IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 27 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Letak Geografis Kota Gorontalo secara geografis terletak antara 00 o o LU dan 122 o o BT, dengan batas wilayah administratif sebagai berikut: Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Tapa, Kabupaten Bone Bolango Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Kabila, Kabupaten Bone Bolango Sebelah Selatan berbatasan dengan Teluk Tomini Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Batudaa, Kabupaten Gorontalo. Gambar 5. Peta Batas Adminsitrasi Kota Gorontalo

2 28 Tabel 4. Jumlah Kelurahan Per Kecamatan Kota Gorontalo No Kecamatan Kota Barat Kecamatan Dungingi Kecamatan Kota Selatan Kecamatan Kota Timur Kecamatan Kota Utara Kecamatan Kota Tengah 1 Dembe Libuo Biawao Bugis Bulotadaa Dulalowo 2 Lekobalo Tuladenggi Biawu Botu Bulotadaa Liluwo Timur 3 Pilolodaa Huangobotu Limba B Heledulaa Dulomo Pulubala 4 Buliide Tomulabutao Limba U. Heledulaa Dulomo Paguyaman Timur Satu Selatan Selatan 5 Tenilo Tomulabutao Limba U. Ipilo Dembe Dua Wumialo Selatan Dua 6 MolosipatW Pohe Leato Molosipat U Dulalowo Timur 7 Buladu Tanjung Leato Tapa Kramat Selatan 8 Siendeng Moodu Wongkaditi 9 Tenda Padebuolo Wongkaditi Barat 10 Talumolo Dembe Jaya 11 Tamalate Sumber:Susenas 2007,BPS Luas Wilayah dan Topografi Kota Gorontalo memiliki luas wilayah 64,79 Km 2 atau 0,53% dari luas Provinsi Gorontalo (12.215,44 km 2 ). Topografi wilayah Kota Gorontalo berupa dataran landai, berbukit dan bergunung. Tanah datar 61,21 % ; tanah berbukit 32,15 % dan yang bergunung 6,64 % dari luas wilayah keseluruhan. Letak ketinggian daerah Kota Gorontalo berkisar antara meter di atas permukaan laut, dengan kemiringan tanah berkisar 0-8 % sampai lebih dari 40 %. Kemiringan lahan pada kelas 0-8 % meliputi luas 3.670,28 ha atau 56,65 % dari luas wilayah Kota Gorontalo. Lahan yang berlereng lebih dari 40 % adalah seluas 2.745,28 Ha atau 42,37 %. Wilayah yang berupa dataran dilalui tiga buah sungai yang bermuara di Teluk Tomini pelabuhan Gorontalo. Bagian selatan diapit dua pegunungan berbatu kapur/pasir. Ketinggian dari permukaan laut antara meter. Pesisir pantai landai berpasir. Sungai yang melintasi Kota Gorontalo adalah Sungai Bone (3,7 km), Sungai Bolango (17,20 km) dan Sungai Tamalate (6,70 km) Iklim Kota Gorontalo seperti halnya wilayah Indonesia lainnya, dikenal dengan dua musim yaitu musim kemarau dan musim penghujan. Keadaan ini berkaitan erat dengan arus angin yang bertiup di wilayah Kota Gorontalo. Pada bulan

3 29 Oktober sampai dengan bulan April arus angin berasal dari barat/barat laut yang banyak mengandung uap air, sehingga mengakibatkan musim penghujan. Bulan Juni sampai dengan bulan September arus angin berasal dari Timur yang tidak mengandung uap air. Keadaan ini berganti setiap setengah tahun setelah melewati masa peralihan pada bulan Mei dan Oktober. Curah hujan pada suatu tempat antara lain dipengaruhi oleh keadaan iklim, geografi dan perputaran/pertemuan arus angin. Oleh karena itu jumlah curah hujan beragam menurut bulan dan letak stasiun pengamat. Catatan curah hujan per tahun berkisar antara 11 mm sampai dengan 266 mm. Keadaan angin umumnya hampir merata setiap bulannya, yaitu pada kisaran 1-4 m/detik. Suhu udara ditentukan oleh tinggi rendahnya wilayah tersebut terhadap permukaan laut dan jaraknya dari pantai. Secara umum, suhu udara rata-rata di Kota Gorontalo pada siang hari 32,1 o C, sedangkan pada malam hari 23,5 o C Kependudukan Salah satu modal dasar pembangunan nasional selain sumber daya alam dan IPTEK adalah jumlah penduduk atau sumber daya manusia. Pembangunan daerah membutuhkan SDM secara kuantitas mencukupi dan secara kualitas dapat diandalkan. Jika dalam suatu wilayah secara kuantitas dan kualitas telah tercukupi maka dengan dukungan modal pembangunan yang lain, segala program pembangunan diberbagai sektor pada wilayah tersebut akan terlaksana dengan baik. Jumlah penduduk per kecamatan di Kota Gorontalo disajikan secara rinci pada Tabel 5. Tabel 5. Jumlah Penduduk per Kecamatan di Kota Gorontalo Tahun 2007 Kecamatan Penduduk Luas (Km 2 Kepadatan ) Jiwa % (Jiwa/km 2 ) Kota Barat , Dungingi , Kota Selatan , Kota Timur , Kota Utara , Kota Tengah , Jumlah ,00 64, Sumber:Susenas 2007,BPS

4 30 Tabel 6. Persentase Penduduk Kota Gorontalo Menurut Kelompok Usia Tahun 2007 Kelompok Usia Laki-laki Perempuan Jumlah < 2 3,95 3,96 3, ,91 6,12 6, ,62 8,99 10, ,63 9,68 9, ,67 56,60 55, ,96 11,02 10,51 >65 3,26 3,63 3,45 Total Sumber:Susenas 2007,BPS Tabel 7. Persentase Penduduk Umur 15 Tahun Ke Atas Yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha Lapangan Usaha Persentase Pertanian 8,09 Pertambangan 0,62 Industri 7,48 Listrik Gas dan Air 0,40 Konstruksi 10,79 Perdagangan 26,67 Transportasi dan Komunikasi 12,85 Keuangan 2,64 Jasa 30,47 Lainnya 0,00 Total 100 Sumber:Susenas 2007,BPS Tabel 8. Persentase Penduduk Umur 10 Tahun Ke Atas Menurut Ijazah Tertinggi Yang Dimiliki Status Pendidikan Laki-laki Perempuan Total Tidak Punya Ijazah 18,50 16,57 17,48 SD/Sederajat 25,46 25,64 25,56 SMP/Sederajat 17,61 19,18 18,44 SMA/Sederajat 29,04 27,90 28,44 Diploma I-III 2,39 4,59 3,55 Diploma IV/S1/S2/S3 6,99 6,13 6,54 Total Sumber:Susenas 2007,BPS Industri Kota Gorontalo memilki beberapa jenis industri yang hampir menyebar di seluruh kecamatan. Kecamatan yang memiliki industri paling banyak yaitu Kecamatan Kota Utara. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

5 31 Tabel 9. Jenis dan Jumlah Industri Per Kecamatan Kecamatan Gilingan Padi Pabrik Kapur Penggergajian kayu Penyortiran Rotan Meubel Kayu/Rotan Kota Barat Dungingi Kota Selatan Kota Timur Kota Utara Total Sumber: Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Gorontalo Industri digolongkan/dibedakan atas industri besar, sedang, kecil dan industri rumah tangga. Data mengenai industri besar dan sedang belum tersedia. Industri yang diperoleh data yaitu industri kecil dan industri rumah tangga. Data mengenai industri yang berasal dari Dinas Perindustrian merinci industri menjadi dua kategori yaitu perusahaan industri dan industri kerajinan rumah tangga. Perusahaan industri menurut jenisnya dibedakan menjadi industri gilingan padi, pabrik kapur, penggergajian kayu, penyortiran rotan, industri mebel kayu/rotan. Di Kota Gorontalo jumlah masing masing industri ini adalah 12 industri gilingan padi, 49 pabrik kapur, 72 penggergajian kayu, 8 penyortiran rotan, dan 426 industri meubel kayu dan rotan.

6 Penutupan Lahan Pengolahan citra Landsat TM tanggal penyiaman 10 Januari 1991 diperoleh luasan dan persentase penutupan lahan di Kota Gorontalo dengan Overall Classification Accuracy 88,04%. Citra Landsat TM tanggal penyiaman 16 Juli 2001 dengan Overall Classification Accuracy 84,93%. Pengolahan citra Landsat TM tanggal penyiaman 5 Maret 2005 dengan Overall Classification Accuracy 85,41%. Pengolahan citra Landsat TM tanggal penyiaman 12 April 2007 dengan Overall Classification Accuracy 85,71%. Sebagaimana disajikan pada Tabel 10. Pada Gambar 6, Gambar 7, Gambar 8 dan Gambar 9 dapat dilihat distribusi penutupan lahan di Kota Gorontalo tahun 1991, 2001, 2005 dan Tabel 10. Penutupan Lahan Kota Gorontalo Penutupan Lahan Luas (ha) Persen (%) Luas (ha) Persen (%) Luas (ha) Persen (%) Luas (ha) Persen (%) Sawah 872,40 13, ,37 15,61 979,65 15, ,60 15,89 Lahan 926,73 14, ,04 19, ,02 25, ,77 26,10 terbangun L.Vegetasi 1150,46 17,76 694,52 10,72 556,73 8,59 518,81 8,01 pohon Ladang 1308,47 20, ,55 17,37 601,97 9,29 213,68 3,30 Air 94,46 1,46 99,29 1,53 53,25 0,82 39,14 0,60 Semak dan 643,62 9, ,73 17, ,05 21, ,91 18,04 rumput Lahan 819,47 12,65 484,10 7,47 543,94 8, ,70 17,82 terbuka Awan 663,39 10,24 663,39 10,24 663,39 10,24 663,39 10,24 Jumlah Sumber: Hasil pengolahan data penelitian, 2009 Total luas wilayah Kota Gorontalo pada Tahun 1991 berdasarkan pengolahan citra adalah 6479 ha. Luasan penutupan lahan terbesar di Kota Gorontalo tahun 1991 adalah pada kelas ladang yaitu seluas 1308,47 ha dengan persentase 20,20 % dari total luas wilayah Kota Gorontalo. Kelas penutupan lahan terbesar di tiga kecamatan yaitu Kecamatan Kota Utara, Dungingi dan Kota Barat. Tipe penutupan lahan ini mendominasi di sebagian besar wilayah di Kecamatan Kota Utara. Penyebaran tipe penutupan lahan ini tersebar di wilayah pinggiran Kota Gorontalo yang belum tersentuh banyak pembangunan.

