Aplikasi data penginderaan jauh untuk geologi telah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Aplikasi data penginderaan jauh untuk geologi telah"

Transkripsi

1 Pengenalan Aplikasi Geologi Daerah Bojonegoro dan Sekitarnya Menggunakan Data Landsat-7 ETM+ Tri Muji Susantoro*, Projo Danoedoro**, Sutikno** * Staf Kelompok Penginderaan Jauh, KPRT Eksplorasi, PPPTMGB LEMIGAS ** Staf Pengajar di Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada. Aplikasi data penginderaan jauh untuk geologi telah banyak dilakukan, terutama di negara-negara yang cenderung kering. Hal ini karena secara umum di daerah tersebut didominasi oleh lahan terbuka, padang rumput atau semak belukar sehingga struktur geologi dapat dikenali menggunakan data penginderaan jauh, dan sebagian batuan terekspose dipermukaan sehingga dapat dijelaskan menggunakan aspek spektral (Maruyama, 1994). Aspek spektral data penginderaan jauh mencerminkan sifat tutupan lahan dan batuan di permukaan bumi. Hal ini dikarenakan tutupan lahan dan atau batuan di permukaan bumi mempunyai sifat memantulkan kembali gelombang elektromagnetik yang dipancarkan oleh sumbernya dan selanjutnya diterima sensor penginderaan jauh. Pada spektrum panjang gelombang optis obyek di permukaan bumi memantulkan gelombang elektromagnetik yang diterimanya sesuai dengan karakteristik seperti obyek tersebut. Gambar 1. Citra Landsat 7 ETM+ 3/1, 5/7, 3/5 RGB hasil fusi dengan SRTM BERITA INDERAJA, Volume VIII, No. 14, Juli

2 Gambar 2. Kurva spektral pada obyek-obyek utama di permukaan bumi (Sanderson, 2008). Rationing band (hasil bagi dua kanal yang berbeda) merupakan salah satu cara yang digunakan untuk mengoptimalkan aspek spektral obyek, sehingga di harapkan mampu menajamkan kenampakan berbagai tutupan lahan dan batuan seperti tingkat kehijauan daun, kandungan oksida besi, clay mineral dan lainnya. Melalui cara ini akan diperoleh citra baru yang merupakan hasil bagi atau ratio satu saluran dengan saluran yang lain. Secara teori hal ini akan menghasilkan nilai digital number yang baru (Drury, 1987). Sabin (1987) melakukan eksperimen rationing band menghasilkan citra komposit dengan gabungan dari tiga band hasil rationing citra penisbahan 3/1, 5/7 dan 3/5 dari data Landsat TM berturut-turut digabung sebagai RGB. Ternyata citra komposit yang dihasilkan lebih mengekspresikan informasi geologi dan mempunyai kontras yang besar diantara unit batuan dibanding citra komposit konvensional. Berdasarkan cara rationing band yang dilakukan oleh Sabin (1987), pemetaan geologi yang dilakukan di daerah Kawengan dan sekitarnya sebagai sebuah contoh pemetaan geologi di daerah tropis. Untuk lebih meningkatkan pemanfaatan citra hasil olahan perlu dilakukan penggabungan data Landsat 7 ETM + yang terolah dengan data DEM dari SRTM, sehingga dapat meningkatkan aspek relief, topografi dan pola aliran, artinya interpretasi geologi secara visual lebih baik (lihat Gambar 1). Selain itu langkah tersebut diharapkan juga dapat digunakan sebagai dasar pemetaan geologi yang lebih luas aplikasinya, misalnya untuk bidang migas, mineral maupun bidang lainnya yang terkait. Penginderaan jauh sistem optis secara umum menggunakan panjang gelombang tampak, near infrared and short-wave infrared untuk membentuk citra pada permukaan bumi dengan mendeteksi pantulan radiasi matahari dari obyek yang diindra. Setiap obyek yang berbeda mempunyai pantulan dan penyerapan yang berbeda pada berbagai macam panjang gelombang (Gambar 2). Pantulan tubuh air yang jernih secara umum adalah rendah dan mempunyai pantulan maksimum pada spektrum biru yang kemudian menurun dengan meningkatnya panjang gelombang. Pada air keruh yang terdapat suspensi sedimen pantulan akan meningkat pada spektrum merah. Pada tanah terbuka secara umum tergantung dari komposisinya, sedangkan pada vegetasi mempunyai kurva spektral yang unik seperti terlihat pada Gambar 2. pantulan pada vegetasi yang rendah pada spektrum biru dan merah karena adanya penyerapan oleh klorofil untuk fotosintesis dan sangat rendah pada spektrum hijau. Pada near infrared kurva pantulan adalah yang tertinggi karena adanya pantulan dari struktur internal daun. Hal ini dapat digunakan sebagai kunci identifikasi untuk vegetasi dan dapat ditajamkan lagi dengan rationing band (Sanderson, 2008). Metode rationing band menekankan perbedaan slope kurva pantulan spektral antara dua band. Pada visible dan inframerah pantulan perbedaan utama dari spektralnya adalah pada nilai material yang diekspresikan dalam slope kurva pantulan, tetapi dengan citra penisbahan memungkinkan untuk mengekstrak variasi pantulan pada satu material. Ouattara, et al. (2004) menyatakan pada penelitian di white mountain, beaver co., utah, USA dengan saluran tunggal hasil rationing saluran 3 dengan saluran 1 yang merupakan iron oxide menggambarkan hampir semua area diberbagai bayangan tampak abuabu gelap dengan beberapa tampak lebih terang. Hal ini sesuai dengan zona perubahan kandungan hematitic. Perbandingan saluran 5 dan 7 sangat baik untuk deteksi clay mineral. Hal ini karena pada saluran 7 clay mineral menyerap radiasi sehingga secara signifikan terjadi pengurangan pantulan sehingga nilai rationing band keduanya menjadi lebih tinggi (Gambar 3). Kelemahan dari citra hasil rationing adalah menyembunyikan perbedaan albedo sehingga material yang mempunyai perbedaan albedo tetapi slope kurva pantulan sama pada kurva pantulan memungkinkan tidak dapat dibedakan. Citra hasil rationing band juga meminimalisasikan kondisi illumination sehingga ekspresi topografi menjadi berkurang atau hilang. Kelemahan citra hasil rationing band dapat dieliminir melalui penggabungan dengan DEM dalam hal ini menggunakan data SRTM atau kontur dari peta yang ada. Penggabungan tersebut dapat dilakukan dengan metode topographic modeling. 16 BERITA INDERAJA, Volume VIII, No. 14, Juli 2009

