FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN"

Transkripsi

1 ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN BAHASA INDONESIA PADA AKTIVITAS DISKUSI SISWA SMP DI KAWASAN PEDESAAN (STUDI KASUS DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMP NEGERI 2 KEPIL KABUPATEN WONOSOBO) SKRIPSI Oleh Hespi Septiana K A FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET 2012

2

3 ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN BAHASA INDONESIA PADA AKTIVITAS DISKUSI SISWA SMP DI KAWASAN PEDESAAN (STUDI KASUS DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMP NEGERI 2 KEPIL KABUPATEN WONOSOBO) Oleh: HESPI SEPTIANA K Skripsi diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA Mei 2012 iii

4

5

6 MOTTO Hargai apa yang kita miliki saat ini. Kebahagiaan tak kan pernah datang kepada mereka yang tak menghargai apa yang telah dimiliki. (penulis) Jika kamu percaya pada dirimu, tidak ada yang dapat menghentikanmu untuk mencapai cita-cita yang kamu inginkan. (RF) Saat kamu kehilangan sesuatu, janganlah kamu terlalu dengan kesedihan, namun lihatlah apa yang masih kamu miliki dan syukuri itu. (penulis) vi

7 PERSEMBAHAN Saya persembahkan karya ini untuk: Bapak, ibu, Mas Chandra, Mbak Arie, dan semua keluargaku Terima kasih atas semua do a, cinta, kasih sayang, semangat, dukungan, pengorbanan, dan harapan yang selalu tercurah untukku. Riza Fadzli Terima kasih atas dukungan, ketulusan, kesetiaan, dan kesabaran yang telah kamu beri. Adit, Ayuk, Icha, Nana, dan sahabat-sahabat yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu Terima kasih atas kesetiaan, kesabaran, semangat, dan persahabatan yang kalian berikan. vii

8 ABSTRAK Hespi Septiana. K ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMAKAIAN BAHASA INDONESIA PADA AKTIVITAS DISKUSI SISWA SMP DI KAWASAN PEDESAAN (STUDI KASUS DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMP NEGERI 2 KEPIL, KABUPATEN WONOSOBO).Skripsi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Mei Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: (1) persepsi guru terhadap peristiwa alih kode dan campur kode, (2) bentuk, dan (3) faktor penyebab terjadinya peristiwa alih kode dan campur kode yang terjadi dalam proses diskusi kelompok mata pelajaran Bahasa Indonesia di SMP Negeri 2 Kepil, Kabupaten Wonosobo. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif, dengan pendekatan studi kasus. Subjek penelitian adalah siswa kelas VII-B, VII-C, VII-E, VIII-B, VIII- C, VIII-D SMP Negeri 2 Kepil, Kabupaten Wonosobo. Objek penelitian ini adalah campur kode dan alih kode dalam proses diskusi kelompok siswa di SMP Negeri 2 Kepil. Sumber data diperoleh dari guru dan siswa. Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data di atas meliputi observasi partisipan pasif pada kegiatan diskusi mata pelajaran bahasa Indonesia dan wawancara dengan guru bahasa Indonesia kelas VII dan VIII dan beberapa siswa dari kelas VII dan VIII. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Validitas data menggunakan triangulasi metode, triangulasi sumber data, dan review informan. Teknik analisis pengumpulan data, yakni mengunakan analisis model interaktif. Hasil penelitian ini adalah: (1) guru berpendapat bahwa peristiwa alih kode dan campur kode adalah sikap yang salah, sehingga guru selalu membiasakan siswa untuk berkomunikasi dengan bahasa Indonesia walau pun siswa masih sulit untuk melaksanakannya, (2) alih kode dan campur kode yang ditemukan dalam penelitian ini adalah (a) alih kode intern dan alih kode ekstern, (b) campur kode bahasa, (c) campur kode yang menggunakan unsur penyisip yang berwujud kata dan frasa, dan (d) campur kode ragam, dan (3) faktor-faktor penyebab alih kode yaitu (a) penutur yang berusaha mengimbangi bahasa lawan tutur, (b) perubahan situasi hadirnya orang ketiga, seperti hadirnya siswa dari kelompok lain, (c) perubahan topik pembicaraan, (d) perubahan formal ke informal tau sebaliknya, dan (e) untuk membangkitkan rasa humor. Faktor penyebab terjadinya campur kode adalah (a) identifikasi peranan sosial, seperti membedakan peran seorang siswa dan guru, (b) identifikasi ragam, seperti ragam santai, beku, usaha, dan resmi, (c) keinginan untuk menafsirkan suatu kata atau istilah yang sulit untuk dijelaskan atau ditafsirkan menggunakan bahasa yang sama, (d) faktor lingkungan keluarga dan masyarakat yang menggunakan bahasa Jawa, (e) latar belakang pendidikan yang rendah karena kebanyakan orang tua siswa bukan dari sarjana melainkan hanya lulusan SD atau SMP, (f) belum terbiasa menggunakan bahasa Indonesia dalam komunikasi sehari-hari, dan (g) faktor ekonomi keluarga yang membuat siswa kurang mendapatkan fasilitas yang menunjang pendidikan Bahasa Indonesia seperti internet dan televisi. commit viii to user

9 viii

10

11

12

13

14 KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji selalu penulis panjatkan kepada Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang, yang memberi ilmu, inspirasi, dan kemuliaan. Atas kehendak-nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul Alih Kode Dan Campur Kode dalam Pemakaian Bahasa Indonesia pada Aktivitas Diskusi Siswa Smp di Kawasan Pedesaan (Studi Kasus Dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di Smp Negeri 2 Kepil, Kabupaten Wonosobo). Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, dan pengarahan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan izin penilusian skripsi ini; 2. Dr. Muhammad Rohmadi, S. S., M. Hum., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, yang telah memberikan izin penulisan skripsi ini; 3. Dr. Kundharu Saddhono, S. S., M. Hum., selaku Ketua Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan izin penulisan skripsi ini; 4. Drs. Amir Fuady, M. Hum, selaku Pembimbing I yang selalu memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini; 5. Dra. Sumarwati, M. Pd, selaku Pembimbing II yang selalu memberikan motivasi, mengarahkan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini; 6. Kepala SMP Negeri 2 Kepil, yang telah memberi kesempatan dan tempat guna pengambilan data dalam penelitian; commit xiii to user

15 7. Ibu Yusephine S, Sayekti Laras Supayaningsih, S. Pd, dan Ruti, S, S. Pd., selaku guru bahasa indonesia SMP Negeri 2 kepil, yang telah member bimbingan dan bantuan dalam penelitian; 8. Bapak/ Ibu guru, staf dan karyawan SMP Negeri 2 Kepil yang telah banyak membantu penulis; 9. Dr. Rr. E. Nugraheni Eko W, S.S., M. Hum, selaku ketua penguji skripsi yang terlah memberi banyak masukan kepada penulis; 10. Drs. Purwadi, selaku ketua penguji skripsi yang terlah memberi banyak masukan kepada penulis; 11. para siswa SMP Negeri Negeri 2 kepil yang telah bersedia untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan penelitian ini; dan 12. semua pihak yang turut membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak mungkin disebutkan satu per satu. Penulis berharap skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca umumnya. Selain itu, dapat membantu penelitian yang berikutnya, sehingga mencapai hasil yang lebih baik. Surakarta, Mei 2012 Penulis, xiii

16 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu keibutuhan manusia adalah berinteraksi dengan sekitar, baik dengan sesama manusia ataupun dengan lingkungannya. Interaksi yang dilakukannya bertujuan untuk kelangsungan hidupnya. Salah satu alat yang digunakan manusia untuk berinteraksi adalah bahasa. Dengan bahasa seseorang dapat mengungkapkan pikiran, ide, perasaan, dan kemauannya kepada orang lain. Menurut Anwar (1984: 20) bahasa dan masyarakat tidak dapat dipisahkan, keduanya memiliki huibungan erat, keduanya saling mendukung, oleh karenanya keberadaan bahasa tidak dapat dilepaskan dari masyarakat pemakainya. Sejak lahir manusia sudah diajarkan untuk berbahasa sebagai sarana berkomunikasi dengan orang-orang di lingkungannya. Pelajaran bahasa secara formal didapatkan oleh anak-anak mulai dari taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi. Salah satu pelajaran bahasa yang ada yaitu pelajaran bahasa Indonesia yang diajarkan melalui seibuah proses belajar mengajar. Dalam interaksi belajar mengajar ada dua pelaku utama yaitu guru dan siswa. Dalam proses pembelajaran yang baik yaitu siswa yang harus aktif dalam proses pembelajaran, tidak seperti proses pembelajaran konvensional di mana siswa hanya menjadi pendengar saat guru menerangkan materi, tetapi siswa yang lebih banyak bicara tentang materi, seperti dalam diskusi kelompok, siswa diarahkan oleh guru agar siswa mau bertukar pikiran dengan teman-teman sekelasnya. Media yang digunakan dalam proses diskusi tersebut adalah melalui komunikasi lisan. Pemakaian bahasa Indonesia pada siswa dari perkotaan berbeda dengan siswa kawasan pedesaan. Kegiatan belajar mengajar pada siswa yang bersekolah di kawasan perkotaan mayoritas menggunakan bahasa Indonesia, karena bahasa ibu yang digunakan oleh siswa adalah bahasa Indonesia. Berbeda dengan siswa yang bersekolah di kawasan pedesaan mereka lebih sering berkomunikasi lisan commit 1 to user

17 2 menggunakan bahasa daerah. Hal terseibut yang menjadi masalah saat pelajaran bahasa Indonesia berlangsung. Di sekolah kawasan pedesaan guru harus lebih berkerja keras dalam mendekatkan siswa pada bahasa Indonesia, bagi siswa yang terbiasa mnggunakan bahasa daerah contohnya siswa yang berasal dari daeah Jawa maka mereka saat pelajaran bahasa Indonesia berlangsung pun siswa akan kesulitan menyesuaikan diri dengan harus berkomunikasi lisan dengan menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Di sekolah menengah pertama, pelajaran Bahasa Indonesia menjadi salah satu pelajaran wajib. Seharusnya siswa sudah mampu menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar dalam situasi formal seperti saat kegiatan pembelajaran berlangsung atau saat siswa melakukan aktivitas diskusi kelompok, bagi siswa yang berasal dari kawasan pedesaan akan kesulitan karena mereka tidak terbiasa menggunakan bahasa terseibut. Salah satu sekolah menengah pertama yang terletak di kawasan pedesaan adalah SMP Negeri 2 Kepil, Kabupaten Wonosobo, Provinsi Jawa Tengah. Siswa yang bersekolah di SMP terseibut umumnya berasal dari desa-desa di sekitar sekolah, seperti Desa Randusari, Rejosari, Kagungan, Ngaliyan, Kapulogo, Ropoh, Tanjunganom, dan Kajoran. Lokasi sekolah berjarak 33 km dari utara kota Wonosobo. Siswa di SMP Negeri 2 Kepil memunyai latar bahasa yang berbeda-beda, namun sebagian besar mereka berasal dari keluarga petani yang kesehariannya menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa sehari-hari, bahkan beberapa dari mereka ada yang masih canggung menggunakan bahasa Indonesia dalam percakapan saat belajar mengajar berlangsung seperti saat berdiskusi kelompok. Beberapa fakta yang dijelaskan di atas menimbulkan masalah yang tidak ditemui pada siswa-siswa di sekolah kawasan perkotaan yang sudah biasa menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa sehari-hari, atau paling tidak mereka tidak canggung berkomunikasi dengan bahasa Indonesia. Siswa-siswa yang bersekolah di SMP kawasan pedesaan seperti SMP Negeri 2 Kepil, Kaibupaten Wonosobo tentunya berbeda dengan siswa dari perkotaan yang sudah terbiasa menggunakan bahasa Indonesia. Di sekolah ini guru bahasa Indonesia

