ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI SELADA AEROPONIK DI PARUNG FARM BOGOR. Oleh : RESTI DWILISTYANTI NRP A

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI SELADA AEROPONIK DI PARUNG FARM BOGOR. Oleh : RESTI DWILISTYANTI NRP A"

Transkripsi

1 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI SELADA AEROPONIK DI PARUNG FARM BOGOR Oleh : RESTI DWILISTYANTI NRP A PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

2 RINGKASAN RESTI DWILISTYANTI. Analisis Faktor-Faktor Produksi Selada Aeroponik di Parung Farm Bogor. Di bawah bimbingan NETTI TINAPRILLA. Hidroponik adalah sebuah sistem atau teknologi di mana tanaman ditumbuhkan tanpa menggunakan tanah sebagai media tanam, karena itu hidroponik juga disebut sebagai budidaya tanam tanpa tanah (soilless culture) atau arti hidroponik adalah bekerja dengan air. Aeroponik merupakan suatu tipe hidroponik (memberdayakan air) karena air yang berisi larutan hara disemburkan dalam bentuk kabut hingga mengenai akar tanaman. Pada aeroponik, akar tanaman dibiarkan tumbuh menggantung di udara dan akan menyerap larutan hara yang diberikan. Sayuran yang ditanam secara aeroponik adalah sayuran yang beratnya relatif ringan dan biasanya dipilih jenis sayuran yang memiliki nilai jual tinggi, salah satunya adalah selada. Di Indonesia aeroponik saat ini memang masih belum banyak diusahakan oleh petani skala kecil. Namun untuk dapat memenuhi permintaan pasar terhadap kualitas, produktivitas dan kontinyuitas produk pertaniannya, maka pemanfaatan teknologi budidaya dengan sistem aeroponik merupakan salah satu alternatif yang bisa diandalkan. Meskipun aeroponik memiliki kelebihan dibandingkan dengan cara konvensional terutama dalam memenuhi ke tiga syarat permintaan pasar tersebut, namun masih terdapat kendala dalam kultur aeroponik dalam greenhouse, antara lain ketersediaan tenaga kerja terampil dan mahalnya biaya produksi seperti benih unggul, nutrisi, sarana dan prasarana (greenhouse, air, listrik, instalasi irigasi dan lain-lain). Selain itu diperlukan pula pengetahuan dasar formulasi nutrisi tanaman dan pengelolaan yang intensif serta penguasaan teknologinya. Demikian pula kendala yang ada pada Parung Farm (PF) yang dalam usahanya sebagian besar mengunakan teknologi aeroponik (Airoponic). Parung Farm yang berskala usaha besar perlu mengalokasikan faktorfaktor produksinya secara seksama, agar dapat menghasilkan manfaat netto yang optimal, sehingga pemborosan dapat dihindari dan kelangsungan usaha dapat terus berjalan. Budidaya selada aeroponik di Parung Farm, faktor-faktor produksi yang diduga dapat mempengaruhi terhadap tingkat produksi seladanya, antara lain luas greenhouse atau luas panen, benih, nutrisi, tenaga kerja, suplai listrik, pengalaman/keterampilan dan pendidikan para pekerja. Oleh karena itu, analisis faktor-faktor produksi selada aeroponik perlu dilakukan. Tujuan Penelitian adalah : (1) mengidentifikasi faktor-faktor produksi yang berpengaruh terhadap produksi selada aeroponik, dan (2) menganalisis elastisitas faktor-faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi selada aeroponik di Parung Farm. Penelitian merupakan studi kasus yang dilakukan di Parung Farm (PF), Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (Purposive) dengan pertimbangan bahwa PF merupakan salah satu unit usahatani sayuran hidroponik. Penelitian dilakukan bulan Januari s.d. Nopember Jenis sayuran yang digunakan adalah Selada (Lactuca sativa L) dari kelompok Selada Daun (leaf atau cutting lettuce). Sedangkan teknologi hidroponik yang digunakan adalah sistem aeroponik (sistem air menyemprot).

3 Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari pihak manajemen perusahaan. Data sekunder diperoleh dari laporan tahunan produksi kebun yang ada di perusahaan, maupun dari Deptan, BPS dan literatur atau informasi lainnya yang relevan dengan topik penelitian. Data untuk menganalisis penggunaan faktor produksi adalah data bulanan dengan periode analisis lima tahun yakni dari Januari 2004 sampai dengan Desember 2008, dengan pertimbangan pada periode tersebut sebagian besar tanaman selada aeroponik sudah berada pada kondisi tanaman yang menghasilkan. Data diolah dengan menggunakan metoda Ordinary Least Squares (OLS) dan diolah dengan menggunakan software komputer Minitab versi 11 atau Minitab versi 13 for Windows. Adapun analisis yang dipakai dalam pengolahan data ini, yaitu analisis Fungsi Produksi dengan model fungsi produksi Cobb Douglas dan pengujian hipotetis (uji F). Berdasarkan analisis fungsi produksi Cobb-Douglas diperoleh hasil bahwa berdasarkan uji F model layak atau signifikan pada taraf nyata 5 persen artinya secara bersama-sama faktor produksi, yaitu luas panen (X1), benih (X2), nutrisi (X3), penggunaan listrik (X4), dan tenaga kerja (X5) berpengaruh nyata terhadap produksi selada aeroponik kecuali variabel pengalaman (X6). Berdasarkan hasil olah data dari fungsi produksi Cobb-Douglas tersebut diperoleh nilai koefisien determinasi sebesar 90,1 persen. Hal ini menunjukkan bahwa 90,1 persen dari variasi produksi dapat dijelaskan oleh model fungsi produksi, sedangkan sisanya 9,9 persen dapat dijelaskan oleh faktor lain dari model, seperti faktor-faktor mikroklimat, sarana dan prasarana hidroponik seperti styrofoam, rockwool, jelly cup, sprayer, jet spray, debit air, bak penampungan plastik, pipa PE, katup dan pompa. Analisis pengaruh variabel input terhadap produksi selada aeroponik secara parsial menghasilkan bahwa faktor produksi luas panen (X1), benih (X2), dan nutrisi (X3) berpengaruh nyata terhadap produksi selada aeroponik pada selang kepercayaan 99 persen, sedangkan untuk faktor produksi penggunaan listrik (X4) dan tenaga kerja (X5) tidak berpengaruh nyata terhadap produksi selada aeroponik pada selang kepercayaan 95 persen. Berdasarkan nilai elastisitas produksi, masing-masing faktor produksi luas panen (X1), benih (X2), nutrisi (X3), dan tenaga kerja (X5) memiliki nilai elastisitas yang positif dan kurang dari satu kecuali faktor produksi penggunaan listrik (X 4) yang bernilai negatif. Nilai koefisien regresi yang positif dan kurang dari satu menunjukkan penggunaan faktor-faktor produksi tersebut berada pada daerah yang rasional. Saran yang dapat diberikan dalam penelitian ini adalah : (1) Berdasarkan hasil penelitian ini, maka sebaiknya perusahaan Parung Farm tetap memperhatikan faktor-faktor produksi yang berpengaruh nyata terhadap produksi selada aeroponik, seperti luas panen dengan memanfaatkan lahan yang belum terpakai untuk meningkatkan luas panen sekaligus meningkatkan jumlah benih dan nutrisinya. (2) Penelitian-penelitian lebih lanjut diharapkan dapat menganalisis faktor-faktor produksi yang mempengaruhi produksi komoditi sayuran lainnya seperti caisim, bayam hijau dan merah, kailan, kangkung, serta pak choi hijau dan putih dengan sistem hidroponik yang berbeda, seperti sistem NFT, DFT, substrat batu kerikil dan sebagainya.

4 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI SELADA AEROPONIK DI PARUNG FARM BOGOR Oleh : RESTI DWILISTYANTI NRP A Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

5 Judul Skripsi : Nama : NRP : Program Studi : Analisis Faktor-Faktor Produksi Selada Aeroponik Di Parung Farm Bogor Resti Dwilistyanti A Ekstensi Manajemen Agribisnis Menyetujui, Dosen Pembimbing Ir. Netti Tinaprilla, MM. NIP Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, MAgr. NIP Tanggal kelulusan :

6 PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH HASIL KARYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN MEMPEROLEH TINGGI GELAR ATAU LEMBAGA AKADEMIK MANAPUN TERTENTU, DAN UNTUK SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI TIDAK MENGANDUNG BAHANBAHAN YANG PERNAH DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG TELAH DINYATAKAN DALAM NASKAH DAN DICANTUMKAN DALAM DAFTAR PUSTAKA PADA BAGIAN AKHIR SKRIPSI INI. Bogor, Desember 2009 Resti Dwilistyanti A

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 1 Maret 1984 sebagai anak dari Bapak Ir. H. Anton Gunarto, MSc. dan Ibu Hj. Mammi Kusminingsih. Penulis adalah anak kedua dari dua bersaudara. Penulis memulai pendidikan di SD Pengadilan 2 Bogor dan lulus pada Tahun Pendidikan tingkat menengah diselesaikan penulis pada Tahun 1999 pada SLTP Negeri 5 Bogor. Pendidikan tingkat atas diselesaikan penulis pada Tahun 2002 pada SMU Negeri 7 Bogor. Pada Tahun 2002, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Diploma III Manajemen Agribisnis, Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian dan selesai pada Tahun Pada Tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan pada Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

8 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Faktor-Faktor Produksi Selada Aeroponik Di Parung Farm Bogor. Penelitian ini bertujuan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi selada aeroponik di perusahaan Parung Farm Bogor. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya dapat membangun terutama untuk kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Bogor, Desember 2009 Resti Dwilistyanti A

9 UCAPAN TERIMA KASIH Syukur Alhamdulillah akhirnya penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan mendoakan, serta memberikan dukungan baik moril maupun materil. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada : 1. Kedua orang tua, Mamah Mammi dan Papah Anton tersayang yang tanpa henti selalu melimpahkan doa, perhatian dan kasih sayang yang tulus serta dukungan moril, materil dalam penyelesaian penulisan skripsi ini. 2. Kakakku Reza Dananprayoga dan teteh Herawati Rosalina Indah atas dorongan, semangat dan kasih sayangnya yang tulus. 3. Ibu Ir. Netti Tinaprilla, MM sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penyelesaian skripsi ini. 4. Ibu Eva Yolynda Aviny, SP, MM sebagai dosen penguji utama pada skripsi ini atas kritik dan sarannya. 5. Bapak Arief Karyadi, SP sebagai dosen penguji akademik pada skripsi ini atas kritik dan sarannya. 6. Pemilik dan Kepala Pendidikan dan Pelatihan serta Asisten Manajer Parung Farm yang telah memberikan kesempatan dan memberikan banyak informasi kepada penulis untuk dapat melakukan penelitian di Parung Farm Bogor. 7. M. Alif Danang Wicaksono, ST, MM yang telah memberikan dorongan, semangat dan kasih sayang yang tulus serta atas kebersamaannya yang indah dan membuat hari-hari penulis menjadi lebih berwarna.

10 8. Sahabat sahabatku Nina, Mela, Olla, Nana, Vina, Putri atas persahabatannya yang tulus. 9. Teman-teman ekstensi MAB Cha-cha, Nusrat, Evi, Inggit, Oji, Arfan, yang telah memberikan semangat dalam penyelesaian skripsi ini. 10. Semua pihak yang turut membantu dalam penulisan skripsi ini. Terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya, semoga ALLAH SWT memberikan rahmat dan hidayah-nya, serta membalas segala kebaikannya. Bogor, Desember 2009 Penulis

11 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... xi DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR LAMPIRAN... xv I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kultur Hidroponik Kultur Aeroponik Gambaran Umum Sayuran Aeroponik Gambaran Umum Sayuran Selada Penelitian Terdahulu III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Konsep Usahatani Fungsi Produksi Model Fungsi Produksi Cobb Douglas Kerangka Operasional Hipotesis IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis Sayuran dan Sistem Hidroponik.. 42

12 4.3. Jenis dan Sumber Data Pengolahan dan Analisis Data Analisis Model Fungsi Produksi Cobb-Douglas Pengujian Hipotesis Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel V. GAMBARAN UMUM PARUNG FARM 5.1. Gambaran Umum Perusahaan Sejarah Berdirinya Letak Geografis Struktur Organisasi Gambaran Aspek Teknis Ketenagakerjaan Sarana dan Budidaya Sayuran Hidroponik Gambaran Pemasaran Sayuran Hidroponik Produksi Saluran Pemasaran 61 VI. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 6.1. Analisis Fungsi Produksi Analisis Elastisitas Faktor Produksi Selada Aeroponik VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Saran-saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 77

13 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Luas Panen Sayuran (Ha) di Indonesia Tahun Produksi Sayuran (ton) di Indonesia periode Tahun Volume Ekspor (kg) Komoditas Sayuran di Indonesia Tahun Volume Impor Sayuran di Indonesia Tahun Ekspor Impor Lettuce Head Bulan Januari-Februari Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Selada di Kabupaten Bogor Status dan Jumlah Tenaga Kerja di Unit Usaha Parung Farm Tahun Ketersediaan Greenhouse Budidaya Sayuran Hidroponik Parung Farm Rata-rata Produktivitas Sayuran Parung Farm Oktober Analisis Ragam Fungsi Produksi Selada Aeroponik Analisis Faktor-faktor Produksi Selada Aeroponik..66

14 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Prinsip Kerja Hidroponik Sistem Aeroponik Kurva Fungsi Produksi Alur Kerangka Operasional Sistem Hidroponik di Parung Farm : Substrat, NFT, DFT, Aeroponik...55

15 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Denah Lokasi Parung Farm Denah Parung Farm Struktur Organisasi Parung Farm Kegiatan Persemaian Selada Aeroponik Sarana Penanaman Selada Aeroponik Penanganan Pasca Panen Selada Aeroponik Data Penggunaan Faktor Produksi Selada Aeroponik Parung Farm Tahun Hasil Analisis Regresi Fungsi Produksi Selada Aeroponik dengan Metode OLS Hasil Analisis Regresi Fungsi Produksi Selada Aeroponik dengan Metode OLS Setelah Menghilangkan Variabel Bebas Benih Gambar Hasil Analisis Regresi Fungsi Produksi Selada Aeroponik...85

16 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menghadapi persaingan bebas dunia di era millenium mendatang, maka Indonesia perlu mulai mencari peluang-peluang usaha di berbagai bidang, agar mampu bersaing dengan negara-negara lain untuk aktif dalam pasar internasional. Demikian pula di bidang usaha pertanian, Indonesia sudah harus mempersiapkan diri dalam meraih peluang yang sebesar-besarnya di bidang agribisnis, terutama dalam upaya meningkatkan komoditas produk-produk hortikultura. Salah satu komoditas hortikultura adalah sayur-sayuran yang memiliki peranan penting bagi masyarakat, khususnya dalam rangka menghadapi kecukupan pangan dan gizi pada masa yang akan datang. Hal ini disebabkan sayuran merupakan sumber vitamin, mineral dan serat yang diperlukan untuk kesehatan tubuh dan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu, semakin meningkatnya jumlah penduduk, pendidikan dan kesejahteraan masyarakat akan berpengaruh terhadap permintaan akan sayuran baik produksi, jenis maupun mutunya. Tabel 1 dan Tabel 2 memberikan informasi mengenai luas panen dan produksi sayuran di Indonesia. Pada Tabel 1 terlihat bahwa luas panen di Indonesia tahun cenderung mengalami penurunan. Hal ini diduga kerena adanya perkembangan industri dan pemukiman yang semakin meningkat sehingga terjadi konversi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian, terutama di daerah perkotaan. Namun data

17 pada Tabel 2 menunjukkan bahwa angka produksi sayuran mengalami peningkatan kecuali pada tahun 2006 ke tahun 2007 produksinya sedikit menurun. Tabel 1. Luas Panen Sayuran (Ha) di Indonesia Tahun NO KOMODITAS Bawang Merah Bawang Putih Bawang Daun Kentang Lobak Kol/Kubis Petsai/Sawi Wortel Kacang Merah Kembang Kol Cabe Besar Cabe Rawit Paprika Tomat Terung Buncis Ketimun Labu Siam Kangkung Bayam Kacang Panjang Jamur Melinjo Petai Jengkol Total (Ton) Sumber: Dirjen Holtikultura, 2009 Seiring dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk maka kebutuhan akan sayuran semakin meningkat pula. Menurut data Susenas BPS (2008) dan Dirjen Holtikultura (2009) bahwa kebutuhan konsumsi sayuran di Indonesia tahun rata-rata sebesar 35,30 Kg/Kapita/Tahun. Meningkatnya kebutuhan sayuran menuntut adanya suatu cara yang mampu menghasilkan sayuran dalam jumlah yang lebih banyak dan dalam waktu yang relatif singkat. Sementara sistem pertanian konvensional yang dicirikan dengan penggunaan input-input anorganik dan bahan-bahan kimia pertanian dalam proses budidayanya ternyata membawa dampak negatif. Akibatnya terjadi masalah baru dalam pertanian sayuran yaitu pencemaran air oleh bahan kimia pertanian, menurunnya kualitas pertanian serta

18 gangguan kesehatan yang diakibatkan adanya residu kimia yang terkandung dalam produk sayuran (Dirjen Bina Produksi Hortikultura, 2006). Tabel 2. Produksi Sayuran (Ton) di Indonesia Tahun NO KOMODITAS Bawang Merah Bawang Putih Bawang Daun Kentang Lobak Kol/Kubis Petsai/Sawi Wortel Kacang Merah Kembang Kol Cabe Besar Cabe Rawit Paprika Tomat Terung Buncis Ketimun Labu Siam Kangkung Bayam Kacang Panjang Jamur Melinjo Petai Jengkol Total (Ton) Sumber: Dirjen Holtikultura, 2009 Permintaan pasar internasional terhadap produk-produk hortikultura (sayuran, buah dan tanaman hias) cukup tinggi, khususnya produk sayuran yang pada saat ini merupakan salah satu komoditas yang tradeable, yang banyak dibutuhkan oleh konsumen dunia, khususnya mereka yang berdiam di negaranegara sub-tropis. Selain itu sebagian besar konsumen cenderung lebih suka mengkonsumsi produk-produk sayuran dalam bentuk segar, karena akan memperoleh manfaat gizi yang besar berupa vitamin, mineral dan serat kasar (dietary fibers). Pasar dunia pada umumnya menghendaki produk sayuran yang bermutu prima, segar, aman serta tersedia dalam jumlah banyak dan kontinyu.

19 Perkembangan volume ekspor sayuran di Indonesia dari tahun 2003 hingga tahun 2007 terus mengalami peningkatan (Tabel 3). Data pada tabel tersebut memperlihatkan bahwa dari tahun ke tahun sayuran yang paling banyak di ekspor adalah komoditas kubis atau kol. Pada tahun 2004 hingga tahun 2006 ekspor sayuran di Indonesia mengalami peningkatan sebesar 64,37 persen. Peningkatan tersebut menunjukkan bahwa permintaan konsumen luar negeri akan komoditi sayuran segar cukup besar, sehingga dinilai sebagai peluang pasar yang cukup baik untuk perusahaan-perusahaan agribisnis di Indonesia yang bergerak di bidang produksi, pemasaran, maupun pengolahan sayuran. Tabel 3. Volume Ekspor (Kg) Komoditas Sayuran di Indonesia Tahun NO KOMODITAS Kentang Tomat Bawang Merah Bawang Putih Kubis / Kol Kembang Kol Jamur Ketimun Terung Wortel Bawang Daun Kacang Merah Buncis Bayam Cabe Sayuran Lain Total (Kg) ,012, ,436 5,714,269 1,005,898 40,812,229 1,704,849 16,113, ,545 1,729, , ,847 17,883, ,479 1,110,553 12,696, ,500, ,790,767 3,594,486 4,637,264 39,290 32,988,557 1,340,608 3,333, ,866 1,072, , , ,977 12,046 1,879,374 40,499, ,493, ,693,792 2,061,505 4,259,344 18,045 35,912,020 3,186,126 22,558, ,164 1,121, ,883 46, ,343 21,107 5,617,739 50,432, ,658, ,657,771 1,024,767 15,700,666 17,070 32,665,430 1,696,436 18,351,038 1,161, , , ,357, ,807 8,004,450 57,437, ,225, ,872,252 2,671,887 9,356, ,753 45,322,796 1,656,531 20,571,404 4,427, ,363 9, , , ,406 6,814,226 73,403, ,347,875 Sumber: Pusdatin dan BPS diolah dan Dirjen Holtikultura (2009) Pada Tabel 4 terlihat bahwa peningkatan volume impor sayuran di Indonesia mengalami peningkatan dari tahun rata-rata 110,24 persen. Meningkatnya impor tersebut merupakan indikasi bahwa masyarakat Indonesia berminat terhadap sayuran impor, baik untuk dikonsumsi sendiri (rumah tangga) maupun untuk dikonsumsi wisatawan-wisatawan mancanegara dan wisatawan