3 SRTM RAW DATA LANDSAT 7ETM+ RAW DATA PETA RBI Skala 1: KOREKSI GEOMETRIK KOREKSI GEOMETRIK SRTM TERKOREKSI LANDSAT 7ETM+ TERKOREKSI RATIONING BAND PETA GEOLOGI P3G BANDUNG Skala 1: ANALISIS DAN FUSI SRTM & LANDSAT 7ETM+ Gambar 3. Kurva pantulan Calcite dan clay mineral (Husen, 1994) INTERPRETASI GEOLOGI Pada kegiatan ini dilakukan pengolahan data penginderaan jauh menggunakan software ENVI dan Erdas Imagine sedangkan untuk visualisasi dalam sistem informasi geografis menggunakan Mapinfo. Pengolahan data penginderaan jauh merupakan suatu teknik pengolahan data yang berbasis raster. Pada pengolahan data penginderaan jauh dilakukan standar pengolahan data, yaitu koreksi geometrik antara Landsat 7 ETM + dengan referensi Peta Rupa Bumi yang bersumber dari Bakosurtanal skala 1 : Hasil Landsat 7 ETM + terkoreksi digunakan untuk koreksi DEM dari SRTM sehingga error posisi geografis antara kedua citra penginderaan jauh tersebut dapat dieliminir. Hal ini sangat penting untuk proses penggabungan antara kedua citra tersebut. Pengolahan selanjut nya adalah rationing band, yaitu membandingkan antara band satu dengan band yang lainnya sehingga diperoleh suatu data baru dengan nilai digital yang baru pula. Proses selanjutnya adalah pembuatan citra komposit dengan menggabungkan citra hasil rationing band sehingga diperoleh citra berwarna. Citra komposit tersebut selanjutnya dilakukan penggabungan dengan DEM dari SRTM untuk meningkatkan kenampakan morfologi. Interpretasi dilakukan secara manual pada citra hasil pengolahan dan analisis dilakukan secara deskriptif. Diagram alir studi diberikan pada Gambar 4. SURVEI LAPANGAN ANALISIS DAN LAPORAN Gambar 4. Diagram Alir Penelitian. Citra Landsat 7 ETM + yang telah dilakukan koreksi geometrik dengan peta RBI skala 1 : dilakukan pengolahan data dengan cara rationing band, yaitu menggunakan perbandingan band 3/band 1, band 5/ band7 dan band3/band 5. Selain itu juga dilakukan koreksi geometrik DEM dari SRTM dengan referensi citra Landsat ETM + yang telah terkoreksi geometrik dengan tujuan penyamaan posisi geografis keduanya. Hal hal penting yang perlu diketahui dari hasil pengolahan citra, lihat (Gambar 5). a. Rationing band 3 dengan band 1. Pada Gambar 5.a citra hasil rationing band 3 dengan band 1 merupakan iron oxida index, sehingga pada hasilnya pada saluran tunggal obyek yang mempunyai oksida besi yang tinggi akan tampak keputihan dan cerah. Hal BERITA INDERAJA, Volume VIII, No. 14, Juli

4 ini dikarenakan pantulan obyek yang mengandung oksida besi pada umumnya tinggi di band 3 dan rendah di band 1 sehingga nilai digital yang dihasilkan pada citra hasil rationing band menjadi tinggi. Citra ini dapat dimanfaatkan untuk membedakan satuan satuan batuan yang mempunyai oksida besi. Pada sampel citra yang diolah, oksida besi yang tinggi terletak di bagian Timur sebelah Utara yang merupakan formasi Tawun dan Ngrayong. Hal ini sesuai dengan penelitian. Pringgoprawiro (1983) yang mennyatakan bahwa satuan ini mempunyai oksida besi yang tinggi. Hasil survei lapangan menunjukan bahwa daerah ini kebanyakan digunakan untuk ladang yang tergantung pada hujan. Pada survei lapangan ditemukan pasir kuarsa lepas yang tebal berwarna putih kotor sampai kemerahan dan mudah diremas. Di beberapa lokasi ditemukan sisipan batugamping tipis dan sisipan batulempung. Pada lembah-lembah soil relatif tebal dan berwarna merah dan singkapan tidak begitu baik. Lembah lembah tersebut digunakan untuk sebagai sawah tadah hujan dan sebagian lagi untuk ladang. Perlapisan jarang ditemukan kecuali pada sisipan batugamping. Warna gelap pada citra hasil rationing index band 3/ band 1 yang berwarna gelap merupakan vegetasi. Hal ini karena pada umumnya vegetasi pada band 3 pada umumnya lebih rendah pantulannya dibandingkan dengan band 1, sehingga nilai digital citra hasil rationing band menjadi rendah. a. Citra hasil rationing band 3/1 b. Citra hasil rationing band 5/7 ZONA REMBANG ZONA RANDUBLATUNG ZONA KENDENG a. Citra hasil rationing band 3/5 b. Citra Komposit 3/1, 5/7 dan 3/5 (RGB) Gambar 5. Citra hasil Rationing Band dan penggabungannya dalam bentuk Citra Komposit (RGB). 18 BERITA INDERAJA, Volume VIII, No. 14, Juli 2009

