PENGARUH KEMASAN TERHADAP DAYA SIMPAN TAHU SEGAR PADA SUHU DINGIN. Oleh Nurul Ihwani F

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH KEMASAN TERHADAP DAYA SIMPAN TAHU SEGAR PADA SUHU DINGIN. Oleh Nurul Ihwani F"

Transkripsi

1 PENGARUH KEMASAN TERHADAP DAYA SIMPAN TAHU SEGAR PADA SUHU DINGIN Oleh Nurul Ihwani F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2 PENGARUH KEMASAN TERHADAP DAYA SIMPAN TAHU SEGAR PADA SUHU DINGIN Oleh Nurul Ihwani F SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor 2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

3 INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN PENGARUH KEMASAN TERHADAP DAYA SIMPAN TAHU SEGAR PADA SUHU DINGIN SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor Oleh NURUL IHWANI F Lahir di Klaten, 10 Mei 1985 Tanggal Lulus : Januari 2008 Menyetujui : Bogor, Januari 2008 Dr. Ir. Illah Sailah, MS Dosen Pembimbing I Ir. Sugiarto, MSi Dosen Pembimbing II

4 Nurul Ihwani. F Pengaruh Kemasan Terhadap Daya Simpan Tahu Segar Pada Suhu Dingin. Di bawah bimbingan Illah Sailah dan Sugiarto RINGKASAN Pengemasan merupakan suatu cara yang digunakan untuk mempertahankan mutu bahan yang disimpan agar tidak mudah rusak. Pengemasan yang tepat dapat memperpanjang umur simpan produk sehingga tidak mudah rusak. Mutu kemasan sangat menentukan kualitas produk ketika disimpan. Tahu merupakan salah satu bahan makanan yang mempunyai nilai gizi tinggi, terutama karena mutu protein dan daya cernanya yang tinggi. Sebagai salah satu bahan pangan yang bersifat mudah rusak (perishable), maka perlu digunakan suatu upaya untuk memperpanjang umur simpan tahu. Seiring dengan meningkatnya aktifitas, banyak ibu rumah tangga yang berbelanja untuk memenuhi kebutuhan selama beberapa hari sekaligus. Pada kondisi seperti ini dituntut adanya kemasan yang sesuai dengan karakteristik tahu. Menurut Winarno (2002), penyimpanan dingin dapat memperpanjang umur simpan tahu yang dikemas dalam kemasan tertentu dalam mempertahankan mutu tahu. Mutu yang dimaksud berkaitan dengan aspek fisik, kimia, dan mikrobiologi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja kemasan polipropilen rigid kedap udara (air sealed), kemasan HDPE perforated, dan kemasan polipropilen rigid terbuka serta cara penyimpanan (perendaman dan tanpa perendaman) tahu pada suhu dingin. Kinerja ini ditentukan oleh perubahan sifat fisik, kimia, mikrobiologi, dan organoleptik. Tahapan penelitian ini terdiri atas : persiapan bahan dan kemasan, penyimpanan, dan analisis kualitas (fisik, kimia, mikrobiologi, dan organoleptik) selama penyimpanan. Dari hasil analisis fisik, nilai kekerasan tahu mengalami perubahan tertinggi ketika tidak direndam dan dikemas dalam kemasan polipropilen rigid terbuka. Perubahan ini ditandai oleh adanya laju penurunan -0,415, sedangkan perubahan nilai kekerasan terendah pada tahu yang direndam dan disimpan dalam kemasan polipropilen rigid kedap udara (air sealed) dengan laju penurunan - 0,154. Analisis warna (kecerahan dan Hue) menunjukkan bahwa kemasan polipropilen rigid kedap udara (air sealed) dapat menahan laju perubahan warna. Berdasarkan kualitas kimia, laju penurunan kadar protein tahu yang dikemas dalam kemasan polipropilen rigid kedap udara (air sealed) lebih rendah daripada tahu yang disimpan dalam kemasan HDPE perforated dan kemasan polipropilen rigid terbuka. Peningkatan total asam tertinggi pada tahu yang tidak direndam yang dikemas dalam kemasan polipropilen rigid terbuka dengan laju peningkatan 0,340, sedangkan peningkatan terendah pada tahu yang direndam yang disimpan dalam kemasan polipropilen rigid kedap udara (air sealed) dengan laju peningkatan 0,136. Perubahan mikrobiologi tahu dilihat dari hasil TPC. Pada awal penyimpanan, jumlah total mikroba yang terkandung dalam tahu sebesar 3 log koloni /gram. Dari jumlah total mikroba, tahu yang direndam maupun yang tidak direndam sudah tidak baik pada hari ke 6 penyimpanan karena sudah melebihi 6 log koloni/gram. Peningkatan total mikroba pada tahu yang disimpan dalam

5 kemasan polipropilen rigid kedap udara (air sealed) lebih rendah daripada tahu yang disimpan dalam kemasan HDPE perforated dan kemasan polipropilen rigid terbuka. Disisi lain, uji organoleptik menunjukkan bahwa penilaian panelis terhadap tahu yang disimpan relatif sama baik untuk tahu yang dikemas dalam polipropilen rigid kedap udara (air sealed), HDPE perforated, maupun polipropilen rigid terbuka. Kemasan polipropilen rigid kedap udara (air sealed) merupakan kemasan terbaik yang dapat digunakan sebagai pengemas tahu selama penyimpanan. Perendaman merupakan kondisi yang terbaik untuk menjaga kualitas tahu selama penyimpanan. Pada kondisi tersebut, secara perubahan fisik, kimia, dan organoleptik, tahu dapat bertahan selama 10 hari, sedangkan secara mikrobiologis dapat bertahan selama 6 hari.

6 SURAT PERNYATAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Pengaruh Kemasan terhadap Daya Simpan Tahu Segar pada Suhu Dingin merupakan karya asli saya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing akademik, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Bogor, Januari 2008 Yang membuat pernyataan, Nurul Ihwani F

7 RIWAYAT HIDUP Penulis yang mempunyai nama lengkap Nurul Ihwani dilahirkan di Klaten pada tanggal 10 Mei Penulis merupakan anak pertama dari pasangan H Sutanto dan Hj. Samini. Penulis memulai pendidikan di TK Aisyiah Bustanul Athfal II Gatak ( ), SDN II Gatak ( ), SLTPN I Klaten ( ), dan SMU Muhammadiyah I Klaten ( ). Pada tahun 2003, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor, Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian melalui jalur USMI. Selama masa kuliah, penulis bergabung dalam organisasi kemahasiswaan Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri (HIMALOGIN) dan Keluarga Mahasiswa Klaten (KMK). Pada tahun 2006 penulis melakukan kegiatan Praktek Lapangan di PT Perkebunan Tambi Wonosobo dengan judul Mempelajari Aspek Teknologi Proses dan Penanganan Limbah Teh Hitam di PT Perkebunan Tambi Unit Perkebunan Badakah-Wonosobo Jawa Tengah. Penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Pengaruh Kemasan terhadap Daya Simpan Tahu Segar pada Suhu Dingin.

8 KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena hanya dengan rahmat dan karunianya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul Pengaruh Kemasan Terhadap Daya Simpan Tahu Segar pada Suhu Dingin. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Dr. Ir. Illah Sailah, MS, selaku dosen pembimbing pertama yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi. 2. Ir. Sugiarto, M.Si, selaku dosen pembimbing kedua yang telah membantu dan memberikan pengarahan bagi penulis selama melakukan penelitian dan penulisan skripsi. 3. Dr. Ir. Mulyorini Rahayuningsih, M.Si selaku dosen penguji atas arahan dan saran yang diberikan selama penelitian dan penulisan skripsi. 4. PT. Tupperware Indonesia atas bantuan yang telah diberikan dalam pelaksanaan penelitian. 5. Indah Yuliasih, S.TP M.Si dan Drs. Purwoko, M.Si. atas bantuan dan dukungannya dalam pelaksanaan penelitian. 6. Ayah, ibu, adik-adikku, dan seluruh keluarga penulis atas doa dan motivasinya. 7. Teman satu bimbingan (Doni dan Retno) atas semangat dan dukungannya. Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu penulis sangat menghargai saran dan kritik yang membengun untuk menyempurnakan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya. Bogor, Januari 2008 Penulis

9 UCAPAN TERIMA KASIH Alhamdulillahirobbil alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini dengan baik. Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada Rasulullah SAW, beserta keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir jaman. Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis menyadari bahwa semua ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada : 1. Ayah (H. Sutanto) dan ibu (Hj. Samini) yang telah memberikan doa dan kasih sayangnya kepada penulis. 2. Saudara (Huda, Najib, Mukhtar, Habib, Laila, dan Nasywa) serta keluarga penulis yang telah memberikan doa dan dorongan moral. 3. Ibu Sri, Ibu Ega, Pak Sugiardi, Pak Edi, Ibu Rini, Pak Dicky, dan Pak Gunawan atas bantuan yang diberikan selama penelitian. 4. Tim Tupperware (Adith, Agung, Derry, Farah, Helmi, Hendrick, Purwati, Ratih, Renata, Sendy, dan Umi) atas segala bantuan dan kerja samanya. 5. Teman-teman Amanah C (Arum, Anna, Rian, Yuyu, dll), Pury, Dewi, Aci, Aini, Lucy, Windi, Nur, Offik, Nenden, Fahma, Ully, dan Indar atas persahabatan yang indah ini. 6. Teman-teman tercinta TIN 40 atas kebersamaannya selama ini. 7. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas bantuan yang diberikan. Bogor, Januari 2008 Penulis

10 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i UCAPAN TERIMA KASIH... ii DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... iv DAFTAR LAMPIRAN... viii I. PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Ruang Lingkup... 2 C. Tujuan... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA... 3 A. Pengemasan... 3 B. Kemasan Polipropilen (PP)... 4 C. Penyimpanan... 5 D. Tahu... 5 E. Proses Pembuatan Tahu... 7 F. Kerusakan pada Tahu... 9 III. BAHAN DAN METODE A. Bahan dan Alat B. Tahapan Penelitian Persiapan Bahan Penyimpanan b. 3. Analisis C. Pengolahan Data IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi Kemasan B. Perubahan Komposisi Gizi Tahu Akibat Penyimpanan C. Perubahan Kualitas Fisik, Kimia, Mikrobiologi, dan Organoleptik Tahu selama Penyimpanan... 17

11 1. Perubahan Kualitas Fisik a. Kekerasan b. Warna Perubahan Kualitas Kimia a. Kadar Protein b. Derajat Keasaman (ph) c. Total Asam Perubahan Kualitas Mikrobiologi Perubahan Kualitas Organoleptik D. Bahasan Akhir V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 48

12 DAFTAR TABEL Tabel 1. Syarat mutu tahu berdasarkan SNI Tabel 2. Komposisi energi dan zat gizi tahu per 100 g... Tabel 3. Karakteristik kemasan... Tabel 4. Hasil analisis fisiko kimia tahu kuning segar tanpa perendaman pada berbagai kemasan Warna produk... Halaman Tabel 5. Hasil analisis fisiko kimia tahu kuning segar tanpa perendaman pada berbagai kemasan Warna produk... Tabel 6. Kualitas tahu selama penyimpanan dingin (14 hari)... Tabel 7. Warna produk... Tabel 8. Koefisien permeabilitas P (cm 3 cm cm -2 s -1 Pa -1 ) polimer terhadap gas dan air

13 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Diagram alir tahapan prosedur penelitian... Gambar 2. Nilai kekerasan pada tahu yang direndam... Gambar 3. Nilai kekerasan pada tahu yang tidak direndam... Gambar 4. Intensitas warna ( Hue) pada tahu yang direndam... Gambar 5. Intensitas warna ( Hue) pada tahu yang tidak direndam... Gambar 6. Kecerahan (L) pada tahu yang direndam... Gambar 7. Kecerahan (L) pada tahu yang tidak direndam... Gambar 8. Kadar protein pada tahu yang direndam... Gambar 9. Kadar protein pada tahu yang tidak direndam... Gambar 10. Nilai ph pada tahu yang direndam... Gambar 11. Nilai ph pada tahu yang tidak direndam... Gambar 12. Nilai total asam pada tahu yang direndam... Gambar 13. Nilai total asam pada tahu yang tidak direndam... Gambar 14. Analisis total mikroba pada tahu yang direndam yang disimpan dalam kemasan rigid kedap udara Gambar 15. Jumlah total mikroba pada tahu yang direndam yang disimpan dalam kemasan HDPE perforated... Gambar 16. Analisis total mikroba pada tahu yang direndam yang disimpan dalam kemasan terbuka... Gambar 17. Analisis total mikroba pada tahu tanpa perendaman yang disimpan dalam kemasan rigid kedap udara... Gambar 18. Analisis total mikroba pada tahu tanpa perendaman yang disimpan dalam kemasan HDPE perforated... Gambar 19. Analisis total mikroba pada tahu tanpa perendaman yang disimpan dalam kemasan terbuka... Gambar 20. Gambar kesukaan panelis terhadap warna tahu kuning yang direndam... Gambar 21. Gambar kesukaan panelis terhadap warna tahu kuning yang tidak direndam

14 Gambar 22. Gambar kesukaan panelis terhadap aroma tahu kuning yang direndam... Gambar 23. Gambar kesukaan panelis terhadap aroma tahu kuning yang tidak direndam... Gambar 24. Gambar kesukaan panelis terhadap tekstur/kekerasan tahu kuning yang direndam... Gambar 25. Gambar kesukaan panelis terhadap tekstur/kekerasan tahu kuning yang tidak direndam... Gambar 26. Gambar pererimaan umum panelis terhadap tahu kuning yang direndam... Gambar 27. Gambar penerimaan umum panelis terhadap tahu kuning yang tidak direndam

15 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Prosedur analisis Lampiran 2. Perhitungan karakteristik kemasan Lampiran 3. Form uji organoleptik Lampiran 4. Gambar perubahan penampakan tahu yang direndam selama penyimpanan dingin Lampiran 5. Gambar perubahan penampakan tahu yang direndam selama penyimpanan dingin... 59

16 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengemasan merupakan suatu cara yang digunakan untuk mempertahankan mutu bahan yang disimpan agar tidak mudah rusak. Pengemasan yang tepat dapat memperpanjang umur simpan produk sehingga tidak mudah rusak. Kinerja pengemasan ditentukan tidak saja oleh jenis kemasan melainkan juga oleh kondisi ruang penyimpanan. Kondisi tersebut dapat berupa suhu dan tekanan. Kemasan menjadi sangat penting ketika produk yang disimpan sangat mudah rusak (perishable). Salah satu contoh produk yang mudah rusak adalah tahu. Tahu merupakan salah satu bahan makanan yang mempunyai nilai gizi yang tinggi, terutama karena mutu protein dan daya cernanya yang tinggi. Bahan makanan dengan kandungan protein yang tinggi merupakan media yang disukai oleh mikroba untuk pertumbuhan. Kondisi ini menyebabkan tahu merupakan bahan makanan yang mudah rusak. Seiring dengan meningkatnya aktifitas manusia, kebanyakan orang berbelanja sekali untuk memenuhi kebutuhan selama beberapa hari. Pada kondisi seperti ini dituntut adanya kepraktisan dalam penyimpanan bahan pangan yang mampu bertahan selama beberapa hari untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Bahan pangan yang secara alamiah mudah rusak sedapat mungkin dipertahankan dan diperpanjang umur simpannya. Salah satu cara yang banyak dikembangkan adalah dengan pengemasan dan pengkondisian bahan pangan pada lingkungan yang dapat memperlambat berlangsungnya proses kerusakan bahan. Salah satu wadah yang dapat digunakan untuk menyimpan tahu pada suhu dingin adalah polipropilen rigid kedap udara (air sealed). Jenis kemasan ini mempunyai laju transmisi terhadap uap air, oksigen, dan karbondioksida yang cukup rendah. Hal ini diharapkan dapat menghambat proses pembusukan pada bahan pangan. Kemasan polipropilen rigid kedap udara (air sealed) berbentuk kotak, dapat ditumpuk, sehingga mempermudah dalam penyusunan tanpa menyebabkan kerusakan pada tahu.