7 33 Penutupan lahan terluas kedua di Kota Gorontalo pada Tahun 1991 adalah lahan bervegetasi pohon dengan luas 1150,46 ha yang menutupi 17,76% dari total wilayah Kota Gorontalo. Kondisi ini dikarenakan Kota Gorontalo diapit dua bukit yang terletak di wilayah Kecamatan Kota Barat, Kota Selatan dan Kecamatan Kota Timur yang didominasi oleh pepohonan. Lahan terbangun merupakan kelas penutupan lahan terluas ketiga yaitu 926,73 ha dengan persentase 14,30% dari total luas wilayah Kota Gorontalo. Lahan terbangun tersebar di seluruh wilayah Kota Gorontalo namun didominasi di wilayah Kecamatan Kota Timur dan Kecamatan Kota Selatan. Kecamatan Kota Timur dan Kecamatan Kota Selatan merupakan kecamatan yang mempunyai luas wilayah terbesar kedua dan ketiga dengan kepadatan 276 jiwa/km 2 dan 238 jiwa/km 2. Luas penutupan lahan terbesar di Kota Gorontalo pada Tahun 2001 adalah kelas penutupan lahan terbangun dengan luasan 1267,04 ha yaitu 19,56 % dari total luasan Kota Gorontalo. Dari enam kecamatan yang ada di Kota Gorontalo, Kecamatan Kota Barat, Kecamatan Kota Selatan dan Kecamatan Kota Timur memilki lebih dari sebagian luas wilayahnya merupakan bukit. Ketiga kecamatan tersebut yang memiliki wilayah topogafi landai/ datar hampir seluruhnya sudah merupakan lahan terbangun karena kebutuhan pembangunan. Hal ini terjadi seiring dengan berkembangnya Kota Gorontalo yang menjadi ibukota propinsi sejak ditetapkannya Propinsi Gorontalo pada 16 Februari Penutupan lahan terluas kedua di Kota Gorontalo pada tahun 2001 adalah kelas penutupan lahan semak dan rumput yaitu dengan luasan 1133,73 ha yang menutupi 17,50 % wilayah Kota Gorontalo. Penutupan lahan ini didominasi di tiga kecamatan yaitu Kecamatan Kota Barat, Kota Selatan dan Kota Timur yang sebagian wilayahnya merupakan perbukitan. Bukit tersebut mencapai ketinggian 500 mdpl yang merupakan bukit dengan tanah berkapur. Ladang di Kota Gorontalo pada Tahun 2001 memiliki luasan 1125,55 ha dengan persentase 17,73 % dari total luas Kota Gorontalo. Tipe penutupan lahan ladang bisa ditemui dihampir seluruh wilayah Kota Gorontalo. Kecamatan Kota Barat adalah kecamatan yang memiliki luas ladang paling tinggi. Kecamatan lain yang memiliki luas ladang yang cukup luas juga adalah Kecamatan Kota Timur.

8 Gambar 6. Peta Penutupan Lahan Kota Gorontalo Tahun

9 Gambar 7. Peta Penutupan Lahan Kota Gorontalo Tahun

10 36 Gambar 8. Peta Penutupan Lahan Kota Gorontalo Tahun 2005

11 37 Gambar 9. Peta Penutupan Lahan Kota Gorontalo Tahun 2007

12 38 Luas penutupan lahan terbesar di Kota Gorontalo pada Tahun 2005 adalah kelas penutupan lahan terbangun dengan luasan 1680,02 ha yaitu 25,93 % dari total luasan Kota Gorontalo. Lahan terbangun dari tahun ke tahun mengalami peningkatan luas, hal ini seiring dengan berkembangnya Kota Gorontalo setelah empat tahun menjadi propinsi baru. Berbagai kepentingan memaksa terjadinya pembangunan yang tentu saja memerlukan lahan yang pada akhirnya harus merubah RTH menjadi ruang terbangun. Pembangunan berkembang dan menyebar di seluruh kecamatan. Penutupan lahan terluas kedua adalah semak dan rumput dengan luasan 1400,05 ha dengan persentase 21,61 % dari total luas kota Gorontalo. Tahun 2005 masih didominasi pada tiga kecamatan yang sebagian wilayahnya merupakan wilayah perbukitan, hal ini karena bukit tersebut tanahnya kurang subur maka untuk memanfaatkannya dibutuhkan pengolahan penanaman pohon dan sebagainya yang cukup rumit dan mahal. Sawah merupakan kelas penutupan lahan terluas ketiga di Kota Gorontalo pada Tahun 2005 dengan luas 979,65 ha yang menutupi 15,12 % total luas Kota Gorontalo. Kecamatan Kota Utara adalah kecamatan yang memiliki luas sawah paling tinggi. Kecamatan lain yang memiliki luas sawah yang cukup luas adalah Kecamatan Kota Timur. Kota Gorontalo memiliki curah hujan yang cukup rendah namun masih banyak ditemukan persawahan di wilayah Kota Gorontalo karena topografinya yang datar dan pengairan yang cukup. Luas penutupan lahan terbesar di Kota Gorontalo pada Tahun 2007 adalah kelas penutupan lahan terbangun dengan luasan 1690,77 ha yaitu 26,10 % dari total luasan Kota Gorontalo. Pembangunan terdistribusi di seluruh wilayah Kota Gorontalo, hampir di setiap Kecamatan telah banyak lahan terbangun. Wilayah Kota Timur yang merupakan perbukitan, sebagian telah dibangun kompleks perkantoran salah satunya Kantor Gubernur. Hal ini juga dilakukan karena mempertimbangkan banjir yang sering terjadi, jadi dipilih kawasan perbukitan sebagai salah satu kompleks perkantoran. Penutupan lahan terluas kedua di Kota Gorontalo pada Tahun 2007 adalah kelas penutupan lahan semak dan rumput yaitu dengan luasan 1168,91 ha yaitu 18,04 % dari total luasan Kota Gorontalo. Penutupan lahan terluas ketiga di Kota

13 39 Gorontalo pada Tahun 2007 adalah kelas penutupan lahan terbuka yaitu dengan luasan 1154,70 ha yaitu 17,82 % dari total luasan Kota Gorontalo. Sebaran kedua penutupan lahan tersebut masih sama dengan wilayah yang mencakup pada tahuntahun sebelumnya. Berdasarkan hasil pengolahan citra Landsat TM 1991, TM 2001, ETM 2005 dan ETM 2007 diketahui bahwa perubahan penutupan lahan di Kota Gorontalo terjadi pada setiap kelas penutupan lahan. Perubahan penutupan lahan sangat dipengaruhi oleh perubahan jumlah penduduk dengan berbagai aktifitasnya dalam memenuhi kebutuhan hidup dan perkembangan pembangunan wilayah Kota Gorontalo. Peningkatan luasan penutupan lahan terjadi pada kelas penutupan lahan berupa sawah dan kelas penutupan lahan terbangun. Berbagai kelas penutupan lahan di Kota Gorontalo, yang mengalami peningkatan jumlah luasan paling besar dan konstan adalah kelas penutupan lahan terbangun. Luasan kelas penutupan lahan terbangun bertambah dari 926,73 ha pada tahun 1991 menjadi 1690,77 ha pada tahun 2007, hal ini berarti dalam kurun waktu dua dekade Kota Gorontalo mengalami peningkatan luasan penutupan lahan terbangun sebesar 900,63 ha atau 97,18% dari luasan penutupan lahan terbangun Tahun Peningkatan luasan area terbangun di Kota Gorontalo ini berbanding lurus dengan pertambahan jumlah penduduk sebagaimana disajikan pada Gambar , , , , , , , , , , , , Gambar 10. Pertumbuhan Penduduk Kota Gorontalo Tahun

14 40 Luasan lahan terbangun terluas yaitu Kecamatan Kota Timur dan Kecamatan Kota Selatan yang merupakan pusat kota, namun perubahan luasan menjadi area terbangun tidak begitu besar. Hal tersebut dikarenakan Kecamatan Kota Timur dan Kecamatan Kota Selatan wilayah yang topografinya datar sudah hampir mencapai kapasitas maksimal lahan terbangun. Pada peta tutupan lahan tahun 1991 sampai tahun 2007 terlihat bahwa perkembangan area terbangun terjadi dari pusat kota kearah pinggiran kota. Peningkatan luasan terbangun ini biasanya area yang dibangun untuk pemukiman beserta fasilitasnya berupa jalan dan pengerasan pekarangan. Perubahan penutupan lahan bervegetasi pohon cukup tinggi dan konstan. Tercatat penurunan luasan dari 1150,46 ha pada tahun 1991 menjadi 518,81 ha pada tahun Luasan penutupan lahan bervegetasi pohon di Kota Gorontalo mengalami penurunan sebesar 631,66 ha atau lebih dari setengah luasan tahun 1991, hal ini harus diperhatikan karena kemungkinan hilangnya lahan bervegetasi pohon bisa terjadi dengan terus meningkat. Konversi lahan dari hutan ke non hutan dan tidak adanya upaya penanaman atau penghijauan kembali dapat meningkatkan suhu. Kelas penutupan lahan yang lain terjadi fluktuasi, ada yang meningkat dan menurun dari tahun ke tahun. Prediksi jumlah penduduk, lahan terbangun dan lahan bervegetasi pohon yang dilakukan perhitungan sampai tahun 2020 dapat dilihat pada Tabel 11 dengan menggunakan persamaan linier jumlah penduduk yaitu Y = 1253x dengan R 2 = 0,581. Untuk persamaan linier lahan terbangun yaitu Y = 28,89x + 100,5 dengan R 2 = 0,314. Untuk persamaan linier lahan bervegetasi pohon yaitu Y = -52,43x + 69,08 dengan R 2 = 0,999. Tabel 11. Prediksi Jumlah Penduduk, Lahan Terbangun dan Lahan Bervegetasi Pohon Prediksi Jumlah Penduduk (jiwa) Lahan 926, , , , ,84 Terbangun (ha) Lahan Bervegetasi Pohon (ha) 1150,46 694,52 556,73 518,81-93,7 Sumber: Hasil pengolahan data penelitian, 2009

