BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. manufaktur di Bursa Efek Indonesia tahun Ada beberapa teori yang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. manufaktur di Bursa Efek Indonesia tahun Ada beberapa teori yang"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori Penelitian ini mengangkat masalah mengenai pengaruh kebijakan dividen, leverage, dan kepemilikan manajerial terhadap kos keagenan pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia tahun Ada beberapa teori yang berkaitan dengan penelitian ini, antara lain yaitu teori keagenan, kos keagenan, teori struktur modal, kebijakan dividen, leverage, struktur kepemilikan, dan kepemilikan manajerial Teori Keagenan Teori keagenan menjelaskan hubungan antara dua pihak yang terlibat dalam suatu kontrak, yang terdiri atas agen sebagai pihak yang diberikan tanggung jawab untuk suatu tugas dan prinsipal sebagai pihak yang memberi tugas. Kondisi ini mengandung konsekuensi bahwa kedua belah pihak, baik agen maupun prinsipal, akan berusaha untuk memaksimalkan utilitasnya (Jensen dan Meckling, 1976). Hubungan agensi dikatakan telah terjadi ketika suatu kontrak antara seseorang (atau lebih), seorang prinsipal, dan orang lainnya, seorang agen untuk memberikan jasa demi kepentingan prinsipal termasuk melibatkan adanya pemberian delegasi kekuasaan pengambilan keputusan kepada agen (Belkaoui, 2007:186). Teori 9

2 keagenan (agency theory) merupakan basis teori yang mendasari praktik bisnis perusahaan yang dipakai selama ini. Teori tersebut berakar dari sinergi teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi. Prinsip utama teori ini menyatakan adanya hubungan kerja antara pihak yang member wewenang (prinsipal) yaitu investor dengan pihak yang menerima wewenang (agensi) yaitu manajer, dalam bentuk kontrak kerja sama yang disebut nexus of contract. Teori agensi mengasumsikan bahwa semua individu bertindak atas kepentingan mereka sendiri (Anthony dan Govindarajan, 2005:269). Pemegang saham sebagai prinsipal diasumsikan hanya tertarik pada hasil keuangan yang bertambah atau investasi mereka di dalam perusahaan. Sedangkan para agen diasumsikan menerima kepuasan berupa kompensasi keuangan dan syarat-syarat yang menyertai dalam hubungan tersebut. Widana dan Ratnadi (2008) menyatakan adanya pemisahan antara kepemilikan dan pengelolaan suatu perusahaan menimbulkan masalah keagenan (agency problem). Masalah ini timbul karena adanya kecenderungan dari manajemen untuk melakukan moral hazard dalam memaksimalkan kepentingan sendiri dengan mengorbankan kepentingan pihak prinsipal. Teori keagenan juga dapat mengimplikasikan adanya asimetri informasi. Asimetri informasi adalah suatu kondisi di mana ada ketidakseimbangan perolehan informasi antara pihak manajemen sebagai penyedia informasi dengan pihak pemegang saham dan stakeholder, sebagai pengguna informasi. Asimetri informaasi menimbulkan dua dampak, kedua dampak tersebut adalah sebagai berikut. 10

3 1) Adverse selection Adverse selection adalah suatu tipe informasi asimetri dimana satu orang atau lebih pelaku transaksi bisnis atau transaksi potensial mempunyai informasi lebih atas yang lain (Scott, 2000). Informasi ini kemudian digunakan oleh manajer untuk mengambil keputusan yang berkaitan dengan jalannya perusahaan, namun pada akhirnya keputusan yang diambil tersebut salah satu keliru sehingga hal ini dapat merugikan perusahaan. 2) Moral Hazard Moral hazard adalah jenis asimetri informasi dimana satu pihak dalam suatu perusahaan (manajer), memiliki informasi yang dimiliki ini kemudian digunakan oleh manajer untuk mengambil keputusan, namun keputusan tersebut diambil untuk keuntungan atau kepentingan dirinya sendiri sehingga keputusan tersebut dapat merugikan perusahaan. Menurut Baiman (1990) dalam Elqorni (2009), terdapat 3 model hubungan agensi, yaitu: The Principal-Agent Model, The Transaction Cost Economic Model, The Rochester Model. Ketiganya memiliki dua kerangka kesamaan dan dua perbedaan. Kesamaannya, pertama, ketiganya memahami ketentuan dan penyebab hilangnya efesiensi yang diciptakan oleh divergensi antara perilaku kerjasama dan kepentingan individu. Kedua, ketiganya menganalisa dan memahami implikasi perbedaan proses pengendalian menghindari hilangnya efisiensi pada maslah agensi. Sedangkan perbedaannya, pertama, menekankan perbedaan sumber-sumber divergensi perilaku kerjasama dan kepentingan individu. Kedua, menekankan 11

4 perbedaan aspek pada agenda riset pada umumnya. Ketiga, pemodelan berhati-hati yang mendasari konteks ekonomi yang menyebabkan timbulnya masalah agensi. Keempat, derivasi optimalisasi hubungan kerja dan memahami bagaimana hubungan kerja yang meringankan masalah agensi. Kelima, komparasi hasil-hasil untuk melakukan observasi praktik model yang dipakai dan menganalisanya. Artinya dalam kerangka umum model hubungan agensi memperlihatkan bahwa manajer melakukan maksimalisasi expected utility agar dapat mempengaruhi desain kontrak kerja mereka. Pemilik dan manajer secara bersamaan dibatasi biaya atas masalah agensi, sehingga memerlukan insentif untuk mendesain kontrak yang mengurangi secara efisien masalah agensi. Dua tokoh utama (prinsipal dan agen) dalam interaksi bisnis tersebut sebenarnya mengarah pada kepentingan yang sama, yaitu wealth (kekayaan). Agency problem secara garis besar dapat terjadi ketika manajer membuat sebuah keputusan yang tidak konsisten dengan tujuan umum dari sebuah perusahaan yaitu memaksimalkan kemakmuran pemegang saham. Hal ini dikarenakan manajer ingin mementingkan dirinya sendiri. Eisenhardt (1989) menggunakan tiga asumsi sifat dasar manusia guna menjelaskan tentang teori agensi yaitu: (1) manusia pada umumnya mementingkan diri sendiri (self interest), (2) manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang (bounded rationality), dan (3) manusia selalu menghindari risiko (risk adverse). Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia tersebut manajer sebagai manusia kemungkinan besar akan bertindak berdasarkan sifat opportunistic, yaitu mengutamakan kepentingan-kepentingan (Wibisono, 2004). 12

5 Munculnya masalah keagenan dijelaskan dalam beberapa faktor. Faktorfaktor tersebut adalah sebagai berikut. 1) Moral Hazard Astika (2010) menyatakan moral hazard sebagai berikut sebagai ketidakbersediaan berupaya, padahal terdapat kesempatan untuk melaksanakan upaya tersebut. Astika (2010) menggambarkan ketimpangan dalam penguasaan informasi dari beberapa orang yang melakukan transaksi bisnis atau potensial transaksi, yaitu pihak yang satu dapat mengobservasi kegiatan transaksinya secara penuh dibandingkan dengan pihak yang lainnya sebagai moral hazard. Moral hazard adalah suatu tipe informasi asimetri (asymmetric information) di mana satu orang atau lebih pelaku bisnis atau transaksi potensial yang dapat mengamati kegiatan-kegiatan mereka secara penuh dibandingkan dengan pihak lain. Masalah moral hazard ini terjadi karena pihak-pihak di luar perusahaan (investor) mendelegasikan tugas dan kewenangannya kepada manajer tetapi investor tidak dapat sepenuhnya memantau manajer dalam melaksanakan pendelegasian tersebut. 2). Penahanan laba (Earning Retention) Masalah ini berkisar pada kecenderungan untuk melakukan investasi yang berlebihan oleh pihak manajemen melalui peningkatan dana pertumbuhan dengan tujuan memperbesar kekuasaan, prestise, atau memperbesar kemampuan untuk mendominasi dewan komisaris, maupun penghargaan bagi dirinya, namun dapat menghancurkan kesejahteraan pemegang saham. 13

6 3). Horizon Waktu Konflik ini muncul sebagai akibat dari kondisi arus kas, dimana pemegang saham lebih menekankan pada arus kas untuk masa depan yang kondisinya belum pasti, sedangkan manajemen cenderung menekankan kepada hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan mereka. 4). Penghindaran risiko manajerial Masalah ini muncul ketika ada batasan diversifikasi portofolio yang berhubungan dengan pendapatan manajerial atas kinerja yang dicapainya, sehingga manajer akan berusaha meminimalkan risiko saham perusahaan dari keputusan investasi yang meningkatkan risikonya. Misalnya manajemen lebih menyukai pendanaan ekuitas dan berusaha menghindari penjamin hutang, karena mengalami kebangkrutan atau kegagalan. Sartono (2001:12) menyatakan bahwa dalam usaha meminimumkan masalah keagenan atau konflik antar kelompok dalam perusahaan maka diperlukan biaya yang disebut dengan kos keagenan dan tercermin dalam empat alternatif, yaitu: 1) Pengeluaran untuk monitoring seperti halnya biaya untuk pemeriksaan akuntansi dan prosedur pengendalian intern. 2) Pengeluaran insentif sebagai kompensasi untuk manajemen atas prestasi yang konsisten. 3) Fidelity bond adalah kontrak antara perusahaan dengan pihak ketiga di mana pihak ketiga (bonding company) setuju untuk membayar perusahaan jika manajer berbuat tidak jujur sehingga menimbulkan kerugian bagi perusahaan. 14