18 3 harus dapat menjelaskan materi dengan sebaik-baiknya, dengan semua aspek keterampilan dalam pembelajaran bahasa harus dikuasai siswa termasuk keteramilan berbicara. Kelemahan siswa dalam penguasaan bahasa Indonesia memibuat guru mempunyai tugas yang lebih yaitu mengajarkan siswa agar terbiasa berkomunkasi dengan bahasa Indonesia, namun apabila guru mengharuskan siswa bertanya atau menyampaikan ide menggunakan bahasa Indonesia, maka siswa yang belum terbiasa menggunakan bahasa Indonesia akan merasa kesulitan menyampaikan ide mereka. Jadi kegiatan atau proses belajar mengajar bahasa Indonesia di sekolah terseibut tidak selalu menggunakan bahasa Indonesia. Sering terjadi guru menjelaskan materi menggunakan bahasa daerah (bahasa Jawa). Begitu juga sebaliknya dengan siswa yang bertanya tentang materi juga ada yang menggunakan bahasa daerah (bahasa Jawa). Penggunaan dua bahasa yaitu bahasa Indonesia dan bahasa daerah untuk komunikasi dalam proses belajar mengajar sering terjadi pada sekolah yang sebagian besar siswanya tidak berbahasa ibu bahasa Indonesia. Agar kelancaran proses belajar mengajar Bahasa Indonesia dan materi dapat tersampaikan dengan baik maka guru dan siswa berkomunikasi dengan bahasa Indonesia dan bahasa daerah. Begitu pula saat diskusi kelompok berlangsung, apabila siswa diwajibkan berdiskusi menggunakan bahasa Indonesia secara keseluruhan, maka siswa yang masih canggung menggunakan bahasa Indonesia akan menjadi pasif (diam) karena mereka kesulitan mengungkapkan ide mereka. Alih kode dan campur kode akan terjadi atau muncul apabila dalam suatu situasi peserta komunikasi menggunakan dua bahasa. Pemunculan alih kode dan campur kode terseibut mempunyai fungsi dan tujuan tertentu. Begitu pula dengan pemunculan atau penggunaan alih kode dan campur kode dalam proses belajar mengajar Bahasa Indonesia juga mempunyai fungsi dan tujuan tertentu. Peluang munculnya alih kode dan campur kode dapat terjadi di lingkungan lembaga pendidikan seperti sekolah pada saat proses belajar mengajar (diskusi kelompok siswa) berlangsung. Alih kode dan campur kode juga dapat muncul pada

19 4 saat proses diskusi kelompok siswa di SMP Negeri 2 Kepil, Wonosobo. Studi kasus ini dilakukan untuk memperoleh data empirik yang terkait dengan pemunculan alih kode dan campur kode dalam proses diskusi kelompok bahasa Indonesia di kelas VII- B, VII-C, VII-E, VIII-B, VIII-C, VIII-D SMP Negeri 2 Kepil, seperti persepsi guru terhadap peristiwa alih kode dan campur kode yang terjadi pada siswa, jenis-jenis atau bentuk alih kode dan campur kode, dan faktor penyebab munculnya alih kode dan campur kode. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui permasalahan yang muncul pada pembelajaran bahasa Indonesia (aktivitas diskusi) pada sekolah menengah pertama di kawasan pedesaan agar menjadi perhatian khusus bagi guruguru yang mengajar di sekolah kawasan pedesaan. B. Rumusan Masalah Dari latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan beberapa rumusan masalah sebagai berikut. 1. Bagaimanakah persepsi guru terhadap peristiwa alih kode dan campur kode dalam aktivitas diskusi kelompok, pada pelajaran Bahasa Indonesia di SMP Negeri 2 Kepil, Kabupaten Wonosobo? 2. Bagaimanakah bentuk alih kode dan campur kode yang terjadi dalam proses diskusi kelompok, pada pelajaran Bahasa Indonesia di SMP Negeri 2 Kepil, Kabupaten Wonosobo? 3. Apakah faktor-faktor penyebab terjadinya alih kode dan campur kode dalam proses diskusi kelompok pada pelajaran Bahasa Indonesia di kelas SMP Negeri 2 Kepil, Kabupaten Wonosobo?

20 5 C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui, mendeskripsikan, dan menjelaskan hal-hal di bawah ini. 1. Persepsi guru terhadap peristiwa alih kode dan campur kode dalam aktivitas diskusi kelompok, pada pelajaran Bahasa Indonesia di SMP Negeri 2 Kepil, Kabupaten Wonosobo. 2. Bentuk alih kode dan campur kode yang terjadi dalam proses diskusi kelompok, pada pelajaran Bahasa Indonesia di SMP Negeri 2 Kepil, Kabupaten Wonosobo. 3. Faktor-faktor penyebab terjadinya alih kode dan campur kode dalam proses diskusi kelompok, pada pelajaran Bahasa Indonesia di kelas SMP Negeri 2 Kepil, Kabupaten Wonosobo. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi peneliti, penelitian ini bermanfaat untuk mendapatkan hasil penelitian tentang persepsi guru, bentuk, dan faktor penyebab terjadinya alih kode dan campur kode dalam proses diskusi kelompok Bahasa Indonesia di kelas VIII SMP Negeri 2 Kepil, Kabupaten Wonosobo. 2. Bagi guru, penelitian ini dapat menjadi masukan untuk memakai bahasa yang tepat dalam mengajarkan materi sehingga materi dapat tersampaikan kepada peserta didik (siswa) dengan jelas dan peserta didik dapat menangkap materi dengan baik. 3. Bagi siswa, dapat menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. 4. Bagi sekolah, hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan dalam upaya mengadakan inovasi pembelajaran bagi para guru bahasa Indonesia yang lain, dan meninggalkan strategi pembelajaran yang monoton (konvensional), selain itu sekolah akan mendapatkan siswa yang mempunyai kemampuan berbahasa yang baik.

21 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Teori 1. Hakikat Bahasa Bahasa menurut teori struktural dapat didefinisikan sebagai suatu sistem tanda arbitrer yang konvensional (Soeparno, 2002: 1). Anderson (dalam Tarigan, 1989: 4) mengemukakan adanya delapan prinsip dasar mengenai hakikat bahasa: yaitu sebagai berikut, (1) bahasa adalah suatu sistem, (2) bahasa adalah vokal (ibunyi ujaran), (3) Bahasa tersusun dari lambang-lambang arbitrer, (4) setiap bahasa bersifat unik (khas), (5) bahasa dibangun dari kebiasaan-kebiasaan, (6) bahasa adalah alat komunikasi, (7) bahasa berhuibungan erat dengan ibudaya tempat berada, dan (8) bahasa selalu berubah-ubah. Douglas (dalam Tarigan, 1989: 5-6), setelah menelaah batasan bahasa dari enam sumber, memibuat rangkuman sebagai berikut. a. Bahasa adalah suatu sistem yang sistematis, barangkali juga oleh sistem generatif. b. Bahasa adalah seperangkat lambang-lambang manasuka atau simbol-simbol arbitrer. c. Lambang terseibut terutama sekali bersifat vokal tetapi mungkin juga bersifat visual. d. Lambang-lambang atau simbol-simbol terseibut mengandung makna konvensional. e. Bahasa dipergunakan sebagai alat komunikasi atau sarana pergaulan sesama insan manusia. f. Bahasa beroperasi dalam suatu masyarakat bahasa (a speech community) atau ibudaya.

22 7 g. Bahasa pada hakikatnya bersifat manusiawi, walaupun mungkin tidak terbatas pada manusia saja. h. Bahasa diperoleh semua orang atau bangsa dengan cara yang hampir atau banyak bersamaan; bahasa dan pembelajaran bahasa mempunyai ciri-ciri kesemestaan. Bahasa juga dapat diartikan sebagai sarana komunikasi manusia yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari untuk menyampaikan informasi kepada orang lain. 2. Ragam Bahasa Bahasa mempunyai beberapa ragam, Joos (dalam Nababan, 1993: 22) membagi gaya atau rag am bahasa menjadi lima, yaitu sebagai berikut. a. Ragam Beku Ragam beku ialah ragam bahasa yang paling resmi yang dipergunakan dalam situasi-situasi yang khidmat dan upacara resmi. Dalam bentuk tertulis ragam beku ini terdapat dalam dokumen-dokumen bersejarah seperti undangundang dasar dan dokumen penting lainnya. b. Ragam Resmi Ragam resmi ialah ragam bahasa yang dipakai dalam pidato-pidato resmi, rapat dinas, atau rapat resmi pimpinan suatu badan. c. Ragam Usaha Ragam usaha adalah ragam bahasa yang sesuai dengan pembicaraanpembicaraan biasa di sekolah, perusahaan, dan rapat-rapat usaha yang berorientasi kepada hasil atau produksi; dengan kata lain, ragam ini berada pada tingkat yang paling operasional.

23 8 d. Ragam Santai Ragam bahasa santai antarteman dalam berbincang-bincang, rekreasi, berolah raga, dan sebagainya. e. Ragam Akrab Ragam akrab adalah ragam bahasa antaranggota yang akrab dalam keluarga atau teman-teman yang tidak perlu berbahasa secara lengkap dengan artikulasi yang terang, tetapi cukup dengan ucapan pendek. Hal ini disebabkan oleh adanya saling pengertian dan pengetahuan satu sama lain. Dalam tingkat inilah banyak dipergunakan bentuk-bentuk dan istilah-istilah (kata-kata) khas bagi suatu keluarga atau kelompok. 3. Kontak Bahasa Bahasa tidak akan pernah lepas dari manusia dan kehidupan manusia. Bahasa tumibuh dan berkembang dalam masyarakat. Dalam masyarakat yang teribuka di mana tiap-tiap individu dapat menerima kehadiran individu lain maka akan terjadi kontak bahasa. Crystal (dalam Ponulele, 1994: 24) menyatakan bahwa kontak bahasa adalah istilah yang digunakan dalam sosiolinguistik untuk mengacu pada situasi kontinuitas geografis atau kekerabatan antarbahasa atau antar dialek (jadi ada saling berpengaruh). Menurut Chaer (1994: 65) bahasa masyarakat yang datang akan mempengaruhi bahasa masyarakat yang dimasuki. Hal yang sangat menonjol yang bisa terjadi dari adanya kontak bahasa ini adalah terjadinya bilingualisme dan multilingualisme, dengan berbagai macam kasusnya, seperti interferensi, integrasi, alih kode, dan campur kode. Mackey (dalam Rusyana, 1989: 4) menyatakan bahwa kontak bahasa adalah pengaruh suatu bahasa kepada bahasa lainnya yang menimibulkan perubahan dalam langue, dan menjadi milik tetap ibukan saja dwibahasawan melainkan juga ekabahasawan. Kontak bahasa itu berlangsung ibukan hanya dalam diri perorangan melainkan dalam situasi kemasyarakatan, yaitu tempat seseorang mempelajari bahasa kedua itu. Oleh karena itu kontak bahasa dianggap merupakan bagian dari kontak yang lebih luas, yaitu kontak ibudaya. Kontak bahasa terjadi dalam diri penutur

24 9 secara individual. Kontak bahasa itu terjadi dalam situasi konteks sosial, yaitu situasi saat seseorang belajar bahasa kedua di dalam masyarakatnya (Suwito, 1985: 39). Dari beberapa pendapat pakar bahasa di atas dapat disimpulkan bahwa kontak bahasa manusia itu dipengaruhi oleh norma-norma dan nilai sosial. Jadi dalam sosiolinguistik pengkajian bahasa harus disesuaikan dengan kehidupan manusia dan sekitarnya, baik sosial maupun ibudaya. 4. Bilingualisme Bilingualisme dalam bahasa Indonesia sering disamakan dengan kedwibahasaan. Bilingualisme menurut Mackey dan Fishman (dalam Chaer, 1995: 112) diartikan sebagai penggunaan dua bahasa oleh seseorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara bergantian. Senada dengan pendapat Mackey dan Fishman, Kridalaksana (1974: 25) menyatakan bahwa bilingualisme ialah penggunaan dua bahasa secara berganti-ganti oleh satu orang atau satu kelompok. Ketika seseorang menggunakan dua bahasa dalam pergaulannya dengan orang lain, ia berdwibahasa dalam arti dia melaksanakan kedwibahasaan yang diseibut dengan bilingualisme (Dako, 2004: 269). Dalam KUBI ( 1996: 185) bilingualisme didefinisikan sebagai hal penguasaan atas dua bahasa oleh penutur bahasa di suatu masyarakat bahasa, sedangkan bilingual berarti mengenal dua bahasa dengan baik: bangsa Indonesia kebanyakan mengenal bahasa Indonesia dan bahasa daerah. Haugen (dalam Muharam, 2011: 199) berpendapat kedwibahasawan adalah tahu dua bahasa.jika diuraikan secara leibuh umum maka pengertian kedwibahasawan adalah pemaakaian dua bahasa secara bergantian baik secara produktif maupun reseptif oleh seorang individu atau oleh masyarakat.kedwibahasawan dengan tahu dua bahasa, cukup mengetahui dua bahasa secara pasif atau aktif. Nababan (1984: 32) menyeibut bilingualisme dengan bilingualitas yang berarti kemampuan dalam dalam dua bahasa. Menurut Nababan, bilingualitas dapat dibagi menjadi dua seperti berikut.

