PENERAPAN SISTEM KELAYAKAN DASAR PADA PENGALENGAN RAJUNGAN (Portunus pelagicus)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENERAPAN SISTEM KELAYAKAN DASAR PADA PENGALENGAN RAJUNGAN (Portunus pelagicus)"

Transkripsi

1 PENERAPAN SISTEM KELAYAKAN DASAR PADA PENGALENGAN RAJUNGAN (Portunus pelagicus) PENERAPAN SISTEM KELAYAKAN DASAR PADA PENGALENGAN RAJUNGAN (Portunus pelagicus) Di susun oleh : Harun susanto ( c) M,zainudin ( c) Prawiro ( c) Sobirin ( c)

2 BAB I 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persaingan yang semakin ketat dalam memenuhi tuntutan pasar global, masalah keamanan pangan yang membuat konsumen semakin selektif dalam memilih produk dan upaya menjaga kepercayaan konsumen pada suatu produk, mengakibatkan perusahaan berusaha untuk selalu menjaga mutu produk yang dihasilkannya. Upaya tersebut berupa sistem pengendalian mutu yang baik terutama untuk produk-produk perikanan yang bersifat highly perishable seperti rajungan (Portunus pelagicus) yang permintaannya setiap tahun terus meningkat. Berdasarkan data Departemen Perikanan dan Kelautan (DKP 2005), ekspor rajungan beku sebesar 2.813,67 ton tanpa cangkang, dan rajungan tidak beku (bentuk segar maupun dalam kaleng) sebesar 4.312,32 ton. Sebagai komoditi perdagangan ekspor maka rajungan senantiasa dituntut memiliki mutu yang prima. Oleh karena itu diperlukan suatu sistem jaminan, pengendalian dan pengawasan mutu hasil perikanan. Sistem HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) merupakan salah satu sistem jaminan mutu dengan basis keamanan pangan, yang menjadi acuan bagi industri pangan di seluruh dunia. Sistem HACCP juga merupakan salah satu bagian dari sistem yang menyeluruh dalam prosedur pengendalian mutu dan merupakan sistem yang tidak berdiri sendiri. Kelayakan dasar unit pengolahan merupakan prasyarat (pre-requisite) dalam pengembangan sistem HACCP. Penerapan sistem HACCP tidak akan efektif apabila persyaratan kelayakan dasar unit pengolahan tidak terpenuhi. Selain itu, juga diperlukan adanya komitmen dan dukungan manajemen serta sarana dan sumberdaya manusia untuk menunjang penerapan sistem tersebut. Program kelayakan dasar terdiri atas dua bagian pokok, yaitu GMP (Good Manufacturing Practices) dan SSOP (Sanitation Standard Operating Procedure) (Wiryanti dan Witjaksono 2001). GMP (Good Manufacturing Practices) adalah cara atau teknik berproduksi yang baik dan benar untuk menghasilkan produk yang benar, memenuhi persyaratan mutu (wholesomeness) dan keamanan pangan (food safety). SSOP (Sanitation Standard Operating Procedure) adalah prosedur pelaksanaan sanitasi standar yang harus dipenuhi oleh suatu unit pengolahan ikan untuk mencegah terjadinya kontaminasi terhadap produk yang diolah (Mangunsong 2000). Program kelayakan dasar erat kaitannya dengan mutu suatu produk seperti daging rajungan kaleng. Apabila program kelayakan dasar telah dilaksanakan dengan baik, maka penerapan sistem manajemen mutu berdasarkan HACCP dapat dilaksanakan dengan efektif, sehingga diharapkan dapat menghasilkan daging rajungan kaleng yang berkualitas dan mampu bersaing dalam pasar global.

3 1.2 Tujuan Tujuan pelaksanaan praktek lapangan ini adalah : a) Mempelajari proses pengolahan hasil perikanan khususnya pengalengan rajungan, b) Mempelajari penerapan kelayakan dasar (GMP dan SSOP) pada industri pengalengan daging rajungan di PT X.

4 BAB II 2. SISTEM KELAYAKAN DASAR Kelayakan dasar (pre-requisite) merupakan aspek yang harus dipenuhi agar penerapan sistem HACCP dalam industri pangan dapat berjalan dengan baik dan efektif. Program kelayakan dasar berfungsi untuk melandasi kondisi lingkungan dan pelaksanaan tugas serta kegiatan lain dalam suatu pabrik atau industri pangan yang sangat diperlukan untuk memberi kepastian bahwa proses produksi yang aman telah dilaksanakan untuk menghasilkan produk pangan dengan mutu yang diharapkan (Winarno dan Surono 2004). 2.1 Penerapan Sistem Kelayakan Dasar Kelayakan dasar (prerequisite) yang diterapkan oleh PT X meliputi Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) dan Good Manufacturing Practices (GMP) Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP) Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) adalah prosedur operasi standar untuk sanitasi yang diperlukan suatu industri pangan dalam mengembangkan dan menerapkan prosedur pengawasan sanitasi, melakukan monitoring sanitasi, serta memelihara kondisi dan praktek sanitasi (Taheer 2005) Lokasi dan lingkungan PT X terletak di Jalan Raya Juntinyuat Blok Kali (Sungai Gabus) RT 01 RW 01 Desa Limbangan, Kecamatan Juntinyuat, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Secara umum lokasi lingkungan perusahaan sudah cukup baik yaitu perusahaan tidak berada di daerah tempat pembuangan sampah, tidak dekat perkampungan yang padat penduduk dan kotor, tidak di daerah kering dan berdebu, tidak dekat industri yang menyebabkan pencemaran udara dan air, tidak dekat gudang pelabuhan dan sumber pengotor lainnya sehingga tidak akan terjadi penularan dan kontaminasi terhadap produk dan bahaya bagi masyarakat Denah konstruksi bangunan PT X memiliki luas lahan sebesar 2300 m 2 yang digunakan untuk berbagai bangunan fisik. Bangunan fisik pabrik antara lain kantor, ruang proses, ruang mekanik, gudang kering, pos satpam, musholla, dan ruang pertemuan. Layout dirancang oleh perusahaan untuk dapat mencegah terjadinya kontaminasi silang pada daging rajungan dimana alur proses produksi dari awal sampai akhir berlangsung dalam satu arah. Selain itu, alur proses produksi berbeda dengan alur pergerakan karyawan. Layout perusahaan dapat dilihat pada Lampiran Langit-langit Bahan untuk langit-langit di ruang proses merupakan bahan yang tidak rontok dan tidak berjamur sehingga dapat mencegah akumulasi kotoran dan meminimalkan kondensasi serta mudah dibersihkan. Kondisi langit-langit juga tidak retak, tidak bercelah, tidak terdapat tonjolan dan sambungan yang terbuka, berwarna terang, tidak ada pipa-pipa yang terlihat dan tinggi langit-langit 3 m.

5 Dinding Kondisi dinding di ruang proses produksi sudah baik karena terbuat dari bahan berupa keramik berwarna putih yang mudah dibersihkan, rata dan tidak retak-retak. Hingga ketinggian 1,2 m dinding ruang proses dibuat dari bahan yang tahan air dan mudah dibersihkan. Dinding dibersihkan sebelum, selama dan setelah proses. Pembersihan dilakukan dengan menyiram dinding dengan air, kemudian menyikat dan membilasnya dengan air klorin berkonsentrasi 200 ppm sebagai pembilasan terakhir. Pertemuan antara dinding dan lantai tidak membentuk sudut. Pertemuan antara lantai dan dinding serta dinding dan dinding mudah dibersihkan. Menurut Winarno dan Surono (2004), bagian dinding sampai ketinggian 2 m dari lantai harus dapat dicuci dan tahan terhadap bahan kimia Lantai Konstruksi lantai di ruang proses terbuat dari bahan berupa keramik yang mudah dibersihkan, lantai dibuat miring dengan derajat kemiringan sebesar 4 untuk menghindari adanya air yang tergenang, pertemuan lantai dengan dinding tidak membentuk sudut atau siku. Permukaan lantai halus tetapi tidak licin dan tidak kasar agar mudah dibersihkan. Lantai ruang proses dibersihkan sebelum, selama dan setelah proses selesai menggunakan air bersih dan dibilas dengan larutan klorin 200 ppm. Sebelum proses produksi dimulai, petugas sanitasi menyiram lantai dengan air dan menyikatnya dengan sapu garuk karet untuk menghilangkan bau klorin sisa pembersihan lantai kemarin. Selama proses produksi berlangsung petugas sanitasi juga menjaga kebersihan dengan selalu mengambil kotoran yang tercecer di lantai dan membersihkan genangan air. Setelah proses produksi berlangsung, petugas sanitasi membersihkan saluran pembuangan dan membersihkan lantai dengan sapu garuk karet. Langkah terakhir adalah menyiram lantai dengan air klorin berkonsentrasi 200 ppm Penerangan Setiap ruangan dilengkapi dengan penerangan yang cukup (30 foot candles). Ruang sortasi dan ruang laboratorium yang membutuhkan ketelitian lebih tinggi diberi lampu yang lebih terang (50 foot candles). Warna dasar lampu adalah putih. Setiap lampu dalam ruang proses dilengkapi dengan pelindung yang terbuat dari mika Ventilasi Di dalam ruang proses produksi tidak terdapat ventilasi. Akan tetapi, fungsi ventilasi untuk sirkulasi udara digantikan dengan alat exhaust fan dan air conditioner(ac). Sistem perputaran udara dalam ruang produksi dilakukan menggunakan air conditioner (AC) yang terus menerus menghembuskan udara dingin ke seluruh ruangan dan exhaust fan yang menyedot udara panas dari dalam ruangan sehingga dapat mencegah terjadinya kondensasi uap.