7 4).Golden Parachutes dan poison pill dapat digunakan pula untuk mengurangi konflik antara manajemen dengan pemegang saham. Golden Parachutes adalah suatu kontrak antara manajemen dengan pemegang saham yang menjamin bahwa manajemen akan mendapatkan kompensasi sejumlah tertentu apabila perusahaan dibeli oleh perusahaan lain atau terjadi perubahan pengendalian perusahaan. Poison pill adalah usaha pemegang saham untuk menjaga agar perusahaan tidak diambil alih oleh perusahaan lain. Usaha ini dapat dilakukan dengan mengeluarkan hak penjualan saham pada harga tertentu atau mengeluarkan obligasi disertai dengan hak menjual obligasi pada harga tertentu Kos Keagenan Banyak masalah yang sering muncul berkaitan dengan masalah keagenan. Hubungan keagenan terjadi ketika hubungan antara dua pihak yang menunjukkan bahwa suatu pihak (pemegang saham) memberikan tugas kepada orang lain (manajemen) untuk melakukan suatu pekerjaan. Dalam kondisi seperti ini manajemen memiliki kecenderungan untuk berprilaku tertentu dengan mengutamakan kepentingannya sendiri. Untuk itu pemegang saham harus memiliki mekanisme pemantauan agar dapat mengendalikan perilaku manajemen sesuai aturan yang ditentukan. Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan menggunakan insentif kompensasi yang berupa pemberian saham kepada manajer dan cara lain yang dapat 15

8 dilakukan adalah dengan monitoring, misalnya dalam bentuk audit. Biaya yang dikeluarkan untuk keperluan tersebut disebut dengan biaya keagenan. Namun, biaya keagenan dapat dikurangi dengan meningkatkan level kepemilikan manajemen supaya mengurangi biaya monitoring. Biaya keagenan yang lebih rendah diasosiasikan dengan nilai perusahaan yang semakin tinggi. Alternatif untuk mengurangi biaya keagenan yaitu melalui mekanisme pengendalian internal dan mekanisme pengendalian eksternal atau pengendalian pasar. Mekanisme pengendalian internal didesain untuk menyamakan kepentingan antara manajer dengan pemegang saham. Menurut Jensen dan Meckling (1976) ada beberapa cara yang dilakukan untuk mengurangi biaya keagenanan yaitu pertama dengan meningkatkan kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen karena dengan hal itu manajer merasakan langsung manfaat dari keputusan yang diambil. Keduan dengan meningkatkan divident pay-out ratio, dengan demikian tidak tersedia cukup banyak free cash flow. Ketiga dengan meningkatkan pendanaan dengan hutang. Keempat melalui institusional investor sebagai monitoring agents. Jensen dan Meckling (1976) menyatakan terdapat tiga macam kos keagenan, diantaranya sebagai berikut. 1) Biaya bonding (bonding cost), kos ini ditanggung oleh manajer untuk memberi jaminan kepada pemilik bahwa manajer tidak melakukan tindakan yang merugikan perusahaan. 2) Biaya monitoring (monitoring cost), kos ini merupakan biaya yang dikeluarkan oleh pemegang saham untuk mengawasi aktivitas dan perilaku manajer. 16

9 3) Kerugian residual (residual loss), kos yang timbul akibat adanya perbedaan antara keputusan yang diambil oleh manajemen dengan keputusan yang seharusnya dapat memaksimalkan kesejahteraan pemegang saham Mekanisme Untuk Mengurangi Masalah Keagenan Arifin (2005:60) menyatakan bahwa mekanisme untuk mengurangi masalah agensi adalah sebagai berikut: 1) Mekanisme kontrol dengan monitoring Ada beberapa mekanisme untuk mengurangi kos keagenan. Berikut mekanisme-mekanisme kontrol dengan monitoring yang dapat dipakai untuk mengurangi masalah keagenan : (1) Pembentukan Dewan Komisaris Pembentukan dewan komisaris adalah salah satu mekanisme yang banyak dipakai untuk memonitoring manajer. Namun penelitian Mace (1986) menemukan bahwa pengawas dewan komisaris terhadap manajemen pada umumnya tidak efektif. Ini terjadi karena proses pemeliharaan dewan komisaris yang kurang demokratis dimana kandidat dewan komisaris sering dipilih oleh manajemen sehingga stelah dipilih tidak berani mengkritik manajemen. Namun jika manajemen didominasi oleh anggota dari luar (independent board of director) maka monitoring dewan komisaris terhadap manajer menjadi lebih efektif seperti yang ditemukan oleh Weisbach (1988). 17

10 (2) Pasar Corporate Control Manne (1965) menyatakan bahwa adanya pasar untuk corporate control dimana pasar yang menurun nilainya akibat adanya masalah keagenan akan diambil oleh perusahaan lain, merupakan mekanisme yang lebih bagus, sehingga masalah agensi dapat diatasi. (3) Pemegang saham besar Model pengurangan masalah keagenan yang dibuat Jensen dan Meckling (1976) mengasumsikan bahwa pemegang saham terdiri dari investorinvestor kecil. Oleh karena itu, biaya monitoring terhadap manajemen oleh para investor tersebut akan sangat besar sehingga mereka cenderung tidak melaksanakan monitoring (4) Kepemilikan terkonsentrasi Kepemilikan dikatakan lebih terkonsentrasi untuk mencapai kontrol dominasi atau mayoritas dibutuhkan penggabungan lebih sedikit investor. (5) Pasar Manajer Fama (1980), menyatakan bahwa masalah keagenan akan berkurang dengan sendirinya karena manajer akan dicatat kinerjanya oleh pasar manajer, baik yang ada dalam perusahaan sendiri maupun yang berasal dari luar perusahaan. 2) Mekanisme kontrol dengan peningkatan kepemilikan manajer Ketika kepemilikan saham oleh manajer perusahaan meningkat, maka mereka akan berinisiatif untuk menginvestasikannya pada proyek-proyek yang 18

11 memiliki net present value (NPV) yang positif dan mengurangi konsumsi untuk kepentingan pribadinya. Insentif kepemilikan dapat memberikan manajer dan pemegang saham untung maupun rugi yang sama. 3) Mekanisme kontrol dengan bonding Jensen (1986) melihat masalah dari sudut keterbatasan uang yang dapat digunakan untuk kegiatan konsumtif. Dana tersebut adalah free cash flows, yaitu kelebihan dana yang ada dalam perusahaan setelah semua proyek yang menghasilkan net present value (NPV) positif dilaksanakan. Manajer harus menunjukkan kepada pemegang saham bahwa ia telah menunjukkan upaya menahan diri (bonding) untuk tidak menciptakan peluang melakukan penyimpangan Teori Struktur Modal Menurut Arifin (2005:93), teori struktur modal berkaitan dengan kos keagenan (agency cost) sebenarnya hanya merujuk pada teori keagenan yang dikembangkan oleh Jensen dan Meckling (1976). Teori keagenan menganggap manajer tidak selalu bertindak sesuai dengan kepentingan pemegang saham. Oleh karena itu perlu ada mekanisme agar manajer mau bertindak sesuai dengan kepentingan pemegang saham. Salah satu mekanisme yang diusulkan oleh Jensen dan Meckling (1976) adalah dengan menambah porsi hutang. Menambah porsi hutang dapat mengurangi masalah keagenan karena dua alasan pertama dengan meningkatnya hutang maka akan semakin kecil porsi saham 19

12 yang harus dijual perusahaan. Semakin kecil nilai saham yang beredar maka semakin kecil masalah agensi yang timbul antara manajer dengan pemegang saham. Kedua, dengan semakin besar hutang maka semakin kecil dana yang menganggur yang dapat dipakai manajer untuk pengeluaran-pengeluaran yang kurang perlu. Semakin besar hutang maka perusahaan harus mencadangkan lebih banyak kas untuk membayar bunga dari hutang tersebut dan juga untuk mengangsur pokok hutang. Mekanisme untuk mengurangi free cash flow oleh Jensen dan Meckling (1976) dikelompokkan sebagai mekanisme bonding, suatu mekanisme yang dipakai oleh manajer untuk membuktikan bahwa mereka tidak akan menghamburkan dana perusahaan dan dana mereka berani mengambil resiko kehilangan pekerjaan jika tidak bias mengelola perusahaan dengan serius Kebijakan Dividen Kebijakan dividen menyangkut keputusan apakah laba yang dibayarkan sebagai dividen atau ditahan untuk reinvestasi dalam perusahaan. Kebijakan dividen menimbulkan kontroversi karena bila dividen ditingkatkan, arus kas untuk investor akan meningkat yang akan menguntungkan investor. Keputusan pembagian dividen ditentukan oleh pemegang saham melalui RUPS memberikan konsekuensi bahwa besar kecilnya dividen dapat dijadikan alat bagi pemegang saham untuk mengendalikan manajemen. Hubungan keagenan antara pemilik perusahaan dengan manajemen menciptakan kesempatan bagi manajemen untuk mengejar tujuan 20

