BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gender Gender adalah kodrat perempuan yang secara perlahan-lahan tersosialisaiskan secara evolusional dan mempengaruhi biologis masing-masing jenis kelamin merupakan konsep yang kurang tepat. Mansour Fakih (1996) dalam bukunya menyebutkan bahwa konsep gender adalah suatu sifat yang melekat pada kaum lakilaki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural. Misalnya, bahwa perempuan itu dikenal lemah-lembut, cantik, emosional atau keibuan. Sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan, perkasa. Ciri dari sifat itu sendiri merupakan sifat-sifat yang dapat dipertukarkan. Artinya ada laki-laki yang emosional, lemah lembut, keibuan sementara juga ada perempuan yang kuat, rasional, perkasa. Perubahan ciri dari sifat-sifat itu dapat terjadi dari waktu ke waktu dan dari satu tempat ke tempat yang lain. Lebih lanjut Mansour Fakih (1996) menjelaskan bahwa pada zaman dahulu kala di suatu suku tertentu perempuan lebih kuat dari laki-laki tetapi pada zaman yang lain dan di tempat yang berbeda laki-laki yang lebih kuat. Juga, perubahan bisa terjadi dari kelas ke kelas masyarakat yang berbeda. Di suku tertentu, perempuan kelas bawah di pedesaan lebih kuat dibandingkan kaum laki-laki. Semua hal yang dapat dipertukarkan antara sifat perempuan dan laki-laki, yang bisa berubah dari waktu ke waktu serta berbeda dari satu tempat ke tempat lainnya, maupun berbeda dari suatu kelas ke kelas yang lain, itulah yang dikenal dengan konsep gender. 8

2 Senada dengan Mansour Fakih, Wiliam-de fries (2006) dalam bukunya yang berjudul Gender Bukan Tabu (Catatan Perjalanan Fasilitasi Kelompok Perempuan di Jambi) mengemukakan Gender sama sekali berbeda dengan pengertian jenis kelamin. Gender bukan jenis kelamin. Gender bukanlah perempuan ataupun lakilaki. Gender hanya memuat perbedaan fungsi dan peran sosial laki-laki dan perempuan, yang terbentuk oleh lingkungan tempat kita berada. Gender tercipta melalui proses sosial budaya yang panjang dalam suatu lingkup masyarakat tertentu, sehingga dapat berbeda dari satu tempat ke tempat lainnya. Misalnya, laki-laki yang memakai tato di badan dianggap hebat oleh masyarakat dayak, tetapi di lingkungan komunitas lain seperti Yahudi misalnya, hal tersebut merupakan hal yang tidak dapat diterima. Wiliam-de fries (2006) juga menambahkan bahwa gender juga berubah dari waktu ke waktu sehingga bisa berlainan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Contohnya, di masa lalu perempuan yang memakai celana panjang dianggap tidak pantas sedangkan saat ini dianggap hal yang baik untuk perempuan aktif. Pertanyaannya sekarang, apakah Gender melanggar kodrat? Jawaban dari pertanyaan tersebut bisa kita analisa dari rangkaian pertanyaan berikut: 1. Apakah Gender berkaitan dengan ciri-ciri biologis manusia? 2. Apakah Gender bersifat tetap dari waktu ke waktu? 3. Apakah fungai Gender tidak boleh berbeda dari satu tempat dengan tempat lainnya? 4. Apakah fungsi Gender tidak bisa dipertukarkan? Jika jawaban dari semua pertanyaan tersebut adalah TIDAK, maka jelas bahwa Gender tidak melawan kodrat. Peran Gender tidak akan mengubah kodrat manusia, 9

3 tidak mengubah jenis kelamin, tidak mengubah fungsi-fungsi biologis dalam diri perempuan menjadi laki-laki dan tidak juga dimaksudkan untuk mendorong perempuan mengubah dirinya menjadi seorang laki-laki, ataupun sebaliknya. Pengertian yang lebih kongkrit dan lebih operasional dikemukakan oleh Nasarudin Umar (1999) dalam bukunya yang berjudul Argumen Kesetaraan Jender Perspektif Al-Qur-an, yang mengemukakan bahwa gender adalah konsep kultural yang digunakan untuk memberi identifikasi perbedaan dalam hal peran, perilaku dan lain-lain antara laki-laki dan perempuan yang berkembang di dalam masyarakat yang didasarkan pada rekayasa sosial. Lebih lanjut Nasarudin Umar (1999) menjelaskan bahwa penentuan peran gender dalam berbagai sistem masyarakat, kebanyakan merujuk kepada tinjauan biologis atau jenis kelamin. Masyarakat selalu berlandaskan pada diferensiasi spesies antara laki-laki dan perempuan. Organ tubuh yang dimiliki oleh perempuan sangat berperan pada pertumbuhan kematangan emosional dan berpikirnya. Perempuan cenderung tingkat emosionalnya agak lambat. Sementara laki-laki yang mampu memproduksi dalam dirinya hormon testosterone membuat ia lebih agresif dan lebih obyektif. 2.2 Peran Gender Peran gender menurut Myers (1996) dalam Nauly (2002) merupakan suatu set perilaku yang diharapkan (norma-norma) untuk laki-laki dan perempuan. Bervariasinya peran gender di antara berbagai budaya serta jangka waktu menunjukkan bahwa budaya memang membentuk peran gender kita. Berdasarkan pemahaman itu, maka peran gender dapat berbeda di antara satu masyarakat dengan 10

4 masyarakat lainnya sesuai dengan norma sosial dan nilai sosial budaya yang dianut oleh masyarakat yang bersangkutan, dapat berubah dan diubah dari masa ke masa sesuai dengan kemajuan pendidikan, teknologi, ekonomi dan sebagainya, dan dapat ditukarkan antara laki-laki dengan perempuan. Hal ini berarti, peran gender bersifat dinamis. Berkaitan dengan hal tersebut, dikenal ada tiga jenis peran gender sebagai berikut: (1) Peran produktif (peran di sektor publik) adalah peran yang dilakukan oleh seseorang, laki-laki atau perempuan, menyangkut pekerjaan yang menghasilkan barang dan jasa, baik untuk dikonsumsi maupun untuk diperdagangkan. (2) Peran reproduktif (peran di sektor domestik), adalah peran yang dilakukan oleh seseorang, laki-laki atau perempuan, untuk kegiatan yang berkaitan dengan pemeliharaan sumber daya manusia dan pekerjaan urusan rumah tangga, seperti mengasuh anak, membantu anak belajar, berbelanja untuk kebutuhan sehari-hari, membersihkan rumah, mencuci alat-alat rumah tangga, mencuci pakaian dan lainnya. (3) Peran sosial adalah peran yang dijalankan oleh seseorang, laki-laki atau perempuan, untuk berpartisipasi di dalam kegiatan kemasyarakatan, seperti gotong royong dalam menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang menyangkut kepentingan bersama (Sudarta, 2004). Menurut Vitayala (1995) dalam Hastuti (2004), dalam era globalisasi yang diiringi dengan daya saing ekonomi yang semakin rumit,kesulitan mencari pekerjaan, dampak rekayasa dan desiminasi inovasi alat kontrasepsi, bentuk-bentuk keluarga akan menjadi sangat kecil. Maka prospek dan pengembangan citra peran perempuan dalam abad XXI, akan berbentuk menjadi beberapa peran yaitu: 11

