STRATEGI PENGHIDUPAN BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE LIVELIHOOD) DI KAWASAN DIENG (Kasus Di Desa Buntu Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STRATEGI PENGHIDUPAN BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE LIVELIHOOD) DI KAWASAN DIENG (Kasus Di Desa Buntu Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo)"

Transkripsi

1 STRATEGI PENGHIDUPAN BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE LIVELIHOOD) DI KAWASAN DIENG (Kasus Di Desa Buntu Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo) 1 Anton Martopo, 2 Gagoek Hardiman dan 3 Suharyanto 1 Magister Ilmu Lingkungan Undip 2 Fakultas Teknik Undip 3 Fakultas Teknik Undip Abstrak Kawasan Dieng di Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo merupakan kawasan yang mempunyai persentase lahan dengan kelas kerusakan sedang-sangat berat terluas yaitu 41,77 persen dari wilayah seluas ,98 ha. Adanya praktek-praktek pertanian atau budidaya yang dilakukan tanpa memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air telah menyebabkan terjadinya kerusakan lahan, penurunan daya dukung lingkungan dan penurunan kesejahteraan masyarakat pada kawasan ini. Penelitian ini mengambil sampel di desa wilayah Kecamatan Kejajar yang memiliki kerusakan lahan dengan kriteria sedang-sangat berat terluas yaitu Desa Buntu. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji kondisi eksisting aset penghidupan, status aset penghidupan dan strategi penghidupan berkelanjutan (sustainable livelihood) masyarakat di Kawasan Dieng. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Skala likert tiga strata yang diperoleh dari data sekunder dan responden digunakan untuk menentukan status aset penghidupan. Responden dalam penelitian ini adalah rumah tangga yang berdomisili di Kawasan Dieng. Penentuan jumlah responden ditetapkan dengan rumus Slovin berdasarkan populasi didapatkan responden sebanyak 42 orang di Desa Buntu. Analisis SWOT digunakan untuk mengkaji strategi penghidupan berkelanjutan didasarkan pada aspek aset-aset penghidupan yang tersedia. Kondisi aset penghidupan di Desa Buntu dari aspek sumberdaya manusia tergolong tidak berkelanjutan, aspek sumberdaya alam tergolong tidak berkelanjutan, aspek sumberdaya sosial tergolong belum berkelanjutan, aspek sumberdaya fisik tergolong belum berkelanjutan, dan aspek finansial tergolong tidak berkelanjutan sehingga menghasilkan status kondisi aset penghidupan yang tidak berkelanjutan. Strategi yang direkomendasikan dalam rangka mewujudkan penghidupan berkelanjutan di Desa Buntu melalui peningkatan kapasitas/ ketrampilan dan permodalan bergulir bagi masyarakat, pengembangan agribisnis perdesaan, pengembangan strategi pertanian berkelanjutan, pengelolaan kawasan permukiman dalam bentuk infrastruktur yang lebih ramah lingkungan, dan pengembangan model pariwasata kehutanan yang berbasis masyarakat dengan melibatkan stakkeholders lokal, kabupaten, provinsi, dan pusat agar terjadi keterpaduan, koordinasi, dan pembagian peran dalam penanganan masalah bersama. Kata Kunci: aset penghidupan, penghidupan berkelanjutan, Desa Buntu, SWOT Pendahuluan Kawasan Dieng seluas ,27 ha secara administratif terletak di Provinsi Jawa Tengah, dan berada di 6 (enam) kabupaten yaitu Kabupaten Banjarnegara, akhtar_hamizan@yahoo.co.id Temanggung, Wonosobo, Kendal, Batang dan Pekalongan. Dilihat dari fungsinya, di dalam Kawasan Dieng terdapat beberapa fungsi kawasan yaitu sebagai kawasan konservasi, kawasan hutan produksi terbatas, kawasan hutan produksi, kawasan hutan lindung, dan areal penggunaan lainnya. Jurnal EKOSAINS Vol. V No. 2 Juli

2 Praktek-praktek pertanian atau budidaya pada kawasan yang seharusnya diperuntukan untuk fungsi lindung dilakukan tanpa memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air dapat menyebabkan terjadinya kerusakan lahan. Kawasan yang mempunyai persentase lahan dengan kelas kerusakan sedang-sangat berat terbesar berada di Kawasan Dieng wilayah administrasi Kabupaten Wonosobo yaitu sebesar 41,77 % dari total wilayah kawasan atau sekitar 4.864,92 ha (BPDAS Serayu-Opak-Progo, 2007). Ditinjau dari sistem tata air (hidrologi) wilayah yang luas, Kawasan Dieng di Kabupaten Wonosobo yang berada pada ketinggian mdpal mempunyai fungsi yang sangat penting bagi kawasan di sekitarnya terutama kawasan yang berada di bawahnya. Kawasan ini merupakan hulu Sungai Serayu yang merupakan Wilayah Sungai Strategis Nasional berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) dan berfungsi sebagai daerah resapan bagi wilayah hilir di bawahnya (TKPD Kab. Wonosobo, 2010). Kawasan Dieng yang mempunyai fungsi utama untuk melindungi pelestarian fungsi sumberdaya alam harus dilindungi dari kegiatan produksi dan kegiatan manusia lainnya seperti permukiman yang dapat mengurangi dan merusak fungsi lindungnya. Namun penambahan luasan areal permukiman di Kawasan Dieng tidak dapat dihindari, meskipun pemerintah juga telah memiliki perangkat hukum dalam bentuk Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pengendalian Lingkungan Hidup di Kawasan Dataran Tinggi Dieng. Berdasarkan data dari Kantor Badan Pusat Statistik Kabupaten Wonosobo, pada tahun 2010 tercatat jumlah penduduk Kawasan Dieng di Kabupaten Wonosobo sebesar dengan kepala keluarga dan kepadatan penduduk rata-rata 694 jiwa/km2 dengan kepemilikan lahan yang sempit yaitu rata-rata 0,1 ha. Persentase rumah tangga pra sejahtera dan sejahtera 1 di kawasan ini pun juga mengalami kenaikan tiap tahunnya, dimana pada tahun 2001 hanya 30,71 persen menjadi 41,19 persen pada tahun Apabila permasalahan tersebut di atas tidak dikendalikan dengan baik maka akan berdampak pada semakin menurunnya daya dukung lingkungan dan penghidupan berkelanjutan bagi masyarakat yang berada di kawasan tersebut. Chambers dan Conway (1992) mendefinisikan penghidupan berkelanjutan sebagai: suatu penghidupan yang meliputi kemampuan atau kecakapan, aset-aset (simpanan, sumberdaya, claims dan akses) dan kegiatan yang dibutuhkan untuk sarana untuk hidup: suatu penghidupan dikatakan berkelanjutan jika dapat mengatasi dan memperbaiki diri dari tekanan dan bencana, menjaga atau meningkatkan kecakapan dan aset-aset, dan menyediakan penghidupan berkelanjutan untuk generasi berikutnya; dan yang memberi sumbangan terhadap penghidupan-penghidupan lain pada tingkat lokal dan global dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Department for International Development atau yang disingkat DFID (2005) mengemukakan bahwa tujuan dari penghidupan berkelanjutan adalah meningkatkan : akses terhadap pendidikan berkualitas tinggi, teknologi informasi dan pelatihan, serta gizi dan kesehatan yang baik; lingkungan sosial yang mendukung dan kohesif; akses yang aman, dan pengelolaan yang lebih baik terhadap sumberdaya alam; akses yang lebih baik untuk fasilitas dan infrastruktur dasar; dan akses yang lebih aman terhadap sumberdaya keuangan. United Nation Development Program atau UNDP (2007) mengembangkan prinsip penghidupan berkelanjutan dimana manusia sebagai fokus utama pembangunan (people-centered), memahami penghidupan secara menyeluruh (holistic), merespon dinamika penghidupan masyarakat (dynamic), mengoptimalkan potensi masyarakat (building on strengths), menyelaraskan kebijakan makro dan mikro (macro-micro links), mewujudkan keberlanjutan penghidupan (sustainability). Kerangka kerja penghidupan berkelanjutan (sustainable livelihoods framework) merupakan kerangka operasional yang menggambarkan keterkaitan dan hubungan antar komponen penghidupan. Penggunaan kerangka kerja SL berarti menerapkan pendekatan penghidupan berkelanjutan sebagai cara pandang dan panduan dalam memahami serta merencanakan penghidupan yang berkelanjutan. Terdapat (5) lima 48 Jurnal EKOSAINS Vol. V No. 2 Juli 2013

