IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK PERILAKU MENGEMUDI AGRESIF PADA PENGEMUDI BUS AKAP/AKDP

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK PERILAKU MENGEMUDI AGRESIF PADA PENGEMUDI BUS AKAP/AKDP"

Transkripsi

1 Jurnal Keselamatan Transportasi Jalan 1 (2015) IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK PERILAKU MENGEMUDI AGRESIF PADA PENGEMUDI BUS AKAP/AKDP Naomi Srie Kusumastutie 1, Hanendyo Putro 2, I Dewa Gede Tantara Tesa Putra 3 1,2,3 Politeknik Keselamatan Transportasi Jalan Tegal, Indonesia Diterima: 6 Januari 2015 Disetujui: 9 Maret 2015 Dipublikasikan: 4 Mei 2015 ABSTRAK Salah satu perilaku yang dapat menyebabkan kecelakaan adalah perilaku mengemudi agresif. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan identifikasi karakteristik perilaku mengemudi agresif pada pengemudi bus AKAP/AKDP. Penelitian ini dilakukan di Terminal Kota Tegal dengan pengemudi bus AKAP/AKDP sebagai responden penelitian. Pengumpulan data menggunakan kuesioner. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif, uji Mann-Whitney dan uji t. Hasil penelitian menunjukkan bahwa situasi yang paling sering membuat responden merasa tertekan saat mengemudi adalah macet.perilaku mengemudi agresif yang paling sering dilakukan adalah membunyikan klakson berkali-kali karena kesal dan berkendara dengan kecepatan melebihi yang diperbolehkan. Pada pengujian pada keseluruhan responden, tidak ditemukan perbedaan perilaku mengemudi agresif berdasarkan jenis bus dan jenis pendapatan (p>0,05). Pada pengujian terhadap kelompok pengemudi bus AKDP, terdapat perbedaan perilaku mengemudi agresif berdasarkan jenis pendapatan (p<0,05). Pengemudi bus AKDP dengan jenis pendapatan non-gaji cenderung berperilaku mengemudi agresif dibandingkan dengan pengemudi bus AKDP dengan jenis pendapatan gaji. Kata kunci: mengemudi agresif, pengemudi bus AKAP/AKDP, jenis bus, jenis pendapatan ABSTRAK Salah satu perilaku yang dapat menyebabkan kecelakaan adalah perilaku mengemudi agresif. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan identifikasi karakteristik perilaku mengemudi agresif pada pengemudi bus AKAP/AKDP. Penelitian ini dilakukan di Terminal Kota Tegal dengan pengemudi bus AKAP/AKDP sebagai responden penelitian. Pengumpulan data menggunakan kuesioner. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif, uji Mann-Whitney dan uji t. Hasil penelitian menunjukkan bahwa situasi yang paling sering membuat responden merasa tertekan saat mengemudi adalah macet.perilaku mengemudi agresif yang paling sering dilakukan adalah membunyikan klakson berkali-kali karena kesal dan berkendara dengan kecepatan melebihi yang diperbolehkan. Pada pengujian pada keseluruhan responden, tidak ditemukan perbedaan perilaku mengemudi agresif berdasarkan jenis bus dan jenis pendapatan (p>0,05). Pada pengujian terhadap kelompok pengemudi bus AKDP, terdapat perbedaan perilaku mengemudi agresif berdasarkan jenis pendapatan (p<0,05). Pengemudi bus AKDP dengan jenis pendapatan non-gaji cenderung berperilaku mengemudi agresif dibandingkan dengan pengemudi bus AKDP dengan jenis pendapatan gaji. Kata kunci: mengemudi agresif, pengemudi bus AKAP/AKDP, jenis bus, jenis pendapatan 1. PENDAHULUAN Salah satu perilaku pengemudi bus yang berisiko dapat menyebabkan kecelakaan adalah perilaku mengemudi agresif. Fenomena mengenai perilaku mengemudi agresifpada pengemudi bus banyak terjadi di Indonesia. Bahkan di awal tahun 2014 ini telah terjadi beberapa *Alamat Korespondensi: Jl. Semeru No. 3 Tegal, Telp: (0283) naomisrie@yahoo.com

2 2 Naomi dkk. Jurnal Keselamatan Transportasi Jalan kecelakaan yang terkait dengan perilaku mengemudi agresif. Misalnya balapan antara sesama pengemudi bus yang mengakibatkan tertabraknya sebuah truk di jalan tol Merak, pengemudi bus yang menerobos palang kereta api sehingga tertabrak kereta api di Bekasi, pengemudi bus yang ugal-ugalan sehingga menyebabkan kecelakaan beruntun di Boyolali, dan beberapa kasus yang lain (Anonim, 2014a; Anonim, 2014b). Mengemudi agresifmerupakan perilaku mengemudi yang membahayakan pengguna jalan lain. Perilaku ini berakar dari rasa frustasi yang termanifestasi pada perilaku mengikuti kendaraan di depannya dengan jarak yang terlalu dekat, menyalakan lampu berulang-ulang, membunyikan klakson berulang-ulang, menerobos lampu merah, menghalangi jalan kendaraan lain, dan mengemudi secara zig-zig (Shinar, 2007). Lebih lanjut, mbengemudi agresif menurut Tasca (2000) merupakan perilaku mengemudi yang disengaja yang dapat meningkatkan risiko kecelakaan dan dilakukan karena ketidaksabaran, kejengkelan, sikap bermusuhan, dan usaha untuk menghemat waktu. Pada penelitian Reason (Shinar, 2007)mengemudi agresif diidentifikasikan sebagai bagian dari pelanggaran(violations). Perilaku-perilaku yang termasuk sebagai mengemudi agresif adalah mengemudi dengan jarak yang sangat dekat dengan kendaraan di depannya dengan maksud agar kendaraan tersebut lebih cepat atau minggir, menerobos lampu merah atau mempercepat kendaraan saat lampu berwarna kuning, tidak menghiraukan batas kecepatan saat berkendara pada waktu larut malam atau dini hari, menunjukkan ketidaksukaannya pada pengemudi lain dengan berbagai cara, merasa tidak sabar ketika ada kendaraan yang melaju lambat sehingga menyalipnya dari arah kanan, marah karena perilaku pengemudi lain sehingga mengejarnya. Menurut Shinar (2007) mengemudi agresif berakar dari rasa frustasi yang kemudian termanifestasi pada perilaku mengemudi yang dapat membahayakan orang lain. Lebih lanjut, skema mengemudi agresifdapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Perilaku mengemudi agresif (Shinar, 2007)

3 Jurnal Keselamatan Transportasi Jalan 1 (2015) Pada Gambar 1 dapat dilihat bahwa perilaku mengemudi agresif bermula dari adanya situasi frustrasi, yaitu situasi yang membuat pengemudi tertekan (frustrating situation). Situasi frustasi dapat berupa kemacetan ataupun tundaan. Situasi eksternal ini akan dipengaruhi oleh faktor kepribadian (personality) maupun faktor lingkungan (environment). Pengemudi memiliki dua pilihan, yaitu untuk mengalihkan dorongan agresinya atau memanifestasikan dorongan agresinya ke dalam bentuk perilaku mengemudi agresif. Selanjutnya Shinar (2007) membagi perilaku mengemudi agresif menjadi dua bentuk, yaitu hostile aggression dan instrumental aggression. Hostile aggression merujuk pada penggunaaan kata-kata kasar, penyerangan secara fisik, maupun pemberian isyarat tangan. Hostile aggression tidak secara langsung dapat membebaskan pengemudi dari situasi yang membuatnya frustasi. Perilaku-perilaku ini hanya sekedar sebagai pelampiasan emosi pengemudi saja.instrumental aggression dilakukan dengan asumsi bahwa dengan perilaku tersebut pengemudi dapat keluar dari situasi yang membuatnya frustasi. Perilaku ini tampak pada perilaku menyelip, menerobos lampu merah, maupun mengikuti kendaraan di depannya dengan jarak yang terlalu dekat. Sama halnya dengan Shinar, Tasca (2000) juga membagi perilaku mengemudi agresifmenjadi dua bentuk. Bentuk mengemudi agresifyang pertama adalah perilaku yang dapat secara langsung membahayakan pengguna jalan yang lain. Perilaku tersebut adalah mengikuti kendaraan di depannya dalam jarak dekat, menyalip dengan cara yang tidak aman, menyalip kendaraan dengan cara zig-zag, memotong jalan kendaraan di depannya saat menyalip, menyalip dari bahu jalan, tidak memberi tanda saat berpindah jalur, tidak memberi kesempatan pada pengguna jalan yang lain, menghalangi pengemudi lain untuk menyalip, mengemudi dengan kecepatan melebihi yang diperbolehkan, menerobos rambu stop, dan menerobos lampu merah. Bentuk mengemudi agresifyang kedua menurut Tasca (2000) adalah perilaku yang tidak secara langsung membahayakan pengguna jalan yang lain, namun dapat mengintimidasi, mengganggu, membuat marah, dan memprovokasi pengguna jalan yang lain. Perilaku-perilaku tersebut adalah mengedipkan lampu terus-menerus, membunyikan klakson terus-menerus, melotot pada pengemudi lain, berteriak, dan tidak suka memberikan isyarat. Mengacu pada latar belakang tersebut di atas, maka penelitian ini bermaksud untuk melakukan identifikasi karakteristik perilaku mengemudi agresifpada pengemudi bus AKAP/AKDP.Identifikasi karakteristik perilaku mengemudi agresif diperlukan untuk dapat mengidentifikasi target intervensi terhadap perilaku tersebut. Dengan penelitian yang dilakukan, diharapkan dapat memberikan rekomendasi pada rancang bangun intervensi perilaku mengemudi agresifpada pengemudi bus AKAP/AKDP. Luaran terakhir dari serangkaian penelitian yang direncanakan ini adalah sebuah grand design intervensi pembentukan perilaku mengemudi yang aman pada pengemudi bus AKAP/AKDP yang akan mendukung Decade of Action for Road Safety METODE 2.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Terminal Kota Tegal. Survei pendahuluan dilakukan pada responden pengemudi bus AKAP/AKDP di Terminal Bus Kota Tegal. Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.

