PERUBAHAN GARIS PANTAI SELATAN JAWA KABUPATEN KEBUMEN, JAWA TENGAH HESTI APRILIANTI RAHAYU SETIADI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERUBAHAN GARIS PANTAI SELATAN JAWA KABUPATEN KEBUMEN, JAWA TENGAH HESTI APRILIANTI RAHAYU SETIADI"

Transkripsi

1 PERUBAHAN GARIS PANTAI SELATAN JAWA KABUPATEN KEBUMEN, JAWA TENGAH HESTI APRILIANTI RAHAYU SETIADI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014

2 2

3 3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perubahan Garis Pantai Selatan Jawa Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juni 2014 Hesti Aprilianti Rahayu Setiadi NIM C

4 4 ABSTRAK HESTI APRILIANTI RAHAYU SETIADI. Perubahan Garis Pantai Selatan Jawa Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Dibimbing oleh MULIA PURBA dan RISTI ENDRIANI ARHATIN. Penelitian perubahan garis pantai selama tahun dilakukan di Pantai Selatan Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah dengan memperhitungkan angkutan sedimen yang masuk dan keluar sel sepanjang pantai. Perhitungan angkutan sedimen sejajar pantai dilakukan dengan mempertimbangkan pengaruh angin sebagai pembangkit utama gelombang di laut dalam. Hasil perhitungan angkutan sedimen menunjukkan bahwa angkutan sedimen dominan ke timur pada saat gelombang datang dari arah barat daya dan barat serta dominan ke barat saat gelombang dari tenggara. Namun demikian secara keseluruhan angkutan sedimen dominan ke barat. Hasil perbandingan profil garis pantai hasil model dengan citra satelit menunjukkan adanya kemiripan. Perbedaan terutama terjadi pada pantai berbentuk lekukan, karena adanya interfensi faktor eksternal selain gelombang yang menyebabkan perubahan garis pantai. Proses yang dominan terjadi pada Pantai Selatan yaitu abrasi atau kemunduran yang terjadi sepanjang pantai. Hasil penelitian menunjukkan nilai abrasi yang lebih besar daripada nilai akresi yaitu abrasi 86,45 meter dan akresi 74,21 meter. Kata Kunci: abrasi, akresi, angkutan sedimen, gelombang, perubahan garis pantai. ABSTRACT HESTI APRILIANTI RAHAYU SETIADI. The Shorline Change in South Coast of Kebumen, Central Java. Supervised by MULIA PURBA dan RISTI ENDRIANI ARHATIN. The study of shoreline changes during the years was conducted in the South Coast of Kebumen, Central Java, using a principle of sediment budget on a cell along the coast. Alongshore sediment transport calculations was done by considering the influence of the wind as the main generating waves in the deep ocean. Sediment transport calculation results showed that the dominant sediment transport was to the east at the time of the waves coming from the southwest and west and to the west when dominant waves propagated from the southeast. However, in general the dominant sediment transport was to the west. The comparison of the shoreline profile between of model results and satellite imagery showed similarity. The difference mainly occurs in the curving shape of the coasline, which probably due to external factor such as human activities which were not considered in the model. The dominant processes occurring on the study area was abrasion or deterioration along the

5 5 coast. The results showed that abrasion value was greater than the accretion, value i. e., abrasion was around meters and accretion was about meters. Keywords: abrasion, accretion, sediment transport, waves, shoreline changes.

6

7 2 PERUBAHAN GARIS PANTAI SELATAN JAWA KABUPATEN KEBUMEN, JAWA TENGAH HESTI APRILIANTI RAHAYU SETIADI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan pada Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

8

9 Judul Skripsi Nama NIM : Perubahan Garis Pantai Selatan Jawa Kabupaten Kebumen, : Jawa Tengah : Hesti Aprilianti Rahayu Setiadi : C Disetujui oleh Prof Dr Ir Mulia Purba, MSc Pembimbing I Risti Endriani A, SPi, MSi Pembimbing II Diketahui oleh Dr Ir I Wayan Nurjaya, MSc Ketua Departemen Tanggal Lulus:

10

11 2 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayah-nya sehingga penyusunan skripsi yang berjudul Perubahan Garis Pantai Selatan Jawa Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah dapat diselesaikan. Skripsi disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan studi di Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini, terutama kepada: 1. Bapak Prof Dr Ir Mulia Purba, MSc dan Ibu Risti Endriani Arhatin, SPi, MSi selaku pembimbing, 2. Ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala do a dan kasih sayangnya, 3. Anggota Running Man yang selalu setia menemani setiap saat, 4. Bapak M. Tri Hartanto SPi, MSi, selaku staf Dosen Labolatorium Processing Data, 5. Saudara Githa Prima Putra, SIk, Husnul Khatimah, Muhammad Sudibjo, SIk, Cintya Kumusawardani, SIk, Erwin Maulana, SIk dan Santoso dalam pengumpulan dan pengolahan data, 6. Nolalia, SPi, Crazier ITK 46 dan Penghuni Pondok Jaika 2 atas semangat dan dukungannya dalam menyelesaikan penelitian ini, serta 7. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan di masa depan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Juni 2014 Hesti Aprilianti Rahayu Setiadi

12

13 3 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL.. ix DAFTAR GAMBAR.. x DAFTAR LAMPIRAN... x PENDAHULUAN...1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 2 METODE...2 Waktu dan Lokasi Penelitian... 2 Data... 3 Alat... 3 Pengolahan dan Analisis Data... 4 Analisis Data Angin... 4 Prediksi Data Gelombang melalui Data Angin... 4 Transformasi Gelombang... 6 Laju Transpor Sedimen Sepanjang Pantai (Q l )... 8 Model Perubahan Garis Pantai... 9 Analisis Sedimen Pantai Pengolahan Data Citra Pemulihan Citra (Image Restoration) Pemotongan Citra (Image Cropping) Pengolahan Citra untuk Perubahan Garis Pantai Koreksi Garis Pantai terhadap Pasang Surut Tumpang Tindih (Overlay) HASIL DAN PEMBAHASAN...15 Arah dan Kecepatan Angin Pembangkitan Gelombang di Laut Dalam Transformasi Gelombang Garis Pantai Citra Satelit Pemotongan dan Pemulihan Citra Pengolahan dengan Menggunakan Algoritma... 20

14 4 Pengolahan dengan Digitasi Tumpang Tindih Hasil Pengolahan Citra dan Hasil Simulasi Model Laju Transpor Sedimen Sepanjang Pantai (Q l ) Perubahan Garis Pantai Kriteria-Kriteria Model Perubahan Garis Pantai Jarak Perubahan Garis Pantai Perubahan Garis Pantai Hasil Pengolahan Citra dan Hasil Simulasi Model. 26 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 33

15 5 DAFTAR TABEL 1 Baris program fortran untuk model perubahan garis pantai Persentase kejadian angin selama tahun Hasil analisis panjang fetch di lokasi penelitian Tinggi dan periode gelombang di laut dalam yang merambat menuju pantai Kabupaten Kebumen yang dibangkitkan oleh angin bulanan ratarata tahun Parameter gelombang pecah di dekat pantai Kabupaten Kebumen Jumlah laju transpor sedimen (Q l ) rata-rata sel sepuluh tahun ( ) Variabel masukan selain gelombang yang digunakan dalam pembuatan model Kisaran jarak perubahan garis pantai simulasi model dan citra tahun pada setiap kelompok sel Jumlah laju transpor sedimen (Q l ) rata-rata sel setiap kelompok sel selama sepuluh tahun ( ) Perbandingan jarak dan selisih perubahan garis pantai (kemajuan dan kemunduran) terbesar hasil pengolahan citra tahun DAFTAR GAMBAR 1 Lokasi penelitian beserta daerah pengamatan Diagram alir pengolahan data perubahan garis pantai Lokasi stasiun data angin untuk pembangkitan gelombang Jarak dan kedalaman prediksi gelombang laut dalam Refraksi gelombang Neraca sedimen sel Garis pantai yang dibagi menjadi beberapa sel dengan lebar (Δx) dan panjang (y i ) yang berbeda setiap sel (Komar 1983b) Angkutan sedimen pada satu sel garis pantai (Komar 1983b) Hubungan antara sudut gelombang datang (α o ), orientasi pantai (α i ), dan sudut gelombang pecah (α b ) (Komar 1983b) Mawar angin (Wind Rose) dari angin rata-rata bulanan selama tahun Perbandingan tinggi gelombang laut dalam yang dibangkitkan oleh angin bulanan rata-rata (H mo ) dan tinggi gelombang pecah (H b ) saat mendekati pantai Citra komposit 542 (RGB) hasil pemulihan dan pemotongan a (tahun 2002), b (tahun 2012) Citra hasil pengolahan algoritma darat dan laut a (tahun 2002), b (tahun 2012) Garis pantai hasil digitasi on screen yang ditampilkan diatas citra komposit 542 (RGB) a (tahun 2002), b (tahun 2012) Hasil tumpang tindih (overlay) garis pantai pengolahan citra Garis pantai hasil simulasi model selama sepuluh tahun ( )... 24

16 6 17 Contoh perubahan garis pantai pada sudut orientasi yang berbeda yang terjadi setiap bulan Tumpang tindih (overlay) hasil pengolahan citra Landsat tahun 2002, 2012 dan hasil simulasi model selama sepuluh tahun Kelompok sel A Kelompok sel B Kelompok sel C Kelompok sel D Kelompok sel E DAFTAR LAMPIRAN 1 Tabel peramalan gelombang laut dalam oleh angin Lokasi titik penentuan fetch Baris program dalam software MatlabR2010a Data masukan (load data) untuk model... 40

17 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pantai merupakan tempat bertemunya daratan, udara, dan lautan. Wilayah ini merupakan bagian yang paling dinamis yang dibatasi oleh batas surut terendah sampai pasang tertinggi di daratan yang dapat dicapai oleh gelombang (Gross 1990). Garis pantai adalah garis batas pertemuan antara daratan dan air laut yang posisinya tidak tetap dan dapat berpindah sesuai dengan pasang surut air laut dan erosi pantai yang terjadi (Triatmodjo 1999). Pantai mengalami abrasi, akresi atau tetap stabil tergantung pada sedimen yang masuk dan meninggalkan pantai. Abrasi pantai terjadi apabila jumlah sedimen yang meninggalkan pantai lebih besar dibandingkan yang masuk (terdeposit) di pantai. Begitu pula akresi pantai terjadi apabila jumlah sedimen yang masuk (terdeposit) di pantai lebih banyak daripada yang meninggalkan pantai (Triatmodjo 1999). Ongkosongo (1984) mengemukakan bahwa sekitar 70% pantai terutama pantai berpasir di dunia mengalami erosi pantai. Penyebab utamanya adalah aneka ragam pengaruh manusia secara langsung maupun tak langsung yang menyebabkan berkurangnya jumlah ketersedian cadangan sedimen yang ada di pantai. Bentuk perubahan garis pantai secara alami terjadi karena adanya tiga proses dinamis yang penting yaitu gelombang, angin dan pasang surut (Doornkamp and King 1971). Daerah sekitar Pantai Selatan Jawa khususnya daerah Kabupaten Kebumen, berhadapan langsung dengan laut terbuka yaitu Samudera Hindia sehingga mudah diterjang oleh adanya aksi gelombang yang berasal dari laut dalam. Daerah lain seperti Pantai Pekalongan dan Batang juga pernah dikaji proses perubahan garis pantainya (Ismail 2012), Pantai Timur Tarakan Kalimantan Timur (Triwahyuni 2009), daerah sekitar Delta Sungai Jeneberang Makasar Sulawesi (Sakka 2012) dan sebagainya. Gelombang dibedakan menjadi beberapa macam tergantung pada gaya pembangkitnya. Gelombang tersebut adalah gelombang angin, gelombang pasang surut, gelombang tsunami dan gelombang yang dibangkitkan oleh kapal yang bergerak, dan sebagainya (Triatmodjo 1999). Pengetahuan tentang karakteristik gelombang merupakan suatu kebutuhan yang sangat penting dalam perencanaan bangunan pantai, namun data gelombang yang diukur dilapangan biasanya tidak tersedia sehingga digunakan data prediksi gelombang dengan menggunakan data angin. Gelombang yang dibangkitkan oleh angin, pada saat mendekati pantai akan mengalami perubahan bentuk yang disebabkan oleh proses refraksi dan pendangkalan gelombang, difraksi, refleksi, dan gelombang pecah (Triatmodjo 1999; Shibayama 2009). Perubahan garis pantai merupakan hal yang alami terjadi pada setiap pantai. Proses dinamis pantai sangat dipengaruhi oleh littoral transport, yang didefinisikan sebagai gerak sedimen didekat pantai (nearshore zone) oleh gelombang dan arus. Laju transport sepanjang pantai tergantung pada sudut datang gelombang, durasi dan energi gelombang. Sehingga gelombang besar akan mengangkut material yang lebih banyak tiap satuan waktu, tetapi gelombang kecil yang terjadi secara terus menerus daripada gelombang besar, maka gelombang kecil tersebut dapat mengangkut pasir lebih banyak daripada gelombang besar

18 2 (Triatmodjo 1999). Upaya manusia dalam memanfaatkan kawasan pantai seringkali tidak dilandasi pemahaman tentang pantai sehingga menyebabkan kerusakan dan berubahnya garis pantai secara lebih cepat. Dalam pemanfaatan wilayah pantai, diperlukan pemahaman ilmiah tentang fenomena pantai sebagai bahan masukan dalam pengembangan perencanaan dan pelestarian kawasan pantai (Sakka 2012). Penelitian tentang perubahan garis pantai sangat dibutuhkan untuk keperluan perencanaan pengelolaan kawasan pantai sehingga pembangunan yang dilakukan tidak berdampak terhadap lingkungan. Perubahan garis pantai tersebut dapat diprediksi dengan membuat model matematik yang didasarkan pada imbangan sedimen pantai. Salah satu cara yang dilakukan yaitu dengan membuat model perubahan garis pantai. Model perubahan garis pantai didasarkan pada persamaan kontinuitas sedimen. Pantai dibagi menjadi sejumlah sel. Pada setiap sel dilihat angkutan sedimen yang masuk dan keluar dari sel. Sesuai dengan hukum kekekalan massa, jumlah laju aliran massa netto didalam sel adalah sama dengan laju perubahan massa didalam sel tiap satuan waktu (Triatmodjo 1999). Hasil perhitungan model tesebut kemudian dibandingkan dengan hasil pengolahan citra yang merupakan keadaan sebenarnya dilapangan.. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah menggambarkan perubahan garis pantai yang terjadi sepanjang pantai selatan Jawa khususnya Kabupaten Kebumen selama kurun waktu sepuluh tahun dari tahun 2002 sampai Hasil permodelan ini kemudian dibandingan dengan hasil pengolahan citra Landsat 7 ETM+ tahun 2002 dan citra Landsat 7 ETM+ tahun METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2013 sampai Januari 2014 dengan tahapan, yaitu survei lapang pada bulan Januari 2013, pengumpulan data pada bulan Februari hingga April 2013, dan pengolahan data pada bulan Mei 2013 hingga Januari Lokasi penelitian terletak pada koordinat 7 o LS sampai 7 o LS dan 109 o BT sampai 109 o BT. Daerah penelitian termasuk kedalam dua kecamatan yaitu Kecamatan Puring dan Kecamatan Petanahan, Kabupaten Kebumen Jawa Tengah. Garis pantai yang dianalisis memiliki panjang ±15 Km. Peta lokasi penelitian ditunjukkan pada Gambar 1. Pantai Selatan Jawa yang terletak di Kabupaten Kebumen ini, memiliki batas-batas yaitu sebelah selatan berbatasan langsung dengan Samudera Hindia, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Cilacap, sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Purworejo dan sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Banjarnegara.

19 3 Gambar 1 Lokasi penelitian beserta daerah pengamatan Data Data yang digunakan untuk penelitian adalah data sekunder dan data primer. Data sekunder diperoleh dari situs penyedia data sedangkan data primer diperoleh dari survei lapangan. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah data angin bulanan selama kurun waktu sepuluh tahun yaitu dari tahun 2002 sampai 2012 yang diperoleh dari situs Data angin ini diambil pada ketinggian 10 m di atas permukaan laut dan data ini digunakan untuk peramalan gelombang di laut dalam. Data garis pantai diperoleh dari citra Landsat 7/ETM+ dengan path/raw 120/65 diperoleh dari situs Data ini digunakan untuk validasi model perubahan garis pantai. Peta batimetri dengan skala 1: diperoleh dari Dinas Hidro Oseanografi (DISHIDROS). Data ini digunakan untuk melihat kedalaman lokasi penelitian. Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) didapatkan dari Badan Informasi Geospasial (BIG). Data ini digunakan untuk koreksi geometrik citra. Peta digital Shuttle Radar Topography Mission (SRTM) digunakan untuk melihat fetch pada lokasi penelitian. Data primer yang digunakan adalah data sedimen pantai yang dianalisis untuk mendapatkan nilai D 50. Nilai D 50 ini digunakan sebagai nilai masukan pada model. Alat Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan menggunakan Netbook berspesifikasi Windows 7 dan Personal Computer (PC) berspesifikasi Windows XP. Beberapa perangkat lunak yang digunakan yaitu Ocean Data View 4,