13 pribadinya di samping memaksimalkan kesejahteraan pemilik (Widanaputra dan Ratnadi, 2008). Schooley et al. (1994) mengungkapkan bahwa kebijakan dividen dan manajerial digunakan untuk menurunkan biaya keagenan. Mereka menguji kebijakan dividen dan kepemilikan saham sebagai suatu hal yang saling berhubungan untuk mengurangi biaya keagenan. Dengan memberikan kepemilikan saham bagi manajemen mungkin dapat mengurangi biaya keagenan. Pembayaran dividen menyebabkan jumlah dana yang dikelola oleh perusahaan menjadi semakin kecil. Demikian juga dengan memberikan kepemilikan saham menyebabkan manajemen mungkin tidak akan melakukan manipulasi karena di samping sebagai manajemen dia juga berposisi sebagai pemilik perusahaan. Kedua posisi tersebut akan dapat mengurangi besarnya biaya keagenan. Martin et al (1999:473) dalam Mardy (2008) mengatakan bahwa ada beberapa pola kebijakan pembayaran dividen yang biasa dipraktikkan, yaitu: 1) Rasio pembayaran dividen konstan (constant dividend payaout ratio) Jumlah dividen dibakukan sekian persen dari pendapatan perusahaan. Meskipun rasio dividen terhadap pendapatan itu stabil atau tetap, jumlah uangnya (sekian dolar, sekian rupiah) tentu saja bias saja berubah sesuai dengan perubahan jumlah pendapatan. 2) Dividen per lembar saham dalam jumlah stabil (stable amount per share) Jumlah dividen yang dibayarkan dari waktu ke waktu jumlah tetap. Kenaikan jumlah dividen akan terlaksana jika manajemen yakin perusahaan sudah 21

14 mampu membayarnya dari waktu ke waktu, karena sekali naik maka jumlahnya tidak turun lagi. Tapi, manajemen juga dapat memutuskan untuk mengurangi jumlah tersebut jika kemampuan pendapatan perusahaan dirasakan mengendur. Perubahan jumlah tersebut harus lebih cermat, karena sifat yang semi-permanen. 3) Dividen regular plus ekstra tutup tahun (low regular dividend plus extra) Perusahaan secara regular (misalnya per kwartal) membayarkan dividen dalam jumlah yang kecil, namun di akhir tahun, perusahaan menambahkan ekstra dividen (tentu saja bila di tahun tersebut perusahaan memang memetik laba yang cukup banyak). Tujuan dari digunakannya cara ini adalah untuk menghapus konotasi dividen permanen. Tujuan ini tidak aka nada jika investor setiap akhir tahun selalu menunggu-nunggu dividen ekstra. Kebijakan dividen pada hakikatnya menentukan berapa banyak bagian keuntungan yang akan dibagikan kepada para pemegang saham, dan beberapa banyak yang akan ditahan. Schelenger et al. (1989) dalam Widanaputra dan Ratnadi (2008) meneliti tentang hubungan antara kebijakan dividen dengan komposisi board of director dan kesejahteraan pemegang saham. Mereka berpendapat bahwa baik pemilik perusahaan maupun manajemen akan menciptakan beberapa strategi untuk melakukan kontrol terhadap aset perusahaan. Manajemen mungkin tidak mengendalikan aset dengan cara yang terbaik, tetapi pemilik mempunyai kepentingan untuk melakukan pengendalian yang baik terhadap manajemennya untuk kepentingan dirinya. 22

15 2.1.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen Faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen suatu perusahaan antara lain sebagai berikut (Riyanto,2001,267) : 1) Posisi likuditas perusahaan Makin kuatnya posisi likuiditas perusahaan berarti makin besar kemampuannya untuk membayar dividen. Jadi dapat dikatakan bahwa makin kuat likuiditas perusahaan maka makin tinggi dividend payout ratio-nya. 2) Kebutuhan dana untuk membayar hutang Apabila perusahaan menetapkan pelunasan hutangnya akan mengambil dari laba ditahan, berarti perusahaan harus menahan sebagian besar laba dari pendapatannya untuk keperluan tersebut. Ini berarti bahwa hanya sebagaian kecil saja dari pendapatan atau earning dapat dibayarkan sebagai dividen. Dengan kata lain perusahaan harus menetapkan dividend payout ratio yang rendah. 3) Tingkat pertumbuhan perusahaan Makin cepat tingkat pertumbuhan perusahaan, makin besar kesempatan dana yang dibutuhkan, makin besar bagian dari pendapatan yang ditahan dalam perusahaan yang berarti makin rendah dividend payout ratio-nya. Apabila perusahaan telah mencapai tingkat pertumbuhan sedemikian rupa sehingga perusahaan telah well established. Dimana kebutuhan dananya dapat dipenuhi dengan dana yang berasal dari pasar modal atau sumber dana lainnya, maka 23

16 keadaannya akan berbeda. Dalam hal ini perusahaan akan menetapkan dividend payout ratio yang tinggi. 4) Pengawasan terhadap perusahaan Ada perusahaan yang mempunyai kebijakan hanya membiayai ekspansinya dengan dana yang berasal dari sumber intern saja. Kebijakan tersebut dijalankan atas dasar pertimbangan bahwa apabila ekspansi dibiayai dengan dana yang berasal dari hasil penjualan saham baru akan melemahkan kontrol dari kelompok dominan dalam perusahaan, demikian pula apabila membiayai ekspansi dengan hutang akan memperbesar resiko finansialnya. Mempercayakan pada pembelanjaan intern dalam rangka usaha mempertahankan kontrol terhadap perusahaan, berarti mengurangi dividend payout ratio-nya Leverage Menurut Weston dan Brigham (1997) dalam Kristya (2007) leverage adalah tingkat penggunaan hutang sebagai sumber pembiayaan perusahaan. Menurut Widanaputra dan Ratnadi (2008), leverage keuangan adalah penggunaan sumber dana yang menimbulkan beban tetap keuangan. Beban tetap keuangan yaitu bunga yang harus dibayar tanpa memperdulikan tingkat laba perusahaan. Adapun rasio pengelolaan utang dibagi menjadi tiga yaitu, rasio utang, rasio kemampuan membayar bunga atau Time Interest Earned (TIE), dan rasio kemampuan membayarkan beban tetap. 24

17 Perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi, dalam hubungannya dengan leverage, sebaiknya menggunakan ekuitas sebagai sumber pembiayaannya agar tidak terjadi biaya keagenan (agency cost) antara pemegang saham dengan manajemen perusahaan, sebaliknya perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang rendah sebaiknya menggunakan hutang sebagai sumber pembiayaannya karena penggunaan hutang akan mengharuskan perusahaan tersebut membayar bunga secara teratur. Leverage keuangan menunjukkan dua hal penting. Dengan demikian dana melalui utang, pemilik dapat mempertahankan pengendalian atas perusahaan dengan investasi terbatas. Kreditor mensyaratkan adanya ekuitas atau dana yang disediakan oleh pemilik sebagai margin pengaman. Jika pemilik hanya menyediakan sebagian kecil dari pembiayaan total, maka risiko perusahaan dipikul terutama oleh kreditornya (Widanaputra dan Ratnadi, 2008) Struktur Kepemilikan Struktur kepemilikan (ownership structure) merupakan persentase saham yang dimiliki oleh insider shareholder dan outsider holders. Menurut Edy Mas ud (2003) struktur kepemilikan dapat dijelaskan dari dua sudut pandang yaitu pendekatan keagenan (agency approach) dan pendekatan ketidak seimbangan informasi (asymmetric information approach). Pendekatan keagenan menganggap struktur kepemilikan sebagai sebuah instrument atau alat untuk mengurangi konflik kepentingan diantara berbagai pemegang klaim. Sedangkan pendekatan ketidakseimbangan informasi memandang mekanisme struktur kepemilikan sebagai 25

18 suatu cara untuk mengurangi ketidak seimbangan informasi antara insider dan outsider melalui pengungkapan informasi di pasar informasi di pasar modal. Menurut Kristya (2007:10) pemegang saham sebagai pemilik modal dapat dibedakan menjadi 3, diantaranya adalah: 1) Internal Ownership Adalah pemegang saham yang merupakan pihak insiders perusahaan yang ikut aktif dalam kegiatan operasional perusahaan seperti dewan direksi dan manajer. 2) Eksternal Ownership Adalah pemegang saham perorangan yang pasif dalam kegiatan operasional perusahaan di luar pihak insiders perusahaan. 3) Institution Ownership Adalah pemegang saham yang berbentuk institusi (perusahaan) yang pasif dalam kegiatan operasional perusahaan. Struktur kepemilikan perusahaan berbeda setiap negara. Kepemilikan yang menyebar (banyak pemilik dengan presentase kecil) hanya terjadi pada negara dengan perlindungan legal yang sangat baik terhadap pemilik. Sedangkan di negara dengan perlindungan negara yang buruk, kepemilikannya cenderung terkonsentrasi (sedikit pemilik dengan kepemilikan dalam jumlah besar). Bahkan dalam banyak kasus, kepemilikan perusahaan banyak dikendalikan oleh keluarga atau negara (Gunarsih, 2003). Pada kepemilikan menyebar, masalah perbedaan kepentingan utama yang terjadi, adalah antara kepentingan pemilik (pemegang saham) dan kepentingan 26