17 Penyimpanan yang dapat memperpanjang umur simpan tahu sampai 7 hari merupakan suatu metode penyimpanan yang bagus. Hal ini dapat mempermudah aktifitas belanja karena tidak perlu dilakukan setiap hari meskipun konsumsinya setiap hari. Penyimpanan dingin merupakan salah satu cara untuk memperpanjang umur simpan produk. Kondisi suhu rendah mampu menghambat pertumbuhan bakteri penyebab kebusukan. Kombinasi antara penyimpanan dingin dengan perendaman dengan air matang diharapkan mampu memperpanjang umur simpan produk. B. Ruang Lingkup Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bahan baku yang digunakan adalah tahu kuning segar berukuran ± 5 x 5 x 3 cm yang dibeli dari pabrik tahu di Cibeureum, Bogor. 2. Kemasan yang digunakan adalah kemasan polipropilen rigid kedap udara (air sealed), kemasan HDPE perforated, dan kemasan polipropilen rigid terbuka. 3. Cara penyimpanan yang dilakukan meliputi perendaman dan tanpa perendaman. 4. Penyimpanan dilakukan pada suhu chiller (5-10 ºC) selama 14 hari. C. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja kemasan polipropilen rigid kedap udara (air sealed), kemasan HDPE perforated, dan kemasan polipropilen rigid terbuka serta cara penyimpanan tahu pada suhu dingin. Kinerja ini ditentukan oleh perubahan sifat fisik, kimia, mikrobiologi, dan organoleptik.

18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengemasan Pengemasan merupakan salah satu cara dalam memberikan kondisi yang tepat bagi bahan pangan, untuk menunda proses kimia dalam jangka waktu yang diinginkan (Buckle et al., 1987). Pada dasarnya tujuan utama dilakukan pengemasan adalah untuk memberikan proteksi terhadap produk agar tidak mudah rusak. Khusus untuk produk makanan, terutama produk segar atau produk yang akan didistribusikan ke tempat lain yang jauh, pengemasan juga ditujukan untuk mencegah terjadinya kontaminasi dengan mikroba. Pengemasan juga merupakan bagian penting dari usaha untuk mengatasi persaingan dalam pemasaran (Hambali, 1995). Sacharow dan Griffin (1970) menambahkan bahwa prinsip pengemasan adalah untuk mencegah penguapan, terkena bau, dan menahan transfer oksigen. Syarief et al. (1989), menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi kerusakan bahan pangan sehubungan dengan kemasan yang digunakan dapat dibagi ke dalam dua golongan. Faktor yang pertama adalah sifat alamiah produk yang tidak dapat dicegah hanya dengan pengemasan seperti perubahan kimia, fisik, serta perubahan mikrobiologis produk. Faktor kedua adalah faktor lingkungan yang secara garis besar dapat dikontrol dengan pengemasan. Kerusakan ini dapat berupa kerusakan mekanis, perubahan kadar air, absorbsi oksigen, serta penambahan dan kehilangan flavor. Pengemasan memiliki peranan penting dalam mempertahankan mutu suatu bahan dan proses pengemasan telah dianggap sebagai bagian integral dari proses produksi. Fungsi kemasan antara lain sebagai kemasan untuk menempatkan produk, memberi perlindungan terhadap produk dan menambah daya tarik produk (Syarief dan Irawati, 1988). Menurut Syarief et al. (1989), beberapa keuntungan penggunaan plastik antara lain : 1. Melindungi isi dengan baik 2. Ringan sehingga mengurangi biaya transportasi

19 3. Tidak mudah pecah sehingga mengurangi faktor resiko dan kerugian selama penyimpanan dan transportasi 4. Dapat dibuat dalam berbagai macam bentuk sesuai selera 5. Dapat diwarnai dan dicetak 6. Tidak korosif serta tahan terhadap beberapa bahan kimia. B. Kemasan Polipropilen (PP) Dalam pemilihan pengemas perlu dipertimbangkan beberapa faktor,yaitu daya lindung yang baik terhadap transmisi uap air, daya lindung yang baik terhadap transmisi gas, perlindungan terhadap transmisi sinar ultraviolet, dan ketahanan terhadap bahan kimia. Faktor yang umum dilihat adalah faktor laju transmisi terhadap gas dan uap air (Syarief et al., 1989). Polipropilen (PP) hampir mirip dengan polietilen tetapi lebih kuat. Bahan ini digunakan pada pembuatan botol plastik, karpet, furniture, dan otomotif (Anonim, 2005). Beberapa sifat keunggulan propilen adalah memiliki densitas yang rendah, tahan terhadap suhu lebih tinggi, transparan, putih alami, dan memiliki sifat mekanik yang baik. Propilen sangat rentan terhadap sinar ultaviolet dan oksidasi pada suhu tinggi. Menurut Robertson (1993), polipropilen mempunyai densitas yang sangat rendah, yaitu sekitar 0.9 g/cm 3, kekuatan tarik tinggi, kekakuan, dan ketahanan kikis yang lebih besar, transparan, lebih mengkilap, dan permukaannya halus. Ketahanan polipropilen terhadap minyak, lemak, dan pelarut lebih baik bila dibandingkan dengan high density polyetylene (HDPE). Sifat-sifat utama polipropilen adalah : a) laju transmisi uap air rendah, laju transmisi gas sedang sehingga tidak baik untuk makanan yang peka terhadap O 2, b) tahan terhadap suhu tinggi sampai dengan 150 ºC, sehingga dapat dipakai untuk makan yang disterilisasi, c) titik lebur tinggi, sehingga sulit dibuat kantung dengan sifat kelim panas yang baik, d) tahan terhadap asam kuat, basa, dan minyak, sehingga baik untuk kemasan sari buah dan minyak, tidak terpengaruh oleh pelarut pada suhu kamar kecuali HCl, e) pada suhu tinggi akan bereaksi dengan benzen, siklen, toluen, terpentin, dan asam nitrat kuat, mudah dibentuk, tembus pandang, dan jernih dalam bentuk film, tetapi

20 tidak transparan dalam bentuk kemasan kaku, g) mempunyai kekuatan tarik lebih besar dari PE, pada suhu rendah akan rapuh, dan h) lebih kaku dari PE dan tidak mudah sobek sehingga mudah dalam penanganan dan distribusi. C. Penyimpanan Penyimpanan makanan bertujuan untuk mencegah makanan agar tidak cepat rusak. Cara penyimpan pangan dengan suhu rendah ada 2 macam, yaitu pendinginan (cooling) dan pembekuan (freezing). Pendinginan adalah penyimpanan bahan pangan di atas suhu pembekuan yaitu -2 sampai +10 ºC. Pendinginan yang biasa dilakukan sehari-hari dalam lemari es pada umumnya mencapai suhu 5 8 ºC. Pendinginan biasanya akan mengawetkan bahan pangan selama beberapa hari atau minggu tergantung dari bahan pangan tersebut. Penggunaan suhu rendah dalam pengawetan pangan tidak dapat menyebabkan kematian bakteri secara sempurna. Pendinginan juga berpengaruh terhadap tekstur, nilai gizi, dan sifat-sifat lainnya (Winarno, et al., 1980) Salah satu tempat penyimpanan yang baik adalah lemari es. Lemari es sangat membantu penyimpanan bahan makanan jika dibandingkan dengan tempat penyimpanan lain. Lemari es tidak mengubah penampilan, cita rasa, dan tidak merusak nutrisi bahan makanan yang disimpan selama batas waktu penyimpanan (Sumoprastowo, 2004). D. Tahu Tahu berasal dari negeri Cina. Asal katanya adalah Tao-hu, Teu-hu atau Tokwa. Kata Tao atau Teu berarti kacang, sedangkan Hu atau Kwa artinya rusak, lumat, hancur, menjadi bubur. Kedua kata tersebut apabila digabungkan akan memberikan pengertian makanan yang terbuat dari kacang kedelai yang dilumatkan, dihancurkan menjadi bubur (Kastyanto, 1994). Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI), syarat mutu tahu yang baik adalah sebagaimana disajikan pada Tabel 1.

21 Tabel 1. Syarat mutu tahu berdasarkan SNI No. Jenis Uji Satuan Persyaratan 1 Keadaan : -Bau -Rasa -Warna -Penampakan Normal Normal Putih normal atau kuning normal Normal tidak berlendir dan berjamur 2 Abu % (b) Maks. 1,0 3 Protein % (b) Min. 9,0 4 Lemak % (b) Min. 0,5 5 Serat kasar % (b) Maks. 0,1 6 Bahan tambahan makanan % (b) Sesuai SNI M dan Permenkes No. 722/Menkes/Per/IX/ Cemaran Logam : -Timbal (Pb) Tembaga (Cu) Seng (Zn) Timah (Sn) Raksa (Hg) mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg maks. 2,0 maks. 30,0 maks. 40,0 maks. 40,0 / 25,0 maks. 0,03 8 Cemaran Arsen (As) 9 Cemaran mikroba : -Escheria coli Salmonella mg/kg maks. 1,0 Angka paling memungkinkan/gra m (APM/g) APM/25g Maks. 10 Negatif Tahu memberi sumbangan terhadap pemenuhan kebutuhan gizi yang sangat penting bagi tubuh seperti protein, karbohidrat, dan zat gizi lainnya. Tahu adalah suatu produk makanan berupa padatan lunak yang dibuat melalui proses pengolahan kedelai (Glycine sp.) dengan cara pengendapan proteinnya, dengan atau tanpa tambahan bahan lain yang diijinkan (SNI, 1998). Sedangkan menurut Shurtleff dan Aoyagi (1979), tahu adalah gumpalan protein dari susu kedelai sesudah dipisahkan dari air tahu (whey) dengan cara pengepresan.

22 Tabel 2. Komposisi energi dan zat gizi tahu per 100 g Komposisi Jumlah Energi (Kal) 68 Protein (g) 7,8 Lemak (g) 4,6 Karbohidrat (g) 1,6 Kalsium (mg) 124 Fosfor (mg) 63 Besi (mg) 0,8 Vitamin A (RE) 0 Vitamin C (mg) 0,006 Vitamin B (mg) 0 Air (g) 84,8 Sumber : Daftar Komposisi Zat Gizi Pangan (1995) E. Proses Pembuatan Tahu Metode pembuatan tahu adalah mengekstrak protein kedelai dengan air kemudian menggumpalkannya dengan menggunakan asam atau garam-garam tertentu. Secara garis besar pembuatan tahu terdiri dari dua tahap yaitu tahap persiapan (pembuatan susu kedelai) dan tahap koagulasi (penggumpalan) susu kedelai sehingga terbentuk tahu cetak (Shurtleff dan Aoyagi, 1979). Tahapan proses pembuatan yang paling menentukan sifat-sifat fisik dan organoleptik tahu adalah proses penggumpalan dan pencetakan. Jenis dan jumlah bahan penggumpal, suhu, dan lama pemanasan pada proses penggumpalan, serta tekanan yang diberikan pada proses pencetakan adalah faktor-faktor yang secara langsung mempengaruhi sifat-sifat fisik dan organoleptik tahu yang dihasilkan (Shurtleff dan Aoyagi, 1979). Bahan pengumpal tahu dapat digolongkan menjadi golongan garam sulfat, garam klorida atau nigari, golongan asam, dan golongan lakton (Shurtleff dan Aoyagi, 1979). Diantara semua jenis bahan pengumpal tahu, kalsium sulfat dan lakton yang paling banyak digunakan. Hal ini karena disamping menghasilkan rendemen yang tinggi, juga menghasilkan tahu dengan sifat-sifat organoleptik yang disukai oleh konsumen. Kalsium sulfat menghasilkan tahu dengan rendemen tertinggi, kira-kira 15-20% lebih tinggi dari yang dihasilkan oleh golongan nigari (Shurtleff dan Aoyagi, 1979).

23 Salah satu jenis bahan penggumpal tahu yang banyak digunakan di Indonesia adalah cairan hasil fermentasi dari air perasan tahu (whey) yang diperoleh dari pembuatan tahu sehari sebelumnya. Cairan ini dikenal dengan istilah biang tahu. Biang tahu ini terutama terdiri dari asam laktat, disamping asam format dan asam asetat dalam jumlah sangat kecil (Tan Boe Han, 1958). Rendemen tahu yang tinggi disebabkan oleh kemampuannya mengikat air dalam jumlah yang tinggi. Dengan bahan penggumpal kalsium sulfat dan lakton, protein tahu membentuk struktur yang menyerupai rangkaian bola-bola kecil yang elastis dan kompak. Air terikat di dalam bola-bola ini, sehingga tahu dapat ditekan dengan tekanan yang bervariasi tanpa banyak air yang terperas. Tahu yang dihasilkan mempunyai konsistensi elastis dan berair (Shurtleff dan Aoyagi, 1979). Lu et al. (1980) menyatakan bahwa pada umumnya tahu yang mempunyai rasa lembut dengan tekstur yang halus dan lunak lebih diinginkan oleh konsumen. Sifat-sifat ini dimiliki oleh tahu yang digumpalkan dengan kalsium sulfat dan lakton (Shurtleff dan Aoyagi, 1979). Pada umumnya tahu yang dibuat dengan bahan penggumpal asam mempunyai rasa yang lebih asam, dengan struktur molekul protein yang kecilkecil, halus, dan kurang kompak, serta bersifat rapuh atau mudah pecah, sehingga tidak dapat ditekan dengan kuat pada proses pencetakan (Shurtleff dan Aoyagi, 1979). Tahu yang digumpalkan dengan bahan penggumpal nigari mempunyai citarasa yang terbaik dibandingkan dengan yang dihasilkan oleh jenis penggumpal lainnya. Tahu semacam ini mempunyai citarasa yang agak manis dan lembut. Tetapi penampakannya agak kotor dan permukaannya agak kasar. Kalsium sulfat memberikan warna putih bersih dan cerah (Shurtleff dan Aoyagi, 1979). Rasa tahu juga dipengaruhi oleh jumlah bahan penggumpal dan lamanya pemanasan. Kekurangan bahan penggumpal umumnya menyebabkan kadar protein menjadi lebih rendah dan tahu kurang kompak. Kelebihan nigari menyebabkan rasa pahit dan kelebihan bahan penggumpal asam menyebabkan rasa asam. Pemanasan yang berlebihan pada proses penggumpalan tahu

24 dengan kalsium sulfat menyebabkan timbulnya bau belerang. Pemanasan yang berlebihan juga menyebabkan kegosongan, konsistensi rapuh, dan penampakan yang kotor karena terjadinya reaksi browning (Shurtleff dan Aoyagi, 1979). F. Kerusakan pada Tahu Tahu termasuk bahan pangan yang cepat mengalami kerusakan sehingga dapat digolongkan ke dalam golongan highly perishable food (Shurtleff dan Aoyagi, 1979). Tahu hanya dapat tahan selama kurang lebih tiga hari tanpa menggunakan bahan pengawet walaupun disimpan pada suhu rendah, yaitu suhu maksimum 15 ºC (Fardiaz, 1983). Komposisi tahu yang banyak mengandung protein dan air menyebabkan tahu merupakan media yang cocok untuk tumbuhnya mikroba sehingga tahu menjadi cepat mengalami kerusakan (Sarwono dan Saragih, 2003). Kerusakan mikrobiologis pada tahu tergantung dari beberapa faktor, antara lain adanya bakteri yang tahan panas seperti golongan pembentukan spora dan termodurik, adanya bakteri kontaminan yang mengkontaminasi tahu selama proses pembuatan sampai tahu siap untuk dikonsumsi, suhu penyimpanan, dan adanya enzim tahan panas yang dihasilkan oleh golongan bakteri tertentu (Shurtleff dan Aoyagi, 1979). Perubahan yang dapat terlihat dari luar apabila telah mengalami kerusakan, yaitu mengeluarkan bau asam sampai busuk, permukaan tahu berlendir, tekstur menjadi lunak, kekompakan berkurang, warna dan penampakan tidak cerah, kadang-kadang berjamur pada permukaan (Fardiaz dkk, 1988). Penyimpanan pada suhu rendah (15 ºC) hanya dapat mempertahankan kesegaran tahu 1-2 hari (Datson et al., 1977). Pada suhu kamar di daerah tropis (24-25 ºC), tahu yang direndam di dalam air yang diganti setiap hari telah menjadi busuk antara 1-3 hari (Pontecorvo dan Bourne, 1978). Hasil penelitian Prastawa et al. (1979/1980) menunjukkan bahwa tahu yang dibiarkan pada udara terbuka tanpa perendaman di dalam air hanya tahan sekitar 10 jam.