25 10 a. Bilingualitas sejajar yaitu huibungan antara kemampuan dalam kedua bahasa pada orang yang berdwibahasa secara penuh dan seimbang, kemampuan dan tindak laku kedua bahasa itu adalah terpisah dan bekerja sendiri-sendiri. b. Bilingualitas majemuk terjadi ketika dalam keadaan belajar bahasa kedua setelah menguasai satu bahasa (bahasa pertama atau utama) dengan baik, khususnya dalam belajar bahasa kedua atau asing di sekolah. Rahardi (2001: 15) menegaskan bahwa kedwibahasaan adalah peguasaan atas paling tidak dua bahasa yakni bahasa pertama dan bahasa kedua. Ahli lain, Nababan berpendapat kedwibahasaan adalah kebiasaan menggunakan dua bahasa daam interaksi dengan orang lain (1984: 27). Menurut Mackey (dalam Kunjana Rahardi, 2001: 14) memberikan gambaran tentang kedwibahasaan sebagai gejala tuturan. Kedwibahasaan dianggapnya sebagai karakteristik pemakaian bahasa, yakni praktik pemakaian bahasa secara bergantian yang dilakukan oleh penutur. Pergantian dalam pemakaian bahasa terseibut dilatarbelakangi dan ditentukan leh situasi dan kondisi yang dihadapi oleh penutur itu dalam tindakan bertutur. Kridalaksana (dalam Paul Ohoiwutun, 2002: 67) membagi kedwibahasaan dalam tiga kategori. a. Bilingualisme koordinat, dalam gejala ini penggunaan bahasa dengan dua atau lebih sistem bahasa yang terpisah. Seorang bilingual koordinat, ketika menggunakan satu bahasa tidak menampakkan unsur-unsur bahasa dari bahsa lain. Pada waktu beralih ke bahasa lainnya tidak terjadi pencampuran sistem. b. Bilingualisme majemuk sering mengacaukan unsur-unsur dari kedua bahasa yang dikuasainya. Kadang-kadang kita menyaksikan orang-orang Indonesia yang bekerja sebagai iburuh Malaysia melakuakan kekacauan dimaksud (linguistic interference) c. Kedwibahasaan sub-ordinat. Fenomena ini terjadi pada seseorang atau masyarakat yang menggunakan dua sistem bahasa atau lebih secara terpisah. Biasanya masih terdapat proses penerjemahan. Seseorang yang bilingual sub-

26 11 ordinate masih cederung mencampur-adukkan konsep-konsep bahasa pertama ke dalam bahasa kedua atau bahasa asing yang dipelajari. Menurut Ponulele (1994: 25) di dalam bilingualism terdapat para penutur yang menguasai dua bahasa atau lebih dan mereka diseibut bilingual. Istilah ini bersifat relatif sekali, dalam arti belum diperoeh kesatuan pendapat dari para ahli bahasa tentang batas-batas kemampuan penguasaan bahasa seseorang untuk dapat dikatakan sebagai seorang bilingual. Bloomfield (dalam Ponulele, 1994: 24) merumuskan bilingual sebagai native like of two language, dengan pengertian bahwa bilingual adalah seorang penutur yang mampu menggunakan dua bahasa yang sama baiknya. Jadi menurut Bloomfield seseorang baru dapat menyandang gelar bilingual apabila dia mampu menggunakan secara aktif kedua hahasa sebagaimana kemampuan saat ia menggunakan bahasa iibunya. Crystal (dalam Ponulele, 1994: 24) berpendapat yang mendukung pendapat Bloomfied dengan mengatakan bahwa seseorang dikatakan bilingual bilamana dia mampu menguasai bebrapa bahasa dengan fasih dan lancar, akan tetapi dijelaska lagi bahwa rumusan ini mengacu pada kriteria yang terlalu ekstrim, orang yang meguasai dua bahasa secara sempurna memang ada, mamun hal ini merupakan kekekcualian ibukanlah keharusan. Sebagian besar bilingual sebenarnya didak mampu menguasai dua bahasa dengan kadar kualitas yang sama. Biasanya penguasaan bahasa iibu lebih fasih daripada penguasaan bahasa kedua. Sebagai contoh saat seseorang dilahirkan di Jawa Tengah, dan setelah dewasa ia bekerja dan menetap di Jakarta, walaupun dia sudah marih berkomunikasi dengan bahasa Indonesia karena saat bersekolah di Jawa tengah pun ia mendapakan pelajaran bahasa Indonesia manun ia akan lebih menguasai bahasa daerahnya, dan saat ia bertemu dengan orang dari asal daerahnya dia akan memilih berkomunikasi dengan bahasa daerah (Jawa). Bilingualisme yang sering terjadi di Indonesia adalah bilingualisme bahasa daerah dengan bahasa Indonesia. Berdasarkan pendapat para ahli terseibut dapat disimpulkan bahwa kedwibahasaan adalah penguasaan dua bahasa yang dilakukan secara bergantian dan berdasarkan situasi yang ada. Jadi, seseorang secara bergantian

27 menggunakan dua bahasa yang berbeda berdasarkan situasi dan kondisi di mana penutur melakukan tindak tutur Pengertian Kode Kode ialah suatu sistem tutur yang penerapan unsur bahasanya mempunyai ciri-ciri khas sesuai dengan latar belakang penutur, relasi penutur dengan lawan bicara, dan situasi tutur yang ada. Kode biasanya berbentuk varian-varian bahasa yang secara nyata dipakai berkomunikasi anggota-anggota masyarakat bahasa (Poedjosoedarmo, 1976: 3). Suwito (1985: 67) menyatakan bahwa kode adalah salah satu varian di dalam hierarkhi kebahasaan yang dipakai dalam komunikasi. Suwito juga menyatakan bahwa alat komunikasi yang merupakan varian dari bahasa dikenal dengan istilah kode. Dengan demikian, maka dalam bahasa terkandung beberapa macam kode. Menurut Richards (dalam Ponulele, 1994: 26) menyatakan bahwa kode adalah istilah yang digunakan sebagai pengganti bahasa, ragam tutur, atau dialek. Dari pendapat-pendapat di atas dapat di simpulkan bahwa kode adalah istilah untuk menyeibut bahasa atau ragam bahasa, dalam pebicaraan sesorang tentu mengirimkan kode-kode tertentu kepada lawan bicaranya, dengan kode-kode terseibut maka penutur dan lawan tutur dapat berkomunikasi dengan lancar. Ponulele (1994:21) merumuskan hubungan hierarki antara kontak bahasa, bilingualisme, alih kode, dan campur kode dapat digambarkan sebagai berikut. Kontak bahasa bilingualisme Alih kode Campur kode Gambar 1. Huibungan antara Bahasa, Bilingualisme, Alih Kode, dan Campur Kode.

28 Jadi adanya bilingualisme disebabkan terjadinya kontak bahasa, dan akan mengakibatkan munculnya gejala kebahasaan yaitu alih kode dan campur kode Alih Kode a. Pengertian Alih Kode Dalam keadaaan kedwibahasaan (bilingualisme), akan sering terdapat orang mengganti bahasa atau ragam bahasa, hal ini tergantung pada keadaan atau keperluan berbahasa itu. Kejadian itu diseibut alih kode. Konsep alih kode ini mencakup juga kejadian beralihnya satu ragam fungsiolek (umpamanya ragam santai) ke ragam lain (umpamanya ragam formal), atau dari satu dialek ke dialek lain dan sebagainya (Nababan, 1993: 31-32). Pengartian alih kode menurut Kamal (2012) adalah Alih kode pada hakikatnya merupakan pergantian pemakaian bahasa atau dialek. Rujukannya adalah komunitas bahasa atau dialek. Appel (dalam Chaer, 1995: 141) mendefinisikan alih kode sebagai gejala peralihan pemakaian bahasa karena berubahnya situasi.. Gumperz (dalam, Gulzar 2010: 26) code-switching is: "the juxtaposition within the same speech exchange of passages of speech belonging to two different grammatical systems or sub-systems. yaitu, alih kode adalah penjajaran dalam pertukaran bahasa yang sama dari bagian-bagian dari bahasa yang termasuk dua sistem tata bahasa yang berbeda atau sub-sistem. Hymes (dalam Chaer, 1995: 142) menyatakan alih kode itu ibukan hanya terjadi antarbahasa, tetapi dapat juga terjadi antara ragam-ragam atau gaya-gaya yang terdapat dalam satu bahasa. Menurut Wardaugh (dalam Dako, 2004: 271) ada dua jenis alih kode, yaitu alih kode situasional dan metaforis. Alih kode situasional terjadi pada saat perubahan bahasa menurut keibutuhan situasi yang dikenal oleh penutur itu sendiri, dimana dalam seibuah situasi mereka berbicara dengan seibuah bahasa dan pada situasi lain mereka berbicara dengan bahasa lain. Alih kode metaforis memiliki dimensi afektif

29 14 dimana kita menegaskan kembali kode dengan perubahan, baik dari situasi forma ke stuasi informal, resmi ke keadan santai, serius ke keadaan humor, dan lain sebagainya. Alih kode yaitu beralih dari bahasa yang satu ke bahasa yang lain pada waktu ia berbicara atau menulis (Rusyana, 1989: 24). Menurut Suwito (1985: 68) alih kode adalah peristiwa peralihan dari kode yang satu ke kode yang lain. Namun, di dalam suatu kode terdapat berbagai kemungkinan varian (baik varian regional, varian kelas sosial, ragam, gaya, ataupun register) sehingga peristiwa alih kode mungkin berwujud alih varian, alih ragam, dan alih gaya atau alih register. Peralihan demikian dapat diamati baik lewat tingkat-tingkat tata ibunyi, tata kata, tata kalimat, maupun wacananya. Crystal (dalam Skiba, 1997) berpendapat suggests that code, or language, switching occurs when an individual who is bilingual alternates between two languages during his/her speech with another bilingual person. A person who is bilingual may be said to be one who is able to communicate, to varying extents, in a second language. Hal terseibut menunjukkan bahwa pengalihan kode atau bahasa, sering terjadi ketika seseorang yang memiliki kemampuan menguasai lebih dari satu bahasa mengganti bahasanya pada saat berbicara dengan orang lain yang memiliki dua bahasa bisa dikatakan menjadi salah satu yang bisa berkomunikasi, pada tingkat yang bervariasi dalam bahasa kedua. Poedjosoedarmo (1976: 20) mengemukakan bahwa peristiwa alih kode melibatkan peralihan kalimat. Dari berbagai pendapat di atas alih kode dapat didefinisikan sebagai peristiwa peralihan pemakaian bahasa dari satu bahasa ke bahasa lain atau dari satu ragam bahasa ke ragam bahasa lain. Dalam gejala kebahasaan (campur kode) ini faktor paling menetukan adalah penutur, saat seorang penurut sedang melakukan campur kode, maka harus diketahui identitasnya, seperti tingkat pendidikannya, agama, ras, latar belakang sosial, dan lainnya. Setelah itu baru unsur kebahasaan yang menetukan terjadinya

