GAMBARAN HISTOLOGI PROVENTRIKULUS AYAM KETAWA (Gallus domesticus) DENGAN TINJAUAN KHUSUS PADA KANDUNGAN DAN DISTRIBUSI KARBOHIDRAT ULFAH ANDARI GUSNI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "GAMBARAN HISTOLOGI PROVENTRIKULUS AYAM KETAWA (Gallus domesticus) DENGAN TINJAUAN KHUSUS PADA KANDUNGAN DAN DISTRIBUSI KARBOHIDRAT ULFAH ANDARI GUSNI"

Transkripsi

1 GAMBARAN HISTOLOGI PROVENTRIKULUS AYAM KETAWA (Gallus domesticus) DENGAN TINJAUAN KHUSUS PADA KANDUNGAN DAN DISTRIBUSI KARBOHIDRAT ULFAH ANDARI GUSNI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Gambaran Histologi Proventrikulus Ayam Ketawa (Gallus domesticus) dengan Tinjauan Khusus pada Kandungan dan Distribusi Karbohidrat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2015 Ulfah Andari Gusni NIM B

4

5 ABSTRAK ULFAH ANDARI GUSNI. Gambaran Histologi Proventrikulus Ayam Ketawa (Gallus domesticus) dengan Tinjauan Khusus pada Kandungan dan Distribusi Karbohidrat. Dibimbing oleh I KETUT MUDITE ADNYANE dan SAVITRI NOVELINA Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari gambaran histologi proventrikulus ayam ketawa serta kandungan dan distribusi karbohidratnya. Sampel yang digunakan adalah proventrikulus dari dua ekor ayam ketawa. Pengamatan histologis dilakukan dengan pewarnaan hematoksilin-eosin (HE), alcian blue (AB) ph 2.5, periodic acid Schiff (PAS), dan Cason s trichrome. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa proventrikulus ayam ketawa terdiri atas lapisan mukosa (tunika mukosa), submukosa, muskularis (tunika muskularis), dan serosa (tunika serosa). Lapisan mukosa dilapisi oleh epitel silindirs sebaris yang mempunyai lipatan mukosa. Lapisan submukosa terdiri atas kelenjar proventrikulus yang masing masing dipisahkan oleh lapisan otot yang tipis. Karbohidrat yang terdapat pada proventrikulus ayam ketawa yaitu karbohidrat asam dan netral. Karbohidrat tersebut ditemukan pada permukaan mukosa dari lumen proventrikulus dan lumen kelenjar proventrikulus. Kata kunci: karbohidrat, Cason s trichrome, ayam ketawa, histologi, proventrikulus

6 ABSTRACT ULFAH ANDARI GUSNI. The Histology of Proventriculus of Gaga Chicken (Gallus domesticus) with Special Refference to the Content and Distribution of Carbohydrate. Supervised by I KETUT MUDITE ADNYANE and SAVITRI NOVELINA The aims of this research are to study the histology also distribution and carbohydrate content of Gaga chicken s proventriculus. This reserch used two proventriculus tissues of Gaga chicken. The preserved proventriculus of Gaga chicken was processed for applying of various dyes including haematoxylin eosin, alcian blue (AB) ph 2.5, periodic acid Schiff (PAS), and Cason s trichrome as it in histological. The observations was done by microscopic observations toward histological structure also content and distribution of carbohydrate of proventriculus from Gaga chicken. The results showed that Gaga chicken s proventriculus consisted of mucosa (tunica mucosa), submucosa, muscularis (tunica muscularis), and serosa layer (tunica serosa). The mucosa layer presented of folds were lined by simple columnar epithelium with muscularis mucosa in the lamina propria. The submucosa layer consisted of glands lobules were separated from one another by thin muscles layers. The carbohydrate which was found in Gaga chicken s proventriculus namely acid and neutral carbohydrates. The carbohydrates were found in mucosa surface of lumen proventriculus and lumen of proventriculus glands. Keywords: carbohydrate, Cason s trichrome, Gaga chicken, histology, proventriculus

7 GAMBARAN HISTOLOGI PROVENTRIKULUS AYAM KETAWA (Gallus domesticus) DENGAN TINJAUAN KHUSUS PADA KANDUNGAN DAN DISTRIBUSI KARBOHIDRAT ULFAH ANDARI GUSNI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

8

9

10 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan terhadap Allah subhanahu wa ta ala, karena atas rahmat dan hidayah Nya penelitian serta penulisan skripsi dengan judul Gambaran Histologi Proventrikulus Ayam Ketawa (Gallus domesticus) dengan Tinjauan Khusus pada Kandungan dan Distribusi Karbohidrat ini dapat diselesaikan. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Berbagai pihak telah banyak membantu penulis dalam keberlangsungan penelitian dan penulisan skripsi ini. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih sebesar besarnya kepada: 1. Drh I Ketut Mudite Adnyane, MSi PhD PAVet sebagai pembimbing akademik selama penulis menjalankan studi di Fakultas Kedokteran Hewan IPB, sekaligus pembimbing skripsi atas segala bimbingan, dukungan, nasihat serta kesabaran yang telah diberikan sampai selesainya penulisan skripsi ini. 2. Dr Drh Savitri Novelina, MSi PAVet sebagai pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, dukungan, nasihat serta kesabaran hingga penulisan skripsi ini selesai. 3. Papa dan mama tercinta, Gusmal Fakhrizal dan Edywarni, serta kakak dan adik tercinta, Latifahannisaa Gusni dan Ridha Rahmasari Gusni yang selalu memberikan doa, dukungan, semangat, dan kasih sayang kepada penulis. 4. Drh Adi Winarto, PhD PAVet dan Prof Drh Tutik Wresdiyati PhD PAVet, serta seluruh staff laboratorium histologi yaitu Pak Iwan Rochmana dan Pak Maman Suparman. 5. Teman teman satu laboratorium penelitian (Filika Amalia Isman, Miftahul Ilmi, Irene Kosim, Rifky Rizkiantino, Dhenok Maria Ulva, Tyas Noormalasari H, Rahajeng Harnastiti, Alamsah Firdaus, dan Andi Prasetiawan) atas kesabaran dan kepedulian yang telah diberikan. 6. Teman teman (Husnul Fuady, Ansenora Bekris, Sri Rahayu Resmawati, dan Fitri Hardiani Fathonah) yang telah memberikan semangat, dukungan, kesabaran, dan kepedulian. 7. Teman teman Ganglion 48 atas dukungannya selama kuliah, serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis menyadari tulisan ini jauh dari kesempurnaan, namun penulis berharap tulisan ini dapat memberikan sumbangan terhadap ilmu pengetahuan, dan dapat bermanfaat baik bagi penulis maupun bagi pembaca. Bogor, September 2015 Ulfah Andari Gusni NIM B

11 DAFTAR ISI DAFTAR ISI vii DAFTAR TABEL viii DAFTAR GAMBAR viii DAFTAR LAMPIRAN viii PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA 2 Ayam Ketawa 2 Struktur Umum Saluran Pencernaan Ayam 3 Proventrikulus 4 Karbohidrat 5 Pewarnaan Hematoksilin Eosin (HE) 5 Pewarnaan alcian blue (AB) dan periodic acid Schiff (PAS) 5 Pewarnaan Cason s trichrome 5 BAHAN DAN METODE 6 Waktu dan Tempat Penelitian 6 Alat dan Bahan 6 Metode Penelitian 6 HASIL DAN PEMBAHASAN 7 Hasil 7 Pembahasan 10 SIMPULAN DAN SARAN 12 Simpulan 12 Saran 12 DAFTAR PUSTAKA 13 RIWAYAT HIDUP 19

12 DAFTAR TABEL Hasil pewarnaan AB dan PAS pada proventrikulus ayam ketawa 9 DAFTAR GAMBAR 1 Penampilan fisik ayam ketawa 2 2 Anatomi saluran pencernaan ayam 4 3 Fotomikrograf dinding proventrikulus ayam ketawa 8 4 Fotomikrograf kelenjar proventrikulus ayam ketawa 8 5 Fotomikrograf kelenjar proventrikulus ayam ketawa dengan pewarnaan Cason s trichrome 9 6 Fotomikrograf sebaran dan konsentrasi kualitatif karbohidrat 10 DAFTAR LAMPIRAN 1 Prosedur Pewarnaan Hematoksilin Eosin (HE) 15 2 Prosedur Pewarnaan alcian blue (AB) 16 3 Prosedur Pewarnaan periodic acid Schiff (PAS) 17 4 Prosedur Pewarnaan Cason s trichrome 18

13 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki keragaman fauna yang tinggi. Keragaman tersebut seharusnya mendapat perhatian khusus, baik sebagai bahan kajian dalam ilmu pengetahuan maupun dalam upaya pelestarian. Ayam bukan ras (ayam buras) merupakan unggas yang dikembangbiakkan masyarakat Indonesia. Ayam ini memiliki karakteristik yang relatif homogen dan penamaannya berdasarkan ciri khas yang dimilikinya (Sartika dan Iskandar 2008). Ternak ayam bukan hanya untuk produksi daging dan telurnya namun ada beberapa bangsa pada unggas yang dipelihara untuk tujuan kesenangan. Ayam ketawa (ayam Gaga) merupakan salah satu ayam buras yang sangat berpotensi dalam bisnis ayam hias di Indonesia karena memiliki karakter kokok yang khas. Ayam ini termasuk dalam kategori plasma nutfah Sulawesi Selatan, Indonesia. Ayam ketawa, di daerah asalnya (Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan) disebut Ayam Gaga, tetapi karena suara kokoknya seperti suara tertawa, maka ayam ini lebih dikenal dengan sebutan ayam ketawa. Keunikan suara kokok ayam ini telah mendapat perhatian penggemar ayam hias sehingga sering diadakan kontes ayam ketawa di berbagai daerah dengan hadiah mencapai puluhan juta rupiah. Hal tersebut menyebabkan ayam ketawa memiliki harga jual yang tinggi mencapai jutaan rupiah per ekor, terutama jika ayam tersebut sudah sering memenangkan kontes. Oleh karena itu, ayam ini sangat berharga bagi pemiliknya sehingga rutin melakukan perawatan untuk menjaga kesehatannya dengan memberikan pakan yang sesuai (Ali 2015). Pemberian pakan akan mempengaruhi kualitas dari ayam (Ketaren 2010). Selain itu, efisiensi pakan dipengaruhi oleh metabolisme yang berkaitan dengan sistem pencernaan hewan. Secara fisik, morfologi eksterior ayam ketawa hampir sama dengan ayam kampung, namun karena keunikannya maka menarik untuk melakukan penelitian pada ayam ini. Penelitian pada ayam ketawa yang sudah dilaporkan antara lain mengenai kajian bioakustik tipe suara (Junaedi 2012), analisis suara kokok (Bugiwati dan Fachri 2013), studi dimensi tubuh (Bugiwati et al. 2013), struktur anatomi syrinx (Prawira 2014), dan morfologi kelenjar mandibularis dan lingualis (Ali 2015). Namun, penelitian mengenai saluran pencernaan khususnya proventrikulus ayam ketawa masih belum pernah dilaporkan. Proventrikulus merupakan lambung kelenjar pada unggas yang berperan dalam proses pencernaan kimiawi, sehingga mempersiapkan pakan agar nutrien yang terkandung didalamnya dapat diserap oleh usus dan diedarkan ke seluruh tubuh melalui sirkulasi darah (Stevens dan Hume 1995). Aktivitas sel pada saluran pencernaan, termasuk proventrikulus dipengaruhi oleh karbohidrat kompleks yang terkandung didalamnya. Karbohidrat berperan penting dalam proses metabolisme sel (Myers et al. 2008). Data mengenai gambaran histologi serta kandungan dan distribusi karbohidrat proventrikulus ayam ketawa dapat memberikan gambaran mekanisme pencernaan ayam ketawa.