20 4 WRPLOT View 6.5.1, ErMapper 6.4, ArcGIS 10, Global Mapper 13, Global Surfer 10.0, Matlab R2008a, dan Microsoft Office Pengolahan dan Analisis Data Alur pengolahan dan analisis data penelitian ditunjukkan pada Gambar 2. Proses pengolahan data terdiri dari analisis data angin, pembangkitan gelombang melalui data angin, penghitungan transformasi gelombang, pembuatan model perubahan garis pantai, angkutan sedimen dan analisis sedimen pantai serta pengolahan citra satelit untuk validasi model. Analisis Data Angin Posisi stasiun data angin terletak antara 8 o LS sampai 9 o LS dan antara 109 o BT dan 110 o BT yang diambil dari situs ditunjukkan pada Gambar 3. Data angin dianalisis secara statistik menggunakan perangkat lunak WRPLOT view untuk memperoleh presentasi kejadian arah dan kecepatan angin. Data kecepatan angin dikelompokkan ke dalam beberapa kelas interval yaitu m/det, m/set, m/det, m/det, m/det dan >8.0 m/det pada delapan arah mata angin. Hasil analisis data ditampilkan dalam bentuk tabel persentasi kejaidian dan kecepatan angin tahunan dan bulanan rata-rata. Prediksi Data Gelombang melalui Data Angin Prediksi gelombang dilakukan dengan menggunakan data angin, karena gelombang tidak diukur langsung di lapangan. Pembangkitan gelombang di laut dalam diprediksi pada kedalaman 64 m, dengan jarak dari garis pantai sepanjang 4.25 km ditunjukkan pada Gambar 4. Menurut Komar (1983a), pembangkitan utama gelombang oleh angin dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu: kecepatan angin, lamanya angin berhembus (durasi), dan daerah fetch. Data angin yang digunakan pada penelitian ini didapatkan dari European Centre for Medium-Range Weather Forecasts (ECMWF). Organisasi ini menyediakan peramalan jangka menengah panjang untuk data-data atmosfer atau cuaca salah satunya angin, serta super fasilitas komputasi untuk penelitian ilmiah dan bekerjasama secara keilmuan maupun teknis dengan agen satelit dan komisi Eropa. ECMWF juga merupakan hasil pengembangan prediksi cuaca secara numerik (Numerical Weather Prediction) dan data yang dihasilkan telah melalui koreksi salah satunya berdasarkan observasi lapang sehingga koreksi ketinggian, koreksi durasi, dan koreksi kecepatan angin di darat ke laut tidak perlu dilakukan. Perhitungan tinggi dan periode gelombang Tinggi dan periode gelombang di laut dalam diprediksi dari data kecepatan angin dengan menggunakan persamaan (U. S. Army Corps of Engineers 2003a): 1. Tinggi Gelombang 1 gh 2 mo 2 gx ;... (1) u* u*

21 5 Data Angin ECMWF Citra Landsat ETM+ thn 2002, Citra Landsat ETM+ thn 2012 Koreksi Data Angin: Koreksi Durasi Koreksi Stabilitas Pemulihan Citra: Koreksi Radiometrik Koreksi Geometrik Kecepatan Angin Terkoreksi Cropping Batimetri Daerah Penelitian Prediksi Gelombang Laut Dalam (H mo, T p) Batas Darat- Laut Transformasi Gelombang Pengolahan dengan algoritma: If i1>= 23 then null else 255 (untuk citra 2002) If i1 <=26 then null else 255 (untuk citra 2012) Gelombang Pecah (H b, d b, b) Digitasi Model Perubahan Garis Pantai: -Sudut gelombang pecah (tiap sel pantai) -Fluks energy (P l) -Laju angkutan sedimen (Q l) -Perubahan garis pantai (dely) -Garis akhir pantai (y) Overlay hasil pengolahan Citra tahun Perbandingan antara perubahan garis pantai hasil model dengan hasil pengolahan citra Landsat 7 ETM+ Input Garis Pantai Tahun 2002 Kedalam Model Gambar 2 Diagram alir pengolahan data perubahan garis pantai 2. Periode Gelombang 1 0 gx C u u D C D 0.001( U 10 2 gt p u, ;... (2) 2 U ) 10 dimana H mo adalah tinggi gelombang laut dalam; T p adalah periode gelombang laut dalam; X adalah jarak fetch dimana angin berhembus; U 10 adalah kecepatan

22 6 angin pada ketinggian 10 m; u * adalah kecepatan friksi (friction velocity); C D adalah koefisien gesekan (drag coefficient). Lokasi Penelitian Stasiun Pengambilan Data Angin Gambar 3 Lokasi stasiun data angin untuk pembangkitan gelombang Gambar 4 Jarak dan kedalaman prediksi gelombang laut dalam Transformasi Gelombang Gelombang yang bergerak menuju perairan dangkal akan mengalami transformasi yang disebabkan oleh perubahan kedalaman dasar laut. Pada saat kedalaman perairan semakin dangkal dan tidak dapat menahan tinggi pertumbuhan gelombang, maka gelombang menjadi tidak stabil dan kemudian pecah (Dally 2005). Beberapa parameter yang dihitung yaitu: 1). Tinggi gelombang pecah Tinggi gelombang pecah pada penelitian ini dihitung dari hubungan antara tinggi gelombang di laut dalam terhadap indeks tinggi gelombang pecah: ' H H b b 0 (m);... (3) dimana H o adalah tinggi gelombang di laut dalam; b adalah indeks tinggi gelombang pecah. Untuk teori gelombang linear dihitung dengan persamaan:

23 7 1 5 ' H b ;... (4) Lo H o adalah tinggi gelombang dalam ekuivalen. L 0 adalah panjang gelombang di laut dalam yang dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan: 2 gt L ;... (5) 0 2 2). Kedalaman gelombang pecah, dihitung dengan persamaan: Hb db (m);... (6) b dimana H b adalah tinggi gelombang pecah; γ b adalah indeks kedalaman gelombang pecah. b dihitung dengan menggunakan persamaan (Weggel 1972 dalam US Army Corps of Engineering 2002b): H b =b-a b 2 ;... (7) gt a dan b merupakan fungsi kemiringan pantai (tan β) yang diberikan oleh persamaan: a= (1-e -19 tan β ) b= 1.56 (1-e -19 tan β )-1;... (8) H ' a dengan syarat nilai tan β 0.1 dan 0.06 Lo 3). Sudut gelombang pecah Gelombang pecah dihitung dengan menerapkan prinsip refraksi cahaya, yaitu dengan menggunakan persamaan Snellius seperti pada Gambar 5. Pada saat kontur kedalaman berubah (d 0 menjadi d 1 ), maka terjadi perubahan kecepatan gelombang (C 0 menjadi C 1 ). Perubahan ini juga menyebabkan berubahnya sudut datang gelombang terhadap pantai (α 0 menjadi α 1 ). Hukum Snellius dapat ditulis dengan persamaan: sin 1 sin 0 ;... (9) C1 C0 dimana 0 adalah sudut gelombang di laut dalam, C 0 adalah kecepatan gelombang di laut dalam, 1 adalah sudut gelombang pada kedalaman satu, dan C 1 adalah kecepatan gelombang pada kedalaman yang dipilih. C =... (10) L = ;... (11) ;... (12) Jika diasumsikan bahwa kontur adalah lurus dan paralel terhadap gelombang pantai, maka berlaku persamaan: sin konstan, maka pada saat kedalaman sembarang α i dan C dapat C ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut:

24 8 sin 0 sin 1 ;... (13) C0 C1 Sudut gelombang pecah terjadi di perairan dangkal, persamaan yang berlaku adalah: sin 0 sin ;... (14) b C b C 0 α b adalah sudut gelombang pecah; C b adalah kecepatan gelombang pecah yang dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan: 1 2 gh b C b gdb ;... (15) dimana κ adalah indeks gelombang pecah (breaker index) yang besarnya adalah H b /d b atau setara dengan κ 0,78 untuk pantai landai dan meningkat sampai lebih dari 1 tergantung pada kemiringan pantai (Weggel 1972 dalam US Army Corps of Engineer 2002b). Gambar 5 Refraksi gelombang Laju Transpor Sedimen Sepanjang Pantai (Q l ) Salah satu metode yang digunakan dalam perhitungan laju transpor sedimen sepanjang pantai adalah metode fluks energi. Potensi laju transpor sedimen sejajar pantai (longshore sediment transport), dipengaruhi oleh material litoral yang disebut komponen fluks energi gelombang pecah sejajar pantai (P l ), yaitu: (Komar 1983a): P E C b gb sin b cos b... (16) E b adalah energi gelombang yang terhitung pada garis pecah: 2 gh b Eb (joule/m 2 atau Kg/det 2 )... (17) 8 C gb merupakan kecepatan kelompok gelombang pada garis pecah: 1 2 H b C gb gd b g (m/det)... (18) dimana к adalah indeks pecah H b /d b ; (EC g ) b adalah fluks energi gelombang pada zona pecah dan α b adalah sudut gelombang pecah terhadap garis pantai. Laju

25 9 volume angkutan sedimen sejajar pantai (Q l ) diperoleh dengan menggunakan persamaan: K Ql P (m 3 /hari)... (19) ( s ) g(1 n) K adalah koefisien tak berdimensi yang dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan: ( 2.5D50) K 1.4e ;... (20) ρ s adalah massa jenis sedimen (2650 kg/m 3 ); ρ adalah massa jenis air (laut = 1025 kg/m 3 ), g adalah percepatan gravitasi (9.81 m/s 2 ); n adalah porositas sedimen (n 0,4); D 50 adalah ukuran dari 50% butiran sedimen pantai. Koefisien K digunakan bersamaan dengan tinggi gelombang pecah root mean square (H brms ), yang dikonversi dari tinggi gelombang signifikan yaitu: H brms = H b (m);... (21) Perubahan garis pantai akibat terjadinya abrasi dapat ditentukan dengan cara net rate sediment yaitu dengan metode perimbangan sel sedimen. Berdasarkan hasil perhitungan transpor sedimen pada tiap sel, maka dapat dilakukan perhitungan transpor sedimen sepanjang ruas pantai. Model Perubahan Garis Pantai Model perubahan garis pantai menggunakan prinsip sediment budget. Pada model ini, pantai dibagi menjadi beberapa sel dan model garis pantai dibuat berdasarkan angkutan sedimen dari satu sel ke sel lain. Perpindahan sedimen yang masuk dan keluar dari sel dapat dilihat pada Gambar 6. Q i adalah transport sedimen yang masuk dari sel i menuju sel i+1, sedangkan Q i-1 adalah transport sedimen yang masuk dari sel i-1 menuju sel i. Selisih transpor sedimen yang masuk dan keluar dari sel i ditunjukan oleh persamaan: Vi ( Qi 1 Qi ) t ;... (22) Nilai ΔVi digunakan untuk menunjukan adanya perubahan nyata pada posisi garis pantai, yaitu perubahan y i pada sel (Gambar 7). Gambar 6 Neraca sedimen sel

26 10 y Gambar 7 Garis pantai yang dibagi menjadi beberapa sel dengan lebar (Δx) dan panjang (y i ) yang berbeda setiap sel (Komar 1983b) Simulasi angkutan sedimen pada satu sel garis pantai ditunjukkan oleh Gambar 8. Gambar 8 Angkutan sedimen pada satu sel garis pantai (Komar 1983b) Pada Gambar 8 dapat dilihat bahwa Δy i digunakan untuk menghitung y i dalam interval waktu tertentu. Volume sedimen pantai yang berpindah (daerah yang diarsir) dianggap setara dengan volume persegi panjang yang terbentuk dari hubungan antara d.δy i yaitu luasan area menegak dari sedimen yang terdeposit dan tererosi, dengan d kedalaman perairan saat gelombang pecah, terhadap Δx yaitu panjang sel. Oleh karena itu berlaku persamaan: Vi d yi x ;... (23) Substitusi persamaan (22) dan (23) menghasilkan persamaan: t yi ( Qi 1 Qi ) ;... (24) d x Transpor sedimen pantai Q i dan Q i-1 didapat dari persamaan laju transpor sedimen (Q l ). Besarnya transpor sedimen pantai dipengaruhi oleh energi gelombang (ECn) b dan sudut gelombang pecah (α b ). Sudut gelombang pecah akan berubah dari satu sel ke sel lain karena adanya perubahan garis pantai. Seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 9, sudut α i yang dibentuk oleh garis pantai dengan garis sejajar sumbu x, antara sel i dan i+1, diberikan oleh: yi yi 1 tan i ;... (25) x

27 11 Apabila gelombang datang membentuk sudut α o dengan arah sumbu x (Gambar 9), maka sudut datang gelombang pecah terhadap garis pantai adalah α b =α i ± α o. Gambar 9 Hubungan antara sudut gelombang datang (α o ), orientasi pantai (α i ), dan sudut gelombang pecah (α b ) (Komar 1983b) Pada model sudut gelombang pecah yang telah dihitung dengan menggunakan persamaan (14) kemudian dihitung kembali dengan menggunakan persamaan (26). Hal ini dilakukan untuk mendapatkan nilai sudut gelombang pecah pada setiap sel garis pantai. tan i tan 0 tan b tan( i 0) ;... (26) 1 tan i tan 0 Model perubahan garis pantai dilakukan dengan menggunakan bahasa program Matlab yang dimodifikasi dari bahasa program Fortran (Tabel 1) yang dibuat Komar (1983b). Dengan menggunakan prinsip yang sama, dibuat model perubahan garis pantai selama sepuluh tahun yaitu tahun 2002 sampai tahun Pada pembuatan model perubahan garis pantai digunakan beberapa asumsi, yaitu: - Garis pantai awal yang digunakan didapat dari hasil pengolahan citra Landsat ETM tahun 2002 kemudian dibagi menjadi 500 sel dengan panjang tiap sel ( x) yaitu 30 meter. Penomoran sel dimulai dari sel paling timur (sel ke 1) sampai ke barat (sel ke 500). - Batimetri daerah Pantai Selatan dianggap linier (penambahan kedalaman terjadi secara bertahap) dan faktor yang mempengaruhi perubahan garis pantai hanya berasal dari gelombang yang dibangkitkan oleh angin yang bergerak menuju pantai. Pembangkitan gelombang dilakukan pada kedalaman 64 meter dengan jarak dari pantai 4.25 km. - Model menggunakan masukan parameter gelombang pecah (H b ) dan kedalaman gelombang pecah (d b ). Sudut gelombang pecah (α b ) digunakan pada model sebagai masukan gelombang datang didekat pantai. Penghitungan sudut gelombang pecah pada masing-masing sel dihitung kembali pada model dengan melihat sudut orientasi gelombang datang (α o ) di dekat pantai terhadap sumbu y dan sudut orientasi pantai pada sel ke-i (α i ) terhadap sumbu y (Gambar 9). - Model hanya menggunakan arah gelombang yang bergerak menuju pantai, sedangkan yang menjauhi pantai diabaikan.

28 12 Tabel 1 Baris program fortran untuk model perubahan garis pantai Sumber: Komar (1983b) Perintah-perintah dalam bahasa program Fortran pada Tabel 1 yang dibuat oleh Komar (1983b) untuk menghitung sudut pecah gelombang dan transpor sedimen dari sel i ke sel i+1. TANO adalah tan α o atau sudut gelombang yang datang mendekati pantai. TANI adalah tan α i yang besarnya ditentukan pada masing-masing sel di dalam model. Penjelasan tentang α o dan α i dapat dilihat pada Gambar 9. Penentuan TANI pada model tergantung pada kondisi garis pantai yakni:

29 13 - Jika y i = y i+1, maka α i = 0 dan α b = α o yang dijelaskan pada baris (7) sampai (10) - Jika y i > y i+1, maka perhitungannya dijelaskan pada baris (12) sampai (14). - Jika y i > y i+1, maka perhitungannya dijelaskan pada baris (16) sampai (27). Penggunaan DIR menentukan arah angkutan sedimen. Saat DIR = 1.0 maka transpor mempunyai arah x-positif, sedangkan saat DIR = -1.0 maka transpor mempunyai arah x-negatif. Pada model ini, kondisi batimetri dan kedalaman gelombang pecah pada setiap pengulangan waktu tidak diperhitungkan. Model hanya menghitung perubahan garis pantai dengan anggapan bahwa morfologi garis pantai dan kedalaman gelombang pecah tetap sama walaupun terjadi penambahan ataupun kemunduran garis pantai. Analisis Sedimen Pantai Sedimen pantai diklasifikasikan berdasarkan ukuran butir sedimen menjadi lempung, lumpur, pasir, kerikil, koral (pebble), dan batu (boulder). Sedimen pantai (pasir pantai) yang didapatkan dari lokasi penelitian kemudian dianalisis dengan cara fraksinasi sedimen. Pasir pantai mempunyai diameter antara dan 2.0 mm yang dibedakan menjadi lima kelas yaitu pasir sangat kasar, kasar, sedang, halus dan sangat halus. Hasil dari analisis ini kemudian dilihat nilai D 50 (ukuran dari 50% butiran sedimen pantai) yang kemudian digunakan sebagai nilai masukan pada model. Pengolahan Data Citra Data citra digunakan sebagai data penunjang atau pendukung terhadap hasil pengolahan data secara numerik. Penggunaan citra dapat memperlihatkan terjadinya perubahan garis pantai secara visual sedangkan pengolahan data secara numerik dapat memperlihatkan perubahan garis pantai berdasarkan faktor alam yaitu gelombang. Pengolahan citra dilakukan dengan menggunakan program ER Mapper 6.4 dan program ArcGis10. Program ER Mapper 6.4 digunakan untuk memperbaiki kualitas citra, sedangkan program ArcGIS 10 digunakan untuk tumpang tindih (overlay) hasil pengolahan citra dan melihat luasan pantai yang mengalami abrasi atau erosi. Pemulihan Citra (Image Restoration) Pemulihan data citra dilakukan untuk mengembalikan citra sesuai dengan kenampakan aslinya dimuka bumi (Rachman 2010). Langkah yang dilakukan berupa koreksi radiometrik dan koreksi geometrik. Koreksi radiometrik untuk menghilangkan faktor-faktor yang menurunkan kualitas citra. Metode yang digunakan adalah metode penyesuaian histogram. Koreksi geometrik dilakukan karena adanya distorsi yang disebabkan oleh kelengkungan bumi, ketidaksamaan gerak penyiaman (scanning), gerak rotasi bumi, ketidaklinearan dan gangguan (noise) pada sistem penyiaman, perubahan ketinggian alat pembawa sensor, perubahan sudut pandang alat pembawa sensor terhadap obyek (Lillesand dan Kiefer 1990). Koreksi geometrik dilakukan dengan mengacu pada citra tahun 2012 yang telah terkoreksi dan peta RBI tahun 1999 skala 1:25000 dengan mencocokkan (registrasi) posisi citra yang telah terkoreksi dengan citra dan registrasi citra dengan peta. Koreksi geometrik dilakukan dengan proses

