ANALISIS KEMAMPUAN LITERASI SAINS SISWA SMA KELAS X DI KOTA SOLOK. Gustia Angraini

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS KEMAMPUAN LITERASI SAINS SISWA SMA KELAS X DI KOTA SOLOK. Gustia Angraini"

Transkripsi

1 Prosiding ANALISIS Mathematics KEMAMPUAN and Sciences LITERASI Forum 2014 SAINS... ISBN ANALISIS KEMAMPUAN LITERASI SAINS SISWA SMA KELAS X DI KOTA SOLOK Gustia Angraini Jurusan Biologi FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia geeangraini@gmail.com ABSTRAK Literasi sains didefinisikan sebagai kapasitas untuk menggunakan pengertahuan ilmiah, mengidentifikasi pertanyaan dan menarik kesimpulan berdasarkan fakta untuk memahami alam semesta dan membuat keputusan dari perubahan yang terjadi karena aktivitas manusia. Literasi sains penting untuk dikuasai oleh siswa karena menjadi kunci bagi siswa untuk dapat meneruskan belajar sains atau tidak setelah itu. Dengan menguasai literasi sains, siswa dapat memahami lingkungan hidup, kesehatan, ekonomi dan masalah-masalah lain yang dihadapi oleh masyarakat modern yang sangat bergantung pada teknologi dan kemajuan serta perkembangan ilmu pengetahuan. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihatpenguasaan literasi sains siswa SMA kelas X di kota Solok yang diukur dengan soal-soal PISA 2006 yang difokuskan pada konten biologi.penelitian ini dilakukan pada siswa kelas X di 3 sekolah di kota Solok yaitu pada sekolah akreditasi A, B dan C. Sampel berjumlah 63 orang siswa yang diambil dengan menggunakan metode cluster random sampling. Dari penelitian didapatkan bahwa kemampuan literasi sains siswa kelas X di kota Solok masih kurang sekali, karena persentase yang didapatkan adalah 27,94% (rendah sekali 54% ). Faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya capaian siswa berupa materi pelajaran yang belum pernah dipelajari, siswa tidak terbiasa mengerjakan soal yang menggunakan wacana, dan proses pembelajaran yang tidak mendukung siswa dalam mengembangkan kemampuan literasi sains. Kata kunci: literasi sains, konteks ilmiah, proses ilmiah dan konten Biologi. I. PENDAHULUAN Tujuan pendidikan adalah mengembangkan pemikir-pemikir yang matang yang dapat menggunakan pengetahuan yang dimilikinya dalam kehidupan yang nyata (Marzano, 1988). Tujuan pembelajaran idealnya adalah memandu siswa untuk dapat beradaptasi di dunia nyata, menjadi pemikir kritis dan kreatif, pemecah masalah, dan pengambil keputusan. IPA didefinisikan sebagai pengetahuan yang diperoleh melalui pengumpulan data dengan eksperimen, pengamatan, dan deduksi untuk menghasilkan suatu penjelasan tentang sebuah gejala yang dapat dipercaya. Salah satu mata pelajaran yang mengampu pada sains adalah mata pelajaran IPA, khususnya Biologi. Melalui mata pelajaran Biologi diharapkan siswa mampu mengembangkan kemampuan berpikir analitis induktif dan deduktif dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan peristiwa alam sekitar. Siswa dikatakan literate terhadap sains atau melek terhadap sains ketika mampu menerapkan konsep-konsep atau fakta-fakta yang didapatkan di sekolah dengan fenomena-fenomena alam yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Literasi sains penting untuk dikuasai oleh siswa dalam kaitannya dengan bagaimana siswa dapat memahami lingkungan hidup, kesehatan, ekonomi dan masalah-masalah lain yang dihadapi oleh masyarakat modern yang sangat bergantung pada teknologi dan kemajuan serta perkembangan ilmu pengetahuan [16]. Literasi sains dianggap suatu hasil belajar kunci dalam pendidikan pada usia 15 tahun bagi semua siswa apakah meneruskan belajar sains atau tidak setelah itu. Literasi dalam sains terkait dengan kapasitas untuk merasa dan terikat dengan sains dan pengaplikasiannya dalam kehidupan seharihari, terutama dalam konteks transfer pengetahuan, komunikasi sains melalui media dan dalam kebijakan pengambilan keputusan berdasarkan sains[5]. Ref. [6] dalam jurnalnya The Meaning of Science, menyatakan literasi sains berarti penghargaan pada ilmu pengetahuan dengan cara meningkatkan komponen-komponen belajar dalam diri agar dapat memberi kontribusi pada lingkungan sosial. Berdasarkan pernyataan di atas, literasi sains memiliki arti luas, setiap kalangan dapat memberikan kontribusi dalam mengartikan

2 162 [PENDIDIKAN IPA] literasi sains. Secara umum literasi sains memiliki beberapa komponen, komponen tersebut adalah: (a) mampu membedakan mana konteks sains dan mana yang bukan konteks sains, (b) mengerti bagian-bagian Sains dan Teknologi dari sains dan memiliki pemahaman umum aplikasi sains, (c) memiliki kemampuan untuk menerapkan pengetahuan sains dalam pemecahan masalah, (d) mengerti karakteristik dari sains dan mengerti kaitannya dengan budaya, (e) mengetahui manfaat dan resiko yang ditimbulkan oleh sains. Pada PISA 2006 dimensi literasi sains dikembangkan menjadi empat dimensi, tambahannya yaitu aspek sikap siswa akan sains [10]. Aspek tersebut adalah aspek konteks, aspek konten, aspek kompetensi ilmiah/proses ilmiah dan aspek sikap. Pribadi Sosial Global sedimentasi), resiko asesmen Ketertarikan terhadap eksplanasi ilmiah fenomena alam, kegemaran yang berkaitan dengan sains, olahraga dan waktu luang, musik dan teknologi pribadi. Material baru, alat dan proses, modifikasi genetik, teknologi senjata dan transportasi Sumber: OECD (2006: 36) Kepunahan spesies, ekplorasi luar angkasa, asal usul dan struktur alam semesta. TABEL 1. CAKUPAN KONTEKS SAINS DALAM PISA 2006 Pribadi Sosial Global Kesehatan Sumber Daya Alam Lingkungan Bahaya Pemeliharaan kesehatan, kecelakaan dan nutrisi Konsumsi pribadi material dan energi Perilaku ramah lingkungan, penggunaan dan pembuangan material Akibat alam dan manusia, keputusan bertempat tinggal Kontrol penyakit, transmisi sosial, pemilihan makanan dan komunitas kesehatan Pemeliharaan populasi manusia, kualitas hidup, keamanan, produksi dan distribusi makanan dan suplai energi Distribusi populasi, pembuangan limbah, dampak lingkungan dan cuaca lokal Perubahan besar (gempa bumi, cuaca buruk), perubahan lambat dan progresif (erosi pesisir, Epidemi, penjangkitan infeksi penyakit. Dapat diperbarui dan tidak dapat diperbarui, sistem alami, pertumbuhan populasi, penyokong penggunaan spesies Biodiversitas, kekokohan ekologi, kontrol populasi, dan kehilangan tanah Perubahan cuaca, dampak perang modern TABEL 2. KONTEN PENGETAHUAN SAINS DALAM PISA 2006 Sistem Fisik Struktur materi (antara lain: model partikel, ikatan) Karakteristik materi (antara lain: perubahan wujud, hantaran panas dan listrik) Perubahan kimia materi (antara lain: reaksi, perpindahan energi, asam/basa) Gerak dan gaya (antara lain: kecepatan dan gesekan) Eneri dan perubahannya (antara lain: konversi, hilang, reaksi kimia) Interaksi energi dan materi (antara lain: gelombang cahaya, radio dan suara) Sistem Hayati Sel (antara lain: struktur dan fungsi, DNA tanaman dan hewan) Manusia (antara lain: kesehatan, nutrisi, subsistem [pencernaan, respires, dll]) Populasi (antara lain: spesies, evolusi, biodiversitas, variasi genetik) Ekosistem (antara lain: ranati makanan, aliran energi dan meteri) Biosfer (antara lain: kelestarian) Sistem Bumi Antariksa Struktur sistem bumi (antara lain: litosfer, atmosfer dan hidrosfer) Energi dalam sistem bumi (antara lain: tektonik lempeng, siklus geokimia, gaya konstruktif dan destruktif) Sejarah bumi (antara lain: fosil, asal-usul dan evolusi bumi) Bumi dalam antariksa (antara lain: gravitasi dan sistem tata surya) Sistem Teknologi Hukum sains berdasarkan teknologi Hubungan antara sains dan teknologi Konsep Prinsip-prinsip penting