14 2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari gambaran histologi serta kandungan dan distribusi karbohidrat pada proventrikulus ayam ketawa. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan data tentang saluran pencernaan khususnya proventrikulus ayam ketawa. TINJAUAN PUSTAKA Ayam Ketawa Ayam ketawa merupakan ayam buras. Umumnya orang meyebut ayam buras sebagai ayam kampung, namun istilah buras dalam makna harfiahnya berarti ayam yang berada diluar kategori ayam ras (Suharno 2002). Nenek moyang ayam buras yang ada di Indonesia berasal dari ayam hutan merah (Gallus gallus) (Martojo 1992). Pendapat tersebut sesuai dengan Crawford (1990) yang menyatakan bahwa ayam hutan merah (Red jungle Fowl) merupakan nenek moyang dari ayam domestikasi (Gallus gallus domesticus) saat ini. Pernyataan tersebut didasarkan pada hasil penelusuran bahwa ayam buras Indonesia memiliki hubungan kekerabatan genetik yang lebih dekat dengan ayam hutan merah (Gallus gallus) dibandingkan dengan ayam hutan hijau (Gallus varius). Penampilan fisik ayam ketawa dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1 Penampilan fisik ayam ketawa, ukuran tubuh sedang dan warna bulu tidak spesifik. (Sumber: Sartika dan Iskandar 2008) Secara umum, penampilan fisik ayam ketawa hampir sama dengan ayam kampung yaitu warna bulu dan ukuran tubuhnya (Bugiwati et al. 2103), sehingga taksonomi ayam ketawa mengikuti ayam kampung (Gallus gallus domesticus). Taksonomi ayam kampung menurut Crawford (1990) adalah sebagai berikut:

15 Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Aves Subkelas : Neornithers Ordo : Galliformers Famili : Phasianidae Genus : Gallus Spesies : Gallus gallus Subspesies : Gallus gallus domesticus Ayam ketawa sudah ditetapkan sebagai ayam lokal Indonesia yang mempunyai sebaran asli geografis di Provinsi Sulawesi Selatan secara hukum oleh Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 2920/Kpts/OT.140/6/2011 tentang Penetapan Rumpun Ayam Gaga, tetapi informasi ilmiah mengenai deskripsi fenotip, ciri ciri morfologi, ciri ciri reproduksi, sifat sifat reproduksi, dan gambaran profil darah ayam ketawa belum dilaporkan (Bugiwati dan Fachri 2013). 3 Struktur Umum Saluran Pencernaan Ayam Saluran pencernaan unggas terdiri atas paruh, mulut, esofagus, tembolok, proventrikulus, ventrikulus, usus halus (duodenum, jejenum, ileum), usus besar (sekum, kolon), dan kloaka (Soeharsono 2010). Sistem pencernaan unggas berbeda dengan sistem pencernaan mamalia. Unggas tidak memiliki gigi untuk melumat makanan, sehingga kelenjar saliva pada unggas berkembang dengan sangat baik untuk menghasilkan saliva yang berfungsi membasahi makanan, melicinkan esofagus, dan memulai pencernaan pati (Ali 2015). Pakan yang dimakan disimpan sementara di dalam tembolok dan akan mendapatkan sekreta mukus yang berfungsi untuk membantu menghaluskan pakan. Pakan yang telah mengalami pelumasan di dalam tembolok selanjutnya akan menuju lambung kelenjar atau proventrikulus. Proventrikulus akan mensekresikan pepsin dan HCl yang berfungsi untuk memecah protein dan lemak. Pakan berlanjut pada tahap pencernaan di ventrikulus atau lambung otot yang berfungsi menghancurkan makanan secara mekanis (Yuwanata 2004). Proses absorpsi terjadi di dalam usus halus yang terdiri dari duodenum, jejenum, dan ileum. Menurut Soeharsono (2010), terdapat variasi panjang usus halus pada unggas berdasarkan jenis bahan makanan/pakan. Usus halus akan lebih panjang pada unggas pemakan hijauan dan butiran sedangkan pada unggas pemakan daging lebih pendek. Setelah melewati pencernaan di usus halus, makanan akan menuju ke usus besar, dan kloaka. Unggas yang memakan biji bijian dapat memiliki dua sekum yang besar, sedangkan pada jenis unggas lainnya hanya terdapat kantung sekum yang rudimenter bahkan pada beberapa unggas tidak memiliki sekum sama sekali (Scanes et al. 2004). Saluran terakhir dari pencernaan unggas adalah kloaka yang merupakan tempat pembentukan feses. Struktur umum saluran pencernaan ayam dapat dilihat pada Gambar 2 berikut.

16 4 Gambar 2 Anatomi saluran pencernaan ayam (Sumber: Proventrikulus Lambung merupakan saluran pencernaan yang dapat berdilatasi, mempunyai struktur seperti kantung, dan berfungsi dalam proses pencernaan secara mekanis serta kimiawi. Pencernaan secara mekanis dilakukan oleh gerakan peristaltik, sedangkan pencernaan kimiawi melalui proses enzimatik dan hidrolisis oleh asam lambung menjadi komponen yang dapat dicerna (Banks 1993). Lambung unggas terbagi atas proventrikulus dan ventrikulus. Proventrikulus merupakan lambung kelenjar atau glandular stomach pada unggas. Proventrikulus mensekresikan HCl dan enzim pencernaan untuk proses kimiawi, serta mukus sebagai pelicin agar makanan mudah dihancurkan dan dilewatkan ke organ berikutnya. Sedangkan ventrikulus berfungsi secara mekanis menggantikan fungsi gigi karena unggas tidak memiliki gigi (Stevens dan Hume 1995). Struktur lapisan dinding proventrikulus terdiri atas mukosa, submukosa, tunika muskularis, dan tunika serosa. Lapis mukosa terdiri atas lamina epitelialis, lamina propria, dan muskularis mukosa. Mukosa proventrikulus membentuk lipatan lipatan yang disebut dengan plika. Lekukan antara lipatan tersebut disebut dengan sulkus. Lamina epitelialis disusun oleh sel epitel silindris sebaris kecuali pada dasar sulkus yang berbentuk kubus. Pada proventrikulus terdapat sel sekretori berbentuk kubus sampai dengan silindris yang menghasilkan pepsinogen dan asam klorida. Lapis submukosa berupa jaringan ikat, pada lapis ini terdapat banyak pembuluh darah dan pembuluh limfe. Lapis tunika muskularis disusun oleh otot polos. Lapis tunika serosa yang merupakan jaringan ikat longgar (Bacha dan Bacha 2000).

17 5 Karbohidrat Secara umum, definisi karbohidrat adalah senyawa organik yang mengandung atom karbon, hidrogen dan oksigen, dan pada umumnya unsur hidrogen dan oksigen dalam komposisi menghasilkan H 2 O (Hutagalung 2004). Karbohidrat memiliki peranan penting dalam metabolisme seluler salah satunya yaitu terlibat dalam fungsi seluler yaitu adesi sel, aktivitas enzim, dan respon kekebalan tubuh. Karbohidrat dalam sel sebagian besar berbentuk karbohidrat kompleks, yang dapat berikatan dengan protein berupa glikoprotein dan proteoglikan atau berikatan dengan lemak dalam bentuk glikolipid (Myers et al. 2008). Karbohidrat kompleks terbagi atas dua golongan, yaitu karbohidrat asam dan karbohidrat netral. Karbohidrat asam seperti kondroitin sulfat, dermatan sulfat, heparin sulfat, asam hyaluronat, sialomusin dan sulfomusin, sedangkan karbohidrat netral seperti glikogen dan glikoprotein (Bancroft 2008). Karbohidrat netral yang terkandung pada lambung diduga berfungsi dalam hal perlindungan terhadap perlukaan secara mekanis (Wallace dan Granger 1996). Karbohidrat asam berperan penting dalam menentang invasi patogen potensial, serta melumasi dan proteksi saluran pencernaan (Schauer 1982). Pewarnaan Hematoksilin Eosin (HE) Pewarnaan hematoksilin eosin (HE) merupakan pewarnaan yang digunakan untuk mengamati stuktur umum jaringan. Hematoksilin akan memberikan warna biru kehitaman pada inti sel, dengan detail intranukleus yang baik. Sedangkan eosin akan memberikan warna merah muda, orange hingga merah dengan variasi dan intensitas yang berbeda pada sitoplasma sel dan jaringan ikat longgar (Gamble 2008). Pewarnaan Alcian Blue (AB) dan Periodic Acid Schiff (PAS) Alcian blue (AB) dan periodic acid Schiff (PAS) merupakan teknik pewarnaan histokimia yang digunakan untuk mendeteksi kandungan karbohidrat pada jaringan (Myers et al. 2008). Menurut Bancroft (2008) dalam teknik pewarnaan histokimia jaringan, karbohidrat kompleks terbagi atas dua golongan, yaitu karbohidrat netral dan karbohidrat asam. Pewarnaan AB bertujuan untuk mengetahui kelompok karbohidrat asam dalam jaringan yang ditandai dengan terbentuknya warna biru pada jaringan, sedangkan pewarnaan PAS bertujuan untuk mendeteksi adanya kelompok karbohidrat netral yang ditandai dengan terbentuknya warna merah magenta pada jaringan (Adnyane et al. 2010). Pewarnaan Cason s trichrome Metode trichrome merupakan metode pewarnaan yang digunakan untuk mengidentifikasi jaringan ikat pada jaringan. Metode ini mengidentifikasi jaringan ikat dengan teknik pewarnaan yang menggunakan dua atau lebih pewarna anionik

