BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini dijelaskan mengenai teori teori dan konsep mendasar yang kemudian akan digunakan sebagai landasan pemikiran dalam penelitian untuk membahas dan menganalisis permasalahan yang telah diangkat. 2.1 Simplisia Subbab ini mengulas tentang landasan teori yang menyangkut tentang simplisia yang meliputi penjelasan mengenai pengertian simplisia, cara pembuatan, dan kualitas dari simplisia. Menurut Ditjen POM (1982) dalam Sembiring (2012), simplisia merupakan bahan alami yang digunakan sebagai bahan baku obat yang belum mengalami pengolahan tetapi sudah dikeringkan. Simplisia merupakan bentuk produk yang paling banyak digunakan sebagai bahan baku dalam industri obat tradisional. Tahapan pengolahan jahe segar menjadi simplisia siap kirim menurut Balittro terdapat delapan tahapan sebagai berikut : 1. Penyortiran Pertama Penyortiran pertama dilakukan dengan tujuan untuk memisahkan rimpang jahe segar yang berkualitas baik dengan yang buruk atau rusak atau busuk serta memisahkan benda-benda asing atau kotoran yang terbawa saat proses panen. 2. Pencucian Pencucian dilakukan untuk menghilangkan kotoran dan mengurangi mikroba-mikroba yang menempel pada jahe. Pencucian harus dilakukan dengan air bersih, pencucian dengan air yang tidak bersih menyebabkan mikroba pada jahe tidak berkurang bahkan mungkin malah bertambah. Pencucian dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu perendaman bertingkat, penyemprotan, dan penyikatan. Pencucian sebaiknya dilakukan dengan secepat mungkin untuk menghindari larut dan terbuangnya zat-zat penting yang terdapat pada jahe. 3. Penirisan Penirisan dilakukan untuk menghilangkan air pada luaran jahe. Setelah penirisan dilakukan proses penimbangan berat jahe untuk mengetahui berat bersih jahe sebelum diolah. II-1

2 4. Perajangan Perajangan dilakukan untuk mempercepat proses pengeringan dan untuk mempermudah proses selanjutnya seperti penyortiran, pengemasan, dan lain lain. Ketebalan perajangan untuk rimpang jahe berkisar antara 3-5 cm atau sesuai dengan permintaan pasar. Ukuran ketebalan sangat mempengaruhi kualitas simplisia, jika terlalu tipis akan berdampak pada mudah hilangnya kandungan zatzat penting pada rimpang, jika terlalu tebal akan berdampak pada kadar air yang sulit untuk hilang atau kering. Bentuk irisan rimpang sebaiknya dilakukan membujur (split) dengan tujuan untuk mendapatkan minyak atsiri yang tinggi. Alat yang digunakan untuk merajang sebaiknya berbahan stainless steel atau bahan anti karat lainnya. 5. Pengeringan Pengeringan dilakukan untuk mengawetkan atau menghambat proses pembusukan dengan cara mengurangi kadar air hingga ukuran tertentu. Dalam proses pengeringan, temperatur merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap hasil kualitas simplisia. Temperatur yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kandungan penting pada rimpang mudah hilang, sebaliknya jika temperatur terlalu rendah berakibat rimpang kurang kering yang berdampak pada mudahnya tumbuh jamur dan proses pengeringan membutuhkan waktu yang lama. Pada umumnya temperatur pengeringan adalah antara C dan hasil yang baik dari proses pengeringan adalah simplisia yang mengandung kadar air 10%. Untuk rimpang jahe, proses pengeringan dapat dilakukan pada temperatur yang berkisar pada C dengan tingkat kelembaban 32,8-53,3%. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam proses pengeringan adalah kebersihan (khususnya pengeringan menggunakan sinar matahari), kelembaban udara, aliran udara dan tebal bahan (tidak saling menumpuk). 6. Penyortiran kedua Penyortiran kedua dilakukan untuk memisahkan hasil simplisia kering yang baik dengan yang rusak serta memisahkan benda-benda asing atau kotoran yang mungkin masuk akibat proses sebelumnya. Setelah penyortiran, dilakukan penimbangan kembali untuk mendapatkan berat simplisia setelah dikeringkan. 7. Pengemasan II-2

3 Pengemasan dilakukan dengan menggunakan plastik, karung goni, atau bahan lain yang dapat menjaga mutu simplisia. Bahan yang digunakan harus bersih, mudah dipakai, tidak bereaksi dengan zat atau kandungan simplisia, dan dapat melindungi simplisia. Dalam proses pengemasan perlu dilakukan juga pelabelan pada kemasan simplisia yang memuat informasi penting meliputi identitas kemasan, berat kemasan, dan lain-lain. 8. Penyimpanan Penyimpanan dapat dilakukan di ruang biasa (temperatur kamar) maupun ruang ber-ac. Ruang penyimpanan harus bersih, sirkulasi udara yang baik, tidak lembab, dan bebas dari hama gudang. Ruang penyimpanan tidak boleh bercampur dengan bahan atau simplisia lainnya atau penyimpanan alat. Temperatur ruang penyimpanan tidak boleh melebihi 30 0 C, mempunyai sirkulasi yang baik, dan tidak ada kebocoran saat hujan. Tingkat kelembapan ruang penyimpanan serendah mungkin (65 0 C) untuk menghindari penyerapan air yang dapat menurunkan kualitas simplisia. Ruang penyimpanan harus steril dari gangguan hewan dan hama dan tidak terkena sinar matahari secara langsung. Simplisia jahe sebagai bahan baku obat tradisional harus memenuhi standar kualitas yang ditentukan agar produk olahan dari simplisia yang berupa obat obatan tradisional dapat memiliki kualitas yang baik. Badan Standardisasi Nasional melalui SNI memiliki persyaratan khusus yang mengatur tentang simplisia jahe agar bisa dikategorikan memiliki mutu yang baik. Persyaratan tersebut dijelaskan pada Tabel 2.1 berikut Tabel 2.1 Standar Rimpang Bermutu Baik Menurut BSN No. Jenis uji Satuan Persyaratan 1. Rimpang yang terkelupas kulitnya (R/jml R), % 5 maks. 2. Rimpang busuk (R/jml R) % 0 3. Kadar abu, maks. % 5 4. Kadar ekstrak yang larut dalam air, maks. % 15,6 5. Kadar ekstrak yang larut dalam etanol min. % 4,3 6. Benda asing, maks. % 2 7. Kadar minyak atsiri, min. % 1,5 8. Kadar timbel maks. mg/kg 1 II-3

4 Tabel 2.1 Standar Rimpang Bermutu Baik Menurut BSN (lanjutan) 9. Kadar arsen mg/kg Negatif 10. Kadar tembaga mg/kg Angka lempeng total koloni/ 1 x 10 7 g 12. Telur nematoda butir/g Kapang dan khamir koloni/ g Maks 10 4 Sumber: Badan Standardisasi Nasional, 2005 Selain Badan Standardisasi Nasional (BSN), Materia Med Indonesia dalam Sembiring (2012) juga memiliki standar khusus yang mengatur tentang simplisia jahe agar bisa dikategorikan memiliki mutu yang baik. Persyaratan tersebut dijelaskan pada Tabel 2.2 berikut. Tabel 2.2 Standar Rimpang Bermutu Baik Menurut Materia Med Indonesia No. Karakteristik Nilai 1. Kadar air Max 12% 2. Kadar minyak atsiri Max 1,5% 3. Kadar abu Max 8,0% 4. Patogen Tidak ada 5. Benda asing Max 2,0% 6. Benda asing, maks Kadar minyak atsiri, min. 1,5 8. Kadar timbe, maks Kadar arsen negatif 10. Kadar tembaga Angka lempeng total 1 x Telur nematoda Kapang dan khamir Maks 10 4 Sumber: Sembiring, 2012 II-4

5 2.2 Pengembangan Produk Dalam melakukan perancangan pengembangan produk, Ulrich dan Eppinger (2001) menyusun beberapa tahapan proses seperti berikut. Fase 0 (Perencanaan) Fase 2 (Perancangan Tingkat Sistem) Fase 4 (Pengujian dan Perbaikan) Fase 1 (Pengembangan Konsep) Fase 3 (Perancangan Detail) Fase 5 (Peluncuran Produk) Gambar 2.1 Proses Pengembangan Produk Sumber : Ulrich,Eppinger, Perencanaan Kegiatan perencanaan ini dianggap sebagai zerofase karena kegiatan ini mendahului persetujuan proyek dan proses peluncuran penegembangan produk aktual. Di dalamnya termasuk perencaanaan pemasaran, desain, manufaktur, serta fungsi-fungsi lainnya (misalnya keuangan dan manajemen umum). Ulrich (2001) telah membagi menjadi empat tipe proyek pengembangan produk, yaitu: a. Platform Produk Baru Tipe proyek ini melibatkan usaha pengembangan utama untuk merancang suatu keluarga produk baru berdasarkan platform yang baru dan umum. Keluarga produk baru akan memasuki kategori pasar dan produk yang sudah dikenal. b. Turunan dari Platform Produk yang Telah Ada Proyek-proyek ini memperpanjang platform produk supaya lebih baik dalam memasuki pasar yang telah dikenal dengan satu atau lebih produk baru. II-5

