III. TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "III. TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 III. TINJAUAN PUSTAKA 3.1 MIE INSTAN Mie merupakan bahan pangan yang berbentuk pilinan memanjang dengan diameter 0,07-1,05 inci yang terbuat dari tepung terigu dengan atau tanpa tambahan kuning telur (Beans et al. 1974). Mie diperkirakan berasal dari daratan Cina. Hal ini terlihat dari tradisi menyajikan mie pada perayaan ulang tahun sebagai simbol untuk umur yang panjang. Marcopolo adalah orang yang memperkenalkan mie pertama kali di luar daratan Cina, dengan membawanya ke Italia dan mulai merambah ke negara lain (Juliano dan Hicks 1990). Di Indonesia saat ini mie telah menjadi salah satu pangan alternatif utama setelah nasi. Dilihat dari segi nilai gizi, mie dapat dikatakan sebagai pengganti nasi, makanan tambahan, dan sebagai cadangan pangan darurat (sebagai sumber energi), ataupun sebagai subsitusi makanan pokok cukup besar. Terdapat berbagai macam jenis mie menurut proses pengolahannya (Winarno 1992), yaitu: a. Mie basah mentah, merupakan untaian mie hasil dari pemotongan lembaran adonan tanpa perlakuan pengolahan lanjutan. Mie jenis ini biasa digunakan untuk mie ayam. Kadar air mie basah mentah sekitar 35 % dan biasanya ditaburi dengan tapioka untuk menjaga agar untaian mie tidak saling lengket satu sama lain. b. Mie basah matang, disebut juga dengan mie kuning. Mie jenis ini dihasilkan dari mie mentah yang dikukus atau direbus. Mie dengan kadar air sekitar 52 % ini biasa digunakan untuk soto mie. Mie basah matang biasa dicampurkan dengan minyak sayur untuk mencegah untaian mie lengket satu sama lain. c. Mie kering, merupakan mie mentah yang dikeringkan hingga kadar airnya sekitar 10 %. Mie ini juga biasa disebut mie telur karena umumnya ditambahkan telur pada pembuatannya. d. Mie instan, merupakan mie mentah yang dikukus kemudian dikeringkan sehingga teksturnya menjadi porous dan mudah direhidrasi. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) yang dikeluarkan oleh Dewan Standarisasi Nasional, mie instan terbuat dari adonan terigu atau tepung beras atau tepung lainnya sebagai bahan utama dengan atau tanpa penambahan bahan lainnya serta dapat diberi perlakuan dengan bahan alkali. Instan dicirikan dengan adanya penambahan bumbu dan memerlukan proses rehidrasi untuk siap dikonsumsi. Mie instan pertama kali diperkenalkan di Jepang pada tahun 1958 dan Korea pada tahun 1963 (Kim 1996). Mie instan siap dihidangkan setelah dimasak atau diseduh dengan air mendidih paling lama selama empat menit. Mie instan yang diproses dengan teknik penggorengan memiliki kadar air 2-5 % dan kadar lemak %, sedangkan mie instan yang dikeringkan menggunakan udara panas memiliki kadar air 8-12 % dan kadar lemak 3 % (Astawan 2008). Mutu mie instan yang baik memiliki karakteristik gigitan relatif kuat, kenyal, permukaan tidak lengket, dan tekstur yang sangat bergantung pada komposisi mie itu sendiri (Koswara 2005). Dewan Standarisasi Nasional membuat syarat standar mutu mie instan untuk menjadi keamanan mie instan yang diperdagangkan dan harus dipenuhi oleh setiap produsen. Standar mutu tersebut dapat dilihat pada Tabel 1. 6

2 Keadaan Fisik Tekstur Rasa Bau Warna Tabel 1. Standar mutu mie instan Standar Nasional Indonesia Uraian Satuan Persyaratan - Normal Normal Normal Normal Benda asing - Tidak boleh ada Keutuhan Persen b/b Minimal 90 Kadar Air Proses Penggorengan Proses Pengeringan Kadar Protein Mie dari terigu Mie bukan dari terigu Persen b/b Maksimal 10 Persen b/b Maksimal 14,5 Persen b/b Minimal 8 Persen b/b Minimal 4 Bilangan Asam mg KOH/g minyak Maksimal 2 Cemaran Logam Timbal (Pb) Raksa (Hg) mg/kg Maksimal 2 mg/kg Maksimal 0,05 Arsen mg/kg Maksimal 0,5 Cemaran Mikroba Angka Lempeng Total E. coli Salmonella Kapang sumber: SNI koloni/gr Maksimal 1,0 x 10 6 APM/gr < 3 - Negatif per 25 g koloni/gr Maksimal 1,0 x BAHAN PEMBUATAN MIE INSTAN Bahan baku (raw material) yang digunakan dalam pembuatan mie instan terdiri dari tiga bagian, yaitu bahan baku utama, bahan baku tambahan, dan bahan baku penunjang. 1. Bahan Baku Utama a. Tepung Terigu Tepung terigu berasal dari biji gandum (Triticum vulgare) yang digiling. Tepung terigu berfungsi untuk membentuk struktur mie serta sebagai sumber protein dan sumber karbohidrat. Kandungan utama tepung terigu yang berperan dalam pembuatan mie adalah gluten, yaitu protein yang terbentuk dari glutenin dan gliadin saat dicampurkan dengan air. Gluten inilah yang membuat tekstur mie menjadi kenyal dan tidak mudah putus. Semakin tinggi kadar gluten, maka akan semakin tinggi pula tingkat kekenyalan mie dan ketahanan saat proses penarikan (Winarno 1992). Tepung terigu yang biasa digunakan dalam pembuatan mie adalah jenis terigu kuat (kadar protein %) karena memiliki 7

3 kandungan protein gliadin dan glutenin yang paling tinggi sehingga dapat menghasilkan adonan yang elastis dan tidak mudah putus. b. Air Air berfungsi sebagai media reaksi antara gluten dan karbohidrat, melarutkan garam, dan membentuk sifat kenyal gluten. Pati dan gluten akan mengembang dengan adanya air. Air yang digunakan sebaiknya memiliki ph 6-9 (Anonim 2005). Hal ini disebabkan absorpsi air makin meningkat dengan naiknya ph. Makin banyak air yang diserap, mie akan menjadi tidak mudah patah (Winarno 1992). Persyaratan air yang digunakan dalam pembuatan mie harus memenuhi persyaratan air minum, yaitu tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa (Astawan 2008). Jumlah air yang ditambahkan ke dalam adonan mie sebesar %. Jika kurang dari 28 %, adonan mie akan menjadi rapuh dan sulit dicetak. Jika lebih dari 38 %, adonan mie akan menjadi sangat lengket (Suyanti 2008). Jumlah penambahan air ke dalam adonan bergantung pada kualitas dan jenis terigu yang digunakan. Menurut Sunaryo (1985), suhu adonan yang disarankan untuk pembuatan mie adalah sebesar C untuk mengaktifkan enzim amilase yang akan memecah pati menjadi dekstrin dan protease yang akan memecah gluten. 2. Bahan Baku Tambahan a. Larutan Alkali Larutan alkali digunakan sebagai pencampur tepung terigu. Bahan penyusun larutan ini terdiri dari antioksidan, pengemulsi, pengatur keasaman, pengental, pewarna, mineral, penguat rasa, tepung-tepungan, dan bahan tambahan lain. Pengental berfungsi untuk menghasilkan tekstur mie yang licin saat dikonsumsi. Penguat serta pemberi rasa seperti garam juga berfungsi untuk memperkuat tekstur mie, memperkuat fleksibilitas dan elastisitas mie, serta membantu reaksi antara gluten dan karbohidrat (Winarno 1997). b. Minyak Goreng Minyak goreng yang berfungsi sebagai medium penghantar panas serta menambah rasa gurih dan kalori dalam bahan. Minyak goreng yang umumnya digunakan adalah Refined Bleached Deodorized (RBD) Olein yang berbentuk cair jenih, berwarna kekuningan, tidak beraroma tengik, dan tidak berasa. Minyak goreng RBD berasal dari hasil pemrosesan kelapa sawit. Minyak yang rusak akibat proses oksidasi dan polimerisasi dapat menyebabkan mie yang dihasilkan menjadi kurang menarik dan memiliki cita rasa yang tidak enak (Ketaren 1986). c. Tepung Tapioka Tepung tapioka biasa digunakan sebagai pensubstitusi tepung terigu. Peran tepung tapioka yang lain adalah untuk meningkatkan kelembutan dan gelatinisasi mie. Jumlah tepung tapioka yang ditambahkan ke dalam adonan maksimal sebesar 10 % dari jumlah tepung terigu yang digunakan. Semakin banyak penambahan tepung tapioka, maka akan mempengaruhi kelembutan tekstur dan kerenyahan dari mie itu sendiri sehingga mie akan semakin renyah (Muljohardjo 1987). 3. Bahan Baku Penunjang a. Bumbu Pelengkap (Seasoning) Bumbu pelengkap terdiri dari bumbu, minyak bumbu, kecap, bubuk cabai, saus sambal, dan sayuran kering. Bumbu pelengkap ini dapat menambah cita rasa mie instan sesuai dengan rasa yang tertulis pada kemasan. Bumbu pelengkap dikemas dengan pengemas plastik yang berbentuk sachet sehingga mudah untuk dibuka. Pembuatan bumbu pelengkap terletak di tempat yang berbeda dengan tempat pembuatan mie instan. 8

