ANALISIS SISTEM TATANIAGA MENTIMUN DI DESA LALADON, KECAMATAN CIOMAS, KABUPATEN BOGOR BACHTIYAR ARIF IBRAHIM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS SISTEM TATANIAGA MENTIMUN DI DESA LALADON, KECAMATAN CIOMAS, KABUPATEN BOGOR BACHTIYAR ARIF IBRAHIM"

Transkripsi

1 ANALISIS SISTEM TATANIAGA MENTIMUN DI DESA LALADON, KECAMATAN CIOMAS, KABUPATEN BOGOR BACHTIYAR ARIF IBRAHIM DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANEJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Sistem Tataniaga Mentimun di Desa Laladon, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2013 Bachtiyar Arif Ibrahim NIM H

4 ABSTRAK BACHTIYAR ARIF IBRAHIM. Analisis Sistem Tataniaga Mentimun di Desa Laladon, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh HENY KUSWANTI SUWARSINAH. Mentimun merupakan salah satu komoditas unggulan Indonesia. Harga mentimun yang fluktuatif dan marjin tataniaga yang cukup besar antara harga yang diterima oleh petani dengan harga dibayar konsumen membuat farmer s share yang diterima oleh petani relatif kecil. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi saluran dan fungsi-fungsi tataniaga, struktur dan perilaku pasar setiap lembaga tataniaga, dan menganalisis efisiensi saluran tataniaga mentimun berdasarkan marjin tataniaga, farmer s share, dan rasio keuntungan terhadap biaya. Data diperoleh dari hasil pengamatan dan wawancara langsung kepada petani di Desa Laladon, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor. Dari hasil penelitian terdapat tiga saluran tataniaga yang terbentuk dengan fungsi dan lembaga tataniaga serta struktur dan perilaku pasar yang berbeda setiap salurannya. Analisis efisiensi tataniaga dapat disimpulkan bahwa saluran tataniaga III merupakan saluran yang paling efisien karena memiliki marjin tataniaga terendah, farmer s share tertinggi, dan rasio keuntungan terhadap biaya tertinggi. Kata kunci: Desa Laladon, efisiensi, mentimun, sistem, tataniaga ABSTRACT BACHTIYAR ARIF IBRAHIM. Analysis of Marketing system of the cucumber at Laladon Village, Subdistrict Ciomas, Bogor Regency. Supervised by HENY KUSWANTI SUWARSINAH. Cucumber is one of the prime commodities in Indonesia. The fluctuating price of cucumber and high marketing margin between received price by farmers and price which is paid by consumers make the received farmer's share by farmers is relatively small. The purpose of this research is to identify the channels and marketing functions, market structure and conduct of marketing institutions, and to analyze the efficiency of marketing channels of cucumber based on marketing marjin, farmer's share, and the ratio of benefits to costs. The data were collected by observation and interview to farmers in Laladon village, Subdistrick Ciomas, Bogor Regency. The result of research stated that there were three marketing channels formed with different functions, different institutions, and different market structure on every channel. The analysis of the marketing efficiency concluded that marketing channel III is the most efficient channel because it has the lowest marketing marjin, highest farmer's share, and highest ratio of benefits to costs. Keywords : Cucumber, efficiency, Laladon village, marketing, system

5 ANALISIS SISTEM TATANIAGA MENTIMUN DI DESA LALADON, KECAMATAN CIOMAS, KABUPATEN BOGOR BACHTIYAR ARIF IBRAHIM Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANEJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

6

7 Judul Skripsi Nama NIM Analisis Sistem Tataniaga Mentimun di Desa Laladon, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor Bachtiyar Arif Ibrahim H Disetujui ojeh Dr Ir Rr Heny Kuswanti warsinah, MEc Pembimbing Diketahui oleh Tanggal Lulus: 0 5 SEP 2013

8 Judul Skripsi Nama NIM : Analisis Sistem Tataniaga Mentimun di Desa Laladon, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor : Bachtiyar Arif Ibrahim : H Disetujui oleh Dr Ir Rr Heny Kuswanti Suwarsinah, MEc Pembimbing Diketahui oleh Dr Ir Nunung Kusnadi, MS Ketua Departemen Tanggal Lulus:

9 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2013 sampai Mei 2013 ini ialah tataniaga, dengan judul Analisis Sistem Tataniaga Mentimun di Desa Laladon, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Rr Heny Kuswanti Suwarsinah, MEc selaku dosen pembimbing. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ir Juniar Atmakusuma, MS selaku dosen penguji utama dan kepada Dr Ir Netti Tinaprilla, MM selaku dosen penguji Departemen Agribisnis. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Ranta dan Bapak Alim selaku petani dan pedagang yang telah banyak membantu sehingga penelitian ini bisa berjalan dengan lancar. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, adikadik, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Tidak lupa kepada teman-teman agribisnis 46, teman-teman satu bimbingan skripsi, dan sahabat-sahabat yang selalu memberi dukungan dan bantuan dalam pembuatan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat. Bogor, Agustus 2013 Bachtiyar Arif Ibrahim

10 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL x DAFTAR GAMBAR xi DAFTAR LAMPIRAN xi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 3 Tujuan Penelitian 5 Manfaat Penelitian 5 Ruang Lingkup Penelitian 5 TINJAUAN PUSTAKA 6 Gambaran Umum Mentimun 6 Penelitian Tentang Tataniaga Produk Hortikultura 7 Keterkaitan dengan Penelitian Terdahulu 11 KERANGKA PEMIKIRAN 11 Kerangka Pemikiran Teoritis 12 Teori Tataniaga 12 Konsep Saluran dan Lembaga Tataniaga 12 Konsep Fungsi-Fungsi Tataniaga 13 Konsep Struktur Pasar 15 Konsep Perilaku Pasar 15 Konsep Efisiensi Tataniaga 16 Konsep Marjin Tataniaga 17 Konsep Farmer s Share 18 Konsep Rasio Keuntungan dan Biaya 19 Kerangka Pemikiran Operasional 19 METODE PENELITIAN 21 Lokasi dan Waktu Penelitian 21 Jenis dan Sumber Data 21 Metode Pengumpulan Data dan Penentuan Sampel 21 Metode Pengolahan dan Analisis Data 22 Identifikasi Lembaga, Fungsi dan Saluran Tataniaga 22 Identifikasi Struktur dan Perilaku Pasar 22 Analisis Marjin Tataniaga 23 Analisis Farmer s Share 23 Analisis Rasio Keuntungan Terhadap Biaya 24 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 24 Kondisi Geografis 24 Keadaan Penduduk 25 Karakteristik Petani Responden 27 Karakteristik Pedagang Responden 28

11 Gambaran Umum Usahatani Mentimun di Desa Laladon 30 HASIL DAN PEMBAHASAN 32 Sistem dan Pola Saluran Tataniaga Mentimun 32 Pola Saluran Tataniaga I 33 Pola Saluran Tataniaga II 34 Pola Saluran Tataniaga III 34 Fungsi Lembaga Tataniaga 35 Fungsi Tataniaga di Tingkat Petani 36 Fungsi Tataniaga di Tingkat Pedagang Pengumpul 38 Fungsi Tataniaga di Tingkat Pedagang Besar 39 Fungsi Tataniaga di Tingkat Pedagang Pengecer 40 Struktur Pasar 41 Struktur Pasar di Tingkat Petani 41 Struktur Pasar di Tingkat Pedagang Pengumpul 41 Struktur Pasar di Tingkat Pedagang Besar 42 Struktur Pasar di Tingkat Pedagang Pengecer 42 Perilaku Pasar 43 Praktik Pembelian dan Penjualan 43 Sistem Penentuan Harga 44 Sistem Pembayaran 45 Kerjasama Antar Lembaga Tataniaga 45 Efisiensi Tataniaga 46 Analisis Marjin Tataniaga 46 Analisis Farmer s Share 49 Analisis Rasio Keuntungan Terhadap Biaya 51 Analisis Efisiensi Tataniaga 53 SIMPULAN DAN SARAN 54 Simpulan 54 Saran 55 DAFTAR PUSTAKA 55 LAMPIRAN 57 RIWAYAT HIDUP 67 DAFTAR TABEL 1. Perkembangan produksi tanaman sayuran Indonesia tahun Produksi mentimun per provinsi tahun Pertumbuhan produksi, luas panen dan produktivitas mentimun di Kabupaten Bogor tahun Struktur pasar untuk pemasaran pangan dan serat Komposisi lahan di Desa Laladon tahun Jumlah penduduk Desa Laladon berdasarkan usia tahun

12 7. Jumlah penduduk Desa Laladon berdasarkan jenis pekerjaan tahun Karakteristik petani responden tataniaga mentimun di Desa Laladon tahun Karakteristik pedagang responden tataniaga mentimun di Desa Laladon tahun Fungsi tataniaga pada lembaga tataniaga mentimun di Desa Laladon Analisis marjin tataniaga mentimun di Desa Laladon tahun Farmer s share pada saluran tataniaga mentimun di Desa Laladon Rasio keuntungan terhadap biaya pada saluran tataniaga mentimun di Desa Laladon Nilai efisiensi tataniaga mentimun di Desa Laladon 53 DAFTAR GAMBAR 1. Harga mentimun di tingkat petani Bulan Desember Marjin tataniaga Kerangka pemikiran operasional Saluran tataniaga mentimun di Desa Laladon 32 DAFTAR LAMPIRAN 1. Data petani responden penelitian di Desa Laladon, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor tahun Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) komoditas hortikultura di Indonesia tahun Biaya tataniaga mentimun yang dikeluarkan oleh petani dan setiap lembaga tataniaga pada saluran I Biaya tataniaga mentimun yang dikeluarkan oleh petani dan setiap lembaga tataniaga pada saluran II Biaya tataniaga mentimun yang dikeluarkan oleh petani dan setiap lembaga tataniaga pada saluran III Kuisioner untuk petani Kuisioner untuk pedagang 64

13

14 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki kontribusi bagi perekonomian di Indonesia selain sektor peternakan, perikanan, kehutanan dan perkebunan. Kontribusi ini berupa penyerapan tenaga kerja, sumber pendapatan bagi masyarakat, hingga sumbangan bagi devisa negara. Hortikultura merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan penting dalam memberikan kontribusi bagi perkembangan perekonomian di Indonesia. Komoditi hortikultura ini terdiri dari tanaman sayuran, buah-buahan, tanaman hias, dan biofarmaka. Sayuran merupakan salah satu komoditi yang turut memberikan kontribusi kedua terbesar dalam Produk Domestik Bruto (PDB) komoditi hortikultura yaitu rata-rata sebesar Rp milyar pada tahun Komoditi buah-buahan merupakan komoditi dengan penyumbang nilai PDB komoditi hortikultura terbesar yaitu dengan ratarata sebesar Rp milyar pada tahun (Dithorti 2011). Dari data tersebut dapat dilihat bahwa sayuran merupakan salah satu komoditi yang memberikan sumbangan terbesar kedua setelah buah-buahan dalam PDB komoditi hortikultura. Dengan semakin besar kontribusi sayuran dalam peningkatan PDB hortikultura maka PDB nasional Indonesia secara keseluruhan juga akan naik. Data lebih lengkapnya mengenai nilai PDB komoditi hortikultura di Indonesia tahun dapat dilihat pada Lampiran 2. Komoditi sayuran merupakan salah satu bahan pangan yang dibutuhkan dari sepanjang waktu. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia maka konsumsi terhadap sayuran juga akan naik. Hal tersebut harus diiringi dengan produksi sayuran nasional yang terus meningkat agar kebutuhan sayuran nasional bisa terpenuhi. Masyarakat Indonesia mengonsumsi berbagai jenis sayuran sesuai dengan kebutuhan mereka. Komoditas sayuran di Indonesia memiliki berbagai macam jenis. Berikut perkembangan produksi dari beberapa jenis tanaman sayuran unggulan di Indonesia tahun pada Tabel 1. Tabel 1 Perkembangan produksi tanaman sayuran Indonesia tahun Komoditas Produksi (Ton) sayuran Rata-rata (Ton) Bawang merah Kentang Kubis Mentimun Bawang putih Kacang panjang Tomat Terung Kangkung Sumber: Badan Pusat Statistik 2012 (diolah).

15 2 Tabel 1 menunjukkan perkembangan produksi sayuran Indonesia dari tahun , dimana dapat dilihat terdapat beberapa jenis sayuran dengan hasil produksi yang berbeda setiap tahunnya. Salah satu sayuran unggulan yang disebutkan di atas yaitu mentimun. Rata-rata hasil produksi mentimun dari tahun adalah sebesar ton dimana untuk rata-rata produksi sayuran unggulan lain seperti kubis, kentang, bawang merah, dan tomat adalah sebesar ton, ton, ton, dan ton. Rata-rata produksi mentimun di Indonesia merupakan yang terbesar kelima setelah kubis, kentang, bawang merah, dan tomat. Hal tersebut membuat mentimun merupakan salah satu sayuran unggulan yang mempunyai potensi bagus untuk dikembangkan di Indonesia. Terdapat beberapa wilayah di Indonesia yang menghasilkan mentimun dengan produksi yang besar dibandingkan dengan wilayah lainnya. Wilayah tersebut meliputi Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Banten dan Sumetera Barat. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa wilayah Jawa Barat adalah wilayah dengan penghasil mentimun terbesar dengan produksi rata-rata sebesar ton pada tahun Data produksi mentimun per provinsi dari tahun dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Produksi mentimun per provinsi tahun Provinsi Tahun (Ton) Rata-rata (Ton) Jawa Barat Jawa Timur Jawa Tengah Banten Sumatra Barat Sumber: Badan Pusat Statistik 2012 (diolah). Tabel 2 menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan provinsi dengan produksi mentimun tertinggi dibandingkan dengan provinsi-provinsi lainnya di Indonesia. Produksi mentimun Jawa Barat merupakan yang tertinggi yang kemudian diikuti oleh Jawa Timur, Banten, Jawa Tengah, dan Sumatera Barat dengan rata-rata produksi masing-masing sebesar ton, ton, ton, dan ton. Salah satu daerah yang memproduksi mentimun di Provinsi Jawa Barat adalah Kabupaten Bogor. Kabupaten Bogor merupakan salah satu kabupaten di Jawa Barat yang memiliki keunggulan dalam produksi sayur-sayuran. Suhu kabupaten Bogor yang tergolong dingin dan datarannya yang tinggi menyebabkan banyak dari jenis komoditas sayuran dapat diusahakan di Bogor. Salah satu komoditas sayuran yang banyak diusahakan di Bogor yaitu mentimun. Berikut

16 pertumbuhan produksi, luas panen dan produktivitas mentimun di Kabupaten Bogor pada tahun pada Tabel 3. 3 Tabel 3 Pertumbuhan produksi, luas panen dan produktivitas mentimun di Kabupaten Bogor tahun Tahun Luas panen (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas (Ton/Ha) Rata-rata Sumber: Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor 2012 (diolah). Berdasarkan Tabel 3 produktivitas mentimun tertinggi di Kabupaten Bogor terjadi pada tahun 2008 yaitu sebesar ton per hektar dan produktivitas terendah terjadi pada tahun 2011 yaitu sebesar ton per hektar. Luas panen mentimun di Kabupaten Bogor mengalami peningkatan pada tahun 2010 sebesar 2.60 persen akan tetapi pada umumnya lebih sering mengalami penurunan yaitu pada tahun dengan rata-rata penurunan sebesar persen dan tahun 2011 sebesar persen. Penurunan luas panen tersebut diduga oleh beberapa faktor diantaranya yaitu fragmentasi lahan dan pembangunan pemukiman. Kabupaten Bogor merupakan salah satu kabupaten yang mempunyai potensi yang sesuai dalam pengembangan sayuran khususnya mentimun. Dari beberapa kecamatan yang ada di kabupaten Bogor, kecamatan Ciomas merupakan salah satu kecamatan penghasil sayuran dan Desa Laladon merupakan salah satu tempat penghasil sayuran mentimun. Mentimun memiliki sifat perishable, bulky, dan voluminous, jadi pemasaran yang efisien sangat dibutuhkan agar mentimun sampai di tangan konsumen akhir dalam keadaan baik. Para petani di Desa Laladon akan mendapatkan pendapatan yang maksimal apabila proses tataniaga mentimun dari petani sampai ke konsumen bisa berlangsung secara efisien. Dengan adanya sistem tataniaga yang efisien diharapkan dapat menurunkan biaya pemasaran dan memperlancar arus pemasaran mentimun serta para petani dapat mendapatkan harga yang layak. Mentimun dapat dikonsumsi dalam bentuk segar seperti untuk lalapan maupun dalam bentuk olahan seperti acar, asinan dan lain-lain. Manfaat yang diperoleh dari buah mentimun adalah biji mentimun memeiliki racun alkaloid jenis hipoxanti untuk mengobati anak yang menderita cacingan dan mengobati penyakit disentri (Kementan 2013). Perumusan Masalah Terdapat beberapa permasalahan terkait sistem tataniaga mentimun di Desa Laladon, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor. Hasil wawancara dalam

17 4 penelitian pendahuluan dari beberapa petani didapatkan beberapa informasi dan beberapa permasalahan dalam sistem tataniaga mentimun. Hal ini terlihat dari perbedaan harga mentimun yang diterima petani dengan harga yang dibayar konsumen yang cukup besar. Harga yang diterima petani berkisar antara Rp1 200 sampai Rp3 500 per kilogram, sedangkan harga di konsumen mencapai Rp5 000 sampai Rp7 000 per kilogram. Dengan demikian, marjin tataniaga yang diperoleh berkisar antara Rp2 300 sampai Rp3 500 per kilogramnya. Dari marjin tataniaga yang cukup besar ini diduga bahwa pendapatan yang diterima petani menurun dari yang sewajarnya. Dampak lainnya farmers s share yang diterima petani menjadi sangat rendah berkisar antara 24 persen sampai 50 persen. Petani di Desa Laladon sebagai produsen sekaligus sebagai pihak yang menerima harga dalam posisi tawar-menawar sering tidak seimbang. Petani mempunyai posisi tawar yang lebih rendah. Keluhan ini semakin diperkuat dengan fluktuasi harga mentimun yang sering terjadi. Fluktuasi harga yang terus berlanjut membawa dampak semakin tidak menentunya pendapatan yang diperoleh. Fluktuasi Harga yang diterima oleh petani terjadi pada setiap pemanenan dilakukan. Data mengenai fluktuasi harga mentimun yang diterima petani pada Bulan Desember 2012 dapat dilihat di Gambar 1. Harga (Rp) / Kg Panen Ke- Gambar 1 Harga mentimun di tingkat petani Bulan Desember 2012 (diolah) Sumber : Pasar Induk Kemang, Bogor (2012) Berdasarkan Gambar 1 dapat dilihat bahwa harga mentimun yang diperoleh petani selalu berubah-ubah setiap panennya. Panen yang dilakukan petani yaitu setiap dua hari sekali. Harga yang diperoleh petani seringkali mengalami fluktuasi. Petani umumnya melakukan pemanenan mentimun selama 15 kali. Hasil panen pada lima panen pertama, kedua, dan ketiga yaitu sebesar 37 persen, 51 persen, dan 12 persen. Pola tanam mentimun yang dilakukan oleh para petani pada umumnya yaitu secara tumpang gilir, setelah menanam mentimun

18 petani menanam kacang panjang, paria, dan beberapa sayuran lainnya. Ada juga petani yang melakukan penanaman mentimun kembali setelah penanaman mentimun yang pertama selesai. Dalam mekanisme pasar petani kurang memiliki peran dalam penentuan harga. Harga sayuran mentimun lebih dikendalikan oleh pedagang pengumpul dan pedagang besar. Para pedagang ini memiliki kekuatan besar dalam penentuan harga dan perolehan keuntungan. Hal ini disebabkan kurangnya informasi mengenai harga mentimun yang diterima oleh petani pada saat pemanenan. Berdasarkan uraian tersebut, maka perumusan masalah adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana saluran tataniaga dan fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tataniaga pada komoditas sayuran mentimun? 2. Bagaimana struktur dan perilaku pasar pada masing-masing lembaga tataniaga yang terlibat? 3. Bagaimana efisiensi saluran tataniaga sayuran mentimun berdasarkan marjin tataniaga, farmer s share, dan rasio keuntungan terhadap biaya? 5 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menganalisis saluran dan fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tataniaga komoditas mentimun. 2. Menganalisis struktur dan perilaku pasar pada masing-masing lembaga tataniaga yang terlibat. 3. Menganalisis efisiensi saluran tataniaga mentimun berdasarkan marjin tataniaga, farmer s share, dan rasio keuntungan terhadap biaya. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi berbagai pihak seperti : 1. Petani dan lembaga tataniaga sebagai bahan pertimbangan dalam pembentukan sistem tataniaga mentimun yang menguntungkan bagi kedua belah pihak. 2. Pemerintah sebagai bahan informasi bagi perencanaan kebijaksanaan untuk meningkatkan efisiensi tataniaga mentimun. 3. Pihak lain sebagai bahan masukan atau rujukan bagi penelitian berikutnya. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini difokuskan pada: 1. Komoditi yang diteliti adalah mentimun yang ditanam oleh petani pemilik atau petani penggarap di Desa Laladon, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor. 2. Objek penelitian ini adalah petani pemilik atau penggarap yang berusahatani mentimun dan lembaga tataniaga yang terkait dalam hal pemasaran mentimun di Desa Laladon, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor.

19 6 TINJAUAN PUSTAKA Gambaran Umum Mentimun Mentimun mempunyai nama latin Cucumis Sativus L. Mentimun termasuk dalam keluarga labu-labuan (cucubitaceae). Sejarah mentimun berasal dari Himalaya di Benua Asia, dan telah meluas ke seluruh daratan baik tropis atau subtropis, kemudian terus meluas hingga ke Indonesia. Di Indonesia mentimun umumnya mempunyai masing-masing nama yang berbeda untuk setiap wilayah, seperti timun (Jawa), bonteng (Jawa Barat), hantimun (Lampung), dan timon (Aceh) (Deptan 2013). Jika dilihat secara ilmiah, kedudukan mentimun dalam tata nama atau sistematika tumbuhan diklasifikasikan sebagai berikut : Kerajaan : Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Cucurbitales Famili : Cucurbitaceae Genus : Cucumis Spesies : Cucumis sativus L. Menurut Wahyudi (2010), mentimun memiliki beberapa varietas, ada tiga contoh varietas yaitu Mayapada F-1, Wulan F-1, dan Venus. Mayapada F-1 memiliki bentuk buah meruncing dan warna buah hijau muda sampai sedang, memiliki ukuran panjang cm dan diameter cm serta bobot per buah gram. Varietas ini dapat dipanen ketika tanaman berumur 32 HST dengan potensi produksi sebesar ton per hektar. Wulan F-1 memiliki bentuk buah lonjong dan berwarna hijau muda. Berukuran panjang 12 cm diameter cm, serta bobot perbuah berkisar 115 gram. Varietas ini dapat dipanen ketika tanaman berumur 30 HST dengan potensi produksi sebesar ton per hektar. Lain halnya dengan varietas venus dimana bentuk buah langsing dengan bagian pangkal bulat dimana daging buahnya memiliki rasa yang manis sehingga mentimun dengan varietas ini cocok untuk lalap. Varietas ini memiliki ukuran cm dengan diameter cm serta bobot perbuah berkisar gram. Varietas ini dapat dipanen ketika tanaman berumur 32 HST dengan potensi produksi sebesar ton per hektar. Faktor lingkungan menjadi salah satu syarat tumbuh yang perlu diperhatikan dalam melakukan budidaya seperti media, suhu, air, cahaya, dan kelembaban. Menurut Sumpena (2007) kemasamaan tanah yang optimal untuk mentimun adalah antara persen. Tanah yang banyak mengandung air, terutama pada waktu berbunga, merupakan jenis tanah yang baik untuk penanaman mentimun. Jenis tanah yang cocok untuk penanaman mentimun diantaranya aluvial, latosol, dan andosol. Tanaman mentimun dapat tumbuh baik dengan ketinggian meter di atas permukaan laut. Selain itu suhu untuk tanaman mentimun agar tumbuh dengan baik berkisar antara 18 C-30 C, dengan kelembaban relatif udara untuk pertumbuhan mentimun antara persen. Cahaya merupakan faktor yang sangat penting dalam pertumbuhan tanaman mentimun, dimana penyerapan unsur hara akan berlangsung dengan optimal jika pencahayaan berlangsung antara 8-12 jam per hari.