6 c. Peningkatan Perbaikan untuk Produk yang Telah Ada Proyek-proyek ini mungkin hanya melibatkan penambahan atau modifikasi beberapa detil produk dari produk yang telah ada dalam rangka menjaga lini produk yang ada saingannya. d. Pada Dasarnya Produk Baru Proyek-proyek ini melibatkan produk yang sangat berbeda atau teknologi produksi dan mungkin membantu untuk memasuki pasar yang belum dikenal dan baru Pengembangan Konsep Pada fase ini, kebutuhan pasar target diidentifikasi melalui tahapan identifikasi kebutuhan pengguna yang kemudian ditranslasikan menjadi kebutuhan teknis melalui spesifikasi produk, alternatif konsep-konsep produk dibangkitkan dan dievaluasi melalui tahapan penyusunan konsep, dan satu atau lebih konsep dipilih melalui tahapan seleksi konsep untuk pengembangan lebih jauh Perancangan Tingkat Sistem Fase perancangan tingkat sistem mencakup definisi arsitektur produk dan uraian produk menjadi subsistem-subsistem serta komponen-komponen. Gambaran rakitan akhir untuk sistem produk biasanya didefinisikan selama fase ini. Output pada fase ini biasanya mencakup tata letak bentuk produk, spesifikasi secara fungsional dari tiap subsistem produk, serta diagram aliran proses pendahuluan untuk proses rakitan akhir Perancangan Tingkat Detail/Rinci Tahapan ini mencakup spesifikasi lengkap produk dari mulai bentuk, material, dan toleransi-toleransi dari seluruh komponen yang menyusun produk. Output dari tahapan ini adalah gambar pada file komputer tentang bentuk tiap komponen dan peralatan produksinya, spesifikasi komponen yang dibeli, serta rencana proses untuk pabrikasi dan perakitan produk Pengujian dan Perbaikan Tahapan ini melibatkan konstruksi dan evaluasi dari bermacam-macam versi produksi awal produk. Prototipe awal (alpha) biasanya dibuat dengan menggunakan komponen-komponen dengan bentuk dan jenis material pada II-6

7 produksi sesungguhnya, namun tidak memerlukan proses pabrikasi dengan proses yang sama dengan yang dilakukan pada produk sesungguhnya. Tujuan pembuatan prototipe awal tersebut adalah untuk menentukan apakah produk akan bekerja sesuai dengan yang direncanakan dan apakah produk memenuhi kebutuhan konsumen utama. Prototipe kedua (beta) biasanya dibuat dengan komponenkomponen yang dibutuhkan pada produksi namun tidak dirakit dengan menggunakan proses perakitan akhir seperti pada perakitan sesungguhnya. Tujuan pembuatan prototipe ini adalah untuk mengevalusi secara internal mengenai kinerja dan keandalan produk secara lebih teknis Peluncuran Produk atau Produksi Awal Pada fase ini produk dibuat dengan menggunakan sistem produksi yang sesungguhnya. Tujuan dari produksi awal adalah untuk melatih tenaga kerja dalam memecahkan permasalahan yang mungkin timbul pada proses produksi sesungguhnya. Produk-produk yang dihasilkan selama produksi awal kadangkadang disesuaikan dengan keinginan pelanggan dan secara hati-hati dievaluasi untuk mengidentifikasi kekurangan-kekurangan yang timbul. 2.3 Pengeringan Menggunakan Energi Surya (Solar Dryer) Menurut Hii, dkk. (2012), solar dryer merupakan suatu mekanisme pengeringan dengan memanfaatkan energi panas sinar matahari yang telah digunakan sejak jaman dahulu untuk mengeringkan tanaman, biji-bijian, buah, daging, dan produk pertanian lainnya. Secara umum pengeringan menggunakan energi surya (solar dryer) diklasifikasikan menjadi 3 jenis, yaitu: Natural Solar Energy Dryer Natural solar energy dryer merupakan mekanisme pengeringan yang memanfaatkan sinar matahari dengan penjemuran secara langsung. Sehingga panas matahari secara langsung mengenai objek yang dikeringkan. Pengeringan menggunakan panas matahari secara alami (natural solar energy dryer) dapat dilakukan secara langsung pada tanaman, pengeringan di atas tanah atau lantai, dan pengeringan menggunakan rak. Ilustrasi proses pengeringan tersebut ditunjukkan pada Gambar 2.2 berikut. II-7

8 Gambar 2.2 Natural Solar Dryer Sumber : Hii, dkk Passive Solar Energy Dryer Passive solar energy dryer merupakan mekanisme pengeringan yang memanfaatkan sinar matahari pada suatu ruangan atau kabinet pengering dengan mekanisme aliran udara secara alami. Passive solar energy dryer diklasifikasikan menjadi 3 kategori, yaitu Integral (Direct), Distributed (Indirect), dan Hybrid (mixed). Integral (direct) merupakan mekanisme pengeringan pada suatu ruang atau kabinet dengan mekanisme aliran udara dimana sinar matahari masuk secara langsung pada ruang pengering atau kabinet (biasanya menggunakan media kaca), sedangkan Distributed (Indirect) merupakan mekanisme pengeringan pada suatu ruang pengering atau kabinet dengan mekanisme aliran udara dimana sinar matahari tidak mengenai secara langsung pada ruang pengering atau kabinet akan tetapi menggunakan media penampung panas (collector). Collector pada mekanisme Indirect berfungsi untuk mengubah udara yang masuk pada ruang pengering menjadi udara panas. Hybrid (mixed) merupakan mekanisme gabungan antara Integral (Direct) dan Distributed (Indirect) Active Solar Energy Dryer Active solar energy dryer merupakan mekanisme pengeringan yang memanfaatkan sinar matahari pada suatu ruangan atau kabinet pengering dengan mekanisme aliran udara buatan (misal menggunakan bantuan kipas). Active solar II-8

9 energy dryer diklasifikasikan menjadi 3 kategori, yaitu Integral (Direct), Distributed (Indirect), dan Hybrid (mixed). Sama hal nya dengan passive solar energy dryer, mekanisme integral berarti sinar matahari secara langsung mengenai ruang pengering, mekanisme distributed berarti adanya media pengumpul panas, dan mekanisme mixed merupakan gabungan keduanya, yang membedakan ialah mekanisme aliran udaranya, active menggunakan aliran udara buatan sedangkan passive menggunakan aliran udara alami. Untuk lebih jelasnya, perbedaan dari active dan passive solar energy dryer dapat ditunjukkan pada Gambar 2.3. Gambar 2.3 Jenis Solar Dryer Sumber : Ekechukwu dan Norton, Alat Pengering yang Sudah Ada Banyak penelitian di beberapa negara telah membuat dan mengembangkan alat pengering solar dryer. Beberapa di antaranya adalah: Solar Dryer with a Biomass Back Up Heating System (Kirirat, 2006) Kirirat, dkk. (2006) mendesain alat pengering menggunakan sumber energi panas matahari (solar dryer) dengan sistem back up energi panas kompor biomassa sebagai sumber energi panas pengeringan. Kompor biomassa digunakan sebagai cadangan energi apabila energi panas dari sinar matahari tidak dapat dipergunakan, misalnya pada malam, cuaca mendung, atau hujan. Alat pengering ini tergolong dalam tipe indirect passive solar dryer yaitu solar dryer yang menggunakan panas matahari secara tidak langsung (indirect), menggunakan solar collector, dan menggunakan mekanisme aliran udara secara alami (passive). Alat pengering ditujukan untuk mengeringkan tanaman obat Thailand dan telah II-9

10 diuji coba pada tanaman obat Rhinacanthus Nasutus (Linn). Berikut ilustrasi rancangan pengering milik Kirirat, dkk. (2006) yang ditunjukkan pada gambar 2.4. Gambar 2.4 Ilustrasi Rancangan Alat Pengering Kirirat (2006) Sumber : Kirirat, dkk Greenhouse Solar Dryer (Janjai, dkk. 2004) Janjai (2004) telah mendesain solar dryer dengan bentuk seperti parabola berukuran cukup besar layaknya sebuah rumah dengan panjang dan lebar sekitar 5,5 m x 8 m yang dibangun di atas lantai yang terbuat dari batu bata. Greenhouse solar dryer tersebut diselimuti oleh plat polycarbonate yang digunakan sebagai material penyerap energi panas dari sinar matahari. Di bagian atas terdapat tiga lubang kipas ventilasi udara dengan daya sebesar 50 watt. Solar dryer yang didesain oleh Janjai, dkk. (2004) ini digunakan untuk mengeringkan produk pisang dengan daya tampung sekitar 50 kilogram pisang dalam jangka waktu pengeringan selama 3 hari. Berikut rancangan greenhouse solar dryer (Janjai, 2004) yang ditunjukkan pada Gambar 2.5. Gambar 2.5 Rancangan Alat Pengering Greenhouse Solar Dryer Sumber : Janjai, 2004 II-10

11 2.4.3 Direct Solar Box Dryer (Kumar, dkk. 2005) Alat pengering yang didesain oleh Asian Institute of Technology (AIT) ini berbentuk kotak (box) yang dimiringkan ke arah datangnya sinar matahari. Alat ini memanfaatkan panas sinar matahari secara langsung (direct) dengan aliran udara secara alami (indirect). Di dalam alat pengering tersebut terdapat dua rak pengering yang rangkanya terbuat dari aluminium dengan jaring (mesh) berbahan stainless steel. Kaca bagian atas yang berfungsi sebagai glazing, dapat dibuka dan ditutup untuk keperluang proses loading dan unloading. Alat ini telah diuji untuk mengeringkan berbagai macam buah-buahan dan sayuran, termasuk apel, pisang, cabai, dan jamur dengan temperatur pengeringan di dalam alat sekitar C. Berikut rancangan alat pengering tersebut yang ditunjukkan pada gambar 2.6. Gambar 2.6 Rancangan Alat Pengering Direct Solar Box Dryer Sumber : Kumar, dkk Chimney-type Solar Cabinet Dryer (Kumar, dkk. 2005) Alat pengering ini terdiri dari kabin pengering berbentuk persegi dengan rangka yang terbuat dari kayu. Udara masuk melalui lubang ventilasi yang berada pada bagian depan kabin pengering yang diberi penutup berupa kelambu (mosquito mesh) untuk mencegah serangga masuk. Sementara itu proses loading dan unloading pengeringan dilakukan pada sisi lainnya dengan total pengeringan sebesar 70 kilogram. Bagian bawah kabin pengering dilengkapi dengan penutup dari plastik hitam, sedangkan bagian atas kabin pengering dilengkapi dengan lubang ventilasi, agar udara dan uap air hasil pengeringan bisa keluar. Berikut II-11

