BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kanker Serviks 1. Definisi Kanker serviks adalah penyakit ganas pada serviks uterus yang disebabkan oleh infeksi Human Papiloma Virus (HPV) grup onkogenik resiko tinggi terutama HPV 16 dan HPV18 serta filogeniknya yang berasal dari metaplasia epitel di daerah skuamokolumner junction yaitu daerah peralihan dari mukosa vagina dan mukosa kanalis servikalis (Himpunan Onkologi dan Ginekologi Indonesia, 2013). Lebih dari 90% kanker serviks adalah tipe epitelial yang terdiri atas jenis karsinoma sel skuamosa dan adenokarsinoma (Himpunan Onkologi dan Ginekologi Indonesai, 2013). Penyebab utama kanker serviks adalah virus HPV (Human Papilloma Virus). Lebih dari 90 % kanker serviks jenis skuamosa mengandung DNA virus HPV dan 50 % kanker serviks berhubungan dengan HPV tipe 16. Penyebaran virus ini terutama melalui hubungan seksual (Prawirohardjo, 2010). Faktor lain yang berhubungan dengan kanker serviks adalah aktivitas seksual terlalu muda (kurang dari 16 tahun), jumlah pasangan seksual yang tinggi (lebih dari 4 orang), dan adanya riwayat infeksi berpapil (Rasjidi, 2009). Karena hubungannya yang erat dengan infeksi Human Papiloma Virus, wanita yang menderita penurunan sistem imun atau menggunakan obat untuk menekan sistem imunnya sangat berisiko untuk terjadinya kanker serviks. Selain faktor itu, ada faktor yang lain yaitu bahan karsinogenik spesifik dari tembakau yang dijumpai dalam lendir serviks pada wanita perokok. Bahan ini dapat merusak DNA sel epitel skuamosa

2 dan bersama infeksi Human Papiloma Virus dapat mencetuskan transformasi keganasan (Rasjidi, 2009). 2. Epidemiologi Untuk wilayah ASEAN, insidensi kanker serviks di Singapore sebesar 25,0 pada ras Cina; 17,8 pada ras Melayu; dan Thailand sebesar 23,7 per penduduk. Insiden dan angka kematian kanker serviks menurun selama beberapa dekade terakhir di AS. Hal ini karena skrining Pap menjadi lebih populer dan lesi serviks pre-invasif lebih sering dideteksi daripada kanker invasif. Diperkirakan terdapat kematian akibat kanker serviks pada 2006 (Rasjidi, 2009). Di Indonesia diperkirakan ditemukan 40 ribu kasus baru kanker mulut rahim setiap tahunnya. Menurut data kanker berbasis patologi di 13 pusat laboratorium patologi, kanker serviks merupakan penyakit kanker yang memiliki jumlah penderita terbanyak di Indonesia, yaitu lebih kurang 36%. Dari data 17 rumah sakit di Jakarta 1977, kanker serviks menduduki urutan pertama, yaitu 432 kasus di antara 918 kanker pada perempuan. Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, frekuensi kanker serviks sebesar 76,2% di antara kanker ginekologi. Terbanyak pasien datang pada stadium lanjut, yaitu stadium IIB-IVB, sebanyak 66,4%. Kasus dengan stadium IIIB, yaitu stadium dengan gangguan fungsi ginjal, sebanyak 37,3% atau lebih dari sepertiga kasus (Rasjidi, 2009). 3. Faktor Risiko Menurut Rasjidi, 2009 faktor yang mempengaruhi kanker serviks yaitu :

3 a. Usia lebih dari 35 tahun. Semakin tua usia seseorang maka semakin meningkat resiko terjadinya kanker serviks. Meningkatnya risiko kanker serviks merupakan gabungan dari meningkatnya dan bertambah lamanya waktu pemaparan terhadap karsinogen serta makin melemahnya sistem kekebalan tubuh akibat usia. b. Usia pertama kali menikah. Menikah pada usia kurang dari 20 tahun dianggap terlalu muda untuk melakukan hubungan seksual dan beresiko terkena kanker serviks 10 sampai 12 kali lebih besar daripada yang menikah lebih dari 20 tahun. Hubungan seks idealnya dilakukan oleh seorang wanita matang. Ukuran kematangan bukan hanya dilihat dari sudah menstruasi atau belum. Kematangan juga bergantung pada sel-sel mukosa yang terdapat selaput kulit bagian dalam rongga tubuh. Umumnya sel-sel mukosa baru matang pada wanita berusia 20 tahun ke atas. Pada usia muda sel sel mukosa pada serviks belum matang artinya masih rentan terhadap rangsangan dan sel-sel mukosa bisa berubah sifat menjadi kanker. c. Wanita dengan aktivitas seksual yang tinggi dan sering berganti pasangan. Berganti pasangan memungkinkan tertularnya penyakit kelamin salah satunya Human Papiloma Virus. Virus ini akan mengubah sel-sel di permukaan mukosa sehingga tidak terkendali dan menjadi kanker. d. Penggunaan antiseptik. Kebiasaan pencucian vagina dengan menggunakan obatobatan antiseptik maupun deodoran akan mengakibatkan iritasi di serviks yang merangsang terjadinya kanker. e. Wanita yang merokok. Wanita perokok memiliki risiko 2 kali lebih besar terkena kanker serviks dibandingkan wanita yang tidak merokok. Penelitian menunjukkan lendir serviks pada wanita perokok mengandung nikotin dan akan menurunkan daya

4 tahan serviks serta mempermudah semua selaput lendir sel tubuh bereaksi atau menjadi terangsang. f. Riwayat penyakit kelamin g. Paritas atau jumlah kelahiran. Semakin tinggi risiko pada wanita dengan banyak anak dan jarak persalinan yang pendek akan berdampak pada seringnya terjadinya perlukaan di organ reproduksinya dan memudahkan timbulnya Human Papiloma Virus. h. Penggunaan kontrasepsi oral dalam jangka waktu lama. Penggunaan kontrasepsi oral yang dipakai jangka lama lebih dari 4 tahun meningkatkan resiko 1,5-2,5 kali. Kontrasepsi oral dapat meningkatkan risiko kanker serviks karena serviks merupakan salah satu sasaran yang disukai oleh hormon steroid perempuan. 4. Gejala dan Tanda Kecepatan pertumbuhan kanker serviks tidak sama dari satu kasus dengan kasus lainnya. Walaupun telah terjadi invasi sel tumor ke dalam stroma, kanker serviks masih mungkin tidak menimbulkan gejala (Prawiroharjo, 2010). Pada stadium awal belum timbul gejala klinis yang spesifik. Sebagian mengeluh keputihan berulang, berbau dan bercampur darah. Selain itu, perdarahan sesudah bersenggama yang kemudian berlanjut dalam bentuk metroragi, menoragi, dan menometroragi (Himpunan Onkologi dan Ginekologi Indonesia, 2013). Tanda yang lebih klasik adalah perdarahan bercak yang berulang atau perdarahan bercak setelah bersetubuh atau membersihkan vagina. Perdarahan menjadi semakin banyak lebih sering dan berlangsung lebih lama juga dapat dijumpai sekret vagina yang berbau terutama dengan

5 masa nekrosis lanjut. Nekrosis terjadi karena pertumbuhan tumor yang cepat tidak diimbangi pertumbuhan pembuluh darah (angiogenesis) agar mendapatkan aliran darah yang cukup. Nekrosis ini menimbulkan bau yang tidak sedap dan reaksi peradangan yang nonspesifik (Prawirohardjo, 2010). Pada stadium lanjut sel kanker invasif ke parametrium dan jaringan di rongga pelvis. Hal ini dapat menimbulkan gejala perdarahan spontan dan nyeri panggul bahkan menjalar ke pinggul dan paha. Beberapa penderita mengeluh nyeri berkemih, kencing berdarah dan perdarahan dari dubur. Metastasis ke kelenjar getah bening inguinal dapat menimbulkan edema tungkai bawah. Invasi dan metastasis dapat menimbulkan penyumbatan ureter distal yang mengakibatkan gejala uremia (HOGI, 2013). 5. Kriteria Diagnosis Diagnosis ditegakkan atas dasar anamnesis, pemeriksaan klinik dan histopatologi spesimen biopsi serviks. Anamnesis berdasarkan gejala di atas. Pemeriksaan klinik meliputi inspeksi, palpasi, biopsi, sistoskopi, rektoskopi, Intavenous Pyelografi, foto thoraks, Ultrasonografi (USG), CT/PET scan dan MRI. Kecurigaan metastasis ke kandung kernih dan rektum dilakukan pemeriksaan sistoskopi dan rectoskopi. Bila didapatkan pembesaran kelenjar getah bening inguinal atau supraklavikula dapat dilakukan FNAB. Histopatologi didapatkan dari biopsi atau temuan saat operasi yang sekaligus merupakan surgical staging (HOGI, 2013). \

6 6. Stadium Penetapan stadium dilakukan dengan pemeriksaan klinik. Pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan radiologis dan endoskopi dilakukan untuk menetapkan stadium klinik. Beberapa tindakan bedah termasuk pemeriksaan klinik meliputi konisasi, biopsi dan aspirasi (HOGI, 2013). Apabila dilakukan pembedahan, maka penemuan dari hasil pembedahan tersebut tidak akan merubah stadium, artinya stadium yang digunakan adalah stadium klinik, sedangkan penemuan saat pembedahan menjadi catatan khusus untuk menentukan prognosis. Pada kasus residif, stadium yang ditetapkan adalah stadium pada saat penemuan pertama (sebelum pengobatan). Stadium Kanker Serviks berdasarkan kriteria FIGO 2009 a. Stadium 0: karsinoma insitu, karsinoma intraepithelial b. Stadium I: karsinoma masih terbatas di serviks c. Stadium I A: invasi kanker ke stroma hanya dapat dikenali secara mikroskopik, kedalamam invasi kurang dari 5 mm dan penyebaran horizontal maksimal kurang dari 7 mm d. Stadium I A1: invasi ke stroma dengan kedalaman invasi kurang dari 3 mm e. Stadium I A2: invasi ke stroma dengan kedalaman invasi 3-5 mm f. Stadium I B: lesi lokal lanjut namun terbatas pada serviks g. Stadium I B1 : batas lesi secara klinis tidak lebih dari 4 cm h. Stadium I B2 : batas lesi secara klinis lebih dari 4 cm i. Stadium II: lesi keluar melewati uterus namun belum mencapai dinding pelvisatau mencapai 2/3 proximal vagina

7 j. Stadium II A: telah melibatkan vagina tetapi belum melibatkan parametrium k. Stadium II A1: lesi yang tampak kurang atau sama dengan 4 cm l. Stadium II A2: lesi yang tampak lebih dari 4 cm m. Stadium II B: infiltrasi ke parametrium tetapi belum mencapai dinding panggul n. Stadium III: tumor menyebar sampai dinding panggul dan atau mencapai 1/3 bawah vagina dan atau menyebabkan hidronefrosis/ kerusakan ginjal o. Stadium III A: tumor mencapai 1/3 distal dinding vagina namun belum mencapai dinding panggul p. Stadium III B: penyebaran sampai dinding panggul dan atau terdapat hidronefrosis dan kerusakan ginjal q. Stadium IV A: penyebaran ke organ sekitar r. Stadium IV B: penyebaran jauh 7. Terapi a. Stadium 0 / Karsinoma insitu Pada kanker serviks stadium 0 dilakukan konisasi (Cold and hot knife). Apabila margin free, maka konisasi sudah adekuat pada yang masih memerlukan fertilitas. Apabila tidak margin free maka dilakukan re-konisasi. Apabila fertilitas tidak diperlukan, maka dilakukan histerektomi total dan jika hasil konisasi ternyata invasif, terapi sesuai tatalaksana kanker invasif. b. Stadium I A1 (Lymphovascular Space Invasion negatif) Pada kanker serviks sadium I A1 dapat dilakukan konisasi (cold knife) apabila free margin (terapi adekuat) dan apabila fertilitas dipertahankan (tingkat evidens B).

