BAB II LANDASAN LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 TEORI BAB II LANDASAN LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Umum Pengkondisian udara adalah usaha untuk merekayasa udara baik temperature maupun kelembabanya. Tujuan dari pengkondisian udara ini adalah untuk memperoleh temperatur dan kelembaban udara yang sesuai dengan kebutuhan. Dalam tulisan ini akan dibahas mengenai rekayasa udara yang bertujuan untuk menyegarkan udara agar terasa lebih sejuk dan nyaman Kriteria Keyamanan Tubuh manusia adalah suatu organisme yang dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya secara menakjubkan. Dalam jangka waktu yang lama tubuh mamapu berfungsi di dalam kondisi termal yang cukup ekstrim. Tetapi ada beberapa kondisi lingkungan yang berada di luar kemamupuan batas tubuh manusia. Aktivitas dan pakaian pun dapat mempengaruhi kenyamanan manusia. Ada 4 faktor utama yang berasal dari lingkungan yang dapat mempengaruhi kemampuan manusia dalam menjaga agar tubuh berada pada kondisi nyaman, yaitu : 4

2 1) Suhu Udara (Temperatur Udara Kering) Sejuk Nyaman, antara 20,5 ºC ~ 22,8 ºC Nyaman Optimal, antara 22,8 ºC ~ 25,8 ºC Hangat Nyaman, antara 25,8 ºC ~ 27,1ºC 2) Kelembaban Udara Relatif Kelembaban udara relative adalah perbandingan jumlah uap air yang dikandung dalam udara dengan jumlah uap air pada saat keadaan jenuh. Untuk daerah tropis disarankan 40% ~ 50% Untuk ruangan padat penghuni disarankan 55% ~ 60% 3) Pergerakan Udara (Kecepatan Udara) Agar memeperoleh kenyamanan maka kecepatan udara pada ruangann adalah maksimal 0,25 m/s, atau bisa juga menyesuaikan dengan temperature. Tabel 2. 1 Perbandingan Kecepatan udara dengan Temperatur Kecepatan udara (m/s) 0,1 0,2 0,25 0,3 0,35 Temperatur udara kering (ºC) 25 26,8 26,9 27,1 27,2 (sumber : SNI ) temperature. Pada grafik di bawah ini menunjukan kebutuhan kecepatann udara terhadap 5

3 Gambar 2. 1 Grafik peningkatan kebutuhan kecepatan udara terhadap temperatur (sumber : ASHRAE 2009) 4) Radiasi Suhu Permukaan Apabila suhu di sekitar ruangan panas maka akan mengakibatkan suhu di dalam ruangan juga akan menjadi panas, dinding, kaca, dan benda-benda yang mengeluarkan panas dapat menggangu kenyamanan seseorang. Jika temperatur radiasi permukaan lebih tinggi dari temperatur bola kering maka suhu rancangan harus dibuat lebih rendah dari suhu rancangan biasanya. Untuk itulah diambil suhu rata-rata dari suhu permukaan dan suhu bola kering yang disebut dengan temperatur operatif. Pada kecepatan udara yang rendah (v = 0,1 m/s), maka besarnya temperatur operatif (t OP) adalah : Selain keempat faktor di atas, ada 3 faktor yang berasal dari manusia yang dapat mempengaruhi kenyamanan thermal. Ketiga faktor tersebut adalah : 6

4 1) Aktivitas Pada prinsipnya semakin berat aktivitas yang dilakukan maka semakin besar pula kalor yang dihasilkan. Tabel 2. 2 Perolehan Kalor dari Aktivitas Manusia (sumber : SNI ) 7

5 Catatan : a. Nilai dalam tabel didasarkan pada temperatur udara kering 23.8 ºC. Untuk temperature 26.6 ºC udara kering, total panas tetap sama, tetapi nilai kalor sensibel harus diturunkan mendekati 20%, dan nilai kalor laten menyesuaikan naik. b. Penambahan kalor yang diatur, didasarkan pada prosentase normal pria, wanita dan anak-anak esuai daftar penggunaan, dengan rumus bahwa penambahan untuk wanita dewasa 85% dari pria dewasa, dan penambahan untuk anak-anak 75% dari pria dewasa. c. Penambahan total kalor yang diatur untuk pekerjaan yang menerus, restoran, termasuk 60 Btu/jam makanan per orang (30 Btu/jam sensibel dan 30 Btu/jam laten). d. Untuk Bowling, gambaran satu orang bermain bowling, dan lainnya duduk (400 Btu/jam) atau berdiri atau berjalan perlahan (550 Btu/jam). 2) Pakaian yang dipakai Besarnya kalor yang dilepas oleh manusia dipengaruhi oleh pakaian yang dipakai, isolasi thermal pada pakaian dinyatakan dalam clo dimana 1 clo = 0,155 mm 2. K / Watt. Tabel 2. 3 Isolasi Thermal dari beberapa jenis baju (sumber : SNI ) 8

6 Catatan : a. Dikurangi 10% jika tanpa lengan atau lengan pendek. b. Ditambah 5% jika panjangnya dibawah dengkul, dikurangi 5% jika diatas dengkul. c. Untuk menghitung seluruh clo dari pakaian yang dipakai, ditunjukkan dengan rumus : Untuk Pria : Nilai clo = 0,727. (masing-masing clo) + 0,113 Untuk Wanita : Nilai clo = 0,770. (masing-masing clo) + 0,050 Penjelasan : Untuk pakaian kantor yang biasa dipakai oleh pria dewasa (celana panjang, sepatu kulit, kemeja lengan pendek/panjang), nilai clo-nya berkisar antara 0,5 ~ 0,65, sedangkan apabila memakai tambahan jas, nilai clo total menjadi 1. 3) Pengaruh Aktivitas dan Pakaian yang Dipakai Orang terhadap Temperatur Operatif Besarnya kalor yang dikeluarkan oleh manusia dapat juga dinyatakan dalam met. 1 met = 58,2 Watt/m 2. Dimana m 2 menunjukkan luas permukaan tubuh manusia, dan dapat dinyakan dengan rumus : Dimana : m = massa tubuh, kg h = tinggi tubuh, m 9

7 Gambar 2. 2 Grafik pengaruh clo pakaian yang dipakai terhadap temeperatur operatif Ruangan.(sumber : SNI ) Gambar 2. 3 Grafik temperatur operatif optimal untuk orang yang aktif dalam lingkungan dengan kecepatan udara rendah (V < 30 fpm atau 0,15 m/s) (sumber : SNI ) 10

8 Gambar 2. 4 Zona yang dapat diterima sebagai temperature operatif dan kelembaban relatif pada aktifitas manusia yang kurang dari 1.2met (sumber : SNI ) 2.3. Teori Perpindahan Panas Perbedaan temperature antara dua tempat akan mengakibatkan perpindahan energi panas. Perpindahan panas tersebut terjdi secara konduksi, konveksi, dan radiasi. 11

9 Perpindahan Panas Secara Konduksi Dasar dari perpindahan panas secara konduksi adalah hukum Fourier. Hukum ini menyatakan ide bahwa aliran panas (H) berbanding lurus dengan perbedaan suhu (Th- Tc) dan luas penampang (A), dan berbanding terbalik dengan panjang batang. Dengan mendefinisikan konstanta proporsionalitas (k) yang disebut konduktivitas termal bahan, kita peroleh : Dimana: q cond k : Laju perpindahan panas, W : Konduktivitas thermal W/m C A : Luas Area, m 2 : Perbedaan Temperatur, C : Ketebalan Bidang, m Tabel 2. 4 Konduktivitas Thermal Pada Beberapa Material (Sumber : Cengel, 2002) 12

10 Perpindahan Panas Secara Konveksi Proses konveksi adalah proses perpindahan panas dimana media/benda yang mengantarkan panas ikut berpindah. Proses perpindahan panas ini terjadi dari benda padat ke fluida (baik cair maupun gas). Ada dua jenis perpindahan panas konveksi yaitu Konveksi Paksa dan konveksi alami (bebas). Disebut konveksi paksa jika fluida dipaksa mengalir melalui permukaan oleh usaha luar, misalnya kipas, pompa atau angin. Sedangkan sebaliknya, disebut konveksi alami jika gerakan fluida disebabkan oleh gaya bouyan yang terjadi karena perbedaan masa jenis akibat dari perbedaan temperature fluida. (Cengel, 2002). Pada umumnya perpindahan panas konveksi dinyatakan dengan hukum perpindahan panas Newton: (Jansen, Ted J.,1993) Dimana : h : Koefisien Konveksi, W/m 2 C : Luas Permukaan, m 2 : Perbedaan temperatur antara permukaan panas dengan fluida, C Nilai koefisien konveksi bukan merupakan property dari fluida. Koefisien tersebut merupakan hasil dari percobaan percobaan berdasarkan beberapa parameter yang nilainya bergantung pada variable yang mempengaruhi konveksi, misalnya area permukaan, gerakan alami fluida, property fluida, kecepatan alir fluida.tabel berikut merupakan nilai tipikal dari koefisien konveksi. 13

11 Tabel 2. 5 Koefisien Konveksi Pada Beberapa Material (Sumber : Cengel, 2002) Perpindahan Panas Secara Radiasi Radiasi merupaka perpindahan panas yang dihasilkan oleh suatu benda dalam bentuk gelombang elektromagnet (atau Photon) yang merupakan hasil dari perubahan konfigurasi elektromagnet dari molekul atau atom. (Cengel, 2002) Perpindahan panas ini tidak diperlukan media perantara untuk memindahkan panas. Dalam sistim tata udara, perhitungan radiasi digunakan untuk untuk menghitung Internal Gain Load, karena adanya perbedaan temperatur antara benda/penghuni dan ruang yang dikondisikan. Persamaan umum dari perpindahan panas ini adalah : Dimana : : Perpindahan Panas Radiasi, W A : Luas penampang, m 2 ) : Beda Temperatur, C 14

