BIOEKOLOGI DAN DETEKSI SENYAWA BIOAKTIF ROTIFERA Brachionus spp. DARI PERAIRAN PANTAI DAN ESTUARI SULAWESI UTARA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BIOEKOLOGI DAN DETEKSI SENYAWA BIOAKTIF ROTIFERA Brachionus spp. DARI PERAIRAN PANTAI DAN ESTUARI SULAWESI UTARA"

Transkripsi

1 BIOEKOLOGI DAN DETEKSI SENYAWA BIOAKTIF ROTIFERA Brachionus spp. DARI PERAIRAN PANTAI DAN ESTUARI SULAWESI UTARA JOICE R.T.S.L RIMPER SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2 ii PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Bioekologi dan Deteksi Senyawa Bioaktif Rotifera Brachionus spp. dari Perairan Pantai dan Estuari Sulawesi Utara adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Bogor, Desember 2008 Joice Rimper NIM C

3 iii ABSTRACT JOICE R.T.S.L RIMPER. Bioecology and Bioactive compound Detection of Rotifera Brachionus spp. from Coastal Water and Estuary in North Sulawesi. Under supervisions of RICHARDUS F. KASWADJI, BAMBANG WIDIGDO and NAWANGSARI SUGIRI. One of the most important microorganisms is the plankton. The existence of plankton affect the water where they live because this organism has an important role as source of food for many marine organisms. Rotifers are microscopic aquatic animals of the phylum Rotifera. The research aims to find out the existence and the most dominant rotifers in coastal territorial waters and estuaries in North Sulawesi, and the relationship between their abundance and some environmental parameters. To compare morphometry of wild rotifers Brachionus rotundiformis from different locations and the cultured rotifers fed with different microalgae within different salinities, analysing the life cycle and detecting bioactive compound. The research was done in coastal areas and estuaries of North Sulawesi. Plankton sampling was done in several brackishwater ponds and coastal areas along Manembo-nembo, Minanga, Wori, and Tumpaan. Samplings were conducted during east and west seasons, as well as high and low tides. Temperature, salinity, ph, turbidity, and dissolved oxygen were measured in situ using test kit water. Samples of rotifers were collected by deploying a pankton net horizontally along 10 m, and were preserved using formaldehyde solution for further identification and measurements. The rotifers were cultured with different salinity (4, 20, 40, 50, 60 ppt) and fed with different micro algae (Nannochloropsis oculata and Prochloron species). The measurement for morphology characteristic were conducted on lorica length, lorica width and anterior width. Identification of rotifers revealed three species from all locations, i.e B. rotundiformis, B. caudatus, B. quadridentatus. The result of analysis shows that the lorica length, anterior width and lorica width taken from Minanga waters is larger than those from Manembo-nembo, Wori, and Tumpaan. B. rotundiformis which is fed by Prochloron species shows smallest size of lorica length. The bioactive production of crude extract of B. rotundiformis fed with N. oculata is larger than those which is fed with Prochloron species. The antibacterial activity detected from crude extract of B. rotundiformis is produced by itself although there is contribution from the microalga as food.

4 iv RINGKASAN JOICE R.T.S.L RIMPER. Bioekologi dan Deteksi Senyawa Bioaktif Rotifera Brachionus spp. dari Perairan Pantai dan Estuari Sulawesi Utara. Dibimbing oleh RICHARDUS F. KASWADJI, BAMBANG WIDIGDO, dan NAWANGSARI SUGIRI. Potensi hayati laut tidak hanya organisme makro, tetapi juga organisme mikro yang berfungsi sebagai produsen primer dan sekunder dalam rantai makanan di laut. Sejauh ini pemanfaatan biota laut masih terbatas pada organisme makro seperti ikan, udang dan rumput laut, sedangkan organisme mikro seperti plankton masih sangat terbatas pemanfaatannya. Rotifera adalah zooplankton yang merupakan salah satu sumber daya hayati laut yang berpeluang untuk dikembangkan bagi kepentingan manusia baik secara langsung maupun tidak langsung. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis sifat-sifat biologi B. rotundiformis antara lain morfometri dan daur hidup, menentukan keterkaitan antara parameter lingkungan dan musim terhadap kelimpahan rotifera, serta mendeteksi dan membandingkan aktivitas senyawa bioaktif dari rotifera B. rotundiformis yang dikultur pada salinitas dan jenis pakan berbeda. Hasil penelitian ini diharapkan akan membawa terobosan dalam penemuan senyawasenyawa bioaktif unggulan khas tropis. Secara keseluruhan penelitian dibagi dalam dua tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Cara pengambilan sampel pada penelitian utama sama dengan yang dilakukan pada penelitian pendahuluan. Hasil penelitian pendahuluan menunjukkan empat lokasi yang memiliki kelimpahan rotifera yang cukup tinggi, yaitu perairan Manembo-nembo, Minanga, Tumpaan dan Wori sehingga empat lokasi tersebut yang ditetapkan menjadi lokasi pengambilan sampel untuk penelitian selanjutnya. Pengambilan sampel plankton (rotifera dan fitoplankton) dilakukan pada musim barat, musim timur dan pada saat pasang surut. Parameter yang diukur meliputi parameter lingkungan, kelimpahan rotifera, dan kelimpahan fitoplankton. Pengukuran parameter lingkungan seperti suhu, salinitas, ph, kekeruhan, dan oksigen terlarut dilakukan secara in situ, dengan menggunakan Horiba U-10. Pengambilan sampel plankton dilakukan dengan cara menarik jaring plankton secara horisontal di permukaan perairan. Air contoh yang terkonsentrasi pada botol plankton net dipindahkan dalam botol sampel dan ditambah bahan pengawet, kemudian sampel plankton diidentifikasi dan dihitung kelimpahannya. Alga mikro yang digunakan sebagai pakan rotifera adalah jenis Nannochloropsis oculata dan Prochloron sp. Untuk aspek morfometri, bagianbagian tubuh B. rotundiformis yang diukur adalah panjang lorika (PL), lebar anterior (LA) dan lebar lorika (LL). Untuk kebutuhan ekstraksi, B. rotundiformis pada tahap awal dikultur pada suhu dan salinitas optimum yakni suhu 28 ºC dan salinitas 20 ppt, kemudian dikultur pada salinitas 4 ppt, 20 ppt, 40 ppt, 50 ppt, 60 ppt dengan dua jenis pakan berbeda (N. oculata dan Prochloron sp.). Untuk mendeteksi kandungan senyawa bioaktif maka dilakukan proses ekstraksi terhadap B. rotundiformis dan alga mikro N. oculata dan Prochloron sp. Bakteri yang digunakan untuk menguji aktivitas antibakteri adalah bakteri gram positif dan gram negatif, bakteri uji

5 tersebut adalah Vibrio cholerae, Bacillus subtilis dan Escherichia coli. Antibiotik pembanding yang digunakan adalah amoksisilin dan tetrasiklin. Metode pengujian antibakteri yang digunakan adalah metode agar kertas cakram (paper disc method). Kelimpahan plankton dinyatakan secara kuantitatif dalam jumlah ind/m 3. Untuk mengetahui perbedaan parameter lingkungan berdasarkan lokasi penelitian, musim, pasang surut serta pengaruh interaksi antara lokasi dan musim maupun interaksi antara stasiun dengan musim maka dilakukan analisis ragam (ANOVA) desain faktorial pada masing-masing parameter. Untuk membandingkan perbedaan kelimpahan rotifera antar lokasi, musim, pasang, surut dan stasiun penelitian, digunakan analisis non parametrik Kruskal-Wallis. Sedangkan untuk mengidentifikasi parameter lingkungan yang paling berperan dalam membedakan tinggi rendahnya kelimpahan rotifera B. rotundiformis digunakan analisis diskriminan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rotifera di perairan bagian timur yang berhadapan dengan Laut Maluku lebih melimpah dibanding dengan di perairan bagian barat yang berhadapan dengan Laut Sulawesi. Spesies rotifera yang ditemukan selama penelitian adalah dari kelas Monogononta yang merupakan anggota dari genus Brachionus. Identifikasi sampel rotifera di semua lokasi penelitian menemukan tiga jenis yaitu B. rotundiformis, B. caudatus dan B. quadridentatus. B. rotundiformis lebih melimpah serta ditemukan di semua lokasi penelitian jika dibandingkan dengan B. caudatus dan B. quadridentatus. B. rotundiformis juga paling mudah untuk dikultur di laboratorium, sedangkan dua spesies lainnya yaitu B. caudatus dan B. quadridentatus belum berhasil dikultur di laboratorium. Kelimpahan B. rotundiformis cenderung meningkat dengan meningkatnya kelimpahan fitoplankton, dan akan menurun dengan meningkatnya nilai suhu, salinitas, dan kekeruhan. Setiap strain memiliki kemampuan adaptasi yang berbeda terhadap kondisi lingkungannya. Hasil identifikasi dan pencacahan genus fitoplankton yang diperoleh selama penelitian adalah Diatom (Bacteriastrum, Bidulphia, Chaetoceros, Coscinodiscus, Rhizosolenia, Skeletonema, Thalassionema, Thalassiothrix) dan Dinoflagelata (Ceratium, Noctiluca, Prorocentrum, Pyrocystis). Persentase ukuran lorika terbesar yang ditemukan selama penelitian yaitu sebanyak 27 % di perairan Minanga, 63 % di perairan Manembo-nembo, 83 % di perairan Tumpaan dan 77 % di perairan Wori. Kombinasi salinitas 20 ppt dengan pakan Prochloron sp. menghasilkan ukuran lorika yang terkecil. Pada perlakuan salinitas 4 ppt, 40 ppt, 50 ppt dan 60 ppt terlihat adanya kecenderungan peningkatan ukuran lorika B. rotundiformis. Persentase miksis paling tinggi yaitu pada perlakuan pakan N. oculata sebesar 27,77%, sedangkan untuk pakan Prochloron sp. 19,44%. Respons bakteri uji terhadap ekstrak B. rotundiformis berbeda menurut salinitas dan jenis pakan. Salinitas 40 ppt paling potensial memicu B. rotundiformis memproduksi senyawa yang memiliki aktivitas antibakteri, pada salinitas ini terjadi rangsangan miksis yang mampu merubah pola reproduksi. Aktifitas antibakteri yang terdeteksi selain berasal dari B. rotundiformis itu sendiri tetapi ada juga kontribusi dari alga mikro sebagai pakan B. rotundiformis. v

6 vi Hak cipta milik IPB, tahun 2008 Hak cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

7 vii BIOEKOLOGI DAN DETEKSI SENYAWA BIOAKTIF ROTIFERA Brachionus spp. DARI PERAIRAN PANTAI DAN ESTUARI SULAWESI UTARA JOICE R.T.S.L RIMPER Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Kelautan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

8 viii Judul Disertasi : Bioekologi dan Deteksi Senyawa Bioaktif Rotifera Brachionus spp. dari Perairan Pantai dan Estuari Sulawesi Utara Nama : Joice R.T.S.L Rimper NIM : C Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Ir. Richardus F. Kaswadji, M.Sc Ketua Dr. Ir. Bambang Widigdo, M.Sc Anggota Prof. Dr. Drh. Nawangsari Sugiri Anggota Diketahui Ketua Program Studi Ilmu Kelautan Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Djisman Manurung, M.Sc Prof.Dr.Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S. Tanggal Ujian : 3 Desember 2008 Tanggal Lulus :

9 ix PRAKATA Segala kemuliaan bagi Tuhan Yesus Kristus yang telah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi penulis, sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Karya ilmiah ini merupakan hasil penelitian yang penulis kerjakan berdasarkan kajian di lapangan dan di laboratorium. Dalam pelaksanaan penelitian sampai penyelesaian karya ilmiah ini, penulis mendapat banyak bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang sudah membantu penyelesaian studi penulis. Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Dr. Ir. Richardus F. Kaswadji MSc, Dr. Ir. Bambang Widigdo MSc, Prof. Dr. Drh. Nawangsari Sugiri sebagai Komisi Pembimbing yang berkenan meluangkan waktu untuk membantu dan mengarahkan penulis sejak awal penulisan proposal, pelaksanaan penelitian sampai penyelesaian karya ilmiah. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Dr. Ir. Daniel Djokosetiyanto, Dr. Mulyadi MSc, APU dan Dr. Ir. Yusli Wardiatno MSc yang bersedia menjadi penguji luar komisi pada ujian tertutup dan ujian terbuka. Ucapan terima kasih juga Penulis sampaikan kepada Rektor Universitas Sam Ratulangi, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unversitas Sam Ratulangi yang telah memberikan ijin melanjutkan pendidikan S3, serta semua staf pengajar dan staf pegawai program studi Ilmu Kelautan IPB yang membantu kelancaran kegiatan belajar mengajar penulis di program studi lmu Kelautan. Terima kasih juga penulis tujukan kepada BPPS Diknas, Pemerintah Daerah Sulawesi Utara, Australian Centre For International Agricultural Research (Aciar) Project FIS, Yayasan Damandiri, Yayasan Toyota dan Astra yang telah memberikan bantuan dana pendidikan dan penelitian. Kepada Dr. Ir. Inneke Rumengan MSc, Dr. Ir. Daniel Limbong MSc, Prof. Dr. Daniel Monintja, Dr. Ir. R. Mangindaan MSc, Ir. Fitje Losung MSi, Ir. M. Hatta MSi, Ir. Nur Asia Umar MSi, Ir. Jane Mamuaja MSc, Elly Engka SPi, Maria Mawu SPi, dan Anty Katunde SPi, terima kasih banyak atas bantuan yang telah diberikan kepada penulis dalam pelaksanaan penelitian di lapangan dan di laboratorium.

10 x Hormat dan cinta saya buat semua keluarga saya, Mami, Oma, Ricky, Hetty, Danny, Moses, dan Kel. Besar Kaparang Koluku yang penuh cinta, doa dan setia memotivasi saya dalam penyelesaian studi. Terima kasih juga kepada Ibu Adel Suparman Kansil, Kel. Kandou Pantouw, Ibu Esther dan Emmanuel Laumonier, Ibu Lussyanti, Kel. Josep Karamoy, Silvana Harikedua, Ingerid Moniaga, Jaqueline Motulo, Theo Lasut, Pingki Saerang, Alfret Luasunaung, Deyv Pijoh, Edwin Ngangi, Joy Kumaat, Eva Mamahit, Lenda Lapian, Indri Manembu, Widhi Warongan, Denny Karwur, Deiske Sumilat, Natalie Rumampuk, Rosita Lintang, semua teman-teman Asrama Sam Ratulangi Bogor Baru I,II, Kel. Besar CELEBICA, teman-teman di program studi Bioteknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unsrat dan teman-teman di program studi IKL IPB yang selalu bersedia membantu penulis, terima kasih buat semua doa, pengertian dan kebersamaan yang sudah kita lewati bersama. Disadari bahwa tulisan ini masih banyak kekurangannya, tetapi harapan penulis semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat untuk pengembangan penelitian-penelitian selanjutnya. Bogor, Desember 2008 Penulis

11 xi RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Manado, 5 September 1965 sebagai anak sulung dari pasangan Drs. P.H. Rimper (Alm) dan N.L Kaparang. Setelah menyelesaikan pendidikan dasar dan menengah pada tahun 1984 di Manado, Penulis menempuh pendidikan sarjana di Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan Universitas Sam Ratulangi Manado, dan lulus pada tahun Pada tahun 1997, penulis diterima di Program Studi Ilmu Kelautan pada Program Pascasarjana IPB dan menamatkannya pada tahun Kesempatan untuk melanjutkan ke program doktor pada program studi dan pada perguruan tinggi yang sama diperoleh pada tahun Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Departemen Pendidikan Nasional (BPPS). Penulis bekerja sebagai staf dosen di Program Studi Bioteknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Sam Ratulangi Manado sejak tahun Pelatihan dalam bidang kultur rotifera B. rotundiformis pernah dilakukan di Department of Primary Industries & Fisheries-Northern Fisheries Centre (DPI&F-NFC), Cairns Australia pada Februari-Maret Karya ilmiah berjudul Distributions of Monogonont Rotifers Brachionus spp. In North Sulawesi telah disajikan pada seminar internasional Joint Seminar on Coastal Marine Science LIPI-JSPS di Yogyakarta pada bulan Agustus 2007, dan artikel ini telah diterbitkan pada Jurnal MRI (Marine Research in Indonesia) Vol.32, No. 2, Artikel lain berjudul Body size of rotifers (Brachionus rotundiformis) from estuaries in North Sulawesi telah diterbitkan di Marine Finfish Aquaculture Network Volume XIII No. I January-March 2008 ( pdf). Artikel berjudul Bioekologi Rotifera dari Perairan Pantai dan Estuari Sulawesi Utara telah diterbitkan pada Jurnal Ilmiah Forum Pascasarjana IPB Volume 31 Nomor 1 Januari Artikel berjudul Kelimpahan Rotifera di Sulawesi Utara telah diterbitkan pada Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan Torani UNHAS edisi Juni Karya-karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari program S3 penulis.

12 xii DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR LAMPIRAN... xvi 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Peranan Rotifera Dalam Perikanan Biologi Rotifera Biokimia Rotifera Ekologi Rotifera METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian Pendahuluan Penelitian Utama Kajian Bioekologi Parameter Lingkungan dan Kelimpahan Rotifera Kultur Alga Mikro Sebagai Pakan Rotifera Morfometri Daur Hidup Rotifera B. rotundiformis Miksis Kajian Bioaktif Ekstraksi B. rotundiformis, N. oculata dan Prochloron sp Inokulum Bakteri dan Antibiotik Pembanding Pembuatan Medium Agar Pengujian Aktivitas Antibakteri Analisis Data Kelimpahan Rotifera dan Parameter Lingkungan Pengaruh Pakan terhadap Daur Hidup dan Morfometri B. rotundiformis Persentase Miksis Aktivitas Antibakteri... 34

13 xiii 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Bioekologi Kondisi Umum Lokasi Penelitian Parameter lingkungan Kelimpahan Rotifera Morfometri Rotifera B. rotundiformis Karakteristik Morfometri B. rotundiformis dari alam Karakteristik Morfometri B. rotundiformis Hasil Kultur Daur Hidup Rotifera B. rotundiformis Pertumbuhan Populasi Rotifera B. rotundiformis Bioaktif Aktivitas Antibakteri B. rotundiformis dengan Pakan N. oculata Aktivitas Antibakteri B. rotundiformis dengan Pakan Prochloron sp Aktivitas Antibakteri Alga mikro N. oculata dan Prochloron sp SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 91

14 xiv DAFTAR TABEL Halaman 1 Komposisi medium kultur alga (Hirata, 1975) Komponen-komponen dalam metode Life Table Beberapa kategori morfologi spesies rotifera yang teridentifikasi selama penelitian Koefisien dan struktur matriks setiap parameter pada masing-masing fungsi diskriminan kelimpahan B. rotundiformis Matriks korelasi Spearman kelimpahan rotifera (ind/m 3 ), kelimpahan fitoplankton (sel/m 3 ) dan parameter lingkungan Hasil perhitungan analisis life table B. rotundiformis yang diberi pakan N. oculata Hasil perhitungan analisis life table B. rotundiformis yang diberi pakan Prochloron sp Hasil perhitungan beberapa parameter life table Rata-rata kepadatan B. rotundiformis dengan pakan N. oculata Rata-rata kepadatan B. rotundiformis dengan pakan Prochloron sp Diameter zona bening (mm) B. rotundiformis yang diberi pakan N. oculata terhadap tiga jenis bakteri pada salinitas yang berbeda Diameter zona bening (mm) B. rotundiformis yang diberi pakan Prochloron sp. terhadap tiga jenis bakteri pada salinitas yang berbeda Diameter zona bening (mm) alga mikro N. oculata dan alga mikro Prochloron sp. terhadap tiga jenis bakteri uji Efisiensi relatif (%) B. rotundiformis dengan pakan N. oculata dan Prochloron sp. pada berbagai salinitas terhadap pakan N. oculata dan Prochloron sp. dalam pembentukan zona bening Efisiensi relatif (%) B. rotundiformis yang diberikan pakan N. oculata dan Prochloron sp. pada berbagai salinitas terhadap antibiotik dalam pembentukan zona bening... 82

15 xv DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Ruang lingkup penelitian Anatomi dan morfologi Rotifera B. rotundiformis Daur hidup rotifera Peta lokasi penelitian Prosedur kultur alga sebagai pakan B. rotundiformis Bagian-bagian tubuh B. rotundiformis yang diukur Prosedur kultur individu B. rotundiformis Kultur dan pemanenan B. rotundiformis untuk ekstraksi senyawa bioaktif Prosedur ekstraksi Pembuatan medium agar Pengujian aktivitas antibakteri Hasil pengukuran suhu (ºC) selama penelitian Hasil pengukuran salinitas ( ) selama penelitian Hasil pengukuran ph (skala ph) selama penelitian Hasil pengukuran kekeruhan (NTU) selama penelitian Hasil pengukuran oksigen terlarut (mg/l) selama penelitian Hasil pengukuran nitrat (mg/l) selama penelitian Hasil pengukuran fosfat (mg/l) selama penelitian Spesies rotifera yang ditemukan selama penelitian Kelimpahan B. rotundiformis Kelimpahan B. caudatus Kelimpahan B. quadridentatus Persentase kelimpahan rotifera Koordinat tiap observasi dalam fungsi diskriminan Kelimpahan Fitoplankton Morfometri rotifera B. rotundiformis dari 4 lokasi (Alam) Persentase panjang lorika (um) B. rotundiformis dari beberapa lokasi Morfometri B. rotundiformis dengan perlakuan pakan N. oculata Morfometri B. rotundiformis dengan perlakuan pakan Prochloron sp

16 xvi 30 Persentase panjang lorika (um) B. rotundiformis dengan pakan N. oculata dan salinitas berbeda Persentase panjang lorika (um) B. rotundiformis dengan pakan Prochloron sp. dan salinitas berbeda Rata-rata persentase miksis Diameter zona bening B. rotundiformis yang diberi pakan N. oculata pada salinitas yang berbeda Zona bening B. rotundiformis terhadap bakteri V. cholerae pakan N. oculata Zona bening B. rotundiformis terhadap bakteri B. subtilis, pakan N. oculata Zona bening B. rotundiformis terhadap bakteri E. coli, pakan N. oculata Diameter zona bening B. rotundiformis yang diberi pakan Prochloron sp. pada salinitas yang berbeda Zona bening B. rotundiformis terhadap bakteri V. cholerae, pakan Prochloron sp Zona bening B. rotundiformis terhadap bakteri B. substilis, pakan Prochloron sp Zona bening B. rotundiformis terhadap bakteri E. coli, pakan Prochloron sp Diameter zona bening alga mikro N. oculata dan alga mikro Prochloron sp

17 xvii DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Kelimpahan rotifera selama penelitian pendahuluan Data parameter fisika kimia lingkungan selama penelitian Hasil analisis ragam semua parameter lingkungan berdasarkan lokasi, stasiun, musim dan pasang surut Hasil uji Kruskall Wallis dan Man-U Whitney kelimpahan ketiga jenis rotifera antar lokasi penelitian Hasil uji Kruskall Wallis dan Man-U Whitney kelimpahan ketiga jenis rotifera antar stasiun penelitian Hasil Uji Man-U Whitney kelimpahan ketiga jenis rotifera antar musim Hasil Uji Man-U Whitney kelimpahan ketiga jenis rotifera antar pasang surut Hasil analisis diskriminan rotifera B. rotundiformis Hasil uji Kruskall Wallis dan Man-U Whitney kelimpahan fitoplankton antar lokasi penelitian Ukuran lorika Analisis ragam ukuran morfometri (PL, LL, LA) B. rotundiformis alam (4 lokasi) dengan yang dikultur pada salinitas dan jenis pakan berbeda Hasil analisis ragam (ANOVA) faktorial pengaruh salinitas pakan terhadap zona bening pada bakteri V. cholerae, B. subtilis, E. coli Hasil analisis regresi antara diameter zona bening (Y) pada tiga jenis bakteri yang dikultur dengan pakan N. oculata dan salinitas (X) Hasil analisis regresi antara diameter zona bening (Y) pada tiga jenis bakteri yang dikultur dengan pakan Prochloron sp. dan salinitas (X) Peta Penelitian Dokumentasi Penelitian

18 xviii Penguji pada Ujian Tertutup : Dr. Ir. Daniel Djokosetiyanto Penguji pada Ujian Terbuka : Dr. Ir. Yusli Wardiatno,M.Sc Dr. Mulyadi, M.Sc, APU

19 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lautan merupakan gudang mineral, nutrisi dan senyawa bioaktif yang terkandung dalam biota laut yang beranekaragam. Potensi hayati laut tidak hanya organisme makro, tetapi juga organisme mikro yang berfungsi sebagai produsen primer dan sekunder dalam rantai makanan di laut. Sejauh ini pemanfaatan biota laut masih terbatas pada organisme makro seperti ikan, udang dan rumput laut, sedangkan organisme mikro seperti plankton masih sangat terbatas pemanfaatannya. Rotifera adalah zooplankton yang merupakan salah satu sumber daya hayati laut yang berpeluang untuk dikembangkan bagi kepentingan manusia baik secara langsung maupun tidak langsung. Rotifera telah dimanfaatkan oleh para operator Balai Benih Fauna Laut sebagai pakan alami, sehingga rotifera dikenal sebagai biokapsul larva. Rotifera juga merupakan salah satu plankton yang mempunyai potensi sebagai penyedia senyawa bioaktif. Iklim tropis dapat menghasilkan fluktuasi parameter lingkungan yang cukup tinggi sehingga dapat menyebabkan kehidupan biota laut berinteraksi satu dengan lainnya dengan sangat dinamis, yang membuat organisme didalamnya dipacu untuk memproduksi senyawa metabolit sekunder sebagai senyawa yang diperlukan untuk mempertahankan kelangsungan hidup baik sebagai upaya pertahanan diri terhadap predator maupun perbaikan genetisnya untuk diturunkan ke generasi berikutnya. Senyawa metabolit sekunder ini umumnya sangat bermanfaat bagi manusia sebagai senyawa bioaktif yang bernilai tinggi. Keragaman kondisi ini juga akan berpengaruh terhadap keanekeragaman organisme laut serta senyawa bioaktif yang dihasilkan. Keragaman biota laut yang tinggi mendorong eksplorasi senyawa bioaktif dari biota laut yang dapat dikultur tanpa menganggu kelestarian laut. Banyak peneliti telah mulai menggali informasi lebih lanjut kemungkinan pemanfaatan senyawa bioaktif tersebut untuk dapat digunakan bagi keperluan medis. Senyawa bioaktif yang telah diekstraksi dari organisme laut seperti spons, menunjukkan adanya aktifitas farmakologi yang sangat potensial untuk dikembangkan. Temuan yang positif pada spons telah dilaporkan oleh Kerr, Russel dalam Widjhati et al. (2004) yang menunjukkan

20 2 adanya indikasi kaitan antara spons dengan efek antikanker dan antibiotik. Namun demikian, senyawa bioaktif dari plankton belum banyak dikembangkan. Pada penelitian pendahuluan di Sulawesi Utara telah dijumpai rotifera Brachionus rotundiformis menghuni perairan estuari dan tambak, dan diperkirakan masih banyak jenis lainnya. Dari pengamatan awal terhadap Brachionus sp. diketahui kisaran panjang tubuhnya adalah antara μm, kemudian diketahui pula bahwa ukuran tubuh Brachionus sp. bervariasi sehingga saat ini dikenal ada dua tipe yaitu tipe L (large), dan tipe S (small). Perbedaan kedua tipe ini didasarkan pada beberapa faktor seperti morfologi, respon fisiologi dan genetika. Ukuran tubuh >200 μm (tipe L) digolongkan sebagai B. plicatilis sedangkan ukuran tubuh <200 μm (tipe S) digolongkan sebagai B. rotundiformis (Fu et al. 1990; Rumengan et al. 1991; Hirayama dan Rumengan 1993; Hagiwara et al. 1995). Dalam mempertahankan eksistensinya, B. rotundiformis memiliki sifat biologis yang unik yaitu mampu merubah pola reproduksi dari aseksual menjadi seksual jika kondisi lingkungan berubah. Perubahan reproduksi tersebut diyakini dikendalikan oleh semacam protein penginduksi seks ( sex-inducing protein ) yakni sejenis "anti stress protein" yaitu suatu golongan protein yang diproduksi sebagai upaya pertahanan diri terhadap kondisi ekstrim (Rumengan 2007a). Dengan merubah kondisi lingkungan rotifera menjadi ekstrim kemungkinan dapat merangsang produksi senyawa tertentu yang dapat berfungsi sebagai agen perubahan reaksi fisiologis yang disebut senyawa bioaktif. Sementara itu rotifera dari daerah tropis masih belum banyak dikaji, baik mengenai penyebaran geografis, kelimpahan, sifat-sifat biologis, maupun kandungan senyawa bioaktifnya. Oleh karena itu perlu adanya penelitian yang lebih mendalam tentang penyebaran geografis di suatu kawasan, sifat biologisnya maupun kandungan senyawa bioaktif pada kondisi lingkungan yang berbeda. Informasi tentang senyawa potensial pada rotifera B. plicatilis dan B. calyciflorus dari negara subtropis pernah dilaporkan oleh Hara et al. (1984) dan Bowman et al. (1990), namun hal yang sama pada rotifera tropis seperti B. rotundiformis belum pernah dilaporkan, sehingga perlu dieksplorasi untuk kemungkinan dieksploitasi. Penelitian ini difokuskan pada senyawa bioaktif dari rotifera asal Sulawesi Utara,

21 3 karena senyawa bioaktif rotifera lokal belum pernah teridentifikasi sebelumnya. Penelitian yang mengkaji kandungan senyawa bioaktif antibakteri belum dilakukan untuk spesies B. rotundiformis. Penelitian ini juga merupakan langkah awal dalam mengungkapkan keberadaan senyawa-senyawa bioaktif rotifera dan berpeluang untuk ditindak-lanjuti sampai pada uji bioaktifitas secara in vivo pada berbagai organisme jika terbukti memang ada senyawa-senyawa bioaktif. 1.2 Tujuan Penelitian Tujuan umum dari penelitian ini adalah : - Menganalisis sifat-sifat biologi B. rotundiformis antara lain tentang daur hidup serta morfometri baik pada kondisi terkontrol (di kultur) maupun dari beberapa lokasi. - Menentukan keterkaitan antara parameter lingkungan dan musim terhadap kelimpahan rotifera di perairan pantai dan estuari Sulawesi Utara. Tujuan khusus adalah : - Mendeteksi dan membandingkan aktivitas senyawa bioaktif dari rotifera B. rotundiformis yang dikultur pada salinitas dan jenis pakan berbeda (N. oculata dan Prochloron sp.). 1.3 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini akan bermanfaat bagi pengembangan rotifera sebagai produsen senyawa bioaktif yang mempunyai prospek untuk dikembangkan antara lain sebagai bahan baku obat. Penelitian ini diharapkan akan membawa terobosan dalam penemuan senyawa-senyawa bioaktif unggulan khas tropis serta dapat menentukan lokasi yang tepat untuk memilih sumber rotifera yang baik di Sulawesi Utara.

22 4 1.4 Ruang Lingkup Penelitian Rotifera yang telah berhasil dikultur sampai saat ini adalah jenis Brachionus sp. Perbedaan pertumbuhan rotifera disebabkan oleh faktor lingkungan, maka informasi mengenai pengaruh parameter lingkungan terhadap kelimpahan rotifera sangat dibutuhkan untuk kebutuhan sumber rotifera yang potensial untuk dikultur dan diekstrak serta informasi tentang jenis-jenis rotifera yang ada di perairan pantai dan estuari Sulawesi Utara. Kajian parameter lingkungan dengan keberadaan rotifera dibatasi hanya pada dua musim yang berbeda yaitu musim barat dan musim timur. Kajian daur hidup rotifera perlu dilakukan untuk mengetahui kemampuan hidup rotifera, dan salah satu faktor yang berpengaruh pada daur hidup rotifera adalah jenis pakan, sehingga dalam penelitian ini dibandingkan pemberian jenis pakan yang berbeda, selanjutnya dilakukan ekstraksi terhadap rotifera hasil budidaya (Gambar 1). Untuk produksi rotifera diperlukan penerapan bioteknologi dengan memanipulasi lingkungan hidup, yakni menciptakan lingkungan hidup yang seoptimal mungkin dengan pemberian alga mikro yang berbeda. Kemudian akan diupayakan mengekstrimkan lingkungan hidup dengan merendahkan dan menaikkan salinitas. Asumsi yang mendasari perlakuan ini adalah keberadaan senyawa bioaktif dari rotifera sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungannya, mengingat rotifera mampu bertahan dalam kondisi ekstrim karena memiliki mekanisme pertahanan untuk kelangsungan eksistensinya berdasarkan kemampuannya merubah pola reproduksi dari partenogenesis menjadi reproduksi seksual. Reproduksi partenogenesis terjadi dalam kondisi optimal sedangkan dalam kondisi ekstrim rotifera bereproduksi secara seksual. Fenomena biologi ini mengindikasikan adanya metabolisme sekunder oleh rotifera yang diyakini merupakan senyawa bioaktif.

23 5 Identifikasi Laboratorium Alam Kultur Perlakuan : * Salinitas * Pakan Alami Ekstraksi Kelimpahan Daur Hidup Morfometri Aktivitas Antibakteri PENELITIAN Multivariet Life Table ANOVA ANALISIS DATA DATA DISTRIBUSI, KELIMPAHAN DAN POTENSI SENYAWA BIOAKTIF HASIL PENELITIAN Gambar 1 Ruang lingkup penelitian

24 6 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peranan Rotifera Dalam Perikanan Rotifera telah lama dimanfaatkan sebagai pakan bagi larva ikan dan sebagai pensuplai nutrisi dalam pengoperasian balai benih fauna laut, karena rotifera merupakan makanan awal atau sebagai pakan hidup yang penting untuk larva ikan (Fieder dan Purser 2000; Assavaaree et al. 2001). Pemanfaatannya sebagai pakan alami sangat populer, karena rotifera mempunyai ciri biologi yang memenuhi kriteria pakan yang baik bagi larva fauna laut yaitu ukurannya yang relatif kecil ( μm) sehingga cocok dengan bukaan mulut larva, memiliki laju renang yang rendah sehingga mudah ditangkap oleh larva dan memiliki kandungan nutrisi yang tinggi. Rotifera juga dianggap sebagai biokapsul yang cocok bagi kebanyakan larva fauna laut karena dapat menjadi pentransfer unsur-unsur makro dan vitamin ke larva tanpa efek polutan (Rumengan 1997). Untuk kegiatan budidaya di daerah tropis, tipe SS (super small rotifers) adalah makanan awal yang disukai oleh larva ikan kerapu dan ikan-ikan lain yang bukaan mulutnya kecil (<100 µm), (Fukusho dan Iwamoto 1981). 2.2 Biologi Rotifera Rotifera pertama kali diamati oleh Antony van Leeuwenhoek pada tahun 1675 (Davis 1955), kemudian pada tahun 1786 untuk pertama kalinya diteliti oleh Muller (Fukusho 1989b). Nama "rotifera" berasal dari kata Latin yang berarti "wheel-bearer" ini merujuk ke mahkota silium di sekitar mulut dari rotifera. Pergerakan silium yang cepat pada beberapa spesies nampak seperti roda, sehingga rotifera disebut pula hewan roda atau rotatoria. Rotifera termasuk organisme mikroskopik, filter feeder, metazoa (organisme multiseluler), tersusun dari kurang lebih 1000 sel (Brusca dan Brusca 1990). Rotifera dibagi menjadi tiga kelas yaitu Monogononta, Bdelloidea, dan Seisonidea. Kelompok yang paling besar adalah Monogononta sekitar 1500 jenis, kemudian Bdelloidea sekitar 350 jenis dan Seisonidea dua jenis (Kirk 1999).

25 7 Rotifera berciri simetris bilateral, dinding tubuh dilindungi oleh lorika. Tubuh rotifera terdiri atas kepala (depan), badan (tengah), dan kaki (bagian posterior) yang biasanya kecil dengan jari yang mengandung kelenjar semen untuk melekat. Antara bagian kepala dan badan tidak terlihat jelas pemisahannya. Pada kebanyakan spesies, di bagian kepala terdapat korona (mahkota). Di dalam badan terdapat perut dan organ reproduktif. Rotifera menyaring partikel-partikel kecil dari kolom air dengan menggunakan silium pada korona yang terletak di bagian anterior tubuh. Korona dapat juga digunakan sebagai daya penggerak, akan tetapi banyak spesies menghabiskan kehidupannya dengan melekat pada substrat, dan ada juga yang bersifat planktonik seperti Brachionus sp. Fungsi korona adalah untuk menyaring makanan ke kepala dan membuang sisa. Alat pencernaan makanan terdiri atas mulut, mastaks yang bersifat kitin dan gigi untuk mencerna makanan (Gambar 2). Gambar 2 Anatomi dan morfologi Rotifera B. rotundiformis (Wallace dan Snell 1991).

26 8 Makanan rotifera umumnya terdiri atas dekomposisi material organik atau mati seperti halnya ganggang dan fitoplankton yang cocok dengan ukuran mulut (Örstan 1999). Rotifera pemakan alga bersel satu bergigi pendek dan lebar, sedangkan rotifera pemakan getah tanaman besar bergigi tajam untuk menusuk sel-sel tanaman (Sugiri 1989; Nogrady et al. 1993; Örstan 1999; Romimohtarto dan Juwana 1999). Rotifera mengalami apa yang disebut dengan polimorfisme yaitu bentuk dan ukuran lorikanya mengalami semacam plastisitas jika kondisi lingkungan hidupnya berubah (Nogrady et al. 1993). Polimorfisme ini dapat mengakibatkan suatu perbedaan ukuran sebesar 15% (Fukusho 1989b). Rotifera yang telah teridentifikasi kebanyakan hidup di air tawar dan hanya sekitar 50 jenis saja yang hidup di air laut (Nogrady et al. 1993). Namun diantara jenis-jenis rotifera tersebut yang paling terkenal karena telah dimanfaatkan secara luas sebagai pakan adalah dari genus Brachionus. Menurut Lubzens et al. (2001), penelitian pada B. plicatilis dan B. rotundiformis selang tiga dekade ini mengalami peningkatan yang sangat besar, dan sejauh ini penelitian yang terbaik yakni pada dua spesies rotifera ini. Beberapa pertimbangan yang menjadikan rotifera genus Brachionus penting untuk diteliti, karena memiliki siklus partenogesis yaitu bereproduksi secara aseksual dan seksual, jika bereproduksi secara seksual akan menghasilkan telur yang dapat disimpan bertahun-tahun serta merupakan makanan yang sangat dibutuhkan untuk kebutuhan budidaya larva ikan dan krustasea (Birky dan Gilbert 1971; Watanabe et al. 1983; Lubzens 1987). Rotifera Brachionus sp. terdiri atas dua tipe yang berbeda morfologinya terutama bentuk duri dan lorikanya, yaitu tipe S (small, μm) dan L (large, μm). Untuk tipe S lorikanya lebih kecil dan lebih bulat dengan duri yang ramping dan tajam, sedangkan tipe L bentuk lorikanya lebih besar dan berbentuk agak lonjong dengan duri yang lebar dan tumpul (Rumengan 1990; Fulks dan Main 1991; Fukusho dan Iwamoto 1981). Kedua tipe ini mempunyai banyak perbedaan antara lain dalam hal respon terhadap lingkungan, fisiologi dan genetika. Tipe S adalah B. rotundiformis, sedangkan rotifera tipe L adalah B. plicatilis (Fu et al. 1990; Rumengan et al. 1991; Hirayama dan Rumengan 1993; Hagiwara et al. 1995). Untuk rotifera tipe SS secara genetik tidak terpisah dari strain S tetapi ukurannya lebih kecil dibanding dengan strain-s umumnya.

