BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Lampung Barat.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Lampung Barat."

Transkripsi

1 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Perkembangan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Lampung Barat Perkembangan Pajak Daerah (PD). Untuk melihat atau memprediksi perkembangan pajak daerah pada masa yang akan datang, dilakukan estimasi model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA), dimana berdasarkan hasil analisis terlihat bahwa nilai probabilitas AR(2) dan MA(2) sudah sangat kecil, sehingga sudah signifikan (lampiran 3). Dan persamaan dari hasil analisis ARIMA (2,1,2) adalah PD t = 97,8 +,697PD 2,9u artinya bahwa perkembangan pajak daerah positif t 1 t 1 dalam kurun 16 tahun. Oleh sebab itu perkembangan pajak daerah dimasa yang akan datang menjadi potensi sebagai sumber penerimaan pendapatan asli daerah di Kabupaten Lampung Barat. Perkembangan pajak daerah sebelum otonomi daerah mengalami peningkatan mulai tahun 1992/ /2 dan menurun pada tahun 2. Penurunan ini terjadi pada pos penerimaan pajak hotel, restoran dan Pajak Pengambilan bahan Galian Golongan C, serta pajak reklame. Sedangkan untuk pajak yang lainnya mengalami peningkatan, seperti Pajak Hiburan dan Pajak Penerangan Jalan (lampiran 24). Penurunan penerimaan pajak daerah secara dominan disebabkan berkurangnya anggaran pendapatan dan belanja daerah yang dialokasikan untuk belanja infrastruktur, yang berakibat berkurangnya penggunaan bahan galian golongan C (Pasir, Batu, tanah), yang pada gilirannya mengakibatkan berkurangnya aktifitas ekonomi serta menurunnya konsumsi 61

2 masyarakat. Pada era otonomi daerah yang dimulai tahun 21, penerimaan dari seluruh komponen pajak daerah mengalami peningkatan. Peningkatan ini dikarenakan adanya desentralisasi fiskal yang berdampak positif terhadap penerimaaan pemerintah daerah, di mana anggaran pendapatan dan belanja daerah mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Di bawah ini disajikan grafik perkembangan pajak daerah tahun 1992/ A c tua l Fitted Sumber : Dinas Pendapatan, Pengelola Keuangan dan Aset Daerah LB, 27. Diolah Gambar 5.6. Perkembangan Pajak Daerah Tahun 1992/ Perkembangan Retribusi Daerah (RD) Untuk melihat atau memprediksi perkembangan retribusi daerah pada masa yang akan datang dilakukan estimasi model regresi dimana berdasarkan hasil analisis terlihat bahwa nilai probabilitas AR(1) dan MA(1) sudah sangat kecil, sehingga sudah signifikan (lampiran 6). Dan persamaan dari hasil analisis ARIMA (1,1,1) yaitu RD = 4.263,4 +,99RD -,93u, artinya perkembangan t 1 t 1 retribusi daerah Kabupaten Lampung Barat mempunyai nilai trend yang positif. Oleh sebab itu retribusi daerah di masa yang akan datang menjadi potensi untuk sumber penerimaan daerah. Namun demikian bila dilihat perkembangan 62

3 penerimaan daerah dari retribusi daerah sebelum otonomi daerah, mengalami peningkatan kecuali pada tahun 1995/1996 dan 1998/1999. Penurunan penerimaan pada tahun 1995/1996 tersebut berasal dari pos penerimaan retribusi pelayanan kesehatan, izin mendirikan bangunan dan retribusi gambar bangunan, sedangkan penurunan penerimaan pada tahun 1998/1999 disebabkan oleh krisis ekonomi dan moneter di Indonesia, sehingga pemerintah pusat menginstruksikan agar pemerintah daerah tidak melakukan pungutan yang mengakibatkan ekonomi biaya tinggi. Akibatnya banyak jenis retribusi di daerah yang dianulir oleh pemerintah pusat seperti retribusi uang leges, pembantaian ternak, retribusi reklame, retribusi huller, retribusi izin usaha angkutan, dokumen lelang, Surat Izin Tempat Usaha (lampiran 25 ). Penerimaan dari retribusi daerah setelah otonomi daerah mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Hal ini disebabkan oleh telah diundangkannya Undang-undang Nomor 34 Tahun 2 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, sehingga daerah diberi kewenangan untuk menarik retribusi sesuai dengan ketentuan. Adapun retribusi yang diberikan kewenangan adalah retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha dan retribusi perizinan tertentu. Di bawah ini disajikan grafik perkembangan retribusi daerah tahun 1992/ A ctual Fitted Sumber : Dinas Pendapatan, Pengelola Keuangan dan Aset Daerah LB (27). Gambar 5.7. Perkembangan Retribusi Daerah Tahun 1992/

4 Perkembangan Laba Perusahaan Daerah (LPD) Untuk melihat atau memprediksi perkembangan laba perusahaan daerah pada masa yang akan datang dilakukan estimasi model regresi dimana berdasarkan hasil analisis terlihat bahwa nilai probabilitas AR(1) sudah sangat kecil, sehingga sudah signifikan (lampiran 11). Dan persamaannya yaitu LPD = 12,36 + 1,29LPD, artinya trend laba perusahaan daerah Kabupaten Lampung Barat mengalami peningkatan setiap tahunnya. Namun demikian perkembangan laba perusahaan daerah sebelum otonomi daerah dimulai pada tahun 1994/1995 yaitu dengan telah berdirinya PDAM Limau Kunci, sehingga laba perusahaan yang diperoleh dari aset yang dipisahkan tersebut memberikan kontribusi ke PAD walaupun masih kecil. Namun pada tahun 1998 PDAM Limau Kunci mengami kerugian yang tidak mampu menutupi biaya operasionalnya dan membayar utang, ditambah dengan berkurangnya pasokan air baku. Dampaknya adalah mulai tahun 1998/1999 hingga 27 PDAM menerima subsidi dari pemerintah daerah. Penerimaan daerah dari laba perusahaan daerah diperoleh mulai tahun 23 dengan ikutnya pemerintah daerah sebagai pemegang saham pada Bank Lampung (lampiran 26), dan penerimaan dari deviden/laba perusahaan mulai tahun 23 sampai 27 mengalami peningkatan sebagaimana grafik berikut ini. t A ctu al Fitted Sumber : Dinas Pendapatan, Pengelola Keuangan dan Aset Daerah LB, 27. Gambar 5.8. Perkembangan Laba Perusahaan Daerah Tahun