20 Wahyudi (2010) menyebutkan bahwa mentimun dapat dibudidayakan di sawah, ladang, kebun, polibag, dengan menggunakan lanjaran atau dibiarkan merambat ditanah. Mentimun merupakan tanaman semusim yang bersifat menjalar atau memanjat dengan perantaraan alat pemegang seperti ajir. Cara budidaya mentimun pada dasarnya sama dengan budidaya sayuran konvensional lainnya yaitu: (1) melakukan persiapan persemaian yang mencakup menyediakan kebutuhan benih, menyiapkan media semai dan persemaian, (2) melakukan persiapan penanaman, (3) melakukan pemupukan, (4) melakukan pemeliharaan tanaman yaitu dengan pemangkasan cabang, pemasangan ajir, pengikatan ajir, pengikat tanaman, sanitasi lahan dan pengairan, (5) melakukan pencegahan atau pemberantasan hama dan penyakit yang ada pada tumbuhan mentimun, (6) melakukan panen dan pascapanen. Mentimun merupakan salah satu sayuran yang dapat dikonsumsi baik dalam bentuk segar maupun olahan, seperti acar, asinan, dan lain-lain. Selain sebagai sayuran konsumsi mentimun mempunyai berbagai manfaat lainnya seiring dengan berkembangnya industri kosmetik, ilmu kesehatan dan makanan dengan berbahan mentimun. Mentimun memiliki kandungan gizi yang cukup baik, karena mentimun merupakan sumber mineral dan vitamin. Kandungan nutrisi per 100 gram mentimun terdiri dari 15 kalori, 0.8 gram protein, 0.1 gram pati, 3 gram karbohidrat, 30 mg fosfor, 0.5 mg besi, 0.02 mg thianine, 0.01 mg nriboflavin, 14 mg asam, 0.45 mg vitamin A, 0.3 mg vitamin B1, dan 0.2 mg vitamin B2 (Sumpena 2007). Banyaknya kandungan gizi yang terdapat pada mentimun sehingga sayuran ini memiliki banyak manfaat. Manfaat mentimun diantaranya yaitu sebagai perawatan kulit, melancarkan fungsi pencernaan, kesehatan sendi, pencernaan protein, tekanan darah, membunuh cacing pita, perawatan kuku, atasi encok dan rematik, mengobati sakit gigi dan gusi, diabetes, perawatan ginjal, dan menyuburkan rambut 1. 7 Penelitian Tentang Tataniaga Produk Hortikultura Beberapa penelitian terdahulu yang menganalisis mengenai tataniaga komoditas hortikultura adalah penelitian Rachma (2008) meneliti tentang efisiensi tataniaga cabai merah di Desa Cibeureum, Kecamatan Sukamantri, Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat. Penelitian Ariyanto (2008) mengenai analisis tataniaga sayuran bayam (kasus Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor). Purba (2010) meneliti tentang analisis tataniaga ubi jalar di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Wacana (2011) meneliti tentang efisiensi saluran tataniaga bawang merah di Kelurahan Brebes, Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes. Penelitian Hasniah (2005) tentang analisis sistem dan efisiensi tataniaga komoditas pepaya sayur di Desa Sukamaju, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. 1 Kompas. Manfaat mentimun [internet]. [30 Februari 2013]

21 8 Rachma (2008) meneliti tentang efisiensi tataniaga cabai merah (studi kasus Desa Cibeureum, Kecamatan Sukamantri, Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat). Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif terhadap analisis saluran, lembaga, dan fungsi tataniaga, analisis struktur dan perilaku pasar. Selain itu, analisis secara kuantitatif juga dilakukan terhadap marjin tataniaga, farmer s share, rasio keuntungan terhadap biaya. Penelitian tersebut memberikan hasil bahwa terdapat lima jenis saluran tataniaga cabai merah di Desa Cibeureum. Saluran tataniaga I : petani - pedagang pengumpul - pedagang grosir - pedagang pengecer I. Saluran tataniaga II terdiri dari petani - pedagang pengumpul - pedagang gosir - pedagang pengecer I dan pedagang pengecer II. Saluran tataniaga III terdiri dari petani - pedagang pengumpul - pedagang grosir - pedagang pengecer II. Saluran tataniaga IV terdiri dari petani - pedagang pengumpul - pedagang pengecer I dan pedagang pengecer II. Saluran V terdiri dari petani - pedagang pengumpul - pedagang pengecer I. Lembaga tataniaga yang terlibat yaitu petani, pedagang pengumpul, pedagang gosir, pedagang pengecer I, dan pedagang pengecer II. Secara umum struktur pasar yang terjadi dalam tataniaga cabai merah di Desa Cibeureum adalah pasar persaingan tidak sempurna karena hanya ada satu pedagang pengumpul yang menampung langsung keseluruhan hasil pertanian cabai merah dari petani di Desa Cibeureum dan sedikit penjual di setiap tingkat lembaga tataniaga lainnya. Dalam analisis perilaku pasar dalam praktik penjualannya seluruh petani responden menjual seluruh hasil panen mereka ke pedagang pengumpul. Umumnya dalam penentuan harga melalui proses tawarmenawar antara penjual dengan pembeli akan tetapi pedagang sebagai pembeli selalu lebih dominan. Apabila telah terjadi kesesuaian harga antara yang ditawarkan penjual dengan yang diterima pembeli, maka pada saat itulah terbentuk harga pasar dan transaksi baru dilaksanakan. Hasil analisis marjin tataniaga menunjukkan marjin terbesar terdapat pada saluran II, III, dan IV, sedangkan marjin terkecil terdapat pada saluran I dan V. Secara operasional dari kelima saluran tataniaga cabai merah yang ada, saluran V merupakan saluran tataniaga yang paling efisien. Hal ini terlihat dari marjin tataniaga yang rendah, farmer s share serta rasio keuntungan dan biaya yang paling tinggi. Ariyanto (2008) meneliti tentang tataniaga sayuran bayam di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Adapun tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah untuk menganalisis saluran tataniaga dan fungsifungsi tataniaga yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tataniaga pada komoditas sayuran bayam, menganalisis struktur dan perilaku pasar pada masing-masing lembaga tataniaga yang terlibat, dan menganalisis efisisensi saluran tataniaga bayam berdasarkan marjin tataniaga, farmer s share, rasio keuntungan dan biaya. Sistem tataniaga sayuran bayam di Desa Ciaruten Ilir terdiri dari tiga saluran tataniaga yaitu saluran tataniaga I : petani - pedagang pengumpul - pedagang pengecer konsumen, saluran tataniaga II : petani - pedagang pengecer konsumen, dan saluran tataniaga III : petani - konsumen. Lembaga tataniaga yang terlibat yaitu petani, pedagang pengumpul, dan pedagang pengecer. Struktur pasar yang terjadi dalam tataniaga sayuran bayam di Desa Ciaruten Ilir untuk petani dan pedagang pengecer yaitu pasar persaingan sempurna. Hal tersebut dikarenakan jumlah petani banyak, tidak dapat

22 mempengaruhi harga dan petani bebas keluar masuk pasar. Untuk pedagang pengecer struktur pasarnya pasar persaingan sempurna dikarenakan jumlah dari pedagang pengecer yang banyak, produk bersifat homogen, serta pedagang pengecer tidak dapat mempengaruhi pasar. Struktur pasar pedagang pengumpul yaitu oligopsoni karena jumlah penjual dan pembeli sedikit, dan terdapat hambatan bagi pedagang lain untuk memasuki pasar. Analisis perilaku pasar yang terjadi yaitu dalam praktik penjualan hampir seluruh petani sayuran bayam di Desa Ciaruten Ilir menjual hasil panennya kepada pedagang pengumpul yang ada di desa tersebut. Sistem penentuan harga pada tingkat petani seluruhnya dikendalikan oleh pedagang pengumpul berdasarkan harga yang berlaku di pasar. Hasil analisis marjin tataniaga menunjukkan marjin terbesar terdapat pada saluran I dan II, sedangkan marjin terkecil terdapat pada saluran III. Secara operasional dari ketiga saluran tataniaga bayam di Desa Ciaruten Ilir, saluran III merupakan saluran tataniaga yang paling efisien. Hal ini terlihat dari marjin tataniaga yang rendah, farmer s share serta rasio keuntungan dan biaya yang paling tinggi. Purba (2010) meneliti tentang analisis tataniaga ubi jalar di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk menganalisis lembaga dan fungsi tataniaga, saluran tataniaga, struktur pasar, dan perilaku pasar, dan menganalisis efisiensi tataniaga ubi jalar di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Metode pengolahan data menggunakan analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif bertujuan untuk menganalisis saluran tataniaga, lembaga dan fungsi-fungsi tataniaga, serta struktur dan perilaku pasar. Analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis marjin tataniaga, farmer s share, serta rasio keuntungan dan biaya. Penelitian tersebut memberikan hasil bahwa sistem tataniaga ubi jalar di Desa Gunung Malang terdapat tiga saluran tataniaga, yaitu : saluran tataniaga I : petani pedagang pengumpul tingkat pertama konsumen/pabrik keripik, saluran tataniaga II : petani pedagang pengumpul tingkat pertama pedagang pengumpul tingkat kedua pedagang grosir pedagang pengecer konsumen, saluran tataniaga III : petani pedagang pengumpul tingkat pertama pedagang pengumpul tingkat kedua pedagang grosir konsumen. Lembaga tataniaga yang terlibat yaitu petani, pedagang pengumpul tingkat pertama, pedagang pengumpul tingkat kedua, pedagang grosir, dan pedagang pengecer. Struktur pasar yang dihadapi setiap lembaga tataniaga berbeda, di mana petani dan pedagang grosir cenderung mendekati pasar persaingan sempurna, sedangkan pedagang pengumpul tingkat pertama, pedagang pengumpul tingkat kedua, dan pedagang pengecer cenderung mendekati pasar oligopoli. Hasil analisis marjin tataniaga menunjukkan marjin terbesar terdapat pada saluran II dan III, sedangkan marjin terkecil terdapat pada saluran I. Secara operasional dari ketiga saluran tataniaga ubi jalar di Desa Gunung Malang, saluran I merupakan saluran tataniaga yang paling efisien. Hal ini terlihat dari marjin tataniaga yang rendah, farmer s share serta rasio keuntungan dan biaya yang paling tinggi. Wacana (2011) meneliti tentang efisiensi saluran tataniaga bawang merah di Kelurahan Brebes, Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes. Adapun tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah untuk menganalisis saluran tataniaga dan fungsi- 9

23 10 fungsi tataniaga yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tataniaga pada komoditas bawang merah, menganalisis struktur dan perilaku pasar pada masing-masing lembaga tataniaga yang terlibat, dan menganalisis efisisensi saluran tataniaga bawang merah berdasarkan marjin tataniaga, farmer s share, rasio keuntungan dan biaya. Saluran tataniaga bawang merah di Kelurahan Brebes terdiri dari empat saluran tataniaga, yaitu pola saluran tataniaga I : petani - pedagang pengumpul - pedagang pengirim - pedagang besar non lokal (Sumatera) - pedagang pengecer non lokal (Sumatera) - konsumen non lokal. Sedangakan pola saluran tataniaga II : petani - pedagang pengumpul - pedagang pengirim - pedagang besar non lokal (Jawa) - pedagang pengecer non lokal (Jawa) - konsumen non lokal. Pola saluran tataniaga III : petani - pedagang besar lokal - pedagang pengecer lokal - konsumen lokal, dan pola saluran tataniaga IV: petani - pedagang pengecer lokal - konsumen lokal. Lembaga tataniaga yang terlibat yaitu petani, pedagang pengumpul, pedagang pengirim, pedagang besar lokal, pedagang besar non lokal, pedagang pengecer lokal, dan pedagang pengecer non lokal. Struktur pasar yang dihadapi oleh petani bersifat persaingan sempurna, struktur pasar yang dihadapi pedagang pengumpul dan pedagang pengirim lebih mengarah kepada pasar oligopoli. Struktur pasar yang dihadapi oleh pedagang pengecer adalah pasar persaingan monopolistik. Sistem penentuan harga baik di tingkat petani hingga pedagang pengecer terjadi melalui proses tawar menawar hingga tercapai kesepakatan bersama. Hasil analisis marjin tataniaga menunjukkan marjin terbesar terdapat pada saluran I, II dan III, sedangkan marjin terkecil terdapat pada saluran IV. Secara operasional dari keempat saluran tataniaga bawang merah di Kelurahan Brebes, saluran IV merupakan saluran tataniaga yang paling efisien. Hal ini terlihat dari marjin tataniaga yang rendah, farmer s share serta rasio keuntungan dan biaya yang paling tinggi. Hasniah (2005) meneliti tentang analisis sistem dan efisiensi tataniaga komoditas pepaya sayur di Desa Sukamaju, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Adapun tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk menganalisis saluran dan fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan oleh setiap lembaga tataniaga pepaya sayur di Desa Sukamaju, menganalisis struktur dan perilaku pasar yang dihadapi, dan menganalisis efisiensi tataniaga pepaya sayur Desa Sukamaju. Metode penelitian yang digunakan meliputi analisis kualititatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif bertujuan untuk menganalisis saluran tataniaga, fungsi-fungsi tataniaga, struktur pasar serta perilaku pasar. Sedangkan analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis marjin tataniaga, farmer s share, serta rasio keuntungan dan biaya. Pola saluran tataniaga yang dihasilkan yaitu terdapat sebanyak tiga pola saluran yaitu saluran tataniaga I : petani - pedagang pengumpul - pedagang grosir - pedagang pengecer konsumen, saluran tataniaga II : petani - pedagang pengumpul - pedagang pengecer konsumen, dan saluran tataniaga III : petani - pedagang pengecer - konsumen. Saluran tataniaga I merupakan tataniaga pepaya sayur terpanjang dan digunakan oleh 6,04 persen dari total petani responden. Sedangkan saluran tataniaga II merupakan saluran tataniaga yang digunakan oleh 35,17 persen dari total petani responden. Saluran tataniaga III dipergunakan oleh

24 58,79 persen petani responden. Lembaga tataniaga yang terlibat yaitu petani, pedagang pengumpul, pedagang grosir, dan pedagang pengecer. Struktur pasar yang dihadapi petani cenderung bersifat pasar bersaing sempurna karena jumlah petani yang banyak, dan petani bebas untuk keluar masuk pasar. Selain itu produk petani bersifat homogen. Sistem penentuan harga dilakukan oleh pedagang berdasarkan harga yang berlaku di pasar. Petani bertindak sebagai price taker. Struktur pasar yang dihadapi pedagang pengumpul adalah oligopsoni. Hal ini terlihat melalui adanya hambatan bagi pedagang dari daerah lain untuk keluar masuk pasar. Struktur pasar yang dihadapi pedagang pengecer adalah pasar persaingan sempurna, karena jumlah pedagang pengecer cukup banyak, produk bersifat homogen, harga berdasarkan mekanisme pasar dan pedagang pengecer tidak dapat mempengaruhi harga pasar. Selain itu pedagang pengecer dapat dengan bebas keluar masuk pasar. Perilaku pasar yang dilakukan oleh pedagang pengumpul berupa praktek pembelian pepaya sayur dari petani dan menjual kepada pedagang grosir dan pedagang pengecer. Sistem penentuan harga di setiap tingkat lembaga tataniaga berdasarkan mekanisme pasar. Sedangkan sistem pembayaran di setiap lembaga tataniaga dilakukan secara tunai. Berdasarkan analisis marjin tataniaga diketahui bahwa saluran tataniaga III yang paling efisien karena memiliki marjin tataniaga terkecil, yaitu sebesar Rp 400,- per kg. Farmer s share tertinggi juga terdapat pada saluran III yaitu sebesar 60 persen. Namun rasio keuntungan dan biaya tataniaga pepaya sayur tertinggi terdapat pada saluran II yaitu sebesar 1,24. Efisiensi tataniaga pepaya sayur tercapai jika saluran tataniaga yang digunakan adalah saluran tataniaga III. Selain itu saluran tataniaga III juga menghasilkan keuntungan terbesar bagi petani. 11 Keterkaitan dengan Penelitian Terdahulu Keterkaitan penelitian yang sudah dilakukan dengan penelitian terdahulu dapat dilihat dari kesamaan topik yang diangkat yaitu tentang tataniaga komoditas hortikultura. Penelitian dengan topik tataniaga bukan merupakan hal yang baru. Sudah banyak dari peneliti yang menggunakan topik tataniaga komoditas hortikultura sebagai penelitiannya. Pemasaran merupakan permasalahan yang umum terjadi pada komoditas hortikultura, maka dari itu penelitian tataniaga menjadi penting untuk dilakukan. Hasil penelitian dari beberapa penelitian terdahulu tentang tataniaga pada komoditas hortikultura menunjukkan saluran tataniaga tanaman hortikultura pada umumnya menghasilkan saluran tataniaga yang panjang. Panjangnya rantai tataniaga berimplikasi pada besarnya perbedaan harga atau marjin tataniaga antara harga di tingkat petani dengan harga di tingkat konsumen. Hal ini mengakibatkan bagian yang diterima oleh petani atau farmer s share menjadi rendah. Panjangnya rantai tataniaga yang terjadi pada umumnya melibatkan beberapa lembaga seperti pedagang pengumpul, pedagang besar dan pedagang pengecer. Petani sebagai produsen biasanya hanya bertindak sebagai price taker yang memperoleh bagian (farmer s share) kecil dari harga yang dibayar oleh konsumen. Lembaga-lembaga tataniaga dalam sistem tataniaga melakukan fungsi yang berbeda untuk memperlancar proses tataniaga komoditas hortikultura (cabai

25 12 merah, bayam, ubi jalar, bawang merah, pepaya sayur dan lainnya) dari petani hingga ke konsumen akhir. Penelitian terdahulu menganalisis struktur dan perilaku pasar pada lembaga-lembaga yang terlibat dalam proses tataniaga. Identifikasi terhadap struktur pasar dilakukan dengan melihat jumlah pedagang dan pembeli, kemudahan memperoleh informasi, dan tingkat hambatan masuk-keluar pasar. Sedangkan, perilaku pasar dapat diidentifikasi dengan melihat cara penentuan harga dan sistem pembayaran. Penilitian ini juga akan melakukan identifikasi dengan cara yang sama seperti penelitian terdahulu. Indikator yang biasa digunakan untuk melihat efisiensi tataniaga suatu produk pertanian adalah marjin tataniaga, farmer s share, dan rasio keuntungan terhadap biaya. Secara umum panjangnya rantai pada saluran tataniaga berimplikasi pada bertambahnya biaya tataniaga yang dikeluarkan untuk menangani produk pertanian dan adanya pengambilan keuntungan dari setiap lembaga tataniaga yang terlibat. Hal ini mengakibatkan nilai marjin tataniaga yang semakin besar dan bagian yang diterima oleh petani (farmer s share) semakin kecil. Oleh karena itu, penelitian mengenai tataniaga mentimun di Desa Laladon, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor ini menggunakan beberapa rujukan dari penelitian-penelitian tentang tataniaga pada komoditas hortikultura yang telah dilakukan sebagai referensi dan pedoman. Akan tetapi, terdapat beberapa hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian terdahulu. Penelitian yang dilakukan ini berbeda dalam hal sumber atau objek penelitiannya. Penelitian ini dilakukan dengan mengambil data sebagai objek penelitian di Desa Laladon Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor pada tahun 2013 dengan komoditas mentimun. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Teori Tataniaga Tataniaga merupakan suatu distribusi fisik dan aktivitas ekonomi yang memfasilitasi pergerakan dan pertukaran komoditas, mulai dari komoditas tersebut lepas dari lahan pertanian hingga berada di tangan konsumen akhir. Tataniaga merupakan sebuah sistem karena dalam tataniaga terdiri atas lembagalembaga yang saling terkait yang saling berkontribusi menuju satu tujuan industri secara keseluruhan, yaitu menyampaikan produk ke konsumen akhir (Kohls dan Uhl 1985). Tataniaga juga bisa diartikan sebagai rangkaian tahapan fungsi yang dibutuhkan untuk mengubah atau membentuk input produk mulai dari titik produsen sampai konsumen akhir. Serangkaian fungsi tersebut terdiri dari proses produksi, pengumpulan, pengolahan, dan penyaluran oleh grosir, pedagang pegecer sampai konsumen (Dahl dan Hammond 1977). Konsep Saluran dan Lembaga Tataniaga Saluran tataniaga adalah kumpulan pelaku-pelaku usaha (lembagalembaga tataniaga) yang saling melakukan aktivitas-aktifitas bisnis dalam membantu menyampaikan produk dari petani sampai konsumen akhir. Dalam

26 saluran tataniaga, lembaga-lembaga tataniaga saling melakukan fungsi tataniaga sehingga kemudian akan terbentuk beberapa alternatif saluran tataniaga. Setiap alternatif saluran tataniaga memungkinkan terjadinya aliran produk yang berbedabeda, hal ini tergantung dari kepada siapa saja produk tersebut berhenti, apa saja perlakuan yang diberikan kepada produk selama melewati lembaga-lembaga tataniaga, dan seberapa panjang rantai tataniaga yang terbentuk (Kohls dan Uhl 1985). Berikut adalah lembaga-lembaga tataniaga yang umum terlibat dalam proses tataniaga (Kohls dan Uhl 1985): 1. Pedagang Perantara, lembaga tataniaga yang menghimpun barang untuk kemudian barang tersebut dimiliki untuk ditangani dalam upaya memperoleh marjin tataniaga. a) Pedagang Pengumpul, mengumpulkan dan membeli produk langsung dari produsen (petani) dalam jumlah besar untuk memperoleh marjin tataniaga dengan menjual kembali kepada pedagang grosir atau lembaga tataniaga lain. b) Pedagang Grosir, menjual produk kepada pedagang eceran, pedagang grosir lain dan industri terkait, tetapi tidak untuk menjual produk dalam jumlah tertentu kepada konsumen akhir. c) Pedagang Eceran, membeli produk untuk langsung dijual kembali kepada konsumen akhir. 2. Agen Perantara, memperoleh pendapatan dari komisi dan bayaran dari proses jual-beli. Agen perantara berbeda dengan pedagang yang memiliki hak atas produk untuk ditangani lebih lanjut, tetapi hanya mewakili pelanggan dalam transaksi jual-beli dan tidak memiliki hak atas produk yang mereka tangani. a) Broker, menyalurkan produk untuk memperoleh komisi tanpa memiliki hak untuk mengontrol produk secara langsung. b) Komisioner, menyalurkan produk untuk memperoleh komisi dengan diberi hak dan keleluasaan dalam mengontrol barang yang diperjual-belikan. 3. Spekulator, melakukan jual-beli produk dengan tujuan utama memperoleh keuntungan dengan memanfaatkan pergerakan harga di pasar. 4. Pengolah dan Pabrik, melakukan beberapa tindakan pada produk yang ditangani untuk memperoleh marjin tataniaga dengan mengubah bentuk fisiknya. 5. Organisasi Pendukung, membantu berbagai perantara tataniaga dalam menjalankan aktivitas bisnisnya. Biasanya organisasi pendukung memperoleh pendapatan dari taksiran bayaran dari lembaga-lembaga yang menggunakan jasa mereka. Konsep Fungsi-Fungsi Tataniaga Lembaga-lembaga tataniaga melakukan aktivitas bisnis selama proses pemasaran berlangsung. Aktivitas-aktivitas tersebut dinamakan fungsi tataniaga. Fungsi-fungsi tataniaga tersebut harus dilakukan oleh pelaku-pelaku bisnis yang terlibat selama proses tataniaga berlangsung. Hal ini dilakukan dengan tujuan meningkatkan efisiensi tataniaga, karena fungsi tataniaga yang dilakukan dapat meningkatkan nilai tambah dari produk agribisnis. Kohls dan Uhl (1985) mengklasifikasikan fungsi tataniaga menjadi 3 kelompok utama, yaitu: 1. Fungsi Pertukaran 13