8 Bila tidak free margin maka dilakukan rekonisasi atau simple histerektomi. Dilakukan Histerektomi total apabila fertilitas tidak dipertahankan. c. Stadium IA-1 (Lymphovascular Space Invasion positif) Pada kanker serviks stadiumini dilakukan tindakan operatif berupa trakelektomi radikal dan limfadenektomi pelvik apabila fertilitas dipertahankan. Apabila operasi tidak dapat dilakukan karena kontraindikasi medik maka pada stadium ini dapat dilakukan radiasi. d. Stadium IA-2, Ib-1, IIA-1 1) Operatif Pada stadium ini dapat dilakukan histerektomi radikal dengan limfadenektomi pelvik (Tingkat evidens 1 / Rekomendasi A). Radioterapi (RT) / kemoradiasi ajuvan diberikan jika terdapat faktor risiko yaitu metastasis kelenjar getah bening, metastasis parametrium, batas sayatan tidak bebas tumor, deep stromal invasion, Lymphovascular Space Invasion, dan faktor risiko lainnya. Apabila hanya metastasis kelenjar getah bening saja, maka radiasi ajuvan hanya EBRT. Bila tepi sayatan tidak bebas tumor/closed margin, pasca radiasi eksterna dilanjutkan dengan brakiterapi ovoid 2x10 Gy. 2) Non operatif Tindakan ini berupa radiasi (EBRT dan brakiterapi). Kemoradiasi (radiasi : EBRT plus kemoterapi konkuren dan brakiterapi). e. Stadium IB2 dan IIA2 1) Neoajuvan kemoterapi (tiga seri) dilanjutkan radikal histerektomi dan pelvik limfadenektomi. IB2 dan IIA2 yang direncanakan operasi tanpa kontraindikasi

9 dilakukan kemoterapi neoajuvan terlebih dahulu dan dilakukan nilai ulang pasca kemoterapi neoajuvan untuk operabilitasnya. 2) Operatif. Pada tindakan operatif dapat dilakukan histerektomi radikal dan pelvik limfadenektomi. Pemberian radioterapi (RT) / kemoradiasi ajuvan jika terdapat faktor resiko yaitu metastasis kelenjar getah bening, metastasis parametrium, batas sayatan, tidak bebas tumor, deep stromal invasion, Lymphovascular Space Invasion dan faktor risiko lainnya. Pasien yang menolak operasi dpat dilakukan radiasi / kemoradiasi definitif yaitu radiasi atau kemoradiasi dengan cisplatin mingguan atau kemoradiasi cisplatin-ifosfamide 3 mingguan. f. Stadium IIB 1) Neoajuvan kemoterapi (tiga seri) dilanjutkan radikal histerektomi dan pelvik limfadenektomi. 2) Radiasi atau kemoradiasi g. Stadium IIIA-IIIB Kemoradiasi, Kemoterapi dengan atau tanpa radiasi. Bila terdapat obstruksi ureter dilakukan pemasangan DJ stent/nefrostomi dan hemodialisa. h. Stadium IV A Radiasi dan atau kemoradiasi mingguan / 3 mingguan dengan radiasi 4000 cgy. Bila didapatkan respon maka dilakukan radiasi eksterna dilanjutkan sampai 50 Gy ditambah BT 2x850cGy / 3x700 cgy. Bila tidak didapatkan respon maka terapi dihentikan.bila terdapat obstruksi ureter dilakukan pemasangan DJ stent / nefrostomi dan hemodialisa.

10 i. Stadium IV B Terapi paliatif (radiasi pelvik / kemoterapi dapat dipertimbangkan) 1) Tumorprimer dilakukan evaluasi keluhan dan gejala. 2) Metastasis jauh, terapi nyeri (analgetik step ladder, neural block), nutrisi, spiritual, pendidikan keluarga. Apabila terdapat obstruksi ureter dapat dilakukan pemasangan DJ stent / nefrostomi dan hemodialisa. Apabila terdapat efusi pleura dapat dilakukan punksi atau pemasangan WSD. Bila terdapat ascites dilakukan punksi ascites. Pasien dengan stadium lebih dari IV dan usia muda kurang dari 40 tahun sebaiknya dilakukan transposisi ovarium. Stress dan Stressor 1. Stress Stress merupakan istilah yang berkembang sesuai perkembangan psikologi. Eric Linderman Gerald Caplan memberi batasan, stress is state involving cognition and emotion. Selanjutnya muncul konsep stress dari Dhabhar McEwen bahwa stresor (sumber stress) akan direspon oleh otak berupa stress perceptiondan kemudian direspon oleh sistem lain muncul stress response yaitu berupa modulasi imunitas. Istilah modulasi ini dimaksudkan untuk menggambarkan perubahan respon imun meningkat atau menurun (Suhartono, 2011). Istilah stress dapat dipahami melalui 3 pendekatan yaitu secara pendekatan engineering, psikologis, dan medikofisiologis. Diantara para peneliti muncul banyak perbedaan pandangan yang masing-masing memberikan definisi stress menurut orientasinya sendiri. Lindeman dan Kaplan menerangkan stress sebagai respon

11 psikologis. Lazarus menyatakan pemahaman istilah stress diartikan sebagai penilaian kognitif seseorang terhadap ketidakmampuan dirinya menghadapi berbagai peristiwa atau stressor. Hans Selye (1946), pionir penilaian stress yang bernuansa respon biologis menyatakan bahwa stress merupakan reaksi tubuh terhadap stressor. Istilah stress dalam pengertian biologis pertama kali digunakan oleh Hans Selye pada tahun Pada tahun 1914 Cannon menggunakan istilah tersebut dalam pengertian fisiologis dan psikologis pada laporan penelitian tentang psikoendokrin (Marx, 2008). Beberapa studi banyak membuktikan bahwa stressor berkaitan dengan disregulasi sistem imun. Khususnya penurunan proliferasi limfosit dan pengurangan Natural Killer (NK) cell. Natural Killer cell memiliki peranan yang penting pada fungsi imun, termasuk mekanisme pertahanan pada infeksi virus dan sel tumor. Natural Killer cell berkurang pada keadaan stress melalui mekanisme neuroendokrine. Sitokin termasuk interferon ɣ dan interleukin 2 akan menghambat NK-cell dan Limfosit Activated Killer (LAK). Stress memodulasi penambahan interferon ɣ dan interleukin 2 pade leukosit darah perifer. Penambahan dari interferon ɣ dan inteleukin 2 menyebabkan NK-cell, makrofag, sitokin menurun (IL 12, Tumor Necrosing Factor/ TNF, Interferon/ IFN ), IL 10, Tumor Growth Factor /TGF meningkat. Mekanisme ini menyebabkan supresi imun sehingga menyebabkan kemungkinan metastasis berkembang dan resiko terjadi infeksi meningkat (Suhartono, 2011). Menurut Carr dan Umberson (2013), stress adalah kondisi di mana tuntutan yang harus dipenuhi melebihi kemampuan yang ada pada seseorang. Orang yang mendapat stressor kemungkinan akan mengakibatkan stress pada yang bersangkutan. Marx, 2008 melihat istilah stress dari 3 konsep yaitu :

12 a. Konsep engineering Stress merupakan karakteristik suatu lingkungan yang merusak atau mengancam sehingga individu yang hidup dalam lingkungan tersebut akan sakit. Istilah stress respon dalam konsep engineering ini yang dimaksud adalah stress yang timbul sebagai jawaban terhadap lingkungan yang merusak atau mengancam. b. Konsep psikologis Stress merupakan kondisi psikologis sebagai hasil interaksi antara individu dan lingkungan hidupnya, dengan melibatkan proses kognitif dan emosional. Konsep ini diilustrasikan sebagai kondisi psikologis seseorang mempunyai tautan yang melebihi kemampuannya. Berdasarkan konsep ini stress merupakan reaksi seseorang terhadap stressor. c. Konsep medikofisiologis Stress merupakan respon biologis individu terhadap stressor, yang dapat diukur secara obyektif dan tepat. Konsep stress inilah yang dimaksud dalam paradigma psikoneuroimunologi. Kehidupan penuh dengan stress yaitu stress akut (short term) dan stress kronis (long term) (Soetrisno, 2009). Stress akut adalah reaksi yang segera terhadap ancaman yang diketahui sebagai fight or fight. Ancaman (stressor) terhadap dalam berbagai situasi misalnya kegaduhan dan bising. Stressor psikologis meliputi masalah hubungan keluarga, kesepian dan sebagainya dan biasanya disebut stress kronik. Menurut HansSelye (1946) ada 3 tahap reaksi biologis tubuh terhadap stress. Ketiganya disebut General Adaptation Syndrome. Tahapan tersebut meliputi:

13 1) Alarm reaction (reaksi peringatan), merupakan reaksi awal tubuh saat ada stressor. Pada tahap ini terjadi berbagai manifestasi biologis untuk melawan atau menghindar. Tahap ini ditandai oleh adanya penurunan daya tahan tubuh terhadap stressor, dimana sistem saraf otonom menstimulasi medula adrenal untuk mensekresi norepinefrin dan epinefrin. Kelenjar pituitari mensekresi Adreno Corticotropin Hormon / ACTH, yang menstimulasi korteks adrenal untuk melepaskan glukokortikoid. 2) Resistence stage (resistensi), pada tahap ini terjadi keseimbangan kembali saat menghadapi stressor yang terus menerus, tubuh mengalami adaptasi atau homeostatic state. Pada tahap ini kelenjar pituitari masih terus mensekresi ACTH, yang menstimulasi korteks adrenal untuk mensekresi glukokortikoid yang penting untuk resistensi terhadap stress. Kelenjar adrenal yang membesar menunjukkan aktivasi yang meningkat. Pada tahap ini, resistensi terhadap stressor spesifik meningkat sehingga respon imun kembali seimbang. Setelah beberapa hari, kelenjar adrenal kembali mengecil dan mulai memperbaharui cadangan steroid. Jika stressor spesifik terus berlanjut, kemampuan tubuh untuk menghadapi stress lain menjadi lemah dan kemudian memasuki tahap ketiga, yaitu exhaustion state. 3) Exhaustion state (kelelahan), merupakan kerusakan sebagian tubuh. Tubuh yang terpapar stressor berkepanjangan akan terjadi penurunan daya tahan tubuh terhadap penyakit. Respon yang terjadi bisa berupa perdarahan ulkus lambung dan sebagainya.

