BENIGN PAROXYSMAL POSITIONAL VERTIGO (BPPV)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BENIGN PAROXYSMAL POSITIONAL VERTIGO (BPPV)"

Transkripsi

1 Clinical Science Session BENIGN PAROXYSMAL POSITIONAL VERTIGO (BPPV) Oleh : Yossa Tamia Marisa Andi Putranata J. Haridas 0512 Pembimbing : Dr. Novialdi Nukman, SpTHT-KL BAGIAN ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG

2 KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan puji dan syukur Alhamdulillah kehadirat Allah swt yang telah melimpahkan ilmu, akal, pikiran dan waktu sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV). Referat ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Novialdi, SpTHT-KL selaku pembimbing referat dan semua pihak yang telah membantu dalam penulisan referat ini. Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak demi kesempurnaan referat ini. Akhir kata, semoga referat ini bermanfaat bagi kita semua. Padang, Sepetember 2009 Penulis 2

3 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR GAMBAR... iii BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Batasan Masalah Tujuan Penulisan Metode Penulisan BAB II TINJAUAN PUSTAKA

4 2.1. Definisi Anatomi dan Fisiologi Sistem Keseimbangan Perifer Etiologi Perjalanan penyakit Patofisiologi Diagnosis Penatalaksanaan BAB III PENUTUP Kesimpulan

5 3.2. Saran DAFTAR PUSTAKA DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Right membranous labyrinth 3 Gambar 2. Patofisiologi 11 Gambar 3. Perasat Dix-Hallpike 12 Gambar 4. Perasat Sidelying 14 Gambar 5. CRT kanan 18 Gambar 6. Epley maneuver 19 Gambar 7. Liberatory kanan 5

6 19 Gambar 8. Latihan Brandt-Daroff 21 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) atau Vertigo Posisi Paroksismal Jinak (VPPJ) adalah gangguan keseimbangan yang sering 6

7 dijumpai. Penyakit ini merupakan penyakit degeneratif yang idiopatik yang sering ditemukan, kebanyakan diderita pada usia dewasa muda dan usia lanjut. BPPV ini juga lebih banyak diderita oleh wanita dibandingkan pria dengan perbandingan 2:1.1,2 BPPV merupakan penyebab vertigo yang paling sering di Amerika Serikat, prevalensinya adalah 64 dari penduduk.. Diperkirakan hampir 20% yang datang berobat ke dokter merupakan BPPV.1 Di Indonesia, BPPV merupakan vertigo perifer yang paling sering ditemui, yaitu sekitar 30%. Usia penderita BPPV yang paling banyak adalah diatas 51 tahun. Jarang ditemukan pada orang yang berusia kurang dari 35 tahun bila tidak didahului riwayat trauma kepala. 3 Pengobatan BPPV telah berubah pada beberapa tahun terakhir. Pengertian baru tentang patofisiologi mempengaruhi perubahan penanggulangannya. Dengan demikian identifikasi dan penatalaksanaan dapat dilakukan dengan tepat. 1 Dari uraian diatas dapat dikemukakan bahwa ilmu pengetahuan mengenai BPPV terus berkembang, disamping itu kasus ini sering dijumpai pada usia produktif dan menganggu aktivitas, serta perlunya kita mengetahui diagnosis dini dan penatalaksanaan mutakhir penyakit ini maka dalam makalah ini akan dibahas seluruh aspek penting mengenai BPPV Batasan Masalah 7

8 Pembahasan tulisan ini dibatasi pada defenisi, patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan benign paroxysmal positional vertigo (BPPV) Tujuan Penulisan Tulisan ini bertujuan untuk menambah pengetahuan pembaca umumnya dan penulis khususnya mengenai benign paroxysmal positional vertigo (BPPV) 1.4. Metode Penulisan Tulisan ini merupakan tinjauan kepustakaan yang merujuk kepada berbagai literatur. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi 8

9 Vertigo merupakan keluhan yang sering dijumpai dalam praktek, sering digambarkan sebagai rasa berputar, rasa oleng, tak stabil (giddiness, unsteadiness) atau rasa pusing (dizziness); deskripsi keluhan tersebut penting diketahui agar tidak dikacaukan dengan nyeri kepala atau sefalgi, terutama karena dikalangan awam kedua istilah tersebut (pusing dan nyeri kepala) sering digunakan secara bergantian.4 Vertigo berasal dari bahasa latin vertere yang artinya memutar-merujuk pada sensasi berputar sehingga mengganggu rasa keseimbangan seseorang, umumnya disebabkan gangguan sistim keseimbangan 4 Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) didefinisikan sebagai vertigo dengan nistagmus vertikal, horizontal atau rotatoar yang dicetuskan oleh perubahan posisi kepaia. Terdapat masa laten sebelum timbulnya nistagmus, reversibilitas, kresendo, dan fenomena kelelahan (fatigue). Lama nistagmus terbatas, umumnya kurang dari 30 detik. BPPV dikenal juga dengan nama vertigo postural atau kupulolitiasis, merupakan gangguan keseimbangan perifer yang sering dijumpai. 4, Anatomi dan Fisiologi Sistem Keseimbangan Perifer 1,5 9

10 Gambar 1. Right membranous labyrinth 6 Alat vestibuler terletak di telinga dalam (labirin), terlindung oleh tulang yang paling keras yang dimiliki oleh tubuh. Labirin secara umum adalah telinga dalam, tetapi secara khusus dapat diartikan sebagai alat keseimbangan. Labirin terdiri atas labirin tulang dan labirin membrane. Labirin membrane terletak dalam labirin tulang dan bentuknya hampir menurut bentuk labirin tulang. Antara labirin 10

11 membrane dan labirin tulang terdapat perilimf, sedang endolimf terdapat didalam labirin membrane. Berat jenis endolimf lebih tinggi daripada cairan perilimf. Ujung saraf vestibuler berada dalam labirin membran yang terapung dalam perilimf, yang berada pada labirin tulang. Setiap labirin terdiri dari tiga kanalis semisirkularis, yaitu horizontal (lateral), anterior (superior), posterior (inferior). Selain ke tiga kanalis ini terdapat pula utrikulus dan sakulus. Labirin juga dapat dibagi kedalam dua bagian yang saling berhubungan, yaitu: 1. Labirin anterior yang terdiri atas kokhlea yang berperan dalam pendengaran. 2. Labirin posterior, yang mengandung tiga kanalis semisirkularis, sakulus dan utrikulus. Berperan dalam mengatur keseimbangan. (di utrikulus dan sakulus sel sensoriknya berada di makula, sedangkan di kanalis sel sensoriknya berada di krista ampulanya) Keseimbangan dan orientasi tubuh seseorang terhadap lingkungan disekitarnya tergantung kepada inputbsensorik dari reseptor vestibuler di labirin, organ visial dan proprioseptif. Gabungan informasi ketiga reseptor sensorik tersebut akan diolah di SSP, sehingga menggambarkan keadaan posisi tubuh pada saat itu.1,5 Reseptor sistem ini adalah sel rambut yang terletak dalam krista kanalis semisirkularis dan makula dari organ otolit. Secara fungsional terdapat dua jenis sel. Sel-sel pada kanalis semisirkularis peka terhadap rotasi khususnya terhadap percepatan sudut, sedangkan sel-sel pada organ otolit peka terhadap gerak linier, 11

12 khususnya percepatan inier dan terhadap perubahan posisi kepala relatif terhadap gravitasi. Perbedaan kepekaan terhadap percepatan sudut dan percepatan linier ini disebabkan oleh geometridari kanalis dan organ otolit serta ciri-ciri fisik dari struktur-struktur yang menutupi sel rambut. Sel rambut Secara morfologi sel rambut pada kanalis sangat serupa dengan sel rambut pada organ otolit. Masing-masing sel rambut memiliki polarisasi struktural yang dijelaskan oleh posisi dari stereosilia relatif terhadap kinosilim. Jika suatu gerakan menyebabkan stereosilia membengkok kearah kinosilium, maka sel-sel rambut akan tereksitasi. Jika gerakan dalam arah yang berlawanan sehingga stereosilia menjauh dari kinosilium maka sel-sel rambut akan terinhibisi. Kanalis semisirkularis Polarisasi adalah sama pada seluruh sel rambut pada tiap kanalis, dan pada rotasi sel-sel dapat tereksitasi ataupun terinhibisi. Ketiga kanalis hampir tegak lurus satu dengan yang lainnya, dan masing-masing kanalis dari satu telinga terletak hampir satu bidang yang sama dengan kanalis telinga satunya. Pada waktu rotasi, salah satu dari pasangan kanalis akan tereksitasi sementara yang satunya akan terinhibisi. Misalnya, bila kepala pada posisi lurus normal dan terdapat percepatan dalam bidang horizontal yang menimbulkan rotasi ke kanan, maka serabut-serabut aferen dari kanalis hirizontalis kanan akan tereksitasi, sementara serabut-serabut yang kiri akan terinhibisi. Jika rotasi pada bidang vertikal 12