27 14 Fungsi pertukaran merupakan aktivitas-aktivitas yang melibatkan pertukaran kepemilikan dari barang-barang yang diperjual-belikan antara penjual dan pembeli. Fungsi pertukaran terdiri atas: a) Pembelian Pembelian adalah kegiatan mencari barang atau jasa yang digunakan sebagai bahan baku atau dengan mengalihkan kepemilikan. b) Penjualan Penjualan adalah kegiatan yang berhubungan dengan kegiatan pemasaran yang berusaha menciptakan permintaan dengan melakukan strategi promosi dan periklanan serta strategi pemasaran lainnya untuk dapat menarik minat pembeli. 2. Fungsi Fisik Fungsi fisik adalah aktivitas-aktivitas yang melibatkan penanganan, pergerakan, dan perubahan fisik atas produk. Fungsi fisik membantu menyelesaikan permasalahan yang berhubungan dengan kapan, apa dan dimana tataniaga tersebut terjadi. Fungsi fisik terdiri atas: a) Penyimpanan Penyimpanan membantu menyelesaikan permasalahan produk yang berhubungan dengan waktu. Penyimpanan membuat produk tersedia pada waktu yang diinginkan. b) Pengangkutan Pengangkutan membantu menyelesaikan permasalahan produk yang berhubungan dengan tempat. Pengangkutan membuat produk tersedia pada tempat yang tepat. c) Pengolahan Pengolahan merupakan kegiatan merubah bentuk produk untuk meningkatkan nilai tambah produk tersebut. Pengolahan kadang tidak termasuk dalam kegiatan pemasaran karena pada dasarnya kegiatan pengolahan adalah kegiatan merubah bentuk produk, bukan kegiatan memasarkan produk. 3. Fungsi Fasilitas Fungsi fasilitas merupakan aktivitas-aktivitas yang secara tidak langsung terlibat dalam proses pemasaran produk karena membutuhkan teknologi dan pengetahuan khusus dalam penanganannya. Dengan adanya fungsi fasilitas akan memperlancar fungsi pertukaran dan fisik sehingga kinerjanya akan menjadi lebih baik. Fungsi fasilitas terdiri atas: a) Standarisasi Standarisasi merupakan ukuran yang menjadi standar bagi semua produk agar menjadi seragam dalam hal kualitas dan kuantitas. b) Pembiayaan Pembiayaan adalah kegiatan mengelola keuangan yang melibatkan banyak aspek penting dari tataniaga. c) Penanggungan Risiko Fungsi penanggungan risiko digunakan untuk menghitung tingkat kemungkinan kehilangan atau kerugian dari proses tataniaga produk agribisnis yang dilakukan. d) Informasi Pasar

28 Fungsi informasi pasar merupakan aktivitas mengumpulkan, menginterpretasi, dan menyebarluaskan berbagai macam informasi yang diperlukan untuk kelancaran proses tataniaga. Konsep Struktur Pasar Menurut Dahl dan Hammond (1977), struktur pasar menggambarkan fisik dari industri atau pasar. Terdapat empat faktor penentu dari karakteristik struktur pasar, yaitu (1) jumlah atau ukuran perusahaan atau usahatani di dalam pasar, (2) kondisi atau keadaan produk yang diperjualbelikan, (3) pengetahuan informasi pasar, dan (4) hambatan keluar masuk pasar bagi pelaku tataniaga, misalnya biaya, harga, dan kondisi pasar antara partisipan. Asmarantaka (2012) menyatakan bahwa struktur pasar dapat diartikan sebagai karakteristik dari produk maupun institusi yang terlibat pada pasar tersebut yang merupakan resultan atau saling mempengaruhi market conduct (perilaku pasar) dan market performance ( keragaan pasar). Struktur pasar dapat diartikan sebagai tipe atau jenis-jenis pasar dan merupakan tingkat persaingan pasar. Menurut (Hammond dan Dahl 1997), terdapat lima kategori struktur pasar pangan dan serat yang dapat dilihat pada Tabel Tabel 4 Struktur pasar untuk pemasaran pangan dan serat a No. Karakteristik Struktur pasar Jumlah Sifat produk Sudut penjual Sudut pembeli perusahaan 1 Banyak Homogen Persaingan sempurna Persaingan sempurna 2 Banyak Diferensiasi Persaingan monopolistik Persaingan monopsonistik 3 Sedikit Homogen Oligopoli murni Oligopsoni murni 4 Sedikit Diferensiasi Oligopoli diferensiasi Oligopsoni diferensiasi 5 Satu Unik Monopoli Monopsoni a Sumber : Dahl dan Hammond (1977). Konsep Perilaku Pasar Asmarantaka (2009) mendefinisikan perilaku pasar sebagai seperangkat strategi dalam pemilihan yang ditempuh baik oleh penjual maupun pembeli dalam mencapai tujuan masing-masing. Perilaku pasar akan menunjukan suatu pola perilaku yang diikuti oleh perusahaan dalam hubungannya dengan pasar yang dihadapi. Pola perilaku ini meliputi cara-cara yang digunakan oleh sekelompok perusahaan dalam menentukan harga dan produk yang dihasilkan, kebijakan dalam promosi penjualan, kebijakan yang berkaitan dengan pengubahan sifat produk yang dijual serta beragam taktik penjualan yang digunakan untuk meraih pasar tertentu. Perilaku pasar dapat dikenali melalui beberapa cara. Asmarantaka (2009) menyatakan ada tiga cara dalam mengenal perilaku pasar, yaitu :

29 16 a) Penentuan harga dan setting level of output; harga yang ditetapkan bisa tidak berpengaruh terhadap perusahaan lain, ditetapkan secara bersama-sama antar penjual atapun penetapan berdasarkan pemimpin harga (price leadership). b) Product promotion policy; yaitu melalui kegiatan promosi seperti pameran dan iklan yang mengatasnamakan perusahaan. c) Predatory and exclusivenary tactics; strategi ini bersifat ilegal karena bertujuan mendorong pesaing untuk keluar dari pasar. Strategi yang dilakukan adalah dengan menetapkan harga di bawah biaya marjinal sehingga perusahaan lain tidak dapat bersaing secara sehat. Cara lain adalah berusaha menguasai bahan baku (integrasi vertikal ke belakang), sehingga perusahaan pesaing tidak dapat berproduksi dengan menggunakan bahan baku yang sama secara persaingan yang sehat. Kohls dan Uhl (1985) mengemukakan bahwa ada empat masalah penting yang harus diperhatikan dalam menganalisis perilaku pasar. Keempat hal penting tersebut yaitu (1) sistem input-output, ini adalah masalah utama dan paling penting karena digunakan untuk mengetahui kombinasi input yang digunakan untuk menghasilkan output yang diinginkan dan diharapkan dapat menemukan solusi untuk meningkatkan kepuasan dari output tersebut; (2) sistem kekuatan, digunakan untuk menjelaskan bahwa perusahaan mempunyai status dan kepentingan dalam mamainkan peranannya di pasar dalam mengembangkan kualitas, upaya menjadi pemimpin pasar, peduli terhadap masyarakat, konservatif, atau menjadi perusahaan yang mengalami pertumbuhan paling cepat; (3) sistem komunikasi, digunakan untuk membuat sistem informasi yang efektif; dan (4) sistem untuk adapatasi perubahan internal dan eksternal, digunakan untuk menjelaskan bagaimana perusahaan ingin bertahan pada suatu sistem tataniaga. Dahl dan Hammond (1977) menyatakan bahwa perilaku pasar sebagai suatu pola atau tingkah laku dari lembaga-lembaga tataniaga yang menyesuaikan dengan struktur pasar, lembaga-lembaga tersebut melakukan kegiatan penjualan dan pembelian serta menentukan bentuk-bentuk keputusan yang harus diambil dalam menghadapi struktur pasar tersebut. Perilaku pasar adalah strategi produksi dan konsumsi dari lembaga tataniaga dalam struktur pasar tertentu yang meliputi kegiatan pembelian, penjualan, penentuan harga serta kerjasama antar lembaga tataniaga. Para pelaku tataniaga perlu mengetahui perilaku pasar sehingga mampu merencanakan kegiatan tataniaga secara efisien dan terkoordinasi. Selanjutnya akan tercipta kinerja keuangan yang memadai di sektor pertanian dan berbagai sektor komersial lainnya. Konsep Efisiensi Tataniaga Menurut Limbong dan Sitorus (1987), efisiensi sistem tataniaga merupakan tujuan akhir yang ingin dicapai dalam suatu sistem tataniaga. Efisiensi tataniaga dapat tercapai jika sistem tersebut dapat memberikan kepuasan pihakpihak yang terlibat, yaitu produsen, lembaga-lembaga perantara, dan konsumen akhir. Menurut Kohls dan Uhls (1985), salah satu cara meningkatkan efisiensi operasional adalah dengan penerapan teknologi baru termasuk subtitusi modal kerja. Pendekatan efisiensi harga adalah melalui analisis tingkat keterpaduan

30 pasar, sedangkan pendekatan efisiensi operasional melalui marjin tataniaga, farmer s share dan biaya tataniaga. Asmarantaka (2012) menyatakan bahwa efisiensi tataniaga dapat dilihat dari efisiensi operasional (teknis) dan efisiensi harga. Efisiensi operasional merupakan pelaksanaan aktivitas pemasaran yang bertujuan memaksimumkan rasio output-input pemasaran. Analisis yang sering dilakukan untuk mengetahui efisiensi operasional adalah analisis marjin tataniaga dan farmer s share dan analisis fungsi-fungsi pemasaran. Efisiensi harga merupakan kemampuan sistem pemasaran dalam mengalokasikan sumberdaya yang efisien sehingga apa yang diproduksi produsen sesuai dengan apa yang diinginkan konsumen. Efisiensi harga dapat tercapai apabila masing-masing pihak yang terlibat puas atau responsive terhadap harga yang berlaku dan terjadi keterpaduan pasar atau integrasi antara pasar acuan dengan pasar di tingkat petani. Alat analisis yang sering digunakan adalah sebaran harga antara petani sampai di konsumen akhir (farm-retail price spreads). Konsep Marjin Tataniaga Asmarantaka (2012) menyatakan bahwa marjin tataniaga adalah cerminan dari aktivitas-aktivitas bisnis atau fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan dalam sistem pemasaran. Selain cerminan dari fungsi tataniaga, marjin tataniaga juga merupakan kumpulan balas jasa karena kegiatan produktif (menambah atau menciptakan nilai guna) dalam mengalirnya produk-produk agribisnis mulai dari tingkat petani sampai ke tangan konsumen akhir. Pengertian marjin dalam produk agribisnis, menunjukkan nilai tambah (value added) yang terjadi selepas komoditi dari tingkat petani sebagai produsen primer, sampai produk yang dihasilkan diterima konsumen akhir. Dengan demikian marjin dapat merupakan ukuran aktivitas bisnis atau kegiatan produktif yang dapat menjadi indicator efisiensi atau tidaknya sistem pemasaran tersebut. Marjin tataniaga mengacu pada perbedaan harga pada berbagai tingkaan sistem tataniaga. Marjin tataniaga adalah perbedaan harga antara harga yang diterima oleh petani (Pf) dengan harga yang dibayar oleh konsumen akhir (Pr). Sehingga marjin tataniaga dapat dikatakan sebagai selisih dari harga yang diterima oleh petani dengan harga yang dibayar oleh konsumen akhir (Pr-Pf). Marjin tataniaga hanya mengacu pada perbedaan harga, tidak berhubungan dengan jumlah produk yang ada di pasar (Hammond dan Dahl 1977). Berikut dapat dilihat gambar marjin tataniaga pada Gambar 2. 17

31 18 P Sr Pr Pf (Pr-Pf)Qr,f Sf Dr Df Qr, f Q Gambar 2 Marjin tataniaga Sumber: Dahl dan Hammond (1977). Keterangan: Pf = Harga di tingkat petani Pr = Harga di tingkat pengecer Df = Permintaan di tingkat petani Dr = Permintaan di tingkat pengecer Sf = Penawaran di tingkat petani Sr = Penawaran di tingkat pengecer Qr,f = Jumlah keseimbangan di tingkat produsen dan pengecer (Pr - Pf) = Marjin tataniaga (Pr - Pf) Qr,f = Nilai marjin tataniaga Pada Gambar 2 dapat dilihat bahwa dengan jumlah barang yang sama (Qr,f) tetapi harga yang diterima oleh petani (Pf) dengan harga yang diterima pengecer (Pr) adalah berbeda. Marjin tataniaga menunjukkan perbedaan harga yang terjadi dengan jumlah produk yang sama, sehingga jumlah produk ditingkat petani sama dengan jumlah produk di tingkat pengecer atau Qr = Qf = Qr,f. Besarnya nilai marjin tataniaga digambarkan dengan selisih antara harga ditingkat petani (Pf) dengan harga ditingkat pengecer (Pr) dikalikan dengan jumlah keseimbangan produk di tingkat petani dan pengecer (Qr,f). Gambar yang diarsir pada Gambar 2 menunjukkan besarnya nilai marjin tataniaga yang terbentuk. Konsep Farmer s Share Salah satu indikator yang berguna dalam melihat efisiensi tataniaga adalah dengan membandingkan bagian yang diterima petani (farmer s share ) terhadap harga yang dibayar konsumen akhir. Bagian yang diterima lembaga tataniaga dinyatakan dalam bentuk persentase (Limbong dan Sitorus 1987). Asmarantaka (2012) menyatakan bahwa farmer s share merupakan bagian yang diterima oleh petani dari nilai yang dibayar konsumen akhir. Bagian ini dinyatakan dalam satuan persen (%). Dengan demikian, farmer s share juga menyatakan perbandingan antara harga yang diterima petani dengan harga yang diterima oleh lembaga-lembaga tataniaga lainnya. Kohls dan Uhl (1985) mendefinisikan farmer s share sebagai perbedaan harga di tingkat petani dan pedagang eceran. Farmer s share merupakan bagian

32 dari nilai yang dibayar konsumen akhir yang pada akhirnya diterima oleh petani, nilainya dinyatakan dalam persentase (%). Nilai farmer s share menunjukan hubungan yang berbanding terbalik dengan tingkat harga ditangan konsumen akhir dan berhubungan lurus dengan tingkat harga di tangan petani. Hal ini berarti nilai farmer s share akan menjadi relatif lebih kecil jika harga di tingkat konsumen akhir lebih besar dibandingkan tingkat harga di petani begitu pula sebaliknya. Konsep Rasio Keuntungan dan Biaya Tingkat efisiensi tataniaga dapat juga diukur melalui besarnya rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga. Rasio keuntungan dan biaya tataniaga mendefinisikan besarnya keuntungan yang diterima atas biaya tataniaga yang dikeluarkan. Dengan demikian semakin meratanya penyebaran rasio keuntungan dan biaya, maka dari segi operasional sistem tataniaga semakin efisien (Limbong dan Sitorus 1987). 19 Kerangka Pemikiran Operasional Komoditas mentimun merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan di Indonesia yang menghasilkan nilai ekonomis. Jawa Barat merupakan provinsi dengan penghasil mentimun terbesar dibandingkan provinsi yang lainnya di Indonesia. Salah satu daerah di Jawa Barat sebagai produsen mentimun yaitu di Kabupaten Bogor. Desa Laladon merupakan salah satu daerah di Kabupaten Bogor sebagai penghasil mentimun. Berdasarkan informasi yang diterima di Desa Laladon sistem tataniaga mentimun di desa tersebut belum efisien. Perbedaan harga mentimun yang diterima petani dengan harga yang dibayar konsumen cukup besar. Hal ini membuat marjin tataniaga yang dihasilkan cukuplah besar. Implikasinya farmers s share yang diterima petani juga semakin kecil. Petani di Desa Laladon sebagai produsen mentimun pada umumnya mengalami posisi tawar menawar yang rendah. Hal tersebut dikarenakan peran dari pedagang pengumpul yang lebih dominan dalam penentuan harga dan informasi harga yang diterima oleh para petani cenderung kurang. Berdasarkan berbagai permasalahn yang ada maka penelitian mengenai tataniaga mentimun perlu untuk dilakukan secara komprehensif. Hal tersebut agar semua komponen mengenai tataniaga mentimun di Desa Laladon bisa tersaji secara lengkap. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif meliputi analisis fungsi-fungsi tataniaga, saluran tataniaga, struktur pasar dan perilaku pasar pada sistem tataniaga. Analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan analisis marjin tataniaga untuk mengetahui perbedaan harga di tingkat lembaga tataniaga, analisis farmer s share untuk mengetahui bagian yang diperoleh petani dinyatakan dalam persentase, dan analisis rasio keuntungan terhadap biaya untuk mengetahui merata tidaknya penyebaran rasio keuntungan terhadap biaya di setiap lembaga tataniaga. Setelah semua analisis dilakukan maka akan diperoleh gambaran komponenkomponen tataniaga mentimun di Desa Laladon. Adapun kerangka pemikiran penelitian dapat dijelaskan pada Gambar 3.

33 20 Usahatani mentimun di Desa Laladon, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor - Marjin tataniaga yang besar - Farmer s share yang rendah Analisis sistem tataniaga mentimun di Desa Laladon, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor Analisis Kualitatif 1. Saluran tataniaga dan lembaga tataniaga 2. Fungsi-fungsi tataniaga 3. Struktur pasar 4. Perilaku pasar Analisis Kuantitatif 1. Marjin tataniaga 2. Farmer s share 3. Rasio keuntungan dan biaya Alternatif saluran tataniaga mentimun yang efisien Gambar 3 Kerangka pemikiran operasional

34 21 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Laladon, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Desa Laladon merupakan salah satu daerah penghasil sayuran mentimun di Kabupaten Bogor. Pengumpulan data penelitian dilakukan pada bulan April-Mei Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer diperoleh melalui pengamatan secara langsung (observasi), wawancara dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner) kepada petani responden dan lembaga-lembaga tataniaga yang terlibat dalam kegiatan tataniaga mentimun di Desa Laladon seperti pedagang pengumpul, pedagang besar, dan pedagang pengecer. Data sekunder diperoleh melalui pencarian dari berbagai studi pustaka dan literatur. Data-data tersebut dapat bersumber dari laporan penelitian, jurnal, buku teks, situs internet, dan data-data lainnya yang berasal dari instansi terkait seperti Badan Pusat Statistik (BPS), Direktorat Jenderal Hortikultura (Dithorti), Dinas Pertanian dan Kehutanan (Distanhut) Kabupaten Bogor, dan lainnya. Data sekunder digunakan untuk mengisi kebutuhan atas referensi khusus pada beberapa hal terkait dengan penelitian. Metode Pengumpulan Data dan Penentuan Sampel Metode pengumpulan data primer dilakukan dengan pengamatan (observasi) dan wawancara langsung kepada petani responden dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner). Data primer yang dikumpulkan melalui wawancara adalah data penjualan mentimun di tingkat petani pada Bulan April-Mei Selain itu data yang dikumpulkan juga berupa data pembelian dan penjualan mentimun di tingkat lembaga tataniaga pada waktu yang sama. Data primer yang dikumpulkan melalui pengamatan adalah informasi tentang aktivitas-aktivitas pemasaran yang dilakukan oleh petani dan lembaga tataniaga untuk mengetahui lembaga, fungsi, saluran, dan struktur pasar pada tataniaga di Desa Laladon. Penentuan responden petani ditentukan secara sengaja (purposive) berdasarkan informasi yang diperoleh dari perangkat desa dan beberapa petani setempat. Responden yang digunakan sebagai sampel adalah petani mentimun yang berada di Desa Laladon. Jumlah responden petani yang digunakan sebagai sampel adalah sebanyak 30 orang petani. Jumlah tersebut dianggap telah mewakili keragaman petani mentimun yang ada di Desa Laladon.

35 22 Penentuan responden lembaga tataniaga dilakukan dengan metode metode snowball sampling. Informasi dari metode ini diperoleh berdasarkan informasi dari responden sebelumnya yaitu petani mentimun di Desa Laladon dengan melakukan penelusuran saluran tataniaga mulai dari petani sampai ke konsumen akhir. Metode ini berusaha mengetahui kemana aliran produk dan lembagalembaga apa saja yang terlibat dalam tataniaga mentimun sampai ke konsumen akhir. Metode Pengolahan dan Analisis Data Metode pengolahan dan analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif merupakan analisis dengan menggunakan teori tertentu yang dijadikan dasar dan kemudian dibandingkan dengan kondisi yang ada di lapang. Analisis kualitatif digunakan dalam menjelaskan secara deskriptif hasil dari pengamatan dalam menganalisis saluran tataniaga, lembaga dan fungsi tataniaga, serta struktur dan perilaku pasar. Sedangkan untuk analisis kuantitatif digunakan sebagai alat untuk menganalisis marjin tataniaga, farmer s share, dan rasio keuntungan terhadap biaya. Pengolahan data pada metode analisis kuantitatif menggunakan kalkulator dan program komputer microsoft excel dalam proses pengolahannya. Identifikasi Lembaga, Fungsi, dan Saluran Tataniaga Identifikasi lembaga tataniaga digunakan untuk mengetahui karakteristik lembaga-lembaga tataniaga yang melakukan fungsi-fungsi tataniaga masingmasing. Identifikasi terhadap lembaga-lembaga tataniaga yang terlibat dalam proses sistem tataniaga, dapat diketahui informasi mengenai tataniaga mentimun dari petani sampai ke konsumen akhir. Dengan mengetahui alur tataniaga mentimun maka akan terbentuk suatu rantai tataniaga. Dengan rantai tataniaga yang terbentuk tersebut dapat dilihat pola-pola tataniaga apa saja yang membentuk saluran tataniaga pada tataniaga mentimun di Desa Laladon. Identifikasi fungsi tataniaga digunakan untuk mengetahui kegiatan tataniaga apa saja yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tataniaga dalam menyalurkan mentimun mulai dari petani produsen sampai ke tangan konsumen akhir. Fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tataniaga dapat berupa fungsi pertukaran (penjualan dan pembelian), fungsi fisik (penyimpanan, pengangkutan, dan pengolahan), dan fungsi fasilitas (standarisasi, pembiayaan, penganggungan risiko, dan informasi pasar). Identifikasi Struktur dan Perilaku Pasar Identifikasi struktur pasar digunakan untuk mengetahui struktur pasar apa saja yang terbentuk dari kondisi tataniaga yang ada di lokasi penelitian. Struktur pasar yang terjadi pada tataniaga mentimun di Desa Laladon dapat diketahui berdasarkan karakteristik pasar yaitu (1) jumlah dan ukuran perusahaan; (2) sifat dan keadaan produk; (3) hambatan keluar dan masuk pasar; dan (4) pengetahuan tentang biaya, harga dan kondisi pasar diantara partisipan tataniaga. Struktur pasar yang terbentuk dapat berupa struktur pasar persaingan sempurna sampai pada struktur pasar persaingan tidak sempurna, bergantung pada karakteristik pasar

36 yang ada di lokasi penelitian. Selanjutnya perilaku pasar dapat dianilisis melalui pengamatan pada mekanisme penentuan harga, cara pembayaran yang dilakukan oleh masing-masing lembaga, dan sistem kerja sama yang tercipta antar lembaga tataniaga mentimun di Desa Laladon. Analisis Marjin Tataniaga Analisis marjin tataniaga dipergunakan untuk mengetahui perbedaan harga di tingkat petani dengan harga di tingkat konsumen akhir. Marjin tataniaga dapat diperoleh dari hasil penjumlahan biaya dan keuntungan dari setiap lembaga tataniaga. Sehingga, untuk mengetahui total dari marjin tataniaga untuk suatu saluran dapat diperoleh dengan cara menjumlahkan marjin tataniaga dari setiap lembaga yang terlibat dari saluran tersebut. Menurut Limbong dan Sitorus (1987), secara matematis perhitungan marjin tataniaga adalah sebagai berikut: M i = P si - P bi... (1) M i = C i + i... (2) Dari persamaan (1) dan (2), diperoleh P si P bi = C i + i... (3) Maka keuntungan dari setiap lembaga tataniaga : i = P si P bi - C i... (4) Untuk memperoleh total marjin tataniaga yaitu dengan menjumlahkan marjin dari setiap lembaga tataniaga, secara matematis total marjin tataniaga sebagai berikut : MT =... (5) 23 Keterangan : M i = Nilai marjin tataniaga mentimun pada lembaga tataniaga tingkat ke-i P si = Harga jual mentimun pada lembaga tataniaga tingkat ke-i P bi = Harga beli mentimun pada lembaga tataniaga tingkat ke-i C i = Biaya tataniaga mentimun pada lembaga tataniaga tingkat ke-i i = Keuntungan lembaga tataniaga mentimun pada tingkat ke-i MT = Total marjin tataniaga mentimun Analisis Farmer s Share Analisis farmer s share merupakan indikator yang digunakan untuk melihat persentase harga yang diterima oleh petani dengan harga yang diterima konsumen akhir. Farmer s share memiliki perbandingan negatif dengan marjin

37 24 tataniaga. Semakin tinggi marjin tataniaga maka tingkat persentase farmer s share yang didapat petani semakin kecil. Secara matematis, farmer s share dirumuskan sebagai berikut : Pf Farmer s share = x 100% Pr Dimana : Pf = Harga jual di tingkat petani Pr = Harga jual di tingkat pengecer Analisis Rasio Keuntungan Terhadap Biaya Analisis rasio keuntungan terhadap biaya dilakukan untuk mengetahui penyebaran keuntungan dan biaya tataniaga. Semakin meratanya penyebaran rasio keuntungan terhadap biaya pada setiap lembaga tataniaga, maka secara teknis sistem tataniaga tersebut semakin efisien. Secara matematis, rasio keuntungan terhadap biaya dirumuskan sebagai berikut : πi Rasio keuntungan terhadap biaya = x 100% Ci Dimana : πi = Keuntungan tataniaga pada lembaga ke-i Ci = Biaya tataniaga pada lembaga ke-i Hasil dari analisis rasio keuntungan terhadap biaya ini dapat menentukan apakah proses tataniaga yang dilakukan efisien atau tidak efisien. Nilai analisis rasio keuntungan terhadap biaya yang lebih besar dari nol atau positif dapat diartikan bahwa tataniaga yang dilakukan sudah efisien. Begitu pula sebaliknya jika hasil analisis rasio keuntungan terhadap biaya kurang dari nol atau negative maka dapat diartikan bahwa tataniaga yang dilakukan tidak efisien. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kondisi Geografis Penelitian ini dilaksanakan di Desa Laladon, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Secara administratif, Desa Laladon berada di sebelah utara Desa Sindang Barang, sebelah selatan Kelurahan Padasuka, sebelah timur Desa Ciomas Rahayu, dan sebelah barat Desa Ciherang. Total luas wilayah Desa Laladon yang terdiri dari pemukiman dan perumahan, persawahan dan ladang, perkuburan, kolam atau empang, dan prasarana umum sebesar Ha.

