UNSUR ROMANTISME DALAM PUISI KARYA MATSUO BASHŌ

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNSUR ROMANTISME DALAM PUISI KARYA MATSUO BASHŌ"

Transkripsi

1

2 UNSUR ROMANTISME DALAM PUISI KARYA MATSUO BASHŌ Ferdina Wahyu Arista, Dewi Anggraeni Program Studi Jepang, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia Abstrak Matsuo Bashō hidup di era Tokugawa. Dunia sastra di negara Jepang saat itu dapat dikatakan bersih dari kontaminasi aliran sastra barat karena politik sakoku yang diterapkannya. Sementara di Eropa telah berkembang aliran sastra baru yang disebut dengan romantisisme. Aliran ini menitikberatkan pada perasaan dan emosionalitas. Meskipun Jepang tidak mendapatkan pengaruh dari pemikiran barat, unsur-unsur romantisme banyak ditemui dalam karya sastra Jepang, seperti puisi karya Matsuo Bashō. Dalam karya Matsuo Bashō terdapat pemujaan terhadap alam, pengungkapan perasaan yang dalam dan spontan, imajinasi serta subjektivitas yang bersifat individual, yang merupakan unsur romantisme. Adanya unsur romantisme dalam karya Matsuo Bashō disebabkan oleh banyaknya kemiripan ideologi sastra Jepang klasik dengan romatisme. The Romanticism Elements in Poetry by Matsuo Bashō Abstract Bashō Matsuo lived in the Tokugawa era. The literature world in Japan at that time can be said to clean from the streams of western literature contamination due to the political sakoku are applied. While, in Europe has been growing a new stream of literature called romanticism. This stream focuses on the feelings and emotionality. Although Japan did not get the influence of western thought, the elements of romanticism were encountered in the works of Japanese literature, such as poetry by Bashō Matsuo. In the Matsuo Basho poetry there is the glorification of nature, the disclosure of a spontaneous feelings, imagination and subjectivity, which is an element of romanticism. The element of romanticism in the works Matsuo Basho caused by many similarities between ideological of Japanese classical literature and romaticisme Keywords: Bashō, Poetry, Romanticism, Emotionality, Nature Pendahuluan Matsuo Bashō adalah salah satu penyair Jepang yang terkenal dengan kekhasan karyanya. Ia merupakan murid Buddha Zen yang memiliki perhatian besar terhadap syair-syair karya Matsunaga Teitoku. Di usia yang sangat muda, sembilan tahun, ia merantau ke Edo (sekarang disebut Tokyo). Di kota Edo, Matsuo Bashō memulai karirnya sebagai seorang penyair (Imoto, 1986 : 12-14). Dalam puisi-puisi karya Matsuo Bashō banyak ditemui unsur sabi, salah satu konsep estetika Zen. Sabi mempunyai arti sepi dan tenang. Dalam kehidupan manusia sabi memiliki makna ketenangan yang ingin dicapai manusia dengan cara meninggalkan kehidupan keduniawian. Matsuo Bashō menjadikan konsep ini sebagai inti dari puisi-puisi karyanya (Mandah, et.al., 1992 : 25). Meskipun demikian, di dalam karya-karya Matsuo Bashō dapat ditemui unsur ideologi sastra lainnya, diantaranya adalah unsur romantisme. 1

3 Romantisme adalah aliran sastra yang berkembang di Eropa yang muncul sebagai reaksi pada aliran rasionalisme yang cenderung kaku dan terlalu mengedepankan rasio. Aliran ini sangat mengedepankan perasaan dan emosionalitas (Shaari, 2002 : 87). Romantisme berasal dari kata romantic dalam Bahasa Inggris. Kata ini sering digunakan pada roman-roman heroik Perancis pada pertengahan abad ke-17. Romantic sebenarnya juga mengandung pengertian pertualangan yang jauh dari kehidupan biasanya, sehingga menjadi sesuatu yang tidak nyata dan penuh khayalan. Pada abad ke-18 istilah romantisme umumnya mengacu pada kebangkitan pemikiran dan emosi yang tidak pernah dipengaruhi oleh rasionalisme pada abad tersebut (Noyes, 1967 : XX). Kemunculan romantisme tidak terlepas dari pengaruh berbagai peristiwa penting yang terjadi di Eropa pada zaman Renaissance, seperti revolusi Perancis dan revolusi industri di Inggris. Semangat pencerahan yang sangat hebat pada saat itu menempatkan rasio pada posisi tertinggi untuk memahami alam semesta. Apapun yang ada dan terjadi di jagad raya harus dapat diterjemahkan dengan rasio, sehingga terjadilah penyisihan terhadap kehidupan rohani dan kepekaan perasaan yang tidak dapat dijelaskan dengan akal manusia secara keseluruhan. Hal ini ternayata menimbulkan kegelisahan dalam masyarakat Eropa itu sendiri, yang mampu memunculkan kembali semangat untuk memperoleh kemerdekaan emosi dan kedaulatan pribadi. Semangat romantisme yang menekankan nilai-nilai ketulusan hati, spontanitas, dan penentangan terhadap pengekangan menjadi salah satu pemecahan masalah kala itu, sehingga aliran ini mampu berkembang dengan pesat dan mempengaruhi kehidupan masyarakat di berbagai bidang, termasuk bidang kesusastraan. Romantisme menurut Merriam Webster s dalam Enyclopedia of Literature (1995), muncul sebagai reaksi terhadap pencerahan dan neoklasikisme yang berfokus pada akal, keteraturan, keseimbangan, harmoni, rasionalitas dan intelektualitas. Romantisme bercirikan memiliki sifat individualis, subjektif, irrasional, imajinatif, pribadi, spontanitas, emosional, khayalan, dan transendental. Kamus Istilah Sastra (Zaidan, et al., 1994 : 175) menyebutkan bahwa romatisme adalah aliran sastra yang memiliki ciri (a) minat pada alam dan cara hidup sederhana (b) kepercayaan pada keindahan dan kebaikan moral manusia yang belum dipengaruhi budaya modern (c) penekanan pada kespontanan dalam pikiran dan tindakan serta pengungkapan pikiran. Sedangkan menurut Pemandu di Dunia Sastra (Hartoko, 1986 : 122), romatik adalah sebuah istilah kebudayaan yang menonjolkan pemujaan terhadap alam murni, masa silam, sesuatu yang eksotis, misterius, bebas, pemberontakan terhadap saya hidup teratur, orisinal, dan memiliki identitas nasional. Jika dilihat secara umum dapat dikatakan bahwa romantisme memiliki ciri-ciri antara lain : memiliki perhatian yang besar dan memuja alam, emosi yang mengalahkan rasionalitas, individualisme dan mengedepankan kepentingan diri, khayalan dan imajinasi yang tinggi, sederhana tanpa pengaruh modernitas, spontan, menyukai hal-hal yang erotik serta pemberontakan terhapadap aturan atau tatanan yang ada dalam masyarakat. Dimanakah aliran ini lahir? Tempat lahirnya aliran ini tidak dapat ditentukan secara pasti. Sebagian ahli berpendapat bahwa romantisme pertama kali muncul di Inggris. Namun ada juga yang berpendapat muncul di Jerman. Akan tetapi, satu hal yang disepakati secara umum adalah Jean-Jacques Rousseau sebagai Bapak Gerakan Romantisme. Hal ini dibuktikan dari besarnya pengaruh karya-karya Jean-Jacques Rousseau terhadap karya-karya sastrawan Eropa. Salah satu karya Jean-Jacques Rousseau yang mempunyai pengaruh besar adalah roman Julie ou Nouvelle Héloïse mengusung tema percintaan. Di Jepang sendiri, romantisme di bidang kesusastraan baru berkembang setelah penghapusan politik sakoku dan terbukanya negara Jepang bagi asing pada pertengahan zaman Meiji. Banyak karya-karya sastra dari barat yang diterjemahkan ke dalam Bahasa Jepang. Hal ini juga mempengaruhi tema-tema karya sastra yang lahir saat itu. Tokohtokoh sastra yang menganut aliran romantisme dintaranya adalah Shimazaki Tōson dan Kitamura Tokoku. Mereka berdua merupakan penulis puisi yang sangat kental dengan romantisme. Puisi-puisi karyanya banyak yang melukiskan keindahan cinta yang spontan. Lalu dalam bidang prosa terdapat Izumi Kyoka. Prosa-prosa karyanya juga banyak mengungkapkan perasaan yang dalam dan spontan, penentangan terhadap sitem feodal dan keinginan untuk mencapai kebebasan. Pemikiran mengenai romantisme dari tokoh-tokoh ini awalnya tidak begitu diterima oleh masyarakat Jepang. Hal ini dikarenakan tradisi masyarakat Jepang yang tidak biasa memperlihatkan perasaan secara langsung dan spontan (Mandah, et al., 1992 : 87-88). Media-media yang mewadahi karya-karya beraliran romantisme ini pun berkembang, diantaranya adalah majalah Bungakukai dan Myojo. Kedua majalah ini telah banyak membantu menyebarkan aliran ini dalam masyarakat Jepang, sehingga romantisme akhirnya diterima ditengah-tengah kehidupan masyarakat Jepang (Mandah, et al., 1992 : 87-88). Perkembangan romantisme di Jepang dapat dibagi ke dalam tiga periode. Pertama, periode awal, yang menekankan pada kebebasan pribadi, menentang kebiasaan dan moral feodal, serta memuliakan seni percintaan. Dukungan terhadap 2