15 Distribusi Suhu Pada penelitian ini suhu yang digunakan adalah suhu permukaan yang berarti bahwa suhu yang didapatkan berasal dari hasil pemotretan satelit pada waktu itu juga. Jadi, suhu permukaan ini merupakan suhu pada satu waktu dan bukan merupakan suhu rataan dari berbagai waktu dan berbagai kondisi. Perlu diketahui juga bahwa suhu ini adalah suhu yang ditangkap citra diatas permukaan suatu benda di permukaan bumi sehingga hasilnya akan sangat berbeda dengan suhu yang didapat dengan pengukuran manual menggunakan termometer. Atmosfer berpengaruh nyata atas intensitas dan komposisi spektral tenaga yang terekam oleh sistem termal. Pengaruh atmosfer diantara sensor termal dan medan dapat menambah atau mengurangi tingkat radiasi tampak yang datang dari medan. Efek atmosfer pada sinyal medan tergantung pada derajat serapan, hamburan dan pancaran atmosferik pada saat dan tempat penginderaan. Gas dan partikel suspensi dalam atmosfer dapat menyerap radiasi dari obyek di medan yang mengakibatkan pengurangan tenaga yang mencapai sensor termal. Sinyal medan dapat juga diserap oleh hamburan partikel suspensi yang ada. Sebaliknya gas dan pertikel suspensi dalam atmosfer dapat memancarkan radiasinya sendiri dan menambah radiasi yang terekam. Dengan demikian maka serapan dan hamburan atmosfer merupakan hambatan yang membuat sinyal obyek di medan lebih dingin dari kenyataannya, dan pancaran atmosfer cenderung menyebabkan obyek di medan lebih panas dari suhu sebenarnya. Tergantung pada kondisi atmosfer selama pencitraan. Satu di antara sekian efek akan lebih kuat dari lainnya, hal ini akan membiaskan keluaran sensor. Kedua efek tersebut berbanding lurus terhadap panjang jalur atmosferik atau jarak penginderaan radiasi. Pengukuran sensor termal atas suhu dapat dibiaskan sebesar 2 o C atau lebih (Lillesand dan Kiefer, 1990) Korelasi suhu permukaan dan suhu udara sering digunakan dalam kalibrasi data termal. Faktor gangguan atmosferik ΔT pada ketinggian pembuatan citra dapat ditemukan. Diasumsikan bahwa faktor ini tetap untuk seluruh citra, sehingga -ΔT = To Tg yang artinya selisih antara suhu yang diamati pada ketinggian pengumpulan data dikurangi suhu darat aktual. Sehingga dari hasil pengolahan citra Landsat suhu yang terekam ditambah 3 o C.

16 42 Distribusi suhu permukaan didapatkan dengan cara mengkonversi band 6 citra Landsat menggunakan perangkat lunak ERDAS Imagine 9.0. Pengkonversian band 6 ini dilakukan dengan membuat model pada model maker yang ada pada perangkat lunak ERDAS Imagine 9.0. Model maker dibuat untuk mengkonversi nilai-nilai pixel pada band 6. Proses klasifikasi suhu permukaan dibedakan menjadi 12 kelas suhu permukaan yaitu < 23 C, C, C, C, C, C, C, C, C, C, C 33 C. Dari hasil konversi citra Landsat TM 1991 yang diambil pada musim penghujan yaitu tanggal 10 Januari, diperoleh 12 kelas distribusi suhu dengan luasan berbeda-beda untuk tiap kelasnya. Akan tetapi dari hasil pengolahan citra terdapat data yang cacat sehingga tergambar hasil suhu yang mencapai > 33 C dan itu tergambar pada daerah yang masih sangat sedikit lahan terbangunnya dan masih didominasi oleh tutupan lahan berupa sawah. Dari hasil konversi citra Landsat TM 2001 yang diambil pada musim kemarau yaitu tanggal 16 Juli, diperoleh 10 kelas distribusi suhu dengan luasan berbeda-beda untuk tiap kelasnya. Dari hasil konversi citra Landsat TM 2007 yang diambil pada musim Penghujan yaitu tanggal 12 April, diperoleh 11 kelas distribusi suhu dengan luasan berbeda-beda untuk tiap kelasnya. Hasil perhitungan luasan pada tiap kelas distribusi suhu disajikan pada Tabel 12. Distribusi suhu dapat dilihat pada, Gambar 11, Gambar 12 dan Gambar 13. Tabel 12. Distribusi Suhu Permukaan Kota Gorontalo No Kelas Suhu Luas (ha) Persen (%) Luas (ha) Persen (%) Luas (ha) Persen (%) 1 < ,26 24,76 13,02 0,20 240,84 3, ,54 16,88 298,79 4,61 149,29 2, ,50 28, ,4 20, ,2 18, ,61 13, ,8 24, ,6 17, ,36 9, ,0 22, ,4 17, ,77 5, ,7 19, ,8 24, ,92 0,83 429,78 6,63 622,93 9, ,97 0,43 103,21 1,59 310,63 4, ,24 0,22 13,55 0,21 127,54 1, ,57 0,16 0,79 0,01 6,46 0, ,56 0,13 0,00 0,00 0,35 0,01 12 >33 0,70 0,01 0,00 0,00 0,00 0,00 Jumlah Sumber: Hasil pengolahan data penelitian, 2009

17 43 Hasil konversi citra tahun 1991 diperoleh kelas suhu yang memiliki distribusi yang cukup luas adalah kelas suhu < 23 C hingga kelas suhu C yang masing-masing kelas suhu tersebut memiliki sebaran suhu dengan luasan lebih dari 1000 ha, dengan kelas suhu terluas adalah kelas suhu C dengan luasan 1826,50 ha atau 28,19% dari total luasan Kota Gorontalo. Luasan yang kurang dari 1000 ha yaitu kelas suhu C, C, C, C, C dan C dengan luasan terkecil yaitu kelas suhu C yang hanya memiliki luasan 14,24 ha atau 0,22% dari total luas Kota Gorontalo. Kelas suhu C, C dan C memiliki luasan kurang dari 100 ha atau kurang dari 1% dari total luasan Kota Gorontalo. Berdasarkan hasil layout antara Peta Distribusi Suhu Permukaan Tahun 1991 dengan Peta Administratif Kota Gorontalo terlihat bahwa kelas suhu C, C dan C menyebar dibeberapa wilayah Kota Gorontalo akan tetapi lebih tergambar jelas menunjukkan pada wilayah Kecamatan Kota Selatan dan Kecamatan Kota Timur, hal ini juga didukung karena Kecamatan Kota Selatan dan Kecamatan Kota Timur lebih luas lahan terbangunnya dibandingkan. Hasil konversi citra tahun 2001 diperoleh kelas suhu yang memiliki distribusi yang cukup luas adalah kelas suhu C, C, C dan C. Pada masing-masing kelas suhu tersebut memiliki sebaran suhu lebih dari 1000 ha, dengan luasan tertinggi yaitu kelas suhu C dengan luas 1559,82 ha atau 24,08% dari total luasan Kota Gorontalo. Kelas suhu yang memiliki luasan kurang dari 1000 ha yaitu kelas suhu < 23 O C, C, C, C, C dan C. Luasan terrendah yaitu kelas suhu C dengan luas 0,79 ha atau 0,01%. Berdasarkan hasil layout antara Peta Distribusi Suhu Permukaan tahun 2001 dengan Peta Administratif Kota Gorontalo terlihat bahwa kelas suhu C, C, C dan C mulai menyebar di beberapa wilayah Kota Gorontalo, dari yang sebelumnya pada Tahun 1991 hanya tergambar di Kecamatan Kota Selatan dan Kecamatan Kota Timur, pada tahun 2001 mulai menyebar di seluruh wilayah Kota Gorontalo. Kecamatan yang tercatat memiliki luasan suhu ketiga terluas yaitu Kecamatan Kota Utara, hal ini juga berbanding lurus dengan penyebaran luasan lahan terbangun.

18 44 Gambar 11. Peta Distribusi Suhu Kota Gorontalo Tahun 1991

19 Gambar 12. Peta Distribusi Suhu Kota Gorontalo Tahun

20 46 Gambar 13. Peta Distribusi Suhu Kota Gorontalo Tahun 2007

21 47 Hasil konversi citra tahun 2007 diperoleh kelas suhu yang memiliki distribusi yang cukup luas adalah kelas suhu C, C, C dan C. Pada masing-masing kelas suhu tersebut memiliki sebaran suhu lebih dari 1000 ha, dengan luasan tertinggi yaitu kelas suhu C yaitu 1590,81 ha atau 24,55% dari total luas Kota Gorontalo. Kelas suhu yang memiliki luasan kurang dari 1000 ha adalah kelas suhu < 23 C, C, C, C, C dan C. Luasan terendah yaitu kelas suhu C dengan luas 0,35 ha atau 0,01%. Berdasarkan hasil layout antara Peta Distribusi Suhu Permukaan tahun 2007 dengan Peta Administratif Kota Gorontalo terlihat bahwa kelas suhu C, C, C dan C mulai menyebar di seluruh wilayah Kota Gorontalo. Kecamatan yang mengalami peningkatan luasan distribusi suhu pada kelas suhu C, C, C dan C yaitu Kecamatan Kota Tengah. Hal ini karena sebagian wilayah Kecamatan Kota Tengah merupakan daerah pusat perdagangan. Perubahan distribusi suhu permukaan menunjukkan bahwa pada semua kelas suhu terjadi perubahan luasan penyebaran. Penurunan luasan terjadi pada kelas suhu < 23 O C, C, C dan peningkatan luas penyebaran terjadi pada kelas suhu C hingga C. Penurunan luas terbesar terjadi pada kelas suhu < 23 C yaitu sebesar 1363,42 ha sedangkan peningkatan luasan terbesar pada kelas suhu C yaitu sebesar 1219,04 hasecara umum kita bisa mengetahui bahwa luasan suhu yang semakin rendah mengalami penurunan luasan. Pada suhu yang semakin tinggi mengalami peningkatan luasan, semakin luasnya kelas distribusi suhu C hingga C, disebabkan karena adanya perubahan fungsi lahan menjadi area terbangun. Salah satu faktor yang mempengaruhi distribusi suhu permukaan adalah jenis penutupan lahan. Risdiyanto dan Setiawan (2007) dalam penelitiannya menyatakan bahwa perbedaan suhu permukaan pada beberapa penutupan lahan disebabkan oleh sifat fisik permukaan seperti kapasitas panas jenis dan konduktivitas thermal. Selain itu, berdasarkan hasil perhitungan luasan kelas suhu

22 48 perpenutupan lahan didapatkan luasan yang berbeda-beda pada tiap penutupan lahan. Tabel 13. Suhu Permukaan Pada Setiap Penutupan Lahan Penutupan Suhu Permukaan ( o C) Lahan Tahun 1991 Tahun 2001 Tahun 2005 Tahun 2007 Sawah Lahan Terbangun L Bervegetasi Pohon Lahan Terbuka Semak dan Rumput Air Ladang Sumber: Hasil pengolahan data penelitian, 2009 Penutupan lahan secara tidak langsung memberikan pengaruh terhadap suhu pada tempat penutupan lahan itu sendiri dan wilayah sekitarnya. Berdasarkan hasil layout antara peta penutupan lahan dengan peta distribusi suhu permukaan dihasilkan distribusi suhu permukaan perpenutupan lahan. Pada Tabel 13. terlihat bahwa suhu minimum dan suhu maksimum antara penutupan lahan yang satu dengan yang lainnya tidak terlalu berbeda. Hal tersebut membuktikan bahwa penutupan lahan tidak hanya berpengaruh pada kondisi suhu tempat penutupan lahan itu sendiri tetapi juga berpengaruh pada kondisi suhu wilayah sekitarnya. Pada daerah terbangun radiasi matahari akan diubah menjadi panas yang meningkatkan suhu, sedangkan pada daerah bervegetasi radiasi matahari akan diserap oleh permukaan daun yang digunakan untuk proses fotosintesis sehingga akan menurunkan suhu radiasi. Penutupan lahan di Kota Gorontalo mengalami peningkatan luasan daerah terbangun yang mengakibatkan meningkatnya luasan kelas suhu yang semakin tinggi.