4 4 Naomi dkk. Jurnal Keselamatan Transportasi Jalan Gambar 2. Lokasi penelitian Pada Gambar 2, Terminal Kota Tegal sebagai tempat penelitian responden pengemudi bus AKAP/AKDP ditandai dengan lingkaran merah.penelitian ini dilakukan pada Sepetember 2014 dengan jumlah responden sebanyak 210 pengemudi bus AKAP/AKDP. 2.2 Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian inimenggunakan kuesioner, yaitu Kuesioner Mengemudi Agresifyang disusun berdasarkan bentuk-bentuk perilaku mengemudi agresifdari Tasca (2000). Uji reliabilitas kuesioner ini menunjukkan koefisien alpha cronbach sebesar 0,77, dengan nilai corrected item-total score correlation antara 0,190 sampai dengan 0,521.Sebaran soal kuesioner mengemudi agresif dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1.Sebaran soal kuesioner perilaku mengemudi agresif Aspek Nomor soal Demografi 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7 Frustrating situation 8, 9, 10, 11, 12 Hostile aggression 15, 17, 19, 23, 27 Instrumental aggression 13, 14, 16, 18, 20, 21, 22, 24, 25, 26 Pilihan respon yang digunakan dalam kuesioner ini berupa frekuensi perilaku, yaitu tidak pernah (skor 0), jarang (skor 1), kadang-kadang (skor 2), sering (skor 3), dan sangat sering (skor 4). 2.3 Metode Analisis Data Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis deskriptif untuk mendapatkan gambaransituasi frustrasi dan perilaku mengemudi agresif yang paling sering muncul.

5 Jurnal Keselamatan Transportasi Jalan 1 (2015) HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Profil Responden Jumlah responden berdasarkan jenis bus, pendidikan, dan sistem upah dapat dilihat pada Tabel 2 dan Gambar 3. Tabel 2. Jumlah responden berdasarkan jenis bus, pendidikan, dan sistem upah Jenis Pendidikan Sistem Upah Bus SD SMP SMA S1 Gaji Setoran Komisi Total AKAP AKDP Total Gambar 3. Prosentase jumlah responden berdasarkan jenis bus, pendidikan, dan sistem upah Berdasarkan tabel dan gambar di atas diketahui bahwa pendidikan terakhir mayoritas responden adalah lulusan SMP. Jika dilihat dari sistem pengupahan adalah menggunakan sistem setoran. Selanjutnya karakteristik usia, pengalaman mengemudi, dan pengalaman kecelakaan responden dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3.Karakteristik usia, pengalaman mengemudi, dan pengalaman kecelakaan responden Aspek Rata-rata Min. Maks. Usia 41, Pengalaman mengemudi 16, Pengalaman kecelakaan 1, Dari tabel di atas diketahui bahwa rata-rata usia pengemudi adalah 41,65 tahun, usia terendah 21 tahun dan usia tertinggi 62 tahun. Rata-rata pengalaman mengemudi 16,32 tahun, pengalaman mengemudi paling sedikit 1 tahun dan paling lama 40 tahun. Rata-rata pengalaman kecelakaan 1,65 kali, pengalaman kecelakaan paling sedikit belum pernah dan paling banyak 8 kali.

6 6 Naomi dkk. Jurnal Keselamatan Transportasi Jalan 3.2 Gambaran Perilaku Mengemudi Agresif pada Pengemudi Bus AKAP/AKDP Berdasarkan hasil penelitian didapatkan gambaran situasi frustasi dan perilaku mengemudi agresifyang paling sering muncul. Distribusi respon setiap butir soal untuk situasi frustasi dapat dilihat pada Tabel 4, sedangkan urutan situasi frustasi berdasarkan nilai rata-ratanya dari yang tertinggi ke yang terendah dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 4. Distribusi respon butir soal situasi yang membuat frustrasi No Soal Rata-rata Distribusi Respon (%) Standar Tidak Kadangkadang sering Sering Sangat Deviasi Jarang pernah 8 3 0,936 3,8 2,9 11,9 51,9 29,5 9 3,01 0,910 3,8 1,9 11,9 53,8 28,6 10 2,14 1,028 9,5 13,3 35,7 36,7 4,8 11 1,98 1,226 18,6 13,8 24,8 36,7 6,2 12 1,73 1,344 28,1 18,1 11,4 37,6 4,8 Tabel 5.Perankingan situasi yang membuat frustrasi berdasarkan nilai rata-rata Ranking Rata-rata No Soal Situasi 1 3,01 9 Jalan rusak Macet 3 2,14 10 Pengemudi lain yang ugal-ugalan 4 1,98 11 Mengejar waktu 5 1,73 12 Mengejar penumpang Berdasarkan data sebaran responpada Tabel 4 diketahui bahwa soal nomor 8 dan 9 cukup menonjol karena memiliki respon sering dan sangat sering yang tinggi. Untuk soal nomor 8 sebanyak 51,9% responden menjawab sering dan 29,5% responden menjawab sangat sering, sedangkan untuk soal nomor 9 sebanyak 53,8% responden menjawab sering dan 28,6% responden menjawab sangat sering. Jika dilihat dari nilai rata-rata pada Tabel 5, soal nomor 9 memiliki nilai rata-rata tertinggi (nilai rata-rata 3,01) disusul oleh soal nomor 8 (nilai rata-rata 3). Data pada kedua tabel tersebut menunjukkan bahwa situasi jalan rusak (nomor 9) dan macet (nomor 8) menjadi situasi yang paling sering membuat responden merasa tertekan saat mengemudi. Distribusi respon untuk perilaku mengemudi agresif dapat dilihat pada Tabel 6, sedangkan urutan perilaku mengemudi agresif berdasarkan nilai rata-ratanya dari yang tertinggi ke yang terendah dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 6. Distribusi respon butir soal perilaku hostile aggression Distribusi Respon (%) No Standar Rata-rata Tidak Kadang-kadang Sangat Soal Deviasi Jarang Sering pernah sering 15 0,69 0, ,4 10,5 7, ,90 1,048 13,8 17,6 35,2 31,9 1,4 19 1,95 0, ,6 43, ,49 0,814 67,6 19,5 9 3, ,51 0,871 68,6 17,1 9,5 4,3 0,5 Tabel 7. Perankingan perilaku hostile aggression berdasarkan nilai rata-rata

