BAB 2 KAJIAN PUSTAKA. Tabel 2.1 Tabel State of the Art Nama Peneliti. Yang Digunakan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 KAJIAN PUSTAKA. Tabel 2.1 Tabel State of the Art Nama Peneliti. Yang Digunakan"

Transkripsi

1 BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Sebelumnya (State of the Art) No. Judul Penelitian 1. Representasi Feminisme dalam Film Snow White And The Huntsman Tabel 2.1 Tabel State of the Art Nama Peneliti Yolanda Hana Chornelia, Prodi Ilmu Komunikasi, Universitas Kristen Petra Surabaya Metode Hasil Penelitian Yang Digunakan Kualitatif, Adanya Analisis representasi Semiotika feminisme John Fiske. dalam pengambilan keputusan, kekuatan, dan kepemimpinan berdasarkan hal yang dilakukan oleh tokoh-tokoh perempuan di dalam film Snow White and the Huntsman Perbedaan Dengan Penelitian Skripsi Ini Penelitian Yolanda menelaah tentang feminisme yang terdapat dalam Film Snow White and the Huntsman menggunakan semiotika John Fiske, sedangkan penelitian ini menelaah tentang feminisme di dalam Film Divergent menggunakan semiotika 7

2 8 Roland Barthes. 2. Budaya Pop dan Pawito, Prodi Kualitatif, Tayangan Penelitian Politik : Analisis Ilmu Analisis langsung konser Pawito Semiotik Komunikasi, Semiotika musik Iwan Fals menelaah terhadap FISIP, Ferdinand di TRANS TV, tentang budaya Penampilan Universitas de 4 April 2004 pop dan politik Iwan Fals di Sebelas Saussure. menjadi pesan pada sebuah TRANS TV, 4 Maret, moral yang tayangan April 2004 Surakarta- ditujukan bagi konser musik 2005 para elite politik menggunakan dan para semiotika pemimpin Ferdinand de bangsa untuk Saussure, menjalankan sedangkan politik bersih. penelitian ini menelaah tentang feminisme di dalam Film Divergent menggunakan semiotika Roland Barthes.

3 9 3. Mistisme Feni Fasta dan Kualitatif, Sosok The Devil Penelitian Feni Simbolik Kartu Christina Arsi Analisis pada kartu tarot dan Christina Tarot The Devil Lestari, Semiotika sebenarnya menelaah (Studi Semiotika Fakultas Ilmu Ferdinand melambangkan tentang Tarot The Komunikasi de diri manusia pemaknaan Devil dari Buku Universitas Saussure. yang jika berada kartu tarot The Easy Tarot Mercu Buana- dalam keadaan Devil Lidia Pratiwi) 2012 lemah, terpuruk, menggunakan dan dilingkupi semiotika kegelapan akan Ferdinand de ditampilkan Saussure, melalui pikiran, sedangkan perkataan, penelitian ini maupun perilaku menelaah yang buruk tentang kepada sesama feminisme di makhluk Tuhan. dalam Film Divergent menggunakan semiotika Roland Barthes. 4. Four-Color Sean Kualitatif, Onomatopoeia Penelitian Sound: A.Guynes, Analisis adalah Guynes A Peircean Department of Semiotika pembentukan menelaah Semiotics of American Charles sebuah kata dari tentang Comic Book Studies, Sander suara yang penggunaan Onomatopoeia University of Peirce. berhubungan onomatopoeia Massachussets dengan apa yang dalam komik Boston dinamakan, superhero misalnya Amerika ouch, menggunakan hahahaha, dsb. semiotika

4 10 Dalam penelitian Guynes, onomatopoeia ternyata bukan merupakan kunci utama dari sebuah komik, melainkan onomatopoeia menghidupkan gambar komik yang terlihat statis dan merupakan bagian dari sistem komik sebagai unit gramatikal yang terlihat dengan gambar. Onomatopoeia dalam penelitian ini mencirikan komik-komik superhero Amerika keluaran Marvel dan DC Comics. Charles Sander Peirce, sedangkan penelitian ini menelaah tentang feminisme di dalam Film Divergent menggunakan semiotika Roland Barthes.

5 11 5. Towards a David Kualitatif, Untuk dapat Penelitian Social Semiotic Machin, Analisis memahami apa Machin Approach of the Cardiff dengan yang ingin menelaah Analysis of School of Pendekatan musisi tentang emosi Emotion in Journalism, Semiotika sampaikan yang Sound and Media and Sosial melalui musik terkandung di Music Cultural dan lirik lagunya dalam lagu Studies, diperlukan Billie Jean Cardiff pemahaman Michael University, akan semiotik Jackson dengan United yang dibuat oleh menggunakan Kingdom- si musisi, agar pendekatan 2011 para pendengar semiotika dapat lebih sosial, menghargai sedangkan sumber semiotik penelitian ini yang dipilih dan menelaah sisi kreativitas tentang dari musisi feminisme di tersebut. dalam Film Divergent menggunakan semiotika Roland Barthes. 2.2 Landasan Konseptual Konsep Film Pengertian Film Gambar bergerak (film) adalah bentuk dominan dari komunikasi massa visual di belahan dunia ini. Banyak orang menggemari film dan menontonnya, baik di bioskop, di televisi, atau bahkan melalui film video laser (Ardianto, dkk., 2014:143). Film merupakan salah satu media komunikasi massa. Film dapat dikatakan sebagai media komunikasi massa

6 12 karena merupakan bentuk komunikasi yang menggunakan saluran (media) dalam menghubungkan komunikator dan komunikan secara massal, dalam artian memiliki jumlah banyak, tersebar di mana-mana, khalayaknya heterogen dan anonim, serta mampu menimbulkan efek tertentu (Vera, 2014:91). Film memiliki definisi yang berbeda di setiap negara, misalnya di Prancis ada pembedaan antara film dan sinema. Filmis artinya berhubungan dengan film dan dunia sekitarnya, seperti sosial politik dan kebudayaan. Di Yunani, film dikenal dengan istilah cinema yang berasal dari singkatan cinematograph (nama kamera dari Lumiere bersaudara). Secara harfiah, cinematographie berarti cinema (gerak), tho atau phytos adalah cahaya, sedangkan graphie berarti tulisan atau gambar. Jadi, cinematographie adalah melukis gerak dengan cahaya. Selain itu, ada istilah lain untuk film dari bahasa Inggris, yaitu movies. Movies berasal dari kata move yang berarti gambar bergerak atau gambar hidup. Film menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman pada Bab 1 Pasal 1 adalah karya seni budaya yang merupakan pranata sosial dan media komunikasi massa yang dibuat berdasarkan kaidah sinematografi dengan atau tanpa suara dan dapat dipertunjukkan (Vera, 2014:91). Berdasarkan seluruh definisi mengenai film, dapat dilihat bahwa film adalah media komunikasi massa yang mampu menampilkan gambar bergerak dengan tema tertentu, menggunakan suara atau tanpa suara, dan dapat dipertunjukkan Karakteristik Film Ardianto, dkk. (2014: ) menyebutkan bahwa film memiliki sejumlah karakteristik, diantaranya, pertama, layar yang luas atau lebar, layar berukuran luas berguna untuk memberikan keleluasaan pada penonton agar dapat melihat berbagai adegan yang disajikan di dalam film; kedua, pengambilan gambar, pengambilan gambar atau shot untuk film menggunakan extreme long shot dan panoramic shot, yaitu pemandangan menyeluruh, ini dilakukan untuk memberikan kesan artistik dan suasana yang sesungguhnya, agar film menjadi lebih menarik; ketiga, konsentrasi penuh, menonton film di bioskop dengan ruangan yang kedap suara dan lampu

