KARAKTERISTIK KOMPOS DARI BAHAN TANAMAN KALIANDRA, JERAMI PADI DAN SAMPAH SAYURAN. Oleh ADE MULYADI A

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KARAKTERISTIK KOMPOS DARI BAHAN TANAMAN KALIANDRA, JERAMI PADI DAN SAMPAH SAYURAN. Oleh ADE MULYADI A"

Transkripsi

1 KARAKTERISTIK KOMPOS DARI BAHAN TANAMAN KALIANDRA, JERAMI PADI DAN SAMPAH SAYURAN Oleh ADE MULYADI A PROGRAM STUDI ILMU TANAH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2 KARAKTERISTIK KOMPOS DARI BAHAN TANAMAN KALIANDRA, JERAMI PADI DAN SAMPAH SAYURAN Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh ADE MULYADI A PROGRAM STUDI ILMU TANAH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

3 RINGKASAN ADE MULYADI. Karakteristik Kompos dari Bahan: Tanaman Kaliandra, Jerami Padi dan Sampah Sayuran. Di bawah bimbingan BASUKI SUMAWINATA dan SUWARDI. Kompos merupakan pupuk organik yang mempunyai fungsi dan peranan yang penting untuk memperbaiki sifatsifat fisika, kimia, dan biologi tanah. Fungsi dan peranan kompos pada tanah sangat ditentukan oleh kualitas kompos. Sampai saat ini, penilaian kualitas kompos sering hanya dilihat dari nisbah C/N dan kandungan unsurunsur hara tanpa memperhitungkan kandungan asamasam organik khususnya asam humat dan asam fulvat. Jumlah asamasam organik tersebut memegang peranan sangat besar dalam memperbaiki sifatsifat tanah. Pada penelitian ini, tiga bahan kompos dari tanaman kaliandra, jerami padi dan sampah sayuran dengan volume masingmasing 1 m 3 dikomposkan sampai matang. Berdasarkan sifatsifat fisik kompos, maka kompos sudah matang setelah dikomposkan selama 6 minggu. Selama proses pengomposan parameter yang diamati adalah perubahan suhu, volume, warna, dan bau kompos. Kompos yang dihasilkan pada setiap tahap pengomposan dianalisis kandungan unsurunsur hara dan asamasam organiknya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahan tanaman kaliandra menghasilkan volume kompos paling tinggi bila dibandingkan kompos dari bahan campuran, jerami padi dan sampah sayuran. Kompos sampah sayuran mengandung unsur hara paling tinggi dibandingkan kompos kaliandra, campuran dan jerami padi berdasarkan bobot kering kompos 60ºC. Penentuan secara kualitatif dari asam humat dan asam fulvat dapat dijadikan sebagai indikator dari kualitas kompos. Kandungan asamasam organik khususnya asam humat paling tinggi terdapat pada kompos dari bahan jerami padi diikuti oleh kompos sampah sayuran, campuran dan terendah pada bahan tanaman kaliandra. Sedangkan kandungan asam fulvat paling tinggi terdapat pada kompos kaliandra diikuti oleh kompos campuran, jerami padi dan sampah sayuran. Hasil analisis gugus fungsional pada kurva FTIR menunjukkan pola perubahan dan keterkaitan gugus fungsional yang hampir sama pada tiap bahan selama proses pengomposan, tetapi memiliki absorban yang berbeda pada umur pengomposan. 3

4 SUMMARY ADE MULYADI. Compost Characteristic Made of Calliandra, Rice Straw, and Vegetable Leftovers. Under supervision of BASUKI SUMAWINATA and SUWARDI. Compost is organic fertilizer which is important for improving physical, chemical and biological characteristics of soil. The function of compost is however depends on the quality of compost. Until now, the quality of compost was valued by C/N ratio and the nutrient content only, without determine humic and fulvic acid content. Organic acid content in compost was hold very important function in improving soil characteristic. In this research, three compost materials, i.e. calliandra, rice straw and vegetable leftovers, with 1 m 3 volume each, were composted for six weeks. Based on physical compost characteristic, ripe compost can be taken after six weeks. Changes in temperatures, colour, and smell were observed during the composting. Compost product at each steps of composting was analyzed for nutrients and organic acids content. The result of this research showed that calliandra material produced higher compost s volume than compost from mixed material, rice straw, and vegetable leftovers. Nutrient content of vegetable leftovers compost was higher than calliandra, mixed material and rice straw compost based on ovendry (60 o C) compost. Qualitative determination of humic acid and fulvic acid can be used as an indicator of compost quality. The highest organic acid content, particularly humic acid was found in rice straw compost and followed by vegetable leftovers, mixed material and calliandra compost that has the lowest humic acid content. Whereas, the highest fulvic acid content was found in calliandra compost and followed by mixed material, rice straw and vegetable leftovers compost. Functional group analysis result in FTIR curve showed changes model and functional group connection that almost similar for each material during composting process, but has different absorbance in composting age. 4

5 Judul Nama NRP : KARAKTERISTIK KOMPOS DARI BAHAN TANAMAN KALIANDRA, JERAMI PADI DAN SAMPAH SAYURAN : Ade Mulyadi : A Menyetujui, Pembimbing I Pembimbing II Dr. Ir. Basuki Sumawinata, M.Agr. Dr. Ir. Suwardi, M.Agr. NIP NIP Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr. NIP Tanggal Lulus : 5

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sukabumi, pada tanggal 06 Juni Penulis adalah anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Adin Mahyudin dan Ibu Sa adah. Penulis memulai pendidikan di Sekolah Madrasah Ibtidaiyah Cisarua, pada tahun 1989 dan lulus tahun Penulis melanjutkan pendidikan di MTs. Yasti2 Kadudampit, dan lulus pada tahun Selanjutnya penulis melanjutkan ke SMU N 1 CISAAT, dan lulus pada tahun Pada tahun 2001 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). 6

7 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Skripsi yang berjudul Karakteristik Kompos dari Bahan : Tanaman Kaliandra, Jerami Padi dan Sampah Sayuran ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Program Studi Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada : 1. Dr. Ir. Basuki Sumawinata, M.Agr. selaku dosen pembimbing akademik dan dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan dan nasehat serta saran kepada penulis selama menjalani masa kuliah, penelitian sampai penulisan skripsi. 2. Dr. Ir. Suwardi, M.Agr. selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, saran dan dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi. 3. Dr. Ir. Dwi Putro Tejo Baskoro, M.Sc. selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan kepada penulis. 4. Dr. Ir. Darmawan, M.Sc. dan Dr. Ir. Gunawan Djajakirana, M.Sc. yang telah memberikan saran dan masukan kepada penulis. 5. Bapak dan Ibuku tercinta, kakakkakakku dan seluruh keluarga yang senantiasa memberikan nasehat dan do a serta dukungan baik material maupun spiritual kepada penulis. 6. Staf Laboratorium (Ibu Oktori K. Zaini, Ibu Yani, Bpk Simon M., dkk) di Bagian Pengembangan Sumberdaya Fisik Lahan, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 7. Temanteman satu bimbingan dan satu laboratorium (Wina, Nani, Aditia Asnil, dkk) atas kebersamaan, dan bantuan serta motivasinya kepada penulis. 8. Semua pihak yang telah membantu penulis selama penelitian dan penyelesaian skripsi yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis berharap tulisan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya. Bogor, Mei 2008 Penulis 7

8 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xi I. PENDAHULUAN Latar belakang Tujuan... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA Bahan Organik Kompos Kualitas Kompos AsamAsam Organik Karakteristik Bahan Tanaman Kaliandra Jerami Padi Sampah Sayuran Pasar III. BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian IV. HASIL DAN PEMBAHASAN SifatSifat Fisik Kompos Kandungan Hara Kompos Kandungan Asam Organik Gugus Fungsional Kompos V. KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

9 DAFTAR TABEL Teks No. Halaman 1. Komposisi Kimia Sereal dan Jerami Padi serta Kayu Keras ( dalam Indriyati, 2006) Metode Analisis Kompos Perubahan Warna, Bau, Suhu, dan Pengurangan Volume Selama Proses Pengomposan Hasil Analisis C, N, S, C/N Ratio Hasil Analisis Kimia Berbagai Macam Kompos Minggu ke Lampiran 1. Data Pengukuran Suhu Kompos Selama Proses Pengomposan Hasil analisis kimia berbagai macam kompos pada minggu ke0, 2, 4, dan ke

10 DAFTAR GAMBAR Teks No. Halaman 1. Diagram Alur Pemisahan Senyawa Humat Menjadi Berbagai Fraksi Humat (Tan, 1993; Stevenson, 1982) dengan Modifikasi Tanaman Kaliandra Bunga Merah (Calliandra calothyrsus) Grafik Perubahan Suhu Kompos Selama Proses Pengomposan Grafik Penurunan Volume Kompos Terhadap Volume Awal Kandungan Asam Humat dan Fulvat Pada Kompos Kandungan Asam Humat per gram Kompos Kering Oven 60ºC Kurva FTIR Kompos Jerami Padi Kurva FTIR Kompos Kaliandra Kurva FTIR Kompos Sayuran Kurva FTIR Kompos Campuran

11 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan revolusi hijau yang lebih ditujukan untuk meningkatkan ketersediaan pangan, sejak tahun 1960an di berbagai penjuru dunia terjadi peningkatan pemakaian pupuk kimia seperti urea, TSP, dan KCl serta berbagai jenis pupuk mikro. Berbagai jenis pupuk kimia tersebut menjadi sentra perhatian para ahli pertanian. Sebagai akibatnya, pemberian/pengembalian bahan organik ke dalam tanah kurang mendapat perhatian. Akan tetapi, akhirakhir ini terjadi perubahan selera konsumen akan produk makanan organik di mana masyarakat menginginkan tanaman yang lebih menyehatkan. Pemberian bahan organik ke dalam tanah juga dapat meningkatkan produksi pertanian melalui keseimbangan dan ketersediaan hara yang seimbang karena terjadi interaksi antara tanah, bahan organik dengan organisme tanah. Telah lama diketahui bahwa pemberian bahan organik ke dalam tanah sebaiknya melalui proses pengomposan terlebih dahulu untuk menurunkan nisbah C/N. Pada kondisi itu, aktivitas organisme tanah sudah menurun sehingga unsurunsur menjadi lebih tersedia bagi tanaman. Akan tetapi, sampai saat ini nilai nisbah C/N berapa sebaiknya kompos itu diberikan ke dalam tanah masih menjadi perdebatan. Miller (1959) menyebutkan bahwa nilai C/N ratio 912 dapat dianggap sebagai acuan dalam pembuatan kompos yang baik, sedangkan Djajakirana (2008) 1 berpendapat sebaiknya pemberian kompos pada tanah diberikan pada C/N ratio 2030 karena pada C/N ratio sekitar 912 reaksi dekomposisi sudah selesai dan kompos terlalu matang, sehingga apa yang diharapkan dari proses perubahan bahan organik kompleks menjadi ikatan organik yang lebih sederhana sudah terlewati. Selain masalah nisbah C/N, kualitas kompos yang dihasilkan sangat tergantung pada bahan organik yang digunakan dan cara pengomposannya. Penelitian tentang teknik pembuatan kompos dan aplikasinya telah banyak dilakukan. Akan tetapi, teknik pengomposan sangat berbedabeda. Sebagai contoh Yustiningsih (1981) melakukan pengomposan jerami padi dengan jumlah yang cukup kecil (hanya 30 kg bahan) membutuhkan waktu pengomposan selama 16 1 Komunikasi pribadi tanggal 21 April