4 romantisme pada periode ini hampir semunya didasari oleh pemikiran humanisme Kristen. Kedua, periode akhir, yang menitikberatkan pada masalah dan kreasi estetika, serta emosi yang sensual. Ketiga, romantisme baru, yang menekankan bahwa seni adalah segalanya dan mencoba mencari keindahan dari buatan manusia yang mengesampingkan alam (Mandah, et al., 1992 : 88). Meskipun romantisme baru berkembang di Jepang pada zaman Meiji, unsur-unsur dari aliran ini juga dapat ditemukan dalam kesusastraan Jepang klasik. Beberapa karya yang tercipta pada zaman sebelumnya banyak mengandung unsur romantisme, seperti penggambaran perasaan cinta, apresiasi terhadap alam, pengungkapan perasaan yang spontan, dan lain sebagainya. Unsur-unsur ini tertuang dalam ideologi-ideologi kesusastraan Jepang klasik, antara lain yugen dan ushin, aware dan okashi, en dan yoen, serta fuga. Yugen dan ushin merupakan suatu konsep yang menjelaskan tentang keindahan yang tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata. Pada zaman pertengahan ideologi ini dipakai untuk mengapresiasi alam. Aware mempunyai arti rasa iba. Konsep ini dipakai untuk mengekspresikan perasaan kasihan dan iba yang dirasakan seseorang ketika melihat sesuatu. Okashi adalah ideologi yang menggambarkan ketertarikan pada suatu keindahan, rasa lucu terhadap suatu kejadian, serta ketertarikan pada sesuatu yang kurang senonoh. En dan yoen merupakan ungkapan keindahan untuk mengapresiasi keindahan yang luar biasa dari tubuh wanita. Ideologi ini kemudian berkembang menjadi lebih luas, tidak hanya mengungkapkan keindahan seorang wanita saja, tapi juga mampu menggambarkan keindahan lainnya. Kemundian fuga, bermakna anggun, luwes dan romantik (Mandah, et al., 1992 : 20-27). Semua ideologi ini sejalan dengan romantisme, yang juga mampu menggambarkan keindahan dengan spontan, baik keindahan alam maupun yang lainnya. Selain itu, ideologi-ideologi ini mampu melukiskan kedalaman perasaan seseorang dalam karya-karyanya. Salah satu karya yang tergolong ke dalam kesusatraan Jepang klasik yang memiliki unsur romantisme adalah puisi-puisi karya Matsuo Bashō, walaupun karya-karyanya dapat dikatakan bersih dari kontaminasi pemikiran barat. Anggapan yang selama ini berkembang adalah karya Matsuo Bashō sangat kental dengan konsep sabi, yang kemudian menjadi ciri khas karyanya. Akan tetapi, penulis melihat adanya unsur romantisme dalam karya-karya Matsuo Bashō. Puisi Matsuo Bashō yang mana sajakah yang memiliki unsur romantisme? Bagaimanakah Matsuo Bashō menggambarkan unsurunsur romatisme tersebut dalam puisi-puisinya? Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penyusunan tulisan ini adalah metode deskriptif analitis dengan studi kepustakaan. Deskriptif yaitu dengan mendeskripsikan data-data yang ada, kemudian mengalisis data-data tersebut dengan menggunakan teori dan pendekatan yang diperlukan. Adapun data-data penulis dapatkan dari berbagai buku, jurbal, artikel, dan sumber lainnya di internet yang berhubungan dengan penelitian yang sedang penulis lakukan. Data-data yang berupa puisi karya Matsuo Bashō akan dianalisis dengan menggunakan defini dari Kamus Istilah Sastra ( Zaidan, 1994) dan Pemandu di Dunia Sastra (Dick Hartoko, 1986), serta ciri-ciri yang dikemukan oleh Merriam Webster s dan Russel Noyes. Ciri-ciri yang akan digunakan untuk menganalisis puisi Matsuo Bashō hanya dibatasi pada ciri apresiasi dan pemujaan kepada alam, pengungkapan perasaan yang dalam, subjektivitas, imajinasi, hal-hal yang bersifat erotik, serta spontanitas. Romantisme dan Puisi Matsuo Bashō Matsuo Bashō adalah seorang penyair yang terkenal dengan konsep sabi dalam puisi-puisi karyanya. Puisi yang mengungkapkan rasa dingin dan kesepian dapat dengan mudah kita temui. Namun, apresiasi Matsuo Bashō terhadap alam dan bagaimana ia melukiskan alam dalam puisinya dapat diindikasikan sebagai unsur romantisisme, aliran yang belum dikenal dalam kesusastraan Jepang saat itu. Dalam Oku no Hosomichi, yang ditulis Matsuo Bashō dalam perjalanannya mencari jati dirinya, terdapat sebuah puisi yang menggambarkan keindahan alam. Hal ini merupakan salah satu unsur yang terdapat dalam aliran romantisisme. 3