5 1. Peran tradisi, yang menempatkan perempuan dalam fungsi reproduksi. Hidupnya 100 persen untuk keluarga. Pembagian kerja jelas perempuan di rumah, laki-laki di luar rumah. 2. Peran transisi, mempolakan peran tradisi lebih utama dari yang lain. Pembagian tugas menuruti aspirasi gender, gender tetap eksis mempertahankan keharmonisan dan urusan rumah tangga tetap tanggung jawab perempuan. 3. Dwiperan, memposisikan perempuan dalam kehidupan dua dunia; peran domestikpublik sama penting. Dukungan moral suami pemicu ketegaran atau keresahan. 4. Peran egalitarian, menyita waktu dan perhatian perempuan untuk kegiatan di luar. Dukungan moral dan tingkat kepedulian laki-laki sangat hakiki untuk menghindari konflik kepentingan 5. Peran kontemporer, adalah dampak pilihan perempuan untuk mandiri dalam kesendirian. Meskipun jumlahnya belum banyak, tetapi benturan demi benturan dari dominasi laki-laki yang belum terlalu peduli pada kepentingan perempuan akan meningkatkan populasinya. Menurut Frieze (1978) dalam Nauly (2002), peran budaya pada perkembangan peran gender yang dimulai dengan peran yang mendikte pengkategorisasian dan penggeneralisasian dalam proses kognitif seorang anak. Selanjutnya melalui berbagai alternatif, model budaya juga menyediakan suatu daya dorong dalam perubahan skema kognitif seseorang. Peran budaya ini dimulai dari keluarga, dimana anak mengamati adanya perbedaan perilaku pada keluarga ke dalam sistem kategorinya. Pada skala yang lebih besar, struktur dan organisasi sosial, misalnya struktur keluarga dalam suatu masyarakat merupakan sumber data dimana seorang anak mempergunakannya untuk 12

6 membentuk stereotip peran gender. Jadi aspek-aspek budaya dari suatu masyarakat mendikte perilaku seseorang melalui model peran anak yang pertama. Selain itu budaya juga mendikte perilaku dari model-model peran yang diproyeksikan dalam setiap kenyataan pada jaringan media. Karakter TV, memerankan stereotip budaya. Media massa menunjukkan konsekuensi dari pelanggaran norma-norma gender, menggambarkan hadiah bagi yang conform (menyesuaikan diri) dengan norma gender dan hukuman bagi yang melakukan penyimpangan. Teman-teman sebaya anak juga menyingkapkan informasi budaya yang sama, budaya mempengaruhi perilaku dari model teman-teman sebaya. Budaya juga mempengaruhi responsrespons orang lain terhadap anak. Dimana kemudian respons masyarakat secara luas juga memberikan masukan sebagai dasar dari stereotip anak (Frieze 1978 dalam Nauly 2002). Kesimpulannya menurut Frieze (1978) dalam Nauly (2002) bila anak berhadapan dengan pola-pola stimulus sosial, ia akan membentuk suatu stereotip gender yang conform dengan stereotip yang ada pada masyarakat tersebut. Namun, bila terdapat model yang tidak sesuai dengan pola stereotip yang ada pada masyarakat tersebut, anak akan memiliki alasan untuk bertanya tentang kebenaran stereotip dan menyesuaikan skema peran peran gender yang dimilikinya. Jadi dalam hal ini budaya berinteraksi dengan perkembangan kognitif dalam perolehan peran gender. Melalui perilaku model-model dan melalui respon-respon terhadap anak, budaya memberikan masukan sensoris yang menyajikan dasar dari stereotip gender pada anak. 13

7 2.3 Persepsi Terhadap Kesadaran Gender Persepsi adalah inti dari komunikasi. Sedangkan penafsiran (interpretasi) adalah inti persepsi yang identik dengan penyandian-balik (decoding) dalam proses komunikasi. Hal ini jelas tampak menurut Cohen (1994) dalam Mulyana (2001) bahwa persepsi didefinisikan sebagai interpretasi bermakna atas sensasi sebagai representatif objek eksternal serta pengetahuan yang tampak mengenai apa yang ada di luar sana. Ahli komunikasi lain (De vito, 1997) mendefinisikan persepsi sebagai proses dengan mana seseorang menjadi sadar akan banyaknya stimulus yang mempengaruhi indranya. Persepsi mempengaruhi rangsangan (stimulus) atau pesan apa yang diserap dan apa makna yang diberikan kepada seseorang ketika orang tersebut mencapai kesadaran. Louisser dan Poulos (1997) dalam Mugniesyah (2005) mengemukakan lima tipe jenis/bias yang mempengaruhi persepsi, dan dua diantaranya adalah stereotip dan harapan. Stereotip diartikan sebagai suatu proses penyederhanaan dan generalisasi perilaku individu-individu dari anggota kelompok tertentu (etnis, agama, suku bangsa, jenis kelamin, gender, pekerjaan, dan lain sebagainya). Stereotip digunakan pada saat kita sedang menilai seseorang, juga digunakan oleh individu dalam berkomunikasi dengan maksud untuk humor, perlakuan diskriminatif bahkan pelecehan, yang seluruhnya akan menghasilkan pengaruh negatif terhadap hubungan antar manusia (komunikasi interpersonal). Faktor-faktor internal bukan saja mempengaruhi atensi sebagai salah satu aspek persepsi, tetapi juga mempengaruhi persepsi diri seseorang secara keseluruhan, terutama penafsiran atas suatu rangsangan. Menurut Mulyana (2001) adalah agama, 14

8 ideologi, tingkat intelektual, tingkat ekonomi, pekerjaan dan cita rasa sebagai faktorfaktor internal yang jelas mempengaruhi persepsi seseorang terhadap suatu realitas. Subakti (1994) dalam Munandar (1994) mengartikan kesadaran gender sebagai kesadaran akan konstruksi sosial gender yang mengatur alokasi peranan, hak, kewajiban, tanggung jawab, dan harapan yang diletakkan baik pada laki-laki maupun perempuan. Jang Mutalib (1994) dalam Munandar (1994) juga menekankan bahwa kesadaran gender tidak hanya berfokus pada peranan perempuan saja, tapi juga pada peranan laki-laki, dan selalu melihat bagaimana keduanya saling terkait dan saling mengisi. Kesadaran gender yang tinggi menurutnya menunjukkan kemampuan analisis mengidentifikasi masalah-masalah ketimpangan gender yang tidak begitu jelas dari permukaan, sehingga memerlukan pengkajian dan analisis untuk mengungkapkan pola ketimpangan dan diskriminasi gender. Kesadaran gender mengisyaratkan tingkat penyadaran gender yang tinggi dalam melihat masalah-masalah perempuan dalam pembangunan yang menyangkut kesadaran bahwa hambatan yang dihadapi perempuan bukan terutama yang disebabkan oleh kekurangan diri mereka melainkan karena sistem sosial yang mendiskriminasikan mereka. Diskriminasi itu tidak dilakukan secara sadar oleh lakilaki terhadap perempuan tetapi merupakan dampak dari sosio-kultural yang membentuk pola perilaku dalam masyarakat sehingga dianggap sebagai sesuatu yang wajar. Gender sebagai kesadaran sosial adalah perbedaan sifat dan peran posisi lakilaki dan perempuan yang merupakan konstruksi sosial dan bukan takdir tuhan (Mufidah, 2002). Menurut Agusni (2005) perlu disadari kesadaran gender (gender awareness) tidak dapat sekaligus dimengerti dan dilaksanakan oleh masyarakat. Penyadaran 15

9 gender perlu waktu untuk terjadinya perubahan pola pikir dan tingkah laku, sehingga diperlukan kesabaran dan ketekunan untuk mengubah nilai dan kebiasaan masyarakat. Senada dengan hal tersebut, Vitayala (1995) dalam Hastuti (2004) menyatakan bahwa kesadaran gender berarti laki-laki dan perempuan bekerja bersama dalam suatu keharmonisan cara, memiliki kesamaan dalam hak, tugas, posisi, peran dan kesempatan, dan menaruh perhatian terhadap kebutuhan-kebutuhan spesifik yang saling memperkuat dan melengkapi. 2.4 Mahasiswa Susantoro (2003) dalam Rahmawati (2006) mengatakan bahwa mahasiswa adalah kalangan muda yang berumur antara tahun yang memang dalam usia tersebut mengalami suatu peralihan dari tahap remaja ke tahap dewasa. Susantoro(2003) dalam Rahmawati (2006) menjelaskan bahwa sosok mahasiswa juga kental dengan nuansa kedinamisan dan sikap keilmuannya yang dalam melihat sesuatu berdasarkan kenyataan obyektif, sistematis, dan rasional. Lebih lanjut Kartono (1985) dalam Rahmawati (2006) menjelaskan bahwa mahasiswa merupakan anggota masyarakat yang mempunyai ciri-ciri tertentu, antara lain: 1. Mempunyai kemampuan dan kesempatan untuk belajar di perguruan tinggi sehingga dapat digolongkan sebagai kaum intelegensia. 2. Yang karena kesempatan di atas diharapkan nantinya dapat bertindak sebagai pemimpin yang mampu dan terampil, baik sebagai pemimpin masyarakat ataupun dalam dunia kerja. 16