4 b. Etiket Etiket merupakan kemasan primer dari produk mie instan berupa kemasan plastik berlabel. Etiket tidak dapat ditembus oleh gas, uap air, dan mikroba. Jenis etiket yang digunakan adalah Oriented Poly Propylene (OPP) untuk normal noodle dan mie telur, Metalized untuk special noodle (mie keriting), sedangkan untuk cup noodle menggunakan dua jenis kemasan yang terbuat dari plastik dan styrofoam. 3.3 PROSES PEMBUATAN MIE INSTAN Proses pembuatan mie instan secara garis besar terdiri dari pencampuran (mixing), pembentukan lembar adonan (pressing), pembentukan untaian mie (slitting), pengukusan (steaming), pemotongan dan pelipatan (cutting and folding), penggorengan (frying), pendinginan (cooling), dan pengemasan (packing) (Winarno 1992). 1. Pembuatan Larutan Alkali Larutan alkali dibuat dengan cara melarutkan beberapa macam bahan seperti garam, garam mineral, pengental, dan pewarna dengan air ke dalam tangki yang dilengkapi dengan agitator yang berfungsi untuk membuat larutan alkali menjadi homogen. Penampakan fisik larutan alkali harus homogen, tidak terdapat benda asing atau cemaran, berwarna kuning, dan tidak beraroma asam. Larutan alkali harus dianalisis terlebih dahulu untuk mengukur viskositas, ph, dan massa jenis. Setelah hasil analisis memenuhi standar yang ditetapkan, larutan alkali dapat digunakan dalam proses pembuatan mie instan. Umur larutan alkali yang lebih dari 24 jam harus diperiksa kembali sifat fisik dan kimianya. Setiap pembuatan larutan alkali yang berbeda akan diambil kurang lebih 100 ml sebagai sampel dan disimpan di dalam lemari pendingin. Tujuan dari pengambilan sampel tersebut untuk memudahkan pemeriksaan jika terjadi penyimpangan terhadap produk mie instan yang dihasilkan. 2. Pemasukan Tepung Terigu ke Screw Conveyor Sebelum tahap pencampuran dilakukan, tepung terigu dimasukkan ke dalam screw conveyor terlebih dahulu. Hal yang perlu diperhatikan pada tahap ini adalah kondisi tepung terigu, sanitasi alat, ketepatan jumlah tepung terigu yang digunakan, dan kondisi saringan. Kondisi tepung terigu yang digunakan harus bermutu baik, tidak basah, tidak menggumpal, serta tidak terkontaminasi benda asing. Sanitasi alat perlu diperhatikan untuk mencegah kontaminasi pada tepung terigu. Pembersihan dilakukan menggunakan vacuum cleaner sehingga kotoran atau sisa-sisa tepung terigu dapat dibersihkan. Ketepatan jumlah tepung terigu berpengaruh pada mutu adonan dan erat kaitannya dengan ketepatan formula yang digunakan. Penggunaan saringan pada screw conveyor bertujuan untuk mencegah masuknya benangbenang halus atau tali pada tepung terigu ke dalam mixer. 3. Pencampuran (Mixing) Tepung terigu yang telah dituangkan ke dalam screw conveyor akan didorong dan dimasukkan ke dalam mixer. Dalam mixer tersebut, terjadi proses pencampuran dan pengadukan antara tepung terigu dengan larutan alkali. Campuran tersebut diaduk hingga menjadi adonan yang homogen, kenyal, lembut, halus, dan kompak (Astawan 2008). Tujuan dari proses pencampuran adalah untuk menghidrasi tepung dengan air, mendapatkan adonan yang homogen, dan terbentuk jaringan gluten. Faktor yang berpengaruh dalam tahap pencampuran adalah jumlah air dan larutan alkali yang ditambahkan, suhu adonan, dan waktu pencampuran (Winarno 1992). Volume larutan alkali yang digunakan tergantung jenis produknya, sedangkan penambahan air tergantung dari 9

5 keadaan adonan, biasanya % (Bhusuk dan Rasper 1994). Penambahan air harus cukup karena mempengaruhi karakteristik adonan. Suhu adonan harus tepat, yaitu C. Bila suhu terlalu tinggi, maka adonan akan menjadi lengket karena reaksi enzimatis sehingga menghasilkan dekstrin. Waktu pencampuran yang digunakan harus tepat sekitar menit karena jika terlalu cepat adonan belum homogen dan jika terlalu lama adonan menjadi lengket karena suhu adonan meningkat akibat gesekan baling-baling dengan bahan. Adonan yang tidak sesuai standar biasanya ditambahkan pada adonan berikutnya sedikit demi sedikit, sedangkan untuk adonan yang kotor harus segera dipisahkan dan dicari penyebabnya. Kadar air adonan yang ditetapkan untuk normal noodle sebesar %. 4. Pembentukan Lembar Adonan (Pressing) Adonan mie yang telah homogen dimasukkan ke dalam mesin pressing untuk dibentuk menjadi lembar adonan. Pada tahap ini, serat-serat gluten akan dihaluskan dan dicetak membentuk lembaran (Astawan 2008). Proses yang terjadi pada tahap ini meliputi pembentukan lembar adonan (pressing), pembentukan untaian mie (slitting), pembentukan gelombang mie, dan pembagian jalur mie. Pada proses pembentukan lembaran, adonan dimasukkan ke dalam press roller untuk menghaluskan serat-serat gluten. Dalam press roller, serat-serat gluten yang tidak beraturan akan ditarik memanjang dan searah oleh tekanan antara dua roller. Setelah dibentuk lembaran, tahap selanjutnya adalah pemotongan lembar adonan secara tipis dan memanjang, lalu dipotong melintang dengan ketebalan tertentu. Mie kemudian dialirkan dengan konveyor khusus pembuat mie keriting dengan cara penggunaan kecepatan yang berbeda saat sebelum dan sesudah proses pemotongan. Tujuan pembentukan mie menjadi keriting adalah agar mie tidak menjadi lengket satu sama lain (Winarno 1992). Faktor yang berpengaruh dalam tahap ini meliputi ada tidaknya cemaran, ketebalan untaian, jumlah untaian, bentuk untaian, bentuk gelombang, jenis slitter yang digunakan, dan suhu selama proses. Keadaan adonan yang tidak sesuai standar (terlalu lembek atau terlalu basah) dapat mengganggu jalannya pembentukan lembaran. Kerenggangan press roller yang digunakan akan mempengaruhi ketebalan lembaran adonan. Press roller yang terlalu longgar menyebabkan lembar adonan terlalu tebal, begitu pun sebaliknya. Ketebalan lembar adonan mie diukur menggunakan thickness gauge. Jenis slitter yang digunakan juga akan mempengaruhi terhadap jumlah untaian mie yang dihasilkan. Jika terjadi peyimpangan seperti tebal dan jumlah untaian tidak sesuai dengan standar, untaian akan diputus dan dikembalikan ke dalam feeder untuk pressing ulang. Suhu pada tahap ini sebaiknya tidak terlalu dingin karena dapat menyebabkan lembaran pasta menjadi pecah-pecah dan kasar, dan berakibat mutu mie menjadi mudah patah. Suhu juga tidak boleh terlalu tinggi (lebih dari 45 0 C) karena dapat meningkatkan kegiatan enzim dan merangsang perombakan gluten akibat turunnya densitas mie. 5. Pengukusan (Steaming) Untaian-untaian mie hasil dari pencetakan dilewatkan ke dalam steamer pada steam net yang berfungsi sebagai konveyor. Sumber energi dalam proses pengukusan ini adalah uap panas yang berasal dari boiler. Pada tahap ini pati akan tergelatinisasi dan gluten terkoagulasi sehingga dengan adanya rehidrasi air dari gluten menyebabkan timbulnya kekenyalan mie. Proses tersebut terbentuk karena terputusnya ikatan hidrogen sehingga rantai pati dan gluten semakin rapat serta bersifat lebih keras dan kuat. Menurut Astawan (2008), gelatinisasi dapat menyebabkan pati meleleh dan membentuk lapisan tipis (film) yang dapat mengurangi penyerapan minyak dan memberikan tekstur lembut pada mie. Di samping itu, gelatinisasi 10