6 Pintu Pintu masuk ke ruang produksi terbuat dari bahan yang kedap air, pintu dilengkapi dengan door closer, tahan karat, halus, rata, tahan air dan mudah dibersihkan serta dilengkapi plastik curtain. Selain itu, di dekat pintu juga dipasang alat pencegah serangga berupa lampu penarik serangga (insect killer) Saluran pembuangan Instalasi saluran pembuangan air limbah di ruang produksi terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan, tahan karat, halus, dan rata. Saluran pembuangan yang menuju ke luar ruang pengolahan dilengkapi dengan alat pelindung berupa filter screen untuk menghindari masuknya tikus ke dalam ruang proses Keamanan air Air yang digunakan untuk proses produksi di PT X memiliki ciri-ciri yaitu tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa. Air PAM di PT X sebelum dialirkan ke unit pengolahan, terlebih dahulu ditampung dalam bak penampungan (tandon) dan dilakukan proses filtrasi untuk menjamin keamanannya. Pengujian air dilakukan setiap 6 bulan oleh pihak laboratorium Perusahaan Air Minum (PAM) Kota Cirebon (Lampiran 2). Air yang digunakan di PT X untuk proses pengolahan daging rajungan kaleng telah memenuhi persyaratan air proses yaitu air mengandung TPC < 100, E.coli atau Coliform < 3, Salmonella dan Vibrio cholerae negatif. Air yang dapat diminum dapat diartikan sebagai air yang bebas dari bakteri yang berbahaya dan memenuhi persyaratan secara kimia Es Perusahaan tidak memproduksi sendiri es yang akan digunakan pada proses pengolahan daging rajungan melainkan es dibeli dari pabrik-pabrik es yang ada di sekitar perusahaan. Es yang digunakan oleh perusahaan tersebut berasal dari air PAM (potable water) yang dibuktikan dengan sertifikat kelayakan dari supplier es. Lantai ruang penampungan es terbuat dari keramik, dinding dan langit-langit dilapisi dengan bahan kedap air. Tetapi, es ini ternyata belum memenuhi persyaratan yang telah ditentukan karena berdasarkan hasil uji diketahui bahwa es yang digunakan oleh perusahaan mengandung TPC > 100, E.coli dan Coliform > 3. Persyaratan air minum menurut Keputusan Menteri Kesehatan No.907/Men.Kes/SK/VII/2002, yaitu air minum tidak boleh menggandung bakteri koliform, baik itu untuk koliform tinja dan total koliform (PERMENKES 2002) Penanganan limbah Limbah yang dihasilkan oleh perusahaan terdiri dari limbah cair dan limbah padat. Limbah cair yang dihasilkan perusahaan langsung dialirkan menuju unit penampungan limbah yang terdapat di PT X, yaitu berupa dua bak penampungan limbah. Limbah yang masuk ke dalam bak penampungan akan mengalami proses pengendapan dan filtrasi. Pembersihan kedua bak ini dilakukan setiap bulan dengan cara penyedotan air limbah yang dialirkan atau dibuang langsung ke laut. Pengujian air limbah dilakukan oleh PAM Kota Cirebon dan hasil pengujian air limbahnya dapat dilihat pada Lampiran 3 sedangkan alur limbah dapat dilihat pada Lampiran 4. Adapun penanganan limbah padat berupa sampah dari ruang proses (sampah daging dan plastik) yaitu sampah dipisahkan menurut jenisnya. Sampah dibuang secara bertahap agar tidak menyebabkan kontaminasi pada produk dan tempat sampah diberi tutup agar tidak mengundang lalat. Tempat sampah pengumpul sementara sebelum

7 dibuang ke luar pabrik tidak ditempatkan di dekat ruang proses melainkan di ruang pencucian dan dibersihkan setiap hari (pagi dan sore hari) Pembersihan permukaan yang kontak dengan produk Pemukaan bahan yang kontak dengan produk misalnya stoples, nampan, baskom, dan kaleng terbuat dari bahan yang tahan karat, kedap air dengan permukaan yang halus sehingga mudah dibersihkan dan didesinfeksi. Pembersihan alat-alat seperti nampan dan baskom dilakukan sebelum dan setelah proses produksi dengan cara menyikat peralatan menggunakan air yang mengandung ammonium quarternat (sterbac) dengan konsentrasi 25 ppm, sedangkan pencucian kaleng menggunakan air hangat 50 C yang dilakukan pada saat kaleng akan digunakan. Peralatan tersebut terbuat dari bahan-bahan yang tidak korosif dan tidak beracun Pencegahan kontaminasi silang] Kontaminasi silang adalah pencemaran kembali produk pangan yang sudah bermutu dan aman oleh cemaran-cemaran fisik, kimia atau biologis. Kontaminasi silang dapat terjadi karena pencemaran melalui air atau udara yang kotor, dan karena pencemaran lainnya (Rahayu 2002). Peluang terjadinya kontaminasi silang di PT X cukup berpotensial karena setiap peralatan tidak diberi tanda untuk setiap area kerja yang berbeda sehingga dapat mengakibatkan terjadinya kontaminasi silang. Sebagian peralatan yang kotor tidak dibersihkan di ruang khusus melainkan proses pembersihan dilakukan dalam ruang produksi dan ditemukan juga adanya basket yang berisi stoples dan es yang bersentuhan langsung dengan lantai sehingga dapat menyebabkan terjadinya kontaminasi silang. Di dalam ruang pengolahan belum tersedia tempat cuci tangan yang memadai. Selain itu, pekerja yang menangani bahan baku sebaiknya tidak menangani produk akhir untuk meminimalisasi kemungkinan kontaminasi silang. Secara umum, desain kontruksi bangunan perusahaan sudah cukup baik dalam upaya mencegah perpindahan kontaminan dari area yang kotor ke area yang bersih. Kondisi tersebut didukung dengan penerapan alur produk yang satu arah yaitu alur produk dan alur karyawan itu berbeda, pemberian sekat antara unit pengolahan dan setiap ruang proses terdapat plastic curtain Higiene pekerja Sebelum memasuki ruang produksi para pekerja sudah harus memakai pakaian khusus, sepatuboot dan kerudung penutup rambut dan wajah yang seluruhnya dalam kondisi yang bersih. Masing-masing pekerja diberi baju seragam dengan dua variasi untuk memudahkan kontrol penggantian seragam. Seragam yang disediakan oleh perusahaan adalah seragam yang tidak memiliki saku untuk menghindari dibawanya barang-barang pribadi ke dalam ruang proses dan seragam tidak boleh digunakan di luar ruang proses atau area non saniter. Selanjutnya, pekerja mencuci muka dan tangan dengan sabun dan air hangat bersuhu C yang telah disediakan, tangan dikeringkan dengan hand dryer dan sepatu boot disanitasi dengan air berklorin 200 ppm sebelum masuk ruang proses. Kondisi pekerja yang masuk ke dalam perusahaan harus dalam keadaan sehat, karyawan yang menunjukkan gejala batuk pilek, sakit typus, gatal-gatal atau koreng pada kulit, sakit mata (belekan) dan sakit telinga tidak diizinkan untuk masuk ruang proses, dan harus menunjukkan surat keterangan dokter sebagai bukti. Karyawan tidak boleh memakai obat-obatan yang mengandung kloramfenikol, tidak boleh memakai kosmetik seperti bedak, lipstik, hand body lotion, dan lain-lain. Karyawan juga dilarang menggunakan jam tangan, perhiasan (cincin, anting, gelang dan kalung) untuk menghindari kontaminasi silang dan kemungkinan jatuh ke dalam produk. Selain itu para pekerja dilarang memiliki kuku panjang dan memakai cat kuku, yang

8 dilakukan pengecekan setiap minggu. Pengecekan kesehatan karyawan dilakukan setiap 1 tahun sekali Pemeliharaan peralatan dan wadah Alat-alat yang kontak langsung dengan produk terbuat dari bahan plastik dan stainless steelyang bersifat halus, tahan karat, tahan air dan tahan terhadap bahan kimia. Rancang bangun, konstruksi dan penempatan peralatan serta wadah dibuat sedemikian rupa sehingga dapat menjamin pelaksanaan sanitasi dan higiene. Pembersihan setiap peralatan yang digunakan dalam setiap ruang proses seperti nampan dan baskom dilakukan oleh masing-masing bagian yang menggunakannya. Pembersihan dan pencucian peralatan ini dilakukan dengan cara dibilas dengan air tanpa menggunakan bahan desinfektan, sedangkan pencucian stoples dilakukan di ruang khusus pencucian. Pencucian stoples ini pun hanya menggunakan air dan air tersebut digunakan untuk 3-4 kali proses pencucian, hanya stoples yang sangat kotor dicuci menggunakan sterbac. Selain itu, peralatan lainnya seperti meja proses dibersihkan dengansterbac dan basket dicuci dengan larutan klorin 15 ppm Penyediaan dan pemeliharaan fasilitas sanitasi, cuci tangan dan Toilet Perusahaan menggunakan bahan sanitasi berupa teepol, sterbac dan klorin. Teepolmerupakan bahan kimia yang tidak berbau dan cukup efektif dalam membunuh mikroorganisme. Teepol digunakan untuk mencuci tangan karyawan. Sterbac digunakan untuk mencuci peralatan produksi seperti stoples, nampan dan baskom sedangkan klorin digunakan untuk mencuci lantai, mengisi air bak cuci kaki (foot bath) dan tangki pendinginan. Konsentrasi klorin yang digunakan untuk mencuci lantai dan mengisi foot bath sebesar 200 ppm, sedangkan konsentrasi klorin untuk tangki pendinginan hanya 5 ppm. Perusahaan telah menetapkan prosedur pencucian tangan karyawan setiap 1 jam sekali dengan menggunakan bahan sanitasi yang telah ditentukan. Namun prosedur ini tidak diikuti dan dipatuhi oleh karyawan secara keseluruhan karena masih ditemukannya karyawan yang hanya mencuci tangan sebelum dan setelah proses selesai. Sebagian karyawan lainnya mencuci tangan dengan periode yang tidak tertentu tanpa menggunakan sabun yang telah disediakan. Jumlah bak cuci tangan di dalam ruang proses produksi sebanyak 8 buah. Jumlah ini belum mencukupi jika dibandingkan jumlah karyawan yang bekerja di ruang proses produksi sebanyak ± 300 orang. Ruang pengolahan (proses) harus dilengkapi dengan bak cuci tangan minimal satu untuk setiap 10 orang karyawan (Winarno dan Surono 2004). PT X berarti harus menyediakan minimal 30 fasilitas bak cuci tangan di ruang proses produksi. Sarana toilet di PT X letaknya tidak berhubungan langsung dengan ruang proses pengolahan. Jumlah toilet yang ada di perusahaan hanya 11 buah. Jumlah ini sudah cukup untuk keperluan karyawan yang berjumlah sekitar 300 orang. Menurut Winarno dan Surono (2004), untuk karyawan harus disediakan minimal 3 buah toilet dan setiap penambahan 50 karyawan ditambahkan 1 toilet. Secara umum kondisi toilet pabrik sudah cukup bersih. Kebersihan toilet selalu dijaga oleh petugas kebersihan, namun prasarana toilet masih kurang lengkap karena tidak disediakannya sabun dan pengering sekali pakai Pengendalian hama (pest control) Pengendalian hama yang diterapkan di perusahaan menggunakan insect killer, penempatanglue trap, dan penggunaan bahan kimia. Insect killer ditempatkan di sekitar pintu masuk ruang produksi yang berhubungan dengan lingkungan luar. Mekanisme kerja insect killer,yaitu alat ini memancarkan cahaya yang dapat menarik perhatian serangga lalu serangga yang mendekati alat ini akan mati tersengat listrik. Glue trap adalah alat berupa perangkap yang mengandung lem sehingga