20 domestik (hotel dan restoran). Hal ini juga dapat dijadikan peluang oleh para pengusaha agribisnis untuk membudidayakan sayuran jenis impor. Tabel 4. Volume Impor Sayuran di Indonesia Tahun NO KOMODITAS Kentang Tomat Bawang Merah Bawang Putih Kubis / Kol Kembang Kol Jamur Ketimun Terung Wortel Bawang Daun Kacang Merah Buncis Bayam Cabe Sayuran Lain Total (Kg) 21,296,481 5,213,522 55,895, ,678, , ,937 1,524, , ,622, ,811 14,986, ,483 11,761 34,770 18,494, ,935,792 21,508,547 7,762,102 48,927, ,446, , , ,010 92,367 2,984 5,239,129 37,373 3,350,567 16,625 7,572, ,968, ,944,855 32,232,323 6,843,938 53,071, ,403, , ,441 2,913, ,466 24,580 7,030, ,926 11,381, ,625 8,090, ,814, ,324,447 32,015,767 10,152,958 78,462, ,475, , ,644 3,594, ,373 1,451 8,139, ,483 9,819,141 82,899 11,885,501 98,479, ,437,570 43,477,082 8,743, ,649, ,788, , ,405 3,370, , ,433, , ,943 5,776,871 63,154 13,129, ,299, ,905,479 Sumber: Pusdatin dan BPS diolah dan Dirjen Holtikultura (2009) Salah satu jenis sayuran yang memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai produk ekspor yaitu selada kepala atau selada krop (Lettuce Head). Volume dan nilai ekspor dan impor selada (Lettuce) bulan Januari sampai dengan bulan Februari 2006 dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel tersebut memperlihatkan bahwa total volume dan nilai ekspor jauh lebih kecil dibandingkan volume dan nilai impor. Volume dan nilai ekspor yang sangat kecil memperlihatkan bahwa produksi selada belum bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri sehingga untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri perlu diimpor dari negara lain. Produksi selada yang rendah diduga disebabkan oleh jumlah pengusaha dan petani yang membudidayakannya relatif masih sedikit. Tabel 5. Ekspor Impor Lettuce Head Bulan Januari-Februari 2006 Bulan Ekspor Volume (Kg) Nilai (US$) Impor Volume (Kg) Nilai (US$)

21 Januari Februari Total 1, ,414 2, ,130 31,216 47,132 78,348 30,200 36,971 67,171 Sumber : Tabel 6 memperlihatkan luas panen, produksi dan produktivitas selada di Kabupaten Bogor dari tahun 2003 sampai tahun Data tersebut menunjukkan bahwa luas panen dan produksi selada mengalami kenaikan rata-rata sebesar 36 persen dan 22 persen. Bila dilihat dari produktivitasnya cenderung menurun dari tahun ke tahun. Hal tersebut diduga karena adanya serangan organisme pengganggu tanaman atau menurunnya daya dukung lahan di Kabupaten Bogor yang diakibatkan oleh ekspansi industri dan pemukiman. Namun melihat rata-rata produktivitas selada di Kabupaten Bogor sebesar 12,13 Ton/Ha, ternyata masih mendekati angka produktivitas nasional yaitu 12 Ton/Ha (Haryanto et al, 1994) dan 12,08 Ton/Ha (Rukmana, 1994). Tabel 6. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Selada di Kabupaten Bogor Uraian * 2007* 2008* Luas Panen (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas (Ton/Ha) , , , , , ,07 Rataan ,13 Sumber : BPS Kabupaten Bogor, (*) Angka prediksi. Banyaknya produk selada impor telah mengakibatkan timbulnya persaingan yang ketat dalam memenuhi persyaratan yang diinginkan oleh pasar yang meliputi kualitas, kuantitas dan kontinyuitas. Oleh karena itu usaha pengembangan selada harus lebih diarahkan kepada usahatani yang berskala komersial dengan memanfaatkan teknologi agar produk yang dihasilkan mampu bersaing di pasar domestik maupun internasional. Salah satu teknologi yang dapat

22 menjamin kualitas, kuantitas dan kontinyuitas produksi selada adalah dengan melakukan penanaman secara hidroponik. Metode hidroponik berdasarkan medianya menurut Lestari (2009) dikelompokkan menjadi : (1) Kultur agregat seperti hidroponik substrat sistem tetes (Drip), pengucuran dari atas (Top Feeding), pasang surut (Ebb and Flow), sistem statis dan modifikasi hidroponik substrat lainnya, (2) Kultur air seperti NFT (Nutrient Film Technique) dan DFT ( Deep Flow Technique ), dan (3) Kultur udara seperti Airoponic. Selanjutnya Lestari (2009) menyatakan bahwa hidroponik dengan media tanam udara populer disebut aeroponik yang berarti memberdayakan udara. Pada aeroponik air bernutrisi dikabutkan dan disemprotkan langsung ke akar tanaman. Kelebihan teknologi aeroponik dibandingkan sistem hidroponik lainnya yaitu : (1) Tanaman mendapat suplai air, oksigen, dan nutrisi secara terusmenerus. (2) Lebih menghemat air dan nutrisi. (3) Mempermudah perawatan karena tidak perlu melakukan penyiraman tanaman. (4) Nutrisi lebih mudah diserap tanaman karena diberikan dalam ukuran kecil. Namun kekurangan aeroponik yaitu membutuhkan biaya peralatan yang cukup mahal dan peralatan tersebut sangat bergantung pada listrik, jika tidak ada aliran listrik maka alat ini tidak bisa bekerja. 1.2 Perumusan Masalah Di Indonesia kultur aeroponik saat ini memang masih belum banyak diusahakan oleh petani skala kecil. Namun berkaitan dengan upaya untuk memenuhi permintaan pasar produk-produk pertanian terhadap tiga syarat pokok yaitu kualitas, produktivitas dan kontinyuitas, maka pemanfaatan teknologi

23 budidaya dengan sistem aeroponik merupakan alternatif yang mampu menghasilkan produk-produk hortikultura, khususnya komoditas sayuran, dalam jumlah yang lebih banyak dan kontinyu, mutu yang lebih prima, segar, menarik, bergizi, sehat dan aman dikonsumsi serta kompetitif untuk pasar ekspor maupun untuk konsumsi lokal perkotaan seperti pasar swalayan/supermarket/hypermarket, hotel berbintang, restoran besar, rumah sakit dan usaha catering. Meskipun teknologi aeroponik memiliki kelebihan dibandingkan dengan cara konvensional terutama dalam memenuhi syarat permintaan pasar atas kuantitas, kualitas dan kontinyuitas produknya, namun masih banyak faktor yang menjadi kendala dalam budidaya sayuran segar secara aeroponik dalam greenhouse. Kendala ketersediaan tenaga kerja terampil dan mahalnya biaya produksi seperti benih unggul, nutrisi, sarana dan prasarana (greenhouse, air, listrik, instalasi irigasi dan lain-lain) dirasakan menjadi kendala oleh petani sayuran aeroponik. Kurang tersedianya tenaga kerja terampil merupakan faktor lain yang juga penting, mengingat budidaya aeroponik sayuran dalam greenhouse berbeda dengan budidaya di lahan terbuka, terutama diperlukan pengetahuan dasar formulasi nutrisi tanaman dan pengelolaan yang intensif serta penguasaan teknologinya. Demikian pula kendala yang ada pada salah satu perusahaan produsen sayur dan buah di Indonesia yaitu Parung Farm. Teknologi budidaya sayuran segar yang diterapkannya terdiri dari hidroponik sistem substrat, sistem NFT (Nutrition Film Technique), sistem DFT (Deep Flow Technique) dan sistem aeroponik (Airoponic). Aeroponik adalah sistem yang paling besar diusahakan oleh Parung Farm. Jenis komoditi yang dibudidayakan adalah sayuran daun segar,

24 antara lain : selada (keriting, merah, hijau), caisim, bayam (hijau dan merah), kangkung, kailan dan pakchoi (hijau dan putih). Parung Farm yang merupakan salah satu perusahaan sayuran hidroponik berskala usaha besar perlu mengalokasikan faktor-faktor produksinya secara seksama, agar dapat menghasilkan manfaat netto yang optimal, sehingga pemborosan dapat dihindari dan kelangsungan usaha dapat berjalan dengan baik. Pada budidaya sayuran aeroponik di Parung Farm, faktor-faktor produksi yang dianggap dapat mempengaruhi terhadap tingkat produksi usahataninya, antara lain luas greenhouse atau luas panen, benih, nutrisi, tenaga kerja, suplai listrik, pengalaman/keterampilan dan pendidikan para pekerja. Oleh karena itu, analisis faktor-faktor produksi usahatani sayuran aeroponik perlu dilakukan. Pada penelitian ini komoditas yang digunakan adalah selada dengan pertimbangan : (a) permintaan pasarnya paling banyak terutama pasar swalayan, restoran, hotel, rumah sakit dan pasar ekspor. (b) produknya unik dan siap saji (tidak perlu dimasak) sebagai produk lalapan, burger, sandwich dan lain-lain sehingga penanganan pasca panen lebih mudah. (c) umur panennya pendek sehingga biaya pemeliharaan relatif lebih rendah dan perputaran uang lebih cepat. (d) harga jualnya lebih tinggi dengan profit (margin) yang diperoleh lebih besar. Sementara teknologi hidroponik yang banyak dipakai pada budidaya sayuran selada di Parung Farm tersebut adalah sistem aeroponik. Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah : Faktor-faktor produksi apakah yang berpengaruh terhadap produksi selada aeroponik di Parung Farm serta bagaimana elastisitas faktor-

25 faktor produksi (input) yang digunakan dalam proses produksi selada aeroponik di Parung Farm. 1.3 Tujuan Penelitian a. Mengidentifikasi faktor-faktor produksi (input) yang berpengaruh terhadap produksi selada aeroponik di Parung Farm. b. Menganalisis elastisitas faktor-faktor produksi (input) yang digunakan dalam proses produksi selada aeroponik di Parung Farm. 1.4 Kegunaan Penelitian a. Bagi petani, dapat memberikan tambahan informasi dalam memilih alternatif penggunaan faktor produksi untuk meningkatkan produktivitas selada aeroponik. b. Bagi peneliti, dapat menjadi tambahan wawasan ilmu khususnya dengan penggunaan faktor produksi dalam usahatani selada aeroponik. c. Bagi masyarakat umum, dapat digunakan sebagai bahan referensi dan tambahan informasi penelitian tentang usahatani selada aeroponik.

26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kultur Hidroponik Istilah hydroponics berasal dari kata Yunani hydro yaitu air dan ponos yaitu bekerja, atau berarti bekerja dengan air. Hidroponik merupakan salah satu cara bercocok tanam tanpa media tanah tetapi menggunakan media air yang mengandung bahan-bahan nutrisi esensial yang diperlukan bagi pertumbuhan tanamannya. Air yang dipakai sebagai pengganti media tanah berfungsi selain sebagai media tanam juga sebagai pelarut unsur hara yang dibutuhkan tanaman (Prihmantoro dan Indriani, 1995). Menurut Sudarmodjo (2008) bahwa hidroponik adalah sebuah sistem atau teknologi di mana tanaman ditumbuhkan tanpa menggunakan tanah sebagai media tanam, karena itu hidroponik juga disebut sebagai budidaya tanam tanpa tanah (soilless culture) atau arti harafiah dari hidroponik adalah bekerja dengan air. Namun dalam perkembangannya akhir-akhir ini, istilah hidroponik sebenarnya sudah salah kaprah dalam penggunaannya karena saat ini media tanam hidroponik telah berubah dan terlanjur populer dengan menggunakan media tanam selain tanah yang terdiri dari dua media tanam yaitu anorganik dan organik

27 (Sarwono, 1995). Media tanam anorganik yang digunakan untuk kultur hidroponik antara lain pasir, kerikil alam, kerikil sintetik, batu kali, batu apung, pecahan bata/genting, perlit, zeolit, spons dan rockwool. Untuk media tanam organik antara lain gambut, jiffy, potongan kayu, serbuk kayu gergaji, kertas, arang kayu, sabut kelapa, batang pakis, moss, sekam padi dan ijuk. Fungsi media tanam non tanah tersebut selain hanya sebagai penopang akar tanaman agar dapat tumbuh tegak juga sebagai perantara larutan nutrisi. Meskipun air masih tetap digunakan tetapi berfungsi sebagai pelarut unsur hara atau nutrisinya saja. Sedangkan kultur hidroponik yang betul-betul hanya mengandalkan air sebagai media tanamnya dan yang sebetulnya pas disebut hidroponik salah satunya yaitu Nutrient Film Technique (NFT). Berkaitan dengan media tanam menurut Sudarsono di dalam Untung et al (1993) berpendapat bahwa tanaman dalam pot dengan media tanah yang sudah tidak bisa menyediakan unsur haranya, juga bisa disebut hidroponik seandainya diberi larutan hara seperti hidroponik. Uraian tersebut memberikan gambaran bahwa prinsip dasar kultur hidroponik adalah memberikan dan menjaga keseimbangan faktor-faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban, ph, CO2, oksigen, air dan nutrisi secara optimal dan konstan sesuai yang dibutuhkan bagi perkembangan dan pertumbuhan tanaman yang dibudidayakan. Di negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Eropa bertanam hidroponik semula dipakai untuk memberi suasana asri pada ruang kantor dan rumah dengan tanaman hias hidroponik serta untuk berkebun sayur-sayuran dan bunga-bungaan di halaman belakang rumah sebatas menyalurkan hobi bertanam. Namun kini sudah berkembang menjadi kegiatan komersial untuk memasok

28 kebutuhan masyarakat kota akan komoditas hortikultura tersebut dalam bentuk segar. Sedangkan bagi negara-negara di kawasan Timur Tengah terutama negaranegara kaya minyak, kultur hidroponik sangat cocok untuk pertanian di gurun pasir. Sebagai contoh penghijauan di Padang Arafah maupun taman-taman kota di Arab Saudi bahkan pada sistem pertanian modernnya, pada hakekatnya menerapkan teknologi hidroponik dalam skala besar. Dengan teknologi pertanian modern yang diterapkannya, kini Arab Saudi dikenal sebagai negara penghasil gandum dunia serta mulai menghasilkan sendiri buah-buahan dan sayuran untuk keperluan para jamaah haji dan umrah. Keberhasilannya tersebut ditunjang selain oleh dukungan dana besar yang diperoleh dari devisa minyak dan gas buminya, juga didukung oleh sistem desalinisasi untuk menawarkan air payau atau air laut, sehingga kebutuhan air bagi tanaman melimpah (Suriawiria dan Fendy, 1994). Teknik bercocok tanam hidroponik mulai diterapkan di Indonesia sekitar Tahun 1980, antara lain telah menghidroponikkan berbagai jenis tanaman bernilai ekonomi tinggi dan berorientasikan mutu ekspor seperti sayuran semusim, tanaman hias, buah-buahan semusim bahkan sudah mulai menghidroponikkan pula tanaman buah tahunan. Kepopuleran kultur hidroponik di Indonesia selain banyak digemari oleh para hobiis tanaman, juga oleh kalangan petani pengusaha yang mencoba mencari peluang dalam skala agribisnis. Kultur hidroponik di Indonesia saat ini memang masih belum banyak diusahakan oleh skala petani kecil karena pengusahaannya memerlukan modal besar dan pengetahuan dasar tentang formulasi nutrisi tanaman serta memerlukan pengelolaan yang intensif agar dapat meningkatkan produktivitas dan mutu hasil yang diinginkan.

29 Bertanam secara hidroponik memiliki bermacam-macam metode, tergantung dari tujuan usaha, fungsi, ketersediaan dana dan keterbatasan ruang. Namun pada hakekatnya prinsip dasar kultur hidroponik adalah suatu upaya merekayasa alam dengan menciptakan dan atau mengatur suatu kondisi lingkungan yang ideal bagi perkembangan dan pertumbuhan tanaman sehingga ketergantungan tanaman terhadap alam semakin dapat dielemenir sebesar mungkin (Gunarto, 1998). Rekayasa faktor lingkungan ideal yang paling menonjol pada kultur hidroponik yaitu dalam hal penyediaan nutrisi yang diberikan dalam jumlah yang tepat dan mudah diserap tanaman sehingga tanaman tumbuh normal dan baik. Rekayasa faktor lingkungan ideal lainnya seperti, kelembaban, suhu, udara, intensitas sinar matahari, terkena hujan secara langsung serta kemungkinan terserang hama dan penyakit tanaman dapat diatur melalui sistem greenhouse. Sedangkan rekayasa faktor air dan ph-nya sebagai bahan pelarut nutrisi tanaman dapat diatur melalui sistem irigasinya (Gunarto, 1999). Beberapa kelebihan kultur hidroponik dibandingkan dengan cara konvensional (lahan terbuka) menurut Sudarmodjo (2008), antara lain : (a) Penggunaan lahan efisien, hemat, dapat diatur dan dimodifikasi. Artinya disetiap tempat dapat menanam, yang akhirnya disetiap saat dapat memanen. (b) Waktu panen dapat lebih awal karena tidak sepenuhnya tergantung pada musim, sehingga dipastikan bisa menanam sepanjang musim. Artinya ketersediaan sayuran di setiap saat bisa terjamin. (c) Penggunaan air dan nutrisi tanaman terukur dan efisien (sesuai kebutuhan tanaman) sekaligus tanaman dapat dikontrol dengan baik, sehingga pertumbuhan tanaman bisa optimal, bahkan maksimal. Artinya tingkat produktivitas dan kualitas cukup tinggi dan seragam. (d) Sanitasi

30 lingkungan kerja lebih ramah lingkungan, bersih, sehat, terkendali dan nonpestisida, juga kenyamanan kerja dapat ditingkatkan (secara ergonomis) (e) Serangan hama dan penyakit bisa terkendali karena selama proses budidaya dilakukan di dalam greenhouse, serta media tanam, sarana dan prasarana setiap waktu disterilisasi. (f) Hasil panen merupakan produk yang bersih, sehat (nonpestisida) dan rasa lebih renyah (crispy) karena dapat dipanen umur muda. Waktu pemasakan juga akan semakin singkat karena kerenyahannya. (g) Penggunaan tenaga kerja lebih efisien, karena tidak terlalu membutuhkan tenaga kerja banyak. Berdasarkan pada media tanam yang digunakan, Lingga (1985) membagi kultur hidroponik terdiri dari tiga metode, yaitu : (1) metode kultur air, yaitu menumbuhkan tanaman yang akar tanamannya dibenamkan ke dalam suatu larutan hara yang dialirkan secara kontinu dan berkala. (2) metode kultur pasir, yaitu metode yang akar tanamannya ditumbuhkan dalam suatu substrat padat berbentuk pasir steril (ukuran diameter < 3 mm) yang berfungsi sebagai media tumbuh tanaman dan dialirkan air pensuplai larutan hara secara kontinu dan berkala dengan sistem penyerapan atau perembesan air, dan (3) metode kultur bahan agregat/porous, yaitu metode yang prinsipnya sama dengan kultur pasir hanya bedanya media tanam menggunakan substrat padat berbentuk agregat/ berporous (diameter > 3 mm), seperti kerikil, pecahan genting/bata, perlit atau vermikulit (sejenis silikon yang berlendir), rockwool dan sebagainya. NFT atau Nutrition Film Technique merupakan salah satu contoh kultur hidroponik yang menggunakan metode kultur air. Prinsip kerja NFT yaitu menumbuhkan tanaman tanpa diberi media tanam bahan padat bagi akar-akarnya, tetapi dibiarkan menumbuhkan akarnya lepas begitu saja dalam saluran sempit,

31 tertutup dan panjang yang dialiri larutan nutrien hidroponik secara terus menerus. Larutan yang dialirkan ini begitu tipis melanda bagian atas akar sampai membentuk lapisan film larutan makanan (Soeseno, 1995). Sebagai pegangan akar tanaman atau penyangga tanaman, sistem NFT menggunakan kotak-kotak bibit dari busa polyestyrol yang diisi dengan spons atau papan styrofoam yang berlubang (Utami, 1995). Contoh lain yang menggunakan metode kultur air yaitu sistem hidroponik TEC-MTC (Toyo Engineering Corporation - Mitsui Toatsu Chemical, Inc.) yang telah dimodifikasi oleh kedua perusahaan tersebut di Jepang. Prinsip kerjanya sebenarnya sama dengan NFT hanya bedanya tanaman ditegakkan pada bidang tanam khusus yaitu dua pipa panjang berfungsi sebagai penyangga sekaligus sebagai saluran balik larutan menuju tangki larutan hara. Di antara kedua pipa, tepat di bawah bidang tanam diletakkan wadah penampung larutan. Larutan hara disalurkan melalui pipa tersendiri di bawah bidang tanam dan keluar dari lubang dalam bentuk semprotan halus. Gelembung udara yang tercipta dimaksudkan agar akar tanaman mendapat oksigen yang dibutuhkan (Anwar, 1993). Perkembangan lebih jauh dari hidroponik dengan kultur air yang telah dimodifikasi oleh negara-negara maju adalah hiponika dan aeroponik. Prinsip dasar hiponika sama seperti NFT yaitu mensuplai makanan dalam bentuk aliran larutan hara yang dibutuhkan tanaman secara terus menerus, namun diatur secara tepat oleh komputer (Rahardi et al, 1991). Sedangkan prinsip kerja aeroponik yaitu hidroponik dengan media udara di mana akar tanamannya disemprotkan larutan nutrien hidroponik dalam bentuk uap air atau kabut larutan hara secara sinambung dan berkala yaitu setiap 2 menit selama 5 detik (Soeseno, 1995).