3 ANALISIS KEMAMPUAN LITERASI SAINS Sumber: OECD (2006: 36) TABEL 3. ASPEK KOMPETENSI ILMIAH PISA 2006 Mengidentifikasi permasalahan ilmiah Mengenali permasalahan yang dapat diselidiki secara ilmiah. Mengidentifikasi kata-kata kunci untuk memperoleh informasi ilmiah. Mengenali fitur penyelidikan ilmiah. Menjelaskan fenomena secara ilmiah Mengaplikasikan pengetahuan sains dalam situasi yang diberikan. Mendeskripsikan atau menafsirkan fenomena ilmiah dan prediksi perubahan. Mengidentifikasi deskripsi, eksplanasi dan prediksi yang tepat. Menggunakan bukti-bukti ilmiah Menafsirkan bukti ilmiah dan membuat serta mengkomunikasikan kesimpulan. Mengidentifikasi asumsi, bukti sosial perkembangan sains dan teknologi. Sumber: OECD (2006: 36) TABEL 4. SURVEI PISA 2006 TERHADAP SIKAP SISWA Mendukung Penyelidikan Ilmiah Memahami pentingnya memperimbangkan perbedaan perspektif ilmiah dan argumentasi ilmiah. Mendukung penggunaan informasi faktual dan penjelasan yang rasional. Menunjukan perlunya proses yang logis dan cermat dalam membuat kesimpulan. Kepercayaan Diri sebagai Pembelajar Sains Mengangani tugas-tugas ilmiah secara efektif. Mengatasi kesulitan dalam memecahkan permasalahan ilmiah. Menunjukkan kemampuan ilmiah yang tinggi. Ketertarikan terhadap Sains Mengindikasikan keingintahuan pada sains dan isu-isu sains dan mempraktikkan sains. Menunjukkan keinginan untuk memperoleh tambahan pengetahuan dan kemampuan ilmiah, menggunakan berbagai sumber dan metode. Menunjukkan keinginan untuk mencari informasi dan memiliki ketertarikan secara terus meneru terhadap sains, termasuk mempertimbangkan karir yang berkaitan dengan sains. Tanggunjawab terhadap Sumber Daya Alam dan Lingkungan Memperlihatkan rasa tanggungjawab pribadi untuk memelihara lingkungan. Menunjukkan perhatian pada konsekuensi individu manusia terhadap lingkungan. Memperlihatkan keinginan untuk bertindak dalam menjaga sumber daya alam. Sumber: OECD (2006: 39) Programme of International Student Assessment (PISA) merupakan studi yang dikoordinasi oleh negara-negara OECD. PISA bertujuan untuk memonitor hasil sistem pendidikan yang berkaitan dengan kemampuan siswa usia 15 tahun dalam literasi membaca (reading literacy), literasi matematika (mathematical literacy), dan literasi sains (literacy science). Disamping itu, PISA didisain untuk membantu pemerintah tidak hanya memahami tetapi juga meningkatkan efektifitas sistem pendidikan. PISA mengumpulkan informasi yang reliabel setiap tiga tahun. Temuan-temuan PISA digunakan antara lain untuk: (a) membandingkan literasi membaca matematika dan sains siswa-siswa suatu negara dengan negara peserta lain; dan (b) memahami kekuatan dan kelemahan sistem pendidikan masing-masing negara [15]. Dasar penilaian prestasi literasi membaca, matematika dan sains dalam PISA memuat pengetahuan yang terdapat dalam kurikulum dan pengetahuan yang bersifat lintas kurikulum. Masing-masing aspek litersi yang diukur adalah sebagai berikut: (a) Membaca: terdiri dari memahami, menggunakan, dan merefleksikan dalam bentuk tulisan. (b) Matematika: mengidentifikasikan dan memahami serta menggunakan dasar-dasar matematika yang diperlukan ssseorang dalam menghadapi kehidupan sehari-hari. (c) Sains: menggunakan pengetahuan dan mengidentifikasi masalah untuk memahami fakta-fakta dan membuat keputusan tentang alam serta perubahan yang terjadi pada lingkungan[2]. Hasil PISA Indonesia sendiri mengalami penurunan. Dikutip dari Metrotvnews, hasil studi Programme for International Student Assessment (PISA) 2012 menunjukkan sistem pendidikan Indonesia masih sangat rendah. Dari 65 negara anggota PISA, pendidikan Indonesia berada di bawah peringkat 64. Tingkat membaca pelajar Indonesia menempati urutan ke-61 dari 65 negara anggota PISA. Indonesia hanya mengumpulkan skor membaca 396 poin. Tingkat membaca penduduk Indonesia tertinggal dari negara tetangga, Thailand (50) dan Malaysia (52). Untuk literasi matematika, pelajar Indonesia berada di peringkat 64 dengan skr 375. Adapun skor literasi sains berada di peringkat 64 dengan skor 382. Pada tahun ini, skor dan posisi tertinggi diraih Shanghai-China, Singapura, dan Hong Kong.

4 164 [PENDIDIKAN IPA] Sementara tiga tempat paling bawah diraih Qatar, Indonesia, dan Peru [1]. II. METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif. Pada penelitian ini, peneliti tidak memberikan perlakuan khusus terhadap sampel yang digunakan sehingga tidak memerlukan kelas kontrol maupun kelas eksperimen. Jenis penelitian ini adalah survei serta pengambilan data dilakukan dengan cara tes, angket, dan observasi proses pembelajaran. Ref. [4] penelitian survei memiliki beberapa karakteristik antara lain adalah informasi yang dikumpulkan berasal dari sampel yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang beberapa aspek atau karakteristik tertentu dari populasi tempat sampel tersebut berasal. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa SMA kelas X jurusan IPA di kota Solok pada tahun ajaran 2013/2014. Teknik pengambilan sampel akan dilakukan dengan menggunakan metode metode cluster random sampling digunakan untuk mengambil kelas yang akan dijadikan sampel penelitian dan seluruh siswa anggota kelas yang dijadikan sampel penelitian adalah subjek penelitian. III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian yang dibahas dalam penelitian ini akan dibagi dalam dua bagian, yaitu bagian capian literasi sains siswa per butir soal serta capian penguasaan literasi sains berdasarkan akreditasi sekolah. 1. Capaian Literasi Sains Siswa per Butir Soal Gbr 1 memperlihatkan diagram batang mengenai capaian literasi sains siswa per butir soal. Dalam gambar tersebut dapat terlihat tema-tema besar soal serta nomor soal. Pada masing-masing batang diagram terlihat skor capaian literasi siswa dari seluruh sampel. Skor rata-rata NP literasi sains siswa dari keseluruhan sampel adalah 27,94% dengan skor total maksimal per butir soal adalah 126. Diagram batang yang berwarna biru merupakan soal yang termasuk dalam menguji aspek kompetensi ilmiah berupa kemampuan siswa dalam mengidentifikasi pertanyaan ilmiah. Diagram batang yang berwarna merah muda merupakan soal yang termasuk dalam menguji aspek kompetensi ilmiah berupa menjelaskan fenomena secara ilmiah. Sedangkan diagram batang yang berwarna abu-abu merupakan soal yang termasuk dalam menguji aspek kompetensi ilmiah berupa menggunakan bukti-bukti ilmiah. NOMOR SOAL Rata-rata skor total perjumlah siswa = 16,76 Rata-rata NP = 27, Total skor maksimal per butir soal = Gbr 1. Diagram Batang Skor Soal Literasi Sains per Butir Soal Skor tertinggi yang berhasil dicapai dari keseluruhan sampel untuk masing-masing butir soal adalah soal dengan tema Keanekaragaman pada soal nomor dua dengan capaian skor 110. Soal nomor dua ini mempertanyakan tentang fenomena ilmiah yang mungkin terjadi pada suatu rantai makanan jika salah satu rantai makanannya diputus. Dari 63 orang sampel siswa, 55 orang siswa berhasil menjawab dengan benar, yang artinya bahwa 87,3% siswa menjawab soal dengan benar. Proses yang dinilai pada soal ini adalah menggambarkan atau mengevaluasi suatu kesimpulan [11]. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar siswa kelas XMIPA di kota Solok telah SKOR TOTAL 66 70