14 2. Ancaman (stressor) Paparan stressor yang menyebabkan stress menyebabkan otak akan memberikan dua macam bentuk respons, yaitu respon cepat dan lambat. Respon cepat dari otak berupa pelepasan corticotropin-releasing hormone (CRH) yang merupakan motor sistem simpatis melalui CRH -1 reseptor (CRHR-1) yang akan mengakibatkan respon fightflight. CRHR -1 akan merangsang HPA aksis yang nantinya akan menghasilkan mineralokortikoid. Sedangkan pada respon lambat ini dapat terjadi mekanisme coping dan adaptasi melalui perangsangan CRHR-2 yang nantinya akan merangsang pelepasan glucocorticoid (Suhartono, 2011). Faktor-faktor yang menyebabkan stress berasal dari rangsangan fisik, psikologis, atau dapat keduanya. Stress fisik disebabkan oleh exposure stressor yang berbahaya bagi jaringantubuh misalnya terpapar pada keadaan dingin atau panas, penurunan konsentrasi oksigen, infeksi, luka / injuries, latihan fisik yang berat dan lama, dan lain-lain. Sedangkan pada stress psikologis misalnya pada perubahan kehidupan, hubungan sosial, perasaan marah, takut, depresi dll (Marx, 2008). Respon umum / General Adaptation Syndrome dikendalikan oleh hipotalamus, hipotalamus menerima masukan mengenai stressor fisik dan psikologis dari hampir semua daerah di otak dan dari banyak reseptor di seluruh tubuh. Sebagai respon hipotalamus secara langsung mengaktifkan sistem saraf simpatis yang akan mengeluarkan Corticotropin Releasing Hormon (CRH) untuk merangsang sekresi Adrenocorticotropin Releasing Hormon (ACTH) dan kortisol, dan memicu pengeluaran vasopresin. Stimulasi simpatis pada gilirannya menyebabkan sekresi epinephrine dimana keduanya memiliki efek sekresi terhadap insulin dan glucagon oleh pancreas. Selain itu

15 vasokonstriksi arteriole di ginjal oleh katekolamin secara tidak langsung memicu sekresi renin dengan menurunkan aliran darah (konsumsi oksigen menurun) ke ginjal. Renin kemudian mengaktifkan mekanisme renin-angiotensin-aldosteron. Dengan cara ini selama stress, hipotalamus mengintegrasikan berbagai respon baik dari sistem saraf simpatis maupun sistem endokrin (Jarcho, 2013). C. Depresi 1. Gambaran Umum Depresi Gangguan Depresi Mayor (GDM) secara mendasar merupakan gangguan suasana perasaan (mood) atau afek yang depresi dengan atau tanpa disertai anxietas. Perubahan suasana perasaan ini biasanya disertai dengan suatu perubahan pada keseluruhan tingkat aktivitas. Sebagian besar dari gangguan ini cenderung berulang dan timbulnya episode tersendiri sering berkaitan dengan peristiwa atau stressor pendidikan yang bermakna (Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia, 2013). Episode depresi yang khas terdiri dari tiga variasi yaitu ringan, sedang, dan berat.individu biasanya menderita suasana perasaan (mood) depresi, kehilangan minat dan kegembiraan, dan berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah dan berkurangnya aktivitas. Gejala lazim lainnya adalah konsentrasi dan perhatian menurun, harga diri, dan kepercayaan diri berkurang, gagasan tentang perasaan bersalah dan tidak berguna, pandangan masa depan suram dan pesimistis, gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri, tidur terganggu dan nafsu makan berkurang. Gangguan Depresi Mayor merupakan kondisi klasik ditandai oleh episode jelas selama sedikitnya dua minggu (umumnya berlangsung lebih lama) termasuk perubahan

16 afek, kognisi, fungsi neurovegetatif, dan ada remisi interepisode yang jelas (PDSKJI 2013). Depresi merupakan suatu penyakit yang mempengaruhi tubuh, pikiran, dan perasaan serta mempengaruhi pola makan, tidur, dan mood individu (Gregor, 2009). Kejadian depresi pada penyakit terminal dan kronik mencapai 20% hingga 50% dan dari angka tersebut dialami oleh pasien kanker (50%), HIV (41%), diabetes (9%-27%), dan penyakit stroke (20%-30%) (Valcarolis dan Halter, 2010). 2. Beck Deprresion Inventory (BDI) Beck Depression Inventory dibuat pada tahun 1961 oleh Dr. Aaron T. Beck dan dikembangkan untuk menilai manifestasi depresi pada tingkah laku remaja dan orang dewasa. Dirancang untuk menstandarisasi penilaian keparahan depresi serta menggambarkan secara sederhana gejala dibuat selama perjalanan psikoanalisis atau psikoterapi. Sikap dan gejala depresi tampak spesifik pada kelompok pasien ini, kemudian BDI digambarkan oleh pernyataan-pernyataan, dan penilaian numerik pada masing-masing pernyataan. BDI merupakan instrumen terbanyak untuk menilai keparahan depresi. BDI yang asli terdiri dari 21 pernyataan dalam bentuk multiple choice, 21 pernyataan merupan manifestasi 21 tingkah laku masing-masing area diwakili oleh empat atau lima pernyataan yang menggambarkan keparahan gejala depresi dari yang ringan sampai yang berat. Subyek diminta untuk mengidentifikasi pernyataan yang paling baik yang menggambarkan perasaannya saat ini. Item-item kemudian ditentukan skornya dan dijumlahkan untuk memperoleh total skor. Total skor ini akan menggambarkan tingkat keparahan depresi. Penelitian Hopko, dkk, (2009) meneliti terapi tingkah laku pada 60 orang pasien kanker, ditemukan penurunan skor BDI rata-rata dari 38 (praterapi)

17 menjadi 16 (pascaterapi) dengan skor BDI rata-rata selama 3 bulan follow up yaitu 11 (p < 0,01). BDI versi Yunani yang dipakai pada pasien-pasien kanker stadium lanjut yang dirawat diunit perawatan paliatif dapat dipercaya dan cocok untuk penggunaan klinis dan penelitian dengan koefisien korelasi Pearson = 0,863 (p < 0,005). 3. Etiologi Gangguan Depresi Mayor Tidak ada penyebab utama tunggal pada gangguan depresi. Paling tidak ada tiga model penjelasan etiologi depresi (PDSKJI, 2013). a. Model biopsikososial (the biopsichosocial model) Penyebab depresi terjadi interkoneksi dan interdependent dari faktor biologis, psikologis, dan sosial. Model ini dapat efektif memprediksi terjadinya keparahan dan kronisitas depresi dan memberi informasi subtipe berdasar biopsikososial. b. Teori dari sistem (teori of system) Terjadi karena kerentanan atau predisposisi untuk terjadi ketidakseimbangan antara aktivasi dan inhibisi kepada beberapa fungsi kognitif dan emosi dan antara beberapa kelompok neuron tertentu. c. Model diathesis stress (the diathesis stress model) Menjelaskan tentang penyebab potensial depresi dan derajat kerentanan individu untuk bereaksi terhadap penyebaran tersebut. Model ini menjelaskan bahwa individu mempunyai kerentanan atau predisposisi untuk menjadi depresi. Untuk menjadi gangguan depresi seseorang perlu mempunyai kecenderungan bawaan untuk menjadi depresi dan harus bertindak dengan kejadian kehidupan yang stress baik yang bersifat sosial, psikologis, atau biologis.

18 D. Psikoneuroimunologi Depresi dan Kanker Belum ada data yang konsisten menjelaskan hubungan antara gangguan mood, NK-cell, sitokin, perkembangan kanker dan kelangsungan hidup. Peningkatan kadar interleukin-6 berhubungan dengan diagnosis depresi pada pasien kanker. Hal ini memungkinkan pengukuran kadar interleukin 6 dalam plasma sebagai biomarker depresi pada pasien kanker. Bukti menunjukkan bahwa interleukin 6 dan sitokin proinflamasi lain berperan dalam patofisiologi gangguan mood, perilaku, serta gangguan neuroendokrin (Massimo, 2007). Beberapa penelitian sudah banyak membuktikan bahwa stressor berkaitan dengan disregulasi dari sistem imun. Khususnya penurunan proliferasi limfosit dan pengurangan toksisitas Natural Killer cell(nk-cell). NK cell mempunyai peranan yang penting pada fungsi imun, termasuk mekanisme pertahanan pada infeksi virus dan sel tumor. Toksisitas NK cell berkurang pada keadaan stress melalui mekanisme neuroendokrin. Stress memodulasi pembentukan interferonɣ (IFN-ɣ) dan interleukin-2 (IL-2) pada leukosit darah perifer. IFN-ɣ dan IL-2 akan menghambat NK cell dan Limphocyte Activated Killer (LAK). Jika pasien kanker dalam keadaan stress, maka akan mempercepat perkembangan sel kankernya. Hal ini mendukung pendapat bahwa pemberian terapi untuk mengatasi stress akan menghambat perkembangan sel kanker dan memperbaiki regulasi sistem imun (Massimo, 2007). Bahan-bahan karsinogen menginduksi tumor dengan merusak DNA seluler dan memproduksi sel yang abnormal. Sistem imun melawan proses ini yaitu melalui enzim yang merusak karsinogen kimia, memperbaiki DNA seluler yang rusak dan menghancurkan selyang abnormal. Distress emosional akan menurunkan kemampuan dalam memperbaiki DNA seluler yang rusak. Pada pasien depresi, kemampuan tersebut akan semakin menurun. Distress emosional mempengaruhi apoptosis yaitu proses perubahan program secara genetik

