BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
|
|
- Siska Sudirman
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam deklarasi PBB untuk hak asasi manusia (Declaration of Human Rights) disebutkan bahwa sehat merupakan salah satu hak asasi manusia, sehingga merupakan kewajiban suatu negara untuk menjamin kesehatan masyarakatnya (United Nations, 1949). Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28H ayat 1 mengamanatkan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Dalam mewujudkan manusia yang sehat selain tersedia pelayanan kesehatan, tidak kalah penting tersedianya obat sebagai salah satu intervensi dalam pelayanan kesehatan (DPR RI, 2002). Dari laporan WHO (World Health Organization) dalam The World Medicine Situation 2011 disebutkan bahwa setiap tahun diperkirakan US$ 5.3 triliun dikeluarkan negara-negara seluruh dunia untuk pelayanan kesehatan, dengan 25% dari total anggaran kesehatan digunakan untuk obat (Kohler & Baghdadi-Sabeti, 2011). Namun demikian, sepertiga dari penduduk dunia tidak memiliki akses terhadap kebutuhan obat mereka. Situasi ini lebih buruk lagi terjadi pada negaranegara miskin di Asia dan Afrika dengan lebih dari 50% penduduknya juga tidak memiliki akses obat esensial. Sementara itu sedikitnya 10 juta kelahiran hingga umur satu tahun dapat diselamatkan dengan meningkatkan akses terhadap obat esensial dan vaksin (WHO-HAI, 2008). Sejak tahun 2003 WHO-HAI telah menerbitkan panduan untuk mengukur harga dan ketersediaan obat dalam buku Medicine Price A New Approach to Measurement. Pada tahun 2008 WHO-HAI telah menerbitkan kembali buku panduan baru Measuring Medicine Prices, Availability, Affordability and Price Component 2nd Edition. Dengan menggunakan pedoman tersebut WHO pada tahun 2011 melaporkan bahwa ketersediaan obat esensial generik pada sektor publik kurang dari
2 2 60% dan ketersediaan obat originator pada sektor swasta lebih rendah dari obat generik (Cameron et al., 2011). Hasil penelitian Batangan & Juban (2009) di Filipina pada tahun diketahui ketersediaan parsial obat esensial indikator di fasilitas kesehatan publik sebesar 53.3% dan di fasilitas kesehatan swasta sebesar 100%. Sementara itu dari hasil penelitian Anson et al., (2010) ketersediaan obat esensial anak di Guatemala sangat rendah dengan rerata 23% di fasilitas sektor publik dan 35% di sektor swasta. Sedangkan dari penelitian Anggriani (2011) ketersediaan 50 item obat esensial generik di sektor swasta di empat provinsi di Indonesia diketahui ketersediaan obat tinggi (ketersediaan >80%) sebanyak 11 item (26%), cukup (ketersediaan 50-80%) sebanyak 15 item (36%), rendah (ketersediaan 30-50%) sebanyak 5 item (12%) dan sangat rendah (ketersediaan <30%) sebanyak 11 item (26%). Sementara itu secara nasional pengukuran ketersediaan obat yang dilakukan Kementerian Kesehatan Indonesia dengan menggunakan indikator tersendiri. Obat yang menjadi indikator ketersediaan sebanyak 135 item dan vaksin 9 item dengan menetapkan 18 bulan sebagai tingkat ketersediaan (12 bulan kebutuhan + 3 bulan cadangan + 3 bulan waktu tunggu pengadaan) (Kementerian Kesehatan, 2011a). Indikator ketersediaan ini hanya menggambarkan pada sektor publik saja, khususnya di Puskesmas bahkan sektor publik lainya seperti di rumah sakit tidak diketahui tingkat ketersediaanya apalagi sektor swasta (private sector). Pada sektor publik khususnya Puskesmas, ketersediaan obatnya masih bergantung kepada Instalasi Farmasi Kabupaten (IFK) yang anggaran untuk memenuhi kebutuhan obat tentu sangat terbatas pada setiap kabupaten. Sejak tahun 2010 pemerintah melalui Kementerian Kesehatan menyediakan anggaran obat dan perbekalan kesehatan untuk setiap kabupaten/kota melalui Dana Alokasi Khusus (DAK), dengan besaran yang disesuaikan dengan kebutuhan daerah dan ketersediaan APBN. Selanjutnya obat yang disediakan oleh dinas kabupaten/kota belum tentu dapat menjamin ketersediaan dan obat yang diadakan sesuai dengan kebutuhan untuk pelayanan.