5 Perkembangan Lain-lain PAD yang Sah (LPS) Untuk melihat atau memprediksi perkembangan lain-lain pendapatan yang sah pada masa yang akan datang dilakukan estimasi model regresi dimana berdasarkan hasil analisis terlihat bahwa nilai probabilitas AR(1) dan MA(1) sudah sangat kecil, sehingga sudah signifikan (lampiran 13). Dan persamaannya adalah LPS = 768,92 +,743 LPS -,995 U, artinya bahwa adanya trend t 1 t 1 yang positif dari penerimaan lain-lain PAD yang sah. Namun demikian penerimaan dari Lain-lain Pendapatan yang sah ini bukan menjadi potensi sebagai sumber penerimaan daerah, karena pada pos ini sangat dodominasi dari penerimaan Jasa, giro dan bunga deposito. (lampiran 26 ) Perkembangan penerimaan dari lain-lain PAD yang sah sebelum otonomi daerah relatif stabil, walaupun terjadi penurunan pada tahun 2, dan penurunan tersebut terjadi pada pos penerimaan lain-lain. Namun setelah otonomi daerah Penerimaan dari lain-lain PAD yang sah meningkat secara drastis. Peningkatan tersebut disebabkan oleh meningkatnya penerimaan pada pos jasa giro dan bunga deposito. Dana Alokasi Umum merupakan penerimaan daerah yang langsung ditransfer ke rekening kas daerah setiap bulan, dimana daerah menerima sebesar 1/12 dari total DAU dan ditransfer pada awal bulan. Namun dilain pihak sejak otonomi daerah tahun 21 sampai dengan tahun 25, Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Kabupaten Lampung Barat yang seharusnya disahkan pada awal Januari setiap tahunnya seringkali baru dapat disahkan pada bulan April atau Mei tahun berjalan, sehingga Dana Alokasi Umum tersebut hanya dipakai untuk alokasi dasar (pembayaran gaji pegawai), sedangkan kelebihannya belum dapat digunakan untuk belanja langsung/belanja publik. Dana ini yang disimpan dalam bentuk jasa giro dan deposito. 65

6 Di bawah ini disajikan grafik perkembangan Lain-lain PAD yang sah tahun 1992/ A c tual F itte d Sumber : Dinas Pendapatan, Pengelola Keuangan dan Aset Daerah LB (27). Gambar 5.9. Perkembangan Lain-lain PAD yg Sah Tahun 1992/ Kontribusi Komponen PAD. Bila dilihat dari perkembangan masing-masing komponen PAD tersebut di atas, maka seluruh komponen memberikan estimasi yang positif, Bila dilihat dari kontribusi masing-masing komponen pendapatan asli daerah, maka yang pertama adalah komponen lain-lain PAD yang sah, diikuti retribusi daerah, pajak daerah dan laba perusahaan daerah. 66

7 Di bawah ini disajikan grafik kontribusi masing-masing komponen Pendapatan Asli Daerah. 1% 8% Kumulatif 6% 4% 2% % Tahun Pajak Daerah Retribusi Daerah Laba Perusahaan Daerah Lain-lain PAD Yang Sah Sumber : Dinas Pendapatan, Pengelola Keuangan dan Aset Daerah LB (27). Gambar 5.1. Perkembangan Kontribusi dari Komponen PAD Keragaan Umum Penggunaan Model Ekonometrik Berdasarkan model yang telah dirumuskan pada bab IV yaitu model linear dengan metode Ordinary Least Square, di bagian ini akan disajikan nilai-nilai hasil pendugaan pengamatan tersebut. Penyajian akan diawali dengan interpretasi hasil dengan penggunaan model secara keseluruhan yaitu koefisien determinasi/penentu (R²), uji F, uji t statistik, dan uji autokorelasi. Selanjutnya dilakukan pembahasan mengenai implikasi ekonomi dari tanda dan besaran parameter dugaan serta nilai-nilai elastisitas yang relevan untuk setiap persamaan dalam model. Pada umumnya keragaan hasil pendugaan model ekonometrik Pendapatan Asli Daerah (PAD) cukup baik. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai koefisien determinasi/penentu (R²) sebesar 98,23 persen artinya 98,23 persen nilai PAD dipengaruhi oleh peubah bebas dalam model (pendapatan per kapita, Inflasi, belanja pemerintah daerah, dan otonomi daerah), dan sisanya sebesar 1,77 persen ditentukan oleh peubah di luar model. 68

8 Pengujian parameter yang secara keseluruhan untuk faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan asli daerah (PAD) dimaksudkan untuk melihat pengaruh bersama-sama antara variabel dependen dan independen yang menghasilkan F-hitung = 139,21 dan P-value sebesar,. Hasil ini berarti bahwa secara bersama-sama pendapatan per kapita Lampung Barat, inflasi, belanja pemerintah daerah dan otonomi daerah berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 1 persen. Selain itu berdasarkan uji autokorelasi dengan menggunakan Durbin Watson, persamaan faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan asli daerah memiliki nilai DW sebesar 2,57 sehingga dapat disimpulkan bahwa uji autokorelasi menghasilkan nilai yang yang tidak memiliki kesimpulan ada, atau tidak adanya autokorelasi Faktor-faktor yang mempengaruhi PAD Pada penelitian ini pendapatan asli daerah merupakan penerimaan dari seluruh pajak, retribusi laba perusahaan daerah dan Lain-lain pendapatan yang sah. Pada persamaan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi PAD tersebut ternyata tidak ditemukan masalah multikolinier (lampiran ), hal tersebut diperlukan agar sesuai dengan asumsi BLUE (Best Liniaer Unbiased Estimator), guna menghindari terjadinya penaksiran yang tidak efektif mengenai parameter model. Pada persamaan faktor-faktor yang mempengaruhi PAD menggunakan persamaan Logaritma natural, karena dengan persamaan ini dihasilkan R² yang lebih baik dari pada menggunakan model linear biasa, dimana inflasi tidak dimodifikasi dalam bentuk logaritma natural karena memiliki satuan persen, begitu pula dengan variabel dummy (otonomi daerah) memiliki nilai untuk sebelum otonomi daerah dan nilai 1 untuk sesudah otonomi daerah. Berdasarkan hasil perhitungan didapat bahwa persamaan yang dibangun dan estimasi koefisien, t-hitung, probabilitas serta elastisitasnya dapat dilihat pada Tabel 5.12 berikut : 69