25 Komposisi suatu bahan pangan sangat menentukan jenis mikroorganisme yang dapat tumbuh dengan baik pada bahan pangan tersebut. Menurut Frazier dan Westhoff (1978), beberapa golongan bakteri yang dapat tumbuh baik pada bahan pangan yang banyak mengandung protein, kadar air tinggi dengan ph netral antara lain : golongan bakteri proteolitik, bakteri asam laktat, dan golongan termodurik, seperti Micrococcus, Bacillus, dan Brevibakteria. Datson et al. (1977) menemukan adanya bakteri asam laktat, yaitu bakteri yang bersifat gram negatif, tidak membentuk spora, berbentuk bulat dan batang, berpasangan dan berantai, pada tahu yang disimpan pada suhu 15, 10, dan 5 ºC. Beberapa perubahan yang terjadi pada air perendaman tahu seperti peningkatan keasaman, penurunan ph, peningkatan kekeruhan air rendaman, menunjukkan korelasi yang erat dengan penurunan citarasa tahu. Air adalah bahan pembantu yang selalu terlibat pada setiap tahap proses pembuatan tahu, sehingga apabila sanitasinya kurang baik, maka air dapat berperan sebagai sumber kontaminasi oleh bakteri patogen yang berbahaya bagi konsumen. Beberapa spesies bakteri yang umumnya terdapat di dalam air adalah Pseudomonas, Chromobacterium, Proteus, Micrococcus, Bacillus, Streptococcus, dan jenis enterokokus diantaranya Enterobakter dan Escherichia (Frazier dan Westhoff, 1978). Terdapatnya mikroba pada tahu yang baru saja keluar dari proses produksi tidak dapat dihindari, meskipun proses pembuatannya telah dilakukan dengan sanitasi yang baik. Beberapa prinsip pengawetan bahan pangan sehubungan dengan aktifitas mikroba antara lain : mencegah masuknya mikroba, mengurangi atau menghilangkan sebagian dari mikroba, mengurangi atau menghilangkan sebagian dari mikroba yang ada, menghambat pertumbuhan dan atau aktifitas mikroba, dan membunuh sebagian atau seluruh mikroba melalui proses pasteurisasi dan sterilisasi (Frazier dan Westhoff, 1978).

26 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah tahu kuning segar yang berasal dari pabrik tahu di Cibeureum, Bogor dengan ukuran ± 5 x 5 x 3 cm. Bahan kimia untuk analisis meliputi katalis (CuSO 4 dan Na 2 SO 4 ) dengan H 2 SO 4 pekat, NaOH 6 N, Asam Borat 2%, HCl 0.02 N, indikator mensel, H 2 SO 4 0,325 N, NaOH 1,25 N, air panas, aceton/alkohol, dan H 2 SO 4 0,325 N, indikator phenophtalein (PP), NaOH 0.1 N, larutan pengencer NaCl 90%, medium PCA, alkohol 70% untuk desinfektan peralatan, akuades, dan heksan. Peralatan yang digunakan meliputi peralatan untuk penyimpanan dan pengemasan serta peralatan untuk analisis. Peralatan untuk penyimpanan adalah ruang chiller suhu 5 sampai 10 ºC, sedangkan alat pengemasan berupa kemasan polipropilen rigid kedap udara (air sealed), HDPE perforated, dan polipropilen kemasan rigid terbuka. Alat yang digunakan untuk analisis meliputi cawan alumunium, desikator, oven, cawan porselin, pemanas, tanur, labu Kjeldahl, buret, outoklaf, kertas saring, kapas tidak berlemak, pemanas destilasi, soxhlet apparatus, Colortec colormeter, pnetrometer, ph meter, labu Erlenmeyer, labu takar, gelas ukur, pipet, cawan petri, inkubator, tabung reaksi bertutup, gegep, jarum ose, clean bench, bunsen, pipet, mortar dan timbangan. B. Tahapan Penelitian Penelitian ini terdiri dari beberapa tahap, yaitu persiapan bahan, penyimpanan, dan analisis. Secara sederhana diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

27 Tahu kuning segar Analisis awal tahu: kadar air, kadar protein, kadar abu, kadar serat kasar, kadar lemak kasar, kekerasan, warna, total mikroba, total asam, dan ph Karakteristik kemasan : WVTR, O 2 TR, dan CO 2 TR Dikemas dalam kemasan polipropilen rigid terbuka Dikemas dalam kemasan polipropilen rigid kedap udara dikemas dalam plastik HDPE perforated Perendaman dengan air matang Tanpa perendaman Perendaman dengan air matang Tanpa perendaman Perendaman dengan air matang Tanpa perendaman Penyimpanan suhu ºC Pengamatan Parameter : kadar protein, air, kadar kekerasan, protein, kekerasan, warna, total warna, mikroba, kehilangan total asam, bobot, ph, uji total mutu mikroba, total organoleptik asam, ph, uji mutu organoleptik Periode pengambilan sampel : setiap hari selama hari minggu Hasil analisis Gambar 1. Diagram alir tahapan prosedur penelitian

28 1. Persiapan Pada awal penyimpanan, dilakukan analisis awal terhadap tahu yang disimpan serta analisis kemasan untuk mengetahui karakteristik bahan kemasan meliputi WVTR, O 2 TR, CO 2 TR. Tahu disimpan ke dalam tiga jenis kemasan yang berbeda, yaitu kemasan polipropilen rigid terbuka, kemasan HDPE perforated, dan kemasan polipropilen rigid kedap udara (air sealed). 2. Penyimpanan Proses selanjutnya adalah menyimpanan tahu kuning segar ke dalam refrigerator pada suhu 5-10 ºC (suhu pada chiller). Penyimpanan dilakukan dengan dua perlakuan, yaitu perendaman dengan air matang dan tanpa perendaman. Pengambilan sampel pada masing-masing perlakuan dilakukan setiap hari selama 14 hari. 3. Analisis Pengamatan dilakukan setiap hari untuk bahan yang disimpan di dalam chiller dengan masa penyimpanan selama 14 hari. Analisis yang dilakukan meliputi analisis fisik (uji warna dan uji kekerasan), analisis kimia (uji kadar protein, uji ph, dan uji total asam), analisis mikrobiologi (TPC), dan uji organoleptik (uji mutu hedonik). Prosedur analisis secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 1. C. Pengolahan Data Pada penelitian ini data yang diperoleh diplotkan dengan menggunakan regresi linier untuk melihat kecenderungan penurunan atau peningkatan. Informasi yang disampaikan mengenai perubahan mutu tahu kuning dalam berbagai kemasan selama penyimpanan dingin.

29 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi Kemasan Karakterisasi kemasan dilakukan untuk mengetahui sifiat-sifat bahan kemasan yang akan digunakan dalam penyimpanan. Karakterisasi kemasan yang dilakukan meliputi laju transmisi gas oksigen (O 2 TR), laju transmisi gas karbondioksida (CO 2 TR), dan laju transmisi uap air (WVTR) pada kemasan yang digunakan. Perhitungan nilai O 2 TR, CO 2 TR, dan WVTR dapat dilihat pada Lampiran 2. Hasil karakterisasi kemasan yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Karakterisasi kemasan Karakterisasi Polipropilen rigid kedap udara (air sealed) Poliprolipen Rigid Terbuka HDPE perforated O 2 TR (cm 3 /hari) 1.95 CO 2 TR (cm 3 /hari) 7.91 WVTR (cm 3 /hari) Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa laju transmisi gas oksigen (O 2 TR), laju transmisi gas karbondioksida (CO 2 TR), dan laju transmisi uap air (WVTR) polipropilen rigid kedap udara (air sealed) lebih kecil dibandingkan polipropilen rigid terbuka dan HDPE perforated. Dengan demikian plastik polipropilen rigid kedap udara (air sealed) dapat melindungi produk yang dikemas dari proses oksidasi dan hidrolisis, sehingga dapat mempertahankan kualitas produk yang dikemas selama penyimpanan. Kemasan HDPE perforated mempunyai pori-pori yang lebih besar daripada kemasan polipropilen rigid kedap udara (air sealed). Hal ini menyebabkan laju transmisi gas dan uap air kemasan ini lebih besar dibandingkan dengan kemasan polipropilen rigid kedap udara (air sealed). B. Perubahan Komposisi Gizi Tahu Akibat Penyimpanan Analisis fisiko kimia dilakukan terhadap tahu yang disimpan untuk mengetahui karakteristik awal dan akhir dari tahu yang meliputi kadar air,

30 kadar protein, kadar lemak, kadar abu, dan kadar serat kasar. Perubahan analisis sifat fisiko kimia terhadap tahu kuning segar selama penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 4 dan 5. Tabel 4. Hasil analisis fisiko kimia tahu kuning segar tanpa perendaman pada berbagai kemasan Komponen Kemasan Awal Akhir Perubahan (%) Air (%) T T T Protein (%) T T T Lemak (%) T T T Abu (%) T T T Serat kasar (%) T T T Tabel 5. Hasil analisis fisiko kimia tahu kuning segar tanpa perendaman pada berbagai kemasan Komponen Kemasan Awal Akhir Perubahan (%) Air (%) T T T Protein (%) T T T Lemak (%) T T T Abu (%) T T T Serat kasar (%) T T T Keterangan : T1 : Kemasan polipropilen rigid kedap udara (air sealed) T2 : Kemasan HDPE perforated T3 : Kemasan polipropilen rigid terbuka

31 Hasil analisis fisiko kimia menunjukkan bahwa kemasan polipropilen rigid kedap udara (air sealed) dapat melindungi tahu dari laju perubahan mutu selama penyimpanan. Dari nilai kadar air dapat dilihat bahwa kemasan polipropilen rigid kedap udara (air sealed) dapat menahan perubahan kadar air baik untuk tahu yang direndam dan yang tidak direndam. Perubahan kadar air pada tahu yang dikemas dalam kemasan polipropilen rigid kedap udara (air sealed) lebih kecil daripada tahu yang disimpan dalam kemasan polipropilen rigid terbuka dan HDPE perforated. Cara penyimpanan dengan perendaman mengakibatkan kadar air tahu mengalami peningkatan selama penyimpanan. Pada tahu yang direndam air perendaman masuk ke dalam tahu. Hal ini terjadi karena tekanan udara yang ada pada tahu lebih tinggi daripada tekanan udara air perendaman sehingga tahu menyerap air dari luar. Setelah mencapai titik jenuh maka air yang masuk ke dalam tahu dapat keluar ke permukaan tetapi dalam jumlah yang kecil. Hal ini disebabkan adanya tekanan udara dari luar yaitu dari air perendaman. Kadar air tahu yang direndam yang disimpan dalam kemasan polipropilen rigid terbuka pada akhir penyimpanan lebih rendah daripada tahu yang disimpan dalam kemasan polipropilen rigid kedap udara (air sealed) dan HDPE perforated. Hal ini disebabkan oleh menguapnya sebagian air yang digunakan untuk merendam tahu. Cara penyimpanan tanpa perendaman mengakibatkan kadar air tahu mengalami penurunan selama penyimpanan. Penurunan kadar air diduga disebabkan karena air yang terkandung dalam tahu keluar ke permukaan. Hal ini diduga disebabkan oleh tekanan uap air pada tahu lebih kecil daripada tekanan uap air dalam kemasan sehingga air keluar dari dalam tahu. Penurunan kadar air pada tahu yang dikemas dalam kemasan polipropilen rigid kedap udara (air sealed) lebih kecil daripada tahu yang dikemas dalam kemasan polipropilen rigid terbuka dan HDPE perforated. Nilai kadar protein tahu menunjukkan bahwa kemasan polipropilen rigid kedap udara (air sealed) dapat menahan penurunan kadar protein tahu selama penyimpanan dibandingkan dengan kemasan polipropilen rigid terbuka dan HDPE perforated. Penurunan kadar protein pada tahu yang direndam lebih

32 rendah daripada tahu yang tidak direndam. Pada tahu yang direndam dan tidak direndam, penurunan kadar protein terkecil pada tahu yang dikemas dalam kemasan polipropilen rigid kedap udara (air sealed), sedangkan penurunan kadar protein terbesar pada tahu yang dikemas dalam kemasan polipropilen rigid terbuka. Nilai kadar abu menunjukkan bahwa kemasan polipropilen rigid kedap udara (air sealed) dapat menahan penurunan kadar abu tahu selama penyimpanan dibandingkan kemasan polipropilen rigid terbuka dan HDPE perforated. Penurunan paling kecil pada tahu yang direndam yang disimpan dalam kemasan polipropilen rigid kedap udara (air sealed), sedangkan penurunan terbesar terjadi pada tahu yang tidak direndam yang disimpan dalam kemasan polipropilen rigid terbuka. C. Perubahan Kualitas Fisik, Kimia, Mikrobiologi, dan Organoleptik Tahu selama Penyimpanan 1. Perubahan Kualitas Fisik Kualitas fisik menunjukkan penampakan tahu secara fisik. Kualitas fisik tahu yang diamati adalah kekerasan dan warna. a. Kekerasan Kekerasan tahu diukur dengan pnetrometer. Semakin besar nilai pengukuran menunjukkan semakin lunak tekstur tahu. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa kekerasan semakin meningkat dengan semakin lamanya penyimpanan. Hasil analisis dapat dilihat pada Gambar 2 dan 3. Nilai kekerasan menunjukkan bahwa kemasan polipropilen rigid kedap udara (air sealed) dapat melindungi tekstur/kekerasan tahu yang disimpan dibandingkan dengan kemasan polipropilen rigid terbuka dan HDPE perforated. Bentuk kotak pada kemasan polipropilen rigid kedap udara (air sealed) dapat melindungi tahu yang disimpan sehingga tidak mudah rapuh.

33 Kekerasan (10 det/mm) Titik Pengamatan PP rigid tertutup PP rigid terbuka Linear (HDPE perforated) y = x R 2 = 0.79 HDPE perforated Linear (PP rigid tertutup) Linear (PP rigid terbuka) y = x R 2 = 0.79 y = x R 2 = 0.79 Gambar 2. Nilai kekerasan pada tahu yang direndam Kekerasan (10 det/mm) Titik Pengamatan y = x R 2 = 0.81 y = x R 2 = 0.80 y = x R 2 = 0.82 PP rigid terbuka HDPE perforated Linear (PP rigid tertutup) PP rigid tertutup Linear (PP rigid terbuka) Linear (HDPE perforated) Gambar 3. Nilai kekerasan pada tahu yang tidak direndam Dari Gambar 2 dan 3 dapat dilihat bahwa laju peningkatan kekerasan tahu yang direndam lebih kecil daripada tahu yang tidak direndam. Perubahan kekerasan tertinggi pada tahu yang tidak direndam yang dikemas dalam kemasan polipropilen rigid terbuka

34 dengan laju perubahan -0,425, sedangkan perubahan kekerasan terendah pada tahu yang direndam yang dikemas dalam kemasan polipropilen rigid kedap udara (air sealed) dengan dengan laju perubahan -0,154. Tahu mengalami peningkatan kekerasan selama penyimpanan disebabkan oleh tahu tersebut disimpan dalam mesin pendingin sehingga semakin lama penyimpanan, tekstur tahu akan semakin keras dan kompak. Adanya perbedaan antara tekanan uap air pada bahan dengan tekanan uap air pada kemasan menyebabkan air meninggalkan bahan. b. Warna Warna mempunyai peranan yang sangat penting pada komoditas pangan. Peranan ini sangat nyata terhadap daya tarik, tanda pengenal, dan atribut mutu. Suatu bahan pangan yang dinilai bergizi, enak, dan teksturnya sangat baik, tidak akan dimakan apabila memiliki warna yang tidak sedap dipandang atau memiliki kesan telah menyimpang dari warna yang seharusnya. Pengukuran warna dilakukan terhadap nilai L, a, dan b, serta intensitas warna ( Hue) pada tahu. Nilai L adalah nilai yang menunjukkan kecerahan bahan. L mempunyai kisaran nilai antara 0 sampai 100. Nilai 0 untuk bahan yang hitam mutlak dan 100 untuk putih mutlak. Semakin tinggi nilai L, warna bahan semakin cerah. Nilai kecerahan tahu kuning berkisar antara Hasil analisis intensitas warna ( Hue) dapat dilihat pada Gambar 4 untuk tahu yang direndam dan Gambar 5 untuk tahu yang tidak direndam, sedangkan nilai kecerahan dapat dilihat pada Gambar 6 dan 7.