9 serangga akan lengket di dalamnya, selain itu pada glue trap juga dipasang racun berbentuk kapsul untuk mencegah tikus masuk ke dalam ruang produksi. Saraf tikus yang memakan umpan tersebut akan diserang sehingga menyebabkan tikus akan berusaha mencari tempat yang berair untuk minum, sehingga tikus mati di luar area perusahaan. Penempatan glue trap di perusahaan dapat dilihat pada Lampiran 5. Selain itu, Penyemprotan (spraying) juga dilakukan di lingkungan pabrik secara periodik bekerja sama dengan PT Rentokil Indonesia. Proses penyemprotan (spraying) ini bertujuan untuk mematikan serangga-serangga yang berjalan seperti kecoa dan semut Pelabelan, penyimpanan dan penggunaan bahan-bahan beracun yang benar Semua bahan kimia atau bahan sanitasi harus diberi label nama bahan dan konsentrasinya, cara pemakaian dan standar konsentrasi yang diperbolehkan. Bahan kimia atau bahan sanitasi disimpan pada tempat yang aman dan terkunci. PT X memiliki ruang khusus untuk menyimpan bahan-bahan kimia atau bahan sanitasi yang masih dalam keadaan utuh seperti NaOCl, HCl, sterbac, teepol, dan aquades. Bahanbahan tersebut disimpan dalam gudang kering. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari terjadinya kontaminasi pada produk Good Manufacturing Practices (GMP) Good Manufacturing Practices (GMP) atau Cara Produksi Makanan yang Baik (CPMB) merupakan suatu pedoman cara memproduksi makanan dengan tujuan agar produsen memenuhi persyaratan-persyaratan yang telah ditentukan untuk menghasilkan produk makanan bermutu sesuai dengan tuntutan konsumen. (Thaheer 2008). Ruang lingkup GMP mencakup cara-cara berproduksi yang baik sejak bahan baku masuk ke pabrik sampai produk dihasilkan, termasuk persyaratan-persyaratan lainnya yang harus dipenuhi. Adapun tahapan proses pengalengan daging rajungan di PT X dapat dilihat pada Lampiran 6 dan Lampiran Penerimaan bahan baku (raw material receiving) Bahan baku berupa daging rajungan (Portunus pelagicus) berasal dari wilayah Cirebon, Indramayu, Jakarta, Belitung, dan Lampung. Daging rajungan diangkut dariminiplant dengan truk terbuka yang dilapisi terpal. Daging rajungan dimasukkan dalam stoples kemudian stoples tersebut disusun dalam blong atau fiber yang berisi es curai. Selanjutnya, karyawan receiving segera menimbang daging dengan cepat. Setelah itu, daging disusun kembali dalam basket berdasarkan asal daging dan jenis daging rajungan. Penanganan daging rajungan dilakukan dengan cepat, higienis dan hati-hati untuk mencegah kenaikan suhu dan kerusakan fisik. Daging rajungan yang menunggu proses lebih lanjut disimpan di dalam ruang pendingin. Menurut Wiryanti dan Witjaksono (2001), penanganan bahan baku harus diterapkan sesuai dengan sistem FIFO (First In First Out), bahan baku yang menunggu proses lebih lanjut harus ditempatkan pada tempat yang saniter dan higiene untuk menghindari terjadinya kontaminasi. Tahap selanjutnya dilakukan pengecekan mutu organoleptik oleh staf QC. Staf QC hanya menerima daging rajungan yang telah memenuhi persyaratan bahan baku. Persyaratan bahan baku yang diterima oleh perusahaan yaitu daging masih segar dengan suhu daging pada saat penerimaan F (0 4,4 C), standar minimal nilai organoleptik 7 dengan spesifikasi yaitu penampakan cukup cemerlang, cukup bersih, sedikit berlemi, cukup seragam, bau cukup segar, tekstur cukup kompak, agak basah dan rasanya manis, serta tidak mengandung kloramfenikol yang dilakukan pengujian dengan metode ELISA Ridascreen Cloramfenikol. Apabila ditemukan daging rajungan yang telah mengalami proses perubahan secara biokimia dan fisik seperti daging rajungan menjadi kusam, basi, lunak dan ditemukannya benda asing maka bahan baku daging rajungan tidak akan diproses lebih lanjut atau dikembalikan

10 kepada supplier. Jenis-jenis daging rajungan yang diolah oleh PT X antara lain jumbo, backfin, flower, spesial dan clawmeat. Jumbo merupakan daging yang terdapat pada bagian dada. Backfin merupakan daging yang berasal dari pecahan jumbo. Flowermerupakan daging serpihan yang berbentuk seperti bunga. Spesial merupakan daging serpihan seperti flower namun tidak berbentuk seperti bunga sedangkan clawmeat merupakan daging yang dihasilkan dari bagian capit rajungan yang berwarna kemerah-merahan. Morfologi rajungan dapat dilihat pada Lampiran 8 dan jenis-jenis daging rajungan dapat dilihat pada Lampiran Sortasi Daging rajungan yang telah memenuhi standar mutu baik penampakan, warna, bau, dan lendir dimasukkan ke dalam ruang sortasi sedangkan daging yang tidak memenuhi standar mutu akan ditolak dan dipisahkan agar tidak tercampur dengan daging yang memenuhi standar. Proses sortasi dilakukan untuk menghilangkan cangkang (shell) dan benda asing dari daging rajungan. Proses ini dilakukan dengan cepat, hati-hati, mempertahankan sistem rantai dingin dan bersih serta suhu daging dipertahankan pada interval suhu F (0 4,4 C) dengan cara menambahkan es curai di sekitar produk. Proses penanganan dan pengolahan ini dilakukan dalam ruangan yang tertutup dengan suhu ruangan C dan sesuai dengan persyaratan sanitasi. Perusahaan juga telah menerapkan sistem FIFO yaitu setiap bahan baku yang diterima perusahaan terlebih dahulu maka akan diproses lebih awal. Proses sortasi ini dilakukan dengan menggunakan dua nampan yang dibedakan warnanya yaitu nampan daging dan nampan es untuk menghindari cross contaminasi. Karyawan sortasi juga menggunakan pinset untuk membantu dalam proses pengambilan cangkang. Daging rajungan tidak boleh berhubungan langsung dengan es karena dapat mempengaruhi mutu daging Pencampuran (mixing) Daging rajungan yang telah disortasi dicek mutu organoleptiknya oleh staf QC sebelum dicampur. Daging rajungan yang telah memenuhi standar, sesuai spesifikasi buyer dan berasal dari sumber yang berbeda dicampur dan diaduk dengan hati-hati untuk mencapai keseragaman produk. Daging rajungan yang mengalami proses pencampuran hanya untuk jenis dagingclawmeat dan special dengan spesifikasi sesuai permintaan buyer. Pekerjaan tersebut dilaksanakan oleh staf QC. Daging yang telah dicampur segera dicek oleh staf QC untuk mengetahui kesesuaian standar organoleptik dan spesifikasi produk serta dilakukan pencatatan terhadap asal daging pencampuran untuk tujuan pelacakan. Proses pencampuran dilakukan dengan cara cepat dan hati-hati untuk mempertahankan mutu Pengisian (filling) Daging rajungan diisi ke dalam kaleng berdasarkan jenis dan spesifikasi dari produk yang disesuaikan dengan spesifikasi permintaan buyer. Persyaratan daging rajungan dalam kaleng yang akan diekspor yaitu minimal nilai organoleptiknya 4 dengan spesifikasi penampakan cukup cemerlang, cukup bersih, sedikit berlemi, cukup seragam, bau cukup segar, tekstur cukup kompak, kurang utuh, agak basah dan rasanya cukup manis, tidak mengandung kloramfenikol, dan tidak ada benda asing. Persyaratan mutu dan kemananan pangan daging rajungan kaleng menurut SNI :2010 dapat dilihat pada Lampiran 10. Saat pengisian daging ke dalam kaleng juga dilakukan penambahan SAPP (sodium acid pyrophoshpate) sebanyak 6 ml (1,26 gram/kaleng). Penambahan SAPP bertujuan sebagai bahan pengawet daging rajungan dan mempertahankan warna

11 daging rajungan. Proses pengisian daging dalam kaleng dilakukan dengan cepat dan hati-hati Penimbangan (weighing) Sebelum dilakukan proses penimbangan, timbangan dikalibrasi menggunakan anak timbangan dan diatur sesuai berat kaleng kosong. Daging rajungan kemudian ditimbang sesuai ukuran masing-masing kaleng. Berat bersih produk adalah 16 oz (0,454 kg), 12 oz (0,340 kg), 8 oz (0,227 kg), dan 6 oz (0,172 kg). Perusahaan memiliki toleransi over weightsebanyak 2 gram dan tidak ada toleransi under weight. Hal ini dilakukan untuk mengestimasi terjadinya penyusutan berat daging rajungan pada proses selanjutnya seperti penyimpanan. Berat bersih dicek dengan cara sampling setiap jam. Kalibrasi eskternal untuk timbangan dilakukan setiap tahun Penutupan kaleng (seaming) Sebelum dilakukan proses penutupan kaleng, mesin seamer dicek double seam oleh QC dengan menggunakan kaleng kosong kemudian overlap dan free wrinkle diukur, sedangkan selama proses produksi dilakukan pengecekan hasil double seam setiap jam atau maksimal 3 basket. Standar overlap setiap jenis kaleng berbeda sesuai permintaan buyer.setiap kaleng yang sudah ditutup dicek double seam secara visual oleh operator sambil membersihkan sisa daging yang ada pada lipatan kaleng. Apabila selama proses ditemukan penyimpangan maka proses seaming dihentikan dahulu untuk dilakukan tindakan koreksi terhadap proses dan produk. Setelah selesai proses penutupan kaleng, setiap kaleng diberi kode produksi dan batas kadaluarsa pada bagian bawah kaleng untuk tujuan pelacakan. Produk hasil pengalengan kemudian disusun dalam batch. Selanjutnya, produk segera dipasteurisasi Pasteurisasi (pasteurizing) Tangki yang digunakan untuk proses pasteurisasi berukuran maksimal 8 batch, setiap batch berisi 84 kaleng ukuran 16 oz. Suhu pasteurisasi yang diterapkan di PT X antara F (85-87,2 C) dengan total waktu pasteurisasi sesuai berat produk dan ukuran kaleng. Apabila suhu air pasteurisasi di luar range standar maka dilakukan tindakan koreksi yaitu produk dihold untuk dilakukan pengecekan lebih lanjut. Waktu yang digunakan untuk pasteurisasi antara lain 140 menit untuk kaleng ukuran 401 x 301 dengan berat 16 oz, 130 menit untuk kaleng ukuran 401 x 301 dengan berat 12 oz, 110 menit untuk kaleng ukuran 307 x 206 dengan berat 8 oz. Pengecekan suhu produk dengan F-value yang dilakukan setiap 5 menit menggunakan 3 sampel setiap tangki, sedangkan pengecekan suhu air pasteurisasi menggunakan MIG (Mercury in Glass) atau termometer digital setiap 15 menit, kemudian dicatat dalam form. Pengecekan suhu ini dilakukan oleh QC pasteurisasi Pendinginan (chilling) Tangki yang digunakan untuk proses chilling juga berukuran maksimal 8 batch, setiapbatch berisi 84 kaleng ukuran 16 oz. Sebelum proses chilling dimulai terlebih dahulu dimasukkan es ke dalam tangki chilling dan ditambahkan larutan klorin 5 ppm. Kemudian, setelah proses pasteurisasi selesai, basket yang berisi produk dipindahkan dari tangki pasteurisasi langsung direndam dalam tangki chilling pada suhu F (0 1,1 C). Total waktu pendinginan disesuaikan dengan jenis produk dan berat produk yaitu 120 menit untuk produk kaleng 16 oz.