3 elemen utama kerangka kerja, meliputi; 1. Konteks Kerentanan (vulnerability contexts). 2. Sumberdaya Penghidupan (livelihoods assests), meliputi sumberdaya sumberdaya manusia (human capital), sumberdaya sosial (social capital), sumberdaya alam (natural capital), sumberdaya fisik (physical capital), dan sumberdaya keuangan (financial capital). 3. Organisasi dan Kebijakan (structures and processes). 4. Strategi Penghidupan (livelihoods strategies). 5. Capaian Penghidupan (livelihoods outcomes). Strategi penghidupan (livelihoods strategies), menggambarkan upaya yang dilakukan masyarakat dalam mencapai penghidupan yang memadai (UNDP, 2007). Strategi ini berkaitan dengan bagaimana masyarakat mengelola aset-aset penghidupan yang tersedia, mensikapi perubahan yang terjadi dan menentukan prioritas untuk mempertahankan atau memperbaiki penghidupan. Keluaran yang diharapakan dari pelaksanaan strategi penghidupan berkelanjutan adalah adalah (1) pendapatan masyarakat menjadi lebih baik, (2) kesejahteraan meningkat, (3) kerentanan berkurang, (4) ketahanan pangan meningkat, dan (5) pemanfaatan sumber daya alam yang berkelanjutan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kondisi eksisting aset penghidupan, status aset penghidupan dan strategi penghidupan berkelanjutan masyarakat Desa Buntu yang berada di Kawasan Dieng. Bahan dan Metode Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dilakukan pada bulan Juli sampai dengan Agustus Lokasi yang digunakan dalam penelitian ini desa di Kecamatan Kejajar yang memiliki persentase kerusakan lahan dengan kriteria sedang-sangat berat terluas yaitu Desa Buntu (96,45%). Populasi dalam penelitian ini adalah rumah tangga yang berdomisili di Kawasan Dieng. Berdasarkan data BPS Kabupaten Wonosobo (2011) diperoleh data jumlah rumah tangga di Desa Buntu sebesar 741. Dari data populasi, diambil sampel dengan menggunakan rumus Slovin (dalam Praptono, 2010) didapatkan responden 42 orang Analisis kondisi eksisting sumberberdaya penghidupan dengan pendekatan studi literatur dan dilaksanakan melalui kegiatan mengumpulkan kriteria dan indikator aset penghidupan di Kawasan Dieng berdasarkan studi literatur. Analisis dilakukan secara kualitatif, skala likert tiga strata yang diperoleh dari data sekunder dan setiap item jawaban responden dilakukan untuk mengetahui status aset penghidupan. Riduwan (2004) bahwa dengan menggunakan Skala Likert, variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi dimensi, dimensi dijabarkan menjadi sub variabel kemudian sub variabel dijabarkan lagi menjadi indikator-indikator. Indikator pada penelitian ini didasarkan pada indikator dari USAID (2006), UNDP (2007), dan Bappenas (2010), yaitu : a. sumberdaya manusia (pendidikan dan perilaku konservasi). b. sumberdaya alam (sumberdaya air dan sumberdaya lahan,). c. aspek sosial (kesejahteraan, pemberdayaan masyarakat, keberadaan lembaga sosial, peraturan, dan kearifan lokal). d. aspek fisik (sarana air bersih, persampahan, tempat limbah, fasilitas MCK, jalan, fasilitas transportasi, fasilitas kesehatan, fasilitas pendidikan, dan ekonomi) e. aspek finasial (mata pencaharian, dan pendapatan). Status aset penghidupan berkelanjutan (sustainable livelihood) dibedakan ke dalam tiga kategori yaitu tidak berkelanjutan, belum berkelanjutan, dan berkelanjutan. Kategori ini sesuai dengan standar Kavanagh (2001). Analisis SWOT digunakan sebagai alat untuk menentukan strategi penghidupan berkelanjutan. Hasil dan Pembahasan Gambaran umum wilayah penelitian Desa Buntu terletak di Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo Jawa Tengah. Batas administrasi Desa Buntu terdiri dari sebelah utara berbatasan dengan Desa Tambi dan Sigedang, sebelah timur berbatasan dengan Desa Sidegang, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Jengkol, serta di bagian barat berbatasan dengan Desa Tlogo. Desa Buntu terdiri dari dua dusun, yaitu Buntu dan Gunung Alang. Luas wilayah desa mencapai 334 ha terdiri dari permukiman 12,04 ha, tegalan 286,81 ha, kolam 0,15 ha, hutan negara 35 ha. Tegalan di daerah penelitian Jurnal EKOSAINS Vol. V No. 2 Juli

4 digunakan untuk usaha budidaya tanaman kentang, sayuran dan tembakau yang telah menjadi tradisi masyarakat. Komoditi pertanian perkebunan di Desa Buntu yang dominan adalah: tembakau, teh, kopi dan klembak. Komoditi perkebunan ini sudah banyak dikenal oleh masyarakat luar sehingga jika musim panen tiba para pedagang dari luar akan datang untuk membelinya. Jumlah penduduk di Desa Buntu selalu meningkat, akibat pertumbuhan penduduk alami dan migrasi masuk. Jumlah penduduk di Desa Buntu pada akhir tahun 2011 adalah jiwa terdiri lakilaki dan perempuan, dengan jumlah rumah tangga 751. Rata-rata jumlah anggota rumah tangga di Desa Buntu sebesar 3 jiwa dan kepemilikan lahan pertanian yang sempit sekitar 0,1 ha. Pertumbuhan penduduk di Desa Buntu (1,9% per tahun). Tingginya laju pertumbuhan penduduk akan menyebabkan kebutuhan akan lahan untuk pertanian dan permukiman meningkat. Penduduk dalam penghidupannya akan mencari berbagai alternatif dalam rangka memenuhi kebutuhan pokok sandang, pangan dan perumahan (Zulaifah, 2005). Sementara itu permintaan akan lahan yang tinggi tidak sebanding dengan lahan yang tersedia, sehingga menjadi faktor pendorong bagi masyarakat untuk mencari alternatif lahan di kawasan hutan, pan a. Sumber daya manusia (human asset) Kondisi aset sumberdaya manusia di Desa Buntu tergolong tidak berkelanjutan (skor 3). Hal tersebut dipengaruhi oleh rendahnya tingkat pendidikan, dimana sebagian besar (86,12%) berpendidikan tidak pernah sekolah, tidak/ belum tamat SD, dan tamatan SD (skor 1). Minimnya motivasi dari orang tua dan anak tentang pentingnya pendidikan dan pengaruh rendahnya sosial ekonomi menjadi faktor penyebab rendahnya tingkat pendidikan di Desa Buntu. Kondisi alam yang telah membentuk tradisi masyarakat petani berbasis lahan di daerah penelitian, dimana sangat menggantungkan mata pencahariannya pada lahan tidak diimbangi dengan pengetahuan dan keahlian dalam hal konservasi. Kegiatan perlindungan terhadap tanah berupa penanaman terhadap pohon keras, penanaman rumput gajah, penataan lahan dengan sistem terassering/ sengkedang yang mengikuti garis kontur, pembuatan saluran irigasi pada garis kontur di daerah bukit, pembuatan tajuk yang berlapis di pekarangan, penggunaan pupuk organik, penghijauan, dan reboisasi dengan sistem tumpang sari di Desa Buntu tidak dilakukan, lebih dari (> 70%) rumahtangga tidak melakukannya (skor 1). Tabel 2.1 Kategori untuk skoring Status Aset Penghidupan Status Keberlanjutan No Aspek Jumlah Variabel Tidak Belum Berkelanjutan Berkelanjutan Berkelanjutan 1 Sumberdaya manusia 3 < > 7 2 Sumberdaya alam 2 < > 5 3 Sumberdaya sosial 5 < > 11 4 Sumberdaya fisik 9 < > 21 5 Sumberdaya keuangan 2 < > 5 Status Aset Penghidupan Sumber : data diolah peneliti < > 11 bahkan hutan lindung yang seharusnya Masyarakat di Desa Buntu tidak sebagai kawasan tangkapan hujan (catchment area) untuk dikonversikan menjadi kan ternyata memiliki resiko lingkungan menyadari bahwa yang mereka laku- lahan pertanian. Perilaku masyarakat yang yang tinggi. Pengetahuan bercocok tanam tidak berwawasan lingkungan akan dapat yang turun-temurun menjadi pegangan menyebabkan dampak yang cukup besar dalam melakukan usaha pertaniannya. tanpa mereka sadari dan berimbas pada Masyarakat di Desa Buntu sebenarnya telah mengetahui ada teknik budidaya yang penghidupan berkelanjutan. Kondisi Aset Sumberberdaya Penghidu- lebih baik dan tidak merugikan lingkun- 50 Jurnal EKOSAINS Vol. V No. 2 Juli 2013