13 misalnya rotasi kedepan, maka kanalis anterior kiri dan kanan kedua sisi akan tereksitasi, sementara kanalis posterior akan terinhibisi. Organ otolit Ada dua organ otolit, utrikulus yang terletak pada bidang kepala yang hampir horizontal, dan sakulus yang terletak pada bidang hampir vertikal. Berbeda dengan sel rambut kanalis semisirkularis, maka polarisasi sel rambut pada organ otolit tidak semuanya sama. Pada makula utrikulus, kinosilium terletak di bagian samping sel rambut yang terdekat dengan daerah sentral yaitu striola. Maka pada saat kepala miring atau mengalami percepatan linier, sebagian serabut aferen akan tereksitasi sementara yang lainnya terinhibisi. Dengan adanya polarisasi yang berbeda dari tiap makula, maka SSP mendapat informasi tentang gerak linier dalam tiga dimensi, walaupun sesungguhnya hanya ada dua makula. Hubungan-hubungan langsung antara inti vestibularis dengan motoneuron ekstraokularis merupakan suatu jaras penting yang mengendalikan gerakan mata dan refleks vestibulo-okularis (RVO). RVO adalah gerakan mata yang mempunyai suatu komponen lambat berlawanan arah dengan putaran kepala dan suatu komponen cepat yang searah dengan putaran kepala. Komponen lambat mengkompensasi gerakan kepal dan berfungsi menstabilkan suatu bayangan pada retina. Komponen cepat berfungsi untuk kembali mengarahkan tatapan ke bagian lain dari lapangan pandang. Perubahan arah gerakan mata selama rangsangan vestibularis merupakan suatu contoh dari nistagmus normal Etiologi 13

14 Pada sekitar 50% kasus, penyebabnya tidak diketahui (idiopatik). Beberapa kasus BPPV dijumpai setelah mengalami jejas atau trauma kepala atau leher, infeksi telinga tengah atau operasi stapedektomi dan proses degenerasi pada telinga dalam juga merupakan penyebab BPPV sehingga insiden BPPV meningkat dengan bertambahnya usia. 1,2,4,7 Banyak BPPV yang timbul spontan, disebabkan oleh kelainan di otokonial berupa deposit yang berada di kupula bejana semisirkularis posterior. Deposit ini menyebabkan bejana menjadi sensitif terhadap perubahan gravitasi yang menyertai keadaan posisi kepala yang berubah Perjalanan penyakit Perjalanan penyakit dari BPPV sangat bervariasi. Pada sebagian besar kasus gangguan menghilang secara spontan dalam kurun waktu beberapa minggu, namun dapat kambuh setelah beberapa waktu, bulan atau tahun kemudian. Ada pula penderita yang hanya satu kali mengalaminya. Sesekali dijumpai penderita yang kepekaannya terhadap vertigo posisional berlangsung lama.2,4 Serangan vertigo umumnya berlangsung singkat, kurang dari 1 menit. Namun, bila ditanyakan kepada penderita, mereka menaksirnya lebih lama sampai beberapa menit. Bila serangan vertigo datang bertubi-tubi, hal ini mengakibatkan penderitanya merasakan kepalanya menjadi terasa ringan, merarsa tidak stabil, atau rasa mengambang yang menetap selama beberapa jam atau hari.2,6,7 BPPV sering dijumpai pada kelompok usia menengah yaitu pada usia 40an dan 50-an tahun. Wanita agak lebih sering daripada pria. BPPV jarang 14

15 dijumpai pada anak atau orang yang sangat tua. Nistagmus kadang dapat disaksikan waktu terjadinya BPPV dan biasanya bersifat torsional (rotatoar) Patofisiologi Pada telinga dalam terdapat 3 kanalis semisirkularis. Ketiga kanalis semisirkularis tersebut terletak pada bidang yang saling tegak lurus satu sama lain. Pada pangkal setiap kanalis semisirkularis terdapat bagian yang melebar yakni ampula. Di dalam ampula terdapat kupula, yakni alat untuk mendeteksi gerakan cairan dalam kanalis semisirkularis akibat gerakan kepala. Sebagai contoh, bila seseorang menolehkan kepalanya ke arah kanan, maka cairan dalam kanalis semisirkularis kanan akan tertinggal sehingga kupula akan mengalami defleksi ke arah ampula. Defleksi ini diterjemahkan dalam sinyal yang diteruskan ke otak sehingga timbul sensasi kepala menoleh ke kanan. Adanya partikel atau debris dalam kanalis semisirkularis akan mengurangi atau bahkan menimbulkan defleksi kupula ke arah sebaliknya dari arah gerakan kepala yang sebenarnya. Hal ini menimbulkan sinyal yang tidak sesuai dengan arah gerakan kepala, sehingga timbul sensasi berupa vertigo.2,4 Terdapat 2 teori yang menjelaskan patofisiologi BPPV, yakni teori kupulolitiasis dan kanalolitiasis. Teori Kupulolitiasis Pada tahun 1962, Schuknecht mengajukan teori kupulolitiasis untuk menjelaskan patofisiologi BPPV. Kupulolitiasis adalah adanya partikel yang melekat pada kupula krista ampularis. Schuknecht menemukan partikel basofilik 15

16 yang melekat pada kupula melalui pemeriksaan fotomikrografi. Dengan adanya partikel ini maka kanalis semisirkularis menjadi lebih sensitif terhadap gravitasi. Teori ini dapat dianalogikan sebagai adanya suatu benda berat yang melekat pada puncak sebuah tiang. Karena berat benda tersebut, maka posisi tiang menjadi sulit untuk tetap dipertahankan pada posisi netral. Tiang tersebut akan lebih mengarah ke sisi benda yang melekat. Oleh karena itu kupula sulit untuk kembali ke posisi netral. Akibatnya timbul nistagmus dan pening (dizziness).2,4 Teori Kanalitiasis Teori ini dikemukakan olleh Epley pada tahun Menurutnya gejala BPPV disebabkan oleh adanya partikel yang bebas bergerak (canalith) di dalam kanalis semisirkularis. Misalnya terdapat kanalit pada kanalis semisirkularis posterior. Bila kepala dalam posisi duduk tegak, maka kanalit terletak pada posisi terendah dalam kanalis semisirkularis posterior. Ketika kepala direbahkan hingga posisi supinasi, terjadi perubahan posisi sejauh 90. Setelah beberapa saat, gravitasi menarik kanalit hingga posisi terendah. Hal ini menyebabkan endolimfa dalam kanalis semisirkularis menjauhi ampula sehingga terjadi defleksi kupula. Defleksi kupula ini menyebabkan terjadinya nistagmus. Bila posisi kepala dikembalikan ke awal, maka terjadi gerakan sebaliknya dan timbul pula nistagmus pada arah yang berlawanan. 2,4 Teori ini lebih menjelaskan adanya masa laten antara perubahan posisi kepala dengan timbulnya nistagmus. Parnes dan McClure pada tahun 1991 memperkuat teori ini dengan menemukan adanya partikel bebas dalam kanalis semisirkularis poster. Saat melakukan operasi kanalis tersebut. 2,4,6 16

17 Bila terjadi trauma pada bagian kepala, misalnya, setelah benturan keras, otokonia yang terdapat pda utikulus dan sakulus terlepas. Otokonia yang terlepas ini kemudian memasuki kanalis semisirkularis sebagai kanalit. Adanya kanalit didalam kanalis semisirkularis ini akan memnyebabkan timbulnya keluhan vertigo pada BPPV. Hal inilah yang mendasari BPPV pasca trauma kepala. 2,4,6 Gambar 2: Patofisiologi Diagnosis 1. Gejala Klinis BPPV terjadi secara tiba-tiba. Kebanyakan pasien menyadari saat bangun tidur, ketika berubah posisi dari berbaring menjadi duduk. Pasien merasakan pusing berputar yang lama kelamaan berkurang dan hilang. Terdapat jeda waktu antara perubahan posisi kepala dengan timbulnya perasaan pusing berputar. Pada umumnya perasaan pusing berputar timbul sangat kuat pada awalnya dan menghilang setelah 30 detik sedangkan 17

18 serangan berulang sifatnya menjadi lebih ringan. Gejala ini dirasakan berhari-hari hingga berbulan-bulan.2,4,6 Pada banyak kasus, BPPV dapat mereda sendiri namun berulang di kemudian hari. Bersamaan dengan perasaan pusing berputar, pasien dapat mengalami mual dan muntah. Sensasi ini dapat timbul lagi bila kepala dikembalikan ke posisi semula, namun arah nistagmus yang timbul adalah sebaliknya. 2-4,6 Diagnosis BPPV pada kanalis posterior dan anterior dapat ditegakkan dengan memprovoksi dan mengamati respon nistagmus yang abnormal dan respon vertigo dari kanalis semisirkularis yang terlibat. Pemeriksaan dapat memilih perasat Dix-Hallpike atau perasat Sidelying.1 Dix dan Hallpike mendeskripsikan tanda dan gejala BPPV sebagai berikut : 1) terdapat posisi kepala yang mencetuskan serangan; 2) nistagmus yang khas; 3) adanya masa laten; 4) lamanya serangan terbatas; 5) arah nistagmus berubah bila posisi kepala dikembalikan ke posisi awal; 6) adanya fenomena kelelahan/fatique nistagmus bila stimulus diulang 2-4,6 2. Pemeriksaan fisik dan penunjang. Diagnosis BPPV pada kanalis posterior dan anterior dapat ditegakkan dengan cara memprovokasi dan mengamati respon nistagmus yang abnormal dan respon vertigo dari kanalis semisirkularis yang terlibat. Pemeriksaan dapat memilih perasat Dix-Hallpike atau Sidelying. Perasat Dix-hallpike lebih sering digunakan karena pada perasat tersebut posisi kepala sangat sempurna untuk canalith repositioning treatment. Pada 18