10 3. Diharapkan dapat menjadi daya penggerak yang dinamis bagi proses modernisasi. 4. Diharapkan dapat memasuki dunia kerja sebagai tenaga yang berkualitas dan profesional. 2.5 Mata Kuliah Gender dan Pembangunan Kuliah merupakan kegiatan yang membedakan pendidikan formal dan non formal (Suwardjono, 2005). Sedangkan Mata Kuliah Gender dan Pembangunan adalah mata kuliah elektif yang diasuh oleh Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat yang menjelaskan konsep gender, perkembangan kajian gender dan pembangunan, isu-isu gender dalam pembangunan, penelitian berorientasi gender, serta gender dan perubahan sosial (IPB, 2008). 2.6 Kerangka Pemikiran Mengacu pada tinjauan teoritis, persepsi terhadap kesadaran gender adalah pandangan terhadap kesadaran akan konstruksi sosial gender yang mengatur alokasi peranan, hak, kewajiban, tanggung jawab, dan harapan yang diletakkan baik pada laki-laki maupun perempuan. Mahasiswa adalah seorang individu yang telah mengalami sosialisasi individu. Menurut Berger & Luckmann (1990), sosialisasi primer adalah sosialisasi yang pertama yang dialami individu dalam masa kanak-kanak, yang dengan itu ia menjadi anggota masyarakat. Proses sosialisasi primer yang dialami mahasiswa terjadi dalam lingkungan keluarga dan mengalami proses internalisasi akan norma 17

11 dan nilai sosial. Internalisasi dalah pemahaman atau penafsiran yang langsung dari suatu peristiwa obyektif sebagai pengungkapan suatu makna; artinya, sebagai suatu manifestasi dari proses-proses subyektif orang lain yang dengan demikian menjadi bermakna secara subyektif bagi diri individu itu sendiri (Berger & Luckmann 1990). Mahasiswa mengalami internalisasi nilai dan norma sosial melalui ajaran orang tuanya lewat peran dan fungsi dirinya di dalam keluarga. Sebagai contoh proses internalisasi, mahasiswa laki-laki yang di rumahnya tidak pernah disuruh oleh orang tuanya melakukan kegiatan mengepel, memasak, dan mencuci akan menjadi individu yang memahami bahwa laki-laki tidak boleh mengepel, mencuci, memasak. Hal tersebut selanjutnya akan melekat kuat di dalam pikiran mahasiswa laki-laki bahwa tugas mengepel, memasak, dan mencuci merupakan tugas untuk perempuan karena di dalam keluarganya yang biasa melakukan kegiatan tersebut adalah pihak perempuan. Peran orang tua dalam menginternalisasi pemahaman mahasiswa sangatlah kuat sehingga tingkat pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, dan tingkat penghasilan orang tua sebagai sosialisasi primer menjadi faktor-faktor yang dianggap berhubungan dengan pembentukan persepsi mahasiswa terhadap kesadaran gender. Tiap individu dilahirkan ke dalam suatu struktur sosial yang obyektif dimana ia menjumpai orang-orang yang berpengaruh dan yang bertugas mensosialisasikannya (Berger & Luckmann 1990). Mahasiswa dilahirkan dari suatu struktur sosial yang obyektif yaitu dilahirkan dengan memeluk suatu agama, memiliki suku bangsa, dan memiliki jenis kelamin yang semuanya itu dapat mempengaruhi dan mensosialisasikan pemahaman mereka. Sebagai contoh, mahasiswa yang lahir dari suku batak akan mengalami proses sosialisasi yang kuat 18

12 bahwa laki-laki sangat berperan penting di dalam setiap kehidupan. Hal tersebut selanjutnya akan membentuk suatu pemahaman mahasiswa bahwa laki-laki merupakan pihak yang lebih penting atau hebat dibandingkan pihak perempuan. Pemahaman mahasiswa tersebut tidak terlepas dari lingkungan keluarga yang selalu menginternalisasi kuat di pikirannya mengenai nilai-nilai akan suku bangsa yang harus dipatuhi dan dikerjakan. Oleh karena itu, baik suku bangsa, jenis kelamin, dan agama merupakan faktor yang terjadi dalam sosialisasi primer khususnya dalam lingkungan keluarga yang turut juga berhubungan atau mempengaruhi persepsi mahasiswa terhadap kesadaran gender. Sosialisasi sekunder adalah setiap proses berikutnya yang mengimbas individu yang sudah disosialisasikan ke dalam sektor-sektor baru dunia obyektif masyarakatnya (Berger & Luckmann 1990). Mahasiswa setelah mendapat sosialisasi primer melalui keluarganya juga mendapat proses sosialisasi berikutnya (sekunder) melalui hubungan pertemanan, kegiatan organsisasi yang pernah diikutinya, dan juga interaksi dengan media massa. Melalui sosialisasi sekunder, mahasiswa memperoleh pengetahuan khusus sesuai dengan peranannya. Sebagai contoh, mahasiswa laki-laki yang mengikuti kegiatan organsisasi yang dipimpin oleh seorang perempuan akan memperoleh pengetahuan baru bahwa perempuan dapat juga menjadi pemimpin atau ketua organisasi. Mahasiswa mendapatkan banyak pengetahuan baru yang dapat mengubah pemahaman atau pemikirannya. Oleh karena itu, sosialiasi sekunder yang dalam hal ini kegiatan organsiasi, hubungan dengan teman, dan interaksi dengan media massa merupakan faktor yang berhubungan dengan persepsi mahasiswa teehadap kesadaran gender. 19

13 Dalam sosialisasi sekunder, keterbatasan biologis semakin kurang penting bagi tahap-tahap belajar, yang sekarang ditentukan menurut sifat-sifat intrinsik dari pengetahuan yang hendak diperoleh (Berger & Luckmann 1990). Sebagai contoh, untuk dapat memahami kesadaran gender, mahasiswa harus terlebih dahulu mengetahui konsep gender dan kesadaran gender yang salah satunya didapatkannya melalui mengikuti mata kuliah gender. Nilai mata kuliah gender dan indeks prestasi kumlatif adalah salah satu bagian dari mengikuti mata kuliah gender yang merupakan suatu tahap belajar dalam sosialisasi sekunder. Intelektual mahasiswa yang telah mengikuti Mata Kuliah Gender dan Pembangunan akan mempengaruhi persepsi mahasiswa terhadap kesadaran gender. Hal tersebut berdasarkan pada ungkapan Mulyana (2001) menyatakan bahwa agama, ideologi, tingkat intelektual, tingkat ekonomi, pekerjaan dan cita rasa sebagai faktorfaktor internal yang jelas mempengaruhi persepsi seseorang terhadap suatu realitas. Mata Kuliah Gender dan Pembangunan merupakan sebuah sosialisasi sekunder yaitu suatu proses yang memberikan pengetahuan baru kepada mahasiswa yang mengikuti mata kuliah tersebut mengenai konsep gender. Hasil dari mengikuti Mata Kuliah Gender dan Pembangunan adalah nilai mutu dan indeks prestasi kumlatif. Oleh karena itu, nilai mutu dan indeks prestasi kumlatif merupakan faktor yang berhubungan dengan persepsi mahasiswa terhadap kesadaran gender Mengacu pada hasil sintesis konsep dan teori yang telah dikemukakan di atas maka persepsi peserta Mata Kuliah Gender dan Pembangunan terhadap kesadaran gender diduga berhubungan dengan sosialisasi primer (jenis kelamin, agama, suku bangsa, tingkat pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, dan tingkat penghasilan orang tua) dan sosialisasi sekunder (tempat tinggal, kegiatan organisasi, interaksi 20