38 Tabel 5 Komposisi lahan di Desa Laladon tahun 2012 a Komponen Luas lahan (Ha) Persentase (%) Pemukiman dan perumahan Persawahan dan ladang Perkuburan Kolam / empang Prasarana umum Total a Sumber : Monografi Desa Laladon 2012 (diolah). 25 Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa sebagian besar luas lahan di Desa Laladon digunakan sebagai pemukiman dan perumahan yaitu sebesar Ha atau persen dari total luas wilayah desa. Penggunaan tanah terbesar kedua di Desa Laladon yaitu digunakan sebagai persawahan dan ladang yaitu dengan luas Ha atau sebesar persen dari total luas wilayah Desa Laladon. Kondisi Geografis Desa Laladon yaitu Desa Laladon mempunyai ketinggian tanah dari permukaan laut sebesar 250 mdpl. Desa Laladon mempunyai curah hujan sebesar 41.3 mm, dan kelembapan suhu udara rata-rata sebesar 20 ºC hingga 29 C. Berdasarkan orbitasi, jarak Desa Laladon ke ibu kota kecamatan yaitu 2.5 km, jarak ke ibu kota kabupaten/kota yaitu 20 km, jarak ke ibu kota provinsi yaitu 120 km, dan jarak ke ibu kota negara yaitu 75 km. Desa Laladon secara umum mempunyai letak yang strategis sehingga mudah dijangkau oleh kendaraan besar atau pun kecil. Hal tersebut memudahkan petani, pedagang dan juga lembaga tataniaga lainnya dalam hal pemasaran hasil pertanian ke pasar atau pun tempat penjualan lainnya. Alat transportasi yang biasa digunakan oleh para petani ataupun lembaga tataniaga lainnya yaitu mobil pick up, mobil angkot, dan motor. Keadaan Penduduk Jumlah penduduk Desa Laladon berdasarkan data pada tahun 2012 yaitu sebanyak orang. Komposisi penduduk di Desa Laladon hampir berimbang antara laki-laki dan perempuan. Jumlah penduduk laki-laki sebanyak orang, sedikit lebih banyak dibandingkan dengan jumlah penduduk perempuan yang berjumlah orang. Jumlah kepala keluarga di Desa Laladon terdapat sebanyak KK. Penduduk di Desa Laladon memeluk agama yang berbedabeda yaitu Islam, Kristen, Katholik, Hindu, dan Budha. Mayoritas dari penduduk Desa Laladon adalah beragama Islam yaitu sebanyak orang atau sebesar persen. Penduduk yang menganut agama Budha merupakan yang paling sedikit yaitu sebanyak 8 orang atau sebesar 0.07 persen. Sebaran usia penduduk Desa Laladon cukup beragam. Mayoritas penduduk Desa Laladon berusia antara 0 hingga 4 tahun yaitu sebanyak orang atau sebesar persen dari total penduduk desa. Sebaran usia penduduk Desa Laladon untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada Tabel 6.

39 26 Tabel 6 Jumlah penduduk Desa Laladon berdasarkan usia tahun 2012 a Kelompok umur (tahun) Jumlah penduduk (orang) Persentase (%) Total a Sumber : Monografi Desa Laladon 2012 (diolah). Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat jumlah penduduk di Desa Laladon berdasarkan kelompok umurnya. Penduduk dengan kelompok umur 0-4 tahun merupakan kategori kelompok umur dengan jumlah penduduk terbanyak yaitu sebanyak orang atau sebesar persen dari total penduduk Desa Laladon. Jumlah penduduk terbanyak kedua yaitu pada kelompok umur tahun dengan jumlah penduduk sebanyak orang atau sebesar persen. Jumlah penduduk dengan kelompok umur merupakan jumlah penduduk terkecil yaitu sebanyak 591 atau 5.44 persen. Tabel 7 Jumlah penduduk Desa Laladon berdasarkan jenis pekerjaan tahun 2012 a Jenis pekerjaan Jumlah penduduk (orang) Persentase (%) Petani Buruh tani Karyawan perusahaan Buruh pabrik Tukang / buruh bangunan Pedagang Karyawan Hotel dan Restoran Sopir Tukang ojek Karyawan bank / lembaga keuangan Pegawai Negeri Sipil (PNS) Guru Tukang cuci Pangkas rambut / salon a Sumber : Monografi Desa Laladon 2012 (diolah).

40 Tabel 7 menggambarkan jumlah penduduk Desa Laladon berdasarkan jenis pekerjaanya. Mayoritas penduduk di Desa Laladon bekerja sebagai buruh pabrik yaitu sebanyak 624 orang atau sebesar persen. Penduduk yang bekerja sebagai karyawan hotel dan restoran merupakan yang terkecil yaitu dengan jumlah penduduk sebanyak 4 orang atau 0.19 persen. Petani di Desa Laladon terdapat 74 orang atau sebesar 3.50 persen dari jumlah penduduk desa. 27 Karakteristik Petani Responden Jumlah petani responden yang diwawancarai adalah sebanyak 30 orang. Pada proses penelitian ini, karakteristik petani responden mencakup beberapa aspek diantaranya jenis kelamin, umur, pekerjaan utama, pekerjaan sampingan, tingkat pendidikan, luas lahan, dan jumlah panen mentimun. Petani responden di Desa Laladon terdiri dari 1 perempuan dan 29 laki-laki. Sebaran usia petani responden di Desa Laladon yaitu dari tahun dengan pengalaman bertani yang beragam mulai 1-60 tahun. Tabel 8 Karakteristik petani responden tataniaga mentimun di Desa Laladon tahun 2013 Karakteristik Jumlah (orang) Persentase (%) Usia 30 tahun tahun tahun tahun tahun tahun tahun > 60 tahun Total Tingkat pendidikan Tidak Tamat SD / Sederajat Tamat SD / Sederajat Tamat SMP / Sederajat Tamat SMA / Sederajat Tamat Kuliah / Lebih Total Lama pengalaman 5 tahun tahun tahun tahun tahun > 25 tahun Total Luas lahan < 0.25 Ha Ha Ha Total

41 28 Berdasarkan Tabel 8 dapat dilihat bahwa mayoritas petani responden di Desa Laladon berumur antara 46 sampai 50 tahun yaitu terdapat sebanyak 8 orang atau sebesar persen dari seluruh petani responden. Petani dengan golongan muda yang berumur dibawah 30 tahun hanya terdapat sebanyak 3 orang atau sebesar 10 persen. Petani yang sudah berumur lanjut diatas 60 tahun terdapat sebanyak 4 orang atau sebesar persen. Tingkat pendidikan dari petani responden rata-rata telah menamatkan SD atau sederajat yaitu sebanyak 13 orang atau sebesar persen dari total petani responden. Terdapat sebanyak 2 orang atau sebesar 6.67 persen yang tidak tamat SD. Petani yang sudah menamatkan SMP atau sederajat sebanyak 9 orang atau sebesar 30 persen. Petani yang sudah menamatkan SMA atau sederajat terdapat sebanyak 3 orang atau sebesar 10 persen. Dan petani yang telah menamatkan kuliah atau sarjana dan lebih terdapat sebanyak 3 orang atau sebesar 10 persen. Petani yang sudah menamatkan kuliah atau lebih mereka melakukan usahatani mentimun hanya sebagai sampingan bukan pekerjaan utama. Lama pengalaman petani responden dalam berusahatani mayoritas belum lama atau kurang dari 5 tahun yaitu terdapat sebanyak 12 orang atau sebesar 40 persen dari total petani responden. Terbanyak kedua yaitu dengan lama pengalaman berusahatani mentimun antara 6-10 tahun terdapat sebanyak 7 orang atau sebesar persen. Selain itu terdapat beberapa petani yang memang sudah cukup lama melakukan usahatani mentimun dengan lama pengalaman lebih dari 25 tahun yaitu terdapat sebanyak 4 orang atau sebesar persen. Luas lahan yang digunakan para petani responden untuk budidaya mentimun beragam mulai dari m 2 sampai m 2. Luas lahan petani responden rata-rata berkisar antara m 2 sampai kurang dari m 2 yaitu terdapat sebanyak 17 orang atau sebesar dari total petani responden. Jumlah petani responden yang berusahatani mentimun dengan luas lahan dibawah m 2 terdapat sebanyak 6 orang atau sebesar 20 persen. Petani responden yang menggunakan lahan yang cukup luas atau luas lahan lebih dari m 2 terdapat sebanyak 7 orang atau sebesar persen. Terbatasnya jumlah lahan pertanian yang terdapat di Desa Laladon dikarenakan sebagian besar lahan tersebut dijadikan sebagai komplek perumahan penduduk. Karakteristik Pedagang Responden Penelusuran pedagang responden dilakukan dengan metode snowball sampling. Pedagang responden diperoleh berdasarkan informasi yang didapat dari petani responden. Berdasarkan hasil penelusuran terhadap petani responden, diperoleh sebanyak 20 pedagang responden yang terlibat selama proses pemasaran mentimun sampai kepada konsumen akhir. Pedagang yang menjadi responden dalam penelitian ini meliputi pedagang pengumpul, pedagang besar, dan pedagang pengecer. Pedagang-pedagang responden tersebut terdiri dari 3 orang pedagang pengumpul, 2 orang pedagang besar, dan 15 orang pedagang pengecer. Dari 15 pedagang responden tersebut terdapat sebanyak 4 pedagang pengecer lokal dari Desa Laladon dan sekitarnya dan 11 pedagang pengecer pasar. Pedagang pengecer pasar tersebut diantaranya terdiri dari 5 pedagang pengecer Pasar Anyar, 3 pedagang pengecer Pasar Bogor, dan 3 pedagang pengecer dari Pasar Cibinong.

42 Jenis kelamin pedagang responden yaitu terdiri dari 3 perempuan dan sisanya sebanyak 17 laki-laki. Sebaran usia pedagang responden yaitu dari 28 tahun sampai 54 tahun dengan pengalaman berdagang yang beragam mulai 7 tahun sampai selama 25 tahun. 29 Tabel 9 Karakteristik pedagang responden tataniaga mentimun di Desa Laladon tahun 2013 Pedagang responden Karakteristik Pengumpul Besar Pengecer Oran g % ora ng % ora ng % Usia 30 tahun tahun tahun tahun tahun tahun tahun > 60 tahun Total Tingkat pendidikan Tidak Tamat SD Tamat SD / Sederajat Tamat SMP / Sederajat Tamat SMA / Sederajat Tamat Kuliah / Lebih Total Lama pengalaman berdagang 5 tahun tahun tahun tahun tahun > 25 tahun Total Berdasarkan Tabel 9 dapat dilihat bahwa umur pedagang pengumpul responden di Desa Laladon berkisar antara tahun dengan pendidikan ratarata yaitu SMP dan lama pengalaman berdagang rata-rata yaitu selama tahun. Umur dari 2 pedagang besar responden yaitu berkisar antara 36 sampai 45 tahun dan masing-masing dari mereka telah menamatkan SD dan SMP. Lama pengalaman berdagang yang dilakukan oleh pedagang besar responden yaitu antara 6-15 tahun. Mayoritas pedagang pengecer responden berumur antara tahun dan tahun atau masing masing sebanyak 4 orang atau sebesar persen dari seluruh pedagang pengecer yang ada. Pedagang pengecer umumnya

43 30 telah menamatkan SD yaitu sebanyak 8 orang atau sebesar persen. Lama pengalaman berdagang yang dilakukan pedagang pengecer berkisar antara 6-15 tahun sebanyak 10 pedagang atau sebesar persen dari seluruh pedagang pengecer yang ada. Gambaran Umum Usahatani Mentimun di Desa Laladon Usahatani mentimun di Desa Laladon terdiri dari beberapa kegiatan seperti pengolahan lahan, penanaman, pemeliharaan tanaman, pemupukan, pemasangan turus, penyiangan, pengendalian hama dan penyakit, dan pemanenan. Faktorfaktor produksi yang digunakan dalam usahatani ini adalah lahan, benih, mulsa, turus, peralatan, pupuk kandang, pupuk kimia, obat-obatan dan tenaga kerja. Berikut adalah tahapan-tahapan usahatani mentimun di Desa Laladon. 1. Pengolahan Lahan Pengolahan lahan pada usahatani mentimun yang dilakukan petani Desa Laladon adalah dengan cara olah tanah secara konvensional yaitu dengan menggunakan cangkul secara manual agar tanah menjadi lebih gembur dan mudah ditanami. Pengolahan lahan dilakukan melalui tiga tahap, tahap pertama adalah pembersihan lahan dari gulma dan bekas tanaman sebelumnya, kegiatan ini dilakukan dengan cara manual menggunakan sabit dan cangkul. Tahap kedua adalah membalik tanah dengan membuat bedengan, hal ini bertujuan agar tanah pada lapisan bawah terangkat ke perrmukaan sehingga tanah menjadi gembur dan akar tanaman mudah menembus tanah. Tahap ketiga adalah pencampuran pupuk kandang ayam dengan tanah bedengan, dan setelah pupuk kandang tercampur, bedengan tersebut ditaburi dengan pupuk kimia yaitu Urea, NPK, TSP, KCL, dan ZA. Setelah ketiga tahap tersebut selesai bedengan ditutup dengan mulsa, keuntungan menggunakan mulsa yaitu pupuk kandang dan pupuk kimia tidak mudah menguap, menekan pertumbuhan rumput dan gulma, menjaga tanah tetap subur, serta menjaga suhu dan kelembaban tanah relatif stabil. Pelubangan mulsa dilakukan setelah mulsa terpasang pada bedengan dengan jarak antar lubang 30 cm. 2. Penanaman Waktu penanaman mentimun yang dilakukan petani responden adalah pada pagi hari dan dilakukan secara serempak, agar pertumbuhan tanaman bisa seragam sehingga memudahkan dalam perawatan tanaman. Jarak tanam yang digunakan petani yaitu 30 cm, ukuran jarak tanam digunakan untuk menjaga pertumbuhan dan perkembangan tanaman mentimun. 3. Pemeliharaan Tanaman Tanaman perlu mendapatkan perhatian dan pemeliharaan. Pemeliharaan tanaman bertujuan untuk menjaga agar pertumbuhan tanaman normal dan sehat, sehingga produksi yang dihasilkan maksimal. Pemeliharaan tanaman mentimun meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut: a) Pemupukan Pemupukan bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman mentimun, pemupukan diberikan pada saat tanaman keluar daun kasar atau sebelas hari setelah tanam. Pemupukan di Desa Laladon lebih dikenal dengan istilah pengecoran, pupuk yang digunakan yaitu pupuk cair dari

44 rendaman pupuk kandang kambing dengan campuran pupuk kimia (NPK Mutiara, Atonik, Furadan, KNO Merah), ketika tanaman sudah berbunga pengecoran ditambah dengan Gandasil Buah. Pengecoran dilakukan sebanyak enam kali hingga panen dengan selang waktu lima hari. b) Pemasangan Turus Pemasangan turus bertujuan untuk menopang tanaman agar dapat tumbuh tegak karena mentimun sebenarnya menjalar dipermukaan tanah. Para petani memakai turus yang terbuat dari bambu yang memiliki panjang kurang lebih 2,3 meter. Penancapan turus disamping lubang tanaman sekitar 30 cm dari pangkal tanaman, dengan posisi miring kedalam bedengan hingga bersilang di bagian ujung turus lalu diikat dengan tali rafia pada pertemuan turus. Pemasangan turus dapat dilakukan setelah penanaman mentimun, hal ini bermanfaat untuk menegakkan tanaman agar tumbuh sempurna dan buah tidak terkena tanah sehingga tidak membusuk. c) Penyiangan Penyiangan perlu dilakukan untuk membersihkan gulma (tanaman pengganggu) yang terdapat disekitar tanaman dan bedengan seperti rumput dan tanaman pengganggu lainnya. Tanaman pengganggu dibersihkan agar tidak mengganggu tanaman utama dan tidak mengambil zat-zat nutrisi yang seharusnya dimakan tanaman utama. Alat yang digunakan untuk penyiangan adalah kored. d) Pengendalian Hama dan Penyakit Pemberantasan terhadap hama dan penyakit tanaman dilakukan untuk melindungi tanaman dari ancaman kerusakan yang ditimbulkan. Pemberantasan hama dan penyakit dilakukan sehari setelah pengecoran dilakukan dengan menggunakan alat semprotan (sprayer) untuk disemprotkan pada tanaman mentimun. Keberadaan hama dan penyakit mentimun dapat mendatangkan kerugian pada petani. Masalah tersebut umumnya dapat diatasi dengan mengetahui secara pasti hama dan penyakit yang menyerang, sehingga dapat mengetahui jenis pestisida yang sesuai untuk diaplikasikan. Beberapa petani masih sulit membedakan antara serangan hama dan penyakit, akibatnya sering terjadi kesalahan pemberian obat, dan sebagian petani menggunakan pestisida berdasarkan pengalamannya serta tidak memperhatikan aturan pakai yang telah ditentukan. 4. Pemanenan Pemanenan mentimun dapat dilakukan setelah hari dari penanaman. Frekuensi pemanenan dilakukan setiap dua hari sekali. Petani pada umumnya melakukan pemanenan mentimun sebanyak 15 kali untuk satu musim tanam dengan potensi hasil 2-4 kg/tanaman, tergantung perawatan yang dilakukan petani terhadap tanaman. Perolehan jumlah panen mentimun dengan luas lahan 1000 m 2 untuk panen pertama sampai panen kelima yaitu sebesar kilogram atau sebesar 37 persen. Panen ke-6 sampai ke-10 mendapatkan total panen sebesar kilogram (51 persen). Panen ke-11 sampai panen ke-15 mendapatkan total panen sebesar 377 kilogram (12 persen). 31

45 32 HASIL DAN PEMBAHASAN Sistem dan Pola Saluran Tataniaga Mentimun Sistem tataniaga mentimun di Desa Laladon melibatkan beberapa lembaga tataniaga dari petani sampai ke tangan konsumen akhir. Lembaga tataniaga yang terlibat yaitu pedagang pengumpul, pedagang besar dan pedagang pengecer. Dalam proses tataniaga mentimun dari petani sampai ke konsumen akhir akan membentuk suatu pola saluran tataniaga. Berdasarkan wawancara dengan menggunakan kuesioner, diketahui bahwa sistem tataniaga mentimun di Desa Laladon membentuk tiga pola saluran tataniaga. Berikut skema saluran tataniaga mentimun di Desa Laladon secara keseluruhan. Petani kg % kg % kg 1.66 % Pedagang pengumpul Pedagang besar Pedagang pengecer Konsumen akhir Keterangan : : Saluran tataniaga I : Saluran tataniaga II : Saluran tataniaga III Gambar 4 Saluran tataniaga mentimun di Desa Laladon.

46 Skema saluran tataniaga mentimun pada Gambar 4 menggambarkan saluran tataniaga yang terjadi pada pemasaran mentimun yang dilakukan oleh pelaku tataniaga di Desa Laladon. Dalam penelitian ini, cakupan pelaku tataniaga yang diteliti adalah seluruh lembaga tataniaga yang terlibat dalam pemasaran mentimun di Desa Laladon yaitu pedagang pengumpul yang terdiri dari 3 orang, pedagang besar yang berada di pasar Induk Kemang Bogor 2 orang, dan beberapa pedagang pengecer yang tersebar diantaranya pedagang pengecer lokal atau sekitar Desa Laladon 4 orang, Pasar Anyar 5 orang, Pasar Bogor 3 orang, dan Pasar Cibinong 3 orang. Dari gambar 4 terbentuk suatu sistem tataniaga yang merupakan suatu kesatuan yang terdiri dari bagian-bagian yang saling berkaitan dan bekerjasama. Dari gambar tersebut terlihat bahwa terbentuk 3 saluran tataniaga mentimun di Desa Laladon, yaitu : Saluran I : Petani Pedagang pengumpul Pedagang besar Pedagang pengecer Konsumen Saluran II : Petani Pedagang besar Pedagang pengecer Konsumen Saluran III : Petani Pedagang pengecer Konsumen Proses tataniaga mentimun di Desa Laladon dimulai dari penjualan mentimun oleh petani melalui tiga cara, yaitu penjualan melalui pedagang pengumpul, penjualan melalui pedagang besar, dan penjualan melalui pedagang pengecer lokal. Pada pola saluran I terdapat 24 petani responden (80 persen) menjual hasil panennya ke pedagang pengumpul yang berjumlah 3 orang sebanyak kg atau sebesar persen. Pada pola salura II terdapat 4 petani responden (13.33 persen) yang menjual hasil panen mentimunnya kepada 2 orang pedagang besar sebanyak kg atau sebesar persen. Pada pola saluran III terdapat 2 orang petani responden (6.67 persen) yang menjual langsung hasil panennya kepada pedagang pengecer lokal yang berada di Desa Laladon dan sekitarnya berjumlah 4 orang dengan hasil panen yang dijual sebanyak kg atau sebesar 1,66 persen dari keseluruhan panen petani responden dalam satu musim tanam. Pola Saluran Tataniaga I Pola saluran tataniaga I merupakan saluran terpanjang dalam rantai tataniaga mentimun yang terdiri dari petani pedagang pengumpul pedagang besar pedagang pengecer konsumen. Petani yang terlibat dalam proses tataniaga tersebut berjumlah 24 orang atau 80 persen dari seluruh petani responden. Para petani menjual hasil panennya ke pedagang pengumpul desa, kemudian pedagang pengumpul desa menjualnya kepada pedagang besar/grosir di Pasar Induk Kemang yang merupakan pasar penampungan sayuran yang ada di wilayah Bogor. Selanjutnya pedagang besar memasarkan mentimun tersebut kepada pedagang pengecer yang berasal dari pasar Anyar, Pasar Bogor, dan Pasar Cibinong. Mayoritas dari para petani responden merupakan petani yang terlibat dalam pola saluran tataniaga I. Para petani memilih untuk menjual produk mentimun hasil panen mereka ke pedagang pengumpul desa karena rata-rata hasil 33