12 Pengemasan dan pelabelan Pengemasan daging rajungan sangat bergantung permintaan dari pembeli. Umumnya daging rajungan dikemas dalam kemasan primer (kaleng) yang selanjutnya dimasukkan dalam kemasan sekunder (master carton). Setiap master carton berisi 12 kaleng ukuran 16 oz atau 12 oz. Produk yang telah dikemas kemudian dicek oleh QC packing meliputi jumlah kaleng, jenis produk dan brand sesuai label yang tercantum pada master carton serta kode produksi dapat terbaca dengan jelas. Setelah itu, produk yang telah dicek kemudian diberi stempel QC passed. Produk yang sudah dikemas segera disimpan dalam chilled storage. Proses pengemasan dan pelabelan ini dilakukan pada kondisi yang higienis sehingga dapat mencegah terjadinya kontaminasi silang pada produk. Secara umum, pengemasan yang dilakukan oleh PT X telah sesuai Kep.01/MEN/ Chilled storage Daging rajungan kaleng yang telah dikemas dalam master carton, kemudian disimpan dalam chilled storage dengan suhu penyimpanan antara F (0 4,4 C). Kontrol suhu penyimpanan dilakukan setiap jam oleh staf mekanik dan suhu ruang pendingin secara terus-menerus direkam dengan menggunakan perekam suhu. Penyusunan master cartondalam chilled storage dilakukan dengan rapi menggunakan alas berupa pallet agar master carton tidak bersentuhan langsung dengan lantai chilled storage. Penyusunan produk sesuai dengan brand dan jenis produknya dengan tidak melewati batas red line agar tidak menutupi evaporator. Produk yang satu dengan yang lain jaraknya diatur sedemikian rupa sehingga sirkulasi udara di dalam chilled storage dapat berjalan dengan baik. Penyimpanan produk sesuai dengan sistem first in first out (FIFO). Penyusunan produk dalam chilled storagetidak diperkenankan menutupi evaporator karena bisa menganggu sirkulasi udara dingin sehingga susunan produk yang paling dekat dengan evaporator akan lebih rendah daripada susunan produk yang jauh dari evaporator. Adapun penyusunannya antara lain tinggi maksimal stuffle I sebanyak 19 master carton (mc), tinggi maksimal stuffle II dan III sebanyak 20 mc dan tinggi maksimal stuffle IV sebanyak 21 mc. Pintu chilled storage tidak boleh dibuka terlalu lama, untuk mencegah kenaikan suhu dalam chilled storage Pengiriman produk (stuffing) Proses pengiriman produk yang dilakukan oleh PT X ialah proses pemindahan master carton yang berisi daging rajungan kaleng ke dalam container untuk dibawa ke pabrik pusat yaitu PT Windika Utama yang bertempat di Semarang. PT Windika Utama ini yang melakukan ekspor. Produk yang akan dibawa ke PT Windika Utama dikeluarkan dari chilled storagedengan cepat dan hati-hati. Pengiriman produk dilakukan menggunakan container dengan kapasitas master carton yang memiliki mesin pendingin dengan suhu diatur 0 o C. Suhu container diatur pada 0 o C dan dijaga mulai dari produk dimasukkan dalam containerhingga sampai ke PT Windika Utama. Penyusunan master carton dalam container tidak melebihi red line atau garis pada container yang menunjukkan batas tertinggi tumpukan produk. Selain itu, staf QC juga harus membuat rekomendasi untuk pengeluaran produk berdasarkan dari hasil analisis laboratorium.

13 2.2 Penilaian Penerapan Sistem Kelayakan Dasar Menurut Peraturan Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan No. Per.011/DJ-P2HP/2007, sertifikat kelayakan pengolahan adalah sertifikat yang diberikan kepada unit pengolahan ikan (UPI) yang telah menerapkan Good Manufacturing Practices (GMP), serta memenuhi persyaratan Sanitation Standard Operating Procedures(SSOP) dan Good Hygiene Practices (GHP) sesuai dengan standar dan regulasi dari otoritas yang berkompeten. Hasil penilaian yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan DKP terhadap PT X adalah nilai A dengan Sertifikat Kelayakan Pengolahan (SKP) No.99/PP/SKP/PK/VIII/03/10 (Lampiran 11). Namun, berdasarkan hasil penilaian menggunakan Daftar Penilaian Unit Pengolahan Ikan yang diterbitkan oleh Ditjen PPHP tahun 2007 (Lampiran 12) di lapangan, menunjukan bahwa PT X memperoleh SKP dengan nilai kelayakan dasar B yang terdiri atas 3 penyimpangan minor, 7 penyimpangan mayor, dan 2 penyimpangan serius. Hasil penilaian ketidaksesuaian atau penyimpangan tersebut sebagai berikut: Penyimpangan minor Penyimpangan minor adalah penyimpangan yang apabila tidak dilakukan tindakan koreksi atau dibiarkan secara terus menerus akan berpotensi mempengaruhi mutu pangan (DJP2HP 2007). Penyimpangan minor yang terdapat di perusahaan yaitu : 1) Peralatan permukaan yang kontak dengan produk tidak diberi tanda untuk setiap area kerja yang berbeda. Permukaan yang kontak dengan produk terdiri atas baskom, nampan, dan stoples. Adanya penyimpangan ini dapat mengakibatkan terjadinya kontaminasi silang pada daging rajungan yang berpotensi mempengaruhi mutu daging rajungan. 2) Sebagian peralatan kerja tidak dicuci dengan bahan desinfektan. Peralatan kerja yang tidak dicuci dengan bahan desinfektan berkemungkinan masih mengandung sisa-sisa kotoran yang dapat menjadi sumber kontaminan terhadap daging rajungan sehingga berpotensi mempengaruhi mutu daging. 3) Adanya bahan kimia yang memiliki tanda peringatan. Bahan kimia yang memiliki tanda peringatan berarti bahan kimia tersebut cukup berbahaya bagi manusia dan apabila terkontaminasi pada produk pangan akan berpotensi mempengaruhi mutu pangan itu sendiri.

14 2.2.2 Penyimpangan mayor Penyimpangan mayor adalah penyimpangan yang apabila tidak dilakukan tindakan koreksi mempunyai potensi dapat mempengaruhi keamanan pangan (DJP2HP 2007).Penyimpangan mayor yang terjadi di perusahaan yaitu : 1) Tidak tersedianya ruang ganti. Tidak tersedianya ruang ganti pakaian bagi karyawan menyebabkan karyawan akan mengganti pakaian kerja di area yang kurang saniter sehingga pakaian dapat terkontaminasi dengan cemaran biologis, fisik dan kimia sehingga berpotensi mempengaruhi keamanan pangan. 2) Kran air dioperasikan dengan tangan Penyimpangan ini berpotensi mempengaruhi keamanan pangan karena kran air yang dioperasikan dengan tangan dapat menyebabkan terjadinya cemaran biologis dan fisik yang dapat menganggu dan merugikan kesehatan manusia. 3) Adanya lantai ruang pengolahan yang retak Lantai yang retak dapat berfungsi sebagai tempat terakumulasinya kotoran yang berpotensi menganggu dan merugikan kesehatan manusia. 4) Ditemukan adanya es sisa yang digunakan kembali untuk proses selanjutnya. Es yang digunakan di perusahaan tidak dibuat menggunakan air yang memenuhi persyaratan sehingga apabila digunakan berulang kali dapat berpotensi mempengaruhi keamanan pangan yang mengganggu dan merugikan kesehatan manusia. 5) Kondisi AC dan exhaust fan berdebu. Kondisi AC dan exhaust fan yang berdebu dapat menjadi sumber kontaminasi melalui cemaran biologi dan fisik yang berpotensi mempengaruhi keamanan pangan. 6) Adanya pekerja yang mengenakan peralatan kerja yang sudah kotor. Peralatan kerja yang sudah kotor merupakan wadah atau tempat yang paling sesuai sebagai media pertumbuhan mikroorganisme yang dapat menyebabkan kontaminsi terhadap produk sehingga berpotensi mempengaruhi keamanan pangan. 7) Adanya karyawan yang mencuci tangan tidak menggunakan bahan desinfektan. Tangan yang tidak dicuci dengan bahan desinfektan dapat mencemari produk sehingga berpotensi mempengaruhi keamanan pangan.

15 2.2.3 Penyimpangan serius Penyimpangan serius adalah penyimpangan yang apabila tidak dilakukan tindakan koreksi dapat mempengaruhi keamanan pangan (DJP2HP 2007). Penyimpangan serius terdapat di PT X yaitu : 1) Jumlah tempat cuci tangan di ruang pengolahan tidak memadai. Tempat cuci tangan yang ada di ruang pengolahan hanya ada 8 buah dan tempat cuci tangan yang tersedia di ruang pengolahan hanya berupa baskom berisi air sedangkan jumlah karyawan ± 300 orang. Tidak memadainya tempat cuci tangan bagi karyawan ini dapat mempengaruhi keamanan pangan karena adanya cemaran biologis dan fisik yang masih tertinggal pada tempat cuci tangan sehingga dapat merugikan dan membahayakan kesehatan manusia. 2) Penanganan es yang tidak saniter oleh karyawan. Penanganan es yang dilakukan oleh karyawan tidak cukup saniter karena ditemukannya karyawan yang merapikan es dalam basket di ruang penyimpanan es dengan menggunakan sepatu boot padahal sepatu boot tersebut tidak dicuci dengan klorin 200 ppm sehingga dapat mempengaruhi keamanan pangan. 2.4 Penyimpangan kritis Penyimpangan kritis adalah penyimpangan yang apabila tidak dilakukan tindakan koreksi akan segera mempengaruhi keamanan pangan (DJP2HP 2007). Tidak ditemukannya adanya penyimpangan kritis di PT X.