12 ilustrasi rancangan alat pengering tersebut yang ditunjukkan pada Gambar 2.7. Gambar 2.7 Rancangan Alat Pengering Chimney-type Solar Cabinet Dryer Sumber : Kumar, dkk Improved Solar Box Dryer (Kumar, dkk. 2005) Research Centre for Applied Science and Technology (RECAST) telah mendesain ulang rancangan solar box dryer agar panas yang hilang pada saat pengeringan dapat berkurang serta penanganan pemindahan alat pengering yang lebih mudah. Hasilnya adalah rancangan alat pengering yang terdiri dari kabinet pengering dan di atasnya dilengkapi cerobong yang digunakan sebagai lubang jalur keluarnya uap air hasil pengeringan. Di bagian permukaan kabin pengering dipasang kaca jendela (window glass) yang digunakan untuk menangkap dan menjebak sinar matahari (glazing). Rak pengering yang berada di dalam kabin pengering mempunyai desain yang tipis dan dapat ditarik keluar untuk proses loading dan unloading pengeringan. Alat pengering ini telah diuji untuk mengeringkan berbagai macam produk pertanian seperti wortel, jahe, jamur, kentang, dan labu dengan hasil pengeringan yang cukup memuaskan. Berikut rancangan alat pengering tersebut yang ditunjukkan pada Gambar 2.8. Gambar 2.8 Rancangan Alat Pengering Improved Solar Box Dryer Sumber : Kumar, dkk II-12

13 2.4.6 Improved Solar Cabinet Dryer (Kumar, dkk. 2005) Untuk meningkatkan efektivitas penggunaan energi panas, kemudahan operasional, dan untuk mengurangi biaya; Research Centre for Applied Science and Technology (RECAST) telah mengembangkan desain solar cabinet dryer. Alat pengering ini terdiri dari solar collector sebagai bagian yang menangkap panas, kabin pengering, serta cerobong yang dipasang pada bagian atas kabin pengering. Alat pengering ini tergolong dalam tipe hybrid passive solar dryer dimana mekanisme pengeringannya memanfaatkan panas sinar matahari secara langsung (direct) dan tidak langsung (indirect) melalui aliran udara panas secara alami (passive). Mekanisme pengeringan sinar matahari secara langsung (direct) didapatkan dengan menempatkan kaca tembus sinar pada bagian atas kabin pengering. Alat pengering ini telah diuji dan bisa untuk mengeringkan 10 kilogram produk pertanian seperti wortel, jahe, jamur, kentang, labu dengan hasil yang cukup memuaskan. Berikut rancangan alat pengering tersebut yang ditunjukkan pada Gambar 2.9. Gambar 2.9 Rancangan Alat Pengering Improved Solar Cabinet Dryer Sumber : Kumar, dkk II-13

14 2.4.7 Improved Solar Tunnel Dryer (Kumar, dkk. 2005) Alat pengering ini terdiri dari beberapa modular penangkap panas (solar collector) yang berjenis flat plate air heating solar collector dan kabin pengering yang tersambung membentuk seperti terowongan (tunnel) sepanjang 17 meter. Sebuah kipas dengan daya 370W dihubungkan di ujung belakang alat pengering untuk menghembuskan angin dari udara luar menuju kabin pengering. Struktur rangka solar collector dan kabin pengering terbuat dari kayu dan di atasnya digunakanlah kaca jendela (window glass) yang digunakan untuk menangkap dan menjebak panas sinar matahari (glazing). Alat pengering ini dapat menampung sekitar 70 kilogram sayuran segar seperti bawang, wortel, jamur, dan jahe dalam sekali pengeringan. Berikut rancangan alat pengering tersebut yang ditunjukkan pada Gambar Gambar 2.10 Rancangan Alat Pengering Improved Solar Tunnel Dryer Sumber : Kumar, dkk Distributed (indirect) Solar Passive Dryer (Susilo, dkk. 2014) Alat pengering yang dirancang oleh Susilo, dkk.(2014) menggunakan panas inar matahari secara tidak langsung (indirect) sebagai sumber energi utama. Disebut tidak langsung (indirect) karena pada alat tersebut terdapat panel collector yang digunakan sebagai media untuk menangkap panas dari sinar matahari. Setelah itu aliran udara secara alami (passive) dialirkan melalui collector tersebut menuju kabin pengering. Berikut ilustrasi rancangan alat pengering tersebut yang ditunjukkan pada Gambar II-14

15 Gambar 2.11 Rancangan Alat Pengering Solar Dryer Susilo, dkk.(2014) Sumber : Susilo, dkk Secara garis besar, alat pengering yang dirancang oleh Susilo, dkk.(2014) terdiri dari beberapa bagian utama, yaitu papan collector, kabin pengering, dan exhaust. Papan collector berfungsi untuk menangkap panas yang berasal dari sinar matahari. Di bagian depan collector juga terdapat air inlet yang digunakan sebagai lubang masuk udara. Udara yang masuk melalui air inlet ini ketika melewati bagian dalam collector akan menjadi udara panas yang kemudian akan dibawa ke kabin pengering. Sedangkan exhaust berfungsi untuk mengeluarkan uap air hasil pengeringan. Kabinet pengering didesain dengan sistem rak yang berjumlah 4 rak dengan masing-masing rak berukuran panjang dan lebar 0,6 m x 0,7 m. Untuk mengetahui sebaran temperatur pengeringan yang dihasilkan alat pengering, Susilo, dkk.(2014) melakukan pengujian secara langsung menggunakan thermometer yang diletakkan pada bagian tengah masing-masing rak. Dari pengujian tersebut diperoleh temperatur maksimum sebesar 690C pada kondisi cerah dengan kelembaban sebesar 35%, pada kondisi berawan didapatkan maksimum temperatur sebesar 550C dengan kelembaban sebesar 45%, dan pada kondisi mendung didapatkan maksimum temperatur sebesar 440C dengan kelembaban sebesar 46%. Berikut prototype alat pengering hasil rancangan Susilo, dkk. (2014) yang ditunjukkan pada Gambar II-15

16 Gambar 2.12 Prototipe Alat Pengering Solar Dryer Susilo, dkk.(2014) Sumber : Susilo, dkk Mixed-mode Solar Cabinet Dryer (SCD) (Eltawil, dkk. 2012) Alat pengering menggunakan energi paparan panas matahari yang dirancang oleh Eltawil, dkk.(2012) menggunakan sistem ventilasi angin yang berfungsi untuk meningkatkankerja kabin pengeringan. Ventilasi angin berbentuk kipas hisap aksial yang dapat berputar dengan baik dalam melakukan penghisapan udara melalui tenaga angin. Berikut ilustrasi rancangan alat pengering tersebut yang ditunjukkan pada Gambar Gambar 2.13 Prototipe Mixed-mode Solar Cabinet Dryer (SCD) Sumber : Scanlin, dkk II-16

17 Hasil studi parametrik menunjukkan bahwa, temperatur tertinggi pengeringan udara tercapai pada temperatur 60 c dengan kemiringan sudut solar kolektor sebesar 30. Pengering kabinet surya dapat mengeringkan keripik kentang dan peppermint dalam satu hari yang cerah. Dengan hasil seperti itu, alat pengering tersebut mampu menjadi alternatif solusi dibandingkan dengan oven listrik mengingat ketersediaan listrik didaerah pedesaan yang masih banyak kendala dengan performa alat pengering yang tidak kalah baik dibanding dengan oven listrik Improving Solar Food Dryers (Scanlin, dkk. 1999) Scanlin dkk. melakukan beberapa pengujian eksperimental mengenai pengembangan pengering makanan dengan energi panas matahari. Dalam penelitian Scanlin, dilakukan beberapa pengembangan cara untuk meningkatkan performa pengeringan makanan menggunakan solar dryers. Cara yang pertama yaitu menerapkan konsep double glazing pada solar collector sehingga panas yang tertangkap akan terperangkap dan tidak kembali terbuang keluar. Pengujian dilakukan dengan menggunakan dua rancangan alat solar dryers yang memiliki kesamaan identik kecuali pada lapisan glazing. Pada rancangan alat pertama dengan konsep single glazing, lapisan luar yang digunakan adalah menggunakan Sun Lite HP, begitu pula pada rancangan alat dengan double glazing lapisan luar menggunakan Sun Lite HP. Akan tetapi,pada rancangan alat double glazing, lapisan dalam menggunakan teflon. Gambar 2.14 Grafik perbandingan Single vs. Double Glazing Sumber : Scanlin, dkk II-17

18 Berdasarkan grafik diatas, rancangan alat menggunakan double glazing menghasilkan temperatur kering yang lebih tinggi dibandingkan dengan rancangan alat menggunakan single glazing. Dengan hasil tersebut, metode double glazing menghasilkan temperatur yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode single layer glazing meskipun dari segi biaya memiliki biaya yang lebih mahal. Kemudian langkah kedua yang dilakukan oleh Scanlin dkk.(1999) adalah dengan mengaplikasikan metode reflector untuk meningkatkan performa dari pengeringan menggunakan solar dryers. Stalin melakukan beberapa perlakuan pada reflektor yaitu dengan memasang reflektor pada dinding secara vertikal, kemudian pada bawah, dan pada bagian samping kolektor panas matahari. Untuk penjelasan mengenai rancangan reflektor pada bagian dinding vertikal dapat dilihat dari gambar dibawah ini : Gambar 2.15 Sudut dan Refleksi Matahari dengan Reflektor Vertikal Sumber : Scanlin, dkk II-18

