KEMAMPUAN MENGAPRESIASI TOKOH CERITA RAKYAT SISWA KELAS X SMAN 3 BLITAR TAHUN AJARAN 2011/2012

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KEMAMPUAN MENGAPRESIASI TOKOH CERITA RAKYAT SISWA KELAS X SMAN 3 BLITAR TAHUN AJARAN 2011/2012"

Transkripsi

1 KEMAMPUAN MENGAPRESIASI TOKOH CERITA RAKYAT SISWA KELAS X SMAN 3 BLITAR TAHUN AJARAN 2011/2012 Dwi Angga Septianingrum*) Anggastya20@yahoo.co.id Fakultas Sastra Jurusan Sastra Indonesia Universitas Negeri Malang ABSTRACT: This researching is to description student s abilities of SMAN 3 Blitar at grade 10th in appreciating folktale figure, especially for: (1) identifying the figure of folktale, (2) in description the character of folktale physically, attitute, social condition, and (3) in evaluating the character of folktale figure. This researching used descriptive evaluation draft. The result are the student s abilities of SMAN 3 Blitar at grade 10th in appreciating folktale figure is not capable because the student s can standart value 75 is 68,96% or 75% than SKM (Minimal Standar Score). Keywords: the appreciating competence, figure of tale, folktale ABSTRAK: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kemampuan siswa kelas X SMAN 3 Blitar dalam mengapresiasi tokoh cerita rakyat, khususnya : (1) mengidenfikasi tokoh cerita rakyat, (2) mendeskripsikan karakter tokoh cerita rakyat berdasarkan fisik, psikis, keadaan sosial, dan (3) menilai tokoh cerita rakyat. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Hasil penelitian adalah siswa kelas X SMAN 3 Blitar tidak mampu mengapresiasi tokoh cerita rakyat karena persentase siswa yang memperoleh nilai standar 75 yakni 68,96% atau 75% SKM (Standar Ketuntasan Minimal). Kata kunci: kemampuan mengapresiasi, tokoh cerita, cerita rakyat Cerita rakyat merupakan bagian dari foklor. Menurut Danandjaja (2002: 2) foklor adalah sebagian dari kebudayaan suatu kolektif yang tersebar dan diwariskan secara turun-temurun di antara kolektif macam apa saja secara tradisional dalam versi yang berbeda baik dalam bentuk lisan maupun disertai contoh dengan gerak isyarat atau alat bantu pengingat. Cerita rakyat tidak saja merefleksikan nilai-nilai sosial budaya masyarakat dahulu, tetapi juga mengantarkan nilai-nilai itu kepada masyarakat sekarang. Hal itu disebabkan cerita pada satu generasi diwariskan dari cerita masyarakat sebelumnya (Nurgiyantoro, 2005: 117). Dengan memahami dan menceritakan kembali ceritacerita lama kepada anak-anak, maka proses pewarisan nilai-nilai luhur dan nilainilai moral budaya Indonesia yang terkandung di dalamnya akan tetap hidup, serta menumbuhkan kecintaan akan tanah air terutama pada budaya sendiri kepada setiap generasi. Penjelasan tersebut menggambarkan peran penting cerita rakyat sebagai sarana komunikasi antargenerasi dan pengembangan pengetahuan di dalam masyarakat yang bersifat homogen mengingat di masa globalisasi ini semakin banyak produk budaya Indonesia diambil oleh negara-negara lain (Djamaris, 2011:151). Untuk itu salah satu usaha yang perlu dilakukan dalam rangka pelestarian cerita rakyat adalah pengenalan serta penggunaan cerita rakyat dalam pembelajaran sastra di sekolah-sekolah. Pembelajaran sastra merupakan wahana efektif bagi pengembangan dan pendidikan karakter siswa. Kegiatan pembelajaran sastra tersebar menjadi empat Sastra Universitas Negeri Malang Page 1

2 ranah ketrampilan, yakni mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Dalam pembelajaran sastra di sekolah khususnya tingkat SMA, terdapat tuntutan capaian kompetensi sastra. Salah satunya kemampuan mengapresiasi prosa, baik prosa lama maupun prosa baru. Kemampuan apresiasi sastra adalah kemampuan memahami, menikmati, menghayati dan memberikan penilaian terhadap karya sastra (Aminudin, 1990:205). Apabila disuguhkan dengan baik, cerita rakyat bisa menjadi materi pembelajaran yang menarik dan menyenangkan bagi siswa. Kegiatan mengapresiasi cerita rakyat berarti mengenalkan para siswa pada berbagai karakter yang sebagian besar merupakan refleksi dari realitas kehidupan bangsanya secara asli. Dengan mengapresiasi karya sastra berupa cerita rakyat khususnya pada unsur intrinsik berupa tokoh diharapkan siswa dapat menghayati dan meneladani tokoh tersebut dengan baik. Hal ini dikarenakan tokoh cerita mempunyai posisi startegis sebagai pembawa dan penyampaian pesan, amanat, moral atau sesuatu yang sengaja ingin disampaikan kepada pembaca (Wirwan:2009). Hal inilah secara tidak langsung merupakan sarana mendidik karakter siswa mengingat permasalah karakter siswa menjadi pembicaraan hangat dalam dunia pendidikan di Indonesia saat ini (Suyatno, 2011: 268). Dengan demikian, pembelajaran mengapresiasi tokoh cerita rakyat sangat efektif dalam membentuk Mengapresiasi prosa khususnya cerita rakyat merupakan salah satu kompetensi dasar yang terdapat pada kurikulum bahasa Indonesia jenjang SMA/MA kelas X semeter genap dan berdasarkan observasi yang pernah dilakukan di SMA Negeri 3 Blitar, sebelumnya belum pernah ada penelitian tentang kegiatan mengapresiasi cerita rakyat pada mata pelajaran bahasa Indonesia. Oleh sebab, itu penelitian ini dilaksanakan padea siswa kelas X SMA Negeri 3 Blitar tahun pelajaran 2011/2012. Tujuan penelitian ini secara umum untuk mengetahui kemampuan mengapresiasi tokoh cerita rakyat siswa kelas X SMAN 3 Blitar tahun ajaran 2011/2012. Secara khusus yakni mendeskripsikan kemampuan siswa kelas X SMAN 3 Blitar dalam mengidentifikasi tokoh cerita rakyat, mendeskripsikan karakter tokoh cerita rayat berdasarkan fisik, psikis, keadaan sosial, dan menilai tokoh cerita rakyat. METODE Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Penelitian deskriptif digunakan untuk menggambarkan dan memaparkan mengenai Kemampuan Mengapresiasi Tokoh dalam Cerita Rakyat Pada Siswa Kelas X SMAN 3 Blitar Tahun Ajaran 2011/2012 sebagaimana adanya. Penelitian kuantitatif ini menggunakan angka-angka dalam pengolahan datanya. Sehubungan dengan hal tersebut Arikunto (2006:12) telah memberikan batasan bahwa penelitian kuantitatif banyak dituntut menggunakan angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap data, serta penampilan hasilnya disertai dengan tabel, grafik, bagan, gambar, atau tampilan lainnya. Selain data berupa angka, dalam penelitian kuantitatif juga ada data yang berupa informasi kualitatif. Dalam penelitian ini, mengunakan sampel 15% dari jumlah keseluruhan populasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Arikunto (2006:134), apabila subjeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya Sastra Universitas Negeri Malang Page 2