12 : Emisivitas, (lihat tabel) : Konstanta Stefan-Bolzmann (5,67 x 10-8 W/m 2. C) Tabel 2. 6 Emisitas Pada Beberapa Material (Sumber : Cengel, 2002) 2.4. Dasar-dasar Psikometrik Psikometrik adalah pengetahuan termodinamika yang membahas sifat-sifat udara dan pengaruhnya terhadap bahan-bahan dan kenyamanan manusia. Psikometrik membahas sifat-sifat campuran udara dengan uap air. Kandungan uap air dalam udara harus dikurangi atau ditambah untuk mendapatkan kondisi yang nyaman. 15

13 Gambar 2. 5 Diagram Psikometrik (sumber : ASHRAE 2009) 16

14 2.4.1 Definisi istilah pada diagram Diagram psikometrik menampilkan secara grafikal sifat-sifat termodinamika udara antara lain suhu, enthalpy, kelembaban, kandungan air dan volume specifik. Berikut istilah-istilah dalam diagram psikometrik. 1. Dry bulb temperature (DB) DB temperatur (temperatur bola kering) adalah suhu yang terbaca pada termometer sensor kering dan terbuka, biasanya pengukuran menggunakan slink psikometer pada sensor kering, namun penunjukan dari temperatur ini tidak tepat karena adanya pengaruh radiasi panas. Temperatur bola kering merupakan ukuran panas sensible. Suhu DB diplotkan sebagai garis vertikal yang berawal dari garis sumbu mendatar yang terletak dibagian bawah diagram. 2. Wet bult temperature (WB) WB temperatur (temperatur bola basah) adalah suhu yang terbaca pada termometer sensor basah, biasanya pengukuran menggunakan slink psikometer pada sensor basah. Temperatur bola basah merupakan ukuran panas total (enthalpy). Suhu WB diplotkan sebagai garis miring ke bawah yang berawal dari garis saturasi yang terletak disamping kanan diagram. 3. Dew point temperatute (DP) DP temperatur (temperatur titik embun) adalah temperatur air pada keadaan dimana tekanan uapnya sama dengan tekanan uap air dari udara. Jadi pada temperatur tersebut uap air dalam udara mulai mengembun dan hal tersebut terjadi apabila udara lembab didinginkan. Pada tekanan yang berbeda titik embun uap air akan 17

15 berbeda, semakin besar tekanannya maka titik embunnya semakin besar. Suhu titik embun ditandai sebagai titik sepanjang garis saturasi dan diplotkan sebagai garis pertemuan antara DB dan WB kemudian di tarik garis ke kiri. Pada saat udara mengalami saturasi (jenuh) maka suhu bola kering sama dengan suhu bola basah, demikian juga suhu titik embunnya. Suhu titik embun merupakan ukuran dari panas laten (kandungan uap air dalam udara). 4. Relative Humidity (% RH) Kelembaban relatif didefinisikan sebagai perbandingan fraksi molekul uap air di dalam udara basah terhadap fraksi molekul uap air jenuh pada suhu dan tekanan yang sama, atau perbandingan antara tekanan persial uap air yang ada di dalam udara dengan tekanan jenuh uap air yang ada pada temperatur yang sama. Kelembaban relatif dapat dikatakan sebagai kemampuan udara untuk menerima kandungan uap air, jadi semakin besar RH semakin kecil kemampuan udara tersebut untuk menyerap uap air. RH diplotkan sebagai garis miring ke atas yang terletak disamping kanan diagram. Kelembaban ini dapat dirumuskan : Dimana : : Kelembaban relatif P w P ws : Tekanan parsial uap air : Tekanan jenuh 5. Specific humidity / rasio kelembaban (w) Kelembaban spesifik (w) adalah jumlah kandungan uap air di udara dalam setiap 18

16 kilogram udara kering atau perbandingan antara massa uap air dengan massa udara kering yang ada didalam atmosfir. Kelembaban specifik diukur dalam satuan grains per pound udara kering (7000 grains = 1 pound). W diplotkan pada garis sumbu vertical yang ada dibagian samping kanan diagram. Kelembaban spesifik dapat dirumuskan : Dimana : w Mw Ma = Kelembaban spesifik = Massa uap air, kg = Massa udara kering, kg 6. Enthalphy (h) Entalphy merupakan energi kalor yang dimiliki oleh suatu zat pada temperatur tertentu, atau jumlah energi kalor yang diperlukan untuk memanaskan 1 kg udara kering dan x kg air (dalam fasa cair) dari 0 o C sampai mencapai t o C dan menguapkannya menjadi uap air (fasa gas). Enthalphy adalah jumlah panas total dari campuran udara dan uap di atas titik nol. Dinyantakan dalam satuan kj/kg da. Harga enthalphy dapat diperoleh sepanjang skala di atas garis saturasi. 7. Volume spesifik. Volume spesifik merupakan volume udara campuran dengan satuan m 3 /kg da 2.5. Beban Pendinginan 19

17 Perhitungan beban pendinginan adalah bagian terpenting dari pengkondisian udara untuk mennentukan jenis unit pengkondisian udara yang akan digunakan. Beban pendinginan adalah jumlah kalor yang akan dipindahkan ke luar ruangan untuk menjaga agar ruangan berada pada kondisi temperatur dan kelembaban udara relative yang nyaman. Pada umumnya kalor beban pendinginan ada 2 macam yaitu : 1. Beban Kalor Sensibel (Sensible Heat Gain) Adalah suatu kalor yang berhubungan dengan perubahan temperatur dari udara. Penambahan kalor sensibel (sensible heat gain) adalah kalor sensibel yang secara langsung masuk dan ditambahkan ke dalam ruangan yang dikondisikan melalui konduksi, konveksi atau radiasi. 2. Beban Kalor Latent Adalah suatu kalor yang berhubungan dengan perubahan fasa dari air. Penambahan kalor laten (latent heat gain) terjadi apabila ada penambahan uap air pada ruangan yang dikondisikan, misalnya karena penghuni ruangan atau peralatan yang menghasilkan uap. Beban pendinginan yang ada pada ruangan berasal dari beban pendingin luar (External Colling Load) dan beban pendinginan dalam (Internal Colling Load). 20

18 Gambar 2. 6 Gambar beban pendinginan ruangan (sumber : SNI ) a). Beban Pendingin Luar (External Colling Load), yaitu penanmbahan kalor yang masuk melalui selubung bangunan (bilding envelope), kerangka bangunan (building shell), dan dinding-dinding partisi. Sumber kalor luar yang termasuk beban pendinginan ini adalah : 1). Radiasi matahari melalui benda transparan seperti kaca. 2). Konduksi matahari melalui dinding luar dan atap. 3). Konduksi matahari melalui benda transparan seperti kaca. 4). Penambahan kalor melalui partisi, langit, langit dan lantai. 5). Infiltrasi udara luar yang masuk ke dalam ruangan. 6). Ventilasi udara luar yang masuk ke dalam ruangan. 21

19 b). Beban Pendingin Dalam (Internal Colling Load), yaitu beban kalor yang berasal dari dalam ruangan yang dapat berupa beban kalor sensible mau pun latent. Sumber kalor dalam yang termasuk beban pendinginan ini adalah : 1). Jumlah orang yang ada di dalam ruang yang dikondisikan. 2). Pencahayaan buatan di dalam ruang yang dikondisikan. 3). Motor-motor listrik yang ada di dalam ruang yang dikondisikan. 4). Peralatan-peralatan listrik atau pemanas yang ada di dalam ruangan yang dikondisikan. Beban koil pendingin atau beban kalor alat penyegar udara adalah beban pendinginan ruangan ditambah dengan beban pendinginan dari sistem pengkondisian udara yang digunankan, antara lain : 1). Beban kalor Ruangan 2). Beban Kalor dari udara luar yang masuk ke dalam sistem 3). Beban blower dan motor 4). Kebocoran saluran (ducting), dsb Beban pendinginan refrigerasi merupakan laju pengambilan kalor oleh refrigeran di koil pendingin (evaporator) pada sistem ekspansi langsung (DX = Direct expansion). Pada sistem chiller (sistem dengan air sejuk), beban pendinginan refrigerasi merupakan penjumlahan dari beban koil pendingin dengan penambahan kalor pada pipa air sejuk, pompa air sejuk dan tanki ekspansi air sejuk. Penambahan kalor pada pipa air sejuk, pompa air sejuk dan tanki ekspansi air sejuk berkisar antara 5 sampai 10% dari beban koil pendingin. 22

20 Perhitungan beban pendinginan dapat dilakukan dengan berbagai metode. Ada 5 metode yang sudah diperkenalkan oleh ASHRAE, yaitu : 1. Transfer Function Method (TFM) 2. Total Equivalent Temeperature Differensial Method with Time Average (TETD/TA) 3. Cooling Load Temperature Differential Method with Solar Cooling Load Factor (CLTD/CLF) 4. Heat Balance (HB) 5. Radiant Time Series (RTS) Pada tulisan ini penulis akan menggunakan metode Radiant Time Series (RTS) untuk perhitungan beban pendinginan Metode Radiant Time Series (RTS) Radiant Time Series (RTS) adalah perhitungan beban pendinginan dengan membagi heat gain menjadi beban pendinginan konvektif dan radiant dimana beban radiant merupakan beban yang tersimpan selama 23 jam sebelumnya. Dalam RTS beban infiltrasi tidak dibagi menjadi beban konvektif dan radiant. Beban pendinginan dihitung selama 24 jam dan dipilih beban terbesar. Adapun proses perhitungannya dapat dilihat pada diagram alir sebagai berikut : 23