12 minggu untuk C/N sekitar 1820 karena selain volume tumpukan bahan organik yang relatif kecil tetapi juga karena setiap 1 bulan sekali selalu dibalik sehingga suhu pengomposan hanya mencapai suhu maksimum 40 ºC dan mendapatkan nisbah C/N sekitar Sedangkan Azieza (1981) melakukan pengomposan di inkubator yang dipertahankan dengan suhu 35 ºC membutuhkan waktu 6 minggu untuk menghasilkan nisbah C/N sekitar 12. Pengomposan dengan volume besar dilakukan oleh Indriyati (2006) yaitu dengan volume tumpukan bahan sebesar 2m 3 (2 x 1 x 1)m membutuhkan waktu selama 8 bulan untuk mencapai nisbah C/N sekitar 14. Waktu pengomposan yang lama tersebut disebabkan karena dalam proses pengomposannya dilakukan pembalikan 23 kali sehari. Kandungan asamasam organik dari bahan kompos telah dipelajari oleh Rahmawati (2003) menunjukkan bahwa kualitas bahan sangat menentukan kandungan asam humat dan asam fulvat yang dihasilkan serta sifat kimia lainnya. Sedangkan Wahjudin (2003) menunjukkan manfaat pemberian kompos pada tanah (Vertic Hapludult) yang diberikan tambahan (2%) kompos dari jerami padi yang masih mentah (C/N>45) akan meningkatkan kandungan asam humat pada bahan campuran sampai hampir 50 kali lipat lebih besar dari kandungan asam humat pada bahan kompos itu sendiri dan meningkatkan produksi tanamanan uji. Walaupun terdapat keraguan dari mana terjadinya peningkatan asam humat sebesar itu, tetapi informasi tersebut paling tidak menunjukkan bahwa asam humat dan asam fulvat merupakan salah satu sifat penting pada kompos. Pada penelitian ini akan dipelajari perubahan sifatsifat fisik dan kimia kompos selama proses pengomposan dengan volume tumpukan cukup besar (±1m 3 ) agar tercapai peningkatan suhu yang baik. Selanjutnya dipelajari karakteristik kimia kompos yang meliputi kandungan unsurunsur hara dan kandungan asam humat dan fulvat yang diproduksi dari beberapa bahan kompos Tujuan Untuk mempelajari proses pengomposan dari bahan tanaman kaliandra, jerami padi dan sampah sayuran serta campuran, dan juga mempelajari karakteristik kompos yang dihasilkan baik secara fisik (suhu, volume hasil kompos, warna, dan bau) maupun secara kimia (kandungan unsur hara dan asamasam organik: asam humat dan asam fulvat). 12

13 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bahan Organik Bahan organik adalah semua bahan yang berasal dari jaringan tanaman dan hewan baik yang masih hidup maupun yang telah mati, pada berbagai tahap dekomposisi. Menurut Kononova (1966) Bahan organik tanah adalah suatu bahan yang kompleks dan dinamis, berasal dari sisa tanaman dan hewan yang terdapat di dalam tanah dan mengalami perombakan secara terus menerus. Bahan organik mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan dan kesuburan tanah, peranan bahan organik tersebut antara lain : berperan dalam pelapukan dan proses dekomposisi mineral tanah, sumber hara tanaman, pembentukan struktur tanah stabil dan pengaruh langsung pada pertumbuhan dan perkembangan tanaman di bawah kondisi tertentu (Kononova, 1966). Djajakirana (2002) juga mengemukakan bahwa bahan organik memiliki peran dan fungsi yang sangat vital di dalam tanah, ia berperan sangat penting dalam mempengaruhi ketiga sifat tanah. Stevenson (1982) mengemukakan bahwa pengaruh bahan organik terhadap sifat fisik, kimia dan biologi tanah, yaitu sebagai penyedia unsur hara seperti N, P dan S bagi tanaman, sebagai sumber energi bagi organisme tanah, sebagai penyangga (buffer) terhadap perubahan ph, dapat mengkelat logamlogam, berkombinasi dengan mineral liat memperbaiki struktur tanah, dan meningkatkan kapasitas tukar kation. Bahan organik akan mengalami degradasi dan dekomposisi sebagian ataupun keseluruhan, baik secara biologi maupun secara kimia di dalam tanah. Gaur (1981) mendefinisikan dekomposisi sebagai proses biokimia yang di dalamnya terdapat bermacammacam kelompok mikroorganisme yang menghancurkan bahan organik ke dalam bentuk humus. Bahan organik secara umum dapat dibedakan atas bahan organik yang mudah terdekomposisi karena disusun oleh senyawa sederhana yang terdiri dari C, O dan H, yang termasuk di dalamnya adalah senyawa selulosa, pati, gula dan senyawa protein; dan bahan organik yang sukar terdekomposisi karena disusun oleh senyawa siklik yang sukar diputus atau dirombak menjadi senyawa yang lebih sederhana, termasuk di dalamnya adalah bahan organik yang banyak 13

14 mengandung senyawa lignin, minyak, lemak, dan resin yang umumnya ditemui pada jaringan tumbuhtumbuhan. Kemudahan dekomposisi bahan organik ditunjukkan oleh Brady (1990) dengan urutan semakin ke bawah maka bahan organik semakin mudah terdekomposisi dan sebaliknya, semakin ke atas maka bahan organik semakin sulit terdekomposisi. Urutan kemudahan dekomposisi bahan organik adalah sebagai berikut : 1. Gula, zat pati, protein sederhana mudah terdekomposisi 2. Protein kasar 3. Hemiselulosa 4. Selulosa 5. Lemak 6. Lignin, lemak, lilin dan lainlain. Sangat lambat terdekomposisi Kemudahan dekomposisi bahan organik berkaitan erat dengan kadar C dan N pada bahan, secara umum makin rendah nisbah C dan N dalam bahan organik maka akan semakin mudah dan cepat mengalami dekomposisi. Selain itu, karakteristik bahan yang akan dikomposkan juga akan mempengaruhi proses pengomposan Kompos Kompos merupakan bahan organik yang terdiri dari sisasisa tanaman, hewan, ataupun sampahsampah kota yang telah mengalami pelapukan sebelum bahan tersebut ditambahkan ke dalam tanah. Menurut kamus Webster s New International Dictionary dalam Rodale, et al. (1975) kompos merupakan suatu campuran untuk pemupukan atau perbaikan lahan, berupa campuran pupuk dari beberapa bahan seperti gambut, jamur daun, rabuk, kapur, dan lainlain yang kemudian ditumpuk dan didekomposisikan. Selain itu, menurut Djajakirana (2002) kompos didefinisikan sebagai campuran pupuk dari bahan organik yang berasal dari tanaman atau hewan atau campuran keduanya yang telah terlapuk sebagian dan dapat berisi senyawasenyawa lain seperti abu, kapur dan bahan kimia lainnya sebagai bahan tambahan. Gaur (1981) menyatakan bahwa pengomposan merupakan metode yang aman bagi daur ulang bahan organik menjadi pupuk. Unsurunsur yang 14

15 terkandung dalam bahan organik yang ditambahkan ke dalam tanah akan diubah dalam bentuk yang dapat digunakan tanaman (menjadi tersedia) hanya melalui pelapukan (Millar et al., 1958). Dekomposisi bahan organik merupakan proses biokimia, sehingga setiap faktor yang mempengaruhi mikroorganisme tanah juga mempengaruhi laju dekomposisi bahan organik. Beberapa faktor tersebut adalah 1) sifat bahan tanaman (jenis tanaman, umur tanaman, dan komposisi kimia tanaman); 2) sifat tanah (termasuk aerasi, suhu, kelembaban, kemasaman dan tingkat kesuburan); dan 3) faktorfaktor iklim terutama pengaruh dari suhu dan kelembaban (Millar et al., 1958). Sedangkan Gaur (1981) menyebutkan seluruh faktor yang mempengaruhi pengomposan antara lain : nisbah C/N, ukuran bahan, campuran atau proporsi bahan, kelembaban dan aerasi, suhu, reaksi, mikroorganisme yang terlibat, penggunaan inokulan, pemberian kalsium fosfat dan penghancuran organisme patogen. Nisbah C / N Nisbah C/N bahan organik merupakan faktor terpenting dalam pengomposan, nisbah C/N optimum untuk bahan pengomposan berkisar antara 3040, semakin rendah nisbah C/N bahan maka waktu pengomposan semakin singkat (Gaur, 1981). Sedangkan Miller (1959) menyebutkan bahwa nilai C/N ratio 912 dapat dianggap sebagai acuan dalam pembuatan kompos yang baik, karena pada C/N ratio tersebut proses dekomposisi sudah selesai dan aktivitas mikroorganisme menurun sehingga unsurunsur menjadi lebih tersedia. Ukuran Bahan Pada umumnya makin muda tanaman makin cepat laju dekomposisinya, hal ini disebabkan karena tingginya kadar air, kadar N yang tinggi, nisbah C/N yang sempit, rendahnya lignin dan bahan lain yang tahan pelapukan (Millar et al., 1958). Makin kecil ukuran partikel bahan sampai ukuran lebih kurang 5 cm, perombakan dapat berjalan makin cepat karena terjadi penambahan luas permukaan untuk diserang mikroorganisme (Gaur, 1981; Rodale et al., 1975). 15

16 Kelembaban Pengomposan aerobik dapat berlangsung pada kisaran kelembaban persen, nilai kelembaban optimum pengomposan aerobik berkisar antara 5060 persen, dekomposisi akan berlangsung lambat pada kelembaban di bawah 40% bobot (Gaur, 1981). Temperatur Suhu yang tinggi merupakan keadaan yang baik bagi perombakan untuk membunuh organisme patogen dan bijibiji gulma, secara umum suhu akan tinggi pada 27 hari pertama dengan kisaran 5570 ºC seterusnya menurun secara perlahan mendekati suhu kamar (Gaur, 1981). Suhu yang optimum bagi pengomposan menurut Wiley dan pierce (1955) dalam Gaur (1981) adalah 60 ºC dan suhu maksimum adalah 71ºC (Wiley, 1957 dan Schulz, 1961 dalam Gaur 1981). Di bawah kondisi suhu yang optimum dan kelembaban yang cukup, sisasisa tanaman menjadi sasaran serangan bermacammacam kelompok mikroorganisme (Kononova, 1966). Reaksi Pada awal pengomposan reaksi cenderung asam sampai netral sekitar 67 karena bahan yang dirombak menghasilkan asamasam organik, suasana yang alkalin dapat meningkatkan volatilisasi amonia (Gaur, 1981). Pada pengomposan aerobik oksigen merupakan faktor penting di samping mikroorganisme, reaksi yang terjadi pada pengomposan aerobik adalah : Gula (CH 2 O) x Selulosa + xo 2 xco 2 + xh 2 O + E Hemiselulosa Protein O n O n (N organik) NH 4 + NO 2 NO 3 + E Sulfur organik, S + xo SO 4 + E Posfor organik H 3 PO 4 + Ca (HPO 4 ) 2 Fitin, Lesitin Reaksi keseluruhan : Aktivitas Mikroba Bahan Organik + O n CO 2 + H 2 O + Unsur Hara + Humus + E 16