5 b. Rationing band 5 dengan band 7. Citra hasil rationing band 5 dengan band 7 merupakan clay mineral index Gambar 5.b). Pada saluran 5 clay yang mengandung mineral memantulkan secara maksimal energi elektromagnetik sehingga pada kurva pantulan menjadi tinggi (Gambar 3). Pada saluran 7 radiasi diserap oleh clay yang mengandung mineral, sehingga secara signifikan perbandingan antara keduanya pada lapisan clay yang mengandung mineral mempunyai nilai digital yang tinggi. Pada citra hasil clay mineral index terlihat bahwa di daerah yang bermorfologi datar dan bergelombang lemah mempunyai nilai digital yang tinggi. Daerah ini merupakan endapan aluvium yang didominasi oleh clay. Mineral yang diduga tertransportasi dan terendapkan di daerah ini. Daerah yang merupakan satuan batugamping mempunyai nilai digital yang rendah sehingga berwarna gelap pada citra hasil rationing band 5/7. Hal ini berarti batugamping menyerap radiasi gelombang electromagnetik secara maksimal pada saluran 5 sehingga memudahkan dalam membedakan satuan batugamping dengan batuan lainnya. c. Rationing band 3 dengan band 5. Citra hasil rationing band 3 dengan band 5 dapat membedakan kelembaban tanah. Pada band 3 masih peka terhadap kebasahan, sedangkan band 5 kurang peka, sehingga perbandingan keduanya akan meningkatkan kecerahan pada tanah-tanah yang lembab atau basah (Gambar 5.c). Citra yang berwarna cerah pada Gambar 5.c menunjukkan bahwa citra tersebut mempunyai kebasahan yang tinggi. Hal ini biasanya digunakan untuk mengidentifikasi satuan endapan aluvial dan tubuh air. d. Penggabungan citra hasil Rationing dengan DEM dan SRTM. Penggabungan antara tiga citra hasil rationing band (3/1, 5/7 dan 3/5) diperlukan untuk mengoptimalkan keunggulan dari masing-masing citra tersebut dan mengeliminir kelemahannya. Kelemahan dari citra hasil rationing band adalah hilangnya atau berkurangnya kenampakan suatu obyek karena ingin menonjolkan suatu obyek yang lain. Kelemahan lainnya yang diperlukan dalam pemetaan geologi adalah hilangnya efek topografi, sehingga perlu ditambahkan data lain yang dapat mengekspresikan efek topografi tersebut. Oleh karena itu citra komposit hasil rationing band digabungkan dengan DEM dari SRTM. Keuntungannya adalah ekspresi topografi menjadi sangat baik dan dapat mempertegas kenampakan resistensi batuan (Gambar 5.d). Interpretasi pada citra hasil rationing band citra Landsat 7 ETM + yang digabungkan dengan SRTM dilakukan secara visual dan digitasi langsung pada layar (on screen digitizing). Obyek utama yang diinterpretasi adalah litologi dan struktur geologi dengan memperhatikan unsur dasar pengenalan citra dan unsur dasar interpretasi geologi. Prinsip pengenalan suatu obyek mendasarkan karakteristiknya pada citra yang merupakan penciri obyek tersebut sehingga dapat dibedakan dengan obyek lain. Dasar interpretasi batas litologi dan struktur geologi adalah Peta Geologi P3G Lembar Bojonegoro. Struktur geologi menjadi sangat jelas, terutama struktur antiklin, sinklin dan kelurusan-kelurusan baik yang diduga sebagai sesar maupun kelurusan lainnya. Sementara batas litologi kurang begitu jelas, tetapi untuk batugamping terlihat sangat jelas perbedaannya dengan batuan lain. Demikian juga dengan endapan aluvial yang berupa dataran. Batas perlapisan secara umum mulai dapat teramati, sebagiannya relatif jelas dan sebagian lainnya kurang begitu jelas. Batas perlapisan yang jelas terutama di daerah antiklin di sekitar zona Rembang. Sementara di zona Kendeng batas perlapisan sebagian jelas sebagian lagi samar. Struktur pada citra hasil rationing band terlihat jelas sebagai kenampakan kelurusan dan bidang perlapisan (bedding trace). Struktur yang dimaksud adalah Sesar, perlipatan dan kelurusan lainnya yang dimungkinkan sebagai kekar. Faktor pengenal dalam interpretasi struktur antara lain perbedaan besar kemiringan lapisan batuan, perbedaan rona/warna tutupan lahan, ketidak sesuaian bidang perlapisan, kelurusan sungai dan pergeseran morfologi. Faktor tersebut di atas juga digunakan sebagai penentu untuk mengidentifikasi jenis strukturnya. Berdasarkan interpretasi citra dikenali adanya struktur lipatan sinklin dan antiklin. Struktur Lipatan sinklin diinterpretasikan berdasarkan arah dip yang ke dalam. Hal ini dibuktikan pada survei lapangan, dimana berdasarkan pengukuran kemiringan diperoleh kemiringan yang menuju pusat sumbu. Pada interpretasi struktur lipatan sangat dipengaruhi oleh kemampuan interpreter dalam menentukan jurus dan kemiringan (strike & dip). Hal ini relatif sulit, terutama pada struktur lipatan yang bersifat asimetri, sedangkan pengenalan yang paling mudah adalah berdasarkan pola elips/ lonjong pada citra. Struktur lipatan antiklin di Zona Rembang mempunyai kecenderungan kemiringan bidang perlapisan di bagian Selatan lebih curam dibanding bagian Utara. Struktur lipatan antiklin ini merupakan struktur lipatan antiklin asimetri dan menunjam. Perbedaan cukup je- BERITA INDERAJA, Volume VIII, No. 14, Juli

6 a. Sinklin b. Antiklin Asimetri Gambar 6. Kenampakan Struktur Lipatan pada citra hasil rationing band Landsat 7 ETM + yang digabungkan dengan SRTM. a. Formasi Paciran b. Anggota Dander Formasi Lidah Gambar 7. Kenampakan pada citra hasil rationing band Landsat 7 ETM + yang digabungkan dengan SRTM. las pada citra dengan melihat perbedaan bayangan dan ekspresi morfologi yang ditimbulkan pada citra. Hal ini dikuatkan denga hasil survei lapangan, dimana hasil pengukuran memperlihatkan kemiringan di bagian Selatan lebih curam dibanding bagian Utara dengan arah kemiringan yang menjauhi pusat sumbu antiklin. Di Zona Kendeng struktur lipatan antiklin yang terbentuk merupakan struktur lipatan antiklin normal, kecuali satu buah di daerah Ngluyu yang relatif lebih curam di bagian Selatan. Hasil survei di lapangan menunjukkan bahwa struktur lipatan antiklin ini mempunyai dip dengan arah kemiringan yang menuju pembaca (Gambar 6). Fenomena sesar atau kekar dikenali dengan kenampakan kelurusan pada citra. Kelurusan-kelurusan tersebut dibedakan sebagai sesar normal, sesar geser, sesar naik atau pun kelurusan biasa (sebagai kekar). Sesar dikenali dengan kenampakan kelurusan yang relatif panjang, pergeseran kenampakan morfologi untuk sesar geser, kelurusan sungai dan kelurusan lembah. Kelurusan dapat dianggap sebagai kekar apabila kelurusan tersebut relatif pendek dibandingkan kelurusan pada sesar. Beberapa litologi terlihat jelas pada citra, misalnya Formasi Paciran dan Anggota Dander Formasi Lidah. Formasi Paciran tampak berwarna magenta yang menandakan satuan ini tidak bervegetasi/ vegetasi tipis (dimungkinkan semak). Ciri khusus satuan ini adalah relief yang tinggi, tekstur halus sedang dan pola pengaliran subdendritik pada bagian atas dan paralel di lerengnya. Hasil survei lapangan menunjukkan bahwa pada satuan ini adalah batugamping. Ciri batugampingnya adalah berwarna putih abu-abu, apabila ditumbuk berbutir halus seperti lanau, masif membentuk morfologi yang khas yaitu berbukit-bukit dan bersifat kapuran (Chalky) pada bagian atasnya. Selain itu batugamping tersebut berongga halus (porous), rapuh lunak dan kaya akan fosilfosil. Batugamping ini dimanfaatkan oleh warga sekitar dengan ditambang untuk bahan bangunan. Secara stratigrafi satuan ini ekuivalen dengan formasi Paciran pada Peta Geologi Lembar Bojonegoro (Gambar 7.a). Anggota Dander Formasi Lidah pada citra hasil rationing band Landsat 7 ETM + yang digabungkan dengan SRTM terlihat jelas berwarna magenta, biru dan hijau ke arah kecoklatan dengan batas yang relatif tegas. Warna magenta menunjukkan bahwa daerahnya relatif terbuka 20 BERITA INDERAJA, Volume VIII, No. 14, Juli 2009