30 14 transformasi yang dapat dilakukan melalui hubungan sistem koordinat citra (u, v) dan sistem koordinat geografi (x, y). Pemotongan Citra (Image Cropping) Pemotongan citra dilakukan untuk membatasi citra sesuai dengan lokasi yang di teliti yaitu kawasan Kabupaten Kebumen (Kecamatan Puring dan Kecamatan Petanahan). Pengolahan Citra untuk Perubahan Garis Pantai Citra yang telah dipotong dan dikoreksi, kemudian diproses untuk mendapatkan perubahan garis pantai. Tahap-tahap yang dilakukan adalah sebagai berikut: a) Pengolahan citra dengan menggunakan algoritma Garis pantai dapat dilihat dengan menggunakan algoritma yang memisahkan batas antara darat dan laut. Hal ini dilakukan dengan cara mencari nilai pantulan yang merupakan batas antara darat dan laut. Algoritma ini menggunakan kanal 4 yang merupakan kanal infra merah dekat (Near IR) pada citra Landsat 7 ETM+. Kanal ini peka terhadap biomasa vegetasi, identifikasi jenis tanaman, memudahkan pembedaan tanah dan tanaman serta lahan dan air (Lillesand dan Kiefer 1990). Berdasarkan pengamatan citra tahun 2002 dan citra tahun 2012 diperoleh nilai pantulan spektral (digital number) tertinggi pada tahun 2002 adalah 23 dan pada tahun 2012 adalah 26, nilai tersebut kemudian digunakan sebagai masukan (i1) pada algoritma pemisahan darat dan laut: If i1 *nilai spektral tertinggi then 1 else If i1 *nilai spektral tertinggi then 0 else null, Keterangan: 1 adalah nilai laut dan 0 adalah nilai darat dan masukan i1 adalah nilai pantulan pada kanal 4. *(23 pada citra tahun 2002 dan 26 pada citra tahun 2012) Nilai spektral pada citra 2002 dan citra 2012 memiliki nilai keabuan citra yang berbeda pada titik yang sama. Hal ini dikarenakan citra diambil pada waktu yang tidak bersamaan sehingga kondisi pada saat perekaman seperti cuaca, kandungan awan dan noise (gangguan) berbeda. b) Komposit citra False Colour Composite (FCC) merupakan penajaman dengan menggunakan warna dalam meningkatkan kontras atau kualitas citra dengan menggabungkan tiga warna primer yaitu merah, hijau, dan biru (RGB). Pada penelitian ini, FCC yang digunakan merupakan kombinasi dari kanal 542 (RGB). c) Digitasi Hasil pengolahan menggunakan algoritma dan hasil komposit citra kemudian diekspor dan didigitasi menggunakan perangkat lunak ArcGIS 10. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan data garis pantai awal yang merupakan data vektor berformat * shp. Data garis pantai hasil digitasi inilah yang digunakan sebagai data garis pantai. Koreksi Garis Pantai terhadap Pasang Surut Koreksi garis pantai Mean Sea Level (MSL) hasil pengolahan citra terhadap pasang surut dilakukan untuk memperoleh data garis pantai hasil perekaman citra dengan memperhitungkan kondisi pasang surut saat perekaman. Koreksi garis

31 15 pantai terhadap pasang surut dilakukan dengan cara menentukan kelerengan pantai (α) dengan mengetahui nilai kedalaman (d) dan jarak (m) dari garis pantai, kemudian menentukan selisih muka air pada saat perekaman citra dengan Mean Sea Level (MSL) berdasarkan konstansta pasang surut DISHIDROS. Koreksi garis pantai citra dilakukan dengan menggeser garis pantai sejauh x meter kearah laut apabila tinggi muka air laut lebih besar dari MSL (keadaan pasang), sedangkan garis pantai digeser sejauh x meter kearah darat apabila keadaan surut. Koreksi garis pantai terhadap pasang surut tidak dilakukan karena daerah penelitian memiliki pantai yang curam sehingga perubahan garis pantai pada citra dengan resolusi rendah yaitu 30x30 meter tidak terlihat jelas. Tetapi pada pantai yang landai, dengan menggunakan citra resolusi yang sama koreksi terhadap pasang surut tersebut perlu dilakukan. Tumpang Tindih (Overlay) Proses terakhir dalam pengamatan perubahan garis pantai yaitu proses tumpang tindih (overlay) hasil digitasi citra dan hasil simulasi model. Proses ini dilakukan untuk melihat perubahan luasan daratan yang ditandai dengan perubahan garis pantai. Tumpang tindih dilakukan dengan cara menumpang tindihkan citra dari dua tahun yang berbeda dan garis pantai hasil simulasi model sehingga diperoleh perubahan garis pantai. Pada pembuatan model perubahan garis Pantai Selatan Jawa, garis pantai hasil pengolahan citra tahun 2002 digunakan sebagai masukan garis pantai awal. Garis pantai hasil pengolahan citra tahun 2012 digunakan sebagai validasi garis pantai hasil simulasi model selama sepuluh tahun yaitu 2002 dan 2012 sehingga dapat dibuat analisis perubahan garis pantai. HASIL DAN PEMBAHASAN Arah dan Kecepatan Angin Data arah dan kecepatan angin rata-rata bulanan selama tahun 2002 sampai 2012 ditabulasikan dalam bentuk persentase kejadian angin seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2 dan Gambar 10. Sebaran arah angin yang bertiup di perairan Kabupaten Kebumen selama tahun dominan berasal dari tenggara dengan persentase 67.42%, kemudian dari arah barat dengan persentase 15.91% dan dari arah barat daya dengan persentase 11.36%. Angin yang bertiup dari arah timur dan selatan bukan merupakan komponen angin yang dominan karena resultannya tidak mencapai 6% dari total keseluruhan persentase kejadian angin begitu pula dari arah barat laut, utara dan timur laut karena tidak ada angin yang bertiup dari arah tersebut. Sebaran kecepatan angin yang bertiup di perairan kabupaten kebumen selama tahun 2002 dan 2012 dominan pada kisaran m/det dengan persentase kejadian 38.64% selanjutnya pada kisaran m/det dengan persentase kejadian 32.58% dan persentase angin terkecil yaitu terjadi pada kisaran dan 8.0 dengan persentase 0%. Angin yang bertiup dari arah

32 16 tenggara pada kisaran keceparan m/det adalah angin yang memiliki persentase kejadian angin terbesar yaitu sebesar 31.82%. Tabel 2 Persentase kejadian angin selama tahun Arah Kecepatan Angin (m/det) Total (%) Utara Timur Laut Timur Tenggara Selatan Barat Daya Barat Barat Laut Sub Total Total (%) Sumber: Gambar 10 Mawar angin (Wind Rose) dari angin rata-rata bulanan selama tahun Berdasarkan posisi geografisnya, pantai Kabupaten Kebumen dengan orientasi pantai menghadap ke selatan dapat diterjang oleh angin yang berasal dari arah timur, tenggara, selatan, barat daya dan barat. Namun, jika dilihat dari pola sebaran arah dan kecepatan angin, arah angin yang dominan berasal dari arah tenggara, barat dan barat daya sehingga dapat membangkitkan gelombang yang bergerak menuju pantai dan memberikan pengaruh terhadap pantai Kabupaten Kebumen. Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi DI Yogyakarta (2010) dan Hastuti (2012) menyebutkan bahwa data angin yang dikorelasikan dengan bentuk garis pantai daerah pantai selatan menunjukkan bahwa frekuensi angin yang paling dominan berpengaruh pada perubahan garis pantai berasal dari arah tenggara, selatan, barat daya dan barat. Pola sebaran angin menunjukkan bahwa

33 17 pada musim barat (Desember Februari) angin bertiup dari arah barat dan barat daya, pada musim timur (Juni Agustus) angin bertiup dari arah tenggara, pada musim peralihan I (Maret Mei) angin bertiup dari arah barat daya dan tenggara dan pada musim peralihan II (September Nopember) angin bertiup dari arah tenggara. Kondisi ini menunjukkan bahwa perairan Pantai Kabupaten Kebumen memiliki pola yang sama dengan pola angin muson atau sejalan dengan angin muson yang terjadi di Indonesia. Pembangkitan Gelombang di Laut Dalam Perhitungan gelombang di laut dalam dilakukan menggunakan data angin bulanan selama tahun 2002 hingga Data angin yang digunakan untuk membangkitkan gelombang di laut dalam hanya angin yang bertiup dari arah barat, barat daya dan tenggara. Angin yang bertiup dari arah barat laut, utara, timur laut, dan timur tidak diperhitungkan karena berasal dari arah daratan, gelombang yang dibangkitkan meninggalkan pantai sehingga angin dari arah tersebut diabaikan. Kecepatan angin yang digunakan untuk membangkitkan gelombang yaitu pada kisaran m/det m/det, m/det, m/det dan lebih besar dari 8 m/det, dan bertiup dari arah barat, barat daya dan tenggara. Tabel peramalan gelombang laut dalam yang dibangkitkan oleh angin dapat dilihat pada Lampiran 1. Hasil analisis panjang fetch yang dapat membangkitkan gelombang di lokasi penelitian ditunjukkan pada Tabel 3. Fetch di lokasi penelitian dapat dilihat pada Lampiran 2. Tabel 3 Hasil analisis panjang fetch di lokasi penelitian No Arah Fetch (km) 1 Tenggara Barat Daya Barat 125 Fetch terpanjang terdapat pada arah tenggara dan barat daya. Hal ini disebabkan pada arah tenggara dan barat daya berhadapan lansung dengan laut terbuka. Panjang fetch yang lebih dari 200 km (tenggara dan barat daya) nilainya direduksi menjadi 200 km untuk meduksi hasil prediksi gelombang yang terlalu besar (Saville et al., 1962 dalam CERC 1984). Panjang fetch pada arah lainnya yang digunakan yaitu dari arah barat sepanjang 125 km, sedangkan fetch pada arah lainnya yang kurang dari 125 km dianggap tidak memberikan pengaruh yang besar terhadap pantai. Berdasarkan posisi pantai Kabupaten Kebumen yang menghadap barat daya maka pada pembangkitan gelombang laut dalam digunakan fetch dari arah tenggara, barat daya dan barat yang dianggap membangkitkan gelombang yang mempengaruhi perubahan bentuk pantai Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Hasil perhitungan tinggi gelombang di laut dalam yang dibangkitkan oleh angin dari arah tenggara, barat daya dan barat selama tahun 2002 sampai tahun 2012 ditunjukkan pada Tabel 4 dan Lampiran 1.

34 18 Tabel 4 Tinggi dan periode gelombang di laut dalam yang merambat menuju pantai Kabupaten Kebumen yang dibangkitkan oleh angin bulanan rata-rata tahun Rata-rata Bulan Kecepatan angin Arah Fetch H mo Tp (m/det) ( 0 ) (m) (m) (det) Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Hasil perhitungan rata-rata tahun 2002 sampai tahun 2012, tinggi gelombang rata-rata berkisar antara 0.81 sampai 1.88 m, sedangkan periode gelombang yang terjadi berkisar antara 3.97 sampai 5.68 detik. Tinggi dan periode gelombang yang terjadi selama 10 tahun pada lokasi penelitian sangat bervariasi. Tinggi dan periode gelombang rata-rata setiap bulan tidak memiliki perbedaan yang cukup besar. Tinggi dan periode gelombang tertinggi terjadi pada bulan Agustus dan terendah terjadi pada bulan Februari dan Maret. Tinggi dan periode gelombang tertinggi terjadi pada bulan Juli-Agustus-September dan tinggi serta periode terendah terjadi pada bulan Februari dan Maret. Transformasi Gelombang Hasil perhitungan parameter gelombang pecah ditunjukkan pada Tabel 5. Berdasarkan data angin bulanan rata-rata, tinggi gelombang pecah tertinggi terjadi pada bulan Agustus yaitu 2.01 meter sedangkan terendah pada bulan Februari dengan tinggi gelombang pecah yaitu 0.89 meter. Apabila dibandingkan dengan nilai tinggi gelombang laut dalam (Tabel 4), selisih tinggi gelombang yang dibangkitkan oleh angin bulanan rata-rata yaitu berkisar antara 0.08 sampai 0.13 meter. Berbeda dengan hasil penelitian (Hastuti 2012) yang dilakukan di Selatan Jawa khususnya DI Yogyakarta pada tahun 2001 sampai 2010, nilai tinggi gelombang pecah daerah tersebut berkisar antara 0.65 sampai 0.70 meter, perbedaan ini terjadi karena pengambilan waktu dan lokasi stasiun angin yang digunakan berbeda, walaupun teretak pada jalur Pantai Selatan sehingga besar tinggi gelombang pecah yang dihasilkan berbeda. Perbandingan antara tinggi gelombang di laut dalam dan tinggi gelombang pecah ditampilkan dalam Gambar 11. Pada Gambar ini dapat dilihat bahwa nilai

35 19 tinggi gelombang pecah lebih tinggi daripada gelombang laut dalam. Semakin tinggi nilai gelombang laut dalam maka semakin tinggi pula nilai tinggi gelombang pecah yang terbentuk. Tabel 5 Parameter gelombang pecah di dekat pantai Kabupaten Kebumen Bulan Rata-rata H b (m) α b (º) d b (m) Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Gambar 11 Perbandingan tinggi gelombang laut dalam yang dibangkitkan oleh angin bulanan rata-rata (H mo ) dan tinggi gelombang pecah (H b ) saat mendekati pantai Gelombang yang dibangkitkan di tengah laut bergerak menuju pantai dengan arah yang sama dengan arah angin pembangkitnya. Perubahan kedalaman menyebabkan terjadinya proses refraksi yang menyebabkan berubahnya arah muka gelombang. Sudut gelombang pecah dihitung dengan menggunakan prinsip Hukum Snellius dimana sudut gelombang yang dihitung merupakan sudut hasil refraksi terhadap garis kontur kedalaman yang sejajar dengan garis pantai. Arah gelombang dari tenggara dan selatan menghasilkan muka gelombang yang terbuka kearah barat dan barat daya.

36 20 Garis Pantai Citra Satelit Pemotongan dan Pemulihan Citra Garis pantai hasil pemotongan dan pemulihan citra tahun 2002 dan tahun 2012 dapat dilihat pada Gambar 12. Citra dipotong sesuai dengan daerah penelitian yaitu Pantai Selatan Jawa Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Hasil pemotongan ini kemudian digunakan untuk analisis dengan menggunakan algoritma pemisahan darat dan laut. Pengolahan dengan Menggunakan Algoritma Pengolahan citra dengan menggunakan algoritma ini dibagi menjadi dua kelas yaitu darat dan laut seperti dijelaskan diatas nilai 1 adalah laut dan 0 adalah darat, dengan laut berwarna putih dan darat berwarna hitam (Gambar 13). Gambar ini merupakan hasil pengolahan citra Landsat tahun 2002 dan tampilan hasil pengolahan citra tahun Warna putih yang tampak pada beberapa wilayah daratan merupakan wilayah sungai dan awan yang terdefinisi sebagai laut karena memiliki nilai piksel yang sama. Citra hasil pengolahan ini tidak digunakan karena terdapat banyak awan pada citra sehingga pendigitasian citra dilakukan dengan menggunakan komposit citra. Pengolahan dengan Digitasi Hasil digitasi citra ditumpang tindihkan dengan masing-masing citra tahun 2002 dan citra tahun 2012 (Gambar 14). Gambar ini menunjukkan hasil Digitasi on Screen, warna kuning menunjukkan hasil digitasi tahun 2002 dan warna merah menunjukkan hasil digitasi tahun Hasil digitasi citra tahun 2002 digunakan sebagai masukan garis pantai awal pada model dan hasil digitasi citra tahun 2012 digunakan sebagai validasi hasil simulasi model perubahan garis pantai. a b Gambar 12 Citra komposit 542 (RGB) hasil pemulihan dan pemotongan a (tahun 2002), b (tahun 2012)

37 21 a b Gambar 13 Citra hasil pengolahan algoritma darat dan laut a (tahun 2002), b (tahun 2012) a b Gambar 14 Garis pantai hasil digitasi on screen yang ditampilkan diatas citra komposit 542 (RGB) a (tahun 2002), b (tahun 2012) Tumpang Tindih Hasil Pengolahan Citra dan Hasil Simulasi Model Hasil tumpang tindih garis pantai Citra Pantai Selatan Jawa tahun 2002 dan 2012 dan hasil simulasi model ditunjukkan pada Gambar 15. Pada beberapa lokasi, pantai mengalami abrasi dan akresi. Perubahan ini dapat dilihat dari hasil tumpang tindih garis pantai tahun 2002 (warna kuning), garis pantai tahun 2012 (warna merah) dan hasil simulasi model (warna biru). Perubahan garis pantai yang signifikan terjadi pada beberapa lokasi. Hal ini dapat disebabkan oleh interfensi faktor eksternal seperti keberadaan muara sungai, pembukaan lahan, penanaman mangrove, pembuatan bangunan pantai, dan aktivitas manusia lainnya. Penggunaan citra Landsat untuk melihat perubahan garis pantai memiliki beberapa kekurangan. Tingkat akurasi yang dihasilkan masih rendah. Hal ini terjadi karena resolusi citra yang rendah sehingga informasi yang didapatkan kurang terlihat jelas. Keterbatasan kemampuan dalam mengolah citra bisa berdampak terhadap penentuan nilai digital yang kurang tepat untuk memisahkan darat dan laut, serta pendigitasian garis pantai yang kurang akurat.