17 Starter Kecepatan dan kualitas kompos dapat ditingkatkan melalui sistem pengomposan, dan penambahan aktivator serta unsurunsur C, N, P, K, dan Ca yang berasal dari bahan organik seperti darah hewan dan kotoran ternak (Gaur, 1981). Berdasarkan laporan organik Experimental farm (Rodale et al., 1975) direkomendasikan beberapa rumusan dalam membuat kompos, di mana diterangkan bahwa jumlah kapur yang ditambahkan adalah satu bagian untuk 80 bagian jerami. Menurut Ramdani (1985) dan Tridarmanto (1985) pemberian dosis kotoran 33% dari jumlah jerami memberikan kecepatan dekomposisi, produksi dan kualitas kompos yang paling baik. Kematangan kompos Kompos yang sudah matang secara fisik digambarkan sebagai struktur remah, agak lepas dan tidak gumpal, berwarna coklat kegelapan, baunya mirip humus atau tanah dan reaksi agak masam sampai netral, tidak larut dalam air, bukan dalam bentuk biokimia yang stabil tetapi berubah komposisinya melalui aktivitas mikroorganisme, kapasitas tukar kation yang tinggi dan daya absorpsi air tinggi, jika dicampurkan ke tanah akan menghasilkan akibat yang menguntungkan bagi tanah dan pertumbuhan tanaman (Gaur, 1981). Kematangan kompos dapat ditentukan berdasarkan nisbah C/N kompos, sedangkan kandungan hara kompos berhubungan dengan kualitas bahan asli yang dikomposkan. Untuk mendapatkan nilai C/N ratio tertentu, sangat tergantung pada bahan yang digunakan serta cara pengomposannya. Teknik pengomposan dan jumlah bahan yang berbeda akan membutuhkan waktu yang berbeda dan mendapatkan nilai C/N ratio yang berbeda pula. Hal tersebut dibuktikan oleh beberapa penelitian yang dilakukan oleh : (1) Yustiningsih (1981) melakukan pengomposan jerami padi dengan jumlah yang cukup kecil (hanya 30 kg bahan) membutuhkan waktu pengomposan selama 16 minggu untuk C/N sekitar 1820, karena selain volume tumpukan bahan organik yang relatif kecil juga disebabkan oleh pembalikan yang hanya dilakukan setiap satu bulan sekali sehingga hanya mencapai suhu maksimum 40 ºC dan mendapatkan nisbah C/N sekitar 1820; (2) Azieza (1981) melakukan pengomposan di inkubator yang dipertahankan dengan suhu 35ºC membutuhkan waktu 6 minggu untuk menghasilkan nisbah C/N sekitar 17

18 12; dan (3) Indriyati, (2006) melakukan pengomposan dengan volume tumpukan bahan sebesar 2 m 3 (2 x 1 x 1)m membutuhkan waktu selama 8 bulan untuk mencapai nisbah C/N sekitar 14. Waktu pengomposan yang lama tersebut disebabkan oleh pembalikan kompos yang terlalu sering yaitu 23 kali dalam sehari, hal ini jelas mengakibatkan suhu optimum pengomposan tidak akan tercapai sehingga waktu pengomposan dan penurunan C/N ratio menjadi sangat lambat Kualitas kompos Sampai saat ini, penilaian kualitas kompos selain dilihat dari sifat fisik sering dilihat hanya dari nilai C/N ratio dan kandungan unsur hara saja. Dimana kompos dengan C/N ratio rendah dan memiliki kandungan hara yang tinggi dianggap sebagai ciri kompos yang baik, tanpa memperhitungkan kandungan asamasam organik khususnya asam humat dan asam fulvat yang memiliki peranan besar dalam memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah. Kompos yang baik untuk ditambahkan ke dalam tanah dapat dilihat dari segi fungsi dan peranannya dalam mempengaruhi (memperbaiki) sifatsifat tanah. Humus merupakan produk akhir dekomposisi bahan organik dan sintesis mikroba yang relatif stabil dan resisten, fraksi terhumifikasi dari humus disebut sebagai senyawa humat (Brady, 1990). Senyawa humat mempunyai peranan yang sangat menguntungkan terhadap perkembangan tanah dan juga pertumbuhan tanaman. Senyawa tersebut dapat memperbaiki pertumbuhan tanaman melalui peranannya dalam mempercepat proses respirasi, meningkatkan permeabilitas sel, serta meningkatkan penyerapan air dan hara (Tan, 1993) dan Tan (1993) juga menjelaskan bahwa bersama dengan liat tanah bahanbahan humat memegang peranan penting dalam sejumlah aktivitas kimia dalam tanah, asam humat mempunyai kapasitas tukar kation yang tinggi dan kemasaman yang lebih rendah dibanding asam fulvat, oleh karena itu asam humat dapat memperbaiki sifat dan kualitas tanah. Berdasarkan peranannya di dalam tanah, maka keberadaan asamasam organik (humat dan fulvat) menjadi sangat penting untuk diketahui karakteristik dan jumlahnya pada kompos. Sehingga, kandungan asamasam organik (humat 18

19 dan fulvat) perlu dijadikan sebagai salah satu acuan dan standar untuk menentukan kualitas kompos AsamAsam Organik Untuk menjadikan asamasam organik (humat dan fulvat) sebagai salah satu standar penentu kualitas kompos, maka cara pemisahan (ekstraksi) asamasam organik (humat dan fulvat) menjadi sangat penting untuk diketahui dan dipahami. Istilah asam humat dikemukakan oleh Berzelius pada tahun 1830 yang menggolongkan fraksi humat ke dalam : 1) Asam humat, yakni fraksi yang larut dalam basa, 2) Asam krenik dan apokrenik, yakni fraksi yang larut dalam asam, dan 3) Humin, yakni bagian yang tidak larut dalam air dan basa. Asam humat juga disebut sebagai ulmat dan humin sebagai ulmin oleh Mulder pada tahun Tahun 1912, Olden mengusulkan penggunaan nama asam fulvat untuk menggantikan istilah asam krenik dan apokrenik. Sekarang senyawa humat didefinisikan sebagai bahan koloidal terdispersi bersifat amorf, berwarna kuning hingga coklathitam dan mempunyai berat molekul relatif tinggi (Tan, 1993; Millar, 1959; Stevenson, 1982). Berdasarkan hasil penelitian, secara kimia ketiga fraksi senyawa humat baik asam humat, asam fulvat dan humin mempunyai komposisi yang hampir sama, tetapi berbeda dalam hal bobot molekul dan kandungan gugus fungsionalnya. Asam fulvat mempunyai bobot molekul rendah, tetapi kandungan gugus fungsional yang mengandung O, yaitu COOH (karboksil), OH (fenolik) dan C=O (karbonil) lebih tinggi per satuan bobot dibanding dengan asam humat dan humin (Kononova, 1966). Kandungan asamasam organik dari bahan kompos telah dipelajari oleh Rahmawati (2003) dengan melihat karakterisasi asam humat yang dihasilkan dari hasil ekstraksi kompos gambut dan kompos daun karet menunjukkan bahwa kualitas bahan sangat menentukan kandungan asam humat dan asam fulvat yang dihasilkan serta sifat kimia lainnya. Rahmawati (2003) juga menerangkan bahwa kemasaman total dari gugus karboksil (COOH) dan gugus fenol (OH) meningkat ( ) me/g setelah gambut dikomposkan, kemasaman total yang tinggi merefleksikan kompleksasi yang tinggi ataupun kapasitas khelat yang tinggi dari 19

20 asam humat. Sedangkan Wahjudin, (2003) menunjukkan manfaat pemberian kompos pada tanah (Vertic Hapludult) yang diberikan tambahan (2%) kompos dari jerami padi yang masih mentah (C/N>45) akan meningkatkan kandungan asam humat pada bahan campuran sampai hampir 50 kali lipat lebih besar dari kandungan asam humat pada bahan kompos itu sendiri dan meningkatkan produksi tanamanan uji. Walaupun terdapat keraguan dari mana terjadinya peningkatan asam humat sebesar itu, tetapi informasi tersebut paling tidak menunjukkan bahwa asam humat dan asam fulvat merupakan salah satu sifat penting pada kompos. Pemisahan asam humat didasarkan atas kelarutannya dalam asam dan alkali. Diagram alur untuk pemisahan senyawasenyawa humat ke dalam fraksifraksi humat yang berbeda dapat terlihat pada Gambar 1. Bahan Organik Tanah dengan alkali Bahan Humat (larut) Bahan Bukan Humat (tidak larut) dengan asam dengan alkali Asam Fulvat (larut) disesuaikan ke ph 4.8 Asam Humat (tidak larut) dengan alkohol Humin (tidak larut) Asam Fulvat (larut) Humus ß (tidak larut) dengan garam netral Asam humat (tidak larut) Asam Himatomelanat (larut) Humat coklat (Larut) Humat kelabu (tidak larut) Gambar 1. Diagram Alur Pemisahan Senyawa Humat Menjadi Berbagai Fraksi Humat (Tan, 1993; Stevenson, 1982) dengan Modifikasi. 20

21 Pemisahan asam humat menjadi sangat penting untuk diketahui dan dipahami supaya memudahkan dalam penentuan kualitas kompos, Tan (1993) mengemukakan bahwa pemilihan ekstrakan yang cocok didasarkan pada dua pertimbangan yaitu : 1) pengekstrak seharusnya tidak mempunyai pengaruh merubah sifat fisik dan kimia bahan yang diekstrak; dan 2) pengekstrak harus dapat secara kuantitatif memisahkan bahan humat dari tanah. Schnitzer dan Khan (1972) dalam Tan (1991) mengemukakan bahwa pelarut yang digunakan untuk ekstrakan bahanbahan humat adalah asam oksalat, asam format, asetil aseton, heksametil entetramina, deoksilsulfat, dan urea. Akan tetapi, sejauh ini tidak satupun di antara pelarutpelarut tersebut yang memuaskan. Prosedur yang paling umum digunakan untuk ekstraksi asam humat adalah dengan NaOH (Stevenson, 1982) dan menurut Pierce dan feldbeck (1975) dalam Tan (1993) mengemukakan bahwa larutan NaOH 0.1 N lebih disukai oleh sifat ekstraknya yang tidak terlalu kuat dibanding NaOH 0.5 N Karakteristik Bahan Dasar Tanaman Kaliandra Kaliandra adalah tanaman leguminosa semak (shrub) yang banyak ditanam di daerahdaerah hutan atau lerenglereng di Indonesia. Tanamn kaliandra dikenal sebagai tanaman serbaguna karena manfaatnya untuk penghijauan, pencegahan erosi, sumber kayu bakar, peternakan lebah madu dan makanan ternak. (Tangendjaja et al., 1992). Sistematika dari pohon kaliandra adalah: Divisio Classis Ordo Famili : Spermatophyta : Dycotyledon : Rosales : Leguminoseae Sub Famili : Mimosoidae Genus Species Gambar 2. Tanaman Kaliandra Bunga Merah (Calliandra calothyrsus) : Calliandra Nama lokal : Ki Madu : Calliandra calothyrsus 21