27 9 Rotifera jantan dan betina memiliki perbedaan morfologi yang mencolok. Rotifera jantan berukuran jauh lebih kecil dari betina yaitu kira-kira seperempat ukuran betina, dan rentang hidupnya singkat. Rotifera betina dapat bertahan hidup beberapa hari hingga lebih dari sebulan tergantung medium dan suhu. Rotifera jantan hanya hadir pada keadaan tidak normal, misalnya : kualitas makanan menurun serta peningkatan suhu dan salinitas. Rotifera jantan tidak tumbuh sejak ditetaskan, karena tidak mempunyai alat pencernaan sehingga tidak bisa makan, tidak memiliki kandung kemih dan hanya mempunyai sebuah testis yang berisi sperma, sehingga fungsi rotifera jantan hanyalah untuk memproduksi sperma saja, ketika sudah membuahi rotifera betina maka rotifera jantan akan segera mati (Rumengan 1990). Fenomena biologi yang paling unik yang dimiliki rotifera adalah menyangkut kemampuannya merubah pola reproduksi. Model reproduksi rotifera terdiri atas dua tipe yaitu partenogenesis dan seksual. Dalam kondisi optimal, rotifera cenderung bereproduksi secara partenogenesis atau reproduksi individu betina yang menghasilkan keturunan tanpa kawin. Pada kondisi partenogenesis, individu betina hanya dengan mitosis dapat menghasilkan telur diploid yang kemudian menetas menjadi betina, betina tipe ini disebut betina amiktik. Jika kondisi lingkungan berubah, sering ditafsirkan sebagai kondisi ekstrim (rangsangan miksis), betina mengalami perubahan ke reproduksi seksual dan menghasilkan betina miktik dan amiktik. Individu betina diinduksi untuk mengalami meiosis sehingga menghasilkan telur haploid. Telur ini jika dibuahi oleh jantan akan membentuk telur dorman yang diploid, namun jika tidak dibuahi akan menetas menjadi jantan yang haploid, betina demikian disebut betina miktik (Gambar 3). Miksis adalah percampuran gen yang terjadi pada waktu profase meiosis (adanya tumpang tindih pada bagian-bagian tertentu dari kromosom homolog). Rangsangan miksis dapat berupa faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah klon atau strain serta umur, sedangkan faktor eksternal adalah suhu, salinitas, kepadatan jenis makanan, kepadatan rotifera, dan perubahan medium (Hagiwara dan Hirayama 1993).

28 Gambar 3 Daur hidup rotifera (Sumber : Modifikasi dari Birky 1964 dalam Rumengan 1990) 10

29 11 Jantan membentuk spermatozoa yang akan membuahi sel-sel telur, dengan demikian betina memproduksi telur (zigot) dengan kulit yang tebal. Telur ini bersifat dorman untuk periode yang panjang, kemudian telur ini akan berkembang menjadi hewan betina. Telur dorman atau resting egg memiliki dinding telur yang tebal, berukuran lebih besar dari telur amiktik, mempunyai rongga pada sisi telur, berbentuk oval, dan berwarna coklat atau orange. Telur dorman ini tahan terhadap kondisi perairan yang kurang baik dan tahan terhadap kekeringan, serta berada pada fase istirahat untuk waktu yang cukup lama bahkan sampai bertahun-tahun. Setelah melewati masa istirahat, jika menemui kondisi lingkungan yang normal, telur dorman akan menetas menjadi betina amiktik dan kembali memasuki siklus reproduksi aseksual. Telur dorman dapat di simpan pada air laut 5 ºC dalam kondisi gelap (Sugiri 1989; Hagiwara et al. 1997; Hagiwara et al. 1998; Kirk 1999). Menurut Munuswamy et al. 1996, telur dorman B. plicatilis berbentuk bola dengan bukit berombak pada permukaan sedangkan telur dorman B. rotundiformis bukitnya kecil dan padat. Penyebaran pori pada permukaan telur secara jelas membedakan kedua spesies ini. Setiap spesies memiliki karakter permukaan dan membran yang artistik. Pada penelitian ini alga mikro yang dicoba sebagai pakan untuk rotifera B. rotundiformis adalah Nannochloropsis oculata dan Prochloron sp. Alga mikro N. oculata merupakan salah satu pakan yang populer untuk kultur rotifera di Jepang (Maruyama dan Hirayama 1993), sedangkan Prochloron sp. merupakan pakan yang baru dicoba. Alga mikro N. oculata merupakan fitoplankton yang termasuk dalam kelas Eustigmatophyceae dengan bentuk tubuh yang bulat berdiameter 2-4 μm. Pada umumnya setiap sel mengandung sebuah kloroplas, sebuah nukleus dan beberapa mitokondrion. Pigmen fotosintesis yang dominan adalah klorofil a, dan ß-karoten, sedangkan komposisi total asam lemak ω3 HUFA yaitu 42,7% (EPA 30,5%, DHA 12,2%) (Maruyama et al. 1986). Menurut Isnansetyo dan Kurniastuty (1995), kandungan nutrisi N. oculata adalah protein 57,06%, lemak 21%, dan karbohidrat 23,59%.

30 12 Prochloron sp. adalah salah satu alga mikro yang hidupnya bersimbiosis dengan Ascidian. Alga mikro ini ditemukan hidup di daerah perairan pantai laut tropis dengan kedalaman kira-kira antara 1-40 m. Alga mikro ini melakukan proses fotosintesis sama dengan alga mikro lain dan memiliki keunikan tersendiri yaitu tergolong alga mikro yang bersifat prokariot (1 sel) atau mempunyai daerah inti dalam sel tapi bukan merupakan inti sel itu sendiri. Sistem reproduksi dari alga mikro Prochloron cukup unik karena bereproduksi secara biner. Alga mikro ini berbentuk bulat dan diameternya berukuran μm. Kelebihan lain yang dimiliki alga mikro ini yaitu mengandung pigmen fikobilin, klorofil a dan b, protein, asam amino, fenol (Lewin dan Cheng 1989). 2.3 Biokimia Rotifera Kajian menyangkut biokimia rotifera lebih sedikit jika dibandingkan dengan kajian biologinya, terutama yang berorientasi pada pengungkapan potensi molekulernya. Wallace dan Snell (1991) merangkum dari beberapa laporan penelitian, bahwa integumen atau dinding tubuh rotifera mengandung semacam lapisan filamen dengan ketebalan yang bervariasi yang disebut lamina intrasitoplasmik. Tubuh rotifera B. plicatilis yang dilapisi dengan kutikula dan disebut lorika telah diperiksa sifat biokimianya yaitu berupa senyawa protein mirip keratin. Mereka juga mendapatkan komposisi lorika rotifera yaitu protein sebanyak 3% dari total protein rotifera. Dalam tubuh rotifera terdapat organ yang disebut mastaks yang berfungsi sebagai gigi bagi rotifera. Dilaporkan bahwa mastaks ini mengandung semacam lapisan kitin yang berkembang menjadi semacam rahang yang disebut trofi. Trofi inilah yang menggerus partikel yang ditelan rotifera. Kleinow et al. (1991), menemukan adanya enzim-enzim bersifat hidrolitik terutama glikosidase dan proteinase. Selain itu rotifera mengandung enzim-enzim hidrolitik seperti protease alkali (Hara et al. 1984), dan senyawa unik lain seperti Glutathion S-transferase (Bowman et al. 1990) yang bermanfaat antara lain melindungi rotifera dari senyawa senobiotik seperti peptide dan pestisida. Informasi-informasi tentang hal ini masih terbatas pada rotifera B. plicatilis dan

31 13 B. calyciflorus dari negara bermusim empat, namun hal yang sama belum dilaporkan dari rotifera di daerah tropis. Disamping itu juga dilaporkan bahwa rotifera kaya akan lipid berasam lemak tak jenuh. Lipid ini yang merupakan daya tarik para operator balai benih untuk menggunakan rotifera sebagai sumber nutrisi larva ikan laut. Olsen et al. (1993), menemukan antara lain tingginya kandungan asam lemak omega-3 seperti EPA dan DHA pada B. plicatilis. Rotifera dapat merubah pola reproduksi dari aseksual menjadi seksual diawali dengan adanya stimulus dari luar. Hal ini diyakini dikendalikan oleh semacam protein penginduksi seks ( sex-inducing protein ) yakni sejenis "anti stress protein" yaitu suatu golongan protein yang diproduksi sebagai upaya pertahanan diri terhadap kondisi ekstrim. Dengan merubah kondisi lingkungan rotifera menjadi ekstrim kemungkinan dapat merangsang produksi senyawa ini. Senyawa-senyawa anti-stress dan enzim-enzim bersifat hidrolitik yang diproduksi rotifera akibat perubahan lingkungan juga mempunyai prospek yang cerah di masa datang, karena dapat berguna untuk terapi dalam kedokteran (Rumengan 2007a). 2.4 Ekologi Rotifera Rotifera tersebar di Amerika, Eurazia, Australia dan juga di Indonesia. Rotifera termasuk hewan yang hidupnya kosmopolitan, dapat ditemukan hampir di semua jenis perairan. Kebanyakan rotifera merupakan penghuni habitat air tawar dan hanya sebagian kecil saja yang merupakan penghuni lautan dan payau. Rotifera sebagian hidup bebas dalam air dan sebagian hidup menetap. Rotifera juga ditemukan di lingkungan yang lembab, air mengalir seperti arus atau sungai, lumut, karang, genangan hujan, sampah daun, jamur yang tumbuh dekat pohon mati, dalam tangki limbah pabrik, bahkan pada krustasea dan larva insekta (Kirk 1999). Disamping itu rotifera ditemukan melimpah pada perairan yang kaya akan nanoplankton dan detritus (Liao et al. 1983). Beberapa hidup melekat dalam tabung yang dibuatnya dari sekresi atau dari partikel asing, misalnya Collotheca menghuni tabung transparan, sedangkan Floscularia membentuk tabung terdiri atas batu-batu mikroskopis. Setelah bertahun-tahun mengalami kekeringan

32 14 beberapa spesies akan kembali aktif dalam 10 menit setelah mengalami pembasahan. Rotifera kelas Bdelloidea ditemukan hampir di semua lingkungan air tawar, adakalanya di payau dan perairan laut, menghuni lumut, dapat merayap pada lumut atau berenang dengan bebas, dan di kolam. Bdelloidea dikenal mempunyai kemampuan yang luar biasa untuk bertahan hidup pada kondisi kering yang dikenal sebagai proses kriptobiosis (Sugiri 1989; Kirk 1999). Kondisi hidrologis perairan yang mencakup suhu, salinitas, kadar fosfat dan nitrat dapat mempengaruhi perkembangan fitoplankton dan zooplankton secara bersamaan. Liao et al. (1983) mengemukakan bahwa B. plicatilis dapat berkembang baik pada suhu 1 ºC sampai 35 ºC. Menurut Fulks dan Main (1991), rotifera akan mencapai reproduksi maksimum pada suhu antara 30 ºC dan 34 ºC. Menurut Gomez (2003), suhu pertumbuhan yang optimal pada tipe L dan tipe S juga berbeda. Tipe S pertumbuhan optimalnya pada ºC, sedangkan untuk tipe L pada ºC. Rotifera berkembang dengan baik pada salinitas 10 sampai 20 ppt dan mampu hidup pada kisaran salinitas 5-40 ppt. Sedangkan untuk ph berkisar antara 7,7-8,7. King dan Miracle dalam Korstad et al. (1989) menemukan rentang hidup rotifera berkisar 6-13,5 hari. Hasil penelitian pada rotifera B. rotundiformis (Tipe-S) dan B. plicatilis (Tipe-L) yang di kultur pada suhu 23 ºC dan 35 ppt menunjukkan B. rotundiformis lebih toleran pada suhu yang lebih tinggi dibanding dengan B. plicatilis, sedangkan B. plicatilis lebih toleran pada salinitas yang lebih rendah dari pada B. rotundiformis. Salinitas mempunyai efek yang lebih besar dari pada suhu. Ketersediaan rotifera menurun pada salinitas yang rendah (Fieder dan Purser 2000). Selanjutnya, hasil penelitian dari Assavaaree et al. (2001) menunjukkan bahwa kemampuan hidup tertinggi dari B. rotundiformis strain-s Fukuoka yaitu pada 35 ppt. Pertumbuhan dan produktivitas dari rotifera B. plicatilis dan B. rotundiformis berhubungan dengan peningkatan salinitas dalam sistim kultur. Produktivitas rotifera dicapai pada salinitas 5 ppt kemudian pada salinitas yang lebih tinggi. Sebaliknya ukuran rotifera sebanding dengan peningkatan salinitas pada sistim kultur. Menurut James dan Abu (1990), karena produktivitas rotifera, kualitas gizi, dan kelangsungan hidup, maka direkomendasikan untuk menggunakan salinitas 20 ppt untuk rotifera tipe-s dan 30 ppt untuk rotifera tipe-

33 15 L pada sistim kultur. Hasil dari De Araujo et al. (2001), tingginya tekanan lingkungan menurunkan fekunditas dan rentang hidup dari B. rotundiformis strain Hawai dan Langkawi. Selanjutnya hasil penelitian Yoshinaga et al. (2004), juga menunjukkan bahwa DNA rotifera Brachionus sp. dari perairan Manembo-nembo berbeda dengan rotifera Brachionus sp. dari perairan Jepang. Potensi keanekaragaman hayati laut sangat besar, ini dimungkinkan oleh variasi dan khasnya lingkungan abiotik laut. Pemahaman akan besarnya potensi kelautan seringkali terbatas hanya pada eksploitasi makro flora dan fauna laut seperti ikan, udang, kerang dan rumput laut yang dikategorikan sebagai sumberdaya yang dapat dipanen secara langsung dan dikomersialisasikan. Sumberdaya hayati laut lainnya seperti flora dan fauna mikro dengan kandungan senyawa metabolit primer dan sekunder masih relatif tidak terjamah. Meskipun hingga saat ini telah ditemukan metabolit sekunder dari mikroba, namun proses metabolisme sekunder dari mikroba masih dipercaya sebagai sumber yang tidak pernah habis dari senyawa bioaktif yang berfungsi sebagai antimikroba, antivirus, antitumor, dan sebagai agen bagi kepentingan farmasi dan pestisida pertanian. Komponen bioaktif meliputi daya preventif terhadap penyakit, daya promotif meningkatkan kesehatan, dan daya kuratif atau pengobatan penyakit. Jadi sangat perlu untuk memanfaatkan dan meningkatkan nilai tambah sumberdaya laut yang masih belum banyak dieksplorasi menjadi produk yang mempunyai nilai potensial sebagai obat dan produk yang bernilai tinggi.

34 16 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di lapangan dan di laboratorium. Secara keseluruhan penelitian dibagi dalam dua tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan bertujuan untuk memperoleh data tentang kelimpahan rotifera di beberapa perairan pantai dan estuari Sulawesi Utara yang kemudian digunakan untuk menentukan lokasi penelitian selanjutnya sebagai sumber hewan uji. Stasiun pengamatan di setiap lokasi adalah di pantai, muara, tambak dan di setiap stasiun ditetapkan tiga titik pengambilan sampel. Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada musim timur (Agustus-September 2004). Penelitian utama dilakukan pada musim barat (Januari 2005) dan musim timur (Agustus 2005). Penelitian laboratorium dilakukan di laboratorium Bioteknologi Kelautan dan laboratorium Kimia Bahan Hayati Laut Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Sam Ratulangi Manado. 3.2 Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan dilakukan dengan cara mengambil contoh pada beberapa lokasi yaitu di Perairan Poigar, Amurang, Tumpaan, Wori, Manado, Kema, Manembo-nembo, Minanga dan Belang. Pengambilan sampel rotifera dilakukan di pantai, muara dan tambak. Cara pengambilan sampel rotifera pada penelitian utama sama dengan yang dilakukan pada penelitian pendahuluan. Hasil penelitian pendahuluan menunjukkan empat lokasi yang memiliki kelimpahan rotifera yang cukup tinggi, yaitu perairan Manembo-nembo, Minanga, Tumpaan dan Wori (Lampiran 1), sehingga empat lokasi tersebut yang ditetapkan menjadi lokasi pengambilan sampel untuk penelitian selanjutnya. Dua lokasi mewakili perairan pantai yang terbuka ke arah Laut Sulawesi yaitu perairan Tumpaan dan Wori, sedangkan dua lokasi lainnya mengarah ke Laut Maluku yaitu perairan Manembo-nembo dan Minanga (Gambar 4 dan Lampiran 15).

35 17. Wori Sulawesi Utara Tumpaan Manembonembo Minanga Gambar 4 Peta lokasi penelitian (Sumber : JICA, Data Digital JICA untuk Daerah Sulawesi Utara) 3.3 Penelitian Utama Kajian Bioekologi Parameter Lingkungan dan Kelimpahan Rotifera Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan ditetapkan empat lokasi pengambilan sampel yaitu di Perairan Manembo-nembo, Minanga, Tumpaan dan Wori. Pengambilan sampel plankton (rotifera dan fitoplankton) dilakukan pada musim barat, musim timur dan pada saat pasang surut. Parameter yang diukur meliputi parameter lingkungan, kelimpahan rotifera, dan kelimpahan fitoplankton. Pengukuran parameter lingkungan seperti suhu, salinitas, ph, kekeruhan, dan oksigen terlarut dilakukan secara in situ, dengan menggunakan Horiba U-10. Pengambilan air contoh untuk analisis kandungan nutrien (nitrat dan fosfat)

36 18 dilakukan dengan cara mengambil air di setiap stasiun sebanyak 1,5 liter kemudian dimasukkan kedalam cool box dan dianalisis di laboratorium. Pengujian kadar nitrat menggunakan metode brusin dengan alat spektrofotometer, dan pengujian kadar fosfat menggunakan metode asam askorbat dengan alat spektrofotometer. Pengambilan sampel plankton (rotifera dan fitoplankton) dilakukan dengan cara menarik jaring plankton secara horisontal di permukaan perairan sepanjang sepuluh meter, (mesh size jaring plankton 40 μm untuk rotifera dan 28 μm untuk fitoplankton). Untuk stasiun pantai dan muara penarikan jaring dilakukan searah garis pantai sedangkan di stasiun tambak dilakukan searah dengan lebar tambak yaitu pada bagian kiri, kanan dan tengah tambak. Air contoh yang terkonsentrasi pada botol plankton net dipindahkan dalam botol sampel plankton berlabel, dan ditambah bahan pengawet formalin dengan konsentrasi akhir empat persen. Larutan formalin diperoleh dari campuran satu bagian formalin teknis dengan sembilan bagian air yang mengandung sampel (Arinardi et al. 1977). Selanjutnya sampel plankton dibawa ke laboratorium untuk diidentifikasi dan dihitung kelimpahannya (Bekleyen 2001). Identifikasi jenis plankton dilakukan dengan menggunakan buku identifikasi Newell dan Newell (1963); Yamaji (1982); Bold dan Wynne (1985); Sournia (1986); Wallace dan Snell (1991) Kultur Alga Mikro Sebagai Pakan Rotifera Alga mikro yang digunakan sebagai pakan rotifera adalah jenis Nannochloropsis oculata dan Prochloron sp. dengan kepadatan 3 x 10 6 sel/ml. Alga mikro dikultur dalam medium yang bersalinitas 20 ppt dengan komposisi unsur hara seperti yang digunakan oleh Hirata (1975) (Tabel 1). Tabel 1 Komposisi medium kultur alga (Hirata 1975) Bahan Konsentrasi (ppm) (NH 4 ) 2 SO4 122,6 Na 2 HPO 4 12H 2 O 23 Clewat 32 15

37 19 Stok air laut yang digunakan terlebih dahulu disaring dengan aspirator 13 menggunakan kertas filter millipore 0,45 μm untuk menyaring partikel-partikel ataupun mikroorganisme yang terdapat pada air laut. Sebelum digunakan, medium kultur disterilkan dengan otoklaf pada suhu 121 ºC selama 30 menit (Cheng et al. 2004). Kultur alga dimulai dengan inokulasi masing-masing alga dari stok ke labu Erlenmeyer (250 ml) yang telah diisi medium Hirata dengan menggunakan pipet steril, dan selanjutnya labu Erlenmeyer diletakkan dalam lemari pemeliharaan. Wadah pemeliharaan sebelumnya dicuci kemudian dibilas dengan akuades, dikeringkan dan disterilkan dengan otoklaf pada suhu 100 ºC selama 1 menit. Wadah kultur dilengkapi dengan aerator supaya alga mikro tidak mengendap dan mendorong pertumbuhan alga. Lemari pemeliharaan alga dilengkapi lampu TL 20 watt sebagai sumber cahaya bagi alga. Ruang pemeliharaan dilengkapi dengan alat pendingin ruangan (AC) yang diatur pada suhu 25 ºC. Setelah mencapai pertumbuhan optimum yang ditandai dengan perubahan warna alga mikro menjadi hijau pekat (Isnansetyo dan Kurniastuty 1995), alga mikro dipindahkan ke dalam wadah pemeliharaan yang lebih besar yakni 500 ml, kemudian 1000 ml (Gambar 5). Sebelum digunakan sebagai pakan rotifera, alga mikro yang sudah mencapai pertumbuhan optimum disentrifus dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit. Bagian supernatan dibuang dan presipitatnya dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang diberi penutup, selanjutnya ditempatkan pada lemari pendingin sebagai stok pakan untuk rotifera. Sentrifuse Alga Inokulasi 250 ml 500 ml 1000 ml Supernatan dibuang Presipitat diambil Gambar 5 Prosedur kultur alga sebagai pakan B. rotundiformis

38 Morfometri Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan menunjukkan bahwa rotífera B. rotundiformis memiliki kelimpahan tertinggi dan mampu bertahan di laboratorium dibanding dengan B. caudatus dan B. quadridentatus, sehingga jenis tersebut yang digunakan sebagai organisme uji pada penelitian selanjutnya (Lampiran 1). Untuk aspek morfometri, bagian-bagian tubuh B. rotundiformis yang diukur adalah panjang lorika (PL), lebar anterior (LA) dan lebar lorika (LL) (Gambar 6). LL LA Keterangan : PL PL = Panjang Lorika LA = Lebar Anterior LL = Lebar Lorika Gambar 6 Bagian-bagian tubuh B. rotundiformis yang diukur Daur Hidup Rotifera B. rotundiformis Untuk mengetahui daur hidup B. rotundiformis, digunakan telur generasi pertama (TGP) yang berasal dari satu klon. Untuk mendapatkan telur generasi pertama, B. rotundiformis yang sedang membawa telur dimasukkan dalam tabung reaksi kemudian tabung reaksi tersebut dikocok dengan tangan agar telur-telurnya rontok. Telur-telur yang telah rontok tersebut dipisahkan dari induknya dan

39 21 dipindahkan ke dalam cawan petri yang berbeda dengan pemberian pakan berbeda yaitu N. oculata dan Prochloron sp. kemudian dibiarkan hingga menetas. Tetasan ini dianggap sebagai induk (P). Setelah induk (P) dipelihara secara individual hingga menghasilkan telur, telurnya dirontokkan kembali dengan cara cawan dikocok, telur inilah sebagai telur generasi pertama (TGP), selanjutnya telur tersebut dipindahkan ke dalam multiwellplate dan dikultur dengan metode life tabel (Pianka 1988; Rumengan 1990) (Gambar 7). Pengamatan dilakukan dua kali sehari dengan interval waktu 12 jam untuk menghitung jumlah telur dan anak yang dihasilkan. Kultur dilakukan dan diamati sampai semua telur generasi pertama (TGP) B. rotundiformis ditemukan mati. Pipet Tabung Cawan Multiwellplate Dikeluarka Anak rotifera Setiap 12 jam Gambar 7 Prosedur kultur individu B. rotundiformis

40 Miksis Informasi terjadinya miksis pada B. rotundiformis dibutuhkan untuk mengetahui keadaan stres yang diduga memacu produksi senyawa bioaktif. Untuk itu digunakan B. rotundiformis dari telur generasi pertama (TGP). Telur generasi pertama (TGP) dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak tiga butir telur per tabung yang telah diisi alga mikro yang berbeda (N. oculata dan Prochloron sp.). Setiap perlakuan pakan dilakukan tiga kali ulangan, tiap ulangan menggunakan enam tabung reaksi, jadi ada 36 tabung untuk perlakuan dua jenis pakan alga N. oculata dan Prochloron sp. Pengamatan dilakukan setiap hari dan dihitung jumlah B. rotundiformis yang dihasilkan. Perhitungan dilaksanakan di bawah stereomikroskop dengan perbesaran 40 kali. Aspek-aspek yang diamati adalah Betina amiktik ( ), Betina miktik ( ), Betina tanpa telur (?) dan Betina yang membawa telur dorman ( D). Betina amiktik ( ) adalah betina yang melakukan reproduksi partenogenesis, telurnya oval dan berwarna agak gelap. Betina miktik ( ) adalah betina yang membawa telur bulat berwarna abuabu dan ukurannya kira-kira setengah telur amiktik dan nantinya menetas jadi jantan. Betina tanpa telur (?) adalah betina yang belum membawa telur, karena itu belum dapat diidentifikasi miktik atau amiktik. Betina yang membawa telur dorman ( D) adalah telurnya oval, berukuran sama dengan telur amiktik, berwarna coklat atau oranye dan terdapat rongga udara pada sisi telur Kajian Bioaktif Ekstraksi B. rotundiformis, N. oculata dan Prochloron sp. Untuk kebutuhan ekstraksi, B. rotundiformis dikultur dalam wadah 1000 ml. Pada tahap awal B. rotundiformis dikultur pada suhu dan salinitas optimum yakni suhu 28 ºC dan salinitas 20 ppt (James dan Abu 1990). Kemudian sebagian B. rotundiformis diadaptasikan pada salinitas 4 ppt, 40 ppt, 50 ppt dan 60 ppt. Untuk memperoleh salinitas yang rendah yaitu diencerkan dengan aquades, kemudian diukur dengan bantuan refraktometer sampai dicapai salinitas yang diinginkan. Sedangkan untuk memperoleh salinitas yang lebih tinggi, air laut dididihkan (sekitar dua jam) dan didinginkan, setelah itu diukur dengan

41 23 refraktometer sampai diperoleh salinitas yang diinginkan. Adaptasi B. rotundiformis pada salinitas yang berbeda dilakukan dengan cara menurunkan dan menaikkan salinitas medium sebesar 2 ppt setiap dua hari dalam tabung reaksi 10 ml yang berisi 10 individu. Setelah diadaptasikan, B. rotundiformis dipindahkan kedalam wadah 1000 ml dengan kepadatan 50 individu dan dikultur pada salinitas 4 ppt, 20 ppt, 40 ppt, 50 ppt, 60 ppt dengan dua jenis pakan berbeda (N. oculata dan Prochloron sp.). Panen B. rotundiformis dilakukan dengan menggunakan jaring plankton 40 μm dan dikerjakan dalam wadah berisi es. B. rotundiformis yang tersaring dipindahkan ke dalam tabung Ependorf dengan menggunakan pipet. Hasil saringannya disimpan dalam Ependorf yang sudah diberi label, setelah itu dibungkus dengan alumunium foil dan disimpan dalam freezer pada suhu -20 ºC (Gambar 8).

42 24 1 Individu Dari alam 20 ppt 1000 adaptasi 4 ppt 40 ppt 50 ppt 60 ppt A B C D E 10 ml 10 ml 10 ml 10 ml 10 ml 4 ppt 20 ppt 40 ppt 50 ppt 60 ppt 1000 ml 1000 ml 1000 ml 1000 ml 1000 ml 4 ppt 20 ppt 40 ppt 50 ppt - Diberi label - Dibungkus dengan alumuniubm foil - Diberi label kembali Disaring dimasukkan dalam ependorf Di simpan di freezer (-20 0 C) Gambar 8 Kultur dan pemanenan B. rotundiformis untuk ekstraksi senyawa bioaktif

43 25 Untuk mendeteksi kandungan senyawa bioaktif maka dilakukan proses ekstraksi terhadap B. rotundiformis dan alga mikro N. oculata dan Prochloron sp. Tujuan pengujian alga mikro adalah untuk memastikan apakah alga mikro sebagai pakan B. rotundiformis juga memberikan kontribusi terhadap kandungan senyawa bioaktif yang dimiliki oleh B. rotundiformis. Untuk mendapatkan ekstrak kasar, sampel B. rotundiformis, N. oculata dan Prochloron sp. digerus dengan alat penggerus (lumpang) dan dihomogenasikan dengan metanol 80 % perbandingan 1:2 (satu bagian sampel plankton dan 2 bagian metanol). Homogenat yang ada direndam selama 24 jam, setelah itu disentrifus dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit, sehingga diperoleh presipitat 1 dan supernatan 1. Dalam presipitat 1 ditambahkan lagi metanol 1:2 kemudian diinkubasi selama 8 jam, setelah itu disentrifus selama 15 menit dengan kecepatan 3000 rpm sehingga diperoleh presipitat 2 dan supernatan 2. Selanjutnya supernatan 1 dan 2 dengan presipitat 1 dan 2 yang diperoleh, dievaporasi dengan menggunakan rotari vacum evaporator sehingga diperoleh ekstrak kasar rotifera B. rotundiformis, N. oculata dan Prochloron sp. (Harborne 1987; Houghton 1998) (Gambar 9).

44 26 Sampel digerus (dihancurkan) Lumpang Homogenasi sampel + metanol 80 % (1:2) Pengocokan Shaker Sentrifus 15 it Presipitat 1 ditambahkan metanol 80% (1:2) Presipitat 1, supernatant 1 - Pengocokan - Sentrifus (3000 rpm, 15 ) Presipitat 1,2 dan supernatan Presipitat 2, supernatant 2 EVAPORASI Ekstrak Kasar Gambar 9 Prosedur ekstraksi

45 Inokulum Bakteri dan Antibiotik Pembanding Bakteri yang digunakan untuk menguji aktivitas antibakteri adalah bakteri gram positif dan gram negatif. Mikroba-mikroba tersebut digolongkan dalam mikroba patogen atau penyebab penyakit, dan kedua golongan mikroba tersebut yang akan dicegah pertumbuhannya dengan antibakteri yang terdapat pada B. rotundiformis. Bakteri uji tersebut adalah Vibrio cholerae (gram negatif, bentuk batang bengkok/spiral), Bacillus subtilis (gram positif, bentuk batang) dan Escherichia coli (gram negatif, bentuk bulat), (Ndukwe et al. 2005). Isolat bakteri dalam medium miring ditumbuhkan di cawan petri yang berisi medium agar steril dengan cara digores menggunakan jarum öse. Setelah bakteri berumur 24 jam, masing-masing bakteri tersebut dimasukkan ke dalam tabung yang berisi larutan NaCl (larutan saline 0,9 %) sebanyak 10 ml dan diukur kepadatannya hingga 10 9 sel/ml dengan menggunakan metode McFarland. Antibiotik pembanding yang digunakan adalah amoksisilin dan tetrasiklin. Dosis masing-masing antibiotik adalah 0,5 mg/ml Pembuatan Medium Agar Medium agar dibuat dari nutrien agar (NA) sebanyak 2 gram yang dilarutkan dalam 100 ml aquades lalu dipanaskan sambil diaduk, kemudian disterilkan dengan otoklaf selama 15 menit pada suhu 121 ºC. Selanjutnya nutrien agar dituang dalam cawan petri steril secara merata masing-masing 15 ml dan dibiarkan mengeras. Untuk memastikan medium agar ini bersih dan tidak terkontaminasi bakteri lain, maka medium agar dibiarkan selama 24 jam. Medium agar yang tidak terkontaminasi dengan bakteri lain selanjutnya digunakan untuk kebutuhan uji aktivitas antibakteri (Gambar 10).

46 28 Aquades 100 ml Nutrien agar Nutrien agar 2 gr Dilarutkan Ditimbang Otoklaf Dituang Gambar 10 Pembuatan medium agar Pengujian Aktivitas Antibakteri Pengujian antibakteri dilakukan untuk menentukan kesanggupan membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme hidup. Metode pengujian antibakteri yang digunakan adalah metode agar kertas cakram (paper disc method) berdasarkan Jorgensen et al dan Waksman 1974 dalam Wangidjaja Pada cara difusi ini larutan senyawa antibakteri akan berdifusi dari kertas saring yang mengandung senyawa antibakteri lalu masuk kedalam medium agar yang telah diinokulasi dengan mikroba penguji. Setelah inkubasi, terjadi hambatan dari pertumbuhan bakteri uji sehingga terjadi daerah bening yang terbentuk di sekitar kertas cakram yang ditetesi suspensi senyawa antibakteri tersebut. Daerah hambatan yang terbentuk luasnya berbeda-beda sesuai dengan kadar senyawa antibakteri yang dikandungnya.

47 29 Pengujian antibakteri dilakukan di Laboratorium Kimia Bahan Hayati Laut Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unsrat. Medium agar yang telah disiapkan diolesi bakteri uji dengan menggunakan kapas steril. Setelah itu kertas cakram yang terbuat dari kertas saring Whatman steril berdiameter 6 mm diletakkan diatas medium agar yang telah diolesi bakteri uji. Selanjutnya 1 mg ekstrak kasar B. rotundiformis dilarutkan dalam 1 ml pelarut metanol (1 mg/ml), dan dari konsentrasi ekstrak kasar ini diambil 1 mikro liter dan diteteskan ke kertas cakram yang telah disiapkan, juga diteteskan antibiotik pembanding dan metanol sebagai kontrol, kemudian diinkubasi selama 24 jam. Setelah diinkubasi 24 jam, diukur zona bening yang terbentuk yaitu berupa daerah bening sekeliling kertas cakram. Dalam pengujian ini bakteri yang digunakan adalah bakteri V. cholerae, B. subtilis dan E. coli. Antibiotik yang dicoba sebagai pembanding adalah tetrasiklin dan amoksisilin. Besarnya diameter zona hambat yang terbentuk dari masing-masing ekstrak kasar B. rotundiformis dibandingkan dengan yang dibentuk oleh antibiotik dan metanol. Makin besar diameter zona bening atau zona hambat dari ekstrak berarti makin besar daya antibakterinya (Gambar 11). Inkubas Ukur zona bening Gambar 11 Pengujian aktivitas antibakteri

48 Analisis Data Kelimpahan Rotifera dan Parameter Lingkungan Untuk menghitung kelimpahan plankton, terlebih dahulu dihitung volume air laut yang tersaring dengan mengikuti rumus Vs = πr 2 d. Dimana : V = volume air yang tersaring (l), π = 3,14, r = radius mulut plankton net, d = panjang lintasan. Kelimpahan plankton dinyatakan secara kuantitatif dalam jumlah ind/m 3. Kelimpahan plankton dihitung berdasarkan rumus : N = n x (Vr/Vo) x (1/Vs). N = Jumlah sel per meter 3, n = Jumlah individu yang teramati, Vr = Volume air yang tersaring dalam cod end, Vo = Volume air yang diamati, Vs = Volume air yang tersaring. Perhitungan kelimpahan rotifera diawali dengan menghitung volume air yang tersaring dengan menggunakan rumus APHA (1992) yaitu: V= π r 2 d Dimana : V = volume air yang tersaring π = 3, r = radius mulut plankton net (0,15 m) d = panjang lintasan (10 m) Kelimpahan rotifera dinyatakan secara kuantitatif dalam jumlah ind/m 3 yang dihitung berdasarkan rumus : N = n x (Vs/Vo) x (1/Vt) Dimana : N = jumlah ind/meter kubik n = jumlah ind yang diamati Vt = Volume air tersaring (706,858 L) Vo = Volume air yang diamati (0,0010 L) Vs = Volume air dalam cod end (0,0280 L) Untuk mengetahui perbedaan parameter lingkungan berdasarkan lokasi penelitian, musim, pasang surut serta pengaruh interaksi antara lokasi dan musim maupun interaksi antara stasiun dengan musim maka dilakukan analisis ragam (ANOVA) desain faktorial pada masing-masing parameter.

49 31 Untuk membandingkan perbedaan kelimpahan rotifera antar lokasi, musim, pasang, surut dan stasiun penelitian, digunakan analisis non parametrik Kruskal- Wallis. Karena itu pengaruh interaksi antar faktor (lokasi, musim, pasang, surut dan stasiun) tidak dapat dianalisis menggunakan statistik parametrik secara simultan untuk melihat pengaruh interaksi antar faktor-faktor tersebut. Jika hasil analisis Kruskal-Wallis menunjukkan adanya perbedaan yang nyata, maka dilanjutkan dengan uji pembandingan menggunakan Mann-Whitney untuk menguji perbedaan setiap tingkatan dalam faktor lokasi, stasiun, musim, pasang dan surut (Zar 1984). Untuk mengidentifikasi parameter lingkungan yang paling berperan dalam membedakan tinggi rendahnya kelimpahan rotifera B. rotundiformis maka digunakan analisis diskriminan (Bengen 1999). Dalam analisis ini terlebih dahulu setiap observasi dibagi ke dalam kelompok berdasarkan kelimpahan B. rotundiformis. Analisis ini menggunakan perangkat lunak SPSS release Pengaruh Pakan terhadap Daur Hidup dan Morfometri B. rotundiformis Untuk mengetahui daur hidup B. rotundiformis digunakan metode life table (Tabel 2), (Pianka 1988; Rumengan 1989). Pengaruh jenis pakan terhadap daur hidup B. rotundiformis digunakan uji t berpasangan antara dua jenis pakan yang digunakan. Parameter yang diuji meliputi harapan hidup, laju reproduksi, waktu generasi dan waktu penggandaan. Morfometri B. rotundiformis (panjang lorika, lebar lorika dan lebar anterior) dinalisis ragam (ANOVA) untuk membandingkan morfometri antara B. rotundiformis hasil kultur dengan B. rotundiformis dari alam (4 lokasi).

