askorbat-glutathione untuk mempertahankan tingkat askorbat yangg tinggi berkurang dalam kloroplas. Namun fungsi dari enzim pengais ini dapat terganggu oleh stres kekeringan dan panas, yang dapat meningkatnya peroksidasi lipid dan kerusakan membran 6

19 konsekuen (Chowdhury dan Choudhuri, 1985; Zhang dan Kirkham, 1994; Jagtap dan Bhargava, 1995, Dat et al., 1998). Peranan Air pada Tanaman Harjadi dan Yahya (1988) menerangkan bahwa peranan air antara lain: (1) air merupakan bagian yang esensial bagi protoplasma dan membentuk 80%-90% bobot segar jaringan yang tumbuh aktif, (2) air adalah pelarut, di dalamnya terdapat gasgas, garam, dan zat-zat terlarut lainnya yang bergerak keluar, (3) air adalah pereaksi dalam proses fotosintesis dan proses hidrolisis, (4) air esensial untuk menjaga turgiditas diantaranya dalam pembesaran sel, pembukaan stomata, dan menyangga bentuk (morfologi) daun-daun atau struktur lainnya yang berlignin sedikit. Menurut Noggle dan Frizt (1983) menjelaskan fungsi air bagi tanaman yaitu sebagai: (1) senyawa utama pembentuk protoplasma, (2) senyawa pelarut bagi masuknya mineral-mineral dari larutan tanah ke tanaman dan sebagai pelarut mineral nutrisi yang akan diangkut dari satu bagian sel ke bagian sel lain, (3) media terjadinya reaksi-reaksi metabolik, (4) reaktan pada sejumlah reaksi metabolisme seperti siklus asam trikarboksilat, (5) penghasil hidrogen pada proses fotosintesis, (6) penjaga turgiditas sel dan berperan sebagai tenaga mekanik dalam pembesaran sel, (7) pengatur mekanisme gerakan tanaman seperti membuka dan menutupnya stomata, membuka dan menutupnya bunga, serta melipatnya daun-daun tanaman tertentu, (8) berperan dalam perpanjangan sel, (9) bahan metabolisme dan produk akhir respirasi, serta (10) digunakan dalam proses respirasi. Kebutuhan air pada tanaman dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain jenis dan umur tanaman, kadar air tanah dan kondisi cuaca. Setiap gram pembentukan bahan organik penyusun tanaman, rata-rata membutuhkan 500 g air yang diabsorbsi oleh akar ditranportasikan ke seluruh bagian tanaman dan selanjutnya air akan hilang ke atmosfer. Setiap tanaman harus dapat menyeimbangkan antara proses kehilangan air dan proses penyerapannya, bila proses kehilangan air tidak diimbangi dengan penyerapan melalui akar maka akan terjadi kekurangan air di dalam sel tanaman yang dapat menyebabkan berbagai kerusakan pada banyak proses dalam sel tanaman (Taiz dan Zeiger, 2002). Kadar air dalam tanah mendeskripsikan jumah sumber air yang tersedia, dimana air dapat diserap untuk pertumbuhan, sedangkan kekeringan dapat 7

20 menyebabkan air tidak tersedia dan tanaman menjadi menderita dan layu (Karti, 2004). Karti et al. (2012) bahwa tanaman yang diberikan stres kekeringan dapat menurunkan kadar air tanah dibandingkan dengan tanah yang disiram setiap hari. Pengaruh Cekaman Kekeringan pada Tanaman Menurut Mcllroy (1976), stres kering pada tanaman dapat menyebabkan terjadinya peubahan struktur dan konfigurasi protein, sehingga aktifitas enzim dan laju metabolism menurun. Pada daun sendiri stress kering dapat menyebabkan stomata menutup, hal ini terjadi karena turgiditas sel-sel penyangga menurun. Cekaman air pada tanaman terjadi karena ketersediaan air dalam media tidak cukup dan transpirasi yang berlebihan (Islami dan Utomo, 1995). Cekaman kekeringan terjadi ketika ketersediaan air tanah menurun dan kondisi atmosfir menyebabkan kehilangan air terus menerus melalui transpirasi atau evaporasi (Jaleel et al., 2009). Lebih lanjut dijelaskan bahwa cekaman kekeringan ditandai dengan rendahnya kadar air, penurunan potensial air daun dan tekanan turgor, penutupan stomata dan berkurangnya pembesaran dan pertumbuhan sel. Reaksi tanaman terhadap cekaman kekeringan berbeda secara signifikan pada berbagai tingkatan tergantung pada intensitas dan durasi dari cekaman itu sendiri, dan juga species tanaman dan tingkatan pertumbuhannya (Chaves et al., 2002). Cekaman kekeringan sebelum berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman, terlebih dahulu mengakibatkan dehidrasi dan menurunkan tekanan turgor sel tanaman, sehingga merangsang penutupan stomata, menghambat difusi CO 2 dan fotosintesis. Akar yang mengalami cekaman kekeringan akan membentuk asam absisat lebih banyak dan diangkut melalui xylem menuju daun untuk menutup stomata, yaitu dengan cara menghambat pompa proton yang kerjanya tergantung pada ATP dan membran plasma sel penjaga (Salisbury, 1995). Kekeringan dapat menyebabkan daun menjadi lebih sempit dan pendek, demikian pula batang dan organ reproduktif yang terbentuk lebih kecil dari ukuran normal (Teare dan Peet, 1983). Cekaman kekeringan dan panas dapat menyebabkan menurunnya kualitas tanah, dengan menurunnya kualitas tanah maka dapat menurunkan pertumbuhan pada akar, potensial air daun, stabilitas membran sel, kecepatan fotosintesis, dan akumulasi karbohidrat (Howard dan Watschke, 1991; Carrow, 1996; Perdomo et al., 1998; Huang dan Gao, 1999; Jiang dan Huang, 2000) 8

21 Cekaman kekeringan, panas maupun keduanya dapat menurunkan kualitas tanah, Relative Water Content (RWC), dan kandungan klorofil daun. Stres ganda efeknya lebih dapat merusak dibandingkan dengan hanya stres kering saja maupun stres panas saja. Kualitas tanah menurun secara dramatis dibawah cekaman kekeringan, sedangkan cekaman ganda dapat menurunkan nilai RWC selama perlakuan stres (Turner et al., 1966; Nobel, 1988). Relative Water Content (RWC) Relative Water Content dapat digunakan dalam seleksi langsung terhadap resisten kekeringan (Yuniaty, 1998; Reynolds et al., 1999; Chandrasekar et al., 2000). Relative Water Content adalah ukuran status tanaman air yang mencerminkan juga bervariasi dalam potensial air, potensi turgor dari penyediaan osmotik (Blum, 1999). Relative Water Content daun dapat dengan mudah untuk ditentukan. Mempertahankan Relative Water Content tetap tinggi dapat dilakukan melalui tiga mekanisme (1) kapasitas untuk mempertahankan potensi air yang tinggi dengan ekstraksi kelembaban tanah yang mendalam, (2) kapasitas penyesuaian osmotik, yang dapat memungkinkan mempertahankan turgor RWC dan potensi air yang lebih rendah, dan (3) penutupan stomata dalam menanggapi pengeringan daun dan mengangkut sinyal hormon yang diproduksi oleh akar dan respon terhadap pengeringan akar. Yuniaty (1998) juga menyatakan bahwa RWC daun memiliki asosiasi tingkat tertinggi dengan hasil biji kedelai dengan berbagai parameter yang diamati (tingkat transpirasi, difusif resistensis, dan suhu daun). Relative Water Content daun kurang dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan sejak pengukuran yang dilakukan pada pagi hari dimana variasi atmosfer kurang diucapkan. Relative Water Content berkaitan erat dengan volume sel, mungkin lebih mencerminkan keseimbangan antara pasokan air ke daun dan laju transpirasi (Schonfeld et al., 1998). Hal ini dapat mempengaruhi waktu tanaman tua pulih dari stres dan akibatnya dapat mempengaruhi stabilitas hasil (Lilley dan Ludlow, 1996). Relative Water Content merupakan indikator yang yang sangat penting untuk keadaan keseimbangan air pada tanaman, RWC menerangkan jumlah absolut air, dimana tanaman membutuhkannya untuk mengetahui kandungan turgor air. (González dan González-Vilar, 2001). Relative Water Content mengekspresikan 9

