BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Ayam ras pedaging Ayam ras pedaging merupakan salah satu komoditi yang tergolong paling popular dalam dunia agribisnis peternakan di Indonesia. Sampai saat ini, ayam ras pedaging merupakan usaha peternakan yang berkembang paling menakjubkan. Sejak dikembangkan secara intensif di masa orde baru, ayam ras pedaging telah menggeser komoditi-komoditi ternak lainnya dalam memenuhi kebutuhan protein hewani. Usaha ayam ras pedaging sukup prospektif karena selera masyarakat terhadap cita rasa ayam ras sangat tinggi di semua lapisan. Disamping itu, nilai keuntungan yang diperoleh juga cukup tinggi jika dikelola secara efisien (Setyono dan Ulfah, 2011). Cepatnya masa panen yang dapat dicapai dari usaha pembesaran ayam ras pedaging menjadikannya primadona di kalangan peternak unggas. Ayam ras pedaging menjadi idola karena pada umur hari bisa mencapai bobot 1,8 kg. padahal bobot yang sama baru bias dicapai ayam buras biasa pada umur yang lebih dari 3 bulan. Bahkan kini ayam ras pedaging bias mencapai bobot yang sama pada umur hari. Dengan kata lain ayam ras pedaging yang dipelihara saat ini lebih cepat besar dibandingkan ayam ras pedaging di masa yang silam (Narantaka, 2012).

2 Ciri ayam ras pedaging yang baik menurut Hadjosworo dan Rukmiasih (2000) adalah kerangka tubuh besar, pertumbuhan fisik yang pesat, dan hemat pakan. Di bawah ini adalah proporsi bobot badan dan pakan yang dibutuhkan beberapa jenis ayam yang memproduksi daging dalam jangka waktu samapi panen. Tabel 3. Bobot Badan Dan Pakan Yang Diperlukan Beberapa Jenis Ayam Pada Berbagai Umur Pemanenan Jenis ayam Umur Pemanenan Bobot hidup Pakan yang diperlukan Efisiensi (Pakan/Bobot) (minggu) (gram) (gram) Ayam Ras Pedaging ,0-1,75 Ayam Jantan Petelur ,5 Ayam Kampung ,6-4,6 Ayam Kampung ,03-3,4 Silang Sumber: Hadjosworo dan Rukmiasih, (2000) Dilihat dari tabel 3 diketahui bahwa ayam ras pedaging jauh lebih unggul dari jenis ayam lainnya yang produksi utamanya juga daging seperti ayam ras pedaging. Hal ini terjadi karena adanya penelitian dan pengembangan dari pihak Puslitbang Indonesia yang meramu pakan yang dapat menunjang pertumbuhan daing ayam ras pedaging ini jauh lebih cepat dari biasanya. Keunggulan ayam ras pedaging lainnya dibandingkan jenis ayam lainnya yang membuat ayam ras pedaging tumbuh pesat adalah sebagai berikut: a. Sumber modal yang tersedia cukup banyak baik dari pemerintah maupun perusahaan besar sehingga dapat dimanfaatkan peternak kecil; b. Berkembangnya lembaga hilir yankni perusahaan pengolahan dan pemasaran yang efektif seperti rumah makan, restoran, pasar tradisional, dan pasar modern;

3 c. Perubahan pola hidup yang lebih sadar akan pentingnya gizi dari produk peternakan; d. Usaha ayam ras pedaging termasuk usaha yang mendapat nilai kompensasi ekonomi di saat permintaan tinggi, seperti hari besar keagamaan. Secara finansial, usaha ayam ras pedaging sangat layak yakni keuntungan bisa mencapai lebih dari 100%; e. Kecendrungan peningkatan konsumsi sangat besar akibat meningkatnya pendapatan masyarakat. Dengan kata lain elastisitas permintaan terhadap pendapatan sangat tinggi, yaitu bisa lebih dari 1,5 yang berarti peningkatan pendapatan 1% maka peningkatan konsumsi ayam ras pedaging adalah 1,5%. Dari sumber yang sama, Setyono dan Ulfah (2011) dukungan faktor eksternal yang mendukung perkembangan usaha ayam ras pedaging juga sangat kuat antara lain sebagai berikut: a. Industri penyedia input produksi seperti penyedia bibit (DOC=Day Old Chick) yang sangat kuat baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Untuk peternak plasma, segala input produksi diberikan oleh peternak inti namun untuk peternak mandiri, penyediaan input diusahakan sendiri yaitu dibeli di outlet penyedia input produksi peternakan ayam ras pedaging; b. Tekhnologi pemeliharaan mudah diadopsi oleh masyarakat umum; c. Pasar ayam ras pedaging tersebar luas di semua daerah. Seluruh lapisan masyarakat dapat mengkonsumsi ayam ras pedaging karena secara umum tidak ada kelompok tertentu yang dilarang mengkonsumsi ayam ras pedaging misalnya karena faktor kepercayaan atau sosial budaya;

4 2.2. Landasan Teori Tataniaga Dalam Kusnadi, dkk (2009), Schaffner et.al. (1998) mengemukakan pengertian tataniaga dapat ditinjau dari dua perspektif yaitu perspektif mikro dan makro. Dalam perspektif mikro, tataniaga merupakan aspek manajemen dimana perusahaan secara individu, pada setiap tahapan tataniaga dalam mencari keuntungan, melalui pengelolaan bahan baku, produksi, penetapan harga, distribusi dan promosi yang efektif terhadap produk perusahaan yang akan dipasarkan. Perspektif makro menganalisis efisiensi sistem secara keseluruhan dalam penyampaian produk/jasa hingga konsumen akhir atau pemakai, yaitu sistem tataniaga setelah dari petani dengan menggunakan fungsi-fungsi tataniaga atau aktivitas yang diperlukan untuk menyampaikan produk/jasa yang berhubungan dengan nilai guna waktu, bentuk, tempat dan kepemilikan kepada konsumen dan kelembagaan atau perusahaanperusahaan yang terlibat dalam sistem tataniaga tersebut (pengolah, distributor, broker, agen, grosir dan pedagang eceran). Dalam pengertian lain, tataniaga khususnya untuk bidang pertanian merupakan proses aliran komoditas yang disertai pemindahan hak milik dan penciptaan daya guna waktu, guna tempat, dan guna bentuk yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tataniaga dengan melakukan salah satu atau beberapa fungsi-fungsi tataniaga (Sudiyono, 2001). Pengertian tersebut dilengkapi oleh Said dan Intan (2001) dimana di dalam tataniaga itu memiliki untuk memberi kepuasan dari barang dan jasa yang dipertukarkan kepada konsumen atau pemakai dalam bidang pertanian, baik input maupun outputnya.

5 Berdasarkan definisi yang diberikan maka dapat disimpulkan bahwa tujuan akhir daripada tataniaga adalah menempatkan barang-barang ke tangan ke tangan konsumen akhir. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilaksanakan kegiatankegiatan tataniaga yang dibangun berdasarkan arus barang yang meliputi proses pengumpulan (konsentrasi), proses pengimbangan (equalisasi) dan proses penyebaran (dispersi) (Hanafiah dan Sefuddin, 2006). Proses konsentrasi merupakan tahap pertama dari arus barang. Barang-barang yang dihasilkan dalam jumlah kecil dikumpulkan menjadi jumlah yang lebih besar agar dapat disalurkan ke pasar-psar eceran secara lebih efisien. Equalisasi adalah proses tahap kedua dari arus barang yaitu tindakan-tindakan penyesuaian permintaan dan penawaran barang dan jasa berdasarkan temoat, waktu, jumlah, dan kualitas. Dispersi merupakan proses tahapan terakhir dari arus barang dimana barang-barang yang telah terkumpul dan tersebar ke arah konsumen atau pihak lainnya (Hanafiah dan Saefuddin, 2006). Dari ketiga proses yang dijabarkan tersebut, proses tataniaga mengandung segi fisik dan segi mental. Segi mentak diartikan bahwa para penjual harus mengetahui apa yang diinginkan para pembeli dan juga para penjual harus mengetahui apa yang dharusnya dijual. Sedangkan segi fisik diartikan bahwa barang-barang harus dipindahkan ke tempat-tempat dimana mereka dibutuhkan pada waktu dan jumlah yang tepat seta kualitas yang sesuia dengan yang diinginkan konsumen (Hanafiah dan Sefuddin, 2006). Proses tataniaga produk pertanian dan produk non pertanian berbeda. Fakta lapangan membuktikan proses tataniaga produk pertanian bersifat konsentrasi-distributif sedangkan produk non pertanian bersifat distributif saja. Pada proses tataniaga