50 32 Tabel 2 Komponen-komponen dalam metode Life Table Kolom Simbol Cara Keterangan Hitung 1 X Input Umur dalam hari 2 n x Input Jumlah individu yang hidup pada umur x. 3 l x n x /n o Kemungkinan individu hidup pada umur x 4 d x n x -n x+1 Jumlah individu yang mati selama selang waktu x sampai x+ 1/2 5 q x d x /n x Laju mortalitas selama selang waktu x sampai x+ 1/2 6 L x (n x +n x -1)/2 Rata-rata jumlah individu yang hidup selama selang waktu x sampai x+ 1/2 7 T x L x Jumlah kumulatif L x dihitung dari dasar tabel ke atas sampai ke umur x 8 e x T x /l x Rata-rata harapan hidup individu sejak berumur x 9 C x Input Jumlah anak yang dihasilkan semua betina hidup selang waktu x sampai x+ 1/2 10 m x C x /n x Rata-rata jumlah anak yang dihasilkan seekor betina pada umur x dari x sampai x+ 1/2 atau fertility rate 11 Vc x l x m x Total jumlah anak yang dihasilkan tiap betina hidup selama selang waktu x sampai x 1/2 12 Zc x l x m x x Total jumlah anak yang dihasilkan tiap betina sampai hari x Parameter- perameter yang dihitung berdasarkan metode life table adalah : 1. Harapan hidup (life time, e x ) Harapan hidup untuk individu pada umur x dihitung sebagai berikut : e x = (T x )/n x dimana : T x = Jumlah kumulatif lx n x = Jumlah individu pada umur x 2. Laju Fertilitas (fertility rate, m x ) Laju fertilitas adalah rata-rata jumlah turunan yang dihasilkan setiap individu betina pada waktu berumur x selama selang waktu x sampai x+ 1/2. Dihitung sebagai berikut : m x = C x /n x dimana : C x = Jumlah telur yang dihasilkan semua betina hidup selang waktu x sampai x+ 1/2 n x = Jumlah individu pada umur x

51 33 3. Laju Reproduksi Neto (net reproduction rate, R o ) Laju reproduksi neto adalah jumlah kali populasi bertambah banyak selama satu waktu generasi atau jumlah anak yang diperkirakan dapat dilahirkan seekor betina seumur hidupnya. Dihitung sebagai berikut : n R o = (l x m x ) x=i dimana : l x = Ketahanan hidup pada umur x m x = Laju fertilitas i = 0 n = 7,5 4. Waktu Generasi (mean generation time, T G ) Waktu Generasi adalah rata-rata periode waktu antara kelahiran induk dan kelahiran anak. Dihitung sebagai berikut : T G = Σ (l x m x X)/R o x=i n dimana : R o = Laju reproduksi neto atau net reproduction rate l x = Kemungkinan betina hidup pada umur x m x = Laju fertilitas atau fertility rate i = 0 n = 7,5 5. Waktu Penggandaan (doubling time, Dt) Waktu penggandaan adalah waktu yang dibutuhkan individu untuk bertambah dua kali lipat atau jika berkurang menjadi setengahnya. Dihitung sebagai berikut : Dt = (log e 2)/r dimana : Dt = Waktu penggandaan (doubling time) r = Pertumbuhan maksimum populasi (Intrinsic rate of increase) dengan struktur umur yang stabil dalam lingkungan yang menguntungkan. Perhitungan r menggunakan persamaan : n e -rx l x m x = 1 x=i

52 Persentase Miksis Untuk perhitungan persentase miksis dilakukan dengan menggunakan formula yang digunakan oleh Hagiwara (1998) yaitu : + D Persentasi miksis = x ? + D Aspek-aspek yang diamati adalah : 1. Betina miktik ( ) : Betina yang membawa telur bulat berwarna abu-abu dan ukurannya kira-kira setengah telur amiktik. 2. Betina amiktik ( ) : Betina yang telurnya oval berisi penuh dan berwarna agak gelap. 3. Betina tanpa telur (?) : Betina yang belum membawa telur, karena itu belum diketahui tipe miktik atau amiktik. 4. Betina miktik yang membawa telur dorman ( D) : Telurnya oval, berukuran sama dengan telur amiktik, berwarna coklat atau oranye dan terdapat rongga udara pada sisi telur Aktivitas Antibakteri Analisis yang digunakan untuk membandingkan zona bening yang dihasilkan dari perlakuan salinitas dan pakan adalah analisis faktorial, dengan 5 tingkatan salinitas (4 ppt, 20 ppt, 40 ppt, 50 ppt dan 60 ppt) dan 2 jenis pakan (N. oculata dan Prochloron sp.) diulang sebanyak 3 kali (5x2x3). Kombinasi kedua faktor tersebut dicoba pada B. rotundiformis yang diambil dari satu lokasi yaitu perairan Minanga. Model linier yang digunakan dalam eksperimen ini adalah sebagai berikut : Y ijk = μ+ S i + P j + SP ij + ε ijk

53 35 Y ijk = Respon pada perlakuan kombinasi salinitas ke-i, jenis pakan ke-j ulangan ke-k μ = Rata-rata umum S i P j = Pengaruh kombinasi salinitas ke-i (i= 4ppt, 20 ppt, 40 ppt, 50 ppt, 60 ppt) = Pengaruh jenis pakan ke-j (j= N. oculata dan Prochloron sp.) SP ij = Pengaruh interaksi antara kombinasi salinitas ke-i dengan jenis pakan ke-j ε ijk = Galat atau error perlakuan kombinasi salinitas ke-i, jenis pakan ke-j ulangan ke-k Untuk mengoreksi aktivitas antibakteri ekstrak kasar B. rotundiformis maka analisis dibandingkan dengan kontrol yaitu besarnya zona hambat kedua jenis pakan yang digunakan. Pembandingan ini dilakukan menggunakan Uji-Dunnet. Untuk menghitung efektifitas B. rotundiformis dalam pembentukan zona bening maka dihitung efisiensi relatif terhadap alga mikro sebagai pakan B. rotundiformis (N. oculata, Prochloron sp.) dan antibiotik, yang dinyatakan dalam persentase.

54 36 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Bioekologi Kondisi Umum Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di perairan Manembo-nembo, Minanga, Wori dan Tumpaan Sulawesi Utara. Perairan Manembo-nembo dan Minanga adalah dua lokasi yang berhadapan dengan Laut Maluku sedangkan perairan Wori dan Tumpaan adalah perairan pantai yang terbuka ke arah Laut Sulawesi. Perairan Manembo-nembo terletak di semenanjung Minahasa di pantai timur. Berdasarkan peta daratan pesisir, Manembo-nembo terletak memanjang dari barat daya ke timur laut yang berhadapan langsung dengan laut Maluku, serta memiliki dua muara sungai yaitu sungai Tuna dan sungai Sagerat. Karakteristik pantai Manembo-nembo adalah pasir, lumpur dan lempung (Bakosurtanal 1991a). Kondisi aktual lahan di daerah dekat pantai sebagian besar dimanfaatkan sebagai daerah permukiman dan area pertambakan. Perairan Minanga merupakan wilayah pantai yang mengarah ke tenggara berhadapan dengan laut Maluku. Pantainya memiliki dua muara sungai yaitu sungai Minanga pada bagian timur dan sungai Abuang pada bagian barat. Perairan pantai Minanga terdiri dari kerakal, kerikil, pasir dan lumpur yang berasal dari berbagai macam batuan dan endapan danau, garis pantainya berpasir dan bertebing terjal (Bakosurtanal 1995). Lahan di daerah dekat pantai sebagian besar dimanfaatkan sebagai daerah permukiman dan area pertambakan. Daratan pesisir Wori berhadapan dengan laut Sulawesi, terdapat beberapa pulau yang ada didepannya seperti Pulau Siladen, Bunaken dan Manado Tua yang saling berdekatan. Daratan tersebut berbentuk tanjung yang memanjang dari selatan ke utara dengan formasi hutan bakau di daerah dekat pantai dan hutan campuran di bagian belakangnya. Perairan pantai Wori memiliki karakteristik pasir, lumpur dan lempung (Bakosurtanal 1991b). Lahan di daerah dekat pantai sebagian besar dimanfaatkan sebagai daerah permukiman dan area pertambakan. Perairan Tumpaan berhadapan dengan Teluk Amurang dan Pulau Tatapaan, memiliki empat muara sungai yaitu muara Sungai Balombang, Ranorenet, Ranotuana dan Tinundek. Karakteristik pantainya berupa pasir, lumpur dan

55 37 lempung (Bakosurtanal 1991b). Lahan di daerah dekat pantai sebagian besar dimanfaatkan sebagai daerah permukiman dan area pertambakan. Area tambak di Perairan Manembo-nembo, Minanga, Wori dan Tumpaan merupakan area tempat budidaya ikan bandeng, mujair dan udang Parameter lingkungan Parameter lingkungan yang diukur selama penelitian meliputi beberapa parameter fisika kimia yaitu suhu, salinitas, ph, kekeruhan, kadar oksigen terlarut dan nutrien (nitrat, fosfat). Hasil pengukuran beberapa parameter lingkungan pada empat lokasi, dua musim serta pada saat pasang dan surut disajikan dalam Gambar 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18 dan Lampiran 2.

56 38 Pantai-Musim Barat Pantai-Musim Timur Suhu ( ºC ) 30 Suhu ( ºC ) Manembo Minanga 1 Tumpaan Wori 25 Manembo Minanga 1 Tumpaan Wori Muara-Musim Barat Muara-Musim Timur Suhu (º C) 30 Suhu (º C) Manembo Minanga 1 Tumpaan Wori 25 Manembo Minanga 1 Tumpaan Wori Tambak-Musim Barat Tambak-Musim Timur Suhu ( ºC ) 30 Suhu (º C ) Manembo Minanga 1 Tumpaan Wori 25 Manembo Minanga 1 Tumpaan Wori Keterangan : Pasang Surut Gambar 12 Hasil pengukuran suhu (ºC) selama penelitian

57 39 Pantai-Musim Barat Pantai-Musim Timur Sa lin ita s ( ) Salinitas ( ) Manembo Minanga 1 Tumpaan Wori 10 Manembo Minanga 1 Tumpaan Wori Muara-Musim Barat Muara-Musim Timur S a lin ita s ( ) Salinitas ( ) Manembo Minanga 1 Tumpaan Wori 10 Manembo Minanga 1 Tumpaan Wori Tambak-Musim Barat Tambak-Musim Timur Salinitas ( ) Manembo Minanga 1 Tumpaan Wori Salinitas ( ) Manembo Minanga 1 Tumpaan Wori Keterangan : Pasang Surut Gambar 13 Hasil pengukuran salinitas ( ) selama penelitian

58 40 Pantai-Musim Barat Pantai-Musim Timur 8 8 p H (sk a l a p H ) 7 6 p H (sk a l a p H ) Manembo Minanga 1 Tumpaan Wori 5 Manembo Minanga 1 Tumpaan Wori Muara-Musim Barat Muara-Musim Timur 8 8 p H (sk a l a p H ) 7 6 p H (sk a l a p H ) Manembo Minanga 1 Tumpaan Wori 5 Manembo Minanga 1 Tumpaan Wori Tambak-Musim Barat Tambak-Musim Timur 8 8 p H (sk a l a p H ) 7 6 p H (sk a l a p H ) Manembo Minanga 1 Tumpaan Wori 5 Manembo Minanga 1 Tumpaan Wori Keterangan : Pasang Surut Gambar 14 Hasil pengukuran ph (skala ph) selama penelitian

59 41 Pantai-Musim Barat Pantai-Musim Timur K e k e r u han (N T U) K e k e r u h a n (N T U) Manembo Minanga 1 Tumpaan Wori 60 Manembo Minanga 1 Tumpaan Wori 140 Muara-Musim Barat 140 Muara-Musim Timur K ekeruhan ( NTU) K ekeruhan ( NTU) Manembo Minanga 1 Tumpaan Wori 60 Manembo Minanga 1 Tumpaan Wori Tambak-Musim Barat Tambak-Musim Timur K ekeruhan ( NTU) K ekeruhan ( NTU) Manembo Minanga 1 Tumpaan Wori 60 Manembo Minanga 1 Tumpaan Wori Keterangan : Pasang Surut Gambar 15 Hasil pengukuran kekeruhan (NTU) selama penelitian

60 42 Pantai-Musim Barat Pantai-Musim Timur 7 7 O ks.t erlarut ( m g /l) 6 Oks.Terlarut ( m g /l) 6 5 Manembo Minanga 1 Tumpaan Wori 5 Manembo Minanga 1 Tumpaan Wori Muara-Musim Barat Muara-Musim Timur 7 7 Oks.Terlarut ( m g /l) 6 Oks.Terlarut ( m g /l) 6 5 Manembo Minanga 1 Tumpaan Wori 5 Manembo Minanga 1 Tumpaan Wori Tambak-Musim Barat Tambak-Musim Timur 7 7 Oks.Terlarut ( m g /l) 6 Oks.Terlarut ( m g /l) 6 5 Manembo Minanga 1 Tumpaan Wori 5 Manembo Minanga 1 Tumpaan Wori Keterangan : Pasang Surut Gambar 16 Hasil pengukuran oksigen terlarut (mg/l) selama penelitian

61 43 Pantai-Musim Barat Pantai-Musim Timur 2 2 Nitrat ( m g /l) Nitrat ( m g /l) Manembo Minanga 1 Tumpaan Wori 0 Manembo Minanga 1 Tumpaan Wori Muara-Musim Barat Muara-Musim Timur 2 2 Nitrat ( m g /l) Nitrat ( m g /l) Manembo Minanga 1 Tumpaan Wori 0 Manembo Minanga 1 Tumpaan Wori Tambak-Musim Barat Tambak-Musim Timur 2 2 Nitrat ( m g /l) Nitrat ( m g /l) Manembo Minanga 1 Tumpaan Wori 0 Manembo Minanga 1 Tumpaan Wori Gambar 17 Hasil pengukuran nitrat (mg/l) selama penelitian

62 44 Pantai-Musim Barat Pantai-Musim Timur 1 1 Fosfat ( m g /l) 0.5 Fosfat ( m g /l) Manembo Minanga 1 Tumpaan Wori 0 Manembo Minanga 1 Tumpaan Wori Muara-Musim Barat Muara-Musim Timur 1 1 Fosfat ( m g /l) 0.5 Fosfat ( m g /l) Manembo Minanga 1 Tumpaan Wori 0 Manembo Minanga 1 Tumpaan Wori Tambak-Musim Barat Tambak-Musim Timur 1 1 Fosfat ( m g /l) 0.5 Fosfat ( m g /l) Manembo Minanga 1 Tumpaan Wori 0 Manembo Minanga 1 Tumpaan Wori Gambar 18 Hasil pengukuran fosfat (mg/l) selama penelitian

63 45 Hasil pengukuran parameter lingkungan selama penelitian menunjukkan, bahwa suhu, salinitas, ph, kekeruhan, dan oksigen terlarut berbeda menurut lokasi, stasiun, musim, pasang dan surut (Lampiran 3). Nilai suhu dan salinitas di perairan pantai berbeda dibandingkan dengan di muara dan tambak. Rendahnya suhu dan salinitas di Minanga kemungkinan besar disebabkan oleh pengaruh masukan air tawar yaitu aliran air sungai yang relatif lebih besar jika dibandingkan dengan tiga lokasi lainnya. Karena salah satu faktor yang mempengaruhi fluktuasi salinitas tergantung pada aliran air sungai, sirkulasi air dan juga musim. Suhu air di musim barat lebih rendah dibandingkan dengan musim timur, tetapi tidak berbeda menurut pasang dan surut. Rata-rata salinitas pada musim timur lebih tinggi dibandingkan dengan musim barat dan lebih tinggi pada saat pasang dari pada surut. Tingginya salinitas pada musim timur disebabkan karena musim panas atau terjadi penguapan yang relatif tinggi dan curah hujan (presipitasi) yang relatif rendah jika dibandingkan dengan musim barat yang rata-rata curah hujannya lebih tinggi. Hal ini menyebabkan debit air tawar melalui aliran sungai menurun pada saat musim timur sehingga salinitas rata-rata pada tiga stasiun cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan musim barat. Karena faktor yang mempengaruhi fluktuasi salinitas adalah curah hujan serta penguapan yang sangat dipengaruhi oleh musim (Wyrtki 1961; Parsons et al. 1984; Arinardi 1997). Rata-rata ph di pantai lebih tinggi dibandingkan dengan di tambak dan muara. Rendahnya ph di muara sangat erat kaitannya dengan banyaknya bahan organik yang ikut terbawa aliran sungai sehingga proses dekomposisi mikroba sangat intensif. Rata-rata ph air di Manembo-nembo lebih tinggi dibandingkan Minanga, Wori dan Tumpaan. Rata-rata ph pada saat pasang lebih tinggi dibandingkan pada saat surut dan lebih tinggi di musim timur dari pada musim barat (Lampiran 3). Nilai ph yang rendah pada musim barat bertepatan dengan curah hujan yang tinggi. Rata-rata oksigen terlarut berbeda diantara keempat lokasi penelitian, nilai tertinggi yaitu di perairan Tumpaan, dan lebih tinggi di muara kemudian pantai dan tambak. Perbedaan kadar oksigen terlarut nyata terlihat antar musim dan antar pasang dan surut.

64 46 Kekeruhan berbeda menurut musim, pasang, surut, dan kekeruhan paling tinggi yaitu pada musim barat saat surut (Lampiran 3). Rata-rata kekeruhan di Minanga dan Wori lebih tinggi dibandingkan dengan Manembo-nembo dan Tumpaan. Perbedaan kekeruhan ini banyak dipengaruhi oleh masukan air tawar dan pergerakan massa air. Tingginya masukan air tawar pada musim barat menyebabkan tingginya konsentrasi partikel-partikel terlarut yang menyebabkan tingginya kekeruhan di perairan pantai dan muara. Pergerakan pasang dan surut memungkinkan terdorongnya massa air tawar dari muara ke pantai pada saat air surut, dan dalam waktu yang bersamaan arus pasang dan surut sangat besar pengaruhnya terhadap pengadukan substrat dasar perairan pantai dan estuari yang dapat menyebabkan meningkatnya kekeruhan Kelimpahan Rotifera Spesies rotifera yang ditemukan selama penelitian adalah dari kelas Monogononta yang merupakan anggota dari genus Brachionus (Wallace dan Snell 1991). Identifikasi sampel rotifera di semua lokasi penelitian menemukan tiga jenis yaitu B. rotundiformis, B. caudatus dan B. quadridentatus. Hasil pengukuran rata-rata morfometri rotifera yang meliputi lebar anterior (LA), panjang lorika (PL) dan lebar lorika (LL) dari masing-masing spesies rotifera tertera pada Gambar 19. Beberapa ciri umum morfologi rotifera Brachionus adalah memiliki ekor berbentuk melingkar tanpa segmen, lorika melingkupi bagian belakang dan perut dengan beberapa bagian duri bagian depan (Fukusho 1989b). Hasil pengamatan morfologi terhadap semua spesies rotifera yang diperoleh selama penelitian menunjukkan adanya duri baik pada bagian anterior maupun posterior (Tabel 3). Duri pada rotifera selain berfungsi sebagai pertahanan mereka terhadap predator, juga berfungsi untuk membantu pengapungan mereka di dalam kolom air (Sugiri 1989). Beberapa ciri penampilan umum lainnya yang teramati pada rotifera Brachionus adalah bentuk lorika yang hampir bulat dan bagian anterior yang relatif kecil.

65 47 B. rotundiformis B. caudatus B. quadridentatus LA LA LA PL PL PL LL LL LL B. rotundiformis B. caudatus B. quadridentatus LA = 67,20 μm LA = 79,52 μm LA = 96,32 μm PL = 158,20 μm PL = 169,96 μm PL = 159,88 μm LL = 117,32 μm LL = 117,88 μm LL = 147,84 μm Keterangan : LA = Lebar Anterior PL = Panjang Lorika LL = Lebar Lorika Gambar 19 Spesies rotifera yang ditemukan selama penelitian

66 48 Tabel 3 Beberapa kategori morfologi spesies rotifera yang teridentifikasi selama penelitian (Wallace dan Snell 1991). Kategori No Spesies Klas Jumlah Bentuk Jumlah Jml duri/tonjolan lorika duri/tonjolan Ekor pada anterior pada posterior 1. B. rotundiformis Monogononta Depan : 6 Bentuk - 1 Duri. lorika Belakang : 4 posterior tonjolan kecil runcing dan bulat 2. B. caudatus Monogononta Depan : 4 Bentuk 2 duri - duri dan 2 lorika Tonjolan. sedikit Belakang : 4 bujur/ tonjolan kecil langsing. Bagian bawah lorika ada dua duri 3. B. quadridentatus Monogononta Depan : 6 Bentuk 2 duri 1 duri. Lorika pinggir, Belakang : 4 seperti 2 tonjolan tonjolan kecil tong/ hampir bulat, bengkak pada pantatnya Kelimpahan rata-rata rotifera yang ditemukan selama penelitian menurut lokasi, musim, stasiun, pasang dan surut disajikan dalam Gambar 20, 21, 22, dan Lampiran 2.

67 49 Pantai-Musim Barat Pantai-Musim Timur B.rotundif orm is ( in d /m 3 ) Brotundif orm is ( in d /m 3 ) Manembo Minanga 1 Tumpaan Wori 0 Manembo Minanga 1 Tumpaan Wori Muara-Musim Barat Muara-Musim Timur B. rotundif orm is ( in d /m 3 ) Manembo Minanga 1 Tumpaan Wori B.rotundif ormis ( in d /m 3 ) Manembo Minanga 1 Tumpaan Wori Tambak-Musim Barat Tambak-Musim Timur B.rotundif ormis ( in d /m 3 ) Manembo Minanga 1 Tumpaan Wori B.rotundif ormis ( in d /m 3 ) Manembo Minanga 1 Tumpaan Wori Keterangan : Pasang Surut Gambar 20 Kelimpahan B. rotundiformis

68 50 Pantai-Musim Barat Pantai-Musim Timur B. caudatus (ind/m 3) B. caudatus (ind/m3) Manembo Minanga 1 Tumpaan Wori 0 Manembo Minanga 1 Tumpaan Wori Muara-Musim Barat Muara-Musim Timur B. caudatus (ind/m 3) B. caudatus (ind/m3) Manembo Minanga 1 Tumpaan Wori 0 Manembo Minanga 1 Tumpaan Wori Tambak-Musim Barat Tambak-Musim Timur B. caudatus (ind/m3) B. caudatus (ind/m3) Manembo Minanga 1 Tumpaan Wori 0 Manembo Minanga 1 Tumpaan Wori Keterangan : Pasang Surut Gambar 21 Kelimpahan B. caudatus

69 51 B.q u a d rid enta tu s ( in d /m 3 ) Pantai-Musim Barat Manembo Minanga 1 Tumpaan Wori B.q u a d rid en ta tu s ( in d /m 3 ) Pantai-Musim Timur Manembo Minanga 1 Tumpaan Wori Muara-Musim Barat Muara-Musim Timur B.q ua d rid enta tus ( in d /m 3 ) Manembo Minanga 1 Tumpaan Wori B.q u a d rid en ta tu s ( in d /m 3 ) Manembo Minanga 1 Tumpaan Wori Tambak-Musim Barat Tambak-Musim Timur B.q u a d rid en ta tu s ( in d /m 3 ) Manembo Minanga 1 Tumpaan Wori B.q u a d rid en ta tu s ( in d /m 3 ) Manembo Minanga 1 Tumpaan Wori Keterangan : Pasang Surut Gambar 22 Kelimpahan B. quadridentatus

70 52 Hasil analisis Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa kelimpahan ketiga spesies rotifera berbeda nyata berdasarkan lokasi dan stasiun penelitian. Spesies B. rotundiformis dan B. quadridentatus ditemukan di semua lokasi penelitian sedangkan B. caudatus hanya pada lokasi tertentu saja yaitu di perairan Manembo-nembo dan Minanga. B. rotundiformis lebih melimpah dibandingkan dengan kedua spesies lainnya. Hasil uji Mann-Whitney untuk membandingkan rata-rata kelimpahan ketiga spesies rotifera menunjukkan bahwa kelimpahan B. rotundiformis di Manembo-nembo tidak berbeda nyata dengan di Minanga. B. rotundiformis lebih melimpah di Manembo-nembo dan Minanga dibandingkan dengan di Wori dan di Tumpaan. B. caudatus di Manembo-nembo lebih melimpah dibandingkan dengan di Minanga, sedangkan di Wori dan Tumpaan tidak dijumpai spesies ini. B. quadridentatus lebih melimpah di Minanga dibandingkan dengan di Manembo-nembo, Wori dan Tumpaan. Kelimpahan spesies B. quadridentatus di Manembo-nembo, Wori dan Tumpaan tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata (Lampiran 4) (Rimper et al. 2007). Hasil analisis Mann-Whitney (Lampiran 5) menunjukkan bahwa kelimpahan B. rotundiformis yang tertinggi adalah di tambak dan terendah di pantai. Kelimpahan B. caudatus yang tertinggi terdapat di muara dan terendah di pantai, sedangkan di tambak tidak ditemukan spesies ini. Kelimpahan B. quadridentatus yang tertinggi di muara kemudian diikuti tambak dan pantai. Persebaran B. quadridentatus mirip dengan B. caudatus yaitu lebih melimpah di muara dibandingkan dengan tambak maupun pantai. B. caudatus dan B. quadridentatus cenderung lebih melimpah di muara dibandingkan dengan pantai maupun tambak, sedangkan B. rotundiformis cenderung menyebar dengan kelimpahan yang meningkat dari arah pantai ke muara dan tambak. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa B. rotundiformis lebih menyukai habitat yang berair tenang seperti daerah muara dan tambak. B. rotundiformis juga lebih melimpah pada musim timur dibandingkan dengan musim barat (Lampiran 6), sedangkan hasil uji pembandingan antara pasang dan surut tidak memperlihatkan adanya perbedaan yang nyata pada kelimpahan ketiga spesies rotifera (Lampiran 7). Gambar 23 menunjukkan persentase kelimpahan rotifera menurut lokasi, stasiun, musim, pasang, surut dan spesies.

71 53 Kelimpahan Rotifera Menurut Lokasi Kelimpahan Rotifera Menurut Musim 6% 2% Manembo 29% 38% Minanga Barat Wori Timur 54% Tumpaan 71% Kelimpahan Rotifera Menurut Stasiun Kelimpahan Rotifera Menurut Pasang Surut 43% 55% Tambak Pantai Muara 50% 50% Pasang Surut 2% Kelimpahan Rotifera Menurut Spesies 10% 1% B.rotundiformis B.caudatus B.quadridentatus 89% Gambar 23 Persentase kelimpahan rotifera Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa B. rotundiformis lebih melimpah jika dibandingkan dengan B. caudatus dan B. quadridentatus. Untuk mendeterminasi lebih detail faktor-faktor yang paling berperan dalam membedakan tinggi rendahnya kelimpahan B. rotundiformis, dilakukan analisis diskriminan. Parameter-parameter yang digunakan dalam analisis ini adalah suhu,

72 54 salinitas, ph, kekeruhan, kadar oksigen terlarut dan kelimpahan fitoplankton. Data kelimpahan B. rotundiformis dikelompokkan dalam tiga kategori yaitu rendah (<1000 ind/m 3 ), sedang ( ind/m 3 ) dan tinggi (>3100 ind/m 3 ). Pengelompokan rata-rata kelimpahan dalam tiga kategori melalui hasil analisis ragam menunjukkan perbedaan rata-rata kelimpahan antar ketiga kategori tersebut (Lampiran 8). Hasil analisis diskriminan menunjukkan bahwa sebagian besar keragaman tinggi rendahnya kelimpahan B. rotundiformis (93,5 %) terjelaskan pada sumbu diskriminan satu dan sisanya (6,5 %) terjelaskan pada sumbu diskriminan dua, dengan koefisien (terstandarisasi) masing-masing parameter adalah seperti disajikan dalam (Tabel 4, Gambar 24). Parameter lingkungan seperti suhu, salinitas dan oksigen terlarut berperan memisahkan antara kelompok kelimpahan B. rotundiformis yang rendah dengan kelompok kelimpahan sedang dan tinggi, sedangkan ph, kekeruhan dan kelimpahan fitoplankton berperan besar memisahkan antara kelompok kelimpahan sedang dan rendah dengan kelompok kelimpahan tinggi. Nilai koefisien dan struktur matriks yang lebih tinggi menunjukkan peranan yang lebih besar, demikian pula sebaliknya dengan nilai yang lebih rendah. Tabel 4 Koefisien dan struktur matriks setiap parameter pada masing-masing fungsi diskriminan kelimpahan B. rotundiformis Parameter Koef. Fungsi Diskriminan Struktur Matriks Fungsi 1 Fungsi 2 Fungsi 1 Fungsi 2 Suhu -0,173 0,578 0,202* 0,127 Salinitas 0,813-0,105 0,395* 0,149 ph -0,084-0,354-0,095-0,269* Kekeruhan 0,517 0,533 0,134 0,697* Oks.terlarut 0,704 0,429 0,574* 0,003 Kelimpahan Fitoplankton -0,447 0,820 0,520 0,540* Keterangan : Tanda (*) menunjukkan sumbu dimana suatu parameter lebih besar korelasinya

73 Group 1= Rendah 2= Sedang 3= Tinggi Group Centroid 1 2 Fungsi Fungsi 1 2 Gambar 24 Koordinat tiap observasi dalam fungsi diskriminan Hasil identifikasi dan pencacahan genus fitoplankton yang diperoleh selama penelitian adalah Diatom (Bacteriastrum, Bidulphia, Chaetoceros, Coscinodiscus, Rhizosolenia, Skeletonema, Thalassionema, Thalassiothrix) dan Dinoflagelata (Ceratium, Noctiluca, Prorocentrum, Pyrocystis). Kelimpahan fitoplankton menurut stasiun, lokasi, musim, pasang dan surut disajikan pada Gambar 25 dan Lampiran 2.

74 56 Pantai-Musim Barat Pantai-Musim Timur Fitop lankton (sel/m 3) F ito pla nkto n (sel/m 3 ) Manembo Minanga 1 Tumpaan Wori 0 Manembo Minanga 1 Tumpaan Wori Muara-Musim Barat Muara-Musim Timur F ito pla nkto n (sel/m 3 ) Manembo Minanga 1 Tumpaan Wori F ito pla nkto n (sel/m 3 ) Manembo Minanga 1 Tumpaan Wori Tambak-Musim Barat Tambak-Musim Timur Fitoplankton (sel/m 3) Fitoplankton (sel/m 3) Manembo Minanga 1 Tumpaan Wori 0 Manembo Minanga 1 Tumpaan Wori Keterangan : Pasang Surut Gambar 25 Kelimpahan Fitoplankton Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelimpahan fitoplankton berbeda menurut lokasi penelitian, tetapi tidak berbeda menurut stasiun penelitian. Ratarata kelimpahan fitoplankton di Manembo-nembo ( sel/m 3 ) tidak berbeda nyata dengan kelimpahan di Minanga ( sel/m 3 ). Tetapi rata-rata kelimpahan fitoplankton di Manembo-nembo dan Minanga berbeda nyata dengan di Wori ( sel/m 3 ) dan Tumpaan ( sel/m 3 ) (Lampiran 9).

75 57 Persebaran fitoplankton di musim barat ( sel/m 3 ) lebih melimpah jika dibandingkan dengan musim timur ( sel/m 3 ). Kelimpahan fitoplankton yang lebih tinggi pada musim barat kemungkinan disebabkan oleh kosentrasi nitrat yang relatif lebih tinggi (1,33 mg/l) (Lampiran 2). Rata-rata kelimpahan fitoplankton tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata antara pasang dan surut, karena peningkatan dan pertumbuhan populasi fitoplankton pada perairan berhubungan dengan ketersediaan nutrien (Tomascik et al. 1997; Sumich 1992; Odum 1971). Analisis korelasi Spearman (Spearman corelation rank) menunjukkan ada korelasi antar kelimpahan ketiga spesies rotifera dengan parameter lingkungan (Tabel 5). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelimpahan B. rotundiformis cenderung meningkat dengan meningkatnya kelimpahan fitoplankton, dan akan menurun dengan meningkatnya nilai suhu (26,17-31,43 ºC), salinitas (14,33-32,97 ), dan kekeruhan (93,3-129 NTU) (Lampiran 2). Hasil yang didapatkan oleh Gomez (2003), suhu pertumbuhan yang optimal untuk B. rotundiformis yaitu pada ºC, dan hasil dari Fieder dan Purser (2000), B. rotundiformis lebih toleran pada suhu diatas 23 ºC. Sedangkan menurut hasil penelitian dari James dan Abu (1990), pertumbuhan B. rotundiformis berhubungan dengan peningkatan salinitas. Menurut hasil penelitian dari Assavaaree et al. (2001), kemampuan hidup tertinggi dari B. rotundiformis strain-s Fukuoka yaitu pada 35 ppt. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap strain memiliki kemampuan adaptasi yang berbeda terhadap kondisi lingkungannya. Tabel 5 Matriks korelasi Spearman kelimpahan rotifera (ind/m 3 ), kelimpahan fitoplankton (sel/m 3 ) dan parameter lingkungan Korelasi B. rotun B. caud B. quad Suhu Sal ph K ruhan DO Fitopl B.rotun 1,00 0,45(**) 0,48(**) -0,31(**) - 0,52(**) 0,01-0,25(**) -0,41(**) 0,34(**) B. caud 0,45(**) 1,00 0,62(**) -0,22(**) -0,14 0,18(*) 0,37(**) -0,41(**) 0,49(**) B.qua 0,48(**) 0,62(**) 1,00-0,26(**) -0,38(**) -0,06 0,48(**) -0,26(**) 0,34(**) Suhu -0,31(**) -0,22(**) -0,23(**) 1,00 0,46(**) 0,02-0,11 0,10-0,31(**) Sal -0,52(**) 0,13 0,38(**) 0,46(**) 1,00 0,29(**) 0,01 0,12 0,05 ph 0,01 0,18-0,06 0,02 0,29(**) 1,00-0,00-0,29(**) 0,30 K ruhan -0,25(**) 0,37(**) 0,48(**) -0,11-0,01 0 1,00-0,14 0,30 DO -0,41(**) -0,41(**) -0,26(**) 0,10-0,12-0,29-0,14 1,00-0,75 Fitopl 0,34(**) 0,49(**) 0,34(**) -0,32(**) -0,05 0,30 0,30(**) -0,75(**) 1,00 Keterangan : (*) signifikan pada α = 0.05 dan (**) signifikan pada α = 0.01

76 Morfometri Rotifera B. rotundiformis Karakteristik morfometri B. rotundiformis dari alam Kajian morfometri rotifera B. rotundiformis meliputi ukuran lorika yaitu panjang lorika, lebar lorika dan lebar anterior. Berdasarkan hasil pengukuran selama penelitian diketahui bahwa rotifera yang ditemukan di perairan Sulawesi Utara memiliki ukuran panjang lorika rata-rata yang tidak melebihi 200 μm, sehingga digolongkan sebagai B. rotundiformis, karena menurut Fu et al. (1990); Rumengan et al. (1991); Hirayama dan Rumengan (1993); Hagiwara et al. (1995); Rumengan et al. (2007b), ukuran tubuh >200 μm (tipe L-large) digolongkan sebagai B. plicatilis dan ukuran tubuh <200 μm tipe (S-small) digolongkan sebagai B. rotundiformis. Perbedaan kedua tipe ini didasarkan pada beberapa faktor seperti morfologi, respon fisiologi dan genetika. Ukuran tubuh tipe S (small) lorikanya lebih kecil, lebih bulat dengan duri yang ramping dan tajam, sedangkan tipe L (large) bentuk lorikanya lebih besar dan agak lonjong dengan duri yang lebar dan tumpul (Lampiran 10). Hasil penelitian menunjukkan bahwa B. rotundiformis lebih melimpah serta ditemukan di semua lokasi penelitian jika dibandingkan dengan B. caudatus dan B. quadridentatus. B. rotundiformis juga yang paling baik dan bertahan untuk dikultur di laboratorium, sedangkan dua spesies lainnya yaitu B. caudatus dan B. quadridentatus belum berhasil dikultur di laboratorium. Oleh karena itu secara khusus B. rotundiformis dipilih untuk diukur dan dibandingkan morfometrinya, yaitu yang diperoleh dari empat lokasi penelitian dan hasil kultur di laboratorium dengan perlakuan lima tingkatan salinitas (4 ppt, 20 ppt, 40 ppt, 50 ppt, 60 ppt) dan dua jenis pakan (N. oculata, Prochloron sp.). Gambar 26 dan Gambar 27 menunjukkan ukuran lorika B. rotundiformis yang diperoleh selama penelitian. Hasil pengukuran morfometri berdasarkan lokasi penelitian menunjukkan bahwa di perairan Minanga ditemukan ukuran ratarata yang paling besar (164,08 μm) dibanding dengan yang ditemukan di perairan Manembo-nembo (159,60 μm), Tumpaan (155,40 μm) dan Wori (153,72 μm) (Lampiran 10).

77 PL LL LA Minanga Manembo Tumpaan Wori Gambar 26 Morfometri rotifera B. rotundiformis dari 4 lokasi (Alam) Persentase ukuran lorika terbesar yang ditemukan selama penelitian yaitu sebanyak 27 % di perairan Minanga, 63 % di perairan Manembo-nembo, 83 % di perairan Tumpaan dan 77 % di perairan Wori (Gambar 27). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa ketersediaan fitoplankton di Minanga lebih melimpah dibanding dengan tiga lokasi lainnya (Lampiran 9) serta kisaran suhu di Minanga lebih rendah 27,10-30,23 ºC dibanding dengan tiga lokasi lainnya antara 28,57-32,23 ºC (Lampiran 2). Menurut hasil penelitian yang diperoleh Assavaaree et al. (2001), B. rotundiformis strain Fukuoka lebih menyukai suhu yang rendah (26-27 ºC). Lebih besarnya morfometri B. rotundiformis asal Minanga diduga karena ketersediaan fitoplankton yang cukup dan faktor suhu yang nyaman bagi B. rotundiformis.

