KRITERIA KESESUAIAN LAHAN UNTUK TIPE PENGGUNAAN LAHAN BERBASIS JAGUNG DAN KACANG TANAH DI DAERAH BOGOR DJADJA SUBARDJA SUTAATMADJA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KRITERIA KESESUAIAN LAHAN UNTUK TIPE PENGGUNAAN LAHAN BERBASIS JAGUNG DAN KACANG TANAH DI DAERAH BOGOR DJADJA SUBARDJA SUTAATMADJA"

Transkripsi

1 KRITERIA KESESUAIAN LAHAN UNTUK TIPE PENGGUNAAN LAHAN BERBASIS JAGUNG DAN KACANG TANAH DI DAERAH BOGOR DJADJA SUBARDJA SUTAATMADJA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005

2 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi yang berjudul Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Tipe Penggunaan Lahan Berbasis Jagung dan Kacang Tanah di Daerah Bogor adalah karya saya sendiri dan belum diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Bogor, Oktober 2005 Djadja Subardja Sutaatmadja NRP

3 ABSTRACT DJADJA SUBARDJA SUTAATMADJA. Land Suitability Criteria for Maize and Groundnut Based Land Utilization Types in the Bogor Area. Supervised by SUDARSONO as Chairman, SARWONO HARDJOWIGENO, SUPIANDI SABIHAM, HIDAYAT PAWITAN and BUDI MULYANTO as Members. The existing criteria of land suitability classification for maize and groundnut which have been used to evaluate of land suitability in Indonesia are too general and not used on spesified location of upland agriculture. The parameters and their ratings in the criteria were not tested and verified in the field especially their relationship to the production of crops, therefore the results of land suitability evaluation were often not suited to the potential of land and expected yields. The objectives of the research are: (1) to study the influence of variability of parent materials and soil development to land qualities and crop productivity of maize and groundnut, (2) to identify the limiting factors of defined landuse and minimum data set of land qualities for land suitability evaluation in the wet climate of upland agriculture, and (3) to create the land suitability criteria for maize and groundnut based land utilization types with low and medium inputs. Variability of parent materials and soil development strongly influenced the land qualities of nutrient retention and toxicity which are determined by land characteristics of ph, base saturation, and exchangeable aluminum. Land quality of nutrient availability, especially of available P, much more influenced by land management. The production of maize and groundnut on the low and medium input of the land utilization types were varied and influenced by variability of those parent materials and their soil developments. The crop productions on medium input were higher and significantly differed from the low input. The advanced stage of soil development tended to decrese the land qualities and crop productions. Productivity of the wet climate of upland agriculture was strongly influenced by the land qualities of nutrient availability, nutrient retention and toxicity. The production of maize on the low input was determined by land characteristics of ph, available P, and exchangeable aluminum, and the groundnut by available P, base saturation, and exchangeable aluminum. On the medium input, the crop production of maize is influenced by the land characteristics of ph and exchaneable aluminum, and the production of groundnut by the land characteristics of BS and exchangeable aluminum. The land suitability criteria for the defined land utilization types are created on base of: (1) the relevant land qualities, and (2) crop productivity of the area. By using the criteria indicate that the land suitability classes are suitable to the area and expected yields of the defined land utilization type. In case of the study area, the land qualities and land characteristics needed in the criteria are fewer than the existing criteria and therefore the processing of the land suitability evaluation could be done faster, easily and gave an accurately results. Especially, on the very acid soils developed on the acid sedimentary rock must be applied by fertilizer, organic matter and liming to improve land qualities of the soils.

4 ABSTRAK DJADJA SUBARDJA SUTAATMADJA. Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Tipe Penggunaan Lahan Berbasis Jagung dan Kacang Tanah di Daerah Bogor. Dibimbing oleh SUDARSONO sebagai Ketua, SARWONO HARDJOWIGENO, SUPIANDI SABIHAM, HIDAYAT PAWITAN dan BUDI MULYANTO sebagai Anggota. Kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman jagung dan kacang tanah yang telah ada untuk keperluan evaluasi kesesuaian lahan di Indonesia masih sangat umum dan tidak untuk spesifik lokasi. Parameter yang digunakan dan pengharkatannya belum dikaji di lapangan dan dihubungkan dengan produksi tanaman, sehingga seringkali terjadi hasil penilaian kesesuaian lahan tidak sesuai dengan potensi lahan dan produksi yang diharapkan. Penelitian ini bertujuan: (1) mempelajari pengaruh keragaman bahan induk dan perkembangan tanah terhadap kualitas lahan dan tingkat produktivitas tanaman jagung dan kacang tanah, (2) mengidentifikasi faktor-faktor pembatas penggunaan lahan dan kebutuhan minimum data kualitas lahan untuk keperluan evaluasi kesesuaian lahan di lahan kering beriklim basah, dan (3) menyusun kriteria kesesuaian lahan untuk tipe penggunaan lahan berbasis jagung dan kacang tanah pada input rendah dan sedang. Keragaman bahan induk dan perkembangan tanah sangat mempengaruhi kualitas lahan retensi hara dan bahaya keracunan yang ditunjukkan oleh ph tanah, kejenuhan basa (KB) dan aluminium dapat tukar (Al-dd). Sedangkan kualitas lahan ketersediaan hara terutama P-tersedia lebih dipengaruhi oleh pengelolaan lahan. Produksi jagung dan kacang tanah pada tipe penggunaan lahan dengan input rendah dan sedang cukup bervariasi yang disebabkan oleh pengaruh keragaman bahan induk dan perkembangan tanahnya. Produksi tanaman pada input sedang lebih tinggi dan berbeda nyata dibanding dengan input rendah. Perkembangan tanah pada tahap lanjut menurunkan kualitas lahan dan produksi tanaman. Produktivitas lahan kering yang beriklim basah sangat ditentukan oleh kualitas lahan ketersediaan hara, retensi hara dan bahaya keracunan. Karakteristik lahan yang sangat berpengaruh terhadap produksi jagung pada input rendah adalah, P tersedia, ph dan Al-dd, sedangkan terhadap kacang tanah adalah P tersedia, KB dan Al-dd. Pada input sedang, karakteristik lahan yang berpengaruh terhadap produksi jagung adalah ph dan Al-dd, sedangkan untuk kacang tanah adalah P-tersedia dan KB. Kriteria kesesuaian lahan untuk masing-masing tipe penggunaan lahan berbasis jagung dan kacang tanah dapat disusun berdasarkan: (1) kualitas lahan, dan (2) tingkat produktivitas lahan. Evaluasi kesesuaian lahan dengan menggunakan kriteria tersebut menghasilkan kelas kesesuaian lahan yang lebih sesuai dengan kondisi lahan dan produksi yang diharapkan. Kasus di lokasi penelitian diperlukan kualitas/karakteristik lahan yang lebih sedikit sehingga proses evaluasi kesesuaian lahan dapat dilakukan lebih cepat dan mudah dengan hasil yang akurat. Usaha perbaikan lahan terutama pada tanah-tanah sangat masam dari batuan sedimen masam, diperlukan peningkatan ketersediaan hara, retensi hara dan mencegah bahaya keracunan aluminium, antara lain melalui pemberian pupuk, bahan organik dan pengapuran.

5 Hak cipta milik Djadja Subardja Sutaatmadja, tahun 2005 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya.

6 KRITERIA KESESUAIAN LAHAN UNTUK TIPE PENGGUNAAN LAHAN BERBASIS JAGUNG DAN KACANG TANAH DI DAERAH BOGOR DJADJA SUBARDJA SUTAATMADJA Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Departemen Ilmu Tanah SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005

7 Judul Disertasi: Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Tipe Penggunaan Lahan Berbasis Jagung dan Kacang Tanah di Daerah Bogor Nama : Djadja Subardja Sutaatmadja NRP : Disetujui Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. Sudarsono, M.Sc. Ketua Prof. Dr. Ir. Sarwono Hardjowigeno, M.Sc. Anggota Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M.Agr. Anggota Prof. Dr. Ir. Hidayat Pawitan, M.Sc. Anggota Dr. Ir. Budi Mulyanto, M.Sc. Anggota Diketahui Ketua Program Studi Ilmu Tanah Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Komaruddin Idris, M.S. Tanggal Ujian: 30 September 2005 Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc. Tanggal Lulus:

8 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunianya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian ini adalah Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Tipe Penggunaan Lahan Berbasis Jagung dan Kacang Tanah di Daerah Bogor. Penelitian telah dilaksanakan sejak bulan Mei 2003 sampai dengan Juni Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Sudarsono M.Sc., sebagai Ketua Komisi Pembimbing serta Prof. Dr. Ir. Sarwono Hardjowigeno M.Sc., Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham M.Agr., Prof. Dr. Ir. Hidayat Pawitan M.Sc. dan Dr. Ir. Budi Mulyanto M.Sc., masing-masing sebagai Anggota Komisi Pembimbing, atas semua bimbingan, masukan dan saran-saran yang sangat berharga. Ucapan terima kasih disampaikan juga kepada penguji Luar Komisi, yaitu Bapak Dr. Ir. M. Ardiansyah, Dr. Ir. Ernan Rustiadi dan Dr. Istiqlal Amien M.Sc., APU atas saran dan masukannya untuk perbaik an disertasi ini. Ucapan terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat dan Kepala Balai Penelitian Tanah atas pemberian izin belajar dengan biaya sendiri. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada rekan-rekan mahasiswa Sekolah Pascasarjana IPB dan peneliti di Kelompok Pedologi, Balai Penelitian Tanah yang telah memberikan dorongan semangat serta bantuan moril dan material selama penulis menyelesaikan studi. Akhirnya, penulis sampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya atas perhatian, pengertian, kesabaran serta doa restu dan kasih sayangnya kepada ibu tercinta Hj. Ratu Siti Aminah, bapak dan ibu mertua, isteri dan anak-anak tersayang serta kakak dan adik-adik semuanya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Oktober 2005 Djadja Subardja Sutaatmadja

9 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Karawang pada tanggal 23 Nopember 1951 sebagai anak ke empat dari dua belas bersaudara dari pasangan H. Mochammad Sulaeman Sutaatmadja dan Hj. Ratu Siti Aminah. Pendidikan sarjana pertanian ditempuh di Departemen Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian IPB, lulus pada tahun Pada tahun 1983, penulis mengikuti Postgraduate Course in Soil Survey di International Institute for Aerial Survey and Earth Sciences, Enschede, Belanda. Pada tahun 1986, penulis melanjutkan pendidikan S2 di tempat yang sama di Belanda dalam bidang evaluasi lahan dan lulus pada tahun Kesempatan untuk melanjutkan ke program doktor pada program studi ilmu tanah pada Sekolah Pascasarjana IPB diperoleh pada tahun Izin belajar atas biaya sendiri diperoleh dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Penulis bekerja sebagai peneliti bid ang genesis dan klasifikasi tanah pada Kelompok Peneliti Pedologi, Balai Penelitian Tanah sejak tahun Sebelumnya penulis pernah menjabat sebagai Kepala Sub Bidang Publikasi, Pusat Penelitian Tanah ( ), Pemimpin Proyek Penelitian Sumber Daya Lahan/LREP-II ( ), Pemimpin Bagian Proyek Sistem Usaha Pertanian Lahan Pasang Surut Sumatera Selatan ( ). Sekarang penulis sebagai Ahli Peneliti Madya pada Balai Penelitian Tanah sejak tahun Selama mengikuti pendidikan program S3, penulis juga menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Himpunan Ilmu Tanah Indonesia dan Ketua Himpunan Alumni Dewi Sri-SPMA Negeri Bogor. Pada tahun 1980, penulis menikah dengan Nunung Sumiati dan dianugerahi empat orang anak, yaitu Komalawati S.P., Dian Mardiana S.T., Tris Sutrisna (wafat 20 April 1998) dan Raihan Yusuf.

10 Karya ilmiah ini kupersembahkan kepada isteri dan anak-anak yang kusayangi, ibunda tercinta, saudara-saudaraku serta ayah dan anakku yang telah tiada.