19 di dalam struktur sel yang akan menyebabkan kegagalan proliferasi dan diferensiasi yang pada akhirnya terjadi kematian sel. Inhibisi apoptosis akan menyebabkan supresi pada sistem imun (Massimo, 2007). E. Kortisol Molekul CRH berperan dalam perilaku, gangguan otonom dan endokrin. Pada hewan percobaan dan demikian juga pada manusia, akibat pemberian CRH dengan kadar tinggi melalui suntikan ataupun yang diakibatkan oleh stress menyebabkan penurunan fungsi imun seluler (Suhartono, 2011). Efek kortikosteroid diperantarai melalui reseptor sitosolik yaitu reseptor kortikosteroid yang terdapat di sitoplasma. Setelah reseptor mengikat kortikosteroid maka kompleks tersebut akan masuk ke nukleus. Limfosit yang teraktivasi dan sel limfoid immatur mengekspresikan reseptor kortikosteroid lebih banyak daripada sel limfosit inaktif atau yang lebih mature. Interaksi reseptor kortikosteroid membentuk kompleks yang menghambat transkripsi dan aktivasi gen spesifik seperti yang mengkode IL-1. Peningkatan kortikosteroid sistemik dapat menjelaskan tahap akhir efektor pada aksis Hypotalamic Pituitary Adrenal Axis (HPA) dan level fisiologis kortikosteroid berperan penting pada pencegahan inflamasi (Bakheet, 2013). Selama stress akibat stressor psikologis dan juga stressor fisik korteks adrenal diaktifkan oleh hormon kortikotropin adrenal. Pengaktifan tersebut meningkatkan kerja korteks adrenal mensekresi hormon glukokortikoid (steroid) terutama kortisol (Jarcho, 2013). Stress yang akut akan menaikkan kadar kortisol secara akut dan menghambat sistem imun sedangkan stressor psikologis akan menaikkan kadar kortisol secara bertahap dan

20 memacu sistem imun (Soetrisno, 2009). Kortisol bersifat bifasik artinya efek kadar kortisol pada stress akut akan menurunkan fungsi reseptor glukokortikoid yang berlainan dan efek kadar kortisol pada stressor psikologis akan meningkatkan fungsi reseptor glukokortikoid pada stress akut mempunyai kadar kortisol yang lebih tinggi daripada kadar kortisol pada stress psikologis yang kronis (Jarcho, 2013). F. Nyeri pada Kanker Menurut International Association for the Study of Pain (IASP), nyeri didefinisikan sebagai sensor yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan, yang menyertai kerusakan jaringan. Survei dari Memorial Sloan-Kettering Cancer Center menunjukkan bahwa nyeri pada penderita kanker biasanya merupakan akibat langsung dari tumor (75-80% kasus) dan sisanya disebabkan baik oleh karena pengobatan antikanker (15-19)%) maupun nyeri yang tidak berhubungan dengan kankernya atau dengan pengobatannya (3-5%). Penderita dengan nyeri kanker bisa mengalami nyeri akut, intermiten, atau kronik pada berbagai stadium penyakitnya. Terbanyak adalah nyeri yang berhubungan dengan kanker bersifat kronik. Tiga faktor utama yang berperan pada patogenesis nyeri pada penderita kanker ialah mekanisme nosiseptif, mekanisme neuropati, dan proses psikologis. Istilah nyeri idiopatik pada umumnya digunakan bila keluhan nyeri tidak dapat diterangkan secara adekuat dengan proses patologis, diperkirakan disebabkan oleh proses organik tersembunyi atau yang lebih jarang lagi oleh proses psikologis. Nyeri nosiseptif didefinisikan sebagai hasil dari aktivasi nosiseptif pada struktur somatik atau visceral. Biasanya berhubungan erat dengan luasnya kerusakan jaringan dan lokasi. Nyeri somatik nosiseptif sering dilukiskan sebagai nyeri yang

21 tajam, sakit berdenyut atau seperti ditekan, sedang nyeri visceral nosiseptif sulit dilokalisir dan bisa terasa perih atau kram (Schiff,2003). Nyeri neuropati adalah akibat dari fungsi yang abnormal dari sistem somatosensor sentral atau perifer. Diagnosa berdasarkan penemuan lesi neurologi dan kelainan sensoris seperti disestesia atau hiperalgesia. Persepsi subyektif seringkali digambarkan sebagai nyeri terbakar atau menusuk. Lesi nervus perifer oleh karena tumor, pembedahan atau kemoterapi merupakan tipe yang paling sering dari nyeri neuropati pada penderita kanker (Schiff, 2003). G. Intervensi Psikoterapi pada Pasien Kanker American Cancer Society telah mengidentifikasi empat faktor yang dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien dengan kanker dan keluarganya, yaitu faktor sosial, psikologis, fisik, dan spiritual. Diagnosis dan pengobatan kanker dapat mengakibatkan gangguan kualitas hidup termasuk fisik, psikologi dan kelangsungan sosial. Aspek psikososial meliputi perubahan pola hidup, ketakutan,serta ketidaknyamanan psikososial. Ketidaknyamanan psikososial termasuk kecemasan, kemarahan, perasaan bersalah, dan depresi. Hal-hal tersebut dapat menetap dan berubah seiring waktu tergantung dari tingkat keparahan penyakit (Akechi, 2013). Hanya sedikit penelitian mengenai kualitas hidup pada pasien kanker. Hal ini mengakibatkan depresi pada pasien-pasien kanker masih sering tidak terdiagnosis dan tidak mendapat penanganan yang serius, karena adanya anggapan bahwa depresi merupakan suatu keadaan yang normal, yang merupakan suatu reaksi universal terhadap penyakit-penyakit serius dan sebagian reaksi tersebut timbul dalam bentuk tanda-tanda neurovegetatif (kehilangan berat badan atau gangguan tidur).

22 Pasien dengan kanker lebih sering mengalami gejala psikologis termasuk depresi dan kecemasan dibandingkan dengan populasi umum. Pasien dengan stadium lanjut, penyakit yang tidak kunjung sembuh, riwayat gangguan mood, atau dengan regimen pengobatan yang menyebabkan gejala depresi mempunyai resiko yang sangat tinggi untuk terjadinya depresi (Akechi, 2013). Psikoterapi merupakan bentuk pengobatan yang direkomendasikan pertama kali untuk depresi. Selama psikoterapi, seseorang yang menderita depresi berbicara pada ahli psikoterapi agar membantu penderita untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang memicu depresi. Beberapa faktor ini bekerja secara kombinasi dengan faktor herediter dan ketidakseimbangan kimia di dalam otak yang dapat memicu depresi. Psikoterapi membantu pasien depresi dengan memahami tingkah laku, emosi, dan ide yang berperan pada keadaan depresinya. Dengan memahami dan mengidentifikasi masalah-masalah atau peristiwa dalam hidup yang berperan di dalam depresi penderita dan membantu penderita memahami aspekaspek dari masalah ini sehingga mereka dapat menyelesaikan dan memperbaikinya (Holland dan Aichi, 2010). H. Psikoterapi Cognitive Behavioral Therapy (CBT) Cognitif Behavioral Therapy (CBT) adalah suatu psikoterapi yang didasarkan atas kognisi, asumsi, kepercayaan dan perilaku dengan tujuan mempengaruhi emosi yang terganggu. Dimana terapi ini menggunakan tehnik pengkondisian untuk mempelajari perilaku baru, dimana stimulus yang menyebabkan kecemasan digantikan dengan yang menyenangkan (Young, 2005). Harapannya dengan penerapan metode psikososial ini, stress yang ada bisa berkurang sehingga diharapkan five year survival rate meningkat

23 Selama lebih dari 50 tahun, Cognitif Behavioral Terapi (CBT) telah menjadi pola utama terapi psikososial yang efektif untuk beragam masalah emosional dan perilaku.pendekatan terapi behavioral dikembangkan pertama kali pada tahun 1950 saat prinsip berdasarkan penelitian dari perilaku diterapkan untuk memodifikasi perilaku maladaptif manusia, seperti Wolpe, tahun 1958 dan Eysenck tahun Namun dapat dikatakan bahwa psikoterapi kognitif telah dimulai oleh Alfred Adler yang tidak setuju dengan ide Freud bahwa penyebab emosi manusia adalah konflik yang tidak disadari, berargumen bahwa pikiran adalah faktor yang lebih bermakna (Froggat, 2006). Cognitif Behavioral Therapy (CBT) adalah bentuk psikoterapi yang menekankan pentingnya peran pikiran dalam bagaimana kita merasa dan apa yang kita lakukan. Ada beberapa pendekatan terhadap CBT, meliputi Rational Emotive Behavioral Therapy, Rational Behavioral Therapy, Rational living Therapy, Cognitif Therapy dan Dialectic Behavior Therapy (NACBT, 2008). Cognitif Behavioral Therapy adalah psikoterapi berdasarkan atas kognisi, asumsi, kepercayaan dan perilaku, dengan tujuan mempengaruhi emosi yang terganggu (Wikipedia, 2009). Cognitif Behavioral Therapy adalah bentuk terapi psikologis yang mengarah pada fokus mengubah proses kognitif dan perilaku untuk mengurangi atau menghilangkan masalah perilaku menggunakan tehnik pengkondisian untuk mempelajari perilaku baru (Contoh : penggunaan desensitisasi sistematis) dimana stimulus yang menyebabkan kecemasan digantikan dengan yang menyenangkan (Young, 2008).