7 13 dimatikan, membuat perhatian penonton fokus tertuju pada adegan film, sehingga penonton [dapat] terbawa suasana dan alur cerita film; keempat, identifikasi psikologis, konsentrasi penuh saat menonton film di bioskop, tanpa disadari membuat penonton terlarut dalam penghayatan dan menyamakan (mengidentifikasikan) dirinya dengan salah satu tokoh dalam film tersebut, jadi seolah penonton merasa dirinya yang sedang berperan Unsur Pembentuk Film Sebuah film dapat terbentuk melalui adanya dua unsur pembentuk yang saling berinteraksi dan berkesinambungan satu sama lain, yaitu unsur naratif dan unsur sinematik (Pratista, 2008:1). FILM Unsur Naratif Unsur Sinematik Gambar 2.1 Unsur pembentuk film (Pratista, 2008:2) Unsur naratif adalah bahan atau materi yang akan diolah. Unsur naratif berhubungan dengan aspek cerita atau tema film. Setiap cerita pasti memiliki beberapa elemen yang membentuk unsur naratif secara keseluruhan, seperti tokoh, masalah, konflik, lokasi, waktu, dan lainnya. Elemen-elemen tersebut saling berinteraksi dan berkesinambungan membentuk sebuah jalinan peristiwa. Jalinan peristiwa tersebut terikat oleh sebuah aturan yaitu hukum kausalitas atau sebab-akibat (Pratista, 2008:2). Unsur sinematik adalah cara atau gaya untuk mengolah materi tersebut (unsur naratif). Unsur sinematik merupakan aspek-aspek teknis dalam sebuah produksi film. Unsur sinematik terdiri dari empat elemen pokok, yaitu mise-en-scene, sinematografi, editing, dan suara. Mise-en-scene adalah semua hal yang berada di depan kamera. Sinematografi adalah perlakuan terhadap kamera dan filmnya serta hubungan kamera dengan obyek yang diambil. Editing adalah transisi sebuah gambar (shot) ke gambar (shot)

8 14 lainnya. Suara adalah segala hal dalam film yang mampu kita tangkap melalui indera pendengaran (Pratista, 2008:2) Jenis Film Film secara umum dibagi menjadi tiga jenis yaitu, film dokumenter (nyata), film fiksi (rekaan), dan film eksperimental (abstrak), (Pratista, 2008:4-8). Dokumenter Fiksi Eksperimental (nyata) (rekaan) (abstrak) Gambar 2.2 Jenis-jenis film (Pratista, 2008:4) Divergent, termasuk ke dalam jenis film fiksi, yaitu film yang terikat oleh plot (alur). Film fiksi sering menggunakan cerita rekaan di luar kejadian nyata serta memiliki konsep pengadeganan yang telah dirancang sejak awal. Struktur cerita film juga terikat hukum kausalitas. Dalam cerita film fiksi biasanya terdapat karakter protagonis dan antagonis, masalah dan konflik, penutupan, serta pola pengembangan cerita yang jelas. Film fiksi ternyata juga [dapat] diangkat dari kejadian nyata, seperti film biografi yang menampilkan kisah hidup seorang tokoh Klasifikasi Film Dalam mengklasifikasikan film metode yang paling sering digunakan adalah dengan membaginya berdasarkan genre. Genre secara umum membagi film berdasarkan jenis dan latar ceritanya. Setiap genre memiliki karakteristik khas yang membedakan antara satu genre dengan genre lainnya (Pratista, 2008:9-10). Istilah genre berasal dari bahasa Prancis yang berarti bentuk atau tipe. Dalam film, genre dapat diartikan sebagai jenis atau klasifikasi dari sekelompok film yang memiliki karakter atau pola yang sama (khas), seperti setting, isi dan subyek cerita, tema, struktur cerita, aksi atau peristiwa, periode, gaya, situasi, ikon, mood, serta karakter. Berdasarkan klasifikasi tersebut dihasilkan sejumlah genre populer, seperti aksi, petualangan, drama,

9 15 komedi, horor, western, thriller, film noir, roman, dan sebagainya (Pratista, 2008:10). Genre memiliki sejumlah fungsi, diantaranya, untuk memudahkan klasifikasi sebuah film, berdasarkan waktu produksi; sebagai salah satu strategi marketing yang digunakan oleh industri film; dan sebagai antisipasi penonton terhadap film yang akan ditonton, misalnya jika penonton ingin mendapatkan hiburan ringan, maka penonton dapat memilih menonton film bergenre komedi (Pratista, 2008:10) Struktur naratif dalam film Setiap film yang pernah dihadirkan pasti memiliki unsur naratif. Tanpa unsur naratif sebuah film akan sulit untuk dipahami. Naratif adalah suatu rangkaian peristiwa yang berhubungan satu sama lain dan terikat oleh logika sebab-akibat (kausalitas) yang terjadi dalam suatu ruang dan waktu. Hal ini disebabkan karena sebuah kejadian tidak [dapat] terjadi begitu saja tanpa ada alasan yang jelas (Pratista,2008:33). Di dalam setiap cerita film terdapat elemen-elemen pokok naratif, yaitu (Pratista,2008:43-44): 1. Ruang dan Waktu Sebuah cerita tidak mungkin terjadi tanpa adanya ruang. Ruang adalah tempat di mana para pelaku cerita bergerak dan beraktivitas. Cerita dalam sebuah film biasanya terjadi pada suatu tempat atau lokasi dengan dimensi ruang yang jelas, seperti di rumah si A, di kota B, atau di negara C, dan sebagainya. Latar cerita [dapat] menggunakan lokasi yang sebenarnya (nyata) atau fiktif (rekaan). Sebuah cerita juga tidak mungkin terjadi tanpa adanya unsur waktu. Ada beberapa aspek waktu yang berhubungan dengan naratif sebuah film, yaitu: a. Urutan waktu b. Durasi waktu c. Frekuensi waktu

10 16 2. Karakter atau pelaku cerita (tokoh) Setiap film cerita biasanya memiliki karakter (tokoh) utama dan pendukung. Karakter utama adalah motivator utama yang menjalankan alur naratif sejak awal hingga akhir cerita. Tokoh utama sering diistilahkan sebagai pihak protagonis dan karakter pendukung ada yang berada pada pihak protagonis ataupun pihak antagonis sebagai musuh atau rival. Karakter pendukung biasanya bertindak sebagai pemicu konflik atau malah sebaliknya dapat membantu karakter utama dalam menyelesaikan masalahnya. 3. Permasalahan atau konflik Permasalahan atau konflik merupakan penghalang yang dihadapi tokoh protagonis dalam mencapai tujuannya. Permasalahan sering ditimbulkan oleh pihak antagonis karena memiliki tujuan yang sama atau berlawanan dengan pihak protagonis. Namun, permasalahan juga [dapat] muncul tanpa pihak antagonis. Masalah tersebut muncul dari dalam tokoh utama sendiri yang memuci konflik batin. 4. Tujuan Tokoh utama dalam sebuah film cerita pasti memiliki tujuan, harapan, atau cita-cita. Tujuan tersebut dapat bersifat fisik (materi) atau non-fisik (non-materi). Tujuan fisik sifatnya jelas dan nyata, sedangkan tujuan non-fisik sifatnya tidak nyata atau abstrak. Contohnya film superhero biasanya memiliki tujuan yang jelas, yaitu mengalahkan musuh untuk menyelamatkan umat manusia; film roman memiliki tujuan untuk mendapatkan sosok pujaan hatinya; sedangkan film drama dan melodrama bertujuan non-fisik, seperti mencari kebahagiaan, kepuasan batin, eksistensi diri, dan sebagainya. Fokus penelitian Film Divergent dibatasi hanya pada elemen-elemen pokok unsur naratif film dikarenakan keterbatasan waktu dalam melakukan penelitian, sehingga agar penelitian ini lebih terfokus dan dapat dianalisis secara mendalam, maka pembatasan tersebut dilakukan Fungsi Film Sebagai media komunikasi massa yang menyajikan konstruksi dan representasi sosial yang ada dalam masyarakat, film memiliki beberapa

11 17 fungsi komunikasi diantaranya, pertama, sebagai sarana hiburan, film dapat memberikan hiburan kepada penontonnya melalui isi cerita film, geraknya, keindahannya, suara, dan sebagainya agar penonton mendapat kepuasan secara psikologis; kedua, sebagai penerangan (informatif maupun edukatif), film dapat memberikan penjelasan kepada penontonnya tentang suatu hal atau permasalahan, sehingga penonton mendapat kejelasan atau dapat memahami tentang suatu hal; dan ketiga sebagai propaganda (persuasif), film digunakan untuk mempengaruhi penontonnya, agar penontonnya mau menerima atau menolak pesan, sesuai dengan keinginan dari si pembuat film ( Representasi) Awal munculnya film hingga film sebagai kajian semiotika Hubungan antara film dan masyarakat memiliki sejarah panjang dalam kajian para ahli komunikasi. Oey Long Hee menyebutkan bahwa film merupakan alat komunikasi massa kedua yang muncul di dunia dan memulai pertumbuhannya pada akhir abad ke-19. Film mencapai puncak kejayaannya diantara Perang Dunia I dan II, lalu merosot tajam setelah tahun 1945, seiring dengan kemunculan televisi (Sobur, 2013:126). Garin Nugroho memaparkan bahwa sinema Amerika pasca tahun 1970-an mampu bangkit kembali dan justru dibangkitkan oleh generasi televisi, yaitu generasi Spielberg dan George Lucas. Generasi Spielberg dan George Lucas sangat memahami mulai dari masyarakat televisi, bias kekuatan maupun kelemahan televisi. Mereka mampu menciptakan ritual sinema yang memanfaatkan kekuatan televisi ke dalam sinema, sehingga menciptakan sensasi baru. Maka tidak mengherankan bila karya Spielberg banyak mengadopsi ikon-ikon kartun televisi yang memang sudah akrab bagi masyarakat, sebut saja film ET karya Spielberg dan film Jaws karya Lucas. Seiring dengan kebangkitan perfilman, mulailah bermunculan berbagai film yang mempertontonkan adegan seks, kriminal, dan kekerasan. Kemudian, berdasarkan munculnya hal tersebut, mulai juga bermunculan berbagai studi komunikasi massa (Sobur, 2013: ). Film merupakan bidang kajian yang sangat relevan untuk analisis struktural atau semiotika. Menurut Van Zoest, film dibangun dengan tanda