35 Warna ohue Titik Pengamatan y = x R 2 = 0.88 y = x R 2 = 0.88 y = x R 2 = 0.90 PP rigid tertutup PP rigid terbuka Linear (HDPE perforated) HDPE perforated Linear (PP rigid tertutup) Linear (PP rigid terbuka) Gambar 4. Intensitas warna ( Hue) pada tahu yang direndam Warna ohue y = x R 2 = y = x R 2 = y = x R 2 = Titik Pengamatan HDPE perforated PP rigid tertutup PP rigid terbuka Linear (HDPE perforated) Linear (PP rigid tertutup) Linear (PP rigid terbuka) Gambar 5. Intensitas warna ( Hue) pada tahu yang tidak direndam Nilai intensitas warna menunjukkan bahwa kemasan polipropilen rigid kedap udara (air sealed) dapat mempertahankan

36 intensitas warna tahu yang disimpan dibandingkan dengan kemasan polipropilen rigid terbuka dan HDPE perforated. Selama penyimpanan intensitas warna tahu mengalami perubahan. Dari hasil pengamatan, intensitas warna tahu berkisar antara sehingga termasuk ke dalam kelompok warna yellow red (merah kekuningan). Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa warna kuning pada tahu cenderung mengalami penurunan selama penyimpanan. Penurunan nilai intensitas warna menunjukkan bahwa warna menjadi lebih stabil, sedangkan peningkatan intensitas warna menunjukkan bahwa warna menjadi kurang stabil. Dari laju penurunan intensitas warna, penurunan intensitas warna pada tahu yang direndam dan yang tidak direndam hampir sama. Kecerahan (L) Titik Pengamatan PP rigid tertutup PP rigid terbuka Linear (HDPE perforated) HDPE perforated Linear (PP rigid tertutup) Linear (PP rigid terbuka) y = x R 2 = 0.85 y = x R 2 = 0.87 y = x R 2 = 0.84 Gambar 6. Kecerahan (L) pada tahu yang direndam

37 Kecerahan (L) Titik Pengamatan y = x R 2 = 0.90 y = x R 2 = 0.88 y = x R 2 = 0.88 PP rigid terbuka PP rigid tertutup Linear (HDPE perforated) HDPE perforated Linear (PP rigid terbuka) Linear (PP rigid tertutup) Gambar 7. Kecerahan (L) pada tahu yang tidak direndam Dari nilai kecerahan (L) tahu dapat dilihat bahwa kemasan polipropilen rigid kedap udara (air sealed) dapat mempertahankan kecerahan tahu yang disimpan dibandingkan dengan kemasan polipropilen rigid terbuka dan HDPE perforated. Penurunan kecerahan tahu yang direndam lebih tinggi daripada tahu yang tidak direndam. Warna kuning pada tahu berasal dari kunyit yang merupakan pewarna alami. Salah satu sifat dari bahan pewarna alami adalah mudah larut dalam air. Adanya perendaman dengan air menyebabkan warna pada tahu semakin memudar. Penurunan kecerahan tertinggi pada tahu yang direndam yang dikemas dalam kemasan polipropilen rigid terbuka dengan laju penurunan -0,685, sedangkan penurunan kecerahan terendah pada tahu yang tidak direndam yang dikemas dalam kemasan polipropilen rigid kedap udara (air sealed) dengan laju penurunan - 0, Perubahan Kualitas Kimia Kualitas kimia menunjukkan kandungan kimia tahu. Kualitas kimia tahu yang diamati meliputi kadar protein, ph, dan total asam.

38 a. Kadar Protein Kemasan polipropilen rigid kedap udara (air sealed) dan cara penyimpanan dengan perendaman dapat menahan laju penurunan kadar protein pada tahu. Selama penyimpanan dingin, laju penurunan kadar protein tahu yang dikemas dalam kemasan polipropilen rigid kedap udara (air sealed) lebih kecil daripada tahu yang dikemas dalam kemasan HDPE perforated dan kemasan polipropilen rigid terbuka. Penurunan kadar protein berkaitan dengan aktifitas mikroorganisme dalam mendegradasi protein menjadi senyawa-senyawa yang sederhana. Pertumbuhan mikroorganisme pada tahu yang dikemas dalam kemasan polipropilen rigid kedap udara (air sealed) lebih rendah daripada tahu yang dikemas dalam kemasan HDPE perforated dan kemasan polipropilen rigid terbuka. Hasil analisis kadar protein pada tahu yang direndam dapat dilihat pada Gambar 8, sedangkan pada tahu yang tidak direndam pada Gambar 9. Gambar 8 dan 9 menunjukkan bahwa penurunan kadar protein tertinggi terjadi pada tahu tidak direndam yang dikemas dalam kemasan polipropilen rigid terbuka dengan laju penurunan -0,422, sedangkan penurunan kadar protein terendah pada tahu direndam yang dikemas dalam kemasan polipropilen rigid kedap udara (air sealed) dengan laju penurunan -0,068. Penurunan kadar protein pada tahu yang tidak direndam lebih tinggi daripada tahu yang direndam. Hal ini terjadi karena aktivitas proteolitik mikroorganisme pada tahu yang tidak direndam lebih tinggi daripada tahu yang direndam. Mikroorganisme tersebut memecah protein menjadi senyawa-senyawa sederhana yang dapat digunakan oleh mikroorganisme sebagai bahan makanannya.

39 10 Kadar protein (%) Titik Pengamatan y = x R 2 = 0.98 y = x R 2 = 0.94 y = x R 2 = 0.97 PP rigid tertutup HDPE perforated Linear (PP rigid terbuka) PP rigid terbuka Linear (PP rigid tertutup) Linear (HDPE perforated) Gambar 8. Kadar protein pada tahu yang direndam Kadar Protein (%) Titik Pengamatan y = x R 2 = 0.96 y = x R 2 = 0.97 y = x R 2 = 0.97 PP rigid tertutup HDPE perforated Linear (PP rigid terbuka) PP rigid terbuka Linear (PP rigid tertutup) Linear (HDPE perforated) Gambar 9. Kadar protein pada tahu yang tidak direndam b. Derajat Keasaman (ph) Pengukuran derajat keasaman (ph) dilakukan untuk mengetahui kecenderungan perubahan nilai ph selama penyimpanan tahu kuning segar. Dari nilai ph dapat dilihat bahwa kemasan polipropilen rigid kedap udara (air sealed) dapat menahan laju

40 penurunan ph daripada kemasan HDPE perforated dan kemasan polipropilen rigid terbuka. Hasil pengukuran terhadap tahu yang direndam ph dapat dilihat pada Gambar 10, sedangkan untuk tahu yang tidak direndam dapat dilihat pada Gambar 11. Tahu kuning segar merupakan bahan pangan yang mempunyai ph di bawah netral, yaitu 3-6. Pengukuran ph dilakukan setiap hari pada tahu yang disimpan. Berdasarkan Gambar 10 dan 11 dapat dilihat bahwa selama penyimpanan telah terjadi perubahan ph pada tahu kuning segar dan perubahan tersebut cenderung menurun. Penurunan ph tertinggi pada tahu yang tidak direndam yang disimpan dalam kemasan polipropilen rigid terbuka dengan laju penurunan -0,034, sedangkan penurunan ph terendah pada tahu direndam yang disimpan dalam kemasan polipropilen rigid kedap udara (air sealed) dengan laju penurunan - 0,010. Selama penyimpanan, tahu kuning memiliki ph berkisar antara 5,0-6,0. Perbedaan penurunan nilai ph pada masing-masing tahu tersebut diduga disebabkan oleh bakteri-bakteri pembentuk asam. Bakteri tersebut dapat memecah gula dan mengubahnya menjadi asam laktat, sehingga menurunkan nilai ph tahu. Setelah ph tahu relatif rendah, kapang dan khamir dapat lebih berperan dan menggunakan asam laktat. Selanjutnya kapang dan khamir akan memecah protein kedelai, menghasilkan berbagai amin yang mengakibatkan ph tahu menjadi naik. Dengan naiknya ph, bakteri-bakteri aerobik yang bersifat proteolitik, termasuk bakteri pembentuk spora dapat tumbuh dan menyebabkan kebusukan tahu. Penurunan kembali nilai ph disebabkan terbentuknya asam karboksilat sebagai hasil proses deaminasi asam amino, terbentuknya asam-asam lemak hasil penguraian lemak dan asam-asam hasil aktifitas mikroba seperti asam laktat yang dihasilkan oleh golongan Lactobacillus.

41 ph Titik Pengamatan y = x R 2 = 0.79 y = x R 2 = 0.80 y = x R 2 = 0.79 HDPE perforated PP rigid tertutup Linear (PP rigid terbuka) PP rigid terbuka Linear (HDPE perforated) Linear (PP rigid tertutup) Gambar 10. Nilai ph pada tahu yang direndam ph y = x R 2 = 0.89 y = x R 2 = 0.88 y = x R 2 = Titik Pengamatan HDPE perforated PP rigid terbuka PP rigid tertutup Linear (HDPE perforated) Linear (PP rigid terbuka) Linear (PP rigid tertutup) Gambar 11. Nilai ph pada tahu yang tidak direndam Peningkatan atau penurunan nilai ph sangat dipengaruhi oleh hasil-hasil degradasi yang terbentuk dan keseimbangan ionik dari larutan protein. Sebagian besar perubahan-perubahan keasaman tahu disebabkan oleh aktivitas mikroba terutama golongan pembentuk asam dan golongan proteolitik.

42 c. Total asam Perubahan total asam berkaitan dengan perubahan ph. Semakin rendah nilai ph maka total asam akan semakin tinggi, sebaliknya semakin tinggi nilai ph maka total asam akan semakin kecil. Hasil analisis total asam dapat dilihat pada Gambar 12 dan 13. Dari Gambar 12 dan 13 dapat dilihat bahwa kemasan polipropilen rigid kedap udara (air sealed) dapat menahan laju peningkatan total asam daripada kemasan HDPE perforated dan kemasan polipropilen rigid terbuka. Peningkatan total asam tertinggi pada tahu tidak direndam yang disimpan dalam kemasan polipropilen rigid terbuka dengan laju peningkatan 0,340, sedangkan peningkatan terendah pada tahu direndam yang disimpan dalam kemasan polipropilen rigid kedap udara (air sealed) dengan laju peningkatan 0,136. Peningkatan keasaman atau penurunan ph terutama disebabkan oleh aktivitas bakteri asam laktat. Bakteri tersebut melakukan fermentasi dengan cara memecah gula dan mengubahnya menjadi asam laktat. Laju transmisi bahan kemasan mempengaruhi konsentrasi gas dalam kemasan selama penyimpanan. Laju transmisi dan permukaan bahan kemasan mempengaruhi jumlah gas dan waktu yang dibutuhkan oleh gas untuk menghambat mikroba. Kemasan polipropilen rigid kedap udara (air sealed) memiliki nilai laju transmisi terhadap oksigen lebih rendah daripada kemasan HDPE perforated dan kemasan polipropilen rigid terbuka. Hal ini mengakibatkan mikroorganisme yang tumbuh pada tahu yang disimpan dalam kemasan polipropilen rigid kedap udara (air sealed) lebih sedikit sehingga aktifitas proteolitik lebih kecil.

43 12 Total Asam (ml/g) y = 0.136x R 2 = 0.88 y = 0.145x R 2 = 0.87 y = 0.188x R 2 = 0.87 Titik Pengamatan PP rigid terbuka PP rigid tertutup Linear (HDPE perforated) HDPE perforated Linear (PP rigid terbuka) Linear (PP rigid tertutup) Gambar 12. Nilai total asam pada tahu yang direndam Total Asam (ml/g) y = 0.237x R 2 = 0.85 y = 0.313x R 2 = 0.86 y = 0.340x R 2 = Titik Pengamatan PP rigid terbuka PP rigid tertutup Linear (HDPE perforated) HDPE perforated Linear (PP rigid terbuka) Linear (PP rigid tertutup) Gambar 13. Nilai total asam pada tahu yang tidak direndam 3. Perubahan Kualitas Mikrobiologi Analisis mikrobiologi yang dilakukan adalah analisis Total Plate Count (TPC). Dari analisis TPC dapat dilihat bahwa kemasan polipropilen rigid kedap udara (air sealed) dapat menahan laju pertumbuhan mikroorganisme daripada kemasan HDPE perforated dan kemasan polipropilen rigid terbuka. Laju pertumbuhan mikroorganisme pada tahu yang dikemas dalam kemasan polipropilen rigid kedap udara (air sealed) lebih kecil daripada laju pertumbuhan mikroorganisme pada tahu yang

44 dikemas dalam kemasan HDPE perforated dan kemasan polipropilen rigid terbuka. Kerusakan tahu mempunyai kaitan erat dengan aktivitas mikroba. Mikroba penyebab kerusakan pada bahan pangan yang berkadar air tinggi dengan ph sekitar netral terutama adalah golongan bakteri. Secara umum bakteri tumbuh lebih cepat pada ph 6,0-8,0, kamir pada ph 4,5 6,0 dan kapang pada ph 3,5 4,0. Hal ini ada pengecualian, terutama pada bakteri yang memproduksi asam sebagai hasil metabolisme, contohnya Lactobacillus dan bakteri asam laktat lain yang tumbuh optimum pada ph 5,0-6,0. Daya simpan suatu bahan pangan sangat erat hubungannya dengan kondisi awal dari bahan yang akan disimpan. Pada awal penyimpanan, total mikroba pada tahu yang disimpan dengan perendaman berjumlah 1,6 x 10 3 koloni/gram (3,204 log koloni/gram), sedangkan pada tahu yang disimpan tanpa perendaman berjumlah 3,1 x 10 3 koloni/gram (3,486 log koloni/gram). Hasil analisis TPC tahu kuning segar yang tidak direndam selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 14, 15, dan 16, sedangkan hasil analisis TPC tahu kuning segar yang direndam dapat dilihat pada Gambar 17, 18, dan 19. Laju transmisi oksigen pada kemasan polipropilen rigid kedap udara (air sealed) lebih kecil daripada laju transmisi oksigen pada kemasan polipropilen rigid terbuka dan kemasan HDPE perforated. Oksigen yang masuk ke dalam kemasan polipropilen rigid kedap udara (air sealed) terbatas sehingga oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk respirasi lebih sedikit. Hal ini menyebabkan pertumbuhan mikroorganisme lebih sedikit. Tahu yang disimpan pada masing-masing jenis kemasan sampai hari ke tiga, total mikroba masih memenuhi Standar Industri Indonesia, tetapi pada hari keenam total mikroba yang terdapat pada tahu sudah melebihi standar (SII) yang ditetapkan. Menurut Standar Industri Indonesia (1990), total mikroba yang diperbolehkan terdapat pada tahu adalah sebesar 1,0 x 10 6 koloni/gram.

45 Total Mikroba (log koloni/gram) Titik Pengamatan kemasan PP rigid kedap udara (air sealed) Log. (kemasan PP rigid kedap udara (air sealed)) y = 1.41Ln(x) R 2 = 0.81 Gambar 14. Analisis total mikroba pada tahu yang direndam yang disimpan dalam kemasan PP rigid kedap udara (air sealed) Total mikroba (log koloni/gram) Titik Pengamatan kemasan HDPE perforated y = 1.70Ln(x) R 2 = 0.83 Log. (kemasan HDPE perforated) Gambar 15. Analisis total mikroba pada tahu yang direndam yang disimpan dalam kemasan HDPE Perforated Total Mikroba (log koloni/gram) Titik Pengamatan kemasan PP rigid terbuka Log. (kemasan PP rigid terbuka) y = 1.82Ln(x) R 2 = 0.83 Gambar 16. Analisis total mikroba pada tahu yang direndam yang disimpan dalam kemasan PP rigid terbuka

46 Total mikroba tahu kuning segar yang disimpan dalam kemasan rigid kedap udara (air sealed) dengan perendaman mengalami peningkatan sampai hari kesembilan dan pada hari keduabelas mulai mengalami penurunan. Tahu yang disimpan dalam kemasan HDPE perforated mengalami peningkatan total mikroba sampai pada hari keenam. Pada hari kesembilan sampai hari keduabelas mulai terjadi fase stasioner dimana total mikroba yang terdapat pada tahu hampir sama dan pada hari ke empat belas mengalami penurunan. Hal ini disebabkan oleh berkurangnya nutrisi yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhan. Penurunan pertumbuhan total mikroba pada tahu disebabkan oleh mulai berkurangnya nutrisi yang diperlukan oleh mikroba untuk pertumbuhan. Penurunan total mikroba pada tahu juga disebabkan oleh peningkatan nilai ph pada tahu. Berdasarkan penelitian Sutanti (1989), dengan semakin lamanya waktu penyimpanan, nilai ph rata-rata semakin meningkat. Kenaikan nilai ph ini disebabkan oleh terbentuknya senyawasenyawa hasil peruraian protein oleh mikroba yang bersifat basa seperti amoniak atau NH 3. Selain itu diduga disebabkan oleh terjadi kontaminasi mikroba dari luar kemasan. Kemasan yang terbuka memberikan peluang yang besar untuk masuknya mikroba ke dalam kemasan sehingga mikroba tersebut dapat kontak dengan tahu yang disimpan dalam kemasan tersebut. Tanda kerusakan pada tahu ditandai dengan adanya lendir dan aroma asam tahu rusak. Bakteri yang merusaknya adalah bakteri asam laktat yang berbentuk Streptokokus, golongan koliform, golongan psikhotropik gram negatif berbentuk batang, dan bakteri gram positif yang dominan terdapat di dalam tahu segar (Frazier dan Westhoff, 1978). Berdasarkan gambar analisis total mikroba tahu yang tidak direndam dapat dilihat bahwa tahu mengalami peningkatan total mikroba selama penyimpanan. Pada hari ketiga penyimpanan, total mikroba pada tahu kuning segar masih memenuhi Standar Industri Indonesia, tetapi pada hari keenam sudah tidak memenuhi Standar Industri Indonesia.