78 60 30% 7% 27% 7% 7% 32% 63% 27% Manembo Minanga 3% 20% 10% 7% 77% 83% Wori Tumpaan Keterangan : < >170.9 Gambar 27 Persentase panjang lorika (um) B. rotundiformis dari beberapa lokasi

79 Karakteristik Morfometri B. rotundiformis Hasil Kultur Berdasarkan hasil analisis terhadap morfometri B. rotundiformis hasil kultur di laboratorium dengan perlakuan lima tingkatan salinitas dan dua jenis pakan, menunjukkan bahwa ketiga parameter morfometri (Panjang lorika, Lebar lorika, Lebar anterior) berbeda pada berbagai kombinasi salinitas dan pakan (Lampiran 10 dan Lampiran 11). Ukuran panjang lorika, lebar lorika dan lebar anterior B. rotundiformis yang terkecil adalah pada perlakuan pakan Prochloron sp. Hasil penelitian menunjukkan kombinasi salinitas 20 ppt dengan pakan Prochloron sp. menghasilkan ukuran lorika yang terkecil. Pada perlakuan salinitas 4 ppt, 40 ppt, 50 ppt dan 60 ppt terlihat adanya kecenderungan peningkatan ukuran morfometri B. rotundiformis. Hal ini disebabkan karena adanya gejala polimorfisme yang terjadi pada B. rotundiformis yaitu bentuk dan ukuran lorikanya mengalami semacam plastisitas jika kondisi lingkungan hidupnya berubah (Nogrady et al. 1993; Rimper et al. 2008). Polimorfisme ini bahkan dapat juga mengakibatkan suatu perbedaan yang cukup besar yaitu sebesar 15% (Fukusho 1989b). Menurut James dan Abu 1990, ukuran B. rotundiformis sebanding dengan peningkatan salinitas. Hasil yang diperoleh Snell dan Carillo (1984) menunjukkan adanya pengurangan rata-rata panjang lorika dari strain B. plicatilis seiring dengan meningkatnya salinitas. Gambar 28, 29, 30 dan 31 menunjukkan morfometri B. rotundiformis dengan perlakuan pakan dan salinitas yang berbeda.

80 PL LL LA 4 ppt 60 ppt 50 ppt 40 ppt 20 ppt Gambar 28 Morfometri B. rotundiformis dengan perlakuan pakan N. oculata PL LL LA 4 ppt 40 ppt 20 ppt 60 ppt 50 ppt Gambar 29 Morfometri B. rotundiformis dengan perlakuan pakan Prochloron sp.

81 63 3% 3% 13% 31% 24% 13% 13% Salinitas 4 ppt (N. oculata ) 17% 17% 10% 13% 17% 13% 27% 13% 7% 13% 23% Salinitas 20 ppt (N. oculata ) 13% 17% Salinitas 40 ppt (N. oculata ) 28% 3% 3% 20% 31% 3% 3% 13% 13% 24% 20% 13% 13% 13% Salinitas 50 ppt (N. oculata ) Salinitas 60 ppt (N. oculata ) Keterangan : < >170.9 Gambar 30 Persentase panjang lorika (um) B. rotundiformis dengan pakan N. oculata dan salinitas berbeda

82 64 8% 4% 8% 20% 28% 32% S alinitas 4 ppt (Prochloron sp.) 10% 10% 17% 17% 7% 3% 10% 30% 33% 30% 33% Salinitas 50 ppt (Prochloron sp.) Salinitas 60 ppt (Prochloron sp.) 3% 3% 3% 13% 40% 17% 23% 57% 41% Salinitas 20 ppt (Prochloron sp.) Salinitas 40 ppt (Prochloron sp.) Keterangan : < >170.9 Gambar 31 Persentase panjang lorika (um) B. rotundiformis dengan pakan Prochloron sp. dan salinitas berbeda

83 Daur Hidup Rotifera B. rotundiformis Hasil perhitungan analisis life table rotifera B. rotundiformis dengan perlakuan pakan N. oculata dan Prochloron sp. disajikan pada Tabel 6 dan Tabel 7. Berdasarkan hasil analisis dengan metode life table diketahui bahwa daur hidup B. rotundiformis berbeda menurut jenis pakan. Tabel 6 Hasil perhitungan analisis life table B. rotundiformis yang diberi pakan N. oculata X n x l x d x q x L x T x e x C x m x VCx ZCx ,50 164,75 4, , ,50 147,25 4, ,66 1,66 0, ,50 129,75 3, ,06 2,06 2,06 1, ,50 112,25 3, ,63 1,63 2, ,50 94,75 2, ,97 1,97 3,94 2, ,50 77,25 2, ,23 2,23 5, ,50 59,75 1, ,77 1,77 5,31 3, ,75 42,25 1, ,71 1, ,80 7 0,22 11,50 26,50 0, ,11 1,69 6,74 4,5 18 0, ,43 7,50 15,00 0, ,28 1,46 6, ,67 6 0,40 4,50 7,50 0, ,67 1,78 8,89 5,5 6 0,50 6 0,67 2,00 3,00 0, ,83 1,42 7, ,33 4 1,00 0,75 1 0,50 5 2,50 0,83 5,00 6,5 1 0,50 1 0,67 0,25 0,25 0, ,50 9, Tabel 7 Hasil perhitungan analisis life table B. rotundiformis yang diberi pakan Prochloron sp. X n x l x d x q x L x T x e x C x m x VCx ZCx ,5 171,75 4, , ,5 154,25 4, ,69 0,69 0, ,5 136,75 3, ,66 0,66 0,66 1, ,5 119,25 3, ,86 0,86 1, ,5 101,75 2, ,17 1,17 2,34 2, ,5 84,25 2, ,89 1,89 4, ,75 66,75 1, ,60 2,60 7,80 3,5 32 0,91 3 0,09 15,5 50 1, ,47 2,26 7, ,94 2 0,06 12,75 34,5 1, ,63 2,47 9,88 4,5 21 0,70 9 0,35 8,5 21,75 1, ,62 1,83 8, ,62 8 0,47 5,75 13,25 1, ,69 1,05 5,24 5,5 10 0,77 3 0,26 4,25 7,5 0, ,54 8, ,70 3 0,35 2,25 3,25 0, ,71 1,20 7,20 6,5 2 0,29 5 1,11 0,75 1 0, ,50 1 0,67 0,25 0,25 0, ,50 10,50 7,

84 66 Hasil analisis menunjukkan adanya perbedaan harapan hidup B. rotundiformis yang diberi pakan N. oculata dengan pemberian pakan Prochloron sp. Laju reproduksi B. rotundiformis yang diberi pakan N. oculata dengan yang diberi pakan Prochloron sp. juga berbeda. Rotifera B. rotundiformis yang diberi pakan N. oculata memiliki kemampuan yang lebih besar untuk memproduksi telur. Pakan N. oculata mungkin lebih mudah dicerna oleh B. rotundiformis jika dibandingkan dengan pakan Prochloron sp. serta kandungan nutrisi yang dimiliki oleh N. oculata (protein 57,06%, lemak 21%, karbohidrat 23,59%). Menurut Maruyama dan Hirayama (1993) alga mikro N. oculata merupakan salah satu pakan yang populer untuk kultur rotifera di Jepang. B. rotundiformis yang diberi pakan Prochloron sp. lebih panjang waktu generasinya dari pada yang diberi pakan N. oculata. Menurut King (1966), perbedaan spesies alga sebagai pakan B. rotundiformis dapat menghasilkan waktu generasi yang berbeda. Waktu penggandaan (doubling time) B. rotundiformis dengan pemberian pakan N. oculata lebih cepat dari pada dengan pemberian pakan Prochloron sp. Jenis pakan mempengaruhi waktu B. rotundiformis untuk bertambah dua kali lipat (Tabel 8). Tabel 8 Hasil perhitungan beberapa parameter life table Jenis Pakan Parameter N. oculata Prochloron sp. e x (Harapan hidup) 27,31 30,58 R o (Laju reproduksi) 21,71 15,97 T G (Waktu generasi) 3,27 3,30 Dt (Waktu penggandaan) 0,23 0,25

85 Miksis Rotifera B. rotundiformis Rotifera memiliki pola reproduksi seksual dan aseksual (partenogenesis). Dalam kondisi normal tanpa ada tekanan lingkungan, rotifera cenderung bereproduksi partenogenesis yaitu dengan mitosis dapat menghasilkan telur diploid yang kemudian menetas menjadi betina lagi. Tipe betina ini disebut dengan istilah amiktik, artinya tanpa rekombinasi genetik terbentuk individu yang sama persis dengan induknya. Tetapi jika ada faktor-faktor tertentu berupa rangsangan miksis atau terjadi percampuran gen, maka betina amiktik mengalami perubahan ke reproduksi seksual dan menghasilkan betina miktik dan amiktik. Jika telur miktik dibuahi maka akan terbentuk telur dorman. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata jumlah betina miktik tertinggi pada perlakuan pakan N. oculata terlihat pada hari ke-4, sedangkan dengan perlakuan pakan Prochloron sp. terlihat pada hari ke-5. Jumlah betina amiktik tertinggi pada kedua perlakuan jenis pakan terlihat pada hari ke-5. Jumlah betina dewasa tanpa telur pada perlakuan jenis pakan N. oculata terlihat lebih banyak jika dibandingkan pada perlakuan pakan Prochloron sp. Kehadiran tipe betina miktik yang membawa telur dorman terlihat pada perlakuan pakan Prochloron sp. hari ke-7, sedangkan pada perlakuan pakan N. oculata tidak ditemukan telur dorman (Tabel 9 dan Tabel 10). Namun ketidak hadiran betina dorman pada perlakuan jenis pakan N. oculata dapat juga disebabkan oleh tidak terbuahinya telur haploid yang dihasilkan betina miktik oleh sel sperma rotifera (Brusca dan Brusca, 1990). Pembentukan telur dorman dimungkinkan jika tingkat keberhasilan fertilisasi tinggi, dan fertilisasi ini dimungkinkan dengan adanya interaksi yang intensif antara jantan dan betina. Hasil pengamatan terhadap pertumbuhan populasi B. rotundiformis yang dikultur pada suhu 28 ºC dan salinitas 20 ppt dengan perlakuan jenis pakan N. oculata dan Prochloron sp. dapat dilihat pada Tabel 9 dan 10.

86 68 Tabel 9 Rata-rata kepadatan B. rotundiformis dengan pakan N. oculata Rata-rata kepadatan (individu) Hari Betina miktik Betina amiktik Betina tanpa telur Betina+dorman ,3 1,3 2, , ,3 9 22, ,3 27,6 84, ,3 13,3 154, ,3 2, Tabel 10 Rata-rata kepadatan B. rotundiformis dengan pakan Prochloron sp. Rata-rata kepadatan (individu) Hari Betina miktik Betina amiktik Betina tanpa telur Betina+dorman ,3 1,3 2, ,3 1,3 5, ,6 3,7 11, ,3 70, ,3 12,3 138, ,3 40 0, Perhitungan persentase miksis dibutuhkan untuk memperoleh informasi miksis yang mengindikasikan keadaan stres pada B. rotundiformis yang diduga memacu produksi senyawa bioaktif (Rumengan 2007a). Gejala miksis terdeteksi selama penelitian, terlihat adanya peningkatan setelah hari ke-2 dan hari ke-3, kemudian menurun sampai akhir pengamatan (Gambar 32). Persentase miksis B. rotundiformis pada setiap perlakuan jenis pakan selama masa kultur bervariasi. Persentase miksis paling tinggi yaitu pada perlakuan pakan N. oculata sebesar 27,77%, sedangkan untuk pakan Prochloron sp. 19,44%. Menurut Hagiwara dan Hirayama (1993), miksis dapat terjadi karena adanya pengaruh dari faktor internal dan faktor eksternal. Hagiwara dan Hirayama (1993) melaporkan bahwa jenis pakan merupakan salah satu faktor yang merangsang terjadinya miksis pada rotifera atau jenis alga mikro merupakan faktor penginduksi miksis. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan faktor jenis pakan memberi pengaruh sebagai

87 69 perangsang miksis. Diyakini dalam penelitian ini bahwa perubahan kondisi lingkungan yang menyebabkan peningkatan persentase miksis tersebut Prosentase miksis Periode kultur (Hari) N. oculata Prochloron sp. Gambar 32 Rata-rata persentase miksis

88 Bioaktif Aktivitas Antibakteri B. rotundiformis dengan Pakan N. oculata Senyawa bioaktif rotifera masih dalam taraf penjajakan, dan laporan tentang biokimia rotifera serta jenis-jenis senyawa bioaktif belum banyak publikasinya. Terdeteksinya senyawa bioaktif dalam penelitian ini merupakan langkah awal yang penting. Untuk menguji aktivitas antibakteri pada B. rotundiformis maka dilakukan pengamatan terhadap pembentukan zona bening yang dicoba pada tiga jenis bakteri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengujian aktivitas antibakteri dari B. rotundiformis yang dikultur pada salinitas 4 ppt, 20 ppt, 40 ppt, 50 ppt, 60 ppt dengan pakan N.oculata terhadap tiga bakteri uji V. cholerae, B. subtilis, dan E. coli terlihat adanya pembentukan zona bening (Gambar 33). Tabel 11 menunjukkan adanya perbedaan aktivitas dari masing-masing ekstrak kasar terhadap masing-masing bakteri uji serta antibiotik pembanding dan metanol sebagai kontrol. Antibiotik pembanding yang digunakan adalah amoksisilin dan tetrasiklin. Amoksisilin digunakan pada bakteri uji B. subtilis karena amoksisilin digunakan untuk infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram positif dan infeksi yang disebabkan oleh bakteri Streptococci, Staphilococcus non penicilin dan Bacillus. Tetrasiklin pada bakteri V. cholerae karena tetrasiklin digunakan untuk infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme seperti V. cholerae, Mucoplasma (gram negatif, spiral) dan E. coli (gram negatif, bulat) (Schunack et al. 1990; Winotopradjoko 2000). Tabel 11 Diameter zona bening (mm) B. rotundiformis yang diberi pakan N. oculata terhadap tiga jenis bakteri pada salinitas yang berbeda Salinitas Diameter zona bening (mm) (ppt) V. cholera n B. subtilis n E. coli N 4 4,33 ± 2, ,50 ± ,25 ± 0,35 3 2,50 ± 0 3 2,76 ± 2, ,75 ± 0,35 3 3,50 ± 0,50 3 4,66 ± 0, ,25 ± 1,06 3 4,50 ± 1,41 3 2,60 ± 1, ,00 ± 0 3 4,25 ± 1,77 3 1,60 ± 1,15 3 Keterangan : Nilai rata-rata ± standar deviasi

89 71 Pakan N. oculata Diameter zona bening (mm) V.cholerae B.subtilis E.coli Metanol Antibiotik Salinitas (ppt) Gambar 33 Diameter zona bening B. rotundiformis yang diberi pakan N. oculata pada salinitas yang berbeda Aktivitas antibakteri dari ekstrak kasar senyawa B. rotundiformis yang diberi pakan N. oculata terdeteksi menghambat aktivitas ketiga jenis bakteri uji, tetapi tidak semua tingkatan salinitas, jadi terdapat perbedaan diameter zona bening pada ketiga jenis bakteri uji. Zona bening paling besar terbentuk pada bakteri E. coli salinitas 40 ppt yaitu 4,66 mm, sedangkan bakteri uji yang tidak terbentuk zona bening adalah bakteri uji B. subtilis salinitas 4 ppt. Respons bakteri uji terhadap ekstrak kasar B. rotundiformis berbeda menurut salinitas dan jenis pakan. Jika dibandingkan respons bakteri uji terhadap ekstrak senyawa dari B. rotundiformis yang diberi pakan N. oculata dan Prochloron sp. secara umum terlihat ketiga jenis bakteri uji tersebut lebih rentan terhadap ekstrak B. rotundiformis dengan pakan N. oculata dari pada dengan pakan Prochloron sp. Salinitas 40 ppt paling potensial memicu B. rotundiformis memproduksi senyawa yang memiliki aktivitas antibakteri, diduga pada salinitas ini terjadi rangsangan miksis yang mampu merubah pola reproduksi. Rotifera dapat merubah pola reproduksi dari aseksual menjadi seksual diawali dengan adanya stimulus dari luar. Fenomena biologi ini mengindikasikan adanya metabolisme sekunder oleh rotifera yang diyakini merupakan senyawa bioaktif. Senyawa bioaktif dari rotifera sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungannya,

90 72 jika kondisi lingkungan berubah atau terjadi rangsangan miksis, maka rotifera mengalami perubahan pola reproduksi. Karena menurut Hagiwara dan Hirayama (1993), faktor yang dapat menyebabkan terjadinya rangsangan miksis adalah salinitas dan jenis pakan. Jadi salinitas 40 ppt dan pakan N. oculata yang menunjukkan aktivitas antibakteri yang besar jika dibandingkan dengan pakan dan salinitas lain. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa salinitas rendah tidak selalu memicu B. rotundiformis memproduksi senyawa bioaktif yang memiliki aktivitas antibakteri. Respons jenis bakteri terhadap senyawa aktif yang dihasilkan terlihat berbeda menurut jenis bakteri. Diameter zona bening yang terbentuk pada ekstrak B. rotundiformis yang dikultur dengan alga mikro N. oculata, menunjukkan bakteri E. coli yang memiliki zona bening paling besar kemudian bakteri B. subtilis dan V. cholerae. Pada bakteri uji V. cholerae, zona bening yang terbesar terdapat pada ekstrak hasil kultur salinitas 4 ppt yaitu 4,33 mm, kemudian diikuti oleh salinitas 40 ppt (3,75 mm), 50 ppt (3,25 mm), 60 ppt (3 mm), dan yang terkecil adalah 20 ppt (2,25 mm). Perbedaan besarnya zona bening pada salinitas 4 ppt, 40 ppt, 50 ppt, dan 60 ppt tidak menyolok, tetapi pada salinitas 20 ppt zona bening yang dihasilkan adalah yang terkecil. Aktivitas ekstrak kasar B. rotundiformis hasil kultur pada salinitas 4 ppt, 20 ppt, 40 ppt, 50 ppt dan 60 ppt semua ampuh terhadap bakteri uji V. cholerae (Gambar 34 dan Lampiran 12). Hal ini menandakan bahwa substan antibakteri yang terkandung pada semua ekstrak kasar B. rotundiformis mampu menghambat mikroorganisme (Lay 1994).

91 73 V. cholerae T 4 60 M Gambar 34 Zona bening B. rotundiformis terhadap bakteri V. cholerae pakan N. oculata. Ket : 4= 4 ppt, 20= 20 ppt, 40= 40 ppt, 50= 50 ppt, 60= 60 ppt, M= Metanol, T= Tetrasiklin. Ekstrak kasar B. rotundiformis yang diuji pada bakteri B. subtilis tidak semua menghasilkan zona bening seperti pada bakteri V. cholerae. Pada bakteri B. subtilis, diameter zona bening terbesar terdapat pada salinitas 50 ppt yaitu 4,50 mm, selanjutnya diikuti oleh salinitas 60 ppt (4,25 mm), salinitas 40 ppt (3,50 mm) dan salinitas 20 ppt (2,50 mm), sedangkan pada salinitas 4 ppt tidak terdeteksi pembentukan zona bening. Aktivitas ekstrak kasar dari B. rotundiformis yang dikultur pada salinitas 4 ppt, 20 ppt, 40 ppt, 50 ppt dan 60 ppt tidak semua ampuh terhadap bakteri uji B. subtilis (Tabel 12, Gambar 35 dan Lampiran 12). B. subtilis A 4 60 M Gambar 35 Zona bening B. rotundiformis terhadap bakteri B. subtilis, pakan N. oculata. Ket : 4= 4 ppt, 20= 20 ppt, 40= 40 ppt, 50= 50 ppt, 60= 60 ppt, M= Metanol, A= Amoksisilin.

92 74 Hasil pengujian pada ekstrak kasar B. rotundiformis dari hasil kultur lima tingkatan salinitas yang diuji pada bakteri E. coli menunjukkan diameter zona bening terbesar yaitu pada salinitas 40 ppt dengan diameter 4,66 mm, kemudian diikuti oleh salinitas 20 ppt (2,76 mm), salinitas 50 ppt (2,60 mm), salinitas 4 ppt (2,50 mm), dan salinitas 60 ppt (1,60 mm). Ekstrak kasar B. rotundiformis dengan bakteri E. coli terlihat pada semua tingkatan salinitas terbentuk zona bening (Gambar 36 dan Lampiran 12). T E.coli 60 M Gambar 36 Zona bening B. rotundiformis terhadap bakteri E. coli, pakan N. oculata. Ket : 4= 4 ppt, 20= 20 ppt, 40= 40 ppt, 50= 50 ppt, 60= 60 ppt, M= Metanol, T= Tetrasiklin Aktivitas Antibakteri B. rotundiformis dengan Pakan Prochloron sp. Hasil pengujian aktivitas antibakteri ekstrak kasar B. rotundiformis yang dikultur pada salinitas 4 ppt, 20 ppt, 40 ppt, 50 ppt, dan 60 ppt dengan pakan Prochloron sp. terhadap tiga bakteri uji V. cholerae, B. subtilis, E. coli menunjukkan adanya perbedaan aktivitas dari masing-masing perlakuan. Jika dibandingkan aktivitas antibakteri B. rotundiformis hasil kultur dengan pakan N. oculata dan Prochloron sp. maka aktivitas dengan pakan Prochloron sp. lebih kecil. Aktivitas antibakteri B. rotundiformis yang diberi pakan Prochloron sp. terdeteksi menghambat aktivitas dari ketiga jenis bakteri uji, tetapi tidak semua tingkatan salinitas. Terdapat perbedaan diameter zona bening yang terbentuk dari ketiga jenis bakteri uji.

93 75 Tabel 12 dan Gambar 37 menunjukkan hasil pengukuran diameter zona bening ekstrak kasar B. rotundiformis yang diberi pakan Prochloron sp. terhadap 3 jenis bakteri uji. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pakan Prochloron sp. dan salinitas 4 ppt, 40 ppt, 50 ppt, 60 ppt yang terbentuk zona bening, sedangkan pada salinitas 20 ppt tidak terbentuk zona bening. Tabel 12 Diameter zona bening (mm) B. rotundiformis yang diberi pakan Prochloron sp. terhadap tiga jenis bakteri pada salinitas yang berbeda Salinitas Diameter zona bening (mm) (ppt) V. cholerae n B. subtilis n E. coli N 4 2,00 ± 0 3 2,25 0 0, ,33 ± 1,75 3 2,50 ± 0,87 3 2,00 ± ,00 ± 0 3 2,00 ± 0 3 2,25 ± 0, ,00 ± 0 3 3,00 ± 0 3 Keterangan : Nilai rata-rata ± standar deviasi 25 Pakan Prochloron sp. Diameter zona bening (mm) Metanol Antibiotik V.cholerae B.subtilis E.coli Salinitas (ppt) Gambar 37 Diameter zona bening B. rotundiformis yang diberi pakan Prochloron sp. pada salinitas yang berbeda Ekstrak kasar B. rotundiformis dengan pakan Prochloron sp. yang memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri uji V. cholerae hanya pada salinitas 4 ppt, 40 ppt dan 50 ppt. Diameter zona bening yang paling besar yaitu 3,33 mm pada

94 76 salinitas 40 ppt, kemudian diikuti oleh salinitas 50 ppt (3 mm) dan salinitas 4 ppt (2 mm), sedangkan pada salinitas 20 ppt dan salinitas 60 ppt tidak terdeteksi adanya aktivitas terhadap bakteri uji V. cholerae (Gambar 38). V. cholerae T A M M Gambar 38 Zona bening B. rotundiformis terhadap bakteri V. cholerae, pakan Prochloron sp. Ket : 4= 4 ppt, 20= 20 ppt, 40= 40 ppt, 50= 50 ppt, 60= 60 ppt, M= Metanol, T= Tetrasiklin. Ekstrak kasar B. rotundiformis hasil kultur dengan pakan Prochloron sp. yang diuji pada bakteri B. substilis, tidak semua perlakuan salinitas terdeteksi adanya aktivitas antibakteri. Diameter zona bening yang paling besar yaitu pada salinitas 40 ppt (2,50 mm), kemudian diikuti oleh salinitas 4 ppt (2,25 mm), 50 ppt (2 mm) dan 60 ppt (2 mm), pada salinitas 20 ppt tidak terdeteksi adanya aktivitas antibakteri terhadap bakteri uji B. subtilis (Gambar 39). B. subtilis B. subtilis A 4 60 M Gambar Zona bening B. rotundiformis terhadap bakteri B. substilis, pakan Prochloron sp. Ket : 4= 4 ppt, 20= 20 ppt, 40= 40 ppt, 50= 50 ppt, 60= 60 ppt, M= Metanol, A= Amoksisilin.

95 77 Ekstrak kasar B. rotundiformis yang dikultur pada salinitas 40 ppt, 50 ppt dan 60 ppt terhadap bakteri uji E. coli terdeteksi adanya aktivitas antibakteri, sedangkan hasil kultur pada salinitas 4 ppt dan 20 ppt tidak terdeteksi aktivitas antibakteri. Diameter zona bening yang terbesar adalah 3 mm pada salinitas 60 ppt, kemudian 2,25 mm pada salinitas 50 ppt dan 2 mm pada salinitas 40 ppt (Gambar 40). E. coli T 4 60 M Gambar 40 Zona bening B. rotundiformis terhadap bakteri E. coli, pakan Prochloron sp. Ket : 4= 4 ppt, 20= 20 ppt, 40= 40 ppt, 50= 50 ppt, 60= 60 ppt, M= Metanol, T= Tetrasiklin. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa zona bening terbesar yang terbentuk pada perlakuan jenis pakan N. oculata maupun pakan Prochloron sp. yaitu pada salinitas 40 ppt Aktivitas Antibakteri Alga mikro N. oculata dan Prochloron sp. Alga mikro N. oculata dan Prochloron sp. yang digunakan sebagai pakan B. rotundiformis juga diuji aktivitas antibakterinya untuk mengetahui sejauh mana pengaruh alga mikro terhadap pembentukan zona bening pada ekstrak kasar B. rotundiformis. Alga mikro N. oculata dan Prochloron sp. diekstrak dan diuji terhadap tiga jenis bakteri V. cholerae, B. subtilis, dan E. coli. Hasil uji aktivitas antibakteri dari alga mikro N. oculata dan alga mikro Prochloron sp. menunjukkan bahwa alga mikro N. oculata terdeteksi memiliki aktivitas antibakteri dengan terbentuknya zona bening, sedangkan ekstrak dari alga mikro Prochloron sp. tidak terdeteksi aktivitas antibakteri dengan pembentukan zona

96 78 bening. Tabel 13 dan Gambar 41 menunjukkan besarnya diameter zona bening yang terbentuk pada alga mikro N. oculata dan alga mikro Prochloron sp. Tabel 13 Diameter zona bening (mm) alga mikro N. oculata dan alga mikro Prochloron sp. terhadap tiga jenis bakteri uji Zona Bening (mm) Pakan V. cholerae B. subtilis E. coli N. oculata 1,5 ± 0 1,5 ± 2,30 2,66 ± 1,15 Prochloron sp Pakan Diameter zona bening (mm) V. cholerae B. subtilis E. coli 0 N. oculata Prochloron sp. Metanol Antibiotik Perlakuan Gambar 41 Diameter zona bening alga mikro N. oculata dan alga mikro Prochloron sp. Hasil pengujian terhadap rotifera B. rotundiformis diketahui bahwa dalam tubuh B. rotundiformis terdeteksi senyawa antibakteri, tetapi jenis pakan juga memberi pengaruh. Hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan aktivitas dari ekstrak B. rotundiformis yang diberi alga mikro yang berbeda, karena yang diberi alga mikro N. oculata zona beningnya lebih besar jika dibandingkan dengan yang diberi alga mikro Prochloron sp. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata diameter zona bening pada ekstrak alga mikro N. oculata lebih kecil jika dibandingkan dengan diameter zona bening dari B. rotundiformis dengan pakan N. oculata, sehingga dapat dipastikan bahwa senyawa antibakteri yang terdeteksi pada B. rotundiformis berasal dari

97 79 B. rotundiformis itu sendiri, tetapi ada juga kontribusi dari alga mikro sebagai pakan B. rotundiformis. Konsentrasi zat aktif dalam ekstrak uji mempengaruhi diameter zona bening, semakin tinggi konsentrasi zat aktif dalam ekstrak uji maka semakin besar diameter zona bening yang dibentuk (Pelczar dan Chan 1988). Berdasarkan perlakuan salinitas, secara umum B. rotundiformis yang dikultur pada salinitas 40 ppt dengan pakan alga mikro N. oculata memiliki aktivitas antibakteri yang relatif lebih besar jika dibandingkan dengan B. rotundiformis yang dikultur dengan alga mikro Prochloron sp. dan salinitas lainnya. Disamping itu juga dari hasil perhitungan persentase miksis diketahui bahwa persentase miksis terbesar terlihat pada B. rotundiformis dengan pakan N. oculata. Informasi persentase miksis mengindikasikan keadaan stres pada B. rotundiformis dan diyakini hal ini memicu produksi senyawa bioaktif. Analisis ragam terhadap diameter zona bening menunjukkan bahwa pada ketiga jenis bakteri V. cholerae, B. subtilis, dan E. coli, diameter zona bening dipengaruhi oleh interaksi antara jenis pakan dan salinitas. Pengaruh utama jenis pakan dan salinitas secara nyata berpengaruh terhadap besarnya zona bening. Uji beda rata-rata diameter zona bening menunjukkan bahwa B. rotundiformis hasil kultur pada salinitas 20 ppt lebih kecil dari pada salinitas 4 ppt dan 50 ppt pada bakteri V. cholerae, kemudian lebih kecil dibanding dengan salinitas 40 ppt pada E. coli dan lebih kecil lagi jika dibandingkan dengan salinitas 40 ppt, 50 ppt dan 60 ppt pada B. subtilis. Lebih kecilnya zona bening pada salinitas 20 ppt karena salinitas 20 ppt merupakan salinitas optimal bagi B. rotundiformis sehingga B. rotundiformis tidak mengalami stres atau tekanan lingkungan (James dan Abu 1990). Pada kondisi lain dengan menganggap jenis bakteri sebagai satu perlakuan tersendiri yang dikombinasikan dengan pengaruh salinitas dan pakan, maka besarnya zona bening sangat ditentukan oleh interaksi antara jenis pakan, salinitas dan bakteri yang digunakan, meskipun pengaruh faktor tunggal bakteri tidak berbeda nyata dalam membentuk zona bening. Berdasarkan hasil analisis ragam dapat dikatakan bahwa besarnya zona bening yang terbentuk dipengaruhi oleh salinitas dan jenis pakan yang digunakan. Untuk menjelaskan hubungan antara salinitas dengan aktivitas antibakteri dari B. rotundiformis maka dilakukan regresi

98 80 antara salinitas dengan diameter zona bening yang terbentuk pada tiga jenis bakteri. Analisis regresi dilakukan baik pada jenis pakan N. oculata maupun pakan Prochloron sp. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa diameter zona bening yang terbentuk pada B. rotundiformis yang dikultur dengan pakan N. oculata bakteri B. subtilis nyata berkorelasi linier positif dengan salinitas sedangkan pada bakteri V. cholerae dan E. coli tidak memperlihatkan korelasi yang nyata dengan salinitas. Hubungan antara diameter zona bening (Y) dengan salinitas (X) pada bakteri B. subtilis mengikuti persamaan regresi Y= 0, ,051X (R 2 = 0,714) (Lampiran 13). Dapat dikatakan bahwa aktifitas antibakteri pada B. rotundiformis yang diberi pakan N. oculata pada bakteri B. subtilis meningkat lebih dari setengah setiap peningkatan salinitas sebesar 10 ppt. Berbeda dengan respon yang ditunjukkan oleh B. rotundiformis yang dikultur dengan pakan Prochloron sp. Analisis regresi antara diameter zona bening (Y) dengan salinitas (X) menunjukkan hubungan linier positif yang nyata hanya terlihat pada bakteri E. coli yang mengikuti persamaan Y = -0, ,058 X (R 2 = 0,926) (Lampiran 14). Hasil ini menunjukkan bahwa aktivitas antibakteri pada B. rotundiformis yang diberi pakan Prochloron sp. pada bakteri E. coli meningkat lebih dari setengah setiap peningkatan salinitas sebesar 10 ppt. Berdasarkan hasil analisis regresi antara diameter zona bening dengan salinitas dan jenis pakan untuk uji aktivitas antibakteri B. rotundiformis pada tiga jenis bakteri uji, maka sebaiknya kultur B. rotundiformis dilakukan pada salinitas dan jenis pakan tertentu. Untuk menjelaskan seberapa besar respon aktivitas antibakteri dari B. rotundiformis dipengaruhi oleh jenis pakan atau diakibatkan oleh aktifitas biologis dalam tubuh B. rotundiformis itu sendiri maka dilakukan analisis untuk melihat pengaruh dari ekstrak alga mikro terhadap aktivitas pembentukan zona bening sebagai kontrol. Hal ini dilakukan untuk mengetahui mekanisme pembentukan aktivitas antibakteri dalam tubuh B. rotundiformis dan pengaruh alga mikro dalam proses tersebut. Dengan demikian dilakukan pembandingan antara zona bening yang diperlihatkan pada ekstrak B. rotundiformis hasil kultur berbagai kombinasi salintas dan pakan dengan zona bening yang dihasilkan oleh alga mikro yang digunakan sebagai pakan B. rotundiformis.

99 81 Zona bening yang terbentuk antara B. rotundiformis yang diberikan pakan N. oculata dengan alga mikro N. oculata, yaitu lebih besar yang dihasilkan oleh B. rotundiformis hasil kultur dengan pakan N. oculata, salinitas 40 ppt, 50 ppt dan 60 ppt, pada bakteri uji B. subtilis dari pada yang dihasilkan oleh alga mikro N. oculata itu sendiri. Senyawa bioaktif dalam tubuh B. rotundiformis dipengaruhi oleh pakannya dan hanya terjadi pada salinitas ekstrim lebih tinggi pada bakteri B. subtilis tetapi tidak untuk bakteri V. cholerae dan E. coli. Hal ini mengindikasikan bahwa zona bening yang terbentuk pada ekstrak B. rotundiformis dengan pakan N. oculata terhadap bakteri V. cholerae dan E. coli, lebih besar dipengaruhi alga mikro N. oculata itu sendiri sebagai pakan dibandingkan dengan proses fisiologi dalam B. rotundiformis. Hasil penelitian menunjukkan perbedaan besarnya zona bening yang terbentuk pada ekstrak B. rotundiformis yang diberi pakan Prochloron sp. dengan ekstrak alga mikro Prochloron sp. sebagai kontrol. Pada bakteri uji V. cholerae, zona bening yang terbentuk lebih besar kecuali pada salinitas 20 ppt. Mekanisme pembentukan senyawa antibakteri terhadap bakteri uji E. coli terlihat pada kondisi ekstrim yaitu salinitas lebih tinggi sedangkan pada bakteri uji V. cholerae terjadi baik pada kondisi salinitas tinggi maupun rendah. Untuk mengetahui kontribusi B. rotundiformis menghasilkan senyawa antibakteri, maka dihitung efisiensi relatif B. rotundiformis hasil kultur pada beberapa tingkatan salinitas dan pakan serta antibiotik yang digunakan. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa efisiensi relatif B. rotundiformis yang dikultur dengan pakan N. oculata dan salinitas 4 ppt lebih efektif dalam pembentukan zona bening pada bakteri V. cholerae, sedangkan respon pada bakteri B. subtilis lebih efektif pada salinitas 50 ppt dan 60 ppt. Efektifitas yang paling besar dalam pembentukan zona bening yaitu pada B. rotundiformis dengan pakan N. oculata, salinitas 40 ppt, dan bakteri uji E. coli (Tabel 14). Untuk B. rotundiformis dengan pakan Prochloron sp. tidak terdeteksi senyawa antibakteri, sehingga efektifitas B. rotundiformis menjadi 100% yang berarti bahwa senyawa antibakteri yang dihasilkan karena proses biologi dari dalam tubuh B. rotundiformis.

100 82 Tabel 14 Efisiensi relatif (%) B. rotundiformis dengan pakan N. oculata dan Prochloron sp. pada berbagai salinitas terhadap pakan N. oculata dan Prochloron sp. dalam pembentukan zona bening N. oculata Prochloron sp. Salinitas(ppt) V.cholerae B.subtilis E.coli V.cholerae B.subtilis E.coli 4 65, , , ,14 67, ,85 66,67 42, ,71 6, Hasil perhitungan efisiensi relatif B. rotundiformis dalam menghasilkan senyawa antibakteri terhadap antibiotik menunjukkan bahwa pemberian pakan N. oculata relatif lebih efektif dibandingkan dengan pemberian pakan Prochloron sp. Zona bening yang terbentuk pada ketiga jenis bakteri uji yaitu lebih besar yang diberi perlakuan pakan N. oculata. Efisiensi relatif B. rotundiformis yang diberi pakan N. oculata pada salinitas 4 ppt dan 40 ppt pada bakteri V. cholerae melampaui 50% dari antibiotik, kemudian salinitas 40 ppt, 50 ppt, 60 ppt pada bakteri B. subtilis dan salinitas 40 ppt pada bakteri E. coli. Efisiensi relatif pembentukan zona bening dari B. rotundiformis pada perlakuan pakan Prochloron sp. tidak mencapai 50% dari antibiotik (Tabel 15). Tabel 15 Efisiensi relatif (%) B. rotundiformis yang diberi pakan N. oculata dan Prochloron sp. pada berbagai salinitas terhadap antibiotik dalam pembentukan zona bening N. oculata Prochloron sp. Salinitas(ppt) V.cholerae B.subtilis E.coli V.cholerae B.subtilis E.coli 4 63, ,60 29,28 32, ,94 36,60 40, ,90 51,24 68,23 48,76 36,60 29, ,58 65,89 38,07 43,92 29,28 32, ,92 62,23 23, ,28 43,92

101 83 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan 1. Rotifera di perairan bagian timur yang berhadapan dengan Laut Maluku (Manembo-nembo, Minanga) lebih melimpah dibanding dengan di perairan bagian barat yang berhadapan dengan Laut Sulawesi (Wori, Tumpaan). Rotifera yang ditemukan di perairan pantai dan estuari adalah B. rotundiformis, B. caudatus dan B. quadridentatus. Rotifera B. rotundiformis lebih melimpah dibanding dengan B. caudatus dan B. quadridentatus. B. rotundiformis lebih melimpah di tambak dari pada di pantai dan di muara, sedangkan B. caudatus dan B. quadridentatus cenderung melimpah di muara dibanding pantai maupun tambak. Kelimpahan ketiga jenis rotifera cenderung meningkat dengan meningkatnya kelimpahan fitoplankton, dan menurun dengan meningkatnya suhu, salinitas, oksigen terlarut dan kekeruhan. 2. Daur hidup rotifera B. rotundiformis berbeda menurut jenis pakan. Ukuran B. rotundiformis dengan pemberian pakan alga mikro Prochloron sp. lebih kecil dibandingkan dengan B. rotundiformis yang diberi pakan alga mikro N. oculata. Ada kecenderungan peningkatan ukuran B. rotundiformis pada perlakuan salinitas 4 ppt, 40 ppt, 50 ppt dan 60 ppt. 3. Rotifera B. rotundiformis memiliki aktifitas antibakteri. Aktifitas antibakteri yang terdeteksi dipengaruhi oleh salinitas dan jenis pakan yang berbeda. Secara umum salinitas 40 ppt adalah yang paling potensial memicu B. rotundiformis memproduksi senyawa antibakteri dibandingkan dengan salinitas yang lebih rendah dan lebih tinggi. Alga mikro N. oculata merupakan pakan yang baik dalam memproduksi bahan aktif antibakteri. Rotifera B. rotundiformis dengan perlakuan pakan alga mikro N. oculata memiliki aktivitas antibakteri lebih besar dari pada yang diberi pakan Prochloron sp. Aktifitas antibakteri yang terdeteksi selain berasal dari B. rotundiformis itu sendiri tetapi ada juga kontribusi dari alga mikro sebagai pakan B. rotundiformis.