12 18 semata-mata. Tanda-tanda itu termasuk berbagai sistem tanda yang bekerja sama dengan baik untuk mencapai efek yang diharapkan. Berbeda dengan fotografi statis, rangkaian gambar dalam film menciptakan imaji dan sistem penandaan. Karena itu, menurut Van Zoest, bersamaan dengan tanda-tanda arsitektur, terutama indeksikal pada film terutama digunakan tanda-tanda ikonis, yakni tanda-tanda yang menggambarkan sesuatu. Memang, ciri gambar-gambar film adalah persamaannya dengan realitas yang ditunjuknya. Gambar yang dinamis dalam film merupakan ikonis bagi realitas yang dinotasikannya. Film umumnya dibangun dengan banyak tanda. Hal paling penting dalam film adalah gambar dan suara: kata yang diucapkan (ditambah dengan suara-suara lain yang serentak mengiringi gambar-gambar) dan musik film. Sistem semiotika yang lebih penting lagi dalam film adalah digunakannya tanda-tanda ikonis, yakni tanda-tanda yang menggambarkan sesuatu (Sobur, 2013:128) Semiotika Semiotika dan semiologi sesungguhnya mengandung pengertian yang sama, penggunaan salah satu dari kedua istilah tersebut hanya merujuk pada pemikiran pemakainya, yang bergabung dengan Charles Sander Peirce (tradisi Amerika) menggunakan istilah semiotika; sedangkan yang bergabung dengan Ferdinand de Saussure (tradisi Eropa) menggunakan istilah semiologi. Sesuai dengan resolusi yang diambil oleh komite internasional di Paris pada tahun 1969 dan dikukuhkan oleh Association for Semiotics Studies pada tahun 1974, semiotics menjadi istilah untuk semua peristilahan lama semiology dan semiotics (Sobur, 2013:12-13). Dari asal usul katanya, semiotika berasal dari bahasa Yunani semeion yang berarti tanda atau seme yang berarti penafsir tanda. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai suatu hal yang menunjuk pada adanya hal lain, contohnya asap menandai adanya api (Sobur, 2013:16). Kajian semiotika telah membedakan dua jenis semiotika, yaitu (Sobur, 2013:15): 1. Semiotika Komunikasi, menekankan pada teori tentang produksi tanda yang salah satu diantaranya mengasumsikan adanya enam faktor dalam komunikasi, yaitu pengirim, penerima kode (sistem tanda), pesan, saluran komunikasi, dan acuan (hal yang dibicarakan).

13 19 2. Semiotika Signifikasi, menekankan pada teori tanda dan pemahamannya dalam suatu konteks tertentu. Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Semiotika, atau dalam istilah Barthes, semiologi pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). Memaknai berarti bahwa obyek-obyek tidak hanya membawa informasi, melainkan obyek-obyek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda. Suatu tanda menandakan sesuatu selain dirinya sendiri. Makna (meaning) adalah hubungan antara suatu obyek atau ide dengan suatu tanda (Sobur, 2013:15-16). Oleh karena itu, makna hanya dapat terwujud manakala obyek dan ide saling terhubung oleh tanda, melalui sebuah proses representasi Representasi Marcel Danesi mendefinisikan representasi sebagai proses merekam ide, pengetahuan, atau pesan dalam beberapa cara fisik. Representasi dapat didefinisikan lebih tepat sebagai kegunaan dari tanda yaitu untuk menyambungkan, melukiskan, meniru sesuatu yang dirasa, dimengerti, diimajinasikan atau dirasakan dalam beberapa bentuk fisik (Wibowo, 2013:148). Menurut Stuart Hall ada dua proses representasi, yaitu (Wibowo, 2013:148): 1. Representasi mental yaitu konsep tentang sesuatu yang ada di kepala kita masing-masing (peta konseptual). Representasi mental masih merupakan sesuatu yang abstrak. 2. Bahasa berperan penting dalam proses konstruksi makna. Konsep abstrak yang ada dalam kepala kita harus diterjemahkan dalam bahasa yang lazim, agar kita dapat menghubungkan konsep dan ide-ide kita tentang sesuatu dengan tanda dari simbol-simbol tertentu. Representasi biasanya berkaitan dengan subjek tertentu, misalnya sebuah foto dapat dideskripsikan sebagai representasi X, tetapi bahasa, kode, atau sarana komunikasi lainnya pun dapat bertindak sebagai sarana representasi (Burton, 2012:139). Stuart Hall (dalam Burton, 2012) mendeskripsikan tiga pendekatan terhadap representasi, sebagai berikut: 1. Reflektif: yang berkaitan dengan pandangan atau makna tentang representasi yang entah di mana di luar sana dalam masyarakat sosial kita.

14 20 2. Intensional: yang menaruh perhatian terhadap pandangan creator atau produser representasi tersebut. 3. Konstruksionis: yang menaruh perhatian terhadap bagaimana representasi dibuat melalui bahasa, termasuk kode-kode visual. Seperti dikatakan oleh Hall (dalam Burton, 2012) bahwa bahasa berperan penting dalam proses konstruksi makna, karena bahasa digunakan untuk menghubungkan konsep abstrak yang ada dalam pikiran manusia agar dapat dipahami dalam bentuk pemaknaan. Masih menurut Hall (dalam West dan Turner, 2010) bahasa merupakan bagian dari ideologi sebuah budaya, yaitu kerangka berpikir yang digunakan untuk merepresentasikan, menginterpretasikan, memahami, dan memaknai keberadaan kita. Melalui budaya terjadi berbagai praktik-praktik sosial yang menunjukkan produksi dan penyebaran makna serta mempengaruhi ideologi masyarakat, misalnya di Amerika Serikat umum bahwa orang-orang berkencan dengan orang yang memiliki ras yang sama atau saling berkunjung selama musim liburan bagi para keluarga. Oleh karena itu, budaya tidak dapat dipisahkan dari makna dan juga sebaliknya (West dan Turner, 2010:65-66). Seiring perkembangan zaman, kini manusia mempelajari makna dalam budaya melalui media. Media membentuk berbagai makna yang meresap ke dalam kehidupan manusia tanpa disadari, seperti membentuk standar kesuksesan, impian, selera; memberi informasi; dan mempersuasi masyarakat tentang produk atau kebijakan. Media mampu melakukan hal tersebut karena media dipegang oleh kelompok-kelompok yang memiliki kekuasaan (dominan), sehingga pembentukan makna yang disampaikan oleh media berkaitan erat dengan kekuasaan (hegemoni). Contohnya terlihat dalam kebudayaan Amerika Serikat tentang kecantikan, definisi kecantikan adalah mereka para [perempuan] yang bertubuh langsing dan berpenampilan menarik, jadi bagi mereka yang tidak sesuai dengan definisi tersebut akan dianggap tidak cantik (West dan Turner, 2010:66-67). Hegemoni adalah pengaruh, kekuasaan, atau dominasi dari sebuah kelompok sosial terhadap yang lain (kelompok yang lebih lemah atau sub-dominan). Hegemoni memunculkan kesadaran palsu (false consciousness), yaitu sebuah keadaan di mana individu-individu tidak sadar mengenai dominasi yang terjadi dalam kehidupan mereka. Kesadaran palsu ini timbul akibat adanya persetujuan yang biasanya diberikan oleh kelompok yang lebih lemah jika mereka mendapatkan hal-hal secara berkecukupan, misalnya kebebasan, kebutuhan material, dan sebagainya. Jadi,