14 dengan media massa, hubungan dengan teman, nilai mutu gender, dan indeks prestasi kumulatif) Dengan demikian, faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi mahasiswa terhadap kesadaran gender adalah sosialisasi primer dan sekunder yang dialami oleh mahasiswa. Berdasarkan pada penjelasan tersebut di atas, hubungan antar variabel dalam penelitian ini dituangkan ke dalam suatu diagram sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 1. Faktor Sosial 1. Sosialisasi Primer Jenis Kelamin Agama Suku Bangsa Tingkat Pendidikan Orang tua Pekerjaan Orang Tua Tingkat Penghasilan Orang Tua 2. Sosialisasi Sekunder Kegiatan Organisasi Interaksi dengan Media Massa Hubungan dengan Teman Tempat Tinggal Nilai Mutu Gender Indeks Prestasi Kumulatif : Berhubungan Persepsi Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender ( Alokasi Peranan, Hak, Kewajiban, Tanggung Jawab, dan Gambar 1. Kerangka Pemikiran Persepsi Mahasiswa Peserta Mata Kuliah Gender dan Pembangunan Terhadap Kesadaran Gender. 2.7 Hipotesis Penelitian Agar penelitian lebih terarah sehingga dapat menjawab pertanyaan penelitian dan mencapai tujuan penelitian maka dirumuskan hipotesis penelitian. 21

15 1. Terdapat hubungan yang signifikan antara sosialisasi primer mahasiswa (jenis kelamin, agama, suku bangsa, tingkat pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, dan tingkat penghasilan orang tua) dan persepsi mahasiswa terhadap kesadaran gender. 2. Terdapat hubungan yang signifikan antara sosialisasi sekunder mahasiswa (tempat tinggal, kegiatan organisasi, interaksi dengan media massa, hubungan dengan teman, nilai mutu gender, dan indeks prestasi kumulatif) dan persepsi mahasiswa terhadap kesadaran gender. 2.8 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel 1. Jenis Kelamin yaitu identitas biologis mahasiswa yang terbagi atas dua kategori, yaitu perempuan dan laki-laki. 2. Agama adalah sistem atau prinsip kepercayaan kepada Tuhan dengan ajaran kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan tersebut. Agama terbagi atas lima kategori, yaitu Agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, dan Budha. 3. Suku bangsa adalah preferensi etnik mahasiswa yang diwarisi dari etnik salah satu atau kedua orang tuanya, dibedakan ke dalam kategori: Batak, Minangkabau, Jawa, Sunda, Tionghoa, dan etnik lainnya. 4. Tempat tinggal adalah tempat mahasiswa tinggal selama mengikuti mata kuliah yang terbagi atas dua kategori yaitu tinggal di kost/kontrakan dan tinggal di rumah orang tua/kerabat. 22

16 5. Hubungan dengan teman yaitu kedekatan hubungan mahasiswa dengan teman-teman yang dimiliki oleh responden. Hubungan dengan teman diukur dari dua pertanyaan (Lampiran 1, No. 11 & 12) yang kemudian jawaban diberi skor dan dikategorikan menjadi: biasa saja (skor 1-2) dan dekat (skor 3-5). 6. Kegiatan organisasi adalah keikutsertaan mahasiswa dalam suatu kegiatan organisasi diluar kegiatan kuliah. Kegiatan organsasi diukur dari jumlah kegiatan yang diikuti responden yang dibagi menjadi dua kategori, yaitu: sedikit ( < 4 kegiatan) dan banyak ( 4 kegiatan). 7. Interaksi dengan media massa yaitu media massa yang sering digunakan oleh responden untuk memperoleh hiburan dan atau mencari informasi, baik media cetak seperti koran, tabloid, majalah, maupun media elektronik seperti televisi, radio, dan internet. Interaksi mahasiswa dengan media massa dikategorikan menjadi: rendah ( 2 media massa), sedang ( 3 sampai 4 media massa), dan tinggi ( 5 media massa). 8. Nilai mutu Mata Kuliah Gender dan Pembangunan adalah nilai yang didapat setelah mengikuti Mata Kuliah Gender dan Pembangunan. Nilai mutu dikategorikan menjadi: tinggi (A), sedang (B dan C), rendah ( D dan E). 9. Indeks prestasi kumulatif merupakan nilai bobot rata-rata perkredit dari sejumlah semester yang sudah diambil sampai pada suatu saat dan dihitung sebagai rata-rata dari jumlah semua perkalian nilai bobot suatu matakuliah dengan bobot kredit mata kuliah dibagi oleh jumlah 23

17 bobot kredit mata kuliah dari semua mata kuliah yang diambil seorang mahasiswa sampai pada saat tertentu. Indeks prestasi kumulatif dikategorikan menjadi: rendah (ipk < 2,75), sedang (ipk 2,75 3,50), tinggi (ipk > 3,50). 10. Tingkat pendidikan orang tua adalah jenjang pendidikan formal terakhir yang telah ditempuh kedua orang tua mahasiswa baik ayah maupun ibunya; dibedakan ke dalam tiga kategori: tingkat pendidikan rendah (tidak sekolah dan SD), sedang (SLTP dan SMU), dan tinggi ( Diploma dan Sarjana). 11. Pekerjaan orang tua adalah mata pencaharian yang dimiliki oleh orangtua baik ayah maupun ibu mahasiswa. Dikategorikan sebagai berikut: 1. Tidak Bekerja 2. PNS 3. Guru/dosen 4. TNI/Polri 5. Buruh 6. Swasta 7. Pedagang 8. Lainnya 12. Tingkat penghasilan orang tua adalah jumlah uang dalam rupiah yang dihasilkan oleh orang tua mahasiswa setiap bulan. Penghasilan orang tua diukur berdasarkan penggabungan penghasilan ayah dan ibu responden setiap bulan, yang dikategorikan menjadi: rendah ( < Rp ), sedang ( Rp sampai Rp ), dan tinggi ( > Rp ) 13. Alokasi peranan adalah pembentukan karakter tertentu yang biasanya ditujukan kepada jenis kelamin tertentu dan skor alokasi peranan dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu: 24

18 1. Rendah : 7 Skor Sedang : 17 Skor Tinggi : 27 Skor Hak adalah kesempatan yang dimiliki oleh seseorang untuk mengakses sesuatu dan skor hak dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu 1. Rendah : 4 Skor 9 2. Sedang : 10 Skor Tinggi : 16 Skor Kewajiban adalah sesuatu yang harus dilakukan oleh seseorang, berkaitan dengan peran yang dijalaninya dan skor kewajiban dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu: 1. Rendah : 4 Skor 9 2. Sedang : 10 Skor Tinggi : 16 Skor Tanggung jawab adalah keadaan wajib yang harus ditanggung atas segala sesuatu/akibat yang berkaitan dengan peran/perbuatan yang dijalaninya, dan skor tanggung jawab dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu: 1. Rendah : 4 Skor 9 2. Sedang : 10 Skor Tinggi : 16 Skor Harapan adalah keinginan yang ditujukan kepada jenis kelamin tertentu berkaitan dengan peran yang dijalaninya, dan skor harapan dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu: 25

19 1. Rendah : 4 Skor 9 2. Sedang : 10 Skor Tinggi : 16 Skor Persepsi mahasiswa peserta Mata Kuliah Gender dan Pembangunan terhadap kesadaran gender yaitu pandangan mahasiswa yang telah mengikuti Mata Kuliah Gender dan Pembangunan terhadap kesadaran gender, yang diukur melalui alokasi peranan, hak, kewajiban, tanggung jawab, dan harapan yang dilekatkan baik pada laki-laki maupun perempuan yang berlaku di masyarakat dan tidak mengandung unsur kesetaraan gender. Semakin banyak mahasiswa tersebut tidak setuju terhadap pernyataan yang disajikan maka tingkat persepsi terhadap kesadaran gender akan semakin tinggi dan sebaliknya semakin banyak mahasiswa tersebut setuju terhadap pernyataan yang disajikan maka persepsi terhadap kesadaran gendernya akan semakin rendah. Skor persepsi mahasiswa terhadap kesadaran gender diperoleh dari penjumlahan beberapa skor sub variabel, yaitu: skor peranan, hak, kewajiban, tanggung jawab, dan harapan sehingga skor tingkat kesadaran gender dibagi menjadi tiga kategori, yaitu: 1. Rendah : 23 Skor Sedang : 55 Skor Tinggi : 87 Skor 11 26

PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP KESADARAN GENDER

PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP KESADARAN GENDER PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP KESADARAN GENDER (Kasus Mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Tahun Masuk 2006, Fakultas Ekologi Manusia) ALWIN TAHER I34051845 DEPARTEMEN SAINS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian masih menjadi sumber mata pencaharian utama bagi masyarakat Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang mampu diserap dari berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan Indonesia kearah modernisasi maka semakin banyak peluang bagi perempuan untuk berperan dalam pembangunan. Tetapi berhubung masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakatnya. Untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakatnya. Untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Suatu pembangunan dikatakan berhasil dengan melihat tingkat kesejahteraan masyarakatnya. Untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera harus dimulai dari bagian

Lebih terperinci

BAB V PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP KESADARAN GENDER

BAB V PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP KESADARAN GENDER BAB V PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP KESADARAN GENDER Persepsi mahasiswa peserta Mata Kuliah Gender dan Pembangunan terhadap kesadaran gender yaitu pandangan mahasiswa yang telah mengikuti Mata Kuliah Gender

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga banyak perusahaan go publik yang ikut berperan dalam peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. sehingga banyak perusahaan go publik yang ikut berperan dalam peningkatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semakin pesatnya perkembangan profesi akuntan publik di Indonesia dewasa ini dan meningkatnya pemahaman masyarakat terhadap profesi auditor mampu membawa perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang luas. Tanaman tertentu adalah tanaman semusim dan atau tanaman

BAB I PENDAHULUAN. yang luas. Tanaman tertentu adalah tanaman semusim dan atau tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkebunan merupakan aktivitas budi daya tanaman tertentu pada lahan yang luas. Tanaman tertentu adalah tanaman semusim dan atau tanaman tahunan yang jenis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Penelitian tantang Analisis Perbedaan Persepsi Mahasiswa dan Mahasiswi Akuntansi S1 Terhadap Pentinngnya Laporan Keuangan (Studi Pada Program Studi Fakultas Ekonomi Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran kaum perempuan Indonesia dalam menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam menegakkan NKRI dipelopori

Lebih terperinci

PERSEPSI REMAJA TERHADAP PEMBAGIAN PERAN GENDER DALAM KELUARGA

PERSEPSI REMAJA TERHADAP PEMBAGIAN PERAN GENDER DALAM KELUARGA PERSEPSI REMAJA TERHADAP PEMBAGIAN PERAN GENDER DALAM KELUARGA (Kasus: Siswa Sekolah Menengah Umum Negeri 5 Kota Bogor) RIZQI SUCI LESTARI A14204039 PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

Lebih terperinci

BAB V PROFIL GENDER DAN AGEN SOSIALISASI MAHASISWA TPB TAHUN AJARAN 2007/2008. Komposisi mahasiswa TPB IPB menurut jenis kelamin disajikan pada

BAB V PROFIL GENDER DAN AGEN SOSIALISASI MAHASISWA TPB TAHUN AJARAN 2007/2008. Komposisi mahasiswa TPB IPB menurut jenis kelamin disajikan pada 68 BAB V PROFIL GENDER DAN AGEN SOSIALISASI MAHASISWA TPB TAHUN AJARAN 2007/2008 5.1 Karakteristik Individu 5.1.1 Jenis Kelamin Komposisi mahasiswa TPB IPB menurut jenis kelamin disajikan pada Tabel 7.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Teori Relasi Kekuasaan Sejarah perbedaan gender (gender differences) antara manusia jenis laki- laki dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Peran Pekerjaan dan Keluarga Fenomena wanita bekerja di luar rumah oleh banyak pihak dianggap sebagai sesuatu yang relatif baru bagi masyarakat Indonesia. Kendati semakin lumrah,

Lebih terperinci

KESEHATAN REPRODUKSI DALAM PERSPEKTIF GENDER. By : Basyariah L, SST, MKes

KESEHATAN REPRODUKSI DALAM PERSPEKTIF GENDER. By : Basyariah L, SST, MKes KESEHATAN REPRODUKSI DALAM PERSPEKTIF GENDER By : Basyariah L, SST, MKes Kesehatan Reproduksi Dalam Persfektif Gender A. Seksualitas dan gender 1. Seksualitas Seks : Jenis kelamin Seksualitas : Menyangkut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Dalam penelitian ini, peneliti meneliti mengenai pemaknaan pasangan suami-istri di Surabaya terkait peran gender dalam film Erin Brockovich. Gender sendiri

Lebih terperinci

Kesehatan reproduksi dalam perspektif gender. By : Fanny Jesica, S.ST

Kesehatan reproduksi dalam perspektif gender. By : Fanny Jesica, S.ST Kesehatan reproduksi dalam perspektif gender By : Fanny Jesica, S.ST DEFINISI KESEHATAN REPRODUKSI K E S P R Suatu keadaan kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang utuh, bebas dari penyakit dan kecacatan

Lebih terperinci

sosial kaitannya dengan individu lain dalam masyarakat. Manusia sebagai masyarakat tersebut. Layaknya peribahasa di mana bumi dipijak, di situ

sosial kaitannya dengan individu lain dalam masyarakat. Manusia sebagai masyarakat tersebut. Layaknya peribahasa di mana bumi dipijak, di situ BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk monodualis, di satu sisi ia berperan sebagai individu yang bertanggung jawab atas dirinya sendiri (internal individu), namun di sisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu media komunikasi massa yaitu televisi memiliki peran yang cukup besar dalam menyebarkan informasi dan memberikan hiburan kepada masyarakat. Sebagai media

Lebih terperinci

PERANAN WANITA DALAM PEMBANGUNAN BERWAWASAN GENDER

PERANAN WANITA DALAM PEMBANGUNAN BERWAWASAN GENDER PERANAN WANITA DALAM PEMBANGUNAN BERWAWASAN GENDER OLEH WAYAN SUDARTA Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Udayana Abstrak Tulisan ini bertujuan untuk mengungkapkan peranan (hak

Lebih terperinci

2016 EKSISTENSI MAHASISWI D ALAM BERORGANISASI D I LINGKUNGAN FAKULTAS PEND ID IKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

2016 EKSISTENSI MAHASISWI D ALAM BERORGANISASI D I LINGKUNGAN FAKULTAS PEND ID IKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Mahasiswa identik dengan kaum terdidik yang sedang menjalani proses pematangan intelektual. Peran ganda yang dijalani oleh mahasiswa mendorong mereka untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki

BAB 1 PENDAHULUAN. Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki dan perempuan dibedakan sesuai dengan perannya masing-masing yang dikonstruksikan

Lebih terperinci

Persepsi Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender. Perception Of College Students About Gender Consciousness

Persepsi Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender. Perception Of College Students About Gender Consciousness Persepsi Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender Perception Of College Students About Gender Consciousness Alwin Taher 1, Aida Vitayala S. Hubeis 2 1 Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan kewarganegaraan (PKn) adalah program pendidikan berdasarkan nilainilai

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan kewarganegaraan (PKn) adalah program pendidikan berdasarkan nilainilai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan kewarganegaraan (PKn) adalah program pendidikan berdasarkan nilainilai pancasila sebagai wahana untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan wanita untuk bekerja adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih dapat kita jumpai hingga saat ini. Perbedaan antara laki- laki dan

BAB I PENDAHULUAN. masih dapat kita jumpai hingga saat ini. Perbedaan antara laki- laki dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Timbulnya anggapan bahwa perempuan merupakan kaum lemah masih dapat kita jumpai hingga saat ini. Perbedaan antara laki- laki dan perempuan yang telah di konstruksikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Alfian Rizanurrasa Asikin, 2014 Bimbingan pribadi sosial untuk mengembangkan kesadaran gender siswa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Alfian Rizanurrasa Asikin, 2014 Bimbingan pribadi sosial untuk mengembangkan kesadaran gender siswa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja atau dikenal dengan istilah adolescene adalah suatu transisi proses pertumbuhan dan perkembangan seorang individu dalam keseluruhan hidupnya. Transisi

Lebih terperinci

BAB VII HUBUNGAN SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA ANGGOTA KOPERASI DENGAN RELASI GENDER DALAM KOWAR

BAB VII HUBUNGAN SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA ANGGOTA KOPERASI DENGAN RELASI GENDER DALAM KOWAR BAB VII HUBUNGAN SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA ANGGOTA KOPERASI DENGAN RELASI GENDER DALAM KOWAR Norma dan nilai gender dalam masyarakat merujuk pada gagasan-gagasan tentang bagaimana seharusnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk dibicarakan. Hal ini dimungkinkan karena permasalahan seksual telah