19 Gambar 2.16 Grafik Perbandingan Vertical Wall Reflector vs. No Reflector Sumber : Scanlin, dkk Berdasarkan grafik diatas, dapat dilihat perbandingan antara performa penggunaan reflektor pada solar dryer dengan adanya reflektor, dalam hal ini vertical reflector, temperatur dari solar dryers dapat meningkat. Hal ini menunjukan bahwa dengan adanya reflector, performa dari solar dryers dapat meningkat. Kemudian, perlakuan kedua yaitu dengan mengimplementasikan reflektor pada bagian bawah kolektor solar, dapat dilihat dari gambar berikut ini : Gambar 2.17 Rancangan Reflektor Bawah pada Posisi Matahari Rendah Sumber : Scanlin, dkk II-19

20 Gambar 2.18 Rancangan Reflektor Bawah pada Posisi Matahari Tinggi Sumber : Scanlin, dkk Pada rancangan tersebut, ditambahkan reflektor pada bagian bawah yaitu menempel pada solar collector dengan sudut yang dapat diubah ubah menyesuaikan dengan posisi matahari. Dengan perlakuan seperti itu, performansi dari solar dryers naik hingga mencapai o F (2,4-4,8 o C). Perlakuan terakhir adalah dengan mengaplikasikan sistem reflector pada bagian samping kolektor. Dengan ini diharapkan mampu menangkap lebih banyak energi panas matahari yang kemudian dipantulkan ke kolektor. Berikut ini merupakan gambaran rancangan dari solar dryer tersebut. Gambar 2.19 Rancangan Alat Reflektor Pada Bagian Samping Sumber : Scanlin, dkk II-20

21 Gambar 2.20 Grafik Perbandingan Hasil Pemanasan Antara Rancangan Vertical Wall dan Side Reflector vs Tanpa Reflektor Sumber : Scanlin, dkk Grafik diatas adalah data hasil uji performa dari solar dryers menggunakan reflektor pada dinding vertikal dan reflektor samping dibandingkan dengan tanpa menggunakan reflektor. Dilihat dari grafik, performa solar dryers menggunakan reflektor jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan tanpa reflektor. 2.5 Solar Collector Menurut Purba, dkk.(2013), Solar collector merupakan suatu alat yang dapat menyerap sinar radiasi matahari, sehingga kemudian dapat memanaskan udara yang ada di dalam ruang kolektor tersebut. Untuk meningkatkan performa pemanasan kabin pengering, improvisasi dapat dilakukan dengan mengembangkan solar collector sehingga kapasitas penyerapan energi panas matahari tinggi. 2.6 Sudut Kemiringan Pangestuningtyas, dkk.(2013) melakukan penelitian mengenai pengaruh sudut kemiringan panel surya terhadap radiasi matahari yang diterima oleh panel surya. Intensitas radiasi matahari yang diterima oleh panel surya dapat dimaksimalkan dengan cara memasang panel surya dengan sudut kemiringan yang tepat. Hal ini dikarenakan posisi kemiringan untuk mendapatkan radiasi II-21

22 matahari ditiap daerah berbeda mengingat lintasan orbit matahari yang berpindah dan bentuk permukaan bumi yang bulat. Penelitian tersebut dilakukan di Semarang Jawa Tengah. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Pangestuningtyas, dkk. (2013) sudut kemiringan dari panel surya untuk dapat menerima radiasi matahari paling tinggi pada saat musim penghujan adalah 1 sedangkan pada musim kemarau sebesar 24. Untuk pemasangan panel surya dalam kurun waktu tahunan, sudut maksimal agar panel surya menerima radiasi matahari paling tinggi sebesar 9. Intensitas radiasi matahari di luar atmosfer bumi bergantung pada jarak antara matahari dengan bumi. Tiap tahun, jarak ini bervariasi antara 1,47 x 10 8 km dan 1,52 x 10 8 km dan hasilnya besar pancaran E0 naik turun antara 1325 W/m 2 sampai 1412 W/m 2. Nilai rata-ratanya disebut sebagai konstanta matahari dengan nilai E0 = 1367 W/m 2. Pancaran ini tidak dapat mencapai ke permukaan bumi. Atmosfer bumi mengurangi intensitas cahaya yang masuk dikarenakan atmosfer juga berperan sebagai insolation yang meliputi pemantulan, penyerapan (oleh ozon, uap air, oksigen, dan karbon dioksida), serta penyebaran (disebabkan oleh molekul udara, partikel debu atau polusi). Di cuaca yang bagus pada siang hari, pancaran bisa mencapai 1000 W/m2 di permukaan bumi. Posisi matahari setiap jam nya mengalami perubahan tempat dan akan menghasilkan suatu sudut yang disebut sudut jam matahari. Sudut jam mataharai adalah sudut penyimpangan matahari disebelah timur atau barat garis bujur lokal karena rotasi pada porosnya sebesar 15 per jam. Sudut jam matahari dapat diketahui dengan rumus : ( ),...persamaan 2.1 t s = waktu (jam) ( ) 2.7 ANOVA Analisis of variance atau ANOVA merupakan salah satu uji parametrik yang berfungsi untuk membedakan nilai rata-rata lebih dari dua kelompok data dengan cara membandingkan variansinya (Ghozali, dkk. 2009). Prinsip uji Anova adalah melakukan analisis variabilitas data menjadi dua sumber variasi yaitu variasi di dalam kelompok (within) dan variasi antar kelompok (between). Bila variasi within dan between sama (nilai perbandingan kedua varian mendekati angka satu), II-22

23 berarti nilai mean yang dibandingkan tidak ada perbedaan. Sebaliknya bila variasi antar kelompok lebih besar dari variasi didalam kelompok, nilai mean yang dibandingkan menunjukkan adanya perbedaan. Uji Anova dapat digunakan untuk menyelidiki apakah ada pengaruh faktor terhadap respon penelitian. Uji-uji yang dapat digunakan antara lain yaitu uji masing masing faktor dan uji interaksi antar faktor. Akan tetapi pada penelitian ini yang dilakukan adalah uji interaksi masing masing faktor. Uji masing-masing faktor dilakukan untuk mengetahui apakah ada pengaruh pada masing-masing faktor secara terpisah terhadap respon. Hipotesis: H0: Faktor tidak memberi pengaruh pada respon H1: Faktor memberi pengaruh pada respon Pengambilan keputusan: Jika nilai p>α, maka H0 diterima Jika nilai p<α, maka H0 ditolak 2.8 Natural Draft Air Flow and Velocity Perbedaan temperatur antara udara luar dengan udara yang berada di dalam ruang menciptakan suatu siklus alami (Natural Draft) yang memaksa udara mengalir baik dari atau menuju ruang tersebut. Arah aliran dari udara tersebut tergantung pada besarnya temperatur luar dan temperatur dalam ruang. Apabila temperatur udara didalam lebih tinggi dibandingkan temperatur luar, kepadatan udara di dalam kurang dari kepadatan udara luar, sehingga udara dingin akan mengalir masuk kedalam ruangan melalui bagian bawah dan udara dalam yang panas akan mengalir dan keluar dari bagian atas ruang. Gambar 2.21 Natural Draft Air Flow Sumber : Engineering Toolbox II-23

24 Untuk mengetahui energi panas yang dihasilkan, terlebih dahulu dilakukan perhitungan mengenai densitas udara yang masuk dengan rumus sebagai berikut : ρ = (1.293 kg/m 3 ) (273 K) / (273 K + t)...persamaan 2.2 ρ = density of air (kg/m 3 ) t = the actual temperature ( o C) Kemudian dicari kecepatan udara yang masuk kedalam kotak pengumpul panas dengan rumus sebagai berikut : v = [(2 g (ρ o - ρ r ) h ) / ( λ l ρ r / d h + Σξ ρ r )] 1/2...persamaan 2.3 v = kecepatan udara (m/s) ρ o = densitas diluar (kg/m 3 ). ρ r = densitas didalam (kg/m 3 ) g = gravitasi (m/s 2 ) h = ketinggian (m) Setelah diketahui densitas dan kecepatan dari udara kemudian didapatkan q = π d 2 h /4 [(2 g (ρ o - ρ r ) h ) / ( λ l ρ r / d h + Σξ ρ r )] 1/2...persamaan 2.4 dimana : q = air volume (m 3 /s) g = gravitasi (m/s 2 ) ρ = densitas (kg/m 3 ) h = ketinggian (m) λ = koefisien darcy (0,019) d h = diameter lubang (m) Setelah diketahui kapasitas aliran udara kemudian dikonversikan ke massa dan dihitung mengenai energi panas yang dihasilkan dengan rumus : Q = mc ΔT...persamaan 2.5 dimana : Q = Energi Kalor (Joule) m = Massa (Kg) c = Kapasitas Kalor (J/KgK) ΔT = Selisih Temperatur ( o C) II-24

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL Pada bab ini dibahas mengenai pemaparan analisis dan interpretasi hasil dari output yang didapatkan penelitian. Analisis penelitian ini dijabarkan dan diuraikan pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi mengenai konsep dan teori yang digunakan dalam penelitian sebagai landasan dan dasar pemikiran untuk membahas serta menganalisis permasalahan yang diangkat. 2.1 Simplisia

Lebih terperinci

Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan

Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan tepat untuk mengurangi terbawanya bahan atau tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini, akan dibahas mengenai ruang lingkup penelitian yang mencakup latar belakang permasalahan, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, asumsi

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA. Gambar 4.1 Rancangan Alat Pengering Solar Dryer Susilo, dkk. (2014) commit to user