7 a. Formasi Notopuro b. Kemampuan Formasi Kabuh Gambar 8. Kenampakan pada citra hasil rationing band Landsat ETM + yang digabungkan dengan SRTM. atau hanya terdapat semak tipis, warna hijau kecoklatan menunjukkan bahwa daerahnya tertutup vegetasi, survei lapangan menunjukan bahwa daerahnya tertutup hutan jati. Warna kebiruan menunjukkan daerahnya mengandung air atau kelembaban tinggi. Hal ini terjadi pada lembah-lembah dimana konsentrasi air terkumpul (Gambar 7.b). Hasil survei lapangan menunjukkan bahwa batugamping yang ada merupakan batugamping terumbu dengan warna putih kekuningan, berlubanglubang, sebagian kristalin dan mengandung koral. Batugamping yang ada mempunyai bentuk tidak beraturan membentuk morfologi bergelombang karst. Soil tipis diatas permukaan batugamping dimanfaatkan untuk penanaman jati. Daerah ini merupakan milik perhutani, dimana warga sekitar boleh memanfaatkan hasil hutan berupa ranting-ranting kayu jati untuk bahan bakar. Litologi lainnya yang terlihat jelas pada citra adalah Formasi Notopuro dan Formasi Kabuh. Formasi Notopuro merupakan bagian dari zona Kendeng yang berumur paling muda. Dibedakan dengan satuan yang lainnya berdasarkan perbedaan teksturnya, dimana satuan ini mempunyai tekstur lebih halus ke arah sedang dibandingkan dengan satuan batuan lainnya. Kedudukan relief termasuk sedang dan secara morfologi merupakan bagian dari lereng gunungapi dengan pola pengaliran paralel. Satuan ini pada citra berwarna hijau dan merah kecoklatan. Hal ini menunjukan bahwa permukaannya masih tertutupi vegetasi dengan baik. Hasil survei menunjukkan bahwa daerah ini ditutupi oleh hutan jati pada sebagian besar tutupannya dan sedikit hutan campur di Selatan Breksi Pandan. Menurut Pringgoprawiro (1983) batuapung merupakan ciri kusus dari satuan ini dan ditemukan sebagai fragmen dalam breksi vulkanik oleh batulempung pasiran. Batulempung berwarna kuning kecoklatan dan batupasir berwarna putih ke arah kuning hingga kemerahan. Batupasir yang ada merupakan batuan lepas yang mudah diremas dan mengandung kuarsa. Sisipan batugamping yang ada berwarna abuabu coklat sampai kuning kecoklatan dan tersementasi dengan baik dengan penyusun utama fosil foraminifera (Gambar 8.a). Formasi Kabuh pada citra masih dapat dibedakan dengan satuan yang lainnya berdasarkan perbedaan teksturnya, pola pengaliran dan reliefnya. Formasi mempunyai tekstur halus ke kasar dan mempunyai pola pengaliran paralel. Tekstur halus terdiri dari batupasir tufan dan tekstur kasar berupa konglomerat. Satuan ini dari citra mirip dengan Formasi Notopuro hanya saja dibedakan dan terlihat adanya batas perlapisan yang agak jelas. Formasi ini pada citra hasil rationing band Landsat 7 ETM + yang digabungkan dengan SRTM berwarna hijau cerah, hijau kecoklatan sampai merah. Perbedaan vegetasi yang ada sangat mempengaruhi perubahan warna tersebut. Di sebelah Timur bagian Selatan ketersedian air lebih banyak sehingga dimanfaatkan untuk pertanian bukan kehutanan. Hasil survei lapangan menunjukan bahwa satuan ini ditempati batupasir kasar yang berwarna abu-abu kecoklatan, konglomerat dan debu tufa yang berwarna kekuningan dan terkadang batulempung dan batulanau yang berwarna coklat. Melihat dari penyusunnya satuan ini masih terpengaruh dari aktivitas vulkanik. Hal ini ditegaskan oleh Pringgoprawiro (1983) bahwa di Zona Kendeng bagian Timur formasi ini terdiri dari dua facies, yaitu facies vulkanik dan facies lempung laut (Gambar 8.b) Pemetaan geologi dapat dilakukan dengan menggunakan data Landsat 7 ETM+ dan SRTM. Penggunaan cara rationing band (3/1, 5/7 dan 3/5) pada Landsat 7ETM+ yang dikompositkan dalam RGB dan digabungkan dengan SRTM menunjukkan hasil yang baik untuk BERITA INDERAJA, Volume VIII, No. 14, Juli

8 Gambar 9. Peta geologi Kab. Bojonegoro dan sekitarnya hasil interpretasi dari citra Landsat 7 ETM+ 3/1, 5/7, 3/5 RGB hasil fusi dengan SRTM. pemetaan geologi. Fungsi SRTM tersebut adalah untuk meningkatkan efek topografi dan relief pada citra hasil rationing band sehingga mempertegas kenampakan resistensi batuan dan pola aliran. Pada hasil rationing band yang digabungkan dengan SRTM tersebut dapat dibedakan dengan jelas berbagai struktur yang ada (sinklin, antiklin dan kelurusan) dan litologi. Kenampakan struktur menjadi lebih detil dengan adanya penggabungan tersebut. Demikian juga dalam hal litologi, penggunaan metode tersebut dengan jelas dapat membedaan satuan-satuan litologi tertentu. Dan hasil kegiatan pada pembuatan peta interpretasi geologi Kab. Bojonegoro dan sekitarnya dapat dilihat pada Gambar BERITA INDERAJA, Volume VIII, No. 14, Juli 2009

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii INTISARI... iv ABSTRACT... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Bentuk dan Pola Umum Morfologi Daerah Penelitian Bentuk bentang alam daerah penelitian berdasarkan pengamatan awal tekstur berupa perbedaan tinggi dan relief yang