47 34 panen yang diperoleh mereka cukup banyak berkisar antara kilogram setiap panennya. Dengan hasil panen yang cukup banyak tersebut tidak memungkinkan untuk menjualnya langsung ke pedagang pengecer. Selain itu petani juga tidak mau susah untuk menjualnya sendiri ke pasar sehingga mereka menggunakan jasa pedagang pengumpul desa untuk menjual hasil panennya. Produk hasil panen petani yang dijual ke pedagang pengumpul sudah pasti terjual habis, karena sudah menjadi risiko dari pedagang pengumpul jika produknya tidak terjual habis. Petani yang menggunakan pola saluran I adalah petani dengan skala usaha sedang hingga besar, dengan luas lahan rata-rata lebih dari m 2. Dengan lahan yang cukup luas tersebut menjadikan hasil panen yang didapat cukup besar sehingga tidak memungkinkan untuk dijual sendiri atau dijual secara langsung. Dengan demikian sebanyak 24 petani responden (80 persen) lebih memilih untuk menjual hasil panen mereka ke pedagang pengumpul sehingga mereka tidak lagi menanggung risiko tidak terjualnya produk mereka ke pasaran. Hal tersebut dikarenakan tanggung jawab penjualan produk panen sepenuhnya ada di pedagang pengumpul. Pola Saluran Tataniaga II Pola saluran tataniga II merupakan saluran tataniaga yang terdiri dari petani pedagang besar pedagang pengecer konsumen. Petani yang terlibat dalam pola saluran tataniaga II ini sebanyak 4 orang (13.33 persen). Para petani menjual hasil panennya langsung kepada pedagang besar di Pasar Induk Kemang tanpa melalui perantara pedagang pengumpul. Selanjutnya pedagang besar memasarkan mentimun tersebut kepada pedagang pengecer yang berasal dari pasar Anyar, Pasar Bogor, dan Pasar Cibinong. Para petani memilih untuk menjual produk mentimun hasil panen mereka ke pedagang besar, karena harga yang ditawarkan oleh pedagang besar lebih tinggi jika dibandingkan dengan harga yang ditawarkan oleh pedagang pengumpul pada saluran I. Hal ini dikarenakan pedagang besar pada saluran II membeli hasil panen dari para petani mentimun secara langsung tanpa melalui pedagang pengumpul dan kemudian menjualnya langsung kepada pedagang pengecer. Dengan Penjualan melalui pedagang besar langsung tanpa melalui pedagang pengumpul maka harga yang diperoleh petani akan lebih tinggi. Jumlah mentimun yang dijual ke pedagang besar dalam satu musim tanam adalah sebanyak kilogram (25.65 persen). Setelah mentimun diterima oleh pedagang besar dan ditimbang maka sistem pembayaran yang biasa dilakukan yaitu dengan sistem tunai. Selanjutnya pedagang besar akan menjual mentimun kepada pedagang pengecer yang datang langsung ke lapak atau kios pedagang besar. Pedagang pengecer biasanya tidak hanya membeli satu jenis sayuran atau mentimun saja akan tetapi beberapa jenis sayuran yang lain juga. Pola Saluran Tataniga III Pola saluran tataniga III merupakan saluran tataniaga terpendek dibandingkan saluran tataniaga I dan II. Saluran tataniaga III terdiri dari petani pedagang pengecer konsumen. Petani yang terlibat dalam pola saluran tataniaga III ini sebanyak 2 orang (6.67 persen). Para petani menjual hasil panennya langsung kepada pedagang pengecer yang ada di sekitar Desa Laladon. Jumlah

48 pedagang pengecer sebagai tujuan penjualan mentimun dari para petani responden di saluran ini ada sebanyak 4 orang. Para petani memilih untuk menjual produk mentimun hasil panen mereka ke pedagang pengecer karena rata-rata hasil panen yang diperoleh mereka tidak banyak hanya berkisar antara kilogram setiap panennya. Dengan hasil panen yang tidak terlalu banyak tersebut petani responden tidak menjualnya ke pedagang pengumpul atau pun pedagang grosir secara langsung karena harga atau pun hasil yang akan mereka dapatkan lebih kecil daripada menjualnya langsung ke pedagang pengecer. Selain itu pedagang pengecer yang mereka tuju merupakan pedagang pengecer yang berada di sekitar lokasi usaha, jadi mereka tidak terlalu banyak untuk mengeluarkan biaya transportasi. Petani di saluran ini biasanya menggunakan sepeda motor untuk membawa hasil panen mereka ke pedagang pengecer dan jarak yang ditempuh juga tidak terlalu jauh. 35 Fungsi Lembaga Tataniaga Fungsi tataniaga perlu dilakukan dalam kegiatan tataniaga untuk memperlancar penyaluran hasil panen dari petani ke konsumen akhir. Dalam menyalurkan hasil panen dari petani ke konsumen akhir terdapat beberapa lembaga tataniaga yang terlibat yaitu petani, pedagang pengumpul, pedagang besar, dan pedagang pengecer. Lembaga tataniaga tersebut mempunyai fungsi masing-masing. Secara umum fungsi tataniaga yang dilaksanakan lembaga tataniaga tersebut terdiri dari tiga fungsi yaitu fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Fungsi pertukaran adalah kegiatan di dalam fungsi tataniaga yang meliputi kegiatan-kegiatan yang memperlancar perpindahan atas hak milik dari barang dan jasa yang dipasarkan. Kegiatan fungsi pertukaran meliputi aktivitas pembelian dan penjualan. Aktivitas pembelian merupakan penetapan berupa jumlah dan kualitas yang akan dibeli, sedangkan penjualan adalah fungsi yang meliputi keputusan penjualan dan cara-cara penjualan yang dilakukan. Fungsi fisik adalah kegiatan di dalam fungsi tataniaga yang merupakan perlakuan fisik yang berhubungan dengan kegunaan bentuk, tempat dan waktu, yang diperlukan agar komoditas dapat tersedia pada tempat yang diinginkan, sehingga konsumen dapat mengaksesnya pada saat membutuhkan. Fungsi fisik meliputi pengemasan, penyimpanan dan pengangkutan. Fungsi fasilitas adalah segala aspek kegiatan yang bertujuan untuk memfasilitasi proses kegiatan pertukaran barang dan jasa antara produsen dan konsumen. Fungsi fasilitas meliputi grading, pembiayaan, penanggungan risiko dan informasi pasar. Grading merupakan kegiatan pengelompokan barang sesuai dengan penentuan mutu tertentu, pemilahan dari produk-produk tidak seragam ke yang seragam. Pembiayaan merupakan kegunaan biaya untuk berbagai aspekaspek yang memfasilitasi didalam proses tataniaga. Penanggungan risiko adalah penerimaan terhadap risiko yang akan dihadapi dari kerugian tataniaga produk yang terdiri dari risiko harga dan risiko fisik. Risiko fisik terjadi akibat kerusakan produk sedangkan risiko harga terjadi akibat perubahan nilai harga di pasar. Informasi pasar sangat dibutuhkan oleh produsen dan lembaga-lembaga tataniaga yang terlibat dalam mengetahui informasi harga.

49 36 Lembaga-lembaga tataniaga yang terlibat didalam sistem tataniaga mentimun di Desa Laladon menjalankan fungsi tataniaga masing-masing yang berbeda. Lembaga tataniaga mentimun yang terlibat diantaranya petani, pedagang pengumpul, pedagang besar, dan pedagang pengecer. Tabel 10 menjelaskan fungsi-fungsi yang dijalankan oleh setiap lembaga tataniaga mentimun yang terlibat. Tabel 10 Fungsi tataniaga pada lembaga tataniaga mentimun di Desa Laladon Saluran dan Fungsi-fungsi tataniaga lembaga tataniaga Pertukaran Fisik Fasilitas Penju alan Pemb elian peng angk utan Peng emas an Penyi mpan an Gra ding Pola saluran tataniaga I Petani P. Pengumpul P. Besar * P. Pengecer * Pola saluran tataniaga II Petani - - P. Besar * P. Pengecer * Pola saluran tataniaga III Petani - - P. Pengecer - - * Keterangan : = Melakukan fungsi tataniaga - = Tidak melakukan fungsi tataniaga * = Kadang-kadang melakukan fungsi tataniaga Risi ko Bia ya Infor masi pasar Fungsi Tataniaga di Tingkat Petani Fungsi Tataniaga yang dilakukan oleh petani responden yaitu fungsi pertukaran berupa penjualan, fungsi fisik berupa pengemasan dan pengangkutan untuk petani pada saluran II dan III, dan fungsi fasilitas berupa grading, penanggungan risiko, pembiayaan, dan informasi pasar. Pada saluran I petani responden melakukan fungsi pertukaran yaitu berupa penjualan kepada pedagang pengumpul terdapat sebanyak 24 orang atau sebanyak 80 persen dari total petani responden. Mentimun yang dijual kepada pedagang pengumpul desa terdapat dua macam yaitu mentimun dengan grade A dan grade B. Grade A merupakan mentimun yang bagus yang memiliki standar (panjang cm, diameter 3-5 cm, dan buahnya halus) dan grade B merupakan mentimun biasa yang diluar dari standar tersebut. Jumlah mentimun yang dijual kepada pedagang pengumpul desa sebesar kg (72.69 persen) dimana mentimun dengan grade A sebanyak kilogram (63.82 persen) dan grade B sebanyak kilogram (8.87 persen). Petani responden pada saluran ini memilih menjual hasil panennya melalui pedagang pengumpul agar tidak mengeluarkan biaya tambahan untuk melakukan fungsi fisik berupa pengangkutan hasil panen ke pasar. Petani dalam

50 saluran ini menjalankan fungsi fisik yang lain yaitu berupa pengemasan hasil panen dengan menggunakan kantong plastik yang selanjutnya akan dibawa pedagang pengumpul ke pasar. Petani tidak melakukan fungsi fisik yang lain yaitu penyimpanan atau pun pengolahan. Petani pada saluran I melakukan seluruh fungsi fasilitas diantaranya grading, penanggungan risiko, pembiayaan, dan informasi pasar. Grading yang dilakukan oleh para petani sebelum dikemas ke dalam kantong plastik yaitu memisahkan dan kemudian mengumpulkan ukuran dari mentimun sesuai dengan grade masing-masing. Grade mentimun di Desa Laladon dibagi menjadi dua kelas yaitu mentimun dengan Grade A dan grade B. Setelah pemilahan dan pengelompokannya selesai maka petani mengemas mentimun tersebut ke kantong plastik sesuai masing-masing grade. Kemudian, hasil panen dari para petani tersebut akan dibawa ke pasar oleh pedagang pengumpul. Petani menanggung pembiayaan berupa biaya sortasi dan pengemasan. Dan setelah itu untuk biaya transportasi dan lain-lain ditanggung oleh pedagang pengumpul. Penanggungan risiko yang dihadapi oleh para petani yaitu penanggungan risiko akibat penurunan harga mentimun pada saat panen berlangsung. Informasi pasar dapat diperoleh petani melalui teman sesama petani atau pun dari pedagang pengumpul mengenai harga jual dari mentimun yang sedang berlaku saat itu. Selain itu informasi pasar yang didapat juga mengenai kualitas produk mentimun yang diinginkan oleh konsumen pada umumnya. Pada saluran II petani responden melakukan fungsi pertukaran berupa penjualan kepada pedagang besar, petani tersebut berjumlah 4 orang atau sebanyak persen dari total petani responden. Mentimun yang dijual kepada pedagang besar dalam satu musim tanam adalah sebesar kilogram (25.65 persen) dimana mentimun dengan grade A sebanyak kilogram (22.33 persen) dan grade B sebanyak kilogram (3.32 persen). Petani responden memilih untuk melakukan penjualan langsung ke pedagang besar tanpa melalui pedagang pengumpul desa dikarenakan harga yang diperoleh lebih besar daripada dengan menjualnya ke pedagang pengumpul. Dengan menjual hasil panen mereka langsung ke pedagang besar petani pada saluran II akan melakukan fungsi fisik berupa pengemasan dan juga pengangkutan. Berbeda dengan petani pada saluran I yang tidak melakukan aktivitas pengangkutan. Hal tersebut dilakukan karena pedagang besar hanya menerima hasil panen dari petani di pasar, maka dari itu petani sendiri yang mengangkut hasil panennya ke pasar. Petani pada saluran II melakukan seluruh fungsi fasilitas diantaranya grading, penanggungan risiko, pembiayaan, dan informasi pasar. Hal tersebut sepeti halnya yang dilakukan oleh petani pada saluran I. Akan tetapi yang memebedakan antara petani pada saluran I dan II adalah dalam melakukan fungsi fisik berupa pengangkutan. Fungsi pengangkutan yang dilakukan oleh petani pada saluran II yaitu berupa pengangkutan hasil panen mereka ke pasar dimana berbeda dengan para petani pada saluran I yang tidak mengeluarkan biaya untuk pengangkutan ke pasar karena sudah ditanggung oleh pedagang pengumpul. Pada saluran III petani responden yang melakukan fungsi pertukaran berupa penjualan kepada pedagang pengecer adalah sebanyak 2 orang atau sebanyak 6.67 persen dari total petani responden. Mentimun yang dijual kepada pedagang pengecer dalam satu musim tanam adalah sebesar kilogram (1.66 persen) dimana mentimun dengan grade A sebanyak kilogram (1.39 persen) 37

51 38 dan grade B sebanyak 900 kilogram (0.27 persen). Petani melakukan penjualan secara langsung kepada pedagang pengecer karena hasil panen yang didapat oleh petani pada saluran III tidak banyak hanya berkisar antara kilogram setiap panennya. Petani pada saluran III melakukan fungsi fisik seperti halnya pada saluran II yaitu berupa pengemasan dan pengangkutan. Petani pada saluran III melakukan pengangkutan hasil panennya ke pedagang pengecer di sekitar Desa Laladon sebanyak 4 orang pedagang pengecer, berbeda dengan petani pada saluran II yang melakukan pengangkutannya langsung ke Pasar Induk. Petani pada saluran III juga menjalankan seluruh fungsi fasilitas seperti grading, penanggungan risiko, pembiayaan, dan juga informasi pasar. Hal tersebut seperti halnya yang dilakukan oleh petani pada saluran II. Fungsi Tataniaga di Tingkat Pedagang pengumpul Fungsi tataniaga yang dilakukan oleh pedagang pengumpul adalah fungsi pertukaran berupa pembelian dan penjualan, fungsi fisik berupa pengangkutan, dan fungsi fasilitas berupa informasi pasar, penanggungan resiko dan pembiayaan. Kegiatan fungsi pertukaran yang dilakukan oleh pedagang pengumpul adalah pembelian dan penjualan. Terdapat tiga orang pedagang pengumpul yang ada di Desa Laladon yang melakukan aktivitas pembelian dengan membeli sejumlah produk dari hasil panen petani yang berjumlah 24 orang (80 persen). Total mentimun yang diterima oleh pedagang pengumpul tersebut sebesar kilogram (72.69 persen) untuk sekali musim tanam. Pedagang pengumpul tersebut tidak hanya melakukan pembelian terhadap petani yang berada di Desa Laladon saja akan tetapi mereka juga mempunyai beberapa petani langganan dari desa lainnya. Setiap akan dilakukan panen para pedagang pengumpul akan diberitahu oleh petani responden bahwa lahan garapan usahatani mentimun mereka akan segera panen. Kemudian, pedagang pengumpul setempat akan bersiap-siap mengambil panen dari para petani. Pedagang pengumpul mengambil mentimun yang telah di panen oleh petani di lahan dimana tempat petani berlokasi. Setelah itu pedagang pengumpul akan membawa hasil panen dari petani tersebut ke Pasar Induk Kemang Bogor yang kemudian akan dijual ke pedagang besar yang berada di pasar tersebut. Pedagang pengumpul tidak melakukan fungsi fisik diantaranya yaitu penyimpanan dan pengemasan. Pedagang pengumpul melakukan fungsi fisik berupa pengangkutan produk dari hasil panen para petani dengan menggunakan angkot atau pun pick up disesuaikan dengan jumlah panen yang diperoleh dari para petani. Fungsi fasilitas yang dilakukan oleh pedagang pengumpul meliputi informasi pasar, penanggungan resiko dan pembiayaan. Informasi pasar diperoleh pedagang pengumpul dari sesama pedagang pengumpul lain di Desa Laladon. Kemudian untuk penanggungan resiko pedagang pengumpul menanggung sepenuhnya hasil panen yang telah diterima dari para petani yang kemudian akan dipasarkannya. Resiko yang bisa muncul seperti penurunan harga, hal tersebut disebabkan karena banyaknya mentimun yang ada di pasar baik dari daerah setempat atau pun dari daerah lain. Selain itu resiko yang dihadapi oleh pedagang pengumpul yaitu rusaknya komoditas mentimun yang dibawa ke pasar pada saat pengangkutan. Aktivitas pembiayaan yang dilakukan oleh pedagang pengumpul yaitu penyediaan modal untuk membeli mentimun dari petani dan biaya transportasi yang dilakukan untuk membawa hasil panen dari para petani ke pasar.

52 Fungsi Tataniaga di Tingkat Pedagang Besar Fungsi tataniaga yang dilakukan oleh pedagang besar adalah fungsi pertukaran berupa pembelian dan penjualan, dan fungsi fasilitas berupa informasi pasar, penanggungan resiko, pembiayaan, dan kadang-kadang melakukan aktivitas grading. Pedagang besar melakukan pembelian dari dua sumber yaitu dari pedagang pengumpul dan dari petani mentimun langsung. Pedagang besar membeli mentimun baik dari pedagang pengumpul ataupun petani langsung dengan harga yang berbeda. Pedagang besar membeli mentimun dari petani dengan harga yang lebih rendah daripada membeli mentimun dari pedagang pengumpul. Hal tersebut dikarenakan jumlah dari mentimun yang diterima pedagang besar dari pedagang pengumpul umumnya dalam jumlah besar dan bisa berlangsung secara terus menerus. Berbeda dengan harga yang diterima oleh para petani, hal tersebut karena hasil panen dari petani yang tidak sebanyak dari pedagang pengumpul dan petani tidak bisa kontinyu dalam penjualan mentimun ke pedagang besar, karena mereka perlu melakukan pola tanam setelah masa tanam mentimun selesai. Pedagang besar melakukan penjualan dengan menjual mentimun tersebut ke pedagang pengecer yang mendatangi lapak atau tempat dimana pedagang besar menjual dagangannya. Terdapat 11 pedagang pengecer yang biasa membeli mentimun dari pedagang besar responden. Pedagang pengecer tersebut diantaranya 5 orang dari Pasar Anyar, 3 orang dari Pasar Bogor, dan 3 orang dari Pasar Cibinong. Pedagang besar responden tidak melakukan semua aktivitas dari fungsi fisik yaitu pengangkutan, pengemasan, dan penyimpanan. Semua hasil panen mentimun yang diterima oleh pedagang besar langsung dipasarkan pada hari itu juga. Fungsi fasilitas yang dilakukan oleh pedagang besar seperti pembiayaan yaitu berupa penyediaan modal untuk membeli mentimun dari pedagang pengumpul atau pun dari petani mentimun dimana memerlukan biaya modal yang cukup besar. Hal tersebut dikarenakan pembelian yang dilakukan oleh para pedagang besar dalam jumlah atau kuantitas yang besar. Dalam hal ini, resiko yang sering dihadapi oleh pedagang besar berupa harga yang berfluktuasi dan kualitas mentimun yang beragam. Adapun biaya tersebut meliputi biaya tenaga kerja, retribusi, dan biaya penyusutan mentimun. Informasi pasar yang dilakukan pedagang besar berupa pengamatan tentang perkembangan harga pembelian dan penjualan oleh sesama pedagang besar. Grading yang dilakukan yaitu berupa pemilahan mentimun sesuai grade masing-masing dari pedagang pengumpul atau pun dari petani, hal tersebut dilakukan tidak menentu atau kadang-kadang. Grading ulang yang dilakukan pedagang besar tersebut dilakukan karena grading yang dilakukan oleh petani terkadang tidak tepat. Hal tersebut biasanya terjadi dimana kantong plastik yang seharusnya untuk kualitas mentimun yang bagus dicampur dengan beberapa mentimun dengan kualitas yang lebih rendah di kantong plastik tersebut. Dengan terjadinya hal itu maka dari pihak pedagang besar melakukan grading ulang untuk pemilahan mentimun yang sesuai kualitasnya. Akan tetapi berkenaan dengan hal ini banyak juga dari para petani yang sudah berlaku semestinya dengan mengelompokkan mentimun sesuai dengan kualitasnya. 39

53 40 Fungsi Tataniaga di Tingkat Pedagang Pengecer Fungsi tataniaga yang dilakukan oleh pedagang pengecer yaitu fungsi pertukaran berupa pembelian dan penjualan, fungsi fisik berupa pengangkutan untuk pedagang pengecer saluran I dan II, pengemasan, penyimpanan, dan fungsi fasilitas berupa grading, informasi pasar, penanggungan resiko, dan pembiayaan. Pedagang pengecer yang terlibat dalam tataniaga mentimun di Desa Laladon yaitu sebanyak 15 orang diantaranya yaitu 4 orang (26.67 persen) pedagang pengecer lokal dari Desa Laladon dan sekitarnya, 5 orang (33.33 persen) pedagang pengecer Pasar Anyar, 3 orang (20 persen) pedagang pengecer Pasar Cibinong, dan 3 orang (20 persen) pedagang pengecer Pasar Bogor. Pedagang pengecer pada saluran I dan II melakukan fungsi pertukaran berupa pembelian mentimun dari pedagang besar. Pembelian dilakukan di tempat pedagang besar yang berada di Pasar Induk Kemang. Pedagang pengecer tersebut pada umumnya menggunakan motor atau mobil ke Pasar Induk Kemang dengan tidak hanya membeli mentimun saja mereka juga membeli beberapa sayuran lainnya untuk dijualnya kembali ke konsumen. Pedagang pengecer pada saluran III membeli mentimun langsung dari petani mentimun yang sedang melakukan masa panen. Pedagang pengecer tersebut tidak perlu untuk mendatangi petani untuk membeli mentimun karena petani akan mengantarkan mentimun hasil mereka langsung ke tempat pedagang pengecer berada. Ketika masa panen akan dilakukan petani akan memberitahukan pedagang pengecer bahwa mentimun hasil produksi mereka akan dijual ke pedagang pengecer tersebut. Hal tersebut dilakukan karena pedagang pengecer akan membeli sayuran ke pasar seperti biasa apabila tidak diberitahu terlebih dahulu. Dengan demikian mentimun yang dipanen oleh petani bisa langsung dijual ke pedagang pengecer lokal di Desa Laladon dan sekitarnya. Pedagang pengecer pada saluran I dan II melakukan fungsi penjualan dengan menjual mentimun yang didapat dari pedagang besar tersebut ke konsumem langsung. Pedagang pengecer menjual mentimun tersebut di pasar tempat mereka berjualan dimana konsumen akan menghampiri tempat mereka untuk membeli. Pedagang pengecer pada saluran III menjual mentimun hasil pembelian dari petani tersebut ke konsumen langsung dari kios tempat mereka berjualan. Pedagang pengecer pada saluran I dan II melakukan fungsi fisik yaitu pengangkutan, pengemasan, dan penyimpanan. Pengangkutan tersebut dilakukan oleh pedagang pengecer setelah membeli mentimun dari pedagang besar yang berada di Pasar Induk Kemang. Pengemasan dilakukan karena kebanyakan dari pedagang pengecer membeli mentimun dengan jumlah yang tidak terlalu besar sehingga mereka akan mengemas ulang sejumlah mentimun yang mereka beli. Pedagang pengecer saluran III tidak menjalankan fungsi pengangkutan dan juga pengemasan karena mereka akan didatangi oleh para petani yang akan menjual produk hasil panen mereka ke tempat pedagang pengecer berjualan. Para pedagang pengecer melakukan fungsi penyimpanan apabila ada beberapa dari mentimun yang mereka jual tidak laku pada hari itu. Kemudian untuk penjualan besoknya biasanya mereka menjual mentimun sisa hari sebelumnya terlebih dahulu. Fungsi fasilitas yang dilakukan oleh pedagang pengecer berupa pembiayaan yaitu penyediaan modal untuk membeli mentimun dari pedagang