30 15 alih kode. dengan makin banyak bahasa yang dikausai oleh seorang penutur dari latar belakang pendidikannya, makin luas kemungkinan untuk bercampur kode. dari penjabaran terseibut, ada dua tipe yang menjadi latar belakang terjadinya alih kode, yaitu; latar belakang sikap dan latar belakang kebahasaan. b. Ciri- ciri Alih Kode Ciri-ciri alih kode menurut Suwito (1985: 69) adalah sebagai berikut. a. Masing-masing bahasa masih mendukung fungsi-fungsi tersendiri sesuai dengan konteksnya. b. Fungsi masing-masing bahasa disesuaikan dengan situasi yang relevan dengan perubahan konteks. c. Macam-macam Alih Kode Suwito (1985: 69) membedakan adanya dua macam alih kode, yaitu sebagai berikut. a. Alih kode intern Alih kode intern adalah pergantian atau peralihan pemakaian bahasa yang terjadi antardialek, antarragam, atau antargaya dalam lingkup satu bahasa. b. Alih kode ekstern Alih kode ekstern adalah perpindahan pemakaian bahasa dari satu bahasa ke bahasa lain yang berbeda. Perpindahan terseibut dapat berupa perpindahan dari satu bahasa daerah ke bahasa daerah lain, perpindahan dari bahasa daerah ke bahasa nasional, perpindahan dari bahasa daerah ke bahasa asing, dan perpindahan dari bahasa nasional ke bahasa asing. Alih kode intern yang biasanya terjadi dalam pembelajaran di sekolah yaitu alih kode ragam resmi dan ragam santai, alih kode ragam resmi dan ragam usaha, alih kode ragam resmi dan ragam beku, serta alih kode ragam santai dan ragam usaha. Sedangkan alih kode ekstern

31 16 yang sering terjadi yaitu alih kode bahasa Indonesia dan bahasa Jawa, serta alih kode bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Poedjosoedarmo (1976: 14-20) membagi alih kode menjadi dua macam yaitu sebagai berikut. a) Alih kode sementara Alih kode sementara yaitu pergantian kode bahasa yang dipakai oleh seorang penutur berlangsung sebentar. Pergantian itu bisa hanya berlangsung pada satu kalimat lalu pembicaraan kembali lagi ke kode biasanya. b) Alih kode permanen Alih kode permanen adalah alih kode yang sifatnya permanen. Alih kode permanen terjadi apabila penutur secara tetap mengganti kode bicaranya lawan tutur. Tidak mudah bagi seseorang untuk mengganti kode bicaranya terhadap seseorang lawan bicara secara permanen, sebab pergantian ini biasanya berarti adanya pergantian sikap relasi terhadap lawan bicara secara sadar. d. Faktor Penyebab Alih Kode Chaer (1995: 143) menyeibutkan yang menjadi penyebab alih kode yaitu: (1) pembicara atau penutur, (2) pendengar atau lawan tutur, (3) perubahan situasi hadirnya orang ketiga, (4) perubahan dari formal ke informal atau sebaliknya, dan (5) perubahan topik pembicaraan. Beberapa faktor penyebab alih kode menurut Suwito (1985: 72-74) sebagai berikut. 1) Penutur, alasan penutur yang melakukan alih kode dengan maksud tertentu. Seorang penutur atau pembicara terkadang melakukan alih kode terhadap mitra tuturnya karena ada maksud dan tujuan tertentu.

32 17 Misalnya, seorang mahasiswa setelah beberapa saat berbicara dengan dosennya mengenai nilai mata kuliahnya yang belum tuntas dan dia baru tahu bahwa dosennya itu berasal dari daerah yang sama dan juga mempunyai bahasa iibu yang sama pula. Agar urusannya cepat selesai, maka mahasiswa terseibut melakukan alih kode dari bahasa indonesia ke bahasa daerahnya agar semuanya bisa berjalan lancar dalam mengurus nilainya. 2) Lawan tutur. Lawan bicara atau lawan tutur dapat menyebabkan terjadinya alih kode karena sipenutur ingin mengimbangi kemampuan berbahasa lawan bicaranya. Misalnya, penutu ibugis berusaha mengimbangi lawan bicaranya yang kebetulan orang mandar dengan menggunakan bahasa mandar pula. 3) Hadirnya penutur ketiga, misalnya alih kode terseibut dilakukan untuk menetralisasi situasi dan sekaligus menghormati. Perubahan situasi karena hadirnya orang ketiga Kehadiran orang ketiga yang tidak berlatar belakang bahasa yang sama dengan yang di gunakan oleh penutur dan lawan bicara yang sedang berbicara. Misalnya, si A dan si B sementara bercakap ibugis, kemudian si C tiba tiba datang dan tidak menguasai bahasa ibugis. Dengan demikian si A dan si B beralih kode dari bahasa ibugis ke bahasa indonesia. 4) Pokok pembicaraan (topik). Topik pembicaraan merupakan hal dominan yang menentukan terjadinya alih kode. Pokok pembicaraan yang bersifat formal biasanya diungkapakan dengan ragam baku dengan gaya netral dan serius. Sedangkan pokok pembicaraan yang bersifat informal disampaikan dengan bahasa tak baku, gaya sedikit emosional, dan serba seenaknya.

33 18 5) Untuk membangkitkan rasa humor, untuk menyegarkan suasana. Dalam seibuah pembicaraan biasanya orang akan melakukan alih kode guna membangkitkan rasa humor dalam pembicaraan, agar suasana yang taginya serius dan tegang dapat mencair dan lebih santai. 6) Untuk sekedar bergengsi. Walaupun faktor situasi, lawan bicara, topik, dan faktor sosio siuasional tidak mengharapkan adanya alih kode, terjadinya alih kode, sehingga tampak adanya pemaksaan dan cenderung tidak komunikatif. Beberapa alasan beralih kode yang dikemukakan oleh Kammarudin (1989: 60-62) seperti berikut. 1) Karena sulit membicarakan topik tertentu pada bahasa tertentu. 2) Guna dasar pengalihan bahasa ke bahasa lain. 3) Untuk menegaskan sesuatu hal atau untuk mengakhiri pertentangan yang sedang terjadi di kalangan pembicara. 4) Untuk mengeksklusifkan seseorang dari suatu situasi percakapan. 5) Mengutip ucapan orang lain. 6) Menekankan solidaritas kelompok. 7) Mengistimewakan yang disapa. 8) Menjelaskan hal yang telah diseibutkan. 9) Membicarakan peristiwa yang telah lalu. 10) Untuk meningkatkan status atau gengsi atau kekuasaan atau keahlian seseorang. Dari ketiga pendapat tentang faktor penyebab alih kode yang telah dikemukakan di atas, dapat disimpulkan faktor-faktor penyebab alih kode adalah sebagai berikut. 1) Penutur, alasan penutur yang melakukan alih kode dengan maksud tertentu. 2) Lawan tutur, alasan lawan tutur seperti untuk mengimbangi bahasa yang digunakan oleh lawan tuturnya.

34 19 3) Perubahan situasi hadirnya orang ketiga. 4) Perubahan topik pembicaraan. 5) Perubahan dari formal ke informal atau sebaliknya. 6) Untuk membangkitkan rasa humor, untuk menyegarkan suasana. 7) Untuk sekedar bergengsi. 8) Untuk menegaskan sesuatu hal atau untuk mengakhiri pertentangan yang sedang terjadi di kalangan pembicara. 9) Mengutip ucapan orang lain. 10) Menekankan solidaritas kelompok. 11) Membicarakan peristiwa yang telah lalu. 12) Guna dasar pengalihan bahasa ke bahasa lain. e. Fungsi Alih Kode Fungsi alih kode merujuk pada apa yang hendak dicapai oleh penutur dengan peralihan kode terseibut. Fungsi alih kode dan fungsi campur kode hampir sama. Di bawah ini adalah fungsi alih kode yang dikemukakan oleh Kammarudin (dalam Wulandari, 2002: 21). 1) Untuk menegaskan suatu hal atau untuk mengakhiri pertentangan yang sedang terjadi antara penuturnya. 2) Untuk mengakrabkan atau menekankan solidaritas kelompok. 3) Untuk mengutamakan yang disapa atau untuk menghormati. 4) Untuk meningkatkan status, gengsi, kekuasaan, atau keahlian berbahasa. 5) Untuk mengutip ucapan orang lain, misalnya ingin mengutip ucapan orang lain dengan bahasa lain. Jadi, alih kode yang dilakukan oleh seorang penutur pasti mempunyai fungsi tertentu sesuai dengan alasan penutur terseibut beralih kode. Dari faktor penyebab atau lasan penutur beralih kode, dapat disimpulkan bahwa fungsi alih kode antara lain untuk menyantaikan, menegaskan, memibujuk, menghormati, menyegarkan, dan menerangkan.

35 Alih kode berguna sebagai strategi komunikasi untuk menyampaikan informasi Campur Kode a. Pengertian Campur Kode Di antara sesama penutur yang bilingual atau multi lingual, sering dijumpai sebagai suatu kekacauan atau interferensi bahasa (performance interference). Fanomena ini berbentuk penggunaan unsur-unsur dari suatu bahasa tertentu dalam satu kalimat atau wacana bahasa lain. Gejala terseibut dinamai campur kode (code mixing) (Paul Ohoiwutun, 2002: 69). Menurut Nababan (1993: 32) campur kode adalah suatu tindak bahasa bilamana orang yang mencampur dua (lebih) bahasa atau ragam bahasa dalam suatu tindak bahasa (speech act atau discourse) tanpa ada sesuatu dalam situasi berbahasa itu yang menuntut pencampuran bahasa. Nababan (dalam Paul Ohoiwutun, 2002: 69) juga menyatakan bahwa campur kode adalah penggunaan lebih dari satu bahasa atau kode dalam satu wacana menurut polapola yang masih belum jelas. Di Indonesia gejala campur kode terseibut sering diseibut dengan gado-gado yang diibaratkan dengan sajian gado-gado, yakni campuran dari bermacam-macam sayuran. Realita yang terjadi di Indonesia yaitu pencampuran pengguaan bahasa Indonesia dengan bahasa daerah tertentu. Weinreich (dalam Paul Ohoiwutun, 2002: 69) menamai campur kode sebagai mixed grammer. Campur kode didefinisikan sebagai pemakaian satuan bahasa dari bahasa satu ke bahasa lain untuk memperluas gaya bahasa atau ragam bahasa termasuk di dalamnya pemakaian kata atau sapaan. b. Ciri-ciri Campur Kode Suwito (1985: 75-76) mengemukakan dalam campur kode terdapat ciriciri khusus antara lain sebagai berikut.