18 6 yang berhubungan dengan fosfomolibdat atau asam fosfat. Kolagen diwarnai secara selektif oleh salah satu pewarna sehingga menghasilkan wana biru. Warna biru tersebut berasal dari pewarna aniline blue yang menunjukkan adanya jaringan ikat (Kiernan 1990). BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada mulai bulan Januari sampai Agustus 2015 di Laboratorium Histologi, Bagian Anatomi Histologi dan Embriologi, Departemen Anatomi Fisiologi dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Alat dan Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel proventrikulus dari dua ekor ayam ketawa. Sampel merupakan koleksi dari Dr Drh Dwi Kesuma Sari, Program Studi Kedokteran Hewan, Universitas Hasanuddin, Makassar. Bahan lain yang digunakan yaitu larutan pengawet paraformaldehid 4%, alkohol bertingkat dengan konsentrasi 70%, 80%, 90%, 95%, dan 100%, xylol, parafin, akuades, air keran, pewarna hematoksilin eosin (HE), alcian blue (AB), periodic acid Schiff (PAS), Cason s trichrome, dan Entelan. Alat alat yang digunakan adalah perlengkapan bedah minor, cawan, penggaris, tissue casette, botol, inkubator, tissue embedding console, cetakan parafin, blok kayu, mikrotom, pisau mikrotom, object glass, cover glass, kertas label, kotak preparat, perlengkapa perwarnaan jaringan, mikroskop cahaya, dan peralatan fotografi. Metode Penelitian Persiapan dan Pembuatan Preparat Proventrikulus dipotong sepanjang ± 5 mm dan dimasukkan ke dalam botol berisi alkohol dengan konsentrasi 70% sebagai tahap stopping point sampai pada proses pembuatan preparat. Pembuatan preparat dimulai dengan proses dehidrasi bertahap dengan cara memasukkan sampel yang sudah siap dalam tissue casette ke dalam alkohol dengan konsentrasi 80%, 90%, dan 95% masing masing selama 24 jam, selanjutnya dalam alkohol 100% sebanyak tiga kali masing masing selama 30 menit. Proses berikutnya yaitu clearing, dengan memasukkan sampel ke dalam larutan xylol sebanyak tiga kali masing masing selama 1 jam. Tahap berikutnya adalah infiltrasi parafin cair ke dalam jaringan sebanyak tiga kali dengan durasi masing masing selama 30 menit. Sampel kemudian di embedding pada cetakan parafin dan dibentuk pada blok kayu. Sampel tersebut kemudian dipotong menggunakan mikrotom dengan ketebalan 5 µm dan diletakkan di atas

19 object glass. Preparat diletakkan pada kotak preparat, lalu diinkubasi pada suhu 37ºC selama 24 jam agar preparat menempel sempurna pada object glass. Pewarnaan dan Pengamatan Preparat Pewarnaan preparat dilakukan dengan pewarna hematoksilin eosin (HE) untuk melihat struktur umum jaringan, alcian blue (AB) ph 2.5 untuk mendeteksi kandungan karbohidrat asam, periodic acid Schiff (PAS) untuk mendeteksi kandungan karbohidrat netral, dan Cason s trichrome untuk mendeteksi jaringan ikat. Sebelum dilakukan pewarnaan, preparat tersebut harus melalui proses deparafinisasi dan rehidrasi untuk mengembalikan air ke dalam jaringan. Proses rehidrasi dimulai dengan larutan xylol, dilanjutkan dengan alkohol 100%, 95%, 90%, 80%, dan 70%. Preparat yang telah diwarnai kemudian di clearing menggunakan larutan xylol, lalu ditutup cover glass dengan medium perekat Entelan. Pengamatan preparat dilakukan dengan menggunakan mikroskop cahaya untuk mengamati struktur umum meliputi morfologi sel dan jaringan, jaringan ikat, serta kandungan dan distribusi karbohidrat proventrikulus ayam ketawa. Analisis Data Data pengamatan dianalisis secara deskriptif, kemudian dibandingkan dengan data hewan lain yang berkerabat dekat dengan ayam ketawa maupun literatur yang berhubungan. 7 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Hasil pewarnaan hematoksilin eosin (HE) memperlihatkan bahwa dinding proventrikulus ayam ketawa terdiri atas empat lapisan, yaitu lapisan mukosa (tunika mukosa), submukosa, muskularis (tunika muskularis), dan serosa (tunika serosa) (Gambar 3). Lapisan mukosa berupa lipatan lipatan yang dilapisi oleh sel sel epitel silindris sebaris. Terdapat lapisan muskularis mukosa pada lamina propria yang memisahkan lapisan mukosa dengan submukosa. Lapisan submukosa merupakan bagian yang paling dominan dari dinding proventrikulus, yang terdiri atas kelenjar proventrikulus yang membentuk lobus lobus. Lobus kelenjar tersebut berbentuk kerucut, terdiri atas sel sel sekretori yang tersusun mengelilingi lumen dari lobus tersebut (Gambar 4A). Masing masing lumen dilapisi oleh sel silindris sebaris (Gambar 4B). Sel sekretori dari kelenjar proventrikulus tersebut secara keseluruhan berbentuk kerucut dengan inti di bagian basal. Hasil pewarnaan Cason s trichrome memperlihatkan bahwa masing masing lobus kelenjar tersebut dipisahkan oleh lapisan berwarna merah (Gambar 5). Tunika muskularis terdiri atas tiga lapisan otot, yaitu lapisan otot longitudinal pada bagian dalam dan luar, dan lapisan otot sirkuler pada bagian tengah. Lapisan serosa terdiri atas jaringan ikat dan sel sel lemak.

20 8 Gambar 3 Fotomikrograf dinding proventrikulus ayam ketawa, terdiri atas M mukosa. MM muskularis mukosa. SM submukosa yang memiliki kelenjar (K). TM tunika muskularis terdiri dari dua otot longitudinal (OL) dan satu otot sirkuler (OS). S serosa. Pewarnaan = HE. Skala bar = 200 m Gambar 4 Fotomikrograf kelenjar proventrikulus ayam Ketawa. (A) Lobus kelenjar. (B) Sel kelenjar, terdiri atas epitel silindris (a) dan sel-sel sekretori (b). Pewarnaan = HE. Skala bar = (A) 100 m, (B) 50 m

21 9 Gambar 5 Fotomikrograf kelenjar proventrikulus ayam ketawa dengan pewarnaan Cason s trichrome. Masing masing lobus kelenjar (a interlobular kelenjar) dipisahkan oleh lapisan berwarna merah (otot). K Kelenjar. Skala bar = 100 m Karbohidrat Asam dan Karbohidrat Netral Hasil pewarnaan alcian blue ph 2.5 (AB ph 2.5) dan periodic acid Schiff (PAS) pada proventrikulus ayam ketawa dengan internsitas yang bervariasi dimulai dari negatif hingga positif kuat seperti dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel Hasil pewarnaan AB dan PAS pada proventrikulus ayam ketawa Nama Organ Pewarnaan AB ph 2.5 PAS Proventrikulus - Lumen mukosa Epitel mukosa Epitel kelenjar Sel sekretori - - Keterangan : (-) = negatif, (+) = positif lemah, (++) = positif sedang, (+++) = positif kuat Hasil pewarnaan AB ph 2.5 menunjukkan adanya reaksi positif pada permukaan epitel mukosa dan sekreta lumen proventrikulus. Permukaan epitel lumen dari beberapa kelenjar proventrikulus juga menunjukkan reaksi positif tetapi dengan intensitas yang lemah, sedangkan sel sel sekretori pada kelenjar menunjukkan reaksi negatif. Hasil pewarnaan PAS juga menunjukkan adanya reaksi positif pada permukaan epitel mukosa, sekreta lumen proventrikulus, dan permukaan epitel lobus kelenjar. Sedangkan pada sel sel sekretori kelenjar proventrikulus memperlihatkan hasil negatif. Fotomikrograf proventrikulus ayam ketawa yang telah diwarnai dengan pewarnaan AB ph 2.5 dan PAS dapat dilihat pada Gambar 6 berikut.

22 10 Gambar 6 Fotomikrograf konstentrasi dan distribusi karbohidrat proventrikulus ayam ketawa. (A, B) Lumen proventrikulus, (C, D) Kelenjar proventrikulus, karbohidrat terdistribusi di lumen kelenjar tetapi negatif pada selsel sekretori. Pewarnaan A, C = AB ph 2.5; B, D = PAS. Skala bar = 100 m Pembahasan Hasil pengamatan yang telah diakukan memperlihatkan bahwa dinding proventrikulus ayam ketawa serupa dengan dinding proventrikulus ayam pada umumnya, yaitu terdiri atas lapisan mukosa (tunika mukosa), submukosa, muskularis (tunika muskularis), dan serosa (tunika serosa). Kadhim et al. (2010) mendeskripsikan bahwa terdapat empat lapisan pada dinding proventrikulus ayam, yaitu lapisan mukosa (tunica mucosa gastris), submukosa (tela submucosa gastris), lapisan muskular (tunica muscularis gastris) dan serosa (tunica serosa gastris). Penelitian lain juga menyatakan bahwa dinding proventrikulus terdiri atas 4 lapisan (Batah et al. 2012; Hamidi et al. 2013; Rossi et al. 2005; Selvan et al. 2008). Tunika mukosa proventrikulus terdiri atas lipatan lipatan yang dilapisi oleh epitel silindris sebaris. Hal tersebut menyerupai tunika mukosa pada proventrikulus red jungle fowl yang berupa lipatan lipatan (plicae proventriculares) dan sulkus pada permukaan lumen. Lipatan tersebut dilapisi

23 oleh epitel silindris, tetapi terlihat semakin memendek menjadi kubus hingga ke basal dari sulkus (Kadhim et al. 2010). Penelitian lainnya yaitu mengenai proventrikulus yellow billed grosbeak melaporkan bahwa sulkus dilapisi oleh sel silindris sebaris dengan inti di bagian basal dan sitoplasma asidofilik, tetapi sel tersebut tidak terdapat di atas lipatan proventrikulus (Zhu et al. 2013). Lamina propria dari lapisan mukosa proventrikulus ayam ketawa memiliki lapisan muskularis mukosa. Hal tersebut serupa dengan lapisan mukosa dari peoventrikulus red jungle fowl yang juga memiliki lapisan muskularis mukosa pada lamina propria (Kadhim et al. 2010). Submukosa proventrikulus ayam ketawa merupakan bagian yang paling dominan terdiri atas lobus lobus kelenjar yang berbentuk segitiga. Kadhim et al. (2010) menyatakan bahwa kelenjar proventrikulus mengisi bagian utama dari dinding proventrikulus. Lobus kelenjar tersebut berbentuk kerucut atau lingkaran dan dibatasi satu sama lainnya oleh lapisan jaringan ikat dengan banyak pembuluh darah. Hasil pewarnaan Cason s trichrome memperlihatkan bahwa lobus kelenjar proventrikulus ayam ketawa dipisahkan satu sama lainnya oleh lapisan berwarna merah yang merupakan lapisan otot. Hal ini menunjukkan bahwa proventrikulus ayam ketawa memerlukan bantuan otot yang lebih banyak dibandingkan pada ayam pada umumnya sebagai fungsi mekanis. Masing masing lobus kelenjar proventrikulus ayam ketawa terdiri atas sel sel sekretori yang tersusun secara radial mengelilingi lumen dari lobus tersebut dan secara keseluruhan berbentuk kerucut dengan inti di bagian basal. Masing masing lumen tersebut dilapisi oleh sel silindris sebaris. Hasil tersebut serupa dengan red jungle fowl yang masing masing lobus kelenjarnya terdiri dari bagian yang disebut dengan unit tubulo alveolar dan bagian sekretori dilapisi oleh sel berbentuk kubus hingga silindris. Sel sekretori tersebut secara keseluruhan mempunyai bentuk kerucut dengan inti di bagian basal dan bagian kosong pada apikal setiap sel, tetapi sel dengan bagian apikal yang lebar dan inti yang berada di tengah juga terlihat (Kadhim et al. 2010). Tunika muskularis proventrikulus ayam ketawa terdiri atas tiga lipsan otot, yaitu lapisan otot longitudinal pada bagian dalam dan luar, serta lapisan otot sirkuler yang cukup tebal pada bagian tengah. Hasil tersebut berbeda dengan Kadhim et al. (2010) dan Zhu et al. (2013) yang melaporkan bahwa tunika muskularis terdiri atas dua lapisan otot, yaitu lapisan tebal otot sirkuler pada bagian dalam dan lapisan tipis otot longitudinal pada bagian luar. Sedangkan Rossi et al. (2005) melaporkan bahwa tunika muskularis proventrikulus Rhynchotus rufescens terdiri dari lapisan otot longitudinal pada bagian dalam dan lapisan otot sirkuler pada bagian luar. Perbedaan struktur tunika muskularis proventrikulus ini diduga ada hubungannya dengan fungsi makanis pada proventrikulus dan jenis pakan yang dimakan. Selain itu perbedaan struktur tunika muskularis Tunika serosa proventrikulus ayam ketawa terdiri atas jaringan ikat yang memiliki banyak pembuluh darah dan jaringan lemak. Hasil tersebut serupa dengan laporan dari Kadhim et al. (2010), Rossi et al. (2005), dan Zhu et al. (2013). Karbohidrat tersebar di dalam jaringan tubuh. Senyawa ini terutama ditemukan dipermukaan sel, di dalam sitoplasma (bergantung pada aktivitas fungsional sel), dan matriks ekstra sel (Leathem 1986). Pewarnaan AB ph 2.5 digunakan untuk mendeteksi mukopolisakarida yang bersifat asam, sedangkan 11