BAB I PENDAHULUAN. untuk dibicarakan. Hal ini dimungkinkan karena permasalahan seksual telah BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalah Sampai saat ini masalah seksualitas masih menjadi hal yang menarik untuk dibicarakan. Hal ini dimungkinkan karena permasalahan seksual telah menjadi sesuatu

Lebih terperinci

STUDI TENTANG KESETARAAN GENDER

STUDI TENTANG KESETARAAN GENDER STUDI TENTANG KESETARAAN GENDER Oleh: Dr. Marzuki PKnH FIS -UNY Pendahuluan 1 Isu-isu tentang perempuan masih aktual dan menarik Jumlah perempuan sekarang lebih besar dibanding laki-laki Perempuan belum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh daya saing dan keterampilan (meritokration). Pria dan wanita sama-sama

BAB I PENDAHULUAN. oleh daya saing dan keterampilan (meritokration). Pria dan wanita sama-sama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi yang penuh dengan persaingan, peran seseorang tidak lagi banyak mengacu kepada norma-norma kebiasaan yang lebih banyak mempertimbangkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Remaja 2.1.1 Definisi Remaja Masa remaja adalah periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa, yang melibatkan perubahan biologis, kognitif, dan

Lebih terperinci

Pemahaman Analisis Gender. Oleh: Dr. Alimin

Pemahaman Analisis Gender. Oleh: Dr. Alimin Pemahaman Analisis Gender Oleh: Dr. Alimin 1 2 ALASAN MENGAPA MENGIKUTI KELAS GENDER Isu partisipasi perempuan dalam politik (banyak caleg perempuan) Mengetahui konsep gender Bisa menulis isu terkait gender

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perempuan adalah tiang negara, artinya tegak runtuhnya suatu negara berada di tangan kaum perempuan. Penerus peradaban lahir dari rahim seorang perempuan,

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN KONSEPTUAL

BAB II PENDEKATAN KONSEPTUAL BAB II PENDEKATAN KONSEPTUAL 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Karakteristik Etnis Arab dan Etnis Sunda Kata Arab sering dikaitkan dengan wilayah Timur Tengah atau dunia Islam. Negara yang berada di wilayah Timur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah proses memberikan manusia berbagai macam situasi yang bertujuan memberdayakan diri. 1 Pendidikan merupakan proses sosialisasi anak yang terarah.

Lebih terperinci

KUESIONER. Persepsi Mahasiswa Peserta Mata Kuliah Gender dan Pembangunan Terhadap. Tingkat Kesadaran Gender

KUESIONER. Persepsi Mahasiswa Peserta Mata Kuliah Gender dan Pembangunan Terhadap. Tingkat Kesadaran Gender LAMPIRA 75 Lampiran 1. Kuesioner KUESIOER Persepsi Mahasiswa Peserta Mata Kuliah Gender dan Pembangunan Terhadap Tingkat Kesadaran Gender Petunjuk: Mohon saudara/i mengisi identitas pribadi Anda sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan produk tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan produk tidak hanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan produk tidak hanya tergantung pada keunggulan teknologi, sarana dan prasarana, melainkan juga tergantung pada kualitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. komunikasi bahkan hampir seluruh waktu yang kita habiskan adalah untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. komunikasi bahkan hampir seluruh waktu yang kita habiskan adalah untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan keseharian kita tidak akan pernah terlepas dari kegiatan komunikasi bahkan hampir seluruh waktu yang kita habiskan adalah untuk berkomunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Isu tentang gender telah menjadi bahasan analisis sosial, menjadi pokok

BAB I PENDAHULUAN. Isu tentang gender telah menjadi bahasan analisis sosial, menjadi pokok 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Isu tentang gender telah menjadi bahasan analisis sosial, menjadi pokok bahasan dalam perdebatan mengenai perubahan sosial dan juga menjadi topik utama dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Penelitian ini berfokus pada penggambaran peran perempuan dalam film 3 Nafas Likas. Revolusi perkembangan media sebagai salah satu sarana komunikasi atau penyampaian

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa digunakan oleh manusia untuk berinteraksi dengan orang lain. Bahasa adalah alat untuk mengungkapkan pikiran, keinginan, pendapat, dan perasaan seseorang kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Laki-laki dan perempuan memang berbeda, tetapi bukan berarti perbedaan itu diperuntukkan untuk saling menindas, selain dari jenis kelamin, laki-laki dan perempuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman, kehidupan manusia mengalami perubahan dari generasi ke generasi. Contohnya, perubahan kebudayaan, adat istiadat, peradaban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan kerja sangatlah terbatas (Suratiyah dalam Irwan, 2006)

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan kerja sangatlah terbatas (Suratiyah dalam Irwan, 2006) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara umum masalah utama yang sedang dihadapi secara nasional adalah sedikitnya peluang kerja, padahal peluang kerja yang besar dalam aneka jenis pekerjaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki

BAB I PENDAHULUAN. Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki pada posisi dan kekuasaan yang lebih dominan dibandingkan perempuan. Secara

Lebih terperinci

BAB VII HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SEKUNDER DAN PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP KESADARAN GENDER

BAB VII HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SEKUNDER DAN PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP KESADARAN GENDER BAB VII HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SEKUNDER DAN PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP KESADARAN GENDER 7.1 Hubungan Antara Tempat Tinggal dan Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender Berdasarkan tempat tinggal hampir

Lebih terperinci

PENDIDIKAN ADIL GENDER DALAM KELUARGA 1. Siti Rohmah Nurhayati, M.Si. 2

PENDIDIKAN ADIL GENDER DALAM KELUARGA 1. Siti Rohmah Nurhayati, M.Si. 2 PENDIDIKAN ADIL GENDER DALAM KELUARGA 1 Siti Rohmah Nurhayati, M.Si. 2 Pendahuluan Keluarga merupakan tempat pendidikan pertama bagi anak. Di dalam keluarga, anak mendapatkan seperangkat nilai-nilai, aturan-aturan,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. a. Gender adalah peran sosial dimana peran laki-laki dan peran. perempuan ditentukan (Suprijadi dan Siskel, 2004).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. a. Gender adalah peran sosial dimana peran laki-laki dan peran. perempuan ditentukan (Suprijadi dan Siskel, 2004). BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gender 2.1.1 Defenisi a. Gender adalah peran sosial dimana peran laki-laki dan peran perempuan ditentukan (Suprijadi dan Siskel, 2004). b. Gender adalah perbedaan status dan

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN. Pada bab ini akan membahas dan menjelaskan hasil dan analisis pengujian

BAB 6 PEMBAHASAN. Pada bab ini akan membahas dan menjelaskan hasil dan analisis pengujian BAB 6 PEMBAHASAN Pada bab ini akan membahas dan menjelaskan hasil dan analisis pengujian terhadap hipotesis yang telah diajukan. Penjelasan secara diskripsi tentang hasil pnelitian ini menekankan pada

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Era globalisasi merupakan suatu zaman dimana pertukaran budaya, seni dan kemajuan ilmu pengetahuan terjadi sangat pesat dan bebas. Banyak hal yang perlu dipersiapkan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cetak seperti majalah, koran, buklet, poster, tabloid, dan sebagainya. Walaupun

BAB I PENDAHULUAN. cetak seperti majalah, koran, buklet, poster, tabloid, dan sebagainya. Walaupun BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Dalam era informasi sekarang ini, kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan dari peran media. Dari zaman ke zaman media massa mengalami perkembangan yang pesat.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN. gagasan anti poligami (Lucia Juningsih, 2012: 2-3). keterbelakangan dan tuntutan budaya.