9 Tabel Hasil Pendugaan koefisien, t-hitung dan Probabilitas serta Elastisitas PAD tahun Peubah Koefisien t-hitung P-value Elastisitas Konstanta 3,743 2,6111,26 Pendapatan Per 2,5439 2,335,694 *) 2,5439 kapita Lampung Barat (Pkapita) Inflasi -,2 -, Belanja Pemerintah 1,434 4,377,24 **) 1,434 Daerah Otonomi Daerah -,1685 -,5687,582 R² =,9823 R² adj =,9753 F-Stat = 139,21 DW = 2,577 *) Nyata pada taraf 1%, **) Nyata pada taraf 1%. Dimana berdasarkan hasil perhitungan di atas dapat dijelaskan pengaruh masingmasing variabel eksogen terhadap variabel endogennya Pendapatan Per Kapita Lampung Barat. Berdasarkan estimasi untuk variabel pendapatan per kapita kabupaten Lampung Barat berpengaruh nyata pada taraf (1%), Hal tersebut mengindikasikan bahwa pendapatan per kapita Lampung Barat berpengaruh dalam peningkatan pendapatan asli daerah di kabupaten Lampung Barat. Pendapatan per kapita kabupaten Lampung Barat memiliki tanda positif. Hal ini mengindikasikan bahwa peningkatan pendapatan per kapita Lampung Barat akan meningkatkan pendapatan asli daerah. Pendapatan per kapita Lampung Barat merupakan alat yang dapat dijadikan ukuran ekonomi Lampung Barat dalam meningkatkan pendapatan asli daerah. Hal ini mengindikasikan juga bahwa dengan kondisi perekonomian yang membaik di Kabupaten Lampung Barat, yang ditandai dengan meningkatnya pendapatan per kapita sehingga membawa dampak terhadap peningkatan pendapatan asli daerah. Besarnya nilai elastisitas pendapatan asli daerah yaitu 2,5439. Peningkatan pendapatan per kapita masyarakat Lampung Barat sebesar satu persen menyebabkan peningkatan pendapatan asli daerah sebesar 2,5439 persen. 7

10 Besarnya angka tersebut menunjukkan pendapatan per kapita masyarakat Lampung Barat bersifat responsif terhadap perubahan pendapatan asli daerah Inflasi Variabel inflasi tidak berpengaruh nyata dengan nilai probabilitasnya sebesar,9655. Hal tersebut menjelaskan bahwa inflasi tidak berpengaruh nyata terhadap pendapatan asli daerah. Hasil estimasi menunjukkan bahwa inflasi tersebut memiliki tanda negatif yang sesuai dengan parameter dugaan yang diharapkan yaitu negatif. Inflasi akan meningkatkan harga faktor-faktor produksi yang berpengaruh terhadap jumlah barang/jasa yang diminta. Peningkatan hargaharga akan menyebabkan inflasi, yang akhirnya akan mengurangi kemampuan daya beli masyarakat. Kesimpulannya adalah ada hubungan negatif antara inflasi dengan kemampuan daya beli masyarakat. Sehingga menurunkan pendapatan asli daerah baik dari pajak maupun retribusi daerah. Berdasarkan perhitungan, ternyata dugaan bahwa dengan meningkatnya inflasi akan menurunkan pendapatan asli daerah ditolak. Hal tersebut dikarenakan pendapatan masyarakat Lampung Barat yang dominan hidup di subsektor perkebunan yaitu kopi mempunyai harga jual yang meningkat setiap tahunnya di pasaran. Artinya walaupun ada peningkatan inflasi, karena diikuti oleh peningkatan pendapatan masyarakat, tidak mengurangi jumlah barang/jasa yang diminta oleh masyarakat, yang pada gilirannya pendapatan asli daerah akan meningkat. Kejadian tersebut dapat dijelaskan berdasarkan data sekunder yang menggambarkan kondisi riil yang terjadi di lapangan. Tingkat inflasi mulai tahun 1993 sampai dengan 27 cenderung meningkat, walaupun terjadi penurunan pada tahun Dilain pihak pendapatan asli daerah juga trendnya meningkat setiap tahunnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa peningkatan inflasi bukan menjadi faktor penghambat untuk meningkatkan pendapatan asli daerah jika diikuti oleh peningkatan pendapatan masyarakat Belanja Pemerintah Daerah Berdasarkan perhitungan belanja pemerintah daerah berpengaruh nyata terhadap pendapatan asli daerah pada taraf 1 persen. Hasil estimasi tersebut menunjukkan bahwa belanja pemerintah daerah memiliki tanda positif yang sesuai 71

11 dengan parameter dugaan yang diharapkan, artinya belanja pemerintah daerah berpengaruh positif terhadap pendapatan asli daerah. Elastisitas belanja pemerintah daerah kabupaten Lampung Barat bersifat elastis yaitu sebesar 1,434. Angka menyatakan bahwa kenaikan belanja pemerintah daerah sebesar satu persen menyebabkan kenaikan pendapatan asli daerah sebesar 1,434 persen. Dengan kata lain menunjukkan bahwa belanja pemerintah daerah kabupaten Lampung Barat bersifat responsif terhadap pendapatan asli daerah. Belanja pemerintah daerah yang terdiri dari belanja tidak langsung (belanja pegawai, belanja bunga, belanja hibah, belanja bantuan modal, belanja bantuan sosial, belanja bagi hasil pembangunan desa, belanja bagi hasil pembangunan pekon, belanja bantuan kepada pemerintah pekon, belanja tidak terduga) dan belanja langsung (belanja pegawai/personalia, belanja barang dan jasa, belanja modal) mempunyai pengaruh terhadap pendapatan asli daerah kabupaten Lampung Barat melalui 2 cara yaitu : a. Pengaruh Langsung. Peneriman yang diperoleh dari pajak galian golongan c (pasir, batu dan tanah) yang digunakan untuk pembangunan infrastruktur melalui belanja modal (Jalan, bangunan, jembatan), pajak restoran, retribusi izin mendirikan bangunan, retribusi legas, retribusi penyertaan dokumen lelang, retribusi surat izin usaha jasa konstruksi, retribusi izin usaha pendafaran kegiatan industri dan perdagangan (surat izin usaha perdagangan, tanda daftar perusahaan, tanda daftar gudang, tanda daftar industri), dan retribusi gangguan yang diperoleh dari kegiatan belanja barang dan jasa. b. Pengaruh Tidak Langsung Pengaruh tidak langsung ini adalah penerimaan yang diperoleh dari masyarakat dikarenakan kondusifnya perekonomian masyarakat Lampung Barat dengan adanya kebijaksanaan fiskal (APBD), sehingga transaksi ekonomi tumbuh dan berkembang yang pada gilirannya akan meningkatkan volume setiap lapangan usaha. Pengaruh selanjutnya adalah meningkatnya pajak dan retribusi daerah sebagai akibat meningkatnya pelayanan pemerintah. Sehingga pajak restoran, pajak hotel, pajak hiburan, pajak reklame, retribusi pasar grosir dan pertokoan, 72