11 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN Halaman xii xiv xv PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 3 Hipotesis 4 Kegunaan Hasil Penelitian 4 TINJAUAN PUSTAKA 6 Karakteristik Lahan Kering 6 Pengaruh Bahan Induk dan Perkembangan Tanah terhadap Kualitas Lahan 7 Perkembangan Metode Evaluasi Kesesuaian Lahan 9 Prosedur Evaluasi Kesesuaian Lahan untuk Pertanian Lahan Kering 11 Kriteria Kesesuaian Lahan 12 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 15 Lokasi Penelitian 15 Keadaan Iklim 15 Geologi dan Bahan Induk 19 Keadaan Tanah 22 Penggunaan Lahan dan Pertanian 24 BAHAN DAN METODE PENELITIAN 26 Tempat dan Waktu Penelitian 26 Metode Penelitian 26

12 Karakterisasi Lahan dan Identifikasi Tipe Penggunaan Lahan 26 Percobaan Lapangan 30 Evaluasi Kesesuaian Lahan 31 Penyusunan Kriteria Kesesuaian Lahan 32 HASIL DAN PEMBAHASAN 35 Pengaruh Iklim terhadap Produktivitas Lahan Kering 35 Karakteristik Tanah pada Berbagai Bahan Induk dan Perkembangan Tanah 38 Pengaruh Lereng dan Konservasi Tanah terhadap Bahaya Erosi 61 Tipe Penggunaan Lahan dan Produktivitas Lahan Kering 63 Pengaruh Bahan Induk dan Perkembangan Tanah terhadap Kualitas Lahan 68 Pengaruh Bahan Induk dan Perkembangan Tanah terhadap Produksi Tanaman 78 Pengaruh Kualitas Lahan terhadap Produksi Tanaman 84 Kelas Kesesuaian Lahan vs Kualitas Lahan 88 Kelas Kesesuaian Lahan vs Produksi Tanaman 91 Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Tipe Penggunaan Lahan Berbasis Jagung dan Kacang Tanah 95 Penggunaan Kriteria Kesesuaian Lahan di Lokasi Penelitian 105 Kelebihan dari Kriteria Kesesuaian Lahan yang Dibangun 109 KESIMPULAN DAN SARAN 112 Kesimpulan 112 Saran-saran 112 DAFTAR PUSTAKA 113 LAMPIRAN 118 xi

13 DAFTAR TABEL Halaman 1 Kualitas/Karakteristik Lahan untuk Evaluasi Kesesuaian Lahan Kering 14 2 Data Iklim di Daerah Kabupaten dan Kota Bogor (Schmidt & Ferguson, 1951) 18 3 Keadaan Iklim di Daerah Penelitian 18 4 Jenis -jenis Tanah Utama di Daerah Kabupaten dan Kota Bogor 24 5 Luas dan Jenis Penggunaan Lahan di Kabupaten Bogor Tahun 2003 (Dinas Pertanian Kabupaten Bogor, 2004) 25 6 Luas, Jenis Komoditas dan Produktivitas Pertanian Lahan Kering di Kabupaten Bogor Tahun 2003 (Dinas Pertanian Kabupaten Bogor, 2004) 25 7 Sifat Morfologi, Kimia dan Mineralogi Tanah di Lokasi Penelitian 44 8 Sekuen Perkembangan Tanah di Lokasi Penelitian 50 9 Pendugaan Bahaya Erosi dan Erosi yang Diperbolehkan di Lokasi Penelitian Produksi Rata-rata Jagung dan Kacang Tanah di Lokasi Penelitian Kualitas Lahan pada Berbagai Bahan Induk dan Perkembangan Tanah di Lokasi Penelitian Produksi Tanaman pada Berbagai Bahan Induk dan Perkembangan Tanah di Lokasi Penelitian Kualitas Lahan dan Kebutuhan Optimum Tanaman Penilaian Kelas Kesesuaian Lahan Berdasarkan Kualitas Lahan di Lokasi Penelitian Hubungan Kelas Kesesuaian Lahan dengan Produksi Tanaman Penilaian Kelas Kesesuaian Lahan Berdasarkan Produksi Tanaman di Lokasi Penelitian 94 xii

14 17 Analisis Regresi Kuadratik antara Sifat-sifat Tanah dan Produksi Tanaman Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Tipe Penggunaan Lahan Berbasis Jagung dengan Input Rendah Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Tipe Penggunaan Lahan Berbasis Jagung dengan Input Sedang Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Tipe Penggunaan Lahan Berbasis Kacang Tanah dengan Input Rendah Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Tipe Penggunaan Lahan Berbasis Kacang Tanah dengan Input Sedang Persamaan untuk Pendugaan Produksi Jagung dan Kacang Tanah di Lokasi Penelitian Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Tipe Penggunaan Lahan Berbas is Jagung dan Kacang Tanah Berdasarkan Tingkat Produktivitas Lahan di Lokasi Penelitian Hubungan Kelas dan Produksi Berdasarkan Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Tipe Penggunaan Lahan Berbasis Jagung di Lokasi Penelitian Hubungan Kelas dan Produksi Berdasarkan Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Tipe Penggunaan Lahan Berbasis Kacang Tanah di Lokasi Penelitian Pendugaan Produksi dan Kelas Kesesuaian Lahan untuk Tipe Penggunaan Lahan Berbasis Jagung dan Kacang Tanah 108 xiii

15 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Peta Sebaran Lokasi Penelitian 16 2 Peta Geologi Daerah Bogor dan Sekitarnya 21 3 Peta Tanah Daerah Bogor 23 4 Bagan Alir Kegiatan Penelitian 27 5 Neraca Air untuk Tanaman Jagung dan Kacang Tanah di Cimanggu (a) Gunung Sindur (b), Jasinga (c) dan Jonggol (d) 36 6 Komposisi Mineral Pasir dari Tanah-tanah di Lokasi Penelitian 39 7 Difraktogram Liat dari Tanah Berbahan Induk Volkanik Intermedier (B1, B2) dan Batuan Sedimen Masam (B3, B4) 41 8 Difraktogram Liat dari Tanah Berbahan Induk Sedimen Basa (B5, B6, B7) 42 9 Distribusi Sifat Kimia Tanah: %-liat, ph, C-organik, P-total, K-total dan P-tersedia pada Penampang Tanah di Lokasi Penelitian Distribusi Sifat Kimia Tanah: K-dd, Ca-dd, Mg-dd, KTK-tanah, Al-dd dan Kejenuhan Basa pada Penampang Tanah di Lokasi Penelitian Produksi Jagung pada Input Rendah (TPL 1) dan Input Sedang (TPL 2) di Lokasi Penelitian Produksi Tanaman Jagung dan Kacang Tanah pada Berb agai Jenis Tanah dan Tingkat Pengelolaan Lahan di Lokasi Penelitian Hasil Evaluasi Kesesuaian Lahan vs Produksi Jagung Tanpa Input 90 xiv

16 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Kualitas/Karakteristik Lahan untuk Evaluasi Kesesuaian Lahan Kering (FAO, 1983) Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Jagung (Djaenudin et al., 2003) Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Kacang Tanah (Djaenudin et al., 2003) Uraian Morfologi Profil Tanah di Lokasi Penelitian Komposisi Mineral Pasir dari Tanah-tanah di Lokasi Penelitian Sifat Fisika Tanah dari Tanah-tanah di Lokasi Penelitian Sifat Kimia Tanah dari Tanah-tanah di Lokasi Penelitian Sifat Kimia Tanah Lapisan Atas (0-20 cm) di Lokasi Penelitian Sifat Kimia Tanah Lapisan Atas (0-20 cm) pada Pertanaman Jagung dan Kacang Tanah Perhitungan Besarnya Erosi (A) dan Erosi yang Diperbolehkan (T) di Lokasi Penelitian Data Tinggi Tanaman dan Produksi Jagung di Lokasi Penelitian Data Tinggi Tanaman dan Produksi Kacang Tanah di Lokasi Penelitian Matriks Korelasi antara Sifat Kimia Tanah dan Produksi Jagung Matriks Korelasi antara Sifat Kimia Tanah dan Produksi Kacang Tanah 141 xv

17 PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan nasional, pengembangan pertanian di lahan kering mempunyai harapan besar untuk mewujudkan pertanian yang tangguh di Indonesia, mengingat potensi dan luas lahannya yang jauh lebih besar daripada lahan sawah dan lahan gambut. Selain itu lahan kering sangat berpeluang untuk pengembangan berbagai komoditi andalan, namun sampai saat ini potensinya belum dimanfaatkan secara optimal. Bila dikelola dengan baik, lahan kering akan memberikan sumbangan yang cukup besar terhadap penyediaan pangan nasional (Tim Peneliti Badan Litbang Pertanian, 1998). Lahan kering adalah hamparan lahan yang tidak pernah digenangi atau tergenang air pada sebagian besar waktu dalam setahun. Di Indonesia, lahan kering dapat dibedakan berdasarkan kondisi iklimnya, yaitu lahan kering beriklim basah dan lahan kering beriklim kering. Lahan kering beriklim basah mempunyai penyebaran sangat luas, meliputi 74,58 juta hektar dimana sekitar 49 juta hektar merupakan lahan datar sampai bergelombang yang potensial untuk pengembangan pertanian tanaman pangan (padi gogo dan palawija). Kendala utama yang sering dijumpai pada lahan kering beriklim basah adalah reaksi tanah masam, miskin hara, kandungan bahan organik rendah, kandungan besi dan aluminium tinggi yang melebihi batas toleransi tanaman serta peka erosi sehingga tingkat produktivitasnya rendah (Hidayat et al., 2000). Umumnya di Indonesia, faktor bahan induk tanah merupakan faktor pembentuk tanah yang paling dominan pengaruhnya terhadap sifat dan ciri tanah yang terbentuk serta potensinya untuk pertanian, selain faktor iklim dan topografi (Buol et al., 1980). Keragaman bahan induk tanah memberikan keanekaragaman sifat dan jenis tanah yang terbentuk. Proses pelapukan bahan induk pada kondisi iklim basah dengan suhu udara yang tinggi berjalan sangat intensif. Akibatnya tanah cepat berkembang membentuk tanah -tanah berlapukan tinggi. Terdapat tiga ordo tanah utama pada lahan kering beriklim basah yang potensial untuk pertanian, yaitu Inceptisol, Ultisol dan Oxisol (Subagyo et al., 2000). Soil Survey

18 Staff (1999) mengindikasikan sekuen perkembangan tanah dari yang lemah sampai lanjut, yaitu: Entisol-Inceptisol-Alfisol-Ultisol-Oxisol berdasarkan diferensiasi horison bawah penciri. Perkembangan tanah yang semakin lanjut cenderung menurunkan kualitas dan tingkat kesesuaiannya untuk pertanian (Sys, 1978). Secara alami, keragaman bahan induk dan perkembangan tanah yang terus berlanjut akan berpengaruh terhadap tingkat kesesuaian lahan dan produksi pertanian. Penurunan produksi pertanian pada lahan kering dipengaruhi oleh tingkat perkembangan tanah yang terus berlanjut dan dipercepat oleh adanya erosi yang terjadi secara alami atau karena penggunaan lahan yang tidak sesuai (Arsyad, 1989). Evaluasi kesesuaian lahan sangat diperlukan dalam perencanaan penggunaan lahan kering agar lahan kering dapat digunakan secara produktif dan berkelanjutan. Potensi dan kendala penggunaan lahan dapat diidentifikasi sejak awal sehingga pengelolaan lahan dapat dilakukan lebih baik dan terarah sesuai dengan komoditas yang akan dikembangkan (FAO, 1976). Metoda evaluasi kesesuaian lahan telah banyak dikembangkan di Indonesia baik secara manual maupun komputerisasi. Beberapa sistem evaluasi kesesuaian lahan yang dikenal di Indonesia antara lain: Klasifikasi kemampuan lahan (Soepraptohardjo, 1970), Klasifikasi kesesuaian lahan secara parametrik (Driessen, 1971), Klasifikasi kesesuaian lahan untuk Proyek Penelitian Pertanian Menunjang Transmigrasi (Pusat Penelitian Tanah, 1983), Klasifikasi kesesuaian lahan untuk survei tanah tinjau (CSR/FAO, 1983), Land Evaluation Computer System (Wood dan Dent, 1983) dan Automated Land Evaluation System (Rossiter dan Wambeke, 1994). Namun metode yang ada masih beragam dan belum baku, sehingga bila diterapkan pada lahan yang sama seringkali memberikan hasil yang berbeda. Hal ini terutama disebabkan oleh perbedaan dalam penetapan parameter dan kriteria kesesuaian lahan serta pengambilan keputusan dalam klasifikasi kesesuaian lahan (Hardjowigeno et al., 1999). Kriteria kesesuaian lahan yang telah ada untuk berb agai komoditas pertanian di Indonesia masih bersifat umum, disusun berdasarkan kompilasi data dan pengalaman empiris terhadap penggunaan lahan yang tidak spesifik lokasi dengan mengacu banyak kepada publikasi dari luar negeri, antara lain FAO (1976, 2

19 1983) dan Sys et al. (1993). Penilaian kesesuaian lahan umumnya dilakukan secara fisik-kualitatif dan belum dilakukan pengkajian secara mendalam di lapangan terutama yang berkaitan dengan jenis dan jumlah parameter-parameter yang digunakan dalam kriteria kesesuaian lahan tersebut dan hubungan kelas kesesuaian lahan dengan produksi tanaman pada tingkat pengelolaan tertentu. Kriteria kesesuaian lahan yang telah ada dapat digunakan sebagai acuan umum, terutama pada lahan-lahan yang belum dibuka untuk pertanian, namun dalam penggunaannya masih perlu disesuaikan dengan kondisi setempat yang mencakup pertimbangan ketersediaan data kualitas lahan serta jenis tanaman atau tipe penggunaan lahan (TPL) yang diusahakan petani. Tanaman jagung (Zea mays L.) dan kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan tanaman pangan utama yang sangat strategis dikembangkan di lahan kering setelah padi. Kebutuhan akan jagung dan kacang tanah untuk memenuhi permintaan pasar dalam negeri terus meningkat sejak tahun 90-an sebagai bahan pangan, pakan ternak, bahan baku industri makanan dan minyak goreng. Tingkat produksi nasional untuk kedua komoditas ini masih rendah dan belum dapat memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri sehingga sampai saat ini masih terus diimpor. Pada tahun 2002 Indonesia mengimpor sekitar 2 juta ton jagung pipilan kering (Suprapto dan Marzuki, 2004) dan ton kacang tanah (Sumarno, 2003). Berdaasarkan hal tersebut, maka penelitian tentang : Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Tipe Penggunaan Lahan Berbasis Jagung dan Kacang Tanah di Daerah Bogor sangat diperlukan untuk perbaikan kriteria kesesuaian lahan yang telah ada dan pengembangan metode evalu asi kesesuaian lahan yang lebih bersifat kuantitatif dan spesifik lokasi dalam upaya mencari alternatif teknologi pengelolaan lahan yang lebih sesuai dan dapat meningkatkan produktivitas lahan kering secara optimal dan berkelanjutan. 3