23 Hubungan Suhu Dengan Luasan RTH, Lahan Bervegetasi Pohon dan Lahan Terbangun Berdasarkan penelitian Effendy, 2007 menyatakan bahwa peningkatan suhu udara terjadi saat RTH berkurang, sebaliknya pada saat penambahan RTH terjadi penurunan suhu udara. Hal yang penting adalah laju kenaikan suhu udara lebih tajam dibandingkan laju penurunannya, hal ini menunjukkan resiko pengurangan RTH terhadap peningkatan suhu lebih besar dibandingkan upaya penambahan RTH. Hal ini menjadi masukan yang sangat berharga bagi pengambil kebijakan tata kota, bahwa setiap pengurangan RTH menyebabkan konsekuensi bagi peningkatan suhu udara dengan derajat yang lebih besar dibandingkan dengan upaya penambahan RTH. Sehingga harus lebih berhati-hati dalam setiap keputusan mengalihfungsikan RTH menjadi ruang terbangun. Hasil analisis hubungan dan pengaruh antara suhu dengan luasan RTH dengan menggunakan analisis regresi sederhana didapatkan persamaan Y = 27,421-0,033X 1 (RTH) dengan nilai R 2 = 38,6%. Koefisien negative (-) menunjukkan semakin luas RTH semakin rendah suhu. Berdasarkan perhitungan menggunakan hasil analisis regresi antara suhu dan luasan RTH diketahui bahwa setiap penambahan luasan RTH seluas 10 ha dapat menurunkan suhu 0,3 o C. Cara yang sama dilakukan antara suhu dengan luasan lahan bervegetasi pohon, didapatkan persamaan Y = 26,334 0,070X 2 (lahan bervegetasi pohon) dengan nilai R 2 = 32,3%. Koefisien negative (-) menunjukkan semakin luas lahan bervegetasi pohon semakin rendah suhu. Berdasarkan perhitungan menggunakan hasil analisis regresi antara suhu dan luasan lahan bervegetasi pohon diketahui bahwa setiap penambahan lahan bervegetasi pohon seluas 10 ha dapat menurunkan suhu 0,7 o C. Artinya penambahan hutan kota yang didominasi vegetasi pohon lebih efektif dalam menurunkan suhu. Persamaan antara suhu dengan lahan terbangun Y = 24, ,051X 3 (lahan terbangun) R 2 = 68,6%. Koefisien positif (+) menunjukkan semakin luas lahan terbangun semakin tinggi suhu.

24 Kondisi saat ini RTH dan Hutan Kota Lingkungan alamiah adalah elemen-elemen alami dan keadaan tempat sekitar tapak seperti iklim, air, tanah, topografi, vegetasi dan kehidupan makhluk hidup lainnya yang penting bagi perencanaan tapak khususnya hutan kota. Luas ruang terbuka hijau dalam bentuk Taman Kota maupun Hutan Kota yang ada di Kota Gorontalo sesuai dengan Profil Kota sebesar 8,39 Ha yang terdiri atas: Taman Kota berjumlah 21 buah dan yang dinilai hanya satu yaitu Taman Taruna Remaja karena taman ini diakses oleh masyarakat umum sedangkan yang lain hanya merupakan pemanfaatan ruang sudut-sudut kota. Kawasan Hutan Kota sebagaimana SK Walikota No. 359 Tahun 2004 Tentang Penetapan Kawasan Hutan Kota di Kota Gorontalo dapat dilihat pada Tabel 14. dan Tabel 15. Tabel 14. Lokasi Kawasan Hutan Kota, 2008 No Lokasi Keterangan 1 Kompleks Kampus Universitas Negeri Gorontalo 7,7 Ha 2 Kompleks SMK Negeri 1 Kota Gorontalo Tambahan 3 Kompleks SMK Negeri 2 Kota Gorontalo Tambahan 4 Kompleks SMK Negeri 3 Kota Gorontalo Tambahan Sumber: Dinas Tata Kota Dan Pertamanan, 2008

25 51 Tabel 15. Luas Hutan Kota, 2008 No Lokasi Luas (ha) Jenis Pohon Jumlah Pohon Total 1 Kampus 1 UNG 5 Krey payung Jambura Mahoni Angsana Jati Nangka Mangga Kemiri Akasia Glodokan Jambu Air Nipah Kelapa Kampus II UNG 1,2 Krey payung Jambura Mahoni Angsana Jati Nangka Mangga Kemiri Akasia Glodokan Jambu Air Nipah Kelapa 3 Kampus III UNG 1,5 Krey payung Jambura Mahoni Angsana Jati Nangka Mangga Kemiri Akasia Glodokan Jambu Air Nipah Kelapa Total 7, Sumber: Universitas Negeri Gorontalo, 2008 Berdasarkan hasil wawancara dengan Badan Lingkungan Hidup, terdapat beberapa sekolah dan instansi yang telah menata halaman dengan menanam

26 52 pohon yaitu: SMA Negeri 2, SMA Negeri 3, SMA Negeri 4, SMA Prasetyo, SMP Negeri 1, SMP Negeri 2, SMP Negeri 3, SMP Negeri 6, SMP Negeri 7, SMP Negeri 8, SMP Negeri 10, SMP Negeri 12, SMP Negeri 13, SD Negeri 27, SD Negeri 30, SD Negeri 43, SD Negeri 77, SKPD, Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa (BPMD), Badan Kepegawaian dan Diklat (BKD), Bappeda, Deperindag, Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu (KPPT), PDAM, DPR, Dinas Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD), dan Dinas Pertanian, Kelautan dan Kehutanan. Jalur hijau di beberapa ruas jalan sudah tertata dengan baik yaitu: Jl Bengawan Solo, Jl Raden Saleh, Jl AMD Kota Utara, Jl Taman Hiburan, Jl Manado, Jl Tondano, Jl Selayar, Jl Jeruk, Jl Durian, Jl Rambutan, Jl Beringin, Jl Manggis, Jl Mangga, Jl Membramo. Jalan merupakan prasarana pengangkutan darat yang penting untuk memperlancar hubungan antar daerah, masyarakat dan lebih utama adalah memperlancar perekonomian. Dengan meningkatnya pembangunan jalan, maka memudahkan pula mobilitas penduduk dan lalulintas barang dari satu daerah ke daerah lain. Panjang jalan di seluruh Kota Gorontalo umumnya tidak mengalami perubahan baik jalan negara, jalan propinsi maupun jalan daerah, yaitu km. Selain itu untuk mendukung hal tersebut perlu adanya jalur hijau yang berfungsi untuk menyejukkan serta dapat berfungsi untuk jalur pengarah dan pengaman jalan. Jenis-jenis pohon yang ditemui antara lain: Krey payung (Filicum decipiens), Gmelina (Gmelina arborea), Angsana (Pterocarpus indicus), Mangga (Mangifera indica), Akasia (Akasia mangium), Nangka (Arthocarpus heterophyllus), Manggis (Garcinia mangostana), Rambutan (Nephilleum lapphactheum), Bunga Merak (Caesalpinia pulcherimma), Glodokan tiang (Polyalltia longifolia), Mahoni (Swietenia macrophylla) dan Ketapang (Terminalia catappa).

27 Analisis Kebutuhan RTH dan Hutan Kota Kebutuhan RTH dan Hutan Kota Berdasarkan UU No. 26 Tahun 2007 dan PP No. 63 Tahun 2002 Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang menentukan proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30% dari luas wilayah kota dan distribusi ruang terbuka hijau publik disesuaikan dengan sebaran penduduk dan hirarki pelayanan dengan memperhatikan rencana struktur dan pola ruang. Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota menentukan bahwa luas hutan kota minimal 10% dari luas seluruh kota. Pada Tabel 16. dapat dilihat luas RTH dah Hutan Kota yang harus disediakan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku berdasarkan distribusi per kecamatan. Tabel 16. Distribusi Luas RTH dan Hutan Kota per Kecamatan No Kecamatan Luas Kecamatan (Ha) UU No. 26 Tahun 2007 PP No. 63 Tahun 2002 Luas RTH Hasil Citra 2007 (ha) 1 Kota Utara ,4 125,8 245,48 2 Kota Timur ,9 144,3 495,74 3 Kota Selatan ,7 143,9 343,88 4 Kota Barat ,8 151,6 471,22 5 Kota Tengah ,9 41,3 77,61 6 Dungingi ,0 109,82 TOTAL ,8 647,6 1753,22 Sumber: Hasil pengolahan data penelitian, 2009 Menurut Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 Pasal 29 Ayat (1) Ruang terbuka hijau publik merupakan ruang terbuka hijau yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah kota yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum. Ruang terbuka hijau publik adalah taman kota, taman pemakaman umum, dan jalur hijau sepanjang jalan, sungai, dan pantai. Ruang terbuka hijau privat adalah kebun atau halaman rumah/gedung milik masyarakat/swasta yang ditanami tumbuhan. Luas kawasan menurut RTRW Kota Gorontalo tahun 2009/2029 yaitu: kawasan resapan air yang terletak di daerah perbukitan dengan kemiringan lahan > 40 %. Kawasan resapan air terletak di wilayah Kecamatan Kota Selatan, Kota Timur dan Kota Barat. Luas kawasan resapan air adalah ha. Kawasan

28 54 sempadan pantai mempunyai luas sekitar 23 ha. Kawasan Sempadan pantai tersebar di Kecamatan Kota Selatan dan Kecamatan Kota Timur. Kawasan sempadan sungai memiliki luas sekitar 119 ha. Kawasan sempadan sungai terdapat di Kecamatan Kota Selatan, Kota Timur, Kota Barat, Kota Utara dan Dungingi. Kawasan sekitar danau sebagaimana yang dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, ditetapkan dengan kriteria: a) daratan dengan jarak 50 meter sampai dengan 100 meter dari titk pasang air danau tertinggi; atau b) daratan sepanjang tepian danau yang lebarnya proporsional terhadap bentuk dan kondisi fisik danau. Kawasan sekitar danau di wilayah perencanaan terletak di bagian barat dari Danau Limboto, termasuk dalam wilayah Kecamatan Kota Barat. Luas kawasan ini sekitar 9 (sembilan) hektar. Sempadan mata air, radius 200 meter di sekitar mata air. Jadi total luasannya adalah 2116 ha, ini berarti sudah memenuhi kriteria satu wilayah kota yaitu 1942,8 ha dengan selisih 173, 2 ha. Walaupun data per kecamatan belum tersedia karena belum selesainya penyusunan RTRW detail. Hutan kota adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhkan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang. Akan tetapi luas hutan kota yang sudah ditetapkan berdasarkan SK Walikota No. 359 Tahun 2004 Tentang Penetapan Kawasan Hutan Kota di Kota Gorontalo baru mencapai luasan 8,39 ha yang berarti masih membutuhkan penambahan 639,21 ha. Pembangunan hutan kota memang tidak mudah, akan tetapi di Kota Gorontalo masih sangat mungkin untuk memenuhi kriteria tersebut karena lahan yang dibutuhkan masih tersedia. Pembangunan hutan kota membutuhkan kerjasama dan dukungan dari berbagai pihak mulai dari pejabat tertinggi di Kota Gorontalo hingga masyarakat Berdasarkan Jumlah Penduduk Kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan jumlah penduduk sesuai dengan kriteria yang dikemukakan oleh Simonds (1983) bahwa jika dilihat dari tiap kecamatan maka masuk kedalam kriteria komunitas dengan jumlah penduduk wilayah dan luas 20 m 2 /jiwa. Selengkapnya pada Tabel 17.