21 Gambar 2. 7 Metode RTS (sumber : ASHRAE 2009) Beban Pendinginan Dalam Perhitungan beban pendinginan dari dalam ruangan terdiri dari : 1. Penghuni Sumber panas yang berasal dari penghuni bergantung pada aktivitas yang dilakukan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini. 24

22 Tabel 2. 7 Perolehan kalor dari aktivitas manusia Jenis Aktivitas Tempat Jumlah Kalor, W Kalor Kalor %Kalor Sensibel Dewasa Disesuaikan Sensibe, Laten, Radiant Pria Pria/Wanita W W V Rendah V Tinggi Duduk di bioskop Bioskop, sian Duduk di bioskop, malam Bioskop, mal Duduk, pekerjaan sangat ringan Kantor, hotel Pekerjaan kantor cukup aktif Kantor, hotel Berdiri, pekerjaan ringan;berjalan Toserba, toko Berjalan, berdiri toko obat, ba Pekerjaan menetap Restoran Kerja bangku ringan Pabrik Berdansa biasa Lantai dansa Berjalan 4.8km/h;Pekerjaan ringan dengan mesin Pabrik Bowling Lapangan bow Pekerjaan berat Pabrik Pekerjaan mesin berat; lifting Pabrik Atletic Ruang olahra (sumber : ASHRAE 2009) 2. Lampu penerangan Besarnya perolehan kalor dari lampu dapat dihitung dengan rumus sbb: dimana 25

23 Pembagian kalor secara radiatif dan konvektif dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2. 8 Pembagian Radiaktif dan Konvektif pada lampu (sumber : ASHRAE 2009) 3. Peralatan Listrik Jumlah beban pendinginan yang bersasal dari peralatan listrik dapat dilihat dari tabel di bawah ini: 26

24 Tabel 2. 9 Perolehan panas dari computer (sumber : ASHRAE 2009) 27

25 Tabel Perolehan panas mesin printer dan copy (sumber : ASHRAE 2009) 28

26 Tabel Perolehan panas mesin printer dan copy (sumber : ASHRAE 2009) Beban Pendinginan Luar 1. Temperature Udara Luar Seaat Temperature udara luar sesaat adalah temperature yang dihasilkan dari penjumlahan radiasi matahari langsung mau pun tak langsung. Dapat dihitung dengan rumus : 29

27 ( * ( * Dimana : : Temperature udara luar sesaat, : Temperature udara luar, : Absortani permukaan untuk radiasi matahari : Radiasi matahari total, W : koefisien konveksi, 17 W/m 2. : Emisifitas permukaan : 63 W/m 2 untuk permukaan horisontal 0 W/m 2 untuk permukaan vertikal Nilai absortansi dan emisifitas bergantung pada jenis permukaan yang mendapatkan radiasi matahari. Untuk beberapa jenis permukaan dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel Nilai absorbtansi pada beberapa jenis permukaan (sumber : SNI ) 30

28 Tabel Nilai Emisifitas pada beberapa jenis permukaan (sumber : ASHRAE 2009) Temperatur udara luar untuk setiap jamnya dapat dihitung dengan rumus : Dimana : : Temperatur bola kering, : Temperature rata-rata bola basah, : Faktor pembagian udara harian 2. Beban Pendinginan Dinding dan Atap 31

29 Pada metode RTS, beban pendinginan dari dinding dan atap terjadi secara konduksi. Terlebih dahulu harus dihitung pemasukan panas (heat input) dengan menggunakan persamaan konduksi sebagai berikut :.(2.11) Dimana : : Pemasukan panas dari n jam yg lalu, W : Faktor transmisi panas, : Luas area, m 2 : Temperatur udara luar sesaat, C : Temperatur rancangan, C Selanjutnya dihitung perolehan panas (heat gain) dari jam perencanaan dan 23 jam yang lalu. Persamaannya adalah sebagai berikut :.(2.12) Dimana : : Perolehan panas tiap jam, W : Pemasukan panas pada jam sekarang, W : Pemasukan panas n- jam yang lalu, W : Conduction Time Factor Nilai Conduction Time Factor untuk tiap tipe dinding dan atap dapat dilihat di tabel berikut ini: 32

30 Tabel CTS untuk berbagai jenis dinding (sumber : ASHRAE 2009) 33

31 Tabel CTS untuk berbagai jenis atap (sumber : ASHRAE 2009) 34

32 Perolehan panas (Heat Gain) selanjutnya dibagi menjadi beban konvektif dan radiant. Tabel di bawah ini merupakan rekomendasi pembagian heat gain. Tabel Pembagian beban konvektif dan radiant (sumber : ASHRAE 2009) Beban pendinginan total dari dinding atau atap adalah beban konvektif ditambah dengan radiaktif. Dimana : : Beban pendinginan total, W : Beban pendinginan konvektif, W : Beban pendinginan radiant, W 35

33 Perolehan Panas dari Fenestrasi Total perolehan panas (heat gain) fenestrasi adalah penjumlahan dari perolehan panas matahari langsung, tak langsung, dan panas konveksi. Dimana : : Total heat gain, W : Faktor transmisi panas, : Luas area, m 2 : Temperatur udara luar, C : Temperatur dalam ruang, C : Temperatur dalam ruang, C : Radiasi matahari langsung, tak langsung dan refleksi permukaan : Solar Hat Gain Coefficient untuk sinar matahari langsung berdasarkan sudut pertemuan radiasi matahari dengan permukaan (dapat diinterpolasikan) : Solar Hat Gain Coefficient untuk sinar matahari tak langsung. : Indoor Solar Attenuation Coefficient untuk sinar 36

34 matahari langsung, bernilai 1 jika tidak ada peneduh. : Indoor Solar Attenuation Coefficient untuk sinar matahari tak langsung, bernilai 1 jika tidak ada peneduh Beban Pendinginan Ventilasi dan Infiltrasi Besarnya beban pendinginan ini dapat dihitung dengan persamaan:.....(2.18)....(2.19).....(2.20) Dimana: Q : Besarnya Ventilasi / Infiltrasi, m 3 /s : kalor spesifik udara, sekitar 1000 J/kg C : Massa jenis udara, sekitar 1.2 kg/m 3 : Kalor latent, sekitar 2.34x10 6 J/kg T o : Temperatur udara luar, C T i : Temperatur udara dalam ruangan, C W o : Kandungan uap air udara luar, kg w / kg a W i : Kandungan uap air udara dalam ruangan, kg w / kg a H o : Enthalphi udara luar, kj/kg H i : Enthalphi udara dalam ruangan, kj/kg 37

35 Pengelompokan Zona Gedung RTS Perolehan panas yang telah dihitung selanjutnya dikonversikan ke dalam beban konfektif dan radiant. Beban radiant adalah beban pada jam ini ditambah dengan beban yang tersimpan di suatu ruangan pada 23 jam yang lalu. RTS dibagi dalam dua tipe yaitu Solar RTS dan Non-Solar RTS. Solar RTS dipakai untuk menghitung beban pendinginan yang berasal dari sinar matahari langsung seperti jendela. Non Solar RTS digunakan untuk beban pendinginan yang tidak berasal dari sinar matahari langsung seperti dinding, atap, lantai, manusia, lampu, dan perlalatan listrik lainnya. Perhitungan beban radiant dihitung dengan persamaan :.(2.21) Dimana : : Beban pendinginan radiant, W : Pemasukan panas radiant pada jam sekarang, W : Pemasukan panas radiant n-jam yang lalu, W : Radiant Time Factor Pembagian jenis RTS berdasarkan tipe gedung dapat dilihat pada tabel berikut ini : 38

36 Tabel Non Solar RTS (sumber : ASHRAE 2009) 39

37 Tabel Solar RTS (sumber : ASHRAE 2009) 2.6. Komponen Utama Pengkondisian Udara Kompresor Kompresor dalam AC berfungsi untuk menghisap dan menekan referigeran yang meninggalkan evaporator sehingga temperature dan tekanan naik. Kompresor ini juga bertugas menjaga tekanan evaporator rendah dan tekanan pada kondensor tetap tinggi. Pada proses kompresi refrigerant yang meninggalkan kompresor menjadi jenuh dan berbentuk cairan yang kemudian di dorong menuju Kondensor untuk dibuang panasnya. 40

38 Kondensor Kondensor berfungsi untuk mengkondensasi refrigerant yang berasal dari kompresor. Didalam kondensor ini terjadi perpindahan panas dari refrigerant ke sekitar lingkungannya yang lebih dingin. Pada proses kondensasi, temperatur refrigerant diturunkan dengan mengalirkan udara pada kondensor. Proses ini biasa disebut dengan konveksi paksa. Selanjutnya refrigerant mengalir menuju katup expansi Katup Expansi Refrigerant yang memasuki katup expansi, berexpansi hingga mencapai tekanan evaporator.dengan kata lain referigeran diturunkan tekananya sehingga kembali menguap menjadi gas dan temperaturnya turun. Didalam proses ini juga jumlah aliran refrigerant yang akan menuju ke evaporator diatur secara baik agar beban pendinginannya (cooling load) berkurang. Selanjutnya refrigerant mengalir menuju evaporator Evaporator Evaporator befungsi untuk memindahkan panas dari ruangan menuju referigerant yang mengalir dalam evaporator. Seperti di jelaskan di atas refferigerant yang mengalir dalam evaporator sudah berwujud gas dengan tekanan dan temperatur rendah, lebih rendah dari temperatur ruangan. Sama seperti pada kondensor, di dalam evaporator ini terjadi konveksi paksa dari panas dalam ruangan menuju referigerant yang mengalir Ducting Ducting merupakan saluran distribusi yang menyalurkan udara ke seluruh ruangan yang dikondisikan. Ducting ini harus mampu mengalirkan udara secara efisien sehinga biaya operasinya rendah, kebisingan yang ditimbukan rendah, penambahan beban 41