36 21 1) Unsur-unsur bahasa atau variasi-variasinya yang menyisip di dalam bahasa lain tidak lagi mempunyai fungsi tersendiri, unsur-unsur itu telah menyatu dengan bahasa yang disisipinya dan secara keseluruhan hanya mendukung satu fungsi. 2) Dalam kondisi yang maksimal, campur kode merupakan konvergensi kebahasaan, unsur-unsurnya berasal dari beberapa bahasa yang masingmasing telah meninggalkan fungsi-fungsi dan mendukung bahasa yang disisipinya 3) Unsur-unsur bahasa yang terlibat dalam campur kode terbatas pada tingkat frase saja. Selain itu, juga masih ada ciri lain campur kode yaitu huibungan timbal balik antar peran dengan fungsi kebahasaan. Peran adalah siapa yang bercampur kode, fungsi kebahasaan adalah apa yang hendak dicapai oleh penutur dalam tuturannya. c. Macam-macam Campur Kode Suwito (1985: 78-79) menyeibutkan beberapa macam campur kode yang berdasarkan unsur-unsur kebahasaan yang terlibat di dalamnya yaitu sebagai berikut. a. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud kata. Kata-kata sebagai seibuah kode yang disisipkan di dalam kode utama atau kode dasar dari bahasa lain merupakan unsur yang menyebabkan terjadinya campur kode dalam peristiwa berbahasa. Menurut Oka dan Suparno (1994: 25), kata adalah serapan satuan bahasa yang terbentuk dari satu morfem atau lebih. Contoh : seorang pemimpin harus mengayomi rakyat lahir dan batin seorang pemimpin harus dapat melindungi rakyat lahir batin.

37 22 b. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud frasa. Frasa ialah satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak melampaui batas fungsi unsur klausa (Ramlan, 1987: 151). Frase dari bahasa lain yang disisipkan oleh penutur dwibahasawan ke dalam kode dasar menimibulkan adanya campur kode dalam tindak tutur masyarakat. Chaer (1998: 301) berpendapat bahwa frasa merupakan gaibungan dua ibuah kata atau lebih yang merupakan satu kesatuan, dan menjadi salah satu unsur atau fungsi kalimat (subjek, predikat, objek, keterangan). Contoh : anak korban tabrak lari itu sudah dibawa ke rumah sakit. anak korban tabrak lari itu sudah dibawa ke balai pengobatan. c. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud bentuk baster. Bentuk baster yaitu suatu bentuk bahasa akibat adanya penggaibungan kata dasar (asal bahasa Indonesia) dengan kata tambahan (asal bahasa Inggris) misalnya kata dasar hutan + imibuhan isasi hutanisasi. Bentuk ini juga mengakibatkan adanya campur kode dalam masyarakat bilingual. Menurut Thelender (dalam Suwito, 1985: 75), baster merupakan klausa-klausa yang berisi campuran dari beberaa variasi yang berbeda. Contoh : semua data yang ada di komputer itu jangan lupa dibackup.sebelum diinstal ulang. semua data yang ada di komputer itu jangan lupa disimpan ulang di folder yang berbeda sebelum computer diinstal ulang. d. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud pengulangan kata. Unsur berupa pengulangan kata yang diambil dari bahasa lain yang disisipkan ke dalam kode dasar menyebabkan campur kode dalam

38 23 interaksi sosial. Pengulangan terseibut dapat berupa pengulangan seluruh kata dasar, pengulangan sebagian dari dasar, dan pengulangan yang berkombinasi dengan proses pemibuibuhan afiks. Contoh : dana itu turun bebarengan dengan kenaikan harga sembako. dana itu turun bersamaan dengan kenaikan harga sembako. e. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud ungkapan atau idiom. Unsur-unsur ungkapan dari bahasa lain dimasukkan ke dalam kode dasar akan membentuk campur kode dalam peristiwa tutur. Menurut Kridalaksana, 1985: 80) ungkapan atau idiom adalah kontruksi yang maknanya tidak sama dengan gaibungan makna anggotaanggotanya. Contoh : pak SBY pun ikut cancut tali wanda dalam memberantas korupsi. pak SBY pun ikut bekerja keras dalam memberantas korupsi. f. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud klausa. Klausa dijelaskan sebagai satuan gramatikal yang terdiri dari subjek dan predikat, baik disertai objek, pelengkap, keterangan atau tidak. Klausa dari bahasa lain yang dimasukkan ke dalam kode dasar akan menyebabakan campur kode dalam peristiwa tutur. Oka dan Suparno, (1994: 26) klausa merupakan satuan gramatikal unsur pembentuk kal imat yang bersifat predikatif. Contoh : pemimpin yang bijaksana akan selalu bertindak ing ngarso sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani. pemimpin yang bijaksana akan selalu bertindak di depan emberi teladan, di tengah mendorong semangat, di belakang mengawasi.

39 24 d. Faktor Penyebab Campur Kode Suwito (1985: 77) mengemukakan latar belakang terjadinya campur kode pada dasarnya dapat dikategorikan menjadi dua tipe yaitu tipe yang berlatar belakang pada sikap dan tipe yang berlatar belakang kebahasaan. Alasan atau penyebab lain yang mendorong terjadinya campur kode adalah sebagai berikut. a. Identifikasi peranan. Ukuran untuk identifikasi peranan adalah sosial, registral, dan edukasional. b. Identifikasi ragam. Identifikasi ragam ditentukan oleh bahasa di mana seorang penutur melakukan campur kode yang akan menempatkan dia di dalam hierarkhi status sosialnya. c. Keinginan untuk menjelaskan atau menafsirkan. Keinginan untuk menjelaskan dan menafsirkan tampak karena ca mpur kode juga menandai sikap dan huibungannya terhadap orang lain dan sikap dan huibungan orang lain terhadapnya. Suwito (1985: 78) juga menyatakan campur kode terjadi karena ada timbal balik antara peranan atau siapa yang memakai bahasa itu dan fungsi kebahasaan atau apa yang ingin dicapai penutur dalam tuturannya. Artinya, penutur mempunyai latar belakang sosial tertentu cenderung memilih bentuk campur kode tertentu untuk mendukung fungsi-fungsi tertentu. Campur kode dilakukan oleh penutur baik secara sadar maupun tidak sadar. Campur kode yang dilakukan secara sadar apabila penutur mempunyai tujuan tertentu, menunjuk ke suatu hal yang tidak dapat diungkapkan dengan bahasa utama yang digunakannya. Nababan (1993: 32) menyatakan campur kode terjadi karena tidak adanya ungkapan yang tepat dalam bahasa yang dipakai penutur. Faktor-faktor yang mempengaruhi campur kode adalah penutur, petutur, dan topik pembicaraan. Penutur yang multibahasawan mempunyai banyak kesempatan untuk melakukan

40 25 campur kode. Keheterogenan latar belakang petutur seperti usia, status sosial, dan tingkat pendidikan menuntut kepandaian penutur dalam memilih bahasa yang tepat. Namun demikian, dalam hal ini yang paling penting adalah penutur harus mengetahui bahwa petuturnya juga merupakan multibahasawan. Topik pembicaraan memungkinkan terjadinya campur kode, karena ada beberapa topik yang cenderung menuntut pemakaian kode bahasa tersendiri. e. Tujuan Pemakaian Campur Kode Menurut Suwito (1985: 78) tujuan-tujuan yang hendak dicapai oleh penutur dalam tuturannya sangat menentukan pilihan bahasanya. Suwito juga mengemukakan tujuan pemakaian campur kode ada beberapa macam, antara lain penutur ingin menunjukkan keterpelajarannya, ketaatan dalam beribadah, dan kekhasan daerahnya. Menurut Nababan (1993: 32) campur kode dipakai penutur untuk memamerkan keterpelajarannya atau kedudukannya, selain itu untuk mencapai ketepatan makna ungkapan. f. Fungsi Campur Kode Fungsi campur kode hampir sama dengan fungsi alih kode sebagai berikut ini. 1) Untuk menegaskan suatu hal atau untuk mengakhiri pertentangan yang sedang terjadi antara penuturnya. 2) Untuk mengakrabkan atau menekankan solidaritas kelompok. 3) Untuk mengutamakan yang disapa atau untuk menghormati. 4) Untuk meningkatkan status, gengsi, kekuasaan, atau keahlian berbahasa. 5) Untuk mengutip ucapan orang lain, misalnya ingin mengutip ucapan orang lain dengan bahasa lain. g. Persamaan Alih Kode dan Campur Kode Menurut Chaer (2004: 114) persamaannya adalah digunakannya dua atau lebih varian dari seibuah bahasa dalam satu masyarakat tutur. Dalam alih kode setiap bahasa atau ragam bahasa yang digunakan masih memiliki fungsi otonomi

41 26 masing-masing, dilakukan dengan sadar, dan sengaja dengan sebab-sebab tertentu. Dalam campur kode ada seibuah kode utama atau kode dasar yang digunakan dan memiliki fungsi dan keotonomiannya sedangkan kode-kode lain yang terlibat dalam peristiwa tutur itu hanyalah berupa serpihan-serpihan (speces), tanpa fungsi keotonomian sebagai seibuah kode. berdasarkan pendapat terseibut dapat disimpulkan bahwa persamaan alih kode dan campur kode adalah sma-sama digunakannya dua bahasa atau lebih dalam masyarakat tutur yang dilakukan dengan sadar dan disengaja karena sebab-sebab tertentu. h. Perbedaan Alih Kode dan Campur Kode Alih kode dan campur kode adalah dua hal yang berbeda. Hal pokok yang membedakan antara alih kode dan campur kode yang dikemukakan oleh Thelander (dalam Suwito, 1985: 76) sebagai berikut. 1) Di dalam alih kode, terjadi peralihan dari klausa bahasa yang satu ke klausa bahasa yang lain dalam suatu tuturan dan masing-masing klausa masih mendukung fungsi tersendiri. 2) Di dalam campur kode, klausa maupun frasa-frasanya terdiri dari klausa dan frasa baster dan masing-masing klausa maupun frasanya tidak lagi mendukung fungsi tersendiri. 8. Ragam Tuturan Proses Belajar Mengajar Interaksi belajar mengajar merupakan peristiwa komunikasi yang berlangsung dalam situasi formal (Zamzani, 2007: 1). Peristiwa tutur di dalam proses belajar mengajar seperti proses belajar mengajar Bahasa Indonesia merupakan peristiwa tutur formal, sehingga ragam bahasa yang digunakan adalah ragam formal. Selain ragam bahasa formal, dalam proses belajar mengajar Bahasa Indonesia juga menggunakan ragam bahasa usaha (consultative). Tempat berlangsungnya proses belajar mengajar Bahasa Indonesia yang pada umumnya dilakukan di dalam ruangan, walaupun tidak menutup kemungkinan dilakukan di luar ruangan juga mempengaruhi penggunaan ragam bahasanya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengantar Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah menjadi suatu wilayah yang kompleks masyarakatnya. Keadaan ini terjadi karena sekarang semakin

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Biau. Kabupaten Buol. Adapun penelitian sejenis yang pernah diteliti antara lain:

BAB II LANDASAN TEORI. Biau. Kabupaten Buol. Adapun penelitian sejenis yang pernah diteliti antara lain: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kajian yang Relevan Sebelumnya Penelitian tentang alih kode dan campur kode, sudah banyak diteliti oleh para peneliti sebelumnya. Namun sejauh ini belum ada yang melakukan penelitian

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. gejala sosial, yang dinyatakan dalam istilah atau kata (Malo, 1985:46). Untuk

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. gejala sosial, yang dinyatakan dalam istilah atau kata (Malo, 1985:46). Untuk BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah ide-ide, penggambaran, hal-hal, atau benda-benda ataupun gejala sosial, yang dinyatakan dalam istilah atau kata (Malo, 1985:46).

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep merupakan abstraksi mengenai fenomena yang dirumuskan atas

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep merupakan abstraksi mengenai fenomena yang dirumuskan atas BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep merupakan abstraksi mengenai fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari sejumlah karakteristik kejadian keadaan kelompok

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peneliti di Indonesia. Penelitian-penelitian itu yang dilakukan oleh: Susi Yuliawati

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peneliti di Indonesia. Penelitian-penelitian itu yang dilakukan oleh: Susi Yuliawati BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan yang Relavan Penelitian mengenai multilingualisme telah banyak dilakukan oleh para peneliti di Indonesia. Penelitian-penelitian itu yang dilakukan oleh: Susi Yuliawati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istilah. Berikut diuraikan penjelasan yang berkaitan dengan pendahuluan.

