BAB I PENDAHULUAN. sebagai sarana pokok kebutuhan utama pengembangan usaha. Sesuai dengan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. sebagai sarana pokok kebutuhan utama pengembangan usaha. Sesuai dengan"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Perkembangan ekonomi senantiasa diikuti dengan kebutuhan modal sebagai sarana pokok kebutuhan utama pengembangan usaha. Sesuai dengan laju pertumbuhan ekonomi dan gerak pembangunan suatu bangsa, lembaga keuangan yang merupakan lembaga perantara dari pihak yang memiliki kelebihan dana (surplus of funds) dengan pihak yang kekurangan dana, memiliki fungsi sebagai perantara keuangan masyarakat, lembaga keuangan sebagaimana halnya suatu lembaga atau institusi lain pada hakekatnya berada dan ada di tengah-tengah masyarakat. Usaha-usaha yang dapat dilaksanakan oleh lembaga keuangan seperti: 1. Menghimpun dana-dana jangka menengah dan panjang dengan jalan mengeluarkan kertas berharga jangka menengah dan panjang; 2. Memberikan kredit jangka menengah dan panjang kepada perusahaanperusahaan atau proyek-proyek, baik yang dimiliki oleh pemerintah, maupun swasta; 1

2 3. Bertindak sebagai perantara atas nama suatu proyek tertentu dalam usaha mendapatkan sumber pembiayaan dari lembaga-lembaga keuangan nasional dan internasional. Lembaga keuangan tersebut dalam melakukan kegiatan usahanya mempunyai perbedaan fungsi kelembagaan, deviasi-deviasi menurut fungsi dan tujuannya dapat digolongkan ke dalam dua lembaga, yaitu Lembaga Keuangan Bank (LBK), Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) dan Lembaga Pembiayaan. Bank menurut Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 merupakan badan usaha yang menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat. Sebagai lembaga perantara keuangan masyarakat (financial intermediary), bank menjadi media perantara antara pihak yang memiliki kelebihan dana dan pihak yang membutuhkan dana. Di Indonesia, lembaga perbankan memiliki misi dan fungsi sebagai agen pembangunan (agent of development), yaitu sebagai lembaga yang bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. 1 Dalam perkembangan sistem keuangan Indonesia dikenal suatu jenis lembaga keuangan yang disebut Lembaga Keuangan Bukan Bank. Pendirian 1 Abdulkadir Muhammad, Lembaga Keuangan dan Pembiayaan, Citra Aditya Bhakti, Bandung, 2004, hlm. 8 2

3 lembaga keuangan ini didasarkan pada Keputusan Menteri Keuangan Nomor 792/MK/IV/12/70 tanggal 7 Desember 1970, yang kemudian diubah dan ditambah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 38/MK/IV/I/72 tanggal 18 Januari Lembaga Keuangan Bukan Bank diatur dengan undangundang yang mengatur masing-masing bidang jasa keuangan bukan Bank. Lembaga Keuangan Bukan Bank adalah usaha yang melakukan kegiatan dibidang keuangan secara langsung atau tidak langsung menghimpun dana dengan jalan mengeluarkan surat berharga dan menyalurkannya ke dalam masyarakat guna membiayai investasi perusahaan. Bidang Usaha yang termasuk Lembaga Keuangan Bukan Bank adalah asuransi, pegadaian, dana pensiun, reksa dana, dan bursa efek. Usaha perasuransian di Indonesia diatur dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian. Jenis usaha perasuransian yang diatur dalam undang-undang tersebut dapat digolongkan menjadi: 1. Usaha asuransi, yang terdiri atas asuransi kerugian, asuransi jiwa, asuransi sosial, dan reasuransi. 2. Usaha penunjang asuransi, terdiri atas pialang asuransi, pialang reasuransi, penilai kerugian, konsultan aktuaria, dan agen asuransi. Pegadaian merupakan salah satu bentuk lembaga perkreditan dengan sistem gadai yang diperuntukkan bagi masyarakat luas berpenghasilan rendah yang membutuhkan dana dalam waktu segera. Usaha pegadaian diatur dalam 3

4 Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1990 tentang Pengalihan Bentuk Perjan Pegadaian menjadi Perum Pegadaian. Kegiatan operasional Perum Pegadaian yang dilakukan saat ini antara lain: 1. Menyalurkan uang pinjaman kepada masyarakat berdasarkan hukum gadai. 2. Menerima jasa taksiran bagi masyarakat yang ingin mengetahui besarnya nilai riil barang miliknya. 3. Menerima jasa penitipan bagi masyarakat yang akan menitipkan barangbarangnya. 4. Bekerja sama dengan pihak ketiga dalam memanfaatkan aset perusahaan dalam bidang bisnis properti, seperti dalam pembangunan gedung dengan sistem BOT (build, operate and transfer). 5. Kredit pegawai, yaitu kredit yang diberikan kepada pegawai yang berpenghasilan tetap. Dana pensiun pada prinsipnya merupakan salah satu pilihan untuk dapat memberikan jaminan kesejahteraan kepada karyawan. Dasar hukum dana pensiun adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun. Pengertian dari dana pensiun ialah badan hukum yang mengelola dan menjalankan program yang menjanjikan manfaat pensiun. Penyelenggaraan program pensiun ini dapat dilakukan oleh pemberi kerja atau dengan menyerahkan kepada lembaga keuangan lain yang menawarkan jasa 4

5 pengelolaan program pensiun, seperti bank umum atau perusahaan asuransi jiwa. Reksa dana mengandung pengertian sebagai wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek oleh menejer investasi. Aturan tentang reksa dana diatur dalam Undnag-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Pertumbuhan perekonomian Nasional maupun Internasional yang begitu cepat menimbulkan tantangan yang tidak sedikit terhadap lembagalembaga keuangan. Selain Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank sebagai lembaga yang menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat, lembaga pembiayaan dapat dikatakan sebagai sumber pembiayaan alternatif. Sebagai salah satu lembaga keuangan lembaga pembiayaan mempunyai peranan yang penting dan berpotensi untuk menunjang pertumbuhan perekonomian nasional. Lembaga pembiayaan memiliki beragam jenis kegiatan usaha, salah satunya adalah perusahaan pembiayaan. Pengertian dari perusahaan pembiayaan diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan, dalam pasal 1 huruf (b) dikatakan bahwa Perusahaan Pembiayaan adalah badan usaha di luar Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan yang termasuk dalam bidang usaha Lembaga Pembiayaan. 5

6 Kegiatan Perusahaan Pembiayaan merupakan sebagian kegiatan yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan. Dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan, disebutkan bahwa bentuk kegiatan usaha dari Perusahaan Pembiayaan antara lain : 1. Sewa Guna Usaha; 2. Anjak Piutang; 3. Usaha Kartu Kredit; dan/atau 4. Pembiayaan Konsumen. Sewa guna usaha adalah istilah yang dipakai dalam peraturan tentang Lembaga Pembiayaan yang berkembang sebagai bentuk sewa-menyewa, yaitu dalam bentuk pembiyaan perusahaan berupa penyedia barang modal yang digunakan untuk menjalankan usahanya dengan membayar sewa selama jangka waktu tertentu. Sewa guna usaha (leasing) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal, baik dengan hak opsi (finance lease) maupun tanpa hak opsi (operation lease) berdasarkan pembayaran secara berkala. Hak opsi adalah hak lessee untuk membeli barang modal atau memperpanjang jangka waktu perjanjian sewa guna usaha. Penggunaan hak opsi diberikan pada akhir jangka waktu dalam perjanjian sewa guna usaha (leasing). Di dalam sewa guna usaha (leasing) menggunakan istilah lessor dan lessee untuk para subyek hukumnya. Lessor adalah istilah yang dipergunakan untuk pihak yang 6