47 Total Mikroba (log koloni/gram Titik Pengamatan kemasan PP rigid kedap udara (air sealed) Log. (kemasan PP rigid kedap udara (air sealed) y = 2.53Ln(x) R 2 = 0.80 Gambar 17. Analisis total mikroba pada tahu yang tidak direndam yang disimpan dalam kemasan PP rigid kedap udara (air sealed) Total Mikroba (log koloni/gram) 12 6 y = 2.68Ln(x) R 2 = Titik Pengamatan kemasan HDPE perforated Log. (kemasan HDPE perforated) Gambar 18. Analisis total mikroba pada tahu yang tidak direndam yang disimpan dalam kemasan HDPE perforated Total Mikroba (log koloni/gram) y = 2.70Ln(x) R 2 = Titik Pengamatan kemasan PP rigid terbuka Log. (kemasan PP rigid terbuka) Gambar 19. Jumlah total mikroba pada tahu yang tidak direndam yang disimpan dalam kemasan PP rigid terbuka

48 Cara penyimpanan dengan perendaman dapat menahan pertumbuhan mikroorganisme dalam tahu dibandingkan cara penyimpanan tanpa perendaman. Kemasan yang digunakan untuk mengemas tahu yang direndam memiliki ruang kosong yang lebih kecil daripada kemasan yang digunakan untuk mengemas tahu yang tidak direndam. Ruang kosong yang lebih kecil menyebabkan oksigen yang digunakan oleh mikroorganisme untuk berkembangbiak lebih sedikit sehingga pertumbuhannya dapat dihambat. Analisis total mikroba menunjukkan bahwa kenaikan total mikroba tertinggi pada tahu yang tidak direndam yang dikemas dalam kemasan polipropilen rigid terbuka dengan laju peningkatan 2,70, sedangkan kenaikan terendah pada tahu yang direndam yang dikemas dalam kemasan rigid kedap udara (air sealed) laju peningkatan 1,41. Pertumbuhan mikroba pada bahan pangan terdiri dari beberapa tahap, yaitu tahap pertama disebut fase lag dimana mikroba terus hidup tapi belum berkembang biak. Tahap kedua yaitu fase eksponensial, apabila nutrisi yang tersedia cukup dan kondisi optimum mikroba akan berkembang pesat. Tahap ketiga adalah fase stasioner dimana pertumbuhan mikroba menurun karena nutrisi yang tersedia menurun atau adanya racun hasil metabolismenya sendiri. Berikutnya akan terjadi pertumbuhan dimana jumlah mikroba yang baru dan yang mati seimbang. Akhirnya akan terjadi tahap kematian dimana jumlah yang mati lebih besar dari yang tumbuh, disebabkan komponen bahan pangan tidak mencukupi kebutuhan mikroba untuk tumbuh (Fardiaz, 1989). Berdasarkan kebutuhan akan oksigen, bakteri dapat dibagi atas tiga golongan yaitu yang bersifat aerob, anaerobik fakultatif, dan anaerob. Jasad renik yang tergolong anaerobik fakultatif seperti yang umum dijumpai pada tahu segar akan lebih baik pertumbuhannya pada kondisi aerob daripada dalam kondisi anaerob (Fardiaz, 1989). Hal ini menyebabkan total mikroba pada tahu yang dikemas dalam kemasan rigid kedap udara (air sealed) lebih sedikit daripada tahu yang disimpan dalam kemasan polipropilen rigid terbuka dan kemasan HDPE perforated.

49 Kondisi udara dalam kemasan yang bersifat anaerob menyebabkan terhambatnya pertumbuhan mikroorganisme yang bersifat aerob dan anaerob fakultatif. Jenis kemasan sangat mempengaruhi jumlah total mikroba. Apabila laju transmisi bahan kemasan terhadap CO 2, O 2, dan H 2 O kecil maka udara dari luar sulit menembus permukaan kemasan, sehingga kondisi udara dalam kemasan relatif tidak berubah dan CO 2 dapat menghambat aktifitas mikroba dengan baik Derajat keasaman bahan pangan mempengaruhi jenis mikroba yang dapat tumbuh. Kebanyakan bakteri dapat tumbuh pada ph optimum Pada ph di bawah 5.0 dan di atas 8.5 bakteri tidak dapat tumbuh dengan baik, kecuali bakteri asam asetat dan bakteri oksidasi sulfur (Fardiaz, 1989). 4. Perubahan Kualitas Organoleptik Penilaian panelis meliputi kesukaan terhadap warna, aroma, tekstur/kekerasan, dan penerimaan umum. Penilaian dihentikan apabila sebagian besar panelis menolak produk yang disajikan serta hasil analisis kimia dan mikrobiologi menunjukkan bahwa produk tidak layak untuk dikonsumsi. Form uji organoleptik dapat dilihat pada Lampiran 3. Dari hasil penilaian organoleptik tersebut secara umum semakin lama tahu disimpan, penerimaan konsumen berkurang karena terjadi perubahan pada warna, aroma, dan tekstur tahu. Mikroba mengkonsumsi nutrisi pada tahu untuk melakukan aktifitas dan menyebabkan perubahanperubahan baik secara fisik dan kimia. a) Respon Panelis terhadap Warna Perubahan warna erat kaitannya dengan aktifitas mikroba terutama bakteri. Jika tumbuh pada bahan pangan, bakteri dapat menyebabkan perubahan pada penampakan dan komposisi kimia dan cita rasa bahan pangan tersebut. Warna merupakan salah satu

50 parameter yang digunakan oleh konsumen dalam menilai produk tahu segar. Respon Warna y = x R 2 = 0.94 y = x R 2 = 0.94 y = x R 2 = Titik Pengamatan PP rigid terbuka PP rigid tertutup HDPE perforated Linear (PP rigid terbuka) Linear (PP rigid tertutup) Linear (HDPE perforated) Respon Warna Gambar 20. Gambar kesukaan panelis terhadap warna tahu kuning yang direndam Titik Pengamatan PP rigid tertutup HDPE perforated Linear (PP rigid terbuka) PP rigid terbuka Linear (PP rigid tertutup) Linear (HDPE perforated) y = x R2 = 0.90 y = x R2 = 0.91 y = x R2 = 0.90 Gambar 21. Gambar kesukaan panelis terhadap warna tahu kuning yang tidak direndam Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa penilaian panelis terhadap warna semakin berkurang selama penyimpanan. Dari penilaian terhadap warna, panelis lebih menyukai kemasan polipropilen rigid kedap udara (air sealed) daripada kemasan

51 polipropilen rigid terbuka dan kemasan HDPE perforated sebagai pengemas tahu, baik untuk tahu yang direndam dan yang tidak direndam. Cara penyimpanan dengan direndam lebih disukai oleh panelis daripada cara penyimpanan tidak direndam. b) Respon Panelis terhadap Aroma Aroma merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk mengukur tingkat kesukaan tahu. Selama penyimpanan kemungkinan terjadi perubahan aroma tahu yang dapat mengurangi daya terima tahu tersebut. Tahu mempunyai aroma yang khas yang membedakannya dengan produk olahan kedelai lainnya. Hasil penilaian panelis terhadap aroma tahu dapat dilihat pada Gambar 22 dan 23. Dari Gambar 22 dan 23 dapat dilihat bahwa kesukaan panelis terhadap aroma tahu yang disimpan semakin berkurang. Dari penilaian terhadap aroma tahu, kemasan polipropilen rigid kedap udara (air sealed) lebih disukai daripada kemasan polipropilen rigid terbuka dan kemasan HDPE perforated. Penurunan kesukaan tertinggi pada tahu yang dikemas kemasan polipropilen rigid terbuka untuk tahu yang direndam dengan laju penurunan -0,301, sedangkan penurunan kesukaan panelis terendah pada tahu yang dikemas dalam kemasan polipropilen rigid kedap udara (air sealed) untuk tahu yang tidak direndam dengan laju penurunan -0,170. Kunyit digunakan sebagai pengawet tahu yang akan mempengaruhi warna dan aroma tahu. Kunyit menimbulkan aroma yang khas. Perlakuan yang diberikan pada konsentrasi kunyit yang terlalu tinggi akan menurunkan tingkat kesukaan konsumen terhadap produk tersebut. Proses pengawetan suatu bahan pangan yang diberikan pengawet rempah-rempah, terutama kunyit akan mempengaruhi kerja zat aktif antimikroba yang terdapat dalam rempah-rempah tersebut dalam kondisi konsentrasi yang tidak terlalu rendah (Lund, 2000).

52 Respon Aroma y = x R 2 = 0.85 y = x R 2 = 0.86 y = x R 2 = Titik Pengamatan PP rigid terbuka HDPE perforated PP rigid tertutup Linear (PP rigid terbuka) Linear (HDPE perforated) Linear (PP rigid tertutup) Gambar 22. Gambar kesukaan panelis terhadap aroma tahu kuning yang direndam 9 Respon Aroma y = x R 2 = 0.94 y = x R 2 = 0.94 y = x R 2 = Titik Pengamatan PP rigid terbuka PP rigid tertutup HDPE perforated Linear (PP rigid terbuka) Linear (PP rigid tertutup) Linear (HDPE perforated) Gambar 23. Gambar kesukaan panelis terhadap aroma tahu kuning yang tidak direndam Penurunan penilaian terhadap aroma dengan semakin lamanya penyimpanan dapat disebabkan adanya senyawa-senyawa berbau busuk yang dihasilkan oleh bakteri yang bersifat proteolitik dan lipofilik. Bau busuk biasanya disertai kerusakan bahan pangan. Bakteri-bakteri pembentuk bau umumnya bersifat putrefaktif, yaitu

53 dapat memecah protein secara anaerob dan memproduksi komponenkomponen yang berbau busuk seperti hidrogen sulfuda, markaptan, amin, indol, skaltol, dan asam-asam lemak (Fardiaz, 1989). Bakteri putrefaktif yang terdapat pada pangan basah misalnya golongan Clostridium dan Pseudomonas. Penilaian panelis terhadap aroma tahu semakin berkurang dengan semakin lamanya penyimpanan. Semakin lama penyimpanan, tahu semakin berbau asam. Adanya penurunan ph yang disebabkan oleh banyaknya jumlah mikroba penghasil asam laktat mengakibatkan aroma tahu semakin asam. c) Respon Panelis terhadap Tekstur/Kekerasan Tekstur merupakan hal yang sangat diperhatikan dalam menentukan kualitas tahu. Tekstur yang kompak dan tidak mudah hancur lebih disukai konsumen daripada tekstur yang lunak. Hasil penilaian panelis terhadap tekstur/kekerasan tahu dapat dilihat pada Gambar 24 dan 25. Dari gambar kesukaan panelis terhadap tekstur/kekerasan tahu dapat dilihat bahwa kemasan polipropilen rigid kedap udara (air sealed) lebih disukai sebagai pengemas tahu daripada kemasan polipropilen rigid terbuka dan kemasan HDPE perforated. Penilaian panelis terhadap tekstur tahu semakin berkurang selama penyimpanan. Penilaian terhadap tekstur/kekerasan tahu yang disimpan dalam kemasan polipropilen rigid kedap udara (air sealed) baik tahu direndam dan tidak direndam hampir sama. Penilaian terendah pada tahu yang tidak direndam yang disimpan pada kemasan polipropilen rigid terbuka dengan laju penurunan -0,293. Penerimaan panelis terhadap tekstur tahu semakin berkurang dengan semakin lamanya penyimpanan. Penurunan kekerasan merupakan tanda bahwa bahan tersebut mulai mengalami kerusakan.

54 Respon Tekstur/Kekerasan Titik Pengamatan y = x R 2 = 0.98 y = x R 2 = 0.98 y = x R 2 = 0.98 HDPE perforated PP rigid terbuka Linear (PP rigid tertutup) PP rigid tertutup Linear (HDPE perforated) Linear (PP rigid terbuka) Gambar 24. Gambar kesukaan panelis terhadap tekstur/kekerasan tahu kuning yang direndam Respon Tekstur/Kekerasan y = x R 2 = 0.96 y = x R 2 = 0.95 y = x R 2 = 0.95 Titik Pengamatan PP rigid terbuka PP rigid tertutup Linear (HDPE perforated) HDPE perforated Linear (PP rigid terbuka) Linear (PP rigid tertutup) Gambar 25. Gambar kesukaan panelis terhadap tekstur/kekerasan tahu kuning yang tidak direndam d) Penerimaan Umum Penerimaan panelis terhadap tahu yang disimpan semakin lama penyimpanan semakin berkurang. Hasil penerimaan panelis terhadap tahu dapat dilihat pada Gambar 26 dan 27.

55 Respon Penerimaan Umum y = x R 2 = 0.91 y = x R 2 = 0.91 y = x R 2 = 0.91 Titik Pengamatan PP rigid tertutup PP rigid terbuka Linear (HDPE perforated) HDPE perforated Linear (PP rigid tertutup) Linear (PP rigid terbuka) Gambar 26. Gambar penerimaan umum tahu kuning yang direndam Respon Penerimaan Umum Titik Pengamatan PP rigid terbuka PP rigid tertutup Linear (HDPE perforated) y = x R 2 = 0.92 y = x R 2 = 0.93 y = x R 2 = 0.92 HDPE perforated Linear (PP rigid terbuka) Linear (PP rigid tertutup) Gambar 27. Gambar penerimaan umum tahu kuning yang tidak direndam Dari gambar dapat dilihat bahwa kemasan polipropilen rigid kedap udara (air sealed) dan cara penyimpanan dengan perendaman lebih disukai sebagai pengemas tahu. Penerimaan panelis terhadap tahu semakin berkurang selama penyimpanan. Tahu yang tidak direndam yang dikemas dalam kemasan polipropilen rigid terbuka memperoleh penilaian yang paling rendah dengan laju penurunan -0,269, sedangkan

56 tahu yang direndam yang dikemas dalam kemasan polipropilen rigid kedap udara (air sealed) tanpa perendaman memperoleh penilaian yang paling tinggi dengan laju penurunan -0, 211. D. Bahasan Akhir Kemasan polipropilen rigid kedap udara (air sealed) dan perendaman dapat melindungi tahu dari percepatan perubahan sifat fisik, kimia, mikrobiologi, dan organoleptik. Kualitas fisik dapat dilihat dari nilai kekerasan dan warna. Laju penurunan kekerasan pada tahu yang direndam yang dikemas dalam kemasan polipropilen rigid kedap udara (air sealed) lebih lambat daripada tahu yang dikemas dalam kemasan HDPE perforated dan kemasan polipropilen rigid terbuka. Hal ini sesuai dengan nilai organoleptik terhadap respon tekstur/kekerasan. Kesukaan panelis terhadap tekstur/kekerasan tahu selama penyimpanan mengalami penurunan. Penurunan yang tertinggi pada tahu tidak direndam yang dikemas dalam kemasan polipropilen rigid terbuka. Penilaian panelis terhadap tekstur tahu yang dikemas dalam kemasan HDPE perforated dan kemasan polipropilen rigid terbuka hampir sama baik untuk tahu yang direndam dan yang tidak direndam. Dari nilai warna dapat dilihat bahwa kemasan polipropilen rigid kedap udara (air sealed) dapat mempertahankan warna tahu. Laju penurunan warna tahu yang dikemas dalam kemasan polipropilen rigid kedap udara (air sealed) lebih lambat daripada tahu yang dikemas dalam kemasan HDPE perforated dan kemasan polipropilen rigid terbuka. Hal ini sesuai dengan penerimaan panelis terhadap warna. Panelis lebih menyukai tahu direndam yang dikemas dalam kemasan polipropilen rigid kedap udara (air sealed) daripada tahu yang dikemas dalam kemasan HDPE perforated dan kemasan polipropilen rigid terbuka. Perubahan kualitas kimia dapat dilihat dari kadar protein, ph, dan total asam. Kemasan polipropilen rigid kedap udara (air sealed) dan cara penyimpanan dengan perendaman dapat melindungi tahu dari laju penurunan kadar protein. Penurunan kadar protein pada tahu yang direndam lebih rendah daripada tahu yang tidak direndam. Laju penurunan kadar protein kadar

57 protein tertinggi terjadi pada tahu yang tidak direndam yang dikemas dalam kemasan polipropilen rigid terbuka, sedangkan penurunan kadar protein terendah pada tahu yang direndam yang dikemas dalam kemasan polipropilen rigid kedap udara (air sealed). Hal ini berhubungan dengan aktifitas mikroba dalam mendegradasi protein. Semakin banyak mikroba yang terdapat pada tahu maka degradasi protein akan semakin cepat. Dari perubahan total mikroba dapat dilihat bahwa kemasan polipropilen rigid kedap udara (air sealed) dan cara penyimpanan dengan perendaman dapat melindungi tahu dari kontaminasi mikroorganisme. Laju peningkatan total mikroorganisme pada tahu yang direndam yang dikemas dalam kemasan polipropilen rigid kedap udara (air sealed) lebih lambat daripada tahu yang dikemas dalam HDPE perforated dan kemasan polipropilen rigid terbuka. Perubahan aktifitas mikroba mempengaruhi kerusakan tahu. Mikroba memanfaatkan nutrisi yang terkandung dalam tahu untuk pertumbuhannya. Kondisi tahu mempengaruhi aktifitas mikroba. Tahu yang dikemas memiliki ph berkisar antara 5,0-6,0 sehingga mikroba yang banyak tumbuh pada tahu merupakan bakteri yang memproduksi asam sebagai hasil metabolisme, contohnya Lactobacillus dan bakteri asam laktat. Kemasan polipropilen rigid kedap udara (air sealed) dan cara penyimpanan dengan perendaman dapat menahan laju penurunan ph. Dari nilai ph dapat dilihat bahwa penurunan keasaman tertinggi pada tahu tidak direndam yang dikemas dalam kemasan rigid terbuka, sedangkan perubahan terendah pada tahu direndam yang dikemas dalam kemasan polipropilen rigid kedap udara (air sealed). Perubahan nilai ph sebanding dengan perubahan nilai total asam. Semakin rendah nilai ph maka semakin tinggi jumlah total asamnya. Jumlah total asam tertinggi pada tahu tidak direndam dalam kemasan polipropilen rigid terbuka, sedangkan jumlah total asam terendah pada tahu direndam yang dikemas dalam kemasan polipropilen rigid kedap udara (air sealed). Semakin banyak total mikroba yang terdapat pada tahu maka total asam semakin meningkat. Asam yang terbentuk disebabkan adanya fermentasi oleh bakteri yang memecah gula dan mengubahnya menjadi asam laktat.