3 merupakan penelitian populasi, namun jika jumlah subjeknya besar dapat diambil antara 10 15% atau 20 25% atau lebih. penentuan jumlah sampel diambil 15% dari jumlah keseluruhan siswa. Jumlah keseluruhan populasi sebesar 210 siswa diambil 15% dapat dipaparkan sebagai berikut, 210 x 15 : 100 = 32 siswa. Karena antara kelas yang satu dengan kelas yang lain memiliki peluang yang sama, peneliti mengambil satu kelas yang jumlahnya mendekati prosentase pengambilan sampel, hal ini dilakukan untuk mempermudah dalam pengambilan sampel dan proses penelitian. Peneliti menggunakan teknik tes tulis untuk mengumpulkan data. Instrumen utama dalam penelitian ini adalah tes tulis dan rubrik penilaian yang telah divalidasi oleh pakar berdasarkan hasil proses uji coba instrumen. Data yang diperoleh berupa skor kemampuan mengapresiasi tokoh cerita siswa kelas X SMAN 3 Blitar meliputi: (1) skor kemampuan mengidentifikasi tokoh cerita rakyat, (3) skor kemampuan mendeskripsikan karakter tokoh cerita rakyat berdasarkan fisik, psikis, keadaan sosial, dan (3) kemampuan menilai tokoh cerita rakyat. Skor kemudian diolah untuk menentukan nilai standar dan kualifikasi kemampuan siswa. Siswa dikatakan mampu apabila mendapat nilai 75 atau 75% dalam mengerjakan tes. Penentuan ini didasarkan pada SKM yang berlaku di SMAN 3 Blitar sesuai dengan kurikulum KTSP. Kemudian untuk penentuan taraf keberhasilan kelas yang ditentukan adalah 75%, jika jumlah siswa 75 yang memenuhi kriteria penyekoran sebanyak 75%, maka dapat dikatakan bahwa siswa SMAN 3 Blitar telah mampu mengapresiasi tokoh cerita rakyat berdasarkan aspek yang diteliti. HASIL PENELITIAN A. Kemampuan Siswa Kelas X SMAN 3 Blitar Mengidentifkasi Tokoh dalam Cerita Rakyat Aspek kemampuan siswa kelas X SMAN 3 Blitar mengidentifikasi tokoh cerita rakyat dibagi menjadi empat subaspek yaitu: (1) menemukan tokoh dalam cerita rakyat, (2) menentukan tokoh utama dan pendukung dalam cerita rakyat, (3) menentukan tokoh protagonis dan antagonis dalam cerita rakyat, dan (4) menentukan tokoh berkembang dan tidak berkembang dalam cerita rakyat. Aspek kemampuan siswa kelas X SMAN 3 Blitar mengidentifikasi tokoh dijabarkan sebagai berikut. Pertama, Pada subaspek kemampuan menemukan tokoh dalam cerita rakyat diketahui bahwa siswa kelas X SMAN 3 Blitar yang mendapatkan nilai standar 75 yakni 27 siswa atau 93, 10% dari jumlah keseluruhan siswa sampel. Hal ini berarti kemampuan siswa kelas X SMAN 3 Blitar menemukan tokoh dalam cerita rakyat 75% dari Standar Ketuntasan Minimal (SKM). Kedua, pada subaspek kemampuan menentukan tokoh utama dan pendukung, yakni jumlah siswa kelas X SMAN 3 Blitar yang mendapatkan nilai standar 75 sebanyak 21 siswa atau 71,41% dari 100% siswa sampel. Hal ini berarti kemampuan siswa kelas X SMAN 3 Blitar menentukan tokoh utama dan tokoh pendukung 75% dari Standar Ketuntasan Minimal. Ketiga, pada subaspek kemampuan menentukan tokoh protagonis dan antagonis diketahui bahwa siswa kelas X SMAN 3 Blitar yang mendapatkan nilai standar 75 sebanyak 18 siswa atau 62, 06% dari 100% siswa sampel. Hal ini Sastra Universitas Negeri Malang Page 3

4 berarti kemampuan siswa kelas X SMAN 3 Blitar menentukan tokoh protagonis dan antagonis kurang dari 75% dari Standar Ketuntasan Maksimal (SKM). Keempat, pada subaspek kemampuan menentukan tokoh berkembang dan tidak berkembang diketahui bahwa siswa kelas X SMAN 3 Blitar yang mendapatkan nilai 75 sebanyak 11 siswa atau 37,93 % dari 100% siswa sampel. Hal ini berarti kemampuan siswa kelas X SMAN 3 Blitar menentukan tokoh berkembang dan tidak berkembang dengan menyertakan alasan 75% dari Standar Ketuntasan Maksimal (SKM). B. Kemampuan Siswa Kelas X SMAN 3 Blitar Mendeskripsikan Karakter Tokoh dalam Cerita Rakyat Berdasarkan Fisik, Psikis dan Keadaan Sosial Aspek mendeskripsikan karakter tokoh dalam cerita rakyat dibagi menjadi tiga subaspek yaitu subaspek mendeskripsikan tokoh berdasarkan fisik, subaspek mendeskripsikan tokoh berdasarkan psikis (watak), dan subaspek mendeskripsikan tokoh berdasarkan keadaan sosial. Aspek mendeskripsikan karakter tokoh dalam cerita rakyat dijabarkan sebagai berikut. Pertama, pada subaspek kemampuan mendeskripsikan tokoh cerita rakyat berdasarkan fisik diketahui bahwa siswa kelas X SMAN 3 Blitar yang mendapatkan nilai standar 75 yakni 24 siswa atau 82,75% dari 100% siswa sampel. Hal ini berarti kemampuan siswa kelas X SMAN 3 mendeskripsikan tokoh cerita rakyat berdasarkan fisik 75% dari Standar Ketuntasan Maksimal (SKM). Kedua, pada subaspek kemampuan mendeskripsikan tokoh cerita rakyat berdasarkan psikis (watak) diketahui bahwa siswa kelas X SMAN 3 Blitar yang mendapatkan nilai standar 75 yakni 23 siswa atau 79,31% dari 100% siswa sampel. Hal ini berarti kemampuan siswa kelas X mendeskripsikan tokoh cerita rakyat berdasarkan psikis (watak) kurang dari 75% dari pedoman penilaian kelas. Ketiga, pada subaspek kemampuan mendeskripsikan tokoh cerita rakyat berdasarkan keadaan sosial diketahui bahwa siswa kelas X SMAN 3 Blitar yang mendapatkan nilai standar 75 yakni 21 siswa atau 72,41% dari 100% siswa sampel. Hal ini berarti kemampuan siswa kelas X mendeskripsikan tokoh cerita rakyat berdasarkan keadaan sosial 75% dari Standar Ketuntasan Maksimal. C. Kemampuan Siswa Kelas X SMAN 3 Blitar Menilai Tokoh Cerita Rakyat Aspek kemampuan menilai tokoh dalam cerita rakyat dibagi menjadi tiga subaspek yaitu subaspek menilai sikap tokoh utama I, subaspek menilai semangat tokoh utama II, dan menilai perjuangan tokoh utama III. Aspek kemampuan menilai tokoh dalam cerita rakyat dijelaskan sebagai berikut. Pertama, Pada subaspek kemampuan menilai sikap tokoh utama I (Raden Banterang) diketahui bahwa siswa kelas X SMAN 3 Blitar yang mendapatkan nilai standar 75 yakni 3 siswa atau 10,34% dari 100% siswa sampel. Hal ini berarti kemampuan siswa kelas X SMAN 3 Blitar menilai sikap tokoh utama I (Raden Banterang) 75% dari pedoman penilaian kelas. Kedua, pada subaspek menilai semangat tokoh utama II (Dewi Surati) diketahui bahwa siswa kelas X SMAN 3 Blitar yang mendapatkan nilai standar 75 yakni 15 siswa atau 51,72% dari 100% siswa sampel. Hal ini berarti Sastra Universitas Negeri Malang Page 4

5 kemampuan siswa kelas X SMAN 3 Blitar menilai semangat tokoh utama II 75% dari Standar Ketuntasan Maksimal. Ketiga, pada subaspek kemampuan menilai perjuangan tokoh utama III (Bagus Tantra) diketahui bahwa siswa kelas X SMAN 3 Blitar yang mendapatkan nilai standar 75 yakni 15 siswa atau 51,72% dari 100% siswa sampel. Hal ini berarti skor kemampuan siswa kelas X menilai perjuangan tokoh utama III (Bagus Tantra) 75% dari Standar Ketuntasan Maksimal. D. Kemampuan Siswa Kelas X SMAN 3 Blitar Mengapresiasi Tokoh Cerita Rakyat Berdasarkan analisis yang mencakup seluruh aspek diketahui bahwa siswa kelas X SMAN 3 Blitar yang mendapatkan nilai standar di atas SKM (75) dengan kualifikasi sangat baik dan baik yakni 20 siswa atau 68,96% dari 100% siswa sampel. Sedangkan jumlah siswa yang mendapatkan nilai standar di bawah SKM (75) yakni 9 siswa atau 31,03% dari 100% siswa sampel. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan siswa kelas X SMAN 3 Blitar mengapresiasi tokoh dalam cerita rakyat kurang dari Standar Ketuntasan Maksimal yaitu 75%. PEMBAHASAN Berdasarkan hasil analisis data menunjukkan nilai standar yang dicapai oleh siswa kelas X SMAN 3 Blitar memiliki tingkat keberagaman kualifikasi dikarenakan tingkat kemampuan mengapresiasi tokoh cerita rakyat masingmasing siswa sampel berbeda. Hal ini sesuai dengan pendapat Syafi ie (1990:198) yang menyatakan bahwa kegiatan mengapresiasi sastra pada dasarnya adalah kegiatan individual yang bersifat subjektif artinya setiap individu mempunyai kemungkinan-kemungkinan pemahaman, penghayatan, yang berbeda sesuai dengan minat, kesungguhan, kejujuran, kepekaan emosional serta pengetahuan dan pengalaman kehidupan masing-masing. Kemampuan siswa kelas X SMAN 3 mengapresiasi tokoh cerita rakyat diukur dari kemampuan siswa mengidentifikasi tokoh cerita rakyat, mendeskripsikan tokoh cerita rakyat dan menilai tokoh cerita rakyat yang merupakan unsur intrinsik cerita rakyat. Hal ini senada dengan teori Aminuddin (2004:34) yang menyatakan bahwa proses apresiasi melibatkan aspek kognitif yakni kemampuan apresiator untuk memahami unsur intrinsik teks sastra. Berdasarkan analisis dari lembar jawaban yang siswa kelas X SMAN 3 Blitar pada kemampuan mengapresi tokoh cerita rakyat yang dilakukan, ternyata siswa kelas X SMAN 3 Blitar tidak mampu mengapresiasi tokoh cerita rakyat. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti selama proses penelitian, terdapat beberapa hal yang menjadi faktor-faktor yang menyebabkan siswa kelas X SMAN 3 Blitar menjadi tidak mampu mengapresiasi tokoh cerita rakyat, yakni pertama kurangnya minat siswa kelas X SMAN 3 Blitar terhadap cerita rakyat karena guru cenderung kurang menggunakan cerita rakyat sebagai materi pembelajaran apresiasi. Sesuai dengan pendapat Kosasih (2011:40) bahwa minat siswa terhadap sastra klasik seperti cerita rakyat akan berkembang dengan baik apabila kegiatan pengajarannya disajikan secara baik dan menarik oleh guru. Peranan minat siswa terhadap cerita rakyat ini dapat membantu siswa untuk menemukan daya tarik, manfaat, atau makna cerita-cerita rakyat bagi diri siswa Sastra Universitas Negeri Malang Page 5