39 panas yang ada dalam ducting dan kerugian gesekan dalam ducting rendah. Ducting juga harus mampu menahan tekanan udara didalamnya sehingga mampu mengalirkan udara dengan baik ke seluruh ruangan yang dikondisikan. Berdasarkan bentuk penampangnya, ducting dapat digologkan menjadi 3 jenis, yaitu round duct (ducting bulat), square duct (ducting persegi), dan flat oval duct (ducting oval).ketiga jenis ducting ini memiliki karakteristik masing-masing namun yang menjadi perbedaan utama adalah koefisien geseknya (friction coefisient) Metode Perhitungan Ducting Hal utama yang diperhatikan dalam perhitungan ducting adalah biaya instalasi (initial) dan biaya operasinya. Biaya operasi ducting merupakan penyebab utama ducting harus memiliki tekanan statis yang serendah mungkin sehingga energi yang hilang dalam sistem dapat diminimalkan. Ada tiga metode perhitungan ducting yang dikenal yaitu: 1. Equal Friction Method 2. Static RegainMethod 3. Velocity Reduction Method Equal friction methode merupakan metode yang paling banyak digunakan, karena kemudahan dan fleksibilitas perhitungannya. Pada metode ini ditentukan terlebih dahulu kerugian tekanan per satuan panjang yang diguakan sebagai dasar untuk perhitungan pada bagian sistem yang lain. Keuntungan metode ini adalah dapat memberikan pengurangan kecepatan fluida pada bagian - bagian sistemnya sehingga kebisingan dapat sistem diantisipasi Aliran Fluida dalam Ducting 42

40 Fluida dalam hal ini udara yang mengalir dalam ducting akan mengalami berbagai halangan yang mengakibatkan terjadinya turbelensi dalam alirannya. Seperti kita tahu fluida yang mengalir dalam suatu saluran akan mengalami dinamika gerak yang mengakibatkan perubahan aliran fluida. Kita ketahui dalam mekanika fluida aliran suatu fluida dapat dibedakan menjadi 3 jenis aliran yaitu: 1. Aliran Laminer, yaitu aliran fluida yang bergerak dalam lapisan lapisan, atau lamina lamina dengan satu lapisan meluncur secara lancar. Dalam aliran laminar ini viskositas berfungsi untuk meredam kecendrungan terjadinya gerakan relatif antara lapisan. Sehingga aliran laminar memenuhi hukum viskositas Newton yaitu : τ = µ dy/du 2. Aliran turbelen, yaitu Aliran dimana pergerakan dari partikel partikel fluida sangat tidak menentu karena mengalami percampuran serta putaran partikel antar lapisan, yang mengakibatkan saling tukar momentum dari satu bagian fluida kebagian fluida yang lain dalam skala yang besar. Dalam keadaan aliran turbulen maka turbulensi yang terjadi membangkitkan tegangan geser yang merata diseluruh fluida sehingga menghasilkan kerugian kerugian aliran. 3. Aliran transisi merupakan aliran peralihan dari aliran laminar ke aliran turbulen. Pada aliran fluida yang mengalir dalam suatu saluran akan terjadi kerugian akibat fitting (elbow, junction, branch) juga akibat gesekan fluida dengan dinding ducting. Kerugian ini harus mampu di atasi oleh fan sehingga udara dapat terdistribusi dengan tepat ke seluruh ruangan. 43

41 Persamaan Kontinuitas Aliran Aliran suatu fluida yang melewati suatu penampang memiliki kecepatan dan laju aliran. Pada fluida tak termampatkan besarnya laju aliran fluida dianggap sama sehingga ketika luas penampang berubah maka akan terjadi perubahan pada kecepatan aliran fluida. Besarnya laju aliran fuida dalam saluran dinyatakan dengan persamaan:.....(2.22) Dimana: Q : Laju volume aliran (m 3 /s) V : Kecepatan Aliran (m/s) A : Luas penampang (m 2 ) Sementara ketika suatu aliran fluda berubah penampangnya maka besarnya aliran akan tetap sama (Q1 = Q2) tetapi kecepatannya akan berubah, dan dinyatakan dengan persamaan:....(2.23) Persamaan ini berlaku pada fluida tak termampatkan dengan asumsi tidak ada kerugian aliran dalam saluran penampang. Namun kenyataanya aliran fluida tidak ada yang ideal akan terjadi kerugian akibat gesekan antara fluida dengan dinding penampang Hukum Bernouli Prinsip Hukum Bernoulli dalam mekanika fluida menyatakan bahwa pada suatu aliran fluida jumlah energi pada suatu titik di dalam aliran tertutup sama besarnya dengan jumlah energi di titik lain pada jalur aliran yang sama....(2.24) Dengan = maka persamaan tersebut menjadi: 44

42 .....(2.25) Namun pada kenyataannya di lapangan terjadi kerugian/losses (hl) baik karena gesekan antara fluida dengan saluran maupun head losses akibat belokan. Head losses atau kerugian energi tersebut dapat dinyatakan dengan persamaan :...(2.26) Kerugian akibat Gesekan Kerugian ini terjadi akibat terjadinya gesekan antara fluida dengan dinding saluran. Kerugian ini akan mempengaruhi tekanan yang ada di dalam sistem dan laju alirannya, berdasarkan persamaan Darcy, besarnya kerugian ini dapat dinyatakan denagan persamaan: ( ) ( * (2.27) Dimana: : Kerugian tekanan akibat gesekan (Pa) f : Faktor gesekan L : Panjang ducting (m) D h : diameter hidrolik (m) : Masa jenis (Kg/m 3 ) V : Kecepatan (m/s) Berdasarkan Althsul Tsal besarnya faktor gesekan dapat dihitung dengan persamaan (ASHRAE 1997): ( )....(2.28) persamaan: Dimana Re adalah reynolds number yang besarnya dapat diketahui dengan 45

43 ....(2.29) Dimana : Re : Bilangan Reynolds Dh : Diameter hidrolik (mm) V : Kecepatan (m/s) v : Viskositas kinematik (m 2 /s) Sementra untuk perhitungan ducting persegi maka besarnya diameter hidrolik pada penampang dapat dihitung dengan persamaan berikut:....(2.30) Dimana: a : Panjang sisi / Lebar (m) b : Panjang sisi lainnya / Tinggi (m) Kerugian akibat Fitting Kerugian ini disebut kerugian dinamik yang diakibatkan adanya ganguan pada aliran udara akibat adanya pemasangan peralatan lain yang terpasang, fitting yang mengakibatkan perubahan jalur dan arah aliran serta perubahan luas penampang ducting. Besarnya kerugian ini dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:.....(2.31) Dimana: : Kerugian dinamik (Pa) ρ : Masa jenis udara (kg/m 3 ) V : Kecepatan aliran udara (m/s) : Koefisien (Tabel fittings, ASHRAE) 46

44 Tabel Nilai Koefisien untuk Elbow persegi (Sumber : ASHRAE,1997) Tabel Nilai Koefisien untuk Elbow bulat (Sumber : ASHRAE,1997) Nilai kefisien C o telah ditabelkan oleh ASHRAE digunakan untuk berbagai jenis fitting, namun ada kalanya kondisi di dalam tabel tidak sama dengan kondisi aktual dilapangan, maka dilakukan pemilihan jenis fitting pada tabel yang paling mendekati dengan kondisi aktual di lapangan Daya Fan 47

45 Besarnya kerja yang dilakukan oleh fan sama dengan besarmya total pressure fan, yaitu hasil penjumlahan static pressure fan dan dinamic pressure fan (velocity pressure)....(2.32) Dengan velocity presure p v = ρ.v 2 /2 maka persamaan tersebut diatas menjadi...(2.33) Fan harus mampu mengatasi tekanan statis dan mampu memberikan tekanan pada aliran yang melaluinya sehingga udara yang dialirkan melalui ducting dapat disalurkan merata ke seluruh outlet yang ada. Besarnya daya yang dibutuhkan oleh fan adalah:...(2.34) Dimana : : Daya yang diperlukan oleh fan (W) : Fan total pressuere (Pa) Q : Laju aliran udara (m 3 /s) 48

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 10 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 PSIKROMETRI Psikrometri adalah ilmu yang mengkaji mengenai sifat-sifat campuran udara dan uap air yang memiliki peranan penting dalam menentukan sistem pengkondisian udara.

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori. 2.1 AC Split

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori. 2.1 AC Split BAB II DASAR TEORI 2.1 AC Split Split Air Conditioner adalah seperangkat alat yang mampu mengkondisikan suhu ruangan sesuai dengan yang kita inginkan, terutama untuk mengkondisikan suhu ruangan agar lebih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ALAT PENGKONDISIAN UDARA Alat pengkondisian udara merupakan sebuah mesin yang secara termodinamika dapat memindahkan energi dari area bertemperatur rendah (media yang akan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. PengertianUmum Alat pengkondisi udara merupakan modifikasi pengembangan dari teknologi mesin pendingin. Alat ini dipakai bertujuan untuk mengkondisikan udara yang sejuk dan nyaman

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Perencanaan pengkondisian udara dalam suatu gedung diperlukan suatu perhitungan beban kalor dan kebutuhan ventilasi udara, perhitungan kalor ini tidak lepas dari prinsip perpindahan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Air Conditioner Split Air Conditioner (AC) split merupakan sebuah alat yang digunakan untuk mengkondikan udara didalam ruangan sesuai dengan yang diinginkan oleh penghuni.