5 gan, namun dari penerapan teknik tersebut hasil yang diperoleh menjadi lebih sedikit. Adanya dorongan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dan sosial telah menyebabkan sikap pengabaian terhadap kelestarian lingkungan. Konsep usaha pertanian konvensional benar-benar dipertahankan, dengan penekanan hanya pada aspek ekonomi tanpa ada pertimbangan aspek teknik yang berpihak pada lingkungan. Demikian halnya dengan kegiatan perlindungan terhadap sungai atau mata air yang berupa penanaman pohon keras, tidak melakukan penebangan pohon keras, penggunaan sumber mata air untuk kepentingan pribadi, dan tidak melakukan pembuangan sampah ke sungai (skor 1). Sebagian besar (> 70%) masyarakat tidak melakukannya sama sekali. Padahal Desa Buntu, berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) dan RTRW Kabupaten Wonosobo termasuk dalam daerah resapan bagi wilayah hilir di bawahnya. b. Sumberdaya alam (natural capital) Kondisi aset sumberdaya alam di Desa Buntu tergolong tidak berkelanjutan (skor 2), hal ini dipengaruhi oleh kondisi lahan yang mempunyai skor 1 dan ketersediaan sumberdaya air mempunyai skor 2. Kondisi lahan di Desa Buntu yang sebagian besar (< 85%) berupa tegalan secara visual tampak hanya mempunyai lapisan olah yang sangat tipis akibat pengolahan tanah secara intensif. Hal tersebut ditandai dengan adanya batu-batu yang terlihat di permukaan tanah. Lapisan olah tanah yang tipis terbentuk oleh adanya pengikisan aliran permukaan atau run off yang tinggi pada saat hujan. Tingginya run off disebabkan oleh tidak adanya penguat pada lapisan tanah atas karena tidak adanya tanaman keras maupun tanaman penutup tanah. Kondisi tersebut diperburuk lagi dengan kondisi lahan yang miring dan terassering yang buruk. Kondisi ini jelas merupakan faktor yang menjadi pemicu semakin berkurangnya tingkat kesuburan tanah bahkan lebih parah lagi terjadinya degradasi lahan yang semakin tinggi. Sekitar 96,45 persen lahan di Desa Buntu mengalami kerusakan dengan tingkat sedang-sangat berat (BPDAS Serayu-Opak-Progo, 2007). Sumber air masyarakat Desa Buntu terbagi atas 3 (tiga) sumber utama, yaitu mata air yang telah dialirkan melalaui pipa (PAM desa), sungai, dan sumur. Keberadaan sumber mata air Gondang dengan debit 6 liter per detik di Desa Buntu telah mampu melayani kebutuhan air bagi masyarakat di Dusun Buntu. Sebagian besar (87,41 %) masyarakat di Dusun Buntu menggunakan sumber mata air yang kemudian dialirkan menuju rumah-rumah menggunakan pipa. Sedangkan kebutuhan air bagi masyarakat Dusun Gunung Alang menggunakan sumber mata air langsung dari sungai Gondang dengan menggunakan jerigen air karena instalasi pipa yang sudah terpasang tidak dapat mengalirkan air akibat perbedaan elevasi yang relatif tinggi antara sumber mata air dan permukiman penduduk. Kegunaan air di Desa Buntu meliputi penggunaan di bidang pertanian dan rumah tangga. Pengelolaan sumber daya air di Desa Buntu semakin hari semakin dihadapkan ke berbagai permasalahan. Permasalahan umum dalam pengelolaan sumber daya air di Desa Buntu yaitu saluran air bersih ke rumah warga yang belum tertata dengan baik, pengelolaan air ke rumah tangga sebagian besar masih menggunakan pipa-pipa yang disalurkan ke masing-masing rumah yang rentan kebocoran dan tidak tertata dengan rapi. c. Sumberdaya sosial (social capital) Kondisi aset sumberdaya sosial di Desa Buntu tergolong belum berkelanjutan (skor 8), hal ini dipengaruhi oleh tingkat kesejahteraan (skor 1), pemberdayaan masyarakat (skor 2), keberadaan lembaga sosial (skor 3), keberadaan peraturan lingkungan (skor 1), dan kearifan lokal (skor 1). Fenomena kemiskinan perdesaan dan pertanian ini terjadi pada penduduk dengan matapencarian petani khususnya pertanian lahan kering (International Fund for Agricultural Development dalam Mukherje, 2002). Hal tersebut dapat ditunjukkan pada tingginya persentase keluarga miskin (pra KS dan KS I) di Desa Buntu sebesar 50,12 % (BKB Kabupaten Wonosobo, 2012). Tingginya angka kemiskinan di Desa Buntu telah menyebabkan ekploitasi sumberdaya lahan secara berlebihan untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga. Kegiatan pemberdayaan masyarakat dalam hal pengelolaan lingkungan tidak berjalan dan warga yang berpartisipasi tergolong rendah (< 30 %). Namun demikian dalam hal pelaksanaan Jurnal EKOSAINS Vol. V No. 2 Juli

6 berbagai kegiatan sosial, masyarakat Desa Buntu tetap mengutamakan musyawarah dalam menghasilkan kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan. Lembaga-lembaga sosial yang ada di masyarakat mempunyai fungsi dan peran yang cukup kuat. Di Desa Buntu terdapat Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH), Gapoktan Bhinneka, lembaga keagaamaan (NU dan Muhammadiyah). Dalam rangka mewujudkan lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 28H Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan menjaga kelangsungan hidup manusia dan lingkungan maka diperlukan upaya perlindungan dan pengelolaan oleh semua pemangku kepentingan dalam bentuk peraturan lingkungan. Berkaitan dengan permasalahan tersebut di atas, Pemerintah Desa Buntu belum mempunyai perdes yang berpihak pada lingkungan. Produk Pemerintah Desa Buntu yang telah berpihak pada lingkungan baru Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) Berbasis Lingkungan Desa Buntu tahun 2010 yang penyusunannya difasilitasi oleh Tim Kerja Pemulihan Dieng (TKPD) Kabupaten Wonosobo dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Kearifan lokal dalam pengelolaan lingkungan hidup diperlukan bagi peningkatan kualitas kehidupan manusia dan lingkungan dalam rangka menjamin kelangsungan hidupnya. Tradisi-tradisi seperti nyabuk gunung yang menyarankan daerah pertanian berbukit harus ditanami tanaman untuk mencegah erosi dan membuat sengkedan mengikuti garis kontur dan bersih desa yang bertujuan untuk mewujudkan lingkungan hidup yang bersih, sehat, dan aman dari bencana hampir tidak dijumpai di Desa Buntu (skor 1). d. Sumberdaya fisik (physical capital) Sumberdaya fisik adalah prasarana dasar dan fasilitas lain yang dibangun untuk mendukung proses penghidupan masyarakat. Prasarana yang dimaksud meliputi pengembangan lingkungan fisik yang dapat membantu masyarakat melaksanakan tugas kehidupan lebih produktif. Kondisi aset sumberdaya fisik di Desa Buntu tergolong belum berkelanjutan (skor 16), hal ini dipengaruhi kondisi sarana air bersih (skor 2), kondisi sarana tempat pembuangan sampah (skor 1), kondisi tempat pembuangan air limbah (skor 1), kondisi MCK (skor 3), kondisi jalan (skor 1), kondisi fasilitas transportasi (skor 2), kondisi fasilitas kesehatan (skor 2), kondisi fasilitas pendidikan (skor 2), dan kondisi fasilitas ekonomi (skor 2). Sistem jaringan air bersih dibuat untuk memenuhi kebutuhan air bersih penduduk suatu daerah atau suatu komunitas. Berdasarkan hasil observasi kondisi sarana prasarana air bersih di Desa Buntu berupa bak penampungan air sebagian besar (>50%) dalam kondisi rusak. Saluran drainase yang ada di Desa Buntu sudah relatif lengkap, namun kondisinya banyak yang rusak dan kurang terawat serta mengalami pendangkalan akibat dari pengendapan kotoran-kotoran tanah ataupun semak belukar dan sampah rumah tangga. Pengelolaan sampah merupakan kegiatan sistematis, meyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah dan diselenggarakan atas dasar asas berkelanjutan. Penduduk di Desa Buntu sebagian besar (> 57 %) membuang sampah ke selokan yang mempunyai fungsi sebagai saluran pembuangan drainase air limbah rumah tangga. Selain itu tidak terdapat kegiatan pemilahan sampah berupa pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai dengan jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah dan dikumpulkan dari sumber ke tempat pengolahan sampah. Salah satu aspek infrastruktur adalah sanitasi, salah satu fokusnya adalah sanitasi permukiman yang berupa fasilitas tempat Buang Air Besar atau disingkat BAB dan tempat pembuangan air limbah rumah tangga. Sebagian besar (> 65 %) rumahtangga di Desa Buntu telah mempunyai fasilitas tempat BAB berupa jamban sendiri dimana 49 persennya berupa tangki septik. Sebagian besar (> 95%) rumahtangga di Desa Buntu membuang limbah cairnya langsung ke selokan yang menuju ke sungai tanpa melalui perlakuan khusus sehingga badan air di Desa Buntu terkena polusi. Polusi pada badan air tersebut diperburuk dengan residu pupuk kimia pada lahan sawah yang larut oleh air hujan. Infrastruktur di Desa Buntu kondisinya kurang memadai terutama jalan utama yang merupakan akses menuju desa dalam keadaan rusak. Selain itu sebagian besar (> 52 Jurnal EKOSAINS Vol. V No. 2 Juli 2013