15 21 kelompok yang lebih lemah secara tidak sadar dipengaruhi oleh kelompok yang berkuasa akibat persetujuan yang diberikan oleh kelompok lemah (West dan Turner, 2010:67-68). Stuart Hall mengatakan bahwa makna berubah dari sebuah budaya ke budaya lain atau dari era ke era selanjutnya. Banyak ideologi budaya dalam masyarakat saling berkompetisi (theatre of struggle), begitu juga dengan sikap dan nilai di masyarakat yang mengalami pergeseran. Contohnya sebelum tahun 1920 [perempuan] tidak dapat memberikan hak suara dan sering dianggap sebagai bawahan serta tunduk pada laki-laki, tetapi setelah adanya amandemen pada bulan Agustus 1920 bahwa [perempuan] diberi kesempatan untuk memberikan hak suara, [perempuan] dapat memberikan hak suara mereka dan menduduki jabatan politik (West dan Turner, 2010:68-70). Dengan adanya pergeseran makna melalui pergeseran sikap dan nilai-nilai dalam masyararakat, akhirnya memunculkan gerakan-gerakan yang menentang perilaku hegemoni, salah satunya yaitu feminisme Feminisme Munculnya Feminisme Stratifikasi gender yaitu ketidaksetaraan antara laki-laki dan perempuan dalam hal akses ke kekuasaan prestise, dan kepemilikan. Perbedaan antara jenis kelamin dan gender: - Jenis kelamin (sex) adalah ciri biologis yang membedakan antara lakilaki dan perempuan. Ciri seksual primer ditandai dengan vagina, penis, dan organ lain yang berhubungan dengan reproduksi. Ciri seksual sekunder adalah perbedaan fisik antara laki-laki dan perempuan yang tidak berhubungan langsung dengan reproduksi dan biasanya akan terlihat jelas ketika memasuki masa akil balig, seperti laki-laki akan mengembangkan lebih banyak otot, memperoleh suara lebih rendah, menumbuhkan lebih banyak bulu badan, dan memiliki badan yang lebih tinggi; sedangkan perempuan akan membentuk lebih banyak serat lemak, pinggul lebih lebar, dan payudara lebih besar. - Gender adalah ciri sosial (bukan biologis) yang terdiri atas perilaku dan sikap apapun yang dianggap pantas bagi kaum laki-laki dan perempuan oleh suatu kelompok. Gender mengarahkan seseorang ke

16 22 pengalaman kehidupan yang berbeda berdasarkan atas jenis kelaminnya. Jadi, jenis kelamin merujuk pada laki-laki atau perempuan, sedangkan gender merujuk pada maskulinitas atau feminitas (James M.Henslin, dalam Kamanto Sunarto, 2007:42). Di seluruh dunia, gender merupakan pengelompokkan manusia yang utama. Setiap masyarakat menciptakan rintangan dalam hal ketidaksetaraan akses ke kekuasaan, kepemilikan, dan prestise atas dasar jenis kelamin. Sebagai konsekuensinya, para sosiolog mengklasifikasikan perempuan sebagai suatu kelompok minoritas (minority group). Istilah ini berlaku bagi kaum perempuan karena merujuk pada orang yang terdiskriminasi atas dasar ciri fisik atau budaya, terlepas dari jumlah mereka (James M.Henslin, dalam Kamanto Sunarto, 2007:48). Patriarkat (patriarchy) menunjukkan bahwa laki-laki yang mendominasi masyarakat. Hal ini diawali sejak sejarah awal manusia, bahwa kaum perempuan harus melahirkan anak, karena hanya kaum perempuan yang dapat hamil, mengandung, melahirkan, dan menyusui, sehingga hal ini akhirnya membuat kegiatan hidup kaum perempuan menjadi terbatas. Sebagai konsekuensinya, perempuan mengerjakan tugas yang berhubungan dengan rumah dan pengasuhan anak yang dianggap merupakan kegiatan yang biasa, rutin, dan sudah seharusnya, sedangkan laki-laki mengambil alih perburuan binatang besar, berdagang, berperang, dan tugas lain yang memerlukan kecepatan dan ketidakhadiran di tempat tinggal. Dikarenakan tugas yang dilakukan oleh kaum laki-laki inilah maka laki-laki menjadi dominan dan akhirnya mengambil alih masyarakat, sementara perempuan menjadi warga negara kelas dua yang tunduk pada keputusan laki-laki. Jadi, dominasi lakilaki yang terjadi hingga saat ini merupakan kelanjutan dari sebuah pola masa lalu sejak awal sejarah manusia (James M.Henslin, dalam Kamanto Sunarto, 2007:50-51). Donovan (dalam Haryanto, 2012:99) membagi [feminisme] berdasarkan tahapan era perkembangannya, yakni feminisme gelombang pertama (the first wave) yang dimulai pada akhir abad 18 hingga awal abad 20; kemudian feminisme gelombang kedua (the second wave) yang berlangsung kurang lebih dua dekade, dimulai pada dekade 1960-an hingga 1980-an; dan terakhir feminisme gelombang ketiga (the third wave) yang dimulai pada dekade 1990 hingga sekarang. Feminisme gelombang pertama bertujuan untuk memberikan hak suara kepada perempuan;

17 23 feminisme gelombang kedua bertujuan luas, mulai dari kenaikan upah perempuan hingga perubahan kebijakan mengenai kekerasan terhadap perempuan; kemudian feminisme gelombang ketiga memfokuskan tujuan pada tiga aspek utama, seperti masalah perempuan pada bangsa yang paling sedikit terindustrialisasi, kritik terhadap nilai yang mendominasi pekerjaan dan masyarakat, dan dihilangkannya hambatan terhadap cinta dan kesenangan perempuan (James M.Henslin, dalam Kamanto Sunarto, 2007:51). Istilah feminisme (feminism) pertama kali diasosiasikan oleh majalah Century pada musim semi tahun 1914, meskipun sejak tahun 1910-an kata feminisme (yang berakar dari bahasa Prancis) sudah sering digunakan. Kata feminisme yang berasal dari bahasa Prancis ini, pertama kali digunakan di negara tersebut pada tahun an, untuk menyatakan perjuangan perempuan menuntut hak politiknya. Pendiri perjuangan politik perempuan pertama di Prancis, Hubertine Auclort, menggunakan kata feminisme dan feministe dalam salah satu publikasinya, sehingga sejak saat itu feminisme tersebar ke seluruh Eropa hingga Amerika Serikat, melalui New York pada tahun Gerakan feminisme di New York diwarnai oleh perjuangan menuntut hak-hak perempuan sebagai warga negara, hak perempuan di bidang sosial, politik, dan ekonomi. Feminisme pada abad 19, ditandai dengan perjuangan dalam menuntut hak-hak politik dan hukum, khususnya hak memilih, hak mendapat upah, dan hak atas hukum lainnya sebagai warga negara. Feminisme pada abad 20, ditandai dengan perjuangannya yang berkembang ke bidang ekonomi ( efinisi+feminisme&source=bl&ots=ttpavvc5y3&sig=tmnuapo3bwdqclbjjtbl hyjnvjq&hl=id&sa=x&ei=8n9kvdzufzg1uqttn4pwdg&ved=0ccsq6aewaq# v=onepage&q=definisi%20feminisme&f=false). Pada perkembangan berikutnya, gerakan feminis lambat laun tumbuh menjadi sebuah cara pandang ilmiah, yaitu sebuah generalisasi dari berbagai sistem gagasan mengenai kehidupan sosial dan pengalaman manusia yang dikembangkan dari perspektif yang terpusat pada [perempuan]. Cara pandang tersebut lalu bermetamorfosis menjadi sebuah teori yang membahas persoalan [perempuan] dengan dua cara, pertama, titik tolak seluruh penelitiannya adalah situasi dan pengalaman [perempuan] dalam masyarakat; kedua, teori ini mencoba melihat dunia khusus dari sudut pandang [perempuan] terhadap dunia sosial (Ritzer, 2014:377).