Lebih terperinci

BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA

BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA Tujuan Instruksional Khusus Mmahasiswa mampu melakukan perhitungan dan analisis pengkondisian udara. Cakupan dari pokok bahasan ini adalah prinsip pengkondisian udara, penggunaan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Air Conditioner Air Conditioner (AC) digunakan untuk mengatur temperatur, sirkulasi, kelembaban, dan kebersihan udara didalam ruangan. Selain itu, air conditioner juga

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Tabel 2.1 Daya tumbuh benih kedelai dengan kadar air dan temperatur yang berbeda

BAB II DASAR TEORI. Tabel 2.1 Daya tumbuh benih kedelai dengan kadar air dan temperatur yang berbeda BAB II DASAR TEORI 2.1 Benih Kedelai Penyimpanan benih dimaksudkan untuk mendapatkan benih berkualitas. Kualitas benih yang dapat mempengaruhi kualitas bibit yang dihubungkan dengan aspek penyimpanan adalah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Umum Mesin pendingin atau kondensor adalah suatu alat yang digunakan untuk memindahkan panas dari dalam ruangan ke luar ruangan. Adapun sistem mesin pendingin yang

Lebih terperinci

SMK NEGERI I CIREBON 2011 Visit us on : ptu.smkn1-cirebon.sch.id

SMK NEGERI I CIREBON 2011 Visit us on : ptu.smkn1-cirebon.sch.id Oleh Rd. INDHAYATI HERLINA, ST., MM. MOH. ARIS AS ARI, S.Pd PROGRAM KEAHLIAN TEKNIK PENDINGINAN DAN TATA UDARA SMK NEGERI I CIREBON 2011 Visit us on : ptu.smkn1-cirebon.sch.id CHAPTER I VENTILATION, INFILTRATION

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. 2.1 Pengertian Sistem Tata Udara

BAB II TEORI DASAR. 2.1 Pengertian Sistem Tata Udara BAB II TEORI DASAR 2.1 Pengertian Sistem Tata Udara Sistem tata udara adalah suatu sistem yang digunakan untuk menciptakan suatu kondisi pada suatu ruang agar sesuai dengan keinginan. Sistem tata udara

Lebih terperinci

BAB III DASAR PERANCANGAN INSTALASI AIR CONDITIONING

BAB III DASAR PERANCANGAN INSTALASI AIR CONDITIONING BAB III DASAR PERANCANGAN INSTALASI AIR CONDITIONING 3.1 Perngertian dan Standar Pengkondisian Udara Bangunan Pengkondisian udara adalah suatu usaha ang dilakukan untuk mengolah udara dengan cara mendinginkan,

Lebih terperinci

BAB IV. ducting pada gedung yang menjadi obyek penelitian. psikometri untuk menentukan kapasitas aliran udara yang diperlukan untuk

BAB IV. ducting pada gedung yang menjadi obyek penelitian. psikometri untuk menentukan kapasitas aliran udara yang diperlukan untuk BAB IV PERHITUNGAN RANCANGAN PENGKONDISI UDARA Pada bab ini akan dilakukan perhitungan rancangan pengkondisian udara yang meliputi perhitungan beban pendinginan, analisa psikometri, dan perhitungan rancangan

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir 2012 BAB II DASAR TEORI

Laporan Tugas Akhir 2012 BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Tata Udara [sumber : 5. http://ridwan.staff.gunadarma.ac.id] Sistem tata udara adalah proses untuk mengatur kondisi suatu ruangan sesuai dengan keinginan sehingga dapat memberikan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi 2.2 Sistem Pasteurisasi HTST dan Pemanfaatan Panas Kondensor

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi 2.2 Sistem Pasteurisasi HTST dan Pemanfaatan Panas Kondensor BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi Pasteurisasi ialah proses pemanasan bahan makanan, biasanya berbentuk cairan dengan temperatur dan waktu tertentu dan kemudian langsung didinginkan secepatnya. Proses

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 0,93 1,28 78,09 75,53 20,95 23,14. Tabel 2.2 Kandungan uap air jenuh di udara berdasarkan temperatur per g/m 3

BAB II DASAR TEORI 0,93 1,28 78,09 75,53 20,95 23,14. Tabel 2.2 Kandungan uap air jenuh di udara berdasarkan temperatur per g/m 3 BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengering Udara Pengering udara adalah suatu alat yang berfungsi untuk menghilangkan kandungan air pada udara terkompresi (compressed air). Sistem ini menjadi satu kesatuan proses

Lebih terperinci

Pengeringan. Shinta Rosalia Dewi

Pengeringan. Shinta Rosalia Dewi Pengeringan Shinta Rosalia Dewi SILABUS Evaporasi Pengeringan Pendinginan Kristalisasi Presentasi (Tugas Kelompok) UAS Aplikasi Pengeringan merupakan proses pemindahan uap air karena transfer panas dan

Lebih terperinci

Udara luar = 20 x 30 cmh = 600 cmh Area yang di kondisikan = 154 m². Luas Kaca (m²)

Udara luar = 20 x 30 cmh = 600 cmh Area yang di kondisikan = 154 m². Luas Kaca (m²) BAB IV ANALISIS DAN PERHITUNGAN 4.1 Perhitungan Beban Pendingin AC Sentral Lantai = 1 Luas = 154 m² Kondisi = CDB CWB R Kg/kg Luar ruangan = 33 27 7,24 Dalam ruangan = 24 16 45,11 Selisih = 9 11 25,13

Lebih terperinci

BAGIAN II : UTILITAS TERMAL REFRIGERASI, VENTILASI DAN AIR CONDITIONING (RVAC)

BAGIAN II : UTILITAS TERMAL REFRIGERASI, VENTILASI DAN AIR CONDITIONING (RVAC) BAGIAN II : UTILITAS TERMAL REFRIGERASI, VENTILASI DAN AIR CONDITIONING (RVAC) Refrigeration, Ventilation and Air-conditioning RVAC Air-conditioning Pengolahan udara Menyediakan udara dingin Membuat udara

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tropis dengan kondisi temperatur udara yang relatif tinggi/panas.

BAB II LANDASAN TEORI. tropis dengan kondisi temperatur udara yang relatif tinggi/panas. BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Sistem Pendingin Sistem pendingin merupakan sebuah sistem yang bekerja dan digunakan untuk pengkondisian udara di dalam ruangan, salah satunya berada di mobil yaitu

Lebih terperinci

ANALISA KEBUTUHAN BEBAN PENDINGIN DAN DAYA ALAT PENDINGIN AC UNTUK AULA KAMPUS 2 UM METRO. Abstrak

ANALISA KEBUTUHAN BEBAN PENDINGIN DAN DAYA ALAT PENDINGIN AC UNTUK AULA KAMPUS 2 UM METRO. Abstrak ANALISA KEBUTUHAN BEBAN PENDINGIN DAN DAYA ALAT PENDINGIN AC UNTUK AULA KAMPUS 2 UM METRO. Kemas Ridhuan, Andi Rifai Program Studi Teknik Mesin Universitas muhammadiyah Metro Jl. Ki Hjar Dewantara No.

Lebih terperinci

PENGARUH KECEPATAN UDARA TERHADAP TEMPERATUR BOLA BASAH, TEMPERATUR BOLA KERING PADA MENARA PENDINGIN

PENGARUH KECEPATAN UDARA TERHADAP TEMPERATUR BOLA BASAH, TEMPERATUR BOLA KERING PADA MENARA PENDINGIN PENGARUH KECEPATAN UDARA. PENGARUH KECEPATAN UDARA TERHADAP TEMPERATUR BOLA BASAH, TEMPERATUR BOLA KERING PADA MENARA PENDINGIN A. Walujodjati * Abstrak Penelitian menggunakan Unit Aliran Udara (duct yang

Lebih terperinci

benar kering. Kandungan uap air dalam udara pada untuk suatu keperluan harus dibuang atau malah ditambahkan. Pada bagan psikometrik ada dua hal yang p

benar kering. Kandungan uap air dalam udara pada untuk suatu keperluan harus dibuang atau malah ditambahkan. Pada bagan psikometrik ada dua hal yang p BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Alat Pendingin Central Alat pendingin central merupakan alat yang digunakan untuk mengkondisikan udara ruangan, dimana udara dingin dari alat tersebut dialirkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 1. Prinsip Kerja Mesin Pendingin Penemuan siklus refrigerasi dan perkembangan mesin refrigerasi merintis jalan bagi pembuatan dan penggunaan mesin penyegaran udara. Komponen utama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dasar Dasar Perpindahan Kalor Perpindahan kalor terjadi karena adanya perbedaan suhu, kalor akan mengalir dari tempat yang suhunya tinggi ke tempat suhu rendah. Perpindahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering 15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering Sebuah penelitian dilakukan oleh Pearlmutter dkk (1996) untuk mengembangkan model

Lebih terperinci

Bab 14 Kenyamanan Termal. Kenyaman termal

Bab 14 Kenyamanan Termal. Kenyaman termal Bab 14 Kenyamanan Termal Dr. Yeffry Handoko Putra, S.T, M.T E-mail: yeffry@unikom.ac.id 172 Kenyaman termal Kenyaman termal adalah suatu kondisi yang dinikmati oleh manusia. Faktor-faktor kenyamanan termal

Lebih terperinci

5/30/2014 PSIKROMETRI. Ahmad Zaki M. Teknologi Hasil Pertanian UB. Komposisi dan Sifat Termal Udara Lembab