12 retribusi izin mendirikan bangunan, dan retribusi pasar serta retribusi lainnya akan meningkat Otonomi Daerah Berdasarkan perhitungan menunjukkan bahwa dengan adanya otonomi daerah tidak berpengaruh nyata terhadap pendapatan asli daerah. Hasil estimasi menunjukkan bahwa otonomi daerah memiliki tanda negatif yang tidak sesuai dengan parameter dugaan yang diharapkan positif. Seharusnya dengan adanya otonomi daerah, di mana daerah diberikan kewenangan penuh terhadap obyek dan subyek pungutan pajak dan retribusi daerah (UU No. 34 tahun 2, tentang pajak dan retribusi daerah), mampu memberikan kontribusi terhadap pendapatan asli daerah. Perbedaan tanda tersebut dapat dijelaskan berdasarkan data sekunder yang menggambarkan kondisi riil yang terjadi di lapangan, yaitu dari 29 peraturan daerah mengenai pungutan, ada 16 peraturan daerah yang dibuat pada tahun 1989 dan 1999 (sebelum otonomi daerah). Adapun produk hukum pungutan tersebut adalah perda Pajak Pengambilan Bahan Galian C, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah, Retribusi Izin Mendirikan Bangunan, Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum, Retribusi Terminal, Retribusi Izin Trayek, Retribusi Pelayanan Persampahan dan Kebersihan, Retribusi Tempat Penginapan, Retribusi Peruntukan Penggunaan Tanah, Retribusi Izin Gangguan, Retribusi Tempat Khusus Parkir, Retribusi Rumah Potong Hewan Pengembangan Potensi Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah. Berdasarakan analisis makro tentang faktor-faktor yang mempengaruhi Pendapatan asli daerah didapat bahwa belanja pemerintah daerah berpengaruh terhadap pendapatan asli daerah (pajak dan retribusi daerah) baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh sebab itu perlu dilakukan analisis dari masingmasing komponen pajak, retribusi, dan laba perusahaan daerah yang potensial, sehingga dapat dikembangkan dan memberikan kontribusi positif terhadap pendapatan asli daerah. Berdasarkan potensi yang ada, variabel pajak daerah yang potensial adalah jumlah pengunjung hotel dan jumlah rumah makan/restoran, 73

13 untuk retribusi daerah adalah retribusi pasar dan pertokoan. Di bawah ini disajikan analisis potensi tersebut didasarkan pada jumlah pertokoan, jumlah pengunjung hotel dan jumlah restoran. Keragaan hasil pendugaan model ekonometrik Pendapatan Asli Daerah (PAD) cukup baik, yang dilihat dari nilai koefisien determinasi/penentu (R²) sebesar 97,3% persen artinya 97,3 persen nilai PAD dipengaruhi oleh peubah bebas dalam model (jumlah pengunjung hotel, jumlah restoran, dan jumlah pertokoan), dan sisanya sebesar 2,97 persen ditentukan oleh peubah di luar model. Pengujian parameter secara keseluruhan yang mempengaruhi pendapatan asli daerah (PAD), dimaksudkan untuk melihat pengaruh bersama-sama antara variabel dependen dan independen secara keseluruhan menghasilkan F-hitung = 119,97 dan P-value sebesar,, hasil ini berarti bahwa secara bersama-sama jumlah pengunjung hotel, restoran, dan pertokoan di kabupaten Lampung Barat berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 1 persen. Pada penelitian ini pendapatan asli daerah dipengaruhi oleh jumlah pengunjung hotel, jumlah restoran, dan jumlah pertokoan. Pada persamaan yang mempengaruhi PAD tersebut tidak terdapat masalah multikolinier (Lampiran Matrik Korelasi), sehingga sesuai dengan asumsi BLUE (Best Liniaer Unbiased Estimator), guna menghindari terjadinya penaksiran yang tidak efektif mengenai parameter model. Pada persamaan yang mempengaruhi PAD, kajian ini menggunakan persamaan linear logaritma natural, karena dengan menggunakan persamaan ini dihasilkan R² dan nilai Durbin-Watson (DW) yang lebih baik dari pada menggunakan model linear biasa. Berdasarkan hasil perhitungan didapat bahwa persamaan yang dibangun dan estimasi koefisien, t-hitung, probabilitas serta elastisitasnya dapat dilihat pada Tabel 5.13 berikut : 74

14 Tabel Hasil Pendugaan koefisien, t-hitung dan Probabilitas serta Elastisitas PAD tahun Peubah Koefisien t-hitung P-value Elastisitas Konstanta -, ,394,1919 Jumlah Pengunjung,5942 1,24,3278 Hotel Jumlah Restoran -,4547 -,6556,5255 Jumlah Pertokoan 1,5974 6,629, *) 1,5974 R² =,973 R² adj =,9622 F-Stat = 119,97 DW = 1,44 *) = Nyata pada taraf 1% Potensi Sumber PAD dari Jumlah Pengunjung Hotel. Berdasarkan estimasi untuk variabel jumlah pengunjung hotel yang ada di kabupaten Lampung Barat, jumlah pengunjung hotel tidak berpengaruh nyata terhadap pendapatan asli daerah pada taraf 15 persen, dengan probabilitas sebesar,3278. Hasil estimasi menunjukkan bahwa jumlah pengunjung hotel memiliki tanda positif (,5942) yang sesuai dengan parameter dugaan yang diharapkan. Kondisi tersebut dapat dijelaskan, berdasarkan data sekunder yang menggambarkan keadaan riil yaitu berfluktuasinya pengunjung hotel dimana pada tahun 1993 (9.1 pengunjung) sampai dengan tahun 22 ( pengunjung) dan 26 ( pengunjung) trennya meningkat, tetapi pada tahun 23 (11.26 pengunjung), dan 27 ( pengunjung) menurun. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa untuk meningkatkan pendapatan asli daerah dari pajak hotel perlu pengembangan jumlah pengunjung hotel melalui pembangunan citra Lampung Barat baik di dalam negeri dan luar negeri seperti Lampung Barat sebagai tujuan obyek wisata bahari di wilayah pesisir, wisata penelitian (repong damar, kopi), wisata alam, dan wisata budaya Potensi Sumber PAD dari Jumlah Restoran. Jumlah restoran yang ada di Kabupaten Lampung Barat tidak berpengaruh terhadap pendapatan asli daerah. Hal ini tidak sesuai dengan yang diharapkan, bahwa dengan meningkatnya jumlah restoran akan meningkatkan pendapatan asli 75