19 pengelola (manajemen). Permasalahan perbedaan kepentingan ini berbeda dengan perusahaan yang mempunyai struktur kepemilikan terkonsentrasi. Kepemilikan terkonsentrasi masalah utamanya yaitu perbedaan kepentingan antara pemilik mayoritas dan sebagai pengendali perusahaan dengan pemilik minoritas Kepemilikan Manajerial Kepemilikan manajerial adalah jumlah kepemilikan saham oleh pihak manajemen dari seluruh modal saham perusahaan yang dikelola (Gideon, 2005). Kepemilikan manajerial marupakan konsentrasi kepemilikan saham yang dimiliki oleh pihak manajemen (agen) dalam suatu perusahaan. Penelitian yang pernah dilakukan Jansen dan Meckling (1976) menunjukkan bahwa untuk meminimalkan konflik keagenan adalah dengan meningkatkan kepemilikan manajerial di dalam perusahaan. Ross et al (1999) menyatakan bahwa semakin besar kepemilikan manajemen dalam perusahaan maka manajemen akan cenderung berusaha meningkatkan kinerjanya untuk kepentingan pemegang saham dan kepentingannya sendiri. Besar kecilnya jumlah kepemilikan saham manajerial dalam perusahaan dapat mengindikasikan adanya kesamaan (congruence) kepentingan antara manajemen dengan pemegang saham (Faizal, 2004). Kepemilikan saham manajerial akan membantu penyatuan kepentingan antara manajer dan pemegang saham, sehingga manajer ikut merasakan secara langsung manfaat dari keputusan yang diambil dan ikut pula menanggung kerugian dari pengambilan keputusan yang salah. 27

20 Penelitian Ross et al. (1999) dalam Prasetiyo (2010) menemukan bahwa semakin besar proporsi kepemilikan manajemen, maka manajemen cenderung berusaha lebih giat untuk kepentingan pemegang saham untuk meningkatkan nilai perusahaan, salah satunya dengan menerapkan konservatisme akuntansi. Gideon (2005) dalam Ujiyantho dan Pramuka (2007) mengatakan bahwa persentase tertentu kepemilikan saham oleh pihak manajemen cenderung mempengaruhi tindakan manajemen laba Hubungan Antara Kebijakan Dividen dengan Kos Keagenan Keputusan pembagian dividen ditentukan oleh pemegang saham melalui RUPS memberikan konsekuensi bahwa besar kecilnya dapat dijadikan oleh pemegang saham untuk mengendalikan manajemen. Hubungan keagenan antara pemilik perusahaan dengan manajemen menciptakan kesempatan bagi manajemen untuk mengejar tujuan pribadinya disamping memaksimalkan kesejahteraan pemilik. Penelitian yang meneliti tentang hubungan kebijakan dividen dengan kos keagenan diantaranya Schooley et al. (1994) menyatakan bahwa kebijakan dividen dan manajerial digunakan untuk menurunkan kos keagenan, dan Easterbrook (1984) berpendapat bahwa dividen memainkan peran dalam mengendalikan masalah keagenan ekuitas. Sedangkan Mollah et al (2000) juga berpendapat yang sama bahwa menurut hasil penelitiannya kebijakan dividen dan kepemilikan saham sebagai suatu yang saling berhubungan untuk mengurangi kos keagenan. Dengan memberikan kepemilikan saham bagi manajemen mungkin dapat mengurangi kos keagenan. 28

21 Pembayaran dividen menyebabkan jumlah dana yang dikelola perusahaan menjadi semakin kecil, demikian juga dengan memberikan kepemilikan saham menyebabkan manajemen tidak akan melakukan manipulasi karena disamping juga sebagai manajemen dia juga beroperasi sebagai pemilik perusahaan. Kedua kondisi tersebut akan dapat mengurangi besarnya kos keagenan. Hasil dari penelitian ini adalah kebijakan dividen dan kepemilikan saham berhubungan negatif dengan kos keagenan. Wei et al (2003) juga berpendapat demikian dimana terdapat korelasi negatif antara dividen per saham dengan kepemilikan saham Hubungan Antara Leverage dengan Kos Keagenan Kecenderungan para manajer untuk melakukan aktivitas hanya untuk kepentingan sendiri juga timbul karena para pemegang saham tidak mungkin dapat mengawasi seluruh aktivitas yang dilakukan oleh manajer. Untuk mengurangi agency conflict ini, para pemegang saham harus mengeluarkan biaya-biaya yang disebut dengan agency cost. Agency cost terdiri dari seluruh biaya yang membebani pemegang saham untuk mendorong manajer agar berusaha memaksimumkan harga saham perusahaan dari pada hanya bertindak untuk kepentingan pribadi saja. Menurut Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa salah satu cara untuk menengahi masalah keagenan adalah meningkatkan hutang. Argumen tersebut didukung oleh pernyataan bahwa dengan meningkatkannya hutang akan semakin kecil porsi saham yang akan dijual perusahaan dan semakin besar hutang perusahaan maka semakin kecil dana menganggur yang dapat dipakai perusahaan untuk dipakai perusahaan 29

22 untuk pengeluaran-pengeluaran yang kurang perlu. Semakin besar hutang maka perusahaan harus mencadangkan lebih banyak kas untuk membayar bunga serta pokok pinjaman. Mekanisme untuk mengurangi free cash flow ini oleh Jensen (1986) dikelompokan sebagai bonding, yaitu suatu mekanisme yang dipakai manajer untuk membuktikan bahwa mereka tidak akan menghamburkan dana perusahaan dan mereka tidak akan menghamburkan dana perusahaan dan mereka berani mengambil risiko kehilangan pekerjaan jika tidak bias mengelola perusahaan dengan serius. Disisi pemegang saham, kebijakan peningkatan hutang dapat mengurangi pengawasan terhadap manajemen karena pihak ketiga yang meminjamkan dana (bondholder) akan melakukan pengawasan terhadap manajemen agar pinjamannya tidak disalah gunakan. Dalam penelitian ini kebijakan hutang diproksikan dengan leverage. Leverage mengukur nilai dana yang dibiayai dari pinjaman pihak ketika. Sehingga hubungan leverage dengan kos keagenan adalah negatif yang berarti semakin tinggi leverage akan dapat menurunkan kos keagenan Hubungan Antara Kepemilikan Manajerial dengan Kos Keagenan Kecenderungan para manajer untuk melakukan aktivitas hanya untuk kepentingan sendiri timbul karena para pemegang saham tidak mungkin dapat mengawasi seluruh aktivitas yang dilakukan oleh manajer. Untuk mengurangi agency conflict ini, para pemegang saham harus mengeluarkan biaya-biaya yang disebut dengan agency cost. 30

23 Menurut Crutchley dan Hansen (1989) dalam Vivin (2005:16) untuk mengurangi agency cost ada dua cara yang dilakukan, salah satunya yaitu dengan meningkatkan kepemilikan manajerial saham manajer dalam perusahaan, sehingga terdapat persamaan kepentingan dengan pemegang saham. Besar kecilnya jumlah kepemilikan saham manajerial dalam perusahaan dapat mengindikasikan adanya kesamaan (congruence) kepentingan antara manajemen dengan pemegang saham. Perusahaan dengan jumlah kepemilikan saham yang besar seharusnya mempunyai konflik keagenan yang rendah dan agency cost yang rendah pula. Rozeff (1982) berpendapat bahwa kebijakan dividen dan kepemilikan saham manajerial adalah pengganti peralatan yang digunakan untuk mengurangi biaya agen. Konflik keagenan yang rendah dapat direflesikan dari rendahnya selling and general administrative (SGA) yang merupakan proksi dari beban operasi yang ditunjukkan dari rendahnya biaya audit (monitoring) yang timbul akibat monitoring kinerja manajer yang dilakukan oleh pemegang saham (prinsipal). Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi agency cost ini adalah dengan meningkatkan kepemilikan dari saham (insider ownership) / kepemilikan manajerial. Dengan adanya kepemilikan manajerial yang tinggi diharapkan agency cost yang timbul akan semakin rendah. 2.2 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya Sebagai acuan dalam penelitian ini adalah penelitian sebelumnya antara lain: 1) Meryani (2008) meneliti variabel kepemilikan manajerial dan risiko sebagai variabel bebas dan kos keagenan sebagai variabel terikat. Objek 31

24 penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode Analisis data yang digunakan adalah model persamaan regresi berganda dan melakukan pengujian asumsi klasik diantaranya, uji normalitas, multikolinearitas, autokorelasi, heteroskedastisitas serta linearitas. Hasil penelitian Meryani menunjukkan struktur risiko berpengaruh signifikan terhadap kos keagenan. Secara parsial kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap kos keagenan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode tahun Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Meryani adalah sama-sama menggunakan kepemilikan manajerial sebagai variabel bebas, menggunakan uji asumsi klasik dengan teknik analisis data, dan penelitian ini sama-sama menggunakan kos keagenan sebagai variabel terikat. Perbedaan dari kedua penelitian ini adalah dilihat dari periode penelitian, penelitian Meryani menggunakan tahun sebagai periode penelitian, sedangkan penelitian ini menggunakan tahun ) Widanaputra dan Ratnadi (2008) menguji apakah kebijakan dividen, leverage, dan kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap kos keagenan. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah kos keagenan sebagai variabel terikat, sedangkan kebijakan dividen, 32

25 leverage, dan kepemilikan manajerial sebagai variabel bebas. Objek dari penelitian ini yaitu perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa efek Jakarta pada tahun 2000 sampai dengan tahun Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis regresi linear berganda dengan modal ordinary least squares dan menggunakan pengujian asumsi klasik, diantaranya yaitu uji autokorelasi dan uji nonheteroskedastisitas. Hasil penelitian Widanaputra dan Ratnadi menunjukkan bahwa kebijakan dividen tidak berpengaruh secara statistik terhadap kos keagenan (agency cost), leverage berpengaruh negatif yang signifikan secara statistik terhadap kos keagenan (agency cost) dan agency cost pada perusahaan yang dikelola oleh manajer pemilik lebih kecil dibandingkan dengan perusahaan yang dikelola manajer nonpemilik. Persamaan penelitian ini dengan penelitian Widanaputra dan Ratnadi adalah menggunakan kos keagenan sebagai variabel terikat. Perbedaannya adalah pengunaan tahun yang berbeda, pada penelitian Widanaputra dan Ratnadi menggunakan tahun sebagai periode penelitian, sedangkan penelitian ini menggunakan tahun ) Paramartha (2009) meneliti variabel kos keagenan sebagai variabel terikat dan kebijakan dividen, risiko, leverage, dan kepemilikan institusional sebagai variabel bebas. Objek penelitian ini yaitu perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode Teknik 33