58 Perubahan keasaman pada tahu sesuai dengan penerimaan panelis terhadap aroma tahu. Penerimaan panelis terhadap aroma tahu mengalami penurunan selama penyimpanan. Penerimaan panelis tertinggi pada tahu direndam yang dikemas dalam kemasan polipropilen rigid kedap udara (air sealed), sedangkan penerimaan terendah pada tahu tidak direndam yang dikemas dalam kemasan rigid terbuka. Tabel 6. Kualitas tahu selama penyimpanan dingin (14 hari) PP rigid kedap udara (air sealed) HDPE perforated PP rigid terbuka Parameter mutu tahu Tidak Tidak Tidak Direndam direndam Direndam direndam Direndam direndam Kekerasan Warna : - Kecerahan (L) - Stabilitas warna (ºHue) Kadar protein ph Total asam Total mikroba Organoleptik : - Warna - Aroma - Tekstur/kekerasan - Penerimaan umum Keterangan : 1 = paling baik 2 = baik 3 = kurang baik 4 = tidak baik 5 = buruk 6 = paling buruk Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa kemasan polipropilen rigid kedap udara (air sealed) merupakan jenis kemasan yang paling baik digunakan untuk mengemas tahu dibandingkan dengan kemasan HDPE perforated dan kemasan polipropilen rigid terbuka. Cara penyimpanan dengan perendaman akan menghasilkan mutu tahu yang lebih baik daripada cara penyimpanan tanpa perenadaman.

59 V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kemasan yang berbeda dan kondisi yang berbeda mempengaruhi kualitas tahu selama penyimpanan. Kemasan polipropilen rigid kedap udara (air sealed) dapat menahan perubahan kualitas tahu dibandingkan dengan kemasan HDPE perforated dan kemasan polipropilen rigid terbuka. Kemasan polipropilen rigid kedap udara (air sealed) dapat menahan laju penurunan mutu tahu baik yang bersifat fisik, kimia, mikrobiologi, dan organoleptik. Cara penyimpanan dengan perendaman akan menghasilkan kualitas tahu yang lebih baik daripada cara penyimpanan tanpa perendaman. Analisis fisiko kimia awal dan akhir menunjukkan bahwa penurunan mutu terjadi pada semua tahu yang disimpan pada semua jenis kemasan dan kondisi perendaman. Dari kualitas fisik dapat dilihat bahwa kemasan rigid kedap udara (air sealed) dapat melindungi tahu dari perubahan kekerasan dan warna dibandingkan dengan kemasan HDPE perforated dan kemasan polipropilen rigid terbuka. Kualitas kimia yang meliputi kadar protein, ph, dan total asam menunjukkan bahwa laju perubahan mutu tahu yang dikemas dalam kemasan rigid kedap udara (air sealed) lebih kecil daripada tahu yang dikemas dalam kemasan HDPE perforated dan kemasan polipropilen rigid terbuka. Kemasan rigid kedap udara (air sealed) dapat melindungi tahu dari kontaminasi mikroorganisme dibandingkan dengan kemasan HDPE perforated dan kemasan polipropilen rigid terbuka. Uji organoleptik menunjukkan bahwa panelis lebih menyukai tahu yang disimpan dalam kemasan rigid kedap udara (air sealed). Kemasan rigid kedap udara (air sealed) dan cara penyimpanan dengan perendaman merupakan metode yang terbaik untuk menyimpan tahu pada suhu dingin. Pada kondisi tersebut secara fisik, kimia, dan organoleptik tahu dapat bertahan selama 10 hari, sedangkan secara mikrobiologis dapat bertahan selama 6 hari.

60 B. Saran Berdasarkan hasil penelitian, saran yang dapat disampaikan antara lain adalah : 1. Air perendaman perlu dianalisis karakteristik awal serta perubahan mutunya untuk mengetahui pengaruhnya terhadap perubahan mutu tahu selama penyimpanan. 2. Air perendaman yang digunakan untuk merendam tahu perlu dilakukan penggantian setipa hari untuk mengurangi total asam pada tahu. 3. Tahu yang sudah disimpan perlu dimasak terlebih dahulu sebelum dikonsumsi karena adanya kontaminasi mikroorganisme yang terdapat pada tahu.

61 DAFTAR PUSTAKA AOAC Methods of Analysis. Association of Official Analytical Chemist, Washington D. C. Buckle, K. A, R. A. Edwards, G. H. Fleet and M. Wootton Ilmu Pangan. Terjemahan. UI Press, Jakarta. Datson, L. R., H. A. Frank, dan C. G. Cavaletto Indirect Methods as Criteria of Spoilage in Tofu (Soybean Curd). J. Of Food Sci. 42 (2) : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI Daftar Komposisi Zat Gizi Pangan Indonesia. Depkes RI, Jakarta. Fardiaz, S Mempelajari Perubahan Kimia dan Mikrobiologi dalam Usaha Peningkatan Daya Tahan Tahu Segar Selama Penyimpanan. Fateta. IPB, Bogor. Fardiaz, S Penuntun Praktek Mikrobiologi Pangan. Lembaga Swadaya Informasi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Fardiaz, S Mikrobiologi Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. PAU Pangan dan Gizi. IPB, Bogor. Frazier, W. C. dan D. C. Westhoff Food Microbiology. Third Ed. Tata McGraw-Hill Publishing Co. Ltd., New Delhi. Hambali, E pola Distribusi dan Transportasi Produk Hortikultura. Jurnal Teknplogi Industri Pertanian. Edisi Khusus. Hine, D. J Modern Processing, Packaging, and Distribution System for Food. Blackie, London. Kastyanto, F. L Membuat Tahu. Penebar Swadaya, Jakarta. Lu, J. Y., E. Carter, dan R. A. Chung Use of Calcium Salts for Soybean Curd Preparation. J. of Food Sci. 45: Lund, Barbara M., Tony C. B. P., Grahame W. G The Microbiology Safety and Quality of Food. Aspen Publishers. Gaithersburg, Maryland. Pontecorvo, A. J. and M. C. Bourne Simple Methods For Extending The Shelf Life of Soycurd (Tofu) in Tropical Areas. In Journal of Food Science. Vol. 43 (3) Prastawa, S. P. C., Riyantiningsih, dan Djarwanti, 1979/1980. Penelitian dan Pengembangan tentang Pengawetan Tahu. Badan Penelitian dan Pengembangan Industri. Balai Penelitian Kimia Semarang, Semarang.

62 Robertson, G. L Food Packaging : Principles and Practice. Marcel Dekker Inc., New York. SII Mutu dan Cara Uji Tahu. SII Departemen Perindustrian RI, Jakarta. SNI Tahu. SNI Badan Standarisasi Nasional, Jakarta. Sacharow, S. dan R.C. Griffin Food Packaging. AVI Publishing, Westport Connecticut. Shurtleff, W. dan A. Aoyagi Tofu and Soy Milk Production dalam The Book of Tofu Vol. II. Acraft and Technical Manual. New Age Food Study Centre Lafayette, CA. Soekarto Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Bhratara Karya Aksara, Jakarta. Somaatmadja Kedelai. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor. Sumoprastowo, R. M Memilih dan Menyimpan Sayur-mayur, Buahbuahan, dan Bahan Makanan. Bumi Aksara, Jakarta. Sutanti, D Pengaruh Jenis Bahan Penggumpal dan Pengawet Jenis Asam terhadap Daya Awet Tahu selama Penyimpanan [skripsi]. Fakultas Teknologi Industri Pertanian. IPB, Bogor. Syarief R. dan A. Irawati Pengetahuan Bahan untuk Industri Pertanian. MSP, Jakarta. Syarief et al Teknologi Pengemasan Pangan. PAU Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Syarief, R dan H. Halid Teknologi Penyimpanan Pangan. Penerbit ARCAN bekerja sama dengan PAU Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Renggana Manual Analysis of Fruits and Vegetables Product. Tata Mc. Graw Hill Co. Ltd, New Delhi. Tan Boe Han, Technology of Soymilk and Some Derivatives. Thesis Doktor Ilmu Pertanian, Agricultural University of Wageningen. Winarno, F. G HACCP dan Penerapannya Dalam Industri Pangan. M-Brio Press,Bogor.

63 LAMPIRAN

64 Lampiran 1. Metode analisis mutu A. Analisis Proksimat 1. Kadar Air (AOAC, 1984) Cawan aluminium dikeringkan di dalam oven selama 20 menit dan didinginkan dalam desikator. Cawan aluminium yang telah dingin kemudian ditimbang. Sebanyak 5 gram contoh tahu dihaluskan dan dimasukkan ke dalam cawan. Contoh tahu dikeringkan di dalam oven bersuhu ºC sampai berat konstan. Sebelum ditimbang, cawan didinginkan dalam desikator selama 15 menit. Kadar air dihitung berdasarkan kehilangan berat contoh selama pengeringan terhadap berat awal contoh. % Kadar Air = a b x 100 % a Dimana a = berat awal contoh (gram) b = berat akhir contoh (gram) 2. Kadar Abu (AOAC, 1984) Cawan porselen dibakar di dalam desikator selama 1 jam dan didinginkan dalam desikator. Sebanyak 5 gram contoh tahu yang telah dihaluskan dimasukkan ke dalam cawan porselen yang telah diketahui beratnya. Cawan dibakar sampai tidak berasap lagi, kemudian dimasukkan dalam tanur bersuhu 600ºC sampai berat konstan. Sebelum ditimbang, cawan didinginkan dalam desikator selama 30 menit. Kadar abu dihitung dengan rumus : % Kadar Abu = berat abu (gram) x 100 % berat contoh (gram) 3. Kadar Serat Kasar (AOAC, 1984) Sebanyak 1 gram tahu dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 500 ml dan tambahkan 100 ml H 2 SO 4 0,325 N. Bahan selanjutnya dihidrolisis di dalam autoklaf bersuhu 105ºC selama 15 menit. Bahan didiinginkan, kemudian ditambahkan 50 ml NaOH 1,25 N. Bahan dihidrolisis kembali di

65 dalam autoklaf bersuhu 105ºC selama 15 menit. Setelah itu, bahan disaring menggunakan kertas saring yang telah dikeringkan (diketahui beratnya). Kertas saring dicuci berturut-turut dengan air panas + 25 ml H 2 SO 4 0,325 N dan air panas + 25 ml aceton/alkohol. Angkat dan keringkan kertas saring + bahan dalam oven bersuhu 110 ºC selama ± 1-2 jam. Kadar Serat (%) = (berat kertas saring + bahan) berat kertas saring x 100 % berat awal bahan 4. Kadar Lemak Kasar (AOAC, 1984) Bahan yang akan diukur kadar lemak kasarnya mula-mula ditimbang sebanyak 5 gram. Kemudian dibungkus dengan kertas saring yang dibentuk seperti kantong dan ditutup dengan kapas tidak berlemak. Bungkusan ini kemudian diletakkan pada soxlet apparatus dan diekstrak dengan heksan. Pelarut dapat dipisahkan dengan cara penyulingan, sampai pelarut terlihat jernih. Labu yang berisi minyak kemudian dikeringkan dengan alat pengering pada suhu C kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Pengeringan dan penimbangan dilakukan sampai diperoleh berat yang tetap. Kadar Lemak Kasar (%) = (berat labu + minyak) berat labu awal x 100 % bobot contoh (gram) 5. Kadar Protein (AOAC, 1984) Sebanyak 0,1 gram bahan ditimbang dan dimasukkan dalam labu Kjeldahl, kemudian ditambahkan katalis (CuSO 4 dan Na 2 SO 4 ) dengan perbandingan 1 : 1,2 dan 2,5 ml H 2 SO 4 pekat. Setelah itu, didestruksi sampai cairan berwarna hijau jernih dan pendidihan diteruskan selama 30 menit. Kemudian didinginkan pada suhu kamar dan ditambahkan sedikit akuades lalu dikocok. Selanjutnya didistilasi dan dilakukan penambahan NaOH 50 % sebanyak 15 ml (sampai seluruh larutan menjadi basa). Hasil distilasi (distilat) ditampung ke dalam tabung Erlenmeyer 200 ml yang berisi 25 ml HCl 0,02 N. Proses distilasi dihentikan apabila volume distilat telah mencapai dua kali volume sebelum distilasi. Hasil distilasi tersebut kemudian

66 dititrasi dengan NaOH 0,02 N dengan sebelumnya ditambahkan lima tetes indikator mensel yang merupakan campuran dari metil red dan metil blue. % Total N = (ml titrasi (blangko bahan)) x N NaOH x 14 x 100 % gram bahan x 1000 % Total Protein = % Total N x Faktor Koreksi (6,25) B. Analisis Mutu 1. Analisis Fisik a. Kekerasan Uji kekerasan tahu ayam diukur secara objektif dengan menggunakan alat Pnetrometer dan menggunakan jarum Pnetrometer serta pemberat jika diperlukan. Kekerasan adalah jarak penembusan jarum Pnetrometer dalam milimeter per 10 detik atau milimeter per 50 gram pemberat per 10 detik jika menggunakan pemberat ukuran 50 gram. c. Warna Intensitas warna tahu diukur dengan menggunakan Colortex. Nilai yang terbaca pada alat antara lain nilai A, B, dan L (tingkat kecerahan). Diagram warna dapat dilihat pada Lampiran 2 dan warna produk berdasarkan nilai Hue dapat dilihat pada Tabel 9. Intensitas warna ditunjukkan melalui nilai Chroma yang dihitung dengan rumus sebagai berikut : 2 b ( ) C = a + b H = tan -1 (b/a) Keterangan : C = Chroma, menunjukan intensitas warna sampel H = o Hue, menunjukkan stabilitas warna sampel L = Tingkat kecerahan A = positif, cenderung berwarna merah negatif, cenderung hijau B = positif, cenderung kuning negatif, cenderung biru

67 Hue Tabel 7. Warna produk Warna Produk Red (R) Yellow Red (YR) Yellow (Y) Yellow Green (YG) Green (G) Blue Green (BG) Blue (B) Blue Purple (BP) Purple (P) Red Purple (RP) 2. Analisis Kimia a. Kadar Protein (AOAC, 1984) Sebanyak 0,1 gram bahan ditimbang dan dimasukkan dalam labu Kjeldahl, kemudian ditambahkan katalis (CuSO 4 dan Na 2 SO 4 ) dengan perbandingan 1 : 1,2 dan 2,5 ml H 2 SO 4 pekat. Setelah itu, didestruksi sampai cairan berwarna hijau jernih dan pendidihan diteruskan selama 30 menit. Kemudian didinginkan pada suhu kamar dan ditambahkan sedikit akuades lalu dikocok. Selanjutnya didistilasi dan dilakukan penambahan NaOH 50 % sebanyak 15 ml (sampai seluruh larutan menjadi basa). Hasil distilasi (distilat) ditampung ke dalam tabung Erlenmeyer 200 ml yang berisi 25 ml HCl 0,02 N. Proses distilasi dihentikan apabila volume distilat telah mencapai dua kali volume sebelum distilasi. Hasil distilasi tersebut kemudian dititrasi dengan NaOH 0,02 N dengan sebelumnya ditambahkan lima tetes indikator mensel yang merupakan campuran dari metil red dan metil blue. % Total N = (ml titrasi (blangko bahan)) x N NaOH x 14 x 100 % gram bahan x 1000 % Total Protein = % Total N x Faktor Koreksi (6,25) c. Uji ph (AOAC, 1984) Pengukuran ph tahu dilakukan dengan alat ph meter. Alat ph meter mula-mula dikalibrasi dengan larutan buffer pada ph 4 dan 7. Elektroda dibilas menggunakan akuades dan dikeringkan. Sebanyak 10