16 BAB III 3. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 3.1 Kesimpulan Tahapan proses pengalengan daging rajungan di PT X yaitu penerimaan bahan baku, sortasi, pencampuran, pengisian daging dalam kaleng, penutupan kaleng, pasteurisasi, pendinginan, pelabelan, penyimpanan dan stuffing. Secara keseluruhan,prosedur penerapan program kelayakan dasar (GMP dan SSOP) yang disusun oleh PT Xsudah cukup baik dan sesuai dengan program kelayakan dasar yang dirumuskan olehdirektorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP). Akan tetapi dalam pelaksanaannya terjadi beberapa penyimpangan yang pada akhirnya memberikan penilaian yang kurang baik terhadap proses produksi daging rajungan kaleng. Penyimpangan yang terjadi di perusahaan terdiri atas 3 penyimpangan minor, 7 penyimpangan mayor, dan 2 penyimpangan serius. Penyimpangan ini mengakibatkan PT X memperoleh nilai kelayakan dasar B. Hal ini tidak sesuai dengan dengan Sertifikat Kelayakan Pengolahan (SKP) yang dikeluarkan oleh Direktorat Jendral Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (DJP2HP) dengan rating A maka perlu dilakukan tindakan koreksi untuk memperbaiki penyimpangan-penyimpangan yang terjadi. 3.2 Rekomendasi Tindakan koreksi yang sebaiknya dilakukan oleh perusahaan antara lain melakukan perbaikan-perbaikan dan penyediaan fasilitas produksi seperti perbaikan lantai yang retak di ruang receiving, penyediaan sabun dan pengering sekali pakai di toilet, dan pemberian tanda yang jelas pada setiap peralatan untuk area kerja yang berbeda. Perusahaan juga hendaknya menyediakan ruang ganti pakaian, menempatkan bahan kimia di ruang khusus dan terkunci. Selama penanganan bahan baku dan produk diupayakan dengan sistem rantai dingin tidak terputus. Selain itu, perusahaan juga perlu melakukan pengawasan yang lebih ketat pada setiap tahap proses agar tidak ada pekerja yang melanggar peraturan dan melakukan teguran yang keras pada karyawan yang sering melakukan pelanggaran.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sanitasi Dan Higiene Pada Tahap Penerimaan Bahan Baku.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sanitasi Dan Higiene Pada Tahap Penerimaan Bahan Baku. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sanitasi Dan Higiene Pada Tahap Penerimaan Bahan Baku. Penerapan sanitasi dan higiene diruang penerimaan lebih dititik beratkan pada penggunaan alat dan bahan sanitasi.

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGUATAN DAYA SAING PRODUK KELAUTAN DAN PERIKANAN

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGUATAN DAYA SAING PRODUK KELAUTAN DAN PERIKANAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGUATAN DAYA SAING PRODUK KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR 24/PER-DJPDSPKP/2017 TENTANG PEMERINGKATAN SERTIFIKAT KELAYAKAN PENGOLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR

Lebih terperinci

Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice

Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice 113 LAMPIRAN 113 114 Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice 1 Lokasi Lokasi produksi harus jauh dari tempattempat yang menjadi sumber cemaran, seperti: tempat pembuangan sampah,

Lebih terperinci

Bgn-2. Penanganan Mutu Produk

Bgn-2. Penanganan Mutu Produk Bgn-2. Penanganan Mutu Produk 1. Proses produksi 2. Pengolahan 3. Teknologi 4. Pemasaran A. Sasaran B. Hazard Analysis Critical Control Point, meliputi 2 aspek : 1. SSOP (Sanitation Standar Operating Procedure)

Lebih terperinci

Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015

Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015 Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015 APA ITU CPPOB? adalah cara produksi yang memperhatikan aspek keamanan pangan, antara lain dengan cara : a. mencegah tercemarnya pangan

Lebih terperinci

Gambar lampiran 1: Tempat Pencucian Alat masak dan makan hanya satu bak

Gambar lampiran 1: Tempat Pencucian Alat masak dan makan hanya satu bak Gambar lampiran : Tempat Pencucian Alat masak dan makan hanya satu bak Gambar lampiran 2: saluran limbah yang kotor dan tidak tertutup dekat dengan Pengolahan sambal Gambar lampiran 3: keadaan dapur yang

Lebih terperinci

PERANAN NOMOR KONTROL VETERINER (NKV) SEBAGAI PERSYARATAN DASAR UNTUK PRODUKSI PANGAN HEWANI YANG AMAN, SEHAT, UTUH DAN HALAL (ASUH)**

PERANAN NOMOR KONTROL VETERINER (NKV) SEBAGAI PERSYARATAN DASAR UNTUK PRODUKSI PANGAN HEWANI YANG AMAN, SEHAT, UTUH DAN HALAL (ASUH)** PERANAN NOMOR KONTROL VETERINER (NKV) SEBAGAI PERSYARATAN DASAR UNTUK PRODUKSI PANGAN HEWANI YANG AMAN, SEHAT, UTUH DAN HALAL (ASUH)** Oleh : Dr.drh. I Wayan Suardana, MSi* *Dosen Bagan Kesmavet Fakultas

Lebih terperinci

Lampiran 1. Daftar Angka Paling Mungkin Coliform dengan Tiga Tabung

Lampiran 1. Daftar Angka Paling Mungkin Coliform dengan Tiga Tabung LAMPIRAN Lampiran 1. Daftar Angka Paling Mungkin Coliform dengan Tiga Tabung Kombinasi Jumlah Tabung yang Positif 1:10 1:100 1:1000 APM per gram atau ml 0 0 0

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Industri farmasi diwajibkan menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. No.43/MENKES/SK/II/1988 tentang CPOB dan Keputusan

Lebih terperinci

Dokumentasi SSOP (Sanitation Standard Operating Procedures) S P O Sanitasi

Dokumentasi SSOP (Sanitation Standard Operating Procedures) S P O Sanitasi Dokumentasi SSOP (Sanitation Standard Operating Procedures) S P O Sanitasi HANDOUT MATA KULIAH : REGULASI PANGAN (KI 531) OLEH : SUSIWI S JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA F P M I P A UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

Lebih terperinci

2 ekspor Hasil Perikanan Indonesia. Meskipun sebenarnya telah diterapkan suatu program manajemen mutu terpadu berdasarkan prinsip hazard analysis crit

2 ekspor Hasil Perikanan Indonesia. Meskipun sebenarnya telah diterapkan suatu program manajemen mutu terpadu berdasarkan prinsip hazard analysis crit TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI LINGKUNGAN HIDUP. Perikanan. Hasil. Jaminan Mutu. Keamanan. Sistem. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 181). PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN BAB XV PENGENDALIAN MUTU SELAMA PROSES KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1. DAFTAR PERTANYAAN

LAMPIRAN 1. DAFTAR PERTANYAAN 93 LAMPIRAN. DAFTAR PERTANYAAN Pertanyaan yang diberikan kepada responden Unit Usaha Jasa Boga dan Unit Usaha Pengguna Jasa Boga mengenai pengetahuan tentang sertifikat keamanan pangan.. Apakah anda mengetahui

Lebih terperinci

GMP (Good Manufacturing Practices) Cara Pengolahan Pangan Yang Baik

GMP (Good Manufacturing Practices) Cara Pengolahan Pangan Yang Baik GMP (Good Manufacturing Practices) Cara Pengolahan Pangan Yang Baik HANDOUT MATA KULIAH : REGULASI PANGAN (KI 531) OLEH : SUSIWI S JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA F P M I P A UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Kandungan Gizi dan Vitamin pada Ikan Layur

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Kandungan Gizi dan Vitamin pada Ikan Layur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan layur (Trichiurus sp.) adalah salah satu jenis ikan demersal ekonomis penting yang banyak tersebar dan tertangkap di perairan Indonesia terutama di perairan Palabuhanratu.

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penilaian Penerapan GMP di PT. Libe Bumi Abadi Hasil penilaian penerapan GMP dengan formulir pemeriksaan sarana pengolahan (BPOM, 1999) dapat dilihat pada Tabel 9. Aspek Tabel

Lebih terperinci

Filet kakap beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan

Filet kakap beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan Standar Nasional Indonesia Filet kakap beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2013 di PT. AGB Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi-Jawa Barat. 3.2 Alat dan Bahan Penelitian 3.2.1 Alat

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia. Udang beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan

SNI Standar Nasional Indonesia. Udang beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan Standar Nasional Indonesia Udang beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3

Lebih terperinci

Studi Kelayakan Unit Pengolahan Udang Putih Beku Tanpa Kepala di PT. XX Gorontalo

Studi Kelayakan Unit Pengolahan Udang Putih Beku Tanpa Kepala di PT. XX Gorontalo Studi Kelayakan Unit Pengolahan Udang Putih Beku Tanpa Kepala di PT. XX Gorontalo 1,2 Saprin Hayade, 2 Rieny Sulistijowati, 2 Faiza A. Dali 1 saprin_hayade@yahoo.com 2 Jurusan Teknologi Perikanan Fakultas

Lebih terperinci

Ikan segar - Bagian 3: Penanganan dan pengolahan

Ikan segar - Bagian 3: Penanganan dan pengolahan Standar Nasional Indonesia Ikan segar - Bagian 3: Penanganan dan pengolahan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...