5/30/2014 PSIKROMETRI. Ahmad Zaki M. Teknologi Hasil Pertanian UB. Komposisi dan Sifat Termal Udara Lembab PSIKROMETRI Ahmad Zaki M. Teknologi Hasil Pertanian UB Komposisi dan Sifat Termal Udara Lembab 1 1. Atmospheric air Udara yang ada di atmosfir merupakan campuran dari udara kering dan uap air. Psikrometri

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. m (2.1) V. Keterangan : ρ = massa jenis, kg/m 3 m = massa, kg V = volume, m 3

BAB II DASAR TEORI. m (2.1) V. Keterangan : ρ = massa jenis, kg/m 3 m = massa, kg V = volume, m 3 BAB II DASAR TEORI 2.1 Definisi Fluida Fluida dapat didefinisikan sebagai zat yang berubah bentuk secara kontinu bila terkena tegangan geser. Fluida mempunyai molekul yang terpisah jauh, gaya antar molekul

Lebih terperinci

Pengantar Sistem Tata Udara

Pengantar Sistem Tata Udara Pengantar Sistem Tata Udara Sistem tata udara adalah suatu proses mendinginkan/memanaskan udara sehingga dapat mencapai suhu dan kelembaban yang diinginkan/dipersyaratkan. Selain itu, mengatur aliran udara

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Pengertian Sistem Heat pump

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Pengertian Sistem Heat pump BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Sistem Heat pump Heat pump adalah pengkondisi udara paket atau unit paket dengan katup pengubah arah (reversing valve) atau pengatur ubahan lainnya. Heat pump memiliki

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir 2012 BAB II DASAR TEORI

Laporan Tugas Akhir 2012 BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Definisi Vaksin Vaksin merupakan bahan antigenik yang digunakan untuk menghasilkan kekebalan aktif terhadap suatu penyakit sehingga dapat mencegah atau mengurangi pengaruh infeksi

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Definisi Fluida

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Definisi Fluida BAB II DASAR TEORI 2.1 Definisi Fluida Fluida dapat didefinisikan sebagai zat yang berubah bentuk secara kontinu bila terkena tegangan geser. Fluida mempunyai molekul yang terpisah jauh, gaya antarmolekul

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. pengembangan dari teknologi mesin pendingin. Alat ini dipakai bertujuan untuk

BAB II DASAR TEORI. pengembangan dari teknologi mesin pendingin. Alat ini dipakai bertujuan untuk BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Umum Air Conditioning (AC) atau alat pengkondisi udara merupakan modifikasi pengembangan dari teknologi mesin pendingin. Alat ini dipakai bertujuan untuk memberikan udara

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Definisi fluida

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Definisi fluida BAB II DASAR TEORI 2.1 Definisi fluida Fluida dapat didefinisikan sebagai zat yang berubah bentuk secara kontinu bila terkena tegangan geser. Fluida mempunyai molekul yang terpisah jauh, gaya antar molekul

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PENGERINGAN Pengeringan adalah proses pengurangan kelebihan air yang (kelembaban) sederhana untuk mencapai standar spesifikasi kandungan kelembaban dari suatu bahan. Pengeringan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Fluida Aliran fluida atau zat cair (termasuk uap air dan gas) dibedakan dari benda padat karena kemampuannya untuk mengalir. Fluida lebih mudah mengalir karena ikatan molekul

Lebih terperinci

BAB III TEORI YANG MENDUKUNG

BAB III TEORI YANG MENDUKUNG BAB III TEORI YANG MENDUKUNG 3.1 TEORI DASAR Pengkodisian udara dan Refrigerasi merupakan terapan dari ilmu perpindahan kalor dan termodinamika, refrigerasi merupakan proses penyerapan kalor dari suatu

Lebih terperinci

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS 2.1 Konsep Dasar Perpindahan Panas Perpindahan panas dapat terjadi karena adanya beda temperatur antara dua bagian benda. Panas akan mengalir dari

Lebih terperinci

BAB III DATA ANALISA DAN PERHITUNGAN PENGKONDISIAN UDARA

BAB III DATA ANALISA DAN PERHITUNGAN PENGKONDISIAN UDARA BAB III DATA ANALISA DAN PERHITUNGAN PENGKONDISIAN UDARA Data analisa dan perhitungan dihitung pada jam terpanas yaitu sekitar jam 11.00 sampai dengan jam 15.00, untuk mengetahui seberapa besar pengaruh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeringan Pengeringan adalah proses mengurangi kadar air dari suatu bahan [1]. Dasar dari proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara karena perbedaan kandungan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 sistem Blast Chiller [PT.Wardscatering, 2012] BAB II DASAR TEORI

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 sistem Blast Chiller [PT.Wardscatering, 2012] BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Blast Chiller Blast Chiller adalah salah satu sistem refrigerasi yang berfungsi untuk mendinginkan suatu produk dengan cepat. Waktu pendinginan yang diperlukan untuk sistem Blast

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PERHITUNGAN

BAB IV ANALISIS DAN PERHITUNGAN BAB IV ANALISIS DAN PERHITUNGAN 4.1 Analisa Data Pengumpulan data di maksudkan untuk mendapatkan gambaran dalam proses perhitungan beban pendingin pada ruang kerja lantai 2, data-data yang di perlukan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN 4.1. Hot Water Heater Pemanasan bahan bakar dibagi menjadi dua cara, pemanasan yang di ambil dari Sistem pendinginan mesin yaitu radiator, panasnya di ambil dari saluran

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN.

BAB III PERANCANGAN. BAB III PERANCANGAN 3.1 Beban Pendinginan (Cooling Load) Beban pendinginan pada peralatan mesin pendingin jarang diperoleh hanya dari salah satu sumber panas. Biasanya perhitungan sumber panas berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Definisi Pengkondisian Udara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Definisi Pengkondisian Udara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Definisi Pengkondisian Udara Sistem pengkondisian udara adalah suatu proses mendinginkan atau memanaskan udara sehingga dapat mencapai temperatur dan kelembaban yang sesuai dengan

Lebih terperinci

Maka persamaan energi,

Maka persamaan energi, II. DASAR TEORI 2. 1. Hukum termodinamika dan sistem terbuka Termodinamika teknik dikaitkan dengan hal-hal tentang perpindahan energi dalam zat kerja pada suatu sistem. Sistem merupakan susunan seperangkat

Lebih terperinci

Gambar 2.1 Sebuah modul termoelektrik yang dialiri arus DC. ( https://ferotec.com. (2016). www. ferotec.com/technology/thermoelectric)

Gambar 2.1 Sebuah modul termoelektrik yang dialiri arus DC. ( https://ferotec.com. (2016). www. ferotec.com/technology/thermoelectric) BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Modul termoelektrik adalah sebuah pendingin termoelektrik atau sebagai sebuah pompa panas tanpa menggunakan komponen bergerak (Ge dkk, 2015, Kaushik dkk, 2016). Sistem pendingin

Lebih terperinci

Penggunaan Refrigeran R22 dan R134a pada Mesin Pendingin. Galuh Renggani Wilis, ST.,MT

Penggunaan Refrigeran R22 dan R134a pada Mesin Pendingin. Galuh Renggani Wilis, ST.,MT Penggunaan Refrigeran R22 dan R134a pada Mesin Pendingin Galuh Renggani Wilis, ST.,MT ABSTRAKSI Pengkondisian udara disebut juga system refrigerasi yang mengatur temperature & kelembaban udara. Dalam beroperasi

Lebih terperinci

BAB IV DASAR TEORI 4.1 Sistem Pengkondisian Udara

BAB IV DASAR TEORI 4.1 Sistem Pengkondisian Udara 24 BAB IV DASAR TEORI 4.1 Sistem Pengkondisian Udara Sistem pengkondisian udara adalah usaha untuk mengatur temperatur dan kelembaban udara agar menghasilkan kenyamanan termal (thermal comfort) bagimanusia.

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGOLAHAN DATA 4.1 Perhitungan Daya Motor 4.1.1 Torsi pada poros (T 1 ) T3 T2 T1 Torsi pada poros dengan beban teh 10 kg Torsi pada poros tanpa beban - Massa poros; IV-1 Momen inersia pada poros;

Lebih terperinci

UNJUK KERJA PENGKONDISIAN UDARA MENGGUNAKAN HEAT PIPE PADA DUCTING DENGAN VARIASI LAJU ALIRAN MASSA UDARA

UNJUK KERJA PENGKONDISIAN UDARA MENGGUNAKAN HEAT PIPE PADA DUCTING DENGAN VARIASI LAJU ALIRAN MASSA UDARA UNJUK KERJA PENGKONDISIAN UDARA MENGGUNAKAN HEAT PIPE PADA DUCTING DENGAN VARIASI LAJU ALIRAN MASSA UDARA Sidra Ahmed Muntaha (0906605340) Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Indonesia

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM BAB III PERANCANGAN SISTEM 3.1 Batasan Rancangan Untuk rancang bangun ulang sistem refrigerasi cascade ini sebagai acuan digunakan data perancangan pada eksperiment sebelumnya. Hal ini dikarenakan agar

Lebih terperinci

Gambar 2.21 Ducting AC Sumber : Anonymous 2 : 2013

Gambar 2.21 Ducting AC Sumber : Anonymous 2 : 2013 1.2.3 AC Central AC central sistem pendinginan ruangan yang dikontrol dari satu titik atau tempat dan didistribusikan secara terpusat ke seluruh isi gedung dengan kapasitas yang sesuai dengan ukuran ruangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mesin Pendingin Mesin pendingin adalah suatu peralatan yang digunakan untuk mendinginkan air, atau peralatan yang berfungsi untuk memindahkan panas ke suatu tempat yang temperaturnya

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. perpindahan kalor dari produk ke material tersebut.