24 1. Psikopatologi Cognitif Behavioral Therapy (CBT) Cognitif Behavioral Therapy bukan hanya terdiri dari suatu set tehnik saja. Cognitif Behavioral Therapy juga mengandung teori komprehensif perilaku manusia.cognitif Behavioral Therapy mengandung biopsikososial untuk menjelaskan bagaimana manusia menjadi merasa dan bertindak sebagaimana yang mereka lakukan, merupakan kombinasi biologis, psikologis dan faktor sosial yang terlibat (Frogatt, 2006). Untuk menggambarkan peran kognisi adalah dengan model A-B-C-D atau model rasional emosi (awalnya dikembangkan oleh Albert Ellis. Model ABC ini telah diadaptasi secara umum untuk penggunaan Cognitif Behavioral Therapy. Pada model ini, A adalah activating event ( kejadian yang mencetuskan terbentuknya keyakinan atau kepercayaan yang salah ). B adalah beliefs (keyakinan atau kepercayaan seseorang berdasarkan kejadian yang mencetuskan). Ellis menjelaskan bahwa bukan kejadian itu sendiri yang menghasilkan gangguan perasaan, tetapi interpretasi dan keyakinan atau kepercayaan orang tersebut tentang kejadian itu. C adalah consequence (konsekuensi emosional dari kejadian tersebut), dengan kata lain, ini adalah pengalaman perasaan orang tersebut sebagai hasil interpretasi dan kepercayaan mereka berkenaan dengan kejadian. D adalah dispute (penggoyahan terhadap keyakinan yang tidak rasional, tidak realistik, tidak tepat dan tidak benar kemudian menggantinya dengan keyakinan yang rasional, realistik, tepat dan benar). 2. Indikasi Cognitif Behavioral Therapy (CBT) Indikasi Cognitif Behavioral Therapy meliputi: 1. Skizofrenia Cognitif Behavioral Therapy untuk skizofrenia dikembangkan secara luas di inggris. Saat ini secara total sudah 21 penelitian acak terkontrol tentang Cognitif Behavioral Therapy untuk

25 pasien skizofrenia atau gangguan dalam lingkup skizofrenia (sebagai contoh : gangguan waham, gangguan skizoafektif) (CARMHA, 2007). 2. Depresi Saat ini, Cognitif Behavioral Therapy telah diterapkan secara umum diseluruh dunia, dalam pelayanan kesehatan pemerintah maupun swasta, terutama di Amerika Serikat, Kanada, Inggris, Australia dan Eropa Utara. Untuk Cognitif Behavioral Therapy, depresi bisa dilakukan tanpa kombinasi dengan obat ataupun dengan kombinasi (CARMHA, 2007). 3. Gangguan Bipolar Cognitif Behavioral Therapy untuk gangguan bipolar dilaporkan pertama kali tahun 1990, dimana didapatkan bukti bahwa Cognitif Behavioral Therapy dapat mengurangi kejadian kekambuhan. Kemudian diikuti dengan banyak penelitian lain yang telah membuktikan keefektifan Cognitif Behavioral Therapy sehingga penggunaannya untuk gangguan bipolar semakin meluas (CARMHA, 2007). 4. Gangguan Kecemasan Meliputi gangguan obsesif kompulsif, agorafobia, fobia spesifik, gangguan cemas menyeluruh, gangguan stres pasca trauma,dll. Cognitif Behavioral Therapy menjadi terapi psikologis pilihan untuk jenis gangguan ini. Berkurangnya keparahan gejala dan berkurangnya jumlah obat yang dibutuhkan pada waktu selanjutnya telah dibuktikan melalui program individual dari Cognitif Behavioral Therapy dan penerapan relaksasi (CARMHA, 2007). 5. Cognitif Behavioral Therapy juga telah terbukti efektif dalam penelitian-penelitian untuk gangguan makan, kecanduan, hipokondriasis, disfungsi seksual, pengendalian kemarahan, gangguan pengendalian impuls, perilaku antisosial, kecemburuan, pemulihan pelecehan

26 seksual, gangguan kepribadian, tambahan pada masalah kesehatan kronis, kecacatan fisik, atau gangguan mental, penatalaksanaan stres umum, gangguan kepribadian pada anak dan remaja, masalah hubungan pribadi dan keluarga (Frogatt, 2006). Model Cognitif Behavioral Therapy untuk kasus-kasus tertentu telah distandarisasi sehingga menjadi prosedur tetap yang dapat digunakan dan telah dibuktikan sebagai alat terapi berdasarkan Evidence Based Medicine (CARMHA, 2007). Hubungan Kanker Cervix dengan Cognitif Behavioral Therapy (CBT) Pada beberapa penelitian didapatkan hubungan antara stres dan imunitas tubuh pada pasien kanker. Tekanan psikologis yang dapat mengganggu kemampuan memperbaiki DNA seluler yang rusak pada sel kanker dan hambatan pada proses apoptosis. Diagnosis serta penatalaksanaan kanker serviks stadium lanjut dalam jangka waktu yang panjang merupakan stressor akut dan kronis tersendiri yang bisa berakibat pada penurunan kualitas hidup penderita. Hal tersebut akan mempengaruhi regulasi neuroimun yang mempromosikan proses inflamasi yang berperan pada gejala dan proses metastase (Antoni et al.,2006). Stres yang berkepanjangan yang disertai dengan afek negatif dan gangguan kehidupan sosial akan berpengaruh pada perubahan behavioral (peningkatan signalisasi sistem saraf simpatis, disregulasi aksis HPA, inflamasi dan penurunan imunitas seluler). Terdapat beberapa penelitian yang mempelajari pengaruh psikoterapi pada penderita kanker, khususnya kanker payudara. Mc.Gregor et al (2004) meneliti pengaruh intervensi Cognitif Behavioral Stres Management (CBSM) selama 10 minggu terhadap fungsi psikososial dan imunitas pada wanita dengan kanker payudara tahap awal. Dari penelitian tersebut didapatkan bahwa perempuan yang menerima intervensi CBSM menunjukkan peningkatan

27 proliferasi limfosit yang signifikan dibandingkan dengan perempuan sebagai kontrol dalam penelitian tersebut. Cruess et al (2000) juga meneliti efek dari intervensi CBSM selama 10 minggu pada perempuan dengan kanker payudara tahap awal. Dari laporan tersebut didapatkan bahwa perempuan yang mendapat intervensi menunjukkan penurunan kortisol serum dibandingkan dengan perempuan sebagai kontrol dalam penelitian tersebut. Disamping itu, intervensi psikososial pada perempuan dengan kanker payudara terbukti dapat menormalkan responsifitas kortisol terhadap stres akut. I. Kualitas Hidup Kualitas hidup menurut World Health Organization Quality Of Life (WHOQOL) Group didefinisikan sebagai persepsi individu mengenai posisi individu dalam hidup dalam konteks budaya dan sistem nilai dimana individu hidup dan hubungannya dengan tujuan, harapan, standar yang ditetapkan dan perhatian seseorang (Fitriana, 2012). Menurut WHOQOL BREF terdapat empat dimensi mengenai kualitas hidup yang meliputi : 1. Dimensi kesehatan fisik, mencakup aktivitas sehari-hari, ketergantungan pada obat-obatan, energi dan kelelahan, mobilitas, sakit dan ketidaknyamanan, tidur dan istirahat, kapasitas kerja. 2. Dimensi kesejahteraan psikologis, mencakup bodily image dan appearance, perasaan negatif, perasaan positif, self esteem,spiritual, agama, keyakinan pribadi, berpikir, belajar, memori, dan konsentrasi. 3. Dimensi hubungan sosial, mencakup relasi personal, dukungan sosial, aktivitas seksual.

28 4. Dimensi hubungan dengan lingkungan, mencakup sumber finansial, kebebasan, keamanan dan keselamatan fisik, perawatan kesehatan dan sosial, termasuk aksesbilitas dan kualitas, lingkungan rumah, kesempatan untuk mendapatkan berbagai informasi baru maupun ketrampilan, partisipasi dan mendapat kesempatan untuk melakukan rekreasi dan kegiatan yang menyenangkan di waktu luang, lingkungan fisik termasuk polusi/kebisingan/lalu lintas/iklim serta transportasi. Sebagian besar wanita yang menderita kanker serviks merasa berada pada periode krisis sehingga membutuhkan penyesuaian. Dan pada setiap penderita akan membutuhkan penyesuaian yang berbeda-beda bergantung pada persepsi, sikap dan pengalaman pribadinya terkait penerimaan diri terhadap perubahan yang terjadi. Maka kondisi inilah yang akan berpengaruh terhadap kualitas hidup penderita kanker serviks.

29 Kerangka Konsep Stressor Kanker Serviks Stress Fisik Stress Psikologis Stress Sosial Nyeri Depresi Skor Beck Depression Inventory Cognitif Behavioral Hipotalamus CRH Hipofisis Anterior ACTH Korteks Adrenal Kortisol Proliferasi Limfosit dari sel NK IFN-ɣ dan IL-2 NK, Makrofag, Sitokin Skor Beck Depression Inventory Nyeri Kualitas Hidup Gambar 1. Kerangka konsep

30 Keterangan Kerangka Konsep Kanker serviks stadium lanjut menimbulkan stressor tersendiri bagi penderita. Stress bagi penderita antara lain stress fisik, stress psikologis, dan stress sosial. Penderita yang didiagnosis kanker serviks stadium lanjut sering menimbulkan stress emosional yang luar biasa yang berdampak menurunnya kualitas hidup yang berlanjut ke depresi. Pemberian psikoterapi pada umumnya dapat berdampak positif memperbaiki kualitas hidup termasuk meningkatkan five years survival rate penderita kanker serviks. Psikoterapi realitas memiliki kelebihan dibandingkan dengan psikoterapi yang lain antara lain lebih mudah dipahami, dapat diterima, murah dan jangka waktu terapi relatif lebih pendek. Stress yang terjadi pada penderita kanker serviks akan menyebabkan terjadinya rangsangan pada Hipotalamus Hipofisis Adrenal Axis (HPA axis) sehingga memicu hipotalamus untuk mensekresi CRH. CRH akan merangsang peningkatan sekresi ACTH oleh hipofisis anterior. Selanjutnya peningkatan ACTH tersebut akan merangsang korteks adrenal untuk mensekresi kortisol. Peningkatan kadar interleukin 6 berhubungan dengan diagnosis depresi pada pasien kanker. Toksisitas NK cell berkurang pada keadaan stress melalui mekanisme neuroendokrin. Stress memodulasi pembentukan interferon ɣ (IFN-ɣ) dan interleukin-2 (IL-2) pada leukosit darah perifer. IFN-ɣ dan IL-2 akan menghambat NK cell dan Limphocyte Activated Killer (LAK). Jika pasien kanker dalam keadaan stress, maka akan mempercepat perkembangan sel kankernya. Hal ini mendukung pendapat bahwapemberian terapi untuk mengatasi stress akan menghambat perkembangan sel kanker dan memperbaiki regulasi sistem imun sehingga menurunkan

31 tingkat depresi yang diukur dengan Beck Depression Inventory dan terjadi perbaikan kualitas hidup. J. Hipotesis 1. Ada pengaruh psikoterapi Cognitive Behavioral Therapy (CBT) terhadap kadar kortisol pasien kanker serviks stadium lanjut. 2. Ada pengaruh psikoterapi Cognitive Behavioral Therapy (CBT) terhadap tingkat depresi pasien kanker serviks stadium lanjut.

BAB I PENDAHULUAN. infeksi Human Papilloma Virus (HPV) grup onkogenik resiko tinggi, terutama HPV 16 dan

BAB I PENDAHULUAN. infeksi Human Papilloma Virus (HPV) grup onkogenik resiko tinggi, terutama HPV 16 dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker serviks adalah penyakit ganas pada serviks uterus yang disebabkan oleh infeksi Human Papilloma Virus (HPV) grup onkogenik resiko tinggi, terutama HPV 16 dan 18.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Kanker serviks merupakan penyebab kematian terbanyak akibat penyakit kanker di negara berkembang. Setiap tahun sekitar 500.000 penderita kanker serviks baru di

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian adalah Eksperimen Kuasi Pretest-Posttest Design.