6 produk pertanian, produk dihasilkan secara terpencar dimana bahan mentah memerlukan pengolahan lebih lanjut dan dalam jumlah yang relatif sedikit sehingga untuk menutup biaya-biaya yang diperlukan tersebut diperlukan lembaga tataniaga dalam melakukan fungsi-fungsi tataniaga dengan volume perdagangan yang pastinya lebih luas dari sebelumnya. Konsentrasi yng dikatakan sebagai sifat dari proses tataniaga produk pertanian diartikan sebagai pengumpulan produk-produk pertanian dari petani ke tengkulak, pedagang pengumpul dan pedagang besar serta diakhiri proses distribusi yanitu penjualan barang-barang dan jasa dari pedagang kea gen, pengecer dan konsumen (Sudiyono, 2004). Sedangkan untuk proses tataniaga produk non-pertanian bersifat distributif saja dimaksudkan bahwa lokasi produsen terkonsentrasi dan barang yang dihasilkan dapat direncanakan secara caermat, mengenai jumlah, mutu dan waktu pembuatan barang. Produsen produk non pertanian pada umumnya menghasilkan barang dalam jumlah yang besar, sehingga produsen dapat mendistribusikan secara langsung melalui pedagang besar, agen dan pengecer serta konsumen. Sifat distributif diindikasikan dengan penurunan volume yang ditransaksikan dari pedagang besar, agen dan pengecer serta konsumen (Sudiyono, 2004). Penjelasan diatas dapat menjadi acuan pelaksanaan tataniaga produk-produk pertanian. Dalam proses pelaksanaan tataniaga produk pertanian harus mengetahui dimana sentra-sentra produksi, akses dari pasar ke sentra produksi, harga jual produk di pasar, keinginan konsumen terhadap kegunaan produk baik dari segi bentuk, dimana dengan komoditi yang sama namun bentuk berbeda seperti tomat segar dengan jus tomat siap minum; waktu dan jumlah seperti hari kerja denga hari besar keagamaan; dan tempat seperti desa dan kota.

7 Saluran Tataniaga Komoditas pertanian merupakan komoditas yang cepat rusak, maka komoditas pertanian harus cepat diterima oleh konsumen. Kondisi seperti ini memerlukan saluran tataniaga yang relatif pendek. Jika jarak antara produsen dengan konsumen semakin jauh, maka saluran tataniaga yang terbentuk pun akan semakin panjang. Karena adanya perbedaan jarak dari lokasi produsen ke konsumen, maka lembaga tataniaga diharapkan kehadirannya untuk membantu penyampaian barang dari produsen ke konsumen. Oleh sebab itu, dalam hal melancarkan penyampaian dan memindahkan barang-barang dari produsen ke pasar (para konsumen) peranan lembaga-lembaga tataniaga (marketing institutions) adalah demikan besar (Kertasapoetra, 2002). Dalam saluran tataniaga tersebut terdapat lembaga pemasaran yang merupakan badan usaha atau individu yang menyelenggarakan pemasaran, menyalurkan jasa dan barang dari produsen ke konsumen akhir serta mempunyai hubungan badan usaha atau individu lainnya. Lembaga pemasaran timbul karena adanya keinginan konsumen untuk memperoleh komoditas sesuai waktu, tempa, bentuk dan kepemilikannya. Tugas lembaga pemasaran adalah menjalankan fungsi-fungsi pemasaran serta memenuhi keinginan konsumen semaksimum mungkin. Dan kahirnya konsumen memberikan balasan jasa kepada lembaga pemasaran sebagai margin pemasaran (Rahim dan Hastuti, 2008). Lembaga pemasaran ini menjalankan lebih dari satu fungsi pemasaran, oleh sebab itu perlu ditelaah lembaga pemasaran dari bentuk usahanya. Untuk meningkatkan efisiensi pemasaran semaksimal mungkin lembaga-;embaga pemasaran melakukan

8 koordinasi pelaksanaan fungsi-fungsi pemasaran, yaitu dalam bentuk integrasi horizontal dan integrasi vertikal (Sudiyono, 2004). Menurut Setiyono dan Ulfah (2011) saluran pemasaran perlu ditelaah lebih lanjut agar dapat menerapkan suatu strategi pemasaran. Saluran pemasaran antara satu daerah dengan daerah lain berbeda walaupun komoditi yang disalurkan sama. Dilihat dari tujuan pasarnya, saluran pemasaran ayam ras pedaging terdapat dua saluran seperti bagan dibawah ini yang menunjukkan saluran pemasaran ayam ras pedaging di berbagia daerah secara umumnya, yaitu melalui pasar tradisional dan pasar modern. Jika dibandingkan dari segi jumlahnya jalur pasar tradisional jauh lebih besar dibanding dengan jalur pasar modern yaitu sekitar 80% : 20%. Berikut adalah gambar skema saluran pemasaran ayam ras pedaging PETERNAK PLASMA TPN / DISTRIBUTO TPA PASAR TRADISIONA BROKER KONSUMEN AKHIR PETERNAK INTI RPA PASAR MODERN Keterangan: TPN TPA RPA : Tempat Penampungan Ayam : Tempat Pemotongan Ayam : Rumah Pemotongan Ayam : Dijual Ke Gambar 1. Saluran Pemasaran Ayam Ras Pedaging

9 Dilihat dari gambar 1 terdapat empat saluran pemasaran, masing-masing kelompok ternak melakukan 2 saluran pemasaran. Seperti peternak plasma melakukan 2 saluran pemasaran, produksi ayam ras pedaging dari peternak ditampung oleh tempat penampungan atau distributor, baik secara langsung maupun melalui broker. Selanjutnya produk didistribusikan ke tempat pemotongan ayam (TPA). Dari TPA dipasarkan ke pasar tradisional selanjutnya dijual ke konsumen keluarga. Namun biasanya, TPA berlokasi langsung di pasar tempat pedagang menjual langsung ke konsumen akhir. Berbeda dengan peternak plasma, peternak inti melakukan pemasaran tidak melalui broker melainkan langsung kerumah pemotongn ayam dan langsung disalurkan ke pasaar modern atau langsung ke distribotur untuk disalurkan langsung ke pasar tradisional. Setelah sampai ke dua jenis pasar tersebut hasil produk ayam ras pedaging tersebut sampai ke tangan konsumen Fungsi Fungsi Tataniaga Saluran pemasaran bertugas menyalurkan barang dari produsen ke konsumen. Ia mengatasi tiga macam utility yaitu waktu, tempat, dan kepemilikan. Tiga utility tersebut menjauhkan barang dan jasa dari konsumennya masing-masing. Para anggota atau pelaku tata niaga menurut Philips dan Duncan dalam Sihombing (2011), fungsi tataniaga dikelompokkan menjadi 3 kelompok besar, yaitu: 1. Fungsi pertukaran (exchange function), yang terdiri dari : a. Fungsi penjualan (selling) Fungsi penjualan ini bersifat dinamais sebab harus meyakinkan para konsumen untuk membeli barang dan jasa yang mempunyai arti ekonomis baginya. Disnilah pentingnya peranan promosi (sales produsen promotin)

10 yang dapat dilakukan dengan berbagai metoda, misalkan iklan, detailman, salesman, dan lain-lain. Dikenal lima dasar-dasar penjualan yang umum berlaku dalam tataniaga. Dasar-dasar atau metoda ini tidaklah harus terdapat di setiap pasar, tetapi tergantung kepada sifat-sifat barang, tingkat kemajuan tekhnologi, struktur pasarnya dan system perekkonomian yang berlaku. Kelima metode dasar tersebut adalah metode penjualan dengan cara inspeksi, metode penjualan dengan cara memberikan contoh, metode penjualan dengan caradeskriptif, metode penjualan dengan cara lelang, dan metode penjualan dengan cara mengkombinasikan cara pertama sampai cara keempat. b. Fungsi pembelian (buying) Berdasarkan tujuannya fungsi pembelian dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu fungsi pembelian untuk tujuan konsumsi dan fungsi pembelian untuk tujaun dijual kembali (resale). Fungsi pembelian denga tujuan dijual kembali dilakuakn oleh pedagang perantara baik setelah mengalami pengolahan atau tanpa pengolahan. Untuk itu ada beberapa factor pertimbangan yang perlu dipertimbangkan yaitu estimasi permintaan, kelompok barang, lokasi sentra produksi, dan berita pasar. 2. Fungsi pengadaan (physical supply function) a. Fungsi pengangkutan (transportation) Fungsi transportasi berfungsi memindahkan barang-barang dan jasa-jasa (place utility) dan memakan waktu (time utility). Semakin jauh jarak fisik sector konsumen maka semakin penting fungsi pengangkuta.