6 sehingga nilai-nilai didaktis di dalam cerita rayat dapat tersalurkan sebagai upaya pembelajaran karakter budi pekerti bagi siswa. Kedua, kurangnya pengetahuan siswa kelas X SMAN 3 Blitar terhadap macam-macam cerita rakyat di daerahnya. Siswa kelas X SMAN 3 Blitar kurang mengetahui macam-macam cerita rakyat yang terdapat di dalam daerahnya sendiri karena peranan guru dan orang tua dalam menyampaikan cerita rakyat sebagai warisan sastra masih kurang. Hal senada disampaikan Kosasih (2011:37) bahwa para orang tua dan guru mempunyai tanggung jawan mengajarkan cerita rakyat melalui dongeng-dongen tradisional, baik secara lisan maupun melalui buku-buku sastra mengingat pentingnya pengajaran cerita rakyat untuk membetuk moral siswa yang berbudi mulia. Pendapat yang sama juga disampaikan oleh Djamaris (2011: 152) bahwa pengenalan cerita rakyat merupakan usaha melestarikan nilai budaya serta penyampaikan pendidikan moral dan nasihat. Kosasih (2011:42) juga menambahkan bahwa siswa akan mudah tertarik pada karya-karya sastra yang berlatar belakang daerah mereka sendiri dan mempunyai kesamaan dengan orang-orang di sekitar mereka. Dengan demikian, secara umum hendaknya guru memilih materi pengajaran dengan menggunakan prinsip mengutamakan karya klasik yang latar ceritanya dikenal para siswa. Guru hendaknya memahami karya sastra yang mereka minati sehingga mudah pula menjangkau kemampuan imajinasi siswa dalam berapresiasi. Ketiga, pembelajaran menyimak khususnya kompetensi dasar menyimak cerita rakyat di SMAN 3 Blitar kurang diperhatikan secara khusus oleh guru pengajar. Pendapat yang sama juga disampaikan oleh Heryadi (254: 2011) bahwa aktivitas pembelajaran menyimak sastra pada lembaga-lembaga pendidikan harus lebih diperhatikan. Hal ini dikarenakan pembelajaran sastra cenderung dominan pada ranah ketrampilan menulis dan membaca saja. Keempat, pembelajaran apresiasi prosa khususnya cerita rakyat yang kurang diaplikasikan secara baik di SMAN 3 Blitar. Dengan menerapakan pembelajaran apresiasi, khususnya apresiasi prosa diharapkan siswa mampu mengenali dan memahani karya-karya sastra khususnya cerita rakyat sehingga siswa lebih mudah mempelajarinya. Siswanto (1994:69) juga menyatakan untuk mengapresiasi sastra siswa harus berhadapan langsung dengan karya sastra. Hail ini sesuai dengan tujuan kurikulernya bahwa siswa mampu mengenal, memahami, dan dapat mengapresiasi karya sastra Indonesia serta dapat mengkomunikasikannya secara lisan atau tulisan. Kelima, siswa kelas X SMAN 3 Blitar belum terbiasa dengan bentuk soalsoal uraian pada tes ketrampilan menyimak. Dalam penelitian ini siswa kelas X SMAN 3 Blitar dituntut untuk mengerjakan soal-soal uraian yang telah disusun oleh peneliti untuk mengukut tingkat kemampuan siswa mengapresiasi tokoh cerita rakyat. Peneliti memilih tes tulis dengan bentuk soal uraian dengan alasan agar siswa lebih leluasa menuangkan ide-ide dan pendapat. Selain itu, evaluasi ketrampilan menyimak cenderung mengukur ranah kognitif siswa. Hal senada juga disampiakan Kosasih (2011:49) bahwa evaluasi untuk kompetensi dasar menyimak dongeng dominan pada ranah kognitif. Ranah kognitif dapat berbentuk tes tulis ataupun tes lisan sehingga mampu mengukur daya apresiasi, kreasi, dan sikap siswa terhadap karya sastra. Kosasih (2011:50) juga menambahkan bahwa evaluasi apresiasi sastra ditujukan untuk mengukur penghayatan serta pandangan siswa terhadap karya-karya sastra klasik yang didengarkan, ditonton, atau Sastra Universitas Negeri Malang Page 6

7 dibacanya. karya-karya sastra klasik tersebut mencakup dongeng, cerita rakyat, hikayat, pantun, dan lain-lain. Secara keseluruhan, dapat disimpulkan bahwa siswa kelas X SMAN 3 Blitar tidak mampu mengapresiasi tokoh cerita rakyat karena kurangnya pemahaman siswa teradapat karya sastra prosa khususnya cerita rakyat. Pendapat sesuai dikemukakan oleh Aminuddin (2004:58) bahwa bekal awal yang harus dimiliki seorang apresiator adalah: (1) kepekaan emosi sehingga mampu memahami unsur-unsur keindahan di dalam cipta sastra, (2) wawasan pengetahuan, penghayatan, dan pengalaman atas kehidupan dan kemanusiaan, (3) pemahaman aspek kebahasaan, dan (4) kepekaan terhadap unsur-unsur intrinsik cipta sastra yang berhubungan dengan telaah teori sastra. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pertimbangan untuk keseluruhan aspek serta keberhasilan siswa mengacu kepada SKM (Standar Ketuntasan Minimum) untuk masing-masing aspek adalah 75. Berdasarkan analisis data dapat disimpulkan bahwa (1) kemampuan siswa kelas X SMAN 3 Blitar pada aspek mengidentifikasi tokoh cerita rakyat tergolong tidak mampu karena persentase siswa yang mampu mengidentifikasi tokoh cerita rakyat dengan nilai standar 75 yakni 72, 41% atau 75% dari SKM, (2) kemampuan siswa kelas X SMAN 3 Blitar pada aspek mendeskripsikan karakter tokoh cerita rakyat tergolong tidak mampu karena persentase siswa yang mampu mendeskripsikan karakter tokoh cerita rakyat berdasarkan fisik, psikis, dan keadaan sosial denggan nilai standar 75 yakni 72,41% atau 75% dari SKM, (3) kemampuan siswa kelas X SMAN 3 Blitar menilai tokoh cerita rakyat dengan nilai standar 75 yakni 37,93% atau 75% dari SKM, dan (4) secara keseluruhan kemampuan siswa kelas X SMAN 3 Blitar mengapresiasi tokoh cerita rakyat tergolong tidak mampu karena persentase siswa yang mampu memperoleh nilai standar 75 yakni 68, 96% atau 75% SKM. Saran Berdasarkan kesimpulan di atas maka saran yang diberikan peneliti ditujukan kepada guru pengara mata pelajaran Bahasa Indonesia serta kepada peneliti selanjutnya. Kepada guru disarankan untuk lebih memperkenalkan cerita rakyat kepada siswa dalam pembelajaran apresiasi prosa, sekaligus membantu dan membimbing siswa agar lebih memahami unsur-unsur intrinsik dalam cerita rakyat, khususnya pada tokoh. Hal ini dikarenakan dalam penelitian ini terbukti bahwa kemampuan mengapresiasi tokoh dalam cerita rakyat siswa kelas X SMAN 3 Blitar tergolong tidak mampu. Dengan bimbingan yang intensif maka tidak menutup kemungkinan kemampuan siswa dalam memahami cerita rakyat khususnya tokoh dalam cerita rakyat akan lebih baik dari sebelumnya. Kepada peneliti selanjutnya yang ingin mengembangkan penelitian tentang mengapresiasi tokoh dalam cerita rakyat disarankan untuk menggunakan metodemetode tertentu yang dapat mengukur kemampuan siswa secara lebih rinci dalam penelitiannya. Peneliti selanjutnya juga bisa menggunakan rancangan penelitian yang lain seperti eksperimen ataupun PTK untuk mengetahui kemampuan mengapresiasi tokoh dalam cerita rakyat pada siswa kelas X. Sastra Universitas Negeri Malang Page 7