6 juga dapat meningkatkan daya cerna pati dan mempengaruhi daya rehidrasi mie. Karakteristik mie setelah tahap pengukusan menjadi berwarna kuning pucat dan bersifat setengah matang. Proses pengukusan dapat dipengaruhi oleh mutu steam dan jumlah steam. Mutu steam yang baik adalah steam basah, yang diperoleh dengan cara mengatur agar tekanan steam yang diperoleh dari boiler cukup rendah. Tekanan yang terlalu rendah menyebabkan steam mengandung air sehingga mie menjadi lembek, sedangkan jika tekanan terlalu tinggi menyebabkan pati tidak tergelatinisasi sempurna. Jumlah steam yang banyak menyebabkan penetrasi panas akan semakin baik. 6. Pemotongan dan Pelipatan (Cutting and Folding) Pada tahap ini lajur mie akan dipotong dengan ukuran tertentu kemudian dilipat menjadi dua bagian sama panjang lalu didistribusikan ke dalam mangkok penggorengan. Pemotongan mie dilakukan dengan menggunakan cutter (pisau pemotong mie) yang berputar dan dilengkapi dengan folding adjuster yang berfungsi untuk melipat mie menjadi dua bagian. Kecepatan pisau menentukan ukuran produk mie dan kapasitas pemotongan mie. Kecepatan konveyor harus disesuaikan agar berat per potong mie konstan. 7. Penggorengan (Frying) Menurut Djatmiko dan Enie (1985), proses penggorengan adalah proses untuk mempersiapkan makanan dengan jalan memanaskan makanan dalam ketel yang berisi minyak. Tujuan dari penggorengan adalah untuk memasak dan mengeringkan mie sampai memiliki kadar air sekitar 3 % sehingga produk akan menjadi matang, kaku, dan tahan lama. Sistem penggorengan yang dilakukan adalah sistem deep frying, yaitu mie direndam dalam minyak goreng yang panas. Selama proses penggorengan terjadi dehidrasi terutama pada bagian luar dari mie yang digoreng yang menyebabkan terbentuknya kerak yang renyah. Uap air yang terlepas akan meninggalkan rongga-rongga kemudian diisi oleh minyak goreng. Minyak yang terserap inilah yang memberikan pengaruh renyah pada bagian kerak dari mie yang digoreng. Faktor yang berpengaruh pada tahap ini meliputi kadar asam lemak bebas, suhu penggorengan, level minyak, waktu penggorengan, dan adanya cemaran atau tidak. Asam lemak bebas (free fatty acid) yang tinggi dalam minyak akan membuat mutu minyak turun, tengik, dan berwarna coklat (lebih gelap). Waktu penggorengan dapat diatur dengan mengatur kecepatan konveyor yang membawa mie melalui kuali penggorengan. Jika waktu penggorengan terlalu lama, hal tersebut dapat menyebabkan penyerapan minyak oleh mie berlebihan sehingga mie menjadi cepat tengik dan terjadi pemborosan minyak. Sebaliknya, jika penggorengan terlalu cepat, membuat mie menjadi kurang kering dan memacu pertumbuhan pada kapang pada mie (Koswara 2005). Sanitasi dalam penggorengan perlu diperhatikan karena jika hancuran mie tidak dibersihkan dapat mempengaruhi mutu mie yang dihasilkan. 8. Pendinginan (Cooling) Proses pendinginan dilakukan dengan melewatkan mie ke dalam suatu terowongan yang didalamnya terdapat sejumlah kipas angin yang menghembuskan udara segar sehingga mie yang diperoleh memiliki suhu sekitar 35 0 C sebelum dikemas. Proses pendinginan dilakukan secara perlahan dengan tujuan untuk menghindari terjadinya keretakan atau kehancuran pada mie instan. Pendinginan yang diharapkan pada proses ini adalah sempurna karena jika mie masih dalam keadaan panas dikemas, maka akan terjadi penguapan yang kemudian mengembun pada permukaan dalam kemasan dan membasahi mie. Dalam keadaan itulah 11

7 mie akan rusak karena ditumbuhi oleh jamur atau mikroba sehingga umur simpan mie menjadi lebih pendek. 9. Pengemasan (Packing) Tahap ini merupakan tahap akhir dari proses pembuatan mie instan. Tujuan dari pengemasan adalah untuk melindungi produk dan memperpanjang umur simpan produk yang dikemas. Mie yang keluar dari mesin pendingin pada ban berjalan tebagi menjadi dua bagian. Secara manual ditambahkan bumbu, minyak bumbu, saos dan kecap, serta sayuran kering sesuai dengan jenis mie yang diproduksi, lalu kemudian masuk ke mesin pengemas. Mesin pengemas bekerja secara otomatis melalui dua tahap. Tahap pertama untuk merapatkan kemasan bagian bawah (long sealer) dan tahap berikutnya merapatkan serta memotong kemasan pada bagian kanan dan kiri (end sealer). Setelah dikemas dengan etiket, mie instan akan dikemas dalam karton secara manual. Setiap dus memuat 40 bungkus mie instan. Karton tersebut akan dirapatkan menggunakan seal tape pada bagian atas dan bawah. Kode yang tertera pada etiket dan karton harus selalu diperiksa sebagai salah satu bentuk pengendalian mutu kemasan. 3.4 KADAR AIR Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang dapat dinyatakan berdasarkan berat basah (wet basis) atau berat kering (dry basis). Kadar air berat basah memiliki batas maksimum teoritis sebesar 100 %, sedangkan batas maksimum kadar air berat kering dapat lebih dari 100 % (Belitz dan Grosch 1999). Kadar air berbeda dengan aktivitas air (a w ). Aktivitas air merupakan petunjuk akan sejumlah air yang dapat digunakan sebagai sarana pertumbuhan mikroorganisme (Scott 1957). Analisis kadar air dapat dilakukan dengan metode langsung (metode kimia) dan metode tidak langsung (metode fisik). Analisis kadar air dengan metode langsung dilakukan dengan cara mengeluarkan air dari bahan pangan menggunakan pengeringan oven, desikasi, distilasi, ekstraksi, dan teknik fisikokimia yang lain. Metode ini memiliki ketelitian yang tinggi, tetapi pada umumnya memerlukan waktu pengerjaan yang relatif lama dan pengoperasiannya kebanyakan bersifat manual. Analisis kadar air dengan metode tidak langsung dilakukan dengan cara metode konduktivitas DC/AC, metode konstanta dielektrik, penyerapan gelombang mikro, penyerapan sonik dan ultrasonik, spektroskopi inframerah, dan spektroskopi NMR (Day 2002). Metode analisis kadar air yang dilakukan pada penelitian ini adalah metode gravimetri. Prinsip metode ini adalah mengeluarkan air dari bahan pangan dengan proses pengeringan dalam oven. Analisis kadar air dengan oven didasarkan pada berat yang hilang. Oleh karena itu, contoh harus memiliki kestabilan panas yang tinggi dan tidak mengandung komponen lain yang mudah menguap. Faktor yang dapat mempengaruhi analisis air dengan metode oven di antaranya adalah penimbangan contoh, kondisi oven, pengeringan contoh, dan perlakuan setelah pengeringan. Faktor yang mempengaruhi kondisi oven adalah fluktuasi suhu, kecepatan aliran, dan kelembaban udara dalam oven (Fardiaz et al. 1991). 3.5 KADAR LEMAK Lipida merupakan senyawa yang larut dalam pelarut organik nonpolar. Sifat kelarutan lipida sangat bergantung pada strukturnya, yaitu lipida sederhana (gliserol ester asam lemak dan lilin), lipida majemuk (fosfolipida, serebrosida, sulfolipida, dan aminolipida), dan turunan lipida 12