38 22 Gambar 15 Hasil pengolahan tumpang tindih (overlay) garis pantai pengolahan citra Laju Transpor Sedimen Sepanjang Pantai (Q l ) Laju transpor sedimen rata-rata hasil simulasi model perubahan garis pantai setiap bulan selama sepuluh tahun ditunjukkan pada Tabel 6. Tabel 6 Jumlah laju transpor sedimen (Q l ) rata-rata sel selama sepuluh tahun ( ) Bulan Laju Transpor Arah (m 3 /bulan) Jan Timur Feb Timur Mar 4.67 Timur Apr 1.27 Barat Mei 4.82 Barat Jun Barat Jul Barat Ags Barat Sep Barat Okt Barat Nop Barat Des 9.06 Timur

39 23 Angkutan sedimen dengan orientasi garis pantai yang cenderung membentuk sudut terhadap arah barat, menunjukkan bahwa hanya pada arah gelombang datang dari arah tenggara saja yang menghasilkan muka gelombang terbuka ke barat sedangkan pada arah datang gelombang dari barat, dan barat daya muka gelombang terbuka ke timur. Perubahan laju transpor sedimen rata-rata hasil simulasi model pada tiap bulan menunjukkan bahwa sudut gelombang datang sangat berpengaruh terhadap arah laju transpor sedimen. Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa selama simulasi model, garis pantai dengan sudut orientasi yang sama yaitu terhadap arah barat sebesar 10, menunjukkan laju transpor sedimen yang berbeda pada setiap bulan. Arah angkutan sedimen dominan ke barat. Hal ini dapat dilihat dari netto sedimen arah barat lebih banyak dibandingkan netto sedimen arah timur. Nilai netto arah timur yaitu m 3 /bulan sedangkan netto arah barat adalah m 3 /bulan. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Bakti 1998 yang menyebutkan bahwa transpor masa air Selatan Jawa-Bali memiliki arah dominan ke barat. Perubahan Garis Pantai Kriteria-Kriteria Model Perubahan Garis Pantai Salah satu cara untuk melihat perubahan garis pantai di masa yang akan datang adalah dengan membuat model perubahan garis pantai. Model ini dibuat dengan melihat gelombang sebagai faktor utama penyebab berubahnya garis pantai. Penelitian ini menggunakan parameter gelombang hasil dari prediksi gelombang laut dalam oleh angin bulanan rata-rata. Pada pembuatan model perubahan garis Pantai Selatan Jawa Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah garis pantai hasil pengolahan citra tahun 2002 digunakan sebagai masukan dalam pembuatan model. Garis pantai ini digunakan sebagai garis pantai awal dan untuk menentukan orientasi arah transpor sedimen. Model perubahan garis pantai Komar (1983b) yang dibuat dalam perangkat lunak fortran, dimodifikasi kedalam bahasa Matlab (Lampiran 3) dengan kriteria sebagai berikut: 1. Model dibuat hanya dengan menggunakan gelombang dari prediksi angin bulanan rata-rata yang merambat menuju pantai (Januari sampai Desember) sebagai faktor penyebab berubahnya garis pantai (Lampiran 4). 2. Laju transpor sedimen (Q l ) dihitung dalam model dengan menggunakan persamaan (19). Arah transpor tergantung pada sudut gelombang datang didekat pantai (α o ) dan sudut orientasi garis pantai (α i ) terhadap sumbu y yaitu garis yang sejajar garis pantai dimana dalam penelitian ini adalah garis Barat-Timur. Jika Q l hasil model bernilai positif maka artinya transpor sedimen menuju ke timur sebaliknya jika bernilai negatif maka transpor sedimen menuju barat. 3. Simulasi model dilakukan selama 10 tahun sehingga dapat dibandingkan dengan hasil pengolahan citra Landsat 7/ETM+ tahun Perubahan garis pantai di setiap sel pada model, dipengaruhi oleh sudut gelombang datang (α o ) dan sudut orientasi pantai (α i ) terhadap sumbu y. Kedua sudut tersebut menentukan arah transpor sedimen (Q l ) menuju barat atau timur. Transpor sedimen menuju barat atau timur dapat menyebabkan bertambah atau berkurangnya sedimen dalam suatu sel. Saat terjadi penambahan sedimen pada suatu sel, maka garis pantai akan mengalami kemajuan garis pantai (akresi),

40 24 sedangkan saat terjadi pengurangan sedimen pada suatu sel maka akan terjadi kemunduran garis pantai (abrasi). Nilai beberapa variabel masukan lain yang digunakan pada model, diberikan pada Tabel 7. Tabel 7 Variabel masukan selain gelombang yang digunakan dalam pembuatan model No Variabel Simbol dalam model Nilai Satuan 1 Masa jenis air Rhoa 1025 Kg/m 3 2 Masa jenis sedimen Rhos 2650 Kg/m 3 3 Porositas sedimen Pr 0.4 Persen 4 Percepatan gravitasi g 9.81 m/det 2 5 Ukuran 50% butiran diameter sedimen D mm Hasil simulasi model perubahan garis pantai ditunjukkan oleh Gambar 16, pada gambar dapat dilihat hasil simulasi model selama sepuluh tahun yaitu tahun 2002 sampai tahun 2012 garis pantai Pantai Selatan Jawa Kebumen, Jawa Tengah mengalami pengurangan sedimen pada setiap daerah garis pantai. Hal ini terjadi karena jumlah sedimen yang masuk lebih sedikit daripada sedimen yang keluar dari pantai yang mengakibatkan sedimen yang berada dipantai berkurang dan terjadi abrasi pada pantai. Gambar 16 Garis pantai hasil simulasi model selama sepuluh tahun ( ) Jarak Perubahan Garis Pantai Pantai Selatan Jawa yang dibuat model kemudian dianalisis dengan menbagi area tersebut menjadi lima kelompok sel yaitu Kelompok sel A, B, C, D, dan kelompok sel E. Jarak perubahan garis pantai dan nilai laju transpor sedimen pada setiap kelompok sel yang terjadi di Pantai Selatan Jawa Kabupaten

41 25 Kebumen, Jawa Tengah dapat dilihat pada Tabel 8 dan Tabel 9. Pada Tabel 8 dapat dilihat kisaran jarak perubahan garis pantai (kemajuan dan kemunduran) pada setiap kelompok sel secara keseluruhan dari hasil simulasi model selama sepuluh tahun dan hasil pengolahan citra.. Tabel 8 Kisaran jarak perubahan garis pantai hasil simulasi model dan citra tahun 2002 sampai 2012 pada setiap kelompok sel Jarak Perubahan garis pantai y Kelompok sel Model Citra Kemajuan (m) Kemunduran(m) Kemajuan (m) Kemunduran(m) A B C D E Tabel 9 Jumlah laju transpor sedimen (Q l ) rata-rata sel setiap kelompok sel selama sepuluh tahun ( ) Kelompok A B C D E Sel Timur Barat Netto Perubahan garis pantai dalam model sangat dipengaruhi oleh besarnya laju transpor sedimen. Berpindahnya sedimen dari satu sel ke sel lain menyebabkan penambahan atau pengurangan sedimen pada suatu sel. Saat perubahan garis pantai bernilai positif berarti pantai itu mengalami kemajuan garis pantai (akresi) dan saat bernilai negatif menyatakan pantai mengalami kemunduran garis pantai (abrasi). Berdasarkan Tabel 8 dapat dilihat bahwa hasil simulasi model menunjukkan kemunduran garis pantai terbesar yaitu meter yang terjadi pada kelompok sel E, sedangkan kemajuan garis pantai terbesar terjadi pada kelompok sel D sebesar 7.19 meter. Hasil simulasi model selama sepuluh tahun menunjukkan bahwa pola transpor sedimen tidak jauh berbeda setiap tahunnya. Hal ini dapat dilihat dari besarnya transpor sedimen pada masing-masing kelompok sel (Tabel 9). Besar transpor sedimen pada setiap kelompok sel dipengaruhi oleh perbedaan tinggi gelombang pecah, sudut gelombang pecah dan kelerengan pantai pada setiap kelompok sel. Nilai kisaran transpor sedimen pada setiap kelompok sel yaitu m 3 /tahun sampai m 3 /tahun. Simulasi model perubahan garis pantai dapat dipahami dengan melihat perubahan garis pantai pada setiap bulan dalam satu tahun. Sudut datang gelombang yang berbeda pada tiap bulan, kemudian merambat dari laut dalam dan mengalami refraksi di dekat pantai kemudian dihitung dalam model berdasarkan sudut

42 26 orientasi pantai pada setiap sel. Garis pantai yang dihasilkan pada setiap bulan selama satu tahun dari model dapat dilihat pada Gambar 17. Gambar 17 Contoh perubahan garis pantai pada sudut orientasi yang berbeda yang terjadi setiap bulan Keduabelas garis pantai pada Gambar 17 merupakan perwakilan dari perubahan garis pantai pada kelompok sel D seperti yang ditunjukkan tanda panah yang mempunyai orientasi sudut terhadap x-positif (y I < y I+1 ). Simulasi model selama satu tahun menunjukkan pola kemunduran (abrasi). Pola perubahan garis pantai Pantai Selatan ini menunjukkan bahwa setiap kelompok sel memiliki sudut orientasi pantai terhadap x-positif. Perubahan Garis Pantai Hasil Pengolahan Citra dan Hasil Simulasi Model Perubahan garis pantai dilihat dari adanya kemajuan atau kemuduran pada garis pantai dapat dilihat pada Gambar 18. Pada Gambar ini dapat dilihat tumpang tindih garis pantai awal (citra tahun 2002), garis pantai citra pada tahun ke sepuluh (citra tahun 2012), dan garis pantai dari simulasi model selama sepuluh tahun ( ). Tumpang tindih ini kemudian dikelompokkan menjadi lima kelompok sel yaitu kelompok sel A, kelompok sel B, kelompok sel C, kelompok sel D dan kelompok sel E yang ditunjukkan pada Gambar 19, 20, 21, 22 dan Gambar 23. Setiap kelompok sel dibagi menjadi 100 sel kecil dengan panjang 3000 meter. Pembagian ini dilakukan berdasarkan koordinat Universal Transverse Mercator (UTM) dalam meter seperti ditunjukkan pada gambar pembagian kelompok sel. Kelompok masing-masing sel menunjukkan tumpang tindih (overlay) garis pantai lokasi penelitian hasil simulasi model dan hasil pengolahan citra satelit. Pola perubahan garis pantai pada hasil simulasi model dan hasil pengolahan citra satelit memiliki pola yang tidak jauh berbeda, dan tidak mempunyai pola yang sama pada setiap sel. Secara umum Pantai Selatan Jawa mempunyai pola garis pantai dengan orientasi yang sama yaitu membentuk sudut

43 27 terhadap arah barat dengan kemiringan 10. Hasil simulasi model menunjukkan pola garis pantai yang mengalami kemunduran hampir pada semua sel, sedangkan garis pantai hasil pengolahan citra menunjukkan perubahan garis pantai yang tidak beraturan. Kisaran jarak perubahan garis pantai Selatan Jawa pada setiap kelompok sel ditunjukkan pada Tabel 8. Gambar 18 Tumpang tindih (overlay) hasil pengolahan citra Landsat tahun 2002, 2012 dan hasil simulasi model selama sepuluh tahun Gambar 19 Kelompok sel A

44 28 Gambar 20 Kelompok sel B Gambar 21 Kelompok sel C

45 29 Sel Gambar 22 Kelompok sel D Gambar 23 Kelompok sel E Pembagian kelompok sel pada Pantai Selatan Jawa pada kelompok sel A (Gambar 19) menunjukkan garis pantai hasil simulasi model dan hasil pengolahan citra yang cenderung mengalami kemunduran. Berdasarkan Tabel 8, kisaran perubahan garis pantai pada kelompok sel A dari hasil simulasi model menunjukkan kemajuan meter, sedangkan kemundurannya meter. Hal ini disebabkan angkutan sedimen sepanjang pantai akibat gelombang pecah, yang mengakibatkan adanya sedimen yang mengendap dan terbawa

46 30 kembali oleh gelombang, dan adanya gelombang dari satu arah yang lebih dominan daripada arah lain juga menyebabkan adanya pengurangan dan penambahan sedimen pada setiap sel. Hasil pengolahan citra menunjukkan nilai kemajuan pada garis pantai yaitu meter dan kemunduran yaitu meter, kisaran nilai kemajuan dan kemunduran pada hasil simulasi model dan hasil citra tidak jauh berbeda pada kelompok sel A. Hasil simulasi model pada kelompok sel B, C, D, dan E pada Gambar 20, 21, 22 dan Gambar 23 menunjukkan pola perubahan garis pantai yang sama dengan kelompok sel A yaitu cenderung mengalami kemunduran. Kecenderungan perubahan garis pantai yang serupa pada setiap kelompok sel disebabkan oleh adanya kemiripan nilai angkutan sedimen yang masuk dan keluar dari sel. Nilai sedimen yang masuk lebih kecil dari sedimen yang keluar dari sel. Hal ini menunjukkan terjadinya abrasi pada pantai. Kemajuan garis pantai terbesar hasil simulasi model tejadi pada kelompok sel D yaitu 7.19 meter begitupula hasil pengolahan citra terjadi pada Kelompok sel D yaitu meter. Kemunduran terbesar hasil simulasi model terjadi pada kelompok sel E yaitu meter begitu pula hasil pengolahan citra terjadi pada kelompok sel E yaitu meter. Nial kemajuan dan kemunduran antara hasil simulasi model dan hasil pengolahan citra pada kelompok sel menunjukkan hasil yang sesuai. Kondisi yang berbeda terjadi pada kelompok sel D. Pada kelompok sel D menunjukkan perbedaan perubahan garis pantai yang cukup besar antara hasil simulasi model dan pengolahan citra. Pantai di sebelah utara dari kelompok sel D menunjukkan bahwa garis pantai hasil pengolahan citra menunjukkan kemajuan pada pada garis pantai yang cukup besar. Kondisi ini mungkin terjadi karena adanya interfensi faktor eksternal selain gelombang yang tidak dimasukkan ke dalam model. Garis pantai dari hasil simulasi model menunjukkan kemajuan garis pantai sebesar meter dan kemunduran meter, sedangkan pengolahan citra menunjukkan kemajuan meter dan kemunduran meter. Kemajuan dan kemunduran terbesar pada model dan citra ditunjukkan pada Tabel 10. Tabel 10 Perbandingan jarak dan selisih perubahan garis pantai (kemajuan dan kemunduran) terbesar hasil pengolahan citra tahun 2012 Jarak perubahan garis pantai delta y No Perubahan garis Simulasi model Citra 2012 Selisih citra 2012 dan sel pantai terbesar (m) (m) simulasi model (m) 122 Kemajuan Kemunduran Pada tabel diatas dapat dilihat kemajuan terbesar hasil simulasi model 7.19 meter dan pada citra meter sedangkan kemunduran maksimum hasil simulasi model meter dan hasil pengolahan citra meter. Perubahan garis pantai hasil simulasi model dan pengolahan citra selama kurun waktu sepuluh tahun menunjukkan bahwa pantai cenderung mengalami kemunduran (abrasi). Hasil simulasi model menunjukkan terjadinya kemunduran (abrasi) dengan kisaran jarak meter dan pada pengolahan citra tahun

47 menunjukkan bahwa pantai mengalami kemunduran dengan kisaran jarak yaitu meter. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Model perubahan garis pantai Selatan Jawa, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah menunjukkan bahwa selama kurun waktu pantai cenderung mengalami kemunduran (abrasi). Berdasarkan hasil perbandingan antara garis pantai hasil simulasi model dan garis pantai citra tahun 2012, terlihat bahwa hasil simulasi model dapat memberikan akurasi garis pantai yang sebenarnya dilihat dari selisih perubahannya terhadap citra tahun Kesalahan terbesar pada model, terjadi pada garis pantai yang mempunyai lekukan pada kelompok sel D. Hasil simulasi model cenderung menunjukkan garis pantai yang mengikuti bentuk garis pantai awal yaitu citra tahun 2002, sedangkan garis pantai citra tahun 2012 menunjukkan kondisi sebenarnya di lapangan. Perbedaan pola perubahan yang terjadi antara kedua garis pantai ini dapat terjadi karena faktor yang menyebabkan berubahnya garis pantai. Pembuatan model perubahan garis pantai dilakukan dengan menyederhanakan beberapa parameter lingkungan terutama morfologi garis pantai dan kontur batimetri. Perubahan garis pantai pada simulasi model tergantung pada masukan garis pantai awal dan parameter gelombang, sehingga garis pantai yang dihasilkan tidak jauh berbeda dengan garis pantai awal. Pada perubahan garis pantai yang ditunjukkan oleh citra tahun 2012, sebagian garis pantai memiliki bentuk yang jauh berubah dari garis pantai awal. Hal ini menunjukkan adanya interfensi faktor eksternal selain gelombang yang menyebabkan perubahan garis Pantai Selatan Jawa, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Saran Saran yang diberikan pada penelitian ini adalah membuat ukuran sel yang lebih kecil sehingga informasi mengenai garis pantai awal yang digunakan bisa lebih detail, menggunakan citra satelit yang lebih tinggi resolusinya, serta melakukan pengambilan sampel terhadap penggunaan lahan (land use) disekitar Pantai Selatan Jawa, Kabupaten Kebumen Jawa Tengah. DAFTAR PUSTAKA [CERC] Coastal Engineering Research Centre Shore Protection Manual. Volume I 4 th Edition. Washington (USA): U.S. Army Coastal Engineering Research Centre. Dally WR Surf Zone Processes. Schwartz ML, editor. Encyclopedia of Coastal Sciences. Springer. Netherlands.

48 32 Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi DI Yogyakarta Penyusunan Tata Ruang Wilayah Pesisir Yogyakarta. PT Puser Bumi Consultant. Yogyakarta. Doornkamp JC, King CAM Numerical Analysis in Geomorphology. An Introduction. 1st ed. Edward Arnold Ltd. London. Gross MG Oceanography: A View of the Earth. 5 th, editor. Prentice Hall. Englewood. New Jersey. Hastuti AW Analisis Kerentana Pesisir terhadap Ancaman Kenaikan Muka Laut di Selatan Yogyakarya. [skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor. Ismail NP Dinamika Perubahan Garis Pantai Pekalongan- Batang Jawa Tengah. [skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor. Komar PD. 1983a. Beach Processes and Erossion. Komar PD, Moore JR, editor. CRC Handbook of Coastal Processes and Erossion. CRC Press Inc. Boca Raton. Florida. Komar PD. 1983b. Computer Models of Shoreline Changes. Komar PD, Moore JR., editor. CRC Handbook of Coastal Processes and Erossion. CRC Press Inc. Boca Raton. Florida. Lillesand TM, Kiefer FW Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra, editor. Dulbahri, Prapto Suharsono, Hartono, Suharyadi; Sutanto (penyunting). Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Ongkosongo OSR Kekeruhan maksimum dan Lendat. Oceana. 9(4): Rachman HA, D Pramadihanto, N Ramadijanti Klasifikasi Area pada Citra Satelit dan Penerapannya pada Pedeteksian Banjir di Situs Bengawan Solo. Jurnal Institut Teknik Surabaya NonDegree. Sakka Model Perubahan Garis Pantai di sekitar Delta Sungai Jeneberang, Makkasar, Sulawesi Selatan. [skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor. Sakka, Purba M, Nurjaya IW, Pawitan H, Siregar VP Studi Perubahan Garis Pantai di Delta Sungai Jeneberang, Makassar. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis.3(2): Shibayama T Coastal Process: Concept in Coastal Engineering and Their Aplications to Multifarious Environments. Yokohama Nasional University. Japan-World Scientific. 28(4): Triatmodjo B Teknik Pantai. Edisi Kedua. BetaOffset:Yogyakarta. Triwahyuni A Model Perubahan Garis Pantai Timur Tarakan Kalimantan Timur. [skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor. U. S. Army Corps of Engineers. 2002b. Longshore Sediment Transport. Part III. Department of the Army. U.S. Army Corp of Engineers. Washington DC. U. S. Army Corps of Engineers. 2003a. Meteorology and Wave Climate. Part II. Department of the Army. U.S. Army Corp of Engineers. Washington DC.

