ANALISIS KANDUNGAN UNSUR N DAN P TEBU TRANSGENIK PS-IPB 1 YANG MENGEKSPRESIKAN GEN FITASE. Oleh : MIZA A

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS KANDUNGAN UNSUR N DAN P TEBU TRANSGENIK PS-IPB 1 YANG MENGEKSPRESIKAN GEN FITASE. Oleh : MIZA A"

Transkripsi

1 ANALISIS KANDUNGAN UNSUR N DAN P TEBU TRANSGENIK PS-IPB 1 YANG MENGEKSPRESIKAN GEN FITASE Oleh : MIZA A PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

2 ABSTRACT MIZA. Analysis Nitrogen and Phosphorus Content in Sugar Cane Transgenic PS- IPB 1 Expressi Phytase Gen. Supervised by DWI ANDREAS SANTOSA and KUKUH MURTILAKSONO. Formerly Indonesia is one of the biggest sugar exporter country in the world, nowdays Indonesia became one of the biggest sugar importer countries. There are several causes of low sugar production in Indonesia, one of them is low productivity due to inefficiency of fertilizer use, for example P fertilizer. It s though that the isertion of phytase gene to the sugarcane genome will increase the efficiency of P fertilizer use and P metabolism in plant. The purpose of the study were 1) to test fitase gen expression in sugar cane transgenic PS-IPB 1 clones and select the five best clones 2) to select clones that have probable high rendemen. The sugarcane plant were planted in two different treatment of fertilizing, which are 25% Phosphor from recommendation in test site 1 and 50% Phosphor from recommendation in test site 2. Analysis are done in vegetatif stage, which in age 3 and 6 months. For Nitrogen and Phosphor analysis, 20 clones of the best sugar cane transgenic growing quality were used based on many varieties that undergoing selection with scoring frequency spread data. Analysis were done using sample of the lowest leaf from sugar cane transgenic clones. Based on the analysis, not all clones of sugar cane transgenic PS IPB 1 had Nitrogen and Phosphor content more higher than isogenic PS 851. Nitrogen and Phosphor content of sugar cane transgenic and the isogenic at the age of 3 months relatively more higher than at the age of 6 months, so does from the test site 2 (50% Phosphor treatment) is higher than sugar cane transgenic from test site 1 (25% Phosphor treatment). Based on selection with scoring frequency spread data, there are 5 sugar cane transgenic clones that have the highest rendemen (sucrose content of sugar cane) such as PS IPB 1-59, PS IPB 1-20, PS IPB 1-55, PS IPB 1-5, and PS IPB While there are some sugar cane transgenic clones that exceed in any criteria such as PS IPB 1-55, PS IPB 1-5, PS IPB 1-20, PS IPB 1-59, PS IPB Key word : sugar cane, transgenic, phytase, nitrogen, phosphorus

3 RINGKASAN MIZA. Analisis Kandungan Unsur N dan P Tebu Transgenik PS-IPB 1 Yang Mengekspresikan Gen Fitase. Di bawah bimbingan DWI ANDREAS SANTOSA dan KUKUH MURTILAKSONO. Indonesia yang dulu pernah menjadi salah satu eksportir gula terbesar di dunia, kini menjadi salah satu importir gula terbesar di dunia. Hal ini dikarenakan peningkatan konsumsi gula seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, konversi dan peralihan lahan penanaman tebu, serta penurunan produktivitas yang salah satunya diakibatkan oleh ketidakefisienan pemupukan, terutama P. Ketidakefisienan pemupukan P dikarenakan ketersediaannya yang rendah di dalam tanah dan ketika P diserap tanaman, P akan dirubah menjadi P organik (senyawa fitat) yang sulit digunakan oleh tanaman. Untuk meningkatkan produktivitas gula dan mencapai swasembada gula yang diharapkan serta meningkatkan efisiensi pemupukan P, maka dilakukan penyisipan gen fitase yang dapat meningkatkan ketersediaan P dengan mengubah P organik menjadi P tersedia. Penyisipan ini juga diharapkan dapat meningkatkan ketersediaan N bagi tanaman. Analisis kandungan N dan P tebu transgenik PS IPB 1 ini, merupakan analisis lanjutan untuk menguji ekspresi gen fitase pada klon-klon tebu transgenik PS IPB 1 dan menyeleksi klon tebu transgenik PS IPB 1 terbaik. Sebanyak 62 klon tebu transgenik dan isogeniknya ditanam di kebun percobaan PG Jatiroto Jawa Timur. Penanaman dilakukan dengan perlakuan dua aras pemupukan P yang lebih rendah dari rekomendasi pemupukan P untuk tanaman tebu, yaitu 25% P dari rekomendasi pada Lahan 1 dan 50% P dari rekomendasi pada Lahan 2. Analisis dilakukan pada masa pertumbuhan vegetatif, yaitu pada umur 3 dan 6 bulan. Untuk analisis N (Metode Kjeldhal) dan P (Metode Pengabuan Basah dan P-Bray) digunakan 20 klon tebu transgenik terbaik berdasarkan keragaannya yang diseleksi dengan skoring sebaran frekuansi data. Sampel yang digunakan adalah daun paling bawah. Berdasarkan hasil analisis, ternyata tidak seluruh klon tebu transgenik PS IPB 1 memiliki kandungan N dan P lebih tinggi dari isogenik PS 851. Perbedaan kandungan N dan P pada jaringan tanaman tebu transgenik dan isogeniknya dipengaruhi oleh kemampuan masing-masing klon dalam menyerap hara dan faktor-faktor yang mempengaruhi serapan hara tersebut. Kandungan N dan P tebu transgenik dan isogeniknya pada umur tiga bulan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan umur 6 bulan. Kandungan N dan P klon-klon tebu transgenik pada lahan 2 (perlakuan 50% P) relatif lebih tinggi dibandingkan klon-klon tebu transgenik pada lahan 1 (perlakuan 25% P). Berdasarkan seleksi dengan skoring sebaran frekuensi data yang dilakukan, 5 klon tebu transgenik yang memiliki peluang rendemen tertinggi adalah klon PS IPB 1-59, PS IPB 1-20, PS IPB 1-55, PS IPB 1-5, PS IPB 1-53 dan klon tebu transgenik yang unggul berdasarkan seluruh kriteria yang ada adalah PS IPB 1-55, PS IPB 1-5, PS IPB 1-20, PS IPB 1-59, PS IPB Penelitian lanjutan perlu dilakukan hingga masa kemasakan tebu untuk mengetahui pengaruh aktifitas fitase pada pertumbuhan tebu dan kandungan unsur P dan N, serta untuk mengetahui rendemen nyata yang dihasilkan.

4 ANALISIS KANDUNGAN UNSUR N DAN P TEBU TRANSGENIK PS-IPB 1 YANG MENGEKSPRESIKAN GEN FITASE Oleh : MIZA A Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

5 LEMBAR PENGESAHAN Judul Nama NRP : Analisis Kandungan Unsur N dan P Tebu Transgenik PS-IPB 1 yang Mengekspresikan Gen Fitase : Miza : A Menyetujui, Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II Dr. Ir. Dwi Andreas Santosa, MS Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, MS NIP NIP Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP Tanggal Lulus :

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di kota Bogor pada tanggal 30 Oktober Penulis merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara pasangan Bapak Kurniadi Halim dan Ibu Yani Nuryani. Pendidikan formal yang ditempuh penulis berawal dari Taman Kanak- Kanak Nugraha II Bogor pada tahun 1992 sampai tahun 1993, kemudian dilanjutkan ke SD Negeri Polisi I Bogor pada tahun 1993 sampai tahun Selepas SD, penulis meneruskan ke SLTP Negeri 1 Bogor pada tahun 1999 sampai tahun 2002 dan SMA Negeri 1 Bogor pada tahun 2002 sampai tahun Pada tahun 2005, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB, yang kemudian pada semester tiga masuk di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. Selama menjadi mahasiswa IPB, penulis berkesempatan menjadi asisten praktikum Bioteknologi Tanah pada tahun Kegiatan Mahasiswa yang pernah diikuti penulis antara lain sebagai staf divisi Infokom Himpunan Mahasiswa Ilmu Tanah pada tahun 2007 dan tahun 2008.

7 KATA PENGANTAR Seagala puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini dengan baik. Skripsi yang berjudul Analisis Kandungan Unsur P dan N Tebu Transgenik PS-IPB 1 yang Mengekspresikan Gen Fitase ini merupakan hasil penelitian sebagai salah satu syarat kelulusan menjadi Sarjana Pertanian di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanaian Bogor. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. PTPN XI yang telah mendanai penelitian ini melalui kerjasama penelitian antara PTPN XI dengan Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Faperta IPB. 2. Ibu Reza, Ibu Nurmala, dan Pak David staf PG Jatiroto, PTPN XI Jatim yang telah membantu dalam pengumpulan data-data, sehingga skripsi penulis dapat terselesaikan. 3. Dr. Ir. Dwi Andreas Santosa, MS sebagai dosen pembimbing I yang senantiasa memberikan arahan, bimbingan, dan memotivasi selama melakukan penelitian dan penulisan skripsi ini. 4. Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, MS sebagai dosen pembimbing II yang telah memberikan saran, arahan, bimbingan, dan masukan terhadap kegiatan penelitian dan penulisan skripsi ini. 5. Dr. Ir. Lilik Tri Indriyati, Msc sebagai dosen penguji yang telah memberikan masukan dan arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsinya dengan baik. 6. Mama, Papa, dan Kakak-kakakku yang telah memberikan doa, bantuan, dukungan, serta dorogan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsinya.

8 7. Seluruh staf Indonesian Center for Biodiversity and Biotechnologi (ICBB) yang telah memberikan masukan terhadap penelitian dan penyusunan skripsi penulis sehingga dapat terselesaikan dengan baik. 8. Staf Laboratorium Bioteknologi Tanah (Pak Jito, Ibu Jul, Ibu Asih, Mba Dian) dan Kesuburan Tanah (Pak Koyo, Pak Ade) yang telah memberikan masukan dan bantuan selama penelitian. 9. Tomy, Ari, Puteri yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. 10. Seluruh pihak yang telah membantu selama kegiatan penelitian dan penyusunan skripsi yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam skripsi ini oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran bagi penulis. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya. Bogor, September 2009 Penulis v

9 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... xi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Hipotesis Penelitian... 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tebu (Saccharum officinarum L.) Tebu Syarat Tumbuh Tanaman Tebu Pola Pertumbuhan Tanaman Tebu Pemupukan Pada Tebu Fosfor Nitrogen Fitase Tebu Transgenik III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Perlakuan Teknik Sampling Contoh Tanaman Penanganan Contoh Tanaman Pemilihan 20 Klon Tebu Transgeik Terbaik Untuk Analisis Kandungan N dan P Pada Umur 3 dan 6 Bulan... 15

10 Analisis Tanaman di Laboratorium Analisis Kandungan Unsur N Analisis Kandungan Unsur P Pemilihan Klon Tabu Transgenik Terbaik IV. KONDISI UMUM LOKASI PENANAMAN 4.1. Letak Geografis Kondisi Iklim Keadaan Tanah V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Seleksi Awal Klon Tebu Transgenik PS IPB1 Berdasarkan Keragaannya Kandungan Nitrogen Tebu Transgenik PS IPB Kandungan Fosfor Tebu Transgenik PS IPB Rendemen Tebu Transgenik PS IPB Klon Unggul Tebu Transgenik PS IPB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN vii

11 No. DAFTAR TABEL Teks Halaman 1. Tabel Kriteria Fase Pertumbuhan Tunas Kecambah Tanama Tebu (TB) dan Ratun (R) Pada Tipe Lahan Sawah dan Tegalan Umur 1 Bulan Tabel Kriteria Fase Pertumbuhan Tunas (Jumlah Anakan dan Tinggi Batang) Tebu Pada Tipe Lahan Sawah dan Tegalan Umur 1-3 Bulan Tabel Kriteria Fase Pertumbuhan Pemanjangan Batang Tebu Pada Tipe Lahan Sawah dan Tegalan Umur 4-9 Bulan Tabel Kriteria Pertumbuhan Batang pada Fase Kemasakan Tebu Pada Tipe Lahan Sawah dan Tegalan Umur Bulan Tabel Analisis Tanah Lokasi Penanaman Tebu Transgenik PS IPB Tabel Hasil Analisis Kandungan Nitrogen Tebu Transgenik PS IPB 1 dan Isogeniknya Tabel Hasil Analisis Kandungan Nitrogen Tebu Transgenik PS IPB 1 dan Isogeniknya Lampiran 1. Tabel Skor Kriteria Untuk Masing-Masing Kelas Denah Percobaan Tebu Rekayasa Gen Phytase Kebun Gedangmas v.7 TG 2008/2009 Di Pabrik Gula Djatiroto Tabel Keragaan Tebu Transgenik PS IPB1 yang Mengekspresikan Gen Fitase Pada Umur 1 dan 3 Bulan Pada Lahan Tabel Keragaan Tebu Transgenik PS IPB1 yang Mengekspresikan Gen Fitase Pada Umur 1 dan 3 Bulan Pada Lahan Tabel Keragaan Tebu Transgenik PS IPB1 yang Mengekspresikan Gen Fitase Umur 6 Bulan Pada Lahan Tabel Keragaan Tebu Transgenik PS IPB1 yang Mengekspresikan Gen Fitase Umur 6 Bulan Pada Lahan Tabel Penggabungan Data Tebu Transgenik PS IPB1yang Mengekspresikan Gen Fitase Pada Lahan 1 (25 % P)... 54

12 8. Tabel Penggabungan Data Tebu Transgenik PS IPB1 yang Mengekspresikan Gen Fitase Pada Lahan 2 (25 % P) Tabel Hasil Analisis Kandungan Hara N dan P Pada Jaringanm Tanaman Seluruh Klon Tebu Transgenik PS IPB1 yang Mengekspresikan Gen Fitase Pada Umur 3 dan 6 Bulan Tabel Skor Faktor-Faktor Yang Terkait Dengan Rendemen Pada Lahan 1, Lahan 2, dan Total Skor Kedua Lahan ix

13 No. DAFTAR GAMBAR Teks Halaman 1. Gambar Lokasi Penanaman, Propinsi Jawa Timur, Kabupeten Lumajang, Kecamatan Djatiroto Gambar Lokasi Penanaman Tebu Transgenik PS IPB1, Kebun Percobaan Gedangmas V.7 PG Djatiroto Grafik Kandungan Nitrogen Tebu Transgenik PS IPB1 dan Isogeniknya Umur 3 dan 6 Bulan Pada Lahan 1 (25% P) Grafik Kandungan Nitrogen Tebu Transgenik PS IPB1 dan Isogeniknya Umur 3 dan 6 Bulan Pada Lahan 2 (50% P) Grafik Kandungan Nitrogen Tebu Transgenik PS IPB1 dan Isogeniknya Pada Lahan 1 dan Lahan 2 Umur 3 Bulan Grafik Kandungan Nitrogen Tebu Transgenik PS IPB1 dan Isogeniknya Pada Lahan 1 dan Lahan 2 Umur 6 Bulan Grafik Kandungan Fosfor Tebu Transgenik PS IPB1 dan Isogeniknya Umur 3 dan 6 Bulan Pada Lahan Grafik Kandungan Fosfor Tebu Transgenik PS IPB1 dan Isogeniknya Umur 3 dan 6 Bulan Pada Lahan Grafik Kandungan Fosfor Tebu Transgenik PS IPB1 dan Isogeniknya Pada Lahan 1 dan Lahan 2 Umur 3 Bulan Grafik Kandungan Fosfor Tebu Transgenik PS IPB1 dan Isogeniknya Pada Lahan 1 dan Lahan 2 Umur 6 Bulan Grafik Skor Faktor-Faktor Yang Terkait Dengan Rendemen Pada Lahan 1, Lahan 2, dan Total Skor Kedua Lahan Grafik Total Skor Masing-Masing Klon Pada Lahan 1, Lahan 2, dan Total Skor Kedua Lahan Lampiran 1. Gambar Klon-klon Tebu Transgenik PS IPB Gambar Peta Areal PG Jatiroto... 48

14 No. DAFTAR LAMPIRAN Teks Halaman 1. Skoring Dengan Menggunakan Sebaran Frekuensi Data Metode Percobaan Penetapan dan Analisis N Tanaman Berdasarkan Metode Kjeldhal Metode Percobaan dan Analisis P Tanaman Berdasarkan Metode Pengabuan Basah dan P-Bray Mekanisme Perawatan dan Pemupukan Tebu Transgenik PS IPB 1 di Lokasi Penanaman PG Djatiroto Kebun Gedang Mas V.7, Jawa Timur (PG Djatiroto 2008/2009)... 46

15 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula adalah salah satu komoditas pertanian yang telah ditetapkan Indonesia sebagai komoditas khusus dalam forum perundingan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), bersama beras, jagung dan kedelai. Dengan pertimbangan utama untuk memperkuat ketahanan pangan dan kualitas hidup di pedesaan, Indonesia berupaya meningkatkan produksi dalam negeri, termasuk mencanangkan target swasembada gula, yang sampai sekarang belum tercapai (Arifin, 2008). Swasembada gula yang diharapkan dapat tercapai pada tahun 2007, telah mundur menjadi tahun 2008 dan diundur kembali menjadi tahun Indonesia yang dulu dikenal sebagai eksportir gula terbesar kini telah berubah menjadi salah satu importir gula terbesar di dunia. Pada tahun 1930-an, Indonesia pernah menjadi salah satu eksportir gula terbesar di dunia. Kini Indonesia merupakan salah satu importir terbesar (no. 4) di dunia. Impor gula Indonesia terus dilakukan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2004 berdasarkan data yang dikeluarkan Departemen Pertanian menunjukkan Indonesia harus mengimport gula sebesar 800 ribu ton untuk memenuhi gula konsumsi 1. Pada awal tahun 2007, pemerintah menyetujui impor gula kristal putih sebesar 200 ribu ton untuk mengantisipasi kemungkinan defisit stok 2. Sedangkan, pada awal tahun 2008, pemerintah memutuskan untuk mengimpor gula sebanyak 110 ribu ton (Tya, 2008). Impor gula yang terus menerus terjadi ini diakibatkan semakin tingginya konsumsi gula masyarakat Indonesia yang diiringi peningkatan jumlah penduduk. Selain itu, faktor lain yang menjadi penyebab besarnya impor gula ini adalah adanya konversi lahan pertanian, peralihan penanaman tebu dari lahan sawah ke lahan kering, penurunan produktivitas tebu, serta ketidakefisienan pemupukan, terutama P yang dapat mempengaruhi produktivitas tebu. 1 KCM] Kompas Cyber Media, Impor Gula 2004 Sekitar ton (online), 19 Desember 2003, /ekonomi / htm, 12 Juni [KCM] Kompas Cyber Media, Antisifasi Defisit Stok, Impor Gula Disetujui (online), 5 Desember 2006, htm, 14 Juni 2009.