20 Tujuan Penelitian 1. Mempelajari pengaruh keragaman bahan induk dan perkembangan tanah terhadap kualitas lahan dan tingkat produktivitas tanaman jagung dan kacang tanah. 2. Mengidentifikasi faktor-faktor pembatas penggunaan lahan dan kebutuhan minimum data kualitas lahan untuk evaluasi kesesuaian lahan pada lahan kering beriklim basah. 3. Menetapkan kriteria kesesuaian lahan untuk tipe penggunaan lahan berbasis jagung dan kacang tanah pada tingkat pengelolaan lahan dengan input rendah dan sedang berdasarkan kualitas lahan yang tepat dan produksi tanaman. Hipotesis 1. Keragaman bahan induk dan perkembangan tanah sangat berpengaruh terhadap kualitas lahan dan tingkat produktivitas tanaman jagung dan kacang tanah. 2. Faktor pembatas penggunaan lahan dan kebutuhan minimum kualitas lahan untuk keperluan evaluasi kesesuaian lahan akan berbeda dalam jenis dan jumlahnya pada setiap lokasi dan tipe penggunaan lahannya. 3. Kriteria kesesuaian lahan yang telah ada untuk tanaman jagung dan kacang tanah masih terlalu umum dan tidak spesifik lokasi sehingga sering tidak sesuai dengan potensi dan atau produkstivitas lahan kering. Kegunaan Hasil Penelitian Keluaran hasil penelitian ini diharapkan dapat: (1) memberikan informasi tentang potensi dan tingkat produktivitas lahan kering, khususnya untuk tipe penggunaan lahan berbasis jagung dan kacang tanah pada tingkat pengelolaan 4

21 tertentu, (2) mengetahui pengaruh kualitas lahan dari bahan induk dan perkembangan tanah yang berbeda terhadap produksi tanaman pangan, (3) memperbaiki dan mengembangkan kriteria kesesuaian lahan kering yang lebih kuantitatif khususnya untuk tipe penggunaan lahan berbasis jagung dan kacang tanah pada tingkat pengelo laan tertentu. Dengan demikian, maka potensi, kendala dan tindakan pengelolaan lahan yang diperlukan untuk mendapatkan tingkat produksi tanaman pangan yang optimal dapat diketahui secara tepat, sehingga produktivitas lahan kering dapat ditingkatkan dan program ketahanan pangan khususnya di daerah Bogor dapat dilaksanakan secara berkelanjutan. 5

22 TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Lahan kering adalah hamparan lahan yang tidak pernah digenangi atau tergenang air pada sebagian besar waktu dalam setahun. Berdasarkan iklimnya, lahan kering dibedakan atas lahan kering beriklim basah dan lahan kering beriklim kering. Lahan kering beriklim basah mempunyai curah hujan relatif tinggi (> 1500 mm/tahun) dengan masa hujan lebih lama dan tanpa kemarau yang jelas (Hidayat et al., 2000). Menurut Schmidt dan Ferguson (1951), wilayah yang beriklim basah dapat diklasifikasikan ke dalam tipe hujan A, B dan C. Pada kondisi iklim demikian, umumnya curah hujan lebih tinggi dari evapotranspirasi sehingga faktor curah hujan yang erat kaitannya dengan faktor ketersediaan air untuk tanaman tidak merupakan faktor pembatas dalam penggunaan lahan untuk pertanian. Dalam tanah demikian selalu tersedia air dan tanaman tidak akan pernah mengalami kekeringan dalam waktu lama. Keadaan kelembaban tanah tersebut dalam Taksonomi Tanah termasuk ke dalam regim kelembaban tanah udic (Soil Survey Staff, 1999). Di Indonesia, lahan kering yang beriklim basah mempunyai penyebaran yang sangat luas, meliputi 74,58 juta hektar, dimana sekitar 49,05 juta hektar merupakan lahan datar sampai bergelombang yang berpotensi untuk pengembangan pertanian tanaman pangan (Tim Peneliti Badan Litbang Pertanian, 1998). Selain potensi dan luas lahannya yang jauh lebih besar dari lahan sawah dan lahan gambut, lahan kering juga sangat berpeluang untuk pengembangan berbagai komoditas andalan yang hingga kini belum dimanfaatkan secara optimal. Umumnya di lahan kering, faktor iklim terutama curah hujan dan suhu udara, topografi, keragaman bahan induk dan tanah sangat berpengaruh terhadap produktivitas lahan. Kendala utama yang sering dijumpai pada lahan kering beriklim basah adalah tingkat produktivitasnya rendah, dicirikan oleh tanah yang berlapukan lanjut, solum tebal, berwarna kemerahan, kadar liatnya tinggi, reaksi tanah masam, kapasitas tukar kation dan kejenuhan basa rendah, miskin hara terutama fosfor, kandungan bahan organik rendah, kandungan besi dan aluminium

23 tinggi yang melebihi batas toleransi tanaman serta peka erosi (Hidayat et al., 2000). Walaupun tantangan dan kendala dalam pengembangan pertanian di lahan kering terasa berat, namun tetap dijadikan harapan besar bagi keberhasilan pertanian di masa datang mengingat lahan-lahan persawahan subur secara berlanjut telah dikonversi menjadi lahan non-pertanian, sementara produktivitasnya telah mengalami pelandaian dan cenderung menurun akibat pemberian pupuk yang berlebihan (Adiningsih et al., 2000). Pengaruh Bahan Induk dan Perkembangan Tanah terhadap Kualitas Lahan Di wilayah tropika basah, termasuk Indonesia, selain faktor iklim dan topografi, faktor bahan induk tanah merupakan faktor pembentuk tanah yang paling dominan pengaruhnya terhadap sifat dan ciri tanah yang terbentuk serta potensinya untuk pertanian (Buol et al., 1980). Keragaman bahan induk tanah memberikan keanekaragaman sifat dan jenis tanah yang terbentuk. Menurut peta sumberdaya tanah Indonesia tingkat eksplorasi (Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, 2000) tercatat bahwa di Indonesia ditemukan 10 ordo tanah dari 12 ordo tanah yang tersebar di dunia. Tiga ordo tanah di antaranya yaitu Inceptisol, Ultisol dan Oxisol merupakan tanah-tanah pertanian utama di lahan kering yang berkembang dari batuan volkanik dan batuan sedimen (Subagyo et al., 2000). Dudal dan Soepraptohardjo (1957) mengklasifikasikan tanah-tanah tersebut sebagai Podsolik Merah Kuning dan Latosol. Buol et al. (1980) dan Mohr et al. (1972), menyatakan bahwa sifat bahan induk dari batuan volkanik dan batuan sedimen dapat dibedakan berdasarkan komposisi dan cadangan mineralnya. Secara umum, batuan volkanik mengandung banyak felspar dan sedikit kuarsa, sedangkan batuan sedimen tersusun dari banyak mineral kuarsa keruh dan sangat sedikit felspar. Cadangan mineral atau jumlah mineral dapat lapuk dari tanahtanah yang berkembang dari batuan sedimen umumnya sangat rendah bila dibandingkan dengan batuan volkanik dan didominasi oleh mineral resisten terutama kuarsa keruh. Pengaruh bahan induk terhadap sifat-sifat tanah lebih terlihat jelas pada tanah -tanah di daerah kering atau tanah -tanah muda, sedangkan 7

24 pada tanah -tanah di daerah lebih basah atau tanah -tanah tua, hubungan bahan induk dengan sifat-sifat tanahnya menjadi kurang jelas (Hardjowigeno, 1993). Proses pelapukan bahan induk tanah pada kondisi iklim basah dengan curah hujan dan suhu udara tinggi berjalan sangat intensif. Akibatnya tanah cepat berkembang membentuk tanah-tanah yang berlapukan tinggi, dicirikan oleh solum tanah dalam, berwarna coklat kemerahan sampai merah, kandungan liat tinggi, masam, kapasitas tukar kation dan kejenuhan basa rendah, miskin hara, cadangan mineral rendah, kandungan besi dan aluminium tinggi, mineral liat didominasi oleh tipe 1:1 (Subagyo et al., 2000). Tingkat perkembangan tanah diekpresikan oleh diferensiasi horison (Soil Survey Staff, 1993), tingkat pelapukan batuan induk dan muatan koloid tanah (Mohr et al., 1972; Sys, 1978) serta umur pembentukan tanah (Hardjowigeno, 1993). Pada tingkat perkembangan tanah lanjut, pelapukan bahan induk mencapai tingkat akhir, dicirikan oleh diferensiasi horison yang jelas, solum dalam, kandungan liat tinggi, cadangan mineral sangat rendah dan hanya mineral resisten yang tertinggal, KTK liat sangat rendah (<16 cmol(+)/kg liat), kandungan besi dan aluminium bebas meningkat tinggi, susunan mineral liat didominasi oleh kaolinit, goethit, disertai dengan meningkatnya muatan tergantung ph. Soil Survey Staff (1999) menghubungkan sekuen perkembangan tanah dengan ordo-ordo tanah dalam Taksonomi Tanah mulai dari yang lemah sampai yang lanjut berdasarkan pembentukan horison bawah pencirinya yaitu Entisol-Inceptisol-Alfisol-Ultisol-Oxisol. Semakin lanjut perkembangan tanah cenderung menurunkan kualitas lahan dan tingkat kesesuaiannya untuk pertanian. Tanah yang berlapukan lanjut memiliki daya dukung yang lebih rendah bagi pertumbuhan dan produksi tanaman. Hasil penelitian Firmansyah (1997) di perkebunan tebu Pelaihari, Kalimantan Selatan menunjukkan bahwa produksi hablur gula dari tanah-tanah yang mempunyai horison kambik (Dystropept) dan argilik (Plinthohumult) lebih tinggi dari pada tanah-tanah yang mempunyai horison oksik (Hapludox). Penurunan kualitas lahan terutama ditandai oleh penurunan kesuburan tanah (ketersediaan hara), retensi hara, bahaya keracunan aluminium dan pemadatan tanah akibat akumulasi liat. Sys (1978) melaporkan pengaruh tingkat pelapukan bahan induk tanah terhadap 8

25 penurunan kualitas lahan yang mengakibatkan terjad inya penurunan produksi pada beberapa tanaman pangan daerah tropika. Perkembangan Metode Evaluasi Kesesuaian Lahan Evaluasi kesesuaian lahan atau sering disebut evaluasi lahan merupakan proses penilaian potensi atau kelas kesesuaian suatu lahan untuk tujuan penggunaan lahan tertentu. Penilaian kelas kesesuaian lahan dilakukan dengan cara membandingkan persyaratan yang diminta oleh tipe penggunaan lahan yang akan diterapkan dengan karakteristik atau kualitas lahan yang dimiliki oleh lahan yang akan digunakan (FAO, 1976). Dengan cara ini maka akan diketahui potensi atau kelas kesesuaian lahan untuk tipe penggunaan lahan tersebut. Hasil evaluasi kesesuaian lahan dapat digunakan sebagai dasar untuk perencanaan penggunaan tanah yang rasional, sehingga tanah dapat digunakan secara optimal dan lestari. Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuannya selain dapat menimbulkan terjadinya kerusakan lahan dan lingkungannya, juga dapat meningkatkan masalah kemiskinan dan masalah-masalah sosial dan ekonomi lainnya (Hardjowigeno et al., 1999). Metode evaluasi kesesuaian lahan telah banyak dikembangkan di Indonesia baik secara manual maupun komputerisasi. Soil Conservation Service, USDA mula-mula memperkenalkan sistem kemampuan lahan atau land capability (Klingebie l dan Montgomery, 1961). Dalam sistem ini satuan lahan dikelompokkan ke dalam delapan kelas (I sampai dengan VIII) berdasarkan kemampuannya untuk memproduksi tanaman-tanaman pertanian dan rumput makanan ternak tanpa menimbulkan kerusakan dalam jangka panjang. Sistem ini diadopsi oleh Soepraptohardjo (1970) dan diterapkan di Lembaga Penelitian Tanah untuk pemetaan tanah tingkat tinjau dan eksplorasi di sebagian wilayah Indonesia. Selanjutnya FAO (1976) dalam Framework of Land Evaluation memperkenalkan sistem klasifikasi kesesuaian lahan (land suitability classification) untuk jenis penggunaan tertentu yang banyak dianut dan dikembangkan di Indonesia. Dalam sistem ini, klasifikasi kesesuaian lahan terbagi dalam ordo sesuai (S) dan ordo tidak sesuai (N). Ordo sesuai dibagi lagi ke dalam 9