22 dalam persentase kandungan air pada waktu tertentu dan jaringan yang terkait dengan kandungan air turgor (Slatyer, 1967). 10

23 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2011 sampai bulan Maret 2012, bertempat di Laboratorium Lapang Agrostologi, Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah, Laboratorium Agrostologi, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Materi Bahan Bahan-bahan penelitian yang digunakan adalah tanaman leguminosa Stylosanthes guianensis, Stylosanthes scabra, tanah, pupuk NPK mutiara, H 2 O 2 30%, dan aquadest. Alat Peralatan yang digunakan untuk penelitian ini adalah sekop, timbangan kapasitas 5 kg, plastik, polybag 2 kg, gunting, timbangan digital, penggaris, sprayer, oven, kertas untuk mengoven/amplop, saringan, pinset, pipet, cup, kertas label, wadah plastik, plastik, dan spidol. Prosedur Larutan Peroksida Pembuatan larutan peroksida 1mM menggunakan peroksida sebanyak 0,245 ml dan aquadest sebanyak 2,4 liter. Pemberian hidrogen peroksida sebanyak 100 ml untuk setiap tanaman. Pemilihan Jenis Leguminosa Jenis leguminosa yang dipakai pada penelitian ini adalah jenis legum yang merupakan jenis tanaman pakan yang biasa dimanfaatkan sebagai pakan ternak yaitu Stylosanthes guianensis dan Stylosanthes scabra. Persiapan Media Tanam Media tanam yang digunakan adalah tanah sebanyak 2 kg yang dicampurkan dengan pupuk NPK mutiara sebanyak 2 gram. Sebelum dimasukkan ke dalam polybag 2 kg, persiapan tanam ini melakukan stek batang (Gambar. 3) untuk kedua 11

24 tanaman terlebih dahulu di dalam baki yang tertutup rapat dengan plastik setelah tumbuh akar dan tumbuh cukup baik tanaman dimasukkan ke dalam polybag 2 kg. Penanaman Gambar 3. Stek Batang dalam Baki Sumber: Dokumentasi Penelitian Stylosanthes guianensis dan Stylosanthes scabra masing-masing ditanam di dalam polybag berkapasitas 2 kg tanah. Penanaman dilakukan dengan cara memasukkan satu tanaman legum ke dalam polybag yang sudah tersedia yang sebelumnya sudah disiram terlebih dahulu. Tanaman ditumbuhkan selama satu bulan. Setelah ditumbuhkan selama satu bulan maka dapat dimulai perlakuan. Perlakuan Kekeringan Sebelum perlakuan kekeringan dimulai, semua polybag disiram terlebih dahulu sampai tercipta kondisi jenuh. Polybag untuk perlakuan M 1 dan M 2 ditutup permukaan tanahnya dengan menggunakan plastik dengan rapat (gambar. 4), sehingga tidak ada air dari luar yang masuk juga penguapan air. Perlakuan dimulai pada keesokan harinya dan dihitung sebagai hari ke-0 (H0), untuk polybag perlakuan M 0 (kontrol) yang tidak disemprotkan dengan H 2 O 2 dilakukan penyiraman setiap pagi, untuk perlakuan M 1 (stres kekeringan tunggal) yang tidak diberikan penyemprotan dengan H 2 O 2 dan tidak dilakukan penyiram, sedangkan untuk perlakuan M 2 (stres kekeringan ganda) yang disemprotkan H 2 O 2 dan tidak disiram setiap hari. 12

25 Pemeliharaan Gambar 4. Tanaman yang Permukaan Tanah Ditutup dengan Plastik Sumber: Dokumentasi Penelitian Pemeliharaan tanaman pada penelitian ini adalah dengan dilakukan penyiraman dan pencabutan gulma. Penyiraman dilakukan satu kali sehari yaitu pada pagi hari. Pembersihan gulma dilakukan secara manual yaitu dengan cara mencabut gulma setiap minggu. Pengamatan dan Pengambilan Data Pertumbuhan Pengamatan dan pengambilan data pertumbuhan setiap delapan hari sekali dengan mengukur tinggi tanaman, jumlah daun trifoliate, mengukur jumlah daun, mengukur Relative Water Content (RWC), daun dan bobot kering daun serta pengambilan sampel tanah untuk mengukur kadar air tanah. Pemanenan Pemanenan dilakukan pada tanaman yang sudah kering dan mati setelah diberi perlakuan kekeringan, kemudian dilakukan pengamatan dan pengambilan sampel untuk analisa beberapa peubah. Perlakuan Rancangan dan Analisis Data Perlakuan yang diberikan pada penelitian ini adalah: M 0 : kontrol M 1 : stres kekeringan tunggal M 2 : stres kekeringan ganda 13

26 Rancangan Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan empat kali ulangan. Model analisis menggunakan model matematik sebagai berikut: Yij = µ + τi + εij Keterangan : Yij : Pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ : Nilai rataan umum dari pengamatan τi : Pengaruh perlakuan ke-i εij : Pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j Analisis Data Data yang terkumpul di analisis dengan sidik ragam ANOVA (Steel dan Torrie, 1995) dan dilanjutkan dengan uji Duncan. Peubah yang Diamati Peubah yang diamati dalam penelitian ini antara lain yaitu jumlah daun trifoliate, tinggi vertikal, kadar air tanah, RWC, bobot kering daun, batang, dan akar. Jumlah Daun Trifoliate. Penghitungan jumlah daun trifoliate dilakukan dengan menghitung jumlah daun trifoliate yang masih utuh. Penghitungan jumlah daun trifoliate dimulai sejak perlakuan dan diamati setiap delapan hari sekali selama penanaman hingga pemanenan. Tinggi Vertikal. Setiap perlakuan tanaman leguminosa diukur tinggi vertikalnya diukur dari permukaan tanah hingga pucuk daun tertinggi. Kadar Air Tanah (KA Tanah). Sampel tanah diambil pada masing-masing tanaman yang diambil dari tengah tanah dengan menggunakan spatula kecil kemudian sampel tanah lalu ditimbang beratnya. Sampel tanah tersebut kemudian dimasukkan ke dalam oven 105ºC selama 24 jam. Setelah itu timbang berat sampel setelah dioven. Kadar air didapat dari berat sampel sebelum dimasukkan ke oven dikurangi berat sampel setelah dioven kemudian dibagi berat sampel sebelum dimasukkan ke oven dan dikalikan 100%. Pengukuran dilakukan setiap delapan hari sekali (0, 8, 16, dan seterusnya). 14

27 Perhitungan kadar air tanah adalah sebagai berikut : KA tanah (%) = W0 Wt x 100% W0 Keterangan : W0 = berat sampel tanah basah Wt = berat sampel tanah kering oven Relative Water Content. Hal pertama yang harus dilakukan untuk mengetahui nilai RWC daun adalah dengan mengumpulkan potongan daun dari 3-4 daun lalu ditimbang berat daun tersebut dinamakan berat segar, setelah itu tanaman direndam kedalam cup lalu ditutup rapat. Daun dalam cup setelah 1 x 24 jam langsung ditiriskan lalu ditimbang sebagai berat turgor, setelah itu daun dimasukkan kedalam amplop dan dikeringkan kedalam oven 60 o C selama 3 x 24 jam atau selama tiga hari. daun yang telah di oven selama tiga hari lalu ditimbang sebagai berat kering. Perhitungan RWC adalah sebagai berikut : RWC = (FW-DW) x 100% (TW-DW) Keterangan : RWC : Relative Water Content FW : berat segar DW : berat kering TW : berat turgor Bobot Kering Daun. Sampel daun diambil lalu ditimbang sebagai berat segar selanjutnya daun dikeringudarakan selama satu hari kemudian dioven 60 o C selama 3x24 jam lalu ditimbang beratnya sebagai bobot kering. Bobott Kering Batang. Sampel batang diambil pada saat panen lalu ditimbang untuk dicari berat segar setelah itu dikeringudarakan selama sehari kemudian dioven 60 C selama 3x24 jam untuk mendapatkan bobot kering batang. Bobot Kering Akar. Bobot kering akar diukur pada saat panen. Akar dipisahkan dari tanah yang menempel dengan cara dibilas dengan air bersih, setelah itu ditiriskan hingga tidak ada air yang menetes, kemudian akar ditimbang sehingga 15