16 Apabila P telah diserap tanaman, ternyata tidak semua P yang diserap digunakan dalam proses metabolismenya. Sebagian P tersebut akan disimpan dalam bentuk P organik (senyawa fitat) di dalam jaringan tanaman yang menjadi tidak tersedia bagi tanaman. Pemupukan P yang besar pada awal tanam menyebabkan laju perubahan P tersedia menjadi fitat baik di tanah ataupun di jaringan tanaman juga berlangsung tinggi, yang menjadi tidak tersedia ketika umur tanaman bertambah. Untuk dapat meningkatkan produksi gula dan mencapai swasembada gula yang diharapkan serta meningkatkan efisiensi pemupukan P, maka dilakukan perbaikan terhadap genetik tebu melalui rekayasa genetika. Rekayasa genetika ini dilakukan dengan cara mengintroduksikan gen asing yang berguna ke tanaman tebu. Salah satu gen yang dapat ditransfer ke dalam tanaman tebu adalah gen fitase yang diharapkan berdampak positif bagi sistem metabolisme tanaman dan meningkatkan ketersediaan P dengan mengubah P organik menjadi P tersedia baik di dalam jaringan tanaman maupun di zona perakaran. Riset tebu transgenik yang mengekspresikan gen fitase telah dimulai pada tahun melalui kerjasama antara Fakultas Pertanian IPB dengan Bundesforschungsanstalt fur Ernahrung und Lebensmittle (BFEL), Molekularbiologische Zentrum, Karlsruhe, Jerman. Penelitian tersebut berlanjut hingga sekarang dan saat ini sudah mencapai tahap uji keragaan tebu transgenik yang mengekspresikan gen fitase. Penelitian ini bertujuan untuk menyeleksi tanaman terbaik dari klon-klon transgenik yang telah dihasilkan melalui penanaman di lahan HGU PG Djatiroto pada musim tanam 2008/2009 yang merupakan kerjasama antara Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, IPB dan PT Perkebunan Nusantara XI. Salah satu analisis untuk menyeleksi dan menguji ekspresi gen fitase pada klon-klon tebu transgenik PS IPB 1 yang dihasilkan adalah analisis unsur N dan P yang terkandung dalam jaringan tanaman tebu transgenik. Melalui analisis tersebut, dapat diduga klon tebu transgenik yang efisien dalam memanfaatkan pupuk terutama P. Gen fitase yang terdapat pada tebu transgenik akan meningkatkan ketersediaan P di dalam jaringan tanaman dengan mengubah P organik menjadi P inorganik yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Adanya gen

17 3 fitase yang terlepas dari perakaran diduga dapat meningkatkan ketersediaan P di daerah perakaran juga, sehingga dapat meningkatkan ketersediaan P untuk diserap tanaman. Nitrogen juga merupakan unsur yang penting bagi tanaman tebu. Tebu yang kekurangan hara N akan mengalami pertumbuhan yang kerdil, kecil, dan stagnasi, sedangkan pemberian N yang tidak tepat waktu (terlambat lebih dari 3 bulan) dan dalam jumlah yang lebih banyak dari ketentuan, akan menyebabkan penurunan rendemen yang signifikan yang akhirnya dapat menurunkan produktivitas gula Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : a. Menyeleksi klon-klon tebu transgenik PS IPB 1 yang telah dihasilkan pada riset sebelumnya berdasarkan keragaan tebu transgenik pada umur 3 dan 6 bulan (persen perkecambahan, jumlah batang, tinggi batang, diameter batang, jumlah ruas, dan indeks luas daun) serta kandungan unsur N dan P tebu transgenik PS IPB 1. b. Menyeleksi klon tebu transgenik PS IPB 1 yang memiliki peluang rendemen terbaik dengan menggunakan skoring sebaran frekuensi data berdasarkan kriteria-kriteria yang terkait dengan batang tebu, yaitu jumlah batang, tinggi batang, diameter batang, dan jumlah ruas Manfaat Penelitian Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat ditemukannya klon terbaik tebu transgenik PS IPB-1 dalam mengekspresikan gen fitase, sehingga dapat dikembangkan dan bermanfaat bagi masyarakat Hipotesis Penelitian Tanaman tebu transgenik yang mengekspresikan gen fitase, memiliki kandungan unsur N dan P yang tinggi. Semakin tinggi unsur N dan P akan semakin besar biomassa serta rendemen tebu yang dihasilkan.

18 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tebu (Saccharum officinarum L.) Tebu Tebu termasuk famili Graminae, genus Saccharum. Terdapat tiga spesies tebu, meliputi S. officinarum, S. robustum, dan S. spontaneum, serta dua sub spesies, yaitu S. sinense dan S. barberi (Sudiatso, 1980). Perbanyakan tebu dilakukan secara vegetatif dengan menggunakan stek. Bila batang tebu dipotong menjadi beberapa bagian dengan tunas disetiap bagiannya, maka dapat digunakan untuk menggandakan tanaman tebu (Fauconnier, 1993). Bibit ini dapat berupa batang setek, baik yang matanya belum berkecambah (bagal) atau yang sudah tumbuh (rayungan) (Satuan Kerja Pengembangan Tebu Jatim, 2005) Syarat Tumbuh Tanaman Tebu Tebu tumbuh baik pada daerah beriklim panas tropika dan subtropika disekitar khatulistiwa sampai garis isotherm 20 o C, yakni kurang lebih diantara 39 o LU sampai 35 o LS. Tanaman tebu banyak diusahakan di dataran rendah dengan musim kering yang nyata. Tebu dapat ditanam dari dataran rendah sampai pegunungan dengan ketinggian 1000 m diatas permukaan laut. Di daerah pegunungan yang suhu udaranya rendah, tanaman tebu lambat tumbuh dan berendemen rendah (Sudiatso, 1980). Di Asia Tenggara, batas maksimum ketinggian untuk pertumbuhan normal tebu adalah m di atas permukaan laut. Pada Ketinggian yang lebih tinggi siklus pertumbuhan akan lebih panjang dari bulan (Kuntohartono dan Thijsse, 2009). Temperatur optimum untuk perkecambahan tebu adalah C dan C untuk pertumbuhan vegetatif. Selama pertumbuhan menjadi dewasa, temperatur malam yang relatif rendah (di bawah 18 C) berguna untuk pembentukan kandungan sukrosa yang tinggi. Secara kuantitatif, tebu merupakan tanaman berhari pendek. Periode siang hari selama jam adalah jumlah maksimum untuk pertumbuhan dan perbungaan. Rata-rata curah hujan yang diperlukan sekitar mm/tahun. Jika curah hujan tidak cukup, harus diberi aliran irigasi (Kuntohartono dan Thijsse, 2009).

19 5 Di samping itu, tebu memerlukan kesuburan dan sifat fisik tanah yang baik. Tebu dapat tumbuh baik pada berbagai macam tanah. Namun, kondisi tanah yang dapat menunjang pertumbuhan tebu dengan baik adalah kondisi tanah yang gembur, berdrainasi baik, memiliki ph 5-8, kandungan nutrisi serta senyawa organik yang banyak, dan kemampuan menahan kapasitas air yang baik (Kuntohartono dan Thijsse, 2009). Pertumbuhan terbaik bagi tanaman tebu adalah pada tanah lempung liat dengan solum yang dalam, lempung berpasir, dan lempung berdebu. Pada tanah berat juga dapat ditanami oleh tanaman tebu, namun memerlukan pengolahan tanah yang khusus. Di Jawa, tebu banyak ditanam pada tipe tanah alluvial sampai grumusol (Sudiatso, 1980). Beberapa kultivar tebu dapat tumbuh pada tanah yang berkadar garam relatif tinggi dan tergenang dalam waktu yang lama, terutama bila air mengalir (Kuntohartono dan Thijsse, 2009). Tebu merupakan tanaman dengan siklus karbon C4 dalam fotosintesisnya yang terjadi secara maksimum pada suhu o C. Respirasi tebu paling maksimum terjadi pada suhu 37 o C. Di bawah 15 o C penyerapan air dan mineral oleh akar tidak akan tejadi. Suhu minimal untuk penyerapan air dan mineral adalah o C, dan penyerapan maksimum pada suhu o C. Transportasi dan akumulasi gula terjadi pada malam dan siang hari (Fauconnier, 1993). Pada pertumbuhannya, tebu menghendaki perbedaan nyata antara musim hujan dan kemarau (kering). Selama masa pertumbuhannya tebu membutuhkan banyak air, sedangkan menjelang tebu masak untuk dipanen tebu membutuhkan keadaan kering tidak ada hujan yang menyebabkan pertumbuhan terhenti. Apabila hujan terus turun, maka kesempatan masak tanaman tebu terus tertunda yang mengakibatkan hasil rendemen menjadi rendah (Sudiatso, 1980) Pola Pertumbuhan Tanaman Tebu Fase-fase pertumbuhan tebu sebelum menghasilkan gula, yaitu: Fase Perkecambahan (0-1 Bulan) Fase perkecambahan dimulai ketika terjadi perubahan mata tunas tebu yang dorman, menjadi tunas muda lengkap dengan daun, batang dan akar. Keberhasilan perkecambahan sangat ditentukan faktor inheren (varietas, umur bibit, panjang stek, jumlah mata, cara meletakan bibit, bibit terinfeksi hama

20 6 penyakit dan status hara bibit) dan faktor eksternal (kelembaban tanah, aerasi, kedalaman meletakan bibit) (Satuan Kerja Pengembangan Tebu Jatim, 2005). Tabel 1. Tabel Kriteria Fase Pertumbuhan Tunas Kecambah Tanaman Tebu (TB) dan Ratun (R) Pada Tipe Lahan Sawah dan Tegalan Umur 1 Bulan Katagori Sawah (%) Tegalan (%) TB R TB R Baik > 80 > 85 > 70 > 65 Sedang Kurang < 60 < 60 < 50 < 50 (Satuan Kerja Pengembangan Tebu Jatim, 2005). Fase Pertunasan/Fase Pertumbuhan Cepat (1-3 Bulan) Pertumbuhan anakan adalah perkecambahan dan tumbuhnya mata-mata pada batang tebu di bawah tanah menjadi tanaman baru. Pertunasan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan tebu, karena dapat merefleksikan perolehan bobot tebu. Pada fase ini, tanaman membutuhkan kondisi air yang terjamin kecukupannya, oksigen dan hara makanan khususnya N, P dan K serta penyinaran matahari yang cukup (Satuan Kerja Pengembangan Tebu Jatim, 2005). Tabel 2. Tabel Kriteria Fase Pertumbuhan Tunas (Jumlah Anakan dan Tinggi Batang) Tebu Pada Tipe Lahan Sawah dan Tegalan Umur 1-3 Bulan Katagori Sawah (Bulan) Tegalan (Bulan) Anakan (m-1) Baik > 7 > 9 > 17 > 6 > 8 > 14 Sedang Kurang < 4 < 4 < 15 < 4 < 6 < 12 Tinggi batang (cm) Baik > 8 > 26 > 93 > 7 < 21 > 80 Sedang Kurang < 6 < 23 < 80 < 5 < 17 < 70 (Satuan Kerja Pengembangan Tebu Jatim, 2005) Fase Pemanjangan Batang Proses pemanjangan batang pada dasarnya merupakan pertumbuhan yang didukung dengan perkembangan beberapa bagian tanaman yaitu perkembangan tajuk daun, perkembangan akar dan pemanjangan batang. Fase ini terjadi setelah

21 7 fase pertumbuhan tunas mulai melambat dan terhenti. Pemanjangan batang merupakan proses paling dominan pada fase ini, sehingga stadia pertumbuhan pada periode umur tanaman 3-9 bulan ini dikatakan sebagai stadia perpanjangan batang (Satuan Kerja Pengembangan Tebu Jatim, 2005). Ada dua unsur dominan dalam pemanjangan batang, yaitu: diferensiasi ruas dan perpanjangan ruas-ruas tebu yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan terutama sinar matahari, kelembaban tanah, aerasi, hara N dan faktor inhern tebu (Satuan Kerja Pengembangan Tebu Jatim, 2005). Tabel 3. Tabel Kriteria Fase Pertumbuhan Pemanjangan Batang Tebu Pada Tipe Lahan Sawah dan Tegalan Umur 4-9 Bulan Katagori Batang Bulan Jumlah (m- 1) Baik > 20 > 19 > 15 > 14 > 13 > 12 Sedang Kurang < 18 < 17 < 13 < 12 < 11 < 10 Tinggi (cm) Baik > 170 > 243 > 300 > 340 > 360 > 385 Sedang Kurang < 150 < 219 < 270 < 300 < 325 < 345 Diameter cm) Baik - > 2,8 > 3,0 > 3,2 > 3,2 > 3,2 Sedang - 2,0 2,8 2,2 3,0 2,4-3,2 2,4-3,2 2,4-3,2 Kurang - < 2,0 < 2,2 < 2,4 < 2,4 < 2,4 Jumlah ruas Baik > 5 > 8 > 11 > 14 > 17 > 20 Sedang Kurang < 2,5 < 5 < 8 < 11 < 14 < 17 (Satuan Kerja Pengembangan Tebu Jatim, 2005) Fase Kemasakan/Fase Generatif Maksimal (10-12 bulan) Fase kemasakan ini diawali dengan semakin melambat bahkan terhentinya pertumbuhan vegetatif. Tebu yang memasuki fase kemasakan secara visual ditandai dengan pertumbuhan tajuk daun berwarna hijau kekuningan, pada helaian

22 8 daun acapkali dijumpai bercak berwarna coklat. Pada kondisi tebu tertentu sering ditandai dengan keluarnya bunga. Selain sifat inheren tebu (varietas), faktor lingkungan yang berpengaruh cukup dominan untuk memacu kemasakan tebu antara lain kelembaban tanah, panjang hari dan status hara tertentu seperti hara nitrogen (Satuan Kerja Pengembangan Tebu Jatim, 2005). Tabel 4. Tabel Kriteria Pertumbuhan Batang pada Fase Kemasakan Tebu Pada Tipe Lahan Sawah dan Tegalan Umur Bulan Kategori Batang Sawah Tegalan Jumlah (m-1) Baik > 11 > 10 > 10 > 10 > 10 > 10 Sedang Kurang < 9 < 8 < 8 < 8 < 8 < 8 Tinggi (cm) Baik > 395 > 395 > 395 > 330 > 335 > 335 Sedang Kurang < 345 < 345 < 345 < 285 < 295 < 295 Diameter (cm) Baik > 3,2 > 3,2 > 3,2 > 3,2 > 3,2 > 3,2 Sedang 2,4 3,2 2,4 3,2 2,4 3,2 2,4 3,2 2,4 3,2 2,4 3,2 Kurang <2,4 <2,4 <2,4 <2,4 <2,4 <2,4 Jumlah ruas Baik > 23 > 26 > 26 > 23 > 26 > 26 Sedang Kurang < 20 < 23 < 23 < 20 < 23 < 23 (Satuan Kerja Pengembangan Tebu Jatim, 2005) Pemupukan Pada Tebu Pada tebu, untuk memacu pertumbuhan vegetatif dilakukan dengan pemupukan N yang memadai, sedangkan pertumbuhan generatif dilakukan dengan pemupukan P dan K. Pada fase pertunasan dan pemanjangan batang, tebu harus mendapatkan hara N yang cukup. Hara N berperan dalam pembelahan sel, sehingga mendukung pertunasan secara horizontal (terbentuknya anakan) dan pertumbuhan vertikal (pemanjangan batang). Pemupukan N diusahakan tidak melebihi umur 4 bulan, sebab bila terlambat akan menyebabkan terganggunya pertumbuhan generatif (Satuan Kerja Pengembangan Tebu Jatim, 2005). Unsur N