11 b. Fungsi penyimpanan (storage) Fungsi penyimpanan berarti menyimpan barang-barang selama waktu antara dihasilkan samapi waktu dijual dan kadang-kadang diadakan pengolaha lebih lanjut. Fungsi penyimpanan mengandung kegunaan waktu, terutama hasil-hasil pertanian dan mempunyai hubungan dengan pola konsumsi yang stabil dan memperkecil adanya fluktuasi harga seperti dengan adanya persediaan yang kuat dan sebagainya 3. Fungsi pelancar (facilitation function) atau fungsi pemberian jasa (auxiliary function) yang termasuk didalamnya ialah : a. Fungsi permodalan (financing) Fungsi permodalan berarti pemberian modal baik dengan secara mandiri atau pinjaman dari lembaga keuangan. Fungsi ini dimaksudkan dalam penggunaan modal dalam proses tataniaga, membantu dalam proses pertukaran maupun fungsi pengadaan fisik. Fungsi ini memiliki keterbatasan pada persediaan uang untuk menyelenggaarakan fungsi pembelian dan penjualan dalam batas=batas tertentu dan sebagainya di tempat terjadinya pengumpulan barang tersebut perlu pembiayaan b. Fungsi penanggungan resiko (risk taking atau risk bearing atau risk managrment) Resiko kemungkinan terjadinya kerusakan kehilangan atau yang bersangkutan dengan kerugian-kerugian barang selamaproses tataniaga seperti susut dalam penyimoanan, pengangkutan, oencurian, dan sebagainya. Semakin lama barang disimpan oleh lembaga tatano=iaga maka akan lebih besar resiko yang ditanggung oleh lembaga tataniaga tersebut.

12 c. Fungsi informasi pasar (market information) Fungsi informasi pasar merupakan salah satu fungsi yang memfasilitasi kelancaran fungsi pertukan dan fungsi pengadaan fisik. Tidak seperti fungsi pelancar lainnya yang berfungsi memoerlancar prosesnya tataniaga. Informasi pasar dimanfaatkan oleh para lembaga pemasaran sebagai bahan perencanaan untuk menentukan tempat serta waktu pembelian dan penjualan sejumlah barang, menetepakan kebijaksanaan pembiayaan dan kredit tataniaga, dan memperlancar proses tataniaga khususnya dalam memenuhi perminta pembeli atas sejumlah barang dalam waktu dan kualitas tertentu. d. Fungsi standarisasi (grading) Standarisasi memberikan gambaran keseragaman kualitas suatu barang di berbagai tempat dimana ukuran-ukuran terbeut diterima oleh umum sebagai nilai tetap batas kualaitas barang tersebut. Peranan fungsi standarisasi ini dalam tataniaga ialah mudah dalam penilaian mutu suatu barang, mudah dalam hal oengumoukan barang yang telah berstandar, dapar memperkecil biaya tataniaga, dapat mengurang ongkos transport, dan dapat meningkatkan permintaan konsumen sesuai dengan daya beli pada keadaan mutu yang berbeda Biaya Tataniaga Biaya adalah pengorbanan yang dikeluarkan oleh produsen dalam mengelola usahataninya untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Biaya pun merupakan korbanan yang diukur untuk suatu satuan alat tukar berupa uang yang dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu dalam usahataninya (Rahim dan Hartati, 2002).

13 Untuk istilah biaya tataniaga yang digunakan mencakuo oengeluaran produsen untuk keperluan pelaksanaan kegiatan yang berhubungan dengan penjualan produksi dan jumlah pengeluaran lembaga tataniaga dan laba yang diterima oleh badan tataniaga tersebut (Hanafiah dan Saefuddin, 2006). Penyaluran barang atau komoditi pertanian melalui beberpa proses seperti pengangkutan, pengolahan (pengeringan, perubahan bentuk, dan lainnya), pembiayaan retribusi, bongkar muat serta kegiatan lainnya. Semua proses tersebut jelas membutuhkan biaya yang masing-masing tidak sama dan memiliki proporsinya masing-masing. Bila jarak antara produsen dengan konsumen pendek maka biaya pengangkutan bisa diperkecil. Jika tidak terjadi, maka biaya pengangkutan bisa diperkecil. Jika tidak terjadi perubahan bentuk atau perubahan volume atau mutu maka biaya pengolahan jadi ditiadakan. Semakin panjang jarak dan makin banyak perantara (lembaga tataniaga) yang terlibat dalam pemasaran, maka biaya pemasaran semakin tinggi, dan margin tataniaga (selisih antara harga produsen dengan tingkat konsumen) juga semakin besar (Daniel, 2002). Dari penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa biaya tataniaga bervariasi untuk masing-masing komoditinya. Bisa saja satu komoditi namun beda jenis outputnya maka beda biaya tataniaganya. Seperti komoditi ayam dengan output daging ayam dengan bibit ayam. Dimana pada pemasaran daging ayam harus ada perlakuan pengawetan, pengemasan, atau lainnya untuk mencegah terjadinya pembusukan. Sedangkan pemasaran bibit ayam harus ada perlakuan pemeliharaan agar bibit ayam tersebut dapat sampai kandang dengan tingkat kematian yang rendah. Dari masing-

14 masing perlakuan terhadap daging ayam dan bibit ayam tersebut mmenimbukan biayanya masing-masing dengan proporsi masing-masing (Mubyarto, 1991) Margin Tataniaga Dari biaya-biaya tataniaga yang dijelaskan sebelumnya muncul istilah harga, sebagai nilai yang dikeluarkan konsumen terhadap suatu barang. Harga dari suatu barang pada pelaku tataniaga yang satu dengan yang lain berbeda. Harga yang berbeda tersebut diindikasikan karena perbedaan biaya yang dikeluarkan dan keuntungan yang diambil oleh pelaku tataniaga tersebut. Seperti harga yang berlaku di tingkat produsen dengan harga yang berlaku di tingkat pedagang pengecer. Harga yang berlaku di tingkat produsen terdiri dari biaya yang dikeluarkan selam berproduksi dan keuntungan yang diinginkan, namun keuntungan tersebut biasanya tidak terlalu besar karena produsen mentapkan keuntungan mereka dengan cara by feeling. Namun para pedagang umumnya berorientasi pada keuntungan, cenderung mengambil keuntungan yang sebesar-besarnya sehingga selisih harga di tingkat produsen dan pedagang pengecer tersebut besar. Selisih harga tersebut disebut marketing margin (Sihombing, 2011). Tidak jauh berbeda dengan artian diatas, menurut Hanafiah dan Saefuddin (2006) pada suatu perusahaan istilah margin tataniaga merupakan sejumlah uang yang ditentukan secara internal accounting yang diperlukan untuk menutupi biaya dan laba dan ini merupakan perbedaan antara harga pembelian dan harga penjualan. Apabila margin dinyatakan dalam persentase maka itu dapat juga disebut sebagai mark-up. Mark-up adalah suatu persentase margin yang dihitung atas dasar harga