49 33 33 LAMPIRAN Lampiran 1 Tabel peramalan gelombang laut dalam oleh angin Berdasarkan angin rata-rata UA UA^2 Uw U10 arah T (s) F (m) RL RT Uc CD U * H (gx/u^2)^0.5 mo (gx/u^2)^(1/3) T (m/s) (m/s) (m) (s)

50 34 Lampiran 2 Lokasi titik penentuan fetch 125 Km 200 Km 200 Km 200 Km

51 35 Lampiran 3 Baris program dalam software MatlabR2010a disp(' ') disp('program MODEL PERUBAHAN GARIS PANTAI') disp('oleh PAUL.D KOMAR DALAM CRC HANDBOOK OF COASTAL PROCESSES AND EROSION') disp('dimodifikasi OLEH HESTI APRILIANTI RAHAYU SETIADI_C ') disp('departemen ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN IPB') disp(' ') %asumsi 1 hari delt=0.1; %delta t(hari/day) n=30; %banyaknya iterasi selama 1 bulan (dgn delt=0.1 hari. 1hari=10x. 1 bulan=30 hari) m=501; %jumlah sel (dalam penelitian HESTI.A C ) dely=30; %satuan(meter).(dalam penelitian HESTI.A C ) D50=0.24; K=1.4*(2.718^(-2.5*D50)); rhos=2650; rho=1025; pr=0.4; g=9.81; % input x & y (untuk m=501. delx=30. sudah dari input load data) load xyz1.txt i=xyz1(:.1); x=xyz1(:.2); y=xyz1(:.3); %input(baca) file berisi data gelombang pecah semua bulan ==>alphao.hb.d.cb load glb5.txt for l=1:1:11 %l=untuk pengulangan tahun (10 tahun) for k=1:1:12 %k=untuk input karakter gelombang pada masing2 bulan (Januari. Februari. Maret. April. Mei. Juni. Juli. Agustus. September. Oktober. Nopember. Desember) if k==1 for j=1 if l==1 x(i.1.1.l)=x; end if l>=2 x(:.1.1.l)=x(:.n+1.12.l-1); end end %disp ('Jan'); hb=glb5(1.1)*0.706; db=glb5(1.2); alphao=glb5(1.3); elseif k==2 %disp ('Feb'); hb=glb5(2.1)*0.706; db=glb5(2.2); alphao=glb5(2.3); x(:.1.k.l)=x(:.n+1.(k-1).l); elseif k==3 %disp ('Mar'); hb=glb5(3.1)*0.706; db=glb5(3.2); alphao=glb5(3.3); x(:.1.k.l)=x(:.n+1.(k-1).l); elseif k==4 %disp ('Apr'); hb=glb5(4.1)*0.706; db=glb5(4.2); alphao=glb5(4.3); x(:.1.k.l)=x(:.n+1.(k-1).l); elseif k==5 %disp ('Mei'); hb=glb5(5.1)*0.706; db=glb5(5.2); alphao=glb5(5.3); x(:.1.k.l)=x(:.n+1.(k-1).l); elseif k==6 %disp ('Jun'); hb=glb5(6.1)*0.706; db=glb5(6.2); alphao=glb5(6.3); x(:.1.k.l)=x(:.n+1.(k-1).l); elseif k==7 %disp ('Jul'); hb=glb5(7.1)*0.706; db=glb5(7.2); alphao=glb5(7.3); x(:.1.k.l)=x(:.n+1.(k-1).l); elseif k==8 %disp ('Ags'); hb=glb5(8.1)*0.706; db=glb5(8.2); alphao=glb5(8.3); x(:.1.k.l)=x(:.n+1.(k-1).l); elseif k==9 %disp ('Sep'); hb=glb5(9.1)*0.706; db=glb5(9.2); alphao=glb5(9.3); x(:.1.k.l)=x(:.n+1.(k-1).l); elseif k==10 %disp ('Okt'); hb=glb5(10.1)*0.706; db=glb5(10.2); alphao=glb5(10.3); x(:.1.k.l)=x(:.n+1.(k-1).l); elseif k==11 %disp ('Nop'); hb=glb5(11.1)*0.706; db=glb5(11.2); alphao=glb5(11.3); x(:.1.k.l)=x(:.n+1.(k-1).l); elseif k==12 %disp ('Des'); hb=glb5(12.1)*0.706;

52 36 Lampiran 3 : Lanjutan db=glb5(12.2); alphao=glb5(12.3); x(:.1.k.l)=x(:.n+1.(k-1).l); end tano=tan(alphao*2*(22/7)/360); for j=1:1:n % (n+1) karena garis pantai awal adalah pada kondisi j=1 for i=1:1:m if x(i.j.k.l)==x(i.j.k.l) tanb(i.j.k.l)=tano; dir(i.j.k.l)=1.0; elseif x(i.j.k.l)>x(i+1.j.k.l) tani=(x(i.j.k.l)-x(i+1.j.k.l))/dely; tanb(i.j.k.l)=(tani+tano)/(1.0-tani*tano); dir(i.j.k.l)=1.0; else tani=(x(i+1.j.k.l)-x(i.j.k.l))/dely; if tani>=tano tanb(i.j.k.l)=(tani-tano)/(1.0+tani*tano); dir(i.j.k.l)=-1.0; else tanb(i.j.k.l)=(tano-tani)/(1.0+tani*tano); dir(i.j.k.l)=1.0; end end % hitung sinus & cosinus gelombang pecah a(i.j.k.l)=tanb(i.j.k.l)^2; sinb(i.j.k.l)=sqrt(a(i.j.k.l)/(a(i.j.k.l)+1.0)); cosb(i.j.k.l)=sqrt(1.0-sinb(i.j.k.l)^2); atanb(i.j.k.l)=atan(tanb(i.j.k.l)); sdt(i.j.k.l)=atanb(i.j.k.l)*180/(22/7); % hitung volume transport sediment pl(i.j.k.l)=(rho*g*(hb*0.09)^2)/8*(sqrt(g*db))*si nb(i.j.k.l)*cosb(i.j.k.l); qdetik(i.j.k.l)=dir(i.j.k.l)*(k*pl(i.j.k.l))/((rhosrho)*g*(1-pr)); q(i.j.k.l)=qdetik(i.j.k.l)*3600*24*0.05; %(qhari)nilai transpor sedimen (m3/hari) % hitung perubahan delta y if i==1 qe=q( ); delx(i.j.k.l)=(qe-q(i.j.k.l))*delt/(dely*db); x(i.j+1.k.l)=x(i.j.k.l)+delx(i.j.k.l); elseif i==m delx(i.j.k.l)=(q(i.j.k.l)*delt)/(dely*db); x(i.j+1.k.l)=x(i.j.k.l)+delx(i.j.k.l); else delx(i.j.k.l)=(q(i-1.j.k.l)-q(i.j.k.l)*delt)/(dely*db); x(i.j+1.k.l)=x(i.j.k.l)+delx(i.j.k.l); end end for i=m+1 x(i.j+1.k.l)=x(m ); end end end end % PERINTAH2 UNTUK MEMBACA DATA HASIL PERHITUNGAN MODEL % posisi garis pantai hasil keluaran model x_awal=x(:.1.1.1); % x(garis pantai) awal x_jan=x(:.n+1.1.1); % x akhir bulan Januari tahun ke-1 x_feb=x(:.n+1.2.1); % x akhir bulan Februari tahun ke-1 x_mar=x(:.n+1.3.1); % x akhir bulan Maret tahun ke-1 x_apr=x(:.n+1.4.1); % x akhir bulan April tahun ke-1 x_mei=x(:.n+1.5.1); % x akhir bulan Mei tahun ke-1 x_jun=x(:.n+1.6.1); % x akhir bulan Juni tahun ke-1 x_jul=x(:.n+1.7.1); % x akhir bulan Juli tahun ke- 1 x_ags=x(:.n+1.8.1); % x akhir bulan Agustus tahun ke-1 x_sep=x(:.n+1.9.1); % x akhir bulan September tahun ke-1 x_okt=x(:.n ); % x akhir bulan Oktober tahun ke-1 x_nop=x(:.n ); % x akhir bulan Nopember tahun ke-1 x_des=x(:.n ); % x akhir bulan Desember tahun ke-1 x_des10=x(:.n ); % x akhir bulan Desember tahun ke-10 x_total=[x_jan.x_feb.x_mar.x_apr.x_mei.x_jun.x _jul.x_ags.x_sep.x_okt.x_nop.x_des]; y1=y(1:101); y2=y(101:201); y3=y(201:301); y4=y(301:401); y5=y(401:501); x1=x(1:101); x2=x(101:201); x3=x(201:301); x4=x(301:401); x5=x(401:501); x10_1=x(1:101.n ); x10_2=x(101:201.n ); x10_3=x(201:301.n ); x10_4=x(301:401.n ); x10_5=x(401:501.n ); x11_1=x(1:101.n ); x11_2=x(101:201.n ); x11_3=x(201:301.n ); x11_4=x(301:401.n ); x11_5=x(401:501.n ); figure(1) plot(y.x_awal.y.x_jan.y.x_feb.y.x_mar.y.x_apr.y. x_mei.y.x_jun.y.x_jul.y.x_ags.y.x_sep.y.x_okt.y. x_nop.y.x_des) xlabel('jarak x (m)'). ylabel('jarak y (m)') title('perubahan Garis Pantai Tiap Bulan Selama 1 Tahun') grid on legend ('Awal'.'Jan'.'Feb'.'Mar'.'Apr'.'Mei'.'Jun'.'Jul'.'Ags'.' Sep'.'Okt'.'Nop'.'Des') figure(2) plot(y.x_awal.y.x_des) xlabel('jarak x (m)'). ylabel('jarak y (m)')

53 37 Lampiran 3 : Lanjutan title('perubahan Garis Pantai pada Bulan Desember tahun ke 1') grid on legend ('Awal'.'Des') figure(3) plot(y.x_awal.y.x_des.y.x_des2.y.x_des3.y.x_des 4.y.x_des5.y.x_des6.y.x_des7.y.x_des8.y.x_des9. y.x_des10.y.x_apr11) xlabel('jarak x (m)').ylabel('jarak y(m)') title('perubahan Garis Pantai setiap tahun') grid on legend ('Awal'.'Des'.'Des2'.'Des3'.'Des4'.'Des5'.'Des6'.'De s7'.'des8'.'des9'.'des10'.'apr11') figure(4) plot(y.x_awal.y.x_des10) xlabel('jarak x (m)'). ylabel('jarak y (m)') title('perubahan Garis Pantai Pada bulan Desember tahun ke 10') grid on legend ('Awal'.'Des10') sdt_jan=sdt(:.n.1.1); sdt_feb=sdt(:.n.2.1); sdt_mar=sdt(:.n.3.1); sdt_apr=sdt(:.n.4.1); sdt_mei=sdt(:.n.5.1); sdt_jun=sdt(:.n.6.1); sdt_jul=sdt(:.n.7.1); sdt_ags=sdt(:.n.8.1); sdt_sep=sdt(:.n.9.1); sdt_okt=sdt(:.n.10.1); sdt_nop=sdt(:.n.11.1); sdt_des=sdt(:.n.12.1); sdt_total=[sdt_jan.sdt_feb.sdt_mar.sdt_apr.sdt_m ei.sdt_jun.sdt_jul.sdt_ags.sdt_sep.sdt_okt.sdt_nop.sdt_des]; qjan1=sum(q(:.:.1.1).2); qfeb1=sum(q(:.:.2.1).2); qmar1=sum(q(:.:.3.1).2); qapr1=sum(q(:.:.4.1).2); qmei1=sum(q(:.:.5.1).2); qjun1=sum(q(:.:.6.1).2); qjul1=sum(q(:.:.7.1).2); qags1=sum(q(:.:.8.1).2); qsep1=sum(q(:.:.9.1).2); qokt1=sum(q(:.:.10.1).2); qnop1=sum(q(:.:.11.1).2); qdes1=sum(q(:.:.12.1).2); qthn1=[qjan1.qfeb1.qmar1.qapr1.qmei1.qjun1.qj ul1.qags1.qsep1.qokt1.qnop1.qdes1]; qsum1=sum(qthn1.1); qjan2=sum(q(:.:.1.2).2); qfeb2=sum(q(:.:.2.2).2); qmar2=sum(q(:.:.3.2).2); qapr2=sum(q(:.:.4.2).2); qmei2=sum(q(:.:.5.2).2); qjun2=sum(q(:.:.6.2).2); qjul2=sum(q(:.:.7.2).2); qags2=sum(q(:.:.8.2).2); qsep2=sum(q(:.:.9.2).2); qokt2=sum(q(:.:.10.2).2); qnop2=sum(q(:.:.11.2).2); qdes2=sum(q(:.:.12.2).2); qthn2=[qjan2.qfeb2.qmar2.qapr2.qmei2.qjun2.qj ul2.qags2.qsep2.qokt2.qnop2.qdes2]; qsum2=sum(qthn2.1); qjan3=sum(q(:.:.1.3).2); qfeb3=sum(q(:.:.2.3).2); qmar3=sum(q(:.:.3.3).2); qapr3=sum(q(:.:.4.3).2); qmei3=sum(q(:.:.5.3).2); qjun3=sum(q(:.:.6.3).2); qjul3=sum(q(:.:.7.3).2); qags3=sum(q(:.:.8.3).2); qsep3=sum(q(:.:.9.3).2); qokt3=sum(q(:.:.10.3).2); qnop3=sum(q(:.:.11.3).2); qdes3=sum(q(:.:.12.3).2); qthn3=[qjan3.qfeb3.qmar3.qapr3.qmei3.qjun3.qj ul3.qags3.qsep3.qokt3.qnop3.qdes3]; qsum3=sum(qthn3.1); qjan4=sum(q(:.:.1.4).2); qfeb4=sum(q(:.:.2.4).2); qmar4=sum(q(:.:.3.4).2); qapr4=sum(q(:.:.4.4).2); qmei4=sum(q(:.:.5.4).2); qjun4=sum(q(:.:.6.4).2); qjul4=sum(q(:.:.7.4).2); qags4=sum(q(:.:.8.4).2); qsep4=sum(q(:.:.9.4).2); qokt4=sum(q(:.:.10.4).2); qnop4=sum(q(:.:.11.4).2); qdes4=sum(q(:.:.12.4).2); qthn4=[qjan4.qfeb4.qmar4.qapr4.qmei4.qjun4.qj ul4.qags4.qsep4.qokt4.qnop4.qdes4]; qsum4=sum(qthn4.1); qjan5=sum(q(:.:.1.5).2); qfeb5=sum(q(:.:.2.5).2); qmar5=sum(q(:.:.3.5).2); qapr5=sum(q(:.:.4.5).2); qmei5=sum(q(:.:.5.5).2); qjun5=sum(q(:.:.6.5).2); qjul5=sum(q(:.:.7.5).2); qags5=sum(q(:.:.8.5).2); qsep5=sum(q(:.:.9.5).2); qokt5=sum(q(:.:.10.5).2); qnop5=sum(q(:.:.11.5).2); qdes5=sum(q(:.:.12.5).2); qthn5=[qjan5.qfeb5.qmar5.qapr5.qmei5.qjun5.qj ul5.qags5.qsep5.qokt5.qnop5.qdes5]; qsum5=sum(qthn5.1); qjan6=sum(q(:.:.1.6).2); qfeb6=sum(q(:.:.2.6).2); qmar6=sum(q(:.:.3.6).2); qapr6=sum(q(:.:.4.6).2); qmei6=sum(q(:.:.5.6).2); qjun6=sum(q(:.:.6.6).2); qjul6=sum(q(:.:.7.6).2); qags6=sum(q(:.:.8.6).2); qsep6=sum(q(:.:.9.6).2); qokt6=sum(q(:.:.10.6).2); qnop6=sum(q(:.:.11.6).2); qdes6=sum(q(:.:.12.6).2); qthn6=[qjan6.qfeb6.qmar6.qapr6.qmei6.qjun6.qj ul6.qags6.qsep6.qokt6.qnop6.qdes6];