8 DAFTAR RUJUKAN Aminuddin Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algensindo. Aminuddin Sekitar Masalah Sastra: Beberapa Prinsip dan Model Pengembangannya. Malang: Yayasan Asah Asih Asuh Arikunto, S Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta Danandjaja, J Foklor Indonesia (Ilmu gosip, Dongeng, dan lain-lain). Jakarta: Pustaka Utama Grafiti. Djamaris, E Peran Sastra Rakyat Nusantara untuk Mencegah Disintregrasi Bangsa Indonesia. Kajian Sastra, 3(2) : Heryadi, D. Pendidikan Karakter Melalui Pembelajaran Menyimak. Pendidikan Sastra dan Karakter Bangsa. 1 (1), 256:275 Kosasih, E Sastra Klasik Sebagai Wahana Efektif Pengembangan Pendidikan Karakter. Pendidikan Sastra dan Karakter Bangsa, 1(1) 35:54 Nurgiyantoro, B Sastra Anak Pengantar Pemahaman Dunia Anak. Yogyakarta:Gadjah Mada University Press. Siswanto, W Kemampuan Apresiasi Sastra Sebagai Landasan Pengembangan Kemampuan Berbahasa. Vokal (Telaah Bahasa dan Sastra), 1(5) 69:80 Suyatno Nilai Karakter Anak Dalam Novel Karya Anak Usia 10 Tahun. Jurnal Penelitian Sastra Atavisme, 2(4): 268:278 Syafi ie, I Penerapan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) dalam Pengajaran Sastra: Sekitar Masalah Sastra, Beberapa Prinsip dan Model Pengembangannya. Malang: Yayasan Asah Asih Asuh. Wirwan, T Cerita Rakyat Sendang Senjaya Di Desa Tegalwaton Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang Propinsi Jawa Tengah Sebuah Tinjauan Foklor, (online), ( cerita-rakyat-sendangsenjaya-di-desa-tegalwaton-kecamatan-tengaran-kabupaten-semarangpropinsi-jawa-tengah-sebuah-tinjauan-folklor), diakses 1 oktober Sastra Universitas Negeri Malang Page 8

9 Sastra Universitas Negeri Malang Page 9

Kemampuan Siswa Kelas VII A SMP Negeri 11 Kota Jambi dalam Mengidentifikasi Tema Amanat, dan Latar Cerita Rakyat. Oleh: Desi Nurmawati A1B109078

Kemampuan Siswa Kelas VII A SMP Negeri 11 Kota Jambi dalam Mengidentifikasi Tema Amanat, dan Latar Cerita Rakyat. Oleh: Desi Nurmawati A1B109078 Kemampuan Siswa Kelas VII A SMP Negeri 11 Kota Jambi dalam Mengidentifikasi Tema Amanat, dan Latar Cerita Rakyat Oleh: Desi Nurmawati A1B109078 Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut tersebar di daerah-daerah sehingga setiap daerah memiliki kebudayaan yang berbeda-beda.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keterampilan berbahasa mencakup empat komponen, yaitu menyimak/

I. PENDAHULUAN. Keterampilan berbahasa mencakup empat komponen, yaitu menyimak/ I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keterampilan berbahasa mencakup empat komponen, yaitu menyimak/ mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Menyimak merupakan keterampilan berbahasa awal yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang menjadi tujuan pembelajaran bahasa Indonesia yang tercantum dalam. budaya dan intelektual manusia Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. yang menjadi tujuan pembelajaran bahasa Indonesia yang tercantum dalam. budaya dan intelektual manusia Indonesia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di sekolah menengah meliputi kegiatan mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis melalui kegiatan berbahasa dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan SMP/MTs kelas VII terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan SMP/MTs kelas VII terdapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan SMP/MTs kelas VII terdapat Standar Isi yang memuat Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Salah satu Standar Kompetensi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karya sastra mengandung pesan moral tinggi, yang dapat menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karya sastra mengandung pesan moral tinggi, yang dapat menjadi BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra mengandung pesan moral tinggi, yang dapat menjadi medium untuk menggerakkan dan mengangkat manusia pada harkat yang paling tinggi. Karya sastra

Lebih terperinci

TERHADAP KETERAMPILAN MENULIS DONGENG SISWA KELAS VII SMP NEGERI 2 LEMBAH MELINTANG KABUPATEN PASAMAN BARAT ARTIKEL ILMIAH

TERHADAP KETERAMPILAN MENULIS DONGENG SISWA KELAS VII SMP NEGERI 2 LEMBAH MELINTANG KABUPATEN PASAMAN BARAT ARTIKEL ILMIAH PENGARUH PENGGUNAAN TEKNIK COPY THE MASTER TERHADAP KETERAMPILAN MENULIS DONGENG SISWA KELAS VII SMP NEGERI 2 LEMBAH MELINTANG KABUPATEN PASAMAN BARAT ARTIKEL ILMIAH Diajukan sebagai salah satu syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menarik perhatian siswa. Selama ini pembelajaran sastra di sekolah-sekolah

BAB I PENDAHULUAN. menarik perhatian siswa. Selama ini pembelajaran sastra di sekolah-sekolah BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pembelajaran sastra merupakan bagian dari pembelajaran bahasa yang harus dilaksanakan oleh guru. Guru harus dapat melaksanakan pembelajaran sastra dengan menarik.

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PENGUASAAN PEMBELAJARAN SASTRA ANTARA SISWA KELAS XI JURUSAN IPA DAN IPS DI SMAN 1 TAPA TAHUN AJARAN

PERBANDINGAN PENGUASAAN PEMBELAJARAN SASTRA ANTARA SISWA KELAS XI JURUSAN IPA DAN IPS DI SMAN 1 TAPA TAHUN AJARAN PERBANDINGAN PENGUASAAN PEMBELAJARAN SASTRA ANTARA SISWA KELAS XI JURUSAN IPA DAN IPS DI SMAN 1 TAPA TAHUN AJARAN 2012/2013 Salma Pembimbing: Dr. Hj. Sayama Malabar, M.Pd. dan Dr. Hj. Asna Ntelu, M.Hum.

Lebih terperinci

NILAI-NILAI PENDIDIKAN NOVEL RANAH 3 WARNA KARYA AHMAD FUADI DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA.

NILAI-NILAI PENDIDIKAN NOVEL RANAH 3 WARNA KARYA AHMAD FUADI DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA. NILAI-NILAI PENDIDIKAN NOVEL RANAH 3 WARNA KARYA AHMAD FUADI DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA. Oleh : Gilang Ratnasari Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP-Universitas Muhammadiyah Purworejo

Lebih terperinci

HUBUNGAN KETERAMPILAN MEMBACA APRESIATIF DENGAN KETERAMPILAN MENULIS CERPEN SISWA KELAS X SMA PEMBANGUNAN LABOLATORIUM UNP

HUBUNGAN KETERAMPILAN MEMBACA APRESIATIF DENGAN KETERAMPILAN MENULIS CERPEN SISWA KELAS X SMA PEMBANGUNAN LABOLATORIUM UNP HUBUNGAN KETERAMPILAN MEMBACA APRESIATIF DENGAN KETERAMPILAN MENULIS CERPEN SISWA KELAS X SMA PEMBANGUNAN LABOLATORIUM UNP Oleh: Ella 1, Harris Effendi Thahar 2, Afnita 3 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Lebih terperinci

PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMAHAMI UNSUR-UNSUR CERITA PENDEK MELALUI METODE JIGSAW

PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMAHAMI UNSUR-UNSUR CERITA PENDEK MELALUI METODE JIGSAW inamika Vol. 3, No. 3, Januari 2013 ISSN 0854-2172 PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMAHAMI UNSUR-UNSUR ERITA PENEK MELALUI METOE JIGSAW S Negeri Kasimpar Kecamatan Petungkriyono Kabupaten Pekalongan Abstrak Tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pada bab I ini, peneliti mengungkapkan mengenai: (a) latar belakang masalah, (b) rumusan masalah, (c) tujuan penelitian, dan (d) manfaat penelitian. A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada hakikatnya, belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada hakikatnya, belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya, belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi. Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. global. Salah satu komponen penting dari sistem pendidikan tersebut adalah kurikulum,

BAB I PENDAHULUAN. global. Salah satu komponen penting dari sistem pendidikan tersebut adalah kurikulum, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sistem pendidikan nasional senantiasa harus dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan yang terjadi baik ditingkat lokal, nasional, maupun global.