15 daerah. Jumlah pengunjung restoran relatif tidak bertambah. Oleh sebab itu untuk meningkatkan pendapatan asli daerah dari pajak restoran diperlukan upaya meningkatkan jumlah pengunjung restoran/rumah makan. Di samping itu berdasarkan kondisi riil di lapangan, target pajak restoran belum didasarkan pada potensi riil, artinya seluruh restoran/rumah makan yang ada di kabupaten Lampung Barat belum menggunakan bill (faktur), tetapi target didasarkan kenaikan persentase tertentu tiap tahunnya untuk masing-masing restoran/rumah makan Potensi Sumber PAD dari Jumlah Pertokoan. Jumlah pertokoan milik pemda yang ada di kabupaten Lampung Barat berpengaruh nyata terhadap pendapatan asli daerah pada taraf 1 persen. Hal tersebut sesuai dengan yang diharapkan, bahwa dengan meningkatnya jumlah pertokoan akan meningkatkan pendapatan asli daerah. Hasil estimasi menunjukkan bahwa elastisitas jmlah pertokoan sebesar 1,597. Artinya kenaikan 1 persen pertokoan mengakibatkan peningkatan terhadap pendapatan asli daerah sebesar 1,597. Peningkatan pendapatan tersebut diperoleh dari sewa ruko, los tertutup, los terbuka. Dampak dari adanya pertokoan ini adalah meningkatnya fasilitas perdagangan yang pada gilirannya akan meningkakan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Lampung Barat. Sehingga memiliki potensi besar peningkatan PAD dari pertokoan. Besarnya tarif sewa pertokoan (ruko, loas terbuka dan tertutup) didasarkan pada rata-rata sewa yang berlaku dipasaran setempat, yang dibayar untuk sewa 1 tahun, sehingga masyarakat tidak merasa terbebani dengan tarif yang ditentukan. Besarnya tarif ini ditetapkan melalui peraturan daerah, yang selanjutnya menjadi dasar perhitungan target penerimaan PAD dari pertokoan. Besarnya target penerimaan dari sewa pertokoan ini adalah 75 sampai dengan 8 persen dari jumlah pertokoan (ruko, los terbuka dan tertutup). Di samping itu potensi pembangunan pertokoan pemerintah daerah ini masih sangat besar, karena dengan jumlah desa di Kabupaten Lampung Barat sebanyak 195 dan 6 kelurahan, hanya 68 desa yang sudah ada pasar desanya, sisanya belum ada pasar desa sehingga perlu dikembangkan dengan bantuan fasilitas dari pemerintah daerah atau investor swasta. 76

V. PEMBAHASAN. perekonomian daerah. Pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk

V. PEMBAHASAN. perekonomian daerah. Pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk V. PEMBAHASAN 5.1. Kinerja Ekonomi Daerah Kota Magelang Adanya penerapan desentralisasi fiskal diharapkan dapat mendorong perekonomian daerah. Pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Salah satu landasan yuridis bagi pengembangan Otonomi Daerah di Indonesia adalah lahirnya Undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Pengganti

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Otonomi Daerah dan Desentralisasi Berdasarkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 1 butir 5, yang dimaksud dengan otonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat melalui beberapa proses dan salah satunya adalah dengan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Asli Daerah (PAD) menurut Halim (2008:96) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Kelompok PAD dipisahkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan trend ke arah zona ekonomi sebagai kota metropolitan, kondisi ini adalah sebagai wujud dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keuangan Daerah Faktor keuangan merupakan faktor yang paling dominan dalam mengukur tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonominya. Keadaan keuangan daerah yang menentukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keuangan Daerah dan APBD Peraturan Menteri Dalam Negeri No 21 tahun 2011 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah mendefinisikan Keuangan Daerah sebagai semua hak dan kewajiban

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH 34 BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Pengelolaan Keuangan Daerah merupakan rangkaian siklus Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang pelaksanaannya dimulai dari perencanaan,

Lebih terperinci

ANALISIS PADA CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN KABUPATEN KUDUS DAN KABUPATEN JEPARA TAHUN ANGGARAN Oleh : Yusshinta Polita Gabrielle Pariury

ANALISIS PADA CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN KABUPATEN KUDUS DAN KABUPATEN JEPARA TAHUN ANGGARAN Oleh : Yusshinta Polita Gabrielle Pariury ANALISIS PADA CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN KABUPATEN KUDUS DAN KABUPATEN JEPARA TAHUN ANGGARAN 2007 Oleh : Yusshinta Polita Gabrielle Pariury 1. Kebijakan Ekonomi Makro Berdasarkan SAP No.4, CaLK harus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Pendapatan Asli Daerah a. Pengertian Pendapatan Asli Daerah Menurut Mardiasmo (2002:132), Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh dan sektor

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN UMUM DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III KEBIJAKAN UMUM DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB III KEBIJAKAN UMUM DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Pelaksanaan Otonomi Daerah secara luas, nyata dan bertanggungjawab yang diletakkan pada Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang

Lebih terperinci

Hubungan Keuangan antara Pemerintah Daerah-Pusat. Marlan Hutahaean

Hubungan Keuangan antara Pemerintah Daerah-Pusat. Marlan Hutahaean Hubungan Keuangan antara Pemerintah Daerah-Pusat 1 Desentralisasi Politik dan Administrasi Publik harus diikuti dengan desentralisasi Keuangan. Hal ini sering disebut dengan follow money function. Hubungan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah. Otonomi membuka kesempatan bagi daerah untuk mengeluarkan

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah. Otonomi membuka kesempatan bagi daerah untuk mengeluarkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah merupakan dampak reformasi yang harus dihadapi oleh setiap daerah di Indonesia, terutama kabupaten dan kota sebagai unit pelaksana otonomi daerah. Otonomi

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Tulungagung Berdasarkan ringkasan struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Tulungagung, setiap tahunnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Belanja Daerah Belanja daerah meliputi semua pengeluaran uang dari Rekening Kas Umum Daerah yang mengurangi ekuitas dana, yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Belanja Modal Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang sifatnya menambah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan. Oleh karena itu, daerah harus mampu menggali potensi

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan. Oleh karena itu, daerah harus mampu menggali potensi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Adanya otonomi daerah dan desentralisasi fiskal mengakibatkan banyak dampak bagi daerah, terutama terhadap kabupaten dan kota. Salah satu dampak otonomi daerah dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diberlakukannya undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. Diberlakukannya undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul Diberlakukannya undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah membawa perubahan dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara, Undangundang tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun di sektor swasta, hanya fungsinya berlainan (Soemitro, 1990).

BAB I PENDAHULUAN. maupun di sektor swasta, hanya fungsinya berlainan (Soemitro, 1990). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pajak erat sekali hubungannya dengan pembangunan, baik di sektor publik maupun di sektor swasta, hanya fungsinya berlainan (Soemitro, 1990). Pembangunan

Lebih terperinci

Daerah (PAD), khususnya penerimaan pajak-pajak daerah (Saragih,

Daerah (PAD), khususnya penerimaan pajak-pajak daerah (Saragih, APBD merupakan suatu gambaran atau tolak ukur penting keberhasilan suatu daerah di dalam meningkatkan potensi perekonomian daerah. Artinya, jika perekonomian daerah mengalami pertumbuhan, maka akan berdampak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengertian PAD dan penjabaran elemen-elemen yang terdapat dalam PAD.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengertian PAD dan penjabaran elemen-elemen yang terdapat dalam PAD. 18 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dijelaskan teori-teori yang berkaitan dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD), variabel-variabel yang diteliti serta penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Organisasi sebagai satu kesatuan yang dinamis merupakan alat untuk mencapai