102 Saran 1. Penelitian lanjutan untuk pemurnian dan karakterisasi fisika dan kimia senyawa yang diekstrak dari rotifera B. rotundiformis. 2. Penelitian lanjutan terhadap aktifitas antibakteri dari B. rotundiformis dengan menggunakan jenis bakteri dan pakan lain. 3. Penelitian lanjutan untuk alga mikro Prochloron sp. sebagai pakan B. rotundiformis untuk kebutuhan kultur masal.

103 85 DAFTAR PUSTAKA Arinardi OH Status Pengetahuan Plankton di Indonesia. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia 30: Arinardi OH, Sutomo AB, Yusuf SA, Trimaningsih, Asnaryanti E, Riyono SH Kisaran Kelimpahan dan Komposisi Plankton Predominan di Perairan Kawasan Timur Indonesia. Jakarta : Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi-LIPI. Assavaaree M, Hagiwara A, Lubzens E Factor Affecting Low Temperature Preservation of the Marine Rotifer Brachionus rotundiformis Tschugunoff. Hydrobiologia 446/447: Bakosurtanal. 1991a. Peta Rupa Bumi Indonesia. Bitung : Lembar RBI /33. Bakosurtanal. 1991b. Peta Rupa Bumi Indonesia. Wori : Lembar RBI /53. Bakosurtanal Peta Lingkungan Pantai Indonesia. Kotabunan : Lembar LPI Barnes R Invertebrate Zoology. Phyladephia : W.B. Saunders Co. Bekleyen A A Taxonomical Study on The Rotifera Fauna of Devegeçidi Dam Lake (Diyarbak r-turkey). Turk. J. Zool. 25: Bengen DG Sinopsis Analisis Statistik Multivariabel/Multidimensi. Bogor : Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Birky CW, Gilbert JJ Parthenogenesis in Rotifers : the Control of Sexual and Asexual Reproduction. Am. Zool. 11: Bold HC, Wynne MJ Introduction to The Algae. New Jersey : Prentice- Hall. Inc. Bowman BP, Snell TW, Cochrane BJ Isolation and Purification of Glutathione S-transferase From Brachionus plicatilis and Brachionus calyciflorus (Rotifera). Physiol 95B(3): Brusca RC, Brusca GJ Invertebrates. Massachusett : Sinayer associates, Inc. Publisher Sunderland. Caroco NA, Tamse, Boutros O, Valiela I Nutrient Limitation of Phytoplankton Growth in Brackish Coastal Ponds. Can. J. Fish. Aquat. Sci, 44: Cheng SH, Aoki S, Maeda M, Hino A Competition Between The Rotifer Brachionus rotundiformis and The Ciliate Euplotes vannus Fed on two Different Algae. Aquaculture 241: Davis C The Marine and Freshwater Plankton. Michigan : State Univ.

104 86 De Araujo AB, Hagiwara A, Snell TW Effect of Unionized Ammonia, Viscosity and Protozoan Contamination on Reproduction and Enzyme Activity of The Rotifer Brachionus rotundiformis. Hydrobiologia : Fieder DS, Purser GJ Effect of Rapid Changes in Temperature and Salinity on Availability of The Rotifers Brachionus rotundiformis and Brachionus plicatilis. Aquaculture 189: [14 Mei 2003]. Fu Y, Hirayama K, Natsukari Y Strains of The Rotifer Brachionus plicatilis Having Particular Patterns of Isozymes. Manila Philippines: Fukusho K. 1989a. Biology and Mass Production of The Rotifer Brachionus plicatilis. Int. J. Aq. Fish. Technol 1: Fukusho K. 1989b. Strain Differences. [16 Oktober 2003]. Fukusho dan Iwamoto Strain Differences. [16 Oktober 2003]. Fulks W, Main KL Rotifer and Microalgae Culture System. Hawai : The Oceanic Institute. Gomez A Dr. Africa Gomez. [16 Oktober 2003]. Hagiwara A, Hirayama K Preservation of Rotifer and In Application In The Finfish Hatchery. TMI conference proceedings 2: Hagiwara A, Kotani T, Snell TW, Assavaree AM, Hirayama K Morphology Reproduction, Genetics and Mating Behavior of Small Tropical Marine Brachionus Strain. J. Mar. Biol. Ecol 194: Hagiwara A, Balompapueng MD, Munuswamy N, Hurayama K Mass Production and Preservation of The Resting Eggs of The Euryhaline Rotifer Brachionus plicatilis and Brachionus rotundiformis. [11 April 2003]. Hagiwara A, Hino A, Hirano R Comparison of Resting Egg Formation Among Five Japanese Stocks of The Rotifer Brachionus plicatilis. J. Mar. Biol. Ecol 194: Hara K, Arano H, Ishihara T Purification of Alkaline Proteases of The Rotifer Brachionus plicatilis. Bull.Jap.Soc.Sci.Fish 50(9): Harborne JB Metode Fitokimia. Bandung : Institut Teknologi Bandung. Hashimoto Y Marine Toxins and Other Bioactive Marine Metabolites. Japan : Scientific societies press. Hirata H Preliminary Report on The Photoperiodic Acclimation for Growth of Chlorella Cells in Syncronized Culture. Japan : Kagoshima University. Hirayama K, Rumengan IFM Fecundity Patterns of S and L Type Rotifers Brachionus plicatilis. Hydrobiolgia 255/256:

105 87 Houghton PJ, Raman A Laboratory Handbook for The Fractionation of Natural Extracts. London : Chapman and Hall. Isnansetyo A, Kurniastuty Teknik Kultur Fitoplankton dan Zooplankton, Pakan Alami Untuk Pembenihan Organisme Laut. Yogyakarta : Kanisius. James CM, Abu RT Efficiency of Rotifer Chemostats in Relation to Salinity Regimes for Producing Rotifer for Aquaculture. J. Aqua.in the tropics 5(2): JICA Data digital JICA untuk Daerah Sulawesi Utara. Sulawesi Utara. Jorgensen JH, Turnidge JD, Washington JA Antibacterial Susceptibility Test : Dilution and Disk Diffusion Methods. In: Murray PR, Pfaller MA, Tenover FC, Baron EJ, Yolken RH, ed. Mannual of clinical microbiology, 7 th ed. J. Washington, DC : ASM Press; 1999: King CE Food, Age, and The Dynamics of A Laboratory Population of Rotifer. Washington : Department of Zoology University of Washington. Kirk KL Introduction to The Rotifera. rotifera/aurotifera.html. [29 Juni 2004 ]. Kleinow WH, Wratil K, Kuhle, Eseh B Electron Microscope Studies of The Digistive Tract of Brachionus plicatilis. Zoomorphology 111: Korea-Us Aquaculture. Utilization of Rotifer Brachionus spp. as a Live Food Organism for Hatchery-Based Seed Production. aquaculture/algal.htm. [26 Maret 2007]. Korstad J, Olsen Y, Vadstein O Life History Charakteristic of Brachionus plicatilis (Rotiffera) Fed Different Algae. Hydrobiologia 186/187: Lay B Analisis Mikroba di Laboratorium. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Liao IC, Su HM, Lin JH Larvae Food for Penaid Prawns. In CRC and Book of Maricultur Vol I. Crustacea Aguacultur (J.P McKey and J.R Moore eds). Lewin RA, Cheng L Prochloron A Microbial Enigma. London : Chapman and Hall. Lubzens E Raising Rotifers For Use in Aquaculture. Hydrobiologia 147: Lubzens E, Zmora O, Barr Y Biotechnology and Aquaculture of Rotifers. Hydrobiologia 446/447: Maruyama IT, Nakamura T, Matsubayashi Y, Ando, Maeda T Identification of The Algae Known as Marine Chlorela as A Member of The Eustig Mathophyceae. Jap. J. Phycol. 34:

106 88 Maruyama I, Hirayama K The Culture of The Rotifer Brachionus plicatilis with Chlorella vulgaris Containing Vitamin B12 in Its Cells. J. World Aquac. Soc. 24: Munuswamy N, Hagiwara A, Murugan G, Hirayama K, Dumont HJ Structural Differences Between The Resting Eggs of Brachionus plicatilis and Brachionus rotundiformis (Rotifera, Brachionidae): An Electron Microscopic Study. Hydrobiologia 318(3): Ndukwe KC, Okeke IN, Lamikanra A, Adesina SK, Aboderin O Antibacterial Activity of Aqueous Extracts of Selected Chewing Sticks. J. Contemp Dent Pract (6)3: Newell GE, Newell RC Marine Plankton: A Practical Guide. London : Hutchinson Educational. Nogrady T, Wallace RL, Sneel TW Rotifera, Biology, Ecology and Systematic Volume 2. Netherland : Academic Publishing. Odum EP Fundamentals of Ecology. Philadelpia : W.B. Saunders Co. Örstan A Introduction to The Rotifera. rotifera/aurotifera.html. [29 Juni 2004 ]. Olsen Y, Reitan KI, Vadstein O Dependence of Temperature on Loss Rates of Rotifers, Lipids and 3 Fatty Acids in Starved Brachionus plicatilis Cultures. Hydrobiologia 255/256: Parsons TR, Takahashi M, Hargrave B Biological Oceanography Process. Third Edition. New York : Pergamon Press. Pelczar MJJr, Chan ECS Dasar-Dasar Mikrobiologi. Volume ke-1,2 Hadioetomo RS, Imas T, Tjitrosomo SS, Angka SL, penerjemah; Jakarta : UI Pr. Terjemahan dari : Elements of Microbiology. Pianka ER Evolutionary Ecology, 4 th Edition. New York : Harper Collins Publishers Inc. Rimper J, Kaswadji K, Widigdo B, Sugiri N, Rumengan IFM Monogonont Rotifers Brachionus spp. In North Sulawesi. J. Marine Research in Indonesia 32(2): Rimper J, Kaswadji K, Widigdo B, Sugiri N, Rumengan IFM Body size of rotifers (Brachionus rotundiformis) from estuaries in North Sulawesi. Aquaculture XIII (1): Romimohtarto K, Juwana S Biologi Laut. Jakarta : Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi-LIPI. Rumengan IFM Studies of Growth Characteristic and Karyotype of S and L Type Rotifers, Brachionus plicatilis. [Dissertation]. Japan : Nagasaki University Graduate School of Marine Science and Engineering. Rumengan IFM, Kayano H, Hirayama K Kariotypes of S and L Type Rotifer Brachionus plicatilis O.F. Muller. Marine Biology and Ecology 154:

107 89 Rumengan IFM Rotifer Laut (Brachionus spp) Sebagai Bio Kapsul Bagi Larva Berbagai Jenis Fauna Laut. Warta Wiptek no 19. Rumengan IFM. 2007a. Prospek Bioteknologi Rotifer Brachionus rotundiformis. Squalen 2(1): Rumengan IFM, Sulung M, Lantiunga Z, Kekenusa J. 2007b. Morfometri Rotifer Brachionus rotundiformis strain SS asal tambak Minanga dan tambak Watuliney Sulawesi Utara yang dikultur pada salinitas yang berbeda. J. Riset Akuakultur (2)2: Sea Grant Lakes Network Class Monogononta-Order Ploima Family Brachionidae. [26 Maret 2007]. Schunack W, Mayer K, Haake M Senyawa Obat, Buku Pelajaran Kimia Farmasi Edisi ke-2. Jogjakarta : Gaja Mada University Press. Snell TW, Carrillo K Body Size Variation Among Strains of The Rotifer Brachionus plicatilis. Aquaqulture 37: Sournia A Atlas Du Phytoplancton Marin Vol I. Paris : Centre National de La Recherche Scientifique. Sugiri N Zoologi Avertebrara II. Bogor : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat Institut Pertanian Bogor. Sumaryono W Prospek, Tantangan dan Strategi Pengembangan Bioteknologi Kelautan di Indonesia. Jakarta : Departemen Kelautan dan Perikanan. Sumich JL An Introduction to The Biology of Marine Life. Fifth edition. America : WCB Wm.C.Brown Publishers. Susana T Telaah Mengenai Kandungan Nitrat di Beberapa Perairan Sekitar Pulau Jawa. Jakarta : Balitbang Oseanografi, Puslitbang Oseanologi- LIPI. The Academy of Natural Sciences Rotifer Family Brachionidae. [7 Maret 2002]. Tomascik T, Mah AJ, Nontji A, Moosa MK The Ecology of The Indonesian Seas. Part Two. Vol. VIII. Singapore : Periplus Editions. Valiela I Marine Ecological Processes. New York : Springer-Verlag Inc. Wallace RL, Snell TW Rotifera, Ecology and Classification of North American freshwater Invertebrates. California : Academic Press. Inc. Wangidjaja RG Ekstrak Bunga dan Getah Semboja Sebagai Antibakteri dan Bahan Aktif untuk Pergeseran Gigi Seri Kelinci. [Disertasi]. Bogor : Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Watanabe T, Kitajima C, Fujita S Nutritional Values of Live Organisms Used in Japan For Mass Propagation of Fish. Aquaculture 34:

108 90 Widjhati R, Supriyono A, Subintoro Pengembangan Senyawa Bioaktif dari Biota Laut. Jakarta : Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Farmasi dan Medika (Pusat P2TFM) BPPT. Winotopradjoko M ISO Indonesia (Informasi Spesialite Obat Indonesia). Jakarta : PT. Anem Kosong Anem (AKA). Wyrtki K Physical Oceanography of The Southeast Asean Waters. California : Scripps Inst. of oceanography La jolla. Yamaji I Illustrations of The Marine Plankton of Japan. Osaka : Hoikusha publishing Co.Ltd. Yoshinaga T, Minegishi Y, Rumengan IFM, Kaneko G, Furukawa S, Yanagawa, Y, Tsukamoto K, Watabe S Molecular phylogeny of the rotifers with two Indonesian Brachionus lineages. Coastal Marine Science 29(1): Zar JH Biostatistical Analysis. Second Edition. New Jersey : Prentice-Hal International, Inc.

109 91 Lampiran 1 Kelimpahan rotifera selama penelitian pendahuluan Lokasi Stasiun Pasang B. rotundiformis B. caudatus B. quadridentatus Manembo Pantai Pasang 52,8 0 39,6 Muara 3961,2 105,6 752,6 Tambak 4727,0 0,0 0,0 Pantai Surut 105,6 79,2 66,0 Muara 5572,1 264,1 647,0 Tambak 6337,9 0 0 Minanga Pantai Pasang 343, ,4 Muara 8252,5 158,4 1056,3 Tambak 10272,7 0,0 290,5 Pantai Surut 224,5 0,0 52,8 Muara 8252,5 52,8 2125,8 Tambak 9480, ,1 Tumpaan Pantai Pasang 145, ,7 Muara 224,5 0 79,2 Tambak 1267,6 0 39,6 Pantai Surut 39,6 0 26,4 Muara 435, ,9 Tambak 699,8 0 26,4 Wori Pantai Pasang 105,6 0 66,0 Muara 7301,8 303,7 818,6 Tambak 5255,2 0 0 Pantai Surut 198,1 105,6 66,0 Muara 6324,7 277,3 660,2 Tambak 6536,0 0 0 Belang Pantai Pasang 211,3 0 26,4 Muara 409,3 0 13,2 Tambak 448,9 0 13,2 Pantai Surut 171,7 0 0,0 Muara 105,6 0 39,6 Tambak 448,9 0 13,2

110 92 Lampiran 1 Lanjutan Lokasi Stasiun Pasang B. rotundiformis B. caudatus B. quadridentatus Manado Pantai Pasang 26,4 0 13,2 Muara 26,4 26,4 52,8 Tambak 39,6 0 0 Pantai Surut 26,4 13,2 39,6 Muara 92,4 26,4 52,8 Tambak 237,7 0 0 Kema Pantai Pasang 118,8 0,0 52,8 Muara 132,0 26,4 39,6 Tambak 264,1 0 0 Pantai Surut 26,4 13,2 26,4 Muara 118,8 26,4 184,9 Tambak 132,0 0 0 Amurang Pantai Pasang 52,8 0 79,2 Muara 79,2 0 66,0 Tambak 277,3 0 13,2 Pantai Surut 26,4 0 26,4 Muara 118,8 0 66,0 Tambak 198,1 0 13,2 Poigar Pantai Pasang Muara Tambak Pantai Surut Muara Tambak 0 0 0

111 93 Lampiran 2 Data parameter fisika kimia lingkungan selama penelitian Manembo-nembo Lokasi Stasiun Musim Pasut Ul B.rotund B.cauda B.quadri Fito Suhu Sal ph Turb DO Manembo Pantai Barat Pasang 1 79, ,4 26, ,7 Manembo Pantai Barat Pasang 2 39, ,7 28,1 6, ,8 Manembo Pantai Barat Pasang 3 79, ,2 6, ,8 Manembo Muara Barat Pasang ,4 356, ,5 22,2 6, ,8 Manembo Muara Barat Pasang ,7 118,8 277, ,6 22,3 7, ,8 Manembo Muara Barat Pasang ,3 39,6 237, ,2 22,2 7, ,8 Manembo Tambak Barat Pasang , ,6 23,4 6,4 85 5,7 Manembo Tambak Barat Pasang , ,5 23,6 6,4 82 5,7 Manembo Tambak Barat Pasang , ,7 23,4 6,4 72 5,7 Manembo Pantai Barat Surut 1 118, , ,8 25,5 6, ,9 Manembo Pantai Barat Surut 2 118, , ,7 25, ,9 Manembo Pantai Barat Surut 3 79,2 0 39, , ,9 Manembo Muara Barat Surut ,4 633, ,6 16,6 6, Manembo Muara Barat Surut ,3 118,8 554, ,2 18,2 6, Manembo Muara Barat Surut ,5 118,8 594, ,2 13 6, Manembo Tambak Barat Surut , ,7 23,5 6,9 83 5,8 Manembo Tambak Barat Surut , ,6 23,4 6,1 74 5,9 Manembo Tambak Barat Surut ,6 6,2 82 5,9

112 94 Lampiran 2 Lanjutan Manembo-nembo Lokasi Stasiun Musim Pasut Ul B.rotund B.cauda B.quadri Fito Suhu Sal ph Turb DO Manembo Pantai Timur Pasang 1 158,4 0 79, ,1 30, ,1 Manembo Pantai Timur Pasang 2 79,2 0 39, ,4 31, ,1 Manembo Pantai Timur Pasang 3 79,2 0 79, ,1 31,2 6, ,1 Manembo Muara Timur Pasang ,1 356,5 911, ,2 23, ,1 Manembo Muara Timur Pasang ,1 277,3 752, ,7 23,7 7, ,1 Manembo Muara Timur Pasang ,2 277,3 792, ,7 23,8 7,5 97 6,1 Manembo Tambak Timur Pasang , ,2 23,8 7, Manembo Tambak Timur Pasang , ,6 23,9 8, Manembo Tambak Timur Pasang , ,2 24 7, Manembo Pantai Timur Surut 1 158,4 158,4 79, ,8 7, ,1 Manembo Pantai Timur Surut 2 198,1 118,8 79, ,9 32,4 7, ,1 Manembo Pantai Timur Surut 3 198,1 39,6 39, ,9 31,8 7, ,1 Manembo Muara Timur Surut ,8 316,9 752, ,6 21, ,1 Manembo Muara Timur Surut ,7 237,7 673, ,8 21,7 6, ,1 Manembo Muara Timur Surut ,1 277,3 554, ,8 21 6, ,1 Manembo Tambak Timur Surut , ,1 24, ,1 Manembo Tambak Timur Surut , ,2 24,2 7, ,1 Manembo Tambak Timur Surut ,3 24,2 6,7 97 6,1

113 95 Lampiran 2 Lanjutan Minanga Lokasi Stasiun Musim Pasut Ul B.rotund B.cauda B.quadri Fito Suhu Sal ph Turb DO Minanga Pantai Barat Pasang 1 79, ,8 24, ,2 Minanga Pantai Barat Pasang 2 118, ,1 25, ,2 Minanga Pantai Barat Pasang 3 79, ,2 25 7, ,2 Minanga Muara Barat Pasang ,5 39,6 594, ,3 21,6 6, ,2 Minanga Muara Barat Pasang ,7 39,6 475, ,1 21,7 7, ,2 Minanga Muara Barat Pasang ,8 39,6 594, , ,2 Minanga Tambak Barat Pasang , , ,1 6, ,2 Minanga Tambak Barat Pasang , , ,4 15,8 6,2 98 6,2 Minanga Tambak Barat Pasang , , ,9 14,4 6, ,2 Minanga Pantai Barat Surut 1 118,8 0 39, ,2 24,5 6, ,3 Minanga Pantai Barat Surut 2 118,8 0 79, ,2 25 6, ,3 Minanga Pantai Barat Surut 3 79,2 0 39, ,3 24,5 7, ,3 Minanga Muara Barat Surut ,8 118,8 831, , ,3 Minanga Muara Barat Surut ,2 39, ,2 16, ,3 Minanga Muara Barat Surut ,9 39,6 792, ,3 16,9 6, ,3 Minanga Tambak Barat Surut , ,1 11,8 6, ,3 Minanga Tambak Barat Surut , ,8 16 6, ,3 Minanga Tambak Barat Surut , , ,5 14, ,3

114 96 Lampiran 2 Lanjutan Minanga Lokasi Stasiun Musim Pasut Ul B.rotund B.cauda B.quadri Fito Suhu Sal ph Turb DO Minanga Pantai Timur Pasang 1 396, , ,9 6, ,3 Minanga Pantai Timur Pasang 2 198, , ,3 26,7 6, ,4 Minanga Pantai Timur Pasang 3 277, , ,3 26,3 7, ,4 Minanga Muara Timur Pasang ,3 198,1 1148, ,2 23,5 6, ,4 Minanga Muara Timur Pasang ,5 118,8 831, ,4 7, ,4 Minanga Muara Timur Pasang ,6 158,4 1188, ,1 23,4 6, ,4 Minanga Tambak Timur Pasang , , ,5 19,1 6,6 91 6,3 Minanga Tambak Timur Pasang , , ,2 20,1 6,7 88 6,3 Minanga Tambak Timur Pasang , , , ,3 Minanga Pantai Timur Surut 1 356,5 0 39, ,2 29,2 7, ,4 Minanga Pantai Timur Surut 2 198,1 0 79, ,3 29,5 6, ,4 Minanga Pantai Timur Surut 3 198,1 0 39, ,2 27,4 6, ,4 Minanga Muara Timur Surut ,4 79,2 1980, ,6 18 6, ,4 Minanga Muara Timur Surut ,6 79,2 2059, ,8 20 6, ,4 Minanga Muara Timur Surut , ,9 17,3 6, ,4 Minanga Tambak Timur Surut , , ,8 20,3 6,2 90 6,4 Minanga Tambak Timur Surut , , ,6 19,3 6,1 89 6,4 Minanga Tambak Timur Surut , , ,9 20,5 6,3 90 6,4

115 97 Lampiran 2 Lanjutan Tumpaan Lokasi Stasiun Musim Pasut Ul B.rotund B.cauda B.quadri Fito Suhu Sal ph Turb DO Tumpaan Pantai Barat Pasang 1 79, ,8 25,6 6, ,7 Tumpaan Pantai Barat Pasang 2 39, , ,7 Tumpaan Pantai Barat Pasang 3 79, ,4 33 7, ,7 Tumpaan Muara Barat Pasang 1 198, , ,6 20,3 6, ,7 Tumpaan Muara Barat Pasang 2 79, , ,5 21,2 6, ,7 Tumpaan Muara Barat Pasang 3 158, , ,7 20,7 6, ,7 Tumpaan Tambak Barat Pasang 1 237, ,5 5,5 93 6,7 Tumpaan Tambak Barat Pasang 2 158, ,5 18,7 6,1 94 6,7 Tumpaan Tambak Barat Pasang 3 198, ,7 18,3 6,4 93 6,7 Tumpaan Pantai Barat Surut 1 39, ,1 28,5 5, ,8 Tumpaan Pantai Barat Surut 2 79, ,4 30,4 6, ,8 Tumpaan Pantai Barat Surut 3 39, ,4 29,6 5, ,8 Tumpaan Muara Barat Surut 1 118, , ,9 15,4 6, ,8 Tumpaan Muara Barat Surut 2 158,4 0 79, ,1 16,1 6, ,8 Tumpaan Muara Barat Surut 3 158,4 0 79, ,1 16,6 5, ,8 Tumpaan Tambak Barat Surut 1 277, ,5 17,9 6,7 96 6,7 Tumpaan Tambak Barat Surut 2 198, ,6 18,5 6,4 94 6,8 Tumpaan Tambak Barat Surut 3 158, ,7 18,8 7,3 95 6,8

116 98 Lampiran 2 Lanjutan Tumpaan Lokasi Stasiun Musim Pasut Ul B.rotund B.cauda B.quadri Fito Suhu Sal ph Turb DO Tumpaan Pantai Timur Pasang 1 79, ,3 33 7,3 99 6,9 Tumpaan Pantai Timur Pasang 2 39, ,5 33 6,9 99 6,9 Tumpaan Pantai Timur Pasang 3 79, ,5 32,9 6, ,9 Tumpaan Muara Timur Pasang 1 158, , ,9 22,3 6, ,9 Tumpaan Muara Timur Pasang 2 198, , ,4 22,3 6, ,9 Tumpaan Muara Timur Pasang 3 198, , ,5 22, Tumpaan Tambak Timur Pasang 1 475, ,3 19,8 5,9 87 6,8 Tumpaan Tambak Timur Pasang 2 396, ,4 20,1 6,8 87 6,9 Tumpaan Tambak Timur Pasang 3 356, ,7 20,1 6,8 86 6,9 Tumpaan Pantai Timur Surut 1 79, ,1 25,6 6, ,1 Tumpaan Pantai Timur Surut 2 118, ,3 26,8 6, ,1 Tumpaan Pantai Timur Surut 3 79, ,4 26,8 6, ,1 Tumpaan Muara Timur Surut 1 316, ,8 6, ,2 Tumpaan Muara Timur Surut 2 277, ,5 17, ,2 Tumpaan Muara Timur Surut 3 198, , ,4 17, ,3 Tumpaan Tambak Timur Surut 1 356, ,9 19,9 6, Tumpaan Tambak Timur Surut 2 356, ,2 19,4 6, Tumpaan Tambak Timur Surut 3 237, ,4 19,

117 99 Lampiran 2 Lanjutan Wori Lokasi Stasiun Musim Pasut Ul B.rotund B.cauda B.quadri Fito Suhu Sal ph Turb DO Wori Pantai Barat Pasang 1 39,6 0 39, ,8 5, ,5 Wori Pantai Barat Pasang 2 39, ,8 5, ,5 Wori Pantai Barat Pasang 3 39, ,3 25,8 6, ,5 Wori Muara Barat Pasang 1 198, , ,8 6, ,5 Wori Muara Barat Pasang 2 158, , ,7 21,8 6, ,5 Wori Muara Barat Pasang 3 158, , ,5 21,9 6, ,5 Wori Tambak Barat Pasang 1 990,3 0 39, ,7 20,7 6, ,4 Wori Tambak Barat Pasang ,9 0 39, ,5 21,2 5,9 99 6,4 Wori Tambak Barat Pasang 3 990,3 0 79, ,5 21,4 6,3 96 6,4 Wori Pantai Barat Surut 1 39,6 0 39, , ,5 Wori Pantai Barat Surut 2 39,6 0 39, ,2 26 6, ,5 Wori Pantai Barat Surut 3 39,6 0 79, ,5 5, ,5 Wori Muara Barat Surut 1 198, , ,6 16,9 6, ,5 Wori Muara Barat Surut 2 118, , ,7 17,3 6, ,5 Wori Muara Barat Surut 3 118,8 0 79, ,9 17,5 6, ,5 Wori Tambak Barat Surut ,5 0 39, ,2 21,6 6, ,5 Wori Tambak Barat Surut ,5 0 39, ,9 20,2 5, ,5 Wori Tambak Barat Surut ,9 0 79, ,6 21, ,5

118 100 Lampiran 2 Lanjutan Wori Lokasi Stasiun Musim Pasut Ul B.rotund B.cauda B.quadri Fito Suhu Sal ph Turb DO Wori Pantai Timur Pasang 1 158, , ,2 26,1 6, ,6 Wori Pantai Timur Pasang 2 118, , ,2 28 6, ,6 Wori Pantai Timur Pasang 3 118, , ,5 26,6 6, ,6 Wori Muara Timur Pasang 1 277, , ,6 23,1 6, ,6 Wori Muara Timur Pasang 2 277,3 0 79, ,9 23,2 6, ,6 Wori Muara Timur Pasang 3 118,8 0 39, ,8 23,3 5, ,6 Wori Tambak Timur Pasang ,4 0 39, ,5 22,1 7,2 86 6,6 Wori Tambak Timur Pasang ,6 0 39, ,3 22,3 7,2 85 6,6 Wori Tambak Timur Pasang ,2 0 39, ,6 22, ,6 Wori Pantai Timur Surut 1 39,6 0 39, ,8 30,3 6, ,6 Wori Pantai Timur Surut 2 39,6 0 39, , ,6 Wori Pantai Timur Surut 3 39, ,9 28,4 5, ,6 Wori Muara Timur Surut 1 594, , ,3 19,7 5, ,6 Wori Muara Timur Surut 2 396, , ,5 19, ,7 Wori Muara Timur Surut 3 356, , ,4 19,5 6, ,7 Wori Tambak Timur Surut 1 752,6 0 39, ,7 22,8 5,2 90 6,6 Wori Tambak Timur Surut ,8 22,8 5,7 95 6,6 Wori Tambak Timur Surut 3 594,2 0 39, ,2 22,8 5,3 95 6,6

119 101 Lampiran 2 Lanjutan Suhu (º C) Lokasi Stasiun Musim Pasut Rata-rata SE Manembo Pantai Barat Pasang 30,37 0,49 Surut 31,50 0,25 Timur Pasang 31,20 0,10 Surut 28,93 0,03 Minanga Barat Pasang 28,03 0,12 Surut 27,23 0,03 Timur Pasang 30,20 0,10 Surut 29,23 0,03 Tumpaan Barat Pasang 30,07 0,18 Surut 30,30 0,10 Timur Pasang 31,43 0,07 Surut 31,27 0,09 Wori Barat Pasang 30,10 0,10 Surut 31,07 0,07 Timur Pasang 31,30 0,10 Surut 30,90 0,06 Manembo Muara Barat Pasang 29,77 0,43 Surut 30,00 0,20 Timur Pasang 31,53 0,17 Surut 28,73 0,07 Minanga Barat Pasang 28,27 0,09 Surut 26,17 0,09 Timur Pasang 29,10 0,06 Surut 28,77 0,09 Tumpaan Barat Pasang 29,60 0,06 Surut 30,03 0,07 Timur Pasang 30,27 0,19 Surut 29,97 0,32 Wori Barat Pasang 28,40 0,21 Surut 29,73 0,09 Timur Pasang 30,43 0,42 Surut 30,07 0,28

120 102 Lampiran 2 Lanjutan Suhu (º C) Lokasi Stasiun Musim Pasut Rata-rata SE Manembo Tambak Barat Pasang 30,60 0,06 Surut 31,10 0,26 Timur Pasang 30,33 0,13 Surut 29,20 0,06 Minanga Barat Pasang 27,10 0,15 Surut 27,13 0,20 Timur Pasang 30,23 0,15 Surut 28,43 0,33 Tumpaan Barat Pasang 28,40 0,21 Surut 28,60 0,06 Timur Pasang 29,47 0,12 Surut 30,17 0,15 Wori Barat Pasang 28,57 0,07 Surut 32,23 0,20 Timur Pasang 29,47 0,09 Surut 29,90 0,44 Salinitas (ppt) Lokasi Stasiun Musim Pasut Rata-rata SE Manembo Pantai Barat Pasang 27,73 0,42 Surut 26,07 0,47 Timur Pasang 30,80 0,35 Surut 32,00 0,20 Minanga Barat Pasang 24,90 0,32 Surut 24,67 0,17 Timur Pasang 27,30 0,81 Surut 28,70 0,66 Tumpaan Barat Pasang 29,67 2,17 Surut 29,50 0,55 Timur Pasang 32,97 0,03 Surut 26,40 0,40 Wori Barat Pasang 26,13 0,33 Surut 26,40 0,56 Timur Pasang 26,90 0,57 Surut 30,20 1,01

121 103 Lampiran 2 Lanjutan Salinitas (ppt) Lokasi Stasiun Musim Pasut Rata-rata SE Manembo Muara Barat Pasang 22,23 0,03 Surut 15,93 1,54 Timur Pasang 23,77 0,03 Surut 21,27 0,22 Minanga Barat Pasang 21,77 0,12 Surut 16,77 0,09 Timur Pasang 23,43 0,03 Surut 18,43 0,81 Tumpaan Barat Pasang 20,73 0,26 Surut 16,03 0,35 Timur Pasang 22,33 0,03 Surut 17,77 0,09 Wori Barat Pasang 21,83 0,03 Surut 17,23 0,18 Timur Pasang 23,20 0,06 Surut 19,67 0,09 Manembo Tambak Barat Pasang 23,47 0,07 Surut 23,50 0,06 Timur Pasang 23,90 0,06 Surut 24,17 0,03 Minanga Barat Pasang 14,43 0,78 Surut 14,23 1,26 Timur Pasang 19,47 0,32 Surut 20,03 0,37 Tumpaan Barat Pasang 18,50 0,12 Surut 18,40 0,26 Timur Pasang 20,00 0,10 Surut 19,60 0,15 Wori Barat Pasang 21,10 0,21 Surut 21,07 0,44 Timur Pasang 22,20 0,06 Surut 22,80 0,00

122 104 Lampiran 2 Lanjutan ph (skala ph) Lokasi Stasiun Musim Pasut Rata-rata SE Manembo Pantai Barat Pasang 6,73 0,18 Surut 6,67 0,18 Timur Pasang 6,90 0,10 Surut 7,43 0,07 Minanga Barat Pasang 7,03 0,03 Surut 6,73 0,19 Timur Pasang 6,73 0,32 Surut 6,63 0,24 Tumpaan Barat Pasang 7,03 0,09 Surut 5,83 0,18 Timur Pasang 7,00 0,15 Surut 6,73 0,03 Wori Barat Pasang 6,07 0,32 Surut 6,43 0,32 Timur Pasang 6,53 0,23 Surut 6,20 0,31 Manembo Muara Barat Pasang 7,07 0,23 Surut 6,47 0,13 Timur Pasang 7,20 0,15 Surut 6,13 0,07 Minanga Barat Pasang 6,53 0,32 Surut 6,50 0,29 Timur Pasang 6,80 0,32 Surut 6,43 0,13 Tumpaan Barat Pasang 6,30 0,20 Surut 6,07 0,24 Timur Pasang 6,13 0,07 Surut 6,07 0,07 Wori Barat Pasang 6,60 0,15 Surut 6,40 0,00 Timur Pasang 6,10 0,29 Surut 6,07 0,41

123 105 Lampiran 2 Lanjutan ph (skala ph) Lokasi Stasiun Musim Pasut Rata-rata SE Manembo Tambak Barat Pasang 6,40 0 Surut 6,40 0,25 Timur Pasang 7,77 0,20 Surut 6,73 0,43 Minanga Barat Pasang 6,40 0,10 Surut 6,37 0,19 Timur Pasang 6,77 0,12 Surut 6,20 0,06 Tumpaan Barat Pasang 6,00 0,26 Surut 6,80 0,26 Timur Pasang 6,50 0,30 Surut 6,60 0,30 Wori Barat Pasang 6,33 0,26 Surut 5,80 0,46 Timur Pasang 6,80 0,40 Surut 5,40 0,15 Kekeruhan (NTU) Lokasi Stasiun Musim Pasut Rata-rata SE Manembo Pantai Barat Pasang 115,00 0 Surut 116,67 0,88 Timur Pasang 106,00 0,58 Surut 106,67 2,85 Minanga Barat Pasang 108,67 0,67 Surut 110,33 0,88 Timur Pasang 110,00 1,15 Surut 110,33 1,20 Tumpaan Barat Pasang 104,00 0,00 Surut 105,67 0,88 Timur Pasang 100,00 1 Surut 101,67 0,88 Wori Barat Pasang 116,33 0,88 Surut 117,67 1,67 Timur Pasang 112,67 0,67 Surut 109,00 0,58