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA. Gambar 4.1 Rancangan Alat Pengering Solar Dryer Susilo, dkk. (2014) commit to user BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA Pada bab ini berisi pemaparan mengenai tahapan tahapan pengumpulan dan pengolahan data. Tahapan tahapan pengumpulan dan pengolahan data kemudian dijabarkan dan diuraikan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini dibahas mengenai tahapan-tahapan yang dilakukan dalam melaksanakan penelitian beserta penjabaran singkat mengenai tahapan tahapan yang dilakukan. Berikut ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PENGERINGAN Pengeringan adalah proses pengurangan kelebihan air yang (kelembaban) sederhana untuk mencapai standar spesifikasi kandungan kelembaban dari suatu bahan. Pengeringan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN ALAT PENGERING SIMPLISIA JAHE MENGGUNAKAN SUMBER PANAS SINAR MATAHARI DENGAN BACKUP PANAS KOMPOR

PENGEMBANGAN ALAT PENGERING SIMPLISIA JAHE MENGGUNAKAN SUMBER PANAS SINAR MATAHARI DENGAN BACKUP PANAS KOMPOR PENGEMBANGAN ALAT PENGERING SIMPLISIA JAHE MENGGUNAKAN SUMBER PANAS SINAR MATAHARI DENGAN BACKUP PANAS KOMPOR Benazir Imam Arif Muttaqin 1, Retno Wulan Damayanti 2, Sukmaji Indro Cahyono 3 1,2 Program

Lebih terperinci

Jahe untuk bahan baku obat

Jahe untuk bahan baku obat Standar Nasional Indonesia Jahe untuk bahan baku obat ICS 11.120.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi...

Lebih terperinci

DESAIN SISTEM KONTROL PENGERING SURYA DAN HEATER

DESAIN SISTEM KONTROL PENGERING SURYA DAN HEATER DESAIN SISTEM KONTROL PENGERING SURYA DAN HEATER Teguh Prasetyo Teknik Industri, Universitas Trunojoyo Jl. Raya Telang, Bangkalan, Madura, Indonesia e-mail: tyo_teguhprasetyo@yahoo.com ABSTRAK Dalam suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi beberapa hal pokok mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, asumsi, dan sistematika penulisan yang digunakan.

Lebih terperinci

PENANGANAN PASCA PANEN YANG BAIK (GOOD HANDLING PRACTICES/GHP) RIMPANG

PENANGANAN PASCA PANEN YANG BAIK (GOOD HANDLING PRACTICES/GHP) RIMPANG PENANGANAN PASCA PANEN YANG BAIK (GOOD HANDLING PRACTICES/GHP) RIMPANG Balai Besar Pelatihan Pertanian Ketindan Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian Kementerian Pertanian (2017) TUJUAN PEMBELAJARAN

Lebih terperinci

PENENTUAN KONSEP PERANCANGAN ALAT PENGERING SIMPLISIA JAHE MENGGUNAKAN SUMBER PANAS SINAR MATAHARI DENGAN BACKUP PANAS KOMPOR BIOMASSA

PENENTUAN KONSEP PERANCANGAN ALAT PENGERING SIMPLISIA JAHE MENGGUNAKAN SUMBER PANAS SINAR MATAHARI DENGAN BACKUP PANAS KOMPOR BIOMASSA PENENTUAN KONSEP PERANCANGAN ALAT PENGERING SIMPLISIA JAHE MENGGUNAKAN SUMBER PANAS SINAR MATAHARI DENGAN BACKUP PANAS KOMPOR BIOMASSA Ereika Ari Agassi, Retno Wulan Damayanti* ), Sukmaji Indro Cahyono

Lebih terperinci

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan TINJAUAN PUSTAKA A. Pengeringan Tipe Efek Rumah Kaca (ERK) Pengeringan merupakan salah satu proses pasca panen yang umum dilakukan pada berbagai produk pertanian yang ditujukan untuk menurunkan kadar air

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Temperatur udara masuk kolektor (T in ). T in = 30 O C. 2. Temperatur udara keluar kolektor (T out ). T out = 70 O C.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Temperatur udara masuk kolektor (T in ). T in = 30 O C. 2. Temperatur udara keluar kolektor (T out ). T out = 70 O C. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Spesifikasi Alat Pengering Surya Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan pada perancangan dan pembuatan alat pengering surya (solar dryer) adalah : Desain Termal 1.

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama 38 III. METODELOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama adalah pembuatan alat yang dilaksanakan di Laboratorium Mekanisasi

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL Pada bab ini akan dibahas mengenai analisis dan interpreasi hasil dari pengumpulan dan pengolahan data di bab sebelumnya. Analisis yang akan dibahas antara lain analisis

Lebih terperinci

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I.

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Suhu Ruang Pengering dan Sebarannya A.1. Suhu Lingkungan, Suhu Ruang, dan Suhu Outlet Udara pengering berasal dari udara lingkungan yang dihisap oleh kipas pembuang, kemudian

Lebih terperinci

II. PENGAWETAN IKAN DENGAN PENGGARAMAN & PENGERINGAN DINI SURILAYANI

II. PENGAWETAN IKAN DENGAN PENGGARAMAN & PENGERINGAN DINI SURILAYANI II. PENGAWETAN IKAN DENGAN PENGGARAMAN & PENGERINGAN DINI SURILAYANI 1. PENGERINGAN Pengeringan adalah suatu proses pengawetan pangan yang sudah lama dilakukan oleh manusia. Metode pengeringan ada dua,

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PENGERINGAN BIJI KOPI BERDASARKAN VARIASI KECEPATAN ALIRAN UDARA PADA SOLAR DRYER

KARAKTERISTIK PENGERINGAN BIJI KOPI BERDASARKAN VARIASI KECEPATAN ALIRAN UDARA PADA SOLAR DRYER KARAKTERISTIK PENGERINGAN BIJI KOPI BERDASARKAN VARIASI KECEPATAN ALIRAN UDARA PADA SOLAR DRYER Endri Yani* & Suryadi Fajrin Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Andalas Kampus Limau Manis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeringan. Metode pengawetan dengan cara pengeringan merupakan metode paling tua dari semua metode pengawetan yang ada. Contoh makanan yang mengalami proses pengeringan ditemukan

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2016

PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2016 Rancangan Kotak Pengumpul Panas Menggunakan Reflektor Cahaya dan Lapisan Kaca Ganda Untuk Meningkatkan Suplai Panas Pengering Biofarmaka Bertenaga Matahari Skripsi Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh

Lebih terperinci

JENIS-JENIS PENGERINGAN

JENIS-JENIS PENGERINGAN JENIS-JENIS PENGERINGAN Tujuan Instruksional Khusus (TIK) Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa akan dapat membedakan jenis-jenis pengeringan Sub Pokok Bahasan pengeringan mengunakan sinar matahari pengeringan

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROSES PENGERINGAN SIMPLISIA MENGGUNAKAN SOLAR DRYER DENGAN KONSEP UDARA EKSTRA

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROSES PENGERINGAN SIMPLISIA MENGGUNAKAN SOLAR DRYER DENGAN KONSEP UDARA EKSTRA Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Pengeringan Simplisia... (Hardianti dkk.) FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROSES PENGERINGAN SIMPLISIA MENGGUNAKAN SOLAR DRYER DENGAN KONSEP UDARA EKSTRA Nurul Hardianti*,

Lebih terperinci

Karakteristik Pengering Energi Surya Menggunakan Absorber Porus Dengan Ketebalan 12 cm

Karakteristik Pengering Energi Surya Menggunakan Absorber Porus Dengan Ketebalan 12 cm Rekayasa dan Aplikasi Mesin di Industri Karakteristik Pengering Energi Surya Menggunakan Absorber Porus Dengan Ketebalan 12 cm Agustinus Jati Pradana, I Gusti Ketut Puja Jurusan Mesin Fakultas Sains dan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL Pada bab ini diuraikan mengenai analisis dan interpretasi hasil perhitungan dan pengolahan data yang telah dilakukan pada bab IV. Analisis dan interpretasi hasil akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses pengolahan simplisia di Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar I-1

BAB I PENDAHULUAN. Proses pengolahan simplisia di Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar I-1 BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini menguraikan beberapa hal pokok mengenai penelitian ini, yaitu latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, asumsi,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Deskripsi Alat Pengering Yang Digunakan Deskripsi alat pengering yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Deskripsi Alat Pengering Yang Digunakan Deskripsi alat pengering yang digunakan dalam penelitian ini adalah : BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Alat Pengering Yang Digunakan Deskripsi alat pengering yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Desain Termal 1. Temperatur udara masuk kolektor (T in ). T

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengujian Tanpa Beban Untuk mengetahui profil sebaran suhu dalam mesin pengering ERK hibrid tipe bak yang diuji dilakukan dua kali percobaan tanpa beban yang dilakukan pada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet

II. TINJAUAN PUSTAKA. Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karet Alam Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet termasuk tanaman tahunan yang tergolong dalam famili Euphorbiaceae, tumbuh baik di dataran

Lebih terperinci

Unjuk kerja Pengering Surya Tipe Rak Pada Pengeringan Kerupuk Kulit Mentah

Unjuk kerja Pengering Surya Tipe Rak Pada Pengeringan Kerupuk Kulit Mentah Unjuk kerja Pengering Surya Tipe Rak Pada Pengeringan Kerupuk Kulit Mentah Adjar Pratoto*, Endri Yani, Nural Fajri, Dendi A. Saputra M. Jurusan Teknik Mesin, Universitas Andalas Kampus Limau Manis, Padang