BAB I PENDAHULUAN. istilah. Berikut diuraikan penjelasan yang berkaitan dengan pendahuluan. BAB I PENDAHULUAN Dalam bab pendahuluan ini diuraikan mengenai: (1) latar belakang, (2) fokus penelitian, (3) tujuan penelitian, (4) manfaat penelitian, dan (5) penegasan istilah. Berikut diuraikan penjelasan

Lebih terperinci

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE SERTA PENGGUNAANNYA DALAM RANAH SOSIOLINGUISTIK

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE SERTA PENGGUNAANNYA DALAM RANAH SOSIOLINGUISTIK ALIH KODE DAN CAMPUR KODE SERTA PENGGUNAANNYA DALAM RANAH SOSIOLINGUISTIK Sungkono Dekan FKIP Universitas Borneo Tarakan E-mail: sungkono_ubt@yahoo.com ABSTRAK: Manusia mengungkapkan maksud yang ingin

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain (KBBI,

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain (KBBI, BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep merupakan gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain (KBBI,

Lebih terperinci

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE PERCAKAPAN STAF FKIP UNIVERSITAS AL ASYARIAH MANDAR

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE PERCAKAPAN STAF FKIP UNIVERSITAS AL ASYARIAH MANDAR Prosiding Seminar Nasional Volume 03, Nomor 1 ISSN 2443-1109 ALIH KODE DAN CAMPUR KODE PERCAKAPAN STAF FKIP UNIVERSITAS AL ASYARIAH MANDAR Nur Hafsah Yunus MS 1, Chuduriah Sahabuddin 2, Muh. Syaeba 3 Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dua bahasa atau lebih (multilingual), yaitu bahasa Indonesia (BI) sebagai bahasa

BAB I PENDAHULUAN. dua bahasa atau lebih (multilingual), yaitu bahasa Indonesia (BI) sebagai bahasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia pada umumnya memiliki keterampilan menggunakan dua bahasa atau lebih (multilingual), yaitu bahasa Indonesia (BI) sebagai bahasa nasional dan bahasa

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. alih kode dan campur kode di lingkungan sekolah khususnya di Sekolah

METODE PENELITIAN. alih kode dan campur kode di lingkungan sekolah khususnya di Sekolah 71 III. METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini mengunakan desain deskriptif kualitatif karena mendeskripsikan alih kode dan campur kode di lingkungan sekolah khususnya di Sekolah Menengah

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep merupakan gambaran mental dari objek, proses atau apapun yang ada di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE PADA PROSES PEMBELAJARAN BAHASA JAWA KELAS X SMA ANGKASA ADISUTJIPTO YOGYAKARTA SKRIPSI

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE PADA PROSES PEMBELAJARAN BAHASA JAWA KELAS X SMA ANGKASA ADISUTJIPTO YOGYAKARTA SKRIPSI ALIH KODE DAN CAMPUR KODE PADA PROSES PEMBELAJARAN BAHASA JAWA KELAS X SMA ANGKASA ADISUTJIPTO YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta Untuk memenuhi sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia lain dalam kehidupan sehari-harinya. Untuk melakukan interaksi

BAB I PENDAHULUAN. manusia lain dalam kehidupan sehari-harinya. Untuk melakukan interaksi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang memerlukan interaksi dengan manusia lain dalam kehidupan sehari-harinya. Untuk melakukan interaksi tersebut, manusia memerlukan

Lebih terperinci

CAMPUR KODE TUTURAN GURU BAHASA INDONESIA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR: Studi Kasus di Kelas VII SMP Negeri 20 Padang

CAMPUR KODE TUTURAN GURU BAHASA INDONESIA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR: Studi Kasus di Kelas VII SMP Negeri 20 Padang CAMPUR KODE TUTURAN GURU BAHASA INDONESIA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR: Studi Kasus di Kelas VII SMP Negeri 20 Padang Oleh: Murliaty 1, Erizal Gani 2, Andria Catri Tamsin 3 Program Studi Pendidikan Bahasa

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep dapat mendukung proses berjalannya suatu penelitian.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep dapat mendukung proses berjalannya suatu penelitian. BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Alih Kode Konsep dapat mendukung proses berjalannya suatu penelitian. Menurut KBBI konsep adalah rancangan dasar, ide, pengertian, dan gambaran

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep yang digunakan dalam penelitian ini ada empat, yaitu tuturan, alih kode, campur kode dan bilingualisme. 2.1.1 Tuturan Tuturan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Alih kode..., Dewi Nuryanti, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Alih kode..., Dewi Nuryanti, FIB UI, Universitas Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemahaman berbahasa setiap orang berbeda di setiap budaya. Berkumpulnya berbagai budaya di suatu tempat, seperti ibukota negara, menyebabkan bertemunya berbagai budaya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. deskriptif karena desain ini merupakan penelitian yang berusaha menggambarkan

BAB III METODE PENELITIAN. deskriptif karena desain ini merupakan penelitian yang berusaha menggambarkan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Desain ini memadukan antara desain deskrptif dengan desain kualitatif.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alat berkomunikasi antara anggota masyarakat yang berupa lambang bunyi yang

BAB I PENDAHULUAN. alat berkomunikasi antara anggota masyarakat yang berupa lambang bunyi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa sebagai wahana komunikasi digunakan setiap saat. Bahasa merupakan alat berkomunikasi antara anggota masyarakat yang berupa lambang bunyi yang dihasilkan oleh

Lebih terperinci

KAJIAN SOSIOPRAGMATIK: PEMAKAIAN BAHASA PADA RAPAT

KAJIAN SOSIOPRAGMATIK: PEMAKAIAN BAHASA PADA RAPAT KAJIAN SOSIOPRAGMATIK: PEMAKAIAN BAHASA PADA RAPAT KELURAHAN BOJONGSARI DI KABUPATEN PURBALINGGA DAN RELEVANSINYA DENGAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMP SKRIPSI Oleh: ARY WULANDARI K1210010 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanpa bahasa manusia tidak dapat saling berinteraksi baik antar individu maupun

BAB I PENDAHULUAN. Tanpa bahasa manusia tidak dapat saling berinteraksi baik antar individu maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan unsur yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Tanpa bahasa manusia tidak dapat saling berinteraksi baik antar individu maupun kelompok. Bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi, dan mengidentifikasi diri (Kridalaksana, 2001: 21). Sebagai alat

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi, dan mengidentifikasi diri (Kridalaksana, 2001: 21). Sebagai alat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa (language) merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aktivitas komunikasi tidak lepas dari kehidupan manusia sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. Aktivitas komunikasi tidak lepas dari kehidupan manusia sehari-hari. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas komunikasi tidak lepas dari kehidupan manusia sehari-hari. Manusia dalam mempertahankan hidupnya manusia tidak dapat hidup tanpa orang lain. Interaksi mempunyai

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep merupakan gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi dengan sesamanya. Bahasa juga merupakan ekspresi kebudayaan,

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi dengan sesamanya. Bahasa juga merupakan ekspresi kebudayaan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat yang digunakan oleh sekelompok manusia untuk berkomunikasi dengan sesamanya. Bahasa juga merupakan ekspresi kebudayaan, karena bahasa mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa pengantar dalam komunikasi sehari-hari. nasional dan bahasa negara. Dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional,

BAB I PENDAHULUAN. bahasa pengantar dalam komunikasi sehari-hari. nasional dan bahasa negara. Dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bahasa merupakan sarana yang vital dan utama dalam hidup. Karena tanpa bahasa sulit bagi kita untuk mengerti atau memahami arti dan maksud dari perkataan orang lain.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia bermasyarakat. Bahasa berfungsi sebagai alat untuk berinteraksi atau alat

BAB I PENDAHULUAN. manusia bermasyarakat. Bahasa berfungsi sebagai alat untuk berinteraksi atau alat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan fenomena yang tidak dapat dilepaskan dari segala kegiatan manusia bermasyarakat. Bahasa berfungsi sebagai alat untuk berinteraksi atau alat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan suatu sistem komunikasi menggunakan simbol-simbol vokal

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan suatu sistem komunikasi menggunakan simbol-simbol vokal 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sarana komunikasi yang paling penting sesama masyarakat adalah bahasa. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi dengan manusia lain. Bahasa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tentang pemertahanan bahasa Bali di Universitas Airlangga, dan pemertahanan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tentang pemertahanan bahasa Bali di Universitas Airlangga, dan pemertahanan 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian yang Relevan Sebelumnya Penelitian yang mengangkat masalah Pemertahanan Bahasa Bali belum ada yang melakukan di daerah Gorontalo, namun peneliti menemukan di internet

Lebih terperinci

CAMPUR KODE BAHASA INGGRIS DALAM PERCAKAPAN DI FACEBOOK

CAMPUR KODE BAHASA INGGRIS DALAM PERCAKAPAN DI FACEBOOK CAMPUR KODE BAHASA INGGRIS DALAM PERCAKAPAN DI FACEBOOK 1 Sujana 2 Sri Hartati Universitas Gunadarma 1 Sujana@staff.gunadarma.ac.id 2 sri_hartati@staff.gunadarma.ac.id ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang pernah diteliti antara lain sebagai berikut ini.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang pernah diteliti antara lain sebagai berikut ini. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Kajian yang Relevan Penelitian tentang campur kode, telah banyak dilakukan, tetapi belum ada yang meneliti tentang campur kode di kalangan remaja. Adapun penelitian sejenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersifat produktif dan dinamis. Selain itu perkembangan bahasa juga dipengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. bersifat produktif dan dinamis. Selain itu perkembangan bahasa juga dipengaruhi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa selalu mengalami perkembangan dan perubahan dalam kurun waktu tertentu. Perkembangan dan perubahan bahasa terjadi karena bahasa yang bersifat produktif dan dinamis.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan yang Relevan Penelitian tentang kebahasaan, terutama yang berkaitan dengan penelitian penggunaan alih kode dan campur kode sudah sering dilakukan oleh penelitipeneliti

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. kaitannya dengan penelitian yang dilakukan. Kajian pustaka adalah langkah yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. kaitannya dengan penelitian yang dilakukan. Kajian pustaka adalah langkah yang BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka berisi beberapa hasil-hasil penelitian terdahulu yang ada kaitannya dengan penelitian yang dilakukan. Kajian pustaka

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Kepustakaan yang Relevan Penulisan karya ilmiah tentunya tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang relevan. Ada beberapa buku yang dipakai dalam memahamidan mendukung penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bermasyarakat manusia tidak lagi sebagai individu, tetapi sebagai

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bermasyarakat manusia tidak lagi sebagai individu, tetapi sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sosiolinguistik sebagai cabang linguistik memandang atau menempatkan kedudukan bahasa di dalam masyarakat, karena dalam kehidupan bermasyarakat manusia tidak lagi sebagai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. Dalam bab ini dijelaskan mengenai kajian pustaka, konsep, dan landasan teori

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. Dalam bab ini dijelaskan mengenai kajian pustaka, konsep, dan landasan teori 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI Pendekatan yang dipakai dalam kajian ini adalah pendekatan sosiolinguistik. Dalam bab ini dijelaskan mengenai kajian pustaka, konsep, dan landasan teori

Lebih terperinci

OBJEK LINGUISTIK = BAHASA

OBJEK LINGUISTIK = BAHASA Nama : Laela Mumtahanah NIM : 1402408305 BAB III OBJEK LINGUISTIK = BAHASA Objek kajian linguistik yaitu bahasa 3. 1. Pengertian Bahasa Objek kajian linguistik secara langsung adalah parole karena parole

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Akibatnya, banyak masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Akibatnya, banyak masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia memiliki kedudukan sangat penting, yaitu sebagai bahasa nasional dan bahasa negara. Di samping bahasa Indonesia, terdapat juga bahasa daerah

Lebih terperinci

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMBELAJARAN SAINS DI SD DOREMI EXCELLENT SCHOOL. oleh: Ni Made Yethi suneli

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMBELAJARAN SAINS DI SD DOREMI EXCELLENT SCHOOL. oleh: Ni Made Yethi suneli ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMBELAJARAN SAINS DI SD DOREMI EXCELLENT SCHOOL oleh: Ni Made Yethi suneli Abstrak: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk menganalisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu sama lain. Fungsi bahasa secara umum adalah sebagai alat komunikasi sosial.