54 besar atau pun dari petani mentimun. Resiko yang sering dihadapi oleh pedagang pengecer yaitu apabila mentimun yang mereka jual tidak terjual habis dalam sehari, hal tersebut membuat kulitas dari mentimun tersebut berkurang dan harganya juga akan turun. Fungsi grading yang dilakukan oleh pedagang pengecer yaitu dengan memilih mentimun yang sesuai dengan keinginan dari para konsumen. Fungsi informasi pasar yang dilakukan pedagang pengecer berupa pengamatan tentang perkembangan harga penjualan yang dilakukan oleh sesama pedagang pengecer. 41 Struktur Pasar Struktur pasar didefinisikan sebagai sifat atau karakteristik pasar. Faktor penting yang diperlukan dalam penentuan struktur pasar meliputi jumlah pembeli dan penjual yang terlibat, sifat atau keadaan produk, kondisi keluar masuk pasar dan informasi pasar berupa biaya, harga dan kondisi pasar. Petani dan lembagalembaga tataniaga yang terlibat dalam kegiatan tataniaga mentimun di Desa Laladon menghadapi struktur pasar yang berbeda. Struktur Pasar di Tingkat Petani Struktur pasar yang dihadapi oleh petani mentimun di Desa Laladon cenderung mengarah pada pasar persaingan sempurna. Hal tersebut dikarenakan jumlah petani sebagai penjual dan pedagang pengumpul, pedagang besar, dan pedagang pengecer sebagai pembeli yang relatif banyak. Petani pada umumnya tidak bisa mempengaruhi harga. Komoditas yang dihasilkan oleh para petani bersifat homogen yaitu mentimun dengan varietas yang standar Penus, Wulan, dan Bandana. Selain itu kualitas panen mentimun dari petani yang cenderung seragam. Hambatan keluar masuk pasar apabila dilihat dari sisi petani adalah rendah. Petani bebas menjual hasil panen mereka ke pedagang manapun. Petani memperoleh informasi pasar mengenai harga mentimun dari pedagang pengumpul dan petani lainnya. Informasi mengenai harga yang didapat oleh petani cenderung kurang. Sistem penentuan harga dilakukan oleh pedagang berdasarkan harga yang berlaku di pasar sehingga kedudukan petani dalam sistem tawar-menawar cenderung lemah. Petani hanya memiliki posisi tawar yang rendah sehingga pada umumnya petani bertindak sebagai pihak penerima harga (price taker). Struktur Pasar di Tingkat Pedagang Pengumpul Pedagang pengumpul di Desa Laladon dihadapkan pada pasar yang cenderung mendekati struktur oligopoli. Hal tersebut didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan dimana jumlah pedagang pengumpul sebagai penjual dan jumlah dari pedagang besar sebagai pembeli yang sedikit. Komoditas yang dihasilkan oleh petani bersifat homogen yaitu mentimun dengan varietas Penus, Wulan, dan Bandana. Pasar di tingkat pedagang pengumpul memiliki hambatan keluar masuk pasar yang relatif tinggi. Ini disebabkan untuk memasuki pasar ini dibutuhkan modal dan investasi yang cukup besar untuk biaya pembelian hasil panen dari para petani. Selain itu kemampuan membangun relasi tataniaga yang

55 42 baik dengan petani sangat penting dan juga kepada pedagang besar dalam penjualan selanjutnya. Pedagang pengumpul yang ada di Desa Laladon pada umumnya telah memiliki hubungan yang erat dengan petani. Setiap pedagang pengumpul telah memiliki petani langganan, meskipun demikian petani mungkin saja menjual produk yang dihasilkannya ke pedagang pegumpul yang bukan langganannya. Pedagang pengumpul memiliki kekuatan untuk mempengaruhi harga yang terjadi di Desa Laladon. Informasi pasar diperoleh pedagang pengumpul melalui pedagang besar. Pedagang pengumpul memberikan pengaruh terhadap perubahan harga beli terhadap petani akan tetapi tidak dapat mempengaruhi harga jualnya ke pedagang besar. Hal tersebut dikarenakan pedagang besar menjadi penentu utama dalam pembentukan harga. Struktur Pasar di Tingkat Pedagang Besar Struktur pasar yang dihadapi oleh pedagang besar cenderung mengarah pada pasar oligopoli. Hal ini ditunjukkan dengan jumlah pedagang pedagang besar yang sedikit. Komoditas yang dihasilkan oleh para petani bersifat homogen yaitu mentimun dengan varietas Penus, Wulan, dan Bandana. Hambatan masuk bagi pedagang besar cukup tinggi, karena cukup sulitnya memperoleh ijin dari pengelola pasar untuk berjualan disana. Disamping itu, sulitnya mendapatkan lapak atau kios kosong yang dapat digunakan untuk berjualan. Namun demikian, pendatang baru masih mungkin untuk masuk ke pasar besar, apabila mempunyai cukup modal dan kemampuan untuk mengakses pasar. Pedagang besar dapat memberikan pengaruh terhadap perubahan harga baik harga beli di tingkat pedagang pengumpul dan harga jual di tingkat pedagang pengecer, namun dibatasi karena terdapat pesaing dalam struktur pasar yang sama. Pedagang besar mendapatkan informasi harga langsung dari mekanisme pasar yang ada. Dimana para pedagang besar dapat melihat kuantitas dari komoditas mentimun yang sedang beredar di pasar. Apabila jumlah mentimun yang ada di pasar sedikit maka harga dari mentimun akan naik atau melambung dan juga sebaliknya apabila jumlah mentimun yang beredar di pasar banyak maka harga mentimun akan murah atau jatuh. Struktur Pasar di Tingkat Pedagang Pengecer Struktur pasar yang dihadapi pedagang pengecer cenderung mengarah ke pasar persaingan sempurna. Hal ini ditunjukkan dengan jumlah pedagang pengecer sebagai penjual dan jumlah konsumen sebagai pembeli yang relatif banyak. Komoditas yang dihasilkan oleh para petani bersifat homogen yaitu varietas mentimun yang standar seperti Penus, Wulan, dan Bandana. Pedagang pengecer dapat dengan bebas membeli mentimun dari pedagang besar yang mereka inginkan. Dalam penjualannya pedagang pengecer cenderung mudah dan bebas dalam menjual mentimun dikarenakan jumlah konsumen yang banyak. Pedagang pengecer memperoleh informasi harga dari pedagang besar dan sesama pedagang pengecer. Hambatan keluar masuk yang dihadapi oleh pedagang pengecer relatif kecil. Hal ini disebabkan modal usaha yang dibutuhkan kecil dan skala usaha fleksibel. Komoditas sayuran yang ditawarkan oleh pedagang pengecer beragam. Pedagang pengecer tidak hanya menjual sayuran mentimun

56 tetapi juga menjual sayuran lain seperti kacang panjang, bayam, kangkung dan sayuran lainnya. 43 Perilaku pasar Perilaku pasar merupakan perilaku partisipan (pembeli dan penjual), strategi atau reaksi yang dilakukan partisipan pasar secara individu atau kelompok, dalam hubungan kompetitif atau negoisasi terhadap partisipan lainnya untuk mencapai tujuan pemasaran dalam struktur pasar tertentu. Perilaku pasar menunjukkan suatu pola atau tingkah laku dari lembaga tataniaga yang menyesuaikan dengan struktur pasar tempat lembaga tataniaga melakukan kegiatan pembelian dan penjualan, sistem penentuan harga dan pembayaran serta kerjasama diantara berbagai lembaga tataniaga. Praktik Pembelian dan Penjualan Tataniaga mentimun di Desa Laladon melibatkan beberapa lembaga yang melakukan praktik penjualan dan pembelian. Petani sebagai produsen mentimun hanya melakukan kegiatan penjualan ke lembaga tataniaga lainnya seperti pedagang pengumpul, pedagang besar, dan pedagang pengecer. Konsumen akhir hanya melakukan praktik pembelian baik langsung dari pedagang besar atau pun melalui pedagang pengecer. Konsumen akhir tidak melakukan proses penjualan kembali mentimun yang sudah dibeli. Proses tataniaga mentimun di Desa Laladon dimulai dari petani yang menjual mentimun hasil panen mereka ke pedagang pengumpul, pedagang besar, dan pedagang pengecer. Pedagang pengumpul yang membeli hasil panen dari para petani akan menjualnya ke pedagang besar. Dalam hal ini pedagang pengumpul akan mendatangi lokasi usahatani dari para petani untuk mengambil hasil panen mereka. Pedagang besar yang membeli hasil panen dari para petani akan menjualnya langsung ke pedagang pengecer pasar. Pedagang pengecer pasar akan mendatangi kios dari pedagang besar untuk membeli komoditas mentimun yang kemudian akan dijualnya kembali ke konsumen akhir. Pedagang pengecer lokal yang membeli hasil panen dari para petani akan menjualnya langsung ke konsumen. Petani yang melakukan praktik penjualan ke pedagang pengumpul ratarata sudah berlangganan. Petani pelanggan dari pedagang pengumpul tersebut tidak mempunyai ikatan khusus jadi sewaktu-waktu juga bisa beralih ke pedagang pengumpul lain. Pedagang pengumpul rata-rata mengambil hasil panen berupa mentimun dari petani yang ada di Desa Laladon dengan harga yang relatif sama. Jadi kebanyakan dari petani yang sudah berlangganan dengan salah seorang pedagang pengumpul enggan untuk berpindah ke pedagang pengumpul yang lain. Praktik penjualan yang dilakukan oleh pedagang pengumpul yaitu penjualan secara langsung, dimana pedagang pengumpul langsung menjual mentimun ke pedagang besar yang berada di Pasar Induk Kemang. Sebagian besar pedagang besar yang ada di Pasar Induk Kemang telah memiliki beberapa pedagang pengumpul langganan. Pedagang pengumpul akan membawa hasil panen dari petani langsung ke lapak dari pedagang besar. Setiap pedagang besar memiliki lapak yang digunakan sebagai tempat menampung

57 44 mentimun dari petani atau pun pedagang pengumpul. Setelah mentimun tiba di lapak dari pedagang besar maka pedagang besar tersebut akan menjual mentimun tersebut langsung ke pedagang pengecer. Penjualan tersebut berlangsung dengan datangnya pedagang pengecer ke lapak pedagang besar kemudian terjadi transaksi tawar menawar dan kemudian berujung kepada kesepakatan harga. Sistem Penentuan Harga Sistem penentuan harga dalam transaksi mentimun di antara lembaga tataniaga mentimun di Desa Laladon umumnya dilakukan dengan cara tawar menawar. Setiap lembaga memiliki kesempatan untuk melakukan tawar menawar. Petani juga dapat melakukan penawaran terhadap harga yang akan diterimanya, walaupun pada akhirnya kekuatan tawar pedagang yang lebih menentukan. Harga mentimun yang diterima petani ditentukan oleh lembaga tataniaga lainnya seperti pedagang pengumpul, pedagang besar, dan pedagang pengecer. Harga yang diterima di tingkat petani lebih ditentukan oleh pedagang pengumpul. Pada kegiatan penentuan harga mentimun petani akan mengikuti harga yang ditetapkan oleh pedagang pengumpul, walaupun dari pihak petani sudah melakukan proses tawar-menawar sebelumnya. Pedagang pengumpul mendapatkan informasi harga dari pedagang besar yang didasarkan pada harga yang berlaku di pasar, selain itu pedagang pengumpul juga memperoleh informasi harga dari sesama pedagang pengumpul lainnya. Penetapan harga yang diperoleh pedagang pengumpul berdasarkan harga yang berlaku di pasar yang disesuaikan dengan penetapan harga oleh pedagang besar. Setelah pedagang pengumpul mendapatkan informasi harga maka selanjutnya pedagang pengumpul akan mengadakan kesepakatan harga dengan petani. Pencapaian kesepakatan harga tidak terlalu sulit dan memakan waktu yang tidak lama karena terbatasnya informasi harga yang sampai pada petani sehingga petani cenderung sebagai pihak penerima harga (price taker). Harga yang berlaku pada saluran tataniaga I adalah harga yang berlaku di pasar. Petani-petani responden pada saluran I memperoleh informasi harga dari pedagang pengumpul langsung selain itu juga dari informasi sesama petani mentimun. Harga rata-rata yang diterima oleh petani responden pada saluran I untuk mentimun grade A yaitu Rp per kilogram dan grade B sebesar Rp per kilogram. Harga tersebut merupakan harga yang diperoleh petani atas penjualan hasil panen mereka ke pedagang pengumpul. Harga rata-rata yang diterima oleh petani responden pada saluran II untuk grade A yaitu sebesar Rp3 075 per kilogram dan grade B sebesar Rp2 075 per kilogram. Harga tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan harga yang diperoleh petani responden pada saluran I, akan tetapi petani responden pada saluran II mengeluarkan biaya tambahan berupa biaya transportasi sebesar Rp per kilogram untuk membawa hasil panennya ke Pasar Induk Kemang dimana tempat pedagang besar berjualan. Harga yang dibayarkan oleh pedagang besar tersebut kepada petani berdasarkan atas harga yang berlaku di pasar. Pedagang besar besar menentukan harga berdasarkan mekanisme pembentukan harga yang ada di pasar. Dimana apabila mentimun yang beredar di pasar banyak maka harga mentimun akan jatuh dan berlaku pula sebaliknya. Harga yang biasa diperoleh para petani responden pada saluran tataniaga III merupkan harga tertinggi dibandingkan dengan saluran I dan II. Petani

58 responden pada saluran ini biasa mendapatkan harga rata-rata untuk mentimun grade A sebesar Rp4 500 per kilogram dan grade B sebesar Rp3 000 per kilogram. Penentuan harga tersebut biasanya dilakukan dengan proses tawar menawar dahulu antara petani dan pedagang pengecer dengan berdasarkan informasi yang didapat petani dari pedagang pengecer lain. Selanjutnya akan diberlakukan harga yang telah disepakati oleh dua belah pihak. Sistem Pembayaran Sistem pembayaran yang dilakukan oleh setiap lembaga tataniaga yang terlibat dalam saluran tataniaga mentimun di Desa Laladon dilakukan melalui sistem pembayaran yang beragam disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang terjadi di masing-masing lembaga tataniaga. Pada umumnya sistem pembayaran yang dilakukan oleh setiap lembaga tataniaga dalam menghadapi proses transaksi yaitu tunai dan hutang. Pembayaran secara tunai dilakukan oleh pedagang pengumpul pada umumnya kepada para petani yang dibeli hasil panennya. Pembayaran dilakukan pada saat pengambilan hasil panen oleh pedagang pengumpul di lokasi usahatani mentimun petani sebelum dilakukan pengangkutan ke pasar. Sistem pembayaran tunai ini juga dilakukan oleh seluruh pedagang besar saat melakukan pembelian mentimun dari pedagang pengumpul. Pembayaran tersebut dilakukan di lokasi pedagang besar dimana pedagang pengumpul membawa mentimun hasil panen ke lapak pedagang besar. Mentimun yang sudah sampai di lapak pedagang besar kemudian ditimbang dan kemudian dilakukan pembayaran secara tunai. Selain itu pedagang pengecer yang membeli mentimun langsung ke pedagang besar sistem pembayaran yang mereka lakukan juga secara tunai. Begitu juga konsumen yang membeli dagangan dari pedagang pengecer mereka membayarnya secara tunai juga. Sistem pembayaran dengan hutang hanya dilakukan oleh pedagang pengumpul yang mengambil hasil panen dari petani yang masih ada hubungan keluarga dengannya. Selain itu ada juga dari beberapa petani yang sudah lama menjual hasil panennya ke pedagang pengumpul tersebut sehingga sudah ada rasa saling percaya sehingga pembayarannya akan dilakukan setelah pedagang pengumpul menjual habis seluruh hasil panen milik petani. Kerjasama Antar Lembaga Tataniaga Kerjasama antar lembaga tataniaga mentimun di Desa Laladon telah dilakukan oleh setiap tingkatan dari lembaga-lembaga tataniaga yang bersangkutan dalam pemasaran mentimun dari petani sampai ke konsumen akhir. Pentingnya kerjasama antar lembaga tataniaga adalah untuk memperlancar proses tataniaga. Kerjasama yang dilakukan antara petani mentimun dengan pedagang pengumpul mentimun sebagian besar dikarenakan rasa saling percaya selain itu sebagian besar dari mereka sudah terjalin kerjasama yang cukup lama dan berlangganan. Kerjasama yang biasa dilakukan diantara mereka adalah dalam hal jual beli. Selain itu beberapa dari petani yang baru melakukan usahatani mentimun melakukan kerjasama jual beli dengan pedagang pengumpul tersebut didasarkan pada rasa terimakasih atas pembelajaran dari pedagang pengumpul tentang cara berbudidaya yang bagus. Selain itu kerjasama yang dilakukan juga 45

59 46 dapat meringankan pembiayaan yang disebabkan oleh pengangkutan dan proses pencarian pasar. Kerjasama juga terjalin antara pedagang pengumpul dengan pedagang besar dan pedagang pengecer dalam hal jual beli mentimun. Umumnya pedagang besar akan membeli mentimun dari pedagang pengumpul yang membawanya langsung ke lapak pedagang besar. Selain itu pedagang besar juga membeli langsung hasil panen dari para petani yang membawa hasil panen mereka langsung ke tempat pedagang besar. Selain itu kerjasama juga terjadi antara petani dan pedagang pengecer dalam hal jual beli mentimun secara langsung. Hal tersebut dilakukan atas dasar saling percaya dan sudah berlangganan. Keseluruhan kerjasama tersebut tidak lain bertujuan agar kontinuitas mentimun di setiap lembaga tataniaga tetap terpenuhi. Efisiensi Tataniaga Analisis Marjin Tataniaga Marjin tataniaga merupakan selisih harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima petani produsen. Marjin tataniaga juga diartikan sebagai perbedaan antara harga beli dan harga jual pada setiap lembaga tataniaga. Marjin tataniaga meliputi seluruh biaya tataniaga yang dikeluarkan dan keuntungan yang diambil oleh lembaga tataniaga selama proses pemasaran komoditas dari satu lembaga tataniaga ke lembaga tataniaga lainnya. Analisis marjin tataniaga merupakan salah satu alat analisis yang digunakan untuk melihat tingkat efisiensi tataniaga mentimun di Desa Laladon. Dalam tataniaga mentimun ini, marjin tataniaga dihitung berdasarkan ketiga pola saluran tataniaga yang ada. Perhitungan marjin tataniaga mentimun di Desa Laladon meliputi biaya tataniaga dan keuntungan lembaga tataniaga yang terlibat. Biaya tataniaga dalam hal ini adalah seluruh biaya yang dikeluarkan oleh lembaga tataniaga dalam memasarkan mentimun dari Desa Laladon sampai ke konsumen akhir. Biaya tataniga tersebut meliputi biaya tenaga kerja, grading, pengemasan, pengangkutan/transportasi, penyusutan, dan retribusi pasar. Sedangkan keuntungan tataniaga merupakan selisih antara harga jual dari setiap lembaga tataniaga dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan oleh lembaga tataniaga yang terlibat. Harga jual komoditas mentimun petani di Desa Laladon berbeda untuk setiap saluran tataniaga. Hal tersebut terjadi karena kesepakatan harga yang didapat antara petani dengan berbagai lembaga tataniaga yang bersangkutan berbeda. Seperti kesepakatan harga pada pedagang pengumpul berbeda dengan kesepakatan harga yang dilakukan dengan pedagang besar begitu pula kesepakatan dengan pedagang pengecer. Besarnya marjin tataniaga pada setiap saluran dapat dilihat pada hasil analisis marjin tataniaga mentimun di Desa Laladon pada Tabel 11.

60 47 Tabel 11 Analisis marjin tataniaga mentimun di Desa Laladon tahun 2013 Saluran I Saluran II Saluran III Lembaga tataniaga Grade A Grade B Grade A Grade B Grade A Grade B Rp/kg % Rp/kg % Rp/kg % Rp/kg % Rp/kg % Rp/kg % Petani Biaya tataniaga Harga jual Pedagang pengumpul Harga beli Biaya tataniaga Keuntungan Marjin tataniaga Harga jual Pedagang besar Harga beli Biaya tataniaga Keuntungan Marjin tataniaga Harga jual Pedagang pengecer Harga beli Biaya tataniaga Keuntungan Marjin tataniaga Harga jual Total biaya tataniaga Total keuntungan Total marjin tataniaga

61 48 Berdasarkan Tabel 11 dapat dilihat marjin tataniaga yang diperoleh oleh masing-masing lembaga tataniaga. Total marjin tataniaga terbesar dari ketiga pola saluran tataniaga mentimun di Desa Laladon yaitu terdapat pada saluran I, untuk mentimun dengan grade A sebesar Rp per kilogram (60.06 persen) dan grade B sebesar Rp per kilogram (63.52 persen). Saluran I merupakan saluran terpanjang dalam tataniaga mentimun di Desa Laladon. Panjangnya saluran tataniaga menyebabkan marjin total tataniaga relatif besar. Hal ini terjadi karena semakin banyaknya lembaga tataniaga yang terlibat dalam proses pemasaran mentimun ke konsumen sehingga semakin banyak biaya yang harus dikeluarkan. Selain itu setiap lembaga tataniaga yang terlibat masing-masing mengambil keuntungan untuk mengimbangi biaya yang dikeluarkan. Marjin tataniaga pada saluran II merupakan marjin tataniaga terbesar kedua setelah marjin tataniaga pada saluran I, untuk mentimun dengan grade A yaitu sebesar Rp per kilogram (50.04 persen) dan grade B sebesar Rp per kilogram (47.65 persen). Hal ini dikarenakan pada saluran II tidak melibatkan pedagang pengumpul dalam pemasaran mentimun sampai ke konsumen akhir. Para petani langsung memasarkan produk hasil panen mereka ke pedagang besar sehingga marjin tataniaga yang diperoleh pada saluran ini lebih kecil daripada saluran I. Hal tersebut dikarenakan berkurangnya lembaga tataniaga yang terlibat dalam pemasaran mentimun sehingga biaya ataupun keuntungan pada lembaga tataniaga yang sebelumnya terlibat tidak terakumulasi sehingga marjin tataniaga lebih kecil. Marjin tataniaga terkecil pada tataniaga mentimun di Desa Laladon yaitu terdapat pada saluran III, untuk mentimun dengan grade A sebesar Rp1 975 per kilogram (30.50 persen) dan grade B sebesar Rp950 (24.05 persen). Hal ini dikarenakan pada saluran III lembaga tataniaga atau pedagang perantara seperti pedagang pengumpul dan pedagang besar tidak terlibat di dalamnya. Dengan semakin sedikit lembaga tataniaga yang terlibat maka biaya tataniaga yang dikeluarkan juga semakin sedikit. Pola saluran III merupakan saluran terpendek yang ada dalam tataniaga mentimun di Desa Laladon dan lembaga yang tataniaga yang terlibat hanya petani, pedagang pengecer, dan konsumen akhir. Biaya tataniaga yang dikeluarkan dalam proses tataniaga mentimun di Desa Laladon berbeda untuk setiap salurannya. Pada saluran I besarnya total biaya tataniaga yang dikeluarkan untuk mentimun dengan grade A sebesar Rp per kilogram (26.20 persen) dan grade B sebesar Rp per kilogram (37.53 persen). Total biaya tataniaga tersebut merupakan biaya tataniaga terbesar diantara saluran yang lainnya. Hal ini disebabkan oleh biaya tataniaga yang terakumulasi dari setiap lembaga tataniaga pada saluran I paling besar jika dibandingkan dengan saluran II dan saluran III. Lembaga tataniaga yang terlibat dalam tataniaga mentimun pada saluran I juga terbanyak dibandingkan dengan saluran lain. Setiap lembaga tataniaga yang terlibat masing-masing akan mengeluarkan biaya tataniaga sehingga setelah diakumulasi saluran dengan lembaga tataniaga terbanyak yang terlibat didalamnya akan memberikan biaya terbesar. Biaya tataniaga yang dikeluarkan pada saluran II untuk mentimun dengan grade A yaitu sebesar Rp per kilogram (23.29 persen) dan grade B sebesar Rp per kilogram (33.11 persen). Pada saluran III biaya tataniaga yang dikeluarkan untuk masing-masing grade yaitu mentimun grade A sebesar Rp per kilogram (13.90 persen) dan grade B sebesar Rp per