Lebih terperinci

PENGHITUNGAN EFISIENSI KOLEKTOR SURYA PADA PENGERING SURYA TIPE AKTIF TIDAK LANGSUNG PADA LABORATORIUM SURYA ITB

PENGHITUNGAN EFISIENSI KOLEKTOR SURYA PADA PENGERING SURYA TIPE AKTIF TIDAK LANGSUNG PADA LABORATORIUM SURYA ITB No. 31 Vol. Thn. XVI April 9 ISSN: 854-8471 PENGHITUNGAN EFISIENSI KOLEKTOR SURYA PADA PENGERING SURYA TIPE AKTIF TIDAK LANGSUNG PADA LABORATORIUM SURYA ITB Endri Yani Jurusan Teknik Mesin Universitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tersedia di pasaran umum (Mujumdar dan Devhastin, 2001) Berbagai sektor industri mengkonsumsi jumlah energi berbeda dalam proses

I. PENDAHULUAN. tersedia di pasaran umum (Mujumdar dan Devhastin, 2001) Berbagai sektor industri mengkonsumsi jumlah energi berbeda dalam proses I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan peralatan pengering berlangsung seiring dengan tuntutan tingkat performansi alat yang tinggi dengan berbagai faktor pembatas seperti ketersediaan sumber

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PERUBAHAN DEBIT ALIRAN PADA EFISIENSI TERMAL SOLAR WATER HEATER DENGAN PENAMBAHAN FINNED TUBE

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PERUBAHAN DEBIT ALIRAN PADA EFISIENSI TERMAL SOLAR WATER HEATER DENGAN PENAMBAHAN FINNED TUBE Studi Eksperimental Pengaruh Perubahan Debit Aliran... (Kristian dkk.) STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PERUBAHAN DEBIT ALIRAN PADA EFISIENSI TERMAL SOLAR WATER HEATER DENGAN PENAMBAHAN FINNED TUBE Rio Adi

Lebih terperinci

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PENANGANAN PASCA PANEN KUNYIT. Feri Manoi

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PENANGANAN PASCA PANEN KUNYIT. Feri Manoi STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PENANGANAN PASCA PANEN KUNYIT Feri Manoi PENDAHULUAN Untuk memperoleh produk yang bermutu tinggi, maka disusun SPO penanganan pasca panen tanaman kunyit meliputi, waktu panen,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 22 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2013 sampai September 2013 di Laboratorium Daya dan Alat Mesin Pertanian dan di Laboratorium Rekayasa

Lebih terperinci

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao PENDAHULUAN Pengolahan hasil kakao rakyat, sebagai salah satu sub-sistem agribisnis, perlu diarahkan secara kolektif. Keuntungan penerapan pengolahan secara kolektif adalah kuantum biji kakao mutu tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penjemuran. Tujuan dari penjemuran adalah untuk mengurangi kadar air.

BAB I PENDAHULUAN. penjemuran. Tujuan dari penjemuran adalah untuk mengurangi kadar air. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada proses pengeringan pada umumnya dilakukan dengan cara penjemuran. Tujuan dari penjemuran adalah untuk mengurangi kadar air. Pengeringan dengan cara penjemuran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. air pada tubuh ikan sebanyak mungkin. Tubuh ikan mengandung 56-80% air, jika

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. air pada tubuh ikan sebanyak mungkin. Tubuh ikan mengandung 56-80% air, jika 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengeringan Ikan Pengeringan merupakan cara pengawetan ikan dengan mengurangi kadar air pada tubuh ikan sebanyak mungkin. Tubuh ikan mengandung 56-80% air, jika kandungan

Lebih terperinci

A. HASIL PELAKSANAAN KEGIATAN

A. HASIL PELAKSANAAN KEGIATAN A. HASIL PELAKSANAAN KEGIATAN 1. Pemberitahuan Pelaksanaan IbM kepada Mitra Pelaksanaan kegiatan ipteks IbM Kelompok Tani Kopi Pemanfaatan Energi Surya dan Limbah Biomassa untuk Pengeringan dimulai setelah

Lebih terperinci

PENANGANAN PANEN DAN PASCA PANEN

PENANGANAN PANEN DAN PASCA PANEN PENANGANAN PANEN DAN PASCA PANEN Perbaikan mutu benih (fisik, fisiologis, dan mutu genetik) untuk menghasilkan benih bermutu tinggi tetap dilakukan selama penanganan pasca panen. Menjaga mutu fisik dan

Lebih terperinci

V. HASIL UJI UNJUK KERJA

V. HASIL UJI UNJUK KERJA V. HASIL UJI UNJUK KERJA A. KAPASITAS ALAT PEMBAKAR SAMPAH (INCINERATOR) Pada uji unjuk kerja dilakukan 4 percobaan untuk melihat kinerja dari alat pembakar sampah yang telah didesain. Dalam percobaan

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN PENGUJIAN ALAT PENGERING PISANG DENGAN TIPE CABINET DRYER UNTUK KAPASITAS 4,5 kg PER-SIKLUS

PERANCANGAN DAN PENGUJIAN ALAT PENGERING PISANG DENGAN TIPE CABINET DRYER UNTUK KAPASITAS 4,5 kg PER-SIKLUS PERANCANGAN DAN PENGUJIAN ALAT PENGERING PISANG DENGAN TIPE CABINET DRYER UNTUK KAPASITAS 4,5 kg PER-SIKLUS Tugas Akhir Yang Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik ELWINSYAH SITOMPUL

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KENTANG (SOLANUM TUBEROSUM L.) Tumbuhan kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan komoditas sayuran yang dapat dikembangkan dan bahkan dipasarkan di dalam negeri maupun di luar

Lebih terperinci

Sistem Pengeringan Dorset untuk biomassa dan limbah unggas

Sistem Pengeringan Dorset untuk biomassa dan limbah unggas Sistem Pengeringan Dorset untuk biomassa dan limbah unggas n Pengeringan Biomass Biogasdigestate Serpih kayu Lumpur limbah Kotoran unggas Limbah sisa makanan, dll. n Kompak dan fleksibel n Mesin pelet

Lebih terperinci

Teknologi Pengolahan Kopi Cara Basah Untuk Meningkatkan Mutu Kopi Ditingkat Petani

Teknologi Pengolahan Kopi Cara Basah Untuk Meningkatkan Mutu Kopi Ditingkat Petani Teknologi Pengolahan Kopi Cara Basah Untuk Meningkatkan Mutu Kopi Ditingkat Petani Oleh: Ir. Nur Asni, MS PENDAHULUAN Tanaman kopi (Coffea.sp) merupakan salah satu komoditas perkebunan andalan sebagai

Lebih terperinci

Lingga Ruhmanto Asmoro NRP Dosen Pembimbing: Dedy Zulhidayat Noor, ST. MT. Ph.D NIP

Lingga Ruhmanto Asmoro NRP Dosen Pembimbing: Dedy Zulhidayat Noor, ST. MT. Ph.D NIP RANCANG BANGUN ALAT PENGERING IKAN MENGGUNAKAN KOLEKTOR SURYA PLAT GELOMBANG DENGAN PENAMBAHAN CYCLONE UNTUK MENINGKATKAN KAPASITAS ALIRAN UDARA PENGERINGAN Lingga Ruhmanto Asmoro NRP. 2109030047 Dosen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan

I. PENDAHULUAN. Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan penting sebagai bahan pangan pokok. Revitalisasi di bidang pertanian yang telah dicanangkan Presiden

Lebih terperinci

IBM KELOMPOK USAHA (UKM) JAGUNG DI KABUPATEN GOWA

IBM KELOMPOK USAHA (UKM) JAGUNG DI KABUPATEN GOWA NO. 2, TAHUN 9, OKTOBER 2011 140 IBM KELOMPOK USAHA (UKM) JAGUNG DI KABUPATEN GOWA Muh. Anshar 1) Abstrak: Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas jagung yang dihasilkan agar sesuai

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Self Dryer dengan kolektor terpisah. (sumber : L szl Imre, 2006).

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Self Dryer dengan kolektor terpisah. (sumber : L szl Imre, 2006). 3 BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengering Surya Pengering surya memanfaatkan energi matahari sebagai energi utama dalam proses pengeringan dengan bantuan kolektor surya. Ada tiga klasifikasi utama pengering surya

Lebih terperinci

SIMPULAN UMUM 7.1. OPTIMISASI BIAYA KONSTRUKSI PENGERING ERK

SIMPULAN UMUM 7.1. OPTIMISASI BIAYA KONSTRUKSI PENGERING ERK VII. SIMPULAN UMUM Berdasarkan serangkaian penelitian yang telah dilakukan dan hasil-hasil yang telah dicapai, telah diperoleh disain pengering ERK dengan biaya konstruksi yang optimal dan dapat memberikan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN ENERGI SURYA UNTUK MEMANASKAN AIR MENGGUNAKAN KOLEKTOR PARABOLA MEMAKAI CERMIN SEBAGAI REFLEKTOR

PEMANFAATAN ENERGI SURYA UNTUK MEMANASKAN AIR MENGGUNAKAN KOLEKTOR PARABOLA MEMAKAI CERMIN SEBAGAI REFLEKTOR PEMANFAATAN ENERGI SURYA UNTUK MEMANASKAN AIR MENGGUNAKAN KOLEKTOR PARABOLA MEMAKAI CERMIN SEBAGAI REFLEKTOR Nafisha Amelya Razak 1, Maksi Ginting 2, Riad Syech 2 1 Mahasiswa Program S1 Fisika 2 Dosen

Lebih terperinci

JURNAL IPTEKS TERAPAN Research of Applied Science and Education V9.i1 (1-10)

JURNAL IPTEKS TERAPAN Research of Applied Science and Education V9.i1 (1-10) RANCANG BANGUN DAN KAJI EKSPERIMENTAL UNJUK KERJA PENGERING SURYA TERINTEGRASI DENGAN TUNGKU BIOMASSA UNTUK MENGERINGKAN HASIL-HASIL PERTANIAN Muhammad Yahya Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi

Lebih terperinci

Dengan cara pemakaian yang benar, Anda akan mendapatkan manfaat yang maksimal selama bertahun-tahun.