32 Menurut Sutiyoso (2004) kultur hidroponik terdiri dari beragam sistem antara lain sistem substrat, Nutrient Film Technique (NFT), Floating Raft Hydroponic atau Hidroponik Rakit Apung, kombinasi NFT-Rakit Apung, Aeroponik dan kombinasi Aeroponik-Rakit Apung. Beberapa model dasar hidroponik yang biasa dikembangkan di Indonesia yaitu : Sistem sumbu (Wick System), Kultur air (Water Culture), Pasang surut (Ebb and Flow), Irigasi tetes (Drips System), NFT (Nutrient Film Technique), DFT (Deep Flow Technique), Rakit apung (Floating) dan Kultur udara/kabut (Aeroponic) (Anonim, 2008). 2.2 Kultur Aeroponik Menurut Sutiyoso (2003) aeroponik berasal dari kata aero yang berarti udara dan ponus yang berarti daya. Aeroponik adalah memberdayakan udara atau bercocok tanam di udara. Sebenarnya aeroponik merupakan suatu tipe hidroponik (memberdayakan air) karena air yang berisi larutan hara disemburkan dalam bentuk kabut hingga mengenai akar tanaman. Pada aeroponik, akar tanaman dibiarkan tumbuh menggantung di udara dan akan menyerap larutan hara yang diberikan (Sutiyoso, 2003). Aeroponik dikembangkan oleh Carl Hodges peneliti dari Environmental Research Laboratory, Univ. Arizona dengan menanam selada dan kol secara aeroponik di gurun pasir Arizona. Juga oleh Lee Sing Kong maha guru di Nanyang Technological University Singapura yang mengembangkannya di atap gedung (Soeseno, 1999). Di Indonesia, perintis aeroponik secara komersial adalah Amazing Farm pada tahun 1998 di Lembang Bandung (Agung, 2008). Prinsip kerja aeroponik adalah bahwa tanaman tidak perlu ditancapkan di media tanam (tanah atau air), namun dibiarkan menggantung di udara. Nutrisi

33 tanaman berupa larutan pupuk yang disuplai dari bawah dan harus membasahi akar dengan jalan menyemprotkannya secara berkala (Sutiyoso, 2003). Anak semai sayuran ditancapkan di atas helaian styrofoam yang sudah diberi lubang tanam dengan menggunakan ganjal busa atau rockwool. Antar lubang tanam terdapat jarak tanam tertentu. Akar tanaman pada lubang tanam akan menjuntai bebas ke bawah, kemudian di bawah helaian styrofoam terdapat sprayer yang memancarkan kabut larutan nutrisi ke atas hingga mengenai akar tanaman. Sprayer dijalankan oleh pompa air bertekanan tinggi secara terus menerus tanpa henti (Sutiyoso, 2003) atau bisa juga diberi kabut secara bergantian on dan off dalam selang waktu tertentu (misalnya 10 menit) yang diatur menggunakan timer (Karsono et al, 2002). Styrofoam hanya mampu menyangga berat tanaman maksimum 3 kg/m2, sehingga sayuran yang dapat ditanam secara aeroponik hanyalah pakchoi, caisim, selada (lettuce), kailan, bayam, kangkung, dan sayuran lain yang ringan (Sutiyoso, 2004). Untuk jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Prinsip kerja Hidroponik Sistem Aeroponik Keunggulan teknologi aeroponik dibandingkan sistem hidroponik lainnya (Purnomo, 2009), antara lain : 1. Pertumbuhan tanaman lebih pesat karena teknologi ini memproduksi butiran cairan halus (droplet) berupa kabut. Kelebihan dari bentuk kabut (gas) adalah

34 lebih mudah diserap tanaman dan mudah terbang di udara sehingga distribusi merata pada akar tanaman. Media perakaran yang paling efektif adalah media yang mampu menyediakan dan mengirim oksigen paling banyak ke perakaran tanaman. Tanah padat memungkinkan akar memperoleh oksigen persen, media tanam non tanah menyediakan hingga 50 persen dan hidroponik 80 persen, sedangkan aeroponik memperoleh oksigen hingga 99 persen. 2. Aeroponik mengikuti kaidah konservasi air dan nutrisi. Evaporasi pada sistem aeropink hingga mencapai nol persen, karena sistem terisolasi (sealed). Sedangkan sisa air yang tidak menempel di akar akan kembali ke larutan yang ada di bawah. Sirkulasi air dan interval penyemprotan dikontrol dengan timer sehingga tanaman akan mendapatkan air sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan. 3. Aeroponik meningkatkan efisiensi penggunaan unsur hara. Pengabutan nutrisi yang otomatis diberikan langsung mengenai akar tanaman sehingga akar dapat menyerap nutrisi dengan lebih mudah. Sisa nutrisi yang tidak menempel di akar akan kembali lagi ke larutan yang ada dibawahnya dan akan disemprotkan lagi. 4. Metode aeroponik juga mengoptimalisasikan potensi lahan sempit karena tidak harus dibangun pada area yang luas. 5. Aeroponik meminimalisasi resiko terkena damping off karena larutan tidak terkena genangan larutan nutrisi. 6. Sistem aeroponik bisa meningkatkan pertumbuhan hingga 10 kali lebih cepat pada beberapa tanaman semusim. Nutrisi mencapai perakaran secara langsung tanpa media perantara. Sebab, media perantara bisa menyerap nutrisi dan

35 mengandung bakteri. Kecepatan hantar nutrisi metode aeroponik bisa mencapai 135 persen lebih cepat daripada hidroponik yang lain. Namun kelemahan aeroponik adalah adanya ketergantungan terhadap kabut yang dihasilkan springkel. Akar tanaman akan mengering jika siklus pengkabutan terganggu atau terbuka diudara tanpa bak penutup (sealed). Sementara springkel sangat tergantung dari suplai listrik yang tersedia. 2.3 Gambaran Umum Sayuran Aeroponik Pada awalnya pemakaian teknologi hidroponik sayuran banyak dimanfaatkan hanya di halaman belakang rumah saja dengan skala kecil dan sebatas untuk memenuhi kebutuhan sayuran segar keluarganya sendiri. Namun sejalan dengan perkembangan kemajuan teknologi, kultur hidroponik berkembang pula menjadi kegiatan agribisnis yang cukup menguntungkan dalam memasok kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat terhadap komoditas sayuran berbentuk segar dan bermutu prima. Pemanfaatan teknologi hidroponik skala komersial di negara-negara subtropis memang cukup ideal untuk diterapkan, karena negara-negara tersebut memiliki keterbatasan alam dalam budidaya pertaniannya yang hanya bisa menanam pada musim panas saja. Dengan kultur hidroponik yang dipadu dengan penggunaan rumah kaca (greenhouse) keterbatasan alam dapat diatasi sehingga para petaninya pun bisa berbudidaya pertanian di segala musim. Di Indonesia yang berada di daerah tropis sebenarnya lebih berpeluang besar dalam berbudidaya pertanian karena bisa dipanen sepanjang tahun. Oleh karenanya, peluang tersebut perlu direbut dengan upaya meningkatkan ekspor produk-produk pertanian yang berdaya saing tinggi dan berkualitas, baik kualitas

36 pada kandungan gizinya, kesegarannya maupun penampilannya, serta tersedia dalam jumlah banyak dan kontinu. Demikian pula untuk komoditas sayuran, karena permintaan terhadap sayuran selalu saja tinggi. Hal tersebut dapat dipahami mengingat bahwa dalam pola konsumsi sehari-hari, sayuran paling banyak diperlukan masyarakat setiap harinya setelah beras. Apalagi sayuran selain mengandung zat gizi tinggi juga merupakan makanan yang menyehatkan, bahkan dapat mencegah kanker. Misalnya brokoli bersama anggota lainnya seperti kubis, bunga kol dan lobak dapat menurunkan resiko terkena kanker payudara, kanker usus besar dan kanker pencernaan, umbi wortel yang mengandung Beta-karoten mampu mencegah reaktivitas bensopiren penyebab kanker paru-paru, bayam selain dapat menurunkan kadar kolesterol darah juga jusnya sangat berpotensi sebagai pencegah kanker, paprika dapat pula digunakan untuk mengobati diabetes, jus tomat selain berguna sebagai tonikum juga mengandung karoten jenis lycopene yang berfungsi sebagai pencegah kanker, seledri selain dapat menurunkan tekanan darah tinggi juga sebagai obat kesehatan rambut, asparagus dapat menurunkan asam urat dalam ginjal, bawang putih dapat mengobati tekanan darah tinggi dan menurunkan kadar kolesterol (Neni, 1995). Dari berbagai manfaat gizi dan kesehatan yang bisa diperoleh dari sayuran tersebut, maka ada kecenderungan bagi masyarakat modern di kota-kota besar untuk mengkonsumsi sayur dalam jumlah yang banyak. Permintaan tersebut paling banyak dibutuhkan oleh para konsumen yang sudah sadar kesehatan dan biasanya dari golongan menengah ke atas atau orang-orang asing yang ada di Indonesia. Oleh karena itu permintaan terhadap sayuran di dalam negeri umumnya dipasok melalui pasar-pasar swalayan, restoran besar, hotel berbintang,

37 perusahaan jasa catering dan rumah sakit swasta. Demikian pula permintaan pasar luar negeri juga semakin meningkat, seperti permintaan dari negara Jepang, Hongkong, Taiwan, Singapura, Brunei dan negara-negara Eropa. Segmen pasar tersebut pada umumnya menuntut produk-produk sayuran yang bermutu prima dan segar, sekaligus tersedia dalam jumlah yang banyak dan kontinu. Sementara kendala yang masih banyak dihadapi dalam memenuhi permintaan sayuran di Indonesia yaitu masalah mutu produknya yang masih rendah dan belum memenuhi persyaratan ekspor. Masih ada saja dijumpai produk-produk sayuran yang rusak dan cacat karena serangga, jamur atau bakteri, bahkan tercemar residu pestisida, serta tercampur benda-benda asing dan sebagainya. Belum lagi ditambah kendala lain seperti masih ditemuinya kesulitan dalam memasok produk sayuran secara kontinu. Salah satu alternatif yang bisa menghasilkan sayuran berkualitas dan tersedia kontinu yaitu dengan teknologi budidaya hidroponik, karena teknologi ini sudah diakui dapat mengatasi berbagai kendala yang ada di pertanian konvensional. Tanaman sayuran yang dihidroponikkan (termasuk aeroponik) biasanya dipilih jenis tanaman semusim yang memiliki nilai jual tinggi atau umum disebut sebagai sayuran eksklusif (exclusive vegetable). Pengertian sayuran eksklusif merupakan kelompok sayuran komersial pilihan yang semata-mata diperuntukkan untuk memenuhi kebutuhan golongan konsumen tertentu (khusus), sehingga nilai jualnya pun lebih tinggi daripada kebanyakan sayuran lokal lainnya. Oleh karena itu, komoditas sayuran eksklusif yang bermargin tinggi ini jarang ditemukan di pasar-pasar tradisional, tetapi kebanyakan pasar utamanya adalah pasar swalayan, restoran kelas atas, hotel berbintang dan jasa catering pemasok makanan untuk

38 perusahaan penerbangan atau anjungan pengeboran minyak lepas pantai, serta pasar ekspor. Konsumen dalam negeri juga kebanyakan dari golongan menengah ke atas atau orang-orang asing yang berada di Indonesia dan konsumen luar negerinya yaitu dari masyarakat negara-negara maju beriklim subtropis yang kesemuanya itu memiliki daya beli cukup tinggi terhadap sayuran eksklusif. Sebagai konpensasi dari harganya yang tinggi, maka produk yang dihasilkan umumnya juga memiliki kualitas yang prima, segar, berpenampilan menarik, bergizi, sehat dan aman untuk dikonsumsi. Jenis-jenis sayuran yang tergolong eksklusif menurut Soeseno (1999) dibagi menjadi tiga kelompok yang terdiri dari : (1) Sayuran daun yaitu sayuran yang dipungut hasil daunnya, seperti Baby Kailan (Brassica oleracea varietas acephala), Brokoli (Brassica oleracea varietas botrytis), Horenzo (Spinacia oleracea varietas Savoy spinach), Kubis Merah (Brassica oleracea varietas capitata), Pak coi (Brassica chinensis), Mithsuba atau seledri Jepang (Oenanthe linearis), Tang oh atau Tong hao (Chrysanthemum coronarium varietas spatiosum), Bayam merah (Amaranthus tricolor), Lettuce (Lactuca sativa varietas crispa) yang terdiri dari Lettuce Head (selada berkrop) dan Lettuce Leaf (selada daun). (2) Sayuran buah yaitu sayuran yang dipungut buahnya, seperti Kaboca atau labu Jepang (Cucurbita moschata varietas melanoformis), Nasubi atau terong Jepang (Solanum melongena varietas esculentum), Okura atau okra (Abelmoschus esculentus), Zucchini atau labu sucini (Cucurbita pepo), paprika (Capsicum annuum varietas grossum), Tomat (Lycopersicum

39 esculentum), Melon (Cucumis melo varietas reticulatus), Kyuuri atau mentimun Jepang (Cucumis sativus varietas japanese). (3) Sayuran penyedap masakan yaitu sayuran yang dipungut hasilnya sebagai bumbu penyedap, seperti Basil atau selasih (Ocimum basilicum), Chives atau bawang kucai (Allium schoenoprasum), Dill atau hades (Anethum graveolens), Marjoram (Origanum vulgare), Sage (Salvia officinalis), Parsley atau peterseli (Petroselinum crispum). Pada dasarnya sayuran hidroponik atau aeroponik menghendaki persyaratan tumbuh sama seperti yang dituntut oleh tanaman sayuran pada umumnya, yaitu tanahnya subur dan iklim yang mendukung. Tanah yang subur pada hidroponik, tersedia dalam bentuk media tanam berupa air dan larutan fertigasi yang mensuplai unsur hara sesuai dibutuhkan sayuran, sedangkan dukungan iklim dapat tersedia dengan merekayasa faktor iklim mikro dalam ruangan greenhouse. Kalau melihat dari ketiga kelompok sayuran eksklusif seperti yang telah diuraikan di atas, hampir sebagian besar berasal dari negara subtropis, terutama berasal dari Jepang. Dengan demikian persyaratan tumbuh sayuran eksklusif pada umumnya juga menghendaki persyaratan tumbuh seperti di negara asalnya, yaitu bersuhu sejuk. Di Indonesia yang memiliki kondisi agroekologi tropis, tanaman sayuran biasanya cukup ideal ditanam di dataran tinggi yang berhawa sejuk, yaitu pada ketinggian m dari permukaan laut dengan suhu optimum antara o C. Meskipun demikian, kini sudah banyak tersedia varietas-varietas sayuran unggul yang cukup toleran terhadap iklim tropis, baik yang berasal dari impor

40 seperti dari Jepang, Taiwan, Belanda dan Australia, maupun yang berasal dari produksi lokal sendiri. 2.4 Gambaran Umum Sayuran Selada Klasifikasi ilmiah Selada menurut Rukmana (1994) dan Haryanto et al (1994) adalah sebagai berikut : 1. Devisi : Spermatophyta 2. Subdevisi : Angiospermae 3. Kelas : Dicotyledonae 4. Ordo : Asterales 5. Famili : Asteraceae 6. Genus : Lactuca 7. Spesies : Lactuca sativa L. Selada adalah sayuran daun yang biasa ditanam di daerah beriklim sedang maupun daerah tropika, seperti Asia Barat dan Amerika yang kemudian meluas ke berbagai negara diantaranya adalah Karibia, Malaysia, Afrika Timur, Tengah dan Barat serta Filipina. Kegunaan utama adalah sebagai salad atau lalaban segar (dimakan mentah) atau dijadikan berbagai bentuk masakan Eropa maupun Cina dan jarang disayur masak yang dapat menyebabkan kandungan nutrisinya banyak berkurang, sehingga rasanya menjadi tidak enak dan sulit dicerna. Kandungan gizi dalam tiap 100 gr selada (Direktorat Gizi Depkes RI, 1981) sebagai berikut : 1. Kalori 2. Protein 3. Lemak 4. Karbohidrat 5. Kalsium (Ca) 6. Fosfor (P) 7. Zat Besi (Fe) 8. Vitamin A 9. Vitamin B1 10. Vitamin C 11. Air : : : : : : : : : : : 15,00 kalori 1,20 gr 0,20 gr 2,90 gr 22,00 mg 25,00 mg 0,50 mg 540,00 SI 0,04 mg 8,00 mg 94,80 gr

41 Manfaat selada (Lactuca sativa) memiliki penampilan yang menarik. Ada yang berwama hijau segar dan ada juga yang berwama merah. Selain sebagai sayuran, daun selada yang agak keriting ini sering dijadikan penghias hidangan. Selain itu selada mempunyai khasiat terbaik dalam menjaga keseimbangan tubuh. Kulit luar yang hijau adalah yang paling baik. Manfaat daun selada bagi kesehatan tubuh (Anonim, 2004) adalah : (a) membantu menurunkan resiko gangguan jantung dan terjadinya stroke, (b) mengurangi resiko terjadinya kanker, (c) mengurangi resiko terkena katarak, (d) membantu mengurangi resiko spina bifida (salah satu jenis gangguan kelainan pada tulang belakang), (e) membantu kerja pencernaan dan kesehatan organ hati, (f) mengurangi gangguan anemia, (g) membantu meringankan insomnia (sulit tidur) karena ketegangan syaraf. Selada yang ditanam di dataran rendah cenderung lebih cepat berbunga dan berbiji. Suhu optimal bagi pertumbuhan selada ialah antara C dan pada ketinggian m dpl. Jenis tanah yang disukai selada ialah lempung berdebu, lempung berpasir, tanah yang masih mengandung humus, tidak mudah menggenang dan ph-nya antara 5,0-6,8. Di Indonesia cocok ditanam pada tanah Andosol maupun Latosol. Meskipun demikian, selada masih toleran terhadap tanah-tanah yang miskin hara asalkan diberi pengairan dan pupuk organik yang memadai. Selada tidak atau kurang tahan terhadap hujan lebat, sehingga dianjurkan ditanaman pada akhir musim hujan. Selada diperbanyak dengan biji. Bijinya, yang kecil diperoleh dari tanaman yang dibiarkan berbunga dan berbuah. Setelah tua tanaman dipetik dan diambil bijinya. Khusus untuk benih selada hibrida lebih baik dibeli di toko. Hal ini bertujuan agar produksi dan mutunya tetap prima. Untuk 1 hektar lahan perlu sekitar 250 gram benih (Anonim, 2007).

42 Tanaman selada sering menjadi sasaran kutu daun. Akibat serangan hama ini daun mengerut dan mengering karena kurang cairan. Jika tanaman muda yang diserang maka pertumbuhan tanaman tidak sempurna atau kerdil. Hama thrips cukup merisaukan petani selada. Ciri serangan thrips ialah daun menguning, mengering, dan tcrakhir tanaman mati. Penyakit yang sering ditemui di lahan selada ialah busuk batang. Gejalanya ditandai oleh batang yang melunak dan berlendir. Penyebabnya ialah cendawan Rhizoctonia solani. Bila menyerang tanaman di persemaian, sering mengakibatkan busuk akar. Ada empat kelompok budidaya selada (Haryanto et al, 1994), yaitu : (1) selada kepala renyah (crisphead lettuce) dan kepala mentega (butterhead lettuce) atau selada bokor/telor, (2) selada rapuh (longifolia lettuce) atau selada cos (romaine lettuce). (3) selada daun (leaf lettuce) atau potongan (cutting lettuce), dan (4) selada batang (stem lettuce). Jenis yang banyak diusahakan di dataran rendah ialah selada daun. Jenis ini begitu toleran terhadap dataran rendah sampai di daerah yang sepanas dan serendah Jakarta pun masih subur dan bagus pertumbuhannya. Selada daun memiliki daun yang berwama hijau segar, tepinya bergerigi atau berombak, dan lebih enak dimakan mentah. Varietas selada daun yang baik antara lain new york, imperial, great lakes dan pennlake. 2.5 Penelitian Terdahulu Beberapa hasil penelitian yang terkait dengan analisis faktor-faktor produksi diantaranya Kartikasari (2006) menganalisis faktor-faktor produksi, tingkat efisiensi dan realokasi penggunaan inputnya terhadap keuntungan usahatani paprika hidroponik di Kecamatan Parongpong Kabupaten Bandung. Berdasarkan analisis fungsi produksi, hasil uji F sebesar 130,97 menunjukkan

43 secara bersama-sama faktor produksi berpengaruh nyata terhadap produksi paprika hidroponik. Nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 96,5 persen keragaman atau variasi produksi paprika dapat dijelaskan oleh luas greenhouse, benih, tenaga kerja, obat-obatan, pendidikan (D) dan sisanya 3,5 persen dijelaskan oleh peubah bebas lain di luar model. Nilai uji t menunjukkan variabel luas greenhouse, benih dan tenaga kerja berpengaruh secara nyata terhadap produksi paprika hidroponik, sedangkan variabel tingkat pendidikan tidak berpengaruh secara nyata pada tingkat kepercayaan α = 5 persen. Nadhwatunnaja (2008) menganalisis pendapatan usahatani dan faktorfaktor yang mempengaruhi produksi paprika hidroponik di Desa Pasir Langu, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung, bahwa berdasarkan pendugaan fungsi produksi Cobb-Douglas diperoleh hasil faktor produksi luas lahan, nutrisi, pestisida dan tenaga kerja secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap produksi paprika hidroponik pada selang kepercayaan 99 persen. Sedangkan secara parsial, faktor produksi nutrisi dan pestisida berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 99 persen dan faktor produksi luas lahan berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 95 persen. Sedangkan faktor produksi tenaga kerja tidak berpengaruh nyata terhadap produksi pada selang kepercayaan yang diharapkan. Roza (2003) mengindentifikasi faktor-faktor produksi yang berpengaruh terhadap produksi kopi arabika gelondongan dan hard skin serta menganalisis kombinasi input yang efisien untuk kedua jenis kopi arabika tersebut di PT Indoarabica Mangkuraja, Kabupaten Rejang Lebong Bengkulu. Hasil uji F untuk fungsi produksi kopi arabika gelondongan diperolah F hitung nyata pada tingkat kepercayaan 99 persen, artinya penggunaan faktor-faktor produksi luas lahan,

44 tenaga kerja panen, herbisida, pupuk, pestisida dan tenaga kerja pemeliharaan secara serentak berpengaruh nyata terhadap produksi kopi arabika gelondongan. Uji t yang digunakan untuk mengetahui pengaruh masing-masing faktor produksi terhadap kopi arabika gelondongan diperoleh bahwa luas lahan dan tenaga kerja panen berpengaruh positif dan nyata terhadap produksi kopi arabika pada tingkat kepercayaan 98 persen. Pupuk, herbisida, pestisida dan tenaga kerja pemeliharaan tidak berpengaruh nyata terhadap produksi kopi arabika gelondongan pada tingkat kepercayaan 95 persen. Purnamasari (2008) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi usahatani jamur tiram putih pada kelompok tani Kaliwung Kalimuncar di Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, dan diperoleh hasil bahwa faktor-faktor produksi serbuk kayu, bekatul, kapur, plastik dan cincin paralon berpengaruh nyata terhadap produksi jamur tiram putih. Serbuk kayu, kapur dan plastik berpengaruh nyata pada taraf 5 persen. Bekatul berpengaruh nyata pada taraf nyata 10 persen, sedangkan cincin paralon berpengaruh nyata pada taraf nyata 1 persen. Bibit dan kapas tidak berpengaruh nyata terhadap produksi jamur tiram putih. Berdasarkan hasil olah data dari fungsi produksi Cobb-Douglas diperoleh nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 98,4 persen, yang berarti bahwa 98,4 persen variasi produksi jamur tiram putih dapat diterangkan oleh model tersebut yang terdiri dari bibit, serbuk kayu, bekatul, kapur, kapas, plastik dan cincin paralon, sedangkan sisanya sebesar 1,6 persen diterangkan oleh variabelvariabel lain yang tidak terdapat dalam model, seperti kelembaban, suhu, cahaya, ruang sterilisasi dan sebagainya.