7 70 %) kondisi permukaan di Desa Buntu termasuk dalam keadaan rusak. Keberadaan fasilitas transportasi umum berupa angkot/ angkudes masih dalam jumlah terbatas sehingga masyarakat sering menggunakan ojek dengan biaya yang lebih tinggi. Rendahnya keberadaan fasilitas transportasi dan tingginya biaya transportasi akan berpengaruh terhadap mobilitas, interaksi masyarakat dan keterbukaan Desa Buntu terhadap daerah lain di sekitarnya. Di sektor pendidikan, infrastruktur yang kurang memadai berupa Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), SLTP, dan SLTA. Rendahnya ketersediaan fasilitas pendidikan ini mempengaruhi rendahnya tingkat pendidikan di Desa Buntu yang sebagian besar (86,12%) berpendidikan tidak pernah sekolah, tidak/ belum tamat SD, dan tamatan SD. Fasilitas kesehatan berfungsi memberikan pelayanan dan mengatasi persoalan kesehatan yang dialami penduduk. Fasilitas kesehatan yang tersedia di daerah penelitian ada dua jenis, yaitu Pos Kesehatan Desa (PKD) dan bidan desa. Ketersediaan fasilitas kesehatan di Desa Buntu secara umum belum memenuhi syarat daya layannya, dimana fasilitas pos KB dan dokter praktek belum tersedia sehingga perlu diadakan dalam rangka penghidupan berkelanjutan masyarakat. Fasilitas ekonomi merupakan pendukung upaya keberlanjutan penghidupan penduduk melalui pengembangan potensi ekonomi daerah tersebut. Fasilitas pelayanan ekonomi yang terdapat di Desa Buntu meliputi berbagai jenis fasilitas perdagangan dan jasa ekonomi, seperti toko kebutuhan sehari-hari (warung), koperasi simpan simpan, dan kios saprotan dalam jumlah yang telah memadai. e. Sumber daya keuangan (financial asset) Kondisi aset sumberdaya keuangan di Desa Buntu tergolong tidak berkelanjutan (skor 2). Hal tersebut dipengaruhi oleh mata pencaharian yang dominan di sektor pertanian (skor 1), dan tingkat pendapatan penduduk tergolong rendah (skor 1). Pengaruh sebagian besar (88%) masyarakat di Desa Buntu yang mengandalkan matapencahariannya di bidang pertanian lahan kering menyebabkan tingkat ekonomi masyarakat di Desa Buntu tergolong rendah. Hal ini dapat dilihat dari tingkat pendapatan masyarakat per bulan dari sebagian besar (< 85 %) berada di bawah Rp ,00. Status Aset Penghidupan Pengukuran status aset penghidupan merupakan akumulasi dari nilai skor status masing-masing aset sumberdaya. Berdasarkan hasil pengukuran didapatkan kondisi aset penghidupan di Desa Buntu tergolong tidak berkelanjutan (skor 7). Hal ini disebabkan oleh kondisi aset penghidupan di Desa Buntu tergolong tidak berkelanjutan yaitu aset sumberdaya manusia, sumberdaya alam, dan sumberdaya finansial. Sedangkan aset sumberdaya sosial dan sumberdaya fisik tergolong belum berkelanjutan. Strategi Penghidupan Berkelanjutan Analisis SWOT dilakukan untuk mengetahui kelemahan, kekuatan, peluang, dan ancaman dalam rangka mewujudkan penghidupan berkelanjutan di Desa Buntu Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo. Analisis SWOT dimulai dengan mengidentifikasi faktor internal (kekuatan dan kelemahan) yang dimiliki masyarakat serta faktor eksternal (peluang dan acaman) inte Penentuan pilihan strategi penghidupan berkelanjutan di Desa Buntu Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo didasarkan pada matrik evaluasi faktor internal dan eksternal, dicari kuadran strategi dengan cara : 1. Skor kekuatan (S) 0.57, sedangkan skor kelemahan (W) 1.41, sehingga bila S-W yang merupakan sumbu x, maka Skor peluang (O) adalah sebesar 0.68, sedangkan skor ancaman (T) 0.64, sehingga O-T yang merupakan sumbu y maka Koordinat sumbu x dan y ditetapkan pada diagram analisis SWOT, sehingga dapat diketahui strategi peningkatan penghidupan berkelanjutan pada kuadran IV (Strategi WO) yaitu pengurangan kelemahan dengan memanfaatkan peluang, sebagaimana yang tergambar pada Gambar 3.1. Berdasarkan asumsi di atas dapat dirumuskan strategi yang dapat diambil dalam rangka mewujudkan penghidupan berkelanjutan di Desa Buntu sebagai berikut : 1. Peningkatan kapasitas/ ketrampilan dan permodalan bergulir bagi penduduk oleh pemerintah baik desa, kabupaten, pusat maupun lembaga donor berwujud pening- Jurnal EKOSAINS Vol. V No. 2 Juli

8 No U raian K ondisi Eksternal Internal Bobot K ekuatan Kelem ahan Peluang Ancaman R S R S R S R S 1 Adanya sum ber air bersih (Tuk G ondang) yang m em adai (debit 6 ltr/det) 2 A danya m ekanisme musyaw arah mufakat dalam m em ecahkan m asalah-m asalah di tingkat desa 3 A danya lem baga sosial kemasyarakatan yang bergerak dalam pengelolaan lingkungan (LM D H, G apoktan Bhinneka, lem baga keagaamaan NU dan M uhammadiyah 4 A danya RPJM Des Buntu Berbasis Lingkungan Tingginya masyarakat (>60% ) yang bergantung pada lahan pertanian tidak diim bangi dengan pengetahuan dan keahlian dalam hal konservasi 6 K ualitas S D M rendah yang ditandai dengan tingkat pendidikan sebagian besar (86,12% ) tidak pernah sekolah, tidak/ belum tam at SD, dan tam atan SD 7 P ersentase keluarga miskin (pra KS dan K S I) sebesar 50,12 % 8 S ebagian besar (<85%) masyarakat m em punyai pendapatan di baw ah Rp ,00 9 B elum tersedianya sarana tempat pembuangan sam pah dan lim bah cair rum ah tangga 1 0 B elum mem adainya sarana pendidikan dan kesehatan 11 Rasio kepemilikan lahan pertanian rendah (0,1 ha) A danya dukungan RTRW N dan RTRW K ab W onosobo sebagai kaw asan lindung dan K ebijakan Pengendalian Lingkungan H idup di K aw asan D ataran Tinggi D ieng (Peraturan G ubernur Jawa Tengah Nom or 5 Tahun 2009) 1 3 A danya kelembagaan Tim K erja Pem ulihan D ieng (TK PD ) K abupaten W onosobo dan dukungan kerjasam a dengan LSM terkait pem ulihan D ieng 14 S takeholders yang terlibat dalam kegiatan pem ulihan Dieng cukup banyak 15 Adanya dukungan dana dari pusat, provinsi dan kabupaten 1 6 P eluang hutan negara m enjadi kawasan w anaw isata dan hutan pendidikan; 17 K om oditi pertanian perkebunan yang dihasilkan sudah banyak dikenal masyarakat luar P eningkatan jumlah penduduk (1,9% per tahun) akan m enyebabkan kebutuhan akan lahan untuk pertanian dan perm ukim an m eningkat 19 P ergeseran tata nilai sosial budaya di mana kepentingan ekonom i jangka pendek menjadi tujuan utam a dan m engabaikan aspek kelestarian/keberlanjutan (sustainable livelihood) 20 A danya kegiatan penam bangan pasir (galian C ) yang dilakukan tanpa ijin dan menggunakan alat berat dan m anual 21 S ekitar 96,45 persen lahan m engalam i kerusakan dengan tingkat sedang-sangat berat 22 Pengelolaan sum berdaya air yang belum baik K etidakjelasan dukungan kebijakan, peran dan w ew enang SKPD dalam Pem ulihan D ieng 24 Lemahnya koordinasi, integrasi, sinergi, dan sin kro nisasi antar pihak dalam penanganan isu lintas sektoral, lintas wilayah dan antar level pem erintahan Gambar 3.1. Kuadran Strategi Penghidupan Berkelanjutan. KUADRAN IV -0.84,0.04 PELUANG OPPORTUNITY (O) KUADRAN I (S T RA TE G I S O) KELEMAHAN WEAKNESS(W ) KEKUATAN STRENGHT(T) KU AD R AN III (S T RA TE G I W T) KUADRAN II (STRATEGI ST) TANTANGAN THREATH(T ) Gambar 3.1. Kuadran Strategi Penghidupan Berkelanjutan. 54 Jurnal EKOSAINS Vol. V No. 2 Juli 2013