124 106 Lampiran 2 Lanjutan Kekeruhan (NTU) Lokasi Stasiun Musim Pasut Rata-rata SE Manembo Muara Barat Pasang 122,00 2,00 Surut 124,00 1 Timur Pasang 100,00 1,73 Surut 104,67 0,88 Minanga Barat Pasang 121,00 2,08 Surut 125,67 0,88 Timur Pasang 120,00 2,08 Surut 127,67 2,73 Tumpaan Barat Pasang 114,67 1,20 Surut 117,67 0,33 Timur Pasang 102,67 0,67 Surut 104,67 0,33 Wori Barat Pasang 120,33 0,88 Surut 129,00 1 Timur Pasang 113,33 0,33 Surut 113,33 1,20 Manembo Tambak Barat Pasang 79,67 3,93 Surut 79,67 2,85 Timur Pasang 100,00 1,73 Surut 100,33 1,76 Minanga Barat Pasang 100,67 1,45 Surut 104,67 0,88 Timur Pasang 89,33 0,88 Surut 89,67 0,33 Tumpaan Barat Pasang 93,33 0,33 Surut 95,00 0,58 Timur Pasang 86,67 0,33 Surut 88,00 0 Wori Barat Pasang 99,00 1,73 Surut 101,67 1,45 Timur Pasang 85,00 0,58 Surut 93,33 1,67

125 107 Lampiran 2 Lanjutan Oksigen Terlarut (mg/l) Lokasi Stasiun Musim Pasut Rata-rata SE Manembo Pantai Barat Pasang 5,77 0,03 Surut 5,90 0 Timur Pasang 6,10 0 Surut 6,10 0 Minanga Barat Pasang 6,20 0 Surut 6,30 0 Timur Pasang 6,37 0,03 Surut 6,40 0 Tumpaan Barat Pasang 6,70 0 Surut 6,80 0 Timur Pasang 6,90 0 Surut 7,10 0 Wori Barat Pasang 6,50 0 Surut 6,50 0 Timur Pasang 6,60 0 Surut 6,60 0 Manembo Muara Barat Pasang 5,80 0 Surut 6,00 0 Timur Pasang 6,10 0 Surut 6,10 0 Minanga Barat Pasang 6,20 0 Surut 6,30 0 Timur Pasang 6,40 0 Surut 6,40 0 Tumpaan Barat Pasang 6,70 0 Surut 6,80 0 Timur Pasang 6,93 0,03 Surut 7,23 0,03 Wori Barat Pasang 6,50 0 Surut 6,50 0 Timur Pasang 6,60 0 Surut 6,67 0,03

126 108 Lampiran 2 Lanjutan Oksigen Terlarut (mg/l) Lokasi Stasiun Musim Pasut Rata-rata SE Manembo Tambak Barat Pasang 5,70 0 Surut 5,87 0,03 Timur Pasang 6,00 0 Surut 6,10 0 Minanga Barat Pasang 6,20 0 Surut 6,30 0 Timur Pasang 6,30 0 Surut 6,40 0 Tumpaan Barat Pasang 6,70 0 Surut 6,77 0,03 Timur Pasang 6,87 0,03 Surut 7,00 0 Wori Barat Pasang 6,40 0 Surut 6,50 0 Timur Pasang 6,60 0 Surut 6,60 0

127 109 Lampiran 2 Lanjutan Nitrat (mg/l) Lokasi Stasiun Musim Rata-rata SE Manembo Pantai Barat 0,80 0 Timur 0,40 0 Minanga Barat 1,00 0,10 Timur 1,05 0,05 Tumpaan Barat 0,85 0,05 Timur 0,60 0 Wori Barat 2,05 0,05 Timur 1,70 0 Manembo Muara Barat 1,10 0,10 Timur 0,85 0,05 Minanga Barat 1,30 0 Timur 0,80 0,10 Tumpaan Barat 1,25 0,05 Timur 0,65 0,15 Wori Barat 1,50 0 Timur 1,25 0,05 Manembo Tambak Barat 1,05 0,05 Timur 0,70 0 Minanga Barat 1,50 0 Timur 1,30 0 Tumpaan Barat 0,60 0 Timur 0,95 0,05 Wori Barat 1,60 0 Timur 1,40 0

128 110 Lampiran 2 Lanjutan Fosfat (mg/l) Lokasi Stasiun Musim Rata-rata SE Manembo Pantai Barat 0,20 0,18 Timur 0,25 0,16 Minanga Barat 0,29 0,16 Timur 0,35 0,12 Tumpaan Barat 0,51 0,17 Timur 0,62 0,26 Wori Barat 0,43 0,16 Timur 0,46 0,17 Manembo Muara Barat 0,21 0,18 Timur 0,27 0,17 Minanga Barat 0,33 0,13 Timur 0,36 0,13 Tumpaan Barat 0,52 0,17 Timur 0,70 0,34 Wori Barat 0,44 0,16 Timur 0,48 0,17 Manembo Tambak Barat 0,20 0,19 Timur 0,23 0,17 Minanga Barat 0,28 0,16 Timur 0,34 0,13 Tumpaan Barat 0,50 0,18 Timur 0,54 0,19 Wori Barat 0,41 0,17 Timur 0,45 0,17

129 111 Lampiran 2 Lanjutan Kelimpahan rata-rata Rotifera (B. rotundiformis/ind/m 3 ) menurut stasiun, lokasi, pasang dan surut Lokasi Stasiun Musim Pasut Rata-rata SE Manembo Pantai Barat Pasang 66,0 13,2 Surut 105,6 13,2 Timur Pasang 105,6 26,4 Surut 184,9 13,2 Minanga Barat Pasang 92,4 13,2 Surut 105,6 13,2 Timur Pasang 290,5 57,5 Surut 250,9 52,8 Tumpaan Barat Pasang 66,0 13,2 Surut 52,8 13,2 Timur Pasang 66,0 13,2 Surut 92,4 13,2 Wori Barat Pasang 39,6 0 Surut 39,6 0 Timur Pasang 132,0 13,2 Surut 39,6 0 Manembo Muara Barat Pasang 2244,7 86,6 Surut 1808,9 69,9 Timur Pasang 7130,1 114,3 Surut 6271,9 80,3 Minanga Barat Pasang 2178,7 228,7 Surut 2759,6 115,1 Timur Pasang 8186,5 238,1 Surut 8978,7 586,8 Tumpaan Barat Pasang 145,2 34,9 Surut 145,2 13,2 Timur Pasang 184,9 13,2 Surut 264,1 34,9 Wori Barat Pasang 171,6 13,2 Surut 145,2 26,4 Timur Pasang 224,5 52,8 Surut 448,9 73,5

130 112 Lampiran 2 Lanjutan Kelimpahan rata-rata Rotifera (B. rotundiformis/ind/m 3 ) menurut stasiun, lokasi, pasang dan surut Lokasi Stasiun Musim Pasut Rata-rata SE Manembo Tambak Barat Pasang 3657,5 132,0 Surut 3182,2 359,0 Timur Pasang 5242,0 501,8 Surut 6536,0 228,7 Minanga Barat Pasang 4225,3 238,1 Surut 3697,1 165,5 Timur Pasang 10365,1 735,2 Surut 10193,5 359,0 Tumpaan Barat Pasang 198,1 22,9 Surut 211,3 34,9 Timur Pasang 409,3 34,9 Surut 316,9 39,6 Wori Barat Pasang 1003,5 13,2 Surut 1056,3 13,2 Timur Pasang 1254,4 34,9 Surut 686,6 47,6

131 113 Lampiran 2 Lanjutan Kelimpahan rata-rata Rotifera (B. caudatus/ ind/m 3 ) menurut stasiun, lokasi, pasang dan surut Lokasi Stasiun Musim Pasut Rata-rata SE Manembo Pantai Barat Pasang 0 0 Surut 0 0 Timur Pasang 0 0 Surut 105,6 34,9 Minanga Barat Pasang 0 0 Surut 0 0 Timur Pasang 0 0 Surut 0 0 Tumpaan Barat Pasang 0 0 Surut 0 0 Timur Pasang 0 0 Surut 0 0 Wori Barat Pasang 0 0 Surut 0 0 Timur Pasang 0 0 Surut 0 0 Manembo Muara Barat Pasang 105,6 34,9 Surut 132,0 13,2 Timur Pasang 303,7 26,4 Surut 277,3 22,9 Minanga Barat Pasang 39,6 0,0 Surut 66,0 26,4 Timur Pasang 158,4 22,9 Surut 66,0 13,2 Tumpaan Barat Pasang 0 0 Surut 0 0 Timur Pasang 0 0 Surut 0 0 Wori Barat Pasang 0 0 Surut 0 0 Timur Pasang 0 0 Surut 0 0

132 114 Lampiran 2 Lanjutan Kelimpahan rata-rata Rotifera (B. caudatus/ ind/m 3 ) menurut stasiun, lokasi, pasang dan surut Lokasi Stasiun Musim Pasut Rata-rata SE Manembo Tambak Barat Pasang 0 0 Surut 0 0 Timur Pasang 0 0 Surut 0 0 Minanga Barat Pasang 0 0 Surut 0 0 Timur Pasang 0 0 Surut 0 0 Tumpaan Barat Pasang 0 0 Surut 0 0 Timur Pasang 0 0 Surut 0 0 Wori Barat Pasang 0 0 Surut 0 0 Timur Pasang 0 0 Surut 0 0

133 115 Lampiran 2 Lanjutan Kelimpahan rata-rata Rotifera (B. quadridentatus/ind/m 3 ) menurut stasiun, lokasi, pasang dan surut Lokasi Stasiun Musim Pasut Rata-rata SE Manembo Pantai Barat Pasang 0 0 Surut 105,6 34,9 Timur Pasang 66,0 13,2 Surut 66,0 13,2 Minanga Barat Pasang 0 0 Surut 52,8 13,2 Timur Pasang 184,9 13,2 Surut 52,8 13,2 Tumpaan Barat Pasang 0 0 Surut 0 0 Timur Pasang 0 0 Surut 0 0 Wori Barat Pasang 13,2 13,2 Surut 52,8 13,2 Timur Pasang 237,7 22,9 Surut 26,4 13,2 Manembo Muara Barat Pasang 290,5 34,9 Surut 594,2 22,9 Timur Pasang 818,6 47,6 Surut 660,2 57,5 Minanga Barat Pasang 554,6 39,6 Surut 779,0 34,9 Timur Pasang 1056,3 112,8 Surut 2059,8 45,7 Tumpaan Barat Pasang 184,9 13,2 Surut 92,4 13,2 Timur Pasang 145,2 13,2 Surut 52,8 52,8 Wori Barat Pasang 145,2 26,4 Surut 132,0 26,4 Timur Pasang 79,2 22,9 Surut 316,9 22,9

134 116 Lampiran 2 Lanjutan Kelimpahan rata-rata Rotifera (B. quadridentatus/ind/m 3 ) menurut stasiun, lokasi, pasang dan surut Lokasi Stasiun Musim Pasut Rata-rata SE Manembo Tambak Barat Pasang 0 0 Surut 0 0 Timur Pasang 0 0 Surut 0 0 Minanga Barat Pasang 211,3 34,9 Surut 303,7 34,9 Timur Pasang 277,3 45,7 Surut 435,7 22,9 Tumpaan Barat Pasang 0 0 Surut 0 0 Timur Pasang 0 0 Surut 0 0 Wori Barat Pasang 52,8 13,2 Surut 52,8 13,2 Timur Pasang 39,6 0 Surut 26,4 13,2

135 117 Lampiran 2 Lanjutan Kelimpahan fitoplankton (sel/m 3 ) menurut stasiun, lokasi, musim, pasang dan surut Lokasi Stasiun Musim Pasut Rata-rata SE Manembo Pantai Barat Pasang , ,1 Surut , ,9 Timur Pasang ,0 7373,7 Surut ,7 8127,6 Minanga Barat Pasang , ,7 Surut ,3 2858,7 Timur Pasang ,7 4803,5 Surut ,0 8296,7 Tumpaan Barat Pasang ,3 3944,0 Surut , ,3 Timur Pasang ,7 2145,7 Surut 96719,3 7511,3 Wori Barat Pasang ,7 5036,0 Surut , ,7 Timur Pasang ,0 4559,2 Surut 97379,3 3597,0

136 118 Lampiran 2 Lanjutan Kelimpahan fitoplankton (sel/m 3 ) menurut stasiun, lokasi, musim, pasang dan surut Lokasi Stasiun Musim Pasut Rata-rata SE Manembo Muara Barat Pasang , ,5 Surut , ,0 Timur Pasang , ,9 Surut ,0 3860,2 Minanga Barat Pasang , ,7 Surut ,3 5950,9 Timur Pasang ,3 5124,6 Surut , ,2 Tumpaan Barat Pasang 99690,0 3136,0 Surut , ,4 Timur Pasang 81204,3 2158,3 Surut , ,1 Wori Barat Pasang ,7 8538,2 Surut , ,9 Timur Pasang 99359,7 3774,6 Surut 87806,7 1946,0

137 119 Lampiran 2 Lanjutan Kelimpahan fitoplankton (sel/m 3 ) menurut stasiun, lokasi, musim, pasang dan surut Lokasi Stasiun Musim Pasut Rata-rata SE Manembo Tambak Barat Pasang ,3 8112,5 Surut ,7 1004,0 Timur Pasang ,7 2934,0 Surut ,3 2145,7 Minanga Barat Pasang , ,4 Surut ,3 3337,8 Timur Pasang ,3 5950,9 Surut ,7 4366,9 Tumpaan Barat Pasang , ,1 Surut ,7 7188,7 Timur Pasang 96224,3 8582,6 Surut 96553,7 1485,3 Wori Barat Pasang ,0 8433,5 Surut ,3 2464,9 Timur Pasang ,3 2145,7 Surut 97709,7 1350,9

138 120 Lampiran 3 Hasil analisis ragam semua parameter lingkungan berdasarkan lokasi, stasiun, musim dan pasang surut Univariate Analysis of Variance a. Suhu Between-Subjects Factors LOKASI STASIUN MUSIM PASUT Value Label N Manembo-n embo 36 Minanga 36 Wori 36 Tumpaan 36 Tambak 48 Pantai 48 Muara 48 Barat 72 Timur 72 Pasang 72 Surut 72 Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: SUHU Type III Sum Source of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model a Intercept LOKASI STASIUN MUSIM PASUT LOKASI * MUSIM STASIUN * MUSIM Error Total Corrected Total a. R Squared =.613 (Adjusted R Squared =.578) Estimated Marginal Means Dependent Variable: SUHU 1. Grand Mean 95% Confidence Interval Mean Std. Error Lower Bound Upper Bound Dependent Variable: SUHU STASIUN Tambak Pantai Muara 2. STASIUN 95% Confidence Interval Mean Std. Error Lower Bound Upper Bound

139 121 Lampiran 3 Lanjutan 3. LOKASI Dependent Variable: SUHU 95% Confidence Interval LOKASI Mean Std. Error Lower Bound Upper Bound Manembo-nembo Minanga Wori Tumpaan Dependent Variable: SUHU PASUT Pasang Surut 4. PASUT 95% Confidence Interval Mean Std. Error Lower Bound Upper Bound Dependent Variable: SUHU MUSIM Barat Timur 5. MUSIM 95% Confidence Interval Mean Std. Error Lower Bound Upper Bound MUSIM * STASIUN Dependent Variable: SUHU MUSIM Barat Timur STASIUN Tambak Pantai Muara Tambak Pantai Muara 95% Confidence Interval Mean Std. Error Lower Bound Upper Bound LOKASI * MUSIM Dependent Variable: SUHU LOKASI Manembo-nembo Minanga Wori Tumpaan MUSIM Barat Timur Barat Timur Barat Timur Barat Timur 95% Confidence Interval Mean Std. Error Lower Bound Upper Bound

140 122 Lampiran 3 Lanjutan Post Hoc Tests Lokasi Homogeneous Subsets SUHU Subset LOKASI N 1 2 Tukey HSD a,b Minanga Tumpaan Wori Manembo-nembo Sig Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) =.744. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = b. Alpha =.05. Stasiun Homogeneous Subsets Tukey HSD a,b STASIUN Muara Tambak Pantai Sig. SUHU Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) =.744. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = b. Alpha =.05. Subset N b. Salinitas Univariate Analysis of Variance Between-Subjects Factors Lokasi Stasiun Musim Pasang Surut Value Label N Manembo-n embo 36 Minanga 36 Wori 36 Tumpaan 36 Tambak 48 Pantai 48 Muara 48 Barat 72 Timur 72 Pasang 72 Surut 72

141 123 Lampiran 3 Lanjutan Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Salinitas Type III Sum Source of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model a Intercept LOKASI STASIUN MUSIM PASUT LOKASI * MUSIM STASIUN * MUSIM Error Total Corrected Total a. R Squared =.895 (Adjusted R Squared =.885) Estimated Marginal Means Dependent Variable: Salinitas Stasiun 1. Grand Mean 95% Confidence Interval Mean Std. Error Lower Bound Upper Bound Dependent Variable: Salinitas Stasiun Tambak Pantai Muara Lokasi Dependent Variable: Salinitas Lokasi Manembo-nembo Minanga Wori Tumpaan Pasang Surut Dependent Variable: Salinitas Pasang Surut Pasang Surut Estimates 95% Confidence Interval Mean Std. Error Lower Bound Upper Bound Estimates 95% Confidence Interval Mean Std. Error Lower Bound Upper Bound Estimates 95% Confidence Interval Mean Std. Error Lower Bound Upper Bound

142 124 Lampiran 3 Lanjutan Musim Dependent Variable: Salinitas Musim Barat Timur Estimates 95% Confidence Interval Mean Std. Error Lower Bound Upper Bound Pasang Surut * Stasiun Dependent Variable: Salinitas Pasang Surut Pasang Surut Stasiun Tambak Pantai Muara Tambak Pantai Muara 95% Confidence Interval Mean Std. Error Lower Bound Upper Bound Lokasi * Musim Dependent Variable: Salinitas Lokasi Manembo-nembo Minanga Wori Tumpaan Musim Barat Timur Barat Timur Barat Timur Barat Timur 95% Confidence Interval Mean Std. Error Lower Bound Upper Bound Post Hoc Tests Lokasi Homogeneous Subsets Salinitas Subset Lokasi N Tukey HSD a,b Minanga Tumpaan Wori Manembo-nembo Sig Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = a. Uses Harmonic Mean Sample Size = b. Alpha =.05.

143 125 Lampiran 3 Lanjutan Stasiun Homogeneous Subsets Tukey HSD a,b Stasiun Muara Tambak Pantai Sig. Salinitas Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = a. Uses Harmonic Mean Sample Size = b. Alpha =.05. Subset N c. Oksigen terlarut Univariate Analysis of Variance Between-Subjects Factors Lokasi Stasiun Musim Pasang Surut Value Label N Manembo-n embo 36 Minanga 36 Wori 36 Tumpaan 36 Tambak 48 Pantai 48 Muara 48 Barat 72 Timur 72 Pasang 72 Surut 72 Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Oksigen Terlarut Source Corrected Model Intercept LOKASI STASIUN MUSIM PASUT LOKASI * MUSIM STASIUN * MUSIM Error Total Corrected Total Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig a E a. R Squared =.735 (Adjusted R Squared =.711)

144 126 Lampiran 3 Lanjutan Estimated Marginal Means Lokasi Univariate Tests Dependent Variable: Oksigen Terlarut Sum of Squares df Mean Square F Sig. Contrast Error E-02 The F tests the effect of Lokasi. This test is based on the linearly independent pairwise comparisons among the estimated marginal means. 2. Grand Mean Dependent Variable: Oksigen Terlarut 95% Confidence Interval Mean Std. Error Lower Bound Upper Bound Musim Dependent Variable: Oksigen Terlarut Musim Barat Timur Stasiun Estimates 95% Confidence Interval Mean Std. Error Lower Bound Upper Bound Dependent Variable: Oksigen Terlarut Stasiun Tambak Pantai Muara Estimates 95% Confidence Interval Mean Std. Error Lower Bound Upper Bound Dependent Variable: Oksigen Terlarut Lokasi Manembo-nembo Minanga Wori Tumpaan Musim Barat Timur Barat Timur Barat Timur Barat Timur 5. Lokasi * Musim 95% Confidence Interval Mean Std. Error Lower Bound Upper Bound

145 127 Lampiran 3 Lanjutan Pasang Surut Dependent Variable: Oksigen Terlarut Pasang Surut Pasang Surut Estimates 95% Confidence Interval Mean Std. Error Lower Bound Upper Bound Pasang Surut * Stasiun Dependent Variable: Oksigen Terlarut 95% Confidence Interval Pasang Surut Stasiun Mean Std. Error Lower Bound Upper Bound Pasang Tambak Pantai Muara Surut Tambak Pantai Muara Post Hoc Tests Lokasi Homogeneous Subsets Oksigen Terlarut Subset Lokasi N Tukey HSD a,b Minanga Tumpaan Manembo-nembo Wori Sig Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 4.607E-02. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = b. Alpha =.05. Stasiun Homogeneous Subsets Tukey HSD a,b Stasiun Tambak Muara Pantai Sig. Oksigen Terlarut Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 4.607E-02. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = b. Alpha =.05. Subset N

146 128 Lampiran 3 Lanjutan d. Kekeruhan Univariate Analysis of Variance Between-Subjects Factors Lokasi Stasiun Musim Pasang Surut Value Label N Manembo-n embo 36 Minanga 36 Wori 36 Tumpaan 36 Tambak 48 Pantai 48 Muara 48 Barat 72 Timur 72 Pasang 72 Surut 72 Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Kekeruhan Type III Sum Source of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model a Intercept LOKASI STASIUN MUSIM PASUT LOKASI * MUSIM STASIUN * MUSIM Error Total Corrected Total a. R Squared =.827 (Adjusted R Squared =.811) Estimated Marginal Means Lokasi Dependent Variable: Kekeruhan 1. Grand Mean 95% Confidence Interval Mean Std. Error Lower Bound Upper Bound Dependent Variable: Kekeruhan Lokasi Manembo-nembo Minanga Wori Tumpaan Estimates 95% Confidence Interval Mean Std. Error Lower Bound Upper Bound

147 129 Lampiran 3 Lanjutan Stasiun Dependent Variable: Kekeruhan Stasiun Tambak Pantai Muara Musim Dependent Variable: Kekeruhan Musim Barat Timur Pasang Surut Estimates 95% Confidence Interval Mean Std. Error Lower Bound Upper Bound Estimates 95% Confidence Interval Mean Std. Error Lower Bound Upper Bound Dependent Variable: Kekeruhan Pasang Surut Pasang Surut Estimates 95% Confidence Interval Mean Std. Error Lower Bound Upper Bound Dependent Variable: Kekeruhan Lokasi Manembo-nembo Minanga Wori Tumpaan Musim Barat Timur Barat Timur Barat Timur Barat Timur 6. Lokasi * Musim 95% Confidence Interval Mean Std. Error Lower Bound Upper Bound Dependent Variable: Kekeruhan Pasang Surut Pasang Surut Stasiun Tambak Pantai Muara Tambak Pantai Muara 7. Pasang Surut * Stasiun 95% Confidence Interval Mean Std. Error Lower Bound Upper Bound

148 130 Lampiran 3 Lanjutan Post Hoc Tests Lokasi Homogeneous Subsets Kekeruhan Subset Lokasi N Tukey HSD a,b Tumpaan Manembo-nembo Wori Minanga Sig Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = a. Uses Harmonic Mean Sample Size = b. Alpha =.05. Stasiun Homogeneous Subsets Kekeruhan Subset Stasiun N Tukey HSD a,b Tambak Pantai Muara Sig Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = a. Uses Harmonic Mean Sample Size = b. Alpha =.05.

149 131 Lampiran 3 Lanjutan e. ph Univariate Analysis of Variance Between-Subjects Factors Lokasi Stasiun Musim Pasang Surut Value Label N Manembo-n embo 36 Minanga 36 Wori 36 Tumpaan 36 Tambak 48 Pantai 48 Muara 48 Barat 72 Timur 72 Pasang 72 Surut 72 Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: ph Source Corrected Model Intercept LOKASI STASIUN MUSIM PASUT LOKASI * MUSIM STASIUN * MUSIM Error Total Corrected Total Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig a a. R Squared =.421 (Adjusted R Squared =.368) Estimated Marginal Means 1. Grand Mean Dependent Variable: ph 95% Confidence Interval Mean Std. Error Lower Bound Upper Bound Lokasi Estimates Dependent Variable: ph Lokasi Manembo-nembo Minanga Wori Tumpaan 95% Confidence Interval Mean Std. Error Lower Bound Upper Bound

150 132 Lampiran 3 Lanjutan Stasiun Estimates Dependent Variable: ph 95% Confidence Interval Stasiun Mean Std. Error Lower Bound Upper Bound Tambak Pantai Muara Musim Estimates Dependent Variable: ph 95% Confidence Interval Musim Mean Std. Error Lower Bound Upper Bound Barat Timur Pasang Surut Estimates Dependent Variable: ph 95% Confidence Interval Pasang Surut Mean Std. Error Lower Bound Upper Bound Pasang Surut Lokasi * Musim Dependent Variable: ph Lokasi Manembo-nembo Minanga Wori Tumpaan Musim Barat Timur Barat Timur Barat Timur Barat Timur 95% Confidence Interval Mean Std. Error Lower Bound Upper Bound Pasang Surut * Stasiun Dependent Variable: ph Pasang Surut Pasang Surut Stasiun Tambak Pantai Muara Tambak Pantai Muara 95% Confidence Interval Mean Std. Error Lower Bound Upper Bound

151 133 Lampiran 3 Lanjutan Post Hoc Tests Lokasi Homogeneous Subsets ph Subset Lokasi N Tukey HSD a,b Wori Tumpaan Minanga Manembo-nembo Sig Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) =.179. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = b. Alpha =.05. Stasiun Homogeneous Subsets ph Tukey HSD a,b Stasiun Muara Tambak Pantai Sig. Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) =.179. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = b. Alpha =.05. Subset N f. Nitrat Univariate Analysis of Variance Between-Subjects Factors Lokasi Stasiun Musim Pasang Surut Value Label N Manembo-n embo 12 Minanga 12 Wori 12 Tumpaan 12 Tambak 16 Pantai 16 Muara 16 Barat 24 Timur 24 Pasang 24 Surut 24

152 134 Lampiran 3 Lanjutan Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Nitrat Type III Sum Source of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model a Intercept LOKASI STASIUN MUSIM PASUT LOKASI * MUSIM STASIUN * MUSIM Error Total Corrected Total E E a. R Squared =.748 (Adjusted R Squared =.661) Estimated Marginal Means Lokasi Dependent Variable: Nitrat 1. Grand Mean 95% Confidence Interval Mean Std. Error Lower Bound Upper Bound Estimates Dependent Variable: Nitrat Lokasi Manembo-nembo Minanga Wori Tumpaan 95% Confidence Interval Mean Std. Error Lower Bound Upper Bound Stasiun Dependent Variable: Nitrat Stasiun Tambak Pantai Muara Estimates 95% Confidence Interval Mean Std. Error Lower Bound Upper Bound

153 135 Lampiran 3 Lanjutan Musim Estimates Dependent Variable: Nitrat 95% Confidence Interval Musim Mean Std. Error Lower Bound Upper Bound Barat Timur Pasang Surut Dependent Variable: Nitrat Pasang Surut Pasang Surut Estimates 95% Confidence Interval Mean Std. Error Lower Bound Upper Bound Lokasi * Musim Dependent Variable: Nitrat Lokasi Manembo-nembo Minanga Wori Tumpaan Musim Barat Timur Barat Timur Barat Timur Barat Timur 95% Confidence Interval Mean Std. Error Lower Bound Upper Bound E Dependent Variable: Nitrat Musim Barat Timur Stasiun Tambak Pantai Muara Tambak Pantai Muara 7. Musim * Stasiun 95% Confidence Interval Mean Std. Error Lower Bound Upper Bound

154 136 Lampiran 3 Lanjutan Dependent Variable: Fosfat Source Corrected Model Intercept LOKASI STASIUN MUSIM PASUT LOKASI * MUSIM STASIUN * MUSIM Error Total Corrected Total Tests of Between-Subjects Effects Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig a E E a. R Squared =.557 (Adjusted R Squared =.405) Post Hoc Tests Lokasi Homogeneous Subsets Nitrat Subset Lokasi N Tukey HSD a,b Tumpaan Manembo-nembo Minanga Wori Sig Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) =.221. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = b. Alpha =.05. Stasiun Homogeneous Subsets Tukey HSD a,b Stasiun Muara Tambak Pantai Sig. Nitrat Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) =.221. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = b. Alpha =.05. Subset N

155 137 Lampiran 3 Lanjutan g. Fosfat Univariate Analysis of Variance Between-Subjects Factors Lokasi Stasiun Musim Pasang Surut Value Label N Manembo-n embo 12 Minanga 12 Wori 12 Tumpaan 12 Tambak 16 Pantai 16 Muara 16 Barat 24 Timur 24 Pasang 24 Surut 24 Estimated Marginal Means 1. Grand Mean Dependent Variable: Fosfat 95% Confidence Interval Mean Std. Error Lower Bound Upper Bound Stasiun Dependent Variable: Fosfat Stasiun Tambak Pantai Muara Lokasi Dependent Variable: Fosfat Lokasi Manembo-nembo Minanga Wori Tumpaan Estimates 95% Confidence Interval Mean Std. Error Lower Bound Upper Bound Estimates 95% Confidence Interval Mean Std. Error Lower Bound Upper Bound

156 138 Lampiran 3 Lanjutan Pasang Surut Estimates Dependent Variable: Fosfat 95% Confidence Interval Pasang Surut Mean Std. Error Lower Bound Upper Bound Pasang Surut Musim Dependent Variable: Fosfat Musim Barat Timur Estimates 95% Confidence Interval Mean Std. Error Lower Bound Upper Bound Lokasi * Musim Dependent Variable: Fosfat Lokasi Manembo-nembo Minanga Wori Tumpaan Musim Barat Timur Barat Timur Barat Timur Barat Timur 95% Confidence Interval Mean Std. Error Lower Bound Upper Bound E E E Musim * Stasiun Dependent Variable: Fosfat Musim Barat Timur Stasiun Tambak Pantai Muara Tambak Pantai Muara Post Hoc Tests Lokasi Homogeneous Subsets 95% Confidence Interval Mean Std. Error Lower Bound Upper Bound E E Fosfat Tukey HSD a,b Lokasi Minanga Manembo-nembo Tumpaan Wori Sig. Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 4.997E-02. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = b. Alpha =.05. Subset N

157 139 Lampiran 3 Lanjutan Stasiun Homogeneous Subsets Fosfat Tukey HSD a,b Stasiun Pantai Tambak Muara Sig. Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 4.997E-02. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = b. Alpha =.05. Subset N Nilai p-value hasil analisis ragam parameter lingkungan berdasarkan lokasi, stasiun, musim, pasang, surut, interaksi antara lokasi dengan musim dan interaksi stasiun dengan musim Parameter Lingkungan lokasi stasiun musim pasut lokasi * musim stasiun * musim Suhu (º C) 0,000 0,000 0,000 0,292 0,000 0,446 Salinitas ( ) 0,000 0,000 0,000 0,000 0,092 0,898 ph (skala ph) 0,000 0,022 0,118 0,000 0,117 0,074 Kekeruhan (NTU) 0,000 0,000 0,000 0,015 0,063 0,002 Oks.Terlarut (mg/l) 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,452 Nitrat (mg/l) 0,000 0,597 0,001 0,286 0,828 0,187 Fosfat (mg/l) 0,000 0,072 0,001 0,000 0,395 0,681 Keterangan : p-value <0.05 menunjukkan pengaruh yang nyata

158 140 Lampiran 4 Hasil uji Kruskall Wallis dan Man-U Whitney kelimpahan ketiga jenis rotifera antar lokasi penelitian Kruskal-Wallis Test Ranks B. rotundiformis B. caudatus B. quadridentatus Lokasi Manembo-nembo Minanga Wori Tumpaan Total Manembo-nembo Minanga Wori Tumpaan Total Manembo-nembo Minanga Wori Tumpaan Total N Mean Rank Test Statistics a,b B. rotundiformis B. caudatus B. quadridentatus Chi-Square df Asymp. Sig a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Lokasi Mann-Whitney Test (Manembo-nembo Vs Minanga) Ranks B. rotundiformis B. caudatus B. quadridentatus Lokasi Manembo-nembo Minanga Total Manembo-nembo Minanga Total Manembo-nembo Minanga Total N Mean Rank Sum of Ranks Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Grouping Variable: Lokasi Test Statistics a B. B. rotundiformis B. caudatus quadridentatus

159 141 Lampiran 4 Lanjutan Mann-Whitney Test (Manembo-nembo Vs Wori) Ranks B. rotundiformis B. caudatus B. quadridentatus Lokasi Manembo-nembo Wori Total Manembo-nembo Wori Total Manembo-nembo Wori Total N Mean Rank Sum of Ranks Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Grouping Variable: Lokasi Test Statistics a B. rotundiformis B. caudatus B. quadridentatus Mann-Whitney Test (Manembo-nembo Vs Tumpaan) Ranks B. rotundiformis B. caudatus B. quadridentatus Lokasi Manembo-nembo Tumpaan Total Manembo-nembo Tumpaan Total Manembo-nembo Tumpaan Total N Mean Rank Sum of Ranks Test Statistics a Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Grouping Variable: Lokasi Mann-Whitney Test (Minanga Vs Wori) B. rotundiformis B. caudatus B. quadridentatus Ranks B. rotundiformis B. caudatus B. quadridentatus Lokasi Minanga Wori Total Minanga Wori Total Minanga Wori Total N Mean Rank Sum of Ranks

160 142 Lampiran 4 Lanjutan Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Grouping Variable: Lokasi Test Statistics a B. rotundiformis B. caudatus B. quadridentatus Mann-Whitney Test (Minanga Vs Tumpaan) Ranks B. rotundiformis B. caudatus B. quadridentatus Lokasi Minanga Tumpaan Total Minanga Tumpaan Total Minanga Tumpaan Total N Mean Rank Sum of Ranks Test Statistics a Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Grouping Variable: Lokasi B. rotundiformis B. caudatus B. quadridentatus Mann-Whitney Test (Wori vs Tumpaan) Ranks B. rotundiformis B. caudatus B. quadridentatus Lokasi Wori Tumpaan Total Wori Tumpaan Total Wori Tumpaan Total N Mean Rank Sum of Ranks Test Statistics a B. rotundiformis B. caudatus B. quadridentatus Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Grouping Variable: Lokasi

161 143 Lampiran 5 Hasil uji Kruskall Wallis dan Man-U Whitney kelimpahan ketiga jenis rotifera antar stasiun penelitian NPar Tests Descriptive Statistics B. rotundiformis B. caudatus B. quadridentatus Stasiun N Mean Std. Deviation Minimum Maximum Kruskal-Wallis Test B. rotundiformis B. caudatus B. quadridentatus Stasiun Tambak Pantai Muara Total Tambak Pantai Muara Total Tambak Pantai Muara Total Ranks N Mean Rank Test Statistics a,b B. rotundiformis B. caudatus B. quadridentatus Chi-Square df Asymp. Sig a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Stasiun NPar Tests Mann-Whitney Test (Tambak Vs Pantai) Ranks B. rotundiformis B. caudatus B. quadridentatus Stasiun Tambak Pantai Total Tambak Pantai Total Tambak Pantai Total N Mean Rank Sum of Ranks

162 144 Lampiran 5 Lanjutan Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Grouping Variable: Stasiun Test Statistics a B. B. rotundiformis B. caudatus quadridentatus NPar Tests Mann-Whitney Test (Tambak Vs Muara) Ranks B. rotundiformis B. caudatus B. quadridentatus Stasiun Tambak Muara Total Tambak Muara Total Tambak Muara Total N Mean Rank Sum of Ranks Test Statistics a Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Grouping Variable: Stasiun B. B. rotundiformis B. caudatus quadridentatus NPar Tests Mann-Whitney Test (Pantai Vs Muara) Ranks B. rotundiformis B. caudatus B. quadridentatus Stasiun Pantai Muara Total Pantai Muara Total Pantai Muara Total N Mean Rank Sum of Ranks Test Statistics a B. rotundiformis B. caudatus B. quadridentatus Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Grouping Variable: Stasiun

163 145 Lampiran 6 Hasil Uji Man-U Whitney kelimpahan ketiga jenis rotifera antar musim NPar Tests Descriptive Statistics B. rotundiformis B. caudatus B. quadridentatu Musim N Mean Std. Deviation Minimum Maximum Mann-Whitney Test B. rotundiformis B. caudatus B. quadridentatus Musim Barat Timur Total Barat Timur Total Barat Timur Total Ranks N Mean Rank Sum of Ranks Test Statistics a Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Grouping Variable: Musim B. B. rotundiformis B. caudatus quadridentatus

164 146 Lampiran 7 Hasil Uji Man-U Whitney kelimpahan ketiga jenis rotifera antar pasang surut NPar Tests Descriptive Statistics B. rotundiformis B. caudatus B. quadridentatus Pasang Surut N Mean Std. Deviation Minimum Maximum Mann-Whitney Test B. rotundiformis B. caudatus B. quadridentatus Pasang Surut Pasang Surut Total Pasang Surut Total Pasang Surut Total Ranks N Mean Rank Sum of Ranks Test Statistics a B. rotundiformis B. caudatus B. quadridentatus Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Grouping Variable: Pasang Surut

165 147 Lampiran 8 Hasil analisis diskriminan rotifera B. rotundiformis Group Statistics Group Total Suhu Salinitas ph Kekeruhan Oksigen Terlarut Kelimpahan Fitoplankton Suhu Salinitas ph Kekeruhan Oksigen Terlarut Kelimpahan Fitoplankton Suhu Salinitas ph Kekeruhan Oksigen Terlarut Kelimpahan Fitoplankton Suhu Salinitas ph Kekeruhan Oksigen Terlarut Kelimpahan Fitoplankton Valid N (listwise) Mean Std. Deviation Unweighted Weighted Tests of Equality of Group Means Suhu Salinitas ph Kekeruhan Oksigen Terlarut Kelimpahan Fitoplankton Wilks' Lambda F df1 df2 Sig Pooled Within-Groups Matrices Correlatio Suhu Salinitas ph Kekeruhan Oksigen Terlarut Kelimpahan Fitoplan Oksigen Kelimpahan Suhu Salinitas ph Kekeruhan Terlarut Fitoplankton

166 148 Lampiran 8 Lanjutan Group Total Covariance Matrices a Oksigen Kelimpahan Suhu Salinitas ph Kekeruhan Terlarut Fitoplankton Suhu Salinitas ph Kekeruhan Oksigen Terlarut Kelimpahan Fitoplan a. The total covariance matrix has 143 degrees of freedom. Summary of Canonical Discriminant Functions Function 1 2 Eigenvalues Canonical Eigenvalue % of Variance Cumulative % Correlation a a a. First 2 canonical discriminant functions were used in the analysis. Standardized Canonical Discriminant Function Coefficients Suhu Salinitas ph Kekeruhan Oksigen Terlarut Kelimpahan Fitoplankton Function Oksigen Terlarut Salinitas Suhu Kekeruhan Kelimpahan Fitoplankton ph Structure Matrix Function * * * * * * Pooled within-groups correlations between discriminating variables and standardized canonical discriminant functions Variables ordered by absolute size of correlation within function. *. Largest absolute correlation between each variable and any discriminant function