3 3 Dari laporan Kementerian Kesehatan tahun 2012 diketahui bahwa persentase ketersediaan obat dan vaksin di tiap provinsi bervariasi antara 65.50% % dengan total anggaran sebesar Rp untuk 444 kabupaten/kota (Kementerian Kesehatan, 2011b). Dari 26 provinsi yang melaporkan ketersediaan obat dan vaksin paling rendah adalah Provinsi Maluku (65.50%) dan paling tinggi Provinsi Kalimantan Barat (129.45%), sedangkan untuk Provinsi Bengkulu sebesar % (Kementerian Kesehatan, 2013a). Perbedaan indikator yang digunakan antara Kementerian Kesehatan dan WHO-HAI dalam mengukur ketersedian obat, menjadikan data ketersediaan obat di Indonesia tidak tersedia pada data WHO. Situasi ini mendorong peneliti untuk menyusun daftar obat esensial indikator untuk mengukur ketersediaan obat di provinsi Bengkulu. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah penelitian yaitu belum adanya daftar obat esensial indikator untuk mengukur ketersediaan obat di sarana pelayanan kesehatan milik pemerintah maupun sarana pelayanan kesehatan milik swasta, dan belum adanya data ketersediaan obat esensial di sarana pelayanan kesehatan milik pemerintah dan milik swasta di enam kabupaten/kota di Provinsi Bengkulu. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan melalui terjaminnya ketersediaan obat esensial di semua sarana pelayanan kesehatan. 2. Tujuan Khusus a. Menyusun daftar indikator obat esensial untuk mengukur ketersediaan obat di sarana pelayanan kesehatan.
4 4 b. Untuk mengetahui ketersediaan obat esensial di sarana pelayanan kesehatan milik publik dan swasta di enam kabupaten/kota di Provinsi Bengkulu, yaitu rumah sakit umum daerah, Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) dan apotek. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Pengembangan metode pengukuran ketersediaan obat esensial yang dapat diterapkan di semua fasilitas pelayanan kesehatan. 2. Manfaat Praktis a. Dapat mengetahui ketersediaan obat esensial di fasilitas pelayanan kesehatan di Provinsi Bengkulu. b. Dapat mengetahui ketersediaan obat esensial di sektor publik dan swasta. c. Dapat menjadi bahan masukan bagi Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam mengevaluasi ketersediaan obat esensial. E. Keaslian Penelitian Penelitian yang membahas ketersediaan obat telah banyak dilakukan, adapun persamaan dari penelitian ini adalah menggunakan pedoman WHO-HAI untuk mengukur ketersediaan obat di sektor publik dan swasta, tetapi mempunyai subyek, tempat, waktu, tujuan dan disain yang berbeda. Bertoldi et al. (2009) judul penelitian Medicine Prices and Availability in Southern Brazil, tujuan penelitian untuk evaluasi harga obat di sektor swasta dan ketersediaan di sektor publik dan swasta, perbandingan 3 tipe obat yang tersedia di Brazil (originator brands, generics, and similar). Metode yang digunakan studi deskriptif, Metode WHO-HAI, sampel 50 item obat di 22 fasilitas sektor publik, 30 sektor swasta di 6 provinsi. Hasil yang diperoleh pada sektor publik tidak ditemukan
5 5 originator brand, similar medicine 2-7 lebih tinggi dari generik, pada sektor swasta originator 65%, generic 74%, similar 48%. Anson et al. (2010) judul penelitian Availability, prices and Affordability of the World Health Organization s Essential Medicines for Children in Guatemala. Tujuan penelitian mengukur ketersediaan, harga dan keterjangkauan obat anak di Guatemala. Metode yang digunakan Cross sectional, Metode WHO-HAI, sampel 27 item obat di 29 fasilitas sektor swasta dan 21 sektor publik. Hasil penelitian ketersediaan di sektor publik sangat rendah rerata 25% dan di sektor swasta 35%. Cepuch et al. (2010) judul penelitian Monitoring Medicine Prices and Availabilty in Kenya Using WHO-HAI Methodology Tujuan penelitian mendokumentasi ketersediaan dan harga dari obat esensial di fasilitas sektor publik dan sektor swasta. Metode yang digunakan Metode WHO-HAI, sampel 26 item obat di 32 fasilitas sektor publik, 32 sektor swasta, di 4 provinsi. Hasil yang diperoleh rerata ketersediaan obat esensial di sektor publik 69% dan sektor swasta 80%. Swain et al. (2010) judul penelitian A Study of pricing and availability of Children s Medicine in Orissa State. Tujuan penelitian menilai ketersediaan dan harga obat esensial anak di sektor publik dan sektor swasta di Orissa State. Metode yang digunakan Cross Sectional, WHO-HAI, sampel 34 item obat esensial anak, 14 fasilitas sektor publik dan 14 fasilitas sektor swasta di 6 kabupaten. Hasil penelitian rerata ketersediaan di sektor publik 17.0±26.1, dan 21.8±30.7, sektor swasta 10.8% dan 38.5%. Anggriani (2011) judul penelitian Generic Medicine Pricing Policies Evaluation In Indonesia and The Impact on Availability and Medicine Price in Private Sectors. Tujuan penelitian evaluasi kebijakan harga obat generik dan dampaknya terhadap harga dan ketersediaan di sektor swasta. Metode yang digunakan Metode WHO-HAI, sampel 50 item obat indikator di sektor swasta di 4 provinsi. Hasil penelitian ketersediaan obat tinggi (>80%) sebanyak 11 item (26%), cukup (50-80%) sebanyak 15 item (36%), rendah (30-50%) sebanyak 5 item (12%) dan sangat rendah (<30%) sebanyak 26%.