7 memberikan pembiayaan dengan cara leasing kepada pihak yang membutuhkannya. Dalam hal ini lessor bisa merupakan perusahaan pembiayaan yang bersifat multi finance tetapi dapat juga berupa perusahaan yang khusus bergerak dibidang leasing dan pihak yang memerlukan barang modal disebut dengan istilah lessee. Perjanjian sewa guna usaha merupakan suatu kontrak atau persetujuan sewa menyewa antara lessor dengan leasse. Objek sewa guna usaha adalah barang modal, dan pihak lessee mempunyai hak opsi dengan harga berdasarkan nilai sisa. Di dalam suatu perjanjian sewa guna usaha nilai sisa biasanya sudah ditentukan terlebih dahulu di dalam kontrak karena nilai sisa adalah besarnya jumlah uang yang harus dibayar kembali kepada lessor oleh lessee di ahkir masa berlakunya leasing atau pada saat lessee mempunyai hak opsi. Dekatnya jaringan industri pembiayaan dengan manufaktur, distributor dan pemegang merek tunggal dengan jasa pelayanan yang cepat membuat industri pembiayaan lebih dekat dengan konsumen dibandingkan dengan industri pemberian kredit lainnya. Secara substansial pengertian pembiayaan konsumen pada dasarnya tidak berbeda dengan kredit konsumen. Menurut A. Abdurahman bahwa kredit konsumen adalah kredit yang diberikan kepada konsumen guna pembelian barang untuk tujuan konsumsi dan jasa seperti yang dibedakan dari pinjaman yang digunakan untuk tujuan produktif atau dagang. 2 2 Sunaryo, 2009, Hukum Lembaga Pembiayaan, Sinar Grafika, Jakarta, hlm

8 Adapun yang dimaksud dengan pembiayaan konsumen menurut Pasal 1 angka (6) Keppres Nomor 61 Tahun 1998 jo. Pasal 1 huruf (p) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK.012/1988 adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk dana untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan sistem pembayaran angsuran atau berkala oleh konsumen. Berdasarkan definisi diatas unsur-unsur yang terkandung dalam pengertian pembiayaan konsumen tidak berbeda jauh dengan sewa guna usaha. Unsur-unsur yang dimaksud seperti subjek, objek, perjanjian, hubungan hak dan kewajiban serta jaminan. Adapun perbedaan pembiayaan konsumen dengan sewa guna usaha yang khususnya terdapat pada hak opsi (finance lease) adalah sebagai berikut: 1. Pembiayaan konsumen, pemilikan barang atau objek pembiayaan berada pada konsumen yang kemudian diserahkan secara fidusia kepada perusahaan pembiayaan konsumen. Sedangkan pada sewa guna usaha, pemilikan barang atau objek pembiayaan berada pada lessor. 2. Pembiayaan konsumen, tidak ada batasan waktu pembiayaan dalam arti disesuaikan dengan umur ekonomis barang atau objek pembiayaan. Sedangkan pada sewa guna usaha jangka waktu diatur sesuai dengan umur ekonomis objek atau barang modal yang dibiayai oleh lessor. 3. Pembiayaan konsumen tidak membatasi pembiayaan kepada calon konsumen yang telah mempunyai NPWP, mempunyai kegiatan usaha 8

9 dan/atau pekerjaan bebas. Sedangkan pada sewa guna uasaha calon lessee diharuskan ada atau memiliki syarat-syarat di atas. 4. Perlakuan perpajakan antara pembiayaan konsumen dan sewa guna usaha berbeda, baik dilihat dari sisi perusahaan pembiayaan maupun dari sisi konsumen atau lessee. 5. Pembiayaan konsumen, kegiatan dalam bentuk sale and lease back belum diatur. Adapun pada sewa guna usaha hal tersebut dimungkinkan terjadinya. Transaksi pembiayaan konsumen dilakukan tidak hanya berdasarkan kehendak para pihak saja, yaitu antara perusahaan pembiayaan konsumen dan konsumen yang dituangkan dalam bentuk perjanjian. Perjanjian adalah sumber hukum utama pembiayaan konsumen dari segi perdata. Ada 2 (dua) sumber hukum perdata untuk kegiatan pembiayaan konsumen, yaitu asas kebebasan berkontrak dan perundang-undangan dibidang hukum perdata. Hubungan hukum yang terjadi dalam kegiatan pembiayaan konsumen selalu dibuat secara tertulis (kontrak) sebagai dokumen hukum yang menjadi dasar kepastian hukum (legal certainity). Perjanjian pembiayaan konsumen ini dibuat berdasarkan atas asas kebebasan berkontrak para pihak yang membuat rumusan kehendak berupa hak dan kewajiban dari perusahaan pembiayaan konsumen sebagai pihak penyedia dana (fund lender), dan konsumen sebagai pihak pengguna dana (fund user). Sebagai dokumen hukum yang utama perjanjian pembiayaan konsumen dibuat secara sah dengan memenuhi syarat- 9

10 syarat sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Perjanjian tersebut harus dilaksanakan dengan itikad baik (in good faith) dan tidak dapat dibatalkan secara sepihak (unilateral unvoidable) yang akan berlaku sebagai undang-undang bagi pihak-pihak yang bersangkutan. Konsumen memiliki arti sebagai setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Melihat dari pengertian tersebut setiap konsumen berhak atas perlindungan hukum yang berlaku. Perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman kepada hak asasi manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan tersebut diberikan kepada masyarakat agar mereka dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum. Berkaitan dengan konsumen, berarti hukum memberikan perlindungan terhadap hak-hak pelanggan dari sesuatu yang mengakibatkan tidak terpenuhinya hak-hak tertentu. Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Untuk itu perlindungan konsumen bertujuan meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri yang berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum. Di Indonesia perlindungan konsumen diatur dalam Perundang- Undangan Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen selain dari 10

11 perjanjian yang dibuat antara konsumen dengan pihak lain seperti perusahaan pembiayaan. Sebagai salah satu perusahaan pembiayaan di Indonesia PT. Mitsui Leasing Capital Indonesia memiliki standarisasi terhadap perjanjian pembiayaan yang dikeluarkan baik berupa perjanjian sewa guna usaha (finance lease) maupun perjanjian pembiayaan konsumen (consumer finance). Perjanjian tersebut dibutuhkan sebagai bukti otentik telah terjadinya kesepakatan antara para pihak yaitu perusahaan pembiayaan dengan konsumen yang bersangkutan. Di dalam perjanjian memuat seluruh hak dan kewajiban yang diperlukan para pihak antara lain unit pembiayaan seperti jenis kendaraan bermotor roda empat atau lebih (jenis truck dan non truck), jangka waktu pembiayaan, dan lain-lain. Perjanjian pembiayaan terdiri dari dokumen-dokumen yang disatukan dan selanjutnya akan ditandatangani oleh pihak-pihak yang bersangkutan sesuai dengan kepentingan masing-masing. Perjanjian pembiayaan konsumen (consumer finance) terdiri dari: 1. Perjanjian Pembiayaan Konsumen (PPK) dan lampirannya. 2. Daftar Perincian PPK 3. Surat Sanggup 4. Surat Pernyataan Transfer 5. Surat Pernyataan Penyerahan dan Penerimaan Barang 6. Surat Pernyataan Bersama 11

12 7. Surat Kuasa Pasang Fidusia 8. Surat Kuasa Yang Tidak Dapat Dicabut Kembali 9. Surat Persetujuan (Suami/Istri) / jika status customer = nikah dan tidak ada akta pisah harta 10. Surat Pernyataan Status Perkawinan 11. Surat Persetujuan Dewan Komisaris (khusus kontrak atas nama PT) 12. Surat Persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (khusus kontrak atas nama PT) 13. Surat Pernyataan Anggaran Dasar (khusus kontrak atas nama PT) 14. Addendum Perjanjian Konsumen (PPK) khusus untuk kendaraan baru, BPKB atas nama Suami/Istri/anak (family) 15. Surat Pernyataan Mobil Import (khusus mobil CBU, jika konsumen membeli di showroom atau importir umum) 16. Surat Pernyataan Beda Tandatangan 17. Dokumen perjanjian tambahan jika ada Sedangkan pada perjanjian sewa guna usaha (finance lease) meliputi: 1. Penegasan Pesanan Pembelian Barang Modal 2. Perjanjian Sewa Guna Usaha dan lampirannya 3. Ikhtisar Perjanjian Sewa Guna Usaha dan Jadwal Pembayaran Sewa 12

13 4. Surat Sanggup 5. Surat Pernyataan Transfer 6. Surat Pemberitahuan Pelaksanaan Hak Opsi 7. Surat Keterangan Penyerahan dan Penerimaan Barang 8. Surat Pernyataan Bersama (BPKB) 9. Surat Pernyataan Mobil Import (khusus mobil baru / CBU) 10. Surat Kuasa Yang Tidak dapat dicabut Kembali 11. Surat Perjanjian Jual Beli Barang Modal 12. Surat Persetujuan (Suami/Istri) / jika status customer = nikah dan tidak ada akta pisah harta 13. Surat Pernyataan Status Perkawinan 14. Surat Persetujuan Dewan Komisaris (khusus kontrak atas nama PT) 15. Surat Persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (khusus kontrak atas nama PT) 16. Surat Pernyataan Anggaran Dasar (khusus kontrak atas nama PT) 17. Surat Pernyataan Beda Tandatangan 18. Dokumen perjanjian tambahan jika ada Karena setiap perusahaan memiliki peraturan dan standarisasi mengenai kelengkapan dan isi suatu perjanjian pembiayaan maka dalam proses pembuataannya tidak lagi melibatkan konsumen sebagai subjek hukum yang bersangkutan. Konsumen dianggap memahami seluruh isi dari perjanjian yang diberikan pada saat mereka telah menandatanginya. Sehingga diharapkan 13

14 adanya edukasi yang tepat dengan cara penjelasan yang lengkap pada saat proses penandatanganan perjanjian pembiayaan kepada konsumen. Dokumen-dokumen penting di dalam perjanjian pembiayan merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Dokumen penting yang perlu dilampirkan pada setiap perjanjian pembiayaan salah satunya surat pernyataan yang tidak dapat dicabut kembali. Surat pernyataan ini berfungsi untuk memberikan kuasa kepada pihak perusahaan pembiayaan untuk dapat melakukan tindakan-tindakan yang berhubungan dengan unit kendaraan bermotor sebagai objek hukum. Pada perjanjian pembiayaan konsumen terdapat pula surat kuasa pasang fidusia, dimana konsumen memberikan kuasa kepada pihak perusahaan pembiayaan untuk mengurus dan melaksanakan serta menjaminkan secara fidusia jaminan berupa kendaraan bermotor sesuai dengan yang disebutkan di dalam perjanjian yang ada, selanjutnya akan mendaftarkan akta jaminan fidusia yang telah dibuat notaris pada kantor pendaftaran fidusia di Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Kedua lampiran dokumen tersebut merupakan bagian penting dalam suatu perjanjian pembiayaan yang dikeluarkan oleh PT. Mitsui Leasing Capital Indonesia. Sejatinya perusahaan pembiayaan sebagai salah satu pelaku usaha tidak diperbolehkan untuk membuat klausula baku pada setiap perjanjian yang dibuat. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Disebutkan jelas dalam Pasal 18 Undnag-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen klausula-klausula baku 14

15 apa saja yang dilarang dibuat dan cantumkan oleh pelaku usaha pada setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila: a. Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung, maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran. b. Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen seraca angsuran. Dalam prakteknya klausula-klausula tersebut selalu dipakai perusahaan pembiayaan sebagai pencegahan dan proteksi apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan selama jangka waktu yang telah disepakati. PT. Mitsui Leasing Capital Indonesia memcantumkan dokumen surat kuasa yang tidak boleh ditarik kembali sebagai upaya pencegahan apabila konsumen tidak dapat menyelesaikan pembayaran sesuai dengan jangka waktu yang telah disepakati. Untuk pemasangan hak fidusia pihak perusahaan pembiayaan juga menggunakan surat kuasa untuk mempermudah dan efisiensi dalam hal pemasangan hak tanggungan. Karena tidak dimungkinkan semua konsumen datang ke kantor untuk medantangani kembali surat akta jaminan fidusia yang telah selesai dibuat oleh notaris rekanan. Pendaftaran fidusia dilakukan maksimal 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal kontrak perjanjian pembiayaan konsumen. 15

16 Mengingat belum adanya Peraturan Perundang-Undangan yang secara khusus mengatur tentang lembaga pembiayaann masih banyak ditemukan kendala-kendala terutama dalam hal perjanjian pembiayaan. Oleh karena itu perundang-undangan yang bersifat publik terutama yang relevan dan peraturan tentang lembaga pembiayaan serta peraturan otoritas jasa keuangan berlaku pula pada pembiayaan konsumen. Apa yang sudah tertulis diatas membuat penulis menyelami dunia Perusahaan pembiayaan pada PT. Mitsui Leasing Capital Indonesia. Berdasarkan pemaparan di atas penulis mengangkat judul PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN KENDARAAN BERMOTOR PADA PERUSAHAAN PEMBIAYAAN PT. MITSUI LEASING CAPITAL INDONESIA DITINJAU BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN sebagai judul penulisan hukum. 2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas dapat ditentukan rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah pelaksanaan perjanjian pembiayaan konsumen kendaraan bermotor pada perusahaan pembiayaan? 16

17 2. Faktor-faktor apakah yang menjadi kendala dalam pelaksanaan perjanjian pembiayaan konsumen kendaraan bermotor pada perusahaan pembiayaan? 3. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang dilakukan, Penelitian ini bertujuan untuk meneliti perlindungan konsumen khususnya dalam perjanjian pembiayaan konsumen pada perusahaan pembiayaan. Sepanjang pengetahuan penulis, hingga saat proposal penelitian diajukan belum terdapat penelitian yang secara khusus mengangkat tema mengenai perjanjian pembiayaan konsumen dan perlindungan konsumen pada PT. Mitsui Leasing Capital Indonesia. Oleh karena itu, penulis dapat mengatakan bahwa tema penulisan hukum ini adalah asli. Adapun beberapa penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan penelitian penulis yang perlu untuk dicantumkan, terdapat beberapa penelitian yang berhubungan dengan perjanjian pembiayaan konsumen dan perusahaan pembiayaan. Beberapa penelitian tersebut yakni: 1) Dharmawangsa Bramada, pada tahun 2010 menulis tesis dengan judul Perjanjian Leasing (Sewa Guna Usaha) Pada Lembaga Pembiayaan Di PT. Otto Multiartha di Kota Palembang. Rumusan masalahnya adalah bagaimana penerapan asas kebebasan berkontrak pada perjanjian 17

18 leasing di PT. Otto Multiartha Palembang? Selanjutnya permasalahan yang diajukan adalah bagaimana pelaksaan tanggung jawab lessee terhadap lessor dalam hal terjadinya wanprestasi yang dilakukan lessee di PT. Otto Multiartha Palembang? Penelitian tersebut menganalisis tentang asas kebebasan berkontrak dari suatu perjanjian khususnya perjanjian pada lembaga pembiayaan dan pelaksaan tanggung jawab apabila terjadi wanprestasi. 2) Fatra Dodi, pada tahun 2010 menulis tesis dengan judul Perjanjian Pembiayaan Konsumen Pada PT. Austindo Nusantara Jaya Finance Cabang Padang dengan mengemukakan permasalahan yang pertama adalah bagaiman perjanjian pembiayaan konsumen pada PT. Austindo Nusantara Jaya Finance Padang? Selanjutnya permasalahan yang diajukan adalah apa akibat hukum yang timbul terhadap perjanjian pembiayaan konsumen yang menggunakan konsep sewa guna usaha (leasing) dengan barang konsumsi dan barang modal sebagai objek pembiayaan pada PT. Austindo Nusantara Jaya Finance Padang? Penelitian tersebut menitikberatkan pada perjanjian pembiayaan konsumen pada perusahaan yang dimaksud dan akibat hukum yang timbul dari perjanjian pembiayaan konsumen tersebut. Dari penelusuran kepustakaan dapat dikemukakan bahwa penelitian yang membahas serta menganalisis tentang perjanjian pembiayaan konsumen atau perjanjian sewa guna usaha (leasing) jumlahnya sangat terbatas baik berupa 18

19 skripsi maupun tesis. Namun secara keseluruhan penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian terdahulu. 4. Tujuan Penelitian 4.1. Tujuan Objektif penelitian a. Untuk mengetahui pelaksanaan perjanjian pembiayaan konsumen kendaraan bermotor pada perusahaan pembiayaan. b. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi kendala dalam pelaksanaan perjanjian pembiayaan konsumen kendaraan bermotor pada perusahaan pembiayaan Tujuan Subjektif dari Penelitian ini Untuk mencari dan memperoleh data yang diperlukan dalam penyusunan penulisan hukum sebagai syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Magister Hukum di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. 5. Kegunaan Penelitian 5.1. Kegunaan dalam ilmu pengetahuan 19

20 Diharapkan hasil penelitian ini dapat berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan hukum umumnya dan hukum bisnis khususnya, serta konsumen PT. Mitsui Leasing Capital Indonesia, dan para Magister Hukum dalam perkembangan dunia bisnis khususnya dalam perkembangan dunia Perusahaan Pembiayaan di Indonesia Kegunaan dalam bidang Praktek Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat berguna bagi PT. Mitsui Lesing Capital Indonesia, dapat memberikan pengetahuan dan masukan bagi masyarakat khususnya pada pihak konsumen akan perlindungan dan pertanggungjawaban yang dimiliki. 6. Sistematika Penulisan Keseluruhan penulisan tesis ini dapat digambarkan dengan sistem sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN Bab ini membahas latar belakang masalah, perumusan masalah, keaslian penulisan, tujuan penulisan, kegunaan penulisan, dan sistematika tesis. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 20

21 Dalam bab ini akan diuraikan mengenai Lembaga Pembiayaan, Otoritas Jasa Keuangan, Perlindungan Konsumen, Hukum Perjanjian, dan Profile Company PT. Mitsui Leasing Capital Indonesia. BAB III METODELOGI PENELITIAN Dalam metode penelitian ini akan diuraikan mengenai sifat penelitian, jenis penelitian, yang meliputi bahan penelitian kepustakaan, lapangan dan alat pengumpulan data serta analisa hasil penelitian. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini berisi hasil penelitian dan pembahasan mengenai rumusan masalah tentang pelaksaan dalam perjanjian pembiayaan kendaraan bermotor pada perusahaan pembiayaan; dan faktor-faktor yang menjadi kendala dalam pelaksanaan perjanjian pembiayaan kendaraan bermotor pada perusahaan pembiayaan. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Dalam bab ini terdapat kesimpulan dan saran. 21

BAB I PENDAHULUAN. produk dan ragam yang dihasilkan dan yang menjadi sasaran dari produk-produk

BAB I PENDAHULUAN. produk dan ragam yang dihasilkan dan yang menjadi sasaran dari produk-produk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi dan industri dapat dilihat tolak ukur keberhasilannya dari beberapa faktor, antara lain ditandai dengan banyaknya produk dan ragam yang dihasilkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. A. Pembiayaan Konsumen dan Dasar Hukumnya

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. A. Pembiayaan Konsumen dan Dasar Hukumnya BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN A. Pembiayaan Konsumen dan Dasar Hukumnya 1. Pembiayaan Konsumen Pembiayaan konsumen merupakan salah satu model pembiayaan yang dilakukan oleh

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Modal ventura sebagai lembaga pembiayaan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Modal ventura sebagai lembaga pembiayaan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Modal ventura sebagai lembaga pembiayaan 1. Lembaga pembiayaan Pembiayaan sendiri berasal dari bahasa inggris financing, yang berasal dari kata finance yang artinya dalam kata benda

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBIAYAAN. menerus atau teratur (regelmatig) terang-terangan (openlijk), dan dengan tujuan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBIAYAAN. menerus atau teratur (regelmatig) terang-terangan (openlijk), dan dengan tujuan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBIAYAAN A. Pengertian Lembaga Pembiayaan Perusahaan merupakan Badan Usaha yang menjalankan kegiatan di bidang perekonomian (keuangan, industri, dan perdagangan), yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakekatnya setiap orang berhak mendapatkan perlindungan dari hukum. Hampir seluruh hubungan hukum harus mendapat perlindungan dari hukum. Oleh karena itu terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada khususnya, maka kebutuhan akan pendanaan menjadi hal yang utama bagi

BAB I PENDAHULUAN. pada khususnya, maka kebutuhan akan pendanaan menjadi hal yang utama bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan berkembangnya dunia bisnis pada umummya dan dunia industri pada khususnya, maka kebutuhan akan pendanaan menjadi hal yang utama bagi kalangan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam Pasal 1618 menyebutkan bahwa,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam Pasal 1618 menyebutkan bahwa, 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perseroan Terbatas 1. Pengertian Perseroan Terbatas Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam Pasal 1618 menyebutkan bahwa, perseroan adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam Pasal 1618 menyebutkan bahwa, perseroan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam Pasal 1618 menyebutkan bahwa, perseroan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perseroan Terbatas 1. Pengertian Perseroan Terbatas Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam Pasal 1618 menyebutkan bahwa, perseroan adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi sangat memerlukan tersedianya dana. Oleh karena itu, keberadaan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi sangat memerlukan tersedianya dana. Oleh karena itu, keberadaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Pembangunan nasional suatu bangsa mencakup di dalamnya pembangunan ekonomi. Dalam pembangunan ekonomi diperlukan peran serta lembaga keuangan untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Tentang Lembaga Pembiayaan Pada tanggal 20 Desember 1988 (PakDes 20, 1988) memperkenalkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Tentang Lembaga Pembiayaan Pada tanggal 20 Desember 1988 (PakDes 20, 1988) memperkenalkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tentang Lembaga Pembiayaan Pada tanggal 20 Desember 1988 (PakDes 20, 1988) memperkenalkan istilah lembaga pembiayaan yakni badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berupa membayarkan sejumlah harga tertentu. mencukupi biaya pendidikan dan lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. berupa membayarkan sejumlah harga tertentu. mencukupi biaya pendidikan dan lainnya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk ekonomi atau homo economicus memiliki berbagai macam kebutuhan yang harus dipenuhi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Kebutuhan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Republik Indonesia adalah negara berkembang yang senantiasa melakukan pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di segala bidang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain sehingga muncul hubungan utang piutang. Suatu utang piutang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. lain sehingga muncul hubungan utang piutang. Suatu utang piutang merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak lepas dari kebutuhan yang bermacam-macam. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut manusia harus berusaha dengan cara bekerja.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya modal dalam mengembangkan unit usaha yang sedang dijalankan,

BAB I PENDAHULUAN. adanya modal dalam mengembangkan unit usaha yang sedang dijalankan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, seiring dengan pertumbuhan perekonomian yang terjadi, kebutuhan masyarakat atas barang atau jasa semakin meningkat sekaligus bervariasi. Hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan ini, maka banyak lembaga pembiayaan (finance) dan bank (bank

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan ini, maka banyak lembaga pembiayaan (finance) dan bank (bank 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan zaman di bidang teknologi telah memacu perusahaan untuk menghasilkan produk electronic yang semakin canggih dan beragam. Kelebihan-kelebihan atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau mesin. Transportasi digunakan untuk memudahkan manusia dalam

BAB I PENDAHULUAN. atau mesin. Transportasi digunakan untuk memudahkan manusia dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transportasi adalah pemindahan manusia atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan sebuah kendaraan yang digerakan oleh manusia atau mesin. Transportasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian tersebut diperlukan dana yang besar. Dana untuk menunjang

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian tersebut diperlukan dana yang besar. Dana untuk menunjang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia termasuk salah satu negara yang perkembangan perekonomiannya cukup pesat, sehingga untuk menunjang perkembangan perekonomian tersebut diperlukan dana

Lebih terperinci

MODUL SISTEM PEREKONOMIAN INDONESIA (2 SKS) BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN LAINNYA & KONSEP SYARIAH. Oleh : Feni Fasta, SE, M.Si

MODUL SISTEM PEREKONOMIAN INDONESIA (2 SKS) BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN LAINNYA & KONSEP SYARIAH. Oleh : Feni Fasta, SE, M.Si FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA 14&15 POKOK BAHASAN : MODUL (2 SKS) BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN LAINNYA & KONSEP SYARIAH Oleh : DESKRIPSI Lembaga keuangan, baik bank maupun lembaga

Lebih terperinci

Financial Check List. Definisi Pembiayaan. Mengapa Masyarakat. Memerlukan Jasa. Pembiayaan? Kapan Masyarakat. Memerlukan Jasa. Pembiayaan?

Financial Check List. Definisi Pembiayaan. Mengapa Masyarakat. Memerlukan Jasa. Pembiayaan? Kapan Masyarakat. Memerlukan Jasa. Pembiayaan? Daftar Isi Financial Check List 1 01 Definisi Pembiayaan 3 02 Mengapa Masyarakat Memerlukan Jasa Pembiayaan? 5 5 03 Kapan Masyarakat Memerlukan Jasa Pembiayaan? 6 6 04 Siapa Saja Nasabah 8 Jasa Pembiayaan?

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan dunia otomotif di Indonesia dari tahun-ketahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan dunia otomotif di Indonesia dari tahun-ketahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia otomotif di Indonesia dari tahun-ketahun mengalami peningkatan, hal ini dibuktikan dengan meningkatnya permintaan akan kendaraan bermotor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing lagi di masyarakat dan lembaga jaminan memiliki peran penting dalam rangka pembangunan perekonomian

Lebih terperinci

Pegadaian dan Sewa Guna Usaha

Pegadaian dan Sewa Guna Usaha Pegadaian dan Sewa Guna Usaha A. Pegertian Usaha Gadai Secara umum pegertian usaha gadai adalah kegiatan menjaminkan barang-barang berharga kepada pihak tertentu, guna memperoleh sejumlah uang dan barang

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Berdasarkan analisis di atas penulis akan memberikan kesimpulan dari

BAB V PENUTUP. Berdasarkan analisis di atas penulis akan memberikan kesimpulan dari BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan analisis di atas penulis akan memberikan kesimpulan dari identifikasi masalah dalam sub sub bab sebelumnya, dijelaskan sebagai berikut: 1. Perkembangan transaksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara Indonesia yang menganut Negara welfare state yaitu negara yang

BAB I PENDAHULUAN. negara Indonesia yang menganut Negara welfare state yaitu negara yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan negara di zaman sekarang begitu pesat dan cepat dari perkembangan Sumber Daya Manusia dan Sumber Daya Alam, bahkan di negara Indonesia yang menganut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN, PERUSAHAAN PEMBIAYAAN DAN WANPRESTASI. 2.1 Pengertian dan Dasar Hukum Lembaga Pembiayaan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN, PERUSAHAAN PEMBIAYAAN DAN WANPRESTASI. 2.1 Pengertian dan Dasar Hukum Lembaga Pembiayaan 22 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN, PERUSAHAAN PEMBIAYAAN DAN WANPRESTASI 2.1 Pengertian dan Dasar Hukum Lembaga Pembiayaan 2.1.1 Pengertian Lembaga Pembiayaan Istilah lembaga pembiayaan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 1988 TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 1988 TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 1988 TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka menunjang pertumbuhan ekonomi maka sarana penyediaan dana

Lebih terperinci

- 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

- 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 26 /POJK.04/2016 TENTANG PRODUK INVESTASI DI BIDANG PASAR MODAL DALAM RANGKA MENDUKUNG UNDANG-UNDANG TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan semakin meningkatnya kegiatan pembangunan Nasional, peran

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan semakin meningkatnya kegiatan pembangunan Nasional, peran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan masyarakat dapat dilihat pada perkembangan lembaga yang ada pada masyarakat tersebut, baik di bidang ekonomi, sosial, budaya dan politik. Sejalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu roda perekonomian masyarakat. Namun sayangnya pertumbuhan institusi perekonomian tersebut tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN bagian Menimbang huruf (a). Guna mencapai tujuan tersebut, pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN bagian Menimbang huruf (a). Guna mencapai tujuan tersebut, pelaksanaan 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pembangunan nasional adalah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Hal ini juga sesuai dengan

Lebih terperinci

2017, No Indonesia Nomor 3608); 2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20

2017, No Indonesia Nomor 3608); 2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.36, 2017 KEUANGAN OJK. Investasi Kolektif. Multi Aset. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6024) PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 1988 TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 1988 TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 1988 TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka menunjang pertumbuhan ekonomi maka sarana penyediaan dana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan atau jasa yang akan

BAB I PENDAHULUAN. jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan atau jasa yang akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian yang pesat telah menghasilkan berbagai jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan atau jasa yang akan dikonsumsi. Barang dan atau

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 24 /POJK.04/2016 TENTANG AGEN PERANTARA PEDAGANG EFEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 24 /POJK.04/2016 TENTANG AGEN PERANTARA PEDAGANG EFEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA - 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 24 /POJK.04/2016 TENTANG AGEN PERANTARA PEDAGANG EFEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial dan budaya maupun pertahanan dan keamanan. Salah satu indikasi

BAB I PENDAHULUAN. sosial dan budaya maupun pertahanan dan keamanan. Salah satu indikasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan suatu negara dapat dilihat dari pesatnya pembangunan yang mencakup berbagai macam sektor seperti bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya maupun pertahanan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.145, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN OJK. Pasar Modal. Pengampunan Pajak. Investasi. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5906) PERATURAN OTORITAS JASA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu roda. perekonomian masyarakat. Namun sayangnya pertumbuhan institusi

BAB I PENDAHULUAN. Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu roda. perekonomian masyarakat. Namun sayangnya pertumbuhan institusi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu roda perekonomian masyarakat. Namun sayangnya pertumbuhan institusi perekonomian tersebut tidak

Lebih terperinci

BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN LAINNYA

BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN LAINNYA BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN LAINNYA Oleh Safia Anggraeni., M.Pd. INSTITUT BISNIS MUHAMMADIYAH BEKASI 2016 LITERATUR 1. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya Edisi revisi-cet.16. Dr. Kasmir. Jakarta: RajaGrafindo

Lebih terperinci

Leasing ialah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barangbarang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan, dengan jangka

Leasing ialah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barangbarang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan, dengan jangka LEASING Leasing ialah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barangbarang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan, dengan jangka waktu berdasarkan pembayaran-pembayaran berkala

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum, 19 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN 2.1 Perjanjian Pembiayaan Konsumen 2.1.1 Pengertian Perjanjian Pembiayaan konsumen Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu jasa yang diberikan bank adalah kredit. sebagai lembaga penjamin simpanan masyarakat hingga mengatur masalah

BAB I PENDAHULUAN. satu jasa yang diberikan bank adalah kredit. sebagai lembaga penjamin simpanan masyarakat hingga mengatur masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan perekonomian nasional senantiasa bergerak cepat dengan tantangan yang semakin kompleks. 1 Peranan perbankan nasional perlu ditingkatkan sesuai dengan

Lebih terperinci

Magister Manajemen Univ. Muhammadiyah Yogyakarta

Magister Manajemen Univ. Muhammadiyah Yogyakarta III. Pasar Modal 1. Pendahuluan Pasar Modal (dalam Pasal 1 Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 60 tahun 1988 tertanggal 20 Desember 1988) adalah bursa yang merupakan sarana untuk mempertemukan penawaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan keberadaan lembaga-lembaga pembiayaan. Sejalan dengan semakin

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan keberadaan lembaga-lembaga pembiayaan. Sejalan dengan semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian dalam suatu masyarakat diikuti dengan kebutuhan keberadaan lembaga-lembaga pembiayaan. Sejalan dengan semakin berkembang dan meningkatnya pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bisnis alat berat / alat konstruksi semakin bergairah seiring dengan

I. PENDAHULUAN. Bisnis alat berat / alat konstruksi semakin bergairah seiring dengan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bisnis alat berat / alat konstruksi semakin bergairah seiring dengan semakin surutnya dampak krisis ekonomi moneter. Dalam tiga tahun terakhir, lahan usaha alat-alat

Lebih terperinci

PERJANJIAN SEWA GUNA USAHA ANTARA LESSEE DAN LESSOR. Aprilianti. Dosen Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Lampung.

PERJANJIAN SEWA GUNA USAHA ANTARA LESSEE DAN LESSOR. Aprilianti. Dosen Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Lampung. PERJANJIAN SEWA GUNA USAHA ANTARA LESSEE DAN LESSOR Aprilianti Dosen Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Lampung Abstrak Perjanjian sewa guna usaha (leasing) yang diadakan oleh Lessor dan Lesseen

Lebih terperinci

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 39/POJK.04/2014 TENTANG AGEN PENJUAL EFEK REKSA DANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 39/POJK.04/2014 TENTANG AGEN PENJUAL EFEK REKSA DANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 39/POJK.04/2014 TENTANG AGEN PENJUAL EFEK REKSA DANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibidang ekonomi merupakan salah satu yang mendapat prioritas utama

BAB I PENDAHULUAN. dibidang ekonomi merupakan salah satu yang mendapat prioritas utama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka menunjang pembangunan nasional, pembangunan dibidang ekonomi merupakan salah satu yang mendapat prioritas utama dalam pelaksanaan pembangunan. Atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga tersebut dimaksudkan sebagai perantara pihak-pihak yang. pembayaran bagi semua sektor perekonomian. 1

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga tersebut dimaksudkan sebagai perantara pihak-pihak yang. pembayaran bagi semua sektor perekonomian. 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lembaga perbankan sebagai salah satu lembaga keuangan mempunyai nilai strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara. Lembaga tersebut dimaksudkan sebagai perantara

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 23 /POJK.04/2016 TENTANG REKSA DANA BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 23 /POJK.04/2016 TENTANG REKSA DANA BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF - 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 23 /POJK.04/2016 TENTANG REKSA DANA BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyalurkan dana dari masyarakat secara efektif dan efisien. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. menyalurkan dana dari masyarakat secara efektif dan efisien. Salah satu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Kebutuhan masyarakat baik perorangan maupun badan usaha akan penyediaan dana yang cukup besar dapat terpenuhi dengan adanya lembaga perbankan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian kredit pembiayaan. Perjanjian pembiayaan adalah salah satu bentuk perjanjian bentuk

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian kredit pembiayaan. Perjanjian pembiayaan adalah salah satu bentuk perjanjian bentuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini perjanjian jual beli sangat banyak macam dan ragamnya, salah satunya adalah perjanjian kredit pembiayaan. Perjanjian pembiayaan adalah salah satu bentuk perjanjian

Lebih terperinci

DENY TATAK SETIAJI C

DENY TATAK SETIAJI C PELAKSANAAN PERJANJIAN PEMBIAYAAN SEPEDA MOTOR ANTARA PEMBELI DENGAN PT. FEDERAL INTERNATIONAL FINANCE (FIF) CABANG KOTA SURAKARTA Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mengalami pertumbuhan di segala aspek, diantaranya adalah aspek

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mengalami pertumbuhan di segala aspek, diantaranya adalah aspek BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mengalami pertumbuhan di segala aspek, diantaranya adalah aspek ekonomi. Kondisi demikian tidak terlepas dari peran pelaku usaha. Pelaku usaha berperan penting

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN, OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 19 /POJK.04/2016 TENTANG PEDOMAN BAGI MANAJER INVESTASI DAN BANK KUSTODIAN YANG MELAKUKAN PENGELOLAAN DANA

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/2015 TENTANG REKSA DANA BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/2015 TENTANG REKSA DANA BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/2015 TENTANG REKSA DANA BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK 44 BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK 3.1 Hubungan Hukum Antara Para Pihak Dalam Perjanjian Kartu Kredit 3.1.1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tingkat ekonomi tinggi, menengah dan rendah. hukum. Kehadiran berbagai lembaga pembiayaan membawa andil yang besar

BAB I PENDAHULUAN. tingkat ekonomi tinggi, menengah dan rendah. hukum. Kehadiran berbagai lembaga pembiayaan membawa andil yang besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia sebagai negara berkembang juga turut memacu roda perekonomian masyarakat. Sayangnya pertumbuhan ekonomi tersebut tidak ditopang oleh pembangunan

Lebih terperinci

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/2015 TENTANG AGEN PEMASARAN EFEK

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/2015 TENTANG AGEN PEMASARAN EFEK OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/2015 TENTANG AGEN PEMASARAN EFEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh kerangka hukum formal yang komprehensif pada 30. September 1999 melalui Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh kerangka hukum formal yang komprehensif pada 30. September 1999 melalui Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu jenis jaminan kebendaan yang dikenal dalam hukum Positif adalah Jaminan Fidusia. Lembaga jaminan kebendaan fidusia tersebut sudah digunakan di Indonesia sejak

Lebih terperinci

1. Pengertian. 2. Peraturan Pembiayaan Konsumen. 3. Manfaat Pembiayaan Konsumen. PEMBIAYAAN KONSUMEN (Consumer Finance) 30-Oct-16

1. Pengertian. 2. Peraturan Pembiayaan Konsumen. 3. Manfaat Pembiayaan Konsumen. PEMBIAYAAN KONSUMEN (Consumer Finance) 30-Oct-16 PEMBIAYAAN KONSUMEN (Consumer Finance) Oleh : Nanda Praditya : 156010200111032/ 11 Dzulhida Saridewi : 156010200111034/ 12 Ilil Mufarrikha : 156010200111077/ 31 1. Pengertian Secara substansial pengertian

Lebih terperinci

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 28 /POJK.05/2015 TENTANG PEMBUBARAN, LIKUIDASI, DAN KEPAILITAN PERUSAHAAN ASURANSI, PERUSAHAAN ASURANSI SYARIAH,

Lebih terperinci

2016, No Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan

2016, No Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan No.61, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN OJK. Investasi Kolektif. Real Estat. Bank Kustodian. Manajer Investasi. Pedoman. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Nomor 5867) PERATURAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersifat terbuka, perdagangan sangat vital bagi upaya untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. bersifat terbuka, perdagangan sangat vital bagi upaya untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perdagangan merupakan sektor jasa yang menunjang kegiatan ekonomi antar anggota masyarakat dan antar bangsa. Bagi Indonesia dengan ekonominya yang bersifat terbuka,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembelian aset tetap, perusahaan harus mempertimbangkan alternatif

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembelian aset tetap, perusahaan harus mempertimbangkan alternatif BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam pembelian aset tetap, perusahaan harus mempertimbangkan alternatif pembiayaan mana yang paling menguntungkan agar dapat meminimalkan pengeluaran perusahaan dan

Lebih terperinci

II. PIHAK YANG WAJIB MELALUI PROSES PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN

II. PIHAK YANG WAJIB MELALUI PROSES PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN Yth. Direksi Perusahaan Efek Yang Melakukan Kegiatan Usaha Sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 57 /SEOJK.04/2017 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sistem pasar dan model investasi menjadi acuan seberapa besar potensi laba dan

BAB I PENDAHULUAN. sistem pasar dan model investasi menjadi acuan seberapa besar potensi laba dan 5 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah. Peta perekonomian global yang mendobrak batas-batas wilayah negara, sistem pasar dan model investasi menjadi acuan seberapa besar potensi laba dan resiko

Lebih terperinci

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negar

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negar No.396, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN. OJK. Reksa Dana. Penjual. Agen. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5653) PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu upaya untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur, berdasarkan Pancasila dan

BAB I PENDAHULUAN. satu upaya untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur, berdasarkan Pancasila dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi, sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tergiur untuk memilikinya meskipun secara financial dana untuk

BAB I PENDAHULUAN. tergiur untuk memilikinya meskipun secara financial dana untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan di bidang teknologi telah memacu perusahaan untuk menghasilkan produk yang semakin canggih dan beragam. Kelebihankelebihan atas suatu produk terbaru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Februari 1974, tentang Perizinan Usaha Leasing, mendorong pelaku bisnis jasa

BAB I PENDAHULUAN. Februari 1974, tentang Perizinan Usaha Leasing, mendorong pelaku bisnis jasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbagai kemudahan diberikan oleh penyedia jasa keuangan, khususnya dalam hal pemberian kredit kendaraan bermotor yang dewasa ini banyak bermunculan lembaga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari dan menyalurkan ke dalam masyarakat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari dan menyalurkan ke dalam masyarakat. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. BANK 1. Pengertian Bank Pengertian Lembaga keuangan menurut Undang-Undang Nomor. 14 Tahun 1967 menurut Martono, 2002:2 menyatakan bahwa Semua badan melalui kegiatan-kegiatannya

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 33 /POJK.04/2017 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN REKSA DANA BERBENTUK PERSEROAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 33 /POJK.04/2017 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN REKSA DANA BERBENTUK PERSEROAN - 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 33 /POJK.04/2017 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN REKSA DANA BERBENTUK PERSEROAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

- 2 - SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 32 /POJK.04/2017 TENTANG PEDOMAN KONTRAK PENGELOLAAN REKSA DANA BERBENTUK PERSEROAN

- 2 - SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 32 /POJK.04/2017 TENTANG PEDOMAN KONTRAK PENGELOLAAN REKSA DANA BERBENTUK PERSEROAN - 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 32 /POJK.04/2017 TENTANG PEDOMAN KONTRAK PENGELOLAAN REKSA DANA BERBENTUK PERSEROAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Definisi perjanjian diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Selanjutnya

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Pedoman Kontrak Pengelolaan Reksa Dana Berbentuk Perseroan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomo

2017, No Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Pedoman Kontrak Pengelolaan Reksa Dana Berbentuk Perseroan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomo No.132, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN OJK. Reksa Dana. Perseroan. Pengelolaan. Kontrak. Pedoman. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6079)

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan No.133, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN OJK. Reksa Dana. Perseroan. Pengelolaan. Pedoman. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6080) PERATURAN

Lebih terperinci

Pegadaian dan sewa guna usaha (leasing)

Pegadaian dan sewa guna usaha (leasing) Pegadaian dan sewa guna usaha (leasing) pengertian hukum gadai menurut KUHP pasal 1150, adalah sebagai berikut : Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seseorang yang berpiutang atas suatu barang bergerak,

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 64 /POJK.04/2017 TENTANG DANA INVESTASI REAL ESTAT BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 64 /POJK.04/2017 TENTANG DANA INVESTASI REAL ESTAT BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF - 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 64 /POJK.04/2017 TENTANG DANA INVESTASI REAL ESTAT BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

MAKALAH HUKUM PERIKATAN

MAKALAH HUKUM PERIKATAN MAKALAH HUKUM PERIKATAN LEASING DAN BEBERAPA HAL MENGENAINYA Disusun Oleh: Hafizh Furqonul Amrullah 8111412280 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2013-2014 A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kesempatan di bidang keuangan. Perkembangan lembaga pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kesempatan di bidang keuangan. Perkembangan lembaga pembiayaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Disadari atau tidak perkembangan teknologi informasi telah menciptakan berbagai kesempatan di bidang keuangan. Perkembangan lembaga pembiayaan akhir-akhir ini sudah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi adalah sebagai bagian dari pembangunan nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang melibatkan para investor dan kontraktor asing. Kalau jumlah proyek-proyek skala besar yang berorientasi jangka panjang

I. PENDAHULUAN. yang melibatkan para investor dan kontraktor asing. Kalau jumlah proyek-proyek skala besar yang berorientasi jangka panjang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bisnis alat berat / alat konstruksi semakin bergairah seiring dengan semakin surutnya dampak krisis ekonomi moneter. Dalam tiga tahun terakhir, lahan usaha alat-alat

Lebih terperinci

BAB III Hasil Penelitian dan Analisis

BAB III Hasil Penelitian dan Analisis BAB III Hasil Penelitian dan Analisis A. Hasil Penelitian Pemaparan dalam Bab ini dibagi melalui dua cara penyajian. Penyajian yang pertama adalah akan dikemukakan mengenai kerangka periodisasi yang di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat telah memberikan kemajuan yang luar biasa kepada

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat telah memberikan kemajuan yang luar biasa kepada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian, perdagangan, dan perindustrian yang semakin meningkat telah memberikan kemajuan yang luar biasa kepada konsumen karena ada beragam variasi

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR PADA PT. ADIRA FINANCE. perusahaan pembiayaan non-bank (multi finance).

BAB III PELAKSANAAN PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR PADA PT. ADIRA FINANCE. perusahaan pembiayaan non-bank (multi finance). BAB III PELAKSANAAN PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR PADA PT. ADIRA FINANCE A. Gambaran Umum PT Adira Finance PT Adira Dinamika Multi Finance, Tbk (Adira Finance) adalah sebuah perusahaan pembiayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan kurang fleksibel dalam melakukan fungsinya. Sehingga

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan kurang fleksibel dalam melakukan fungsinya. Sehingga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan dana atau modal bagi seseorang saat ini sangatlah penting, untuk memenuhi kebutuhan dana atau modal maka diperlukan suatu lembaga pembiayaan. Bank

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alternatif pembiayaan mana yang paling menguntungkan agar dapat

BAB I PENDAHULUAN. alternatif pembiayaan mana yang paling menguntungkan agar dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam pembelian aktiva tetap, perusahaan harus mempertimbangkan alternatif pembiayaan mana yang paling menguntungkan agar dapat meminimalkan pengeluaran perusahaan dan

Lebih terperinci

STIE DEWANTARA Manajemen Leasing, Dana Pensiun & Modal Ventura

STIE DEWANTARA Manajemen Leasing, Dana Pensiun & Modal Ventura Manajemen Leasing, Dana Pensiun & Modal Ventura Manajemen Lembaga Keuangan, Sesi 6 Pengertian Leasing Kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan makanan dengan memasaknya sendiri. Terlebih lagi

BAB I PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan makanan dengan memasaknya sendiri. Terlebih lagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Makanan merupakan kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi setiap harinya. Terkadang kesibukan serta aktivitas yang padat tidak memungkinkan lagi untuk memenuhi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN /PMK.010/201... TENTANG PERUSAHAAN PEMBIAYAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

PERATURAN MENTERI KEUANGAN /PMK.010/201... TENTANG PERUSAHAAN PEMBIAYAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR /PMK.010/201... TENTANG PERUSAHAAN PEMBIAYAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 8 dan Pasal

Lebih terperinci

UU No. 8/1995 : Pasar Modal

UU No. 8/1995 : Pasar Modal UU No. 8/1995 : Pasar Modal BAB1 KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1 Afiliasi adalah: hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat a. kedua, baik

Lebih terperinci

BAB III OBJEK DAN DESAIN PENELITIAN. dibidang pembiayaan konsumen (consumer finance), anjak piutang (factoring)

BAB III OBJEK DAN DESAIN PENELITIAN. dibidang pembiayaan konsumen (consumer finance), anjak piutang (factoring) BAB III OBJEK DAN DESAIN PENELITIAN III.1 Objek Penelitian III.1.1 Sejarah Singkat PT. FMA Finance PT. FMA Finance adalah suatu perusahaan swasta nasional yang bergerak dibidang pembiayaan konsumen (consumer

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kebutuhan untuk mencapai kesejahteraan hidup. Kebutuhan itu

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kebutuhan untuk mencapai kesejahteraan hidup. Kebutuhan itu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam perjalanan dan pergaulan hidupnya selalu memiliki berbagai kebutuhan untuk mencapai kesejahteraan hidup. Kebutuhan itu diklasifikasikan menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia selalu berusaha untuk mencapai kesejahteraan dalam hidupnya. Hal ini menyebabkan setiap manusia di dalam kehidupannya senantiasa melakukan berbagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang merupakan bagian dari pembangunan nasional

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang merupakan bagian dari pembangunan nasional I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi yang merupakan bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya mencapai masyarakat yang adil dan makmur sesuai amanat Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 448/KMK.017/2000 TENTANG PERUSAHAAN PEMBIAYAAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 448/KMK.017/2000 TENTANG PERUSAHAAN PEMBIAYAAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 448/KMK.017/2000 TENTANG PERUSAHAAN PEMBIAYAAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pemulihan perekonomian nasional,

Lebih terperinci

MAKALAH LEMBAGA KEUANGAN NON BANK

MAKALAH LEMBAGA KEUANGAN NON BANK MAKALAH LEMBAGA KEUANGAN NON BANK DISUSUN OLEH : FIJAR ALIFYANSYAH FAKULTAS HUKUM PROGRAM STUDI ILMU HUKUM UNIVERSITAS DJUANDA BOGOR KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan

Lebih terperinci

Pedoman Direksi. PT Astra International Tbk

Pedoman Direksi. PT Astra International Tbk PT Astra International Tbk Desember 2015 PEDOMAN DIREKSI 1. Pengantar Sebagai perseroan terbatas yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia, PT Astra International Tbk ( Perseroan atau Astra ) memiliki

Lebih terperinci