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Secara umum, daerah penelitian memiliki morfologi berupa dataran dan perbukitan bergelombang dengan ketinggian

Lebih terperinci

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL BAB 2 GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Secara fisiografis, menurut van Bemmelen (1949) Jawa Timur dapat dibagi menjadi 7 satuan fisiografi (Gambar 2), satuan tersebut dari selatan ke utara adalah: Pegunungan

Lebih terperinci

...Dari Redaksi. Majalah Berita Inderaja kembali terbit dan

...Dari Redaksi. Majalah Berita Inderaja kembali terbit dan 3 4 ...Dari Redaksi Sidang Pembaca Yang Terhormat, Majalah Berita Inderaja kembali terbit dan mengunjungi para pembaca setia untuk memenuhi kebutuhan informasi perkem bangan teknologi penginderaan jauh

Lebih terperinci

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

III.1 Morfologi Daerah Penelitian TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi suatu daerah merupakan bentukan bentang alam daerah tersebut. Morfologi daerah penelitian berdasakan pengamatan awal tekstur

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Berdasarkan pengamatan awal, daerah penelitian secara umum dicirikan oleh perbedaan tinggi dan ralief yang tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur pada

Lebih terperinci

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH Asmoro Widagdo*, Sachrul Iswahyudi, Rachmad Setijadi, Gentur Waluyo Teknik Geologi, Universitas

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Berdasarkan bentuk topografi dan morfologi daerah penelitian maka diperlukan analisa geomorfologi sehingga dapat diketahui bagaimana

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Daerah penelitian berada pada kuasa HPH milik PT. Aya Yayang Indonesia Indonesia, yang luasnya

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Geomorfologi Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses

Lebih terperinci

Subsatuan Punggungan Homoklin

Subsatuan Punggungan Homoklin Foto 3.6. Subsatuan Lembah Sinklin (foto ke arah utara dari daerah Pejaten). Foto 3.7. Subsatuan Lembah Sinklin (foto ke arah utara dari daerah Bulu). Subsatuan Punggungan Homoklin Subsatuan Punggungan

Lebih terperinci

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi 3.2.2.3 Umur dan Lingkungan Pengendapan Penentuan umur pada satuan ini mengacu pada referensi. Satuan ini diendapkan pada lingkungan kipas aluvial. Analisa lingkungan pengendapan ini diinterpretasikan

Lebih terperinci

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P / BAB III GEOLOGI DAERAH PERBUKITAN RUMU 3.1 Geomorfologi Perbukitan Rumu Bentang alam yang terbentuk pada saat ini merupakan hasil dari pengaruh struktur, proses dan tahapan yang terjadi pada suatu daerah

Lebih terperinci

By. Lili Somantri, S.Pd.M.Si

By. Lili Somantri, S.Pd.M.Si By. Lili Somantri, S.Pd.M.Si Panjang Gelombang 1 m = 0,001 mm 1 m = 0,000001 m 0,6 m = 0,6 X 10-6 = 6 x 10-7 PANTULAN SPEKTRAL OBJEK Terdapat tiga objek utama di permukaan bumi, yaitu vegetasi, tanah,

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen dan proses endogen. Proses eksogen adalah proses-proses yang bersifat

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Geomorfologi Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian adalah interaksi dari proses eksogen dan proses endogen (Thornburry, 1989). Proses eksogen adalah proses-proses

Lebih terperinci

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Spektral Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR-2 yang diakuisisi pada tanggal 30 Juni 2009 seperti yang tampak pada Gambar 11. Untuk dapat

Lebih terperinci

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Geomorfologi daerah penelitian ditentukan berdasarkan intepretasi peta topografi, yang kemudian dilakukan pengamatan secara langsung di

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Kondisi Geomorfologi Morfologi yang ada pada daerah penelitian dipengaruhi oleh proses endogen dan proses eksogen. Proses endogen merupakan proses

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian Morfologi muka bumi yang tampak pada saat ini merupakan hasil dari proses-proses geomorfik yang berlangsung. Proses geomorfik menurut

Lebih terperinci

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN 4.1 Geomorfologi Pada bab sebelumnya telah dijelaskan secara singkat mengenai geomorfologi umum daerah penelitian, dan pada bab ini akan dijelaskan secara lebih

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Morfologi secara umum daerah penelitian tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.2 TUJUAN 1.3 LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.2 TUJUAN 1.3 LOKASI PENELITIAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Daerah Rembang secara fisiografi termasuk ke dalam Zona Rembang (van Bemmelen, 1949) yang terdiri dari endapan Neogen silisiklastik dan karbonat. Stratigrafi daerah

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Pengamatan geomorfologi terutama ditujukan sebagai alat interpretasi awal, dengan menganalisis bentang alam dan bentukan-bentukan alam yang memberikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1. Keadaan Geografi Daerah Penelitian 2.1.1 Lokasi Penambangan Daerah penyelidikan berdasarkan Keputusan Bupati Tebo Nomor : 210/ESDM/2010, tentang pemberian Izin Usaha Pertambangan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH NGAMPEL DAN SEKITARNYA

BAB III GEOLOGI DAERAH NGAMPEL DAN SEKITARNYA BAB III GEOLOGI DAERAH NGAMPEL DAN SEKITARNYA Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil penelitian yaitu geologi daerah Ngampel dan sekitarnya. Pembahasan meliputi kondisi geomorfologi, urutan stratigrafi,

Lebih terperinci

3.2.3 Satuan Batulempung. A. Penyebaran dan Ketebalan

3.2.3 Satuan Batulempung. A. Penyebaran dan Ketebalan 3.2.3 Satuan Batulempung A. Penyebaran dan Ketebalan Satuan batulempung ditandai dengan warna hijau pada Peta Geologi (Lampiran C-3). Satuan ini tersingkap di bagian tengah dan selatan daerah penelitian,

Lebih terperinci

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta,

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta, BAB II Geomorfologi II.1 Fisiografi Fisiografi Jawa Barat telah dilakukan penelitian oleh Van Bemmelen sehingga dapat dikelompokkan menjadi 6 zona yang berarah barat-timur (van Bemmelen, 1949 op.cit Martodjojo,

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL II.1 Fisiografi Menurut van Bemmelen (1949), Jawa Timur dibagi menjadi enam zona fisiografi dengan urutan dari utara ke selatan sebagai berikut (Gambar 2.1) : Dataran Aluvial Jawa

Lebih terperinci

Gambar 4.15 Kenampakan Satuan Dataran Aluvial. Foto menghadap selatan.