6 6 Penelitian ini Ketersediaan Obat Esensial di Sarana Pelayanan Kesehatan Sektor Publik dan Swasta di Provinsi Bengkulu Dengan Menggunakan Metode WHO-HAI. Tujuan penelitian untuk mengetahui ketersediaan obat esensial di sarana pelayanan kesehatan milik publik dan swasta di enam kabupaten/kota di Provinsi Bengkulu, yaitu rumah sakit umum daerah, Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) dan apotek. Metode yang digunakan Mix Method Research dengan dua tahap, yaitu tahap I menyusun daftar obat esensial sebagai indikator untuk ketersediaan dengan Metode Delphi dan tahap II mengukur ketersediaan obat dengan metode WHO-HAI, metode penelitian survei deskriptif dengan disain penelitian cross sectional. Survei pada 42 sektor publik (36 Puskesmas dan 6 RSUD) dan 34 apotek. Hasil penelitian daftar obat indikator sebanyak 51 item terdiri 13 item obat global, 8 obat regional dan 30 item obat nasional. Dengan capaian rerata pada sektor publik obat generik sebesar 57,2% (SD 34,1%) dan obat bermerek sebesar 4% (SD 6,1%). RSUD rerata ketersediaan obat generik sebesar 71,7% (SD 32,2%) dan obat bermerek sebesar 21,3% (SD 29,2%). Puskesmas rerata ketersediaan obat generik sebesar 54,8% (SD 36,1%) dan obat bermerek sebesar 1,2% (SD 4,3%). Sektor swasta rerata ketersediaan obat generik sebesar 43,1% (SD 29,4%) dan obat bermerek sebesar 31,4% (SD 32,9%).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, tuntutan dan kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang bermutu serta pemerataan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Obat merupakan kebutuhan dasar manusia yang tidak tergantikan dalam pelayanan kesehatan yang berguna untuk menyelamatkan kehidupan dan meningkatkan kualitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obat merupakan unsur penunjang dalam sistem pelayanan kesehatan, akan tetapi kedudukannya sangat penting dan tidak bisa tergantikan. Tidak hanya pada intervensi kuratif,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945, sistem jaminan kesehatan di Indonesia saat ini mulai memasuki fase baru. Sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Kebijakan Obat dan Pelayanan Kesehatan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Kebijakan Obat dan Pelayanan Kesehatan Menurut Kemenkes RI (2006), Obat adalah bahan atau paduan bahanbahan yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyedilidki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. paling utama, oleh karena itu kesehatan termasuk dalam kepentingan yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan hajat hidup manusia sekaligus karunia dari tuhan yang paling utama, oleh karena itu kesehatan termasuk dalam kepentingan yang dilindungi oleh negara.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal sesuai kebutuhan. Untuk itu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah hak asasi manusia dan setiap penduduk berhak mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal sesuai kebutuhan. Untuk itu pemerintah telah membentuk Pusat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV)/ Accuired Immune Deficiency Syndrome (AIDS)
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Menular Seksual merupakan penyakit infeksi yang ditularkan melalui aktivitas seksual dengan pasangan penderita infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Inggris pada tahun 1911 (ILO, 2007) yang didasarkan pada mekanisme asuransi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Konsep Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pertama kali dicetuskan di Inggris pada tahun 1911 (ILO, 2007) yang didasarkan pada mekanisme asuransi kesehatan sosial dan
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Campak merupakan salah satu penyakit yang sangat menular (Infeksius) dan dapat mengakibatkan kesakitan yang
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Campak merupakan salah satu penyakit yang sangat menular (Infeksius) dan dapat mengakibatkan kesakitan yang serius, komplikasi jangka panjang bahkan kematian (WHO,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sehat merupakan hak azazi manusia yang harus di lindungi seperti yang tertuang dalam Deklarasi Perserikatan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sehat merupakan hak azazi manusia yang harus di lindungi seperti yang tertuang dalam Deklarasi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) untuk hak azazi manusia (Declaration