26 analisis data yang digunakan adalah analisis regresi linear berganda dan menggunakan pengujian asumsi klasik, diantaranya yaitu uji normalitas, uji heteroskedastisitas dan multikolinearitas. Hasil penelitian Paramartha menunjukkan bahwa kebijakan dividen, risiko, dan kepemilikan institusional tidak berpengaruh secara statistik terhadap kos keagenan, sedangkan leverage berpengaruh negatif terhadap kos keagenan. Persamaan penelitian ini dengan penelitian Paramartha adalah menggunakan kos keagenan sebagai variabel terikat. Perbedaannya adalah penelitian Paramartha menggunakan seluruh perusahaan yang terdaftar di BEI periode sebagai objek penelitian, sedangkan penelitian ini hanya menggunakan perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI periode Rumusan Hipotesis Pengaruh kebijakan dividen terhadap kos keagenan Porta et al (1999) yang menyatakan bahwa dividen memegang peranan penting menyangkut masalah keagenan antara manajemen dan pemegang saham. Penentuan besarnya dividen merupakan salah satu alat yang digunakan oleh pemegang saham untuk mengendalikan jumlah dana yang berada di tangan manajemen. Dengan semakin kecil jumlah dana yang dipegang oleh manajemen dapat memperkecil pengawasan oleh pihak pemegang saham sehingga kos keagenan yang ditimbulkan semakin rendah. Beberapa penelitian dividen sebagai alat kontrol 34

27 dari pemegang saham untuk menemukan kos keagenan dilakukan oleh beberapa peneliti, diantaranya Schooley et al. (1994), Faizal (2004). Utthavi (2007), Widanaputra dan Ratnadi (2008), serta Paramantha (2009). Berdasarkan penjelasan tersebut maka hipotesis sebagai berikut: H1 : Kebijakan dividen berpengaruh negatif terhadap kos keagenan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Pengaruh leverage terhadap kos keagenan Menurut Jansen dan Meckling (1976) cara yang dapat dilakukan untuk menengahi permasalahan agensi adalah dengan meningkatkan hutang. Pernyataan bahwa dengan meningkatnya hutang akan semakin kecil porsi saham yang akan dijual perusahaan dan semakin besar hutang perusahaan maka semakin kecil dana menganggur yang dapat dipakai perusahaan untuk pengeluaran-pengeluaran yang kurang perlu. Crutchley dan Hansen (1989) menyatakan bahwa peningkatan hutang juga merupakan cara untuk mengurangi kos keagenan. Semakin besar hutang, maka perusahaan harus mencadangkan lebih banyak kas untuk membayar bunga serta pokok pinjaman sehingga akan memperkecil dana yang menganggur. Disisi pemegang saham, kebijakan peningkatan hutang dapat mengurangi pengawasan terhadap manajemen karena pihak ketiga yang meminjamkan dana (bond holder) akan melakukan pengawasan terhadap manajemen agar pinjamannya tidak disalahgunakan, sehingga nantinya akan mengurangi kos keagenan. 35

28 Berdasarkan penjelasan tersebut, maka hipotesis penelitian ini adalah: H2: Leverage berpengaruh negatif terhadap kos keagenan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa efek Indonesia (BEI) Pengaruh kepemilikan manajerial terhadap kos keagenan Jensen dan Meckling (1976) berpendapat bahwa pemilik akan dapat meyakinkan dirinya bahwa agar akan membuat keputusan yang optimal bila diberikan insentif yang memadai. Salah satu caranya adalah dengan memberikan kepemilikan manajemen. Kos keagenan dalam suatu perusahaan yang dikelola oleh manajer pemilik akan lebih rendah karena ada kepentingan yang sama antara pemegang saham dan manajemen (Jensen dan meckling, 1979). Kondisi ini disebabkan oleh manajer pemilik tidak terlalu terbebani dengan kewajiban untuk mengatur laba (yang bersifat moral hazard). Crutchley dan Hansen (1989), Bathala, Moon, dan Rao (1994) menyimpulakan bahwa level kepemilikan manajerial yang lebih tinggi dapat digunakan untuk mengurangi masalah keagenan. Berdasarkan penjelaskan tersebut, maka hipotesis penelitian ini adalah: H3: Kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap kos keagenan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) 36

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dimiliki oleh insider shareholders dan outsider shareholders. Menurut Iturraga dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dimiliki oleh insider shareholders dan outsider shareholders. Menurut Iturraga dan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Struktur Kepemilikan Struktur kepemilikan (ownership structure) merupakan persentase saham yang dimiliki oleh insider shareholders dan outsider shareholders.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemegang saham. Manajer mempunyai kewajiban untuk memaksimumkan. kepentingan untuk memaksimumkan kesejahteraan mereka.

BAB I PENDAHULUAN. pemegang saham. Manajer mempunyai kewajiban untuk memaksimumkan. kepentingan untuk memaksimumkan kesejahteraan mereka. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam perusahaan go public sering terjadi masalah keagenan yang ditunjukkan dari adanya perbedaan kepentingan antara manajemen (agen) dan pemegang saham. Manajer

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Teori keagenan (agency theory) menjelaskan bahwa hubungan agensi muncul

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Teori keagenan (agency theory) menjelaskan bahwa hubungan agensi muncul BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Teori keagenan Teori keagenan (agency theory) menjelaskan bahwa hubungan agensi muncul satu orang atau lebih (principal) mempekerjakan orang lain (agen) untuk memberikan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memaksimumkan kesejahteraan mereka. Dengan wewenang yang dimiliki, manajer

BAB I PENDAHULUAN. memaksimumkan kesejahteraan mereka. Dengan wewenang yang dimiliki, manajer BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manajer mempunyai kewajiban untuk memaksimumkan kesejahteraan para pemegang saham, namun disisi lain manajer mempunyai kepentingan untuk memaksimumkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penunjukan manajer oleh pemegang saham untuk mengelola perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. Penunjukan manajer oleh pemegang saham untuk mengelola perusahaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penunjukan manajer oleh pemegang saham untuk mengelola perusahaan dalam kenyataannya seringkali menghadapi masalah dikarenakan tujuan perusahaan berbenturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan tujuan pribadi manajer. Dengan wewenang yang dimiliki, manajer dapat

BAB I PENDAHULUAN. dengan tujuan pribadi manajer. Dengan wewenang yang dimiliki, manajer dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penunjukkan manajer oleh pemegang saham untuk mengelola perusahaan kenyataannya seringkali menghadapi masalah karena tujuan perusahaan berbenturan dengan tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan berbenturan dengan tujuan pribadi manajer. Manajer mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan berbenturan dengan tujuan pribadi manajer. Manajer mempunyai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penunjukan manajer oleh pemegang saham untuk mengelola perusahaan dalam kenyataannya seringkali menghadapi masalah dikarenakan tujuan perusahaan berbenturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena adanya konflik kepentingan antara shareholder dan manajer, karena

BAB I PENDAHULUAN. karena adanya konflik kepentingan antara shareholder dan manajer, karena 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah agensi telah menarik perhatian yang sangat besar dari para peneliti di bidang akuntansi keuangan (Fuad, 2005). Masalah agensi timbul karena adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sahamnya yang di-publish dalam situs resmi baik itu laporan

BAB I PENDAHULUAN. sahamnya yang di-publish dalam situs resmi  baik itu laporan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) merupakan perusahaan go public yang menjual sahamnya kepada masyarakat luas. Perusahaan ini wajib melaporkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seorang manajer yang diberikan kepercayaan oleh para pemegang saham untuk mengelola dan menjalankan perusahaan merupakan inti dari keberhasilan suatu perusahaan. Manajer

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori keagenan adalah teori yang timbul dari adanya suatu hubungan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori keagenan adalah teori yang timbul dari adanya suatu hubungan BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory) Teori keagenan adalah teori yang timbul dari adanya suatu hubungan kontrak dimana satu atau lebih

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Jensen dan Meckling (1976) hubungan keagenan merupakan suatu kontrak

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Jensen dan Meckling (1976) hubungan keagenan merupakan suatu kontrak 9 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Hubungan Keagenan Menurut Jensen dan Meckling (1976) hubungan keagenan merupakan suatu kontrak dimana satu atau lebih orang memerintah orang lain untuk melakukan suatu jasa

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Pemisahan antara kepemilikan saham dan manajemen di perusahaanperusahaan besar sangat diperlukan. Sebagian besar perusahaan itu memiliki ratusan atau ribuan pemegang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat mempengaruhi persepsi investor terhadap perusahaan. berdampak terhadap nilai perusahaan (Fama dan French, 1998).