Gambar 4.15 Kenampakan Satuan Dataran Aluvial. Foto menghadap selatan. Gambar 4.15 Kenampakan Satuan Dataran Aluvial. Foto menghadap selatan. Gambar 4.16 Teras sungai pada daerah penelitian. Foto menghadap timur. 4.2 Tata Guna Lahan Tata guna lahan pada daerah penelitian

Lebih terperinci

PEDOMAN PRAKTIKUM GEOLOGI UNTUK PENGAMATAN BATUAN

PEDOMAN PRAKTIKUM GEOLOGI UNTUK PENGAMATAN BATUAN PEDOMAN PRAKTIKUM GEOLOGI UNTUK PENGAMATAN BATUAN Kegiatan : Praktikum Kuliah lapangan ( PLK) Jurusan Pendidikan Geografi UPI untuk sub kegiatan : Pengamatan singkapan batuan Tujuan : agar mahasiswa mengenali

Lebih terperinci

Foto 3.5 Singkapan BR-8 pada Satuan Batupasir Kuarsa Foto diambil kearah N E. Eko Mujiono

Foto 3.5 Singkapan BR-8 pada Satuan Batupasir Kuarsa Foto diambil kearah N E. Eko Mujiono Batulempung, hadir sebagai sisipan dalam batupasir, berwarna abu-abu, bersifat non karbonatan dan secara gradasi batulempung ini berubah menjadi batuserpih karbonan-coally shale. Batubara, berwarna hitam,

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Bentang alam dan morfologi suatu daerah terbentuk melalui proses pembentukan secara geologi. Proses geologi itu disebut dengan proses geomorfologi. Bentang

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Bentuk morfologi dan topografi di daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen yang bersifat destruktif dan proses endogen yang berisfat konstruktif.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM Kegiatan penelitian dilakukan di Laboratorium BALAI BESAR KERAMIK Jalan Jendral A. Yani 392 Bandung. Conto yang digunakan adalah tanah liat (lempung) yang berasal dari Desa Siluman

Lebih terperinci

GEOLOGI DAERAH KLABANG

GEOLOGI DAERAH KLABANG GEOLOGI DAERAH KLABANG Geologi daerah Klabang mencakup aspek-aspek geologi daerah penelitian yang berupa: geomorfologi, stratigrafi, serta struktur geologi Daerah Klabang (daerah penelitian). 3. 1. Geomorfologi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fisiografi Jawa Barat Fisiografi Jawa Barat oleh van Bemmelen (1949) pada dasarnya dibagi menjadi empat bagian besar, yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung

Lebih terperinci

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. Nodul siderite Laminasi sejajar A B Foto 11. (A) Nodul siderite dan (B) struktur sedimen laminasi sejajar pada Satuan Batulempung Bernodul. 3.3.1.3. Umur, Lingkungan dan Mekanisme Pengendapan Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Pengamatan geomorfologi di daerah penelitian dilakukan dengan dua tahap, yaitu dengan pengamatan menggunakan SRTM dan juga peta kontur yang dibuat dari

Lebih terperinci

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATAGUNA LAHAN PERKEBUNAN

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATAGUNA LAHAN PERKEBUNAN BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATAGUNA LAHAN PERKEBUNAN 4.1 Geomorfologi Telah sedikit dijelaskan pada bab sebelumnya, morfologi daerah penelitian memiliki beberapa bentukan khas yang di kontrol oleh litologi,

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Morfologi daerah penelitian berdasarkan pengamatan awal dari peta topografi dan citra satelit,

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan bentang alam yang ada di permukaan bumi dipengaruhi oleh proses geomorfik. Proses geomorfik merupakan semua perubahan baik fisik maupun

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 GEOMORFOLOGI III.1.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi yang ada pada daerah penelitian dipengaruhi oleh proses endogen dan proses eksogen. Proses endogen merupakan

Lebih terperinci

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. Foto 24. A memperlihatkan bongkah exotic blocks di lereng gunung Sekerat. Berdasarkan pengamatan profil singkapan batugamping ini, (Gambar 12) didapatkan litologi wackestone-packestone yang dicirikan oleh

Lebih terperinci

Bab III Geologi Daerah Penelitian

Bab III Geologi Daerah Penelitian Bab III Geologi Daerah Penelitian Foto 3.4 Satuan Geomorfologi Perbukitan Blok Patahan dilihat dari Desa Mappu ke arah utara. Foto 3.5 Lembah Salu Malekko yang memperlihatkan bentuk V; foto menghadap ke

Lebih terperinci

Pemetaan Geologi Menggunakan Analisa Integrasi Citra Radarsat-2 dan Landsat (Daerah Studi : Puttusibau, Kalimantan Barat)

Pemetaan Geologi Menggunakan Analisa Integrasi Citra Radarsat-2 dan Landsat (Daerah Studi : Puttusibau, Kalimantan Barat) Pemetaan Geologi Menggunakan Analisa Integrasi Citra Radarsat-2 dan Landsat (Daerah Studi : Puttusibau, Kalimantan Barat) O L E H : A H N A S A W W A B 3 5 0 9 1 0 0 0 6 2 Latar Belakang Penelitian Pemetaan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi mum Daerah Penelitian ecara umum morfologi daerah penelitian merupakan dataran dengan punggungan di bagian tengah daerah

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Kondisi Geomorfologi Bentuk topografi dan morfologi daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen dan proses endogen. Proses endogen adalah

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian adalah interaksi dari proses eksogen dan proses endogen (Thornburry, 1989). Proses eksogen adalah proses-proses

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 Geomorfologi Daerah Penelitian III.1.1 Morfologi dan Kondisi Umum Daerah Penelitian Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian dipengaruhi oleh proses

Lebih terperinci

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Foto 3.7. Singkapan Batupasir Batulempung A. SD 15 B. SD 11 C. STG 7 Struktur sedimen laminasi sejajar D. STG 3 Struktur sedimen Graded Bedding 3.2.2.3 Umur Satuan ini memiliki umur N6 N7 zonasi Blow (1969)

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL A. Fisiografi yaitu: Jawa Bagian Barat terbagi menjadi 4 zona fisiografi menurut van Bemmelen (1949), 1. Zona Dataran Aluvial Utara Jawa 2. Zona Antiklinorium Bogor atau Zona Bogor

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Geomorfologi daerah penelitian diamati dengan melakukan interpretasi pada peta topografi, citra

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Luas DAS Cileungsi

HASIL DAN PEMBAHASAN Luas DAS Cileungsi 9 HASIL DAN PEMBAHASAN Luas DAS Cileungsi Wilayah DAS Cileungsi meliputi wilayah tangkapan air hujan yang secara keseluruhan dialirkan melalui sungai Cileungsi. Batas DAS tersebut dapat diketahui dari

Lebih terperinci

BAB 3 GEOLOGI SEMARANG

BAB 3 GEOLOGI SEMARANG BAB 3 GEOLOGI SEMARANG 3.1 Geomorfologi Daerah Semarang bagian utara, dekat pantai, didominasi oleh dataran aluvial pantai yang tersebar dengan arah barat timur dengan ketinggian antara 1 hingga 5 meter.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM 6 BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi Penelitian Secara administrasi, lokasi penelitian berada di Kecamata Meureubo, Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh. Sebelah utara Sebelah selatan Sebelah timur Sebelah

Lebih terperinci

HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSEMBAHAN

HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSEMBAHAN DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSEMBAHAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR...ix DAFTAR TABEL...xiii BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang...