BAB I PENDAHULUAN. satu sama lain. Fungsi bahasa secara umum adalah sebagai alat komunikasi sosial. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam komunikasi, hubungan antara bahasa dan masyarakat tidak dapat dipisahkan karena bahasa merupakan wahana bagi masyarakat untuk berinteraksi satu sama lain. Fungsi

Lebih terperinci

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA KELAS VII SMP NEGERI 2 JATEN KARANGANYAR

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA KELAS VII SMP NEGERI 2 JATEN KARANGANYAR ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA KELAS VII SMP NEGERI 2 JATEN KARANGANYAR SKRIPSI Oleh : SARA PUTRI PERTIWI K1208120 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia dalam menyampaikan ide, gagasan, atau perasaan kepada orang lain.

BAB I PENDAHULUAN. manusia dalam menyampaikan ide, gagasan, atau perasaan kepada orang lain. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa digunakan oleh manusia dalam bidang kehidupannya. Mempelajari bahasa dan mengkaji bahasa merupakan hal yang penting dilakukan oleh manusia karena secara langsung

Lebih terperinci

ALIH KODE DALAM PROSES BELAJAR-MENGAJAR KELAS VII MTS AL-KAUTSAR SRONO BANYUWANGI

ALIH KODE DALAM PROSES BELAJAR-MENGAJAR KELAS VII MTS AL-KAUTSAR SRONO BANYUWANGI ALIH KODE DALAM PROSES BELAJAR-MENGAJAR KELAS VII MTS AL-KAUTSAR SRONO BANYUWANGI SKRIPSI Oleh Nurul Elfatul Faris NIM 070210482010 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dominan di antara sesama manusia. Realitas ini menunjukkan betapa bahasa

BAB I PENDAHULUAN. dominan di antara sesama manusia. Realitas ini menunjukkan betapa bahasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bahasa adalah salah satu faktor yang menjadi ciri pembeda antara manusia dengan makhluk lainnya. Bahasa merupakan alat dalam komunikasi dan interaksi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa sangatlah penting bagi masyakat penuturnya. Pemakaian bahasa menuntut

BAB I PENDAHULUAN. bahasa sangatlah penting bagi masyakat penuturnya. Pemakaian bahasa menuntut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penggunaan bahasa sebagai alat komunikasi menunjukkan bahwa peranan bahasa sangatlah penting bagi masyakat penuturnya. Pemakaian bahasa menuntut penguasaan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. bervariasi sesuai dengan perkembangan zaman. Terjadinya keragaman atau

BAB II LANDASAN TEORI. bervariasi sesuai dengan perkembangan zaman. Terjadinya keragaman atau 7 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Variasi Bahasa Sesuai dengan sifatnya yang fleksibel, bahasa akan terus berkembang dan bervariasi sesuai dengan perkembangan zaman. Terjadinya keragaman atau kevariasian bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pikiran, perasaan, dan pengalaman manusia disampaikan melalui bahasa.

BAB I PENDAHULUAN. Pikiran, perasaan, dan pengalaman manusia disampaikan melalui bahasa. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pikiran, perasaan, dan pengalaman manusia disampaikan melalui bahasa. Chaer dan Leonie (2010:14 15) mengungkapkan bahwa dalam komunikasi, bahasa berfungsi sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian,

BAB I PENDAHULUAN. rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, BAB I PENDAHULUAN Di dalam pendahuluan ini akan diuraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi operasional. 1. Latar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa memiliki peranan penting bagi manusia. (Keraf, 1971:1) bahasa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa memiliki peranan penting bagi manusia. (Keraf, 1971:1) bahasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa memiliki peranan penting bagi manusia. (Keraf, 1971:1) bahasa merupakan alat komunikasi yang dipergunakan sebagai alat untuk berinteraksi dalam menyampaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Peristiwa komunikasi merupakan peristiwa yang dialami oleh setiap orang. Peristiwa komunikasi merupakan suatu peristiwa yang sangat majemuk. Untuk dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kegiatan pendidikan tidak dapat diragukan lagi. akan pola-pola penggunaan bahasa dalam interaksi belajar mengajar.

BAB I PENDAHULUAN. dalam kegiatan pendidikan tidak dapat diragukan lagi. akan pola-pola penggunaan bahasa dalam interaksi belajar mengajar. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan sistem komunikasi paling efektif untuk mengungkapkan pemikiran, baik bentuk lisan maupun tulisan, baik berupa ide, penemuan, pendapat, inspirasi,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. bahasa. Tidak seperti sistem isyarat yang lain, sistem verbal bisa digunakan untuk

BAB II KAJIAN PUSTAKA. bahasa. Tidak seperti sistem isyarat yang lain, sistem verbal bisa digunakan untuk BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Teori Ibrahim (1993:125 126), berpendapat bahwa semua kelompok manusia mempunyai bahasa. Tidak seperti sistem isyarat yang lain, sistem verbal bisa digunakan untuk mengacu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi dan interaksi yang dimiliki oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi dan interaksi yang dimiliki oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa memiliki fungsi yang sangat penting bagi manusia, terutama fungsi komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi dan interaksi yang dimiliki oleh manusia dan menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bahasa merupakan salah satu unsur kebudayaan suatu bangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bahasa merupakan salah satu unsur kebudayaan suatu bangsa dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan salah satu unsur kebudayaan suatu bangsa dan peranannya sangat penting sehingga melalui bahasa dapat dilihat tinggi rendahnya kebudayaan bangsa tersebut.

Lebih terperinci

BENTUK-BENTUK CAMPUR KODE DI KALANGAN REMAJA MASJID DESA BILUANGO ARTIKEL OLEH ETON AYUBA NIM

BENTUK-BENTUK CAMPUR KODE DI KALANGAN REMAJA MASJID DESA BILUANGO ARTIKEL OLEH ETON AYUBA NIM BENTUK-BENTUK CAMPUR KODE DI KALANGAN REMAJA MASJID DESA BILUANGO ARTIKEL OLEH ETON AYUBA NIM 311 408 016 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI 2.1. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1. Bahasa Dalam Konteks Sosial Sebagai fenomena sosial, bahasa merupakan suatu bentuk perilaku sosial yang digunakan sebagai

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KEDWIBAHASAAN SISWA: IMPLEMENTASI STUDI KEBAHASAAN DI SEKOLAH DASAR. Gio Mohamad Johan 1 ABSTRAK

IDENTIFIKASI KEDWIBAHASAAN SISWA: IMPLEMENTASI STUDI KEBAHASAAN DI SEKOLAH DASAR. Gio Mohamad Johan 1 ABSTRAK IDENTIFIKASI KEDWIBAHASAAN SISWA: IMPLEMENTASI STUDI KEBAHASAAN DI SEKOLAH DASAR Gio Mohamad Johan 1 ABSTRAK Studi penelitian ini berupaya mengungkap fenomena kedwibahasaan yang terjadi pada siswa sekolah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan baik antarsesama. (Keraf, 1971:1), bahasa merupakan alat

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan baik antarsesama. (Keraf, 1971:1), bahasa merupakan alat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa memiliki peranan penting bagi manusia. Bahasa merupakan alat komunikasi dalam lisan maupun tulisan. Tanpa bahasa, seseorang tidak dapat berinteraksi dengan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dilakukan. Akan tetapi penelitian tentang interferensi bahasa telah banyak dilakukan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dilakukan. Akan tetapi penelitian tentang interferensi bahasa telah banyak dilakukan. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Relevan Sebelumnya Kajian tentang penggunaan bahasa Suwawa khususnya di lingkungan masyarakat Kecamatan Bone Raya Kabupaten Bone Bolango belum pernah dilakukan. Akan tetapi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Sejenis yang Relevan Penelitian campur kode dalam tuturan yang pernah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Misalnya penelitian yang dilakukan oleh Resti Wahyu

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. memberikan gejala-gejala, fakta-fakta, atau kejadian-kejadian secara sistematis dan

III. METODE PENELITIAN. memberikan gejala-gejala, fakta-fakta, atau kejadian-kejadian secara sistematis dan III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Metode deskriptif merupakan metode penelitian yang berusaha menggambarkan

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN MENULIS CERPEN PADA SISWA KELAS XI

PEMBELAJARAN MENULIS CERPEN PADA SISWA KELAS XI PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Arif Ramadhan NIM : K1209009 Jurusan/Program studi : PBS/Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia menyatakan bahwa skripsi saya yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan beberapa bangsa asing yang membawa bahasa dan kebudayaannya masing-masing.

BAB I PENDAHULUAN. dengan beberapa bangsa asing yang membawa bahasa dan kebudayaannya masing-masing. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, bangsa Indonesia mengalami kontak dengan beberapa bangsa asing yang membawa bahasa dan kebudayaannya masing-masing.

Lebih terperinci

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM INTERAKSI PEMBELAJARAN PADA KELAS VII A SMP NEGERI 1 JAWAI

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM INTERAKSI PEMBELAJARAN PADA KELAS VII A SMP NEGERI 1 JAWAI ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM INTERAKSI PEMBELAJARAN PADA KELAS VII A SMP NEGERI 1 JAWAI DESAIN PENELITIAN OLEH NELA CHRISTINA KITU 511100147 INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN PERSATUAN GURU REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain. Penggunaan suatu kode tergantung pada partisipan, situasi, topik, dan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. lain. Penggunaan suatu kode tergantung pada partisipan, situasi, topik, dan tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan seseorang dalam kehidupan mereka setiap harinya. Baik untuk komunikasi antarteman, murid dengan guru, maupun

Lebih terperinci

CAMPUR KODE GURU BAHASA INDONESIA DALAM PROSES PEMBELAJARAN DI SMAN I PANCUNG SOAL PESISIR SELATAN ABSTRACT

CAMPUR KODE GURU BAHASA INDONESIA DALAM PROSES PEMBELAJARAN DI SMAN I PANCUNG SOAL PESISIR SELATAN ABSTRACT 1 CAMPUR KODE GURU BAHASA INDONESIA DALAM PROSES PEMBELAJARAN DI SMAN I PANCUNG SOAL PESISIR SELATAN Dina Oktavia¹, Putri Dian Afrinda², Risa Yulisna² 1 Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Setiap individu manusia tidak akan pernah luput dari berkomunikasi

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Setiap individu manusia tidak akan pernah luput dari berkomunikasi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap individu manusia tidak akan pernah luput dari berkomunikasi antar sesama, baik dalam kehidupan sehari-hari di keluarga maupun di lingkungan masyarakat tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau kelompok individu terutama kelompok minoritas atau kelompok yang

BAB I PENDAHULUAN. atau kelompok individu terutama kelompok minoritas atau kelompok yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seseorang dapat bertutur dengan bahasa tertentu secara tiba-tiba dalam situasi penuturan baik bersifat formal maupun yang bersifat informal. Mengganti bahasa diartikan

Lebih terperinci

ALIH KODE DALAM INTERAKSI PEDAGANG DAN PEMBELI DI KAWASAN KAKI LIMA MALIOBORO YOGYAKARTA SKRIPSI

ALIH KODE DALAM INTERAKSI PEDAGANG DAN PEMBELI DI KAWASAN KAKI LIMA MALIOBORO YOGYAKARTA SKRIPSI ALIH KODE DALAM INTERAKSI PEDAGANG DAN PEMBELI DI KAWASAN KAKI LIMA MALIOBORO YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