7 Jurnal Keselamatan Transportasi Jalan 1 (2015) Ranking Rata-rata Nomor Soal Perilaku 1 1,95 19 Membunyikan klakson berkali-kali karena kesal 2 1,90 17 Mengedipkan lampu karena kesal 3 0,69 15 Memberikan isyarat terlalu dekat dengan kendaraan lain 4 0,51 27 Berteriak kepada pengendara lain 5 0,49 23 Memelototi pengendara lain karena kesal Berdasarkan data sebaran respon pada Tabel 7 diketahui untuk kategori hostile aggression soal nomor 17 dan 19 cukup menonjol karena memiliki respon kadang dan sering yang cukup tinggi. Untuk soal nomor 17 sebanyak 35,2% responden menjawab kadang dan 31,9% responden menjawab sering, sedangkan untuk soal nomor 19 sebanyak 43,3% responden menjawab sering dan 29% responden menjawab sangat sering. Jika dilihat dari nilai rata-rata pada Tabel 4.6 soal nomor 19 memiliki nilai rata-rata tertinggi (nilai rata-rata 1,95) disusul oleh soal nomor 17 (nilai rata-rata 1,90). Hal ini menunjukkan bahwa perilaku membunyikan klakson berkali-kali karena kesal (nomor 19) dan mengedipkan lampu karena kesal (nomor 17) menjadi perilaku hostile aggression yang paling sering dilakukan oleh responden. Distribusi respon untuk perilaku mengemudi agresif dapat dilihat pada Tabel 8, sedangkan urutan perilaku mengemudi agresif berdasarkan nilai rata-ratanya dari yang tertinggi ke yang terendah dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Perankingan perilaku instrumental aggressionberdasarkan nilai rata-rata Tabel 8. Distribusi respon butir soal perilaku instrumental aggression No Soal Rata-rata Distribusi Respon (%) Standar Tidak Kadangkadang sering Sering Sangat Deviasi Jarang pernah 13 0,93 1, ,1 20,5 10, ,76 0,988 54,3 23,3 15,2 6, ,0381 1, ,3 16,7 31 7, ,79 1,038 55,2 21,4 13,8 8, ,2143 1, ,4 15,7 20,5 21,0 0,5 21 0,80 0,988 53,8 19,5 20,5 5,7 0,5 22 0,49 0,887 71,9 13,8 8,1 6, ,34 1, ,6 3, ,42 0, , ,4 0,5 26 0,4762 0,871 66,2 23,3 7,1 3,3 0 Ranking Ratarata Soal Nomor Perilaku 1 1,42 25 Berkendara dengan kecepatan melebihi yang diperbolehkan 2 1, Melewati bahu jalan 3 1, Melewati jalan yang tidak boleh dilalui 4 0,93 13 Mengambil jarak terlalu dekat dengan kendaraan lain 5 0,80 21 Melewati jalur yang berlawanan arah 6 0,79 18 Menyalip kendaraan terlalu dekat di depan kendaraan yang dilewati 7 0,76 14 Menyalip kendaraan lain dengan cara zig-zag.

8 8 Naomi dkk. Jurnal Keselamatan Transportasi Jalan 8 0,49 22 Mencegah pengendara lain untuk mendahului 9 0, Menerobos lampu merah 10 0,34 24 Tidak mau mengalah dengan pengendara lain Tabel 8 menunjukkan bahwa untuk kategori instrumental aggression soal nomor 13 (mengambil jarak terlalu dekat dengan kendaraan lain), 16 (melewati jalan yang tidak boleh dilalui), 20 (melewati bahu jalan), 21 (melewati jalur yang berlawanan arah), dan 25 (berkendara dengan kecepatan melebihi yang diperbolehkan) memiliki distribusi respon yang cukup menonjol. Dari Tabel tersebut dapat diketahui bahwa sebanyak 20,5% responden menjawab kadang dan 10,5% responden menjawab sering untuk nomor 13; sebanyak 31% responden menjawab kadang untuk nomor 16; sebanyak 20,5% responden menjawab kadang dan 21,5% responden menjawab sering untuk nomor 20; sebanyak 20,5% responden menjawab kadang untuk nomor 21; dan sebanyak 41% responden menjawab kadang dan 12,4% responden menjawab sering untuk nomor 25. Berdasarkan perankingan pada Tabel 9 juga bisa dilihat bahwa soal nomor 25 memiliki nilai rata-rata tertinggi. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku berkendara dengan kecepatan melebihi yang diperbolehkan menjadi perilaku mengemudi agresif dalam kategori instrumental aggression yang paling sering dilakukan oleh reponden. 3.3 Perbedaan Perilaku Mengemudi Agresif Berdasarkan Jenis Bus dan Pendapatan Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa nilai rata-rata skor perilaku mengemudi agresif responden adalah 13,79; skor terendah adalah 1; skor tertinggi adalah 39; dengan standar deviasi sebesar 7,11.Uji asumsi dilakukan terlebih dahulu sebelum uji perbandingan yang digunakan untuk mengetahui perbedaan skor perilaku mengemudi agresif antarkelompok responden. Dalam hal ini uji asumsi yang dilakukan adalah uji normalitas sebaran data dengan menggunakan uji Kolmogorov Spirnov. Hasil uji normalitas dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Hasil uji normalitas No 1 Jenis bus Kategori (keseluruhan) (AKAP) (AKDP) Kelompok responden N Nilai Z p-value Keputusan AKAP 112 0,893 0,403 H0 diterima AKDP 98 1,458 0,029 H0 ditolak Gaji 53 0,891 0,405 H0 diterima Non-gaji 157 1,516 0,020 H0 ditolak Gaji 38 0,871 0,434 H0 diterima Non-gaji 74 0,911 0,378 H0 diterima Gaji 15 1,052 0,218 H0 diterima Non-gaji 83 1,490 0,024 H0 ditolak Pada Tabel 10 di atas diketahui bahwa hanya pada kategori jenis pendapatan AKAP saja kedua kelompok responden yang diperbandingkan memiliki sebaran data yang normal, sehingga asumsi normalitasnya terpenuhi (p>0,05; H0 diterima). Selanjutnya dilakukan uji perbandingan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan yang signifikan antarkelompok responden. Dikarenakan tidak semua kelompok responden yang diperbandingkan memenuhi asumsi normalitas sebaran data, maka uji yang digunakan adalah uji nonparametrik, yaitu Mann-Whitney. Dengan pengecualian perbandingan berdasar jenis pendapatan untuk kelompok responden pengemudi AKAP yang menggunakan uji parametrik, yaitu uji t. Hasil uji perbandingan antarkelompok responden dapat dilihat pada Tabel 11.

9 Jurnal Keselamatan Transportasi Jalan 1 (2015) Tabel 11. Hasil uji perbandingan No Kategori 1 Jenis bus (keseluruhan) (AKAP) (AKDP) Kelompok Mean rank / N responden mean AKAP ,54 AKDP ,16 Gaji 53 91,52 Non-gaji ,22 Gaji 38 12,89 Non-gaji 74 13,05 Gaji 15 31,13 Non-gaji 83 52,82 Nilai z / t p-value -1,265 0,206-1,940 0,052-0,126 0,9 Keputusan H0 diterima H0 diterima H0 diterima -2,724 0,006 H0 ditolak Berdasarkan hasil analisis data pada Tabel 11 di atas dapat diketahui bahwa tidak ada perbedaan skor perilaku mengemudi agresif berdasarkan jenis bus dan jenis pendapatan (p>0,05; H0 diterima). Pada kelompok responden pengemudi bus AKAP juga tidak ada perbedaan skor perilaku mengemudi agresif berdasarkan dan jenis pendapatannya (p>0,05; H0 diterima). Perbedaan skor perilaku mengemudi agresif yang signifikan ditemukan pada kelompok pengemudi bus AKDP berdasarkan jenis pendapatannya (p<0,05; H0 ditolak). Pada kelompok responden pengemudi bus AKDP, pengemudi dengan pendapatan non-gaji memiliki kecenderungan skor perilaku mengemudi agresif lebih tinggi dari pada pengemudi dengan pendapatan gaji. 3.4 Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa kondisi macet (nilai rata-rata 3,01) dan jalan rusak (nilai rata-rata 3) menjadi faktor eksternal yang dominan dalam membuat pengemudi bus AKAP/AKDP merasa frustasi saat mengemudikan bus di jalan. Setelah itu diikuti oleh faktor mengejar waktu dengan nilai rata-rata 1,98.Perilaku mengemudi agresifyang paling sering dilakukan oleh pengemudi bus AKAP/AKDP untuk jenis hostile aggression adalah membunyikan klakson berkali-kali (nilai rata-rata 1,95) sedangkan untuk jenis instrumental aggression adalah berkendara dengan kecepatan melebihi yang diperbolehkan (nilai rata-rata 1,42). Hasil penelitian ini sesuai dengan teori mengenai mengemudi agresifyang telah dipaparkan sebelumnya (Tasca, 2000; Shinar, 2007; Perepjolkina dan Reņģe, 2011). Mengemudi agresif merupakan perilaku yang dapat meningkatkan risiko kecelakaan yang dipicu oleh situasi-situasi yang membuat frustrasi (frustrating situation). Frustrasi akan dialami oleh seseorang jika orang yang bersangkutan merasa bahwa tujuannya tidak tercapai. Dalam hal ini tujuan pengemudi bus adalah menepati jadwal yang telah ditentukan. Dengan demikian jalan yang rusak dan kemacetan menjadi penghambat bagi kebutuhannya untuk sampai tujuan tepat waktu/sesuai jadwal. Sejalan dengan hal ini, maka perilaku mengemudi agresifyang paling menonjol dari para pengemudi bus AKAP/AKDP ini adalah perilaku mengemudi dengan kecepatan melebihi ketentuan. Mengemudikan bus dengan kecepatan melebihi ketentuan sejalan dengan tujuan untuk mempersingkat waktu perjalanan. Hasil uji perbandingan skor mengemudi agresif berdasarkan jenis bus dan pendapatan menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan (p>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa

10 10 Naomi dkk. Jurnal Keselamatan Transportasi Jalan perilaku mengemudi agresif cenderung sama baik antara pengemudi bus AKAP dan AKDP maupun antara pengemudi dengan pendapatan berupa gaji maupun bukan gaji. Namun demikian hal yang menarik diketahui melalui penelitian ini, yaitu bahwa untuk pengemudi bus AKDP pengemudi dengan pendapatan non-gaji memiliki kecenderungan untuk berperilaku mengemudi agresif lebih tinggi dibandingkan dengan pengemudi dengan pendapatan berupa gaji(p>0,05). selain gaji pada pengemudi bus AKDP dapat berupa setoran maupun komisi. seperti ini menyebabkan mereka tidak memiliki pendapatan tetap setiap bulannya. Besarnya pendapatan akan sangat dipengaruhi oleh banyaknya penumpang yang diangkut. Pengemudi bus AKAP dalam satu hari melayani lebih dari satu trip karena jarak tempuh yang tidak sejauh pengemudi bus AKAP. Dengan demikian tekanan waktu dalam pekerjaan mereka lebih tinggi dibandingkan dengan pengemudi bus AKAP. Selain mereka harus melayani beberapa trip dalam satu hari, mereka juga terdorong untuk mendapatkan penumpang sebanyak-banyaknya. Karakteristik tugas inilah yang mungkin menyebabkan pengemudi bus AKDP dengan pendapatan setoran maupun komisi memiliki kecenderungan berperilaku mengemudi agresif yang lebih tinggi dibandingkan dengan pengemudi bus AKDP dengan pendapatan gaji. 4. PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan di atas, dapat diketahui bahwa kondisi macet menjadi situasi yang paling sering membuat pengemudi bus AKAP/AKDP merasa frustasi saat mengemudikan bus di jalan.selain itu diketahui juga bahwa perilaku mengemudi agresif yang paling sering dilakukan oleh pengemudi bus AKAP/AKDP adalah membunyikan klakson berkali-kali dan berkendara dengan kecepatan melebihi yang diperbolehkan. Untuk itu karakteristik perilaku mengemudi agresif pada pengemudi bus AKAP dan AKDP tersebut hendaknya menjadi dasar pertimbangan dalam penyusunan intervensi mengemudi agresif. Selain itu juga dimungkinkan perlu adanya perbedaan pendekatan intervensi untuk pengemudi bus AKAP dan AKDP karena adanya sedikit perbedaan karakteristik, yaitu mengenai pengaruh perbedaan jenis pendapatan terhadap kecenderungan berperilaku mengemudi agresif. Tidak seperti pengemudi bus AKDP, perilaku mengemudi agresif pada pengemudi bus AKAP relatif tidak terpengaruh oleh perbedaan jenis pendapatan. 5. DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2014a. Balapan di Tol Merak, Bus Murni Tabrak Truk dan Satu Orang Tewas. Anonim, 2014b. Bus PO Haryanto Memaksa Melintas Sebelum Ditabrak KA. Perepjolkina, V.R. dan Reņģe, Viesturs Driver s Age, Gender, Driving Experience, And Aggressiveness As Predictors Of Mengemudi agresif Behaviour. Signum Temporis Volume 4, Number 1, Shinar, David Traffic Safety and Human Behavior. Elsevier, Amsterdam. Tasca, Leo A Review of The Literature on Mengemudi agresif Research.

Kata Kunci: mengemudi agresif, Theory of Planned Behavior, pengemudi bus AKAP/AKDP

Kata Kunci: mengemudi agresif, Theory of Planned Behavior, pengemudi bus AKAP/AKDP IDENTIFIKASI TARGET INTERVENSI UNTUK MENGUBAHPERILAKU MENGEMUDI AGRESIF (AGGRESSIVE DRIVING)PADA PENGEMUDI BUS AKAP/AKDP BERDASARKANTHEORY OF PLANNED BEHAVIOR Naomi Srie Kusumastutie Jurusan Manajemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. lintas merupakan hal yang tidak asing lagi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. lintas merupakan hal yang tidak asing lagi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Kecelakaan lalu lintas merupakan hal yang tidak asing lagi. Kecelakaan lalu lintas jalan raya merupakan permasalahan yang semakin lama menjadi semakin majemuk dan semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. satunya yaitu pada negara-negara berkembang, termasuk di Indonesia, kecelakaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. satunya yaitu pada negara-negara berkembang, termasuk di Indonesia, kecelakaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecelakaan lalu lintas pada zaman sekarang ini merupakan masalah yang umum terjadi dalam penyelenggaraan sistem transportasi di banyak negara. Salah satunya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Berkendara yang aman sangat diperlukan di dalam berlalu lintas untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Berkendara yang aman sangat diperlukan di dalam berlalu lintas untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berkendara yang aman sangat diperlukan di dalam berlalu lintas untuk menjaga kelancaran transportasi, selain itu berkendara yang aman bertujuan untuk mencegah

Lebih terperinci

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Kesimpulan dari hasil penelitian yang dilakukan ini adalah : 1. Variabel-variabel bebas yang memiliki hubungan signifikan dengan variabel terikat perilaku safety

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sarana transportasi merupakan sarana pelayanan untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. Sarana transportasi merupakan sarana pelayanan untuk memenuhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sarana transportasi merupakan sarana pelayanan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, saat ini aktivitas kehidupan manusia telah mencapai taraf kemajuan semakin kompleks

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. transportasi. Menurut Morlok (1991) transportasi adalah suatu proses pergerakan atau

BAB I PENDAHULUAN. transportasi. Menurut Morlok (1991) transportasi adalah suatu proses pergerakan atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi merupakan salah satu elemen yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Transportasi telah menjadi kebutuhan dasar bagi manusia, karena semua aktivitas

Lebih terperinci

Perpustakaan Unika SKALA DISIPLIN

Perpustakaan Unika SKALA DISIPLIN SKALA DISIPLIN 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Bila melanggar rambu-rambu lalu lintas, saya siap ditindak. Saya akan memaki-maki pengendara lain jika tiba-tiba memotong jalan saya. Menurut saya penggunaan lampu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode dan Desain Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif dengan analisis korelasi. Korelasi merupakan istilah statistik yang

Lebih terperinci

BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN. A. Orientasi Kancah dan Persiapan

BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN. A. Orientasi Kancah dan Persiapan BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN A. Orientasi Kancah dan Persiapan 1. Orientasi Kancah Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui hubungan antara kepribadian kompetitif dengan perilaku mengemudi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Saat ini banyak masyarakat yang memiliki kendaraan pribadi sehingga tingkat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Saat ini banyak masyarakat yang memiliki kendaraan pribadi sehingga tingkat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini banyak masyarakat yang memiliki kendaraan pribadi sehingga tingkat kepadatan jalan raya cukup padat. Masyarakat yang semula menjadi pelanggan setia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Akhir-akhir ini tingkat kecelakaan lalu lintas yang diakibatkan oleh kelalaian

BAB I PENDAHULUAN. Akhir-akhir ini tingkat kecelakaan lalu lintas yang diakibatkan oleh kelalaian BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Akhir-akhir ini tingkat kecelakaan lalu lintas yang diakibatkan oleh kelalaian manusia semakin banyak. Selain itu tingkat kesadaran yang rendah serta mudahnya untuk

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK SATLANTAS POLRESTABES Bandung sebagai pihak berwajib selaku pelaksana penegakan hukum di Negara Indonesia berwenang menerbitkan SIM-C kepada pemohon SIM-C dan sebagai pihak yang melakukan pengawasan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. penelitian ini adalah mahasiswa UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. a. Karakteristik responden berdasarkan usia