22 Kaliandra dapat tumbuh dengan baik pada berbagai macam tipe tanah dan cocok untuk tanah asam yang berasal dari batuan vulkanik, tingkat toleransi terhadap kekeringan dikategorikan sedang (17 bulan kering per tahun) dan dapat tumbuh baik pada daerah dengan ratarata curah hujan tahunan antara mm, tetapi tidak tahan tergenang air (Tangendjaja et al., 1992). Daun kaliandra mengandung protein di atas 20%, kadar lemaknya tidak tinggi dan tidak melebihi 5%, begitu pula kadar abunya rendah Jerami Padi Jerami padi merupakan salah satu limbah pertanian yang berpotensi sebagai penambah unsur hara apabila dikembalikan ke dalam tanah. Sampai saat ini, penanganan limbah jerami padi oleh petani sebagian besar dilakukan dengan cara dibakar dan abunya digunakan sebagai pupuk. Penanganan limbah dengan cara dibakar mengakibatkan beberapa unsur hara seperti C dan S menjadi hilang dan apabila dilakukan secara terusmenerus dapat menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan sekitarnya. Nilai jerami padi sebagai pupuk umumnya terlupakan. Pembakaran jerami merupakan kegiatan yang umum dilakukan di banyak negara, disebabkan sulitnya mencampur jerami dalam jumlah besar ke dalam tanah (Miller, 1968 dalam Grist, 1975). jerami padi memiliki dinding sel yang terdiri dari 39.7 % selulosa dalam berat kering, 25.2% hemiselulosa dan 4.8% lignin (Rexen et al., 1976 dalam Panagan, 2003). Pada sekam padi mengandung mineral silika (SiO2) sebesar 23.96% (Sardi, 2006) dan pada bagian jerami mengandung 49% silika (Tabel 1.) Tabel 2. Komposisi Kimia Sereal dan Jerami Padi serta Kayu Keras (www. Fiberfutures.org dalam Indriyati, 2006). Sifat kimia Sereal (%) Jerami padi (%) Kayu keras (%) Selulosa Hemiselulosa Lignin Abu Silika

23 Sampah Sayuran Pasar Pada umumnya sampah pasar sebagian besar terdiri dari sisasisa sayuran dan buah yang kadar airnya tinggi sehingga cepat membusuk. Jumlah yang besar dikeluarkan dari pasar setiap harinya merupakan potensi yang pantas diperhitungkan. Dengan mengolah sampah pasar menjadi kompos berarti melakukan dua pekerjaan sekaligus, yaitu membuat kompos dan mengurangi beban lingkungan (Yudha, 2008). Berdasarkan informasi dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Bogor 2003 dalam Murniwati (2006) menerangkan bahwa jumlah sampah yang dihasilkan dari tujuh pasar tradisional di Kota Bogor adalah sebanyak 262 m 3 setiap hari dan yang terangkut sekitar 233 m 3, sedangkan 29 m 3 lagi tidak terangkut dan menumpuk di lingkungan pasar sehingga menimbulkan pencemaran dan bau busuk pada lingkungan. Proses pembusukan sampah pasar dapat terjadi secara aerobik dan anaerobik secara bersamaan pada satu tumpukan, proses aerobik terjadi pada bagian dalam tumpukkan yang tidak berongga dan proses anaerobik terjadi pada bagian luar yang memiliki kadar udara yang cukup. Akan tetapi, bila kita melihat pada cara yang harus dilakukan dan perhitungan ekonomi terhadap penanganan sampah sayuran pasar, pengomposan sampah pasar sungguh sangat mahal sekali dan membutuhkan biaya yang tidak sedikit sehingga diperlukan peningkatan willingness to pay untuk penanganannya (Murniwati, 2006). Oleh karena itu, Apakah solusi pengomposan terhadap sampah sayuran merupakan suatu langkah yang tepat dan akan menguntungkan dilihat dari segi jumlah kompos yang akan dihasilkan. 23

24 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan tempat Penelitian dilakukan pada bulan Maret sampai September 2007, di Laboratorium Bagian Pengembangan Sumberdaya Fisik Lahan, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor Bahan dan Alat Pada penelitian ini dibuat 4 macam kompos dari tiga bahan kompos yaitu: 1) tanaman kaliandra (Caliandra calotyrsus) diperoleh dari sekitar Asrama Putri TPB dan Fakultas Kehutanan IPB; 2) jerami padi yang diperoleh dari daerah persawahan petani sekitar kampus IPB Darmaga; 3) sampah sayuran pasar (kubis, sawi, blotong jagung) diperoleh dari Pasar Bogor. Pada setiap bahan kompos ditambahkan kapur dan pupuk kandang sebagai starter. Bahan lain yang digunakan dalam penelitian ini berupa bahanbahan kimia yang diperlukan untuk analisis di laboratorium. Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alatalat untuk proses pengomposan (mesin pencacah, bak tempat pengomposan, dll) Metode Penelitian Metode penelitian dibagi menjadi dua tahap, yaitu: 1) Tahap pembuatan kompos (persiapan dan pembuatan kompos) dan 2) Tahap pengamatan dan analisis kualitas kompos. Pada Tahap pertama, terdapat dua hal utama yang perlu dipersiapkan yaitu persiapan bak pengomposan dan persiapan bahan yang akan dikomposkan. Bak pengomposan terbuat dari kayu dan bambu dengan ukuran 1m x 1m x 1m (volume 1m 3 ). Penggunaan bak seperti ini dimaksudkan untuk memberikan aerasi yang baik selama proses pengomposan. Bahan kompos yang terkumpul dicacah/digiling dengan mesin penggiling sampai ukuran <5 cm agar laju dekomposisi bahan kompos oleh mikroorganisme lebih mudah dan cepat. Bahan kompos yang sudah dicacah/digiling dicampur dengan starter, diaduk dan dimasukan dalam bak pengomposan serta diberi lubang aerasi di bagian tengah. Permukaan atas kompos ditutup supaya tidak terkena air hujan, sinar 24

25 matahari langsung dan supaya suhu kompos cepat naik. Penyiraman kompos dilakukan setiap tiga hari sekali untuk menjaga kompos tetap lembab, sedangkan pembalikan atau pengadukan kompos dilakukan setiap dua minggu sekali agar proses dekomposisi berlangsung merata pada semua bagian kompos. Pada tahap kedua, pengamatan dilakukan setiap hari mulai pukul WIB s.d. selesai, parameter yang diamati adalah perubahan suhu, warna, bau dan penurunan volume kompos dari permukaan bak pengomposan. Selanjutnya contoh kompos diambil untuk analisis pada bahan kompos mentah, kompos minggu ke2, ke4 dan ke6. Jenis analisis dan metode analisisnya disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Metode Analisis Kompos No. Jenis Analisis Diukur dengan Alat Oven 60 C dan Freez dry. Oven 105 º C Pengeringan contoh kompos Penetapan kadar air Pengabuan untuk analisis unsur: mikro (Fe, Mn, Cu, Zn), basabasa (Ca, Mg) basabasa ( K, Na) C, N, S NH 4 + dan NO 3 Gugus fungsional Pemisahan Asam Humat dan Fulvat Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) dan Flame photometer CHNSElemental Autoanalyzer Kjeldahl FTIR (Fourier Transform Infra Red) Ekstraksi asam basa Analisis kompos dari Tabel 2 dapat diuraikan sebagai berikut : Pengabuan untuk analisis basabasa dan unsur mikro. Contoh tanah kering 60 º C ditimbang 1 gram lalu dimasukan ke dalam oven 105 º C sampai bobot kering mutlak lalu di timbang untuk mengetahui jumlah kadar air, kemudian dimasukan ke dalam Muffle Furnance pada suhu 700 º C sampai contoh tanah terbakar sempurna (± 3 jam) lalu didinginkan dalam eksikator dan ditimbang untuk mengetahui bobot abu tanah. Abu yang dihasilkan dari proses pembakaran lalu diekstrak dengan 10 ml HCl 1N, kemudian disaring ke dalam labu ukur 50 ml dan diimpitkan (ditera). Ekstrak yang dihasilkan diukur kandungan unsur mikro (Fe, Mn, Cu, Zn) dan basabasa (Ca, Mg) dengan Atomic Absorption Spectrophotometer ( AAS ) dan basabasa ( K, Na ) diukur dengan Flamephotometer. 25

26 Analisis C, N, S. Analisis C, N, S pada kompos digunakan dengan alat CHNSElemental Autoanalyzer, contoh tanah 60 º C disaring 50 mikron kemudian dimasukan kedalam alat CHNS, dari alat ini diperoleh data kandungan unsur C, N, S dan C/N ratio dari kompos. Analisis NH + 4 dan NO 3 Penetapan amonium (NNH 4 ) dan nitrat (NNO 3 ) dilakukan dengan metode Kjeldahl, contoh tanah kering 60 º C ditimbang 5 gram lalu dimasukan ke dalam gelas Erlemeyer 250 ml kemudian ditambahkan 50 ml KCl 2 N lalu dikocok selama 1 jam terus disaring. Ekstrak yang dihasilkan kemudian diambil 10 ml untuk didestilasi dengan menambahkan 1 gram MgO dan 100 ml Aquades, hasil destilasi NH + 4 ditampung dalam erlemeyer 250 ml yang berisi 10 ml H 3 BO 3 1 % + 5 tetes conway sampai volume destilasi ± 100 ml. Kemudian dititrasi dengan HCl 0,02 N sampai warna berubah dari hijau menjadi merah muda. Sedangkan untuk penetapan NNO 3 diambil 10 ml hasil ekstrak untuk didestilasi dengan menambahkan 1 gram Devardas, 1 ml Alkohol, 100 ml Aquades dan 5 ml NaOH. Hasil destilasi NO 3 ditampung dalam erlemeyer 250 ml yang berisi 10 ml H 3 BO 3 1 % + 5 tetes conway sampai volume destilasi ± 100 ml, kemudian dititrasi dengan HCl 0,02 N untuk penetapan NO 3. Analisis Gugus Fungsional Analisis gugus fungsional dilakukan dengan alat FTIR (Fourier Transform Infra Red), pada analisis ini contoh kompos harus dibuat dalam bentuk pelet terlebih dahulu. Pembuatan pelet untuk Infra Red dibuat dengan mencampurkan 200 mg KBR dan 2 mg contoh tanah yang lolos saringan 50 mikron, kemudian dimasukan ke dalam alat pembuat tablet dengan tekanan di atas 800 ton selama 5 menit dan 5 menit tanpa memakai tekanan dan dilakukan juga terhadap blanko KBR. Tablet yang dihasilkan harus transparan supaya dapat di baca oleh alat infra red. 26