Dengan cara pemakaian yang benar, Anda akan mendapatkan manfaat yang maksimal selama bertahun-tahun. SELAMAT ATAS PILIHAN ANDA MENGGUNAKAN PEMANAS AIR (WATER HEATER) DOMO Dengan cara pemakaian yang benar, Anda akan mendapatkan manfaat yang maksimal selama bertahun-tahun. Bacalah buku petunjuk pengoperasian

Lebih terperinci

dengan optimal. Selama ini mereka hanya menjalankan proses pembudidayaan bawang merah pada musim kemarau saja. Jika musim tidak menentu maka hasil

dengan optimal. Selama ini mereka hanya menjalankan proses pembudidayaan bawang merah pada musim kemarau saja. Jika musim tidak menentu maka hasil BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era Globalisasi perdagangan internasional memberi peluang dan tantangan bagi perekonomian nasional, termasuk didalamnya agribisnis. Kesepakatankesepakatan GATT, WTO,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN (BAHAN DAN METODE) keperluan. Prinsip kerja kolektor pemanas udara yaitu : pelat absorber menyerap

BAB III METODE PENELITIAN (BAHAN DAN METODE) keperluan. Prinsip kerja kolektor pemanas udara yaitu : pelat absorber menyerap BAB III METODE PENELITIAN (BAHAN DAN METODE) Pemanfaatan energi surya memakai teknologi kolektor adalah usaha yang paling banyak dilakukan. Kolektor berfungsi sebagai pengkonversi energi surya untuk menaikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam SNI (2002), pengolahan karet berawal daripengumpulan lateks kebun yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam SNI (2002), pengolahan karet berawal daripengumpulan lateks kebun yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penanganan Pasca Panen Lateks Dalam SNI (2002), pengolahan karet berawal daripengumpulan lateks kebun yang masih segar 35 jam setelah penyadapan. Getah yang dihasilkan dari proses

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tapioka merupakan salah satu bentuk olahan berbahan baku singkong, Tepung

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tapioka merupakan salah satu bentuk olahan berbahan baku singkong, Tepung 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tapioka Tapioka merupakan salah satu bentuk olahan berbahan baku singkong, Tepung tapioka mempunyai banyak kegunaan, antara lain sebagai bahan pembantu dalam berbagai industri.

Lebih terperinci

Karakteristik Pengering Surya (Solar Dryer) Menggunakan Rak Bertingkat Jenis Pemanasan Langsung dengan Penyimpan Panas dan Tanpa Penyimpan Panas

Karakteristik Pengering Surya (Solar Dryer) Menggunakan Rak Bertingkat Jenis Pemanasan Langsung dengan Penyimpan Panas dan Tanpa Penyimpan Panas Karakteristik Pengering Surya (Solar Dryer) Menggunakan Rak Bertingkat Jenis Pemanasan Langsung dengan Penyimpan Panas dan Tanpa Penyimpan Panas Azridjal Aziz Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

UJI KINERJA ALAT PENGERING LORONG BERBANTUAN POMPA KALOR UNTUK MENGERINGKAN BIJI KAKAO

UJI KINERJA ALAT PENGERING LORONG BERBANTUAN POMPA KALOR UNTUK MENGERINGKAN BIJI KAKAO UJI KINERJA ALAT PENGERING LORONG BERBANTUAN POMPA KALOR UNTUK MENGERINGKAN BIJI KAKAO Oleh M. Yahya Dosen Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Padang Abstrak Indonesia merupakan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. dan di Ruang Gudang Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas

III. METODE PENELITIAN. dan di Ruang Gudang Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen dan di Ruang Gudang Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

PENGERINGAN. Teti Estiasih - PS ITP - THP - FTP - UB

PENGERINGAN. Teti Estiasih - PS ITP - THP - FTP - UB PENGERINGAN 1 DEFINISI Pengeringan merupakan metode pengawetan dengan cara pengurangan kadar air dari bahan sehingga daya simpan dapat diperpanjang Perpanjangan daya simpan terjadi karena aktivitas m.o.

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN PENGUJIAN ALAT PENGERING KOPRA DENGAN TIPE CABINET DRYER UNTUK KAPASITAS 6 kg PER-SIKLUS

PERANCANGAN DAN PENGUJIAN ALAT PENGERING KOPRA DENGAN TIPE CABINET DRYER UNTUK KAPASITAS 6 kg PER-SIKLUS PERANCANGAN DAN PENGUJIAN ALAT PENGERING KOPRA DENGAN TIPE CABINET DRYER UNTUK KAPASITAS 6 kg PER-SIKLUS Tugas Akhir Yang Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik AHMAD QURTHUBI ASHSHIDDIEQY

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. LEMBAR PERSETUJUAN... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. LEMBAR PERNYATAAN... iii. ABSTRAK... iv. ABSTRACT... v. KATA PENGANTAR...

DAFTAR ISI. LEMBAR PERSETUJUAN... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. LEMBAR PERNYATAAN... iii. ABSTRAK... iv. ABSTRACT... v. KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI LEMBAR PERSETUJUAN... i LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PERNYATAAN... iii ABSTRAK... iv ABSTRACT... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL x DAFTAR GAMBAR...xii BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat III. MEODE PENELIIAN A. Waktu dan empat Penelitian dilakukan di Laboratorium Energi Surya Leuwikopo, serta Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian, Departemen eknik Pertanian, Fakultas eknologi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Potensi sumber daya ikan laut Indonesia pada tahun 2006 sebesar 4,8 juta ton dan

I. PENDAHULUAN. Potensi sumber daya ikan laut Indonesia pada tahun 2006 sebesar 4,8 juta ton dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan hasil lautnya. Potensi sumber daya ikan laut Indonesia pada tahun 2006 sebesar 4,8 juta ton dan meningkat menjadi

Lebih terperinci

SOP PASCAPANEN TANAMAN OBAT (RIMPANG)

SOP PASCAPANEN TANAMAN OBAT (RIMPANG) SOP PASCAPANEN TANAMAN OBAT (RIMPANG) KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL HORTIKULTURA DIREKTORAT BUDIDAYA DAN PASCAPANEN SAYURAN DAN TANAMAN OBAT 2011 PENGARAH : Direktur Budidaya dan Pascapanen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jenis Energi Unit Total Exist

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang   Jenis Energi Unit Total Exist 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan kebutuhan pokok bagi kegiatan sehari-hari, misalnya dalam bidang industri, dan rumah tangga. Saat ini di Indonesia pada umumnya masih menggunakan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. RADIASI MATAHARI DAN SH DARA DI DALAM RMAH TANAMAN Radiasi matahari mempunyai nilai fluktuatif setiap waktu, tetapi akan meningkat dan mencapai nilai maksimumnya pada siang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ditingkatkan dengan penerapan teknik pasca panen mulai dari saat jagung dipanen

I. PENDAHULUAN. ditingkatkan dengan penerapan teknik pasca panen mulai dari saat jagung dipanen I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman jagung ( Zea mays L) sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia dan hewan. Jagung merupakan komoditi tanaman pangan kedua terpenting setelah padi. Berdasarkan urutan

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei hingga Juli 2012, dan Maret 2013 di

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei hingga Juli 2012, dan Maret 2013 di 22 III. METODELOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian dilaksanakan pada Mei hingga Juli 2012, dan 20 22 Maret 2013 di Laboratorium dan Perbengkelan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

PENGERING PADI ENERGI SURYA DENGAN VARIASI TINGGI CEROBONG

PENGERING PADI ENERGI SURYA DENGAN VARIASI TINGGI CEROBONG PENGERING PADI ENERGI SURYA DENGAN VARIASI TINGGI CEROBONG TUGAS AKHIR Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajad sarjana S-1 Diajukan oleh : P. Susilo Hadi NIM : 852146 Kepada PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM UKM. Pulau Pasaran SKALA 1:

4 KEADAAN UMUM UKM. Pulau Pasaran SKALA 1: 29 4 KEADAAN UMUM UKM 4.1 Lokasi dan Keadaan Umum Pengolah Unit Pengolahan ikan teri nasi setengah kering berlokasi di Pulau Pasaran, Lingkungan 2, Kelurahan Kota Karang, Kecamatan Teluk Betung Barat,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu permasalahan utama dalam pascapanen komoditi biji-bijian adalah susut panen dan turunnya kualitas, sehingga perlu diupayakan metode pengeringan dan penyimpanan

Lebih terperinci

ANALISA KARAKTERISTIK ALAT PEMANAS AIR DENGAN MENGGUNAKAN KOLEKTOR PALUNG PARABOLA

ANALISA KARAKTERISTIK ALAT PEMANAS AIR DENGAN MENGGUNAKAN KOLEKTOR PALUNG PARABOLA ANALISA KARAKTERISTIK ALAT PEMANAS AIR DENGAN MENGGUNAKAN KOLEKTOR PALUNG PARABOLA Walfred Tambunan 1), Maksi Ginting 2, Antonius Surbakti 3 Jurusan Fisika FMIPA Universitas Riau Pekanbaru 1) e-mail:walfred_t@yahoo.com

Lebih terperinci

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN FISIKA BAB V PERPINDAHAN KALOR Prof. Dr. Susilo, M.S KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. untuk membuat agar bahan makanan menjadi awet. Prinsip dasar dari pengeringan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. untuk membuat agar bahan makanan menjadi awet. Prinsip dasar dari pengeringan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Dasar Pengeringan Dari sejak dahulu pengeringan sudah dikenal sebagai salah satu metode untuk membuat agar bahan makanan menjadi awet. Prinsip dasar dari pengeringan