23 9 diserap relatif rendah sampai umur satu bulan dan bertambah dengan bertambahnya umur. Terbanyak diserap pada umur 3 sampai 4 bulan (paralel dengan pertumbuhan vegetatif) kemudian menurun setelah umur 8 bulan (Sudiatso, 1980). Kebutuhan hara P sering dikaitkan peranannya dengan fase kemasakan atau fase penimbunan karbohidrat (pertumbuhan generatif), namun sesungguhnya secara fisiologi tanaman, peranan hara P menonjol dalam transfer energi dari satu bagian sel dan jaringan tanaman, yang terjadi sepanjang fase pertumbuhan. Dengan kata lain hara P sangat dibutuhkan sejak fase inisiasi perkecambahan sampai fase kemasakan. Hanya saja pada saat tumbuh inisiasi tunas dari matanya kebutuhan hara P disuplai dari asal bibit. Sedangkan setelah periode tersebut sepenuhnya kebutuhan P tergantung dari ketersediaan hara dalam tanah. Pemberian P direkomendasikan pada saat tanam karena hara P diperlukan sepanjang fase pertumbuhan dan relatif sukar larut, sehingga membutuhkan waktu yang cukup untuk proses pelarutan pupuk kedalam bentuk yang tersedia (Satuan Kerja Pengembangan Tebu Jatim, 2005). Kepentingan hara K dominan pada saat translokasi dan penimbunan karbohidrat dibatang, serta diperlukan untuk fotosintesis. Pemupukan K pada tebu dapat dilakukan dalam dua periode, yaitu pada saat tanam atau pada saat tanaman berumur 1-2 bulan. Hara K di tanah mudah diambil tanaman melalui pertukaran antar ion dan K terikat dalam koloid tanah sehingga tidak mudah tercuci (Satuan Kerja Pengembangan Tebu Jatim, 2005). Unsur K diserap sama banyaknya dengan unsur P semenjak umur satu bulan (Sudiatso, 1980) Fosfor Bentuk fosfor inorganik dan organik dijumpai dalam tanah, dan keduanya merupakan sumber fosfor penting bagi tanaman. Sebagian besar senyawa fosfor inorganik adalah senyawa kalsium, besi, dan aluminium. Hampir semua senyawa fosfor yang dijumpai di alam rendah daya larutnya, seperti K, Al, Fe, dan Mn-P. Fosfor juga dapat diikat sebagai anion yang dapat ditukarkan dan terikat dalam bentuk-bentuk yang tidak dapat diserap tanaman sehingga tidak tersedia bagi tanaman (Soepardi, 1983).

24 10 Senyawa fosfor organik dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu fitin dan derivatnya, asam nukleat, dan fosfolipida. Fitin dapat langsung diserap oleh tanaman, sedangkan asam nukeat perlu terdekompisisikan terlebih dahulu pada permukaan akar oleh enzim sebelum diserap tanaman baik dalam bentuk organik maupun inorganik. Sekalipun dapat segera diserap tanaman dan banyak jumlahnya di tanah, namun biasanya tanaman menunjukkan gejala kekurangan fosfor. Dalam tanah masam, fitin tidak tersedia karena bereaksi dengan besi dan alumunium. Sedangkan asam nukleat secara kuat dijerap oleh liat, terutama montmorilonit sehingga sulit tersedia (Soepardi, 1983). Fitat merupakan bentuk fosfat tersimpan yang umum ditemukan di daun, biji dan jaringan tanaman lainnya. Beberapa produk dari hasil degragasi fitat (InsP5, InsP4, InsP3, InsP2, dan InsP) diketahui memiliki pengaruh terhadap sistem metabolisme. Ketika tanaman mendapatkan pemupukan P biasanya tidak semua P yang diserap akan digunakan dalam proses metabolisme tanaman, sebagian P tersebut akan tersimpan dalam bentuk P organik (senyawa fitat) yang tidak tersedia. Pemupukan P yang besar pada awal tanam menyebabkan laju pengubahan P tersedia menjadi fitat juga berlangsung tinggi, yang tidak lagi tersedia ketika umur tanaman bertambah (Santosa, 2004 ). Peranan fosfor sangat penting bagi tanaman. Fosfor sangat berperan dalam proses pemecahan karbohidrat untuk energi, penyimpanan dan peredarannya keseluruh tanaman dalam bentuk ATP dan ADP. Unsur ini juga berperan dalam pembelahan sel melalui peranan nukleoprotein yang ada dalam inti sel, selanjutnya berperan dalam meneruskan sifat-sifat kebakaan dari generasi ke generasi melalui peranan DNA. Unsur ini juga menentukan pertumbuhan akar, mempercepat kematangan serta produksi buah dan biji (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004) Secara umum, gejala kekurangan P terlihat pada daun yang tua (Mengel dan Kirkby, 1982). Bagi tebu kekurangan fosfor menyebabkan daun dan batang menyempit dan tipis serta memendeknya jarak antar ruas, daun menjadi berwarna kemerahan/kebiruan dan mengering sebelum waktunya, serta sistem perakarannya berkurang. Kekurangan fosfor yang hebat menyebabkan timbulnya bintik-bintik kecil kemerahan terpencar diatas daun yang menimbulkan kerusakan hampir

25 11 dikeseluruhan tanaman. Fosfor bergerak sangat lambat di dalam tanah, sehingga harus diberikan dekat dengan zona perakaran (Fauconnier, 1993) Nitrogen Nitrogen merupakan unsur yang tersedia sedikit di dalam tanah, namun diangkut dalam jumlah banyak oleh tanaman. Pada saat tertentu nitrogen sangat larut dan mudah hilang dalam air drainase, menguap atau di lain waktu sama sekali tidak tersedia. Bagi tanaman, N memberikan pengaruh menguntungkan terutama merangsang pertumbuhan trubus dan memberikan warna hijau pada daun. Hampir pada seluruh tanaman nitrogen merupakan pengatur dari penggunaan kalsium, fosfor, dan penyusun lainnya (Soepardi, 1983). Nitrogen diserap oleh akar tanaman dalam bentuk NO - 3 dan NH + 4. Pada perkebunan tebu sering kali didapatkan hasil sebanyak ku tebu. Bila kadar airnya dihitung 70% maka bahan keringnya berjumlah ku/ha pada tiap panennya (Santosa, 2007). Dengan adanya pemungutan hasil tanaman secara besar-besaran maka banyak sekali nitrogen yang hilang. Di dalam 75 ton hasil panen tebu dalam satu hektar, nitrogen yang terambil dalam hasil panen sebesar 110 kg (Mengel dan Kirkby, 1982). Oleh karena itu diperlukan pemupukan N yang besar pada tanaman tebu. Bila tebu kekurangan N dapat menyebabkan daun menguning, mengecil, dan jumlahnya menjadi sedikit serta menyempit jika dibandingkan dengan daun yang normal. Selain itu, tanaman akan kehilangan vigour (batang mengurus) dan perubahan keseimbangan psikologikal (berkurangnya kelembaban dan gula di dalam jaringan) (Fauconnier, 1993). Walaupun N dibutuhkan dalam jumlah yang besar, tetapi jika diberikan secara berlebihan tanaman akan mudah rebah, kualitas dan kuantitas produksi merosot, serta kehilangan N meningkat (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004). Gejala kekurangan N pada tebu pertama kali terlihat pada daun tua. Hal ini dikarenakan jika suplai N dari media akar tidak cukup, maka N dari daun tua akan bergerak untuk memenuhi makanan organ tanaman yang masih muda. Protein pada daun tua akan dihidrolisis (proteolisis) menjadi asam amino dan kemudian didistribusikan ke daun dan pucuk tanaman muda. Proteolisis akan

26 12 menghancurkan kloroplas dan menurunkan kandungan klorofil sehingga gejala kekurangan pada daun tua menjadi menguning (Mengel dan Kikrby, 1982) Fitase Fitase (mio-inositol heksakisfosfat fosfohidrolase, E.C ) merupakan suatu fosfomonoesterase yang mampu menghidrolisis asam fitat menjadi ortofosfat anorganik dan ester-ester fosfat dari mio-inisitol yang lebih rendah. Asam fitat adalah sejenis ester fosfat yang dapat mengikat mineral penting (Ca 2+, Fe 2+, Mg 2+ ) dan protein (Widowati, 2001). Fitat merupakan bentuk penyimpanan fosfat dalam tanaman yang merupakan bentuk P terikat yang sukar untuk digunakan tanaman. Pelepasan P oleh enzim fitase dari senyawa organik, diharapkan meningkatkan sistem metabolisme tanaman yang pada akhirnya meningkatkan produktivitas tanaman. Pelepasan fitase ke lingkungan sekitar perakaran juga akan meningkatkan ketersediaan berbagai mineral sehingga efisiensi pemupukan meningkat (Santosa, 2004). Ekspresi fitase ditanaman secara tidak langsung akan meningkatkan sintesis klorofil dan produksi gula. Gen fitase akan secara tidak langsung memberikan andil dalam pembentukan porfirin sebagai komponen yang sangat diperlukan dalam pembentukkan klorofil (Susiyanti et al., 2006). Adanya gen fitase juga diharapkan dapat meningkatkan ketersediaan nitrogen. Menurut Handoko (2008) enzim-enzim yang dihasilkan kapang atau jamur tempe yang salah satunya adalah enzim fitase selama proses fermentasi kedelai, dapat meningkatkan jumlah nitrogen terlarutnya sebesar 0,5-2,5% Tebu Transgenik Pemuliaan tanaman secara tradisional, sebenarnya telah dilakukan oleh para petani sejak dulu melalui proses penyilangan dan perbaikan tanaman. Proses tradisional ini, dilakukan melalui penyerbukan dengan perantara angin, serangga penyerbuk maupun bantuan manusia (Satori, 2008). Pemuliaan tanaman secara tradisional, memiliki beberapa kelemahan dimana untuk pemuliaan tanaman tradisional memerlukan waktu yang panjang. Untuk tanaman tebu, pemuliaan tanaman secara tradisional juga sulit dilakukan karena sebagian besar varietas

27 13 tebu modern merupakan hibrida interspesifik yang memiliki tingkat ploidi tinggi, karakteristik genetika yang kompleks, serta fertilitas rendah (Gilbert et al., 2005). Untuk mengatasi permasalahan ini, maka digunakanlah rekayasa genetika. Rekayasa genetika memungkinkan pemindahan satu atau beberapa gen yang dikehendaki dari satu tanaman ke tanaman lain, serta mampu memindahkan materi genetika dari sumber yang sangat beragam dengan ketepatan tinggi dan terkontrol dalam waktu yang lebih singkat (Satori, 2008). Menurut Susiyanti et al. (2006) rendahnya produksi tebu di Indonesia selain dikarenakan rendahnya pasokan tebu dari petani dan mutu bibit yang buruk, juga dikarenakan konversi lahan tebu dari lahan basah ke lahan kering. Selain itu, ketidakefisienan pemupukan P pada tebu juga merupakan salah satu aspek penting yang mempengaruhi produktivitas tebu. Salah satu usaha untuk mengatasi permasalahan rendahnya produktivitas tebu, dilakukanlah rekombinasi genetik dengan teknik rekayasa genetika melalui penyisipan gen yang dikehendaki (gen fitase) ke dalam tanaman tebu. Gen fitase yang disisipkan ke tanaman tebu ini diharapkan mampu menghasilkan enzim yang dapat mengubah fitat (bentuk P- organik yang sukar digunakan oleh tanaman) menjadi fosfat yang dapat digunakan untuk tanaman (Susiyanti et al., 2007). Tanaman tebu secara alami telah memiliki aktifitas fitase, tetapi aktivitasnya rendah, sebagai contoh pada tebu cv. PS 851 hanya 0,047-0,059 U ml -1 (Nurhasanah, 2007). Penyisipan gen fitase pada tebu akan meningkatkan aktifitas fitase. Sejalan dengan peningkatan aktifitas enzim fitase pada tanaman tebu transgenik maka terjadi peningkatan P dalam jaringan tanaman sebesar 19,5%. Plantlet tebu isogenik yang dikulturkan pada media MS memiliki P total dalam jaringan sebesar 0,16-0,25%, sedangkan pada tebu transgenik memiliki kadar P yang lebih lebar variasinya yaitu 0,12-0,39% (Susiyanti et al., 2007). Ketersediaan fosfat di dalam jaringan tebu ternyata berpengaruh positif terhadap kristalisasi gula selama proses produksi gula (Santosa, 2004).

28 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Tanah dan Laboratorium Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, serta Kebun Percobaan PG Djatiroto, Jawa Timur. Penelitian dimulai pada Bulan Februari 2009 hingga Mei Bahan dan Alat Bahan yang digunakan antara lain adalah daun bagian bawah 20 klon tebu transgenik dan isogenik PS 851 yang ditanam dengan dua perlakuan pemupukan P yaitu, aras pemupukan sebesar 25% dan 50% dari aras pemupukan P yang normal, Aquades, HClO 4, HNO 3, NH 4 Molibdat, H 3 BO 4, H 2 SO 4 pekat, Larutan Bray, NaOH 50%, HCl pekat, Indikator Conway, Paraffin Cair dan lain-lain. Alat-alat yang digunakan antara lain adalah oven, penggilingan, spektrofotometer, alat-alat gelas, serta beberapa alat lainnya Metode Penelitian Perlakuan Sebanyak 62 klon tebu transgenik PS IPB 1 ditanam dengan dua perlakuan pemupukan P. Pada lahan 1 diberikan pemupukan 25% P dari rekomendasi, sedangkan pada lahan 2 diberikan perlakuan pemupukan 50% P dari rekomendasi pemupukan P normal untuk tanaman tebu. Selain pemupukan P, dilakukan juga pemupukan N dan K yang sesuai dengan rekomendasi. Pupuk yang digunakan adalah pupuk Za, SP-36, dan KCl. Rekomendasi pemupukan P normal untuk penanaman tebu adalah 8 kui Za/Ha, 2 kui SP-36/Ha, dan 1 kui KCl/Ha Teknik Sampling Contoh Tanaman Sampel daun tebu transgenik diambil dari Kebun Percobaan PG Djatiroto, Jawa Timur. Untuk analisis unsur N dan P digunakan daun paling bawah dari setiap klon tebu transgenik yang masih berwarna hijau dan belum terklorosis. Sampel ini diambil ketika tebu transgenik berumur 3 bulan dan 6 bulan.

29 Penanganan Contoh Tanaman Setelah sampel dipotong dari tanaman tebu transgenik, sampel dimasukkan ke dalam plastik dan disimpan di dalam kotak pendingin. Setelah itu sampel dikeringkan di dalam oven selama 48 jam pada suhu 60 0 C. Sampel yang telah kering digiling dan disimpan di dalam plastik Pemilihan 20 Klon Tebu Transgenik Terbaik Untuk Analisis Kandungan N dan P Pada Umur 3 Bulan dan 6 Bulan Untuk memilih klon tebu transgenik terbaik yang akan dianalisis kandungan N dan P-nya, klon dipilih dengan memberikan skor pada masingmasing kriteria yang telah dikelompokkan dengan menggunakan sebaran frekuensi data (Lampiran 1). Pemilihan ini dilakukan pada saat tebu berumur 3 dan 6 bulan. Kriteria yang digunakan adalah diameter batang, tinggi batang, jumlah batang, jumlah ruas, panjang dan lebar daun atas, panjang dan lebar daun bawah Analisis Tanaman di Laboratorium Analisis Kandungan Unsur N Penetapan kandungan unsur N di dalam jaringan daun tanaman tebu, dilakukan dengan Metode Kjeldahl (Lampiran 2) Analisis Kandungan Unsur P Untuk analisis kandungan unsur P di dalam jaringan daun tanaman tebu, digunakan Metode Pengabuan Basah dan P-Bray (Lampiran 3). Pengabuan basah dilakukan dengan menggunakan campuran larutan HClO 4 dan HNO Pemilihan Klon Tebu Transgenik Terbaik Klon tebu transgenik terbaik, dipilih dengan memberikan skor pada masing-masing kriteia yang telah dikelompokkan dengan menggunakan sebaran frekuensi data (Lampiran 1). Kriteria yang digunakan adalah persen perkecambahan, diameter batang, tinggi batang, jumlah batang, jumlah ruas, indeks luas daun, kandungan unsur N dan kandungan unsur P pada tanaman.