8 (asam lemak, gliserol, steroid, aldehid, dan keton). Kandungan dan sifat fisikokimia lemak berbeda-beda bergantung pada sumbernya (Fennema 1985). Analisis lemak dapat berupa analisis kadar lemak, analisis sifat fisikokimia lemak, dan analisis komposisi asam lemak yang terkandung dalam contoh. Metode ekstraksi Soxhlet merupakan metode analisis kadar lemak secara langsung dengan cara mengekstrak lemak dari bahan dengan pelarut organik nonpolar. Ekstraksi dilakukan dengan cara refluks pada suhu yang sesuai dengan titik didih pelarut yang digunakan. Selama proses refluks, pelarut secara berkala akan meredam contoh dan mengekstrak lemak yang ada pada contoh. Refluks dihentikan sampai pelarut yang merendam contoh sudah berwarna jernih yang berarti bahwa sudah tidak ada lagi lemak yang terlarut. Jumlah lemak pada contoh diketahui dengan menimbang lemak setelah pelarut diuapkan. Jumlah lemak per berat bahan yang diperoleh menunjukkan kadar lemak kasar (curd fat), artinya komponen yang terekstrak oleh pelarut organik bukan hanya lemak tetapi komponen lain yang terlarut dalam pelarut organik (Belitz dan Grosch 1999). Ada beberapa faktor yang mempengaruhi ketelitian analisis metode ini, di antaranya: - Ukuran partikel contoh Semakin kecil ukuran contoh maka kontak antara permukaan bahan dengan pelarut akan semakin luas sehingga proses ekstraksi lebih efisien. - Jenis pelarut Setiap pelarut organik memiliki tingkat polaritas yang berbeda-beda. Pelarut yang memiliki polaritas yang sesuai dengan polaritas lemak akan memberikan hasil ekstraksi yang lebih baik. - Waktu ekstraksi Semakin lama waktu ekstraksi maka jumlah lemak yang terekstrak oleh pelarut akan semakin banyak hingga lemak pada contoh habis. - Suhu ekstraksi Semakin tinggi suhu maka proses ekstraksi akan berlangsung semakin cepat. Suhu yang digunakan harus disesuaikan dengan titik didih pelarut yang digunakan. Penggunaan suhu yang lebih rendah dari titik didih pelarut akan menyebabkan proses ekstraksi berjalan dengan lambat dan kurang efisien, sedangkan penggunaan suhu yang lebih tinggi dari titik didih pelarut akan menyebabkan ekstraksi tidak terkendali dan dapat menimbulkan resiko terjadinya ledakan atau kebakaran. Metode Soxhlet dapat diaplikasikan untuk hampir semua bahan pangan. Untuk bahan pangan yang tidak mengandung air seperti tepung atau produk kering lain, bahan dapat langsung dianalisis. Sedangkan untuk bahan pangan berbentuk utuh dan banyak mengandung air seperti daging atau ikan, harus dihidrolisis dengan asam terlebih dahulu kemudian dikeringkan untuk memudahkan lemak keluar dari jaringan (Faridah et al. 2010). 3.6 RESPONSE SURFACE METHODOLOGY Optimasi merupakan serangkaian proses untuk mendapatkan gugus kondisi yang diperlukan untuk mendapatkan hasil terbaik dalam situasi tertentu. Berdasarkan pendekatan normatif, dapat diketahui bahwa optimasi mengindikasi penyelesaian terbaik dari suatu masalah yang diarahkan pada tujuan maksimisasi atau minimisasi melalui fungsi tujuan (Nasendi dan Anwar 1985). Response Surface Methodology (RSM) merupakan sekumpulan teknik matematika dan statistika yang berguna untuk menganalisis permasalahan dimana beberapa 13

9 variabel independen mempengaruhi variabel respon dan tujuan akhirnya adalah untuk mengoptimalkan respon (Nuryanti dan Salimy 2008). RSM terdiri dari suatu grup teknik statistik untuk membangun model empiris melalui dan mengeksploitasi model. Melalui rancangan penelitian, metodologi ini dapat mencari suatu reaksi yang berhubungan dengan variable output sebagai respon dan variable input sebagai prediktor (Box dan Draper 1987). Sebagian besar permasalahan RSM adalah bentuk dari hubungan antara respon dan variabel bebas (independent variables) yang tidak diketahui (Montgomery 2001). Hal ini menjadi langkah awal dalam RSM untuk menemukan suatu perkiraan yang sesuai untuk fungsi hubungan yang benar antara y dan suatu set variabel bebas. Jika respon dimodelkan dengan baik oleh fungsi linear dari variabel bebas, maka fungsi perkiraannya adalah model orde pertama (first-order model) terlihat pada persamaan (3.1). y = β 0 + β 1 x 1 + β 2 x β k x k + (3.1) Jika terdapat lengkungan dalam sistem, maka polinomial dengan derajat yang lebih tinggi yang akan digunakan, seperti pada model orde kedua (second-order model) seperti pada persamaan (3.2). k k 2 y = β 0 + i=1 β i x i + i=1 β ii x i + i<j β ij x i x j + (3.2) Hampir semua permasalahan RSM menggunakan satu atau kedua model tersebut. Hal ini tentu tidak seperti model polinomial yang akan menjadi perkiraan yang masuk akal dari fungsi hubungan yang benar pada seluruh bagian dari variabel bebas, tetapi untuk wilayah yang lebih kecil biasanya ini bekerja dengan cukup baik (Montgomery 2001). Hubungan dua faktor, x 1 dan x 2, dapat membentuk beberapa tipe umum permukaan grafik, seperti bukit (hill), cekungan (basin), ridge, dan pelana (saddle) (Peng 1967). Terbentuknya sistem ridge sering disebabkan karena adanya ketergantungan diantara faktor. Variabel alami, seperti suhu, tekanan, dan sebagainya, sering dianggap sebagai faktor karena kemudahan dalam pengukuran. Namun, kombinasi dari beberapa faktor tersebut dapat membentuk variabel dasar yang menggambarkan respon permukaan yang lebih efisien. Sejumlah kondisi yang berbeda dari variabel alami dapat menjadi semua kesetaraan kondisi optimum dari suatu variabel dasar (Peng 1967). Tahap perencanaan merupakan langkah awal dalam menggunakan RSM. Dalam tahap perencanaan, definisi perencanaan adalah proses, cara, atau kegiatan merencanakan, menyusun, dan menguraikan langkah-langkah pelaksanaan suatu kegiatan. Tahap perencanaan terdiri dari: - Menentukan model persamaan orde pertama, dimana suatu rancangan penelitian dilakukan untuk pengumpulan data dan arah penelitian selanjutnya ditentukan dengan metode steepest ascent. - Setelah arah penelitian telah diperoleh, kemudian ditentukan level faktor untuk pengumpulan data selanjutnya. - Menentukan model persamaan orde kedua, dengan melakukan rancangan penelitian dengan level yang telah ditetapkan setelah metode steepest ascent diterapkan. - Menentukan titik-titik optimum dari faktor-faktor yang diamati (Cochran dan Cox 1962). Salah satu pertimbangan penting dalam RSM adalah bagaimana menentukan faktor dan level yang dapat cocok dengan model yang akan dikembangkan. Jika faktor atau level yang dipilih dalam suatu penelitian tidak tepat, maka kemungkinan terjadinya ketidakcocokan model akan sangat besar dan akan bersifat bias. 14