9 katan akses masyarakat terhadap modal, faktor produksi, informasi dan teknologi, pasar, dan pelatihan-pelatihan home industri berbasis potensi lokal, kewirausahaan, kemitraan antara masyarakat miskin dengan dunia usaha, pengembangan institusi kredit sekaligus pemasaran produk kentang dan produk unggulan lainnya 2. Pengembangan agribisnis perdesaan dapat menggerakan roda perekonomian dan pemberdayaan ekonomi masyarakat perdesaan melalui pembentukan kelompok UKM (Usaha Kecil & Menengah), pelatihan produk olahan komoditas lokal, pelatihan teknologi tepat guna yang murah dan sederhana, pelatihan teknik pemasaran dan pengembangan usaha, pendampingan usaha dan replikasi pada kelompok yang baru. 3. Pengembangan strategi pertanian berkelanjutan melalui melalui peningkatan produksi dan pendapatan petani, pembentukan modal, mengembangkan sistem usaha tani ramah lingkungan, kemitraan usaha Gapoktan Bhinneka. 4. Pengelolaan kawasan permukiman dalam bentuk infrastruktur yang lebih ramah lingkungan melalui peningkatan cakupan pelayanan sarana dan prasarana air minum dan sanitasi, air limbah, persampahan, dan drainase baik yang diselenggarakan oleh komunitas secara optimal, efisien, dan berkelanjutan. 5. Pengembangan model pariwasata kehutanan yang berbasis masyarakat melalui wanawisata dan hutan pendidikan di kawasan hutan negara. Kesimpulan Kondisi aset penghidupan di Desa Buntu ditinjau dari aspek sumberdaya manusia tergolong tidak berkelanjutan, aspek sumberdaya alam tergolong tidak berkelanjutan, aspek sumberdaya sosial tergolong belum berkelanjutan, aspek sumberdaya fisik tergolong belum berkelanjutan, dan aspek finansial tergolong tidak berkelanjutan sehingga menghasilkan status kondisi aset penghidupan di Desa Buntu yang tidak berkelanjutan. Strategi yang direkomendasikan dalam rangka mewujudkan penghidupan berkelanjutan di Desa Buntu melalui peningkatan kapasitas/ ketrampilan dan permodalan bergulir bagi masyarakat, pengembangan agribisnis perdesaan, pengembangan strategi pertanian berkelanjutan, pengelolaan kawasan permukiman dalam bentuk infrastruktur yang lebih ramah lingkungan, dan pengembangan model pariwasata kehutanan yang berbasis masyarakat. Saran a. Koordinasi, integrasi, sinergi dan sinkronisasi (KISS) antar pihak dalam penanganan isu lintas sektoral, lintas wilayah dan antar level pemerintahan dalam konteks penyelamatan kawasan Dieng. b. Sosialisasi, pembinaan serta kampanye pendidikan mengenai keberlanjutan lingkungan kepada masyarakat. c. Peningkatan SDM dalam hal pendidikan dan ketrampilan. d. Dukungan dan pelibatan masyarakat dalam berbagai kebijakan dan program. Ucapan Terimakasih Secara khusus diucapkan terima kasih kepada Bappenas yang telah memberikan beasiswa dan kepada Pemerintah Kabupaten Wonosobo yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan penelitian ini. Daftar Pustaka Badan Pusat Statistik Kab. Wonosobo Kecamatan Kejajar Dalam Angka BPS Kab. Wonosobo. Wonosobo Badan Pusat Statistik Kab. Wonosobo Kecamatan Kejajar Dalam Angka BPS Kab. Wonosobo. Wonosobo. Badan Keluarga Berencana Kab. Wonosobo Pendataan Keluarga Sejahtera Kabupaten Wonosobo. BKB Kab. Wonosobo. Wonosobo. Balai Pengelolaan DAS Serayu-Opak- Progo, Pusat Studi Agroekologi UGM, Dinas Kehutanan Prov. Jawa Tengah Grand Design Rencana Tindak Penataan dan Pemulihan Kawasan Dieng (RTPP- KD). BPDAS Serayu-Opak-Progo. Yogyakarta Bappenas Modul 4. Memahami Jurnal EKOSAINS Vol. V No. 2 Juli

10 dan Menganalisa Sumberdaya Penghidupan. Bappenas. Jakarta. 20. Chambers, R. and G. Conway Sustainable rural livelihoods: Practical Concepts for The 21 st Century. IDS Discussion Paper 296. Brighton: IDS. (pp.7-8). 33. DFID Sustainable Livelihoods Guidance Sheets. Department for International Development (UK). London. diakses di: www. livelihoods.org/info/info_guidancesheets.html tanggal 2 April Kavanagh P Implementing Microsoft Excel Software For Rapfish: A Technique For The Rapid Appraisal of Fisheries Status. Fisheries Centre Research Reports 2004 Volume 12 Number 2. University of British Columbia. Canada. 80. Mukherje, Nilanjana Masyarakat, Kemiskinan dan Mata Pencaharian : Mata Rantai Pengurangan Kemiskinan di Indonesia. Draft Bank Dunia. Jakarta. Praptono, Bakdo Kajian Pola Bertani Padi Sawah di Kabupaten Pati Ditinjau dari Sistem Pertanian Berkelanjutan (Studi Kasus di Kecamatan Pati). Tesis Magister Ilmu Lingkungan Undip Riduwan Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Alfabeta. Bandung Tim Kerja Pemulihan Dieng (TKPD) Kab. Wonosobo Penanganan Permasalahan Dataran Tinggi Dieng Aspek Penataan Ruang. Buletin Program Pemulihan Dieng Edisi 2. TKPD Kab. Wonosobo. Wonosobo. 26. UNDP Modul Pembelajaran Pendekatan Penghidupan Berkelanjutan Bagi Perencana dan Pegiat Pembangunan Daerah. UNDP. Jakarta USAID Kajian Penghidupan Berkelanjutan Desa Jantho Baru Kabupaten Aceh Besar, Nanggroe Aceh Darussalam. Development Alternatives, Inc. for the United States Agency for International Development. Jakarta. 74. USAID Kajian Penghidupan Berkelanjutan Dusun Kuala Meurisi, Desa Keutapang Kecamatan Krueng Sabee, Kabupaten Aceh Jaya, NAD. Development Alternatives, Inc. for the United States Agency for International Development. Jakarta. 69. USAID Kajian Penghidupan Berkelanjutan Desa Gampong Jruek Balee, Kemukiman Jruek Kecamatan Indrapuri- Kabupaten Aceh Besar. Development Alternatives, Inc. for the United States Agency for International Development. Jakarta. 68. Zulaifah, Siti Rehabilitasi Lahan Hutan dan Pertanian Kabupaten Wonosobo Tahun Pusat Inventarisasi dan Perpetaan Hutan, Badan Planologi Kehutanan. Jakarta. 56 Jurnal EKOSAINS Vol. V No. 2 Juli 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Manusia dan lingkungan memiliki hubungan yang tidak dapat terpisahkan. Manusia sangat bergantung pada lingkungan yang memberikan sumberdaya alam untuk tetap bertahan

Lebih terperinci

Kajian Tingkat Penghidupan Berkelanjutan (Sustainable Livelihood) Di Kawasan Dieng (Kasus Di Dua Desa Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo)

Kajian Tingkat Penghidupan Berkelanjutan (Sustainable Livelihood) Di Kawasan Dieng (Kasus Di Dua Desa Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo) Semarang, September 0 Kajian Tingkat Penghidupan Berkelanjutan (Sustainable Livelihood) Di Kawasan Dieng (Kasus Di Dua Desa Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo) Anton Martopo,*, Gagoek Hardiman dan Suharyanto

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Paradigma pembangunan berkelanjutan mengandung makna bahwa pengelolaan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan sekarang tidak boleh mengurangi kemampuan sumberdaya

Lebih terperinci

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Dalam melaksanakan kegiatannya, manusia selalu membutuhkan air bahkan untuk beberapa kegiatan air merupakan sumber utama.