5 ANALISIS KEMAMPUAN LITERASI SAINS memiliki kemampuan untuk mendemonstrasikan pengetahuan dan pemahaman yang telah mereka dapatkan di sekolah untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Hasil yang dicapai ini juga menunjukkan bahwa siswa telah cukup memahami soal dengan baik. Soal ini meminta siswa untuk menganalisis kemungkingan peristiwa yang terjadi pada jaring-jaring makanan A dan B jika salah satu dari komponen rantai makan tersebut mati atau hilang. Siswa berhasil menjawab soal ini dengan benar karena materi jaring-jaring makanan telah dipelajari pada tema Ekosistem di SMP, sehingga mereka tidak menemui kesulitan yang berarti dalam menjawab soal. Capaian skor tertinggi kedua masih berada pada tema soal yang sama, yaitu Keanekaragaman pada soal nomor satu. Skor maksimal yang berhasil dicapai untuk soal ini adalah 100. Dari 63 sampel, 50 orang siswa atau sekitar 79,3% berhasil menjawab dengan benar. Soal nomor satu ini menanyakan tentang arah sumber makanan pada jaring makanan A dan B. Proses yang dinilai pada soal ini adalah mendemonstrasikan pengetahuan dan pemahaman [11]. Soal ini mengujikan aspek literasi sains yaitu menggunakan bukti-bukti ilmiah. Hasil yang dicapai ini menunjukkan bahwa siswa mampu memahami tujuan soal dengan baik dengan menunjukkan pemahaman untuk melihat sumber makanan terbanyak yang dimiliki oleh hewan pada jaring makanan A dan B. Capaian skor tertinggi berikutnya adalah soal pada nomor 19 dengan skor total 70. Soal nomor 19 yang memiliki tema yaitu Operasi Besar menilai kompetensi yang harus dimiliki siswa adalah menjelaskan fenomena secara ilmiah. Soal ini menanyakan tentang fungsi kandungan gula pada cairan infus yang diberikan pada pasien setelah melakukan operasi. Siswa diminta untuk menggali kembali pengetahuan yang mereka miliki tentang fungsi nutrisi bagi tubuh. Gula mengandung zat-zat yang diperlukan bagi tubuh, karena terkadang pasien yang tengah mengalami masa penyembuhan pascaoperasi sulit untuk makan seperti biasa. Sehingga mereka membutuhkan metode lain untuk mensuplai nutrisi yang diperlukan oleh tubuh, salah satunya melalui penambahan gula dalam infus pasien. Soal nomor 20 memiliki tema yang sama dengan soal nomor 19, namun capaian skor literasi sains siswa jauh dari yang diharapkan. Soal nomor 20 ini menilai kompetensi siswa dalam menggunakan bukti-bukti ilmiah. Dari 63 orang siswa, hanya satu orang siswa atau hanya 1,58% dari sampel yang berhasil menjawab dengan benar. Hal ini menunjukkan bahwa kompetensi menggunakan bukti ilmiah yang dituntut oleh PISA tidak berhasil dicapai oleh siswa kelas X di kota Solok. Soal nomor 20 ini masih terkait dengan operasi besar, namun lebih fokuskan pada transplantasi organ. Siswa sepertinya mengalami kesulitan dalam mengaitkan antara fungsi satu organ dengan organ yang lain. Jika salah satu organ dicangkok atau ditransplantasikan, maka belum tentu organ yang lain juga harus ditransplantasikan jika kondisinya masih baik. Namun, kebanyakan pasien yang melakukan transplantasi organ akan mengalami gangguan ginjal karena kerja ginjal menjadi lebih berat dibanding sebelumnya akibat pemberian obat-obatan selama proses pengobatan. Tipe soal pada nomor 20 ini sedikit berbeda dengan soal-soal yang telah dibahas sebelumnya. Soal ini memiliki pilihan Ya dan Tidak terhadap masing-masing 3 pernyataan/pertanyaan yang diberikan. Jika siswa salah menjawab salah satu dari pernyataan/pertanyaan yang diberikan, maka skor yang diberikan adalah nol. Begitu juga jika siswa hanya berhasil menjawab dengan benar satu pernyataan/pertanyaan saja, maka skor yang diberikanpun akan nol. Namun, jika siswa berhasil menjawab ketiga pernyataan/pertanyaan yang diberikan, maka skor yang diberikan adalah dua. Pada proses penilaian jawaban siswa, sebagian besar siswa salah dalam memberikan jawaban Ya atau Tidak. Ada siswa yang berhasil menjawab dengan benar satu dari pernyataan/pertanyaan, dan ada juga siswa yang berhasil menjawab dengan benar dua dari pernyataan/pertanyaan saja. Tidak terdapatnya pemberian skor satu pada soal tipe ini memberikan pengaruh besar terhadap capaian siswa, karena yang akan dihitung hanyalah siswa yang berhasil menjawab dengan skor dua. Hal ini menyebabkan hampir sebagian besar siswa mendapatkan poin nol untuk soal nomor 20 ini. Siswa diminta untuk menggambarkan satu kemungkinan yang membuatnya berpikir bahwa salah satu kondisi di daerah yang

6 166 [PENDIDIKAN IPA] dibandingkan (antara yang jauh dari pabrik kimia dengan yang dengan dengan pabrik kimia) tidak benar/direkayasa. Soal selanjutnya yang memiliki skor terendah adalah soal nomor 18 yang memiliki tema Resiko Kesehatan. Soal yang menilai kompetensi siswa dalam mengidentifikasi permasalahan-permasalahan ilmiah [11] ini, menanyakan tentang resiko adanya pabrik kimia terhadap kesehatan warga sekitar. Hal yang berbeda antara soal nomor 18 dengan soal nomor 20 adalah bentuk soal yang diberikan. Soal nomor 18 ini berbentuk essai, namun tidak memiliki kemungkinkan pemberian skor satu, sehingga siswa yang berhasil menjawab dengan benar akan mendapatkan skor dua, sedangan siswa yang tidak berhasil menjawab dengan benar/salah akan mendapatkan skor nol. Sepertinya siswa mengalami kesulitan dalam memberikan gambaran yang diminta soal. Hal ini terlihat dari sangat sedikitnya siswa yang berhasil menjawab dengan benar. Seperti soal nomor 20, soal nomor 18 ini hanya berhasil dijawab dengan benar oleh satu orang siswa saja. Hal ini menunjukkan bahwa siswa belum memenuhi tuntutan soal dalam mengidentifikasi adanya kemungkinan direkayasanya kondisi masyarakat akibat keberadaan pabrik kimia tersebut. Soal yang memiliki skor kesukaran paling tinggi yaitu 717 pada PISA 2006 terdapat pada nomor 27. Ref. [10] soal yang diujikan ini berada pada level paling tinggi, yaitu pada level 6. Soal yang menguji kemampuan siswa dalam kompetensi mengidentifikasi permasalahan ilmiah ini menanyakan tentang mengapa siswa perlu melakuan pengujian terhadap marmer yang direndam dengan air biasa dengan marmer yang direndam dengan air cuka oleh siswa saat bereksperimen. Dari 63 orang siswa, sebesar 20,6% sampel siswa berhasil menjawab dengan benar. Sedangkan, jika dibandingkan dengan hasil PISA 2006 dari negara-negara peserta OECD, siswa yang berhasil menjawab dengan benar berjumlah 36%. Namun, dengan adanya pemberian skor satu pada jawaban yang kurang benar, akan membantu siswa untuk meraih skor yang lebih tinggi. Hampir setengah dari siswa yang berhasil menjawab soal ini memperoleh skor satu, karena mereka memberikan jawaban bahwa kegiatan eksperimen ini dilakukan untuk membandingkan uji coba cuka dengan air biasa, namun mereka tidak menjelaskan bahwa hal tersebut dilakukan untuk menunjukkan bahwa asam (cuka) penting untuk terjadinya reaksi. Sebagian siswa yang lain ternyata mampu untuk menjelaskan dengan benar mengapa eksperimen ini diperlukan, sehingga siswa-siswa tersebut memperoleh skor dua. 2. Capaian Penguasaan Literasi Sains Siswa Berdasarkan Akreditasi Sekolah Penelitian ini menggunakan tiga sekolah sebagai populasi, dimana masing-masing sekolah mewakili akreditasi A, B dan C yang ada di kota Solok, baik sekolah negeri ataupun swasta. Sekolah yang mewakili akreditasi A berjumlah 24 orang siswa. Sekolah yang mewakili akreditasi B berjumlah 28 orang siswa dan sekolah yang mewakili akreditasi C berjumlah siswa 10 orang. Pelaksanaan di lakukan selama jam mata perlajaran Biologi di masing-masing sekolah. Seluruh sampel diberikan soal literasi sains dari PISA 2006 dan dikerjakan dalam waktu 2 jam pelajaran. Dari hasil pengujian soal literasi sains, terlihat perbedaan hasil dari masing-masing sekolah. Capaian literasi sains tertinggi berada pada sekolah berakreditasi A, kemudian diikuti oleh seolah berakreditasi B dan capaian literasi sains terendah diperoleh oleh sekolah berakreditasi C. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada tabel di bawah ini. TABEL 4 HASIL TES LITERASI SAINS BERDASARKAN SEKOLAH Ratarata skor Nilai tertinggi Nilai terendah Rata- Rata Nilai Persen (NP) Sekolah Akreditasi A Sekolah Akreditasi B Sekolah Akreditasi C 22,38 14,17 10, ,29 23,62 18 Secara umum, hasil capaian literasi sains siswa kelas X di kota Solok sangat rendah, yaitu antara 18-37,29 yang mana menurut Ref. [12] termasuk pada kategori sangar rendah dan berbanding lurus dengan