TINJAUAN PUSTAKA. A. Deskripsi dan Kedudukan Taksonomi Kluwih (Artocarpus communis)

TINJAUAN PUSTAKA. A. Deskripsi dan Kedudukan Taksonomi Kluwih (Artocarpus communis) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi dan Kedudukan Taksonomi Kluwih (Artocarpus communis) Kluwih merupakan kerabat dari sukun yang dikenal pula dengan nama timbul atau kulur. Kluwih dianggap sama dengan buah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Standar Nasional Indonesia mendefinisikan tepung terigu sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Standar Nasional Indonesia mendefinisikan tepung terigu sebagai 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tepung Terigu Standar Nasional Indonesia 01-3751-2006 mendefinisikan tepung terigu sebagai tepung yang berasal dari endosperma biji gandum Triticum aestivum L.(Club wheat) dan

Lebih terperinci

denaturasi pada saat pemanasan dan mempertahankan bentuk pada produk akhir. Pati yang merupakan komponen utama dalam tepung (sekitar 67%) pada proses

denaturasi pada saat pemanasan dan mempertahankan bentuk pada produk akhir. Pati yang merupakan komponen utama dalam tepung (sekitar 67%) pada proses BAB III PEMBAHASAN Pembuatan mie kering umumnya hanya menggunakan bahan dasar tepung terigu namun saat ini mie kering dapat difortifikasi dengan tepung lain agar dapat menyeimbangkan kandung gizi yang

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PENGOLAHAN MIE

TEKNOLOGI PENGOLAHAN MIE Seri Teknologi Pangan Populer TEKNOLOGI PENGOLAHAN MIE Oleh : Ir. Sutrisno Koswara, MSi Uraian padat dan lengkap tentang pengolahan mie, meliputi : Pengenalan Terigu, Pengertian dan Mutu Mie, Peranan Bahan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bekatul Bekatul merupakan hasil samping penggilingan gabah yang berasal dari berbagai varietas padi. Bekatul adalah bagian terluar dari bagian bulir, termasuk sebagian kecil endosperm

Lebih terperinci

TEHNIK PEMBUATAN MIE SEHAT. Dr. Sri Handayani

TEHNIK PEMBUATAN MIE SEHAT. Dr. Sri Handayani TEHNIK PEMBUATAN MIE SEHAT Dr. Sri Handayani Tim PPM Jurusan Pendidikan Kimia FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2013 1 TEHNIK PEMBUATAN MIE SEHAT Dr. Sri Handayani

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya 2.1 Komposisi Kimia Udang BAB II TINJAUAN PUSTAKA Udang merupakan salah satu produk perikanan yang istimewa, memiliki aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya lebih

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk HASIL DAN PEMBAHASAN Peubah yang diamati dalam penelitian ini, seperti kadar air, uji proksimat serka kadar kalsium dan fosfor diukur pada kerupuk mentah kering, kecuali rendemen. Rendemen diukur pada

Lebih terperinci

Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas. KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan

Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas. KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan 1 Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan Pengertian Abon Abon merupakan salah satu jenis makanan awetan berasal dari daging (sapi, kerbau,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengolahan Cookies Tepung Beras 4.1.1 Penyangraian Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan pada wajan dan disangrai menggunakan kompor,

Lebih terperinci

MODUL 2 NUGGET IKAN. Indikator Keberhasilan: Mutu nugget ikan yang dihasilkan memiliki tekstur yang kenyal dan rasa khas ikan.

MODUL 2 NUGGET IKAN. Indikator Keberhasilan: Mutu nugget ikan yang dihasilkan memiliki tekstur yang kenyal dan rasa khas ikan. MODUL 2 NUGGET IKAN Standar Unit Kompetensi: Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa mampu mengolah nugget ikan yang bertekstur kenyal, lembut dan bercita rasa enak. Indikator Keberhasilan: Mutu nugget

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. terpenting, selain gandum dan padi. Jagung (Zea mays L.) adalah tanaman

TINJAUAN PUSTAKA. terpenting, selain gandum dan padi. Jagung (Zea mays L.) adalah tanaman TINJAUAN PUSTAKA Jagung Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting, selain gandum dan padi. Jagung (Zea mays L.) adalah tanaman semusim yang mempunya batang berbentuk

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah,

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kondisi perekonomian yang menuju arah globalisasi, merek yang kuat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kondisi perekonomian yang menuju arah globalisasi, merek yang kuat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam kondisi perekonomian yang menuju arah globalisasi, merek yang kuat bukan cuma memberikan daya saing jangka panjang bagi perusahaan. Merek juga memberikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Minyak dan Lemak Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang artinya lemak). Lipida larut dalam pelarut nonpolar dan tidak larut dalam air.

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PENGOLAHAN NUGGET

TEKNOLOGI PENGOLAHAN NUGGET TEKNOLOGI PENGOLAHAN NUGGET REFERENSI Barbut, S. 2012. Convenience breaded poultry meat products New developments. Trends in Food Science & Technology 26: 14-20. 1 PRODUK PENGERTIAN DAN ISTILAH Nugget:

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. TEPUNG BERAS B. TEPUNG BERAS KETAN

II. TINJAUAN PUSTAKA A. TEPUNG BERAS B. TEPUNG BERAS KETAN II. TINJAUAN PUSTAKA A. TEPUNG BERAS Beras merupakan bahan pangan pokok masyarakat Indonesia sejak dahulu. Sebagian besar butir beras terdiri dari karbohidrat jenis pati. Pati beras terdiri dari dua fraksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram (Pleurotus oestreatus) merupakan jamur konsumsi dari jenis jamur kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

Lebih terperinci

PENGGORENGAN, EKSTRUSI, & PEMANGANGGAN. Teti Estiasih - THP - FTP - UB

PENGGORENGAN, EKSTRUSI, & PEMANGANGGAN. Teti Estiasih - THP - FTP - UB PENGGORENGAN, EKSTRUSI, & PEMANGANGGAN 1 PENGGORENGAN 2 TUJUAN Tujuan utama: mendapatkan cita rasa produk Tujuan sekunder: Inaktivasi enzim dan mikroba Menurunkan aktivitas air pada permukaan atau seluruh

Lebih terperinci

Pengeringan Untuk Pengawetan

Pengeringan Untuk Pengawetan TBM ke-6 Pengeringan Untuk Pengawetan Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau mengilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang di kandung melalui penggunaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembuatan tahu adalah kacang kedelai (Glycine max Merr) dengan kandungan

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembuatan tahu adalah kacang kedelai (Glycine max Merr) dengan kandungan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ampas Tahu Ampas tahu merupakan limbah dari pembuatan tahu. Bahan utama pembuatan tahu adalah kacang kedelai (Glycine max Merr) dengan kandungan protein sekitar 33-42% dan kadar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. kandungan gizi yang cukup baik. Suryana (2004) melaporkan data statistik