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI 3.1 IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI PELAYANAN BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI JAWA TENGAH Dalam penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang yang dibutuhkan manusia, dengan cara budidaya usaha tani. Namun pertumbuhan manusia dan

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air dan vegetasi serta sumberdaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. DAS Serayu, terutama di bagian hulu DAS berkaitan dengan pemanfaatan lahan

BAB I PENDAHULUAN. DAS Serayu, terutama di bagian hulu DAS berkaitan dengan pemanfaatan lahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Aliran Sungai Serayu merupakan salah satu DAS terbesar di Indonesia yang masuk dalam jajaran DAS kritis dengan luas wilayah sebesar 358.514,57 ha (BPDAS Serayu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya lahan merupakan tumpuan kehidupan manusia dalam pemenuhan kebutuhan pokok pangan dan kenyamanan lingkungan. Jumlah penduduk yang terus berkembang sementara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bertambahnya jumlah penduduk dan masuknya migrasi penduduk di suatu daerah, maka akan semakin banyak jumlah lahan yang diperlukan untuk pemenuhan kebutuhan sandang, papan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian menjadi prioritas utama dalam pembangunan wilayah berorientasi agribisnis, berproduktivitas tinggi, efisien, berkerakyatan, dan berkelanjutan. Keberhasilan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan :

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan : 54 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Tata Guna Lahan Kabupaten Serang Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan : a. Kawasan pertanian lahan basah Kawasan pertanian lahan

Lebih terperinci

LAMPIRAN II HASIL ANALISA SWOT

LAMPIRAN II HASIL ANALISA SWOT LAMPIRAN II HASIL ANALISA SWOT Lampiran II. ANALISA SWOT Analisis SWOT adalah metode perencanaan strategis yang digunakan untuk mengevaluasi kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terjadinya bencana banjir, longsor dan kekeringan yang mendera Indonesia selama ini mengindikasikan telah terjadi kerusakan lingkungan, terutama penurunan daya dukung

Lebih terperinci

Mengoptimalkan Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang Dalam Unit Daerah Aliran Sungai 1

Mengoptimalkan Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang Dalam Unit Daerah Aliran Sungai 1 Mengoptimalkan Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang Dalam Unit Daerah Aliran Sungai 1 Arif Ismail GIS Specialist SCBFWM Disahkannya Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 2012 tentang pengelolaan daerah

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN PENANGANAN PENYELENGGARAAN AIR MINUM PROVINSI BANTEN Oleh:

KEBIJAKAN DAN PENANGANAN PENYELENGGARAAN AIR MINUM PROVINSI BANTEN Oleh: KEBIJAKAN DAN PENANGANAN PENYELENGGARAAN AIR MINUM PROVINSI BANTEN Oleh: R.D Ambarwati, ST.MT. Definisi Air Minum menurut MDG s adalah air minum perpipaan dan air minum non perpipaan terlindung yang berasal

Lebih terperinci

LAMPIRAN II HASIL ANALISIS SWOT

LAMPIRAN II HASIL ANALISIS SWOT LAMPIRAN II HASIL ANALISIS SWOT AIR LIMBAH Analisa SWOT sub sektor air limbah domestik Lingkungan Mendukung (+), O Internal Lemah (-) W Internal Kuat (+) S Diversifikasi Terpusat (+2, -5) Lingkungan tidak

Lebih terperinci

BAB IV STRATEGI PENGEMBANGAN SANITASI

BAB IV STRATEGI PENGEMBANGAN SANITASI BAB IV STRATEGI PENGEMBANGAN SANITASI Dalam membuat strategi pengembangan sanitasi di Kabupaten Grobogan, digunakan metode SWOT. Analisis SWOT adalah metode perencanaan strategis yang digunakan untuk mengevaluasi

Lebih terperinci

Prestasi Vol. 8 No. 2 - Desember 2011 ISSN KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN. Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng

Prestasi Vol. 8 No. 2 - Desember 2011 ISSN KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN. Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng Abstrak Sektor pertanian di Indonesia masih mempunyai peran yang penting, khususnya untuk mendukung program ketahanan

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI. Kabupaten Balangan. 2.1 Visi Misi Sanitasi

BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI. Kabupaten Balangan. 2.1 Visi Misi Sanitasi II-1 BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI 2.1 Visi Misi Sanitasi Visi Pembangunan Tahun 2011-2015 adalah Melanjutkan Pembangunan Menuju Balangan yang Mandiri dan Sejahtera. Mandiri bermakna harus mampu

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN KEBIJAKAN Dalam rangka mewujudkan visi dan melaksanakan misi pembangunan daerah Kabupaten Ngawi 2010 2015, Pemerintah Kabupaten Ngawi menetapkan strategi yang merupakan upaya untuk

Lebih terperinci

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PROVINSI JAWA TIMUR

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PROVINSI JAWA TIMUR - 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PROVINSI JAWA TIMUR I. UMUM Air merupakan karunia Tuhan sebagai salah satu sumberdaya

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 24 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Keadaan Wilayah dan Potensi Sumber daya Alam Desa Cikarawang adalah sebuah desa yang terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dengan luas wilayah 2.27

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan ekosistem di Pulau Jawa. Dieng berada di ketinggian antara 1500

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan ekosistem di Pulau Jawa. Dieng berada di ketinggian antara 1500 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan Dieng merupakan salah satu kawasan penting dalam menyangga keseimbangan ekosistem di Pulau Jawa. Dieng berada di ketinggian antara 1500 sampai dengan 2093

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) merupakan sistem yang kompleks dan terdiri dari komponen utama seperti vegetasi (hutan), tanah, air, manusia dan biota lainnya. Hutan sebagai

Lebih terperinci

Hasil Analisa SWOT Kabupaten Grobogan tahun 2016

Hasil Analisa SWOT Kabupaten Grobogan tahun 2016 Lampiran- Hasil Analisa SWOT Kabupaten Grobogan tahun 06 I. Air Limbah a. Identifikasi isu isu strategis NO ELEMEN INTERNAL FACTOR ANALYSIS SUMMARY (IFAS) KEKUATAN (STRENGTH) Sudah ada dinas yang menangani

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 48 TAHUN 2012 TENTANG KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2012-2032 DISEBARLUASKAN OLEH : SEKRETARIAT DEWAN SUMBER

Lebih terperinci

GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR : 10 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR : 10 TAHUN 2012 TENTANG GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR : 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR DENGAN

Lebih terperinci

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar BAB II PROFIL WILAYAH KAJIAN Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah

Lebih terperinci

Bab II. Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG Tinjauan Penataan Ruang Nasional

Bab II. Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG Tinjauan Penataan Ruang Nasional Bab II Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG 2.1.1 Tinjauan Penataan Ruang Nasional Tujuan Umum Penataan Ruang; sesuai dengan amanah UU Penataan Ruang No. 26 Tahun 2007 tujuan penataan

Lebih terperinci

DOKUMEN ATURAN BERSAMA DESA KARANGASEM, KECAMATAN PETARUKAN, KABUPATEN PEMALANG

DOKUMEN ATURAN BERSAMA DESA KARANGASEM, KECAMATAN PETARUKAN, KABUPATEN PEMALANG DOKUMEN ATURAN BERSAMA DESA KARANGASEM, KECAMATAN PETARUKAN, KABUPATEN PEMALANG KONDISI FAKTUAL KONDISI IDEAL ATURAN BERSAMA YANG DISEPAKATI A. LINGKUNGAN 1. Jaringan Jalan dan Drainase Banyak rumah yang

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM KECAMATAN GUNUNGPATI

BAB III GAMBARAN UMUM KECAMATAN GUNUNGPATI BAB III GAMBARAN UMUM KECAMATAN GUNUNGPATI Pada bab ini akan dijelaskan gambaran umum mengenai Kecamatan Gunungpati yang mencakup letak administratif Kecamatan Gunungpati, karakteristik fisik Kecamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Masalah utama dalam upaya mempertahankan dan mengembangkan lahan pertanian adalah penurunan kualitas lahan dan air. Lahan dan air merupakan sumber daya pertanian yang memiliki peran

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2011-2031 I. UMUM 1. Faktor yang melatarbelakangi disusunnya Rencana Tata Ruang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan Menurut Lillesand dan Kiefer (1997) penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu. Penggunaan lahan juga diartikan sebagai setiap

Lebih terperinci

Bab 3 Kerangka Pengembangan Sanitasi

Bab 3 Kerangka Pengembangan Sanitasi 3.1. Visi dan misi sanitasi Bab 3 Kerangka Pengembangan Sanitasi Dalam rangka merumuskan visi misi sanitasi Kabupaten Lampung Tengah perlu adanya gambaran Visi dan Misi Kabupaten Lampung Tengah sebagai

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Jogonayan merupakan salah satu desa dari 16 desa yang ada di Kecamatan

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Jogonayan merupakan salah satu desa dari 16 desa yang ada di Kecamatan IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Keadaan Wilayah Desa Jogonayan 1. Kondisi Geografis dan Administrasi Jogonayan merupakan salah satu desa dari 16 desa yang ada di Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang.