CAMPUR KODE SIARAN RADIO MOST FM PENYIAR ARI DI KOTA MALANG

CAMPUR KODE SIARAN RADIO MOST FM PENYIAR ARI DI KOTA MALANG KEMBARA: Jurnal Keilmuan Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya, April 2017 Volume 3, Nomor 1, hlm 49-54 PISSN 2442-7632 EISSN 2442-9287 http://ejournal.umm.ac.id/index.php/ kembara/index CAMPUR KODE SIARAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dalam menyampaikan pendapat terhadap masyarakat, baik berupa

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dalam menyampaikan pendapat terhadap masyarakat, baik berupa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat komunikasi yang dipergunakan sebagai alat untuk berinteraksi dalam menyampaikan pendapat terhadap masyarakat, baik berupa pesan lisan, maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menganggapnya sebagai hal yang biasa, seperti bernafas atau berjalan. (Bloomfield,

BAB I PENDAHULUAN. menganggapnya sebagai hal yang biasa, seperti bernafas atau berjalan. (Bloomfield, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia. Lazimnya, manusia tersebut jarang memperhatikan peranan bahasa itu sendiri dan lebih sering menganggapnya sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Manusia sebagai masyarakat sosial dituntut untuk berkomunikasi dengan

I. PENDAHULUAN. Manusia sebagai masyarakat sosial dituntut untuk berkomunikasi dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai masyarakat sosial dituntut untuk berkomunikasi dengan sesamanya. Untuk keperluan ini, manusia dapat menggunakan bahasa. Bahasa merupakan alat komunikasi

Lebih terperinci

PADA SISWA TK RA KARTINI TEMANGGUNG SKRIPSI

PADA SISWA TK RA KARTINI TEMANGGUNG SKRIPSI CAMPUR KODE PADA SISWA TK RA KARTINI TEMANGGUNG SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan bagian dari kebudayaan. Sibarani, (2004:62)

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan bagian dari kebudayaan. Sibarani, (2004:62) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan bagian dari kebudayaan. Sibarani, (2004:62) mengemukakan bahwa sebagai suatu sistem komunikasi yang memungkinkan terjadinya interaksi manusia

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak

BAB II KAJIAN TEORI. Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak 9 BAB II KAJIAN TEORI Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak bahasa. Chaer (2003: 65) menyatakan bahwa akibat dari kontak bahasa dapat tampak dalam kasus seperti interferensi,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. haruslah digunakan ragam bahasa baku atau ragam bahasa resmi. Tetapi

BAB 1 PENDAHULUAN. haruslah digunakan ragam bahasa baku atau ragam bahasa resmi. Tetapi BAB 1 PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Berbahasa yang baik dan benar seperti dianjurkan pemerintah bukanlah berarti harus selalu menggunakan bahasa baku atau resmi dalam setiap kesempatan, waktu dan tempat

Lebih terperinci

CAMPUR KODE DALAM PERISTIWA KOMUNIKASI DI LINGKUNGAN SEKOLAH SMA NEGERI 1 KABANGKA. Herawati A1D

CAMPUR KODE DALAM PERISTIWA KOMUNIKASI DI LINGKUNGAN SEKOLAH SMA NEGERI 1 KABANGKA. Herawati A1D CAMPUR KODE DALAM PERISTIWA KOMUNIKASI DI LINGKUNGAN SEKOLAH SMA NEGERI 1 KABANGKA Abstrak Herawati A1D312077 Herawatibastra012@gmail.com Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk campur kode

Lebih terperinci

ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA PADA TEKS BACAAN DALAM BUKU AJAR BAHASA INDONESIA KELAS VII WAHANA PENGETAHUAN

ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA PADA TEKS BACAAN DALAM BUKU AJAR BAHASA INDONESIA KELAS VII WAHANA PENGETAHUAN ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA PADA TEKS BACAAN DALAM BUKU AJAR BAHASA INDONESIA KELAS VII WAHANA PENGETAHUAN SKRIPSI Oleh: RIO DEVILITO K1210048 PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai manusia kalau tidak hidup di tengah-tengah manusia. Makhluk sosial

BAB I PENDAHULUAN. sebagai manusia kalau tidak hidup di tengah-tengah manusia. Makhluk sosial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial, yaitu mahluk yang berkelompok dengan spesiesnya, untuk berinteraksi dengan sesamanya. Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial,

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PEMBELAJARAN KETERAMPILAN MENYIMAK

PELAKSANAAN PEMBELAJARAN KETERAMPILAN MENYIMAK PELAKSANAAN PEMBELAJARAN KETERAMPILAN MENYIMAK DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (Studi Kasus di SMP Negeri 1 Tasikmadu) oleh: ANAS CHARIS FACHRUDIN K1209006 Skripsi diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan manusia untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan manusia untuk berinteraksi dengan sesamanya, dan dalam pemakainnya dimungkinkan dapat memakai lebih dari satu bahasa,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Hakikat, Fungsi, dan Kedudukan Bahasa Indonesia. Bahasa dalam bahasa Inggris disebut dengan language, yang memiliki

BAB II LANDASAN TEORI. A. Hakikat, Fungsi, dan Kedudukan Bahasa Indonesia. Bahasa dalam bahasa Inggris disebut dengan language, yang memiliki BAB II LANDASAN TEORI A. Hakikat, Fungsi, dan Kedudukan Bahasa Indonesia Bahasa dalam bahasa Inggris disebut dengan language, yang memiliki pengertian suatu bentuk ungkapan yang bentuk dasarnya ujaran.

Lebih terperinci

PEMAKAIAN BAHASA JAWA OLEH SANTRI PONDOK PESANTREN HADZIQIYYAH KABUPATEN JEPARA

PEMAKAIAN BAHASA JAWA OLEH SANTRI PONDOK PESANTREN HADZIQIYYAH KABUPATEN JEPARA PEMAKAIAN BAHASA JAWA OLEH SANTRI PONDOK PESANTREN HADZIQIYYAH KABUPATEN JEPARA Himawatul Azmi Nur dan Prembayun Miji Lestari Jurusan Bahasa dan Sastra Jawa, FBS, Universitas Negeri Semarang ABSTRAK Tujuan

Lebih terperinci

Bentuk Tuturan Imperatif Bahasa Indonesia dalam Interaksi Guru-Siswa di SMP Negeri 1 Sumenep

Bentuk Tuturan Imperatif Bahasa Indonesia dalam Interaksi Guru-Siswa di SMP Negeri 1 Sumenep Andriyanto, Bentuk Tuturan Imperatif Bahasa Indonesia... 9 Bentuk Tuturan Imperatif Bahasa Indonesia dalam Interaksi Guru-Siswa di SMP Negeri 1 Sumenep Andriyanto Bahasa Indonesia-Universitas Negeri Malang

Lebih terperinci

ANALISIS ALIH KODE DAN CAMPUR KODE PADA MASYARAKAT DESA PULAU BATANG KECAMATAN SENAYANG KABUPATEN LINGGA

ANALISIS ALIH KODE DAN CAMPUR KODE PADA MASYARAKAT DESA PULAU BATANG KECAMATAN SENAYANG KABUPATEN LINGGA ANALISIS ALIH KODE DAN CAMPUR KODE PADA MASYARAKAT DESA PULAU BATANG KECAMATAN SENAYANG KABUPATEN LINGGA ARTIKEL E-JOURNAL Oleh NETI USPITA WATI NIM 100388201300 JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

Lebih terperinci

ALIH KODE DALAM FILM KETIKA CINTA BERTASBIH

ALIH KODE DALAM FILM KETIKA CINTA BERTASBIH ALIH KODE DALAM FILM KETIKA CINTA BERTASBIH SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana oleh: Tri Samsiyati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia merupakan makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama yang lain, interaksi sosial merupakan suatu hal yang harus dilakukan manusia dalam menjalani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan Bahasa Indonesia di sekolah merupakan salah satu aspek

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan Bahasa Indonesia di sekolah merupakan salah satu aspek 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Bahasa Indonesia di sekolah merupakan salah satu aspek pengajaran yang sangat penting, mengingat bahwa setiap orang menggunakan bahasa Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau

I. PENDAHULUAN. berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi, digunakan baik sebagai bahasa pengantar sehari-hari ataupun bahasa pengantar di lingkungan formal seperti bahasa pengantar sekolah,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ustaz Maulana pada acara Islam Itu Indah. Satu episode pada tanggal 5

BAB 1 PENDAHULUAN. ustaz Maulana pada acara Islam Itu Indah. Satu episode pada tanggal 5 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Alasan peneliti memilih judul Penggunaan Campur Kode ceramah ustaz Maulana pada acara Islam Itu Indah. Satu episode pada tanggal 5 November 2013. Peneliti ingin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sikap terhadap apa yang dituturkannya. kegiatan di dalam masyarakat. Bahasa tidak hanya dipandang sebagai gejala

BAB I PENDAHULUAN. sikap terhadap apa yang dituturkannya. kegiatan di dalam masyarakat. Bahasa tidak hanya dipandang sebagai gejala BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan kita. Sebagai alat komunikasi bahasa digunakan sebagai alat penyampaian pesan dari diri seseorang kepada orang lain,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gio M. Johan, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gio M. Johan, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada tanggal 28 Oktober 1928 segenap pemuda tanah air mendeklarasikan Sumpah Pemuda yang salah satu isinya menyatakan bahasa Indonesia merupakan bahasa nasional

Lebih terperinci

Campur Kode dalam Percakapandi LingkunganHome IndustriDesa Bugel Kecamatan Bagelen Kabupaten Purworejo Jawa Tengah

Campur Kode dalam Percakapandi LingkunganHome IndustriDesa Bugel Kecamatan Bagelen Kabupaten Purworejo Jawa Tengah Campur Kode dalam Percakapandi LingkunganHome IndustriDesa Bugel Kecamatan Bagelen Kabupaten Purworejo Jawa Tengah Oleh: Dina Kurniawati Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa dinakurniawati131@gmail.com

Lebih terperinci

ANALISIS ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM IKLAN RADIO MERAPI INDAH FM KABUPATEN MAGELANG SKRIPSI

ANALISIS ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM IKLAN RADIO MERAPI INDAH FM KABUPATEN MAGELANG SKRIPSI ANALISIS ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM IKLAN RADIO MERAPI INDAH 104.9 FM KABUPATEN MAGELANG SKRIPSI Disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Disusun Oleh: Samsul Arifin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. campuran, yaitu campuran antara bahasa Indonesia dan salah satu atau kedua

BAB I PENDAHULUAN. campuran, yaitu campuran antara bahasa Indonesia dan salah satu atau kedua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bersosial atau hidup bermasyarakat tidak pernah meninggalkan bahasa, yaitu sarana untuk berkomunikasi satu sama lain. Dengan berbahasa kita memahami apa yang orang

Lebih terperinci

ANALISIS PENGGUNAAN ALIH KODE DAN CAMPUR KODE PADA GURU BAHASA INDONESIA DI SMP NEGERI 2 MANTINGAN. Skripsi

ANALISIS PENGGUNAAN ALIH KODE DAN CAMPUR KODE PADA GURU BAHASA INDONESIA DI SMP NEGERI 2 MANTINGAN. Skripsi ANALISIS PENGGUNAAN ALIH KODE DAN CAMPUR KODE PADA GURU BAHASA INDONESIA DI SMP NEGERI 2 MANTINGAN Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa, Sastra

Lebih terperinci

CAMPUR KODE DAN ALIH KODE DALAM PERISTIWA JUAL BELI DI PASAR LABUAN TOBELO KECAMATAN WAKORUMBA UTARA KABUPATEN BUTON UTARA

CAMPUR KODE DAN ALIH KODE DALAM PERISTIWA JUAL BELI DI PASAR LABUAN TOBELO KECAMATAN WAKORUMBA UTARA KABUPATEN BUTON UTARA CAMPUR KODE DAN ALIH KODE DALAM PERISTIWA JUAL BELI DI PASAR LABUAN TOBELO KECAMATAN WAKORUMBA UTARA KABUPATEN BUTON UTARA WA ODE MARNI Marny@yahoo.co.id ABSTRAK Penelitian ini di latar belakangi oleh

Lebih terperinci