PENGELOLAAN PERIKANAN KOLABORATIF PENGELOLAAN PERIKANAN BERSKALA KECIL DI DAERAH TROPIS
|
|
- Sudomo Kusuma
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Ringkasan Penelitian PENGELOLAAN PERIKANAN KOLABORATIF PENGELOLAAN PERIKANAN BERSKALA KECIL DI DAERAH TROPIS
2 Ringkasan Kebijakan model manajemen sumber daya kolaborasi (co-management) memberikan ruang yang lebih besar bagi para pengguna sumberdaya untuk menyuarakan kepentingannya dan peran lebih besar dalam penyusunan dan penegakan aturan untuk perikanan skala kecil. Bila dilaksanakan dengan benar, model pengelolaan kolaboratif dapat membantu untuk mempertahankan stok ikan dan keberlangsungan mata pencaharian masyarakat yang bergantung pada sumberdaya pesisir. Model pengelolaan kolaboratif (Comanagement) biasanya berhasil dijalankan pada saat kondisi sosial ekonomi, kondisi kontekstual, dan kelembagaan kunci mendukung. Kondisi ini digarisbwawahi dalam Ringkasan berikut ini. Oleh Joshua Cinner dan Tim Mclanahan Kontributor: MA MacNeil, NAJ. Graham, TM. Daw, A Mukminin, DA Feary, AL Rabearisoa, A. Wamukota, N Jiddawi, SJ Campbell, AH Baird, FA Januchowski-Hartley, S Hamed, R Lahari, T Morove, J Kuange Foto Sampul: nelayan di Papua Nugini. Kredit Joshua Cinner
3 Ketergantungan manusia pada laut Sekitar 200 juta orang bergantung pada sektor perikanan sebagai mata pencaharian mereka. proporsi nya menjadi lebih besar di negara-negara berkembang, di mana kapasitas pemerintah untuk dapat mengelola perikanan secara efektif tidak didukung oleh kekuatan SDM dan keuangan yang memadai dan pada akhirnya menghasilkan pemerintahan yang lemah. Kelemahan ini umumnya menjadi penyebab terjadinya kondisi penangkapan ikan yang berlebihan (over fishing), hal ini telah terbukti berpengaruh sangat besar dalam mengubah ekosistem laut dan mengancam kesejahteraan orang- orang yang menggantungkan hidupnya dari hasil laut. Apa itu manejemen kolaboratif? Banyak pemerintah, organisasi konservasi, dan kelompok masyarakat sipil melibatkan pengguna sumberdaya dalam pengelolaan kolaboratif dalam upaya untuk memberikan hasil yang lebih baik bagi ekosistem laut maupun bagi orang-orang yang bergantung pada ekosistem tersebut. Model ini sering disebut sebagai model pengelolaan bersama atau manajemen kolaboratif berupa proses yang menyediakan ruang yang lebih luas kepada pengguna sumber daya lokal dengan porsi partisipasi yang lebih besar dalam pengambilan keputusan-keputusan yang dapat mempengaruhi pengelolaan sumberdaya alam. Contohnya adalah Unit Manajemen Pantai yang diperkenalkan di Afrika Timur selama satu dekade terakhir, dimana model ini telah memungkinkan para pemangku kepentingan untuk mengembangkan dan menegakan aturan lokal yang sesuai dengan kondisi setempat. Peraturan-peraturan ini diharapkan dapat meningkatkan pengelolaan perikanan yang secara historis telah lama menderita akibat dari lemah manajemen dan penegakan hukum. Pengaturan tersebut bertujuan untuk membuat praktik pengelolaan lebih mencerminkan kondisi lokal dan dapt lebih diterima di mata para pemangku kepentingan, sehingga diharapkan dapat meningkatkan motivasi bagi masyarakat untuk mematuhi aturan dengan sendirinya. nelayan Tombak di Sulawesi Utara. Kredit Joshua Cinner
4 Bilamana model pengelolaan bersama dapat berjalan? Hal-hal yang perlu dipersiapkan untuk keberhasilan manajemen kolaboratif Bukti-bukti menunjukan bahwa sistem pengaturan pengelolaan kolaboratif (co-manajemen) dapat membantu untuk mempertahankan sumber daya laut dan meningkatkan mata pencaharian nelayan yang terukur. Namun demikian, ada juga kasus dimana model co-manajemen justru memfasilitasi eksploitasi sumberdaya yang berlebihan, diperparah kesenjangan sosial yang ada, mengakibatkan rendahnya tingkat kepatuhan masyarakat serta menyebabkan kondisi sosial dan ekologis yang tidak diinginkan. Keberhasilan co-manajemen tergantung pada faktor kelembagaan, sosial ekonomi, dan kontekstual yang perlu dipertimbangkan oleh para manajer dan pembuat kebijakan. Menemukan lembaga yang tepat