Lebih terperinci

2016, No Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93

2016, No Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2154, 2016 KEMEN-KP. Sertifikat Kelayakan Pengolahan. Penerbitan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72/PERMEN-KP/2016 TENTANG

Lebih terperinci

Lampiran 1. Aspek Penilaian GMP dalam Restoran

Lampiran 1. Aspek Penilaian GMP dalam Restoran LAMPIRAN Lampiran 1. Aspek Penilaian GMP dalam Restoran No Parameter Bobot Nilai A Kondisi umum sekitar restoran 1 Lokasi 1 0 Jarak jasaboga minimal 500 m dari sumber pencemaran seperti tempat sampah umum,

Lebih terperinci

UNTUK KEPALA SEKOLAH SDN KOTA BINJAI

UNTUK KEPALA SEKOLAH SDN KOTA BINJAI Lampiran 1. LEMBAR KUESIONER UNTUK KEPALA SEKOLAH SDN KOTA BINJAI A. IDENTITAS INFORMAN Nama :. Alamat : Usia :.Tahun Jenis Kelamin : 1.Laki-laki 2. Perempuan Pendidikan terakhir : Unit Kerja : Masa kerja

Lebih terperinci

PENERAPAN CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK (CBIB) PADA UNIT USAHA BUDIDAYA

PENERAPAN CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK (CBIB) PADA UNIT USAHA BUDIDAYA PENERAPAN CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK (CBIB) PADA UNIT USAHA BUDIDAYA Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Direktorat Produksi 2010 Pendahuluan Dalam rangka menghadapi era globalisasi, maka produk perikanan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PROSEDUR DAN LEMBAR KERJA

PENGEMBANGAN PROSEDUR DAN LEMBAR KERJA PENGEMBANGAN PROSEDUR DAN LEMBAR KERJA BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA Direktorat Surveilan dan Penyuluhan 1 PROSEDUR Direktorat

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 KUESIONER PENJAMAH MAKANAN DI RUMAH MAKAN

LAMPIRAN 1 KUESIONER PENJAMAH MAKANAN DI RUMAH MAKAN LAMPIRAN 58 LAMPIRAN 1 KUESIONER PENJAMAH MAKANAN DI RUMAH MAKAN KARAKTERISTIK SAMPEL Responden adalah penjamah makanan di rumah makan Jumlah responden adalah seluruh penjamah makanan di rumah makan Lembar

Lebih terperinci

GOOD MANUFACTURING PRACTICES GOOD MANUFACTURING PRACTICES. Manajemen Mutu 11/17/2011

GOOD MANUFACTURING PRACTICES GOOD MANUFACTURING PRACTICES. Manajemen Mutu 11/17/2011 GOOD MANUFACTURING PRACTICES GOOD MANUFACTURING PRACTICES Manajemen Mutu Definisi: Prosedur dalam perusahaan yang menggaransi keamanan produksi Presenter: Nur Hidayat Manajer Mutu Lab Sentral Ilmu Hayati

Lebih terperinci

- 5 - BAB II PERSYARATAN TEKNIS HIGIENE DAN SANITASI

- 5 - BAB II PERSYARATAN TEKNIS HIGIENE DAN SANITASI - 5 - BAB II PERSYARATAN TEKNIS HIGIENE DAN SANITASI A. BANGUNAN 1. Lokasi Lokasi jasaboga tidak berdekatan dengan sumber pencemaran seperti tempat sampah umum, WC umum, pabrik cat dan sumber pencemaran

Lebih terperinci

From Farm to Fork...

From Farm to Fork... TITIS SARI KUSUMA From Farm to Fork... GAP GHP GTP GHP GLP GMP Konsumen Praktek Produksi yang baik (GMP) Merupakan kombinasi dari produksi dan prosedur pengawasan kualitas yang ditujukan untuk memastikan

Lebih terperinci

LEMBAR OBSERVASI HIGIENE SANITASI PENGOLAHAN BUBUR AYAM DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN

LEMBAR OBSERVASI HIGIENE SANITASI PENGOLAHAN BUBUR AYAM DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN LEMBAR OBSERVASI HIGIENE SANITASI PENGOLAHAN BUBUR AYAM DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN 2012 (Sumber: Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 942/MENKES/SK/VII/2003) No Objek Pengamatan Prinsip I : Pemilihan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR.../PERMEN-KP/2017 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PENERBITAN SERTIFIKAT CARA PENANGANAN IKAN YANG BAIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN. Produksi. Pangan Olahan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN. Produksi. Pangan Olahan. No.358, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN. Produksi. Pangan Olahan. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 75/M-IND/PER/7/2010 TENTANG PEDOMAN CARA PRODUKSI

Lebih terperinci

REFERENSI PENYUSUNAN GOOD MANUFACTURING PRACTICE (GMP) MANUAL

REFERENSI PENYUSUNAN GOOD MANUFACTURING PRACTICE (GMP) MANUAL REFERENSI PENYUSUNAN GOOD MANUFACTURING PRACTICE (GMP) MANUAL Referensi Penyusunan GMP Manual Page 1 RUANG LINGKUP 1.1. Umum. GMP Manual ini menjelaskan mengenai persyaratan umum tatacara berproduksi yang

Lebih terperinci

PENILAIAN PEMERIKSAAN KESEHATAN LINGKUNGAN HYGIENE SANITASI DI RUMAH MAKAN/RESTORAN

PENILAIAN PEMERIKSAAN KESEHATAN LINGKUNGAN HYGIENE SANITASI DI RUMAH MAKAN/RESTORAN PENILAIAN PEMERIKSAAN KESEHATAN LINGKUNGAN HYGIENE SANITASI DI RUMAH MAKAN/RESTORAN Nama Rumah Makan/Restoran : Alamat : Nama Pengusaha : Jumlah Karyawan : Jumlah Penjamah Makanan : Nomor Izin Usaha :

Lebih terperinci

CARA PRODUKSI PANGAN Jejaring Promosi Keamanan Pangan dalam Sistem Keamanan Pangan Terpadu Nasional SIAP SAJI YANG BAIK

CARA PRODUKSI PANGAN Jejaring Promosi Keamanan Pangan dalam Sistem Keamanan Pangan Terpadu Nasional SIAP SAJI YANG BAIK CARA PRODUKSI PANGAN Jejaring Promosi SIAP SAJI YANG BAIK BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA Direktorat Surveilan dan Penyuluhan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52A/KEPMEN-KP/2013 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52A/KEPMEN-KP/2013 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52A/KEPMEN-KP/2013 TENTANG PERSYARATAN JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN PADA PROSES PRODUKSI, PENGOLAHAN DAN DISTRIBUSI Menimbang

Lebih terperinci

Ikan tuna dalam kaleng Bagian 3: Penanganan dan pengolahan

Ikan tuna dalam kaleng Bagian 3: Penanganan dan pengolahan Standar Nasional Indonesia Ikan tuna dalam kaleng Bagian 3: Penanganan dan pengolahan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...

Lebih terperinci

Keberadaan mikroorganisme patogen pada makanan umumnya tidak menyebabkan perubahan fisik

Keberadaan mikroorganisme patogen pada makanan umumnya tidak menyebabkan perubahan fisik Prerequisite Program #7 Pencegahan Kontaminasi Silang Pencegahan, pengendalian, deteksi kontaminasi; kontaminasi mikrobiologik, fisik, dan kimiawi Bahaya biologis: cacing, protozos, bakteri, cendawan/fungi

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kategori Objek Pengamatan. Keterangan. Prinsip I : Pemilihan Bahan Baku Tahu. 1. Kacang kedelai dalam kondisi segar dan tidak busuk

Lampiran 1. Kategori Objek Pengamatan. Keterangan. Prinsip I : Pemilihan Bahan Baku Tahu. 1. Kacang kedelai dalam kondisi segar dan tidak busuk 94 Lampiran 1 Lembar Observasi Higiene Sanitasi Pengolahan Tahu Pada Industri Rumah Tangga Pembuatan Tahu di Kelurahan Sari Rejo Kecamatan Medan Polonia Kota Medan Tahun 2016 (Sumber : Keputusan Menteri

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Lokasi dan Lingkungan Produksi 1. Evaluasi a. Lokasi UKM Berdasarkan hasil pengamatan, lokasi UKM Al-Fadh terletak ditengah perkampungan yang berdekatan dengan area persawahan

Lebih terperinci

Sosis ikan SNI 7755:2013

Sosis ikan SNI 7755:2013 Standar Nasional Indonesia Sosis ikan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2013 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen ini

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 27 Mei 2013 sampai dengan 5 Juni 2013 di PT. Awindo Internasional Jakarta. PT. Awindo Internasional terletak

Lebih terperinci

HIGIENE DAN SANITASI SARANA PP - IRT

HIGIENE DAN SANITASI SARANA PP - IRT HIGIENE DAN SANITASI SARANA PP - IRT BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA Pendahuluan Sanitasi : pencegahan penyakit dengan menghilangkan/mengatur

Lebih terperinci

CONTOH SSOP PADA PROSES PENGOLAHAN SOSIS AYAM. Potensi Hazard Tujuan Petunjuk SSOP-nya

CONTOH SSOP PADA PROSES PENGOLAHAN SOSIS AYAM. Potensi Hazard Tujuan Petunjuk SSOP-nya No. unit prosesing CONTOH SSOP PADA PROSES PENGOLAHAN SOSIS AYAM Potensi Hazard Tujuan Petunjuk SSOP-nya 1. Sortasi daging biologis (bakteri pathogen, jamur, serangga dsb.),cemaran kimia (logam berat,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Penentuan Pohon Keputusan untuk Bahan Baku Pertanyaan 1 (P1) Apakah ada potensi bahaya yang berkaitan dengan bahan baku ini?

Lampiran 1. Penentuan Pohon Keputusan untuk Bahan Baku Pertanyaan 1 (P1) Apakah ada potensi bahaya yang berkaitan dengan bahan baku ini? 105 7. LAMPIRAN Lampiran 1. Penentuan Pohon Keputusan untuk Bahan Baku Pertanyaan 1 (P1) Apakah ada potensi bahaya yang berkaitan dengan bahan baku ini? Ya Tidak Pertanyaan 2 (P2) Apakah anda/ pelanggan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas dan obat jadi yang belum didistribusikan.

Lebih terperinci

Gambar 1. Ikan Tongkol (Ethynnus affinis) (Sumber: Anonim b 2010 )

Gambar 1. Ikan Tongkol (Ethynnus affinis) (Sumber: Anonim b 2010 ) 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Ikan tongkol (Euthynnus affinis) termasuk dalam famili scombridae terdapat di seluruh perairan hangat Indo-Pasifik Barat,

Lebih terperinci

BAB V PRAKTEK PRODUKSI YANG BAIK

BAB V PRAKTEK PRODUKSI YANG BAIK BAB V PRAKTEK PRODUKSI YANG BAIK Good Manufacturing Practice (GMP) adalah cara berproduksi yang baik dan benar untuk menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu dan keamanan. Telah dijelaskan sebelumnya

Lebih terperinci

III. METODA KAJIAN. Lokasi yang menjadi obyek kajian tugas akhir ini adalah PT. Libe Bumi

III. METODA KAJIAN. Lokasi yang menjadi obyek kajian tugas akhir ini adalah PT. Libe Bumi III. METODA KAJIAN A. Lokasi dan Waktu Kajian Lokasi yang menjadi obyek kajian tugas akhir ini adalah PT. Libe Bumi Abadi dengan lokasi Jl. Langgar Raya No. 7 RT. 12, Rw. 05 Kelurahan Pondok Bambu, Kecamatan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Formulir Persetujuan Partisipasi Dalam Penelitian FORMULIR PERSETUJUAN PARTISIPASI DALAM PENELITIAN (INFORMED CONSENT) NASKAH PENJELASAN