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Stratigrafi Daerah Nanga Kantu Stratigrafi Formasi Kantu terdiri dari 4 satuan tidak resmi. Urutan satuan tersebut dari tua ke muda (Gambar 3.1) adalah Satuan Bancuh

Lebih terperinci

2.3.7 Analisis Data Penginderaan Jauh

2.3.7 Analisis Data Penginderaan Jauh 2.3.7 Analisis Data Penginderaan Jauh 2.3.7.1.Analisis Visual Analisis visual dilakukan untuk mendapatkan algoritma terbaik untuk menggabungkan data Landsat ETM+. Analisis visual dilakukan dengan menguji

Lebih terperinci

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. (a) (c) (b) (d) Foto 3.10 Kenampakan makroskopis berbagai macam litologi pada Satuan

Lebih terperinci

BAB II GEOMORFOLOGI 2. 1 Fisiografi Regional Jawa Tengah

BAB II GEOMORFOLOGI 2. 1 Fisiografi Regional Jawa Tengah BAB II GEOMORFOLOGI 2. 1 Fisiografi Regional Jawa Tengah Van Bemmelen (1949) membagi Jawa Tengah menjadi beberapa zona fisiografi (Gambar 2.1), yaitu: 1. Dataran Aluvial Jawa bagian utara. 2. Antiklinorium

Lebih terperinci

Pemetaan Geologi Skala 1:50000 dengan Menggunakan Citra Radarsat 2 dan Landsat 8 (Studi Kasus : Nangapinoh Provinsi Kalimantan Barat)

Pemetaan Geologi Skala 1:50000 dengan Menggunakan Citra Radarsat 2 dan Landsat 8 (Studi Kasus : Nangapinoh Provinsi Kalimantan Barat) Pemetaan Geologi Skala 1:50000 dengan Menggunakan Citra Radarsat 2 dan Landsat 8 (Studi Kasus : Nangapinoh Provinsi Kalimantan Barat) Oleh : Desi Ismawati (3510 100 027) Dosen Pembimbing : 1.Prof. Dr.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Profil Perusahaan PT. Cipta Kridatama didirikan 8 April 1997 sebagai pengembangan dari jasa penyewaan dan penggunaan alat berat PT. Trakindo Utama. Industri tambang Indonesia yang

Lebih terperinci

BAB II STRATIGRAFI REGIONAL

BAB II STRATIGRAFI REGIONAL BAB II STRATIGRAFI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI JAWA TIMUR BAGIAN UTARA Cekungan Jawa Timur bagian utara secara fisiografi terletak di antara pantai Laut Jawa dan sederetan gunung api yang berarah barat-timur

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen dan proses endogen. Proses eksogen adalah proses-proses

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Geografis Regional Jawa Tengah berbatasan dengan Laut Jawa di sebelah utara, Samudra Hindia dan Daerah Istimewa Yogyakarta di sebelah selatan, Jawa Barat di sebelah barat, dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Geografis Daerah Penelitian Wilayah konsesi tahap eksplorasi bahan galian batubara dengan Kode wilayah KW 64 PP 2007 yang akan ditingkatkan ke tahap ekploitasi secara administratif

Lebih terperinci

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala Geografi Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala TANAH Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang

Lebih terperinci

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 34 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 34 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P / Pada sayatan tipis (Lampiran C) memiliki ciri-ciri kristalin, terdiri dari dolomit 75% berukuran 0,2-1,4 mm, menyudut-menyudut tanggung. Matriks lumpur karbonat 10%, semen kalsit 14% Porositas 1% interkristalin.

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi yang ada pada daerah penelitian dipengaruhi oleh proses endogen dan proses eksogen. Proses endogen merupakan

Lebih terperinci

Kecamatan Nunukan, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur

Kecamatan Nunukan, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur Umur Analisis mikropaleontologi dilakukan pada contoh batuan pada lokasi NA805 dan NA 803. Hasil analisis mikroplaeontologi tersebut menunjukkan bahwa pada contoh batuan tersebut tidak ditemukan adanya

Lebih terperinci

Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya)

Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya) Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya) 3.2.2.1 Penyebaran Satuan batuan ini menempati 2% luas keseluruhan dari daerah

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Geomorfologi pada daerah penelitian ditentukan berdasarkan pengamatan awal pada peta topografi dan pengamatan langsung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM 9 BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah Kegiatan penelitian dilakukan di salah satu tambang batubara Samarinda Kalimantan Timur, yang luas Izin Usaha Pertambangan (IUP) sebesar 24.224.776,7

Lebih terperinci

Geologi Daerah Sirnajaya dan Sekitarnya, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat 27

Geologi Daerah Sirnajaya dan Sekitarnya, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat 27 memiliki ciri-ciri berwarna abu-abu gelap, struktur vesikuler, tekstur afanitik porfiritik, holokristalin, dengan mineral terdiri dari plagioklas (25%) dan piroksen (5%) yang berbentuk subhedral hingga

Lebih terperinci

INTERPRETATION OF GEOLOGICAL STRUCTURE AND LITHOLOGY BY LANDSAT 8 AND SRTM IMAGERY IN REMBANG DISTRICT AND ITS SURROUNDING

INTERPRETATION OF GEOLOGICAL STRUCTURE AND LITHOLOGY BY LANDSAT 8 AND SRTM IMAGERY IN REMBANG DISTRICT AND ITS SURROUNDING INTERPRETATION OF GEOLOGICAL STRUCTURE AND LITHOLOGY BY LANDSAT 8 AND SRTM IMAGERY IN REMBANG DISTRICT AND ITS SURROUNDING Carolina Ajeng Sukmawati Putri carolinaajengsp@gmail.com Taufik Hery Purwanto

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI DAERAH PENELITIAN Morfologi permukaan bumi merupakan hasil interaksi antara proses eksogen dan proses endogen (Thornbury, 1989). Proses eksogen merupakan