27 Pemisahan Asam Humat dan Fulvat Pemisahan asam humat dan asam fulvat dari senyawa humat (bahan humat) dilakukan dengan cara ekstraksi asam basa. Ekstraksi asam basa didasarkan atas kelarutan asam humat yang larut dalam alkali/basa dan mengendap dalam asam, sedangkan asam fulvat dapat larut dalam alkali maupun asam. Contoh tanah kering 60 º C ditimbang 5 gram lalu dikocok dengan 2 x 250 ml NaOH 0,1 N, kemudian disentrifuse dan hasil sentrifuse ditera 500 ml. untuk memisahkan bahan humat dan nonhumat yang terapung diatasnya dilakukan penyaringan dengan buncher filter, sedangkan untuk memisahkan bahan humat dan nonhumat yang mengendap dilakukan dengan sentrifuse kembali. Bahan humat yang dihasilkan diturunkan phnya dengan HCl 0.1 N sampai ph 2, sehingga cairan terbagi menjadi dua bagian yaitu yang mengendap sebagai asam humat dan yang larut sebagai asam fulvat. Sampai tahap ini, kandungan asam humat dan asam fulvat sudah dapat diperkirakan secara kualitatif. Asam fulvat dapat diperkirakan berdasarkan tingkat kekeruhan/kejernihan cairan, dimana semakin jernih berarti kandungan asam fulvatnya semakin rendah dan sebaliknya, sedangkan asam humat dapat diperkirakan berdasarkan jumlah endapannya. Asam humat (bagian yang mengendap) dapat diketahui secara kuantitatif dengan cara disentrifuse 3500 rpm selama 15 menit dari bahan humat pada ph 2, sehingga diperoleh endapan asam humat dan cairan di atas endapan (asam fulvat) yang kemudian dipisahkan. Asam humat hasil sentrifuse dimasukan secara kuantitatif ke dalam cawan porselin yang sudah diketahui bobot kosongnya, kemudian dikeringkan dalam oven 60 º C sampai bobotnya konstan lalu ditimbang untuk mengetahui jumlah asam humat yang dihasilkan. 27

28 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sifatsifat Fisik Kompos Perubahan warna, suhu, dan pengurangan volume selama proses pengomposan disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Perubahan Warna, Bau, Suhu, dan Pengurangan Volume Selama Proses No Pengomposan Bahan kompos 1. Jerami Kaliandra Sayuran MSP Warna Bau Segar Coklat Coklat Coklat tua kehitaman Coklat tua kehitaman Coklat tua kehitaman Coklat tua kehitaman Hijau hitam Hitam Hitam Hitam Hitam Hitam Segar coklat tua Coklat tua kehijauan Hijau tua kehitaman Hijau tua kehitaman Hijau tua kehitaman Hijau tua kehitaman *** *** ** Suhu ( 0 C) Pengurangan Volume kompos (%) Jumlah Jumlah Jumlah Campuran Segar Coklat Coklat Coklat kehitaman Coklat kehitaman Coklat kehitaman Coklat kehitaman ** ** Keterangan : = Tidak Bau ** = Bau *** = Sangat Bau MSP = Minggu setelah pengomposan Jumlah 38 Selama proses pengomposan warna bahan berubah dari warna aslinya ke arah coklat dan akhirnya menjadi coklat kehitaman setelah proses pengomposan berlangsung selama 4 minggu. Tanaman kaliandra pada minggu ke2 telah 28

29 berubah menjadi hitam sedangkan sampah sayuran warna kehijauan masih nampak sampai kompos matang. Bahan jerami padi dan campuran menghasilkan kompos berwarna coklat kehitaman. Selama proses pengomposan, sampah sayuran mengeluarkan aroma yang sangat bau akibat terjadi proses dekomposisi anaerob pada minggu ke1 an ke2. Sedangkan bahan campuran mengeluarkan bau pada minggu pertama dan kedua pengomposan. Sementara itu, bahan jerami padi dan kaliandra tidak mengeluarkan bau. Pada pengomposan dari bahan sayuran pada minggu ke1 sampai minggu ke2 mengalami proses dekomposisi anaerob, akibat kadar air yang sangat tinggi sekitar 1500%. Pada kondisi seperti itu, aerasi pada bahan kompos menjadi tidak baik, kompos sangat berair dan mengeluarkan bau busuk yang sangat menyengat. Untuk menurunkan kadar air dan menghilangkan bau busuk serta merubah dekomposisi yang terjadi secara anaerob supaya menjadi aerob, maka dilakukan pembalikan setiap 3 hari sekali pada kompos. Selama proses pengomposan, suhu kompos mengalami peningkatan pada minggu pertama dan selanjutnya menurun stabil mendekati suhu ruangan. Data pengukuran suhu kompos selama proses pengomposan disajikan pada Lampiran 1. Pada minggu pertama, suhu kompos jerami padi meningkat sampai 47ºC, kompos kaliandra 61ºC, kompos sayuran 53ºC dan kompos campuran 71ºC. Suhu Kompos (0C) Pembalikan I Pembalikan II Waktu pengomposan (Hari) Kompos Campuran Kompos Kaliandra Kompos Jerami Kompos Sayuran Gambar 3. Grafik Perubahan Suhu Kompos Selama Proses Pengomposan. Berdasarkan Gambar 3 dapat dijelaskan bahwa setelah pembalikan pertama suhu kompos kaliandra naik kembali dari 37 ºC menjadi 54ºC, hal tersebut 29

30 disebabkan karena proses dekomposisi yang belum merata pada semua bagian kompos kaliandra dan seterusnya suhu menurun secara perlahan sampai minggu ke6. Sedangkan suhu kompos sampah sayuran mengalami penurunan suhu lebih cepat pada minggu ke3, penurunan tersebut diakibatkan oleh pengaruh pembalikan yang lebih sering dilakukan sehingga suhu kompos lebih cepat menurun. Jumlah kompos yang dihasilkan dari proses pengomposan diukur berdasarkan volume kompos dibandingkan dengan volume awal pengomposan, volume kompos yang dihasilkan sangat berkaitan dengan karakteristik bahan seperti : jenis tanaman, bagian tanaman, umur tanaman, dan kadar air. 120 Volume Kompos (%) Kompos Kaliandra Kompos Campuran Kompos Jerami Kompos Sayuran Umur Kompos (Minggu) Gambar 4. Grafik Penurunan Volume Kompos Terhadap Volume Awal Berdasarkan Gambar 4 terlihat bahwa Kompos bahan sampah sayuran mengalami penurunan volume drastis pada minggu ke3 sekitar 33 cm, hal ini disebabkan oleh pembalikan yang sering untuk menurunkan kadar air. Seiring dengan menurunnya kadar air, maka volume kompospun ikut menurun secara drastis. Berdasarkan volume kompos yang dihasilkan, bahan tanaman kaliandra menghasilkan kompos paling banyak sebesar 88% dari bahan awal, jerami padi 54%, kompos campuran 62%. Sedangkan bahan kompos sampah sayuran pasar menghasilkan jumlah kompos paling sedikit, yaitu hanya 18%. 30

31 4.2. Kandungan Hara Kompos Dalam proses dekomposisi bahan organik, C digunakan oleh mikroorganisme sebagai sumber energi dan bersama N digunakan sebagai penyusun selnya. Oleh karena itu hasil analisis C, N, S menunjukkan terjadinya penurunan kadar C dan peningkatan kadar N selama proses pengomposan. Kandungan N dalam kompos meningkat selama proses pengomposan, karena terjadi mineralisasi Norganik menjadi Nmineral oleh mikroorganisme. Akan tetapi, pada kompos sampah sayuran terjadi penurunan kandungan N. Penurunan kadar N pada kompos sampah sayuran disebabkan oleh proses dekomposisi anaerob yang terjadi pada minggu ke1 dan ke2. Dekomposisi Norganik secara anaerob menghasilkan gas amoniak (NH 3 ) yang menguap menyebabkan bau menyengat pada saat pengomposan. Kadar C dan N terbesar terdapat pada kompos tanaman kaliandra, diikuti oleh kompos campuran, sampah sayuran pasar, dan jerami padi. Penurunan kadar C dan peningkatan kadar N pada proses pengomposan menyebabkan terjadi penurunan nisbah C/N. Tabel 4. Hasil Analisis C, N, S, C/N Ratio No Bahan Umur C N S kompos kompos % C/N 0 MSP Jerami 2 MSP MSP MSP MSP Kaliandra 2 MSP MSP MSP MSP Sayuran 2 MSP MSP MSP MSP Campuran 2 MSP MSP MSP Keterangan : MSP = Minggu setelah pengomposan Kompos yang matang selain ditandai oleh warna kompos yang coklat kehitaman dan stabilnya suhu, kematangan kompos juga ditandai dengan 31

32 rendahnya nisbah C/N. Kecepatan penurunan nisbah C/N sangat tergantung pada kandungan C dan N bahan yang akan dikomposkan. Jika bahan organik banyak mengandung lignin atau bahanbahan resisten lainnya dengan nisbah C/N tinggi, maka proses dekomposisi akan berlangsung lambat dibandingkan dengan bahan organik yang sedikit mengandung lignin dan memiliki nisbah C/N rendah. Perubahan nisbah C/N pada kompos segar sampai kompos matang dengan nilai akhir paling kecil sampai besar adalah tanaman kaliandra, campuran, jerami padi, dan sampah sayuran. Tabel 5. Hasil Analisis Kimia Berbagai Macam Kompos Minggu ke6. kadar No Jenis abu Ca Mg K Na Fe Mn + Cu Zn NH 4 NO 3 kompos % ppm 1. Jerami Kaliandra Sayuran Campuran Berdasarkan Tabel 5 dapat dijelaskan bahwa peningkatan bobot kadar abu mencerminkan kandungan mineral yang terdapat dalam bahan organiknya. Pada akhir pengomposan jerami padi memiliki kadar abu paling tinggi 42.40%, kompos sampah sayuran pasar 32.13%, kompos campuran 27.24% dan kompos kaliandra sebesar 12.02%. Hasil analisis kimia berbagai macam kompos pada minggu Ke0, 2, 4, dan ke6 dapat dilihat pada Lampiran 2. Kandungan unsur hara tertinggi terdapat pada kompos sampah sayuran, seterusnya kompos campuran dan kompos kaliandra. Sedangkan kompos jerami padi mengandung unsur hara paling rendah walaupun memiliki kadar abu paling tinggi hal ini dapat dijelaskan bahwa pada jerami padi terdapat 49% mineral silika (SiO 2 ) dan sardi (2006) medapatkan mineral silika pada arang sekam padi sebesar 23.96%. Mineralisasi N adalah transformasi biologi dari N yang terikat secara organik menjadi N mineral (NNH 4 dan NNO 3 ) selama proses dekomposisi N NH 4 dan NNO 3 merupakan bentuk tersedia bagi tanaman. Kandungan ion amonium (NH + 4 ) pada kompos sampah sayuran paling tinggi dan pada kompos kaliandra paling rendah. Sebaliknya, kandungan ion nitrat (NO 3 ) paling besar adalah kompos kaliandra dan paling rendah pada kompos sampah sayuran. 32