45 Merujuk pada hasil penelitian Kartikasari (2006) yang menyatakan bahwa variabel tingkat pendidikan tidak berpengaruh secara nyata pada tingkat kepercayaan α = 5 persen, serta melihat kondisi tingkat pendidikan para pekerja harian di Parung Farm yang berjumlah 21 orang dengan komposisi tingkat pendidikannya SLTA sebanyak 4 orang, SLTP 2 orang dan SD 15 orang maka faktor produksi tingkat pendidikan tidak akan diuji dalam model Cobb-Douglas. Hal tersebut dapat dipahami karena selama waktu produksi dari tahun 2004 sampai 2008 para pekerja tersebut tidak mengalami pergantian, sehingga tidak terjadi keragaman tingkat pendidikan selama waktu tersebut, artinya nilai dummy yang diberikan pada masing-masing tingkat pendidikan tersebut secara rata-rata akan sama nilainya selama kurun waktu 5 tahun pengujian. Faktor produksi luas greenhouse diganti dengan luas panen, karena dalam suatu luasan greenhouse tertentu, di dalamnya terdiri dari bak-bak bedengan aeroponik dari kesepuluh jenis sayuran yang berbeda. Sedangkan faktor produksi suplai listrik dimasukan ke dalam model karena sistem aeroponik ini sangat bergantung pada listrik, jika tidak ada aliran listrik maka budidaya aeroponik akan gagal karena peralatan pompa dan springkel tidak bisa bekerja. Faktor-faktor produksi lain yang diduga bisa mempengaruhi produksi selada aeroponik, seperti styrofoam, rockwool, jelly cup, sprayer, jet spray, debit air, bak penampungan plastik, pipa PE, katup dan pompa tidak dimasukan ke dalam model selain karena keterbatasan data juga karena bahan dan alat tersebut tidak habis pakai dalam satu musim tanam (relatif tahan lama). Oleh karena itu, faktor-faktor produksi yang diduga dapat mempengaruhi produksi selada aeroponik, adalah luas panen, benih, nutrisi, tenaga kerja, suplai listrik dan pengalaman para pekerja hariannya.

46 BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Konsep Usahatani Beberapa ahli telah mendefinisikan konsep usahatani antara lain menurut Soeharjo dan Patong (1973), menyatakan bahwa usahatani adalah organisasi dari alam, kerja dan modal yang ditujukan kepada produksi di bidang pertanian. Sementara Soekartawi et al (1985), ilmu usahatani pada dasarnya memperhatikan cara-cara petani memperoleh dan memadukan sumberdaya lahan, kerja, modal, waktu, pengelolaan yang terbatas untuk mencapai tujuannya. Mubyarto (1989), mengemukakan bahwa usahatani adalah himpunan dari sumber-sumber alam yang terdapat di suatu tempat yang diperlukan untuk produksi pertanian tanah dan air, perbaikan-perbaikan yang telah dilakukan atas tanah tersebut, sinar matahari dan bangunan-bangunan yang didirikan di atas tanah itu. Sedangkan menurut Rodjak (2002) menyatakan bahwa usahatani adalah organisasi dari alam, kerja, modal yang ditujukan pada produksi di lapangan pertanian. Sesuai dengan pendefinisian para ahli pertanian tersebut di atas, maka ada empat faktor-faktor produksi utama dalam usahatani yang saling berkaitan dalam pengelolaannya yaitu lahan pertanian, tenaga kerja, modal dan manajemen. 1. Lahan Pertanian : adalah tanah yang disiapkan untuk diusahakan sebagai usahatani pertanian, misalnya sawah, tegal dan pekarangan. Lahan pertanian ini memiliki sifat-sifat khusus yaitu memiliki luasan tertentu, tidak dapat dipisah-pisahkan dan perlu dipelihara (pemupukan). Lahan pertanian juga

47 memiliki ukuran nilai ekonomis yang berbeda yang disebabkan karena beberapa hal, antara lain tingkat kesuburan tanah, lokasi, topografi, status lahan dan faktor lingkungannnya (Soekartawi, 2003). Pengertian lahan pertanian sebagai faktor produksi utama usahatani adalah bahwa lahan tersebut harus dikombinasikan dengan faktor-faktor produksi lainnya seperti tenaga kerja, modal dan keterampilan, sehingga dapat menghasilkan produk tanaman atau ternak yang diinginkan. 2. Tenaga Kerja : adalah tenaga kerja manusia atau bukan manusia (ternak dan mesin) yang perlu disiapkan untuk mengerjakan semua proses produksi pertanian. Tenaga kerja sebagai sub-sistem produksi mengandung arti bahwa tanpa ada faktor tenaga kerja, maka sistem produksi yang menghasilkan suatu barang atau produk tanaman dan ternak juga tidak akan pernah terjadi. Peran tenaga kerja terhadap keterampilan tenaga produk kerja usahataninya yang biasa akan dipengaruhi dinyatakan oleh oleh tingkat produktivitasnya. Sementara tingkat produktivitas tenaga kerja dipengaruhi oleh jenis kelamin, umur, kualitas (pengalaman kerja dan kesehatan), alat bantu yang diberikan, tingkat upah dan waktu bekerja. Sumber tenaga kerja bisa berasal dari dalam dan luar rumah tangga (keluarga). Kebutuhan tenaga kerja dipengaruhi oleh jenis komoditas, jenis tanah yang diolah, intensitas pengolahan, pola tanam yang dilakukan, keadaan sistem pengairan dan teknologi. Sistem upah tenaga kerja yang umum dikenal yaitu sistem upah harian tidak tetap, sistem upah harian tetap, sistem upah borongan dan sistem upah kontrak. Konversi tenaga kerja pria : wanita : anak adalah 1 : 0,8 : 0,5.

48 3. Modal : adalah barang ekonomi berupa lahan, bangunan, peralatan, mesin, tanaman (benih/bibit), stok produksi dan uang tunai, yang merupakan sebagian dari hasil produksi yang disisihkan untuk dipergunakan dalam proses produksi selanjutnya. Berdasarkan pada cirinya, modal dibedakan menjadi modal tetap dan modal tidak tetap. Modal tetap adalah biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi yang tidak habis dalam sekali proses produksi, terutama dalam waktu yang relatif pendek (short term), misalnya tanah, bangunan, mesin-mesin dan peralatan pertanian. Modal tidak tetap adalah biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi dan habis dalam satu kali proses produksi tersebut, misalnya biaya membeli benih, pupuk, pestisida, upah tenaga kerja atau piutang. 4. Manajemen : adalah kemampuan atau keterampilan petani dalam merencanakan, menentukan, mengorganisasikan, mengkoordinasikan dan melaksanakan serta mengevaluasi faktor-faktor produksi di atas (lahan pertanian, tenaga kerja dan modal) dalam suatu tahapan proses produksi. Peranan keterampilan manajemen tersebut akan menentukan kuantitas dan kualitas hasil usahataninya. Pengelolaan usahatani oleh petani yang memiliki keahlian dan keterampilan yang tinggi, umumnya akan menghasilkan hasil usahatani yang berkualitas tinggi dengan penggunaan faktor produksi yang efektif dan efisien. Artinya usahatani yang berhasil bila produktivitasnya tinggi dan dengan pengelolaan yang baik dari setiap faktor-faktor produksi tersebut. Kendala-kendala yang umum terjadi bagi petani dalam mengelola usahataninya, yaitu kurangnya pengetahuan petani terhadap teknologi produksi, tidak mempunyai akses pada sumber-sumber permodalan,

49 kurangnya informasi tentang kondisi pasar, belum mampu membaca tentang perubahan ekonomi, politik, sosial dan budaya Fungsi Produksi Menurut Soekartawi (2003), fungsi produksi adalah suatu hubungan fisik antara variabel yang dijelaskan (Y) dan variabel yang menjelaskan (X). Variabel yang dijelaskan biasanya berupa output dan variabel yang menjelaskan biasanya berupa input. Persamaannya dapat ditulis sebagai berikut : Y = f (X1, X2, X3,..., Xm) Dimana : Y = jumlah produksi yang dihasilkan X1, X2, X3,..., Xm = variabel yang mempengaruhi produksi Beberapa macam fungsi produksi yang dikenal adalah : 1. Y = a + bx...(fungsi Linier) 2. Y = a + bx + cx2...(fungsi Kuadrat) 3. Y = abx...(fungsi Eksponensial atau Cobb Douglas) Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memilih fungsi produksi (Soekartawi, 1986), yaitu : 1. Fungsi produksi harus dapat menggambarkan keadaan usahatani yang sebenarnya terjadi. 2. Fungsi produksi dapat dengan mudah diartikan khususnya arti ekonomi dari parameter yang menyusun fungsi produksi tersebut. 3. Fungsi produksi harus mudah diukur atau dihitung secara statistik.

50 Untuk mengukur tingkat produktivitas dari suatu proses produksi terdapat dua tolak ukur yaitu Produk Marjinal dan Produk Rata-rata. Produk Marjinal (PM) adalah tambahan produk yang dihasilkan dari setiap menambah satu satuan faktor produksi yang dipakai. Sedangkan Produk Rata-rata (PR) adalah tingkat produktivitas yang dicapai setiap satuan produksi. Kedua tolak ukur ini dapat dirumuskan sebagai berikut : Untuk melihat perubahan dari produk yang dihasilkan yang disebabkan oleh faktor produksi yang dipakai dapat dinyatakan dengan elastisitas produksi. Elastisitas produksi (Ep) adalah ratio tambahan relatif produk yang dihasilkan dengan perubahan dari produk yang dihasilkan sebagai akibat persentase perubahan faktor produksi yang digunakan. Secara sistematis dapat dirumuskan sebagai berikut : Pada Gambar 2 dapat dilihat hubungan antara produksi marjinal dan produksi rata-rata yang menggambarkan perbandingan antara produksi total dengan jumlah input yang digunakan. Pada saat produksi total sudah meningkat, produksi marjinal lebih besar dari produksi rata-rata. Pada kondisi ini produksi rata-rata dalam keadaan menaik.

51 Gambar 2. Kurva Fungsi Produksi Keterangan : X = Y = PR = PM = PT = Y = input output produk rata-rata produk marjinal produk total output Pada Gambar 2 dapat pula dilihat hubungan antara produksi total (PT), produksi rata-rata (PR) dan produksi marjinal (PM) dengan ketentuan nilai elastisitas sebagai berikut : 1. Elastisitas produksi sama dengan satu (Ep = 1). Nilai elastisitas ini tercapai pada saat produksi rata-rata sama dengan produksi marjinal dan pada saat tersebut produksi rata-rata mencapai maksimum.

52 2. Elastisitas produksi sama dengan nol (Ep = 0). Nilai elastisitas produksi berada pada kondisi produksi marjinal sama dengan nol dan produksi rata-rata sedang menurun. 3. Elastisitas produksi lebih besar dari satu (Ep > 1). Nilai ini menunjukkan produksi total sedang menaik pada tahap increasing rate, dan pada tahap ini produksi rata-rata berada pada tahap I (irrational region of production). Pada tahap ini, tidak ada alasan untuk mengurangi input karena tambahan input masih mampu memberikan sejumlah produksi yang cukup menguntungkan. 4. Elastisitas produksi lebih besar dari nol namun lebih kecil dari satu (0 < Ep < 1). Pada saat ini usahatani berada pada tahap II (rational region of production). Pada tahap ini usahatani mencapai tahap kematangan dan keuntungan dari proses produksi. Tahap ini menunjukkan proses produksi dapat berjalan terus, karena pada tahap ini tambahan input dapat memberikan keuntungan yang maksimum walaupun belum diketahui di mana tepatnya posisi keuntungan maksimum berada. 5. Elastisitas kurang dari nol (Ep < 0). Pada nilai ini usahatani berada pada tahap III (irrational region of production). Pada tahap ini produksi total dalam keadaan menurun, produksi marginal bernilai negatif dan produksi rata-rata sedang menurun. Pada tahap ini penambahan input tidak akan memberikan keuntungan Model Fungsi Produksi Cobb Douglas Menurut Soekartawi (2003), fungsi produksi Cobb Douglas merupakan suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel, variabel

53 yang dijelaskan disebut variabel dependen (Y) dan variabel yang menjelaskan disebut variabel independen (X). Penyelesaian hubungan antara Y dan X biasanya ditunjukan dengan cara regresi, yaitu variasi dari Y akan dipengaruhi oleh variasi dari X. Selanjutnya kelebihan dari fungsi produksi Cobb-Douglas, antara lain : a) Umum digunakan dalam penelitian pertanian dan relatif lebih mudah dalam perhitungannya dibandingkan dengan fungsi lain karena dapat diubah ke dalam bentuk linear. b) Hasil pendugaan garis akan menghasilkan koefisien regresi atau koefisien pangkatnya yang sekaligus menunjukan elastisitas produksi dari masingmasing faktor produksi. c) Hasil penjumlahan koefisien atau besaran elastisitas masing-masing faktor produksi juga menunjukan kondisi skala usaha (return to scale). Namun fungsi produksi Cobb Douglas juga memiliki kelemahan (Soekartawi et al, 1986), yaitu : a) Spesifikasi variabel yang keliru, akan menghasilkan elastisitas produksi yang negatif atau nilainya terlalu besar atau terlalu kecil. Spesifikasi yang keliru juga sekaligus mendorong terjadinya multikolinearitas pada variabel independen yang dipakai. b) Kesalahan pengukuran variabel akan menyebabkan besaran elastisitas menjadi terlalu tinggi atau terlalu rendah. c) Terjadinya multikolinearitas, yaitu situasi dimana nilai-nilai pengamatan dari X1...Xn mempunyai hubungan yang kuat sehingga variabel X tertentu tidak mempengaruhi variabel Y, tetapi justru variabel X tersebut dipengaruhi oleh variabel X lainnya.

54 3.2 Kerangka Operasional Peluang pasar yang besar dan tingkat permintaan yang tinggi menjadikan sayuran daun menjadi salah satu komoditas hortikultura yang bernilai ekonomis tinggi dan merupakan komoditas ekspor bagi Indonesia. Saat ini banyak petani yang mengusahakan sayuran daun secara hidroponik (termasuk aeroponik), karena dengan sistem aeroponik akan menghasilkan keuntungan yang tinggi. Beberapa keuntungan yang didapat petani dalam membudidayakan sayuran secara aeroponik diantaranya bahwa mutu produksi dapat dijamin karena kebutuhan tanaman akan nutrisi dipasok secara terkendali, serta penanamannya tidak tergantung musim dan panen dapat dilakukan sesuai kebutuhan pasar. Kombinasi antara berbagai macam faktor produksi yang digunakan dalam membudidayakan selada aeroponik, merupakan faktor yang penting untuk menghasilkan kualitas selada daun yang baik bahkan dapat memenuhi kualitas ekspor. Dalam pengusahaan selada aeroponik, dibutuhkan tenaga kerja yang terampil karena terkait dengan cara pengelolaan yang dinilai cukup detail, terutama dalam penggunaan nutrisi perlu pemakaian yang tepat dan penerapan aeroponik perlu penguasaan teknologi yang baik, sehingga terhindar kualitas selada daun yang buruk. Hal ini terkait dengan kurang tersedianya tenaga kerja terampil yang diperoleh petani. Oleh karena itu dalam penelitian ini akan dianalisis faktor-faktor produksi yang terlibat dalam pengembangan usahatani selada aeroponik, yaitu luas panen, benih, nutrisi, tenaga kerja, pemakaian listrik, dan pengalaman dengan menggunakan analisis fungsi produksi Cobb Douglas, agar dapat diketahui penggunaan faktor-faktor produksi apakah yang dapat mempengaruhi produksi selada aeroponik, sehingga petani memiliki alternatif

55 dalam penggunaan faktor-faktor produksi tersebut dalam upaya meningkatkan produktivitasnya. Dalam penelitian ini tahapan yang akan dilakukan yaitu mengindentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi produksi selada aeroponik untuk kemudian dianalisis elastisitas penggunaan faktor-faktor produksi tersebut. Alur kerangka operasional penelitian ini dapat dilihat pada Gambar Hipotesis Hipotesis yang mendasari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Diduga faktor-faktor produksi yang digunakan seperti luas panen, benih, nutrisi, tenaga kerja, pemakaian listrik dan pengalaman, berpengaruh positif secara bersamaan terhadap hasil produksi usahatani selada aeroponik. 2. Diduga faktor-faktor produksi yang digunakan seperti luas panen akan berpengaruh positif terhadap hasil produksi selada aeroponik, benih akan berpengaruh positif terhadap hasil produksi selada aeroponik, nutrisi akan berpengaruh positif terhadap hasil produksi selada aeroponik, tenaga kerja akan berpengaruh positif terhadap hasil produksi selada aeroponik, pemakaian listrik akan berpengaruh positif terhadap hasil produksi selada aeroponik, dan pengalaman akan berpengaruh positif terhadap hasil produksi selada aeroponik. - Permintaan Pasar : Peluang Pasar selada besar Permintaan selada tinggi Produksi selada belum terpenuhi - - Kelebihan Teknologi Aeroponik : Produksi tinggi, kualitas baik dan produk tersedia setiap waktu Aman dikonsumsi (non pestisida) Lahan dapat ditanami sepanjang waktu, tidak tergantung musim Harga lebih tinggi dan relatif konstan, tidak mengenal musim Tanaman terhindar dari kekeringan Tenaga kerja sedikit dll.

56 Syarat Permintaan Pasar : kuantitas, kualitas, kontinyuitas selada terpenuhi Kegiatan Parung Farm : Penerapan teknologi budidaya selada hidroponik sistem aeroponik - Kendala : Benih, nutrisi dan sarana & pra sarana mahal Tenaga kerja terampil terbatas Produksi selada (Y) : Sesuai kuantitas, kualitas dan kontinyuitas - Identifikasi faktor produksi : Luas panen (m2) Benih (gram) Nutrisi tanaman (liter) Suplai listrik (kwh) Tenaga kerja (HKP) Pengalaman (tahun) Analisis elastisitas faktor produksi yang mempengaruhi produksi selada aeroponik Rekomendasi faktor produksi untuk peningkatan produksi selada aeroponik Gambar 3. Alur Kerangka Operasional BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

57 Penelitian merupakan studi kasus yang dilakukan di Parung Farm (PF), Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (Purposive) dengan pertimbangan bahwa PF merupakan salah satu unit usahatani sayuran segar secara hidroponik. Penelitian dilakukan bulan Januari s.d. Nopember Jenis Sayuran dan Sistem Hidroponik Salah satu jenis sayuran yang digunakan pada penelitian ini (dari sepuluh jenis sayuran yang diusahakan di Parung Farm) adalah Selada (Lactuca sativa L) dari kelompok Selada Daun (leaf atau cutting lettuce). Sedangkan teknologi hidroponik yang digunakan (dari empat sistem irigasi yang diterapkan di Parung Farm) adalah sistem irigasi Aeroponik (sistem air menyemprot). 4.3 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui observasi di lapangan dan wawancara dengan pihak perusahaan. Data sekunder diperoleh dari laporan tahunan produksi kebun yang ada di perusahaan, maupun dari Departemen Pertanian, Biro Pusat Statistik dan literatur atau informasi lainnya yang relevan dengan topik penelitian. 4.4 Pengolahan dan Analisis Data Data untuk menganalisis penggunaan faktor produksi adalah data bulanan dengan periode analisis lima tahun yakni dari Januari 2004 sampai dengan Desember 2008, dengan pertimbangan pada periode tersebut sebagian besar

58 tanaman selada aeroponik sudah berada pada kondisi tanaman yang menghasilkan. Data diolah dengan menggunakan software komputer Minitab versi 11 atau Minitab versi 13 for Windows. Adapun analisis yang dipakai dalam pengolahan data ini, yaitu : Analisis Model Fungsi Produksi Cobb Douglas Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah fungsi produksi Cobb Douglas, yang secara umum dirumuskan sebagai berikut : Y = b0 X1 b1 X2 b2 X3 b3 X4 b4 X5 b5 X6 b6... Xibieu Atau dalam bentuk linear logaritma : Ln Y = ln b0 + b1 ln X1 + b2 ln X2 + b3 ln X3 + b4 ln X4 + b5 ln X5 + b6 ln X6 + u Di mana : Y = Hasil produksi selada daun aeroponik per musim tanam (kg) X1 = Luas panen per musim tanam (m2) X2 = Jumlah benih per musim tanam (gram) X3 = Jumlah nutrisi per musim tanam (liter) X4 = Jumlah pemakaian listrik per musim tanam atau per bulan (Kwh) X5 = Tenaga kerja per musim tanam (HKP) X6 = Pengalaman (tahun) b0 = Intersep, merupakan besaran parameter b1, b2, b3,..., b6 adalah nilai dugaan besaran parameter u = Unsur sisa (galat) e = Logaritma natural (2,7182) Pendugaan parameter dari fungsi produksi dilakukan dengan menggunakan metoda kuadrat terkecil (Ordinary Least Squares, OLS). Menurut Gujarati (1993), metoda ini dipakai jika memenuhi asumsi : 1) ui ~ N (0, σ2)

59 Unsur sisa (ui) menyebar normal (N) dengan nilai rata-rata nol dan variance konstan (σ2), di mana : Rata-rata : E (ui) = 0 Varians : E (ui2) = σ2 Cov (ui, uj) : E (ui, uj) = 0, i j 2) Homoskedastisitas, bahwa var (ui) = E (ui2) = σ2 3) Tidak ada multikolinearitas antar variabel bebas Tidak ada autokorelasi, yaitu cov (ui, uj) = 0, untuk i j 4) Unsur sisa (ui) dan variabel xi bebas, yaitu cov (ui, uj) = Pengujian Hipotetis Uji F untuk menganalisis apakah faktor-faktor produksi yang digunakan dalam usahatani selada aeroponik berpengaruh secara bersamaan. Di mana : R2 = Koefissien determinasi k = Jumlah variabel n = Sampel Kriteria uji : Jika F-hitung < F-tabel (k-1, n-k), berarti variabel bebas secara bersamaan tidak berpengaruh terhadap hasil produksi selada aeroponik.