68 gram tahu dihaluskan dengan menggunakan blender dengan menambahkan akuades sebanyak 100 ml sampai homogen selama satu menit. Kemudian dituang ke dalam gelas ukur. Setelah itu, elektroda dicelupkan ke dalam sampel dan nilai ph dapat dibaca pada layar ph meter. d. Pengukuran Total Asam (Renggana, 1977) Bahan dihancurkan (dengan mortar), sebanyak 10 gram hancuran bahan kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 250 ml dan ditambah dengan air destilata sampai tanda tera. Bahan didiamkan selama 30 menit dan disaring dengan kertas saring. Hasil saringan diambil sebanyak 25 ml selanjutnya diberi indikator phenophtalein (PP) sebanyak 3 tetes kemudian dititrasi dengan larutan NaOH 0.1 N. Titrasi dilakukan sampai terbentuk warna merah muda konstan. Nilai total asam dinyatakan dalam NaOH 0.1 N per 100 gram. Total asam tertitrasi dihitung dengan rumus : Total Asam (%) = ml NaOH x N NaOH x fp x BE x 100% mg contoh fp : faktor pengencer N : Normalitas larutan NaOH BE : Bobot ekivalen molekul asam sitrat 192 / 3 C. Analisis Mikrobiologi/Uji Total Plate Count (DSN, 1992) Sampel sebanyak 1 gram dimasukkan ke dalam 9 ml larutan pengencer NaCl 0.90%. Dari berbagai tingkat pengenceran (10-1, 10-2, 10-3 ) dilakukan pemupukan suspensi sebanyak 1 ml ke dalam cawan petri digoyang-goyangkan di atas meja untuk meratakan suspensi. Cawan petri berisi PCA dan suspensi dibiarkan membeku, lalu diinkubasi pada posisi terbalik selama 2-3 hari pada suhu 30 ºC. Total mikroba (koloni/g) = A x 1/P dengan A : jumlah koloni pada cawan petri P : pengenceran

69 D. Analisis Organoleptik Uji organoleptik yang digunakan dalam analisis tahu adalah uji mutu hedonik yang menyangkut penilaian seseorang akan mutu fisik produk yang biasa dinilai dengan panca indera. Dalam uji organoleptik ini digunakan sepuluh orang panelis semi terlatih yang diminta tanggapan pribadinya tentang mutu sampel tahu yang diuji. Tanggapan ini dituliskan dalam kuesioner untuk uji organoleptik. Parameter yang diuji secara organoleptik dari tahu adalah warna, aroma, tekstur/kekerasan, dan penerimaan umum terhadap tahu. Pada pengujian ini digunakan garis skalar dengan 10 titik. Untuk warna, mulai dari sangat pucat (1) sampai sangat cerah (10). Untuk, aroma mulai dari sangat asam (1) sampai khas tahu (10). Untuk tekstur/kekerasan, mulai dari sangat lunak (1) sampai lunak (10). Untuk penerimaan umum, mulai dari sangat tidak suka (1) sampai sangat suka (10). Panelis memberikan tanda silang (X) pada garis skalar, lalu dikonversikan ke numerik dengan alat penggaris. Data numerik kemudian dianalisis. Formulir uji mutu hedonik tahu dapat dilihat pada Lampiran 3.

70 Lampiran 2. Perhitungan karakteristik kemasan Tabel 8. Koefisien laju transmisi P (cm 3 cm cm -2 s -1 Pa -1 ) polimer terhadap gas dan air Polimer Permean T C P x Polipropilen Densitas g cm -3 O Kristalinitas 50 % CO H 2 O Sumber : Piringer dan Baner (2000) 1. Gramatur Gramatur (g/m 2 ) = bobot contoh (g) x cm 2 luas contoh (cm 2 ) 1 m 2 Gramatur plastik polipropilen rigid kedap udara = g x cm cm 2 1 m 2 = g/m 2 Gramatur plastik HDPE perforated = 3.89 g x cm cm 2 1 m 2 = g/m 2 2. Densitas Densitas (kg/m 3 ) = gramatur (g/m 2 ) tebal plastik (m) x 1000 Densitas plastik polipropilen rigid kedap udara = g/m x 10 3 m x 1000 = kg/m 3 Densitas plastik HDPE perforated = g/m m x 1000 = kg/m 3 3. Oxygen Transmission Rate (O 2 TR) O 2 TR (cm 3 /hari) = Ai x Ji = Ai x Px P d P PP = 1.7 x cm 3 cm cm -2 s -1 Pa -1 x 8.75 x cm 3 cm m -2 hari -1 atm -1 1 cm 3 cm cm -2 s -1 Pa -1 = cm 3 cm m -2 hari -1 atm -1 x m cm 2 = x 10-3 cm 3 cm cm -2 hari -1 atm -1

71 O 2 TR plastik polipropilen rigid kedap udara = cm 2 x x 10-3 cm 3 cm cm -2 hari -1 atm -1 x 0.21 atm cm = 1.95 cm 3 /hari 4. Carbon Dioxyde Transmission Rate (CO 2 TR) CO 2 TR (cm 3 /hari) = Ai x Ji = Ai x Px P d P PP = 6.9 x cm 3 cm cm -2 s -1 Pa -1 x 8.75 x cm 3 cm m -2 hari -1 atm -1 1 cm 3 cm cm -2 s -1 Pa -1 = cm 3 cm m -2 hari -1 atm -1 x m cm 2 = x 10-3 cm 3 cm cm -2 hari -1 atm -1 CO 2 TR plastik polipropilen rigid kedap udara = cm 2 x x 10-3 cm 3 cm cm -2 hari -1 atm -1 x 0.21 atm cm = 7.91 cm 3 /hari 5. Water Vapor Transmission Rate (WVTR) WVTR (cm 3 /hari) = Ai x Ji = Ai x Px P d P PP = 51 x cm 3 cm cm -2 s -1 Pa -1 x 8.75 x cm 3 cm m -2 hari -1 atm -1 1 cm 3 cm cm -2 s -1 Pa -1 = cm 3 cm m -2 hari -1 atm -1 x m cm 2 = x 10-2 cm 3 cm cm -2 hari -1 atm -1 WVTR plastik polipropilen rigid kedap udara = cm 2 x x 10-2 cm 3 cm cm -2 hari -1 atm -1 x 0.21 atm cm = cm 3 /hari

72 Lampiran 3. Form uji organoleptik Bahan : Tahu Tanggal Pengamatan :... Nama Panelis :... Petunjuk : Berilah tanda silang (X) pada garis sesuai dengan respon yang ditimbulkan untuk masing masing parameter dengan keterangan nilai sebagai berikut : 789 Warna : Pucat Aroma : Sangat asam Kekerasan/tekstur : Sangat lunak Penerimaan umum : Sangat tidak suka 897 Warna : Pucat Aroma : Sangat asam Kekerasan/tekstur : Sangat lunak Penerimaan umum : Sangat tidak suka 978 Warna : Pucat Aroma : Sangat asam Kekerasan/tekstur : Sangat lunak Penerimaan umum : Sangat tidak suka Cerah khas tahu lunak sangat suka Cerah khas tahu lunak sangat suka Cerah khas tahu lumak sangat suka

73 Lampiran 4. Gambar perubahan penampakan tahu yang direndam selama penyimpanan dingin Polipropilen rigid kedap udara (air sealed) HDPE perforated Polipropilen rigid terbuka

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN Pada tahap ini, digunakan 4 (empat) tingkat suhu dan 4 (empat) tingkat waktu dalam proses penggorengan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE A. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah rempah basah (bawang putih, bawang merah, lengkuas, kunyit, dan jahe) serta rempah kering (kemiri, merica,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. makanan. Makanan tradisional seperti yang kita kenal,yaitu tahu, tempe, kecap, tauco, susu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. makanan. Makanan tradisional seperti yang kita kenal,yaitu tahu, tempe, kecap, tauco, susu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Cara Pengolahan Kedelai Menjadi Tahu Meski bentuknya kecil, kedelai bisa diolah menjadi berbagai macam produk makanan. Makanan tradisional seperti yang kita kenal,yaitu tahu,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Permen Jelly Pepaya Karakteristik permen jelly pepaya diketahui dengan melakukan analisis proksimat dan uji mikrobiologis terhadap produk permen jelly pepaya.

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING. (Laporan Penelitian) Oleh

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING. (Laporan Penelitian) Oleh PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING (Laporan Penelitian) Oleh PUTRI CYNTIA DEWI JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PETANIAN

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Bahan dan Alat Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah permen jelly pepaya yang terbuat dari pepaya varietas IPB 1 dengan bahan tambahan sukrosa, ekstrak rumput

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di salah satu industri rumah tangga (IRT) tahu di

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di salah satu industri rumah tangga (IRT) tahu di III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di salah satu industri rumah tangga (IRT) tahu di Kelurahan Gunung Sulah Kecamatan Sukarame Bandar Lampung, Laboratorium

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan 20 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Politeknik

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan bulan November 2011 sampai Januari 2012. Pengambilan sampel dilakukan di Cisolok, Palabuhanratu, Jawa Barat. Analisis sampel dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

KAJIAN PENGOLAHAN CUMI-CUMI (Loligo sp.) SIAP SAJI

KAJIAN PENGOLAHAN CUMI-CUMI (Loligo sp.) SIAP SAJI KAJIAN PENGOLAHAN CUMI-CUMI (Loligo sp.) SIAP SAJI oleh KURNIA MEIRINA F34102031 2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR KAJIAN PENGOLAHAN CUMI-CUMI (Loligo sp.) SIAP SAJI Sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nilai konsumsi tahu tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan konsumsi

BAB I PENDAHULUAN. Nilai konsumsi tahu tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan konsumsi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Tahu merupakan makanan yang biasa dikonsumsi bukan hanya oleh masyarakat Indonesia tetapi juga masyarakat Asia lainnya. Masyarakat Indonesia sudah sangat lama mengkonsumsi

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

Susu merupakan makanan pelengkap dalam diet manusia

Susu merupakan makanan pelengkap dalam diet manusia PROSES PEMBUATAN DAN ANALISIS MUTU YOGHURT Marman Wahyudi 1 Susu merupakan makanan pelengkap dalam diet manusia sehari-hari dan merupakan makanan utama bagi bayi. Ditinjau dari komposisi kimianya, susu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Susu Susu merupakan bahan pangan yang baik bagi manusia karena mengandung zat gizi yang tinggi, yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Susu adalah suatu

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk -

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - digilib.uns.ac.id BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - Kompor gas - Sendok - Cetakan plastik A.2Bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pengawetan dengan suhu rendah bertujuan untuk memperlambat atau menghentikan metabolisme. Hal ini dilakukan berdasarkan fakta bahwa respirasi pada buah dan sayuran tetap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beras kencur dikenal sebagai minuman tradisional khas Indonesia yang terbuat dari bahan-bahan herbal segar. Komposisi utamanya ialah beras dan rimpang kencur yang memiliki

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Organoleptik Bakso Ikan Nila Merah Uji organoleptik mutu sensorik yang dilakukan terhadap bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas yang berbeda selama

Lebih terperinci

Kadar air (%) = B 1 B 2 x 100 % B 1

Kadar air (%) = B 1 B 2 x 100 % B 1 LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur analisis proksimat dan penurunan mutu produk kopi instan formula a. Kadar air (AOAC, 1995) Penetapan kadar air dilakukan dengan menggunakan metode oven. Prinsip dari metode

Lebih terperinci

Buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan sayuran yang

Buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan sayuran yang TEKNIK PELAKSANAAN PERCOBAAN PENGARUH KONSENTRASI GARAM DAN BLANCHING TERHADAP MUTU ACAR BUNCIS Sri Mulia Astuti 1 Buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan sayuran yang berpotensi ekonomi tinggi karena

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. Bahan dan Alat Keripik wortel sebagai bahan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan hasil produksi sendiri yang dilakukan di laboratorium proses Balai Besar Industri

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: Latar belakang, Identifikasi masalah,

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: Latar belakang, Identifikasi masalah, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: Latar belakang, Identifikasi masalah, Maksud dan tujuan penelitian, Manfaat penelitian, Kerangka Berpikir, Hipotesa penelitian dan Waktu dan tempat penelitian.

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Kualitas minyak dapat diketahui dengan melakukan beberapa analisis kimia yang nantinya dibandingkan dengan standar mutu yang dikeluarkan dari Standar Nasional Indonesia (SNI).

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SIFAT FISIS MEKANIS BAHAN PENGEMAS B. KARAKTERISASI AWAL YOGURT KACANG HIJAU

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SIFAT FISIS MEKANIS BAHAN PENGEMAS B. KARAKTERISASI AWAL YOGURT KACANG HIJAU IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SIFAT FISIS MEKANIS BAHAN PENGEMAS Sifat-sifat fisis-mekanis kemasan yang digunakan untuk mengemas yogurt kacang hijau dapat dilihat pada Tabel 4. Berdasarkan Tabel 4, dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bahan makanan pada umumnya sangat sensitif dan mudah mengalami penurunan kualitas karena faktor lingkungan, kimia, biokimia, dan mikrobiologi. Penurunan kualitas bahan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dan merupakan hasil olahan dari kacang kedelai yang kaya akan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dan merupakan hasil olahan dari kacang kedelai yang kaya akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tahu adalah salah satu jenis makanan yang banyak digemari masyarakat Indonesia dan merupakan hasil olahan dari kacang kedelai yang kaya akan protein. Karena itu, tahu

Lebih terperinci

7. LAMPIRAN. Lampiran 1. Kandungan Gizi Labu Kuning. Tabel 5. Kandungan Gizi dalam 100 g Labu Kuning. Kandungan Gizi. 0,08 mg.

7. LAMPIRAN. Lampiran 1. Kandungan Gizi Labu Kuning. Tabel 5. Kandungan Gizi dalam 100 g Labu Kuning. Kandungan Gizi. 0,08 mg. 7. LAMPIRAN Lampiran 1. Kandungan Gizi Labu Kuning Tabel 5. Kandungan Gizi dalam 100 g Labu Kuning Kandungan Gizi Kalori Protein Lemak Hidrat arang Kalsium Fosfor Zat besi Vitamin A Vitamin B 1 Vitamin

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. (a) (b) (c) Gambar 1. Tanaman jagung (a), jagung (b), dan endosperm jagung (c).