33 Sedangkan kompos jerami padi kandungan NH 4 + kompos sampah sayuran dan kompos kaliandra. dan NO 3 berada di antara 4.3. Kandungan Asam Organik Hasil ekstraksi senyawa humat pada Gambar 5 dapat dijelaskan bahwa, berdasarkan penampakan warna dan jumlah endapan dapat dengan mudah untuk mengetahui kandungan asam humat dan asam fulvat pada kompos. Secara kualitatif dapat dijelaskan bahwa kandungan asam fulvat paling tinggi terdapat pada kompos kaliandra dan diikuti oleh kompos campuran, jerami dan sayuran. Gambar 5. Kandungan Asam Humat dan Fulvat pada Kompos Sedangkan untuk penentuan kandungan asam humat walaupun sudah dapat dilihat secara kualitatif, alangkah lebih baiknya bila ditentukan secara kuantitatif. Kandungan asam humat secara kuantitatif dapat dilihat pada Gambar 6. Gram Jerami Kaliandra Sayuran Campuran Gambar 6. Kandungan Asam Humat per gram Kompos Kering 60ºC. 33

KARAKTERISTIK KOMPOS DARI BAHAN TANAMAN KALIANDRA, JERAMI PADI DAN SAMPAH SAYURAN. Oleh ADE MULYADI A

KARAKTERISTIK KOMPOS DARI BAHAN TANAMAN KALIANDRA, JERAMI PADI DAN SAMPAH SAYURAN. Oleh ADE MULYADI A KARAKTERISTIK KOMPOS DARI BAHAN TANAMAN KALIANDRA, JERAMI PADI DAN SAMPAH SAYURAN Oleh ADE MULYADI A24101051 PROGRAM STUDI ILMU TANAH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 1 KARAKTERISTIK KOMPOS

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bahan Organik

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bahan Organik II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bahan Organik Bahan organik adalah semua bahan yang berasal dari jaringan tanaman dan hewan baik yang masih hidup maupun yang telah mati, pada berbagai tahap dekomposisi. Menurut

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sifatsifat Fisik Perubahan warna, suhu, dan pengurangan volume selama proses pengomposan disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Perubahan Warna, Bau, Suhu, dan Pengurangan Volume

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Organik Tanah Bahan organik tanah merupakan bagian dari fraksi organik yang telah mengalami degradasi dan dekomposisi, baik sebagian atau keseluruhan menjadi satu dengan

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis IV. HASIL DA PEMBAHASA A. Penelitian Pendahuluan 1. Analisis Karakteristik Bahan Baku Kompos Nilai C/N bahan organik merupakan faktor yang penting dalam pengomposan. Aktivitas mikroorganisme dipertinggi

Lebih terperinci

PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG )

PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG ) PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG ) Antonius Hermawan Permana dan Rizki Satria Hirasmawan Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi awal blotong dan sludge pada penelitian pendahuluan menghasilkan komponen yang dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Karakteristik blotong dan sludge yang digunakan

Lebih terperinci

Metode Penelitian Kerangka penelitian penelitian secara bagan disajikan dalam Gambar 4. Penelitian ini dipilah menjadi tiga tahapan kerja, yaitu:

Metode Penelitian Kerangka penelitian penelitian secara bagan disajikan dalam Gambar 4. Penelitian ini dipilah menjadi tiga tahapan kerja, yaitu: 15 METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di lapang pada bulan Februari hingga Desember 2006 di Desa Senyawan, Kecamatan Tebas, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat (Gambar 3). Analisis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penelitian pembuatan pupuk organik cair ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Limbah Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Secara

Lebih terperinci

PEMBUATAN PUPUK ORGANIK

PEMBUATAN PUPUK ORGANIK PELATIHAN TEKNIS BUDIDAYA KEDELAI BAGI PENYULUH PERTANIAN DAN BABINSA PEMBUATAN PUPUK ORGANIK BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN PUSAT PELATIHAN PERTANIAN 2015 Sesi : PEMBUATAN PUPUK ORGANIK

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metoda

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metoda 18 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Pembuatan kompos dilakukan di saung plastik yang dibuat di University Farm kebun percobaan Cikabayan (IPB) Dramaga.Analisis fisik, kimia dan pembuatan Soil Conditionerdilakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

Tabel klasifikasi United State Department of Agriculture (USDA) fraksi tanah (Notohadiprawiro, 1990).

Tabel klasifikasi United State Department of Agriculture (USDA) fraksi tanah (Notohadiprawiro, 1990). LAMPIRAN 74 Lampiran 1. Klasifikasi fraksi tanah menurut standar Internasional dan USDA. Tabel kalsifikasi internasional fraksi tanah (Notohadiprawiro, 1990). Fraksi Tanah Diameter (mm) Pasir 2.00-0.02

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA II.

TINJAUAN PUSTAKA II. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Lumpur Water Treatment Plant Limbah pada dasarnya adalah suatu bahan yang terbuang dari aktifitas manusia maupun proses alam yang tidak atau belum mempunyai nilai ekonomis.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Unsur Hara Makro pada Serasah Daun Bambu. Unsur Hara Makro C N-total P 2 O 5 K 2 O Organik

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Unsur Hara Makro pada Serasah Daun Bambu. Unsur Hara Makro C N-total P 2 O 5 K 2 O Organik digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Unsur Hara Makro Serasah Daun Bambu Analisis unsur hara makro pada kedua sampel menunjukkan bahwa rasio C/N pada serasah daun bambu cukup tinggi yaitu mencapai

Lebih terperinci

PUPUK KANDANG MK : PUPUK DAN TEKNOLOGI PEMUPUKAN SMT : GANJIL 2011/2011

PUPUK KANDANG MK : PUPUK DAN TEKNOLOGI PEMUPUKAN SMT : GANJIL 2011/2011 PUPUK KANDANG MK : PUPUK DAN TEKNOLOGI PEMUPUKAN SMT : GANJIL 2011/2011 TUJUAN PEMBELAJARAN Memahami definisi pupuk kandang, manfaat, sumber bahan baku, proses pembuatan, dan cara aplikasinya Mempelajari

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik

PENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan sapi perah selain menghasilkan air susu juga menghasilkan limbah. Limbah tersebut sebagian besar terdiri atas limbah ternak berupa limbah padat (feses) dan limbah

Lebih terperinci

Lampiran 1 Prosedur Analisis ph H2O dengan ph Meter Lampiran 2. Prosedur Penetapan NH + 4 dengan Metode Destilasi-Titrasi (ppm)=

Lampiran 1 Prosedur Analisis ph H2O dengan ph Meter Lampiran 2. Prosedur Penetapan NH + 4 dengan Metode Destilasi-Titrasi (ppm)= LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis ph H 2 O dengan ph Meter 1. Timbang 10 gram tanah, masukkan ke dalam botol kocok. 2. Tambahkan air destilata 10 ml. 3. Kocok selama 30 menit dengan mesin pengocok.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 12 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Bahan Organik Padat Karakteristik dari ketiga jenis bahan organik padat yaitu kadar air, C- organik, N-total, C/N ratio, ph dan KTK disajikan pada Tabel 4. Tabel

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Ultisol

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Ultisol 18 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Ultisol Ultisol merupakan tanah-tanah yang mempunyai horizon argilik atau kandik dengan nilai kejenuhan basa rendah. Kejenuhan basa (jumlah kation basa) pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pupuk tersebut, maka pencarian pupuk alternatif lain seperti penggunaan pupuk

I. PENDAHULUAN. pupuk tersebut, maka pencarian pupuk alternatif lain seperti penggunaan pupuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Dalam beberapa tahun terakhir ini, sistem berkelanjutan yang berwawasan lingkungan sedang digalakkan dalam sistem pertanian di Indonesia. Dengan semakin mahalnya

Lebih terperinci

BAB 3 KIMIA TANAH. Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah

BAB 3 KIMIA TANAH. Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah Kimia Tanah 23 BAB 3 KIMIA TANAH Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah A. Sifat Fisik Tanah Tanah adalah suatu benda alami heterogen yang terdiri atas komponenkomponen

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Kimia Hasil analisis sifat kimia tanah sebelum diberi perlakuan dapat dilihat pada lampiran 2. Penilaian terhadap sifat kimia tanah yang mengacu pada kriteria Penilaian

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah 30 LAMPIRAN 31 Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah No. Sifat Tanah Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi 1. C (%) < 1.00 1.00-2.00 2.01-3.00 3.01-5.00 > 5.0 2. N (%)

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN:

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN: Prosiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN: 978-602-18962-5-9 PENGARUH JENIS DAN DOSIS BAHAN ORGANIK PADA ENTISOL TERHADAP ph TANAH DAN P-TERSEDIA TANAH Karnilawati 1), Yusnizar 2) dan Zuraida 3) 1) Program

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Teknologi revolusi hijau di Indonesia digulirkan sejak tahun 1960 dan

I. PENDAHULUAN. Teknologi revolusi hijau di Indonesia digulirkan sejak tahun 1960 dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Teknologi revolusi hijau di Indonesia digulirkan sejak tahun 1960 dan menunjukkan dampak positif terhadap kenaikan produksi padi nasional. Produksi padi nasional yang

Lebih terperinci

Kompos Cacing Tanah (CASTING)

Kompos Cacing Tanah (CASTING) Kompos Cacing Tanah (CASTING) Oleh : Warsana, SP.M.Si Ada kecenderungan, selama ini petani hanya bergantung pada pupuk anorganik atau pupuk kimia untuk mendukung usahataninya. Ketergantungan ini disebabkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Bahan Organik Tanah

TINJAUAN PUSTAKA Bahan Organik Tanah 5 TINJAUAN PUSTAKA Bahan Organik Tanah Bahan organik adalah bagian dari tanah yang merupakan suatu sistem kompleks dan dinamis, yang bersumber dari sisa tanaman dan atau binatang yang terdapat di dalam

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dilakukan mulai. Bahan dan Alat Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dilakukan mulai. Bahan dan Alat Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Biologi Tanah Fakultas Pertanian, Medan. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Maret sampai Mei 2008. Bahan dan Alat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Bahan Organik

II. TINJAUAN PUSTAKA Bahan Organik 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bahan Organik Bahan organik tersusun atas bahan-bahan yang sangat beraneka berupa zat yang ada dalam jaringan tumbuhan dan hewan, sisa organik yang sedang menjalani perombakan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai ekonomis, serta harus terus dikembangkan karena kedudukannya sebagai sumber utama karbohidrat

Lebih terperinci

Pengaruh Variasi Bobot Bulking Agent Terhadap Waktu Pengomposan Sampah Organik Rumah Makan

Pengaruh Variasi Bobot Bulking Agent Terhadap Waktu Pengomposan Sampah Organik Rumah Makan Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan Volume 2, Nomor 1, Januari 2010, Halaman 43 54 ISSN: 2085 1227 Pengaruh Variasi Bobot Bulking Agent Terhadap Waktu Pengomposan Sampah Organik Rumah Makan Teknik Lingkungan,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan Bahan organik adalah bagian dari tanah yang merupakan suatu sistem kompleks dan dinamis, yang bersumber dari bahan-bahan yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Bedding kuda didapat dan dibawa langsung dari peternakan kuda Nusantara Polo Club Cibinong lalu dilakukan pembuatan kompos di Labolatorium Pengelolaan Limbah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tunggang dengan akar samping yang menjalar ketanah sama seperti tanaman dikotil lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. tunggang dengan akar samping yang menjalar ketanah sama seperti tanaman dikotil lainnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tomat (Lycopersicum esculentum Mill) merupakan tanaman perdu dan berakar tunggang dengan akar samping yang menjalar ketanah sama seperti tanaman dikotil lainnya. Tomat

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sampah Organik Sampah merupakan sesuatu yang dianggap tidak berharga oleh masyarakat. Menurut Hadiwiyoto (1983), sampah adalah sisa-sisa bahan yang mengalami perlakuan-perlakuan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik TINJAUAN PUSTAKA Ultisol Ultisol adalah tanah mineral yang berada pada daerah temprate sampai tropika, mempunyai horison argilik atau kandik dengan lapisan liat tebal. Dalam legend of soil yang disusun

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Penelitian. pengomposan daun jati dan tahap aplikasi hasil pengomposan pada tanaman sawi

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Penelitian. pengomposan daun jati dan tahap aplikasi hasil pengomposan pada tanaman sawi 31 IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Penelitian Penelitian yang telah dilakukan terbagi menjadi dua tahap yaitu tahap pengomposan daun jati dan tahap aplikasi hasil pengomposan pada tanaman

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Hal tersebut menjadi masalah yang perlu diupayakan melalui. terurai menjadi bahan anorganik yang siap diserap oleh tanaman.

I PENDAHULUAN. Hal tersebut menjadi masalah yang perlu diupayakan melalui. terurai menjadi bahan anorganik yang siap diserap oleh tanaman. 1 I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Salah satu limbah peternakan ayam broiler yaitu litter bekas pakai pada masa pemeliharaan yang berupa bahan alas kandang yang sudah tercampur feses dan urine (litter broiler).

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk meningkatkan aktivitas proses komposting. Bioaktivator

II. TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk meningkatkan aktivitas proses komposting. Bioaktivator 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bioaktivator Menurut Wahyono (2010), bioaktivator adalah bahan aktif biologi yang digunakan untuk meningkatkan aktivitas proses komposting. Bioaktivator bukanlah pupuk, melainkan

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2013 - Februari 2014.

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2013 - Februari 2014. III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2013 - Februari 2014. Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan UIN SUSKA Riau.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan lingkungan hidup tidak bisa dipisahkan dari sebuah pembangunan. Angka pertumbuhan penduduk dan pembangunan kota yang makin meningkat drastis akan berdampak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Green House Jurusan Biologi Fakultas

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Green House Jurusan Biologi Fakultas BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Green House Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Negeri Gorontalo selama 3.minggu dan tahap analisis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Sifat fisik. mikroorganisme karena suhu merupakan salah satu indikator dalam mengurai

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Sifat fisik. mikroorganisme karena suhu merupakan salah satu indikator dalam mengurai VI. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Sifat fisik 1. Suhu kompos Pengamatan suhu dilakukan untuk mengetahui perubahan aktivitas mikroorganisme karena suhu merupakan salah satu indikator dalam mengurai bahan organik.

Lebih terperinci

PENILAIAN KUALITAS KOMPOS DARI BAHAN BRANGKASAN JAGUNG DAN LIMBAH BAGLOG JAMUR SERTA PERANAN AKTIVATOR PEMERCEPAT PENGOMPOSAN FATIMAH URSULAH SALIM

PENILAIAN KUALITAS KOMPOS DARI BAHAN BRANGKASAN JAGUNG DAN LIMBAH BAGLOG JAMUR SERTA PERANAN AKTIVATOR PEMERCEPAT PENGOMPOSAN FATIMAH URSULAH SALIM PENILAIAN KUALITAS KOMPOS DARI BAHAN BRANGKASAN JAGUNG DAN LIMBAH BAGLOG JAMUR SERTA PERANAN AKTIVATOR PEMERCEPAT PENGOMPOSAN FATIMAH URSULAH SALIM DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemberian bahan organik dapat meningkatkan pertumbuhan dan aktifitas. banyak populasi jasad mikro (fungi) dalam tanah (Lubis, 2008).

I. PENDAHULUAN. Pemberian bahan organik dapat meningkatkan pertumbuhan dan aktifitas. banyak populasi jasad mikro (fungi) dalam tanah (Lubis, 2008). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberian bahan organik dapat meningkatkan pertumbuhan dan aktifitas mikroorganisme. Bahan organik merupakan sumber energi dan bahan makanan bagi mikroorganisme yang hidup

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jagung juga digunakan sebagai bahan baku industri, pakan ternak dan industri

I. PENDAHULUAN. jagung juga digunakan sebagai bahan baku industri, pakan ternak dan industri 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Di Indonesia jagung merupakan bahan pangan kedua setelah padi. Selain itu, jagung juga digunakan sebagai bahan baku industri, pakan ternak dan industri lainnya.

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Prosedur Penelitian

MATERI DAN METODE. Prosedur Penelitian MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2010 yang bertempat di Laboratorium Pengolahan Limbah Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Saat Ini Faktor Fisik Lingkungan Tanah, Air, dan Vegetasi di Kabupaten Kutai Kartanegara Kondisi umum saat ini pada kawasan pasca tambang batubara adalah terjadi

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran yang mempunyai arti penting bagi masyarakat. Meskipun disadari bawang merah bukan merupakan kebutuhan pokok, akan

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN

TATA CARA PENELITIAN III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di rumah kompos (Greenhouse) Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Tamantirto, Kecamatan Kasihan,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tanah Awal Seperti umumnya tanah-tanah bertekstur pasir, lahan bekas tambang pasir besi memiliki tingkat kesuburan yang rendah. Hasil analisis kimia pada tahap

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Tanah Awal Data hasil analisis tanah awal disajikan pada Tabel Lampiran 2. Berdasarkan Kriteria Penilaian Sifat Kimia dan Fisika Tanah PPT (1983) yang disajikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pupuk Organik Cair Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan sebagian unsur esensial bagi pertumbuhan tanaman. Peran pupuk sangat dibutuhkan oleh tanaman

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1 Kandungan dan Dosis Pupuk

LAMPIRAN. Lampiran 1 Kandungan dan Dosis Pupuk 31 LAMIRAN Lampiran 1 Kandungan dan Dosis upuk Jenis upuk Kandungan Dosis upuk daun Mn, Fe, Cu, Mo, Zn, B 3 g/10 liter/20 pohon NK N (15%), (15%), K (15%) 200 g/pohon upuk organik 500 g/pohon Lampiran

Lebih terperinci

PEMBUATAN KOMPOS DARI AMPAS TAHU DENGAN ACTIVATOR STARDEC

PEMBUATAN KOMPOS DARI AMPAS TAHU DENGAN ACTIVATOR STARDEC 1 PEMBUATAN KOMPOS DARI AMPAS TAHU DENGAN ACTIVATOR STARDEC Farida Ali, Muhammad Edwar, Aga Karisma Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya Indonesia ABSTRAK Ampas tahu selama ini tidak

Lebih terperinci

PENGOMPOSAN JERAMI. Edisi Mei 2013 No.3508 Tahun XLIII. Badan Litbang Pertanian

PENGOMPOSAN JERAMI. Edisi Mei 2013 No.3508 Tahun XLIII. Badan Litbang Pertanian PENGOMPOSAN JERAMI Dahulu, pada waktu panen padi menggunakan ani-ani, maka yang dimaksud dengan jerami adalah limbah pertanian mulai dari bagian bawah tanaman padi sampai dengan tangkai malai. Namun saat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu ( Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu ( Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Tebu Tebu ( Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil gula dan lebih dari setengah produksi gula berasal dari tanaman tebu (Sartono, 1995).

Lebih terperinci

Ilmu Tanah dan Tanaman

Ilmu Tanah dan Tanaman Ilmu Tanah dan Tanaman Pupuk dan Kesuburan Pendahuluan Pupuk adalah semua bahan yang ditambahkan kepada tanah dengan tujuan memperbaiki sifat fisis, sifat kimia, dan sifat biologi tanah. Sifat fisis tanah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 25 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Organik Asal Hasil analisis ph, KTK, kadar air, padatan terlarut (TSS), C-organik, N- total dan C/N pada bahan serasah pinus (SP), gambut kering (GK),

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pengamatan Perubahan Fisik. mengetahui bagaimana proses dekomposisi berjalan. Temperatur juga sangat

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pengamatan Perubahan Fisik. mengetahui bagaimana proses dekomposisi berjalan. Temperatur juga sangat IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengamatan Perubahan Fisik 1. Suhu Kompos Temperatur merupakan penentu dalam aktivitas dekomposisi. Pengamatan dapat digunakan sebagai tolak ukur kinerja dekomposisi, disamping

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat. Penelitian ini dilaksanakan di rumah kompos (Green House ) Fakultas

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat. Penelitian ini dilaksanakan di rumah kompos (Green House ) Fakultas III. TATA CARA PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di rumah kompos (Green House ) Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiiyah Yogyakarta, Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

Lebih terperinci

SKRIPSI. Disusun Oleh: Angga Wisnu H Endy Wisaksono P Dosen Pembimbing :

SKRIPSI. Disusun Oleh: Angga Wisnu H Endy Wisaksono P Dosen Pembimbing : SKRIPSI Pengaruh Mikroorganisme Azotobacter chrococcum dan Bacillus megaterium Terhadap Pembuatan Kompos Limbah Padat Digester Biogas dari Enceng Gondok (Eichornia Crassipes) Disusun Oleh: Angga Wisnu

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. tersebut serta tidak memiliki atau sedikit sekali nilai ekonominya (Sudiarto,

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. tersebut serta tidak memiliki atau sedikit sekali nilai ekonominya (Sudiarto, 8 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Limbah Ternak 2.1.1. Deksripsi Limbah Ternak Limbah didefinisikan sebagai bahan buangan yang dihasilkan dari suatu proses atau kegiatan manusia dan tidak digunakan lagi pada

Lebih terperinci

CARA MEMBUAT KOMPOS OLEH: SUPRAYITNO THL-TBPP BP3K KECAMATAN WONOTIRTO

CARA MEMBUAT KOMPOS OLEH: SUPRAYITNO THL-TBPP BP3K KECAMATAN WONOTIRTO CARA MEMBUAT KOMPOS OLEH: SUPRAYITNO THL-TBPP BP3K KECAMATAN WONOTIRTO Kompos merupakan pupuk yang dibuat dari sisa-sisa mahluk hidup baik hewan maupun tumbuhan yang dibusukkan oleh organisme pengurai.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sifat dan Ciri Tanah Ultisol Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas, mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan

Lebih terperinci

Kata kunci: jerami padi, kotoran ayam, pengomposan, kualitas kompos.