29 55 Tabel 17. Standar Luas RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk Per Kecamatan No Kecamatan Luas Kecamatan (Ha) Jumlah Penduduk Standar Luas RTH (Ha) Luas RTH Hasil Citra 2007 (ha) 1 Kota Utara ,73 245,48 2 Kota Timur ,55 495,74 3 Kota Selatan ,55 343,88 4 Kota Barat ,68 471,22 5 Kota Tengah ,39 77,61 6 Dungingi ,98 109,82 TOTAL Sumber: Hasil pengolahan data penelitian, , ,22 Berdasarkan hasil pengolahan citra tahun 2007 diperoleh luasan RTH perkecamatan. Hasil tersebut menunjukkan bahwa luas RTH Kota Gorontalo masih memenuhi standar luas RTH dalam luas perkecamatan. Hal ini karena masih banyak terdapat ladang dan lahan bervegetasi pohon. Akan tetapi lahan bervegetasi pohon tidak menyebar secara merata di setiap kecamatan. Oleh karena itu perlu dilakukan perencanaan pembangunan lahan bervegetasi pohon dalam hal ini hutan kota, agar upaya menciptakan iklim mikro yang lebih nyaman bisa terwujud Berdasarkan issu penting yaitu Kenyamanan Aspek yang menjadi salah satu dasar dalam rencana pembangunan hutan kota yang menjadi kajian dalam penelitian yaitu aspek lingkungan/ iklim mikro untuk meningkatkan kenyamanan berdasarkan issu penting yang ada di Kota Gorontalo yang merupakan daerah kajian penelitian. Dalam analisisnya merupakan hasil olahan citra Landsat. Menurut Tjasyono (2004) Kesehatan, energi dan kenyamanan manusia lebih ditentukan oleh cuaca dan iklim daripada oleh unsur lingkungan fisis. Fungsi terhadap perubahan cuaca dan timbulnya gejala penyakit tertentu menunjukkan kaitan yang erat dengan iklim dan musim. Mental dan emosi manusia dipengaruhi oleh keadaan cuaca dan iklim, tidak semua manusia mempunyai reaksi yang sama terhadap kondisi iklim, hubungannya sangat rumit bergantung pada beda fisis seseorang, usia, makanan dan pengaruh budaya. Cuaca ekstrim dan perubahan cuaca menyebabkan sejumlah pengaruh pada kesehatan manusia. Suhu ekstrim cuaca sering menimbulkan sakit. Sengatan

30 56 panas terjadi jika tubuh tidak mampu menghilangkan panas akibat suhu udara nisbi tinggi di atas suhu tubuh, peristiwa ini dapat menimbulkan kematian. Gejalanya adalah demam, mual, pusing, dan sakit kelapa (Tjasyono, 2004). Kota Gorontalo yang memiliki arah angin terbanyak ke arah utara dan selatan dengan kecepatan mencapai knot dan suhu yang mencapai 33 C dan lama penyinaran 7,5 jam dapat menimbulkan berbagai penyakit terutama gangguan pernafasan disebabkan oleh angin yang membawa debu. Suhu dan kelembaban adalah faktor penting dalam pelepasan tepung sari yang menimbulkan penyakit alergi. Udara sangat kering sebagai penyebab utama karena kulit menjadi merekah-rekah dan hal ini akan menghalangi penyembuhan luka atau rasa sakit. Hasil analisis spasial dengan menggunakan citra Landsat menggambarkan bahwa Kota Gorontalo terjadi peningkatan suhu udara perkotaan yang merupakan fenomena Urban Heat Island (UHI), yakni suhu udara perkotaan (urban) lebih tinggi dibandingkan wilayah suburban dan rural. Pada wilayah pusat kota dan beberapa wilayah sekitar yang merupakan lahan terbangun menunjukkan suhu udara yang tinggi yaitu antara 29 o C 32 o C, angka ini sudah melebihi batas kenyamanan. Untuk itu perlu dibangun hutan kota dalam bentuk kompak dengan distribusi lokasi diseluruh wilayah Kota Gorontalo. Luasan wilayah sesuai dengan distribusi suhu tahun 2007 dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Luasan Distribusi Suhu Permukaan Perkecamatan Tahun 2007 Kecamatan ha Kota Barat 240,7 219,2 71,39 17,32 5,04 0,35 0,27 Kota Selatan 149,3 174,6 129,1 123,4 83,40 4,59 0,00 Kota Timur 171,9 289,4 156,0 86,05 17,58 0,00 0,00 Kota Utara 344,1 569,9 92,24 24,92 5,12 0,35 0,00 Kota Tengah 49,21 147,9 108,2 39,23 13,61 1,24 0,00 Dungingi 138,1 182,7 68,74 21,56 4,15 0,00 0,09 Sumber: Hasil pengolahan data penelitian, 2009

31 Kelembagaan dan Kebijakan Hutan Kota dan Persepsi Masyarakat Kelembagaan (institusional) terdapat dua jenis, yaitu institusi sebagai aturan main (rule of games) dan institusi sebagai organisasi. Sebagai aturan main yaitu institusi sebagai suatu gugus aturan tentang hubungan antar individu dalam sistem sosial yaitu mencerminkan hak dan kewajiban. Oleh karena itu kelembagaan merupakan sistem organisasi dan kontrol sumberdaya alam. Suatu institusi dicirikan oleh tiga hal yaitu (1) batas juridikasi, (2) property rights (hak-hak kepemilikan), dan (3) aturan representasi. Batas juridikasi adalah batas wilayah kerja atau ruang lingkup kegiatan yang memiliki implikasi penting terhadap ukuran usaha dan batas wewenang partisipan dalam organisasi. Konsep hak kepemilikan muncul dari konsep hak dan kepemilikan yang didefinisikan atau diatur oleh hukum, adat dan tradisi atau konsensus dalam kepentingan terhadap sumberdaya, situasi atau kondisi. Hak kepemilikan akan mengontrol distribusi manfaat insentif dan disinsentif antar partispan. Aturan representasi merupakan perangkat aturan yang mengatur pengambilan keputusan. Aturan representasi ini akan mengontrol ongkos transaksi, yang dicerminkan oleh kepentingan siapa yang diutamakan dalam pengambilan keputusan (Schmid, 1972 dalam Affandi, 1994). Penataan ruang perkotaan dapat diartikan sebagai proses perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian wilayah perkotaan dari kondisi yang ada menjadi kondisi yang lebih baik. Kondisi ideal tersebut menurut Affandi (1994), disamping dikaitkan dengan konsep city of tomorrow dari sistem kegiatan serta sistem jejaringnya, juga dipengaruhi oleh sistem kelembagaan. Dengan demikian dibutuhkan juga penataan atau manajemen sistem kelembagaan yang ada untuk menunjang perwujudan wilayah perkotaan yang ideal tersebut. Institusi yang dibutuhkan tersebut antara lain pengadaan dana, pembenahan organisasi dan kerjasama serta penyesuaian perangkat hukum. Berdasarkan hasil wawancara dengan berbagai pihak terkait antara lain Bappeda, Dinas Tata Kota dan Pertamanan, Badan Lingkungan Hidup, Dinas Pertanian, Kelautan dan Kehutanan, dapat dirumuskan keadaan penyelenggaraan hutan kota di Kota Gorontalo saat ini. Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Gorontalo tahun anggaran 2009/2029. Didalamnya terdapat

32 58 Rencana Pola Ruang Kota Gorontalo tahun 2009/2029 yang hanya mengatur Rencana Kawasan Ruang Terbuka Hijau Kota Gorontalo tahun 2009/2029 sedangkan untuk hutan kota belum diatur, walaupun dalam waktu penelitian RTRW Kota Gorontalo ini belum disahkan. Akan tetapi berdasarkan Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Kota Gorontalo 2008 terdapat SK Walikota No. 359 Tahun 2004 Tentang Penetapan Kawasan Hutan Kota di Kota Gorontalo. Perencanaan pembangunan hutan kota hendaknya masuk dalam rencana tata ruang kota yang secara resmi mendapatkan pengesahan dalam bentuk peraturan daerah. Selama ini komponen-komponen hutan kota dalam berbagai hirarki rencana tata ruang masuk dalam sektor ruang terbuka hijau. Akibat banyaknya cakupan dalam sektor ruang terbuka hijau dan pembangunan hutan kota kurang mendapat perhatian. Masuknya rencana pembangunan hutan kota dalam berbagai hirarki rencana penataan ruang maka hutan kota dilindungi dan tidak mudah diubah-ubah alokasi penggunaan lahannya. Hutan kota dapat menunjukkan ciri khas dari suatu daerah jika hutan kota telah berkembang dengan baik. Hutan kota berpotensi menjadi tempat pariwisata di dalam kota, selain fungsi utamanya melindungi lingkungan. Penunjukan, Pembangunan dan Pembinaan Dan Pengawasan belum ada, padahal sesuai amanat PP 63 Tahun 2002 bahwa ketentuan lebih lanjut tentang penyelenggaraan hutan kota ditetapkan dengan Perda dan terdapat landasan hukumnya. Namun dalam pengelolaan melibatkan Pemda khususnya yaitu Dinas Tata Kota dan Pertamanan, Badan Lingkungan Hidup, Dinas Pertanian, Kelautan dan Kehutanan dan juga partisipasi masyarakat. Selain itu kendala yang dihadapi adalah adanya konflik kepentingan yang disebabkan oleh pembangunan yang masih berorientasi pada aspek ekonomi sehingga pembangunan pasar moderen, industri, perkantoran, perumahan atau fasilitas kota yang lain lebih mendapat proritas dibandingkan dengan kehadiran hutan kota. Sementara banyak ruang terbuka hijau dikonversi untuk pembangunan fasilitas kota. Anggaran yang minim juga menjadi hambatan dalam proses penyelenggaran hutan kota. Salah satu tipe hutan kota adalah hutan kota pekarangan rumah. Pekarangan rumah ada yang banyak tanamannya dan ada juga yang tidak ada tanamannya. Berdasarkan hasil survey dan wawancara secara acak dibeberapa wilayah di