18 Teori feminis Peta atau tipologi teori feminis modern didasarkan atas pertanyaan yang paling mendasar, yaitu Dan apa peran [perempuan]?. Berdasarkan pertanyaan tersebut ada empat jawaban yang diperoleh, pertama adalah posisi dan pengalaman perempuan dalam kebanyakan situasi berbeda dengan yang dialami laki-laki dalam situasi serupa; kedua, posisi [perempuan] dalam kebanyakan situasi tak hanya berbeda, tetapi juga kurang menguntungkan atau tak setara dibandingkan dengan laki-laki; ketiga, situasi [perempuan] harus juga dipahami, dilihat dari sudut hubungan kekuasaan langsung antara laki-laki dan [perempuan], bahwa [perempuan] ditindas (dalam arti dikekang, disubordinasikan, dibentuk, digunakan, dan disalahgunakan oleh laki-laki); keempat, [perempuan] mengalami pembedaan, ketimpangan, dan berbagai penindasan berdasarkan posisi [sosial] mereka dalam susunan stratifikasi atau vektor penindasan dan hak istimewa, seperti kelas, ras, etnisitas, umur, status perkawinan, dan posisi global (Ritzer, 2014: ). Tabel 2.2 Ringkasan dari berbagai Teori Feminis Perbedaan dalam teorimenjawab pertanyaan Variasi mendasar teori feminis-menjawab yang menjelaskan pertanyaan deskriptif: Mengapa situasi Apa peran [perempuan] seperti [perempuan]? itu? Posisi [perempuan] dan pengalamannya di dalam kebanyakan situasi yang berbeda dengan laki-laki. Perbedaan Gender Feminisme Kultural Eksistensi dan Fenomenologi Institusional Interaksional

19 25 Posisi [perempuan] dikebanyakan situasi tak hanya berbeda, tetapi juga kurang beruntung atau tak setara dengan posisi laki-laki. [Perempuan] ditindas, tak hanya dibedakan atau tak setara, tetapi secara aktif dikekang, disubordinasikan, dibentuk dan digunakan, dan disalahgunakan oleh laki-laki. Pengalaman [perempuan] tentang pembedaan, ketimpangan dan berbagai penindasan menurut posisi sosial mereka. Ketimpangan Gender Penindasan Gender Penindasan Struktural Feminisme Liberal Marxian, penjelasan Marx dan Engels, penjelasan Marxian kontemporer Feminisme Psikoanalisis Feminisme Radikal Feminisme Sosialis Teori Interseksional Feminisme dan Post-modernisme Sumber: Teori Sosiologi Modern (Ritzer, 2014:392) Divergent akan dianalisis menggunakan feminisme kultural, yaitu teori feminis yang timbul akibat terjadinya perbedaan gender (gender difference). Feminisme kultural menekankan pada eksplorasi nilai-nilai sosial dan cara hidup perempuan yang berbeda dengan laki-laki. Dalam perubahan sosial, cara hidup dan cara memahami yang ada pada diri [perempuan] dianggap sebagai template yang jauh lebih sehat untuk mewujudkan masyarakat yang adil, daripada cara hidup dan cara memahami dalam kultur androsentris pada [laki-laki]. Hal ini dikarenakan dalam mengatur negara dan masyarakat diperlukan nilai-nilai perempuan, seperti: kerjasama, perhatian, pasifisme, dan penyelesaian konflik tanpa kekerasan; dan etika

20 26 perhatian milik perempuan yang berfokus pada pencapaian hasil di mana semua pihak merasa kebutuhan mereka diperhatikan dan direspon, daripada etika keadilan milik laki-laki yang cenderung berfokus pada perlindungan kesetaraan hak semua pihak (Ritzer, 2014: ). 2.3 Kerangka Pemikiran Elemen Pokok Naratif Film Ruang dan Waktu Representasi Feminisme dalam Film Divergent Semiotika Roland Barthes Elemen Pokok Naratif Film Tokoh Elemen Pokok Naratif Film Konflik Makna Elemen Pokok Naratif Film Tujuan Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran penelitian ini menjelaskam bahwa representasi feminisme di dalam Film Divergent akan dianalisis menggunakan model semiotika Roland Barthes yang dibatasi hanya pada elemen-elemen pokok naratif film yaitu, ruang dan waktu, tokoh, konflik, dan tujuan; untuk mengungkap makna tersirat yang terdapat dalam Film Divergent.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini film dan kebudayaan telah menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Film pada dasarnya dapat mewakili kehidupan sosial dan budaya masyarakat tempat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Film bermula pada akhir abad ke-19 sebagai teknologi baru, tetapi konten dan fungsi yang ditawarkan masih sangat jarang. Kemudian, film mengalami perubahan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. The Great queen Seondeok dan kemudian melihat relasi antara teks tersebut

BAB III METODE PENELITIAN. The Great queen Seondeok dan kemudian melihat relasi antara teks tersebut BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tipe Penelitian Tipe Penelitian ini adalah kualitatif eksploratif, yakni penelitian yang menggali makna-makna yang diartikulasikan dalam teks visual berupa film serial drama

Lebih terperinci

13Ilmu. semiotika. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom. Analisis semiotik, pisau analis semiotik, metode semiotika, semiotika dan komunikasi

13Ilmu. semiotika. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom. Analisis semiotik, pisau analis semiotik, metode semiotika, semiotika dan komunikasi semiotika Modul ke: Analisis semiotik, pisau analis semiotik, metode semiotika, semiotika dan komunikasi Fakultas 13Ilmu Komunikasi Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom Program Studi S1 Brodcasting analisis

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. Film sebagai salah bentuk komunikasi massa yang digunakan. untuk menyampaikan pesan yang terkandung didalamnya.

BAB IV ANALISIS DATA. Film sebagai salah bentuk komunikasi massa yang digunakan. untuk menyampaikan pesan yang terkandung didalamnya. 93 BAB IV ANALISIS DATA A. Temuan Penelitian Film sebagai salah bentuk komunikasi massa yang digunakan untuk menyampaikan pesan yang terkandung didalamnya. Juga digunakan sebagai sarana hiburan. Selain

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pelecehan Seksual Pelecehan seksual dan pemerkosaan dapat terjadi pada siapa saja baik pria maupun perempuan. Kasus inipun dapat terjadi pada kamu. Ada beberapa cara untuk menghindar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hiburan publik. Kesuksesaan film dikarenakan mewakili kebutuhan imajinatif

BAB I PENDAHULUAN. hiburan publik. Kesuksesaan film dikarenakan mewakili kebutuhan imajinatif BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Film merupakan bagian dari komunikasi massa yang sudah menjadi bagian dari kehidupan saat ini. Di akhir abad ke-19, film muncul sebagai hiburan publik. Kesuksesaan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dalam kasus ini adalah sifat penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dalam kasus ini adalah sifat penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Sifat penelitian yang digunakan untuk mengidentifikasi permasalahan dalam kasus ini adalah sifat penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbagai budaya terdapat di Indonesia sehingga menjadikannya sebagai negara yang berbudaya dengan menjunjung tinggi nilai-nilainya. Budaya tersebut memiliki fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk mengkomunikasikan tentang suatu realita yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, film memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain, seperti koran, televisi, radio, dan internet. produksi Amerika Serikat yang lebih dikenal dengan nama Hollywood.

BAB I PENDAHULUAN. lain, seperti koran, televisi, radio, dan internet. produksi Amerika Serikat yang lebih dikenal dengan nama Hollywood. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Zaman sekarang, komunikasi sudah banyak cara penyaluran pesannya kepada masyarakat, salah satunya adalah film, disamping menggunakan media lain, seperti koran, televisi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah tentang sistem pendidikan nasional, dirumuskan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah tentang sistem pendidikan nasional, dirumuskan bahwa: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan bagian terpenting dalam hidup manusia, pendidikan dapat dilakukan secara formal maupun non formal. Menurut UU No. 20 tahun 2003 tentang

Lebih terperinci

dapat dilihat bahwa media massa memiliki pengaruh yang besar dalam

dapat dilihat bahwa media massa memiliki pengaruh yang besar dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang- Undang No 33 tahun 2009 dalam pasal 1 ayat 1 menyebutkan bahwa film adalah karya seni budaya yang merupakan pranata sosial dan media komunikasi massa yang dibuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. film video laser setiap minggunya. Film lebih dahulu menjadi media hiburan

BAB I PENDAHULUAN. film video laser setiap minggunya. Film lebih dahulu menjadi media hiburan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Film adalah bentuk dominan dari komunikasi massa visual di belahan dunia. Lebih dari ratusan juta orang menonton film di bioskop, film televisi dan film video laser

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Gambar bergerak (film) adalah bentuk dominan dari komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Gambar bergerak (film) adalah bentuk dominan dari komunikasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar bergerak (film) adalah bentuk dominan dari komunikasi massa visual di belahan dunia ini. Lebih dari ratusan juta orang menonton film di bioskop, film televisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang cukup efektif dalam menyampaikan suatu informasi. potret) atau untuk gambar positif (yang di mainkan di bioskop).