Institusi lokal yang terorganisasi dan berfungsi dengan baik adalah syarat utama untuk membuat co-manajemen dapat bekerja dengan baik. Karakteristik kelembagaan tertentu, yang dikenal sebagai prinsip-prinsip utama pengelolaan sumberdaya, membantu untuk meningkatkan kerjasama antara para pihak. Prinsip-prinsip utama pengelolaan sumberdaya meliputi: Adanya sanksi berjenjang, dimana skala hukuman meningkat sesuai dengan frekuensi dan tingkat pelanggaran. Misalnya, pertama kali sebuah peraturan dilanggar, orang hanya mendapat peringatan, denda diberikan untuk pelanggaran kedua kalinya, dan terakhir orang tersebut dapat dipenjara. Ini dapat membantu untuk menciptakan rasa keadilan dan menciptakan ruang belajar untuk memahami sebuah aturan bagi masyarakat luas. Adanya batasan-batasan dan keanggotaan yang jelas, membantu orang memahami di mana dan kepada siapa aturan berlaku dan siapa yang membuatnya. Adanya Partisipasi aktif, dapat difasilitasi melalui forum-forum yang mendorong para pengguna sumberdaya untuk dapat berpartisipasi aktif dalam pengelolaan, khususnya dalam proses-proses pengambilan keputusan. Adanya mekanisme resolusi konflik yang jelas, merupakan bagian penting dari pengelolaan sumber daya alam. Adanya prosedur yang jelas sebelum konflik terjadi meningkatkan peluang penanganan konflik dengan cepat, adil, dan efektif. Adanya kepemimpinan dan proses pengawasan yang transparan memberikan jaminan yang diperlukan bagi para pihak untuk ikut berinvestasi dalam model pengelolaan bersama. Nelayan mendayung sampan ke tengah laut. Kredit Joshua Cinner
5 Nelayan membersihkan tangkapan. Kredit Joshua Cinner Karakteristik sosial-ekonomi pengguna sumberdaya Orang biasanya cenderung menghindari untuk terlibat dalam pengelolaan sumberdaya alam jika mereka tidak memiliki waktu dan sumber daya (biasanya sering dikaitkan dengan kemiskinan) dan tidak memahami bahwa aktivitas manusia dapat mempengaruhi kondisi ekosistem laut. Namun demikian, kendala-kendala ini dapat membuat para manajer untuk fokus dalam merumuskan rencana aksi. Kendala utama meliputi: Tingkat Kemiskinan - masyarakat mungkin mengalami kesulitan untuk membuat pengorbanan jangka pendek yang diperlukan untuk terlibat dalam pengelolaan bersama jika mereka sendiri masih berjuang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka. Tingkat Pemahaman tentang bahwa tindakan manusia dapat berakibat terhadap ekosistem laut - masyarakat mungkin tidak mau mengurangi laju penggunaan sumber daya karena mereka tidak melihat hubungan antara aktivitas manusia (seperti kegiatan memancing) dengan kondisi sumber daya atau ekosistem. Tingkat Ketergantungan pada sumberdaya - masyarakat yang sangat bergantung pada sektor perikanan biasanya merasa sulit untuk menemukan saat yang tepat untuk melakukan kegiatan mata pencaharian lainnya. Di sisi lain, ketika orang sangat bergantung pada aktifitas memancing mereka lebih memiliki motivasi dan waktu untuk bekerjasama dalam memecahkan masalah perikanan. Modal sosial dan tingkat kepercayaan - masyarakat perlu saling percaya satu sama lain dan percaya kepada pemimpin mereka jika mereka akan bekerja sama untuk memecahkan masalah-masalah perikanan.
6 Pengangkutan hasil tangkapan ke dalam perahu. Kredit Joshua Cinner Konteks lokal Kondisi yang dapat mendorong atau menghambat orang untuk berpartisipasi dalam pengelolaan sumberdaya bersama meliputi: Populasi penduduk - populasi penduduk yang lebih kecil lebih mudah untuk mengkoordinasikan dan membangun kepercayaan yang diperlukan untuk bekerja sama dalam memecahkan permasalahan. Pasar - salah satu motivasi utama yang membuat orang cenderung untuk melanggar kaidah-kaidah atau aturan pengelolaan bersama disebabkan oleh mudahnya akses ke pasar untuk menjual hasil laut mereka. organisasi co-manajemen harus dapat memanfaatkan pasar dan menambah nilai tambah dari produk-produk masyarakat. Hal ini dapat menciptakan insentif kuat bagi masyarakat untuk berpartisipasi dan sesuai dengan co-manajemen, bila dilakukan secara efektif.