7 ANALISIS KEMAMPUAN LITERASI SAINS akreditasi sekolah. Pertama, perbandingannya dari segi nilai persen hasil capaian literasi sains. Siswa kelas X di sekolah berkluster A memperoleh nilai ratarata persen sebesar 37,29. Nilai tertinggi yang berhasil diperoleh adalah 33 atau jika dihitung nilai persen adalah 55% dan termasuk ke dalam kategori kurang. Nilai terendah yang diperoleh adalah 7 atau jika dihitung nilai persen adalah 11,67% (menggunakan rumus Purwanto, 2009) dan termasuk ke dalam kategori kurang sekali. Siswa kelas X di sekolah berkluster B memperoleh nilai persen sebesar 23,62, dengan perolehan nilai tertinggi adalah 31 atau dengan nilai persen sebesar 51,67% dan termasuk kategori rendah sekali. Nilai terendah yang berhasil diperoleh adalah 2 atau jika dihitung nilai persen adalah 3,33% dan termasuk ke dalam kategori kurang sekali. Siswa kelas X di sekolah berkluster C juga memperoleh nilai persen paling rendah, yaitu sebesar 18 atau dengan nilai persen sebesar 30% dan termasuk ke dalam kategori kurang sekali. Nilai terendah yang berhasil diperoleh siswa kelas X di sekolah berkluster C sama dengan siswa di sekolah berakreditasi B, yaitu 2 atau jika dihitung nilai persen adalah 3,33% dan termasuk ke dalam kategori kurang sekali. B. Pembahasan Keseluruhan sekolah memperoleh capaian literasi yang kurang sekali, karena dalam kategori persentasi penguasaan literasi sains, jika nilai yang didapat 54%, maka akan tergolong kurang sekali. Padahal, nilai tertinggi yang berhasil didapatkan siswa adalah 55%. Jika hasil pengujian ini dibandingkan dengan hasil PISA 2006 yang difokuskan pada literasi sains, maka hal ini sejalan. Hasil PISA 2006 Indonesia berada pada peringkat 50 dari 57 negara peserta [10]. Ada beberapa hal yang menyebabkan rendahnya hasil capaian literasi sains siswa. Pertama, materi pelajaran yang belum pernah dipelajari sehingga siswa mengalami kesulitan dalam menjawab soal-soal yang diberikan. Salah satu contoh pada soal nomor 10 yang bertemakan Mousepox. Pada soal nomor 10 ini ditanyakan mengenai infeksi virus cacar ke spesies lain selain tikus. Materi virus di SMA dipelajari di kelas X semester satu. Namun, pada materi virus tersebut tidak dijelaskan apa itu DNA maupun gen. Materi mengenai DNA dan gen dipelajari di kelas XII pada materi Genetika. Begitu pula dengan materi biologi di SMP, materi DNA dan gen tidak dijelaskan. Hal tersebut menambah penyebab ketidakpahaman siswa mengenai materi tersebut. Ketidakpahaman siswa mengenai DNA dan gen dapat dilihat dari capaian hasil literasi sains seluruh sampel. Dari 63 orang siswa, hanya 19 orang siswa atau sekitar 30% yang berhasil menjawab dengan benar, itupun lebih dari setengah siswa yang menjawab dengan benar berada di sekolah berakreditasi A dan sisanya tersebar di sekolah berakreditasi B dan C. Kedua, yang menyebabkan rendahnya penguasaan literasi sains adalah siswa tidak terbiasa mengerjakan soal yang menggunakan wacana. Hal ini diketahui dari hasil wawancara dengan beberapa siswa yang mengeluhkan banyaknya wacana pada soal yang diberikan, serta sulitnya soal yang mereka kerjakan. Siswa mengatakan bahwa soal-soal yang sering diberikan oleh guru lebih banyak berupa soal yang tidak memiliki wacana. Soal literasi sains yang diberikan memiliki wacana maupun gambar berjumlah 15 buah. Faktor ketiga yang menyebabkan rendahnya penguasaan literasi sains siswa adalah guru kurang membiasakan proses pembelajaran yang mendukung siswa dalam mengembangkan literasi sains. Dari hasil observasi proses pembelajaran yang dilakukan saat proses pembelajaran, secara umum terlihat bahwa guru dalam proses pembelajarannya kurang mendukung perkembangan kemampuan literasi sains siswa. Guru dalam proses pembelajarannya tidak menghadirkan sesuatu yang dapat memacu siswa untuk berpikir seperti teks pengantar, gambar, skenario suatu kasus atau contoh suatu permasalahan yang terjadi di sekitarnya ataupun bahan atau alat peraga yang baru dikenal oleh siswa. Saat pembelajaran berlangsung, guru langsung masuk dalam pokok materi yang akan diajarkan pada hari tersebut tanpa memberikan rangsangan kepada siswa. Penyampaian materi dari guru ke siswa sebagian besar dilakukan dengan mendengarkan penjelasan dan kurang melibatkan siswa untuk aktif di dalam kelas, sehingga kurang membangun aspek literasi sains siswa. Hal tersebut juga pernah diungkapkan Ref. [5] bahwa proses pembelajaran biologi ataupun sains yang cenderung menekankan aspek pemahaman berdasarkan ingatan dan sangat jarang

8 168 [PENDIDIKAN IPA] membangun kemampuan analisis (menerjemahkan, menghubung-hubungkan, menjelaskan dan menerapkan informasi) berdasarkan data ilmiah. Kemudian, dalam proses pembelajaran guru juga terlihat kurang mengajak siswa dalam menganalisa penyebab terjadinya suatu permasalahan. Padahal materi yang diajarkan adalah Ekosistem, seharusnya guru memberikan contoh-contoh permasalahan yang mungkin terjadi di sekitar siswa untuk dianalisa. Salah satu contoh yang mungkin dapat diberikan adalah penyebab terjadinya ketidakseimbangan ekosistem seperti pada rantai makanan. Jika salah satu komponen rantai makanan atau jaring makanan hilang, maka hal tersebut akan mengganggu keseimbangan ekosistem. Seorang siswa dikatakan telah literasi terhadap sains adalah jika siswa tersebut ketika mampu menerapkan konsep-konsep atau fakta-fakta yang didapatkan di sekolah dengan fenomena-fenomena alam yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Literasi sains penting untuk dikuasai oleh siswa dalam kaitannya dengan bagaimana siswa dapat memahami lingkungan hidup, kesehatan, ekonomi dan masalah-masalah lain yang dihadapi oleh masyarakat modem yang sangat bergantung pada teknologi dan kemajuan serta perkembangan ilmu pengetahuan [16]. Literasi sains dianggap suatu hasil belajar kunci dalam pendidikan pada usia 15 tahun bagi semua siswa apakah meneruskan belajar sains atau tidak setelah itu. Mendukung pernyataan di atas, [14] juga mengemukakan bahwa orang yang telah literate terhadap sains dapat dilihat dari beberapa hal. Pertama, orang yang memiliki literasi sains dapat mengajukan pertanyaan, menemukan atau menentukan jawaban terhadap pertanyaan yang diturunkan dari keingintahuan tentang pengalaman seharihari. Kedua, orang yang memiliki literasi sains dapat mengidentifikasi isu-isu sains yang mendasari keputusan-keputusan lokal maupun nasional dan mengungkapkan informasi secara ilmiah. Ketiga, orang yang memiliki literasi sains mempunyai kemampuan untuk mengajukan dan mengevaluasi argument berdasarkan bukti serta menerapkan kesimpulan secara tepat. Dari keseluruhan pembahasan mengenai capaian literasi sains siswa di atas, dapat terlihat bahwa capaian literasi sains siswa kelas X di kota Solok sangat rendah. Padahal, literasi sains perlu dimiliki oleh siswa, karena orang yang literate terhadap sains (melek sains) akan menggunakan proses sains dalam pemecahan masalah, pembuatan keputusankeputusan, dan pemahaman lebih lanjut tentang kemasyarakatan dan lingungan [14]. Ada beberapa usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan literasi sains siswa, baik dari segi proses pembelajarannya, dari segi evaluasi atau soal-soal yang digunakan dalam mengevaluasi siswa. Meningkatkan kemampuan literasi sains siswa juga dapat dilakukan baik melalui media yang digunakan dalam proses pembelajaran ataupun dari pendidikan formal maupun informal. Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan literasi sains siswa adalah dengan media pembelajaran. Media pembelajaran yang dapat meningkatkan literasi sains adalah dengan pembelajaran yang menggunakan multimedia interaktif. Ref. [13] mengungkapkan bahwa pembelajaran berbasis multimedia interaktif dapat meningkatkan literasi sains siswa SMP pada topik pengaruh penggunaan zat aditif pada makanan terhadap pencernaan manusia. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Ref. [3] yang mengembangkan software multimedia interaktif pada materi kesetimbangan kimia mengungkapkan bahwa software yang dikembangkan ini dapat meningkatkan literasi sains siswa. Keseluruhan aspek yang ada pada literasi sains siswa mengalami peningkatan setelah menggunakan software multimedia interkatif ini dalam pembelajarannya. Pada aspek konten literasi sains siswa mengalami pengikatan sebesar 53% (kategori sedang). Pada aspek konteks aplikasi terjadi peningkatan sebesar 57,8% (kategori sedang). Pada aspek proses terjadi peningkatan sebesar 75,1% (kategori tinggi) dan pada aspek sikap sains siswa terjadi peningkatan 54,1% (kategori sedang). Selain melalui media pembelajaran, pendidikan informal juga dapat meningkatkan literasi sains siswa. Penelitian yang dilakukan [7] mendapatkan bahwa kegiatan kuliah lapangan (field trip) dapat meningkatkan literasi sains siswa. Kegiatan field trip yang mereka lakukan ini melibatkan observasi dan analisis dari aspek geologi dalam konteks lingkungan yang sebenarnya. Bagi siswa, strategi ini dapat membuatnya lebih mudah untuk memahami konsep yang menuntut level abstraksi. Kegiatan ini juga

9 ANALISIS KEMAMPUAN LITERASI SAINS mengindikasikan aktifitas yang diikuti oleh para siswa ini membuat mereka lebih baik dalam memperlajari tentang sains dan untuk memahami sains. Kegiatan field trip ini juga membantu siswa dalam membangun pengetahuan baru dan mengembangkan kompetensi yang didukung melalui mempelajari geologi dan ilmu pengetahuan alam lain. Sejalan dengan hal tersebut[7] juga menyatakan bahwa fieldwork meningkatkan pembelajaran siswa melalui peningkatan pemahaman siswa tentang subjek yang dipelajari. C. Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan keseluruhan, didapatkan kesimpulan bahwa penguasaan literasi sains siswa kelas X di kota Solok tergolong rendah sekali. Rata-rata persentase NP capaian yang mereka dapatkan hanya 27,94% dengan skor total maksimal adalah 126. Banyak hal yang menyebabkan literasi sains siswa menjasi rendah, seperti materi pelajaran yang belum pernah dipelajari, siswa tidak terbiasa mengerjakan soal yang menggunakan wacana, dan proses pembelajaran yang kurang mendukung siswa dalam mengembangkan kemampuan literasi sainsnya. Untuk meningkatkan kemampuan literasi sains siswa dapat dilakukan beberapa cara seperti dengan media pembelajaran yang menggunakan multimedia interaktif. Kemudian bisa juga melalui kegitan field tripdapat meningkatkan literasi sains siswa dan juga dapat membuatnya lebih mudah untuk memahami konsep yang menuntut level abstraksi. DAFTAR PUSTAKA [1] Anonim. (20l3). Hasil Studi Programme for International Student Assessment (PISA) 2012 Indonesia. [Online]. Tersedia di : /PlSA results-snapshot- Volume-I-ENG.pdf. Diakses 19 Januari [2] Anonim. (2013). Survei Internasional PISA. [Online]. Tersedia di: x.php/survei-intemasionalpisa.diakses 14 Januari [3] Bahriah, E. S. (2012). PengembanganMultimedia Interaktif Kesetimbangan Kimia untuk Meningkatkan Literasi Sains Siswa. (Tesis). Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. [4] Fraenkel, J. R., Wallen, N. E., dan Hyun, H. H. (2012). How to Design and Evaluate Research in Education. New York : McGraw-Hill. [5] Hadinugraha, Syam. (2012). Literasi Sains Siswa SMA Berdasarkan Kerangka PISA (The Programme for International Student Assessment) pada Konten Pengetahuan Biologi. Skripsi pada FPMIPA UPI: tidak diterbitkan. [6] Holbrook, Jack. (2009). " The Meaning of Scientific Literacy"'.International Journal of Environmental & Science Educational [Online], Vol4 (3), Tersedia di : ecial_issue_holbrook.pdfdiakses 7Januari [7] Lima, Alexandre. (2010). Field Trip Activity In an Ancient Gold Mine: Scientific Literacy In Informal Education. SAGE Publication, 19 (3) (2010) Tersedia di: full.pdf+html. Diakses 25 Juni [8] Marzano, R. J., et.al. (1988). Dimensions of Thinking: A Framework for Curriculum and Instruction. Alexandria, Virginia: Association for Supervision and Curriculum Development. [9] OECD. (2006). Assessing Scientific, Reading Mathematical Literacy: A Framework for PISA [Online]. Tersedia di: Diakses 15 Januari [10] OECD. (2007). PISA 2006 Science Competencies for Tomorrow s World Executive Summary. [Online]. Tersedia di: iva/informepisa2006-finalingles.pdf. Diakses 16 Januari [11] OECD. (2009). Take the Test. Sampel Questions from OECD s PISA

10 170 [PENDIDIKAN IPA] Assessments. [Online]. Tersedia di: s/take%20the%20test%20e%20book. pdf. Diakses 14 Januari [12] Purwanto, M. N. (2009). Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: T. Remaja Rosdakarnya. [13] Retmana, L. R. (2010) Pembelajaran Berbasis Multimedia Interaktif untuk Meningkatkan Kemampuan Literasi Sains Siswa SMP. (Tesis). Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. [14] Sudiatmika, A. A. Istri Rai. (2010). Pengembangan Alat Ukur Tes Literasi Sains Siswa SMP dala Konteks Budaya Bali. (Disertasi). Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. [15] Thomson, S. dan De Bortoli, L. (2008). Exploring Scientific Literacy: How Australia Measures Up The PISA Survey of Student'sScientific, Reading and Mathematical Literacy Skills. Camberwell, Vic.: ACER Press. [16] Yusuf S. (2003). Literasi Siswa Indonesia Loporan PISA [Online]. Tersedia di: Diakses 3 Januari [17] Zuriyani, Elsy. (2012). Literasi Sains dan Pendidikan [Online]. Tersedia di: eitullsan/wagi/ pdf. Diakses 3 Januari 2014.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penilaian adalah proses memberikan atau menentukan nilai kepada objek

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penilaian adalah proses memberikan atau menentukan nilai kepada objek BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penilaian 2.1.1 Pengertian Penilaian Penilaian adalah proses memberikan atau menentukan nilai kepada objek tertentu berdasarkan suatu kriteria tertentu (Sudjana, 2006). Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal (1) pendidikan itu sendiri merupakan usaha sadar

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 46 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode dan Desain Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif. Pada penelitian ini, peneliti tidak memberikan perlakuan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Subyek Penelitian Penelitian dilaksanakan di beberapa lokasi di Kota Bandung. Pemilihan lokasi berdasarkan pada tempat pelaksanaan pendampingan pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bertujuan untuk mempersiapkan seseorang menjadi manusia

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bertujuan untuk mempersiapkan seseorang menjadi manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan bertujuan untuk mempersiapkan seseorang menjadi manusia seutuhnya dan bertanggungjawab terhadap kehidupannya. Tujuan pendidikan sains (IPA) menurut

Lebih terperinci

SRIE MULYATI, 2015 KONSTRUKSI ALAT UKUR PENILAIAN LITERASI SAINS SISWA SMA PADA KONTEN SEL VOLTA MENGGUNAKAN KONTEKS BATERAI LI-ION RAMAH LINGKUNGAN

SRIE MULYATI, 2015 KONSTRUKSI ALAT UKUR PENILAIAN LITERASI SAINS SISWA SMA PADA KONTEN SEL VOLTA MENGGUNAKAN KONTEKS BATERAI LI-ION RAMAH LINGKUNGAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sejatinya adalah proses memanusiakan manusia, maka program pendidikan seharusnya dapat menjawab kebutuhan manusia secara utuh dalam menghadapi kenyataan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering dimunculkan dengan istilah literasi sains (scientific literacy). Literasi

BAB I PENDAHULUAN. sering dimunculkan dengan istilah literasi sains (scientific literacy). Literasi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Salah satu faktor yang berpengaruh dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada zaman sekarang adalah kemampuan yang berhubungan dengan penguasaan sains. Kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ika Citra Wulandari, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ika Citra Wulandari, 2015 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang banyak digunakan dan dimanfaatkan untuk menyelesaikan permasalahan pada hampir semua mata pelajaran yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan kehidupan suatu bangsa sangat ditentukan oleh pendidikan. Pendidikan yang tertata dengan baik dapat menciptakan generasi yang berkualitas, cerdas, adaptif,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 23 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi, Populasi dan Sampel Lokasi dalam penelitian ini dilakukan di FPMIPA A Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan keterampilan sepanjang hayat (Rustaman, 2006: 1). Sistem

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan keterampilan sepanjang hayat (Rustaman, 2006: 1). Sistem 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan suatu negara dalam mengikuti berbagai pentas dunia antara lain ditentukan oleh kemampuan negara tersebut dalam meningkatkan pengetahuan dan keterampilan

Lebih terperinci

2014 PENGEMBANGAN BUKU AJAR KIMIA SUB TOPIK PROTEIN MENGGUNAKAN KONTEKS TELUR UNTUK MEMBANGUN LITERASI SAINS SISWA SMA

2014 PENGEMBANGAN BUKU AJAR KIMIA SUB TOPIK PROTEIN MENGGUNAKAN KONTEKS TELUR UNTUK MEMBANGUN LITERASI SAINS SISWA SMA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya sains dalam kehidupan manusia membuat kemampuan melek (literate) sains menjadi sesuatu yang sangat penting. Literasi sains merupakan tujuan yang ingin dicapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi. Sebagaimana dikemukakan oleh Sukmadinata (2004: 29-30) bahwa

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi. Sebagaimana dikemukakan oleh Sukmadinata (2004: 29-30) bahwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecakapan hidup atau life skills mengacu pada beragam kemampuan yang diperlukan untuk menempuh kehidupan yang penuh kesuksesan dan kebahagiaan, seperti kemampuan