Lampiran 1. Formulir Persetujuan Partisipasi Dalam Penelitian FORMULIR PERSETUJUAN PARTISIPASI DALAM PENELITIAN (INFORMED CONSENT) NASKAH PENJELASAN 97 Lampiran 1. Formulir Persetujuan Partisipasi Dalam Penelitian FORMULIR PERSETUJUAN PARTISIPASI DALAM PENELITIAN (INFORMED CONSENT) NASKAH PENJELASAN Sebagai persyaratan untuk menyelesaikan studi di

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017

- 1 - PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017 - 1 - PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PENERBITAN SERTIFIKAT PENERAPAN PROGRAM MANAJEMEN MUTU TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS ESA UNGGUL FAKULTAS ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU GIZI

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS ESA UNGGUL FAKULTAS ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU GIZI Lampiran 1 KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS ESA UNGGUL FAKULTAS ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU GIZI KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN KARAKTERISTIK RESPONDEN, PENGETAHUAN, LINGKUNGAN, PELATIHAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG CARA PRODUKSI KOSMETIKA YANG BAIK MENTERI KESEHATAN, Menimbang : a. bahwa langkah utama untuk menjamin keamanan kosmetika adalah penerapan

Lebih terperinci

KUALITAS PENGOLAHAN IKAN KAYU DI KABUPATEN SIKKA

KUALITAS PENGOLAHAN IKAN KAYU DI KABUPATEN SIKKA KUALITAS PENGOLAHAN IKAN KAYU DI KABUPATEN SIKKA Diani Susanti Liufeto 1, Y. S. Darmanto 2, Tri Winarni Agustini 3 1Mahasiswa Magister Manajemen Sumberdaya Pantai FPIK, Universitas Diponegoro 2Staf Pengajar

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN PELAKSANAAN HYGIENE SANITASI DEPOT AIR MINUM ISI ULANG DI KECAMATAN TANJUNGPINANG BARAT TAHUN 2012

KUESIONER PENELITIAN PELAKSANAAN HYGIENE SANITASI DEPOT AIR MINUM ISI ULANG DI KECAMATAN TANJUNGPINANG BARAT TAHUN 2012 LAMPIRAN I KUESIONER PENELITIAN PELAKSANAAN HYGIENE SANITASI DEPOT AIR MINUM ISI ULANG DI KECAMATAN TANJUNGPINANG BARAT TAHUN 2012 I. Karakteristik Responden 1. Nama : 2. Umur : 3. Pendidikan Terakhir

Lebih terperinci

Sanitasi Penyedia Makanan

Sanitasi Penyedia Makanan Bab 6 Sanitasi Penyediaan Makanan Sanitasi Penyedia Makanan Sanitasi Jasa Boga Sanitasi Rumah Makan & Restoran Sanitasi Hotel Sanitasi Rumah Sakit Sanitasi Transportasi Penggolongan Jasa Boga Jasa boga

Lebih terperinci

Tugas Manajemen Mutu Terpadu. 3. Penanganan dan pengolahan Penanganan dan pengolahan cumi-cumi beku sesuai SNI :2010.

Tugas Manajemen Mutu Terpadu. 3. Penanganan dan pengolahan Penanganan dan pengolahan cumi-cumi beku sesuai SNI :2010. Nama : RaisAbdullah NPM : 230110097026 Kelas : Perikanan B Tugas Manajemen Mutu Terpadu Spesifikasi CUMI-CUMI BEKU SNI 2731.1:2010 1. Istilah dan definisi cumi-cumi beku merupakan produk olahan hasil perikanan

Lebih terperinci

BAB IX SANITASI PABRIK

BAB IX SANITASI PABRIK BAB IX SANITASI PABRIK Sanitasi merupakan suatu kegiatan yang terencana terhadap lingkungan produksi, bahan baku, peralatan dan kebersihan, kesehatan, kesejahteraan pekerja, mencegah terjadinya pencemaran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad)

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Perkembangan Lafi Ditkesad Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) merupakan lembaga yang telah ada sejak zaman penjajahan Belanda.

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN KELAIKAN HYGIENE SANITASI RUMAH MAKAN DAN RESTORAN 1. Nama rumah makan/restoran :. 2. Alamat :.

PEMERIKSAAN KELAIKAN HYGIENE SANITASI RUMAH MAKAN DAN RESTORAN 1. Nama rumah makan/restoran :. 2. Alamat :. b.. CONTOH FORMULIR RM.. PEMERIKSAAN KELAIKAN HYGIENE SANITASI RUMAH MAKAN DAN RESTORAN. Nama rumah makan/restoran :.. Alamat :... NamaPengusaha/penanggungjawab :.. Jumlah karyawan :... orang. Jumlah penjamah

Lebih terperinci

I. Data Responden Penjamah Makanan 1. Nama : 2. Umur : 3. Jenis Kelamin : 4. Pendidikan :

I. Data Responden Penjamah Makanan 1. Nama : 2. Umur : 3. Jenis Kelamin : 4. Pendidikan : KUESIONER HIGIENE SANITASI PENGELOLAAN MAKANAN DAN PEMERIKSAAN Escherichia coli PADA PERALATAN MAKAN DI INSTALASI GIZI RUMAH SAKIT UMUM MAYJEN H.A THALIB KABUPATEN KERINCI TAHUN 0 I. Data Responden Penjamah

Lebih terperinci

II OBSERVASI. NO OBJEK PENGAMATAN. TOTAL SKOR MASING MASING SETIAP KANTIN BOBOT NILAI LOKASI & BANGUNAN SMA LOKASI : A

II OBSERVASI. NO OBJEK PENGAMATAN. TOTAL SKOR MASING MASING SETIAP KANTIN BOBOT NILAI LOKASI & BANGUNAN SMA LOKASI : A II OBSERVASI. NO OBJEK PENGAMATAN. TOTAL SKOR MASING MASING SETIAP KANTIN BOBOT NILAI LOKASI & BANGUNAN SMA LOKASI : A LAMPIRAN I LEMBAR OBSERVASI KONDISI HIGIENE DAN SANITASI PENYELENGGARA MAKANAN DAN

Lebih terperinci

FORMULIR PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA. Kabupaten / Kota Propinsi Nomor P-IRT. Penanggungjawab :

FORMULIR PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA. Kabupaten / Kota Propinsi Nomor P-IRT. Penanggungjawab : Sub Lampiran 1 FORMULIR PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA Nama dan alamat fasilitas yang diperiksa Kabupaten / Kota Propinsi Nomor P-IRT Pemilik Fasilitas (Perusahaan atau Perorangan)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Industri Farmasi. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting bagi masyarakat dunia. Diperkirakan konsumsi ikan secara global

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting bagi masyarakat dunia. Diperkirakan konsumsi ikan secara global BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengolahan hasil perikanan memegang peranan penting dalam kegiatan pascapanen, sebab ikan merupakan komoditi yang sifatnya mudah rusak dan membusuk, di samping itu

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017 TENTANG PEDOMAN PERSYARATAN JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN PADA PROSES PRODUKSI, PENGOLAHAN DAN DISTRIBUSI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan

Lebih terperinci

LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN (INFORMED CONSENT)

LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN (INFORMED CONSENT) LAMPIRAN PROGRAM STUDI ILMU GIZI FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL Jl.Arjuna Utara 9, Kebun Jeruk, Jakarta Barat 0 Indonesia Telp. (02) 674223 Fax. (02) 674248 Saya yang bertanda tangan

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK. 00.05.5.1639 TENTANG PEDOMAN CARA PRODUKSI PANGAN YANG BAIK UNTUK INDUSTRI RUMAH TANGGA (CPPB-IRT) KEPALA BADAN PENGAWAS

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 55 BAB III METODE PENELITIAN A. KERANGKA KONSEP Variabel Bebas Variabel Terikat Pengetahuan pelaku industri Sanitasi Hygiene Hasil monitoring keamanan produk industri rumah tangga (PIRT) pada makanan dan

Lebih terperinci

7 LAMPIRAN Lampiran 1. Analisa Potensi Bahaya Secara Kualitatif dengan Kombinasi Antara Kemungkinan Terjadi dengan Tingkat Keparahan

7 LAMPIRAN Lampiran 1. Analisa Potensi Bahaya Secara Kualitatif dengan Kombinasi Antara Kemungkinan Terjadi dengan Tingkat Keparahan 90 7 LAMPIRAN Lampiran 1. Analisa Potensi Bahaya Secara Kualitatif dengan Kombinasi Antara Kemungkinan Terjadi dengan Tingkat Keparahan Kemungkinan Terjadi (Probability) Tinggi : sering terjadi Sedang

Lebih terperinci

LEMBAR KUESIONER UNTUK PENJAMAH MAKANAN LAPAS KELAS IIA BINJAI. Jenis Kelamin : 1.Laki-laki 2. Perempuan

LEMBAR KUESIONER UNTUK PENJAMAH MAKANAN LAPAS KELAS IIA BINJAI. Jenis Kelamin : 1.Laki-laki 2. Perempuan LAMPIRAN 1 LEMBAR KUESIONER UNTUK PENJAMAH MAKANAN LAPAS KELAS IIA BINJAI A. IDENTITAS PEKERJA Nama Alamat Usia :... :... :. Tahun Jenis Kelamin : 1.Laki-laki 2. Perempuan Status Perkawinan : 1.Kawin 2.

Lebih terperinci

TATA CARA PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA

TATA CARA PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA 5 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.04.12.2207 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA TATA CARA

Lebih terperinci

B. Bangunan 1. Umum Bangunan harus dibuat sesuai dengan peraturan perundangundangan

B. Bangunan 1. Umum Bangunan harus dibuat sesuai dengan peraturan perundangundangan Syarat kesehatan yang mengacu pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 519/MENKES/SK/VI/2008 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pasar Sehat: A. Lokasi 1. Lokasi sesuai dengan Rencana Umum

Lebih terperinci

Untuk menjamin makanan aman

Untuk menjamin makanan aman Untuk menjamin makanan aman HIGIENE & SANITASI MAKANAN Mencegah kontaminasi makanan oleh mikroba Mencegah perkembangbiakan mikroba Mencegah terjadinya kontaminasi cemaran lain Higiene : upaya untuk memelihara

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Sebelah Barat : berbatasan dengan Sungai Bulango. b. Sebelah Timur : berbatasan dengan Kelurahan Ipilo

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Sebelah Barat : berbatasan dengan Sungai Bulango. b. Sebelah Timur : berbatasan dengan Kelurahan Ipilo BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian Berikut ini adalah deskripsi lokasi penelitian yang dilihat atas dua aspek, yaitu Geografi dan Demografi : 1.1.1 Keadaan Geografis Pasar jajan

Lebih terperinci

II Observasi. No Objek pengamatan. Total skor masing masing setiap kantin Bobot Nilai Lokasi & Bangunan SMA Lokasi : a.