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. penelitian ini adalah mahasiswa UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. a. Karakteristik responden berdasarkan usia BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Analisis 1. Gambaran Umum Responden Gambaran umum responden dalam penelitian ini diuraikan berdasarkan usia, jenis kelamin, lama menggunakan sepeda motor. Subjek penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel. b. Kepribadian Narsisme. B. Definisi Operasional

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel. b. Kepribadian Narsisme. B. Definisi Operasional digilib.uns.ac.id BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas dua variabel bebas dan satu variabel tergantung. Variabel-variabel tersebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Transportasi Menurut Nasution (1996) transportasi diartikan sebagai pemindahan barang dan manusia dari tempat asal ke tempat tujuan. Dalam hubungan ini terlihat tiga

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. banyak menyita perhatian masyarakat dan menjadi masalah yang semakin

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. banyak menyita perhatian masyarakat dan menjadi masalah yang semakin BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Kecelakaan lalu lintas jalan raya merupakan fenomena yang akhir-akhir ini banyak menyita perhatian masyarakat dan menjadi masalah yang semakin mengkhawatirkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyak diberitakan di media cetak atau elektronik tentang perilaku

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyak diberitakan di media cetak atau elektronik tentang perilaku BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak diberitakan di media cetak atau elektronik tentang perilaku agresivitas yang dilakukan oleh remaja. Masa remaja merupakan masa di mana seorang individu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan 4 Sekolah Menengah Pertama di Kota Yogyakarta. dengan Kampus, sekolah, dan rumah sakit.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan 4 Sekolah Menengah Pertama di Kota Yogyakarta. dengan Kampus, sekolah, dan rumah sakit. 47 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di wilayah Kota Yogyakarta dengan menggunakan 4 Sekolah Menengah Pertama di Kota Yogyakarta dimana SMP

Lebih terperinci

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 273 (1) Setiap penyelenggara Jalan yang tidak dengan segera dan patut memperbaiki Jalan yang rusak yang mengakibatkan Kecelakaan

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. Labuan Bajo Manggarai Barat NTT, maka dapat disimpulkan: 1) Berdasarkan kelengkapan pengendara kendaraan sepeda motor di

BAB VI PENUTUP. Labuan Bajo Manggarai Barat NTT, maka dapat disimpulkan: 1) Berdasarkan kelengkapan pengendara kendaraan sepeda motor di BAB VI PENUTUP 6.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan untuk mengetahui perilaku pengguna kendaraan sepeda motor dengan studi kajian wilayah kota Labuan Bajo Manggarai Barat NTT,

Lebih terperinci

KUESIONER. Identitas Responden

KUESIONER. Identitas Responden KUESIONER Saya, Benny Ferdiansyah. Saya sedang mengadakan penelitian yang diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana (S1) Ilmu Komunikasi, dengan judul penelitian : Sejauhmana Tingkat

Lebih terperinci

Perilaku Berkendara Agresif Para Pengguna Kendaraan Bermotor di Kota Malang

Perilaku Berkendara Agresif Para Pengguna Kendaraan Bermotor di Kota Malang MEDIAPSI 2017, Vol. 3, No. 2, 29-38 Perilaku Berkendara Agresif Para Pengguna Kendaraan Bermotor di Kota Malang Ika Herani, Anya Khaleda Jauhari herani@ub.ac.id Jurusan Psikologi, Universitas Brawijaya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dari berbagai moda transportasi, sepeda motor merupakan yang paling banyak dipilih di Indonesia maupun di negara-negara berkembang lainnya. Hal ini yang menyebabkan

Lebih terperinci

LANGGAR ATURAN SANKSI MENUNGGU TAHAP II

LANGGAR ATURAN SANKSI MENUNGGU TAHAP II LANGGAR ATURAN SANKSI MENUNGGU TAHAP II Ada banyak hal yang termasuk kategori pelanggaran lalu lintas yang diatur dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009. Dan sudah seharusnya masyarakat mengetahui jenis

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009

BAB III LANDASAN TEORI. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Penggunaan dan Perlengkapan Jalan Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pada pasal 21 ayat 1 disebutkan setiap jalan memiliki batas kecepatan paling tinggi yang ditetapkan secara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian deskriptif dan korelasional. Penelitian deskriptif yaitu penelitian yang diarahkan untuk memberikan gejala-gejala,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematian tiap hari di seluruh dunia. Berdasarkan laporan POLRI, angka

BAB I PENDAHULUAN. kematian tiap hari di seluruh dunia. Berdasarkan laporan POLRI, angka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jumlah kendaraan di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat. Terutama kendaraan sepeda motor juga mengalami peningkatan. Jumlah kendaraan sepada motor pada tahun

Lebih terperinci

PENGARUH PERILAKU AGRESIF TERHADAP POTENSI KECELAKAAN PENGENDARA SEPEDA MOTOR REMAJA DENGAN STUDI KASUS PELAJAR SMA KOTA SURAKARTA

PENGARUH PERILAKU AGRESIF TERHADAP POTENSI KECELAKAAN PENGENDARA SEPEDA MOTOR REMAJA DENGAN STUDI KASUS PELAJAR SMA KOTA SURAKARTA PENGARUH PERILAKU AGRESIF TERHADAP POTENSI KECELAKAAN PENGENDARA SEPEDA MOTOR REMAJA DENGAN STUDI KASUS PELAJAR SMA KOTA SURAKARTA Dewi Handayani 1 Dhony Eko Laksono 2, dan Lydia Novitiana 3 1, 3 Pengajar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang memiliki satu

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang memiliki satu BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Identitas Responden Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang memiliki satu variabel dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Disiplin merupakan kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses dan serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, keteraturan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menjatuhkan sanksi. Sanksi hanya dijatuhkan pada warga yang benar-benar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menjatuhkan sanksi. Sanksi hanya dijatuhkan pada warga yang benar-benar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesadaran hukum adalah kesadaran diri sendiri tanpa tekanan, paksaan, atau perintah dari luar untuk tunduk pada hukum yang berlaku. Dengan berjalannya kesadaran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi yang merupakan salah satu sektor industri yang bersentuhan langsung dengan lalu lintas dinyatakan sebagai salah satu industri dengan tingkat cedera dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lalu lintas menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan didefinisikan sebagai gerak kendaraan dan orang di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dituntut untuk dapat memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya baik dalam hal ekonomi maupun sosial agar tetap dapat mempertahankan eksistensinya. Untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. terjadi di Indonesia pada tahun 2012 terjadi kasus kecelakaan, pada tahun

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. terjadi di Indonesia pada tahun 2012 terjadi kasus kecelakaan, pada tahun BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Kasus kecelakaan lalu lintas di Indonesia masih tergolong tinggi. Menurut data yang di unggah oleh Direktorat Jendral Perhubungan Darat Kementrian Perhubungan

Lebih terperinci

( ) (Siti Aisyah Adjmil M)

( ) (Siti Aisyah Adjmil M) LAMPIRAN A. Angket Penelitian PETUNJUK PENGISIAN Assalamualaikum Wr. Wb Saya adalah mahasiswa fakultas psikologi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Saat ini, saya sedang mengadakan penelitian tentang Pengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor dan Wilayah (Undang-undang Lalu Lintas No. 14 Tahun 1992). Dalam

BAB I PENDAHULUAN. sektor dan Wilayah (Undang-undang Lalu Lintas No. 14 Tahun 1992). Dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan pembanguan Nasional sebagai pengamalan Pancasila adalah berkenaan dengan transportasi. Transportasi memiliki posisi yang penting dan strategi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Saat ini manusia dituntut untuk bisa berpindah-pindah tempat dalam waktu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Saat ini manusia dituntut untuk bisa berpindah-pindah tempat dalam waktu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini manusia dituntut untuk bisa berpindah-pindah tempat dalam waktu yang cepat. Banyaknya kebutuhan dan aktivitas menjadi dasar perilaku berpindah tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era globalisasi saat ini menuntut masyarakat untuk mempunyai mobilitas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era globalisasi saat ini menuntut masyarakat untuk mempunyai mobilitas 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era globalisasi saat ini menuntut masyarakat untuk mempunyai mobilitas yang sangat tinggi. Sektor transportasi merupakan hal mutlak untuk mempermudah mobilisasi penduduk

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Tata cara berlalu lintas dijelaskan pada Undang-Undang Republik

BAB III LANDASAN TEORI. Tata cara berlalu lintas dijelaskan pada Undang-Undang Republik BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Tata Cara Berlalu Lintas Tata cara berlalu lintas dijelaskan pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pada, 1. Pasal 105

Lebih terperinci

BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Gambaran Tingkat Stres Berkendara

BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Gambaran Tingkat Stres Berkendara BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN A. Temuan dan Pembahasan Penelitian Pada bab ini peneliti akan mendeskripsikan temuan ataupun hasil penelitian variabel stres berkendara dan disiplin berlalu lintas. Data yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut data Korlantas POLRI pada tahun 2012 tercatat kendaraan bermotor

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut data Korlantas POLRI pada tahun 2012 tercatat kendaraan bermotor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Laju pertambahan jumlah kendaraan bermotor di Indonesia kian hari kian pesat. Menurut data Korlantas POLRI pada tahun 2012 tercatat 92.303.227 kendaraan bermotor

Lebih terperinci

MODEL PELUANG KECELAKAAN SEPEDA MOTOR BERDASARKAN KARAKTERISTIK PENGENDARA (Studi Kasus: Surabaya, Malang dan Sragen)

MODEL PELUANG KECELAKAAN SEPEDA MOTOR BERDASARKAN KARAKTERISTIK PENGENDARA (Studi Kasus: Surabaya, Malang dan Sragen) MODEL PELUANG KECELAKAAN SEPEDA MOTOR BERDASARKAN KARAKTERISTIK PENGENDARA (Studi Kasus: Surabaya, Malang dan Sragen) Tyas Permanawati, Harnen Sulistio, Achmad Wicaksono Jurusan Teknik Sipil, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. lalu lintas menjadi pembunuh terbesar ketiga, setelah penyakit jantung koroner

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. lalu lintas menjadi pembunuh terbesar ketiga, setelah penyakit jantung koroner BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Kecelakaan lalu lintas merupakan salah satu penyebab kematian terbesar di Indonesia. Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2011 menyatakan kecelakaan lalu lintas menjadi

Lebih terperinci

2016 HUBUNGAN ANTARA SIKAP TERHADAP KEMACETAN LALU LINTAS DENGAN COPING STRATEGY PADA PENGEMUDI MOBIL PRIBADI DI KOTA BANDUNG

2016 HUBUNGAN ANTARA SIKAP TERHADAP KEMACETAN LALU LINTAS DENGAN COPING STRATEGY PADA PENGEMUDI MOBIL PRIBADI DI KOTA BANDUNG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Peran transportasi di Indonesia sangat berpengaruh sebagai kebutuhan perjalanan yang membantu mobilitas penduduk itu sendiri. Tetapi, perkembangan transportasi

Lebih terperinci

Mengenal Undang Undang Lalu Lintas

Mengenal Undang Undang Lalu Lintas Mengenal Undang Undang Lalu Lintas JAKARTA, Telusurnews Sejak Januari 2010 Undang Undang Lalu Lintas Nomor 22 Tahun 2009 sudah efektif diberlakukan, menggantikan Undang Undang Nomor 14 Tahun 1992. Namun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan pesat teknologi yang terjadi saat ini telah. memberi banyak kenyamanan dan kemudahan bagi kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan pesat teknologi yang terjadi saat ini telah. memberi banyak kenyamanan dan kemudahan bagi kehidupan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan pesat teknologi yang terjadi saat ini telah memberi banyak kenyamanan dan kemudahan bagi kehidupan. Peningkatan ini secara langsung maupun tidak terjadi karena

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA STRES KERJA DENGAN DISIPLIN BERLALU LINTAS PADA SOPIR

HUBUNGAN ANTARA STRES KERJA DENGAN DISIPLIN BERLALU LINTAS PADA SOPIR HUBUNGAN ANTARA STRES KERJA DENGAN DISIPLIN BERLALU LINTAS PADA SOPIR Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat sarjana S-1 Disusun Oleh : EKA MARWATI F 100 030 017 FAKULTAS PSIKOLOGI

Lebih terperinci

CRITICAL CARE UNIT. Berfikir kritis bagaimana tanda-tanda shock yang selalu kita hadapi dalam kegawatdaruratan medis di Unit Gawat Darurat

CRITICAL CARE UNIT. Berfikir kritis bagaimana tanda-tanda shock yang selalu kita hadapi dalam kegawatdaruratan medis di Unit Gawat Darurat CRITICAL CARE UNIT Berfikir kritis bagaimana tanda-tanda shock yang selalu kita hadapi dalam kegawatdaruratan medis di Unit Gawat Darurat Rabu, 16 Februari 2011 PROSEDUR TETAP MENGOPERASIKAN AMBULANS GAWAT

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengendara sepeda motor setiap tahunnya mengalami peningkatan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengendara sepeda motor setiap tahunnya mengalami peningkatan yang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengendara sepeda motor setiap tahunnya mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa masyarakat kota besar khususnya Jakarta lebih

Lebih terperinci

TEKNIK LALU LINTAS EKONOMI KEGIATAN PERPINDAHAN/PERGERAKAN ORANG DAN ATAU BARANG POL KAM KEBUTUHAN AKAN ANGKUTAN PERGERAKAN + RUANG GERAK

TEKNIK LALU LINTAS EKONOMI KEGIATAN PERPINDAHAN/PERGERAKAN ORANG DAN ATAU BARANG POL KAM KEBUTUHAN AKAN ANGKUTAN PERGERAKAN + RUANG GERAK TEKNIK LALU LINTAS KEGIATAN EKONOMI SOSBUD POL KAM PERPINDAHAN/PERGERAKAN ORANG DAN ATAU BARANG KEBUTUHAN AKAN ANGKUTAN PERGERAKAN + RUANG GERAK PERGERAKAN ALAT ANGKUTAN LALU LINTAS (TRAFFICS) Rekayasa

Lebih terperinci

ANALISIS BIAYA-MANFAAT SOSIAL PERLINTASAN KERETA API TIDAK SEBIDANG DI JALAN KALIGAWE, SEMARANG TUGAS AKHIR

ANALISIS BIAYA-MANFAAT SOSIAL PERLINTASAN KERETA API TIDAK SEBIDANG DI JALAN KALIGAWE, SEMARANG TUGAS AKHIR ANALISIS BIAYA-MANFAAT SOSIAL PERLINTASAN KERETA API TIDAK SEBIDANG DI JALAN KALIGAWE, SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh : LINDA KURNIANINGSIH L2D 003 355 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur. Untuk menunjang pembangunan tersebut, salah satu

BAB 1 : PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur. Untuk menunjang pembangunan tersebut, salah satu BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia dewasa ini membawa dampak positif bagi masyarakat Indonesia yang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada zaman sekarang ini, penggemar sepeda motor gede (moge) jumlahnya semakin bertambah dengan seiringnya

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada zaman sekarang ini, penggemar sepeda motor gede (moge) jumlahnya semakin bertambah dengan seiringnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada zaman sekarang ini, penggemar sepeda motor gede (moge) jumlahnya semakin bertambah dengan seiringnya pertumbuhan ekonomi yang meningkat. Pada saat ini masyarakat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Mengemudi Berisiko (Risky Driving)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Mengemudi Berisiko (Risky Driving) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Mengemudi Berisiko (Risky Driving) 1. Pengertian Perilaku Mengemudi Berisiko Perilaku mengemudi berisiko adalah perilaku mengemudi yang berisiko karena membahayakan

Lebih terperinci

KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI

KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI FINAL KNKT-11-05-04-01 KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI LAPORAN INVESTIGASI DAN PENELITIAN KECELAKAAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN TABRAKAN ANTARA MOBIL BUS PO. SUMBER KENCONO W-7666-UY DENGAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penduduk kota Bandar Lampung yang semakin padat dan pertambahan jumlah

I. PENDAHULUAN. penduduk kota Bandar Lampung yang semakin padat dan pertambahan jumlah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan perkembangan masyarakat saat ini maka kebutuhan sarana dan prasarana yang terkait dengan transportasi guna mendukung produktivitas di berbagai bidang yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk, maka semakin banyak

BAB I PENDAHULUAN. Dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk, maka semakin banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk, maka semakin banyak pula aktifitas masyarakat. Salah satu aktifitas manusia yang paling penting adalah berlalu lintas.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian. metodologi dari konsep serta menyusun hipotesis; c) membuat alat ukur

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian. metodologi dari konsep serta menyusun hipotesis; c) membuat alat ukur BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian Dalam melakukan penelitian ini langkah-langkah yang dilakukan oleh peneliti meliputi: a) merumuskan masalah

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT KESELAMATAN PENYEBERANG MENGGUNAKAN PEDESTRIAN RISK INDEX (PRI) (STUDI KASUS PADA SISWA PENYEBERANG DI SMPN 4 SUKOHARJO)