28 didapat berat segar akar. Setelah itu akar dikering udarakan selama satu hari kemudian di oven 60 C selama 3x24 jam setelah itu ditimbang beratnya sebagai bobot kering. 16

29 HASIL DAN PEMBAHASAN Respon Tanaman terhadap Cekaman Kekeringan Dua jenis legum yang digunakan pada penelitian ini setelah diberikan perlakuan atau cekaman kekeringan menyebabkan terjadinya banyak perubahan morfologi. Pengaruh morfologi akibat cekaman kekeringan biasanya sangat tergantung pada faktor waktu terjadinya cekaman dan besarnya perlakuan cekaman (Keles dan Oncel, 2002). Salah satu perubahan morfologi cekaman kekeringan adalah tanaman menjadi layu dan kering, tanaman menggugurkan daunnya, serta mati, seperti yang diperlihatkan pada Gambar 5. Gambar 5. Tanaman Mengugurkan Daun dan Mati Sumber: Dokumentasi Peneitian Reaksi tanaman terhadap cekaman kekeringan berbeda secara signifikan pada berbagai tingkatan tergantung pada intensitas dan durasi dari cekaman itu sendiri, dan juga species tanaman dan tingkatan pertumbuhannya (Chaves et al., 2002). Ketika jumlah absorbsi air mulai terbatas, maka tanaman memiliki mekanisme untuk mencegah kehilangan air dengan melakukan penutupan stomata (Taiz dan Zeiger, 2002). Kedua tanaman memiliki respon yang berbeda pada penelitian ini setelah diberikan perlakuan. Kedua tanaman yang mendapatkan perlakuan stres kekeringan tunggal dan stres kekeringan ganda menunjukkan respon dengan adanya daun yang gugur, kelayuan pada tanaman hingga kondisi tanaman mencapai titik layu permanen dibandingkan dengan tanaman yang disiram setiap hari. Penelitian ini menunjukkan bahwa leguminosa S. guianensis dipanen pada hari ke-16 karena tanaman sudah memasuki titik layu permanen. Pemanenan legum S. scabra dilakukan pada hari ke-24 dimana tanaman yang diberikan perlakuan 17

30 mengalami titik layu permanen pada hari ke-24. Hal ini dapat dikatakan bahwa S. scabra lebih tahan terhadap kekeringan dan stres kekeringan ganda dibandingkan dengan S. guianensis. Parameter kadar air tanah, pertambahan tinggi vertikal, pertambahan jumah daun, dan Relaive Water content dilakukan pengkajian pada pengamatan di hari ke- 16, kerena kedua tanaman masih lengkap atau belum dipanen, namun sudah merespon stres kekeringan. Tabel 1. Pengaruh Cekaman Kekeringan dan Pemberian H 2 O 2 terhadap Kadar Air (KA) Tanah, Pertumbuhan, dan Produksi Leguminosa Stylosanthes guianensis Hari ke-16 Perlakuan M 0 M 1 M 2 KA Tanah (%) 35,369 ± 0,561 a 28,467 ± 2,840 b 29,316 ± 2,129 b Rataan Pertambahan Tinggi (cm/ hari) 0,702 ± 0,089 a 0,119 ± 0,092 b 0,088 ± 0,051 b Rataan Pertambahan Jumlah daun trifoliate (unit/hari) 5,188 ± 1,452 a 1,031 ± 1,192 b 1,063 ± 0,650 b Rataan RWC Daun (%) 60,108 ± 1,614 a 29,988 ± 6,723 b 22,077 ± 1,127 c Keterangan : Huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05) (M 0 : tanpa H 2 O 2 dan disiram; M 1 : tanpa H 2 O 2 dan tidak disiram; M 2 : dengan H 2 O 2 dan tidak disiram) Tabel 2. Pengaruh Cekaman Kekeringan dan Pemberian H 2 O 2 terhadap KA Tanah, Pertumbuhan, dan Produksi Leguminosa Stylosanthes scabra Hari ke-16 Perlakuan M 0 M 1 M 2 KA Tanah (%) 35,065 ± 1,191 a 29,608 ± 0,960 b 30,292 ± 0,558 b Rataan Pertambahan Tinggi (cm/ hari) 0,948 ± 0,306 a 0,383 ± 0,119 b 0,379 ± 0,144 b Rataan Pertambahan Jumlah daun trifoliate (tunit/hari) 11,000 ± 4,150 a 0,500 ± 0,25 c 1,219, ± 0,329 b Rataan RWC Daun (%) 50,705 ± 2,588 a 14,048 ± 1,325 b 13,896 ± 0,715 b Keterangan : Huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05) (M 0 : tanpa H 2 O 2 dan disiram; M 1 : tanpa H 2 O 2 dan tidak disiram; M 2 : dengan H 2 O 2 dan tidak disiram) Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Kadar Air Tanah Ketersediaan air tanah merupakan suatu faktor dalam kemampuan bertahan hidup dan distribusi spesies tanaman (Lakitan, 2002). Menurut Noggle dan Frizt bahwa salah satu fungsi air merupakan senyawa pelarut bagi masuknya mineralmineral dari larutan tanah ke tanaman sebagai pelarut mineral nutrisi yang akan 18

31 diangkut dari satu bagian sel ke bagian sel lain. Tabel 1 dan 2 menunjukkan bahwa tanaman S. guianensis maupun S. scabra setelah diberikan perlakuan cekaman kekeringan atau tidak disiram (M 1 dan M 2 ) menunjukkan bahwa KA tanah pada kedua tanaman berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap perlakuan yang disiram setiap hari (M 0 ). Persentase penurunan kadar air yang disiram setiap hari dengan tanaman yang mendapatkan stres kering dan stres kekeringan ganda pada kedua tanaman sebesar ±19%. Kadar air dalam tanah mendeskripsikan jumah sumber air yang tersedia, dimana air dapat diserap untuk pertumbuhan, sedangkan kekeringan dapat menyebabkan air tidak tersedia, dan tanaman menjadi menderita dan layu (Karti, 2004). Tanaman yang diberikan air atau perlakuan M 0 terlihat bahwa pertumbuhannya sangat baik dan berbeda nyata (P<0,05) dengan kedua perlakuan yang lain, sedangkan untuk perlakuan M 1 dan M 2 tidak memiliki perbedaan yang nyata hal ini terjadi karena memang pada perlakuan keduanya tidak disiram setiap hari. Menurut Karti et al (2012) bahwa tanaman yang diberikan stres kekeringan dapat menurunkan kadar air tanah dibandingkan dengan tanah yang disiram setiap hari. Pengaruh Perlakuan terhadap Laju Pertumbuhan Tinggi Vertikal Tanaman Terjadinya pertambahan tinggi menurut Hermawan (2004) merupakan hasil dari pembelahan sel dan pembesaran jaringan sel tanaman. Leguminosa S. guianensis dan S. scabra setelah diberikan perlakuan memiliki berbagai macam perubahan seperti yang tercantum pada Tabel 1 dan 2 Perlakuan yang diberikan pada tanaman leguminosa S. scabra dan S. guianensis menghasilkan perbedaan yang nyata (P<0,05) untuk laju pertumbuhan tinggi vertikal tanaman antara perlakuan tanpa stres atau M 0 dengan perlakuan stres (M 1 dan M 2 ), sedangkan untuk M 1 dan M 2 tidak memiliki perbedaan yang nyata. Hal ini menunjukkan bahwa kekeringan memberikan pengaruh terhadap laju pertumbuhan tinggi vertikal namun tidak berpengaruh pada tanaman yang disemprotkan dengan H 2 O 2 atau mengalami stres kekeringan ganda. Hal ini diduga karena terlalu berbedanya ketersediaan air yang ada pada tanaman antara tanaman perlakuan M 0 dengan tanaman perlakuan M 1 dan M 2 dimana air sangat berguna untuk proses pertumbuhan tanaman. Pemberian stres kekeringan ganda terhadap kedua tanaman tidak menyebabkan tanaman lebih buruk 19