Lebih terperinci

PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN DAN PELESTARIAN AIR DI LINGKUNGANNYA (Studi kasus di Daerah Aliran Sungai Garang, Semarang) Purwadi Suhandini

PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN DAN PELESTARIAN AIR DI LINGKUNGANNYA (Studi kasus di Daerah Aliran Sungai Garang, Semarang) Purwadi Suhandini PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN DAN PELESTARIAN AIR DI LINGKUNGANNYA (Studi kasus di Daerah Aliran Sungai Garang, Semarang) Purwadi Suhandini Abstract Key words PENDAHULUAN Air merupakan sumberdaya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim yang lautannya lebih luas daripada daratan. Luas lautan Indonesia 2/3 dari luas Indonesia. Daratan Indonesia subur dengan didukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah DAS Biru yang mencakup Kecamatan Bulukerto dan Kecamatan Purwantoro berdasarkan peraturan daerah wonogiri termasuk dalam kawasan lindung, selain itu DAS Biru

Lebih terperinci

Penanganan Das Bengawan Solo di Masa Datang Oleh : Ir. Iman Soedradjat,MPM

Penanganan Das Bengawan Solo di Masa Datang Oleh : Ir. Iman Soedradjat,MPM Penanganan Das Bengawan Solo di Masa Datang Oleh : Ir. Iman Soedradjat,MPM DAS Bengawan Solo merupakan salah satu DAS yang memiliki posisi penting di Pulau Jawa serta sumber daya alam bagi kegiatan sosial-ekonomi

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI. Menurut David L Brown dan Kai A Schafft - The Rural People and

BAB II KERANGKA TEORI. Menurut David L Brown dan Kai A Schafft - The Rural People and BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Teori Transformasi Sosial Menurut David L Brown dan Kai A Schafft - The Rural People and Communities (2011); seuntai relatif baru sosiologi berfokus pada berbagai aspek pedesaan

Lebih terperinci

BAB 04 STRATEGI PEMBANGUNAN SANITASI

BAB 04 STRATEGI PEMBANGUNAN SANITASI BAB 04 STRATEGI PEMBANGUNAN SANITASI Pada bab ini akan dibahas mengenai strategi pengembangan sanitasi di Kota Bandung, didasarkan pada analisis Strength Weakness Opportunity Threat (SWOT) yang telah dilakukan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap negara mempunyai kewenangan untuk memanfaatkan sumber daya alamnya untuk pembangunan. Pada negara berkembang pembangunan untuk mengejar ketertinggalan dari

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumberdaya alam merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu ekosistem, yaitu lingkungan tempat berlangsungnya hubungan timbal balik antara makhluk hidup yang

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI. Tabel 2.1 : Visi Misi Sanitasi Kabupaten Aceh Jaya. Visi Sanitasi Kabupaten

BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI. Tabel 2.1 : Visi Misi Sanitasi Kabupaten Aceh Jaya. Visi Sanitasi Kabupaten BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI 2.1 Visi Misi Sanitasi Tabel 2.1 : Visi Misi Sanitasi Kabupaten Aceh Jaya Visi Kabupaten Misi Kabupaten Visi Sanitasi Kabupaten Misi Sanitasi Kabupaten Kabupaten Aceh

Lebih terperinci

PENGELOLAAN DAN KELESTARIAN KEBERADAAN SUMBER AIR SEBAGAI SALAH SATU UNSUR PENTING KEBUTUHAN MANUSIA

PENGELOLAAN DAN KELESTARIAN KEBERADAAN SUMBER AIR SEBAGAI SALAH SATU UNSUR PENTING KEBUTUHAN MANUSIA PENGELOLAAN DAN KELESTARIAN KEBERADAAN SUMBER AIR SEBAGAI SALAH SATU UNSUR PENTING KEBUTUHAN MANUSIA Disampaikan dalam Kegiatan Pengabdian Pada Masyarakat (PPM) Dosen: PELATIHAN DAN SOSIALISASI PEMBUATAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Bogor, 08 Desember 2015 Walikota Bogor, Dr. Bima Arya Sugiarto

KATA PENGANTAR. Bogor, 08 Desember 2015 Walikota Bogor, Dr. Bima Arya Sugiarto WALIKOTA BOGOR KATA PENGANTAR Dalam rangka pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan perlu didukung data dan informasi lingkungan hidup yang akurat, lengkap dan berkesinambungan. Informasi

Lebih terperinci

REHABILITASI DAN KONSERVASI DAERAH HULU SUNGAI CITARUM. Oleh: Wahyu Sukiman Komar Kosasih Achmad Pranusetya

REHABILITASI DAN KONSERVASI DAERAH HULU SUNGAI CITARUM. Oleh: Wahyu Sukiman Komar Kosasih Achmad Pranusetya REHABILITASI DAN KONSERVASI DAERAH HULU SUNGAI CITARUM Oleh: Wahyu Sukiman Komar Kosasih Achmad Pranusetya Latar Belakang Degradasi hutan dan lahan di Indonesia telah mencapai angka seluas 100,7 juta hektar,

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. 1 P a g e

BAB I. PENDAHULUAN. 1 P a g e BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberadaan kawasan hutan di Jawa Timur, sampai dengan saat ini masih belum dapat mencapai ketentuan minimal luas kawasan sebagaimana amanat Undang-Undang nomor 41

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan tropis di Indonesia meliputi areal seluas 143 juta hektar dengan berbagai tipe dan peruntukan (Murdiyarso dan Satjaprapdja, 1997). Kerusakan hutan (deforestasi) masih

Lebih terperinci

Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam

Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam ANNY MULYANI Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (naskah ini disalin sesuai aslinya untuk kemudahan navigasi) (sumber : SINAR TANI

Lebih terperinci

Pentingnya Pemaduserasian Pola Pengelolaan Sumber Daya Air

Pentingnya Pemaduserasian Pola Pengelolaan Sumber Daya Air Pentingnya Pemaduserasian Pola Pengelolaan Sumber Daya Air Oleh : Purba Robert Sianipar Assisten Deputi Urusan Sumber daya Air Alih fungsi lahan adalah salah satu permasalahan umum di sumber daya air yang

Lebih terperinci

BAB 2 KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

BAB 2 KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI BAB 2 KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI Sebagai sebuah dokumen rencana strategis berjangka menengah yang disusun untuk percepatan pembangunan sektor sanitasi skala kota, kerangka kebijakan pembangunan sanitasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Sumberdaya lahan merupakan suatu sumberdaya alam yang sangat penting bagi mahluk hidup, dengan tanah yang menduduki lapisan atas permukaan bumi yang tersusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dinamika pembangunan yang berjalan pesat memberikan dampak tersendiri bagi kelestarian lingkungan hidup Indonesia, khususnya keanekaragaman hayati, luasan hutan dan

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 36 BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN A. Keadaan Geografi Letak dan Batas Wilayah Kabupaten Ngawi secara geografis terletak pada koordinat 7º 21 7º 31 LS dan 110º 10 111º 40 BT. Batas wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perkotaan Yogyakarta mulai menunjukkan perkembangan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perkotaan Yogyakarta mulai menunjukkan perkembangan yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkotaan Yogyakarta mulai menunjukkan perkembangan yang sangat pesat di berbagai bidang, baik sektor pendidikan, ekonomi, budaya, dan pariwisata. Hal tersebut tentunya

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS ISU STRATEGIS

BAB III ANALISIS ISU STRATEGIS BAB III ANALISIS ISU STRATEGIS 3.1 Identifikasi Faktor Lingkungan Berdasarkan Kondisi Saat Ini sebagaimana tercantum dalam BAB II maka dapat diidentifikasi faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 1 BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 29 TAHUN 2014 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 29 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN

Lebih terperinci

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.797, 2015 KEMEN PU-PR. Rawa. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Pendekatan Penghidupan Berkelanjutan (livelihood)

Pendekatan Penghidupan Berkelanjutan (livelihood) Pendekatan Penghidupan Berkelanjutan (livelihood) Pendekatan Penghidupan Berkelanjutan merupakankegiatan yang dibutuhkan oleh setiap orang/masyarakat untuk menjalankan kehidupannya dengan menggunakan kapasitas/kemampuan

Lebih terperinci

RENCANA PENGELOLAAN SDA DAN LH DAS BARITO

RENCANA PENGELOLAAN SDA DAN LH DAS BARITO RENCANA PENGELOLAAN SDA DAN LH DAS BARITO Oleh: Firman Dermawan Yuda Kepala Sub Bidang Hutan dan Hasil Hutan Bidang Perencanaan Pengelolaan SDA dan LH I. Gambaran Umum DAS Barito Daerah Aliran Sungai (DAS)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, salah satu pengelompokan hutan berdasarkan fungsinya adalah hutan konservasi. Hutan konservasi merupakan

Lebih terperinci

1.2 Telah Terbentuknya Pokja AMPL Kabupaten Lombok Barat Adanya KSM sebagai pengelola IPAL Komunal yang ada di 6 lokasi

1.2 Telah Terbentuknya Pokja AMPL Kabupaten Lombok Barat Adanya KSM sebagai pengelola IPAL Komunal yang ada di 6 lokasi Lampiran 2: Hasil analisis SWOT Tabel Skor untuk menentukan isu strategis dari isu-isu yang diidentifikasi (teknis dan non-teknis) untuk sektor Air Limbah di Kabupaten Lombok Barat sebagai berikut : a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Kondisi eksisting sanitasi di perkotaan masih sangat memprihatinkan karena secara pembangunan sanitasi tak mampu mengejar pertambahan jumlah penduduk yang semakin