24 12 pewarnaan PAS digunakan untuk mendeteksi mukopolisakarida yang bersifat netral (Kiernan 1990). Hasil pengamatan yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pada sel-sel sekretori kelenjar proventrikulus ayam ketawa tidak ditemukan karbohidrat asam maupun netral dengan ditunjukkannya hasil negatif. Namun hasil positif terlihat pada permukaan mukosa dan sekreta lumen proventrikulus, serta permukaan epitel kelenjar proventrikulus yang menujukkan bahwa proventrikulus ayam ketawa mengandung karbohidrat asam dan netral. Hasil tersebut serupa dengan Kadhim et al. (2010) yang melaporkan bahwa reaksi positif terlihat pada sekreta lumen dan diantara lipatan mukosa proventrikulus. Selvan et al. (2008) juga melaporkan bahwa baik mukus yang bersifat asam maupun netral terdeteksi pada epitel yang melapisi mukosa proventrikulus. Namun keduanya melaporkan bahwa epitel kelenjar submukosa proventrikulus menunjukkan reaksi negatif. Hamidi et al. (2013) menyatakan bahwa sel sekretori kelenjar yang menunjukkan hasil negatif pada pewarnaan AB ph 2.5 dan PAS mengindikasikan sel tersebut tidak berfungsi sebagai sekresi mukus, tetapi berfungsi untuk mensekresikan HCl dan pepsin seperti pada sekresi lambung mamalia. Aughey dan Frederic (2001) juga menyatakan bahwa pada kelenjar proventrikulus umumnya hanya terdapat satu tipe sel yang mengkombinasikan fungsi dari sel parietal dan sel utama pada mamalia yaitu menghasilkan asam dan pepsin. Hal ini menunjukkan bahwa karbohidrat asam dan netral yang terdapat pada lumen kelenjar proventrikulus ayam ketawa bukan dihasilkan oleh sel sekretori. Karbohidrat tersebut diduga berasal dari sel mukus yang terdapat pada epitel yang melapisi lumen kelenjar. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa struktur histologi proventrikulus ayam ketawa terdiri atas lapisan mukosa, submukosa, muskularis dan serosa. Lapisan mukosa berupa lipatan lipatan dilapisi oleh epitel silindris sebaris dan memiliki lapisan muskularis mukosa pada lamia propria. Lapisan submukosa terdiri atas lobus lobus kelenjar yang masing masing dipisahkan oleh lapisan otot. Karbohidrat asam dan netral ditemukan pada permukaan mukosa dari proventrikulus dan mukosa kelenjar proventrikulus. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai fungsi lapisan otot pada submukosa proventrikulus ayam ketawa, serta mengenai glikokonjugat pada proventrikulus ayam ketawa.

25 13 DAFTAR PUSTAKA Adnyane IKM, Zuki ABZ, Noordin MM, Agungpriyono S Histological study of the parotid and mandibular glands of Barking Deer (Muntiacus muntjak) with special reference to the distribution of carbohydrate content. Journal of Veterinary Medicine, Anatomia Histologia Embryologia. 39: doi: /j x. Ali MSH Morfologi kelenjar mandibularis dan lingualis ayam ketawa dan ayam kampung (Gallus gallus domesticus) dengan tinjauan khusus pada distribusi dan kandungan karbohidrat [skripsi]. Makassar (ID): Universitas Hasanuddin. Aughey E, Frederic LF Comparative Veterinary Histology with Clinical Correlates. London (UK): Manson Publishing Ltd. Bacha WJ, Bacha LM Color Atlas of Veterinary Histology, Second Edition. Balado D, editor. Amerika Serikat (US): Williams & Wilkins. Bancroft JD, Gamble M Theory and Practice of Histological Techniques, Sixth Edition. USA: Churchill Livingstone Elsevier. Banks WJ Applied Veterinary Histology, Third Edition. Reinhardt RW, editor. Amerika Serikat (US): Mosby, Inc. Batah AL, Selman HA, Saddam M Histological study for stomach (proventriculus and gizzard) of coot bird Fulica atra. Diyala Agricultural Science Journal. 4(1):9-16. Bugiwati SRA, Fachri A Crowing sound analysis of Gaga chicken: local chicken from South Sulawesi Indonesia. International Journal of Plant, Animal and Environmental Sciences. 3(2): Bugiwati SRA, Harada H, Dagong MIA, Rahim L, Prahesti KI Study of body dimension of Gaga chicken, germ plasm of local chicken from South Sulawesi Indonesia. International Journal of Plant, Animal and Environmental Sciences. 3(4): Crawford RD Poultry Breeding and Genetics. Animal and Veterinary Sciences. Vol: 22. Amsterdam: Elsevier. Gamble M The Hematoxylins and Eosin. Di dalam: Bancroft JD dan Gamble M, editor. Theory and Practice of Histological Techniques, Sixth Edition. USA: Churchill Livingstone Elsevier. hlm 121. Hamidi H, El-Ghazeeb AW, Zaher M, AbuAhmad F Anatomical, histological and histochemical adaptations of the avian aliementary canal to their food habits: II-Elanus caeruleus. International Journal of Scientific & Engineering Research. 4(10): Hutagalung H Karbohidrat [artikel ilmiah]. Medan (ID): Universitas Sumatera Utara. USU digital library. Junaedi Kajian bioakustik tipe suara ayam gaga [skripsi]. Makassar (ID): Universitas Hasanuddin. Kadhim KK, Zuki ABZ, Noordin MM, Babjee SMA Histomorphology of the stomach, proventriculus and ventriculus of teh red jungle fowl. Journal of Veterinary Medicine, Anatomia Histologia Embryologia. 40(3): Ketaren PP Kebutuhan gizi ternak unggas di Indonesia. Wartazoa. 20(4):

26 14 Kiernan JA Histological and Histochemical Methods: Theory and Practice. New York: Pergamon Press. Leathem A Lectin Histochemistry. Polak JM, Norden, Editor. Immunocytochemistry Modern Method and Applications. Bristol: Wright. Martojo H Peningkatan mutu genetik ternak. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas. Myers RB, Jerry LF, and William EG Carbohydrates. Di dalam: Bancroft JD dan Marilyn G. Theory and Practice of Histological Techniques, Sixth Edition. USA: Churchill Livingstone Elsevier. hlm 161. Poultry CRC Feeding. [internet].[diunduh pada 12 September 2015].Tersedia pada: Prawira AY Struktur anatomi syrinx pada ayam ketawa [skripsi]. Makassar (ID): Universitas Hasanuddin. Rossi JR, Baraldi-Artoni SM, Oliveria D, da Cruz C, Franzo VS, Sagula A Morphology of glandular stomach (ventriculus glandularis) and muscular stomach (ventriculus muscularis) of the partridge Rhynchotus rusfescens. Ciena Rural, Santa Maria. 35(6): Sartika T, Iskandar S Mengenal Plasma Nutfah Ayam Indonesia dan Pemanfaatannya. Sukabumi (ID): Kepraks. Scanes CG, George B, Ensminger M Poultry Sci. Ed ke 4. Illinois: Interstate Publisher. hlm: Schauer R Chemistry, Metabolism and Biological Functions of Sialic Acids. Advances in Carbohydrate Chemistry and Biochemistry. 40: Selvan PS, Ushakumary S, Ramesh G Studies on the histochemistry of proventriculus and gizzard of post-hatch guinea fowl (Numida meleagridis). International Journal of Poultry Science. 7(11): Stevens CE, Hume ID Comparative Physiology of the Vertebrate Digestive system. Ed ke-2. New York: Cambridge University Press. Suharno B Agribisnis Ayam Buras. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Soeharsono Fisiologi Ternak. Bandung (ID): Widya Padjadjaran. hlm: Wallace JL, Granger DN The cellular and molecular basis of gastric mucosal defense. The Federation of American Societies for Experimental Biology Jaournal. 10: Yuwanata T Dasar Ternak Unggas. Yogyakarta (ID): Kanisius. Zhu L, Wang JJ, Shi XD, Hu J, Chen JG Histological observation of the stomach of the yellow-billed grosbeak. International Journal of Morphology. 31(2):

27 15 LAMPIRAN Lampiran 1 Prosedur Pewarnaan Hematoksilin Eosin 1. Preparat dideparafinisasi dengan menggunakan larutan xylol I, II, dan III masing masing selama 3 5 menit. 2. Kemudian direhidrasi dengan menggunakan alkohol bertingkat konsentrasi 100% (III, II, dan I), 95%, 90%, 80%, dan 70% masing masing selama 3 5 menit. 3. Dicuci dengan cara direndam dalam air keran selama 10 menit dan dalam aquades selama 5 menit. 4. Preparat diwarnai dengan haematoksilin selama 2 menit, kemudian dicuci dengan cara direndam di dalam air keran selama beberapa saat. 5. Warna yang dihasilkan dikrontrol di bawah mikroskop. Jika warna ungu yang dihasilkan kurang kontras, maka preparat dicelupkan kembali ke dalam pewarna haematoksilin selama 3 5 detik. Namun jika warnanya terlalu ungu maka preparat dapat dicelupkan dalam pemucat haematoksilin 1 2 kali (0.5% HCl dalam 70% alkohol). 6. Preparat kembali direndam di dalam air keran selama 10 menit lalu direndam di dalam aquadest selama 5 menit. 7. Preparat diwarnai dengan eosin selama detik. 8. Preparat di dehidrasi dengan alkohol bertingkat dimulai dengan konsentrasi 70%, 80%, 90%, 96%, dan 100% (I, II, dan III) masing masing 2 4 kali celup. 9. Preparat dijernihkan dengan larutan xylol I, II, dan III masing masing selama 5 menit. 10. Proses mounting dilakukan dengan penutupan preparat dengan cover glass menggunakan Entelan. Hasil: Inti sel : biru Sitoplasma : merah muda Pustaka: Laboratorium Histologi FKH IPB