32 pertambahan tingginya dibandingkan dengan tanaman yang hanya diberikan stres kekeringan tunggal. Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Selisih Jumlah Daun Trifoliate Tanaman Rataan selisih jumlah daun trifoliate seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1 dan 2 bahwa pada tanaman S. guianensis tidak memiliki perbedaan yang nyata antara M 1 dan M 2. Lain halnya dengan tanaman S. scabra dimana pada tanaman ini semua perlakuan memiliki perbedaan yang nyata, dimana pada perlakuan M 0 memiliki perbedaan yang sangat mencolok terhadap kedua perlakuan yang lain dimana nilai rataan pertumbuhan jumlah daun trifoliate M 0 sebesar 11,000 ± 4,150 sedangkan perlakuan M 1 sebesar 0,500 ± 0,2500 dan M 2 sebesar 1,219 ± 0,329 hal ini terjadi karena perlakuan M 0 tidak diberikan stres kekeringan sedangkan M 1 dan M 2 diberikan stres kekeringan. Perlakuan yang hanya mengalami stres kekeringan tunggal atau M 1 pada tanaman S. scabra ternyata memiliki nilai rataan pertumbuhan jumlah daun trifoliate yang lebih kecil dibandingkan dengan perlakuan yang diberikan stres kekeringan ganda (M 2 ), hal ini menunjukkan bahwa tanaman S. scabra tahan akan kekeringan bahkan setelah diberikan double stress. Berbeda dengan S. guianensis yang setelah diberikan dengan H 2 O 2 bahkan terjadinya penurunan nilai dimana nilai M 1 lebih besar dibandingkan dengan M 2, hal ini terjadi karena perlakuan M 2 adalah perlakuan yang mengalami stres kekeringan ganda dan tanaman S. guianensis tidak tahan akan kekeringan seperti yang sudah dijelaskan diatas dimana tanaman S. guianensis memiliki hari titik pelayuan yang lebih cepat, jadi nilai rataan M 2 lebih kecil dibandingkan dengan perlakauan M 1. Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan RWC Daun Tanaman Pengaruh perlakuan pada S. guianensis yang dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2, bahwa terjadi perbedaan yang nyata pada semua perlakuan dimana antara perlakuan M 0, M 1, dan M 2 memiliki perbedaan yang nyata (P<0,05) dengan nilai rataan M 2 lebih kecil dari M 1. Menurut Jiang dan Huang (1999) bahwa stres ganda antara stres kekeringan dan stres panas dapat menurunkan nilai RWC, hal inilah yang menyebabkan S. guianensis mengalami penurunan pada perlakuan M 2 dimana perlakuan M 2 adalah stres kekeringan ganda yaitu stres kekeringan karena tidak disiram dan stres kekeringan yang dihasilkan oleh pemberian H 2 O 2. 20

33 Berbeda halnya dengan S. guianensis bahwa pengaruh perlakuan yang dialami oleh S. scabra memiliki perbedaan yang nyata (P<0,05) antara M 0 dengan perlakuan yang lain, namun tidak berbeda nyata antara perlakuan M 1 dengan M 2. Perlakuan M 2 dikatakan ganda karena selain mendapat cekaman kekeringan tanpa disiram juga ditambah dengan penyemprotan H 2 O 2 dimana H 2 O 2 dapat menyebabkan stres kekeringan juga. Hal tersebut terjadi karena tanaman S. scabra merupakan tanaman yang tahan akan kekeringan sehingga masih dapat bertahan bila diberikan stres kekeringan ganda. Menurut Ishibashi et al. (2011) bahwa H 2 O 2 dapat meningkatkan level mrna dari D-myo-inositol, 3-phosphate synthase 2 (GmMIPS2) dan galacticol synthase (GolS) yang mengkodekan kunci enzim untuk biosintesis oligosakarida yang dikenal dapat membantu tanaman untuk tetap bertahan pada kondisi cekaman kekeringan. Menurut Karti et al. (2012) bahwa mekanisme toleransi kekeringan pada S. seabrana melalui akumulasi prolin dan gula terlarut, mungkin hal itu pula yang dilakukan oleh S. scabra agar dapat tetap bertahan pada kondisi kekeringan. Menurut Castillo (1996) bahwa ketika RWC turun mencapai 20% dibawah cekaman kekeringan maupun stres ganda maka dapat mencegah aktivitas SOD (Superoxide dismutase) secara signifikan. Tidak berubahnya aktivitas SOD dibawah stres kering dapat menyesuaikan diri dari kekeringan dan dapat berkontribusi dalam mentolerir panas. Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Bobot Kering Daun, Batang, dan Akar Tabel 1 dan 2 menunjukkan bahwa pada perlakuan yang disiram setiap hari atau M 0 memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya baik pada S. guianensis maupun S. scabra, hal ini terjadi karena kekeringan dapat menyebabkan daun menjadi lebih sempit dan pendek (Teare dan Peet, 1983). Rataan bobot kering daun pada S. guianensis terjadi perbedaan yang nyata (P<0,05) antara M 0 dengan M 1 dan M 2 namun tidak terjadi perbedaan yang nyata antara perlakuan M 1 dan M 2, sedangkan untuk S. scabra terjadi perbedaan yang nyata pada semua perlakuan. Perlakuan M 2 pada S. scabra memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan M 1 hal ini dapat dikatakan bahwa S. scabra tahan akan stres kekeringan ganda bahkan lebih baik daripada hanya diberikan stres kekeringan tunggal, hal ini menunjukkan bahwa H 2 O 2 memiliki pengaruh yang nyata pada leguminosa S. scabra untuk mempertahankan produksi bobot kering daun yang lebih 21

34 baik melalui suatu mekanisme tertentu terhadap kekeringan. Pengaruh meningkatnya nilai bobot kering daun pada leguminosa S. scabra adalah bahwa H 2 O 2 dapat meningkatkan level mrna dari D-myo-inositol, 3-phosphate synthase 2 (GmMIPS2) dan galacticol synthase (GolS) yang mengkodekan kunci enzim untuk biosintesis oligosakarida yang dikenal dapat membantu tanaman untuk mentolerir cekaman kekeringan (Ishibashi et al., 2011). Tabel 3. Pengaruh Cekaman Kekeringan dan Pemberian H 2 O 2 terhadap Pertumbuhan dan Produksi Leguminosa Stylosanthes guianensis Perlakuan M0 M1 M2 Rataan Produksi Bobot Kering Daun (gram) 2,531 ± 0,239 a 0,641 ± 0,155 b 0,633 ± 0,207 b Rataan Bobot Kering Batang (gram) 4,979 ± 0,643 a 3,456 ± 0,885 b 3,125 ± 0,478 b Rataan Bobot Kering Akar 2,006 ± 0,822 1,535 ± 0,849 1,243 ± 0,367 (gram) Keterangan : Huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05) (M 0 : tanpa H 2 O 2 dan disiram; M 1 : tanpa H 2 O 2 dan tidak disiram; M 2 : dengan H 2 O 2 dan tidak disiram) Tabel 4. Pengaruh Cekaman Kekeringan dan Pemberian H 2 O 2 terhadap Pertumbuhan dan Produksi Leguminosa Stylosanthes scabra Perlakuan M0 M1 M2 Rataan Produksi Bobot Kering Daun (gram) 2,803 ± 0,589 a 0,661 ± 0,126 c 0,971 ± 0,175 b Rataan Bobot Kering Batang (gram) 6,377 ± 1,612 a 3,066 ± 0,486 b 3,011 ± 0,418 b Rataan Bobot Kering Akar 0,385 ± 0,192 0,334 ± 0,116 0,323 ± 0,142 (gram) Keterangan : Huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05) (M 0 : tanpa H 2 O 2 dan disiram; M 1 : tanpa H 2 O 2 dan tidak disiram; M 2 : dengan H 2 O 2 dan tidak disiram) Bukan hanya daun saja yang mengalami penurunan ketika mengalami kekeringan produksi batang dan organ reproduktifpun juga terbentuk lebih kecil dari ukuran normal (Teare dan Peet, 1983). Rataan bobot kering batang untuk kedua leguminosa pada perlakuan M 0 memiliki perbedaan yang nyata dengan perlakuan yang lain. S. guianensis dan S. scabra pada perlakuan M 1 dan M 2 tidak memiliki perbedaan yang nyata. 22