15 pokok penjualan atau atas harga dasar penjualan eceran suatu barang (Hanafiah dan saefuddin, 2006). Dibawah ini adalah kurva pembentukan margin tataniaga suatu produk. P Sr Pr Pf Sf Dr 0 Keterangan: Qr, f D f Q Pr Pf Sr Sf Dr Df : Harga di tingkat pengecer : Harga di tingkat petani : Penawaran di tingkat pengecer : Penawaran di tingkat petani : Permintaan di tingkat pengecer : Permintaan di tingkat petani Qr, f : jumlah keseimbangan di tingkat petani dan pengecer Gambar 2. Hubungan Antara Harga Tingkar Produsen Dan Pengecer Terhadap Margin Tataniaga Dari gambar 2 dapat dilihat pembentukan harga di tingkat produsen dan tingkat pedagang pengcer memunculkan margin atau perbedaan diantara keduanya. Jika harga yang ditentukan pedagang pengecer semakin besar maka semakin besar pula margin tataniaganya dengan asumsi harga di tingkat produsen tetap. Begitu pula jika

16 harga di tingkat produsen turun sedangkan harga di tingkat pedagang pengecer adalah tetap maka margin tataniaganya juga akan semakin besar. Menurut Sudiyono (2004) margin tataniaga dapat didefinisikan dengan dua cara yaitu sebagai perbedaan antara harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima petani dan sebagai biaya dari jasa-jasa pemasaran yang dibutuhkan sebagai akibat permintaan dan penawaran dari jasa-jasa pemasaran. Komponen margin tataniaga ini terdiri dari biaya-biaya yang diperlukan lembaga tataniaga dalam melakukan fungsi tataniaga yang disebut biaya fungsional (functional cost). Selain itu komponen margin tataniaga lainnya adalah keuntungan lembaga tataniag. Apabila dalam suatu tataniaga produk pertanian terdapat lembaga tataniaga yang melakukan fungsi-fungsi pemasaran maka margin tataniaga secara sistematis dapat ditulis sebagai berikut m i=1 n j=1 M = Cij + πj..1) Keterangan : M : Margin tataniaga Ci : Biaya tataniaga untuk melaksanakan fungsi pemasaran ke-i oleh lembaga tataniaga ke-j m : jumlah jenis biaya tataniaga n : jumlah lembaga tataniaga atau rumusan yang lebih sederhana yaitu M = Pr Pf 2) Keterangan : M : Margin tataniaga Pr : Harga di tingkat pengecer

17 Pf : Harga di tingkat petani Disamping margin tataniaga tersebut, menurut Sihombing (2011) perlu diperhitungkan share biaya dan share keuntungan masing-masing lembaga perantara tataniaga serta share petani produsen untuk mengetahui seberapa besar bagian masing-masing lembaga perantara terhadap biaya dan keuntungannya serta keuntungan bagi pihak petani produsen. Model perhitungan share biaya dan share keuntungan serta share petani produsen masing-masing tersebut ialah sebagai berikut: SBi = Bi Pr Pf 100%...3) SKi = Ki Pr Pf 100%...4) Sf = Pf Pr 100%...5) Menurut Sihombing (2011) margin tataniaga dapat berbeda pada beberapa produk. Perbedaan tersebut diakibatkan oleh: a. Sifat produk tersebut yang berhubungan dengan proses aktivitas tataniaga; b. Volume barang-barang yang besar, karena onglos angkutan dan penyimpanannya juga lebih besar; c. Adanya pengolahan yang lebih lengkap sehingga margin tataniaganya juga lebih besar; d. Adanya lembaga tataniaga yang terorganisir dan tidak terorganisir. Suatu system tataniaga yang integrasi vertikalnya tinggi dan keterangan pasar yang baik akan mempengaruhi harga yang diterima produsen.

18 Dalam suatu kegiatan tataniaga terdapat perbedaan kepentingan dimana ada pihak produsen yang menghendaki penghasilan yang tinggi dengan harga yang tinggi dan konsumen yang menhendaki harga yang relative jauh lebih murah dari harga yang ditawarkan oleh produsen tersebut. Perbedaan tersebut mempengaruhi margin tataniaga dalam melakukan fungsi-fungsi pemasaran ditambah untuk keuntungan lembaga-lembaga pemasaran. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan margin tataniaga ini. Jumlah yang dikonsumsi sangat dipengaruhi oleh variabel harga eceran dan pendapatan konsumen. Secara umum dapat dibentuk fungsi sebagai berikut: Qc = F(Pr, Y).6) Keterangan : Qc : Jumlah yang dikonsumsi Pr : harga eceran Y : pendapatan konsumen Sedangkan lembaga tataniaga yang berrientasi pada pencapaian keuntungan semaksimal mungkin, dengan harga di tingkat petani yang rendah dan harga di tingkat konsumen yang tinggi. Di samping itu struktur pasar dan perilaku pasar juga dapat mempengaruhi perilaku lembaga tataniaga. Secara umum jumlah yang di transaksikan lembaga oemasaran dapat ditulis: Qt = f(pf, Pr, V 2 ) 7) Keterangan : Qt : jumlah yang ditransaksikan lembaga tataniaga Pf : harga di tingkat petani

19 Pr : harga di tingkat pengecer V 2 : variabel- variabel yang memepengaruhi tingkah laku tataniaga secara kelompok Efisiensi Tataniaga Menurut Mubyarto dalam Sihombing (2011) sistem tataniaga disebut efisien apabila memenuhi dua syarat yaitu mampu menyampaikan hasil-hasil dari petani produsen ke konsumen dengan biaya yang semurah-murahnya dan mampu mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayar konsumen akhir kepada semua pihak yang terlibat dalam kegiatan produksi dan jalur tataniaga tersebut. Namun berbeda menurut A.T Mosher sistem tataniaga itu efisien apabila harga jual petani atau harga yang diterima petani adalah sebesar harga pokok (cost price) hasil ditambah dengan sebagai keuntungan yang diinginkan produsen dalam pengusahaannya. Dan jika semakin besar harga maka semakin tinggi tingkat efisiensi tataniaga tersebut. Pengertian tersebut diatas ialah ditujukan untuk konsumen dan untuk produsen. Dimana pengertian efisien menurut konsumen ialah produk yang diinginkan sampai ke tangan konsumen dengan harga semurah-murahnya sedangkan pengertian efisien dari pihak produsen ialah hasil produksi sampai ke tangan konsumen dengan biaya yang sebesar-besarnya dan harga setinggi-tingginya (Hanafiah dan Saefuddin, 2006). Menurut Sudiyono (2004) secara sederhana konsep efisiensi mendekati rasio inputoutput. Suatu proses taaniaga dikatakan efisiensi apabila : a. Output tetap konstan dicapai dengan input yang lebih sedikit; b. Output meningkat sedanglan input yang digunakan tetap konstan;

20 c. Output dan input sama-sama mengalami kenaikan tetapi laju kenaikan output lebih cepat daripada laju input; d. Output dan input sama-sama mengalami penurunan, tetapi laju penurunan output lebih lambat daripada laju penurunan input. Secara sistematis, nilai efisiensi dapat ditulis sebagai berikut: efisiensi (E) = Output tataniaga Input tataniaga 100%..21) Di sisi lain, penentuan efisiensi menurut Sihombing (2011) dapat dilihat dengan memperbandingkan antara besarnya keuntungan petani produsen dan seluruh lembaga perantara yang terlibat dengan seluruh ongkos tataniaga yang dikeluarkan oleh lembaga perantara dan biaya produksi serta ongkos pemasaran yang dikeluarkan oleh petani produsen. Metode ini dapat dirumuskan dengan model perhitungan: Keterangan : E = Jl+Jp Ot+Op 100%.22) Jl : Keuntungan lembaga tataniaga Jp : Keuntungan Produsen Ot : Ongkos tataniaga Op : Ongkos produksi dan pemasaran yang dikeluarkan oleh petani produsen 2.3.Kerangka Pemikiran Dalam jalur tataniaga ayam ras pedaging terdapat tiga pihak yang terlibat, yaitu peternak sebagai penyedia komoditi, pedagang perantara, dan konsumen akhir. Ada beberapa saluran pemasaran produk peternakan ayam ras pedaging yang ditujukan untuk segmen pasar konsumen. Beberapa peternak menjual langsung hasil panennya kepada konsumen. Ada juga produsen yang menjual hasil panennya kepada pedagang