30 IV. KONDISI UMUM LOKASI PENANAMAN 4.1. Letak Geografis Tebu Transgenik PS IPB 1, ditanam di Kebun Percobaan PG Djatiroto PTPN XI, Jawa Timur. Secara administratif, lokasi penanaman termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Djatiroto, Kabupaten Lumajang, Propinsi Jawa Timur. Lokasi penanaman terletak pada 113 o Bujur Timur dan Lintang Selatan. Lokasi penanaman terletak pada ketinggian 29 M di atas permukaan laut. Pada lokasi penelitian yang dikhususkan untuk penanaman tebu transgenik ini, digunakan lahan seluas ± m 2 untuk masing-masing perlakuan 3. LOKASI Gambar 1. Gambar Lokasi Penanaman, Propinsi Jawa Timur, Kabupaten Lumajang, Kecamatan Djatiroto. 3 Data Geografis PG Djatiroto 2009

31 Kondisi Iklim Curah hujan tahunan di daerah penanaman berkisar ± 1860 mm/tahun dengan jumlah hari hujan yang terjadi di daerah penanaman adalah ± 107 hari/tahun. Tipe iklim di daerah ini, merupakan tipe iklim C dan D menurut sistem klasifikasi Schmidt-Ferguson, yang menunjukkan bahwa iklim di daerah ini tergolong iklim agak basah sampai sedang. Suhu udara berkisar antara 25 0 C sampai 27 0 C dengan kelembaban udara berkisar antara 70% sampai 83%. Lama Penyinaran yang terjadi di daerah ini, berkisar antara 40% sampai 80% Keadaan Tanah Jenis tanah pada daerah penanaman adalah Mediteran Coklat berdasarkan sistem klasifikasi tanah PPT (Pusat Penelitian Tanah) yang sepadan dengan Luvisol dalam sistem klasifikasi tanah FAO/UNESCO dan Alfisol berdasarkan sistem klasifikasi tanah Taxonomi. Berdasarkan analisis awal yang dilakukan PG Djatiroto, tanah di lokasi penanaman memiliki ph 5,71 (agak masam). Kandungan hara yang ada, 0.082% N (rendah), ppm P 2 O 5 (sangat tinggi), dan ppm K 2 O (sangat tinggi) 5. Analisis tanah setelah penanaman juga dilakukan oleh Departemen ITSL Faperta IPB (Tabel 5). Tabel 5. Tabel Analisis Tanah Lokasi Penanaman Tebu Transgenik PS IPB 1 Lahan 1 Lahan 2 ph 6 6 C-org (%) N (%) P (ppm) Ca (me/100g) Mg (me/100g) K (me/100g) Na (me/100g) KTK (me/100g) KB (%) Al (me/100g) Tr Tr H (me/100g) Sumber : Hasil analisis laboratorium Departemen ITSL Faperta IPB, Data Klimatologi PG Djatiroto Data Tanah PG Djatiroto 2009

32 18 Jenis tanah Mediteran atau Alfisol, merupakan tanah yang relatif muda. Pada tanah ini, masih banyak mengandung mineral primer yang mudah lapuk, mineral liat kristalin, dan kaya unsur hara. Alfisol merupakan tanah yang subur, mempuyai kejenuhan basa tinggi, kapasitas tukar kation tinggi, dan cadangan unsur hara yang tinggi (Hardjowigeno, 1993).

33 V. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis unsur N dan P tebu transgenik ini, dilakukan pada masa pertumbuhan vegetatif tebu. Sebanyak 62 klon Tebu transgenik PS IPB 1 yang ditanam pada kebun percobaan PG Djatiroto ini, diberikan dua perlakuan, yaitu pemupukan 25% P dari yang direkomendasikan pada Lahan 1 dan 50% P dari yang direkomendasikan pada Lahan 2. Analisis kandungan unsur N dan P pada klon-klon tebu transgenik PS IPB 1, dilakukan pada dua stadia umur tebu, yaitu pada umur tiga dan enam bulan. Sampel yang digunakan adalah sampel daun paling bawah dari masing-masing klon tebu transgenik tersebut. Gambar 2. Gambar Lokasi Penanaman Tebu Transgenik PS IPB1, Kebun Percobaan Gedangmas V.7 PG Djatiroto 5.1. Seleksi Awal Klon Tebu Transgenik PS IPB 1 Berdasarkan Keragaannya Pada tahap awal penelitian, dari 62 klon tebu transgenik PS IPB 1 yang ditanam di lahan 1 dan 2 dipilih 20 klon tebu yang unggul dari segi keragaannya melalui skoring dengan menggunakan sebaran frekuensi data (Lampiran 1). Selanjutnya 20 klon tebu transgenik yang terbaik berdasarkan keragaannya tersebut dianalisis unsur N dan P-nya. Data keragaan yang digunakan untuk menentukan klon yang akan dianalisis pada umur tiga bulan adalah jumlah batang 1 dan 3 bulan, panjang dan lebar daun atas, serta panjang dan lebar daun bawah tebu. Dari data keragaan 62 klon tebu transgenik pada umur tiga bulan (Tabel Lampiran 1 dan 2), didapat 20 klon yang unggul dari segi keragaannya, yaitu Klon PS IPB 1-1, PS IPB 1-2, PS IPB 1-3, PS IPB 1-5, PS IPB 1-6, PS IPB 1-7, PS IPB 1-14, PS IPB 1-17, PS IPB 1-20, PS IPB 1-25, PS IPB 1-29, PS IPB 1-36, PS IPB

34 , PS IPB 1-40, PS IPB 1-41, PS IPB 1-43, PS IPB 1-53, PS IPB 1-55, PS IPB 1-56, dan PS IPB Pada analisis tahap kedua, yaitu pada saat tebu berumur enam bulan, penyeleksian 20 klon tebu unggul berdasarkan keragaan untuk dianalisis unsur N dan P-nya dilakukan kembali. Data keragaan yang digunakan untuk menentukan klon yang akan dianalisis pada umur enam bulan adalah jumlah batang, tinggi batang, diameter batang, jumlah ruas, panjang dan lebar daun atas, serta panjang dan lebar daun bawah tebu. Dari data keragaan 62 klon tebu transgenik umur enam bulan (Lampiran 3 dan 4), didapat 20 klon yang unggul dari segi keragaannya, yaitu Klon PS IPB 1-1, Klon PS IPB 1-2, Klon PS IPB 1-3, Klon PS IPB 1-5, Klon PS IPB 1-7, Klon PS IPB 1-12, Klon PS IPB 1-20, Klon PS IPB 1-29, Klon PS IPB 1-34, Klon PS IPB 1-36, Klon PS IPB 1-39, Klon PS IPB 1-41, Klon PS IPB 1-46, Klon PS IPB 1-52, Klon PS IPB 1-53, Klon PS IPB 1-55, Klon PS IPB 1-56, Klon PS IPB 1-59, Klon PS IPB 1-70, dan Klon PS IPB Berdasarkan pemilihan yang telah dilakukan di atas, terdapat perbedaan 20 klon tebu transgenik terbaik berdasarkan keragaannya yang terpilih pada umur tiga dan enam bulan. Hal ini dikarenakan, selain kriteria keragaan yang berbeda pada saat umur 3 dan 6 bulan, juga dikarenakan kemampuan pertumbuhan setiap klon yang berbeda-beda serta pengaruh kondisi lingkungan di lokasi penanaman yang mempengaruhi pertumbuhan masing-masing klon. Pada pembahasan selanjutnya, pembahasan lebih difokuskan pada klon tebu transgenik PS IPB 1 yang terpilih pada umur 6 bulan yang merupakan data terbaru yang lebih menunjukkan keragaan tebu pada akhir penelitian Kandungan Nitrogen Tebu Transgenik PS IPB 1 Nitrogen merupakan unsur yang penting bagi budidaya tanaman tebu. Jika tanaman kekurangan nitrogen, maka tanaman akan tumbuh kerdil dan sistem perkarannya terbatas. Selain itu, pada hampir seluruh tanaman nitrogen merupakan unsur yang mengatur penyerapan dan penggunaan kalium, fosfor, dan penyusun lainnya (Soepardi, 1983). Nitrogen akan mempengaruhi pertumbuhan dan rendemen yang dihasilkan tebu. Dengan penyisipan gen fitase ke tanaman tebu, diharapkan ketersediaan N akan meningkat, sehingga dapat mendukung pertumbuhan tanaman tebu. Hal ini

35 21 dikarenakan, tanaman yang kekurangan fosfor menjadi tidak mampu menyerap unsur lain yang salah satunya adalah nitrogen. Ketidakmampuan ini dikarenakan unsur fosfor merupakan unsur yang sangat berperan dalam metabolisme energi (ATP) (Soepardi, 1983), sehingga dengan tidak adanya P maka tanaman akan menjadi tidak mampu menyerap hara yang lain. Tanaman yang memperoleh cukup P, akan dapat tumbuh dengan baik, sehingga tanaman tersebut dapat menyerap hara secara optimal. Menurut Mengel dan Kirkby (1982) berdasarkan penelitian Gartner (1969) reaksi N tergantung seberapa baik tanaman disuplai oleh hara yang lain. Tanpa pemupukan P dan K reaksi N terhadap hasil panen lebih kecil jika dibandingkan dengan pemupukan P dan K dalam jumlah yang tepat. Dari hasil analisis yang telah dilakukan (Tabel 6), ternyata pada lahan 1 (25% P) hampir keseluruhan klon tebu transgenik pada umur 3 bulan memiliki kandungan N yang lebih tinggi dari isogenik PS 851. Pada umur 6 bulan, masih terdapat 7 klon yang mengandung N di bawah isogenik PS 851. Pada lahan 2 (50% P) juga hampir keseluruhan klon tebu transgenik memiliki kandungan N di atas isogenik PS 851, bahkan pada umur 6 bulan, keseluruhan klon tebu transgenik, memiliki kandungan N lebih tinggi dari isogenik PS 851. Tabel 6 menunjukkan bahwa besar kandungan N pada masing-masing klon berbeda-beda, di mana terdapat klon yang memiliki kandungan N yang lebih besar ataupun lebih kecil dibandingkan isogeniknya. Perbedaan besarnya kandungan nitrogen pada masing-masing klon tebu transgenik dan isogeniknya ini, selain dikarenakan kemampuan penyerapan N pada setiap klon yang berbedabeda juga dikarenakan berbagai faktor yang mempengaruhi serapan N pada - tanaman. Nitrogen diserap tanaman dalam bentuk NO 3 atau NH + 4 dari dalam larutan tanah dan dalam bentuk NH 3 dari atmosfir. Serapan Nitrogen dari larutan tanah dipengaruhi oleh suhu dan ph. Pada suhu rendah, NH + 4 akan lebih cepat diserap dibandingkan dengan NO - 3, sedangkan pada suhu yang tinggi terjadi kondisi yang sebaliknya. Ammonium diserap dengan baik pada ph yang netral dan serapan menurun seiring dengan penurunan ph, sedangkan serapan NO - 3 lebih cepat diserap pada nilai ph yang rendah (Rao and Rains, 1976). Gas amonia (NH 3 ) dijerap oleh trubus melalui stomata. Serapan ini tergantung dari tekanan parsial NH 3 di atmosfer. Serapan

36 22 NH 3 tidak terjadi pada tekanan parsial atmosfer yang lebih kecil dari 2.5 nbar pada suhu 26 0 C. Peningkatan tekanan membuat serapan NH 3 meningkat dan penurunan tekanan parsial menyebabkan kehilangan NH 3 dari tanaman (Mengel dan Kirkby, 1982). Tabel 6. Tabel Hasil Analisis Kandungan Nitrogen Tebu Transgenik PS IPB1 dan Isogeniknya (%). Lahan 1 (25% P) Lahan 2 (50% P) 3 Bulan 6 Bulan 3 Bulan 6 Bulan Klon N (%) Klon N (%) Klon N (%) Klon N (%) 29 2, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,575 Isogenik 0, , , , , , , , , , , , , , , , , , ,120 Isogenik 1, ,805 Isogenik 1, , , , , , , , ,155 Isogenik 0,945 Dengan mengurutkan nilai kandungan nitrogen klon tebu transgenik PS IPB 1 dan isogeniknya (Tabel 6), pada lahan 1 tebu umur 3 bulan kandungan N yang tertinggi hingga terendah adalah Klon PS IPB1-29, 70, 46, 5, 12, 56, 39, 52, 71, 1, 20, 36, 2, 53, 34, 7, 3, 41, isogenik PS 851, 59, 55. Pada lahan 1 tebu umur 6 bulan kandungan N yang tertinggi hingga terendah adalah Klon PS IPB1-7, 34, 12, 39, 46, 53, 70, 71, 5, 20, 55, 1, 3, isogenik PS 851, 2, 29, 36, 52, 56, 41, 59 (Gambar 3). Pada lahan 2 tebu umur 3 bulan kandungan N yang tertinggi hingga terendah adalah Klon PS IPB1-71, 34, 53, 41, 39, 5, 55, 52, 20, 12, 70, 2, 3, 46, 59, 36, 1, 7, isogenik PS 851, 56, 29. Pada lahan 2 tebu umur 6 bulan kandungan

37 Nitrogen (%) Nitrogen (%) 23 N yang tertinggi hingga terendah adalah Klon PS IPB 1-71, 53, 12, 70, 55, 39, 46, 36, 52, 20, 56, 59, 5, 1, 29, 3, 7, 34, 41, 2, isogenik PS 851 (Gambar 4). 2,3 2,1 1,9 1,7 1,5 1,3 1,1 0,9 0,7 3 Bulan 6 Bulan Klon Batas Isogenik 3 Bulan Batas Isogenik 6 Bulan Gambar 3. Grafik Kandungan Nitrogen Tebu Transgenik PS IPB1 dan Isogeniknya Umur 3 dan 6 Bulan Pada Lahan 1 (25% P). 2,3 2,1 1,9 1,7 1,5 1,3 1,1 0,9 0,7 3 Bulan 6 Bulan Klon Batas Isogenik 3 Bulan Batas Isogenik 6 Bulan Gambar 4. Grafik Kandungan Nitrogen Tebu Transgenik PS IPB1 dan Isogeniknya Umur 3 dan 6 Bulan Pada Lahan 2 (50% P). Berdasarkan umurnya (Gambar 3 dan 4), ternyata kandungan nitrogen tebu transgenik pada lahan 1 saat tebu berumur 3 bulan, jelas terlihat lebih tinggi dibandingkan pada saat tebu berumur 6 bulan. Pada lahan 2 walaupun tidak terlalu jauh perbedaannya, namun hampir keseluruhan klon tebu pada saat berumur 3 bulan, memiliki kandungan nitrogen yang lebih tinggi daripada tebu

38 23 berumur 6 bulan. Hal ini dikarenakan tebu menyerap unsur N terbanyak pada saat berumur 3 sampai 4 bulan (Sudiatso, 1980). Selain itu, unsur N sangat diperlukan pada fase pemanjangan batang yang terjadi pada saat tebu berumur 4-9 bulan (Satuan Kerja Pengembangan Tebu Jatim, 2005), sehingga kemungkinan unsur N yang terdapat pada tebu saat berumur 6 bulan sudah digunakan tanaman tebu untuk pertumbuhan dan pemanjangan batangnya, baik jumlah batang, tinggi batang, diameter batang, jumlah ruas, dan pengembangan tajuk daunnya. Penurunan konsentrasi nitrogen berdasarkan waktu juga dinyatakan oleh Ziadi et al. (2008), di mana semakin matang tanaman maka konsentrasi nitrogen akan menurun. Selain itu, menurut Hooker et al. (1980) kehilangan NH 3 terjadi lebih besar pada saat tanaman berumur lebih lanjut, dibandingkan saat masih muda. Hal ini, mengakibatkan kandungan nitrogen pada saat tanaman berumur lebih muda, menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan pada saat tanaman berumur lebih tua. Berdasarkan perlakuan yang diterapkan (Gambar 5 dan 6), ternyata terjadi fenomena yang berbeda diantara kedua lahan pada stadia umur 3 bulan dan 6 bulan. Pada saat berumur 3 bulan ternyata kandungan nitrogen klon-klon tebu transgenik pada lahan 1 (25% P), dominan lebih tinggi dibandingkan dengan lahan 2 (50% P). Pada saat berumur 6 bulan kandungan nitrogen klon-klon tebu transgenik pada lahan 1 (25% P) seluruhnya lebih rendah dibandingkan dengan lahan 2. Namun perbedaan kandungan hara pada lahan 1 dan lahan 2 pada umur 3 bulan, tidak berbeda secara signifikan. Saat tebu berumur 6 bulan, perbedaan kandungan nitrogen pada kedua lahan terlihat jelas. Menurut pendapat Dwisejoputro (1980), terdapat pengaruh timbal balik antara ketersediaan fosfor dengan serapan nitrogen, di mana jika fosfat yang tersedia di dalam tanah tidak cukup banyak, maka serapan nitrogen akan berkurang. Berdasarkan analisis tanah yang telah dilakukan sebelumnya, kandungan P pada lahan sebelum ditanami menunjukkan kandungan P yang tinggi. Pada umur 3 bulan, ternyata pada lahan 1 yang diberikan pemupukan hara P yang lebih rendah sebagian besar klon-klon tebu transgenik mampu menyerap nitrogen lebih tinggi dibandingkan klon-klon tebu transgenik pada lahan 2 walaupun tidak terlalu jauh perbedaannya. Kondisi hara P yang tinggi pada lahan menyebabkan tanaman berada pada kondisi hara P

39 Nitrogen Nitrogen 25 yang cukup sehingga tidak mengganggu serapan hara nitrogen. Selain itu, dengan adanya gen fitase yang telah disisipkan pada tebu transgenik, memungkinkan tanaman dapat mengubah hara P yang terikat dalam bentuk P organik menjadi tersedia, sehingga ketersediaan P di dalam tanaman mencukupi walaupun dalam kondisi pemupukan P yang rendah. Hal ini, juga dinyatakan oleh Susiyanti et al. (2006), bahwa penyisipan gen fitase dapat meningkatkan ketersediaan P dalam jaringan tanaman maupun di sekitar perakaran, sehingga pemakaian pupuk P lebih efisien. 2,2 2 1,8 1,6 1,4 1,2 1 Klon Lahan 1 Lahan 2 Batas Isogenik Lahan 1 Batas Isogenik Lahan 2 Gambar 5. Grafik Kandungan Nitrogen Tebu Transgenik PS IPB1 dan Isogeniknya Pada Lahan 1 dan Lahan 2 Umur 3 Bulan. 1,8 1,6 1,4 1,2 1,0 0,8 0,6 Gambar 6. Lahan 1 Lahan 2 Klon Batas Isogenik Lahan 1 Batas Isogenik Lahan 2 11 Grafik Kandungan Nitrogen Tebu Transgenik PS IPB1 dan Isogeniknya Pada Lahan 1 dan Lahan 2 Umur 6 Bulan.