BAB I PENDAHULUAN. yang cukup efektif dalam menyampaikan suatu informasi. potret) atau untuk gambar positif (yang di mainkan di bioskop). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Film merupakan salah satu media massa yang digunakan sebagai sarana hiburan. Selain itu film berperan sebagai sarana modern yang digunakan untuk menyebarkan informasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. film memiliki realitas yang kuat salah satunya menceritakan tentang realitas

BAB 1 PENDAHULUAN. film memiliki realitas yang kuat salah satunya menceritakan tentang realitas 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk mengkomunikasikan tentang suatu realita yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, film memiliki

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bertipe deskriptif dengan menggunakan pendekatan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bertipe deskriptif dengan menggunakan pendekatan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tipe Penelitian Penelitian ini bertipe deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Metode kualitatif memungkinkan peneliti mendekati data sehingga mampu mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada dasarnya di takdirkan untuk menjadi seorang pemimpin atau leader, terutama

BAB I PENDAHULUAN. pada dasarnya di takdirkan untuk menjadi seorang pemimpin atau leader, terutama BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pemimpin atau seorang Leader tentu sudah tidak asing di telinga masyarakat pada umumnya, hal ini disebabkan karena setiap manusia yang diciptakan didunia ini

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. di dalam mencari fakta fakta melalui kegiatan penelitian yang dilakukannya. Jadi,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. di dalam mencari fakta fakta melalui kegiatan penelitian yang dilakukannya. Jadi, BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Paradigma adalah pedoman yang menjadi dasar bagi para saintis dan peneliti di dalam mencari fakta fakta melalui kegiatan penelitian yang dilakukannya. Jadi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra tercipta sebagai reaksi dinamika sosial dan kultural yang terjadi dalam masyarakat. Terdapat struktur sosial yang melatarbelakangi seorang pengarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dewasa ini penyimpangan sosial di Indonesia marak terjadi dengan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dewasa ini penyimpangan sosial di Indonesia marak terjadi dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini penyimpangan sosial di Indonesia marak terjadi dengan munculnya berbagai konflik yang berujung kekerasan karena berbagai aspek seperti politik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melibatkan khalayak luas yang biasanya menggunakan teknologi media massa. setiap pagi jutaan masyarakat mengakses media massa.

BAB I PENDAHULUAN. melibatkan khalayak luas yang biasanya menggunakan teknologi media massa. setiap pagi jutaan masyarakat mengakses media massa. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Komunikasi massa merupakan suatu bentuk komunikasi dengan melibatkan khalayak luas yang biasanya menggunakan teknologi media massa seperti surat kabar, majalah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Film merupakan salah satu media komunikasi massa yang memuat banyak sekali tanda dan makna yang menggambarkan suatu paham tertentu. Selain itu, film juga merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Disadur dari

BAB I PENDAHULUAN. 1 Disadur dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemajuan teknologi digital membawa dampak pada industri perfilman secara luas. Film tidak hanya dibuat sebagai media hiburan, tetapi juga sebagai bentuk komunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada awalnya film merupakan hanya sebagai tiruan mekanis dari realita atau

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada awalnya film merupakan hanya sebagai tiruan mekanis dari realita atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada awalnya film merupakan hanya sebagai tiruan mekanis dari realita atau sarana untuk mereproduksi karya-karya seni pertunjukan lainnya seperti teater. Perkembangan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Penelitian Dalam penelitian ini peneliti memakai paradigma dari salah satu penelitian kualitatif yaitu teori kritis (critical theory). Teori kritis memandang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Film merupakan salah satu media yang berfungsi menghibur penonton

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Film merupakan salah satu media yang berfungsi menghibur penonton BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Film merupakan salah satu media yang berfungsi menghibur penonton atau pemirsanya. Namun fungsi film tidak hanya itu. Film juga merupakan salah satu media untuk berkomunikasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Film dalam perspektif praktik sosial maupun komunikasi massa, tidak

BAB I PENDAHULUAN. Film dalam perspektif praktik sosial maupun komunikasi massa, tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Film dalam perspektif praktik sosial maupun komunikasi massa, tidak dimaknai sebagai ekspresi seni pembuatnya, tetapi melibatkan interaksi yang kompleks

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Film sebagai gambaran kehidupan sosial masyarakat, merupakan pandangan yang secara umum lebih mudah disepakati termasuk pada bagaimana pemakaian bahasa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. film memiliki realitas tersendiri yang memiliki dampak yang dapat membuat

BAB I PENDAHULUAN. film memiliki realitas tersendiri yang memiliki dampak yang dapat membuat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Konteks Penelitian Film merupakan suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk mengkomunikasikan tentang suatu realita yang terjadi dalam kehidupan sehari hari, film memiliki

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan 45 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif, yaitu penelitian untuk menggambarkan sifat suatu keadaan yang sementara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Penulisan ini akan menggambarkan perempuan pada media massa berupa informasi massal yaitu film. Penulisan ini akan berfokus pada penggambaran perempuan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Film merupakan media komunikasi yang bersifat audio visual, dimana film diproduksi untuk menyampaikan suatu pesan. Pesan yang disampaikan berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kehidupan manusia sehari-hari tidak dapat terpisahkan dengan komunikasi baik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kehidupan manusia sehari-hari tidak dapat terpisahkan dengan komunikasi baik 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kehidupan manusia sehari-hari tidak dapat terpisahkan dengan komunikasi baik komunikasi verbal maupun komunikasi non verbal. Komunikasi bukan hanya sebuah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN TELAAH KONSEPTUAL. Penelitian tentang perempuan etnis Tionghoa muslim belum

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN TELAAH KONSEPTUAL. Penelitian tentang perempuan etnis Tionghoa muslim belum BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN TELAAH KONSEPTUAL 2.1. Tinjauan Pustaka Penelitian tentang perempuan etnis Tionghoa muslim belum pernah ditulis di penelitian-penelitian di Kajian Wanita Universitas Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Konteks Masalah 12 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Konteks Masalah Film merupakan salah satu media komunikasi massa, dikatakan begitu karena sebagai media komunikasi massa merupakan bentuk komunikasi yang menggunakan saluran (media)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. medium yang lain seperti menyebarkan hiburan, menyajikan cerita, peristiwa, musik, drama,

BAB I PENDAHULUAN. medium yang lain seperti menyebarkan hiburan, menyajikan cerita, peristiwa, musik, drama, BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Film pertama kali ditemukan pada abad 19, tetapi memiliki fungsi yang sama dengan medium yang lain seperti menyebarkan hiburan, menyajikan cerita, peristiwa, musik,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. menggunakan pendekatan deskriptif interpretatif.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. menggunakan pendekatan deskriptif interpretatif. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian yang penulis tetapkan, yaitu untuk mengetahui bagaimana film 9 Summers 10 Autumns mendeskripsikan makna keluarga dan reproduksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya zaman ilmu komunikasi dan teknologi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya zaman ilmu komunikasi dan teknologi dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan berkembangnya zaman ilmu komunikasi dan teknologi dalam kehidupan manusia saat ini, media komunikasi yang paling banyak digunakan oleh seseorang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Sifat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif yaitu Pendekatan ini diarahkan pada latar belakang dan individu tersebut secara

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. produksi dan strukstur sosial. Pandangan kritis melihat masyarakat sebagai suatu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. produksi dan strukstur sosial. Pandangan kritis melihat masyarakat sebagai suatu 35 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Kritis Penelitian ini termasuk dalam kategori paradigma kritis. Paradigma ini mempunyai pandangan tertentu bagaimana media dan pada akhirnya informasi yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI Film

BAB II KAJIAN TEORI Film BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Film Film merupakan media unik yang berbeda dengan bentuk-bentuk kesenian lainnya seperti seni lukis, seni pahat, seni musik, seni patung, seni tari dan cabang seni lainnya. Ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bentuk komunikasi verbal, tetapi juga dalam hal ekspresi muka, seni, lukisan, dan

BAB I PENDAHULUAN. bentuk komunikasi verbal, tetapi juga dalam hal ekspresi muka, seni, lukisan, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan bentuk interaksi manusia yang saling mempengaruhi satu sama lain, sengaja atau tidak sengaja dan tidak terbatas pada bentuk komunikasi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. komunikasi yang terjadi antarmanusia. Menurut Moloeng paradigma merupakan pola

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. komunikasi yang terjadi antarmanusia. Menurut Moloeng paradigma merupakan pola BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Penelitian Paradigma ialah bagaimana kita memandang dunia. Dalam penelitian komunikasi, paradigma digunakan untuk melihat gambaran umum bagaimana komunikasi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1.Paradigma Penelitian Paradigma yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah paradigma teori kritis (critical theory). Aliran pemikiran paradigma ini lebih senang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mereka mempunyai pandangan tersendiri terhadap dunia luar.