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN. gagasan anti poligami (Lucia Juningsih, 2012: 2-3). keterbelakangan dan tuntutan budaya. BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN A. Kajian Teori 1. Gagasan Emansipasi Kartini Tiga gagasan yang diperjuangkan Kartini yaitu emansipasi dalam bidang pendidikan, gagasan kesamaan hak atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mana perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat kodrat sebagai ciptaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mana perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat kodrat sebagai ciptaan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Gender Istilah gender diketengahkan oleh para ilmuwan sosial untuk menjelaskan mana perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat kodrat sebagai ciptaan Tuhan dan mana

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Komunikasi manusia banyak dipengaruhi oleh budaya yang diyakini yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. Komunikasi manusia banyak dipengaruhi oleh budaya yang diyakini yaitu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi manusia banyak dipengaruhi oleh budaya yang diyakini yaitu budaya yang melekat pada diri seseorang karena telah diperkenalkan sejak lahir. Dengan kata lain,

Lebih terperinci

pengetahuan, dan sikap akan berhubungan dengan perilaku pembelian buku bajakan. Kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.

pengetahuan, dan sikap akan berhubungan dengan perilaku pembelian buku bajakan. Kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3. 17 KERANGKA PEMIKIRAN Perguruan tinggi merupakan komunitas yang terdiri dari orang-orang intelektual dalam berbagai aktivitas akademis. Perguruan tinggi memiliki peran strategis dan sangat penting sebagai

Lebih terperinci

PERAN PEREMPUAN DALAM SEKTOR PERTANIAN DI KECAMATAN PENAWANGAN KABUPATEN GROBOGAN TUGAS AKHIR. Oleh: TITIES KARTIKASARI HANDAYANI L2D

PERAN PEREMPUAN DALAM SEKTOR PERTANIAN DI KECAMATAN PENAWANGAN KABUPATEN GROBOGAN TUGAS AKHIR. Oleh: TITIES KARTIKASARI HANDAYANI L2D PERAN PEREMPUAN DALAM SEKTOR PERTANIAN DI KECAMATAN PENAWANGAN KABUPATEN GROBOGAN TUGAS AKHIR Oleh: TITIES KARTIKASARI HANDAYANI L2D 305 141 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara lain sepeda, sepeda motor, becak, mobil dan lain-lain. Dari banyak

BAB I PENDAHULUAN. antara lain sepeda, sepeda motor, becak, mobil dan lain-lain. Dari banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transportasi sudah menjadi kebutuhan utama bagi manusia untuk menunjang aktivitasnya. Adanya transportasi menjadi suatu alat yang dapat mempermudah kegiatan

Lebih terperinci

(e) Uang saku rata-rata perbulan kurang dari Rp ,- (64,8%) dan sisanya (35,3%) lebih dari Rp per bulan.

(e) Uang saku rata-rata perbulan kurang dari Rp ,- (64,8%) dan sisanya (35,3%) lebih dari Rp per bulan. Laporan Hasil Survey Tentang Kekerasan terhadap Perempuan dan Perilaku Seksual Terhadap Siswa SMA di Klaten Laporan Hasil Survey Tentang Kekerasan terhadap Perempuan dan Perilaku Seksual Terhadap Siswa

Lebih terperinci

Dekonstruksi Maskulinitas dan Feminitas dalam Sinetron ABG Jadi Manten Skripsi Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1

Dekonstruksi Maskulinitas dan Feminitas dalam Sinetron ABG Jadi Manten Skripsi Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1 Dekonstruksi Maskulinitas dan Feminitas dalam Sinetron ABG Jadi Manten Skripsi Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1 Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Lebih terperinci

Sesi 8: Pemberitaan tentang Masalah Gender

Sesi 8: Pemberitaan tentang Masalah Gender Sesi 8: Pemberitaan tentang Masalah Gender 1 Tujuan belajar 1. Memahami arti stereotip dan stereotip gender 2. Mengidentifikasi karakter utama stereotip gender 3. Mengakui stereotip gender dalam media

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun , pemerintah mengakui masih rendahnya kualitas sumberdaya

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun , pemerintah mengakui masih rendahnya kualitas sumberdaya 17 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2004-2009, pemerintah mengakui masih rendahnya kualitas sumberdaya manusia (SDM) Indonesia. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Valentina, 2013). Menurut Papalia dan Olds (dalam Liem, 2013) yang dimaksud

BAB I PENDAHULUAN. Valentina, 2013). Menurut Papalia dan Olds (dalam Liem, 2013) yang dimaksud BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode transisi perkembangan yang terjadi antara masa kanak-kanak dan masa dewasa, yang melibatkan perubahan-perubahan baik itu secara biologis

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. Penelitian ini dimulai dengan melihat karakteristik orang tua tunggal dan

KERANGKA PEMIKIRAN. Penelitian ini dimulai dengan melihat karakteristik orang tua tunggal dan KERANGKA PEMIKIRAN Kemandirian menentukan keberhasilan dalam kehidupan seseorang. Kemandirian meliputi aspek emosi, ekonomi, intelektual dan sosial. Kemandirian anak ditandai dengan kemampuan berinisiatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan. kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan

BAB I PENDAHULUAN. Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan. kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan kesempatan tersebut terjadi baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. wilayahnya masing-masing. Budaya sebagai tuntunan kehidupan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. wilayahnya masing-masing. Budaya sebagai tuntunan kehidupan tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap masyarakat menciptakan dan mengembangkan kebudayaan sebagai tuntunan yang memandu kehidupan, sesuai dengan lingkungan sosial dan fisik di wilayahnya masing-masing.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang saling membutuhkan dan saling berinteraksi. Dalam interaksi antar manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Patriarki adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Patriarki adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Patriarki adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai sosok otoritas utama yang sentral dalam organisasi sosial. Kebanyakan sistem patriarki juga

Lebih terperinci

Laki-laki, Perempuan, dan Kelompok Masyarakat Rentan dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam

Laki-laki, Perempuan, dan Kelompok Masyarakat Rentan dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam Laki-laki, Perempuan, dan Kelompok Masyarakat Rentan dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam Apakah Gender itu? Pengertian awal: Pembedaan ketata-bahasaan (gramatical) penggolongan kata benda menjadi feminin,

Lebih terperinci

PENDEKATAN TEORITIS. Tinjauan Pustaka

PENDEKATAN TEORITIS. Tinjauan Pustaka 5 PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka Konsep Gender Gender merupakan suatu konsep yang merujuk pada peran dan hubungan antara laki-laki dan perempuan yang tidak ditentukan oleh perbedaan biologis, tetapi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Teori Komunikasi Keluarga Pengertian Komunikasi

TINJAUAN PUSTAKA Teori Komunikasi Keluarga Pengertian Komunikasi 7 TINJAUAN PUSTAKA Teori Komunikasi Keluarga Pengertian Komunikasi Komunikasi merupakan suatu cara untuk memengaruhi individu agar si pemberi pesan (sender) dan si penerima pesan (receiver) saling mengerti

Lebih terperinci

Pengantar Ilmu Komunikasi. Modul ke: 06FIKOM PERSEPSI. Fakultas. Reddy Anggara. S.Ikom., M.Ikom. Program Studi MARCOMM

Pengantar Ilmu Komunikasi. Modul ke: 06FIKOM PERSEPSI. Fakultas. Reddy Anggara. S.Ikom., M.Ikom. Program Studi MARCOMM Modul ke: Pengantar Ilmu Komunikasi PERSEPSI Fakultas 06FIKOM Reddy Anggara. S.Ikom., M.Ikom. Program Studi MARCOMM PERSEPSI? Kata persepsi seringkali diucapkan dalam proses komunikasi sehari-hari. Ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan pribadi individu untuk menjadi dewasa. Menurut Santrock (2007),

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan pribadi individu untuk menjadi dewasa. Menurut Santrock (2007), BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang berada diantara masa anak dan dewasa. Masa ini dianggap sebagai suatu bentuk transisi yang cukup penting bagi pembentukan pribadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perempuan dengan laki-laki, ataupun dengan lingkungan dalam konstruksi

BAB I PENDAHULUAN. perempuan dengan laki-laki, ataupun dengan lingkungan dalam konstruksi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sistem nilai, norma, stereotipe, dan ideologi gender telah lama dianggap sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi posisi serta hubungan antara perempuan dengan laki-laki,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. mempunyai luas 4.051,92 km². Sebelah Barat berbatasan dengan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. mempunyai luas 4.051,92 km². Sebelah Barat berbatasan dengan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kabupaten Sumba Barat beribukota Waikabubak, mempunyai luas 4.051,92 km². Sebelah Barat berbatasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja dianggap sebagai masa labil yaitu di mana individu berusaha mencari jati dirinya dan mudah sekali menerima informasi dari luar dirinya tanpa ada pemikiran