21 perantara. Panjang pendeknya saluran pemasaran ini dilihat dari banyaknya jumlah pedagang perantara yang terlibat dalam saluran tersebut. Pedagang perantara yang terlibat mungkin menjalankan lebih dari satu fungsi pemasaran. Fungsi fungsi tataniaga tersebut meliputi fungsi pembelian, penjualan, pengangkutan, penyimpanan, standardisasi, permodalan, penanggungan resiko, serta informasi pasar. Dalam menjalankan fungsi fungsi tataniaga, pedagang perantara memperoleh balas jasa berupa margin pemasaran yaitu selisih harga yang dibayar konsumen dengan harga yang diterima produsen. Margin tataniaga ini oleh pedagang perantara dialokasikan di antaranya untuk biaya biaya yang diperlukan lembaga pemasaran untuk melaksanakan fungsi pemasaran yang disebut biaya pemasaran atau biaya fugsional dan keuntungan lembaga yang terlibat di dalam penyampaiannya. Margin pemasaran ini akan mempengaruhi efisiensi pemasaran, dalam banyak hal semakin tinggi biaya pemasaran maka saluran pemasaran tersebut akan semakin tidak efisien.

22 Secara sistematis, kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut : Peternak Ayam Ras Lembaga Tataniaga Konsumen Akhir Fungsi i Biaya Harga Di Tingkat Peternak Margin Tataniaga Harga Di Tingkat Efisiensi Tataniaga Keterangan : = Dijual Ke = Mempengaruhi / Pengaruh Gambar 3. Kerangka Pemikiran 2.4.Hipotesis Penelitian Adapun hipotesis penelitian ini adalah: 1. Ada beberapa saluran tataniaga ayam ras pedaging di daerah penelitian. 2. Share margin peternak lebih kecil daripada share margin pedagang. 3. Efisiensi tataniaga ayam ras pedgaing di daerah penelitian adalah efisien.

ANALISIS TATANIAGA AYAM RAS PEDAGING DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

ANALISIS TATANIAGA AYAM RAS PEDAGING DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI ANALISIS TATANIAGA AYAM RAS PEDAGING DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI Fauzul Azhimah *), Ir.Iskandarini,MM,Ph.D **) dan Dr.Ir.Rahmanta Ginting,MS **) *) Alumni Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Tanaman bawang merah diyakini berasal dari daerah Asia Tengah, yakni sekitar Bangladesh, India, dan Pakistan. Bawang merah dapat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Di sektor produksi barang-barang dan jasa dihasilkan sedangkan di sektor

TINJAUAN PUSTAKA. Di sektor produksi barang-barang dan jasa dihasilkan sedangkan di sektor TINJAUAN PUSTAKA Saluran dan Lembaga Tataniaga Di sektor produksi barang-barang dan jasa dihasilkan sedangkan di sektor konsumsi barang-barang dan jasa dikonsumsi oleh para konsumen. Jarak antara kedua

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Tataniaga Menurut Hanafiah dan Saefudin (2006) tataniaga dapat didefinisikan sebagai tindakan atau kegiatan yang berhubungan dengan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Tataniaga Menurut Hanafiah dan Saefudin (2006), istilah tataniaga dan pemasaran merupakan terjemahan dari marketing, selanjutnya tataniaga

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Definisi Pedagang Karakteristik pedagang adalah pola tingkah laku dari pedagang yang menyesuaikan dengan struktur pasar dimana pedagang

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Konseptual 3.1.1 Konsep Tataniaga Pemasaran adalah suatu proses sosial yang di dalamnya melibatkan individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka

Lebih terperinci

margin pemasaran dapat dihitung dengan rumus matematis sebagai berikut:

margin pemasaran dapat dihitung dengan rumus matematis sebagai berikut: Pemasaran komoditas pertanian dari proses konsentrasi yaitu pengumpulan produk-produk pertanian dari petani ke tengkulak, pedagang pengumpul dan pedagang besar serta diakhiri proses distribusi yaitu penjualan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan rangkaian teori-teori yang digunakan dalam penelitian untuk menjawab tujuan penelitian. Teori-teori yang digunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara umum pemasaran adalah proses aliran barang yang terjadi di dalam pasar.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara umum pemasaran adalah proses aliran barang yang terjadi di dalam pasar. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tataniaga Pertanian Secara umum pemasaran adalah proses aliran barang yang terjadi di dalam pasar. Pemasaran adalah kegiatan mengalirkan barang dari produsen ke konsumen akhir

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN Konsep Pendapatan dan Biaya Usahatani. keuntungan yang diperoleh dengan mengurangi biaya yang dikeluarkan selama

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN Konsep Pendapatan dan Biaya Usahatani. keuntungan yang diperoleh dengan mengurangi biaya yang dikeluarkan selama BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis 3.1.1. Konsep Pendapatan dan Biaya Usahatani Soeharjo dan Patong (1973), mengemukakan definisi dari pendapatan adalah keuntungan yang diperoleh dengan

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Tataniaga Tataniaga atau pemasaran memiliki banyak definisi. Menurut Hanafiah dan Saefuddin (2006) istilah tataniaga dan pemasaran

Lebih terperinci

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. Melinjo (Gnetum gnemon, L.) termasuk tumbuhan berbiji terbuka

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. Melinjo (Gnetum gnemon, L.) termasuk tumbuhan berbiji terbuka II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjuan Pustaka 1. Tanaman Melinjo Melinjo (Gnetum gnemon, L.) termasuk tumbuhan berbiji terbuka (Gymnospermae), dengan tanda-tanda : bijinya tidak terbungkus daging tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. komoditas pertanian tersebut karena belum berjalan secara efisien. Suatu sistem

II. TINJAUAN PUSTAKA. komoditas pertanian tersebut karena belum berjalan secara efisien. Suatu sistem II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teoritis Secara umum sistem pemasaran komoditas pertanian termasuk hortikultura masih menjadi bagian yang lemah dari aliran komoditas. Masih lemahnya pemasaran komoditas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. mall, plaza, pusat perdagangan maupun sebutan lainnya; Pasar Tradisional adalah

TINJAUAN PUSTAKA. mall, plaza, pusat perdagangan maupun sebutan lainnya; Pasar Tradisional adalah TINJAUAN PUSTAKA Pasar adalah area tempat jual beli barang dengan jumlah penjual lebih dari satu baik yang disebut sebagai pusat perbelanjaan, pasar tradisional, pertokoan, mall, plaza, pusat perdagangan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Nilai Tambah Nilai tambah merupakan pertambahan nilai suatu komoditas karena mengalami proses pengolahan, penyimpanan, pengangkutan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang ada. Penelitian tentang tata niaga gabah/ beras ini berusaha menggambarkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang ada. Penelitian tentang tata niaga gabah/ beras ini berusaha menggambarkan 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang mendasari penelitian ini. Pembahasan ini menjadi panduan dalam memahami dan memecahkan permasalahan yang ada. Penelitian tentang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempunyai potensi untuk dikembangkan. Ternak ini berasal dari keturunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempunyai potensi untuk dikembangkan. Ternak ini berasal dari keturunan A. Sapi Bali BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali merupakan salah satu jenis sapi asal Indonesia yang mempunyai potensi untuk dikembangkan. Ternak ini berasal dari keturunan banteng (Bibos) yang telah mengalami

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2. 1. Pasar dan Pemasaran Pasar secara sederhana dapat diartikan sebagai tempat bertemunya penjual dan pembeli untuk bertukar barang-barang mereka. Pasar merupakan suatu yang sangat

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis berisi tentang konsep-konsep teori yang dipergunakan atau berhubungan dengan penelitian yang akan dilaksanakan. Berdasarkan