7 Pertanyaan kritis yang masih tertinggal adalah tentang apa yang para pembuat kebijakan bisa lakukan untuk mempromosikan konsep pengelolaan bersama agar tercapai hasil yang diinginkan?. Hasil dari studi empiris yang komprehensif tentang perikanan pengelolaan bersama dari Afrika, Asia, dan Pasifik (lihat kotak), menginformasikan lima arah kebijakan penting: 1) Membuat model pengelolaan bersama bermanfaat bagi kehidupan masyarakat 2) Mengkondisikan keadaan agar tercapai tingkat kepatuhan yang tinggi, dan 3) Menerapkan konsep perikanan berkelanjutan Pengujian tentang kondisi-kondisi sosial dan kelembagaan yang dapat menyebabkan kondisi penghidupan yang lebih baik, tingkat kepatuhan yang lebih tinggi, dan atmosfir perikanan yang sehat dilakukan di 42 wilayah comanajemen di Kenya, Tanzania, Madagaskar, Indonesia, dan Papua Nugini. Peta lokasi penelitian dari Cinner dkk. (2012) sistem pengeloaan bersama terumbu karang dengan memanfaatkan karakteristik sosial-ekologi.pnas. Jaring Penarik Ikan, Lombok. Kredit Joshua Cinner
8 Membangun model pengelolaan bersama (yang dapat bekerja) untuk kesejahteraan masyarakat Studi ini menemukan bahwa pengguna sumberdaya memiliki persepsi yang sangat positif tentang konsep pengelolaan bersama, dengan 54% dari 960 pengguna sumberdaya melaporkan bahwa pengelolaan bersama telah memberikan manfaat bagi mata pencaharian mereka, hanya 9% melaporkan kerugian bagi mata pencaharian mereka, dan sisanya adalah netral. Model pengaturan co-manajemen yang paling sukses terjadi ketika: faktor-faktor kunci kelembagaan terpenuhi (sanksi berjenjang, batasan yang jelas, dan tingginya tingkat partisipasi dalam pengambilan keputusan); masyarakat memahami bahwasanya kegiatan manusia mempengaruhi ekosistemnya; masyarakat terlibat secara langsung dalam pengelolaan bersama untuk jangka waktu yang cukup lama; dan; masyarakat cukup sejahtera. Gambar 1. Kunci-kunci penting yang dapat digunakan para manajer untuk dapat meningkatkan perekonomian perikanan dalam konsep pengelolaan bersam. Apakah pengelolaan bersama justru menguntungkan kelompok terkaya dalam masyarakat? Temuan terakhir menunjukkan bahwa model co-manajemen berpotensi untuk mengurangi tingkat kesetaraan sosial dengan menciptakan peluang bagi para elit lokal yang mengendalikan sumber daya. Dengan memberikan ruang yang lebih besar bagi para pengguna sumberdaya untuk bersuara dan menyatakan pendapat tentang bagaimana sumberdaya dapat digunakan dan dialokasikan, model co-manajemen membuka akses dan peluang untuk seluruh pemangku kepentingan perikanan, namun kelompok masyarakat yang kaya mungkin lebih siap untuk mengambil keuntungan dari perubahan-perubahan ini. Bagaimanapun juga tidak ada bukti bahwa model pengaturan co-manajemen merugikan mata pencaharian masyarakat miskin. Konsekuensinya, para manajer harus berpikir bagaimana caranya agar model pengelolaan bersama (kolaboratif) yang dijalankan dapat memberikan manfaat yang lebih besar kepada kelompok masyarakat yang paling miskin, dan memastikan pengaturan yang dibuat seadil mungkin dan menganut prinsip kesetaraan. Hal ini membutuhkan jaminan (kepastian) tentang bagaimana kekuasaan didistribusikan secara adil dan merata kepada seluruh pengguna sumberdaya. Pada beberapa kasus, hal ini dapat dijadikan sebagai strategi pengurangan kemiskinan, seperti misalnya penyediaan kredit mikro. Hal-hal ini dapat dijadikan bekal untuk meningkatkan peluang dan keberhasilan jangka panjang dari model pengelolaan bersama. Tindakan-tindakan politis tersebut diperlukan untuk menerapkan pengelolaan kolaboratif yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan merupakan sebuah lompatan besar bagi para manajer perikanan. Implementasi yang efektif membutuhkan kemitraan dengan para ilmuwan sosial, donor, lembaga keuangan, dan organisasi masyarakat sipil.
9 Gambar 2. Kunci-kunci penting yang dapat digunakan para manajer untuk meingkatkan penerimaan (kepatuhan) terhadap model pengelolaan perikanan kolaboratif Menciptakan kondisi untuk meningkatkan tingkat kepatuhan (penerimaan) masyarakat Meyakinkan orang untuk tetap patuh dalam kesepakatan untuk pembatasan penggunaan sumberdaya adalah tantangan terus-menerus untuk para manajer pengelolaan perikanan dan para pegiat konservasi, dimana sumberdaya dan kapasitas terbatas dan beberapa aturan mungkin sangat sulit ditegakkan. Misalnya, melaporkan bahwa tingkat kepatuhan terendah justru berada di wilayah masyarakat lokal yang telah diberikan hak khusus untuk pemanfaatan sumberdaya perikanan di wilayah perairan mereka, padahal kondisinya akses ke perahu bermotor untuk patroli kurang, model pengelolaan yang menerapkan sistem kepemilikan perikanan spesifik biasanya hanya akan dapat berjalan secara efektif apabila terbangun sebuah mekanisme monitoring dan penegakan hukum yang kuat. kepatuhan terhadap sistem co-manajemen juga tentang bagaimana menciptakan kondisi yang kondusif untuk orang orang agar dapat bekerjasama, yang mana akan mengurangi kebutuhan untuk biaya dan waktu dalam penegakan hukum. Dengan membuat target investasi yang menuju kepada transparansi dan membangun sistem pengelolaan bersama yang mengutamakan musyawarah, pengelola dan donor dapat membangun legitimasi, modal sosial, dan membangun sikap saling percaya dalam bekerjasama. di Banyak lokasi pengaturan co-manajemen beroperasi di mana kapasitas penegakan hukum formal terbatas, seperti dalam foto ini kapal patroli rusak yang digunakan di Papua Nugini. Kredit Joshua Cinner