Lebih terperinci

2015 PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA DAN MENULIS PADA IBU-IBU AISYIYAH MELALUI STRATEGI PEMBELAJARAN PARTISIPATIF BERORIENTASI KECAKAPAN HIDUP

2015 PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA DAN MENULIS PADA IBU-IBU AISYIYAH MELALUI STRATEGI PEMBELAJARAN PARTISIPATIF BERORIENTASI KECAKAPAN HIDUP 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pendidikan diyakini sebagai salah satu institusi yang memiliki peran sentral dan strategis dalam proses transformasi sosial serta pemberdayaan insani,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sehari-hari. Akan tetapi wanita sendiri juga memiliki tugas

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sehari-hari. Akan tetapi wanita sendiri juga memiliki tugas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era modern ini peran wanita sangat dibutuhkan dalam membangun perkembangan ekonomi maupun sektor lain dalam kehidupan sehari-hari. Akan tetapi wanita sendiri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Ketakutan Sukses. Menurut Horner dalam Riyanti (2007) k etakutan untuk sukses adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Ketakutan Sukses. Menurut Horner dalam Riyanti (2007) k etakutan untuk sukses adalah 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ketakutan Sukses 1. Pengertian Ketakutan Sukses Menurut Horner dalam Riyanti (2007) k etakutan untuk sukses adalah disposisi yang bersifat stabil dan mulai muncul sejak awal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberantas kemiskinan yang tujuannya untuk mensejahterakan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. memberantas kemiskinan yang tujuannya untuk mensejahterakan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kajian perempuan merupakan suatu kajian yang sangat menarik perhatian. Hal ini terbukti banyak penelitian tentang kaum perempuan. Perempuan merupakan hal penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Partisipasi pekerja perempuan di Indonesia setiap tahun semakin meningkat. Jika

BAB I PENDAHULUAN. Partisipasi pekerja perempuan di Indonesia setiap tahun semakin meningkat. Jika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Partisipasi pekerja perempuan di Indonesia setiap tahun semakin meningkat. Jika dahulu dunia pekerjaan hanya didominasi oleh kaum laki-laki, sekarang fenomena tersebut

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. ontribusi sosial budaya. Perbedaan peran ini bukan disebabkan perbedaan

TINJAUAN PUSTAKA. ontribusi sosial budaya. Perbedaan peran ini bukan disebabkan perbedaan TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Gender Gender menggambarkan peran laki-laki dan perempuan sebagai hasil dari ontribusi sosial budaya. Perbedaan peran ini bukan disebabkan perbedaan biologis, melainkan oleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pola hidup mengacu pada cara-cara bagaimana menjalani hidup dengan cara yang baik dan

I. PENDAHULUAN. Pola hidup mengacu pada cara-cara bagaimana menjalani hidup dengan cara yang baik dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pola hidup mengacu pada cara-cara bagaimana menjalani hidup dengan cara yang baik dan wajar. Di era globalisasi ini banyak orang yang kurang memperdulikan bagaimana

Lebih terperinci

GENDER DALAM PERKEMBANGAN MASYARAKAT. Agustina Tri W, M.Pd

GENDER DALAM PERKEMBANGAN MASYARAKAT. Agustina Tri W, M.Pd GENDER DALAM PERKEMBANGAN MASYARAKAT Agustina Tri W, M.Pd Manusia dilahirkan o Laki-laki kodrat o Perempuan Konsekuensi dg sex sbg Laki-laki Sosial Konsekuensinya dg sex sbg Perempuan 2 Apa Pengertian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu isu yang muncul menjelang berakhirnya abad ke-20 adalah persoalan gender. Isu tentang gender ini telah menjadi bahasan yang memasuki setiap analisis sosial. Gender

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan

BAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perempuan oleh masyarakat kadang-kadang masih dianggap sebagai manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan tidak lebih penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. upaya dari anggota organisasi untuk meningkatkan suatu jabatan yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. upaya dari anggota organisasi untuk meningkatkan suatu jabatan yang ada. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Masyarakat hidup secara berkelompok dalam suatu kesatuan sistem sosial atau organisasi. Salah satu bidang dalam organisasi yaitu bidang politik (Wirawan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan salah satu cabang kesenian yang selalu berada dalam peradaban manusia semenjak ribuan tahun lalu. Penelitian terhadap karya sastra penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pengasuhan anak merupakan kebutuhan pokok bagi orang tua dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pengasuhan anak merupakan kebutuhan pokok bagi orang tua dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengasuhan anak merupakan kebutuhan pokok bagi orang tua dalam memenuhi kewajiban maupun tanggung jawab kepada anak-anaknya. Pengasuhan dan pendidikan pertama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengubah keadaan tertentu menjadi kondisi yang lebih baik. Perubahan itu harus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengubah keadaan tertentu menjadi kondisi yang lebih baik. Perubahan itu harus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan sebuah upaya multi dimensional untuk mengubah keadaan tertentu menjadi kondisi yang lebih baik. Perubahan itu harus disertai peningkatan harkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa dewasa. Perubahan pada masa remaja mencakup perubahan fisik, kognitif, dan sosial. Perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berkembangnya jaman dan arus globalisasi membuat tidak sedikit

BAB I PENDAHULUAN. Berkembangnya jaman dan arus globalisasi membuat tidak sedikit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berkembangnya jaman dan arus globalisasi membuat tidak sedikit perempuan yang berkesempatan berkarir di luar rumah dan menduduki posisiposisi penting di perusahaannya.

Lebih terperinci

BAB VI PERSEPSI IDENTITAS GENDER DAN AGEN SOSIALISASI YANG MEMPENGARUHINYA

BAB VI PERSEPSI IDENTITAS GENDER DAN AGEN SOSIALISASI YANG MEMPENGARUHINYA 82 BAB VI PERSEPSI IDENTITAS GENDER DAN AGEN SOSIALISASI YANG MEMPENGARUHINYA 6.1 Identitas Gender Mahasiswa Sub-bab ini bertujuan menjawab salah satu tujuan penelitian, yaitu untuk mengidentifikasi identitas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan Sumberdaya Manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki keterampilan yang memadai. Mahasiswa bukan hanya mampu

BAB I PENDAHULUAN. memiliki keterampilan yang memadai. Mahasiswa bukan hanya mampu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hakekat belajar di Perguruan Tinggi adalah membangun pola pikir dalam struktur kognitif mahasiswa, bukan sekedar untuk memperoleh materi kuliah sebanyak-banyaknya

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. mengenai program Kampung Ramah Anak, lahir melalui proses yang simultan dan

BAB V PENUTUP. mengenai program Kampung Ramah Anak, lahir melalui proses yang simultan dan BAB V PENUTUP V.1 Kesimpulan Konstruksi sosial yang dibangun oleh warga RW 11 Kampung Badran mengenai program Kampung Ramah Anak, lahir melalui proses yang simultan dan berlangsung secara dialektis yakni

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu

TINJAUAN PUSTAKA. mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Motivasi Konsumen Motivasi berasal dari kata latin mavere yang berarti dorongan/daya penggerak. Yang berarti adalah kekuatan penggerak dalam diri konsumen yang memaksa bertindak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perempuan memiliki peran dan fungsi yang sangat strategis didalam keluarga dan masyarakat. Sayangnya, banyak yang tidak bisa memainkan peran dan fungsinya dengan baik

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Populasi dan Sampel

METODE PENELITIAN Desain Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Populasi dan Sampel METODE PENELITIAN Desain Penelitian Penelitian didesain sebagai penelitian survei yang bersifat deskriptif korelasional. Menurut Singarimbun dan Effendi (2006) desain penelitian survei adalah penelitian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Seksual Pranikah 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah Menurut Sarwono (2005) perilaku seksual pranikah adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KESADARAN GENDER DENGAN PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP CITRA PEREMPUAN DriLAM IKLAN DI TELEVISI

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KESADARAN GENDER DENGAN PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP CITRA PEREMPUAN DriLAM IKLAN DI TELEVISI HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KESADARAN GENDER DENGAN PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP CITRA PEREMPUAN DriLAM IKLAN DI TELEVISI (Kasus Mahasiswa Asrama Tingkat Persiapan Bersama, Institut Pertanian Bogor Tahun Ajaran

Lebih terperinci