Lebih terperinci

Lanjutan Pemasaran Hasil Pertanian

Lanjutan Pemasaran Hasil Pertanian Lanjutan Pemasaran Hasil Pertanian BIAYA, KEUNTUNGAN DAN EFISIENSI PEMASARAN 1) Rincian Kemungkinan Biaya Pemasaran 1. Biaya Persiapan & Biaya Pengepakan Meliputi biaya pembersihan, sortasi dan grading

Lebih terperinci

TATANIAGA PERTANIAN OLEH : NOVINDRA DEP. EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN

TATANIAGA PERTANIAN OLEH : NOVINDRA DEP. EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN TATANIAGA PERTANIAN OLEH : NOVINDRA DEP. EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN TATANIAGA PERTANIAN Tataniaga Pertanian atau Pemasaran Produk-Produk Pertanian (Marketing of Agricultural), pengertiannya berbeda

Lebih terperinci

VII ANALISIS PEMASARAN KEMBANG KOL 7.1 Analisis Pemasaran Kembang Kol Penelaahan tentang pemasaran kembang kol pada penelitian ini diawali dari petani sebagai produsen, tengkulak atau pedagang pengumpul,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Kerangka Teoritis 2.1.1. Pemasaran Pemasaran menarik perhatian yang sangat besar baik oleh perusahaan, lembaga maupun suatu negara. Terjadi pergeseran kebutuhan sifat dari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. berupa daging, disamping hasil ikutan lainnya berupa pupuk kandang, kulit, dan

TINJAUAN PUSTAKA. berupa daging, disamping hasil ikutan lainnya berupa pupuk kandang, kulit, dan TINJAUAN PUSTAKA Gambaran Umum Ternak Sapi Potong Ternak sapi, khususnya sapi potong merupakan salah satu sumber daya penghasil daging yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan penting artinya di dalam kehidupan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Hewan Desa Suka Kecamatan. Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder yang bersifat

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Hewan Desa Suka Kecamatan. Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder yang bersifat METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Hewan Desa Suka Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2017 sampai April 2017.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kerangka Teoritis Kelayakan Usahatani

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kerangka Teoritis Kelayakan Usahatani 6 2.1 Kerangka Teoritis 2.1.1 Kelayakan Usahatani II. TINJAUAN PUSTAKA Menurut Soeharjo dkk (1973) dalam Assary (2001) Suatu usahatani dikatakan layak atau berhasil apabila usahatani tersebut dapat menutupi

Lebih terperinci

II. KERANGKA PEMIKIRAN

II. KERANGKA PEMIKIRAN II. KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Pemasaran Mubyarto (1977), mengemukakan bahwa di Indonesia istilah tataniaga disamakan dengan pemasaran atau distribusi, yaitu semacam kegiatan ekonomi yang membawa atau menyampaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komoditas hortikultura yang banyak dibudidayakan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komoditas hortikultura yang banyak dibudidayakan masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu komoditas hortikultura yang banyak dibudidayakan masyarakat Indonesia adalah bawang merah ( Allium ascalonicum ). Banyaknya manfaat yang dapat diambil dari

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS. Pengertian pasar telah banyak didefinisikan oleh ahli-ahli ekonomi. Pasar

BAB II LANDASAN TEORITIS. Pengertian pasar telah banyak didefinisikan oleh ahli-ahli ekonomi. Pasar BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Teori Pemasaran Pengertian pasar telah banyak didefinisikan oleh ahli-ahli ekonomi. Pasar adalah himpunan semua pelanggan potensial yang sama-sama mempunyai kebutuhan atau

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Tataniaga Pada perekonomian saat ini, hubungan produsen dan konsumen dalam melakukan proses tataniaga jarang sekali berinteraksi secara

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis penelitian ini didasari oleh teori-teori mengenai konsep sistem tataniaga; konsep fungsi tataniaga; konsep saluran dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Produk Hasil Perikanan Tangkap Penangkapan ikan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dibudidayakan dengan alat atau cara apapun. Produk hasil perikanan

Lebih terperinci

MARGIN PEMASARAN PRODUK PERTANIAN DAN ELASTISTAS TRANSMISI. Lecture Notes : Tatiek Koerniawati A.,SP.MP.

MARGIN PEMASARAN PRODUK PERTANIAN DAN ELASTISTAS TRANSMISI. Lecture Notes : Tatiek Koerniawati A.,SP.MP. MARGIN PEMASARAN PRODUK PERTANIAN DAN ELASTISTAS TRANSMISI Lecture Notes : Tatiek Koerniawati A.,SP.MP. Harga produk pertanian: antara teori dan realita Asumsi dasar teori harga dalam tata niaga produk

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Pada dasarnya tataniaga memiliki pengertian yang sama dengan

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Pada dasarnya tataniaga memiliki pengertian yang sama dengan 20 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Tataniaga Pada dasarnya tataniaga memiliki pengertian yang sama dengan pemasaran. Para ahli telah mendefinisikan pemasaran atau

Lebih terperinci

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis 3.1.1 Manajemen Usaha Ternak Saragih (1998) menyatakan susu merupakan produk asal ternak yang memiliki kandungan gizi yang tinggi. Kandungan yang ada didalamnya

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. terhadap barang dan jasa sehingga dapat berpindah dari tangan produsen ke

KERANGKA PEMIKIRAN. terhadap barang dan jasa sehingga dapat berpindah dari tangan produsen ke III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual 3.1.1. Konsep Pemasaran Definisi tentang pemasaran telah banyak dikemukakan oleh para ahli ekonomi, pada hakekatnya bahwa pemasaran merupakan

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Pola Distribusi Pemasaran Cabai Distribusi adalah penyampaian aliran barang dari produsen ke konsumen atau semua usaha yang mencakup kegiatan arus barang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Sawi adalah sayuran terpenting dalam spesies ini. Tanaman ini dikenal sebagai petsai (bahasa Mandarin, yang berarti sayuran putih), dan di AS dikenal sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Kepiting adalah binatang crustacea. Hewan yang dikelompokkan ke dalam Filum Athropoda, Sub Filum Crustacea, Kelas Malacostraca, Ordo Decapoda, Suborder Pleocyemata

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan globalisasi yang disertai pertumbuhan perdagangan domestik dan

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan globalisasi yang disertai pertumbuhan perdagangan domestik dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Ekonomi nasional sedang mengalami perubahan yang pesat seiring dengan perkembangan globalisasi yang disertai pertumbuhan perdagangan domestik dan persaingan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Pengertian Usahatani Rifai (1973) dalam Purba (1989) mendefinisikan usahatani sebagai pengorganisasian dari faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, modal dan manajemen,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN 7 II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Pustaka Bunga krisan dengan nama latin Chrysanthemum sp berasal dari dataran Cina. Bunga potong ini cukup populer dan menduduki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Tanaman kakao merupakan salah satu tanaman perkebunan yang sangat cocok ditanam didaerah tropis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemasaran 2.1.1 Pengertian Pemasaran Perusahaan melakukan kegiatan pemasaran pada saat perusahaan ingin memuaskan kebutuhannya melalui sebuah proses transaksi. Pemasaran juga

Lebih terperinci

VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR

VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR 7.1. Analisis Struktur Pasar Struktur pasar nenas diketahui dengan melihat jumlah penjual dan pembeli, sifat produk, hambatan masuk dan keluar pasar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai bobot badan antara 1,5-2.8 kg/ekor dan bisa segera

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai bobot badan antara 1,5-2.8 kg/ekor dan bisa segera BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Ayam broiler merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama dalam memproduksi daging. Ayam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. di bawah permukaan laut. Kota ini dilalui oleh dua sungai yaitu Sungai Deli dan. Sungai Babura yang bermuara di Selat Malaka.