33 59 seluruh kecamatan diperoleh hasil bahwa masyarakat pada umumnya senang dan memelihara pohon di pekarangan rumah. Jenis tanaman yang paling banyak yaitu tanaman hias dan pohon (menghasilkan buah), hal ini menurut masyarakat selain memperindah dan meneduhkan rumah, buahnya juga bisa dimanfaatkan. Bagi masyarakat yang pekarangan rumahnya tidak terdapat pohon, disebabkan karena pekarangan yang sempit sehingga tidak cukup untuk ditanami pohon. Adanya pepohonan disekitar perumahan penduduk merupakan salah satu tipe hutan kota yang sangat bermanfaat sebagai supply oksigen dan memberikan efek teduh sehingga masyarakat merasa lebih nyaman. Akan tetapi wawasan mengenai hutan kota pada umumnya masyarakat belum mendengar apalagi memahami fungsi dan manfaatnya. Untuk itu sosialisasi dan ajakan sangat perlu dilakukan agar masyarakat lebih bisa mempertahankan keberadaan pepohonan yang sudah ada dan meningkatkan penghijauan di lokasi sekitar. Mengalihkan nilai sosial suatu komunitas atau masyarakat kota untuk lebih menyatukan pandangan atau persepsi tentang hubungan manusia dengan alam. Dengan cara merubah gaya hidup masyarakat kota dengan menambahkan unsur alam. Konsep hutan kota adalah membangun dan memelihara pohon-pohon dan ekosistem di dalam dan sekitar kawasan kota. Untuk membangun dan memelihara pohonpohon di dalam kawasan kota perlu untuk memahami pentingnya keberadaan pohon-pohon untuk penduduk kota (Miller 1988).

34 Rencana Pembangunan Hutan Kota Pembangunan hutan kota membutuhkan ketersediaan lahan, yang merupakan faktor paling penting karena hutan kota diperuntukkan untuk masyarakat luas, maka tentu saja penyediaan lahan tersebut menjadi kewajiban penduduk kota dan pemerintah. Berdasarkan hal tersebut, maka lahan hutan kota dapat dikategorikan dalam dua kelompok berdasarkan status pemiliknya (Fakuara, 1987) yaitu: 1) lahan hutan kota harus disediakan pada lokasi-lokasi atau tempattempat umum, seperti pusat komunitas (pertokoan, pasar, sekolah, perkantoran dan lain-lain), jalan raya serta tempat-tempat umum lainnya. Untuk keperluan ini lahan harus disediakan oleh pemerintah yang dapat berasal dari tanah negara maupun tanah milik; 2) lahan hutan kota yang harus disediakan pada tempattempat perorangan, termasuk dalam kelompok pemukiman, industri dan tempattempat lainnya yang dibebani hak milik. Untuk keperluan tersebut lahan harus disediakan oleh masyarakat, baik secara individu maupun badan hukum seperti pengembang (developer), pengusaha dan lain-lain. Rencana pembangunan hutan kota dalam penelitian ini dibatasi sampai pada penentuan lokasi yaitu memuat rencana teknis tentang tipe dan bentuk hutan kota dan luas hutan kota. Berdasarkan hasil analisis spasial dengan menggunakan citra Landsat menggambarkan bahwa di Kota Gorontalo terjadi peningkatan suhu udara perkotaan yang merupakan fenomena Urban Heat Island (UHI), yakni suhu udara perkotaan (urban) lebih tinggi dibandingkan wilayah suburban dan rural. Pada wilayah pusat kota dan beberapa wilayah sekitar yang merupakan lahan terbangun menunjukkan suhu udara yang tinggi yaitu antara 29 o C 32 o C. Untuk membangun hutan kota dalam bentuk kompak yang memerlukan lahan minimal 0,25 ha masih mungkin untuk semua wilayah Kota Gorontalo. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kecamatan Kota Tengah, sebagian Kota Selatan dan Kota Timur memiliki luasan suhu 29 o C 32 o C yang paling luas yang berarti sangat perlu dibangun hutan kota untuk meningkatkan kenyamanan diwilayah tersebut. Tiga wilayah lain seperti Kecamatan Kota Utara, Kota Barat dan Dungingi perlu juga dibangun hutan kota untuk mencegah perluasan distribusi suhu diatas batas kenyamanan. Berdasarkan hal tersebut hasil penelitian ini

35 61 merekomendasikan 12 titik lokasi yang selengkapnya dapat dilihat luasan per kecamatan pada Tabel 19 dan dapat dilihat pada peta rencana hutan kota pada Gambar Lampiran 9. Tabel 19. Rencana Luasan Komponen Hutan Kota Yang Akan Dibangun di Kota Gorontalo Kecamatan Hutan Kota untuk Menu Jalur Hijau Jalan Jalur Hijau Sem padan Jalur Hijau Sem padan Total Existing Lahan vegetasi Pohon PP No. 63 Tahun 2002 Selisih antara PP dan Existing runkan suhu 2,1 o C Sungai Pantai Kota Barat 4,70 19,07 22, ,18 94,60 125,8 31,2 Kota Selatan 4,40 34,46 28,9 10,3 77,79 136,37 144,3 7,93 Kota Timur 5,17 71,66 40,92 9,56 127,3 260,35 143,9 +116,45 Kota Utara 5,07 37,41 15, ,82 39,11 151,6 112,49 Kota Tengah 5,34 28, ,24 13,19 41,3 28,11 Dungingi 5,32 19,08 13, ,65 0,80 41,0 40,2 Jumlah ,6 120,73 19, ,50 647,6 103 Sumber: Hasil Olahan Data Penelitian, 2009 Total luasan rencana pembangunan hutan kota yaitu 366 ha, sesungguhnya apabila mengikuti ketentuan yang berlaku dapat memenuhi selisih kurangnya lahan bervegetasi pohon yaitu 103 ha. Adanya kelebihan luasan 263 ha tetap harus dibangun karena jalur hijau jalan sangat dibutuhkan untuk penyerap polutan dan sempadan sungai dan sempada pantai merupakan kawasan lindung yang wajib dihijaukan. Bentuk hutan kota yang paling efektif untuk meningkatkan kenyamanan yaitu berbentuk kompak/ mengelompok dalam luasan yang cukup luas karena dapat mendukung dalam membentuk iklim mikro yang sejuk dan nyaman sedangkan bentuk jalur hijau hanya dapat memberikan efek teduh. Tipe dan bentuk hutan kota yang akan dibangun mengikuti kondisi kawasan yang akan dibangun. Tipe hutan kota terdiri dari : a. tipe kawasan permukiman; b. tipe kawasan industri; c. tipe rekreasi; d. tipe pelestarian plasma nutfah; e. tipe perlindungan; dan f. tipe pengamanan. Penentuan bentuk hutan kota disesuaikan dengan karakteristik lahan. Bentuk hutan kota terdiri atas : a. jalur; b. mengelompok; dan c. menyebar. Penelitian perencanaan hutan kota untuk meningkatkan kenyamanan terdiri dari beberapa tujuan pokok yaitu menentukan lokasi/spot, kebutuhan luasan dan kelembagaan. Selain itu manfaat ekonomi hutan kota juga sangat berkaitan dengan hukum ekonomi supply (penawaran) dan demand (permintaan).

BAB I PENDAHULUAN. bencana alam agar terjamin keselamatan dan kenyamanannya. Beberapa bentuk

BAB I PENDAHULUAN. bencana alam agar terjamin keselamatan dan kenyamanannya. Beberapa bentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana alam menimbulkan resiko atau bahaya terhadap kehidupan manusia, baik kerugian harta benda maupun korban jiwa. Hal ini mendorong masyarakat disekitar bencana

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas

IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas 42 IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas Secara geografis, perumahan Bukit Cimanggu City (BCC) terletak pada 06.53 LS-06.56 LS dan 106.78 BT sedangkan perumahan Taman Yasmin terletak pada

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI 16 KONDISI UMUM WILAYAH STUDI Kondisi Geografis dan Administratif Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 6 3.3.5 Persamaan Hubungan RTH dengan Suhu Udara Penjelasan secara ilmiah mengenai laju pemanasan/pendinginan suhu udara akibat pengurangan atau penambahan RTH adalah mengikuti hukum pendinginan Newton,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Wilayah Pengembangan Tegallega pada Tahun

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Wilayah Pengembangan Tegallega pada Tahun V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penghitungan Aspek Kependudukan Kependudukan merupakan salah satu bagian dari aspek sosial pada Wilayah Pengembangan Tegallega. Permasalahan yang dapat mewakili kondisi kependudukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap pembangunan menimbulkan suatu dampak baik itu dampak terhadap ekonomi, kehidupan sosial, maupun lingkungan sekitar. DKI Jakarta sebagai kota dengan letak yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi geografis daerah kajian Kota Jakarta merupakan ibukota Republik Indonesia yang berkembang pada wilayah pesisir. Keberadaan pelabuhan dan bandara menjadikan Jakarta

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO. Sri Sutarni Arifin 1. Intisari

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO. Sri Sutarni Arifin 1. Intisari ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO Sri Sutarni Arifin 1 Intisari Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau khususnya pada wilayah perkotaan sangat penting mengingat besarnya

Lebih terperinci

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec BAB III KONDISI UMUM LOKASI Lokasi penelitian bertempat di Kabupaten Banjar, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Kota Banjarbaru, Kabupaten Kota Banjarmasin, dan Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Beji sebagai pusat Kota Depok, Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Penelitian

Lebih terperinci

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Dalam melaksanakan kegiatannya, manusia selalu membutuhkan air bahkan untuk beberapa kegiatan air merupakan sumber utama.