60 Jika F-hitung > F-tabel (k-1, n-k), berarti variabel bebas secara bersamaan berpengaruh terhadap hasil produksi selada aeroponik. Uji t untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor produksi terhadap produksi usahatani selada aeroponik secara parsial. Di mana : bi = Koefisien regresi Sbi = Standar error ke-bi Kriteria uji : Jika t-hitung < t-tabel (α/2, n-k), maka faktor-faktor produksi yang digunakan secara parsial tidak berpengaruh terhadap hasil produksi selada aeroponik. Jika t-hitung > t-tabel (α/2, n-k), maka faktor-faktor produksi yang digunakan secara parsial berpengaruh terhadap hasil produksi selada aeroponik. 4.5 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel 1. Produksi (Y) : Jumlah panen selada aeroponik yang diukur dalam kilogram per musim tanam atau musim panen. 2. Luas Panen (X1) : Luas areal panen selada aeroponik yang diukur dalam satuan meter persegi per musim tanam. 3. Benih (X2) : Jumlah benih selada aeroponik yang ditanam yang diukur dalam satuan gram per musim tanam. 4. Nutrisi (X3) : Jumlah nutrisi yang digunakan dalam memenuhi kebutuhan selada aeroponik yang diukur dalam satuan liter per musim tanam.

61 5. Listrik (X4) : Jumlah pemakaian listrik yang digunakan pada budidaya selada aeroponik yang diukur dalam satuan Kwh per musim tanam (bulan). Pemakaian listrik merupakan variabel produksi karena teknologi hidroponik sistem irigasi aeroponik sangat bergantung pada listrik di mana tanpa ada aliran listrik maka alat ini tidak bisa bekerja. Aliran listrik diperlukan untuk menyemprotkan air dan nutrisi ke akar tanaman melalui springkel dalam bentuk kabut. Akar tanaman akan mengering jika siklus pengkabutan terganggu atau terbuka diudara tanpa bak penutup. 6. Tenaga Kerja (X5) : Jumlah tenaga kerja yang digunakan dalam memproduksi selada aeroponik yang diukur dalam satuan Hari Kerja Pria (HKP) per musim tanam. Tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi diantaranya untuk persemaian, penanaman, pemeliharaan, panen dan packing yang berasal dari pekerja harian tetap dan tidak tetap. Ternaga kerja dihitung dengan satuan Hari Kerja Pria (HKP) dengan lama kerja 7 jam/hari untuk lakilaki dan 5 jam/hari untuk wanita yang dikonversi dalam satuan Hari Kerja Pria yaitu 0,8. Jam kerja di Parung Farm yaitu pukul 07:00 15:00 WIB dengan jam istirahat pada pukul 12:00-13:00 (1 jam). 7. Pengalaman (X6) : Rata-rata lamanya pengalaman para pekerja harian pada budidaya selada aeroponik yang diukur dalam satuan tahun. BAB V GAMBARAN UMUM PARUNG FARM 5.1 Gambaran umum Perusahaan

62 Visi utama perusahaan Parung Farm yaitu menjadikan Kecamatan Parung sebagai usahatani pembudidayaan sayuran hidroponik. Sedangkan misi yang diemban Parung Farm adalah : 1. Ikut serta memberdayakan potensi wilayah di Kecamatan Parung dan membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat disekitar perusahaan. 2. Memasyarakatkan bidang usaha agribisnis, khususnya budidaya sayuran secara hiroponik. 3. Membudidayakan dan memasarkan sayuran hidroponik dengan harga yang terjangkau. Kegiatan yang dilakukan perusahaan Parung Farm yang bergerak dibidang agribisnis yaitu budidaya sayuran secara hidroponik, percobaan, penyuluhan, pelatihan, perekayasaan dan penerapan teknologi, mengikuti pameran pertanian, penelitian melalui magang atau praktek kerja lapangan (PKL) para mahasiswa dan lain-lain Sejarah Berdirinya Pada bulan November 1998, pendiri sekaligus pemegang mayoritas modal usaha yang bukan dari kalangan petani (pensiunan Bank BUMN), diperkenalkan oleh beberapa orang Sarjana Pertanian dari BPPT sebuah teknologi pertanian yang dikenal dengan nama hidroponik (hydroponic). Uji coba budidaya tanaman hidroponik pertama kali yang dilakukan terdiri dari 150 tanaman paprika varietas spartacus, 300 tanaman tomat varietas recento, 150 tanaman mentimun Jepang varietas spring swallow dan 150 tanaman melon varietas eagle. Budidaya dilakukan di dalam greenhouse seluas 400 m2 dengan sistem pengairan irigasi tetes dan media tanam substrat arang sekam. Dalam perkembangannya tersebut,

63 Parung Farm sekaligus juga mengadakan kegiatan percobaan, penyuluhan, pelatihan dan kerjasama dengan para alumni peserta pelatihan dalam mengembangkan budidaya tanaman hidroponik. Selain itu Parung Farm saat itu mulai melakukan penelitian melalui magang dan praktek kerja lapangan (PKL) para siswa dan mahasiswa D3, S1, S2 sebagai bahan karya tulis, laporan kuliah kunjungan lapangan, laporan kajian, skripsi dan tesis di bawah bimbingan Kepala Pendidikan dan Pelatihan Parung Farm. Pada tahun 2000, kegiatan Parung Farm selain melakukan percobaanpercobaan hidroponik dan mikroklimat, juga telah mulai mencoba pada usaha komersial dengan melakukan produksi dan penjualan sayuran dan buah segar hidroponik. Hasil budidaya mentimun dan paprika hidroponik selama satu tahun pertama tidak memenuhi harapan, karena belum dapat memenuhi kuantitas dan kualitas yang diinginkan supermarket. Sementara hasil budidaya melon pada tahun kedua cukup memuaskan, meskipun secara pasar belum optimal. Pada tahun 2001, Parung Farm mulai membudidayakan 10 jenis sayuran daun segar yaitu pakchoi hijau, pakchoi putih, bayam hijau, bayam merah, salada keriting hijau, salada keriting merah, salada daun, caisim, kailan dan kangkung. Hasil produksi budidayanya cukup baik dan pasarnya pun dapat terpenuhi dengan profit yang diperoleh sangat optimis, sehingga perusahaan merencanakan peningkatan volume usaha. Pada tahun 2002, Parung Farm telah melakukan perluasan lahan usaha sayuran daun segar hidroponik dengan membangun greenhouse baru. Dengan adanya greenhouse baru tersebut, maka luas lahan budidaya sayuran daun segar saat ini menjadi m2, yang terdiri dari 8 unit greenhouse untuk produksi

64 dengan luas total m2 dan 1 unit greenhouse untuk persemaian seluas 300 m2. Sampai saat ini Parung Farm lebih memfokuskan usaha produksinya pada ke sepuluh jenis sayuran daun segar hidroponik. Pada tahun yang sama pula perusahaan melakukan diversifikasi usaha anggrek bekerjasama dengan Karang Taruna setempat. Pada bulan Juni 2003, setelah melakukan berbagai uji coba produksi dan pemasaran, Parung Farm memutuskan untuk mulai melakukan kegiatan komersiil dengan mendirikan secara resmi sebuah badan hukum Perseroan Terbatas dengan nama PT Kebun Sayur Segar. PT Kebun Sayur Segar digerakkan oleh tenagatenaga muda yang profesional, dengan tetap mendapat bimbingan dan pengarahan dari pendirinya. Pada akhirnya, hasil produksi perusahaan dengan brand Parung Farm sudah dapat ditemui pada hampir semua supermarket dan hipermarket di Jabodetabek dan Bandung serta dapat menjadi salah satu perusahaan produsen yang terbesar dan terbaik pada bidangnya Letak Geografis Lokasi Parung Farm berada di Jalan Raya Parung-Bogor Nomor 546, Desa Parung, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Terletak pada 6o 26 LS dan 106o 44 BT pada ketinggian 100 m di atas permukaan laut dengan topografi permukaan yang relatif datar. Oleh karena itu, Parung Farm berada pada daerah panas dengan suhu udara rata-rata 29o 32o C dengan curah hujan rata-rata 0,160 mm per bulan. Aksesibilitas Parung Farm sangat strategis dan mudah dicapai karena berada di jalan propinsi antara kota Bogor dengan kota Jakarta dan Bumi Serpong Damai (BSD) Tangerang, sehingga mempermudah dalam memasarkan hasil produksinya. Denah lokasi diperlihatkan pada Lampiran 1.

65 Luas Parung Farm secara keseluruhan sekitar empat hektar yang terdiri dari greenhouse produksi tanaman hidroponik, greenhouse persemaian, greenhouse pembibitan, greenhouse budidaya anggrek, ruang pengemasan, kolam ikan, rumah peristirahatan, mushola, aula pelatihan, bangunan kantor, laboratorium kultur jaringan dan mess karyawan. Adapun denah Parung Farm diperlihatkan pada Lampiran Struktur Organisasi Parung Farm memiliki tiga unit usaha yaitu : (a) Kebun Sayur Segar (KSS), (b) Kebun Anggrek Parung, dan (c) Pendidikan dan Pelatihan (Diklat). Setiap unit usaha terdiri atas beberapa bagian dan setiap bagian dipegang oleh seorang manager yang dibantu oleh satu atau beberapa orang penanggungjawab lapang dan beberapa orang tenaga kerja operasional. Struktur organisasi Parung Farm terdiri dari pimpinan, bagian administrasi dan keuangan, bagian produksi dan pemasaran. Pimpinan perusahaan adalah orang yang mengkoordinir semua kegiatan dalam perusahaan baik kegiatan produksi maupun non produksi. Bagian administrasi dan keuangan bertanggungjawab dalam menangani segala sesuatu yang berkaiatan dengan masalah keuangan dan kesekretariatan, seperti pembukuan akutansi, membuat surat perjanjian dan lain-lain. Manager bagian produksi bertanggungjawab terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengan produksi sayuran dan bertanggungjawab dalam menangani penyediaan bahan baku atau alat penunjang proses produksi sayuran. Manager pemasaran bertanggungjawab untuk memasarkan hasil produksi dengan cara promosi dan menjalin kerjasama dengan pelaku pasar lain. Penanggungjawab lapang adalah pelaksana kebijakan yang

66 diambil oleh manager, sedangkan tenaga kerja operasional adalah orang-orang yang melakukan kegiatan pada setiap bagian dan unit usahanya masing-masing. Untuk jelasnya struktur organisasi perusahaan dapat dilihat pada Lampiran Gambaran Aspek Teknis Ketenagakerjaan Jumlah dan status tenaga kerja pada unit usaha Parung Farm sebanyak 16 orang tenaga kerja tetap yang terdiri dari 11 orang tenaga kerja tetap bulanan dan 5 orang tenaga kerja tetap harian. Sementara tenaga kerja tidak tetap biasanya difokuskan pada kegiatan pengemasan/pengepakan dan jumlahnya disesuaikan kebutuhan tergantung banyak sedikitnya jumlah sayuran yang harus dikemas. Namun biasanya berjumlah antara 3-4 orang. Adapun ketenagakerjaan di unit usaha Parung Farm dapat dilihat pada Tabel 7. Jumlah hari kerja adalah 6 hari seminggu. Jumlah jam kerja adalah 7 jam per hari dimulai pukul 07:00-15:00 WIB dengan waktu istirahat 1 jam. Dalam menerima calon pekerja, perusahaan memiliki persyaratan atau kualifikasi khusus bagi tenaga kerja tetap yang menyangkut pendidikan formal, pengalaman, pengetahuan dan keterampilan. Sedangkan tenaga kerja tidak tetap (harian), persyaratan hanya sebatas bertanggungjawab dan mau bekerja keras. Tabel 7. Status dan Jumlah Tenaga Kerja di unit usaha Parung Farm Tahun 2008 Status dan Jabatan A. Tenaga Kerja Tetap a. Tenaga Kerja Tetap Bulanan 1. Administrasi & Keuangan 2. Manager produksi Jumlah Tenaga Kerja (orang) Pria Wanita 1 1

67 3. Manager pemasaran 4. Penanggung jawab rumah plastik persemaian 5. Penanggung jawab rumah plastik penanaman 6. Tenaga Kerja operasional pemasaran 7. Tenaga Kerja keamanan (satpam) b. Tenaga Kerja Tetap Harian 1. Tenaga.Kerja operasional persemaian 2. Tenaga Kerja operasional penanaman B. Tenaga Kerja Tidak Tetap 1. Tenaga kerja produksi (pemeliharaan) 2. Tenaga kerja pengemasan (packing) Jumlah Sumber : Parung Farm, Sarana dan Budidaya Sayuran Hidroponik Sarana penting untuk budidaya sayuran hidroponik di Parung Farm terdiri atas 1 unit greenhouse persemaian, 10 unit greenhouse produksi serta rumah nutrisi dan gudang. Greenhouse persemaian merupakan bangunan khusus untuk menyemaikan benih-benih sayuran yang akan dibudidayakan menjadi tanaman yang sehat dan siap untuk dipindahkan dan dibesarkan di greenhouse produksi. Greenhouse produksi merupakan tempat membesarkan bibit sayuran yang prima untuk selanjutnya dirawat sampai sayuran tersebut memberikan hasil panen. Rumah nutrisi berfungsi sebagai tempat mencampur nutrisi yang dibutuhkan tanaman, dan gudang untuk tempat menyimpan nutrisi atau bahan dan perlengkapan pertanian lainnya. Adapun ketersediaan greenhouse diperlihatkan pada Tabel 8. Tabel 8. Ketersediaan Greenhouse Budidaya Sayuran Hidroponik Parung Farm No Greenhouse Greenhouse persemaian Greenhouse produksi 1A (GH-1A) Greenhouse produksi 1B (GH-1B) Greenhouse produksi 2 Luas (m2) Keterangan Konstruksi kayu Konstruksi kayu Konstruksi kayu Konstruksi besi

68 Greenhouse produksi 3 (SERRE II) Greenhouse produksi 4 Greenhouse produksi 5 Greenhouse produksi 6 Greenhouse produksi 7 Greenhouse produksi Konstruksi kayu Konstruksi kayu Konstruksi kayu Konstruksi kayu Konstruksi kayu Konstruksi kayu Greenhouse produksi Konstruksi kayu Greenhouse produksi Konstruksi kayu Konstruksi kayu 323 Konstruksi kayu Jumlah 13 Greenhouse pembibitan DFT Greenhouse pembibitan DFT-2. Jumlah Sumber : Parung Farm, 2008 Kerangka bangunan greenhouse di Parung Farm sebagian besar semi permanen terbuat dari kayu, tetapi ada juga yang terbuat dari besi dan bambu. Konstruksi atap dari plastik Ultra Violet (UV). Dinding bangunan ditutup rapat dengan kawat kasa (screen insect atau insect net) yang dikombinasi dengan plastik UV yang tingginya masing-masing setengah dari tinggi tiang bangunan. Lantai dasarnya berupa tanah padat yang dilapisi susunan bata merah. Tinggi tiang bangunan m dan tinggi tiang kuda-kuda + 1,5-2,0 m. Bentuk model atapnya yaitu model dua tingkat atau model berventilasi dua arah (piggy back system). Bentuk atap tersebut, ditinjau dari aspek aliran udara maka udara panas dalam greenhouse lebih leluasa mengalir keluar sehingga dalam ruangan menjadi tidak terlalu panas. Selain bentuk atap, ventilasi udara di dalam ruangan greenhouse dibantu pula oleh kawat kasa yang terpasang pada bagian dinding greenhouse, sehingga selain hama tidak bisa masuk juga mempermudah keluar masuknya udara dalam ruangan. Di dalam ruang greenhouse ini terdiri dari

69 bedengan-bedengan yang terbuat dari kayu atau bambu yang berfungsi untuk menempatkan wadah tanaman yang dibudidayakan juga sebagai sistem penunjang irigasi beserta seperangkat peralatannya. Selain itu dilengkapi pula dengan kipas (ozven) sebagai alat penyedot udara panas keluar greenhouse, sehingga dapat menurunkan suhu udara dalam ruangan greenhouse. Hal penting lainnya yang perlu mendapat perhatian pada pembudidayaan hidroponik adalah tentang pendistribusian larutan nutrisi atau sistem pengairannya. Tujuan mengairi tanaman dengan larutan nutrisi yaitu mencukupi kebutuhan air dan hara bagi pertumbuhan tanaman. Sistem irigasi dan instalasinya yang digunakan Parung Farm adalah dengan sistem substrat, sistem NFT (Nutrition Film Technique), sistem DFT (Deep Flow Technique) dan sistem aeroponik (Airoponic). Aeroponik adalah sistem yang paling besar diusahakan oleh Parung Farm. Untuk jelasnya keempat sistem dapat dilihat pada Gambar 4. Secara garis besar, proses budidaya sayuran hidroponik di Parung Farm terdiri atas lima tahapan yaitu : Persemaian, Penanaman atau pembesaran, Pemeliharaan, Panen dan Pengemasan. Persemaian. Media tanam pada persemaian sayuran menggunakan media batu kerikil ukuran 0,5-1 cm yang dihamparkan di atas terpal atau bak semen dengan lebar 2 m, panjang 10 m dan tinggi 5-10 cm dengan kemiringan 2-3 persen. Ketebalan hamparan batu kerikil di atas bak media 3 cm. Di bagian atas bak dipasang pipa yang menyalurkan nutrisi secara berkala yaitu setiap 1 menit sekali sehingga larutan nutrisi mengalir sampai ke bagian bawah bak dan benih mendapatkan nutrisi setiap saat. Persemaian dilakukan di dalam greenhouse

70 karena benih tidak boleh terkena air hujan dan sinar matahari secara langsung. Gambar 4. Sistem Hidroponik di Parung Farm : Substrat, NFT, DFT, Aeroponik Setelah tanaman memiliki tingkat keseragaman, profil yang baik dan kokoh, maka tanaman siap untuk dipindahkan ke dalam greenhouse produksi. Adapun sarana persemaian diperlihatkan pada Lampiran 4. Penanaman. Setelah bibit semai tumbuh dan berumur hari (tergantung jenis sayuran), bibit semai siap untuk ditanam pada greenhouse produksi. Bibit semai akan dicabut satu persatu dari hamparan batu kerikil persemaian, dicuci dan dimasukkan ke dalam lubang-lubang pada papan styrofoam. Diameter lubang styrofoam 1-2 cm dengan jarak antar lubang 10 cm. Populasi per m² kira-kira adalah batang tanaman, disesuaikan dengan jenis

71 sayurannya dan sistem irigasi hidroponik yang digunakan (NFT atau Aeroponik). Adapun sarana penanaman diperlihatkan pada Lampiran 5. Pemeliharaan. Pemeliharaan dalam bentuk pengkekepan tanaman, pemberian nutrien, pengecekan air dan kontrol irigasi serta pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan rutin setiap hari dan sterilisasi. Pengkekepan adalah suatu usaha mensortir dan menyingkirkan tanamantanaman yang rusak, mati atau mengalami kemunduran dalam pertumbuhannya (tidak sehat) dari papan penanaman styrofoam. Di Parung Farm kegiatan penyulaman tidak dilakukan karena akan sangat mempengaruhi mutu produk di penanganan pasca panennya. Pemberian nutrien tanaman di Parung Farm diperoleh dengan cara meramu sendiri, sehingga didapatkan unsur-unsur yang benar-benar dibutuhkan tanaman dengan dosis yang tepat dan harga yang lebih murah. Ramuan atau formulasi nutrisi dilakukan dengan cara basah (larutan) yaitu garam-garam nutrisi dicampur dalam larutan air membentuk stok larutan berkonsentrasi pekat, sehingga bila ingin menggunakannya, tinggal mengambil sesuai dengan jumlah yang dikehendaki lalu mengencerkan dengan air. Pekerjaan meramu nutrisi hidroponik ini memerlukan orang yang tahu betul tentang kebutuhan hara tanaman. Pada sayuran hidroponik, tanaman perlu diberi nutrisi karena media tanam hidroponik tidak mengandung unsur hara makro (C, H, O, N, F, K, Ca, Mg, S) dan mikro (Fe, Mn, B, Cu, Cl, Zn, Mo). Unsur hara makro yang berguna untuk menumbuhkan struktur vegetatif dan produksi merupakan unsur yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang banyak sehingga persediaan di media tanam akan cepat habis. Sedangkan unsur hara mikro yang berguna sebagai pelengkap

72 esensial bagi rasa, kadar gula/tingkat kemanisan, warna dan daya tahan tanaman terhadap penyakit merupakan unsur yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang sedikit, tapi fungsinya sangat penting sehingga harus tersedia. Kesemua unsur itu disebut sebagai unsur hara esensial, artinya bahwa kalau salah satu unsur itu tidak ada tanaman akan terhambat pertumbuhannya, tetapi bila unsur hara yang tidak ada itu diberikan kembali, tanaman akan kembali normal. Pengecekan air dan kontrol irigasi dilakukan dengan mengecek EC (Electric Conductivity) dan ph larutan pada setiap pagi oleh penanggung-jawab greenhouse produksi, sedangkan sore harinya dilakukan pengecekan saluran irigasi untuk mencegah terjadinya kebocoran atau penyumbatan pada pipa-pipa saluran. Pengecekan EC larutan menggunakan alat EC-meter untuk mengukur kepekatan atau konsentrasi larutan nutrisi tanaman, sedangkan alat ph-meter untuk mengukur keasaman air pengairan dan larutan. Pengendalian hama dan penyakit tanaman sayuran dilakukan secara manual dengan memetik daun yang terkena hama dan penyakit agar tidak menular kepada tanaman lain. Pengendalian hama dan penyakit di Parung Farm tidak menggunakan sama sekali pestisida, sehingga produk sayurannya aman dan sehat untuk dikonsumsi. Sterilisasi kolam (pada aeroponik) dan talang (pada NFT) dilakukan setiap 3-4 musim sekali agar semua sarana dan peralatan yang digunakan dalam keadaan steril. Sterilisasi pada kolam dilakukan dengan memberikan kaporit 4,5 gram/m3, sedangkan sterilisasi pada talang dilakukan dengan memberikan formalin 4 persen.