35 Rataan bobot kering akar baik pada S. guianensis maupun S. scabra tidak mengalami perbedaan yang nyata pada semua perlakuan. Teare dan Peet (1983) menyatakan bahwa terdapat mekanisme cara menghindari ketika tanaman mengalami kekeringan yaitu dengan memperluas sistem perakaran dan pertumbuhan memanjang ke dalam akar, hal tersebutlah yang membuat bobot kering pada kedua tanaman yang mengalami perlakuan stres kekeringan tidak memiliki perbedaan yang nyata dengan perlakuan yang selalu disiram setiap hari. S. scabra juga memiliki perakaran yang dalam sepanjang 4 m sehingga tanaman ini tahan akan kekeringan. Penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa tanaman S. guianensis merupakan tanaman yang tidak tahan terhadap stres kekeringan dengan penambahan H 2 O 2 atau stres kekeringan ganda. Hal tersebut terjadi karena tanaman S. guianensis memang merupakan tanaman yang kurang tahan akan kekeringan, sehingga setelah diberikan H 2 O 2 yang merupakan salah satu dari stres kekeringan tidak mampu menampilkan hasil yang baik. Lain halnya dengan tanaman S. scabra yang tahan akan stres kekeringan. Pembahasan Umum Pengaruh morfologi akibat cekaman kekeringan umumnya sangat tergantung pada faktor waktu terjadinya cekaman dan besarnya perlakuan cekaman (Keles dan Oncel, 2002). Kadar air dalam tanah mendeskripsikan jumlah sumber air yang tersedia, dimana air dapat diserap untuk pertumbuhan, sedangkan kekeringan dapat menyebabkan air tidak tersedia, dan tanaman menjadi menderita dan layu (Karti, 2004). Karti et al. (2012) menyatakan bahwa tanaman yang diberikan stres kekeringan dapat menurunkan kadar air tanah dibandingkan dengan tanah yang disiram setiap hari. Penelitian ini memberikan stres kekeringan terhadap S. guianensis dan S. scabra, kedua tanaman tersebut memiliki respon terhadap cekaman kekeringan dengan cara mengugurkan daunnya, menghambat pertumbuhannya hingga mengalami kelayuan yang permanen. Waktu titik layu permanen pada kedua tanaman ini berbeda untuk S. guianensis pada hari ke-16 setelah tanaman tersebut diberikan perlakuan sedangkan untuk S. scabra pada hari ke-24, hal ini dapat diketahui bahwa S. scabra lebih tahan akan kerkeringan dibandingkan dengan S. guianenesis. 23

Gambar 1. Leguminosa Stylosanthes guianensis Sumber: [17 Juni 2012]

Gambar 1. Leguminosa Stylosanthes guianensis Sumber:  [17 Juni 2012] TINJAUAN PUSTAKA Stylosanthes guianensis Stylosanthes guianensis merupakan tanaman legum perenial, tingginya dapat mencapai 1,2 m. Daunnya trifoliate dengan panjang 0,5-4,5 cm dan lebar 0,2-2 cm, bunganya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 5. Tanaman Mengugurkan Daun dan Mati Sumber: Dokumentasi Peneitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 5. Tanaman Mengugurkan Daun dan Mati Sumber: Dokumentasi Peneitian HASIL DAN PEMBAHASAN Respon Tanaman terhadap Cekaman Kekeringan Dua jenis legum yang digunakan pada penelitian ini setelah diberikan perlakuan atau cekaman kekeringan menyebabkan terjadinya banyak perubahan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Bahan Alat Prosedur Larutan Peroksida Pemilihan Jenis Leguminosa Persiapan Media Tanam

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Bahan Alat Prosedur Larutan Peroksida Pemilihan Jenis Leguminosa Persiapan Media Tanam MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2011 sampai bulan Maret 2012, bertempat di Laboratorium Lapang Agrostologi, Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah, Laboratorium

Lebih terperinci

EFEK PEMOTONGAN DAN PEMUPUKAN TERHADAP PRODUKSI DAN KUALITAS Borreria alata (Aubl.) SEBAGAI HIJAUAN MAKANAN TERNAK KUALITAS TINGGI

EFEK PEMOTONGAN DAN PEMUPUKAN TERHADAP PRODUKSI DAN KUALITAS Borreria alata (Aubl.) SEBAGAI HIJAUAN MAKANAN TERNAK KUALITAS TINGGI EFEK PEMOTONGAN DAN PEMUPUKAN TERHADAP PRODUKSI DAN KUALITAS Borreria alata (Aubl.) SEBAGAI HIJAUAN MAKANAN TERNAK KUALITAS TINGGI SKRIPSI Ajeng Widayanti PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan Umum Penelitian Pada penelitian ini semua jenis tanaman legum yang akan diamati (Desmodium sp, Indigofera sp, L. leucocephala dan S. scabra) ditanam dengan menggunakan anakan/pols

Lebih terperinci

PENGAIRAN DAN PEMELIHARAAN SALURAN PENGAIRAN TANAMAN JAGUNG

PENGAIRAN DAN PEMELIHARAAN SALURAN PENGAIRAN TANAMAN JAGUNG A. DEFINISI PENGAIRAN DAN PEMELIHARAAN SALURAN PENGAIRAN TANAMAN JAGUNG Pengairan dilakukan untuk membuat keadaan kandungan air dalam tanah pada kapasitas lapang, yaitu tetap lembab tetapi tidak becek.