28 16 Lampiran 2 Prosedur Pewarnaan Alcian Blue (AB) ph Preparat dideparafinisasi, dicuci dengan air keran, dan aquades sesuai dengan prosedur. 2. Penurunan ph dengan 3% asam asetat selama 5 menit. 3. Perendaman dalam AB ph 2.5 selama 30 menit. 4. Pencucian dengan 3% asam asetat selama 5 menit sebanyak 3 kali. 5. Pencuciaan dengan aquades selama 5 menit sebanyak 3 kali. 6. Counterstain. 7. Dicuci dengan aquades. 8. Dehidrasi, clearing, mounting. - Jika akan diteruskan dengan pewarnaan PAS, maka setelah langkah 7, sediaan dioksidasi dengan 0.5% periodic acid kemudian mengikuti prosedur seterusnya untuk pewarnaan PAS. Alciaan Blue ph 2..5, resep per 100cc: 1. Siapkan 100 cc larutan 3% asam asetat. 2. Masukkan 1 gram Alcian Blue 8GX atau 8GS, aduk dengan magnetic stirrer selama 30 menit atau lebih. 3. Filtrasi ke dalam botol /wadah bersih. Simpan pada 4ºC (refrigerator) Hasil: Positif : Biru Pustaka: Laboratorium Histologi FKH IPB

29 17 Lampiran 3 Prosedur Pewarnaan Periodic Acid Schiff (PAS) 1. Deparafinisasi, air mengalir, aquades sesuai dengan prosedur. 2. Oksidasi dalam larutan 0.5 1% Periodic acid selama 5 menit. 3. Aquades selama 1 menit sebanyak 1 kali. 4. *Akuabides selama 5 menit sebanyak 2 kali. 5. Schiff Reagens selama 15 menit. 6. Air sulfit (selalalu dibuat baru) selama 3 menit sebanyak 3 kali. 7. Aquades selama 5 menit sebanyak 3 kali. 8. Counterstain. 9. Air mengalir selama menit. 10. Aquades selama 5 menit sebanyak 2 kali. 11. Dehidrasi, clearing, mounting. *Atau 3 kali aquades masing masing minimal 5 menit. Langkah ini penting untuk menjaga kebersihan dan keawetan Schiff Reagens. 0.5% Periodic acid: (disimpan pada 4C, tahan beberapa bulan, buat catatan pemakaian agar diketahui baru tidaknya) Periodic atau ortho periodic acid (HIO4) 0.5 gram Aquades 100cc Schiff Reagens (resep per 50cc) 1. Panaskan 50cc aquades hingga mendidih. 2. Matikan api dan masukkan 0.25 gram Basic Fuchsin, aduk rata (larutan merah gelap). 3. Dinginkan (dibiarkan saja) hingga 50C. 4. Pada saat 50C (penting!) masukkan 7.5cc 1N HCl, aduk, lalu 0.25 gram Na/K HSO3 aduk/goyangkan lagi hingga merata. Ingat untuk dicampur pada 50C. 5. Biarkan dingin dengan merendam botol campuran dalam wadah berisi air dan hindarkan cahaya dengan cara menutupnya. 6. Setelah dingin (larutan mulai tampak merah pink terang) masukkan ke botol gelap dan simpan dalam refrigerator jam. 7. Periksa larutan: 1. Jika larutan telah berubah menjadi tidak berwarna/colorless, berarti sudah siap dipakai. 2. Uji dengan meneteskan 1 tetes pada sekitar 2 5cc formalin. Jika formalin berubah manjadi pink kemerahan, maka reagens bagus. 8. Larutan Schiff disimpan dalam botol gelap di refrigerator. Tahan beberapa bulan pada penyimpanan dan pemakaian yang tepat. Air sulfit (selalu dibuat baru) 10% larutan Na atau K Hidrogen Sulfit (HSO3) atau metabisulfit 6cc 1N HCl (asam klorida) 5cc aquades 100cc Hasil: Positif : Merah magenta Pustaka: Laboratorium Histologi FKH IPB

30 18 Lampiran 4 Prosedur Pewarnaan Cason s Trichome 1. Proses deparafinisasi dengan larutan xylol III, II, dan I masing masing selama 3 5 menit. 2. Proses rehidrasi dengan Alkohol absolut III sampai Alkohol 70% masing masing selama 3 5 menit, kemudian dengan deionized water (DW) selama menit. 3. Proses pewarnaan dengan Weigert s iron hematoxylin selama 5 menit. 4. Proses pencucian dengan air mengalir selama 2 menit. 5. Perendaman dalam larutan Cason s trichrome selama 5 menit. 6. Proses pencucian dengan air mengalir selama 3 5 detik. 7. Penyerapan air dengan kertas saring. 8. Proses dehidrasi cepat dengan alkoho l00% sebanyak 3 kali. 9. Proses penjernihan dengan xylol. 10. Proses mounting dengan cover glass. Larutan : A. Weigerrt s iron hematoxylin B. Larutan Cason s trichrome Aquades 200 ml Phospotungstic acid 1 g Orange G (C.I ) 2 g Aniline blue WS (C.I ) 1 g Acid fuchsine (C.I ) 3 g Hasil : Kolagen : Biru Sitoplasma, otot : Merah Keratin, eritrosit : Orange Inti sel : Coklat Pustaka: Laboratorium Histologi FKH IPB

31 19 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 5 Januari 1994 di Medan, Sumatera Utara. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, dari pasangan Gusmal Fakhrizal dengan Edywarni. Penulis menempuh pendidikan sekolah menengah pertama di SMPN 16 Medan, kemudian meneruskan pendidikan di SMAN 12 Medan, dan diterima sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor pada tahun 2011 melalui jalur SNMPTN Undangan. Selama menjadi mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor, penulis aktif di organisasi Himpro Ornithologi dan Unggas, sebagai Sekretaris II tahun kepengurusan 2013/2014 dan sebagai anggota Divisi Pendidikan tahun kepengurusan 2014/2015. Penulis juga aktif di organisasi Pengurus Cabang Ikatan Mahasiswa Kedokteran Hewan Indonesia (PC IMAKAHI) FKH IPB tahun kepengurusan 2013/2014 dan 2014/2015. Penulis pernah menerima beasiswa Bakti BCA periode tahun ajaran 2014/2015.

Lampiran 1 Proses Dehidrasi Jaringan

Lampiran 1 Proses Dehidrasi Jaringan 54 Lampiran 1 Proses Dehidrasi Jaringan Dehidrasi jaringan dilakukan untuk mengikat seluruh cairan dalam jaringan, baik cairan interstisial maupun cairan intrasel sebelum dilakukan penanaman jaringan.

Lebih terperinci

Lampiran 1 Proses Dehidrasi Jaringan

Lampiran 1 Proses Dehidrasi Jaringan LAMPIRAN 30 Lampiran 1 Proses Dehidrasi Jaringan Dehidrasi merupakan proses mengeluarkan air dari dalam jaringan/organ dengan menggunkan bahan-bahan kimia tertentu. Dehidrasi jaringan dilakukan untuk mengikat

Lebih terperinci

Lampiran 1 Prosedur Pembuatan Preparat Histologi

Lampiran 1 Prosedur Pembuatan Preparat Histologi LAMPIRAN 38 Lampiran 1 Prosedur Pembuatan Preparat Histologi Pembuatan preparat histologi terdiri dari beberapa proses yaitu dehidrasi (penarikan air dalam jaringan) dengan alkohol konsentrasi bertingkat,

Lebih terperinci

Waktu dan Tempat Penelitian Materi Penelitian Metode Penelitian Pembuatan Tikus Diabetes Mellitus Persiapan Hewan Coba

Waktu dan Tempat Penelitian Materi Penelitian Metode Penelitian Pembuatan Tikus Diabetes Mellitus Persiapan Hewan Coba Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2007 sampai dengan bulan Juli 2008 di Laboratorium Bersama Hewan Percobaan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PENCERNAAN BURUNG WALET LINCHI (Collocalia linchi) EVALINA

KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PENCERNAAN BURUNG WALET LINCHI (Collocalia linchi) EVALINA KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PENCERNAAN BURUNG WALET LINCHI (Collocalia linchi) EVALINA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRAK EVALINA. Kajian Morfologi Saluran Pencernaan Burung

Lebih terperinci

KAJIAN HISTOKIMIA SEBARAN KARBOHIDRAT PADA KELENJAR MANDIBULARIS DAN KELENJAR LINGUALIS AYAM PETELUR (Gallus sp.)

KAJIAN HISTOKIMIA SEBARAN KARBOHIDRAT PADA KELENJAR MANDIBULARIS DAN KELENJAR LINGUALIS AYAM PETELUR (Gallus sp.) PISSN : 08531943; EISSN : 25031600 KAJIAN HISTOKIMIA SEBARAN KARBOHIDRAT PADA KELENJAR MANDIBULARIS DAN KELENJAR LINGUALIS AYAM PETELUR (Gallus sp.) Histochemical Study of Mandibular and Lingual Glands

Lebih terperinci

STRUKTUR HISTOLOGI PROVENTRIKULUS AYAM KAMPUNG (Gallus domesticus), BEBEK (Anser anser domesticus) DAN MERPATI (Columba domesticus)

STRUKTUR HISTOLOGI PROVENTRIKULUS AYAM KAMPUNG (Gallus domesticus), BEBEK (Anser anser domesticus) DAN MERPATI (Columba domesticus) Jurnal Ilmiah Peternakan 2 (1) : 5-10 (2014) ISSN : 2337-9294 STRUKTUR HISTOLOGI PROVENTRIKULUS AYAM KAMPUNG (Gallus domesticus), BEBEK (Anser anser domesticus) DAN MERPATI (Columba domesticus) Histological

Lebih terperinci

KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PERNAFASAN BURUNG WALET LINCHI (Collocalia linchi) DENGAN TINJAUAN KHUSUS PADA TRAKEA DAN PARU-PARU REZA HELMI SYAFIRDI

KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PERNAFASAN BURUNG WALET LINCHI (Collocalia linchi) DENGAN TINJAUAN KHUSUS PADA TRAKEA DAN PARU-PARU REZA HELMI SYAFIRDI KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PERNAFASAN BURUNG WALET LINCHI (Collocalia linchi) DENGAN TINJAUAN KHUSUS PADA TRAKEA DAN PARU-PARU REZA HELMI SYAFIRDI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli 2007 sampai Juni 2008 di kandang percobaan Fakultas Peternakan dan di Bagian Patologi, Departemen Klinik Reproduksi

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM. : Histoteknik : Selly Oktaria Tanggal Praktikum : 14 September 2012

LAPORAN PRAKTIKUM. : Histoteknik : Selly Oktaria Tanggal Praktikum : 14 September 2012 LAPORAN PRAKTIKUM Judul : Histoteknik Nama : Selly Oktaria Tanggal Praktikum : 14 September 2012 Tujuan Praktikum : 1. Melihat demonstrasi pembuatan preparat histology mulai dari fiksasi jaringan hingga

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Alur penelitian yang akan dilakukan secara umum digambarkan dalam skema pada Gambar 5.