167 149 Lampiran 8 Lanjutan Canonical Discriminant Function Coefficients Suhu Salinitas ph Kekeruhan Oksigen Terlarut Kelimpahan Fitoplankton (Constant) Unstandardized coefficients Function Functions at Group Centroids Function Group Unstandardized canonical discriminant functions evaluated at group means

168 150 Lampiran 9 Hasil uji Kruskall Wallis dan Man-U Whitney kelimpahan fitoplankton antar lokasi penelitian Kruskal-Wallis Test Ranks fitoplankton Lokasi Manembo-nembo Minanga Wori Tumpaan Total N Mean Rank Test Statistics a,b Chi-Square df Asymp. Sig. a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Lokasi fitoplankt on Mann-Whitney Test (Manembo-nembo Vs Minanga) Ranks fitoplankton Lokasi Manembo-nembo Minanga Total N Mean Rank Sum of Ranks Mann-Whitney Test (Manembo-nembo Vs Wori) Ranks fitoplankton Lokasi Manembo-nembo Wori Total N Mean Rank Sum of Ranks Test Statistics a fitoplankton Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed).000 a. Grouping Variable: Lokasi

169 151 Lampiran 9 Lanjutan Mann-Whitney Test (Manembo-nembo Vs Tumpaan) Ranks fitoplankton Lokasi Manembo-nembo Tumpaan Total N Mean Rank Sum of Ranks Test Statistics a Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Grouping Variable: Lokasi fitoplankton Mann-Whitney Test (Minanga Vs Wori) Ranks fitoplankton Lokasi Minanga Wori Total N Mean Rank Sum of Ranks Test Statistics a Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Grouping Variable: Lokasi Mann-Whitney Test (Minanga Vs Tumpaan) fitoplankton fitoplankton Lokasi Minanga Tumpaan Total Ranks N Mean Rank Sum of Ranks Test Statistics a Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Grouping Variable: Lokasi fitoplankton

170 152 Lampiran 9 Lanjutan Mann-Whitney Test (Wori Vs Tumpaan) Ranks fitoplankton Lokasi Wori Tumpaan Total N Mean Rank Sum of Ranks Test Statistics a Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Kruskal-Wallis Test Grouping Variable: Lokasi fitoplankton Ranks fitoplankton Stasiun Tambak Pantai Muara Total N Mean Rank Test Statistics a,b Chi-Square df Asymp. Sig. a. b. Mann-Whitney Test Kruskal Wallis Test Grouping Variable: Stasiun Ranks fitoplankton Fitoplankton Musim Barat Timur Total N Mean Rank Sum of Ranks Estimates Dependent Variable: VAR00007 Musim Barat Timur 95% Confidence Interval Mean Std. Error Lower Bound Upper Bound

171 153 Lampiran 9 Lanjutan Test Statistics a Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Grouping Variable: Musim Fitoplankton Mann-Whitney Test Fitoplankton Pasang Surut Pasang Surut Total Ranks N Mean Rank Sum of Ranks Test Statistics a Fitoplankton Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed).150 a. Grouping Variable: Pasang Surut

172 154 Lampiran 10 Ukuran lorika Ukuran lorika (Alam) Manembo-nembo Minanga Wori Tumpaan PL LA LL PL LA LL PL LA LL PL LA LL 159,60 58,80 117,60 176,40 84,00 126,20 142,80 67,20 117,60 151,20 67,20 118,00 159,60 67,20 117,60 168,00 75,60 117,50 142,80 67,20 117,60 142,80 58,80 109,00 159,60 58,80 117,60 134,40 67,20 106,27 142,80 67,20 109,20 151,20 67,20 118,00 142,80 67,20 109,20 184,80 67,20 134,50 142,80 58,80 109,20 142,80 58,80 109,00 159,60 67,20 117,60 159,60 67,20 126,00 151,20 58,80 117,60 151,20 67,20 118,00 159,60 67,20 117,60 193,20 75,60 141,35 151,20 67,20 117,60 151,20 75,60 118,00 159,60 67,20 117,60 159,60 75,60 110,28 159,60 67,20 117,60 151,20 67,20 118,00 142,80 67,20 109,20 184,80 67,20 134,34 142,80 58,80 100,80 151,20 67,20 118,00 159,60 67,20 117,60 176,40 75,60 126,32 159,60 67,20 109,20 151,20 67,20 118,00 159,60 67,20 117,60 168,00 75,60 132,33 151,20 67,20 117,60 151,20 67,20 118,00 159,60 67,20 117,60 151,20 67,20 110,28 151,20 67,20 109,20 151,20 67,20 118,00 151,20 58,80 109,20 176,40 75,60 130,33 142,80 58,80 109,20 151,20 58,80 109,00 151,20 67,20 117,60 151,20 67,20 117,60 151,20 67,20 117,60 151,20 67,20 118,00 168,00 67,20 117,60 159,60 75,60 126,00 159,60 67,20 117,60 159,60 67,20 118,00 168,00 67,20 117,60 168,00 75,60 132,33 151,20 67,20 117,60 159,60 67,20 118,00 168,00 67,20 126,00 176,40 75,60 134,50 159,60 67,20 117,60 159,60 67,20 118,00 168,00 67,20 117,60 142,80 58,80 108,27 159,60 67,20 117,60 159,60 67,20 118,00 159,60 67,20 117,60 142,80 67,20 112,11 151,20 67,20 117,60 159,60 67,20 118,00 151,20 67,20 109,20 159,60 67,20 126,00 151,20 58,80 109,20 151,20 58,80 101,00 151,20 67,20 109,20 168,00 75,60 126,30 159,60 67,20 117,60 159,60 67,20 118,00 168,00 67,20 117,60 134,40 58,80 104,26 159,60 67,20 117,60 159,60 67,20 118,00 168,00 67,20 126,00 168,00 75,60 126,00 159,60 67,20 117,60 168,00 67,20 118,00 151,20 58,80 109,20 159,60 67,20 116,60 151,20 58,80 109,20 151,20 58,80 109,00 159,60 67,20 117,60 168,00 75,60 128,00 159,60 67,20 117,60 168,00 67,20 118,00 168,00 67,20 117,60 159,60 75,60 115,28 168,00 67,20 117,60 168,00 67,20 118,00 159,60 67,20 117,60 159,60 75,60 120,30 159,60 67,20 117,60 159,60 67,20 109,00 159,60 67,20 109,20 176,40 75,60 131,10 151,20 58,80 109,20 159,60 67,20 118,00 159,60 67,20 117,60 168,00 75,60 126,30 159,60 67,20 117,60 151,20 58,80 101,00 168,00 67,20 117,60 159,60 67,20 118,50 159,60 67,20 117,60 159,60 67,20 118,00 168,00 67,20 117,60 168,00 67,20 122,31 159,60 67,20 117,60 159,60 67,20 118,00

173 155 Lampiran 10 Lanjutan Ukuran panjang lorika (PL), lebar anterior (LA) dan lebar lorika (LL) B. rotundiformis yang dikultur di laboratorium pada beberapa salinitas dan pakan N. oculata. 4 ppt 20 ppt 40 ppt 50 ppt 60 ppt PL LA LL PL LA LL PL LA LL PL LA LL PL LA LL 151,20 134,40 58,80 67,20 117,60 126,00 100,80 109,20 42,00 58,80 67,20 100,80 151,20 100,80 92,40 75,60 134,40 109,20 134,40 168,00 67,20 92,40 109,20 117,60 151,20 134,40 92,40 84,00 126,00 117,60 126,00 50,40 100,80 109,20 58,80 109,20 117,60 67,20 92,40 100,80 75,60 100,80 126,00 67,20 109,20 151,20 67,20 117,60 126,00 50,40 92,40 142,80 67,20 126,00 151,20 58,80 126,00 151,20 75,60 117,60 151,20 50,40 92,40 126,00 50,40 84,00 168,00 75,60 117,60 142,80 67,20 109,20 151,20 84,00 126,00 134,40 67,20 109,20 92,40 33,60 75,60 134,40 58,80 109,20 151,20 58,80 117,60 134,40 75,60 117,60 142,80 75,60 109,20 134,40 67,20 126,00 159,60 75,60 134,40 134,40 67,20 117,60 142,80 75,60 126,00 126,00 58,80 92,40 151,20 67,20 126,00 126,00 67,20 100,80 142,80 58,80 109,20 126,00 58,80 109,20 151,20 58,80 92,40 142,80 67,20 126,00 159,60 75,60 142,80 151,20 67,20 134,40 151,20 92,40 134,40 134,40 58,80 109,20 151,20 67,20 134,40 134,40 75,60 117,60 134,40 58,80 109,20 134,40 67,20 126,00 126,00 75,60 117,60 117,60 50,40 84,00 142,80 58,80 92,40 142,80 75,60 100,80 126,00 58,80 117,60 126,00 67,20 100,80 134,40 67,20 109,20 134,40 75,60 117,60 151,20 67,20 126,00 126,00 58,80 109,20 159,60 67,20 109,20 126,00 50,40 109,20 168,00 75,60 134,40 159,60 84,00 109,20 159,60 67,20 126,00 168,00 67,20 117,60 92,40 50,40 84,00 151,20 75,60 126,00 142,80 67,20 117,60 168,00 92,40 134,40 142,80 67,20 117,60 117,60 58,80 92,40 159,60 84,00 117,60 151,20 75,60 109,20 142,80 67,20 109,20 126,00 75,60 117,60 142,80 50,40 109,20 100,80 58,80 84,00 117,60 58,80 100,80 126,00 50,40 92,40 117,60 50,40 84,00 159,60 50,40 100,80 117,60 50,40 92,40 109,20 67,20 109,20 117,60 58,80 100,80 142,80 67,20 126,00 151,20 50,40 117,60 151,20 75,60 117,60 159,60 75,60 92,40 142,80 67,20 109,20 142,80 75,60 126,00 142,80 58,80 100,80 142,80 75,60 109,20 151,20 67,20 109,20 142,80 58,80 100,80 151,20 67,20 109,20 142,80 67,20 117,60 168,00 50,40 92,40 142,80 50,40 100,80 151,20 67,20 92,40 109,20 58,80 92,40 126,00 58,80 117,60 84,00 42,00 75,60 109,20 58,80 84,00 109,20 50,40 75,60 117,60 75,60 109,20 100,80 42,00 84,00 126,00 58,80 92,40 126,00 58,80 100,80 117,60 67,20 84,00 126,00 58,80 92,40 142,80 67,20 117,60 100,80 50,40 75,60 117,60 67,20 92,40 126,00 58,80 92,40 134,40 75,60 117,60 126,00 75,60 100,80 159,60 75,60 117,60 134,40 58,80 109,20 134,40 58,80 109,20 151,20 67,20 100,80 126,00 58,80 100,80 134,40 75,60 109,20 117,60 75,60 117,60 151,20 67,20 100,80 151,20 67,20 109,20 134,40 67,20 92,40 159,60 75,60 126,00 142,80 67,20 109,20 151,20 84,00 117,60 126,00 67,20 117,60 151,20 67,20 126,00 109,20 50,40 92,40 126,00 75,60 92,40 126,00 58,80 100,80 100,80 50,40 84,00 84,00 58,80 92,40 142,80 58,80 92,40 117,60 67,20 100,80 100,80 50,40 92,40 117,60 75,60 117,60 126,00 50,40 100,80 109,20 67,20 92,40 126,00 75,60 109,20 117,60 58,80 84,00 151,20 58,80 100,80 134,40 50,40 100,80 134,40 75,60 109,20 126,00 67,20 100,80 151,20 67,20 100,80

174 156 Lampiran 10 Lanjutan Ukuran panjang lorika (PL), lebar anterior (LA) dan lebar lorika (LL) B. rotundiformis yang dikultur di laboratorium pada beberapa salinitas dan pakan Prochloron sp. 4 ppt 20 ppt 40 ppt 50 ppt 60 ppt PL LA LL PL LA LL PL LA LL PL LA LL PL LA LL 126,00 109,20 50,40 75,60 100,80 109,20 84,00 100,80 42,00 58,80 84,00 92,40 126,00 100,80 58,80 50,40 100,80 92,40 134,40 117,60 67,20 50,40 92,40 75,60 126,00 109,20 58,80 50,40 109,20 84,00 100,80 50,40 84,00 100,80 58,80 92,40 117,60 42,00 84,00 92,40 42,00 75,60 100,80 42,00 84,00 117,60 75,60 117,60 100,80 58,80 84,00 126,00 58,80 100,80 126,00 67,20 100,80 117,60 50,40 100,80 134,40 75,60 117,60 100,80 50,40 58,80 134,40 67,20 117,60 117,60 50,40 100,80 134,40 58,80 117,60 126,00 50,40 117,60 100,80 50,40 67,20 142,80 58,80 117,60 126,00 58,80 109,20 126,00 58,80 109,20 109,20 50,40 75,60 92,40 42,00 75,60 92,40 50,40 84,00 117,60 50,40 75,60 109,20 50,40 84,00 134,40 67,20 100,80 117,60 58,80 109,20 126,00 67,20 100,80 126,00 58,80 100,80 134,40 58,80 109,20 117,60 75,60 117,60 117,60 50,40 100,80 134,40 58,80 109,20 126,00 67,20 109,20 117,60 50,40 84,00 142,80 84,00 109,20 109,20 58,80 100,80 126,00 67,20 109,20 142,80 75,60 117,60 142,80 67,20 100,80 134,40 75,60 117,60 100,80 42,00 84,00 126,00 58,80 92,40 117,60 50,40 84,00 134,40 50,40 92,40 142,80 67,20 100,80 109,20 58,80 100,80 134,40 58,80 100,80 126,00 58,80 109,20 142,80 58,80 100,80 134,40 67,20 100,80 117,60 58,80 100,80 126,00 58,80 92,40 117,60 50,40 92,40 134,40 67,20 100,80 126,00 67,20 109,20 117,60 58,80 100,80 84,00 58,80 92,40 126,00 58,80 109,20 126,00 58,80 92,40 117,60 50,40 92,40 117,60 58,80 100,80 126,00 50,40 92,40 117,60 50,40 92,40 117,60 50,40 84,00 126,00 84,00 117,60 109,20 50,40 84,00 126,00 58,80 109,20 142,80 58,80 109,20 126,00 58,80 100,80 117,60 50,40 100,80 134,40 58,80 109,20 100,80 58,80 84,00 117,60 50,40 84,00 117,60 58,80 92,40 100,80 58,80 109,20 117,60 58,80 100,80 109,20 50,40 100,80 100,80 50,40 100,80 100,80 50,40 84,00 126,00 67,20 100,80 109,20 50,40 100,80 117,60 58,80 100,80 126,00 58,80 117,60 126,00 50,40 84,00 126,00 58,80 100,80 109,20 58,80 100,80 126,00 58,80 117,60 134,40 75,60 126,00 126,00 67,20 100,80 134,40 75,60 109,20 117,60 58,80 100,80 134,40 67,20 109,20 134,40 67,20 117,60 134,40 84,00 142,80 126,00 50,40 109,20 117,60 58,80 100,80 126,00 67,20 100,80 126,00 50,40 100,80 126,00 84,00 151,20 109,20 50,40 100,80 109,20 58,80 100,80 109,20 42,00 75,60 84,00 42,00 75,60 109,20 42,00 84,00 159,60 58,80 92,40 109,20 50,40 100,80 151,20 75,60 117,60 142,80 67,20 109,20 159,60 75,60 100,80 126,00 75,60 100,80 92,40 58,80 75,60 134,40 50,40 92,40 126,00 58,80 92,40 126,00 58,80 92,40 109,20 75,60 109,20 100,80 50,40 92,40 126,00 33,60 84,00 117,60 42,00 75,60 100,80 42,00 84,00 134,40 75,60 117,60 100,80 42,00 92,40 117,60 50,40 84,00 100,80 50,40 84,00 109,20 58,80 92,40 142,80 84,00 109,20 100,80 42,00 100,80 117,60 50,40 67,20 100,80 50,40 67,20 109,20 50,40 84,00 134,40 67,20 100,80 117,60 58,80 100,80 126,00 58,80 109,20 126,00 67,20 100,80 126,00 58,80 109,20 117,60 50,40 100,80 117,60 58,80 100,80 117,60 58,80 100,80 109,20 58,80 100,80 126,00 58,80 117,60

175 157 Lampiran 10 Lanjutan Ukuran lorika rata-rata (μm) B. rotundiformis dari 4 lokasi penelitian Lokasi Panjang lorika Lebar lorika Lebar anterior Manembo-nembo 159,60 116,20 66,08 Minanga 164,08 122,92 71,68 Wori 153,72 114,80 65,24 Tumpaan 155,40 115,37 65,80 Ukuran lorika rata-rata (μm) B. rotundiformis dengan salinitas berbeda dan pakan N. oculata Salinitas Panjang lorika Lebar lorika Lebar anterior 4 ppt 136,36 107,80 64,96 20 ppt 127,40 103,32 57,12 40 ppt 136,36 108,36 68,04 50 ppt 136,08 108,08 67,76 60 ppt 136,36 108,64 68,04 Ukuran lorika rata-rata (μm) B. rotundiformis dengan salinitas berbeda dan pakan Prochloron sp. Salinitas Panjang lorika Lebar lorika Lebar anterior 4 ppt 124,99 104,50 64,51 20 ppt 108,36 93,80 54,04 40 ppt 122,08 98,00 56,84 50 ppt 120,68 96,88 56,84 60 ppt 123,20 99,12 57,68

176 158 Lampiran 11 Analisis ragam ukuran morfometri (PL, LL, LA) B. rotundiformis alam (4 lokasi) dengan yang dikultur pada salinitas dan jenis pakan berbeda Oneway ANOVA Sum of Squares df Mean Square F Sig. Panjang Lorika (umbetween Group Within Groups Total Lebar Anterior (um Between Group Within Groups Total Lebar Lorika (um) Between Group Within Groups Total Homogeneous Subsets Panjang Lorika (um) Subset for alpha =.05 Type Rotifer N Tukey HSD Kultur Sal 20 Pakan Prochloro Kultur Sal 4 Pakan Prochloron Alam Minanga Kultur Sal 40 Pakan Prochloro Alam Tumpaan Kultur Sal 4 Pakan Nanno Kultur Sal 20 Pakan Nanno Alam Manembo Kultur Sal 40 Pakan Nanno Alam Wori Kultur Sal 60 Pakan Nanno Kultur Sal 60 Pakan Prochloro Kultur Sal 50 Pakan Prochloro Kultur Sal 50 Pakan Nanno Sig Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I erro guaranteed.

177 159 Lampiran 11 Lanjutan Lebar Anterior (um) Type Rotifer N Tukey HSD Kultur Sal 20 Pakan Prochlo Kultur Sal 40 Pakan Prochlo Alam Minanga Alam Tumpaan Kultur Sal 20 Pakan Nanno Kultur Sal 4 Pakan Prochlor Kultur Sal 4 Pakan Nanno Kultur Sal 60 Pakan Nanno Kultur Sal 60 Pakan Prochlo Kultur Sal 50 Pakan Prochlo Alam Manembo Kultur Sal 40 Pakan Nanno Alam Wori Kultur Sal 50 Pakan Nanno Sig. Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = Subset for alpha = b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels ar Lebar Lorika (um) Subset for alpha =.05 Type Rotifer N Tukey HSD Kultur Sal 20 Pakan Prochl Alam Minanga Kultur Sal 40 Pakan Prochl Alam Tumpaan Kultur Sal 4 Pakan Prochlo Kultur Sal 20 Pakan Nanno Kultur Sal 4 Pakan Nanno Alam Manembo Kultur Sal 40 Pakan Nanno Alam Wori Kultur Sal 60 Pakan Nanno Kultur Sal 60 Pakan Prochl Kultur Sal 50 Pakan Prochl Kultur Sal 50 Pakan Nanno Sig Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels

178 160 Lampiran 11 Lanjutan Univariate Analysis of Variance Descriptive Statistics Dependent Variable: Panjang Lorika Salinitas Salinitas 4 ppm Salinitas 20 ppm Salinitas 40 ppm salinitas 50 ppm Salinitas 60 ppm Total Jenis Pakan Nannochloropsis oculata Prochloron sp Total Nannochloropsis oculata Prochloron sp Total Nannochloropsis oculata Prochloron sp Total Nannochloropsis oculata Prochloron sp Total Nannochloropsis oculata Prochloron sp Total Nannochloropsis oculata Prochloron sp Total Mean Std. Deviation N Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Panjang Lorika Type III Sum Source of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model a Intercept Salinitas Pakan Salinitas * Pakan Error Total Corrected Total a. R Squared =.236 (Adjusted R Squared =.212)

179 161 Lampiran 11 Lanjutan Salinitas Dependent Variable: Panjang Lorika Pairwise Comparisons Mean 95% Confidence Interval for Difference Difference a (I) Salinitas (J) Salinitas (I-J) Std. Error Sig ạ Lower BoundUpper Bound Salinitas 4 ppm Salinitas 20 ppm Salinitas 40 ppm * salinitas 50 ppm Salinitas 60 ppm * Salinitas 20 ppmsalinitas 4 ppm Salinitas 40 ppm * salinitas 50 ppm * Salinitas 60 ppm * Salinitas 40 ppmsalinitas 4 ppm 6.244* Salinitas 20 ppm * salinitas 50 ppm Salinitas 60 ppm salinitas 50 ppmsalinitas 4 ppm Salinitas 20 ppm * Salinitas 40 ppm Salinitas 60 ppm Salinitas 60 ppmsalinitas 4 ppm 6.804* Salinitas 20 ppm * Salinitas 40 ppm salinitas 50 ppm Based on estimated marginal means *. The mean difference is significant at the.05 level. a. Adjustment for multiple comparisons: Least Significant Difference (equivalent to no adju Jenis Pakan Univariate Tests Dependent Variable: Panjang Lorika Sum of Squares df Mean Square F Sig. Contrast Error The F tests the effect of Jenis Pakan. This test is based on the linearly independent pairwise comparisons among the estimated marginal means.

180 162 Lampiran 11 Lanjutan Dependent Variable: Panjang Lorika Salinitas Salinitas 4 ppm Jenis Pakan Nannochloropsis oculat Prochloron sp Salinitas 20 ppm Nannochloropsis oculat Prochloron sp Salinitas 40 ppm Nannochloropsis oculat Prochloron sp salinitas 50 ppm Nannochloropsis oculat Prochloron sp Salinitas 60 ppm Nannochloropsis oculat Prochloron sp 4. Salinitas * Jenis Pakan 95% Confidence Interval Mean Std. Error Lower Bound Upper Bound Post Hoc Tests Salinitas Dependent Variable: Panjang Lorika Tukey HSD Multiple Comparisons (I) Salinitas Salinitas 4 ppm Salinitas 20 ppm Salinitas 40 ppm salinitas 50 ppm Salinitas 60 ppm (J) Salinitas Salinitas 20 ppm Salinitas 40 ppm salinitas 50 ppm Salinitas 60 ppm Salinitas 4 ppm Salinitas 40 ppm salinitas 50 ppm Salinitas 60 ppm Salinitas 4 ppm Salinitas 20 ppm salinitas 50 ppm Salinitas 60 ppm Salinitas 4 ppm Salinitas 20 ppm Salinitas 40 ppm Salinitas 60 ppm Salinitas 4 ppm Salinitas 20 ppm Salinitas 40 ppm salinitas 50 ppm Based on observed means. *. The mean difference is significant at the.05 level. Mean Difference 95% Confidence Interval (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound * * * * * *

181 163 Lampiran 11 Lanjutan Tukey HSD Salinitas Salinitas 20 ppm Salinitas 4 ppm salinitas 50 ppm Salinitas 40 ppm Salinitas 60 ppm Sig. a,b,c Panjang Lorika Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = a. Uses Harmonic Mean Sample Size = b. c. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed. Alpha =.05. Univariate Analysis of Variance Subset N Descriptive Statistics Dependent Variable: Lebar Anterior Salinitas Salinitas 4 ppm Salinitas 20 ppm Salinitas 40 ppm salinitas 50 ppm Salinitas 60 ppm Total Jenis Pakan Nannochloropsis oculata Prochloron sp Total Nannochloropsis oculata Prochloron sp Total Nannochloropsis oculata Prochloron sp Total Nannochloropsis oculata Prochloron sp Total Nannochloropsis oculata Prochloron sp Total Nannochloropsis oculata Prochloron sp Total Mean Std. Deviation N Dependent Variable: Lebar Anterior Source Corrected Model Intercept Salinitas Pakan Salinitas * Pakan Error Total Corrected Total Tests of Between-Subjects Effects Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig a a. R Squared =.230 (Adjusted R Squared =.205)

182 164 Lampiran 11 Lanjutan Salinitas Pairwise Comparisons Dependent Variable: Lebar Anterior (I) Salinitas Salinitas 4 ppm Salinitas 20 ppm Salinitas 40 ppm salinitas 50 ppm Salinitas 60 ppm (J) Salinitas Salinitas 20 ppm Salinitas 40 ppm salinitas 50 ppm Salinitas 60 ppm Salinitas 4 ppm Salinitas 40 ppm salinitas 50 ppm Salinitas 60 ppm Salinitas 4 ppm Salinitas 20 ppm salinitas 50 ppm Salinitas 60 ppm Salinitas 4 ppm Salinitas 20 ppm Salinitas 40 ppm Salinitas 60 ppm Salinitas 4 ppm Salinitas 20 ppm Salinitas 40 ppm salinitas 50 ppm Mean Difference Based on estimated marginal means *. The mean difference is significant at the.05 level. 95% Confidence Interval for Difference a (I-J) Std. Error Sig. a Lower Bound Upper Bound 9.156* * * * * * * * a. Adjustment for multiple comparisons: Least Significant Difference (equivalent to no adjustments). Jenis Pakan Dependent Variable: Lebar Anterior (I) Jenis Pakan (J) Jenis Pakan Nannochloropsis ocul Prochloron sp Prochloron sp Nannochloropsis ocul Based on estimated marginal means *. Pairwise Comparisons 95% Confidence Interval for Difference a (I-J) Std. Error Sig ạ Lower BoundUpper Bound 7.202* * Mean Difference The mean difference is significant at the.05 level. a. Adjustment for multiple comparisons: Least Significant Difference (equivalent to no adjustments).

183 165 Lampiran 11 Lanjutan 4. Salinitas * Jenis Pakan Dependent Variable: Lebar Anterior Salinitas Salinitas 4 ppm Salinitas 20 ppm Salinitas 40 ppm salinitas 50 ppm Salinitas 60 ppm Jenis Pakan Nannochloropsis oculata Prochloron sp Nannochloropsis oculata Prochloron sp Nannochloropsis oculata Prochloron sp Nannochloropsis oculata Prochloron sp Nannochloropsis oculata Prochloron sp 95% Confidence Interval Mean Std. Error Lower Bound Upper Bound Post Hoc Tests Salinitas Homogeneous Subsets Tukey HSD Salinitas Salinitas 20 ppm salinitas 50 ppm Salinitas 40 ppm Salinitas 60 ppm Salinitas 4 ppm Sig. a,b,c Lebar Anterior Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = a. Uses Harmonic Mean Sample Size = b. c. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed. Alpha =.05. Subset N

184 166 Lampiran 11 Lanjutan Univariate Analysis of Variance Descriptive Statistics Dependent Variable: Lebar Lorika Salinitas Salinitas 4 ppm Salinitas 20 ppm Salinitas 40 ppm salinitas 50 ppm Salinitas 60 ppm Total Jenis Pakan Nannochloropsis oculata Prochloron sp Total Nannochloropsis oculata Prochloron sp Total Nannochloropsis oculata Prochloron sp Total Nannochloropsis oculata Prochloron sp Total Nannochloropsis oculata Prochloron sp Total Nannochloropsis oculata Prochloron sp Total Mean Std. Deviation N Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Lebar Lorika Type III Sum Source of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model a Intercept Salinitas Pakan Salinitas * Pakan Error Total Corrected Total a. R Squared =.121 (Adjusted R Squared =.094)

185 167 Lampiran 11 Lanjutan Salinitas Dependent Variable: Lebar Lorika Pairwise Comparisons Mean 95% Confidence Interval for Difference Difference a (I) Salinitas (J) Salinitas (I-J) Std. Error Sig ạ Lower BoundUpper Bound Salinitas 4 ppm Salinitas 20 ppm 7.588* Salinitas 40 ppm salinitas 50 ppm Salinitas 60 ppm Salinitas 20 ppmsalinitas 4 ppm * Salinitas 40 ppm salinitas 50 ppm Salinitas 60 ppm * Salinitas 40 ppmsalinitas 4 ppm Salinitas 20 ppm salinitas 50 ppm Salinitas 60 ppm salinitas 50 ppmsalinitas 4 ppm Salinitas 20 ppm Salinitas 40 ppm Salinitas 60 ppm Salinitas 60 ppmsalinitas 4 ppm Salinitas 20 ppm 5.320* Salinitas 40 ppm salinitas 50 ppm Based on estimated marginal means *. The mean difference is significant at the.05 level. a. Adjustment for multiple comparisons: Least Significant Difference (equivalent to no adju Jenis Pakan Dependent Variable: Lebar Lorika Pairwise Comparisons Mean % Confidence Interval Difference Difference a (I) Jenis Pakan (J) Jenis Pakan (I-J) Std. Error Sig ạ ower Bound Upper Bound Nannochloropsis oprochloron sp 8.781* Prochloron sp Nannochloropsis o * Based on estimated marginal means *. The mean difference is significant at the.05 level. a. Adjustment for multiple comparisons: Least Significant Difference (equivalent to n

186 168 Lampiran 11 Lanjutan 4. Salinitas * Jenis Pakan Dependent Variable: Lebar Lorika 95% Confidence Interval Salinitas Jenis Pakan Mean Std. ErrorLower BoundUpper Bound Salinitas 4 ppmnannochloropsis ocu Prochloron sp Salinitas 20 pp Nannochloropsis ocu Prochloron sp Salinitas 40 pp Nannochloropsis ocu Prochloron sp salinitas 50 ppmnannochloropsis ocu Prochloron sp Salinitas 60 pp Nannochloropsis ocu Prochloron sp Post Hoc Tests Salinitas Homogeneous Subsets Tukey HSD Salinitas Salinitas 20 ppm salinitas 50 ppm Salinitas 40 ppm Salinitas 60 ppm Salinitas 4 ppm Sig. a,b,c Lebar Lorika Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = a. Uses Harmonic Mean Sample Size = b. c. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed. Alpha =.05. Subset N

187 169 Lampiran 12 Hasil analisis ragam (ANOVA) faktorial pengaruh salinitas pakan terhadap zona bening pada bakteri V. cholerae, B. subtilis, E. coli Univariate Analysis of Variance Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: V. Cholera Type III Sum Source of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model a Intercept pakan Salinitas pakan * Salinitas Error Total Corrected Total Pakan a. R Squared =.836 (Adjusted R Squared =.763) Dependent Variable: V. Cholera Pairwise Comparisons (I) pakan (J) pakan Mean Difference (I-J) Std. Error Sig. a Nannochloropsis Prochloron 2.265* Prochloron Nannochloropsis * Based on estimated marginal means *. The mean difference is significant at the.05 level. a. Adjustment for multiple comparisons: Least Significant Difference (equivalent to no adjustments). Salinitas Homogeneous Subsets Tukey HSD a,b Salinitas 20 ppt 60 ppt 40 ppt 50 ppt 4 ppt Sig. V. Cholera Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) =.679. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = b. Alpha =.05. Subset N

188 170 Lampiran 12 Lanjutan Univariate Analysis of Variance Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: B. Subtilis Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig a Source Corrected Model Intercept pakan Salinitas pakan * Salinitas Error Total Corrected Total Pakan a. R Squared =.864 (Adjusted R Squared =.802) Dependent Variable: B. Subtilis Pairwise Comparisons (I) pakan (J) pakan Mean Difference (I-J) Std. Error Sig. a Nannochloropsis Prochloron 1.199* Prochloron Nannochloropsis * Based on estimated marginal means *. The mean difference is significant at the.05 level. a. Adjustment for multiple comparisons: Least Significant Difference (equivalent to no adjustments). Salinitas Homogeneous Subsets Tukey HSD a,b Salinitas 4 ppt 20 ppt 60 ppt 40 ppt 50 ppt Sig. B. Subtilis Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) =.513. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = b. Alpha =.05. Subset N

189 171 Lampiran 12 Lanjutan Univariate Analysis of Variance Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: E. Coli Type III Sum Source of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model a Intercept pakan Salinitas pakan * Salinitas Error Total Corrected Total a. R Squared =.774 (Adjusted R Squared =.673) Pakan Dependent Variable: E. Coli Pairwise Comparisons (I) pakan (J) pakan Mean Difference (I-J) Std. Error Sig. a Nannochloropsis Prochloron 1.375* Prochloron Nannochloropsis * Based on estimated marginal means *. The mean difference is significant at the.05 level. a. Adjustment for multiple comparisons: Least Significant Difference (equivalent to no adjustments). Salinitas Homogeneous Subsets Tukey HSD a,b Salinitas 4 ppt 20 ppt 60 ppt 50 ppt 40 ppt Sig. E. Coli Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) =.757. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = b. Alpha =.05. Subset N

190 172 Lampiran 12 Lanjutan Hasil analisis ragam (ANOVA) faktorial pengaruh salinitas, pakan dan jenis bakteri terhadap zona bening Univariate Analysis of Variance Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Zona Bening Type III Sum Source of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model a Intercept pakan Salinitas Bakter pakan * Salinitas pakan * Bakter Salinitas * Bakter pakan * Salinitas * Bakter Error Total Corrected Total Pakan a. R Squared =.828 (Adjusted R Squared =.745) Dependent Variable: Zona Bening Pairwise Comparisons (I) Jenis Pakan Nannochloropsis Prochloron (J) Jenis Pakan Prochloron Nannochloropsis Based on estimated marginal means *. The mean difference is significant at the.05 level. Mean Difference (I-J) Std. Error Sig. a 1.613* * a. Adjustment for multiple comparisons: Least Significant Difference (equivalent to no adjustments). Salinitas Homogeneous Subsets Zona Bening Subset Salinitas N Tukey HSD a,b 20 ppt ppt ppt ppt ppt Sig Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) =.649. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = b. Alpha =.05.

191 173 Lampiran 12 Lanjutan Hasil analisis ragam (ANOVA) faktorial pengaruh salinitas pakan terhadap zona bening tanpa membedakan jenis bakterinya (gabung) Univariate Analysis of Variance Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Zona Bening Type III Sum Source of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model a Intercept pakan Salinitas pakan * Salinitas Error Total Corrected Total a. R Squared =.458 (Adjusted R Squared =.396) Pakan Dependent Variable: Zona Bening Pairwise Comparisons (I) Jenis Pakan Nannochloropsis Prochloron (J) Jenis Pakan Prochloron Nannochloropsis Based on estimated marginal means *. The mean difference is significant at the.05 level. Mean Difference (I-J) Std. Error Sig. a 1.613* * a. Adjustment for multiple comparisons: Least Significant Difference (equivalent to no adjustments). Salinitas Homogeneous Subsets Tukey HSD a,b Salinitas 20 ppt 4 ppt 60 ppt 40 ppt 50 ppt Sig. Zona Bening Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = a. Uses Harmonic Mean Sample Size = b. Alpha =.05. Subset N

192 174 Lampiran 12 Lanjutan Zona bening (mm) Pakan Salinitas Ulangan V. cholerae B. subtilis E. coli N. oculata 4 1 6,60 0,00 2,50 N. oculata 4 2 4,38 0,00 2,50 N. oculata 4 3 2,00 0,00 2,50 N. oculata ,92 2,50 5,29 N. oculata ,61 2,50 1,54 N. oculata ,21 2,50 1,45 N. oculata ,24 3,36 5,27 N. oculata ,19 4,03 4,15 N. oculata ,08 3,86 4,57 N. oculata ,42 3,17 3,60 N. oculata ,35 5,98 2,68 N. oculata ,98 4,35 1,52 N. oculata ,00 4,35 2,78 N. oculata ,00 2,50 0,48 N. oculata ,00 5,90 1,54 Prochloron sp ,00 2,15 0,00 Prochloron sp ,00 2,64 0,00 Prochloron sp ,00 1,97 0,00 Prochloron sp ,00 0,00 0,00 Prochloron sp ,00 0,00 0,00 Prochloron sp ,00 0,00 0,00 Prochloron sp ,31 3,48 2,00 Prochloron sp ,99 1,80 2,00 Prochloron sp ,69 2,25 2,00 Prochloron sp ,00 2,00 2,07 Prochloron sp ,00 2,00 2,43 Prochloron sp ,00 2,00 2,25 Prochloron sp ,00 2,00 3,00 Prochloron sp ,00 2,00 3,00 Prochloron sp ,00 2,00 3,00

193 175 Lampiran 13 Hasil analisis regresi antara diameter zona bening (Y) pada tiga jenis bakteri yang dikultur dengan pakan N. oculata dan salinitas (X) Regression V. cholerae ANOVA b Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression a Residual Total a. Predictors: (Constant), Salinitas b. Dependent Variable: Cholera Model 1 (Constant) Salinitas a. Dependent Variable: Cholera Unstandardized Coefficients Coefficients a Standardized Coefficients B Std. Error Beta t Sig Regression B. subtilis Model 1 Regression Residual Total a. Predictors: (Constant), Salinitas b. Dependent Variable: Subtilis ANOVA b Sum of Squares df Mean Square F Sig a Model 1 (Constant) Salinitas Unstandardized Coefficients a. Dependent Variable: Subtilis Coefficients a Standardized Coefficients B Std. Error Beta t Sig

194 176 Lampiran 13 Lanjutan Regression E. coli Model 1 Regression Residual Total a. Predictors: (Constant), Salinitas b. Dependent Variable: Coli ANOVA b Sum of Squares df Mean Square F Sig a Model 1 (Constant) Salinitas a. Dependent Variable: Coli Unstandardized Coefficients Coefficients a Standardized Coefficients B Std. Error Beta t Sig

195 177 Lampiran 14 Hasil analisis regresi antara diameter zona bening (Y) pada tiga jenis bakteri yang dikultur dengan pakan Prochloron sp. dan salinitas (X) Regression V. cholerae Model 1 Regression Residual Total a. Predictors: (Constant), Salinitas b. Dependent Variable: V. Cholera ANOVA b Sum of Squares df Mean Square F Sig a Model 1 (Constant) Salinitas Unstandardized Coefficients a. Dependent Variable: V. Cholera Coefficients a Standardized Coefficients B Std. Error Beta t Sig Regression B. subtilis Model 1 Regression Residual Total a. Predictors: (Constant), Salinitas b. Dependent Variable: B. Subtilis ANOVA b Sum of Squares df Mean Square F Sig a Model 1 (Constant) Salinitas Unstandardized Coefficients a. Dependent Variable: B. Subtilis Coefficients a Standardized Coefficients B Std. Error Beta t Sig

196 178 Lampiran 14 Lanjutan Regression E. coli Model 1 Regression Residual Total a. Predictors: (Constant), Salinitas b. Dependent Variable: E. Coli ANOVA b Sum of Squares df Mean Square F Sig a Model 1 (Constant) Salinitas a. Dependent Variable: E. Coli Unstandardized Coefficients Coefficients a Standardized Coefficients B Std. Error Beta t Sig

197 179 Lampiran 15 Peta Penelitian a). Peta Lokasi Pengamatan Sampel di Manembo-nembo 1.5 Sulawesi Utara Skala 1 : T Lintang P M 1.4 L a u t M a l u k u Bujur b). Peta Lokasi Pengamatan Sampel di Minanga 1.1 Sulawesi Utara P Skala 1 : Lintang 0.8 T M L a u t M a l u k u Keterangan : P = Pantai M = Muara Bujur

198 180 T = Tambak Lampiran 15 Lanjutan c). Peta Lokasi Pengamatan Sampel di Wori M P Skala 1 : L a u t S u l a w e s i T Lintang L a u t M a l u k u Bujur d). Peta Lokasi Pengamatan Sampel di Tumpaan Sulawesi Utara Laut Sulawesi Skala 1 : Lintang P T 1.2 M Laut Maluku Keterangan : P = Pantai Bujur

199 181 M = Muara T = Tambak Lampiran 16 Dokumentasi penelitian 1 A B C D E F G H I J K L Keterangan : Kultur dan pemanenan rotifera (A-D), Penggerusan sample (E,F), Homogenisasi dengan metanol 80% (G), Sampel yang sudah disentrifuse (H), Evaporasi (I), Media NA disterilisasi dan dimasak (J,K,L).