40 26 Ketika berumur 6 bulan, sebagian hara telah digunakan untuk metabolisme dan pertumbuhan tanaman tebu, sehingga kemungkinan hara yang ada semakin berkurang. Pada lahan 1 dengan 25% pemupukan P, kemungkinan terjadinya kekurangan hara lebih besar dibandingkan dengan lahan 2 yang menerima pemupukan P lebih tinggi. Hal ini mengakibatkan serapan nitrogen pada lahan 2 (50% P) lebih tinggi, dibandingkan dengan lahan 1 (25% P) Kandungan Fosfor Tebu Transgenik PS IPB 1 Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, klon-klon tebu transgenik dan isogeniknya diberikan dua perlakuan pemupukan P yang lebih rendah dari rekomendasi pemupukan untuk tanaman tebu. Pada lahan 1 diberikan pemupukan P 25% dari rekomendasi dan pada lahan 2 diberikan pemupukan P 50% dari rekomendasi. Pemupukan P yang lebih rendah dari rekomendasi ini, dikarenakan tanah yang digunakan untuk penanaman telah memiliki kandungan P yang sangat tinggi ( ppm). Aktivitas fitase dipengaruhi oleh ketersediaan P dan fitat di dalam jaringan maupun zona perakaran, di mana aktifitas fitase akan dipicu oleh ketersediaan P yang rendah dan ketersediaan fitat yang tinggi pada tanaman (Susiyanti et al., 2007). Pemupukan P yang lebih rendah pada lahan 1 dibandingkan dengan lahan 2 memungkinkan serapan hara yang lebih rendah oleh tanaman tebu pada lahan 1, sehingga aktivitas fitase pada tanaman tebu dengan perlakuan pemupukan P 25% dapat lebih terpicu dibandingkan dengan perlakuan pemupukan P 50%. Walaupun fosfor terdapat banyak di dalam tanah, namun sebagian fosfor tidak tersedia bagi tanaman. Fosfor larut yang ditambahkan ke dalam tanah, sebagian akan terikat oleh liat, alumunium, besi ataupun kalsium sehingga menjadi tidak tersedia bagi tanaman, sekalipun keadaan tanah sangat baik (Soepardi, 1983). Sebagian fosfor yang telah diserap oleh tanaman, juga akan diubah ke dalam bentuk fitat yang sukar digunakan oleh tanaman (Zul et al., 2006). Dari hasil analisis yang telah dilakukan (Tabel 7), ternyata pada lahan 1 (25% P) umur 3 bulan, keseluruhan klon tebu transgenik memiliki kandungan P yang lebih tinggi dibandingkan isogenik PS 851, sedangkan pada umur 6 bulan

41 27 terdapat 7 klon tebu transgenik yang memiliki kandungan P di bawah isogenik PS 851. Pada lahan 2 (50% P) juga masih terdapat cukup banyak klon transgenik yang memiliki kandungan P di bawah isogenik 851, dimana 9 klon pada umur 3 bulan dan 8 klon pada umur 6 bulan. Tabel 7. Tabel Hasil Analisis Kandungan Fosfor Tebu Transgenik PS IPB1 dan Isogeniknya (ppm). Lahan 1 (25% P) Lahan 2 (50% P) 3 Bulan 6 Bulan 3 Bulan 6 Bulan Klon P (ppm) Klon P (ppm) Klon P (ppm) Klon P (ppm) Isogenik Isogenik Isogenik Isogenik Adanya klon tebu transgenik yang memiliki kandungan fosfor lebih tinggi maupun lebih rendah dari isogenik PS 851, dikarenakan secara alami tanaman tebu telah memiliki aktifitas fitase, di mana pada klon PS 851 berkisar antara U ml -1 (Nurhasanah, 2007). Dengan adanya aktifitas fitase ini, memungkinkan klon tebu isogenik PS 851 masih memiliki kandungan P yang lebih tinggi dari beberapa klon tebu transgenik walaupun pada kondisi pemupukan hara yang rendah. Selain itu, meningkat atau menurunnya ekspresi suatu gen (aktivitas fitase) dari tanaman juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dimana tanaman tersebut berada dan oleh perkembangan dari tanaman itu sendiri (Santosa

42 28 et al., 2009), sehingga terdapat klon-klon tebu transgenik yang memiliki kandungan P lebih tinggi ataupun lebih rendah dari isogenik PS 851. Serapan fosfor sangat dipengaruhi oleh perbedaan ph antara permukaan akar dengan larutan tanah yang juga dipengaruhi oleh bentuk N yang ditambahkan. Jika penambahan N yang diberikan dalam bentuk NO - 3, maka serapan anion akan lebih besar dibandingkan dengan serapan kation sehingga OH - akan dilepaskan dari akar dan menyebabkan ph pada permukaan akar akan lebih basa dibandingkan dengan larutan tanah sehingga serapan P dapat terjadi. Sedangkan jika penambahan N yang diberikan dalam bentuk NH +, serapan kation akan lebih besar dibadingkan dengan anion sehingga H + akan dilepaskan dari akar sehingga ph permukaan akar akan lebih asam dibandingkan dengan larutan tanah Kirkby (1981 dalam Mengel dan Kirkby, 1982). Banyaknya faktor-faktor yang mempengaruhi serapan P ini memungkinkan perbedaan kandungan fosfor yang terdapat pada jaringan tanaman sehingga kandungan fosfor pada klon-klon tebu transgenik dan isogeniknya berbeda. Dengan mengurutkan nilai kandungan fosfor pada klon tebu transgenik dan isogeniknya (Tabel 7), pada lahan 1 tebu umur 3 bulan kandungan P tertinggi hingga terendah adalah Klon PS IPB1-29, 46, 53, 36, 12, 71, 2, 52, 41, 20, 56, 55, 5, 3, 39, 7, 34, 70, 59, 1, isogenik PS 851. Pada lahan 1 tebu umur 6 bulan kandungan P tertinggi hingga terendah adalah Klon PS IPB1-46, 20, 52, 12, 71, 70, 7, 41, 55, 36, 56, 53, 29, isogenik PS 851, 5, 3, 59, 1, 39, 2, 34 (Gambar 7). Pada lahan 2 tebu umur 3 bulan kandungan P tertinggi hingga terendah adalah Klon PS IPB1-29, 20, 55, 5, 46, 71, 70, 56, 52, 3, 39, isogenik PS 851, 59, 41, 36, 34, 12, 53, 7, 2, 1. Pada lahan 2 tebu umur 6 bulan kandungan P tertinggi hingga terendah adalah Klon PS IPB1-55, 36, 53, 39, 52, 70, 59, 41, 29, 46, 34, 3, isogenik PS 851, 1, 71, 56, 5, 12, 2, 20, 7 (Gambar 8).

43 Fosfor (ppm) Fosfor (ppm) Klon 3 Bulan 6 Bulan Batas Isogenik 3 Bulan Batas Isogenik 6 Bulan Gambar 7. Grafik Kandungan Fosfor Tebu Transgenik PS IPB1 dan Isogeniknya Umur 3 dan 6 Bulan Pada Lahan Klon 3 Bulan 6 Bulan Batas Isogenik 3 Bulan Gambar 8. Grafik Kandungan Fosfor Tebu Transgenik PS IPB1 dan Isogeniknya Umur 3 dan 6 Bulan Pada Lahan 2. Berdasarkan umurnya (Gambar 7 dan 8), baik pada lahan 1 dan lahan 2, besar kandungan P yang terlihat, tidak berbeda jauh antara umur 3 bulan dan 6 bulan. Namun terlihat, hampir keseluruhan kandungan fosfor klon-klon tebu tansgenik pada saat berumur 3 bulan lebih tinggi dibandingan dengan klon tebu saat berumur 6 bulan. Hal ini dikarenakan, pada tanaman tebu fosfor diserap terbanyak pada umur satu bulan dan seterusnya menurun sampai suatu tingkat rendah tertentu (Sudiatso, 1980). Selain itu Bolland dan Paynter (1994) menyatakan konsentrasi P akan menurun dengan semakin meningkatnya kematangan tanaman. Kandungan fosfor yang lebih tinggi pada saat tebu berumur tiga bulan, juga dikarenakan pemupukkan P dilakukan pada saat awal tanam.

44 Fosfor Fosfor 30 Berdasarkan perlakuannya (Gambar 9 dan 10), hampir keseluruhan kandungan fosfor klon-klon tebu transgenik pada lahan 2 (50% P) lebih tinggi dibandingkan dengan klon-klon tebu transgenik pada lahan 1 (25% P). Namun jika diperhatikan, sebagian besar nilai kandungan fosfor klon-klon tebu transgenik pada lahan 1 (25% P) dan lahan 2 (50% P) tidak berbeda secara signifikan. Dapat diduga aktifitas fitase pada lahan 1 lebih tinggi dibandingkan dengan lahan 2, karena kandungan hara P yang lebih rendah pada lahan 1 memicu aktifitas fitase untuk membebaskan P yang terikat baik di dalam jaringan tanaman maupun di daerah perakaran Lahan 1 Lahan 2 Klon Batas Isogenik Lahan 1 Batas Isogenik Lahan 2 Gambar 9. Grafik Kandungan Fosfor Tebu Transgenik PS IPB1 dan Isogeniknya Pada Lahan 1 dan Lahan 2 Umur 3 Bulan Klon Lahan 1 Lahan 2 Batas Isogenik Lahan 1 Batas Isogenik Lahan 2 Gambar 10. Grafik Kandungan Fosfor Tebu Transgenik PS IPB1 dan Isogeniknya Pada Lahan 1 dan Lahan 2 Umur 6 Bulan

45 31 Hal ini, sesuai dengan pendapat Susiyanti et al. (2007) yang menyatakan aktifitas fitase akan dipicu oleh ketersediaan P dalam tanaman yang kurang, sehingga tanaman mengaktifkan enzim fitase untuk melepaskan P yang terikat dalam media tumbuh atau dalam jaringan. Hal ini juga didukung oleh hasil analisis aktivitas fitase pada tanaman tebu transgenik PS IPB1 yang telah dilakukan, di mana aktifitas fitase tebu di lahan 1 secara umum lebih tinggi dibandingkan dengan lahan 2 (Santosa et al., 2009). Pada lahan penanaman dengan perlakuan pemupukan 25% P dari rekomendasi (lahan 1), P di dalam tanah sebesar 101,72 ppm P 2 O 5. Jumlah P ini diperoleh dari penjumlahan P di dalam tanah sebelum penanaman (92,29 ppm P 2 O 5 ) dan P yang ditambahkan dari pupuk dengan perlakuan 25% P dari rekomendasi pemupukan P untuk tanaman tebu (9,43 ppm P 2 O 5 ). Dilihat dari hasil analisis kandungan P pada tanaman (Tabel 7) ternyata hampir seluruh kandungan P pada jaringan tanaman lebih tinggi dibandingkan dengan P di dalam tanah, hanya 1 klon tebu transgenik PS IPB 1 yang memiliki kandungan P dibawah kandungan P di dalam tanah yaitu klon PS IPB 1-1 pada umur 3 bulan. Pada lahan penanaman dengan perlakuan pemupukan 50% P dari rekomendasi (lahan 2), P di dalam tanah sebesar 111,14 ppm P 2 O 5. Jumlah P ini diperoleh dari penjumlahan P di dalam tanah sebelum penanaman (92,29 ppm P 2 O 5 ) dan P yang ditambahkan dari pupuk dengan perlakuan 50% P dari rekomendasi pemupukan P untuk tanaman tebu (18,85 ppm P 2 O 5 ). Dilihat dari hasil analisis kandungan P pada tanaman ternyata seluruh kandungan P pada jaringan tanaman lebih tinggi dibandingkan dengan P di dalam tanah. Kandungan P yang lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan P yang tersedia di dalam tanah ini, kemungkinan besar akibat adanya aktifitas fitase yang meningkatkan ketersediaan P di dalam jaringan tanaman maupun akibat adanya gen fitase yang terlepas dari perakaran sehingga meningkatkan ketersediaan P di daerah perakaran. Analisis kadar hara yang terdapat di dalam tanaman ini, belum dapat menunjukkan keragaan tanaman vegetatif seutuhnya. Hal ini dikarenakan terdapat tanaman yang memiliki kadar hara lebih rendah, namun memiliki keragaan yang lebih baik (jumlah batang banyak ataupun tinggi batang yang lebih tinggi)

46 32 sedangkan tanaman yang memiliki kadar hara lebih tinggi, namun memiliki keragaan yang kurang baik (jumlah batang sedikit ataupun tiggi batang yang lebih rendah). Agar dapat mengkorelasikan keragaan tanaman tebu, maka jumlah serapan hara lebih baik untuk digunakan 5.4. Rendemen Tebu Transgenik PS IPB 1 Proses kemasakan tebu, digambarkan oleh semakin meningkatnya rendemen atau perolehan gula sampai pada titik maksimum. Sesudah titik maksimum dicapai cepat atau lambat (tergantung jenis atau kondisi tanaman) rendemen menurun kembali (Sudiatso, 1980). Masa kemasakan tebu adalah suatu gejala bahwa pada akhir dari pertumbuhannya terdapat timbunan sakarosa di dalam batang tebu. Pada tebu yang masih muda, kadar sakarosa tertinggi berada di dalam ruas-ruas bawah, semakin ke atas dan ke bawah dari posisi tersebut, kadar sakarosa semakin berkurang (Sutardjo, 1994). Proses kemasakan berjalan dari ruas ke ruas, sedangkan derajat kemasakan tiap-tiap ruas tergantung dari umurnya. Pada tebu yang matang kadar sakarosa maksimum menjadi lebih tinggi, dan menurunnya kadar tersebut ke atas menjadi kurang. Kadar sakarosa antara batang bawah dan atas hampir sama. Jika tebu sudah menjadi masak betul, maka kadar sakarosa menjadi hampir sama tinggi di semua ruas kecuali pada bagian pucuk yang teratas. Kadar sakarosa yang rendah di pucuk berhubungan dengan belum terbentuknya ruas-ruas di tempat itu. Juga bagian batang di bawah permukaan tanah mempunyai kadar sakarosa yang rendah karena tingginya kadar sabut (Satuan Kerja Pengembangan Tebu Jatim, 2005). Dikarenakan penelitian hanya dilakukan pada saat fase pertumbuhan vegetatif tebu, maka perolehan rendemen nyata belum dapat ditentukan. Namun, berdasarkan uraian yang telah disebutkan, rendemen sangat terkait dengan batang tebu. Faktor-faktor yang terkait dengan batang tebu, yaitu jumlah batang, tinggi batang, diameter batang, dan jumlah ruas. Dari faktor-faktor ini, maka bakat rendemen yang diperoleh dari tebu dapat diperkirakan. Untuk dapat memperkirakan dan membandingkan rendemen yang dihasilkan maka dilakukan pengelompokan dengan sebaran frekuensi data, dan memberikan skor untuk masing-masing faktor yang terkait dengan rendemen tersebut (Lampiran 3).