19 pasien BPPV parasat Dix-Hallpike akan mencetuskan vertigo (perasaan pusing berputar) dan nistagmus.1-4,6,7 Gambar 3. Perasat Dix-Hallpike 1. Pemeriksaan perasat Dix-Hallpike Merupakan pemeriksaan klinis standar untuk pasien BPPV. Perasat Dix-Hallpike secara garis besar terdiri dari dua gerakan yaitu perasat DixHallpike kanan pada bidang kanal anterior kiri dan kanal posterior kanan dan perasat Dix- Hallpike kiri pada bidang posterior kiri. Untuk melakukan perasat Dix-Hallpike kanan, pasien duduk tegak pada meja pemeriksaan dengan kepala menoleh 450 ke kanan. Dengan cepat pasien dibaringkan dengan kepala tetap miring 450 ke kanan sampai kepala pasien menggantung pada ujung meja pemeriksaan, tunggu 40 detik sampai respon abnormal timbul. Penilaian respon pada monitor dilakukan selama ±1 menit atau sampai respon menghilang. Setelah tindakan pemeriksaan ini dapat langsung dilanjutkan dengan canalith repositioning treatment (CRT). Bila tidak ditemukan respon yang abnormal atau bila perasat tersebut tidak diikuti dengan CRT, pasien secara perlahan-lahan 19

20 didudukkan kembali. Lanjutkan pemeriksaan dengan perasat Dix-Hallpike kiri dengan kepala pasien dihadapkan 450 ke kiri, tunggu maksimal 40 detik sampai respon abnormal hilang. Bila ditemukan adanya respon abnormal, dapat dilanjutkan dengan CRT, bila tidak ditemukan respon abnormal atau bila tidak dilanjutkan dengan tindakan CRT, pasien secara perlahan-lahan didudukkan kembali.1,3,4 Gambar 4. Perasat Sidelying 2. Perasat Sidelying Terdiri dari dua gerakan yaitu perasat sidelying kanan yang menempatkan kepala pada posisi di mana kanalis anterior kiri/kanalis posterior kanan pada bidang tegak lurus garis horizontal dengan kanal posterior pada posisi paling bawah, dan perasat sidelying kiri yang menempatkan kepala pada posisi dimana kanalis anterior kanan dan kanalis posterior kiri pada bidang tegak lurus garis horizontal dengan kanal posterior pada posisi paling bawah.1,3,4 20

21 Pasien duduk pada meja pemeriksaan dengan kaki menggantung di tepi meja, kepala ditegakkan ke sisi kanan, tunggu 40 detik sampai timbul respon abnormal. Pasien kembali ke posisi duduk untuk untuk dilakukan perasat sidelying kiri, pasien secara cepat dijatuhkan ke sisi kiri dengan kepala ditolehkan 450 ke kanan. Tunggu 40 detik sampai timbul respon abnormal. 1,3,4 RESPON ABNORMAL Pada orang normal nistagmus dapat timbul pada saat gerakan provokasi ke belakang, nmun saat gerakan selesai dilakukan tidak tampak lagi nistagmus. Pada pasien VPPJ setelah provokasi ditemukan nistagmus yang timbul lambat, ± 40 detik, kemudian nistagmus menghilang kurang dari 1 menit jika penyebabnya kanalitiasis, pada kupololitiasis nistagmus dapat terjadi lebih dari 1 menit, biasanya serangan vertigo berat dan timbul bersamaan dengan nistagmus. 1,3,4 Pemeriksa dapat mengidentifikasi jenis kanal yang terlibat dengan mencatat arah fase cepat nistagmus yang abnormal dengan mata pasien menatap lurus ke depan. Fase cepat ke atas, berputar ke kanan menunjukkan VPPJ pada kanalis posterior kanan Fase cepat ke atas, berputar ke kiri menunjukkan VPPJ pada kanalis posterior kiri Fase cepat ke bawah, berputar ke kanan menunjukkan VPPJ pada 21

22 kanalis anterior kanan. Fase cepat ke bawah, berputar ke kiri menunjukkan VPPJ pada kanalis anterior kiri Respon abnormal diprovokasi oleh perasat Dix-Hallpike/ sidelying pada bidang yang sesuai dengan kanal yang terlibat. 1,3,4 Pemeriksaan elektronistagmografi (ENG) tidak dapat memperlihatkan nistagmus jenis rotatoar yang dapat ditemukan pada penderita BPPV. ENG berguna dalam deteksi adanya nistagmus dan waktu timbulnya pada nistagmus jenis lain. Tes kalori akan menunjukkan hasil yang normal. BPPV dapat dijumpai pada telinga yang tidak menunjukkan adanya respon terhadap tes kalori. Hal ini disebabkan tes kalori menguji kanalis semisirkularis (KSS) horizontal. KSS Horizontal dan posterior memiliki persarafan dan suplai pembuluh darah yang berbeda. Dengan demikian BPPV yang timbul pada pasien yang tidak memberikan respon pada tes kalori disebabkan oleh kanalit pada KSS posterior atau anterior.3,4, Penatalaksanaan Penatalaksanaan BPPV meliputi observasi, obat-obatan untuk menekan fungsi vestibuler (vestibulosuppressan), reposisi kanalit dan pembedahan. Dasar pemilihan tata laksana berupa observasi adalah karena BPPV dapat mengalami resolusi sendiri dalam waktu mingguan atau bulanan. Oleh karena itu sebagian 22

23 ahli hanya menyarankan observasi. Akan tetapi selama waktu observasi tersebut pasien tetap menderita vertigo. Akibatnya pasien dihadapkan pada kemungkinan terjatuh bila vertigo tercetus pada saat ia sedang beraktivitas.1,2,6 Obat-obatan penekan fungsi vestibuler pada umumnya tidak menghilangkan vertigo. Istilah vestibulosuppresant digunakan untuk obatobatan yang dapat mengurangi timbulnya nistagmus akibat ketidakseimbangan sistem vestibuler. Pada sebagian pasien pemberian obat-obat ini memang mengurangi sensasi vertigo, namun tidak menyelesaian masalahnya. Obat-obat ini hanya menutupi gejala vertigo. Pemberian obat-obat ini dapat menimbulkan efek samping berupa rasa mengantuk. Obat-obat yang diberikan diantaranya diazepam dan amitriptilin. Betahistin sering digunakan dalam terapi vertigo. Betahistin adalah golongan antihistamin yang diduga meningkatkan sirkulasi darah ditelinga dalam dan mempengaruhi fungsi vestibuler melalui reseptor H3. 2,3,4 Tiga macam perasat dilakukan umtuk menanggulangi BPPV adalah CRT (Canalith repositioning Treatment ), perasat liberatory dan latihan Brandt-Daroff. Reposisi kanalit dikemukakan oleh Epley. Prosedur CRT merupakan prosedur sederhana dan tidak invasif. Dengan terapi ini diharapkan BPPV dapat disembuhkan setelah pasien menjalani 1-2 sesi terapi. CRT sebaiknya dilakukan setelah perasat Dix-Hallpike menimbulkan respon abnormal. Pemeriksa dapat mengidentifikasi adanya kanalithiasis pada kanal anterior atau kanal posterior dari telinga yang terbawah. Pasien tidak kembali ke posisi duduk namun kepala pasien dirotasikan tujuan untuk mendorong kanalith keluar dari kanalis semisirkularis menuju ke utrikulus, tempat dimana kanalith tidak lagi menimbulka 23

24 gejala. Bila kanalis posterior kanan yang terlibat maka harus dilakukan tindakan CRT kanan.perasat ini dimulai pada posisi Dix-Hallpike yang menimbulkan respon abnormal dengan cara kepala ditahan pada posisi tersebut selama 12menit, kemudian kepala direndahkan dan diputar secara perlahan kekiri dan dipertahankan selama beberapa saat. Setelah itu badan pasien dimiringkan dengan kepala tetap dipertahankan pada posisi menghadap kekiri dengan sudut 450 sehingga kepala menghadap kebawah melihat lantai. akhirnya pasien kembali keposisi duduk dengan menghadap kedepan. Setelah terapi ini pasien dilengkapi dengan menahan leher dan disarankan untuk tidak merunduk, berbaring, membungkukkan badan selama satu hari. Pasien harus tidur pada posisi duduk dan harus tidur pada posisi yang sehat untuk 5 hari. 1,3,4 Perasat yang sama juga dapat digunakan pada pasien dengan kanalithiasis pada kanal anterior kanan. Pada pasien dengan kanalith pada kanal anterior kiri dan kanal posterior, CRT kiri merupakan metode yang dapat di gunakan yaitu dimulai dengan kepala menggantung kiri dan membalikan tubuh kekanan sebelum duduk. 2,3,4 24