I PENDAHULUAN. kandungan gizi yang cukup baik. Suryana (2004) melaporkan data statistik I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Maksud Penelitian, (5) Manfaat Penelitian, (6) Kerangka Pemikiran,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. disertai dengan proses penggilingan dan penjemuran terasi. Pada umumnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. disertai dengan proses penggilingan dan penjemuran terasi. Pada umumnya 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Terasi Terasi atau belacan adalah salah satu produk awetan yang berasal dari ikan dan udang rebon segar yang telah diolah melalui proses pemeraman atau fermentasi, disertai

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK TEKNOLOGI MAKANAN PEMBUATAN NUGGET AYAM

LAPORAN PRAKTEK TEKNOLOGI MAKANAN PEMBUATAN NUGGET AYAM LAPORAN PRAKTEK TEKNOLOGI MAKANAN PEMBUATAN NUGGET AYAM Penyusun: Haikal Atharika Zumar 5404416017 Dosen Pembimbing : Ir. Bambang Triatma, M.Si Meddiati Fajri Putri S.Pd, M.Sc JURUSAN PENDIDIKAN KESEJAHTERAAN

Lebih terperinci

LOGO BAKING TITIS SARI

LOGO BAKING TITIS SARI LOGO BAKING TITIS SARI PENGERTIAN UMUM Proses pemanasan kering terhadap bahan pangan yang dilakukan untuk mengubah karakteristik sensorik sehingga lebih diterima konsumen KHUSUS Pemanasan adonan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Singkong atau ubi kayu merupakan tanaman umbi umbian yang dikenal luas di masyarakat Indonesia. Pada tahun 2013 produksi singkong di Indonesia mencapai 23 juta ton

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7 Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7 Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai : 1.1 Latar Belakang, 1.2 Identifikasi Masalah, 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian, 1.4 Manfaat Penelitian, 1.5 Kerangka Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7

Lebih terperinci

PENGOLAHAN DAGING NUGGET. Materi 6b TATAP MUKA KE-6 Semester Genap

PENGOLAHAN DAGING NUGGET. Materi 6b TATAP MUKA KE-6 Semester Genap PENGOLAHAN DAGING NUGGET Materi 6b TATAP MUKA KE-6 Semester Genap 2015-2016 BAHAN KULIAH TEKNOLOGI HASIL TERNAK Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman REFERENSI

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri Lampung, Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratoriun

Lebih terperinci

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN EFEK PENGERINGAN TERHADAP PANGAN HASIL TERNAK PERLAKUAN SEBELUM

Lebih terperinci

EVALUASI MUTU MI INSTAN YANG DIBUAT DARI PATI SAGU LOKAL RIAU. Evaluation on the Quality of Instant Noodles Made From Riau Sago Starch

EVALUASI MUTU MI INSTAN YANG DIBUAT DARI PATI SAGU LOKAL RIAU. Evaluation on the Quality of Instant Noodles Made From Riau Sago Starch EVALUASI MUTU MI INSTAN YANG DIBUAT DARI PATI SAGU LOKAL RIAU Evaluation on the Quality of Instant Noodles Made From Riau Sago Starch Arfendi (0706112356) Usman Pato and Evy Rossi Arfendi_thp07@yahoo.com

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan 20 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Politeknik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

PROSES PRODUKSI ROTI MANIS DI VIRGIN CAKE & BAKERY SEMARANG

PROSES PRODUKSI ROTI MANIS DI VIRGIN CAKE & BAKERY SEMARANG PROSES PRODUKSI ROTI MANIS DI VIRGIN CAKE & BAKERY SEMARANG Disusun oleh: Ribka Merlyn Santoso 14.I1.0098 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN PEWARNA ALAMI, WAKTU PENGUKUSAN DAN SUHU TERHADAP PEMBUATAN SNACK MIE KERING RAINBOW

PENGARUH PENGGUNAAN PEWARNA ALAMI, WAKTU PENGUKUSAN DAN SUHU TERHADAP PEMBUATAN SNACK MIE KERING RAINBOW JURNAL TEKNOLOGI AGRO-INDUSTRI Vol. 3 No.1 ; Juni 2016 ISSN 2407-4624 PENGARUH PENGGUNAAN PEWARNA ALAMI, WAKTU PENGUKUSAN DAN SUHU TERHADAP PEMBUATAN SNACK MIE KERING RAINBOW *RIZKI AMALIA 1, HAMDAN AULI

Lebih terperinci

BAHAN MAKANAN SETENGAH JADI

BAHAN MAKANAN SETENGAH JADI BAHAN MAKANAN SETENGAH JADI Definisi : * Bahan makanan olahan yang harus diolah kembali sebelum dikonsumsi manusia * Mengalami satu atau lebih proses pengolahan Keuntungan: * Masa simpan lebih panjang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya I PENDAHULUAN Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya dibutuhkan penulisan laporan mengenai penelitian tersebut. Sebuah laporan tugas akhir biasanya berisi beberapa hal yang meliputi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mie merupakan salah satu bahan pangan yang bernilai ekonomis tinggi. Mie

I. PENDAHULUAN. Mie merupakan salah satu bahan pangan yang bernilai ekonomis tinggi. Mie 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mie merupakan salah satu bahan pangan yang bernilai ekonomis tinggi. Mie adalah produk pasta atau ekstruksi yang tidak asing bagi masyarakat Indonesia (Teknologi Pangan

Lebih terperinci

III. METODE PELAKSANAAN. bulan April 2013 sampai dengan pertengahan Juni 2013.

III. METODE PELAKSANAAN. bulan April 2013 sampai dengan pertengahan Juni 2013. III. METODE PELAKSANAAN 3.1. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Pengalaman kerja praktek mahasiswa (PKPM) ini dilakukan di perusahaan bakpia pathok 25 Yogyakarta, dan dilakukan selama 2,5 bulan yaitu dimulai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tapioka merupakan salah satu bentuk olahan berbahan baku singkong, Tepung

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tapioka merupakan salah satu bentuk olahan berbahan baku singkong, Tepung 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tapioka Tapioka merupakan salah satu bentuk olahan berbahan baku singkong, Tepung tapioka mempunyai banyak kegunaan, antara lain sebagai bahan pembantu dalam berbagai industri.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada proses penggolahan stick singkong, singkong yang digunakan yaitu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada proses penggolahan stick singkong, singkong yang digunakan yaitu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN terdiri dari : Tahapan-tahapan proses pengolahan stick singkong di UKM Flamboyan 4.1 Persiapan Bahan Baku Pada proses penggolahan stick singkong, singkong yang digunakan yaitu

Lebih terperinci

BAB XI MEDIA PENGHANTAR PANAS

BAB XI MEDIA PENGHANTAR PANAS SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN BAB XI MEDIA PENGHANTAR PANAS KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan bahan yang sangat penting dalam kehidupan manusia dan fungsinya tidak pernah digantikan oleh senyawa lain. Sebuah molekul air terdiri dari sebuah atom

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Kualitas minyak dapat diketahui dengan melakukan beberapa analisis kimia yang nantinya dibandingkan dengan standar mutu yang dikeluarkan dari Standar Nasional Indonesia (SNI).

Lebih terperinci

Deskripsi PROSES PRODUKSI DAN FORMULASI MI JAGUNG KERING YANG DISUBSTITUSI DENGAN TEPUNG JAGUNG TERMODIFIKASI

Deskripsi PROSES PRODUKSI DAN FORMULASI MI JAGUNG KERING YANG DISUBSTITUSI DENGAN TEPUNG JAGUNG TERMODIFIKASI 1 Deskripsi PROSES PRODUKSI DAN FORMULASI MI JAGUNG KERING YANG DISUBSTITUSI DENGAN TEPUNG JAGUNG TERMODIFIKASI Bidang Teknik Invensi Invensi ini berhubungan dengan suatu proses pembuatan mi jagung kering.