5 Alam dalam romantisisme adalah sesuatu yang patut untuk diapresiasi dan diagungkan. Berikut karya Matsuo Bashō yang mengandung unsur romantisisme, yaitu pemujaan terhadap alam. Michinoku wa Izuku wa aredo Shiogama no Ura kogu fune no Tsunade kanashimo Terjemahan bebas : di Michinoku setiap tempat memiliki pesonanya, tetapi mendayung perahu menuju pantai Shiogama lebih luar biasa dari semuanya. Puisi ini terdapat dalam kumpulan puisi Oku no Hosomichi. Puisi ini ditulis Matsuo Bashō ketika ia mengunjungi Sungai Tama di Noda dan batu lepas pantainya, tempat yang sangat terkenal di dalam dunia perpuisian. Di sana terdapat kuil di atas gunung yang ditumbuhi banyak pohon pinus. Tempat yang benar-benar indah. Dalam puisi ini dapat kita lihat salah satu unsur romantisme, yaitu pemujaan dan apresiasi yang tinggi terhadap alam. Dalam puisi ini Matsuo Bashō mencoba melukiskan bahwa setiap tempat di Michinoku memiliki pesona, dengan kata lain memiliki daya tarik. Jika sesuatu memiliki daya tarik berarti ia memiliki keindahan. Keindahan yang dilukiskan dengan menyebutkan bahwa setiap tempat memiliki pesona merupakan salah satu wujud dari pemujaan terhadap alam. Kekaguman Matsuo Bashō terhadap suasana di pantai Shiogama juga dilukiskannya dalam syairnya. Ia mengatakan bahwa suasana Shiogama di malam hari ketika perahu didayung menuju pantai sangat indah, bahkan mampu mengalahkan apapun saat itu. Di sini tidak hanya terdapat unsur apresiasi yang dalam terhadap alam dan lingkungan, juga unsur pengungkapan perasaan secara spontan. Hal ini dibuktikan dengan penggambarannya terhadap apa yang ia rasakan melebihi apapun pada malam itu. Kekaguman yang terhadap alam yang kemudian dituangkan dengan spontan dalam sastra merupakan unsur romantisisme. Puisi Matsuo Bashō lainnya yang memuja alam adalah sebagai berikut. Uguisu ya Mochi ni fun suru En no saki Terjemahan bebas : hai burung bulbul, akan hinggap pada kue mochi, beranda yang luar biasa indah. Puisi di atas merupakan sebuah gambaran perasaan Matsuo Bashō yang melihat keindahan alam di beranda rumahnya. Burung bulbul yang hinggap di kue mochi memberikan pesona tersendiri pada musim semi. Keindahan pemandangan musim semi di sini digambarkan Matsuo Bashō dengan menggunakan kata en. En memiliki arti warna keindahan dan daya tarik. Dalam Manyoshu kata en memiliki arti keindahan tubuh wanita, yang sering kali digunakan untuk menggambarkan keindahan hubungan pria dan wanita. Namun, pada zaman Heian, makna kata en semakin berkembang dan luas. En banyak digunakan untuk mengekspresikan berbagai macam keindahan, sehingga tidak hanya menggambarkan keindahan hubungan antara pria dan wanita saja (Mandah, et. Al., 1992 : 25). Pengekspresian keindahan dengan menggunakan kata en dalam puisi ini mengandung unsur romantisme. Apresiasi terhadap alam dan lingkungan sekitar yang dicoba Matsuo Bashō menjelaskan dalam puisinya merupakan sebuah aplikasi dari romantisisme. En disini menggambarkan pemujaan terhadap alam, menjunjung tinggi keindahan, dan pengungkapan perasaan yang disampaikan dengan spontanitas yang tinggi. Di dalam puisi karya Matsuo Bashō juga terdapat pengungkapan perasaan spontan yang bersifat keakuan. Individualisme yang mementingan diri sendiri serta mengedepankan emosi pribadi digambarkan Bashō dalam puisinya berikut ini. 4

6 Ro no koe nami o utte Harawata kōru Yo ya namida Terjemahan bebas : suara dayung yang memukul ombak, melalui perutku yang dingin, aku menangis di malam hari. Puisi Matsuo Bashō di atas merupakan puisi yang cukup istimewa. Selain memiliki pola silabel, juga memiliki unsur sastra cina klasik yang menjelaskan kesendirian. Perbandingan ro no koe nami o utte dan harawata kōru yang digunakan merupakan gaya berpuisi versi Tang. Penggunaan perbandingan ini juga bertujuan untuk menyampaikan perasaan Bashō sendiri kepada penikmat karyanya (Ueda, 1982 : 45). Puisi di atas menggambarkan kesedihan yang dirasakan oleh Bashō. Penggunaan kata namida merupakan perwujudan dari kesedihan yang teramat dalam. Penggambaran perasaan yang seperti ini dapat digolongkan ke dalam romantisme. Ia mencoba menjelaskan perasaannya secara terbuka, betapa sedihnya ia sehingga air matanya pun bercucuran. Tidak hanya itu, syair yang terfokus pada diri penyair juga memberikan nuansa romantisme ke dalam puisi ini. Aku lirik yang digunakan Bashō dalam puisi ini membuktikan bahwa objek dari puisinya berfokus pada dirinya sendiri. Ini merupakan unsur subjektivitas dan individualisme yang terdapat dalam konsep romantisisme. Matsuo Bashō sebenarnya adalah penyair yang sangat subjektif. Di banyak karyanya dapat dengan mudah ditemukan luapan emosi yang tidak terkontrol. Matsuo Bashō tidak mampu memberikan pandangan yang objektif dalam karyanya. Kesedihan dan kegembiraan yang ia rasakan tergambar dengan jelas dalam karyanya (Ueda, 1982 : 26). Berikut adalah salah satu karya Bashō yang melukiskan kesedihan hatinya. Te ni toraba Kien namida zo atsuki Aki no shimo Terjemahan bebas : haruskah aku mengambilnya dengan tanganku, yang akan meleleh oleh air mataku yang panas, embun yang beku di musim gugur. Puisi ini menggambarkan keragu-raguan serta kesedihan yang tidak terkendali. Luapan emosi yang mengalahkan logika mampu memperdalam makna dan menjadi daya tarik puisi ini. Embun beku yang meleleh karena terkena tetesan air mata menunjukan betapa sedihnya perasaan si penyair. Pertanyaan yang melukiskan keraguan menunjukkan ketidakinginan penyair untuk mengambil embun beku di musim gugur tersebut. Penggambaran seperti ini memiliki unsur romantisisme. Penyair menyampaikan perasaannya dengan kedalaman makna yang spontan. Di sepanjang karirnya, Matsuo Bashō tidak hanya menciptakan karya-karya yang memuja alam dan penggambaran perasaan yang dalam dan spontan, tetapi juga menciptakan karya yang melukiskan khayalan dan imajinasinya. Berikut adalah salah satu contoh karya Matsuo Bashō yang memiliki unsur imajinasi yang tergolong ke dalam romantisme. Tsuki sumu ya Kitsune kowagaru Chigo no tomo Terjemahan bebas : bulan yang tenang, pengawal muda nan gagah berperang melawan srigala yang melolong. Puisi ini lahir dari imajinasi Matsuo Bashō ketika melihat bulan yang bersinar indah di angkasa. Ia membayangkan peperangan antara srigala dan pengawal untuk mendapatkan sang putri, yaitu sang rembulan. Hal-hal semacam ini hanya terjadi di dunia khayal manusia. Unsur romatisme yang dapat kita lihat dalam puisi ini adalah khayalan yang tinggi. Di sini Bashō dengan jelas melukiskan imajinasinya dengan menggunakan srigala dan prajurit. Srigala dan prajurit yang berperang demi 5