47 Skor 33 Pada Gambar 12, terlihat perbandingan besarnya jumlah skor dari masingmasing klon. Skor klon tebu transgenik pada lahan 2 (50% P) relatif lebih tinggi dibandingkan dengan lahan 1 (25% P), namun perbedaan skor di kedua lahan tidak berbeda secara signifikan. Dilihat dari skor kedua lahan (lahan 1 dan lahan 2) maupun skor total, klon tebu transgenik PS IPB 1-59, 20, 55, 5, 53 selalu menempati urutan skor yang tinggi, hal ini menunjukkan klon tersebut dapat dikatakan unggul berdasarkan bakat rendemen yang dihasilkan Skor Lahan 1 Skor Lahan 2 Total skor Klon Batas Isogenik Lahan 1 Batas Isogenik Gambar 11. Grafik Skor Faktor-Faktor Yang Terkait Dengan Rendemen Pada lahan 1, Lahan 2, dan Total Skor Kedua Lahan. Dari total skor kedua lahan (lahan 1 dan lahan 2), ternyata 14 klon tebu transgenik PS IPB1 memiliki skor yang lebih tinggi dibanding isogenik PS 851. Jika diurutkan berdasarkan perolehan total skor tertinggi hingga terendah dari kedua lahan yaitu PS IPB1-59, 20, 55, 5, 53, 3, 29, 2, 71, 1, 34, 41, 7, 56, isogenik PS 851, 36, 39, 70, 12, 52, 46. Jika dibandingkan berdasarkan skor masingmasing perlakuan (Tabel Lampiran 8), ternyata pada lahan 1 (25% P) terdapat 15 klon tebu transgenik yang memiliki skor lebih tinggi dari isogenik PS 851 dengan urutan dari yang terbesar hingga terkecil adalah PS IPB1-59, 20, 5, 53, 55, 71, 34, 2, 3, 29, 1, 7, 56, 12, 36, isogenik PS 851, 39, 41, 46, 70, 52. Sedangkan pada lahan 2 (50% P) terdapat 8 klon tebu transgenik yang memiliki skor lebih tinggi

48 34 dari isogenik dengan urutan dari yang terbesar hingga terkecil adalah PS IPB1-55, 59, 20, 5, 29, 3, 41, 53, isogenik PS 851, 1, 2, 36, 56, 39, 7, 71, 70, 34, 52, 12, Klon Unggul Tebu Transgenik PS IPB 1 Usaha untuk mendapatkan varietas tebu yang unggul terutama ditujukan untuk perbaikan kuantitas dan kualitas yang dihasilkan tebu. Rekayasa genetika dengan penyisipan gen fitase dipilih untuk dilakukan agar mendapatkan varietas tebu yang unggul, hal ini dikarenakan gen fitase dapat menghasilkan enzim yang dapat mengubah senyawa fitat, yaitu senyawa organik yang menyimpan fosfat di dalam sel tanaman (Zul, 2006). Penyeleksian klon unggul transgenik dibandingkan dengan klon lain, diseleksi berdasarkan berbagai faktor yang telah diperoleh. Penyeleksian ini dilakukan berdasarkan keragaannya (persen perkecambahan, jumlah batang, tinggi batang, diameter batang, jumlah ruas, dan indeks luas daun), serta kandungan nitrogen dan fosfor. Sama seperti penyeleksian rendemen, penyeleksian ini juga dilakukan dengan pengelompokkan faktor-faktor yang ada berdasarkan sebaran frekuensi data dan memberikan skor untuk masing-masing faktor tersebut (Lampiran 3). Berdasarkan skor yang diperoleh, ternyata pada lahan 1 (25% P) semua klon tebu transgenik memiliki skor yang lebih tinggi dibandingkan isogenik PS 851. Pada lahan 2 (50% P), hanya 18 klon transgenik dari 20 klon yang memiliki skor di atas isogenik PS 851. Sedangkan secara keseluruhan (total skor kedua lahan), ternyata seluruh klon tebu transgenik PS IPB1, memiliki skor diatas isogenik PS 851. Perbandingan skor masing-masing klon, dapat dilihat pada Gambar 13. Dengan mengurutkan perolehan skor tertinggi hingga terendah untuk masing-masing klon pada lahan 1, yaitu Klon PS IPB1-20, 5, 59, 53, 29, 71, 34, 12, 7, 46, 3, 2, 55, 56, 1, 36, 39, 70, 41, 52, isogenik PS 851. Pada lahan 2, yaitu Klon PS IPB1-55, 52, 5, 41, 36, 70, 29, 53, 59, 39, 3, 56, 2, 20, 12, 1, 71, 34, isogenik PS 851, 46, 7. Sedangkan urutan perolehan skor tertinggi hingga terendah secara keseluruhan (total skor kedua lahan) adalah Klon PS IPB1-55, 5, 20, 59, 29, 53, 71, 3, 36, 12, 2, 52, 70, 34, 41, 56, 39, 1, 46, 7, isogenik PS 851. Dari seleksi dengan skoring sebaran frekuensi data yang dilakukan, secara

49 Skor 35 keseluruhan dapat terlihat lima klon unggul tebu transgenik PS IPB 1 dari segi keragaan dan kandungan unsur N dan P yang telah dianalisis adalah Klon PS IPB1-55, 5, 20, 59, dan Klon Skor Lahan 1 Skor Lahan 2 Total skor Batas Isogenik Lahan 1 Batas Isogenik Gambar 12. Grafik Total Skor Masing-Masing Klon Pada Lahan 1, Lahan 2, dan Total Skor Kedua Lahan.

50 VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan 1. Tidak seluruh klon tebu transgenik PS IPB 1 memiliki kandungan N dan P lebih tinggi dibandingkan dengan isogenik PS 851. Namun, klon-klon tebu transgenik PS IPB 1 yang memiliki kandungan N dan P yang lebih tinggi dibandingkan isogenik PS 851, lebih banyak dibandingkan klon-klon yang memiliki kandungan N dan P lebih rendah dibandingkan isogenik PS Berdasarkan umur tebu kandungan N dan P pada umur tiga bulan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan umur 6 bulan. Berdasarkan perlakuan yang diterapkan, klon-klon tebu transgenik PS IPB 1 pada lahan 2 (50% P) memiliki kandungan N dan P yang relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan klon-klon pada lahan 1 (25% P). 3. Berdasarkan seleksi yang dilakukan, 5 klon tebu transgenik yang memiliki peluang rendemen tertinggi adalah Klon PS IPB1-59, Klon PS IPB1-20, Klon PS IPB1-55, Klon PS IPB1-5, Klon PS IPB1-53. Sedangkan klon tebu transgenik yang unggul berdasarkan skoring seluruh kriteria yang ada adalah Klon PS IPB1-55, PS IPB1-5, PS IPB1-20, PS IPB1-59, dan PS IPB Saran Perlu dilakukan penelitian lanjutan hingga masa kemasakan tebu untuk mengetahui pengaruh aktifitas fitase pada pertumbuhan tebu dan kandungan unsur P dan N, serta untuk mengetahui rendemen nyata yang dihasilkan.

51 DAFTAR PUSTAKA Arifin, B Ekonomi swasembada gula indonesia. Eco Rev. 211: Bolland, M. D. A. and B. H. Paynter Critical phosphorus concentrations for burr medic, yellow serradella, subterranean clover, and wheat. Comm. Soil Sci. and Plant Anal. 25: Dwijoseputro, D Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta:PT Gramedia. Epstein, E Mineral Nutrition of Plants Principles and Perspectives. New Delhi : Wiley Eastern Limited. Fauconnier, R The Tropical Agriculturalist, Sugar Cane. London : The Macmillan Press Ltd. Glaz, B., G. Powell, R. Perdomo, and M. F. Ulloa Sugarcane genotype response to phosphorus fertilizer in the everglades. Agron. J. 92: Gilbert, R. A., M. G. Meagher, J. C. Comstock, J. D. Miller, M. Jain, and A. Abouzid Agronomic evaluation of sugarcane lines trasformed for resistance to Sugarcane mosaic virus strain E. Crop Sci. 45: Handoko, H.B Tempe-Makanan Unggulan Masa Depan. handokonews.wordpress.com/category/kesehatan-dan-nutrisi/page/3/ [5 Mei 2009]. Hardjowigeno, S Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Jakarta : Akademika Pressindo. Hooker, M. L., D. H. Sander, G. A. Peterson, and L. A. Daigger Gaseous N losses from winter wheat. Agron. J. 72: Jones, B., B. Wolf, and H. A. Mills Plant Analysis Handbook. Georgia:Micro-Macro Publishing, Inc. [KCM] Kompas Cyber Media. 19 Desember Impor Gula 2004 Sekitar Ton htm [12 Juni 2009]. [KCM] Kompas Cyber Media. 5 Desember Antisipasi Defisit Stok, Impor Gula Disetuju. htm [14 Juni 2009]. Kuntohartono, T. dan J. P. Thijsse Detil Data Saccharum officinarum Linn. [10 Juni 2009].

52 Kurniawan, R. E. K. dan S. Handayani Pengaruh kerapatan bongkah dan jeluk muka air tanah terhadap pertumbuhan dan serapan fosfor sawi. J. Ilmu Tanah dan Lingk. 5: Leiwakabessy, F. dan A. Sutandi Pupuk dan Pemupukan. Bogor : IPB. Leiwakabessy, F. M Kesuburan Tanah. Bogor : IPB. Mengel, K. and E. A. Kirkby Principles of Plant Nutrition. Switzerland : International Potash Institut. Nurhasanah, A Penyisipan Gen Fitase Pada Tebu (Sacharum officinarum L.) Varietas PS 851 dan PA 198 Dengan Perantara Agrobacterium tumefaciens GV 2260 [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, IPB. Rao, K. P. and D. W. Rains Nitrate absorption by barley. Plant Physiol. 57: Santosa, D. A Konstruksi Tebu Transgenik Budidaya Hasil Tinggi dan Efisien Dalam Memanfaatkan Hara P Melalui Transfer Gen Fitase Asal Bakteri. Laporan tahun I Riset Andalan Perguruan Tinggi dan Industri (RAPID). IPB. November hlm. Santosa, S Mineral Bagi Tanaman. artikel/mineral.html [4 Mei 2009]. Santosa, D. A., K. Murtilaksono, A. Purwito, dan Susiyanti Uji Keragaan Tebu Transgenik Fitase PS IPB1 MT 2008/2009. Laporan Tahap I Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan IPB dan PTPN XI. Bogor, 12 Maret hlm. Satori, A Bioteknologi. [26 April 2009]. Satuan Kerja Pengembangan Tebu Jatim Standar Karakterik Pertumbuhan Tebu. Jawa Timur. _pertumbuhan.htm [10 Juni 2009]. Soepardi, G Sifat dan Ciri Tanah. Bogor : IPB. Sudiatso, S Bertanam Tebu. Bogor : IPB. 38

53 Susiyanti, R. H. Zul, A. Nena, G. A. Wattimena, M. Surahman, A. Purwito, S. Anwar, dan D. A. Santosa Transformasi beberapa klon tebu melalui Agrobacterium tumefaciens GV 2260 dengan plasmid PBIN1-ECS dan PMA yang membawa gen fitase. Di dalam Sujiprihati S, Sudarsono, Sobir, Purwito A, Yudiwanti, Wirnas D (penyunting) Sinergi Bioteknologi dan Pemuliaan Dalam Perbaikan Tanaman. Prosiding Seminar Nasional Bioteknologi dan Permuliaan Tanaman; Bogor, 1-2 Agustus Bogor : Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. hlm Susiyanti, G. A. Wattimena, M. Surahman, A. Purwito, dan D. A. Santosa Transformasi tanaman tebu (cv. PSJT 94-41) dengan gen fitase menggunakan Agrobacterium tumefaciens GV 2260 (pbinpi-iiec). Bul. Agron. 35: Sutardjo, E Budidaya Tanaman Tebu. Malang : PT Bumi Aksara. Tya, N Impor Gula 110 ton di Awal /2008/01/13/impor-gula-110-ribu-ton-di-awal-2008/ [14 Juni 2009]. Widowati, S., D. Andriani, E. I. Riyanti, P. Raharto, dan L. Sukarno Karakterisasi fitase dari Bacillus coagulans. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Rintisan dan Bioteknologi Tanaman; Bogor, Januari Ziadi, N., G. Belanger, A. N. Cambouris, N. Tremblay, M. C. Nolin, and A. Claessens Relationship between phosphorus and nitrogen concentrations in spring wheat. Agron J. 100: Zul, R. H., A. Purwito, dan D. A. Santosa Pengaruh penambahan BAP dan kinetin pada media terhadap regenerasi dan pertumbuhan kalus transgenik tebu var. CB Di dalam Sujiprihati S, Sudarsono, Sobir, Purwito A, Yudiwanti, Wirnas D (penyunting) Sinergi Bioteknologi dan Pemuliaan Dalam Perbaikan Tanaman. Prosiding Seminar Nasional Bioteknologi dan Permuliaan Tanaman; Bogor, 1-2 Agustus Bogor : Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. hlm

54 LAMPIRAN

55 Lampiran 1. Skoring Dengan Menggunakan Sebaran Frekuensi Data, Untuk Mencari 20 Klon Terbaik Pada Saat Umur 3 Bulan, 6 Bulan, dan Penyeleksian Klon Tebu Transgenik Terbaik. 41 Untuk mencari 20 klon yang digunakan pada analisis 3 dan 6 bulan, serta penyeleksian klon tebu transgenik terbaik, dilakukan dengan mengelompokkan data-data yang ada dengan menggunakan sebaran frekuensi data. Data-data yang telah dikelompokkan diberikan nilai skor, di mana semakin tinggi kelas, skor yang diberikan semakin tinggi. Skor ini berbeda untuk masingmasing kriteria, yaitu : Tabel Lampiran 1. Tabel Skor Kriteria Untuk Masing-Masing Kelas Kriteria Skor Untuk Masing-Masing Kelas Aktifitas Fitase Diameter Batang Tinggi Batang Jumlah Batang P Total N Total Jumlah Ruas Indeks Luas Daun Panjang Daun Lebar Daun Persen Perkecambahan Untuk membuat sebaran frekuensi data dan menentukan klon pilihan, terdapat beberapa langkah, yaitu : 1. Menentukan banyaknya selang kelas Banyaknya selang kelas = 3.3 log (n)+1 2. Menentukan lebar selang kelas Lebar selang kelas = ( Xmax-Xmin ) / banyaknya selang kelas 3. Masukkan data-data yang ada ke dalam masing-masing kelas 4. Berikan skor pada masing-masing data 5. Jumlahkan skor yang diperoleh untuk setiap klon, berdasrkan kriteria yang ada 6. Urutkan skor yang diperoleh masing-masing klon, untuk mendapatkan klon terbaik (skor semakin tinggi).

56 42 Lampiran 1. (lanjutan) Selang Kelas Untuk Masing-Masing Kriteria yang Digunakan Pada Saat Pemilihan Klon Untuk dianalisis Unsur P dan N-nya Pada Umur 3 dan 6 Bulan Kriteria pada umur 3 bulan Panjang Daun Atas (cm) Lebar Daun Bawah (cm) 1,2-1,4 1,5-1,7 1,8-2,0 2,1-2,3 2,4-2,6 2,7-2,9 3,0-3,2 3,3-3,5 Panjang Daun Bawah (cm) Jumlah Batang 1 Bulan (satuan) Lebar Daun Atas (cm) 1,1-1,5 1,6-2,0 2,1-2,5 2,6-3,0 3,1-3,5 3,6-4,0 4,1-4,5 4,6-5,0 Jumlah Batang 3 Bulan (satuan) Kriteria pada umur 6 bulan Panjang Daun Atas (cm) Tinggi Batang (cm) Panjang Daun Bawah (cm) Diameter Batang (cm) 2,0-2,13 2,14-2,27 2,28-2,41 2,42-2,55 2,56-2,69 2,70-2,83 2,84-2,97 2,98-3,11 Lebar Daun Atas (cm) 3,3-3,5 3,6-3,8 3,9-4,1 4,2-4,4 4,5-4,7 4,8-5,0 5,1-5,3 5,4-5,6 Jumlah Batang (Satuan) Lebar Daun Bawah (cm) 3,0-3,2 3,3-3,5 3,6-3,8 3,9-4,1 4,2-4,4 4,5-4,7 4,8-5,0 5,1-5,3 Jumlah Ruas (satuan) 6-7,1 7,2-8,3 8,4-9,5 9,6-10,7 10,8-11,9 12,0-13,1 13,2-14,3 14,4-15,5

57 43 Lampiran 1. (lanjutan) Selang Kelas Untuk Masing-Masing Kriteria yang Digunakan Pada Saat penentuan Rendemen Unggul dan Klon Unggul Tebu Transgeik PS IPB 1 Kriteria pada umur 3 bulan Perkecambahan (%) Kandungan Fosfor (ppm) Jumlah Batang 1 Bulan (satuan) Kandungan Nitrogen (%) 1,155-1,295 1,296-1,445 1,446-1,595 1,596-1,745 1,746-1,895 1,896-2,045 2,046-2,195 Jumlah Batang 3 Bulan (satuan) Indeks Luas Daun (cm 2 ) 0,3238-0,4138 0,4139-0,5138 0,5139-0,6138 0,6139-0,7138 0,7139-0,8138 0,8139-0,9138 0,9139-1,0138 Kriteria pada umur 6 bulan Indeks Luas Daun (cm 2 ) 0,9570-1,007 1,008-1,067 1,068-1,127 1,128-1,187 1,188-1,247 1,248-1,307 1,308-1,367 Diameter Batang (cm) 2,0-2,15 2,16-2,31 2,32-2,47 2,48-2,63 2,64-2,79 2,80-2,95 2,96-3,11 Jumlah Batang (satuan) Kandungan Fosfor (ppm) Tinggi Batang (cm) Kandungan Nitrogen (%) 0,735-0,855 0,856-0,985 0,986-1,115 1,116-1,245 1,246-1,375 1,376-1,505 1,506-1,635 Jumlah Ruas (satuan) 11-11,5 11,6-12,1 12,2-12,7 12,8-13,3 13,4-13,9 14,0-14,5 14,6-15,1

58 Lampiran 2. Metode Percobaan Penetapan dan Analisis N Tanaman Berdasarkan Metode Kjeldhal 44 Penetapan unsur N (Metode Kjeldahl) 1. Jaringan daun tebu yang telah digiling halus ditimbang sebanyak 0.2 g 2. Campuran Se, CuSO 4, dan NaSO 4 sebanyak 1.9 g (atau satu canting kecil) ditambahkan ke dalam sampel 3. H 2 SO 4 pekat ditambahkan sebanyak 5 ml ke dalam labu 4. Paraffin cair ditambahkan sebanyak 5 tetes 5. Labu dipanasi di kamar asap selama 1.5 jam hingga diperoleh cairan berwarna terang. Dipanaskan kembali selama 15 menit, lalu dinginkan 6. Air ditambahkan sebanyak ±50 ml, digoyang sebentar dan pindahkan isi labu secara kuantitatif ke dalam labu destilasi 7. NaOH 50% ditambahkan sebanyak 20 ml 8. Destilasi dimulai. Destilat ditampung ke dalam erlenmeyer 125 ml yang telah berisi campuran 10 ml H 3 BO 4 1% dan 5 tetes indikator Conway. Destilasi dilakukan sampai isi destilat kira-kira mencapai 100 ml 9. Destilat dititrasi dengan HCl 0.1 N yang telah dilakukan sampai terjadi perubahan warna dari hijau ke merah Penetapan blanko dilakukan Perhitungan : Kadar N % = ml HCl contoh blanko x N HCl x 14 x 100 mg contoh

59 Lampiran 3. Metode Percobaan dan Analisis P Tanaman Berdasarkan Metode Pengabuan Basah dan P-Bray 45 Pengabuan Basah 1. Jaringan daun tebu yang telah digiling halus ditimbang sebanyak 0.2 g 2. Jaringan daun tebu tersebut dimasukkan ke dalam tabung destruksi (25 ml), kemudian ditambahkan HClO 4 dan HNO 3 dengan perbandingan 1:2 sebanyak 5 ml. Diamkan semalam 3. Sampel dipanaskan dengan suhu C selama 1. 5 jam sampai asap berwarna putih. Dinginkan ± 30 menit 4. HCl pekat ditambahkan sebanyak 1 ml 5. Sampel dipanaskan dengan suhu C selama 1. 5 jam sampai asap berwarna putih. Dinginkan ± 30 menit 6. Kemudian aquadest ditambahkan sampai batas tera dan dikocok hingga merata Penetapan Unsur P (P-Bray) 1. Larutan yang telah dihasilkan dipipet sebanyak 5 ml kedalam tabung reaksi 2. Kemudian ditambahkan 5 ml larutan pereaksi fosfat 1 (P-B) dan 5 tetes pereaksi fosfat 2 (P-C), kocok 3. Tunggu selama 15 menit dan kerapatan optiknya dibaca dengan alat ukur spektrofotometer pada panjang gelombang 660 µm Perhitungan : P tanaman PPM = Pdalam larutan X X 10 5

60 46 Lampiran 4. Mekanisme Perawatan dan Pemupukan Tanaman Tebu Transgenik PS IPB 1 di Lokasi Penanaman PG Djatiroto Kebun Gedang Mas V.7, Jawa Timur (PG Djatiroto 2008/2009) Mekanisme perawatan dan pemupukkan Tanaman Tebu Transgenik PS IPB 1, selama masa tanam 2008/2009, saat tebu ditanam hingga umur 6 bulan, yaitu : 1. Pemupukan I, pada saat tanam dosis 4 Kui/Ha Za + 0,5 Kui/Ha SP 36 (Perlakuan I) 2. Pemupukan I, pada saat tanam dosis 4 Kui/Ha Za + 1 Kui/Ha SP 36 (Perlakuan II) 3. Pemupukan II, pada saat tanaman umur 1,5 bulan dosis 4 kui/ha Za + 1 Kui/Ha KCl 4. Penyiangan dilaksanakan sebanyak 2 kali yaitu sebelum bumbun I dan ke dua Sebelum bumbun III (bila diperlukan) 5. Pemberian Air dilaksanakan sebanyak 3 kali :Satu : Setelah bumbun I, ke Dua: Sebelum bumbun 2 dan ke Tiga: Menjelang garbu 6. Bumbun I : Kecrik, tebu umur 1 bulan. 7. Bumbun II : Cacah (umur 1,5-2 bulan) Pakai garbu gigi mata 2 8. Bumbun III : Pra gulud/tipar/sampar, tebu umur 2,5 3 bln 9. Bumbun IV : Garbu, tebu umur 3 4 bulan. 10. Bumbun V : Gulud akhir (4 5 bln) didahului rewos (membersihkan rumput dan daun kering) maksimal 3 ruas. 11. Rewos : Sebelum gulud, tanaman beruas Klentek I : Tanaman beruas Klentek II : Tanaman beruas (daun tua 7 helai) 14. Klentek III : Tanaman beruas 22 (daun tua 5 7 helai) (PG Djatiroto, 2009)

61 5.2 Kandungan Nitrogen Tebu Transgenik PS IPB Gambar Lampiran 1. Gambar Klon-Klon Tebu Transgenik PS IPB 1 yang Digunakan Untuk Analisis N dan P. 47

62 48 Gambar Lampiran 2. Gambar Peta Areal PG Jatiroto Lokasi Penanaman

ANALISIS KANDUNGAN UNSUR N DAN P TEBU TRANSGENIK PS-IPB 1 YANG MENGEKSPRESIKAN GEN FITASE. Oleh : MIZA A

ANALISIS KANDUNGAN UNSUR N DAN P TEBU TRANSGENIK PS-IPB 1 YANG MENGEKSPRESIKAN GEN FITASE. Oleh : MIZA A ANALISIS KANDUNGAN UNSUR N DAN P TEBU TRANSGENIK PS-IPB 1 YANG MENGEKSPRESIKAN GEN FITASE Oleh : MIZA A14052442 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Karakteristik Lokasi Penelitian Tebu transgenik IPB 1 dan isogenik PS 851 ditanam di Kebun Percobaan PG Djatirorto PTPN XI, Jawa Timur. Secara administrasi, lokasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tebu Tebu termasuk family Graminae, genus Saccharum. Terdapat tiga spesies tebu, meliputi S. officinarum, S. robustum, dan S. spontaneum, serta dua sub spesies, yaitu S. sinense

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tebu ( Saccharum officinarum L.)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tebu ( Saccharum officinarum L.) 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tebu (Saccharum officinarum L.) Saccharum officinarum L., merupakan spesies tebu yang termasuk dalam kelas monokotiledon, ordo Glumaceae, famili Graminae, dan genus Saccharum

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Tanaman tebu dalam dunia tumbuh-tumbuhan memiliki sistematika sebagai berikut : Kelas : Angiospermae Subkelas : Monocotyledoneae Ordo : Glumaceae Famili : Graminae

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena harganya terjangkau dan sangat bermanfaat bagi kesehatan. Pisang adalah buah yang

Lebih terperinci

ANALISIS KANDUNGAN HARA N DAN P SERTA KLOROFIL TEBU TRANSGENIK IPB 1 YANG DITANAM DI KEBUN PERCOBAAN PG DJATIROTO, JAWA TIMUR

ANALISIS KANDUNGAN HARA N DAN P SERTA KLOROFIL TEBU TRANSGENIK IPB 1 YANG DITANAM DI KEBUN PERCOBAAN PG DJATIROTO, JAWA TIMUR ANALISIS KANDUNGAN HARA N DAN P SERTA KLOROFIL TEBU TRANSGENIK IPB 1 YANG DITANAM DI KEBUN PERCOBAAN PG DJATIROTO, JAWA TIMUR VITTA PUSPITA MARLIANI A14062588 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN

Lebih terperinci

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh 45 4.2 Pembahasan Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan memperhatikan syarat tumbuh tanaman dan melakukan pemupukan dengan baik. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Tebu Botani dan Syarat Tumbuh Tebu

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Tebu Botani dan Syarat Tumbuh Tebu TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Tebu Botani dan Syarat Tumbuh Tebu Tebu termasuk ke dalam kelas Monocotyledoneae dan ordo Glumamaceae. Saccharum officinarum adalah jenis yang paling banyak dikembangkan dan dibudidayakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Bahan Humat dengan Carrier Zeolit terhadap Jumlah Tandan Pemberian bahan humat dengan carrier zeolit tidak berpengaruh nyata meningkatkan jumlah tandan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai (Capsicum sp.) berasal dari Amerika dan menyebar di berbagai negara di dunia. Cabai termasuk ke dalam famili terong-terongan (Solanaceae). Menurut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum) merupakan tanaman semusim yang tergolong

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum) merupakan tanaman semusim yang tergolong 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tomat (Lycopersicum esculentum) merupakan tanaman semusim yang tergolong komoditi sayuran buah dan sangat potensial untuk dikembangkan. Tomat memiliki banyak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Pertumbuhan Tanaman Kedelai Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) mempunyai sistem perakaran yang terdiri dari akar tunggang yang terbentuk dari calon akar, akar sekunder,

Lebih terperinci

TEBU. (Saccharum officinarum L).

TEBU. (Saccharum officinarum L). TEBU (Saccharum officinarum L). Pada awal abad ke-20 Indonesia dikenal sebagai negara pengekspor gula nomor dua terbesar di dunia setelah Kuba, namun pada awal abad ke-21 berubah menjadi negara pengimpor

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Tanah Hasil analisis contoh tanah pada lokasi percobaan dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan hasil analisis tanah pada lokasi percobaan, tingkat kemasaman tanah termasuk

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 11 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 2 lokasi penelitian yang digunakan yaitu Harapan dan Inalahi yang terbagi menjadi 4 plot pengamatan terdapat 4 jenis tanaman

Lebih terperinci

PENYISIPAN GEN FITASE PADA TEBU (Saccharum officinarum) VARIETAS PS 851 DAN PA 198 DENGAN PERANTARA Agrobacterium tumefaciens GV 2260

PENYISIPAN GEN FITASE PADA TEBU (Saccharum officinarum) VARIETAS PS 851 DAN PA 198 DENGAN PERANTARA Agrobacterium tumefaciens GV 2260 PENYISIPAN GEN FITASE PADA TEBU (Saccharum officinarum) VARIETAS PS 851 DAN PA 198 DENGAN PERANTARA Agrobacterium tumefaciens GV 2260 ADE NENA NURHASANAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tanaman Tebu Saccharum officinarum

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tanaman Tebu Saccharum officinarum TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tanaman Tebu Dalam taksonomi tumbuhan, tebu tergolong dalam Kerajaan Plantae, Divisi Magnoliophyta, Kelas Monocotyledoneae, Ordo Glumaceae, Famili Graminae, Genus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman pangan utama sebagian besar penduduk

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman pangan utama sebagian besar penduduk 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman pangan utama sebagian besar penduduk Indonesia. Produksi padi nasional mencapai 68.061.715 ton/tahun masih belum mencukupi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Ekologi Tanaman Tebu

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Ekologi Tanaman Tebu TINJAUAN PUSTAKA 4 Botani dan Ekologi Tanaman Tebu Tebu (Saccharum officinarum L.) termasuk dalam divisi Spermatophyta, kelas Monocotyledone, ordo Graminales dan famili Graminae (Deptan, 2005). Batang

Lebih terperinci

TIGA PILAR UTAMA TUMBUHAN LINGKUNGAN TANAH

TIGA PILAR UTAMA TUMBUHAN LINGKUNGAN TANAH EKOFISIOLOGI TIGA PILAR UTAMA TUMBUHAN TANAH LINGKUNGAN Pengaruh salinitas pada pertumbuhan semai Eucalyptus sp. Gas-gas atmosfer, debu, CO2, H2O, polutan Suhu udara Intensitas cahaya, lama penyinaran

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. karena nilai gizinya sangat tinggi. Kedelai mempunyai kandungan protein yang

I. PENDAHULUAN. karena nilai gizinya sangat tinggi. Kedelai mempunyai kandungan protein yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai merupakan salah satu palawija yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat karena nilai gizinya sangat tinggi. Kedelai mempunyai kandungan protein yang relatif

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Kacang Hijau Kacang hijau (Vigna radiata L.) merupakan salah satu komoditas tanaman kacang-kacangan yang banyak dikonsumsi rakyat Indonesia. Kacang hijau termasuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Padi Tanaman padi merupakan tanaman tropis, secara morfologi bentuk vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun berbentuk pita dan berbunga

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Industri gula adalah salah satu industri bidang pertanian yang secara nyata memerlukan keterpaduan antara proses produksi tanaman di lapangan dengan industri pengolahan. Indonesia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sistematika tanaman tebu adalah sebagai berikut : kingdom : Plantae ;

TINJAUAN PUSTAKA. Sistematika tanaman tebu adalah sebagai berikut : kingdom : Plantae ; TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Sistematika tanaman tebu adalah sebagai berikut : kingdom : Plantae ; divisi : Spermatophyta ; subdivisi : Angiospermae ; kelas : Monocotyledoneae ; ordo : Graminales ;

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Kimia dan Fisik Tanah Sebelum Perlakuan Berdasarkan kriteria penilaian ciri kimia tanah pada Tabel Lampiran 5. (PPT, 1983), Podsolik Jasinga merupakan tanah sangat masam dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Kimia Hasil analisis sifat kimia tanah sebelum diberi perlakuan dapat dilihat pada lampiran 2. Penilaian terhadap sifat kimia tanah yang mengacu pada kriteria Penilaian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Jagung merupakan tanaman berumah satu, bunga jantan terbentuk pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Jagung merupakan tanaman berumah satu, bunga jantan terbentuk pada 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Jagung Jagung merupakan tanaman berumah satu, bunga jantan terbentuk pada malai dan bunga betina terletak pada tongkol di pertengahan batang secara terpisah tapi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga setelah padi dan jagung. Kebutuhan kedelai terus meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tanah Awal Seperti umumnya tanah-tanah bertekstur pasir, lahan bekas tambang pasir besi memiliki tingkat kesuburan yang rendah. Hasil analisis kimia pada tahap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keinginan untuk berswasembada kedelai telah beberapa kali dicanangkan, namun

I. PENDAHULUAN. Keinginan untuk berswasembada kedelai telah beberapa kali dicanangkan, namun 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Keinginan untuk berswasembada kedelai telah beberapa kali dicanangkan, namun belum dibarengi dengan program operasional yang memadai. Melalui program revitalisasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Sifat Kimia dan Fisik Latosol Darmaga Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga yang digunakan dalam percobaan ini disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Sifat Kimia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Tanaman Klasifikasi tanaman padi adalah sebagai berikut: Divisi Sub divisi Kelas Keluarga Genus Spesies : Spermatophyta : Angiospermae : Monotyledonae : Gramineae (Poaceae)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Kacang Tanah

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Kacang Tanah TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Kacang Tanah Tanaman kacang tanah (Arachis hypogaea, L.) merupakan tanaman yang berasal dari benua Amerika, khususnya dari daerah Brazilia (Amerika Selatan). Awalnya kacang tanah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terung-terungan (Solanaceae). Keluarga ini memiliki sekitar 90 genus dan sekitar