Lebih terperinci

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh 45 4.2 Pembahasan Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan memperhatikan syarat tumbuh tanaman dan melakukan pemupukan dengan baik. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Botani Tanaman Bayam Bayam (Amaranthus sp.) merupakan tanaman semusim dan tergolong sebagai tumbuhan C4 yang mampu mengikat gas CO 2 secara efisien sehingga memiliki daya adaptasi

Lebih terperinci

tanaman pada fase perkembangan reproduktif sangat peka terhadap cekaman kekeringan. Kondisi cekaman kekeringan dapat menyebabkan gugurnya

tanaman pada fase perkembangan reproduktif sangat peka terhadap cekaman kekeringan. Kondisi cekaman kekeringan dapat menyebabkan gugurnya 55 5 DISKUSI UMUM Cekaman kekeringan merupakan salah satu faktor lingkungan terpenting yang menjadi faktor pembatas pertumbuhan tanaman yang menghambat aktivitas fotosintesis dan translokasi fotosintat

Lebih terperinci

PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PENGAIRAN DAN PEMELIHARAAN SALURAN PENGAIRAN

PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PENGAIRAN DAN PEMELIHARAAN SALURAN PENGAIRAN PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PENGAIRAN DAN PEMELIHARAAN SALURAN PENGAIRAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN PUSAT PELATIHAN PERTANIAN 2015 39 PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PENGAIRAN DAN PEMELIHARAAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1Tinggi Tanaman Tinggi tanaman caisin dilakukan dalam 5 kali pengamatan, yaitu (2 MST, 3 MST, 4 MST, 5 MST, dan 6 MST). Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Caisin Caisin (Brassica chinensis L.) merupakan tanaman asli Asia. Caisin dibudidayakan di Cina Selatan dan Tengah, di negara-negara Asia Tenggara seperti Indonesia,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 33 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Pertumbuhan tanaman buncis Setelah dilakukan penyiraman dengan volume penyiraman 121 ml (setengah kapasitas lapang), 242 ml (satu kapasitas lapang), dan 363 ml

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 32 meter di atas permukaan

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 32 meter di atas permukaan 13 diinduksi toleransi stres dan perlindungan terhadap kerusakan oksidatif karena berbagai tekanan (Sadak dan Mona, 2014). BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN FUNGSI AIR Penyusun tubuh tanaman (70%-90%) Pelarut dan medium reaksi biokimia Medium transpor senyawa Memberikan turgor bagi sel (penting untuk pembelahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN FUNGSI AIR Penyusun tubuh tanaman (70%-90%) Pelarut dan medium reaksi biokimia Medium transpor senyawa Memberikan turgor bagi sel (penting untuk pembelahan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa 1. Tinggi tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan memberikan pengaruh yang berbeda nyata. Hasil Uji

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Pertumbuhan Tanaman Kedelai Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) mempunyai sistem perakaran yang terdiri dari akar tunggang yang terbentuk dari calon akar, akar sekunder,

Lebih terperinci

Gambar 4. Perubahan Jumlah Daun Rumput Raja (A) dan Rumput Taiwan (B) pada Berbagai Dosis Pemberian Dolomit

Gambar 4. Perubahan Jumlah Daun Rumput Raja (A) dan Rumput Taiwan (B) pada Berbagai Dosis Pemberian Dolomit HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan Rumput Jumlah Daun Hasil penghitungan jumlah daun menunjukan terjadinya penurunan rataan jumlah daun pada 9 MST dan 10 MST untuk rumput raja perlakuan D0, sedangkan untuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 14 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Indikator pertumbuhan dan produksi bayam, antara lain: tinggi tanaman, jumlah daun, berat basah dan berat kering tanaman dapat dijelaskan sebagai berikut:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merril) merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merril) merupakan salah satu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merril) merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang sudah lama dibudidayakan oleh masyarakat Indonesia sebagai sumber utama

Lebih terperinci

METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

METODE. Lokasi dan Waktu. Materi METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2005 sampai dengan Januari 2006. Penanaman dan pemeliharaan bertempat di rumah kaca Laboratorium Lapang Agrostologi, Departemen Ilmu

Lebih terperinci

TIGA PILAR UTAMA TUMBUHAN LINGKUNGAN TANAH

TIGA PILAR UTAMA TUMBUHAN LINGKUNGAN TANAH EKOFISIOLOGI TIGA PILAR UTAMA TUMBUHAN TANAH LINGKUNGAN Pengaruh salinitas pada pertumbuhan semai Eucalyptus sp. Gas-gas atmosfer, debu, CO2, H2O, polutan Suhu udara Intensitas cahaya, lama penyinaran

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Varietas Burangrang berasal dari segregat silangan alam, diambil

II. TINJAUAN PUSTAKA. Varietas Burangrang berasal dari segregat silangan alam, diambil II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Varietas Kedelai (1) Varietas Burangrang Varietas Burangrang berasal dari segregat silangan alam, diambil dari tanaman petani di Jember, Seleksi lini murni, tiga generasi asal

Lebih terperinci

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun 16 1. Tinggi Tanaman (cm) I. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman Hasil sidik ragam tinggi tanaman ( lampiran 6 ) menunjukkan perlakuan kombinasi limbah cair industri tempe dan urea memberikan pengaruh

Lebih terperinci

METODE Lokasi dan Waktu Materi Penelitian Alat Perlakuan

METODE Lokasi dan Waktu Materi Penelitian Alat Perlakuan METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada lahan pasca tambang semen yang terdapat di PT. Indocement Tunggal Prakasa, desa Citereup, Bogor. Penelitian ini dimulai pada bulan Februari sampai

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tinggi Tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan yang telah diperoleh terhadap tinggi tanaman cabai setelah dilakukan analisis sidik ragam (lampiran 7.a) menunjukkan bahwa pemberian pupuk

Lebih terperinci

RESPOMS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI SAAWI (Brassica Juncea. L) TERHADAP INTERVAL PENYIRAMAN DAN KONSENTRASILARUTAN PUPUK NPK SECARA HIDROPONIK

RESPOMS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI SAAWI (Brassica Juncea. L) TERHADAP INTERVAL PENYIRAMAN DAN KONSENTRASILARUTAN PUPUK NPK SECARA HIDROPONIK 864. Jurnal Online Agroekoteknologi Vol.1, No.3, Juni 2013 ISSN No. 2337-6597 RESPOMS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI SAAWI (Brassica Juncea. L) TERHADAP INTERVAL PENYIRAMAN DAN KONSENTRASILARUTAN PUPUK NPK SECARA

Lebih terperinci

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman (cm) Hasil sidik ragam parameter tinggi tanaman (Lampiran 6 ) menunjukkan bahwa penggunaan pupuk kascing dengan berbagai sumber berbeda nyata terhadap tinggi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertambahan Tinggi Bibit Tanaman (cm) Hasil pengamatan terhadap pertambahan tinggi bibit kelapa sawit setelah dilakukan sidik ragam (lampiran 9) menunjukkan bahwa faktor petak

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

KULIAH 2 HUBUNGAN AIR, TANAH DAN TANAMAN

KULIAH 2 HUBUNGAN AIR, TANAH DAN TANAMAN KULIAH 2 HUBUNGAN AIR, TANAH DAN TANAMAN HUBUNGAN AIR, TANAH DAN TANAMAN Hubungan air tanah dan Tanaman Fungsi air bagi tanaman Menjaga tekanan sel Menjaga keseimbangan suhu Pelarut unsur hara Bahan fotosintesis

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Bahan Humat dengan Carrier Zeolit terhadap Sifat Kimia Tanah Sifat kimia tanah biasanya dijadikan sebagai penciri kesuburan tanah. Tanah yang subur mampu menyediakan

Lebih terperinci

PENGAIRAN KEDELAI PELATIHAN TEKNIS BUDIDAYA KEDELAI BAGI PENYULUH PERTANIAN DAN BABINSA PUSAT PELATIHAN PERTANIAN

PENGAIRAN KEDELAI PELATIHAN TEKNIS BUDIDAYA KEDELAI BAGI PENYULUH PERTANIAN DAN BABINSA PUSAT PELATIHAN PERTANIAN PELATIHAN TEKNIS BUDIDAYA KEDELAI BAGI PENYULUH PERTANIAN DAN BABINSA PENGAIRAN KEDELAI BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN PUSAT PELATIHAN PERTANIAN 2015 Sesi : PENGAIRAN KEDELAI Tujuan Berlatih

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tinggi Bibit (cm) Dari hasil sidik ragam (lampiran 4a) dapat dilihat bahwa pemberian berbagai perbandingan media tanam yang berbeda menunjukkan pengaruh nyata terhadap tinggi

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja...