Lebih terperinci

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS GEGURITANDENGAN METODE OBJEK LANGSUNGSISWA KELAS X SMA NEGERI 2 KEBUMEN

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS GEGURITANDENGAN METODE OBJEK LANGSUNGSISWA KELAS X SMA NEGERI 2 KEBUMEN PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS GEGURITANDENGAN METODE OBJEK LANGSUNGSISWA KELAS X SMA NEGERI 2 KEBUMEN Oleh: Eva Hapsari program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa eva.hapsari@gmail.com Abstrak:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia. Hal ini tercermin dalam undang-undang nomor 20

Lebih terperinci

PENGGUNAAN MEDIA WAYANG UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENYIMAK CERITA PENDEK. Widayati

PENGGUNAAN MEDIA WAYANG UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENYIMAK CERITA PENDEK. Widayati PENGGUNAAN MEDIA WAYANG UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENYIMAK CERITA PENDEK Widayati Kepala SDN Kepuharum Kec. Kutorejo Kab. Mojokerto Email: waidayatiwidayati260@gmail.com Tersedia Online di http://www.jurnal.unublitar.ac.id/

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai objeknya dan bahasa sebagai mediumnya. Menurut Esten (2000: 9), sastra merupakan pengungkapan

Lebih terperinci

KEMAMPUAN SISWA KELAS VII SMP NEGERI 35 PADANG MENULIS KEMBALI DONGENG YANG DIPERDENGARKAN E- JURNAL ILMIAH NUZUL FITRIA NIM.

KEMAMPUAN SISWA KELAS VII SMP NEGERI 35 PADANG MENULIS KEMBALI DONGENG YANG DIPERDENGARKAN E- JURNAL ILMIAH NUZUL FITRIA NIM. E- JURNAL ILMIAH NUZUL FITRIA NIM. 09080222 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP) PGRI SUMATERA BARAT PADANG 2014 Nuzul Fitria 1, Indriani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara sadar dengan tujuan untuk menyampaikan ide, pesan, maksud,

BAB I PENDAHULUAN. secara sadar dengan tujuan untuk menyampaikan ide, pesan, maksud, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan rangkaian bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia secara sadar dengan tujuan untuk menyampaikan ide, pesan, maksud, perasaan, dan pendapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Setiap manusia pasti pernah mengalami konflik di dalam hidupnya. Konflik

I. PENDAHULUAN. Setiap manusia pasti pernah mengalami konflik di dalam hidupnya. Konflik I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia pasti pernah mengalami konflik di dalam hidupnya. Konflik merupakan bagian penting dari kehidupan manusia dan merupakan situasi yang wajar dalam

Lebih terperinci

KEMAMPUAN MENULIS CERITA BERBAHASA JAWA SISWA KELAS IX SMP NEGERI 1 CANDI SIDOARJO. Ayuningtiastutik 1 Roekhan 2 Heri Suwignyo 3

KEMAMPUAN MENULIS CERITA BERBAHASA JAWA SISWA KELAS IX SMP NEGERI 1 CANDI SIDOARJO. Ayuningtiastutik 1 Roekhan 2 Heri Suwignyo 3 KEMAMPUAN MENULIS CERITA BERBAHASA JAWA SISWA KELAS IX SMP NEGERI 1 CANDI SIDOARJO Ayuningtiastutik 1 Roekhan 2 Heri Suwignyo 3 Universitas Negeri Malang, Jalan Semarang 5 Malang E-mail: Ayukuning11@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kurikulum Nasional merupakan pengembangan dari Kurikulum 2013 yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kurikulum Nasional merupakan pengembangan dari Kurikulum 2013 yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kurikulum Nasional merupakan pengembangan dari Kurikulum 2013 yang telah disempurnakan lagi. Kurikulum Nasional disiapkan untuk mencetak generasi yang siap dalam

Lebih terperinci

KEMAMPUAN MENULIS NASKAH DRAMA SISWA KELAS VIII SMPN 1 UJUNGPANGKAH KABUPATEN GRESIK TAHUN PELAJARAN 2011/2012

KEMAMPUAN MENULIS NASKAH DRAMA SISWA KELAS VIII SMPN 1 UJUNGPANGKAH KABUPATEN GRESIK TAHUN PELAJARAN 2011/2012 KEMAMPUAN MENULIS NASKAH DRAMA SISWA KELAS VIII SMPN 1 UJUNGPANGKAH KABUPATEN GRESIK TAHUN PELAJARAN 2011/2012 MUSTOFA Universitas Negeri Malang E-Mail: Mustofagresik@gmail.com Pembimbing: (I) Dr. Heri

Lebih terperinci

PENGGUNAAN MEDIA AUDIO VISUAL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENYIMAK CERITA RAKYAT DI MI AL ISLAM KALISALAK KECAMATAN SALAMAN KABUPATEN MAGELANG

PENGGUNAAN MEDIA AUDIO VISUAL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENYIMAK CERITA RAKYAT DI MI AL ISLAM KALISALAK KECAMATAN SALAMAN KABUPATEN MAGELANG PENGGUNAAN MEDIA AUDIO VISUAL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENYIMAK CERITA RAKYAT DI MI AL ISLAM KALISALAK KECAMATAN SALAMAN KABUPATEN MAGELANG Bakiyatusolichah, Kanthi Pamungkas Sari ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran yang terdapat dalam kurikulum 2013 yang wajib dilaksanakan dari jenjang sekolah dasar hingga sekolah menengah

Lebih terperinci

PEMANFAATAN MEDIA AUDIO VISUAL DALAM MENINGKATKAN KEMPAMPUAN MENYIMAK CERITA RAKYAT SISWA KELAS V SDN II KALIBATUR

PEMANFAATAN MEDIA AUDIO VISUAL DALAM MENINGKATKAN KEMPAMPUAN MENYIMAK CERITA RAKYAT SISWA KELAS V SDN II KALIBATUR PEMANFAATAN MEDIA AUDIO VISUAL DALAM MENINGKATKAN KEMPAMPUAN MENYIMAK CERITA RAKYAT SISWA KELAS V SDN II KALIBATUR Hanik Masrokah Mahasiswa Magister Pendidikan Bahasa Indonesia Abstrak: Keterampilan menyimak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai karya seni bersifat kreatif, artinya sebagai hasil ciptaan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai karya seni bersifat kreatif, artinya sebagai hasil ciptaan manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karya sastra sebagai karya seni bersifat kreatif, artinya sebagai hasil ciptaan manusia yang berupa karya bahasa. Dari zaman ke zaman sudah banyak orang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. keduanya. Sastra tumbuh dan berkembang karena eksistensi manusia dan sastra

BAB 1 PENDAHULUAN. keduanya. Sastra tumbuh dan berkembang karena eksistensi manusia dan sastra 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra bukanlah hal yang asing bagi manusia, bahkan sastra begitu akrab karena dengan atau tanpa disadari terdapat hubungan timbal balik antara keduanya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti baik dan sastra (dari bahasa Sansekerta) berarti tulisan atau karangan. Dari pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran adalah sebuah proses, pada proses tersebut adanya perubahan dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran adalah sebuah proses, pada proses tersebut adanya perubahan dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembelajaran adalah sebuah proses, pada proses tersebut adanya perubahan dan perkembangan yang terjadi pada peserta didik. Supaya perubahan pada peserta didik dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rumusan masalah penelitian, (3) tujuan penelitian, dan (4) manfaat penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. rumusan masalah penelitian, (3) tujuan penelitian, dan (4) manfaat penelitian. BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini, akan diuraikan beberapa hal yaitu : (1) latar belakang, (2) rumusan masalah penelitian, (3) tujuan penelitian, dan (4) manfaat penelitian. Secara rinci hal tersebut diuraikan