Lebih terperinci

TUJUAN DAN KEBIJAKAN. 7.1 Program Pembangunan Permukiman Infrastruktur Permukiman Perkotaan Skala Kota. No KOMPONEN STRATEGI PROGRAM

TUJUAN DAN KEBIJAKAN. 7.1 Program Pembangunan Permukiman Infrastruktur Permukiman Perkotaan Skala Kota. No KOMPONEN STRATEGI PROGRAM BAB 6 TUJUAN DAN KEBIJAKAN No KOMPONEN STRATEGI PROGRAM Mengembangkan moda angkutan Program Pengembangan Moda umum yang saling terintegrasi di Angkutan Umum Terintegrasi lingkungan kawasan permukiman Mengurangi

Lebih terperinci

2.1 Visi Misi Sanitasi

2.1 Visi Misi Sanitasi Penyiapan kerangka pembangunan sanitasi adalah merupakan milestone kedua dalam penyusunan Strategi Sanitasi Kota (SSK) dimana didalamnya terdapat sebuah tahapan yaitu formulasi visi misi. Berdasarkan Permendagri

Lebih terperinci

Rencana Aksi dan Progres Desa Berbudaya Lingkungan (Ecovillage) di DAS Citarum Hulu Gedung Sate, 8 Oktober Jaringan Kerja Ecovillage Jabar

Rencana Aksi dan Progres Desa Berbudaya Lingkungan (Ecovillage) di DAS Citarum Hulu Gedung Sate, 8 Oktober Jaringan Kerja Ecovillage Jabar Rencana Aksi dan Progres Desa Berbudaya Lingkungan (Ecovillage) di DAS Citarum Hulu Gedung Sate, 8 Oktober 2015 Jaringan Kerja Ecovillage Jabar OUTLINE APA ITU ECOVILLAGE PROSES DAN RESPON MASYARAKAT RENCANA

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum dan Geografis Penelitian dilakukan di Desa Lebak Muncang, Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung. Desa Lebak Muncang ini memiliki potensi yang baik dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi penyebab bencana bagi petani. Indikatornya, di musim kemarau, ladang

BAB I PENDAHULUAN. menjadi penyebab bencana bagi petani. Indikatornya, di musim kemarau, ladang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu unsur yang sangat penting dalam produksi pangan. Jika air tidak tersedia, maka produksi pangan akan terhenti. Ini berarti bahwa sumber daya

Lebih terperinci

Penyepakatan VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI SANITASI KOTA TASIKMALAYA SATKER SANITASI KOTA TASIKMALAYA

Penyepakatan VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI SANITASI KOTA TASIKMALAYA SATKER SANITASI KOTA TASIKMALAYA Penyepakatan VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI SANITASI KOTA TASIKMALAYA SATKER SANITASI KOTA TASIKMALAYA TAHUN LOGO2013 VISI Terciptanya Kondisi Lingkungan Masyarakat yang Sehat dan

Lebih terperinci

BAB IV. Strategi Pengembangan Sanitasi

BAB IV. Strategi Pengembangan Sanitasi BAB IV Strategi Pengembangan Sanitasi Program pengembangan sanitasi untuk jangka pendek dan menengah untuk sektor air limbah domestik, persampahan dan drainase di Kabupaten Aceh Jaya merupakan rencana

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah Pertumbuhan penduduk adalah perubahan jumlah penduduk di suatu wilayah tertentu pada waktu tertentu dibandingkan

Lebih terperinci

BAB 4 STRATEGI PENGEMBANGAN SANITASI

BAB 4 STRATEGI PENGEMBANGAN SANITASI BAB 4 STRATEGI PENGEMBANGAN SANITASI Dari hasil penetapan wilayah penanganan prioritas maka dapat di susun rencana pengembangan sanitasi untuk air limbah, persampahan dan drainase. Pengembangan sanitasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan adalah karunia alam yang memiliki potensi dan fungsi untuk menjaga keseimbangan lingkungan. Potensi dan fungsi tersebut mengandung manfaat bagi populasi manusia

Lebih terperinci

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH KABUPATEN GORONTALO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PERENCANAAN, PELAKSANAAN PEMBANGUNAN, PEMANFAATAN, DAN PENDAYAGUNAAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang terpenting di negara kita, karena sebagian besar warga Indonesia bermatapencaharian sebagai petani, namun juga sebagian besar warga miskin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan wilayah di Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang sangat pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan dengan dua

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan dan ketahanan pangan merupakan isu terkini yang menjadi perhatian di dunia, khususnya bagi negara berkembang, termasuk di Indonesia. Kedua fenomena tersebut

Lebih terperinci

ANALISIS PEMANFAATAN RUANG YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN DI KAWASAN PESISIR KOTA TEGAL

ANALISIS PEMANFAATAN RUANG YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN DI KAWASAN PESISIR KOTA TEGAL , Program Studi Ilmu Lingkungan Program Pasca Sarjana UNDIP JURNAL ILMU LINGKUNGAN Volume, Issue : () ISSN ANALISIS PEMANFAATAN RUANG YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN DI KAWASAN PESISIR KOTA TEGAL Dzati Utomo

Lebih terperinci

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN Visi dan misi merupakan gambaran apa yang ingin dicapai Kota Surabaya pada akhir periode kepemimpinan walikota dan wakil walikota terpilih, yaitu: V.1

Lebih terperinci

PENGARUH PENURUNAN KAPASITAS ALUR SUNGAI PEKALONGAN TERHADAP AREAL HUNIAN DI TEPI SUNGAI TUGAS AKHIR

PENGARUH PENURUNAN KAPASITAS ALUR SUNGAI PEKALONGAN TERHADAP AREAL HUNIAN DI TEPI SUNGAI TUGAS AKHIR PENGARUH PENURUNAN KAPASITAS ALUR SUNGAI PEKALONGAN TERHADAP AREAL HUNIAN DI TEPI SUNGAI TUGAS AKHIR Oleh: EVA SHOKHIFATUN NISA L2D 304 153 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB IV STRATEGI PENGEMBANGAN SANITASI

BAB IV STRATEGI PENGEMBANGAN SANITASI BAB IV STRATEGI PENGEMBANGAN SANITASI Berdasarkan hasil penetapan wilayah penanganan prioritas disusun rencana pengembangan sanitasi untuk tiga sektor yaitu air limbah, persampahan dan drainase. Program

Lebih terperinci

IVI- IV TUJUAN, SASARAN & TAHAPAN PENCAPAIAN

IVI- IV TUJUAN, SASARAN & TAHAPAN PENCAPAIAN STRATEGI UNTUK KEBERLANJUTAN LAYANAN SANITASI KOTA STRATEGII SANIITASII KOTA PROBOLIINGGO 4.1. TUJUAN, SASARAN & TAHAPAN PENCAPAIAN 4.1.1. Sub Sektor Air Limbah Mewujudkan pelaksanaan pembangunan dan prasarana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998)

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yaitu : Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Lahan diartikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan,

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan merupakan sumber daya alam yang strategis bagi segala pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan, seperti sektor pertanian,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN, Menimbang : a. bahwa Daerah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian masih merupakan prioritas pembangunan secara nasional maupun regional. Sektor pertanian memiliki peran penting untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk

Lebih terperinci

3.3 KONSEP PENATAAN KAWASAN PRIORITAS

3.3 KONSEP PENATAAN KAWASAN PRIORITAS 3.3 KONSEP PENATAAN KAWASAN PRIORITAS 3.3.1. Analisis Kedudukan Kawasan A. Analisis Kedudukan Kawasan Kawasan prioritas yaitu RW 1 (Dusun Pintu Air, Dusun Nagawiru, Dusun Kalilangkap Barat, dan Dusun Kalilangkap

Lebih terperinci

DRAINASE PERKOTAAN BAB I PENDAHULUAN. Sub Kompetensi

DRAINASE PERKOTAAN BAB I PENDAHULUAN. Sub Kompetensi DRAINASE PERKOTAAN BAB I PENDAHULUAN Sub Kompetensi Mengerti komponen-komponen dasar drainase, meliputi : Pengantar drainase perkotaan Konsep dasar drainase Klasifikasi sistem drainase Sistem drainase

Lebih terperinci

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB VII KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

BAB VII KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH BAB VII KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH Kebijakan Umum adalah arahan strategis yang berfungsi sebagai penunjuk arah pembangunan Kabupaten Timor Tengah Selatan untuk jangka panjang. Kebijakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BREBES Nomor : 21 Tahun : 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BREBES, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam 11 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan, termasuk hutan tanaman, bukan hanya sekumpulan individu pohon, namun merupakan suatu komunitas (masyarakat) tumbuhan (vegetasi) yang kompleks yang terdiri dari pohon,

Lebih terperinci