10 Gambar 3. Kunci-kunci penting bagi para manajer untuk dapat fasilitasi model perikanan yang berkelanjutan. Membangun perikanan berkelanjutan Hasil temuan utama dari studi di lima negara yang mempraktikan model pengelolaan kolaboratif menunjukan bahwa status eksploitasi perikanan sangat dipengaruhi oleh akses terhadap pasar dan tingkat ketergantungan pada sumberdaya laut yang mana hal ini memberikan peluangpeluang untuk mengontrol penggunaan sumberdaya melalui kebijakan-kebijakan. Hal ini juga menunjukan tentang betapa pentingnya hubungan (benang merah) antara ekosistem,tingkat kesejahteraan masyarakat lokal dan akses terhadap pasar yang merupakan faktor-faktor kunci keberhasilan pengelolaan kolaboratif dalam membangun perikanan berkelanjutan. Termasuk di dalamnya (sebagai contoh) program-program pengurangan tingkat kemiskinan dengan mengedepankan kegiatan penghasilan tambahan, mata pencaharian alternatif atau mencari sumber-sumber penghasilan baru yang lebih menguntungkan atau dengan cara memperbaiki tata kelola (sistem) pasar melalui kegiatan semisal sertifikasi tata cara pemanfaatan sumberdaya yang berkelanjutan (lihat gambar 2). Kesimpulan Tidak ada obat mujarab untuk masalah yang dihadapi perikanan dunia saat ini, namun model pengelolaan sumberdaya kolabotarif (co-manajemen) yang mencerminkan kondisi lokal dapat membantu untuk mempertahankan kondisi perikanan yang ada dan membantu orang-orang yang bergantung pada sumberdaya tersebut, bahkan dapat diterapkan di lokasilokasi di mana tingkat kemiskinan sedemikian masif dan kapasitas pemerintahan yang lemah. Peluang pengelolaan kolaboratif (co-manajemen) untuk berhasil lebih tinggi ketika kondisi kelembagaan, sosial ekonomi, dan kondisi kontekstual tertentu mendukung implementasi model tersebut. Masyarakat, donor, dan pihak pengelola dapat mencapai hasil pengelolaan bersama yang diinginkan dengan menerapkan strategi lokal yang tepat dan sesuai untuk mengatasi kondisi-kondisi kritis (Gambar 1, 2, dan 3). Sampan penuh ikan, Sulawesi Utara. Kredit Joshua Cinner Ucapan Terimakasih: Ringkasan penelitian ini berdasarkan Cinner, J., TR. McClanahan MA MacNeil, NAJ. Graham, TM. Daw, A Mukminin, DA Feary, AL Rabearisoa, A. Wamukota, N Jiddawi, SJ Campbell, AH Baird, FA Januchowski-Hartley, S Hamed, R Lahari, T Morove, J Kuange Model pengelolaan bersama, aspek sosial ekonomi pengelolaan ekosistem terumbu karang. Prosiding Jurnal dari the National Academy of Sciences (PNAS). doi/ / pnas Penelitian ini di dukung oleh the Australian Research Council, Western Indian Ocean Marine Science Association s Marine Science for Management program, National Geographic Society, Christensen Fund, and Packard Foundation Grant
BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR
BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR 5.1. Visi dan Misi Pengelolaan Kawasan Konservasi Mengacu pada kecenderungan perubahan global dan kebijakan pembangunan daerah
Lebih terperinci10. Pemberian bimbingan teknis pelaksanaan eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut di wilayah laut kewenangan daerah.
II. URUSAN PILIHAN A. BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN 1 2 3 1. Kelautan 1. Pelaksanaan kebijakan pengelolaan sumber daya kelautan dan ikan di wilayah laut kewenangan 2. Pelaksanaan
Lebih terperinciVOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TPB/SDGs TAHUN 2017 TUJUAN 14 EKOSISTEM LAUTAN
VOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TPB/SDGs TAHUN 2017 TUJUAN 14 EKOSISTEM LAUTAN Voluntary National Review (VNR) untuk Tujuan 14 menyajikan indikator mengenai rencana tata ruang laut nasional, manajemen
Lebih terperinciTerlaksananya kebijakan pengelolaan sumberdaya kelautan dan ikan. Terlaksananya penataan ruang laut sesuai dengan peta potensi laut.
B. URUSAN PILIHAN 1. KELAUTAN DAN PERIKANAN a. KELAUTAN 1. Pelaksanaan kebijakan pengelolaan sumberdaya kelautan dan ikan di wilayah laut kewenangan 1. Pelaksanaan kebijakan pengelolaan sumberdaya kelautan
Lebih terperinciCC. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN
LAMPIRAN XXIX PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR : Tahun 2010 TANGGAL : Juli 2010 CC. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URUSAN 1. Kelautan 1. Pelaksanaan
Lebih terperinciREVIEW Pengelolaan Kolaborasi Sumberdaya Alam. Apa, Mengapa, dan Bagaimana Pengelolaan Kolaboratif SumberdayaAlam: Pengantar Diskusi
REVIEW Pengelolaan Kolaborasi Sumberdaya Alam Apa, Mengapa, dan Bagaimana Pengelolaan Kolaboratif SumberdayaAlam: Pengantar Diskusi Pembelajaran Akselerasi Bertindak Melihat Mendengar Merasa Siklus Belajar
Lebih terperinciPenetapan kebijakan norma, standar, prosedur, dan kriteria penataan ruang laut sesuai dengan peta potensi laut.
- 602 - CC. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN 1. Kelautan 1. Penetapan kebijakan norma, standar, prosedur, dan kriteria pengelolaan sumberdaya kelautan dan ikan di wilayah laut
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas laut dan jumlah pulau yang besar. Panjang garis pantai Indonesia mencapai 104.000 km dengan jumlah
Lebih terperincia. Pelaksanaan dan koordinasi pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dalam wilayah kewenangan kabupaten.
Sesuai amanat Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008. Serta Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR
PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG LARANGAN PENGAMBILAN KARANG LAUT DI WILAYAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciPENDANAAN BERKELANJUTAN BAGI KAWASAN KONSERVASI LAUT
PENDANAAN BERKELANJUTAN BAGI KAWASAN KONSERVASI LAUT Oleh: Rony Megawanto Tekanan terhadap sumber daya perikanan semakin tinggi seiring dengan meningkatkan permintaan pasar (demand) terhadap produk-produk
Lebih terperinciRio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.
Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. 1. Atas undangan Organisasi Kesehatan Dunia, kami, Kepala Pemerintahan, Menteri dan perwakilan pemerintah datang
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO
1 PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 39 TAHUN 2008 TENTANG URAIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN SITUBONDO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinci1. Mengelola penyampaian bantuan
KODE UNIT : O.842340.004.01 JUDUL UNIT : Pengaturan Bidang Kerja dalam Sektor Penanggulangan Bencana DESKRIPSIUNIT : Unit kompetensi ini mendeskripsikan keterampilan, pengetahuan, dan sikap kerja yang
Lebih terperinciKESIMPULAN DAN SARAN
369 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Selama tahun 1990-2009 terjadi pengurangan luas hutan SWP DAS Arau sebesar 1.320 ha, mengakibatkan kecenderungan peningkatan debit maksimum, penurunan debit minimum
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN Latar Belakang
1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan luas 49 307,19 km 2 memiliki potensi sumberdaya hayati laut yang tinggi. Luas laut 29 159,04 Km 2, sedangkan luas daratan meliputi
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG
PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PROGRAM PEMBANGUNAN ETALASE KELAUTAN DAN PERIKANAN DI WILAYAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR
PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG LARANGAN PENGAMBILAN KARANG LAUT DI WILAYAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI KECAMATAN RANGSANG BARAT DESA BOKOR PERATURAN DESA NOMOR 18 TAHUN 2015
PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI KECAMATAN RANGSANG BARAT DESA BOKOR PERATURAN DESA NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN LAUT TAHUN 2015 PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI KECAMATAN
Lebih terperinciInvestasi cerdas untuk perlindungan keanekaragaman hayati laut dan membangun perikanan Indonesia. Wawan Ridwan
Investasi cerdas untuk perlindungan keanekaragaman hayati laut dan membangun perikanan Indonesia Wawan Ridwan Simposium Nasional Konservasi Perairan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, 9 10 Mei 2017 (c) Nara
Lebih terperinciBUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 20 TAHUN 2009 TENTANG
BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 20 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN BREBES. Nomor : 6 Tahun : 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BREBES Nomor : 6 Tahun : 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN RETRIBUSI TEMPAT PELELANGAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES LEMBARAN DAERAH Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan urusan bidang kelautan dan perikanan khususnya Tempat Pelelangan Ikan (TPI) berdasarkan Peraturan Pemerintah
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia merupakan negara maritim dengan garis pantai sepanjang 81.290 km dan luas laut termasuk Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas 5,8 juta km 2 (Dahuri et al. 2002).
Lebih terperinciPROGRAM KELAUTAN CI INDONESIA BENTANG LAUT KEPALA BURUNG
PROGRAM KELAUTAN CI INDONESIA BENTANG LAUT KEPALA BURUNG I. PROJECT DESCRIPTION 1. Judul :Bentang Laut Kepala Burung (BLKB) 2. Tujuan : Melindungi sumber daya alam Papua Barat meningkatkan kehidupan lokal.
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau-pulau kecil memiliki potensi pembangunan yang besar karena didukung oleh letaknya yang strategis dari aspek ekonomi, pertahanan dan keamanan serta adanya ekosistem
Lebih terperinciATAS RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA
RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.03/2017 TENTANG PENERAPAN KEUANGAN BERKELANJUTAN BAGI LEMBAGA JASA KEUANGAN, EMITEN, DAN PERUSAHAAN PUBLIK BATANG TUBUH RANCANGAN PERATURAN OTORITAS
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BREBES Nomor : 6 Tahun : 2010 Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan urusan bidang kelautan dan perikanan khususnya Tempat Pelelangan Ikan (TPI) berdasarkan Peraturan Pemerintah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cagar Biosfer Cagar biosfer adalah suatu kawasan meliputi berbagai tipe ekosistem yang ditetapkan oleh program MAB-UNESCO untuk mempromosikan konservasi keanekaragaman hayati
Lebih terperinciBAB 9 IMPLIKASI KEBIJAKAN
BAB 9 IMPLIKASI KEBIJAKAN Kegiatan perikanan tangkap sangat tergantung pada tersedianya sumberdaya perikanan, baik berupa sumberdaya alam, sumberdaya manusia maupun sumberdaya buatan (sarana dan prasarana
Lebih terperinciBAB V. KESIMPULAN, KETERBATASAN PENELITIAN, DAN SARAN. Sebagai jawaban atasrumusan pertanyaan dalam penelitian ini, dapat
BAB V. KESIMPULAN, KETERBATASAN PENELITIAN, DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Sebagai jawaban atasrumusan pertanyaan dalam penelitian ini, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Hasil analisis regresi untuk
Lebih terperinci- 2 - sistem keuangan dan sukses bisnis dalam jangka panjang dengan tetap berkontribusi pada pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan. Tujuan pemba
PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 51 /POJK.03/2017 TENTANG PENERAPAN KEUANGAN BERKELANJUTAN BAGI LEMBAGA JASA KEUANGAN, EMITEN, DAN PERUSAHAAN PUBLIK I. UMUM Untuk mewujudkan perekonomian
Lebih terperinciAIDS dan Sistem Kesehatan: Sebuah Kajian Kebijakan PKMK FK UGM
AIDS dan Sistem Kesehatan: Sebuah Kajian Kebijakan PKMK FK UGM Latar Belakang Respon penanggulangan HIV dan AIDS yang ada saat ini belum cukup membantu pencapaian target untuk penanggulangan HIV dan AIDS
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Eksploitasi sumberdaya pesisir dan laut dalam dekade terakhir ini menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat, bahkan telah mendekati kondisi yang membahayakan kelestarian
Lebih terperinciGUBERNUR KALIMANTAN TENGAH
GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 29 TAHUN 2008 T E N T A N G TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Berdasarkan data PBB pada tahun 2008, Indonesia memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 95.181 km, serta