Lebih terperinci

ANALISIS BUKU AJAR IPA YANG DIGUNAKAN DI SEMARANG BERDASARKAN MUATAN LITERASI SAINS

ANALISIS BUKU AJAR IPA YANG DIGUNAKAN DI SEMARANG BERDASARKAN MUATAN LITERASI SAINS ANALISIS BUKU AJAR IPA YANG DIGUNAKAN DI SEMARANG BERDASARKAN MUATAN LITERASI SAINS Ani Rusilowati Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang email: rusilowati@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Hayat dan Yusuf (2010) setiap warga negara perlu literate terhadap

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Hayat dan Yusuf (2010) setiap warga negara perlu literate terhadap BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Hayat dan Yusuf (2010) setiap warga negara perlu literate terhadap sains. Literate terhadap sains ini penting dikuasai oleh siswa dalam kaitannya dengan cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Julia Artati, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Julia Artati, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era pesatnya arus informasi dewasa ini, pendidikan sains berpotensi besar dan berperan penting dalam menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas yang cakap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran sains di Indonesia dewasa ini kurang berhasil meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran sains di Indonesia dewasa ini kurang berhasil meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran sains di Indonesia dewasa ini kurang berhasil meningkatkan kemampuan literasi sains siswa, uraian tersebut berdasarkan pada informasi diagnostik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pemicu dalam kemajuan ilmu pendidikan. Mutu pendidikan perlu

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pemicu dalam kemajuan ilmu pendidikan. Mutu pendidikan perlu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat menjadi pemicu dalam kemajuan ilmu pendidikan. Mutu pendidikan perlu ditingkatkan karena disadari saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewi Murni Setiawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewi Murni Setiawati, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sains bukan hanya kumpulan pengetahuan saja. Cain dan Evans (1990, dalam Rustaman dkk. 2003) menyatakan bahwa sains mengandung empat hal, yaitu: konten/produk, proses/metode,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kimia merupakan bagian dari rumpun sains, karena itu pembelajaran kimia juga merupakan bagian dari pembelajaran sains. Pembelajaran sains diharapkan dapat

Lebih terperinci

Kimia merupakan salah satu rumpun sains, dimana ilmu kimia pada. berdasarkan teori (deduktif). Menurut Permendiknas (2006b: 459) ada dua hal

Kimia merupakan salah satu rumpun sains, dimana ilmu kimia pada. berdasarkan teori (deduktif). Menurut Permendiknas (2006b: 459) ada dua hal BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kimia merupakan salah satu rumpun sains, dimana ilmu kimia pada awalnya diperoleh dan dikembangkan berdasarkan percobaan (induktif) namun pada perkembangan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 26 BAB III METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional 1. Inquiry lesson yang dimaksud adalah pembelajaran inquiry tentang kompetensi dasar, Mendeskripsikan proses perolehan nutrisi dan transformasi energi

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KEMAMPUAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI DITINJAU DARI ASPEK-ASPEK LITERASI SAINS

IDENTIFIKASI KEMAMPUAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI DITINJAU DARI ASPEK-ASPEK LITERASI SAINS IDENTIFIKASI KEMAMPUAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI DITINJAU DARI ASPEK-ASPEK LITERASI SAINS Suciati 1, Resty 2, Ita.W 3, Itang 4, Eskatur Nanang 5, Meikha 6, Prima 7, Reny 8 Program Studi Magister

Lebih terperinci

MENYELESAIKAN SOAL MATEMATIKA MODEL PISA LEVEL 4. Kamaliyah, Zulkardi, Darmawijoyo

MENYELESAIKAN SOAL MATEMATIKA MODEL PISA LEVEL 4. Kamaliyah, Zulkardi, Darmawijoyo JPM IAIN Antasari Vol. 1 No. 1 Juli Desember 2013, pp. 1-8 MENYELESAIKAN SOAL MATEMATIKA MODEL PISA LEVEL 4 Kamaliyah, Zulkardi, Darmawijoyo Abstrak PISA (Program International for Student Assessment)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Ismail, 2016

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Ismail, 2016 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin mendorong upayaupaya pembaharuan dalam pemanfaatan hasil-hasil teknologi dalam proses belajar. Para guru dituntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Skor Maksimal Internasional

BAB I PENDAHULUAN. Skor Maksimal Internasional 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mutu pendidikan dalam standar global merupakan suatu tantangan tersendiri bagi pendidikan di negara kita. Indonesia telah mengikuti beberapa studi internasional,

Lebih terperinci

Universitas Pendidikan Indonesia, Indonesia Jl. Dr. Setiabudhi No. 299 Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia, Indonesia Jl. Dr. Setiabudhi No. 299 Bandung Pengaruh Integrasi Proses Reasearching Reasoning Reflecting (3R) pada Model Problem Basel Learning (PBL) terhadap Domain Literasi Saintifik Siswa SMA Kelas X A.I. Irvani 1*, A. Suhandi 2, L. Hasanah 2

Lebih terperinci

Tren Penelitian Sains dan Penelitian Pendidikan Sains

Tren Penelitian Sains dan Penelitian Pendidikan Sains SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN SAINS Pengembangan Model dan Perangkat Pembelajaran untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Magister Pendidikan Sains dan Doktor Pendidikan IPA FKIP UNS Surakarta,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi (Depdiknas, 2006). Pendidikan IPA memiliki potensi yang besar

BAB I PENDAHULUAN. teknologi (Depdiknas, 2006). Pendidikan IPA memiliki potensi yang besar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sebagai bagian dari pendidikan pada umumnya berperan penting untuk menyiapkan peserta didik yang mampu berpikir kritis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Siska Sintia Depi, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Siska Sintia Depi, 2014 BAB I PENDAHULUAN Pada bagian ini akan diuraikan mengenai latar belakang penelitian, identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi skripsi. A. Latar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah seperti tidak dapat melanjutkan studi, tidak dapat menyelesaikan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah seperti tidak dapat melanjutkan studi, tidak dapat menyelesaikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mutu pendidikan yang baik dicerminkan oleh lulusan yang memiliki kompetensi yang baik. Mutu pendidikan yang rendah dapat menimbulkan berbagai masalah seperti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sains siswa adalah Trends in International Mathematics Science Study

I. PENDAHULUAN. sains siswa adalah Trends in International Mathematics Science Study I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu studi internasional yang mengukur tingkat pencapaian kemampuan sains siswa adalah Trends in International Mathematics Science Study (TIMSS) yang dikoordinasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) saat ini menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) saat ini menjadi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) saat ini menjadi kunci penting dalam menghadapi tantangan di masa depan. Untuk itu, pendidikan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agar teori dapat diterapkan pada permasalahan yang nyata (kognitif), melatih

BAB I PENDAHULUAN. agar teori dapat diterapkan pada permasalahan yang nyata (kognitif), melatih BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Praktikum merupakan bagian integral dari kegiatan belajar mengajar. Praktikum menjadi sarana pengenalan bahan dan peralatan yang semula dianggap abstrak menjadi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 36 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kemampuan dan Perbedaan Literasi Sains Siswa SMA Sebelum dan Setelah Diterapkan Pembelajaran Field Trip pada Kelas Eksperimen dan Kontrol pada Materi Ekosistem.

Lebih terperinci

2015 KONSTRUKSI DESAIN PEMBELAJARAN IKATAN KIMIA MENGGUNAKAN KONTEKS KERAMIK UNTUK MENCAPAI LITERASI SAINS SISWA SMA

2015 KONSTRUKSI DESAIN PEMBELAJARAN IKATAN KIMIA MENGGUNAKAN KONTEKS KERAMIK UNTUK MENCAPAI LITERASI SAINS SISWA SMA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Organisasi dunia OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) mengembangkan suatu program yang disebut PISA (Programme for International Student Assessment).

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di SMA Negeri 22 Bandung yang beralamat di Jalan Rajamantri Kulon No. 7A, Bandung, pada semester ganjil tahun ajaran 2014/2015.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pendekatan Pembelajaran Multiple Representations. umum berdasarkan cakupan teoritik tertentu. Pendekatan pembelajaran

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pendekatan Pembelajaran Multiple Representations. umum berdasarkan cakupan teoritik tertentu. Pendekatan pembelajaran 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoretis 1. Pendekatan Pembelajaran Multiple Representations Pendekatan pembelajaran menurut Sanjaya (2009: 127) adalah suatu titik tolak atau sudut pandang mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Literasi sains merupakan salah satu ranah studi Programme for Internasional Student Assessment (PISA). Pada periode-periode awal penyelenggaraan, literasi sains belum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara maksimal. Keberadaan buku ajar memberikan kemudahan bagi guru dan. siswa untuk dapat memahami konsep secara menyeluruh.