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di bidang kesehatan adalah bagian integral dari pembangunan nasional. Dalam Indeks Pembangunan Manusia (IPM), status kesehatan merupakan salah satu komponen
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Era global dikenal juga dengan istilah era informasi, dimana informasi telah
1 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Era global dikenal juga dengan istilah era informasi, dimana informasi telah menjadi salah satu kebutuhan dari setiap orang. Informasi merupakan hasil pemrosesan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Biaya yang diserap untuk penyediaan obat merupakan komponen terbesar dari pengeluaran rumah sakit. Di banyak negara berkembang belanja obat di rumah sakit dapat menyerap
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat. Semua usaha yang dilakukan dalam upaya kesehatan tentunya akan
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan menyatakan bahwa upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang
Lebih terperinciNaskah masuk: 2 Desember 2014, Review 1: 4 Desember 2014, Review 2: 4 Desember 2014, Naskah layak terbit: 22 Januari 2015
STUDI HARGA DAN KETERSEDIAAN OBAT PADA RUMAH SAKIT, PUSKESMAS DAN APOTEK DI DKI JAKARTA (Medicines Prices and Availability in Primary Health Cares, Hospitals and Retail Pharmacies in DKI Jakarta) Selma
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Angka Kematian Bayi (AKB). AKB menggambarkan tingkat permasalahan kesehatan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan pembangunan bidang kesehatan dapat dinilai dari indikator derajat kesehatan masyarakat, salah satunya melalui Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian
Lebih terperinciPERAN DPR DALAM INOVASI PROGRAM DAN ANGGARAN UNTUK UPAYA PROMOTIF DAN PREVENTIF
PERAN DPR DALAM INOVASI PROGRAM DAN ANGGARAN UNTUK UPAYA PROMOTIF DAN PREVENTIF Dede Yusuf Macan Effendi, ST, M.I.Pol Ketua Komisi IX DPR RI Forum Ilmiah Tahunan IAKMI/47th APACPH (Asia Pacific Consortium
Lebih terperinciANALISIS KETERSEDIAAN OBAT PUBLIK PADA ERA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI DINAS KESEHATAN KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2015
ANALISIS KETERSEDIAAN OBAT PUBLIK PADA ERA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI DINAS KESEHATAN KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2015 Hasanor Risqi *, Diesty Anita Nugraheni, dan Dian Medisa Jurusan Farmasi, Fakultas Matematika
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna (pelayanan kesehatan yang meliputi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Campak ( measles) adalah salah satu penyakit yang sangat menular yang disebabkan oleh virus. Secara global campak masih menjadi penyebab utama kematian di kalangan
Lebih terperinciKETERSEDIAAN DAN PERESEPAN OBAT GENERIK DAN OBAT ESENSIAL DI FASILITAS PELAYANAN KEFARMASIAN DI 10 KABUPATEN/KOTA DI INDONESIA
KETERSEDIAAN DAN PERESEPAN OBAT GENERIK DAN OBAT ESENSIAL DI FASILITAS PELAYANAN KEFARMASIAN DI 0 KABUPATEN/KOTA DI INDONESIA Rini Sasanti Handayani, Sudibyo Supardi, Raharni, Andi Leny Susyanty Abstract
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit demam berdarah dengue atau disingkat DBD merupakan salah satu masalah kesehatan dunia. Hal ini dapat dilihat dari jumlah kasus DBD di dunia pada tahun 2010
Lebih terperinciPenduduk Perkotaan (1000s)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertambahan penduduk dunia menunjukkan semakin bertambahnya penduduk di perkotaan. Pada tahun 2008 dilaporkan ada separuh penduduk dunia yang tinggal di perkotaan. Proses
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang Undang Kesehatan RI Nomor 36 Tahun 2009, Sehat
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Menurut Undang Undang Kesehatan RI Nomor 36 Tahun 2009, Sehat adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual serta sosial yang memungkinkan setiap orang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masalah infrastruktur yang belum merata dan kurang memadai. Kedua, distribusi yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Temuan lembaga riset "The Indonesian Institute" tahun 2014 mencatat, ada tiga hal besar yang masih menjadi persoalan dalam bidang kesehatan di Indonesia. Pertama,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Imunisasi merupakan salah satu kegiatan prioritas Kementerian Kesehatan dan sebagai bentuk nyata komitmen