I. PENDAHULUAN. Organisasi sebagai satu kesatuan yang dinamis merupakan alat untuk mencapai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Organisasi sebagai satu kesatuan yang dinamis merupakan alat untuk mencapai tujuan pokok. Pencapaian tujuan dalam suatu program kerja tidak saja bergantung pada konsep-konsep

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian 2.1.1 Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Menurut Halim (2004:15-16) APBD adalah suatu anggaran daerah, dimana memiliki unsur-unsur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Dengan dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 yang kemudian direvisi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Dengan dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 yang kemudian direvisi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dengan dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 yang kemudian direvisi menjadi UU No. 32 Tahun 2004, daerah diberi kewenangan yang luas dalam mengurus dan mengelola

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. administrasi dan fungsi Pemerintah di daerah yang dilaksanakan oleh

II. TINJAUAN PUSTAKA. administrasi dan fungsi Pemerintah di daerah yang dilaksanakan oleh 12 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pemerintah Daerah Sistem administrasi keuangan daerah di Indonesia ditandai dengan dua pendekatan, yaitu dekonsentarsi dan desentralisasi. Dekonsentrasi adalah administrasi dan

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN B A B III 1 BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Daerah Tahun 2010-2015 3.1.1. Kinerja Pelaksanaan APBD Data realisasi keuangan daerah Kabupaten Rembang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PENGERTIAN PENDAPATAN ASLI DAERAH Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan

Lebih terperinci

APBD KABUPATEN GARUT TAHUN ANGGARAN ) Target dan Realisasi Pendapatan

APBD KABUPATEN GARUT TAHUN ANGGARAN ) Target dan Realisasi Pendapatan APBD KABUPATEN GARUT TAHUN ANGGARAN 2006 1) dan Pendapatan Dalam tahun anggaran 2006, Pendapatan Daerah ditargetkan sebesar Rp.1.028.046.460.462,34 dan dapat direalisasikan sebesar Rp.1.049.104.846.377,00

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Undang-Undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah merupakan salah satu landasan yuridis bagi pengembangan Otonomi Daerah di Indonesia. Dalam undang-undang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh pengeluaran daerah itu. Pendapatan daerah itu bisa berupa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh pengeluaran daerah itu. Pendapatan daerah itu bisa berupa BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Belanja Daerah Seluruh pendapatan daerah yang diperoleh baik dari daerahnya sendiri maupun bantuan dari pemerintah pusat akan digunakan untuk membiayai seluruh

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan terhadap perusahaan manufaktur sektor

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan terhadap perusahaan manufaktur sektor BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan terhadap perusahaan manufaktur sektor industri barang konsumsi dan sektor aneka industri yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Kota Bandung merupakan salah satu daerah otonom yang termasuk ke dalam Provinsi Jawa Barat yang tidak lepas dari dampak penerapan otonomi daerah. Kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No. 22 Tahun 1999 yang telah diganti dengan UU No. 34 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No. 22 Tahun 1999 yang telah diganti dengan UU No. 34 Tahun 2004 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut UU No. 22 Tahun 1999 yang telah diganti dengan UU No. 34 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, menyebutkan bahwa melalui otonomi daerah, pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variable Penelitian 2.1.1 Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Asli Daerah merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah, pendapatan

Lebih terperinci

ketentuan perundang-undangan.

ketentuan perundang-undangan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Belanja Daerah Belanja menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2015 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan Pernyataan Nomor 2 adalah: Semua pengeluaran dari Rekening kas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2.1.1 Pengertian dan unsur-unsur APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada hakekatnya merupakan salah satu instrumen

Lebih terperinci

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN (REVISI) GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN (REVISI) GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB 3 GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan rencana pengelolaan keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh DPRD dalam Peraturan Daerah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tersebut dibutuhkan sumber-sumber keuangan yang besar. Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang

I. PENDAHULUAN. tersebut dibutuhkan sumber-sumber keuangan yang besar. Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan Daerah didasarkan asas otonomi daerah dengan mengacu pada kondisi dan situasi satuan wilayah yang bersangkutan.dengan daerah tidak saja mengurus rumah tangganya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagai penyempurnaan Undang-undang Nomor 22

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagai penyempurnaan Undang-undang Nomor 22 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak diberlakukannya Otonomi Daerah yang sesuai dengan Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagai penyempurnaan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. berupa time series dari tahun 1995 sampai tahun Data time series

III. METODE PENELITIAN. berupa time series dari tahun 1995 sampai tahun Data time series III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, berupa time series dari tahun 1995 sampai tahun 2011. Data time series merupakan data

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dana Alokasi Umum (DAU) Diera otonomi daerah ini ternyata juga membawa perubahan pada pengelolaan keuangan daerah. Diantaranya dalam hal sumber-sumber penerimaan pemerintahan

Lebih terperinci

BAB II PERUBAHAN KEBIJAKAN UMUM APBD Perubahan Asumsi Dasar Kebijakan Umum APBD

BAB II PERUBAHAN KEBIJAKAN UMUM APBD Perubahan Asumsi Dasar Kebijakan Umum APBD BAB II PERUBAHAN KEBIJAKAN UMUM APBD 2.1. Perubahan Asumsi Dasar Kebijakan Umum APBD Dalam penyusunan Kebijakan Umum Perubahan APBD ini, perhatian atas perkembangan kondisi perekonomian Kabupaten Lombok

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Pendapatan Asli Daerah 2.1.1. Definisi Pendapatan Asli Daerah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Lebih terperinci

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR : 08 TAHUN 2014 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 13 BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Anggaran Daerah Perencanaan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkkan dari proses manajemen organisasi. Demikian juga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keuangan Daerah Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan sebagai semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan teori 2.1.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2.1.1.1 Pengertian APBD Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pelayanan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan dibahas lebih mendalam mengenai teori-teori dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan dibahas lebih mendalam mengenai teori-teori dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori Pada bab ini akan dibahas lebih mendalam mengenai teori-teori dan pendekatan-pendekatan yang menjelaskan pengertian Belanja Modal, Fiscal Stress, Dana Bagi Hasil

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut M. Suparmoko (2001: 18) otonomi daerah adalah kewenangan daerah

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut M. Suparmoko (2001: 18) otonomi daerah adalah kewenangan daerah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Otonomi Daerah Menurut M. Suparmoko (2001: 18) otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang dibarengi dengan pelaksanaan otonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang dibarengi dengan pelaksanaan otonomi daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional merupakan upaya pembangunan yang berkesinambungan dan berkelanjutan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara. Mempercepat

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG PENGALOKASIAN DAN TATA CARA PEMBAGIAN DANA BAGI HASIL PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH KEPADA DESA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah menganalisis Pengaruh Pajak Daerah,

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah menganalisis Pengaruh Pajak Daerah, 36 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Ruang lingkup penelitian ini adalah menganalisis Pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Pendapatan BUMD Dan Pendapatan Lain Daerah Terhadap Pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bidang ekonomi dan keuangan. Dalam rangka meningkatkan daya guna ( efektivitas )

I. PENDAHULUAN. bidang ekonomi dan keuangan. Dalam rangka meningkatkan daya guna ( efektivitas ) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah daerah berusaha mengembangkan dan meningkatkan perannya dalam bidang ekonomi dan keuangan. Dalam rangka meningkatkan daya guna ( efektivitas ) penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. mendasari otonomi daerah adalah sebagai berikut:

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. mendasari otonomi daerah adalah sebagai berikut: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Otonomi daerah Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 tahun 2004, otonomi daerah merupakan kewenangan daerah otonom untuk mengurus dan mengatur kepentingan masyarakat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemerintah Daerah Di masa orde baru pengaturan pemerintahan daerah ditetapkan dengan Undang-Undang No. 5 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, tapi belum memberikan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. kekayaan daerah yang dipisahkan, dan pendapatan asli daerah lain-lain yang sah.