BAB II DASAR TEORI. perpindahan kalor dari produk ke material tersebut. BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Refrigerasi Refrigerasi adalah suatu proses penarikan kalor dari suatu ruang/benda ke ruang/benda yang lain untuk menurunkan temperaturnya. Kalor adalah salah satu bentuk

Lebih terperinci

Menurut Brennan (1978), pengeringan atau dehidrasi didefinisikan sebagai pengurangan kandungan air oleh panas buatan dengan kondisi temperatur, RH, da

Menurut Brennan (1978), pengeringan atau dehidrasi didefinisikan sebagai pengurangan kandungan air oleh panas buatan dengan kondisi temperatur, RH, da BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Dehumidifier Dehumidifier adalah perangkat yang menurunkan kelembaban dari udara. Alat ini menggunakan kipas untuk menyedot udara lembab, yang berhembus menyeberangi serangkaian

Lebih terperinci

Studi Eksperimen Pemanfaatan Panas Buang Kondensor untuk Pemanas Air

Studi Eksperimen Pemanfaatan Panas Buang Kondensor untuk Pemanas Air Studi Eksperimen Pemanfaatan Panas Buang Kondensor untuk Pemanas Air Arif Kurniawan Jurusan Teknik Mesin Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang E-mail : arifqyu@gmail.com Abstrak. Pada bagian mesin pendingin

Lebih terperinci

PENGARUH KECEPATAN UDARA PENDINGIN KONDENSOR TERHADAP KOEFISIEN PRESTASI AIR CONDITIONING

PENGARUH KECEPATAN UDARA PENDINGIN KONDENSOR TERHADAP KOEFISIEN PRESTASI AIR CONDITIONING Marwan Effendy, Pengaruh Kecepatan Udara Pendingin Kondensor Terhadap Kooefisien Prestasi PENGARUH KECEPATAN UDARA PENDINGIN KONDENSOR TERHADAP KOEFISIEN PRESTASI AIR CONDITIONING Marwan Effendy Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penggunaan energi surya dalam berbagai bidang telah lama dikembangkan di dunia. Berbagai teknologi terkait pemanfaatan energi surya mulai diterapkan pada berbagai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Tabel Hasil Pengujian Beban Kalor Setelah dilakukan perhitungan beban kalor didalam ruangan yang meliputi beban kalor sensible dan kalor laten untuk ruangan dapat

Lebih terperinci

BAB II Dasar Teori BAB II DASAR TEORI

BAB II Dasar Teori BAB II DASAR TEORI II DSR TEORI 2. Termoelektrik Fenomena termoelektrik pertama kali ditemukan tahun 82 oleh ilmuwan Jerman, Thomas Johann Seebeck. Ia menghubungkan tembaga dan besi dalam sebuah rangkaian. Di antara kedua

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem refrigerasi kompresi uap Sistem refrigerasi yang umum dan mudah dijumpai pada aplikasi sehari-hari, baik untuk keperluan rumah tangga, komersial dan industri adalah sistem

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut ASHRAE (American Society of Heating, Refrigerating and

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut ASHRAE (American Society of Heating, Refrigerating and BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Menurut ASHRAE (American Society of Heating, Refrigerating and Airconditioning Engineers, 1989), kenyamanan termal merupakan perasaan dimana seseorang merasa nyaman dengan keadaan

Lebih terperinci

MODUL 8 PSIKROMETRIK CHART

MODUL 8 PSIKROMETRIK CHART MODUL 8 PSIKROMETRIK CHART Psychrometric Chart atau Chart psikrometrik merupakan hasil karya jenius peninggalan kakek moyang kita yang berhubungan dengan karakteristik udara. Dengan adanya chart ini maka

Lebih terperinci

BAB III PERHITUNGAN BEBAN PENDINGIN

BAB III PERHITUNGAN BEBAN PENDINGIN 57 BAB III PERHITUNGAN BEBAN PENDINGIN 3.1 Beban Pendingin Tabel 3.1.1 Flow Chart Perhitungan Beban kalor gedung secara umum ada 2 macam yaitu kalor sensible dan kalor laten. Beban kalor laten dan sensible

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Refrigerasi merupakan suatu media pendingin yang dapat berfungsi untuk

BAB II LANDASAN TEORI. Refrigerasi merupakan suatu media pendingin yang dapat berfungsi untuk BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Refrigerasi Refrigerasi merupakan suatu media pendingin yang dapat berfungsi untuk menyerap kalor dari lingkungan atau untuk melepaskan kalor ke lingkungan. Sifat-sifat fisik

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 19 BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 PENDAHULUAN Sistem tata udara Air Conditioning dan Ventilasi merupakan suatu proses mendinginkan atau memanaskan udara sehingga dapat mencapai suhu dan kelembaban yang diinginkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai bintang yang paling dekat dari planet biru Bumi, yaitu hanya berjarak sekitar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai bintang yang paling dekat dari planet biru Bumi, yaitu hanya berjarak sekitar BAB NJAUAN PUSAKA Sebagai bintang yang paling dekat dari planet biru Bumi, yaitu hanya berjarak sekitar 150.000.000 km, sangatlah alami jika hanya pancaran energi matahari yang mempengaruhi dinamika atmosfer

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI FLOW DAN TEMPERATUR TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN PADA LARUTAN AGAR-AGAR SKRIPSI

PENGARUH VARIASI FLOW DAN TEMPERATUR TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN PADA LARUTAN AGAR-AGAR SKRIPSI PENGARUH VARIASI FLOW DAN TEMPERATUR TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN PADA LARUTAN AGAR-AGAR SKRIPSI Oleh ILHAM AL FIKRI M 04 04 02 037 1 PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK ZAT CAIR Pendahuluan Aliran laminer Bilangan Reynold Aliran Turbulen Hukum Tahanan Gesek Aliran Laminer Dalam Pipa

KARAKTERISTIK ZAT CAIR Pendahuluan Aliran laminer Bilangan Reynold Aliran Turbulen Hukum Tahanan Gesek Aliran Laminer Dalam Pipa KARAKTERISTIK ZAT CAIR Pendahuluan Aliran laminer Bilangan Reynold Aliran Turbulen Hukum Tahanan Gesek Aliran Laminer Dalam Pipa ALIRAN STEDY MELALUI SISTEM PIPA Persamaan kontinuitas Persamaan Bernoulli

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI.1 Latar Belakang Pengkondisian udaraa pada kendaraan mengatur mengenai kelembaban, pemanasan dan pendinginan udara dalam ruangan. Pengkondisian ini bertujuan bukan saja sebagai penyejuk

Lebih terperinci

PERANCANGAN ULANG INSTALASI TATA UDARA VRV SYSTEM KANTOR MANAJEMEN KSO FORTUNA INDONESIA JAKARTA PUSAT

PERANCANGAN ULANG INSTALASI TATA UDARA VRV SYSTEM KANTOR MANAJEMEN KSO FORTUNA INDONESIA JAKARTA PUSAT PERANCANGAN ULANG INSTALASI TATA UDARA VRV SYSTEM KANTOR MANAJEMEN KSO FORTUNA INDONESIA JAKARTA PUSAT LASITO NIM: 41313110031 PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Refrigerasi Refrigerasi merupakan suatu kebutuhan dalam kehidupan saat ini terutama bagi masyarakat perkotaan. Refrigerasi dapat berupa lemari es pada rumah tangga, mesin

Lebih terperinci

Aliran Fluida. Konsep Dasar

Aliran Fluida. Konsep Dasar Aliran Fluida Aliran fluida dapat diaktegorikan:. Aliran laminar Aliran dengan fluida yang bergerak dalam lapisan lapisan, atau lamina lamina dengan satu lapisan meluncur secara lancar. Dalam aliran laminar

Lebih terperinci

AIR CONDITIONING SYSTEM. Oleh : Agus Maulana Praktisi Bidang Mesin Pendingin Pengajar Mesin Pendingin Bandung, 28 July 2009

AIR CONDITIONING SYSTEM. Oleh : Agus Maulana Praktisi Bidang Mesin Pendingin Pengajar Mesin Pendingin Bandung, 28 July 2009 AIR CONDITIONING SYSTEM Oleh : Agus Maulana Praktisi Bidang Mesin Pendingin Pengajar Mesin Pendingin Bandung, 28 July 2009 Fungsi dan Klasifikasi Air Conditioning System Fungsi : sistim yang dibuat untuk

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Umum Chiller atau mesin refrigerasi adalah peralatan yang biasanya menghasilkan media pendingin utama untuk bangunan gedung, dengan mengkonsumsi energi secara langsung

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI Prinsip Kerja Mesin Refrigerasi Kompresi Uap

BAB II DASAR TEORI Prinsip Kerja Mesin Refrigerasi Kompresi Uap 4 BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Pengkondisian Udara Pengkondisian udara adalah proses untuk mengkondisikan temperature dan kelembapan udara agar memenuhi persyaratan tertentu. Selain itu kebersihan udara,

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN, PERHITUNGAN BEBAN PENDINGIN, DAN PEMILIHAN UNIT AC

BAB III PERENCANAAN, PERHITUNGAN BEBAN PENDINGIN, DAN PEMILIHAN UNIT AC BAB III PERENCANAAN, PERHITUNGAN BEBAN PENDINGIN, DAN PEMILIHAN UNIT AC Dalam perancangan pemasangan AC pada Ruang Dosen dan Teknisi, data-data yang dibutuhkan diambil dari berbagai buku acuan. Data-data

Lebih terperinci

Satuan Operasi dan Proses TIP FTP UB

Satuan Operasi dan Proses TIP FTP UB Satuan Operasi dan Proses TIP FTP UB Pendahuluan Pengeringan merupakan salah satu metode pengawetan pangan paling kuno yang dikenal oleh manusia. Pengawetan daging, ikan, dan makanan lain dengan pengeringan

Lebih terperinci

PENGARUH STUDI EKSPERIMEN PEMANFAATAN PANAS BUANG KONDENSOR UNTUK PEMANAS AIR

PENGARUH STUDI EKSPERIMEN PEMANFAATAN PANAS BUANG KONDENSOR UNTUK PEMANAS AIR PENGARUH STUDI EKSPERIMEN PEMANFAATAN PANAS BUANG KONDENSOR UNTUK PEMANAS AIR Arif Kurniawan Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang; Jl.Raya Karanglo KM. 2 Malang 1 Jurusan Teknik Mesin, FTI-Teknik Mesin

Lebih terperinci

STUDI KINERJA MESIN PENGKONDISI UDARA TIPE TERPISAH (AC SPLIT) PADA GERBONG PENUMPANG KERETA API EKONOMI

STUDI KINERJA MESIN PENGKONDISI UDARA TIPE TERPISAH (AC SPLIT) PADA GERBONG PENUMPANG KERETA API EKONOMI STUDI KINERJA MESIN PENGKONDISI UDARA TIPE TERPISAH (AC SPLIT) PADA GERBONG PENUMPANG KERETA API EKONOMI Ozkar F. Homzah 1* 1 Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Tridinanti Palembang Jl.