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Imunisasi merupakan salah satu kegiatan prioritas Kementerian Kesehatan dan sebagai bentuk nyata komitmen pemerintah untuk mencapai Millennium Development Goals (MDGs)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan kesehatan di Indonesia ditujukan untuk meningkatkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan di Indonesia ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya,
Lebih terperinciKEBIJAKAN OBAT NASIONAL (KONAS) Kepmenkes No 189/Menkes/SK/III/2006
KEBIJAKAN OBAT NASIONAL (KONAS) Kepmenkes No 189/Menkes/SK/III/2006 Oleh : Drs. Richard Panjaitan, Apt., SKM DISAMPAIKAN PADA WORKSHOP KETERSEDIAAN, KETERJANGKAUAN DAN PEMERATAAN OBAT ESENSIAL GENERIK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. atau pengadaan obat. Berdasarkan Undang-undang kesehatan No.36 tahun
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah UUD 1945 dalam konstitusinya mengakui bahwa Kesehatan merupakan salah satu hak dasar manusia di Indonesia. Sebagai perwujudan dari perlindungan hak atas dasar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Obat merupakan komponen penting dalam pelayanan kesehatan, sehingga akses dan penyediaan obat adalah tanggung jawab pemerintah baik pusat maupun daerah. Selain
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (WHO, 2015). Sedangkan kesehatan menurut Undang Undang No. 36 Tahun 2009
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sehat adalah suatu keadaan yang baik dari segi fisik, mental dan kesejahteraan sosial dan tidak hanya dilihat dari tidak adanya suatu penyakit atau kelemahan saja (WHO,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dunia. Penyakit ini membunuh 1,5 juta orang pada tahun 2014 (1,1 juta orang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit yang mematikan di dunia. Penyakit ini membunuh 1,5 juta orang pada tahun 2014 (1,1 juta orang penderita TB dan 0,4 juta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stunting merupakan salah satu masalah gizi balita. Stunting menggambarkan kegagalan pertumbuhan yang terakumulasi sejak sebelum dan sesudah kelahiran yang diakibatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan di daerah dilakukan oleh Puskesmas sebagai pelaksana terdepan. Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas adalah mendukung
Lebih terperinciL A P O R A N K I N E R J A
L A P O R A N K I N E R J A DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 Laporan Akuntabilitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada Tahun 2000 strategi global kesehatan untuk semua dari World Health Organization (WHO) menekankan bahwa kesehatan adalah hak manusia, yang mengandung arti bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perbaikan kesehatan yang bersifat menyeluruh dan lebih bermutu.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional dilaksanakan pada segala bidang dan salah satu bidang yang tidak kalah pentingnya dari bidang lain adalah bidang kesehatan. Pembangunan kesehatan
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. keluarga, kelompok dan bahkan oleh masyarakat. Untuk dapat mewujudkan keadaan
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan nasional diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan khususnya pembangunan manusia dapat dinilai
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Keberhasilan pembangunan khususnya pembangunan manusia dapat dinilai secara parsial dengan melihat seberapa besar permasalahan yang paling mendasar dimasyarakat
Lebih terperinciSekretaris Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
RANCANGAN REVISI PP 38/2007 DAN NSPK DI LINGKUNGAN DITJEN BINFAR DAN ALKES Sekretaris Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan DISAMPAIKAN PADA SEMILOKA REVISI PP38/2007 DAN NSPK : IMPLIKASINYA TERHADAP
Lebih terperinciPERAN APOTEKER DI DALAM PENGELOLAAN OBAT DAN ALKES DI INSTALASI FARMASI PROVINSI, KABUPATEN/ KOTA. Hardiah Djuliani
PERAN APOTEKER DI DALAM PENGELOLAAN OBAT DAN ALKES DI INSTALASI FARMASI PROVINSI, KABUPATEN/ KOTA. Hardiah Djuliani LANDASAN HUKUM UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan PP 51 Th. 2009 tentang pekerjaan
Lebih terperinciPOLA PEMBIAYAAN OBAT DI 10 KABUPATEN/KOTA DI INDONESIA
POLA PEMBIAYAAN OBAT DI 10 KABUPATEN/KOTA DI INDONESIA (PATTERN OF DRUG FINANCING IN TEN DISTRICTS IN INDONESIA) Rini Sasanti Handayani, 1 Max J. Herman, 1 Selma Siahaan 1 Abstract Background: Since decentralization
Lebih terperinciSri Hariati Dongge,S.Farm,Apt,MPH Dinas Kesehatan Kab. Konawe Sulawesi Tenggara
FORUM NASIONAL II : Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia PERSEPSI FARMASIS TENTANG KEBIJAKAN SUBSTITUSI GENERIK DAN PELAKSANAANNYA DI KABUPATEN KONAWE Sri Hariati Dongge,S.Farm,Apt,MPH Dinas Kesehatan