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja... SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal 8.4 1. ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja... Klorofil Kloroplas Hormon Enzim Salah satu faktor yang mempengaruhi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Jambu Biji Merah Nama ilmiah jambu biji adalah Psidium guajava. Psidium berasal dari bahasa yunani yaitu psidium yang berarti delima, guajava

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Greenhouse Universitas Muhammadiyah

TATA CARA PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Greenhouse Universitas Muhammadiyah III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Greenhouse Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Yogyakarta. Penelitian ini dilakukan selama bulan November 2016-Februari

Lebih terperinci

BAB VII PERANAN AIR BAGI PERTUMBUHAN TANAMAN

BAB VII PERANAN AIR BAGI PERTUMBUHAN TANAMAN BAB VII PERANAN AIR BAGI PERTUMBUHAN TANAMAN Peranan air dalam pertumbuhan tanamanan Air adalah salah satu komponen fisik yang sangat vital dan dibutuhkan dalam jumlah besar untuk pertumbuhan dan perkembangan

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN KADAR AIR BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI HIJAUAN TANAMAN Indigofera zollingeriana RINGKASAN

PENGARUH PEMBERIAN KADAR AIR BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI HIJAUAN TANAMAN Indigofera zollingeriana RINGKASAN PENGARUH PEMBERIAN KADAR AIR BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI HIJAUAN TANAMAN Indigofera zollingeriana Marza Ayu Dea Ranti Program Studi Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar

Lebih terperinci

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat Dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2016 Agustus 2016 yang

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat Dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2016 Agustus 2016 yang I. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2016 Agustus 2016 yang bertempat di Lapangan (Green House) dan Laboratorium Tanah Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa media tanam yang digunakan berpengaruh terhadap berat spesifik daun (Lampiran 2) dan

Lebih terperinci

Pengaruh Tiga Jenis Pupuk Kotoran Ternak (Sapi, Ayam, dan Kambing) Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Rumput Brachiaria Humidicola

Pengaruh Tiga Jenis Pupuk Kotoran Ternak (Sapi, Ayam, dan Kambing) Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Rumput Brachiaria Humidicola Pengaruh Tiga Jenis Pupuk Kotoran Ternak (Sapi, Ayam, dan Kambing) Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Rumput Brachiaria Humidicola The Effect of Three Kind Manure (Cow, chicken, and goat) to The Vegetative

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 15 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca dan laboratorium silvikultur Institut Pertanian Bogor serta laboratorium Balai Penelitian Teknologi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Awal Lahan Bekas Tambang Lahan bekas tambang pasir besi berada di sepanjang pantai selatan desa Ketawangrejo, Kabupaten Purworejo. Timbunan-timbunan pasir yang

Lebih terperinci

VIABILITAS DAN VIGORITAS BENIH Stylosanthes guianensis (cv. Cook) YANG DISIMPAN PADA SUHU BERBEDA DAN DIRENDAM DALAM LARUTAN GIBERELIN SKRIPSI OLEH

VIABILITAS DAN VIGORITAS BENIH Stylosanthes guianensis (cv. Cook) YANG DISIMPAN PADA SUHU BERBEDA DAN DIRENDAM DALAM LARUTAN GIBERELIN SKRIPSI OLEH VIABILITAS DAN VIGORITAS BENIH Stylosanthes guianensis (cv. Cook) YANG DISIMPAN PADA SUHU BERBEDA DAN DIRENDAM DALAM LARUTAN GIBERELIN SKRIPSI OLEH IKKE YULIARTI E10012026 FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Screen House, Balai Penelitian Tanaman Sayuran

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Screen House, Balai Penelitian Tanaman Sayuran 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan di Screen House, Balai Penelitian Tanaman Sayuran (BALITSA), Lembang, Jawa Barat. Penelitian dilaksanakan dari bulan September hingga November 2016.

Lebih terperinci

BAB III METODE. 1. Waktu Penelitian : 3 bulan ( Januari-Maret) 2. Tempat Penelitian : Padukuhan Mutihan, Desa Gunungpring,

BAB III METODE. 1. Waktu Penelitian : 3 bulan ( Januari-Maret) 2. Tempat Penelitian : Padukuhan Mutihan, Desa Gunungpring, BAB III METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitian : 3 bulan ( Januari-Maret) 2. Tempat Penelitian : Padukuhan Mutihan, Desa Gunungpring, Kecamatan Muntilan, Magelang dan Laboratorium FMIPA

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Rencana Waktu dan Tempat. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni - Juli 2017 bertempat di

TATA CARA PENELITIAN. A. Rencana Waktu dan Tempat. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni - Juli 2017 bertempat di III. TATA CARA PENELITIAN A. Rencana Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni - Juli 2017 bertempat di Laboratorium Penelitian, Lahan Percobaan fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengapuran pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan dolomit yang memiliki 60 mesh. Hasil analisa tanah latosol sebelum diberi dolomit dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. lingkungan atau perlakuan. Berdasarkan hasil sidik ragam 5% (lampiran 3A)

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. lingkungan atau perlakuan. Berdasarkan hasil sidik ragam 5% (lampiran 3A) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman 1. Tinggi tanaman Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman yang mudah untuk diamati dan sering digunakan sebagai parameter untuk mengukur pengaruh dari lingkungan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. ph Tanah Data hasil pengamatan ph tanah gambut sebelum inkubasi, setelah inkubasi, dan setelah panen (Lampiran 4) menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap peningkatan ph tanah.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keinginan untuk berswasembada kedelai telah beberapa kali dicanangkan, namun

I. PENDAHULUAN. Keinginan untuk berswasembada kedelai telah beberapa kali dicanangkan, namun 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Keinginan untuk berswasembada kedelai telah beberapa kali dicanangkan, namun belum dibarengi dengan program operasional yang memadai. Melalui program revitalisasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Limbah Cair Industri Tempe. pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karna tidak

TINJAUAN PUSTAKA. A. Limbah Cair Industri Tempe. pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karna tidak II. TINJAUAN PUSTAKA A. Limbah Cair Industri Tempe Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses industri maupun domestik (rumah tangga), yang lebih di kenal sebagai sampah, yang kehadiranya

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Green House Fak. Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pengamatan pertumbuhan tanaman kedelai Edamame dilakukan di rumah. B. Bahan dan Alat Penelitian

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pengamatan pertumbuhan tanaman kedelai Edamame dilakukan di rumah. B. Bahan dan Alat Penelitian III. TATA CARA PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Pengamatan pertumbuhan tanaman kedelai Edamame dilakukan di rumah kaca Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Januari

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada 5 o 22 10 LS dan 105 o 14 38 BT dengan ketinggian

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai Agustus 2010. Penelitian dilakukan di lahan percobaan NOSC (Nagrak Organic S.R.I. Center) Desa Cijujung,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. di daerah yang minim nutrisi. Rumput gajah membutuhkan sedikit atau tanpa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. di daerah yang minim nutrisi. Rumput gajah membutuhkan sedikit atau tanpa 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rumput Gajah Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) adalah tanaman yang dapat tumbuh di daerah yang minim nutrisi. Rumput gajah membutuhkan sedikit atau tanpa tambahan nutrien

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4.1. Tinggi Tanaman BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Data hasil analisis ragam dan uji BNT 5% tinggi tanaman disajikan pada Tabel 1 dan Lampiran (5a 5e) pengamatan tinggi tanaman dilakukan dari 2 MST hingga

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Green House Fakultas Pertanian,

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Green House Fakultas Pertanian, III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Green House Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan September - November 2014. B. Bahan

Lebih terperinci

Pengaruh Pemberian Cendawan Mikoriza Arbuskula terhadap Pertumbuhan dan Produksi Rumput Setaria splendida Stapf yang Mengalami Cekaman Kekeringan

Pengaruh Pemberian Cendawan Mikoriza Arbuskula terhadap Pertumbuhan dan Produksi Rumput Setaria splendida Stapf yang Mengalami Cekaman Kekeringan Media Peternakan, Agustus 24, hlm. 63-68 ISSN 126-472 Vol. 27 N. 2 Pengaruh Pemberian Cendawan Mikoriza Arbuskula terhadap Pertumbuhan dan Produksi Rumput Setaria splendida Stapf yang Mengalami Cekaman