TINJAUAN PUSTAKA. di bawah permukaan laut. Kota ini dilalui oleh dua sungai yaitu Sungai Deli dan. Sungai Babura yang bermuara di Selat Malaka. TINJAUAN PUSTAKA Gambaran Umum Kota Medan Kotamadya Medan merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya. Kota ini merupakan wilayah yang subur di wilayah dataran rendah timur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka Sawi adalah sekelompok tumbuhan dari marga Brassica yang dimanfaatkan daun atau bunganya sebagai bahan pangan (sayuran),

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis digunakan untuk memberikan gambaran atau batasan-batasan teori yang akan digunakan sebagai landasan dalam penelitian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Di Indonesia, dikenal cukup banyak ragam varietas belimbing. Diantaranya varietas Sembiring, Siwalan, Dewi, Demak kapur, Demak kunir,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pupuk Bersubsidi Pupuk bersubsidi ialah pupuk yang pengadaanya dan penyalurannya mendapat subsidi dari pemerintah untuk kebtuhan petani yang dilaksanakan atas dasar program

Lebih terperinci

KOMPONEN AGRIBISNIS. Rikky Herdiyansyah SP., MSc

KOMPONEN AGRIBISNIS. Rikky Herdiyansyah SP., MSc KOMPONEN AGRIBISNIS Rikky Herdiyansyah SP., MSc KOMPONEN AGRIBISNIS Tujuan Instruksional Umum: Mahasiswa mengetahui tentang komponen agribisnis Tujuan Instruksional Khusus: Setelah menyelesaikan pembahasan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. barangnya ke pemakai akhir. Perusahaan biasanya bekerja sama dengan perantara untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. barangnya ke pemakai akhir. Perusahaan biasanya bekerja sama dengan perantara untuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Saluran Distribusi Pada perekonomian sekarang ini, sebagian besar produsen tidak langsung menjual barangnya ke pemakai akhir. Perusahaan biasanya bekerja sama dengan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada tiga desa di Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur yaitu Desa Ciherang, Cipendawa, dan Sukatani. Pemilihan lokasi dilakukan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk 28 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasiona Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini 33 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini menggunakan metode sensus. Pengertian sensus dalam penelitian

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di PT. Kariyana Gita Utama (KGU) yang berlokasi di Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA Itik Itik merupakan ternak yang termasuk ke dalam komoditas unggas dan sudah

II TINJAUAN PUSTAKA Itik Itik merupakan ternak yang termasuk ke dalam komoditas unggas dan sudah II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Itik merupakan ternak yang termasuk ke dalam komoditas unggas dan sudah sejak lama dikembangkan di Indonesia. Itik adalah salah satu jenis unggas air (waterfowls) yang mempunyai

Lebih terperinci

VI HASIL DAN PEMBAHASAN

VI HASIL DAN PEMBAHASAN VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Saluran dan Lembaga Tataniaga Dalam menjalankan kegiatan tataniaga, diperlukannya saluran tataniaga yang saling tergantung dimana terdiri dari sub-sub sistem atau fungsi-fungsi

Lebih terperinci

Pemasaran Hasil Pertanian/Peternakan

Pemasaran Hasil Pertanian/Peternakan Pemasaran Hasil Pertanian/Peternakan 1 Definisi Pemasaran didefinisikan sebagai suatu runtutan kegiatan atau jasa yang dilakukan untuk memindahkan suatu produk dari titik produsen ke titik konsumen. Ada

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan rangkaian teori-teori yang digunakan dalam penelitian untuk menjawab tujuan penelitian. Teori-teori yang digunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. produk akhir ayam ras (Sudaryani dan Santoso, 2002). Ayam petelur dibagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. produk akhir ayam ras (Sudaryani dan Santoso, 2002). Ayam petelur dibagi 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Ayam Petelur Ayam petelur merupakan ayam yang dipelihara khusus untuk menghasilkan telur dan tidak boleh disilangkan kembali karena merupakan produk akhir ayam ras (Sudaryani

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Penetapan Harga Pada dasarnya, ada 2 kekuatan besar yang berpengaruh pada pembentukan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE

BAB III MATERI DAN METODE 13 BAB III MATERI DAN METODE 3.1. Kerangka Pemikiran Bidang usaha peternakan saat ini sudah mengalami kemajuan pesat. Kemajuan ini terlihat dari konsumsi masyarakat akan kebutuhan daging meningkat, sehingga

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Penelitian ini menggunakan teori sistem pemasaran dengan mengkaji saluran pemasaran, fungsi pemasaran, struktur pasar, perilaku pasar, marjin pemasaran,

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN. Pemasaran merupakan salah satu kegiatan pokok yang dilakukan oleh

BAB II BAHAN RUJUKAN. Pemasaran merupakan salah satu kegiatan pokok yang dilakukan oleh BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pengertian Pemasaran Pemasaran merupakan salah satu kegiatan pokok yang dilakukan oleh perusahaan, dalam usaha mempertahankan kelangsungan hidupnya untuk berkembang dan mencapai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tomat (Lycopersicum Esculentum L. Mill.) Di Desa Bangun Rejo Kecamatan

TINJAUAN PUSTAKA. Tomat (Lycopersicum Esculentum L. Mill.) Di Desa Bangun Rejo Kecamatan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Penelitian dilakukan oleh Sabang (2008), tentang Sistem Pemasaran Tomat (Lycopersicum Esculentum L. Mill.) Di Desa Bangun Rejo Kecamatan Tenggarong Seberang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian memiliki beberapa sektor seperti peternakan, perikanan, perkebunan,

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian memiliki beberapa sektor seperti peternakan, perikanan, perkebunan, BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pertanian memiliki beberapa sektor seperti peternakan, perikanan, perkebunan, kehutanan dan tanaman pangan. Dari sektor peternakan ada beberapa bagian lagi dan salah

Lebih terperinci

III. LEMBAGA, SALURAN DAN FUNGSI PEMASARAN DALAM TATANIAGA AGROPRODUK. Tujuan Pembelajaran:

III. LEMBAGA, SALURAN DAN FUNGSI PEMASARAN DALAM TATANIAGA AGROPRODUK. Tujuan Pembelajaran: III. LEMBAGA, SALURAN DAN FUNGSI PEMASARAN DALAM TATANIAGA AGROPRODUK Tujuan Pembelajaran: Setelah mempelajari materi ini mahasiswa diharapkan akan dapat: 1. Menyebutkan jenis-jenis lembaga pemasaran dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya melimpah

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya melimpah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya melimpah yang dimanfaatkan sebagian besar penduduk dengan mata pencaharian di bidang pertanian. Sektor pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditi perkebunan yang penting dalam perekonomian nasional.

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditi perkebunan yang penting dalam perekonomian nasional. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditi perkebunan yang penting dalam perekonomian nasional. Hal ini terlihat dari peranan sektor perkebunan kopi terhadap penyediaan lapangan

Lebih terperinci

KERANGKA PENDEKATAN TEORI

KERANGKA PENDEKATAN TEORI II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Komoditi melinjo Melinjo (Gnetum gnemon, L.) merupakan salah satu tanaman yang dapat hidup sampai mencapai umur di atas 100 tahun dan masih tetap menghasilkan

Lebih terperinci

ANALISIS PEMASARAN JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) DI KOTA PEKANBARU

ANALISIS PEMASARAN JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) DI KOTA PEKANBARU ANALISIS PEMASARAN JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) DI KOTA PEKANBARU MARKETING ANALYSIS OF WHITE OYSTER MUSHROOM (Pleurotus ostreatus) IN PEKANBARU CITY Wan Azmiliana 1), Ermi Tety 2), Yusmini

Lebih terperinci

ANALISIS PEMASARAN KEDELAI

ANALISIS PEMASARAN KEDELAI ANALISIS PEMASARAN KEDELAI Bambang Siswadi Universitas Islam Malang bsdidiek171@unisma.ac.id ABSTRAK. Tujuan Penelitian untuk mengetahui saluran pemasaran dan menghitung margin serta menganalisis efisiensi

Lebih terperinci

ANALISIS TATANIAGA KENTANG DARI DESA JERNIH JAYA KECAMATAN GUNUNG TUJUH KABUPATEN KERINCI KE KOTA PADANG OLEH MEGI MELIAN

ANALISIS TATANIAGA KENTANG DARI DESA JERNIH JAYA KECAMATAN GUNUNG TUJUH KABUPATEN KERINCI KE KOTA PADANG OLEH MEGI MELIAN ANALISIS TATANIAGA KENTANG DARI DESA JERNIH JAYA KECAMATAN GUNUNG TUJUH KABUPATEN KERINCI KE KOTA PADANG OLEH MEGI MELIAN 06114023 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2011 ANALISIS TATANIAGA