26 tiga kelas berdasarkan besarnya faktor pembatas, yaitu sangat sesuai (S1), cukup sesuai (S2) dan sesuai marginal (S3). Pada tahun 1983, Pusat Penelitian Tanah mengembangkan sistem evaluasi kesesuaian lahan untuk pemetaan tanah tingkat semidetil (skala 1:50.000) untuk tujuan proyek transmigrasi di luar Jawa yang merupakan modifikasi dari konsep FAO (1976). Kriteria kesesuaian lahan disusun berdasarkan parameter karakteristik lahan dan pengharkatannya disesuaikan dengan kebutuhan evaluasi kesesuaian lahan untuk padi sawah, tanaman pangan lahan kering dan tanaman perkebunan. Dalam tahun yang sama, Pusat Penelitian Tanah dan FAO (CSR/FAO, 1983) mengembangkan pula sistem evaluasi lahan untuk pemetaan tanah tingkat tinjau (skala 1: ) dalam Atlas Format Procedures, dimana disajikan kriteria kesesuaian lahan untuk 23 jenis tanaman pertanian dan 10 jenis tanaman kehutanan. Kriteria-kriteria tersebut walaupun belum diuji kebenarannya di lapangan, namun telah digunakan secara luas di Indonesia, bahkan diterapkan juga pada pemetaan tanah tingkat semidetil. Dari sistem ini kemudian Wood dan Dent (1983) membangun suatu sistem evaluasi lahan dengan komputer yang disebut LECS (Land Evaluation Computer System). Selanjutnya Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat pada tahun 1993 membuat petunjuk teknis evaluasi lahan untuk pemetaan tanah tingkat tinjau, semidetil dan detil yang dilakukan secara manual. Selain itu, dua tahun kemudian melalui kegiatan Proyek LREP-II (Second Land Resources Evaluation and Planning Project) telah dikembangkan juga sistem ALES (Automated Land Evaluation System ) yang berasal dari Amerika Serikat (Rossiter dan Wambeke, 1994). Sistem ini menggunakan sistem pakar dan telah berkembang cepat. Semula hanya ditujukan untuk keperluan pemetaan tanah tingkat semidetil di daerah -daerah prioritas pengembangan di 17 provinsi di Indonesia, namun belakangan ini telah dikembangkan dan digunakan juga untuk berbagai keperluan dan berbagai skala pemetaan tanah di Indonesia. Terlepas dari perkembangan beberapa sistem evaluasi lahan yang telah ada, namun masih dirasakan perlunya kriteria evaluasi lahan yang tepat. Dengan tidak adanya metode evaluasi lahan yang tepat seringkali lahan -lahan yang sama diklasifikasikan ke dalam kelas kesesuaian lahan yang berbeda, bahkan kadangkadang saling bertentangan. Hal ini sangat membingungkan pengguna karena sulit 10

27 memilih sistem mana yang harus dianut. Terjadinya perbedaan dalam hasil penilaian kesesuaian lahan tersebut antara lain disebabkan oleh: (1) perbedaan terhadap faktor-faktor yang dinilai yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman, (2) perbedaan pengharkatan dalam penilaian karakteristik lahan, (3) perbedaan dalam sistem klasifikasi yang digunakan, dan (4) perbedaan dalam metode pengambilan keputusan, antara lain metode penghambat maksimum atau metode parametrik (Hardjowigeno et al., 1999). Disamping itu juga kriteria kesesuaian lahan yang telah ada masih bersifat umum dan disusun berdasarkan pengalaman empiris yang belum dikaji di lapangan dan disesuaikan dengan produksi tanaman pada tipe penggunaan lahan tertentu. Kriteria kesesuaian lahan tersebut digunakan pada berbagai kondisi lahan, baik pada lahan kering maupun lahan basah atau lahan gambut. Prosedur umum tentang evaluasi lahan untuk pertanian lahan kering telah banyak dibahas oleh FAO (1983), namun kriteria kesesuaian lahan yang spesifik lokasi untuk tanaman pangan di lahan kering khususnya jagung dan kacang tanah belum dikemukakan. Spesifik lokasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah lahan kering yang beriklim basah pada dataran rendah, datar atau diteras, sudah digunakan sebagai lahan pertanian tanaman pangan dengan tipe penggunaan lahan tertentu yang dibedakan berdasarkan jenis komoditas, pola tanam, tujuan produksi, dan besarnya input produksi yang diberikan terutama pupuk. Prosedur Evaluasi Kesesuaian Lahan untuk Pertanian Lahan Kering Prosedur evaluasi kesesuaian lahan untuk lahan kering secara umum telah dikemukakan oleh FAO (1983) namun prinsipnya hampir sama seperti dikemukakan dalam Kerangka Acuan Evaluasi Lahan menurut FAO (1976). Perbedaan yang mendasar dari prosedur ini hanya terletak pada penentuan tipe penggunaan lahan dan pemilihan kualitas lahan yang ditekankan pada lahan kering. Dengan demikian maka penggunaan beberapa komoditas pertanian seperti padi sawah dan atau kualitas lahan yang tidak relevan dengan lahan kering tidak digunakan lagi, seperti kualitas lahan gambut. Berdasarkan tujuannya, evaluasi kesesuaian lahan dapat dibedakan berdasarkan tingkat pemetaan atau ketersediaan data, cara penilaian dan kondisi 11

28 saat penilaian. Berdasarkan tingkat pemetaan tanah/lahan dibedakan ke dalam tiga tingkatan, yaitu tingkat tinjau skala 1: , tingkat semi detil skala 1: dan tingkat detil skala lebih besar dari 1: (Djaenudin et al., 2003). Jenis, jumlah dan kualitas data yang dihasilkan dari ketiga tingkat pemetaan tersebut sangat bervariasi, sehingga penyajian hasil evaluasi kesesuaian lahan ditetapkan sebagai berikut: pada tingkat tinjau dinyatakan dalam ordo, tingkat semi detil dalam kelas/subkelas dan pada tingkat detil dinyatakan dalam subkelas/subunit. Dari cara penilaiannya, dikenal dua macam kesesuaian lahan yaitu kesesuaian lahan kualitatif dan kesesuaian lahan kuantitatif (FAO, 1976). Dalam penilaian kesesuaian lahan kuantitatif, hasil pen ilaian kelas kesesuaian lahan telah dihubungkan dengan besarnya produksi tanaman (secara fisik-kuantitatif) atau keuntungan dalam bentuk uang yang akan diterima petani (ekonomi). Masingmasing kesesuaian lahan tersebut dapat dinilai secara aktual (saat ini) maupun potensial, yang menghasilkan kesesuaian lahan aktual dan kesesuaian lahan potensial. Kesesuaian lahan aktual dihasilkan dari evaluasi kesesuaian lahan pada kondisi aktual (saat sekarang), tanpa masukan perbaikan, sedangkan kesesuaian lahan potensial adalah kesesuaian lahan yang dihasilkan dari penilaian pada kondisi setelah diberikan masukan perbaikan sesuai dengan jenis faktor pembatasnya. Kriteria Kesesuaian Lahan Kriteria kesesuaian lahan disusun berdasarkan tujuan evaluasi dan persyaratan penggunaan lahan dari suatu tipe penggunaan lahan tertentu yang dihubungkan dengan kualitas lahan. Kualitas lahan terdiri dari satu atau lebih karakteristik lahan yang berpengaruh langsung terhadap penggunaan lahan dari suatu wilayah. Kriteria kesesuaian lahan digunakan untuk menilai atau memprediksi potensi atau kelas kesesuaian lahan dari wilayah yang bersangkutan. Persyaratan penggunaan lahan dalam pengertian kualitas lahan meliputi persyaratan tumbuh tanaman, persyaratan pengelolaan dan konservasi lahan. Setiap tipe penggunaan lahan memerlukan persyaratan penggunaan lahan yang berbeda untuk dapat tumbuh dan berproduksi secara optimal. Pemilihan 12

29 kualitas/karakteristik lahan yang dibutuhkan untuk evaluasi kesesuaian lahan sangat ditentukan oleh tujuan evaluasi, relevansi, ketersediaan dan kualitas data yang dihasilkan dari kegiatan penelitian atau pemetaan sumberdaya lahan. FAO (1983) secara umum telah menginventarisasi sejumlah 25 kualitas lahan beserta karakteristik lahannya yang dibutuhkan dalam evaluasi kesesuaian lahan untuk pertanian lahan kering.seperti tertera pada Lampiran 1. Namun demikian, untuk keperluan evaluasi lahan yang lebih spesifik lokasinya perlu dipilih kualitas/karakteristik lahan yang relevan dengan tujuan evaluasi dan ketersediaan data di suatu wilayah. Kualitas dan karakteristik lahan yang digunakan CSR/FAO (1983), Wood dan Dent (1983) dan Djaenudin et al. (2003) baru sebagian saja dari sejumlah kualitas lahan yang dikemukakan FAO (1983), seperti tertera pada Tabel 1. Kualitas lahan dan karakteristik lahan lainnya dapat ditambahkan atau dikurangi bila diperlukan sesuai dengan tujuan evaluasi dan kondisi lahannya. Djaenudin et al. (1994, 2000, 2003) telah menetapkan dan menyusun kriteria kesesuaian lahan untuk berbagai komoditas pertanian berdasarkan kualitas/karakteristik lahan yang relevan dengan kondisi wilayah di Indonesia. Contoh kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman jagung dan kacang tanah yang disusun Djaenudin et al. (2003) disajikan pada Lampiran 2 dan 3. Kualitas dan karakteristik lahan yang digunakan dalam penyusunan kriteria kesesuaian lahan tersebut terdiri dari 12 macam kualitas lahan dan 22 karakteristik lahan. Kriteria yang disusun masih bersifat umum dan berlaku untuk berbagai kondisi lahan, baik lahan kering maupun lahan basah (lahan sawah) atau lahan gambut serta hasil penilaiannya masih bersifat fisik-kualitatif. Pemilihan kualitas/karakteristik lahan, pengharkatan dan pengelompokannya ke dalam kelas-kelas kesesuaian lahan ditetapkan berdasarkan pengalaman empiris dan belum dikaji di lapangan terutama mengenai hubungan antara kelas kesesuaian lahan dengan produksi tanaman pada tingkat pengelolaan tertentu. Perbedaan dalam tingkat pengelo laan lahan umumnya dibedakan berdasarkan tingkat pemberian input produksi, terutama pemberian pupuk untuk perbaikan kesuburan tanah (FAO, 1983). Berdasarkan kualitas lahan yang telah diidentifikasi untuk pertanian lahan kering (Tabel 1), beberapa kualitas lahan yang relevan dan perlu dikaji lebih mendalam di lahan kering beriklim basah untuk tipe 13

30 penggunaan lahan berbasis jagung dan kacang tanah di daerah Bogor adalah ketersediaan air, ketersediaan oksigen, media perakaran, ketersediaan hara, retensi hara, bahaya keracunan, dan bahaya erosi. Ketersediaan hara dan bahaya keracunan aluminium yang cukup berpengaruh pada produktivitas lahan kering (FAO, 1983; Wood dan Dent, 1983; dan Sys et al., 1993) belum terakomodasi dalam kriteria kesesuaian lahan yang dis usun oleh Djaenudin et al. (2003). Tabel 1. Kualitas/Karakteristik Lahan untuk Evaluasi Kesesuaian Lahan Kering FAO (1983) Suhu udara: Suhu udara Ketersediaan air: Curah hujan LGP Neraca air Ketersediaan oksigen: Drainase tanah Masa jenuh air Ketersediaan hara: N-total P-tersedia K-dd ph Rasio Fe2O3/liat Daya retensi hara: KTK tanah Total basa Kelas tekstur Kondisi perakaran: Kedalaman efektif Penetrasi akar Berat isi Bahaya keracunan: Kejenuhan Al ph Pengolahan tanah: Tekstur lapisan atas Bahaya erosi: Lereng Besarnya erosi CSR/FAO (1983) Rejim suhu: Suhu tahunan Ketersediaan. air: Bulan kering Curah hujan Kondisi perakaran: Kelas drainase Tekstur Kedalaman perakaran Retensi hara: KTK tanah ph Ketersediaan. hara: N-total P-tersedia K-dd Toksisitas: Salinitas/DHL Terrain: Lereng Batuan dipermu kaan Singkapan batuan Wood dan Dent (1983) Rejim suhu: Suhu bulanan Rejim air: LGP Curah hujan Retensi hara: KTK tanah ph Ketersediaan. hara: N-total P-tersedia K-dd Salinitas: Salinitas/DHL ph Toksisitas: ph Kondisi perakaran: Kedalam. akar Kelas drainase Kelas tekstur Sys et al. (1993) Suhu udara: Suhu udara Elevasi Ketersed. air: Curah hujan Bulan kering Kelemb. udara Kondisi perakaran: Kedalaman tanah Kelas drainase Tekstur Bahan kasar Retensi hara: KTK liat KB ph C-organik Bahaya keracunan: Aluminium Salinitas/DHL Alkalinitas Bahaya erosi: Lereng Bahaya erosi Penyiapan lahan: Batuan di permukaan Singkapan batuan Djaenudin et al. (2003) Suhu udara: Suhu rerata Ketersediaan air: Curah hujan tahunan Kelembaban udara Ketersediaan oksigen: Kelas drainase Media perakaran: Kelas tekstur Bahan kasar Kedalaman tanah Retensi hara: KTK liat KB ph C-organik Toksisitas: Salinitas/DHL Sodisitas: Alkalinitas/ESP Bahaya erosi: Lereng Bahaya erosi Bahaya banjir: Genangan Penyiapan lahan: Batuan dipermukaan Singkapan batuan 14