7 mendapatkan seorang putri tidak akan pernah kita temui di dunia nyata. Hal ini hanya ada dalam medan imajinasi manusia. Puisi Bashō lainnya yang memiliki unsur romantisisme adalah sebagai berikut. Nurete yuku Hito mo okashi ya Ame no hagi Terjemahan bebas : berjalan dengan basah kuyub, mereka pun indah, semanggi di dalam hujan. semanggi (hagi) dalam puisi merupakan sebuah gambaran tentang wanita penghibur. Dalam kesustraan Jepang kata ini sering kali digunakan untuk melukiskan seorang yūjo yang menjadi salah satu ciri khas kesustraan Jepang dalam menggambarkan sesuatu. Kata ini biasanya disandingkan dengan kata tsuki. Kata tsuki memiliki makna seorang pendeta yang suci. Kata ini juga merupakan lambang kesucian. Kata hagi merupakan kontradiksi dari kata tsuki (Blyth, 1976: 136). Dalam puisi ini Bashō menjelaskan ketertarikanya pada wanita penghibur yang sedang basah kuyub. Ia menggunakan kata okashi yang berarti indah, lucu dan menarik. Pada kesusastraan klasik Jepang, okashi sebenarnya memiliki tempat yang istimewa sebagai sebuah ideologi sastra. Okashi mempunyai arti lucu, indah, dan menarik. Kata ini biasanya dipakai sebagai lawan dari kata aware yang berarti sedih dan rasa iba. Kedua kata ini berkembang secara bersamaan pada zaman Heian. Aware banyak ditemukan dalam prosa, khususnya dalam Genji Monogatari, namun tidak tertutup kemungkinan juga ditemukan dalam puisi seperti kata okashi. Okashi dalam puisi mengandung unsur kokkei, lucu, dan share, yang berarti kelucuan dan rasa tertarik pada sesuatu yang kurang senonoh (Mandah, et al., 1992: 23). Okashi dalam puisi di atas merupakan sebuah ketertarikan Matsuo Bashō kepada wanita penghibur. Ia mengungkapkan ketertarikan ini dengan luwes dalam puisinya. Ia mencoba mengungkapkan apa yang ia rasakan ketika melihat wanitawanita tersebut berjalan di bawah hujan. Pakaian yang basah tentulah akan mengungkapkan keindahan tubuh seorang wanita. Matsuo Bashō yang sangat religius yang harusnya mampu mengendalikan dirinya dari ketertarikan semacam ini ternyata juga tidak mampu membendung perasaannya, sehingga terciptalah puisi di atas. Keterusterangan Matsuo Bashō dalam menggambarkan perasaannya dalam puisi ini memiliki unsur romantisisme, dimana terdapat hal-hal yang erotik serta pengungkapan yang spontan. Selain itu, okashi dalam puisi ini memiliki unsur kokkei dan share mempunyai kemiripan dengan romantisime. Romantisisme yang menjunjung tinggi kealamian dan menolak norma serta keteraturan yang sudah ada. Ketertarikan kepada sesuatu yang senonoh sebenarnya telah menyalahi kebiasaan dan norma saat itu. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Online, senonoh berarti tidak patut, tidak sopan, tidak manis dipangang (pakaian). Sesuatu yang senonoh memiliki arti hal yang tidak semestinya ada karena tidak sesuai dengan apa yang telah disepaki bersama oleh masyarakat. Dengan kata lain, hal ini telah mencoba keluar dari kebiasaan dan menentang keteraturan, sehingga dapat dikatakan memiliki kesamaan dengan romantisisme. Adanya unsur okashi membuktikan bahwa adanya unsur romantisme dalam karya puisi di atas. Kesimpulan Ideologi dan cara penulisan Matsuo Bashō dalam banyak karyanya memiliki kesamaan dengan aliran sastra romantisme. Hal ini dibuktikan dengan subjektivitas Matsuo Bashō yang individual dalam bersyair. Ideologi-ideologi yang digunakan Bashō dalam bersyair untuk mengungkapkan perasaannya sangat dekat dengan konsep romantisme. Banyaknya kesamaan unsur ideologi-ideologi kesusastraan Jepang Klasik dengan unsur-unsur romantisme juga menjadi penyebab banyaknya unsur romantisme dalam karya Bashō, seperti okashi dan en yang sama-sama menjelaskan keindahan. Dari keseluruhan isi tulisan ini dapat disimpulkan bahwa, pertama, adanya kemiripan antara ideologi kesusastraan Jepang klasik dengan romantisme. Kedua, di dalam puisi karya Matsuo Bashō terdapat unsur romantisme, meskipun pada saat itu pengaruh-pengaruh barat belum masuk ke negara Jepang. Ketiga, unsur romantisme tergambar dalam syair Matsuo Bashō dengan melukiskan pemujaannya terhadap alam, pengungkapan perasaannya yang dalam, kesujektivitasan Matsuo Bashō, serta imajinasi-imajinasi yang tidak mungkin terjadi dalam dunia nyata. 6

8 Daftar Acuan Blyth, R. H. (1976). Haiku. Tokyo: Hokuseido. Hadimadjaya, Aoh K. (1972). Aliran-Aliran Klasik, Romantik dan Realisma dalam Kesusastraan. Bandung: Pustaka Jaya. Hartoko, Dick., Rahmanto, Bernandus. (1986) Pemandu di Dunia Sastra. Yogyakarta : Karnisius. Henderson, Harold G. (1958). An Introduction to Haiku. New York : Doubleday & Company, Inc. Hisamatsu, Shin ichi. (1974). Zen and The Fine Arts. Tokyo : Kondansha International. Isoji, Asoo, dkk. (1983). Sejarah Kesusastraan Jepang (Nihon Bungakushi). Terj. Abdurrachman, S.S, Adi Sudijono, dkk. Jakarta: UI Press. Kamus Besar Bahasa Indonesia Online. Diakses pada situs pada tanggal 19 Februari 2013 pukul 10:49. Keene, Donald. (1982). Anthology of Japanese Literature. Tokyo : Charles E. Tuttle Co. Mahayana, Maman S. Mazhap-Mazhap Sastra dari Klasisme sampai Pasca Modernisme. Bagian Pertama. Horison/06/XXVIII/30. Mandah, Darsimah., et al.. Pengantar Kesusastraan Jepang Jakarta: Grasindo. Noichi, Imoto. (1986). Bashōu-Sono Jinsei to Geijitsu. Tokyo : Kondansha. Noyes, Russel. (1967). English Romantic Poetry and Prose. New York : Oxford University Press. Pictorial Ensyclopedia of Japanese Culture: The Soul and Herritage of Japan Tokyo : Gakkeno,.Ltd. Shaari, Rahman. (2002). Bimbingan Istilah Sastera. Kuala Lumpur : Maziza SDN. BHD. Shuichi, Kato. (1983). A History of Japanese Literature Vol II The Years of Isolation. Tokyo : Kondansha International Ldt. Ueda, Makoto. (1982). The Master Haiku Poet Bashō Matsuo. Tokyo : Kondansha International Ldt..(1967). Literary and Art Theories in Japanese. Ohio : Press of Western Reserve University. Zaidan, Abdul Rozak, et al. (1994). Kamus Istilah Sastra. Jakarta: Balai Pustaka. 7

IDEOLOGI DAN PANDANGAN KESUSASTRAAN JEPANG. Oleh: Herniwati, S.Pd.,M.Hum.

IDEOLOGI DAN PANDANGAN KESUSASTRAAN JEPANG. Oleh: Herniwati, S.Pd.,M.Hum. IDEOLOGI DAN PANDANGAN KESUSASTRAAN JEPANG Oleh: Herniwati, S.Pd.,M.Hum. Abstrak: Karya sastra tidak pernah lepas dari ideologi dan pandangan. Begitu pun dengan kesusastraan Jepang yang memiliki ciri khas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. 1 Drs. Atar Semi. Kritik Sastra, 1984: Ibid. Hal. 52.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. 1 Drs. Atar Semi. Kritik Sastra, 1984: Ibid. Hal. 52. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesusastraan merupakan sebuah bentuk ekspresi atau pernyataan kebudayaan dalam suatu masyarakat. Sebagai ekspresi kebudayaan, kesusastraan mencerminkan sistem sosial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan akan informasi dan pengetahuan tentang sejarah, perkembangan, tokoh, hasil karya, beserta aliran yang terdapat dalam karya sastra prancis masih menjadi

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. Kebudayaan Jepang merupakan kebudayaan yang sangat erat dengan alam.

Bab 1. Pendahuluan. Kebudayaan Jepang merupakan kebudayaan yang sangat erat dengan alam. Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Kebudayaan Jepang merupakan kebudayaan yang sangat erat dengan alam. Kebudayaan tersebut diaplikasikan secara langung melalui karya seni. Kebudayaan yang dihasilkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. antara individu dengan sesamanya. Berawal dari bahasa tersebut manusia dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. antara individu dengan sesamanya. Berawal dari bahasa tersebut manusia dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan sarana yang digunakan manusia untuk saling berkomunikasi, menyampaikan pendapat, mengapresiasikan pikiran sehingga tercipta pengertian antara individu

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN SILABUS NIHON BUNGAKU (JP 214) SEMESTER 4 GENAP /TINGKAT II

SATUAN ACARA PERKULIAHAN SILABUS NIHON BUNGAKU (JP 214) SEMESTER 4 GENAP /TINGKAT II SATUAN ACARA PERKULIAHAN SEMESTER GENAP TAHUN AKADEMIK 2009/2010 SILABUS NIHON BUNGAKU (JP 214) SEMESTER 4 GENAP /TINGKAT II TEAM PENYUSUN HERNIWATI, S.PD.M.HUM JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA JEPANG FAKULTAS

Lebih terperinci

SILABUS MATA KULIAH NIHON BUNGAKU JP (214)

SILABUS MATA KULIAH NIHON BUNGAKU JP (214) SILABUS MATA KULIAH NIHON BUNGAKU JP (214) =============================================================== == NAMA MATA KULIAH : NIHON BUNGAKU KODE MATA KULIAH : JP 214 SKS/SEMESTER : 2 SKS/4 DOSEN : HERNIWATI,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia sehingga menimbulkan kesan yang menarik. Sastra sering kali tercipta

BAB I PENDAHULUAN. manusia sehingga menimbulkan kesan yang menarik. Sastra sering kali tercipta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sastra adalah suatu karya sastra yang terlahir dari perasaan dan imajinasi manusia sehingga menimbulkan kesan yang menarik. Sastra sering kali tercipta dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi dan industri di dunia pada saat ini. Hal ini dapat kita lihat dengan

BAB I PENDAHULUAN. teknologi dan industri di dunia pada saat ini. Hal ini dapat kita lihat dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Jepang merupakan salah satu negara Asia yang maju dalam bidang teknologi dan industri di dunia pada saat ini. Hal ini dapat kita lihat dengan menjamurnya barang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Darma Persada

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Darma Persada 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra atau kesusastraan adalah pengungkapan dari fakta artistik dan imajinatif sebagai perwujudan kehidupan manusia dan masyarakat melalui bahasa, sebagai

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. Sastra Jepang dibagi menjadi 5 periode, sastra kuno (zaman Nara), sastra klasik

Bab 1. Pendahuluan. Sastra Jepang dibagi menjadi 5 periode, sastra kuno (zaman Nara), sastra klasik Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Sastra Jepang dibagi menjadi 5 periode, sastra kuno (zaman Nara), sastra klasik (zaman Heian), sastra pertengahan (zaman Kamakura, zaman Namboku-cho dan zaman Muromachi),

Lebih terperinci

Bab 1 Pendahuluan. sekarang. Sifat seperti itu dapat dikatakan sebagai salah satu sifat khas dari

Bab 1 Pendahuluan. sekarang. Sifat seperti itu dapat dikatakan sebagai salah satu sifat khas dari Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Sejarah kesusastraan Jepang dalam bentuk tertulis sudah ada sejak abad ke -8. Bila dibandingkan dengan negara-negara lain, sejarah Jepang bukanlah sejarah yang singkat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya, dengan medium bahasa. Sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Musik merupakan suatu hal yang sangat akrab dengan indera pendengaran

BAB I PENDAHULUAN. Musik merupakan suatu hal yang sangat akrab dengan indera pendengaran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Musik merupakan suatu hal yang sangat akrab dengan indera pendengaran manusia. Dalam musik terdapat lirik lagu dan alunan musik yang harmonis, dapat membawa seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut tersebar di daerah-daerah sehingga setiap daerah memiliki kebudayaan yang berbeda-beda.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. modern di Jepang adalah Akutagawa Ryuunosuke. Ryuunosuke sebagai pelopor

BAB 1 PENDAHULUAN. modern di Jepang adalah Akutagawa Ryuunosuke. Ryuunosuke sebagai pelopor BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu pengarang yang mempunyai kedudukan penting dalam kesusastraan modern di Jepang adalah Akutagawa Ryuunosuke. Ryuunosuke sebagai pelopor Kesusastraan Estetisme,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Seni merupakan salah satu konsep yang sulit untuk didefinisikan. Karena sulitnya, maka pengertian seni sering merujuk ke arah konsep metafisik, padahal pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disebut sastra. Sastra menurut Fananie (2000:6), Literature is a fiction which is

BAB 1 PENDAHULUAN. disebut sastra. Sastra menurut Fananie (2000:6), Literature is a fiction which is 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia memiliki kemampuan tertentu yang begitu istimewa. Manusia mampu beradaptasi untuk bertahan hidup karena Tuhan telah memberikan mereka otak. Manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai ungkapan pribadi manusia berupa pengalaman,

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai ungkapan pribadi manusia berupa pengalaman, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra sebagai ungkapan pribadi manusia berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran kehidupan, yang dapat membangkitkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sastra adalah karya fiksi yang merupakan hasil kreasi berdasarkan luapan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sastra adalah karya fiksi yang merupakan hasil kreasi berdasarkan luapan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah karya fiksi yang merupakan hasil kreasi berdasarkan luapan emosi yang spontan yang mampu mengungkapkan aspek estetik baik yang berdasarkan aspek kebahasaan

Lebih terperinci

PENGANTAR ILMU SEJARAH

PENGANTAR ILMU SEJARAH Resume Buku PENGANTAR ILMU SEJARAH Karya: Prof. Dr. Kuntowijoyo Oleh: Tedi Permadi Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Pendidikan Bahasa dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekspresi dan kegiatan penciptaan. Karena hubungannya dengan ekspresi, maka

BAB I PENDAHULUAN. ekspresi dan kegiatan penciptaan. Karena hubungannya dengan ekspresi, maka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra merupakan seni dan karya yang sangat berhubungan erat dengan ekspresi dan kegiatan penciptaan. Karena hubungannya dengan ekspresi, maka karya sastra

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai potret kehidupan masyarakat dapat dinikmati,

BAB 1 PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai potret kehidupan masyarakat dapat dinikmati, 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra sebagai potret kehidupan masyarakat dapat dinikmati, dipahami, dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Sebuah karya sastra tercipta karena adanya

Lebih terperinci

Bab 5. Ringkasan. dicintai oleh masyarakat Jepang. Ada istilah dalam bahasa Jepang yang mengatakan

Bab 5. Ringkasan. dicintai oleh masyarakat Jepang. Ada istilah dalam bahasa Jepang yang mengatakan Bab 5 Ringkasan Bunga sakura merupakan bunga nasional negara Jepang dan bunga yang sangat dicintai oleh masyarakat Jepang. Ada istilah dalam bahasa Jepang yang mengatakan hana to ieba, sakura no koto,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jepang dan Indonesia adalah dua negara yang berbeda. Namun, kedua

BAB I PENDAHULUAN. Jepang dan Indonesia adalah dua negara yang berbeda. Namun, kedua BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Jepang dan Indonesia adalah dua negara yang berbeda. Namun, kedua negara ini sama sama menghasilkan karya karya sastra dalam bentuk puisi terutama puisi puisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sastra adalah gejala budaya yang secara universal dapat dijumpai pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sastra adalah gejala budaya yang secara universal dapat dijumpai pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sastra adalah gejala budaya yang secara universal dapat dijumpai pada semua masyarakat (Chamamah-Soeratno dalam Jabrohim, 2003:9). Karya sastra merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu persamaan-persamaan dan berbeda dari bangsa-bangsa lainnya. Menurut Hayes

BAB I PENDAHULUAN. suatu persamaan-persamaan dan berbeda dari bangsa-bangsa lainnya. Menurut Hayes 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nasionalisme adalah suatu konsep dimana suatu bangsa merasa memiliki suatu persamaan-persamaan dan berbeda dari bangsa-bangsa lainnya. Menurut Hayes (Chavan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (keindahan bahasa) yang dominan.karya sastra merupakan ungkapan pribadi

BAB I PENDAHULUAN. (keindahan bahasa) yang dominan.karya sastra merupakan ungkapan pribadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan suatu hasil karya manusia baik lisan maupun nonlisan yang menggunakan bahasa sebagai media pengantar dan memiliki nilai estetik (keindahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan apa yang ingin diutarakan pengarang. Hal-hal tersebut dapat

BAB I PENDAHULUAN. dengan apa yang ingin diutarakan pengarang. Hal-hal tersebut dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbicara tentang fenomena kesusastraan tentu tidak lepas dari kemunculannya. Hal ini disebabkan makna yang tersembunyi dalam karya sastra, tidak lepas dari maksud pengarang.