BAHAN DAN METODE. Alur penelitian yang akan dilakukan secara umum digambarkan dalam skema pada Gambar 5. BAHAN DAN METODE Alur penelitian yang akan dilakukan secara umum digambarkan dalam skema pada Gambar 5. Pengujian Lactobacillus plantarum (BAL1) dan Lactobacillus fermentum (BAL2) pada tikus dengan perlakuan:

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Biologi FMIPA. Universitas Lampung untuk pemeliharaan, pemberian perlakuan, dan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Biologi FMIPA. Universitas Lampung untuk pemeliharaan, pemberian perlakuan, dan 16 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Biologi FMIPA Universitas Lampung untuk pemeliharaan, pemberian perlakuan, dan pengamatan. Proses

Lebih terperinci

Pergerakan makanan dalam esofagus menuju lambung disebabkan oleh adanya gerakan peristaltik akibat kontraksi dua lapisan otot pada tunika muskularis

Pergerakan makanan dalam esofagus menuju lambung disebabkan oleh adanya gerakan peristaltik akibat kontraksi dua lapisan otot pada tunika muskularis 29 PEMBAHASAN Esofagus musang luak pada awalnya berjalan di sebelah dorsal trakhea, kemudian di pertengahan daerah leher (pars cervical) berbelok ke sisi kiri trakhea. Selanjutnya, di daerah thoraks (pars

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Alur penelitian yang akan dilakukan secara umum digambarkan dalam skema pada Gambar 6.

METODE PENELITIAN. Alur penelitian yang akan dilakukan secara umum digambarkan dalam skema pada Gambar 6. METODE PENELITIAN Alur penelitian yang akan dilakukan secara umum digambarkan dalam skema pada Gambar 6. Pengujian probiotik secara in vivo pada tikus percobaan yang dibagi menjadi 6 kelompok perlakuan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1.Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Riset Kimia Universitas Pendidikan Indonesia dan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumberdaya alam, sebagai negara kepulauan dan memiliki dua per tiga wilayah yang merupakan perairan. Salah satu sumberdaya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimen karena pada penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimen karena pada penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimen karena pada penelitian ini objek yang diteliti diberi perlakuan dan adanya kontrol sebagai pembanding. B.

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Lampung untuk pemeliharaan dan pemberian perlakuan pada mencit dan

METODOLOGI PENELITIAN. Lampung untuk pemeliharaan dan pemberian perlakuan pada mencit dan III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Biologi FMIPA Universitas Lampung untuk pemeliharaan dan pemberian perlakuan pada mencit dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masih menjadi primadona karena memiliki daging yang enak serta rendah lemak.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masih menjadi primadona karena memiliki daging yang enak serta rendah lemak. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Kampung Persilangan Ayam kampung persilangan merupakan salah satu ayam jenis lokal yang banyak dipelihara masyarakat baik dari skala kecil maupun skala industri yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. laboratoris in vivo pada tikus putih wistar (Ratus Norvegicus)jantan dengan. rancangan post test only control group design.

BAB III METODE PENELITIAN. laboratoris in vivo pada tikus putih wistar (Ratus Norvegicus)jantan dengan. rancangan post test only control group design. BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan eksperimental laboratoris in vivo pada tikus putih wistar (Ratus Norvegicus)jantan dengan rancangan post

Lebih terperinci

Lampiran 1 Diagram alir pembuatan sediaan (preparat) histopatologi organ usus halus mencit percobaan

Lampiran 1 Diagram alir pembuatan sediaan (preparat) histopatologi organ usus halus mencit percobaan LAMPIRAN 69 70 Lampiran 1 Diagram alir pembuatan sediaan (preparat) histopatologi organ usus halus mencit percobaan Organ usus halus Dicuci dengan NaCl fisiologis 0.9% Difiksasi 24 jam Larutan Bovin Didehidrasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Masyarakat saat ini mengenal tiga tipe ayam yaitu ayam tipe ringan, tipe medium

TINJAUAN PUSTAKA. Masyarakat saat ini mengenal tiga tipe ayam yaitu ayam tipe ringan, tipe medium II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Jantan Tipe Medium Masyarakat saat ini mengenal tiga tipe ayam yaitu ayam tipe ringan, tipe medium dan tipe berat yang didasarkan pada bobot maksimum yang dapat dicapai (Wahju,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 25 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksperimen. Penelitian eksperimen adalah penelitian yang dilakukan dengan mengadakan manipulasi terhadap objek

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di laboratorium Biologi dan Fisika FMIPA Universitas

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di laboratorium Biologi dan Fisika FMIPA Universitas 17 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium Biologi dan Fisika FMIPA Universitas Lampung dan pembuatan preparat histologi hati dilaksanakan di Balai Penyidikan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM HISTOTEKNIK DASAR

LAPORAN PRAKTIKUM HISTOTEKNIK DASAR LAPORAN PRAKTIKUM HISTOTEKNIK DASAR Disusun Oleh: Nama : Juwita NIM : 127008003 Tanggal Praktikum: 22 September 2012 Tujuan praktikum: 1. Agar praktikan memahami dan mampu melaksanakan Tissue Processing.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. untuk Microsoft Windows.

BAB III METODOLOGI. untuk Microsoft Windows. 18 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2010 sampai Agustus 2011. Kegiatan pemeliharaan dan perlakuan hewan coba bertempat di Fasilitas Kandang

Lebih terperinci

Lampiran 1. Rumus konversi dalam pembuatan media

Lampiran 1. Rumus konversi dalam pembuatan media LAMPIRAN 27 Lampiran 1. Rumus konversi dalam pembuatan media Keterangan : V 1 = Volume air media ke-1 V 2 = Volume air media ke-2 M 1 = Konsentrasi ph media ke-1 = Konsentrasi ph media ke-2 M 2 HCl yang

Lebih terperinci

Laporan Praktikum Histotehnik. Oleh: Lucia Aktalina. Jum at, 14 September WIB

Laporan Praktikum Histotehnik. Oleh: Lucia Aktalina. Jum at, 14 September WIB Laporan Praktikum Histotehnik Oleh: Lucia Aktalina Jum at, 14 September 2012 14.00 17.00 WIB Tujuan Praktikum: Melihat demo tehnik-tehnik Histotehnik,mulai dari pemotongan jaringan organ tikus sampai bloking,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang menggunakan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang menggunakan 37 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan 5 perlakuan 5 ulangan, perlakuan yang digunakan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi FMIPA

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi FMIPA 19 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi FMIPA Universitas Lampung untuk pemeliharaan dan pemberian perlakuan pada

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM HISTOTEKNIK Disusun oleh: Jekson Martiar Siahaan

LAPORAN PRAKTIKUM HISTOTEKNIK Disusun oleh: Jekson Martiar Siahaan LAPORAN PRAKTIKUM HISTOTEKNIK Disusun oleh: Jekson Martiar Siahaan I. Tujuan: 1. Mahasiswa mampu memahami dan melakukan teknik teknik histoteknik yang digunakan dalam pembuatan preparat jaringan 2. Mahasiswa

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Penelitian Kandang Hewan Coba Laboratorium Histopatologi

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Penelitian Kandang Hewan Coba Laboratorium Histopatologi BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2010 sampai April 2011 bertempat di Kandang Hewan Laboratorium dan Laboratorium Histopatologi, Departemen Klinik, Reproduksi,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE PENELITIAN MATERI DAN METODE PENELITIAN Waktu dan tempat penelitian Penelitian ini dilaksakan di Bagian Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Perlakuan

Lebih terperinci

DETEKSI SENYAWA MUKOPOLISAKARIDA PADA TUBULUS SEMINIFERUS DAN DUKTUS EPIDIDIMIS DALAM TESTIS TIKUS Rattus norvegicus DENGAN PEWARNAAN HISTOKIMIA

DETEKSI SENYAWA MUKOPOLISAKARIDA PADA TUBULUS SEMINIFERUS DAN DUKTUS EPIDIDIMIS DALAM TESTIS TIKUS Rattus norvegicus DENGAN PEWARNAAN HISTOKIMIA DETEKSI SENYAWA MUKOPOLISAKARIDA PADA TUBULUS SEMINIFERUS DAN DUKTUS EPIDIDIMIS DALAM TESTIS TIKUS Rattus norvegicus DENGAN PEWARNAAN HISTOKIMIA Adrien Jems Akiles Unitly, Dece Elisabeth Sahertian Jurusan

Lebih terperinci

STUDI MORFOLOGI USUS PADA AYAM KETAWA (Gallus gallus domesticus) FILIKA AMALIA ISMAN

STUDI MORFOLOGI USUS PADA AYAM KETAWA (Gallus gallus domesticus) FILIKA AMALIA ISMAN STUDI MORFOLOGI USUS PADA AYAM KETAWA (Gallus gallus domesticus) FILIKA AMALIA ISMAN FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik. Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik. Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik. B. Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dan 1 kontrol terhadap ikan nila (O. niloticus). bulan, berukuran 4-7 cm, dan berat gram.