BAB I PENDAHULUAN. dapat mempengaruhi persepsi investor terhadap perusahaan. berdampak terhadap nilai perusahaan (Fama dan French, 1998). 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Banyaknya perusahaan dalam industri, serta kondisi perekonomian saat ini telah menciptakan suatu persaingan yang ketat antar perusahaan manufaktur. Persaingan

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Penelitian

A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manajemen keuangan merupakan salah satu bidang manajemen fungsional dalam suatu perusahaan, yang mempelajari tentang penggunaan dana, memperoleh dana dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam teori keagenan (agency theory), hubungan agensi muncul ketika

BAB I PENDAHULUAN. Dalam teori keagenan (agency theory), hubungan agensi muncul ketika 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam teori keagenan (agency theory), hubungan agensi muncul ketika satu orang atau lebih (principal) mempekerjakan orang lain (agent) untuk memberikan suatu jasa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengertian perusahaan menurut UU No. 8 Pasal 1 ayat 1 tahun 1997 adalah setiap bentuk usaha yang melakukan kegiatan secara tetap dan terus menerus dengan tujuan memperoleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa penelitian dalam menentukan kebijakan hutang telah banyak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa penelitian dalam menentukan kebijakan hutang telah banyak BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian dalam menentukan kebijakan hutang telah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti, diantaranya sebagai berikut: 1. Novi Anggraini (2015)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Persaingan bisnis dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, dimana persaingan bisnis ini semakin ketat sehingga perusahaan-perusahaan yang ada harus semakin

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tujuan utama sebagian besar perusahaan, terutama perusahaan yang berorientasi bisnis, adalah mengoptimalkan nilai perusahaan. Nilai perusahaan yang meningkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Dalam mengelola suatu perusahaan telah lama dikenal suatu istilah yang

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Dalam mengelola suatu perusahaan telah lama dikenal suatu istilah yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam mengelola suatu perusahaan telah lama dikenal suatu istilah yang disebut agency theory. Agency theory (teori keagenan) seperti yang dikemukakan oleh Jensen dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. macam resiko dan ketidakpastian yang seringkali sulit diprediksikan oleh para

BAB I PENDAHULUAN UKDW. macam resiko dan ketidakpastian yang seringkali sulit diprediksikan oleh para BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas investasi merupakan aktivitas yang dihadapkan pada berbagai macam resiko dan ketidakpastian yang seringkali sulit diprediksikan oleh para investor. Untuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Laporan aliran kas merupakan laporan yang berisikan informasi tentang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Laporan aliran kas merupakan laporan yang berisikan informasi tentang BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan teori 2.1.1 Aliran kas bebas (Free Cash Flow) Laporan aliran kas merupakan laporan yang berisikan informasi tentang aliran kas masuk dan aliran kas keluar dalam suatu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Anthony dan Govindarajan (2005) hubungan keagenan ada ketika

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Anthony dan Govindarajan (2005) hubungan keagenan ada ketika BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory) Menurut Anthony dan Govindarajan (2005) hubungan keagenan ada ketika salah satu pihak (prinsipal) menyewa

Lebih terperinci

Shella Febri Priatama ABSTRAKSI

Shella Febri Priatama ABSTRAKSI ANALISIS PENGARUH KEPEMILIKAN MANAJERIAL, KEBIJAKAN HUTANG, UKURAN PERUSAHAAN, PROFIBILITAS TERHADAP KEBIJAKAN DIVIDEN PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG LISTING DI BURSA EFEK INDONESIA Shella Febri Priatama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai prinsipal dan manajer sebagai agen. Jensen dan Meckling (1976)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai prinsipal dan manajer sebagai agen. Jensen dan Meckling (1976) 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Keagenan (Agency Theory) Teori keagenan menjelaskan hubungan antara pemegang saham sebagai prinsipal dan manajer sebagai agen. Jensen dan Meckling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mengenai struktur kepemilikan, struktur modal, corporate

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mengenai struktur kepemilikan, struktur modal, corporate BAB I PENDAHULUAN Bab Iberisi penjelasan latar belakang penelitian yang dilakukan, yaitu mengenai struktur kepemilikan, struktur modal, corporate governance, dan agency cost. Selanjutnya, dalam bab ini

Lebih terperinci

1. Pengertian Agency Theory

1. Pengertian Agency Theory 1. Pengertian Agency Theory Agency theory (teori keagenan) merupakan mengasumsikan bahwa semua individu bertindak untuk kepentingannya sendiri. Pemegang saham sebagai diasumsikan hanya bertindak terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan. Perusahaan yang pada awalnya dikelola langsung oleh pemiliknya,

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan. Perusahaan yang pada awalnya dikelola langsung oleh pemiliknya, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada dunia bisnis, perusahaan dituntut untuk selalu berkembang dan menyesuaikan diri dengan perkembangan yang terjadi di lingkungan eksternal perusahaan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1) Bird In The Hand Theory Teori bird in the hand adalah salah satu teori dalam kebijakan dividen, teori ini dikembangkan oleh Myron Gordon (1956) dan John Lintner

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimana satu atau lebih orang (prinsipal) memerintah orang lain (agen) untuk. agen membuat keputusan yang terbaik bagi prinsipal.

BAB I PENDAHULUAN. dimana satu atau lebih orang (prinsipal) memerintah orang lain (agen) untuk. agen membuat keputusan yang terbaik bagi prinsipal. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Teori keagenan mendeskripsikan hubungan antara pemegang saham (shareholders) sebagai prinsipal dan manajemen sebagai agen. Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan utama dari perusahaan adalah memaksimalkan kesejahteraan pemilik

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan utama dari perusahaan adalah memaksimalkan kesejahteraan pemilik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan utama dari perusahaan adalah memaksimalkan kesejahteraan pemilik (shareholder) melalui kebijakan investasi, pendanaan dan dividen yang tercermin dalam harga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Struktur Modal a. Agency Theory Pearce dan Robinson (2009), mendefinisikan bahwa teori keagenan merupakan sekelompok gagasan mengenai pengendalian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. pemberian wewenang oleh pemegang saham kepada manajer untuk bekerja demi

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. pemberian wewenang oleh pemegang saham kepada manajer untuk bekerja demi BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori Dan Konsep 2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory) Teori keagenan (agency theory) dipopulerkan oleh Jensen dan Meckling pada tahun 1976. Teori

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Nilai Tujuan utama perusahaan menurut theory of the firm adalah untuk memaksimumkan kekayaan atau nilai perusahaan (value of the firm). Memaksimalkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. variabel pengembalian yang akan menentukan nilai saham bagi pemilik dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. variabel pengembalian yang akan menentukan nilai saham bagi pemilik dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Teoritis 2.1.1. Dividen Dividen merupakan aliran tunai bersih bebas yang didistribusikan perusahaan kepada pemilik saham. Dividen tunai yang diharapkan merupakan variabel

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Hubungan agensi terjadi karena adanya suatu perjanjian atau kontrak yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Hubungan agensi terjadi karena adanya suatu perjanjian atau kontrak yang 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory) Hubungan agensi terjadi karena adanya suatu perjanjian atau kontrak yang dilakukan oleh principal

Lebih terperinci

yang diangkat oleh pemegang saham bertindak atas kepentingan pemegang saham.

yang diangkat oleh pemegang saham bertindak atas kepentingan pemegang saham. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan utama perusahaan adalah untuk menaikkan nilai perusahaan dengan cara memaksimalkan kemakmuran pemegang saham. Karena itu diharapkan manajer yang diangkat oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manajemen perusahaan dalam rangka mendanai operasional perusahaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manajemen perusahaan dalam rangka mendanai operasional perusahaan 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Kebijakan Hutang Pada dasarnya kebijakan hutang perusahaan merupakan tindakan manajemen perusahaan dalam rangka mendanai operasional perusahaan dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. antara manajer ( agent) sebagai pengelola dengan pemegang saham ( principal)

BAB 1 PENDAHULUAN. antara manajer ( agent) sebagai pengelola dengan pemegang saham ( principal) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Peningkatan kekayaan pemegang saham melalui peningkatan nilai perusahaan sebagai tujuan utama perusahaan kadang tidak sejalan dengan tujuan pihak manajemen perusahaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bidang Manajemen perusahaan pada dasarnya memiliki kepentingan ganda, yaitu untuk memaksimalkan kepentingan pemegang saham dan memaksimalkan kepentingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orientation) maupun organisasi yang tidak berorentasi pada laba (non-profit

BAB I PENDAHULUAN. orientation) maupun organisasi yang tidak berorentasi pada laba (non-profit 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap organisasi, baik organisasi yang berorientasi pada laba (profit orientation) maupun organisasi yang tidak berorentasi pada laba (non-profit orientation)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Saham adalah suatu nilai dalam berbagai instrumen finansial yang mengacu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Saham adalah suatu nilai dalam berbagai instrumen finansial yang mengacu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saham adalah suatu nilai dalam berbagai instrumen finansial yang mengacu pada bagian kepemilikan sebuah perusahaan yang berfungsi sebagai pendanaan perusahaan dalam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dibidang keuangan, serta keseluruhan surat-surat berharga yang beredar. Dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dibidang keuangan, serta keseluruhan surat-surat berharga yang beredar. Dalam BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian pasar modal Secara umum, pasar modal adalah sistem keuangan yang terorganisasi, termasuk didalamnya adalah bank-bank komersial dan semua lembaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan go public merupakan istilah yang tidak asing lagi di

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan go public merupakan istilah yang tidak asing lagi di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perusahaan go public merupakan istilah yang tidak asing lagi di masyarakat. Perusahaan ini menggambarkan perusahaan yang menawarkan sahamnya kepada masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan utama perusahaan adalah meningkatkan nilai perusahaan melalui

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan utama perusahaan adalah meningkatkan nilai perusahaan melalui BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan utama perusahaan adalah meningkatkan nilai perusahaan melalui peningkatkan kemakmuran pemilik atau para pemegang saham (Brigham, 1996). Akan tetapi, di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. modal sangatlah penting didapatkan dari sumber-sumber keuangan, baik dari

BAB I PENDAHULUAN. modal sangatlah penting didapatkan dari sumber-sumber keuangan, baik dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bisnis properti merupakan sebuah bisnis yang padat modal, sehingga modal sangatlah penting didapatkan dari sumber-sumber keuangan, baik dari dalam instansi atau perusahaaan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kepentingan pemilik seperti melakukan ekspansi untuk meningkatkan suatu gaji.