BAB IV PEMBAHASAN. kekayaan daerah yang dipisahkan, dan pendapatan asli daerah lain-lain yang sah. BAB IV PEMBAHASAN IV.1. Pembahasan Pendapatan Asli Daerah Secara umum pendapatan asli daerah Kota Tangerang terdiri dari 4 (empat) jenis, yaitu: pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah

Lebih terperinci

1. Target dan Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Tahun Anggaran Anggaran Setelah

1. Target dan Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Tahun Anggaran Anggaran Setelah ANGGARAN PENDAPATAN BELANJA DAERAH KABUPATEN GARUT TAHUN 2005 A. PENDAPATAN 1. dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Tahun 2005 Pendapatan Asli Daerah (PAD) 1 Pajak Daerah 5.998.105.680,00 6.354.552.060,00

Lebih terperinci

BAB III ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH A. Arah Pengelolaan Pendapatan Daerah 1. Kondisi Pendapatan Saat Ini a. Pendapatan Asli Daerah Secara akumulatif, Pendapatan Asli Daerah kurun waktu 2006-2010 mengalami

Lebih terperinci

DATA ISIAN SIPD TAHUN 2017 BPPKAD KABUPATEN BANJARNEGARA PERIODE 1 JANUARI SAMPAI DENGAN 8 JUNI 2017

DATA ISIAN SIPD TAHUN 2017 BPPKAD KABUPATEN BANJARNEGARA PERIODE 1 JANUARI SAMPAI DENGAN 8 JUNI 2017 DATA ISIAN SIPD TAHUN 2017 BPPKAD KABUPATEN BANJARNEGARA PERIODE 1 JANUARI SAMPAI DENGAN 8 JUNI 2017 JENIS DATA 2012 2013 2014 2015 2016 2017 Satuan Data XIX. RINGKASAN APBD I. Pendapatan Daerah - 584244829879

Lebih terperinci

A. Struktur APBD Kota Surakarta APBD Kota Surakarta Tahun

A. Struktur APBD Kota Surakarta APBD Kota Surakarta Tahun A. Struktur APBD Kota Surakarta 2009 2013 APBD Kota Surakarta Tahun 2009-2013 Uraian 2009 2010 2011 1 PENDAPATAN 799,442,931,600 728,938,187,952 Pendapatan Asli Daerah 110,842,157,600 101,972,318,682 Dana

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintahan yang sentralisasi menjadi struktur yang terdesentralisasi dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintahan yang sentralisasi menjadi struktur yang terdesentralisasi dengan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Reformasi yang telah terjadi membuat perubahan politik dan administrasi, salah satu bentuk reformasi tersebut adalah perubahan bentuk pemerintahan yang sentralisasi

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Pendapatan Asli Daerah Kota Semarang terdiri dari : dapat dipaksakan untuk keperluan APBD.

BAB IV PEMBAHASAN. Pendapatan Asli Daerah Kota Semarang terdiri dari : dapat dipaksakan untuk keperluan APBD. BAB IV PEMBAHASAN 4.1. PENDAPATAN ASLI DAERAH Pendapatan Asli Daerah Kota Semarang terdiri dari : 1. Laba Usaha Daerah Adalah keuntungan yang diperoleh oleh daerah yang bergerak dibidang usaha barang maupun

Lebih terperinci

8.1. Keuangan Daerah APBD

8.1. Keuangan Daerah APBD S alah satu aspek pembangunan yang mendasar dan strategis adalah pembangunan aspek ekonomi, baik pembangunan ekonomi pada tatanan mikro maupun makro. Secara mikro, pembangunan ekonomi lebih menekankan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan daerah adalah komponen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang digunakan untuk membiayai pembangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam landasan teori, akan dibahas lebih jauh mengenai Pertumbuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam landasan teori, akan dibahas lebih jauh mengenai Pertumbuhan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Dalam landasan teori, akan dibahas lebih jauh mengenai Ekonomi, Belanja Modal, Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum. Kemudian, akan menjabarkan penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perubahan kedua dari Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perubahan kedua dari Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Defenisi Otonomi Daerah Berdasarkan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 yang telah mengalami perubahan kedua dari Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Barat tahun 2007 sampai dengan 2012.

BAB III METODE PENELITIAN. Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Barat tahun 2007 sampai dengan 2012. BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Sampel Dan Data Penelitian Pengambilan data dilakukan di Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan melalui internet. Data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Masa Lalu 3.1.1. Kinerja Pelaksanaan APBD 3.1.1.1. Sumber Pendapatan Daerah Sumber pendapatan daerah terdiri

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kinerja Penerimaan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Lampung Timur

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kinerja Penerimaan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Lampung Timur IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kinerja Penerimaan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Lampung Timur Pada bab ini dikemukakan deskripsi dan analisis hasil penelitian yang diperoleh melalui pengukuran dan pengujian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas bersumber dari penerimaan pajak. Tidak hanya itu sumber

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas bersumber dari penerimaan pajak. Tidak hanya itu sumber BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemajuan dalam pembangunan nasional sangat didukung oleh pembiayaan yang berasal dari masyarakat, yaitu penerimaan pajak. Segala bentuk fasilitas umum seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Kabupaten Bekasi merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Anggaran menurut Yuwono (2005:27) adalah rencana terinci yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Anggaran menurut Yuwono (2005:27) adalah rencana terinci yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Tinjauan Teori 2.1.1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Anggaran menurut Yuwono (2005:27) adalah rencana terinci yang dinyatakan secara formal dalam ukuran kuantitatif,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pajak Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan

Lebih terperinci

H 2 : Dana Perimbangan berpengaruh positif terhadap Belanja Modal

H 2 : Dana Perimbangan berpengaruh positif terhadap Belanja Modal H 2 : Dana Perimbangan berpengaruh positif terhadap Belanja Modal BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian Kuantitatif,yaitu penelitian yang menekankan pada