BAB III METODE PENELITIAN. dan 1 kontrol terhadap ikan nila (O. niloticus). bulan, berukuran 4-7 cm, dan berat gram. BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen menggunakan 1 faktor, yaitu perlakuan limbah cair nata de coco yang terdiri atas 5 variasi kadar dan 1 kontrol

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan ayam hutan hijau

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan ayam hutan hijau II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Deskripsi Ayam Sentul Ayam lokal merupakan turunan panjang dari proses sejarah perkembangan genetik perunggasan di Indonesia. Ayam lokal merupakan hasil domestikasi ayam hutan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian pengaruh ekstrak daun sirsak (Annona muricata L.) terhadap

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian pengaruh ekstrak daun sirsak (Annona muricata L.) terhadap BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian pengaruh ekstrak daun sirsak (Annona muricata L.) terhadap kadar glukosa darah dan histologi pankreas tikus (Rattus norvegicus) yang diinduksi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus - Oktober 2013 di Balai Besar

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus - Oktober 2013 di Balai Besar 19 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus - Oktober 2013 di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung, di Laboratorium Kesehatan Ikan dan

Lebih terperinci

Nama, Spesifikasi dan Kegunaan Bahan Penelitian No. Nama Bahan Spesifikasi Kegunaan 1. Larva ikan nilem hasil kejut panas

Nama, Spesifikasi dan Kegunaan Bahan Penelitian No. Nama Bahan Spesifikasi Kegunaan 1. Larva ikan nilem hasil kejut panas Lampiran 1. Spesifikasi Bahan Nama, Spesifikasi dan Kegunaan Bahan Penelitian No. Nama Bahan Spesifikasi Kegunaan 1. Larva ikan nilem hasil kejut panas Berumur 30, 60, 90, dan 120 hari Hewan uji 2. Pakan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan pada bulan Maret-Mei 2013. Pengambilan sampel ikan mas berasal dari ikan hasil budidaya dalam keramba jaring apung

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Peralatan Persiapan Kandang Penelitian

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Peralatan Persiapan Kandang Penelitian 14 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai November 2011. Kegiatan pemeliharaan dan perlakuan hewan coba bertempat di fasilitas kandang hewan percobaan

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1 prosedur pewarnaan hematoksillin-eosin (HE)

LAMPIRAN. Lampiran 1 prosedur pewarnaan hematoksillin-eosin (HE) 51 LAMPIRAN Lampiran 1 prosedur pewarnaan hematoksillin-eosin (HE) Pewarnaan HE adalah pewarnaan standar yang bertujuan untuk memberikan informasi mengenai struktur umum sel dan jaringan normal serta perubahan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 3.1.1. Tempat dan waktu pengambilan sampel Sampel diambil di Pantai Timur Surabaya, tepatnya di sebelah Timur Jembatan Suramadu (Gambar 3.1).

Lebih terperinci

MORFOLOGI KELENJAR LUDAH KAMBING, KUCING DAN BABI: DENGAN TINJAUAN KHUSUS PADA DISTRIBUSI DAN KANDUNGAN KARBOHIDRAT

MORFOLOGI KELENJAR LUDAH KAMBING, KUCING DAN BABI: DENGAN TINJAUAN KHUSUS PADA DISTRIBUSI DAN KANDUNGAN KARBOHIDRAT J. Ked. Hewan Vol. 3 No. 2 September 2009 MORFOLOGI KELENJAR LUDAH KAMBING, KUCING DAN BABI: DENGAN TINJAUAN KHUSUS PADA DISTRIBUSI DAN KANDUNGAN KARBOHIDRAT The Morphology of Salivary Glands of Goat,

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. bangsa-bangsa ayam yang memiliki produktifitas tinggi terutama dalam

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. bangsa-bangsa ayam yang memiliki produktifitas tinggi terutama dalam II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Ayam Broiler Ayam broiler merupakan bangsa unggas yang arah kemampuan utamanya adalah untuk menghasilkan daging yang banyak dengan kecepatan pertumbuhan yang sangat pesat. Ayam

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Metode penelitian yang dilakukan termasuk ke dalam penelitian eksperimental. Penelitian eksperimental adalah penelitian yang dilakukan dengan pengadaan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan desain studi eksperimental dengan hewan coba, sebagai bagian dari penelitian eksperimental lain yang lebih besar. Pada penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan. menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 5 perlakuan 5

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan. menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 5 perlakuan 5 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 5 perlakuan 5 ulangan, perlakuan yang digunakan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK LABORATORIUM HISTOTEKNIK TISSUE PROCESSING DAN PEWARNAAN

LAPORAN PRAKTEK LABORATORIUM HISTOTEKNIK TISSUE PROCESSING DAN PEWARNAAN LAPORAN PRAKTEK LABORATORIUM HISTOTEKNIK TISSUE PROCESSING DAN PEWARNAAN Nama : Yulia Fitri Djaribun NIM : 127008005 Tanggal : 22 September 2012 A.Tujuan Praktikum : 1. Agar mahasiswa mampu melakukan proses

Lebih terperinci

PENUNTUN PRAKTIKUM MATA KULIAH PARASITOLOGI

PENUNTUN PRAKTIKUM MATA KULIAH PARASITOLOGI 2016 PENUNTUN PRAKTIKUM MATA KULIAH PARASITOLOGI LABORATORIUM JURUSAN ILMU PETERNAKAN FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI AS ISLAM NEGERI (UIN) ALAUDDIN MAKASSAR I. IDENTIFIKASI EKTOPARASIT A. Pengantar Keberhasilan

Lebih terperinci

KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PERNAPASAN TRENGGILING (Manis javanica) DENGAN TINJAUAN KHUSUS PADA TRAKHEA DAN PARU-PARU ASEP YAYAN RUHYANA

KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PERNAPASAN TRENGGILING (Manis javanica) DENGAN TINJAUAN KHUSUS PADA TRAKHEA DAN PARU-PARU ASEP YAYAN RUHYANA KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PERNAPASAN TRENGGILING (Manis javanica) DENGAN TINJAUAN KHUSUS PADA TRAKHEA DAN PARU-PARU ASEP YAYAN RUHYANA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 ABSTRAK Asep

Lebih terperinci

DETEKSI KARBOHIDRAT NETRAL PADA OVARIUM DAN UTERUS TIKUS PUTIH DENGAN PEWARNAAN PERIODIC ACID SCHIFF (PAS)

DETEKSI KARBOHIDRAT NETRAL PADA OVARIUM DAN UTERUS TIKUS PUTIH DENGAN PEWARNAAN PERIODIC ACID SCHIFF (PAS) DETEKSI KARBOHIDRAT NETRAL PADA OVARIUM DAN UTERUS TIKUS PUTIH DENGAN PEWARNAAN PERIODIC ACID SCHIFF (PAS) (Detection of Neutral Carbohydrates in The Ovary and Uterus of White Rat with Periodic Acid Schiff

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus - Oktober 2013 di Balai Besar

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus - Oktober 2013 di Balai Besar III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus - Oktober 2013 di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung tepatnya di Laboratorium Pembenihan Kuda

Lebih terperinci

ENZIM PENCERNAAN : GETAH LAMBUNG

ENZIM PENCERNAAN : GETAH LAMBUNG ENZIM PENCERNAAN : GETAH LAMBUNG Muhammad Alwin Azhari (G84130075) 1, Rachmat Saputra Biki 2, Syaefudin 3 1 Mahasiswa Praktikum, 2 Asisten Praktikum, 3 Dosen Praktikum Metabolisme Departemen Biokimia Fakultas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. pemberian ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana) terhadap

BAB III METODE PENELITIAN. pemberian ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana) terhadap BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan perlakuan pemberian ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana) terhadap gambaran histologik trakea

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Mei 2012. Pengamatan berat telur, indeks bentuk telur, kedalaman kantung udara, ketebalan kerabang, berat kerabang

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Sampel spons Petrosia (petrosia) nigricans yang digunakan untuk penelitian di laboratorium di peroleh di bagian barat daya Pulau Pramuka Gugusan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Desain penelitian adalah eksperimen dengan metode desain paralel.

III. METODE PENELITIAN. Desain penelitian adalah eksperimen dengan metode desain paralel. III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian adalah eksperimen dengan metode desain paralel. Menggunakan 20 ekor mencit (Mus musculus L.) jantan galur Balb/c yang dibagi menjadi 4 kelompok

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Mei 2012. Persiapan telur tetas dan penetasan dilaksanakan di Laboratorium Penetasan Telur, Departemen Ilmu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental menggunakan Rancangan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental menggunakan Rancangan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Perlakuan di kelompokkan menjadi 4 kelompok dengan ulangan

Lebih terperinci

LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS. A.1. Pengujian Daya Serap Air (Water Absorption Index) (Ganjyal et al., 2006; Shimelis el al., 2006)

LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS. A.1. Pengujian Daya Serap Air (Water Absorption Index) (Ganjyal et al., 2006; Shimelis el al., 2006) LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS A.1. Pengujian Daya Serap Air (Water Absorption Index) (Ganjyal et al., 2006; Shimelis el al., 2006) Pengujian daya serap air (Water Absorption Index) dilakukan untuk bahan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Morfometrik Mikro Ileum Itik Cihateup Menggunakan Metode Paraffin Haemotoksilin Eosin

Lampiran 1. Prosedur Analisis Morfometrik Mikro Ileum Itik Cihateup Menggunakan Metode Paraffin Haemotoksilin Eosin LAMPIRAN 53 54 Lampiran 1. Prosedur Analisis Morfometrik Mikro Ileum Itik Cihateup Menggunakan Metode Paraffin Haemotoksilin Eosin Menurut Muntiha (2001), prosedur analisis hispatologi dan jaringan hewan,

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id III. METODE PENELITIAN A. Materi 1. Materi Penelitian

bio.unsoed.ac.id III. METODE PENELITIAN A. Materi 1. Materi Penelitian III. METODE PENELITIAN A. Materi 1. Materi Penelitian Materi penelitian berupa benih ikan nilem (Osteochilus hasselti C.V.) berumur 1, 2, 3, dan 4 bulan hasil kejut panas pada menit ke 25, 27 atau 29 setelah

Lebih terperinci

Lampiran 1. Data pemberian obat kepada kelinci. Tanggal Pemberian obat ,750 1, ,650 1,500

Lampiran 1. Data pemberian obat kepada kelinci. Tanggal Pemberian obat ,750 1, ,650 1,500 Lampiran 1. Data pemberian obat kepada kelinci Kelompok Tanpa pemberian obat Indometasin dalam kapsul gelatin Indometasin dalam matriks kalsium alginatkitosan (dibedah stlh 1 hari) Indometasin dalam matriks

Lebih terperinci

Pembuatan Preparat Utuh (whole mounts) Embrio Ayam

Pembuatan Preparat Utuh (whole mounts) Embrio Ayam Pembuatan Preparat Utuh (whole mounts) Embrio Ayam Epy Muhammad Luqman Bagian Anatomi Veteriner (Anatomi Perkembangan) Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Tujuan : mempelajari keadaan morfologi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. digunakan dalam penelitian ini yaitu tikus putih (Rattus norvegicus) Penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. digunakan dalam penelitian ini yaitu tikus putih (Rattus norvegicus) Penelitian ini BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan enam perlakuan dan empat ulangan. Hewan coba yang digunakan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM HISTOTEKNIK

LAPORAN PRAKTIKUM HISTOTEKNIK LAPORAN PRAKTIKUM HISTOTEKNIK NAMA PRAKTIKAN : Ramadhan Bestari GRUP PRAKTIKAN : Grup Pagi (08.00-11.00) HARI/TGL. PRAKTIKUM : Rabu, 24 Oktober 2013 I. TUJUAN PRAKTIKUM 1. Mahasiswa mampu memahami dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini menggunakan Post Test Only Control Group Design yang

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini menggunakan Post Test Only Control Group Design yang 28 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental. Rancangan atau desain penelitian ini menggunakan Post Test Only Control Group Design yang memungkinkan

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Biologi / IPA dan Pembelajarannya

Prosiding Seminar Nasional Biologi / IPA dan Pembelajarannya ANALISIS ANATOMI DAN HISTOLOGI UMBAI CACING (Vermiformappendix) PADA KELINCI SEBAGAI ANGGOTA HEWAN HERBIVORA Bevo Wahono Pendidikan Biologi FKIP Universitas Jember E-mail: dankbioma@yahoo.com Abstrak Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Desain pada penelitian ini adalah eksperimen laboratorium dengan