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. Sastra adalah suatu wadah untuk menyampaikan model kehidupan yang diidealkan

Bab 1. Pendahuluan. Sastra adalah suatu wadah untuk menyampaikan model kehidupan yang diidealkan Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Sastra adalah suatu wadah untuk menyampaikan model kehidupan yang diidealkan dan ditampilkan dalam cerita lewat para tokoh, juga dapat dijadikan tempat untuk menyampaikan

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. Humanisme merupakan aliran dalam filsafat yang memandang manusia itu

Bab 1. Pendahuluan. Humanisme merupakan aliran dalam filsafat yang memandang manusia itu Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Humanisme merupakan aliran dalam filsafat yang memandang manusia itu bermartabat luhur, mampu menentukan nasib sendiri, dan dengan kekuatan sendiri mampu mengembangkan

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan semantik adalah sebagai berikut:

Bab 2. Landasan Teori. mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan semantik adalah sebagai berikut: Bab 2 Landasan Teori Pada bab ini saya akan memperkenalkan teori-teori yang akan digunakan untuk menganalisis bab 3. 2.1 Semantik 意味論 Dalam menganalisis lagu, tidak dapat terlepas dari semantik. Keraf

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat memberikan tanggapannya dalam membangun karya sastra.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dari segi sosialnya, Jepang merupakan negara yang maju dan. moderen. Walaupun demikian, negara tersebut memiliki banyak

BAB I PENDAHULUAN. Dari segi sosialnya, Jepang merupakan negara yang maju dan. moderen. Walaupun demikian, negara tersebut memiliki banyak 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dari segi sosialnya, Jepang merupakan negara yang maju dan moderen. Walaupun demikian, negara tersebut memiliki banyak keanekaragaman budaya tradisional termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti baik dan sastra (dari bahasa Sansekerta) berarti tulisan atau karangan. Dari pengertian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sosiologi dan Sastra Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, sedangkan objek ilmu-ilmu kealaman adalah gejala alam. Masyarakat adalah

Lebih terperinci

2014 ANALISIS STRUKTURALISME GENETIK TERHADAP NILAI-NILAI EKSISTENSIALISME DALAM NASKAH TEATER HUIS CLOS KARYA JEAN-PAUL SARTRE

2014 ANALISIS STRUKTURALISME GENETIK TERHADAP NILAI-NILAI EKSISTENSIALISME DALAM NASKAH TEATER HUIS CLOS KARYA JEAN-PAUL SARTRE 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Karya sastra tidak luput dari pandangan pengarang terhadap kondisi yang terjadi di lingkungannya, seperti sejarah, budaya, agama, filsafat, politik dan sebagainya.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sekedar kata-kata kosong tanpa makna. Walaupun sepanjang zaman puisi selalu

BAB 1 PENDAHULUAN. sekedar kata-kata kosong tanpa makna. Walaupun sepanjang zaman puisi selalu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Puisi adalah sebuah karya estetis dan karya seni sastra yang memiliki makna, bukan sekedar kata-kata kosong tanpa makna. Walaupun sepanjang zaman puisi selalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada zaman Heian sangatlah sensitif terhadap perasaan pribadi terutama dalam hal

BAB I PENDAHULUAN. pada zaman Heian sangatlah sensitif terhadap perasaan pribadi terutama dalam hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada kesusastraan zaman Heian cerita yang bertemakan cinta sering kali diekspresikan dalam kata-kata yang dapat membangkitkan emosi dari pembaca. Masyarakat pada saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra lahir dari hasil kreatifitas dan imajinasi manusia, serta pemikiran dan

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra lahir dari hasil kreatifitas dan imajinasi manusia, serta pemikiran dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir dari hasil kreatifitas dan imajinasi manusia, serta pemikiran dan juga pengalaman yang dimiliki oleh individu atau kelompok. Keindahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan induk dari seluruh disiplin ilmu. Pengetahuan sebagai hasil proses belajar manusia baru tampak nyata apabila dikatakan, artinya diungkapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jepang juga dikenal sebagai negara penghasil karya sastra, baik itu karya sastra

BAB I PENDAHULUAN. Jepang juga dikenal sebagai negara penghasil karya sastra, baik itu karya sastra BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jepang selain dikenal sebagai negara maju dalam bidang industri di Asia, Jepang juga dikenal sebagai negara penghasil karya sastra, baik itu karya sastra prosa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan sebuah karya fiksi yang berisi imajinasi seorang

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan sebuah karya fiksi yang berisi imajinasi seorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan sebuah karya fiksi yang berisi imajinasi seorang pengarang dalam memaparkan berbagai permasalahan-permasalahan dan kejadian-kejadian dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab pendahuluan ini dikemukakan beberapa poin di antaranya latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab pendahuluan ini dikemukakan beberapa poin di antaranya latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN Pada bab pendahuluan ini dikemukakan beberapa poin di antaranya latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan ruang lingkup penelitian. 1.1

Lebih terperinci

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI PROGRAM PENDIDIKAN BAHASA JEPANG SILABUS

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI PROGRAM PENDIDIKAN BAHASA JEPANG SILABUS UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI PROGRAM PENDIDIKAN BAHASA JEPANG SILABUS Mata Kuliah : NIHON BUNGAKU Kode Mata Kuliah : JP 214 SKS/Semester : 2 SKS / Semester 4 Kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini berarti melalui karya sastra, seorang pengarang menyampaikan

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini berarti melalui karya sastra, seorang pengarang menyampaikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Sumardjo dan Saini (1988:3), sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat keyakinan dalam suatu bentuk

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. (ikebana, origami, ukiyo-e), kerajinan tangan (pahatan, tembikar), persembahan (boneka

Bab 1. Pendahuluan. (ikebana, origami, ukiyo-e), kerajinan tangan (pahatan, tembikar), persembahan (boneka Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Jepang memiliki berbagai macam budaya yang orisinil dan unik seperti dalam seni (ikebana, origami, ukiyo-e), kerajinan tangan (pahatan, tembikar), persembahan (boneka

Lebih terperinci

PERBANDINGAN NILAI BUDAYA PADA NOVEL RONGGENG DUKUH PARUK KARYA AHMAD TOHARI DENGAN NOVEL JANGIR BALI KARYA NUR ST. ISKANDAR.

PERBANDINGAN NILAI BUDAYA PADA NOVEL RONGGENG DUKUH PARUK KARYA AHMAD TOHARI DENGAN NOVEL JANGIR BALI KARYA NUR ST. ISKANDAR. PERBANDINGAN NILAI BUDAYA PADA NOVEL RONGGENG DUKUH PARUK KARYA AHMAD TOHARI DENGAN NOVEL JANGIR BALI KARYA NUR ST. ISKANDAR. Hj. Yusida Gloriani dan Siti Maemunah Pendidikan Bahasa dan Sastra Inonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan hal-hal di luar karya sastra. Faktor sejarah dan lingkungan ikut

BAB I PENDAHULUAN. dengan hal-hal di luar karya sastra. Faktor sejarah dan lingkungan ikut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan karya imajinatif yang mempunyai hubungan erat dengan hal-hal di luar karya sastra. Faktor sejarah dan lingkungan ikut membentuk karya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. puisi antara lain Oidipus, Hamlet, Mahabaratha, Ramayana, dan sebagainya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. puisi antara lain Oidipus, Hamlet, Mahabaratha, Ramayana, dan sebagainya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Puisi merupakan salah satu jenis karya sastra dari berbagai macam karya sastra yang ada. Dalam perkembangannya, puisi mengalami pasang surut sesuai pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan gagasan-gagasan ataupun merefleksikan pandangannya terhadap

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan gagasan-gagasan ataupun merefleksikan pandangannya terhadap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan wadah yang digunakan oleh pengarang dalam menyampaikan gagasan-gagasan ataupun merefleksikan pandangannya terhadap berbagai masalah yang diamati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan merupakan sistem nilai yang terkandung dalam sebuah masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh kebudayaan yang membentuk lapis-lapis

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni (Wellek&Warren, 1995:3). Dalam

Bab 1. Pendahuluan. Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni (Wellek&Warren, 1995:3). Dalam Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni (Wellek&Warren, 1995:3). Dalam Bahasa Indonesia, kata ini biasa digunakan untuk merujuk kepada kesusasteraan

Lebih terperinci

BAB VIII KESIMPULAN. kesengsaraan, sekaligus kemarahan bangsa Palestina terhadap Israel.