31 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Lokasi Penelitian Daerah Kabupaten dan Kota Bogor secara geografis terletak pada 6 o 19 6 o 47 Lintang Selatan dan 106 o o 13 Bujur Timur, dengan luas wilayah ha (Setda Kabupaten Bogor, 2001). Wilayahnya bervariasi dari datar sampai berbukit dan bergunung. Ketinggian tempat dari permukaan laut berkisar dari 25 m di bagian utara sampai 2500 m di bagian selatan pada dataran tinggi Gunung Salak dan Gunung Pangrango. Lokasi penelitian secara administratif termasuk ke dalam 4 Kecamatan, yaitu di Kecamatan Kota Bogor Barat, Kecamatan Gunung Sindur, Jasinga dan Jonggol, Kabupaten Bogor. Berdasarkan perbedaan bahan induk dan perkembangan tanah, telah ditetapkan 7 lokasi penelitian, yaitu 2 lokasi mewakili bahan in duk volkanik, yaitu di Cimanggu (B1) dan Gunung Sindur (B2), 2 lokasi di Jasinga yaitu di Desa Cikopomayak (B3) dan Tegalwangi (B4) mewakili bahan induk batuan sedimen masam, dan 3 lokasi di Jonggol yang mewakili bahan induk batuan sedimen basa (batu gamping), yaitu di sebelah Kebun Penelitian Peternakan IPB (B5), di Kampung Ciukuy-Cijambe (B6) dan di Kampung Melati (B7), Desa Singasari (Peta 1). Keadaan Iklim Keadaan iklim daerah penelitian dan umumnya di wilayah Kabupaten dan Kota Bogor relatif hampir sama, yaitu mempunyai curah hujan cukup tinggi ( mm per tahun) dan hampir merata sepanjang tahun. Jumlah bulanbulan basah (>100 mm) lebih dari 9 bulan, bahkan di sekitar Kota Bogor hampir tidak ada bulan kering (< 60 mm). Suhu udara rata-rata berkisar dari o C. Kelembaban udara tergolong lembab, lebih dari 70%. Menurut Schmidt dan Ferguson (1951), berdasarkan hasil pencatatan data iklim selama 20 tahunan ( ), tipe hujan di daerah penelitian dan sekitarnya tergolong tipe A dan B (Tabel 2). Tipe hujan A tergolong cukup basah, mempunyai rasio rata-rata jumlah

32

33 bulan-bulan kering dan bulan basah sebesar 0-14,3%, sedangkan tipe hujan B relatif lebih kering, mempunyai rasio jumlah bulan kering dan bulan basah sebesar 14,3-33,3%. Koppen (dalam Schmidt dan Ferguson, 1951) menggolongkannya ke dalam tipe iklim Afa, yaitu termasuk ke dalam tipe iklim hujan tropika dengan periode kering tidak nyata, curah hujan bulanan di musim kemarau masih di atas 60 mm dan suhu udara rata-rata bulanan di atas 22 o C. Data iklim terbaru daerah penelitian selama periode dari Badan Meteorologi dan Geofisika dan hasil pengukuran Balai Penelitian Agroklimat, Bogor (Tabel 3) menunjukkan bahwa secara umum di wilayah Kabupaten Bogor mengalami sedikit perubahan iklim, khususnya terhadap curah hujan tahunan di Jasinga, Gunung Sindur dan Jonggol yang cenderung menurun. Data iklim yang lengkap untuk daerah penelitian hanya diperoleh dari stasiun iklim Cimanggu, Bogor terdiri dari data curah hujan, kelembaban udara, suhu udara, kecepatan angin dan radiasi matahari sedangkan di stasion iklim lainnya hanya diperoleh data curah hujan bulanan. Data suhu udara untuk stasiun iklim lainnya ditetapkan berdasarkan rumus Braak (dalam Mohr et al., 1972), yaitu setiap kenaikan/penurunan tinggi tempat 100 m dari permukaan laut akan terjadi penurunan/kenaikan suhu udara sebesar 0,6 o C. Pada Tabel 3 terlihat bahwa iklim di sekitar Cimanggu, Bogor (240 m dpl) dicirikan oleh curah hujan tahunan yang cukup tinggi yaitu 4414 mm dan curah hujan bulanan hampir merata sepanjang tahun, tanpa bulan kering yang nyata. Curah hujan terendah pada bulan Juli sebesar 193 mm. Suhu udara rata-rata bulanan 26,8 o C, dan kelembaban udara rata-rata bulanan 77%. Curah hujan tahunan di Gunung Sindur (90 m dpl), Jasinga (90 m dpl) serta Jonggol (123 m dpl) lebih rendah, masing-masing sebesar 2187 mm, 2910 mm dan 2922 mm. Curah hujan terendah jatuh pada bulan Juni dan Juli, namun masih di atas 60 mm. 17

34 Tabel 2. Data Iklim di Daerah Kabupaten dan Kota Bogor (Schmidt & Ferguson, 1951) No Stasion Iklim a 36c Nama Stasiun Iklim Jasinga (90 m) Cigudeg (320 m) Parung (103) Gunung Sindur (90 m) Kebun Raya (237 m) Jonggol (123 m) BK 0,5 0,5 1,5 1,5 0,3 1,1 Jumlah BB 10,9 11,1 9,9 9,8 11,5 10,4 Nilai Q 4,5 4,5 15,1 15,3 2,6 10,5 Keterangan: BK: Bulan Kering, BB: Bulan Basah, Q = BK/BB x 100 Tipe Hujan (S&F) A A B B A A Tipe Iklim Koopen Afa Afa Afa Afa Afa Afa Jumlah Curah Hujan (mm) Tabel 3 Keadaan Iklim di Daerah Penelitian (Badan Meteorologi dan Geofisika, ; Balai Penelitian Agroklimat, ) Un Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des sur Sta. Cimanggu, 240 m dpl, 112 o 44 BT dan 06 o 37 LS ( ) CH HH KR SU KA RM ET ,8 0, , ,0 0, , ,6 0, , ,9 0, , ,4 0, , ,1 0, , ,0 0, , ,1 1, , ,5 1, ,50 Sta. Gunung Sindur, 90 m dpl, 106 o 46 BT dan 06 o 25 LS ( ) CH SU , , , , , , , ,7 Sta. Jasinga, 90 m dpl, 106 o 27 BT dan 06 o 29 LS ( ) CH SU , , , , , , , ,7 Sta. Jonggol, 123 m dpl, 107 o 04 BT dan 06 o 28 LS ( ) CH SU , , , , , ,6 Keterangan: CH: Curah hujan (mm), HH: Hari hujan (hari), KR: Kelembaban udara relatif (%), SU: Suhu udara (oc), KA: Kecepatan angin (m/dt), RM: Radiasi matahari (kal/cm2), ET: Evapotranspirasi (mm/hari) , , , , , ,2 1, , , , , ,7 0, , , , , ,5 0, , , , ,2 Tahun ,8 0, , , , ,3 18

35 Geologi dan Bahan Induk Wilayah Kabupaten dan Kota Bogor memiliki struktur geologi berupa struktur lipatan, sesar, volkanik dan sedimentasi (van Bemmelen, 1949). Struktur lipatan terdapat pada batuan sedimen berumur Miosen Tengah. Batuan ini terdapat pada formasi Jatiluhur, membentuk antiklin dan sinklin yang memiliki sumbu dengan arah Tenggara-Barat Laut, membujur melalui daerah G. Hambalang, Pasir Menteng dan Pasir Gombong. Struktur sesar terdapat dalam bentuk sesar mendatar arah Timur Laut dan Barat Daya memotong sumbu lipatan, membujur melalui daerah Gunung Hambalang, Pasir Menteng, Pasir Gombong dan Pasir Kutawesi dan tampak adanya kelurusan dengan arah Timur Laut-Barat Daya dan Barat Laut-Tenggara membujur melalui Warung Borong dan Sileuwi yang menunjukkan zona lemah berupa sesar. Struktur volkanik terdapat pada batuan berumur Pleistosin. Keberadaan struktur volkanik dapat dijumpai pada deretan G. Salak, G. Gede dan G. Pangrango. Struktur sedimentasi berkaitan dengan proses sedimentasi pada cekungan Bogor yang dicirikan oleh adanya endapan marin. Kemiringan lapisan batuan rata-rata 30% dengan arah Timur Laut-Barat Daya. Formasi batuan tertua yang tersingkap adalah Formasi Kelapanunggal terdiri dari batu gamping koral dengan sisipan batu gamping pasir, napal, batu pasir kuarsa glaukonitan dan batu pasir hijau. Formasi ini diendapkan pada lingkungan marin pada masa Miosen Tengah. Tebal formasi diperkirakan 100 m tersebar di sekitar Sendanglengo, Pasir Leutik, Gunung Guha, Sileuwi dan Pasir Cabe. Batuan tufa dan breksi Pliosen Akhir secara selaras di atas Formasi Serpong yang terdiri dari tufa batu apung, breksi tufa andesitik, batu pasir tufa, batu liat tufa dengan kayu terkersikkan dan sisa-sisa tumbuhan, tersebar di sekitar Cianten. Batuan gunung api Pleistosin dan endapan permukaan Pleistosin-Holosen diendapkan di atas batuan tufa dan breksi Pliosen antara lain: endapan gunung api muda bersusunan breksi, lahar basal dan tufa breksi berselingan dengan tufa pasir dan tufa halus diperkirakan berumur Pleistosin yang diendapkan di lingkungan darat, serta endapan dari Gunung Sudamanik dengan ketebalan beberapa puluh sampai ratusan meter. Penyebaran batuan ini terdapat di sekitar Depok, Sungai Ciliwung dan di sekitar Gunung Bubur. 19

36 Batuan volkanik Gunung Salak yang tersusun dari tufa batu apung berpasir tersebar setempat-setempat di sekitar Gunung Menyan, Kampung Darmaga dan selatan Gunung Bubur. Batuan volkanik Gunung Salak yang tersusun dari lahar, breksi tufa dan lapili bersusunan andesit basal kebanyakan lapuk sekali, tersebar di sekitar Gunung Menyan, Cibogel dan Gunung Palasari. Sedangkan batuan volkanik Gunung Salak yang tersusun dari aliran lava andesit-basal dengan piroksin tersebar di bagian selatannya yaitu di sekitar Kampung Kiaralawang. Batuan breksi dan lava Gunung Kencana dan Gunung Limo tersusun dari bongkah-bongkah tufa dan breksi andesit dengan banyak sekali fenokris piroksin dan lava basal, tersebar di sekitar Gunung Panitisan, Gunung Kramat, Gunung Hanjuang, Gunung Palasari, Gunung Kendung, Gunung Halimun dan Gunung Kancana. Batuan volkanik dari Gunung Pangrango tersusun dari lava, lahar andesit-basal dengan oligoklas, tersebar di sekitar Bogor hingga Ciawi. Batuan sedimen dan endapan sungai (aluvium) tersusun atas batu pasir konglomerat dan batu lanau berumur Pleistosen, endapan sungai Citarum dan Cibeet, tersebar di sekitar Setu, Cijambe dan Tegalkadu dengan ketebalan mencapai 50 m. Endapan kipas aluvium berumur Pleistosen terdiri dari konglomerat, batu pasir tufa, tufa dan breksi mempunyai ketebalan mencapai 300 m, tersebar di sekitar Kota Bogor, Cibinong, Cileungsi, Bekas i dan Cikarang. Ketebalan tanah berkisar antara 3-8 m, tanah terlapuk lanjut berupa liat bertufa dan pasir lanau. Endapan sungai muda terdiri dari pasir, lumpur, kerikil dan kerakal, umumnya tersebar sepanjang jalur aliran Sungai Cihoe, Sungai Cikarang, Sungai Cikeas dan Sungai Cileungsi. Bahan volkan dari Gunung Salak dan Gunung Pangrango terdiri dari abu, pasir, tufa dan breksi andesit (Effendi, 1986), tersebar menutupi hampir seluruh bagian tengah dari wilayah Kabupaten dan Kota Bogor mulai dari Cisarua menurun sampai Gunung Sindur dan melebar sampai ke Depok dan Citeureup membentuk kipas volkan atau lebih dikenal sebagai kipas aluvium. Batuan sedimen masam yang terdapat di sekitar Jasinga tersusun atas batuliat yang bercampur tufa masam, sedangkan batuan sedimen basa yang terdapat di sekitar Jonggol (Gambar 2) tersusun dari napal dan batu gamping (Direktorat Geologi, 1969). 20

37 PETA GEOLOGI DAERAH BOGOR DAN SEKITARNYA Skala 1: LEGENDA: Aluvium Holosen Fasies gunung api, Plistosen Bahan volkanik tak teruraikan, Kuarter Bahan volkanik Kuarter Tua Andesit Fasies Sedimen Pliosen Fasies sedimen Miosen Fasies batu gamping Miosen Sumber Peta : Peta Geologi Jawa dan Madura, Lembar Jawa Barat, Skala 1: (Direktorat Geologi, 1969)