Lebih terperinciBAB I BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan nasional diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat bagi
Lebih terperinciB A B V KESIMPULAN DAN SARAN
B A B V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dari hasil penelitian tentang Evaluasi Pengelolaan Persediaan Logistik Obat Pada Unit Pelaksana Teknis (UPT) Gudang Farmasi Dinas Kesehatan Kota Pariaman Tahun
Lebih terperinciSURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016
SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 216 MOR SP DIPA-24.-/216 DS634-9258-3394-618 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 1 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan Provinsi Kepulauan dengan jumlah pulau 1.192, 305 kecamatan dan 3.270 desa/kelurahan. Sebanyak 22 Kabupaten/Kota di Provinsi
Lebih terperinciSAMBUTAN DAN PENGARAHAN DIREKTUR JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
SAMBUTAN DAN PENGARAHAN DIREKTUR JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN UNDANG-UNDANG KESEHATAN Pasal 106 NO. 36 TAHUN 2009 Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah mendapat
Lebih terperinciIndonesia National Health Accounts Dipaparkan dalam Kongres InaHEA Intercontinental Mid Plaza Hotel Jakarta Rabu, 8 April 2015
Indonesia National Health Accounts 2012 Dipaparkan dalam Kongres InaHEA Intercontinental Mid Plaza Hotel Jakarta Rabu, 8 April 2015 Bagaimana Pengeluaran Kesehatan Indonesia? Expenditure 2005 2006 2007
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keunggulan suatu organisasi ditentukan oleh cara bagaimana manajemen mengelola dan memberdayakan sumber daya sebagai masukan (input) organisasi. Sebagai organisasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit adalah salah satu contoh sarana kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan optimal bagi masyarakat.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gizi buruk (malnutrisi) merupakan masalah utama dalam bidang kesehatan, khususnya di berbagai negara berkembang (WHO, 2004). The United Nations Children s Fund (UNICEF)
Lebih terperinciBAB 1 :PENDAHULUAN. masih merupakan masalah kesehatan utama yang banyak ditemukan di. hubungan status gizi dengan frekuensi ISPA (1).
BAB 1 :PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung hingga alveoli,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hasil pembangunan kesehatan saat ini adalah derajat kesehatan masyarakat semakin meningkat secara bermakna, namun
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hasil pembangunan kesehatan saat ini adalah derajat kesehatan masyarakat semakin meningkat secara bermakna, namun belum dapat dinikmati secara merata oleh masyarakat
Lebih terperinciBAB I BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuberkulosis merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang penting di tingkat global, regional, nasional, maupun lokal. Tuberkulosis masih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Kesehatan adalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang No. 39 tahun 2009, Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu permasalahan kesehatan utama di Indonesia yang mempengaruhi tingginya angka mortalitas dan morbiditas.
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PETUNJUK OPERASIONAL PENGGUNAAN DANA ALOKASI KHUSUS FISIK BIDANG KESEHATAN TAHUN ANGGARAN 2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciAnalisis Faktor yang Mempengaruhi Pengelolaan Obat Publik di Instalasi Farmasi Kabupaten (Studi di Papua Wilayah Selatan)
JURNAL ILMU KEFARMASIAN INDONESIA, April 2015, hlm. 94-101 ISSN 1693-1831 Vol. 13, No. 1 Analisis Faktor yang Mempengaruhi Pengelolaan Obat Publik di Instalasi Farmasi Kabupaten (Studi di Papua Wilayah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada umumnya rumah sakit atau pihak asuransi kesehatan memiliki suatu formularium atau daftar obat, tetapi pemanfaatan formularium tersebut sebagai salah satu alat untuk
Lebih terperinciDEKONSENTRASI & DANA ALOKASI KHUSUS: STRATEGI PENCAPAIAN TUJUAN PROGRAM KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
DEKONSENTRASI & DANA ALOKASI KHUSUS: STRATEGI PENCAPAIAN TUJUAN PROGRAM KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN Plt. Sekretaris Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan RAPAT KONSULTASI NASIONAL PROGRAM KEFARMASIAN
Lebih terperinciUNIVERSITAS INDONESIA
UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. mencapai kesejahteraan. Akan tetapi, masih banyak masyarakat dunia khususnya