200 182 Lampiran 16 Lanjutan A B C D E F G H I J K L M N O Ket : Penggoresan bakteri (A-C), Pengujian aktivitas antibakteri (D-K), Inkubasi (L), Alat yang digunakan di lapangan (M,N,O)

201 183 Lampiran 16 Lanjutan a. Manembo-nembo b. Minanga Pantai Muara Tambak Pantai Muara Tambak c. Tumpaan d. Wori Pantai Muara Tambak Pantai Muara Tambak

BIOEKOLOGI ROTIFERA DARI PERAIRAN PANTAI DAN ESTUARI SULAWESI UTARA 1) (Bioecology of Rotifera from Coastal Water and Estuary in North Sulawesi)

BIOEKOLOGI ROTIFERA DARI PERAIRAN PANTAI DAN ESTUARI SULAWESI UTARA 1) (Bioecology of Rotifera from Coastal Water and Estuary in North Sulawesi) Bioekologi Rotifera dari Perairan Pantai dan Estuari Sulawesi Utara (J.R.T.S.L. Rimper et al.) BIOEKOLOGI ROTIFERA DARI PERAIRAN PANTAI DAN ESTUARI SULAWESI UTARA 1) (Bioecology of Rotifera from Coastal

Lebih terperinci

VIABILITAS ROTIFER Brachionus rotundiformis STRAIN MERAS PADA SUHU DAN SALINITAS BERBEDA

VIABILITAS ROTIFER Brachionus rotundiformis STRAIN MERAS PADA SUHU DAN SALINITAS BERBEDA VIABILITAS ROTIFER Brachionus rotundiformis STRAIN MERAS PADA SUHU DAN SALINITAS BERBEDA Erly Y. Kaligis Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unsrat Manado 95115 E-mail: erly_kaligis@yahoo.co.id ABSTRAK

Lebih terperinci

MEMAKSIMALKAN POTENSI DORMANSI PADA ROTIFER Brachionus rotundiformius MELALUI MATING EKSPERIMENT. Veibe Warouw

MEMAKSIMALKAN POTENSI DORMANSI PADA ROTIFER Brachionus rotundiformius MELALUI MATING EKSPERIMENT. Veibe Warouw MEMAKSIMALKAN POTENSI DORMANSI PADA ROTIFER Brachionus rotundiformius MELALUI MATING EKSPERIMENT Veibe Warouw Staf Pengajar pada Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. UNSRAT.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu : 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari mata air, air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran air

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Brachionus plicatilis O. F. Muller Ciri khas dasar pemberian nama rotatoria atau rotifera adalah terdapatnya suatu bangunan yang disebut korona. Korona ini berbentuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam kegiatan budidaya ikan, pakan dibagi menjadi dua jenis, pakan buatan dan

I. PENDAHULUAN. Dalam kegiatan budidaya ikan, pakan dibagi menjadi dua jenis, pakan buatan dan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan merupakan salah satu input penting dalam budidaya ikan. Pakan menghabiskan lebih dari setengah biaya produksi dalam kegiatan budidaya ikan. Dalam kegiatan budidaya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas Branchiopoda, Divisi Oligobranchiopoda, Ordo Cladocera, Famili Daphnidae,

Lebih terperinci

Jurnal LPPM Bidang Sains dan Teknologi Volume 2 Nomor 2 Oktober 2015

Jurnal LPPM Bidang Sains dan Teknologi Volume 2 Nomor 2 Oktober 2015 KUALITAS AIR DAN PERTUMBUHAN POPULASI ROTIFER Brachionus rotundiformis STRAIN TUMPAAN PADA PAKAN BERBEDA ERLY Y. KALIGIS Erly Y. Kaligis Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UNSRAT, Manado (E-mail: erly_kaligis@yahoo.co.id)

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS FITOPLANKTON SERTA KETERKAITANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN DI LINGKUNGAN TAMBAK UDANG INTENSIF FERIDIAN ELFINURFAJRI SKRIPSI

STRUKTUR KOMUNITAS FITOPLANKTON SERTA KETERKAITANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN DI LINGKUNGAN TAMBAK UDANG INTENSIF FERIDIAN ELFINURFAJRI SKRIPSI 2 STRUKTUR KOMUNITAS FITOPLANKTON SERTA KETERKAITANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN DI LINGKUNGAN TAMBAK UDANG INTENSIF FERIDIAN ELFINURFAJRI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha budidaya ikan pada dewasa ini nampak semakin giat dilaksanakan baik secara intensif maupun ekstensif. Usaha budidaya tersebut dilakukan di perairan tawar, payau,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Biologi Tetraselmis sp. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari

I. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam budidaya perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari biaya produksi. Pakan

Lebih terperinci

Deteksi Senyawa Bioaktif Rotifera Brachionus rotundiformis dari Perairan Laut Sulawesi Utara

Deteksi Senyawa Bioaktif Rotifera Brachionus rotundiformis dari Perairan Laut Sulawesi Utara Jurnal Ilmu Hewani Tropika Vol. No. 1. Juni 2014 ISSN : 201-778 Deteksi Senyawa Bioaktif Rotifera Brachionus rotundiformis dari Perairan Laut Sulawesi Utara Detection of Bioactive Compounds in Rotifers

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Brachionus plicatilis O. F. Muller Djarijah (1995) mengatakan bahwa Brachionus plicatilis merupakan organisme eukariot akuatik yang termasuk ke dalam zooplankton yang bersifat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mikroalga dikenal sebagai organisme mikroskopik yang hidup dari nutrien

I. PENDAHULUAN. mikroalga dikenal sebagai organisme mikroskopik yang hidup dari nutrien I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mikroalga merupakan organisme air fotoautropik uniseluler atau multiseluler (Biondi and Tredici, 2011). Mikroalga hidup dengan berkoloni, berfilamen atau helaian pada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Brachionus plicatilis menurut Edmonson (1963) adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Brachionus plicatilis menurut Edmonson (1963) adalah II. TINJAUAN PUSTAKA 1. Biologi Brachionus plicatilis a. Klasifikasi Klasifikasi Brachionus plicatilis menurut Edmonson (1963) adalah Kingdom Filum Class Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Rotifera

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Volvocales. : Tetraselmis. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Volvocales. : Tetraselmis. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tetraselmis sp. Menurut B u t c h e r ( 1 9 5 9 ) klasifikasi Tetraselmis sp. adalah sebagai berikut: Filum : Chlorophyta Kelas : Chlorophyceae Ordo : Volvocales Sub ordo Genus

Lebih terperinci

FITOPLANKTON : DISTRIBUSI HORIZONTAL DAN HUBUNGANNYA DENGAN PARAMETER FISIKA KIMIA DI PERAIRAN DONGGALA SULAWESI TENGAH

FITOPLANKTON : DISTRIBUSI HORIZONTAL DAN HUBUNGANNYA DENGAN PARAMETER FISIKA KIMIA DI PERAIRAN DONGGALA SULAWESI TENGAH FITOPLANKTON : DISTRIBUSI HORIZONTAL DAN HUBUNGANNYA DENGAN PARAMETER FISIKA KIMIA DI PERAIRAN DONGGALA SULAWESI TENGAH Oleh : Helmy Hakim C64102077 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan sekitar 25% aneka spesies di dunia berada di Indonesia. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan sekitar 25% aneka spesies di dunia berada di Indonesia. Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman hayati, diperkirakan sekitar 25% aneka spesies di dunia berada di Indonesia. Indonesia memiliki banyak hutan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi dan Kelimpahan Plankton Hasil identifikasi komunitas plankton sampai tingkat genus di Pulau Biawak terdiri dari 18 genus plankton yang terbagi kedalam 14 genera

Lebih terperinci

DISTRIBUSI DAN PREFERENSI HABITAT SPONS KELAS DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA KARJO KARDONO HANDOJO

DISTRIBUSI DAN PREFERENSI HABITAT SPONS KELAS DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA KARJO KARDONO HANDOJO DISTRIBUSI DAN PREFERENSI HABITAT SPONS KELAS DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA KARJO KARDONO HANDOJO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

KELIMPAHAN UDANG KARANG BERDURI (Panulirus spp) DI PERAIRAN PANTAI WATUKARUNG PACITAN SKRIPSI

KELIMPAHAN UDANG KARANG BERDURI (Panulirus spp) DI PERAIRAN PANTAI WATUKARUNG PACITAN SKRIPSI KELIMPAHAN UDANG KARANG BERDURI (Panulirus spp) DI PERAIRAN PANTAI WATUKARUNG PACITAN SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Sains Oleh: Laksito Nugroho M 0401037 JURUSAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Tawes 2.1.1 Taksonomi Tawes Menurut Kottelat (1993), klasifikasi ikan tawes adalah sebagai berikut: Phylum : Chordata Classis Ordo Familia Genus Species : Pisces : Ostariophysi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Ciri khas yang merupakan dasar pemberian nama Rotatoria atau Rotifera adalah terdapatnya suatu bangunan yang disebut korona. Korona ini bentuknya bulat dan berbulubulu

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: Brachionus plicatilis, Nannochloropsis sp., salinitas, nitrogen, stres lingkungan

ABSTRAK. Kata kunci: Brachionus plicatilis, Nannochloropsis sp., salinitas, nitrogen, stres lingkungan e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume II No 1 Oktober 2013 ISSN: 2302-3600 KANDUNGAN PROTEIN TOTAL (CRUDE PROTEIN) Brachionus plicatilis DENGAN PEMBERIAN PAKAN Nannochloropsis sp. PADA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di alam yang berguna sebagai sumber pakan yang penting dalam usaha

I. PENDAHULUAN. di alam yang berguna sebagai sumber pakan yang penting dalam usaha 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pakan terdiri dari pakan buatan dan pakan alami. Pakan buatan adalah pakan yang dibuat dan disesuaikan dengan jenis hewan baik ukuran, kebutuhan protein, dan kebiasaan

Lebih terperinci

genus Barbodes, sedangkan ikan lalawak sungai dan kolam termasuk ke dalam species Barbodes ballaroides. Susunan kromosom ikan lalawak jengkol berbeda

genus Barbodes, sedangkan ikan lalawak sungai dan kolam termasuk ke dalam species Barbodes ballaroides. Susunan kromosom ikan lalawak jengkol berbeda 116 PEMBAHASAN UMUM Domestikasi adalah merupakan suatu upaya menjinakan hewan (ikan) yang biasa hidup liar menjadi jinak sehingga dapat bermanfaat bagi manusia. Domestikasi ikan perairan umum merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kegiatan budidaya perikanan saat ini mengalami kendala dalam. perkembangannya, terutama dalam usaha pembenihan ikan.

I. PENDAHULUAN. Kegiatan budidaya perikanan saat ini mengalami kendala dalam. perkembangannya, terutama dalam usaha pembenihan ikan. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan budidaya perikanan saat ini mengalami kendala dalam perkembangannya, terutama dalam usaha pembenihan ikan. Permasalahan yang sering dihadapi adalah tingginya

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Indeks Gonad Somatik (IGS) Hasil pengamatan nilai IGS secara keseluruhan berkisar antara,89-3,5% (Gambar 1). Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa bioflok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Plankton merupakan organisme renik yang hidup melayang-layang di air dan

BAB I PENDAHULUAN. Plankton merupakan organisme renik yang hidup melayang-layang di air dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Plankton merupakan organisme renik yang hidup melayang-layang di air dan mempunyai kemampaun berenang yang lemah dan pergerakannya selalu dipegaruhi oleh gerakan massa

Lebih terperinci

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA Oleh: Yuri Hertanto C64101046 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK FISIKA KIMIA PERAIRAN DAN KAITANNYA DENGAN DISTRIBUSI SERTA KELIMPAHAN LARVA IKAN DI TELUK PALABUHAN RATU NURMILA ANWAR

KARAKTERISTIK FISIKA KIMIA PERAIRAN DAN KAITANNYA DENGAN DISTRIBUSI SERTA KELIMPAHAN LARVA IKAN DI TELUK PALABUHAN RATU NURMILA ANWAR KARAKTERISTIK FISIKA KIMIA PERAIRAN DAN KAITANNYA DENGAN DISTRIBUSI SERTA KELIMPAHAN LARVA IKAN DI TELUK PALABUHAN RATU NURMILA ANWAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 0 I. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Fisik Kimiawi dan Biologi Perairan Dari hasil penelitian didapatkan data parameter fisik (suhu) kimiawi (salinitas, amonia, nitrat, orthofosfat, dan silikat) dan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm.

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm. 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Nannochloropsis sp Mikroalga adalah tumbuhan tingkat rendah yang memiliki klorofil, yang dapat digunakan untuk melakukan proses fotosintesis. Mikroalga tidak memiliki

Lebih terperinci

PRODUKSI DAN UJI AKTIVITAS ANTIMIKROBA SENYAWA BIOAKTIF YANG DIEKSTRAK DARI ROTIFER (Brachionus rotundiformis) STRAIN LOKAL

PRODUKSI DAN UJI AKTIVITAS ANTIMIKROBA SENYAWA BIOAKTIF YANG DIEKSTRAK DARI ROTIFER (Brachionus rotundiformis) STRAIN LOKAL PRODUKSI DAN UJI AKTIVITAS ANTIMIKROBA SENYAWA BIOAKTIF YANG DIEKSTRAK DARI ROTIFER (Brachionus rotundiformis) STRAIN LOKAL Inneke. F. M. Rumengan, N.D. Rumampuk, J. Rimper dan F. Losung Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat Kelangsungan Hidup BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Brachionus plicatilis Brachionus plicatilis merupakan salah satu Rotifera yang diklasifikasikan berdasarkan tingkat hirarkinya Edmonson (1963) sebagai berikut: Phylum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PLANKTON Plankton merupakan kelompok organisme yang hidup dalam kolom air dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas (Wickstead 1965: 15; Sachlan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air laut merupakan suatu medium yang unik. Sebagai suatu sistem, terdapat hubungan erat antara faktor biotik dan faktor abiotik, karena satu komponen dapat

Lebih terperinci

STUDI EKOLOGI KISTA DINOFLAGELLATA SPESIES PENYEBAB HAB (Harmful Algal Bloom) DI SEDIMEN PADA PERAIRAN TELUK JAKARTA. Oleh; Galih Kurniawan C

STUDI EKOLOGI KISTA DINOFLAGELLATA SPESIES PENYEBAB HAB (Harmful Algal Bloom) DI SEDIMEN PADA PERAIRAN TELUK JAKARTA. Oleh; Galih Kurniawan C STUDI EKOLOGI KISTA DINOFLAGELLATA SPESIES PENYEBAB HAB (Harmful Algal Bloom) DI SEDIMEN PADA PERAIRAN TELUK JAKARTA Oleh; Galih Kurniawan C64104033 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makanan Alami Ikan Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam perkembangbiakan ikan baik ikan air tawar, ikan air payau maupun ikan air laut. Fungsi utama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pakan utama bagi larva ikan yaitu pakan alami. Pakan alami, seperti

I. PENDAHULUAN. Pakan utama bagi larva ikan yaitu pakan alami. Pakan alami, seperti I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usaha budidaya perikanan sangat dipengaruhi oleh kualitas benih dan pakan. Pakan utama bagi larva ikan yaitu pakan alami. Pakan alami, seperti plankton. Plankton sangat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai. Secara ekologis sungai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai. Secara ekologis sungai 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai merupakan suatu perairan yang airnya berasal dari air tanah dan air hujan, yang mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran tersebut dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting salah satunya adalah teripang yang dikenal dengan nama lain teat fish, sea

BAB I PENDAHULUAN. penting salah satunya adalah teripang yang dikenal dengan nama lain teat fish, sea BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara kepulauan yang memiliki garis pantai terpanjang di dunia dengan panjang 81.000 km dengan luas perairan laut sekitar 5,8 juta km

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS PRIMER PERIFITON DI SUNGAI NABORSAHAN SUMATERA UTARA

PRODUKTIVITAS PRIMER PERIFITON DI SUNGAI NABORSAHAN SUMATERA UTARA PRODUKTIVITAS PRIMER PERIFITON DI SUNGAI NABORSAHAN SUMATERA UTARA SKRIPSI Oleh: BETZY VICTOR TELAUMBANUA 090302053 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

PEMANFAATAN PUPUK CAIR TNF UNTUK BUDIDAYA Nannochloropsis sp ABSTRAK

PEMANFAATAN PUPUK CAIR TNF UNTUK BUDIDAYA Nannochloropsis sp ABSTRAK ejurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume II No 1 Oktober 013 ISSN: 303600 PEMANFAATAN PUPUK CAIR TNF UNTUK BUDIDAYA Nannochloropsis sp Leonardo Bambang Diwi Dayanto *, Rara Diantari dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan zat yang sangat penting bagi kehidupan semua makhluk hidup yang ada di bumi. Hampir 71%

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dua pertiga dari luas negara Indonesia terdiri dari laut dan dilalui garis

I. PENDAHULUAN. Dua pertiga dari luas negara Indonesia terdiri dari laut dan dilalui garis I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dua pertiga dari luas negara Indonesia terdiri dari laut dan dilalui garis khatulistiwa serta kaya akan sumberdaya laut. Di samping fauna laut yang beraneka ragam dijumpai

Lebih terperinci

ANALISIS KUALITAS AIR PADA SENTRAL OUTLET TAMBAK UDANG SISTEM TERPADU TULANG BAWANG, LAMPUNG

ANALISIS KUALITAS AIR PADA SENTRAL OUTLET TAMBAK UDANG SISTEM TERPADU TULANG BAWANG, LAMPUNG ANALISIS KUALITAS AIR PADA SENTRAL OUTLET TAMBAK UDANG SISTEM TERPADU TULANG BAWANG, LAMPUNG RYAN KUSUMO ADI WIBOWO SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang khusus terdapat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang khusus terdapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang khusus terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut (Tjardhana dan Purwanto,

Lebih terperinci

KARAKTERISASI MORFOLOGI TELUR DORMAN ROTIFER (BRACHIONUS ROTUNDIFORMIS) HASIL KULTUR MASSAL

KARAKTERISASI MORFOLOGI TELUR DORMAN ROTIFER (BRACHIONUS ROTUNDIFORMIS) HASIL KULTUR MASSAL Ethos (Jurnal Penelitian dan Pengabdian Masyarakat): 240-246 KARAKTERISASI MORFOLOGI TELUR DORMAN ROTIFER (BRACHIONUS ROTUNDIFORMIS) HASIL KULTUR MASSAL MORPHOLOGY CHARATERIZATION OF ROTIFER DORMAN EGG

Lebih terperinci

Viability of Tumpaan-strained rotifers, Brachionus rotundiformis, at different salinities

Viability of Tumpaan-strained rotifers, Brachionus rotundiformis, at different salinities Aquatic Science & Management, Vol. 2, No. 1, 12-18 (April 2014) Pascasarjana, Universitas Sam Ratulangi http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jasm/index ISSN 2337-4403 e-issn 2337-5000 jasm-pn00049 Viability

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi dan Kelimpahan Plankton Hasil identifikasi plankton sampai tingkat genus pada tambak udang Cibalong disajikankan pada Tabel 1. Hasil identifikasi komunitas plankton

Lebih terperinci

Jurnal Pesisir dan Laut Tropis Volume 1 Nomor 1 Tahun 2017

Jurnal Pesisir dan Laut Tropis Volume 1 Nomor 1 Tahun 2017 KARAKTERISTIK PERTUMBUHAN POPULASI ROTIFER (Brachionus rotundiformis) TANPA PEMBERIAN AERASI DAN MIKROALGA SEBAGAI PAKAN PADA MEDIA KADAR GARAM BERBEDA (Population Growth Characteristic of Rotifer (Brachionus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak di Cagar Alam Leuweung Sancang. Cagar Alam Leuweung Sancang, menjadi satu-satunya cagar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Clownfish Klasifikasi Clownfish menurut Burges (1990) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Chordata : Perciformes

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Sungai Air merupakan salah satu sumber daya alam dan kebutuhan hidup yang penting dan merupakan sadar bagi kehidupan di bumi. Tanpa air, berbagai proses kehidupan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. limbah dari pertanian dan industri, serta deforestasi ilegal logging (Nordhaus et al.,

I. PENDAHULUAN. limbah dari pertanian dan industri, serta deforestasi ilegal logging (Nordhaus et al., I. PENDAHULUAN Segara Anakan merupakan perairan estuaria yang terletak di pantai selatan Pulau Jawa, termasuk dalam wilayah Kabupaten Cilacap, dan memiliki mangroveestuaria terbesar di Pulau Jawa (7 o

Lebih terperinci

The Growth of Chlorella spp Culturing with Some Density of Inoculum. Lady Diana Tetelepta

The Growth of Chlorella spp Culturing with Some Density of Inoculum. Lady Diana Tetelepta PERTUMBUHAN KULTUR Chlorella spp SKALA LABORATORIUM PADA BEBERAPA TINGKAT KEPADATAN INOKULUM The Growth of Chlorella spp Culturing with Some Density of Inoculum Lady Diana Tetelepta Jurusan Biologi, Fakultas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dibudidayakan dan memiliki nilai gizi tinggi yaitu, kandungan protein 74%, lemak

I. PENDAHULUAN. dibudidayakan dan memiliki nilai gizi tinggi yaitu, kandungan protein 74%, lemak 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mikroalga Tetraselmis sp. merupakan salah satu mikroalga yang mudah dibudidayakan dan memiliki nilai gizi tinggi yaitu, kandungan protein 74%, lemak 4%, dan karbohidrat

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK Fe, NITROGEN, FOSFOR, DAN FITOPLANKTON PADA BEBERAPA TIPE PERAIRAN KOLONG BEKAS GALIAN TIMAH ROBANI JUHAR

KARAKTERISTIK Fe, NITROGEN, FOSFOR, DAN FITOPLANKTON PADA BEBERAPA TIPE PERAIRAN KOLONG BEKAS GALIAN TIMAH ROBANI JUHAR KARAKTERISTIK Fe, NITROGEN, FOSFOR, DAN FITOPLANKTON PADA BEBERAPA TIPE PERAIRAN KOLONG BEKAS GALIAN TIMAH ROBANI JUHAR PROGRAM PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Ikan Bawal (Colossoma macropomum) Ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum) merupakan spesies ikan yang potensial untuk dibudidayakan baik di kolam maupun di keramba.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam kegiatan pembenihan pakan alami telah terbukti baik untuk larva.

I. PENDAHULUAN. Dalam kegiatan pembenihan pakan alami telah terbukti baik untuk larva. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kegiatan pembenihan pakan alami telah terbukti baik untuk larva. Pakan alami yang banyak digunakan dalam budidaya perikanan adalah mikroalga. Mikroalga merupakan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Lokasi dan objek penelitian analisis kesesuaian perairan untuk budidaya

III. METODE PENELITIAN. Lokasi dan objek penelitian analisis kesesuaian perairan untuk budidaya III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi dan objek penelitian analisis kesesuaian perairan untuk budidaya rumput laut ini berada di Teluk Cikunyinyi, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung.

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS MEIOBENTHOS YANG DIKAITKAN DENGAN TINGKAT PENCEMARAN SUNGAI JERAMBAH DAN SUNGAI BUDING, KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

STRUKTUR KOMUNITAS MEIOBENTHOS YANG DIKAITKAN DENGAN TINGKAT PENCEMARAN SUNGAI JERAMBAH DAN SUNGAI BUDING, KEPULAUAN BANGKA BELITUNG STRUKTUR KOMUNITAS MEIOBENTHOS YANG DIKAITKAN DENGAN TINGKAT PENCEMARAN SUNGAI JERAMBAH DAN SUNGAI BUDING, KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KARTIKA NUGRAH PRAKITRI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Spirulina sp.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Spirulina sp. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Spirulina sp. Spirulina sp. merupakan mikroalga yang menyebar secara luas, dapat ditemukan di berbagai tipe lingkungan, baik di perairan payau, laut dan tawar. Spirulina

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Diaphanosoma sp. adalah sebagai berikut:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Diaphanosoma sp. adalah sebagai berikut: II. TINJAUAN PUSTAKA A. Diaphanosoma sp. 1. Klasifikasi Klasifikasi Diaphanosoma sp. adalah sebagai berikut: Fillum Kelas Sub kelas Ordo Famili Genus : Arthropoda : Crustacea : Branchiopoda : Cladocera

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kesuksesan budidaya. Kebutuhan pakan meningkat seiring dengan meningkatnya

I. PENDAHULUAN. kesuksesan budidaya. Kebutuhan pakan meningkat seiring dengan meningkatnya I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pakan merupakan kebutuhan penting dan berpengaruh besar dalam kesuksesan budidaya. Kebutuhan pakan meningkat seiring dengan meningkatnya usaha budidaya perikanan. Pakan

Lebih terperinci

DENSITAS DAN UKURAN GAMET SPONS Aaptos aaptos (Schmidt 1864) HASIL TRANSPLANTASI DI HABITAT BUATAN ANCOL, DKI JAKARTA

DENSITAS DAN UKURAN GAMET SPONS Aaptos aaptos (Schmidt 1864) HASIL TRANSPLANTASI DI HABITAT BUATAN ANCOL, DKI JAKARTA DENSITAS DAN UKURAN GAMET SPONS Aaptos aaptos (Schmidt 1864) HASIL TRANSPLANTASI DI HABITAT BUATAN ANCOL, DKI JAKARTA Oleh: Wini Wardani Hidayat C64103013 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Plankton adalah organisme yang hidup melayang layang atau mengambang di

TINJAUAN PUSTAKA. Plankton adalah organisme yang hidup melayang layang atau mengambang di 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Plankton Plankton adalah organisme yang hidup melayang layang atau mengambang di atas permukaan air dan hidupnya selalu terbawa oleh arus, plankton digunakan sebagai pakan alami

Lebih terperinci

KAJIAN FAKTOR LINGKUNGAN HABITAT KERANG MUTIARA (STADIA SPAT ) DI PULAU LOMBOK, NUSA TENGGARA BARAT

KAJIAN FAKTOR LINGKUNGAN HABITAT KERANG MUTIARA (STADIA SPAT ) DI PULAU LOMBOK, NUSA TENGGARA BARAT KAJIAN FAKTOR LINGKUNGAN HABITAT KERANG MUTIARA (STADIA SPAT ) DI PULAU LOMBOK, NUSA TENGGARA BARAT Oleh : H. M. Eric Harramain Y C64102053 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jatinangor, 22 Juli Haris Pramana. iii

KATA PENGANTAR. Jatinangor, 22 Juli Haris Pramana. iii KATA PENGANTAR Puji dan syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas segala Berkat dan Rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sholawat serta salam senantiasa tercurah kepada Rasulullah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Usaha pengembangan budidaya perairan tidak dapat lepas dari pembenihan jenisjenis

I. PENDAHULUAN. Usaha pengembangan budidaya perairan tidak dapat lepas dari pembenihan jenisjenis I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Budidaya memegang peranan penting untuk lestarinya sumber daya ikan. Usaha pengembangan budidaya perairan tidak dapat lepas dari pembenihan jenisjenis unggulan. Pembenihan

Lebih terperinci

Teknik pembenihan ikan air laut Keberhasilan suatu pembenihan sangat ditentukan pada ketersedian induk yang cukup baik, jumlah, kualitas dan

Teknik pembenihan ikan air laut Keberhasilan suatu pembenihan sangat ditentukan pada ketersedian induk yang cukup baik, jumlah, kualitas dan Teknik pembenihan ikan air laut Keberhasilan suatu pembenihan sangat ditentukan pada ketersedian induk yang cukup baik, jumlah, kualitas dan keseragaman.induk yang baik untuk pemijahan memiliki umur untuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Fitoplankton adalah alga yang berfungsi sebagai produsen primer, selama

TINJAUAN PUSTAKA. Fitoplankton adalah alga yang berfungsi sebagai produsen primer, selama 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Nannochloropsis sp. Fitoplankton adalah alga yang berfungsi sebagai produsen primer, selama hidupnya tetap dalam bentuk plankton dan merupakan makanan langsung bagi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013). 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai dingin dan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos Odum (1993) menyatakan bahwa benthos adalah organisme yang hidup pada permukaan atau di dalam substrat dasar perairan yang meliputi organisme

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil Objek dan Lokasi Penelitian 1. Profil Objek Penelitian Objek dalam penelitian ini adalah jenis zooplankton yang ada di estuari Cipatireman pantai Sindangkerta Kecamatan

Lebih terperinci

2.2. Struktur Komunitas

2.2. Struktur Komunitas 5 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makrozoobentos Hewan bentos dibagi dalam tiga kelompok ukuran, yaitu makrobentos (ukuran lebih dari 1,0 mm), meiobentos (ukuran antara 0,1-1 mm) dan mikrobentos (ukuran kurang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pengaruh Media terhadap Pertambahan biomassa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pengaruh Media terhadap Pertambahan biomassa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae. Pertambahan bobot (gram) BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Media terhadap Pertambahan biomassa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae. Pengambilan data pertambahan biomassa cacing tanah dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki jumlah pulau yang sangat banyak. Secara astronomis, Indonesia terletak

BAB I PENDAHULUAN. memiliki jumlah pulau yang sangat banyak. Secara astronomis, Indonesia terletak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki jumlah pulau yang sangat banyak. Secara astronomis, Indonesia terletak pada garis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang dibutuhkan untuk pertumbuhan larva (Renaud et.al, 1999). Pemberian pakan

I. PENDAHULUAN. yang dibutuhkan untuk pertumbuhan larva (Renaud et.al, 1999). Pemberian pakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pakan alami memiliki peran penting dalam usaha akuakultur, terutama pada proses pembenihan. Peran pakan alami hingga saat ini belum dapat tergantikan secara menyeluruh.

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. antena dorsal dan 2 buah antenna lateral. Pada ujung antenna biasanya terdapat

TINJAUAN PUSTAKA. antena dorsal dan 2 buah antenna lateral. Pada ujung antenna biasanya terdapat TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Umum Rotifera Rotifera merupakan sejenis organisme air yang memiliki klasifikasi menurut Ruutner dan Kolisko (1974) diacu oleh Dikkurahman (2003) sebagai berikut Phylum Kelas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang disebut sumberdaya pesisir. Salah satu sumberdaya pesisir

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang disebut sumberdaya pesisir. Salah satu sumberdaya pesisir BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir dan laut di Indonesia memegang peranan penting, karena kawasan ini memiliki nilai strategis berupa potensi sumberdaya alam dan jasajasa lingkungan yang

Lebih terperinci

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Chironomida Organisme akuatik yang seringkali mendominasi dan banyak ditemukan di lingkungan perairan adalah larva serangga air. Salah satu larva serangga air yang dapat ditemukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. cukup tinggi, contohnya pada pembenihan ikan Kerapu Macan (Epinephelus

I. PENDAHULUAN. cukup tinggi, contohnya pada pembenihan ikan Kerapu Macan (Epinephelus I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usaha pembenihan ikan laut berkembang pesat dan memiliki nilai jual yang cukup tinggi, contohnya pada pembenihan ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus) dan Kerapu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Daya Rekat Telur Ikan Komet Daya rekat merupakan suatu lapisan pada permukaan telur yang merupakan bagian dari zona radiata luar yang mengandung polisakarida dan sebagian

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Biologi Klasifikasi Morfologi

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Biologi Klasifikasi Morfologi 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Biologi 2.1.1. Klasifikasi Tiram merupakan jenis bivalva yang bernilai ekonomis. Tiram mempunyai bentuk, tekstur, ukuran yang berbeda-beda (Gambar 2). Keadaan tersebut

Lebih terperinci

PERTEMUAN KE-6 M.K. DAERAH PENANGKAPAN IKAN HUBUNGAN SUHU DAN SALINITAS PERAIRAN TERHADAP DPI ASEP HAMZAH

PERTEMUAN KE-6 M.K. DAERAH PENANGKAPAN IKAN HUBUNGAN SUHU DAN SALINITAS PERAIRAN TERHADAP DPI ASEP HAMZAH PERTEMUAN KE-6 M.K. DAERAH PENANGKAPAN IKAN HUBUNGAN SUHU DAN SALINITAS PERAIRAN TERHADAP DPI ASEP HAMZAH Hidup ikan Dipengaruhi lingkungan suhu, salinitas, oksigen terlarut, klorofil, zat hara (nutrien)

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. kondisi yang sulit dengan struktur uniseluler atau multiseluler sederhana. Contoh

2. TINJAUAN PUSTAKA. kondisi yang sulit dengan struktur uniseluler atau multiseluler sederhana. Contoh 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroalga Nannochloropsis sp. Mikroalga merupakan mikroorganisme prokariotik atau eukariotik yang dapat berfotosintesis dan dapat tumbuh dengan cepat serta dapat hidup dalam kondisi

Lebih terperinci

STUDI PENYEBARAN MAKROZOOBENTHOS BERDASARKAN KARAKTERISTIK SUBSTRAT DASAR PERAIRAN DI TELUK JAKARTA WAHYUNINGSIH

STUDI PENYEBARAN MAKROZOOBENTHOS BERDASARKAN KARAKTERISTIK SUBSTRAT DASAR PERAIRAN DI TELUK JAKARTA WAHYUNINGSIH STUDI PENYEBARAN MAKROZOOBENTHOS BERDASARKAN KARAKTERISTIK SUBSTRAT DASAR PERAIRAN DI TELUK JAKARTA WAHYUNINGSIH DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ISOLASI, SELEKSI DAN OPTIMASI PERTUMBUHAN GANGGANG MIKRO YANG POTENSIAL SEBAGAI PENGHASIL BAHAN BAKAR NABATI

ISOLASI, SELEKSI DAN OPTIMASI PERTUMBUHAN GANGGANG MIKRO YANG POTENSIAL SEBAGAI PENGHASIL BAHAN BAKAR NABATI ISOLASI, SELEKSI DAN OPTIMASI PERTUMBUHAN GANGGANGG MIKRO YANG POTENSIAL SEBAGAI PENGHASIL BAHAN BAKAR NABATI YOLANDA FITRIA SYAHRI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan 5 TINJAUAN PUSTAKA Estuari Estuari merupakan suatu komponen ekosistem pesisir yang dikenal sangat produktif dan paling mudah terganggu oleh tekanan lingkungan yang diakibatkan kegiatan manusia maupun oleh

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. fotosintesis (Bold and Wynne, 1985). Fitoplankton Nannochloropsis sp., adalah

TINJAUAN PUSTAKA. fotosintesis (Bold and Wynne, 1985). Fitoplankton Nannochloropsis sp., adalah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Nannochloropsis sp. 2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi Mikroalga diartikan berbeda dengan tumbuhan yang biasa dikenal walaupun secara struktur tubuh keduanya memiliki klorofil

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN MIKROORGANISME

PERTUMBUHAN MIKROORGANISME PERTUMBUHAN MIKROORGANISME Pertumbuhan Pertumbuhan pada organisme yang makro merupakan proses bertambahnya ukuran atau subtansi atau massa zat suatu organisme, Misal : bertambah tinggi, bertambah besar

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS ZOOPLANKTON DI PERAIRAN MOROSARI, KECAMATAN SAYUNG, KABUPATEN DEMAK

STRUKTUR KOMUNITAS ZOOPLANKTON DI PERAIRAN MOROSARI, KECAMATAN SAYUNG, KABUPATEN DEMAK Journal of Marine Research. Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 19-23 Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jmr STRUKTUR KOMUNITAS ZOOPLANKTON DI PERAIRAN MOROSARI, KECAMATAN SAYUNG, KABUPATEN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Teluk Palabuhan Ratu Kecamatan Palabuhan Ratu, Jawa Barat. Studi pendahuluan dilaksanakan pada Bulan September 007 untuk survey

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Berdasarkan hasil yang diperoleh dari kepadatan 5 kijing, persentase penurunan total nitrogen air di akhir perlakuan sebesar 57%, sedangkan untuk kepadatan 10 kijing

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN GAMET KARANG LUNAK Sinularia dura HASIL TRANSPLANTASI DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA

PERKEMBANGAN GAMET KARANG LUNAK Sinularia dura HASIL TRANSPLANTASI DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA PERKEMBANGAN GAMET KARANG LUNAK Sinularia dura HASIL TRANSPLANTASI DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA Oleh: Edy Setyawan C64104005 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci