BAB II KEBERADAAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN DALAM INDUSTRI JASA KEUANGAN DAN PRANATA HUKUM INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KEBERADAAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN DALAM INDUSTRI JASA KEUANGAN DAN PRANATA HUKUM INDONESIA"

Transkripsi

1 BAB II KEBERADAAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN DALAM INDUSTRI JASA KEUANGAN DAN PRANATA HUKUM INDONESIA A. Keberadaan Lembaga Pembiayaan Konsumen Dalam Industri Jasa Keuangan Indonesia 1. Industri Jasa Keuangan Di Indonesia Lembaga keuangan merupakan bagian dari sistem keuangan dalam ekonomi modern yang melayani masyarakat pemakai jasa-jasa keuangan. Sistem keuangan ini merupakan jaringan pasar keuangan di mana terdapat rumah tangga, badan usaha dan sektor pemerintah sebagai peserta sekaligus pihak yang berwenang mengatur sistem keuangan tersebut. Fungsi utama sistem keuangan adalah mentransfer dana dari pihak yang mengalami surplus dana kepada pihak-pihak yang mengalami kekurangan dana (defisit unit), baik dari unit rumah tangga, badan usaha maupun dari pemerintah. Dalam perkembangannya, dewasa ini lembaga keuangan menawarkan berbagai jenis jasa keuangan, seperti pemberian kredit, mekanisme pembayaran, transfer dana, penyimpanan, penyertaan modal, investasi dalam surat-surat berharga, program asuransi dan program pensiun Sunaryo, Op. Cit., hal.9. 29

2 30 Secara garis besar, lembaga keuangan dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) kelompok besar, yaitu lembaga keuangan bank, lembaga keuangan bukan bank, dan lembaga pembiayaan. 49 a. Lembaga Keuangan Bank Lembaga perbankan merupakan inti dari sistem keuangan dari setiap negara. Bank adalah lembaga keuangan yang menjadi tempat bagi orang perseorangan, badan-badan usaha swasta, badan-badan usaha milik negara, bahkan lembaga-lembaga pemerintahan menyimpan dana-dana yang dimilikinya. Melalui kegiatan perkreditan dan berbagai jasa yang diberikan, bank melayani kebutuhan pembiayaan serta melancarkan mekanisme sistem pembayaran bagi semua sektor perekonomian. 50 Pengaturan mengenai perbankan di Indonesia diatur dalam Undang- Undang No.7 Tahun 1992 Tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No.10 Tahun Berkaitan dengan pengertian bank, Pasal 1 butir 2 Undang- Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan merumuskan bahwa bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk 49 Ibid. 50 Hermansyah, Op. Cit., hal.7.

3 31 kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. 51 Mengenai jenis bank yang dikenal di Indonesia dapat dilihat ketentuan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan yang membagi bank dalam dua jenis, yaitu bank umum dan bank perkreditan rakyat. Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Adapun yang dimaksud dengan bank perkreditan rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. 52 Berdasarkan ketentuan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, adapun kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh bank umum antara lain : 53 1) Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu; 2) Memberikan kredit; 3) Menerbitkan surat pengakuan hutang; 4) Membeli, menjual atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya : 51 Ibid., hal Ibid., hal Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Pasal 6.

4 32 a) Surat-surat wesel termasuk wesel yang diakseptasi oleh bank yang masa berlakunya tidak lebih lama daripada kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud; b) Surat pengakuan hutang dan kertas dagang lainnya yang masa berlakunya tidak lebih lama dari kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud; c) Kertas perbendaharaan negara dan surat jaminan pemerintah; d) Sertifikat Bank Indonesia (SBI); e) Obligasi; f) Surat dagang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun; g) Instrumen surat berharga lain yang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun; 5) Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah; 6) Menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjamkan dana kepada bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek atau sarana lainnya; 7) Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan atau antar pihak ketiga; 8) Tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga; 9) Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak; 10) Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek; 11) Melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan kegiatan wali amanat; 12) Menyediakan pembiayaan dan/atau melakukan kegiatan lain berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia; 13) Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang ini dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Menurut ketentuan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan ditentukan bahwa bank umum dapat juga melakukan kegiatan usaha sebagai berikut :

5 33 1) Melakukan kegiatan dalam valuta asing dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia; 2) Melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank atau perusahaan lain di bidang keuangan, seperti sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan efek, asuransi, serta lembaga kliring penyelesaian dan penyimpanan, dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia; 3) Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan kredit, dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya, dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia; dan 4) Bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus dana pensiun sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundangundangan dana pensiun yang berlaku. Dalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan ditentukan juga bahwa kegiatan usaha yang dilarang dilakukan oleh bank umum, antara lain : 1) Melakukan penyertaan modal, kecuali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b dan huruf c; 2) Melakukan usaha perasuransian; 3) Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7. Berbeda halnya dengan bank umum yang bisa melakukan berbagai kegiatan usaha sebagaimana dikemukakan di atas, maka di bank perkreditan rakyat kegiatan usaha yang dapat dilakukannnya terbatas. Usaha bank perkreditan rakyat hanya meliputi: 54 1) Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. 2) Memberikan kredit. 3) Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 4) Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka, sertifikat deposito, dan/atau tabungan pada bank lain. 54 Hermansyah, Op. Cit., hal.23.

6 34 Berkaitan dengan itu, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan mengatur juga mengenai kegiatan usaha yang dilarang dilakukan oleh bank perkreditan rakyat sebagaimana ditentukan dalam Pasal 14, yaitu: 55 1) Menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran. 2) Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing. 3) Melakukan penyertaan modal. 4) Melakukan usaha perasuransian. 5) Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana ditentukan dalam Pasal 13. Dalam beberapa hal, bank konvensional dan bank syariah memiliki persamaan, terutama dalam sisi teknis penerimaan uang, mekanisme transfer, teknologi komputer yang digunakan, persyaratan umum pembiayaan, dan lain sebagainya. Konsep halal adalah konsep yang paling utama dalam investasi yang dilaksanakan perbankan syariah, yang menjadi pembeda utama antara kedua sistem bank tersebut. Hal ini disebabkan adanya sifat transendental dari setiap transaksi dalam setiap aktivitas muamalah dan Hukum Islam. Mengenai prinsip bagi hasil yang menjadi pembeda di samping prinsip jual beli dan sewa menyewa dari sistem bunga yang digunakan oleh bank konvensional, mempunyai perbedaan khusus dengan sistem bunga tersebut Ibid., hal Gemala Dewi, Aspek-Aspek Hukum Dalam Perbankan Dan Perasuransian Syariah Di Indonesia, Edisi Revisi, (Cetakan IV; Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007), hal

7 35 Berdasarkan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Undang- Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, bahwa kegiatan yang dilakukan bank umum lebih luas dari bank perkreditan rakyat. Produk yang ditawarkan baik oleh bank konvensional maupun syariah lebih bervariasi, hal ini disebabkan bank umum mempunyai kebebasan dalam menentukan produk dan jasanya. Bank Perkreditan Rakyat mempunyai keterbatasan tertentu sehingga kegiatannya lebih sempit. Selanjutnya, produk perbankan yang ditawarkan baik bank syariah maupun bank konvensional kepada nasabah adalah sama. Perbedaan utama antara bank syariah dengan bank konvensional adalah dalam hal penentuan harga, baik terhadap harga jual maupun harga belinya dan sistem penerimaan keuntungan, pada bank syariah menerapkan sistem bagi hasil sedangkan bank konvensional berupa bunga. Pada bank syariah produk-produk yang ditawarkan sesuai dengan Al Quran dan Hadist, yang sudah tentu sangat Islami, termasuk dalam memberikan pelayanan kepada nasabahnya. Kelengkapan dari jasa yang ditawarkan sangat tergantung dari kemampuan bank masing-masing. Dengan kata lain, semakin mampu bank tersebut, maka semakin banyak ragam produk yang ditawarkan. Kemampuan bank dapat dilihat dari segi permodalan, manajemen serta fasilitas yang dimilikinya Kasmir, Op. Cit., hal.27.

8 36 b. Lembaga Keuangan Bukan Bank Dalam perkembangan sistem keuangan di Indonesia pernah dikenal suatu jenis lembaga keuangan yang disebut Lembaga Keuangan Bukan Bank (Nonbank Financial Institution). Pendirian lembaga keuangan ini didasarkan pada Keputusan Menteri Keuangan No.792/MK/IV/12/70 tanggal 7 Desember 1970 Tentang Lembaga Keuangan, yang kemudian diubah dan ditambah dengan Keputusan Menteri Keuangan No.38/MK/IV/1/1972 tanggal 18 Januari Lembaga keuangan bukan bank adalah badan usaha yang melakukan kegiatan di bidang keuangan yang secara langsung atau tidak langsung menghimpun dana dengan jalan mengeluarkan surat berharga dan menyalurkannya ke dalam masyarakat guna membiayai investasi perusahaan. Lembaga keuangan bukan bank diatur dengan undangundang yang mengatur masing-masing bidang jasa keuangan bukan bank. Bidang usaha yang termasuk Lembaga Keuangan Bukan Bank adalah asuransi, pegadaian, dana pensiun, reksa dana, dan bursa efek. 59 1) Asuransi Perasuransian adalah istilah hukum (legal term) yang dipakai dalam perundang-undangan dan Perusahaan Perasuransian. Istilah perasuransian berasal dari kata asuransi yang berarti pertanggungan 58 Sunaryo, Op. Cit., hal Ibid.

9 37 atau perlindungan atas suatu objek dari ancaman bahaya yang menimbulkan kerugian. Usaha yang berkenaan dengan asuransi ada 2 (dua) jenis, yaitu: 60 a) Usaha di bidang kegiatan asuransi disebut usaha asuransi (insurance business). Perusahaan yang menjalankan usaha asuransi disebut Perusahaan Asuransi (insurance company). b) Usaha di bidang kegiatan penunjang usaha asuransi disebut usaha penunjang usaha asuransi (complementary insurance business). Perusahaan yang menjalankan usaha penunjang usaha asuransi (complementary insurance company). Perusahaan Perasuransian (Pasal 1 angka (14) Undang- Undang RI No.40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian) adalah perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, perusahaan reasuransi syariah, perusahaan pialang asuransi, perusahaan pialang reasuransi, dan perusahaan penilai kerugian asuransi. Usaha perasuransian (Pasal 1 angka (4) Undang- Undang RI No.40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian) adalah segala usaha menyangkut jasa pertanggungan atau pengelolaan resiko, pertanggungan ulang resiko, pemasaran dan distribusi produk asuransi atau produk asuransi syariah, konsultasi dan keperantaraan asuransi, asuransi syariah, reasuransi, atau reasuransi syariah, atau penilaian kerugian asuransi atau asuransi syariah Abdulkadir Muhammad, Hukum Asuransi Indonesia, (Cetakan IV; Bandung: PT.Citra AdityaBakti, 2006), hal.5-6.(2) 61 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian, Pasal 1.

10 38 Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka (1,2) Undang-Undang RI No.40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian: 62 Asuransi adalah perjanjian antara 2 (dua) pihak yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti; atau memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana. Asuransi syariah adalah "kumpulan perjanjian, yang terdiri atas perjanjian antara perusahaan asuransi syariah dan pemegang polis dan perjanjian di antara para pemegang polis, dalam rangka pengelolaan kontribusi berdasarkan prinsip syariah guna saling menolong dan melindungi. Menurut ketentuan Pasal 246 KUHD bahwa: 63 Pertanggungan adalah perjanjian dengan mana penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin dideritanya akibat dari suatu evenemen. Jika KUHD mengutamakan pengaturan asuransi dari segi keperdataan, maka Undang-Undang RI No.40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian mengutamakan pengaturan asuransi dari segi bisnis dan publik administratif, yang jika dilanggar mengakibatkan pengenaan sanksi pidana dan administratif. Pengaturan dari segi 62 Ibid. 63 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.

11 39 bisnis artinya menjalankan usaha perasuransian harus sesuai dengan aturan hukum perasuransian dan perusahaan yang berlaku. Dari segi publik administratif artinya kepentingan masyarakat dan negara tidak boleh dirugikan. Jika hal ini dilanggar, maka pelanggaran tersebut diancam dengan sanksi pidana dan sanksi administratif menurut undang-undang perasuransian. 64 Setelah itu, pengertian asuransi dalam konteks perusahaan asuransi menurut syariah atau asuransi Islam secara umum sebenarnya tidak jauh berbeda dengan asuransi konvensional. Keduanya, baik asuransi konvensional maupun asuransi syariah mempunyai persamaan yaitu perusahaan asuransi hanya berfungsi sebagai fasilitator hubungan struktural antara peserta penyetor premi (penanggung) dengan peserta penerima pembayaran klaim (tertanggung). Secara umum asuransi Islam atau sering diistilahkan dengan takaful dapat digambarkan sebagai asuransi yang prinsip operasionalnya didasarkan pada syariat Islam dengan mengacu kepada Al-Qur an dan As-Sunah. 65 Dengan demikian, gagasan mengenai asuransi takaful berkaitan dengan unsur saling menanggung resiko di antara para peserta asuransi, dimana peserta yang satu menjadi penanggung 64 Abdulkadir Muhammad (2), Op. Cit., hal Gemala Dewi, Op. Cit., hal

12 40 peserta yang lainnya. Tanggung menanggung resiko tersebut dilakukan atas dasar saling tolong-menolong dalam kebaikan dengan cara masing-masing mengeluarkan dana yang ditujukan untuk menanggung resiko tersebut. Perusahaan asuransi takaful hanya bertindak sebagai fasilitator saling menanggung di antara para peserta asuransi. Hal inilah salah satu yang membedakan anatara asuransi takaful dengan asuransi konvensional, di mana dalam asuransi konvensional terjadi saling menanggung antara perusahaan asuransi dengan peserta asuransi. 66 Undang-undang Perasuransian tersebut diharapkan akan dapat memperkuat industri perasuransian di Indonesia, baik penguatan pada sisi industrinya maupun penguatan sisi pengawasannya. Penguatan pada sisi industri akan menghasilkan industri perasuransian yang sehat, dapat diandalkan, amanah, dan kompetitif sehingga tahan dari goncangan ekonomi dan dapat bersaing baik secara regional maupun internasional. 67 Keberadaan Undang-Undang RI No.40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian yang menggantikan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian dapat membuat perubahan ke arah yang lebih baik. Karena undang-undang perasuransian yang baru 66 Ibid., hal diakses pada tanggal 09 Agustus 2015.

13 41 ini pengaturannya lebih tegas sehingga dapat mendorong dan meningkatkan kepercayaan masyarakat pengguna jasa asuransi terhadap perasuransian di Indonesia. 2) Pegadaian Pegadaian atau Pawn Shop merupakan lembaga perkreditan dengan sistem gadai. Lembaga semacam ini pada awalnya berkembang di Italia yang kemudian dipraktikkan di wilayah-wilayah Eropa lainnya, misalnya Inggris dan Belanda. Sistem gadai tersebut memasuki Indonesia dibawa dan dikembangkan oleh orang Belanda (VOC), yaitu sekitar abad ke Pada tahun 1971 sampai tahun 1990 Pegadaian berstatus sebagai Perusahaan Jawatan (PERJAN) Pegadaian, yang selanjutnya berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1990, Perjan Pegadaian berubah kembali statusnya menjadi Perusahaan Umum (PERUM) Pegadaian hingga sekarang, dan yang terakhir diatur dengan Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2000 Tentang Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian. 69 Perum Pegadaian adalah Badan Usaha Milik Negara yang mengemban misi untuk menyediakan pelayanan bagi kemanfaatan umum dan sekaligus memupuk keuntungan berdasarkan prinsip 68 Adrian Sutedi, Hukum Gadai Syariah, (Cetakan I; Bandung: Alfabeta, 2011), hal.80.(2) 69 Ibid., hal.84.

14 42 pengelolaan perusahaan, penyaluran uang pinjaman kepada masyarakat ini didasarkan Hukum Gadai. 70 Berdasarkan PP Nomor 10 Tahun 1990 Tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Jawatan (Perjan) Pegadaian menjadi Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian, hukum gadai yang berlaku di lingkungan pegadaian adalah Pandhuis Reglement (Aturan Dasar Pegadaian/ADP), Stbl No.81/1928 dan Hukum Indonesia. 71 Pegadaian sebagai Lembaga Keuangan Bukan Bank tidak diperkenankan menghimpun dana secara langsung dari masyarakat dalam bentuk simpanan, misalnya: giro, deposito, dan tabungan sebagaimana halnya dengan sumber dana konvensional perbankan. Untuk memenuhi kebutuhan dananya, Perum Pegadaian memiliki sumber-sumber dana sebagai berikut: 72 a) Modal sendiri. b) Penyertaan modal sendiri. c) Pinjaman jangka pendek dari pemerintah. d) Pinjaman jangka panjang yang berasal dari KLBI. e) Dari masyarakat melalui obligasi. 70 Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, (Cetakan II; Bandung: PT.Alumni, 2011), hal Ibid, hal Adrian Sutedi (2), Loc. Cit.

15 43 Menurut Pasal 1150 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bahwa: 73 Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seseorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang yang berutang atau oleh seorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang-orang berpiutang lainnya; dengan kekecualian, biaya untuk melelang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan Jasa pegadaian meliputi usaha sebagai berikut: 74 a) Gadai Gadai merupakan kredit jangka pendek guna memenuhi kebutuhan dana yang harus dipenuhi pada saat itu juga. Barang jaminan terdiri dari barang bergerak berwujud seperti perhiasan (emas, berlian), kendaraan roda dua, barang elektronika, dan barang rumah tangga. b) Jasa taksiran Jasa ini diberikan kepada mereka yang ingin mengetahui kualitas miliknya (emas, perak, berlian). c) Jasa titipan Jasa titipan adalah pemecahan masalah yang paling tepat bagi masyarakat yang menghendaki keamanan yang baik atas barang berharga miliknya. Barang-barang yang dapat dititipkan di 73 R., Subekti, R., Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta: PT.Pradnya Paramita, 2009), hal Mariam Darus Badrulzaman, Op. Cit., hal

16 44 Pegadaian adalah perhiasan, surat-surat berharga (saham, sertifikat deposito), sepeda motor, dan sebagainya. Pelaksanaan gadai yang berlangsung selama ini di Perum Pegadaian merupakan gadai sebagaimana dimaksud dalam KUH Perdata, yang merupakan lembaga jaminan dimana objek jaminan berada dalam penguasaan kreditor. Peminjaman dana dengan sistem gadai ini kreditor mendapatkan keuntungan dalam bentuk bunga. Namun dalam perkembangannya Perum Pegadaian telah meluncurkan produk yang disebut dengan Gadai Syariah. Penggunaan kata syariah di sini telah dapat dipahami bahwa sistem gadai yang dimaksud tersebut merupakan suatu sistem yang berdasarkan Syariah Islam dan Hukum Islam. 75 Pegadaian syariah merupakan salah satu unit layanan syariah yang dilaksanakan oleh Perum Pegadaian. Berdirinya unit layanan syariah ini didasarkan atas perjanjian musyarakah dengan sistem bagi hasil antara Perum Pegadaian dengan Bank Muamalat Indonesia (BMI) untuk tujuan melayani nasabah Bank Muamalat Indonesia (BMI) maupun nasabah Perum Pegadaian yang ingin memanfaatkan jasa dengan menggunakan prinsip syariah. Dalam perjanjian musyarakah ini, BMI yang memberikan modal bagi berdirinya pegadaian syariah, karena untuk mendirikan lembaga keuangan 75 Adrian Sutedi (2), Op. Cit., hal.103.

17 45 syariah modalnya juga harus diperoleh dengan prinsip syariah pula. Perum Pegadaian yang menjalankan operasionalnya dan penyedia sumber daya manusianya dengan pertimbangan pengalaman Perum Pegadaian dalam pelayanan jasa gadai. 76 Pegadaian sebagai lembaga jaminan atas benda bergerak dalam menjalankan kegiatan usaha memberikan pinjaman dana kepada nasabahnya dengan jaminan bahwa ada objek yang dijadikan jaminan atas dana yang diberikan oleh perusahaan pegadaian tersebut. Sehingga pinjaman dana dari perusahaan pegadaian dapat berlangsung dengan ketentuan bahwa objek yang dijadikan jaminan berada pada perusahaan pegadaian berdasarkan kesepakatan para pihak yang dibuat dalam bentuk perjanjian. 3) Dana Pensiun Dana pensiun adalah badan hukum yang mengelola dan menjalankan program yang menjanjikan manfaat pensiun bagi pesertanya. Badan hukum tersebut secara rutin mengumpulkan iuran pensiun dari pegawai yang menjadi pesertanya, kemudian membayarnya kembali saat pegawai tersebut sudah tidak bekerja lagi (pensiun) Ibid., hal Hermansyah, Op. Cit., hal.16.

18 46 Di Indonesia, dana pensiun dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu: 78 a) Dana pensiun pemberi kerja, yaitu dana pensiun yang dibentuk oleh orang atau badan yang mempekerjakan karyawan, selaku pendiri, yang menyelenggarakan program pensiun manfaat pasti atau program pensiun iuran pasti, bagi kepentingan sebagian atau seluruh karyawannya sebagai peserta, dan yang menimbulkan kewajiban terhadap pemberi kerja. b) Dana pensiun lembaga keuangan, yaitu dana pensiun yang dibentuk oleh bank atau perusahaan asuransi jiwa untuk menyelenggarakan program pensiun iuran pasti bagi perorangan, baik karyawan maupun pekerja mandiri, yang terpisah dari dana pensiun pemberi kerja bagi karyawan bank atau perusahaan asuransi jiwa yang bersangkutan. Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 Tentang Dana Pensiun, bahwa kekayaan dana pensiun meliputi: 79 a) Iuran pemberi kerja b) Iuran peserta c) Hasil investasi d) Pengalihan dari dana pensiun lain. 78 Ibid., hal Ibid., hal.17.

19 47 4) Reksadana Reksadana merupakan salah satu alternatif investasi bagi masyarakat pemodal, khususnya pemodal kecil dan pemodal yang tidak memiliki banyak waktu dan keahlian untuk menghitung resiko atas investasi mereka. Reksadana dirancang sebagai sarana untuk menghimpun dana dari masyarakat yang memiliki modal, mempunyai keinginan untuk melakukan investasi, namun hanya memiliki waktu dan pengetahuan terbatas. Selain itu, reksadana juga diharapkan dapat meningkatkan peran pemodal lokal untuk berinvestasi di pasar modal Indonesia. 80 Mengacu pada Undang-Undang Pasar Modal No.8 Tahun 1995, Pasal 1 ayat (27) didefenisikan bahwa reksadana adalah wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek oleh Manajer Investasi. 81 5) Bursa Efek Bursa Efek adalah pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan beli efek pihak-pihak lain dengan tujuan memperdagangkan efek antara mereka. 82 hal Martalena, Maya Malinda, Pengantar Pasar Modal, (Yogyakarta: Andi Offset, 2011), 81 Ibid. 82 Ibid., hal.10.

20 48 Pengertian pasar modal secara umum merupakan suatu tempat bertemunya para penjual dan pembeli untuk melakukan transaksi dalam rangka memperoleh modal. Penjual dalam pasar modal merupakan perusahaan yang membutuhkan modal (emiten), sehingga mereka berusaha untuk menjual efek-efek di pasar modal. Pembeli (investor) adalah pihak yang ingin membeli modal di perusahaan yang menurut mereka menguntungkan. Pasar modal dikenal dengan nama bursa efek dan di Indonesia dewasa ini ada dua buah bursa efek, yaitu Bursa Efek Jakarta, dan Bursa Efek Surabaya. 83 Dalam transaksi di pasar modal investor dapat langsung meneliti dan menganalisis keuntungan masing-masing perusahaan yang menawarkan modal. Begitu mereka anggap menguntungkan dapat langsung membeli dan menjualnya kembali pada saat harga naik dalam pasar yang sama. Jadi dalam hal ini investor dapat pula menjadi penjual kepada para investor lainnya. 84 Dalam melakukan transaksi di pasar biasanya ada barang atau jasa yang diperjualbelikan. Begitu pula dalam pasar modal, barang yang diperjualbelikan dikenal dengan istilah instrumen pasar modal. Instrumen pasar modal yang diperdagangkan berbentuk surat-surat berharga yang dapat diperjualbelikan kembali oleh pemiliknya, baik 83 Kasmir, Op. Cit., hal Ibid.

21 49 instrumen pasar modal yang bersifat kepemilikan atau bersifat utang. Instrumen pasar modal yang bersifat kepemilikan diwujudkan dalam bentuk saham, sedangkan yang bersifat utang diwujudkan dalam bentuk obligasi. 85 Peran dan fungsi utama dari pasar modal adalah sebagai sarana pemupukan modal dan akumulasi dana bagi pembiayaan pembangunan. Jadi, pasar modal merupakan sumber dana bagi pembiayaan pembangunan nasional di luar sumber yang telah dikenal yakni tabungan pemerintah, tabungan masyarakat, kredit perbankan, dana yang dihimpun oleh lembaga keuangan bukan bank termasuk asuransi, penanaman modal, bantuan luar negeri serta penanaman kembali keuntungan pemerintah. 86 Berdasarkan penjelasan di atas bahwa lembaga keuangan bukan bank dalam menjalankan kegiatan usahanya di bidang keuangan dapat secara tidak langsung maupun langsung menghimpun dana dari masyarakat berupa premi, iuran maupun mengeluarkan surat berharga dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat atau guna membiayai investasi perusahaan. 85 Ibid., hal Endang Purwaningsih, Op. Cit., hal.26.

22 50 c. Lembaga Pembiayaan Lembaga pembiayaan (financing institution) adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat. 87 Sebagai perusahaan pembiayaan yang menjalankan kegiatan di bidang lembaga pembiayaan menurut ketentuan dilarang: 88 1) Menghimpun dana dari masyarakat secara langsung dalam bentuk giro, deposito dan tabungan; 2) Menerbitkan surat sanggup bayar (promissory notes), kecuali sebagai jaminan atas utang pada bank yang menjadi kreditornya. Surat sanggup tersebut tidak dapat dialihkan dan dikuasakan kepada pihak manapun (non negotiable); 3) Memberikan jaminan dalam segala bentuknya kepada pihak lain. Setelah pemerintah mengeluarkan Keppres No.61 Tahun 1988 Tentang Lembaga Pembiayaan, yang kemudian ditindaklanjuti oleh Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.1251/KMK.013/1988 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan sebagaimana telah berkali-kali diubah, terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan RI No.448/KMK.017/ Sunaryo, Op. Cit., hal Ibid., hal.13.

23 51 Tentang Perusahaan Pembiayaan. Dalam peraturan perundang-undangan tersebut diperincikan bahwa kegiatan lembaga pembiayaan meliputi sewa guna usaha, modal ventura, perdagangan surat berharga, anjak piutang, usaha kartu kredit dan pembiayaan konsumen. Akan tetapi dengan Keputusan Menteri Keuangan RI No.448/KMK.017/2000 Tentang Perusahaan Pembiayaan, lembaga pembiayaan yang dapat dijalankan oleh suatu perusahaan pembiayaan hanyalah sebagai berikut: sewa guna usaha, anjak piutang, usaha kartu kredit dan pembiayaan konsumen. Sebab, kegiatan modal ventura dan perdagangan surat berharga mempunyai karakteristik yang sangat berbeda dengan keempat lembaga pembiayaan tersebut diatas. 89 Modal ventura (venture capital) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyertaan modal ke dalam perusahaan yang menerima bantuan pembiayaan (investee company) untuk jangka waktu tertentu. Modal ventura merupakan jenis pembiayaan yang memiliki resiko tinggi. Pembiayaan tidak dilaksanakan dalam bentuk kredit atau pinjaman sebagaimana bank, tetapi dengan cara melakukan penyertaan langsung ke dalam perusahaan pasangan usaha (PPU) atau investee company. Selanjutnya lingkup usaha pembiayaan tersebut disesuaikan kembali dengan Keputusan Menteri Keuangan No.468/KMK.017/1995 Tentang Perubahan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK.013/ Munir Fuady (1), Op. Cit., hal.3.

24 52 Tentang Ketentuan Dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1256/KMK.00/1989 Tanggal 18 Nopember 1989, dimana bidang usaha modal ventura menjadi kegiatan yang terpisah dari perusahaan pembiayaan. 90 Perdagangan surat berharga (securities company) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk surat berharga. Dalam perkembangannya, bidang usaha Perdagangan Surat Berharga ini dengan Keputusan Menteri Keuangan No.1256/KMK.00/1989 Tentang Perubahan Ketentuan Mengenai Perusahaan Perdagangan Surat Berharga dalam Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 1251/KMK.013/1988 Tentang Ketentuan Dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan dikeluarkan dari lingkup usaha lembaga pembiayaan. Hal ini disebabkan oleh kegiatan tersebut sangat terkait dengan kegiatan di bidang pasar modal. 91 Menurut Pasal 2 Peraturan Presiden RI Nomor 9 Tahun 2009 Tentang Lembaga Pembiayaan ditegaskan bahwa lembaga pembiayaan meliputi perusahaan pembiayaan, perusahaan modal ventura dan perusahaan pembiayaan infrastruktur. Selanjutnya, Pasal 3 Peraturan Presiden RI Nomor 9 Tahun 2009 Tentang Lembaga Pembiayaan ditegaskan bahwa kegiatan usaha perusahaan pembiayaan meliputi sewa 90 Sunaryo, Op. Cit., hal Ibid., hal.7.

25 53 guna usaha, anjak piutang, usaha kartu kredit dan pembiayaan konsumen. 92 Sebagaimana berdasarkan Peraturan Presiden RI Nomor 9 Tahun 2009 Tentang Lembaga Pembiayaan, maka jenis kegiatan usaha yang dapat dijalankan oleh perusahaan pembiayaan, antara lain : 1) Sewa Guna Usaha (Leasing) Leasing berasal dari kata lease yang berarti sewa-menyewa. Jadi leasing merupakan bentuk derivatif dari sewa-menyewa. Dalam dunia usaha berkembanglah sewa-menyewa dalam bentuk khusus yang disebut leasing yang dalam bahasa Indonesia diistilahkan dengan sewa guna usaha. 93 Leasing adalah suatu kegiatan pembiayaan lewat penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan (debitur atau lessee) untuk suatu jangka waktu tertentu, berdasarkan pembayaran secara berkala yang disertai atau tanpa disertai dengan hak pilih (opsi) dari perusahaan tersebut (debitur atau lessee) untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan di akhir masa leasing atau memperpanjang jangka waktu leasing tersebut berdasarkan nilai sisa yang disepakati bersama Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2009 Tentang Lembaga Pembiayaan. 93 Dhaniswara K.Harjono, Pemahaman Hukum Bisnis Bagi Pengusaha, (Jakarta: PT.Rajagrafindo Persada, 2006), hal Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis Menata Bisnis Modern di Era Globalisasi, (Cetakan IV; Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 2012), hal (2)

26 54 Selanjutnya yang menjadi alas hukum untuk leasing, di mana yang merupakan alas hukum yang pokok adalah asas kebebasan berkontrak, seperti yang terdapat dalam Pasal 1338 KUH Perdata. Sepanjang memenuhi syarat seperti yang diatur oleh perundangundangan, maka leasing berlaku dan ketentuan tentang perikatan seperti yang terdapat dalam buku ketiga KUH Perdata, berlaku juga untuk leasing. 95 Sungguhpun terdapat berbagai variasi dari para pihak yang terlibat dalam sistem pembiayaan berpolakan leasing, pada prinsipnya para pihak tersebut adalah: 96 a) Lessor, yakni merupakan pihak yang memberikan pembiayaan dengan cara leasing kepada pihak yang membutuhkannnya. Dalam hal ini lessor bisa merupakan perusahaan pembiayaan yang bersifat Multi Finance, tetapi dapat juga perusahaan yang khusus bergerak di bidang leasing. b) Lessee, ini merupakan pihak yang memerlukan barang modal, barang modal mana dibiayai oleh lessor dan diperuntukkan kepada lessee. 95 Munir Fuady (1), Op. Cit., hal Ibid., hal.7.

27 55 c) Supplier, merupakan pihak yang menyediakan barang modal yang menjadi objek leasing, barang modal mana dibayar oleh lessor kepada supplier untuk kepentingan lessee. Dapat juga supplier ini merupakan penjual biasa. Tetapi ada juga jenis leasing yang tidak melibatkan supplier, melainkan hubungan bilateral antara para pihak lessor dengan lessee. Misalnya dalam bentuk Sale and Lease Back. Leasing tersebut banyak jenisnya, tetapi jenis-jenisnya yang terpenting adalah sebagai berikut: 97 a) Operating Leasing Merupakan leasing di mana diakhir masa leasing tidak diberikan hak opsi (pilih) bagi lessee untuk membeli barang leasing tersebut. b) Financial Leasing Merupakan leasing dimana diakhir masa leasing diberikan hak pilih (opsi) bagi lessee untuk memiliki barang modal tersebut dengan jalan membelinya dengan harga yang ditetapkan bersama. c) Sale and Lease Back Merupakan jenis leasing di mana barang modal berasal dari lessee sendiri, kemudian barang tersebut dijual kepada lessor 97 Munir Fuady (2), Op. Cit., hal

28 56 (pemberi dana) dan selanjutnya lessor menyewakan barang tersebut kepada lessee kembali, yang biasanya digunakan jenis financial leasing. 2) Anjak Piutang (Factoring) Factoring atau anjak piutang, berdasarkan Keppres No.61/1988 Tentang Lembaga Pembiayaan, merupakan pembiayaan dalam bentuk pembelian dan/atau pengalihan serta pengurusan piutang atau tagihan jangka pendek dari suatu perusahaan yang muncul dari suatu transaksi perdagangan dalam dan luar negeri. 98 Pada dasarnya, para pihak yang terlibat dalam kegiatan factoring adalah: 99 a) Pihak Perusahaan Faktor. Yakni yang merupakan pihak pemberi jasa factoring. Dalam hal ini dia bertindak sebagai pihak pembeli piutang. Jika terhadap kegiatan factoring internasional, maka terdapat dua perusahaan faktor, yaitu pihak perusahaan faktor domestik (export factor) dan pihak perusahaan faktor luar negeri (import factor). b) Pihak Klien. Merupakan pihak yang mempunyai piutang/tagihan, yang akan dijual kepada pihak perusahaan faktor. 98 Dhaniswara K.Harjono, Op. Cit., hal Munir Fuady (1), Op. Cit., hal.57.

29 57 c) Pihak Customer. Yakni pihak debitur yang berutang kepada pihak klien, untuk selanjutnya dia akan membayar hutangnya kepada pihak perusahaan faktor. Berkaitan dengan dasar hukum, factoring memiliki dasar hukum yang bersifat substantif dan bersifat administratif. Dasar hukum substantif factoring adalah asas kebebasan berkontrak yang bersumber pada Pasal 1338 KUHPerdata sehingga apabila suatu perjanjian factoring memenuhi syarat sah perjanjian seperti di dalam Pasal 1320 KUHPerdata, perjanjian tersebut mempunyai kekuatan yang sama dengan undang-undang. Selain itu, terdapat pula dasar hukum substantif bertendensi prosedural yang tercantum dalam KUHPerdata Buku Kedua tentang Cessie dan Buku Ketiga tentang Subrogasi. 100 Untuk menjadi dasar hukum yang bersifat administratif ini, disamping Undang-Undang Perbankan, pemerintah telah pula mengeluarkan peraturan-peraturan. Peraturan-peraturan dimaksud mengatur masalah factoring, di samping juga mengatur masalahmasalah lembaga finansial lainnya, seperti leasing, modal ventura, kartu kredit, dan sebagainya. Peraturan dimaksud adalah: a) Keppres RI No.61 Tahun 1988 Tentang Lembaga Pembiayaan. 100 Dhaniswara K.Harjono, Op. Cit., hal.36.

30 58 b) Peraturan Menteri Keuangan RI No.84/PMK.012/2006 Tentang Perusahaan Pembiayaan. 101 Kegiatan perusahaan anjak piutang di Indonesia diatur berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK.013/1988 Tentang Ketentuan Dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan tanggal 20 Desember Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan tersebut dapat disimpulkan bahwa kegiatan anjak piutang meliputi kegiatan antara lain: 102 a) Pengambilalihan tagihan suatu perusahaan dengan fee tertentu; b) Pembelian piutang perusahaan dalam suatu transaksi perdagangan dengan harga yang sesuai dengan kesepakatan; c) Mengelola usaha penjualan kredit suatu perusahaan, artinya perusahaan anjak piutang dapat mengelola kegiatan administrasi kredit suatu perusahaan sesuai kesepakatan. 3) Usaha Kartu Kredit (Credit Card) Pengertian kartu kredit, baik dalam Keppres No.61 Tahun 1988 Tentang Lembaga Pembiayaan maupun Kepmenkeu No.1251 Tahun 1988 Tentang Ketentuan Dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan tidak mencantumkan secara eksplisit. Dalam kedua peraturan di atas hanya memberikan defenisi tentang perusahaan 101 Munir Fuady (1), Op. Cit., hal Kasmir, Op. Cit., hal.270.

31 59 kartu kredit. Menurut Pasal 1 angka (7) Keppres Tahun 1988 Tentang Lembaga Pembiayaan jo. Pasal 1 huruf (n) Kepmenkeu No.1251 Tahun 1988 Tentang Ketentuan Dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan yang dimaksud dengan perusahaan kartu kredit (credit card company) adalah badan usaha yang melakukan usaha pembiayaan untuk membeli barang dan jasa dengan menggunakan kartu kredit. 103 Pengertian usaha kartu kredit (credit card) dijelaskan dalam Pasal 1 huruf h PMK Nomor 84/2006 Tentang Perusahaan Pembiayaan. Usaha kartu kredit (credit card) adalah kegiatan pembiayaan untuk pembelian barang dan/jasa dengan menggunakan kartu kredit. 104 Menurut Kartono Muhammad, kartu kredit adalah alat pembayaran melalui jasa bank atau perusahaan pembiayaan dalam transaksi jual beli barang atau jasa, atau alat menarik uang tunai di bank. Selanjutnya, menurut Johannes Ibrahim, kartu kredit atau credit card adalah uang plastik yang diterbitkan oleh suatu instansi yang memungkinkan pemegang kartu untuk memperoleh kredit atas transaksi yang dilakukannya dan pembayarannya dapat dilakukan 103 Sunaryo, Op. Cit., hal Sentosa Sembiring, Hukum Dagang, Edisi Revisi, (Cetakan III; Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 2008), hal.167.

32 60 secara angsuran dengan membayar sejumlah bunga (finance charge) atau sekaligus pada waktu yang telah ditentukan. 105 Transaksi yang dilakukan dengan menggunakan kartu plastik melibatkan berbagai pihak yang saling berkepentingan. Masingmasing pihak satu sama lain terikat perjanjian baik mengenai hak maupun kewajibannya. Pihak-pihak yang terlibat ini pada akhirnya akan membentuk suatu sistem kerja kartu kredit itu sendiri. Dalam sistem kerja credit card ada tiga pihak yang terlibat, yaitu: a) Bank atau perusahaan pembiayaan baik sebagai penerbit dan pembayar; b) Pedagang (merchant), sebagai tempat belanja seperti hotel, supermarket, pasar swalayan, tempat-tempat hiburan, restoran, dan tempat-tempat lainnya di mana bank mengikat perjanjian; c) Pemegang kartu (card holder), adalah nasabah yang namanya tertera dalam kartu tersebut dan yang berhak menggunakannya untuk berbagai keperluan transaksi. 106 Karena perkembangan kartu kredit masih terbilang relatif baru dibandingkan dengan alat bayar lainnya, seperti uang cash, cek, dan sebagainya, maka tentang berlakunya kartu kredit tidak diketemukan dasar hukum yang tegas dalam Kitab Undang-Undang. 105 Zaeni Asyhadie, Op. Cit., hal Kasmir, Op. Cit., hal

33 61 Karenanya, baik KUHDagang maupun KUHPerdata tidak menyebutnyebut istilah Kartu Kredit ini. Karena itu, yang menjadi dasar hukum atas legalisasi pelaksanaan kegiatan kartu kredit di Indonesia adalah sebagai berikut: a) Perjanjian antara para pihak sebagai dasar hukum Sistem hukum Indonesia menganut asas kebebasan berkontrak (vide Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata). Pasal 1338 ayat (1) tersebut menyatakan bahwa setiap perjanjian yang dibuat secara sah, berlaku sebagai undang-undang bagi yang membuatnya. b) Perundang-undangan sebagai dasar hukum (1) Keppres No.61 Tahun 1988 Tentang Lembaga Pembiayaan. (2) Keputusan Menteri Keuangan No.1251/KMK.013/1988 Tentang Ketentuan Dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan sebagaimana berkali-kali diubah, terakhir ditambah dengan Peraturan Menteri Keuangan RI No.84/PMK.012/2006 Tentang Perusahaan Pembiayaan. (3) Undang-Undang No.7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, seperti yang telah diubah dengan Undang-Undang No.10 Tahun 1998 Tentang Perbankan Munir Fuady (1), Op. Cit., hal

34 62 Dalam praktiknya, ternyata dalam perjanjian dan persetujuan pemberian penerbitan kartu kredit biasanya tanpa adanya jaminan benda-benda berharga atau jaminan lainnya dari pemegang kartu sebagaimana biasa yang terjadi dalam perjanjian kredit, sehingga hal ini akan menimbulkan kerawanan bila tejadi kemacetan dalam proses pembayarannya kembali oleh pemegang kartu (nasabah) kepada bank atau perusahaan pembiayaan. 4) Pembiayaan Konsumen (Consumer Finance) Menurut Pasal 1 huruf g PMK Nomor 84/2006 Tentang Perusahaan Pembiayaan: pembiayaan konsumen (Consumer Finance) adalah kegiatan pembiayaan pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan pembayaran secara angsuran. Kegiatan pembiayaan konsumen (Consumer Finance) dijelaskan dalam Pasal 6 PMK Nomor 84/2006 Tentang Perusahaan Pembiayaan, sebagai berikut: a) Kegiatan pembiayaan konsumen dilakukan dalam bentuk penyediaan dana untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan pembayaran secara angsuran. b) Kebutuhan konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat 1, antara lain meliputi: (1) pembiayaan kendaraan bermotor; (2) pembiayaan alat-alat rumah tangga; (3) pembiayaan barang-barang elektronik; dan (4) pembiayaan perumahan Sentosa Sembiring, Op. Cit., hal.168.

35 63 Consumer finance atau pembiayaan konsumen pada dasarnya sama dengan kredit konsumsi atau Consumer credit. Hal yang membedakan adalah adanya perusahaan pembiayaan yang menggantikan posisi bank pada kredit konsumsi. Pengertian keduanya secara substantif sama. 109 Karakteristik dari pembiayaan konsumen, yaitu sebagai berikut: 110 a) Sasaran pembiayaan jelas, yaitu konsumen yang membutuhkan barang-barang konsumsi; b) Objek pembiayaan berupa barang-barang untuk kebutuhan atau konsumsi konsumen; c) Besarnya pembiayaan yang diberikan oleh perusahaan pembiayaan konsumen kepada masing-masing konsumen relatif kecil, sehingga; d) Resiko pembiayaan relatif lebih aman karena pembiayaan tersebut pada banyak konsumen. e) Pembayaran kembali oleh konsumen kepada perusahaan pembiayaan konsumen dilakukan secara berkala/angsuran. Berdasarkan ketentuan di atas, lembaga pembiayaan sebagai salah satu bagian dari lembaga keuangan yang dijalankan oleh perusahaan pembiayaan dalam melakukan kegiatan pembiayaan dibatasi oleh 109 Dhaniswara K.Harjono, Op. Cit., hal Sunaryo, Op. Cit., hal.97.

36 64 ketentuan yang mengaturnya sehingga ruang lingkup kegiatan usaha pembiayaan lebih sempit dari usaha perbankan. Selanjutnya, bila dilihat ketentuan yang mengatur lembaga pembiayaan ini bahwa belum adanya peraturan khusus mengatur untuk masing-masing jenis kegiatan usaha lembaga pembiayaan ini dalam bentuk perundang-undangan maupun peraturan pelaksana sebagaimana halnya pengaturan pada lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non bank. Peraturan yang mengatur kegiatan usaha lembaga pembiayaan yang ada berupa satu bentuk peraturan substansinya memuat ketentuan untuk seluruh kegiatan pembiayaan secara umum. Sebaiknya dibuat suatu peraturan setingkat undang-undang atau peraturan pelaksana untuk masing-masing jenis kegiatan usaha lembaga pembiayaan, hal ini dikarenakan masing-masing lembaga pembiayaan mempunyai karakteristik berbeda. Sehingga dengan adanya perubahan ini akan tercipta ketertiban dalam kegiatan usaha pada lembaga pembiayaan di Indonesia. 2. Pembiayaan Konsumen Dalam Kegiatan Usaha Industri Jasa Keuangan Bisnis pembiayaan konsumen akan menarik minat banyak masyarakat tidak diragukan lagi. Sebab, biasanya para konsumen akan sulit mendapatkan atau mempunyai akses untuk mendapat kredit bank. Tentunya diharapkan bisnis pembiayaan konsumen ini akan terus berkembang, di samping pranata hukum yang lain yang mempunyai sasaran bidik yang

37 65 sama, seperti kredit konsumsi oleh bank, kredit dari Perum Pegadaian, Koperasi, atau bahkan sewa beli atau jual beli dengan cicilan yang marak dilakukan oleh para penjual barang itu sendiri. 111 Perkembangan kegiatan pembiayaan konsumen juga disebabkan oleh adanya kendala-kendala bagi masyarakat berpenghasilan rendah untuk dapat mengakses dana dari sumber pembiayaan lain, sehingga mereka lebih menyukai dan memanfaatkan jasa pembiayaan konsumen. Menurut Abdulkadir Muhammad dan Rilda Murniati ada 4 (empat) alasan yang mendorong perkembangan pembiayaan konsumen, yaitu keterbatasan sumber dana formal, koperasi simpan pinjam sulit berkembang, bank tidak melayani pembiayaan konsumen, dan pembiayaan lintah darat yang mencekik. Alasan-alasan ini pada dasarnya sekaligus menunjukkan arti pentingnya pembiayaan konsumen sebagai alternatif sumber pembiayaan bagi masyarakat, khususnya para konsumen. 112 Keberadaan lembaga pembiayaan konsumen dalam industri jasa keuangan di Indonesia merupakan salah satu bagian dari industri jasa keuangan dan berperan dalam peningkatkan taraf hidup/perekonomian dalam masyarakat, khususnya masyarakat lapisan menengah ke bawah. Pesatnya perkembangan lembaga pembiayaan konsumen dibandingkan lembaga keuangan lainnya, tidak terlepas dari fasilitas yang diberikan oleh lembaga 111 Munir Fuady (1), Op. Cit., hal Sunaryo, Op. Cit., hal.103.

38 66 pembiayaan ini berupa kemudahan dalam proses penyediaan dana untuk pengadaan barang konsumsi konsumen dan keberadaannya sudah berkembang sampai ke daerah-daerah sehingga masyarakat dapat secara langsung manikmati fasilitas pembiayaannya. B. Lembaga Pembiayaan Konsumen Dalam Pranata Hukum Indonesia 1. Lembaga Pembiayaan Konsumen Dalam Pranata Hukum Indonesia Sebagaimana telah dijelaskan dalam Pasal 1 angka 7 Peraturan Presiden RI Nomor 9 Tahun 2009 Tentang Lembaga Pembiayaan bahwa pembiayaan konsumen (Consumer Finance) adalah kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan pembayaran secara angsuran. Pembiayaan adalah suatu penyediaan uang atau yang dipersamakan dengannya, yang didasari atas perjanjian pembiayaan atau perjanjian lain antara pihak pemberi biaya (bank, perusahaan atau perorangan) dengan pihak debitur (penerima pembiayaan), yang mewajibkan pihak debitur untuk melunasi hutang yang terbit dari pembiayaan tersebut dalam jangka waktu tertentu, di mana sebagai imbalan jasanya, kepada pihak kreditur (pemberi pembiayaan) diberikan hak untuk mendapatkan bunga, imbalan, pembagian hasil keuntungan, atau sewa selama masa pembiayaan tersebut berlangsung.

39 67 Adapun yang menjadi unsur-unsur yuridis dari suatu pembiayaan tersebut adalah sebagai berikut: 113 a. Adanya kesepakatan antara pemberi biaya (kreditur) dengan penerima biaya (debitur), yang disebut dengan perjanjian pembiayaan. b. Adanya para pihak, setidak-tidaknya pihak pemberi dan penerima biaya. c. Adanya kesanggupan atau janji untuk membayar hutang. d. Adanya pemberian pembiayaan berupa pemberian sejumlah uang. e. Adanya perbedaan waktu antara pemberian pembiayaan dengan pembayaran (fakultatif). Pranata hukum pembiayaan konsumen di Indonesia dimulai pada tahun 1988, yaitu dengan dikeluarkannya Keppres No.61 Tahun 1988 Tentang Lembaga Pembiayaan, dan Keputusan Menteri Keuangan No.1251/KMK.013/1988 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan. Kedua keputusan tersebut merupakan titik awal sejarah perkembangan pengaturan pembiayaan konsumen sebagai lembaga bisnis pembiayaan di Indonesia. 114 Transaksi pembiayaan konsumen dilakukan tidak hanya berdasarkan kehendak para pihak saja, yaitu antara perusahaan pembiayaan konsumen dan konsumen yang dituangkan dalam bentuk perjanjian, tetapi juga diatur oleh beberapa peraturan perundangan yang bersifat administratif. Abdulkadir 113 Munir Fuady (2), Op. Cit., hal Sunaryo, Op. Cit., hal.98.

40 68 Muhammad dan Rilda Murniati berpendapat bahwa pembiayaan konsumen sebagai salah satu bentuk bisnis pembiayaan bersumber dari berbagai ketentuan hukum, baik perjanjian maupun perundang-undangan. Perjanjian adalah sumber hukum utama pembiayaan konsumen dari segi perdata, sedangkan perundang-undangan adalah sumber hukum utama pembiayaan konsumen dari segi publik. 115 Dasar hukum bagi pembiayaan adalah sebagai berikut: 116 a. Kontrak pembiayaan. b. Undang-undang, terutama undang-undang tentang jaminan hutang. c. Peraturan perundangan lainnya. d. Yurisprudensi tentang pembiayaan. e. Kebiasaan, terutama kebiasaan perbankan dan pembiayaan. Berdasarkan penjelasan di atas, yang menjadi dasar hukum bagi pembiayaan konsumen dapat di kelompokkan menjadi dua (2) bagian, yaitu: a. Dasar hukum substantif Ketentuan dalam Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) Tentang Perikatan. Kontrak pembiayaan merupakan hal yang substantif dalam melakukan transaksi pembiayaan dimana terlebih dahulu para pihak mengadakan perjanjian berdasarkan asas kebebasan berkontrak yang diatur dalam Pasal 1338 KUHPerdata bahwa perjanjian 115 Ibid. 116 Munir Fuady (2), Op. Cit., hal.112.

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Modal ventura sebagai lembaga pembiayaan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Modal ventura sebagai lembaga pembiayaan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Modal ventura sebagai lembaga pembiayaan 1. Lembaga pembiayaan Pembiayaan sendiri berasal dari bahasa inggris financing, yang berasal dari kata finance yang artinya dalam kata benda

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBIAYAAN. menerus atau teratur (regelmatig) terang-terangan (openlijk), dan dengan tujuan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBIAYAAN. menerus atau teratur (regelmatig) terang-terangan (openlijk), dan dengan tujuan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBIAYAAN A. Pengertian Lembaga Pembiayaan Perusahaan merupakan Badan Usaha yang menjalankan kegiatan di bidang perekonomian (keuangan, industri, dan perdagangan), yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. A. Pembiayaan Konsumen dan Dasar Hukumnya

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. A. Pembiayaan Konsumen dan Dasar Hukumnya BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN A. Pembiayaan Konsumen dan Dasar Hukumnya 1. Pembiayaan Konsumen Pembiayaan konsumen merupakan salah satu model pembiayaan yang dilakukan oleh

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam Pasal 1618 menyebutkan bahwa,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam Pasal 1618 menyebutkan bahwa, 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perseroan Terbatas 1. Pengertian Perseroan Terbatas Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam Pasal 1618 menyebutkan bahwa, perseroan adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam Pasal 1618 menyebutkan bahwa, perseroan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam Pasal 1618 menyebutkan bahwa, perseroan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perseroan Terbatas 1. Pengertian Perseroan Terbatas Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam Pasal 1618 menyebutkan bahwa, perseroan adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 1988 TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 1988 TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 1988 TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka menunjang pertumbuhan ekonomi maka sarana penyediaan dana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN, PERUSAHAAN PEMBIAYAAN DAN WANPRESTASI. 2.1 Pengertian dan Dasar Hukum Lembaga Pembiayaan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN, PERUSAHAAN PEMBIAYAAN DAN WANPRESTASI. 2.1 Pengertian dan Dasar Hukum Lembaga Pembiayaan 22 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN, PERUSAHAAN PEMBIAYAAN DAN WANPRESTASI 2.1 Pengertian dan Dasar Hukum Lembaga Pembiayaan 2.1.1 Pengertian Lembaga Pembiayaan Istilah lembaga pembiayaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BANK. keuangan (Financial Intermediary) antara debitur dan kreditur

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BANK. keuangan (Financial Intermediary) antara debitur dan kreditur BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BANK 2.1. Pengertian dan Fungsi Bank Bank adalah "suatu industri yang bergerak di bidang kepercayaan, yang dalam hal ini adalah sebagai media perantara keuangan (Financial

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 1988 TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 1988 TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 1988 TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka menunjang pertumbuhan ekonomi maka sarana penyediaan dana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Tentang Lembaga Pembiayaan Pada tanggal 20 Desember 1988 (PakDes 20, 1988) memperkenalkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Tentang Lembaga Pembiayaan Pada tanggal 20 Desember 1988 (PakDes 20, 1988) memperkenalkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tentang Lembaga Pembiayaan Pada tanggal 20 Desember 1988 (PakDes 20, 1988) memperkenalkan istilah lembaga pembiayaan yakni badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam

Lebih terperinci

Vegitya Ramadhani Putri, SH, S.Ant, MA, LLM

Vegitya Ramadhani Putri, SH, S.Ant, MA, LLM * Menurut Stuart Verryn, BANK adalah suatu badan yg bertujuan unt memuaskan kebutuhan kredit, baik dg alat-alat pembayaran sendiri atau uang yang diperolehnya dari orang lain maupun dg jalan memperedarkan

Lebih terperinci

BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN LAINNYA

BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN LAINNYA BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN LAINNYA Oleh Safia Anggraeni., M.Pd. INSTITUT BISNIS MUHAMMADIYAH BEKASI 2016 LITERATUR 1. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya Edisi revisi-cet.16. Dr. Kasmir. Jakarta: RajaGrafindo

Lebih terperinci

Pegadaian dan Sewa Guna Usaha

Pegadaian dan Sewa Guna Usaha Pegadaian dan Sewa Guna Usaha A. Pegertian Usaha Gadai Secara umum pegertian usaha gadai adalah kegiatan menjaminkan barang-barang berharga kepada pihak tertentu, guna memperoleh sejumlah uang dan barang

Lebih terperinci

MODUL SISTEM PEREKONOMIAN INDONESIA (2 SKS) BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN LAINNYA & KONSEP SYARIAH. Oleh : Feni Fasta, SE, M.Si

MODUL SISTEM PEREKONOMIAN INDONESIA (2 SKS) BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN LAINNYA & KONSEP SYARIAH. Oleh : Feni Fasta, SE, M.Si FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA 14&15 POKOK BAHASAN : MODUL (2 SKS) BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN LAINNYA & KONSEP SYARIAH Oleh : DESKRIPSI Lembaga keuangan, baik bank maupun lembaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan ini, maka banyak lembaga pembiayaan (finance) dan bank (bank

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan ini, maka banyak lembaga pembiayaan (finance) dan bank (bank 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan zaman di bidang teknologi telah memacu perusahaan untuk menghasilkan produk electronic yang semakin canggih dan beragam. Kelebihan-kelebihan atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berupa membayarkan sejumlah harga tertentu. mencukupi biaya pendidikan dan lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. berupa membayarkan sejumlah harga tertentu. mencukupi biaya pendidikan dan lainnya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk ekonomi atau homo economicus memiliki berbagai macam kebutuhan yang harus dipenuhi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Kebutuhan manusia

Lebih terperinci

JASA DAN LAYANAN PERBANKAN DALAM LALU LINTAS KEUANGAN. Vegitya Ramadhani Putri, SH, S.Ant, MA, LLM

JASA DAN LAYANAN PERBANKAN DALAM LALU LINTAS KEUANGAN. Vegitya Ramadhani Putri, SH, S.Ant, MA, LLM JASA DAN LAYANAN PERBANKAN DALAM LALU LINTAS KEUANGAN I. JASA LAYANAN UMUM II. JASA USAHA DEVISA JASA PERBANKAN a. SURAT PENGAKUAN UTANG b. PERDAGANGAN SURAT BERHARGA a. JUAL BELI VALUTA ASING b. TRANSAKSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produk dan ragam yang dihasilkan dan yang menjadi sasaran dari produk-produk

BAB I PENDAHULUAN. produk dan ragam yang dihasilkan dan yang menjadi sasaran dari produk-produk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi dan industri dapat dilihat tolak ukur keberhasilannya dari beberapa faktor, antara lain ditandai dengan banyaknya produk dan ragam yang dihasilkan

Lebih terperinci

JENIS, PERIZINAN, PENDIRIAN DAN KEPEMILIKAN

JENIS, PERIZINAN, PENDIRIAN DAN KEPEMILIKAN JENIS, PERIZINAN, PENDIRIAN DAN KEPEMILIKAN Jenis-Jenis Bank Menurut jenisnya Bank diatur pada Pasal 5 UU No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan UU No. 7 tahun 1992 tentang, yang terdiri dari: Bank Umum (Ps.1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing dikenal di tengah-tengah masyarakat adalah bank. Bank tersebut

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing dikenal di tengah-tengah masyarakat adalah bank. Bank tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya lembaga keuangan di Indonesia dibedakan atas dua bagian, yakni lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non bank, namun dalam praktek sehari-hari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau mesin. Transportasi digunakan untuk memudahkan manusia dalam

BAB I PENDAHULUAN. atau mesin. Transportasi digunakan untuk memudahkan manusia dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transportasi adalah pemindahan manusia atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan sebuah kendaraan yang digerakan oleh manusia atau mesin. Transportasi

Lebih terperinci

Jenis-jenis Uang dan Contohnya Tugas Pokok Bank Umum IPS. Oleh : Nashra Kautsari IX

Jenis-jenis Uang dan Contohnya Tugas Pokok Bank Umum IPS. Oleh : Nashra Kautsari IX Jenis-jenis Uang dan Contohnya Tugas Pokok Bank Umum IPS Oleh : Nashra Kautsari IX A. Bentuk-Bentuk Uang Disertai Arti Definisi / Pengertian 1. Uang Fiat / Uang Token Uang fiat adalah uang yang nilai nominalnya

Lebih terperinci

ekonomi Kelas X BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN BUKAN BANK KTSP & K-13 A. Pengertian Bank Tujuan Pembelajaran

ekonomi Kelas X BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN BUKAN BANK KTSP & K-13 A. Pengertian Bank Tujuan Pembelajaran KTSP & K-13 Kelas X ekonomi BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN BUKAN BANK Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Mendeskripsikan produk bank

Lebih terperinci

STIE DEWANTARA Manajemen Asuransi, Pegadaian & Anjak Piutang

STIE DEWANTARA Manajemen Asuransi, Pegadaian & Anjak Piutang Manajemen Asuransi, Pegadaian & Anjak Piutang Manajemen Lembaga Keuangan, Sesi 5 Pengertian Asuransi Asuransi Assurantie (B. Belanda) = Pertanggungan Assecurare (B. Latin) = Meyakinkan orang Asuransi Bahasa

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 448/KMK.017/2000 TENTANG PERUSAHAAN PEMBIAYAAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 448/KMK.017/2000 TENTANG PERUSAHAAN PEMBIAYAAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 448/KMK.017/2000 TENTANG PERUSAHAAN PEMBIAYAAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pemulihan perekonomian nasional,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tingkat ekonomi tinggi, menengah dan rendah. hukum. Kehadiran berbagai lembaga pembiayaan membawa andil yang besar

BAB I PENDAHULUAN. tingkat ekonomi tinggi, menengah dan rendah. hukum. Kehadiran berbagai lembaga pembiayaan membawa andil yang besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia sebagai negara berkembang juga turut memacu roda perekonomian masyarakat. Sayangnya pertumbuhan ekonomi tersebut tidak ditopang oleh pembangunan

Lebih terperinci

PT SULUH PRIMA TARGET Tax Training & Education Center Resume Peraturan Pajak Nomor : SE-121/PJ./2010 Tanggal : 23 Nopember 2010 Tentang : PENEGASAN PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS KEGIATAN USAHA

Lebih terperinci

BAB II PEMBIAYAAN KONSUMEN SEBAGAI SALAH SATU BIDANG USAHA PEMBIAYAAN. 2.1.1. Pengertian Lembaga Pembiayaan. dibutuhkan masyarakat perlu diperluas.

BAB II PEMBIAYAAN KONSUMEN SEBAGAI SALAH SATU BIDANG USAHA PEMBIAYAAN. 2.1.1. Pengertian Lembaga Pembiayaan. dibutuhkan masyarakat perlu diperluas. BAB II PEMBIAYAAN KONSUMEN SEBAGAI SALAH SATU BIDANG USAHA PEMBIAYAAN 2.1. Lembaga Pembiayaan 2.1.1. Pengertian Lembaga Pembiayaan Dewasa ini Indonesia termasuk salah satu negara yang berkembang perekonomiannya

Lebih terperinci

Lampiran I. Surat Edaran Nomor SE-121/PJ/2010 tentang Penegasan Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Usaha Perbankan

Lampiran I. Surat Edaran Nomor SE-121/PJ/2010 tentang Penegasan Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Usaha Perbankan Lampiran I I. Kegiatan usaha bank umum yang merupakan penyerahan jasa keuangan yang tidak terutang PPN Surat Edaran Nomor SE-121/PJ/2010 tentang Penegasan Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan

Lebih terperinci

ASPEK HUKUM LEMBAGA PEMBIAYAAN

ASPEK HUKUM LEMBAGA PEMBIAYAAN ASPEK HUKUM LEMBAGA PEMBIAYAAN ANDRI HELMI M, SE., MM HUKUM BISNIS SEJARAH LEMBAGA PEMBIAYAAN Dimulai sejak tahun 1974, berdasarkan Surat Keputusan Bersama 3 Menteri, yaitu: Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. lembaga keuangan yang kegiatannya adalah dalam bidang jual beli uang.

BAB II LANDASAN TEORI. lembaga keuangan yang kegiatannya adalah dalam bidang jual beli uang. BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sumber Dana Bank Sumber dana bank merupakan usaha bank dalam menghimpun dana untuk membiayai kegiatan operasinya. Hal ini sesuai dengan fungsi bank dalam lembaga keuangan yang

Lebih terperinci

Pegadaian dan sewa guna usaha (leasing)

Pegadaian dan sewa guna usaha (leasing) Pegadaian dan sewa guna usaha (leasing) pengertian hukum gadai menurut KUHP pasal 1150, adalah sebagai berikut : Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seseorang yang berpiutang atas suatu barang bergerak,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut SK Menkeu No / KMK.013 / 1988 Lembaga Pembiayaan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut SK Menkeu No / KMK.013 / 1988 Lembaga Pembiayaan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lembaga Pembiayaan 1. Pengertian Lembaga Pembiayaan Menurut SK Menkeu No. 1251 / KMK.013 / 1988 Lembaga Pembiayaan Merupakan badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi sangat memerlukan tersedianya dana. Oleh karena itu, keberadaan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi sangat memerlukan tersedianya dana. Oleh karena itu, keberadaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Pembangunan nasional suatu bangsa mencakup di dalamnya pembangunan ekonomi. Dalam pembangunan ekonomi diperlukan peran serta lembaga keuangan untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum, 19 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN 2.1 Perjanjian Pembiayaan Konsumen 2.1.1 Pengertian Perjanjian Pembiayaan konsumen Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa

Lebih terperinci

BAB I Lembaga Keuangan

BAB I Lembaga Keuangan BAB I Lembaga Keuangan Sejak dahulu kegiatan perekonomian telah berjalan, bahkan sebelum ditemukannya sebuah alat ukur, alat tukar. Perekonomian tradisional dilakukan dengan sistem barter, yaitu sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahap permulaan usaha maupun pada tahap pengembangan. usaha yang dilakukan oleh perusahaan, permodalan merupakan faktor

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahap permulaan usaha maupun pada tahap pengembangan. usaha yang dilakukan oleh perusahaan, permodalan merupakan faktor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada tahap permulaan usaha maupun pada tahap pengembangan usaha yang dilakukan oleh perusahaan, permodalan merupakan faktor yang relatif penting dan harus tersedia,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Definisi perjanjian diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Selanjutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jika dibandingkan dengan lembaga keuangan konvensial, yaitu bank. Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. jika dibandingkan dengan lembaga keuangan konvensial, yaitu bank. Berdasarkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah lembaga pembiayaan mungkin belum sepopuler dengan istilah lembaga keuangan dan lembaga perbankan. Belum akrabnya dengan istilah ini bisa jadi karena dilihat

Lebih terperinci

2. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 3 Tahun 2004

2. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 3 Tahun 2004 GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN BANK & LEMBAGA KEUANGAN 1 VI. BANK UMUM & BANK PERKREDITAN RAKYAT ( B P R ) A. Pengertian Bank Menurut Undang Undang No. 10 Tahun 1998, bank adalah badan usaha yang menghimpun

Lebih terperinci

MODUL PERKULIAHAN Kapita Selekta Ilmu Sosial Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya

MODUL PERKULIAHAN Kapita Selekta Ilmu Sosial Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya MODUL PERKULIAHAN Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya FAKULTAS Bidang Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh ILMU KOMUNIKASI Public relations/ MK 42005 Yuni Tresnawati,S.Sos., M.Ikom. Humas 11 Abstract Dalam

Lebih terperinci

Leasing ialah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barangbarang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan, dengan jangka

Leasing ialah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barangbarang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan, dengan jangka LEASING Leasing ialah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barangbarang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan, dengan jangka waktu berdasarkan pembayaran-pembayaran berkala

Lebih terperinci

LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH THALIS NOOR CAHYADI, S.H. M.A., M.H., CLA

LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH THALIS NOOR CAHYADI, S.H. M.A., M.H., CLA LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH THALIS NOOR CAHYADI, S.H. M.A., M.H., CLA PENGERTIAN LEMBAGA KEUANGAN Lembaga yang menghimpun dana dari masyarakat dan menanamkannya dalam bentuk aset keuangan lain, misalnya kredit,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Bank

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Bank 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Bank Pengertian bank menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 adalah badan usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sarana pokok kebutuhan utama pengembangan usaha. Sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sarana pokok kebutuhan utama pengembangan usaha. Sesuai dengan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Perkembangan ekonomi senantiasa diikuti dengan kebutuhan modal sebagai sarana pokok kebutuhan utama pengembangan usaha. Sesuai dengan laju pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN SUB SEKTOR LEMBAGA PEMBIAYAAN DI INDONESIA Sejarah Perusahaan Sub Sektor Lembaga Pembiayaan

BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN SUB SEKTOR LEMBAGA PEMBIAYAAN DI INDONESIA Sejarah Perusahaan Sub Sektor Lembaga Pembiayaan 14 BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN SUB SEKTOR LEMBAGA PEMBIAYAAN DI INDONESIA 2.1. Sejarah Perusahaan Sub Sektor Lembaga Pembiayaan Sejarah perusahaan sub sektor lembaga pembiayaan dimulai sejak tahun 1974,

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka upaya meningkatkan peran

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, Presiden Republik Indonesia,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, Presiden Republik Indonesia, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, Presiden Republik Indonesia, Menimbang: a. bahwa untuk memelihara kesinambungan pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu roda perekonomian masyarakat. Namun sayangnya pertumbuhan institusi perekonomian tersebut tidak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pembiayaan sebagai salah satu alternatif lembaga keuangan nonbank makin

I. PENDAHULUAN. pembiayaan sebagai salah satu alternatif lembaga keuangan nonbank makin I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya perekonomian di Indonesia, perusahaan pembiayaan sebagai salah satu alternatif lembaga keuangan nonbank makin dikenal luas oleh masyarakat.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BANK DAN KARTU KREDIT. menyediakan jasa-jasa yang berkaitan dengan permintaan atau penawaran akan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BANK DAN KARTU KREDIT. menyediakan jasa-jasa yang berkaitan dengan permintaan atau penawaran akan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BANK DAN KARTU KREDIT 2.1 TINJAUAN UMUM TENTANG BANK 2.1.1 Pengertian dan Fungsi Bank Pada hakikatnya, Bank adalah semua badan usaha yang bertujuan untuk menyediakan jasa-jasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mengalami pertumbuhan di segala aspek, diantaranya adalah aspek

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mengalami pertumbuhan di segala aspek, diantaranya adalah aspek BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mengalami pertumbuhan di segala aspek, diantaranya adalah aspek ekonomi. Kondisi demikian tidak terlepas dari peran pelaku usaha. Pelaku usaha berperan penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah untuk kepentingan seluruh rakyat Indonesia. Untuk mewujudkan hal

BAB I PENDAHULUAN. adalah untuk kepentingan seluruh rakyat Indonesia. Untuk mewujudkan hal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan suatu negara yang sedang membangun. Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Pembangunan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara Indonesia yang menganut Negara welfare state yaitu negara yang

BAB I PENDAHULUAN. negara Indonesia yang menganut Negara welfare state yaitu negara yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan negara di zaman sekarang begitu pesat dan cepat dari perkembangan Sumber Daya Manusia dan Sumber Daya Alam, bahkan di negara Indonesia yang menganut

Lebih terperinci

memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta diatur dalam Pasal 1 Undang-Undang No.20 Tahun 2008.

memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta diatur dalam Pasal 1 Undang-Undang No.20 Tahun 2008. A. Pengertian Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah Usaha kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta kepemilikan. 19 Usaha

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I KEUANGAN OJK. Bank. Modal. Jaringan Kantor. Kegiatan Usaha. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 18) PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA

Lebih terperinci

MAKALAH LEMBAGA KEUANGAN NON BANK

MAKALAH LEMBAGA KEUANGAN NON BANK MAKALAH LEMBAGA KEUANGAN NON BANK DISUSUN OLEH : FIJAR ALIFYANSYAH FAKULTAS HUKUM PROGRAM STUDI ILMU HUKUM UNIVERSITAS DJUANDA BOGOR KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya pertumbuhan ekonomi mengakibatkan tingkat kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya pertumbuhan ekonomi mengakibatkan tingkat kebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pesatnya pertumbuhan ekonomi mengakibatkan tingkat kebutuhan yang ada di masyarakat sangat beraneka ragam. selain kebutuhan sandang dan pangan, kebutuhan akan perumahan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Deposito 1. Pengertian Deposito Secara umum, deposito diartikan sebagai simpanan pihak ketiga pada bank yang penarikannya hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu menurut

Lebih terperinci

Magister Manajemen Univ. Muhammadiyah Yogyakarta

Magister Manajemen Univ. Muhammadiyah Yogyakarta III. Pasar Modal 1. Pendahuluan Pasar Modal (dalam Pasal 1 Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 60 tahun 1988 tertanggal 20 Desember 1988) adalah bursa yang merupakan sarana untuk mempertemukan penawaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu roda. perekonomian masyarakat. Namun sayangnya pertumbuhan institusi

BAB I PENDAHULUAN. Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu roda. perekonomian masyarakat. Namun sayangnya pertumbuhan institusi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu roda perekonomian masyarakat. Namun sayangnya pertumbuhan institusi perekonomian tersebut tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Didalam kehidupan bermasyarakat kegiatan pinjam meminjam uang telah

BAB I PENDAHULUAN. Didalam kehidupan bermasyarakat kegiatan pinjam meminjam uang telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Didalam kehidupan bermasyarakat kegiatan pinjam meminjam uang telah dilakukan sejak lama, masyarakat mengenal uang sebagai alat pembiayaan yang sah. Dapat kita ketahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, dengan secara tepat dan cepat menyalurkan dana tersebut pada

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, dengan secara tepat dan cepat menyalurkan dana tersebut pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fungsi utama bank dalam suatu perekonomian adalah untuk memobilisasi dana masyarakat, dengan secara tepat dan cepat menyalurkan dana tersebut pada penggunaan atau investasi

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

LEMBARAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR LEMBARAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 02 TAHUN 2006 SERI E PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 02 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem aturan. Hukum bukanlah, seperti terkadang dikatakan, sebuah

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem aturan. Hukum bukanlah, seperti terkadang dikatakan, sebuah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum adalah suatu tatanan perbuatan manusia. Tatanan adalah suatu sistem aturan. Hukum bukanlah, seperti terkadang dikatakan, sebuah peraturan. Hukum adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia selalu berusaha untuk mencapai kesejahteraan dalam hidupnya. Hal ini menyebabkan setiap manusia di dalam kehidupannya senantiasa melakukan berbagai

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 84/PMK. 012/2006 TENTANG PERUSAHAAN PEMBIAYAAN MENTERI KEUANGAN,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 84/PMK. 012/2006 TENTANG PERUSAHAAN PEMBIAYAAN MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 84/PMK. 012/2006 TENTANG PERUSAHAAN PEMBIAYAAN MENTERI KEUANGAN, bahwa dalam rangka meningkatkan peran Perusahaan Pembiayaan dalam pembangunan nasional,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kebutuhan untuk mencapai kesejahteraan hidup. Kebutuhan itu

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kebutuhan untuk mencapai kesejahteraan hidup. Kebutuhan itu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam perjalanan dan pergaulan hidupnya selalu memiliki berbagai kebutuhan untuk mencapai kesejahteraan hidup. Kebutuhan itu diklasifikasikan menjadi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. (surplus) kepada pihak yang kekurangan dana (deficit) di samping

BAB II KAJIAN PUSTAKA. (surplus) kepada pihak yang kekurangan dana (deficit) di samping BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Bank 1. Pengertian Bank Bank sebagai lembaga intermediasi keuangan (financial intermediary) yang mengalihkan dana dari pihak yang kelebihan dana (surplus)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijanjikan oleh orang lain yang akan disediakan atau diserahkan. Perjanjian

BAB I PENDAHULUAN. dijanjikan oleh orang lain yang akan disediakan atau diserahkan. Perjanjian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam suasana abad perdagangan dewasa ini, boleh dikatakan sebagian besar kekayaan umat manusia terdiri dari keuntungan yang dijanjikan oleh orang lain yang akan

Lebih terperinci

PDF Created with deskpdf PDF Writer - Trial ::

PDF Created with deskpdf PDF Writer - Trial :: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lembaga keuangan di Indonesia dibedakan menjadi dua yaitu lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan bukan bank. Dalam praktek kehidupan sehari-hari lembaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersifat terbuka, perdagangan sangat vital bagi upaya untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. bersifat terbuka, perdagangan sangat vital bagi upaya untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perdagangan merupakan sektor jasa yang menunjang kegiatan ekonomi antar anggota masyarakat dan antar bangsa. Bagi Indonesia dengan ekonominya yang bersifat terbuka,

Lebih terperinci

ANALISIS YURIDIS KEWENANGAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM PENGATURAN DAN PENGAWASAN TERHADAP LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN ABDUL RAHMAN SIREGAR ABSTRACT

ANALISIS YURIDIS KEWENANGAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM PENGATURAN DAN PENGAWASAN TERHADAP LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN ABDUL RAHMAN SIREGAR ABSTRACT ABDUL RAHMAN SIREGAR 1 ANALISIS YURIDIS KEWENANGAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM PENGATURAN DAN PENGAWASAN TERHADAP LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN ABDUL RAHMAN SIREGAR ABSTRACT A consumer financial institution

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing lagi di masyarakat dan lembaga jaminan memiliki peran penting dalam rangka pembangunan perekonomian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu kebutuhan dasar manusia, sekaligus untuk meningkatkan mutu lingkungan

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu kebutuhan dasar manusia, sekaligus untuk meningkatkan mutu lingkungan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan perumahan dan pemukiman merupakan upaya untuk memenuhi salah satu kebutuhan dasar manusia, sekaligus untuk meningkatkan mutu lingkungan hidup, memberi arah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Uraian Teori Beberapa teori akan dipakai sebagai acuan dalam penelitian ini, yaitu pengertian perjanjian, pembiayaan leasing dan teori fidusia. 2.1.1. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian

Lebih terperinci

DASAR KOMPETENSI KEJURUAN DAN KOMPETENSI KEJURUAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN

DASAR KOMPETENSI KEJURUAN DAN KOMPETENSI KEJURUAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN DASAR KOMPETENSI KEJURUAN DAN KOMPETENSI KEJURUAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN BIDANG KEAHLIAN : BISNIS DAN MANAJEMEN PROGRAM STUDI KEAHLIAN : KEUANGAN KOMPETENSI KEAHLIAN : 1. AKUNTANSI (119) 2. PERBANKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Pembiayaan (financing institution) merupakan badan usaha yang

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Pembiayaan (financing institution) merupakan badan usaha yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lembaga Pembiayaan (financing institution) merupakan badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik

Lebih terperinci

Kamus Pasar Modal Indonesia. Kamus Pasar Modal Indonesia

Kamus Pasar Modal Indonesia. Kamus Pasar Modal Indonesia Kamus Pasar Modal Indonesia Kamus Pasar Modal Indonesia Kamus Pasar Modal A Afiliasi 1 hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat kedua, baik secara horizontal maupun vertikal; 2

Lebih terperinci

LATIHAN SOAL LEMBAGA KEUANGAN BUKAN BANK

LATIHAN SOAL LEMBAGA KEUANGAN BUKAN BANK LATIHAN SOAL LEMBAGA KEUANGAN BUKAN BANK 1. Perhatikan kegiatan LKBB (lembaga keuangan bank dan bukan bank) di bawah ini! 1) Menyelenggarakan bursa komoditas. 2) Menyediakan rekening Koran 3) Melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia usaha diikuti dengan perkembangan perbankan sebagai lembaga yang dapat menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat. Semakin pesatnya perkembangan

Lebih terperinci

BAB II DEPOSITO SEBAGAI SALAH SATU SURAT BERHARGA. deposito di Bank lazimnya di letakkan pada persyaratan jangka waktu

BAB II DEPOSITO SEBAGAI SALAH SATU SURAT BERHARGA. deposito di Bank lazimnya di letakkan pada persyaratan jangka waktu BAB II DEPOSITO SEBAGAI SALAH SATU SURAT BERHARGA A. Pengertian Deposito Seperti diketahui salah satu aktivititas perbankan dalam usaha untuk mengumpulkan dana adalah mengarahkan aktivitas deposito. Di

Lebih terperinci

Penerapan Klausula Baku Dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

Penerapan Klausula Baku Dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Penerapan Klausula Baku Dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Oleh: Firya Oktaviarni 1 ABSTRAK Pembiayaan konsumen merupakan salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat telah memberikan kemajuan yang luar biasa kepada

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat telah memberikan kemajuan yang luar biasa kepada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian, perdagangan, dan perindustrian yang semakin meningkat telah memberikan kemajuan yang luar biasa kepada konsumen karena ada beragam variasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BANK SYARIAH, PEMBIAYAAN SYARIAH, DAN JAMINAN. diperkenalkan dengan istilah bagi hasil dalam sistem perbankan Indonesia.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BANK SYARIAH, PEMBIAYAAN SYARIAH, DAN JAMINAN. diperkenalkan dengan istilah bagi hasil dalam sistem perbankan Indonesia. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BANK SYARIAH, PEMBIAYAAN SYARIAH, DAN JAMINAN 2.1 Bank Syariah 2.1.1 Pengaturan Bank Syariah Pada periode Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan ini diperkenalkan

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/26/PBI/2012 TAHUN 2012 TENTANG KEGIATAN USAHA DAN JARINGAN KANTOR BERDASARKAN MODAL INTI BANK

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/26/PBI/2012 TAHUN 2012 TENTANG KEGIATAN USAHA DAN JARINGAN KANTOR BERDASARKAN MODAL INTI BANK PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/26/PBI/2012 TAHUN 2012 TENTANG KEGIATAN USAHA DAN JARINGAN KANTOR BERDASARKAN MODAL INTI BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a.

Lebih terperinci

S I L A B U S A. IDENTITAS MATA KULIAH NAMA MATA KULIAH : KONTRAK PERBANKAN DAN PEMBIAYAAN STATUS MATA KULIAH : KODE MATA KULIAH : JUMLAH SKS : 2

S I L A B U S A. IDENTITAS MATA KULIAH NAMA MATA KULIAH : KONTRAK PERBANKAN DAN PEMBIAYAAN STATUS MATA KULIAH : KODE MATA KULIAH : JUMLAH SKS : 2 S I L A B U S A. IDENTITAS MATA KULIAH NAMA MATA KULIAH : KONTRAK PERBANKAN DAN PEMBIAYAAN STATUS MATA KULIAH : KODE MATA KULIAH : JUMLAH SKS : 2 B. DESKRIPSI MATA KULIAH Mata kuliah ini mempelajari berbagai

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK 44 BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK 3.1 Hubungan Hukum Antara Para Pihak Dalam Perjanjian Kartu Kredit 3.1.1

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa industri perasuransian yang sehat, dapat diandalkan,

Lebih terperinci

BAB II BANK SEBAGAI PENYALUR KREDIT. bahwa bank berasal dari bahasa Italia, banca yang berarti bence yaitu suatu

BAB II BANK SEBAGAI PENYALUR KREDIT. bahwa bank berasal dari bahasa Italia, banca yang berarti bence yaitu suatu BAB II BANK SEBAGAI PENYALUR KREDIT 1. Pengertian Bank Apabila menelusuri sejarah dan terminologi bank maka ditemukan bahwa bank berasal dari bahasa Italia, banca yang berarti bence yaitu suatu susunan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER-03/1.02.1/PPATK/03/12 TENTANG

BERITA NEGARA PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER-03/1.02.1/PPATK/03/12 TENTANG No.283,2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER-03/1.02.1/PPATK/03/12 TENTANG PELAKSANAAN PENGHENTIAN SEMENTARA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.283, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PPATK. Penghentian Sementara. Penundaan. Transaksi. Perbankan. Pasar Modal. Asuransi. PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN NOMOR

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Fungsi Bank Umum dalam Pemberian Kredit. bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Fungsi Bank Umum dalam Pemberian Kredit. bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak II. TINJAUAN PUSTAKA A. Fungsi Bank Umum dalam Pemberian Kredit Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit

Lebih terperinci

Afiliasi 1 hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat kedua, baik secara horizontal maupun vertikal;

Afiliasi 1 hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat kedua, baik secara horizontal maupun vertikal; Kamus Pasar Modal Afiliasi 1 hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat kedua, baik secara horizontal maupun vertikal; 2 hubungan antara Pihak dengan pegawai, direktur, atau komisaris

Lebih terperinci

PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR A10310

PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR A10310 PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR A10310 TENTANG PENGAMBILALIHAN SAHAM PERUSAHAAN PT GENERAL ELECTRIC FINANCE INDONESIA OLEH PT BANK PERMATA Tbk. I. LATAR BELAKANG 1.1 Berdasarkan Peraturan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.337, 2014 EKONOMI. Asuransi. Penyelenggaraan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5618). UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan,

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Bank Menurut Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, yang dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya modal dalam mengembangkan unit usaha yang sedang dijalankan,

BAB I PENDAHULUAN. adanya modal dalam mengembangkan unit usaha yang sedang dijalankan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, seiring dengan pertumbuhan perekonomian yang terjadi, kebutuhan masyarakat atas barang atau jasa semakin meningkat sekaligus bervariasi. Hal ini

Lebih terperinci

Bab 10 Pasar Keuangan

Bab 10 Pasar Keuangan D a s a r M a n a j e m e n K e u a n g a n 133 Bab 10 Pasar Keuangan Mahasiswa diharapkan dapat memahami mengenai pasar keuangan, tujuan pasar keuangan, lembaga keuangan. D alam dunia bisnis terdapat

Lebih terperinci