Lebih terperinci

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : NDVI=(band4 band3)/(band4+band3).18 Nilai-nilai indeks vegetasi di deteksi oleh instrument pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan yang terjadi di wilayah perkotaan sedang mengalami perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan yang terjadi lebih banyak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Gorontalo dibagi menjadi 9 kecamatan, terdiri dari 50 kelurahan. Secara

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Gorontalo dibagi menjadi 9 kecamatan, terdiri dari 50 kelurahan. Secara 37 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Penelitian 1.1.1 Gambaran Wilayah Penelitian Kota Gorontalo merupakan Ibukota Provinsi Gorontalo. Secara geografis mempunyai luas 79,03 km 2 atau 0,65

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Eksisting dan Evaluasi Ruang Terbuka Hijau Kecamatan Jepara Jenis ruang terbuka hijau yang dikembangkan di pusat kota diarahkan untuk mengakomodasi tidak hanya fungsi

Lebih terperinci

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Kondisi Geografis Kota Makassar secara geografi terletak pada koordinat 119 o 24 17,38 BT dan 5 o 8 6,19 LS dengan ketinggian yang bervariasi antara 1-25 meter dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki sebagaimana terdapat dalam Pasal 2 ayat 2 UUPA yang berbunyi sebagai

BAB I PENDAHULUAN. memiliki sebagaimana terdapat dalam Pasal 2 ayat 2 UUPA yang berbunyi sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejalan dengan perkembangan masyarakat serta pesatnya pembangunan di segala bidang dan mengingat kondisi Negara Republik Indonesia yang bercorak agraris, maka

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 9 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 410 Desember 2011 (Lampiran 2), bertempat di wilayah Kota Selatpanjang, Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau.

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 53 IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Selat Rupat merupakan salah satu selat kecil yang terdapat di Selat Malaka dan secara geografis terletak di antara pesisir Kota Dumai dengan

Lebih terperinci

BAB III PROGRAM RANCANGAN

BAB III PROGRAM RANCANGAN BAB III PROGRAM RANCANGAN A. Aspek Site Dan Lingkungan 1. Lokasi a. Pengenalan Lokasi Gambar 3.1 Peta kota Gorotalo (sumber : Buku RTRW kota Gorontalo,2013) Kota Gorontalo terletak di pulau Sulawesi yang

Lebih terperinci

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar BAB II PROFIL WILAYAH KAJIAN Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan dunia era sekarang ini begitu cepat, ditandai dengan banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang sebelumnya kota telah berkembang menjadi

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 21 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN Kondisi Umum Fisik Wilayah Geomorfologi Wilayah pesisir Kabupaten Karawang sebagian besar daratannya terdiri dari dataran aluvial yang terbentuk karena banyaknya sungai

Lebih terperinci

Gambar 5. Peta Citra Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi

Gambar 5. Peta Citra Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi 54 IV. DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN IV.1. Deskripsi Umum Wilayah yang dijadikan objek penelitian adalah kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi, Propinsi Jawa Barat. Kecamatan Muara Gembong berjarak

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung. Kota

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung. Kota 66 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Gambaran Umum Kota Bandarlampung 1. Letak Geografis Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung. Kota Bandarlampung memiliki luas wilayah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. beragam adat istiadat, bahasa, agama serta memiliki kekayaan alam, baik yang ada di

I. PENDAHULUAN. beragam adat istiadat, bahasa, agama serta memiliki kekayaan alam, baik yang ada di 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang cukup luas dengan penduduk yang beragam adat istiadat, bahasa, agama serta memiliki kekayaan alam, baik yang ada di

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Lombok Timur merupakan salah satu dari delapan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Secara geografis terletak antara 116-117

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah 2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah Provinsi Kalimantan Timur dengan ibukota Samarinda berdiri pada tanggal 7 Desember 1956, dengan dasar hukum Undang-Undang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

III. KEADAAN UMUM LOKASI

III. KEADAAN UMUM LOKASI III. KEADAAN UMUM LOKASI Penelitian dilakukan di wilayah Jawa Timur dan berdasarkan jenis datanya terbagi menjadi 2 yaitu: data habitat dan morfometri. Data karakteristik habitat diambil di Kabupaten Nganjuk,

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 20 BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 3.1. SITUASI GEOGRAFIS Secara geografis, Kota Bogor berada pada posisi diantara 106 derajat 43 30 BT-106 derajat 51 00 BT dan 30 30 LS-6 derajat 41 00 LS, atau kurang

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penutupan Lahan 5.1.1 Penutupan lahan Kabupaten Sidoarjo Penutupan lahan (land cover) merupakan perwujudan fisik dari obyek dan yang menutupi permukaan tanpa mempersoalkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami

I. PENDAHULUAN. sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Sejarah Kota Bekasi Berdasarkan Undang-Undang No 14 Tahun 1950, terbentuk Kabupaten Bekasi. Kabupaten bekasi mempunyai 4 kawedanan, 13 kecamatan, dan 95 desa.

Lebih terperinci

KONDISI UMUM BANJARMASIN

KONDISI UMUM BANJARMASIN KONDISI UMUM BANJARMASIN Fisik Geografis Kota Banjarmasin merupakan salah satu kota dari 11 kota dan kabupaten yang berada dalam wilayah propinsi Kalimantan Selatan. Kota Banjarmasin secara astronomis

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 - IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Daerah Penelitian 1. Letak Geografis Daerah Penelitian BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kota Gorontalo terletak antara 00 0 28 17-00 0 35 56 lintang Utara dan antara 122 0 59 44-123 0 051 59

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Geografis. dusun dan terletak di bagian selatan Gunungkidul berbatasan langsung dengan

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Geografis. dusun dan terletak di bagian selatan Gunungkidul berbatasan langsung dengan III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Geografis Tanjungsari adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Gunungkidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia. Kecamatan ini terdiri dari 5 desa dan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAN LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAN LOKASI PENELITIAN 35 IV. GAMBARAN UMUM DAN LOKASI PENELITIAN A. Kabupaten Lampung Barat Menurut Pemerintah Kabupaten Lampung Barat (2011) bahwa Kabupaten Lampung Barat dengan ibukota Liwa merupakan pemekaran dari Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan. Oleh karena itu

Lebih terperinci

Tabel 3 Kecamatan dan luas wilayah di Kota Semarang (km 2 )

Tabel 3 Kecamatan dan luas wilayah di Kota Semarang (km 2 ) 8 Tabel 3 Kecamatan dan luas wilayah di Kota Semarang (km 2 ) (Sumber: Bapeda Kota Semarang 2010) 4.1.2 Iklim Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) Kota Semarang tahun 2010-2015, Kota

Lebih terperinci

BAB III Data Lokasi 3.1. Tinjauan Umum DKI Jakarta Kondisi Geografis

BAB III Data Lokasi 3.1. Tinjauan Umum DKI Jakarta Kondisi Geografis BAB III Data Lokasi 3.1. Tinjauan Umum DKI Jakarta 3.1.1. Kondisi Geografis Mengacu kepada Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Akhir Masa Jabatan 2007 2012 PemProv DKI Jakarta. Provinsi DKI Jakarta

Lebih terperinci

BAB 3 TINJAUAN WILAYAH

BAB 3 TINJAUAN WILAYAH P erpustakaan Anak di Yogyakarta BAB 3 TINJAUAN WILAYAH 3.1. Tinjauan Umum Daerah Istimewa Yogyakarta 3.1.1. Kondisi Geografis Daerah Istimewa Yogyakarta Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Lokasi penelitian ini meliputi wilayah Kota Palangkaraya, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Katingan, Kabupaten

Lebih terperinci

INDIKATOR PROGRAM UTAMA PEMBANGUNAN PEMANFAATAN RUANG KOTA GORONTALO TAHUN

INDIKATOR PROGRAM UTAMA PEMBANGUNAN PEMANFAATAN RUANG KOTA GORONTALO TAHUN LAMPIRAN IV INDIKATOR PROGRAM UTAMA PEMBANGUNAN PEMANFAATAN RUANG KOTA GORONTALO TAHUN 2010-2030 NO. PROGRAM KEGIATAN LOKASI BESARAN (Rp) A. Perwujudan Struktur Ruang 1 Rencana Pusat - Pembangunan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin meningkat pula kebutuhan akan lahan-lahan untuk menyediakan permukiman, sarana penunjang ekonomi

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

IV KONDISI UMUM TAPAK

IV KONDISI UMUM TAPAK IV KONDISI UMUM TAPAK 4.1 Letak, Luas, dan Batas Tapak Secara geografis kawasan Gunung Kapur Cibadak Ciampea terletak pada 16 32 BT 16 35 46 BT dan 6 36 LS 6 55 46 LS. Secara administratif terletak di

Lebih terperinci

2016 KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERD ASARKAN JUMLAH PEND UD UK D I KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMED ANG

2016 KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERD ASARKAN JUMLAH PEND UD UK D I KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMED ANG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ruang terbuka hijau (RTH) merupakan suatu ruang terbuka di kawasan perkotaan yang didominasi tutupan lahannya oleh vegetasi serta memiliki fungsi antara lain

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH KONDISI GEOGRAFIS Kota Batam secara geografis mempunyai letak yang sangat strategis, yaitu terletak di jalur pelayaran dunia internasional. Kota Batam berdasarkan Perda Nomor

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dan pengembangan wilayah merupakan dinamika daerah menuju kemajuan yang diinginkan masyarakat. Hal tersebut merupakan konsekuensi logis dalam memajukan kondisi sosial,

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 7 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis Kabupaten Karawang Wilayah Kabupaten Karawang secara geografis terletak antara 107 02-107 40 BT dan 5 56-6 34 LS, termasuk daerah yang relatif rendah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan usaha-usaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan usaha-usaha untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan usaha-usaha untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya. Hal ini penting sebab tingkat pertambahan penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Beberapa gambaran umum dari kondisi fisik Kabupaten Blitar yang merupakan wilayah studi adalah kondisi geografis, kondisi topografi, dan iklim.

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Bengkalis merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Riau. Wilayahnya mencakup daratan bagian pesisir timur Pulau Sumatera dan wilayah kepulauan,

Lebih terperinci

INVENTARISASI SERAPAN KARBON OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MALANG, JAWA TIMUR

INVENTARISASI SERAPAN KARBON OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MALANG, JAWA TIMUR INVENTARISASI SERAPAN KARBON OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MALANG, JAWA TIMUR Cesaria Wahyu Lukita, 1, *), Joni Hermana 2) dan Rachmat Boedisantoso 3) 1) Environmental Engineering, FTSP Institut Teknologi

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH V. GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1. Kondisi Geografis Luas wilayah Kota Bogor tercatat 11.850 Ha atau 0,27 persen dari luas Propinsi Jawa Barat. Secara administrasi, Kota Bogor terdiri dari 6 Kecamatan, yaitu

Lebih terperinci

ABSTRAK. Laporan Kegiatan Tahun Buku II BPK Palembang 111

ABSTRAK. Laporan Kegiatan Tahun Buku II BPK Palembang 111 Program : Penelitian dan Pengembangan Produktivitas Hutan Judul RPI : Pengembangan Hutan Kota Koordinator : Dr.Ir. Ismayadi Samsoedin, M.Si. Judul Kegiatan : Hasil Kajian dan Rekomendasi tentang Aspek

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan.