BAB III METODE PENELITIAN. Desain pada penelitian ini adalah eksperimen laboratorium dengan 1 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain pada penelitian ini adalah eksperimen laboratorium dengan rancangan percobaan post test only control group design. Pengambilan hewan uji sebagai

Lebih terperinci

TEKNIK PEMBUATAN PREPARAT HISTOPATOLOGI DARI JARINGAN HEWAN DENGAN PEWARNAAN HEMATOKSILIN DAN EOSIN (H&E)

TEKNIK PEMBUATAN PREPARAT HISTOPATOLOGI DARI JARINGAN HEWAN DENGAN PEWARNAAN HEMATOKSILIN DAN EOSIN (H&E) Temu Teknis Fungsional Non Peneliti 1001 TEKNIK PEMBUATAN PREPARAT HISTOPATOLOGI DARI JARINGAN HEWAN DENGAN PEWARNAAN HEMATOKSILIN DAN EOSIN (H&E) MOHAMAD MUNTIHA Balai Penelitian Veteriner, Jl. R.E Martadinata

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. tersebut menunjukan bahwa ayam lokal mempunyai potensi yang baik untuk

KAJIAN KEPUSTAKAAN. tersebut menunjukan bahwa ayam lokal mempunyai potensi yang baik untuk II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Ayam Lokal Ayam lokal merupakan jenis ayam yang banyak dipelihara orang di Indonesia, terutama di daerah pedesaan. Ayam lokal yang terdapat di Indonesia beragam penempilanya dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksperimental in vivo pada

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksperimental in vivo pada BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksperimental in vivo pada hewan uji dengan post-test only control group design (Septiawati et al., 2013). B. Subyek

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Fakultas Matematika dan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Fakultas Matematika dan 22 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Jurusan Biologi Universitas Lampung untuk pemeliharaan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Bahan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Bahan Alat 12 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2009 sampai dengan April 2010. Sampel diperoleh dari Kepulauan Seribu. Identifikasi cacing parasitik dilakukan di

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan hewan coba berupa tikus putih betina galur Sprague dawley.

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan hewan coba berupa tikus putih betina galur Sprague dawley. 26 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dengan menggunakan hewan coba berupa tikus putih betina galur Sprague dawley. 3.2. Tempat

Lebih terperinci

1. Melakukan isolasi jaringan (usus halus bagian ileum) kemudian dibilas dengan

1. Melakukan isolasi jaringan (usus halus bagian ileum) kemudian dibilas dengan LAMPIRAN 39 Lampiran 1. Prosedur Metode Paraffin 1. Melakukan isolasi jaringan (usus halus bagian ileum) kemudian dibilas dengan menggunakan NaCl fisiologis. 2. Melakukan tahapan fiksasi dengan menggunakan

Lebih terperinci

STRUKTUR MIKROSKOPIS LAMBUNG IKAN BAUNG (Mystus nemurusc.v) DARI PERAIRAN SUNGAI SIAK

STRUKTUR MIKROSKOPIS LAMBUNG IKAN BAUNG (Mystus nemurusc.v) DARI PERAIRAN SUNGAI SIAK STRUKTUR MIKROSKOPIS LAMBUNG IKAN BAUNG (Mystus nemurusc.v) DARI PERAIRAN SUNGAI SIAK Julia Nadrah 1, Yusfiati 2, Roza Elvyra 2 1 Mahasiswa Program Studi S1 Biologi FMIPA 2 Dosen Zoologi Jurusan Biologi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan termasuk ke dalam penelitian deskriptif dengan kegiatan secara eksploratif yaitu observasi dengan mengambil sampel secara langsung.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-Agustus 2009 (sampling sampai dengan embedding), Februari 2010 (sectioning), dan bulan Juli 2010 (pewarnaan),

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-April Penelitian ini

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-April Penelitian ini 28 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-April 2013. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Botani Jurusan Biologi Fakultas MIPA. B.

Lebih terperinci

Gambar 1 Peta distribusi musang luak di Indonesia = alami = Introduksi (Modifikasi dari IUCN 2011).

Gambar 1 Peta distribusi musang luak di Indonesia = alami = Introduksi (Modifikasi dari IUCN 2011). TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Distribusi Musang Menurut Schreiber et al. (1989), terdapat empat spesies musang dari genus Paradoxurus, yaitu: 1. Paradoxurus zeylonensis, menyebar terbatas di Sri Lanka.

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN

BAB III. METODE PENELITIAN BAB III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksperimental laboratorium posttest-only equivalent-group design dengan kelompok perlakuan dan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Pelaksanaan penelitian ini bertempat di Laboratorium UIN Agriculture

MATERI DAN METODE. Pelaksanaan penelitian ini bertempat di Laboratorium UIN Agriculture III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Pelaksanaan penelitian ini bertempat di Laboratorium UIN Agriculture Research and Development Station (UARDS) Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS Test Seleksi Calon Peserta International Biology Olympiad (IBO) 2015 1 7 September

Lebih terperinci

Lampiran 1. Pembuatan Media Bakteri (SWC dan TCBS).

Lampiran 1. Pembuatan Media Bakteri (SWC dan TCBS). 39 Lampiran 1. Pembuatan Media Bakteri (SWC dan TCBS). 1. Sea Water Complete (SWC) Cair. Media SWC pada penelitian ini digunakan untuk kultivasi Vibrio harveyi yang akan digunakan untuk perlakuan infeksi.

Lebih terperinci

BAB I ORGANISASI ORGAN

BAB I ORGANISASI ORGAN BAB I ORGANISASI ORGAN Dalam bab ini akan dibahas struktur histologis dan fungsi dari parenkima dan stroma, organisasi organ tubuler, organisasi organ padat dan membran sebagai organ simplek. Semua organ

Lebih terperinci

ISTILAH-ISTILAH. Ilmu Pakan Ternak Suatu ilmu yang berhubungan dng.pakan dan zat pakan yang terkandung di dalamnya thdp.kesehatan ternak dan manusia.

ISTILAH-ISTILAH. Ilmu Pakan Ternak Suatu ilmu yang berhubungan dng.pakan dan zat pakan yang terkandung di dalamnya thdp.kesehatan ternak dan manusia. ISTILAH-ISTILAH Ilmu Pakan Ternak Suatu ilmu yang berhubungan dng.pakan dan zat pakan yang terkandung di dalamnya thdp.kesehatan ternak dan manusia. Bahan Pakan Ternak Segala bahan yang dapat dimakan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menghasilkan daging untuk memenuhi kebutuhan protein hewani. Ternak itik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menghasilkan daging untuk memenuhi kebutuhan protein hewani. Ternak itik 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Itik merupakan unggas air banyak dipelihara oleh masyarakat untuk menghasilkan daging untuk memenuhi kebutuhan protein hewani. Ternak itik merupakan ternak unggas penghasil

Lebih terperinci

MIKROTEKNIK TIM HISTOLOGI

MIKROTEKNIK TIM HISTOLOGI MIKROTEKNIK TIM HISTOLOGI MIKROTEKNIK Definisi: cara pembuatan sediaan histologik yg dpt diamati di bawah mikroskop Macam sediaan histologik: sediaan segar & sediaan permanen Sediaan Segar Sediaan hidup

Lebih terperinci

Jaringan Tubuh. 1. Jaringan Epitel. 2. Jaringan Otot. 3. Jaringan ikat/penghubung. 4. Jaringan Saraf

Jaringan Tubuh. 1. Jaringan Epitel. 2. Jaringan Otot. 3. Jaringan ikat/penghubung. 4. Jaringan Saraf Jaringan Tubuh 1. Jaringan Epitel 2. Jaringan Otot 3. Jaringan ikat/penghubung 4. Jaringan Saraf Jaringan Epitel Tersusun atas lapisan-lapisan sel yang menutup permukaan saluran pencernaan, saluran pada

Lebih terperinci

Tujuan Praktikum Menentukan waktu beku darah (waktu koagulasi darah) dari seekor hewan/manusia.

Tujuan Praktikum Menentukan waktu beku darah (waktu koagulasi darah) dari seekor hewan/manusia. A. WAKTU BEKU DARAH Tujuan Praktikum Menentukan waktu beku darah (waktu koagulasi darah) dari seekor hewan/manusia. Prinsip Darah yang keluar dari pembuluh darah akan berubah sifatnya, ialah dari sifat

Lebih terperinci

No. Nama Alat Merek/Tipe Kegunaan Tempat. Jelo Tech Mengeringkan daun pare Perkembangan inkubator Hewan. Pyrex Iwaki. - Menyaring ekstrak.

No. Nama Alat Merek/Tipe Kegunaan Tempat. Jelo Tech Mengeringkan daun pare Perkembangan inkubator Hewan. Pyrex Iwaki. - Menyaring ekstrak. Lampiran 1. Spesifikasi alat dan bahan No. Nama Alat Merek/Tipe Kegunaan Tempat Oven 1. Jelo Tech Mengeringkan daun pare inkubator 2. Loyang - 3. Labu erlenmeyer Pyrex Iwaki 4. Cawan petri Pyrex Iwaki

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN Laporan lengkap praktikum Struktur Hewan dengan judul Jaringan Epitel yang disusun oleh: Nama : Lasinrang Aditia Nim : K

LEMBAR PENGESAHAN Laporan lengkap praktikum Struktur Hewan dengan judul Jaringan Epitel yang disusun oleh: Nama : Lasinrang Aditia Nim : K LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM STRUKTUR HEWAN (JARINGAN EPITEL) Disusun oleh: NAMA : LASINRANG ADITIA NIM : 60300112034 KELAS : BIOLOGI B KELOMPOK : I (Satu) LABORATORIUM BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

PENCERNAAN MAKANAN. Sistem Pencernaan Mamalia :

PENCERNAAN MAKANAN. Sistem Pencernaan Mamalia : Sistem Pencernaan Mamalia : PENCERNAAN MAKANAN * Terdiri atas saluran pencernaan dan berbagai kelenjar aksesoris yang mengekskresikan getah pencernaan ke dalam saluran melalui duktus (saluran) Peristalsis,

Lebih terperinci

Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Desember Juni 2002.

Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Desember Juni 2002. MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Desember 2001 - Juni 2002. Pemeliharaan dan pengamatan pertumbuhan ternak dilakukan di kandang Unggas Fakultas Petemakan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni sampai Desember 2013 dengan tahapan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni sampai Desember 2013 dengan tahapan 20 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni sampai Desember 2013 dengan tahapan kegiatan, yaitu pengambilan sampel, isolasi dan identifikasi bakteri

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id MATERI DAN METODE PENELITIAN

bio.unsoed.ac.id MATERI DAN METODE PENELITIAN III. MATERI DAN METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1 Bahan Bahan yang digunakan antara lain daun salak [Salacca zalacca (Gaertn.) Voss] kultivar Kedung Paruk,

Lebih terperinci