38 Keadaan Tanah Menurut Peta Tanah Tinjau Kabupaten dan Kota Bogor skala 1: (Lembaga Penelitian Tanah, 1966) menunjukkan bahwa tanah-tanah di daerah Bogor cukup beragam, sejalan dengan keragaman bahan induk tanahnya. Tanah diklasifikasikan menurut Dudal dan Soepraptohardjo (1957), terdiri dari Aluvial, Regosol, Andosol, Litosol, Renzina, Grumusol, Latosol dan Podsolik Merah Kekuningan. Latosol yang berkembang dari bahan volkanik mempunyai penyebaran paling luas di daerah Bogor (67% dari luas seluruh Kabupaten dan Kota Bogor), kemudian diikuti oleh Podsolik Merah Kekuningan (15%) yang berkembang dari batuan sedimen masam, banyak dijumpai di daerah perbukitan lipatan sekitar Leuwiliang dan Jasinga. Tanah-tanah lainnya mempunyai penyebaran sempit, seperti Mediteran dan Kompleks Renzina-Brown Forest Soil yang terdapat di sekitar daerah Jonggol dan Cariu yang berkembang dari batu gamping. Aluvial terbentuk dari bahan aluvium, mempunyai penyebaran sempit dan terbatas di sepanjang jalur aliran sungai, antara lain Sungai Cisadane, Ciliwung, Cimandiri dan Cihoe-Cibeet. Penggunaan tanah umumnya untuk persawahan. Regosol dan Andosol dijumpai di lereng atas volkan G. Salak dan G. Pangrango pada ketinggian di atas 1000 m dari permukaan laut. Sedangkan Renzina, Brown Forest Soil, Grumusol dan Mediteran berkembang dari batuan sedimen basa (batu gamping dan napal), terdapat di daerah perbukitan lipatan/angkatan di sekitar Jonggol dan Cariu. Jenis-jenis tanah utama di daerah Bogor dapat dilihat pada Tabel 4, sedangkan penyebarannya dari masing-masing jenis tanah tersebut dapat dilihat pada Gambar 3. Tanah-tanah di lokas i penelitian Cimanggu, Bogor dan Gunung Sindur yang berkembang dari bahan volkanik (tufa volkan intermedier) termasuk kedalam Latosol Coklat Kemerahan dan Latosol Merah. Sedangkan tanah-tanah di Jasinga, yaitu di lokasi penelitian Cikopomayak dan Tegalwangi, berkembang dari batuan sedimen masam termasuk Podsolik Merah Kuning. Tanah di lokasi penelitian Jonggol termasuk Renzina, Brown Forest Soil dan Mediteran yang berkembang dari batu gamping. 22

39

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Lahan kering adalah hamparan lahan yang tidak pernah digenangi atau tergenang air pada sebagian besar waktu dalam setahun. Berdasarkan iklimnya, lahan kering

Lebih terperinci

KRITERIA KESESUAIAN LAHAN UNTUK TIPE PENGGUNAAN LAHAN BERBASIS JAGUNG DAN KACANG TANAH DI DAERAH BOGOR DJADJA SUBARDJA SUTAATMADJA

KRITERIA KESESUAIAN LAHAN UNTUK TIPE PENGGUNAAN LAHAN BERBASIS JAGUNG DAN KACANG TANAH DI DAERAH BOGOR DJADJA SUBARDJA SUTAATMADJA KRITERIA KESESUAIAN LAHAN UNTUK TIPE PENGGUNAAN LAHAN BERBASIS JAGUNG DAN KACANG TANAH DI DAERAH BOGOR DJADJA SUBARDJA SUTAATMADJA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan nasional, pengembangan pertanian di lahan kering mempunyai harapan besar untuk mewujudkan pertanian yang tangguh di Indonesia, mengingat

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian terletak di 7 lokasi lahan kering di daerah Kabupaten dan Kota Bogor yang terbagi ke dalam tiga kelompok berdasarkan perbedaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Lahan adalah lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi dan vegetasi dimana faktor tersebut mempengaruhi potensi penggunaan lahannya (Hardjowigeno et

Lebih terperinci

Pengaruh Kualitas Lahan terhadap Produktivitas Jagung pada Tanah Volkanik dan Batuan Sedimen di Daerah Bogor

Pengaruh Kualitas Lahan terhadap Produktivitas Jagung pada Tanah Volkanik dan Batuan Sedimen di Daerah Bogor Pengaruh Kualitas Lahan terhadap Produktivitas Jagung pada Tanah Volkanik dan Batuan Sedimen di Daerah Bogor The influence of Land Quality to Productivity of Maize on Volcanic and Sedimentary Rock Derived

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang mungkin dikembangkan (FAO, 1976). Vink, 1975 dalam Karim (1993)

TINJAUAN PUSTAKA. yang mungkin dikembangkan (FAO, 1976). Vink, 1975 dalam Karim (1993) TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Evaluasi Lahan Evaluasi lahan adalah proses penilaian penampilan atau keragaman lahan jika dipergunakan untuk tujuan tertentu, meliputi pelaksanaan dan interpretasi survei serta

Lebih terperinci

2013, No.1041 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

2013, No.1041 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 5 2013, No.1041 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG PEDOMAN KESESUAIAN LAHAN PADA KOMODITAS TANAMAN PANGAN PEDOMAN KESESUAIAN LAHAN PADA KOMODITAS

Lebih terperinci

Berdasarkan TUJUAN evaluasi, klsifikasi lahan, dibedakan : Klasifikasi kemampuan lahan Klasifikasi kesesuaian lahan Kemampuan : penilaian komponen lah

Berdasarkan TUJUAN evaluasi, klsifikasi lahan, dibedakan : Klasifikasi kemampuan lahan Klasifikasi kesesuaian lahan Kemampuan : penilaian komponen lah KUALITAS LAHAN SUNARTO ISMUNANDAR Umum Perlu pertimbangan dalam keputusan penggunaan lahan terbaik Perlunya tahu kemampuan dan kesesuaian untuk penggunaan ttt Perlu tahu potensi dan kendala EL : pendugaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Tanaman ubi jalar tergolong famili Convolvulaceae suku Kangkungkangkungan,

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Tanaman ubi jalar tergolong famili Convolvulaceae suku Kangkungkangkungan, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) 1. Karakteristik Tanaman Ubi Jalar Tanaman ubi jalar tergolong famili Convolvulaceae suku Kangkungkangkungan, dan terdiri dari 400 species. Ubi jalar

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. bahan induk, relief/ topografi dan waktu. Tanah juga merupakan fenomena alam. pasir, debu dan lempung (Gunawan Budiyanto, 2014).

I. TINJAUAN PUSTAKA. bahan induk, relief/ topografi dan waktu. Tanah juga merupakan fenomena alam. pasir, debu dan lempung (Gunawan Budiyanto, 2014). I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah dan Lahan Tanah merupakan sebuah bahan yang berada di permukaan bumi yang terbentuk melalui hasil interaksi anatara 5 faktor yaitu iklim, organisme/ vegetasi, bahan induk,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR GAMBAR... ABSTRAK... I. PENDAHULUAN 1.

DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR GAMBAR... ABSTRAK... I. PENDAHULUAN 1. DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR GAMBAR... ABSTRAK... I. PENDAHULUAN II. 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Tujuan... 3 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 79/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG PEDOMAN KESESUAIAN LAHAN PADA KOMODITAS TANAMAN PANGAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 79/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG PEDOMAN KESESUAIAN LAHAN PADA KOMODITAS TANAMAN PANGAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 79/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG PEDOMAN KESESUAIAN LAHAN PADA KOMODITAS TANAMAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa kesesuaian

Lebih terperinci

II. IKLIM, TANAH DAN WILAYAH PRODUKSI

II. IKLIM, TANAH DAN WILAYAH PRODUKSI II. IKLIM, TANAH DAN WILAYAH PRODUKSI 2.1. Iklim Ubi kayu tumbuh optimal pada ketinggian tempat 10 700 m dpl, curah hujan 760 1.015 mm/tahun, suhu udara 18 35 o C, kelembaban udara 60 65%, lama penyinaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga rumput-rumputan. Berasal dari Amerika yang tersebar ke Asia dan Afrika melalui kegiatan

Lebih terperinci

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN TANAMAN PADI SAWAH, PADI GOGO

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN TANAMAN PADI SAWAH, PADI GOGO EVALUASI KESESUAIAN LAHAN TANAMAN PADI SAWAH, PADI GOGO (Oryza sativa L.), DAN SORGUM (Shorgum bicolor) DI KECAMATAN SEI BAMBAN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI SKRIPSI Oleh : WASKITO 120301011/ILMU TANAH PROGRAM

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis Gambaran Umum Lahan Pertanian di Area Wisata Posong Desa Tlahap terletak di Kecamatan Kledung,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis Gambaran Umum Lahan Pertanian di Area Wisata Posong Desa Tlahap terletak di Kecamatan Kledung, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Gambaran Umum Lahan Pertanian di Area Wisata Posong Desa Tlahap terletak di Kecamatan Kledung, Kabupaten Temanggung tepatnya pada koordinat 7 19 20.87-7

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Citra Digital Interpretasi dilakukan dengan pembuatan area contoh (training set) berdasarkan pengamatan visual terhadap karakteristik objek dari citra Landsat. Untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang mempunyai nama ilmiah

I. PENDAHULUAN. Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang mempunyai nama ilmiah 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang mempunyai nama ilmiah Ananas comosus (L) Merr. Tanaman ini berasal dari benua Amerika, tepatnya negara Brazil.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat

TINJAUAN PUSTAKA. fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat 4 TINJAUAN PUSTAKA Pendekatan Agroekologi Agroekologi adalah pengelompokan suatu wilayah berdasarkan keadaan fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat diharapkan tidak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Durian 1. Karakteristik tanaman durian Durian (Durio zibethinus Murr.) merupakan salah satu tanaman hasil perkebunan yang telah lama dikenal oleh masyarakat yang pada umumnya

Lebih terperinci

Pengaruh Kualitas Lahan terhadap Produktivitas Jagung pada Tanah Volkanik dan Batuan Sedimen di Daerah Bogor

Pengaruh Kualitas Lahan terhadap Produktivitas Jagung pada Tanah Volkanik dan Batuan Sedimen di Daerah Bogor Pengaruh Kualitas Lahan terhadap Produktivitas Jagung pada Tanah Volkanik dan Batuan Sedimen di Daerah Bogor The influence of Land Quality on Productivity of Maize in Soils Derived from Volcanic and Sedimentary

Lebih terperinci

Evaluasi Lahan. proses perencanaan penggunaan lahan (land use planning). Evaluasi lahan

Evaluasi Lahan. proses perencanaan penggunaan lahan (land use planning). Evaluasi lahan Evaluasi Lahan Evaluasi lahan merupakan salah satu komponen yang penting dalam proses perencanaan penggunaan lahan (land use planning). Evaluasi lahan merupakan proses penilaian atau keragaab lahan jika

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik dan Fisiografi Wilayah. lingkungan berhubungan dengan kondisi fisiografi wilayah.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik dan Fisiografi Wilayah. lingkungan berhubungan dengan kondisi fisiografi wilayah. V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik dan Fisiografi Wilayah Pertumbuhan dan perkembangan tanaman dipengaruhi oleh beberapa faktor selain faktor internal dari tanaman itu sendiri yaitu berupa hormon

Lebih terperinci

338. Jurnal Online Agroekoteknologi Vol.1, No.2, Maret 2013 ISSN No

338. Jurnal Online Agroekoteknologi Vol.1, No.2, Maret 2013 ISSN No 338. Jurnal Online Agroekoteknologi Vol.1, No.2, Maret 2013 ISSN No. 2337-6597 EVALUASI KESESUAIAN LAHAN SAWAH BERIRIGASI DI DESA AIR HITAM KECAMATAN LIMA PULUH KABUPATEN BATUBARA Frans Ferdinan 1*, Jamilah

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deskripsi Profil

Lampiran 1. Deskripsi Profil Lampiran 1. Deskripsi Profil A. Profil pertama Lokasi : Desa Sinaman kecamatan Barus Jahe Kabupaten Tanah Karo Simbol : P1 Koordinat : 03 0 03 36,4 LU dan 98 0 33 24,3 BT Kemiringan : 5 % Fisiografi :

Lebih terperinci

Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam

Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam ANNY MULYANI Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (naskah ini disalin sesuai aslinya untuk kemudahan navigasi) (sumber : SINAR TANI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.)

TINJAUAN PUSTAKA. A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Ubi jalar atau ketela rambat (Ipomoea batatas L.) merupakan salah satu jenis tanaman budidaya yang dimanfaatkan bagian akarnya yang membentuk umbi

Lebih terperinci

Analisa Kesesuaian Lahan Dan Potensi Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Tanah Laut Menggunakan Sistem Informasi Geografis

Analisa Kesesuaian Lahan Dan Potensi Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Tanah Laut Menggunakan Sistem Informasi Geografis Analisa Kesesuaian Lahan Dan Potensi Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Tanah Laut Menggunakan Sistem Informasi Geografis Widiarti 1 dan Nurlina 2 Abstrak: Kalimantan Selatan mempunyai potensi untuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Material Vulkanik Merapi. gunung api yang berupa padatan dapat disebut sebagai bahan piroklastik (pyro = api,

TINJAUAN PUSTAKA. A. Material Vulkanik Merapi. gunung api yang berupa padatan dapat disebut sebagai bahan piroklastik (pyro = api, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Material Vulkanik Merapi Abu vulkanik adalah bahan material vulkanik jatuhan yang disemburkan ke udara saat terjadi suatu letusan dan dapat jatuh pada jarak mencapai ratusan bahkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Survei Tanah. potensi sumber dayanya adalah survei. Sebuah peta tanah merupakan salah satu

TINJAUAN PUSTAKA. Survei Tanah. potensi sumber dayanya adalah survei. Sebuah peta tanah merupakan salah satu TINJAUAN PUSTAKA Survei Tanah Salah satu kegiatan yang dilakukan untuk mempelajari lingkungan alam dan potensi sumber dayanya adalah survei. Sebuah peta tanah merupakan salah satu dokumentasi utama sebagai

Lebih terperinci

Lampiran 1. Data curah hujan di desa Sipahutar, Kecamatan Sipahutar, Kabupaten Tapanuli Utara

Lampiran 1. Data curah hujan di desa Sipahutar, Kecamatan Sipahutar, Kabupaten Tapanuli Utara Lampiran 1. Data curah hujan di desa Sipahutar, Kecamatan Sipahutar, Kabupaten Tapanuli Utara Data curah hujan (mm) Tahun 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Jan 237 131 163 79 152 162 208

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun LAMPIRAN Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun 20002009 Bln Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des THN 2000 47 99 147 114 65 19 56 64 220 32 225

Lebih terperinci

Kata kunci : Kesesuaian lahan, Padi gogo, Lahan kering.