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. 43 BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. Kecamatan Sragi merupakan sebuah Kecamatan yang ada

Lebih terperinci

PROFIL SANITASI SAAT INI

PROFIL SANITASI SAAT INI BAB II PROFIL SANITASI SAAT INI Tinjauan : Tidak ada narasi yang menjelaskan tabel tabel, Data dasar kemajuan SSK sebelum pemutakhiran belum ada ( Air Limbah, Sampah dan Drainase), Tabel kondisi sarana

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM KECAMATAN TOSARI

V. GAMBARAN UMUM KECAMATAN TOSARI V. GAMBARAN UMUM KECAMATAN TOSARI 5.1. Gambaran Umum Kabupaten Pasuruan Kabupaten Pasuruan adalah salah satu daerah tingkat dua di Propinsi Jawa Timur, Indonesia. Ibukotanya adalah Pasuruan. Letak geografi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat kenyamanan permukiman di kota dipengaruhi oleh keberadaan ruang terbuka hijau dan tata kelola kota. Pada tata kelola kota yang tidak baik yang ditunjukkan dengan

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA KAB. TOBA SAMOSIR BAB I PENDAHULUAN

LAPORAN KINERJA KAB. TOBA SAMOSIR BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Kabupaten Toba Samosir Kabupaten Toba Samosir dimekarkan dari Kabupaten Tapanuli Utara sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1998 tentang Pembentukan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Seluma Kabupaten Seluma merupakan salah satu daerah pemekaran dari Kabupaten Bengkulu Selatan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 3

Lebih terperinci

Gambar 13. Citra ALOS AVNIR

Gambar 13. Citra ALOS AVNIR 32 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Citra ALOS AVNIR Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR tahun 2006 seperti yang tampak pada Gambar 13. Adapun kombinasi band yang digunakan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH 51 BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis Kota Bogor 4.1.1 Letak dan Batas Wilayah Kota Bogor terletak diantara 106 derajat 43 30 BT dan 30 30 LS 6 derajat 41 00 LS serta mempunyai ketinggian

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penutupan Lahan Kabupaten Cianjur Berdasarkan hasil proses klasifikasi dari Landsat-5 TM areal studi tahun 2007, maka diperoleh 10 kelas penutupan lahan yang terdiri dari:

Lebih terperinci

KAJIAN PENATAAN POHON SEBAGAI BAGIAN PENGHIJAUAN KOTA PADA KAWASAN SIMPANG EMPAT PASAR MARTAPURA TUGAS AKHIR. Oleh: SRI ARMELLA SURYANI L2D

KAJIAN PENATAAN POHON SEBAGAI BAGIAN PENGHIJAUAN KOTA PADA KAWASAN SIMPANG EMPAT PASAR MARTAPURA TUGAS AKHIR. Oleh: SRI ARMELLA SURYANI L2D KAJIAN PENATAAN POHON SEBAGAI BAGIAN PENGHIJAUAN KOTA PADA KAWASAN SIMPANG EMPAT PASAR MARTAPURA TUGAS AKHIR Oleh: SRI ARMELLA SURYANI L2D 300 377 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 39 KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Letak Geografis dan Administrasi Kabupaten Deli Serdang merupakan bagian dari wilayah Propinsi Sumatera Utara dan secara geografis Kabupaten ini terletak pada 2º 57-3º

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN 2011-2031 I. UMUM Proses pertumbuhan dan perkembangan wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 31 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Geografis Wilayah Secara astronomis, wilayah Provinsi Banten terletak pada 507 50-701 1 Lintang Selatan dan 10501 11-10607 12 Bujur Timur, dengan luas wilayah

Lebih terperinci

BAB III PROGRAM RANCANGAN. Perancangan Gorontalo Art Gallery Centre akan berada di kota Gorontalo. Kota

BAB III PROGRAM RANCANGAN. Perancangan Gorontalo Art Gallery Centre akan berada di kota Gorontalo. Kota INDA PUTRI JULIANTY BAB III PROGRAM RANCANGAN 3.1. Aspek Site dan Lingkungan 3.1.1 Pemilihan Lokasi Perancangan Gorontalo Art Gallery Centre akan berada di kota Gorontalo. Kota Gorontalo sendiri sudah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Perubahan iklim akibat pemanasan global saat ini menjadi sorotan utama berbagai masyarakat dunia. Perubahan iklim dipengaruhi oleh kegiatan manusia berupa pembangunan

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM KABUPATEN SINTANG

KEADAAN UMUM KABUPATEN SINTANG KEADAAN UMUM KABUPATEN SINTANG Geografis dan Administrasi Kabupaten Sintang mempunyai luas 21.635 Km 2 dan di bagi menjadi 14 kecamatan, cakupan wilayah administrasi Kabupaten Sintang disajikan pada Tabel

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA TAPAK

BAB IV ANALISA TAPAK BAB IV ANALISA TAPAK 4.1 Deskripsi Proyek 1. Nama proyek : Garuda Bandung Arena 2. Lokasi proyek : Jln Cikutra - Bandung 3. Luas lahan : 2,5 Ha 4. Peraturan daerah : KDB (50%), KLB (2) 5. Batas wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Metro adalah kota hasil pemekaran Kabupaten Lampung Tengah dan memperoleh otonomi daerah pada tanggal 27 April 1999 sesuai dengan Undang Undang Nomor 12 Tahun

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang 43 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Gambaran Umum Daerah Penelitian 1. Keadaan Umum Kecamatan Sragi a. Letak Geografis Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang ada di

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Geografis. dari luas Provinsi Jawa Barat dan terletak di antara Bujur Timur

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Geografis. dari luas Provinsi Jawa Barat dan terletak di antara Bujur Timur III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Geografis Kabupaten Subang merupakan kabupaten yang terletak di kawasan utara Jawa Barat. Luas wilayah Kabupaten Subang yaitu 2.051.76 hektar atau 6,34% dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di berbagai kota di Indonesia, baik kota besar maupun kota kecil dan sekitarnya pembangunan fisik berlangsung dengan pesat. Hal ini di dorong oleh adanya pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Interpretasi Visual Penggunaan Lahan Melalui Citra Landsat Interpretasi visual penggunaan lahan dengan menggunakan citra Landsat kombinasi band 542 (RGB) pada daerah penelitian

Lebih terperinci

ANALISA DEGRADASI HUTAN MANGROVE PADA KAWASAN WISATA TELUK YOUTEFA KOTA JAYAPURA

ANALISA DEGRADASI HUTAN MANGROVE PADA KAWASAN WISATA TELUK YOUTEFA KOTA JAYAPURA ANALISA DEGRADASI HUTAN MANGROVE PADA KAWASAN WISATA TELUK YOUTEFA KOTA JAYAPURA Oleh YOHAN M G JARISETOUW FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS NEGERI PAPUA MANOKWARI 2005 ii Abstrak Yohan M G Jarisetouw. ANALISA

Lebih terperinci

LAPORAN TAHUNAN HIBAH BERSAING

LAPORAN TAHUNAN HIBAH BERSAING LAPORAN TAHUNAN HIBAH BERSAING PENGEMBANGAN KAWASAN RUANG TERBUKA HIJAU PERKOTAAN Tahun Ke 1 Dari Rencana 2 Tahun TIM PENGUSUL 1. HARLEY RIZAL LIHAWA, S.T., M.T. NIDN 0011107209 2. SRI SUTARNI ARIFIN,

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN

GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN Letak Geografis dan Luas Wilayah Kota Tangerang Selatan terletak di timur propinsi Banten dengan titik kordinat 106 38-106 47 Bujur Timur dan 06 13 30 06 22 30 Lintang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ruang Terbuka Hijau Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban space) dengan unsur vegetasi yang dominan. Perancangan ruang hijau kota harus memperhatikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam kerangka pembangunan nasional, pembangunan daerah merupakan bagian yang terintegrasi. Pembangunan daerah sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumatera Utara memiliki luas total sebesar 181.860,65 Km² yang terdiri dari luas daratan sebesar 71.680,68 Km² atau 3,73 % dari luas wilayah Republik Indonesia. Secara

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN dengan pusat pemerintahan di Gedong Tataan. Berdasarkan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN dengan pusat pemerintahan di Gedong Tataan. Berdasarkan 66 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Pesawaran 1. Keadaan Geografis Pemerintah Daerah Kabupaten Pesawaran dibentuk berdasarkan Undangundang Nomor 33 Tahun 2007 dan diresmikan

Lebih terperinci

MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW 09-1303) RUANG TERBUKA HIJAU 7 Oleh Dr.Ir.Rimadewi S,MIP J P Wil h d K t Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

2.1 Geografis, Administratif, dan Kondisi Fisik. A. Kondsi Geografis

2.1 Geografis, Administratif, dan Kondisi Fisik. A. Kondsi Geografis 2.1 Geografis, Administratif, dan Kondisi Fisik A. Kondsi Geografis Kabupaten Bolaang Mongondow adalah salah satu kabupaten di provinsi Sulawesi Utara. Ibukota Kabupaten Bolaang Mongondow adalah Lolak,

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PULAU BURUNG. wilayah administratif Kabupaten Indragiri Hilir, Propinsi Riau yang memiliki luas 531,22 km²

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PULAU BURUNG. wilayah administratif Kabupaten Indragiri Hilir, Propinsi Riau yang memiliki luas 531,22 km² BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PULAU BURUNG 2.1 Letak Geografis Pulau Burung Pulau Burung merupakan salah satu kecamatan dari 17 kecamatan yang berada dalam wilayah administratif Kabupaten Indragiri Hilir,

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Sukabumi 4.1.1 Letak geografis Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Provinsi Jawa Barat dengan jarak tempuh 96 km dari Kota Bandung dan 119 km

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT 2.1. Gambaran Umum 2.1.1. Letak Geografis Kabupaten Sumba Barat merupakan salah satu Kabupaten di Pulau Sumba, salah satu

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang.

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang. III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-Oktober 2010. Lokasi penelitian di Kota Palembang dan Laboratorium Analisis Spasial Lingkungan, Departemen Konservasi Sumberdaya

Lebih terperinci

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5. 1. Letak Geografis Kota Depok Kota Depok secara geografis terletak diantara 106 0 43 00 BT - 106 0 55 30 BT dan 6 0 19 00-6 0 28 00. Kota Depok berbatasan langsung dengan

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI 26 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI 4.1 Kota Yogyakarta (Daerah Istimewa Yogyakarta 4.1.1 Letak Geografis dan Administrasi Secara geografis DI. Yogyakarta terletak antara 7º 30' - 8º 15' lintang selatan dan

Lebih terperinci