Lebih terperinci

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS PUISI DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK AKROSTIK PADA SISWA KELAS X MA AL-ASY ARI KERAS DIWEK JOMBANG TAHUN PELAJARAN 2016/2017

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS PUISI DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK AKROSTIK PADA SISWA KELAS X MA AL-ASY ARI KERAS DIWEK JOMBANG TAHUN PELAJARAN 2016/2017 PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS PUISI DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK AKROSTIK PADA SISWA KELAS X MA AL-ASY ARI KERAS DIWEK JOMBANG TAHUN PELAJARAN 2016/2017 Kustiyah Mahasiswa Magister Pendidikan Bahasa Indonesia

Lebih terperinci

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS PUISI DENGAN MEDIA POSTER PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 5 PURWOREJO

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS PUISI DENGAN MEDIA POSTER PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 5 PURWOREJO PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS PUISI DENGAN MEDIA POSTER PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 5 PURWOREJO Oleh: Ratna Maulidia Fitriana Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah Purworejo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pada dasarnya pendidikan dilaksanakan untuk mengembangkan potensi siswa dalam rangka memperbaiki dan meningkatkan mutu atau kualitas pendidikan. Hal ini sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan diri individu, terutama bagi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan diri individu, terutama bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan diri individu, terutama bagi pembangunan bangsa dan negara. Kemajuan kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan masa lampau, karena naskah-naskah tersebut merupakan satu dari berbagai

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan masa lampau, karena naskah-naskah tersebut merupakan satu dari berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Khasanah budaya bangsa Indonesia yang berupa naskah klasik, merupakan peninggalan nenek moyang yang masih dapat dijumpai hingga sekarang. Naskah-naskah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga memberikan pengalaman dan gambaran dalam bermasyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. juga memberikan pengalaman dan gambaran dalam bermasyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan cerminan keadaan sosial masyarakat yang dialami pengarang, yang diungkapkan kembali melalui perasaannya ke dalam sebuah tulisan. Dalam tulisan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sosiologi dan Sastra Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, sedangkan objek ilmu-ilmu kealaman adalah gejala alam. Masyarakat adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem pendidikan di Indonesia sedang gencar-gencarnya dibenahi. Salah satunya yaitu pembaharuan sistem kurikulum guna meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Karya sastra sebagai hasil kreatif seorang pengarang tidak dapat lepas dari masyarakatnya. Seorang pengarang ketika mencipta sebuah karya sastra

Lebih terperinci

KEMAMPUAN MEMPROSAKAN PUISI KEPADA ADIK-ADIKKU KARYA ARIFIN C. NOOR SISWA SMA. Oleh

KEMAMPUAN MEMPROSAKAN PUISI KEPADA ADIK-ADIKKU KARYA ARIFIN C. NOOR SISWA SMA. Oleh KEMAMPUAN MEMPROSAKAN PUISI KEPADA ADIK-ADIKKU KARYA ARIFIN C. NOOR SISWA SMA Oleh Icha Meyrinda Ni Nyoman Wetty S. Mulyanto Widodo Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan e-mail : ichameyrinda@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis yakni prosa (fiksi), puisi, dan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis yakni prosa (fiksi), puisi, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra merupakan sebuah karya seni yang dapat memikat hati dan bersifat mendidik. Berbagai jenis karya sastra yang telah hadir dalam lingkungan masyarakat dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembelajaran bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembelajaran bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran terpenting di sekolah. Salah satu fokus pembelajaran ini adalah memusatkan agar terwujudnya keterampilan

Lebih terperinci

NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM NOVEL SANG PEMIMPI KARYA ANDREA HIRATA DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMSA

NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM NOVEL SANG PEMIMPI KARYA ANDREA HIRATA DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMSA NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM NOVEL SANG PEMIMPI KARYA ANDREA HIRATA DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMSA Oleh: Intani Nurkasanah Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khususnya bahasa Indonesia sebagai salah satu mata pelajaran yang penting dan

BAB I PENDAHULUAN. khususnya bahasa Indonesia sebagai salah satu mata pelajaran yang penting dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran bahasa merupakan salah satu aspek yang penting dalam kehidupan manusia. Kemampuan berbahasa seseorang dapat menunjukkan kepribadian serta pemikirannya.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS TINDAKAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS TINDAKAN BAB II KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka merupakan kajian terhadap penelitian yang ada sebelumnya dan ada kaitannya dengan masalah

Lebih terperinci

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS CERPEN DENGAN MEDIA GAMBAR PADA SISWA KELAS X SMA WIDYA KUTOARJO

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS CERPEN DENGAN MEDIA GAMBAR PADA SISWA KELAS X SMA WIDYA KUTOARJO PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS CERPEN DENGAN MEDIA GAMBAR PADA SISWA KELAS X SMA WIDYA KUTOARJO Oleh: Eni Kustanti Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah Purworejo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Aep Suryana, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Aep Suryana, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Pembelajaran bahasa Indonesia di Sekolah Dasar (SD) merupakan bagian penting dalam kerangka pengembangan pendidikan nasional yang bertujuan untuk

Lebih terperinci

89. Mata Pelajaran Sastra Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) Program Bahasa

89. Mata Pelajaran Sastra Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) Program Bahasa 89. Mata Pelajaran Sastra Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) Program Bahasa A. Latar Belakang Mata pelajaran Sastra Indonesia berorientasi pada hakikat pembelajaran sastra

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kemampuan dan perilaku untuk berpikir, bercakap-cakap, bersuara, atau pun

I. PENDAHULUAN. kemampuan dan perilaku untuk berpikir, bercakap-cakap, bersuara, atau pun 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berbahasa merupakan salah satu perilaku dari kemampuan manusia, sama dengan kemampuan dan perilaku untuk berpikir, bercakap-cakap, bersuara, atau pun bersiul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu keharusan bagi manusia karena pada

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu keharusan bagi manusia karena pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu keharusan bagi manusia karena pada hakikatnya manusia lahir dalam keadaan tidak berdaya, tidak langsung dapat berdiri sendiri, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan karena

BAB I PENDAHULUAN. tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Bahasa digunakan oleh manusia untuk berkomunikasi dengan manusia lain. Bahasa mempunyai fungsi intelektual,

Lebih terperinci

Lampiran 1 BIODATA PENULIS

Lampiran 1 BIODATA PENULIS Lampiran 1 BIODATA PENULIS 1. Nama lengkap Drs. Sawali, M.Pd. 2. Tempat, tanggal lahir Grobogan, 19 Juni 1964 3. Alamat Perum BTN Blok C-21 RT 03/RW X Kelurahan Langenharjo, Kec. Kendal, Kabupaten Kendal,

Lebih terperinci

STANDAR ISI STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN. Mata Pelajaran Bahasa Daerah (Jawa) Untuk SMA/ SMK/ MA

STANDAR ISI STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN. Mata Pelajaran Bahasa Daerah (Jawa) Untuk SMA/ SMK/ MA STANDAR ISI STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN Mata Pelajaran Bahasa Daerah (Jawa) Untuk SMA/ SMK/ MA PROPINSI JAWA TIMUR BAB II STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI

Lebih terperinci

NILAI PENDIDIKAN NOVEL PAK GURU KARYA AWANG SURYA DAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA

NILAI PENDIDIKAN NOVEL PAK GURU KARYA AWANG SURYA DAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA NILAI PENDIDIKAN NOVEL PAK GURU KARYA AWANG SURYA DAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA Oleh: Rahmat Hidayat Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Dayattwins@gmail.com ABSTRAK: Tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan pengalaman dan pengamatannya terhadap kehidupan. Kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan pengalaman dan pengamatannya terhadap kehidupan. Kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan pengungkapan realitas kehidupan masyarakat secara imajiner. Dalam hal ini, pengarang mengemukakan realitas dalam karyanya berdasarkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Pembelajaran sastra sangat penting bagi siswa, karena dengan pembelajaran sastra mampu menghasilkan siswa mengenal dirinya dan budaya

I. PENDAHULUAN Pembelajaran sastra sangat penting bagi siswa, karena dengan pembelajaran sastra mampu menghasilkan siswa mengenal dirinya dan budaya Kemampuan Siswa Menganalisis Unsur Intrinsik Cerita Pendek dalam Buku Teks Bahasa Indonesia SMP Terbitan Depdiknas Oleh siswa Kelas VII A SMP Negeri 5 Kota Jambi Oleh M.Darul Quthni Tujuan penelitian ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kurikulum dalam pendidikan di Indonesia terus berkembang dari waktu ke waktu. Tentunya perkembangan ini terjadi untuk terus meningkatkan mutu pendidikan, bahkan perbaikan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM NOVEL DI UJUNG JALAN SUNYI KARYA MIRA WIJAYA DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI SMA KELAS XI