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian adalah Eksperimen Kuasi Pretest-Posttest Design. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian adalah Eksperimen Kuasi Pretest-Posttest Design. 2. Rancangan Penelitian Kriteria Inklusi Populasi Subyek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari 40% keganasan pada perempuan merupakan kanker ginekologi. Kanker

BAB I PENDAHULUAN. dari 40% keganasan pada perempuan merupakan kanker ginekologi. Kanker 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker berada pada urutan kelima penyebab kematian di Indonesia. Lebih dari 40% keganasan pada perempuan merupakan kanker ginekologi. Kanker ginekologi yang paling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling. mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling. mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200.000 wanita didiagnosa dengan kanker ovarium di seluruh dunia dan 125.000

Lebih terperinci

Kanker Serviks. Cervical Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Serviks. Cervical Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Serviks Kanker serviks merupakan penyakit yang umum ditemui di Hong Kong. Kanker ini menempati peringkat kesepuluh di antara kanker yang diderita oleh wanita dengan lebih dari 400 kasus baru setiap

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian pada 45 penderita karsinoma epidermoid serviks uteri

BAB 6 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian pada 45 penderita karsinoma epidermoid serviks uteri 78 BAB 6 PEMBAHASAN Telah dilakukan penelitian pada 45 penderita karsinoma epidermoid serviks uteri stadium lanjut yaitu stadium IIB dan IIIB. Pada penelitian dijumpai penderita dengan stadium IIIB adalah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah experimental double blind randomized clinical trial post-test group design. 2. Rancangan Penelitian

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL. Korelasi stadium..., Nurul Nadia H.W.L., FK UI., Universitas Indonesia

BAB 4 HASIL. Korelasi stadium..., Nurul Nadia H.W.L., FK UI., Universitas Indonesia BAB 4 HASIL 4.1 Pengambilan Data Data didapatkan dari rekam medik penderita kanker serviks Departemen Patologi Anatomi RSCM pada tahun 2007. Data yang didapatkan adalah sebanyak 675 kasus. Setelah disaring

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kronik yang sering ditemukan (Kurniati, 2003). Biasanya terjadi di daerah yang

BAB 1 PENDAHULUAN. kronik yang sering ditemukan (Kurniati, 2003). Biasanya terjadi di daerah yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dermatitis seboroik merupakan suatu kelainan kulit papuloskuamosa kronik yang sering ditemukan (Kurniati, 2003). Biasanya terjadi di daerah yang banyak mengandung kelenjar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kanker Serviks 1. Definisi Kanker serviks adalah tumor ganas primer yang berasal dari metaplasia epitel di daerah skuamokolumner junction yaitu daerah peralihan mukosa vagina

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB II ISI

BAB I PENDAHULUAN BAB II ISI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum kanker serviks diartikan sebagai suatu kondisi patologis, dimana terjadi pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol pada leher rahim yang dapat menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker adalah pertumbuhan sel yang tidak normal atau terus menerus dan tak terkendali, dapat merusak jaringan sekitarnya serta dapat menjalar ke tempat yang jauh dari

Lebih terperinci

Kanker Prostat. Prostate Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Prostat. Prostate Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Prostat Kanker prostat merupakan tumor ganas yang paling umum ditemukan pada populasi pria di Amerika Serikat, dan juga merupakan kanker pembunuh ke-5 populasi pria di Hong Kong. Jumlah pasien telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hak semua manusia yang harus dijaga,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hak semua manusia yang harus dijaga, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hak semua manusia yang harus dijaga, dipelihara, dan dibina sebaik-baiknya sehingga dapat tercapai kualitas hidup yang baik. World Health Organisation

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ke arah rahim, letaknya antara rahim (uterus) dan liang senggama atau vagina.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ke arah rahim, letaknya antara rahim (uterus) dan liang senggama atau vagina. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Patogenesis 2.1.1. Diagnosis Kanker serviks adalah tumor ganas primer yang berasal dari sel epitel skuamosa. Kanker serviks merupakan kanker yang terjadi pada serviks atau

Lebih terperinci

Kanker Rahim - Gejala, Tahap, Pengobatan, dan Resiko

Kanker Rahim - Gejala, Tahap, Pengobatan, dan Resiko Kanker Rahim - Gejala, Tahap, Pengobatan, dan Resiko Apakah kanker rahim itu? Kanker ini dimulai di rahim, organ-organ kembar yang memproduksi telur wanita dan sumber utama dari hormon estrogen dan progesteron

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan kedua tersering pada keganasan daerah kepala leher di beberapa Negara Eropa (Chu dan Kim 2008). Rata-rata

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma servik merupakan penyakit kedua terbanyak pada perempuan

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma servik merupakan penyakit kedua terbanyak pada perempuan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma servik merupakan penyakit kedua terbanyak pada perempuan dengan usia rata-rata 55 tahun (Stoler, 2014). Diperkirakan terdapat 500.000 kasus baru setiap

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PENELITIAN

BAB 4 HASIL PENELITIAN 20 BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Pengambilan Data Data didapatkan dari rekam medik penderita kanker serviks Departemen Patologi Anatomi RSCM Jakarta periode tahun 2004. Data yang didapatkan adalah sebanyak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian adalah experimental double blind non randomized clinical trial post test group design

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian adalah experimental double blind non randomized clinical trial post test group design A. Jenis dan Rancangan Penelitian 1. Jenis Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Jenis penelitian adalah experimental double blind non randomized clinical trial post test group design 2. Rancangan Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan akhirnya bibit penyakit. Apabila ketiga faktor tersebut terjadi

BAB I PENDAHULUAN. dan akhirnya bibit penyakit. Apabila ketiga faktor tersebut terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu faktor terpenting dalam kehidupan. Hal tersebut dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu kerentanan fisik individu sendiri, keadaan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa menopause merupakan suatu transisidimana ditandai. perubahan siklus menstruasi yang sebelumnya regular, siklik, bisa

BAB I PENDAHULUAN. Masa menopause merupakan suatu transisidimana ditandai. perubahan siklus menstruasi yang sebelumnya regular, siklik, bisa BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masa menopause merupakan suatu transisidimana ditandai perubahan siklus menstruasi yang sebelumnya regular, siklik, bisa diprediksi yang cenderung ovulatoar menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker serviks adalah kanker tersering nomor tujuh secara. keseluruhan, namun merupakan kanker terbanyak ke-dua di dunia pada

BAB I PENDAHULUAN. Kanker serviks adalah kanker tersering nomor tujuh secara. keseluruhan, namun merupakan kanker terbanyak ke-dua di dunia pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kanker serviks adalah kanker tersering nomor tujuh secara keseluruhan, namun merupakan kanker terbanyak ke-dua di dunia pada wanita setelah kanker payudara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker merupakan penyakit tidak menular. Penyakit ini timbul akibat kondisi fisik yang tidak normal dan pola hidup yang tidak sehat. Kanker dapat menyerang berbagai

Lebih terperinci

Seri penyuluhan kesehatan. Kanker Leher Rahim. Dipersembahkan dengan gratis. Oleh: Klinik Umiyah. Jl. Lingkar Utara Purworejo,

Seri penyuluhan kesehatan. Kanker Leher Rahim. Dipersembahkan dengan gratis. Oleh: Klinik Umiyah.  Jl. Lingkar Utara Purworejo, Seri penyuluhan kesehatan Kanker Leher Rahim Dipersembahkan dengan gratis Oleh: Klinik Umiyah www.klinik-umiyah.com Jl. Lingkar Utara Purworejo, Jawa Tengah, Indonesia Pengertian dan gejala kanker leher

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kanker Serviks 2.1.1. Definisi Kanker Serviks Kanker serviks adalah tumor ganas yang paling sering ditemukan pada organ reproduksi wanita. Kanker serviks adalah kanker yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertahun-tahun ini oleh ahli-ahli di bidang psikosomatik menunjukkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. bertahun-tahun ini oleh ahli-ahli di bidang psikosomatik menunjukkan bahwa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri adalah suatu fenomena yang kompleks, dialami secara primer sebagai suatu pengalaman psikologis. Penelitian yang berlangsung selama bertahun-tahun ini oleh ahli-ahli

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor

LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor A. DEFINISI Jaringan lunak adalah bagian dari tubuh yang terletak antara kulit dan tulang serta organ tubuh bagian dalam. Yang tergolong jaringan lunak antara lain

Lebih terperinci

ANALISIS HUBUNGAN TINGKAT DEPRESI DENGAN JUMLAH LIMFOSIT PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA. Skripsi

ANALISIS HUBUNGAN TINGKAT DEPRESI DENGAN JUMLAH LIMFOSIT PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA. Skripsi ANALISIS HUBUNGAN TINGKAT DEPRESI DENGAN JUMLAH LIMFOSIT PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-1 Keperawatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons,

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons, mencangkup beberapa komponen inflamasi, berpengaruh terhadap penyembuhan dan nyeri pascabedah.sesuai

Lebih terperinci

TUGAS 3 SISTEM PORTAL

TUGAS 3 SISTEM PORTAL TUGAS 3 SISTEM PORTAL Fasilitator : Drg. Agnes Frethernety, M.Biomed Nama : Ni Made Yogaswari NIM : FAA 113 032 Kelompok : III Modul Ginjal dan Cairan Tubuh Fakultas Kedokteran Universitas Palangka Raya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Endometriosis merupakan salah satu penyakit ginekologi yang sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan (sel-sel kelenjar dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel mukosa nasofaring dengan predileksi di fossa Rossenmuller. Kesulitan diagnosis dini pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker adalah pertumbuhan dan penyebaran sel secara tidak terkendali, sering menyerang jaringan disekitarnya dan dapat bermetastatis atau menyebar keorgan lain (WHO,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. luas dan kompleks, tidak hanya menyangkut penderita tetapi juga keluarga,

BAB I PENDAHULUAN. luas dan kompleks, tidak hanya menyangkut penderita tetapi juga keluarga, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker adalah suatu penyakit neoplasma ganas yang mempunyai spektrum sangat luas dan kompleks. Penyakit ini dimulai dari neoplasma ganas yang paling jinak sampai neoplasma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker serviks adalah penyakit keganasan serviks akibat dari adanya pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol dan merusak jaringan normal di sekitarnya. Kanker serviks

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Definisi sehat sendiri ada beberapa macam. Menurut World Health. produktif secara sosial dan ekonomis.