25 Gambar 5. CRT kanan Gambar 6. Epley maneuver Gambar 7. Liberatory kanan 25

26 Perasat liberatory, yang dikembangkan oleh semont, juga dibuat untuk memindahkan otolit ( debris/kotoran) dari kanal semisirkularis. Tipe perasat yang dilakukan tergantung dari jenis kanal mana yang terlibat. Apakah kanal anterior atau posterior. 1,3,4 Bila terdapat keterlibatan kanal posterior kanan, dilakukan perasat liberatory kanan perlu dilakukan. Perasat dimulai dengan penderita diminta untuk duduk pada meja pemeriksaan dengan kepala diputar menghadap kekiri 450. pasien yang duduk dengan kepala menghadap kekiri secara cepat dibaringkan ke sisi kanan dengan kepala menggantung ke bahu kanan. Setelah 1 menit pasien digerakkan secara cepat ke posisi duduk awal dan untuk ke posisi side lying kiri dengan kepala menoleh 450 kekiri. Pertahankan penderita dalam posisi ini selama 1 menit dan perlahan-lahan kembali keposisi duduk. Penopang leher kemudian dikenakan dan diberi instruksi yang sama dengan pasien yang diterapi dengan CRT. 1,3,4 Bila kanal anterior kanan yang terlibat, perasat yang dilakukan sama, namun kepala diputar menghadap kekanan. Bila kanal posterior kiri yang terlibat, perasat liberatory kiri harus dilakukan (pertama pasien bergerak ke posisi sidelying kiri kemudian posisi sidelying kanan) dengan kepala menghadap ke kanan. Bila kanal anterior kiri yang terlibat, perasat liberatory kiri dilakukan dengan kepala diputar menghadap ke kiri. 1,3,4 Latihan Brandt Daroff merupakan latihan yang dilakukan di rumah oleh pasien sendiri tanpa bantuan terapis. Pasien melakukan gerakan-gerakan posisi duduk dengan kepala menoleh 450, lalu badan dibaringkan ke sisi yang 26

27 berlawanan. Posisi ini dipertahankan selama 30 detik. Selanjutnya pasien kembali ke posisi duduk 30 detik. Setelah itu pasien menolehkan kepalanya 450 ke sisi yang lain, lalu badan dibaringkan ke sisi yang berlawanan selama 30 detik. Latihan ini dilakukan secara rutin kali. 3 seri dalam sehari. 1,3,4 Gambar 8. Latihan Brandt-Daroff Tindakan bedah hanya dilakukan bila prosedur reposisi kanalit gagal dilakukan. Terapi ini bukan terapi utama karena terdapat risiko besar terjadinya komplikasi berupa gangguan pendengaran dan kerusakan nervus fasialis. Tindakan yang dapat dilakukan berupa oklusi kanalis semisirkularis posterior, pemotongan nervus vestibuler dan pemberian aminoglikosida transtimpanik.2,6 27

28 BAB III PENUTUP 3.1. Kesimpulan 1. Benign paroxysmal positional vertigo (BPPV) adalah gangguan keseimbangan perifer yang datang tiba-tiba akibat perubahan posisi kepala. 2. Patofisiologi dari BPPV terdiri dari dua teori yaitu teori kupulolitiasis dan kanalitiasis. 3. Diagnosis dari BPPV ditegakkan bila ditemukan gejala berupa pusing berputar yang dicetuskan oleh perubahan posisi kepala, timbul nistagmus, terdapat masa laten sebelum nistagmus muncul, lama serangan terbatas, arah nistagmus berubah bila posisi kepala dikembalikan ke posisi awal dan nistagmus melemah bila dirangsang terus-menerus (fatigue). 4. Penatalaksanaan dari BPPV meliputi observasi, obat-obatan untuk menekan fungsi vestibuler (vestibulosuppresant), reposisi kanalit dan pembedahan Saran Perlunya pembelajaran lebih lanjut mengenai benign paroxysmal positional vertigo (BPPV). 28

29 DAFTAR PUSTAKA 1. Bashiruddin J, vertigo posisi paroksisimal jinak. dalam : Soepardi EA, Iskandar N editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi keenam. Jakarta: Balai Penerbit FK-UI hal Li J, Benign paroxysmal positioning vertigo. Diakses dari : Pada tanggal 5 Mei Lumbantobing SM. Vertigo Tujuh Keliling. Edisi pertama. Jakarta:Balai Penerbit FK-UI Riyanto B. Vertigo: Aspek Neurologi Jakarta: Cermin dunia Kedokteran no hal Anderson JH, Levine SC, sistem vestibulari. Dalam: Adams GL, Boies LR, Higler PA, editor. Boies Buku Ajar Penyakit THT edisi keenam. Jakarta: EGC.1997.Hal Hain, Timothy C. Benign Paroxismal Positioning Vertigo. Diakses dari : pada tanggal 5 Mei Nurimaba N, Patofisiologi. Dalam : PERDOSSI editor. Vertigo Patofisiologi, Diagnosis, dan Terapi. Jakarta:Jansen Pharmaceutica.1999 Hal

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF REFERAT FAKULTAS KEDOKTERAN JANUARI 2015 UNIVERSITAS HASANUDDIN BENIGN PAROXYSMAL POSITIONAL VERTIGO (BPPV)

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF REFERAT FAKULTAS KEDOKTERAN JANUARI 2015 UNIVERSITAS HASANUDDIN BENIGN PAROXYSMAL POSITIONAL VERTIGO (BPPV) BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF REFERAT FAKULTAS KEDOKTERAN JANUARI 2015 UNIVERSITAS HASANUDDIN BENIGN PAROXYSMAL POSITIONAL VERTIGO (BPPV) Oleh : Nur Amalina Binti Mohamad Yusof C111 11 882 Pembimbing Supervisor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang mendambakan untuk dapat memiliki hidup yang sehat, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang mendambakan untuk dapat memiliki hidup yang sehat, sehingga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap orang mendambakan untuk dapat memiliki hidup yang sehat, sehingga dapat melakukan aktifitas kehidupan sehari-harinya dengan baik. Karena tanpa kesehatan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Vertigo adalah suatu gejala atau perasaan dimana seseorang atau benda

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Vertigo adalah suatu gejala atau perasaan dimana seseorang atau benda BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Vertigo merupakan suatu fenomena yang terkadang sering ditemui di masyarakat. Vertigo adalah suatu gejala atau perasaan dimana seseorang atau benda di sekitarnya seolah-olah

Lebih terperinci

Keluhan & gejala gangguan keseimbangan

Keluhan & gejala gangguan keseimbangan FISIOLOGI KLINIS SISTEM KESEIMBANGAN Devira Zahara DEPARTEMEN THT-KL FK USU / RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN Keluhan & gejala gangguan keseimbangan adanya rasa goyang (unsteadiness) rasa goyang setelah gerakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak di dunia ( Depkes, 2015). Hasil Sensus Penduduk (SP) 2010

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak di dunia ( Depkes, 2015). Hasil Sensus Penduduk (SP) 2010 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia termasuk dalam lima besar negara dengan jumlah lanjut usia terbanyak di dunia ( Depkes, 2015). Hasil Sensus Penduduk (SP) 2010 menunjukkan bahwa penduduk Indonesia

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Telinga 2.1.1 Anatomi Telinga Luar Telinga luar terdiri dari aurikula dan kanalis auditorius eksternus dan dipisahkan dari telinga tengah oleh membrana timpani. Aurikula

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. BPPV (Benign Paroxysmal Positional Vertigo) 2.1.1. Definisi Benign Paroxysmal Positional Vertigo adalah gangguan vestibuler yang paling sering ditemui, dengan gejala rasa pusing

Lebih terperinci

DIAGNOSIS DAN TATA LAKSANA BENIGN PAROXYSMAL POSITIONAL VERTIGO (BPPV)

DIAGNOSIS DAN TATA LAKSANA BENIGN PAROXYSMAL POSITIONAL VERTIGO (BPPV) DIAGNOSIS DAN TATA LAKSANA BENIGN PAROXYSMAL POSITIONAL VERTIGO (BPPV) Putu Prida Purnamasari Bagian/SMF Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Vertigo merupakan adanya sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh seperti rotasi (memutar) tanpa sensasi perputaran yang sebenarnya, dapat sekelilingnya terasa berputar

Lebih terperinci

Evaluasi pasien vertigo posisi paroksismal jinak dengan terapi reposisi kanalit dan latihan Brandt Daroff