II. TINJAUAN PUSTAKA. (a) (b) (c) Gambar 1. Tanaman jagung (a), jagung (b), dan endosperm jagung (c). II. TINJAUAN PUSTAKA A. JAGUNG MANIS Jagung manis (Zea mays L. var. saccharata Sturtev.) termasuk ke dalam famili Gramineae (Martin dan Leonard, 1949). Tanaman jagung ini dapat menyumbangkan hasil untuk

Lebih terperinci

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN EFEK PENGERINGAN TERHADAP PANGAN HASIL TERNAK PERLAKUAN SEBELUM

Lebih terperinci

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri PENANGANAN Jenis Kerusakan Bahan Pangan Kerusakan mikrobiologis Kerusakan mekanis Kerusakan fisik Kerusakan biologis Kerusakan kimia Kerusakan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK YOGHURT TERSUBTITUSI SARI BUAH NAGA (Hylocereus polyrhizus) DENGAN JENIS DAN KONSENTRASI STARTER YANG BERBEDA-BEDA

KARAKTERISTIK YOGHURT TERSUBTITUSI SARI BUAH NAGA (Hylocereus polyrhizus) DENGAN JENIS DAN KONSENTRASI STARTER YANG BERBEDA-BEDA KARAKTERISTIK YOGHURT TERSUBTITUSI SARI BUAH NAGA (Hylocereus polyrhizus) DENGAN JENIS DAN KONSENTRASI STARTER YANG BERBEDA-BEDA Muhammad Saeful Afwan 123020103 Pembimbing Utama (Ir. H. Thomas Gozali,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bubur buah (puree) mangga adalah bahan setengah jadi yang digunakan sebagai

I. PENDAHULUAN. Bubur buah (puree) mangga adalah bahan setengah jadi yang digunakan sebagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bubur buah (puree) mangga adalah bahan setengah jadi yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan minuman sari buah atau nektar, produk roti, susu, permen, selai dan jeli

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) Gorontalo. 3.2 Bahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tahu Tahu adalah salah satu jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok kedelai dengan jalan memekatkan protein kedelai dan mencetaknya melalui proses pengendapan protein dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Susu

TINJAUAN PUSTAKA. Susu TINJAUAN PUSTAKA Susu segar Susu adalah susu murni yang belum mendapat perlakuan apapun kecuali proses pendinginan tanpa mempengaruhi kemurniannya. Susu murni adalah cairan yang berasal dari ambing sapi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan

1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Parameter sensori sangat penting pada tahap penelitian dan pengembangan produk pangan baru. Produk baru yang dihasilkan harus memiliki penanganan yang tepat agar

Lebih terperinci

Yoghurt Sinbiotik - Minuman Fungsional Kaya Serat Berbasis Tepung Pisang

Yoghurt Sinbiotik - Minuman Fungsional Kaya Serat Berbasis Tepung Pisang AgroinovasI Yoghurt Sinbiotik - Minuman Fungsional Kaya Serat Berbasis Tepung Pisang Pisang kaya akan karbohidrat dan mempunyai kandungan gizi yang baik yaitu vitamin (provitamin A, B dan C) dan mineral

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya terdiri atas perairan, dan mempunyai laut serta potensi perikanan yang sangat besar. Oleh

Lebih terperinci

KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI

KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI 1 Sebagian besar dikonsumsi dalam bentuk olahan Pengolahan : Menambah ragam pangan Perpanjang masa simpan bahan pangan Bahan Pangan 2 Komponen Utama Penyusun Bahan Pangan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. TAHU Tahu merupakan produk kedelai non-fermentasi yang disukai dan digemari di Indonesia seperti halnya tempe, kecap, dan tauco. Tahu adalah salah satu produk olahan kedelai yang

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu 1. Analisis Kadar Air (Apriyantono et al., 1989) Cawan Alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya diisi sebanyak 2 g contoh lalu ditimbang

Lebih terperinci

II. METODOLOGI C. BAHAN DAN ALAT

II. METODOLOGI C. BAHAN DAN ALAT II. METODOLOGI C. BAHAN DAN ALAT Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati sagu (Metroxylon sp.) yang diperoleh dari industri pati sagu rakyat di daerah Cimahpar, Bogor. Khamir yang digunakan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Bakso ikan Sumber: Dokumentasi Junide (2009)

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Bakso ikan Sumber: Dokumentasi Junide (2009) 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bakso Ikan Bakso ikan dapat didefinisikan sebagai produk makanan berbentuk bulatan atau lain, yang diperoleh dari campuran daging ikan (kadar daging ikan tidak kurang dari 50%)

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TEPUNG TULANG IKAN MADIDIHANG (Thunnus albacares) SEBAGAI SUPLEMEN DALAM PEMBUATAN BISKUIT (CRACKERS) Oleh : Nurul Maulida C

PEMANFAATAN TEPUNG TULANG IKAN MADIDIHANG (Thunnus albacares) SEBAGAI SUPLEMEN DALAM PEMBUATAN BISKUIT (CRACKERS) Oleh : Nurul Maulida C PEMANFAATAN TEPUNG TULANG IKAN MADIDIHANG (Thunnus albacares) SEBAGAI SUPLEMEN DALAM PEMBUATAN BISKUIT (CRACKERS) Oleh : Nurul Maulida C34101045 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan yang digunakan Kerupuk Udang. Pengujian ini adalah bertujuan untuk mengetahui kadar air dan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN FILTRAT TAOGE UNTUK MEREDUKSI KADAR UREA IKAN CUCUT (Carcharinus sp)

PEMANFAATAN FILTRAT TAOGE UNTUK MEREDUKSI KADAR UREA IKAN CUCUT (Carcharinus sp) PEMANFAATAN FILTRAT TAOGE UNTUK MEREDUKSI KADAR UREA IKAN CUCUT (Carcharinus sp) Anna C.Erungan 1, Winarti Zahiruddin 1 dan Diaseniari 2 Abstrak Ikan cucut merupakan ikan yang potensi produksinya cukup

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN Pada penelitian pendahuluan dilakukan kajian pembuatan manisan pala untuk kemudian dikalengkan. Manisan pala dibuat dengan bahan baku yang diperoleh dari

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph meter,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan Pengamatan suhu alat pengering dilakukan empat kali dalam satu hari selama tiga hari dan pada pengamatan ini alat pengering belum berisi ikan (Gambar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimental. Tempat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Laboratorium Mikrobiologi Fakultas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Bakteriosin HASIL DAN PEMBAHASAN Bakteriosin merupakan senyawa protein yang berasal dari Lactobacillus plantarum 2C12. Senyawa protein dari bakteriosin telah diukur konsentrasi dengan menggunakan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Proses Pengolahan Bumbu Pasta Ayam Goreng Proses pengolahan bumbu pasta ayam goreng meliputi tahapan sortasi, penggilingan, penumisan, dan pengentalan serta pengemasan. Sortasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan metode eksperimental menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial. Sampel yang digunakan berjumlah 24, dengan

Lebih terperinci

METODE. Materi. Rancangan

METODE. Materi. Rancangan METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2008, bertempat di laboratorium Pengolahan Pangan Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Penelitian Pendahuluan

METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Penelitian Pendahuluan METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan mulai dari bulan Mei 2012 sampai bulan Agustus 2012. Tempat yang digunakan untuk melakukan penelitian ini adalah Laboratorium Percobaan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama bulan Mei hingga Agustus 2015 dan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama bulan Mei hingga Agustus 2015 dan III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan selama bulan Mei hingga Agustus 2015 dan dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian dan Laboratorium Kimia,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 39 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Produksi Kerupuk Terfortifikasi Tepung Belut Bagan alir produksi kerupuk terfortifikasi tepung belut adalah sebagai berikut : Belut 3 Kg dibersihkan dari pengotornya

Lebih terperinci

Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas. KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan

Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas. KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan 1 Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan Pengertian Abon Abon merupakan salah satu jenis makanan awetan berasal dari daging (sapi, kerbau,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Warna Dendeng Sapi Warna merupakan salah satu indikator fisik yang dapat mempengaruhi konsumen terhadap penerimaan suatu produk. Derajat warna menunjukkan tingkat warna

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2016 hingga Februari 2017

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2016 hingga Februari 2017 19 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2016 hingga Februari 2017 untuk pengujian TPC di Laboratorium Mikrobiologi PPOMN (Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional), Badan

Lebih terperinci

PAPER BIOKIMIA PANGAN

PAPER BIOKIMIA PANGAN PAPER BIOKIMIA PANGAN BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu kimia terkait erat dengan kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari urusan sandang dan pangan, bahan bakar, obat-obatan sampai bahan konstruksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. juga mengandung beberapa jenis vitamin dan mineral. Soeparno (2009)

I. PENDAHULUAN. juga mengandung beberapa jenis vitamin dan mineral. Soeparno (2009) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daging merupakan bahan pangan yang penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi manusia. Selain mutu proteinnya tinggi, daging juga mengandung asam amino essensial yang lengkap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komposisi senyawanya terdiri dari 40% protein, 18% lemak, dan 17%

BAB I PENDAHULUAN. komposisi senyawanya terdiri dari 40% protein, 18% lemak, dan 17% BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara produsen tempe terbesar di dunia dan menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Sebanyak 50% dari konsumsi kedelai di Indonesia dilakukan dalam

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah umbi talas segar yang dibeli di Bogor (Pasar Gunung Batu, Jalan Perumahan Taman Yasmin, Pasar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. membantu aktivitas pertumbuhan mikroba dan aktivitas reaksi-reaksi kimiawi

II. TINJAUAN PUSTAKA. membantu aktivitas pertumbuhan mikroba dan aktivitas reaksi-reaksi kimiawi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Aktifitas Air (Aw) Aktivitas air atau water activity (a w ) sering disebut juga air bebas, karena mampu membantu aktivitas pertumbuhan mikroba dan aktivitas reaksi-reaksi kimiawi

Lebih terperinci

METODE. Waktu dan Tempat

METODE. Waktu dan Tempat 14 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini berlangsung pada bulan Juni sampai September 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Analisis Pangan, Laboratorium Percobaan Makanan, dan Laboratorium

Lebih terperinci

PENGOLAHAN PASTA LAOR (Eunice viridis) DENGAN BERBAGAI KONSENTRASI GARAM

PENGOLAHAN PASTA LAOR (Eunice viridis) DENGAN BERBAGAI KONSENTRASI GARAM PENGOLAHAN PASTA LAOR (Eunice viridis) DENGAN BERBAGAI KONSENTRASI GARAM Komariah Tampubolon 1), Djoko Purnomo 1), Masbantar Sangadji ) Abstrak Di wilayah Maluku, cacing laut atau laor (Eunice viridis)

Lebih terperinci

Kadar protein (%) = (ml H 2 SO 4 ml blanko) x N x x 6.25 x 100 % bobot awal sampel (g) Keterangan : N = Normalitas H 2 SO 4

Kadar protein (%) = (ml H 2 SO 4 ml blanko) x N x x 6.25 x 100 % bobot awal sampel (g) Keterangan : N = Normalitas H 2 SO 4 LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis. 1. Kadar Air (AOAC, 1999) Sebanyak 3 gram sampel ditimbang dalam cawan alumunium yang telah diketahui bobot keringnya. tersebut selanjutnya dikeringkan dalam oven

Lebih terperinci

III. TINJAUAN PUSTAKA

III. TINJAUAN PUSTAKA III. TINJAUAN PUSTAKA A. SUSU BUBUK Menurut Chandan (1997), susu segar secara alamiah mengandung 87.4% air dan sisanya berupa padatan susu sebanyak (12.6%). Padatan susu terdiri dari lemak susu (3.6%)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Penelitian Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g Kacang hijau (tanpa kulit) ± 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kandungan gizi pada ikan adalah protein, lemak, vitamin-vitamin, mineral,

BAB I PENDAHULUAN. Kandungan gizi pada ikan adalah protein, lemak, vitamin-vitamin, mineral, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan merupakan pangan yang memiliki kandungan zat gizi yang tinggi. Kandungan gizi pada ikan adalah protein, lemak, vitamin-vitamin, mineral, karbohidrat, serta kadar

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama 5-6 bulan di Laboratorium Ilmu dan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama 5-6 bulan di Laboratorium Ilmu dan III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 5-6 bulan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan dan Laboratorium Kimia Universitas Muhammadiyah Malang. Kegiatan

Lebih terperinci

TELUR ASIN PENDAHULUAN

TELUR ASIN PENDAHULUAN TELUR ASIN PENDAHULUAN Telur asin,merupakan telur itik olahan yang berkalsium tinggi. Selain itu juga mengandung hampir semua unsur gizi dan mineral. Oleh karena itu, telur asin baik dikonsumsi oleh bayi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Sosis Sapi Nilai ph Sosis Sapi Substrat antimikroba yang diambil dari bakteri asam laktat dapat menghasilkan senyawa amonia, hidrogen peroksida, asam organik (Jack

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Berpikir, (6) Hipotesis, dan (7) Tempat dan Waktu

Lebih terperinci

Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea.

Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea. Langkah 3 Penggunaan formalin: Pembunuh kuman sehingga dimanfaatkan untuk pembersih: lantai, kapal, gudang, pakaian. Pembasmi lalat dan berbagai serangga lain. Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna,

Lebih terperinci

SUSU. b. Sifat Fisik Susu Sifat fisik susu meliputi warna, bau, rasa, berat jenis, titik didih, titik beku, dan kekentalannya.

SUSU. b. Sifat Fisik Susu Sifat fisik susu meliputi warna, bau, rasa, berat jenis, titik didih, titik beku, dan kekentalannya. SUSU a. Definisi Susu Air susu termasuk jenis bahan pangan hewani, berupa cairan putih yang dihasilkan oleh hewan ternak mamalia dan diperoleh dengan cara pemerahan (Hadiwiyoto, 1983). Sedangkan menurut

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS DAN KONSENTRASI ANTIOKSIDAN TERHADAP KETAHANAN OKSIDASI BIODIESEL DARI JARAK PAGAR (Jatropha Curcas, L.) Oleh ARUM ANGGRAINI F

PENGARUH JENIS DAN KONSENTRASI ANTIOKSIDAN TERHADAP KETAHANAN OKSIDASI BIODIESEL DARI JARAK PAGAR (Jatropha Curcas, L.) Oleh ARUM ANGGRAINI F PENGARUH JENIS DAN KONSENTRASI ANTIOKSIDAN TERHADAP KETAHANAN OKSIDASI BIODIESEL DARI JARAK PAGAR (Jatropha Curcas, L.) Oleh ARUM ANGGRAINI F34103057 2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya 2.1 Komposisi Kimia Udang BAB II TINJAUAN PUSTAKA Udang merupakan salah satu produk perikanan yang istimewa, memiliki aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian. BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

Pengawetan bahan pangan

Pengawetan bahan pangan Pengawetan bahan pangan SMA Negeri 5 Mataram Dhita Fajriastiti Sativa, S.Pd. Prinsip pengawetan pangan Mencegah atau memperlambat laju proses dekomposisi (autolisis) bahan pangan Mencegah kerusakan yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai macam alat gelas, labu Kjeldahl, set alat Soxhlet, timble ekstraksi, autoclave, waterbath,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu 1. Bentuk Granula Suspensi pati, untuk pengamatan dibawah mikroskop polarisasi cahaya, disiapkan dengan mencampur butir pati dengan air destilasi, kemudian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Penelitian 3.1.1 Bagan Alir Pembuatan Keju Cottage Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1 900 g Susu skim - Ditambahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tampilan dan teksturnya mirip dengan tahu yang berwarna putih bersih

BAB I PENDAHULUAN. tampilan dan teksturnya mirip dengan tahu yang berwarna putih bersih 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dangke adalah sebutan keju dari daerah Enrekang, Sulawesi selatan. Merupakan makanan tradisional yang rasanya mirip dengan keju, namun tampilan dan teksturnya mirip

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA PENGOVENAN, PERENDAMAN, dan KONSENTRASI ASAM ASETAT TERHADAP MUTU PRODUK dan LIMBAH CAIR PRODUKSI TAHU

PENGARUH LAMA PENGOVENAN, PERENDAMAN, dan KONSENTRASI ASAM ASETAT TERHADAP MUTU PRODUK dan LIMBAH CAIR PRODUKSI TAHU PENGARUH LAMA PENGOVENAN, PERENDAMAN, dan KONSENTRASI ASAM ASETAT TERHADAP MUTU PRODUK dan LIMBAH CAIR PRODUKSI TAHU Emi Erawati 1, Malik Musthofa 2 1 Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjangkau oleh berbagai kalangan. Menurut (Rusdi dkk, 2011) tahu memiliki

BAB I PENDAHULUAN. terjangkau oleh berbagai kalangan. Menurut (Rusdi dkk, 2011) tahu memiliki 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tahu, merupakan salah satu makanan yang digemari oleh hampir semua kalangan masyarakat di Indonesia, selain rasanya yang enak, harganya pun terjangkau oleh

Lebih terperinci

A = berat cawan dan sampel awal (g) B = berat cawan dan sampel yang telah dikeringkan (g) C = berat sampel (g)

A = berat cawan dan sampel awal (g) B = berat cawan dan sampel yang telah dikeringkan (g) C = berat sampel (g) LAMPIRAN 42 Lampiran 1. Prosedur Analisis mutu kompos A. Kadar Air Bahan (AOAC, 1984) Cawan porselen kosong dan tutupnya dimasukkan ke dalam oven selama 15 menit pada suhu 100 o C.Cawan porselen kemudian

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratoriun Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembuatan tahu adalah kacang kedelai (Glycine max Merr) dengan kandungan

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembuatan tahu adalah kacang kedelai (Glycine max Merr) dengan kandungan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ampas Tahu Ampas tahu merupakan limbah dari pembuatan tahu. Bahan utama pembuatan tahu adalah kacang kedelai (Glycine max Merr) dengan kandungan protein sekitar 33-42% dan kadar

Lebih terperinci

UJI ORGANOLEPTIK FRUITGHURT HASIL FERMENTASI LIMBAH BUAH ANGGUR (Vitis vinifera) OLEH Lactobacillus bulgaricus SKRIPSI

UJI ORGANOLEPTIK FRUITGHURT HASIL FERMENTASI LIMBAH BUAH ANGGUR (Vitis vinifera) OLEH Lactobacillus bulgaricus SKRIPSI UJI ORGANOLEPTIK FRUITGHURT HASIL FERMENTASI LIMBAH BUAH ANGGUR (Vitis vinifera) OLEH Lactobacillus bulgaricus SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi

1. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pertambahan jumlah penduduk Indonesia yang disertai dengan perkembangan pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi menyebabkan terjadinya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 31 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Keju Lunak Rendah Lemak Karakterisasi keju lunak rendah lemak dilakukan sesuai dengan parameter atribut mutu yang diamati selama masa penyimpanan. Untuk satu produk,

Lebih terperinci