BAB I PENDAHULUAN. Definisi sehat sendiri ada beberapa macam. Menurut World Health. produktif secara sosial dan ekonomis. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kesehatan merupakan dambaan setiap manusia. Kesehatan menjadi syarat utama agar individu bisa mengoptimalkan potensi-potensi yang dimilikinya. Kesehatan

Lebih terperinci

PERSOALAN DEPRESI PADA REMAJA

PERSOALAN DEPRESI PADA REMAJA Artikel PERSOALAN DEPRESI PADA REMAJA Mardiya Depresi merupakan penyakit yang cukup mengganggu kehidupan. Saat ini diperkirakan ratusan juta jiwa penduduk di dunia menderita depresi. Depresi dapat terjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kanker Serviks 1. Definisi Kanker serviks adalah penyakit ganas pada serviks uterus yang disebabkan oleh infeksi Human Papiloma Virus (HPV) grup onkogenik resiko tinggi terutama

Lebih terperinci

PENGARUH COGNITIVE BEHAVIORAL THERAPY TERHADAP KADAR SEROTONIN, SKOR DEPRESI DAN KUALITAS HIDUP PASIEN KANKER SERVIKS

PENGARUH COGNITIVE BEHAVIORAL THERAPY TERHADAP KADAR SEROTONIN, SKOR DEPRESI DAN KUALITAS HIDUP PASIEN KANKER SERVIKS digilib.uns.ac.id PENGARUH COGNITIVE BEHAVIORAL THERAPY TERHADAP KADAR SEROTONIN, SKOR DEPRESI DAN KUALITAS HIDUP PASIEN KANKER SERVIKS Muhamad Nasrudin, Supriyadi Hari Respati, Soetrisno. Departemen Obstetri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. dengan adanya hiperglikemia kronik akibat defisiensi insulin baik relatif maupun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. dengan adanya hiperglikemia kronik akibat defisiensi insulin baik relatif maupun i BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Diabetes Melitus (DM) adalah kelompok kelainan metabolik yang ditandai dengan adanya hiperglikemia kronik akibat defisiensi insulin baik relatif maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. uteri. Hal ini masih merupakan masalah yang cukup besar dikalangan masyarakat Di

BAB I PENDAHULUAN. uteri. Hal ini masih merupakan masalah yang cukup besar dikalangan masyarakat Di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker serviks merupakan suatu pertumbuhan abnormal dari sel sel serviks uteri. Hal ini masih merupakan masalah yang cukup besar dikalangan masyarakat Di RSDK tahun

Lebih terperinci

Kanker Payudara. Breast Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Payudara. Breast Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Payudara Kanker payudara merupakan kanker yang paling umum diderita oleh para wanita di Hong Kong dan negara-negara lain di dunia. Setiap tahunnya, ada lebih dari 3.500 kasus kanker payudara baru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN menyepakati perubahan paradigma dalam pengelolaan masalah

BAB I PENDAHULUAN menyepakati perubahan paradigma dalam pengelolaan masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konferensi International tentang Kependudukan dan Pembangunan/ICPD (International Confererence on Population and Development) di Kairo tahun 1994 menyepakati perubahan

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Skizofrenia merupakan sindroma klinis yang berubah-ubah dan sangat

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Skizofrenia merupakan sindroma klinis yang berubah-ubah dan sangat BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Skizofrenia Skizofrenia merupakan sindroma klinis yang berubah-ubah dan sangat mengganggu. Psikopatologinya melibatkan kognisi, emosi, persepsi dan aspek lain dari perilaku.

Lebih terperinci

Leukemia. Leukemia / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Leukemia. Leukemia / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Leukemia Leukemia merupakan kanker yang terjadi pada sumsum tulang dan sel-sel darah putih. Leukemia merupakan salah satu dari sepuluh kanker pembunuh teratas di Hong Kong, dengan sekitar 400 kasus baru

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi uraian tentang teori-teori yang berkaitan dengan penelitian. Uraian pada bagian ini dimulai dari konteks atau ruang lingkup penelitian tentang konsep kanker serviks,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kanker payudara seperti dapat melakukan sadari (periksa payudara

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kanker payudara seperti dapat melakukan sadari (periksa payudara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker payudara merupakan salah satu penyakit kronik yang paling banyak ditemukan pada wanita dan ditakuti karena sering menyebabkan kematian. Angka kematian akibat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mukosa rongga mulut. Beberapa merupakan penyakit infeksius seperti sifilis,

BAB 1 PENDAHULUAN. mukosa rongga mulut. Beberapa merupakan penyakit infeksius seperti sifilis, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejumlah penyakit penting dan serius dapat bermanifestasi sebagai ulser di mukosa rongga mulut. Beberapa merupakan penyakit infeksius seperti sifilis, tuberkulosis,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. wanita dan penyebab kematian tertinggi pada wanita umur tahun (Bland,

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. wanita dan penyebab kematian tertinggi pada wanita umur tahun (Bland, BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker payudara merupakan keganasan yang paling sering terjadi pada wanita dan penyebab kematian tertinggi pada wanita umur 40-44 tahun (Bland, Vezeridis dan Copeland,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Gambaran masyarakat Indonesia dimasa depan yang ingin dicapai melalui

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Gambaran masyarakat Indonesia dimasa depan yang ingin dicapai melalui BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambaran masyarakat Indonesia dimasa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan adalah masyarakat, bangsa, dan negara yang ditandai oleh penduduk yang hidup

Lebih terperinci

Penyebab kanker ovarium belum diketahui secara pasti. Akan tetapi banyak teori yang menjelaskan tentang etiologi kanker ovarium, diantaranya:

Penyebab kanker ovarium belum diketahui secara pasti. Akan tetapi banyak teori yang menjelaskan tentang etiologi kanker ovarium, diantaranya: ASKEP CA OVARIUM A. Pengertian Kanker Indung telur atau Kanker ovarium adalah tumor ganas pada ovarium (indung telur) yang paling sering ditemukan pada wanita berusia 50 70 tahun. Kanker ovarium bisa menyebar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas epitel nasofaring. Etiologi tumor ganas ini bersifat multifaktorial, faktor etnik dan geografi mempengaruhi risiko

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal adalah masa peralihan dari masa remaja menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal adalah masa peralihan dari masa remaja menuju masa BAB I PENDAHULUAN I. A. Latar Belakang Masalah Masa dewasa awal adalah masa peralihan dari masa remaja menuju masa dewasa. Menurut Hurlock (1999), masa dewasa awal dimulai pada umur 18 40 tahun, saat perubahan

Lebih terperinci

Kanker Paru-Paru. (Terima kasih kepada Dr SH LO, Konsultan, Departemen Onkologi Klinis, Rumah Sakit Tuen Mun, Cluster Barat New Territories) 26/9

Kanker Paru-Paru. (Terima kasih kepada Dr SH LO, Konsultan, Departemen Onkologi Klinis, Rumah Sakit Tuen Mun, Cluster Barat New Territories) 26/9 Kanker Paru-Paru Kanker paru-paru merupakan kanker pembunuh nomor satu di Hong Kong. Ada lebih dari 4.000 kasus baru kanker paru-paru dan sekitar 3.600 kematian yang diakibatkan oleh penyakit ini setiap

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Sakit Perut Berulang Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut berulang pada remaja terjadi paling sedikit tiga kali dengan jarak paling sedikit

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rongga mulut merupakan gambaran dari kesehatan seluruh tubuh, karena

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rongga mulut merupakan gambaran dari kesehatan seluruh tubuh, karena I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rongga mulut merupakan gambaran dari kesehatan seluruh tubuh, karena beberapa penyakit sistemik dapat bermanifestasi ke rongga mulut (Mays dkk., 2012). Stomatitis aftosa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di seluruh dunia kanker serviks atau kanker leher rahim menempati urutan ketujuh dari seluruh kejadian keganasan pada manusia (Cancer Research United Kingdom, 2010).

Lebih terperinci

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Usus Besar Kanker usus besar merupakan kanker yang paling umum terjadi di Hong Kong. Menurut statistik dari Hong Kong Cancer Registry pada tahun 2013, ada 66 orang penderita kanker usus besar dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan reproduksi adalah kesejahteraan fisik, mental, sosial yang utuh dalam segala hal yang berkaitan dengan sistem, fungsi, dan proses reproduksi. 1 Pada saat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh Human Papillomavirus (HPV) tipe tertentu dengan kelainan berupa

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh Human Papillomavirus (HPV) tipe tertentu dengan kelainan berupa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondiloma akuminata (KA) merupakan infeksi menular seksual yang disebabkan oleh Human Papillomavirus (HPV) tipe tertentu dengan kelainan berupa fibroepitelioma pada

Lebih terperinci

PENELITIAN PENGARUH TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG BEDAH RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012

PENELITIAN PENGARUH TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG BEDAH RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012 PENELITIAN PENGARUH TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG BEDAH RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012 Penelitian Keperawatan Jiwa SITI FATIMAH ZUCHRA BP. 1010324031

Lebih terperinci

KANKER PAYUDARA dan KANKER SERVIKS

KANKER PAYUDARA dan KANKER SERVIKS KANKER PAYUDARA dan KANKER SERVIKS OLEH : Dr. EMI RACHMAWATI. CH PUSAT KLINIK DETEKSI DINI KANKER GRAHA YAYASAN KANKER INDONESIA WILAYAH DKI JL.SUNTER PERMAI RAYA No.2 JAKARTA UTARA 14340 Pendahuluan Kanker

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut data dari Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. Menurut data dari Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut data dari Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization atau WHO), kanker serviks merupakan penyebab kematian nomor dua di dunia pada kaum hawa dari

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. morbiditas dan mortalitas. Di negara-negara barat, kanker merupakan penyebab

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. morbiditas dan mortalitas. Di negara-negara barat, kanker merupakan penyebab 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kanker merupakan salah satu penyakit yang banyak menimbulkan morbiditas dan mortalitas. Di negara-negara barat, kanker merupakan penyebab kematian nomor

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. semua orang, hal ini disebabkan oleh tingginya angka kematian yang disebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. semua orang, hal ini disebabkan oleh tingginya angka kematian yang disebabkan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit kanker adalah penyakit yang sangat berbahaya bahkan dapat mengakibatkan kematian. Sampai saat ini kanker masih menjadi momok bagi semua orang, hal ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. kehamilan ektopik yang berakhir dengan keadaan ruptur atau abortus. 12 Kehamilan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. kehamilan ektopik yang berakhir dengan keadaan ruptur atau abortus. 12 Kehamilan 24 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Definisi Kehamilan Ektopik Terganggu Kehamilan ektopik merupakan kehamilan yang terjadi diluar rongga uteri. Lokasi tersering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang disebut sebagai masa pubertas. Pubertas berasal dari kata pubercere yang

BAB I PENDAHULUAN. yang disebut sebagai masa pubertas. Pubertas berasal dari kata pubercere yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Masa remaja merupakan masa yang begitu penting dalam hidup manusia, karena pada masa tersebut terjadi proses awal kematangan organ reproduksi manusia yang disebut sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. metode deteksi dini yang akurat. Sehingga hanya 20-30% penderita kanker