IDENTIFIKASI KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM NOVEL DI UJUNG JALAN SUNYI KARYA MIRA WIJAYA DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI SMA KELAS XI IDENTIFIKASI KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM NOVEL DI UJUNG JALAN SUNYI KARYA MIRA WIJAYA DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI SMA KELAS XI Oleh: Ariyadi Kusuma Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Lebih terperinci

Ida Hamidah Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Kuningan

Ida Hamidah Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Kuningan PERBEDAAN KEMAMPUAN MEMAHAMI ISI PUISI MELALUI KEGIATAN MEMBACA DAN MENDENGARKAN SISWA KELAS VII SMP NEGERI 2 LEBAKWANGI KABUPATEN KUNINGAN TAHUN PELAJARAN 2012/2013 Ida Hamidah Pendidikan Bahasa dan Sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Siswa Sekolah Dasar mulai mengembangkan keterampilan yang dimilikinya

BAB I PENDAHULUAN. Siswa Sekolah Dasar mulai mengembangkan keterampilan yang dimilikinya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah Dasar merupakan lembaga pendidikan dasar untuk anak. Siswa Sekolah Dasar mulai mengembangkan keterampilan yang dimilikinya yang tersimpan rapat dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan kebudayaan suatu daerah. Pasal 22 Undang-Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan kebudayaan suatu daerah. Pasal 22 Undang-Undang Nomor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan otonomi memiliki pengaruh tersendiri terhadap perkembangan kebudayaan suatu daerah. Pasal 22 Undang-Undang Nomor 32/2004, bahwa dalam menyelenggarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peran penting dalam kehidupan. Pendidikan bahasa sastra Indonesia yang menitikberatkan

BAB I PENDAHULUAN. peran penting dalam kehidupan. Pendidikan bahasa sastra Indonesia yang menitikberatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan salah satu kebutuhan manusia sehingga memegang peran penting dalam kehidupan. Pendidikan bahasa sastra Indonesia yang menitikberatkan pada keterampilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan pada pembelajaran sastra saat ini. Kondisi itu menyebabkan hasil belajar

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan pada pembelajaran sastra saat ini. Kondisi itu menyebabkan hasil belajar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) sekarang ini, pemerintah memasukkan pembelajaran sastra lebih kompleks jika dibanding dengan kurikulumkurikulum sebelumnya.

Lebih terperinci

PENGARUH MEDIA AUDIO DIDUKUNG MEDIA BAGAN TERHADAP KEMAMPUAN MENGIDENTIFIKASI UNSUR CERITA SISWA KELAS V SDN CAMPUREJO 2 KOTA KEDIRI

PENGARUH MEDIA AUDIO DIDUKUNG MEDIA BAGAN TERHADAP KEMAMPUAN MENGIDENTIFIKASI UNSUR CERITA SISWA KELAS V SDN CAMPUREJO 2 KOTA KEDIRI PENGARUH MEDIA AUDIO DIDUKUNG MEDIA BAGAN TERHADAP KEMAMPUAN MENGIDENTIFIKASI UNSUR CERITA SISWA KELAS V SDN CAMPUREJO 2 KOTA KEDIRI TAHUN AJARAN 2014/2015 ARTIKEL SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

32. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/ Madrasah Aliyah (MA)

32. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/ Madrasah Aliyah (MA) 32. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/ Madrasah Aliyah (MA) A. Latar Belakang Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diwujudkan dengan mengarahkan peserta didik untuk mendengarkan,

BAB I PENDAHULUAN. diwujudkan dengan mengarahkan peserta didik untuk mendengarkan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran sastra dapat menumbuhkan pengetahuan dan mengembangkan apresiasi sastra siswa. Kegiatan apresiasi sastra dapat diwujudkan dengan mengarahkan peserta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa memiliki peran penting dalam perkembangan intelektual, sosial,

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa memiliki peran penting dalam perkembangan intelektual, sosial, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa memiliki peran penting dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan cabang dari seni yang menjadikan bahasa sebagai mediumnya.

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan cabang dari seni yang menjadikan bahasa sebagai mediumnya. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra merupakan cabang dari seni yang menjadikan bahasa sebagai mediumnya. Bahasa adalah bahan baku kesusastraan. Karya sastra yang indah bukan saja karena

Lebih terperinci

NILAI KARAKTER KEPEMIMPINAN DALAM NOVEL PENAKLUK BADAIKARYA AGUK IRAWAN MN DAN RELEVANSI PEMBELAJARANNYA DI SMA

NILAI KARAKTER KEPEMIMPINAN DALAM NOVEL PENAKLUK BADAIKARYA AGUK IRAWAN MN DAN RELEVANSI PEMBELAJARANNYA DI SMA NILAI KARAKTER KEPEMIMPINAN DALAM NOVEL PENAKLUK BADAIKARYA AGUK IRAWAN MN DAN RELEVANSI PEMBELAJARANNYA DI SMA Oleh: Irma Hadzami Chusniati Progrram Studi Pendidikan BahasadanSastra Indonesia Universitas

Lebih terperinci

Oleh : ATENG SUDRAJAT NIM

Oleh : ATENG SUDRAJAT NIM MODEL PEMBELAJARAN APRESIASI CERITA PENDEK DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 SINGAJAYA KABUPATEN GARUT TAHUN PELAJARAN 2011/2012 Oleh : ATENG SUDRAJAT NIM.1021.0252

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu Sistem Pendidikan Nasional. Dan sebagai pedoman yuridisnya adalah

BAB I PENDAHULUAN. suatu Sistem Pendidikan Nasional. Dan sebagai pedoman yuridisnya adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan salah satu tujuan benegara yang telah dirumuskan oleh para bapak bangsa, dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945. Dalam

Lebih terperinci

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS PUISI DENGAN MEDIA GAMBAR PADA SISWA KELAS V SDN SAWOJAJAR V KOTA MALANG

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS PUISI DENGAN MEDIA GAMBAR PADA SISWA KELAS V SDN SAWOJAJAR V KOTA MALANG PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS PUISI DENGAN MEDIA GAMBAR PADA SISWA KELAS V SDN SAWOJAJAR V KOTA MALANG Dwi Sulistyorini Abstrak: Dalam kegiatan pembelajaran menulis, siswa masih banyak mengalami kesulitan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Fungsi dan tujuan pembelajaran Bahasa Indonesia berdasarkan Kurikulum

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Fungsi dan tujuan pembelajaran Bahasa Indonesia berdasarkan Kurikulum BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fungsi dan tujuan pembelajaran Bahasa Indonesia berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Bahasa Indonesia tahun 2006 bertujuan untuk menjadikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghawatirkan, baik dari segi penyajian, maupun kesempatan waktu dalam

BAB I PENDAHULUAN. menghawatirkan, baik dari segi penyajian, maupun kesempatan waktu dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena saat ini, keberadaan seni tradisi yang terdapat di daerah mulai menghawatirkan, baik dari segi penyajian, maupun kesempatan waktu dalam penyajian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan kunci keberhasilan sumber daya manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan kunci keberhasilan sumber daya manusia untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembelajaran merupakan kunci keberhasilan sumber daya manusia untuk mengikuti perkembangan zaman. Pembelajaran memiliki peran serta mendidik siswa agar menjadi manusia

Lebih terperinci

Kata kunci: metode Storytelling, keterampilan menyimak, dongeng. 1) Mahasiswa Program Studi PGSD FKIP UNS 2,3) Dosen Program Studi PGSD FKIP UNS

Kata kunci: metode Storytelling, keterampilan menyimak, dongeng. 1) Mahasiswa Program Studi PGSD FKIP UNS 2,3) Dosen Program Studi PGSD FKIP UNS PENINGKATAN KETERAMPILAN MENYIMAK DONGENG MELALUI METODE STORYTELLING Nurul Astiti 1), Rukayah 2), Sularmi 3) PGSD FKIP Universitas Sebelas Maret, Jalan Slamet Riyadi 449 Surakarta e-mail: nurulastiti@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan sebuah cerita fiksi atau rekaan yang dihasilkan lewat proses kreatif dan imajinasi pengarang. Tetapi, dalam proses kreatif penciptaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia dalam lingkungannya. Melayu yang belum mendapat pengaruh Barat. Hal ini disebabkan karena

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia dalam lingkungannya. Melayu yang belum mendapat pengaruh Barat. Hal ini disebabkan karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil daya cipta manusia baik lisan maupun tulisan yang memiliki ciri keartistikan dan keindahan dalam mengungkapkan isinya. Setiap karya

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN APRESIASI CERITA PENDEK SISWA KELAS IX SMP NEGERI 2 TENGARAN KABUPATEN SEMARANG