BAB 1 PENDAHULUAN. kepentingan pemilik seperti melakukan ekspansi untuk meningkatkan suatu gaji. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam suatu perusahaan seorang manajer yang diberikan kepercayaan oleh para pemegang saham untuk mengelola dan menjalankan perusahaan merupakan kunci kesuksesan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keagenan antara principal dengan agent. Menurut Jensen dan Meckling

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keagenan antara principal dengan agent. Menurut Jensen dan Meckling 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Keagenan Teori keagenan (agency theory) membahas adanya hubungan keagenan antara principal dengan agent. Menurut Jensen dan Meckling (1976) dalam Haryono (2005) mendefinisikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu perusahaan meskipun mereka memiliki kepemilikan saham di perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. suatu perusahaan meskipun mereka memiliki kepemilikan saham di perusahaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Para pemegang saham (investor) akan sangat membutuhkan jasa manajer sebagai pengambil keputusan ketika mereka tidak memiliki hak suara terhadap suatu perusahaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seorang manajer memiliki peran utama untuk memaksimalkan kekayaan para pemegang saham. Hal ini dilakukan juga untuk semakin meningkatkan nilai perusahaan. Nilai perusahaan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dalam dua bentuk yaitu antara pemilik perusahaan (principal) dengan pihak

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dalam dua bentuk yaitu antara pemilik perusahaan (principal) dengan pihak BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori keagenan (Agency Theory) Husnan, dkk (2002:12) menyatakan bahwa masalah keagenan muncul dalam dua bentuk yaitu antara pemilik perusahaan (principal)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah pihak yang menjalankan dan mengendalikan jalannya perusahaan.

BAB I PENDAHULUAN. adalah pihak yang menjalankan dan mengendalikan jalannya perusahaan. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di dalam era ekonomi modern sekarang ini, khususnya pada perusahaan Go Public, terdapat pemisahan antara pihak manajemen dan pemilik. Manajemen adalah pihak

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. konflik kepentingan antara prinsipal dan agen, kontrak yang tidak lengkap, serta

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. konflik kepentingan antara prinsipal dan agen, kontrak yang tidak lengkap, serta 12 BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Teori Keagenan (Agency Theory) Menurut Jensen dan Meckling (1976), dalam kerangka hubungan keagenan (agency theory), timbulnya masalah keagenan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS. pemilik menyewa orang lain (agen) untuk melakukan beberapa jasa demi

BAB II LANDASAN TEORITIS. pemilik menyewa orang lain (agen) untuk melakukan beberapa jasa demi BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Teori Keagenan Teori keagenan merupakan suatu kontrak dimana satu atau lebih pemilik menyewa orang lain (agen) untuk melakukan beberapa jasa demi kepentingan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pemegang saham dengan cara menaikkan nilai perusahaan. Awalnya suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. pemegang saham dengan cara menaikkan nilai perusahaan. Awalnya suatu 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada umumnya tujuan perusahaan adalah meningkatkan kemakmuran pemegang saham dengan cara menaikkan nilai perusahaan. Awalnya suatu perusahaan menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Jensen dan Mekling, 1976). Asumsi dasar dalam teori keagenan (agency

BAB I PENDAHULUAN. (Jensen dan Mekling, 1976). Asumsi dasar dalam teori keagenan (agency 1 BAB I PENDAHULUAN Teori keagenan menyatakan bahwa perusahaan yang memisahkan fungsi pengelolaan dengan fungsi kepemilikan akan rentan terhadap konflik keagenan (Jensen dan Mekling, 1976). Asumsi dasar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Profitabilitas Kinerja keuangan diukur dengan profitabilitas, menurut Warsono (2003) Profitabilitas merupakan hasil bersih dari sejumlah kebijakan dan keputusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengantisipasi persaingan yang semakin tajam. Akan tetapi, dalam praktiknya

BAB I PENDAHULUAN. mengantisipasi persaingan yang semakin tajam. Akan tetapi, dalam praktiknya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada umumnya, perusahaan melakukan pengembangan usaha untuk mengantisipasi persaingan yang semakin tajam. Akan tetapi, dalam praktiknya dunia usaha mengalami

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Manajemen keuangan dalam sebuah perusahaan bertujuan untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Manajemen keuangan dalam sebuah perusahaan bertujuan untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perusahaan dalam menjalankan kegiatan usahanya perlu mengetahui perkembangan sejauh mana perusahaan itu mencapai tujuan perusahaannya. Setiap perusahaan mempunyai sistem

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. Laporan keuangan merupakan sarana untuk mempertanggungjawabkan. apa yang dilakukan oleh manajemen atas sumber daya yang dipercayakan

BABI PENDAHULUAN. Laporan keuangan merupakan sarana untuk mempertanggungjawabkan. apa yang dilakukan oleh manajemen atas sumber daya yang dipercayakan BABI PENDAHULUAN A. Latar Belakang Laporan keuangan merupakan sarana untuk mempertanggungjawabkan apa yang dilakukan oleh manajemen atas sumber daya yang dipercayakan kepada manajer tersebut. Dari laporan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Tujuan perusahaan dalam jangka panjang adalah memaksimalkan nilai

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Tujuan perusahaan dalam jangka panjang adalah memaksimalkan nilai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan perusahaan dalam jangka panjang adalah memaksimalkan nilai perusahaan melalui implementasi keputusan keuangan yang terdiri dari keputusan pendanaan, investasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melimpahkan kepada pihak lain yaitu manajer sehingga menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. melimpahkan kepada pihak lain yaitu manajer sehingga menyebabkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manajemen keuangan bertujuan untuk memaksimumkan kesejahteraan pemilik (shareholder) melalui keputusan dan kebijakan yang tercermin dalam harga saham dipasar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memaksimumkan kemakmuran pemegang saham atau stockholder (Brigham. karena pemilik modal memiliki banyak keterbatasan.

BAB 1 PENDAHULUAN. memaksimumkan kemakmuran pemegang saham atau stockholder (Brigham. karena pemilik modal memiliki banyak keterbatasan. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konsep manajerial pada perusahaan publik memiliki tujuan untuk memaksimumkan kemakmuran pemegang saham atau stockholder (Brigham dan Gapenski, 1996, dalam Wahidahwati,

Lebih terperinci

akibatnya dapat menghambat tingkat pertumbuhan perusahaan (rate of growth)

akibatnya dapat menghambat tingkat pertumbuhan perusahaan (rate of growth) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perusahaan merupakan tempat yang didirikan untuk melakukan proses produksi barang atau jasa. Perusahaan yang telah berkembang secara baik, umumnya memutuskan untuk

Lebih terperinci

Judul : Pengaruh Investment Opportunity Set, Leverage, Free Cash Flow, dan Collateral Assets pada Dividend Policy pada Perusahaan Sektor

Judul : Pengaruh Investment Opportunity Set, Leverage, Free Cash Flow, dan Collateral Assets pada Dividend Policy pada Perusahaan Sektor Judul : Pengaruh Investment Opportunity Set, Leverage, Free Cash Flow, dan Collateral Assets pada Dividend Policy pada Perusahaan Sektor Industri Barang Konsumsi Nama : Ida Ayu Anggi Pramitadewi NIM :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan utama dari setiap perusahaan adalah meningkatkan nilai perusahaannya

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan utama dari setiap perusahaan adalah meningkatkan nilai perusahaannya BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Tujuan utama dari setiap perusahaan adalah meningkatkan nilai perusahaannya dengan meningkatkan kemakmuran pemegang saham atau pemiliknya. Diperlukan tujuan dan strategi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Signal merupakan suatu hal yang dilakukan manajemen perusahaan bertujuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Signal merupakan suatu hal yang dilakukan manajemen perusahaan bertujuan 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Pensinyalan (Signalling Theory) Signal merupakan suatu hal yang dilakukan manajemen perusahaan bertujuan untuk memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan membuat persaingan di dunia usaha semakin ketat. Pada era

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan membuat persaingan di dunia usaha semakin ketat. Pada era BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan sistem teknologi informasi dan bertambah luasnya ilmu pengetahuan membuat persaingan di dunia usaha semakin ketat. Pada era globalisasi seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berarti juga memaksimalkan kemakmuran pemegang saham yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. berarti juga memaksimalkan kemakmuran pemegang saham yang merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Persaingan usaha yang semakin keras menuntut perusahaan untuk semakin meningkatkan nilai perusahaannya. Memaksimalkan nilai perusahaan sangat penting bagi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Adanya penelitian yang telah dilakukan sebelum penelitian ini dibahas,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Adanya penelitian yang telah dilakukan sebelum penelitian ini dibahas, 26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Adanya penelitian yang telah dilakukan sebelum penelitian ini dibahas, membahas masalah yang sama, namun berbeda. Penelitian yang menjadi acuan adalah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. (pemilik modal) dan agen (pihak yang mengelola perusahaan) dalam bentuk

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. (pemilik modal) dan agen (pihak yang mengelola perusahaan) dalam bentuk 9 BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 Teori Keagenan Teori keagenan merupakan dasar teori yang mendasari praktik bisnis perusahaan. Teori ini memberikan penjelasan hubungan kontrak antara