54 38 Lampiran 3 : Lanjutan qsum6=sum(qthn6.1); qjan7=sum(q(:.:.1.7).2); qfeb7=sum(q(:.:.2.7).2); qmar7=sum(q(:.:.3.7).2); qapr7=sum(q(:.:.4.7).2); qmei7=sum(q(:.:.5.7).2); qjun7=sum(q(:.:.6.7).2); qjul7=sum(q(:.:.7.7).2); qags7=sum(q(:.:.8.7).2); qsep7=sum(q(:.:.9.7).2); qokt7=sum(q(:.:.10.7).2); qnop7=sum(q(:.:.11.7).2); qdes7=sum(q(:.:.12.2).2); qthn7=[qjan7.qfeb7.qmar7.qapr7.qmei7.qjun7.qj ul7.qags7.qsep7.qokt7.qnop7.qdes7]; qsum7=sum(qthn7.1); qjan8=sum(q(:.:.1.8).2); qfeb8=sum(q(:.:.2.8).2); qmar8=sum(q(:.:.3.8).2); qapr8=sum(q(:.:.4.8).2); qmei8=sum(q(:.:.5.8).2); qjun8=sum(q(:.:.6.8).2); qjul8=sum(q(:.:.7.8).2); qags8=sum(q(:.:.8.8).2); qsep8=sum(q(:.:.9.8).2); qokt8=sum(q(:.:.10.8).2); qnop8=sum(q(:.:.11.8).2); qdes8=sum(q(:.:.12.8).2); qthn8=[qjan8.qfeb8.qmar8.qapr8.qmei8.qjun8.qj ul8.qags8.qsep8.qokt8.qnop8.qdes8]; qsum8=sum(qthn8.1); qjan9=sum(q(:.:.1.9).2); qfeb9=sum(q(:.:.2.9).2); qmar9=sum(q(:.:.3.9).2); qapr9=sum(q(:.:.4.9).2); qmei9=sum(q(:.:.5.9).2); qjun9=sum(q(:.:.6.9).2); qjul9=sum(q(:.:.7.9).2); qags9=sum(q(:.:.8.9).2); qsep9=sum(q(:.:.9.9).2); qokt9=sum(q(:.:.10.9).2); qnop9=sum(q(:.:.11.9).2); qdes9=sum(q(:.:.12.9).2); qthn9=[qjan9.qfeb9.qmar9.qapr9.qmei9.qjun9.qj ul9.qags9.qsep9.qokt9.qnop9.qdes9]; qsum9=sum(qthn9.1); qjan10=sum(q(:.:.1.10).2); qfeb10=sum(q(:.:.2.10).2); qmar10=sum(q(:.:.3.10).2); qapr10=sum(q(:.:.4.10).2); qmei10=sum(q(:.:.5.10).2); qjun10=sum(q(:.:.6.10).2); qjul10=sum(q(:.:.7.10).2); qags10=sum(q(:.:.8.10).2); qsep10=sum(q(:.:.9.10).2); qokt10=sum(q(:.:.10.10).2); qnop10=sum(q(:.:.11.10).2); qdes10=sum(q(:.:.12.10).2); qthn10=[qjan10.qfeb10.qmar10.qapr10.qmei10.qj un10.qjul10.qags10.qsep10.qokt10.qnop10.qdes1 ]; qa=[qsum1.qsum2.qsum3.qsum4.qsum5.qsum6.q sum7.qsum8.qsum9.qsum10]; q1=sum(qthn1.2); q2=sum(qthn2.2); q3=sum(qthn3.2); q4=sum(qthn4.2); q5=sum(qthn5.2); q6=sum(qthn6.2); q7=sum(qthn7.2); q8=sum(qthn8.2); q9=sum(qthn9.2); q10=sum(qthn10.2); qta=[q1.q2.q3.q4.q5.q6.q7.q8.q9.q10.q11]; qakhir=sum(qta.2); delx1_1=sum(delx(:.:.1.1).2); delx2_1=sum(delx(:.:.2.1).2); delx3_1=sum(delx(:.:.3.1).2); delx4_1=sum(delx(:.:.4.1).2); delx5_1=sum(delx(:.:.5.1).2); delx6_1=sum(delx(:.:.6.1).2); delx7_1=sum(delx(:.:.7.1).2); delx8_1=sum(delx(:.:.8.1).2); delx9_1=sum(delx(:.:.9.1).2); delx10_1=sum(delx(:.:.10.1).2); delx11_1=sum(delx(:.:.11.1).2); delx12_1=sum(delx(:.:.12.1).2); delx1=[delx1_1.delx2_1.delx3_1.delx4_1.delx5_ 1.delx6_1.delx7_1.delx8_1.delx9_1.delx10_1.del x11_1.delx12_1]; dx1=sum(delx1.2); delx1_2=sum(delx(:.:.1.2).2); delx2_2=sum(delx(:.:.2.2).2); delx3_2=sum(delx(:.:.3.2).2); delx4_2=sum(delx(:.:.4.2).2); delx5_2=sum(delx(:.:.5.2).2); delx6_2=sum(delx(:.:.6.2).2); delx7_2=sum(delx(:.:.7.2).2); delx8_2=sum(delx(:.:.8.2).2); delx9_2=sum(delx(:.:.9.2).2); delx10_2=sum(delx(:.:.10.2).2); delx11_2=sum(delx(:.:.11.2).2); delx12_2=sum(delx(:.:.12.2).2); delx2=[delx1_2.delx2_2.delx3_2.delx4_2.delx5_ 2.delx6_2.delx7_2.delx8_2.delx9_2.delx10_2.del x11_2.delx12_2]; dx2=sum(delx2.2); delx1_3=sum(delx(:.:.1.3).2); delx2_3=sum(delx(:.:.2.3).2); delx3_3=sum(delx(:.:.3.3).2); delx4_3=sum(delx(:.:.4.3).2); delx5_3=sum(delx(:.:.5.3).2); delx6_3=sum(delx(:.:.6.3).2); delx7_3=sum(delx(:.:.7.3).2); delx8_3=sum(delx(:.:.8.3).2); delx9_3=sum(delx(:.:.9.3).2); delx10_3=sum(delx(:.:.10.3).2); delx11_3=sum(delx(:.:.11.3).2); delx12_3=sum(delx(:.:.12.3).2); delx3=[delx1_3.delx2_3.delx3_3.delx4_3.delx5_ 3.delx6_3.delx7_3.delx8_3.delx9_3.delx10_3.del x11_3.delx12_3]; dx3=sum(delx3.2); delx1_4=sum(delx(:.:.1.4).2); delx2_4=sum(delx(:.:.2.4).2);

55 39 Lampiran 3 : Lanjutan delx3_4=sum(delx(:.:.3.4).2); delx4_4=sum(delx(:.:.4.4).2); delx5_4=sum(delx(:.:.5.4).2); delx6_4=sum(delx(:.:.6.4).2); delx7_4=sum(delx(:.:.7.4).2); delx8_4=sum(delx(:.:.8.4).2); delx9_4=sum(delx(:.:.9.4).2); delx10_4=sum(delx(:.:.10.4).2); delx11_4=sum(delx(:.:.11.4).2); delx12_4=sum(delx(:.:.12.4).2); delx4=[delx1_4.delx2_4.delx3_4.delx4_4.delx5_ 4.delx6_4.delx7_4.delx8_4.delx9_4.delx10_4.del x11_4.delx12_4]; dx4=sum(delx4.2); delx1_5=sum(delx(:.:.1.5).2); delx2_5=sum(delx(:.:.2.5).2); delx3_5=sum(delx(:.:.3.5).2); delx4_5=sum(delx(:.:.4.5).2); delx5_5=sum(delx(:.:.5.5).2); delx6_5=sum(delx(:.:.6.5).2); delx7_5=sum(delx(:.:.7.5).2); delx8_5=sum(delx(:.:.8.5).2); delx9_5=sum(delx(:.:.9.5).2); delx10_5=sum(delx(:.:.10.5).2); delx11_5=sum(delx(:.:.11.5).2); delx12_5=sum(delx(:.:.12.5).2); delx5=[delx1_5.delx2_5.delx3_5.delx4_5.delx5_ 5.delx6_5.delx7_5.delx8_5.delx9_5.delx10_5.del x11_5.delx12_5]; dx5=sum(delx5.2); delx1_6=sum(delx(:.:.1.6).2); delx2_6=sum(delx(:.:.2.6).2); delx3_6=sum(delx(:.:.3.6).2); delx4_6=sum(delx(:.:.4.6).2); delx5_6=sum(delx(:.:.5.6).2); delx6_6=sum(delx(:.:.6.6).2); delx7_6=sum(delx(:.:.7.6).2); delx8_6=sum(delx(:.:.8.6).2); delx9_6=sum(delx(:.:.9.6).2); delx10_6=sum(delx(:.:.10.6).2); delx11_6=sum(delx(:.:.11.6).2); delx12_6=sum(delx(:.:.12.6).2); delx6=[delx1_6.delx2_6.delx3_6.delx4_6.delx5_ 6.delx6_6.delx7_6.delx8_6.delx9_6.delx10_6.del x11_6.delx12_6]; dx6=sum(delx6.2); delx1_7=sum(delx(:.:.1.7).2); delx2_7=sum(delx(:.:.2.7).2); delx3_7=sum(delx(:.:.3.7).2); delx4_7=sum(delx(:.:.4.7).2); delx5_7=sum(delx(:.:.5.7).2); delx6_7=sum(delx(:.:.6.7).2); delx7_7=sum(delx(:.:.7.7).2); delx8_7=sum(delx(:.:.8.7).2); delx9_7=sum(delx(:.:.9.7).2); delx10_7=sum(delx(:.:.10.7).2); delx11_7=sum(delx(:.:.11.7).2); delx12_7=sum(delx(:.:.12.7).2); delx7=[delx1_7.delx2_7.delx3_7.delx4_7.delx5_ 7.delx6_7.delx7_7.delx8_7.delx9_7.delx10_7.del x11_7.delx12_7];dx7=sum(delx7.7); delx1_8=sum(delx(:.:.1.8).2); delx2_8=sum(delx(:.:.2.8).2); delx3_8=sum(delx(:.:.3.8).2); delx4_8=sum(delx(:.:.4.8).2); delx5_8=sum(delx(:.:.5.8).2); delx6_8=sum(delx(:.:.6.8).2); delx7_8=sum(delx(:.:.7.8).2); delx8_8=sum(delx(:.:.8.8).2); delx9_8=sum(delx(:.:.9.8).2); delx10_8=sum(delx(:.:.10.8).2); delx11_8=sum(delx(:.:.11.8).2); delx12_8=sum(delx(:.:.12.8).2); delx8=[delx1_8.delx2_8.delx3_8.delx4_8.delx5_ 8.delx6_8.delx7_8.delx8_8.delx9_8.delx10_8.del x11_8.delx12_8]; dx8=sum(delx8.2); delx1_9=sum(delx(:.:.1.9).2); delx2_9=sum(delx(:.:.2.9).2); delx3_9=sum(delx(:.:.3.9).2); delx4_9=sum(delx(:.:.4.9).2); delx5_9=sum(delx(:.:.5.9).2); delx6_9=sum(delx(:.:.6.9).2); delx7_9=sum(delx(:.:.7.9).2); delx8_9=sum(delx(:.:.8.9).2); delx9_9=sum(delx(:.:.9.9).2); delx10_9=sum(delx(:.:.10.9).2); delx11_9=sum(delx(:.:.11.9).2); delx12_9=sum(delx(:.:.12.9).2); delx9=[delx1_9.delx2_9.delx3_9.delx4_9.delx5_ 9.delx6_9.delx7_9.delx8_9.delx9_9.delx10_9.del x11_9.delx12_9]; dx9=sum(delx9.2); delx1_10=sum(delx(:.:.1.10).2); delx2_10=sum(delx(:.:.2.10).2); delx3_10=sum(delx(:.:.3.10).2); delx4_10=sum(delx(:.:.4.10).2); delx5_10=sum(delx(:.:.5.10).2); delx6_10=sum(delx(:.:.6.10).2); delx7_10=sum(delx(:.:.7.10).2); delx8_10=sum(delx(:.:.8.10).2); delx9_10=sum(delx(:.:.9.10).2); delx10_10=sum(delx(:.:.10.10).2); delx11_10=sum(delx(:.:.11.10).2); delx12_10=sum(delx(:.:.12.10).2); delx10=[delx1_10.delx2_10.delx3_10.delx4_10.d elx5_10.delx6_10.delx7_10.delx8_10.delx9_10.d elx10_10.delx11_10.delx12_10]; dx10=sum(delx10.2); delx10thn=[dx1.dx2.dx3.dx4.dx5.dx6.dx7.dx8.dx 9.dx10]; delx_total=sum(delx10thn.2);

56 40 Lampiran 4 Data masukan (load data) untuk model load glb5.txt digunakan untuk membaca data dibawah: Januari sampai Desember Keterangan: Merah : H b Kuning: d b Hijau : alpha0 load xyz1.txt pada Matlab digunakan untuk membaca data dibawah: Keterangan: Merah : Nomor sel Kuning : Orientasi garis pantai terhadap sumbu x Hijau : Orientasi garis pantai terhadap sumbu y

57 41 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Purwakarta pada tanggal 11 April 1992 dari ayah Encang Setiadi dan ibu Ai Hamidah Rohilah. Penulis adalah putri pertama dari dua bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Purwakarta dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum Biologi Laut Departemen ITK pada tahun 2012 dan tahun 2013, asisten Dasar-Dasar Penginderaan Jauh Kelautan ITK tahun 2013, asisten Penginderaan Jarak Jauh Kelautan ITK pada tahun 2013 serta asisten Oseanografi Terapan pada tahun Penulis juga berperan aktif sebagai staf Divisi Kewirausahaan Himpunan Profesi Mahasiswa ITK (HIMITEKA) tahun 2011/2012 dan staf Divisi Pengembangan Sumberdaya Manusia Himpunan Profesi Mahasiswa ITK (HIMITEKA) tahun 2012/2013 serta aktif dalam organisasi mahasiswa Gentra Kaheman tahun 2010/2011. Pada tahun 2011 penulis mendapatkan sertifikat selam (One Star Scuba Diver) A1. Bulan Juni-Juli 2012 penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapang (PKL) di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Karangantu, Banten dengan judul Biota Asosiasi Mangrove PPN Karangantu, Banten. Penulis juga aktif mengikuti lomba yang diadakan oleh fakultas dalam bidang olah raga tingkat Departemen dan mendapatkan Juara I Basket Putri dalam acara Pekan Olahraga dan Seni Mahasiswa Perikanan dan Ilmu Kelautan (PORIKAN) tahun Penulis juga aktif mengikuti lomba karya ilmiah tingkat internasional yang diadakan di Taiwan dengan judul Integrated Eco-Mangrove Tourism: the Optimalisation Increasing Society Welfare in Klaces Village, Nusakambangan Island Based on Mangrove Tourism which Educative and Environmental Friendly dalam acara Annual International Scholar Conference in Taiwan (AISC-T) tahun Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan pada Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Perubahan Garis Pantai Selatan Jawa Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah.

Gambar 15 Mawar angin (a) dan histogram distribusi frekuensi (b) kecepatan angin dari angin bulanan rata-rata tahun

Gambar 15 Mawar angin (a) dan histogram distribusi frekuensi (b) kecepatan angin dari angin bulanan rata-rata tahun IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakter Angin Angin merupakan salah satu faktor penting dalam membangkitkan gelombang di laut lepas. Mawar angin dari data angin bulanan rata-rata selama tahun 2000-2007 diperlihatkan

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN

III METODE PENELITIAN III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di perairan Pantai Teritip hingga Pantai Ambarawang kurang lebih 9.5 km dengan koordinat x = 116 o 59 56.4 117 o 8 31.2

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pembangkitan Gelombang oleh Angin

II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pembangkitan Gelombang oleh Angin II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangkitan Gelombang oleh Angin Proses pembentukan gelombang oleh angin Menurut Komar (1976) bahwa angin mentransfer energi ke partikel air sesuai dengan arah hembusan angin.

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi 31 IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi Waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan penelitian ini adalah dimulai dari bulan April 2009 sampai dengan November 2009 yang secara umum terbagi terbagi menjadi

Lebih terperinci

ANALISIS TRANSPOR SEDIMEN MENYUSUR PANTAI DENGAN MENGGUNAKAN METODE GRAFIS PADA PELABUHAN PERIKANAN TANJUNG ADIKARTA

ANALISIS TRANSPOR SEDIMEN MENYUSUR PANTAI DENGAN MENGGUNAKAN METODE GRAFIS PADA PELABUHAN PERIKANAN TANJUNG ADIKARTA ANALISIS TRANSPOR SEDIMEN MENYUSUR PANTAI DENGAN MENGGUNAKAN METODE GRAFIS PADA PELABUHAN PERIKANAN TANJUNG ADIKARTA Irnovia Berliana Pakpahan 1) 1) Staff Pengajar Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik

Lebih terperinci

ANALISA PENGINDERAAN JARAK JAUH UNTUK MENGINDENTIFIKASI PERUBAHAN GARIS PANTAI DI PANTAI TIMUR SURABAYA. Di susun Oleh : Oktovianus Y.S.

ANALISA PENGINDERAAN JARAK JAUH UNTUK MENGINDENTIFIKASI PERUBAHAN GARIS PANTAI DI PANTAI TIMUR SURABAYA. Di susun Oleh : Oktovianus Y.S. ANALISA PENGINDERAAN JARAK JAUH UNTUK MENGINDENTIFIKASI PERUBAHAN GARIS PANTAI DI PANTAI TIMUR SURABAYA Di susun Oleh : Oktovianus Y.S.Gainau 4108205002 PROGRAM MAGISTER BIDANG KEAHLIAN TEKNIK DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

Perbandingan Peramalan Gelombang dengan Metode Groen Dorrestein dan Shore Protection Manual di Merak-Banten yang di Validasi dengan Data Altimetri

Perbandingan Peramalan Gelombang dengan Metode Groen Dorrestein dan Shore Protection Manual di Merak-Banten yang di Validasi dengan Data Altimetri Reka Racana Teknik Sipil Itenas No. x Vol. xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Juni 2015 Perbandingan Peramalan Gelombang dengan Metode Groen Dorrestein dan Shore Protection Manual di Merak-Banten

Lebih terperinci

PENGARUH BESAR GELOMBANG TERHADAP KERUSAKAN GARIS PANTAI

PENGARUH BESAR GELOMBANG TERHADAP KERUSAKAN GARIS PANTAI PENGARUH BESAR GELOMBANG TERHADAP KERUSAKAN GARIS PANTAI Hansje J. Tawas, Pingkan A.K. Pratasis Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sam Ratulangi ABSTRAK Pantai selalu menyesuaikan bentuk

Lebih terperinci

menunjukkan nilai keakuratan yang cukup baik karena nilai tersebut lebih kecil dari limit maksimum kesalahan rata-rata yaitu 0,5 piksel.

menunjukkan nilai keakuratan yang cukup baik karena nilai tersebut lebih kecil dari limit maksimum kesalahan rata-rata yaitu 0,5 piksel. Lampiran 1. Praproses Citra 1. Perbaikan Citra Satelit Landsat Perbaikan ini dilakukan untuk menutupi citra satelit landsat yang rusak dengan data citra yang lainnya, pada penelitian ini dilakukan penggabungan

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kecepatan Dan Arah Angin Untuk mengetahui perubahan garis pantai diperlukan data gelombang dan angkutan sedimen dalam periode yang panjang. Data pengukuran lapangan tinggi gelombang

Lebih terperinci

Deteksi Perubahan Garis Pantai Pulau Gili Ketapang Kabupaten Probolinggo

Deteksi Perubahan Garis Pantai Pulau Gili Ketapang Kabupaten Probolinggo Deteksi Perubahan Garis Pantai Pulau Gili Ketapang Kabupaten Probolinggo Nurin Hidayati 1, Hery Setiawan Purnawali 2 1 Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya Malang Email: nurin_hiday@ub.ac.id

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pantai merupakan suatu zona yang sangat dinamik karena merupakan zona persinggungan dan interaksi antara udara, daratan dan lautan. Zona pantai senantiasa memiliki

Lebih terperinci

Studi Perubahan Fisik Kawasan Pesisir Surabaya dan Madura Pasca Pembangunan Jembatan Suramadu Menggunakan Citra Satelit

Studi Perubahan Fisik Kawasan Pesisir Surabaya dan Madura Pasca Pembangunan Jembatan Suramadu Menggunakan Citra Satelit Studi Perubahan Fisik Kawasan Pesisir Surabaya dan Madura Pasca Pembangunan Jembatan Suramadu Menggunakan Citra Satelit Mifta Nur Rohmah 1), Dr. Ir. Muhammad Taufik 2) Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas

Lebih terperinci

BAB V Analisa Peramalan Garis Pantai

BAB V Analisa Peramalan Garis Pantai 155 BAB V ANALISA PERAMALAN GARIS PANTAI. 5.1 Bentuk Pantai. Pantai selalu menyesuaikan bentuk profilnya sedemikian sehingga mampu menghancurkan energi gelombang yang datang. Penyesuaian bentuk tersebut

Lebih terperinci

Kajian Hidro-Oseanografi untuk Deteksi Proses-Proses Dinamika Pantai (Abrasi dan Sedimentasi)