II Observasi. No Objek pengamatan. Total skor masing masing setiap kantin Bobot Nilai Lokasi & Bangunan SMA Lokasi : a. LAMPIRAN I LEMBAR OBSERVASI KONDISI HIGIENE DAN SANITASI PENYELENGGARA MAKANAN DAN MINUMAN PADA KANTIN SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA) DI KECAMATAN PERBAUNGAN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI TAHUN 0 I. Indentitas

Lebih terperinci

LAMPIRAN ORGANISASI PENELITIAN

LAMPIRAN ORGANISASI PENELITIAN LAMPIRAN Lampiran 1. Organisasi Penelitian ORGANISASI PENELITIAN Pembimbing Peneliti Objek Penelitian Keterangan: 1. Pembimbing Pembimbing dalam penelitian ini adalah dosen Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan

Lebih terperinci

Kuesioner ditujukan kepada karyawan pengolah makanan

Kuesioner ditujukan kepada karyawan pengolah makanan Kuesioner ditujukan kepada karyawan pengolah A. Karakteristik Responden 1. Nama :. Umur :. Jenis Kelamin : 4. Pendidikan : B. Pertanyaan 1. Apakah ibu/bapak sebelum dan sesudah bekerja mengolah selalu

Lebih terperinci

TITIS SARI KUSUMA 08/01/2015 1

TITIS SARI KUSUMA 08/01/2015 1 TITIS SARI KUSUMA 08/01/2015 1 From Farm to Fork... 08/01/2015 2 GAP GHP GTP GHP GLP GMP Konsumen 08/01/2015 3 Praktek Produksi yang baik (GMP) Merupakan kombinasi dari produksi dan prosedur pengawasan

Lebih terperinci

Studi Sanitasi Dan Pemeriksaan Angka Kuman Pada Usapan Peralatan Makan Di Rumah Makan Kompleks Pasar Sentral Kota Gorontalo Tahun 2012

Studi Sanitasi Dan Pemeriksaan Angka Kuman Pada Usapan Peralatan Makan Di Rumah Makan Kompleks Pasar Sentral Kota Gorontalo Tahun 2012 Studi Sanitasi Dan Pemeriksaan Angka Kuman Pada Usapan Peralatan Makan Di Rumah Makan Kompleks Pasar Sentral Kota Gorontalo Tahun 2012 Febriyani Bobihu, 811408025 Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas

Lebih terperinci

7. LAMPIRAN Lampiran 1. Analisa Potensi Bahaya Secara Kualitatif dengan Kombinasi Antara Kemungkinan Terjadi dengan Tingkat Keparahan

7. LAMPIRAN Lampiran 1. Analisa Potensi Bahaya Secara Kualitatif dengan Kombinasi Antara Kemungkinan Terjadi dengan Tingkat Keparahan 81 7. LAMPIRAN Lampiran 1. Analisa Potensi Bahaya Secara Kualitatif dengan Kombinasi Antara Kemungkinan Terjadi dengan Tingkat Keparahan Kemungkinan Terjadi (Probability) Tinggi Sedang Rendah Tingkat Keparahan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Daftar stan-stan yang ada di kantin SMP-SMA Karangturi. Jumlah stan di kantin SMP-SMA Karangturi Agustus 2008 Februari 2009:

Lampiran 1. Daftar stan-stan yang ada di kantin SMP-SMA Karangturi. Jumlah stan di kantin SMP-SMA Karangturi Agustus 2008 Februari 2009: 7 LAMPIRAN Lampiran 1. Daftar stan-stan yang ada di kantin SMP-SMA Karangturi Jumlah stan di kantin SMP-SMA Karangturi Agustus 2008 Februari 2009: a. Kuliner (makanan berat) 1. De Pot Gang-gang Sulai 2.

Lebih terperinci

a. Pintu masuk pasien pre dan pasca bedah berbeda. b. Pintu masuk pasien dan petugas berbeda. Pintu masuk dan keluar petugas melalui satu pintu.

a. Pintu masuk pasien pre dan pasca bedah berbeda. b. Pintu masuk pasien dan petugas berbeda. Pintu masuk dan keluar petugas melalui satu pintu. Kamar Operasi 1 A. PENGERTIAN Kamar operasi adalah suatu unit khusus di rumah sakit, tempat untuk melakukan tindakan pembedahan, baik elektif maupun akut, yang membutuhkan keadaan suci hama (steril). B.

Lebih terperinci

1 KUISIONER GAMBARAN HYGIENE SANITASI PENGELOLAAN MAKANAN DAN PEMERIKSAAN

1 KUISIONER GAMBARAN HYGIENE SANITASI PENGELOLAAN MAKANAN DAN PEMERIKSAAN Lampiran KUISIONER GAMBARAN HYGIENE SANITASI PENGELOLAAN MAKANAN DAN PEMERIKSAAN Escherichia coli PADA MAKANAN DI RUMAH MAKAN KHAS MINANG JALAN SETIA BUDI KELURAHAN TANJUNG REJO KECAMATAN MEDAN SUNGGAL

Lebih terperinci

Lembar Observasi. Hygiene dan Sanitasi Pedagang Minuman Teh Susu Telur (TST) yang Dijual di Kecamatan Medan Area di Kota Medan Tahun 2012

Lembar Observasi. Hygiene dan Sanitasi Pedagang Minuman Teh Susu Telur (TST) yang Dijual di Kecamatan Medan Area di Kota Medan Tahun 2012 Lampiran 1 Lembar Observasi Hygiene dan Sanitasi Pedagang Minuman Teh Susu Telur (TST) yang Dijual di Kecamatan Medan Area di Kota Medan Tahun 2012 Nama : No. sampel : Lokasi : Jenis kelamin : Umur : Lama

Lebih terperinci

Lu luatul Fuadah, Sutarni, S.P., M.E.P, Analianasari, S.T.P., M.T.A.

Lu luatul Fuadah, Sutarni, S.P., M.E.P, Analianasari, S.T.P., M.T.A. PENGENDALIAN PROSES PRODUKSI INTI KELAPA SAWIT MENJADI PALM KERNEL OIL MENGGUNAKAN METODE GOOD MANUFACTURING PRACTICES (GMP) DI PT SINAR JAYA INTI MULYA Lu luatul Fuadah, Sutarni, S.P., M.E.P, Analianasari,

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP. 02/MEN/2007 TENTANG CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP. 02/MEN/2007 TENTANG CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP. 02/MEN/2007 TENTANG CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN. 1. A. Latar Belakang 1. B. Perumusan Masalah.. 3. C. Batasan Penelitian 4. D. Tujuan. 4. E. Manfaat...

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN. 1. A. Latar Belakang 1. B. Perumusan Masalah.. 3. C. Batasan Penelitian 4. D. Tujuan. 4. E. Manfaat... DAFTAR ISI Halaman BAB I PENDAHULUAN. 1 A. Latar Belakang 1 B. Perumusan Masalah.. 3 C. Batasan Penelitian 4 D. Tujuan. 4 E. Manfaat... 4 BAB II LANDASAN TEORI. 7 A. Carica.... 7 B. Manisan Buah. 10 C.

Lebih terperinci

SANITASI DAN KEAMANAN

SANITASI DAN KEAMANAN SANITASI DAN KEAMANAN Sanitasi adalah.. pengendalian yang terencana terhadap lingkungan produksi, bahan bahan baku, peralatan dan pekerja untuk mencegah pencemaran pada hasil olah, kerusakan hasil olah,

Lebih terperinci

Peluang Usaha Budidaya Cabai?

Peluang Usaha Budidaya Cabai? Sambal Aseli Pedasnya Peluang Usaha Budidaya Cabai? Potensinya terbuka, baik pasar bebas maupun industri. Kebutuhan cabai perkapita (2013) adalah 5 Kg/ tahun. Dengan jumlah penduduk 230 juta jiwa, maka

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. H.Yusdin Abdullah dan sebagai pimpinan perusahaan adalah Bapak Azmar

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. H.Yusdin Abdullah dan sebagai pimpinan perusahaan adalah Bapak Azmar BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Wilayah PT. Cipta Frima Jaya adalah salah satu perusahaan yang bergerak dibidang proses dan pembekuan untuk hasil perikanan laut, yang merupakan milik Bapak H.Yusdin

Lebih terperinci

CARA PRODUKSI PANGAN Jejaring Promosi Keamanan Pangan dalam Sistem Keamanan Pangan Terpadu Nasional SIAP SAJI YANG BAIK

CARA PRODUKSI PANGAN Jejaring Promosi Keamanan Pangan dalam Sistem Keamanan Pangan Terpadu Nasional SIAP SAJI YANG BAIK CARA PRODUKSI PANGAN SIAP SAJI YANG BAIK BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Persyaratan Karyawan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

2015, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH P

2015, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH P LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.181, 2015 LINGKUNGAN HIDUP. Perikanan. Hasil. Jaminan Mutu. Keamanan. Sistem. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5726). PERATURAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam beberapa tahun belakangan ini, media di Indonesia sangat gencar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam beberapa tahun belakangan ini, media di Indonesia sangat gencar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam beberapa tahun belakangan ini, media di Indonesia sangat gencar dalam mengulas berita tentang keamanan pangan. Ulasan berita tersebut menjadi tajuk utama, khususnya

Lebih terperinci

MENERAPKAN HIGIENE SANITASI

MENERAPKAN HIGIENE SANITASI BAHAN AJAR PELATIHAN JURU SEMBELIH HALAL KODE UNIT KOMPETENSI : A. 016200.006.01 MENERAPKAN HIGIENE SANITASI BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN PUSAT PELATIHAN PERTANIAN 2015 1 DAFTAR ISI

Lebih terperinci

CHECKLIST PEMBINAAN KANTIN SEKOLAH SEHAT SDN 04 LEBAK BULUS

CHECKLIST PEMBINAAN KANTIN SEKOLAH SEHAT SDN 04 LEBAK BULUS NO SARANA & PRASARANA / TANGGAL 1 LOKASI DAN BANGUNAN A. LANTAI BERSIH, TIDAK LICIN B. DINDING BERSIH, WARNA TERANG, KEDAP AIR C. LANGIT-LANGIT TIDAK BOCOR, TIDAK MENGELUPAS D. PINTU DAPAT DIBUKA TUTUP

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA PERMASALAHAN

BAB IV ANALISA PERMASALAHAN BAB IV ANALISA PERMASALAHAN 4.1 Proses Produksi Bintang Toedjoe Panas Dalam Sebelum melakukan proses produksi, operator terlebih dahulu melakukan sanitasi hygiene mulai dari sanitasi diri, peralatan, mesin

Lebih terperinci