Lebih terperinci

MODUL 1 BAKSO IKAN. A. Deskripsi Bakso Ikan

MODUL 1 BAKSO IKAN. A. Deskripsi Bakso Ikan MODUL 1 BAKSO IKAN Standar Unit Kompetensi: Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa mampu mengolah bakso ikan yang bertekstur kenyal dan lembut serta bercita rasa enak. Indikator Keberhasilan: Mutu bakso

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Mie Mie merupakan salah satu jenis masakan yang sangat popular di Asia khususnya Asia timur dan Asia tenggara. Menurut catatan sejarah, mie dibuat pertama kali di daratan cina

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. produk mie yang dikeringkan hingga mencapai kadar air sekitar 8-10% (Mulyadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. produk mie yang dikeringkan hingga mencapai kadar air sekitar 8-10% (Mulyadi 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mie kering Mie adalah produk olahan makanan yang berbahan dasar tepung terigu dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan (Faridah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2)

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2) I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

1. mutu berkecambah biji sangat baik 2. dihasilkan flavour yang lebih baik 3. lebih awet selama penyimpanan

1. mutu berkecambah biji sangat baik 2. dihasilkan flavour yang lebih baik 3. lebih awet selama penyimpanan KOPI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN PADA BAHAN PENYEGAR Mutu kopi dipengaruhi pengolahan dari awal - pemasaran. Kadar air kopi kering adalah 12-13% 13% Pada kadar air ini : 1. mutu berkecambah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengolahan Kerupuk Jagung 4.1.1 Pencampuran Adonan Proses pencampuran adonan ada dua kali yaitu dengan cara manual (tangan) dan kedua dengan menggunakan mixer. Langkah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Durian (Durio zibethinus Murr.) adalah salah satu buah yang sangat popular

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Durian (Durio zibethinus Murr.) adalah salah satu buah yang sangat popular 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Buah Durian Durian (Durio zibethinus Murr.) adalah salah satu buah yang sangat popular di Indonesia. Buah dengan julukan The King of Fruits ini termasuk dalam famili Bombaccaceae

Lebih terperinci

MODUL 7 STICK IKAN. Indikator Keberhasilan: Mutu stick ikan yang dihasilkan berwarna kekuningan dan memiliki tekstur yang renyah.

MODUL 7 STICK IKAN. Indikator Keberhasilan: Mutu stick ikan yang dihasilkan berwarna kekuningan dan memiliki tekstur yang renyah. MODUL 7 STICK IKAN Standar Unit Kompetensi: Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa mampu membuat stick ikan yang gurih, renyah dan enak. Indikator Keberhasilan: Mutu stick ikan yang dihasilkan berwarna

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN BAHAN Bahan baku pada penelitian ini adalah buah kelapa segar yang masih utuh, buah kelapa terdiri dari serabut, tempurung, daging buah kelapa dan air kelapa. Sabut

Lebih terperinci

PEMBUATAN SAOS CABE MERAH Nurbaiti A. Pendahuluan Cabe merah merupakan salah satu komoditas hortikultura yang mempunyai nilai ekonomis cukup tinggi

PEMBUATAN SAOS CABE MERAH Nurbaiti A. Pendahuluan Cabe merah merupakan salah satu komoditas hortikultura yang mempunyai nilai ekonomis cukup tinggi PEMBUATAN SAOS CABE MERAH Nurbaiti A. Pendahuluan Cabe merah merupakan salah satu komoditas hortikultura yang mempunyai nilai ekonomis cukup tinggi dan dikembang secara luas oleh petani di Propinsi Aceh.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berupa lempengan tipis yang terbuat dari adonan dengan bahan utamanya pati

BAB I PENDAHULUAN. berupa lempengan tipis yang terbuat dari adonan dengan bahan utamanya pati BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kerupuk adalah salah satu makanan camilan yang dikonsumsi bersama makanan utama. Menurut Lavlinesia (1995) kerupuk adalah bahan kering berupa lempengan tipis yang terbuat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. makanan yang diijinkan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan.

TINJAUAN PUSTAKA. makanan yang diijinkan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bakso Bakar Bakso merupakan produk daging olahan yang berasal dari daging sapi. Menurut SNI 01 3818 1995 definisi dari bakso daging yaitu produk makanan yang berbentuk bulat,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beras bahan makanan yang dihasilkan oleh padi. Meskipun sebagai bahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beras bahan makanan yang dihasilkan oleh padi. Meskipun sebagai bahan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komposisi Gizi Beras Beras bahan makanan yang dihasilkan oleh padi. Meskipun sebagai bahan makanan pokok, beras dapat digantikan/disubsitusi oleh bahan makanan lainnya, namun

Lebih terperinci

PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG

PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG Qanytah Tepung jagung merupakan butiran-butiran halus yang berasal dari jagung kering yang dihancurkan. Pengolahan jagung menjadi bentuk tepung lebih dianjurkan dibanding produk

Lebih terperinci

Waktu yang dibutuhkan untuk menggoreng makanan tergantung pada:

Waktu yang dibutuhkan untuk menggoreng makanan tergantung pada: Baking and roasting Pembakaran dan memanggang pada dasarnya operasi dua unit yang sama: keduanya menggunakan udara yang dipanaskan untuk mengubah kualitas makanan. pembakaran biasanya diaplikasikan pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang dewasa ini sudah banyak dikenal dan dikonsumsi oleh berbagai kalangan

Lebih terperinci

MODUL 5 PIZZA IKAN. Indikator Keberhasilan: Mutu pizza ikan yang dihasilkan memiliki tekstur yang lembut, rasa dan aroma khas ikan.

MODUL 5 PIZZA IKAN. Indikator Keberhasilan: Mutu pizza ikan yang dihasilkan memiliki tekstur yang lembut, rasa dan aroma khas ikan. MODUL 5 PIZZA IKAN Standar Unit Kompetensi: Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa mampu membuat pizza ikan yang enak, bertekstur lembut dan rasa yang lezat. Indikator Keberhasilan: Mutu pizza ikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kentang tumbuk (mashed potato) adalah kentang yang dihaluskan dan diolah lebih lanjut untuk dihidangkan sebagai makanan pendamping. Di Italia mashed potato disajikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mie adalah produk makanan yang pada umumnya dibuat dari tepung terigu

I. PENDAHULUAN. Mie adalah produk makanan yang pada umumnya dibuat dari tepung terigu I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mie adalah produk makanan yang pada umumnya dibuat dari tepung terigu dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan (food additives). Penggantian

Lebih terperinci

SISTEM PRODUKSI DAN PENGAWASAN MUTU KERUPUK UDANG BERKUALITAS EKSPOR

SISTEM PRODUKSI DAN PENGAWASAN MUTU KERUPUK UDANG BERKUALITAS EKSPOR SISTEM PRODUKSI DAN PENGAWASAN MUTU KERUPUK UDANG BERKUALITAS EKSPOR Diana Nur Afifah, Gemala Anjani Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang d_nurafifah@yahoo.com ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepung terigu yang ditambahkan dengan bahan bahan tambahan lain, seperti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepung terigu yang ditambahkan dengan bahan bahan tambahan lain, seperti 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biskuit Menurut SNI 2973-2011, biskuit merupakan salah satu produk makanan kering yang dibuat dengan cara memanggang adonan yang terbuat dari bahan dasar tepung terigu atau

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Mi Kering Non Terigu Cooking Time

4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Mi Kering Non Terigu Cooking Time 4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Mi Kering Non Terigu 4.1.1. Cooking Time Salah satu parameter terpenting dari mi adalah cooking time yaitu lamanya waktu yang dibutuhkan untuk rehidrasi atau proses