BAB I PENDAHULUAN. mereka mempunyai pandangan tersendiri terhadap dunia luar. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kepribadian merupakan suatu susunan sistem psikis dan fisik yang saling berinteraksi dalam mengarahkan tingkah laku yang kompleks dan dinamis dalam setiap individu.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Film 2.1.1 Pengertian Film Kehadiran film sebagai media komunikasi untuk menyampaikan informasi, pendidikan dan hiburan adalah salah satu media visual auditif yang mempunyai jangkauan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. Pertama, poligami direpresentasikan oleh majalah Sabili, Syir ah dan NooR dengan

BAB VI KESIMPULAN. Pertama, poligami direpresentasikan oleh majalah Sabili, Syir ah dan NooR dengan BAB VI KESIMPULAN 6.1 Kesimpulan Hasil analisa wacana kritis terhadap poligami pada media cetak Islam yakni majalah Sabili, Syir ah dan NooR ternyata menemukan beberapa kesimpulan. Pertama, poligami direpresentasikan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian pada film animasi Barbie The Princess And The Popstar ini

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian pada film animasi Barbie The Princess And The Popstar ini 73 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Penelitian pada film animasi Barbie The Princess And The Popstar ini bersifat desktiptif dalam ranah kualitatif. Deskriptif adalah sifat penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada keberhasilan khalayak dalam proses negosiasi makna dari pesan yang

BAB I PENDAHULUAN. pada keberhasilan khalayak dalam proses negosiasi makna dari pesan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Film sebagai bagian dari media massa dalam kajian komunikasi masa modern dinilai memiliki pengaruh pada khalayaknya. Munculnya pengaruh itu sesungguhnya sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Komunikasi visual memiliki peran penting dalam berbagai bidang, salah satunya adalah film. Film memiliki makna dan pesan di dalamnya khususnya dari sudut pandang visual.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Persoalan budaya selalu menarik untuk diulas. Selain terkait tindakan,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Persoalan budaya selalu menarik untuk diulas. Selain terkait tindakan, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Persoalan budaya selalu menarik untuk diulas. Selain terkait tindakan, budaya adalah hasil karya manusia yang berkaitan erat dengan nilai. Semakin banyak

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. Film Hachiko : A Dog s Story adalah film drama yang didalamnya

Bab 1. Pendahuluan. Film Hachiko : A Dog s Story adalah film drama yang didalamnya Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Film Hachiko : A Dog s Story adalah film drama yang didalamnya bercerita tentang seekor anjing ras Akita inu asal Jepang yang sangat setia pada tuannya. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khalayak melalui sebuah media cerita (Wibowo, 2006: 196). Banyak film

BAB I PENDAHULUAN. khalayak melalui sebuah media cerita (Wibowo, 2006: 196). Banyak film BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Film adalah sebuah sarana atau alat untuk menyampaikan pesan kepada khalayak melalui sebuah media cerita (Wibowo, 2006: 196). Banyak film yang dibuat untuk memberikan

Lebih terperinci

SOSIOLOGI KOMUNIKASI

SOSIOLOGI KOMUNIKASI SOSIOLOGI KOMUNIKASI Modul ke: 12 Dr. Fakultas ILMU KOMUNIKASI Masalah Masalah Sosial Dan Media Massa Heri Budianto.M.Si Program Studi Publik Relations http://mercubuana.ac.id Para akademisi dan praktisi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Komunikasi merupakan hal yang paling mendasar dan paling penting dalam interaksi sosial. Manusia berkomunikasi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Komunikasi merupakan hal yang paling mendasar dan paling penting dalam interaksi sosial. Manusia berkomunikasi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Komunikasi merupakan hal yang paling mendasar dan paling penting dalam interaksi sosial. Manusia berkomunikasi sejak dilahirkan didunia, komunikasi tidak hanya berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan makna, untuk itu manusia disebut sebagai homo signifikan yaitu

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan makna, untuk itu manusia disebut sebagai homo signifikan yaitu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan komunikasi dalam kehidupan sehari-hari. Komunikasi didefinisikan oleh Tubbs dan Moss (Mulyana, 2014:65) adalah sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan pesan kepada orang-orang yang melakukan komunikasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan pesan kepada orang-orang yang melakukan komunikasi dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi merupakan kegiatan mutlak yang dilakukan seluruh umat manusia selama mereka masih hidup di dunia, karena manusia sebagai makhluk sosial perlu saling melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Film sebagai salah satu atribut media massa dan menjadi sarana

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Film sebagai salah satu atribut media massa dan menjadi sarana BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Film sebagai salah satu atribut media massa dan menjadi sarana komunikasi yang paling efektif, karena film dalam menyampaikan pesannya yang begitu kuat sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tampilannya yang audio visual, film sangat digemari oleh masyarakat. Film

BAB I PENDAHULUAN. tampilannya yang audio visual, film sangat digemari oleh masyarakat. Film 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Film bukan lagi menjadi fenomena baru di ranah media massa. Dengan tampilannya yang audio visual, film sangat digemari oleh masyarakat. Film mampu merekonstruksi wacana

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Tipe penelitian ini menggunakan deskriptif kualitatif, yaitu penelitian yang

BAB III METODE PENELITIAN. Tipe penelitian ini menggunakan deskriptif kualitatif, yaitu penelitian yang BAB III METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Tipe penelitian ini menggunakan deskriptif kualitatif, yaitu penelitian yang menggunakan latar alamiah. Penelitian kualitatif itu bertumpu secara mendasar pada

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. lagi pendekatan yang mencoba berebut nafas yaitu pendekatan Post

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. lagi pendekatan yang mencoba berebut nafas yaitu pendekatan Post BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Paradigma Sebagai salah satu pendekatan yang baru, maka pendekatan konstruktivis (intepretatif) ini sebenarnya masih kurang besar gaungnya di bandingkan dengan pendekatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang membentuk suatu cerita atau juga sinema, sedangkan gambar

BAB I PENDAHULUAN. yang membentuk suatu cerita atau juga sinema, sedangkan gambar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Film merupakan sebuah media komunikasi massa yang merepresentasikan realita sosial. Film adalah rangkaian gambar bergerak yang membentuk suatu cerita atau juga

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Barthes. Sebagai sebuah penelitian deskriptif, penelitian ini hanya memaparkan situasi atau

BAB III METODE PENELITIAN. Barthes. Sebagai sebuah penelitian deskriptif, penelitian ini hanya memaparkan situasi atau BAB III METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Tipe penelitian ini bersifat deskripsi kualitatif dengan menggunakan analisis semiotika Roland Barthes. Sebagai sebuah penelitian deskriptif, penelitian ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan teknologi informasi, media kampanye

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan teknologi informasi, media kampanye BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan teknologi informasi, media kampanye politik juga terus berkembang. Mulai dari media cetak, seperti: poster, stiker, dan baliho. Media

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra.

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra memuat perilaku manusia melalui karakter tokoh-tokoh cerita. Hadirnya tokoh dalam suatu karya dapat menghidupkan cerita dalam karya sastra. Keberadaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. budaya yang melatar belakanginya. Termasuk pemakaian bahasa yang tampak pada dialog

BAB 1 PENDAHULUAN. budaya yang melatar belakanginya. Termasuk pemakaian bahasa yang tampak pada dialog BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam penyampaian pesan dan komunikasi, di zaman sekarang manusia tidak lagi harus bersusah payah untuk bertemu atau menggunakan alat komunikasi telegram.

Lebih terperinci

KONSEP DIRI DALAM IKLAN ROKOK A MILD (Analisis Semiotika Tentang Konsep Diri dalam Iklan Rokok A Mild Versi Cowok Blur Go Ahead 2011) Fachrial Daniel

KONSEP DIRI DALAM IKLAN ROKOK A MILD (Analisis Semiotika Tentang Konsep Diri dalam Iklan Rokok A Mild Versi Cowok Blur Go Ahead 2011) Fachrial Daniel KONSEP DIRI DALAM IKLAN ROKOK A MILD (Analisis Semiotika Tentang Konsep Diri dalam Iklan Rokok A Mild Versi Cowok Blur Go Ahead 2011) Fachrial Daniel Abstrak Penelitian ini menggunakan analisis semiotika

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan paradigma kritis. Paradigma kritis menyajikan serangkaian metode dan perspektif yang memungkinkan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perorangan, kelompok ataupun organisasi tidak mungkin dapat terjadi.