Kata kunci : Kesesuaian lahan, Padi gogo, Lahan kering. ABSTRAK EVALUASI KESESUAIAN LAHAN TANAMAN PADI GOGO PADA LAHAN KERING DI UATULARI, DISTRITO VIQUEQUE-TIMOR LESTE Pertambahan penduduk dengan pola konsumsi pangan masyarakat Timor Leste sangat tergantung

Lebih terperinci

Tri Fitriani, Tamaluddin Syam & Kuswanta F. Hidayat

Tri Fitriani, Tamaluddin Syam & Kuswanta F. Hidayat J. Agrotek Tropika. ISSN 2337-4993 Fitriani et al.: Evaluasi Kuanlitatif dan Kuantitatif Pertanaman Jagung Vol. 4, No. 1: 93 98, Januari 2016 93 Evaluasi Kesesuaian Lahan Kualitatif dan Kuantitatif Pertanaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. merupakan bagian dari bentang alam ( Landscape) yang mencakup pengertian lingkungan

I. PENDAHULUAN. merupakan bagian dari bentang alam ( Landscape) yang mencakup pengertian lingkungan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Lahan adalah wilayah dipermukaan bumi, meliputi semua benda penyusun biosfer baik yang berada di atas maupun di bawahnya, yang bersifat tetap atau siklis (Mahi,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit semula merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan-hutan maupun daerah semak belukar tetapi kemudian dibudidayakan. Sebagai tanaman

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Evaluasi Lahan Lahan mempunyai pengertian yang berbeda dengan tanah (soil), dimana lahan terdiri dari semua kondisi lingkungan fisik yang mempengaruhi potensi penggunaannya, sedangkan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK LAHAN UNTUK PERTANAMAN PADI GOGO

KARAKTERISTIK LAHAN UNTUK PERTANAMAN PADI GOGO KARAKTERISTIK LAHAN UNTUK PERTANAMAN PADI GOGO Padi sebagai tanaman pokok nasional dan merupakan tanaman utama yang dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat Indonesia dan produksinya dengan berbagai upaya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 2.1 Survei Tanah BAB II TINJAUAN PUSTAKA Salah satu kegiatan yang dilakukan untuk mempelajari lingkungan alam dan potensi sumber dayanya adalah survei. Sebuah peta tanah merupakan salah satu dokumentasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Lahan Pasir Pantai. hubungannya dengan tanah dan pembentukkannya.

TINJAUAN PUSTAKA. A. Lahan Pasir Pantai. hubungannya dengan tanah dan pembentukkannya. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lahan Pasir Pantai Lahan adalah bagian daratan dari permukaan bumi sebagai lingkungan fisik yang meliputi tanah beserta faktor yang mempengaruhi penggunaannya seperti iklim relief/topografi,

Lebih terperinci

Kata kunci: lahan kering, kedelai

Kata kunci: lahan kering, kedelai EVALUASI KESESUAIAN LAHAN KERING UNTUK BUDIDAYA TANAMAN KEDELAI DI DESA PUCUNG, KECAMATAN GIRISUBO, KABUPATEN GUNUNGKIDUL DRY LAND SUITABILITY EVALUATION FOR CULTIVATION OF SOYBEAN IN PUCUNG VILLAGE, GIRISUBO

Lebih terperinci

Pemetaan Tanah.

Pemetaan Tanah. Pemetaan Tanah nasih@ugm.ac.id Peta Geologi dan Fisiografi Daerah Istimewa Yogyakarta Peta : alat pemberita visual suatu wilayah Peta ilmu bumi (geografi) Peta topografi Peta geologi dan sebagainya Peta

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun LAMPIRAN Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun 19982007 Bln Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des THN 1998 77 72 117 106 68 30 30 227 58 76 58 63

Lebih terperinci

TUGAS KULIAH SURVEI TANAH DAN EVALUASI LAHAN SETELAH UTS

TUGAS KULIAH SURVEI TANAH DAN EVALUASI LAHAN SETELAH UTS 2018 TUGAS KULIAH SURVEI TANAH DAN EVALUASI LAHAN SETELAH UTS Sudarto, Aditya Nugraha Putra & Yosi Andika Laboratorium Pedologi dan Sistem Informasi Sumberdaya Lahan (PSISDL) 9/4/2018 TUGAS SURVEI TANAH

Lebih terperinci

TATACARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni Oktober 2015 dan dilakukan

TATACARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni Oktober 2015 dan dilakukan 22 TATACARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni Oktober 2015 dan dilakukan di lapangan dan di laboratorium. Pengamatan lapangan dilakukan di empat lokasi

Lebih terperinci

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) DI KECAMATAN MUARA KABUPATEN TAPANULI UTARA

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) DI KECAMATAN MUARA KABUPATEN TAPANULI UTARA EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) DI KECAMATAN MUARA KABUPATEN TAPANULI UTARA The Evaluation of Land Suitability Onion (Allium ascalonicum L.) in Muara Subdistrict

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun LAMPIRAN Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun 20002009 Bln Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des THN 2000 47 99 147 114 65 19 56 64 220 32 225

Lebih terperinci

Kesesuaian Lahan Jagung Pada Tanah Mineral dipoliteknik Pertanian Negeri Payakumbuh

Kesesuaian Lahan Jagung Pada Tanah Mineral dipoliteknik Pertanian Negeri Payakumbuh KESESUAIAN LAHAN Jurnal Nasional Ecopedon JNEP Vol. 2 No.1 (2015) 020-024 http://www.perpustakaan.politanipyk.ac.id Kesesuaian Lahan Jagung Pada Tanah Mineral dipoliteknik Pertanian Negeri Payakumbuh Moratuah

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak Geografis. Daerah penelitian terletak pada BT dan

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak Geografis. Daerah penelitian terletak pada BT dan KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak Geografis Daerah penelitian terletak pada 15 7 55.5 BT - 15 8 2.4 dan 5 17 1.6 LS - 5 17 27.6 LS. Secara administratif lokasi penelitian termasuk ke dalam wilayah Desa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dapat menghasilkan genotip baru yang dapat beradaptasi terhadap berbagai

I. PENDAHULUAN. dapat menghasilkan genotip baru yang dapat beradaptasi terhadap berbagai I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan salah satu tanaman serealia yang tumbuh hampir di seluruh dunia dan tergolong spesies dengan viabilitas genetik yang besar. Tanaman jagung dapat menghasilkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sekitar 500 mm per tahun (Dowswell et al., 1996 dalam Iriany et al., 2007).

I. PENDAHULUAN. sekitar 500 mm per tahun (Dowswell et al., 1996 dalam Iriany et al., 2007). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jagung merupakan tanaman serealia yang paling produktif di dunia, cocok ditanam di wilayah bersuhu tinggi. Penyebaran tanaman jagung sangat luas karena mampu beradaptasi

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak Geografis dan Iklim Daerah aliran sungai (DAS) Siulak di hulu DAS Merao mempunyai luas 4296.18 ha, secara geografis terletak antara 101 0 11 50-101 0 15 44 BT dan

Lebih terperinci

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala Geografi Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala TANAH Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu TINJAUAN PUSTAKA Survei dan Pemetaan Tanah Tujuan survey dan pemetaan tanah adalah mengklasifikasikan dan memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu satuan peta tanah yang

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Pengambilan sampel tanah dilakukan di Lahan pesisir Pantai Desa Bandengan,

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Pengambilan sampel tanah dilakukan di Lahan pesisir Pantai Desa Bandengan, 12 III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai Januari sampai Maret 2017. Pengambilan sampel tanah dilakukan di Lahan pesisir Pantai Desa Bandengan, Kecamatan

Lebih terperinci

SISTEM PAKAR PENENTUAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK PEMILIHAN WILAYAH BUDIDAYA KOMODITAS PERTANIAN (STUDI KASUS: KECAMATAN KLARI, KARAWANG, JAWA BARAT)

SISTEM PAKAR PENENTUAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK PEMILIHAN WILAYAH BUDIDAYA KOMODITAS PERTANIAN (STUDI KASUS: KECAMATAN KLARI, KARAWANG, JAWA BARAT) SISTEM PAKAR PENENTUAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK PEMILIHAN WILAYAH BUDIDAYA KOMODITAS PERTANIAN (STUDI KASUS: KECAMATAN KLARI, KARAWANG, JAWA BARAT) Oleh BUDI HARDIYANTO F14101112 2006 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN

Lebih terperinci

Lampiran 1 : Data suhu udara di daerah Kebun Bekala Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang ( 0 C)

Lampiran 1 : Data suhu udara di daerah Kebun Bekala Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang ( 0 C) Lampiran 1 : Data suhu udara di daerah Kebun Bekala Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang ( 0 C) Bln/Thn 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Total Rataan Jan 25.9 23.3 24.0 24.4 24.7

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan Mei-Agustus 2015 di 5 unit lahan pertanaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penduduk di Indonesia bergantung pada sektor pertanian sebagai sumber. kehidupan utama (Suparyono dan Setyono, 1994).

I. PENDAHULUAN. penduduk di Indonesia bergantung pada sektor pertanian sebagai sumber. kehidupan utama (Suparyono dan Setyono, 1994). I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang menjadikan sektor pertanian sebagai sektor utama dalam pembangunan perekonomian di Indonesia, karena sekitar 70% penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan paling mendasar dari suatu bangsa. Banyak negara dengan sumber ekonomi cukup memadai, tetapi mengalami kehancuran karena tidak mampu memenuhi

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi. wilayahnya. Iklim yang ada di Kecamatan Anak Tuha secara umum adalah iklim

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi. wilayahnya. Iklim yang ada di Kecamatan Anak Tuha secara umum adalah iklim V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi Kecamatan Anak Tuha, Kabupaten Lampung Tengah terdiri dari 12 desa dengan luas ± 161,64 km2 dengan kemiringan kurang dari 15% di setiap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan beras di Indonesia meningkat seiring dengan peningkatan laju

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan beras di Indonesia meningkat seiring dengan peningkatan laju 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan beras di Indonesia meningkat seiring dengan peningkatan laju pertumbuhan penduduk, namun hal ini tidak dibarengi dengan peningkatan kuantitas dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan hubungan dengan kelingkungan (Versatappen, 1983 dalam Suwarno 2009).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan hubungan dengan kelingkungan (Versatappen, 1983 dalam Suwarno 2009). 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Geomorfologi Geomorfologi merupakan ilmu yang mempelajari bentuklahan yang menyusun permukaan bumi, baik diatas maupun dibawah permukaan air laut dan menekankan pada asal mula

Lebih terperinci

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN APEL DI DESA SIHIONG KECAMATAN BONATUA LUNASI KABUPATEN TOBA SAMOSIR

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN APEL DI DESA SIHIONG KECAMATAN BONATUA LUNASI KABUPATEN TOBA SAMOSIR 996. Jurnal Online Agroekoteknologi Vol.1, No.4, September 2013 ISSN No. 2337-6597 EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN APEL DI DESA SIHIONG KECAMATAN BONATUA LUNASI KABUPATEN TOBA SAMOSIR Carlos Samuel

Lebih terperinci

Mela Febrianti * 1. Pendahuluan. Abstrak KESESUAIAN LAHAN

Mela Febrianti * 1. Pendahuluan. Abstrak KESESUAIAN LAHAN KESESUAIAN LAHAN Jurnal Nasional Ecopedon JNEP Vol. 2 No. 2 (2015) 038-042 http://www.perpustakaan politanipyk.ac.id. Kesesuaian Lahan Kopi, Sawit, Jagung, Kayu Manis, Kelapa, Tembakau, Kedelai, Kakao

Lebih terperinci

ANALISA POTENSI LAHAN UNTUK KOMODITAS TANAMAN KEDELAI DI KABUPATEN SITUBONDO

ANALISA POTENSI LAHAN UNTUK KOMODITAS TANAMAN KEDELAI DI KABUPATEN SITUBONDO ANALISA POTENSI LAHAN UNTUK KOMODITAS TANAMAN KEDELAI DI KABUPATEN SITUBONDO Kustamar Dosen Teknik Sipil (Teknik Sumber Daya Air) FTSP ITN Malang ABSTRAKSI Kedelai merupakan komoditas tanaman pangan yang

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi Desa Panapalan, Kecamatan Tengah Ilir terdiri dari 5 desa dengan luas 221,44 Km 2 dengan berbagai ketinggian yang berbeda dan di desa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Survei Tanah. satu dokumentasi utama sebagai dasar dalam proyek-proyek pengembangan

TINJAUAN PUSTAKA. Survei Tanah. satu dokumentasi utama sebagai dasar dalam proyek-proyek pengembangan TINJAUAN PUSTAKA Survei Tanah Salah satu kegiatan yang dilakukan untuk mempelajari lingkungan alam dan potensi sumber dayanya adalah survei. Sebuah peta tanah merupakan salah satu dokumentasi utama sebagai