BAB VIII KESIMPULAN. kesengsaraan, sekaligus kemarahan bangsa Palestina terhadap Israel. BAB VIII KESIMPULAN Puisi Maḥmūd Darwīsy merupakan sejarah perlawanan sosial bangsa Palestina terhadap penjajahan Israel yang menduduki tanah Palestina melalui aneksasi. Puisi perlawanan ini dianggap unik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan bentuk realita dari hasil imajinasi dan pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana ekspresi pengarang saja,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. indah setelah diberi arti oleh pembaca (Teeuw, 1984 : 91)

BAB I PENDAHULUAN. indah setelah diberi arti oleh pembaca (Teeuw, 1984 : 91) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra adalah hasil cerminan dari sebuah budaya kelompok masyarakat yang menceritakan tentang interaksi manusia dengan lingkungannya dan merupakan hasil kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sastra memiliki kekhasan dari pengarangnya masing-masing. Hal inilah yang

BAB I PENDAHULUAN. sastra memiliki kekhasan dari pengarangnya masing-masing. Hal inilah yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan suatu karya yang sifatnya estetik. Karya sastra merupakan suatu karya atau ciptaan yang disampaikan secara komunikatif oleh penulis

Lebih terperinci

Menurut kamus bahasa Indonesia, Karakter memiliki arti sifat-sifat. Negara dan bangsa akan maju jika ada prinsip kejujuran. Salah satu bangsa yang

Menurut kamus bahasa Indonesia, Karakter memiliki arti sifat-sifat. Negara dan bangsa akan maju jika ada prinsip kejujuran. Salah satu bangsa yang BAB II GAMBARAN UMUM PRODUKTIFITAS ORANG JEPANG 2.1 Pengertian Karakter Menurut kamus bahasa Indonesia, Karakter memiliki arti sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cerpen yang berjudul Saigo No Ikku ( 最後の一句 ) karya Mori Oogai,

BAB I PENDAHULUAN. Cerpen yang berjudul Saigo No Ikku ( 最後の一句 ) karya Mori Oogai, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Cerpen yang berjudul Saigo No Ikku ( 最後の一句 ) karya Mori Oogai, dibuat pada tahun 1915 ( 大正四年 ), pada waktu ia berusia 53 tahun. Cerpen ini dimuat dalam buku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ataupun kitab-kitab pengajaran, Teeuw dalam Susanto (2012 : 1).

BAB I PENDAHULUAN. ataupun kitab-kitab pengajaran, Teeuw dalam Susanto (2012 : 1). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara etimologis sastra atau sastera berasal dari bahasa Sansekerta yang terdiri dari akar kata Cas atau sas dan tra. Cas dalam bentuk kata kerja yang diturunkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan ungkapan kehidupan manusia yang memiliki nilai dan disajikan melalui bahasa yang menarik. Karya sastra bersifat imajinatif dan kreatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menulis merupakan salah satu keterampilan yang berkaitan erat dengan

BAB I PENDAHULUAN. Menulis merupakan salah satu keterampilan yang berkaitan erat dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menulis merupakan salah satu keterampilan yang berkaitan erat dengan keterampilan dasar terpenting pada manusia, yaitu berbahasa. Menurut Tarigan (1986:3), menulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. imajinatif sebagai manifestasi kehidupan manusia, (dan masyarakat) melalui

BAB I PENDAHULUAN. imajinatif sebagai manifestasi kehidupan manusia, (dan masyarakat) melalui BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sastra atau kesusastraan adalah pengungkapan dari fakta artistik dan imajinatif sebagai manifestasi kehidupan manusia, (dan masyarakat) melalui bahasa sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyajikan dunia lain yang bersifat imajinatif. Ruang lingkup sastra yang begitu luas

BAB I PENDAHULUAN. menyajikan dunia lain yang bersifat imajinatif. Ruang lingkup sastra yang begitu luas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra tidak pernah lepas dari kehidupan manusia. Sastra tidak hanya berfungsi sebagai media komunikasi tetapi juga sebagai media hiburan karena dapat menyajikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam berekspresi dapat diwujudkan dengan berbagai macam cara. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan menciptakan sebuah karya sastra baik

Lebih terperinci

Bab 1. dua bentuk karya sastra yang sekaligus disebut fiksi. Bahkan dalam. Novel berasal dari bahasa Itali novella (yang dalam bahasa Jerman novelle)

Bab 1. dua bentuk karya sastra yang sekaligus disebut fiksi. Bahkan dalam. Novel berasal dari bahasa Itali novella (yang dalam bahasa Jerman novelle) Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Novel merupakan salah satu karya sastra yang didalamnya terdapat unsurunsur pembangun seperti, plot, tema, penokohan, dan latar belakang. Menurut Abrams dalam Nurgiyantoro

Lebih terperinci

Bab 3. Analisis Data. Dalam melaksanakan chanoyu dibutuhkan sebuah persipan-persiapan kecil baik dari

Bab 3. Analisis Data. Dalam melaksanakan chanoyu dibutuhkan sebuah persipan-persiapan kecil baik dari Bab 3 Analisis Data 3.1 Tahap Persiapan Sebelum Melaksanakan Chanoyu Dalam melaksanakan chanoyu dibutuhkan sebuah persipan-persiapan kecil baik dari tuan rumah itu sendiri maupun tamu yang akan mengikuti

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat di mana penulisnya hadir, tetapi ia juga ikut terlibat dalam pergolakanpergolakan

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat di mana penulisnya hadir, tetapi ia juga ikut terlibat dalam pergolakanpergolakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra dengan masyarakat mempunyai hubungan yang cukup erat. Apalagi pada zaman modern seperti saat ini. Sastra bukan saja mempunyai hubungan yang erat dengan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bahasa Indonesia dikenal istilah kesusastraan. Kata kesusastraan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bahasa Indonesia dikenal istilah kesusastraan. Kata kesusastraan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam bahasa Indonesia dikenal istilah kesusastraan. Kata kesusastraan merupakan bentuk dari konfiks ke-an dan susastra. Menurut Teeuw (dalam Rokhmansyah, 2014:1) kata

Lebih terperinci

Analysis of Song Lyric and Its Application in Language Style and Poetry Learning in Primary School

Analysis of Song Lyric and Its Application in Language Style and Poetry Learning in Primary School p-issn: 2477-3859 e-issn: 2477-3581 JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR The Journal of Innovation in Elementary Education http://jipd.uhamka.ac.id/index.php/jipd Volume 1 Number 1 November 2015 9-14 Analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan dokumen sejarah yang sangat penting, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan dokumen sejarah yang sangat penting, sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan dokumen sejarah yang sangat penting, sehingga perlu dilestarikan dalam upaya mempertahankan eksistensi karya sastra. Dalam hal ini, karya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap suatu olahraga. Dapat dibuktikan jika kita membaca komik dan juga

BAB I PENDAHULUAN. terhadap suatu olahraga. Dapat dibuktikan jika kita membaca komik dan juga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Di Jepang terdapat bermacam-macam budaya, salah satunya adalah olahraga. Jepang merupakan salah satu negara yang memiliki ketertarikan tinggi terhadap suatu olahraga.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan mantan Presiden Soekarno, H. M. Soeharto, B. J. Habibie,