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. oleh Wibowo dan Rossieta, (2009:31), yang mengacu pada pemenuhan tujuan

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. oleh Wibowo dan Rossieta, (2009:31), yang mengacu pada pemenuhan tujuan BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Teori Keagenan Teori keagenan sudah mulai berkembang berawal dari adanya penelitian oleh Wibowo dan Rossieta, (2009:31), yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Krisis likuiditas pada tahun 2008 menyebabkan ekspansi pada industri berjalan lambat pada tahun 2009. Pada tahun 2009 khususnya pada sub sektor otomotif, produksi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perusahaan sering mengalami perbedaan kepentingan antara manajer dan pemegang saham, perbedaan ini akan menimbulkan suatu masalah. Salah satu contoh bentuk perbedaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Dalam suatu organisasi, pemilik perusahaan (principal) memberikan kepercayaan kepada manajer (agen) untuk mengambil keputusan-keputusan finansial dan keputusan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Free cash flow adalah bentuk lain ukuran arus kas. Pengertian free cash

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Free cash flow adalah bentuk lain ukuran arus kas. Pengertian free cash BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Free Cash Flow Free cash flow adalah bentuk lain ukuran arus kas. Pengertian free cash flow bisa bermacam macam. Menurut Ross et al ( 2000 ), free cash flow adalah kas lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan debt to equity ratio. Rasio ini merupakan rasio hutang yang digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan debt to equity ratio. Rasio ini merupakan rasio hutang yang digunakan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pasar modal atau bursa efek merupakan suatu obyek penelitian yang menarik untuk diteliti. Hal ini dikarenakan bahwa pasar modal memiliki daya tarik. Pertama,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan dengan permasalahan yang ada pada penelitian ini. Berikut adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan dengan permasalahan yang ada pada penelitian ini. Berikut adalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Banyak berbagai penelitian yang diharapkan oleh peneliti tidak lepas dari penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. lalu dan harus dibayar dengan kas, barang dan jasa di waktu yang akan datang

BAB II LANDASAN TEORI. lalu dan harus dibayar dengan kas, barang dan jasa di waktu yang akan datang BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Liabilitas Semua perusahaan baik kecil maupun perusahaan yang besar mempunyai utang. Utang adalah kewajiban suatu perusahaan yang timbul dari transaksi pada waktu lalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan. Makin besarnya bagian kebutuhan dana yang dipenuhi dengan dana

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan. Makin besarnya bagian kebutuhan dana yang dipenuhi dengan dana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Keuntungan merupakan sumber dana yang utama bagi pertumbuhan perusahaan. Makin besarnya bagian kebutuhan dana yang dipenuhi dengan dana yang berasal dari

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. tagihan, cicilan hutang berikut bunganya, pajak, dan juga belanja modal (capital

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. tagihan, cicilan hutang berikut bunganya, pajak, dan juga belanja modal (capital BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Free Cash Flow (Aliran kas Bebas) Arti sederhana dari free cash flow atau arus kas bebas adalah sisa perhitungan arus kas yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saham, dengan pembagian dividen atau perolehan capital gain (Mahfoedz. dan Naim, 1996 dalam Purbandari, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. saham, dengan pembagian dividen atau perolehan capital gain (Mahfoedz. dan Naim, 1996 dalam Purbandari, 2008). BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perusahaan mempunyai tujuan utama yaitu meningkatkan nilai perusahaan melalui peningkatan kemakmuran pemilik atau pemegang saham, dengan pembagian dividen atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. seringkali membuat adanya konflik kepentingan antara kedua belah pihak.

BAB I PENDAHULUAN UKDW. seringkali membuat adanya konflik kepentingan antara kedua belah pihak. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pemisahan antara kepemilikan perusahaan dan manajemen perusahaan seringkali membuat adanya konflik kepentingan antara kedua belah pihak. Konflik yang terjadi

Lebih terperinci

Nurlaila

Nurlaila PENGARUH KEPEMILIKAN MANAJERIAL DAN BIAYA KEAGENAN TERHADAP KEBIJAKAN HUTANG (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia) Nurlaila Email: nurlailae71@gmail.com Dwi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kerja atau investasi pada aset. Kas tersebut biasanya menimbulkan konflik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kerja atau investasi pada aset. Kas tersebut biasanya menimbulkan konflik BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Free Cash Flow Free cash flow merupakan kas perusahaan yang dapat didistribusikan kepada kreditur atau pemegang saham yang tidak diperlukan untuk modal kerja atau investasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemilik (principal) dengan manajemen perusahaan (agent). Hal ini terjadi karena

BAB I PENDAHULUAN. pemilik (principal) dengan manajemen perusahaan (agent). Hal ini terjadi karena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan berdirinya perusahaan adalah maksimalisasi nilai bagi pemegang saham (Brigham dan Houston, 2011). Namun, seringkali terjadinya konflik antara pemilik (principal)

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN. sebuah perusahaan. Manajer dapat dikatakan sebagai agent dan pemegang

Bab 1 PENDAHULUAN. sebuah perusahaan. Manajer dapat dikatakan sebagai agent dan pemegang Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manajer dan pemegang saham merupakan dua partisipan terkait dalam sebuah perusahaan. Manajer dapat dikatakan sebagai agent dan pemegang saham dapat dikatakan sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hutang. Hutang adalah kewajiban suatu perusahaan yang timbul dari transaksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hutang. Hutang adalah kewajiban suatu perusahaan yang timbul dari transaksi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebijakan Hutang 1. Definisi Hutang dan Pengklasifikasian hutang Semua perusahaan baik kecil maupun perusahaan yang besar mempunyai hutang. Hutang adalah kewajiban suatu perusahaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teoritis 1. Pertumbuhan Perusahaan Tingkat pertumbuhan perusahaan akan menunjukkan sampai seberapa besar perusahaan akan menggunakan hutang sebagai sumber pembiayaannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada perkembangan bisnis saat ini, didirikannya suatu perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. Pada perkembangan bisnis saat ini, didirikannya suatu perusahaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada perkembangan bisnis saat ini, didirikannya suatu perusahaan mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan nilai perusahaan melalui peningkatan kemakmuran

Lebih terperinci

BAB II TEORI AGENSI, PERATURAN BAPEPAM VIII G.7, KEPEMILIKAN MANAJERIAL, KEPEMILIKAN INSTITUSIONAL, NILAI PERUSAHAAN DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB II TEORI AGENSI, PERATURAN BAPEPAM VIII G.7, KEPEMILIKAN MANAJERIAL, KEPEMILIKAN INSTITUSIONAL, NILAI PERUSAHAAN DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 14 BAB II TEORI AGENSI, PERATURAN BAPEPAM VIII G.7, KEPEMILIKAN MANAJERIAL, KEPEMILIKAN INSTITUSIONAL, NILAI PERUSAHAAN DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Teori Agensi (Agency Theory) Jensen dan Meckling

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang mempengaruhi kebijakan hutang perusahaan, antara Lain : Rizka Putri Indahningrum dan Ratih Handayani, (2009)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang mempengaruhi kebijakan hutang perusahaan, antara Lain : Rizka Putri Indahningrum dan Ratih Handayani, (2009) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian terdahulu yang mendasari tentang analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan hutang perusahaan, antara Lain : 2.1.1 Rizka Putri

Lebih terperinci

PENGARUH MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP AGENCY COST PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA SKRIPSI

PENGARUH MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP AGENCY COST PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA SKRIPSI PENGARUH MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP AGENCY COST PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian tentang variabel kepemilikan manajerial, leverage, kebijakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian tentang variabel kepemilikan manajerial, leverage, kebijakan BAB II TINJAUAN PUSTAKA Penelitian tentang variabel kepemilikan manajerial, leverage, kebijakan deviden, dan ukuran perusahaan serta nilai perusahaan membutuhkan kajian teori sebagai berikut: 2.1. Teori

Lebih terperinci

2.1. Pengertian Agency Theory

2.1. Pengertian Agency Theory 2.1. Pengertian Agency Theory Agency Theory merupakan bidang yang populer akhir-akhir ini. Pemisahan pemilik dan manajemen di dalam literatur akuntansi disebut dengan Agency Theory (teori keagenan). Teori

Lebih terperinci

Berbagai konflik kepentingan dalam perusahaan baik antara manajer dengan pemegang saham, manajer dengan kreditur atau antara pemegang saham,

Berbagai konflik kepentingan dalam perusahaan baik antara manajer dengan pemegang saham, manajer dengan kreditur atau antara pemegang saham, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbagai konflik kepentingan dalam perusahaan baik antara manajer dengan pemegang saham, manajer dengan kreditur atau antara pemegang saham, kreditur dan manajer disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memaksimalkan kesejahteraan shareholder (pemegang saham). Banyak pemegang

BAB I PENDAHULUAN. memaksimalkan kesejahteraan shareholder (pemegang saham). Banyak pemegang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perusahaan merupakan organisasi bertujuan untuk mencapai apa yang telah ditetapkan sebagai tujuan organisasi. Tujuan utama perusahaan adalah untuk memaksimalkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin tinggi harga saham perusahaan maka nilai perusahaan tersebut juga akan semakin tinggi. Nilai perusahaan yang tinggi menjadi indikator dari meningkatnya kemakmuran

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS A. Teori Keagenan ( Agency Theory ) Teori keagenan menjelaskan hubungan antara agen (agen yang mengatur sebuah perusahaan) dan principal (pemilik

Lebih terperinci