BAB I PENDAHULUAN. secara maksimal. Keberadaan buku ajar memberikan kemudahan bagi guru dan. siswa untuk dapat memahami konsep secara menyeluruh. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam atau sains merupakan salah satu ilmu pengetahuan yang mempunyai peran penting dalam kehidupan manusia. IPA mengajukan berbagai pertanyaan

Lebih terperinci

2015 PENERAPAN LEVELS OF INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN LITERASI SAINS PESERTA DIDIK SMP PADA TEMA LIMBAH DAN UPAYA PENANGGULANGANNYA

2015 PENERAPAN LEVELS OF INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN LITERASI SAINS PESERTA DIDIK SMP PADA TEMA LIMBAH DAN UPAYA PENANGGULANGANNYA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Literasi sains adalah kemampuan seseorang untuk memahami sains, dan kemampuan seseorang untuk menerapkan sains bagi kebutuhan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di sekolah dasar, Ilmu Pengetahuan Alam atau sains merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Di sekolah dasar, Ilmu Pengetahuan Alam atau sains merupakan salah satu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di sekolah dasar, Ilmu Pengetahuan Alam atau sains merupakan salah satu pelajaran yang diujikan dalam ujian nasional selain matematika dan bahasa Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Ayu Eka Putri, 2014

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Ayu Eka Putri, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan harus dapat mengarahkan peserta didik menjadi manusia berkualitas yang mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah; dan manusia terdidik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dini Rusfita Sari, 2014 Universitas Pendidikan Indonesia Repository.upi.edu Perpustakaan.upi.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dini Rusfita Sari, 2014 Universitas Pendidikan Indonesia Repository.upi.edu Perpustakaan.upi. BAB I PENDAHULUAN Pada bagian ini diuraikan mengenai latar belakang penelitian, identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta struktur organisasi skripsi. A. Latar Belakang

Lebih terperinci

Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika. Vol 02 No 01 Tahun 2013, 20-25

Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika. Vol 02 No 01 Tahun 2013, 20-25 Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika. Vol 02 No 01 Tahun 2013, 20-25 ANALISIS PERBANDINGAN LEVEL KOGNITIF DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DALAM STANDAR ISI (SI), SOAL UJIAN NASIONAL (UN), SOAL (TRENDS IN INTERNATIONAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kualitas suatu bangsa dan negara sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikannya. Setiap bangsa yang ingin berkualitas selalu berupaya untuk meningkatkan tingkat

Lebih terperinci

PERANCANGAN PEMBELAJARAN LITERASI SAINS BERBASIS INKUIRI PADA KEGIATAN LABORATORIUM

PERANCANGAN PEMBELAJARAN LITERASI SAINS BERBASIS INKUIRI PADA KEGIATAN LABORATORIUM Jurnal Penelitian dan Pembelajaran IPA PERANCANGAN PEMBELAJARAN LITERASI SAINS BERBASIS INKUIRI PADA KEGIATAN LABORATORIUM (Diterima 30 September 2015; direvisi 16 Oktober 2015; disetujui 12 November 2015)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dasarnya pendidikan sains merupakan salah satu komponen dasar dari sistem

BAB I PENDAHULUAN. dasarnya pendidikan sains merupakan salah satu komponen dasar dari sistem 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan merupakan salah satu komponen terpenting dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu bidang pendidikan banyak mendapatkan perhatian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mengenai profil capaian literasi sains siswa SMA di Garut berdasarkan kerangka

BAB III METODE PENELITIAN. mengenai profil capaian literasi sains siswa SMA di Garut berdasarkan kerangka BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kuantitatif, yang bertujuan untuk menggambarkan dan mengungkapkan suatu masalah, keadaan, peristiwa sebagaimana

Lebih terperinci

2015 KONTRUKSI ALAT UKUR LITERASI SAINS SISWA SMP PADA KONTEN SIFAT MATERI MENGGUNAKAN KONTEKS KLASIFIKASI MATERIAL

2015 KONTRUKSI ALAT UKUR LITERASI SAINS SISWA SMP PADA KONTEN SIFAT MATERI MENGGUNAKAN KONTEKS KLASIFIKASI MATERIAL BAB I PENDAHULUAN Pada bagian ini diuraikan mengenai latar belakang penelitian, identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi skripsi. A. Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN A.

BAB III METODE PENELITIAN A. 28 BAB III METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional 1. Pembelajaran Inquiry lab Pembelajaran inquiry lab yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah salah satu tahapan inquiry dengan metode eksperimen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (Sains) merupakan ilmu yang berhubungan dengan

I. PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (Sains) merupakan ilmu yang berhubungan dengan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (Sains) merupakan ilmu yang berhubungan dengan alam dan fenomena yang terjadi di dalamnya. Biologi sebagai salah satu bidang Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

PENERAPAN LEVELS OF INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN DOMAIN KOMPETENSI DAN PENGETAHUAN SAINS SISWA SMP PADA TEMA PENCEMARAN LINGKUNGAN

PENERAPAN LEVELS OF INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN DOMAIN KOMPETENSI DAN PENGETAHUAN SAINS SISWA SMP PADA TEMA PENCEMARAN LINGKUNGAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Literasi sains telah menjadi istilah yang digunakan secara luas sebagai karakteristik penting yang harus dimiliki oleh setiap warga negara dalam masyarakat modern

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif. Menurut Sukmadinata (2008) penelitian deskriptif merupakan penelitian yang mendeskripsikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.c.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB I PENDAHULUAN. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.c.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika merupakan ilmu penting sebagai dasar dalam berbagai bidang terutama IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) sehingga matematika harus dipelajari serta dipahami

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. sendiri dan alam sekitar. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional

BABI PENDAHULUAN. sendiri dan alam sekitar. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional BABI PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Ilmu pengetahuan alam (IPA) merupakan wahana untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No. 22 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masuk dalam kurikulum pendidikan menengah di Indonesia. Ilmu kimia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. masuk dalam kurikulum pendidikan menengah di Indonesia. Ilmu kimia memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu kimia merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan alam yang masuk dalam kurikulum pendidikan menengah di Indonesia. Ilmu kimia memiliki peran yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam lingkup global, setiap tahun pada bulan April diselenggarakan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam lingkup global, setiap tahun pada bulan April diselenggarakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam lingkup global, setiap tahun pada bulan April diselenggarakan sebuah kampanye global bertajuk "Education for All" atau "Pendidikan untuk Semua". Kampanye "Education

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Abdul Latip, 2015

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Abdul Latip, 2015 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang mempelajari tentang gejala alam. IPA berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis,

Lebih terperinci

KEMAMPUAN LITERASI MATEMATIKA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH TURUNAN FUNGSI TRIGONOMETRI

KEMAMPUAN LITERASI MATEMATIKA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH TURUNAN FUNGSI TRIGONOMETRI Pedagogy Volume 1 Nomor 2 ISSN 2502-3802 KEMAMPUAN LITERASI MATEMATIKA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH TURUNAN FUNGSI TRIGONOMETRI Jumarniati 1, Rio Fabrika Pasandaran 2, Achmad Riady 3 Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembelajaran sains bagi siswa berguna untuk mempelajari alam sekitar dan pengembangannya yang diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Melalui pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Biologi merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan penting terutama dalam kehidupan manusia karena ilmu pengetahuan ini telah memberikan kontribusi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan sains dan teknologi telah mendatangkan perubahan global dalam berbagai aspek kehidupan. Kesejahteraan suatu bangsa bukan hanya bersumber pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sains atau IPA adalah studi mengenai alam sekitar, dalam hal ini berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga sains bukan hanya penguasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang diajarkan pada setiap jenjang pendidikan, matematika diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam rangka mengembangkan

Lebih terperinci

Mengingat pentingnya LS, ternyata Indonesia juga telah memasukan LS ke dalam kurikulum maupun pembelajaran. Salah satunya menerapkan Kurikulum

Mengingat pentingnya LS, ternyata Indonesia juga telah memasukan LS ke dalam kurikulum maupun pembelajaran. Salah satunya menerapkan Kurikulum A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Dewasa ini masyarakat sangat bergantung pada teknologi dan perkembangan ilmu pengetahuan (sains). Sains menjadi salah satu kunci menghadapi tantangan di masa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Persentase Skor (%) 36 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dikemukakan hasil penelitian dan pembahasannya sesuai dengan tujuan penelitian yang telah dirumuskan. Untuk mengetahui ketercapaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kunci penting dalam menghadapi tantangan di masa depan. Menurut Hayat dan

BAB I PENDAHULUAN. kunci penting dalam menghadapi tantangan di masa depan. Menurut Hayat dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) saat ini menjadi kunci penting dalam menghadapi tantangan di masa depan. Menurut Hayat dan Yusuf (2010) setiap warga

Lebih terperinci

2015 PENERAPAN MOD EL INKUIRI ABD UKTIF UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP D AN LITERASI SAINS SISWA SMA PAD A MATERI HUKUM NEWTON

2015 PENERAPAN MOD EL INKUIRI ABD UKTIF UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP D AN LITERASI SAINS SISWA SMA PAD A MATERI HUKUM NEWTON BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mata pelajaran fisika merupakan salah satu mata pelajaran sains yang dipelajari siswa di sekolah. Melalui pembelajaran fisika di sekolah, siswa belajar berbagai konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang melek terhadap sains dan teknologi (UNESCO,

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang melek terhadap sains dan teknologi (UNESCO, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maju mundurnya suatu bangsa salah satunya ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia yang melek terhadap sains dan teknologi (UNESCO, 2008 : 4-5). Laporan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan di era globalisasi seperti saat ini. Pemikiran tersebut dapat dicapai