62 kilogram (19.89 persen). Biaya tataniaga pada saluran II merupakan biaya tataniaga terbesar kedua setelah biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh saluran I. Hal ini dikarenakan perbedaan jumlah lembaga tataniga yang terlibat pada saluran II lebih sedikit dibandingkan pada saluran I. Pada saluran I pedagang pengumpul termasuk dalam salah satu lembaga tataniaga yang terlibat dalam pemasaran mentimun dari petani sampai ke konsumen akhir, berbeda dengan saluran II dimana pedagang pengumpul tidak terlibat didalamnya. Biaya tataniaga terkecil dari ketiga saluran yang ada yaitu terdapat pada saluran III. Hal ini disebabkan karena biaya tataniaga yang terakumulasi dari setiap lembaga tataniaga pada saluran III paling kecil jika dibandingkan dengan saluran I dan saluran II. Lembaga tataniaga yang terlibat pada saluran III merupakan yang paling sedikit diantara saluran yang lainnya. Hal tersebut membuat akumulasi biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh saluran III hanya berasal dari petani dan pedagang pengecer sehingga jumlahnya paling kecil diantara saluran yang lainnya. Marjin tataniaga yang ada pada setiap lembaga tataniaga pada masingmasing saluran tataniaga dikurangi dengan biaya tataniaga pada setiap lembaga tataniaga di masing-masing saluran maka akan menghasilkan keuntungan yang diperoleh masing-masing lembaga tataniga untuk setiap saluran tataniaga. Total keuntungan tataniaga pada saluran I untuk mentimun dengan grade A yaitu sebesar Rp per kilogram (37.11 persen) dan grade B sebesar Rp per kilogram (31.04 persen). Pada saluran II total keuntungan yang diperoleh untuk mentimun grade A yaitu sebesar Rp per kilogram (33.79 persen) dan grade B sebesar Rp per kilogram (24.63 persen). pada saluran III keuntungan yang diperoleh mentimun grade A sebesar Rp per kilogram (27.63 persen) dan grade B sebesar Rp850 per kilogram (21.52 persen). Saluran tataniaga I mendapatkan keuntungan tataniaga terbesar daripada dua saluran lainnya. Perbedaan keuntungan tataniaga ini dipengaruhi oleh banyaknya lembaga tataniaga yang terlibat dalam pemasaran mentimun untuk setiap saluran tataniaga. Seperti halnya lembaga tataniaga yang terlibat dalam saluran I dimana merupakan yang terbanyak dibandingkan dengan saluran II dan III. Hal tersebut membuat saluran tataniaga I memperoleh keuntungan terbesar dibandingkan saluran yang lainnya. Setiap lembaga tataniaga yang terlibat mengambil keuntungan untuk setiap proses tataniaga yang dilakukan. Hal tersebut membuat akumulasi dari keuntungan tataniaga dari keseluruhan lembaga untuk setiap saluran menjadikan saluran I yang terbanyak diantara saluran yang lain. Analisis Farmer s Share Analisi Farmer s share merupakan salah satu indikator dalam menentukan efisiensi tataniaga dari suatu komoditas. Farmer s share merupakan perbandingan antara harga yang diterima petani dengan harga yang diterima konsumen akhir yang dinyatakan dalam persen. Farmer s share memiliki hubungan negatif dengan marjin tataniaga. Semakin rendah farmer s share maka semakin tinggi marjin tataniaga dan sebaliknya semakin tinggi farmer s share maka marjin tataniaga yang diperoleh akan semakin rendah. Farmer s share yang diterima petani dalam tataniaga mentimun di Desa Laladon untuk setiap saluran tataniaganya dapat dilihat pada Tabel

63 50 Tabel 12 Farmer s share pada saluran tataniaga mentimun di Desa Laladon Saluran tataniaga Harga di tingkat petani (Rp/kg) Harga di tingkat konsumen (Rp/kg) Farmer s share (%) Saluran I Grade A Grade B Saluran II Grade A Grade B Saluran III Grade A Grade B Berdasarkan Tabel 12 dapat dilihat bahwa dari pola saluran I, II, dan III, pola saluran yang memiliki persentase farmer s share terbesar adalah pola saluran III yaitu untuk mentimun grade A sebesar persen dan grade B sebesar persen. Besarnya proporsi farmer s share pada saluran ini dikarenakan lembaga tataniaga yang terlibat dalam pemasaran mentimun sampai ke konsumen akhir merupakan yang paling sedikit daripada saluran yang lain. Saluran tataniaga III merupakan saluran yang terpendek dibandingkan saluran yang lain, dimana petani pada saluran ini langsung menjual hasil panennya ke pedagang pedagang pengecer. Harga jual mentimun di tingkat petani dan ditingkat konsumen akhir pada saluran ini merupakan yang terbesar dibandingkan yang lainnya. Harga jual ditingkat petani untuk mentimun dengan grade A sebesar Rp4 500 per kilogram dan grade B sebesar Rp3 000 per kilogram. Harga jual ditingkat konsumen akhir untuk mentimun grade A yaitu sebesar Rp6 475 per kilogram dan grade B sebesar Rp3 950 per kilogram. Nilai farmer s share pada saluran II untuk mentimun grade A yaitu sebesar persen dan grade B sebesar persen. Nilai farmer s share tersebut merupakan yang terbesar kedua setelah nilai farmer s share pada saluran III. Hal tersebut dikarenakan harga yang diterima oleh petani pada saluran II lebih besar dibandingkan dengan harga yang diterima petani pada saluran I yaitu untuk mentimun grade A sebesar Rp3 075 per kilogram dan grade B Rp2 075 per kilogram. Harga yang lebih besar tersebut dikarenakan petani pada saluran II langsung menjual mentimun hasil panennya ke pedagang besar tanpa melalui pedagang pengumpul. Nilai farmer s share terkecil pada tataniaga mentimun di Desa Laladon yaitu ada pada saluran I yaitu untuk mentimun grade A sebesar persen dan grade B sebesar persen. Hal tersebut dikarenakan harga jual yang diperoleh petani pada saluran I cenderung lebih rendah dibandingkan saluran lainnya. Harga jual hasil panen yang diterima petani pada saluran I untuk grade A sebesar Rp per kilogram dan grade B sebesar Rp per kilogram. Harga jual yang rendah tersebut disebabkan karena petani menjual produk hasil panen mereka melalui pedagang pengumpul. Hal tersebut dilakukan karena petani pada saluran I tidak mau susah memasarkan hasil panennya sendiri, jadi mereka mengambil cara yang mudah dalam pemasaran hasil panennya. Selain itu belum

64 adanya informasi pasar yang lebih bagus bagi mereka dan kebanyakan dari mereka sudah berlangganan cukup lama dengan pedagang pengumpul yang terkait. Dengan menjual hasil panen mereka ke pedagang pengumpul maka petani tidak perlu lagi susah payah dalam memasarkan produknya karena itu sudah menjadi tanggung jawab dari pedagang pengumpul. Dengan menjualnya melalui pedagang pengumpul maka harga yang didapat petani responden pada saluran I merupakan yang terendah diantara yang lain, hal tersebut menyebabkan farmer s share yang diperoleh pada saluran I merupakan yang terendah. Analisis Rasio Keuntungan Terhadap Biaya Indikator lain untuk menentukan efisiensi tataniaga suatu komoditas adalah dengan menghitung rasio keuntungan terhadap biaya. Rasio keuntungan terhadap biaya dihitung dengan menjumlahkan keuntungan yang diterima masingmasing lembaga tataniaga dalam saluran tataniaga dan dibagi dengan penjumlahan dari biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh masing-masing lembaga tataniaga dalam menyalurkan mentimun hingga ke konsumen akhir. Biaya tataniaga merupakan biaya-biaya yang dikeluarkan oleh lembagalembaga tataniaga dalam menyalurkan mentimun hingga ke konsumen akhir, sedangkan keuntungan lembaga tataniaga merupakan selisih antara marjin tataniaga yang diperoleh dengan biaya tataniaga yang dikeluarkan dalam memasarkan mentimun. Rasio keuntungan terhadap biaya pada suatu saluran tataniaga dapat dikatakan efisien apabila penyebaran nilai rasio keuntungan terhadap biaya merata pada masing-masing lembaga tataniaga. Total biaya tataniaga mentimun di Desa Laladon yang dikeluarkan pada saluran I untuk grade A yaitu sebesar Rp per kilogram dan grade B sebesar Rp per kilogram. Biaya tataniaga terbesar pada pola saluran tataniaga I dikeluarkan oleh pedagang besar yaitu untuk grade A sebesar Rp525 per kilogram grade B sebesar Rp per kilogram. Sedangkan biaya tataniaga terendah setelah petani yaitu dikeluarkan oleh pedagang pengumpul untuk grade A yaitu sebesar Rp per kilogram dan grade B sebesar Rp375 per kilogram. Keuntungan terbesar diperoleh pedagang besar untuk grade A yaitu sebesar Rp per kilogram dan pedagang pengecer untuk grade B sebesar Rp per kilogram. Sedangkan keuntungan terkecil diperoleh pedagang pengumpul yaitu untuk grade A sebesar Rp per kilogram dan grade B sebesar Rp per kilogram. Perhitungan komponen biaya yang dikeluarkan oleh masing-masing lembaga tataniaga pada saluran I dapat dilihat pada Lampiran 3. Total biaya tataniaga mentimun di Desa Laladon pada saluran II yaitu untuk grade A sebesar Rp per kilogram dan grade B sebesar Rp per kilogram. Biaya tataniaga terbesar pada pola saluran tataniaga II dikeluarkan oleh pedagang besar yaitu untuk grade A sebesar Rp525 per kilogram dan grade B sebesar Rp per kilogram. Sedangkan biaya tataniaga terendah selain dikeluarkan oleh pedagang pengecer yaitu untuk grade A sebesar Rp475 per kilogram dan grade B sebesar Rp425 per kilogram. Keuntungan tataniaga terbesar diperoleh pedagang besar yaitu untuk mentimun grade A sebesar Rp1 150 per kilogram dan pedagang pengecer untuk grade B sebesar Rp per kilogram. Sedangkan keuntungan terkecil diperoleh pedagang pengecer untuk grade A yaitu sebesar Rp per kilogram dan pedagang besar untuk grade B sebesar

65 52 per kilogram. Perhitungan komponen biaya yang dikeluarkan oleh masing-masing lembaga tataniaga pada pola saluran tataniaga II dapat dilihat pada Lampiran 4. Pada pola saluran tataniaga III total biaya tataniaga yang dikeluarkan yaitu untuk mentimun grade A sebesar Rp900 per kilogram dan grade B sebesar Rp per kilogram. Keuntungan dalam kegiatan tataniaga pada saluran III hanya diperoleh pedagang pengecer yaitu untuk grade A sebesar Rp per kilogram dan grade B sebesar Rp850 per kilogram. Hal tersebut dikarenakan pedagang pengecer merupakan satu-satunya lembaga tataniaga yang menghubungkan antara petani dengan konsumen akhir. Perhitungan komponen biaya yang dikeluarkan oleh masing-masing lembaga tataniaga pada pola saluran tataniaga III dapat dilihat pada Lampiran 5. Tabel 13 Rasio keuntungan terhadap biaya pada saluran tataniaga mentimun di Desa Laladon Lembaga tataniaga Saluran I Saluran II Saluran III Grade A Grade B Grade A Grade B Grade A Grade B Pedagang pengumpul Li (Rp/kg) Ci (Rp/kg) Rasio Li/Ci Pedagang besar Li (Rp/kg) Ci (Rp/kg) Rasio Li/Ci Pedagang pengecer Li (Rp/kg) Ci (Rp/kg) Rasio Li/Ci Total Li (Rp/kg) Ci (Rp/kg) Rasio Li/Ci Keterangan : Li = Keuntungan lembaga tataniaga Ci = Biaya lembaga tataniaga Berdasarkan Tabel 13 dapat dilihat bahwa total rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga mentimun di Desa Laladon pada pola saluran tataniaga I yaitu untuk mentimun dengan grade A sebesar 1.62 dan grade B sebesar Pada pola saluran tataniaga II yaitu untuk mentimun grade A sebesar 2.08 dan grade B sebesar Dan pada pola saluran tataniaga III yaitu untuk grade A sebesar 9.63 dan grade B sebesar Dari ketiga nilai tersebut total rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga mentimun terbesar yaitu pada pola saluran tataniaga III baik untuk mentimun dengan grade A dan grade B. Pada pola saluran tataniaga I rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga terbesar diperoleh pedagang pengecer yaitu untuk grade A sebesar 1.96 dan grade B sebesar Sedangkan rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga terkecil diperoleh pedagang pengumpul untuk grade A sebesar 0.96 dan pedagang besar

66 untuk grade B sebesar Pada pola saluran tataniaga II rasio keuntungan terhadap biaya terbesar diperoleh pedagang besar untuk grade A sebesar 2.19 dan pedagang pengecer untuk grade B sebesar Sedangkan rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga terkecil diperoleh pedagang pengecer untuk grade A sebesar 1.96 dan pedagang besar untuk grade B sebesar Pada pola saluran tataniaga III, rasio keuntungan terhadap biaya terbesar diperoleh pedagang pengecer yaitu untuk mentimun grade A sebesar 9.63 dan grade B sebesar Berdasarkan nilai rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga tersebut dapat disimpulkan bahwa pola saluran tataniaga mentimun tersebut tidak memberikan keuntungan yang merata pada setiap lembaga tataniaga yang terlibat. Analisis Efisiensi Tataniaga Efisiensi tataniaga merupakan tujuan yang ingin dicapai dalam melakukan suatu proses tataniaga. Efisiensi tataniaga dapat tercapai apabila sistem dalam kegiatan tataniaga tersebut mampu memberikan kepuasan bagi setiap lembaga tataniaga yang terlibat, seperti halnya petani dan lembaga-lembaga tataniaga lain yang terlibat dalam proses tataniaga. Efisiensi tataniaga dapat diukur dengan menggunakan beberapa indikator yaitu pola saluran tataniaga yang terbentuk, berjalannya fungsi-fungsi tataniaga, struktur pasar, dan perilaku pasar. Efisiensi tataniaga juga diukur dengan melihat marjin tataniaga yang terbentuk, farmer s share, dan nilai keuntungan terhadap biaya. Efisiensi tataniaga pada setiap saluran dapat dilihat pada Tabel Tabel 14 Nilai efisiensi tataniaga mentimun di Desa Laladon Saluran tataniaga Harga di konsumen Total biaya (Rp/kg) Total keuntungan (Rp/kg) Total marjin (%) Farmer s share (%) Rasio Li/Ci Volume (Kg) Saluran I Grade A Grade B Saluran II Grade A Grade B Saluran III Grade A Grade B Berdasarkan Tabel 14 ukuran efisiensi tataniaga mentimun di Desa Laladon dapat diketahui dengan melihat nilai masing-masing indikator. Nilai marjin tataniaga pada saluran I untuk grade A sebesar persen dan grade B sebesar persen. Pada saluran II untuk mentimun grade A sebesar persen dan grade B persen. Pada saluran III untuk grade A sebesar persen dan grade B sebesar persen. Dari semua nilai marjin yang dihasilkan nilai marjin pada pola saluran III merupakan yang terkecil diantara yang lainnya baik grade A ataupun grade B. Dalam efisiensi tataniaga marjin yang paling kecil merupakan yang paling efisien, jadi pola saluran III merupakan yang paling efisien berdasarkan nilai marjinnya.

67 54 Nilai Farmer s share pada pola saluran I untuk mentimun grade A sebesar persen dan grade B sebesar persen. Pada saluran II yaitu untuk mentimun dengan grade A sebesar dan grade B sebesar persen. Dan pada saluran III untuk mentimun dengan grade A sebesar persen dan grade B sebesar persen. Dari ketiga nilai tersebut terlihat bahwa Farmer s share terbesar diperoleh pada saluran III baik grade A ataupun grade B. Berdasarkan hasil perhitungan farmer s share tersebut dapat disimpulkan bahwa pola saluran tataniaga III merupakan pola saluran tataniaga yang paling menguntungkan bagi petani. Nilai rasio keuntungan terhadap biaya pada saluran I untuk mentimun dengan grade A yaitu sebesar 1.69 dan grade B sebesar Saluran II nilai yang dihasilkan untuk mentimun dengan grade A yaitu sebesar 2.08 dan grade B sebesar Dan saluran III untuk mentimun dengan grade A sebesar 9.63 dan grade B sebesar Dari semua nilai rasio keuntungan terhadap biaya yang dihasilkan setiap saluran dapat dilihat bahwa nilai terbesar terdapat pada saluran III baik grade A ataupun grade B. Dalam efisiensi tataniaga nilai rasio keuntungan terhadap biaya yang terbesar merupakan yang paling efisien, jadi saluran tataniaga III merupakan yang paling efisien berdasarkan analisis nilai rasio keuntungan terhadap biaya. Volume penjualan terbesar terdapat pada saluran I untuk mentimun dengan grade A sebesar kilogram dan grade B sebesar kilogram. Saluran II termasuk penjualan mentimun terbesar kedua yaitu untuk mentimun dengan grade A sebesar kilogram dan grade B sebesar kilogram. Sedangkan volume penjualan terkecil terdapat pada saluran III yaitu untuk mentimun grade A sebesar kilogram dan grade B sebesar 900 kilogram. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Terdapat tiga lembaga tataniaga dalam proses tataniaga mentimun di Desa Laladon, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor yaitu pedagang pengumpul, pedagang besar, dan pedagang pengecer. Dari ketiga lembaga tataniaga tersebut membentuk tiga pola saluran tataniaga diantaranya yaitu saluran I : petani pedagang pengumpul pedagang besar pedagang pengecer konsumen, saluran II : petani pedagang besar pedagang pengecer konsumen, dan saluran III : petani pedagang pengecer konsumen. Fungsi tataniaga yang yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tataniaga meliputi fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas. Fungsi Tataniaga yang dilakukan oleh petani responden yaitu fungsi pertukaran berupa penjualan, fungsi fisik berupa pengemasan dan pengangkutan untuk petani pada saluran II dan III, dan fungsi fasilitas berupa grading, penanggungan risiko, pembiayaan, dan informasi pasar. Fungsi tataniaga yang dilakukan oleh pedagang pengumpul adalah fungsi pertukaran berupa pembelian dan penjualan, fungsi fisik berupa pengangkutan, dan fungsi fasilitas berupa informasi pasar, penanggungan resiko dan pembiayaan. Fungsi tataniaga

68 yang dilakukan oleh pedagang besar adalah fungsi pertukaran berupa pembelian dan penjualan, dan fungsi fasilitas berupa informasi pasar, penanggungan resiko, pembiayaan, dan kadang-kadang melakukan aktivitas grading. Fungsi tataniaga yang dilakukan oleh pedagang pengecer yaitu fungsi pertukaran berupa pembelian dan penjualan, fungsi fisik berupa pengangkutan untuk pedagang pengecer saluran I dan II, pengemasan, penyimpanan, dan fungsi fasilitas berupa grading, informasi pasar, penanggungan resiko, dan pembiayaan. 2. Berdasarkan karakteristik pada masing-masing pasar, struktur pasar yang dihadapi oleh petani dan pedagang pengecer yaitu cenderung pasar persaingan sempurna. Dan struktur pasar yang dihadapi oleh pedagang pengumpul dan pedagang besar yaitu cenderung pasar oligopoli. Dalam praktek penjualan dan pembelian pada umumnya dilakukan secara bebas. Penentuan harga dilakukan secara tawar menawar akan tetapi pedagang yang cenderung lebih kuat dalam penentuan harga. Pembayaran dilakukan secara tunai dan beberapa secara hutang. Kerjasama antar lembaga dilakukan atas dasar saling percaya dan berlangganan. 3. Berdasarkan analisis efisiensi tataniaga yang dilakukan terhadap tiga pola saluran tataniaga mentimun di Desa Laladon pola saluran tataniaga III merupakan pola saluran tataniaga yang paling efisien karena memiliki marjin tataniaga yang terendah, farmer s share yang paling tinggi, dan nilai rasio keuntungan terhadap biaya yang paling tinggi dibandingkan dengan pola saluran yang lainnya. 55 Saran 1. Pola tanam yang dilakukan petani kurang optimal, maka petani perlu membuat perencanaan produksi yang lebih baik yaitu dalam pengaturan masa panen sehingga fluktuasi harga yang diakibatkan oleh melimpahnya produk di pasaran bisa dihindari dan antisipasi dalam kelangkaan produk yang ada di pasar. 2. Petani pada pola saluran I sebaiknya melakukan penjualan mentimun hasil panen mereka langsung ke pedagang besar seperti yang dilakukan oleh petani pada saluran II. Hal tersebut agar pendapatan yang diperoleh petani dari hasil penjualan mentimun mereka bisa lebih tinggi. DAFTAR PUSTAKA Ariyanto Analisis Tataniaga Bayam (Kasus di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor) [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Asmarantaka RW Bunga Rampai Agribisnis Seri Pemasaran. Bogor (ID): IPB Press Pemasaran Agribisnis (Agrimarketing). Bogor (ID): Departemen Agribisnis FEM-IPB.

69 56 [Balitbang Pertanian] Badan Litbang Pertanian Budidaya mentimun [internet]. Jakarta (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian; [diunduh 2013 Agu 5]. Tersedia pada: [BPS] Badan Pusat Statistik Perkembangan Produksi Tanaman Sayuran Indonesia tahun Jakarta (ID) Produksi Mentimun Per Provinsi Tahun Jakarta (ID). Dahl DC, JW Hammond Market and Price Analysis The Agricultural Industries. New York (US): Mc Graw-Hill Book Company. [Distanhut] Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor Pertumbuhan Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Mentimun Tahun Bogor (ID). [Dithorti] Direktorat Jendral Hortikultura Nilai Produk Domestik Bruto Komoditas Hortikultura di Indonesia Tahun Jakarta (ID). Hasniah Analisis Sistem dan Efisiensi Tataniaga Komoditas Pepaya Sayur (Kasus di Desa Sukamaju, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [Kementan] Kementerian Pertanian Peluang Usaha Mentimun [internet]. Jakarta (ID): Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian; [diunduh 2013 Agu 5]. Tersedia pada: Kohl LR, Uhls JN Marketing of Agricultural Products Sixth Edition. New York (US): Macmillan Publishing Company. Limbong WH, P Sitorus Pengantar Tataniaga Pertanian. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Purba S Analisis Tataniaga Ubi Jalar (Studi Kasus Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Rachma M Efisiensi Tataniaga Cabai Merah (Studi Kasus Desa Cibereum, Kecamatan Sukamantri, Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sumpena U Budidaya Mentimun Intensif dengan Mulsa secara Tumpang Gilir. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Wacana ADS Analisis Tataniaga Bawang Merah (Kasus di Kelurahan Brebes, Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Wahyudi Meningkatkan Hasil Panen Sayuran dengan Teknologi EMP. Jakarta (ID): Agro Media Pustaka.

70 Lampiran 1 Data petani responden penelitian di Desa Laladon, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor tahun 2013 No Nama Petani Umur (tahun) Pendidikan Pengalaman (tahun) Luas Lahan (m 2 ) 57 Produksi (kg) 1 Ajun 48 SD Ujang 25 SD Yono 40 SD Udin 32 SMP M. Nurdin 27 SMP Asep 45 SD Agus Hadi 63 SD Edi Taufik 50 SMA Herman 60 SMP Ucup 46 SMA Gopek 33 SD Maskito 52 S Kedung 62 SD Haryono 46 S Ranta 37 SMP Hery 32 SMP Harjo 48 S Sukir 46 SD Maskun Arif 39 SD Andre 49 SD Endik 27 SMP Rohmad 53 SD Santo 34 SMP Sapin 86 SD Alim 46 SD Hilman 42 SD Asrori 45 SMP Aris 55 SD Endah 47 SMA Hendrik 39 SMP

71 58 Lampiran 2 Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) komoditi hortikultura di Indonesia tahun No Komoditas Nilai PDB (Milyar Rp) Rata-rata (Milyar Rp) 1 Sayuran Buah-buahan Tanaman hias Biofarmaka Total Sumber : Direktorat Jendral Hortikultura 2011 (diolah).