ANALISIS TINGKAT KESELAMATAN PENYEBERANG MENGGUNAKAN PEDESTRIAN RISK INDEX (PRI) (STUDI KASUS PADA SISWA PENYEBERANG DI SMPN 4 SUKOHARJO) ANALISIS TINGKAT KESELAMATAN PENYEBERANG MENGGUNAKAN PEDESTRIAN RISK INDEX (PRI) (STUDI KASUS PADA SISWA PENYEBERANG DI SMPN 4 SUKOHARJO) Naomi Srie Kusumastutie Jurusan Manajemen Keselamatan Transportai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pada era modern seperti sekarang ini, alat transportasi merupakan suatu kebutuhan bagi setiap individu. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mendukung perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (On-line), (29 Oktober 2016). 2

BAB I PENDAHULUAN. (On-line),  (29 Oktober 2016). 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengaruh era globalisasi di segala bidang kehidupan berbangsa dan bernegara di masa kini tidak dapat terelakkan dan sudah dirasakan akibatnya, hampir di semua negara,

Lebih terperinci

HUBUNGAN LOCUS OF CONTROL INTERNAL DENGAN AGGRESSIVE DRIVING PADA MAHASISWA UMM SKRIPSI. Oleh: Phemi Asti Alfilani

HUBUNGAN LOCUS OF CONTROL INTERNAL DENGAN AGGRESSIVE DRIVING PADA MAHASISWA UMM SKRIPSI. Oleh: Phemi Asti Alfilani HUBUNGAN LOCUS OF CONTROL INTERNAL DENGAN AGGRESSIVE DRIVING PADA MAHASISWA UMM SKRIPSI Oleh: Phemi Asti Alfilani 201110230311225 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2016 HUBUNGAN LOCUS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menurut data statistik dari OICA (Organisation Internationale des Constructeurs

BAB I PENDAHULUAN. menurut data statistik dari OICA (Organisation Internationale des Constructeurs BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan alat transportasi di Indonesia khususnya kendaraan pribadi menurut data statistik dari OICA (Organisation Internationale des Constructeurs d Automobiles)

Lebih terperinci

BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN. A. Orientasi Kancah dan Persiapan Penelitian

BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN. A. Orientasi Kancah dan Persiapan Penelitian BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN A. Orientasi Kancah dan Persiapan Penelitian 1. Orientasi Kancah Penelitian ini dilakukan di dua fakultas yang ada di Universitas Islam Indonesia. Kedua fakultas

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN EMOSI DENGAN AGGRESSIVE DRIVING PADA PENGEMUDI BUS

HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN EMOSI DENGAN AGGRESSIVE DRIVING PADA PENGEMUDI BUS HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN EMOSI DENGAN AGGRESSIVE DRIVING PADA PENGEMUDI BUS Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata 1 pada Fakultas Psikologi Oleh: RISKA MUSTIKAWATI F 100

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Mengemudi Beresiko (Risky Driving Behavior) 1. Pengertian Perilaku Mengemudi Beresiko

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Mengemudi Beresiko (Risky Driving Behavior) 1. Pengertian Perilaku Mengemudi Beresiko 18 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Mengemudi Beresiko (Risky Driving Behavior) 1. Pengertian Perilaku Mengemudi Beresiko Menurut Dulla & Geller, mengemudi beresiko termasuk ke dalam mengemudi berbahaya.

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kuesioner (Angket) Assalamu alaikumwr. Wb.

Lampiran 1. Kuesioner (Angket) Assalamu alaikumwr. Wb. 101 Lampiran 1 Kuesioner (Angket) Assalamu alaikumwr. Wb. Sehubungan dengan pengumpulan data penelitian saya yang berjudul Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Rendahnya Kesadaran Hukum Berlalu Lintas Pelajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pemakai jalan raya. Ada bermacam-macam rambu lalu lintas yang dipasang baik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pemakai jalan raya. Ada bermacam-macam rambu lalu lintas yang dipasang baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keselamatan di jalan raya sangat penting untuk diperhatikan oleh setiap pemakai jalan raya. Ada bermacam-macam rambu lalu lintas yang dipasang baik di marka atau di

Lebih terperinci

Oleh Candra Sumaryadi NIM Kelompok D. Untuk memenuhi syarat nilai dari mata kuliah Pancasila

Oleh Candra Sumaryadi NIM Kelompok D. Untuk memenuhi syarat nilai dari mata kuliah Pancasila Oleh Candra Sumaryadi NIM. 11.11.5031 Kelompok D Untuk memenuhi syarat nilai dari mata kuliah Pancasila 2011 Kata Pengantar KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME atas limpahan

Lebih terperinci

TINGKAT KEPATUHAN PENGGUNA JALAN DALAM MEMATUHI PERATURAN DI KAWASAN TERTIB LALU LINTAS PROPOSAL

TINGKAT KEPATUHAN PENGGUNA JALAN DALAM MEMATUHI PERATURAN DI KAWASAN TERTIB LALU LINTAS PROPOSAL TINGKAT KEPATUHAN PENGGUNA JALAN DALAM MEMATUHI PERATURAN DI KAWASAN TERTIB LALU LINTAS (Studi Kasus Pemgendara Roda Dua di Surabaya Selatan) PROPOSAL DISUSUN OLEH : BELLA TYAS PRATI DINA 0741010039 YAYASAN

Lebih terperinci

ISSN : e-issn :

ISSN : e-issn : FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU MENGEMUDI TIDAK AMAN PADA SOPIR BUS TRAYEK JEMBER KENCONG LUMAJANG (INFLUENCE FACTOR OF UNSAFE DRIVING ON BUS DRIVER JEMBER-KENCONG- LUMAJANG ROUTE) Ahmad Alfani Rohman

Lebih terperinci

PENGARUH BLIND SPOT PADA PENGEMUDI KENDARAAN RODA EMPAT

PENGARUH BLIND SPOT PADA PENGEMUDI KENDARAAN RODA EMPAT PENGARUH BLIND SPOT PADA PENGEMUDI KENDARAAN RODA EMPAT Laporan Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta Oleh : FREDRICK NAINGGOLAN NPM.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. jalur selatan Jawa dan jalur Semarang-Madiun, yang menjadikan posisinya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. jalur selatan Jawa dan jalur Semarang-Madiun, yang menjadikan posisinya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota Surakarta atau sering disebut kota Solo terletak di pertemuan antara jalur selatan Jawa dan jalur Semarang-Madiun, yang menjadikan posisinya strategis sebagai

Lebih terperinci

2015 HUBUNGAN ANTARA STRES BERKEND ARA D ENGAN D ISIPLIN BERLALU LINTAS PAD A PENGGUNA SEPED A MOTOR D ENGAN STATUS MAHASISWA D I KOTA BAND UNG

2015 HUBUNGAN ANTARA STRES BERKEND ARA D ENGAN D ISIPLIN BERLALU LINTAS PAD A PENGGUNA SEPED A MOTOR D ENGAN STATUS MAHASISWA D I KOTA BAND UNG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kemacetan lalu lintas merupakan situasi yang sering dijumpai di Kota Bandung. Mobilitas penduduk kota Bandung yang tinggi serta jumlah kendaraan yang tidak

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN SAFETY DRIVING PADA SUPIR BUS TRAYEK MANADO AMURANG DI TERMINAL MALALAYANG

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN SAFETY DRIVING PADA SUPIR BUS TRAYEK MANADO AMURANG DI TERMINAL MALALAYANG FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN SAFETY DRIVING PADA SUPIR BUS TRAYEK MANADO AMURANG DI TERMINAL MALALAYANG Yuliastuti Dahlan, Ricky C. Sondakh, Paul A.T Kawatu Bidang Minat Kesehatan Kerja Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. transportasi pribadi khususnya sepeda motor guna mempercepat dan

BAB I PENDAHULUAN. transportasi pribadi khususnya sepeda motor guna mempercepat dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Zaman modern sekarang ini banyak masyarakat yang menggunakan transportasi pribadi khususnya sepeda motor guna mempercepat dan ketepatan waktu di kehidupan sehari-hari,

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Keterbatasan Penelitian Dalam penelitian ini peneliti memiliki beberapa keterbatasan yang mungkin membuat penulisan ini kurang sempurna, diantaranya yaitu : 1. Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. eksperimen yang digunakan adalah desain eksperimen semu (quasi experimental

BAB III METODE PENELITIAN. eksperimen yang digunakan adalah desain eksperimen semu (quasi experimental BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan penelitian eksperimen. Jenis penelitian eksperimen yang digunakan adalah desain eksperimen semu (quasi experimental design). Desain