Lebih terperinci

5.1 PETA TOPOGRAFI. 5.2 GARIS KONTUR & KARAKTERISTIKNYA

5.1 PETA TOPOGRAFI. 5.2 GARIS KONTUR & KARAKTERISTIKNYA .1 PETA TOPOGRAFI..2 GARIS KONTUR & KARAKTERISTIKNYA . Peta Topografi.1 Peta Topografi Peta topografi adalah peta yang menggambarkan bentuk permukaan bumi melalui garis garis ketinggian. Gambaran ini,

Lebih terperinci

5.1 Peta Topografi. 5.2 Garis kontur & karakteristiknya

5.1 Peta Topografi. 5.2 Garis kontur & karakteristiknya 5. Peta Topografi 5.1 Peta Topografi Peta topografi adalah peta yang menggambarkan bentuk permukaan bumi melalui garis garis ketinggian. Gambaran ini, disamping tinggi rendahnya permukaan dari pandangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1. Judul Penelitian Evolusi Struktur Geologi Daerah Sentolo dan Sekitarnya, Kabupaten Kulon Progo, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. I.2. Latar Belakang Proses geologi yang berupa

Lebih terperinci

DAFTAR ISI COVER HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL BAB I PENDAHULUAN 1. I.1.

DAFTAR ISI COVER HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL BAB I PENDAHULUAN 1. I.1. DAFTAR ISI COVER i HALAMAN PENGESAHAN ii HALAMAN PERNYATAAN iii KATA PENGANTAR iv DAFTAR ISI vi DAFTAR GAMBAR x DAFTAR TABEL xvi SARI xvii BAB I PENDAHULUAN 1 I.1. Latar Belakang 1 I.2. Rumusan Masalah

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Analisa geomorfologi merupakan sebuah tahapan penting dalam penyusunan peta geologi. Hasil dari analisa geomorfologi dapat memudahkan dalam pengerjaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kastowo (1973), Silitonga (1975), dan Rosidi (1976) litologi daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kastowo (1973), Silitonga (1975), dan Rosidi (1976) litologi daerah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi Regional Menurut Kastowo (1973), Silitonga (1975), dan Rosidi (1976) litologi daerah Padang dan sekitarnya terdiri dari batuan Pratersier, Tersier dan Kwarter. Batuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Sejarah PT Semen Indonesia (Persero) Tbk Pada tanggal 20 Desember 2012, melalui Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) Perseroan, resmi mengganti nama dari PT Semen Gresik

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Citra 5.1.1 Kompilasi Citra Penelitian menggunakan citra Quickbird yang diunduh dari salah satu situs Internet yaitu, Wikimapia. Dalam hal ini penulis memilih mengambil

Lebih terperinci

Geologi dan Analisis Struktur Daerah Cikatomas dan Sekitarnya, Kabupaten Lebak, Banten. BAB I PENDAHULUAN

Geologi dan Analisis Struktur Daerah Cikatomas dan Sekitarnya, Kabupaten Lebak, Banten. BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tugas Akhir adalah matakuliah wajib dalam kurikulum pendidikan sarjana strata satu di Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 23 IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis dan Batas Wilayah Kabupaten Tabalong merupakan salah satu kabupaten yang terdapat di Provinsi Kalimantan Selatan dengan ibukota Tanjung yang mempunyai

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan sejak Juli 2010 sampai dengan Mei 2011. Lokasi penelitian terletak di wilayah Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Pengolahan

Lebih terperinci

INVENTARISASI DAN PENYELIDIKAN BAHAN GALIAN NON LOGAM DI KABUPATEN RAJA AMPAT PROVINSI IRIAN JAYA BARAT

INVENTARISASI DAN PENYELIDIKAN BAHAN GALIAN NON LOGAM DI KABUPATEN RAJA AMPAT PROVINSI IRIAN JAYA BARAT INVENTARISASI DAN PENYELIDIKAN BAHAN GALIAN NON LOGAM DI KABUPATEN RAJA AMPAT PROVINSI IRIAN JAYA BARAT PUSAT SUMBERDAYA GEOLOGI B A D A N G E O L O G I DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBERDAYA MINERAL 1.1. Latar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN GEOLOGI

BAB II TINJAUAN GEOLOGI BAB II TINJAUAN GEOLOGI II.1 GEOLOGI REGIONAL Kerangka tektonik Kalimantan Timur selain dipengaruhi oleh perkembangan tektonik regional yang melibatkan interaksi Lempeng Pasifik, Hindia-Australia dan Eurasia,

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Geomorfologi adalah ilmu tentang bentang alam, proses-proses yang terjadi dan pembentukannya, baik dari dalam (endogen) maupun di luar (eksogen). Geomorfologi

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian. Analisis geomorfologi dilakukan untuk mempelajari bagaimana bentang alam terbentuk secara konstruksional (yang diakibatkan oleh gaya

Lebih terperinci

BAB IV STUDI BATUPASIR NGRAYONG

BAB IV STUDI BATUPASIR NGRAYONG BAB IV STUDI BATUPASIR NGRAYONG 4. 1 Latar Belakang Studi Ngrayong merupakan Formasi pada Cekungan Jawa Timur yang masih mengundang perdebatan di kalangan ahli geologi. Perdebatan tersebut menyangkut lingkungan

Lebih terperinci

BAB IV DATA DAN HASIL PENELITIAN

BAB IV DATA DAN HASIL PENELITIAN BAB IV DATA DAN HASIL PENELITIAN 4. Morfometri Sesar Lembang Dalam melakukan pengolahan data penulis membagi daerah penelitian menjadi 2 (dua), yaitu blok utara (hangingwall) dan blok selatan (footwall)

Lebih terperinci

BAB 3 Tatanan Geologi Daerah Penelitian

BAB 3 Tatanan Geologi Daerah Penelitian BAB 3 Tatanan Geologi Daerah Penelitian 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Analisis morfologi yang dilakukan pada daerah penelitian berdasarkan pengamatan tekstur yang tercermin dalam perbedaan ketinggian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Geologi Daerah Sirnajaya dan Sekitarnya, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat 1

BAB I PENDAHULUAN. Geologi Daerah Sirnajaya dan Sekitarnya, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Tugas Akhir merupakan mata kuliah wajib dalam kurikulum pendidikan tingkat sarjana strata satu (S1). Tugas Akhir dilakukan dalam bentuk penelitian yang mengintegrasikan

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Daerah penelitian berada di Pulau Jawa bagian barat yang secara fisiografi menurut hasil penelitian van Bemmelen (1949), dibagi menjadi enam zona fisiografi

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen dan proses endogen. Proses eksogen adalah proses-proses

Lebih terperinci