Evaluasi pasien vertigo posisi paroksismal jinak dengan terapi reposisi kanalit dan latihan Brandt Daroff Laporan Penelitian Evaluasi pasien vertigo posisi paroksismal jinak dengan terapi reposisi kanalit dan latihan Brandt Daroff Rully Ferdiansyah, Brastho Bramantyo, Widayat Alviandi, Jenny Bashiruddin Departemen

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Fisiologi Telinga Telinga merupakan salah satu pancaindra yang berfungsi sebagai alat pendengaran dan keseimbangan yang letaknya berada di lateral kepala. Masingmasing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Vertigo berasal dari istilah latin, yaitu vertere yang berarti berputar, dan igo

BAB I PENDAHULUAN. Vertigo berasal dari istilah latin, yaitu vertere yang berarti berputar, dan igo 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Vertigo berasal dari istilah latin, yaitu vertere yang berarti berputar, dan igo yang berarti kondisi. Vertigo merupakan subtipe dari dizziness yang secara definitif

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. setelah nyeri kepala (Migren) dan low back pain menurut Abdulbar Hamid dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. setelah nyeri kepala (Migren) dan low back pain menurut Abdulbar Hamid dalam BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Vertigo adalah suatu bentuk gangguan orientasi ruang dimana perasaan dirinya bergerak berputar atau bergelombang terhadap ruang disekitarnya (Vertigo Subjektif) atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nyeri kepala (migrain) dan low back pain. Menurut Abdulbar Hamid dalam

BAB I PENDAHULUAN. nyeri kepala (migrain) dan low back pain. Menurut Abdulbar Hamid dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Vertigo menduduki peringkat ketiga sebagai keluhan terbanyak setelah nyeri kepala (migrain) dan low back pain. Menurut Abdulbar Hamid dalam presentasinya di The 3rd

Lebih terperinci

V E R T I G O. Yayan A. Israr, S. Ked. Author : Faculty of Medicine University of Riau Arifin Achmad General Hospital of Pekanbaru

V E R T I G O. Yayan A. Israr, S. Ked. Author : Faculty of Medicine University of Riau Arifin Achmad General Hospital of Pekanbaru V E R T I G O Author : Yayan A. Israr, S. Ked Faculty of Medicine University of Riau Arifin Achmad General Hospital of Pekanbaru Pekanbaru, Riau 2008 Avaliable in : Files of DrsMed FK UNRI (Http://yayanakhyar.wordpress.com)

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS PEMERIKSAAN KESEIMBANGAN

LAPORAN TUGAS PEMERIKSAAN KESEIMBANGAN LAPORAN TUGAS PEMERIKSAAN KESEIMBANGAN Dokter Pembimbing : dr. Eka Dian Safitri, Sp. THT Disusun Oleh : Agung Kurniawan 2010730120 KEPANITERAAN KLINIK STASE THT RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA CEMPAKA PUTIH

Lebih terperinci

PERBEDAAN PENGARUH TERAPI REPOSISI KANALIT DAN MODIFIKASI MANUVER EPLEY TERHADAP VERTIGO DI RSUD DR. SOEDIRAN MANGUN SUMARSO WONOGIRI

PERBEDAAN PENGARUH TERAPI REPOSISI KANALIT DAN MODIFIKASI MANUVER EPLEY TERHADAP VERTIGO DI RSUD DR. SOEDIRAN MANGUN SUMARSO WONOGIRI PERBEDAAN PENGARUH TERAPI REPOSISI KANALIT DAN MODIFIKASI MANUVER EPLEY TERHADAP VERTIGO DI RSUD DR. SOEDIRAN MANGUN SUMARSO WONOGIRI SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan Oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. igo yang berarti kondisi. Vertigo merupakan subtipe dari dizziness yang

BAB I PENDAHULUAN. igo yang berarti kondisi. Vertigo merupakan subtipe dari dizziness yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Vertigo berasal dari istilah latin, yaitu vertere yang berarti berputar, dan igo yang berarti kondisi. Vertigo merupakan subtipe dari dizziness yang secara definitif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. umum dan spesialis yang memeriksa seringkali memiliki pengetahuan yang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. umum dan spesialis yang memeriksa seringkali memiliki pengetahuan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Vertigo merupakan masalah kesehatan yang nyata pada masyarakat. Pasien mangalami kesulitan dalam mengungkapkan timbulnya gejala. Dokter umum dan spesialis yang memeriksa

Lebih terperinci

BAHAN AJAR VERTIGO. Nama Mata Kuliah/Bobot SKS : Sistem Neuropsikiatri / 8 SKS

BAHAN AJAR VERTIGO. Nama Mata Kuliah/Bobot SKS : Sistem Neuropsikiatri / 8 SKS BAHAN AJAR VERTIGO Nama Mata Kuliah/Bobot SKS : Sistem Neuropsikiatri / 8 SKS Standar Kompetensi : area kompetensi 5: landasan ilmiah kedokteran Kompetensi Dasar : menerapkan ilmu kedokteran klinik pada

Lebih terperinci

Pengaruh latihan Brandt Daroff dan modifikasi manuver Epley pada vertigo posisi paroksismal jinak

Pengaruh latihan Brandt Daroff dan modifikasi manuver Epley pada vertigo posisi paroksismal jinak ORLI Vol. 45 No. 1 Tahun 215 Laporan Penelitian pada vertigo posisi paroksismal jinak Widjajalaksmi Kusumaningsih*, Andy Ardhana Mamahit**, Jenny Bashiruddin***, Widayat Alviandi***, Retno Asti Werdhani****

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak disebabkan kerusakan di dalam otak. Namun, dapat menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. tidak disebabkan kerusakan di dalam otak. Namun, dapat menyebabkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Vertigo merupakan salah satu gangguan yang paling sering dialami dan menjadi masalah bagi sebagian besar manusia. Umumnya keluhan vertigo menyerang sebentar saja;

Lebih terperinci

Diagnosis dan Tatalaksana Vertigo. Diagnosis and Management of Vertigo

Diagnosis dan Tatalaksana Vertigo. Diagnosis and Management of Vertigo Diagnosis dan Tatalaksana Vertigo Melly Setiawati 1, Susianti 2 1 Mahasiswa, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung 2 Bagian Histologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung Abstrak Vertigo merupakan

Lebih terperinci

VERTIGO: PENCEGAHAN DAN SIMULASI DETEKSI DINI DI PEDUKUHAN NGRAME

VERTIGO: PENCEGAHAN DAN SIMULASI DETEKSI DINI DI PEDUKUHAN NGRAME HALAMAN JUDUL LAPORAN AKHIR KEGIATAN PENGABDIAN MASYARAKAT TAHUN ANGGARAN 2016/ 2017 VERTIGO: PENCEGAHAN DAN SIMULASI DETEKSI DINI DI PEDUKUHAN NGRAME Nur Chayati, S.Kep., Ns., M.Kep. NIDN. 0508018302

Lebih terperinci

Tahun : Sistem Sensoris Pendengaran dan Keseimbangan Pertemuan 23

Tahun : Sistem Sensoris Pendengaran dan Keseimbangan Pertemuan 23 Matakuliah Tahun : 2009 : L0044/Psikologi Faal Sistem Sensoris Pendengaran dan Keseimbangan Pertemuan 23 TELINGA saraf kranial VIII (n. auditorius) terdiri dari 3 bagian : telinga luar, tengah dan dalam

Lebih terperinci

PERBEDAAN PENGARUH BRANDT DAROFF DAN MANUVER EPLEY TERHADAP PENINGKATAN FUNGSIONAL PADA VERTIGO NASKAH PUBLIKASI

PERBEDAAN PENGARUH BRANDT DAROFF DAN MANUVER EPLEY TERHADAP PENINGKATAN FUNGSIONAL PADA VERTIGO NASKAH PUBLIKASI PERBEDAAN PENGARUH BRANDT DAROFF DAN MANUVER EPLEY TERHADAP PENINGKATAN FUNGSIONAL PADA VERTIGO NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh : Nama : Kurniati Nim : 201310301026 PROGRAM STUDI FISIOTERAPI S1 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi

BAB I PENDAHULUAN. peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang mengenai seluruh organ hati, ditandai dengan pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Keadaan tersebut terjadi karena

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Auris (telinga) dibedakan atas bagian luar, tengah, dan dalam.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Auris (telinga) dibedakan atas bagian luar, tengah, dan dalam. 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Anatomi Telinga dan Organ Vestibular Auris (telinga) dibedakan atas bagian luar, tengah, dan dalam. Gambar 1. Anatomi Telinga. 4 II.1.1 Telinga Luar Telinga luar merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tangan atau alat terhadap jaringan tubuh yang lunak. Massage bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tangan atau alat terhadap jaringan tubuh yang lunak. Massage bertujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Massage adalah suatu cara penyembuhan yang menggunakan gerakan tangan atau alat terhadap jaringan tubuh yang lunak. Massage bertujuan memperbaiki sirkulasi,