Kajian Hidro-Oseanografi untuk Deteksi Proses-Proses Dinamika Pantai (Abrasi dan Sedimentasi) Kajian Hidro-Oseanografi untuk Deteksi Proses-Proses Dinamika Pantai (Abrasi dan Sedimentasi) Mario P. Suhana * * Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor Email: msdciyoo@gmail.com

Lebih terperinci

Simulasi Arus dan Distribusi Sedimen secara 3 Dimensi di Pantai Selatan Jawa

Simulasi Arus dan Distribusi Sedimen secara 3 Dimensi di Pantai Selatan Jawa G174 Simulasi Arus dan Distribusi Sedimen secara 3 Dimensi di Pantai Selatan Jawa Muhammad Ghilman Minarrohman, dan Danar Guruh Pratomo Departemen Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,

Lebih terperinci

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Juni, 2013 PENGARUH GELOMBANG TERHADAP TRANSPOR SEDIMEN DI SEPANJANG PANTAI UTARA PERAIRAN BANGKALAN Dina Faradinka, Aries Dwi Siswanto, dan Zainul Hidayah Jurusan

Lebih terperinci

MODEL PREDIKSI GELOMBANG TERBANGKIT ANGIN DI PERAIRAN SEBELAH BARAT KOTA TARAKAN BERDASARKAN DATA VEKTOR ANGIN. Muhamad Roem, Ibrahim, Nur Alamsyah

MODEL PREDIKSI GELOMBANG TERBANGKIT ANGIN DI PERAIRAN SEBELAH BARAT KOTA TARAKAN BERDASARKAN DATA VEKTOR ANGIN. Muhamad Roem, Ibrahim, Nur Alamsyah Jurnal Harpodon Borneo Vol.8. No.1. April. 015 ISSN : 087-11X MODEL PREDIKSI GELOMBANG TERBANGKIT ANGIN DI PERAIRAN SEBELAH BARAT KOTA TARAKAN BERDASARKAN DATA VEKTOR ANGIN 1) Muhamad Roem, Ibrahim, Nur

Lebih terperinci

BAB 4. METODE PENELITIAN

BAB 4. METODE PENELITIAN BAB 4. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi Penelitian dan Scene Data Satelit Lokasi penelitian ini difokuskan di pantai yang berada di pulau-pulau terluar NKRI yang berada di wilayah Provinsi Riau. Pulau-pulau

Lebih terperinci

PERUBAHAN GARIS PANTAI DI TELUK BUNGUS KOTA PADANG, PROVINSI SUMATERA BARAT BERDASARKAN ANALISIS CITRA SATELIT

PERUBAHAN GARIS PANTAI DI TELUK BUNGUS KOTA PADANG, PROVINSI SUMATERA BARAT BERDASARKAN ANALISIS CITRA SATELIT Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 5, No. 2, Hlm. 417-427, Desember 2013 PERUBAHAN GARIS PANTAI DI TELUK BUNGUS KOTA PADANG, PROVINSI SUMATERA BARAT BERDASARKAN ANALISIS CITRA SATELIT COASTLINE

Lebih terperinci

Oleh: Darius Arkwright. Abstrak

Oleh: Darius Arkwright. Abstrak STUDI KOMPARATIF METODE ANALISIS LONG-SHORE SEDIMENT TRANSPORT DAN MODEL PERUBAHAN GARIS PANTAI Oleh: Darius Arkwright Abstrak Perubahan garis pantai merupakan implikasi dari proses-proses hidro-oseanografi

Lebih terperinci

PENUNTUN PRAKTIKUM OSEANOGRAFI FISIKA

PENUNTUN PRAKTIKUM OSEANOGRAFI FISIKA PENUNTUN PRAKTIKUM OSEANOGRAFI FISIKA DISUSUN OLEH Heron Surbakti dan Tim Assisten Praktikum Oseanografi Fisika LABORATORIUM OSEANOGRAFI PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

Pemetaan Perubahan Garis Pantai Menggunakan Citra Penginderaan Jauh di Pulau Batam

Pemetaan Perubahan Garis Pantai Menggunakan Citra Penginderaan Jauh di Pulau Batam Pemetaan Perubahan Garis Pantai Menggunakan Citra Penginderaan Jauh di Pulau Batam Arif Roziqin 1 dan Oktavianto Gustin 2 Program Studi Teknik Geomatika, Politeknik Negeri Batam, Batam 29461 E-mail : arifroziqin@polibatam.ac.id

Lebih terperinci

STUDI ANGKUTAN SEDIMEN SEJAJAR PANTAI DI PANTAI PONDOK PERMAI SERDANG BEDAGAI SUMATERA UTARA

STUDI ANGKUTAN SEDIMEN SEJAJAR PANTAI DI PANTAI PONDOK PERMAI SERDANG BEDAGAI SUMATERA UTARA STUDI ANGKUTAN SEDIMEN SEJAJAR PANTAI DI PANTAI PONDOK PERMAI SERDANG BEDAGAI SUMATERA UTARA TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi Syarat untuk menempuh Colloqium Doqtum/Ujian

Lebih terperinci

Analisis Pola Sirkulasi Arus di Perairan Pantai Sungai Duri Kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat Suandi a, Muh. Ishak Jumarang a *, Apriansyah b

Analisis Pola Sirkulasi Arus di Perairan Pantai Sungai Duri Kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat Suandi a, Muh. Ishak Jumarang a *, Apriansyah b Analisis Pola Sirkulasi Arus di Perairan Pantai Sungai Duri Kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat Suandi a, Muh. Ishak Jumarang a *, Apriansyah b a Jurusan Fisika, Fakultas MIPA Universitas Tanjungpura

Lebih terperinci

Simulasi Pola Arus Dua Dimensi Di Perairan Teluk Pelabuhan Ratu Pada Bulan September 2004

Simulasi Pola Arus Dua Dimensi Di Perairan Teluk Pelabuhan Ratu Pada Bulan September 2004 Simulasi Pola Arus Dua Dimensi Di Perairan Teluk Pelabuhan Ratu Pada Bulan September 2004 R. Bambang Adhitya Nugraha 1, Heron Surbakti 2 1 Pusat Riset Teknologi Kelautan-Badan (PRTK), Badan Riset Kelautan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Garis Pantai Garis pantai merupakan batas pertemuan antara daratan dengan bagian laut saat terjadi air laut pasang tertinggi. Garis ini bisa berubah karena beberapa hal seperti

Lebih terperinci

PEMODELAN GENESIS. KL 4099 Tugas Akhir. Bab 5. Desain Pengamananan Pantai Pulau Karakelang, Kabupaten Kepulauan Talaud, Provinsi Sulawesi Utara

PEMODELAN GENESIS. KL 4099 Tugas Akhir. Bab 5. Desain Pengamananan Pantai Pulau Karakelang, Kabupaten Kepulauan Talaud, Provinsi Sulawesi Utara Desain Pengamananan Pantai Pulau Karakelang, Kabupaten Kepulauan Talaud, Provinsi Sulawesi Utara Bab 5 PEMODELAN GENESIS Bab 5 PEMODELAN GENESIS Desain Pengamanan Pantai Pulau Karakelang Kabupaten Kepulauan

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian 22 METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Sukabumi, Jawa Barat pada 7 wilayah kecamatan dengan waktu penelitian pada bulan Juni sampai November 2009. Pada lokasi penelitian

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. 4.1 Data Teknis Data teknis yang diperlukan berupa data angin, data pasang surut, data gelombang dan data tanah.

BAB IV ANALISIS. 4.1 Data Teknis Data teknis yang diperlukan berupa data angin, data pasang surut, data gelombang dan data tanah. BAB IV ANALISIS Perencanaan Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudra Cilacap ini memerlukan berbagai data meliputi : data peta topografi, oceanografi, data frekuensi kunjungan kapal dan data tanah. Data

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Batimetri Selat Sunda Peta batimetri adalah peta yang menggambarkan bentuk konfigurasi dasar laut dinyatakan dengan angka-angka suatu kedalaman dan garis-garis yang mewakili

Lebih terperinci

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : NDVI=(band4 band3)/(band4+band3).18 Nilai-nilai indeks vegetasi di deteksi oleh instrument pada

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. V, No. 3 (2014), Hal ISSN :

PRISMA FISIKA, Vol. V, No. 3 (2014), Hal ISSN : Studi Faktor Penentu Akresi dan Abrasi Pantai Akibat Gelombang Laut di Perairan Pesisir Sungai Duri Ghesta Nuari Wiratama a, Muh. Ishak Jumarang a *, Muliadi a a Prodi Fisika, FMIPA Universitas Tanjungpura,

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian mencakup seluruh pesisir Kabupaten Indramayu yang terdiri dari 11 kecamatan pesisir (Gambar 1). Secara geografis, wilayah studi

Lebih terperinci

STUDI PERUBAHAN GARIS PANTAI DI TELUK BUNGUS KOTA PADANG, PROVINSI SUMATERA BARAT BERDASARKAN ANALISIS CITRA SATELIT

STUDI PERUBAHAN GARIS PANTAI DI TELUK BUNGUS KOTA PADANG, PROVINSI SUMATERA BARAT BERDASARKAN ANALISIS CITRA SATELIT STUDI PERUBAHAN GARIS PANTAI DI TELUK BUNGUS KOTA PADANG, PROVINSI SUMATERA BARAT BERDASARKAN ANALISIS CITRA SATELIT STUDY of COASTLINE CHANGES at BUNGUS BAY PADANG CITY, WEST SUMATERA PROVINCE BASED on

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta Orientasi Wilayah Penelitian. Kota Yogyakarta. Kota Medan. Kota Banjarmasin

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta Orientasi Wilayah Penelitian. Kota Yogyakarta. Kota Medan. Kota Banjarmasin III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan Maret sampai bulan November 2009. Objek penelitian difokuskan pada wilayah Kota Banjarmasin, Yogyakarta, dan

Lebih terperinci

III METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

III METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan data lapangan seperti pengukuran batimetri, pasang surut dan sedimen dilakukan pada bulan Maret 2008 di pesisir sekitar muara Sungai Jeneberang,

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS PERAMALAN GARIS PANTAI

BAB V ANALISIS PERAMALAN GARIS PANTAI 80 BAB V ANALISIS PERAMALAN GARIS PANTAI 5.1 Tinjauan Umum Bagian hilir muara Kali Silandak mengalami relokasi dan menjadi satu dengan Kali Jumbleng yang menyebabkan debit hilirnya menjadi lebih besar

Lebih terperinci

KAJIAN MORFODINAMIKA PESISIR KABUPATEN KENDAL MENGGUNAKAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH MULTI SPEKTRAL DAN MULTI WAKTU

KAJIAN MORFODINAMIKA PESISIR KABUPATEN KENDAL MENGGUNAKAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH MULTI SPEKTRAL DAN MULTI WAKTU KAJIAN MORFODINAMIKA PESISIR KABUPATEN KENDAL MENGGUNAKAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH MULTI SPEKTRAL DAN MULTI WAKTU Tjaturahono Budi Sanjoto Mahasiswa Program Doktor Manajemen Sumberdaya Pantai UNDIP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pantai adalah daerah di tepi perairan yang dipengaruhi oleh air pasang tertinggi dan air surut terendah. Garis pantai adalah garis batas pertemuan antara daratan dan

Lebih terperinci

DISTRIBUSI, KERAPATAN DAN PERUBAHAN LUAS VEGETASI MANGROVE GUGUS PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU MENGGUNAKAN CITRA FORMOSAT 2 DAN LANDSAT 7/ETM+

DISTRIBUSI, KERAPATAN DAN PERUBAHAN LUAS VEGETASI MANGROVE GUGUS PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU MENGGUNAKAN CITRA FORMOSAT 2 DAN LANDSAT 7/ETM+ DISTRIBUSI, KERAPATAN DAN PERUBAHAN LUAS VEGETASI MANGROVE GUGUS PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU MENGGUNAKAN CITRA FORMOSAT 2 DAN LANDSAT 7/ETM+ Oleh : Ganjar Saefurahman C64103081 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Bujur Timur ( BT) Gambar 5. Posisi lokasi pengamatan

METODE PENELITIAN Bujur Timur ( BT) Gambar 5. Posisi lokasi pengamatan METODE PENELITIAN Lokasi Penelitan Penelitian ini dilakukan pada perairan barat Sumatera dan selatan Jawa - Sumbawa yang merupakan bagian dari perairan timur laut Samudera Hindia. Batas perairan yang diamati

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Status administrasi dan wilayah secara administrasi lokasi penelitian

TINJAUAN PUSTAKA. Status administrasi dan wilayah secara administrasi lokasi penelitian TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Lokasi Penelitian Status administrasi dan wilayah secara administrasi lokasi penelitian berada di kecamatan Lhoknga Kabupaten Aceh Besar. Kecamatan Lhoknga mempunyai 4 (empat)

Lebih terperinci

PREDIKSI PERUBAHAN GARIS PANTAI PULAU GILI KETAPANG PROBOLINGGO DENGAN MENGGUNAKAN ONE-LINE MODEL

PREDIKSI PERUBAHAN GARIS PANTAI PULAU GILI KETAPANG PROBOLINGGO DENGAN MENGGUNAKAN ONE-LINE MODEL PREDIKSI PERUBAHAN GARIS PANTAI PULAU GILI KETAPANG PROBOLINGGO DENGAN MENGGUNAKAN ONE-LINE MODEL Nurin Hidayati 1,2*, Hery Setiawan Purnawali 3, dan Desiana W. Kusumawati 1 1 Fakultas Perikanan dan Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Teknik Citra Digital atau Digital Image Processing merupakan salah satu disiplin ilmu yang mempelajari mengenai teknik-teknik dalam mengolah citra. Citra yang dimaksud disini merupakan

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian yang meliputi pengolahan data citra dilakukan pada bulan Mei

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian yang meliputi pengolahan data citra dilakukan pada bulan Mei 3. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian yang meliputi pengolahan data citra dilakukan pada bulan Mei sampai September 2010. Lokasi penelitian di sekitar Perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu,

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS PERAMALAN GARIS PANTAI

BAB V ANALISIS PERAMALAN GARIS PANTAI 79 BAB V ANALISIS PERAMALAN GARIS PANTAI 5.1 Penggunaan Program GENESIS Model yang digunakan untuk mengevaluasi perubahan morfologi pantai adalah program GENESIS (Generalized Model for Simulating Shoreline

Lebih terperinci

BAB III METODA. Gambar 3.1 Intensitas total yang diterima sensor radar (dimodifikasi dari GlobeSAR, 2002)

BAB III METODA. Gambar 3.1 Intensitas total yang diterima sensor radar (dimodifikasi dari GlobeSAR, 2002) BAB III METODA 3.1 Penginderaan Jauh Pertanian Pada penginderaan jauh pertanian, total intensitas yang diterima sensor radar (radar backscattering) merupakan energi elektromagnetik yang terpantul dari

Lebih terperinci

(a). Vektor kecepatan arus pada saat pasang, time-step 95.

(a). Vektor kecepatan arus pada saat pasang, time-step 95. Tabel 4.4 Debit Bulanan Sungai Jenggalu Year/Month Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec 1995 3.57 3.92 58.51 25.35 11.83 18.51 35.48 1.78 13.1 6.5 25.4 18.75 1996 19.19 25.16 13.42 13.21 7.13

Lebih terperinci

PERUBAHAN GARIS PANTAI MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT MULTI TEMPORAL DI DAERAH PESISIR SUNGAI BUNGIN MUARA SUNGAI BANYUASIN, SUMATERA SELATAN

PERUBAHAN GARIS PANTAI MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT MULTI TEMPORAL DI DAERAH PESISIR SUNGAI BUNGIN MUARA SUNGAI BANYUASIN, SUMATERA SELATAN MASPARI JOURNAL Januari 2017, 9(1):25-32 PERUBAHAN GARIS PANTAI MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT MULTI TEMPORAL DI DAERAH PESISIR SUNGAI BUNGIN MUARA SUNGAI BANYUASIN, SUMATERA SELATAN SHORELINE CHANGES USING

Lebih terperinci

Simulasi Arus dan Distribusi Sedimen secara 3 Dimensi di Pantai Selatan Jawa

Simulasi Arus dan Distribusi Sedimen secara 3 Dimensi di Pantai Selatan Jawa JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6 No. 2, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) G-172 Simulasi Arus dan Distribusi Sedimen secara 3 Dimensi di Pantai Selatan Jawa Muhammad Ghilman Minarrohman, dan Danar Guruh

Lebih terperinci

ANALISIS KARAKTERISTIK GELOMBANG PECAH DI PANTAI NIAMPAK UTARA

ANALISIS KARAKTERISTIK GELOMBANG PECAH DI PANTAI NIAMPAK UTARA ANALISIS KARAKTERISTIK GELOMBANG PECAH DI PANTAI NIAMPAK UTARA Ratna Parauba M. Ihsan Jasin, Jeffrey. D. Mamoto Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sam Ratulangi Manado email : Parauba_ratna@yahoo.co.id

Lebih terperinci

STUDI JUMLAH ANGKUTAN SEDIMEN SEPANJANG GARIS PANTAI PADA LOKASI PANTAI BERLUMPUR ( Studi Kasus Di Pantai Bunga Batubara, Sumatera Utara) TUGAS AKHIR

STUDI JUMLAH ANGKUTAN SEDIMEN SEPANJANG GARIS PANTAI PADA LOKASI PANTAI BERLUMPUR ( Studi Kasus Di Pantai Bunga Batubara, Sumatera Utara) TUGAS AKHIR STUDI JUMLAH ANGKUTAN SEDIMEN SEPANJANG GARIS PANTAI PADA LOKASI PANTAI BERLUMPUR ( Studi Kasus Di Pantai Bunga Batubara, Sumatera Utara) TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi syarat penyelesaian Pendidikan

Lebih terperinci

Analisa Perubahan Garis Pantai Akibat Kenaikan Muka Air Laut di Kawasan Pesisir Kabupaten Tuban

Analisa Perubahan Garis Pantai Akibat Kenaikan Muka Air Laut di Kawasan Pesisir Kabupaten Tuban JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5 1 Analisa Perubahan Garis Pantai Akibat Kenaikan Muka Air Laut di Kawasan Pesisir Kabupaten Tuban Liyani, Kriyo Sambodho, dan Suntoyo Teknik Kelautan, Fakultas