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciPARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN KOLABORATIF TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA. Frida Purwanti Universitas Diponegoro
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN KOLABORATIF TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA Frida Purwanti Universitas Diponegoro Permasalahan TNKJ Tekanan terhadap kawasan makin meningkat karena pola pemanfaatan
Lebih terperinciBUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA MIKRO
BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA MIKRO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG, Menimbang
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR
PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA PERIKANAN PANTAI SECARA PARTISIPATIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan adalah sumberdaya perikanan, khususnya perikanan laut.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan Pembangunan Nasional adalah masyarakat yang adil dan makmur. Untuk mencapai tujuan tersebut harus dikembangkan dan dikelola sumberdaya yang tersedia.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. semua makhluk baik manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan. Dari ketiga
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bumi dan segala isinya yang di ciptakan oleh Allah SWT merupakan suatu karunia yang sangat besar. Bumi diciptakan sangat sempurna diperuntukan untuk semua makhluk baik
Lebih terperinciGERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SUMBER DAYA ALAM INDONESIA SEKTOR KELAUTAN ARAHAN UMUM MKP
GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SUMBER DAYA ALAM INDONESIA SEKTOR KELAUTAN ARAHAN UMUM MKP Jakarta, 21 April 2015 I. PENDAHULUAN 1. Hasil kajian KPK (Gerakan Nasional Penyelamatan SD Kelautan) merupakan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciProyek GCS- Tenurial. Kepastian tenurial bagi masyarakat sekitar hutan. Studi komparasi global ( )
Proyek GCS- Tenurial Kepastian tenurial bagi masyarakat sekitar hutan Studi komparasi global (2014-2016) Pendahuluan Dalam beberapa tahun terakhir ini, reformasi tenurial sektor kehutanan tengah menjadi
Lebih terperinciKEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam
KEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam Pendahuluan Sejalan dengan semakin meningkatnya dana yang ditransfer ke Daerah, maka kebijakan terkait dengan anggaran dan penggunaannya akan lebih
Lebih terperincimemberikan kepada peradaban manusia hidup berdampingan dengan
INDONESIA VISI 2050 Latar belakang Anggota Dewan Bisnis Indonesia untuk Pembangunan Berkelanjutan (IBCSD) dan Indonesia Kamar Dagang dan Industri (KADIN Indonesia) mengorganisir Indonesia Visi 2050 proyek
Lebih terperinciDEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DIREKTORAT KONSERVASI DAN TAMAN NASIONAL LAUT
DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DIREKTORAT KONSERVASI DAN TAMAN NASIONAL LAUT POTENSI SUMBER DAYA HAYATI KELAUTAN DAN PERIKANAN INDONESIA 17.480
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar yang diperkirakan memiliki kurang lebih 17 504 pulau (DKP 2007), dan sebagian besar diantaranya adalah pulau-pulau kecil
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Data pokok kelautan dan perikanan 2010 1 menggolongkan Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas laut dan jumlah pulau yang banyak.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove yang cukup besar. Dari sekitar 15.900 juta ha hutan mangrove yang terdapat di dunia, sekitar
Lebih terperinciBUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 18 TAHUN 2008 T E N T A N G
BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 18 TAHUN 2008 T E N T A N G RINCIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN SUKAMARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKAMARA,
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH
SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciUPAYA PENGEMBANGAN MINAPOLITAN KABUPATEN CILACAP MELALUI KONSEP BLUE ECONOMY
UPAYA PENGEMBANGAN MINAPOLITAN KABUPATEN CILACAP MELALUI KONSEP BLUE ECONOMY Oleh: Kevin Yoga Permana Sub: Pengembangan Minapolitan di Kabupaten Cilacap Tanpa tindakan konservasi dan pengelolaan, sektor
Lebih terperinciV KEBERGANTUNGAN DAN KERENTANAN MASYARAKAT TERHADAP SUMBERDAYA DANAU
V KEBERGANTUNGAN DAN KERENTANAN MASYARAKAT TERHADAP SUMBERDAYA DANAU 70 5.1 Kebergantungan Masyarakat terhadap Danau Rawa Pening Danau Rawa Pening memiliki peran penting dalam menciptakan keseimbangan
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laut Arafura merupakan salah satu bagian dari perairan laut Indonesia yang terletak di wilayah timur Indonesia yang merupakan bagian dari paparan sahul yang dibatasi oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut menjadi isu yang sangat penting untuk
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut menjadi isu yang sangat penting untuk diperhatikan. Karena akhir-akhir ini eksploitasi terhadap sumberdaya pesisir dan laut
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.38/MEN/2004 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN TERUMBU KARANG MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN,
KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.38/MEN/2004 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN TERUMBU KARANG MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, Menimbang : a. bahwa sumberdaya terumbu karang dan ekosistemnya
Lebih terperinciPidato Bapak M. Jusuf Kalla Wakil Presiden Republik Indonesia Pada Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa- Bangsa Ke-71 New York, 23 September 2016
Pidato Bapak M. Jusuf Kalla Wakil Presiden Republik Indonesia Pada Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa- Bangsa Ke-71 New York, 23 September 2016 Bapak Presiden SMU PBB, Saya ingin menyampaikan ucapan