BAB I PENDAHULUAN. perorangan, kelompok ataupun organisasi tidak mungkin dapat terjadi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi adalah prasyarat kehidupan manusia. Kehidupan manusia akan tampak hampa atau tiada kehidupan sama sekali apabila tidak ada komunikasi. Karena tanpa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. massa sangat beragam dan memiliki kekhasan yang berbeda-beda. Salah satu. rubrik yang ada di dalam media Jawa Pos adalah Clekit.

BAB I PENDAHULUAN. massa sangat beragam dan memiliki kekhasan yang berbeda-beda. Salah satu. rubrik yang ada di dalam media Jawa Pos adalah Clekit. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Media massa merupakan bagian yang tidak terpisahkan di dalam masyarakat. Media massa merupakan bagian yang penting dalam memberikan informasi dan pengetahuan di dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk penerima pesan dengan maksud tertentu. Everett M. Rogers berpendapat,

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk penerima pesan dengan maksud tertentu. Everett M. Rogers berpendapat, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Dalam kehidupannya sebagai makhluk sosial, manusia selalu berinteraksi dan melakukan komunikasi antar sesama. Dalam proses komunikasi manusia menuangkan pesan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan salah satu cabang kesenian yang selalu berada dalam peradaban manusia semenjak ribuan tahun lalu. Penelitian terhadap karya sastra penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (komunikator) mampu membuat pemakna pesan berpola tingkah dan berpikir seperti

BAB I PENDAHULUAN. (komunikator) mampu membuat pemakna pesan berpola tingkah dan berpikir seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Komunikasi dikatakan berhasil disaat transmisi pesan oleh pembuat pesan (komunikator) mampu membuat pemakna pesan berpola tingkah dan berpikir seperti yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dianalisis dengan kajian semiotik.semiotika adalah cabang ilmu yang semula berkembang dalam

BAB I PENDAHULUAN. dianalisis dengan kajian semiotik.semiotika adalah cabang ilmu yang semula berkembang dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhuk sosial tidak terlepas dari berbagai objek maupun peristiwaperistiwa yang dapat berupa tanda. Tidak terlepas dari kebudayaan, berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menyebarkan sebuah motivasi, ide gagasan dan juga penawaran sebuah sudut pandang dibutuhkan sebuah media yang cukup efektif. Menurut Javandalasta (2011:1), dijelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Penelitian ini berfokus pada penggambaran peran perempuan dalam film 3 Nafas Likas. Revolusi perkembangan media sebagai salah satu sarana komunikasi atau penyampaian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Penelitian ini memiliki signifikasi berkaitan dengan kajian teks media atau berita, sehingga kecenderungannya lebih bersifat deskriptif. Penelitian deskriptif

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Sifat penelitian yang digunakan untuk megeidentifikasi permasalahan dalam kasus ini adalah sifat penelitian interpretatif dengan pendekatan kualitatif.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hal yang dikomunikasikan yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak.

BAB I PENDAHULUAN. hal yang dikomunikasikan yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan kebutuhan manusia yang sangat penting. Komunikasi dibutuhkan untuk memperoleh atau member informasi dari atau kepada orang lain. Kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Film merupakan sebuah media penyampaian pesan massa yang dilakukan oleh komunikator kepada komunikannya. Melalui film, komunikator akan sangat mudah menjelaskan maksud

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Film merupakan sebuah media yang dapat digunakan sebagai sarana hiburan. Selain itu, film juga berfungsi sebagai sebuah proses sejarah atau proses budaya suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berkaitan erat dengan berbagai aspek kehidupan. Menurut Undang-Undang No. 33 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berkaitan erat dengan berbagai aspek kehidupan. Menurut Undang-Undang No. 33 Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia adalah homo pluralis yang memiliki cipta, rasa, karsa, dan karya sehingga dengan jelas membedakan eksistensinya terhadap makhluk lain. Karena memiliki

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP Kesimpulan

BAB V PENUTUP Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang lain karena mengangkat konsep multikulturalisme di dalam film anak. Sebuah konsep yang jarang dikaji dalam penelitian di media

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era globalisasi saat ini, terdapat suatu fenomena yang terjadi yaitu para pemilik modal berlomba-lomba menginvestasikan modal mereka guna mengincar keuntungan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Saat ini perkembangan teknologi tanpa disadari telah mempengaruhi hidup kita.

BAB I. PENDAHULUAN. Saat ini perkembangan teknologi tanpa disadari telah mempengaruhi hidup kita. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini perkembangan teknologi tanpa disadari telah mempengaruhi hidup kita. Perkembangan jaman dan teknologi ini juga berimbas kepada proses berkembangnya

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV ANALISIS DATA BAB IV ANALISIS DATA A. Temuan Penelitian Film merupakan media komunikasi yang efektif untuk menyampaikan pesan sosial maupun moral kepada khalayak dengan tujuan memberikan informasi, hiburan, dan ilmu

Lebih terperinci

MODUL 7 SOSIOLOGI KOMUNIKASI. (3 SKS) Dosen: Drs. Ahmad Mulyana, M.Si.

MODUL 7 SOSIOLOGI KOMUNIKASI. (3 SKS) Dosen: Drs. Ahmad Mulyana, M.Si. FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI PERTEMUAN 7 UNIVERSITAS MERCU BUANA MODUL 7 (3 SKS) Dosen: Drs. Ahmad Mulyana, M.Si. POKOK BAHASAN: Pendekatan Analisis Sosiologi Komunikasi Massa DESKRIPSI: Materi berupa uraian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hitam dan putih adalah konsep dualisme yang ada di masyarakat, dimana

BAB I PENDAHULUAN. Hitam dan putih adalah konsep dualisme yang ada di masyarakat, dimana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hitam dan putih adalah konsep dualisme yang ada di masyarakat, dimana hitam sering identik dengan salah dan putih identik dengan benar. Pertentangan konsep

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dan Eksploitasi Wanita dalam Novel The Lost Arabian Women karya Qanta A.

BAB II KAJIAN TEORI. dan Eksploitasi Wanita dalam Novel The Lost Arabian Women karya Qanta A. BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Penelitian yang Relevan Sebelumnya Kajian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang telah dilakukan oleh Nikmawati yang berjudul Perlawanan Tokoh Terhadap Diskriminasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Film adalah media massa yang populer dan sering digunakan oleh masyarakat selain televisi, sehingga film telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari kita. Anak-anak,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Semiotika sebagai Metode Penelitian Semiotika merupakan cabang ilmu yang membahas tentang bagaimana cara memahami simbol atau lambang, dikenal dengan semiologi. Semiologi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif. Riset kualitatif adalah riset yang menggunakan cara berfikir induktif, yaitu berangkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Kehidupan manusia sehari-hari tidak dapat terpisahkan dengan komunikasi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Kehidupan manusia sehari-hari tidak dapat terpisahkan dengan komunikasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kehidupan manusia sehari-hari tidak dapat terpisahkan dengan komunikasi baik komunikasi verbal maupun komunikasi non verbal. Komunikasi bukan hanya sebuah

Lebih terperinci

NIM : D2C S1 Ilmu Komunikasi Fisip Undip. Semiotika

NIM : D2C S1 Ilmu Komunikasi Fisip Undip. Semiotika Nama : M. Teguh Alfianto Tugas : Semiotika (resume) NIM : D2C 307031 S1 Ilmu Komunikasi Fisip Undip Semiotika Kajian komunikasi saat ini telah membedakan dua jenis semiotikan, yakni semiotika komunikasi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bersifat Interpretatif dengan menggunakan pendekatan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bersifat Interpretatif dengan menggunakan pendekatan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Penelitian ini bersifat Interpretatif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif interpretatif yaitu suatu metode yang memfokuskan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sosiologi dan Sastra Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, sedangkan objek ilmu-ilmu kealaman adalah gejala alam. Masyarakat adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Media cetak dan elekronik merupakan hasil perkembangan teknologi

BAB I PENDAHULUAN. Media cetak dan elekronik merupakan hasil perkembangan teknologi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Media cetak dan elekronik merupakan hasil perkembangan teknologi informasi di dunia. Media telah mengubah fungsi menjadi lebih praktis, dinamis dan mengglobal.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Media televisi merupakan media massa yang sering digunakan sebagai media

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Media televisi merupakan media massa yang sering digunakan sebagai media BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Media televisi merupakan media massa yang sering digunakan sebagai media penyampaian informasi. Kekuatan media massa televisi paling mempunyai kekuatan yang

Lebih terperinci