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN, KECEPATAN ALIRAN DAN TEMPERATUR ALIRAN TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN (DROPLET) LARUTAN AGAR AGAR SKRIPSI

PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN, KECEPATAN ALIRAN DAN TEMPERATUR ALIRAN TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN (DROPLET) LARUTAN AGAR AGAR SKRIPSI PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN, KECEPATAN ALIRAN DAN TEMPERATUR ALIRAN TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN (DROPLET) LARUTAN AGAR AGAR SKRIPSI Oleh IRFAN DJUNAEDI 04 04 02 040 1 PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL Pada bab ini diuraikan mengenai analisis dan interpretasi hasil perhitungan dan pengolahan data yang telah dilakukan pada bab IV. Analisis dan interpretasi hasil akan

Lebih terperinci

SISTEM PENGKONDISIAN UDARA (AC)

SISTEM PENGKONDISIAN UDARA (AC) Pertemuan ke-9 dan ke-10 Materi Perkuliahan : Kebutuhan jaringan dan perangkat yang mendukung sistem pengkondisian udara termasuk ruang pendingin (cool storage). Termasuk memperhitungkan spatial penempatan

Lebih terperinci

ANALISA PERPINDAHAN KALOR PADA KONDENSOR PT. KRAKATAU DAYA LISTRIK

ANALISA PERPINDAHAN KALOR PADA KONDENSOR PT. KRAKATAU DAYA LISTRIK ANALISA PERPINDAHAN KALOR PADA KONDENSOR PT. KRAKATAU DAYA LISTRIK Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan menyelesaikan Program Strata Satu (S1) pada program Studi Teknik Mesin Oleh N a m a : CHOLID

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Tugas Akhir Rancang Bangun Sistem Refrigerasi Kompresi Uap untuk Prototype AHU 4. Teknik Refrigerasi dan Tata Udara

BAB II DASAR TEORI. Tugas Akhir Rancang Bangun Sistem Refrigerasi Kompresi Uap untuk Prototype AHU 4. Teknik Refrigerasi dan Tata Udara BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Refrigerasi Kompresi Uap Sistem Refrigerasi Kompresi Uap merupakan system yang digunakan untuk mengambil sejumlah panas dari suatu barang atau benda lainnya dengan memanfaatkan

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR 2.1 Perancangan Sistem Penyediaan Air Panas Kualitas Air Panas Satuan Kalor

BAB II TEORI DASAR 2.1 Perancangan Sistem Penyediaan Air Panas Kualitas Air Panas Satuan Kalor 4 BAB II TEORI DASAR.1 Perancangan Sistem Penyediaan Air Panas.1.1 Kualitas Air Panas Air akan memiliki sifat anomali, yaitu volumenya akan mencapai minimum pada temperatur 4 C dan akan bertambah pada

Lebih terperinci

Pengaruh Kecepatan Dan Arah Aliran Udara Terhadap Kondisi Udara Dalam Ruangan Pada Sistem Ventilasi Alamiah

Pengaruh Kecepatan Dan Arah Aliran Udara Terhadap Kondisi Udara Dalam Ruangan Pada Sistem Ventilasi Alamiah Pengaruh Kecepatan Dan Arah Aliran Udara Terhadap Kondisi Udara Dalam Ruangan Pada Sistem Ventilasi Alamiah Francisca Gayuh Utami Dewi Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Malang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Df adalah driving force (kg/kg udara kering), Y s adalah kelembaban

TINJAUAN PUSTAKA. Df adalah driving force (kg/kg udara kering), Y s adalah kelembaban TINJAUAN PUSTAKA Mekanisme Pengeringan Udara panas dihembuskan pada permukaan bahan yang basah, panas akan berpindah ke permukaan bahan, dan panas laten penguapan akan menyebabkan kandungan air bahan teruapkan.

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Pengujian alat pendingin..., Khalif Imami, FT UI, 2008

BAB II DASAR TEORI. Pengujian alat pendingin..., Khalif Imami, FT UI, 2008 BAB II DASAR TEORI 2.1 ADSORPSI Adsorpsi adalah proses yang terjadi ketika gas atau cairan berkumpul atau terhimpun pada permukaan benda padat, dan apabila interaksi antara gas atau cairan yang terhimpun

Lebih terperinci

BAB II. Prinsip Kerja Mesin Pendingin

BAB II. Prinsip Kerja Mesin Pendingin BAB II Prinsip Kerja Mesin Pendingin A. Sistem Pendinginan Absorbsi Sejarah mesin pendingin absorbsi dimulai pada abad ke-19 mendahului jenis kompresi uap dan telah mengalami masa kejayaannya sendiri.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iv. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR... xi. DAFTAR GRAFIK...xiii. DAFTAR TABEL... xv. NOMENCLATURE...

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iv. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR... xi. DAFTAR GRAFIK...xiii. DAFTAR TABEL... xv. NOMENCLATURE... JUDUL LEMBAR PENGESAHAN KATA PENGANTAR... i ABSTRAK... iv... vi DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR GRAFIK...xiii DAFTAR TABEL... xv NOMENCLATURE... xvi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Perumusan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. PERHITUNGAN BEBAN PENDINGIN RUANG UTAMA Lt. 3 KANTOR MANAJEMEN PT SUPERMAL KARAWACI DENGAN METODE CLTD

TUGAS AKHIR. PERHITUNGAN BEBAN PENDINGIN RUANG UTAMA Lt. 3 KANTOR MANAJEMEN PT SUPERMAL KARAWACI DENGAN METODE CLTD TUGAS AKHIR PERHITUNGAN BEBAN PENDINGIN RUANG UTAMA Lt. 3 KANTOR MANAJEMEN PT SUPERMAL KARAWACI DENGAN METODE CLTD Diajukan guna melengkapi sebagian syarat dalam mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S1)

Lebih terperinci

WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Tujuan Pengujian

WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Tujuan Pengujian 1.1 Tujuan Pengujian WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH BAB I PENDAHULUAN a) Mempelajari formulasi dasar dari heat exchanger sederhana. b) Perhitungan keseimbangan panas pada heat exchanger. c) Pengukuran

Lebih terperinci

Pengaruh Pipa Kapiler yang Dililitkan pada Suction Line terhadap Kinerja Mesin Pendingin

Pengaruh Pipa Kapiler yang Dililitkan pada Suction Line terhadap Kinerja Mesin Pendingin Pengaruh Pipa Kapiler yang Dililitkan pada Suction Line terhadap Kinerja Mesin Pendingin BELLA TANIA Program Pendidikan Fisika Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Surya May 9, 2013 Abstrak Mesin

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN ANALISA PERFORMANSI COLD STORAGE

PERANCANGAN DAN ANALISA PERFORMANSI COLD STORAGE PERANCANGAN DAN ANALISA PERFORMANSI COLD STORAGE PADA KAPAL PENANGKAP IKAN DENGAN CHILLER WATER REFRIGERASI ABSORPSI MENGGUNAKAN REFRIGERANT AMMONIA-WATER (NH 3 -H 2 O) Nama Mahasiswa : Radityo Dwi Atmojo

Lebih terperinci

Sistem pendingin siklus kompresi uap merupakan daur yang terbanyak. daur ini terjadi proses kompresi (1 ke 2), 4) dan penguapan (4 ke 1), seperti pada

Sistem pendingin siklus kompresi uap merupakan daur yang terbanyak. daur ini terjadi proses kompresi (1 ke 2), 4) dan penguapan (4 ke 1), seperti pada Siklus Kompresi Uap Sistem pendingin siklus kompresi uap merupakan daur yang terbanyak digunakan dalam daur refrigerasi, pada daur ini terjadi proses kompresi (1 ke 2), pengembunan( 2 ke 3), ekspansi (3

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR FISIKA ENERGI II PEMANFAATAN ENERGI PANAS TERBUANG PADA MESIN AC NPM : NPM :

LAPORAN AKHIR FISIKA ENERGI II PEMANFAATAN ENERGI PANAS TERBUANG PADA MESIN AC NPM : NPM : LAPORAN AKHIR FISIKA ENERGI II PEMANFAATAN ENERGI PANAS TERBUANG PADA MESIN AC Nama Praktikan : Utari Handayani NPM : 140310110032 Nama Partner : Gita Maya Luciana NPM : 140310110045 Hari/Tgl Percobaan

Lebih terperinci