Lebih terperinci

2014 ANALISIS POTENSI PENERIMAAN PAJAK PENERANGAN JALAN DI KOTA BANDUNG TAHUN

2014 ANALISIS POTENSI PENERIMAAN PAJAK PENERANGAN JALAN DI KOTA BANDUNG TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mensejahterakan masyarakat. Kesejahteraan kehidupan masyarakat dapat dicapai jika pembangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan daerah adalah komponen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang digunakan untuk membiayai pembangunan dan melancarkan

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH

PROVINSI JAWA TENGAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG TAHUN ANGGARAN 2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PENGANTAR. Djoko Sartono, SH, M.Si Laporan Keuangan Kabupaten Sidoarjo

PENGANTAR. Djoko Sartono, SH, M.Si Laporan Keuangan Kabupaten Sidoarjo PENGANTAR Dengan memanjatkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, kami atas nama Pemerintah Kabupaten Sidoarjo menyusun Buku Saku Tahun 2013. Buku Saku adalah merupakan publikasi rangkuman data

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, pendapatan asli daerah didefinisikan

BAB II LANDASAN TEORI. keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, pendapatan asli daerah didefinisikan BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pendapatan Asli Daerah II.1.1. Definisi Pendapatan Asli Daerah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah,

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Kinerja Keuangan Masa lalu

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Kinerja Keuangan Masa lalu BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Masa lalu Pengelolaan keuangan daerah Kabupaten Sintang diselenggarakan berpedoman pada Undang-Undang Nomor 17

Lebih terperinci

BAB III PENGELOLAAN KEUANGAN DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB III PENGELOLAAN KEUANGAN DAN KERANGKA PENDANAAN BAB III PENGELOLAAN KEUANGAN DAN KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Perkembangan kinerja keuangan pemerintah daerah tidak terlepas dari batasan pengelolaan keuangan daerah sebagaimana

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 75 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Pemerintah Penerimaan pemerintah terdiri dari PAD dan dana perimbangan. PAD terdiri dari pajak, retribusi, laba BUMD, dan lain-lain

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN 1 BAB III METODELOGI PENELITIAN A. Objek dan Subjek Penelitian Objek dalam penelitian ini adalah kinerja keuangan pemerintah daerah kabupaten dan kota Provinsi Aceh. Sedangkan subjeknya adalah seluruh

Lebih terperinci

RINCIAN PENDAPATAN DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013

RINCIAN PENDAPATAN DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013 LAMPIRAN XIV PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013 RINCIAN PENDAPATAN DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013 KODE 4 1 PENDAPATAN ASLI

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. A. Daerah Penelitian dan definisi operasional variabel. Penelitian ini dilaksanakandi di Kota Bandar Lampung Provinsi Lampung.

III. METODE PENELITIAN. A. Daerah Penelitian dan definisi operasional variabel. Penelitian ini dilaksanakandi di Kota Bandar Lampung Provinsi Lampung. 60 III. METODE PENELITIAN A. Daerah Penelitian dan definisi operasional variabel Penelitian ini dilaksanakandi di Kota Bandar Lampung Provinsi Lampung. Pemilihan Kota Bandar Lampung sebagai daerah penelitian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pusat dan daerah, bahwa pembangunan daerah sebagai bagian integral dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. pusat dan daerah, bahwa pembangunan daerah sebagai bagian integral dari 19 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Otonomi Daerah Menurut Undang-Undang No.33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah, bahwa pembangunan daerah sebagai bagian integral dari Pembangunan

Lebih terperinci

Tabel 1. Contoh Proyeksi Metode Faktorial Penerimaan Pajak Potong Hewan Tahun Anggaran T + 1

Tabel 1. Contoh Proyeksi Metode Faktorial Penerimaan Pajak Potong Hewan Tahun Anggaran T + 1 Tabel 1. Contoh Proyeksi Metode Faktorial Penerimaan Pajak Potong Hewan Tahun Anggaran T + 1 VARIABEL NILAI (RP) KETERANGAN 1. Estimasi Dasar a. Pajak b. Retribusi 2. Peningkatan cakupan (coverage) a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999 dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999 dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang Republik Indonesia No. 25 Tahun 1999 telah menyebabkan perubahan yang mendasar mengenai

Lebih terperinci

BAB IV. Pembahasan. IV.1. Analisa Tingkat Efektifitas Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap. Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Bekasi

BAB IV. Pembahasan. IV.1. Analisa Tingkat Efektifitas Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap. Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Bekasi BAB IV Pembahasan IV.1. Analisa Tingkat Efektifitas Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Bekasi IV.1.1. Target dan Realisasi Penerimaan Pajak Daerah Berdasarkan

Lebih terperinci

Keuangan Kabupaten Karanganyar

Keuangan Kabupaten Karanganyar Keuangan Kabupaten Karanganyar Realisasi Pendapatan 300,000 250,000 255,446 200,000 150,000 119,002 100,000 50,000 22,136 7,817 106,490 0 2009 2010 2011 PENDAPATAN ASLI DAERAH 2012 2013 2014 2,015 Pendapatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi tersebut yakni

BAB I PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi tersebut yakni BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan tata cara pemerintahan terwujud dalam bentuk pemberian otonomi daerah dan desentralisasi fiskal dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Konsekuensi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh dari sumbersumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah yang sesuai

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Ardiansyah, Dany Kontribusi Penerimaan Pajak Daerah terhadap PAD di Daerah Pemerintah Kota Blitar, Yogyakarta: UMM.

DAFTAR PUSTAKA. Ardiansyah, Dany Kontribusi Penerimaan Pajak Daerah terhadap PAD di Daerah Pemerintah Kota Blitar, Yogyakarta: UMM. DAFTAR PUSTAKA Abdullah, dan Halim, 2003. Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Belanja Pemerintah Daerah: Studi Kasus Kabupaten/Kota di Jawa Timur dan Bali. Simposium

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Otonomi Daerah Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah merupakan landasan yuridis bagi pengembangan otonomi daerah di Indonesia, akan tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Cirebon adalah salah satu daerah di Propinsi Jawa Barat yang terletak di bagian ujung timur Laut Jawa. Secara geografis Cirebon merupakan daerah pantai,

Lebih terperinci

STRUKTUR APBD. Indonesia Corruption Watch

STRUKTUR APBD. Indonesia Corruption Watch STRUKTUR APBD Indonesia Corruption Watch APBD? Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah rencana keuangan tahunan Pemerintahan Daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. memberikan kesempatan serta keleluasaan kepada daerah untuk menggali

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. memberikan kesempatan serta keleluasaan kepada daerah untuk menggali BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Upaya Pemerintah Daerah dalam Peningkatan Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Penajam Paser Utara. Ditetapkannya Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang. No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

BAB I PENDAHULUAN. No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang. No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem pemerintahan daerah, baik ditingkat provinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru dengan dikeluarkannya Undangundang No.22 tahun 1999 dan

Lebih terperinci