Lebih terperinci

Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: X

Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: X Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: 2460-657X Angka Kejadian dan Karakteristik Pasien Serangan Pertama Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) di Polisaraf RSUD Al-Ihsan Bandung Periode 2016 Muhammad

Lebih terperinci

Vertigo. DR. Dr. Wiratno, Sp.THT-KL (K)

Vertigo. DR. Dr. Wiratno, Sp.THT-KL (K) Vertigo DR. Dr. Wiratno, Sp.THT-KL (K) Pendahuluan Vertigo merupakan masalah yang menyebabkan kesulitan bagi dokter maupun pasien Pasien sulit menjelaskan keluhannya (simptom), dokter juga sulit menangkap

Lebih terperinci

Diagnosis dan Penatalaksanaan Benign Paroxysmal Positional Vertigo Kanalis Horizontal

Diagnosis dan Penatalaksanaan Benign Paroxysmal Positional Vertigo Kanalis Horizontal Diagnosis dan Penatalaksanaan Benign Paroxysmal Positional Vertigo Kanalis Horizontal Yan Edward SpTHT-KL, Yelvita Roza Bagian Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok-Kepala Leher -Indonesia ABSTRAK Benign

Lebih terperinci

PENGARUH BRANDT DAROFF EXERCISE TERHADAP KELUHAN PUSING PADA LANJUT USIA DENGAN VERTIGO SKRIPSI

PENGARUH BRANDT DAROFF EXERCISE TERHADAP KELUHAN PUSING PADA LANJUT USIA DENGAN VERTIGO SKRIPSI PENGARUH BRANDT DAROFF EXERCISE TERHADAP KELUHAN PUSING PADA LANJUT USIA DENGAN VERTIGO SKRIPSI Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata 1 pada Jurusan Fisioterapi Fakultas

Lebih terperinci

Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)

Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) Atika Threenesia 1, Rekha Nova Iyos 2 1 Mahasiswa, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung 2 Bagian Anatomi, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung Abstrak

Lebih terperinci

Definisi Bell s palsy

Definisi Bell s palsy Definisi Bell s palsy Bell s palsy adalah penyakit yang menyerang syaraf otak yg ketujuh (nervus fasialis) sehingga penderita tidak dapat mengontrol otot-otot wajah di sisi yg terkena. Penderita yang terkena

Lebih terperinci

Definisi Vertigo. Penyebab vertigo

Definisi Vertigo. Penyebab vertigo Definisi Vertigo Vertigo adalah perasaan yang abnormal mengenai adanya gerakan penderita terhadap lingkungan sekitarnya atau lingkungan sekitar terhadap penderita, dengan gambaran tiba-tiba semua terasa

Lebih terperinci

BAHASAN ADANYA GERAK FUNGSI DARI GERAK SISTEM GERAKAN TUBUH FUNGSIONAL LOKAL / KESELURUHAN 1. SISTEM OTOT, TULANG, SENDI : DASAR

BAHASAN ADANYA GERAK FUNGSI DARI GERAK SISTEM GERAKAN TUBUH FUNGSIONAL LOKAL / KESELURUHAN 1. SISTEM OTOT, TULANG, SENDI : DASAR MOTORIK DASAR BAHASAN 1. SISTEM OTOT, TULANG, SENDI : DASAR ADANYA GERAK 2. SISTEM OTOT SARAF : MENGENDALIKAN FUNGSI DARI GERAK SISTEM MUSCULOSKELETAL / OTOT - TULANG 3. SISTEM OTOT, TULANG, DAN SARAF

Lebih terperinci

Telinga. Telinga tersusun atas tiga bagian yaitu telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam.

Telinga. Telinga tersusun atas tiga bagian yaitu telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam. Telinga Telinga adalah alat indra yang memiliki fungsi untuk mendengar suara yang ada di sekitar kita sehingga kita dapat mengetahui / mengidentifikasi apa yang terjadi di sekitar kita tanpa harus melihatnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kedinamisan postur tubuh untuk mencegah seseorang terjatuh. 9 Secara garis besar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kedinamisan postur tubuh untuk mencegah seseorang terjatuh. 9 Secara garis besar 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keseimbangan 2.1.1 Definisi Keseimbangan Keseimbangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia agar dapat hidup mandiri. Keseimbangan adalah istilah umum yang menjelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Cedera kepala merupakan masalah kesehatan, sosial, ekonomi yang penting di seluruh dunia dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Cedera kepala merupakan masalah kesehatan, sosial, ekonomi yang penting di seluruh dunia dan merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cedera kepala merupakan masalah kesehatan, sosial, ekonomi yang penting di seluruh dunia dan merupakan penyebab utama kematian dan disabilitas permanen pada usia dewasa

Lebih terperinci

Anita's Personal Blog Glaukoma Copyright anita handayani

Anita's Personal Blog Glaukoma Copyright anita handayani Glaukoma Penyakit glaukoma disebabkan oleh saluran cairan yang keluar dari bola mata terhambat sehingga bola mata akan membesar dan kemudian menekan saraf mata yang berada di belakang bola mata yang akhirnya

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah. diketahui,tanpa adanya kelainan neurologic lain. Pada sebagian besar

A. Latar Belakang Masalah. diketahui,tanpa adanya kelainan neurologic lain. Pada sebagian besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bell s palsy (kelumpuhan bell) biasanya digunakan untuk kelumpuhan nervus VII jenis perifer yang timbul secara akut, yang penyebabnya belum diketahui,tanpa adanya

Lebih terperinci

Pendahuluan Meniere s disease atau penyakit Meniere atau dikenali juga dengan hydrops endolimfatik. Penyakit Meniere ditandai dengan episode berulang

Pendahuluan Meniere s disease atau penyakit Meniere atau dikenali juga dengan hydrops endolimfatik. Penyakit Meniere ditandai dengan episode berulang MENIERE S DISEASE Pendahuluan Meniere s disease atau penyakit Meniere atau dikenali juga dengan hydrops endolimfatik. Penyakit Meniere ditandai dengan episode berulang dari vertigo yang berlangsung dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang BAB I PENDAHULUAN Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi ( UU Kesehatan No. 23 Tahun 1992 ). Oleh karena itu,

Lebih terperinci

Mengapa Kita Batuk? Mengapa Kita Batuk ~ 1

Mengapa Kita Batuk? Mengapa Kita Batuk ~ 1 Mengapa Kita Batuk? Batuk adalah refleks fisiologis. Artinya, ini adalah refleks yang normal. Sebenarnya batuk ini berfungsi untuk membersihkan tenggorokan dan saluran napas. Atau dengan kata lain refleks

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Foramen Mentale Foramen mentale adalah suatu saluran terbuka pada korpus mandibula. Melalui foramen mentale dapat keluar pembuluh darah dan saraf, yaitu arteri, vena

Lebih terperinci

BUKU AJAR SISTEM NEUROPSIKIATRI

BUKU AJAR SISTEM NEUROPSIKIATRI 1 BUKU AJAR SISTEM NEUROPSIKIATRI Judul mata Kuliah : Neuropsikiatri Standar Kompetensi : Area Kompetensi 5 : Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran Kompetensi dasar : Menerapkan ilmu Kedokteran klinik pada sistem

Lebih terperinci

I. DEFINISI. Keseimbangan terbagi atas dua kelompok, yaitu : 1) Keseimbangan statis:

I. DEFINISI. Keseimbangan terbagi atas dua kelompok, yaitu : 1) Keseimbangan statis: I. DEFINISI Keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan kesetimbangan tubuh ketika di tempatkan di berbagai posisi. Definisi menurut O Sullivan, keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan

Lebih terperinci

asuhan keperawatan Tinnitus

asuhan keperawatan Tinnitus asuhan keperawatan Tinnitus TINNITUS A. KONSEP DASAR PENYAKIT 1. DEFINISI Tinnitus adalah suatu gangguan pendengaran dengan keluhan perasaan mendengar bunyi tanpa rangsangan bunyi dari luar. Keluhannya

Lebih terperinci

Pemeriksaan Sistem Saraf Otonom dan Sistem Koordinasi. Oleh : Retno Tri Palupi Dokter Pembimbing Klinik : dr. Murgyanto Sp.S

Pemeriksaan Sistem Saraf Otonom dan Sistem Koordinasi. Oleh : Retno Tri Palupi Dokter Pembimbing Klinik : dr. Murgyanto Sp.S Pemeriksaan Sistem Saraf Otonom dan Sistem Koordinasi Oleh : Retno Tri Palupi Dokter Pembimbing Klinik : dr. Murgyanto Sp.S PEMERIKSAAN FISIK ANAMNESIS PEMERIKSAAN PENUNJANG DIAGNOSIS Anamnesis Keluhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam era globalisasi sekarang ini aktivitas penduduk semakin meningkat, dalam

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam era globalisasi sekarang ini aktivitas penduduk semakin meningkat, dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam era globalisasi sekarang ini aktivitas penduduk semakin meningkat, dalam melaksanakan pekerjaannya seseorang dapat saja terkena gangguan atau cidera. Disadari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif kronik non inflamasi yang berkaitan dengan kerusakan kartilago sendi. Penyakit ini bersifat progresif lambat,

Lebih terperinci

Carpal tunnel syndrome

Carpal tunnel syndrome Carpal tunnel syndrome I. Definisi Carpal tunnel syndrome adalah keadaan nervus medianus tertekan di daerah pergelangan tangan sehingga menimbulkan rasa nyeri, parestesia, dan kelelahan otot tangan. Tempat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Telinga Telinga dibagi menjadi tiga bagian besar yaitu telinga luar, telinga tengah atau cavum tympani, dan telinga dalam atau labyrinth (Tortora, 2009; Snell, 2006).