Lebih terperinci

BAB V PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA

BAB V PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA 52 BAB V PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA 5.1. TINJAUAN UMUM Perencanaan Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) ini memerlukan berbagai data meliputi : data peta Topografi, oceanografi, data frekuensi kunjungan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan algoritma empiris klorofil-a Tabel 8, Tabel 9, dan Tabel 10 dibawah ini adalah percobaan pembuatan algoritma empiris dibuat dari data stasiun nomor ganjil, sedangkan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV ANALISIS DATA BAB IV ANALISIS DATA 4.1.Tinjauan Umum Perencanaan pelabuhan perikanan Glagah ini memerlukan berbagai data meliputi: data angin, Hidro oceanografi, peta batimetri, data jumlah kunjungan kapal dan data

Lebih terperinci

ANALISA PERUBAHAN GARIS PANTAI TUBAN, JAWA TIMUR DENGAN MENGGUNAKAN EMPIRICAL ORTHOGONAL FUNCTION (EOF)

ANALISA PERUBAHAN GARIS PANTAI TUBAN, JAWA TIMUR DENGAN MENGGUNAKAN EMPIRICAL ORTHOGONAL FUNCTION (EOF) ANALISA PERUBAHAN GARIS PANTAI TUBAN, JAWA TIMUR DENGAN MENGGUNAKAN EMPIRICAL ORTHOGONAL FUNCTION (EOF) Moch. Rizal Azhar 4306 100 105 Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2012 DOSEN PEMBIMBING

Lebih terperinci

KERANGKA RAPERMEN TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN BATAS SEMPADAN PANTAI

KERANGKA RAPERMEN TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN BATAS SEMPADAN PANTAI KERANGKA RAPERMEN TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN BATAS SEMPADAN PANTAI BAB I BAB II BAB III BAB IV BAB V : KETENTUAN UMUM : PENGHITUNGAN BATAS SEMPADAN PANTAI Bagian Kesatu Indeks Ancaman dan Indeks Kerentanan

Lebih terperinci

STUDI PERUBAHAN GARIS PANTAI DI TELUK BANTEN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT LANDSAT MULTITEMPORAL

STUDI PERUBAHAN GARIS PANTAI DI TELUK BANTEN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT LANDSAT MULTITEMPORAL STUDI PERUBAHAN GARIS PANTAI DI TELUK BANTEN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT LANDSAT MULTITEMPORAL Erni Kusumawati *), Ibnu Pratikto, Petrus Subardjo Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR TRANSFORMASI GELOMBANG DAN PENGARUHNYA TERHADAP DINAMIKA PANTAI MUARA AJKWA TAHUN 1993-2007 MUKTI TRENGGONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

DINAMIKA PANTAI (Abrasi dan Sedimentasi) Makalah Gelombang Yudha Arie Wibowo

DINAMIKA PANTAI (Abrasi dan Sedimentasi) Makalah Gelombang Yudha Arie Wibowo DINAMIKA PANTAI (Abrasi dan Sedimentasi) Makalah Gelombang Yudha Arie Wibowo 09.02.4.0011 PROGRAM STUDI / JURUSAN OSEANOGRAFI FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS HANG TUAH SURABAYA 2012 0 BAB

Lebih terperinci

PERUBAHAN LUAS PESISIR DESA PERANCAK, BALI DITINJAU BERDASARKAN POLA REFRAKSI GELOMBANG

PERUBAHAN LUAS PESISIR DESA PERANCAK, BALI DITINJAU BERDASARKAN POLA REFRAKSI GELOMBANG Seminar Nasional Kelautan XII PERUBAHAN LUAS PESISIR DESA PERANCAK, BALI DITINJAU BERDASARKAN POLA REFRAKSI GELOMBANG Rizky Amaliya 1, Supriyatno Widagdo 2, Viv Djanat Prasita 3 Jurusan Oseanografi, Universitas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA WRPLOT View (Wind Rose Plots for Meteorological Data) WRPLOT View adalah program yang memiliki kemampuan untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA WRPLOT View (Wind Rose Plots for Meteorological Data) WRPLOT View adalah program yang memiliki kemampuan untuk II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. WRPLOT View (Wind Rose Plots for Meteorological Data) WRPLOT View adalah program yang memiliki kemampuan untuk mempresentasikan data kecepatan angin dalam bentuk mawar angin sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 : Definisi visual dari penampang pantai (Sumber : SPM volume 1, 1984) I-1

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 : Definisi visual dari penampang pantai (Sumber : SPM volume 1, 1984) I-1 BAB I PENDAHULUAN Pantai merupakan suatu sistem yang sangat dinamis dimana morfologi pantai berubah-ubah dalam skala ruang dan waktu baik secara lateral maupun vertikal yang dapat dilihat dari proses akresi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penutupan Lahan Tahun 2003 2008 4.1.1 Klasifikasi Penutupan Lahan Klasifikasi penutupan lahan yang dilakukan pada penelitian ini dimaksudkan untuk membedakan penutupan/penggunaan

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Gelombang

II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Gelombang II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gelombang Dinamika yang terjadi di pantai dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah gelombang, suplai sedimen dan aktifitas manusia (Sorensen 1993). Mula-mula angin membangkitkan

Lebih terperinci

POLA ARUS DAN TRANSPOR SEDIMEN PADA KASUS PEMBENTUKAN TANAH TIMBUL PULAU PUTERI KABUPATEN KARAWANG

POLA ARUS DAN TRANSPOR SEDIMEN PADA KASUS PEMBENTUKAN TANAH TIMBUL PULAU PUTERI KABUPATEN KARAWANG POLA ARUS DAN TRANSPOR SEDIMEN PADA KASUS PEMBENTUKAN TANAH TIMBUL PULAU PUTERI KABUPATEN KARAWANG Andi W. Dwinanto, Noir P. Purba, Syawaludin A. Harahap, dan Mega L. Syamsudin Universitas Padjadjaran

Lebih terperinci

ANALISA PERUBAHAN GARIS PANTAI MANGGAR BARU

ANALISA PERUBAHAN GARIS PANTAI MANGGAR BARU ejournal Teknik Sipil, 2016, 1 (1): 1-15 ISSN 0000-0000, ejournal.untag-smd.ac.id Copyright 2016 ANALISA PERUBAHAN GARIS PANTAI MANGGAR BARU Dennis Eta Cendekia Abstrak Dennis Eta Cendekia, Analisa Perubahan

Lebih terperinci

STUDI PERUBAHAN GARIS PANTAI DI MUARA SUNGAI PORONG BAB I PENDAHULUAN

STUDI PERUBAHAN GARIS PANTAI DI MUARA SUNGAI PORONG BAB I PENDAHULUAN STUDI PERUBAHAN GARIS PANTAI DI MUARA SUNGAI PORONG Yudha Arie Wibowo Mahasiswa Program Studi Oseanografi Universitas Hang Tuah Surabaya Email : skywalkerplus@ymail.com BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Lebih terperinci

PERUBAHAN DARATAN PANTAI DAN PENUTUPAN LAHAN PASCA TSUNAMI SECARA SPASIAL DAN TEMPORAL DI PANTAI PANGANDARAN, KABUPATEN CIAMIS JAWA BARAT

PERUBAHAN DARATAN PANTAI DAN PENUTUPAN LAHAN PASCA TSUNAMI SECARA SPASIAL DAN TEMPORAL DI PANTAI PANGANDARAN, KABUPATEN CIAMIS JAWA BARAT PERUBAHAN DARATAN PANTAI DAN PENUTUPAN LAHAN PASCA TSUNAMI SECARA SPASIAL DAN TEMPORAL DI PANTAI PANGANDARAN, KABUPATEN CIAMIS JAWA BARAT YUNITA SULISTRIANI SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN

Lebih terperinci

Studi Variabilitas Tinggi dan Periode Gelombang Laut Signifikan di Selat Karimata Mulyadi 1), Muh. Ishak Jumarang 1)*, Apriansyah 2)

Studi Variabilitas Tinggi dan Periode Gelombang Laut Signifikan di Selat Karimata Mulyadi 1), Muh. Ishak Jumarang 1)*, Apriansyah 2) Studi Variabilitas Tinggi dan Periode Gelombang Laut Signifikan di Selat Karimata Mulyadi 1), Muh. Ishak Jumarang 1)*, priansyah 2) 1) Program Studi Fisika Jurusan Fisika niversitas Tanjungpura 2) Program

Lebih terperinci

ANALISIS SPASIAL PERUBAHAN GARIS PANTAI DI PESISIR KABUPATEN SUBANG JAWA BARAT

ANALISIS SPASIAL PERUBAHAN GARIS PANTAI DI PESISIR KABUPATEN SUBANG JAWA BARAT Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 4, No. 2, Hlm. 280-289, Desember 2012 ANALISIS SPASIAL PERUBAHAN GARIS PANTAI DI PESISIR KABUPATEN SUBANG JAWA BARAT SPATIAL ANALYSIS OF SHORELINE CHANGES

Lebih terperinci

5. PEMBAHASAN 5.1 Koreksi Radiometrik

5. PEMBAHASAN 5.1 Koreksi Radiometrik 5. PEMBAHASAN Penginderaan jauh mempunyai peran penting dalam inventarisasi sumberdaya alam. Berbagai kekurangan dan kelebihan yang dimiliki penginderaan jauh mampu memberikan informasi yang cepat khususnya

Lebih terperinci

Identifikasi Lokasi Potensial Budidaya Tiram Mutiara Dengan Mengunakan Citra Satelit Landsat 7 ETM+

Identifikasi Lokasi Potensial Budidaya Tiram Mutiara Dengan Mengunakan Citra Satelit Landsat 7 ETM+ Identifikasi Lokasi Potensial Budidaya Tiram Mutiara Dengan Mengunakan Citra Satelit Landsat 7 ETM+ M. IRSYAD DIRAQ P. 3509100033 Dosen Pembimbing Prof. Dr. Ir. Bangun Muljo Sukojo, DEA, DESS 1 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Daerah Kajian Daerah yang akan dikaji dalam penelitian adalah perairan Jawa bagian selatan yang ditetapkan berada di antara 6,5º 12º LS dan 102º 114,5º BT, seperti dapat

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April Oktober 2011 meliputi

3. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April Oktober 2011 meliputi 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April Oktober 2011 meliputi penyusunan basis data, pemodelan dan simulasi pola sebaran suhu air buangan

Lebih terperinci

METODE. Waktu dan Tempat

METODE. Waktu dan Tempat Dengan demikian, walaupun kondisi tanah, batuan, serta penggunaan lahan di daerah tersebut bersifat rentan terhadap proses longsor, namun jika terdapat pada lereng yang tidak miring, maka proses longsor

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV ANALISIS DATA BAB IV ANALISIS DATA IV - 1 BAB IV ANALISIS DATA 4.1 Umum Analisis data yang dilakukan merupakan data-data yang akan digunakan sebagai input program GENESIS. Analisis data ini meliputi analisis data hidrooceanografi,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997

Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997 LAMPIRAN Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997 17 Lampiran 2. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 2006 18 Lampiran 3. Peta sebaran suhu permukaan Kodya Bogor tahun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rancu pemakaiannya, yaitu pesisir (coast) dan pantai (shore). Penjelasan mengenai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rancu pemakaiannya, yaitu pesisir (coast) dan pantai (shore). Penjelasan mengenai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Pantai Ada dua istilah tentang kepantaian dalam bahasa indonesia yang sering rancu pemakaiannya, yaitu pesisir (coast) dan pantai (shore). Penjelasan mengenai kepantaian

Lebih terperinci

SIMULASI SEBARAN SEDIMEN TERHADAP KETINGGIAN GELOMBANG DAN SUDUT DATANG GELOMBANG PECAH DI PESISIR PANTAI. Dian Savitri *)

SIMULASI SEBARAN SEDIMEN TERHADAP KETINGGIAN GELOMBANG DAN SUDUT DATANG GELOMBANG PECAH DI PESISIR PANTAI. Dian Savitri *) SIMULASI SEBARAN SEDIMEN TERHADAP KETINGGIAN GELOMBANG DAN SUDUT DATANG GELOMBANG PECAH DI PESISIR PANTAI Dian Savitri *) Abstrak Gerakan air di daerah pesisir pantai merupakan kombinasi dari gelombang

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA 5 BAB II 2.1 TINJAUAN UMUM Dalam suatu perencanaan dibutuhkan pustaka yang dijadikan sebagai dasar perencanaan agar terwujud spesifikasi yang menjadi acuan dalam perhitungan dan pelaksanaan pekerjaan di

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Persiapan Tahap persiapan merupakan tahapan penting dalam penelitian tugas akhir ini. Proses ini sangat berpengaruh terhadap hasil akhir penellitan. Pada tahap ini dilakukan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Hasil Uji Model Hidraulik UWS di Pelabuhan PT. Pertamina RU VI

DAFTAR ISI Hasil Uji Model Hidraulik UWS di Pelabuhan PT. Pertamina RU VI DAFTAR ISI ALAMAN JUDUL... i ALAMAN PENGESAAN... ii PERSEMBAAN... iii ALAMAN PERNYATAAN... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMBANG... xiii INTISARI...

Lebih terperinci

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pengumpulan Data Data-data yang digunakan dalam penelitian nerupa data sekunder yang dikumpulkan dari instansi terkait dan data primer yang diperoleh melalui survey lapangan.

Lebih terperinci

KAJIAN PENGARUH GELOMBANG TERHADAP KERUSAKAN PANTAI MATANG DANAU KABUPATEN SAMBAS

KAJIAN PENGARUH GELOMBANG TERHADAP KERUSAKAN PANTAI MATANG DANAU KABUPATEN SAMBAS Abstrak KAJIAN PENGARUH GELOMBANG TERHADAP KERUSAKAN PANTAI MATANG DANAU KABUPATEN SAMBAS Umar 1) Pantai Desa Matang Danau adalah pantai yang berhadapan langsung dengan Laut Natuna. Laut Natuna memang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan yaitu bulan Juli-Agustus 2010 dengan pemilihan lokasi di Kota Denpasar. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 8 eigenvalue masing-masing mode terhadap nilai total eigenvalue (dalam persen). PC 1 biasanya menjelaskan 60% dari keragaman data, dan semakin menurun untuk PC selanjutnya (Johnson 2002, Wilks 2006, Dool

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Tabel 3.1 Data dan Sumber No Data Sumber Keterangan. (Lingkungan Dilakukan digitasi sehingga 1 Batimetri

BAB III METODOLOGI. Tabel 3.1 Data dan Sumber No Data Sumber Keterangan. (Lingkungan Dilakukan digitasi sehingga 1 Batimetri BAB III METODOLOGI 3.1 Pengumpulan Data Data awal yang digunakan dalam Tugas Akhir ini adalah data batimetri (kedalaman laut) dan data angin seperti pada Tabel 3.1. Tabel 3.1 Data dan Sumber No Data Sumber

Lebih terperinci

PERUBAHAN DELTA DI MUARA SUNGAI PORONG, SIDOARJO PASCA PEMBUANGAN LUMPUR LAPINDO

PERUBAHAN DELTA DI MUARA SUNGAI PORONG, SIDOARJO PASCA PEMBUANGAN LUMPUR LAPINDO PERUBAHAN DELTA DI MUARA SUNGAI PORONG, SIDOARJO PASCA PEMBUANGAN LUMPUR LAPINDO Ima Nurmalia Permatasari 1, Viv Dj. Prasita 2 1) Mahasiswa Jurusan Oseanografi, Universitas Hang Tuah 2) Dosen Jurusan Oseanografi,

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 23 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut (SPL) Hasil olahan citra Modis Level 1 yang merupakan data harian dengan tingkat resolusi spasial yang lebih baik yaitu 1 km dapat menggambarkan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR JURUSAN TEKNIK GEOMATIKA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUIH NOPEMBER SURABAYA

TUGAS AKHIR JURUSAN TEKNIK GEOMATIKA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUIH NOPEMBER SURABAYA JURUSAN TEKNIK GEOMATIKA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUIH NOPEMBER SURABAYA TUGAS AKHIR STUDI PERUBAHAN GARIS PANTAI KAWASAN PESISIR SURABAYA DAN MADURA PASCA PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 13 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Februari 2010 sampai Februari 2011 yang berlokasi di Daerah Aliran Sungai (DAS) Cipunagara dan sekitarnya, Kabupaten

Lebih terperinci

DINAMIKA PERUBAHAN GARIS PANTAI PEKALONGAN DAN BATANG, JAWA TENGAH NEIRA PURWANTY ISMAIL SKRIPSI

DINAMIKA PERUBAHAN GARIS PANTAI PEKALONGAN DAN BATANG, JAWA TENGAH NEIRA PURWANTY ISMAIL SKRIPSI DINAMIKA PERUBAHAN GARIS PANTAI PEKALONGAN DAN BATANG, JAWA TENGAH NEIRA PURWANTY ISMAIL SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. - Sebelah Utara : Berbatasan dengan laut Jawa. - Sebelah Timur : Berbatasan dengan DKI Jakarta. Kabupaten Lebak.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. - Sebelah Utara : Berbatasan dengan laut Jawa. - Sebelah Timur : Berbatasan dengan DKI Jakarta. Kabupaten Lebak. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian Analisis dan Identifikasi Kerusakan Garis Pantai di Kabupaten TangerangProvinsi Banten adalah sebuah kabupaten di Provinsi Banten. Kabupaten

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Studi Daerah yang menjadi objek dalam penulisan Tugas Akhir ini adalah pesisir Kecamatan Muara Gembong yang terletak di kawasan pantai utara Jawa Barat. Posisi geografisnya

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pendugaan Parameter Input 4.1.1. Pendugaan Albedo Albedo merupakan rasio antara radiasi gelombang pendek yang dipantulkan dengan radiasi gelombang pendek yang datang. Namun

Lebih terperinci

PEMODELAN POLA ARUS LAUT PERMUKAAN DI PERAIRAN INDONESIA MENGGUNAKAN DATA SATELIT ALTIMETRI JASON-1

PEMODELAN POLA ARUS LAUT PERMUKAAN DI PERAIRAN INDONESIA MENGGUNAKAN DATA SATELIT ALTIMETRI JASON-1 PEMODELAN POLA ARUS LAUT PERMUKAAN DI PERAIRAN INDONESIA MENGGUNAKAN DATA SATELIT ALTIMETRI JASON-1 RAHMA WIDYASTUTI(3506 100 005) TEKNIK GEOMATIKA ITS - SURABAYA Pembimbing : Eko Yuli Handoko,ST.MT Ir.

Lebih terperinci

Gambar 1. Diagram TS

Gambar 1. Diagram TS BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Massa Air 4.1.1 Diagram TS Massa Air di Selat Lombok diketahui berasal dari Samudra Pasifik. Hal ini dibuktikan dengan diagram TS di 5 titik stasiun

Lebih terperinci