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu unsur penting yang harus dimiliki manusia untuk mencapai kesejahteraan. Akan tetapi, masih banyak masyarakat dunia khususnya Indonesia
Lebih terperinciPeran Parlemen dalam Implementasi SJSN- BPJS
Peran Parlemen dalam Implementasi SJSN- BPJS Oleh: dr. AHMAD NIZAR SHIHAB,SpAn Anggota Komisi IX DPR RI Rakeskesnas, 17 April 2013 Makasar VISI Kementerian Kesehatan MASYARAKAT SEHAT YANG MANDIRI DAN BERKEADILAN
Lebih terperinciDEKONSENTRASI & DANA ALOKASI KHUSUS: STRATEGI PENCAPAIAN TUJUAN PROGRAM KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
DEKONSENTRASI & DANA ALOKASI KHUSUS: STRATEGI PENCAPAIAN TUJUAN PROGRAM KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN Plt. Sekretaris Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan RAPAT KONSULTASI NASIONAL PROGRAM KEFARMASIAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberhasilan pembangunan kesehatan ditentukan antara lain oleh ketersediaan biaya kesehatan. Biaya kesehatan ditinjau dari sisi pemakai jasa pelayanan kesehatan
Lebih terperinciARAH KEBIJAKAN PEMERINTAH dalam menjamin KETERSEDIAAN OBAT DI INDONESIA
1 tujuan: ARAH KEBIJAKAN PEMERINTAH dalam menjamin KETERSEDIAAN OBAT DI INDONESIA APRIL 2018 1 DASAR HUKUM UU NO 36 TAHUN 2009 tentang KESEHATAN PP NO 12 TAHUN 2013 tentang JAMINAN KESEHATAN PERPRES NO
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pencegahan dan pengobatan penyakit (Depkes RI, 2009). yang tidak rasional bisa disebabkan beberapa kriteria sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengobatan adalah ilmu dan seni penyembuhan dalam bidang keilmuan ini mencakup berbagai praktek perawatan kesehatan yang secara kontinu terus berubah untuk mempertahankan
Lebih terperinciEVALUASI PENGGUNAAN OBAT DENGAN INDIKATOR PRESCRIBING PADA PUSKESMAS WILAYAH KOTA ADMINISTRASI JAKARTA BARAT PERIODE TAHUN 2016
17 EVALUASI PENGGUNAAN OBAT DENGAN INDIKATOR PRESCRIBING PADA PUSKESMAS WILAYAH KOTA ADMINISTRASI JAKARTA BARAT PERIODE TAHUN 2016 EVALUATION OF DRUGS USE WITH PRESCRIBING INDICATORS AT PUSKESMAS AREA
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Balita merupakan kelompok masyarakat yang rentan gizi. Rentan gizi merupakan kelompok masyarakat yang paling mudah menderita kelainan gizi, bila suatu masyarakat terkena
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kekurangan nafkah, yang berada di luar kekuasaannya (Kemenkes RI, 2012).
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya merupakan hak asasi manusia dan diakui oleh segenap bangsabangsa didunia,
Lebih terperinciDiharapkan Laporan Tahunan ini bermanfaat bagi pengembangan Program Obat dan Perbekalan Kesehatan.
KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT dan atas berkat dan karunianya Buku Laporan Tahunan Pelaksanaan Program Obat dan Perbekalan Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bangsa Indonesia secara terpadu dan saling mendukung dengan tujuan agar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan adalah hak asasi manusia dan juga merupakan investasi untuk keberhasilan pembangunan bangsa, untuk itu diselenggarakan pembangunan kesehatan secara
Lebih terperinciREVIEW ANGGARAN KEMENTERIAN KESEHATAN RI DALAM APBN TAHUN 2017
REVIEW ANGGARAN KEMENTERIAN KESEHATAN RI DALAM APBN TAHUN 2017 Dalam APBN TA 2017, anggaran Kementerian Kesehatan sebesar Rp58,27 triliun atau menurun sebesar 8,07 persen dibandingkan dengan alokasi anggaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang TBC yang telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia adalah pembunuh menular yang paling banyak membunuh orang muda dan orang dewasa di dunia. TBC membunuh 8000 orang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya merupakan hak asasi manusia dan diakui oleh segenap bangsa-bangsa
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. khususnya di berbagai negara berkembang (WHO, 2004). The United Nations
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Status gizi balita merupakan masalah utama dalam bidang kesehatan, khususnya di berbagai negara berkembang (WHO, 2004). The United Nations Children s Fund (UNICEF)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kebijakan pemerintah memberikan dana pelayanan kesehatan, yang secara implisit merupakan pemahaman pemerintah atas tanggung jawab kepentingan umum. Sebagai negara berkembang,
Lebih terperinciReview Kebijakan Anggaran Kesehatan Nasional. Apakah merupakan Anggaran Yang Kurang atau Berlebih?