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan di era globalisasi seperti saat ini. Pemikiran tersebut dapat dicapai A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Sumber daya manusia yang mempunyai pemikiran kritis, kreatif, logis, dan sistematis serta mempunyai kemampuan bekerjasama secara efektif sangat diperlukan di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. global dengan memiliki keterampilan, pengetahuan dan sikap yang terdidik yang

I. PENDAHULUAN. global dengan memiliki keterampilan, pengetahuan dan sikap yang terdidik yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia menginginkan kualitas lulusan pendidikannya dapat bersaing di pasar global dengan memiliki keterampilan, pengetahuan dan sikap yang terdidik yang dapat memajukan

Lebih terperinci

PROFIL KEMAMPUAN LIT ERASISAINS SISWA SMP DI KOTA PURWOKERTO DITINJAU DARI ASPEK KONTEN, PROSES, dan KONTEKS SAINS

PROFIL KEMAMPUAN LIT ERASISAINS SISWA SMP DI KOTA PURWOKERTO DITINJAU DARI ASPEK KONTEN, PROSES, dan KONTEKS SAINS PROFIL KEMAMPUAN LIT ERASISAINS SISWA SMP DI KOTA PURWOKERTO DITINJAU DARI ASPEK KONTEN, PROSES, dan KONTEKS SAINS Mufida Nofiana 1, Teguh Julianto 2 Universitas Muhammadiyah Purwokerto Abstrak. Literasi

Lebih terperinci

BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN Temuan dan pembahasan akan menguraikan beberapa aspek yang menjadi fokus pada rumusan masalah dan pertanyaan penelitian. Aspek-aspek yang akan dibahas tersebut meliputi: 1)

Lebih terperinci

PERSEPSI MAHASISWA CALON GURU BIOLOGI TENTANG LITERASI QUANTITATIF

PERSEPSI MAHASISWA CALON GURU BIOLOGI TENTANG LITERASI QUANTITATIF PERSEPSI MAHASISWA CALON GURU BIOLOGI TENTANG LITERASI QUANTITATIF Oleh: ENI NURAENI DAN ADI RAHMAT ABSTRAK Persoalan rendahnya berbagai hasil tes literasi kuantitatif siswa Indonesia pada level internasional

Lebih terperinci

KEGIATAN LABORATORIUM BERBASIS INKUIRI PADA KONTEKS MATERI SEL AKI UNTUK MENINGKATKAN LITERASI SAINS SISWA SMA

KEGIATAN LABORATORIUM BERBASIS INKUIRI PADA KONTEKS MATERI SEL AKI UNTUK MENINGKATKAN LITERASI SAINS SISWA SMA SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN SAINS Pengembangan Model dan Perangkat Pembelajaran untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Magister Pendidikan Sains dan Doktor Pendidikan IPA FKIP UNS Surakarta,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. martabat manusia secara holistik. Hal ini dapat dilihat dari filosofi

BAB I PENDAHULUAN. martabat manusia secara holistik. Hal ini dapat dilihat dari filosofi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses sistematis untuk meningkatkan martabat manusia secara holistik. Hal ini dapat dilihat dari filosofi pendidikan yang intinya untuk

Lebih terperinci

2014 EFEKTIVITAS PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN READING COMPREHENSION

2014 EFEKTIVITAS PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN READING COMPREHENSION BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini disampaikan pendahuluan penelitian yang meliputi latar belakang penelitian, identifikasi masalah penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Evy Yosita, Zulkardi, Darmawijoyo, Pengembangan Soal Matematika Model PISA

BAB I PENDAHULUAN. 1 Evy Yosita, Zulkardi, Darmawijoyo, Pengembangan Soal Matematika Model PISA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan mengembangkan daya pikir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Menurut UU RI tahun 2003 Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

Lebih terperinci

TESIS. Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Pendidikan Matematika. Oleh Suharyanto NIM S

TESIS. Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Pendidikan Matematika. Oleh Suharyanto NIM S 0 EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MODEL KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) YANG DIMODIFIKASI PADA MATERI PERSAMAAN GARIS LURUS DITINJAU DARI GAYA BELAJAR SISWA KELAS VIII SMP NEGERI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Inelda Yulita, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Inelda Yulita, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Proses pendidikan di sekolah memiliki tujuan agar peserta didik mampu mempelajari diri sendiri dan alam sekitarnya, serta mampu mengembangkan dan menerapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran di Indonesia berdasarkan Indeks Pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam merupakan pengetahuan yang diperoleh melalui. pengumpulan data dengan eksperimen, pengamatan, dan deduksi untuk

I. PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam merupakan pengetahuan yang diperoleh melalui. pengumpulan data dengan eksperimen, pengamatan, dan deduksi untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam merupakan pengetahuan yang diperoleh melalui pengumpulan data dengan eksperimen, pengamatan, dan deduksi untuk menghasilkan suatu penjelasan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 3 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian dan Desain Penelitian 1. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah quasi eksperiment karena kelompok eksperimen maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) memberikan. kemampuan yang dapat memecahkan masalah atau isu-isu yang beredar.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) memberikan. kemampuan yang dapat memecahkan masalah atau isu-isu yang beredar. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) memberikan dampak positif dan negatif. Dampak positif perkembangan tersebut dengan terus munculnya inovasi-inovasi

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL SIKLUS BELAJAR (LEARNING CYCLE) UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP MAHASISWA PADA KAPITA SELEKTA MATEMATIKA

PENERAPAN MODEL SIKLUS BELAJAR (LEARNING CYCLE) UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP MAHASISWA PADA KAPITA SELEKTA MATEMATIKA PENERAPAN MODEL SIKLUS BELAJAR (LEARNING CYCLE) UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP MAHASISWA PADA KAPITA SELEKTA MATEMATIKA Tia Purniati, Kartika Yulianti, Ririn Sispiyati ABSTRAK Mata kuliah Kapita Selekta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Yossy Intan Vhalind, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Yossy Intan Vhalind, 2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam usaha pencapaian tujuan pendidikan, kurikulum dalam pendidikan formal mempunyai peran yang sangat strategis. Kurikulum memiliki kedudukan dan posisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi siswa

BAB I PENDAHULUAN. pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi siswa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi siswa dalam menjelajah dan memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tiara Nurhada,2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tiara Nurhada,2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan yang paling penting dan meresap di sekolah adalah mengajarkan siswa untuk berpikir. Semua pelajaran sekolah harus terbagi dalam mencapai tujuan ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk yang tidak pernah puas, dalam artian manusia terus menggali setiap celah didalam kehidupan yang dapat mereka kembangkan demi memenuhi kebutuhannya.

Lebih terperinci

Perangkat Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Mendukung Kemampuan Literasi Matematika Siswa Kelas VIII

Perangkat Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Mendukung Kemampuan Literasi Matematika Siswa Kelas VIII SEMINAR MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA UNY 2017 Perangkat Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Mendukung Kemampuan Literasi Matematika Siswa Kelas VIII Rizqi Annisavitri Program Magister Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Siti Nurhasanah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Siti Nurhasanah, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan berubahnya kondisi masyarakat dari masa ke masa, idealnya pendidikan mampu melihat jauh ke depan dan memikirkan hal-hal yang akan dihadapi siswa di

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAMPUAN LITERASI SAINS DAN SIKAP CALON GURU NON IPA TERHADAP LINGKUNGAN PADA KERANGKA SAINS SEBAGAI PENDIDIKAN UMUM

ANALISIS KEMAMPUAN LITERASI SAINS DAN SIKAP CALON GURU NON IPA TERHADAP LINGKUNGAN PADA KERANGKA SAINS SEBAGAI PENDIDIKAN UMUM BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persaingan hidup dalam era globalisasi telah memberi dampak yang luas terhadap tuntutan kompetensi bertahan hidup yang tinggi. Kemampuan meningkatkan pengetahuan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia khususnya para siswa di tingkat pendidikan Sekolah Dasar hingga

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia khususnya para siswa di tingkat pendidikan Sekolah Dasar hingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu mata pelajaran di sekolah yang wajib dipelajari oleh setiap siswa pada jenjang pendidikan manapun. Di Indonesia khususnya para

Lebih terperinci

Implementasi Pendekatan Guided discovery dalam Game Edukasi Matematika untuk Siswa SMP

Implementasi Pendekatan Guided discovery dalam Game Edukasi Matematika untuk Siswa SMP SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA UNY 2016 Implementasi Pendekatan Guided discovery dalam Game Edukasi Matematika untuk Siswa SMP Afif Rizal, Kuswari Hernawati Fakultas Matematika dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini menuntut setiap orang untuk membenahi diri dan meningkatkan potensi masing-masing. Salah satu cara

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE EFEKTIVITAS PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE (TPS) UNTUK MENINGKATKAN KEPERCAYAAN DIRI DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMAN 9 MAKASSAR Reskiwati Salam Universitas Negeri Makassar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menjadi aspek yang paling berpengaruh dalam upaya membentuk generasi bangsa yang siap menghadapi masalah-masalah di era globalisasi. Namun, kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maju mundurnya suatu bangsa sangat ditentukan oleh tingkat pendidikannya, sehingga bagi bangsa yang ingin maju, pendidikan merupakan suatu kebutuhan yang sangat

Lebih terperinci