Lebih terperinci

TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI. Oleh : Ir. Nur Asni, MS

TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI. Oleh : Ir. Nur Asni, MS TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI Oleh : Ir. Nur Asni, MS Peneliti Madya Kelompok Peneliti dan Pengkaji Mekanisasi dan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA

BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA Tujuan Instruksional Khusus Mmahasiswa mampu melakukan perhitungan dan analisis pengkondisian udara. Cakupan dari pokok bahasan ini adalah prinsip pengkondisian udara, penggunaan

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH PASCA

TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH PASCA AgroinovasI TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH PASCA Dalam menghasilkan benih bermutu tinggi, perbaikan mutu fisik, fisiologis maupun mutu genetik juga dilakukan selama penanganan pascapanen. Menjaga mutu fisik

Lebih terperinci

STRUKTUR BUMI. Bumi, Tata Surya dan Angkasa Luar

STRUKTUR BUMI. Bumi, Tata Surya dan Angkasa Luar STRUKTUR BUMI 1. Skalu 1978 Jika bumi tidak mempunyai atmosfir, maka warna langit adalah A. hitam C. kuning E. putih B. biru D. merah Jawab : A Warna biru langit terjadi karena sinar matahari yang menuju

Lebih terperinci

Perpindahan Massa Pada Pengeringan Gabah Dengan Metode Penjemuran

Perpindahan Massa Pada Pengeringan Gabah Dengan Metode Penjemuran Perpindahan Massa Pada Pengeringan Gabah Dengan Metode Penjemuran Hanim Z. Amanah 1), Sri Rahayoe 1), Sukma Pribadi 1) 1) Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian UGM, Jl. Flora No 2 Bulaksumur

Lebih terperinci

PEMBUATAN PROTOTIPE ALAT SOLAR DRYER BERBASIS TENAGA SURYA HYBRID SISTEM PORTABLE

PEMBUATAN PROTOTIPE ALAT SOLAR DRYER BERBASIS TENAGA SURYA HYBRID SISTEM PORTABLE PKMT-3-4-1 PEMBUATAN PROTOTIPE ALAT SOLAR DRYER BERBASIS TENAGA SURYA HYBRID SISTEM PORTABLE M Iqbal Hanafri, Aditya Herry Emawan, Eni Kustanti, Evi L Rahayu. PS Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

PENENTUAN EFISIENSI DARI ALAT PENGERING SURYA TIPE KABINET BERPENUTUP KACA

PENENTUAN EFISIENSI DARI ALAT PENGERING SURYA TIPE KABINET BERPENUTUP KACA PENENTUAN EFISIENSI DARI ALAT PENGERING SURYA TIPE KABINET BERPENUTUP KACA Meilisa, Maksi Ginting, Antonius Surbakti Mahasiswa Program S1 Fisika Bidang Fisika Energi Jurusan Fisika Fakultas Matematika

Lebih terperinci

KALOR. Peristiwa yang melibatkan kalor sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari.

KALOR. Peristiwa yang melibatkan kalor sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. KALOR A. Pengertian Kalor Peristiwa yang melibatkan kalor sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, pada waktu memasak air dengan menggunakan kompor. Air yang semula dingin lama kelamaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengeringan Pengeringan merupakan proses pengurangan kadar air bahan sampai mencapai kadar air tertentu sehingga menghambat laju kerusakan bahan akibat aktivitas biologis

Lebih terperinci

Atmosfer Bumi. Ikhlasul-pgsd-fip-uny/iad. 800 km. 700 km. 600 km. 500 km. 400 km. Aurora bagian. atas Meteor 300 km. Aurora bagian. bawah.

Atmosfer Bumi. Ikhlasul-pgsd-fip-uny/iad. 800 km. 700 km. 600 km. 500 km. 400 km. Aurora bagian. atas Meteor 300 km. Aurora bagian. bawah. Atmosfer Bumi 800 km 700 km 600 km 500 km 400 km Aurora bagian atas Meteor 300 km Aurora bagian bawah 200 km Sinar ultraviolet Gelombang radio menumbuk ionosfer 100 km 80 km Mesopause Stratopause 50 km

Lebih terperinci

POTENSI PENGGUNAAN KOMPOR ENERGI SURYA UNTUK KEBUTUHAN RUMAH TANGGA

POTENSI PENGGUNAAN KOMPOR ENERGI SURYA UNTUK KEBUTUHAN RUMAH TANGGA Prosiding Seminar Nasional AVoER ke-3 POTENSI PENGGUNAAN KOMPOR ENERGI SURYA UNTUK KEBUTUHAN RUMAH TANGGA KMT-8 Marwani Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya, Palembang Prabumulih

Lebih terperinci

Nama : Maruli Tua Sinaga NPM : 2A Jurusan : Teknik Mesin Fakultas : Teknologi Industri Pembimbing :Dr. Sri Poernomo Sari, ST., MT.

Nama : Maruli Tua Sinaga NPM : 2A Jurusan : Teknik Mesin Fakultas : Teknologi Industri Pembimbing :Dr. Sri Poernomo Sari, ST., MT. KAJIAN EKSPERIMEN ENERGI KALOR, LAJU KONVEKSI, dan PENGURANGAN KADAR AIR PADA ALAT PENGERING KERIPIK SINGKONG Nama : Maruli Tua Sinaga NPM : 2A413749 Jurusan : Teknik Mesin Fakultas : Teknologi Industri

Lebih terperinci

Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas

Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas LAMPIRAN 49 Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas 1. Jumlah Air yang Harus Diuapkan = = = 180 = 72.4 Air yang harus diuapkan (w v ) = 180 72.4 = 107.6 kg Laju penguapan (Ẇ v ) = 107.6 / (32 x 3600) =

Lebih terperinci

Tugas akhir BAB III METODE PENELETIAN. alat destilasi tersebut banyak atau sedikit, maka diujilah dengan penyerap

Tugas akhir BAB III METODE PENELETIAN. alat destilasi tersebut banyak atau sedikit, maka diujilah dengan penyerap BAB III METODE PENELETIAN Metode yang digunakan dalam pengujian ini dalah pengujian eksperimental terhadap alat destilasi surya dengan memvariasikan plat penyerap dengan bahan dasar plastik yang bertujuan

Lebih terperinci

Penyiapan Mesin Tetas

Penyiapan Mesin Tetas Dian Maharso Yuwono Pemeliharaan unggas secara intensif memerlukan bibit dalam jumlah yang relatif banyak, sehingga penetasan dengan mesin semakin diperlukan. Penetasan telur unggas (ayam, itik, puyuh,

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. kaca, dan air. Suhu merupakan faktor eksternal yang akan mempengaruhi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. kaca, dan air. Suhu merupakan faktor eksternal yang akan mempengaruhi 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Uji Coba Lapang Paremeter suhu yang diukur pada penelitian ini meliputi suhu lingkungan, kaca, dan air. Suhu merupakan faktor eksternal yang akan mempengaruhi produktivitas

Lebih terperinci

Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins Pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup

Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins Pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2301-9271 1 Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins Pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup Edo Wirapraja, Bambang

Lebih terperinci

SELAMAT ATAS PILIHAN ANDA MENGGUNAKAN LEMARI PENDINGIN (REFRIGERATOR) DOMO

SELAMAT ATAS PILIHAN ANDA MENGGUNAKAN LEMARI PENDINGIN (REFRIGERATOR) DOMO SELAMAT ATAS PILIHAN ANDA MENGGUNAKAN LEMARI PENDINGIN (REFRIGERATOR) DOMO Dengan cara pemakaian yang benar, Anda akan mendapatkan manfaat yang maksimal selama bertahun-tahun. Bacalah buku petunjuk pengoperasian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khatulistiwa, maka wilayah Indonesia akan selalu disinari matahari selama jam

BAB I PENDAHULUAN. khatulistiwa, maka wilayah Indonesia akan selalu disinari matahari selama jam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki berbagai jenis sumber daya energi dalam jumlah yang cukup melimpah. Letak Indonesia yang berada pada daerah khatulistiwa, maka

Lebih terperinci

SISTEM PEMANFAATAN ENERGI SURYA UNTUK PEMANAS AIR DENGAN MENGGUNAKAN KOLEKTOR PALUNGAN. Fatmawati, Maksi Ginting, Walfred Tambunan

SISTEM PEMANFAATAN ENERGI SURYA UNTUK PEMANAS AIR DENGAN MENGGUNAKAN KOLEKTOR PALUNGAN. Fatmawati, Maksi Ginting, Walfred Tambunan SISTEM PEMANFAATAN ENERGI SURYA UNTUK PEMANAS AIR DENGAN MENGGUNAKAN KOLEKTOR PALUNGAN Fatmawati, Maksi Ginting, Walfred Tambunan Mahasiswa Program S1 Fisika Bidang Fisika Energi Jurusan Fisika Fakultas

Lebih terperinci

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi Bawang merah merupakan komoditas hortikultura yang memiliki permintaan yang cukup tinggi dalam bentuk segar. Meskipun demikian, bawang merah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 22 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 PENDEKATAN PENELITIAN Pendekatan penelitian adalah metode yang digunakan untuk mendekatakan permasalahan yang diteliti sehingga menjelaskan dan membahas permasalahan secara

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PEMANAS AIR MENGGUNAKAN KOLEKTOR TIPE TRAPEZOIDAL BERPENUTUP DUA LAPIS

TEKNOLOGI PEMANAS AIR MENGGUNAKAN KOLEKTOR TIPE TRAPEZOIDAL BERPENUTUP DUA LAPIS TEKNOLOGI PEMANAS AIR MENGGUNAKAN KOLEKTOR TIPE TRAPEZOIDAL BERPENUTUP DUA LAPIS Ayu Wardana 1, Maksi Ginting 2, Sugianto 2 1 Mahasiswa Program S1 Fisika 2 Dosen Bidang Energi Jurusan Fisika Fakultas Matematika

Lebih terperinci