Lebih terperinci

STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

STMIK AMIKOM YOGYAKARTA KARYA ILMIAH LINGKUNGAN BISNIS BISNIS TEMPE MENDOAN BERBAGAI RASA DISUSUN OLEH : NAMA : REENATO GILANG NIM : 11.11.5583 KELAS : 11-S1 TI-14 STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2012/2013 ABSTRAK Pada saat ini,sedang

Lebih terperinci

KUALITAS MIE BASAH DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG BIJI KLUWIH (Artocarpus communis G.Forst)

KUALITAS MIE BASAH DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG BIJI KLUWIH (Artocarpus communis G.Forst) KUALITAS MIE BASAH DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG BIJI KLUWIH (Artocarpus communis G.Forst) Quality of Noodle with Substitution of Kluwih (Artocarpus communis G. Forst) Seed Flour Agustina Arsiawati Alfa Putri

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk.) adalah jenis tanaman

I. PENDAHULUAN. Tanaman nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk.) adalah jenis tanaman I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk.) adalah jenis tanaman tropis yang banyak tumbuh di Indonesia. Tanaman nangka berbuah sepanjang tahun jika dirawat dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tepung Jagung Swasembada jagung memerlukan teknologi pemanfaatan jagung sehingga dapat meningkatkan nilai tambahnya secara optimal. Salah satu cara meningkatkan nilai tambah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur

TINJAUAN PUSTAKA. kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur TINJAUAN PUSTAKA Tempe Tempe adalah bahan makanan hasil fermentasi kacang kedelai atau jenis kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur Rhizopus oligosporus. Mempunyai

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Peneltian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

PENGARUH FORMULASI PENAMBAHAN TEPUNG SUKUN DALAM PEMBUATAN MIE KERING. Panggung, kec. Pelaihari, kab Tanah Laut, Kalimantan Selatan

PENGARUH FORMULASI PENAMBAHAN TEPUNG SUKUN DALAM PEMBUATAN MIE KERING. Panggung, kec. Pelaihari, kab Tanah Laut, Kalimantan Selatan JURNAL TEKNOLOGI AGRO-INDUSTRI Vol. 3 No.2 ; November 2016 ISSN 2407-4624 PENGARUH FORMULASI PENAMBAHAN TEPUNG SUKUN DALAM PEMBUATAN MIE KERING * RIZKI AMALIA 1, AK QOYUM FINARIFI 1 1 Jurusan Teknologi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bakso Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan penambahan bumbu-bumbu dan bahan kimia lain sehingga dihasilkan produk yang strukturnya kompak atau

Lebih terperinci

PENGGORENGAN, EKSTRUSI, PEMANGANGAN

PENGGORENGAN, EKSTRUSI, PEMANGANGAN PENGOLAHAN TERMAL II PENGGORENGAN, EKSTRUSI, PEMANGANGAN TIM DOSEN TPPHP UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2013 2 TUJUAN TUJUAN UTAMA: mendapatkan cita rasa produk TUJUAN SEKUNDER: Inaktivasi enzim dan mikroba Menurunkan

Lebih terperinci

2016 ACARA I. BLANCHING A. Pendahuluan Proses thermal merupakan proses pengawetan bahan pangan dengan menggunakan energi panas. Proses thermal digunak

2016 ACARA I. BLANCHING A. Pendahuluan Proses thermal merupakan proses pengawetan bahan pangan dengan menggunakan energi panas. Proses thermal digunak PETUNJUK PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN II Disusun oleh : Nur Aini Condro Wibowo Rumpoko Wicaksono UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN PURWOKERTO 2016 ACARA I. BLANCHING A. Pendahuluan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Karakteristik tepung yang digunakan akan menentukan karakteristik cookies yang

I PENDAHULUAN. Karakteristik tepung yang digunakan akan menentukan karakteristik cookies yang I PENDAHULUAN Cookies merupakan salah satu produk yang banyak menggunakan tepung. Karakteristik tepung yang digunakan akan menentukan karakteristik cookies yang dihasilkan. Tepung kacang koro dan tepung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merah (Oriza sativa) merupakan beras yang hanya dihilangkan kulit bagian luar atau sekamnya, sehingga masih mengandung kulit ari (aleuron) dan inti biji beras

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) I PENDAHULUAN Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

TUGAS INSTRUMENTASI MESIN TENTANG PROSES PEMBUATAN MIE BESERTA BAHAN DAN PERALATANNYA

TUGAS INSTRUMENTASI MESIN TENTANG PROSES PEMBUATAN MIE BESERTA BAHAN DAN PERALATANNYA TUGAS INSTRUMENTASI MESIN TENTANG PROSES PEMBUATAN MIE BESERTA BAHAN DAN PERALATANNYA DISUSUN OLEH : PUTRI OTIKA GUSTIRANI WIDYA CAHYA NUGRAHENI NURUL FITRIANI TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN INSTITUT TEKNOLOGI

Lebih terperinci

METODE. Materi. Rancangan

METODE. Materi. Rancangan METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2008, bertempat di laboratorium Pengolahan Pangan Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian tentang pengaruh variasi konsentrasi penambahan tepung tapioka dan tepung beras terhadap kadar protein, lemak, kadar air dan sifat organoleptik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang dewasa ini sudah banyak dikenal dan dikonsumsi oleh berbagai kalangan masyarakat.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri Lampung, Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratoriun Analisis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tepung terigu merupakan tepung yang berasal dari bulir gandum. Tepung terigu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tepung terigu merupakan tepung yang berasal dari bulir gandum. Tepung terigu 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tepung Terigu Tepung terigu merupakan tepung yang berasal dari bulir gandum. Tepung terigu umumnya digunakan sebagai bahan dasar pembuat kue, mie dan roti. Kadar protein tepung

Lebih terperinci

Sosis ikan SNI 7755:2013

Sosis ikan SNI 7755:2013 Standar Nasional Indonesia Sosis ikan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2013 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen ini

Lebih terperinci

METODE. Waktu dan Tempat

METODE. Waktu dan Tempat 14 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini berlangsung pada bulan Juni sampai September 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Analisis Pangan, Laboratorium Percobaan Makanan, dan Laboratorium

Lebih terperinci

Proses pengolahan dodol susu terbagi atas pengadaan bahan, persiapan bahan, pernasakan, pendinginan, pengirisan, pembungkusan, dan pengepakan.

Proses pengolahan dodol susu terbagi atas pengadaan bahan, persiapan bahan, pernasakan, pendinginan, pengirisan, pembungkusan, dan pengepakan. Sosis Kedelai, Keju Kedelai (Sufi), Dodol Susu, EdiMe Flm (Pengemas Edible) Pema Memh (Angkak) 58 DODOL SUSU Dodol menurut SNI 01-2986-1992 me~pakan makanan semi basah yang pembuatannya dari tepung beras

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Kue Bolu. Kue bolu merupakan produk bakery yang terbuat dari terigu, gula,

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Kue Bolu. Kue bolu merupakan produk bakery yang terbuat dari terigu, gula, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kue Bolu Kue bolu merupakan produk bakery yang terbuat dari terigu, gula, lemak, dan telur. Menurut Donald (2013), kue bolu merupakan produk yang di hasilkan dari tepung terigu

Lebih terperinci

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Bagian Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan

Lebih terperinci

PEMBUATAN MIE SUKUN (KAJIAN SUBTITUSI SUKUN KUKUS DAN PENAMBAHAN TELUR) SKRIPSI. Oleh : INDARTY WIJIANTI

PEMBUATAN MIE SUKUN (KAJIAN SUBTITUSI SUKUN KUKUS DAN PENAMBAHAN TELUR) SKRIPSI. Oleh : INDARTY WIJIANTI PEMBUATAN MIE SUKUN (KAJIAN SUBTITUSI SUKUN KUKUS DAN PENAMBAHAN TELUR) SKRIPSI Oleh : INDARTY WIJIANTI 0533010013 JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen laboratorium. Faktor perlakuan meliputi penambahan pengembang dan pengenyal pada pembuatan kerupuk puli menggunakan

Lebih terperinci