73 Panen. Tanaman sayuran akan siap untuk dipanen setelah berada dalam greenhouse produksi selama hari. Penentuan saat panen dan cara panen yang tepat merupakan kegiatan yang perlu mendapat perhatian, karena bila sayuran dipanen terlalu muda maka akan terjadi penguapan yang menyebabkan sayuran banyak kehilangan air, layu, berkerut dan bobot akan berkurang. Sementara bila sayuran dipanen terlalu tua maka sayuran tersebut terasa liat dan cepat menguning. Pemanenan umumnya dan lebih baik dilakukan pada pagi hari (jam ) untuk mengurangi kerusakan oleh panas matahari, sehingga diperoleh sayuran dalam kondisi segar dan belum banyak mengalami penguapan. Pemanenan dilakukan dengan cara manual yaitu dicabut dengan tangan secara hati-hati pada bagian pangkal batang tanaman, agar batang sayuran tidak patah dan daunnya tidak sobek. Sayuran yang mengalami kerusakan mekanis akan memudahkan masuknya patogen sehingga sayuran terinfeksi selama pengangkutan dan penyimpanan. Kondisi tersebut akan mudah mengalami pembusukan atau rusak sebelum sampai ke tujuan pemasaran. Sayuran yang sudah dipanen selanjutnya dikumpulkan ke dalam keranjang panen atau kotak krat (container) secara hati-hati agar tidak rusak dan luka. Demikian pula sayuran yang sehat harus dipisahkan dari sayuran yang terkena hama penyakit agar sayuran sehat tidak tertular. Sayuran panen yang ada di dalam container diletakkan ditempat teduh agar proses respirasi berjalan lambat sehingga tidak cepat layu. Setelah panen selesai, container sayuran dibawa ke dalam rumah pengemasan (Packing) dengan menggunakan gerobak dorong. Pengemasan. Hasil panen sayuran di ruangan packing selanjutnya ditimbang berat kotornya dan disortir sehingga daun sayuran yang patah, kuning

74 atau berlubang-lubang dapat dibuang. Sortasi dilakukan dengan maksud memisahkan sayuran yang baik dan bermutu dengan sayuran yang kurang baik dan rusak. Sortasi dilakukan juga dengan membuang bagian-bagian sayuran yang tidak dapat dimanfaatkan untuk dikonsumsi. Spesifikasi sayuran yang layak jual pada Parung Farm adalah dipilih sayuran yang tidak mengalami : 1. Tip burn atau terbakar ujung daun. 2. Bolting atau batang memanjang. 3. Daun bolong atau rombeng. 4. Terserang hama penyakit tanaman. 5. Tangkai daun patah dan daun menguning. 6. Menunjukkan gejala timbul penyakit. Sayuran hasil sortasi selanjutnya dibersihkan dengan cara mencuci semua sayuran dengan air bersih yang mengalir (tanpa menggunakan pestisida atau bahan kimia pada air cucian), sampai hilang semua kotoran yang melekat pada permukaan sayuran. Berikutnya dilakukan pengeringan. Proses pengeringan pada sayuran hanya sekedar menghilangkan air bebas cucian agar patogen (berupa bakteri dan cendawan perusak) tidak mudah berkembang dan merusak sayuran, sehingga dapat dihindari pembusukan selama proses penyimpanan dan pengangkutan. Setelah sayuran dicuci dan dikeringkan, sayuran yang akan dikemas ditimbang masing-masing 250 gram. Kemasan yang digunakan sayuran ada dua jenis, yaitu ikat dan pak. Untuk sayuran ikat, pengikatan menggunakan selotip yang bertuliskan fresh vegetable dan diberi stiker berlogo perusahaan. Sedangkan untuk sayuran yang dipak, digunakan kemasan plastik berlubang yang berlogo

75 Parung Farm berukuran 50 x 30 cm. Setelah sayuran dimasukkan ke dalam plastik, bagian atas plastik direkat dengan alat impacealer. Sayuran yang telah dikemas, disimpan dalam ruang pendingin (cold storage) bersuhu ruang 5o C 8o C sebelum dikirim ke supermarket atau ke outlet. Lama penyimpanan dalam ruang pendingin maksimal hanya 3 hari, lebih dari itu sayuran tidak dapat dipasarkan lagi. Sementara di KSS Parung Farm lama penyimpanan hanya satu malam karena pada pagi harinya sayuran sudah harus dikirim. Adapun kegiatan penanganan pasca panen sayuran di Parung Farm diperlihatkan pada Lampiran Gambaran Pemasaran Sayuran Hidroponik Produksi Secara garis besar, sayuran hasil produksi Parung Farm dapat dikategorikan ke dalam tiga kelompok, yaitu: selada, non-selada dan tomat. Sayuran yang termasuk ke dalam kelompok selada (Lettuce) antara lain adalah : Selada Keriting, Red Oakleaf, Green Oakleaf, Lollo Rossa, Romaine, Butterhead, Batavia, Siomax dan Endivee. Sayuran yang termasuk ke dalam non-selada (NonLettuce) antara lain adalah : Caisim, Bayam Hijau, Kangkung, Petsay, Kailan, Bayam Merah, Pak-Choi Hijau, dan Pak-Choi Putih. Sementara yang termasuk ke dalam kelompok tomat antara lain adalah : Red Unique, Golden Unique, Cluster, Golden Shine, Fortune Unique, Cherry, Recento dan Oblong Beef. Hasil produksi masing-masing jenis sayuran dapat dilihat pada Tabel 9. Produktivitas yang diperoleh berdasarkan rata-rata berat bersih per tanaman pada umur optimal masing-masing sayuran. Pada tabel tersebut memperlihatkan bahwa

76 pakcoy putih mempunyai produktifitas yang tertinggi sebesar 2.0 kg/m2 atau 8 pack/ m2 di mana satu pack seberat 250 gram. Hingga saat ini produk Parung Farm masih ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri. Hal ini disebabkan permintaan pasar dalam negeri semakin meningkat dan belum dapat dipenuhi oleh produksi dalam negeri. Pasar menghendaki produks sayuran yang bervariasi sehingga upaya Parung Farm untuk tidak berspesialisasi pada satu macam komoditi sayuran sangat tepat. Tabel 9. Rata-rata produktivitas sayuran Parung Farm Oktober 2009 No Jenis Sayuran Yang Diusahakan Selada Keriting Selada Merah (Red Oakleaf) Selada Hijau (Green Oakleaf) Caisim Bayam Hijau Kangkung Kailan Bayam Merah Pak-Choi Hijau Pak-Choi Putih Rata-rata produktivitas sayuran PF (kg/m2) (pack/m2) Sumber : Parung Farm Saluran Pemasaran Kegiatan pemasaran ditujukan untuk menyampaikan sayuran yang diproduksi kepada konsumen, sehingga diperoleh nilai berupa uang sebagai pendapatan penjualan (usaha tani). Bila kegiatan pemasaran terhambat maka produk tidak akan sampai kepada konsumen dalam keadaan baik, sedangkan produk sayuran mempunyai sifat mudah rusak dan tidak tahan lama. Pada penanganan pemasaran, Parung Farm selalu berupaya agar memenuhi syarat pasar, yaitu kualitas, kuantitas dan kontinuitas. Target atau

77 segmen pasar yang dituju perusahaan adalah segmen golongan menengah ke atas, karena segmen tersebut merupakan pembeli potensial bagi perusahaan. Kegiatan pemasaran ditangani langsung oleh bagian pemasaran yang berkoordinasi dengan bagian produksi untuk memperkirakan jumlah produk, menentukan harga jual, menentukan saluran pemasaran dan kebijakan pemasaran. Saluran pemasaran sayuran daun hidroponik Parung Farm merupakan saluran yang memiliki rantai pemasaran yang singkat. Pengecer pada saluran pemasaran yang dimiliki Parung Farm adalah supermarket, hotel dan restoran. Sampai saat ini supermarket yang telah menjalin kerjasama dengan Parung Farm diantaranya adalah : Mega Mall (Kedung Badak, Bogor, Depok, Bandung, Karawaci Tangerang, Cilegon, Cipulir, Atrium Jakarta, Orion Jakarta, Bekasi, Cikarang, Karawang, Cirebon), Aneka Buana (Jakarta), Diamond (Cikokol, Fatmawati Jakarta, Cireundeu Jakarta), Kelapa Gading (Jakarta), Jakarta Fruit Cener (Jakarta), Yogya Department Store (Bogor dan Bandung) dan Hero (Bandung). Sedangkan hotel dan restoran yang dilayani Parung Farm adalah hotel dan restoran yang masih berlokasi di Jakarta seperti Hotel Horizon, Hotel Grand Mulia dan Restoran Pasific. Parung Farm harus dapat memasok sayuran ke seluruh Carefour & Hero di Jadebotabek sebanyak 48 outlet setiap hari. Sistem penjualan Parung Farm ke supermarket dilakukan dengan cara menawarkan sampel. Jika pihak perusahaan tertarik, maka supermarket tersebut harus memesan sayuran satu minggu sebelum pengiriman dalam bentuk order. Sistem pembayaran yang dilakukan oleh supermarket ada dua macam, yaitu : 1. Sistem putus yaitu suatu sistem pembayaran di mana supermarket membayar semua sayuran yang sudah dipesannya, sehingga apapun yang terjadi pada

78 sayuran tersebut baik laku atau tidak laku menjadi resiko yang harus ditanggung oleh supermarket yang bersangkutan. 2. Sistem konsinyasi yaitu suatu sistem pembayaran di mana supermarket hanya membayar sebanyak sayuran yang laku terjual, sedangkan sayuran yang tidak laku akan dikembalikan. Sistem pembayaran putus biasanya lebih banyak diterapkan oleh supermarket besar, hotel dan restoran (+ 80 persen). Sedangkan untuk sistem konsinyasi lebih banyak diterapkan oleh supermarket kecil dengan alasan tidak mau menanggung resiko. Salah satu strategi pemasaran yang dilakukan oleh Parung Farm antara lain : 1. Menggunakan label usaha pada kemasan sehingga konsumen akan mengetahui perusahaan yang memproduksinya. 2. Membuat website (situs) perusahaan di internet sehingga semua orang baik di dalam dan di luar negeri dapat mengetahui keberadaan perusahaan, mengetahui produk yang ditawarkan dan segala macam informasi aktual mengenai perusahaan. 3. Mengikuti berbagai macam pameran dengan maksud untuk memperkenalkan sekaligus memasyarakatkan produk sayuran hidroponik. 4. Menyebarkan brosur kepada konsumen dengan harapan masyarakat akan lebih mengerti mengenai pembudidayaan hidroponik.

79 BAB VI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 6.1 Analisis Fungsi Produksi Model fungsi produksi selada aeroponik dibangun berdasarkan laporan produksi bulanan periode Januari Desember 2008 yang tersedia di perusahaan. Data yang digunakan dalam pendugaan fungsi produksi selada aeroponik meliputi produksi selada aeroponik, luas panen, benih, nutrisi, pemakaian listrik, penggunaan tenaga kerja, dan pengalaman. Model regresi yang digunakan merupakan model fungsi produksi CobbDouglas, di mana produksi selada aeroponik sebagai variabel yang dipengaruhi sedangkan luas panen, benih, nutrisi, pemakaian listrik, penggunaan tenaga kerja, dan pengalaman sebagai variabel yang mempengaruhi. Data dan hubungan faktorfaktor produksi sebagai variabel bebas dengan produksi selada aeroponik sebagai variabel tidak bebas diperlihatkan pada Lampiran 7. Hasil pendugaan model dengan menggunakan faktor produksi luas panen (X1), benih (X2), nutrisi (X3), penggunaan listrik (X4), tenaga kerja (X5) dan pengalaman (X6) dapat dilihat pada Lampiran 8. Dari hasil pendugaan model tersebut diketahui adanya multikolinearitas yaitu terdapatnya hubungan linier diantara peubah bebas, hal ini dapat dilihat dari nilai VIF yang nilainya lebih besar dari 10 untuk variabel bebas luas panen (X1) yaitu sebesar 12,4 dan benih (X2) yaitu 104,6 serta pengalaman (X6) sebesar 63,7. Masalah multikolinearitas merupakan salah satu kelemahan dari fungsi produksi Cobb-Douglas. Dengan

80 demikian perlu adanya perbaikan model fungsi produksi untuk menghilangkan masalah multikolonearitas sehingga memenuhi asumsi OLS. Untuk menghilangkan adanya korelasi tersebut maka faktor produksi pengalaman (X6) dihilangkan dari model fungsi produksi selada aeroponik sehingga faktor produksi yang masih bisa digunakan adalah luas panen (X1), benih (X2), nutrisi (X3), listrik (X4), dan tenaga kerja (X5). Hasil analisis regresi faktor produksi selada aeroponik setelah menghilangkan variabel bebas pengalaman (X6) dapat dilihat pada Lampiran 9. Berdasarkan uji F terhadap data (Tabel 10), diperoleh nilai F hitung 98,68 nyata pada tingkat kepercayaan 99 persen. Angka ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan nyata antara produksi selada aeroponik dengan faktor-faktor produksi yang digunakan secara bersama-sama. Tabel 10. Analisis Ragam Fungsi Produksi Selada Aeroponik Sumber Keragaman Derajat Bebas (DF) Jumlah Kuadrat yang dijelaskan (SS) Regresi Residual Error Total ,2591 0,0283 0,2874 F hitung (F) Peluang (P) 98,68 0,00 Uji t digunakan untuk melihat pengaruh masing-masing faktor produksi terhadap produksi selada aeroponik yang dihasilkan. Tabel 11 menyajikan nilai pendugaan terhadap fungsi produksi selada aeroponik.

81 Tabel 11. Analisis Faktor-faktor Produksi Selada Aeroponik Prediktor Konstanta Luas Panen (X1) Benih (X2) Nutrisi (X3) Listrik (X4) Tenaga kerja (X5) R2 = 90,1 persen R2 terkoreksi = 89,2 persen Koefisien regresi 1,9084 0,3855 0,1212 0,1530-0,1169 0,0414 Peluang 0,000 0,000 0,006 0,033 0,172 0,834 VIF 7,7 7,7 1,1 1,1 1,0 Berdasarkan nilai pada Tabel 11 dapat diduga fungsi produksi selada aeroponik adalah sebagai berikut : Ln Y Produksi = 1,91 + 0,386 Ln X1 Luas Panen + 0,121 Ln X2 Benih + 0,153 Ln X3 Nutrisi - 0,117 Ln X4 Listrik + 0,041 Ln X5 Tenaga Kerja Nilai koefisien determinasi (R2) untuk model tersebut adalah 90,1 persen. Angka ini menunjukkan bahwa 90,1 persen dari variasi veriabel produksi selada aeroponik dapat dijelaskan oleh variasi variabel luas panen, benih, nutrisi, listrik, dan tenaga kerja, sisanya 9,9 persen dijelaskan oleh variabel lain diluar model. Nilai koefisien determinasi terkoreksi adalah 89,2 persen, angka ini merupakan nilai koefisien determinasi yang telah mempertimbangkan derajat bebas. Nilai F hitung sebesar 98,68 berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 99 persen, yang berarti bahwa secara bersama-sama variabel-variabel luas panen (X1), benih (X2), nutrisi (X3), listrik (X4), dan tenaga kerja (X5) berpengaruh nyata terhadap produksi selada hidroponik pada selang kepercayaan 99 persen. Dari pendugaan model tersebut dilakukan pemeriksaan terhadap asumsi OLS. Uji multikolinearitas dilakukan dengan melihat nilai VIF. Nilai VIF untuk

82 masing-masing faktor produksi lebih kecil dari 10. hal ini menunjukkan bahwa tidak terjadi multikolinearitas pada variabel-variabel yang digunakan. 6.2 Analisis Elastisitas Faktor Produksi Selada Aeroponik Dalam model fungsi produksi Cobb-Douglas, besaran koefisien regresi merupakan elastisitas dari variabel-variabel input tersebut. Analisis pengaruh variabel input terhadap produksi selada aeroponik adalah sebagai berikut : Luas Panen (X1) Berdasarkan uji parameter secara parsial, faktor produksi luas panen berpengaruh positif terhadap produksi dan nyata pada tingkat kepercayaan 95 persen, hal ini sesuai dengan hipotesis yaitu semakin luas lahan panen maka produksi selada aeroponik akan semakin tinggi. Berpengaruhnya faktor produksi luas panen terhadap produksi selada aeroponik dikarenakan dalam budidaya secara aeroponik luas panen merupakan faktor yang utama. Nilai elastisitas luas panen dalam fungsi produksi selada aeroponik sebesar 0,386 yang artinya setiap penambahan luas panen pada produksi selada aeroponik sebesar satu persen maka akan meningkatkan produksi selada aeroponik sebesar 0,386 persen dengan faktor-faktor produksi lain tetap (cateris paribus). Ini berarti perusahaan masih dapat menambah luas panen yang diusahakan, karena tambahan pemakaian luas panen memberikan persentase peningkatan produksi yang lebih besar. Nilai elastisitas faktor produksi luas panen sebesar 0,386 menunjukkan bahwa luas panen yang digunakan berada pada daerah II, yaitu daerah rasional karena nilai elastisitas produksinya berada antara nol dan satu.

83 Benih (X2) Salah satu faktor produksi penting dalam budidaya selada aeroponik adalah kebutuhan benih. Kebutuhan benih ini berpengaruh nyata terhadap faktor produksi. Nilai elastisitas benih sebesar 0,121 yang berarti bahwa setiap penambahan penggunaan benih sebesar satu persen dapat meningkatkan produksi selada aeroponik sebesar 0,121 persen. Berpengaruhnya faktor produksi benih ini dikarenakan dalam budidaya selada aeroponik memerlukan jumlah benih untuk disemaikan menjadi bibit salada yang siap diaeroponikkan. Nilai elastisitas faktor produksi benih positif dan kurang dari satu menunjukkan bahwa penggunaan benih berada pada daerah II, yaitu daerah rasional karena nilai elastisitas produksinya berada antara nol dan satu. Nutrisi (X3) Salah satu faktor produksi dalam budidaya selada hidroponik adalah pemberian nutrisi yang dibutuhkan oleh tanaman. Pemberian nutrisi ini berpengaruh nyata terhadap faktor produksi. Nilai elastisitas nutrisi sebesar 0,153 yang berarti bahwa setiap penambahan penggunaan nutrisi sebesar satu persen dapat meningkatkan produksi selada aeroponik sebesar 0,153 persen. Berpengaruhnya faktor produksi nutrisi ini dikarenakan tanaman selada yang dibudidayakan secara aeroponik hanya mendapatkan makanan dari nutrisi. Semakin banyak nutrisi yang digunakan maka produksi selada hidroponik akan semakin tinggi. Nilai elastisitas faktor produksi nutrisi positif dan kurang dari satu menunjukkan bahwa penggunaan nutrisi berada pada daerah II, yaitu daerah rasional karena nilai elastisitas produksinya berada antara nol dan satu.

84 Listrik (X4) Penggunaan listrik tidak berpengaruh nyata terhadap produksi selada hidroponik pada selang kepercayaan 95 persen, di mana P hitung = 0,172 lebih besar dari α = 0,05 (Tabel 11), meskipun penggunaan listrik merupakan salah satu faktor penting dalam budidaya selada aeroponik. Kondisi tersebut menyatakan bahwa perusahaan tidak memerlukan lagi tambahan listrik selama belum ada penambahan luas areal tanam atau luas panen atau greenhouse atau perluasan usahatani selada aeroponik, karena ditambah atau dikurangi listriknya tidak akan berpengaruh nyata terhadap produksi selada aeroponiknya. Penggunaan listrik merupakan variabel penting dalam budidaya selada aeroponik karena teknologi ini sangat bergantung pada listrik. Aliran listrik diperlukan untuk menyemprotkan air dan nutrisi ke akar tanaman melalui springkel dalam bentuk kabut melalui pompa berkapasitas besar dan tekanan tinggi (volume liter/menit dan tekanan 3 atmosfir). Bila aliran listrik mati sehingga tidak bisa memancarkan larutan nutrisi ke akar tanaman, maka dalam satu jam seluruh kebun tanamannya akan layu dan mungkin mati apabila sudah melewati titik layu permanen atau tetap. Selain itu akar tanaman akan mengering jika siklus pengkabutan terganggu atau terbuka di udara tanpa bak penutup. Untuk mengatasi kendala listrik tersebut, maka perusahaan telah menyediakan generator set (genset) yang siap menyala apabila ada gangguan listrik mati. Kondisi tersediannya genset tersebut diduga yang menjadi penyebab kenapa variabel listrik tidak berpengaruh nyata terhadap produksi selada aeroponik. Oleh karena itu penggunaan teknologi aeroponik sangat memerlukan tersedianya genset,

85 apalagi kalau usahataninya berada pada satu wilayah yang aliran listriknya sering padam di siang hari. Tenaga Kerja (X5) Secara statistik nilai koefisien regresi tenaga kerja tidak berpengaruh secara nyata terhadap produksi pada selang kepercayaan 95 persen (P hitung = 0,834 > α = 0,05). Artinya pada kondisi yang ada saat itu maka adanya penambahan maupun pengurangan tenaga kerja tidak akan berpengaruh nyata terhadap produksi selada aeroponik. Perusahaan pada skala usahatani selada aeroponik tersebut tidak memerlukan tambahan atau pengurangan tenaga kerjanya. Tidak berpengaruh tenaga kerja ini diduga karena produksi selada aeroponik lebih dipengaruhi oleh pengalaman atau keterampilan tenaga kerja bukan oleh jumlah tenaga kerja. Kemungkinan lainnya diduga karena terbatasnya data series bulanan yang digunakan, sehingga tidak dapat menjelaskan pengaruhnya terhadap produksi budidaya selada aeroponik.