Lebih terperinci

Oleh : Baarid Luqman Hamidi. Pembimbing: dr. Suratno Sp.S (K)

Oleh : Baarid Luqman Hamidi. Pembimbing: dr. Suratno Sp.S (K) Jurnal neuro-otologi Ronald J.Tusa, MD,PhDa,,Russell Gore,MDb NeurolClin30(2012)61 74doi:10.1016/j.ncl.2011.09.006 2012 Published by ElsevierInc Oleh : Baarid Luqman Hamidi Pembimbing: dr. Suratno Sp.S

Lebih terperinci

SINDROMA GUILLAINBARRE

SINDROMA GUILLAINBARRE SINDROMA GUILLAINBARRE Dosen pembimbing: dr. Fuad Hanif, Sp. S, M.Kes Vina Nurhasanah 2010730110 Definisi Sindroma Guillian Barre adalah suatu polineuropati yang bersifat akut yang sering terjadi 1-3 minggu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertambah dan pertambahan ini relatif lebih tinggi di negara berkembang,

BAB I PENDAHULUAN. bertambah dan pertambahan ini relatif lebih tinggi di negara berkembang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam waktu mendatang jumlah golongan usia lanjut akan semakin bertambah dan pertambahan ini relatif lebih tinggi di negara berkembang, termasuk Indonesia. Bertambahnya

Lebih terperinci

Insidens Dislokasi sendi panggul umumnya ditemukan pada umur di bawah usia 5 tahun. Lebih banyak pada anak laki-laki daripada anak perempuan.

Insidens Dislokasi sendi panggul umumnya ditemukan pada umur di bawah usia 5 tahun. Lebih banyak pada anak laki-laki daripada anak perempuan. Dislokasi Sendi Panggul Dislokasi sendi panggul banyak ditemukan di Indonesia akibat trauma dan sering dialami oleh anak-anak. Di Negara Eropa, Amerika dan Jepang, jenis dislokasi sendi panggul yang sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang atau tulang rawan umumnya di karenakan rudapaksa (Mansjoer, 2008). Dikehidupan sehari hari yang semakin

Lebih terperinci

RUPTUR TENDO ACHILLES

RUPTUR TENDO ACHILLES RUPTUR TENDO ACHILLES LI 1 Memahami dan Menjelaskan Anatomi Makro Tendon Achilles berasal dari gabungan tiga otot yaitu gastrocnemius, soleus, dan otot plantaris. Pada manusia, letaknya tepat di bagian

Lebih terperinci

INFEKSI LEHER DALAM. Penulis: Prof. Dr. dr. Sutji Pratiwi Rahardjo, Sp. THT-KL (K) Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2013

INFEKSI LEHER DALAM. Penulis: Prof. Dr. dr. Sutji Pratiwi Rahardjo, Sp. THT-KL (K) Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2013 INFEKSI LEHER DALAM Penulis: Prof. Dr. dr. Sutji Pratiwi Rahardjo, Sp. THT-KL (K) Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2013 Hak Cipta 2013 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meluas ke rongga mulut. Penyakit-penyakit didalam rongga mulut telah menjadi perhatian

BAB I PENDAHULUAN. meluas ke rongga mulut. Penyakit-penyakit didalam rongga mulut telah menjadi perhatian BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Masalah kesehatan gigi dewasa ini tidak hanya membahas gigi geligi saja, tetapi telah meluas ke rongga mulut. Penyakit-penyakit didalam rongga mulut telah menjadi

Lebih terperinci

Nyeri. dr. Samuel Sembiring 1

Nyeri. dr. Samuel Sembiring 1 Nyeri Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang sedang terjadi atau telah terjadi atau yang digambarkan dengan kerusakan jaringan. Rasa sakit (nyeri) merupakan keluhan

Lebih terperinci

dan komplikasinya (Kuratif), upaya pengembalian fungsi tubuh

dan komplikasinya (Kuratif), upaya pengembalian fungsi tubuh BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Meningkatnya tingkat sosial dalam kehidupan masyarakat dan ditunjang pula oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi akan berdampak pada peningkatan usia harapan

Lebih terperinci

Sistem Saraf Tepi (perifer)

Sistem Saraf Tepi (perifer) SISTIM SYARAF TEPI Sistem Saraf Tepi (perifer) Sistem saraf tepi berfungsi menghubungkan sistem saraf pusat dengan organ-organ tubuh Berdasarkan arah impuls, saraf tepi terbagi menjadi: - Sistem saraf

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk pula kebanyakan orang indonesia. Remaja pun juga begitu. mereka tidak segan- segan melakukan banyak kegiatan ekstra selain

BAB I PENDAHULUAN. termasuk pula kebanyakan orang indonesia. Remaja pun juga begitu. mereka tidak segan- segan melakukan banyak kegiatan ekstra selain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tubuh ideal merupakan impian semua orang di dunia ini, tidak termasuk pula kebanyakan orang indonesia. Remaja pun juga begitu mereka tidak segan- segan melakukan banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini terdapat diseluruh dunia, bahkan menjadi problema utama di negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. ini terdapat diseluruh dunia, bahkan menjadi problema utama di negara-negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dalam pleura berupa transudat atau eksudat yang diakibatkan terjadinya ketidakseimbangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. umum dan untuk mencapai tujuan tersebut bangsa Indonesia melakukan

BAB I PENDAHULUAN. umum dan untuk mencapai tujuan tersebut bangsa Indonesia melakukan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan bangsa Indonesia yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah memajukan kesejahteraan umum dan untuk mencapai tujuan

Lebih terperinci

1.1PENGERTIAN NYERI 1.2 MEKANISME NYERI

1.1PENGERTIAN NYERI 1.2 MEKANISME NYERI 1.1PENGERTIAN NYERI Nyeri merupakan sensasi yang terlokalisasi berupa ketidaknyamanan, kesedihan dan penderitaan yang dihasilkan oleh stimulasi pada akhiran saraf tertentu. Nyeri terjadi sebagai mekanisme

Lebih terperinci

Pendahuluan. Bab Pengertian

Pendahuluan. Bab Pengertian Bab 1 Pendahuluan 1.1 Pengertian Nyeri dento alveolar yang bersifat neuropatik merupakan salah satu kondisi nyeri orofasial dengan penyebab yang hingga saat ini belum dapat dipahami secara komprehensif.

Lebih terperinci

1. STRABISMUS (MATA JULING)

1. STRABISMUS (MATA JULING) Mata merupakan salah satu panca indera yang penting bagi manusia. Dengan mata, kita dapat melihat indahnya dunia yang penuh warna serta berbagai bentuk yang unik. Mata yang sempurna adalah dambaan setiap

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor

LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor A. DEFINISI Jaringan lunak adalah bagian dari tubuh yang terletak antara kulit dan tulang serta organ tubuh bagian dalam. Yang tergolong jaringan lunak antara lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang kehidupan. Ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini menjadi

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang kehidupan. Ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan peradaban manusia sudah semakin berkembang pesat di segala bidang kehidupan. Ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini menjadi bagian yang tidak terpisahkan

Lebih terperinci

1. TES BATAS ATAS BATAS BAWAH

1. TES BATAS ATAS BATAS BAWAH TES GARPU TALA Tes garpu tala adalah suatu tes untuk mengevaluasi fungsi pendengaran individu secara kualitatif dengan menggunakan alat berupa seperangkat garpu tala frekuensi rendah sampai tinggi 128

Lebih terperinci

PENGANTAR ANATOMI & FISIOLOGI TUBUH MANUSIA

PENGANTAR ANATOMI & FISIOLOGI TUBUH MANUSIA Pertemuan 1 PENGANTAR ANATOMI & FISIOLOGI TUBUH MANUSIA MK : Biomedik Dasar Program D3 Keperawatan Akper Pemkab Cianjur tahun 2015 assolzain@gmail.com nersfresh@gmail.com www.mediaperawat.wordpress.com

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yang berkembang kian pesat sangat berpengaruh pula aktivitas yang terjadi pada

PENDAHULUAN. yang berkembang kian pesat sangat berpengaruh pula aktivitas yang terjadi pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan mempunyai peranan penting dalam pembangunan yang bertujuan meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemauan untuk hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud

Lebih terperinci

BAB I ANATOMI DAN FISIOLOGI TELINGA

BAB I ANATOMI DAN FISIOLOGI TELINGA BAB I ANATOMI DAN FISIOLOGI TELINGA Telinga merupakan salah satu panca indera yang penting bagi manusia yang mempunyai dua fungsi yaitu untuk pendengaran dan keseimbangan. Telinga, menurut anatominya dibagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan adalah modal utama bagi manusia, kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan adalah modal utama bagi manusia, kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah modal utama bagi manusia, kesehatan merupakan bagian yang terpenting dalam menjaga kelangsungan hidup seseorang. Jika seseorang sedang tidak dalam kondisi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. muka sekitar 40%. Lokasi hidung di tengah dan kedudukan di bagian anterior

BAB 1 PENDAHULUAN. muka sekitar 40%. Lokasi hidung di tengah dan kedudukan di bagian anterior BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fraktur os nasal merupakan fraktur paling sering ditemui pada trauma muka sekitar 40%. Lokasi hidung di tengah dan kedudukan di bagian anterior wajah merupakan faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan setelah perang dunia kedua, tepatnya tanggal 12 Juli 1949 di Inggris

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan setelah perang dunia kedua, tepatnya tanggal 12 Juli 1949 di Inggris BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pengkajian hubungan manusia dengan lingkungan kerja sebenarnya sudah lama dilakukan oleh manusia, tetapi pengembangannya yang lebih mendalam baru dilakukan setelah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Farokah, dkk Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Farokah, dkk Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Tonsillitis atau yang lebih dikenal masyarakat dengan amandel sering diderita anakanak. Kejadian tersebut sering membuat ibu-ibu merasa khawatir, karena banyak berita

Lebih terperinci

LATIHAN FISIK SEBAGAI PENDUKUNG ASUHAN GIZI BAGI LANSIA DR.dr.BM.Wara Kushartanti

LATIHAN FISIK SEBAGAI PENDUKUNG ASUHAN GIZI BAGI LANSIA DR.dr.BM.Wara Kushartanti LATIHAN FISIK SEBAGAI PENDUKUNG ASUHAN GIZI BAGI LANSIA DR.dr.BM.Wara Kushartanti TUJUAN MODUL Setelah mempelajari modul ini, diharapkan peserta dapat: 1. Memahami konsep dukungan latihan fisik untuk asuhan

Lebih terperinci

A 38 YEARS OLD MAN WITH BENIGN PAROXYSMAL POSITIONAL VERTIGO (BPPV)

A 38 YEARS OLD MAN WITH BENIGN PAROXYSMAL POSITIONAL VERTIGO (BPPV) [ LAPORAN KASUS ] A 38 YEARS OLD MAN WITH BENIGN PAROXYSMAL POSITIONAL VERTIGO (BPPV) Sandi Falenra Faculty of Medicine,Universitas Lampung Abstract Benign paroxysmal Positional Vertigo or BPPV, is the

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA USILA DENGAN GANGGUAN SISTEM CARDIOVASKULER (ANGINA PECTORIS)

ASUHAN KEPERAWATAN PADA USILA DENGAN GANGGUAN SISTEM CARDIOVASKULER (ANGINA PECTORIS) ASUHAN KEPERAWATAN PADA USILA DENGAN GANGGUAN SISTEM CARDIOVASKULER (ANGINA PECTORIS) ANGINA PECTORIS I. PENGERTIAN Angina pectoris adalah suatu sindrom klinis di mana pasien mendapat serangan sakit dada

Lebih terperinci

Sehat merupakan kondisi yang ideal secara fisik, psikis & sosial, tidak terbatas pada keadaan bebas dari penyakit dan cacad (definisi WHO)

Sehat merupakan kondisi yang ideal secara fisik, psikis & sosial, tidak terbatas pada keadaan bebas dari penyakit dan cacad (definisi WHO) 1 Sehat merupakan kondisi yang ideal secara fisik, psikis & sosial, tidak terbatas pada keadaan bebas dari penyakit dan cacad (definisi WHO) Sakit : pola respon yang diberikan oleh organisme hidup thd

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Modern ini banyak masyarakat menggunakan alat transportasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Modern ini banyak masyarakat menggunakan alat transportasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Modern ini banyak masyarakat menggunakan alat transportasi bermotor untuk berpergian jarak jauh, karena kendaraan bermotor dianggap lebih efisien untuk memanfaatkan

Lebih terperinci

Pusat Hiperked dan KK

Pusat Hiperked dan KK Pusat Hiperked dan KK 1. Gangguan pernafasan (sumbatan jalan nafas, menghisap asap/gas beracun, kelemahan atau kekejangan otot pernafasan). 2. Gangguan kesadaran (gegar/memar otak, sengatan matahari langsung,

Lebih terperinci

Glaukoma. 1. Apa itu Glaukoma?

Glaukoma. 1. Apa itu Glaukoma? Glaukoma Glaukoma dikenal sebagai "Pencuri Penglihatan" karena tidak ada gejala yang jelas pada tahap awal terjadinya penyakit ini. Penyakit ini mencuri penglihatan Anda secara diam-diam sebelum Anda menyadarinya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menentukan karakter atau cirikas dari orang satu dan orang lainya. Isi hati

BAB I PENDAHULUAN. menentukan karakter atau cirikas dari orang satu dan orang lainya. Isi hati BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wajah merupakan salah satu anggota tubuh kita yang dapat menentukan karakter atau cirikas dari orang satu dan orang lainya. Isi hati seseorang dapat dilihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis

Lebih terperinci

RITA ROGAYAH DEPT.PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI FKUI

RITA ROGAYAH DEPT.PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI FKUI RITA ROGAYAH DEPT.PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI FKUI TIDUR Tidur suatu periode istirahat bagi tubuh dan jiwa Tidur dibagi menjadi 2 fase : 1. Active sleep / rapid eye movement (REM) 2. Quid

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA VERTIGO DENGAN RIWAYAT JATUH PADA LANJUT USIA DI KOTA SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA VERTIGO DENGAN RIWAYAT JATUH PADA LANJUT USIA DI KOTA SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA VERTIGO DENGAN RIWAYAT JATUH PADA LANJUT USIA DI KOTA SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh : ENNY FAUZIAH J 120 110 060 PROGRAM STUDI S1 FISIOTERAPI FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Penyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio

Penyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio Pengertian Polio Polio atau poliomyelitis adalah penyakit virus yang sangat mudah menular dan menyerang sistem saraf. Pada kondisi penyakit yang bertambah parah, bisa menyebabkan kesulitan 1 / 5 bernapas,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. aktivitas sel tubuh melalui impuls-impuls elektrik. Perjalanan impuls-impuls

BAB 1 PENDAHULUAN. aktivitas sel tubuh melalui impuls-impuls elektrik. Perjalanan impuls-impuls BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem persarafan terdiri dari otak, medulla spinalis, dan saraf perifer. Struktur ini bertanggung jawab mengendalikan dan mengordinasikan aktivitas sel tubuh melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pegal yang terjadi di daerah pinggang bawah. Nyeri pinggang bawah bukanlah

BAB I PENDAHULUAN. pegal yang terjadi di daerah pinggang bawah. Nyeri pinggang bawah bukanlah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nyeri pinggang bawah atau low back pain merupakan rasa nyeri, ngilu, pegal yang terjadi di daerah pinggang bawah. Nyeri pinggang bawah bukanlah diagnosis tapi hanya

Lebih terperinci

Kanker Payudara. Breast Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Payudara. Breast Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Payudara Kanker payudara merupakan kanker yang paling umum diderita oleh para wanita di Hong Kong dan negara-negara lain di dunia. Setiap tahunnya, ada lebih dari 3.500 kasus kanker payudara baru

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sampai bulan sesudah diagnosis (Kurnianda, 2009). kasus baru LMA di seluruh dunia (SEER, 2012).

BAB 1 PENDAHULUAN. sampai bulan sesudah diagnosis (Kurnianda, 2009). kasus baru LMA di seluruh dunia (SEER, 2012). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Leukemia Mieloid Akut (LMA) adalah salah satu kanker darah yang ditandai dengan transformasi ganas dan gangguan diferensiasi sel-sel progenitor dari seri mieloid. Bila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem pelayanan perawatan kesehatan berubah dengan cepat sesuai dengan perubahan kebutuhan kesehatan masyarakat dan harapan-harapannya. Seiring dengan perkembangan

Lebih terperinci

a. b. c. Gambar 1.2 Kompresi neurovaskular pada N. Trigeminus Sumber:

a. b. c. Gambar 1.2 Kompresi neurovaskular pada N. Trigeminus Sumber: Bab 1 Pendahuluan 1.1 Definisi Trigeminal neuralgia atau yang dikenal juga dengan nama Tic Douloureux merupakan kelainan pada nervus trigeminus (nervus kranial V) yang ditandai dengan adanya rasa nyeri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid merupakan penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan oleh Salmonella thypi (S thypi). Pada masa inkubasi gejala awal penyakit tidak tampak, kemudian

Lebih terperinci