Kata kunci: jerami padi, kotoran ayam, pengomposan, kualitas kompos. I Ketut Merta Atmaja. 1211305001. 2017. Pengaruh Perbandingan Komposisi Jerami dan Kotoran Ayam terhadap Kualitas Pupuk Kompos. Dibawah bimbingan Ir. I Wayan Tika, MP sebagai Pembimbing I dan Prof. Ir.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kompos Kulit Buah Jarak Pagar

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kompos Kulit Buah Jarak Pagar II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kompos Kulit Buah Jarak Pagar Kompos merupakan bahan organik yang telah menjadi lapuk, seperti daundaunan, jerami, alang-alang, rerumputan, serta kotoran hewan. Di lingkungan alam,

Lebih terperinci

PERANGKAT UJI PUPUK ORGANIK (PUPO) (ORGANICFERTILIZER TEST KIT )

PERANGKAT UJI PUPUK ORGANIK (PUPO) (ORGANICFERTILIZER TEST KIT ) PERANGKAT UJI PUPUK ORGANIK (PUPO) (ORGANICFERTILIZER TEST KIT ) Pendahuluan Pupuk Organik adalah pupuk yang berasal dari tumbuhan mati, kotoran hewan dan/atau bagian hewan dan/atau limbah organik lainnya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Kopi Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi merupakan tanaman dengan perakaran tunggang yang mulai berproduksi sekitar berumur 2 tahun

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2010 hingga Oktober 2011.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2010 hingga Oktober 2011. III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2010 hingga Oktober 2011. Ekstraksi, analisis sifat kimia ekstrak campuran bahan organik dan analisis

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian 12 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan melalui percobaan rumah kaca. Tanah gambut berasal dari Desa Arang-Arang, Kecamatan Kumpeh, Jambi, diambil pada bulan

Lebih terperinci

Pupuk Organik dari Limbah Organik Sampah Rumah Tangga

Pupuk Organik dari Limbah Organik Sampah Rumah Tangga Pupuk Organik dari Limbah Organik Sampah Rumah Tangga Pupuk organik adalah nama kolektif untuk semua jenis bahan organik asal tanaman dan hewan yang dapat dirombak menjadi hara tersedia bagi tanaman. Dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan tanah yang bertekstur relatif berat, berwarna merah

TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan tanah yang bertekstur relatif berat, berwarna merah TINJAUAN PUSTAKA Ultisol Ultisol merupakan tanah yang bertekstur relatif berat, berwarna merah atau kuning dengan struktur gumpal mempunyai agregat yang kurang stabil dan permeabilitas rendah. Tanah ini

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang baik yaitu : sebagai tempat unsur hara, harus dapat memegang air yang

TINJAUAN PUSTAKA. yang baik yaitu : sebagai tempat unsur hara, harus dapat memegang air yang TINJAUAN PUSTAKA Kompos Kulit Buah Kakao Ada empat fungsi media tanah untuk mendukung pertumbuhan tanaman yang baik yaitu : sebagai tempat unsur hara, harus dapat memegang air yang tersedia bagi tanaman,

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1. PROSEDUR ANALISIS CONTOH TANAH. Pertanian Bogor (1997) yang meliputi analisis ph, C-organik dan P-tersedia.

LAMPIRAN 1. PROSEDUR ANALISIS CONTOH TANAH. Pertanian Bogor (1997) yang meliputi analisis ph, C-organik dan P-tersedia. LAMPIRAN 1. PROSEDUR ANALISIS CONTOH TANAH Berikut diuraikan prosedur analisis contoh tanah menurut Institut Pertanian Bogor (1997) yang meliputi analisis ph, C-organik dan P-tersedia. Pengujian Kandungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat menyebabkan kebutuhan pangan juga akan meningkat, namun tidak diiringi dengan peningkatan produktivitas tanah. Hal tersebut

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa media tanam yang digunakan berpengaruh terhadap berat spesifik daun (Lampiran 2) dan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan mulai akhir bulan Desember 2011-Mei 2012. Penanaman hijauan bertempat di kebun MT. Farm, Desa Tegal Waru. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Pupuk organik adalah pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri dari bahan organik yang berasal

Lebih terperinci

PENGIKATAN C-ORGANIK SETELAH PENAMBAHAN BEBERAPA JENIS KOMPOS PADA DUA JENIS TANAH DENGAN TUTUPAN LAHAN YANG BERBEDA M.

PENGIKATAN C-ORGANIK SETELAH PENAMBAHAN BEBERAPA JENIS KOMPOS PADA DUA JENIS TANAH DENGAN TUTUPAN LAHAN YANG BERBEDA M. PENGIKATAN C-ORGANIK SETELAH PENAMBAHAN BEBERAPA JENIS KOMPOS PADA DUA JENIS TANAH DENGAN TUTUPAN LAHAN YANG BERBEDA M. ASRAR IQBAL DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

A = berat cawan dan sampel awal (g) B = berat cawan dan sampel yang telah dikeringkan (g) C = berat sampel (g)

A = berat cawan dan sampel awal (g) B = berat cawan dan sampel yang telah dikeringkan (g) C = berat sampel (g) LAMPIRAN 42 Lampiran 1. Prosedur Analisis mutu kompos A. Kadar Air Bahan (AOAC, 1984) Cawan porselen kosong dan tutupnya dimasukkan ke dalam oven selama 15 menit pada suhu 100 o C.Cawan porselen kemudian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kualitas Air Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada masingmasing perlakuan selama penelitian adalah seperti terlihat pada Tabel 1 Tabel 1 Kualitas Air

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada saat sekarang ini lahan pertanian semakin berkurang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada saat sekarang ini lahan pertanian semakin berkurang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat sekarang ini lahan pertanian semakin berkurang kesuburannya, hal tersebut dikarenakan penggunaan lahan dan pemakaian pupuk kimia yang terus menerus tanpa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani Tanaman Pakchoi dan Syarat Tumbuh. Pakchoy adalah jenis tanaman sayuran yang mirip dengan tanaman sawi.

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani Tanaman Pakchoi dan Syarat Tumbuh. Pakchoy adalah jenis tanaman sayuran yang mirip dengan tanaman sawi. 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Pakchoi dan Syarat Tumbuh Pakchoy adalah jenis tanaman sayuran yang mirip dengan tanaman sawi. Pakchoy dan sawi dapat ditanam di dataran rendah maupun di dataran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Syarat Tumbuh Tanaman Selada (Lactuca sativa L.)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Syarat Tumbuh Tanaman Selada (Lactuca sativa L.) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Syarat Tumbuh Tanaman Selada (Lactuca sativa L.) Tanaman selada (Lactuca sativa L.) merupakan tanaman semusim yang termasuk ke dalam famili Compositae. Kedudukan tanaman selada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sekitar 500 mm per tahun (Dowswell et al., 1996 dalam Iriany et al., 2007).

I. PENDAHULUAN. sekitar 500 mm per tahun (Dowswell et al., 1996 dalam Iriany et al., 2007). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jagung merupakan tanaman serealia yang paling produktif di dunia, cocok ditanam di wilayah bersuhu tinggi. Penyebaran tanaman jagung sangat luas karena mampu beradaptasi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Pemberian dan Terhadap Sifat sifat Kimia Tanah Penelitian ini mengevaluasi pengaruh pemberian amelioran bahan humat dan abu terbang terhadap kandungan hara tanah

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 14 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dimulai pada bulan April 2010 sampai bulan Maret 2011 yang dilakukan di University Farm Cikabayan, Institut Pertanian Bogor untuk kegiatan pengomposan,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan berkelanjutan hakekatnya merupakan usaha yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia dari generasi ke generasi. Sudah sejak lama, komitmen pertambangan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dan Analisis kandungan nutrient bahan pakan dilaksanakan di

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dan Analisis kandungan nutrient bahan pakan dilaksanakan di BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dan Analisis kandungan nutrient bahan pakan dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi Hewan Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Bahan Humat dengan Carrier Zeolit terhadap Sifat Kimia Tanah Sifat kimia tanah biasanya dijadikan sebagai penciri kesuburan tanah. Tanah yang subur mampu menyediakan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN KERANGKA PEMIKIRAN

3. METODE PENELITIAN KERANGKA PEMIKIRAN 3. METODE PENELITIAN 3. 1. KERANGKA PEMIKIRAN Ide dasar penelitian ini adalah untuk mengembangkan suatu teknik pengolahan limbah pertanian, yaitu suatu sistem pengolahan limbah pertanian yang sederhana,

Lebih terperinci

, NO 3-, SO 4, CO 2 dan H +, yang digunakan oleh

, NO 3-, SO 4, CO 2 dan H +, yang digunakan oleh TINJAUAN PUSTAKA Penggenangan Tanah Penggenangan lahan kering dalam rangka pengembangan tanah sawah akan menyebabkan serangkaian perubahan kimia dan elektrokimia yang mempengaruhi kapasitas tanah dalam

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. sampel dilakukan di satu blok (25 ha) dari lahan pe rkebunan kelapa sawit usia

METODOLOGI PENELITIAN. sampel dilakukan di satu blok (25 ha) dari lahan pe rkebunan kelapa sawit usia III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2014 s/d juni 2014. Lokasi penelitian dilaksanakan di perkebunan PT. Asam Jawa Kecamatan Torgamba, Kabupaten

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sedangkan pads Bokashi Arang Sekam setelah disimpan selama 4 minggu C/N rationya sebesar 20.

PENDAHULUAN. Sedangkan pads Bokashi Arang Sekam setelah disimpan selama 4 minggu C/N rationya sebesar 20. PENDAHULUAN Selama ini para petani telah banyak memanfaatkan bahan organik sebagai pupuk di lahan pertanian, karena bahan tersebut merupakan bahan yang cepat melapuk. Salah satu contoh bahan organik yang

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan salah satu primadona tanaman perkebunan yang memiliki prospek pengembangan cukup cerah, Indonesia memiliki luas areal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pupuk Pupuk didefinisikan sebagai material yang ditambahkan ke tanah dengan tujuan untuk melengkapi ketersediaan unsur hara. Bahan pupuk yang paling awal digunakan adalah kotoran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertambangan Pasir Besi Pasir besi merupakan bahan hasil pelapukan yang umum dijumpai pada sedimen disekitar pantai dan tergantung proses sedimentasi dan lingkungan pengendapan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terung-terungan (Solanaceae). Keluarga ini memiliki sekitar 90 genus dan sekitar

Lebih terperinci