86 BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Berdasarkan analisis fungsi produksi Cobb-Douglas diperoleh hasil bahwa berdasarkan uji F model layak atau signifikan pada taraf nyata 5 persen artinya secara bersama-sama faktor produksi (variabel bebas), yaitu luas panen (X1), benih (X2), nutrisi (X3), penggunaan listrik (X4), dan tenaga kerja (X5) berpengaruh nyata terhadap produksi selada aeroponik kecuali variabel pengalaman (X6). Berdasarkan hasil olah data dari fungsi produksi Cobb-Douglas tersebut diperoleh nilai koefisien determinasi sebesar 90,1 persen. Hal ini menunjukkan bahwa 90,1 persen dari variasi produksi dapat dijelaskan oleh model fungsi produksi, sedangkan sisanya 9,9 persen dapat dijelaskan oleh faktor lain dari model, seperti faktor-faktor mikroklimat, sarana dan prasarana aeroponik seperti styrofoam, rockwool, jelly cup, sprayer, jet spray, debit air, bak penampungan plastik, pipa PE, katup dan pompa. Analisis pengaruh variabel input terhadap produksi selada aeroponik secara parsial menghasilkan bahwa faktor produksi luas panen (X1), benih (X2), dan nutrisi (X3) berpengaruh nyata terhadap produksi selada aeroponik pada selang kepercayaan 99 persen, sedangkan untuk faktor produksi penggunaan listrik (X4) dan tenaga kerja (X5) tidak berpengaruh nyata terhadap produksi selada aeroponik pada selang kepercayaan 95 persen. Berdasarkan nilai elastisitas produksi, masing-masing faktor produksi luas panen (X1), benih (X2), nutrisi (X3), dan tenaga kerja (X5) memiliki nilai elastisitas yang positif dan kurang dari satu kecuali faktor produksi penggunaan listrik (X 4)

87 yang bernilai negatif. Nilai koefisien regresi yang positif dan kurang dari satu menunjukkan penggunaan faktor-faktor produksi tersebut berada pada daerah yang rasional. 7.2 Saran-saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, saran yang dapat diberikan adalah : 1. Berdasarkan hasil penelitian ini, maka sebaiknya perusahaan Parung Farm tetap memperhatikan faktor-faktor produksi yang berpengaruh nyata terhadap produksi selada aeroponik, seperti luas panen dengan memanfaatkan lahan yang belum terpakai untuk meningkatkan luas panen sekaligus meningkatkan jumlah benih dan nutrisinya. 2. Penelitian-penelitian lebih lanjut diharapkan dapat menganalisis faktor-faktor produksi yang mempengaruhi produksi komoditi sayuran lainnya seperti caisim, bayam hijau dan merah, kailan, kangkung, serta pak choi hijau dan putih dengan sistem hidroponik yang berbeda, seperti sistem NFT, DFT, substrat batu kerikil dan sebagainya. DAFTAR PUSTAKA

88 Anwar, Nursasongko, TEC-MCT Hydroponic System. Sistem Hidroponik Baru Dari Jepang. Majalah Trubus Bulan Agustus Anonim, Selada Solusi Tepat Untuk Sehat dan Singset. Natural Healing. Portal.cbn.net.id., Selada Family Asteaceae. Teknologi Pangan Teknologi Hidroponik. Hidrogroup Indonesia. co.nr. Agung, Lukas Setyo System Aeroponik Pada Sayuran. Amazing Farm. Lembang. Direktorat Gizi Depertemen kesehatan RI Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bhatara Karya Aksara, Jakarta. Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor Monografi Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor Tahun Bogor. Direktorat Jenderal Hortikultura Statistik Konsumsi Perkapita Komoditas Sayuran di Indonesia Periode Tahun Statistik Produksi Komoditas Sayuran di Indonesia Periode Tahun Statistik Volume Ekspor Komoditas Sayuran di Indonesia Periode Tahun Statistik Volume Impor Komoditas Sayuran di Indonesia Periode Tahun Gujarati, Damodar. Ekonometrika Dasar. Erlangga Jakarta. Gunarto, Anton, Pemanfaatan Teknologi Hidroponik Sebagai Alternatif Pertanian Modern Berorientasi Ekspor. Laporan Teknis, Direktorat Pengkajian Sistem Industri Primer, Deputi Bidang Analisis Sistem. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Jakarta., Budidaya Hidroponik Hortikultura Untuk Skala Komersial. Laporan Teknis, Direktorat Teknologi Budidaya Pertanian. Deputi

89 Bidang Teknologi Agroindustri dan Bioteknologi. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Jakarta. Haryanto, Eko, Tina Suhartini dan Estu Rahayu Sawi dan Selada. PT Penebar Swadaya, Jakarta. Irawan, Bambang Fluktuasi Harga, Transmisi Harga, dan Marjin Pemasaran Sayuran dan Buah. Karsono, Sudibyo, Sudarmodjo dan Yos Sutiyoso Hidroponik Skala Rumah Tangga. Memanfaatkan Rumah dan Pekarangan. Penerbit PT Agromedia Pustaka, Depok. Kartikasari, Dien Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Usahatani Paprika Hidroponik di Kecamatan Parongpong Kabupaten Bandung. Skripsi Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Lingga, Pinus Hidroponik Bercocok Tanam Tanpa Tanah. Penebar Swadaya. Jakarta. Lestari, Garsinia Berkebun Sayuran Hidroponik di Rumah. Serial Rumah dan Taman. Penerbit PT Prima Infosarana Media. Jakarta. Mubyarto Pengantar Ekonomi Pertanian. Penerbit LP3ES. Jakarta. Mulatwati, Sri Sekilas Info tentang Ekspor dan Impor Benih hortikultura Tahun http// 27 Januari Neni, Sehat Dengan Sayuran. Majalah Trubus Nomor 312 Tahun XXVI. Yayasan Sosial Tani Membangun. Jakarta. Nadhwatunnaja, Nusrat Analisis Pendapatan Usahatani dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Paprika Hidroponik di Desa Pasir Langu Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung. Skripsi Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Prihmantoro, Heru dan Y.H. Indriani, Hidroponik Sayuran Semusim Untuk Bisnis dan Hobi. Penebar Swadaya, Cimanggis Bogor. Purnamasari, Nina Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Usahatani Jamur Tiram Putih (Studi Kasus Kelompok Tani Kaliwung Kalimuncar Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor. Skripsi Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Purnomo, Agung Aeroponik. Hidrogroup Indonesia. atau http: //agungpurnomo.com.

90 Rahardi, F., Heru P., Suraidah dan R. Budhipramana, Hidroponik Semakin Canggih. Majalah Trubus Nomor 264, Tahun XXII, November Jakarta. Rukmana, Rahmat Bertanam Selada dan Andewi. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Rodjak, Abdul Dasar-Dasar Manajemen Usahatani. Fakultas Pertanian. Universitas Padjajaran Bandung. Bandung. Roza, Desni Analisis Faktor-Faktor Produksi Kopi Arabika di PT. Indoarabica Mangkuraja Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu. Skripsi Program Studi Agribisnis. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Soekartawi, A.S., John L.D. dan J. Brian H Ilmu Usahatani dan Penelitian Untuk Pengembangan Petani Kecil. UI Press. Jakarta., Teori Ekonomi Produksi Dengan Pokok Bahasan Analisis Fungsi Cobb-Douglas. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Suriawiria,U. dan Fendy R.P., Arab Saudi Menyulap Gurun Menjadi Lahan Produktif. Majalah Trubus Nomor 301, Tahun XXV, Desember Jakarta. Sarwono, B Kultur Hidroponik. Majalah Trubus Nomor 303, Tahun XXVI, Februari Lembaran Bonus. Jakarta. Soeseno, Slamet, Berhidroponik Dengan NFT. Majalah Trubus Nomor 303, Tahun XXVI, Februari Tinjauan Buku. Jakarta., Bisnis Sayuran Hidroponik. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Sutiyoso, Yos, Aeroponik Sayuran. Budidaya dengan Sistem Pengabutan. Penerbit Penebar Swadaya, Jakarta., Hidroponik ala Yos. Mengungkap Tuntas Cara Berhidroponik Yang Menguntungkan. Penerbit Penebar Swadaya, Cimanggis Depok. Sudarmodjo, Hidroponik. PT Kebun Sayur Segar Parung Farm, Bogor. Tidak dipublikasikan.

91 Untung, O. Karjono dan S. Angkasa, Tanaman Buah Tahunan Mulai Dihidroponikkan. Majalah Trubus Nomor 279, Tahun XXIV, Februari Jakarta. Utami, K.P., Pemberian Nutrisi Hidroponik Sistem NFT. Majalah Trubus Nomor 303, Tahun XXVI, Februari Jakarta.

92 LAMPIRAN

93 Lampiran 2. Denah Parung Farm

94 Lampiran 2. Denah Parung Farm Keterangan :

95 1. Ruang pendingin (Cold Storage) 2. Ruang pengemasan 3. Kantor 4. Laboratorium kultur jaringan 5. Rumah 6. Garasi 7. Aula pertemuan/penyuluhan 8. Musholla 9. a. Rumah peristirahatan 1 b. Rumah peristirahatan Mess Karyawan 11. Greenhouse persemaian 12. Greenhouse produksi 1a 13. Greenhouse produksi 1b 14. Greenhouse produksi Greenhouse produksi 3 (Sere 2) 16. Greenhouse produksi Greenhouse produksi Greenhouse produksi 6 dan tangki nutrisi Greenhouse produksi 7 Greenhouse produksi 8 Greenhouse produksi 9 Greenhouse produksi 10 Greenhouse 24. Hidroponik percobaan 25. Gudang nutrisi dan sumur bor 26. Greenhouse pembibitan DFT Greenhouse pembibitan DFT Greenhouse anggrek Greenhouse anggrek Greenhouse anggrek Greenhouse anggrek Gudang pertanian 33. Kolam ikan Kolam ikan Lampiran 3. Struktur Organisasi Parung Farm

96 Lampiran 4. Kegiatan Persemaian Selada Aeroponik

97 Lampiran 5. Sarana Penanaman Selada Aeroponik Lampiran 6. Penanganan Pasca Panen Selada Aeroponik Lampiran 8. Hasil Analisis Regresi Fungsi Produksi Selada Aeroponik dengan Metode OLS Regression Analysis: Ln Y Produksi versus Ln X1 Luas Panen, Ln X2 Benih,... The regression equation is Ln Y Produksi = Ln X1 Luas Panen Ln X2 Benih Ln X3 Nutrisi Ln X4 Listrik Ln X5 Ten. Kerja Ln X6 Pengalaman

I. PENDAHULUAN. Kailan (Brassica oleraceae var achepala) atau kale merupakan sayuran yang

I. PENDAHULUAN. Kailan (Brassica oleraceae var achepala) atau kale merupakan sayuran yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kailan (Brassica oleraceae var achepala) atau kale merupakan sayuran yang masih satu spesies dengan kol atau kubis (Brassica oleracea) (Pracaya, 2005). Kailan termasuk

Lebih terperinci

Setelah mengikuti mata kuliah Hortikultura ini diharapkan mahasiswa memahami konsep Sistem Budidaya Hidroponik

Setelah mengikuti mata kuliah Hortikultura ini diharapkan mahasiswa memahami konsep Sistem Budidaya Hidroponik Standar Kompetisi : Setelah mengikuti mata kuliah Hortikultura ini diharapkan mahasiswa memahami konsep Sistem Budidaya Hidroponik Kompetisi Dasar Setelah mengikuti pokok bahasan ini mahasiswa diharapkan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Subsektor hortikultura merupakan bagian dari sektor pertanian yang mempunyai peran penting dalam menunjang peningkatan perekonomian nasional dewasa ini. Subsektor ini

Lebih terperinci

Disebut Hidroponik, apabila menggunakan air bersih dan nutrisi sebagai media tanam

Disebut Hidroponik, apabila menggunakan air bersih dan nutrisi sebagai media tanam Disebut Hidroponik, apabila menggunakan air bersih dan nutrisi sebagai media tanam Disebut Organik, apabila menggunakan bahan organik bersih sebagai media tanam, misal : gambut, kompos, dll. Tipe Media

Lebih terperinci

Tahun Bawang

Tahun Bawang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan komoditas yang sangat prospektif untuk dikembangkan melalui usaha agribisnis, mengingat potensi serapan pasar di dalam negeri dan pasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan negara yang sangat mendukung untuk pengembangan agribisnis

BAB I PENDAHULUAN. merupakan negara yang sangat mendukung untuk pengembangan agribisnis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sayuran berperan sebagai sumber karbohidrat, protein nabati, vitamin, dan mineral serta bernilai ekonomi tinggi. Sayuran memiliki keragaman yang sangat banyak baik

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Budidaya Bayam Secara Hidroponik

PEMBAHASAN. Budidaya Bayam Secara Hidroponik 38 PEMBAHASAN Budidaya Bayam Secara Hidroponik Budidaya bayam secara hidroponik yang dilakukan Kebun Parung dibedakan menjadi dua tahap, yaitu penyemaian dan pembesaran bayam. Sistem hidroponik yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agribisnis merupakan serangkaian kegiatan yang terkait dengan upaya peningkatan nilai tambah kekayaan sumber daya alam hayati, yang dulu lebih berorientasi kepada

Lebih terperinci

: NUSRAT NADHWATUNNAJA A

: NUSRAT NADHWATUNNAJA A ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI PAPRIKA HIDROPONIK DI DESA PASIR LANGU, KECAMATAN CISARUA, KABUPATEN BANDUNG Oleh : NUSRAT NADHWATUNNAJA A14105586 PROGRAM SARJANA

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN Sektor pertanian terdiri dari beberapa sub sektor, yaitu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan, dimana keempat sub sektor tersebut mempunyai peranan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. inflasi, substitusi impor dan memenuhi permintaan dalam negeri (Direktorat Jendral

I. PENDAHULUAN. inflasi, substitusi impor dan memenuhi permintaan dalam negeri (Direktorat Jendral 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Bekalang Tingkat konsumsi sayur masyarakat Indonesia masih jauh dari angka ideal yang ditetapkan badan pangan dunia (FAO). FAO mensyaratkan konsumsi buah dan sayur idealnya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hidroponik adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan tentang cara

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hidroponik adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan tentang cara II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Hidroponik Hidroponik adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan tentang cara bercocok tanam tanpa menggunakan tanah sebagai media tanam (soilless culture). Media tanam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini

I. PENDAHULUAN. penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sampai saat ini masih memegang peranan penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia terutama dalam pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto). Distribusi PDB menurut sektor ekonomi atau

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hidroponik berarti melakukan budidaya tanaman tanpa media tanah. Dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hidroponik berarti melakukan budidaya tanaman tanpa media tanah. Dalam II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hidroponik Hidroponik berarti melakukan budidaya tanaman tanpa media tanah. Dalam bahas asal yaituyunani, hidroponik berasal dari kata hydro (air) dan ponos (kerja) yang berarti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB. I. PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini dikarenakan sektor pertanian adalah

Lebih terperinci

Hidroponik Untuk Pemula. Feri Ferdinan

Hidroponik Untuk Pemula. Feri Ferdinan Hidroponik Untuk Pemula Feri Ferdinan A. 0813-1100-5930 Hidroponik Bercocok tanam menggunakan media air, hidroponik adalah bercocoktanam tanpa menggunakan media tanah. Soilless 2 Media Tanam Rockwool,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Pertanian merupakan salah satu sektor kehidupan yang bidang pekerjaannya berhubungan dengan pemanfaatan alam sekitar dengan menghasilkan produk pertanian yang diperlukan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN ROMMY ANDHIKA LAKSONO

PENDAHULUAN ROMMY ANDHIKA LAKSONO PENDAHULUAN Hidroponik adalah budidaya menanam dengan memanfaatkan air tanpa menggunakan tanah dengan menekankan pada pemenuhan kebutuhan nutrisi bagi tanaman. Kebutuhan air pada hidroponik lebih sedikit

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PERTUMBUHAN TANAMAN SELADA HIJAU (Lactuca sativa) DENGAN SISTEM HIDROPONIK NFT PERLAKUAN KONSENTRASI TUGAS AKHIR

PERBANDINGAN PERTUMBUHAN TANAMAN SELADA HIJAU (Lactuca sativa) DENGAN SISTEM HIDROPONIK NFT PERLAKUAN KONSENTRASI TUGAS AKHIR PERBANDINGAN PERTUMBUHAN TANAMAN SELADA HIJAU (Lactuca sativa) DENGAN SISTEM HIDROPONIK NFT PERLAKUAN KONSENTRASI TUGAS AKHIR Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Ahli Madya Pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia Tahun Produksi (Ton)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia Tahun Produksi (Ton) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wortel merupakan salah satu tanaman sayuran yang digemari masyarakat. Komoditas ini terkenal karena rasanya yang manis dan aromanya yang khas 1. Selain itu wortel juga

Lebih terperinci

1. Pengertian Hidroponik. 2. Sejarah Hidroponik

1. Pengertian Hidroponik. 2. Sejarah Hidroponik 1. Pengertian Hidroponik Hidroponik (Inggris: hydroponic) berasal dari kata Yunani yaitu hydro yang berarti air dan ponos yang artinya pengerjaan atau bercocok tanam. Hidroponik juga dikenal sebagai soilless

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Agribisnis Cabai Merah

II. TINJAUAN PUSTAKA Agribisnis Cabai Merah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Agribisnis Cabai Merah Cabai merah (Capsicum annuum) merupakan tanaman hortikultura sayursayuran buah semusim untuk rempah-rempah, yang di perlukan oleh seluruh lapisan masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan ekonomi nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan ekonomi nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia sebagai negara agraris

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Sawi Dalam ilmu tumbuh-tumbuhan secara taksonomi (Rukmana, 2003) Caisim diklasifikasikan ke dalam golongan sebagai berikut: Kingdom : Plantae Sub-Kingdom : Tracheobionta

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. apartemen sekalipun. Hidroponik dapat diusahakan sepanjang tahun tanpa

PENDAHULUAN. apartemen sekalipun. Hidroponik dapat diusahakan sepanjang tahun tanpa PENDAHULUAN Latar Belakang Hidroponik merupakan pertanian masa depan sebab hidroponik dapat diusahakan di berbagai tempat, baik di desa, di kota di lahan terbuka, atau di atas apartemen sekalipun. Hidroponik

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor terpenting dalam pembangunan Indonesia, terutama dalam pembangunan ekonomi. Keberhasilan pembangunan sektor pertanian dapat dijadikan sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Pemahaman masyarakat terhadap pentingnya pola hidup sehat semakin

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Pemahaman masyarakat terhadap pentingnya pola hidup sehat semakin 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemahaman masyarakat terhadap pentingnya pola hidup sehat semakin tinggi, hal tersebut diwujudkan dengan mengkonsumsi asupan-asupan makanan yang rendah zat kimiawi sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menjadi menarik sehingga mampu menambah selera makan. Selada umumnya

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menjadi menarik sehingga mampu menambah selera makan. Selada umumnya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Selada (Lactuca sativa L) merupakan salah satu komoditi sayuran hortikultura yang banyak dikonsumsi masyarakat. Selada banyak dipilih oleh masyarakat karena tekstur dan

Lebih terperinci

WORKSHOP HIDROPONIK. Ir. Karno, M.Appl.Sc., Ph.D. (Prodi S1 Agroekoteknologi)

WORKSHOP HIDROPONIK. Ir. Karno, M.Appl.Sc., Ph.D. (Prodi S1 Agroekoteknologi) WORKSHOP HIDROPONIK Ir. Karno, M.Appl.Sc., Ph.D. (Prodi S1 Agroekoteknologi) HMJ Pertanian Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro 2017 HIDROPONIK HIDROPONIK HIDROPONIK Hydro (air) Ponos

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Bayam

TINJAUAN PUSTAKA. Bayam TINJAUAN PUSTAKA Bayam Bayam merupakan salah satu jenis sayuran daun yang banyak diminati oleh berbagai kalangan masyarakat. Total luas panen bayam di Indonesia pada tahun 1992 mencapai 34 600 hektar atau

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Setiap jenis sayuran memiliki karakteristik dan manfaat kandungan gizinya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Setiap jenis sayuran memiliki karakteristik dan manfaat kandungan gizinya 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ragam Jenis Sayuran Setiap jenis sayuran memiliki karakteristik dan manfaat kandungan gizinya masing-masing. Jenis sayuran dapat dikelompokkan dalam tiga macam berdasarkan bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kementerian Pertanian menyusun suatu konsep yang disebut dengan Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) yang merupakan himpunan dari Rumah Pangan Lestari (RPL) yaitu rumah

Lebih terperinci

BAB I I. PENDAHULUAN

BAB I I. PENDAHULUAN BAB I I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting bagi masyarakat Indonesia. Kondisi lahan pertanian yang kian hari semakin berkurang sementara disisi lain pemenuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan pupuk di Indonesia terus meningkat sesuai dengan pertambahan luas areal pertanian, pertambahan penduduk, serta makin beragamnya penggunaan pupuk sebagai usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencaharian sebagai petani. Hal ini ditunjang dari banyaknya lahan kosong yang

BAB I PENDAHULUAN. pencaharian sebagai petani. Hal ini ditunjang dari banyaknya lahan kosong yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang mayoritas penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Hal ini ditunjang dari banyaknya lahan kosong yang dapat dimanfaatkan

Lebih terperinci

Baiklah sekarang saya lanjut mengenai cara menanam secara hidroponik.