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan mantan Presiden Soekarno, H. M. Soeharto, B. J. Habibie, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suatu rezim pemerintahan selalu memiliki kareteristik tersendiri. Begitu juga dengan karateristik setiap rezim pemerintahan di Indonesia mulai dari rezim pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. Karya sastra tidak mungkin tercipta jika para penulis tidak mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. Karya sastra tidak mungkin tercipta jika para penulis tidak mempunyai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehadiran sastra di era globalisasi saat ini merupakan suatu kegiatan yang kreatif dan imajinatif. Sastra diciptakan melalui kreativitas dari pencipta karya sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijamah. Sedangkan Ienaga Saburo (dalam Situmorang, 2008: 3) membedakan

BAB I PENDAHULUAN. dijamah. Sedangkan Ienaga Saburo (dalam Situmorang, 2008: 3) membedakan 15 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ada terdapat berbagai macam definisi kebudayaan, ada yang membedakan antara budaya dan kebudayaan. Budaya adalah sesuatu yang semiotik, tidak kentara atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya, dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Plato,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan sebuah cerita fiksi atau rekaan yang dihasilkan lewat proses kreatif dan imajinasi pengarang. Tetapi, dalam proses kreatif penciptaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra Indonesia telah bermula sejak abad 20 dan menjadi salah satu bagian dari kekayaan kebudayaan Indonesia. Sastra Indonesia telah mengalami perjalanan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI. penelitian yang dapat dijadikan acuan, yaitu sebagai berikut:

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI. penelitian yang dapat dijadikan acuan, yaitu sebagai berikut: 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI 2.1 Kajian Pustaka Berdasarkan referensi yang telah dikumpulkan, ditemukan beberapa penelitian yang dapat dijadikan acuan, yaitu sebagai berikut: Ningrum

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Adapun konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Adapun konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah: BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Adapun konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 2.1.1 Sastra Sastra pada dasarnya merupakan ciptaan, kreasi bukan sebuah imitasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan kunci keberhasilan sumber daya manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan kunci keberhasilan sumber daya manusia untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembelajaran merupakan kunci keberhasilan sumber daya manusia untuk mengikuti perkembangan zaman. Pembelajaran memiliki peran serta mendidik siswa agar menjadi manusia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jepang merupakan salah satu negara yang memiliki berbagai macam budaya dan kesenian. Salah satunya adalah budaya sastra, yang dimana menurut Shirane (2013) sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan hasil cipta, rasa dan karsa manusia, selain memberikan hiburan juga sarat dengan nilai, baik nilai keindahan maupun nilai- nilai ajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jepang adalah sebuah negara maju yang berada di Asia Timur. Dalam Hal keyakinan, Jepang merupakan negara yang membebaskan warga negaranya dalam beragama, seperti yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi yang diciptakan oleh sastrawan melalui kontemplasi dan suatu refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semua penelitian ilmiah dimulai dengan perencanaan yang seksama, rinci, dan mengikuti logika yang umum, Tan (dalam Koentjaraningrat, 1977: 24). Pada dasarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesusastraan berasal dari kata susastra. Su dan Sastra, dan kemudian kata

BAB I PENDAHULUAN. Kesusastraan berasal dari kata susastra. Su dan Sastra, dan kemudian kata 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesusastraan berasal dari kata susastra. Su dan Sastra, dan kemudian kata tersebut diberi imbuhan konfiks ke-an. Su berarti indah atau baik, sastra berarti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan seni yang bermediumkan bahasa dan dalam proses terciptanya melalui intensif, selektif, dan subjektif. Penciptaan suatu karya sastra bermula

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pada dasarnya manusia hidup di dunia harus memenuhi lima kebutuhan pokok untuk bertahan hidup, yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan sosial,

Lebih terperinci

IV. ANALISIS KARYA. di kota Surakarta. Penulis tertarik memvisualisasikan tradisi upacara minum teh

IV. ANALISIS KARYA. di kota Surakarta. Penulis tertarik memvisualisasikan tradisi upacara minum teh IV. ANALISIS KARYA Pada Bab ini, penulis menampilkan hasil karya beserta deskripsi dari masing-masing judul karya. Karya-karya ini terinspirasi dari upacara minum teh Jepang yang sering dijumpai pada festival

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut memiliki pemerintah dan pemerintahan yang berjalan, hukum,

BAB I PENDAHULUAN. tersebut memiliki pemerintah dan pemerintahan yang berjalan, hukum, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suatu wilayah baru dapat dikatakan sebagai negara apabila wilayah tersebut memiliki pemerintah dan pemerintahan yang berjalan, hukum, pengakuan dari negara lain, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Musik dipergunakan untuk memuja dewa-dewi yang mereka percaya sebagai. acara-acara besar dan hiburan untuk kerajaan.

BAB I PENDAHULUAN. Musik dipergunakan untuk memuja dewa-dewi yang mereka percaya sebagai. acara-acara besar dan hiburan untuk kerajaan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbicara tentang musik tidak akan pernah ada habisnya, karena musik begitu melekat, begitu dekat dengan kehidupan manusia. Musik telah ada sejak sebelum Masehi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumardja dan Saini (1988: 3) menjabarkan bahwa sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, dan keyakinan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pembagian tersebut. Sastra pada hakikatnya memberikan banyak pengajaran,

BAB 1 PENDAHULUAN. pembagian tersebut. Sastra pada hakikatnya memberikan banyak pengajaran, 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra merupakan sesuatu yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan manusia. Hal ini disebabkan karena dalam pembahasan pembuatan sebuah karya sastra selalu mengaitkan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM

BAB II GAMBARAN UMUM BAB II GAMBARAN UMUM 2.1. Jepang Pasca Perang Dunia II Pada saat Perang Dunia II, Jepang sebagai negara penyerang menduduki negara Asia, terutama Cina dan Korea. Berakhirnya Perang Dunia II merupakan kesempatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. puisi. Latar belakang kehidupan yang dialami pengarang, sangat berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. puisi. Latar belakang kehidupan yang dialami pengarang, sangat berpengaruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahirnya sebuah karya sastra tentu tidak akan terlepas dari kehidupan pengarang baik karya sastra yang berbentuk novel, cerpen, drama, maupun puisi. Latar belakang

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. Salah bentuk karya sastra adalah novel. Novel merupakan bentuk karya sastra

II. LANDASAN TEORI. Salah bentuk karya sastra adalah novel. Novel merupakan bentuk karya sastra II. LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Novel Salah bentuk karya sastra adalah novel. Novel merupakan bentuk karya sastra yang paling popular di dunia. Bentuk sastra ini paling banyak beredar, lantaran daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu bahasa. Puisi juga merupakan cara penyampaian tidak langsung seseorang

BAB I PENDAHULUAN. suatu bahasa. Puisi juga merupakan cara penyampaian tidak langsung seseorang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Puisi merupakan ungkapan perasaan yang dihayati oleh penyairnya ke dalam suatu bahasa. Puisi juga merupakan cara penyampaian tidak langsung seseorang terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Situmorang (1995: 3) menjelaskan bahwa kebudayaan adalah sebuah jaringan makna

BAB I PENDAHULUAN. Situmorang (1995: 3) menjelaskan bahwa kebudayaan adalah sebuah jaringan makna BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Jepang merupakan salah satu negara yang terkenal akan ragam kebudayaannya. Situmorang (1995: 3) menjelaskan bahwa kebudayaan adalah sebuah jaringan makna yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup yang dialaminya. Hal ini sesuai dengan pendapat E. Kosasih ( 2012: 2)

BAB I PENDAHULUAN. hidup yang dialaminya. Hal ini sesuai dengan pendapat E. Kosasih ( 2012: 2) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra yang lahir di tengah-tengah masyarakat merupakan hasil imajinasi atau ungkapan jiwa sastrawan, baik tentang kehidupan, peristiwa, maupun pengalaman

Lebih terperinci