72 59 Lampiran 3 Biaya tataniaga mentimun yang dikeluarkan oleh petani dan setiap lembaga tataniaga pada saluran I Biaya tataniaga Jumlah rata-rata (Rp/kg) Grade A Grade B Petani Sortasi Pengemasan Subtotal Pedagang pengumpul Pengangkutan Tenaga kerja Penyusutan Subtotal Pedagang besar Sortasi Tenaga kerja Retribusi Penyusutan Subtotal Pedagang pengecer Pengangkutan Sortasi Retribusi Penyusutan Subtotal Total biaya tataniaga

73 60 Lampiran 4 Biaya tataniaga mentimun yang dikeluarkan oleh petani dan setiap lembaga tataniaga pada saluran II Biaya tataniaga Jumlah rata-rata (Rp/kg) Grade A Grade B Petani Sortasi Pengemasan Pengangkutan Penyusutan Subtotal Pedagang besar Sortasi Tenaga kerja Retribusi Penyusutan Subtotal Pedagang pengecer Pengangkutan Sortasi Retribusi Penyusutan Subtotal Total biaya tataniaga

74 Lampiran 5 Biaya tataniaga mentimun yang dikeluarkan oleh petani dan setiap lembaga tataniaga pada saluran III Biaya tataniaga Jumlah rata-rata (Rp/kg) Grade A Grade B Petani Sortasi Pengemasan Pengangkutan Penyusutan Subtotal Pedagang pengecer Sortasi Penyusutan Subtotal Total biaya tataniaga

75 62 Lampiran 6 Kuisioner untuk Petani KUISIONER PENELITIAN ANALISIS SISTEM TATANIAGA MENTIMUN DI DESA LALADON, KECAMATAN CIOMAS, KABUPATEN BOGOR Kuisioner ini digunakan sebagai sumber data primer dalam penyusunan skripsi yang berjudul Analisis Sistem Tataniaga Mentimun di Desa Laladon, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor Oleh Bachtiyar Arif Ibrahim (H ), Program Studi Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor Petunjuk Umum: Beri tanda pada ( ) A. Identitas Petani 1. Nama lengkap : 2. Jenis kelamin : ( ) Laki-laki ( ) Perempuan 3. Usia : tahun 4. Pendidikan terakhir : 5. Pekerjaan Utama : 6. Pekerjaan Sampingan : 7. Lama bertani : B. Aset yang Dimiliki 1. Lahan : a) Luas : m 2 b) Produksi : Kw C. Penjualan Per Musim Tanam No Tujuan Penjualan Produksi (Kg) Harga Jual (Rp/Kg) Penerimaan (Rp)

76 D. Tata Cara Penjualan No Uraian No Uraian 1. Cara Penjualan 4. Cara Penentuan Harga ( ) Bebas ( ) Ditentukan produsen ( ) Kontrak ( ) Dientukan pembeli Lainnya: ( ) Tawar-menawar 2. Cara Pembayaran ( ) Ditentukan pemerintah ( ) Tunai Lainnya: ( ) Bayar di muka 5. Cara Memperoleh Informasi Harga ( ) Dibayar setengah ( ) Sesama petani ( ) Hutang ( ) Pembeli (pengumpul,dll) Lainnya: ( ) Media massa 3. Cara Penyerahan Barang Lainnya: ( ) Di tempat pembeli ( ) Di tempat penjual Lainnya: 63 E. Biaya Setiap Kegiatan No Jenis Kegiatan Biaya (Rp/Satuan) 1. Transportasi/pengangkutan 2. Sortasi 3. Pengemasan 4. Penyimpanan 5. Bongkar muat 6. Tenaga kerja

77 64 Lampiran 7 Kuisioner untuk Pedagang KUISIONER PENELITIAN ANALISIS SISTEM TATANIAGA MENTIMUN DI DESA LALADON, KECAMATAN CIOMAS, KABUPATEN BOGOR Kuisioner ini digunakan sebagai sumber data primer dalam penyusunan skripsi yang berjudul Analisis Sistem Tataniaga Mentimun di Desa Laladon, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor Oleh Bachtiyar Arif Ibrahim (H ), Program Studi Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor Petunjuk Umum: Beri tanda pada ( ) A. Identitas Pedagang 1. Nama lengkap : 2. Jenis kelamin : ( )Laki-laki ( ) Perempuan 3. Usia : tahun 4. Pendidikan terakhir : 5. Pekerjaan Utama : 6. Pekerjaan Sampingan : 7. Jenis usaha : ( ) Pengumpul ( ) Besar ( ) Pengecer 8. Nama usaha : 9. Bentuk usaha : ( ) Perorangan ( ) CV/Firma ( ) PT ( ) Lainnya, sebutkan: 10.Awal berdiri : B. Pembelian No Sumber Volume (Kg) Harga (Rp/Kg) Keterangan

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor hortikultura berperan penting dalam mendukung perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat melalui nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Produk Domestik Bruto (PDB)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisis Usahatani dan Pemasaran Kembang Kol

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisis Usahatani dan Pemasaran Kembang Kol II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisis Usahatani dan Pemasaran Kembang Kol Karo (2010) melakukan penelitian mengenai analisis usahatani dan pemasaran kembang kol di Kelompok Tani Suka Tani, Desa Tugu Utara,

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Konseptual 3.1.1 Konsep Tataniaga Pemasaran adalah suatu proses sosial yang di dalamnya melibatkan individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang beriklim tropis dan relatif subur. Atas alasan demikian Indonesia memiliki kekayaan flora yang melimpah juga beraneka ragam.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Mentimun

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Mentimun II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Mentimun Mentimun atau ketimun mempunyai nama latin Cucumis Sativus L. Mentimun termasuk dalam keluarga labu-labuan (cucubitaceae). Sejarah mentimun berasal dari

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Tataniaga Menurut Hanafiah dan Saefudin (2006), istilah tataniaga dan pemasaran merupakan terjemahan dari marketing, selanjutnya tataniaga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB. I. PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini dikarenakan sektor pertanian adalah

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN Sektor pertanian terdiri dari beberapa sub sektor, yaitu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan, dimana keempat sub sektor tersebut mempunyai peranan

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Komoditi Kubis 2.2. Sistem Tataniaga dan Efisiensi Tataniaga

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Komoditi Kubis 2.2. Sistem Tataniaga dan Efisiensi Tataniaga II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Komoditi Kubis Kubis juga disebut kol dibeberapa daerah. Kubis merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan pada sektor agribisnis yang dapat memberikan sumbangan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Komoditas Bawang Merah

TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Komoditas Bawang Merah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Komoditas Bawang Merah Bawang merah merupakan salah satu komoditas hortikultura yang merupakan anggota Allium yang paling banyak diusahakan dan memiliki nilai ekonomis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia terutama dalam pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto). Distribusi PDB menurut sektor ekonomi atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN *

I. PENDAHULUAN * I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pengembangan hortikultura yang ditetapkan oleh pemerintah diarahkan untuk pelestarian lingkungan; penciptaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan; peningkatan

Lebih terperinci

VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR

VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR 7.1. Analisis Struktur Pasar Struktur pasar nenas diketahui dengan melihat jumlah penjual dan pembeli, sifat produk, hambatan masuk dan keluar pasar,

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis penelitian ini didasari oleh teori-teori mengenai konsep sistem tataniaga; konsep fungsi tataniaga; konsep saluran dan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang,

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang, BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Tataniaga Menurut Hanafiah dan Saefudin (2006) tataniaga dapat didefinisikan sebagai tindakan atau kegiatan yang berhubungan dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor pertanian unggulan yang memiliki beberapa peranan penting yaitu dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, peningkatan pendapatan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan rangkaian teori-teori yang digunakan dalam penelitian untuk menjawab tujuan penelitian. Teori-teori yang digunakan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Nilai Tambah Nilai tambah merupakan pertambahan nilai suatu komoditas karena mengalami proses pengolahan, penyimpanan, pengangkutan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara agraris memiliki hasil pertanian yang sangat berlimpah. Pertanian merupakan sektor ekonomi yang memiliki posisi penting di Indonesia. Data Product

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor Pertanian memegang peranan penting dalam struktur perekonomian Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang berperan dalam pembentukan

Lebih terperinci

ANALISIS TATANIAGA LIDAH BUAYA DI KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT ANDRI ENDRA SETIAWAN

ANALISIS TATANIAGA LIDAH BUAYA DI KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT ANDRI ENDRA SETIAWAN ANALISIS TATANIAGA LIDAH BUAYA DI KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT ANDRI ENDRA SETIAWAN DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan salah satu komoditas pertanian yang memiliki nilai ekonomi tinggi serta mempunyai potensi besar untuk dikembangkan sebagai usaha di bidang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2011)

I. PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2011) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang memiliki peluang besar dalam memanfaatkan sumberdaya alam yang melimpah untuk memajukan sektor pertanian. Salah satu subsektor

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang digilib.uns.ac.id 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura adalah segala hal yang berkaitan dengan buah, sayuran, bahan obat nabati, dan florikultura termasuk di dalamnya jamur, lumut, dan tanaman

Lebih terperinci

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Saluran Tataniaga Saluran tataniaga sayuran bayam di Desa Ciaruten Ilir dari petani hingga konsumen akhir melibatkan beberapa lembaga tataniaga yaitu pedagang pengumpul

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Subsektor hortikultura merupakan bagian dari sektor pertanian yang mempunyai peran penting dalam menunjang peningkatan perekonomian nasional dewasa ini. Subsektor ini

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Sistem dan Pola Saluran Pemasaran Bawang Merah Pola saluran pemasaran bawang merah di Kelurahan Brebes terbentuk dari beberapa komponen lembaga pemasaran, yaitu pedagang pengumpul,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Pada Tahun Kelompok

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Pada Tahun Kelompok I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu komoditas pertanian yang berpotensi untuk dikembangkan. Pengembangan hortikuktura diharapkan mampu menambah pangsa pasar serta berdaya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris menunjukkan bahwa sektor pertanian mempunyai peranan yang penting dalam mendukung perekonomian nasional, terutama sebagai sumber bahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan penting bagi perekonomian Negara Indonesia. Sebagian besar masyarakat Indonesia menggantungkan kehidupan mereka pada sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mentimun (Cucumis sativus L.) merupakan tanaman semusim yang bersifat

I. PENDAHULUAN. Mentimun (Cucumis sativus L.) merupakan tanaman semusim yang bersifat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Mentimun (Cucumis sativus L.) merupakan tanaman semusim yang bersifat menjalar atau memanjat dengan perantaraan alat pemegang berbentuk pilin atau spiral.

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis berisi tentang konsep-konsep teori yang dipergunakan atau berhubungan dengan penelitian yang akan dilaksanakan. Berdasarkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini

I. PENDAHULUAN. penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sampai saat ini masih memegang peranan penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya

Lebih terperinci

Tahun Bawang

Tahun Bawang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan komoditas yang sangat prospektif untuk dikembangkan melalui usaha agribisnis, mengingat potensi serapan pasar di dalam negeri dan pasar

Lebih terperinci

KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004

KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004 KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004 SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian Indonesia memiliki potensi yang besar dalam segi sumberdaya dan kualitas, sehingga dapat menjadi sektor unggulan dalam meningkatkan pendapatan negara. Saat ini

Lebih terperinci

VI HASIL DAN PEMBAHASAN

VI HASIL DAN PEMBAHASAN VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Saluran dan Lembaga Tataniaga Dalam menjalankan kegiatan tataniaga, diperlukannya saluran tataniaga yang saling tergantung dimana terdiri dari sub-sub sistem atau fungsi-fungsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tanaman hortikultura merupakan salah satu tanaman yang menunjang pemenuhan gizi masyarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat (Sugiarti, 2003).

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN TALAS (Kasus di Desa Taman Sari, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh SRI WIDIYANTI A

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN TALAS (Kasus di Desa Taman Sari, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh SRI WIDIYANTI A ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN TALAS (Kasus di Desa Taman Sari, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh SRI WIDIYANTI A14105608 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

Sosio Ekonomika Bisnis Vol 18. (2) 2015 ISSN Tinur Sulastri Situmorang¹, Zulkifli Alamsyah² dan Saidin Nainggolan²

Sosio Ekonomika Bisnis Vol 18. (2) 2015 ISSN Tinur Sulastri Situmorang¹, Zulkifli Alamsyah² dan Saidin Nainggolan² ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN SAWI MANIS DENGAN PENDEKATAN STRUCTURE, CONDUCT, AND PERFORMANCE (SCP) DI KECAMATAN JAMBI SELATAN KOTA JAMBI Tinur Sulastri Situmorang¹, Zulkifli Alamsyah² dan Saidin Nainggolan²

Lebih terperinci

DI DESA CIPEUYEUM, KECAMATAN HAURWANGI, KABUPATEN CIANJUR ABSTRACT

DI DESA CIPEUYEUM, KECAMATAN HAURWANGI, KABUPATEN CIANJUR ABSTRACT SISTEM Tata niaga KEDELAI DI DESA CIPEUYEUM, KECAMATAN HAURWANGI, KABUPATEN CIANJUR Aldha Hermianty Alang *)1, dan Heny Kuswanti Suwarsinah *) *) Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor di bidang ekonomi yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor di bidang ekonomi yang memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor di bidang ekonomi yang memiliki arti dan kedudukan penting dalam pembangunan nasional. Sektor ini berperan sebagai sumber

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada tiga desa di Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur yaitu Desa Ciherang, Cipendawa, dan Sukatani. Pemilihan lokasi dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Subsektor hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang memberikan kontribusi strategis dalam menyumbang nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dan berperan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk 28 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasiona Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka Sawi adalah sekelompok tumbuhan dari marga Brassica yang dimanfaatkan daun atau bunganya sebagai bahan pangan (sayuran),

Lebih terperinci

TATANIAGA PERTANIAN OLEH : NOVINDRA DEP. EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN

TATANIAGA PERTANIAN OLEH : NOVINDRA DEP. EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN TATANIAGA PERTANIAN OLEH : NOVINDRA DEP. EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN TATANIAGA PERTANIAN Tataniaga Pertanian atau Pemasaran Produk-Produk Pertanian (Marketing of Agricultural), pengertiannya berbeda

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kelurahan Sukaresmi, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas daratan dan lautan yang sangat luas sehingga sebagian besar mata pencaharian penduduk berada di sektor pertanian. Sektor

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor)

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor) ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor) Skripsi AHMAD MUNAWAR H 34066007 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Usahatani dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana. produksi danpendapatanyang diinginkan pada waktu tertentu.

III. METODE PENELITIAN. Usahatani dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana. produksi danpendapatanyang diinginkan pada waktu tertentu. 37 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Usahatani dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang petani mengalokasikan sumberdaya yang ada, baik lahan, tenaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura tergolong komoditas yang bernilai ekonomi tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura tergolong komoditas yang bernilai ekonomi tinggi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Komoditas hortikultura tergolong komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan menjadi salah satu sumber pertumbuhan ekonomi wilayah (Badan Litbang Pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang subur tanahnya dan berada di

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang subur tanahnya dan berada di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang subur tanahnya dan berada di daerah tropis karena dilalui garis khatulistiwa. Tanah yang subur dan beriklim tropis

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cabai merupakan salah satu komoditas hortikultura yang dibutuhkan dan dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2008) 1 komoditi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki peranan penting karena selain sebagai penghasil komoditi untuk memenuhi kebutuhan pangan, sektor pertanian juga

Lebih terperinci

ANALISIS PEMASARAN NENAS PALEMBANG (KASUS: DESA PAYA BESAR, KECAMATAN PAYARAMAN, KABUPATEN OGAN ILIR, PROVINSI SUMATERA SELATAN)

ANALISIS PEMASARAN NENAS PALEMBANG (KASUS: DESA PAYA BESAR, KECAMATAN PAYARAMAN, KABUPATEN OGAN ILIR, PROVINSI SUMATERA SELATAN) Analisis Pemasaran Nenas Palembang ANALISIS PEMASARAN NENAS PALEMBANG (KASUS: DESA PAYA BESAR, KECAMATAN PAYARAMAN, KABUPATEN OGAN ILIR, PROVINSI SUMATERA SELATAN) Herawati 1) dan Amzul Rifin 2) 1,2) Departemen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Sektor ini memiliki share sebesar 14,9 % pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (b) Mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.

I. PENDAHULUAN. (b) Mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara tradisional Indonesia adalah negara agraris yang banyak bergantung pada aktivitas dan hasil pertanian, dapat diartikan juga sebagai negara yang mengandalkan sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian sebagai bagian dari pembangunan nasional adalah pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan yang bertujuan untuk meningkatkan hasil dan

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Tataniaga Tataniaga atau pemasaran memiliki banyak definisi. Menurut Hanafiah dan Saefuddin (2006) istilah tataniaga dan pemasaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. famili Cucurbitaceae (tanaman labu-labuan) merupakan salah satu tanaman

I. PENDAHULUAN. famili Cucurbitaceae (tanaman labu-labuan) merupakan salah satu tanaman I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman mentimun (Cucumis sativus L.) berasal dari bagian utara India, tepatnya di lereng gunung Himalaya yang kemudian masuk ke wilayah mediterania, yaitu Cina. Pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pembangunan Pertanian merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan nasional. Pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian bangsa, hal ini ditunjukkan

Lebih terperinci

Program Studi Agribisnis FP USU Jln. Prof. A. Sofyan No. 3 Medan HP ,

Program Studi Agribisnis FP USU Jln. Prof. A. Sofyan No. 3 Medan HP , ANALISIS TATANIAGA SAYURAN KUBIS EKSPOR DI DESA SARIBUDOLOK KECAMATAN SILIMAKUTA KABUPATEN SIMALUNGUN Roma Kasihta Sinaga 1), Yusak Maryunianta 2), M. Jufri 3) 1) Alumni Program Studi Agribisnis FP USU,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gambar 1 Proyeksi kebutuhan jagung nasional (Sumber : Deptan 2009, diolah)

I. PENDAHULUAN. Gambar 1 Proyeksi kebutuhan jagung nasional (Sumber : Deptan 2009, diolah) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jagung (Zea mays L) merupakan salah satu komoditas pertanian yang memiliki peran penting yaitu sebagai makanan manusia dan ternak. Indonesia merupakan salah satu penghasil

Lebih terperinci

TATANIAGA TOMAT DI DESA GEKBRONG, KECAMATAN GEKBRONG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT WIGGO WINDI RISWANDY

TATANIAGA TOMAT DI DESA GEKBRONG, KECAMATAN GEKBRONG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT WIGGO WINDI RISWANDY TATANIAGA TOMAT DI DESA GEKBRONG, KECAMATAN GEKBRONG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT WIGGO WINDI RISWANDY DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANEJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN

Lebih terperinci

ANALISIS TATANIAGA BERAS

ANALISIS TATANIAGA BERAS VI ANALISIS TATANIAGA BERAS Tataniaga beras yang ada di Indonesia melibatkan beberapa lembaga tataniaga yang saling berhubungan. Berdasarkan hasil pengamatan, lembagalembaga tataniaga yang ditemui di lokasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Indonesia masih memegang peranan penting dari

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Indonesia masih memegang peranan penting dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian di Indonesia masih memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini ditunjukkan oleh banyaknya penduduk dan tenaga

Lebih terperinci

HUBUNGAN SALURAN TATANIAGA DENGAN EFISIENSI TATANIAGA CABAI MERAH

HUBUNGAN SALURAN TATANIAGA DENGAN EFISIENSI TATANIAGA CABAI MERAH HUBUNGAN SALURAN TATANIAGA DENGAN EFISIENSI TATANIAGA CABAI MERAH (Capsicum annuum SP.) (Kasus : Desa Beganding, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo) Masyuliana*), Kelin Tarigan **) dan Salmiah **)

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis digunakan untuk memberikan gambaran atau batasan-batasan teori yang akan digunakan sebagai landasan dalam penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber pertumbuhan ekonomi yang sangat potensial dalam pembangunan sektor pertanian adalah hortikultura. Seperti yang tersaji pada Tabel 1, dimana hortikultura yang termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Komoditas hortikultura memiliki posisi yang sangat baik di pertanian Indonesia, karena mempunyai nilai ekonomi yang tinggi serta nilai tambah daripada komoditas lainnya.

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Tataniaga Pada perekonomian saat ini, hubungan produsen dan konsumen dalam melakukan proses tataniaga jarang sekali berinteraksi secara

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini 33 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini menggunakan metode sensus. Pengertian sensus dalam penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan maupun mengatasi ketimpangan ekonomi dan pengembangan industri. Pada kondisi rawan pangan,

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN UBI KAYU DI PROVINSI LAMPUNG. (Analysis of Marketing Efficiency of Cassava in Lampung Province)

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN UBI KAYU DI PROVINSI LAMPUNG. (Analysis of Marketing Efficiency of Cassava in Lampung Province) ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN UBI KAYU DI PROVINSI LAMPUNG (Analysis of Marketing Efficiency of Cassava in Lampung Province) Nuni Anggraini, Ali Ibrahim Hasyim, Suriaty Situmorang Program Studi Agribisnis,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang penting dalam menopang kehidupan

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang penting dalam menopang kehidupan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan sektor yang penting dalam menopang kehidupan masyarakat Indonesia. Pertanian di Indonesia terus berkembang seiring dengan bertambahnya

Lebih terperinci

gizi mayarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat. Produksi hortikultura yaitu sayuran dan buah-buahan menyumbang pertumbuhan

gizi mayarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat. Produksi hortikultura yaitu sayuran dan buah-buahan menyumbang pertumbuhan PENDAHULUAN Latar belakang Tanaman hortikultura merupakan salah satu tanaman yang menunjang pemenuhan gizi mayarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat. Produksi hortikultura yaitu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang terkenal dengan sebutan negara agraris,

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang terkenal dengan sebutan negara agraris, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang terkenal dengan sebutan negara agraris, sehingga pemerintah memprioritaskan pembangunan bidang ekonomi yang menitikberatkan pada sektor pertanian.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia, pertanian sayuran sudah cukup lama dikenal dan dibudidayakan.

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia, pertanian sayuran sudah cukup lama dikenal dan dibudidayakan. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia, pertanian sayuran sudah cukup lama dikenal dan dibudidayakan. Penanaman komoditas sayuran tersebar luas di berbagai daerah yang cocok agroklimatnya.

Lebih terperinci

ANALISIS TATANIAGA UBI JALAR DI DESA PURWASARI KECAMATAN DRAMAGA KABUPATEN BOGOR. JAWA BARAT

ANALISIS TATANIAGA UBI JALAR DI DESA PURWASARI KECAMATAN DRAMAGA KABUPATEN BOGOR. JAWA BARAT ANALISIS TATANIAGA UBI JALAR DI DESA PURWASARI KECAMATAN DRAMAGA KABUPATEN BOGOR. JAWA BARAT Hariry Anwar*, Acep Muhib**, Elpawati *** ABSTRAK Tujuan penelitian menganalisis saluran tataniaga ubi jalar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yudohusodo (2006) mengatakan bahwa Indonesia memiliki potensi produksi pertanian tropis dan potensi pasar pangan

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yudohusodo (2006) mengatakan bahwa Indonesia memiliki potensi produksi pertanian tropis dan potensi pasar pangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yudohusodo (2006) mengatakan bahwa Indonesia memiliki potensi produksi pertanian tropis dan potensi pasar pangan yang besar. Hal itu ditunjukkan oleh pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Saluran Pemasaran Cabai Rawit Merah Saluran pemasaran cabai rawit merah di Desa Cigedug terbagi dua yaitu cabai rawit merah yang dijual ke pasar (petani non mitra) dan cabai

Lebih terperinci

Saluran dan Marjin Pemasaran cabai merah (Capsicum annum L)

Saluran dan Marjin Pemasaran cabai merah (Capsicum annum L) Saluran dan Marjin Pemasaran cabai merah (Capsicum annum L) Benidzar M. Andrie 105009041 Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi BenizarMA@yahoo.co.id Tedi Hartoyo, Ir., MSc.,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Hewan Desa Suka Kecamatan. Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder yang bersifat

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Hewan Desa Suka Kecamatan. Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder yang bersifat METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Hewan Desa Suka Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2017 sampai April 2017.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim global, krisis pangan dan energi dunia, harga pangan dan energi meningkat, sehingga negara-negara

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Pertanian merupakan salah satu sektor kehidupan yang bidang pekerjaannya berhubungan dengan pemanfaatan alam sekitar dengan menghasilkan produk pertanian yang diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan.

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan. BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam pembangunan nasional. Hal ini didasarkan pada kesadaran bahwa negara Indonesia adalah negara agraris yang harus melibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang menjadi pusat perhatian dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan

Lebih terperinci

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Gambaran Umum Agroekonomi Kabupaten Garut Kabupaten Garut memiliki 42 kecamatan dengan luas wilayah administratif sebesar 306.519 ha. Sektor pertanian Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan, karena didukung oleh sumber daya alam dan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan, karena didukung oleh sumber daya alam dan sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara agraris yang sebagian besar masyarakatnya hidup pada sektor pertanian. Saat ini sektor pertanian sangat prospektif untuk dikembangkan, karena

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Pengumpulan Data

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Gunung Mulya Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa penelitian yaitu Desa Cihideung Ilir Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor. Data profil Desa Tahun 2009 menyebutkan luas persawahan 80 ha/m 2, sedangkan

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN TATANIAGA BERAS VARIETAS PANDAN WANGI DAN VARIETAS UNGGUL BARU

ANALISIS PENDAPATAN DAN TATANIAGA BERAS VARIETAS PANDAN WANGI DAN VARIETAS UNGGUL BARU Jurnal AgribiSains ISSN 2442-5982 Volume 1 Nomor 2, Desember 2015 27 ANALISIS PENDAPATAN DAN TATANIAGA BERAS VARIETAS PANDAN WANGI DAN VARIETAS UNGGUL BARU (Kasus Kelompok Tani Nanggeleng Jaya Desa Songgom

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian masih merupakan prioritas pembangunan secara nasional maupun regional. Sektor pertanian memiliki peran penting untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI MENTIMUN DI DESA LALADON, KECAMATAN CIOMAS, KABUPATEN BOGOR MUHAMMAD TAUFIQ HIDAYAT

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI MENTIMUN DI DESA LALADON, KECAMATAN CIOMAS, KABUPATEN BOGOR MUHAMMAD TAUFIQ HIDAYAT ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI MENTIMUN DI DESA LALADON, KECAMATAN CIOMAS, KABUPATEN BOGOR MUHAMMAD TAUFIQ HIDAYAT DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Di Indonesia, dikenal cukup banyak ragam varietas belimbing. Diantaranya varietas Sembiring, Siwalan, Dewi, Demak kapur, Demak kunir,

Lebih terperinci