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai Mei 2016

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai Mei 2016 III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai Mei 2016 di Lahan Percobaan, Laboratorium Penelitian dan Laboratorium Tanah Fakultas

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di laboratorium pengolahan limbah Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dan di Laboratorium

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Bahan Humat dengan Carrier Zeolit terhadap Jumlah Tandan Pemberian bahan humat dengan carrier zeolit tidak berpengaruh nyata meningkatkan jumlah tandan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan Ion Leakage Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Parameter pertumbuhan yang diukur adalah tinggi, berat basah, dan berat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Parameter pertumbuhan yang diukur adalah tinggi, berat basah, dan berat BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pertumbuhan Parameter pertumbuhan yang diukur adalah tinggi, berat basah, dan berat kering akhir tanaman. Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman yang sering diamati

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan mulai akhir bulan Desember 2011-Mei 2012. Penanaman hijauan bertempat di kebun MT. Farm, Desa Tegal Waru. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Sifat Kimia dan Fisik Latosol Darmaga Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga yang digunakan dalam percobaan ini disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Sifat Kimia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Tanaman Kacang Hijau Kacang-kacangan (leguminosa), sudah dikenal dan dimanfaatkan secara luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman tumbuhtumbuhan,

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman tumbuhtumbuhan, 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman tumbuhtumbuhan, diantaranya tanaman buah, tanaman hias dan tanaman sayur-sayuran. Keadaan

Lebih terperinci

I. TATA CARA PENELITIAN. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

I. TATA CARA PENELITIAN. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten I. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Green House Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul,

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN

TATA CARA PENELITIAN III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Tamantirto, Kasihan, Kabupaten Bantul, D.I.Y.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kacang Hijau

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kacang Hijau 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kacang Hijau Kacang hijau termasuk dalam keluarga Leguminosae. Klasifikasi botani tanman kacang hijau sebagai berikut: Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Classis

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 8 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian yang dilakukan terdiri dari (1) pengambilan contoh tanah Podsolik yang dilakukan di daerah Jasinga, (2) analisis tanah awal dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan data Badan Meteorologi dan Geofisika Darmaga, Bogor (Tabel Lampiran 1) curah hujan selama bulan Februari hingga Juni 2009 berfluktuasi. Curah hujan terendah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Metode Percobaan 12 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan pada bulan Juni 2011 sampai dengan bulan September 2011 di rumah kaca kebun percobaan Cikabayan, IPB Darmaga Bogor. Analisis tanah

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksankan di Lahan Fakultas Peternakan dan Pertanian dan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksankan di Lahan Fakultas Peternakan dan Pertanian dan 16 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksankan di Lahan Fakultas Peternakan dan Pertanian dan di Laboratorium Ekologi dan Produksi Tanaman Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro,

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan kering, Desa Gading PlayenGunungkidul Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang terdiri dari akar tunggang, akar sekunder yang tumbuh dari akar tunggang, serta akar cabang yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kedelai tetap dipandang penting oleh Pemerintah dan telah dimasukkan dalam program pangan nasional, karena komoditas ini mengandung protein nabati yang tinggi 38%, lemak

Lebih terperinci

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: pertumbuhan tanaman bayam cabut (Amaranthus

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: pertumbuhan tanaman bayam cabut (Amaranthus PERTUMBUHAN TANAMAN BAYAM CABUT (Amaranthus tricolor L.) DENGAN PEMBERIAN KOMPOS BERBAHAN DASAR DAUN KRINYU (Chromolaena odorata L.) Puja Kesuma, Zuchrotus Salamah ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

LAJU PERTUMBUHAN DAN LAJU ASIMILASI BERSIH RUMPUT GAJAH DARI LETAK TUNAS STEK YANG BERBEDA DENGAN BEBERAPA DOSIS PUPUK NITROGEN SKRIPSI.

LAJU PERTUMBUHAN DAN LAJU ASIMILASI BERSIH RUMPUT GAJAH DARI LETAK TUNAS STEK YANG BERBEDA DENGAN BEBERAPA DOSIS PUPUK NITROGEN SKRIPSI. LAJU PERTUMBUHAN DAN LAJU ASIMILASI BERSIH RUMPUT GAJAH DARI LETAK TUNAS STEK YANG BERBEDA DENGAN BEBERAPA DOSIS PUPUK NITROGEN SKRIPSI Oleh SAVITRI SARI FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS DIPONEGORO S E

Lebih terperinci

BAHAN METODE PENELITIAN

BAHAN METODE PENELITIAN BAHAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan penelitian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan, dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl, dilaksanakan pada

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 9 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada periode Juli 2015 sampai dengan Februari 2016. Bertempat di screen house B, rumah kaca B dan laboratorium ekologi dan

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Tinggi Tanaman. Hasil penelitian menunjukan berbagai kadar lengas tanah pada stadia

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Tinggi Tanaman. Hasil penelitian menunjukan berbagai kadar lengas tanah pada stadia IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Tinggi Tanaman Hasil penelitian menunjukan berbagai kadar lengas tanah pada stadia pertumbuhan yang berbeda memberikan pengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Kimia dan Fisik Tanah Sebelum Perlakuan Berdasarkan kriteria penilaian ciri kimia tanah pada Tabel Lampiran 5. (PPT, 1983), Podsolik Jasinga merupakan tanah sangat masam dengan

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH TENTANG. Oleh SUSI SUKMAWATI NPM

KARYA ILMIAH TENTANG. Oleh SUSI SUKMAWATI NPM KARYA ILMIAH TENTANG BUDIDAYA PAKCHOI (brassica chinensis L.) SECARA ORGANIK DENGAN PENGARUH BEBERPA JENIS PUPUK ORGANIK Oleh SUSI SUKMAWATI NPM 10712035 POLITEKNIK NEGERI LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2012 I.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Kacang Hijau Kacang hijau (Vigna radiata L.) merupakan salah satu komoditas tanaman kacang-kacangan yang banyak dikonsumsi rakyat Indonesia. Kacang hijau termasuk

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Botani FMIPA Universitas

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Botani FMIPA Universitas 26 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Botani FMIPA Universitas Lampung dari bulan Februari-Juni 2015. B. Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kedalaman tanah sekitar cm (Irwan, 2006). dan kesuburan tanah (Adie dan Krisnawati, 2007).

TINJAUAN PUSTAKA. kedalaman tanah sekitar cm (Irwan, 2006). dan kesuburan tanah (Adie dan Krisnawati, 2007). 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Akar kedelai terdiri atas akar tunggang, lateral, dan serabut. Pertumbuhan akar tunggang dapat mencapai panjang sekitar 2 m pada kondisi yang optimal, namun umumnya hanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill.) merupakan salah satu komoditas tanaman

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill.) merupakan salah satu komoditas tanaman I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max [L.] Merrill.) merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang penting dalam peningkatan gizi masyarakat Indonesia. Hal tersebut didasarkan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan mulai bulan Juli sampai Oktober 2011, dan dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman tomat memiliki daerah penyebaran yang cukup luas, mulai dataran tinggi sampai dataran rendah. Data dari BPS menunjukkan rata-rata pertumbuhan luas panen, produktivitas,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar Hasil Uji t antara Kontrol dengan Tingkat Kematangan Buah Uji t digunakan untuk membandingkan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah di laksanakan di Rumah Kaca Kebun Percobaan Fakultas Pertanian, Jalan Bina Widya KM 12,5 Simpang Baru Kecamatan Tampan Pekanbaru yang berada

Lebih terperinci

II. METODE PENELITIAN

II. METODE PENELITIAN 9 II. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober 2015 sampai bulan Desember 2015 yang bertempat di di Pusat Penelitian dan Pengembangan Lahan Kering

Lebih terperinci

III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai 3 Juni Juli 2016 di Green House

III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai 3 Juni Juli 2016 di Green House III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai 3 Juni 2016-15 Juli 2016 di Green House Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. B. Bahan dan Alat

Lebih terperinci