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. untuk mengelola faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, dan modal yang

III. METODE PENELITIAN. untuk mengelola faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, dan modal yang 46 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

III. PEMASARAN HASIL PERTANIAN. pertemuan III 1

III. PEMASARAN HASIL PERTANIAN. pertemuan III 1 III. PEMASARAN HASIL PERTANIAN pertemuan III 1 1. PASAR DAN PEMASARAN Yang paling sederhana definisi pasar ialah semata-mata pemusatan lokasi fisik tempat penjualan dan pembelian terjadi. Alfred Marshall

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mendapatkan manfaat dan hasil dari kegiatan tersebut (Putra et. al., 2015). Usaha

I. PENDAHULUAN. mendapatkan manfaat dan hasil dari kegiatan tersebut (Putra et. al., 2015). Usaha I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sub-sektor di dalam sektor pertanian yang berperan dalam kegiatan pengembangbiakan dan membudidayakan ternak untuk mendapatkan manfaat dan

Lebih terperinci

BEBERAPA PENDEKATAN KONSEPTUAL DALAM TELAAH TATANIAGA PERTANIAN. Lecture Notes by: TATIEK KOERNIAWATI

BEBERAPA PENDEKATAN KONSEPTUAL DALAM TELAAH TATANIAGA PERTANIAN. Lecture Notes by: TATIEK KOERNIAWATI BEBERAPA PENDEKATAN KONSEPTUAL DALAM TELAAH TATANIAGA PERTANIAN Lecture Notes by: TATIEK KOERNIAWATI PENDEKATAN KOMODITAS Fokus kajian didasarkan pada spesifikasi salah satu komoditas pertanian Commodity

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor di bidang ekonomi yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor di bidang ekonomi yang memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor di bidang ekonomi yang memiliki arti dan kedudukan penting dalam pembangunan nasional. Sektor ini berperan sebagai sumber

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Tanaman salak memiliki nama ilmiah Salacca edulis reinw. Salak

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Tanaman salak memiliki nama ilmiah Salacca edulis reinw. Salak II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Tanaman salak memiliki nama ilmiah Salacca edulis reinw. Salak merupakan tanaman asli Indonesia. Salak termasuk famili Palmae,

Lebih terperinci

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Saluran Tataniaga Saluran tataniaga sayuran bayam di Desa Ciaruten Ilir dari petani hingga konsumen akhir melibatkan beberapa lembaga tataniaga yaitu pedagang pengumpul

Lebih terperinci

BAB VI ANALISIS USAHA AYAM RAS PEDAGING DI PASAR BARU BOGOR

BAB VI ANALISIS USAHA AYAM RAS PEDAGING DI PASAR BARU BOGOR BAB VI ANALISIS USAHA AYAM RAS PEDAGING DI PASAR BARU BOGOR 6.1 Gambaran Lokasi Usaha Pedagang Ayam Ras Pedaging Pedagang di Pasar Baru Bogor terdiri dari pedagang tetap dan pedagang baru yang pindah dari

Lebih terperinci

BAB IX ANALISIS PEMASARAN PEPAYA SPO DAN PEPAYA NON SPO. memindahkan suatu produk dari titik produsen ke titik konsumen.

BAB IX ANALISIS PEMASARAN PEPAYA SPO DAN PEPAYA NON SPO. memindahkan suatu produk dari titik produsen ke titik konsumen. BAB IX ANALISIS PEMASARAN PEPAYA SPO DAN PEPAYA NON SPO Pemasaran adalah suatu runtutan kegiatan atau jasa yang dilakukan untuk memindahkan suatu produk dari titik produsen ke titik konsumen. Kelompok

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Ayam buras merupakan keturunan ayam hutan (Gallus - gallus) yang

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Ayam buras merupakan keturunan ayam hutan (Gallus - gallus) yang 9 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Ayam Buras Ayam buras merupakan keturunan ayam hutan (Gallus - gallus) yang berasal dari Asia Tenggara yang sebagian telah di domestikasi (Kingston, 1979). Penyebaran ayam hutan

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran merupakan konsep dalam mencari kebenaran deduktif atau secara umum ke khusus. Pada kerangka pemikiran teoritis penelitian ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam pembangunan nasional. Hal ini didasarkan pada kesadaran bahwa negara Indonesia adalah negara agraris yang harus melibatkan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Kerangka pemikiran teoritis meliputi penjelasan-penjelasan mengenai halhal

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Kerangka pemikiran teoritis meliputi penjelasan-penjelasan mengenai halhal III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis meliputi penjelasan-penjelasan mengenai halhal yang berdasar pada teori yang digunakan dalam penelitian. Penelitian

Lebih terperinci

TERNAK AYAM KAMPUNG PELUANG USAHA MENGUNTUNGKAN

TERNAK AYAM KAMPUNG PELUANG USAHA MENGUNTUNGKAN TERNAK AYAM KAMPUNG PELUANG USAHA MENGUNTUNGKAN Peluang di bisnis peternakan memang masih sangat terbuka lebar. Kebutuhan akan hewani dan produk turunannya masih sangat tinggi, diperkirakan akan terus

Lebih terperinci

RESEARCH. Ricky Herdiyansyah SP, MSc. Ricky Sp., MSi/Pemasaran Agribisnis. rikky Herdiyansyah SP., MSi. Dasar-dasar Bisnis DIII

RESEARCH. Ricky Herdiyansyah SP, MSc. Ricky Sp., MSi/Pemasaran Agribisnis. rikky Herdiyansyah SP., MSi. Dasar-dasar Bisnis DIII RESEARCH BY Ricky Herdiyansyah SP, MSc Ricky Herdiyansyah SP., MSc rikky Herdiyansyah SP., MSi. Dasar-dasar Bisnis DIII PEMASARAN : Aliran produk secara fisis dan ekonomik dari produsen melalui pedagang

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemasaran 2.2 Lembaga dan Saluran Pemasaran

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemasaran 2.2 Lembaga dan Saluran Pemasaran 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemasaran Pemasaran merupakan semua kegiatan yang mengarahkan aliran barangbarang dari produsen kepada konsumen termasuk kegiatan operasi dan transaksi yang terlibat dalam pergerakan,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Pemasaran Pemasaran merupakan kegiatan-kegiatan yang saling berhubungan ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan, dan mendistribusikan barang dan

Lebih terperinci

Strategi Distribusi A. Pengertian Dan Arti Penting Saluran Distribusi

Strategi Distribusi A. Pengertian Dan Arti Penting Saluran Distribusi Strategi Distribusi A. Pengertian Dan Arti Penting Saluran Distribusi Keputusan mengenai saluran distribusi dalam pemasaran adalah merupakan salah satu keputusan yang paling kritis yang dihadapi manajemen.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu aktivitas ekonomi dalam agribisnis adalah bisnis peternakan. Agribisnis bidang ini utamanya dilatarbelakangi oleh fakta bahwa kebutuhan masyarakat akan produk-produk

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Usahatani Pertanian sebagai kegiatan manusia dalam membuka lahan dan menanaminya dengan berbagai jenis tanaman yang termasuk tanaman

Lebih terperinci

MINGGU 6. MARKETING MARGIN

MINGGU 6. MARKETING MARGIN MINGGU 6. MARKETING MARGIN Oleh TIM TATANIAGA PRODUK AGRIBISNIS DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013 MARGIN TATANIAGA Konsep Margin Tataniaga (Margin Total)

Lebih terperinci

TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA ABSTRAK

TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA ABSTRAK 56 TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA Agus Trias Budi, Pujiharto, dan Watemin Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Purwokerto Jl. Raya Dukuhwaluh

Lebih terperinci

SISTEM PEMASARAN AGRIBISNIS Sessi 4

SISTEM PEMASARAN AGRIBISNIS Sessi 4 SISTEM PEMASARAN AGRIBISNIS Sessi 4 Pemasaran Aliran produk secara fisis dan ekonomik dari produsen melalui pedagang perantara ke konsumen. Suatu proses sosial dan manajerial yang membuat individu/kelompok

Lebih terperinci