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN SIKAP DISIPLIN DALAM BERLALU LINTAS PADA REMAJA KOMUNITAS MOTOR

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN SIKAP DISIPLIN DALAM BERLALU LINTAS PADA REMAJA KOMUNITAS MOTOR 0 HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN SIKAP DISIPLIN DALAM BERLALU LINTAS PADA REMAJA KOMUNITAS MOTOR SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana-S1 Bidang Psikologi dan Fakultas

Lebih terperinci

機車標誌 標線 號誌選擇題 印尼文 第 1 頁 / 共 12 頁 題號答案題目圖示題目. (1) Tikungan ke kanan (2) Tikungan ke kiri (3) Tikungan beruntun, ke kanan dahulu

機車標誌 標線 號誌選擇題 印尼文 第 1 頁 / 共 12 頁 題號答案題目圖示題目. (1) Tikungan ke kanan (2) Tikungan ke kiri (3) Tikungan beruntun, ke kanan dahulu 001 1 (1) Tikungan ke kanan (2) Tikungan ke kiri (3) Tikungan beruntun, ke kanan dahulu 002 1 (1) Tikungan ke kiri (2) Tikungan ke kanan (3) Tikungan beruntun, ke kiri dahulu 003 1 (1) Tikungan beruntun,

Lebih terperinci

CONTOH SOAL TES TORI SIM C (PART 1)

CONTOH SOAL TES TORI SIM C (PART 1) CONTOH SOAL TES TORI SIM C (PART 1) 1. Fungsi Marka jalan adalah : a. Untuk memberi batas jalan agar jalan terlihat jelas oleh pemakai jalan Yang sedang berlalu lintas dijalan. b. Untuk menambah dan mengurangi

Lebih terperinci

PERSEPSI DAN TINGKAT KEPUASAN PENGGUNA JASA KERETA API PRAMEKS

PERSEPSI DAN TINGKAT KEPUASAN PENGGUNA JASA KERETA API PRAMEKS PERSEPSI DAN TINGKAT KEPUASAN PENGGUNA JASA KERETA API PRAMEKS Ika Setiyaningsih 1, Renaningsih 2 1,2 Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani Tromol Pos 1

Lebih terperinci

BAB II TIXJAUAX PUSTAKA. Sekarang ini pola arus lalu lintas jalan raya di Yogyakarta umumnya

BAB II TIXJAUAX PUSTAKA. Sekarang ini pola arus lalu lintas jalan raya di Yogyakarta umumnya BAB II TIXJAUAX PUSTAKA 2.1 Umum Sekarang ini pola arus lalu lintas jalan raya di Yogyakarta umumnya mempunyai corak lalu lintas yang masih tercampur {mixed traffic) dengan semua jenis kendaraan yang lewattanpa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia termasuk yang cukup memprihatinkan. Sejak tahun 1992 hingga 2009, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia termasuk yang cukup memprihatinkan. Sejak tahun 1992 hingga 2009, jumlah BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Populasi kendaraan yang terus meningkat, termasuk sepeda motor, membuka peluang terjadinya kecelakaan lalu lintas jalan. Hingga kini, angka kecelakaan lalu lintas jalan

Lebih terperinci

PENGARUH LAYANAN INFORMASI TATA TERTIB LALU LINTAS TERHADAP SIKAP BERLALULINTAS SISWA KELAS XII IPS (Studi di SMA Negeri 1 Palu )

PENGARUH LAYANAN INFORMASI TATA TERTIB LALU LINTAS TERHADAP SIKAP BERLALULINTAS SISWA KELAS XII IPS (Studi di SMA Negeri 1 Palu ) PENGARUH LAYANAN INFORMASI TATA TERTIB LALU LINTAS TERHADAP SIKAP BERLALULINTAS SISWA KELAS XII IPS (Studi di SMA Negeri 1 Palu ) Fitria 1 Muh. Mansyur Thalib Ridwan Syahran ABSTRAK Kata Kunci : Tata tertib

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemandangan sehari-hari dikota-kota besar di Indonesia. Dalam suatu sistem jaringan

BAB I PENDAHULUAN. pemandangan sehari-hari dikota-kota besar di Indonesia. Dalam suatu sistem jaringan BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum Sistem transportasi yang terbentuk dari komponen sarana, prasarana dan manusia adalah bagian hidup masyarakat saat ini. Permasalahan yang timbul seperti kemacetan, kecelakaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya sebuah kecelakaan (Hakkert, 2005). Salah satu contohnya adalah

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya sebuah kecelakaan (Hakkert, 2005). Salah satu contohnya adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keselamatan berkendara ternyata kurang mendapatkan perhatian dari para pengguna jalan terutama pengendara sepeda motor, hal ini terbukti dari data kecelakaan lalu lintas

Lebih terperinci

BAB 4 KARAKTERISTIK DAN PREFERENSI PENGGUNA POTENSIAL KA BANDARA SOEKARNO-HATTA

BAB 4 KARAKTERISTIK DAN PREFERENSI PENGGUNA POTENSIAL KA BANDARA SOEKARNO-HATTA BAB 4 KARAKTERISTIK DAN PREFERENSI PENGGUNA POTENSIAL KA BANDARA SOEKARNO-HATTA Bab ini berisi analisis mengenai karakteristik dan preferensi pengguna mobil pribadi, taksi, maupun bus DAMRI yang menuju

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan di ruang lalu lintas jalan.

BAB 1 : PENDAHULUAN. tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan di ruang lalu lintas jalan. BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi/angkutan adalah perpindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan di ruang lalu lintas jalan. Transportasi

Lebih terperinci

LAMPIRAN C DAFTAR ISTILAH

LAMPIRAN C DAFTAR ISTILAH C-1 LAMPIRAN C DAFTAR ISTILAH C-2 LAMPIRAN C DAFTAR ISTILAH 1. Angkutan kereta api adalah kegiatan pemindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kereta api. 2. Awak

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. terkait langsung dengan sistem transportasi. Evaluasi dari manajemen sangat

BAB VI PENUTUP. terkait langsung dengan sistem transportasi. Evaluasi dari manajemen sangat BAB VI PENUTUP 6.1. Kesimpulan Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa upaya evaluasi yang dilakukan oleh pihak manajemen ada beberapa aspek. Upaya dari manajemen adalah faktor penting

Lebih terperinci

HUBUNGAN AGGRESSIVE DRIVING

HUBUNGAN AGGRESSIVE DRIVING ejournal Psikologi, 2016, 4 (3): 352-360 ISSN 2477-2674, ejournal.psikologi.fisip-unmul.org Copyright 2016 HUBUNGAN AGGRESSIVE DRIVING DAN KEMATANGAN EMOSI DENGAN DISIPLIN BERLALU LINTAS PADA REMAJA PENGENDARA

Lebih terperinci

I-1 BAB I PENDAHULUAN

I-1 BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. TINJAUAN UMUM Dalam suatu wilayah atau area yang sedang berkembang terjadi peningkatan volume pergerakan atau perpindahan barang dan manusia yang menyebabkan meningkatnya kebutuhan

Lebih terperinci

BAB 3 STRATEGI DASAR MANAJEMEN LALU LINTAS

BAB 3 STRATEGI DASAR MANAJEMEN LALU LINTAS BAB 3 STRATEGI DASAR MANAJEMEN LALU LINTAS Tujuan Pembelajaran Umum : Mahasiswa mampu mengaplikasikan strategi dasar manajemen lalu lintas dalam perancangan sesuai acuan teknis yang berlaku Tujuan Pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lalu lintas dan angkutan jalan mempunyai peran strategis dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lalu lintas dan angkutan jalan mempunyai peran strategis dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lalu lintas dan angkutan jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 31 Tahun 1995 tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 31 Tahun 1995 tentang 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Terminal Menurut Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 31 Tahun 1995 tentang Terminal Transportasi Jalan menyatakan bahwa terminal penumpang adalah prasarana transportasi

Lebih terperinci

Scaffolding 4 (1) (2015) Scaffolding.

Scaffolding 4 (1) (2015) Scaffolding. Scaffolding 4 (1) (2015) Scaffolding http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/scaffolding KAJIAN KARAKTERISTIK PERILAKU ANGKUTAN UMUM PENUMPANG DAN PENGARUHNYA TERHADAP KINERJA LALU LINTAS Septian Adhi

Lebih terperinci

BAB I. A. Latar Belakang

BAB I. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang World Health Organization (2000), menyatakan bahwa risiko kematian tertinggi akibat lintas berada di wilayah Afrika, sebanyak 24,1 per 100.000 penduduk, sedangkan risiko

Lebih terperinci