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN APRESIASI CERITA PENDEK SISWA KELAS IX SMP NEGERI 2 TENGARAN KABUPATEN SEMARANG PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN APRESIASI CERITA PENDEK SISWA KELAS IX SMP NEGERI 2 TENGARAN KABUPATEN SEMARANG TESIS Diajukan Kepada Program Studi Magister Pengkajian

Lebih terperinci

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN JIGSAW TERHADAP KETERAMPILAN MENYIMAK TEKS DONGENG

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN JIGSAW TERHADAP KETERAMPILAN MENYIMAK TEKS DONGENG PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN JIGSAW TERHADAP KETERAMPILAN MENYIMAK TEKS DONGENG Dedi Zulkarnain Pulungan Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia PPs Universitas Negeri Medan e-mail: pulungandedi@gmail.com

Lebih terperinci

Peningkatan Keterampilan Menulis Cerpen dengan Strategi Copy The Master Melalui Media Audio Visual pada Siswa Kelas IX-C SMPN 2 ToliToli

Peningkatan Keterampilan Menulis Cerpen dengan Strategi Copy The Master Melalui Media Audio Visual pada Siswa Kelas IX-C SMPN 2 ToliToli Peningkatan Keterampilan Menulis Cerpen dengan Strategi Copy The Master Melalui Media Audio Visual pada Siswa Kelas IX-C SMPN 2 ToliToli Mashura SMP Negeri 2 ToliToli, Kab. ToliToli, Sulteng ABSTRAK Strategi

Lebih terperinci

PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA INDAH GEGURITAN MELALUI MODEL PEMBELAJARAN JIGSAW. Sunandar

PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA INDAH GEGURITAN MELALUI MODEL PEMBELAJARAN JIGSAW. Sunandar Didaktikum: Jurnal Penelitian Tindakan Kelas Vol. 16, No. 3, Juli 2015 ISSN 2087-3557 SD Negeri 02 Rembun Siwalan Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu usaha untuk mendukung tercapainya tujuan pendidikan terutama pada

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu usaha untuk mendukung tercapainya tujuan pendidikan terutama pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu usaha untuk mendukung tercapainya tujuan pendidikan terutama pada pembelajaran apresiasi sastra khususnya apresiasi puisi perlu dibuat sebuah bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bahasa merupakan alat komunikasi yang sangat diperlukan oleh semua manusia dalam kehidupan sehari-hari. Dengan bahasa seseorang dapat menyampaikan suatu maksud kepada

Lebih terperinci

konvensi sastra Balai Pustaka BP (Nurgiantoro, 2000:54).

konvensi sastra Balai Pustaka BP (Nurgiantoro, 2000:54). 1 BAB I PENDAHULUAN I. 1 Latar Belakang Penelitian Sastra merupakan salah satu bagian dari kebudayaan yang harus diwariskan dan dikembangkan untuk pelestariannya. Novel merupakan salah satu jenis karya

Lebih terperinci

Penerapan Metode Bermain Peran Pada Materi Drama Anak Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas 3 SDN Gio

Penerapan Metode Bermain Peran Pada Materi Drama Anak Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas 3 SDN Gio Penerapan Metode Bermain Peran Pada Materi Drama Anak Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas 3 SDN Gio Hijria.H.Aliakir, Muh. Tahir, dan Saharudin Barsandji Mahasiswa Program Guru Dalam Jabatan Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Suatu implikasi dari sumpah pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928,

BAB I PENDAHULUAN. Suatu implikasi dari sumpah pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suatu implikasi dari sumpah pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928, akhirnya bahasa Indonesia dijadikan sebagai bahasa persatuan, bahasa nasional, dan menjadi bahasa

Lebih terperinci

PENGARUH MODEL SUGESTI-IMAJINASI TERHADAP KETERAMPILAN MENULIS ANEKDOT

PENGARUH MODEL SUGESTI-IMAJINASI TERHADAP KETERAMPILAN MENULIS ANEKDOT PENGARUH MODEL SUGESTI-IMAJINASI TERHADAP KETERAMPILAN MENULIS ANEKDOT Dina Dwi Syafitri 1, Abdoel Gafar 2, dan Firman Tara 3 Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran sastra memiliki sejumlah manfaat. Pertama, karya sastra. karya sastra akan menjadi manusia berbudaya.

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran sastra memiliki sejumlah manfaat. Pertama, karya sastra. karya sastra akan menjadi manusia berbudaya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran sastra memiliki sejumlah manfaat. Pertama, karya sastra mampu membuka pintu hati pembacanya untuk menjadi manusia berbudaya. Manusia berbudaya memiliki

Lebih terperinci

HUBUNGAN KEBIASAAN MEMBACA KARYA SASTRA DENGAN KEMAMPUAN SISWA MENGAPRESIASI CERPEN DI SMP

HUBUNGAN KEBIASAAN MEMBACA KARYA SASTRA DENGAN KEMAMPUAN SISWA MENGAPRESIASI CERPEN DI SMP HUBUNGAN KEBIASAAN MEMBACA KARYA SASTRA DENGAN KEMAMPUAN SISWA MENGAPRESIASI CERPEN DI SMP Ninis Sukma Dahlianti, Syambasril, Deden Ramdani Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia FKIP Untan, Pontianak

Lebih terperinci

KISI-KISI SOAL KOMPETENSI PROFESIONAL BIDANG STUDI BAHASA INDONESIA

KISI-KISI SOAL KOMPETENSI PROFESIONAL BIDANG STUDI BAHASA INDONESIA KISI-KISI SOAL KOMPETENSI PROFESIONAL BIDANG STUDI BAHASA INDONESIA Kompetensi Utama Pedagogik St. Inti/SK Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial, kultural, emosional,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapat Sumardjo (Mursini 2010:17) yang mengemukakan bahwa sastra adalah

BAB I PENDAHULUAN. pendapat Sumardjo (Mursini 2010:17) yang mengemukakan bahwa sastra adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses kegiatan mengubah perilaku individu ke arah kedewasaan dan kematangan. Salah satu bentuk pendidikan adalah pendidikan yang berupa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. baca-tulis bangsa Indonesia. Budaya baca-tulis di Indonesia masih kurang

BAB 1 PENDAHULUAN. baca-tulis bangsa Indonesia. Budaya baca-tulis di Indonesia masih kurang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Tujuan pokok pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia bagi siswa pada dasarnya adalah peningkatan kemampuan empat aspek keterampilan bahasa. Pada umumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dituntut untuk dapat mengaplikasikanya dalam kehidupan sehari harinya.

BAB I PENDAHULUAN. dituntut untuk dapat mengaplikasikanya dalam kehidupan sehari harinya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era globalisasi saat ini menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas. Kualitas sumber daya manusia ini hanya dapat diperoleh dari proses belajar yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik itu puisi maupun prosa (cerita pendek dan novel). Pemilihan sumber bacaan

BAB I PENDAHULUAN. baik itu puisi maupun prosa (cerita pendek dan novel). Pemilihan sumber bacaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Minat membaca karya sastra sama halnya dengan minat membaca, namun minat membaca karya sastra lebih diarahkan dan difokuskan dalam bidang sastra baik itu puisi

Lebih terperinci

PERBEDAAN KEMAMPUAN MENULIS CERPEN MENGGUNAKAN TEKNIK KERANGKA TULISAN DAN TEKNIK MENYELESAIKAN CERITA SISWA KELAS X SMA NEGERI 15 PADANG

PERBEDAAN KEMAMPUAN MENULIS CERPEN MENGGUNAKAN TEKNIK KERANGKA TULISAN DAN TEKNIK MENYELESAIKAN CERITA SISWA KELAS X SMA NEGERI 15 PADANG PERBEDAAN KEMAMPUAN MENULIS CERPEN MENGGUNAKAN TEKNIK KERANGKA TULISAN DAN TEKNIK MENYELESAIKAN CERITA SISWA KELAS X SMA NEGERI 15 PADANG Lusi Marta¹, Ninit Alfianika², Rina Sartika² ¹Mahasiswa Program

Lebih terperinci

ASPEK PENDIDIKAN MORAL DALAM NOVEL CINTA SUCI ZAHRANA KARYA HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY DAN SKENARIO PEMBELAJARAN DI KELAS XI SMA

ASPEK PENDIDIKAN MORAL DALAM NOVEL CINTA SUCI ZAHRANA KARYA HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY DAN SKENARIO PEMBELAJARAN DI KELAS XI SMA ASPEK PENDIDIKAN MORAL DALAM NOVEL CINTA SUCI ZAHRANA KARYA HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY DAN SKENARIO PEMBELAJARAN DI KELAS XI SMA Oleh: Fredi Adiansyah Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Lebih terperinci