Review Kebijakan Anggaran Kesehatan Nasional Apakah merupakan Anggaran Yang Kurang atau Berlebih? Pendahuluan Pembiayaan kesehatan oleh pemerintah pusat di Indonesia dalam kurun waktu 5 tahun terakhir
Lebih terperinciABSTRAK FAKTOR - FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG OBAT GENERIK DI PUSKESMAS KAYU TANGI BANJARMASIN
ABSTRAK FAKTOR - FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG OBAT GENERIK DI PUSKESMAS KAYU TANGI BANJARMASIN Endah Agustia Pratiwi 1 ; Noor Aisyah 2 ; Akhmad Fakhriadi 3 Obat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit menular yang ditemukan hampir di seluruh belahan dunia terutama di negara-negara tropis dan subtropis baik yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tabel 1. Jumlah Kasus HIV/AIDS Di Indonesia Yang Dilaporkan Menurut Tahun Sampai Dengan Tahun 2015
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara global hingga pada pertengahan tahun 2015 terdapat 15,8 juta orang yang hidup dengan HIV dan 2,0 juta orang baru terinfeksi HIV, serta terdapat 1,2 juta
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. oleh Mycobacterium tuberculosis dan bagaimana infeksi tuberkulosis (TB)
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Merokok dapat mempengaruhi bagaimana seseorang dapat terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis dan bagaimana infeksi tuberkulosis (TB) dapat berlanjut menjadi
Lebih terperinciKEBIJAKAN DANA ALOKASI KHUSUS BIDANG KESEHATAN TAHUN 2014
KEBIJAKAN DANA ALOKASI KHUSUS BIDANG KESEHATAN TAHUN 2014 DR. Wirabrata, S.Si, M.Kes, MM, Apt Kepala Bagian Perencanaan Strategis, Kebijakan, dan Program Biro Perencanaan dan Anggaran DISAMPAIKAN PADA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak pertemuan kesehatan dunia ke 58 yang mengesahkan UHC (universal health coverage) (WHO, 2005), dan laporan kesehatan dunia tahun 2010, yang menemukan peran
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. tahun itu terus meningkat, baik itu pada laki-laki maupun perempuan. Menurut The
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyalahgunaan tembakau pada dasarnya merupakan penyebab kematian yang dapat dihindari. Namun, kecanduan dalam merokok masih belum bisa lepas dari masyarakat di dunia.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN jiwa yang terdiri atas jiwa penduduk laki-laki dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2015 adalah sebanyak 255.461.686 jiwa yang terdiri atas 128.366.718 jiwa penduduk laki-laki dan 127.094.968 jiwa penduduk perempuan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penuhi. Alasan yang menerangkan pernyataan tersebut adalah ASI merupakan
9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Air Susu Ibu (ASI) merupakan salah satu hak azasi bayi yang harus di penuhi. Alasan yang menerangkan pernyataan tersebut adalah ASI merupakan makanan terbaik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Primary Health Care (PHC) di Jakarta pada Agustus 2008 menghasilkan rumusan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang World Health Organization (WHO) Regional Meeting on Revitalizing Primary Health Care (PHC) di Jakarta pada Agustus 2008 menghasilkan rumusan tentang perlunya melakukan
Lebih terperinciBeberapa masalah strategis dalam upaya menjamin akses, ketersediaan dan keterjangkauan obat serta penggunaan rasional
Beberapa masalah strategis dalam upaya menjamin akses, ketersediaan dan keterjangkauan obat serta penggunaan rasional Budiono Santoso Kesehatan & hak azasi manusia Konteks global tiga (3) kesepakatan internasional
Lebih terperinciUNIVERSITAS INDONESIA
UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK
Lebih terperinciLAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA TAHUN 013 i DAFTAR ISI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. wewenang pelaksanaan pemerintahan diserahkan kepada daerah itu sendiri secara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menjalankan penyelenggaraan pemerintahan dikenal ada dua pendekatan yang menghubungkan pemerintah pusat dan daerah yaitu pendekatan secara sentralisasi dan pendekatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Informasi merupakan sumberdaya organisasi yang sangat penting untuk dikelola, meliputi data dan informasi, perangkat keras, perangkat lunak, dan tenaga. Operasional
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malnutrisi masih menjadi masalah kesehatan global, salah satu di antaranya adalah gizi buruk. Gizi buruk (severe acute malnutrition) pada anak umur 6-59 bulan didefiniskan
Lebih terperinci(Analysis of Prescribing Pattern and the Availability of Medicines at General Hospitals in Indonesia)
Analisis ketersediaan dan pola peresepan obat di rumah sakit pemerintah di Indonesia (Analysis of Prescribing Pattern and the Availability of Medicines at General Hospitals in Indonesia) Selma Siahaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Oleh karena itu. pembangunan kesehatan menjadi salah satu bagian penting dalam pembangunan negara. Pembangunan
Lebih terperinci