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Sifat Fisik dan Kimia Tanah Inceptisol Indramayu Inceptisol Indramayu memiliki tekstur lempung liat berdebu dengan persentase pasir, debu, liat masing-masing 38%,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani dan Morfologi Tanaman Tebu (Saccharum officinarum) termasuk dalam kelas Monokotiledon, ordo Glumaccae, famili Graminae, genus Saccharum. Beberapa spesies tebu yang lain

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Saat Ini Faktor Fisik Lingkungan Tanah, Air, dan Vegetasi di Kabupaten Kutai Kartanegara Kondisi umum saat ini pada kawasan pasca tambang batubara adalah terjadi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang cukup lengkap untuk mempertahankan kesehatan tubuh. Komposisi zat-zat makanan yang terkandung dalam

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Awal Lahan Bekas Tambang Lahan bekas tambang pasir besi berada di sepanjang pantai selatan desa Ketawangrejo, Kabupaten Purworejo. Timbunan-timbunan pasir yang

Lebih terperinci

VII. KEHARAAN DAN PEMUPUKAN

VII. KEHARAAN DAN PEMUPUKAN VII. KEHARAAN DAN PEMUPUKAN Ubi kayu menghasilkan biomas yang tinggi sehingga unsur hara yang diserap juga tinggi. Jumlah hara yang diserap untuk setiap ton umbi adalah 4,2 6,5 kg N, 1,6 4,1 kg 0 5 dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terung-terungan (Solanaceae). Famili ini memiliki sekitar 90 genus dan sekitar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN BAHAN DAN METODE

PENDAHULUAN BAHAN DAN METODE PENDAHULUAN Tebu ialah tanaman yang memerlukan hara dalam jumlah yang tinggi untuk dapat tumbuh secara optimum. Di dalam ton hasil panen tebu terdapat,95 kg N; 0,30 0,82 kg P 2 O 5 dan,7 6,0 kg K 2 O yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di Unit Lapangan Pasir Sarongge, University Farm IPB yang memiliki ketinggian 1 200 m dpl. Berdasarkan data yang didapatkan dari Badan Meteorologi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Botani Tanaman Bayam Bayam (Amaranthus sp.) merupakan tanaman semusim dan tergolong sebagai tumbuhan C4 yang mampu mengikat gas CO 2 secara efisien sehingga memiliki daya adaptasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Buncis (Phaseolus vulgaris L.) adalah anggota sayuran genus Phaseolus yang

I. PENDAHULUAN. Buncis (Phaseolus vulgaris L.) adalah anggota sayuran genus Phaseolus yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Buncis (Phaseolus vulgaris L.) adalah anggota sayuran genus Phaseolus yang paling dikenal. Walaupun tidak menghasilkan jumlah protein dan kalori setinggi buncis

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi penelitian terlihat beragam, berikut diuraikan sifat kimia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang dikeringkan dengan membuat saluran-saluran drainase (Prasetyo dkk,

TINJAUAN PUSTAKA. yang dikeringkan dengan membuat saluran-saluran drainase (Prasetyo dkk, TINJAUAN PUSTAKA Tanah Sawah Tanah sawah adalah tanah yang digunakan untuk bertanam padi sawah, baik terus-menerus sepanjang tahun maupun bergiliran dengan tanaman palawija. Istilah tanah sawah bukan merupakan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Lahan 4. 1. 1. Sifat Kimia Tanah yang digunakan Tanah pada lahan penelitian termasuk jenis tanah Latosol pada sistem PPT sedangkan pada sistem Taksonomi, Tanah tersebut

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 16 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.1 Analisis Tanah Awal Karakteristik Latosol Cimulang yang digunakan dalam percobaan disajikan pada Tabel 2 dengan kriteria ditentukan menurut acuan Pusat Peneltian Tanah

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada.

I. TINJAUAN PUSTAKA. produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada. I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesuburan Tanah Kesuburan tanah adalah kemampuan suatu tanah untuk menghasilkan produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada. Produk tanaman tersebut dapat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai 13 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terung-terungan (Solanaceae). Keluarga ini diduga memiliki sekitar 90 genus dan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian 5.1.1 Sifat Kimia Tanah Data sekunder hasil analisis kimia tanah yang diamati yaitu ph tanah, C-Org, N Total, P Bray, kation basa (Ca, Mg, K, Na), kapasitas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. antara cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim.

TINJAUAN PUSTAKA. antara cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim. 19 TINJAUAN PUSTAKA Botani tanaman Bawang merah merupakan tanaman yang tumbuh tegak dengan tinggi antara 15-50 cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim. Perakarannya berupa akar serabut yang tidak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kedelai tetap dipandang penting oleh Pemerintah dan telah dimasukkan dalam program pangan nasional, karena komoditas ini mengandung protein nabati yang tinggi 38%, lemak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sawi termasuk ke dalam famili Crucifera (Brassicaceae) dengan nama

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sawi termasuk ke dalam famili Crucifera (Brassicaceae) dengan nama 13 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Sawi Sawi termasuk ke dalam famili Crucifera (Brassicaceae) dengan nama spesies Brassica juncea (L.) Czern. Jenis sawi dikenal juga dengan nama caisim atau sawi bakso.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Tanah Awal Data hasil analisis tanah awal disajikan pada Tabel Lampiran 2. Berdasarkan Kriteria Penilaian Sifat Kimia dan Fisika Tanah PPT (1983) yang disajikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kombinasi Pupuk Kimia dan Pupuk Organik terhadap Tanaman Jagung Manis

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kombinasi Pupuk Kimia dan Pupuk Organik terhadap Tanaman Jagung Manis II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kombinasi Pupuk Kimia dan Pupuk Organik terhadap Tanaman Jagung Manis Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan unsur hara guna mendorong pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingkat konsumsi sayuran rakyat Indonesia saat ini masih rendah, hanya 35

I. PENDAHULUAN. Tingkat konsumsi sayuran rakyat Indonesia saat ini masih rendah, hanya 35 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tingkat konsumsi sayuran rakyat Indonesia saat ini masih rendah, hanya 35 kilogram sayuran per kapita per tahun. Angka itu jauh lebih rendah dari angka konsumsi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teoritis 2.1.1. Botani dan Klasifikasi Tanaman Gandum Tanaman gandum dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kelas : Monokotil Ordo : Graminales Famili : Graminae atau

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kedalaman tanah sekitar cm (Irwan, 2006). dan kesuburan tanah (Adie dan Krisnawati, 2007).

TINJAUAN PUSTAKA. kedalaman tanah sekitar cm (Irwan, 2006). dan kesuburan tanah (Adie dan Krisnawati, 2007). 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Akar kedelai terdiri atas akar tunggang, lateral, dan serabut. Pertumbuhan akar tunggang dapat mencapai panjang sekitar 2 m pada kondisi yang optimal, namun umumnya hanya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Sistem perakaran tanaman bawang merah adalah akar serabut dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Sistem perakaran tanaman bawang merah adalah akar serabut dengan TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Rukmana (2005), klasifikasi tanaman bawang merah adalah sebagai berikut: Divisio Subdivisio Kelas Ordo Famili Genus : Spermatophyta : Angiospermae : Monocotyledonae

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sifat Fisik dan Kimia Tanah Berdasarkan hasil analisis fisika dan kimia tempat pelaksanaan penelitian di Desa Dutohe Kecamatan Kabila. pada lapisan olah dengan kedalaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tanpa mengurangi tingkat kesuburan tanah atau kelestariannya. Dalam usaha

I. PENDAHULUAN. tanpa mengurangi tingkat kesuburan tanah atau kelestariannya. Dalam usaha I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha pengembangan pertanian selayaknya dilakukan secara optimal tanpa mengurangi tingkat kesuburan tanah atau kelestariannya. Dalam usaha tersebut, maka produktivitas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Suhu min. Suhu rata-rata

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Suhu min. Suhu rata-rata BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengamatan Selintas 4.1.1. Keadaan Cuaca Lingkungan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman sebagai faktor eksternal dan faktor internalnya yaitu genetika

Lebih terperinci

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun 16 1. Tinggi Tanaman (cm) I. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman Hasil sidik ragam tinggi tanaman ( lampiran 6 ) menunjukkan perlakuan kombinasi limbah cair industri tempe dan urea memberikan pengaruh

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan data Badan Meteorologi dan Geofisika Darmaga, Bogor (Tabel Lampiran 1) curah hujan selama bulan Februari hingga Juni 2009 berfluktuasi. Curah hujan terendah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis 16 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Ada 2 tipe akar ubi jalar yaitu akar penyerap hara di dalam tanah dan akar lumbung atau umbi. Menurut Sonhaji (2007) akar penyerap hara berfungsi untuk menyerap unsur-unsur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam pemenuhan gizi masyarakat Indonesia. Kebutuhan terhadap gizi ini dapat

I. PENDAHULUAN. dalam pemenuhan gizi masyarakat Indonesia. Kebutuhan terhadap gizi ini dapat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang berperan penting dalam pemenuhan gizi masyarakat Indonesia. Kebutuhan terhadap gizi ini dapat diperoleh dari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. lingkungan atau perlakuan. Berdasarkan hasil sidik ragam 5% (lampiran 3A)

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. lingkungan atau perlakuan. Berdasarkan hasil sidik ragam 5% (lampiran 3A) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman 1. Tinggi tanaman Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman yang mudah untuk diamati dan sering digunakan sebagai parameter untuk mengukur pengaruh dari lingkungan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. dari 190 juta hektar luas daratan Indonesia. Kelemahan- kelemahan yang terdapat pada

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. dari 190 juta hektar luas daratan Indonesia. Kelemahan- kelemahan yang terdapat pada TINJAUAN PUSTAKA Sifat dan Ciri Tanah Ultisol Ultisol di Indonesia cukup luas yaitu sekitar 38,4 juta hektar atau sekitar 29,7% dari 190 juta hektar luas daratan Indonesia. Kelemahan- kelemahan yang terdapat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kepadatan Populasi dan Biomassa Fauna Tanah Populasi fauna tanah pada lahan tebu transgenik PS IPB 1 menunjukkan kepadatan tertinggi pada lahan PS IPB 1-8 sebesar 4268 individu/m

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tinggi Tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan yang telah diperoleh terhadap tinggi tanaman cabai setelah dilakukan analisis sidik ragam (lampiran 7.a) menunjukkan bahwa pemberian pupuk

Lebih terperinci

(Shanti, 2009). Tanaman pangan penghasil karbohidrat yang tinggi dibandingkan. Kacang tanah (Arachis hypogaea) merupakan salah satu tanaman pangan

(Shanti, 2009). Tanaman pangan penghasil karbohidrat yang tinggi dibandingkan. Kacang tanah (Arachis hypogaea) merupakan salah satu tanaman pangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor sub pertanian tanaman pangan merupakan salah satu faktor pertanian yang sangat penting di Indonesia terutama untuk memenuhi kebutuhan pangan, peningkatan gizi masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan yang dikonsumsi hampir seluruh penduduk

I. PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan yang dikonsumsi hampir seluruh penduduk I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Beras merupakan bahan pangan yang dikonsumsi hampir seluruh penduduk Indonesia. Perkembangan produksi tanaman pada (Oryza sativa L.) baik di Indonesia maupun

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Conggeang, Kabupaten Sumedang, Propinsi Jawa Barat, tepatnya di Desa Karanglayung dan Desa Narimbang. Secara

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Pertumbuhan Tanaman 4. 1. 1. Tinggi Tanaman Pengaruh tiap perlakuan terhadap tinggi tanaman menghasilkan perbedaan yang nyata sejak 2 MST. Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Jagung (Zea Mays L.) Jagung (Zea mays L) adalah tanaman semusim dan termasuk jenis rumputan/graminae yang mempunyai batang tunggal, meski terdapat kemungkinan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya. 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai (Glycine max L. Merr) Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya. Susunan morfologi kedelai terdiri dari akar, batang, daun, bunga dan

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. dalam, akar dapat tumbuh hingga sekitar 1 m. Dengan adanya bakteri Rhizobium, bintil

I. TINJAUAN PUSTAKA. dalam, akar dapat tumbuh hingga sekitar 1 m. Dengan adanya bakteri Rhizobium, bintil I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Buncis Sistem perakaran berbagai jenis buncis tidak besar atau ekstensif, percabangan lateralnya dangkal. Akar tunggang yang terlihat jelas biasanya pendek, tetapi pada tanah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keluarga remput-rumputan dengan spesies Zea mays L. Secara umum, klasifikasi jagung dijelaskan sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keluarga remput-rumputan dengan spesies Zea mays L. Secara umum, klasifikasi jagung dijelaskan sebagai berikut : 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Jagung Menurut Purwono dan Hartono (2005), jagung termasuk dalam keluarga remput-rumputan dengan spesies Zea mays L. Secara umum, klasifikasi jagung dijelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diolah menjadi makanan seperti kue, camilan, dan minyak goreng. kacang tanah dari Negara lain (BPS, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. diolah menjadi makanan seperti kue, camilan, dan minyak goreng. kacang tanah dari Negara lain (BPS, 2012). 16 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu sumber protein nabati yang penting karena mempunyai kandungan protein yang relatif tinggi. Manfaat yang dapat

Lebih terperinci

PUPUK DAN PEMUPUKAN PADA BUDIDAYA BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

PUPUK DAN PEMUPUKAN PADA BUDIDAYA BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA PUPUK DAN PEMUPUKAN PADA BUDIDAYA BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA UNSUR HARA MAKRO UTAMA N P K NITROGEN Phosfat Kalium UNSUR HARA MAKRO SEKUNDER Ca Mg S Kalsium Magnesium Sulfur

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa 1. Tinggi tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan memberikan pengaruh yang berbeda nyata. Hasil Uji

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Rumput Raja Sumber: Dokumentasi Penelitian (2012)

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Rumput Raja Sumber: Dokumentasi Penelitian (2012) TINJAUAN PUSTAKA Rumput Raja (Pennisetum purpureum Schumach x Pennisetum typhoides Burm.) Rumput raja merupakan hasil persilangan antara rumput gajah (Pennisetum purpureum Schumach) dengan Pennisetum typhoides

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil analisis tanah awal

Lampiran 1. Hasil analisis tanah awal LAMPIRAN 41 42 Lampiran 1. Hasil analisis tanah awal Variabel Satuan Nilai Kriteria Tekstur Pasir Debu Liat % % % 25 46 29 Lempung berliat ph (H 2 O) 5.2 Masam Bahan Organik C Walklel&Black N Kjeidahl

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pemupukan

TINJAUAN PUSTAKA Pemupukan TINJAUAN PUSTAKA Pemupukan Pupuk adalah penyubur tanaman yang ditambahkan ke tanah untuk menyediakan unsur-unsur yang diperlukan tanaman. Pemupukan merupakan suatu upaya untuk menyediakan unsur hara yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang termasuk dalam famili Cruciferae dan berasal dari Cina bagian tengah. Di

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang termasuk dalam famili Cruciferae dan berasal dari Cina bagian tengah. Di 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Radish Radish (Raphanus sativus L.) merupakan tanaman semusim atau setahun (annual) yang termasuk dalam famili Cruciferae dan berasal dari Cina bagian tengah. Di Indonesia,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Masam

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Masam 4 TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Masam Definisi lahan kering adalah lahan yang pernah digenangi atau tergenang air pada sebagian besar waktu dalam setahun (Mulyani et al., 2004). Menurut Mulyani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman kelapa sawit memiliki arti penting bagi pembangunan perkebunan nasional, selain mampu menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat dan juga mengarah pada kesejahteraan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi termasuk golongan tumbuhan Graminae dengan batang yang tersusun

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi termasuk golongan tumbuhan Graminae dengan batang yang tersusun II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Padi Padi termasuk golongan tumbuhan Graminae dengan batang yang tersusun dari beberapa ruas. Ruas-ruas itu merupakan bubung atau ruang kosong. Panjang tiap ruas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.) 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.) Menurut Rahayu dan Berlian ( 2003 ) tanaman bawang merah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Tabel 1. Botani Bawang Merah

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tebu (Saccharum officinarum L) merupakan tanaman tropis berasal dari Asia ataupun Papua yang pengembangannya hingga daerah sub tropis sampai batas 19 º LU dan 35 º LS (Bakker

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tomat

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tomat TINJAUAN PUSTAKA Botani Tomat Tanaman tomat diduga berasal dari Amerika Tengah dan Amerika Selatan terutama Peru dan Ekuador, kemudian menyebar ke Italia, Jerman dan negaranegara Eropa lainnya. Berdasarkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti pedang kecil, menunjukkan

TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti pedang kecil, menunjukkan 14 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gladiol Gladiol berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti pedang kecil, menunjukkan pada bentuk daunnya yang sempit dan panjang seperti pedang. Genus gladiolus terdiri

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani tanaman. Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput rumputan dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Botani tanaman. Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput rumputan dengan TINJAUAN PUSTAKA Botani tanaman Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput rumputan dengan spesies Zea mays L. Jagung merupakan tanaman semusim, sama seperti jenis rumput-rumputan yang lain, akar tanaman

Lebih terperinci