BAB I PENDAHULUAN. metode deteksi dini yang akurat. Sehingga hanya 20-30% penderita kanker BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker ovarium (kanker indung telur) merupakan penyebab nomor satu dari seluruh kematian yang disebabkan kanker pada saluran reproduksi. Penderita kanker ini umumnya

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Depresi adalah suatu gangguan suasana perasaan (mood) yang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Depresi adalah suatu gangguan suasana perasaan (mood) yang BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Depresi Depresi adalah suatu gangguan suasana perasaan (mood) yang mempunyai gejala utama afek depresi, kehilangan minat dan kegembiraan, dan kekurangan energi yang menuju meningkatnya

Lebih terperinci

Kanker Prostat - Gambaran gejala, pengujian, dan pengobatan

Kanker Prostat - Gambaran gejala, pengujian, dan pengobatan Kanker Prostat - Gambaran gejala, pengujian, dan pengobatan Apakah kanker Prostat itu? Kanker prostat berkembang di prostat seorang pria, kelenjar kenari berukuran tepat di bawah kandung kemih yang menghasilkan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Kanker payudara dapat tumbuh di dalam kelenjer susu, saluran susu dan jaringan ikat

BAB 1 : PENDAHULUAN. Kanker payudara dapat tumbuh di dalam kelenjer susu, saluran susu dan jaringan ikat BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker payudara adalah tumor ganas yang tumbuh di dalam jaringan payudara. Kanker payudara dapat tumbuh di dalam kelenjer susu, saluran susu dan jaringan ikat pada

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Siklus Menstruasi Remaja Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang utuh dari hipotalamus-hipofise-ovarium. Struktur alat reproduksi, status nutrisi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompleks, mencakup faktor genetik, infeksi Epstein-Barr Virus (EBV) dan

BAB I PENDAHULUAN. kompleks, mencakup faktor genetik, infeksi Epstein-Barr Virus (EBV) dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang cenderung didiagnosis pada stadium lanjut dan merupakan penyakit dengan angka kejadian tertinggi serta menjadi

Lebih terperinci

Kanker Serviks. 2. Seberapa berbahaya penyakit kanker serviks ini?

Kanker Serviks. 2. Seberapa berbahaya penyakit kanker serviks ini? Kanker Serviks Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, penyakit kanker serviks merupakan penyebab utama kematian akibat kanker. Di dunia, setiap dua menit seorang wanita meninggal dunia akibat kanker

Lebih terperinci

EMOSI, STRES DAN KESEHATAN. Unita Werdi Rahajeng, M.Psi., psi

EMOSI, STRES DAN KESEHATAN. Unita Werdi Rahajeng, M.Psi., psi EMOSI, STRES DAN KESEHATAN Unita Werdi Rahajeng, M.Psi., psi unita@ub.ac.id http://www.youtube.com/watch?v=4kbsrxp0wik Respon Perilaku Terhadap Stimuli Emosional Fight vs Flight Fight and Flight Sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematian pada perempuan. Penyakit ini telah merenggut nyawa lebih dari

BAB I PENDAHULUAN. kematian pada perempuan. Penyakit ini telah merenggut nyawa lebih dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker serviks adalah kanker kedua terbanyak yang menyebabkan kematian pada perempuan. Penyakit ini telah merenggut nyawa lebih dari 250.000 perempuan diseluruh dunia

Lebih terperinci

Kanker Leher Rahim (serviks)

Kanker Leher Rahim (serviks) Kanker Leher Rahim (serviks) DEFINISI Kanker Leher Rahim (Kanker Serviks) adalah tumor ganas yang tumbuh di dalam leher rahim/ serviks (bagian terendah dari rahim yang menempel pada puncak vagina. Kanker

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tekanan mental atau beban kehidupan. Dalam buku Stress and Health, Rice (1992)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tekanan mental atau beban kehidupan. Dalam buku Stress and Health, Rice (1992) BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stres 2.1.1 Definisi Stres dan Jenis Stres Menurut WHO (2003) stres adalah reaksi atau respon tubuh terhadap tekanan mental atau beban kehidupan. Dalam buku Stress and Health,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kanker leher rahim menduduki urutan pertama kejadian kanker ginekologis pada wanita secara keseluruhan di dunia. Di seluruh dunia kanker leher rahim menempati urutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data International Agency for Research on Cancer (IARC) diketahui

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data International Agency for Research on Cancer (IARC) diketahui BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kanker merupakan salah satu penyebab kematian utama di seluruh dunia. Pada tahun 2012, kanker menjadi penyebab kematian sekitar 8,2 juta orang. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam kehidupan, manusia menghabiskan sebagian besar waktu sadar mereka (kurang lebih 85-90%) untuk beraktivitas (Gibney et al., 2009). Menurut World Health

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker tidak hanya menyerang orang dewasa, tetapi anak-anak juga dapat

BAB I PENDAHULUAN. Kanker tidak hanya menyerang orang dewasa, tetapi anak-anak juga dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan salah satu penyakit pembunuh terbesar di dunia. Kanker tidak hanya menyerang orang dewasa, tetapi anak-anak juga dapat beresiko terkena kanker. Kanker

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak terkendali dan penyebaran sel-sel yang abnormal. Jika penyebaran

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak terkendali dan penyebaran sel-sel yang abnormal. Jika penyebaran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker adalah sekelompok penyakit yang ditandai dengan pertumbuhan yang tidak terkendali dan penyebaran sel-sel yang abnormal. Jika penyebaran kanker tidak terkontrol,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sepsis merupakan kondisi yang masih menjadi masalah kesehatan dunia karena pengobatannya yang sulit sehingga angka kematiannya cukup tinggi. Penelitian yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Karsinoma ovarium adalah keganasan yang berasal. dari jaringan ovarium. Ovarian Cancer Report mencatat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Karsinoma ovarium adalah keganasan yang berasal. dari jaringan ovarium. Ovarian Cancer Report mencatat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma ovarium adalah keganasan yang berasal dari jaringan ovarium. Ovarian Cancer Report mencatat pada tahun 2014 karsinoma ovarium adalah karsinoma peringkat tujuh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Kanker Serviks a. Definisi kanker serviks Kanker adalah pertumbuhan sel yang tidak normal atau terus menerus dan tidak terkendali, dapat merusak jaringan

Lebih terperinci

DITA RACHMAYANI, S.PSI., M.A YUNITA KURNIAWATI, S.PSI., M.PSI

DITA RACHMAYANI, S.PSI., M.A YUNITA KURNIAWATI, S.PSI., M.PSI DITA RACHMAYANI, S.PSI., M.A YUNITA KURNIAWATI, S.PSI., M.PSI PENGERTIAN Dasar pemikiran: hubungan pikiran/mind dengan tubuh Merupakan bidang kekhususan dalam psikologi klinis yang berfokus pada cara pikiran,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kata kanker merupakan kata yang paling menakutkan di seluruh

BAB I PENDAHULUAN. Kata kanker merupakan kata yang paling menakutkan di seluruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kata kanker merupakan kata yang paling menakutkan di seluruh dunia. Satu dari empat kematian yang terjadi di Amerika Serikat disebabkan oleh penyakit kanker (Nevid et

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat manusia akan dapat melakukan segala sesuatu secara optimal. Tetapi

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat manusia akan dapat melakukan segala sesuatu secara optimal. Tetapi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia pada dasarnya menginginkan dirinya selalu dalam kondisi yang sehat, baik sehat secara fisik maupun secara psikis, karena hanya dalam kondisi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dewasa ini paling banyak mendapat perhatian para ahli. Di. negara-negara maju maupun berkembang, telah banyak penelitian

BAB I PENDAHULUAN. yang dewasa ini paling banyak mendapat perhatian para ahli. Di. negara-negara maju maupun berkembang, telah banyak penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Endometriosis merupakan salah satu penyakit jinak ginekologi yang dewasa ini paling banyak mendapat perhatian para ahli. Di negara-negara maju maupun berkembang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paling banyak terjadi pada wanita (Kemenkes, 2012). seluruh penyebab kematian (Riskesdas, 2013). Estimasi Globocan,

BAB I PENDAHULUAN. paling banyak terjadi pada wanita (Kemenkes, 2012). seluruh penyebab kematian (Riskesdas, 2013). Estimasi Globocan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker adalah penyakit tidak menular yang ditandai dengan pertumbuhan sel tidak normal dan tidak terkendali yang dapat merusak jaringan sekitarnya serta dapat menjalar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selama tiga dasawarsa terakhir, kanker ovarium masih merupakan masalah

BAB I PENDAHULUAN. Selama tiga dasawarsa terakhir, kanker ovarium masih merupakan masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Selama tiga dasawarsa terakhir, kanker ovarium masih merupakan masalah kesehatan perempuan di dunia, termasuk Indonesia. Hal ini terkait dengan tingginya

Lebih terperinci

Clinical Science Session Pain

Clinical Science Session Pain Clinical Science Session Pain Disusun oleh : Nurlina Wardhani 1301-1214-0658 William Reinaldi 1301-1214-0503 Preseptor : Arnengsih, dr., Sp.KFR BAGIAN ILMU KESEHATAN FISIK DAN REHABILITASI FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya umur harapan hidup sebagai salah satu tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya umur harapan hidup sebagai salah satu tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya umur harapan hidup sebagai salah satu tujuan pembangunan di Indonesia memberi dampak pada bergesernya pola penyakit. Selain penyakit infeksi, saat ini

Lebih terperinci

GAMBARAN FISIK DAN PSIKOLOGIS KLIEN DENGAN KANKER SERVIKS DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI

GAMBARAN FISIK DAN PSIKOLOGIS KLIEN DENGAN KANKER SERVIKS DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI GAMBARAN FISIK DAN PSIKOLOGIS KLIEN DENGAN KANKER SERVIKS DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat Untuk meraih gelar Sarjana Keperawatan Disusun Oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Depresi 1. Definisi Depresi Depresi merupakan perasaan hilangnya energi dan minat serta timbulnya keinginan untuk mengakhiri hidup. Depresi biasanya disertai perubahan tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker paru merupakan penyebab kematian terbanyak di dunia akibat kanker, baik pada pria maupun wanita di dunia. Di seluruh dunia, kematian akibat kanker paru sendiri

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Karsinoma laring adalah keganasan pada laring yang berasal dari sel epitel laring.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Karsinoma laring adalah keganasan pada laring yang berasal dari sel epitel laring. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma laring adalah keganasan pada laring yang berasal dari sel epitel laring. Lebih dari 90% penderita karsinoma laring memiliki gambaran histopatologi karsinoma

Lebih terperinci