Lebih terperinci

LEMBAR KERJA SISWA. No Jenis Tanah Jenis tanaman Pemanfaatannya

LEMBAR KERJA SISWA. No Jenis Tanah Jenis tanaman Pemanfaatannya LEMBAR KERJA SISWA KELOMPOK :. Nama Anggota / No. Abs 1. ALFINA ROSYIDA (01\8.6) 2.. 3. 4. 1. Diskusikan tabel berikut dengan anggota kelompok masing-masing! Petunjuk : a. Isilah kolom dibawah ini dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Akar Tanaman Kelapa Sawit Ekologi Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Akar Tanaman Kelapa Sawit Ekologi Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Akar Tanaman Kelapa Sawit Akar tanaman kelapa sawit berfungsi sebagai penyerap unsur hara dalam tanah dan respirasi tanaman. Tanaman kelapa sawit berakar serabut. Perakarannya sangat kuat

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kriteria Kelas Kesesuaian Lahan Kelapa sawit

Lampiran 1. Kriteria Kelas Kesesuaian Lahan Kelapa sawit Lampiran 1. Kriteria Kelas Kesesuaian Lahan Kelapa sawit Persyaratan penggunaan lahan/ karakteristik lahan Temperatur (tc) Temperatur rerata ( C) 25-28 22 25 28 32 Kelas keesuaian lahan S1 S2 S3 N Ketersedian

Lebih terperinci

Evaluasi Kesesuaian Lahan Tanaman Padi Sawah Irigasi (Oryza sativa L.) Di Desa Bakaran Batu Kecamatan Sei Bamban Kabupaten Serdang Bedagai

Evaluasi Kesesuaian Lahan Tanaman Padi Sawah Irigasi (Oryza sativa L.) Di Desa Bakaran Batu Kecamatan Sei Bamban Kabupaten Serdang Bedagai Evaluasi Kesesuaian Lahan Tanaman Padi Sawah Irigasi (Oryza sativa L.) Di Desa Bakaran Batu Kecamatan Land Suitability Evaluation for Irigation Rice (Oryza sativa L.) in Bakaran Batu Village Sei Bamban

Lebih terperinci

V. EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN UNTUK PERTANIAN DI HULU DAS JENEBERANG

V. EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN UNTUK PERTANIAN DI HULU DAS JENEBERANG 57 V. EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN UNTUK PERTANIAN DI HULU DAS JENEBERANG 5.1. Pendahuluan Pemenuhan kebutuhan manusia untuk kehidupannya dapat dilakukan antara lain dengan memanfaatkan lahan untuk usaha pertanian.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki lahan kering masam cukup luas yaitu sekitar 99,6 juta hektar

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki lahan kering masam cukup luas yaitu sekitar 99,6 juta hektar 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki lahan kering masam cukup luas yaitu sekitar 99,6 juta hektar dan tersebar di Kalimantan, Sumatera, Maluku, Papua, Sulawesi, Jawa dan Nusa Tenggara

Lebih terperinci

Metode Analisis Kesesuaian Lahan Analisis kesesuaian lahan adalah proses pendugaan tingkat kesesuaian lahan untuk berbagai alternatif penggunaan,

Metode Analisis Kesesuaian Lahan Analisis kesesuaian lahan adalah proses pendugaan tingkat kesesuaian lahan untuk berbagai alternatif penggunaan, Metode Analisis Kesesuaian Lahan Analisis kesesuaian lahan adalah proses pendugaan tingkat kesesuaian lahan untuk berbagai alternatif penggunaan, misalnya penggunaan untuk pertanian, kehutanan, atau konservasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Survai Tanah. lapangan maupun di laboratorium dengan tujuan pendugaan penggunaan lahan umum

TINJAUAN PUSTAKA. Survai Tanah. lapangan maupun di laboratorium dengan tujuan pendugaan penggunaan lahan umum TINJAUAN PUSTAKA Survai Tanah Survai tanah merupakan pekerjaan pengumpulan data kimia, fisik dan biologi di lapangan maupun di laboratorium dengan tujuan pendugaan penggunaan lahan umum maupun khusus.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang dimiliki oleh lahan yang akan digunakan. Dengan cara ini maka akan

TINJAUAN PUSTAKA. yang dimiliki oleh lahan yang akan digunakan. Dengan cara ini maka akan TINJAUAN PUSTAKA Evaluasi lahan Evaluasi lahan merupakan bagian dari proses perencanaa tataguna lahan. Inti evaluasi lahan adalah membandingkan persyaratan yang diminta oleh tipe penggunaan lahan yang

Lebih terperinci

KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN PADI GOGO, JAGUNG DAN TEMBAKAU DI KECAMATAN PAKEM KABUPATEN BONDOWOSO

KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN PADI GOGO, JAGUNG DAN TEMBAKAU DI KECAMATAN PAKEM KABUPATEN BONDOWOSO KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN PADI GOGO, JAGUNG DAN TEMBAKAU DI KECAMATAN PAKEM KABUPATEN BONDOWOSO KARYA ILMIAH TERTULIS (SKRIPSI) Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan yang dikonsumsi hampir seluruh penduduk

I. PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan yang dikonsumsi hampir seluruh penduduk I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Beras merupakan bahan pangan yang dikonsumsi hampir seluruh penduduk Indonesia. Perkembangan produksi tanaman pada (Oryza sativa L.) baik di Indonesia maupun

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tebal. Dalam Legend of Soil yang disusun oleh FAO, Ultisol mencakup sebagian

TINJAUAN PUSTAKA. tebal. Dalam Legend of Soil yang disusun oleh FAO, Ultisol mencakup sebagian TINJAUAN PUSTAKA Ultisol Ultisol adalah tanah mineral yang berada pada daerah kering sampai tropika, mempunyai horison argilik atau kandik atau fragipan dengan lapisan liat tebal. Dalam Legend of Soil

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara 4.1.1 Kondisi Geografis Propinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) terletak di Jazirah Tenggara Pulau Sulawesi, terletak di bagian selatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Jagung (Zea mays.l) keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays L.

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Jagung (Zea mays.l) keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays L. 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Jagung (Zea mays.l) Tanaman jagung merupakan tanaman asli benua Amerika yang termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kelapa Sawit(Elaeis guineensis) tanaman kelapa sawit diantaranya Divisi Embryophyta Siphonagama, Sub-devisio

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kelapa Sawit(Elaeis guineensis) tanaman kelapa sawit diantaranya Divisi Embryophyta Siphonagama, Sub-devisio 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kelapa Sawit(Elaeis guineensis) Kelapa sawit (Elaeis guineensis) berasal dari Afrika dan Brazil. Di Brazil, tanaman ini tumbuh secara liar di tepi sungai. Klasifikasi dan pengenalan

Lebih terperinci

Analisis Kesesuaian Lahan Pertanian dan Perkebunan

Analisis Kesesuaian Lahan Pertanian dan Perkebunan Analisis Kesesuaian Lahan Pertanian dan Perkebunan Oleh : Idung Risdiyanto 1. Konsep dan Batasan Evaluasi Lahan dan Zonasi Pertanian 1.1. Pengertian Dasar (dikutip dari Evakuasi Lahan Puslitanak) Dalam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kualitas dan Karakteristik Lahan Sawah. wilayahnya, sehingga kondisi iklim pada masing-masing penggunaan lahan adalah

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kualitas dan Karakteristik Lahan Sawah. wilayahnya, sehingga kondisi iklim pada masing-masing penggunaan lahan adalah 40 HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kualitas dan Karakteristik Lahan Sawah Data iklim yang diperoleh dalam penelitian ini merupakan data keadaan wilayah penelitian. Kecamatan Imogiri memiliki satu tipe iklim di

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KESESUAIAN LAHAN TEBU DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA II KEBUN HELVETIA SKRIPSI DIAN NOVITA SARI SINAGA

IDENTIFIKASI KESESUAIAN LAHAN TEBU DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA II KEBUN HELVETIA SKRIPSI DIAN NOVITA SARI SINAGA IDENTIFIKASI KESESUAIAN LAHAN TEBU DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA II KEBUN HELVETIA SKRIPSI DIAN NOVITA SARI SINAGA DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2010 IDENTIFIKASI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan pemetaan tanah merupakan suatu kesatuan yang saling

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan pemetaan tanah merupakan suatu kesatuan yang saling 14 TINJAUAN PUSTAKA Survei Tanah Survei tanah merupakan pekerjaan pengumpulan data kimia, fisik dan biologi di lapangan maupun di laboratorium dengan tujuan pendugaan lahan umum maupun khusus.survei merupakan

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI

BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Gambaran Umum Lahan Kering Tantangan penyediaan pangan semakin hari semakin berat. Degradasi lahan dan lingkungan, baik oleh gangguan manusia maupun

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor II. TINJAUAN PUSTAKA Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor pertanian, kehutanan, perumahan, industri, pertambangan dan transportasi.di bidang pertanian, lahan merupakan sumberdaya

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan studi pustaka dari hasil-hasil survei dan pemetaan tanah LREPP II yang tersedia di arsip data base Balai Besar Litbang Sumberdaya

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. IV. GAMBARAN UMUM A. Kondisi Umum Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. Luas wilayah Kabupaten Lampung Tengah sebesar 13,57 % dari Total Luas

Lebih terperinci

8/19/2015 SENAWI SNHB-FKT-UGM

8/19/2015 SENAWI SNHB-FKT-UGM 1 PRINSIP ESL-KESESUAIAN LAHAN 1. Kesesuaian lahan dinilai berdasarkan macam/jenis penggunaan lahan tertentu. 2. Evaluasi lahan membutuhkan pembandingan antara keuntungan yang diperoleh dengan masukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. di laboratorium, yang dilakukan secara sistematis dengan metode-metode tertentu

TINJAUAN PUSTAKA. di laboratorium, yang dilakukan secara sistematis dengan metode-metode tertentu 15 TINJAUAN PUSTAKA Survei Tanah Survei tanah dapat didefinisikan sebagai penelitian tanah di lapangan dan di laboratorium, yang dilakukan secara sistematis dengan metode-metode tertentu terhadap suatu

Lebih terperinci

KESESUAIAN LAHAN TANAH MINERAL DAN TANAH HISTOSOL UNTUK TANAMAN PADI SAWAH DI KECAMATAN POLLUNG KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN SKRIPSI OLEH :

KESESUAIAN LAHAN TANAH MINERAL DAN TANAH HISTOSOL UNTUK TANAMAN PADI SAWAH DI KECAMATAN POLLUNG KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN SKRIPSI OLEH : 1 KESESUAIAN LAHAN TANAH MINERAL DAN TANAH HISTOSOL UNTUK TANAMAN PADI SAWAH DI KECAMATAN POLLUNG KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN SKRIPSI OLEH : ONA SUTRA BANJARNAHOR 120301089 AGROEKOTEKNOLOGI ILMU TANAH

Lebih terperinci

(Shanti, 2009). Tanaman pangan penghasil karbohidrat yang tinggi dibandingkan. Kacang tanah (Arachis hypogaea) merupakan salah satu tanaman pangan

(Shanti, 2009). Tanaman pangan penghasil karbohidrat yang tinggi dibandingkan. Kacang tanah (Arachis hypogaea) merupakan salah satu tanaman pangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor sub pertanian tanaman pangan merupakan salah satu faktor pertanian yang sangat penting di Indonesia terutama untuk memenuhi kebutuhan pangan, peningkatan gizi masyarakat

Lebih terperinci

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN PADI SAWAH, PANGAN LAHAN KERING DAN TANAMAN TAHUNAN SUB DAS MALANGGA DESA TINIGI KECAMATAN GALANG KABUPATEN TOLITOLI

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN PADI SAWAH, PANGAN LAHAN KERING DAN TANAMAN TAHUNAN SUB DAS MALANGGA DESA TINIGI KECAMATAN GALANG KABUPATEN TOLITOLI EVALUASI KESESUAIAN LAHAN PADI SAWAH, PANGAN LAHAN KERING DAN TANAMAN TAHUNAN SUB DAS MALANGGA DESA TINIGI KECAMATAN GALANG KABUPATEN TOLITOLI Ansar ancha.soil@yahoo.com (Mahasiswa Program Studi Magister

Lebih terperinci

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN KEDELAI (Glycine max) DI KECAMATAN PLAYEN KABUPATEN GUNUNGKIDUL

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN KEDELAI (Glycine max) DI KECAMATAN PLAYEN KABUPATEN GUNUNGKIDUL EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN KEDELAI (Glycine max) DI KECAMATAN PLAYEN KABUPATEN GUNUNGKIDUL HALAMAN JUDUL SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998)

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yaitu : Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Lahan diartikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air,

Lebih terperinci

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN KECAMATAN LINTONG NIHUTA KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN UNTUK TANAMAN KOPI ARABIKA (Coffea arabica) SKRIPSI OLEH :

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN KECAMATAN LINTONG NIHUTA KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN UNTUK TANAMAN KOPI ARABIKA (Coffea arabica) SKRIPSI OLEH : EVALUASI KESESUAIAN LAHAN KECAMATAN LINTONG NIHUTA KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN UNTUK TANAMAN KOPI ARABIKA (Coffea arabica) SKRIPSI OLEH : AGNES HELEN R. PURBA 080303065 PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

Lebih terperinci