Baiklah sekarang saya lanjut mengenai cara menanam secara hidroponik. BERKEBUN HIDROPONIK 5 LANGKAH MUDAH MEMBUAT KEBUN HIDROPONIK Hai sahabat Paket Berkebun kali ini saya akan membahas mengenai cara menanam yang modern banget nih, yaitu menanam secara hidroponik. Tentu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki tanaman pangan maupun hortikultura yang beraneka ragam. Komoditas hortikultura merupakan komoditas pertanian yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan komoditas potensial yang mempunyai nilai ekonomi dan permintaan pasar yang tinggi. Luas wilayah Indonesia dengan keragaman agroklimatnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia. Oleh karena itu sektor pertanian di Indonesia perlu

I. PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia. Oleh karena itu sektor pertanian di Indonesia perlu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang menopang kehidupan sebagian besar masyarakat Indonesia. Oleh karena itu sektor pertanian di Indonesia perlu terus dikembangkan

Lebih terperinci

Teknologi Budidaya Tanaman Sayuran Secara Vertikultur

Teknologi Budidaya Tanaman Sayuran Secara Vertikultur Teknologi Budidaya Tanaman Sayuran Secara Vertikultur Oleh Liferdi Lukman Balai Penelitian Tanaman Sayuran Jl. Tangkuban Perahu No. 517 Lembang Bandung 40391 E-mail: liferdilukman@yahoo.co.id Sesuai dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sayuran merupakan tanaman hortikultura yang memiliki peran sebagai sumber vitamin dan mineral.

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sayuran merupakan tanaman hortikultura yang memiliki peran sebagai sumber vitamin dan mineral. I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sayuran merupakan tanaman hortikultura yang memiliki peran sebagai sumber vitamin dan mineral. Sayuran juga dibutuhkan masyarakat sebagai asupan makanan yang segar dan

Lebih terperinci

BAB 2. KERANGKA TEORITIS

BAB 2. KERANGKA TEORITIS BAB 2. KERANGKA TEORITIS 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Tanaman sawi Sawi adalah tumbuhan dari marga Brassica yang dimanfaatkan daun atau bunganya sebagai bahan pangan (sayuran), baik segar maupun diolah.

Lebih terperinci

Menanam Sayuran Dengan Teknik Vertikultur

Menanam Sayuran Dengan Teknik Vertikultur Menanam Sayuran Dengan Teknik Vertikultur Oleh : Elly Sarnis Pukesmawati, SP., MP. Menyempitnya lahan-lahan pertanian ternyata bukan suatu halangan untuk mengusahakan budidaya tanaman sayuran. Sistem vertikultur

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Parung Farm yang terletak di Jalan Raya Parung Nomor 546, Parung, Bogor, selama satu bulan mulai bulan April sampai dengan Mei 2011. Bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kawasan industri, perumahan dan gedung- gedung. perkebunan dapat meningkatkan penghasilan penduduk. Apabila ditinjau dari

BAB I PENDAHULUAN. kawasan industri, perumahan dan gedung- gedung. perkebunan dapat meningkatkan penghasilan penduduk. Apabila ditinjau dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki tanah yang sangat subur dan bisa dimanfaatkan untuk pertanian dan perkebunan, seperti padi, jagung, kopi, teh, cengkeh dan lain

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Subsektor hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang memberikan kontribusi strategis dalam menyumbang nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dan berperan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. hidroponik yang ada yaitu sistem air mengalir (Nutrient Film Technique). Konsep

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. hidroponik yang ada yaitu sistem air mengalir (Nutrient Film Technique). Konsep I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Selada (Lactuca sativa L.) merupakan tanaman yang dapat tumbuh di daerah dingin maupun tropis. Kebutuhan selada meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan jumlah

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan. tropis sehingga tanahnya sangat subur dan cocok untuk pertanian dan. meningkatkan hasil-hasil pertanian serta perkebunan.

BAB I Pendahuluan. tropis sehingga tanahnya sangat subur dan cocok untuk pertanian dan. meningkatkan hasil-hasil pertanian serta perkebunan. 1 BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan salah satu negara agaris yang memiliki iklim tropis sehingga tanahnya sangat subur dan cocok untuk pertanian dan perkebunan. Hampir

Lebih terperinci

AKUAPONIK. Sutrisno Estu Nugroho Anang Hari Kristanto,

AKUAPONIK. Sutrisno Estu Nugroho Anang Hari Kristanto, AKUAPONIK Sutrisno Estu Nugroho Anang Hari Kristanto, 1 PENDAHULUAN Budidaya perikanan umumnya memerlukan lahan yang luas dan sumber air yang melimpah Keterbatasan lahan dan air merupakan kendala, terutama

Lebih terperinci

Click for the next show

Click for the next show Click for the next show APA SIH HIDROPONIK?? Hidroponik adalah salah satu sistem bercocok tanam, tanpa tanah, di lahan yang sempit. Dengan hidroponik, kita dapat menghilangkan penggunaan media tanah dan

Lebih terperinci

LEMBAR KATALOG Statistik Sayur-Sayuran Dan Buah-Buahan Kabupaten Penajam Paser Utara 2016 Katalog BPS : 5216.6409 Ukuran Buku : 14,8 x 21 cm Jumlah Halaman : ix + 79 Naskah : BPS Kabupaten Penajam Paser

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pembangunan Pertanian merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan nasional. Pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian bangsa, hal ini ditunjukkan

Lebih terperinci

Cara Sukses Menanam dan Budidaya Cabe Dalam Polybag

Cara Sukses Menanam dan Budidaya Cabe Dalam Polybag Cara Sukses Menanam dan Budidaya Cabe Dalam Polybag Oleh : Tatok Hidayatul Rohman Cara Budidaya Cabe Cabe merupakan salah satu jenis tanaman yang saat ini banyak digunakan untuk bumbu masakan. Harga komoditas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam dan luar negeri terhadap tanaman selada, komoditas ini mempunyai

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam dan luar negeri terhadap tanaman selada, komoditas ini mempunyai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di Indonesia, tanaman selada belum dikelola dengan baik sebagai sayuran komersial. Daerah yang banyak ditanami selada masih terbatas di pusat-pusat produsen sayuran

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan jasmani yang normal membutuhkan pangan yang cukup bergizi. Pangan yang bergizi terdiri dari zat pembakar seperti karbohidrat, zat pembangun misalnya protein,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. media tanamnya. Budidaya tanaman dengan hidroponik memiliki banyak

II. TINJAUAN PUSTAKA. media tanamnya. Budidaya tanaman dengan hidroponik memiliki banyak II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hidroponik Hidroponik merupakan cara budidaya tanaman tanpa menggunakan tanah sebagai media tanamnya. Budidaya tanaman dengan hidroponik memiliki banyak keuntungan seperti: 1)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Komoditas hortikultura memiliki posisi yang sangat baik di pertanian Indonesia, karena mempunyai nilai ekonomi yang tinggi serta nilai tambah daripada komoditas lainnya.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gaya hidup sehat atau kembali ke alam (Back to nature) telah menjadi trend baru masyarakat. Hal ini dikarenakan masyarakat semakin menyadari bahwa penggunaan bahan-bahan

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 ANALISIS SITUASI

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 ANALISIS SITUASI BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 ANALISIS SITUASI Kelurahan Tegalgede merupakan salah satu kelurahan di Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember yang berjarak sekitar 2 km dari kampus UNEJ. Batas-Batas wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

POTENSI PERTANIAN PEKARANGAN*

POTENSI PERTANIAN PEKARANGAN* POTENSI PERTANIAN PEKARANGAN* Muhammad Fauzan, S.P., M.Sc Dosen Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta) I. PENDAHULUAN Pertanian pekarangan (atau budidaya tanaman

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR. BUDIDAYA SELADA KEPALA MERAH (Lactuca sativa var. Capitata) SECARA HIDROPONIK NFT DENGAN MEDIA ORGANIK DAN AN-ORGANIK

LAPORAN TUGAS AKHIR. BUDIDAYA SELADA KEPALA MERAH (Lactuca sativa var. Capitata) SECARA HIDROPONIK NFT DENGAN MEDIA ORGANIK DAN AN-ORGANIK LAPORAN TUGAS AKHIR BUDIDAYA SELADA KEPALA MERAH (Lactuca sativa var. Capitata) SECARA HIDROPONIK NFT DENGAN MEDIA ORGANIK DAN AN-ORGANIK Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Ahli

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Buah tomat saat ini merupakan salah satu komoditas hortikultura yang

BAB I PENDAHULUAN. Buah tomat saat ini merupakan salah satu komoditas hortikultura yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buah tomat saat ini merupakan salah satu komoditas hortikultura yang bernilai ekonomi tinggi dan masih memerlukan penanganan serius, terutama dalam hal peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hidroponik (hydroponic) berasal dari kata hidro yang berarti air dan ponus

BAB I PENDAHULUAN. Hidroponik (hydroponic) berasal dari kata hidro yang berarti air dan ponus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hidroponik (hydroponic) berasal dari kata hidro yang berarti air dan ponus yang berarti daya. Dengan demikian, hidroponik memiliki arti memberdayakan air. Hidroponik

Lebih terperinci

PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK. Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A

PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK. Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A14104024 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

FORMULASI STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BUNGA POTONG KRISAN PADA LOKA FARM CILEMBER BOGOR. Oleh: JEFFRI KURNIAWAN A

FORMULASI STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BUNGA POTONG KRISAN PADA LOKA FARM CILEMBER BOGOR. Oleh: JEFFRI KURNIAWAN A FORMULASI STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BUNGA POTONG KRISAN PADA LOKA FARM CILEMBER BOGOR Oleh: JEFFRI KURNIAWAN A 14105563 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Masyarakat mulai menyadari bahaya memakan makanan yang. mengandung bahan-bahan kimia sintetis terutama sayur-sayuran yang dapat

I PENDAHULUAN. Masyarakat mulai menyadari bahaya memakan makanan yang. mengandung bahan-bahan kimia sintetis terutama sayur-sayuran yang dapat 15 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat mulai menyadari bahaya memakan makanan yang mengandung bahan-bahan kimia sintetis terutama sayur-sayuran yang dapat dikonsumsi secara langsung atau lalapan.

Lebih terperinci

Lingkungan dan Media tanam hidroponik ROMMY A LAKSONO

Lingkungan dan Media tanam hidroponik ROMMY A LAKSONO Lingkungan dan Media tanam hidroponik ROMMY A LAKSONO Apa Hidroponik itu? Hidroponik (Inggris : hydroponic) berasal dari kata Yunani hydro yang berarti air ponos yang artinya daya atau kerja Hidroponik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tomat (Lycopersicon esculentum Mill) merupakan sayuran buah yang tergolong tanaman semusim berbentuk perdu dan termasuk ke dalam famili Solanaceae. Buahnya merupakan sumber

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. negeri maupun untuk ekspor. Komoditas sayuran dapat tumbuh dan berproduksi di

I. PENDAHULUAN. negeri maupun untuk ekspor. Komoditas sayuran dapat tumbuh dan berproduksi di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman sayuran cukup penting di Indonesia, baik untuk konsumsi di dalam negeri maupun untuk ekspor. Komoditas sayuran dapat tumbuh dan berproduksi di dataran rendah sampai

Lebih terperinci

PROFIL PERUSAHAAN Sejarah Parung Farm Letak Geografis dan Iklim

PROFIL PERUSAHAAN Sejarah Parung Farm Letak Geografis dan Iklim 19 PROFIL PERUSAHAAN Sejarah Parung Farm Parung Farm merupakan perusahaan swasta yang bergerak di bidang agribisnis sayuran. Parung Farm mengawali usaha pada November 1998 dengan melakukan pelatihan budidaya

Lebih terperinci

BUDIDAYA GREEN BUTTERHEAD (Lactuca sativa var. capitata L.) SECARA HIDROPONIK SISTEM NFT DENGAN MEDIA TANAM ROCKWOOL

BUDIDAYA GREEN BUTTERHEAD (Lactuca sativa var. capitata L.) SECARA HIDROPONIK SISTEM NFT DENGAN MEDIA TANAM ROCKWOOL LAPORAN TUGAS AKHIR BUDIDAYA GREEN BUTTERHEAD (Lactuca sativa var. capitata L.) SECARA HIDROPONIK SISTEM NFT DENGAN MEDIA TANAM ROCKWOOL Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Ahli

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian penduduknya bermata pencaharian sebagai petani sayuran. Kebutuhan pupuk untuk pertanian semakin banyak sebanding dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. pangan nasional. Komoditas ini memiliki keragaman yang luas dan berperan

PENDAHULUAN. pangan nasional. Komoditas ini memiliki keragaman yang luas dan berperan PENDAHULUAN Latar Belakang Sayuran merupakan komoditas penting dalam mendukung ketahanan pangan nasional. Komoditas ini memiliki keragaman yang luas dan berperan sebagai sumber karbohidrat, protein nabati,

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEPOK VARIETAS DEWA-DEWI (Averrhoa carambola L)

ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEPOK VARIETAS DEWA-DEWI (Averrhoa carambola L) ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEPOK VARIETAS DEWA-DEWI (Averrhoa carambola L) Oleh : AKBAR ZAMANI A. 14105507 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN

Lebih terperinci

HIDROPONIK, AEROPONIK, VERTIKULTUR DAN TABULAMPOT (BUDIDAYA TANAMAN NON KONVENSIONAL) 3 SKS (2-1)

HIDROPONIK, AEROPONIK, VERTIKULTUR DAN TABULAMPOT (BUDIDAYA TANAMAN NON KONVENSIONAL) 3 SKS (2-1) HIDROPONIK, AEROPONIK, VERTIKULTUR DAN TABULAMPOT (BUDIDAYA TANAMAN NON KONVENSIONAL) 3 SKS (2-1) MINGGU KE JADWAL KULIAH MK HIDROPONIK POKOK BAHASAN MATERI TIM DOSEN I Pendahuluan 1. Penjelasan aturan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. komoditi pertanian, menumbuhkan usaha kecil menengah dan koperasi serta

I. PENDAHULUAN. komoditi pertanian, menumbuhkan usaha kecil menengah dan koperasi serta 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pertanian di bidang pangan khususnya hortikultura pada saat ini ditujukan untuk memantapkan swasembada pangan, meningkatkan pendapatan masyarakat, dan memperbaiki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara Agraris yang memiliki keanekaragaman tumbuh-tumbuhan maupun buah-buahan. Sehingga sebagian masyarakat Indonesia berprofesi sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hidroponik merupakan salah satu bagian dari hydro-culture. Metode

BAB I PENDAHULUAN. Hidroponik merupakan salah satu bagian dari hydro-culture. Metode BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hidroponik merupakan salah satu bagian dari hydro-culture. Metode hidroponik menggunakan larutan nutrisi mineral dalam air tanpa tanah untuk menumbuhkan tanaman. Tanaman

Lebih terperinci

,Bercocok tanam secara hidroponik menurut sebagian orang hanya sebatas hobi dan ada juga berhidroponik sebagai usaha sampingan berskala kecil.

,Bercocok tanam secara hidroponik menurut sebagian orang hanya sebatas hobi dan ada juga berhidroponik sebagai usaha sampingan berskala kecil. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejalan dengan berjalannya waktu dan demi menyesuaikan dengan situasi tanah yang semakin sempit untuk itu penulis mengangkat hidroponik sebagai judul makalah, mudahmudahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di seluruh dunia ada ribuan spesies jamur yang tersebar dari wilayah subtropis yang cenderung dingin sampai kawasan tropis yang hangat. Tradisi mengonsumsi jamur sudah

Lebih terperinci

Objek akan menjadi suci apabila hati nurani mampu menghayati sebagai yang tersuci dan Sesuatu menjadi indah apabila matahati merasakan keindahan.

Objek akan menjadi suci apabila hati nurani mampu menghayati sebagai yang tersuci dan Sesuatu menjadi indah apabila matahati merasakan keindahan. ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS SAYURAN UNGGULAN (Kasus Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung Dan Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat) Oleh : ENCEP ZACKY KOERDIANTO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Keputusan Menteri Negara Riset dan Teknologi Republik

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Keputusan Menteri Negara Riset dan Teknologi Republik 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Keputusan Menteri Negara Riset dan Teknologi Republik Indonesia No: 02/M/Kp/ II/2000 tercantum bahwa pembangunan nasional akan berhasil jika didukung oleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Pada Tahun (Miliar Rupiah)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Pada Tahun (Miliar Rupiah) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah Negara yang luas dan sebagian besar penduduknya adalah petani. Hal ini menyebabkan pertanian merupakan menjadi tulang punggung dalam pembangunan nasional

Lebih terperinci

LEMBAR SOAL PRAKARYA 1

LEMBAR SOAL PRAKARYA 1 J A Y A R A Y A PEMERINTAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA DINAS PENDIDIKAN SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA) NEGERI 78 JAKARTA Jalan Bhakti IV / 1 Komp. Pajak Kemanggisan Telp. (021) 5482914 JAKARTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikenal baik oleh masyarakat Indonesia, tetapi belum meluas pembudidayaannya.

BAB I PENDAHULUAN. dikenal baik oleh masyarakat Indonesia, tetapi belum meluas pembudidayaannya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tumbuhan selada (Lactuca sativa L.) merupakan sayuran yang sudah lama dikenal baik oleh masyarakat Indonesia, tetapi belum meluas pembudidayaannya. Salah satu alasan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian masih merupakan prioritas pembangunan secara nasional maupun regional. Sektor pertanian memiliki peran penting untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingkat konsumsi sayuran rakyat Indonesia saat ini masih rendah, hanya 35

I. PENDAHULUAN. Tingkat konsumsi sayuran rakyat Indonesia saat ini masih rendah, hanya 35 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tingkat konsumsi sayuran rakyat Indonesia saat ini masih rendah, hanya 35 kilogram sayuran per kapita per tahun. Angka itu jauh lebih rendah dari angka konsumsi

Lebih terperinci

Penganekaragaman Konsumsi Pangan Proses pemilihan pangan yang dikonsumsi dengan tidak tergantung kepada satu jenis pangan, tetapi terhadap

Penganekaragaman Konsumsi Pangan Proses pemilihan pangan yang dikonsumsi dengan tidak tergantung kepada satu jenis pangan, tetapi terhadap Penganekaragaman Konsumsi Pangan Proses pemilihan pangan yang dikonsumsi dengan tidak tergantung kepada satu jenis pangan, tetapi terhadap bermacam-macam bahan pangan. TUJUAN PEMANFAATAN PEKARANGAN 10.3

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang potensial dalam memberikan kontribusi yang besar terhadap pembangunan ekonomi dan memegang peranan penting

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAHAN DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2011 di lahan percobaan Fakulas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Bahan dan Alat Penelitian Adapun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanaman di dalam larutan hara yang menyediakan semua unsur unsur hara yang

BAB I PENDAHULUAN. tanaman di dalam larutan hara yang menyediakan semua unsur unsur hara yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sistem hidroponik merupakan teknologi pertumbuhan dan perkembangan tanaman di dalam larutan hara yang menyediakan semua unsur unsur hara yang diperlukan untuk pertumbuhan

Lebih terperinci

TEKNIK BERCOCOK TANAM

TEKNIK BERCOCOK TANAM TEKNIK BERCOCOK TANAM Oleh : FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA DEFINISI TEKNIK BERCOCOK TANAM 1. Istilah teknik budidaya tanaman diturunkan dari pengertian kata-kata teknik, bercocok tanam, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang subur tanahnya dan berada di

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang subur tanahnya dan berada di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang subur tanahnya dan berada di daerah tropis karena dilalui garis khatulistiwa. Tanah yang subur dan beriklim tropis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan penting bagi perekonomian Negara Indonesia. Sebagian besar masyarakat Indonesia menggantungkan kehidupan mereka pada sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Agribisnis menurut Arsyad dalam Firdaus (2008:7) adalah suatu kesatuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Agribisnis menurut Arsyad dalam Firdaus (2008:7) adalah suatu kesatuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Agribisnis menurut Arsyad dalam Firdaus (2008:7) adalah suatu kesatuan usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pupuk organik cair adalah ekstrak dari hasil pembusukan bahan-bahan organik. Bahan-bahan organik ini bisa berasal dari sisa tanaman, kotoran hewan dan manusia yang

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN MARGIN PEMASARAN PADI RAMAH LINGKUNGAN METODE SRI

ANALISIS PENDAPATAN DAN MARGIN PEMASARAN PADI RAMAH LINGKUNGAN METODE SRI ANALISIS PENDAPATAN DAN MARGIN PEMASARAN PADI RAMAH LINGKUNGAN METODE SRI (System of Rice Intensification) (Kasus: Desa Ponggang Kecamatan Sagalaherang Kabupaten Subang, Jawa-Barat) Oleh : MUHAMMAD UBAYDILLAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hidroponik merupakan teknik budidaya tanaman tanpa menggunakan media tanah, melainkan menggunakan air sebagai media tanamnya. Keuntungan hidroponik adalah: (a) tidak

Lebih terperinci

Cara Menanam Cabe di Polybag

Cara Menanam Cabe di Polybag Cabe merupakan buah dan tumbuhan berasal dari anggota genus Capsicum. Buahnya dapat digolongkan sebagai sayuran maupun bumbu, tergantung bagaimana digunakan. Sebagai bumbu, buah cabai yang pedas sangat

Lebih terperinci