Lebih terperinciVIII. ALTERNATIF KELEMBAGAAN ADAPTIF UNTUK PENGELOLAAN SUMBER DAYA PERIKANAN PERAIRAN UMUM LEBAK LEBUNG
126 VIII. ALTERNATIF KELEMBAGAAN ADAPTIF UNTUK PENGELOLAAN SUMBER DAYA PERIKANAN PERAIRAN UMUM LEBAK LEBUNG 8.1 Pembelajaran Dari Sistem Lelang Lebak Lebung Berdasarkan data dan informasi yang didapatkan
Lebih terperinciBUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG
BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.44, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Industrialisasi. Kelautan. Perikanan. Pedoman. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.27/MEN/2012
Lebih terperinciINTERVENSI PROGRAM UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS UKM
INTERVENSI PROGRAM UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS UKM Mendorong Pertumbuhan Ekonomi dan Daya Saing Rahma Iryanti Deputi Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Deputi Kepala Bappenas Jakarta, 15 Juni
Lebih terperinciPanduan Penyusunan Rencana Pengelolaan dan Zonasi Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
SUPLEMEN PEDOMAN E-KKP3K Panduan Penyusunan Rencana Pengelolaan dan Zonasi Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Panduan Penyusunan Rencana Pengelolaan dan Zonasi Kawasan Konservasi
Lebih terperinciRosita Tariola (Mona)
Mengikuti Program Kampanye Pride sangat menantang juga menyenangkan. Pelajaran yang saya peroleh di kelas selama pelatihan benar-benar diaplikasikan di lapangan bersama masyarakat. Saya 'dipaksa' untuk
Lebih terperinciBAB VIII KESIMPULAN, SARAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. (1). Potensi sumberdaya di kawasan pesisir Taman Konservasi Laut Olele.
303 BAB VIII KESIMPULAN, SARAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1. Kesimpulan (1). Potensi sumberdaya di kawasan pesisir Taman Konservasi Laut Olele. Berdasarkan hasil penelitian, keberadaan sumberdaya dan potensi
Lebih terperinciBUPATI POLEWALI MANDAR PERATURAN BUPATI POLEWALI MANDAR NOMOR 49 TAHUN 2012
BUPATI POLEWALI MANDAR PERATURAN BUPATI POLEWALI MANDAR NOMOR 49 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA ZONASI RINCI KAWASAN MINAPOLITAN KABUPATEN POLEWALI MANDAR TAHUN 2012-2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah Ar-Ruum ayat 41, bahwa Telah nampak kerusakan didarat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan
Lebih terperinciPERATURAN BUPATI SUBANG NOMOR : TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN SUBANG BUPATI SUBANG,
PERATURAN BUPATI SUBANG NOMOR : TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN SUBANG BUPATI SUBANG, Menimbang : a. bahwa Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Subang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Riau dengan luas 94.560 km persegi merupakan Provinsi terluas di pulau Sumatra. Dari proporsi potensi lahan kering di provinsi ini dengan luas sebesar 9.260.421
Lebih terperinciSINERGI PEMBANGUNAN ANTAR SEKTOR DALAM PENGELOLAAN TERUMBU KARANG
SINERGI PEMBANGUNAN ANTAR SEKTOR DALAM PENGELOLAAN TERUMBU KARANG Sri Endang Kornita Program Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Riau ABSTRAK Sinergi dalam kebijakan pembangunan daerah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota pada seluruh pemerintahan daerah bahwa pelaksanaan pembangunan
Lebih terperinciPenjelasan Teknis Penyusunan Naskah Konsep Bandar Lampung 2012
Penjelasan Teknis Penyusunan Naskah Konsep Bandar Lampung 2012 Supriyanto (MercyCorps), Erwin Nugraha (MercyCorps) Kamis, 9 Agustus 2012 di ruang rapat BAPPEDA Kota Bandar Lampung 1 1. Pendahuluan: skema
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.157, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESEJAHTERAAN. Penanganan. Fakir Miskin. Pendekatan Wilayah. Pelaksanaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5449) PERATURAN
Lebih terperinciEKONOMI KELEMBAGAAN UNTUK SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN (ESL 327 ) Ko-Manajemen. Kolaborasi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan
EKONOMI KELEMBAGAAN UNTUK SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN (ESL 327 ) Ko-Manajemen Kolaborasi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan PSALBM VS PSALP, Mana yang Lebih Baik? Keunggulan PSALBM 1. Sesuai aspirasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
101111111111105 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki sumberdaya alam hayati laut yang potensial seperti sumberdaya terumbu karang. Berdasarkan
Lebih terperinciTantangan Ke Depan. 154 Tantangan Ke Depan
5 Tantangan Ke Depan Pemahaman ilmiah kita terhadap ekosistem secara umum, khususnya pada ekosistem laut, mengalami kemajuan pesat dalam beberapa dekade terakhir. Informasi tentang pengelolaan ekosistem
Lebih terperinciBUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN PANGKALAN PENDARATAN IKAN DAN TEMPAT PELELANGAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA DI WILAYAH LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA DI WILAYAH LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA DI WILAYAH LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA DI WILAYAH LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciBUPATI MANDAILING NATAL
- 1 - BUPATI MANDAILING NATAL PERATURAN BUPATI MANDAILING NATAL NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN MANDAILING NATAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinci2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap Definisi perikanan tangkap Permasalahan perikanan tangkap di Indonesia
4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap 2.1.1 Definisi perikanan tangkap Penangkapan ikan berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 45 Tahun 2009 didefinisikan sebagai kegiatan untuk memperoleh
Lebih terperinciRAJUNGAN INDONESIA. Mei Mei Pembelajaran dari Inisiatif Lead Firm
RAJUNGAN INDONESIA Mei 2016 - Mei 2017 Ikhtisar Presentasi Latar Belakang Wilderness Markets Teori Perubahan Fokus and Tujuan, Mei 2016-2017 Pelajaran yang Dipelajari Latar Belakang Wilderness Markets
Lebih terperincibahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan.
PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 1 TAHUN RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN ABSTRAKSI : bahwa dalam rangka menata dan mengendalikan pembangunan agar sesuai dengan rencana tata ruang wilayah, perlu dilakukan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor pariwisata bagi suatu negara
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir merupakan daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut. Kawasan pesisir merupakan ekosistem yang kompleks dan mempunyai nilai sumberdaya alam yang tinggi.
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia yang merupakan pusat dari segitiga terumbu karang (coral triangle), memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia (megabiodiversity). Terumbu karang memiliki
Lebih terperinciLAPORAN KINERJA (LAKIP) TAHUN 2015
BAB II. PERENCANAAN KINERJA Rencana Strategis atau yang disebut dengan RENSTRA merupakan suatu proses perencanaan yang berorientasi pada hasil yang ingin dicapai selama kurun waktu tertentu berisi visi,
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Isu-isu tentang pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam, seperti air, tanah, hutan dan kelautan-perikanan, merupakan topik yang semakin penting dalam kajian akademik,
Lebih terperinciEkosistem Mangrove, masyarakat dan konflik: mengembangkan pengetahuan berdasarkan pendekatan untuk menyelesaikan beragam kebutuhan
Ekosistem Mangrove, masyarakat dan konflik: mengembangkan pengetahuan berdasarkan pendekatan untuk menyelesaikan beragam kebutuhan Kegiatan ini bertujuan untuk mengembangkan rencana aksi untuk menyelesaikan
Lebih terperinciPekerjaan Sosial PB :
Pekerjaan Sosial PB : Suatu bidang praktik profesi pekerjaan sosial dimana Peksos menggunakan keahlian khusus untuk membantu individu, keluarga, kelompok dan masyarakat melaksanakan peran sosial mereka
Lebih terperinciBab 7 FORMULASI STRATEGI DAN KEBIJAKAN UNTUK MENGEFEKTIFKAN PENGELOLAAN PERIKANAN BERKELANJUTAN
Bab 7 FORMULASI STRATEGI DAN KEBIJAKAN UNTUK MENGEFEKTIFKAN PENGELOLAAN PERIKANAN BERKELANJUTAN Strategi dan kebijakan merupakan hal yang memiliki peran penting dalam suatu permasalahan yang terjadi serta
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Nelayan mandiri memiliki sejumlah karakteristik khas yang membedakannya dengan nelayan lain. Karakteristik tersebut dapat diketahui dari empat komponen kemandirian, yakni
Lebih terperinci92 pulau terluar. overfishing. 12 bioekoregion 11 WPP. Ancaman kerusakan sumberdaya ISU PERMASALAHAN SECARA UMUM
ISU PERMASALAHAN SECARA UMUM Indonesia diposisi silang samudera dan benua 92 pulau terluar overfishing PENCEMARAN KEMISKINAN Ancaman kerusakan sumberdaya 12 bioekoregion 11 WPP PETA TINGKAT EKSPLORASI
Lebih terperinciKERANGKA DAN STRATEGI PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG DALAM PROGRAM KARBON HUTAN BERAU (PKHB)
KERANGKA DAN STRATEGI PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG DALAM PROGRAM KARBON HUTAN BERAU (PKHB) Menimbang berbagai faktor utama yang menghambat pengelolaan hutan lindung secara efektif, maka pengelolaan hutan
Lebih terperinci2 KERANGKA PEMIKIRAN
2 KERANGKA PEMIKIRAN Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah dan tujuan penelitian yang telah dirumuskan pada Bab Pendahuluan, maka penelitian ini dimulai dengan memperhatikan potensi stok sumber
Lebih terperinciWALIKOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG
WALIKOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PROGRAM KEMITRAAN DAN BINA LINGKUNGAN SEBAGAI TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DI KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciMANAJEMEN PERUBAHAN. Johnson K Rajagukguk, SH, MH (Kepala Badan Keahlian DPR RI)
MANAJEMEN PERUBAHAN Johnson K Rajagukguk, SH, MH (Kepala Badan Keahlian DPR RI) GAMBARAN UMUM AGENDA Salah satu tonggak penting pelaksanaan Reformasi Birokrasi adalah ditetapkannya budaya unggul Religius,
Lebih terperinciDaerah Istimewa Yogyakarta
Planning Paper Biro Administrasi Perekonomian dan Sumber Daya Alam Daerah Istimewa Yogyakarta 2012-2017 Pendahuluan Penyusunan planning paper ini ditujukan untuk menerjemahkan dan memperjelas orientasi
Lebih terperinciKesiapan dan Tantangan Pengembangan Sistem MRV dan RAD/REL Provinsi Sumbar
Kesiapan dan Tantangan Pengembangan Sistem MRV dan RAD/REL Provinsi Sumbar Oleh : Ir. HENDRI OCTAVIA, M.Si KEPALA DINAS KEHUTANAN PROPINSI SUMATERA BARAT OUTLINE Latar Belakang kondisi kekinian kawasan
Lebih terperinci